IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KAPOLRI TENTANG PERIJINAN DAN PEMBERITAHUAN KEGIATAN MASYARAKAT (Studi Pada Satuan Intelijen Keamanan Polres Cimahi). Abstrak Wilayah hukum Polisi Resor Cimahi (Polres Cimahi) merupakan bagian dari Pemerintahan daerah, yang membawahi 2 (dua) daerah wilayah yaitu wilayah Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat, merupakan wilayah berkembang sangat pesat, juga padat penduduknya, sebagian besar daerah industri dan perbatasan dengan wilayah penyangga Kota Bandung. Tentunya seiring dengan perkembangan kemajuan di Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat, sudah barang tentu banyak permasalahan-permasalahan sosial cukup tinggi. Salah satu masalah yang mendapat perhatian khusus banyak pihak adalah tentang perijinan dan pemberitahuan kegiatan masyarakat di wilayah hukum Polres Cimahi. Karena berdasarkan penelitian masyarakat Kota Cimahi dan Kabupaten Bandung Barat masih banyak ditemukan kegiatan masyarakat yang belum melaporkan atau memohon perijinan dan pemberitahuan kegiatan masyarakat. Penelitian pada tesis ini dijelaskan untuk memberikan gambaran secara utuh dan menyeluruh seputar pelaksanaan kebijakan Kapolri tentang pemberian perijinan dan pemberitahuan kegiatan masyarakat oleh Polri setempat. Dengan demikian peneliti menggunakan metode pendekatan kualitatif deskriftif sebagai kajian yang tepat dalam melakukan penelitian ini. Sedangkan teknik untuk memperoleh keabsahan data diperoleh melalui triangulasi data seperti, observasi, wawancara dan studi pustaka. Selanjutnya hasil penelitian ini dianalisa secara mendalam dengan memakai teori Implementasi Kebijakan Publik yang dipedomani dari pendapat para ahli. Hasil penelitian yang dilakukan dilapangan dapat diperoleh suatu gambaran penting, bahwa pelaksanaan penerbitan surat perijinan dan pemberitahuan kegiatan masyarakat sampai saat ini belum menunjukan hasil sebagaimana yang diharapkan. Hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yang saling berkaitan antara yang satu dengan yang lain. Faktor penyebabnya antara lain yaitu masih rendahnya sumber daya manusia, baik secara kualitas maupun kuantitas, sarana dan prasarana yang belum memadai oleh 1 pelaksana kebijakan sehingga mengakibatkan proses penerbitan perijinan dan pemberitahuan kegiatan masyarakat, belum terpenuhi sesuai yang diharapkan. Dengan demikian, penerapan Implementasi Kebijakan Kapolri tentang perijinan dan pemberitahuan kegiatan masyarakat di wilayah hukum Polres Cimahi belum berhasil A. Latar Belakang Masalah Salah satu upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat adalah dengan memberikan perlindungan dan pelayanan yang terbaik. Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai lembaga yang tidak dapat dipisahkan dari fungsi pemerintahan selain merupakan alat negara yang bertugas menyelenggarakan keamanan dalam negeri, penegak hukum, pengayom dan pelindung masyarakat, juga dituntut untuk senantiasa memberikan pelayanan yang terbaik bagi masyarakat hal ini seiring dengan tuntutan masyarakat yang berkembang pesat dan semakin sadar tentang hak dan kewajiban dalam kehidupan berbangsa dan bernegara,. Dalam penyelenggaraan tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia dan tugas-tugas Kepolisian sebagai penjabaran dari tugas pokok, Kepolisian Negara Republik Indonesia secara umum berwenang mengeluarkan Peraturan Kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif Kepolisian. Peraturan Kapolri dibuat oleh Kapolri dan berlaku untuk seluruh wilayah kerja Kepolisian yang mempunyai kekuatan hukum yang mengikat internal dan eksternal. Demikian pula dinyatakan dalam Undang-undang RI Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI bahwa fungsi Kepolisian merupakan salah satu fungsi pemerintahan Negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat. Penjelasan Undangundang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara RI menyatakan bahwa terdapat jenis pelayanan kepada masyarakat yang salah satunya adalah jenis “perijinan keramaian dan pemberitahuan kegiatan masyarakat ke Polisi”. Kepolisian Negara RI bertujuan mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, ketertiban dan penegakan 2 hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat serta terbinanya ketentraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak azasi manusia. . Fungsi Kepolisian adalah menyelenggarakan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dalam negeri. Fungsi kepolisian yang ada di masyarakat menjadi aman, tentram, tertib, damai dan sejahtera. Fungsi kepolisian (POLRI) terkait erat dengan Good Governance, yakni sebagai alat Negara yang menjaga Kamtibmas (keamanan dan ketertiban masyarakat) yang bertugas melindungi, mengayomi dan melayani masyarakat serta menegakkan hukum yaitu sebagai salah satu fungsi pemerintahan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyrakat yang diperoleh secara atributif melalui ketentuan Undang-Undang. Fungsi dan tujuan Kepolisian tersebut kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam Undang-undang Kepolisian. Salah satu wewenang Kepolisian yang diatur dalam undangundang tersebut tercantum dalam pasal 15 ayat 2 (a), yaitu Kepolisian Negara RI sesuai dengan peraturan perundang-undangan lainnya berwenang memberikan ijin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat lainnya. Dengan pelaksanaan pengamanan ini merupakan usaha deteksi terhadap kemungkinan adanya hambatan, gangguan maupun ancaman yang dapat dilakukan pihak lawan, pengamanan intelijen Kepolisian yang terarah, terencana dalam rangka pelaksanaan tugas pokok, fungsi dan peranan intelijen Kepolisian secara berdaya guna dan berhasil guna. Tujuan penerapan perijinan dan pemberitahuan kegiatan masyarakat adalah memberikan perlindungan dan penyelamatan terhadap objek atau sasaran kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat dari segala bentuk ancaman dan gangguan dalam rangka melakukan semua rangkaian kegiatan pada lokasi/ tempat kegiatan. Sesuai dengan ketentuan Pasal 510 ayat (1) Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), yaitu keramaian atau tontonan untuk umum dan mengadakan arak-arakan di jalan umum dan pemberitahuan, dalam hal ini bahwa pejabat yang berwenang memberikan ijin dan menerima pemberitahuan adalah pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia. 3 Perijinan dan pemberitahuan sebagai pranata hukum yang lazim dilekatkan pada penyelenggaraan suatu pertemuan banyak pendapat perhatian baik dari anggota masyarakat maupun pemerintah. Dalam hal penyelenggaraan perijinan dan pemberitahuan kegiatan masyarakat di lapangan, ini masih ditemukan di lapangan bahwa masyarakat dan pemerintah kurang memahami mekanisme prosedur tentang perijinan dan pemberitahuan kegiatan masyarakat yang diatur dalam Peraturan Kapolri; Juklap/ 02/ XII/ 1995 tersebut yang dibutuhkan masyarakat sebagai salah satu persyaratan ijin keramaian atau pemberitahuan kegiatan masyarakat itu sendiri. Fenomena ini terjadi pula di wilayah hukum Polres Cimahi dimana anggota pelaksana Satuan Intelijen Keamanan dalam hal penerapan perijinan dan pemberitahuan kegiatan masyarakat itu belum sesuai dengan peran dan tugasnya sebagai implementator, penerapan yang diberikan oleh anggota Satuan Intelkam berdasarkan pengamatan awal yang dilakukan oleh peneliti masih ditemukan permasalahan yaitu belum optimalnya pelaksanaan Kebijakan Kapolri, menyebabkan belum terwujudnya Kebijakan Kapolri tentang Perijinan dan pemberitahuan kegiatan masyarakat, sehingga banyak kegiatan masyarakat yang tidak dilengkapi dengan surat ijin atau pemberitahuan yang dikeluarkan oleh Satuan Intelijen Keamanan di wilayah hukum Polres Cimahi. Mengacu pada latar belakang permasalahan tersebut peneliti mencoba menghubungkan dengan variabel permasalahan tersebut yakni implementasi kebijakan Kapolri tentang perijinan dan pemberitahuan kegiatan masyarakat, karena inilah yang mengatur tentang bagaimana Surat Perijinan dan Pemberitahuan kegiatan masyarakat tersebut dapat dilaksanakan oleh Satuan Intelkam Polri termasuk di wilayah Hukum Polres Cimahi. Berkaitan dengan itu, peneliti tertarik dan penting untuk dilakukan penelitian dan menuangkannya dalam sebuah karya ilmiah berbentuk tesis dengan judul “Implementasi Kebijakan Kapolri tentang Perijinan dan Pemberitahuan Kegiatan Masyarakat di Satuan Intelijen Keamanan Polres Cimahi”. (Studi Pada Satuan Intelijen Keamanan Polres Cimahi). 4 B. Pengertian dan Konsep Implementasi Kebijakan 1) Pengertian Implementasi Kebijakan Publik. Dalam kamus Webster pengertian implementasi dirumuskan secara pendek, dimana “to implementasi" (mengimplementasikan) berarti “to provide means for carrying out; to give practical effect to” (menyajikan alat bantu untuk melaksanakan; menimbulkan dampak/ berakibat sesuatu Sedangkan pengertian implementasi menurut Winarno (2002; 105) adalah implementasi kebijakan bila dipandang dalam pengertian yang luas merupakan alat administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur dan teknik yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan menurut Winarno, (2005;102), Selanjutnya menurut pengertian implementasi kebijakan dari Sunggono, (1994;137) yaitu implementasi kebijakan merupakan suatu upaya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dengan sarana-sarana tertentu dan dalam urutan waktu tertentu. 2) Dasar-dasar Kebijakan Publik. Kebijakan publik mempunyai arti penting dapat diketahui dan bisa dilihat dari rentang administrasi, kegiatan pemerintahan dapat dikategorikan ke dalam berbagai macam sekala Nasional, jika meliputi seluruh kawasan negara Regional, jika meliputi wilayah Provinsi Lokal, jika meliputi wilayah Kabupaten, Kecamatan, ataupun Desa. Mengenai definisi kebijakan publik, haruslah jujur memang sangat sukar. Bahkan beberapa teori administrasi publik lebih suka menghindari perbincangan definisi. Sebaliknya, mereka lebih banyak memberikan perhatian pada esensi yang terkandung dalam pengertian kebijakan publik. Thomas R. Dye (1987;105), merumuskan kebijakan publik sebagai: “pilihan pemerintah untuk bertindak atau tidak bertindak”. Ketidak jelasan kebijakan publik hanya akan mengakibatkan kebanyakan orang mengambil asumsinya sendiri. Sedangkan pada sisi lain, harus mengakui bahwa pilihan pemerintah adalah berbuat atau tidak berbuat. Karena itu, haruslah dikembangkan sikap yang realistis. Artinya kita harus memperhatikan kegiatan pemerintah secara keseluruhan. Bukan hanya memperhatikan intensitas pejabatpejabat pemerintah. Selanjutnya R. Dye mengatakan bahwa kebijakan publik mempunyai 5 empat sifat: regulatif, organisasional, distributif dan ekstratif. Dengan demikian liputan kebijakan memang luas. Kebijakan publik berkenaan pula dengan urusan pokok bagi negara, seperti pertanahan, keamanan, pendidikan, pengembangan sistem politik, pembangunan kota dan daerah. Kebijakan publik juga bergerak dari hal vital sampai hal tidak vital. Analisis dan studi kebijakan publik, pada umumnya melibatkan lima hal berikut: a. Distribusi materi-materi yang dikandung dalam kebijakan publik. b. Penilaian dampak kekuatan lingkungan terhadap isi kebijakan politik. c. Analisis efek pengaturan institusional yang terjadi dalam proses politik terhadap kebijakan publik. d. Konsekuensi-konsekuensi kebijakan publik terhadap sistem politik. e. Evaluasi dampak kebijakan publik pada masyarakat, baik yang diharapkan maupun yang tidak. 3) Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Implementasi Kebijakan. Faktor-faktor penting yang mempengaruhi implementasi kebijakan yakni komunikasi, sumberdaya, sikap pelaksana, dan struktur birokrasi, seperti dikemukakan Edwards III (1980;9-10), bahwa : ”in our approach to the study of public policy implementation, we begin the abstract and ask : What are the preconditions for successful policy implementation? In the next four chapters we shall attempt to answer these important questions by considering four critical factors or variables in implementing public policy : communication, resourcess, dispositions or attitudes, and bureaucratic structure”. Berdasarkan pendapat di atas, maka dalam rangka penelitian ini, penulis menetapkan 4 (empat) faktor yang menentukan keberhasilan implementasi kebijakan sebagai pendekatan penelitian, yaitu: 1. Faktor Komunikasi Kebijakan Faktor ini dimaksudkan untuk melihat sejauh mana pihak-pihak yang terlibat atau yang bertanggungjawab dalam mengimplementasikan kebijakan memahami atau mengetahui apa yang akan atau yang perlu dikerjakannya. Perintah untuk mengimplementasikan kebijakan harus ditransmisikan kepada pelaku atau personil yang tepat, dan kebijakan itu 6 sendiri mesti memiliki kejelasan, akurasi dan konsistensi yang tinggi. Oleh karena itu pemerintah harus melakukan komunikasi kebijakan dengan memperhatikan: a. Transmisi, yang berkenaan bagaimana proses penyampaian informasi kebijakan, sehingga para pelaksana mengetahui kebijakan tersebut. b. Kejelasan, yang berkenaan dengan pemahaman para pelaksana tentang isi kebijakan tersebut; c. Konsistensi, berkenaan dengan aturan implementasi yang konsisten dan tidak berubah-ubah sehingga tidak membingungkan para pelaksana. 2. Faktor Sumber Daya Agar implementasi kebijakan berjalan sebagaimana mestinya, maka para pelaksana harus didukung dengan sumber daya yang memadai. Sumber daya yang penting dalam impelementasi kebijakan meliputi : a. Staf pelaksana, jumlah yang memadai, berpengalaman, dan trampil pada semua tingkat pelaksana, yaitu mulai dari anggota personil, para Kepala Unit, dan Kepala Satuan Intelkam serta Kapolres Cimahi; b. Informasi berupa data-data yang telah diformulasikan dalam bentuk yang dapat dimengerti oleh para pelaksana kebijakan. c. Kewenangan dalam berbagai bentuk mulai dari perintah sampai pada menghilangkan perilaku yang menghalangi implementasi kebijakan. d. Fasilitas yang diperlukan dalam mengimplementasikan kebijakan, berupa fasilitas kantor, alat-alat penyimpan data, gedung kantor, kendaraan, dan lain sebagainya. 3. Faktor Disposisi atau Sikap Pelaksana terhadap Kebijakan Faktor ini berkaitan dengan ketanggapan yang dimanifestasikan sebagai sikap dan perilaku anggota Satuan Intelkam Polri terhadap kebijakan Kapolri tentang perijinan dan pemberitahuan kegiatan masyarakat, yang dilihat dari tiga aspek, yaitu: a. Efek disposisi, berupa kepatuhan para pelaksana dalam mengimplementasikan kebijakan ; b. Staffing birokrasi, berkenaan dengan pengangkatan para pelaksana dalam posisiposisi yang menentukan pembagian yang disesuaikan dengan tugas personil. c. Insentif berupa penghargaan yang diberikan kepada pelaksana dilapangan. 4. Struktur birokrasi Struktur birokrasi setingkat KOD (Kesatuan Operasional Dasar) di Polres Cimahi merupakan bagian tugas dalam membantu wilayah pemerintahan di daerah, hal ini sangat berpengaruh terhadap keberhasilan implementasi kebijakan Kapolri, karena kebijakan ini merupakan kebijakan nasional dari mulai tingkat Mabes Polri, Polda, Polrestabes sampai 7 dengan Polres dan Polsek, yang harus dilaksanakan dengan standar kualitas yang sama di semua wilayah hukum. Oleh karena itu, perlu di perhatikan hal-hal sebagai berikut : a. Prosedur Operasional Baku (Standard Operational Procedures-SOP), sebagai tuntunan internal dari implementasi suatu kebijakan yang seragam. b. Fragmentasi merupakan pembagian tanggung-jawab untuk sebuah bidang kebijakan di antara unit-unit organisasional yang tersebar luas. Fragmentasi perlu memperhatikan sifat dari kebijakan yang ingin diimplementasikan, dan penyebaran tanggung jawab kepada seluruh pelaksana kebijakan. Dengan demikian dijelaskan secara singkat bahwa ke-empat faktor tersebut, memiliki pengaruh terhadap implementasi kebijakan publik. Faktor komunikasi, berpengaruh dalam menciptakan pengertian atau pemahaman yang sama diantara para pelaku kebijakan, yang kemudian berpengaruh pada sikap, tindakan ataupun perilaku, dan kemudian memengaruhi produktivitas kerja. Faktor sumber daya, adalah faktor kunci bagi efektivitas pelaksanaan kebijakan, apapun namanya. Tanpa sumber daya yang memadai, tidak mungkin suatu kebijakan dapat diimplementasikan dengan baik. Faktor disposisi atau sikap pelaksana, berkaitan dengan kepatuhan para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan. Sedangkan, faktor struktur birokrasi, berkenaan dengan pembagian kerja, wewenang dan tanggung jawab, yang akan berpengaruh pada pencapaian tujuan kebijakan. Dengan demikian ke-empat faktor tersebut, akan menentukan proses implementasi kebijakan Kapolri oleh pelaksana Satuan Intelkam Polres Cimahi dalam rangka penerapan petunjuk lapangan tentang perijinan dan pemberitahuan kegiatan masyarakat. C. Metode Penelitian Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif dengan jenis studi kasus. Nazir ( 1999;22) menyatakan bahwa metode deskriptif merupakan suatu metode penelitian yang bertujuan untuk: ”Membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta fakta, sifat sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki”. 8 Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yang memusatkan kepada fakta dan menggunakan analisis perbandingan.untuk melakukan generalisasi empiris terhadap fenomena fenomena sosial. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif diharapkan dapat diperoleh pemahaman yang mendasar (verstehen) terhadap masalah masalah sosial secara holistik dan impresif dengan menggabungkan analisis dan interpretasi data yang ditampilkan secara naratif. Hal ini sejalan dengan pendapat Creswell (2002) yang menyatakan bahwa pendekatan kualitatif: ”Merupakan sebuah proses penyelidikan untuk memahami masalah sosial atau masalah manusia berdasarkan pada penciptaan gambaran holistik lengkap yang dibentuk dengan kata kata, melaporkan pandangan informan secara terperinci dan disusun dalam sebuah latar alamiah”. Penelitian ini dilakukan dalam desain penelitian kualitatif, desain kualitatif dipilih mengingat penelitian bertujuan untuk mengungkapkan apa yang terjadi dalam kenyataan empirik dan penelitian ini lebih banyak mengobservasi dan mengekplorasi perilaku objek yang diteliti sehingga tidak mungkin untuk ditarik hubungan sebab akibat dari hasil penelitian ini. Penelitian kualitatif dilakukan untuk menemukan gambaran yang menyeluruh dan mendalam tentang objek yang diteliti, dengan berangkat dari suatu fenomena yang ada, penelitian ini juga tidak berangkat dari suatu teori yang hendak diuji kebenarannya, seperti dikatakan Alwasilah (2005;57) bahwa: “Penelitian kualitatif tidak berangkat dari teori, tapi berangkat dari kasus atau pengamatan”. Senada dengan Alwasilah, Sugiyono (2005;1) mengatakan : “Dalam penelitian kualitatif, pengumpulan data tidak dipandu oleh teori tetapi dipandu oleh fakta-fakta yang ditemukan pada saat penelitian di lapangan“. Surachmad (2004;140) mengatakan bahwa : “Penelitian kualitatif bersifat induktif, karena tidak dimulai dari hipotesis sebagai generalisasi untuk diuji kebenarannya melalui pengumpulan data yang bersifat khusus”. Menurut Surachmad dalam penelitian kualitatif objek yang diteliti dari satu unit atau kesatuan unit dipandang sebagai kasus. Kasus dapat terbatas pada satu orang, satu lembaga, satu keluarga, satu peristiwa dari satu wilayah, 9 ataupun satu kelompok manusia dan kelompok objek-objek lain yang cukup terbatas dipandang sebagai satu kesatuan. Melalui metode kualitatif maka data yang di dapat lebih lengkap, lebih mendalam, kredibel dan bermakna sehingga tujuan penelitian dapat dicapai. maka akan dapat diperoleh data yang lebih tuntas dan pasti, sehingga memiliki kredibilitas yang tinggi tentang implementasi kebijakan Kapolri No. 02/ XII/ 1995 tentang perijinan dan pemberitahuan kegiatan masyarakat oleh Satuan Intelijen Keamanan Polres Cimahi. D. Analisis Pembahasan Implementasi Kebijakan Untuk menganalisis faktor-faktor implementasi kebijakan Kapolri tersebut tentang perijinan dan pemberitahuan kegiatan masyarakat akan dianalisa melalui faktor menurut teori Edward III, antara lain : Faktor Komunikasi (Communication), Faktor Sumberdaya pelaksana (resources), Faktor Disposisi (disposition or attitude), dan Faktor Struktur Birokrasi (bureaucratic structure). Dengan analisa secara menyeluruh diharapkan, akar permasalahan sebenanrya dapat diketahui, sehingga dapat memudahkan peneliti untuk membuat interpretasi pada kesimpulan akhir. Penerapan implementasi kebijakan Kapolri tentang perijinan dan pemberitahuan kegiatan masyarakat, dilakukan terhadap para informan/ responden personil intelijen atau pemerintah setempat dan organisasi masyarakat serta even organizer selaku penanggung jawab kegiatan. Adapun penerapan implementasi kebijakan Kapolri oleh Satuan intelijen Polres Cimahi masih menemukan hambatan hambatan baik secara internal maupun eksternal, namun peraturan kebijakan yang dibuat oleh Kapolri masih bisa dioperasionalkan walaupun kenyataanya belum optimal, seperti seringkali terjadi keterlambatan baik masyarakat dalam hal mengajukan permohonan dan atau sebaliknya petugas dalam hal memproses perijanan dan pemberitahuan kegiatan masyarakat, sehingga masyarakat dalam melaksanakan kegiatan tidak dilengkapi dengan surat perijinan atau pemberitahuan masyarakat yang dikeluarkan oleh Kepolisian setempat. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan Kapolri dalam perijinan dan pemberitahuan kegiatan masyarakat di wilayah Kesatuan Intelijen Polres Cimahi dapat dianalisis pada hasil penelitian sebagai berikut: 10 1. Komunikasi Komunikasi merupakan penyampaian informasi dari komunikator kepada komunikan. Dengan demikian adanya komunikasi yang baik merupakan salah satu syarat dalam melaksanakan kebijakan agar dapat dilaksanakan dengan baik sehingga maksud dari kebijakan tersebut dapat direalisasikan. Berdasarkan hasil pengamatan penelitian dilapangan bahwa komunikasi peraturan Kapolri belum dilaksanakan secara optimal oleh pelaksana Satuan Intelijen Polres Cimahi dilapangan. Kemudian terkait dengan komunikasi sebenarya ada 3 (tiga ) faktor hal sangat penting yang harus dibahas dalam proses komunikasi kebijakan antara lain yaitu: transmisi, adanya kejelasan dan konsisten. Pendapat Edward III dalam Budi Winarno, (2008:176181). Yaitu: 1. Faktor pertama yang berpengaruh terhadap komunikasi kebijakan adalah transmisi. Sebelum pejabat dapat mengimplementasikan suatu keputusan, ia harus menyadari bahwa suatu keputusan telah dibuat dan suatu perintah untuk pelaksanaannya telah dikeluarkan. Hal ini tidak selalu merupakan proses yang langsung sebagaimana nampaknya. 2. Faktor kedua adalah yang mendukung kebijakan adalah adanya kejelasan. Jika kebijakan-kebijakan diimplementasikan sebagaimana yang diinginkan, maka petunjuk-petunjuk pelaksanaan tidak hanya harus diterima oleh para pelaksana kebijakan, tetapi juga komunikasi kebijakan harus jelas. 3. Faktor ketiga yang berpengaruh terhadap komunikasi adalah konsistensi yaitu jika implementasi kebijakan ingin berlangsung efektif, maka perintah-perintah pelaksanaan harus konsisten dan jelas. Komunikasi merupakan proses terjadinya interaksi penyampaian pesan melalui mediator. Pengaruh faktor komunikasi terhadap implementasi adalah pada kejelasan dan isi pesan untuk dapat difahami secara menyeluruh oleh penerima pesan atau program. Dalam faktor komunikasi ini, akan dilihat dari berbagai fenomena yang diamati penulis dilapangan terkait dengan proses implementasi kebijakan penerbitan perijinan dan pemberitahuan kegiatan masyarakat oleh Satuan Intelijen Polres, antara lain: Sosialisasi pada umumnya kepada masyarakat, namun kendala dilapangan sesuai hasil pengamatan dapat dianalisa bahwa, sampai saat ini masyarakat pada umumnya dalam memberitahukan tidak sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan H-7 atau paling lambat H-3 namun masih tetap memberitahukan secara mendadak dan persyaratan tidak ditempuh dengan aturan yaitu tidak ada surat persetujuan dari lingkungan baik RT/RW, 11 Desa dan Kecamatan sebagai persyaratan ijin lingkungan atau tetangga, ini adalah hambatan dan temuan yang dialami dilapangan yang sebenarnya artinya masyarakat belum mempunyai kesadaran yang tinggi dalam mentaati peraturan tersebut. Dengan demikian dapat dianalisa bahwa komunikasi yang dilakukan oleh Satuan Intelijen Polres Cimahi dan Polsek sebagai aparat pelaksana dalam hal koordinasi telah berjalan dengan baik tetapi dengan masyarakat secara langsung oleh petugas sosialisasi belum berjalan secara optimal, hal ini terlihat bahwa masyarakat memberitahukan kegiatan masyarakat masih mengalami keterlambatan sehingga waktu pemrosesan juga mengalami keterlambatan tidak sesuai dengan waktu yang sudah ditentukan sesuai dengan Perkap Kapolri No. 2 tahun 1995. Tentang perijinan dan pemberitahuan kegiatan masyarakat. 2. Sumber Daya Dalam hal ini keberhasilan implementasi kebijakan sangat tergantung kemampuan memanfaatkan sumber daya dari yang tersedia. Dengan demikian bahwa manusia merupakan sumberdaya yang terpenting dalam menentukan keberhasilan suatu implementasi kebijakan. Karena setiap tahap implementasi kebijakan menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas sesuai dengan pekerjaannya yang diisyaratkan oleh kebijakan yang telah ditetapkan. Selain sumber daya manusia, yang lainnya adalah sumber daya financial terkait dengan keuangan dan waktu menjadi perhitungan sangat penting dalam keberhasilan implementasi kebijakan tersebut. Kemudian dikatakan menurut Edward III dalam Agustino (2006:158-159), menjelaskan pentingnya sumber daya dalam implementasi kebijakan publik yang digunakan akan berpengaruh besar terhadap sumber daya adalah sebagai berikut: 1. Staf. Sumber daya utama dalam implementasi kebijakan adalah staf atau pegawai (street-level bureaucraties). Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan, salah satunya disebabkan oleh staf atau pegawai yang tidak cukup memadai, mencukupi, ataupun tidak kompeten dalam bidangnya. 2. Informasi. Dalam implementasi kebijakan, informasi mempunyai dua bentuk yaitu : pertama, informasi yang berhubungan dengan cara melaksanakan 12 kebijakan. Kedua. Informasi yang mengenai data kepatuhan dari para pelaksana terhadap peraturan dan regulasi pemerintah yang telah ditetapkan. 3. Wewenang. Pada umumnya kewenangan harus bersifat formal agar perintah dapat dilaksanakan secara efektif. Kewenangan merupakan otoritas atau legitimasi bagi para pelaksana dalam melaksnakan kebijakan yang ditetapkan secara politik. Ketika wewenang tidak ada, maka kekuatan para implementator di mata publik tidak dilegitimasi, sehingga dapat menggagalkan implementasi kebijakan publik. 4. Fasilitas. Fasilitas fisik merupakan faktor penting dalam impelementasi kebijakan. Implementor mungkin mempunyai staf yang mencukupi, kapable dan kompeten, tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung (sarana dan prasarana) maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan melalui wawancara dan pengamatan di kantor Satuan Intelijen Keamanan Polri Polres Cimahi, peneliti memperoleh data-data antara lain : a. Jumlah Personil Personil Satuan Intelijen Keamanan Polres Cimahi merupakan satuan pelaksanaan suatu kebijakan yang merupakan kegiaatan yang bersifat interaktif, oleh karena itu kebijakan tidak akan terlepas dari berbagai faktoryang dapat mempengaruhi keberhasilan dan kegagalan dalam pelaksanaannya. Sesuai dengan DSPP Satuan Intelijen Polres Cimahi idealnya berjumlah 51 personil, akan tetapi kenyataannya baru terisi 46 personil masih kurang 5 personil di Satuan Intelijen Polres Cimahi b. Kualitas SDM Upaya yang telah dilakukan oleh Kapolri dan jajarannya dalam rangka meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) aparat Kepolisian khususnya Satuan Intelijen Polres Cimahi yang terkait dengan bidang tugasnya dilapangan adalah selain sebagai penyelidikan dan penggalangan juga melakukan pengamanan termasuk juga dalam proses 13 administrasi perijinan dan pemberitahuan kegiatan masyarakat, sesuai yang diamanatkan dalam UU No. 2 tahun 2002. Kemudian untuk meningkatkan kemampuan personil intelijen khusus dibidang pelayanan kegiatan masyarakat tidak ada program khusus pendidikan dan latihan yang berkaitan dengan tugas pokoknya, kemudian cara merekrut personil untuk ditempatkan di bagian pelayanan tidak dilakukan seleksi terlebih dahulu atau asal tunjuk, tidak dilihat dari segi kemampuan skill/ kemampuan yang memadai. Terutama kemampuan didalam memahami tentang substansi Peraturan Kapolri No. 02/XII/ tahun 1995, mulai dari persyaratan, mekanisme proses tahapan kegiatan sampai dengan klasifikasi sanksi penanganan terhadap setiap pelanggaran. Dengan kondisi tersebut mengakibatkan penerapan peraturan implementasi kebijakan Kapolri belum optimal, sehingga banyak pelanggaran kegiatan masyarakat mulai dari belum lengkapnya persyaratan administrasi sampai dengan pelaksanaan kegiatan terjadi permasalahan dilapangan yang masih banyak yang belum terdeteksi, apalagi harus dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku. c. Jumlah Kendaraan operasional Jumlah sarana dan prasarana pendukung yang dimiliki di Satuan Intelijen Polres Cimahi belum mencukupi, dengan keterbatasan tersebut, maka kegiatan operasional personil intelijen dalam melayani kegiatan masyarakat masih mengalami hambatan untuk memonitor seluruh wilayah baik Kota Cimahi maupun Kabupaten Bandung Barat. d. Anggaran operasional Dukungan untuk anggaran operasional satuan intelijen akan sangat terkait dengan keberhasilan tugas dan ataupun sebaliknya mengalami kegagalan dalam menerapkan kebijakan Kapolri tersebut, dengan demikian maka program-program kegiatan pelaksanaan implementasi kebijakan publik akan menjadi terhambat, mulai dari tahap 14 perencanaan, pelaksanaan, pengawasan sampai dengan laporan akhir kegiatan. 3. Disposisi (Sikap Pelaksana) Disposisi diartikan sebagai keinginan atau kesepakatan dikalangan pelaksana untuk menerapkan kebijakan. Dijelaskan lebih lanjut, menurut Edward III dalam Budi Winarno (2005:142-143), menerangkan bahwa “kecenderungan-kecenderungan atau disposisi merupakan salah-satu yang mempunyai konsekuensi penting bagi implementasi kebijakan yang efektif”. Artinya jika para pelaksana mempunyai kecenderungan atau sikap positif atau adanya dukungan terhadap implementasi kebijakan maka terdapat kemungkinan yang besar implementasi kebijakan akan terlaksana sesuai denagan keputusan awal. Demikian sebaliknya, jika para pelaksana bersikap menolak terhadap implementasi kebijakan karena konflik kepentingan maka implementasi kebijakan akan menghadapi kendala yang serius. Demikian pula sikap pelaksana yang mendukung implementasi kebijakan akan menimbulkan kreativitas agar implementasi lebih efektif, sikap aparat pelaksana dalam hal ini Satuan Intelijen Polres Cimahi, ditentukan oleh tingkat kemampuan dan pemahaman pelaksana yang terlihat dalam kearifan, keahlian, dan dedikasi yang tinggi terhadap tujuan program atau kebijakan. Para pelaksana harus benar-benar mengetahui dan menguasai tujuan program atau kebijakan, dan juga harus ada kepatuhan dari aparat pelaksana terhadap peraturan dan ketentuan-ketentuan yang sudah ditetapkan. Kemudian sikap aparat pelaksana harus dapat memahami kondisi dan menerima aspirasi dari masyarakat, sehingga akan dapat menggerakan kelompok sasaran agar mau melaksanakan aturanaturan yang telah disepakati. Dalam hal sikap pelaksana, para informan mempunyai tanggapan bahwa, para pelaksana yang mendukung pelaksanaan pelayanan penerbitan perijinan dan pemberitahuan kegiatan masyarakat. Lebih lanjut tentang sikap pelaksana ini dapat disampaikan, sebagai berikut : 1) Persepsi Pelaksana 15 Para pelaksana kebijakan pelayanan penerbitan perijinan dan pemberitahuan kegiatan masyarakat mempunyai persepsi yang sangat mendukung pelayanan penerbitan perijinan dan pemberitahuan kegiatan masyarakat terus ditingkatkan. 2) Respon Pelaksana Bahwa para pelaksana memiliki respon baik terhadap kebijakan pelayanan penerbitan perijinan dan pemberitahuan kegiatan masyarakat, karena menganggap pelayanan penerbitan perijinan dan pemberitahuan kegiatan masyarakat para pelaksana telah memiliki tindakan dan langkah-langkah yang baik dalam pelaksanaan pelayanan yang berhubungan dengan kegiatan masyarakat. 4. Struktur Organisasi Pelaksana Berdasarkan data lapangan bahwa struktur Organisasi Satuan Intelijen Polres Cimahi, sesuai dengan Perkap Kapolri No. 23 tahun 2011, struktur tersebut sudah mewadahi dalam rangka penyelenggaraan tugas-tugas intelijen terutama bagian yang menangani tentang perijinan dan kegiatan masyarakat, disamping sebagai pelaksana staf juga ada Kepala Satuan Intelijen sebagai manajer tingkat menengah tugasnya adalah merencanakan, mengatur dan mengawasi serta mengendalikan pelaksanaan tugas personil di lapangan, kemudian hasil yang diperoleh dilaporkan kepada pimpinan dalam hal ini adalah Kapolres Cimahi. Lebih lanjut hasil penelitian tentang struktur organisasi pelaksana kebijakan pelayanan penerbitan perijinan dan pemberitahuan kegiatan masyarakat ini disampaikan oleh para informan, yaitu mekanisme pelaksana yang menangani terkait dengan perijinan dan pemberitahuan kegiatan masyarakat dibidangi oleh Badan Urusan Perijinan dan Rekomendasi (Baur Rekjin dan Rekom), tugasnya adalah sebagai berikut : Proses kerja/ mekanisme Satuan Intelijen Keamanan sebagai pelaksana apabila mendapat perintah dari pimpinan (User) untuk memproses tentang perijinan dan pemberitahuan kegiatan yang diajukan oleh masyarakat apabila permohonan tersebut telah memenuhi persyaratan maka akan dibuatkan dan diterbitkan surat ijin sebelum terlebih dahulu dibuat produk berupa Informasi khusus, Perkiraan ancaman dan Berita Acara Pengecekan Lokasi serta dilakukan koordinasi menyangkut masalah pengamanan kegiatan. 16 E. Penutup Berdasarkan uraian pada bab sebelumnya, maka dalam penulisan tesis ini dapat memperoleh gambaran penting, hasil wawancara, pengamatan dilapangan dan analisa keseluruhan, bahwa : Secara umum pelaksanaan implementasi kebijakan Kapolri tentang Perijinan dan Pemberitahuan Kegiatan Masyarakat telah berjalan dengan baik. Namun demikian pelaksanaan kebijakan tersebut masih terdapat kendala. Kendala tersebut berhubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi implementasi kebijakan dalam penerbitan ijin dan pemberitahuan kegiatan masyarakat oleh Satuan Intelijen Polres Cimahi. Beberapa faktor yang mempengaruhi pelaksanaan kebijakan diantaranya adalah: (1) Faktor Komunikasi; (2) Faktor Sumber Daya; (3) Faktor Disposisi; dan (4) Faktor Struktur Organisasi. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka dapat diberikan saran-saran yang nantinya diharapkan dapat memperbaiki ataupun menyempurnakan pelaksanaan kebijakan penerbitan perijinan dan pemberitahuan kegiatan masyarakat di Kesatuan Intelijen Polres Cimahi dimasa yang akan datang. Saran-saran dimaksud adalah : 1. Sebelum peraturan itu diterapkan, agar perangkat pendukungnya harus dipersiapkan terlebih dahulu. Dengan demikian, Kapolri selaku pejabat pemerintahan harus memperhatikan faktor-faktor pendukung yang mempengaruhi terhadap implementasi kebijakan. Salah satunya adalah meningkatkan sumber daya manusia baik dilihat dari aspek kuantitas maupun kualitas aparat dilingkungan Satuan Intelijen di Polres Cimahi. Karena berhasil atau tidaknya oleh aparat Satuan Intelijen sangat berpengaruh besar didalam implementasi kebijakan pemerintah dalam hal ini kebijakan Kapolri. 2. Pimpinan agar menujuk personil yang belum melaksanakan pendidikan dan kejuruan, karena masih banyak personil Satuan Intelijen Polres Cimahi belum mengikuti kejuruan intelijen khusus bidang pelayanan terhadap masyarakat. 3. Sosialisasi Kebijakan Kapolri agar di optimalkan kepada masyarakat, dengan melibatkan pimpinan Satuan Intelijen (Kepala Satuan) dengan anggota personil 17 memberikan arahan kepada masyarakat tentang prosedur kebijakan Kapolri tentang perijinan dan pemberitahuan kegiatan masyarakat. 4. Karena keterbatasan personil pelaksana di Satuan Intelijen yang menangani pelayanan proses perijinan dan pemberitahuan kegiatan masyarakat masih kurang, menurut peneliti agar dibuat nota intelijen kepada Kapolres agar personil intelijen khusus melayani kegiatan masyarakat agar ditambah dari fungsi intelijen dari personil pelayanan kegiatan masyarakat Direktorat Intelijen Polda. 5. Kebutuhan sarana dan prasarana termasuk alat utama/ alat khusus di kantor Satuan Intelijen baik kebutuhan operasional maupun administrasi perlu di lengkapi, karena dengan peralatan yang lengkap (R2/R4) akan memudahkan personil intelijen melakukan tugas kegiatan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. 6. Dukungan anggaran operasional intelijen harus di tambah, karena dengan anggaran operasional yang cukup akan sangat memperoleh hasil yang diharapkan, selama ini masih menggunakan anggaran rutin operasional intelijen, saran peneliti untuk memenuhi anggaran tersebut agar Satuan Intelijen membuat telaahan staf ajukan ke Kapolres agar dimasukan dalam DIPA anggaran tahunan. 7. Perlu adanya aturan strategi khusus untuk mengatur masyarakat/ organisasi masyarakat terkait dengan segala kegiatan yang memerlukan perijinan atau pemberitahuan kegiatan, agar senantiasa dengan kesadaran masyarakat memberitahukan ke Polri setempat. Salah satu upaya yang harus dilakukan adalah revisi kembali Standar Operasional Prosedur (SOP) disesuaikan dengan karakteristik wilayah dan secara rutin meningkatkan sosialisasi peraturan Kapolri No. 02/ IX/ 1995 tentang perijinan dan pemberitahuan kegiatan masyarakat, mulai dari tingkat Kabupaten/ Kota sampai dengan Kecamatan dan Desa dengan strategi pembinaan dan penyuluhan melalui rapat mingguan Kecamatan dan Desa atau membuat pamplet dibagikan ke masyarakat serta maksimalkan sarana informasi dan komunikasi yang ada. Sehingga jika diawali dengan edukasi maka kesadaran masyarakat akan memahami dan mematuhi aturan tersebut. 18 Demikian mengingat hasil penelitian ini masih terdapat kekurangan dan keterbatasan, oleh karena itu diharapkan dapat dilakukan penelitian lanjutan mengenai perijinan dan pemberitahuan kegiatan masyarakat di wilayah hukum Polres Cimahi. DAFTAR PUSTAKA Agustiono, Leo. 2006. Politik dan Kebijakan Publik. Bandung: UNPAD, AIPI dan Puslit KP2W Alwasilah.Chaedar 2003. Pokoknya Kualitatif, Dasar Dasar Merancang Dan Melakukan Penelitian Kualitatif. Bandung: Pustaka Jaya Cresswell John W. 2002. Research Design Qualitative And Quantitative Approches. Thousand Oaks:Sage Publication Dunn, N. William. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Edisi kedua. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Dye, Thomas. R., 1987. Understanding Public Policy, Englewood Cliffs, NS. Parentice Hall, Inc. Edward III, George C. 1980. Implementing Public Policy. Washington DC: Congressional Quarterly Press. Grindle, Ms. 1980, Politics and Policy Implementation in the third World. New Jersey: Princetone University Press. Hardari, Nawawi. 1995. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogyakarta, Gajah Mada University Press. Jamin, Awaludin, 1992. Fungsi dan Tugas Kepolisian, Jakarta. Nazir, Moh. 1999, Metode Penelitian, Jakata. Ghalia Indonesia. Sunggono, Bambang. 1994. Hukum dan Kebijakan Publik . Jakarta : Sinar Grafika. Subarsono, AG. 2005. Analisis Kebijakan Publik (konsep, teori, dan aplikasi). Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung Alfhabeta. Santosa, Pandji. 2008. Administrasi Publik (teori dan Aplikasi Good Governance). Refika Aditama. Tachjan, 2008. Implementasi Kebijakan Publik. Bandung: Lemlit Unpad. Wahab, Solichin Abdul. 2002. Analisis Kebijaksanaan Dari Formulasi Ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta. Bumi Aksara, Edisi 2. 19 Winarno, Budi. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik, Media Pressindo Yogyakarta. Dokumen : a. Undang-undang Nomor 32 tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah. b. Undang-undang Nomor 2 tahun 2002, tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. c. Petunjuk Lapangan Kapolri No.Pol.: Juklap/ 02/ XII/ 1995, tentang Perijinan dan Pemberitahuan Kegiatan Masyarakat. d. Kepmendagri dan Menhankam RI. Nomor 153/ 1995 dan Kep. Nomor 12 / XII/ 1995. tentang Petunjuk Pelaksanaan perijinan. e. Pasal 510 KUHP, tentang Perijinan. f. Surat Keputusan Kapolri No.Pol: Skep/ 990/ XII/ 2005, tanggal 30 Desember 2005, tentang Pedoman Pelaksaan Pengamanan Intelijen Keamanan. g. Peraturan Kapolda Jawa Barat. No.Pol.: 05 tahun 2008, tentang Mekanisme Perijinan dan Pemberitahuan Kegiatan Masyarakat. h. Undang-undang Nomor. 9 tahun 1998, tentang penyampaian pendapat dimuka umum. Surat Kabar/ Artikel : a. “Korban Konser Kota Bandung, 11 orang meninggal”. KOMPAS, Selasa 12 Pebruari 2008. b. “Konser oleh PASBAND Korban Band Maut, 3 orang meninggal di Lapangan Stadion Sangkuriang Cimahi”. Republika, 24 Juni 2007. c. Menyambut Hari Buruh Internasional. Ribuan Buruh Lakukan Unjuk Rasa Di Pemkot Cimahi. Pikiran Rakyat, Kamis, 26 April 2012. d. Polres Cimahi Siapkan 1.200 personil untuk Pengamanan/ Kampanye Pilkada Walikota/ Wakil Wali Kota Cimahi, tahun 2012, Artikel Polres Cimahi, 17 20