BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit tulang

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit tulang dan patah tulang merupakan salah satu dari sindrom geriatric, dalam arti
insidens dan akibatnya pada usia lanjut yang cukup significant.
Dengan bertambahnya usia terdapat peningkatan hilang tulang secara linear. Hilang tulang ini
lebih nyata pada wanita disbanding pria. Tingkat hilang tulang ini sekitar 0,5 – 1% per tahun
dari berat tulang pada wanita pasca menopause dan pada pria > 80 tahun. Hilang tulang ini
lebih mengenai bagian trabekula disbanding bagian korteks, dan pada pemeriksaan histologik
wanita dengan osteoporosis spinal pasca menopause tinggal mempunyai tulang trabekula <
14% (nilai normal pada lansia 14 – 24% ) (Peck, 1989).
Sepanjang hidup tulang mengalami perusakan (dilaksanakan oleh sel osteoklas) dan
pembentukan (dilakukan oleh sel osteoblas) yang berjalan bersama-sama, sehingga tulang
dapat membentuk modelnya seseuai dengan pertumbuhan badan (proses remodelling)> Oleh
karena itu dapat dimengerti bahwa proses remodelling ini akan sangat cepat pada usia remaja
(growth spurt). Terdapat berbagai factor yang mempengaruhi pembentukan dan pengrusakan
oleh kedua jenis sel tersebut. Apabila hasil akhir perusakan (resorbsi/destruksi) lebih besar
dari pembentukan (formasi) maka akan timbul osteoporosis.
Kondisi ini tentu saja sangat mencemaskan siapapun yang peduli, hal ini terjadi karena
ketidaktahuan pasien terhadap osteoporosis dan akibatnya. Beberapa hambatan dalam
penanggulangan dan pencegahan osteoporosis antara lain karena kurang pengetahuan,
kurangnya fasilitas pengobatan, factor nutrisi yang disediakan, serta hambatan-hambatan
keuangan. Sehingga diperluan kerja sama yang baik antara lembaga-lembaga kesehatan,
dokter dan pasien. Pengertian yang salah tentang perawatan osteoporosis sering terjadi karena
kurangnya pengetahuan.
Peran dari petugas kesehatan dalam hal ini adalah dokter dan perawat sangatlah mutlak untuk
dilaksanakan. Karena dengan perannya akan membantu dalam mengatasi peningkatan angka
prevalensi dari osteoporosis. Perawat sebagai pemberi asuhan keperawatan berperan dalam
upaya pendidikan dengan memberikan penyuluhan tentang pengertian osteoporosis,
penyebab dan gejala osteoporosis serta pengelolaan osteoporosis. Berperan juga dalam
meningkatkan mutu dan pemerataan pelayanan kesehatan serta peningkatan pengetahuan,
sikap dan praktik pasien serta keluarganya dalam melaksanakan pengobatan osteoporosis.
Peran yang terakhir adalah peningkatan kerja sama dan system rujukan antar berbagai tingkat
fasilitas pelayanan kesehatan, hal ini akan memberi nilai posistif dalam upaya meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat.
B.
Rumusan Masalah
1.
2.
3.
4.
5.
6.
C.
Apa pengertian osteoporosis?
Apa etiologi osteoporosis?
Apa tanda dan gejala osteoporosis?
Apa patofisiologi osteoporosis?
Apa pemeriksaan penunjang osteoporosis?
Apa penatalaksanaan/ pengobatan osteoporosis?
Tujuan
1. Untuk mengetahui definisi dari osteoporosis
2. Untuk mengetahui patofisiologi osteoporosis
3. Untuk mengetahui apa saja penyebab dari osteoporosis
4. Untuk mengetahui apa tanda dan gejala dari osteoporosis
5. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan osteoporosis
D.
Manfaat
1. Bagi Penulis
Setelah menyelesaikan makalah ini diharapkan kami sebagai mahasiswa dapat
meningkatkan pengetahuan dan wawasan mengenai penyebab serta upaya pencegahan
penyakit osteoporosis agar terciptanya kesehatan masyarakat yang lebih baik.
2. Bagi Pembaca
Diharapkan agar pembaca dapat mengetahui tentang osteoporosis lebih dalam sehingga
dapat mencegah serta mengantisipasi diri dari penyakit osteoporosis.
3. Bagi Petugas Kesehatan
Diharapkan dapat menambah wawasan dan informasi dalam penanganan osteoporosis
sehingga dapat meningkatkan pelayanan keperawatan yang baik.
4. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat
menambah
informasi
kewaspadaan terhadap penyakit ini.
tentang
osteoporosis
serta
dapat
meningkatkan
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Pengertian
Osteoporosis berasal dari kata osteo dan porous, osteo artinya tulang, dan porous berarti
berlubang-lubang atau keropos. Jadi, osteoporosis adalah tulang yang keropos, yaitu penyakit
yang mempunyai sifat khas berupa massa tulangnya rendah atau berkurang, disertai gangguan
mikro-arsitektur tulang dan penurunan kualitas jaringan tulang yang dapat menimbulkan
kerapuhan tulang (Tandra, 2009).
Menurut WHO pada International Consensus Development Conference, di Roma, Itali,
1992 Osteoporosis adalah penyakit dengan sifat-sifat khas berupa massa tulang yang rendah,
disertai perubahan mikroarsitektur tulang, dan penurunan kualitas jaringan tulang, yang pada
akhirnya menimbulkan akibat meningkatnya kerapuhan tulang dengan resiko terjadinya patah
tulang (Suryati, 2006).
Menurut National Institute of Health (NIH), 2001 Osteoporosis adalah kelainan
kerangka, ditandai dengan kekuatan tulang mengkhawatirkan dan dipengaruhi oleh
meningkatnya risiko patah tulang. Sedangkan kekuatan tulang merefleksikan gabungan dari
dua faktor, yaitu densitas tulang dan kualitas tulang (Junaidi, 2007).
Osteoporosis adalah penyakit tulamg sisitemik yang ditandai oleh penurunan
mikroarsitektur tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah. Pada tahun 2001,
National Institute of Health (NIH) mengajukan definisi baru osteoporosis sebagai penyakit
tulang sistemik yang ditandai oleh compromised bone strength sehingga tulang mudah patah (
Sudoyo, 2009 ).
Klasifikasi :
1. Osteoporosis primer
Osteoporosis primer sering menyerang wanita paska menopause dan juga pada pria usia
lanjut dengan penyebab yang belum diketahui.
2.
Osteoporosis sekunder
Sedangkan osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit yang berhubungan dengan :
•
Cushing's disease
•
Hyperthyroidism
•
Hyperparathyroidism
•
Hypogonadism
•
Kelainan hepar
•
Kegagalan ginjal kronis
•
Kurang gerak
•
Kebiasaan minum alkohol
•
Pemakai obat-obatan/corticosteroid
•
Kelebihan kafein
•
Merokok
3.
Osteoporosis anak
Osteoporosis pada anak disebut juvenile idiopathic osteoporosis.
B. Etiologi
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengurangan massa tulang pada usia lanjut:
1. Determinan Massa Tulang
a.
Faktor genetic
Perbedaan genetik mempunyai pengaruh terhadap derajat kepadatan tulang. Beberapa orang
mempunyai tulang yang cukup besar dan yang lain kecil. Sebagai contoh, orang kulit hitam
pada umumnya mempunyai struktur tulang lebih kuat/berat dari pacia bangsa Kaukasia. Jacii
seseorang yang mempunyai tulang kuat (terutama kulit Hitam Amerika), relatif imun
terhadap fraktur karena osteoporosis.
b. Faktor mekanis
Beban mekanis berpengaruh terhadap massa tulang di samping faktor genetk. Bertambahnya
beban akan menambah massa tulang dan berkurangnya beban akan mengakibatkan
berkurangnya massa tulang. Kedua hal tersebut menunjukkan respons terhadap kerja mekanik
Beban mekanik yang berat akan mengakibatkan massa otot besar dan juga massa tulang yang
besar. Sebagai contoh adalah pemain tenis atau pengayuh becak, akan dijumpai adanya
hipertrofi baik pada otot maupun tulangnya terutama pada lengan atau tungkainya, sebaliknya
atrofi baik pada otot maupun tulangnya akan dijumpai pada pasien yang harus istrahat di
tempat tidur dalam waktu yang lama, poliomielitis atau pada penerbangan luar angkasa.
Walaupun demikian belum diketahui dengan pasti berapa besar beban mekanis yang
diperlukan dan berapa lama untuk meningkatkan massa tulang di sampihg faktor genetik.
c.
Faktor makanan dan hormon
Pada seseorang dengan pertumbuhan hormon dengan nutrisi yang cukup (protein dan
mineral), pertumbuhan tulang akan mencapai maksimal sesuai dengan pengaruh genetik yang
bersangkutan. Pemberian makanan yang berlebih (misainya kalsium) di atas kebutuhan
maksimal selama masa pertumbuhan, disangsikan dapat menghasilkan massa tulang yang
melebihi kemampuan pertumbuhan tulang yang bersangkutan sesuai dengan kemampuan
genetiknya.
2. Determinan penurunan Massa Tulang
a.
Faktor genetic
Pada seseorang dengan tulang yang kecil akan lebih mudah mendapat risiko fraktur dari pada
seseorang dengan tulang yang besar. Sampai saat ini tidak ada ukuran universal yang dapat
dipakai sebagai ukuran tulang normal. Setiap individu mempunyai ketentuan normal sesuai
dengan sitat genetiknya serta beban mekanis den besar badannya. Apabila individu dengan
tulang yang besar, kemudian terjadi proses penurunan massa tulang (osteoporosis)
sehubungan dengan lanjutnya usia, maka individu tersebut relatif masih mempunyai tulang
lebih banyak dari pada individu yang mempunyai tulang kecil pada usia yang sama.
b. Faktor mekanis
Faktor mekanis mungkin merupakan yang terpenting dalarn proses penurunan massa tulang
schubungan dengan lanjutnya usia. Walaupun demikian telah terbukti bahwa ada interaksi
panting antara faktor mekanis dengan faktor nutrisi hormonal. Pada umumnya aktivitas fisis
akan menurun dengan bertambahnya usia; dan karena massa tulang merupakan fungsi beban
mekanis, massa tulang tersebut pasti akan menurun dengan bertambahnya usia.
c.
Kalsium
Faktor makanan ternyata memegang peranan penting dalam proses penurunan massa tulang
sehubungan dengan bertambahnya usia, terutama pada wanita post menopause. Kalsium,
merupakan nutrisi yang sangat penting. Wanita-wanita pada masa peri menopause, dengan
masukan kalsiumnya rendah dan absorbsinya tidak bak, akan mengakibatkan keseimbangan
kalsiumnya menjadi negatif, sedang mereka yang masukan kalsiumnya baik dan absorbsinya
juga baik, menunjukkan keseimbangan kalsium positif. Dari keadaan ini jelas, bahwa pada
wanita masa menopause ada hubungan yang erat antara masukan kalsium dengan
keseimbangan kalsium dalam tubuhnya. Pada wanita dalam masa menopause keseimbangan
kalsiumnya akan terganggu akibat masukan serta absorbsinya kurang serta eksresi melalui
urin yang bertambah. Hasil akhir kekurangan/kehilangan estrogen pada masa menopause
adalah pergeseran keseimbangan kalsium yang negatif, sejumiah 25 mg kalsium sehari.
d. Protein
Protein juga merupakan faktor yang penting dalam mempengaruhi penurunan massa tulang.
Makanan yang kaya protein akan mengakibatkan ekskresi asam amino yang mengandung
sulfat melalui urin, hal ini akan meningkatkan ekskresi kalsium. Pada umumnya protein tidak
dimakan secara tersendiri, tetapi bersama makanan lain. Apabila makanan tersebut
mengandung fosfor, maka fosfor tersebut akan mengurangi ekskresi kalsium melalui urin.
Sayangnya fosfor tersebut akan mengubah pengeluaran kalsium melalui tinja. Hasil akhir dari
makanan yang mengandung protein berlebihan akan mengakibatkan kecenderungan untuk
terjadi keseimbangan kalsium yang negative.
e. Estrogen.
Berkurangnya/hilangnya estrogen dari dalam tubuh akan mengakibatkan terjadinya gangguan
keseimbangan kalsium. Hal ini disebabkan oleh karena menurunnya eflsiensi absorbsi
kalsium dari makanan dan juga menurunnya konservasi kalsium di ginjal.
f.
Rokok dan kopi
Merokok dan minum kopi dalam jumlah banyak cenderung akan mengakibatkan penurunan
massa tulang, lebih-lebih bila disertai masukan kalsium yang rendah. Mekanisme pengaruh
merokok terhadap penurunan massa tulang tidak diketahui, akan tetapi kafein dapat
memperbanyak ekskresi kalsium melalui urin maupun tinja.
g. Alkohol
Alkoholisme akhir-akhir ini merupakan masalah yang sering ditemukan. Individu dengan
alkoholisme mempunyai kecenderungan masukan kalsium rendah, disertai dengan ekskresi
lewat urin yang meningkat. Mekanisme yang jelas belum diketahui dengan pasti .
Beberapa penyebab osteoporosis dalam (Junaidi, 2007), yaitu:
a.
Osteoporosis pascamenopause terjadi karena kurngnya hormon estrogen (hormon utama
pada wanita), yang membantu mengatur pengangkutan kalsium kedalam tulang. Biasanya
gejala timbul pada perempuan yang berusia antara 51-75 tahun, tetapi dapat muncul lebih
cepat atau lebih lambat. Hormon estrogen produksinya menurun 2-3 tahun sebelum
menopause dan terus berlangsung 3-4 tahun setelah meopause. Hal ini berakibat menurunnya
massa tulang sebanyak 1-3% dalam waktu 5-7 tahun pertama setelah menopause.
b.
Osteoporosis senilis kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang
berhubungan dengan usia dan ketidak seimbangan antara kecepatan hancurnya tulang
(osteoklas) dan pembentukan tulang baru (osteoblast). Senilis berati bahwa keadaan ini hanya
terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang-orang berusia diatas 70
tahun dan 2 kali lebih sering wanita. Wanita sering kali menderita osteoporosis senilis dan
pasca menopause.
c.
Kurang dari 5% penderita osteoporosis juga mengalami osteoporosis sekunder yang
disebakan oleh keadaan medis lain atau obat-obatan. Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal
ginjal kronis dan kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid, dan adrenal) serta obatobatan (mislnya kortikosteroid, barbiturat, anti kejang, dan hormon tiroid yang berlebihan).
Pemakaian alkohol yang berlebihan dapat memperburuk keadaan ini.
d.
Osteoporosis juvenil idiopatik merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak
diketahui. Hal ini terjadi pada anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi
hormon yang normal, kadar vitamin yang normal, dan tidak memiliki penyebab yang jelas
dari rapuhnya tulang.
C. Manifestasi Klinis
Osteoporosis dimanifestasikan dengan :
1. Nyeri dengan atau tanpa fraktur yang nyata.
2. Nyeri timbul mendadak.
3. Sakit hebat dan terlokalisasi pada vertebra yg terserang.
4. Nyeri berkurang pada saat istirahat di tempat tidur.
5. Nyeri ringan pada saat bangun tidur dan akan bertambah jika melakukan aktivitas.
6. Deformitas vertebra thorakalis à Penurunan tinggi badan
D. Patofisiologi
Kartilago hialin adalah jaringan elastis yang 95% terdiri dari air dan matrik ekstra
selular, 5 % sel konrosit. Fungsinya sebagai penyangga juga pelumas sehingga tidak
menimbulkan nyeri pada saat pergerakan sendi.
Apabila kerusakan jaringan rawan sendi lebih cepat dari kemampuannya untuk
memperbaiki diri, maka terjadi penipisan dan kehilangan pelumas sehingga kedua tulang
akan bersentuhan. Inilah yang menyebabkan rasa nyeri pada sendi lutut. Setelah terjadi
kerusakan tulang rawan, sendi dan tulang ikut berubah.
E. Pemeriksaan Diagnostik
a.
Pemeriksaan radiologik
Dilakukan untuk menilai densitas massa tulang sangat tidak sensitif. Gambaran radiologik
yang khas pada osteoporosis adalah penipisan korteks dan daerah trabekuler yang lebih
lusen.Hal ini akan tampak pada tulang-tulang vertebra yang memberikan gambaran pictureframe vertebra.
b. Pemeriksaan densitas massa tulang (Densitometri)
Densitometri tulang merupakan pemeriksaan yang akurat dan untuk menilai densitas
massa tulang, seseorang dikatakan menderita osteoporosis apabila nilai BMD ( Bone Mineral
Density) berada dibawah -2,5 dan dikatakan mengalami osteopenia (mulai menurunnya
kepadatan tulang) bila nilai BMD berada antara -2,5 dan -1 dan normal apabila nilai BMD
berada diatas nilai -1.
Beberapa metode yang digunakan untuk menilai densitas massa tulang:
1. Single-Photon Absortiometry (SPA)
Pada SPA digunakan unsur radioisotop I yang mempunyai energi photon rendah guna
menghasilkan berkas radiasi kolimasi tinggi. SPA digunakan hanya untuk bagian tulang yang
mempunyai jaringan lunak yang tidak tebalseperti distal radius dan kalkaneus.
2.
Dual-Photon Absorptiometry (DPA)
Metode ini mempunyai cara yang sama dengan SPA. Perbedaannya berupa sumber energi
yang mempunyai photon dengan 2 tingkat energi yang berbeda guna mengatasi tulang dan
jaringan lunak yang cukup tebal sehingga dapat dipakai untuk evaluasi bagian-bagian tubuh
dan tulang yang mempunyai struktur geometri komplek seperti pada daerah leher femur dan
vetrebrata.
3. Quantitative Computer Tomography (QCT)
Merupakan densitometri yang paling ideal karena mengukur densitas tulang secara
volimetrik.
c.
Sonodensitometri
Sebuah metode yang digunakan untuk menilai densitas perifer dengan menggunakan
gelombang suara dan tanpa adanya resiko radiasi.
d. Magnetic Resonance Imaging (MRI)
MRI dalam menilai densitas tulang trabekula melalui dua langkah yaitu pertama T2 sumsum
tulang dapat digunakan untuk menilai densitas serta kualitas jaringan tulang trabekula dan
yang kedua untuk menilai arsitektur trabekula.
e.
Biopsi tulang dan Histomorfometri
Merupakan pemeriksaan yang sangat penting untuk memeriksa kelainan metabolisme tulang.
f.
Radiologis
Gejala radiologis yang khas adalah densitas atau masa tulang yang menurun yang dapat
dilihat pada vertebra spinalis. Dinding dekat korpus vertebra biasanya merupakan lokasi yang
paling berat. Penipisa korteks dan hilangnya trabekula transfersal merupakan kelainan yang
sering
ditemukan.
Lemahnya
korpus
vertebra
menyebabkan
penonjolan
yang
menggelembung dari nukleus pulposus ke dalam ruang intervertebral dan menyebabkan
deformitas bikonkaf.
g. CT-Scan
CT-Scan dapat mengukur densitas tulang secara kuantitatif yang mempunyai nilai penting
dalam diagnostik dan terapi follow up. Mineral vertebra diatas 110 mg/cm 3 baisanya tidak
menimbulkan fraktur vetebra atau penonjolan, sedangkan mineral vertebra dibawah 65
mg/cm3 ada pada hampir semua klien yang mengalami fraktur.
h. Pemeriksanan laboratorium
a.
Kadar Ca, P, Fosfatase alkali tidak menunjukkan kelainan yang nyata.
b. Kadar HPT (pada pascamenoupouse kadar HPT meningkat) dan Ct (terapi ekstrogen
merangsang pembentukkan Ct)
c.
Kadar 1,25-(OH)2-D3 absorbsi Ca menurun.
d. Eksresi fosfat dan hidroksipolin terganggu sehingga meningkat kadarnya.
F. Komplikasi
Osteoporosis mengakibatkan tulang secara progresif menjadi panas, rapuh dan mudah
patah. Osteoporosis sering mengakibatkan fraktur. Bisa terjadi fraktur kompresi vertebra
torakalis dan lumbalis, fraktur daerah kolum femoris dan daerah trokhanter, dan fraktur colles
pada pergelangan tangan.
Selain itu osteoporosis juga dapat mengakibatkan kifosis. Kifosis adalah salah satu
bentuk kelainan tulang punggung, di mana punggung yang seharusnya berberntuk kurva dan
simetris antara kiri dan kanan ternyata melengkung ke depan melebihi batas normal. Kelainan
ini di masyarakat awam sering disebut sebagai “Bungkuk”. Kifosis juga dapat dipengaruhi
kelainan otot ,cacat lahiran bawaan,kekurangan vitamin D dan kalsium.
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan Medis
a.
Pengobatan
1) Meningkatkan pembentukan tulang, obat-obatan yg dapat meningkatkan pembentukan tulan
adalah Na-fluorida dan steroid anabolic
2)
Menghambat resobsi tulang, obat-obatan yang dapat mengahambat resorbsi tulang adalah
kalsium, kalsitonin, estrogen dan difosfonat.
b. Pencegahan
Pencegahan sebaiknya dilakukan pada usia pertumbuhan/dewasa muda, hal ini bertujuan:
1) Mencapai massa tulang dewasa Proses konsolidasi) yang optimal
2) Mengatur makanan dan life style yg menjadi seseorang tetap bugar seperti:
a) Diet mengandung tinggi kalsium (1000 mg/hari)\
b) Latihan teratur setiap hari
c) Hindari :
 Makanan tinggi protein
 Minum alkohol
 Merokok
 Minum kopi
 Minum antasida yang mengandung aluminium
2. Penatalaksanaan keperawatan
a.
Membantu klien mengatasi nyeri.
b. Membantu klien dalam mobilitas.
c.
Memberikan informasi tentang penyakit yang diderita kepada klien.
d. Memfasilitasikan klien dalam beraktivitas agar tidak terjadi cedera
e.
Senam osteoporosis
H. Diagnose Keperawatan
1. Nyeri akut b/d agen cedera biologis
2. Hambatan mobilitas fisik b/d gangguan muskuloskeletal
3. Resiko jatuh dengan factor resiko gangguan mobilitas fisik
4. Kurang pengetahuan b/d keterbatasan kognitif
I.
Perencanaan
NOC
Pain level
1.
NIC
Pain management
Mampu mengontrol nyeri (tahu
penyebab
nyeri,
menggunakan
mampu
tehnik
nonfarmakologi untuk mengurangi
nyeri, mencari bantuan)
1. Lakukan pengkajian nyeri secara
komprehensif termasuk lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor presipitasi
2. Melaporkan bahwa nyeri berkurang
dengan menggunakan manajemen
nyeri
3.
Mampu mengenali nyeri (skala,
intensitas,
frekuensi
dan
tanda
nyeri)
4.
Menyatakan rasa nyaman setelah
2. Observasi reaksi nonverbal dari
ketidaknyamanan
3. Bantu pasien dan keluarga untuk
mencari
dan
menemukan
dukungan
4. Kontrol lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri seperti suhu
nyeri berkurang
ruangan,
5. Tanda vital dalam rentang normal
pencahayaan
dan
kebisingan
Tidak mengalami gangguan tidur
5. Kurangi faktor presipitasi nyeri
6. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
menentukan intervensi
7. Ajarkan
tentang
farmakologi:
relaksasi,
teknik
napas
distraksi,
non
dala,
kompres
hangat/ dingin
8. Berikan
analgetik
untuk
mengurangi nyeri: ……...
9. Tingkatkan istirahat
10. Berikan informasi tentang nyeri
seperti penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan berkurang dan
antisipasi ketidaknyamanan dari
prosedur
11. Monitor vital sign sebelum dan sesudah
pemberian analgesik pertama kali
Exercise therapy : ambulation
Mobility level
1. Klien meningkat dalam
aktivitasfisik.
1.
Monitoring vital sign sebelm/sesudah
latihan dan lihat respon pasien saat
2. Mengerti tujuan dari peningkatan
mobilitas
latihan
2.
Konsultasikan
dengan
terapi
fisik
tentang rencana ambulasi sesuai dengan
3. Memverbalisasikan
kebutuhan
perasaan dalam
3. Bantu klien untuk menggunakan tongkat
meningkatkan kekuatan dan
saat berjalan dan cegah terhadap cedera
kemampuan berpindah
4. Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan
4. Memperagakan penggunaan
lain tentang teknik ambulasi
alat Bantu untuk mobilisasi
5.
Kaji kemampuan pasien dalam
(walker)
mobilisasi
6.
Latih
pasien
dalam
pemenuhan
kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai
kemampuan
7.
Dampingi dan Bantu pasien saat
mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan
ADLs ps.
8.
Berikan
alat
Bantu
jika
klien
memerlukan.
9.
Ajarkan pasien bagaimana merubah
posisi
Kowledge : health Behavior
dan
berikan
bantuan
jika
diperlukan
1. Kaji tingkat pengetahuan pasien
dan keluarga
1. Pasien dan keluarga
menyatakan pemahaman
2. Jelaskan
patofisiologi
dari
tentang penyakit, kondisi,
penyakit dan bagaimana hal ini
prognosis dan program
berhubungan dengan anatomi dan
pengobatan
fisiologi, dengan cara yang tepat.
2. Pasien dan keluarga mampu
3. Gambarkan tanda dan gejala
melaksanakan prosedur
yang
yang dijelaskan secara benar
penyakit, dengan cara yang tepat
3. Pasien dan keluarga mampu
menjelaskan kembali apa yang
biasa
4. Gambarkan
muncul
proses
dengan cara yang tepat
pada
penyakit,
dijelaskan perawat/tim kesehatan
lainnya
5. Identifikasi
kemungkinan
penyebab, dengan cara yang tepat
6. Sediakan informasi pada pasien
tentang kondisi, dengan cara
yang tepat
7. Sediakan bagi keluarga informasi
tentang kemajuan pasien dengan
cara yang tepat
8. Diskusikan pilihan terapi atau
penanganan
9. Dukung
pasien
untuk
mengeksplorasi
mendapatkan
atau
second
opinion
dengan cara yang tepat atau
diindikasikan
10. Eksplorasi kemungkinan sumber
atau dukungan, dengan cara yang
tepat
Perilaku safety : Pencegahan jatuh
1. Penggunaan penghalang
Pencegahan jatuh
1. Identifikasi penurunan kognitif atau
2. Penggunaan restrain
kelemahan fisik klien yang
3. Penyesuaian tinggi tempat tidur
meningkatkan potensial jatuh
4. Control agitasi dan restlessness
2. Review riwayat jatuh klien
5. Perhatian pada penggunaan edikasi3. Identifiksi kebiasan danfaktor yag
yang meningkatkan resiko jatuh
6. Prosedur transfer yang aman
mempengaruhi resiko jatuh
4. Identifikasi lingkungan yang dapat
meningkatkan potensial jatuh
5. Ajarkan klien untuk meminta bantuan
dalam hal perpindahan
6. Pasang side rail
7. Bantu toileting pasien\
8. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain
untuk meminimalkan efek berkontribusi
meningkat resiko jatuh
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Osteoporosis adalah penyakit tulamg sisitemik yang ditandai oleh penurunan mikroarsitektur
tulang sehingga tulang menjadi rapuh dan mudah patah.
Osteoporosis dibagi 2 kelompok, yaitu :
1. Osteoporosis Primer
Osteoporosis primer berhubungan dengan kelainan pada tulang, yang menyebabkan
peningkatan proses resorpsi di tulang trabekula sehingga meningkatkan resiko fraktur
vertebra dan Colles. Pada usia decade awal pasca menopause, wanita lebih sering terkena dari
pada pria dengan perbandingan 68:1 pada usia rata-rata 53-57 tahun.
2. Osteoporosis Sekunder
Osteoporosis sekunder disebabkan oleh penyakit atau sebab lain diluar tulang
B. SARAN
Mencegah Osteoporosis, antara lain denga cara :
•
Sejak muda, bahkan sejak balita sebaiknya selalu menjaga asupan gizi empat sehat lima
sempurna. Sehingga diharapkan pada masa pertumbuhan ini dapat terkumpul kepadatan
tulang dalam kondisi puncak. SUsu dan produk-produk dari susu lainnya sangat penting
dikonsumsi bahkan untuk seumur hidup. Jika anak tidak suka susu, usahakan untuk tetap
memasukkan menu susu dalam konsumsi makanan dan minuman sehari-hari.
•
Kalsium juga banyak terdapat dalam makanan sehari-hari seperti sayuran, ikan, terutama
ikan teri. Jika perlu boleh juga menambah asupan kalsium lewat suplemen makanan sesuai
petunjuk dokter.
•
Olahraga dengan teratur untuk melatih agar otot dan tulang tetap kuat dalam jangka waktu
yang lama.
•
Berjemur di bawah sinar matahari pagi untuk mengubah pro-vitamin D di bawah kulit
menjadi vitamin D. Vitamin D dibutuhkan tubuh dalam pembentukan tulang.
•
Menghindari atau mengurangi makanan dan minuman yang dapat mengurangi penyerapan
kalsium oleh tubuh. Misalnya garam, kopi, teh, soft drink (yang mengandung soda atau
natrium), alkohol dan merokok.
Bagi yang sudah terlanjur menderita Osteoporosis, disarankan untuk :
•
Saat ini memang sudah banyak perkembangan teknologi pengobatan osteoporosis. Misalnya
dengan obat-obatan yang dapat menghambat atau memperlambat penipisan tulang. Juga ada
terapi hormon bagi penderita osteoporosis yang disebabkan karena menopause. Caranya
dengan memberikan suntikan hormon pengganti atau sintetis kepada penderita. Mungkin
dokter akan menyarankan pasiennya untuk mencoba terapi tersebut.
•
Namun yang tidak kalah pentingnya adalah terapi non medis seperti menjaga keamanan
pribadi, menjaga asupan gizi yang baik, menambah asupan kalsium, berolahraga, dan
mengoptimalkan penyerapan kalsium oleh tubuh yaitu dengan berhenti merokok, minum
alkohol, teh, kopi, soft drink dan mengurangi asupan garam natrium.
•
Hindari benturan dan jatuh dengan meningkatkan keamanan pribadi. Misalnya dengan
memasang keset karet di kamar mandi agar tidak mudah terpeleset. Untuk manula sebaiknya
pada bagian-bagian tertentu di rumah dipasang handle atau pegangan pengaman untuk
berpegang agar tidak mudah jatuh. Misalnya di kamar mandi, di samping tempat tidur, di
dapur, di tangga dan tempat-tempat mereka biasa beraktivitas.
•
Keamanan berkendera, misalnya dengan menggunakan sabuk pengaman, bantalan leher, dan
menghindari naik sepeda motor.
•
Tidak meminum minmuman yang dapat menyebabkan gangguan keseimbangan (seperti
alkohol). Dan secara rutin memeriksakan kesehatan mata, memakai kaca mata bila perlu
untuk menjaga kesempurnaan pandangan. Periksakan diri secara teratur ke dokter.
DAFTAR PUSTAKA
Herdman, Heather.2010. Diagnosis Keperawatan. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran
Morhead, Sue. 2008. Nursing Outcomes Classification (NOC). America : Mosby
Mc Closkey Dochterman, Joanne. 2004. Nursing Interventions Classification (NIC). America :
Mosby
Mansjoer, arif. Dkk.2009, kapita selekta kedokteran . Jakarta. Media aesculapius
Anderson, Sylvia Price. Pathofisiologi: Konsep Klinis proses-proses penyakit
edisi 6 volume II. ECG. Jakarta : 2006
laporan pendahuluan osteoporosis
LAPORAN PENDAHULUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL
PADA PASIEN OSTEOPOROSIS
I.
Definisi
A. Pengertian
Osteoporosis adalah penyakit metabolisme tulang yang cirinya adalah pengurangan massa
tulang dan kemunduran mikroarsitektur tulang sehingga meningkatkan risiko fraktur oleh
karena fragilitas tulang meningkat.
Tulang terdiri dari mineral-mineral seperti kalsium dan fosfat, sehingga tulang menjadi
keras dan padat. Untuk mempertahankan kepadatan tulang, tubuh memerlukan persediaan
kalsium dan mineral lainnya yang memadai, dan harus menghasilkan hormon dalam jumlah
yang mencukupi(hormon paratiroid, hormon pertumbuhan, kalsitonin, estrogen pada wanita
dan testosterone pada pria). Juga persediaan Vitamin D yang adekuat, yang diperlukan untuk
menyerap kalsium dari makanan dan memasukan ke dalam tulang. Secara progresif, tulang
meningkatkan kepadatan sampai kepadatan maksimal (sekitar usia 30 tahun). Setelah itu
kepadatan tulang akan berkurang secara perlahan. Jika tubuh tidak mampu mengatur
kandungan mineral dalam tulang, maka tulang menjadi kurang padat dan lebih rapuh,
sehingga terjadilah osteoporosis.
B. Etiologi
a. Osteoporosis post menopausal
Terjadi karena kekurangan estrogen (hormon utama pada wanita), yang membantu
mengatur pengangkutan kalsium ke dalam tulang pada wanita. Biasanya gejala timbul pada
wanita yang berusia di antara 51-75 tahun, tetapi bisa mulai muncul lebih cepat ataupun lebih
lambat. Tidak semua wanita memiliki resiko yang sama untuk menderita osteoporosis
postmenopausal, wanita kulit putih dan daerah timur lebih mudah menderita penyakit ini
daripada wanita kulit hitam.
b. Osteoporosis senilis
Kemungkinan merupakan akibat dari kekurangan kalsium yang berhubungan dengan
usia dan ketidakseimbangan diantara kecepatan hancurnya tulang dan pembentukan tulang
yang baru. Senilis berarti bahwa keadaan ini hanya terjadi pada usia lanjut. Penyakit ini
biasanya terjadi pada usia diatas 70 tahun dan 2 kali lebih sering menyerang wanita. Wanita
seringkali menderita osteoporosis senilis dan postmenopausal.
c.
Osteoporosis sekunder
Dialami kurang dari 5% penderita osteoporosis, yang disebabkan oleh keadaan medis
lainnya atau oleh obat-obatan. Penyakit ini bisa disebabkan oleh gagal ginjal kronis dan
kelainan hormonal (terutama tiroid, paratiroid dan adrenal) dan obat-obatan (misalnya
kortikosteroid, barbiturat, anti-kejang dan hormon tiroid yang berlebihan). Pemakaian alkohol
yang berlebihan dan merokok bisa memperburuk keadaan ini.
d. Osteoporosis juvenil idiopatik
Merupakan jenis osteoporosis yang penyebabnya tidak diketahui. Hal ini terjadi pada
anak-anak dan dewasa muda yang memiliki kadar dan fungsi hormon yang normal, kadar
vitamin yang normal dan tidak memiliki penyebab yang jelas dari rapuhnya tulang.
C. Tanda dan Gejala
Osteoporosis dapat berjalan lambat selama beberapa dekade, hal ini disebabkan
karena osteoporosis tidak menyebabkan gejala fraktur tulang. Beberapa fraktur osteoporosis
dapat terdeteksi hingga beberapa tahun kemudian. Tanda klinis utama dari osteoporosis
adalah fraktur pada vertebra, pergelangan tangan, pinggul, humerus, dan tibia. Gejala yang
paling lazim dari fraktur korpus vertebra adalah nyeri pada punggung dan deformitas pada
tulang belakang. Nyeri biasanya terjadi akibat kolaps vertebra terutama pada daerah dorsal
atau lumbal. Secara khas awalnya akut dan sering menyebar kesekitar pinggang hingga
kedalam perut. Nyeri dapat meningkat walaupun dengan sedikit gerakan misalnya berbalik
ditempat tidur. Istirahat ditempat tidaur dapat meringankan nyeri untuk sementara, tetapi
akan berulang dengan jangka waktu yang bervariasi. Serangan nyeri akut juga dapat disertai
oleh distensi perut dan ileus.
Seorang dokter harus waspada terhadap kemungkinan osteoporosis bila didapatkan :
• Patah tulang akibat trauma yang ringan.
• Tubuh makin pendek, kifosis dorsal bertambah, nyeri tulang.
• Gangguan otot (kaku dan lemah)
• Secara kebetulan ditemukan gambaran radiologik yang khas.
D. Patofisiologi
Osteoforosis terjadi karena adanya interaksi yang menahun antara faktor genetik dan
faktor lingkungan.
a.
Faktor genetik meliputi:
Usia jenis kelamin, ras keluarga, bentuk tubuh, tidak pernah melahirkan.
b. Faktor lingkungan meliputi:
merokok, alkohol, kopi, defisiensi vitamin dan gizi, gaya hidup, mobilitas, anoreksianervosa
dan pemakaian obat-obatan.
Kedua faktor diatas akan menyebabkan melemahnya daya serap sel terhadap kalsium dari
darah ke tulang, peningkatan pengeluaran kalsium bersama urin, tidak tercapainya masa
tulang yang maksimal dengan resobsi tulang menjadi lebih cepat yang selanjutnya
menimbulkan penyerapan tulang lebih banyak dari pada pembentukan tulang baru sehingga
terjadi penurunan massa tulang total yang disebut osteoporosis.
E. Pemeriksaan penunjang
a.
Pemeriksaan laboratorium
b. Pemeriksaan x-ray
c.
Pemeriksaan absorpsiometri
d. Pemeriksaan Computer Tomografi (CT)
e.
Pemeriksaan biopsy
f.
Pemeriksaan Densitas Massa tulang
F. Penatalaksanaan
Terapi pada osteoporosis harus mempertimbangkan 2 hal, yaitu terapi pencegahan yang
pada umumnya bertujuan untuk menghambat hilangnya massa tulang. Dengan cara yaitu
memperhatikan faktor makanan, latihan fisik ( senam pencegahan osteoporosis), pola hidup
yang aktif dan paparan sinar ultra violet. Selain itu juga menghindari obat-obatan dan jenis
makanan yang merupakan faktor resiko osteoporosis seperti alkohol, kafein, diuretika,
sedatif, kortikosteroid.
Selain pencegahan, tujuan terapi osteoporosis adalah meningkatkan massa tulang
dengan melakukan pemberian obat-obatan antara lain hormon pengganti (estrogen dan
progesterone dosis rendah). Kalsitrol, kalsitonin, bifosfat, raloxifene, dan nutrisi seperti
kalsium serta senam beban.
Pembedahan pada pasien osteoporosis dilakukan bila terjadi fraktur, terutama bila
terjadi fraktur panggul.
II. Pengkajian
A. Riwayat Penyakit
1. Riwayat penyakit sekarang
Pasien dibawa ke R.S. hari senin karena pasien mengalami nyeri pada punggung,
status kesadaran pasien normal dan obat yang pernah diberikan adalah obat analgesik.
B. Pemeriksaan Fisik
1. Sistem pernapasan
Terjadi perubahan pernafasan pada kasus kiposis berat, karena penekanan pada fungsional
paru.
2. Sistem kardiovaskuler
Suara jantung, tensi meningkat, nadi, dan suhu.
3. Psikososial
Osteoporosis menimbulkan depresi ,ansietas, gangguan tidur,dan ketakutan akan jatuh.
4. Kemampuan bergerak
Ekstrimitas atas, ekstrimitas bawah, pergerakan sendi, dan kekuatan otot.
5. Sistem saraf
Tingkat kesadaran pasien ( fungsi selebral )
6. Sistem pencernaan
Pembatasan pergerakan dan deformitas spinal
7. Sistem komunikasi
Kemampuan pasien dalam berkomunikasi
III. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa I :
Nyeri akut yang berhubungan dengan dampak sekunder dari fraktur vertebra ditandai dengan
klien mengeluh nyeri tulang belakang, mengeluh bengkak pada pergelangan tangan, terdapat
fraktur traumatic pada vertebra, klien tampak meringis.
Tujuan :
Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan nyeri berkurang .
Intervensi :
a.
Evaluasi keluhan nyeri/ketidaknyamanan, perhatikan lokasi dan karakteristik termasuk
intensitas (skala 1-10). Perhatikan petunjuk nyeri nonverbal (perubahan pada tanda vital dan
emosi/prilaku).
b. Ajarkan klien tentang alternative lain untuk mengatasi dan mengurangi rasa nyerinya.
c.
Dorong menggunakan teknik manajemen stress contoh relaksasi progresif, latihan nafasa
dalam, imajinasi visualisasi, sentuhan teraupetik.
d. Kolaborasi dalam pemberian obat sesuai indikasi.
Diagnosa II :
Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan disfungsi sekunder akibat perubahan
skeletal (kifosis) , nyeri sekunder, atau fraktur baru ditandai dengan klien mengeluh
kemampuan gerak cepat menurun, klien mengatakan badan terasa lemas, stamina menurun,
dan terdapat penurunan tinggi badan.
Tujuan :
setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan klien mampu melakukan mobilitas fisik .
Intervensi :
a.
Kaji tingkat kemampuan klien yang masih ada.
b. Rencanakan tentang pemberian program latihan, ajarkan klien tentang aktivitas hidup seharihari yang dapat dikerjakan.
c.
Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas /perawatan diri secara bertahap jika dapat
ditoleransi.Berikan bantuan sesuai kebutuhan.
Diagnosa III :
Risiko cedera yang berhubungan dengan dampak sekunder perubahan skeletal dan
ketidakseimbangan tubuh ditandai dengan klien mengeluh kemampuan gerak cepat menurun,
tulang belakang terlihat bungkuk.
Tujuan :
cedera tidak terjadi .
Intervensi :
a.
Ciptakan lingkungan yang bebas dari bahaya missal : tempatkan klien pada tempat tidur
rendah, berikan penerangan yang cukup, tempatkan klien pada ruangan yang mudah untuk
diobservasi.
b. Ajarkan pada klien untuk berhenti secara perlahan,tidak naik tangga dan mengangkat beban
berat
c.
Observasi efek samping obat-obatan yang digunakan
Diagnose IV :
Gangguan citra diri yang berhubungan dengan perubahan dan ketergantungan fisik serta
psikologis yang disebabkan oleh penyakit atau terapi ditandai dengan klien mengatakan
membatasi pergaulan dan tampak menggunakan penyangga tulang belakang (spinal brace).
Tujuan :
setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien dapat menunjukkan adaptasi dan
menyatakan penerimaan pada situasi diri .
Intervensi :
a.
Dorong klien mengekspresikan perasaannya khususnya mengenai bagaimana klien
merasakan, memikirkan dan memandang dirinya.
b. Hindari kritik negative.
c.
Kaji derajat dukungan yang ada untuk klien.
Diagnose V :
Gangguan eleminasi alvi yang berhubungan dengan kompresi saraf pencernaan ileus paralitik
ditandai dengan klien mengatakan buang air besar susah dan keras.
Tujuan :
setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan eleminasi klien tidak terganggu .
Intervensi :
a.
Auskultasi bising usus.
b. Observasi adanya distensi abdomen jika bising usus tidak ada atau berkurang.
c.
Catat frekuensi, karakteristik dan jumlah feses.
d. Lakukan latihan defekasi secara teratur.
e.
Anjurrkan klien untuk mengkonsumsi makanan berserat dan pemasukan cairan yang lebih
banyak termasuk jus/sari buah.
Diagnose VI :
Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi yang berhubungan
dengan kurang informasi, salah persepsi ditandai dengan klien mengatakan kurang, mengerti
tentang penyakitnya, klien tampak gelisah.
Tujuan :
setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan klien memahami tentang penyakit
osteoporosis dan program terapi .
Intervensi :
a.
Kaji ulang proses penyakit dan harapan yang akan datang.
b. Ajarkan pada klien tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya osteoporosis.
c.
Berikan pendidikan kepada klien mengenai efek samping penggunaan obat.
DAFTAR PUSTAKA
http://cutenurse-sakura.blogspot.com/2010/04/osteoporosis.html
http://3acommunityners.blogspot.com/2012/03/askep-osteoporosis.html
http://suka2-bayu.blogspot.com/2011/11/askep-osteoporosis.html
http://brajagssidodadi.blogspot.com/2011/12/askep-osteoporosis-2.html
http://brajagssidodadi.blogspot.com/2011/12/askep-osteoporosis.html
Download