Suma`inna dan Gugun Gumilar

advertisement
SOLUSI PERSAMAAN KESEIMBANGAN MASSA REAKTOR
MENGGUNAKAN METODE PEMISAHAN VARIABEL
1Moh.
1Jurusan
2jurusan
Syaiful Arif, 2Mohammad Jamhuri
Matematika, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Matematika, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang
Email: [email protected]
ABSTRAK
Persamaan keseimbangan massa reaktor menyatakan perubahan konsentrasi massa zat yang
masuk dan keluar pada sistem tertutup. Persamaan ini mempunyai kondisi batas tak homogen,
yaitu kondisi pada saat zat masuk pada reaktor (𝐢𝑖𝑛 ) dan kondisi pada saat zat keluar dari reaktor
(πΆπ‘œπ‘’π‘‘ ). Pada penelitian ini, konsentrasi massa zat yang dihasilkan setelah proses reaksi di dalam
reaktor adalah nol, atau πΆπ‘œπ‘’π‘‘ = 0. Pada kondisi batas tak homogen, dengan menggunakan metode
pemisahan variabel, terdapat kendala untuk menyelesaikan persamaan tersebut. Sehingga perlu
dilakukan transformasi terlebih dahulu. Transformasi dilakukan dengan tujuan untuk mengubah
kondisi batas yang awalnya tak homogen menjadi kondisi batas yang homogen, sehingga metode
pemisahan variabel dapat digunakan untuk menyelesaikan persamaan diferensial parsial yang
mempunyai kondisi batas homogen. Hasil analisa diperoleh, semakin cepat zat yang menyebar pada
reaktor, maka semakin sedikit jumlah konsentrasi massa zat yang mengalami perubahan, semakin
besar koefisien massa zat yang bereaksi dalam reaktor, maka semakin banyak jumlah konsentrasi
massa zat yang mengalami perubahan
Kata kunci: kondisi batas homogen, kondisi batas tak homogen, metode pemisahan variabel.
ABSTRACT
Mass balance of reactor equation express the change of mass concentration of substances in and
out of the closed system. This equation has inhomogeneous boundary conditions, that is the
conditions at the time of its entry to the reactor (𝐢𝑖𝑛 ) and the conditions under which the substance
out of the reactor (πΆπ‘œπ‘’π‘‘ ). In this study, the mass concentration of substances produced after the
reaction in the reactor is zero, or πΆπ‘œπ‘’π‘‘ = 0. In the inhomogeneous boundary conditions, using the
method of separation of variables, there are obstacles to complete the equation. So we need to first
transformation. Transformation is done with the aim to change the conditions which originally
inhomogeneous boundary into a homogeneous boundary condition, so the method of separation of
variables can be used to solve partial differential equations that have a homogeneous boundary
conditions. The results obtained by the analysis, the faster a substance that spreads to the reactor,
the less amount of mass concentration of substances that undergo a change; the greater the mass
coefficient of substances that react in the reactor, the more the number of mass concentration of
substances that are subject to change
Keywords: homogeneous boundary condition, inhomogeneous boundary condition, method of separation of
variabel.
PENDAHULUAN
Hukum kekekalan massa adalah suatu
hukum yang menyatakan bahwa massa pada suatu
sistem tertutup tidak akan berubah meskipun
terjadi berbagai macam reaksi didalam sistem
tersebut. Tempat atau alat yang digunakan selama
proses reaksi disebut reaktor [1].
Hukum kekekalan massa umumnya
digunakan pada bidang kimia industri. Hukum
kekekalan massa dapat dinyatakan sebagai
keseimbangan suatu massa zat yang masuk dan
keluar
dari
sistem
tertutup
(reaktor).
Keseimbangan massa pada reaktor terjadi apabila
akumulasi massa zat di dalam reaktor sama
dengan selisih antara massa zat yang masuk
dengan massa zat yang keluar serta massa yang
dihasilkan di dalam sistem tertutup (Caldwell,
2004). Kondisi tersebut, dalam ilmu matematika
diformulasikan menjadi bentuk persamaan
diferensial parsial linier yang disebut dengan
persamaan
keseimbangan
massa
reaktor.
Sehingga untuk menganalisa permasalahan
tersebut, cukup dengan cara mencari solusi
Moh. Syaiful Arif
penyelesaian dari persamaan keseimbangan
massa reaktor.
Salah satu metode yang digunakan untuk
memperoleh solusi analitik persamaan diferensial
parsial adalah metode pemisahan variabel. Metode
ini dilakukan dengan cara memisahkan masingmasing variabel independent dengan suatu fungsi
dan konstanta pemisahan, atau disebut dengan
fungsi eigen dan nilai eigen [2]. Kemudian dengan
menggunakan kondisi batas homogen, masingmasing fungsi eigen dan nilai eigen dapat
ditentukan.
Akan tetapi, pada kondisi batas tak
homogen terdapat kendala untuk menentukan
fungsi eigen dan nilai eigen, dengan demikian
perlu dilakukan transformasi yang bertujuan
untuk mengubah kondisi batas tak homogen
menjadi kondisi batas homogen. Sehingga fungsi
yang
sudah
dipisahkan
tersebut
dapat
diselesaikan secara terpisah. Oleh karena itu,
penelitian ini bermaksud menentukan solusi
analitik untuk model keseimbangan massa reaktor
yang dipengaruhi oleh perubahan waktu dengan
kondisi batas tak homogen menggunakan metode
pemisahan variabel.
KAJIAN TEORI
1. Persamaan Keseimbangan Massa Reaktor
Persamaan keseimbangan massa reaktor
menyatakan perubahan konsentrasi massa zat
yang masuk dan keluar pada sistem tertutup [1].
[3] menyebutkan bahwa perubahan
konsentrasi massa zat di dalam sistem tertutup
atau reaktor, dinyatakan dalam persamaan
berikut:
πœ•πΆ (π‘₯, 𝑑)
πœ• 2 𝐢 (π‘₯, 𝑑)
πœ•πΆ (π‘₯, 𝑑)
=𝐷
−π‘ˆ
2
πœ•π‘‘
πœ•π‘₯
πœ•π‘₯
(1)
−𝛾𝐢(π‘₯, 𝑑)
dengan kondisi awal dan kondisi batas yang
digunakan yaitu:
𝐢 (π‘₯, 0) = 0, 0 < π‘₯ < 𝑙
𝐢 (0, 𝑑) = 𝐢𝑖𝑛 ,
𝐢 (𝑙, 𝑑) = 0,
𝑑>0
(2)
Pada persamaan (1) dan (2), 𝐢𝑖𝑛 adalah
menyatakan massa zat yang masuk pada suatu
reaktor dengan satuan π‘šπ‘œπ‘™⁄π‘š3 , 𝐷 menyatakan
koefisien penyebaran zat dengan satuan π‘š2 ⁄𝑑𝑒𝑑,
π‘ˆ menyatakan kecepatan fluida yang mengalir
dalam reaktor dengan satuan π‘š⁄𝑑𝑒𝑑, sedangkan 𝛾
adalah koefisien reaksi dengan satuan π‘šπ‘œπ‘™⁄𝑑𝑒𝑑.
2. Persamaan Diferensial Biasa
Persamaan diferensial biasa merupakan
suatu persamaan yang menyatakan relasi fungsi,
yang mempunyai satu peubah dengan turunan
42
fungsi terhadap peubah tersebut. Dengan
demikian turunan fungsi dinotasikan dengan
suatu operator 𝑑 [4].
3. Persamaan Diferensial Parsial
Persamaan diferensial parsial merupakan
suatu persamaan yang menyatakan relasi antara
suatu fungsi dependent dengan variabel
independent yang lebih dari satu variabel beserta
turunan parsialnya [5].
[4] menggunakan notasi πœ• sebagai operator
persamaan
diferensial
parsial.
Untuk
menyederhanakan penulisan, turunan parsial bisa
πœ•πΆ(π‘₯,𝑑)
πœ• 2 𝐢(π‘₯,𝑑)
( )
dinotasikan
= 𝐢π‘₯ (π‘₯, 𝑑),
2 = 𝐢π‘₯π‘₯ π‘₯, 𝑑 ,
(πœ•π‘₯)
πœ•π‘₯
dan seterusnya [2].
Suatu persamaan diferensial parsial disebut
linier apabila terdapat suatu operator diferensial β„’
yang diterapkan pada fungsi C, sehingga berlaku
ℒ𝐢 = 𝑔
(3)
Pada persamaan (3), apabila 𝑔 = 0 maka
disebut sebagai persamaan diferensial parsial
linier homogen. Sedangkan apabila 𝑔 ≠ 0, maka
disebut sebagai persamaan diferensial parsial
linier tak homogen [5]. Dengan demikian,
persamaan keseimbangan massa reaktor (1)
merupakan persamaan diferensial parsial linier
homogen.
4. Kondisi Batas Homogen dan Kondisi Batas
Tak Homogen
Misalkan 𝐢(π‘₯, 𝑑) adalah solusi dari suatu
persamaan diferensial parsial pada batas 0 < π‘₯ <
𝑙, kondisi batas pada saat π‘₯ = 0 dan π‘₯ = 𝑙
dituliskan seperti persamaan berikut:
𝐢 (0, 𝑑) = 𝑔(𝑑)
(4)
𝐢 (𝑙, 𝑑) = β„Ž(𝑑)
(5)
Persamaan (4) dan (5) merupakan contoh
kondisi batas Dirichlet. Apabila 𝑔(𝑑) = 0 dan
β„Ž(𝑑) = 0 maka disebut sebagai kondisi batas
homogen. Sedangkan apabila 𝑔(𝑑) ≠ 0 atau β„Ž(𝑑) ≠
0, maka disebut sebagai kondisi batas tak
homogen [5].
5. Metode Pemisahan Variabel
Salah satu metode yang digunakan untuk
memperoleh solusi persamaan diferensial parsial
linier adalah metode pemisahan variabel. Metode
ini dilakukan dengan cara memisahkan masingmasing variabel independent dengan suatu fungsi
yang mengandung variabel independent dan
konstanta pemisahan. Masing-masing fungsi dan
konstanta pemisahan disebut sebagai fungsi eigen
dan nilai eigen [2].
Misalkan C(π‘₯, 𝑑) = 𝑋(π‘₯ )𝑇(𝑑) adalah solusi
dari suatu persamaan diferensial parsial, maka
𝑋(π‘₯) merupakan fungsi eigen yang memuat
variabel π‘₯, sedangkan 𝑇(𝑑) adalah fungsi eigen
yang memuat variabel 𝑑. Sehingga masing-masing
Volume 4 No.1 November 2015
Solusi Persamaan Keseimbangan Massa Reaktor Menggunakan Metode Pemisahan Variabel
fungsi eigen dapat diselesaikan secara terpisah
[6].
Pada kondisi batas homogen, untuk
menentukan nilai eigen dapat dilakukan dengan
cara mensubstitusikan kondisi batas pada masingmasing fungsi yang sudah diselesaikan secara
terpisah [2]. Sedangkan pada kondisi batas tak
homogen terdapat kendala untuk menentukan
nilai eigen. Sehingga penyelesaian persamaan
diferensial parsial yang mempunyai kondisi batas
tak homogen dapat dilakukan dengan cara
mentransformasikan kondisi batas yang awalnya
tak homogen diubah menjadi homogen [5].
6. Deret Fourier
[2] menyebutkan bahwa, misalkan terdapat
domain π‘₯ pada suatu interval 0 < π‘₯ < 𝑙,
sedemikian sehingga terdapat suatu deret sinus
yang konvergen menuju suatu fungsi πœ™(π‘₯) yang
didefinisikan seperti persamaan berikut:
∞
πœ™(π‘₯ ) = ∑ 𝐴𝑛 sin (
𝑛=1
π‘›πœ‹π‘₯
)
𝑙
(6)
Pada persamaan (6), 𝐴𝑛 merupakan
koefisien deret sinus, sedangkan πœ™ (π‘₯) adalah suatu
fungsi tertentu. Dengan demikian nilai 𝐴𝑛 dapat
ditentukan seperti berikut:
0,
𝐴𝑛 =
𝑛≠π‘š
𝑙
2
π‘›πœ‹π‘₯
∫ πœ™(π‘₯ ) sin (
) 𝑑π‘₯,
𝑙
{𝑙 0
PEMBAHASAN
𝑛=π‘š
(7)
𝐷
𝑑 2 𝐢(π‘₯)
𝑑𝐢(π‘₯)
−π‘ˆ
− 𝛾𝐢 (π‘₯ ) = 0
𝑑π‘₯ 2
𝑑π‘₯
(8)
Dari persamaan (2), dapat diketahui bahwa
kondisi batas yang digunakan 𝐢 (0, 𝑑) dan 𝐢 (𝑙, 𝑑)
adalah kondisi batas tak homogen, sehingga 𝑉
mempunyai kondisi batas homogen apabila
kondisi batas yang digunakan 𝐢(0) dan 𝐢(𝑙) sama
dengan kondisi batas yang digunakan 𝐢 (0, 𝑑) dan
𝐢 (𝑙, 𝑑), atau ditulis 𝐢(0) = 𝐢𝑖𝑛 dan 𝐢(𝑙) = 0. Fungsi
𝐢(π‘₯) merupakan suatu fungsi yang hanya
bergantung pada variabel π‘₯ saja. Hal ini
dikarenakan
apabila fungsi
𝐢(π‘₯)
hanya
bergantung pada variabel π‘₯ dan 𝑑, mengakibatkan
kondisi batas 𝑉 tidak homogen. Dengan demikian,
(8) dapat menjamin 𝐢 (π‘₯, 𝑑)
transformasi
CAUCHY – ISSN: 2086-0382/E-ISSN: 2477-3344
(9)
Persamaan (9) merupakan persamaan
diferensial biasa homogen orde dua. Sehingga
apabila π‘ˆ 2 + 4𝐷𝛾 > 0 maka solusi 𝐢(π‘₯)
mempunyai akar-akar real berbeda, apabila π‘ˆ 2 +
4𝐷𝛾 = 0 maka solusi 𝐢(π‘₯) mempunyai akar-akar
kembar, sedangkan apabila π‘ˆ 2 + 4𝐷𝛾 < 0 maka
solusi 𝐢(π‘₯) mempunyai akar-akar komploks.
Pada kondisi π‘ˆ 2 + 4𝐷𝛾 > 0 solusinya
diperoleh
(
π‘ˆ+√π‘ˆ2 +4𝐷𝛾
2𝐷
𝐢(π‘₯) = π‘˜1 𝑒
)π‘₯
(
π‘ˆ−√π‘ˆ2 +4𝐷𝛾
2𝐷
+ π‘˜2 𝑒
)π‘₯
(10)
dengan menggunakan kondisi batas 𝐢(0) =
𝐢𝑖𝑛 dan 𝐢(𝑙) = 0, maka nilai π‘˜1 dan π‘˜2 dapat
diperoleh:
(
Pada bab sebelumnya telah dijelaskan,
terdapat
kendala
dalam
menyelesaikan
persamaan keseimbangan massa reaktor (1) yang
mempunyai kondisi batas tak homogen (2).
Sehingga perlu dilakukan transformasi kondisi
batas, yang awalnya tak homogen diubah menjadi
kondisi batas homogen. Sehingga solusi
persamaan
keseimbangan
massa
reaktor
ditrasformasikan seperti berikut:
𝐢 (π‘₯, 𝑑) = 𝑉(π‘₯, 𝑑) + 𝐢(π‘₯)
merupakan solusi persamaan keseimbangan
massa reaktor yang mempunyai kondisi batas tak
homogen.
Dari penjelasan di atas, 𝐢(π‘₯) merupakan
solusi persamaan keseimbangan massa reaktor
pada kondisi laju perubahan konsentrasi massa
tidak dipengaruhi oleh perubahan waktu (steadystate). Sehingga untuk memperoleh solusi pada
persamaan (8), perlu diselesaikan persamaan
keseimbangan massa reaktor pada kondisi steadystate seperti berikut:
2𝐷
𝐢𝑖𝑛 𝑒
π‘˜1 =
(
dan
π‘ˆ−√π‘ˆ2 +4𝐷𝛾
π‘ˆ−√π‘ˆ2 +4𝐷𝛾
)𝑙
2𝐷
𝑒
(
)𝑙
π‘ˆ+√π‘ˆ2 +4𝐷𝛾
π‘ˆ+√π‘ˆ2 +4𝐷𝛾
𝑙
2𝐷
𝐢𝑖𝑛 𝑒 (
π‘˜2 = −
)
π‘ˆ−√π‘ˆ2 +4𝐷𝛾
2𝐷
𝑒(
)𝑙
2𝐷
−𝑒
𝑙
π‘ˆ+√π‘ˆ2 +4𝐷𝛾
2𝐷
) −𝑒 (
𝑙
)
Pada kondisi π‘ˆ 2 + 4𝐷𝛾 = 0, dengan cara
yang sama, solusinya diperoleh
π‘ˆ
𝐢 (π‘₯ ) = 𝐢𝑖𝑛 𝑒 2𝐷π‘₯ −
π‘ˆ
𝐢𝑖𝑛
π‘₯𝑒 2𝐷π‘₯
𝑙
(11)
Sedangkan pada kondisi π‘ˆ 2 + 4𝐷𝛾 < 0,
dengan cara yang sama, solusinya diperoleh
π‘ˆ
𝐢 (π‘₯ ) = 𝐢𝑖𝑛 𝑒 2𝐷π‘₯ π‘π‘œπ‘  (
π‘ˆ
√|π‘ˆ 2 + 4𝐷𝛾|
π‘₯)
2𝐷
+π‘˜4 𝑒 2𝐷π‘₯ 𝑠𝑖𝑛 (
(12)
√|π‘ˆ 2 + 4𝐷𝛾|
π‘₯)
2𝐷
43
Moh. Syaiful Arif
dengan π‘˜4 = −𝐢𝑖𝑛 π‘π‘œπ‘‘ (
√|π‘ˆ 2 +4𝐷𝛾|
2𝐷
𝑙).
Selanjutnya, untuk menjamian solusi 𝑉 (π‘₯, 𝑑)
memenuhi persamaan keseimbangan massa
reaktor, maka persamaan (8) disubstiusikan pada
persamaan (1), sehingga dapat diperoleh
persamaan baru seperti berikut:
𝑉𝑑 (π‘₯, 𝑑) = 𝐷𝑉π‘₯π‘₯ (π‘₯, 𝑑) − π‘ˆπ‘‰π‘₯ (π‘₯, 𝑑) − 𝛾𝑉 (π‘₯, 𝑑)
(13)
dengan mensubstitusikan kondisi batas 𝐢 (0, 𝑑),
𝐢 (𝑙, 𝑑) dan 𝐢 (0), 𝐢 (𝑙 ) pada persamaan (8), maka
kondisi batas 𝑉 pada saat π‘₯ = 0 dan π‘₯ = 𝑙 adalah
𝑉(0, 𝑑) = 0,
𝑉 (𝑙, 𝑑) = 0
(14)
Sedangkan kondisi awal 𝑉 pada saat 𝑑 = 0 adalah
𝑉(π‘₯, 0) = −𝐢 (π‘₯ )
(15)
Langkah
selanjutnya,
𝑉(π‘₯, 𝑑)
dapat
diperoleh dengan cara menyelesaikan persamaan
(13). Sehingga dimisalkan
𝑉 (π‘₯, 𝑑) = 𝑇(𝑑)𝑋(π‘₯ )
(16)
sebagai solusi dari persamaan (13).
Kemudian dengan mensubstitusikan persamaan
(16) pada (13), maka dapat diperoleh
𝑇 ′ (𝑑)
𝑋 ′′ (π‘₯)
𝑋 ′ (π‘₯)
=𝐷
−π‘ˆ
−𝛾
𝑇(𝑑)
𝑋(π‘₯)
𝑋(π‘₯)
𝑇 ′ (𝑑)
𝑋 ′′ (π‘₯)
𝑋 ′ (π‘₯)
+𝛾 =𝐷
−π‘ˆ
𝑇(𝑑)
𝑋(π‘₯)
𝑋(π‘₯)
dan
π‘ˆ+√π‘ˆ2 +4𝐷𝛽2
π‘ˆ−√π‘ˆ2 +4𝐷𝛽2
π‘ˆ+√π‘ˆ2 −4𝐷𝛽2
π‘ˆ−√π‘ˆ2 −4𝐷𝛽2
π‘₯
π‘₯
2𝐷
2𝐷
𝑋 ( π‘₯ ) = π‘š5 𝑒
+ π‘š6 𝑒
dengan menggunakan kondisi batas (14),
maka dapat diperoleh π‘š5 = 0 dan π‘š4 = 0. Dengan
demikian, untuk πœ† > 0, solusi 𝑋 (π‘₯) adalah nol
(trivial solution).
Sedangkan untuk πœ† < 0, dimisalkan πœ† =
−𝛽 2 maka solusi persamaan (18) adalah
π‘₯
π‘₯
2𝐷
2𝐷
𝑋 ( π‘₯ ) = π‘š7 𝑒
+ π‘š8 𝑒
Dari persamaan tersebut dapat diketahui
bahwa, apabila π‘ˆ 2 − 4𝐷𝛽 2 > 0, maka seperti
pada kasus πœ† > 0 solusinya adalah nol (trivial
solution). Dengan demikian, nilai dipilih π‘ˆ 2 −
4𝐷𝛽 2 < 0. Artinya π‘ˆ 2 − 4𝐷𝛽 2 harus bernilai
negatif.
Dengan
demikian,
π‘ˆ 2 − 4𝐷𝛽 2 =
2
2
−(4𝐷𝛽 − π‘ˆ ) dapat menjamin nilainya selalu
negatif. Sehingga solusinya diperoleh
π‘ˆ+√−(4𝐷𝛽2 −π‘ˆ2 )
𝑋 (π‘₯ ) = π‘š7 𝑒
2𝐷
π‘₯
π‘ˆ−√−(4𝐷𝛽2 −π‘ˆ2 )
+ π‘š8 𝑒
(17)
(18)
𝑇 (𝑑)
+𝛾 =πœ†
𝑇(𝑑)
(19)
Pada persamaan (18) dan (19), πœ† adalah
suatu konstanta, sehingga πœ† dapat bernilai nol,
positif, atau negatif, secara terurut dinotasikan
dengan πœ† = 0, πœ† > 0, atau πœ† < 0. Dengan demikian,
untuk menentukan solusi dari persamaan (18)
2𝐷
π‘₯
π‘ˆ−𝑖√4𝐷𝛽2 −π‘ˆ2
π‘₯
π‘₯
2𝐷
2𝐷
= π‘š7 𝑒
+ π‘š8 𝑒
Persamaan tersebut dapat diubah menjadi
seperti berikut:
π‘ˆ
√4𝐷𝛽 2 − π‘ˆ 2
𝑋(π‘₯ ) = 𝑒 2𝐷π‘₯ (π‘š9 cos (
π‘₯))
2𝐷
π‘ˆ
√4𝐷𝛽 2 − π‘ˆ 2
+𝑒 2𝐷π‘₯ (π‘š10 sin (
π‘₯))
2𝐷
dengan menggunakan kondisi batas (14),
maka dapat diperoleh π‘š9 = 0, π‘š10 ≠ 0, dan 𝛽 =
√
(2π‘›πœ‹π·)2+π‘ˆ 2 𝑙2
4𝐷𝑙2
untuk 𝑛 menuju tak hingga (𝑛 =
1,2, … ).
Sehingga
disederhanakan menjadi
π‘ˆ
solusi
𝑋 (π‘₯ ) = π‘š10 𝑒 2𝐷π‘₯ sin (
′
𝑇 ′ (𝑑 ) − (πœ† − 𝛾 )𝑇 (𝑑 ) = 0
44
π‘ˆ
𝑋 ( π‘₯ ) = π‘š3 + π‘š 4 𝑒 𝐷π‘₯
dengan menggunakan kondisi batas (14),
maka dapat diperoleh π‘š3 = 0 dan π‘š4 = 0. Dengan
demikian, untuk πœ† = 0, solusi 𝑋(π‘₯ ) adalah nol
(trivial solution).
Untuk πœ† > 0, dimisalkan πœ† = 𝛽 2 maka solusi
persamaan (18) adalah
π‘ˆ+𝑖√4𝐷𝛽2 −π‘ˆ2
Pada persamaan (17), ruas kiri hanya
bergantung pada variabel 𝑑, sedangkan ruas kanan
hanya bergantung pada variabel π‘₯. Sehingga
kondisi tersebut hanya dapat dipenuhi apabila
kedua ruas bernilai konstanta yang tidak
bergantung pada variabel 𝑑 dan π‘₯. Misalkan
konstanta yang dimaksud adalah πœ†, maka
persamaan (17) dapat dipisahkan menjadi seperti
berikut:
𝑋 ′′ (π‘₯)
𝑋 ′ (π‘₯)
𝐷
−π‘ˆ
=πœ†
𝑋(π‘₯)
𝑋(π‘₯)
𝐷𝑋 ′′ (π‘₯ ) − π‘ˆπ‘‹ ′ (π‘₯ ) − πœ†π‘‹ (π‘₯ ) = 0
dan (19), ditentukan terlebih dahulu nilai πœ† yang
memenuhi. Untuk πœ† = 0, maka solusi persamaan
(18) adalah
π‘›πœ‹π‘₯
)
𝑙
𝑋 (π‘₯ )
dapat
(20)
Dikarenakan nilai πœ† yang memenuhi adalah
πœ† = −𝛽 2 , maka solusi 𝑇(𝑑) dari persamaan (20)
adalah
𝑇(𝑑) = π‘š12 𝑒
(2π‘›πœ‹π·)2 +π‘ˆ2 𝑙2
+𝛾)𝑑
4𝐷𝑙2
−(
(21)
Langkah
selanjutnya,
dengan
mensubstitusikan persamaan (20) dan (21) pada
Volume 4 No.1 November 2015
Solusi Persamaan Keseimbangan Massa Reaktor Menggunakan Metode Pemisahan Variabel
persamaan (16), maka solusi 𝑉(π‘₯, 𝑑) dapat
diperoleh seperti berikut
∞
𝑉 (π‘₯, 𝑑) = ∑ 𝐸𝑛 𝑒
−(
(2π‘›πœ‹π·)2 +π‘ˆ2 𝑙2
+𝛾)𝑑
4𝐷𝑙2
π‘ˆ
𝑒 2𝐷π‘₯ sin (
𝑛=0
π‘›πœ‹π‘₯
)
𝑙
π‘ˆ
𝐢𝑖𝑛 𝑒 2𝐷π‘₯ −
3.
𝑛=1
Kemudian dengan menggunakan kondisi
awal (15), maka pada saat 𝑑 = 0 diperoleh
∞
π‘›πœ‹π‘₯
−𝐢 (π‘₯ ) = ∑ 𝐸𝑛 sin (
)
𝑙
𝑛=1
dengan menggunakan ekspansi deret
Fourier seperti persamaan (7), maka nilai 𝐸𝑛
dapat diperoleh seperti berikut:
2 𝑙
π‘›πœ‹π‘₯
En = − ∫ 𝐢 (π‘₯ ) sin (
) 𝑑π‘₯
𝑙 0
𝑙
Kemudian
dengan
mengintegralkan
persamaan tersebut, apabila π‘ˆ 2 + 4𝐷𝛾 > 0
diperoleh
En =
2π‘›πœ‹(π‘˜1 (𝑒 𝐴1 𝑙 cos(π‘›πœ‹)−1)+π‘˜2 (𝑒 −𝐴1 𝑙 cos(π‘›πœ‹)−1))
(π‘›πœ‹)2 +(𝑙𝐴1 )2
√|π‘ˆ 2 +4𝐷𝛾|
dengan 𝐴1 =
2𝐷
2𝐢
𝑙
π‘ˆ
π‘₯𝑒 2𝐷π‘₯
(23)
Jika π‘ˆ 2 + 4𝐷𝛾 < 0, maka diperoleh
𝐢 (π‘₯, 𝑑) =
∑∞
𝑛=1 𝐸𝑛 𝑒
𝐸𝑛 merupakan suatu nilai yang dapat
diperoleh dengan mensubstitusikan kondisi awal.
Dari persamaan tersebut dapat diketahui pada
saat 𝑛 = 0, mengakibatkan nilai dari sin(0) = 0,
sehingga solusi 𝑉 (π‘₯, 𝑑) = 0. Dengan demikian pada
saat 𝑛 = 0, nilai 𝐸0 tidak mempengaruhi hasil dari
penjumlahanya, jadi solusinya yaitu:
∞
(2π‘›πœ‹π·)2 +π‘ˆ2 𝑙2
π‘›πœ‹π‘₯
−(
+𝛾)𝑑 π‘ˆ π‘₯
4𝐷𝑙2
𝑉 (π‘₯, 𝑑) = ∑ 𝐸𝑛 𝑒
𝑒 2𝐷 sin (
)
𝑙
𝐢𝑖𝑛
(2π‘›πœ‹π·)2 +π‘ˆ2 𝑙2
+𝛾)𝑑
4𝐷𝑙2
−(
+𝐢𝑖𝑛 𝑒
+π‘˜4 𝑒
π‘ˆ
π‘₯
2𝐷
π‘ˆ
π‘₯
2𝐷
π‘ˆ
𝑒 2𝐷π‘₯ sin (
π‘π‘œπ‘  (
𝑠𝑖𝑛 (
π‘›πœ‹π‘₯
)
𝑙
√|π‘ˆ 2 +4𝐷𝛾|
2𝐷
√|π‘ˆ 2 +4𝐷𝛾|
2𝐷
π‘₯)
π‘₯)
(24)
Setelah solusi persamaan keseimbangan
massa reaktor diperoleh, maka untuk mengetahui
perubahan konsentrasi massa zat di sepanjang
reaktor, ditentukan parameternya terlebih dahulu.
Misalkan
masing-masing
parameternya
ditentukan seperti berikut: 𝐢𝑖𝑛 = 100 π‘šπ‘œπ‘™/π‘š3 ,
π‘ˆ = 0.008 π‘š⁄𝑑𝑒𝑑, 𝛾 = 0.018 π‘šπ‘œπ‘™⁄𝑑𝑒𝑑, kemudian
penyebaran zat yang awalnya 𝐷 = 0.083 π‘š2 ⁄𝑑𝑒𝑑
dipercepat menjadi 𝐷 = 0.8 π‘š2 ⁄𝑑𝑒𝑑, maka
perubahan jumlah massa zat pada reaktor
sepanjang π‘₯ = [0, 10] dapat dilihat seperti gambar
di bawah ini:
,
. Apabila π‘ˆ 2 + 4𝐷𝛾 =
0, maka 𝐸𝑛 = − π‘›πœ‹π‘–π‘› . Sedangkan apabila π‘ˆ 2 +
4𝐷𝛾 < 0, maka dapat diperoleh
𝐸𝑛 =
𝐢𝑖𝑛 ((cos(𝐴1 𝑙+π‘›πœ‹)−1))+π‘˜3 (sin(𝐴1 𝑙+π‘›πœ‹))
−
(𝐴1 𝑙+π‘›πœ‹)
𝐢𝑖𝑛 ((cos(𝐴1 𝑙−π‘›πœ‹)−1))+π‘˜3 (sin(𝐴1 𝑙−π‘›πœ‹))
(𝐴1 𝑙−π‘›πœ‹)
.
(a)
Substitusikan masing-masing solusi 𝐢 (π‘₯ )
dan 𝑉 (π‘₯, 𝑑) pada persamaan (14), maka solusi
persamaan keseimbangan massa reaktor yang
mempunyai kondisi batas tak homogen yaitu:
1. Jika π‘ˆ 2 + 4𝐷𝛾 > 0, maka diperoleh
𝐢 (π‘₯, 𝑑) =
∑∞
𝑛=1 𝐸𝑛 𝑒
(2π‘›πœ‹π·)2 +π‘ˆ2 𝑙2
+𝛾)𝑑
4𝐷𝑙2
−(
(
π‘ˆ+√π‘ˆ2 +4𝐷𝛾
2𝐷
+π‘˜1 𝑒
2.
π‘ˆ
𝑒 2𝐷π‘₯ sin (
)π‘₯
(
+ π‘˜2 𝑒
π‘›πœ‹π‘₯
𝑙
)
π‘ˆ−√π‘ˆ2 +4𝐷𝛾
)π‘₯
2𝐷
(22)
Jika π‘ˆ 2 + 4𝐷𝛾 = 0, maka diperoleh
∞
𝐢 (π‘₯, 𝑑) = ∑ 𝐸𝑛 𝑒
𝑛=1
(2π‘›πœ‹π·)2 +π‘ˆ2 𝑙2
+𝛾)𝑑
4𝐷𝑙2
−(
π‘ˆ
𝑒 2𝐷π‘₯ sin (
π‘›πœ‹π‘₯
)
𝑙
CAUCHY – ISSN: 2086-0382/E-ISSN: 2477-3344
(b)
Gambar 1. (a) Perubahan Konsentrasi Zat
dengan 𝐷 = 0.083 π‘š2 ⁄𝑑𝑒𝑑 (b) Perubahan
Konsentrasi Zat dengan 𝐷 = 0.8 π‘š2 ⁄𝑑𝑒𝑑
45
Moh. Syaiful Arif
Gambar 1.a menunjukkan grafik perubahan
konsentrasi massa zat dengan memperlambat
penyebaran zat di dalam reaktor. Sedangkan
Gambar 1.b menyatakan perubahan konsentrasi
massa zat dengan mempercepat penyebaran zat di
dalam reaktor. Dari kedua gambar di atas, dapat
diketahui bahwa semakin cepat zat yang
menyebar pada reaktor maka semakin sedikit
konsentrasi zat yang mengalami perubahan.
Begitupun sebaliknya, semakin lambat zat yang
menyebar pada reaktor, maka semakin banyak
jumlah konsentrasi zat yang mengalami
perubahan.
Selanjutnya, dengan parameter 𝐢𝑖𝑛 =
100 π‘šπ‘œπ‘™/π‘š3 , 𝐷 = 0.083 π‘š2 ⁄𝑑𝑒𝑑, dan π‘ˆ =
0.008 π‘š⁄𝑑𝑒𝑑, maka perubahan konsentrasi massa
zat dengan memperbesar dan memperkecil
koefesien reaksi zat (𝛾), dapat dilihat seperti
gambar di bawah ini:
zat di dalam reaktor. Dari Gambar 2.a dan 2.b,
dapat diketahui bahwa semakin besar koefisien
reaksi zat pada reaktor maka semakin banyak
konsentrasi zat yang mengalami perubahan di
sepanjang reaktor. Begitupun sebaliknya, semakin
kecil koefisien reaksi zat pada reaktor, maka
semakin sedikit jumlah konsentrasi zat yang
mengalami perubahan di sepanjang reaktor.
Pada gambar (1) sampai dengan (2),
parameter yang digunakan memenuhi kondisi
π‘ˆ 2 + 4𝐷𝛾 > 0. Parameter yang memenuhi kondisi
π‘ˆ 2 + 4𝐷𝛾 = 0 dan π‘ˆ 2 + 4𝐷𝛾 < 0 dapat dilihat
seperti gambar (3) di bawah ini:
(a)
(a)
(b)
Gambar 2. (a) Perubahan Konsentrasi Zat
dengan 𝛾 = 0.2 π‘šπ‘œπ‘™⁄𝑑𝑒𝑑 (b) Perubahan
Konsentrasi Zat dengan 0.02 π‘šπ‘œπ‘™⁄𝑑𝑒𝑑
Gambar 2.a menunjukkan grafik perubahan
konsentrasi massa zat dengan memperkecil
koefisien reaksi zat di dalam reaktor. Sedangkan
Gambar 2.b menyatakan perubahan konsentrasi
massa zat dengan memperbesar koefisien reaksi
46
(b)
Gambar 3. (a) Perubahan Konsentrasi
Massa Zat dengan π‘ˆ 2 + 4𝐷𝛾 = 0 (b) Perubahan
Konsentrasi Massa Zat dengan π‘ˆ 2 + 4𝐷𝛾 < 0
Dari gambar 3.a dan 3.b, dapat diketahui
pemilihan parameter yang memenuhi π‘ˆ 2 + 4𝐷𝛾 =
0 membutuhkan waktu lebih lama dari pada
kondisi π‘ˆ 2 + 4𝐷𝛾 > 0 untuk mencapai kondisi
steady-state, sedangkan pemilihan parameter yang
memenuhi π‘ˆ 2 + 4𝐷𝛾 < 0 membutuhkan waktu
paling lama untuk mencapai kondisi steady-state.
Perubahan massa zat dengan parameter
yang sama seperti pada Gambar 2.b, selama kurun
waktu 15 detik dapat dilihat melalui gambar di
bawah ini:
Volume 4 No.1 November 2015
Solusi Persamaan Keseimbangan Massa Reaktor Menggunakan Metode Pemisahan Variabel
Gambar 3. Perubahan Konsentrasi Massa
Zat Selama Kurun Waktu 15 Detik
KESIMPULAN
Faktor
pemilihan
parameter
yang
sedemikian sehingga π‘ˆ 2 + 4𝐷𝛾 > 0, paling efesien
digunakan untuk menyelesaikan permasalahan
terkait perubahan konsentrasi massa zat pada
suatu raktor. Dengan demikian, semakin cepat zat
yang menyebar pada reaktor, maka semakin
sedikit jumlah konsentrasi massa zat yang
mengalami perubahan; semakin besar koefisien
reaksi zat dalam reaktor, maka semakin banyak
jumlah konsentrasi massa zat yang mengalami
perubahan di sepanjang reaktor.
DAFTAR PUSTAKA
[1] B. Barnes and G. R. Fulford, Mathematical
Modelling with Case Studies A Differential
Equation Using Maple and Matlab Second
Edition, London: CRC Press, 2009.
[2] W. A. Strauss, Partial Differential Equation An
Introduction, Singapore: John Wiley &
Sons.Inc, 1992.
[3] J. Caldwell, Mathematical Modelling Case
Studies and Projects, New York: Kluwer
Academic Publishers, 2004.
[4] W. E. Boyce and R. C. DiPrima, Elementarry
Differential Equation and Boundary Value
Proplem Ninth Edition, USA: John Wiley &
Sons, Inc, 2009.
[5] M. A. Pinsky, Partial Differential Equation and
Boundary-Value Problem With Aplication
Third Edition, Rhode Island: Waveland Press,
2003.
[6] R. P. Agarwal and D. O'Regan, Ordinary and
Partial Differential Equation With Special
Function, Fourier Series and Boundary Value
Problems, New York: Spinger Scince +
Business Media, 2009.
CAUCHY – ISSN: 2086-0382/E-ISSN: 2477-3344
47
Download