BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teori Kajian teori ini

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1.Kajian Teori
Kajian teori ini merupakan uraian pendapat para ahli yang mendukung
penelitian. Dari beberapa teori para ahli tersebut mengkaji objek yang sama dan
menpunyai pendapat yang berbeda. Pembahasan teori ini berisi tentang pembelajaran
kooperatif tipe problem solving dan hasil belajar IPA.
2.1.1 Hakikat Pembelajaran IPA
Menurut Iskandar (1997:2), “Ilmu Pengetahuan Alam merupakan terjemahan
dari kata-kata Bahasa Inggris Natural Science secara singkat disebut Science, Natural
artinya alamiah, berhubungan dengan alam atau bersangkut paut dengan alam.
Science artinya ilmu pengetahuan. Jadi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau Science
itu secara harfiah dapat disebut sebagai ilmu tentang alam ini, ilmu yang mempelajari
peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam”.
Sedangkan Trianto (2010:137) kemudian menyimpulkan bahwa IPA adalah
suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada
gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan
eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan
sebagainya.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat diartikan bahwa IPA adalah
suatu ilmu pengetahuan tentang alam yang mempelajari tentang peristiwa yang terjadi
di alam ini dimana di dalamnya terdapat teori yang saling berhubungan dengan
gejala alam dan menuntut sikap ilmiah seperti sikap jujur, rasa ingin tahu, dan sikap
yang terbuka. Secara khusus hakikat IPA semata-mata tidaklah hanya pada dimensi
pengetahuan (keilmuan), tetapi lebih dari itu, IPA juga menekankan pada dimensi
nilai ukhrawi, dimana di dalamnya berisi bahwa apabila kita memerhatikan
keteraturan di alam semesta akan semakin meningkat keyakinan akan adanya sebuah
7
8
kekuatan yang mahadahsyat yang tidak dapat dibantah lagi, yaitu Tuhan Yang Maha
Esa. Dengan dimensi ini IPA hakihatnya mengaitkan antara aspek logika-materiil
dengan aspek jiwa-spiritual, yang sementara ini dianggap cakrawala kosong, karena
adanya anggapan bahwa antara IPA dan agama merupakan dua sisi yang sangat
berbeda dan tidak akan mungkin dipersatukan satu sama lain dalam satu bidang
kajian.
Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA adalah
ilmu pengetahuan alam yang mempelajari gejala-gelaja melalui suatu proses yang
dikenal dengan proses ilmiah dan tersusun atas tiga komponen terpenting berupa
konsep, prinsip, dan teori yang berlaku secara universal.
Menurut Hamdani (2010:23) pembelajaran adalah usaha guru membentuk
tingkah laku yang diinginkan dengan menyediakan lingkungan atau stimulus.
Aliran kognitif mendefinisikan pembelajaran sebagai cara guru memberikan
kesempatan kepada siswa untuk berpikir agar mengenal dan memahami
sesuatu yang sedang dipelajari. Adapun humanostik mendeskripsikan
pembelajaran sebagai memberikan kebebasan kepada siswa untuk memilih
bahan pelajaran dan cara mempelajarinya sesuai dengan minat dan
kemampuannya.
Hamdani (2010:47) berpendapat bahwa ciri-ciri pembelajaran adalah sebagai
berikut :
1) Pembelajaran dilakukan secara sadar dan direncanakan secara sistematis.
2) Pembelajaran dapat menumbuhkan perhatian dan motivasi siswa dalam
belajar.
3) Pembelajaran dapat menyediakan bahan belajar yang menarik perhatian
dan menantang siswa.
4) Pembelajaran dapat menggunakan alat bantu belajar yang tepat dan
menarik.
5) Pembelajaran dapat menciptakan Susana belajar yang aman dan
menyenangkan bagi siswa.
6) Pembelajaran dapat membuat siswa siap menerima pelajaran, baik secara
fisik, maupun psikologi.
9
7) Pembelajaran menekankan keaktifan siswa.
8) Pembelajaran dilakukan secara sadar dan sengaja.
Pembelajaran mempunyai tujuan, yaitu membuat siswa agar memperoleh
berbagai pengalaman dan dengan pemgalaman itu, tingkah laku siswa bertambah,
baik kuantitas maupun kualitasnya. Tingkah laku ini meliputi pengetahuan,
ketrampilan, dan nilai atau norma yang berfungsi sebagai pengendali sikap dan
perilaku siswa.
Trianto (2010:142) dikutip dalam taksonomi bloom diharapkan dapat
memberikan pengetahuan (kognitif), yang merupakan tujuan utama dari
pembelajaran. Jenis pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan dasar
dari prinsip dan konsep yang bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari.
Pengetahuan secara garis besar tentang fakta yang ada di alam untuk
memahami dan memperdalam lebih lanjut, dan melihat adanya keterangan
serta keteraturannya. Di samping itu, pembelajaran IPA diharapkan pula
memberikan keterampilan (psikomotorik), kemampuan sikap ilmiah (afektif),
pemahaman, kebiasaan dan apresiasi.
Berdasarkan uraian tentang pembelajaran IPA, maka Trianto (2010:143)
mengemukakan tentang hakikat dan tujuan pembelajaran IPA diharapkan dapat
memberikan antara lain sebagai berikut:
a) Kesadaran akan keindahan dan keteraturan alam untuk meningkatkan
keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
b) Pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang dasar dari prindip dan konsep,
fakta yang ada di alam. Hubungan saling ketergantungan, dan hubungan
antara sains dan teknologi.
c) Keterampilan dan kemampuan untuk menangani peralatan, memecahkan
masalah dan melakukan observasi.
d) Sikap ilmiah, antara lain skeptis, kritis, sensitive, obyektif, jujur terbuka,
benar, dan dapat bekerja sama.
10
e) Kebiasaan mengembangkan kemampuan berpikir analisis induktif dan
deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip sains untuk menjelaskan
berbagai peristiwa alam.
f) Apresiatif terhadap sains dengan menikmati dan menyadari keindahan
keteraturan perilaku alam serta penerapannya dalam teknologi.
Menurut uraian di atas maka jelaslah bahwa proses belajar mengajar IPA lebih
menekankan pada pendekatan keterampilan proses, sehingga siswa mampu
menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, serta teori-teori dan sikap
ilmiah siswa itu sendiri yang pada akhirnya berpengaruh positif terhadap kualitas
proses pendidikan maupun produk pendidikan.
Pembelajaran IPA dilakukan untuk menumbuhkan kemampuan berpikir,
bekerja, dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting
kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada
pemberian
pengalaman
belajar
secara
langsung
melalui
penggunaan
dan
pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah.
2.1.2 Tujuan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar
Tujuan Mata Pelajaran Ipa yang diajarkan di Sekolah Dasar diantaranya
adalah: (1) memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya, (2)
mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat
dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, (3) mengembangkan rasa ingin
tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling
mempengaruhi
antara
IPA,
lingkungan,
tekhnologi,
dan
masyarakat,
(4)
mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar , memecahka
masalah, dan membuat keputusan, (5) meningkatkan, kesadaran untuk berperan serta
dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam dan segala
keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan, (6) memeperoleh bekal
11
pengetahuan, konsep, dan ketrampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan
pendidikan ke SMP atau Mts.
Menurut Muslichah (2006:23) tujuan pembelajaran IPA di SD adalah “Untuk
menanamkan rasa ingin tahu dan sikap positif terhadap sains, teknologi dan
masyarakat, mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah dan membuat keputusan, mengembangkan gejala alam,
sehingga siswa dapat berfikir kritis dan objektif “.
2.1.3 Ciri-ciri Pembelajaran IPA
1) IPA mempunyai nilai ilmiah
Artinya kebenaran dalam IPA dapat dibuktikan lagi oleh semua orang dengan
menggunakan metode ilmiah dan prosedur seperti yang dilakukan terdahulu oleh
penemunya.
Contoh : nilai ilmiah ”perubahan kimia” pada lilin yang dibakar. Artinya benda yang
mengalami perubahan kimia, mengakibatkan benda hasil perubahan sudah tidak dapat
dikembalikan ke sifat benda sebelum mengalami perubahan atau tidak dapat
dikembalikan ke sifat semula
2) IPA merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis,
Dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam.
3) IPA merupakan pengetahuan teoritis.
Teori IPA diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus, yaitu dengan
melakukan
observasi,
eksperimentasi,
penyimpulan,
penyusunan
teori,
eksperimentasi, observasi dan demikian seterusnya kait mengkait antara cara yang
satu dengan cara yang lain
4) IPA merupakan suatu rangkaian konsep yang saling berkaitan.
Dengan bagan-bagan konsep yang telah berkembang sebagai suatu hasil eksperimen
dan observasi, yang bermanfaat untuk eksperimentasi dan observasi lebih lanjut
(Depdiknas, 2006).
5) IPA meliputi empat unsur, yaitu produk, proses, aplikasi dan sikap.
12
Produk dapat berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum. Proses merupakan prosedur
pemecahan masalah melalui metode ilmiah; metode ilmiah meliputi pengamatan,
penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen, percobaan atau penyelidikan,
pengujian hipotesis melalui eksperimentasi, evaluasi, pengukuran, dan penarikan
kesimpulan.
Aplikasi merupakan penerapan metode atau kerja ilmiah dan konsep IPA dalam
kehidupan sehari-hari. Sikap merupakan rasa ingin tahu tentang obyek, fenomena
alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru
yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar.
2.1.4. Hakikat Hasil Belajar
Berdasarkan pengertian secara psikologis (Slameto 2010:2) belajar merupakan
suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi
dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan
tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku. Slameto (2010:2)
mengungkapkan pengertian belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan
seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara
keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya. Sedangkan menurut Gagne (Slameto 2003:13), belajar adalah proses
untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, ketrampilan, kebiasaan dan tingkah
laku.
Berdasarkan beberapa pendapat ahli tersebut dapat dikaji bahwa belajar
merupakan suatu proses perubahan dalam diri seseorang yang diperoleh melalui hasil
interaksi maupun pengalaman dengan lingkungan dimana perubahan tersebut nampak
dalam tingkah laku, kebiasaan, keterampilan, sikap dan kemampuan pikirnya.
2.1.4.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi Hasil Belajar
2 faktor yang mempengaruhi hasil belajar menurut Slameto (Slameto, 2002:54)
antara lain meliputi faktor internal dan faktor eksternal:
13
1) Faktor Internal
Faktor Jasmaniah. Sehat berarti dlaam keadaan baik segenap badan beserta
bagian-baginnya/bebas dari penyakit. Proses belajar akan terganggu jika kesehatan
seseorang terganggu, selain itu ia akan cepat lelah, kurang bersemangat, mudah
pusing, ngantuk. Agar seseorang dapat belajar dengan baik haruslah mengusahakan
kesehatan badannya tetap terjamin dengan cara selalu mengindahkan ketentuanketentuan tentang bekerja, belajar, istirahat, tidur, makan, olahraga, rekreasi dan
ibadah.
Faktor Psikologis. Setiap indivudu dalam hal ini peserta didik pada dasarnya
memiliki kondisi psikologis yang berbeda-beda, tentunya hal ini turut mempengaruhi
hasil belajarnya. Beberapa faktor psikologis meliputi intelegensi (IQ), perhatian,
minat, bakat, motif, motivasi, kognitif dan daya nalar peserta didik.
2) Faktor Eksternal
Pada model pembelajaran kooperatif tipe problem solving ini menempati
posisi pada faktor eksternal. Faktor eksternal meliputi:
Faktor lingkungan. Faktor lingkungan dapat mempengaruhi hasil belajar.
Faktor lingkungan ini meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan
lingkungan sosial atau masyarakat. Lingkungan keluarga misalnya cara orang tua
mendidik. Disinilah bimbingan dan penyuluhan dari orang tua sangatlah penting.
Anak/siswa yang mengalami kesukaran dalam halbelajar dapat ditolong dengan
memberikan bimbingan beajar sebaik-baiknya.
Faktor lingkungan sekolah. Faktor lingkungan sekolah yang mempengaruhi
belajar ini mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi
siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran,
keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah.
Faktor lingkungan sosial atau masyarakat. Kehidupan masyarakat disekitar
siswa juga berpengaruh terhadap belajar siswa. Masyarakat yang terdiri dari
14
bermacam-macam golongan akan sangat berpengaruh belajar siswa. Ada yang baik
dan buruk. Apabila lingkungan buruk maka siswa akan terpengaruh ke hal yang
buruk, begitu pula sebaliknya.
2.1.4.2 Aspek Hasil Belajar
Hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah
ia menerima pengalaman belajarnya. Horward Kingsley (Sudjana 2005:22) membagi
tiga macam hasil belajar, yakni (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan
pengertian, (c) sikap dan cita-cita. Masing-masing jenis hasil belajar dapat diisi
dengan bahan yang telah ditetapkan dalam kurikulum.
Sedangkan Gagne (Sudjana 2005:22) membagi lima kategori hasil belajar,
yakni (a) informasi verbal, (b) keterampilan intelektual, (c) strategi kognitif, (d)
sikap, dan (e) keterampilan motoris. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan
tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan
klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya
menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, afektif, dan psikomotoris:
1) Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang teridiri dari
enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi,
sistesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah
dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi.
2) Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yakni
penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisani, dan internalisasi.
3) Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan
kemampuan bertindak. Ada enam ranah psikomotoris, yakni (a) gerakan
refleks, (b) keterampilan gerakan dasar, (c) kemampuan perseptual, (d)
keharmonisan atau ketepatan, (e) gerakan keterampilan kompleks, dan (f)
gerakan ekspresif dan interpretatif.
Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Di antara ketiga ranah
tersebut, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah
15
karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan
pengajaran.
Berdasarkan uraian di atas bahwa hasil belajar merupakan hasil perubahan
tingkah laku oleh siswa yang didapat setelah siswa mengalami serangkaian proses
pembelajaran dimana mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotoris. Perubahan
tersebut dilihat dari hasil belajar yang diperoleh siswa. Akan tetapi dalam penelitian
akan lebih ditekankan pada ranah kognitif yaitu pengetahuan serta pemahaman siswa
yang mampu diukur menggunakan evaluasi berupa tes. Dengan tes guru dapat
mengetahui sejauh mana keberhasilan siswa dalam menerima pembelajaran yang
sesuai dengan tujuan pembelajaran IPA yang ingin dicapai. Tes tersebut dilaksanakan
pada akhir pembelajaran.
2.1.5 Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran Kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang
berdasarkan faham konstruktivis. Menurut Slavin (Isjoni 2013:12) pembelajaran
kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam
kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang dengan
struktur kelompok heterogen. Jonhson & Jonhson (Isjoni 2013:15) kooperatif
learning adalah pemanfaatan kelompok kecil untuk memaksimalkan belajar mereka
dan belajar anggota lainnya dalam kelompok itu. Sedangkan Isjoni (2013:12)
mengungkapkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan
jumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda.
Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap siswa anggota kelompok harus saling
bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran.
Lie (2000:16) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif juga diseut
dengan stilah gotong-royong yaitu sistem pembelajaran yang memberi kesempatan
kepada peserta didik untuk bekerjasama dengan siswa lain dalam tugas-tigas yang
terstruktur . Sedangkan menurut Djahiri K (2004:19) pembelajaran kooperatif
merupakan pembelajaran kelompok kooperatif yang menuntut diterapkannya
16
pendekatan secara sentris, humanistik, dan demokratis yang disesuaikan dengan
kemampuan siswa dan lingkuangan belajarnya.
Lie (2002:18) mengungkapkan model kooperatif atau memberi landasan
teoritis bagaimana siswa dapat sukses belajar bersama orang lain. Dengan
mempraktekkan kooperatif learning di ruang-ruang kelas suatu hal kelak kita akan
mrnuai buah pesahabatan dan perdamaian.
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, maka dapat ditarik kesimpulan
bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu stategi belajar dengan keterlibatan
beberapa jumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya
berbeda dimana dalam menyelesaikan tugas kelompok, di setiap siswa dalam
kelompok harus saling bekerja sama serta saling membantu guna mencapai suatu
tujuan dalam pembelajaran tertentu. Dalam pembelajaran kooperatif ini, dikatakan
belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan
pelajaran.
2.16 Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif
Menurut Nur (2000), prinsip dasar dalam pembelajaran kooperatif sebagai berikut:
1) Siswa dalam kelompok secara kooperatif menyelesaikan materi belajar sesuai
kompetensi dasar yang akan dicapai.
2) Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan yang berbedabeda, baik tingkat kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Jika mungkin
anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta
memperhatikan kesetaraan jender.
3) Penghargaan lebih menekankan pada kelompok dari pada masing-masing
individu.
Dalam pembelajaran kooperatif dikembangkan diskusi dan komunikasi dengan tujuan
agar siswa saling berbagi kemampuan, saling belajar berpikir kritis, saling
menyampaikan pendapat, saling memberi kesempatan menyalurkan kemampuan,
17
saling membantu belajar, saling menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun
teman lain.
Menurut Suyanti (2010: 99-100) karakteristik pembelajaran kooperatif dapat
dijelaskan sebagai berikut:
1) Pembelajaran secara tim
Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran secara tim. Tim merupakan tempat
untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, tim harus mampu membuat siswa belajar.
Semua anggota tim (anggota kelompok) harus saling membantu untuk mencapai
tujuan pembelajaran. Untuk itulah, kriteria keberhasilan pembelajaran ditentukan
oleh keberhasilan tim.
2) Didasarkan pada manajemen kooperatif
Sebagaimana pada umumnya, manajemen mempunyai empat fungsi pokok yaitu
Perencanaan, Organisasi, Pelaksanaan, dan Kontrol. Demikian juga dalam
pembelajaran
kooperatif.
Perencanaan
menunjukkan
bahwa
pembelajaran
memerlukan perencanaan yang matang agar proses pembelajaran berjalan secara
efektif.
Pelaksanaan
menunjukkan
bahwa
pembelajaran
kooperatif
harus
dilaksanakan sesuai dengan perencanaan melalui langkah-langkah pembelajaran
yang sudah ditentukan termasuk ketentuan-ketentuan yang sudah disepakati
bersama. Fungsi organisasi menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah
pekerjaan bersama antar setiap anggota kelompok. Oleh sebab itu, perlu diatur tugas
dan tanggung jawab setiap anggota kelompok. Fungsi kontrol menunjukkan bahwa
dalam pembelajaran kooperatif perlu ditentukan kriteria keberhasilan baik melalui
tes maupun non tes.
3) Kemauan untuk bekerja sama
Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan secara
kelompok. Oleh sebab itu, prinsip bekerja sama perlu ditekankan dalam proses
pembelajaran kooperatif. Setiap anggota kelompok bukan saja harus diatur tugas dan
18
tanggung jawab masing-masing, akan tetapi juga ditanamkan perlunya saling
membantu, misalnya siswa yang pintar membantu siswa yang kurang pintar.
4) Keterampilan bekerja sama
Kemampuan untuk bekerja sama itu kemudian dipraktikkan melalui aktivitas dan
kegiatan yang tergambar dalam keterampilan bekerja sama. Dengan demikian, siswa
perlu didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan
anggota lain. Siswa perlu dibantu mengatasi berbagai hambatan dalam berinteraksi
dan berkomunikasi, sehingga setiap siswa dapat menyampaikan ide, mengemukakan
pendapat dan memberi kontribusi kepada keberhasilan kelompok.
Menurut Arends (2007: 5), bahwa pembelajaran yang menggunakan model
pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Siswa bekerja dalam tim untuk mencapai tujuan belajar.
2) Tim-tim itu terdiri atas siswa-siswa yang berprestasi rendah, sedang, dan
tinggi.
3) Jika memungkinkan, tim-tim itu terdiri atas campuran ras, budaya, dan
gender.
4) Sistem reward-nya berorientasi kelompok maupun individu.
2.1.7 Prinsip-prinsip Pembelajaran Kooperatif
Thompson (Isjoni 2012:14) mengemukakan, pembelajaran kooperatif turut
menambah unsur-unsur interaksi sosial pada pembelajaran. Pembelajaran kooperatif
siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang saling membantu satu
sama lain. Kelas disusun dalam kelompok yang terdiri dari campuran kemampuan
siswa, jenis kelamin, dan suku. Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa menerima
perbedaan dan bekerja dengan tman yang berbeda latar belakangnya.
Pembelajaran kooperatif yang diajarkan adalah suatu ketrampilan khusus
dimana didalamnya bertujuan agar dapat saling bekerja sama dengan baik di dalam
kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik, siswa diberi lembar kegiatan
yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama kerja
19
kelompok, tugas anggota kelompok adalah dapat mamahami materi dan dapat
mencapai ketuntasan. Ketrampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan
hubungan, kerja dan tugas. Hubungan kerjasama dapat dibangun dengan
mengembangkan komunikasi antar anggota kelompok, sedangkan peranan tugas
dilakukan dengan membagi tugas antar anggota kelompok selama kegiatan.
2.1.8 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif
Berikut ini merupakan 6 langkah utama dalam pembelajaran kooperatif yang
dirangkai dalam sebuah tabel. Dimana 6 langkah utama tersebut berupa fase-fase
yang menunjukkan urutan fase-fase dalam pembelajaran kooperatif diantaranya
adalah pelaksaan penelitian,variabrl bebas, variabel terikat, prosedur percobaan, hasil
dan respon tingkah laku.
2.1.9 Pembelajaran Kooperatif Tipe Problem Solving
Secara
teoritis,
problem
solving
dipercaya
sebagai
vehicle
untuk
mengembangkan higher-order-thinking skills (Kusmawan, 2002). Melalui problem
solving diharapkan siswa dapat membangun pemahamannya sendiri tentang realita
alam dan ilmu pengetahuan dengan cara merekontruksi sendiri „makna‟ melalui
pemahaman relevan pribadinya (pandangan konstruktivisme). Siswa difasilitasi untuk
menerapkan their existing knowledge melalui problem solving , pengambilan
keputusan, dan mendesain penemuan. Para siswa dituntut untuk berpikir dan
bertindak kreatif dan kritis. Mereka dilibatkan dalam melakukan eksplorasi situasi
baru, dalam mempertimbangkan dan merespon permasalahan secara kritis, dan dalam
menyelesaikan permasalahannya secara realistis.
Menurut Hamalik (1994:151), Problem solving adalah suatu proses mental
dan intelektual dalam menemukan masalah dan memecahkan berdasarkan data dan
informasi yang akurat, sehingga dapat diambil kesimpulan yang tepat dan cermat.
Problem solving juga dapat diartikan suatu pendekatan dengan caraproblem
identification untuk ketahap sintesis kemudian dianalisis yaitu pemilahan seluruh
20
masalah sehingga mencapai tahap application selajutnya komprehension untuk
mendapatkan solusi dalam menyelesaikan masalah tersebut.
Sedangkan menurut Slameto (1990:139), Problem Solving adalah Berpikir
memecahkan masalah dan menghasilkan sesuatu yang baru adalah kegiatan yang
kompleks dan berhubungan erat satu dengan yang lain. Suatu masalah umumnya
tidak dapat dipecahkan tanpa berpikir, dan banyak masalah memerlukan pemecahan
yang baru bagi orang-orang atau kelompok. Sebaliknya, menghasilkan sesuatu
(benda-benda, gagasan-gagasan) yang baru bagi seseorang, menciptakan sesuatu, itu
mencakup problem solving. Ini berarti informasi fakta dan konsep-konsep itu tidak
penting. Seperti telah kita ketahui, penguasaan informasi itu perlu untuk memperoleh
konsep; keduanya itu harus diingat dan dipertimbangkan dalam problem solving dan
perbuatan kreatif. Begitu pula perkembangan intelektual sangat penting dalam
problem solving.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas mengenai model pembelajaran
Problem Solving, maka komponen yang berperan penting dalam Model Pembelajaran
Problem Solving ini adalah penguasaan materi untuk memecahkan suatu masalah
yang di hadapi. Bertujuan memperoleh informasi dan konsep yang nantinya berfungsi
untuk memperoleh solusi dalam pemecahan masalah secara pasti.
2.1.9.1 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe Problem Solving
Menurut konsep Dewey berpikir merupakan dasar problem solving, adapun
langkah-langkah pemecahan masalah menurut Dewey adalah sebagai berikut :
a) Guru menyiapkan kelas sebagaimana mestinya.
b) Guru menjelaskan materi sesuai kompetensi yang sudah direncanakan
selama 45 menit.
c) Guru menggaris bawahi masalah yang akan didiskusikan masing-masing
kelompok.
d) Kemudian guru meminta masing-masing kelompok untuk mendiskusikan
masalah dan memecahkan masalah tersebut (Problem Solving).
21
e) Guru meminta perwakilan masing-masing kelompok untuk membacakan
hasil diskusi dan pemecahan masalahnya.
f) Guru meluruskan jawaban yang kurang tepat.
g) Guru dan siswa membuat kesimpulan bersama mengenai materi pelajaran.
h) Guru menutup pelajaran.
Dari beberapa langkah yang telah disebutkan, maka diketahui bahwa langkahlangkah model pembelajaran kooperatif tipe Problem Solvingdiawali dengan
penjelasan materi oleh guru selama kurang lebih 45 menit. Setelah guru menjelaskan
materi sesuai dengan kompetensi, guru meggaris bawahi masalh yang timbul dan
harus didiskusikan oleh siswa. Kemudian guru meminta siswa berdiskkusi dalm
kelompok untuk mendiskusikan dan memecahkan masalah (Problem Solving).
Akan tetapi, strategi ini dapat dimodifikasi sesuai dengan keadaan. Setelah itu
untuk mengevaluasi keberhasilan model pembelajaran kooperatif tipe Problem
Solving, guru memberikan meminta perwakilan dari kelompok untuk maju kedepan
membacakan hasil pemecahan masalah. Kemudian guru bersama siswa bertanya
jawab meluruskan kesalah pahaman dan memberikan penguatan untuk kemudian
membuat kesimpulan bersama siswa.
2.1.9.2 Kelebihan Model Pembelajaran Problem Solving
Setiap hal tentu mempunyai dua sisi, yakni kelebihan dan keburukan.
Demikian
juga
dengan
metode
pembelajaran
problem
Solving
mempunyai kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihan metode
yang
problem
solving adalah:
1. Dapat membuat peserta didik menjadi lebih menghayati kehidupan sehari-hari.
2. Dapat melatih dan membiasakan para peserta didik untuk menghadapi dan
memecahkan masalah secara terampil.
3. Dapat mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik secara kreatif
4. Peserta didik sudah mulai dilatih untuk memecahkan masalahnya.
22
5. Dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis
6. Siswa mengembangkan proses kemampuan mereka menyesuaikan untuk
dengan pengetahuan baru,
Berdasarkan
kelebihan-kelebihan
yang
telah
dipaparkan,
maka
model
pembelajaran Problem Solving ini akan dapat membantu siswa dalam merangsang
pikiran siswa untuk memunculkan ide serta kreativitas dalm pembelajaran. Selain itu
siswa dapat juga melatih siswa untuk berinteraksi secara baik dengan teman dalam
satu kelas dalam bentuk kerjasama dan menghargai kemampuan orang lain Sehingga
jelas berdasarkan kelebihan-kelebihan dari model pembelajaran Problem Solving
akan membantu siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran.
2.1.9.3 Implementasi Pembelajaran Model Problem Solving
a. Guru menyiapkan siswa secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses
pembelajaran.
b. Guru
mengajukan
pertanyaan-pertanyaan
yang
mengaitkan
pengetahuan
sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari.
c. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai.
d. Guru menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai
dengan silabus.
e. Melibatkan siswa mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/ tema
materi yang akan dipelajari dari aneka sumber, dengan cara melakukan tanya
jawab bersama siswa tentang pengetahuan awal yang diketahui siswa yang
berhubungan dengan materi pembelajaran. Kemudian dari hasil tanya jawab siswa
mencatat hasilnya pada buku catatan.
f. Guru menyajikan materi secara umum sebagai pengantar pembelajaran Problem
Solvingsedangkan siswa mencatat hal-hal yang kurang dimengerti untuk
kemudian dapat ditanyakan kepada guru/ membuat ringkasan.
g. Guru menggaris bawahi masalah yang akan dipecahkan melalui diskusi
kelompok.
23
h. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mencermati dan memahami
masalah tersebut.
i. Dalam pelaksanaan untuk pemahaman masalah, guru meminta seluruh siswa
berdiskusi secara berkelompok dalam memecahakan masalah tersebut.
j. Guru memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan
misalnya dengan mengucapkan “pintar”, “bagus” atau dengan kata-kata positif
lainnya berdasarkan hasil jawaban siswa dari soal yang diberikan guru.
k. Guru dan siswa membuat kesimpulan bersama sesuai dengan pengetahuan,
gagasan-gagasan, ataupun fakta-fakta baru yang telah diperoleh siswa selama
proses pembelajaran berlangsung.
l. Siswa mencatat hal-hal yang penting dalam pembelajran tersebut.
m. Guru memberikan penguatan tentang pembelajaran yang telah dilakukan.
n. Siswa mengerjakan soal evaluasi.
o. Guru menutup pelajaran dengan mengucapkan salam dan memberikan refleksi
kepada siswa dari materi yang telah dipelajari.
2.2 Kajian Hasil-hasil Penelitian yang Relevan
Prastyo Suhardi (2011) juga telah melakukan penelitian dan diperoleh hasil
penelitian yang menunjukkan pada siklus I keterampilan guru dalam pembelajaran
IPA dengan penggunaan model pembelajaran tipe problem solving diperoleh skor
rata-rata 2,95 dengan kategori baik, siklus II mendapat skor rata-rata 3,3 dengan
kategori sangat baik. Aktivitas siswa dalam pembelajaran IPA dengan model
Problem Solving pada siklus I diperoleh skor rata-rata 2,58 dengan kategori baik,
pada siklus II skor rata-rata 3,12. Pada siklus I kualitas pembelajaran IPA diperoleh
skor rata-rata 3,2 dengan kategori baik, pada siklus II meningkat menjadi skor ratarata 6,8.
Roni Saputra dalam menerapkan model problem solving dalam pembelajaran
IPA dengan menunjukkan hasil belajar siswa meningkat, pada prasiklus II atau
30,55% siswa dinyatakan tuntas, pada siklus I meningkat menjadi 26 atau 72,2%
24
siswa dinyatakan tuntas, pada siklus II meningkat menjadi 32 atau 88,9% siswa
dinyatakan tuntas. Berdasarkan hasil belajar pada prasiklus, siklus I, dan siklus II
menunjukkan bahwa hasil belajar klasikal sudah memenuhi target indikator yang
telah ditetapkan yakni ≥ 75% dari seluruh siswa mengalami ketuntasan belajar.
Kesimpulan pada penelitian ini adalah melalui model problem solving dapat
meningkatkan kualitas pembelajaran IPA.
Berdasarkan dari beberapa hasil penelitian di atas, diperoleh hasil bahwa
pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Problem
Solving dapat meningkatkan hasil belajar. Peningkatan hasil belajar ini dapat dilihat
dari perubahan angka ketuntasan pada siklus I hingga siklus II. Dengan demikian,
penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe problem solving dapat meningkatkan
hasil belajar sesuai dengan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya.
Namun demikian, masih perlu dibuktikan lagi melalui penelitian tindakan kelas ini.
2.3 Kerangka Berpikir
Model pembelajaran kooperatif tipe problem solving merupakan model
pembelajaran yang sering dikonotasikan orang dengan ”pemecahan masalah”. Maka
dituntut untuk memecahkan suatu permasalahan yang diberikan dalam model tipe
Problem Solving ini. Dengan demikian komponen yang berperan penting dalam
Model Pembelajaran Problem Solving ini adalah penerimaan materi melalui
pemecahan masalah. Hal ini akan membantu keterlibatran siswa secara aktif dalam
penguasaan materi pembelajaran. Dengan penggunaan model pembelajaran
kooperatif tipe Problem Solving ini, siswa akan terlibat seluruhnya dalam
memecahkan masalah dan pemahaman materi pembelajaran. Dalam proses
pembelajaran siswa akan lebih aktif, kreatif serta bepikir lebih cepat dalam
pemecahan masalah dan pemahaman materi. Melalui cara ini, akan menjamin
keterlibatan seluruh siswa dalam pembelajaran yang meliputi kegiatan fisik maupun
kegiatan psikis dimana diantaranya terdapat kegiatan visual, kegiatan lisan, kegiatan
mendengarkan, kegiatan menulis, kegiatan menggambar, kegiatan metrik, kegiatan
25
mental, dan kegiatan emosional yang membantu proses belajar siswa lebih maksimal
sehingga dapat memacu keaktifan siswa yang akan membantu perbaikan hasil belajar.
2.4 Hipotesis Tindakan
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang diuraikan, dapat
dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut: “Melalui penggunaan Model
Pembelajaran Kooperatif tipe Problem Solving dapat meningkatkan hasil belajar IPA
pada kelas 4 semester II di SDN Sidorejo Lor 06 Salatiga dengan kriteria ketuntasan
80 % diatas KKM 70 dengan pokok bahasan energi panas dan energi bunyi”.
Download