RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No. 2 Oktober 2016, 364-383 Available Online at http://ejournal.warmadewa.ac.id/index.php/jret DOI: 10.22225/jr.2.2.299.364-383. PROSES MORFOLOGIS DAN NILAI BUDAYA DALAM GAW E BELEQ DI BAYAN LOMBOK UTARA Suharmin Universitas Mataram [email protected] Abstrak Penelitian ini membahas tentang proses morfologis bahasa Sasak dialek Bayan dalam upacara Gawe Beleq dan Nilai-nilai yang terkandung dalam gawe beleq serta relevansinya terhadap pembelajaran muatan lokal di SMA, Lombok Utara. Adapun masalah dalam penelitian ini adalah (1) bagaimanakah proses morfologis leksikon-leksikon alam upacara adat gawe beleq? dan (2) nilai-nilai budaya apa sajakah yang terdapat dalam upacara gawe beleq?. Penelitian ini bersifat deskriftif kualitatif yaitu mengungkapkan fenomena kebahasaanang terjadi dalam upacara adat gawe beleq. Adapun pengumpulan data dalam penelitian ini dengan metode observasi, simak dan cakap. Metode analisis data dilakukan dengan mendeskripsikan secara langsung hasil temuan dan menyimpulkan berdasarkan data yang di peroleh. Bentuk-bentuk leksikon yang terdapat dalam adat gawe beleq ini terjadi adanya perubahan dari bentuk dasar menjadi morfem, morfem menjadi kata yang terjadi perubahan makna setelah terjadinya proses morfologis yaitu afiksasi, reduplikasi dan komposisi. Adapun nilai-nilai yang terkandung dalam adat gawe beleq yaitu adanya nilai-nilai yang berhubungan dengan alam, hubungan manusaia dengan sesama manusia dan hubungan manusia dengan Tuhan. Kata kunci: leksikon, morfologi, etnolinguistik dan gawe beleq Abstract This study discusses the morphological process in Sasak language dialect Bayan Beleq Gawe ceremonies and values which are contained in gawe beleq as well as its relevance against the learning of local content in high school, north Lombok. The problems which are discussed in this research are (1) how does the morphological process of natural lexicon gawe beleq? and (2) what cultural values are contained in the ceremony gawe beleq? The research is qualitative descriptive that discusses the phenomenon of kebahasaanang occur in a traditional ceremony gawe beleq. The data in this study were collected by observation method, recording method and reviewing method. Methods of analysing data is done by directly describing the findings and concluded based on data obtained. Lexicon forms contained in the custom lexicon gawe beleq occurred any change from the basic form being a morpheme, morpheme became a word meaning change occurred after the occurrence of morphological processes, namely affixation, reduplication and composition. The values contained in the custom gawe beleq are existence values associated with nature, human and God. Keywords: lexicon, morphology, etnolinguistic and gawe beleq 1. PENDAHULUAN upacara adat biasanya bahasa yang Penelitian ini berdasarkan konsep bahwa digunakan cenderung menggunakan variasi bahasa dan budaya adalah dua hal yang bahasa yang baku dan unik karena proses tidak dapat dipisahkan, karena bahasa ada- ritual adat merupakan acara turun-temurun lah yang dibuat dan disepakati secara bersama- bagian dari budaya. Masyarakat menggunakan bahasa dalam aneka budaya sama yang mereka miliki, baik upacara adat, Kebudayaan yang sudah melekat dalam agama, sosial, pekebunan, masyarakat dan sudah turun-temurun sejak maupun ekonomi alat dulu berkomunikasi. pertanian, sebagai Dalam untuk menjalankan oleh akan terlembagakan sekelompok semakin dalam masyarakat. terkonsep dan kehidupan Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668 RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.2 Oktober 2016, 365 masyarakat sehingga sebuah disingkat NTB terdiri atas lima kecamatan, kepercayaan terhadap hal-hal yang sulit yakni Kecamatan Pemenang, Kecamatan dihilangkan. Tanjung, Kepercayaan dan menjadi ritual adat yang Kecamatan Gangga, dan Kecamatan Bayan. Kecamatan Bayan di berkembang dalam masyarakat biasanya pilih dipertahankan melalui sifat-sifat lokal yang kecamatan ini masih melaksanakan ritual- dimilikinya. Sifat lokal tersebut pada ritual adat yang diturunkan oleh nenek akhirnya menjadi suatu kearifan tradisi moyang mereka. Misalnya, acara Maulid teguh yang dipedomani oleh masyarakat. adat, adat pati, adat gama, adat tapsila se- Tanpa kecuali bahasa yang digunakan lanjutnya disingkat APAGAT dan salah dalam ritual atau upacara adat tetap satunya adalah Gawe Beleq. Dalam acara dipertahankan walaupun perubahan zaman Gawe Beleq ini ritual adat sangat kental semakin dengan bahasa yang digunakan dalam ritual pesat teknologi karena dan perkembangan komunikasi. sebagai objek penelitian karena Dengan adat tidak sama dengan bahasa yang mereka demikian, dapat dikatakan bahwa bahasa gunakan dalam bahasa keseharian. Memang yang adat bahasa tidak terlepas dengan budaya karena tersebut tidak berubah dari sruktur bahasa bahasa digunakan sebagai alat komunikasi yang terkandung di dalamnya yang tetap dan berinteraksi atau berhubungan dengan dipertahankan secara turun-temurun dan sesamanya. digunakan dalam upacara bertahun-tahun. Nilai-nilai kearifan lokal Ritual adat Gawe Beleq masyarakat yang masih ada dalam teks verbal biasanya Bayan, KLU, merupakan wujud performan- masih dipertahankan oleh masyarakat yang si masih memliki tingkat kepercayaan yang masyarakat Bayan, Lombok Utara. Wujud kuat. Kepercayaan yang masih mentradisi perfomansi adat Gawe Beleq merupakan dalam disebabkan wujud fisik yang merupakan wujud keba- kebudayaan yang mereka miliki masih hasaan yang memiliki keunikan tersendiri. melekat dalam kehidupan mereka sampai Keunikan bahasa yang digunakan dalam saat ini. ritual adat ini memang memiliki perbedaan masyarakat juga lingual pada seperangkat kegiatan Berdasarkan uraian di atas, menarik dalam penggunaan bahasa-bahasa sehari- untuk diamati tentang struktur morfologi hari terletak dari penggunaan kata-kata penggunaan bahasa yang digunakan dalam yang secara morfologis memiliki ragam upacara yang sangat unik. adat Kabupaten yang Lombok ada Utara di wilayah selanjutnya Berdasarkan fenomena kebahasaan disingkat KLU, khususnya di Kecamatan penggunaan Bayan, KLU. KLU adalah kabupaten yang upacara adat di atas, maka menarik untuk baru di Nusa Tenggara Barat selamjutnya dikaji bidang linguistik lainnya seperti tataran linguistik dalam Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668 RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.2 Oktober 2016, 366 morfologi kultural. akan saja, dan bahkan tidak semata-mata sumber munculnya proses morfologi kultural yang untuk kata-kata kompleks yang juga muncul ada dalam ritual adat Gawe Beleq di desa melalui proses peminjaman, univerbasi, dan Bayan, penciptaan kata. KLU yang Apakah tercermin melalui adaptasi linguistik yang berkaitan dengan nilai-nilai budaya yang terkandung dalam upacara adat tersebut. Hal-hal di atas akan Morfologi Kultural Morfologi kultural menjadi cakupan kajian dalam penelitian fenomena morfologi dalam sebuah budaya ini. dalam dan memiliki bahasa alamiah yang kaya penelitian ini adalah (1) Bagaimanakah dengan variasi-variasi dalam bentuk sebuah proses morfologi kultural leksikon-leksikon kata untuk menandai perubahan-perubahan yang ada pada ritual gawe beleq di desa dalam konteks dan kerangka interpretasi Bayan, KLU ? (2) Makna dan nilai-nilai (lihat Duranti, 1997:174). Dalam linguistik budaya kebudayaan, Adapun apa rumusan sajakah masalah yang terungkap fonem adalah didengar studi sebagai berdasarkan arti gramatikal kata turunan gambar verbal yang tersusun dalam kategori yang pengguanaan yang kompleks; kata-kata kemudian disebut leksikon dalam ritual Gawe Beleq di Desa morfem memperoleh makna yang berkaitan Bayan, KLU dengan skema imaji dan pandangan dunia terkandung dalam membawahi semuanya (Palmer, 1996:4, 2. KONSEP DAN KERANGKA TEORI lihat Sukri dan Rusdiawan, 2008:54). Konsep Kebudayaan (Culture) Morfologi Morfologi, studi tentang struktur internal Dalam bahasa Inggris, kebudayaan kata, berhubungan dengan bentuk-bentuk disebut culture, yang berasal dari kata Latin leksem (infleksi), serta dengan cara leksem- Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. leksem tersebut terbentuk (formasi kata). Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah Kata baru dibuat dengan dasar pola-pola atau bertani. Kata culture juga kadang korespondensi bentuk-arti antara kata-kata diterjemahkan yang ada (Sukri dan Nuriadi, 2010:25). bahasa Indonesia. Jadi, Budaya adalah suatu Hubungan-hubungan paradigmatik antarka- pola hidup menyeluruh. budaya bersifat ta sangatlah penting, dan morfologi tidak kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek bisa diterima sebagai ‘sintaksis morfem’ budaya atau ‘sintaksis pada level kata’. Morfologi komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini bertugas leksikon, tersebar dan meliputi sosial manusia. sekumpulan kata-kata mapan suatu bahasa, Kebudayaan juga merupakan keseluruhan tetapi tidak hanya sumber unit-unit leksikal system gagasan,tindakan dan hasil karya untuk memperluas turut sebagai "kultur" menentukan dalam perilaku Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668 RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.2 Oktober 2016, 367 manusia dalam kehidupan satuan berupa morfem atau kata. Kemudian yang dijadikan milik diri lebih lanjut ia memberikan contoh kata manusia dengan belajar (Koentjaraningrat , berhak yang terdiri dari enam fonem dan 1984 : 180-181). dua morfem yaitu ber- dan hak. masyarakat rangka Matthews Upacara Adat Gawe Beleq di desa Bayan Upacara adat gawe beleq adalah salah bahwa (1974:1) morfologi mendifinisikan adalah ilmu yang mempelajari tentang bentuk kata. Dalam satu upacara adat yang dilakukan oleh kaitannya masyrakat Bayan dengan mengumpulkan dipelajari dalam morfologi ialah bentuk beberapa anggota keluarga mereka untuk kata. Selain itu, perubahan bentuk kata dan mengadakan ritual adat untuk melakukan makna (arti) yang muncul serta perubahan acara nyunatang,yang kelas kata yang disebabkan perubahan dirangkaikan dengan adanya ritual ngalu bentuk kata itu, juga menjadi objek aiq (menjemput air ), biso menik (mencuci pembicaraan dalam morfologi. Dengan kata beras),melakukan prosesi perisaian, dan lain, secara struktural objek pembicaraan gegerok atau tarian yang magis dan sacral dalam morfologi adalah morfem pada dalam upacara adat gawe beleq . Gawe tingkat terendah dan kata pada tingkat artinya hajatan dan beleq artinya besar. tertinggi.Itulah sebabnya, dikatakan bahwa Gawe beleq adalah hajatan besar yang morfologi adalah ilmu yang mempelajari dilakukan sekali seluk beluk kata (struktur kata) serta sehingga upacara ini dilakukan dengan pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata besar-besaran mengundang seluruh sanak terhadap makna (arti) dan kelas kata. hitananan dalam atau empat tahun dengan kebahasaan, yang saudara yang tinggal berdekatan maupun Bloomfield (1961:207) mendifinisikan, berjauhan dari tempat tinggal masyarakat morfologi adalah konstruksi kata dan adat Bayan. Dalam Upacara ini semua bagian kata. Dari definisi definisidi atas keluarga baik laki-laki maupun permpuan tidak terdapat perbedaan yang mendasar. dari putra yang dihitan akan diundang atau Suluruh dipesilak untuk menggawe ( kondangan). morfologi pakar tersebut adalah yanmembicarakan setuju cabang tentang bahwa linguistik pembentukan kata. Landasan Teori Dalam morfologi dibicarakan morfem. Morfologi Verhaar (2004:97) menjelaskan bahwa Aronoff (2011:2) menmberikan defenisi morfologi adalah cabang linguistik yang morfem sebagai berikut : “ A major way in mengidentifikasikan dasar which morphologists investigate words, bahasa sebagai satuan gramatikal. Satuan their internal structure, and how they are dasar yang dimaksud oleh Verhaar adalah formed is through the identification and satuan-satuan Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668 RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.2 Oktober 2016, 368 study of morphemes, often defined as the pengafiksan, pengklitikan, pemajemukan, smallest dan linguistic pieces with a reduplikasi. Kemudian grammatical function. This definition is not menegaskan meant to include all morphemes, but it is morfologi yang terpenting adala afiksasi, the usual one and a good starting point. A yaitu proses pengimbuhan afiks. Selain mor-pheme may consist of a word, such as Verhaar, para ahli lain membagi proses hand, or a meaningful piece of a word, such morfologi as the -ed of looked, that cannot be divided pembubuhan into smaller meaningful parts. Another way pemajemukan. Menurut Verhaar (2004: in which morphemes have been defined is 110) bahwa pengafiksasian terdiri atas (1) as a pairing between sound and meaning. Prefiks, yang diimbuhkan di sebelah kiri We have purposely chosen not to use this dasar dalam proses yang disebut prefiksasi; definition. have no (2) Sufiks, yang diimbuhkan di sebelah concrete form or no continuous form, as we kanan dasar dalam proses yang disebut will see, and some do not have meanings in sufiksasi; (3) Infiks, yang diimbuhkan the conventional sense of the term”. Jadi, dengan penyisipan di dalam dasar dalam Aronoff morfem proses yang namanya infiksasi; (4) Afiks adalah bagian dari morfologi yang memliki gabung, yang diimbuhkan untuk sebagian fungsi gramatikal. Definisi memberikan di sebelah kiri dasar dan untuk sebelah pengertian morfem tidak dapat diuraikan kanannya. dalam bagian-bagian semua morfem ,tetapi Proses Some morphemes memberikan definisi bahwa menjadi di verhaar antara tiga afiks, yaitu, proses proses perulangan, pemajemukan disebut dan juga morfem mempunyai bentuknya sendiri dan sebagai proses komposisi yang merupakan maknanya proses sendiri. Adapun menurut morfemis yang mengabungkan Katamba (1993: 24-26) mendifinisikan morfem dasar dengan morfem dasar, baik morfem dan morf: yaitu “The morphem is yang bebas maupun yang terikat, sehingga the smallest difference in the shape of a terbentuk sebuah konstruksi yang memiliki word thatcorrelates with the smallest identitas leksikal yang berbeda, atau baru difference in word or sentence meaning or (lihat Chaer, 1994:185). Misalnya dalam in gramamatical structure. A morph is bahasa Indonesia daya juang. physical form representing some morpheme Mathews (1974:38) menambahkan in a language. If different morph represents dengan contoh kata icecream, kata tersebut the same morpheme, they are grouped terdiri dari dua kata yang dapat berdiri together and they are called allomorphs of sendiri yaitu kata ice dan cream. Dalam that morpheme”. kata latin terdapat kata liquefacio yang juga proses berasal dari kata lique dan facio yang morfologi menjadi empat macam yaitu: berarti sama dengan icecream. Katamba Verhaar (2004:98) membagi Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668 RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.2 Oktober 2016, 369 (1993, 180) mendefinisikan, reduplication kata baru yang dihasilkan is a process whereby an affix is realised by polimorfemis. phonological material borrowed from the mendefinisikan proses morfologis sebagai base. Definisi di atas menjelaskan bahwa cara reduplikasi merupakan proses di mana menghubungkan morfem yang satu dengan afiks direalisasikan dengan mengadopsi yang lain. Proses morfologi tentu berlaku kata dasarnya. Reduplikasi dibagi dua yaitu pada setiap bahasa. Samsuri pembentukan (1988: kata-kata bersifat 190), dengan reduplikasi penuh dan reduplikasi parsial. Dalam bahasa Sasak contoh reduplikasi Bahasa dan Kebudayaan penuh ialah dateng-dateng ’datang-datang’, Arti penting bahasa bagi pemahaman dan reduplikasi parsial bereri-reri ’berlari- kebudayaan, termasuk budaya Sasak, dan lari’. Dari contoh tersebut terlihat bahwa bangunan pengetahuan sudah mencapai reduplikasi penuh menggulang seluruhnya puncak agenda di dalam kajian budaya dan dari morfem akar sedangkan reduplikasi kajian sosial humaniora. Ada dua alasan parsial yang sangat mendasar. Pertama, bahasa hanya sebagian. Kridalaksana, proses adalah media yang sangat istimewa karena reduplikasi dibagi menjadi tiga, yaitu: (1) di dalam dan melalui bahasalah makna- Reduplikasi fonologis yaitu tidak terjadi makna budaya, juga nilai-nilai budaya perubahan makna, karena pengulanganya dikonstruksikan hanya bersifat fonologis artinya tidak atau ahkan diwariskan antar geneasi. Kedua, ba- bukan pengulangan leksem; (2) Reduplikasi hasa adalah saranadan media bagi guyub morfemis yaitu terjadi perubahan makna tutur membangun pengetahuan tentang diri gramatikal atas leksem yang diulang, kita dan tentang dunia sosialdi sekitar kita sehingga terjadilah satuan yang berstatus (Barker, 2004:69). Bahasalah yang men- kata. Reduplikasi jenis inilah yang banyak gonstruksikan nilai-nilai. Memahami ke- dibahas (3) budayaan berarti mengeeksplorasi bagaima- Reduplikasi sintaksis yaitu proses yang na makna dihasilkan secara simbolis me- terjadi atas leksem yang menghasilkan lalui praktik-praktik pemaknaan bahasa. satuan yang berstatus klausa, dan berada di Termasuk di dalamnya adalah praktik luar cakupan morfologi. pemaknaan bahasa dalam ritual gawe beleq (1989:88) menjelaskan pada Sudaryanto proses (1992: bahwa morfologis; 15) menjelaskan bahwa proses morfologis merupakan proses dan dikomunikasikan di Lombok Utara yang di mediasi oleh bahasa Sasak. pengubahan kata dengan cara yang teratur Alisjahbana (1977:290), bahasa sebagai atau keteraturan cara pengubahan dengan penjelmaan pikiran dan perasaan,yaitu budi alat yang sama, menimbulkan komponen manusia, maka bahasaa itu mendapat arti maknawi baru pada kata hasil pengubahan, yang jauh lebih penting daripada system Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668 RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.2 Oktober 2016, 370 bunyi dan fonem. Oleh karena budilah yang mendefinisikan melahirkan kebudayaan, maka bahasa se- “Keseluruhan system gagasan, tindakan dan bagai penjlemaan daripada budi itu dalah hasil cermin yang selengkap-lengkapnya dan kehidupan masyarakat yang dijadikan milik sempurnanya dari kebudayaan. Spradley diri manusia dengan belajar” (1979:5) mendefinisikan ulang kebudayaan karya kebudayaan manusia merupakan dalam rangka Bahasa dan kebudayaan memiliki hub- sebagai sistem pengetahuan yang diperoleh ungan saling mengikat. manusia melalui proses belajar untuk menyatakan bahwa bahasa dan kebudayaan menginterpretasikan dan menyusun strategi merupakan perilaku dunia terikat, bagai dua anak kembar siam, atau sekeliling. Sapir (1921:7) mengemukakan sekeping mata uang yang pada satu sisi definisi bahasa “Language is a purely berupa sistem bahasa dan pada sistem yang human of lain berupa sistem budaya, maka apa yang communicating ideas, emotions, and desires tampak dalam budaya akan tercermin dalam by means of a system of voluntarily bahasa, atau juga sebaliknya. Misalnya produced symbols. These symbols are, in bangsa Inggris dan bangsa Eropa lainnya, the first, auditory and they are produced by yang tidak mengenal kebiasaan makan the so-called “organs of speech.” There nasi, maka dalam bahasanya hanya ada isno discernible instinctive basis in human satu kata yaitu rice, untuk menyatakan speech as such, however much instinctive konsep padi, gabah, beras, dan nasi. dalam and menghadapi noninstinctive method dua buah Silzer (1990) fenomena yang expressions and the natural environment Suatu bahasa akan mengenal berbagai may serve as a stimulus for the development variasi kata berdasarkan pengalaman/fakta/ of certain elements of speech, however budaya yang ada di daerah tersebut. Budaya much instinctive tendencies, motor and dapat menunjukkan sejumlah perbedaan other, may give a predetermined range or leksikon (Boas via Duranti 1997: 3). mold to linguistic expression. Such human Sedangkan or bahasa sebagai suatu prasyarat menuju animal communication, if Sapir (1884-1993) budaya dan melihat “communication” it may be called, as is pengembangan brought about by, instinctive cries is not, in melanjutkan kritikan keras pada tradisi our sense, language at all. I have just orang boas tentang usaha-usaha, untuk referred to the “organs of speech,” and it mengkelaskan would seem at first blush”. Sedangkan seperti “ primitive “ atau terbatas dari yang kebudayaan atau Culture dalam bahasa lainnya. bahasa-bahasa juga tertentu Inggris, berasal dari kata kerja dalam bahasa Latin Colere yang berarti bercocok tanam. Koentjaraningrat (1984: 180-181) Etnolinguistik Antropologi linguistik (etnolinguistik) Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668 RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.2 Oktober 2016, 371 berasal dari kata antropologi yang berarti ilmu yang bersifat interpretatif yang lebih ilmu tentang manusia khususnya tentang jauh mengupas bahasa untuk menemukan asal-usul, anekawarna bentuk fisik, adat, pemahamanbudaya(cultural understanding). dan kepercayaannya pada masa lampau Palmer (1996:36) mengemukakan bahwa (KBBI: 1988), dan linguistik yang berarti linguistik kebudayaan adalah sebuah nama ilmu. tentang bahasa (KBBI: 1988). yang cenderung mengandung pengertian Konsep anthropological linguistics luas dalam kaitan dengan bahasa dan linguistic kebudayaan. Lebih lanjut dikatakannya anthropology oleh Duranti (1997: 1). Di bahwa linguistik kebudayaan menyangkut samping pada ranah bahasa dan kebudayaan menurut sebelum tahun 1940-an, di Eropa dikenal tradisi Boas, etnosemantik, dan etnografi pula berbicara. disamakan dengan kedua istilah konsep istilah ethnolinguistics. mengutip pendapat (1997:2) menjelaskan ethnolinguistics sepadan dalam dengan bahasa tersebut, Cardona, Dengan Duranti Linguistik kebudayaan merupakan bahwa istilah cabang linguistik yang mengkaji bahasa da- dalam bahasa Inggris lam kaitannya dengan kebudayaan. Sebagai étnolinguistica ilmu yang interdisipliner yakni linguistik ethnolinguistique dan ilmu pengetahuan budaya, konsep- istilah Rusia, dalam bahasa Perancis, ethnolinguistik konsep dalam bahasa Jerman, etnolingüística dalam dengan konsep-konsep antropologi budaya bahasa Spanyol, dan etnolingiuística dalam khususnya. Paduan interdisipliner linguistik bahasa Portugis. Uraian ini menunjukkan kognitif dan antroologi kognitif, seperti ju- bahwa istilah etnolinguistik pernah sangat ga etnosemantis, dan etnografi komunikasi, populer di Eropa, yang ketika itu di masing-masing dengan konsep, teori dan Amerika dikenal dengan istilah antropologi metodenya, secara khusus pula taksonomi linguistik. bentuk dan makna lingual kulturalnya, Berbeda dengan Duranti, Foley (1997:3) menggunakan istilah linguistik antropologi. linguistik disbanding-paduan semuanya membangun pilar-pilar linguistik kebudayaan (Mbete, 2008:5). Foley (1997:3) berpendapat lain, dan secara tegas mengatakan: ”Anthropological 3. PEMBAHASAN linguistics is that subfield of linguistics...” Proses morfologis yang terdapat dalam Menurutnya, Bahasa yang Digunakan dalam Upacara linguistik antropologi memandang dan mengkaji bahasa dari Adat Gawe Beleq. sudut pandang antropologi, budaya, dan bahasa untuk menemukan makna di balik 1) Prefiks pemakaiannya. Foley juga mengatakan a) Prefiks {η-} + {bentuk dasar (D)} bahwa linguistik antropologi adalah disiplin Berdasarkan analisa yang dilakukan dari Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668 RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.2 Oktober 2016, 372 perolehan data, proses morfofonemik morf tersebut muncul apabila melekat dalam pembubuhan {N-} pada kata dasar pada kata dasar yang berawal dengan verba dan nomina seperti telah fonem-fonem tertentu. Lihat data di dijelaskan sebelumnya bahwa {N-} bawah ini. memiliki beberapa alomorf dan morfKata jadian Proses morfologis Ngiwat {η-} + /liwat/ ngiwat [ηiwat] Ngejot { η-} + /jot/ ----ngejot [ηejot] Nyiwak { η-}+ /siwak/ --- nyiwak [nyiwa?] ---- Makna bentuk dasar ‘lewat/ lebih’ ‘bawa’ sembilan Makna kata setelah proses morfologis seorang laki-laki mengambil istri syah dari orang lain ‘sikap saling menghormati dalam suatu acara adat dengan cara memberikan / membawakan alakadar (nasi, jajan, luan/sayur ) kepada kerabat yang tidak datang dalam acara gawe beleq’ ‘upacara hari kesembilan dalam upacara gawe beleq’ Dari data (1) ngiwat di atas dapat terlihat datang dalam acara gawe beleq. Dalam adat bentuk dasar /liwat/ yang memiliki makna ‘ gawe beleq terdapat acara ngejot dilakukan lewat’,merupakan apabila apabila salah satu keluarga atau kerabat tid- dilekatkan dengan afiks {N-}+ liwat yang ak dapat berhalangan hadir maka salah menjadi ngiwat [ngiwat] dan berubah seorang kerabat epen gawe ngejot ke makna menjadi seorang laki-laki mengam- keluarga yang tidak hadir. Ngejot dilakukan bil istri syah dari orang lain. Dalam gawe pada saat terakhir upacara gawe beleq. beleq apabila terjadi ngiwat maka laki-laki Secara leksikal makna kata /jot / ‘bawa’ yang mengambil istri orang lain maka pihak berkategori verba berubah menjadi makna laki-laki wajib membayar denda kepada kultural apabila dilekatkan dengan prefiks suami si istri yang telah diambil menjadi {N-} menjadi /ngejot/ yaitu salah satu tradi- istrinya. si sikap atau etika saling menghormati da- jenis verba, Dari data (2) ngejot di atas dapat terlihat lam hukum adat yang dilakukan kerabat bahwa bentuk dasar /jot/ yang memiliki atau keluarga epen gawe atau orang yang makna ‘bawa’, merupakan jenis verba, apa- memiliki hajatan. Dari data (3) nyiwak ----- bila dilekatkan dengan afiks {N-} + jot [jot] { η-} + /siwak/ --- nyiwak [nyiwa?] , di atas yang menjadi ngejot [ngejot] dan berubah dapat terlihat, bahwa bentuk dasar /siwaq/ makna menjadi sikap saling menghormati yang memiliki makna ‘sembilan’, merupa- dalam suatu acara adat dengan cara mem- kan jenis numerelia apabila dilekatkan berikan / membawakan alakadar (nasi, ja- dengan afiks {N-} + siwaq [siwa?] yang jan, luan/sayur) kepada kerabat yang tidak menjadi nyiwaq [nyiwa?] dan berubah mak- Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668 RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.2 Oktober 2016, 373 na menjadi upacara hari kesembilan dan nomina seperti bahwa telah dijelaskan {meN-} memiliki upacara kematian. Secara leksikal makna sebelumnya kata /siwaq/ ‘lewat’ berubah menjadi mak- beberapa alomorf dan morf-morf tersebut na kultural apabila dilekatkan dengan pre- muncul apabila melekat pada kata dasar fiks {N-} menjadi /nyiwaq/ yaitu upacara yang hari kesembilan kematian seorang. tertentu. Perubahan alomorf melekat pada berawal dengan fonem-fonem bentuk dasar yang dilkekatkan pada prefiks b) Prefiks {meN-} + D {meN-} akan mengubah makna leksikal Berdasarkan analisa yang dilakukan dari perolehan data, proses morfofonemik dalam menjadi makna kultural. Lihat data di bawah ini. pembubuhan {meN-} pada kata dasar verba Kata jadian Proses morfologis Makna bentuk dasar Serah Menyowok {men-} + /sowok / ---- menyowok melolog {meN-} + /lolog/ -----melolog ‘potong’ melokok Nyiwak {meN-} +/lokok/ ----melokok Kali Makna kata setelah proses morfologis ‘suatu sangsi hukum yang dikenakan kepada seseorang / kelompok yang melanggar hokum sehingga orang lain terganggu’ ‘sangsi hukum yang bersifat material dengan dua kali lipat dari kerusakan material yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok’ ‘proses upacara mencuci beras/ menik yang ssdilkukan oleh inan meniq yang dilakukan dalam gawe beleq yang disertai mantra dengan membawa lekesan (sirih yang digulung diikat dengan benang dan dililitkan kepeng bolong) yang diletakkan pada salah satu batu di kali tempat mu beras’ Dari data (1) di atas dapat terlihat, bahwa terganggu. Dalam adat gawe beleq apabila bentuk dasar / sowok/ yang memiliki makna tidak ikut mematuhi adat-adat dan aturan ’ pukul’, merupakan jenis verba, apabila dalam gawe beleq akan dikenakan sangsi dilekatkan dengan afiks {meN-} + sowok menyowok. [sowok] yang menjadi menyowok Data (2) melolog, di atas dapat terlihat [meyowok] dan berunah makna menjadi bahwa bentuk dasar /lolog/ yang memiliki suatu sangsi hukum yang dikenakan kepada makna ‘potong’, merupakan jenis verba. seorang / kelompok yang melakukan per- Apabila dilekaakan dengan prefiks {meN-} buatan melawan hukum sehingga orang lain + lolog menjadi melolog [melolog] beru- Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668 RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.2 Oktober 2016, 374 bah makna menjadi sangsi hukum yang ber- dilakukan dalam gawe beleq yang disertai sifat material dengan dua kali lipat dari ke- mantra dengan membawa lekesan (sirih rusakan material yang dilakukan oleh yang digulung diikat dengan benang dan seseorang atau kelompok. Dalam adat gawe dililitkan kepeng bolong) yang diletakkan beleq, apabila sekelompok orang pada saat pada salah satu batu di kali tempat mencuci ngalu aeq mereka merusak lingkungan ma- meniq atau beras. Terjadi perubahan makna ta air maka mereka akan dikenakan sangsi pada bentuk dasar /lokok/ ‘kali’ menjadi yang disebut melolog. Terjadi perubahan kata /melokok/ ‘proses upacara mencuci jenis verba pada bentuk dasar /lolog/ men- beras’ ,yang mengubah kelas kata nomina jadi perubahan jenis nomina pada kata / menjadi verba setelah dilekatkan prefiks melolog/ setelah dilekatkan morfem terikat {meN-}. Dalam upacara gawe beleq / {meN-}. melokok/ dilakukan pada hari kedua sebe- Data (3) melokok, terdapat bentuk da- lum hari puncak gawe beleq. Melokok dil- sar /lokok/ yang memiliki makna ‘kali’. akukan oleh perempuan-perempuan Bayan Setelah mendapat prefiks {meN-}+ lokok yang belum menikah, kecuali inan meniq menjadi melokok [meloko?] yang mengu- yang berada di depan sebagai pembawa be- bah makna dalam bentuk dasar /lokok/ ras yang membawa lekesan yaitu sepintal ‘kali’ menjadi /melokok/ yang memiliki sirih yang diikat dengan benang dan kepeng makna ‘proses upacara mencuci beras/ bolong yang akan diletakkan di batu tempat menik yang dilkukan oleh inan meniq yang bisoq meniq. Kata jadian Proses morfologis Makna bentuk dasar ‘cuci’ merosok ----{meN- } + /osok / ---- merosok menyunat { meN} + / sunat/ ----menyunat Khitan/ sunat melusut {meN-} + /lusut/ ---melusut Lipat Makna kata setelah morfologis proses ‘proses upacara membersihkan gigi dengan menggunakan alat gerinda(berbentuk batu kecil) yang dimasukkan di gigi dengan cara digosok-gosok di gigi hanya sebagai simbol dengan mengandung makna filosofis yaitu menyucikan mulut dan gigi dari segala perkataan yang kotor dan dari makanan yang haram yang sengaja dimakan atau tidak sengaja dimakan oleh gadis-gadis yang dibersihkan giginya’ proses upacara khitanan yng dilakukan pada gawe beleq oleh pencalak dengan menggunakan alat calaq (sejenis pisau kecil yang diwariskan secara turun temurun oleh nenek moyang orang Bayan) yang sudah diberikan mantra oleh pencalak (tukang sunat). proses upacara membuka kainkain adat pada berugak agung yang disaksikan oleh pemangku adat, kiyai penghulu dan nyaka mantri dengan menggunakan mantra oleh pemangku adat dan doa oleh kiyai pengulu Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668 RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.2 Oktober 2016, 375 Data (4) merosok , terdapat bentuk da- mantra oleh pencalak (tukang sunat). Da- sar / osok / ‘ cuci’ dengan cara diusap- lam upacara gawe beleq menyunat dil- usapkan. Setelah mendapat prefis {meN-} akukan pada hari H atau ando gawe. + osok [oso?] menjadi [mengoso?] yang Data (6) melusut, terdapat bentuk dasar / mengalami perubahan makna yaitu proses lusut/ ‘lipat’, setelah mendapat afiks {meN- upacara dengan } + lusut [lusut] menjadi melusut[melusut] menggunakan alat gerinda ( berbentuk batu berubah makna menjadi ‘proses upacara kecil) yang dimasukkan di gigi dengan cara membuka kain-kain adat pada berugak digosok-gosok di gigi hanya sebagai simbol agung yang disaksikan oleh pemangku dengan mengandung makna filosofis yaitu adat, kiyai, penghulu dan nyaka mantri menyucikan mulut dan gigi dari segala per- dengan kataan yang kotor dan dari makanan yang pemangku haram yang sengaja dimakan atau tidak sen- penghulu. Dalam upacara gawe beleq gaja yang melusut dilakukan pada hari terakhir gawe dibersihkan giginya. Terjadi perubahan yang disebut bilok bawo. Tidak terjadi pe- makna pada bentuk dasar /osok/’cuci’ men- rubahan kelas kata verba pada morfem da- jadi /mengosok/ ‘upacara membersihkan sar/ lusut/ menjadi kelas kata verba pada gigi’. Penambahan prefiks {meN-} pada morfem /melusut/. membersihkan dimakan oleh gigi gadis-gadis menggunakan adat dan mantra doa oleh oleh kiyai bentuk dasar /osok/ tidak mengubah kelas kata verba tetap menjadi verba. Pada saat Prefiks {peN-} + D upacara gawe beleq /merosok/ dilakukan Berdasarkan analisa dari data yang pada hari H yaitu ando gawe atau acara ditemukan proses morfofonemik dalam puncak gawe beleq. pelekatan prefiks {pe-} pada verba dasar Data (5) menyunat , terdapat bentuk da- dan nomina dasar dapat terlihat pada contoh sar /sunat/ ‘ khitan’ setelah mendapat pre- di bawah ini adapun alomorf {pe-} yaitu fiks {meN-}+ sunat menjadi menyunat terdapat morf {pe-}, {per-}, {peng-}. [menyunat] yang memiliki makna ‘proses Apabila upacara khitanan yng dilakukan pada gawe bentuk dasar, maka bentuk dasar yang beleq oleh pencalak dengan menggunakan memiliki makna leksikal akan berubah alat calaq (sejenis pisau kecil yang diwaris- menjadi makna kultural setelah prefiks kan secara turun temurun oleh nenek mo- {peN-} setelah terjadi proses morfologis. yang orang Bayan) yang sudah diberikan Perhatikan data berikut ini. prefiks{peN-}dilkatkan pada 1) perumbaq---- {peN-} + /umbaq / ---- perumbak ‘gendong’------ orang yang diberikan amanat untuk memelihara, menjaga mata air untuk ngalu aeq pada proses gawe beleq yang merupakan keturunan atau anak cucu dari Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668 RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.2 Oktober 2016, 376 makam yang dijaga. 2) pencalak ---- { peN-} + /calak/ ---- pencalak ‘besi/ alat pemotong benda’--- ‘orang ditugaskan mencadi tukang sunat dalam acara gawe belek, khusus bukan dokter atau man tra dari dinas kesehatan’ 3) pemekel -----{ peN- } + / bekel/ --- pemekel ‘pikiran’ ------ ‘orang yang ditugaskan menjaga dan mengatur lingkungan adat ‘ Data ( 7) perumbak, terdapat bentuk orang ditugaskan mencadi tukang sunat da- dasar /umbaq/ ‘gendong’, setelah melekat lam acara gawe beleq, khusus bukan dokter prefiks {pe-} + umbak [umba?] menjadi atau mantra dari dinas kesehatan. Pencalak perumbaq [perumba?] yang mengalami biasanya diundang atau dipesilak oleh epen perubahan makna menjadi ‘orang yang gawe sebelum proses nyunatang di lakukan. diberikan memelihara, Pencalak diudang pada hari pertama atau menjaga mata air untuk ngalu aeq pada hari kayu aiq karena pencalak juga harus proses merupakan mempersiapkan peralatan yang akan dibawa keturunan atau anak cucu dari makam yang untuk nyunatang. Proses perubahan afiks dijaga’ Perumbak dalam gawe beleq berhak yang terjadi pada kata /pencalak/ terjadi pe- dan harus keturunan perumbaq yang boleh rubahan kelas kata nomina /calak/ ’besi’ mengambil air pada saat ngalu aeq. Air menjadi kelas kata nomina pada kata / yang di ambil terdapat di dua tempat mata pencalak/’ air yaitu perumbaq daya (hutan adat) dan tukang sunat dalam acara gawe beleq. amanat gawe untuk beleq yang orang ditugaskan mencadi perumbaq lauk ( mata air dekat laut). Proses Data (9) pemekel -----{ peN- } + / bekel/ perubahan afiks yang terjadi pada kata / --- pemekel, terdapat bentuk dasar /bekel/ perumbaq/ terjadi perubahan kelas kata ’berfikir’, setelah melekat prefiks {peN-} + verba /umbaq/ ’gendong’ menjadi kelas ka- belek [bekel] menjadi pemekel [pemekel] ta nomina pada kata /perumbaq/ ’orang yang mengalami perubahan makna menjadi yang menjaga, memelihara mata air’. ‘orang yang ditugaskan menjaga dan Data (8) pencalak ---- { peN-} + /calak/ - mengatur lingkungan adat. Sebelum acara --- pencalak , terdapat bentuk dasar /calak/ gawe beleq di mulai pemekel adat sudah ‘besi/alat benda’, setelah melakukan melekat prefiks {peN-} +calak [calak] gawe ,mulai dari begundem, mencari de- yang wasa upacara sampai upacara gawe beleq mengalami perubahan makna menjadi ‘ berlangsung dari hari pertama sampai menjadi memotong pencalak [pencalak] persiapan dengan epen Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668 RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.2 Oktober 2016, 377 dengan hari terkhir. Pemekel bertugas sepakati oleh kedua belah pihak. Selabar mengatur jalannya gawe beleq dari hari dalam upacara gawe beleq dilakukan pada kayu aiq, ando gawe, rebaq jangkih, sam- upacara ngawinang, yaitu pada hari bilo pai biloq baw. Proses perubahan afiks yang baw. Selabar dilakukan oleh pemekel atau terjadi pada kata /pemekel/ terjadi peru- keliang yang ditugaskan untuk memberita- bahan kelas kata verba /bekel/ ’berfikir’ hukan werang-waris pihak perempuan ten- menjadi kelas kata nomina pada kata / tang kesepakatan kedua belah pihak tentang pemekel/’ orang ditugaskan mencadi tukang ketentuan adat dalam perkawinanan. sunat dalam acara gawe beleq atau makna Proses perubahan afiks yang terjadi pada kata /selabar / terjadi perubahan kelas kata kultural. adjektiva /sabar/ ’sabar’ menjadi kelas kata 2) Infiks { l } verba pada kata /selabar/’. Secara gramat- Berdasarkan data yang di peroleh infiks ikal penambahan prefiks {peN-} mengubah yang terdapat pada bahasa Sasak dialek makna leksikal menjadi makna kultural yai- Bayan hanya terdiri dari satu infiks {l}. tu upacara adat pemberitahuan dari pihak Perhatikan data di bawah ini. pria kepada pihak wanita bahwa segala hal 4) selabar ---- /sabar/ + infiks {l} ----- sela- yang menjadi tuntutan /ketentuan adat telah bar disepakati oleh kedua belah pihak. ‘sabar’ -------- ‘ upacara adat pemberitahuan dari pihak pria 3) Sufiks {-iη } kepada pihak wanita bahwa segala hal yang Berdasarkan data yang di peroleh sufiks menjadi tuntutan /ketentuan adat telah di- yang terdapat pada bahasa Sasak dialek sepakati oleh kedua belah pihak. Bayan hanya terdiri atas sufiks {- iη }. Perhatikan data di bawah ini. Data (10) selabar ---- /sabar/ + infiks {l} ----- selabar setelah melekat infiks {l} + sabar [sabar] menjadi selabar [selabar] yang mengalami perubahan makna menjadi ‘upacara adat pemberitahuan dari pihak pria kepada pihak wanita bahwa segala hal yang menjadi tuntutan /ketentuan adat telah di- Proses Morfofonemik Pola D + {-iη } Kata Jadian Transkrif Fonetik Morfem dasar Makna morfem dasar Luputing Ngele tuhing Luputiη Luput Ikut Ngeletuhi η ngeletuh ribut 5) luputing ---- luput [luput] + { -iη} --- luputing [luputiη] ‘ikut’ ------ perbuatan dosa yang dilakukan oleh seorang laki-laki kepada perempuan 6. ngeletuhing ----- ngeletuh [ηeletuh]+ {-iη} ---- ngeletuhing Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668 RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.2 Oktober 2016, 378 ‘ sentuh’ ------- ‘ suatu perbuatan seseorang yang melawan hukum adat yang mengakibatkan kerugian bagi buana alit/ buana agung Data (11) luputing ---- luput [luput] + { - melekat sufiks {-iη} pada bentuk dasar / iη} --- luputing [luputiη]setelah melekat ngeletuh/’sentuh’ sufiks {-iη} pada bentuk dasar /luput/ [ngeletuhing] yang mengalami perubahan menjadi yang makna menjadi‘ suatu perbuatan seseorang mengalami perubahan makna menjadi per- yang melawan hukum adat yang mengaki- buatan dosa yang dilakukan oleh seorang batkan kerugian bagi buana alit/ buana laki-laki kepada perempuan. Luputing da- agung. Ngeletuhing dalam upacara gawe lam upacara gawe beleq tidak boleh dil- beleq tidak boleh dilakukan misalnya akukan misalnya memukul seorang per- melakukan perbuatan yang merugikan adat empuan baik itu istri, anak perempuan atau seperti merusak alam di sekitar mata air, kerabat perempuan lainnya. Perbuatan ini merusak adat dengan memfitnah, mengasut akan dikenakan sangsi adat yang di- orang lain yang merugikan adat, merusak namakan luputing tangan. Atau perbuatan tempat-tempat adat yang dianggap sakral asusila yang sengaja dilakukan yaitu menci- lainnya. Perbuatan ini akan dikenakan sang- um orang lain yang bukan muhrim yang si adat yang dinamakan ngeletuhing jagat.. disebut luputing cunguh. Terutama pada Pelanggaran adat ini akan dikenakan sesuai upacara ngawinang mempelai pria tidak dengan hukum adat yang telah disepakati boleh memegang atau mencium calon pada awig-awig karma adat desa. Proses pengantin perempuan sebelum dia syah perubahan afiks yang terjadi pada kata / menjdi istrinya. Pelanggaran adat ini akan ngeletuhing/ terjadi perubahan kelas kata dikenakan sesuai dengan hukum adat yang verba /ngeletuht/ ’sentuh’ menjadi kelas telah disepakati pada awig-awig karma adat kata nomina pada kata /ngeletuhing/. Secara desa. Proses perubahan afiks yang terjadi gramatikal penambahan sufiks {-iη} men- pada kata /luputing/ terjadi perubahan kelas gubah makna leksikal menjadi makna kul- kata verba /luput/ ’ikut’ menjadi kelas kata tural yaitu nomina seseorang yang melakukan pelanggaran di luputing pada kata [luputing] /luputing/’. Secara gramatikal penambahan sufiks {-iη} men- menjadi ngeletuhing sangsi hukum adat pada lingkungan adat. gubah makna leksikal menjadi makna kultural yaitu sangsi hukum adat pada 3) Reduplikasi pada Upacara Gawe seseorang yang melakukan dosa atau Beleq pelanggaran asusila di lingkungan adat. Proses Reduplikasi dalam bahasa Sasak Data (12) ngeletuhing ----- ngeletuh [ηeletuh]+ {-iη} ---- ngeletuhing setelah dialek Bayan ini terdapat hanya dua bentuk pengulangan yaitu pengulangan Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668 (1) RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.2 Oktober 2016, 379 dwilingga adalah pengulangan leksem. gembar-gembor dll. (3) Dwiwasana adalah Contoh bale-bale, eteh-eteh, upak-upak, pengulangan bagian belakang dari leksem. umbak-umbak (2) dwilingga salin swara Contoh: sekedik-kedik, rantok-rantokang, adalah pengulangan leksem dengan variasi sekali-kali, dan lain-lain. Perhatikan data fonem. Contoh: molang-malik, keto-kete, berikut ini. Tabel Proses morfofonemik dengan reduplikasi Kata Jadian /eteh-eteh/ Transkrif Fonemik [Eteh-Eteh] Morfem dasar eteh /werang-waris/ /unggar-unggaran/ /gegerok/ [wEraη -waris] [Uηgar-uηgaran] [gegerok] waris unggar gerok Dari data di atas terdapat perubahan morfologis pada bentuk dasar akibat (3)unggar [ unggar] ‘ ----- unggarunggaran‘ berbagai macam hiasan terjadinya pengulangan bentuk dasar atau ngurisang yang berisi telur, makanam, fonem dasar dari bentuk dasar. Terdapat dan uang yang di bawa saat ngurisang’ tiga proses reduplikasi. d) Reduplikasi penambahan suku kata berimbuhan pada bentuk dasar a) Reduplikasi pengulangan leksem (dwilingga) Gegeroq --- {ge-} + /gerok/ ---gegeroq (1) eteh [ Eteh] ‘ saji’ -------eteh-eteh [gegero?] ‘tarian sakral adat yang ditari- [eteh-eteh] kan dalam upacara gawe beleq’ ‘sesajen atau berbagai macam alat-lat dan bahan yang dijadikan sesajen yang digunakan dalam 4) Komposisi pada Upacara Gawe Beleq Morfologi kultural level komposisi da- gawe beleq lam Bahasa Sasak Dialek Bayan terdapat dalam data di bawah ini. b) Reduplikasi dwilingga salin suara (2) waris[waris] ‘waris’ + werang----werang- warwaris dalam keluarga c) Reduplikasi dwiwasana Tabel Morfologi kultural level komposisi Kata Jadian atau pengulangan bagian belakang leksem Kayu aiq Transkrif Fonemik Kayu aiq Morfem dasar Kayu + aiq Ando gawe Ando gawe Ando gawe + 1) Kayuq aiq ---- kayuq [kayu?] + aiq[ai?] ---- kayu aiq N + N ------ N ‘kayu’ + air ------‘proses persiapan pertama dalam acara gawe beleq’ Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668 RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.2 Oktober 2016, 380 Data (1) kayu aiq , berasal dari bentuk yang digunakan untuk air semel-mel. Pros- dasar /kayuq/ memiliki makna ‘kayu’ ber- es morfologi kultural yang terjadi pada ka- temu dengan bentuk dasar /aiq/ ‘air’ men- ta /kayu aiq/ berasal dari bentuk dasar ber- jadi bentuk jadian /kayu aiq/ memiliki mak- kategori nomina /kayuq/’kayu’ bertemu na proses pertama atau persiapan dalam bentuk dasar berkategori nomina dengan / gawe beleq. Dalam proses gawe beleq da- aiq/ ‘air’ menjadi bentuk morfologi kultural lam hari pertama proses awal persiapan pa- berkategori nomina /kayuq aiq/. Proses da kayu aiq meliputi mengkombong, ngalu komposisi bentuk dasar bertemu dengan aiq. Pada proses mengkombong dilakukan bentuk dasar mengubah makna leksikal pa- membuat benang kombong. Selain itu, dil- da kedua bentuk dasar tersebut menjadi akukan proses ngalu aiq, yang dilakukan makna kultural setelah terjadi proses peng- oleh perumbak daya dan perumbak lauk gabungan kata dalam bentuk komposisi. 2) Ando gawe ----- ando[ando] + [gawe] ---- ando gawe N + V ---- N ‘hari’ + ‘hajatan’ ----‘ proses acara puncak ritual gawe beleq’ Data (2) ando gawe , berasal dari bentuk na /ando/ ’hari’ bertemu bentuk dasar ber- dasar /ando/ memiliki makna ‘hari’ bertemu kategori verba dengan /gawe/ ‘hajatan’ dengan bentuk dasar /gawe/ ‘hajatan’ men- menjadi bentuk morfologi kultural berkate- jadi bentuk jadian /ando gawe/ memiliki gori nomina / ando gawe/. Proses komposisi makna proses acara gawe beleq yaitu pun- bentuk dasar bertemu dengan bentuk dasar cak acara.. Dalam proses ando gawe gawe mengubah makna leksikal pada kedua ben- beleq dalam hari ‘H’ atau puncak acara tuk dasar tersebut menjadi makna kultural gawe beleq di mulai proses ngurisang, setelah terjadi proses penggabungan kata nyunatang, dipersiapkan untuk anak-anak dalam bentuk komposisi. yang belum melakukan prosesi adat mengkuris, baik anak-anak maupun orang Nilai–Nilai Budaya dalam Upacara Gawe dewasa yang belum melakukan proses Beleq ngurisang adat. Setelah itu acara kedua yai- 1) Nilai Budaya Hubungan Manusia tu nyunatang. Acara ketiga yaitu merosok dengan Alam yaitu mebersihkan gigi pada gadis-gadis Nilai budaya yang berhubungan dengan yang belum menikah. Selanjutnya acara alam yaitu dengan menggunakan bahan- ngawinang yaitu proses perkawinan yang bahan dan alat-alat yang terdapat di alam dilakukan secara adat. Proses morfologi dan sekitar lingkungan tempat penutur kultural yang terjadi pada kata /ando gawe/ dengan memanfaatkan hasil bumi yang berasal dari bentuk dasar berkategori nomi- terbuat dari alam, seperti daun kelapa, Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668 RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.2 Oktober 2016, 381 kelapa, beras, ketan, gula merah, bunga dengan bahasa Sasak. Doa yang dipakai dan berbagai macam peralatan yang terbuat adalah doa selamat dan meminta izin dari bahan-bahan yang ada di alam atau kepada Gusti Nenek Kaji si Kuasa ( sebutan sekitar lingkungan masyarakat Bayan yang orang bayan menyebut Tuhannya) dan melakukan juga masyarakat yang hadir untuk meminta mereka keihklasan dan bersaksi untuk melakukan alam, upacara adat gawe beleq. Ketika membaca menanam, mengolah, dan memanfaatkan doa selalau ditemanai dengan kemenyan hasil-hasil tersebut untuk upacara Gawe dan ceret atau kendi ( tempat air dan tanah ) Beleq. untuk berkumur, dengan doa di bawah ini, ritual membuktikan memnfaatkan ini. Hal ini bagaimana hasil bumi dari Assalamualaikum , kemudian membaca bismillah dan selawat 2) Nilai Budaya dalam Hubungan “Gusti bumi, Bapak gumi, Ibu gumi, sik Manusia dengan Manusia Upacara Nyoyang ini diselenggarakan kuasai alam raya ene. Ni kami anak-anak dengan nilai-nilai budaya dalam hubungan epe , meleng kami gawek adat Gawe Beleq, manusia dengan manusia lainnya. Hal ini mohon kon Gusti Allah, beng kami berkat teruwujud dari beberapa hubungan moral dait jalan mak kami laloen sesuae dait antara lain gotong royong, silaturrahmi, perintah Gusti Allah, Nenek Kaji sik Kuasa, kedermawanan, musyawarah, tenggang rasa kami selapuk ite mohon terimaq doing dan kebersamaan. kami, .aokk “ Kemudian di jawab oleh masyarakat yang hadir dengan serentak , “ aoookkk”. 3) Hubungan Budaya dalam Hubugan manusia dengan Tuhan Lalu kiyai mengucap lagi. Hubungan kewajiban moral manusia Assalamualaiakum terhadap Tuhan dalam upacara gawe beleq Warahmatullah Hiwabarakatuh. ini tercermin dari beberapa hal, yaitu niat yang ditujukan untuk mengingatkan diri 4. SIMPULAN manusia Berdasarkan pembahasan di atas dapat dilahirkan dalam keadaan bersih. Manusia disimpulkan bahwa Morfologi kultural pasti akan kembali kepada Tuhannya. leksikon level afiksasi terdiri dari level pre- Dalam ini fiks {N-}, {meN-}, {PeN-}.Proses morfolo- dilakukan dengan tawaduk, khusuk dan gi kultural level afiksasi terdiri dari prefiks ikhlas oleh epen gawe. {N-} , {meN-}, {peN-} terdapat pada kata- kepada kesucian. pelaksanaan Bahwa gawe beleq. Pada acara gawe beleq , kyai lebe membaca doa dengan bahasa arab sedangkan para penghulu membaca doa kata , ngiwat, nyiwak, menyunat, merosok, mengkombong, perumbak,pemekel, pek- aseh. Pada level infiks pada infiks (l) yaitu Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668 RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.2 Oktober 2016, 382 pada kata selabar, level sufiks pada sufiks {-ing} pada kata ngeletuhing, adiling, luputing. Sedangkan pada level konfiks pada konfiks{ N-} +D + {ang} yaitu pada kata nyaweang, nguleang, ngurisang, nyunatang. Morfologi kultural leksikon level reduplikasi. Morfologi kultural leksikon pada level reduplikasi terdiri dari reduplikasi utuh bentuk dasar, reduplikasi sebagian bentuk dasar, reduplikasi salin suara dan reduplikasi bentuk berimbuhan pada suku kata pada bentuk dasar. Contohnya pada kata-kata, eteh-eteh, bango-bango, idaridar, molang malik, werang-waris, gegeruk, setukel, bebawo. Adapun Morfologi kultural leksikon level komposisi terdapat pada kata -kata yang tidak bias dilekatkan oleh bentuk dasar yang lain dan tidak akan mengubah makna kultural yang terkandung didalam proses komposisi tersebu. Contoh pada kata -kata, kayuk aiq, ando gawe, rebak jengkiran, biloq bawo, aji krama, nora cara, pedek bilai, cina buta dan lain-lain. Selanjutnya, nilai –nilai yang terdapat dalam upacara gawe beleq adalh terdapatnya nilainilai hubungan manusia dengan alam, hubungan manusia dengan sesame manusia dan hubungan manusia dengan Tuhan. UCAPAN TERIMA KASIH Penulis mengucapkan terima kasih kepada Mitra Bebestari atas kritik dan masukan yang membangun untuk perbaikan artikel ini. Alisjahbana, S.Takdir. Kumpulan Esai: Dari Perjuangan dan Pertumbuhan Bahasa Indonesia dan Bahasa Malaysia sebagai Bahasa Modern. Jakarta: PT. Dian Rakyat Aronoff, Mark and Kristen Fudeman. 2011. What is Morfology? Second Edition. USA: Wiley- Blackwell Barker, Chris. 2004. Cultural Studies. Teori dan Praktik. Diterjemahkan oleh Nurhadi., Yogyakarta : Kreasi Wacana Bloomfield, Leonard. 1961. Language. New York: Holt, Rinehart and Winston. Chaer,Abdul dan Leonie Agustina.2010. Sosiolinguistik perkenalan Awal.Jakarta : Rineka Cipta Coulmas, Florian. 2006. Sociolinguistics. The Study of Speakers Choises. New York:.Cambridge university Press Crista, Janny. 2012. Bahasa dan Kebudayaan Sosiolinguistik. Chaer,A.1994. Linguistik Umum.Jakarta : Rineka Cipta Duranti, Alesandro. 1997. Linguistic Antropology. Canbridge: Cambriidge University Press Efendi, Satria.2011 Kategori Ganda dalam Bahasa Sasak Dialek Meno-mene di Mambalan, Gunungsari, Lombok Barat..Jurnal Edulingua. Emzir.2012.Metodologi Penelitian Pendidikan Kualitatif dan Kuantitatif . Jakarta : Rajawali Press Foley, W. A. 1997. A nthropological Linguistics: An Introduction.Oxford: Blackwell Publishers. Goodenough, Ward H. 1981. Culture,Language, and Society.Menlo Pack, California: The Benyamin/Cumming Publishing Company Hidayat,Acep Ahmad.2009.Filsafat Bahasa ,mengungkap Hakikat Bahasa,makna dan Tanda.Bandung : Rosda Halle, Morris. 1973. Prologomena to a Theory of Word Formation. Cambridge: The MIT Press. Katamba, F. 1993. Morphology. London: Macm illand Press, LTD Kridalaksana, Harimurti. 1974. Fungsi Bahasa dan Sikap Bahasa.Flores: Penerbit Nusa Indah. Kridalaksana,Harimurti.1993.Kamus Linguistik. Jakarta : PT.Gramedia Koentjaraningrat. 1984. Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: PT Gramedia. DAFTAR PUSTAKA Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668 RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, Vol. 2, No.2 Oktober 2016, 383 Koentjaraningrat. 1990. Sejarah Teori Antropologi. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Nababan,P.W.J. 1991. Sosiolinguistik : Suatu pengantar.Jakarta : Gramedia. Masinambow, E.K.M. 1997. Metodologi dan Pendekatan Budaya. Bahan Ceramah Lokakarya Terpadu Studi Indonesia. Bogor. Mbete, Aron Meko. 2008. Linguitik Kebudayaan: Pengembangan Konsep, Kerangka Teoritis, Metodologi, dan Arah Penelitiannya. Bali : Bahan Matrikulasi Program Doktor Linguistik Program Pascasarjana Universitas Udayana Matthews. 1974. Morphology. Cambridge University Press. Nida,Eugene.1949. Morphology : A Descriptive Analysis of Words. Ann Arbor: University of Mchigan Press Palmer, G. B. 1996. Toward a Theory of Cultural Linguistics. Austin: University of Texas Press. Rasyidi , 2008. Studi Nilai Budaya pada Lemabaga Adat Suku Sasak sebagai Kekuatan dalam Membangun Nilai Luhur Budaya Bangsa . Jurnal Sapir, Edward. 1964. “ Conceptual Categories in Primitive Languages” dalam DellHymes (ed) Language in Culture and Society. New York: Harper dan Row Silzer, Peter J. 1990. “Bahasa dan Kebudayaan: Anak Kembar Siam”. Linguistik Indonesia, Th.I,No. I: 1-11 Sudaryanto. 1986. Metode Linguistik. Yogyakarta: Gajah Mada University Press Sugerman, 2014.Sistem Morfologi Kata Kerja Bahasa Bima Dialek Donggo. Jurnal : NOSI ,Volume 2 Spradley, J.P. 1979. The Ethnograpic Interview. New York: Rinehart and Winston. Verhaar, J.W.M. 2004. Asas-asas Linguistik Umum. Yogyakarta : Gajah Mada University Press Copyright © 2016, RETORIKA: Jurnal Ilmu Bahasa, P-ISSN: 2406-9019, E-ISSN: 2443-0668