BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1.Kajian Teori Kajian teori ini merupakan uraian pendapat para ahli yang mendukung penelitian. Dari beberapa teori para ahli tersebut mengkaji objek yang sama dan menpunyai pendapat yang berbeda. Pembahasan teori ini berisi tentang pembelajaran kooperatif tipe problem solving dan hasil belajar IPA. 2.1.1 Hakikat Pembelajaran IPA Menurut Iskandar (1997:2), “Ilmu Pengetahuan Alam merupakan terjemahan dari kata-kata Bahasa Inggris Natural Science secara singkat disebut Science, Natural artinya alamiah, berhubungan dengan alam atau bersangkut paut dengan alam. Science artinya ilmu pengetahuan. Jadi Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau Science itu secara harfiah dapat disebut sebagai ilmu tentang alam ini, ilmu yang mempelajari peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam”. Sedangkan Trianto (2010:137) kemudian menyimpulkan bahwa IPA adalah suatu kumpulan teori yang sistematis, penerapannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam, lahir dan berkembang melalui metode ilmiah seperti observasi dan eksperimen serta menuntut sikap ilmiah seperti rasa ingin tahu, terbuka, jujur, dan sebagainya. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat diartikan bahwa IPA adalah suatu ilmu pengetahuan tentang alam yang mempelajari tentang peristiwa yang terjadi di alam ini dimana di dalamnya terdapat teori yang saling berhubungan dengan gejala alam dan menuntut sikap ilmiah seperti sikap jujur, rasa ingin tahu, dan sikap yang terbuka. Secara khusus hakikat IPA semata-mata tidaklah hanya pada dimensi pengetahuan (keilmuan), tetapi lebih dari itu, IPA juga menekankan pada dimensi nilai ukhrawi, dimana di dalamnya berisi bahwa apabila kita memerhatikan keteraturan di alam semesta akan semakin meningkat keyakinan akan adanya sebuah 7 8 kekuatan yang mahadahsyat yang tidak dapat dibantah lagi, yaitu Tuhan Yang Maha Esa. Dengan dimensi ini IPA hakihatnya mengaitkan antara aspek logika-materiil dengan aspek jiwa-spiritual, yang sementara ini dianggap cakrawala kosong, karena adanya anggapan bahwa antara IPA dan agama merupakan dua sisi yang sangat berbeda dan tidak akan mungkin dipersatukan satu sama lain dalam satu bidang kajian. Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa hakikat IPA adalah ilmu pengetahuan alam yang mempelajari gejala-gelaja melalui suatu proses yang dikenal dengan proses ilmiah dan tersusun atas tiga komponen terpenting berupa konsep, prinsip, dan teori yang berlaku secara universal. Menurut Hamdani (2010:23) pembelajaran adalah usaha guru membentuk tingkah laku yang diinginkan dengan menyediakan lingkungan atau stimulus. Aliran kognitif mendefinisikan pembelajaran sebagai cara guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berpikir agar mengenal dan memahami sesuatu yang sedang dipelajari. Adapun humanostik mendeskripsikan pembelajaran sebagai memberikan kebebasan kepada siswa untuk memilih bahan pelajaran dan cara mempelajarinya sesuai dengan minat dan kemampuannya. Hamdani (2010:47) berpendapat bahwa ciri-ciri pembelajaran adalah sebagai berikut : 1) Pembelajaran dilakukan secara sadar dan direncanakan secara sistematis. 2) Pembelajaran dapat menumbuhkan perhatian dan motivasi siswa dalam belajar. 3) Pembelajaran dapat menyediakan bahan belajar yang menarik perhatian dan menantang siswa. 4) Pembelajaran dapat menggunakan alat bantu belajar yang tepat dan menarik. 5) Pembelajaran dapat menciptakan Susana belajar yang aman dan menyenangkan bagi siswa. 6) Pembelajaran dapat membuat siswa siap menerima pelajaran, baik secara fisik, maupun psikologi. 9 7) Pembelajaran menekankan keaktifan siswa. 8) Pembelajaran dilakukan secara sadar dan sengaja. Pembelajaran mempunyai tujuan, yaitu membuat siswa agar memperoleh berbagai pengalaman dan dengan pemgalaman itu, tingkah laku siswa bertambah, baik kuantitas maupun kualitasnya. Tingkah laku ini meliputi pengetahuan, ketrampilan, dan nilai atau norma yang berfungsi sebagai pengendali sikap dan perilaku siswa. Trianto (2010:142) dikutip dalam taksonomi bloom diharapkan dapat memberikan pengetahuan (kognitif), yang merupakan tujuan utama dari pembelajaran. Jenis pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan dasar dari prinsip dan konsep yang bermanfaat untuk kehidupan sehari-hari. Pengetahuan secara garis besar tentang fakta yang ada di alam untuk memahami dan memperdalam lebih lanjut, dan melihat adanya keterangan serta keteraturannya. Di samping itu, pembelajaran IPA diharapkan pula memberikan keterampilan (psikomotorik), kemampuan sikap ilmiah (afektif), pemahaman, kebiasaan dan apresiasi. Berdasarkan uraian tentang pembelajaran IPA, maka Trianto (2010:143) mengemukakan tentang hakikat dan tujuan pembelajaran IPA diharapkan dapat memberikan antara lain sebagai berikut: a) Kesadaran akan keindahan dan keteraturan alam untuk meningkatkan keyakinan terhadap Tuhan Yang Maha Esa. b) Pengetahuan, yaitu pengetahuan tentang dasar dari prindip dan konsep, fakta yang ada di alam. Hubungan saling ketergantungan, dan hubungan antara sains dan teknologi. c) Keterampilan dan kemampuan untuk menangani peralatan, memecahkan masalah dan melakukan observasi. d) Sikap ilmiah, antara lain skeptis, kritis, sensitive, obyektif, jujur terbuka, benar, dan dapat bekerja sama. 10 e) Kebiasaan mengembangkan kemampuan berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan prinsip sains untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam. f) Apresiatif terhadap sains dengan menikmati dan menyadari keindahan keteraturan perilaku alam serta penerapannya dalam teknologi. Menurut uraian di atas maka jelaslah bahwa proses belajar mengajar IPA lebih menekankan pada pendekatan keterampilan proses, sehingga siswa mampu menemukan fakta-fakta, membangun konsep-konsep, serta teori-teori dan sikap ilmiah siswa itu sendiri yang pada akhirnya berpengaruh positif terhadap kualitas proses pendidikan maupun produk pendidikan. Pembelajaran IPA dilakukan untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja, dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD/MI menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses dan sikap ilmiah. 2.1.2 Tujuan Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar Tujuan Mata Pelajaran Ipa yang diajarkan di Sekolah Dasar diantaranya adalah: (1) memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya, (2) mengembangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, (3) mengembangkan rasa ingin tahu, sikap positif, dan kesadaran tentang adanya hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, tekhnologi, dan masyarakat, (4) mengembangkan ketrampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar , memecahka masalah, dan membuat keputusan, (5) meningkatkan, kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan alam dan segala keteraturannya sebagai salah satu ciptaan Tuhan, (6) memeperoleh bekal 11 pengetahuan, konsep, dan ketrampilan IPA sebagai dasar untuk melanjutkan pendidikan ke SMP atau Mts. Menurut Muslichah (2006:23) tujuan pembelajaran IPA di SD adalah “Untuk menanamkan rasa ingin tahu dan sikap positif terhadap sains, teknologi dan masyarakat, mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar, memecahkan masalah dan membuat keputusan, mengembangkan gejala alam, sehingga siswa dapat berfikir kritis dan objektif “. 2.1.3 Ciri-ciri Pembelajaran IPA 1) IPA mempunyai nilai ilmiah Artinya kebenaran dalam IPA dapat dibuktikan lagi oleh semua orang dengan menggunakan metode ilmiah dan prosedur seperti yang dilakukan terdahulu oleh penemunya. Contoh : nilai ilmiah ”perubahan kimia” pada lilin yang dibakar. Artinya benda yang mengalami perubahan kimia, mengakibatkan benda hasil perubahan sudah tidak dapat dikembalikan ke sifat benda sebelum mengalami perubahan atau tidak dapat dikembalikan ke sifat semula 2) IPA merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis, Dalam penggunaannya secara umum terbatas pada gejala-gejala alam. 3) IPA merupakan pengetahuan teoritis. Teori IPA diperoleh atau disusun dengan cara yang khas atau khusus, yaitu dengan melakukan observasi, eksperimentasi, penyimpulan, penyusunan teori, eksperimentasi, observasi dan demikian seterusnya kait mengkait antara cara yang satu dengan cara yang lain 4) IPA merupakan suatu rangkaian konsep yang saling berkaitan. Dengan bagan-bagan konsep yang telah berkembang sebagai suatu hasil eksperimen dan observasi, yang bermanfaat untuk eksperimentasi dan observasi lebih lanjut (Depdiknas, 2006). 5) IPA meliputi empat unsur, yaitu produk, proses, aplikasi dan sikap. 12 Produk dapat berupa fakta, prinsip, teori, dan hukum. Proses merupakan prosedur pemecahan masalah melalui metode ilmiah; metode ilmiah meliputi pengamatan, penyusunan hipotesis, perancangan eksperimen, percobaan atau penyelidikan, pengujian hipotesis melalui eksperimentasi, evaluasi, pengukuran, dan penarikan kesimpulan. Aplikasi merupakan penerapan metode atau kerja ilmiah dan konsep IPA dalam kehidupan sehari-hari. Sikap merupakan rasa ingin tahu tentang obyek, fenomena alam, makhluk hidup, serta hubungan sebab akibat yang menimbulkan masalah baru yang dapat dipecahkan melalui prosedur yang benar. 2.1.4. Hakikat Hasil Belajar Berdasarkan pengertian secara psikologis (Slameto 2010:2) belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku. Slameto (2010:2) mengungkapkan pengertian belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Sedangkan menurut Gagne (Slameto 2003:13), belajar adalah proses untuk memperoleh motivasi dalam pengetahuan, ketrampilan, kebiasaan dan tingkah laku. Berdasarkan beberapa pendapat ahli tersebut dapat dikaji bahwa belajar merupakan suatu proses perubahan dalam diri seseorang yang diperoleh melalui hasil interaksi maupun pengalaman dengan lingkungan dimana perubahan tersebut nampak dalam tingkah laku, kebiasaan, keterampilan, sikap dan kemampuan pikirnya. 2.1.4.1 Faktor-faktor yang mempengaruhi Hasil Belajar 2 faktor yang mempengaruhi hasil belajar menurut Slameto (Slameto, 2002:54) antara lain meliputi faktor internal dan faktor eksternal: 13 1) Faktor Internal Faktor Jasmaniah. Sehat berarti dlaam keadaan baik segenap badan beserta bagian-baginnya/bebas dari penyakit. Proses belajar akan terganggu jika kesehatan seseorang terganggu, selain itu ia akan cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing, ngantuk. Agar seseorang dapat belajar dengan baik haruslah mengusahakan kesehatan badannya tetap terjamin dengan cara selalu mengindahkan ketentuanketentuan tentang bekerja, belajar, istirahat, tidur, makan, olahraga, rekreasi dan ibadah. Faktor Psikologis. Setiap indivudu dalam hal ini peserta didik pada dasarnya memiliki kondisi psikologis yang berbeda-beda, tentunya hal ini turut mempengaruhi hasil belajarnya. Beberapa faktor psikologis meliputi intelegensi (IQ), perhatian, minat, bakat, motif, motivasi, kognitif dan daya nalar peserta didik. 2) Faktor Eksternal Pada model pembelajaran kooperatif tipe problem solving ini menempati posisi pada faktor eksternal. Faktor eksternal meliputi: Faktor lingkungan. Faktor lingkungan dapat mempengaruhi hasil belajar. Faktor lingkungan ini meliputi lingkungan keluarga, lingkungan sekolah dan lingkungan sosial atau masyarakat. Lingkungan keluarga misalnya cara orang tua mendidik. Disinilah bimbingan dan penyuluhan dari orang tua sangatlah penting. Anak/siswa yang mengalami kesukaran dalam halbelajar dapat ditolong dengan memberikan bimbingan beajar sebaik-baiknya. Faktor lingkungan sekolah. Faktor lingkungan sekolah yang mempengaruhi belajar ini mencakup metode mengajar, kurikulum, relasi guru dengan siswa, relasi siswa dengan siswa, disiplin sekolah, pelajaran dan waktu sekolah, standar pelajaran, keadaan gedung, metode belajar dan tugas rumah. Faktor lingkungan sosial atau masyarakat. Kehidupan masyarakat disekitar siswa juga berpengaruh terhadap belajar siswa. Masyarakat yang terdiri dari 14 bermacam-macam golongan akan sangat berpengaruh belajar siswa. Ada yang baik dan buruk. Apabila lingkungan buruk maka siswa akan terpengaruh ke hal yang buruk, begitu pula sebaliknya. 2.1.4.2 Aspek Hasil Belajar Hasil belajar merupakan kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Horward Kingsley (Sudjana 2005:22) membagi tiga macam hasil belajar, yakni (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita. Masing-masing jenis hasil belajar dapat diisi dengan bahan yang telah ditetapkan dalam kurikulum. Sedangkan Gagne (Sudjana 2005:22) membagi lima kategori hasil belajar, yakni (a) informasi verbal, (b) keterampilan intelektual, (c) strategi kognitif, (d) sikap, dan (e) keterampilan motoris. Dalam sistem pendidikan nasional rumusan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler maupun tujuan instruksional, menggunakan klasifikasi hasil belajar dari Benyamin Bloom yang secara garis besar membaginya menjadi tiga ranah, yakni ranah kognitif, afektif, dan psikomotoris: 1) Ranah kognitif berkenaan dengan hasil belajar intelektual yang teridiri dari enam aspek, yakni pengetahuan atau ingatan, pemahaman, aplikasi, sistesis, dan evaluasi. Kedua aspek pertama disebut kognitif tingkat rendah dan keempat aspek berikutnya termasuk kognitif tingkat tinggi. 2) Ranah afektif berkenaan dengan sikap yang terdiri dari lima aspek yakni penerimaan, jawaban atau reaksi, penilaian, organisani, dan internalisasi. 3) Ranah psikomotoris berkenaan dengan hasil belajar keterampilan dan kemampuan bertindak. Ada enam ranah psikomotoris, yakni (a) gerakan refleks, (b) keterampilan gerakan dasar, (c) kemampuan perseptual, (d) keharmonisan atau ketepatan, (e) gerakan keterampilan kompleks, dan (f) gerakan ekspresif dan interpretatif. Ketiga ranah tersebut menjadi objek penilaian hasil belajar. Di antara ketiga ranah tersebut, ranah kognitiflah yang paling banyak dinilai oleh para guru di sekolah 15 karena berkaitan dengan kemampuan para siswa dalam menguasai isi bahan pengajaran. Berdasarkan uraian di atas bahwa hasil belajar merupakan hasil perubahan tingkah laku oleh siswa yang didapat setelah siswa mengalami serangkaian proses pembelajaran dimana mencakup ranah kognitif, afektif, dan psikomotoris. Perubahan tersebut dilihat dari hasil belajar yang diperoleh siswa. Akan tetapi dalam penelitian akan lebih ditekankan pada ranah kognitif yaitu pengetahuan serta pemahaman siswa yang mampu diukur menggunakan evaluasi berupa tes. Dengan tes guru dapat mengetahui sejauh mana keberhasilan siswa dalam menerima pembelajaran yang sesuai dengan tujuan pembelajaran IPA yang ingin dicapai. Tes tersebut dilaksanakan pada akhir pembelajaran. 2.1.5 Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran Kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. Menurut Slavin (Isjoni 2013:12) pembelajaran kooperatif adalah suatu model pembelajaran dimana siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya 4-6 orang dengan struktur kelompok heterogen. Jonhson & Jonhson (Isjoni 2013:15) kooperatif learning adalah pemanfaatan kelompok kecil untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok itu. Sedangkan Isjoni (2013:12) mengungkapkan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan jumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Lie (2000:16) mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif juga diseut dengan stilah gotong-royong yaitu sistem pembelajaran yang memberi kesempatan kepada peserta didik untuk bekerjasama dengan siswa lain dalam tugas-tigas yang terstruktur . Sedangkan menurut Djahiri K (2004:19) pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran kelompok kooperatif yang menuntut diterapkannya 16 pendekatan secara sentris, humanistik, dan demokratis yang disesuaikan dengan kemampuan siswa dan lingkuangan belajarnya. Lie (2002:18) mengungkapkan model kooperatif atau memberi landasan teoritis bagaimana siswa dapat sukses belajar bersama orang lain. Dengan mempraktekkan kooperatif learning di ruang-ruang kelas suatu hal kelak kita akan mrnuai buah pesahabatan dan perdamaian. Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pembelajaran kooperatif merupakan suatu stategi belajar dengan keterlibatan beberapa jumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda dimana dalam menyelesaikan tugas kelompok, di setiap siswa dalam kelompok harus saling bekerja sama serta saling membantu guna mencapai suatu tujuan dalam pembelajaran tertentu. Dalam pembelajaran kooperatif ini, dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran. 2.16 Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif Menurut Nur (2000), prinsip dasar dalam pembelajaran kooperatif sebagai berikut: 1) Siswa dalam kelompok secara kooperatif menyelesaikan materi belajar sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai. 2) Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan yang berbedabeda, baik tingkat kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender. 3) Penghargaan lebih menekankan pada kelompok dari pada masing-masing individu. Dalam pembelajaran kooperatif dikembangkan diskusi dan komunikasi dengan tujuan agar siswa saling berbagi kemampuan, saling belajar berpikir kritis, saling menyampaikan pendapat, saling memberi kesempatan menyalurkan kemampuan, 17 saling membantu belajar, saling menilai kemampuan dan peranan diri sendiri maupun teman lain. Menurut Suyanti (2010: 99-100) karakteristik pembelajaran kooperatif dapat dijelaskan sebagai berikut: 1) Pembelajaran secara tim Pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran secara tim. Tim merupakan tempat untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, tim harus mampu membuat siswa belajar. Semua anggota tim (anggota kelompok) harus saling membantu untuk mencapai tujuan pembelajaran. Untuk itulah, kriteria keberhasilan pembelajaran ditentukan oleh keberhasilan tim. 2) Didasarkan pada manajemen kooperatif Sebagaimana pada umumnya, manajemen mempunyai empat fungsi pokok yaitu Perencanaan, Organisasi, Pelaksanaan, dan Kontrol. Demikian juga dalam pembelajaran kooperatif. Perencanaan menunjukkan bahwa pembelajaran memerlukan perencanaan yang matang agar proses pembelajaran berjalan secara efektif. Pelaksanaan menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif harus dilaksanakan sesuai dengan perencanaan melalui langkah-langkah pembelajaran yang sudah ditentukan termasuk ketentuan-ketentuan yang sudah disepakati bersama. Fungsi organisasi menunjukkan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pekerjaan bersama antar setiap anggota kelompok. Oleh sebab itu, perlu diatur tugas dan tanggung jawab setiap anggota kelompok. Fungsi kontrol menunjukkan bahwa dalam pembelajaran kooperatif perlu ditentukan kriteria keberhasilan baik melalui tes maupun non tes. 3) Kemauan untuk bekerja sama Keberhasilan pembelajaran kooperatif ditentukan oleh keberhasilan secara kelompok. Oleh sebab itu, prinsip bekerja sama perlu ditekankan dalam proses pembelajaran kooperatif. Setiap anggota kelompok bukan saja harus diatur tugas dan 18 tanggung jawab masing-masing, akan tetapi juga ditanamkan perlunya saling membantu, misalnya siswa yang pintar membantu siswa yang kurang pintar. 4) Keterampilan bekerja sama Kemampuan untuk bekerja sama itu kemudian dipraktikkan melalui aktivitas dan kegiatan yang tergambar dalam keterampilan bekerja sama. Dengan demikian, siswa perlu didorong untuk mau dan sanggup berinteraksi dan berkomunikasi dengan anggota lain. Siswa perlu dibantu mengatasi berbagai hambatan dalam berinteraksi dan berkomunikasi, sehingga setiap siswa dapat menyampaikan ide, mengemukakan pendapat dan memberi kontribusi kepada keberhasilan kelompok. Menurut Arends (2007: 5), bahwa pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) Siswa bekerja dalam tim untuk mencapai tujuan belajar. 2) Tim-tim itu terdiri atas siswa-siswa yang berprestasi rendah, sedang, dan tinggi. 3) Jika memungkinkan, tim-tim itu terdiri atas campuran ras, budaya, dan gender. 4) Sistem reward-nya berorientasi kelompok maupun individu. 2.1.7 Prinsip-prinsip Pembelajaran Kooperatif Thompson (Isjoni 2012:14) mengemukakan, pembelajaran kooperatif turut menambah unsur-unsur interaksi sosial pada pembelajaran. Pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang saling membantu satu sama lain. Kelas disusun dalam kelompok yang terdiri dari campuran kemampuan siswa, jenis kelamin, dan suku. Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa menerima perbedaan dan bekerja dengan tman yang berbeda latar belakangnya. Pembelajaran kooperatif yang diajarkan adalah suatu ketrampilan khusus dimana didalamnya bertujuan agar dapat saling bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama kerja 19 kelompok, tugas anggota kelompok adalah dapat mamahami materi dan dapat mencapai ketuntasan. Ketrampilan kooperatif ini berfungsi untuk melancarkan hubungan, kerja dan tugas. Hubungan kerjasama dapat dibangun dengan mengembangkan komunikasi antar anggota kelompok, sedangkan peranan tugas dilakukan dengan membagi tugas antar anggota kelompok selama kegiatan. 2.1.8 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Berikut ini merupakan 6 langkah utama dalam pembelajaran kooperatif yang dirangkai dalam sebuah tabel. Dimana 6 langkah utama tersebut berupa fase-fase yang menunjukkan urutan fase-fase dalam pembelajaran kooperatif diantaranya adalah pelaksaan penelitian,variabrl bebas, variabel terikat, prosedur percobaan, hasil dan respon tingkah laku. 2.1.9 Pembelajaran Kooperatif Tipe Problem Solving Secara teoritis, problem solving dipercaya sebagai vehicle untuk mengembangkan higher-order-thinking skills (Kusmawan, 2002). Melalui problem solving diharapkan siswa dapat membangun pemahamannya sendiri tentang realita alam dan ilmu pengetahuan dengan cara merekontruksi sendiri „makna‟ melalui pemahaman relevan pribadinya (pandangan konstruktivisme). Siswa difasilitasi untuk menerapkan their existing knowledge melalui problem solving , pengambilan keputusan, dan mendesain penemuan. Para siswa dituntut untuk berpikir dan bertindak kreatif dan kritis. Mereka dilibatkan dalam melakukan eksplorasi situasi baru, dalam mempertimbangkan dan merespon permasalahan secara kritis, dan dalam menyelesaikan permasalahannya secara realistis. Menurut Hamalik (1994:151), Problem solving adalah suatu proses mental dan intelektual dalam menemukan masalah dan memecahkan berdasarkan data dan informasi yang akurat, sehingga dapat diambil kesimpulan yang tepat dan cermat. Problem solving juga dapat diartikan suatu pendekatan dengan caraproblem identification untuk ketahap sintesis kemudian dianalisis yaitu pemilahan seluruh 20 masalah sehingga mencapai tahap application selajutnya komprehension untuk mendapatkan solusi dalam menyelesaikan masalah tersebut. Sedangkan menurut Slameto (1990:139), Problem Solving adalah Berpikir memecahkan masalah dan menghasilkan sesuatu yang baru adalah kegiatan yang kompleks dan berhubungan erat satu dengan yang lain. Suatu masalah umumnya tidak dapat dipecahkan tanpa berpikir, dan banyak masalah memerlukan pemecahan yang baru bagi orang-orang atau kelompok. Sebaliknya, menghasilkan sesuatu (benda-benda, gagasan-gagasan) yang baru bagi seseorang, menciptakan sesuatu, itu mencakup problem solving. Ini berarti informasi fakta dan konsep-konsep itu tidak penting. Seperti telah kita ketahui, penguasaan informasi itu perlu untuk memperoleh konsep; keduanya itu harus diingat dan dipertimbangkan dalam problem solving dan perbuatan kreatif. Begitu pula perkembangan intelektual sangat penting dalam problem solving. Berdasarkan beberapa pengertian di atas mengenai model pembelajaran Problem Solving, maka komponen yang berperan penting dalam Model Pembelajaran Problem Solving ini adalah penguasaan materi untuk memecahkan suatu masalah yang di hadapi. Bertujuan memperoleh informasi dan konsep yang nantinya berfungsi untuk memperoleh solusi dalam pemecahan masalah secara pasti. 2.1.9.1 Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif Tipe Problem Solving Menurut konsep Dewey berpikir merupakan dasar problem solving, adapun langkah-langkah pemecahan masalah menurut Dewey adalah sebagai berikut : a) Guru menyiapkan kelas sebagaimana mestinya. b) Guru menjelaskan materi sesuai kompetensi yang sudah direncanakan selama 45 menit. c) Guru menggaris bawahi masalah yang akan didiskusikan masing-masing kelompok. d) Kemudian guru meminta masing-masing kelompok untuk mendiskusikan masalah dan memecahkan masalah tersebut (Problem Solving). 21 e) Guru meminta perwakilan masing-masing kelompok untuk membacakan hasil diskusi dan pemecahan masalahnya. f) Guru meluruskan jawaban yang kurang tepat. g) Guru dan siswa membuat kesimpulan bersama mengenai materi pelajaran. h) Guru menutup pelajaran. Dari beberapa langkah yang telah disebutkan, maka diketahui bahwa langkahlangkah model pembelajaran kooperatif tipe Problem Solvingdiawali dengan penjelasan materi oleh guru selama kurang lebih 45 menit. Setelah guru menjelaskan materi sesuai dengan kompetensi, guru meggaris bawahi masalh yang timbul dan harus didiskusikan oleh siswa. Kemudian guru meminta siswa berdiskkusi dalm kelompok untuk mendiskusikan dan memecahkan masalah (Problem Solving). Akan tetapi, strategi ini dapat dimodifikasi sesuai dengan keadaan. Setelah itu untuk mengevaluasi keberhasilan model pembelajaran kooperatif tipe Problem Solving, guru memberikan meminta perwakilan dari kelompok untuk maju kedepan membacakan hasil pemecahan masalah. Kemudian guru bersama siswa bertanya jawab meluruskan kesalah pahaman dan memberikan penguatan untuk kemudian membuat kesimpulan bersama siswa. 2.1.9.2 Kelebihan Model Pembelajaran Problem Solving Setiap hal tentu mempunyai dua sisi, yakni kelebihan dan keburukan. Demikian juga dengan metode pembelajaran problem Solving mempunyai kelebihan dan kekurangan. Adapun kelebihan metode yang problem solving adalah: 1. Dapat membuat peserta didik menjadi lebih menghayati kehidupan sehari-hari. 2. Dapat melatih dan membiasakan para peserta didik untuk menghadapi dan memecahkan masalah secara terampil. 3. Dapat mengembangkan kemampuan berpikir peserta didik secara kreatif 4. Peserta didik sudah mulai dilatih untuk memecahkan masalahnya. 22 5. Dapat mengembangkan kemampuan berpikir kritis 6. Siswa mengembangkan proses kemampuan mereka menyesuaikan untuk dengan pengetahuan baru, Berdasarkan kelebihan-kelebihan yang telah dipaparkan, maka model pembelajaran Problem Solving ini akan dapat membantu siswa dalam merangsang pikiran siswa untuk memunculkan ide serta kreativitas dalm pembelajaran. Selain itu siswa dapat juga melatih siswa untuk berinteraksi secara baik dengan teman dalam satu kelas dalam bentuk kerjasama dan menghargai kemampuan orang lain Sehingga jelas berdasarkan kelebihan-kelebihan dari model pembelajaran Problem Solving akan membantu siswa dalam mencapai tujuan pembelajaran. 2.1.9.3 Implementasi Pembelajaran Model Problem Solving a. Guru menyiapkan siswa secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses pembelajaran. b. Guru mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari. c. Guru menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan dicapai. d. Guru menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai dengan silabus. e. Melibatkan siswa mencari informasi yang luas dan dalam tentang topik/ tema materi yang akan dipelajari dari aneka sumber, dengan cara melakukan tanya jawab bersama siswa tentang pengetahuan awal yang diketahui siswa yang berhubungan dengan materi pembelajaran. Kemudian dari hasil tanya jawab siswa mencatat hasilnya pada buku catatan. f. Guru menyajikan materi secara umum sebagai pengantar pembelajaran Problem Solvingsedangkan siswa mencatat hal-hal yang kurang dimengerti untuk kemudian dapat ditanyakan kepada guru/ membuat ringkasan. g. Guru menggaris bawahi masalah yang akan dipecahkan melalui diskusi kelompok. 23 h. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mencermati dan memahami masalah tersebut. i. Dalam pelaksanaan untuk pemahaman masalah, guru meminta seluruh siswa berdiskusi secara berkelompok dalam memecahakan masalah tersebut. j. Guru memberikan umpan balik positif dan penguatan dalam bentuk lisan misalnya dengan mengucapkan “pintar”, “bagus” atau dengan kata-kata positif lainnya berdasarkan hasil jawaban siswa dari soal yang diberikan guru. k. Guru dan siswa membuat kesimpulan bersama sesuai dengan pengetahuan, gagasan-gagasan, ataupun fakta-fakta baru yang telah diperoleh siswa selama proses pembelajaran berlangsung. l. Siswa mencatat hal-hal yang penting dalam pembelajran tersebut. m. Guru memberikan penguatan tentang pembelajaran yang telah dilakukan. n. Siswa mengerjakan soal evaluasi. o. Guru menutup pelajaran dengan mengucapkan salam dan memberikan refleksi kepada siswa dari materi yang telah dipelajari. 2.2 Kajian Hasil-hasil Penelitian yang Relevan Prastyo Suhardi (2011) juga telah melakukan penelitian dan diperoleh hasil penelitian yang menunjukkan pada siklus I keterampilan guru dalam pembelajaran IPA dengan penggunaan model pembelajaran tipe problem solving diperoleh skor rata-rata 2,95 dengan kategori baik, siklus II mendapat skor rata-rata 3,3 dengan kategori sangat baik. Aktivitas siswa dalam pembelajaran IPA dengan model Problem Solving pada siklus I diperoleh skor rata-rata 2,58 dengan kategori baik, pada siklus II skor rata-rata 3,12. Pada siklus I kualitas pembelajaran IPA diperoleh skor rata-rata 3,2 dengan kategori baik, pada siklus II meningkat menjadi skor ratarata 6,8. Roni Saputra dalam menerapkan model problem solving dalam pembelajaran IPA dengan menunjukkan hasil belajar siswa meningkat, pada prasiklus II atau 30,55% siswa dinyatakan tuntas, pada siklus I meningkat menjadi 26 atau 72,2% 24 siswa dinyatakan tuntas, pada siklus II meningkat menjadi 32 atau 88,9% siswa dinyatakan tuntas. Berdasarkan hasil belajar pada prasiklus, siklus I, dan siklus II menunjukkan bahwa hasil belajar klasikal sudah memenuhi target indikator yang telah ditetapkan yakni ≥ 75% dari seluruh siswa mengalami ketuntasan belajar. Kesimpulan pada penelitian ini adalah melalui model problem solving dapat meningkatkan kualitas pembelajaran IPA. Berdasarkan dari beberapa hasil penelitian di atas, diperoleh hasil bahwa pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Problem Solving dapat meningkatkan hasil belajar. Peningkatan hasil belajar ini dapat dilihat dari perubahan angka ketuntasan pada siklus I hingga siklus II. Dengan demikian, penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe problem solving dapat meningkatkan hasil belajar sesuai dengan penelitian-penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Namun demikian, masih perlu dibuktikan lagi melalui penelitian tindakan kelas ini. 2.3 Kerangka Berpikir Model pembelajaran kooperatif tipe problem solving merupakan model pembelajaran yang sering dikonotasikan orang dengan ”pemecahan masalah”. Maka dituntut untuk memecahkan suatu permasalahan yang diberikan dalam model tipe Problem Solving ini. Dengan demikian komponen yang berperan penting dalam Model Pembelajaran Problem Solving ini adalah penerimaan materi melalui pemecahan masalah. Hal ini akan membantu keterlibatran siswa secara aktif dalam penguasaan materi pembelajaran. Dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif tipe Problem Solving ini, siswa akan terlibat seluruhnya dalam memecahkan masalah dan pemahaman materi pembelajaran. Dalam proses pembelajaran siswa akan lebih aktif, kreatif serta bepikir lebih cepat dalam pemecahan masalah dan pemahaman materi. Melalui cara ini, akan menjamin keterlibatan seluruh siswa dalam pembelajaran yang meliputi kegiatan fisik maupun kegiatan psikis dimana diantaranya terdapat kegiatan visual, kegiatan lisan, kegiatan mendengarkan, kegiatan menulis, kegiatan menggambar, kegiatan metrik, kegiatan 25 mental, dan kegiatan emosional yang membantu proses belajar siswa lebih maksimal sehingga dapat memacu keaktifan siswa yang akan membantu perbaikan hasil belajar. 2.4 Hipotesis Tindakan Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir yang diuraikan, dapat dirumuskan hipotesis tindakan sebagai berikut: “Melalui penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif tipe Problem Solving dapat meningkatkan hasil belajar IPA pada kelas 4 semester II di SDN Sidorejo Lor 06 Salatiga dengan kriteria ketuntasan 80 % diatas KKM 70 dengan pokok bahasan energi panas dan energi bunyi”.