malaysia membuka kesempatan bagi investor asing

advertisement
PERKEMBANGAN PERDAGANGAN INDONESIA - THAILAND
PERIODE : JANUARI – SEPTEMBER 2015
A. Perkembangan perekonomian dan perdagangan Thailand
1. Selama periode Januari-September 2015, neraca perdagangan Thailand dengan Dunia
surplus sebesar US$ 7,76 miliar, atau turun sebesar 548,40% dibanding defisit pada
periode yang sama tahun 2014, sebesar US$ 1,73 miliar.
Total perdagangan Thailand periode ini tercatat US$ 315,37 miliar, turun 7,74%
dibanding periode yang sama tahun 2014. Total perdagangan tersebut terdiri dari
ekspor sebesar US$ 161,56 miliar, turun 4,98% dibanding periode yang sama tahun
2014, dan impor sebesar US$ 153,80 miliar, juga turun 10,46% dibanding periode
yang sama tahun 2014. Peningkatan impor didukung impor produk2 elektronik dan
juga impor barang2 dari besi dan baja serta suku-cadang & aksesoris kendaraan yang
signifikan pada periode ini.
2. Sepuluh negara tujuan ekspor utama Thailand yang merupakan 61,01% dari total
ekspor Thailand periode Januari-September 2015 ke Dunia adalah : Amerika Serikat,
RR China, Jepang, Hongkong, Malaysia, Australia, Singapura, Vietnam, Indonesia,
dan India. Ekspor ke kawasan Uni Eropa (27 Negara) mencapai US$ 16,50 miliar,
atau 10,21% dari total ekspor Thailand pada periode Januari-September 2015, dan
turun sebesar 5,9% dibanding periode yang sama tahun 2014. Sementara, ekspor ke
kawasan ASEAN (9 Negara)
pada periode Januari - September 2015
sebesar
US$ 41,41 miliar atau 25,63% dari total ekspor Thailand, dan turun sebesar 6,41%
dibanding periode yang sama tahun 2014. Indonesia merupakan negara tujuan ekspor
terbesar ke-9 bagi Thailand, dan pangsa pasarnya 3,68% pada periode ini.
3. Adapun produk ekspor Utama Thailand pada periode Januari-September 2015 antara
lain adalah : Otomotif & suku-cadangnya sebesar US$ 19,15 miliar atau 11,86% dari
total ekspor Thailand; Elektronik & produk2nya sebesar US$ 18,74 miliar atau
11,60% ; Kimia & Produk2nya sebesar US$ 11,26 miliar atau 6,97%; Batu Berharga
dan Perhiasan sebesar US$ 8,6 miliar atau 5,32%; Produk Olahan Minyak sebesar
US$ 6,21 miliar atau 3,84%; Karet & Produk2nya sebesar US$ 5,27 miliar atau
3,26%, dan juga Mesin dan komponen-komponennya sebesar US$ 5,19 miliar atau
3,21% serta Besi dan Baja juga Produk terkait sebesar US$ 3,96 miliar atau 2,45%
dari total ekspor Thailand ke Dunia pada periode Januari-September 2015 ini.
4. Sepuluh negara asal impor Thailand pada periode Januari-September 2015 antara lain
RR China, Jepang, Amerika Serikat, Malaysia, Uni Emirat Arab, Taiwan, Singapura,
Korea Selatan, Indonesia dan Jerman. Impor dari sepuluh negara asal terbesar
mencatat 69,3% dari total impor Thailand pada periode Januari-September 2015.
5. Produk impor utama Thailand dengan nilai terbesar periode Januari-September 2015
antara lain adalah :

Electro Integrat Circuits & Microassembl (HS 8542) sebesar US$ 7.209,66 juta,
naik 1,83% dibanding periode yang sama tahun 2014;

Gold (incl Gold Pla Wth Plat) (HS 7108) sebesar US$ 4.700,80 juta (-3,37%);

Elect App For Ln Teleph Or Tgr (HS 8517) sebesar US$ 4.180,17 juta (+13,27%);

Parts & Acces Of The Motor Vehic Of Heads 87.01 to 87.05 (HS 8708) sebesar
US$ 3.985,88 juta (+0,26%); dan

Automatic Data Processing Machines and Units Thereof (HS 8471) sebesar
US$ 2.551,45 juta (-2,81%).
B. Perkembangan perdagangan bilateral Indonesia dengan Thailand
1. Total perdagangan Indonesia dengan Thailand periode Januari-September 2015
tercatat US$ 11,09 miliar, turun 14,19% dibanding periode yang sama tahun 2014,
yang nilainya mencapai US$ 12,92 miliar. Total perdagangan tersebut, terdiri dari
ekspor Indonesia ke Thailand sebesar US$ 5,14 miliar, turun 7,78 % dibanding
periode yang sama tahun 2014 yang mencapai US$ 5,58 miliar, dan impor Indonesia
dari Thailand sebesar US$ 5,95 miliar, turun 19,05% dibanding periode yang sama
tahun 2014, yang tercatat sebesar US$ 7,35 miliar. Neraca perdagangan Indonesia
dengan Thailand defisit bagi Indonesia sebesar US$ 0,81 miliar, turun sebesar 54,50%
dibanding periode yang sama tahun 2014, yang tercatat sebesar US$ 1,77 miliar.
2. Selama periode Januari-September 2015, Indonesia menjadi negara ke-9 terbesar asal
impor Thailand dengan pangsa sebesar 3,34%, menunjukkan kenaikan dari pangsa
impor : 3,25% (Jan-Sep 2014).
3. Komposisi impor utama Thailand dari Indonesia pada periode Januari-September
2015 antara lain:

Fuel Lubricans, dengan total nilai impor US$ 1,79 miliar, turun 6,99% dibanding
periode yang sama tahun 2014, pangsanya terhadap total impor Thailand dari
Indonesia adalah sebesar 34,79%;

Bahan mentah/baku dan setengah jadi, dengan total nilai impor US$ 1,41 miliar,
dengan pangsa sebesar 27,48%, dan turun 14,45%;

Barang modal, sebesar US$ 737,64 juta, dengan pangsa 14,34%, dan turun
12,96%;

Kendaran dan Alat Transportasi, sebesar US$ 637,33 juta, dengan pangsa 12,39%,
dan turun sebesar 1,92% dibanding periode yang sama tahun 2014;

Barang konsumsi, sebesar US$ 565,14 juta, dengan pangsa 10,99%, dan naik
12,13%.
Sedangkan, ekspor Thailand ke Indonesia berdasarkan kelompok dapat dibagi sebagai
berikut :

Produk manufaktur, dengan total nilai ekspor US$ 5,01 miliar, turun 18,7%
dibanding periode yang sama tahun 2014, pangsanya terhadap total ekspor
Thailand ke Indonesia sebesar 84,27%;

Produk agro-industri, sebesar US$ 497,32 juta, dengan pangsa sebesar 8,36%, juga
mengalami penurunan sebesar 33,66%;

Produk pertanian, sebesar US$ 328,93 juta, dengan pangsa sebesar 5,53%, dan
naik sebesar 8,09%;

Produk pertambangan dan bahan bakar, sebesar US$ 109,37 juta, dengan pangsa
sebesar 1,84%, dan turun 46,89% .
C. Informasi lainnya
1. Bank Sentral Thailand dan ADB memangkas proyeksi ekonomi Thailand.
Bank of Thailand telah merevisi pertumbuhan ekonomi Thailand pada 2015 menjadi
2,7% dari 3% sebelumnya setelah meramalkan kontraksi ekspor 5% dari - 1,5%
sebelumnya. Perkiraan Produk Domestik Bruto (PDB) untuk 2016 juga dipangkas
menjadi 3,7% dari 4,1%, terutama disebabkan faktor eksternal.
Proyeksi ekspor yang lesu karena kemerosotan ekonomi di China dan mitra dagang
Thailand lainnya, akibat dari penurunan harga komoditas pertanian dan minyak.
Ekonomi diharapkan dapat berkembang lebih cepat di Semester kedua tahun 2015
dibandingkan Semester pertama.
Langkah-langkah
stimulus
ekonomi
pemerintah
diharapkan
meningkatkan
pertumbuhan PDB sebesar 0,1% sedangkan paket kebijakan yang ditujukan membantu
usaha kecil dan menengah mulai berdampak tahun depan.
Sementara itu, Asian Development Bank (ADB) memangkas proyeksi pertumbuhan
PDB Thailand tahun 2015 menjadi 2,7% dari 3%, akibat permintaan domestik yang
lemah dan perlambatan ekonomi di China dan negara Asia lainnya.
ADB melihat investasi publik dan pariwisata sebagai pendorong utama pertumbuhan
ekonomi pada tahun 2016, perkiraan pertumbuhan untuk 2016 juga diturunkan
menjadi 3,8% dari 4,1%. Risiko penurunan ekonomi Thailand termasuk perlambatan
ekonomi di China, penundaan belanja publik dan kekeringan.
2. Bank Dunia memangkas pertumbuhan ekonomi Thailand menjadi 2,5% .
Bank Dunia memangkas pertumbuhan ekonomi Thailand tahun 2015 menjadi 2,5%
dari 3,5% sebelumnya, terendah di Asia Timur dan Pasifik, dalam laporan regional
Bank Dunia terbaru yang dirilis pada 5 Oktober 2015.
Pertumbuhan ekonomi Thailand tahun 2016 juga dipotong menjadi 2% dari 4% pada
perkiraan sebelumnya di bulan April 2015.
Bank Dunia juga memangkas perkiraan pertumbuhan tahun 2015 dan 2016 untuk
kawasan ini, berdasar resiko penurunan tajam di China dan kemungkinan spillovers
dari kenaikan suku bunga Amerika Serikat (AS).
Dalam kasus Thailand, Bank Dunia mengatakan bahwa konsumsi rumah tangga dan
investasi swasta diperkirakan pulih hanya sedikit, sementara belanja publik
memberikan kontribusi hampir setengah dari pertumbuhan tahun 2015.
Penerimaan dari sektor pariwisata diharapkan mencatat pertumbuhan yang kuat, dalam
konteks stabilitas politik kondusif.
Ekspor barang hanya tumbuh kurang dari 1% dalam dolar karena harga ekspor utama
jatuh, dan permintaan dari China dan ASEAN melemah. Sedangkan, impor barang
terus berkontraksi karena harga impor BBM.
Tantangan utama Thailand adalah lingkungan global yang tidak pasti sehingga
mempengaruhi ekspor Thailand, dan stabilitas internal. Dalam kasus perlambatan dari
ekonomi China, dan volatilitas keuangan global, sebagian besar akan mempengaruhi
perdagangan Thailand (karena China menyumbang 12% dari total ekspor, serta 8%
dari total arus masuk FDI), dan dapat menghambat pemulihan ekonominya.
Namun, pemerintah masih memiliki ruang moneter dan fiskal untuk keadaan ini.
3. TFFA membantah tuduhan impor udang secara ilegal dari Indonesia.
Produsen Makanan Beku Thailand (Thai Frozen Food Assaociation/TFFA)
membantah tuduhan Departemen Pertanian dan Koperasi yang mengimpor udang
segar secara ilegal dari Indonesia.
Kementerian menyatakan di media bahwa anggota TFFA mengatasi masalah
kekurangan pasokan bahan bakunya, dengan mengimpor udang segar dari Indonesia.
Meskipun, adanya larangan impor dari pemerintah karena wabah sindrom kematian
dini (EMS) di beberapa negara.
Namun, pernyataan pemerintah itu dibantah TFFA. Menurut TFFA, anggotanya tidak
mengimpor udang dari Indonesia, meskipun kekurangan pasokan. Karena pemerintah
Thailand memungkinkan impor udang dingin, jadi TFFA masih memiliki sumber
bahan untuk pengolahan udang. Pemerintah menggunakan peraturan menteri tahun
2010, untuk melarang sementara impor udang segar selama wabah EMS.
TFFA mengakui beberapa perusahaan pengolahan udang Thailand meminta
pemerintah mengizinkan impor dari Indonesia, meskipun wabah EMS ada.
Penyebaran EMS menyebabkan output udang dari Thailand berkurang, dari rata-rata
500.000 ton per tahun selama dekade terakhir, menjadi hanya 250.000 ton.
Anggota TFFA membutuhkan sekitar 300.000 - 350.000 ton per tahun untuk melayani
permintaan pabrik-pabrik udang beku. Solusinya dengan mengimpor dari India,
Vietnam dan Ekuador.
Untuk 9 bulan pertama, Thailand mengimpor 9.318 ton udang segar, dingin dan beku
senilai 2,5 miliar baht, turun dari 9.474 ton pada tahun-tahun sebelumnya, senilai 2,6
miliar baht. Pasokan udang lokal selama periode itu sebanyak 159.358 ton.
Untuk mengatasi penurunan harga udang, TFFA mendirikan sebuah panel publik dan
swasta untuk bekerja pada struktur yang tepat dalam jangka panjang. Komite publik
dan swasta memiliki tiga pejabat senior pemerintah, asosiasi petani kunci, eksportir
dan produsen untuk berkolaborasi pada panel yang sama.
Pemerintah harus memilih industri udang untuk langkah-langkah pengelompokan
usaha, guna membedakan bisnis makanan beku dan petani udang untuk mengakses
bantuan pemerintah.
Sektor bisnis sepakat dengan asosiasi tentang cluster bisnis udang karena membantu
Thailand meningkatkan industri, dan bisa memecahkan masalah perikanan di masa
depan. Jika industri udang Thailand menjadi bagian dari skema klaster, pemerintah
akan mampu menyelesaikan kekacauan isu bisnis perikanan.
4. Amerika Serikat memperpanjang hak tarif untuk 11 Item Thailand.
Amerika Serikat memperpanjang Generalised System Preferences (GSP) untuk 11
produk Thailand selama satu tahun lagi, yang membantu eksportir Thailand
menghemat setidaknya Bt 70 juta tarif impor.
Menteri Perdagangan Apiradi Tantraporn mengatakan 9 produk yang diperpanjang AS
dengan memberi hak istimewa tarif meskipun memiliki lebih dari 50% pasar impor,
tetapi tidak melebihi batas nilai. Hak istimewa juga diperluas untuk dua produk,
meskipun mereka melampaui batas baik pangsa pasar dan nilai. Perpanjangan tarif
mulai efektif pada 1 Oktober 2015.
Produk yang termasuk antara lain anggrek segar, durian segar, pepaya kering, asam
kering, jagung diproses, buah-buahan yang diawetkan, pepaya olahan, makanan
olahan, boneka keramik, kelapa olahan, dan kawat tembaga. (bth)
Sumber : Laporan Atdag Bangkok, Thailand, September 2015
Download