BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Motivasi 1. Pengertian Motivasi Notoatmodjo (2010) mengemukakan bahwa motivasi berasal dari kata Latin moreve yang berarti dorongan dari dalam diri manusia untuk bertindak atau berperilaku. Lebih dijelaskan Notoatmodjo bahwa pengertian motivasi tidak terlepas dari kata kebutuhan atau needs atau want. Kebutuhan adalah suatu potensi dalam diri manusia yang perlu ditanggapi atau direspons. Tanggapan terhadap kebutuhan tersebut diwujudkan dalam bentuk tindakan untuk pemenuhan kebutuhan tersebut, dan hasilnya adalah orang yang bersangkutan merasa atau menjadi puas. Apabila kebutuhan tersebut belum direspons (dipenuhi) maka akan elalu berpotensi untuk muncul kembali sampai dengan terpenuhinya kebutuhan yang dimaksud. Motivasi merupakan motif kuat individu yang bisa menggerakkan dirinya agar mampu menyelesaikan pekerjaannya dengan sukarela baik dipengaruhi faktor internal maupun eksternal (Kurniadi, 2013). Menurut Susihar (2011), intensitas berhubungan dengan seberapa giat seseorang berusaha. Intensitas yang tinggi belum tentu menghasilkan prestasi kerja yang memuaskan, kecuali intensitas tersebut dikaitkan dengan arah yang menguntungkan organisasi. Ketekunan merupakan ukuran tentang berapa lama seseorang bisa mempertahankan usahanya. Individu yang termotivasi bertahan melakukan suatu tugas dalam waktu cukup lama demi mencapai tujuan mereka. 5 2. Teori Motivasi Menurut Hidayat (2009), ada beberapa teori yang dianggap cukup menjelaskan konsep motivasi yang terdiri dari : a. Teori Abraham Maslow Motivasi manusia timbul karena adanya kebutuhan- kebutuhan, yaitu: a) fisiologis, antara lain rasa lapar, haus, dan kebutuhan jasmani lainnya, b) keamanan, antara lain keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional, c) sosial, meliputi di terima baik, rasa memiliki, kasih sayang, d) penghargaan, meliputi faktor penghormatan dari luar seperti status, pengakuan dan perhatian,e) aktualisasi diri, dorongan untuk menjadi seseorang sesuai ambisinya yang meliputi pencapaian potensi dan pemenuhan kebutuhan diri. b. Teori Mc. Clelland Pada dasarnya semua orang dewasa memiliki potensi untuk bertingkah laku secara variatif, bentuk tingkah laku tersebut yaitu: a) motif berprestasi; suatu dorongan yang ada pada setiap manusia untuk mencapai hasil kegiatannya atau hasil kerjanya secara maksimal, b) motif berafiliasi; dorongan untuk dapat membentuk, memelihara, diterima, dan bekerja sama dengan orang lain, c) motif berkuasa; kecenderungan untuk mempengaruhi dan menguasai orang lain baik dalam kelompok sosial yang kecil maupun kelompok sosial besar. 3. Teknik Motivasi Menurut Indrastuti (2010), teknik motivasi merupakan kemampuan seseorang atau pemimpin menggunakan sumberdaya dalam menciptakan situasi yang memungkinkan timbulnya motivasi dari bawahan untuk berperilaku sesuai dengan tujuan organisasi. Lebih dijelaskan Indrastuti teknik motivasi dapat digunakan oleh manager keperawatan dalam meningkatkan kinerja perawat dalam menerapkan perilaku etika. Ada beberapa pendekatan yang dapat digunakan dalam teknik motivasi menurut Susihar (2011) diantaranya adalah sebagai berikut: 6 a. Harga diri (self esteem), yaitu pengakuan terahadap keberhasilan pekerjaan yang telah dilakukan staf perawatan sehingga meningkatkan harga diri dan diharapkan dapat memotivasi. b. Pengkayaan Pekerjaan (job enrichment), yaitu pengembangan tugas staf perawatan sehingga pekerjaan itu sendiri membuat staf termotivasi. c. Pemberdayaan (empowerment), melalui pendelegasian tanggung jawab dan kewenangan sehingga timbul rasa percaya dan mempercayai serta saling mendukung. d. Promosi kesamping (lateral promotion), yaitu promosi karir dengan memberikan kesempatan kepada setiap staf perawatan untuk maju dan mendapat tugas yang lebih dan sesuai. e. Komunikasi (communication) bertujuan untuk memberikan motivasi dengan berbagi informasi dan berkonsultasi. f. Penghargaan (reward), baik finansial maupun non finansial. g. Pertumbuhan (growth), yaitu tumbuh dan berkembang guna meningkatkan kemampuan dengan cara memberikan kepada staf perawatan untuk meneruskan pendidikan dan mengikuti pelatihan. 4. Faktor – faktor yang Mempengaruhi Motivasi Menurut Danim (2004), motivasi perawat sangat mempengaruhi perilaku individu dalam menghasilkan produktivitas kerja. Lebih dijelaskan Danim motivasi yang tinggi akan menghasilkan produktifitas yang tinggi dan motivasi yang rendah akan menurunkan produktifitas. Adapun keberhasilan pekerjaan seseorang dipengaruhi oleh: a. Kemampuan melakukan pekerjaan tersebut, yang akan dapat dicapai dengan baik bila pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan. b. Memiliki peralatan atau sarana pendukung yang tepat. c. Memiliki motivasi untuk menyelesaikan pekerjaannya. 7 Lebih dijelaskan Danim ada beberapa faktor yang bisa mempengaruhi motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik seseorang antara lain: a. Prestasi kerja Prestasi kerja dipengaruhi oleh kecakapan, ketrampilan, pengalaman, kesungguhan dan lingkungan kerja. Secara kualitas dan kuantitas pekerjaan berhasil bila ada uraian pekerjaan dan tanggung jawab yang jelas. Penilaian prestasi kerja dilakukan terus menerus secara kualitas dan kuantitas agar prestasi kerja semakin baik. Penilaian juga diuraikan secara jelas apa yang akan dinilai seperti tingkat ketrampilan dalam menyelesaikan tugas, dedikasi dan disiplin, kemampuan hubungan dan kerjasama dengan orang lain. Semua harus tersedia dalam bentuk format yang baku. b. Pengakuan Seorang pekerja akan merasa puas bila penghargaan apa yang diterima sesuai dengan upaya pekerjaan yang telah dilaksanakan bila penghargaan /pengakuan konsisten diberikan kepada bawahan maka mereka akan semakin rajin dan bekerja lebih keras lagi. Hal ini sesuai dengan pendapat Tappen (Kurniadi, 2013) bahwa pemimpin yang efektif akan senantiasa memberikan pengakuan dan penghargaan dapat mendorong dan memelihara serta meningkatkan kepuasan kerja staf. Penghargaan rasa hormat internal misalnya, harga diri, otonomi dan prestasi, sedangkan rasa hormat eksternal misalnya, status/jabatan, pengakuan dan perhatian. Dari keterangan di atas dapat dikatakan bahwa penghargaan kepada staf tidak hanya kompensansi yang menarik saja, tetapi pengakuan status dan prestasi harus diberikan agar motivasi tetap tinggi. c. Pekerjaan Seorang staf melakukan pekerjaan selalu berharap agar pekerjaan yang dilakukan akan semakin meningkatkan kepuasan kerja. Pekerjaan perawat diruang pelayanan meliputi pelaksanaan asuhan keperawatan dan tugas manajerial lainnya. Untuk itu pimpinan tidak hanya membutuhkan 8 penyelesaian pekerjaan perawat secara efektif dan efisien saja, tetapi juga menyediakan sarana pendukung yang membuat kelancaran pekerjaan tersebut. d. Tanggung jawab Tanggung jawab adalah kesanggupan seorang staf dalam menyelesaikan pekerjaan yang diserahkan dengan akurat dan berani mengambil resiko atas keputusan yang dibuatnya serta bertanggung jawab kepada yang memberikan wewenang karena seorang merasa memiliki motivasi tinggi untuk bertanggung jawab dalam membuat keputusan sesuai tugasnya tidak hanya prestasi saja yang dicari. Menurut Ilyas (Kurniadi, 2013), ada beberapa tanda bahwa staf memiliki tanggung jawab yang baik, yaitu : 1) dapat menyelesaikan tugas dengan baik, 2) berada ditempat tugas dalam keadaan bagaimanapun, 3) mengutamakan kepentingan dinas daripada kepentingan pribadi/golongan, 4) tidak berusaha melempar kesalahan kepada orang lain, 5) berani memikul resiko atas keputusan yang dibuatnya. e. Kemajuan Kepuasan staf karyawan terhadap kemajuan dirinya/promosi yaitu sejauh mana pekerjaannya memberikan kesempatan untuk promosi dan kemajuannya. Pengembangan karir adalah aktivitas yang diharapkan di masa mendatang secara maksimal baik berupa pengetahuan, ketrampilan atau jabatannya. Menurut Kurniadi (2013), faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi ekstrinsik seseorang antara lain: a. Hubungan interpersonal Hubungan interpersonal merupakan kebutuhan akan kerjasama secara timbal balik antar atasan-bawahan, antar staf dan antar tim kesehatan, antar tenaga kesehatan dan pelanggan. Hal ini akan sesuai dengan perkataan Rahmat, Kurniadi (2013) bahwa hubungan interpersonal yang baik akan membentuk 9 suasana komunikasi yang terbuka antar pelanggan dan perawat sehingga mampu mengungkapkan keadaan dirinya dan bisa makin cermat dalam membuat persepsi tentang diri dan orang lain. b. Supervisi Kegiatan supervisi akan berdampak baik yaitu menjamin standar kualitas pelayanan yang tinggi bila dilakukan dengan baik. Kegiatan supervisi antara lain menerapkan prinsip perencanaan, pengajaran, pengarahan, pembimbingan, perbaikan, observasi, perintah dan evaluasi secara terus menerus yang dilakukan dengan sabar, adil dan bijaksana. Hasil akhir adalah semua staf perawat bisa melaksanakan asuhan keperawatan dengan baik, cepat, aman, dan nyaman. c. Kebijakan organisasi Kebijakan organisasi adalah tatanan atau peraturan tertulis yang ditetapkan berdasarkan surat keputusan dari pimpinan organisasi untuk diketahui, dipahami dan dilaksanakan oleh semua karyawan dibawahnya. Kebijakan akan diketahui oleh semua karyawan melalui media organisasi seperti rapatrapat resmi dan tidak resmi, bulletin, papan pengumuman, media massa, surat edaran, seminar dan sebagainya. d. Kondisi kerja Kondisi kerja yang memperhatikan prinsip argonomi seperti ruangan yang sejuk, meja dan kursi teratur, peralatan kerja yang tersedia baik, akan meningkatkan kepuasan kerja karyawan. Sebaliknya bekerja dalam lingkungan yang kurang pencahayaan, panas, dan ruangan sempit akan menimbulkan rasa keengganan bagi karyawan. e. Pendapatan/gaji Menurut panggabean, gaji adalah imbalan finansial yang dibayarkan kepada perawat secara teratur seperti bulanan, tahunan, catur wulan, mingguan. 10 Bahkan gaji merupakan bentuk penghargaan paling penting dalam suatu organisasi. Gaji diharapkan bisa memilih jenis tenaga yang diinginkan secara kualitas dan kuantitas, meningkatkan motivasi kerja untuk berprestasi lebih tinggi dan dapat sebagai alat mempertahankan keberadaan karyawan. Jumlah gaji bisa membuat karyawan bertahan atau keluar. Bila dirasakan terlalu rendah sehingga tidak mampu memenuhi kebutuhan primernya maka perasaan yang timbul adalah rasa ketidakpuasan antara harapan dan kenyataan. B. Caring Perawat 1. Pengertian Caring Perawat Menurut Damayanti (2013), perawat merupakan salah satu profesi yang mulia. Betapa tidak, merawat pasien yang sedang sakit adalah pekerjaan yang tidak mudah. Tak semua orang bisa memiliki kesabaran dalam melayani orang yang tengah menderita penyakit. Damayanti juga menjelaskan pengalaman ilmu untuk menolong sesama memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang besar, untuk itu perawat memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang mencakup keterampilan intelektual, teknikal, dan interpersonal yang tercermin dalam perilaku caring atau kasih sayang/cinta. Mengutip pendapat Swanson, Potter dan Perry (2009) mendefinisikan caring sebagai suatu cara pemeliharaan berhubungan dengan menghargai orang lain, disertai perasaan memiliki dan tanggung jawab. Lebih dijelaskan Swanson bahwa pelayanan keperawatan dengan caring sangat penting dalam membuat hasil positif terhadap kesehatan dan kesejahteraan klien. Caring merupakan bentuk kepedulian profesional untuk memberikan bantuan dan dukungan berupa pengetahuan, sikap, dan tindakan perawat kepada individu, kelompok atau masyarakat yang sedang sakit/menderita untuk dapat meningkatkan kondisi kehidupannya (George, 2010). 11 Mengutip pendapat Pepin, Petterson dan Bredow (2008) menyatakan pandangannya mengenai caring dalam dua dimensi yaitu cinta (love) dan pekerjaan (labour). Cinta berupa konsep-konsep afektif seperti altruisme, belas kasih, emosi, keberadaan, hubungan, pemeliharaan, dan kenyamanan. Sedangkan caring sebagai pekerjaan berarti peran, fungsi, pengetahuan dan tugas perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan kepada pasien. Pendapat yang berlainan dikemukakan oleh Leinenger (Indrastuti, 2010) dimana memfokuskan pada perilaku caring perawat yang bertujuan untuk mencapai kesehatan dan kesejahteraan tetapi tidak mencakup aspek afektif dan teknik caring. Susihar (2011) mendefinisikan caring merupakan ideal moral keperawatan yang dalam penerapannya pada klien memerlukan pengembangan pengetahuan, ketrampilan, keahlian, empati, komunikasi, kompetensi klinik, keahlian teknik dan ketrampilan interpersonal perawat, serta adanya rasa tanggung jawab perawat untuk menerapkannya pada klien. Mengutip pendapat Susihar, Morrison dan Burnard (2011) caring merupakan konsep yang kompleks yang memerlukan pengembangan pengetahuan, keterampilan, keahlian, empati, komunikasi, kompetensi klinik, keahlian teknik dan keterampilan interpersonal. Caring juga merupakan dasar dalam melaksanakan dapat memberikan kepuasan pada klien. 2. Fenomena Caring Menurut Widyawati dan Meiliya (2009), makna caring dalam hubungan manusia menggambarkan caring sebagai suatu proses yang memberikan kesempatan pada seseorang (baik pemberi asuhan (carer) maupun penerima asuhan) untuk pertumbuhan pribadi. Aspek utama caring dalam analisis, meliputi : a) Pengetahuan, b) Penggantian irama (belajar dari pengalaman), c) Kesabaran, d) Kejujuran, e) Rasa percaya, f) Kerendahan hati, g) Harapan, h) Keberanian. Mayeroff memfokuskan caring dalam makna yang paling umum. Analisisnya tidak berarti dibatasi pada caring di sebuah klinik atau di lingkungan perawatan kesehatan. Mayeroff memikirkan semua hubungan caring : personal, 12 interpersonal, keluarga, spritual, terapeutik, emosional, dan seterusnya (Widyawati dan Meiliya, 2009). Morrison dan Burnard (2009) telah mendiskusikan pernyataan aneh tentang profesional kesehatan yang dibayar untuk care terhadap orang lain. Sebenarnya, mungkin dapat dipertanyakan bisakah care diprogramkan atau dilakukan sebagai tindakan profesional yang telah direncanakan. Lebih dijelaskan Morrison dan Burnard hubungan caring profesional berbeda dari hubungan caring yang lain, bahkan tanpa alasan lain selain rasa bahwa dalam hubungan caring profesional kita tidak memiliki tingkat pilihan caring seperti yang terdapat dalam sebagian besar hubungan caring lain sehari-hari. 3. Teori Caring Menurut Potter dan Perry (2009), caring merupakan komponen umum dalam keseluruhan pelayanan keperawatan dan menekankan pentingnya pemahaman perawat tentang pelayanan kultural. Caring bersifat sangat personal, sehingga pengungkapan caring pada tiap klien berbeda (Potter dan Perry, 2009). Perawat perlu mempelajari kultur klien dan ungkapan caring, dalam memenuhi kebutuhan klien dalam memperoleh kesembuhan. Caring memfasilitasi kemampuan perawat untuk mengenali klien, mengetahui masalah klien dan mencari serta melaksanakan solusinya. Lebih dijelaskan Potter dan Perry (2009) bahwa konsep caring didasari oleh tujuh asumsi yaitu caring akan efektif bila ditunjukkan dan dilakukan secara interpersonal, caring terdiri dari faktor karatif yang berasal dari kepuasan dalam memenuhi kebutuhan manusia/pasien. Lebih dijelaskan Potter dan Perry caring yang efektif dapat meningkatkan kesehatan individu dan keluarga, caring merupakan respon yang diterima oleh seseorang bukan hanya saat itu saja, namun juga mempengaruhi akan seperti apa seseorang tersebut nantinya, lingkungan yang caring sangat potensial untuk mendukung perkembangan seseorang dan mempengaruhi seseorang dalam memilih tindakan yang terbaik 13 untuk dirinya sendiri, caring lebih kompleks daripada curing, praktek caring memadukan antara pengetahuan biofisik dengan pengetahuan tentang perilaku manusia yang berguna dalam peningkatan derajat kesehatan dan memebantu pasien yang sakit, dan caring merupakan inti dari keperawatan. 4. Konsep Caring Menurut Damayanti (2013), perawat merupakan salah satu profesi yang mulia, betapa tidak merawat pasien yang sedang sakit adalah pekerjaan yang tidak mudah. Lebih dijelaskan Damayanti bahwa tidak semua orang bisa memiliki kesabaran dalam melayani orang yang tengah menderita penyakit. Pengalaman ilmu untuk menolong sesama memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang besar. Untuk itu perawat memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian yang mencakup keterampilan intelektual, teknikal dan interpersonal yang tercermin dalam perilaku caring atau kasih sayang. Selanjutnya Damayanti (2013) mengemukakan beberapa ahli merumuskan konsep caring dalam beberapa teori. Salah satunya menurut Watson, ada tujuh asumsi yang mendasari konsep caring yaitu : a. Caring hanya akan efektif bila diperlihatkan dan dipraktekkan secara interpersonal. b. Caring terdiri dari faktor karatif yang berasal dari kepuasan dalam membantu memenuhi kebutuhan manusia atau klien. c. Caring yang efektif dapat meningkatkan kesehatan individu dan keluarga. d. Caring merupakan respon yang diterima oleh seseorang tidak hanya saat itu saja namun juga mempengaruhi akan seperti apakah seseorang tersebut nantinya. e. Lingkungan yang penuh caring sangat potensial untuk mendukung perkembangan seseorang dan mempengaruhi seseorang dalam memilih tindakan yang terbaik untuk dirinya sendiri. 14 f. Caring lebih kompleks daripada curing, praktik caring memadukan antara pengetahuan biofisik dengan pengetahuan mengenai perilaku manusia yang berguna dalam peningkatan derajat kesehatan dan membantu klien yang sakit. g. Caring merupakan inti dari keperawatan. Sebagaimana pendapat Watson, Damayanti (2013) juga menekankan bahwa dalam sikap caring ini harus tercermin sepuluh faktor karatif yang berasal dari perpaduan nilai-nilai humanistik dengan ilmu pengetahuan dasar. Faktor karatif membantu perawat untuk menghargai manusia dari dimensi pekerjaan perawat, kehidupan, dan dari pengalaman nyata berinteraksi dengan orang lain sehingga tercapai kepuasan dalam melayani dan membantu klien. Faktor karatif sebagai berikut: 1) Pendekatan Humanistic Altruistic Perawat menumbuhkan rasa puas karena mampu memberikan sesuatu kepada klien. Selain itu perawat juga memperlihatkan kemampuan diri dengan memberikan pendidikan kesehatan pada klien. 2) Menanamkan Keyakinan dan Harapan Perawat memberikan kepercayaan dan harapan dengan cara memfasilitasi dan meningkatkan asuhan keperawatan yang holistik. Di samping itu, perawat meningkatkan perilaku klien dalam mencari pertolongan kesehatan. 3) Kepekaan Terhadap Diri Sendiri dan Orang Lain Pendekatan kepekaan ini diharapkan perawat dapat menerima diri perawat dan pasien dalam membina hubungan. Kepekaan ini perawat maupun pasien harus mampu berbagi pengalaman dan perasaan dengan cara serta memperhatikan dan mendengarkan yang dikeluhkan pasien sehingga dapat meringankan beban yang dialaminya. Perawat belajar menghargai kepekaan dan perasaan klien, sehingga ia sendiri dapat menjadi lebih sensitif, murni dan bersikap wajar pada orang lain. 15 Menurut George (2010), pengembangan kepekaan ini akan membawa pada aktualisasi diri melalui penerimaan diri antara perawat dan klien. Lebih dijelaskan lagi sensitifitas atau kepekaan terhadap diri sendiri, maka perawat menjadi lebih apa adanya dan lebih sensitif kepada orang lain dan menjadi lebih tulus dalam memberikan bantuan kepada orang lain atau lebih empati sebagai elemen yang essensial dalam proses interpersonal perawat-pasien. 4) Mengembangkan Sikap Saling Membantu dan Saling Percaya Mengutip Pendapat Watson, Alligood (2006) menjelaskan hubungan saling percaya akan meningkatkan dan menerima perasaan positif dan negatif antara perawat dan klien. Dijelaskan lagi bahwa kesiapan perawat membantu pasien dengan kongruen, empati dan ramah akan memberikan kepercayaan pasien terhadap perawat. Pengembangan hubungan saling percaya menerapkan bentuk komunikasi untuk menjalin hubungan dalam keperawatan. Perawat bertindak dengan cara yang terbuka dan jujur. Empati berarti perawat memahami apa yang dirasakan klien. Ramah berarti penerimaan positif terhadap orang lain yang sering diekspresikan melalui bahasa tubuh, ucapan tekanan suara, sikap terbuka, ekspresi wajah dan lain-lain. 5) Menerima Pengekspresian Perasaan Baik Positif Maupun Negatif Mengutip pendapat Asmadi, Susihar (2011) menyataakan bahwa perasaan mempengaruhi pikiran seseorang. Hal ini perlu menjadi pertimbangan dalam memelihara hubungan. Perawat harus menerima perasaan klien serta memahami perilaku mereka. Perawat juga harus mempersiapkan diri dalam menghadapi ekspresi perasaan positif dan negatif klien dengan cara memahami ekspasi klien secara emosional intelektual dalam situasi yang berbeda. 16 6) Menggunakan Metode Penyelesaian Masalah Secara Sistematis Mengutip pendapat Watson, Alligood (2006) mengungkapkan bahwa perawat menggunakan terorganisasi sesuai proses dengan keperawatan ilmu dan yang kiat sistematis keperawatan dan untuk menyelesaikan masalah klien. Pendapat Watson menjelaskan bahwa tanpa pemecahan masalah yang sistematis, praktik keperawatan yang efektif adalah hal yang kebetulan dan berbahaya. Metode pemecahan masalah ilmiah merupakan metode yang member control dan prediksi serta memungkinkan untuk koreksi diri (Asmadi, 2008). 7) Meningkatkan Belajar Mengajar Secara Interpersonal Mengutip pendapat Watson, Asmadi (2008) menjelaskan konsep penting dalam keperawatan adalah meningkatkan proses belajar mengajar interpersonal karena merupakan factor utama ketika seseorang berusaha mengontrol kesehatan mereka sendiri setelah mendapatkan sejumlah informasi tentang kesehatannya. Perawat memberikan informasi kepada pasien. Dijelaskannya lagi pembelajaran interpersonal kepada pasien dibutuhkan untuk memandirikan pasien dan keluarga, dengan penjelasan yang tepat dan akurat dapat memberikan kesadaran terhadap pasien untuk melaksanakan apa yang telah diajarkan perawat. 8) Menyediakan Lingkungan untuk Memberikan Dukungan, Perlindungan Baik Fisik, Mental, Sosio-kultural dan Spritual Menurut Alligood (2006), perawat perlu mengenali pengaruh lingkungan internal dan eksternal pasien terhadap kesehatan dan kondisi penyakit pasien. Alligood menjelaskan lagi bahwa konsep yang relevan terhadap lingkungan internal yang mencakup kesejahteraan mental dan spiritual, dan kepercayaan sosiokultural bagi seorang individu. Sedangkan lingkungan eksternal mencakup variabel epidemiologi, kenyamanan, privasi, keselamatan, keamanan dan kebersihan. Pasien dapat mengalami perubahan baik dari lingkungan internal maupun eksternal, maka perawat 17 harus mengkaji dan memfasilitasi kemampuan pasien untuk beradaptasi dengan perubahan fisik, mental, dan emosional. 9) Membantu Memenuhi Kebutuhan Dasar Manusia Menurut Alligood (2006), komprehensif dan holistik perawat perlu mengenali yaitu kebutuhan kebutuhan biofisik, psikososial, psikofisikal dan interpersonal klien. Lebih dijelaskan Alligood bahwa pemenuhan kebutuhan yang paling mendasar perlu dicapai sebelum beralih ke tingkat yang selanjutnya. Nutrisi, eliminasi, dan ventilasi adalah contoh dari kebutuhan biofisik yang paling rendah. Pencapaian dan hubungan merupakan kebutuhan psikososial yang tinggi, dan aktualisasi diri merupakan kebutuhan interpersonal yang paling tinggi. Mengutip pendapat Nurachmah dan Muhlisin, Susihar (2011) menjelaskan perilaku perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang mencerminkan factor membantu dalam kebutuhan dasar manusia adalah membantu klien memenuhi kebutuhan dasarnya seperti kebutuhan nutrisi, eliminasi, hygiene, memperhatikan kenyamanan dan keamanan lingkungan klien, sering mengunjungi klien, mengobservasi kondisi kesehatan klien secara teratur. 10) Menghargai Kekuatan Eksistensial-Phenomenologikal Menurut Alligood (2006), pendekatan ini berguna agar penyembuhan diri dan kematangaan diri dan jiwa pasien dapat dicapai. Lebih dijelaskan Alligood pendekatan ini akan memberikan dorongan pada pasien untuk kesiapannya dalam menghadapi sesuatu yang kemungkinan akan terjadi salahsatunya kematian. Tujuannya adalah agar dapat meningkatkan pemahaman lebih mendalam tentang diri sendiri. 18 Mengutip pendapat Leininger, Damayanti (2013) menyebutkan beberapa konsep yang terkait dengan caring yakni: a. Kultural berkenaan dengan pembelajaran dan berbagi sistem nilai, kepercayaan, norma, dan gaya hidup antar kelompok yang dapat mempengaruhi cara berpikir, mengambil keputusan, dan bertindak dalam pola-pola tertentu. b. Keanekaragaman kultural dalam caring menunjukkan adanya variasi dan perbedaan dalam arti, pola, nilai, cara hidup, atau simbol care antara sekelompok orang yang berhubungan, mendukung, atau perbedaan dalam mengekspresikan human care. c. Cultural care didefenisikan sebagai subjektivitas dan objektivitas dalam pembelajaran dan pertukaran nilai, kepercayaan, dan pola hidup yang mendukung dan memfasilitasi individu atau kelompok dalam upaya mempertahankan kesehatan, meningkatkan kondisi sejahtera, mencegah penyakit, dan meminimalkan kesakitan. d. Dimensi struktur sodial dan budaya terdiri dari keyakinan/agama, aspek sosial, politik, ekonomi, pendidikan, teknologi, budaya, sejarah dan bagaimana faktor-faktor tersebut mempengaruhi perilaku manusia dalam lingkungan yang berbeda. e. Care sebagai kata benda diartikan sebagai fenomena abstrak dan konkrit yang berhubungan dengan bimbingan, bantuan, dukungan, atau perilaku lain yang berkaitan untuk orang lain dalam meningkatkan kondisi kehidupannya. f. Care sebagai kata kerja diartikan sebagai suatu tindakan dan kegiatan untuk membimbing, mendukung, dan ada untuk orang lain guna meningkatkan kondisi kehidupan atau dalam menghadapi kematian. g. Caring dalam profesionalisme perawat diartikan sebagai pendidikan kognitif dan formal mengenai pengetahuan care serta keterampilan dan keahlian untuk mendampingi, mendukung, membimbing, dan memfasilitasi individu secara langsung dalam rangka meningkatkan kondisi kehidupannya, mengatasi ketidakmampuan/kecacatan atau dalam bekerja dengan klien. 19 C. Hubungan Motivasi Terhadap Caring Perawat Menurut Damayanti (2013), keperawatan merupakan suatu proses interpersonal yang terapeutik dan signifikan. Inti dari asuhan keperawatan yang diberikan kepada klien adalah hubungan perawat dan klien yang bersifat profesional dengan penekanan pada bentuk interaksi aktif antara perawat dan klien. Hubungan ini diharapkan dapat memfasilitasi partisipasi klien dengan memotivasi keinginan klien untuk bertanggung jawab terhadap kondisi kesehatannya. Menurut Potter dan Perry (2009), caring merupakan suatu dorongan motivasi bagi perawat untuk dapat memberikan pelayanan terbaik bagi klien dan menjadi kepuasan tersendiri bagi perawat bila dapat membuat perubahan pada kliennya. Perasaan empati, dapat memotivasi perawat untuk dapat lebih care pada pasien dan mampu melakukan tindakan sesuai kebutuhan pasien (Susihar, 2011). Susihar (2011) menjelaskan perasaan empati merupakan salah satu bagian dari karatif caring yang perlu dipahami oleh perawat, sehingga dengan adanya peningkatan pemahaman perawat tentang caring, akan memotivasi perawat untuk menerapkan karatif caring tersebut pada pasien. Lebih dijelaskan Susihar bahw caring juga merupakan koneksi antara perawat dan klien, yang dapat meningkatkan perawat untuk memahami kondisi klien. Menurut Marquis dan Huston (2010), motivasi merupakan tenaga dalam diri individu yang mempengaruhi kekuatan atau mengarahkan perilakunya setelah individu tersebut memahami apa yang akan dilakukan. Lebih dijelaskan Marquis dan Huston bahwa peningkatan pemahaman perawat terhadap perilaku caring diharapkan dapat meningkatkan motivasi perawat untuk menerapkan perilaku caring tersebut pada pasien dan diharapkan juga dapat meningkatkan kepuasan pasien. Mengutip penelitian Susihar (2011) tentang pengaruh pelatihan asuhan keperawatan terhadap motivasi kerja dan kinerja perawat, menginformasikan bahwa ada 20 pengaruh pelatihan asuhan keperawatan terhadap peningkatan motivasi kerja perawat dalam memberikan asuhan keperawatan, tetapi tidak ada hubungan usia dan lama kerja dengan motivasi kerja. Sebagai rekomendasi dari penelitian ini, untuk meningkatkan motivasi perawat dalam penerapan perilaku caring dan meningkatkan kepuasan pasien, perlu dilakukan pelatihan perilaku caring terhadap perawat. Lebih dijelaskan Susihar bahwa penerapan faktor karatif caring terhadap kinerja perawat, menunjukkan ada sedikit peningkatan kinerja perawat pelaksana secara perilaku setelah penerapan faktor karatif caring. Namun berdasarkan penelitian tersebut belum terlihat dampak dari kinerja tersebut terhadap kepuasan pasien. Menurut Potter dan Perry (2009), perilaku perawat dalam memberikan asuhan keperawatan yang mencerminkan faktor kepercayaan dan harapan adalah memberikan informasi pada klien tentang tindakan keperawatan dan pengobatan yang akan diberikan, bersikap kompeten dalam melakukan prosedur/ tindakan, mengobservasi efek medikasi/ obat pada klien, memotivasi klien untuk menghadapi penyakitnya secara realistik, membantu klien untuk memenuhi keinginannya terhadap alternatif tindakan keperawatan dan pengobatan untuk memperoleh kesehatan klien selama tidak bertentangan dengan penyakit dan kesembuhan klien, mendorong klien untuk melakukan hal–hal yang positif dan bermanfaat untuk proses penyembuhannya. 21 D. Kerangka konsep Berdasarkan dari kerangka teori tersebut diatas, dikaitkan dengan permasalahan penelitian maka dapat dirumuskan kerangka konsep sebagai berikut : Skema 2.1. Kerangka Konsep Penelitian Variabel Independen Variabel Dependen Motivasi Caring Perawat Perawat E. Hipotesis Ha : Ada hubungan motivasi terhadap caring perawat di RSUD Sidikalang tahun 2014. 22