RIBUAN MASA KEMBALI GELAR AKSI TOLAK REKLAMASI TELUK BENOA www.tribunnews.com Ribuan warga Bali dari empat desa adat kembali turun ke jalan untuk menolak reklamasi Teluk Benoa. Jumlah mereka jauh melebihi dari aksi-aksi sebelumnya. Ribuan warga itu terpecah menjadi empat titik. Kendati begitu, mereka bergerak bersamaan pada pukul 14.00 WITA hingga sore hari. Mereka pun sempat menutup Tol Bali Mandara dan menduduki tiga titik pintu masuk tol. Tindakan ini mengakibatkan arus lalu lintas menuju tol dialihkan. Bendesa Adat Kepaon Ida Bagus Suteja dalam orasinya menyampaikan keinginannya untuk mengajak masyarakat Bali tetap konsisten menolak reklamasi Teluk Benoa. Mereka menyerukan pembatalan Perpres Nomor 51 Tahun 2014 dan pembatalan AMDAL. Tak hanya itu, ratusan boat pun digunakan untuk menggelar aksi dari laut menuju lokasi rencana reklamasi seluas 700 hektar yang akan dilakukan oleh PT Tirta Wahana Bali Internasional (TWBI). Mereka meyakini mega proyek tersebut merusak pencitraan umat Hindu di Bali, mengingat Teluk Benoa adalah kawasan suci yang harus dijaga dan dilestarikan. “Kami dari Desa Pakraman Kepaon sudah sepakat untuk menolak reklamasi, apalagi kami ada di daerah pesisir utara Teluk Benoa. Dan kami ada 10 Banjar sudah sepakat untuk menolak reklamasi. Dan kami pun sudah siap ke Jakarta dengan dana sendiri-sendiri untuk menghadap kepada Presiden,”ujarnya dengan tegas. Hal senada juga dikatakan Bendesa Adat Sesetan, I Ketut Sukarjaya. Dia menyatakan bahwa ini adalah momen bersejarah karena seluruh desa adat di Denpasar Selatan bergabung untuk menolak rencana reklamasi seluas 700 hektar yang dapat menghancurkan adat istiadat budaya Bali serta dapat berdampak buruk terhadap lingkungan. “Kami tidak anti dengan investor, tetapi kita perlu menyadarkan diri kita dengan tanggung jawab kita untuk menghormati dan melestarikan tempat yang kita sucikan, karena salah satu tempat yang disucikan adalah laut. Saya mewakili masyarakat Sesetan mengajak seluruh lapisan masyarakat Denpasar Selatan untuk menolak reklamasi,”tegasnya. Wayan Suarsa selaku Bendesa Adat Kuta dalam orasinya juga menegaskan bahwa rencana reklamasi ini mengancam adat istiadat budaya Bali. "Kalau ada orang yang menyatakan Teluk Benoa bukan kawasan suci, maka orang tersebut tidak memahami Teluk Benoa. Desa Adat yang lebih paham, karena kami di Desa Adat yang menggelar ritual adat dan agama di Teluk Benoa," ucapnya. Sementara itu, koordinator ForBALI Wayan “Gendo” Suardana menyatakan aksi ini adalah respon desa adat atas revisi AMDAL yang jatuh pada 29 Februari 2016. Melihat proses uji AMDAL pada 29 Januari 2016 d tidak terlihat seimbang, para bendesa yakin jika pemerintah obyektif maka AMDAL semestinya ditolak pemerintah. Kata Gendo, desa adat merasa tercederai keyakinannya atas titik-titik suci yang hendak di-urug jika proyek ini diloloskan. "Kami juga mendesak agar Perpres Nomor 51 Tahun 2014 dicabut dan batalkan AMDAL yang manipulatif itu," tambah Gendo. Sumber Berita: 1. Bali Post, Desa Adat Tolak Reklamasi Gelar Aksi di Tiga Pintu Tol Bali Mandara, 29 Februari 2016 2. Radar Bali, Massa Kembali Tolak Reklamasi, TWBI Minta Jangan Sampai Ada Intimidasi, 29 Februari 2016 3. klikpositif.com, Ribuan Warga Bali Tutup Tol Demo Tolak Reklamasi, 28 Februari 2016 Catatan Berita: Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase (Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil). Analisis mengenai dampak lingkungan hidup, yang selanjutnya disebut AMDAL, adalah kajian mengenai dampak penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan (Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009) tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup). Berdasarkan Pasal 55 ayat 5 huruf b Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan, Teluk Benoa merupakan kawasan konservasi yaitu kawasan konservasi perairan di perairan Kawasan Sanur di Kecamatan Denpasar, Kota Denpasar, perairan Kawasan Serangan di Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, perairan Kawasan Teluk Benoa sebagian di Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar dan sebagian di Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, perairan Kawasan Nusa Dua di Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, dan perairan Kawasan Kuta di Kecamatan Kuta, Kabupaten Badung”. Dalam Pasal 1 ayat 1 Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2014 tentang perubahan terhadap Peraturan Presiden Nomor 45 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Denpasar, Badung, Gianyar, dan Tabanan, Pasal 55 ayat (5) diubah sehingga Kawasan Teluk Benoa tidak lagi termasuk kawasan konservasi. Menurut Pasal 101A huruf d angka 6 Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2014, kegiatan revitalisasi termasuk penyelenggaraan reklamasi paling luas 700 (tujuh ratus) hektar dari Kawasan Teluk Benoa dapat dilakukan untuk: a. kegiatan yang diperbolehkan meliputi kegiatan perlindungan dan pelestarian fungsi Taman Hutan Raya dan ekosistem mangrove, kelautan, perikanan, kepelabuhanan, transportasi, pariwisata, pengembangan ekonomi, permukiman, sosial budaya, dan agama; b. kegiatan yang diperbolehkan dengan syarat meliputi kegiatan selain sebagaimana dimaksud pada huruf a yang tidak mengganggu fungsi Zona P (zona P adalah kawasan Teluk Benoa).