Universitas Pakuan, Bogor OPTIMASI PRODUKSI GULA CAIR DARI PATI SAGU (Metroxylon spp.) ASAL SULAWESI TENGGARA Karlina Dwi Murtias 1), Ade Heri Mulyati, M.Si 1), Agus Budiyanto, STP, M.Sc 2) 1) Program Studi Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pakuan Bogor 2) Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Jl. Tentara Pelajar No.12A Cimanggu Bogor 16114 ABSTRAK Tingkat konsumsi gula akan terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan pendapatan masyarakat. Dalam upaya memenuhi kebutuhan gula digunakan alternatif pengganti gula tebu yaitu gula dari pati sagu. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan kualitas pati sagu asal Sulawesi Tenggara dengan parameter fisik, kimia dan mikrobiologi serta menentukan konsentrasi pati dan enzim optimum dalam produksi gula cair dari pati sagu dengan cara hidrolisis enzim. Penelitian ini meliputi beberapa tahap, pencucian pati sagu dan karakterisasi serta optimasi pembuatan gula cair dari pati sagu. Optimasi dilakukan dengan menggunakan perbandingan pati dan air (1:4, 1:5, 1:6). Enzim α-amilase terdiri atas tiga taraf konsentrasi yaitu 0,8 mL kg-1 pati, 1,0 mL kg-1 pati dan 1,2 mL kg-1 pati. Enzim amiloglukosidase terdiri atas tiga taraf konsentrasi yaitu 0,8 mL kg-1 pati, 1,0 mL kg-1 pati dan 1,2 mL kg-1 pati. Selanjutnya dilakukan analisis warna, total padatan terlarut, kadar gula total dan pH. Hasil optimasi yang terbaik dibuat gula cair dan diuji secara organoleptik, fisik, kimia dan mikrobiologi. Hasil penelitian diperoleh pati sagu asal Sulawesi Tenggara memiliki karakteristik fisik serbuk halus, bewarna putih, rasa normal khas sagu, aroma normal khas sagu dengan kadar air 7,21%, abu 0,11%, lemak 0,56%, protein 0,36%, serat kasar 0,37%, karbohidrat 91,76%, pati 80,69%, logam tembaga 1,28 ppm dan tidak mengandung logam timbal, raksa dan arsen, dengan angka lempeng total 4,5x101 koloni/g dan tidak mengandung kapang. Kondisi optimum produksi gula cair dari pati sagu asal Sulawesi Tenggara diperoleh perbandingan pati dengan air 1:4 dengan enzim α-amilase 1,2 mL kg-1 pati dan enzim amiloglukosidase 1,2 mL kg-1 pati. Gula cair yang dihasilkan memiliki karakteristik fisik dengan total padatan terlarut 60°Brix, rasa manis, aroma manis khas gula, warna kuning kemerahan dengan kadar air 35,26%, abu 0,06%, gula pereduksi 50,46%, logam tembaga 1,24 ppm, logam seng 3,59 ppm dan tidak mengandung logam timbal dan arsen. Hasil analisis mikrobiologi untuk angka lempeng total, kapang dan khamir memenuhi standar yang disyaratkan. Kata kunci: Gula cair, optimasi, pati sagu, hidrolisis enzim, Sulawesi Tenggara. 1 Universitas Pakuan, Bogor PENDAHULUAN Gula merupakan sumber bahan pemanis paling dominan, baik untuk keperluan konsumsi rumah tangga maupun untuk bahan baku industri makanan dan minuman. Tingkat konsumsi gula di Indonesia masih relatif rendah dibandingkan dengan negara-negara lain, sehingga diperkirakan konsumsi gula akan terus meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan pendapatan masyarakat. Pada tahun 2014, kebutuhan gula nasional mencapai 5,7 juta ton yang terdiri dari 2,8 juta ton untuk konsumsi langsung masyarakat dan 2,9 ton untuk memenuhi kebutuhan industri (BPS, 2015). Dalam upaya memenuhi kebutuhan gula dapat digunakan beberapa sumber pemanis alternatif pengganti gula tebu seperti siklamat, aspartam, stevia, dan gula hasil hidrolisis pati. Industri makanan dan minuman saat ini memiliki kecenderungan untuk menggunakan sirup glukosa. Di Indonesia bahan baku untuk pembuatan sirup glukosa adalah pati, tersedia banyak baik jumlah maupun jenisnya, misalnya tapioka, pati jagung, pati umbi-umbian dan pati sagu (Triyono, 2008). Pati sagu memiliki potensi yang besar sebagai bahan dasar pembuatan gula cair, hingga mencapai 20–40 ton ha-1 tahun-1, maka kebutuhan gula akan tercukupi dari pengolahan pati sagu (Bintoro et al. 2010). Pati sagu dapat dijadikan gula cair dengan cara menghidrolisis pati menggunakan enzim. Pembuatan gula cair dari pati sagu sudah banyak dilakukkan diantaranya dari beberapa wilayah indonesia seperti Jawa Barat, Riau, Sulawesi Utara, Kalimantan Selatan, dan Irian Jaya. Penelitian gula cair dari sagu asal Sulawesi Tenggara belum pernah dilakukkan, sehingga perlu dilakukan penelitian pembuatan gula cair dari pati sagu agar dapat meningkatkan produksi gula cair sagu untuk mengurangi import gula. TINJAUAN PUSTAKA Istilah sagu telah digunakan secara luas untuk pati atau tepung yang dihasilkan oleh batang tumbuhan palma, pakis atau umbi akar. Selama ini nama pati dan tepung disamakan. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, pengertian pati dan tepung disamakan baik sebagai hasil ekstrasi dari pokok batang palma maupun hasil penghancuran (penggilingan) umbi atau bijibijian seperti ubi kayu, gandum dan padi. Menurut Louhenapessy et al (2010) pati adalah hasil ekstrasi secara mekanik dalam keadaan basah dari empulur pohon, sedangkan tepung adalah hasil yang didapat dari penggilingan kering dari suatu bahan, yang tetap mengandung serat dan bahan kasar lainnya Pati sagu diperoleh dari hasil ekstraksi inti batang sagu atau empulur sagu dengan bantuan air sebagai perantara (Haryanto dan Pangloli, 1992) Salah satu pati umbi-umbian yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan menjadi sirup glukosa adalah pati sagu. Sirup glukosa adalah cairan kental dan jernih dengan komponen utama glukosa yang diperoleh dari hidrolisis pati dengan cara kimia atau enzimatik. Enzim adalah golongan protein yang paling banyak terdapat dalam sel hidup, dan mempunyai fungsi penting sebagai 2 Universitas Pakuan, Bogor katalisator reaksi biokimia yang secara kolektif membentuk metabolism perantara (intermediary metabolism) dari sel (Wirahadikusumah, 2008). Kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor, terutama adalah substrat, suhu, keasaman, aktivator atau inhibitor. Hidrolisis secara enzimatis memiliki perbedaan mendasar dengan hidrolisis secara asam. Hidrolisis secara asam memutus rantai pati secara acak, sedangkan hidrolisis secara enzimatis memutus rantai pati secara spesifik pada percabangan tertentu. Sirup glukosa adalah adalah cairan kental dan jernih dengan komponen utama glukosa yang diperoleh dari hidrolisis pati dengan cara kimia atau enzimatik (SNI 012978-1992). Sirup glukosa merupkan hasil hidrolisis pati menggunakan enzim αamilase dan enzim amiloglukosidase. Pemecahan partikel besar mengurangi kekentalan larutan pati tergelatinisasi. Proses ini disebut likuifikasi. Tahap akhir depolimerisasi pembentukan mono-, di-, trisakarida disebut sakarifikasi (Wang, 2006) Proses produksi glukosa melalui hidrolisis enzimatis terdiri atas tahap likuifikasi dan tahap sakarifikasi. Proses likuifikasi merupakan proses pencairan gel pati dengan menggunakan enzim α-amilase yang menghidrolisis pati menjadi molekulmolekul yang lebih sederhana dari oligosakarida atau dekstrin yang memutus ikatan α-(1,4) glikosidik pada amilosa dan amilopektin (Maksum et al. 2001). Hasil penelitian Wibisono (2004) pH optimum αamilase sebesar 5.2 dengan suhu optimum 95°C. Budiyanto et al .(2006) waktu optimum tahap likuifikasi 60 menit. Tahap selanjutnya dari proses produksi sirup glukosa yaitu sakarifikasi. Proses tersebut merupakan proses pemecahan pati menjadi gula reduksi menggunakan enzim amiloglukosidase, dengan memutus ikatan pati menjadi molekul-molekul pada ikatan α-1,4 maupun α-1,6. Kisaran pH optimum proses sakarifikasi sebesar 4.5, dengan suhu 50°C (Budiyanto et al. 2006). METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2015 sampai Maret 2016. Kegiatan penelitian dilaksanakan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Badan Litbang Pertanian, Kementerian Pertanian, Cimanggu, Bogor. Alat dan Bahan Percobaan Alat yang digunakan dalam proses pembuatan adalah oven, neraca analitik, kain saring, pengaduk, sendok, pH-meter HI 2211, termometer, refraktometer, chromameter Minolta 300, kompor, panci, pengaduk kayu. Alat instrumen yang dipakai adalah Spektrofotometer UV 6500 dan Spektrofotometer Serapan Stom AA-7000 dan sebagainya. Bahan yang digunakan dalam proses pembuatan adalah pati sagu yang berasal dari Sulawesi tenggara , enzim α-amilase, enzim amiloglukosidase, aquades, fenol 5%, H2SO4 pekat, HNO3 pekat dan sebagainya 3 Universitas Pakuan, Bogor Rancangan Penelitian Rancangan penelitian dalam penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan rancangan perlakuan split split plot. Perlakuan perbandingan. Dengan rancangan linier yang digunakan adalah : Yijkl = µ + βj + εij + ɣk + (βɣ)jk + εijk + ơl + (βơ)jl + (ɣơ)kl + (βɣơ)jkl + εijkl Yijkl= Pengamatan pada ulangan ke-i, perlakuan air ke-j, perlakuan penambahan enzim α-amilase ke-k dan perlakuan penambahan enzim amiloglukosidase ke-l, µ = Nilai tengah umum, βj = Pengaruh perlakuan air ke-j, (αβ)ij = Pengaruh galat (a), ɣk = Pengaruh perlakuan enzim α-amilase kek, (βɣ)jk = Pengaruh interaksi perlakuan air ke-j dan penambahan enzim α-amilase ke-k, (αβɣ)ijk = Pengaruh galat (b), ơl = Pengaruh penambahan enzim amiloglukosidase ke-l, (βơ)jl = Pengaruh interaksi perlakuan air ke-j dan penambahan enzim amiloglukosidase kel, (ɣơ)kl = Pengaruh interaksi perlakuan enzim α-amilase ke-k dan penambahan enzim amiloglukosidase ke-l, (βɣơ)jkl = Pengaruh interaksi perlakuan air ke-j, perlakuan penambahan enzim α-amilase ke-k dan perlakuan penambahan enzim amiloglukosidase ke-l, εijkl = Galat percobaan Data yang diperoleh diuji dengan uji F menggunakan aplikasi SAS 9.1 dan apabila menunjukkan pengaruh yang nyata maka dilanjutkan dengan pengujian Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf 5%. Preparasi Dan Karakterisasi Pati Sagu Pati sagu asal Sulawesi Tenggara dicuci dengan air, diaduk sampai bersih selanjutnya disaring agar semua kotoran tersaring. Keringkan dalan oven suhu 4550°C selama 5-6 jam, selanjutnya sagu yang telah kering dihaluskan dan diayak. Kemudian di lakukan analisis karakteristik fisik yang meliputi bentuk, warna, rasa dan aroma, selanjutnya uji karakteristik kimia, yang meliputi uji kadar air (SNI 01-28911992), kadar abu (SNI 01-2891-1992), kadar protein (SNI 01-2891-1992), kadar lemak (SNI 01-2891-1992), kadar karbohidrat (By difference), kadar pati (AOAC, 1995), kadar serat kasar (SNI 01-2891-1992), kadar logam (Pb, Cu, Hg dan As) (SNI2354.5:2011) dan analisis mikrobiologi yang meliputi uji Angka Lempeng Total (ALT) (ISO 4833:2003), Kapang (FDA-BAM 2001 Chapter 18). Analisis Kadar Pati (AOAC, 1995) Ditimbang 1 g sampel lalu ditambah dengan 150 HCl 3% kemudian dihidrolisis selama 3 jam dipendingin balik lalu didinginkan. Dinetralkan dengan NaOH 20% sampai pH netral. Ditepatkan ke dalam labu 250 mL. Dipipet 10 mL sampel ditambahkan dengan 25 mL larutan luff schrool dan 15 mL aquades kemudian dipanaskan selama 10 menit pada pendingin balik, diangkat kemudian dinginkan dalam air bak. Kemudian ditambah dengan 25 mL H2SO4 25%, 10 mL KI. Dititar dengan larutan natrium tio sulfat 0,1 N Dilakukkan terhadap blanko (Digunakan indikator larutan kanji 0,5%). Ditentukan kadar gula yang dinyatakan sebagai glukosa dari filtrat yang diperoleh dengan Metode Luff-Schoorl dengan rumus: 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑏𝑙𝑎𝑛𝑘𝑜 − 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ 𝑋 𝑁 𝑡𝑖𝑜 0,1 4 Universitas Pakuan, Bogor Kadar Glukosa (%) = 𝑏 𝑥 𝑓𝑝 𝑊 𝑋100% Kadar Pati (%)= 0,9 x kadar gula reduksi (%) Keterangan : W = Bobot sampel (miligram) B = Glukosa yang terkandung untuk mL tio yang dipergunakan Fp = Faktor pengenceran Optimasi Pembuatan Gula Cair Pati sagu yang digunakan sebanyak 30 g. Perbandingan pati dan air yang digunakan 1:4, 1:5 dan 1:6. Volume air yang digunakan sebanyak 120 mL,150 mL dan 180 mL. Selanjutnya ditambahkan enzim αamilase dipanaskan hingga suhu mencapai 95°C. Enzim α-amilase yang digunakan sebanyak 24 μL setara dengan 0,8 mL kg-1 pati, 30 μL setara dengan 1 mL kg-1 pati dan 36 μL setara dengan 1,2 mL kg-1 pati, selanjutnya didinginkan sampai suhu 50°C, kemudian dilakukkan penambahan enzim amiloglukosidase, enzim amiloglukosidase yang digunakan sebanyak 24 μL setara dengan 0,8 mL kg-1 pati, 30 μL setara dengan 1 mL kg-1 pati dan 36 μL setara dengan 1,2 mL kg-1 pati. Selanjutnya diinkubasi selama 48 jam. Setelah inkubasi 48 jam gula cair yang dihasilkan selanjutnya diuji kualitasnya dengan melakukan pengukuran warna (chromameter Minolta 300), total padatan terlarut (Reflaktometer), kadar gula total (Metode fenol Apriyantono et al. 1989) dan pH. Analisis Kadar Gula Total (Apriyantono et al. 1989) Dimasukkan 1 mL sampel ke dalam labu 500 mL lalu diencerkan dengan aquades sampai tanda batas. Diambil larutan 1 mL, dimasukkan ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 1 mL fenol 5% dan 5 mL H2SO4 pekat. Lalu dihomogenkan, Didinginkan sampai ± 20 menit. Ditetapkan absorbansi larutan-larutan standar, contoh dan blanko dengan alat Spektrofotometer UV pada λ 550 nm. Absorbansi sampel X 500 Slope 1 mL X 100% 1.000.000 Pembuatan Gula cair Hasil Optimasi Pati sagu 200 g dan air 800 mL setara dengan 1:4 dicampur kemudian dilakukan penambahan 240 μL enzim α-amilase yang setara dengan 1,2 mL kg-1 pati dicampur ke dalam panci dan dipanaskan hingga suhu mencapai 95°C, Tahap ini disebut dengan likuifikasi. Selama proses likuifikasi dilakukan pengadukan, agar pati tidak menggumpal. Selanjutnya didinginkan sampai suhu 50°C (Budiyanto et al. 2006), kemudian dilakukkan penambahan 240 μL enzim amiloglukosidase yang setara dengan 1,2 mL kg-1 pati tahap ini disebut sakarifikasi. Selanjutnya diinkubasi selama 48 jam. Setelah diinkubasi 48 jam kemudian dilakukan penguapan sampai gula o mempunyai tingkat kekentalan 60 brix. Gula tersebut diuji kualitasnya melalui uji organoleptik meliputi rasa dan aroma dan uji karakteristik fisik yang meliputi total padatan terlarut (Refklaktometer) dan pengukuran warna (chromameter Minolta 300). Karakteristik kimia yaitu dengan parameter uji kadar air (SNI 01-2891-1992), kadar abu (SNI 01-2891-1992), kadar gula pereduksi (SNI 01-2891-1992) dan kadar logam (Pb, 5 Universitas Pakuan, Bogor Cu, Zn, As) (SNI 2354.5:2011). Karakteristik mikrobiologi yaitu uji Angka Lempeng Total (ALT) (ISO 4833:2003), kapang dan khamir (FDA-BAM 2001 Chapter 18). HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Tepung Sagu Sagu merupakan pati yang diperoleh melalui hasil tahapan proses ekstraksi empulur sagu dengan bantuan air sebagai perantara. Tahapan proses pengolahan pati sagu meliputi: penebangan pohon, pemotongan dan pembelahan, penokokkan atau pemarutan, pemerasan, penyaringan, pengendapan dan pengemasan. Pati sagu yang masih basah kemudian dicuci dan dikeringkan. Pati sagu asal Sulawesi Tenggara memiliki karakteristik fisik yaitu: berbentuk serbuk halus, bewarna putih, rasa normal khas sagu, aroma normal khas sagu.Karakteristik kimia sagu asal Sulawesi tenggara dapat dilihat pada tabel 1. Hasil analisis karakteristik tepung sagu di atas sudah memenuhi persyaratan mutu SNI 3729:2008. Optimasi Gula Cair Dari Pati Sagu Pembuatan gula cair digunakan pati sagu sebanyak 30 gram didapat dengan mencari perbandingan pati dengan air 1:4, 1:5 dan 1:6, enzim α-amilase dan enzim amiloglukosidase yang digunakan sebanyak 24 μL setara dengan 0,8 mL kg-1 pati, 30 μL setara dengan 1,0 mL kg-1 pati dan 36 μL setara dengan 1,2 mL kg-1 pati. Setelah inkubasi selama 48 jam barulah dapat dilakukan pengukuran terhadap nilai pH, total padatan terlarut, warna dan kadar gula total. Warna Gula Cair Cara pengukuran warna yang lebih teliti dilakukan dengan mengukur komponen nilai warna (oh). Nilai warna (oh) mewakili panjang gelombang yang dominan yang akan menentukan apakah warna tersebut cenderung merah, hijau atau kuning. 6 Universitas Pakuan, Bogor Nilai warna (oh) tertinggi pada gula cair dari pati sagu terdapat pada perbandingan 1:5 yaitu sebesar 94,59°h dengan konsentrasi enzim α-amilase 0,8 mL kg-1 pati dan enzim amiloglukosidase 1,2 mL kg-1 pati dengan warna kuning sedangkan nilai warna (oh) terendah terdapat pada perbandingan pati dengan air 1:4 yaitu 81,18°h dengan konsentrasi enzim α-amilase 1,0 mL kg-1 pati dan enzim amiloglukosidase 1,2 mL kg-1 pati. Warna kuning dari gula cair dipengaruhi oleh protein yang terdapat dalam pati akan bereaksi dengan gula pereduksi melalui reaksi maillard yang menyebabkan terjadinya pencoklatan non enzimatis. Total Padatan Terlarut Total padatan terlarut menunjukkan kandungan bahan-bahan yang terlarut dalam larutan. Perhitungan nilai total padatan terlarut (TPT) dinyatakan dalam °Brix, yaitu skala berdasarkan presentase berat dalam (larutan) gula. Konsentrasi enzim dan substrat dapat mempengaruhi nilai brix yang dihasilkan. . Dalam hal ini pati berperan sebagai substrat, semakin tinggi substrat maka makin banyak substrat yang dapat berhubungan dengan dengan enzim, dengan demikian konsentrasi kompleks enzim substrat makin besar dan hal ini makin besarnya kecepatan reaksi dan produk yang dihasilkan akan semakin bertambah. Hasil dari perbandingan pati dengan air 1:4 memiliki rata-rata nilai brix yang tinggi sebesar 28,10oBrix dengan konsentrasi enzim α-amilase 1,2 mL kg-1 pati dan enzim amiloglukosidase 1,2 mL kg-1 pati, nilai brix pada perbandingan pati dengan air 1:5 dan 1:6 terjadi penurunan. Penurunan tersebut diduga pati sagu tidak terhidrolisis secara sempurna karena terlalu banyak air dan substrat menjadi sedikit. Kadar Gula Total Total gula dianalisis dengan menggunakan metode fenol sulfat. Metode fenol sulfat mendehidrasi senyawa-senyawa gula yang terkandung didalam bahan oleh asam sulfat menjadi furfural. 7 Universitas Pakuan, Bogor Nilai kadar gula total (KGT) gula cair pati sagu asal sulawesi tenggara pada perlakuan pati dengan air 1:4, 1:5 dan 1:6 memiliki kisaran 9,42%−27,45%. Kecepatan suatu reaksi yang menggunakan enzim tergantung pada konsentrasi enzim tersebut. Pada suatu konsentrasi substrat tertentu, kecepatan reaksi akan bertambah dengan bertambahnya konsentrasi enzim (Poedjiadi et al. 2009). Kecepatan reaksi ditandai dengan banyaknya produk yang terbentuk dan substrat yang terus berkurang. Terbentuknya produk ditandai dengan terbentuknya gula cair. Hasil total padatan terlarut yang terukur dengan kadar gula total yang dihasilkan mengalami perbedaan hal ini dikarenakan substrat pati sagu tidak seluruhnya mengalami hidrolisis oleh enzim, sehingga masih ada endapan pati yang terukur sebagai padatan terlarut. Nilai total padatan terlarut (oBrix) yang terukur masih berupa padatan terlarut yang tidak hanya mengandung gula, sedangkan pengukuran kadar gula total hanya menghitung kandungan kadar gula. Hasil kadar gula total dan total padatan terlarut dapat dijadikan parameter untuk pembuatan gula cair dari pati sagu. Hasil percobaan pada perbandingan pati dan air 1:4 dengan konsentrasi enzim α-amilase 1,2 mL kg-1 pati dan konsentrasi enzim amiloglukosidase 1,2 mL kg-1 pati merupakan formulasi yang optimum untuk membuat gula cair asal Sulawesi Tenggara, yang menghasilkan kadar gula total tertinggi sebesar 27,45% dengan total padatan terlarut sebesar 28,10°Brix. Nilai pH pH merupakan salah satu contoh fungsi keasaman. Konsentrasi ion hidrogen dapat diukur dalam larutan non-akuatik, namun perhitungannya akan menggunakan fungsi keasaman yang berbeda. Pengukuran pH dilakukan pada proses sakarifikasi setelah waktu inkubasi selama 48 jam. Hasil pengamatan terhadap nilai pH dapat dilihat pada tabel 5. Kondisi standar pH pada enzim αamilase memiliki kisaran pH optimum 5–7, berdasarkan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Wibisono (2004) dan Akyuni (2004) pH optimum enzim α-amilase 5,2 dan enzim amiloglukosidase 4,5. Pengukuran pH pada gula cair dalam penelitian ini dilakukan setelah inkubasi selama 48 jam, nilai pH yang didapat berkisar 3,99-5,13, hal ini tidak sesuai dengan kondisi pH optimum kerja enzim, dikarenakan pH pada gula cair setelah inkubasi selama 48 jam sudah mengalami fermentasi yang menyebabkan kondisi pH menjadi lebih asam dari pH optimum enzim. pH rendah atau pH tinggi dapat menyebabkan terjadinya proses denaturasi dan ini akan mengakibatkan menurunnya aktivitas enzim dengan pH. pH yang dapat 8 Universitas Pakuan, Bogor menyebabkan kecepatan reaksi paling tinggi dinamakan pH optimum. pH optimum dari enzim ini diperoleh dengan menentukan jumlah gula yang terbentuk (Poedjiadi et al. 2009). Nilai pH berpengaruh terhadap proses pembentukkan gula, karena kerja enzim dipengaruhi oleh kondisi pH, kondisi pH yang sesuai dengan kerja enzim akan mempercepat proses hidrolisis pati. Kondisi pH yang sesuai untuk menghidrolisis pati sagu asal Sulawesi Tenggara sekitar 3,995,13 Kualitas Gula Cair Terbaik Hasil optimasi dapat ditentukan oleh banyak faktor mutu seperti warna, aroma, rasa, serta banyak faktor lain seperti karakteristik kimia dan mikrobiologi. Mutu berfungsi untuk mencapai tujuan yang diinginkan oleh konsumen dan produsen. Analisis terbaik gula cair dari pati sagu asal Sulawesi Tenggara yaitu (Perbandingan dengan air 1:4 dengan konsentrasi enzim αamilse 1,2 mL kg-1 pati dan enzim amiloglukosidase 1,2 mL kg-1 pati), dapat dilihat pada tabel 6. Dari hasil uji organoleptik aroma yang dihasilkan aroma yang dihasilkan yaitu beraroma manis atau beraroma khas gula, hal ini terjadi karena metode hidrolisis enzim yang dipakai dalam proses pembuatan gula cair dapat mempertahankan aroma pada bahan. Warna gula cair diukur secara objektif dengan menggunakan Chromameter, nilai warna (oh) yang terbaca sebesar 70,87 dengan warna Yellow Red (YR) atau kuning kemerahan. Warna yang dihasilkan tidak memenuhi syarat mutu SNI yang seharusnya tidak bewarna. Warna kuning kemerahan yang dihasilkan terjadi pada proses pengolahan dikarenakan adanya reaksi maillard, yang disebabkan oleh keberadaan gula pereduksi dan protein dalam pati yang menyebabkan terjadinya pencoklatan non enzimatis kadar air gula cair belum memenuhi persyaratan mutu SNI, Hal ini terjadi karena total padatan terlarut (TPT) yang dinyatakan dalam °Brix pada gula cair yang masih rendah yaitu sebesar 60°Brix sehingga masih terdapat kadar air dalam jumlah yang besar. Masih banyaknya kandungan air atau air bebas dalam gula mampu membantu aktivitas pertumbuhan mikroba dan aktivitas kimiawi pada bahan pangan yang dapat mempengaruhi ketahanan dari umur simpan produk gula cair. Demikian pula dari keadaan warna gula cair masih berwarna kuning kemerahan dan memiliki aroma khas gula. KESIMPULAN 1. Pati sagu asal Sulawesi Tenggara memiliki karakteristik fisik berbentuk serbuk halus, bewarna putih, rasa normal khas sagu, aroma normal khas sagu 9 Universitas Pakuan, Bogor 2. dengan kadar air 7,21%, abu 0,11%, lemak 0,56%, protein 0,36%, serat kasar 0,37%, karbohidrat 91,76%, pati 80,69%, logam tembaga 1,28 ppm dan tidak mengandung logam timbal, raksa dan arsen, dengan angka lempeng total 4,5x101 koloni/g dan tidak mengandung kapang. Kondisi optimum dalam proses pembuatan gula cair dari pati sagu asal Sulawesi Tenggara diperoleh perbandingan pati dengan air 1:4 dengan konsentrasi enzim α-amilase 1,2 mL kg-1 pati dan konsentrasi enzim -1 amiloglukosidase 1,2 mL kg pati. Gula cair yang dihasilkan memiliki karakteristik fisik dengan total padatan terlarut 60°Brix, rasa manis, aroma manis khas gula, warna kuning kemerahan dengan kadar air 35,26%, abu 0,06%, gula pereduksi 50,46%, logam tembaga 1,24 ppm, logam seng 3,59 ppm dan tidak mengandung logam timbal dan arsen. Hasil analisis mikrobiologi berdasarkan parameter angka lempeng total, kapang dan khamir memenuhi standar yang disyaratkan. Saran 1. 2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai proses penyimpanan dan pengemasan apabila gula cair dari pati sagu asal Sulawesi Tenggara akan dipasarkan. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penjernihan gula cair agar menghasilkan gula cair yang sesuai dengan (SNI 01-2978-1992). DAFTAR PUSTAKA AOAC (Association Of Official Analytical Chemist). 1995. Official Methods of Analysis. Wahington, D.C: AOAC International. AOAC (Association Of Official Analytical Chemist). 2005. Official Methods of Analysis. Wahington, D.C: AOAC International. Akyuni D. 2004. Pemanfaat pati sagu (Metroxylon sp.) untuk pembuatan sirup glukosa menggunakan α-amilase dan glukoamilase [skripsi]. Institut Pertanian Bogor: Bogor (ID). Apriyantono, A., D. Fardiaz, N. L. Puspitasari, Sedamawati dan S. Budiyanto. 1989. Analisis Pangan. PAU pangan dan Gizi: IPB Press. Badan Standar Nasional.1992. Cara Uji Makanan dan Minuman SNI 01-28911992. Badan Standardisasi Nasional: Jakarta. Badan Standarisasi Nasional. 1992. Standar Mutu Sirup Glukosa SNI 01-29781992. Standar Nasional Indonesia: Jakarta. Badan Standarisasi Nasional. 2008. Syarat Mutu Tepung Sagu SNI3729:2008. Standar Nasional Indonesia: Jakarta. Badan Standar Nasional. 2011. Cara Uji Kimia. Penentuan Kadar Logam Berat (Timbal) Pb dan Kadmium (Cd) Pada Produk Perikanan SNI 2354.5:2011. Badan Standardisasi Nasional: Jakarta. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Statistik Tebu Indonesia 2013. Jakarta (ID): Badan Pusat Statistik. Bintoro M.H, Purwanto MYP, Amarillis S. 2010. Sagu di Lahan Gambut. IPB Press. Bogor (ID).hlm 169. Budiyanto, A., M. Pujoyuwono dan N. Richana . 2006. Optimasi proses pembuatan sirup glukosa skala 10 Universitas Pakuan, Bogor pedesaan. Buletin Teknologi Pasca Panen. 2(1):28-35. Fridayani. 2006. Produksi sirup glukosa dari pati sagu yang berasal dari beberapa wilayah di Indonesia [Skripsi].Institut Pertanian Bogor: Bogor (ID). Haryanto, B. dan P. Pangloli. 1992. Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Kanisius: Yogyakarta (ID). Louhenapessy, J. E., M. Luhukay, S. Talakua, H. Salampessy dan J Riry. 2010. Sagu Harapan Dan Tantangan. PT. Bumi Aksara: Jakarta Maksum, I.P., Y. Wahyuni dan Y. Mulyana. 2001. Pengujian Kondisi Likuifikasi dalam Produksi Sirup Glukosa Dari Pati Sagu (Metroxylon spp). Bionatura. 3(1): 57-67. Poedjiadi, A.,dan F.M. Titin Supriyanti. 2009. Dasar-Dasar Biokimia (Edisi Revisi). Universitas Indonesia (UIPress): Jakarta. Triyono, A. 2008. Karakteristik Gula Glukosa Dari Hasil Hidrolisa Pati Ubi Jalar (Ipomea Batatas, L.) Dalam Upaya Pemanfaatan Pati Umbiumbian. Prosiding Seminar Nasional Teknoin Bidang Teknik Kimia dan Tekstil: Yogyakarta. Wang, N. N. 2006. Starch Hidrolysis by Amilase. Di dalam www.glue.umd.edu/ diakses tanggal 8 Desember 2015. Wibisono G. 2004. Hidrolisis enzimatis pati umbi-umbian Indonesia dengan alfa amilase (bakterial) dan amilase pankreatin [skripsi]. Institut Pertanian Bogor: Bogor (ID) Wirahadikusumah, M. 2008. Biokimia: protein, enzim, dan asam nukleat. Bandung: Institut Teknologi Bandung. 11