Kaji Tindak: Jurnal Pemberdayaan Masyarakat Vol. 3 No. 1 Mei 2016 P-ISSN: 2407-1773 E-ISSN: 2503-4979 Penguatan Kompetensi Guru Sekolah Dasar Negeri Di Kecamatan Cisauk Melalui Pelatihan Penelitian Tindakan Kelas Sri Hapsari Wijayanti1, Yohana Dhian Ariani2 dan Maria Triwarmiyati3 ABSTRACT: Teachers faced many obstacles in their profession sourced from internal or external their selves. They can solve them by carried out class action research. But, many teachers didn’t understand what class action research is and they can not report the result of class action research in academic writing. The teachers at elementary school in Cisauk, Tangerang, feel these obstacles. So, it is important to strengthed their competence through training of class action research. This training held twice at Saturday with three fasilitators. There are fourty participants involved. The training methods are tutorial, group discussion, collaborative writing, assignment, and presentation. Besides that, used unstructured interview to teachers and the chairman of group. From the evaluation, this training results that all participants more understand class action research than before and they will be applied it in class. This training also will be follow up by monitoring and competioning of class action research. Keywords: teacher, training, competence, collaborative, professional ABSTRAK: Guru banyak menemui hambatan dalam menjalani profesinya. Hambatan yang dihadapi bersumber dari dalam diri (internal) maupun dari luar diri (eksternal). Hambatan tersebut dapat diatasi sendiri oleh guru dengan melakukan penelitian tindakan kelas (PTK). Akan tetapi, masih banyak guru yang belum memahami PTK, apalagi melaporkan hasilnya dalam tulisan ilmiah. Hal inilah yang dialami oleh para guru SDN di Cisauk, Tangerang. Karena itu, perlu dilakukan tindakan berupa penguatan kompetensi guru SDN di Cisauk melalui pelatihan PTK. Pelatihan diadakan dalam dua pertemuan hari Sabtu dengan tiga fasilitator. Peserta pelatihan sebanyak empat puluh guru. Metode pelatihan berbentuk ceramah, diskusi kelompok, praktik menulis kolaboratif, penugasan, dan presentasi. Selain itu, dilakukan pula wawancara tidak berstruktur kepada guru dan Ketua Gugus II. Hasil evaluasi kegiatan menunjukkan bahwa semua peserta mengakui lebih memahami PTK dan akan menerapkannya di kelas. Selain itu, kegiatan ini akan ditindaklanjuti dengan monitoring dan kompetisi hasil PTK. Kata Kunci: guru, pelatihan, kompetensi, kolaboratif, profesional Pendahuluan Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. Demikian isi yang tercantum dalam Pasal 31 UUD 45. Isi UUD ini diperkuat lagi dengan Bab IV Pasal 5 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang menyatakan bahwa (1) setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk memperoleh pendidikan yang bermutu; (2) setiap warga negara yang berusia tujuh hingga lima belas tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Masalah pendidikan merupakan isu krusial pembangunan yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 20152019. Dinyatakan dalam RPJMN bahwa salah satu arah kebijakan umum pembangunan nasional adalah “meningkatkan kualitas sumber daya manusia dan kesejahteraan rakyat yang berkeadilan. Sumber daya manusia berkualitas tercermin dari meningkatnya akses 1 Staf Pengajar Fakultas Ekonomi Unika Atma Jaya ([email protected]) Staf Pengajar Fakultas Pendidikan Bahasa Unika Atma Jaya. 3 Staf Pengajar Fakultas Psikologi Unika Atma Jaya. 2 Tersedia Online di http://lpkmv-untar.org/jurnal/index.php/kajitindak Page 55 of 100 Kaji Tindak: Jurnal Pemberdayaan Masyarakat Vol. 3 No. 1 Mei 2016 P-ISSN: 2407-1773 E-ISSN: 2503-4979 pendidikan berkualitas pada semua jenjang pendidikan miskin dan daerah 3T; meningkatnya kompetensi siswa Indonesia dalam bidang matematika, sains, dan literasi….” (Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, 2014). Hal ini menunjukkan betapa pemerintah sangat memerhatikan masalah pendidikan demi terwujudnya masyarakat cerdas agar tidak tertinggal dengan negara maju. Pendidikan berkualitas adalah kunci perubahan di banyak sektor kehidupan, seperti ekonomi dan sosial. Dalam pendidikan, guru merupakan aktor pembawa perubahan (agent of change). Sebagai agen pengubah, guru antara lain harus memiliki keterampilan mengajar; memiliki pengetahuan; memiliki sikap profesional; memilih, menciptakan, menggunakan media; memilih metode mengajar yang sesuai; memanfaatkan teknologi; mengembangkan kurikulum; memberikan contoh dan teladan yang baik (Hartoyo dan Boedhowi, 2005 dalam Nazaruddin, 2015). Guru yang berkualitas akan menghasilkan siswa yang berkualitas pula. Namun, menurut Itje Chodidjah, praktisi pendidikan dalam Simposium Nasional Riset Pendidikan II 2015, “mewujudkan guru yang berkualitas sangatlah mahal. Diperlukan banyak biaya, tenaga, dan partisipasi dari banyak pihak”. Karena itu, sudah sepantasnya untuk meningkatkan kualitas pendidikan, pemerintah memperjuangkan nasib dan hakhak guru. Sebagai garda terdepan, tugas guru adalah mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, dan mengevaluasi peserta didik (siswa). Namun, tugas utama guru, menurut Itje Chodidjah, adalah menggali potensi siswa dan mengembangkannya. Dengan demikian, siswa mampu menemukan tujuan hidup yang dikehendakinya (Nazaruddin, 2015). Guru berkewajiban bukan hanya mencetak sumber daya manusia (yakni siswa) yang andal dan berkualitas, mampu bersaing dalam era global, melainkan juga berkarakter mulia. Semua itu ditunjukkan secara nyata melalui kemampuannya mendidik, mentransfer ilmu, serta memberikan contoh nyata dalam perilaku yang baik, santun, dan berakhlak mulia. Guru seyogianya menjadi orangtua kedua dari siswa yang patut menjadi anutan, apalagi mengingat hampir separuh waktu guru dihabiskannya bersama siswa di sekolah setiap harinya. Meskipun demikian, bukan berarti orangtua menyerahkan seluruh tanggung jawab pendidikan kepada sekolah. Setiap guru harus memenuhi empat kompetensi, seperti termuat dalam Pasal 10 UU No. 14 Tahun 2005—yang meliputi kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial dan profesional. Akan tetapi, dalam menjalani profesinya, masih ditemukan banyak hambatan, dari masalah menumpuknya beban administrasi guru, status guru honorer yang kurang diperhatikan, hingga hasil uji kompetensi guru yang tidak memuaskan. Namun, pada dasarnya masalah guru berakar dari dalam diri (internal) dan dari luar diri (eksternal). Masalah yang berasal dari faktor dalam diri, misalnya kurangnya pengetahuan pedagogik guru, rendahnya motivasi guru untuk belajar, dan masih minimnya kualifikasi guru. Guru masih kurang memiliki motivasi untuk belajar, seperti mengikuti pendidikan dan pelatihan (Kompas, 26 November 2015) atau enggan memelajari teknologi informasi dan komunikasi sesuai dengan perkembangan zaman (Kompas, 16 Maret 2015). Dalam menjalankan tugas keprofesionalannya, guru berhak memperoleh kesempatan untuk meningkatkan kompetensinya, memperoleh kesempatan untuk mengembangkan dan meningkatkan kualifikasi akademik dan kompetensi dan/atau memperoleh pelatihan dan pengembangan profesi dalam bidangnya (Pasal 14 UU No. 14 Tahun 2005). Minimnya kualifikasi guru berdampak pada hasil belajar siswa; guru Page 56 of 100 Tersedia Online di http://lpkmv-untar.org/jurnal/index.php/kajitindak Kaji Tindak: Jurnal Pemberdayaan Masyarakat Vol. 3 No. 1 Mei 2016 P-ISSN: 2407-1773 E-ISSN: 2503-4979 berkualifikasi di bawah S-1/D-4 cenderung membuahkan hasil belajar yang kurang memuaskan karena kompetensinya kurang memadai (Kompas, 6 Agustus 2013). Guru juga terhambat kariernya untuk mengurus kenaikan pangkat akibat ketidakmampuannya membuat karya ilmiah dan kurangnya bimbingan menulis (Kompas, 22 April 2014). Masalah yang berasal dari luar diri (eksternal), misalnya, guru kerap kali berhadapan dengan siswa yang kurang berkonsentrasi dan kurang bersemangat belajar. Selain itu, karena kesibukan, orangtua kurang mendukung anaknya belajar. Tambahan lagi, sarana dan prasarana belajar di sekolah tidak mendukung. Faktor-faktor ini mengurangi ruang gerak guru dalam mengemban tugas dan kewajibannya. Baik masalah internal maupun eksternal banyak dihadapi oleh guru yang tinggal di perkotaan dan perdesaan, tidak terkecuali guru di SDN Cisauk, Tangerang. Dalam diskusi kelompok dengan para guru pada 19 Maret 2015, terungkap bahwa secara umum guru SDN Cisauk berhadapan dengan masalah yang terkait dengan penguasaan atas substansi, metode pengajaran, dan manajemen kelas. Guru mengakui perlu memperkaya bidang ilmu, memperdalam metode pengajaran yang menggairahkan siswa untuk belajar, serta mengelola siswa agar berprestasi di kelas. Dalam hal pengembangan kariernya, masih ditemukan guru yang sejak 2006 masih berada pada golongan III A, bahkan mentok pada IV A, tidak dapat mengurus kenaikan golongan karena ketidakmampuannya membuat karya ilmiah. Apalagi saat ini guru terbentur oleh ketentuan yang menghendaki guru wajib menulis karya ilmiah lebih dari satu apabila akan naik golongan dari IVA ke jenjang berikutnya. Tambahan lagi beban administrasi menyita waktu dan tenaga guru di SDN Cisauk sehingga tidak ada waktu untuk mengembangkan profesionalitasnya. Apa pun masalah yang dihadapi, guru harus mampu mengatasinya sendiri. Sebagai guru kelas, guru perlu merefleksikan dan merancang tindakan yang tepat untuk mencari jalan keluarnya sehingga akhirnya diperoleh hasil yang dapat langsung dirasakan oleh guru dan siswa. Dengan kata lain, guru perlu melakukan penelitian tindakan kelas (PTK) yang saat ini sudah merupakan tuntutan dari berbagai pihak terkait, antara lain kebutuhan akreditasi, kenaikan pangkat, dan sertifikasi pendidik (Sumini, 2015). PTK merupakan salah satu jembatan yang bukan hanya dapat mengatasi masalah guru, melainkan juga dapat dilaporkan dalam karya ilmiah yang akhirnya dapat digunakan untuk kenaikan golongan. Diakui oleh para guru SDN di Cisauk bahwa mereka belum memahami PTK, apalagi melakukannya dan melaporkannya dalam tulisan ilmiah. Solusi yang dapat diberikan kepada mereka adalah memberikan pelatihan. Pelatihan merupakan kegiatan yang berguna bagi guru untuk mengembangkan keterampilan dan pengetahuan guru (Stevanus, 2004). Pengalaman dan pelatihan terbukti berpengaruh besar terhadap profesionalisme guru (Mulyawan, 2012). Di sinilah peran dosen di perguruan tinggi mengabdikan diri membantu guruguru dengan ilmu yang dikuasainya melalui pelatihan PTK (Kabar Medan, 25 Juni 2015). Berdasarkan kebutuhan para guru di SDN Cisauk, telah dilakukan kegiatan pengabdian kepada masyarakat berupa pelatihan PTK. Tulisan ini bertujuan menguraikan pelaksanaan kegiatan pelatihan tersebut. Selain itu, kegiatan pengabdian ini dilaksanakan dengan harapan dapat membawa manfaat bagi mitra, yaitu para guru di Kecamatan Cisauk. Dimana para guru dapat menambah wawasan dan pengetahuan dalam bidang penulisan proposal PTK sehingga dapat membantu dalam proses kenaikkan pangkat. Tersedia Online di http://lpkmv-untar.org/jurnal/index.php/kajitindak Page 57 of 100 Kaji Tindak: Jurnal Pemberdayaan Masyarakat Vol. 3 No. 1 Mei 2016 P-ISSN: 2407-1773 E-ISSN: 2503-4979 PTK merupakan bagian dari penelitian tindakan yang dilakukan oleh guru di kelas yang diampunya dengan maksud memperbaiki dan meningkatkan kualitas dan kuantitas proses pembelajaran di kelas (Iskandar, 2012). Sasaran PTK adalah peserta didik (siswa), guru pengajar, materi pelajaran, media pembelajaran, strategi dan metode pembelajaran, evaluasi atau hasil penilaian, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas ((Iskandar, 2012). Ada tiga manfaat PTK (Sumini, 2015), yaitu inovasi pembelajaran, pengembangan kurikulum, dan peningkatan profesional guru. Bertolak dari masalah yang dihadapi guru di kelas, guru melakukan PTK untuk melakukan inovasi dalam pembelajarannya. Hasil PTK selanjutnya berguna sebagai masukan pengembangan kurikulum. Selain itu, dengan melakukan PTK, guru menunjukkan kemampuan dirinya untuk berinovasi secara profesional demi perbaikan praktik pembelajarannya. Hasil PTK menjadi karya ilmiah yang dapat digunakan untuk mengurus kenaikan golongan atau pangkat. Dengan demikian, dari kinerja guru melakukan kegiatan ilmiah tersebut, guru dapat meningkatkan profesionalitasnya sekaligus kariernya. Hal ini dinyatakan oleh Sumini (2015) bahwa untuk memahami masalah di kelas dan kemudian mencari solusi untuk perbaikan yang dilakukan secara profesional, guru dapat menerapkan PTK. Fokus tindakan pengabdian kepada masyarakat guru SDN di Cisauk adalah pelatihan PTK. Ada tujuh belas SDN di Cisauk, yang terbagi dalam dua gugus, yaitu gugus I dan gugus II, masing-masing meliputi satu sekolah inti dan beberapa sekolah imbas. Gugus I terdiri atas sembilan SD, yaitu SDN Suradita, SDN Rahayu, SDN Perum Suradita, SDN Anamui, SDN Cibogo, SDN Dangdang 1, SDN Dangdang 2, SDN Kiansantang Jaya, dan SDN Mekarwangi. Gugus II terdiri atas delapan SD, yaitu SDN Cisauk, SDN Cicayur 1, SDN Sampora 1, SDN Kedokan, SDN Bendungan, SDN Sampora 2, SDN Pajajaran, dan SDN Cicayur 2. Semua guru di tujuh belas SDN tersebut bernaung di bawah kelompok kerja guru (KKG). Gambar 1: Pembukaan Pelatihan PTK (Sumber: Dokumentasi Peneliti) Peserta pelatihan PTK adalah para guru yang tergabung dalam KKG berjumlah 40 orang, 6 di antaranya merangkap pengurus KKG: 10 laki-laki dan 30 perempuan. Lama mengajar peserta adalah satu hingga tiga puluh tahun, dengan golongan terendah IIB dan tertinggi IVA.Teknik pemilihan peserta pelatihan ditentukan oleh ketua gugus dan kepala sekolah. Setiap sekolah diwakili oleh dua guru yang menurut penilaian Page 58 of 100 Tersedia Online di http://lpkmv-untar.org/jurnal/index.php/kajitindak Kaji Tindak: Jurnal Pemberdayaan Masyarakat Vol. 3 No. 1 Mei 2016 P-ISSN: 2407-1773 E-ISSN: 2503-4979 kepala sekolah memiliki kemampuan dan minat. Adapun fasilitator dalam pelatihan ini adalah tiga dosen yang dibantu oleh dua mahasiswa. Pelatihan dirancang dalam dua kali pertemuan di lokasi yang berbeda. Lokasi pelatihan dilakukan di SDN Sampora I pada pertemuan I tanggal 26 September 2015 dan di SDN Anamui pada pertemuan II tanggal 3 Oktober 2015. Perbedaan tempat pelatihan dipilih semata-mata untuk menciptakan suasana pelatihan agar tidak monoton. Adapun waktu pelatihan adalah hari Sabtu, pukul 09.00 hingga 15.30. Metode pelatihan yang diterapkan di kelas adalah ceramah, diskusi kelompok, praktik menulis kolaboratif, penugasan, dan presentasi. Di samping itu, untuk kelengkapan data, dilakukan wawancara tidak berstruktur dengan guru dan Ketua Gugus II KKG. Hasil Dan Pembahasan Materi yang disampaikan pada pertemuan pertama meliputi pengenalan PTK, penulisan proposal PTK, konsep dan prosedur PTK,penulisan laporan PTK, teknik rujukan, dan penulisan daftar pustaka. Setelah diberi pembekalan mengenai PTK, peserta secara berkelompok menurut jenjang kelas menyusun draf proposal sesuai dengan format yang disediakan. Gambar 2: Diskusi Kelompok Untuk Menyusun Draf Proposal PTK (Sumber: Dokumentasi Peneliti) Ada lima kelompok dalam pelatihan ini, yaitu kelompok kelas I, II, III, V, VI (kelas IV bergabung dengan kelas III). Format draf proposal terdiri atas butir-butir judul, pendahuluan (latar belakang teoretis dan empiris), identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian (bagi guru, siswa, dan sekolah), kajian teori dan hipotesis tindakan, metode penelitian (subjek, tempat, dan waktu penelitian, definisi operasional, dan teknik pengumpulan dan analisis data), rencana tindakan (siklus, fokus tindakan/perbaikan, dan waktu pelaksanaan), jadwal penelitian, dan daftar rujukan. Setiap perwakilan kelompok diberi kesempatan untuk mempresentasikan draf judul terlebih dahulu dan kemudian ditanggapi oleh ketiga fasilitator. Kelemahan yang tampak secara umum dalam pembuatan judul draf proposal kelompok antara lain adalah Tersedia Online di http://lpkmv-untar.org/jurnal/index.php/kajitindak Page 59 of 100 Kaji Tindak: Jurnal Pemberdayaan Masyarakat Vol. 3 No. 1 Mei 2016 P-ISSN: 2407-1773 E-ISSN: 2503-4979 judul kurang spesifik menonjolkan lokasi dan subjek penelitian; banyak istilah bidang ilmu yang kurang dikenal guru ketika akan menerapkan metode pembelajaran; judul kurang ringkas dan padat. Pada pelatihan hari pertama ini guru diberi pekerjaan rumah untuk menyelesaikan draf proposal. Draf tersebut harus siap dipresentansikan pada pertemuan kedua. Gambar 3: Perwakilan Kelompok Membacakan Judul Draf Judul Proposal (Sumber: Dokumentasi Peneliti) Gambar 4: Salah Satu Guru Mempresentasikan Draf Proposal (Sumber: Dokumentasi Peneliti) Pada pertemuan kedua, dalam waktu dua jam peserta pelatihan PTK diberi kesempatan untuk berdiskusi dengan teman sekelompok dalam menyelesaikan draf proposal. Dalam diskusi ini, fasilitator berinteraksi dengan setiap kelompok untuk membantu mengatasi kesulitan yang dihadapi peserta. Setelah semua kelompok menyelesaikan draf proposal, dilakukan presentasi dari setiap kelompok. Kelompok yang berpresentasi mendapat masukan dari kelompok lain dan dari fasilitator. Page 60 of 100 Tersedia Online di http://lpkmv-untar.org/jurnal/index.php/kajitindak Kaji Tindak: Jurnal Pemberdayaan Masyarakat Vol. 3 No. 1 Mei 2016 P-ISSN: 2407-1773 E-ISSN: 2503-4979 Berdasarkan amatan terhadap paparan peserta, masalah yang ditemukan dalam draf peserta, antara lain, adalah menulis acuan dan daftar pustaka tidak taat asas; kurang memerinci tindakan pada setiap siklus; kurang mempertajam metode perlakuan pada setiap siklus; masih kurang memahami perbedaan metode pembelajaran dengan metode pelajaran; belum dapat memisahkan pendapat sendiri dan bukan; kurang lugas menyatakan hipotesis tindakan. Hasil evaluasi pada akhir pelaksanaan pelatihan adalah sebagai berikut. Seluruh peserta (100%) menyatakan pelatihan PTK bermanfaat. Mereka mengakui lebih memahami PTK daripada sebelumnya. Tingkat pemahaman 33 peserta setelah mengikuti pelatihan dinyatakan oleh 83% peserta cukup memahami, 13% merasa masih kurang, dan hanya 4% yang menyatakan sangat memahami. Yang menarik lagi, 100% guru menyatakan akan menerapkan PTK di kelas yang diampunya guna mengatasi masalah yang dihadapinya. Dari bincang-bincang dengan beberapa guru, diketahui bahwa guru SDN di Cisauk belum pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan seperti yang dilakukannya saat itu. Mereka yakin pelatihan dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan yang berguna untuk proses belajar-mengajar. Kalaupun ada pelatihan dari Dinas, seperti pelatihan kurikulum, itu pun jarang sekali dan hanya terbatas diikuti oleh satu atau dua orang. Adanya kemauan guru untuk mengikuti pelatihan memperlihatkan mereka masih mempunyai semangat belajar yang tinggi, yang diperlihatkan dalam pelatihan selama dua hari. Mereka aktif mendengarkan dan bertanya. Namun, ketika diberikan tugas atau PR, hanya beberapa orang yang mengerjakan. Alasannya mereka tidak mempunyai waktu untuk berdiskusi dengan teman sekelompok yang berasal dari sekolah yang berbeda. Hal inilah yang membuat fasilitator bertoleransi dua jam di awal pertemuan kedua untuk memberikan kesempatan mereka berdiskusi menyelesaikan pembuatan draf proposal. Di samping itu, ketika latihan dan diskusi kelompok, kondisi kelas cukup gaduh. Bahkan, ketika ada peserta berpresentasi, peserta yang lain sibuk mendiskusikan drafnya dengan kelompoknya sendiri. Situasi seperti ini dapat ditangani oleh fasilitator dengan meminta mereka menghormati rekan sejawat yang sedang berbicara di depan kelas dan memberi mereka penekanan bahwa masukan yang diberikan kepada peserta yang sedang berpresentasi akan menjadi masukan bagi peserta lainnya, tidak ada pengulangan atas kesalahan yang diperbuat oleh teman lainnya. Simpulan Dan Implikasi Guru perlu terus-menerus meningkatkan mutu dan profesionalitasnya melalui PTK. PTK bukan hanya bermanfaat untuk memecahkan masalah yang dihadapi guru di kelas, melainkan juga melatih guru melaporkan hasil PTK dalam karya tulis ilmiah, yang pada akhirnya berguna untuk pengembangan kariernya. Waktu pelatihan yang diberikan kepada guru SDN Cisauk sangat singkat, hanya dua kali pertemuan, kurang lebih lima belas jam. Hal ini membawa dampak pada kurang siapnya guru menyelesaikan tugas menulis draf proposal. Pertama, waktu pertemuan untuk berdiskusi dengan teman sekelompok hampir tidak ada karena mereka bertemu hanya ketika pelatihan. Kedua, karena kendala waktu juga, guru tidak leluasa mencari sumber bacaan untuk referensi tulisannya. Ketiga, waktu pengerjaan PR pembuatan draf proposal sangat singkat, hanya seminggu. Semula disepakati waktu pembuatan draf proposal adalah dua minggu, tetapi karena pada waktu yang direncanakan akan diselenggarakan lomba dalam rangka ulang tahun PGRI di Tersedia Online di http://lpkmv-untar.org/jurnal/index.php/kajitindak Page 61 of 100 Kaji Tindak: Jurnal Pemberdayaan Masyarakat Vol. 3 No. 1 Mei 2016 P-ISSN: 2407-1773 E-ISSN: 2503-4979 kabupaten, akhirnya waktu pertemuan kedua dipercepat seminggu setelah pertemuan pertama. Hal ini berdampak pada ketidaksiapan guru mengerjakan draf proposal. Pelatihan PTK memberikan manfaat bagi para guru di SDN Cisauk. Mereka mengakui lebih memahami PTK daripada sebelumnya. Selain itu, mereka akan menerapkan PTK di kelas yang diampunya untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi. Mereka juga akan berbagi ilmu yang diperoleh dari pelatihan ini kepada guruguru lainnya dalam forum KKG. Forum, yang baru diaktifkan kembali pada tahun 2014 ini, merupakan ajang pertemuan para guru SDN di Cisauk untuk mambahas banyak hal. Selain itu, pelatihan PTK bukan hanya berhenti pada pelatihan. Untuk mengevaluasi kemampuan guru menerapkan PTK, pelatihan ini akan ditindaklanjuti dengan kegiatan berikutnya pada tahun 2016 berupa monitoring dan pendampingan penyusunan laporan PTK sekaligus diseminasi di forum ilmiah guru pada kegiatan rutin KKG di Kecamatan Cisauk. Implikasinya bagi masyarakat sendiri dapat dirasakan bila kemampuan guru meningkat maka dengan demikian kemampuan dalam mengajar para siswa juga meningkat. Sehingga secara tidak langsung akan berdampak pada meningkatkan kualitas dari para siswa sebagai anak didik. Ucapan Terima Kasih Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya diberikan pertama kepada mitra atau khalayak kegiatan pengabdian ini, yaitu kepada seluruh peserta pelatihan yang merupakan guru di SDN Cisauk. Kemudian ucapan terima kasih juga diberikan kepada seluruh penyedia dana yang turut mendukung dalam terwujudnya kegiatan ini. Daftar Pustaka 800.000 Guru stagnan. (2014). Kompas, 22 April. Harapan baru setelah rezim UN. (2015). Kompas, 2 April. Iskandar. (2012). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Referensi. Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional . (2014). Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2015-2019. Buku 1. Jakarta. Mulyawan, Budi.(2012). Pengaruh pengalaman dalam pelatihan terhadap peningkatan kompetensi profesional guru. Jurnal Ilmiah Ilmu Sosial, 2, 1, 45--65. Nazaruddin. (2015). Menggagas sosok guru berkarakter kuat di era globalisasi. Prosiding Simposium Nasional Riset Pendidikan II, 24 November. Pemanfaatan teknologi informasi atasi kesenjangan. (2015). Kompas, 16 Maret. Reformasi guru belum menggembirakan. (2013). Kompas, 6 Agustus. Stevanus, Ivan. (2004). Persepsi guru SD terhadap standar kompetensi guru. Psiko Edukasi, 2,2,93—110. Sumini.(2015). Penelitian tindakan kelas dan pengembangan profesi guru. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma. Http://www.scribd.com/doc/263491931/PenelitianTindakan-Kelas-Th-Sumini. Diakses 8 Desember 2015. Tingkatkan kesejahteraan guru. (2015). Kompas, 26 November. USAID PRIORITAS fasilitasi penelitian tindakan kelas untuk guru dan dosen. (2015). Kabar Medan, 25 Juni. Page 62 of 100 Tersedia Online di http://lpkmv-untar.org/jurnal/index.php/kajitindak