pemberian mikroorganisme dan asam humik pada

advertisement
PEMBERIAN MIKROORGANISME DAN ASAM HUMIK PADA
TANAH LATOSOL DAN TAILING UNTUK MEMPERBAIKI
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI
Centrosema pubescens Benth.
SKRIPSI
RIZKI SAFITRI
PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
i
RINGKASAN
RIZKI SAFITRI. D24104066. 2008. Pemberian Mikroorganisme dan Asam
Humik pada Tanah Latosol dan Tailing untuk Memperbaiki Pertumbuhan dan
Produksi Centrosema pubescens Benth. Skripsi. Program Studi Ilmu Nutrisi dan
Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Dr. Ir. Panca Dewi MHKS, MS.
Pembimbing Anggota : Ir. M. Agus Setiana, MS.
Pemanfaatan lahan marginal seperti tanah latosol dan lahan bekas
pertambangan (tailing) emas PT. Aneka Tambang daerah Pongkor sebagai media
tanam legum Centrosema pubescens Benth. perlu dilakukan rehabilitasi terlebih
dahulu. Rendahnya unsur hara yang tersedia pada kedua lahan menjadi kendala bagi
pertumbuhan tanaman karena tidak tercukupinya nutrisi yang diperlukan untuk
menunjang kelangsungan hidup legum Centro tersebut. Upaya yang dilakukan untuk
memperbaiki kondisi kedua lahan yaitu dengan pemberian mikroorganisme dan
pembenah tanah berupa CMA (Cendawan Mikoriza Arbuskula), BPP (Bakteri
Pelarut Phosphat), Rhizobium, dan Asam Humik. Adanya mikroorganisme dan asam
humik yang ditambahkan pada kedua media diharapkan mampu memperbaiki
kondisi fisik dan kimia, penjerapan logam berat, dan membantu penyerapan unsur
hara oleh tanaman menjadi lebih optimal.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pengaruh pemberian
mikroorganisme dan asam humik terhadap pertumbuhan dan produksi legum
Centrosema pubescens Benth. yang ditanam pada tanah latosol dan tanah tailing.
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2007 sampai dengan bulan Januari 2008
di laboratorium Ilmu dan Teknologi Tumbuhan Pakan dan Pastura, Departemen Ilmu
Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan dan laboratorium Bioteknologi
Hutan dan Lingkungan, Pusat Penelitian Bioteknologi Institut Pertanian Bogor.
Penelitian ini terdiri dari dua penelitian yang berbeda. Penelitian pertama
menggunakan media tanam tanah latosol Darmaga (kode A) dan penelitian kedua
menggunakan media tanam tailing PT. Aneka Tambang Pongkor (kode T). Masingmasing menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL). Penelitian ini terdiri dari 7
perlakuan dengan 5 ulangan untuk masing-masing media tanam. Perlakuan yang
diberikan terdiri atas Kontrol (tanpa perlakuan), Mikoriza (M), Mikoriza + BPP
(MP), Mikoriza + Rhizobium (MR), Mikoriza + Asam Humik (MH), Mikoriza + BPP
+ Rhizobium (MPR), dan Mikoriza + BPP + Rhizobium + Asam Humik (MPRH).
Peubah yang diamati adalah pertambahan panjang penyebaran, jumlah daun
trifoliate, berat kering tajuk dan akar, jumlah bintil akar aktif, berat kering bintil akar
aktif, infeksi akar, dan jumlah spora.
Hasil yang diperoleh pada media tanah latosol adalah pemberian
mikroorganisme dan asam humik berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap pertambahan
panjang penyebaran panen II, jumlah bintil akar aktif dan infeksi akar serta
berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap berat kering akar. Hasil tidak
berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap pertambahan panjang penyebaran panen I,
jumlah daun trifoliate panen I dan II, berat kering tajuk panen I dan II, berat kering
bintil akar aktif, dan jumlah spora. Hasil yang diperoleh pada tanah tailing adalah
pemberian mikroorganisme dan asam humik berpengaruh sangat nyata (P<0,01)
ii
terhadap infeksi akar tetapi tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap pertambahan
panjang penyebaran, jumlah daun trifoliate, berat kering tajuk, berat kering akar, dan
jumlah spora.
Kata kunci : Centrosema pubescens Benth., CMA, BPP, rhizobium, asam humik.
iii
PEMBERIAN MIKROORGANISME DAN ASAM HUMIK PADA
TANAH LATOSOL DAN TAILING UNTUK MEMPERBAIKI
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI
Centrosema pubescens Benth.
RIZKI SAFITRI
D24104066
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
iv
PEMBERIAN MIKROORGANISME DAN ASAM HUMIK PADA
TANAH LATOSOL DAN TAILING UNTUK MEMPERBAIKI
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI
Centrosema pubescens Benth.
Oleh
RIZKI SAFITRI
D24104066
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan
Komisi Ujian Lisan pada tanggal 5 Juni 2008
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota
Dr. Ir. Panca Dewi MHKS, MS
NIP. 131 672 157
Ir. M. Agus Setiana, MS
NIP. 131 473 998
Dekan Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc. Agr.
NIP. 131 955 531
v
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 9 Juni 1986 di Banjar. Penulis merupakan
anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Atman dan Ibu Misriyati.
Pendidikan Dasar diselesaikan pada tahun 1998 di SDN 2 Banjar, pendidikan
lanjutan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SLTPN 1 Banjar dan
pendidikan lanjutan menengah atas diselesaikan pada tahun 2004 di SMUN 1 Banjar.
Penulis diterima sebagai mahasiswi Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan
Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI pada tahun
2004.
Selama menjadi mahasiswi, penulis aktif sebagai pengurus Himpunan
Mahasiswa Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak (HIMASITER), Departemen
Optimalisasi Internal dan Eksternal tahun 2006-2007, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor.
vi
KATA PENGANTAR
Skripsi yang berjudul “Pemberian Mikroorganisme dan Asam Humik pada
Tanah Latosol dan Tailing untuk Memperbaiki Pertumbuhan dan Produksi
Centrosema pubescens Benth.” merupakan karya tulis yang berisi tentang
pemanfaatan lahan marginal yaitu tanah latosol dan lahan pasca pertambangan
(tailing) emas PT. Aneka Tambang Pongkor dan upaya perbaikan kedua lahan di atas
sebelum digunakan untuk media tanam. Pemberian mikroorganisme dan pembenah
tanah seperti mikoriza, BPP, rhizobium, dan asam humik dapat memperbaiki sifat
fisik dan kimia serta membantu tanaman dalam menyerap dan menyediakan unsur
hara yang diperlukan untuk proses metabolisme dalam tubuh tanaman tersebut.
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Tumbuhan
Pakan dan Pastura, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor dan Laboratorium
Bioteknologi Hutan dan Lingkungan, Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan
Bioteknologi IPB. Tanah latosol yang digunakan berasal dari Darmaga dan tanah
tailing berasal dari lokasi penambangan emas PT. Aneka Tambang Pongkor.
Penulis merasa skripsi ini masih jauh dari sempurna, maka dari itu penulis
sangat mengharapkan masukan dan saran yang membangun agar karya tulis ini
menjadi lebih baik. Penulis juga berharap semoga skripsi ini dapat memberi manfaat
bagi yang memerlukannya. Amiin..
Bogor, Juni 2008
Penulis
vii
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ................................................................................................
ii
ABSTRACT ....................................................................................................
iv
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................
vii
KATA PENGANTAR......................................................................................
viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................
ix
DAFTAR TABEL ...........................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................... ........................................
xiii
PENDAHULUAN ..........................................................................................
1
Latar Belakang.....................................................................................
Perumusan Masalah ............................................................................
Tujuan ..................................................................................................
1
2
2
TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................................
3
Karakteristik Latosol Darmaga ............................................................
Tailing..................................................................................................
Rhizobium ............................................................................................
Mikoriza...............................................................................................
Mikroorganisme Pelarut Fosfat ...........................................................
Asam Humik .......................................................................................
Centrosema pubescens Benth ..............................................................
Keracunan dan Ketahanan Logam.......................................................
Pertumbuhan ........................................................................................
3
4
6
7
8
9
10
11
11
METODE.........................................................................................................
12
Lokasi dan Waktu ................................................................................
Materi...................................................................................................
Metode Penelitian ...............................................................................
Rancangan...................................................................................
Model Statistik............................................................................
Analisis Data...............................................................................
Prosedur ...............................................................................................
Peubah yang diamati ...........................................................................
12
12
12
12
13
13
14
15
HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................
18
Keadaan Umum ..................................................................................
Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Penelitian I .......................................
Pertumbuhan dan Produksi Centrosema pubescens Benth.
pada Tanah Tailing ......................................................................
18
19
19
Pertambahan Panjang Penyebaran ...............................................
20
viii
Jumlah Daun Trifoliate ................................................................
Berat Kering Tajuk ......................................................................
Berat Kering Akar........................................................................
Jumlah Bintil Akar Aktif .............................................................
Berat Kering Bintil Akar Aktif ...................................................
Persentase Infeksi Akar ...............................................................
Jumlah Spora................................................................................
Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Penelitian II......................................
Pertumbuhan dan Produksi Centrosema pubescens Benth.
pada Tanah Tailing ......................................................................
Pertambahan Panjang Penyebaran ...............................................
Jumlah Daun Trifoliate ................................................................
Berat Kering Tajuk ......................................................................
Berat Kering Akar........................................................................
Jumlah Bintil Akar.......................................................................
Persentase Infeksi Akar ...............................................................
Jumlah Spora................................................................................
Pembahasan .........................................................................................
Tanah Latosol ..............................................................................
Tanah Tailing...............................................................................
22
22
23
23
24
24
25
25
25
26
27
28
28
28
28
29
29
29
32
KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................................
37
Kesimpulan ..........................................................................................
Saran ....................................................................................................
37
37
UCAPAN TERIMA KASIH ..........................................................................
38
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
39
LAMPIRAN ....................................................................................................
42
ix
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Karakteristik Tanah Latosol Darmaga ......................................................
3
2. Karakteristik Tanah Limbah Tailing Pongkor ..........................................
5
3. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam pada Tanah Latosol...............................
19
4. Rataan Nilai Setiap Peubah dengan Pemberian Mikroorganisme
dan Asam Humik pada Tanah Latosol ......................................................
20
5. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam pada Tailing ..........................................
25
6. Rataan Nilai Setiap Peubah dengan Pemberian Mikroorganisme
dan Asam Humik pada Tailing ..................................................................
26
x
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Skema Hubungan Antar Peubah yang Diamati......................................
17
2. Keadaan Tanaman Centro Pada Kedua Media Tanam………………...
18
3. Grafik Rataan Pertambahan Panjang Penyebaran Centrosema pubescens
Benth. Panen I dan II pada Tanah Latosol……………………………...
21
4. Grafik Panjang Penyebaran Centrosema pubescens Benth.
Panen I setiap Minggu pada Tanah Latosol…………………………….
21
5. Grafik Panjang Penyebaran Centrosema pubescens Benth. Panen II setiap
Minggu pada Tanah Latosol……………………………........................
21
6. Grafik Rataan Berat Kering Akar Centrosema pubescens Benth.
pada Tanah Latosol……………………………………………………..
24
7. Grafik Rataan Jumlah Bintil Akar Aktif Centrosema pubescens Benth.
pada Tanah Latosol……………………………………………………..
24
8. Grafik Rataan Persentase Infeksi Akar Centrosema pubescens Benth.
pada Tanah Latosol…………………………………………………….
25
9. Grafik Panjang Penyebaran Centrosema pubescens Benth.
setiap Minggu pada Media Tailing…………………………….............
28
10. Grafik Rataan Persentase Infeksi Akar Centrosema pubescens Benth.
Pada Media Tailing.................................................................................
30
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Gambar Tanaman Centrosema pubescens Benth. Tiap Perlakuan
pada Tanah Latosol.....................................................................................
43
2. Gambar Tanaman Centrosema pubescens Benth. Tiap Perlakuan
pada Tailing.................................................................................................
44
3. ANOVA Centrosema pubescens Benth. Panen I pada Tanah Latosol........
45
4. ANOVA Centrosema pubescens Benth. Panen II pada Tanah Latosol.......
45
5. Uji Lanjut Duncan Pertambahan Panjang Penyebaran Centrosema pubescens
Benth. Panen II pada Tanah Latosol............................................................ 46
6. Uji Lanjut Duncan Berat Kering Akar Centrosema pubescens
Benth.pada Tanah Latosol...........................................................................
47
7. Uji Lanjut Duncan Jumlah Bintil Akar Aktif Centrosema pubescens Benth.
pada Tanah Latosol...................................................................................... 47
8. Uji Lanjut Duncan Infeksi Akar Centrosema pubescens Benth. pada Tanah
Latosol……………………………………………………………………..
47
9. ANOVA Centrosema pubescens Benth. pada Tailing................................
48
10. Uji Lanjut Duncan Infeksi Akar Centrosema pubescens Benth. pada Media
Tailing.......................................................................................................... 48
11. Bagan Pengacakan Tanah Latosol...............................................................
49
12. Bagan Pengacakan Limbah Tailing.............................................................
49
xii
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hijauan makanan ternak di Indonesia telah banyak dikembangkan dengan
berbagai sistem pemeliharaan sesuai kemampuan dan keadaan lingkungan serta
media
tumbuh
tanaman.
Faktor
lingkungan
sangat
besar
mempengaruhi
kelangsungan hidup spesies hijauan makanan ternak yang tumbuh pada habitat yang
ditinggalinya tersebut. Salah satu hijauan makanan ternak yang biasa digunakan
untuk pakan ruminansia yaitu leguminosa. Pemanfaatan leguminosa sudah banyak
dilakukan karena kandungan protein yang tinggi serta produksinya cukup baik untuk
memenuhi kebutuhan ternak.
Tanah latosol dan lahan bekas penambangan emas (tailing) Pongkor memiliki
potensi yang cukup besar untuk dimanfaatkan sebagai lahan penanaman leguminosa.
Tanah latosol di Indonesia luasnya mencapai 17 juta hektar (Soedyanto et al., 1978),
sedangkan pertambangan emas Pongkor produksi tailingnya mencapai 2500 ton per
hari (Setyaningsih, 2007). Permasalahan yang sering dihadapi dalam pemanfaatan
kedua lahan tersebut adalah tingkat kesuburan dan kualitasnya. Tanah yang banyak
dijumpai cenderung rendah unsur hara terutama unsur P. Pada tanah masam seperti
latosol, kandungan mineral makronya rendah yaitu unsur P, K, Ca, Mg maupun N
yang cenderung sangat rendah dan aktivitas Fe yang cukup tinggi ( Maryani, 1999).
Salah satu dampak dari penambangan adalah sisa pengolahan bahan tambang
(tailing). Tailing ini akan menumpuk dan dapat mengganggu lingkungan seperti
tidak adanya vegetasi yang tumbuh, meningkatnya erosi tanah, pencemaran air, dan
peningkatan suhu udara. Tailing masih mengandung logam berat Pb dan Cu dimana
mineral sulfida logam, khususnya Cu, Pb, dan Zn merupakan bahan yang beracun
dan berbahaya apabila digunakan sebagai media tanam. Sementara itu, tailing
cenderung memiliki pH yang ekstrim sehingga mendorong terlarutnya logam-logam
berat dan rendahnya unsur makro esensial seperti N, P, dan K (Setyaningsih, 2007).
Upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kondisi kedua tanah adalah dengan
pemberian pupuk, penambahan mikroorganisme dan pembenah tanah. Pemilihan
leguminosa pionir diharapkan dapat beradaptasi dengan lahan yang kurang subur.
Alternatif yang efektif digunakan untuk meningkatkan ketersediaan P adalah
dengan pemberian Mikoriza. Mikoriza merupakan pupuk hayati yang membantu
1
penyerapan unsur-unsur hara bagi tanaman terutama pada tanah marjinal (Gunawan,
1993). Pemanfaatan cendawan mikoriza arbuskula diharapkan membantu tanaman
inang mengambil dan mentransfer unsur hara secara cepat. Selain itu, penambahan
mikroorganisme pelarut fosfat juga sangat membantu dalam mengekstrak P tidak
tersedia menjadi bentuk yang dapat digunakan dalam tanaman. Pemberian rhizobium
juga sangat membantu dalam proses fiksasi nitrogen dan berpengaruh terhadap hasil
panen. Asam humik merupakan bahan organik sebagai hasil akhir dekomposisi
bahan tanaman dan hewan. Penggunaan asam humik sebagai pembenah tanah (Tan,
1993) berperan dalam memperbaiki lingkungan mikro pada rizosfer tanah. Asam
humik tidak menyediakan nutrien akan tetapi meningkatkan ketersediaan.
Mikroorganisme dan asam humik yang dimasukkan ke dalam tanah akan mendukung
berkembangnya akar yang ideal untuk menyerap nutrien secara efisien dan
merangsang pertumbuhan tanaman dalam melakukan proses metabolisme dan
respirasi sehingga dapat meningkatkan produksi bahan kering yang lebih baik.
Perumusan Masalah
Kondisi tanah latosol yang rendah unsur hara makro dan tinggi kandungan
logam berat pada tailing akan menghambat pertumbuhan hijauan makanan ternak
khususnya leguminosa Centrosema pubescens Benth. sehingga akan menurunkan
kualitas dan produksi. Lahan tersebut perlu diperbaiki terlebih dahulu dengan
pemberian mikroorganisme dan asam humik. Penambahan Mikoriza, Rhizobium,
Asam Humik, dan Mikroorganisme Pelarut Fosfat diharapkan dapat membantu
dalam penyediaan, penyerapan unsur hara makro yang diperlukan tanaman, dan
penjerapan logam berat.
Tujuan
Tujuan dari penelitan ini adalah untuk menentukan kombinasi terbaik
pemberian mikroorganisme dan asam humik terhadap pertumbuhan dan produksi
tanaman leguminosa Centrosema pubescens Benth.yang tumbuh pada tanah latosol
dan tailing.
2
TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Latosol Darmaga
Tanah ini merupakan tanah mineral yang terbentuk pada ketinggian 220 m di
atas permukaan laut dengan curah hujan 3552 m/tahun (Yogaswara, 1977). Menurut
Soedyanto et al. (1978) di Indonesia, tanah latosol mencapai 17 juta hektar dengan
penyebaran dari Aceh hingga Lampung, pulau Jawa, Bali, Sulawesi Tengah dan
Selatan, Minahasa, kepulauan Maluku dan di beberapa kawasan Papua dengan
vegetasinya berupa hutan tropis. Warna tanah latosol merah, coklat hingga kuning
dengan solum tanah yang dalam (1,5-10 m) dan batas horizon tidak jelas. Dari lapisan
atas ke bawah teksturnya liat berstruktur remah dan konsistensi gembur, reaksi tanah
masam sampai agak masam. Kandungan bahan organik lapisan atas 3-10% dengan
hara rendah hingga sedang. Makin merah warna tanah makin miskin unsur hara
(Soedyanto et al., 1978). Karakteristik tanah Latosol Darmaga dapat dilihat pada
Tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik Tanah Latosol Darmaga
No
Sifat Tanah
Latosol a
Kriteriab
1.
pH H2O (pH 1 :1)
5,40
Masam
2.
KTK (me/100 g)
13,44
Rendah
3.
Kejenuhan Basa (%)
75,07
Tinggi
4.
C-org (%)
1,23
Sangat rendah
5.
N-total (%)
0,11
Rendah
6.
P (ppm)
0,5
Sangat rendah
7.
Ca (me/100gr)
2,10
Rendah
8.
Mg (me/100gr)
0,76
Rendah
9.
K (me/100gr)
0,10
Rendah
10.
Na-dd (me/100gr)
0.4
Sedang
11.
Kejenuhan Al (%)
2,29
Rendah
12.
Fe (ppm)
2,49
Sedang
13.
Tekstur pasir (%)
21,65
-
14.
Tekstur debu (%)
14,24
-
15.
Tekstur liat (%)
64,11
-
a
Keterangan : Maryani, 1999
b
Pusat Penelitian Tanah, 1983
dd = dapat dipertukarkan
3
Skerman (1977) menyatakan bahwa tanah latosol memiliki total P yang tinggi
tetapi P yang tersedia rendah. Semua tanah latosol mengandung Fe dan Al oksida
yang tinggi dan ketika pupuk P diberikan ke dalam tanah maka dengan segera Fe dan
Al oksida akan mengikat P tersebut sehingga menjadi tidak tersedia di dalam tanah.
Sifat kimia tanah ini adalah sangat responsif terhadap pemupukan P serta tingkat
kesuburan NPK rendah sampai sedang (Yogaswara, 1977).
Kemampuan pertukaran kation yang rendah pada tanah ini disebabkan oleh
kurangnya bahan organik tanah dan sifat hidrat oksida. Umumnya tanah ini sangat
kekurangan basa yang dapat tertukar dengan unsur hara yang tersedia. Kadar mineral
primer dan kadar bahan yang larut rendah, namun tingkat kemantapan agregasinya
tinggi dan biasanya berwarna merah (Buckman dan Brady, 1982).
Tailing
Tailing berasal dari batuan tanah yang telah dihancurkan hingga menyerupai
bubur kental. Proses itu dikenal dengan sebutan proses penggerusan. Batuan yang
mengandung mineral seperti emas, perak, dan tembaga diangkut dari lokasi galian
menuju tempat pengolahan yang disebut processing plant. Di tempat itu proses
penggerusan dilakukan. Setelah batuan hancur menyerupai bubur biasanya
dimasukan bahan kimia tertentu seperti sianida atau merkuri, agar mineral yang
dicari mudah terpisah. Mineral yang berhasil diperoleh biasanya berkisar antara dua
persen sampai lima persen dari total batuan yang dihancurkan. Sisanya sekitar 95
persen sampai 98 persen menjadi tailing, dan dibuang ke tempat pembuangan
(Magdalena, 2005).
Tailing cenderung memiliki pH tanah yang ekstrim sehingga mendorong
terlarutnya logam berat yang dapat berakibat meracuni tanah dan air.
Terjadi defisiensi unsur-unsur lain yang diperlukan bagi pertumbuhan tanaman.
Dengan adanya tailing ini maka akan mengganggu ekosistem suatu lingkungan
sehingga kualitas dan produktivitas lingkungan tersebut akan menurun. Tailing akan
mengurangi persediaan oksigen pada sistem perakaran tanaman karena kandungan
logam berat dalam tanah lebih tinggi daripada kandungan oksigen tanah, sehingga
apabila akumulasi tailing ini semakin banyak maka menyebabkan mikroba aerob
yang bersimbiosis dengan akar tanaman akan semakin berkurang seperti
4
endomikoriza (Freeport´s Eco-Friendly Reclamation Program dalam Setyaningsih,
2007). Karakteristik Tanah Limbah Tailing Pongkor dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Karakteristik Tanah Limbah Tailing Pongkor
No
Sifat Tanah
Tailinga
Kriteriab
1.
pH H2O (pH 1 :1)
7,10
Basa
2.
KTK (me/100 g)
3.03
Sangat Rendah
3.
Kejenuhan Basa (%)
100
Tinggi
4.
C-org (%)
0.39
Sangat Rendah
5.
N-total (%)
0.05
Sangat rendah
6.
P tersedia (P2O5)
11.7
Sedang
7.
Ca-dd (me/100gr)
30.75
Tinggi
8.
Mg-dd (me/100gr)
0.38
Rendah
9.
K-dd (me/100gr)
0.20
Rendah
10.
Na-dd (me/100gr)
0.60
Sedang
11.
Fe (ppm)
0.68
Rendah
12.
Cu (ppm) 0.05 N HCl
0.32
Tinggi
13.
Zn (ppm) 0.05 N HCl
0.52
Rendah
14.
Pb (me/100gr) 0.05 N HCl (terlarut)
4.80
Tinggi
15.
Pb (ppm) N HCl 25% (total)
172.00
Tinggi
16.
Tekstur pasir (%)
53.35
-
17.
Tekstur debu (%)
41.22
-
18.
Tekstur liat (%)
5.43
-
Keterangan :
a
Setyaningsih, 2007
b
Pusat Penelitian Tanah, 1983
dd = dapat dipertukarkan
Sifat fisik tailing yang merupakan masalah bagi pertumbuhan tanaman adalah
tekstur, agregasi dan struktur, densitas dan infiltrasi, kompaksi, daya pegang dan
stabilitasnya. Ukuran partikel tailing relatif kecil dan seragam berupa pasir halus
(USDA: 0,25-0,10 mm). Tekstur pasir tidak berstruktur dan mempunyai pori yang
besar diantara partikel sehingga infiltrasi berlangsung cepat dan daya pegang air
rendah. Dengan demikian proses pengeringan mudah dan cepat terjadi serta dapat
mengurangi kandungan hara karena pencucian. Tanah normal umumnya mempunyai
bahan organik 2-5% namun pada tailing tidak terdapat bahan organik, sehingga
5
mempunyai agregasi, struktur dan stabilitas secara keseluruhan yang kurang baik.
Selain itu sifat kimia tailing seperti status hara yang rendah, alkalinitas yang ekstrim,
kandungan logam berat Zn, Cd, Hg, Pb, As, Ni dapat menyebabkan kerusakan berat
pada lingkungan dan vegetasi (Setyaningsih, 2007). Hasil penelitian Diehl et al
(1983) dalam Setyaningsih (2007) menyatakan pada kondisi 10 ppm Pb organik telah
menyebabkan depresi pada tanaman.
Rhizobium
Rhizobium merupakan bakteri berbentuk batang Gram negatif. Bakteri ini
dapat memfiksasi nitrogen atmosfer hanya di dalam bintil akar legum. Rhizobium
tidak dapat hidup dan melakukan kegiatan fiksasi nitrogen tanpa tanaman inangnya.
Bakteri ini bersimbiosis dengan tanaman inangnya di dalam bintil akar untuk
membatasi ketersediaan oksigen bagi bakteri agar enzim nitrogenase dapat berfungsi
dengan baik. Bakteri yang termasuk genus rhizobium hidup bebas dalam tanah dan
perakaran tumbuhan legum maupun bukan legum.
Genus Rhizobium terdiri dari tiga spesies, yaitu R. leguminosarum yang
terdiri dari tiga biovar (trifolii, phaseoli, dan viceae), R. meliloti, dan R. loti.
Pertumbuhan Rhizobium dapat dihambat oleh mikroorganisme yang antagonistik
terhadap Rhizobium di dalam tanah seperti bakteri, fungi dan actinomycetes. Tanah
yang asam merupakan salah satu faktor yang menyebabkan berkurangnya populasi
Rhizobium dalam tanah. Temperatur juga dapat mempengaruhi pertumbuhan maupun
kelestarian Rhizobium. Fungisida, herbisida, dan pelindung tanaman yang lain
mungkin terbukti beracun bagi Rhizobium dan mengurangi inokulum di dalam tanah.
Rhizobium menghasilkan asam indol asetat (IAA) yang berpengaruh terhadap
perpanjangan batang dan pembentukan bintil (Rao, 1994).
Reaksi optimum bagi pertumbuhan dan perkembangan Rhizobium adalah pH
5,5-7,0 dengan batas kecepatan reaksinya pada pH 3,2-5,0 pada keadaan asam dan
pH 9,0-10,0 pada keadaan alkalin. Temperatur pembatas bagi pertumbuhannya
adalah 0-50 0C. Thermal titik kematiannya adalah pada 60-62 0C dan optimumnya
bervariasi antara 18-28 0C. Bakteri ini tidak dirugikan dengan penyebaran sinar
matahari dan dengan langsung dan cepat menahan sinar matahari. Pengeringan
memang merugikannya akan tetapi tidak sepenuhnya destruktif. Semakin cepat
6
pengeringan, maka jumlah dari bakteri Rhizobium menurun dengan cepat pula
(Sutedjo et al., 1991).
Mikoriza
Menurut Salisbury dan Ross (1995), mikoriza merupakan simbiosis
mutualistik antara cendawan bukan patogen atau patogen lemah dan sel akar hidup,
terutama sel korteks dan sel epidermis. Cendawan memperoleh zat hara dari
tumbuhan, berfungsi memperbaiki kemampuan akar dalam menyerap air dan
mineral. Umumnya, hanya akar muda yang lunak saja yang terinfeksi cendawan itu.
Hifa cendawan yang pipih dan meruak dari mikoriza meningkatkan terobosan ke
volume tanah sehingga hifa mengambil alih fungsi penyerapan rambut akar.
Mikoriza Vesikular Arbuskular (VAM) termasuk golongan endomikoriza
yang disusun oleh anggota Endogonaceae. Cendawan ini membuat jala-jala hifadalam di antara sel korteks, yang kemudian meruak keluar menuju ke tanah untuk
menyerap air dan garam mineral. Meskipun VAM tampaknya langsung menerobos
ke sitosol sel korteks (dalam sitosol itu mereka membentuk struktur yang disebut
vesikel-kantung, dan arbuskula-bercabang-cabang, sesuai dengan namanya), hifa itu
dikelilingi membran plasma sel korteks yang membentuk kantung ke arah dalam.
Perkembangan mikoriza buruk pada tumbuhan yang hidup di bawah naungan
dan kahat gula. Tumbuhan yang hidup di tanah yang subur sering mempunyai
mikoriza yang kurang berkembang dibandingkan dengan tumbuhan yang hidup di
tanah yang tandus.
Manfaat mikoriza adalah: 1) Meningkatkan penyerapan fosfat, air, dan zat
hara lainnya; 2) Meningkatkan penyerapan ion yang biasanya berdifusi secara lambat
menuju akar atau yang dibutuhkan dalam jumlah banyak, terutama fosfat, NH4+, K+,
dan NO3-; 3) Memperoleh air dan hara dalam kondisi lingkungan yang kering dan
miskin unsur hara; 4) Melindungi dari patogen akar dan unsur toksik dan secara tidak
langsung melalui perbaikan struktur tanah. Hal ini dimungkinkan karena mikoriza
memiliki jaringan hifa eksternal yang luas dan diameter yang lebih kecil dari bulubulu akar, enzim fosfatase dan sekresi hifa lainnya serta terbentuknya mantel hifa
yang melindungi akar secara fisik. Pemanfaatan jenis-jenis isolat cendawan mikoriza
harus disesuaikan dengan tanaman inangnya, karena seringkali cendawan tertentu
hanya dapat membentuk mikoriza dengan tanaman inang tertentu pula.
7
Pertumbuhan optimal mikoriza terjadi pada pH = 4-6. Bahkan ada beberapa
jenis yang tumbuh baik pada pH = 3. Disamping pH tanah, kondisi tanah yang
mempengaruhi perkembangan mikoriza adalah drainase, ketersediaan bahan organik,
dan ketersediaan hara (Russell, 1973 dalam Islami dan Utomo, 1995). Mikoriza akan
dapat berkembang dengan baik bila tidak ada hambatan aerasi. Hal tersebut
menyebabkan mikoriza dapat berkembang lebih baik pada tanah berpasir
dibandingkan pada tanah berliat atau gambut.
Mikoriza memerlukan ketersediaan bahan organik yang cukup agar dapat
berkembang dengan baik. Ketersediaan hara terutama nitrogen dan fosfor yang
rendah akan mendorong pertumbuhan mikoriza. Pemupukan P menurunkan derajat
infeksi mikoriza. Pemberian pupuk N juga mempunyai pengaruh yang sama, tetapi
pengaruhnya kecil. Tanah yang sangat miskin P dan N bila diberi pupuk P dan N
dalam dosis rendah akan meningkatkan infeksi mikoriza dan akan memperbaiki
pertumbuhan inang. Selain meningkatkan penyerapan unsur P, mikoriza juga
meningkatkan penyerapan beberapa unsur mikro seperti Cu dan Zn (Islami dan
Utomo, 1995).
Akar yang panjang jarang mempunyai mikoriza karena akar terlalu cepat
tumbuh. Hampir semua akar cabang tumbuh sangat lambat, membentuk akar pendek
yang mencirikan terinfeksi jamur dan berkembang menjadi mikoriza (Islami dan
Utomo, 1995).
Mikroorganisme Pelarut Fosfat
Mikroorganisme pelarut fosfat adalah mikroorganisme yang mempunyai
kemampuan mengekstrak P dalam bentuk yang tidak tersedia menjadi bentuk yang
dapat digunakan tanaman, yaitu dengan cara menghasilkan asam organik. Asam
organik yang dihasilkan oleh mikroorganisme akan membentuk senyawa kompleks
dengan ion Ca, Fe, dan Al sehingga unsur P akan dibebaskan dan tersedia bagi
tanaman (Rao, 1982).
Mikroorganisme pelarut fosfat dapat berasal dari kelompok bakteri, fungi,
dan akitinomisetes (Rao, 1982). Mikroorganisme dalam aktivitasnya akan
menghasilkan asam organik, diantaranya adalah asam format, asetat, propionat,
laktat, glikolat, fumarat, dan suksinat (Rao, 1982). Asam organik tersebut meningkat
diikuti dengan penurunan pH yang tajam, sehingga mengakibatkan terjadinya
8
pelarutan Ca-P. Penurunan pH disebabkan oleh terbebasnya asam sulfat dan nitrat
pada oksidasi kemoautotropik sulfur dan amonium, berturut-turut oleh bakteri
Thiobacillus dan Nitrosomonas (Alexander, 1978). Imas et al. (1989) menyatakan
bahwa selain mengeluarkan asam organik, mikroorganisme tertentu juga
menghasilkan hidrogen sulfida pada respirasi anaerobik yang juga berperan dalam
pelarutan Fe-P, Al-P. Reaksi tersebut adalah :
FePO4 + H2S
FeS + H2PO4-
AlPO4 + H2S
Al2S3 + H2PO4-
Beberapa peneliti mengemukakan bahwa pengaruh mikroorganisme pelarut
fosfat terhadap tanaman, tidak hanya disebabkan oleh kemampuannya dalam
meningkatkan ketersediaan P, tetapi juga disebabkan oleh kemampuannya dalam
menghasilkan zat pengatur tumbuh terutama oleh mikroorganisme yang hidup pada
permukaan akar seperti Pseudomonas fluorescens, P. putida dan P. striata (Vancura,
1989). Kundu dan Gaur (1980) juga menyatakan bahwa mikroorganisme pelarut
fosfat dapat menghasilkan zat pengatur tumbuh seperti auksin, giberelin, dan
sitokinin.
Asam Humik
Asam humik merupakan bahan organik sebagai hasil akhir dekomposisi
bahan tanaman dan hewan yang kuno dan memfosil dalam waktu jutaan tahun di
dalam tanah (Tan, 1993). Menurut Obreza et al. (1989) secara fisik asam humat
memperbaiki struktur tanah dan meningkatkan kemampuan tanah mengikat air
kapiler, secara biologis berpengaruh terhadap aktivitas mikroba, secara kimiawi asam
humat mampu menyerap dan mengikat kompleks unsur nutrisi tanaman dan secara
nutrisi menyediakan nitrogen, fosfor dan sulfur bagi tanaman dan mikroorganisme.
Secara langsung, bahan humat telah dilaporkan merangsang pertumbuhan tanaman
melalui pengaruhnya terhadap metabolisme, proses respirasi dengan meningkatkan
permeabilitas sel atau melalui kegiatan hormon pertumbuhan terhadap sejumlah
proses fisiologi cahaya.
Asam humik dapat meremidiasi struktur tanah secara fisik karena berinteraksi
dengan partikel liat dan pasir. Asam humik dikategorikan sebagai asam lemah karena
mengandung gugus fungsional karboksil (COOH) mempunyai muatan negatif dan
hidroksil (OH) mempunyai muatan positif. Asam humat dapat meningkatkan
9
stabilitas agregat tanah, sehingga dapat menurunkan erosi permukaan tanah. Asam
humik bukan pupuk melainkan komplemen dari pupuk yang berfungsi untuk
keseimbangan program pemupukan. Asam humik tidak menyediakan nutrien akan
tetapi meningkatkan ketersediaan.
Asam humat membentuk bagian terbesar dari kompleks humus dan dianggap
sebagai polimer senyawa aromatik. Dapat diperoleh variasi yang cukup besar dari
produk degradasi fenolik di dalam asam humat. Jamur dan bakteri diketahui
melakukan dekomposisi asam humat. Beberapa jamur, terutama basidiomisetes dan
askomisetes yang mampu mendekomposisi lignin, mampu pula mendekomposisi
asam humat (Rao, 1994).
Centrosema pubescens Benth
Legum Centrosema pubescens Benth. termasuk sub-familia Papilionaceae
dari Leguminoceae. Spesies ini berasal dari Amerika Selatan dan telah ditanam
dengan hasil baik di daerah tropik dan subtropik (Reksohadiprodjo, 1981). Daun
Centro adalah trifoliate dan lebih runcing bila dibanding dengan daun legum
Puero/Calopo. Sifat tumbuh Centro adalah perennial (hidup lebih dari 1 tahun),
sangat agresif, batang menjalar dan membentuk pertanaman penutup tanah 4-6 bulan
sesudah penanamannya dari biji. Centro berdaun lebat dan batangnya tidak berkayu
meskipun tanaman telah berumur 18 bulan. Legum ini tahan keadaan kering dan bila
pertanaman telah berhasil terjadi, maka akan tahan hidup di bawah naungan. Centro
adalah tanaman yang sesuai untuk daerah tropik, memiliki jaringan perakaran yang
luas dan relatif tahan terhadap musim kemarau agak panjang. Masih dapat
memperlihatkan pertumbuhan yang memuaskan pada tanah asam dan agak buruk
drainasenya (Allen dan Allen, 1981). Centro dapat digunakan sebagai pupuk hijau
dan tanaman penutup tanah dan merupakan salah satu hijauan yang disukai oleh
ternak. Centro beregenerasi dengan cepat dan tanaman rumput campurannya yang
baik antara lain Panicum maximum (rumput benggala), Melinis minutiflora (rumput
molasses), dan Cynodon plectostachyus (rumput star) (Reksohadiprodjo, 1981).
Kandungan nutrisi Centro terdiri dari protein kasar 23,6%, serat kasar 31,6%,
abu 8,2%, lemak kasar 3,6% dan BETN 32.8% (Gohl, 1981). Centro merupakan
salah satu hijauan yang disukai oleh ternak dengan produksi bahan kering sentro ± 12
ton/ha/tahun (Mannetje dan Jones, 1992).
10
Keracunan dan Ketahanan Logam
Spesies tumbuhan secara genetik sangat beragam dalam kemampuannya
untuk toleran atau tidak toleran terhadap unsur tak esensial, yaitu timbal, cadmium,
perak, alumunium, raksa, timah, dan sebagainya dalam jumlah yang meracuni
(Woolhouse, 1983 dalam Salisbury dan Ross, 1995).
Saat ini telah ditemukan mekanisme toleransi yang penting oleh Gekeler
(1989), Steffens (1990), dan Rauser (1990) dalam
Salisbury dan Ross (1995).
Logam diawaracunkan dengan cara dikelat dengan fitokelatin, yakni peptide kecil
yang kaya akan asam amino sistein yang mengandung belerang. Atom belerang
dalam sistein hampir dipastikan penting untuk mengikat logam tersebut, namun
diduga atom nitrogen atau oksigen turut berperan pula. Fitokelatin dihasilkan oleh
banyak spesies, tetapi sejauh ini diketahui bahwa fitokelatin hanya dijumpai bila
terdapat logam dalam jumlah yang meracuni. Pembentukan fitokelatin merupakan
respons tumbuhan untuk beradaptasi terhadap keadaan lingkungan yang rawan.
Pertumbuhan
Pertumbuhan berarti pertambahan ukuran, yakni pertambahan volume, bobot,
jumlah sel, banyaknya protoplasma dan tingkat kerumitan. Pertumbuhan dapat
diukur menggunakan dua macam cara pengukuran yang biasa digunakan, yaitu
mengukur pertumbuhan volume atau massa. Pertambahan volume (ukuran) sering
ditentukan dengan mengukur perbesaran ke satu atau dua arah, seperti panjang
(misalnya tinggi batang), diameter (misalnya diameter batang), atau luas (misalnya
luas daun). Pertambahan massa sering ditentukan dengan cara memanen seluruh
tumbuhan atau bagian yang diinginkan dan menimbangnya segera sebelum air terlalu
banyak menguap dari bahan tersebut. Hal tersebut disebut massa segar. Nilainya
agak beragam, tergantung status air tumbuhan, contohnya daun sering mempunyai
massa segar lebih besar pada pagi hari daripada tengah hari karena adanya
transpirasi. Pertambahan massa kering tumbuhan atau bagian tumbuhan lebih sering
digunakan sebagai ukuran bagi pertumbuhannya. Massa kering lazim diperoleh
dengan mengeringkan bahan tumbuhan yang baru saja dipanen selama 24-48 jam
pada suhu 70-80 0C (Salisbury dan Ross, 1995).
11
METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilakukan di rumah kaca Laboratorium lapang Ilmu dan
Teknologi Tumbuhan Pakan dan Pastura untuk masa penanaman, pemeliharaan dan
pemanenan serta di Laboratorium Ilmu dan Teknologi Tumbuhan Pakan dan Pastura
dan Laboratorium Bioteknologi Hutan dan Lingkungan Pusat Antar Universitas
untuk menganalisa bobot kering tajuk dan akar, persentase infeksi akar, dan jumlah
spora Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juni 2007 - Januari 2008.
Materi
Penelitian ini menggunakan bahan tanam benih legum Centrosema pubescens
Benth., mikoriza menggunakan jenis campuran (mycofer) yang terdiri dari empat
isolat yaitu Glomus manihotis, Glomus etinucatum, Gigaspora margarita, dan
Acaulospora tuberculata, rhizobium, asam humik, mikroorganisme pelarut fosfat,
pupuk NPK mutiara, KOH 2,5%, HCl 2%, Sukrosa 60%, bahan-bahan kimia untuk
pewarnaan akar yaitu tryphan blue, gliserol, asam laktat, aquades, media tumbuh
yaitu tanah latosol darmaga dan tanah yang berasal dari tailing penambangan emas
PT. Aneka Tambang di daerah Pongkor, Bogor.
Peralatan yang digunakan adalah mistar ukuran 100 cm, gembor air, ajir,
polybag, gunting, timbangan, oven, kantong semen, kertas koran,
saringan
bertingkat (710 μm, 425 μm, dan 45 μm), sentrifuse, mikroskop, cawan petri, gelas
obyek, cover glass, pinset, gelas ukur, tabung film.
Metode Penelitian
Rancangan
Penelitian ini terdiri dari dua penelitian yang berbeda. Penelitian pertama
menggunakan media tanam tanah latosol Darmaga (kode A) dan penelitian kedua
menggunakan media tanam tanah tailing Pongkor (kode T). Masing-masing
menggunakan rancangan acak lengkap (RAL). Penelitian ini terdiri dari 7 perlakuan
dengan 5 ulangan untuk masing-masing media tanam.
12
Tujuh perlakuan yang digunakan, yaitu:
Kontrol
: Tanpa perlakuan
M
: Cendawan Mikoriza Arbuskula (CMA)
MP
: CMA + Bakteri Pelarut Fosfat
MR
: CMA + Rhizobium
MH
: CMA + Asam Humik
MPR
: CMA + Bakteri Pelarut Fosfat + Rhizobium
MPRH
: CMA + Bakteri Pelarut Fosfat + Rhizobium + Asam Humik
Asam humik diberikan sebanyak 80 ml per polybag yang diperoleh dari hasil
pengenceran 125 ml per 20 liter air. Rhizobium dan mikroorganisme pelarut fosfat
menggunakan carrier arang sekam dengan kepadatan lebih dari 108 cpu. Rhizobium
dan mikroorganisme pelarut fosfat yang terdapat dalam arang sekam masing-masing
diberikan 1 gram per polybag. Bakteri pelarut fosfat yang terdiri dari 3 isolat dengan
kode FT.3.2, FT.3.3, dan B.80.1649.8. CMA menggunakan carrier zeolit dan
diberikan sejumlah 10 gram per polybag. Masing-masing tanaman diberikan pupuk
NPK mutiara dengan dosis 500 kg per ha tanah, sehingga per polybag menggunakan
1,25 gram.
Model Statistik
Model statistik yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut
(Steel dan Torrie, 1993):
Yij = µ + τi + Σij
Keterangan :
Yij
= Nilai pengamatan perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ
= Nilai rataan umum
τi
= Pengaruh perlakuan ke-i (i = 1, 2, 3,....7)
Σij
= Pengaruh galat perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (ANOVA)
dan jika memberikan hasil yang berbeda nyata dilanjutkan dengan uji Jarak Duncan
(Steel dan Torrie, 1993), dan jika membandingkan tanah latosol dan tanah tailing
digunakan uji T berpasangan.
13
Prosedur
1. Persiapan media tanam
Media tanam yang akan digunakan adalah tanah latosol dari Darmaga dan
tanah tailing yang diambil dari pertambangan emas PT. Aneka Tambang di
daerah Pongkor, Bogor. Sebelum ditanami, tanah latosol dikeringkan terlebih
dahulu selama satu minggu dengan cara dijemur di dalam rumah. Sedangkan
tanah tailing langsung dimasukkan ke dalam polybag tanpa dijemur terlebih
dahulu.
2. Penanaman
Tanaman yang digunakan yaitu Centrosema pubescens Benth. yang
diperoleh dari laboratorium lapang Agrostologi, Departemen Ilmu Nutrisi dan
Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan IPB. Tanah yang akan ditanami diberi
pupuk NPK mutiara hingga merata, kemudian dimasukkan ke dalam polybag
kapasitas 5 kg yang telah diberi kode untuk masing-masing perlakuan. Setelah
itu, tanah dibuat 1 lubang tanam dan ke dalamnya dimasukkan benih Centrosema
pubescens Benth secukupnya. Setelah itu lubang yang telah dimasukkan benih
ditutup dengan sedikit tanah kemudian disiram secukupnya. Apabila legum tidak
tumbuh maka perlu dilakukan penyulaman.
3. Trimming
Trimming dilakukan setelah tanaman berumur 2 minggu setelah tanam
dan dengan cara memotong bagian atas tanaman dan disisakan 2 tanaman yang
pertumbuhannya paling baik. Pertumbuhan setelah pemangkasan ini dianggap
sebagai pengaruh dari perlakuan yang diberikan.
4. Pemeliharaan
Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman dan pemberantasan hama
penyakit. Penyiraman dilakukan setiap hari sesuai kapasitas lapang.
5. Pengamatan
Pengamatan dilakukan setiap 1 kali seminggu dengan mengukur panjang
penyebaran dan jumlah flash.
6. Pemanenan
Pemanenan dilakukan sebanyak 2 kali. Pemanenan pertama dilakukan
setelah 40 hari dengan pemotongan bagian tajuk tanaman untuk ditimbang berat
14
segar dan berat keringnya. Pemanenan kedua dilakukan 40 hari setelah panen
pertama dengan pemotongan bagian tajuk tanaman untuk ditimbang berat segar
dan berat keringnya. Bagian akar dicuci untuk ditimbang berat segar, berat
kering, infeksi akar dan jumlah sporanya.
Peubah yang Diamati
Berat Kering Tajuk
Berat kering tajuk diperoleh dengan cara menimbang bahan segar kemudian
dikering anginkan selama 48 jam dan kemudian dilakukan pengeringan dalam oven
pada suhu 70oC selama 48 jam. Berat kering tajuk diambil pada panen I dan II.
Berat Kering Akar
Berat kering akar diperoleh dengan cara menimbang akar yang telah dikering
anginkan selama 48 jam dan kemudian dilakukan pengeringan dalam oven pada suhu
70oC selama 48 jam.
Panjang Penyebaran
Panjang penyebaran diperoleh dengan mengukur legum dari permukaan tanah
hingga ujung legum yang terpanjang.
Jumlah Ranting/Flash
Jumlah ranting/flash dihitung berdasarkan jumlah individu baru yang tumbuh.
Jumlah Bintil Akar Aktif
Jumlah bintil akar diperoleh dengan menghitung bintil akar aktif yang
terbentuk selama penelitian.
Persentase Infeksi akar
Penghitungan jumlah akar terinfeksi dilakukan melalui teknik pewarnaan
akar (Phyllip dan Hayman, 1970 yang dimodifikasi oleh teknik Koske dan Gemma,
1989). Pewarnaan akar dilakukan dengan cara akar dicuci hingga bersih dan
dimasukkan ke dalam tabung film kemudian ditambahkan KOH 2,5%. Setelah akar
berwarna bening (sekitar 7-10 hari) KOH 2,5% dibuang kemudian akar dicuci
dibawah air mengalir dan disaring menggunakan saringan teh. Setelah bersih dari
KOH 2,5%, akar kembali disimpan dalam tabung tertutup yang telah ditambahkan
HCl 2%. Perendaman dengan HCl 2% dilakukan selama 24 jam kemudian larutan
15
HCl dibuang dan diganti dengan larutan staining. Apabila pewarnaan terlalu pekat
maka ditambahkan larutan distaining. Penghitungan infeksi akar dilakukan dengan
cara akar sepanjang sekitar 1 cm diambil sebanyak 10 buah, kemudian diletakkan
pada objek gelas lalu ditutup dengan cover glass. Penghitungan jumlah akar yang
terinfeksi dilakukan dibawah mikroskop dengan perbesaran 10x10. Persentase akar
yang terinfeksi dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Persentase infeksi akar = jumlah akar yang terinfeksi x 100%
jumlah contoh akar
Jumlah spora
Metode yang digunakan untuk mengetahui jumlah spora adalah metode tuang
saring basah (Gedermann dan Nicolson, 1963 yang telah dimodifikasi). Hal pertama
yang dilakukan adalah mengambil sampel tanah sebanyak 50 g berat kering udara
dilarutkan dengan air sampai homogen, kemudian dibiarkan beberapa detik agar
partikel-partikel besar mengendap. Suspensi tersebut kemudian disaring. Partikelpartikel halus berikut spora yang ditampung pada saringan 45 μm dimasukkan pada
botol sentrifuse kemudian ditambahkan larutan sukrosa 60% dan disentrifuse dengan
kecepatan 2500 rpm selama 25 detik. Supernatan disaring dengan saringan 45 μm
dan dicuci dengan air mengalir. Spora yang tertahan ditampung dalam cawan petri.
Penghitungan populasi spora dilakukan dengan mikroskop binokuler perbesaran 3X
menggunakan counter.
Berat Kering Bintil Akar Aktif
Bintil akar yang aktif ditunjukkan dengan warna kemerahan bila bintil
tersebut
dibelah. Jumlah bintil akar yang terbentuk pada akar setiap individu
tanaman dikering anginkan selama 48 jam dan kemudian dilakukan pengeringan
dalam oven pada suhu 70oC selama 48 jam lalu ditimbang.
Hubungan antar peubah yang diamati dapat dilihat pada Gambar 1.
16
Jumlah Bintil Akar Aktif
% Infeksi Akar
Berat Kering Akar
Jumlah Spora
Berat Kering Bintil Akar
Aktif
Panjang Penyebaran
Berat Kering Tajuk
Jumlah Ranting/Flash
Gambar 1. Skema Hubungan Antar Peubah yang Diamati
17
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum
Tanaman legum sentro (Centrosema pubescens Benth.) yang ditumbuhkan
pada dua media tanam yaitu tanah latosol dan tailing penambangan emas PT. Aneka
Tambang daerah Pongkor memiliki perkembangan yang berbeda. Faktor lingkungan
seperti suhu, kelembaban, lama penyinaran, dan gerakan angin di tempat penanaman
yaitu rumah kaca memiliki kondisi yang cenderung sama. Rata-rata suhu dan
kelembaban di rumah kaca selama penelitian berlangsung 25,5 oC dan 91,9 % pada
pagi hari serta 39,3 oC dan 50,6 % pada siang hari. Pertumbuhan legum sentro sudah
terlihat pada umur 12 hari setelah penanaman baik pada tanah latosol maupun media
tailing. Penyulaman dilakukan pada tanaman dengan media tailing karena terjadi
gejala pertumbuhan yang kurang baik terutama pada perlakuan kontrol tanpa
penambahan apapun. Kondisi tanaman pada tanah latosol terlihat lebih baik daripada
tanaman yang tumbuh pada media tailing.
Latosol
Tailing
Gambar 2. Keadaan Tanaman Centro pada Kedua Media Tanam
Beberapa tanaman pada tanah latosol maupun media tailing sedikit terserang
hama selama penelitian yaitu jenis hama ulat daun. Hama ini mulai menyerang ketika
tanaman berumur 3 minggu dengan cara merusak bagian tepi daun. Pemberantasan
hama dilakukan dengan cara manual, yaitu membuang hama secara langsung yang
menempel pada daun. Gulma yang tumbuh diberantas dengan cara langsung
mencabut satu persatu gulma yang terlihat tumbuh.
18
Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Penelitian I
Rekapitulasi hasil sidik ragam untuk setiap peubah yaitu pertambahan
panjang penyebaran panen I dan II, jumlah daun trifoliate panen I dan II, jumlah
bintil akar aktif, berat kering tajuk panen I dan II, berat kering akar, berat kering
bintil akar aktif, dan infeksi akar pada tanah latosol dapat dilihat pada Tabel 3
berikut.
Tabel 3. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam pada Tanah Latosol
Parameter
Uji F setiap Parameter
Panen I
Panen II
Pertambahan Panjang Penyebaran
tn
*
Jumlah Daun Trifoliate
tn
tn
Berat Kering Tajuk
tn
tn
Berat Kering Akar
-
**
Jumlah Bintil Akar Aktif
-
*
Berat Kering Bintil Akar Aktif
-
tn
Infeksi Akar
-
*
Jumlah Spora
-
tn
Keterangan : * : berbeda nyata (P<0,05)
**: sangat nyata (P<0,01)
tn : tidak berbeda nyata
Pertumbuhan dan Produksi Centrosema pubescens Benth. pada Tanah Latosol
Pemberian mikroorganisme dan pembenah tanah berpengaruh nyata (P<0,05)
terhadap pertambahan panjang penyebaran panen II, jumlah bintil akar aktif, dan
infeksi akar serta berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap berat kering akar,
tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap pertambahan panjang penyebaran panen I,
jumlah daun trifoliate panen I dan II, berat kering tajuk panen I dan II, berat kering
bintil akar aktif serta jumlah spora. Rataan perlakuan setiap peubah disajikan pada
Tabel 4.
19
Tabel 4. Rataan Nilai Setiap Peubah dengan Pemberian Mikroorganisme dan
Asam Humik pada Tanah Latosol
Peubah
Perlakuan
PPP I
PPP II
(cm/mggu) (cm/mggu)
JDT JDT BKT I
I
II
(g/pot)
BKT
II
(g/pot)
BKA
JBA
(g)
Aktif
BKB
Aktif
(g)
IA
(%)
JS
Kontrol
25.35
13.6b
26.0 32.7
1.7
2.99
1,12AB
9,9a
0.032
3.3b
M
25.5
21.65a
32.0 36.8
2.48
3.02
1,23A
8,1a
0.050
22.7a 27,6
MP
26.61
25.12a
29.8 33.3
2.43
2.74
0,78BC
3,9b
0.0.35 19.8a 14,8
MR
24.64
23.31a
31.8 42.3
2.48
3.2
0,8BC
8,5a
0.049
18.7a
17
MH
21.05
21.89a
17.6 30.8
1.3
2.29
0,51C
3,2b
0.017
17.0a
7,8
MPR
21.41
18.10
ab
30.2 33.8
2.32
3.06
0,81
6,2
ab
0.026
a
25.4
16
MPRH
25.32
20.83a
27.5 30.9
1.99
2.82
0,8BC
6,5ab
0.030
23.9a
9,8
BC
Keterangan: Rataan dengan huruf besar pada lajur yang sama menunjukkan sangat berbeda nyata (P<0,01)
Rataan dengan huruf kecil pada lajur yang sama menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)
Kontrol: Tanpa perlakuan; M: Mikoriza (CMA); MP: Mikoriza (CMA)+Bakteri Pelarut Fosfat
(BPP);MR: Mikoriza (CMA)+Rhizobium; MH: Mikoriza (CMA)+Asam Humik; MPR: Mikoriza
(CMA)+Bakteri Pelarut Fosfat (BPP) +Rhizobium; MPRH: Mikoriza (CMA)+Bakteri Pelarut Fosfat
(BPP) +Rhizobium+Asam Humik; PPP I: Pertambahan Panjang Penyebaran Panen I; PPP II:
Pertambahan Panjang Penyebaran Panen II; JDT I: Jumlah Daun Trifoliate Panen I; JDT II: Jumlah
Daun Trifoliate Panen II; BKT I: Berat Kering Tajuk Panen I; BKT II: Berat Kering Tajuk Panen II;
BKA: Berat Kering Akar; JBA: Jumlah Bintil Akar; BKB: Berat Kering Bintil Akar; IA: Infeksi Akar;
JS: Jumlah Spora.
Pertambahan Panjang Penyebaran
Pemberian mikroorganisme dan pembenah tanah pada panen I, tidak
berpengaruh nyata terhadap pertambahan panjang penyebaran., tetapi berpengaruh
nyata (P<0,05) terhadap pertambahan panjang penyebaran tanaman legum
Centrosema pada panen II. Secara statistik, seluruh perlakuan tidak berbeda nyata
dengan kontrol pada panen kesatu. Berdasarkan uji Duncan, pada panen II perlakuan
CMA, CMA + BPP, CMA + Rhizobium, CMA + Asam Humik, dan CMA + BPP +
Rhizobium + Asam Humik tidak berbeda nyata dengan perlakuan CMA + BPP +
Rhizobium, tetapi berbeda nyata dengan Kontrol. Tabel 4 menunjukkan rata-rata tiap
perlakuan yang diberi mikroorganisme dan pembenah tanah. Pada panen II, rata-rata
pertambahan panjang penyebaran tertinggi diperoleh pada perlakuan CMA + BPP
(25,12 cm) dan rata-rata panjang penyebaran yang terendah pada perlakuan kontrol
(13,6 cm). Grafik pertambahan panjang penyebaran panen I dan II dapat dilihat pada
20
26,8
Gambar 3 serta panjang penyebaran setiap minggu panen I dan II dapat dilihat pada
Pertambahan Panjang Penyebaran
(cm)
Gambar 4 dan 5.
30.00
a
25.00
a
a
a
a
ab
20.00
Panen I
b
15.00
Panen II
10.00
5.00
0.00
Ctrl
M
MP
MR
MH
MPR MPRH
Perlakuan
Gambar 3. Grafik Rata-Rata Pertambahan Panjang Penyebaran Centrosema
pubescens Benth. Panen I dan II Pada Tanah Latosol
Panjang Penyebaran (cm)
180
160
Kontrol
140
M
120
MP
100
MR
80
MH
60
MPR
40
MPRH
20
0
I
II
III
IV
V
Minggu ke-
Gambar 4. Grafik Panjang Penyebaran Centrosema pubescens Benth. Panen I
Setiap Minggu Pada Tanah Latosol
21
Panjang Penyebaran (cm)
160
140
Kontrol
120
M
100
MP
80
MR
60
MH
40
MPR
MPRH
20
0
I
II
III
IV
V
VI
Minggu ke-
Gambar 5. Grafik Panjang Penyebaran Centrosema pubescens Benth. Panen II Setiap
Minggu Pada Tanah Latosol
Pada grafik panen I, terlihat bahwa seluruh perlakuan yang diberikan
termasuk kontrol setiap minggunya sampai akhir panen cenderung meningkat
panjang penyebarannya. Peningkatan panjang penyebaran yang paling tinggi terdapat
pada perlakuan CMA diikuti dengan perlakuan CMA + BPP, CMA + Rhizobium,
CMA + BPP + Rhizobium, CMA + BPP + Rhizobium + Asam Humik dan kontrol,
tetapi pada minggu ke-III terjadi penurunan panjang penyebaran pada perlakuan
CMA + BPP. Ini disebabkan tanaman Centrosema masih beradaptasi dengan
lingkungan dan di dalam rhizosfer tanah mikroorganisme yang ditambahkan masih
menyesuaikan kondisi untuk hidup. Perlakuan CMA + Asam Humik lebih rendah
daripada kontrol karena mikroorganisme dan pembenah tanah yang diberikan belum
bekerja secara optimal.
Sedangkan pada grafik panen II juga memperlihatkan kondisi yang sama
pada panen I, tetapi pada kontrol terjadi penurunan panjang penyebaran pada akhir
panen yang disebabkan tanaman sudah tidak mampu mensuplai energi untuk
perpanjangan batang karena nutrisi yang ada semakin berkurang dengan
bertambahnya umur tanaman. Perlakuan CMA + BPP + Rhizobium pada akhir panen
juga mengalami sedikit penurunan panjang penyebaran.
22
Jumlah Daun Trifoliate
Pemberian mikroorganisme dan pembenah tanah pada panen I dan II tidak
berpengaruh nyata terhadap jumlah daun trifoliate. Kontrol dan perlakuan yang
diberi mikroorganisme dan pembenah tanah tidak berbeda nyata secara statistik.
Rata-rata jumlah daun trifoliate pada panen II lebih banyak dibandingkan dengan
rata-rata jumlah daun trifoliate pada panen I dengan perbedaan selisih 3-13 daun
trifoliate. Perlakuan CMA (32 helai daun trifoliate) memiliki jumlah yang lebih
banyak pada panen I dan perlakuan CMA + Rhizobium (42,3 helai daun trifoliate)
pada panen II.
Berat Kering Tajuk
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian mikroorganisme dan
pembenah tanah pada panen I dan II tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering
tajuk tanaman Centrosema. Perlakuan CMA dan CMA + Rhizobium (2,48 gram)
memiliki rata-rata berat kering tajuk yang sama pada panen I dan secara statistik
seluruh perlakuan tidak berbeda nyata dengan kontrol. Berat kering tajuk pada panen
II lebih meningkat dibandingkan dengan panen I dengan selisih antara 1-2 gram.
Berat Kering Akar
Pemberian mikroorganisme dan pembenah tanah berpengaruh sangat nyata
(P<0,01) terhadap berat kering akar. Berdasarkan uji Duncan, perlakuan Kontrol dan
CMA berbeda sangat nyata dengan perlakuan CMA + BPP, CMA + Rhizobium,
CMA + Asam Humik, CMA + BPP + Rhizobium, dan CMA + BPP + Rhizobium +
Asam Humik. Perlakuan CMA (1,23 gram) memiliki berat kering akar yang lebih
besar tetapi tidak berbeda sangat nyata dengan kontrol (1,12 gram) secara statistik.
Perlakuan CMA + BPP, CMA + Rhizobium, CMA + Asam Humik, CMA + BPP +
Rhizobium, dan CMA + BPP + Rhizobium + Asam Humik tidak berbeda sangat nyata
dengan kontrol dan CMA + Asam Humik. Grafik rata-rata berat kering akar tiap
perlakuan dapat dilihat pada Gambar 6.
23
Berat Kering Akar (gram)
1.4
A
AB
1.2
1
BC
0.8
BC
BC
BC
latosol
0.6
C
0.4
0.2
0
Ctrl
M
MP
MR
MH
MPR
MPRH
Gambar 6. Grafik Berat Kering Akar Centrosema pubescens Benth. Pada Tanah
Latosol
Jumlah Bintil Akar Aktif
Pemberian mikroorganisme dan pembenah tanah berpengaruh nyata (p<0,05)
terhadap jumlah bintil akar aktif. Berdasarkan uji Duncan, perlakuan Kontrol, CMA,
dan CMA + Rhizobium tidak berbeda nyata dengan CMA + BPP + Rhizobium, dan
CMA + BPP + Rhizobium + Asam Humik, tetapi berbeda nyata dengan CMA + BPP
dan CMA + Asam Humik. Grafik rata-rata jumlah bintil akar tiap perlakuan dapat
dilihat pada Gambar 7.
Jumlah Bintil Akar (butir)
12
10
a
a
a
8
ab
ab
6
latosol
b
4
b
2
0
Ctrl
M
MP
MR
MH
MPR
MPRH
Gambar 7. Grafik Jumlah Bintil Akar Aktif Centrosema pubescens Benth. Pada
Tanah Latosol
24
Berat Kering Bintil Akar Aktif
Pemberian mikroorganisme dan pembenah tanah tidak berpengaruh nyata
terhadap berat kering bintil akar aktif. Berat kering bintil yang diberi perlakuan CMA
dan CMA+Rhizobium lebih besar daripada perlakuan yang lainnya yaitu 0,05 g dan
0,049 g. Perlakuan CMA + BPP, Kontrol, CMA + BPP + Rhizobium + Asam Humik,
CMA + BPP + Rhizobium, dan CMA + Asam Humik berturut-turut memiliki berat
kering bintil sebesar 0,035 g, 0,032 g, 0,03 g, 0,026 g, dan 0,017 g.
Persentase Infeksi Akar
Pemberian mikroorganisme dan pembenah tanah berpengaruh nyata (P<0,05)
terhadap persentase infeksi akar. Berdasarkan uji Duncan, perlakuan CMA, CMA +
BPP, CMA + Rhizobium, CMA + Asam Humik, CMA + BPP + Rhizobium, dan
CMA + BPP + Rhizobium + Asam Humik berbeda nyata dengan perlakuan Kontrol.
Grafik rata-rata persentase infeksi akar diperlihatkan pada Gambar 8.
Persentase Infeksi Akar (%)
30
a
25
a
a
20
a
a
a
latosol
15
10
5
b
0
Ctrl
M
MP
MR
MH
MPR
MPRH
Gambar 8. Grafik Persentase Infeksi Akar Centrosema pubescens Benth.Pada Tanah
Latosol
Jumlah Spora
Pemberian mikroorganisme dan pembenah tanah tidak berpengaruh nyata
terhadap jumlah spora. Perhitungan jumlah spora dilakukan untuk mengetahui
seberapa tinggi suatu jenis mikoriza dapat berkembangbiak pada kondisi media dan
jenis tanamannya. Jumlah spora yang terdapat pada tiap perlakuan memiliki kisaran
rata-rata sebanyak 7,8-27,6 buah.
25
Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Penelitian II
Rekapitulasi hasil sidik ragam untuk setiap peubah yaitu pertambahan
panjang penyebaran, jumlah daun trifoliate, berat kering tajuk, berat kering akar, dan
infeksi akar pada tanah tailing disajikan pada Tabel 5 berikut.
Tabel 5. Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam pada Media Tailing
Parameter
Uji F setiap Parameter
Pertambahan Panjang Penyebaran
tn
Jumlah Daun Trifoliate
tn
Berat Kering Tajuk
tn
Berat Kering Akar
tn
Infeksi Akar
**
Jumlah Spora
tn
Keterangan : ** : berbeda sangat nyata (p<0,01)
tn : tidak berbeda nyata
Pertumbuhan dan Produksi Centrosema pubescens Benth. pada Tanah Tailing
Pemberian mikroorganisme dan pembenah tanah memberikan hasil yang
berbeda sangat nyata (P<0,01) terhadap infeksi akar tetapi tidak berbeda nyata
terhadap pertambahan panjang penyebaran, jumlah daun trifoliate, berat kering tajuk,
berat kering akar, dan jumlah spora. Rataan perlakuan setiap peubah pada media
tailing disajikan pada Tabel 6.
26
Tabel 6. Rataan Nilai Setiap Peubah dengan Pemberian Mikroorganisme dan
Asam Humik pada Media Tailing
Peubah
Perlakuan
PPP
(cm/mggu)
JDT
BKT
(g/pot)
BKA (g)
IA (%)
JS
Kontrol
-0,27
0,6
0
0
1,8B
0
M
2,03
8,2
0,77
0,33
22,1AB
1
MP
2.,87
8,6
0, 68
0,23
28,1AB
0
MR
1,44
9,8
0,74
0,24
17,4AB
1
MH
6,65
9,2
0,84
0,24
10,7AB
1
MPR
2,76
14,1
1,18
0,43
37,9A
0,4
0,23
A
0,4
MPRH
5,1
11,9
0,81
41,8
Keterangan : Rataan dengan huruf besar pada lajur yang sama menunjukkan sangat berbeda nyata
(P<0,01) Kontrol: Tanpa perlakuan; M: Mikoriza (CMA); MP: Mikoriza
(CMA)+Bakteri Pelarut Fosfat (BPP); MR: Mikoriza (CMA)+Rhizobium; MH:
Mikoriza (CMA)+Asam Humik; MPR: Mikoriza (CMA)+Bakteri Pelarut Fosfat (BPP)
+Rhizobium;
MPRH:
Mikoriza
(CMA)+Bakteri
Pelarut
Fosfat
(BPP)
+Rhizobium+Asam Humik; PPP: Pertambahan Panjang Penyebaran; JDT: Jumlah Daun
Trifoliate; IA: Infeksi Akar; JS: Jumlah Spora.
Pertambahan Panjang Penyebaran
Pemberian mikroorganisme dan pembenah tanah tidak berpengaruh nyata
terhadap pertambahan panjang penyebaran. Perlakuan CMA + Asam Humik dan
CMA + BPP + Rhizobium + Asam Humik memiliki rata-rata panjang penyebaran
yang lebih tinggi daripada perlakuan yang lain yaitu sebesar 6,65 cm dan 5,1 cm.
Perlakuan CMA + BPP, CMA + BPP + Rhizobium, CMA, dan CMA + Rhizobium
rata-rata panjang penyebarannya berturut-turut 2,87 cm, 2,76 cm, 2,03 cm, dan 1,44
cm. Sedangkan perlakuan kontrol memiliki rata-rata yang negatif karena pada akhir
periode panen tanaman banyak yang mengalami kematian. Grafik panjang
penyebaran setiap minggu dapat dilihat pada Gambar 9.
27
Panjang Penyebaran (cm)
100
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Kontrol
M
MP
MR
MH
MPR
MPRH
I
II
III
IV
V
VI
VII VIII
IX
X
XI
Minggu ke-
Gambar 9. Grafik Panjang Penyebaran Centrosema pubescens Benth. Setiap Minggu
Pada Media Tailing
Pada grafik panjang penyebaran setiap minggu, terlihat bahwa seluruh
perlakuan mengalami pertumbuhan yang meningkat dan bervariasi. Panjang
penyebaran pada minggu ke-VI cenderung turun karena terjadinya perubahan suhu
dan
kelembaban
yang
mempengaruhi
pertumbuhan
tanaman
untuk
beradaptasidengan lingkungan, tetapi sampai pada akhir panen tanaman kembali
mengalami peningkatan panjang penyebaran dan tanaman semakin bisa untuk
beradaptasi dengan lingkungan dengan bantuan mikroorganisme dan asam humik
yang diberikan. Pada kontrol dapat dilihat bahwa tanaman tidak mengalami
peningkatan pertumbuhan dan ukurannya tetap serta tidak bertambah panjang
penyebarannya. Tanaman tersebut hanya bisa berusaha untuk tetap mempertahankan
hidupnya karena nutrisi yang diperlukan tidak terpenuhi dan sampai pada akhir
panen semakin menurun pertumbuhannya.
Jumlah Daun Trifoliate
Pemberian mikroorganisme dan pembenah tanah tidak berpengaruh nyata
terhadap jumlah daun trifoliate. Seluruh tanaman yang diberi perlakuan
memperlihatkan pertumbuhan yang lebih baik daripada kontrol. Rata-rata jumlah
daun terendah yaitu pada kontrol (0,6 helai daun trifoliate) dan yang tertinggi pada
perlakuan CMA + BPP + Rhizobium (14,1 helai daun trifoliate). Pada kontrol,
28
jumlah daun trifoliate yang dihasilkan sangat sedikit bahkan berjumlah tetap karena
kurangnya nutrisi yang diperlukan untuk pembentukan daun baru.
Berat Kering Tajuk
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian mikroorganisme dan
pembenah tanah tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering tajuk. Pada grafik
diperlihatkan bahwa kontrol memiliki berat kering tajuk yang nol karena memiliki
jumlah daun yang sedikit dan pada waktu ditimbang beratnya tidak terbaca. Rata-rata
berat kering tajuk tertinggi yaitu pada perlakuan CMA + BPP + Rhizobium (1,18
gram).
Berat Kering Akar
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian mikroorganisme dan
pembenah tanah tidak berpengaruh nyata terhadap berat kering akar. Berat kering
pada kontrol juga sangat kecil karena sesuai dengan jumlah daun yang dihasilkan dan
tanaman tersebut juga kekurangan nutrisi yang diperlukan untuk pertumbuhan akar
sehingga ketika ditimbang beratnya tidak terbaca. Perlakuan CMA + BPP +
Rhizobium (0,43 gram) memiliki berat kering akar yang tertinggi dibandingkan
dengan perlakuan lainnya dan kontrol.
Jumlah Bintil Akar Aktif
Bintil akar yang tumbuh hanya pada perlakuan M dan MH dengan jumlah 1
dan 2 buah dengan berat kering 0,0765 g dan 0,0079 g. Ini disebabkan karena bakteri
bintil akar kurang responsif bila hidup pada media tailing. Proses penggulungan dan
deformasi rambut akar hanya sedikit sekali dan produksi indol acetat acid (IAA)
yang dihasilkan pada daerah perakaran oleh Rhizobium juga rendah. Bakteri bintil
akar juga kurang mendapatkan asupan nutrisi dari tanaman inang sehingga
perkembangan bintil kurang maksimal.
Persentase Infeksi Akar
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian mikroorganisme dan
pembenah tanah berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap persentase infeksi akar.
Perlakuan MPRH dan MPR lebih tinggi persentase infeksi akarnya daripada
perlakuan yang lain dan kontrol dengan rata-rata sebesar 41,8 % dan 37,9 %.
29
Berdasarkan uji Duncan, perlakuan kontrol berbeda sangat nyata dengan CMA +
BPP + Rhizobium dan CMA + BPP + Rhizobium + Asam Humik tetapi tidak berbeda
sangat nyata dengan CMA, CMA + BPP, CMA + Rhizobium, dan CMA + Asam
Humik. Rata-rata persentase infeksi akar dapat dilihat pada Gambar 10.
Persentase Infeksi Akar (%)
45
A
A
40
35
AB
30
25
AB
tailing
AB
20
15
AB
10
5
B
0
Ctrl
M
MP
MR
MH
MPR
MPRH
Gambar 10. Grafik Rata-Rata Persentase Infeksi Akar Centrosema pubescens Benth.
Pada Media Tailing
Jumlah Spora
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian mikroorganisme dan
pembenah tanah tidak berpengaruh nyata terhadap jumlah spora. Spora yang
dihasilkan pada perlakuan berkisar antara 1-2 buah kecuali pada kontrol tidak
terdapat spora yang tumbuh.
Pembahasan
Tanah Latosol
Pemberian mikroorganisme dan pembenah tanah pada panen kedua baik
inokulasi tunggal CMA maupun CMA + BPP, CMA + Rhizobium, CMA + Asam
Humik, CMA + BPP + Rhizobium, dan CMA + BPP + Rhizobium + Asam Humik
menunjukkan bahwa CMA memainkan peranan penting dalam mendukung
pertumbuhan awal tanaman (Andri, 2005), karena CMA memiliki hifa yang dapat
memperluas penyerapan permukaan akar dan hifa bagian luar ini analog dengan
rambut akar sehingga akan meningkatkan jangkauan serapan hara. Hasil ini sesuai
dengan penelitian Setiadi (1998) yang menunjukkan bahwa CMA efektif dalam
30
memacu pertumbuhan tanaman legum, khususnya pada tanah mineral. Begitu pula
dengan penambahan BPP, Rhizobium, dan Asam Humik serta kombinasi antara
ketiga perlakuan dengan mikoriza lebih baik dalam memperoleh
hara daripada
kontrol sehingga menstimulasi pertumbuhan vegetatif terutama panjang penyebaran.
Jumlah daun yang terbentuk lebih banyak pada panen kedua dibandingkan
panen kesatu. Semakin tua umur tanaman maka produktivitasnya semakin tinggi
tetapi kualitas nutrisinya semakin rendah. Pertumbuhan tanaman Centro cenderung
mengalami perpanjangan penyebaran yang lebih baik daripada jumlah daun yang
terbentuk. Ini diduga karena sebelum terbentuk daun, fotosintat hasil fotosintesis
ditranslokasikan untuk pembelahan sel sehingga akan lebih menigkatkan panjang
penyebaran (Maidasari, 2007). Pengamatan jumlah daun sangat diperlukan selain
sebagai indikator pertumbuhan juga sebagai data penunjang untuk menjelaskan
proses pertumbuhan yang terjadi seperti pada pembentukan biomassa tanaman.
Pengamatan daun dapat didasarkan atas fungsinya sebagai penerima cahaya dan alat
yang berperan dalam proses fotosintesis.
Produksi bahan kering diperlukan untuk menduga produksi total potensial
tanaman dan mengetahui tingkat pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Perlakuan inokulasi tunggal CMA maupun yang dikombinasikan dengan
BPP,Rhizobium, dan Asam Humik serta
campuran dari semuanya belum
memberikan pengaruh yang optimal dalam meningkatkan berat kering tajuk. Hal ini
karena tanaman Centro merupakan jenis leguminosa yang memiliki bintil akar yang
berfungsi dalam pemanfaatan nitrogen dari udara dan mengkonversi nitrogen
tersebut menjadi protein. Oleh karena itu, tanaman ini dapat memenuhi kebutuhan
nitrogen untuk hidupnya dan tumbuh dengan subur walaupun persediaan nitrogen
dalam tanah sedikit, melalui bakteri khusus (Rhizobium) yang menginfeksi rambut
akar dan berasosiasi dengan bintil akar dan masih dapat memperlihatkan
pertumbuhan yang memuaskan pada tanah asam seperti pada tanah latosol (Allen dan
Allen,1981).
Peranan akar dalam pertumbuhan tanaman sangat berhubungan dengan tajuk,
karena tajuk berfungsi dalam fotosintesis dan akar berfungsi dalam menyediakan
unsur hara dan air yang digunakan dalam metabolisme tanaman (Guritno dan
Sitompul, 1995). Perlakuan inokulasi CMA tunggal lebih meningkatkan berat kering
31
akar daripada kombinasi atau campuran mikroorganisme dan pembenah tanah. Hal
ini karena adanya hifa yang dapat mengambil alih fungsi rambut akar (Salisbury dan
Ross, 1995). Struktur hifa di dalam akar tanaman dan tanah mampu meningkatkan
luas areal untuk pertukaran hara dan air antara tanaman dan inang, sehingga
mempunyai potensi yang besar untuk meningkatkan serapan dan translokasi hara
terutama unsur P ke dalam tanaman legum (Utama dan Yahya, 2003). Dari hasil
penelitian sebelumnya (Wardhani, 2006) menyatakan bahwa pemberian CMA + C.
Odorata 6% berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap berat kering akar tanaman
Pueraria javanica. Berat kering akar pada kontrol juga lebih tinggi dari semua
perlakuan karena penyerapan unsur hara oleh akar tanpa bantuan mikroorganisme
dan pembenah tanah, sehingga pembelahan sel dialokasikan untuk perpanjangan
akar dengan tujuan agar tanaman tidak kekurangan nutrisi untuk pertumbuhannya.
Reaksi pertama akar terhadap adanya Rhizobium adalah terjadinya
penggulungan dan deformasi rambut akar (Subba Rao, 1994). Pengaruh
penggulungan rambut akar ini dapat dikaitkan dengan indol acetat acid (IAA) yang
dihasilkan pada daerah perakaran oleh Rhizobium itu sendiri atau oleh mikroba lain.
Perlakuan inokulasi CMA + Rhizobium, infektifitas Rhizobium meningkat. Selain itu,
perlakuan dengan inokulasi CMA saja mampu memacu pertumbuhan Rhizobium
yang ada dalam media tanam. Terbukti bahwa kemampuan CMA dalam
memproduksi IAA yang digunakan dalam penggulungan dan deformasi akar dapat
membantu proses infeksi Rhizobium pada akar sehingga dapat membentuk bintil
akar. Akar yang berasosiasi baik dengan Rhizobium ini mampu memfiksasi N2 bebas
dari udara sehingga serapan hara nitrogen meningkat (Andri, 2005). Sedangkan pada
kontrol, jumlah bintil akar paling tinggi daripada perlakuan yang lainnnya. Hal ini
disebabkan karena tanah latosol yang digunakan tidak disterilisasi terlebih dahulu
sehingga mikroorganisme endogene yang ada dalam tanah terutama yang berperan
dalam pembentukan bintil akar lebih banyak dan aktif.
Produksi bintil aktif mempengaruhi serapan nitrogen oleh tanaman. Unsur N
yang ditambat secara biologis oleh bintil akar akan membantu dalam proses
fotosintesis. Hasil proses fotosintesis ini akan ditranslokasikan ke seluruh jaringan
tanaman dalam bentuk karbohidrat, protein dan vitamin yang selanjutnya digunakan
untuk perkembangan dan pertumbuhan organ tanaman (Andri, 2005).
32
Seluruh perlakuan menunjukkan tingkat infektifitas akar yang lebih tinggi
daripada kontrol karena CMA akan selalu terus menginfeksi sistem perakaran selama
ada pasokan nutrisi dari tanaman inang (Maulidesta, 2005). Unsur P dan N yang
diperoleh dari aktivitas BPP dan Rhizobium dalam tanah mendukung pasokan
serapan hara untuk tanaman inang yang diperlukan dalam proses metabolisme dan
respirasi. Energi yang dihasilkan oleh tanaman akan ditransfer untuk kebutuhan
nutrisi CMA. Asam humik juga meningkatkan ketersediaan unsur hara bagi tanaman,
sehingga tanaman dapat melakukan kegiatan fotosintesis yang selanjutnya
mempengaruhi pertumbuhan CMA. Intensitas infeksi CMA dipengaruhi oleh
berbagai macam faktor meliputi pemupukan, nutrisi tanaman, pestisida, intensitas
cahaya, musim, kelembaban tanah, pH, kepadatan inokulum dan tingkat kerentanan
tanaman (Fakuara, 1988).
Pemberian CMA menghasilkan jumlah spora yang tidak berbeda dengan
perlakuan CMA yang dikombinasikan dengan BPP, Rhizobium, dan Asam Humik
maupun campuran semua mikroorganisme dan pembenah tanah, diduga pada saat
dilakukan stress kering ada cendawan yang tidak membentuk spora. Produksi spora
oleh CMA dipengaruhi oleh cendawannya sendiri dan kesuburan tanahnya
(Gunawan,1993).
Tanah Tailing
Panen pada tanaman dengan media tailing dilakukan hanya satu kali
pemanenan karena pertumbuhan tanaman sampai 6 minggu setelah tanam belum
layak untuk dipanen tajuknya. Perkembangan tanaman kurang baik yang disebabkan
sifat-sifat media tailing yang ekstrim sehingga perlu dilakukan pembenahan terlebih
dahulu.
.
Pertumbuhan tanaman Centro yang diberi mikroorganisme dan pembenah tanah
lebih baik. Lain halnya dengan kontrol, pertumbuhan dari tanaman Centro sangat
jelek sehingga tanaman pada akhir masa panen mengalami kematian . Ini disebabkan
karena media tailing memiliki kapasitas tukar kation yang rendah memungkinkan
terjadinya pencucian hara secara cepat sebelum hara tersebut dapat dimanfaatkan
oleh tanaman. Rendahnya ketersediaan unsur hara esensial yaitu N, P, dan K menjadi
penyebab utama terjadinya pertumbuhan yang tertekan sehingga lama kelamaan
tanaman akan mati. Penambahan CMA + Asam Humik, CMA + BPP + Rhizobium
33
dan CMA + BPP + Rhizobium + Asam Humik memperlihatkan pertumbuhan
tanaman yang lebih baik. Menurut Obreza et al. (1989) efek asam humik terhadap
kesuburan tanah mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman secara langsung
ataupun tidak langsung karena adanya gugus hidroksil dan karboksil pengikat kation
yang dibutuhkan oleh tanaman. CMA memerlukan ketersediaan bahan organik yang
cukup agar dapat berkembang dengan baik. Ketersediaan hara terutama nitrogen dan
fosfor yang rendah akan mendorong pertumbuhan mikoriza. Unsur hara N
didapatkan dari penambahan Rhizobium dan unsur P diperoleh dari aktivitas BPP
yang telah ditambahkan pada media tailing sehingga tanaman mampu menyerap hara
dengan baik melalui bantuan mikroorganisme dan pembenah tanah.
Jumlah daun yang terbentuk pada media tailing lebih sedikit bila
dibandingkan dengan tanaman yang tumbuh pada tanah latosol. Pembentukan daun
melalui proses fotosintesis oleh tanaman terbatas karena tanaman mempertahankan
ketersediaan unsur hara untuk beradaptasi dengan keadaan lingkungan tumbuhnya.
Hasil fotosintesis dialokasikan selain untuk perkembangan tajuk juga untuk
perpanjangan akar dan transfer energi bagi mikroorganisme yang tumbuh di dalam
rizosfer yang berasosiasi dengan akar tanaman.
Produksi berat kering tajuk merupakan peubah yang sangat penting untuk
menduga produksi potensial tanaman dan dijadikan pedoman untuk mengetahui
tingkat pertumbuhan dan perkembangan tanaman (Eck, 1986). Berat kering tajuk
yang diperoleh sesuai dengan pertambahan panjang penyebaran dan jumlah daun
yang dihasilkan oleh setiap tanaman yang diberi perlakuan maupun kontrol. Kondisi
media tailing yang liat dan agregat yang padat serta kompak menyulitkan akar
tanaman menembus dan mengambil unsur hara (Maulidesta, 2005) sehingga
mempengaruhi pertumbuhan tanaman Centro untuk menghasilkan tajuk.
Tekstur tailing yang liat dan tidak berpori atau tidak berongga akan
menghambat akar untuk menembus media tersebut sehingga berpengaruh pada berat
kering akar. Akar yang terinfeksi CMA dengan hifa yang menyebar lebih sulit untuk
mendapatkan hara yang sudah terakumulasi pada tailing yang merupakan
sedimentasi. Keadaan seperti ini akan menyulitkan tanaman untuk menyerap unsur
hara. Perkembangan akar berhubungan langsung dengan pertumbuhan bagian atas
tanaman sehingga rendahnya berat kering akar diikuti oleh penurunan berat kering
34
tajuk. Penggunaan Asam Humik ditujukan untuk menciptakan kondisi iklim mikro
tanah yang menguntungkan bagi perkembangan CMA sehingga memacu produksi
tanaman yang diinfeksi tetapi pemberian mikroorganisme dan pembenah tanah
belum cukup untuk meningkatkan produksi tanaman. Peranan asam humik sebagai
agen pengkhelat pada tanah tailing yang mengandung unsur logam berat total dan
terlarut yang tinggi yaitu unsur Pb. Asam humik akan menghasilkan asam-asam
organik yang dapat melepas ikatan P dari logam Pb dan membantu ketersediaan
unsur hara P bagi tanaman sehingga unsur P akan dapat digunakan tanaman dalam
jumlah yang cukup untuk pertumbuhannya.
Proses penggulungan dan deformasi rambut akar hanya sedikit sekali dan
produksi indol acetat acid (IAA) yang dihasilkan pada daerah perakaran oleh
Rhizobium juga rendah. Bakteri bintil akar juga kurang mendapatkan asupan nutrisi
dari tanaman inang sehingga perkembangan bintil kurang maksimal pada media
tailing.
Persentase infeksi akar pada media tailing sangat nyata terlihat. Kontrol yang
tidak diberi mikroorganisme dan pembenah tanah juga terdapat infeksi akar yang
diduga karena pada media tailing tersebut sudah terdapat bakteri endogen.
Penambahan BPP, Rhizobium, dan Asam Humik membantu meningkatkan hara
untuk
tanaman
dan
merangsang
propagul-propagul
dari
inokulum
CMA
berkecambah membentuk miselia dan jalinan hifa serta melakukan penetrasi terhadap
akar untuk membantu tanaman menyerap unsur hara tersebut. Tetapi Gunawan
(1993) juga menyatakan bahwa banyak tidaknya infeksi akar tanaman yang
diinokulasikan CMA tidak selalu berhubungan erat dengan keefektifan cendawan
endomikoriza. Menurut Harley dan Smith (1997) peningkatan efisiensi dari
penerimaan nutrisi dengan adanya cendawan tergantung kepada proses penting yaitu
pengambilan nutrisi oleh miselium dalam tanah, translokasi untuk beberapa jarak
dalam hifa untuk struktur cendawan inter radikal dalam akar kemudian
memindahkan ke sel tanaman melewati permukaan yang kompleks diantara simbion,
dengan demikian jumlah infeksi yang banyak belum tentu semua cendawan atau hifa
melewati ketiga proses tersebut yang akhirnya berpengaruh terhadap pengambilan
nutrisi yang akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman. Pernyataan tersebut
membuktikan bahwa akar yang banyak terinfeksi CMA belum tentu efektif dalam
35
meningkatkan pertumbuhan tanaman pada media tailing ini. Produksi spora oleh
CMA dipengaruhi oleh cendawannya sendiri dan kesuburan tanahnya (Gunawan,
1993). Spora yang tidak tumbuh diduga karena pengaruh media tailing yang
digunakan sehingga CMA tidak maksimal memproduksi spora.
Pemberian mikroorganisme dan pembenah tanah pada kedua media yaitu
latosol dan tailing menunjukkan hasil yang berbeda. Media latosol yang digunakan
cenderung memberikan hasil yang lebih baik terhadap pertumbuhan dan produksi
tanaman Centrosema pubescens Benth. walaupun tanpa perlakuan (kontrol).
Keadaan tersebut dikarenakan tanaman masih mendapat nutrisi yang cukup sehingga
hasil yang diperoleh pada setiap perlakuan tidak menunjukkan perbedaan yang nyata
dengan kontrol. Perlakuan CMA + Rhizobium memiliki rata-rata berat kering tajuk
yang lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya. Media tailing
memiliki sifat-sifat yang ekstrim bila digunakan sebagai media tanam sehingga
pemberian mikroorganisme dan pembenah tanah mampu membantu memperbaiki
kondisi tersebut. Perlakuan CMA + BPP + Rhizobium memiliki rata-rata yang lebih
tinggi dalam hal berat kering tajuk yang dihasilkan.
36
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pemberian mikroorganisme dan pembenah tanah pada kedua media yaitu
pada latosol dan tailing memberikan respon yang berbeda terhadap pertumbuhan dan
produksi tanaman Centrosema pubescens Benth.. Perlakuan yang diberikan pada
tailing lebih efektif dalam meningkatkan pertumbuhan dan produksi tanaman centro.
Perlakuan CMA + BPP + Rhizobium dan CMA + BPP + Rhizobium + Asam
Humik lebih baik hasilnya bila diberikan pada media tailing. Pada latosol, pemberian
mikroorganisme dan pembenah tanah belum cukup efektif memberikan hasil yang
lebih baik karena tanaman Centro masih cukup tahan beradaptasi dengan media
tersebut.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk memaksimalkan pemanfaatan
mikroorganisme dan pembenah tanah dalam skala lapang pada kedua media yaitu
latosol dan tailing dengan masa penanaman lebih lama.
37
UCAPAN TERIMAKASIH
Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
segala nikmat dan karuniaNya yang telah diberikan kepada penulis selama ini
sehingga dapat menyelesaikan studi dan menyusun skripsi ini dengan lancar.
Penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Dr. Ir.
Panca Dewi MHKS, MSi dan Ir. M. Agus Setiana, MS selaku dosen pembimbing
yang telah memberikan kesempatan, kesabaran, dan telah meluangkan waktu untuk
membimbing penulis sejak usulan penelitian sampai penulisan skripsi. Ucapan
terimakasih juga diberikan kepada Dr. Ir. Jajat Jachja F. A, M. Agr sebagai
pembimbing akademik yang telah banyak membantu, membimbing dan memberikan
motivasi kepada penulis selama menjalankan masa studi. Terimakasih juga kepada
seluruh staf pengajar yang telah memberikan bekal pengetahuan dan pelajaran
berharga kepada penulis selama menjalankan studi. Penulis juga mengucapkan
terimakasih kepada Ir. Sri. Harini I. S, MS, Ir. Dwi Margi S, MS dan Ir. Hj.
Komariah, MSi sebagai dosen penguji seminar dan sidang yang telah memberi
masukan demi perbaikan skripsi.
Keluargaku tercinta (Bapak, Ibu, Mbak Iwien, Mbak Nia, Mas Wahyu,
keponakanku Ferdi dan Fila) terimakasih atas do’a, kasih sayang, motivasi,
dukungan materi dan moril serta semangat yang tidak akan pernah habis yang
diberikan kepada penulis.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada rekan sepenelitian dan yang telah
membantu penelitian (Mbak Ratih, Mbak Diah, Delon, Dewi, Ratna, Reni, Lili, Neli,
Kenia, Cupi, Ika, Mbak Devi, Permana, Edo, Arif, Ucup, Ndez, Riko, Abah, Tefi,
Jule, Aan, Yuli, Crisna, Sada, Nia, Joko Sulistyo) dan Yosep Nugraha atas keceriaan,
kasih dan sayangnya serta dorongan semangatnya. Keluarga besar INMT’40 dan 41
yang tidak dapat disebutkan satu persatu atas kebersamaannya, semoga persahabatan
ini tetap terjalin. Kepada Bapak Eddy, Bapak Iya, Bapak Idris, Bapak Kus, dan Ibu
Sati atas kerjasamanya selama menjalankan penelitian. Terimakasih kepada semua
pihak yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Bogor, Juni 2008
Penulis
38
DAFTAR PUSTAKA
Alexander, M. 1978. Introduction to Soil Microbiology. John Willey and Sons. New
York, Santa Barbara, London, Sidney, Toronto.
Allen,O. N dan E. K. Allen. 1981. The Leguminosae, A Source Book of
Characteristic, Uses and Nodulation. The University of Wisconsin Press,
Wisconsin.
Andri, M. 2005. Inokulasi cendawan mikoriza arbuskula, rhizobium, dan bakteri
pelarut fosfat untuk meningkatkan mutu semai Acacia crassicarpa Cunn Ex.
Benth. Skripsi. Program Studi Ilmu Tanah. Departemen Tanah. Fakultas
Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Buckman, H. O. dan N. C. Brady. 1982. Ilmu Tanah. Terjemahan: Soegiman.
Penerbit Bhatara Karya Aksara. Jakarta.
Eck, H. V. 1986. Effects of water deficits on yield, yield components and water use
efficiency of irrigation corn. Agronomi Journal. 78: 1035-1040.
Fakuara, Y. 1988. Mikoriza, Teori dan Kegunaan dalam Praktek. Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat
Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Gunawan, A.W. 1993. Mikoriza Arbuskula. Pusat Antar Universitas. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Gedermann, J. W. and T. H. Nicolson. 1963. Spores of mychorrizal endogene species
extracted from Soil by wet sieving and decanting. Transsactions of the British
Mycological Society. 46: 287-295.
Gohl, B. O. 1981. Tropical Feed. Feed Information. Summaries and Nutritive Value.
FAO. Rome.
Harley, J. L dan S. E. Smith.1997. Myccorrhizal Symbions. Academic Press,
London.
Imas, T., R. S. Hadioetomo, A. W. Gunawan dan Y. Setiadi. 1989. Mikrobiologi
Tanah II. PAU Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Islami, T. dan W. H. Utomo. 1995. Hubungan Tanah, Air, dan Tanaman. IKIP
Semarang Press. Semarang.
Kundu, B. S. and A. C. Gaur. 1980. Establishment of nitrogen fixing and phospate
solubilizing bacteria in rhizosphere and their effect on yield and nutrient
uptake of wheat crop. Plant and Soil. 57: 223-230.
39
Koske, R. E.and J. N. Gemma.1989. A modified procedure for staining roots to
detect vesicular arbuscula mychorriza. Mycological Research. 92 (4): 486505.
Maidasari. 2007. Pengaruh penambahan bioenzim, bioaktivator, asam humik, dan
CMA (Cendawan Mikoriza Arbuskula) terhadap pertumbuhan dan produksi
tanaman lamtoro (Leucaena leucocephala (Lam) de Witt). Skripsi. Fakultas
Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Magdalena, M. 2005. Paradoks, kepentingan usaha pertambangan dan lingkungan.
http://www.bppt.go.id.html. [22 Juli 2007].
Mannetje, Lt. and R. M. Jones. 1992. Plant Resources of South East Asia, Forages.
Porsea. Bogor, Indonesia.
Maryani, Y. 1999. Pengaruh inokulasi CMA terhadap pertumbuhan dan produksi
rumput tropika. Skripsi. Fakultas peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Maulidesta, N. 2005. Efek pemberian mikoriza dan pembenah tanah terhadap
produksi leguminosa pada media tailing liat dari pasca penambangan timah.
Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Obreza, T. A.,R. G. Webb and R.H. Biggs. 1989. Humate materials : Theirs Effect
and Use as Soil Amandements Unified System, Livon.
Phyllip, J. M. Dan D. S. Hayman. 1970. Improved procedures for clearing roots and
staining paracitics and vesicular-abuscular mycorryzal fungi for rapid
assement of infection. Tran. Brit. Mycol. Soc. 55: 98-161.
Rao, N. S. 1982. Biofertylizers in Agriculture. Oxford and IBH Publ. Co. New Delhi.
Rao, N. S. 1994. Mikroorganisme Tanah dan Pertumbuhan Tanaman. Universitas
Indonesia Press, Jakarta.
Reksohadiprodjo, S. 1981. Produksi Hijauan Makanan Ternak Tropik. BPFE.
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Salisbury, F. B. dan C. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan. Jilid 1. Terjemahan :
Diah R. Lukman dan Sumaryono. Penerbit ITB. Bandung.
Skerman, P. J. 1977. Tropical Forage Legumes. Food and Agriculture Organization
of United Nation, Rome.
Setiadi, Y. 1998. Mikoriza dan Pertumbuhan Tanaman. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Dirjen Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas. Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
40
Setyaningsih, L. 2007 Pemanfaatan cendawan mikoriza arbuskula dan kompos aktif
untuk meningkatkan pertumbuhan semai mindi (Melia azedarah LINN) pada
media tailing tambang emas Pongkor. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Soedyanto, N., R. M. Sianipar, Ari S., dan Harjanto. 1978. Bercocok Tanam. Jilid II.
CV. Yasaguna. Jakarta.
Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Sitompul, S. M. Dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. Gadjah
Mada University Press. Yogyakarta.
Steel, R. G. D. dan J. H. Torrie. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistik. Suatu
Pendekatan Biometrik. Terjemahan: M. Syah. PT. Gramedia. Jakarta.
Sutedjo, M. M, A. G. Kartasapoetra dan S. Sastroatmodjo. 1991. Mikrobiologi
Tanah. Rineka Cipta. Jakarta.
Tan, K. H. 1993. Principles of Soil Chemistry. Marcell Dekker, Inc, New York,
Bacel an Hongkong.
Utama, M. Z. H. dan S. Yahya. 2003. Peranan mikoriza VA, rhizobium, dan asam
humat pada pertumbuhan dan kadar hara beberapa spesies legum penutup
tanah. Bul. Agronomi. 31 (3) 94-99.
Vancura, V. 1989. Inoculation of plant with Pseudomonas putida In. Vancura, V and
F, Kund (Eds). 1989. Interrelatoinship Between Microorganism and Plant In
Soil. Elsevier. Amsterdam : 185-190.
Wardhani, N. D. 2006. Aplikasi mulsa Chromolaena odorata (L. ) Kings and
Robinson dan CMA pada tanah latosol untuk pertumbuhan dan produksi
Pueraria javanica. Skripsi. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Yogaswara, A.S. 1977. Seri-Seri Tanah dari Tujuh Tempat di Jabar. Departemen
Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
.
41
LAMPIRAN
42
Lampiran 1. Gambar Tanaman Centrosema pubescens Benth. Tiap Perlakuan pada
Tanah Latosol
Kontrol
M
MH
MP
MPR
MR
MPRH
43
Lampiran 2. Gambar Tanaman Centrosema pubescens Benth. Tiap Perlakuan pada
Tailing
Kontrol
M
MH
MP
MPR
MR
MPRH
44
Lampiran 3. ANOVA Centrosema pubescens Benth. Panen I pada Tanah Latosol
Pertambahan Panjang Penyebaran
Perlakuan
JK
139.742
dB
6
KT
23.290
Error
1022.842
28
36.530
Total
1162.584
34
Perlakuan
JK
6.291
dB
6
KT
1.049
Error
13.024
28
.465
Total
19.315
34
Perlakuan
JK
753.786
dB
6
KT
125.631
Error
1601.100
28
57.182
Total
2354.886
34
F hit.
.638
Sig.
.699
F hit.
2.254
Sig.
.067
F hit.
2.197
Sig.
.073
Berat Kering Tajuk
Jumlah Daun Trifoliate
Lampiran 4. ANOVA Centrosema pubescens Benth. Panen II pada Tanah
Latosol
Pertambahan Panjang Penyebaran
Perlakuan
JK
429.156
dB
6
KT
71.526
Error
733.875
28
26.210
Total
1163.031
34
Perlakuan
JK
2.688
dB
6
KT
.448
Error
7.974
28
.285
Total
10.662
34
Perlakuan
JK
1.715
dB
6
KT
.286
Error
1.403
28
.050
Total
3.118
34
F hit.
2.729
Sig.
.032
F hit.
1.573
Sig.
.192
F hit.
5.704
Sig.
.001
Berat Kering Tajuk
Berat Kering Akar
45
Jumlah Daun Trifoliate
Perlakuan
JK
489.171
dB
6
KT
81.529
Error
1220.500
28
43.589
Total
1709.671
34
Perlakuan
JK
8.184
dB
6
KT
1.364
Error
11.728
28
.419
Total
19.911
34
Perlakuan
JK
.002
dB
6
KT
.000
Error
.006
28
.000
Total
.007
34
Perlakuan
JK
.172
dB
6
KT
.029
Error
.264
28
.009
Total
.436
34
Perlakuan
JK
.193
dB
6
KT
.032
Error
.582
28
.021
Total
.775
34
F hit.
1.870
Sig.
.121
F hit.
3.256
Sig.
.015
F hit.
1.658
Sig.
.169
F hit.
3.039
Sig.
.020
F hit.
1.548
Sig.
.199
Jumlah Bintil Akar
Berat Kering Bintil Akar
Infeksi Akar
Jumlah Spora
Lampiran 5. Uji Lanjut Duncan Pertambahan Panjang Penyebaran Centrosema
pubescens Benth. Panen II pada Tanah Latosol
Subset for alpha = .05
perlakuan
Kontrol
N
5
1
13.6000
2
MPR
5
18.1000
18.1000
MPRH
5
20.8300
M
5
21.6500
MH
5
21.8900
MR
5
23.3100
MP
5
Sig.
25.1200
.176
.065
46
Lampiran 6. Uji Lanjut Duncan Berat Kering Akar Centrosema pubescens
Benth.pada Tanah Latosol
Subset for alpha = .01
perlakuan
MH
N
5
1
.5100
2
MP
5
.7800
.7800
MR
5
.8000
.8000
MPRH
5
.8000
.8000
MPR
5
.8100
Kontrol
5
M
5
3
.8100
1.1200
1.1200
1.2300
Sig.
.066
.038
.444
Lampiran 7. Uji Lanjut Duncan Jumlah Bintil Akar Aktif Centrosema pubescens
Benth. pada Tanah Latosol
Subset for alpha = .05
perlakuan
MH
N
5
1
1.8306
MP
5
1.9020
MPR
5
2.5492
2.5492
MPRH
5
2.5749
2.5749
M
5
2.9077
MR
5
2.9580
Kontrol
5
3.1863
Sig.
.106
2
.175
Lampiran 8. Uji Lanjut Duncan Infeksi Akar Centrosema pubescens Benth. pada
Tanah Latosol
Subset for alpha = .05
perlakuan
Kontrol
N
5
MH
5
.1716
MR
5
.1882
MP
5
.1998
M
5
.2297
MPRH
5
.2416
MPR
5
Sig.
1
.0330
2
.2614
1.000
.209
47
Lampiran 9. ANOVA Centrosema pubescens Benth. pada Tailing
Pertambahan Panjang Penyebaran
Perlakuan
JK
15930.068
dB
6
KT
2655.011
Error
36379.225
28
1299.258
Total
52309.293
34
Perlakuan
JK
3.785
dB
6
KT
.631
Error
19.030
28
.680
Total
22.815
34
Perlakuan
JK
.510
dB
6
KT
.085
Error
2.666
28
.095
Total
3.176
34
Perlakuan
JK
532.043
dB
6
KT
88.674
Error
1540.200
28
55.007
Total
2072.243
34
Perlakuan
JK
.694
dB
6
KT
.116
Error
.873
28
.031
Total
1.566
34
F hit.
2.043
Sig.
.093
F hit.
.928
Sig.
.490
F hit.
.892
Sig.
.514
F hit.
1.612
Sig.
.181
F hit.
3.709
Sig.
.008
Berat Kering Tajuk
Berat Kering Akar
Jumlah Daun Trifoliate
Infeksi Akar
Lampiran 10. Uji Lanjut Duncan Infeksi Akar Centrosema pubescens Benth.
pada Tailing
Subset for alpha = .01
perlakuan
Kontrol
N
5
1
.0180
2
MH
5
.1079
.1079
MR
5
.1759
.1759
M
5
.2258
.2258
MP
5
.2922
.2922
MPR
5
MPRH
5
Sig.
.3941
.4432
.034
.011
48
Lampiran 11. Bagan Pengacakan Tanah Latosol
Ktrl-03
Ktrl-04
MH-01
M-02
MR-05
MH-04
MPRH-01
MPR-02
MP-02
MPR-03
M-01
MH-02
MR-03
MPR-04
M-03
MP-04
MR-02
MPRH-05
MPR-01
MR-04
MP-05
Ktrl-05
MH-05
Ktrl-02
M-05
MR-01
MPR-05
MH-03
MP-03
Ktrl-01
MPRH-02
MP-01
MPRH-04
MPRH-03
M-04
Lampiran 12. Bagan Pengacakan Limbah Tailing
MH-04
MPRH-01
M-01
MPR-04
MPR-02
MPR-01
MP-03
MPRH-03
MH-02
Ktrl-04
Ktrl-05
MR-04
M-03
MP-01
MPR-03
MPR-05
MPRH-04
Ktrl-01
M-04
MPRH-05
M-02
M-05
MR-01
MR-03
MH-01
MP-05
MPRH-02
MR-05
Ktrl-02
MR-02
MH-03
Ktrl-03
MH-05
MP-04
MP-02
49
Download