Penguatan Kompetensi Guru Sekolah Dasar Negeri Di

advertisement
Kaji Tindak: Jurnal Pemberdayaan Masyarakat Vol. 3 No. 1 Mei 2016
P-ISSN: 2407-1773
E-ISSN: 2503-4979
Penguatan Kompetensi Guru Sekolah Dasar Negeri Di Kecamatan
Cisauk Melalui Pelatihan Penelitian Tindakan Kelas
Sri Hapsari Wijayanti1, Yohana Dhian Ariani2 dan Maria Triwarmiyati3
ABSTRACT: Teachers faced many obstacles in their profession sourced from internal or
external their selves. They can solve them by carried out class action research. But, many
teachers didn’t understand what class action research is and they can not report the result of
class action research in academic writing. The teachers at elementary school in Cisauk,
Tangerang, feel these obstacles. So, it is important to strengthed their competence through
training of class action research. This training held twice at Saturday with three fasilitators.
There are fourty participants involved. The training methods are tutorial, group discussion,
collaborative writing, assignment, and presentation. Besides that, used unstructured interview
to teachers and the chairman of group. From the evaluation, this training results that all
participants more understand class action research than before and they will be applied it in
class. This training also will be follow up by monitoring and competioning of class action
research.
Keywords: teacher, training, competence, collaborative, professional
ABSTRAK: Guru banyak menemui hambatan dalam menjalani profesinya. Hambatan yang
dihadapi bersumber dari dalam diri (internal) maupun dari luar diri (eksternal). Hambatan
tersebut dapat diatasi sendiri oleh guru dengan melakukan penelitian tindakan kelas (PTK).
Akan tetapi, masih banyak guru yang belum memahami PTK, apalagi melaporkan hasilnya
dalam tulisan ilmiah. Hal inilah yang dialami oleh para guru SDN di Cisauk, Tangerang.
Karena itu, perlu dilakukan tindakan berupa penguatan kompetensi guru SDN di Cisauk
melalui pelatihan PTK. Pelatihan diadakan dalam dua pertemuan hari Sabtu dengan tiga
fasilitator. Peserta pelatihan sebanyak empat puluh guru. Metode pelatihan berbentuk ceramah,
diskusi kelompok, praktik menulis kolaboratif, penugasan, dan presentasi. Selain itu, dilakukan
pula wawancara tidak berstruktur kepada guru dan Ketua Gugus II. Hasil evaluasi kegiatan
menunjukkan bahwa semua peserta mengakui lebih memahami PTK dan akan menerapkannya
di kelas. Selain itu, kegiatan ini akan ditindaklanjuti dengan monitoring dan kompetisi hasil
PTK.
Kata Kunci: guru, pelatihan, kompetensi, kolaboratif, profesional
Pendahuluan
Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Demikian isi yang tercantum
dalam Pasal 31 UUD 45. Isi UUD ini diperkuat lagi dengan Bab IV Pasal 5 UU No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menyatakan bahwa (1) setiap
warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu;
(2) setiap warga negara yang berusia tujuh hingga lima belas tahun wajib mengikuti
pendidikan dasar. Masalah pendidikan merupakan isu krusial pembangunan yang
tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 20152019. Dinyatakan dalam RPJMN bahwa salah satu arah kebijakan umum pembangunan
nasional adalah “meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan kesejahteraan rakyat
yang berkeadilan. Sumber daya manusia berkualitas tercermin dari meningkatnya akses
1
Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Unika Atma Jaya ([email protected])
Staf Pengajar Fakultas Pendidikan Bahasa Unika Atma Jaya.
3
Staf Pengajar Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya.
2
Tersedia Online di http://lpkmv-untar.org/jurnal/index.php/kajitindak
Page 55 of 100
Kaji Tindak: Jurnal Pemberdayaan Masyarakat Vol. 3 No. 1 Mei 2016
P-ISSN: 2407-1773
E-ISSN: 2503-4979
pendidikan berkualitas pada semua jenjang pendidikan miskin dan daerah 3T;
meningkatnya kompetensi siswa Indonesia dalam bidang matematika, sains, dan
literasi….” (Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, 2014). Hal ini
menunjukkan betapa pemerintah sangat memerhatikan masalah pendidikan demi
terwujudnya masyarakat cerdas agar tidak tertinggal dengan negara maju. Pendidikan
berkualitas adalah kunci perubahan di banyak sektor kehidupan, seperti ekonomi dan
sosial.
Dalam pendidikan, guru merupakan aktor pembawa perubahan (agent of
change). Sebagai agen pengubah, guru antara lain harus memiliki keterampilan
mengajar; memiliki pengetahuan; memiliki sikap profesional; memilih, menciptakan,
menggunakan media; memilih metode mengajar yang sesuai; memanfaatkan teknologi;
mengembangkan kurikulum; memberikan contoh dan teladan yang baik (Hartoyo dan
Boedhowi, 2005 dalam Nazaruddin, 2015).
Guru yang berkualitas akan menghasilkan siswa yang berkualitas pula. Namun,
menurut Itje Chodidjah, praktisi pendidikan dalam Simposium Nasional Riset
Pendidikan II 2015, “mewujudkan guru yang berkualitas sangatlah mahal. Diperlukan
banyak biaya, tenaga, dan partisipasi dari banyak pihak”. Karena itu, sudah sepantasnya
untuk meningkatkan kualitas pendidikan, pemerintah memperjuangkan nasib dan hakhak guru.
Sebagai garda terdepan, tugas guru adalah mendidik, mengajar, membimbing,
mengarahkan, melatih, dan mengevaluasi peserta didik (siswa). Namun, tugas utama
guru, menurut Itje Chodidjah, adalah menggali potensi siswa dan mengembangkannya.
Dengan demikian, siswa mampu menemukan tujuan hidup yang dikehendakinya
(Nazaruddin, 2015). Guru berkewajiban bukan hanya mencetak sumber daya manusia
(yakni siswa) yang andal dan berkualitas, mampu bersaing dalam era global, melainkan
juga berkarakter mulia. Semua itu ditunjukkan secara nyata melalui kemampuannya
mendidik, mentransfer ilmu, serta memberikan contoh nyata dalam perilaku yang baik,
santun, dan berakhlak mulia. Guru seyogianya menjadi orangtua kedua dari siswa yang
patut menjadi anutan, apalagi mengingat hampir separuh waktu guru dihabiskannya
bersama siswa di sekolah setiap harinya. Meskipun demikian, bukan berarti orangtua
menyerahkan seluruh tanggung jawab pendidikan kepada sekolah.
Setiap guru harus memenuhi empat kompetensi, seperti termuat dalam Pasal 10
UU No. 14 Tahun 2005—yang meliputi kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan
profesional. Akan tetapi, dalam menjalani profesinya, masih ditemukan banyak
hambatan, dari masalah menumpuknya beban administrasi guru, status guru honorer
yang kurang diperhatikan, hingga hasil uji kompetensi guru yang tidak memuaskan.
Namun, pada dasarnya masalah guru berakar dari dalam diri (internal) dan dari luar diri
(eksternal). Masalah yang berasal dari faktor dalam diri, misalnya kurangnya
pengetahuan pedagogik guru, rendahnya motivasi guru untuk belajar, dan masih
minimnya kualifikasi guru. Guru masih kurang memiliki motivasi untuk belajar, seperti
mengikuti pendidikan dan pelatihan (Kompas, 26 November 2015) atau enggan
memelajari teknologi informasi dan komunikasi sesuai dengan perkembangan zaman
(Kompas, 16 Maret 2015).
Dalam menjalankan tugas keprofesionalannya, guru berhak memperoleh
kesempatan untuk meningkatkan kompetensinya, memperoleh kesempatan untuk
mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi dan/atau
memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya (Pasal 14 UU No.
14 Tahun 2005). Minimnya kualifikasi guru berdampak pada hasil belajar siswa; guru
Page 56 of 100
Tersedia Online di http://lpkmv-untar.org/jurnal/index.php/kajitindak
Kaji Tindak: Jurnal Pemberdayaan Masyarakat Vol. 3 No. 1 Mei 2016
P-ISSN: 2407-1773
E-ISSN: 2503-4979
berkualifikasi di bawah S-1/D-4 cenderung membuahkan hasil belajar yang kurang
memuaskan karena kompetensinya kurang memadai (Kompas, 6 Agustus 2013). Guru
juga terhambat kariernya untuk mengurus kenaikan pangkat akibat ketidakmampuannya
membuat karya ilmiah dan kurangnya bimbingan menulis (Kompas, 22 April 2014).
Masalah yang berasal dari luar diri (eksternal), misalnya, guru kerap kali
berhadapan dengan siswa yang kurang berkonsentrasi dan kurang bersemangat belajar.
Selain itu, karena kesibukan, orangtua kurang mendukung anaknya belajar. Tambahan
lagi, sarana dan prasarana belajar di sekolah tidak mendukung. Faktor-faktor ini
mengurangi ruang gerak guru dalam mengemban tugas dan kewajibannya.
Baik masalah internal maupun eksternal banyak dihadapi oleh guru yang tinggal
di perkotaan dan perdesaan, tidak terkecuali guru di SDN Cisauk, Tangerang. Dalam
diskusi kelompok dengan para guru pada 19 Maret 2015, terungkap bahwa secara
umum guru SDN Cisauk berhadapan dengan masalah yang terkait dengan penguasaan
atas substansi, metode pengajaran, dan manajemen kelas. Guru mengakui perlu
memperkaya bidang ilmu, memperdalam metode pengajaran yang menggairahkan siswa
untuk belajar, serta mengelola siswa agar berprestasi di kelas. Dalam hal pengembangan
kariernya, masih ditemukan guru yang sejak 2006 masih berada pada golongan III A,
bahkan mentok pada IV A, tidak dapat mengurus kenaikan golongan karena
ketidakmampuannya membuat karya ilmiah. Apalagi saat ini guru terbentur oleh
ketentuan yang menghendaki guru wajib menulis karya ilmiah lebih dari satu apabila
akan naik golongan dari IVA ke jenjang berikutnya. Tambahan lagi beban administrasi
menyita waktu dan tenaga guru di SDN Cisauk sehingga tidak ada waktu untuk
mengembangkan profesionalitasnya.
Apa pun masalah yang dihadapi, guru harus mampu mengatasinya sendiri.
Sebagai guru kelas, guru perlu merefleksikan dan merancang tindakan yang tepat untuk
mencari jalan keluarnya sehingga akhirnya diperoleh hasil yang dapat langsung
dirasakan oleh guru dan siswa. Dengan kata lain, guru perlu melakukan penelitian
tindakan kelas (PTK) yang saat ini sudah merupakan tuntutan dari berbagai pihak
terkait, antara lain kebutuhan akreditasi, kenaikan pangkat, dan sertifikasi pendidik
(Sumini, 2015).
PTK merupakan salah satu jembatan yang bukan hanya dapat mengatasi
masalah guru, melainkan juga dapat dilaporkan dalam karya ilmiah yang akhirnya dapat
digunakan untuk kenaikan golongan. Diakui oleh para guru SDN di Cisauk bahwa
mereka belum memahami PTK, apalagi melakukannya dan melaporkannya dalam
tulisan ilmiah. Solusi yang dapat diberikan kepada mereka adalah memberikan
pelatihan. Pelatihan merupakan kegiatan yang berguna bagi guru untuk
mengembangkan keterampilan dan pengetahuan guru (Stevanus, 2004). Pengalaman
dan pelatihan terbukti berpengaruh besar terhadap profesionalisme guru (Mulyawan,
2012). Di sinilah peran dosen di perguruan tinggi mengabdikan diri membantu guruguru dengan ilmu yang dikuasainya melalui pelatihan PTK (Kabar Medan, 25 Juni
2015). Berdasarkan kebutuhan para guru di SDN Cisauk, telah dilakukan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat berupa pelatihan PTK. Tulisan ini bertujuan
menguraikan pelaksanaan kegiatan pelatihan tersebut. Selain itu, kegiatan pengabdian
ini dilaksanakan dengan harapan dapat membawa manfaat bagi mitra, yaitu para guru di
Kecamatan Cisauk. Dimana para guru dapat menambah wawasan dan pengetahuan
dalam bidang penulisan proposal PTK sehingga dapat membantu dalam proses
kenaikkan pangkat.
Tersedia Online di http://lpkmv-untar.org/jurnal/index.php/kajitindak
Page 57 of 100
Kaji Tindak: Jurnal Pemberdayaan Masyarakat Vol. 3 No. 1 Mei 2016
P-ISSN: 2407-1773
E-ISSN: 2503-4979
PTK merupakan bagian dari penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru di
kelas yang diampunya dengan maksud memperbaiki dan meningkatkan kualitas dan
kuantitas proses pembelajaran di kelas (Iskandar, 2012). Sasaran PTK adalah peserta
didik (siswa), guru pengajar, materi pelajaran, media pembelajaran, strategi dan metode
pembelajaran, evaluasi atau hasil penilaian, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan
kelas ((Iskandar, 2012).
Ada tiga manfaat PTK (Sumini, 2015), yaitu inovasi pembelajaran,
pengembangan kurikulum, dan peningkatan profesional guru. Bertolak dari masalah
yang dihadapi guru di kelas, guru melakukan PTK untuk melakukan inovasi dalam
pembelajarannya. Hasil PTK selanjutnya berguna sebagai masukan pengembangan
kurikulum. Selain itu, dengan melakukan PTK, guru menunjukkan kemampuan dirinya
untuk berinovasi secara profesional demi perbaikan praktik pembelajarannya.
Hasil PTK menjadi karya ilmiah yang dapat digunakan untuk mengurus
kenaikan golongan atau pangkat. Dengan demikian, dari kinerja guru melakukan
kegiatan ilmiah tersebut, guru dapat meningkatkan profesionalitasnya sekaligus
kariernya. Hal ini dinyatakan oleh Sumini (2015) bahwa untuk memahami masalah di
kelas dan kemudian mencari solusi untuk perbaikan yang dilakukan secara profesional,
guru dapat menerapkan PTK.
Fokus tindakan pengabdian kepada masyarakat guru SDN di Cisauk adalah
pelatihan PTK. Ada tujuh belas SDN di Cisauk, yang terbagi dalam dua gugus, yaitu
gugus I dan gugus II, masing-masing meliputi satu sekolah inti dan beberapa sekolah
imbas. Gugus I terdiri atas sembilan SD, yaitu SDN Suradita, SDN Rahayu, SDN
Perum Suradita, SDN Anamui, SDN Cibogo, SDN Dangdang 1, SDN Dangdang 2,
SDN Kiansantang Jaya, dan SDN Mekarwangi. Gugus II terdiri atas delapan SD, yaitu
SDN Cisauk, SDN Cicayur 1, SDN Sampora 1, SDN Kedokan, SDN Bendungan, SDN
Sampora 2, SDN Pajajaran, dan SDN Cicayur 2. Semua guru di tujuh belas SDN
tersebut bernaung di bawah kelompok kerja guru (KKG).
Gambar 1:
Pembukaan Pelatihan PTK (Sumber: Dokumentasi Peneliti)
Peserta pelatihan PTK adalah para guru yang tergabung dalam KKG berjumlah
40 orang, 6 di antaranya merangkap pengurus KKG: 10 laki-laki dan 30 perempuan.
Lama mengajar peserta adalah satu hingga tiga puluh tahun, dengan golongan terendah
IIB dan tertinggi IVA.Teknik pemilihan peserta pelatihan ditentukan oleh ketua gugus
dan kepala sekolah. Setiap sekolah diwakili oleh dua guru yang menurut penilaian
Page 58 of 100
Tersedia Online di http://lpkmv-untar.org/jurnal/index.php/kajitindak
Kaji Tindak: Jurnal Pemberdayaan Masyarakat Vol. 3 No. 1 Mei 2016
P-ISSN: 2407-1773
E-ISSN: 2503-4979
kepala sekolah memiliki kemampuan dan minat. Adapun fasilitator dalam pelatihan ini
adalah tiga dosen yang dibantu oleh dua mahasiswa.
Pelatihan dirancang dalam dua kali pertemuan di lokasi yang berbeda. Lokasi
pelatihan dilakukan di SDN Sampora I pada pertemuan I tanggal 26 September 2015
dan di SDN Anamui pada pertemuan II tanggal 3 Oktober 2015. Perbedaan tempat
pelatihan dipilih semata-mata untuk menciptakan suasana pelatihan agar tidak monoton.
Adapun waktu pelatihan adalah hari Sabtu, pukul 09.00 hingga 15.30.
Metode pelatihan yang diterapkan di kelas adalah ceramah, diskusi kelompok,
praktik menulis kolaboratif, penugasan, dan presentasi. Di samping itu, untuk
kelengkapan data, dilakukan wawancara tidak berstruktur dengan guru dan Ketua
Gugus II KKG.
Hasil Dan Pembahasan
Materi yang disampaikan pada pertemuan pertama meliputi pengenalan PTK,
penulisan proposal PTK, konsep dan prosedur PTK,penulisan laporan PTK, teknik
rujukan, dan penulisan daftar pustaka. Setelah diberi pembekalan mengenai PTK,
peserta secara berkelompok menurut jenjang kelas menyusun draf proposal sesuai
dengan format yang disediakan.
Gambar 2:
Diskusi Kelompok Untuk Menyusun Draf Proposal PTK (Sumber:
Dokumentasi Peneliti)
Ada lima kelompok dalam pelatihan ini, yaitu kelompok kelas I, II, III, V, VI
(kelas IV bergabung dengan kelas III). Format draf proposal terdiri atas butir-butir
judul, pendahuluan (latar belakang teoretis dan empiris), identifikasi masalah,
pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian (bagi guru, siswa,
dan sekolah), kajian teori dan hipotesis tindakan, metode penelitian (subjek, tempat, dan
waktu penelitian, definisi operasional, dan teknik pengumpulan dan analisis data),
rencana tindakan (siklus, fokus tindakan/perbaikan, dan waktu pelaksanaan), jadwal
penelitian, dan daftar rujukan.
Setiap perwakilan kelompok diberi kesempatan untuk mempresentasikan draf
judul terlebih dahulu dan kemudian ditanggapi oleh ketiga fasilitator. Kelemahan yang
tampak secara umum dalam pembuatan judul draf proposal kelompok antara lain adalah
Tersedia Online di http://lpkmv-untar.org/jurnal/index.php/kajitindak
Page 59 of 100
Kaji Tindak: Jurnal Pemberdayaan Masyarakat Vol. 3 No. 1 Mei 2016
P-ISSN: 2407-1773
E-ISSN: 2503-4979
judul kurang spesifik menonjolkan lokasi dan subjek penelitian; banyak istilah bidang
ilmu yang kurang dikenal guru ketika akan menerapkan metode pembelajaran; judul
kurang ringkas dan padat. Pada pelatihan hari pertama ini guru diberi pekerjaan rumah
untuk menyelesaikan draf proposal. Draf tersebut harus siap dipresentansikan pada
pertemuan kedua.
Gambar 3:
Perwakilan Kelompok Membacakan Judul Draf Judul Proposal (Sumber:
Dokumentasi Peneliti)
Gambar 4:
Salah Satu Guru Mempresentasikan Draf Proposal (Sumber:
Dokumentasi Peneliti)
Pada pertemuan kedua, dalam waktu dua jam peserta pelatihan PTK diberi
kesempatan untuk berdiskusi dengan teman sekelompok dalam menyelesaikan draf
proposal. Dalam diskusi ini, fasilitator berinteraksi dengan setiap kelompok untuk
membantu mengatasi kesulitan yang dihadapi peserta. Setelah semua kelompok
menyelesaikan draf proposal, dilakukan presentasi dari setiap kelompok. Kelompok
yang berpresentasi mendapat masukan dari kelompok lain dan dari fasilitator.
Page 60 of 100
Tersedia Online di http://lpkmv-untar.org/jurnal/index.php/kajitindak
Kaji Tindak: Jurnal Pemberdayaan Masyarakat Vol. 3 No. 1 Mei 2016
P-ISSN: 2407-1773
E-ISSN: 2503-4979
Berdasarkan amatan terhadap paparan peserta, masalah yang ditemukan dalam draf
peserta, antara lain, adalah menulis acuan dan daftar pustaka tidak taat asas; kurang
memerinci tindakan pada setiap siklus; kurang mempertajam metode perlakuan pada
setiap siklus; masih kurang memahami perbedaan metode pembelajaran dengan metode
pelajaran; belum dapat memisahkan pendapat sendiri dan bukan; kurang lugas
menyatakan hipotesis tindakan.
Hasil evaluasi pada akhir pelaksanaan pelatihan adalah sebagai berikut. Seluruh
peserta (100%) menyatakan pelatihan PTK bermanfaat. Mereka mengakui lebih
memahami PTK daripada sebelumnya. Tingkat pemahaman 33 peserta setelah
mengikuti pelatihan dinyatakan oleh 83% peserta cukup memahami, 13% merasa masih
kurang, dan hanya 4% yang menyatakan sangat memahami. Yang menarik lagi, 100%
guru menyatakan akan menerapkan PTK di kelas yang diampunya guna mengatasi
masalah yang dihadapinya.
Dari bincang-bincang dengan beberapa guru, diketahui bahwa guru SDN di
Cisauk belum pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan seperti yang dilakukannya
saat itu. Mereka yakin pelatihan dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan yang
berguna untuk proses belajar-mengajar. Kalaupun ada pelatihan dari Dinas, seperti
pelatihan kurikulum, itu pun jarang sekali dan hanya terbatas diikuti oleh satu atau dua
orang. Adanya kemauan guru untuk mengikuti pelatihan memperlihatkan mereka masih
mempunyai semangat belajar yang tinggi, yang diperlihatkan dalam pelatihan selama
dua hari. Mereka aktif mendengarkan dan bertanya. Namun, ketika diberikan tugas atau
PR, hanya beberapa orang yang mengerjakan. Alasannya mereka tidak mempunyai
waktu untuk berdiskusi dengan teman sekelompok yang berasal dari sekolah yang
berbeda. Hal inilah yang membuat fasilitator bertoleransi dua jam di awal pertemuan
kedua untuk memberikan kesempatan mereka berdiskusi menyelesaikan pembuatan draf
proposal. Di samping itu, ketika latihan dan diskusi kelompok, kondisi kelas cukup
gaduh. Bahkan, ketika ada peserta berpresentasi, peserta yang lain sibuk mendiskusikan
drafnya dengan kelompoknya sendiri. Situasi seperti ini dapat ditangani oleh fasilitator
dengan meminta mereka menghormati rekan sejawat yang sedang berbicara di depan
kelas dan memberi mereka penekanan bahwa masukan yang diberikan kepada peserta
yang sedang berpresentasi akan menjadi masukan bagi peserta lainnya, tidak ada
pengulangan atas kesalahan yang diperbuat oleh teman lainnya.
Simpulan Dan Implikasi
Guru perlu terus-menerus meningkatkan mutu dan profesionalitasnya melalui
PTK. PTK bukan hanya bermanfaat untuk memecahkan masalah yang dihadapi guru di
kelas, melainkan juga melatih guru melaporkan hasil PTK dalam karya tulis ilmiah,
yang pada akhirnya berguna untuk pengembangan kariernya.
Waktu pelatihan yang diberikan kepada guru SDN Cisauk sangat singkat, hanya
dua kali pertemuan, kurang lebih lima belas jam. Hal ini membawa dampak pada
kurang siapnya guru menyelesaikan tugas menulis draf proposal. Pertama, waktu
pertemuan untuk berdiskusi dengan teman sekelompok hampir tidak ada karena mereka
bertemu hanya ketika pelatihan. Kedua, karena kendala waktu juga, guru tidak leluasa
mencari sumber bacaan untuk referensi tulisannya. Ketiga, waktu pengerjaan PR
pembuatan draf proposal sangat singkat, hanya seminggu. Semula disepakati waktu
pembuatan draf proposal adalah dua minggu, tetapi karena pada waktu yang
direncanakan akan diselenggarakan lomba dalam rangka ulang tahun PGRI di
Tersedia Online di http://lpkmv-untar.org/jurnal/index.php/kajitindak
Page 61 of 100
Kaji Tindak: Jurnal Pemberdayaan Masyarakat Vol. 3 No. 1 Mei 2016
P-ISSN: 2407-1773
E-ISSN: 2503-4979
kabupaten, akhirnya waktu pertemuan kedua dipercepat seminggu setelah pertemuan
pertama. Hal ini berdampak pada ketidaksiapan guru mengerjakan draf proposal.
Pelatihan PTK memberikan manfaat bagi para guru di SDN Cisauk. Mereka
mengakui lebih memahami PTK daripada sebelumnya. Selain itu, mereka akan
menerapkan PTK di kelas yang diampunya untuk mengatasi permasalahan yang
dihadapi. Mereka juga akan berbagi ilmu yang diperoleh dari pelatihan ini kepada guruguru lainnya dalam forum KKG. Forum, yang baru diaktifkan kembali pada tahun 2014
ini, merupakan ajang pertemuan para guru SDN di Cisauk untuk mambahas banyak hal.
Selain itu, pelatihan PTK bukan hanya berhenti pada pelatihan. Untuk
mengevaluasi kemampuan guru menerapkan PTK, pelatihan ini akan ditindaklanjuti
dengan kegiatan berikutnya pada tahun 2016 berupa monitoring dan pendampingan
penyusunan laporan PTK sekaligus diseminasi di forum ilmiah guru pada kegiatan rutin
KKG di Kecamatan Cisauk.
Implikasinya bagi masyarakat sendiri dapat dirasakan bila kemampuan guru
meningkat maka dengan demikian kemampuan dalam mengajar para siswa juga
meningkat. Sehingga secara tidak langsung akan berdampak pada meningkatkan
kualitas dari para siswa sebagai anak didik.
Ucapan Terima Kasih
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya diberikan pertama kepada mitra atau
khalayak kegiatan pengabdian ini, yaitu kepada seluruh peserta pelatihan yang
merupakan guru di SDN Cisauk. Kemudian ucapan terima kasih juga diberikan kepada
seluruh penyedia dana yang turut mendukung dalam terwujudnya kegiatan ini.
Daftar Pustaka
800.000 Guru stagnan. (2014). Kompas, 22 April.
Harapan baru setelah rezim UN. (2015). Kompas, 2 April.
Iskandar. (2012). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Referensi.
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan
Nasional . (2014). Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019.
Buku 1. Jakarta.
Mulyawan, Budi.(2012). Pengaruh pengalaman dalam pelatihan terhadap peningkatan
kompetensi profesional guru. Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial, 2, 1, 45--65.
Nazaruddin. (2015). Menggagas sosok guru berkarakter kuat di era globalisasi.
Prosiding Simposium Nasional Riset Pendidikan II, 24 November.
Pemanfaatan teknologi informasi atasi kesenjangan. (2015). Kompas, 16 Maret.
Reformasi guru belum menggembirakan. (2013). Kompas, 6 Agustus.
Stevanus, Ivan. (2004). Persepsi guru SD terhadap standar kompetensi guru. Psiko
Edukasi, 2,2,93—110.
Sumini.(2015). Penelitian tindakan kelas dan pengembangan profesi guru. Yogyakarta:
Universitas Sanata Dharma. Http://www.scribd.com/doc/263491931/PenelitianTindakan-Kelas-Th-Sumini. Diakses 8 Desember 2015.
Tingkatkan kesejahteraan guru. (2015). Kompas, 26 November.
USAID PRIORITAS fasilitasi penelitian tindakan kelas untuk guru dan dosen. (2015).
Kabar Medan, 25 Juni.
Page 62 of 100
Tersedia Online di http://lpkmv-untar.org/jurnal/index.php/kajitindak
Download