BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)

advertisement
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA)
1. Definisi ISPA
Istilah ISPA merupakan singkatan dari Infeksi Saluran pernapasan
Akut dengan pengertian sebagai berikut: Infeksi adalah masuknya
Mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga
menimbulkan penyakit. Saluran pernapasan adalah organ mulai dari hidung
hingga Alveoli beserta organ Adneksanya seperti sinus, rongga telinga tengah
dan pleura. Infeksi akut adalah infeksi yang berlangsung sampai dengan 14
hari. Batas 14 hari diambil untuk menunjukkan proses akut meskipun untuk
beberapa penyakit yang dapat digolongkan dalam ISPA, proses ini dapat
berlangsung lebih dari 14 hari. Sedangkan Pneumonia adalah proses infeksi
akut yang mengenai jaringan paru-paru (Alveoli). Terjadi pneumonia pada
anak seringkali bersamaan dengan proses infeksi akut pada Bronkus disebut
Broncho pneumonia (Justin, 2007).
Berdasarkan pengertian di atas, maka ISPA adalah proses infeksi akut
berlangsung selama 14 hari, yang disebabkan oleh mikroorganisme dan
menyerang salah satu bagian, dan atau lebih dari saluran napas, mulai dari
11
Hubungan Faktor Karakteristik..., JUNIVA ANTON WIBOWO, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2011
12
hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah), termasuk jaringan
adneksanya, seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. (Justin, 2007).
2. Etiologi ISPA
Etiologi ISPA terdiri dari lebih dari 300 jenis bakteri, Virus dan
riketsia
Bakteri
Staphylococcus,
penyebab
ISPA
Pneumococcus,
antara
lain
genus
Hemofilus,
Streptococcus,
Bordetella,
dan
Corynebacterium. Virus penyebabnya antara lain golongan Mexovirus,
Adenovirus, Coronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus, dan lainlain (Dinkes, 2007).
3. Klasifikasi ISPA
Program Pemberantasan ISPA (P2 ISPA) mengklasifikasi semua
penyakit ISPA yang umumnya disertai batuk sebagai berikut:
1) ISPA berat : ditandai sesak nafas yaitu adanya tarikan dinding dada bagian
bawah kedalam (chest indrawing) pada waktu inspirasi (secara klinis
ISPA berat=Pneumonia berat).
2) ISPA sedang : ditandai oleh adanya nafas cepat :
a. Umur 2 bulan – 1 tahun : 50X per menit atau lebih.
b. Umur 1 tahun – 5 tahun : 40X per menit atau lebih.
(Secara klinis ISPA sedang = pneumonia)
3) ISPA ringan : ditandai oleh batuk, pilek yang bisa disertai demam, tetapi
tanpa tarikan dinding dada ke dalam dan tanpa nafas cepat. (Secara Klinis
Hubungan Faktor Karakteristik..., JUNIVA ANTON WIBOWO, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2011
13
ISPA ringan = bukan pneumonia) Rinofaringitis, faringitis dan tonsillitis
tergolong bukan pneumonia.
Klasifikasi ISPA dalam program P2 ISPA juga dibedakan untuk
golongan umur kurang dari 2 bulan dan golongan umur balita 2 bulan – 5
tahun.
Untuk golongan umur kurang dari 2 bulan ada 2 klasifikasi yaitu :
1) Pneumonia Berat
Anak dengan tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam atau
nafas cepat (60X per menit atau lebih). Tarikan dinding dada kedalam
terjadi bila paru-paru menjadi “kaku” dan mengakibatkan perlunya
tenaga untuk menarik nafas. Anak dengan tarikan dinding dada ke
dalam, mempunyai resiko meninggal yang lebih besar dibanding
dengan anak yang hanya menderita pernafasan cepat.
Penderita pneumonia berat juga mungkin disertai tandatanda lain seperti :
a. Napas cuping hidung, hidung kembang kempis waktu bernafas.
b. Suara rintihan
c. Sianosis (Kulit kebiru-biruan karena kekurangan oksigen).
d. Wheezing yang baru pertama dialami.
Hubungan Faktor Karakteristik..., JUNIVA ANTON WIBOWO, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2011
14
2) Bukan Pneumonia
Bila tidak ditemukan adanya tarikan kuat ke dalam dinding
dada bagian bawah atau nafas cepat yaitu < 60 kali per menit
(batuk,pilek,biasa). Tanda bahaya untuk golongan umur kurang dari 2
bulan ini adalah : kurang bisa minum, kejang, kesadaran menurun,
stridor, wheezing, gizi buruk, demam/dingin.
Untuk golongan umur 2 bulan – 5 tahun ada 3 klasifikasi, yaitu :
1) Pneumonia Berat, bila disertai nafas sesak dengan adanya tarikan dada
bagian bawah ke dalam waktu anak menarik nafas, dengan catatan
anak harus dalam keadaan tenang, tidak menangis dan meronta.
2) Pneumonia, bila hanya disertai nafas cepat dengan batasan :
a. Untuk usia 2 bulan – kurang 12 bulan = 50X per menit.
b. Untuk usia 1 tahun – 5 tahun = 40X per menit atau lebih.
3) Bukan Pneumonia, bila tidak ditemukan tarikan dinding dada bagian
bawah kedalam atau nafas cepat (batuk pilek biasa). Tanda bahaya
untuk golongan umur 2 bulan – 5 tahun adalah : tidak dapat minum,
kejang, kesadaran menurun, stridor, wheezing dan gizi buruk (Dinkes,
2007).
4. Epidemiologi Penyakit
Penyakit ISPA masih merupakan salah satu masalah kesehatan
masyarakat yang utama, hal ini disebabkan masih tingginya angka kesakitan
Hubungan Faktor Karakteristik..., JUNIVA ANTON WIBOWO, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2011
15
dan kematian pada bayi dan balita karena ISPA. Di Negara maju, angka
kejadian ISPA mencapai 50% dari semua penyakit yang diderita anak-anak
yang berusia dibawah 5 tahun dan 30% dari semua penyakit yang diderita
anak – anak berusia 5-12 tahun (Kusmana,2004). Setiap anak Indonesia
diperkirakan mengalami 3-6 episode ISPA setiap tahunnya dan merupakan
40-60% kunjungan Puskesmas adalah penyakit ISPA (Direktorat jendral
P2M&PL, 2009).
Manifestasi klinis akibat ISPA dapat bermacam-macam, tergantung
beberapa hal :
1). Usia penderita
2). Penyakit lain yang menyertainya
3). Ada tidaknya kelainan
4). Mikroorganisme apa yang menjadi penyebabnya
5). Bagaimana daya tahan tubuh penderita saat terserang infeksi
6). Bagian saluran nafas mana yang terserang infeksi
7). Bagaimana cara penderita mendapatkan infeksi, di komunitas atau di
rumah sakit. (Kusmana,2004).
ISPA dapat menyerang semua orang, semua umur maupun jenis
kelamin serta tingkat social ekonomi (Kusmana 2004). Musim hujan menurut
penelitian Kartasasmita di Cikutra Bandung, berpengaruh secara bermakna
Hubungan Faktor Karakteristik..., JUNIVA ANTON WIBOWO, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2011
16
terhadap
insiden
ISPA
(musim
bujan
56%
dan
kemarau
44%)
(Kartasasmita,1993
5. Tanda dan Gejala
Dalam pelaksanaan program pemberantasan penyakit ISPA (P2 ISPA)
kriteria untuk menggunakan pola tatalaksana penderita ISPA adalah balita,
ditandai dengan adanya batuk dan atau kesukaran bernapas disertai adanya
peningkatan frekuensi napas (napas cepat) sesuai golongan umur. Dalam
penentuan klasifikasi penyakit dibedakan atas dua kelompok yaitu umur kurang
dari 2 bulan dan umur 2 bulan sampai kurang dari 5 tahun.
Klasifikasi pneumonia berat didasarkan pada adanya batuk dan atau
kesukaran pernapasan disertai napas sesak atau tarikan dinding dada bagian
bawah kedalam (chest indrawing) pada anak usia 2 bulan sampai kurang dari 5
tahun. Untuk kelompok umur kurang dari 2 bulan diagnosis pneumonia berat
ditandai dengan adanya napas cepat (fast breathing) dimana frekuensi napas 60
kali permenit atau lebih, dan atau adanya tarikan yang kuat dinding dada
bagian bawah ke dalam (severe chest indrawing).
Bukan pneumonia
apabila ditandai dengan napas cepat tetapi tidak
disertai tarikan dinding dada ke dalam. Bukan pneumonia mencakup kelompok
penderita dengan batuk pilek biasa yang tidak ditemukan adanya gejala
peningkatan frekuwensi napas dan
tidak ditemukan tarikan dinding dada
bagian bawah kedalam (Dinkes, 2007)
Hubungan Faktor Karakteristik..., JUNIVA ANTON WIBOWO, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2011
17
Ada beberapa tanda klinis yang dapat menyertai anak dengan batuk yang
dikelompokkan sebagai tanda bahaya :
1) Tanda dan gejala untuk golongan umur kurang dari 2 bulan yaitu
tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor (ngorok),
wheezing (bunyi napas), demam.
2) Tanda dan gejala untuk golongan umur 2 bulan sampai kurang 5
tahun yaitu tidak bisa minum, kejang, kesadaran menurun, stridor.
6. Penyebab Terjadinya ISPA
Penyakit ISPA dapat disebabkan oleh berbagai penyebab seperti bakteri,
virus, mycoplasma, jamur dan lain-lain. ISPA bagian atas umumnya disebabkan
oleh Virus, sedangkan ISPA bagian bawah dapat disebabkan oleh bakteri , virus
dan mycoplasma. ISPA bagian bawah yang disebabkan oleh bakteri umumnya
mempunyai manifestasi klinis yang berat sehingga menimbulkan beberapa
masalah dalam penanganannya.
Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus streptcocus,
Stapilococcus, Pneumococcus, Hemofillus, Bordetella dan Corinebacterium.
Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus,
Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus dan lain-lain (Dinkes,
2007).
Hubungan Faktor Karakteristik..., JUNIVA ANTON WIBOWO, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2011
18
7. Cara penularan
ISPA dapat terjadi karena transmisi organisme melalui AC (air
conditioner), droplet dan melalui tangan yang dapat menjadi jalan masuk bagi
virus. Penularan faringitis terjadi melalui droplet, kuman menginfiltrasi lapisan
epitel, jika epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial bereaksi sehingga
terjadi pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear. Pada
sinusitis, saat terjadi ISPA melalui virus, hidung akan mengeluarkan ingus yang
dapat menghasilkan superinfeksi bakteri, sehingga dapat menyebabkan bakteribakteri patogen masuk ke dalam rongga-rongga sinus (WHO, 2008).
8. Pertolongan pertama penderita ISPA
Menurut Direktorat jendral P2M&PL (2010), Untuk perawatan ISPA di
rumah ada beberapa hal yang dapat dilakukan seorang ibu untuk mengatasi
anaknya yang menderita ISPA yaitu :
a. Mengatasi panas (demam)
Untuk anak usia dua bulan sampai lima tahun, demam dapat
diatasi dengan memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi di
bawah dua bulan dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol
diberikan sehari empat kali setiap enam jam untuk waktu dua hari. Cara
pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus
dan diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain
Hubungan Faktor Karakteristik..., JUNIVA ANTON WIBOWO, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2011
19
bersih dengan cara kain dicelupkan pada air (tidak perlu di tambah air
es).
b. Mengatasi batuk
Dianjurkan untuk memberikan obat batuk yang aman misalnya
ramuan tradisional yaitu jeruk nipis setengah sendok teh dicampur
dengan kecap atau madu setengah sendok teh dan diberikan tiga kali
sehari.
c. Pemberian makanan
Dianjurkan memberikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit
tetapi berulang-ulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika
terjadi muntah. Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap
diteruskan.
d. Pemberian minuman
Diusahakan memberikan cairan (air putih, air buah dan
sebagainya) lebih banyak dari biasanya. Hal ini akan membantu
mengencerkan dahak, selain itu kekurangan cairan akan menambah
parah sakit yang diderita.
e. Lain-lain
Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu
tebal dan rapat, lebih-lebih pada anak yang demam. Membersihkan
hidung pada saat pilek akan berguna untuk mempercepat kesembuhan
Hubungan Faktor Karakteristik..., JUNIVA ANTON WIBOWO, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2011
20
dan menghindari komplikasi yang lebih parah. Diusahakan lingkungan
tempat tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak
berasap. Apabila selama perawatan di rumah keadaan anak memburuk
maka dianjurkan untuk membawa ke dokter atau petugas kesehatan.
Untuk penderita yang mendapat obat antibiotik, selain tindakan di atas
diusahakan agar obat yang diperoleh tersebut diberikan dengan benar
selama lima hari penuh dan setelah dua hari anak perlu dibawa kembali
ke petugas kesehatan untuk pemeriksaan ulang. (Direktoral jendral
P2M&PL, 2010).
9. Pencegahan ISPA
Menurut Depkes RI, 2009, ada beberapa yang dapat mencegah terjadinya
ISPA di antaranya.
a. Pelaksanaan PHBS yang meliputi cuci tangan sampai bersih dengan
sabun.
b. Meningkatkan daya tahan tubuh.
c. Menjaga kondisi udara dalam rumah tetap sehat melalui tidak
merokok dalam rumah.
d. Menjaga kebersihan Lingkungan.
e. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.
Hubungan Faktor Karakteristik..., JUNIVA ANTON WIBOWO, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2011
21
10. Diagnosis ISPA
Ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan pemeriksaan fisis yang
sesuai dengan gejala dan tanda yang diuraikan sebelumnya, disertai
pemeriksaan penunjang. Diagnosis etiologi dibuat berdasarkan pemeriksaan
mikrobiologi dan atau serologi (Mansjoer, dkk, 2008).
Berdasarkan pedoman diagnosis dan tatalaksana pneumonia yang
diajukan oleh WHO di dalam buku Mansjoer (2008), pneumonia dibedakan
atas :
1) Pneumonia sangat berat : bila ada sianosis dan tidak sanggup minum,
harus dirawat di RS dan diberi antibiotik.
2) Pneumonia berat : bila ada retraksi, tanpa sianosis, dan masih sanggup
minum, harus dirawat di RS dan diberi antibiotik.
3) Pneumonia : bila tidak ada retraksi tapi napas cepat :
a) > 60x/menit pada bayi < 2 bulan
b) > 50x/menit pada anak 2 bulan – 1 tahun
c) > 40x/menit pada anak 1 – 5 tahun
Bukan pneumonia : hanya batuk tanpa tanda dan gejala sepertibdi atas,
tidak perlu dirawat, tidak perlu antibiotik.
Hubungan Faktor Karakteristik..., JUNIVA ANTON WIBOWO, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2011
22
B. Balita
Balita atau anak bawah umur lima tahun adalah anak usia kurang dari
lima tahun sehingga bagi usia di bawah satu tahun juga termasuk dalam
golongan ini. Namun faal (kerja alat tubuh semestinya) bagi usia di bawah
satu tahun berbeda dengan anak usia di atas satu tahun, maka anak di bawah
satu tahun tidak termasuk ke dalam golongan yang dikatakan balita. Anak usia
1-5 tahun dapat pula dikatakan mulai disapih atau selepas menyusu sampai
dengan pra-sekolah. Sesuai dengan pertumbuhan badan dan perkembangan
kecerdasannya, faal tubuhnya juga mengalami perkembangan sehingga jenis
makanan dan cara pemberiannya pun harus disesuaikan dengan keadaannya.
Berdasarkan karakteristiknya balita usia 1-5 tahun dapat dibedakan menjadi
dua, yaitu anak yang berumur 1-3 tahun yang dikenal dengan Batita
merupakan konsumen pasif. Sedangkan usia prasekolah lebih dikenal sebagai
konsumen aktif (Depkes RI, 2010)
Salah satu faktor penyebab kematian maupun yang berperan dalam
proses tumbuh kembang balita yaitu ISPA, penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi. Untuk itu kegiatan yang dilakukan terhadap balita antara
pemeriksaan
perkembangan
dan
pertumbuhan
fisiknya,
pemeriksaan
perkembangan kecerdasan, pemeriksaan penyakit infeksi, imunisasi, perbaikan
gizi dan pendidikan kesehatan pada orang tua (Depkes RI, 2010).
Hubungan Faktor Karakteristik..., JUNIVA ANTON WIBOWO, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2011
23
C. Tinjauan Umum Tentang Variabel Penelitian
1. Faktor Resiko Karakteristik Balita Terjadinya ISPA
Menurut hasil penelitian yang ada, dapat diketahui bahwa ISPA pada
umumnya menyerang anak dengan presentase kesakitan yang cukup tinggi,
juga menyerang pada dewasa muda dan usia lanjut. Hal ini bias terjadi karena
banyak faktor resiko yang berperan dalam kejadian ISPA (Wan, 1986) dalam
(Kusmana, 2004).
Faktor Karakteristik balita yang berperan dalam kejadian ISPA :
1) Umur anak
Semakin tinggi usia anak, semakin tahan terhadap serangan
ISPA. Sedangkan makin muda usia anak, makin sering serangan ISPA
terjadi, yaitu untuk bayi di bawah 1 tahun yang mendapat serangan
lebih dari 6 kali meliputi 28%, sedang untuk anak diatas 1 tahun hanya
7,3% saja (Suwendra, 1988)
Resiko untuk terkena penyakit ISPA lebih besar pada anak di
bawah 2 tahun dari pada anak yang lebih tua, yang dimungkinkan
karena status kerentanan anak di bawah 2 tahun belum tinggi dan
lumen saluran nafas yang relatif sempit (Kartasasmita, 1993).
2) Berat badan lahir
Anak-anak dengan riwayat berat badan lahir rendah akan
mengalami lebih berat infeksi pada saluran pernapasan. Hal ini
Hubungan Faktor Karakteristik..., JUNIVA ANTON WIBOWO, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2011
24
dikarenakan pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna
sehingga lebih mudah terkena penyakit infeksi, terutama pneumonia
dan sakit saluran pernapasan lainnya (Kartasasmita, 1993).
3) Status gizi
Status gizi adalah ukuran keberhasilan dalam pemenuhan
nutrisi untuk anak yang diindikasikan oleh berat badan dan tinggi
badan anak. Status gizi juga didefinisikan sebagai status kesehatan
yang dihasilkan oleh keseimbangan antara kebutuhan dan masukan
nutrien. Penelitian status gizi merupakan pengukuran yang didasarkan
pada data antropometri serta biokimia dan riwayat diit.
Balita dengan gizi yang kurang akan lebih mudah terserang
ISPA dibandingkan balita dengan gizi normal karena faktor daya tahan
tubuh yang kurang. Penyakit infeksi sendiri akan menyebabkan balita
tidak mempunyai nafsu makan dan mengakibatkan kekurangan gizi.
Pada keadaan gizi kurang, balita lebih mudah terserang “ ISPA berat “
bahkan serangannya lebih lama (Kusmana, 2004).
Untuk balita status Gizi biasanya dapat dipantau dengan
menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS) penilaian berdasarkan Berat
badan/Umur balita. Garis Merah yang terdapat di KMS merupakan
garis batas gizi sedang, di bawah garis merah gizi buruk kemudian
diatas garis merah menunjukan gizi baik (Kartasasmita, 1993).
Hubungan Faktor Karakteristik..., JUNIVA ANTON WIBOWO, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2011
25
4).Pemberian Vitamin A
Pemberian vitamin A pada anak balita yang dilakukan enam
bulan sekali, dimaksudkan untuk meningkatkan daya tahan dan
kesehatan, terutama pada penglihatan, reproduksi, sekresi mukus dan
mempertahankan
sel
epitel
yang
mengalami
deferensiasi
(Basuki,2000).
Penelitian yang dilakukan oleh Ismadi (1998) menyatakan
adanya hubungan antara kekurangan vitamin A dengan kejadian
penyakit ISPA dan diare, karena diperkirakan vitamin A ikut berperan
dalam proses imunologik humoral maupun seluler.
5). Air Susu Ibu (ASI) Eksklusif
Peranan air susu Ibu (ASI) juga menunjukan adanya hubungan
dengan terjadinya ISPA pada balita, karena selain sebagai bahan
nutrisi, air susu Ibu juga mengandung bahan antibodi lan leukosit yang
berguna meningkatkan daya tahan tubuh bagi balita terhadap infeksi.
ASI juga mengandung laktoferin yang berfungsi untuk mengikat zat
besi. Zat kekebalan yang terdapat di dalam ASI dapat melindungi
balita dari berbagai penyakit infeksi saluran nafas, diare, infeksi
telinga dan penyakit alergi (Markum, 2002).
Bayi usia 0-11 bulan yang tidak diberi ASI mempunyai resiko 5
kali lebih besar meninggal karena ISPA dibandingkan dengan bayi
Hubungan Faktor Karakteristik..., JUNIVA ANTON WIBOWO, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2011
26
yang memperoleh ASI Eksklusif. Balita yang tidak diberi ASI
menyebabkan terjadinya defisiensi zat besi. Ini yang menjadikan risiko
kematian karena ISPA sangat besar dibandingkan bayi yang secara
eksklusif memperoleh ASI dari Ibu (Sinar Harapan, 2004).
6). Status Imunisasi
Bayi baru lahir biasanya mempunyai kekebalan terhadap
penyakit tertentu (dipteri dan campak sampai umur 4-9 bulan) yang
didapat dari ibunya. Setelah umur tersebut maka perlu diberikan suatu
kekebalan dengan memberikan imunisasi untuk merangsang tubuh
membuat zat anti bila ada rangsangan zat masuk kedalam tubuh.
Kegiatan imunisasi BCG, DPT, polio dan campak pada bayi
dapat menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi yang di
sebabkan oleh penyakit yang dapat di cegah dengan imunisasi ( PD3I),
di ketahui bahwa beberapa penyakit yang termasuk PD3I mempunyai
gejala prodormal yang menyerupai ISPA.
Penyakit campak dan pertusis merupakan penyakit saluran
nafas yang di laporkan mempunyai angka kematian yang relative
tinggi. Infeksi virus campak pada saluran pernafasan dapat
menyebabkan terjadinya kerusakan pada mukosa dan pada umumnya
komplikasi penyakit campak dapat menyebabkan terjadinya diare
kronis, otitis media, ensefalitis dan pneumonia (kartasasmita, 1993).
Hubungan Faktor Karakteristik..., JUNIVA ANTON WIBOWO, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2011
27
41% dari penyakit campak berhubungan dengan infeksi sekunder
diantaranya pneumonia pada anak berumur kurang dari 5 tahun (
Raharjoe & Said 1989). Imunisasi campak dan pertusis dengan
cakupan lebih dari 70% di Negara berkembang, efektif untuk
menurunkan angka kematian balita (cattaneo, 1994).
2. Faktor perilaku keluarga dalam pencegahan penyakit ISPA
Pencegahan ISPA dapat dilaksanakan melalui pelaksanaan
PHBS yang meliputi mencuci tangan sampai bersih dengan
menggunakan sabun menyebabkan infeksi kuman dari luar keluarga
terutama yang menular melalui sentuhan tangan dapat dihindari.
Upaya pencegahan ISPA juga dapat dilakukan dengan meningkatkan
daya tahan tubuh keluarga melalui aktifitas fisik yang dilaksanakan
setiap hari. Terjadinya ISPA juga dapat dilaksanakan dengan
menghindari faktor pemungkin yaitu menjaga kondisi udara dalam
rumah tetap sehat melalui kebiasaan tidak merokok di dalam rumah.
Disamping ketiga faktor yang telah disebutkan, faktor pemberian gizi
pada balita secara cukup juga berpengaruh terhadap kejadian ISPA
pada balita, semakin seimbang status gizi balita maka semakin baik
daya tahan tubuhnya sehingga sulit untuk terinfeksi ISPA (Depkes RI,
2009).
Hubungan Faktor Karakteristik..., JUNIVA ANTON WIBOWO, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2011
28
D. Kerangka Teori
umur
BBL
.
Pemberian
vitamin A
Pemberian
ASI Eks
Daya tahan tubuh
Kelengkapan
Status Imunisasi
Status gizi
Kepadatan
Hunian
Ventilasi
Kelembaban
ruangan
Kejadian ISPA
Jenis lantai
Kepemilika
n lubang
asap
Jenis bahan
bakar
Keberadaa
n anggota
keluarga
yang
merokok
Polusi asap dalam
ruangan
Keberadaan
Anggota keluarga
yang menderita
ISPA
Hubungan Faktor Karakteristik..., JUNIVA ANTON WIBOWO, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2011
29
(Gambar 2.1.Kerangka Teori Hubungan factor karakteristik balita dan perilaku
pencegahan keluarga terhadap kejadian ISPA.
(Sumber: Modifikasi Dinkes RI, 2001; Soekidjo Notoatmodjo, 1997; Srikandi
Fardiaz, 1992; Juli Soemirat, 2000; Depkes RI,2001; Kertasapoetra, Marsetyo,
Med, 2001; Mukono, 2000; Dinkes Prov. Jateng, 2005; Markum, 2002; I Dewa
Nyoman Supariasa, Bachsyar Bakri dan Ibnu Fajar, 2002).
C. Kerangka Konsep
Variabel independent
Karakteristik Balita
1. Usia
2. Status Berat badan
lahir
3. Status gizi
4. Status pemberian
Vitamin A
5. Status pemberian
ASI eksklusif
6. Status Imunisasi
Variabel Dependen
Kejadian ISPA Pada
balita
Perilaku Keluarga
•
Peran aktif
keluarga dalam
Pencegahan ISPA
(Gambar 2.2. Kerangka Konsep)
(Hubungan Faktor Karakteristik balita dan perilaku pencegahan terhadap
kejadian ISPA pada balita)
Hubungan Faktor Karakteristik..., JUNIVA ANTON WIBOWO, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2011
30
D. Hipotesis Penelitian
Hipotesis penelitian adalah asumsi atau dugaan mengenai sesuatu hal
yang dibuat untuk menjelaskan hal tersebut yang sering dituntut untuk
melakukan pengecekannya (Riwidikdo, 2009). Hipotesis penelitian ini adalah:
”Ada hubungan antara Faktor karakteristik balita ( Usia 1-5 tahun, Berat
badan lahir, Status gizi, pemberian Vitamin A, Pemberian ASI eksklusif,
Status imunisasi ) dan Perilaku keluarga dengan kejadian ISPA di Puskesmas
Sumbang II Kecamatan Sumbang Kabupaten Banyumas”.
Hubungan Faktor Karakteristik..., JUNIVA ANTON WIBOWO, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2011
Download