Nemo Dat Rule dalam Putusan Mahkamah Agung Republik

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
Alasan Pemilihan Judul & Latar Belakang Masalah
Keputusan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA-RI) dengan Register
Perkara Perdata No. 1887 K/PDT/1986 1 yang di dalamnya berisi peradilan
memutus perkara perselisihan (dispute) perdata antara subyek hukum (a party to
contract) perusahaan berbadan hukum berbentuk perseroan terbatas yaitu PT.
Perusahaan Pelayaran Samudera “Samudera Indonesia” melawan dua subyek
hukum (parties to contract) dalam kategori ilmu hukum sebagai sesama badan
hukum lainnya juga, yaitu PT. Sejahtera Bank Umum dan PT. Gespamindo,
mengirimkan sinyal yang cukup terang kepada pencari keadilan di Indonesia dan
seluruh dunia bahwa nampaknya Hakim Republik Indonesia yang memutus
perkara tersebut sudah berusaha melakukan penemuan hukum.
Meskipun demikian, Penulis berpendapat bahwa usaha para hakim dalam
kasus tersebut untuk menemukan hukum masih perlu dieksaminasi (reviewed)
lebih
jauh.
Terutama
dari
sudut
pandang
atau
perspektif
hukum
perdagangan/bisnis internasional (lex mercatoria).2 Hanya saja sudah barang tentu
tidak semua kaedah (rules) dalam hukum perdagangan internasional harus dipakai
1
Selanjutnya untuk mempermudah, Penulis sebut dengan Putusan 1887.
2
Mata kuliah dalam Kurikulum Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga untuk
subyek ini yaitu Hukum dan Transaksi Bisnis Internasional.
1
untuk mengeksaminasi lebih jauh Putusan 1887 tersebut. Dalam Skripsi ini
Penulis hanya memilih satu kaedah, yaitu nemo dat rule.
Menurut pendapat Penulis, hakim dalam memeriksa dan mengadili perkara
dalam Putusan 1887 seharusnya menerapkan hukum yang mengatur perdagangan
internasional. Hukum yang mengatur perdagangan internasional yang dimaksud
adalah nemo dat rule. Bagaimanakah argumen di balik pendapat Penulis yang
demikian itu? Menjawab pertanyaan itulah suatu latar belakang Penulis memilih
judul penulisan karya tulis dan penelitian ilmiah dalam bidang hukum sebagai
karya tulis kesarjanaan ini.
Perlu dikemukakan di sini bahwa suatu transaksi perdagangan dapat
diidentifikasikan sebagai transaksi perdagangan internasional apabila mempunyai
karakteristik (1) pergerakan barang ataupun jasa yang berpindah dari suatu negara
ke negara lain; (2) kedudukan tempat berusaha para pihak dalam transaksi berada
di negara yang berbeda; dan (3) hibrida.3
Pertama, dengan melihat apakah dalam transaksi tersebut melibatkan
pergerakan barang atau jasa yang berpindah dari satu negara ke negara lain.
Transaksi dalam Putusan 1887, yakni pembelian pupuk sejumlah 3000 metric ton
oleh PT. Gespamindo yang berkedudukan di Indonesia dari Phosphate Mining
Company of Christmas Island Limited. Perusahaan asing yang Penulis sebutkan
belakangan itu adalah suatu badan hukum berkewarganegaraan Australia dan
3
Jeferson Kameo, Pembiayaan dalam Perdagangan Internasional (Suatu Kapita Selekta Untuk
Hukum & Transaksi Bisnis Internasional), Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana,
Salatiga, 2012. Uraian mengenai hal ini Penulis kemukakan lagi, sebagai penekanan lebih jauh di
Bab II, hlm., 17, infra.
2
berkedudukan di Canberra, Australia. 4 Disini telah terjadi pergerakan barang
berupa pupuk yang berpindah dari negara Australia pindah ke negara Indonesia
yang diangkut oleh perusahaan pengangkutan PT. Perusahaan Pelayaran
Samudera “Samudera Indonesia”. Kedua, dengan melihat apakah kedudukan
tempat berusaha dari masing-masing pihak dalam transaksi ada di negara yang
berbeda.
5
Transaksi dalam Putusan 1887 yakni pihak Pengekspor adalah
Phosphate Mining Co. yang berkedudukan di negara Australia dan Pengimpor
adalah PT. Gespamindo yang berkedudukan di negara Indonesia. Disini terlihat
jelas, bahwa kedudukan para pihak yang bertransaksi ini berada di negara yang
berbeda. Ketiga, dengan cara hibrida, yakni cara yang umum digunakan oleh
banyak pihak dalam menentukan karakteristik perdagangan internasional yaitu
dengan memperhatikan jual-beli ekspor (export sales).6 Transaksi dalam Putusan
1887 jelas memperlihatkan bahwa transaksi yang diadakan merupakan transaksi
perdagangan berkarakteristik internasional, sebab jual beli tersebut melibatkan
pihak Phosphate Mining Co. yang bertindak sebagai eksportir yang berkedudukan
di negara Australia dan PT. Gespamindo yang bertindak sebagai importir yang
berkedudukan di negara Indonesia dan melibatkan pergerakan barang berupa
pupuk dari negara Australia berpindah ke negara Indonesia.
4
Selanjutnya untuk mempermudah, Penulis sebut dengan Phosphate Mining Co.
5
Sifat kedua dari transaksi bisnis internasional tersebut dapat juga dilihat dari pengertian hukum
transaksi bisnis internasional. Wyasa Putra I. D., Aspek-Aspek Hukum Perdata Internasional
Dalam Transaksi Bisnis internasional, Refika Aditama, Bandung, 2008, hlm. 2. Lihat juga
Sudargo Gautama, Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia, Alumni, Bandung, 1987,
hlm., 3 dan 21. Dan lihat juga Sunaryati Hartono, Pokok-Pokok Hukum Perdata Internasional,
Binacipta, Jakarta, 1989, hlm., 12.
6
Jeferson Kameo, Op. Cit., hlm., 5.
3
Dari uraian yang telah Penulis kemukakan, maka dapat disimpulkan bahwa
transaksi yang diadakan dalam Putusan 1887 merupakan transaksi yang
mempunyai karakteristik transaksi perdagangan internasional. Oleh sebab itu,
seperti yang telah dikemukakan di atas oleh Penulis bahwa mengingat transaksi
yang diadakan adalah transaksi perdagangan internasional, maka akan lebih
bermanfaat dan adil apabila hakim yang memeriksa dan mengadili perkara
tersebut menggunakan kaidah dan asas hukum perdagangan internasional. Kaidah
dan asas hukum perdagangan internasional yang dimaksud adalah nemo dat rule.
Nemo dat rule adalah satu asas yang mengatur hukum perdagangan
internasional. Nemo dat rule juga dikenal dengan nama nemo dat quot non habet,
merupakan berasal dari bahasa Latin. Nemo dat rule mempunyai arti bahwa “tak
seorangpun dapat menyerahkan sesuatu yang tidak dia punyai”.7 Nemo dat rule
dalam ilmu hukum didefinisikan sebagai berikut:8
The basic rule that a person who does not own property (e.g. a
thief) cannot confer it on another except with the true owner's
authority (i.e. as his agent). Exceptions to this rule include sales
under statutory powers and cases in which the doctrine of
estoppel prevents the true owner from denying the authority of
the seller to sell.
Dalam kaedah hukum yang berlaku umum tersebut, nemo dat rule
diterjemahkan juga dalam Bahasa Inggris yaitu “if you don’t have, you can not
give”, yakni apabila anda tidak mempunyai maka anda tidak dapat memberi.
7
Diambil dari Catatan Penulis dalam kuliah Hukum Transaksi Bisnis Internasional yang diampu
oleh Jeferson Kameo, Fakultas Hukum, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, 2013.
8
E. A. Martin MA., Oxford Dictionary of Law, New Edition, Oxford University Press, Oxford,
1997, hlm., 306. Konsep nemo dat rule telah juga diterjemahkan oleh I.P.M Ranohandoko B.A,
Kamus Terminologi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1996, hlm., 410. Nemo dat rule mempunyai
pengertian bahwa orang tidak bisa memberikan barang yang ia sendiri tidak punyai.
4
Sejatinya Putusan 1887 secara mendetail Penulis gambarkan dalam Bab III
Hasil Penelitian. 9 Namun dalam kaitannya Penulis menggambarkan bagaimana
nemo dat rule dibalik Putusan 1887, maka perlu Penulis kemukakan gambaran
ringkas Putusan 1887 di awal karya tulis ini. 10
Perkara yang melahirkan Putusan 1887 tersebut mulai masuk ke ranah
hukum pada awal tahun 1983. Cerita di balik nemo dat rule dalam Putusan 1887
yakni, dimulai dari PT. Gespamindo, suatu badan hukum (rechtspersoon)
Indonesia dan berkedudukan di Indonesia membeli pupuk dari Phosphate Mining
Co. yaitu suatu badan hukum berkewarganegaraan Australia dan berkedudukan di
Canberra, Australia. Gambaran tentang bagaimanakah nemo dat rule di balik
Putusan 1887 semakin jelas dapat dilukiskan di sini, yaitu tatkala orang
memperhatikan fakta bahwa PT. Gespamindo memesan 3000 metric ton pupuk
dari Australia atau setara dengan nilai uang Dolar Amerika Serikat US $195.000,tersebut tidak untuk dirinya sendiri, namun ternyata merupakan pesanan dari tiga
subjek hukum (parties to contract) berbadan hukum Indonesia dan berkedudukan
di Indonesia, yaitu PT. Putra Buana, PT. Kapuas Dua Belas dan PT. Sinar Mulia
Buana. Pesanan masing-masing dari pihak tersebut adalah sebanyak 1000 metric
ton pupuk. Dalam nemo dat rule, apabila PT. Gespamindo belum membayar
pupuk yang dibelinya, maka PT. Gespamindo belum bisa mengalihkan pupuk
9
Putusan 1887 sudah dikaji dari beberapa perspektif yang berbeda dari perspektif yang Penulis
gunakan dalam karya tulis ini. Itulah sebabnya, tidak terelakan uraian Putusan 1887 di dalam karya
tulis ini, kata-per-kata hampir mirip dengan uraian kasus yang sama oleh beberapa penulis skripsi
lainnya yang sudah ada di Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga. Namun,
Penulis berusaha sedemikian rupa, bahwa uraian hasil penelitian yang berfokus pada Putusan 1887
itu tidak terkesan hanya menyadur uraian oleh para Penulis sebelumnya.
10
Kata bagaimana telah Penulis gunakan sebagai „alat‟ bedah ilmiah di dalam karya tulis
kesarjanaan ini untuk melakukan review terhadap Putusan 1887 dalam rangka menemukan
bagaimana sejatinya nemo dat rule itu mengejawantahkan diri di sana.
5
tersebut kepada tiga subjek hukum pemesan pupuk itu. Namun, fakta
membuktikan bahwa ketiga pemesan pupuk dari PT. Gespamindo dapat
menguasasi pupuk, mungkin telah menjualnya sama seperti pemilik yang
memperoleh barang tanpa melanggar nemo dat rule. Itulah satu latar belakang
lainnya atau gambaran dari „bagaimana‟ nemo dat rule dalam Putusan 1887 yang
menjadi obyek kajian skripsi ini.
Perlu pula Penulis kemukakan di sini bahwa cara pembayaran yang
dilakukan oleh PT. Gespamindo adalah menggunakan surat berharga (negotiable
instrument) berbentuk Letter of Credit (L/C).
11
Penggunaan mekanisme
pembayaran internasional dengan menggunakan L/C oleh pihak PT. Gespamindo
tersebut mekanismenya dimulai dengan pembukaan tiga buah L/C di PT.
Sejahtera Bank Umum. Namun demikian, Penulis dapat memastikan bahwa
sesungguhnya issuing bank yang melakukan pembukaan L/C tersebut adalah the
Chartered Bank di Jakarta, yang sudah barang tentu merupakan subsidiary atau
dapat dikatakan anak perusahaan dari the Chartered Bank yang ada di Australia,
atau mungkin kantor Pusat Bank tersebut ada di dalam yurisdiksi atau negara lain.
Adapun maksud dari pembukaan L/C tersebut, sebagaimana telah Penulis
kemukakan di atas adalah untuk dipakai menggantikan uang kertas Dolar, yang
apabila dibayar secara tunai oleh yang bersangkutan maka akan tidak aman. Lagi
pula, mungkin saja pada waktu itu PT. Gespamindo tidak mempunyai Dolar
sebanyak itu. Pembayaran dengan surat berharga tersebut yaitu, pembayaran atas
11
Letter of Credit (L/C), dikenal pula dengan istilah Surat Kredit Berdokumen (documentary letter
of credit), adalah janji tertulis (a promise) dari bank, atas perintah pembeli (importir), untuk
membayarkan sejumlah uang kepada penjual (eksportir) yang sudah memenuhi persyaratan dan
kondisi yang ditetapkan dalam L/C.
6
pembelian 3000 metric ton pupuk kepada Phosphate Mining Co. seperti telah
Penulis singgung di atas, kepada pihak Phosphate Mining Co. di Australia,
dilakukan melalui the Chartered Bank, kantor pusat atau cabang the Standard
Chartered Bank lainnya yang berada di Australia. Ketiga buah L/C yang telah
dibayarkan tersebut keseluruhannya senilai US $195.000,-. Dengan demikian, dari
perspektif kontrak, maka L/C tersebut dapat dikatakan sebagai suatu bukti adanya
perjanjian pembayaran internasional antara pihak yang bernama PT. Sejahtera
Bank Umum sebagai „the issuing bank‟ dengan pihak PT. Gespamindo. Sampai di
sini, apabila dilihat dari nemo dat rule, manakala PT. Gespamindo belum
melunasi L/C kepada PT. Sejahtera Bank Umum, maka PT. Gespamindo belum
dapat mengalihkan kepemilikan atas 3000 metric ton pupuk kepada pihak lain,
apabila hal itu ternyata dilakukan juga, maka ada terjadi pelanggaraan terhadap
nemo dat rule.
Selain pihak-pihak di atas, masih ada lagi pihak selanjutnya yang juga
sangat penting dalam transaksi perdagangan internasional dalam Putusan 1887
yang tidak dapat dilepaskan dari konteks mencari jawaban bagaimana nemo dat
rule dalam Putusan 1887. Pihak yang dimaksud yaitu PT. Perusahaan Pelayaran
Samudera “Samudera Indonesia”. Badan hukum ini adalah suatu perusahaan
pengangkutan. PT. Perusahaan Pelayaran Samudera “Samudera Indonesia”
mengikatkan diri dalam suatu perjanjian dengan pihak PT. Gespamindo untuk
mengangkut pupuk yang dibeli dari Phosphate Mining Co. di Australia tersebut.
Pengangkutan sesuai dengan Bill of Lading (B/L), 12 yakni dikirim dari Kota
12
Bill of Lading (B/L) atau disebut juga konosemen adalah dokumen yang diterbitkan pengangkut
yang berfungsi sebagai bukti kontrak pengangkutan laut antara 3 pihak. Pertama shipper
(pengirim), dapat saja importir atau dapat pula eksportir yang berkewajiban mempersiapkan
7
Melbourne tertanggal 24 Maret 1983 menuju Pelabuhan tujuannya yaitu
Pelabuhan Tanjung Priok yang ada di Jakarta.
The issuing bank yakni PT. Sejahtera Bank Umum yang telah membayar
harga 3000 metric ton pupuk tersebut kepada Phosphate Mining Co. di Australia
melalui the Chartered Bank di Jakarta secara otomatis menguasai Documentary
Credit. Isi dari Documentary Credit tersebut adalah B/L, L/C, Certificate of
Origin13 dan Dokumen Asuransi14.
Ternyata, seluruh pupuk yang diangkut oleh PT. Perusahaan Pelayaran
Samudera “Samudera Indonesia” telah diserahkan kepada PT. Gespamindo
sebagai pembeli. Kemudian sebagaimana telah dikemukakan di atas, menyalahi
nemo dat rule, 3000 metric ton pupuk tersebut diserahkan (dijual) oleh PT.
Gespamindo kepada ketiga subjek hukum pemesan pupuk yakni PT. Putra Buana,
PT. Kapuas Dua Belas dan PT. Sinar Mulia Buana. Penyerahan dilakukan oleh
pengangkut atas permintaan PT. Gespamindo. Hal ini merupakan pernyataan yang
tertulis dalam Putusan 1887. Pengambilan 3000 metric ton pupuk itu dilakukan
tanpa B/L. Disisi lain Documentary Credit masih dikuasai oleh PT. Sejahtera
Bank Umum sebagai the issuing bank. Artinya, L/C belum dilunasi oleh PT.
barang menjadi siap ekspor dan mengirimkannya kepada pembeli/importir. Pihak kedua adalah
carrier (dalam perdagangan internasional, sebagian barang ekspor dan impor diangkut melalui
laut, karena itu jasa perusahaan pelayaran memegang peranan yang sangat menentukan). Pihak
yang terakhir adalah consignee (penerima barang/importir).
13
Certificate of Origin atau keterangan asal barang, adalah dokumen yang diterbitkan oleh badan
sertifikasi berwenang yang menyebutkan asal negara suatu barang.
14
Dokumen Asuransi adalah dokumen yang menunjukkan jenis dan besarnya pertanggungan
asuransi untuk kiriman barang. Dokumen ini digunakan untuk meyakinkan pihak penerima barang
bahwa kerusakan atau kehilangan barang selama perjalanan dijamin dan dilindungi oleh asuransi.
8
Gespamindo. Adapun nilai total sisa pinjaman yang harus dilunasi PT.
Gespamindo seluruhnya adalah sebesar US $169.000,-.
Pandangan pengacara dari PT. Sejahtera Bank Umum dalam Putusan 1887
ialah bahwa PT. Gespamindo terbukti tidak melakukan pembayaran atas sisa
kewajibannya, maka PT. Gespamindo telah melakukan perbuatan melawan
hukum. Pengacara PT. Sejahtera Bank Umum juga menyeret pengangkut, dalam
hal ini adalah PT. Perusahaan Pelayaran Samudera “Samudera Indonesia”.
Tuduhan PT. Sejahtera Bank Umum adalah bahwa PT. Perusahaan Pelayaran
Samudera “Samudera Indonesia” sebagai pengangkut terikat dalam perikatan
tanggung-menanggung dengan PT. Gespamindo untuk memenuhi pelunasan
kewajiban mereka kepada PT. Sejahtera Bank Umum. Menurut Penulis, kaitannya
dengan nemo dat rule yaitu PT. Perusahaan Pelayaran Samudera “Samudera
Indonesia” juga memenuhi pelanggaran terhadap nemo dat rule, yang oleh para
hakim dan juga oleh penulis-penulis skripsi sebelumnya dikatakan sebagai
perbuatan melawan hukum (PMH)15, wanprestasi16 dan juga konversi17.
Hakim yang berhasil diyakinkan oleh Penggugat menghukum untuk
Tergugat bertanggungjawab secara renteng yakni PT. Perusahaan Pelayaran
Samudera “Samudera Indonesia” dan PT. Gespamindo membayar kepada PT.
Sejahtera Bank Umum secara tunai dan sekaligus, masing-masing setengah bagian
dari US $ 169.000,- dan bunga sebesar US $ 36.378,72,-. Menurut para Hakim
yang memutuskan perkara itu, adil apabila resiko atas gagal bayar oleh PT.
15
Putusan 1887, pendapat para Hakim.
16
Argumentasi ilmiah oleh Derry Firmansah.
17
Simpulan ilmiah oleh Sukma Maasawet.
9
Gespamindo dan PT. Perusahaan Pelayaran Samudera “Samudera Indonesia”
ditanggung secara bersama-sama karena perbuatan melawan hukum. Kedua pihak
itu, oleh Hakim masing-masing dihukum untuk membayar kepada PT. Sejahtera
Bank Umum uang sejumlah US $ 84.500,-. Dalam Putusan 1887 yang dijadikan
dasar hukum para Hakim dalam mengadili perkara tersebut adalah perbuatan
melawan hukum (onrechtmatige daad) sebagaimana ada dalam Pasal 1365
KUHPerdata.
Seperti yang telah Penulis kemukakan di atas bahwa eksaminasi terhadap
Putusan 1887 telah dilakukan oleh senior Penulis, yakni Derry Firmansyah 18 ,
dalam skripsi berjudul “Tanggung Menanggung Importir dan Pengangkut dalam
Transaksi Perdagangan Internasional.” Dalam skripsi hasil eksaminasi terhadap
Putusan 1887 tersebut, Firmansyah mengemukakan bahwa dasar Hakim dalam
memutuskan perkara tersebut kurang tepat. Tergugat yang dalam hal ini adalah
PT. Perusahaan Pelayaran Samudera “Samudera Indonesia” yang telah
menyerahkan 3000 metric ton pupuk kepada pihak ketiga tanpa B/L dan PT.
Gespamindo yang meminta 3000 metric ton pupuk tersebut diserahkan tanpa B/L,
hal itu merupakan perbuatan wanprestasi (breach of agreement), bukanlah
perbuatan melawan hukum (onrechtmatige daad). Firmansyah menyatakan bahwa
pengangkut dapat dikatakan wanprestasi, sebab pengangkut membuat suatu
perjanjian dengan the issuing bank sebagai drawer dalam B/L (suatu negotiable
instrumen/surat berharga) dan kerugian yang dialami oleh the issuing bank selain
belum dilunasinya pembayaran L/C oleh PT. Gespamindo, juga akibat dari
18
Derry Firmansyah, Tanggung Menanggung Importir dan Pengangkut dalam Transaksi
Perdagangan Internasional, Skripsi, Fakultas Hukum, Universitas Kristen Satya Wacana,
Salatiga, 2012, hlm., 10- 11.
10
perbuatan pengangkut PT. Perusahaan Pelayaran Samudera “Samudera Indonesia”
yang menyerahkan 3000 metric ton pupuk kepada PT. Gespamindo tanpa B/L.
Mencermati analisis Derry Firmansyah terhadap Putusan 1887, menurut
Penulis, Hakim dalam memutuskan perkara tersebut tidak serta merta keliru.
Dalam pertimbangan hukum di balik putusan tersebut, Hakim melihat ada suatu
perbuatan melawan hukum. Namun para Hakim dalam memeriksa dan
memutuskan perkara tersebut haruslah memperhatikan asas dan kaidah dalam
hukum perdagangan internasional. Asas dan kaidah dalam hukum perdagangan
internasional yang dimaksud Penulis adalah nemo dat rule, mengingat transaksi
dalam perkara tersebut mempunyai karakteristik perdagangan internasional.
Kemudian Sukma Maasawet19, yang juga meneliti dan menulis mengenai
Putusan 1887, dengan skripsi yang berjudul “Conversion sebagai Perbuatan
Melawan Hukum Transaksi Perdagangan Internasional”, mengemukakan, bahwa
perbuatan PT. Perusahaan Pelayaran Samudera “Samudera Indonesia” sebagai
pengangkut dengan menyerahkan 3000 metric ton pupuk kepada pihak ketiga
tanpa B/L dan PT. Gespamindo yang meminta agar 3000 metric ton pupuk itu
diserahkan tanpa B/L, kurang tepat apabila diputuskan sebagai perbuatan
melawan hukum yang mendasarkan atas Pasal 1365 KUHPerdata. Seharusnya,
Hakim dalam memutuskan perkara itu wajib menggunakan kaidah hukum
perdagangan internasional yaitu conversion, dengan maksud untuk lebih
memberikan dimensi perdagangan internasional, mengingat dalam perkara
19
Sukma Maasawet, “Conversion sebagai Perbuatan Melawan Hukum Transaksi Perdagangan
Internasional”, Skripsi, Fakultas Hukum, Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga, 2013, hlm.,
11 - 12.
11
tersebut
berkarakteristik
perdagangan
internasional.
Sukma
Maasawet
menyatakan bahwa conversion sebagai perbuatan melawan hukum merupakan
suatu perbuatan melawan hak. Dalam putusan tersebut, adanya kerugian the
issuing bank, uang sejumlah US.$ 198.000,- sebagai akibat dari dibukanya L/C
untuk mengimpor pupuk dari Australia. Artinya, kerugian yang dialami oleh the
issuing bank, dalam pandangan Hakim adalah perbuatan karena akibat dari
perbuatan melawan hukum dari PT. Gespamindo yang mengambil barang (pupuk)
tanpa menunjukkan B/L dan perbuatan melawan hukum pengangkut yang
menyerahkan barang (pupuk) kepada PT. Gespamindo tanpa menunjukkan B/L.
Oleh karena itu, menurut Maasawet seharusnya Hakim menerapkan prinsip
conversion sebagai perbuatan melawan hukum dalam putusan 1887 tersebut.
Mencermati analisis Sukma Maasawet dalam Putusan 1887, Penulis
berpendapat, bahwa Penulis setuju Hakim dalam memutuskan perkara di Putusan
1887 seharusnya memperhatikan asas dan kaidah dalam hukum transaksi
perdagangan internasional, mengingat transaksi dalam Putusan 1887 mempunyai
karakteristik transaksi perdagangan internasional. Namun berbeda dengan apa
yang disimpulkan Maasawet, asas dan kaidah dalam hukum perdagangan
internasional yang dimaksud Penulis adalah nemo dat rule.
Perlu kembali dikemukakan oleh Penulis bahwa nemo dat rule adalah asas
yang mengatur hukum perdagangan internasional, yang mempunyai pengertian
bahwa tidak ada seorangpun yang dapat menyerahkan barang yang tidak ia
punyai. Perbuatan PT. Perusahaan Pelayaran Samudera “Samudera Indonesia”
sebagai agen pengangkutan yang telah menyerahkan 3000 metric ton pupuk
kepada PT. Gespamindo, yang kemudian pupuk tersebut oleh PT. Gespamindo
12
diserahkan (dijual) kepada pihak ketiga sebagai pemesan pupuk yakni PT. Putra
Buana, PT. Kapuas Dua Belas dan PT. Sinar Mulia Buana. Penyerahan yang
dilakukan pengangkut atas permintaan PT. Gespamindo dan dilakukan tanpa B/L.
Hal demikian adalah sebagai perbuatan melanggar nemo dat rule karena PT.
Perusahaan
Pelayaran
Samudera
“Samudera
Indonesia”
sebagai
agen
pengangkutan tidak mempunyai hak atas 3000 metric ton sehingga seharusnya
PT. Perusahaan Pelayaran Samudera “Samudera Indonesia” tidak dapat
menyerahkan pupuk tersebut kepada pihak lain. Kemudian PT. Gespamindo yang
belum melunasi kewajiban pembayaran L/C terhadap PT. Sejahtera Bank Umum
sebagai the issuing bank yang telah membayarkan terlebih dahulu 3000 metric ton
pupuk tersebut kepada Phosphate Mining Co. maka PT. Gespamindo tidak
mempunyai hak terhadap 3000 metric ton pupuk tersebut. Sehingga seharusnya
PT. Gespamindo tidak dapat menyerahkan (menjual) pupuk tersebut kepada
ketiga pihak sebagai pemesan pupuk yakni PT. Putra Buana, PT. Kapuas Dua
Belas dan PT. Sinar Mulia Buana. Oleh sebab itu seharusnya Hakim dalam
memutuskan perkara dalam Putusan 1887 menyatakan bahwa terdapat
pelanggaran terhadap nemo dat rule.
Namun hal demikian sama sekali tidak dibicarakan oleh para Hakim dalam
memeriksa dan memutuskan perkara tersebut, baik perkara tersebut ada di tingkat
Pengadilan Negeri maupun berada pada tingkat banding yaitu Pengadilan Tinggi
ataupun pada tingkat Kasasi sekalipun. Kenyataan seperti yang dikemukakan di
atas sungguh sangat disayangkan, padahal Majelis Hakim dalam Putusan 1887,
ternyata diketuai oleh seorang Hakim Agung dengan kaliber pengalaman yang
tidak tanggung-tanggung yakni Purwoto S. Gandasabrata SH., Hakim Ketua
13
Majelis dalam dalam Putusan 1887 20 adalah anak dari R. A. A. Sudjiman
Mertadiredja Gandasabrata, Bupati Banyuman (turun-temurun) ke-15 (Tahun
1933-1949) dengan R. Ay. Siti Subinjei Tarunomihardjo (mahasiswa putri
Indonesia pertama pada Rechts Hoge School) dan dibesarkan dalam lingkungan
keluarga Pamong Praja dengan empat orang pamannya (ahli hukum Zaman
Belanda), yang tiga orang menjadi Hakim tiga zaman, dan seorang lagi menjadi
Jaksa Agung Republik Indonesia yang pertama, sehingga tidak mengherankan
setelah menyelesaikan studinya di Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada
tahun 1956, langsung tertarik untuk mengabdikan dirinya sebagai Hakim. Namun
ternyata mengabaikan pengetahuan terhadap asas dan kaedah hukum perdagangan
internasional yakni nemo dat rule. Demikian uraian mengenai apa yang menjadi
alasan pemilihan judul dan latar belakang permasalahan Penulis untuk melakukan
penelitian dan penulisan karya tulis kesarjanaan ini.
1.2.
Rumusan Masalah
Sebagaimana telah diuraikan dalam bagian latar belakang masalah, maka
pada bagian ini Penulis merumuskan permasalahan, bagaimana nemo dat rule
dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1887 K/PDT/1986?
1.3.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana nemo dat rule dalam
Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1887 K/PDT/1986.
20
Sebagaimana dituliskan dalam buku Renungan Hukum, yang diterbitkan oleh Ikatan Hakim
Indonesia (IKAHI), Cabang Mahkamah Agung Republik Indonesia, untuk Lingkungan Sendiri,
Cetakan I, Maret 1998, adalah anak dari R. A. A. Sudjiman Mertadiredja Gandasabrata, Bupati
Banyumas (turun-temurun) ke-15 (Tahun 1933-1949).
14
1.4.
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini dapat dikategorikan sebagai manfaat teoritis dan
manfaat praktis. Secara teoritis penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu
hukum, khususnya ilmu hukum perdagangan internasional, lebih khusus lagi
terkait dengan penerapan kaidah-kaidah dan asas-asas hukum perdagangan
internasional. Secara praktis penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi
para penegak hukum khususnya Hakim yang apabila menemui perkara yang
serupa, penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan masukan bagi Hakim dalam
memeriksa dan mengadili perkara tersebut.
1.5.
Metodologi Penelitian
Penelitian
ini
menggunakan
metodologi
penelitian
hukum
(legal
research21). Adapun yang dimaksud dengan penelitian hukum adalah suatu proses
untuk menemukan bagaimana asas-asas dan kaedah hukum dalam hal ini adalah
nemo dat rule dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia No. 1887
K/PDT/1986. Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
undang-undang (statute approach). Pendekatan ini digunakan oleh Penulis karena
bahan-bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini berupa undangundang dan putusan-putusan pengadilan. Sedangkan bahan hukum sekunder pada
penelitian ini adalah buku-buku hukum khususnya hukum perdagangan
internasional, skripsi-skripsi dan kamus hukum.
Satuan amatan dalam penelitian ini adalah Putusan Mahkamah Agung
Republik Indonesia dengan Register Perkara Perdata No. 1887 K/PDT/1986,
21
Peter Mahmud Marzuki, “Penelitian Hukum”, Kencana, Jakarta, 2010, hlm., 35.
15
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Kitab Undang-Undang Hukum Dagang,
dan Sale of Goods Act 1979. Sedangkan satuan analisis dalam penelitian ini yaitu
bagaimana nemo dat rule dalam Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia
No. 1887 K/PDT/1986.
16
Download