(cra) terhadap kemampuan komunikasi matematis

advertisement
PENGARUH PENDEKATAN CONCRETEREPRESENTASIONAL-ABSTRACT (CRA) TERHADAP
KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA
(Penelitian Quasi Eksperimen di Kelas VII SMP Al – Hasra)
Skripsi
DiajukankepadaFakultasIlmuTarbiyahdanKeguruan
untukMemenuhi Salah SatuSyaratMencapaiGelarSarjana
Pendidikan
Oleh:
DewantiMustika Sari
NIM 1110017000099
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2015
ABSTRAK
DEWANTI MUSTIKA SARI (NIM: 1110017000099). Pengaruh Pendekatan
Concrete-Representational-Abstract
(CRA)
terhadap
Kemampuan
Komunikasi Matematis Siswa (Kuasi Eksperimen di SMP Al-Hasra Depok).
Tujuan penelitian ini adalah: (1) mengkaji dan menganalisis kemampuan
komunikasi matematis siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan
Concrete-Representational-Abstarct (CRA), (2) membandingkan kemampuan
komunikasi matematis antara siswa yang dalam pembelajarannya menggunakan
pendekatan
Concrete-Representational-Abstarct
(CRA)
dan
konvensional.
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuasi eksperimen dengan
desain penelitian two group randomized subject posttest only. Teknik cluster
random sampling digunakan untuk menentukan 2 kelas sebagai sampel penelitian,
dengan kelas 7.1 sebagai eksperimen dan kelas 7.2 sebagai kelas kontrol. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa kelompok eksperimen mendapatkan nilai rata-rata
80,71 dan nilai rata-rata kelas kontrol sebesar 66,67. Berdasarkan uji hipotesis
dengan menggunakan analisis Independent Sample T Test, P-value < α sehingga
H0 ditolak. Kesimpulan dari penelitian ini menunjukkan bahwa penerapan
pendekatan Concrete-Representational-Abstract (CRA) dapat meningkatkan
kemampuan komunikasi matematis siswa.
Kata Kunci: Komunikasi Matematis, Concrete – Representational – Abstract
(CRA).
i
ABSTRACT
DEWANTI MUSTIKA SARI (NIM: 1110017000099), The Effect of Concrete
– Representational – Abstract (CRA) to Students Mathematical Communication
Skill (Quasi Experiments research at SMP Al-Hasra Depok)
The purpose of the study are : (1) inspect and analyze how students mathematical
communication skill who are thought using Concrete – Representational –
Abstract and the conventional learning. (2) compare students mathematical
communication skill who are thought using Concrete – Representational –
Abstract with the conventional learning. The methods of study is used a quasiexperimental method with the research design by two group randomized subject
post-test only. Cluster Random Sampling technique used to determine 2 group,
7.1 for experimental group and 7.2 for control group. The results of this study
indicates that experimental group obtained the average is Xe=80,71 and control
group is Xk =66,6. Based on hypothesis with Independent Sample T Test analyze,
P-value < α H0 was rejected. The result of this research shows that the
application of Concrete-Representational-Abstract (CRA) could increase the
student’s mathematical communication skill.
Keyword: Mathematical Communication, Concrete – Representational – Abstract
(CRA).
ii
KATA PENGANTAR
‫ﺑﺴﻢ اﷲ اﻟﺮّﺣﻤﻦ اﻟﺮّﺣﯿﻢ‬
Puji sukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat serta
karunia nikmatNya yang tiada batas sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Pengaruh Pendekatan Concrete-Representational-Abstract (CRA)
terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa” ini dengan baik. Sholawat
dan salam semoga selalu tercurahkan atas baginda Nabi Muhammad SAW, yang
telah memberikan cahaya dalam hidup penulis berupa cahaya Islam.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan. Walaupun waktu, tenaga dan pikiran
telah diperjuangkan dengan segala keterbatasan kemampuan yang penulis miliki,
demi terselesaikannya skripsi ini agar bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya.
Ucapan terima kasih yang tak terhingga atas bimbingan, pengarahan,
dukungan serta bantuan dari berbagai pihak kepada penulis dalam menyelesaikan
skripsi ini. Untuk itu penulis sangat berterima kasih kepada yang terhormat:
1. Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A. dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. Kadir, M.Pd, Selaku Ketua Jurusan Pendidikan Matematika Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Abdul Muin, S.Si, M.Pd, Sebagai sekretaris Jurusan Pendidikan
Matematika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
4. Ibu Dra. Afidah Mas’ud, selaku Dosen Pembimbing Akademik Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
iii
5.
Ibu Gelar Dwirahayu, M.Pd. dosen pembimbing I yang selalu sabar dan teliti
dalam mengoreksi dan membimbing penulis dalam membuat skripsi ini.
6.
Ibu Eva Musyrifah, S.Pd, M.Si, Selaku Dosen Pembimbing II yang selalu
memberikan bimbingan dan arahan dalam penulisan skripsi ini.
7.
Pimpinan dan seluruh staf Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Ilmu
Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
8.
Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan pada
umumnya dan Jurusan Pendidikan Matematika khususnya yang telah
memberikan kontribusi pemikiran melalui pengajaran dan diskusi yang berkaitan
dengan skripsi ini.
9.
Andi Suhandi, S.Pd selaku Kepala Sekolah SMP Al-Hasra Depok, serta segenap
guru dan karyawan sekolah yang telah memberikan kesempatan kepada penulis
untuk mengadakan penelitian.
10. Paling istimewa untuk ayahanda dan Ibunda tercinta yang nuraninya mengalir
indah dalam darahku, yang telah tulus merawat, membesarkan, mendidik, dan
mencurahkan kasih sayang serta tak bosan-bosannya memberikan dukungan
moril, materil, semangat dan do’a untuk penulis.
11. Kakak ku Aji Purnomo dan adik ku Caca Wulandari yang selalu memberikan
semangat kepada penulis.
12. Sahabat terkasih Jahra, Pance, Depi, Henoy, Dije, Pature, Idoy, Mae, Anis, dan
M. Rian, terima kasih karena selalu menebar canda tawa, keisengan, serta
semangat kebersamaannya, together we can yosha.
13. Teman-teman seperjuangan Jurusan Pendidikan Matematika Angkatan ’10,
Sparta, Wasabi, dan terutama Cuspid. Terima kasih atas kebersamaan dan
bantuannya selama ini baik langsung maupun tidak langsung.
iv
Penulis berharap dan berdo’a kepada Allah SWT, agar seluruh pengorbanan
yang telah diberikan kepada penulis, akan mendapatkan balasan yang setimpal
disisiNya, jazakumullah akhsanal jaza.
Jakarta, Mei 2015
Penulis,
Dewanti Mustika Sari
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK .....................................................................................................
i
ABSTRACT ....................................................................................................
ii
KATA PENGANTAR.................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................. vi
DAFTAR TABEL .......................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR......................................................................................
x
DAFTAR GRAFIK ........................................................................................ xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii
BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................
1
B. Identifikasi Masalah ......................................................................
8
C. Pembatasan Masalah......................................................................
9
D. Perumusan Masalah .......................................................................
9
E. Tujuan Penelitian ........................................................................... 10
F. Manfaat Penelitian ......................................................................... 10
BAB II DESKRIPSI TEORETIS, KERANGKA BERPIKIR DAN
HIPOTESIS PENELITIAN ............................................................. 11
A. Deskripsi Teoretis.......................................................................... 11
1. Pendekatan Pembelajaran Concrete-Representational-Abstract
(CRA) ………………………………………………………….. 11
a. Pengertian Pendekatan Pembelajaran………………………. 11
b. Pendekatan Pembelajaran Concrete-RepresentationalAbstract (CRA) ................................................................... 12
c. Tahapan Pendekatan Pembelajaran ConcreteRepresentational-Abstract (CRA) ....................................... 14
2. Kemampuan Komunikasi Matematis.…………………………... 17
a. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis………….... 17
b. Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis…………….. 21
3. Pendekatan Konvensional………………………………………. 23
vi
B. Hasil Penelitian yang Relevan ........................................................ 24
C. Kerangka Berpikir………………………………………………… 25
D. Hipotesis Penelitian ....................................................................... 28
BAB III METODOLODI PENELITIAN...................................................... 29
A. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 29
B. Metode dan Desain Penelitian ........................................................ 29
C. Populasi dan Sampel ...................................................................... 30
D. Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 31
E. Instrumen Penelitian ...................................................................... 32
F. Analisis Instrumen ......................................................................... 33
1. Validitas Instrumen ................................................................... 33
2. Reliabilitas Instrumen ............................................................... 35
3. Taraf Kesukaran ........................................................................ 35
4. Daya Pembeda .......................................................................... 37
G. Teknik Analisis Data ..................................................................... 38
1. Uji Prasyarat ............................................................................. 38
a. Uji Normalitas ...................................................................... 38
b. Uji Homogenitas Varians...................................................... 40
2. Uji Hipotesis ............................................................................. 40
H. Hipotesis Statistik......................................................................... 41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................ 42
A. Deskripsi Data .............................................................................. 42
1. Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas Eksperimen.. 44
2. Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas Kontrol ........ 45
B. Analisis Data ................................................................................. 46
1. Uji Normalitas Posttest Kelas Eksperimen dan Kontrol ............. 47
2. Uji Homogenitas Data ............................................................... 47
3. Uji Hipotesis............................................................................. 48
C. Pembahasan Hasil Penelitian ......................................................... 49
1. Kemampuan Komunikasi Matematis pada Aspek Written Text . 55
vii
2. Kemampuan Komunikasi Matematis pada Aspek Mathematical
Expression ................................................................................ 57
D. Keterbatasan Penelitian ................................................................. 61
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 62
A. Kesimpulan ................................................................................... 62
B. Saran ............................................................................................. 62
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................... 65
LAMPIRAN-LAMPIRAN
viii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1
Agenda Penelitian .............................................................
29
Tabel 3.2
Kisi-kisi Instrumen Kemampuan Komunikasi Matematis ..
32
Tabel 3.3
Rubrik Penilaian Tes Kemampuan Komunikasi Matematis
33
Tabel 3.4
Hasil Perhitungan Validitas Uji Coba Instrumen................
34
Tabel 3.5
Rekapitulasi Taraf Kesukaran Uji Coba Instrumen ............
36
Tabel 3.6
Rekapitulasi Daya Pembeda Uji Coba Instrumen...............
38
Tabel 4.1
Deskriptif Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematis .
43
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Kemampuan Komunikasi Matematis
Siswa Kelas Eksperimen ...................................................
Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Kemampuan Komunikasi Matematis
Siswa Kelas Kontrol……………………………………….
Tabel 4.4
45
Hasil Uji Normalitas Posttest Kelas Eksperimen dan
Kontrol..............................................................................
Tabel 4.5
44
47
Hasil Uji Kesamaan Dua Rata-rata Kemampuan Komunikasi
Matematis Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ...............
48
Tabel 4.6
Hasil Uji Hipotesis…………………………………………
49
Tabel 4.7
Perbandingan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa
Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ................................
ix
49
DAFTAR GAMBAR
Gambar 4.1
Hasil Pekerjaan Siswa Tahap Concrete..............................
53
Gambar 4.2
Hasil Pekerjaan Siswa Tahap Representational .................
54
Gambar 4.3
Hasil Pekerjaan Siswa Tahap Abstract…………………….
55
Gambar 4.4
Jawaban Siswa Kelas Kontrol pada Aspek Written Text ....
56
Gambar 4.5
Jawaban Siswa Kelas Eksperimen pada Aspek Written Text
56
Gambar 4.6
Jawaban Siswa Kelas Kontrol pada Aspek Mathematical
Expression ........................................................................
Gambar 4.7
58
Jawaban Siswa Kelas Eksperimen pada Aspek
Mathematical Expression ..................................................
x
58
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1
Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Skor Akhir
Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas Kontrol
Grafik 4.2
Grafik 4.3
45
Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Skor Akhir
Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas Kontrol
46
Hasil Pekerjaan Siswa Tahap Abstract…………………….
50
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Pedoman Wawancara ........................................................
68
Lampiran 2
Hasil Wawancara ..............................................................
70
Lampiran 3
RPP Kelas Eksperimen ......................................................
72
Lampiran 4
RPP Kelas Kontrol ............................................................
76
Lampiran 5
LKS Kelas Eksperimen .....................................................
81
Lampiran 6
Kisi-Kisi Instrumen Tes Kemampuan Komunikasi
Matematis .........................................................................
Lampiran 7
Soal Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Komunikasi
Matematis………………………………………………….
Lampiran 8
85
Kunci Jawaban Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan
Komunikasi Matematis......................................................
Lampiran 9
84
87
Hasil Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Komunikasi
Matematis .........................................................................
89
Lampiran 10 Perhitungan Uji Validitas ..................................................
90
Lampiran 11 Hasil Uji Validitas Instrumen ............................................
92
Lampiran 12 Perhitungan Uji Realibilitas...............................................
93
Lampiran 13 Reliabilitas Instrumen .......................................................
94
Lampiran 14 Perhitungan Uji Taraf Kesukaran ......................................
96
Lampiran 15 Taraf Kesukaran Instrumen ...............................................
97
Lampiran 16 Perhitungan Uji Daya Pembeda .........................................
98
Lampiran 17 Daya Pembeda Instrumen ..................................................
99
Lampiran 18 Hasil Rekapitulasi .............................................................
101
Lampiran 19 Skor Kelas Eksperimen .....................................................
102
Lampiran 20 Skor Kelas Kontrol............................................................
104
Lampiran 21 Uji Normalitas, Homogenitas dan Uji T Skor Posttest ......
106
xii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan kebutuhan orang banyak, memiliki peran yang
penting bagi perkembangan suatu individu yang selanjutnya berujung pada
maju dan mundurnya suatu bangsa dan Negara. Pendidikan juga merupakan
suatu proses pembentukan pola pikir manusia yang memungkinkan untuk
tumbuh dan berkembang sesuai dengan kemampuannya. Agar orang-orang
terdidik di masa depan menjadi manusia yang berkualitas diperlukan adanya
reformasi dalam pembelajaran matematika yang telah dicantumkan dalam
kurikulum 2013.
Tingkat
ketercapaian
pelaksanaan
reformasi
pendidikan
dan
pembelajaran matematika tersebut dapat diketahui melalui ketercapaian tujuan
mata pelajaran matematika yang telah dicantumkan dalam salah satu
Kompetensi Inti Kurikulum 2013 yang menyebutkan bahwa peserta didik
diharapkan mampu mengolah, menyaji dan menalar dalam ranah konkret
(menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah
abstrak (menulis, membaca menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai
dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut
pandang/teori.1
Kemampuan yang diharapkan dalam Kompetensi Inti Kurikulum 2013
yang telah dikemukakan di atas tidak lain merupakan pengembangan daya
matematis (mathematical power). Hal ini diungkapkan oleh NCTM yang
dikutip oleh Sumarmo menyatakan, daya matematis adalah kemampuan untuk
mengeksplorasi, menyusun konjektur, dan memberikan alasan secara logis;
kemampuan menyelesaikan masalah non rutin; mengomunikasikan ide
mengenai matematika dan menggunakan matematika sebagai alat komunikasi;
1
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Kurikulum 2013 Kompetensi Dasar Sekolah
Menengah Pertama (SMP) Madrasah Tsanawiyah (MTs), 2013. h. 45
1
2
menghubungkan ide-ide dalam matematika, antar matematika, dan kegiatan
intelektual lainnya. 2 Dengan kata lain daya matematis memuat kemampuan
pemahaman, pemecahan masalah, koneksi, komunikasi dan penalaran
matematis. Sebagai implikasinya, daya matematis merupakan kemampuan
yang perlu dimiliki siswa yang belajar matematika pada jenjang sekolah
manapun.
Mutu pendidikan Indonesia khususnya pada pelajaran matematika
masih rendah. Dapat dilihat dari hasil studi TIMSS (Trends In International
Mathematics and Science Study) tahun 2007. Berdasarkan hasil penelitian
yang dilakukan oleh TIMSS bahwa diantara 58 negara peserta TIMSS, peserta
didik Indonesia berada pada urutan ke-38 dengan skor skala rata-rata
kemampuan matematik siswa secara keseluruhan sebesar 386. Aspek yang
dinilai yaitu pengetahuan dengan skor 378, penerapan dengan skor 384, dan
penalaran dengan skor 386.3 Skor rata-rata Indonesia ini mengalami
penurunan, yang mana pada tahun 2007 skor rata-rata Indonesia yaitu 397.
Hal ini menunjukkan bahwa prestasi matematika di Indonesia menurun.
Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu guru di SMP Al-Hasra
menyatakan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa masih tergolong
rendah. Hal ini dikarenakan siswa tidak dibiasakan dengan soal-soal yang
membutuhkan komunikasi dalam penyelesaiannya.4
Salah satu yang harus ditekankan dalam pembelajaran matematika
adalah kemampuan komunikasi matematis, hal ini dikarenakan matematika
merupakan bahasa dan alat, matematika menggunakan definisi-definisi yang
jelas dan simbol-simbol khusus dan sebagai alat matematika digunakan setiap
orang dalam kehidupannya. Matematika memberi peluang berkembangnya
kemampuan bernalar yang logis, sistematik, kritis dan cermat, kreatif,
menumbuhkan rasa percaya diri, dan rasa keindahan terhadap keteraturan sifat
2
Utari Sumarmo, “Berfikir dan Disposisi Matematik : Apa, Mengapa, dan Bagaimana
Dikembangkan Pada Peserta Didik”. 2010. h. 3
3
Ina V.S. Mullis, et.al., TIMSS 2011 International Results in Mathematics, (USA:
TIMSS & PIRLS International Study Center, 2012), p.150.
4
Hasil Wawancara
3
matematika, serta mengembangkan sifat objektif dan terbuka yang sangat
diperlukan dalam menghadapi masa depan yang selalu berubah.
Menurut The Intended Learning Outcomes (ILOs) yang dikutip
Armiati, komunikasi matematis adalah suatu keterampilan penting dalam
matematika yaitu kemampuan untuk mengekspresikan ide-ide matematika
secara koheren kepada teman, guru dan lainnya secara lisan dan tulisan. 5
Melalui keterampilan
pemahaman
ini siswa
matematika
mengembangkan dan
mereka
bila
mereka
memperdalam
menggunakan
bahasa
matematika yang benar untuk berbicara dan menulis tentang apa yang mereka
kerjakan. Bila siswa berbicara dan menulis tentang matematika, mereka
mengklarifikasi ide-ide mereka dan belajar bagaimana membuat argumen
yang meyakinkan dan merepresentasikan ide-ide matematika secara verbal,
gambar dan simbol.
Kemampuan
dikembangkan
komunikasi
karena
matematika
mencakup
siswa
kemampuan
penting
untuk
mengkomunikasikan
pemahaman konsep, penalaran, dan pemecahan masalah sebagai tujuan
pembelajaran matematika. Matematika yang dipelajari di sekolah adalah
matematika
yang
materinya
dipilih
sedemikian
rupa
agar
mudah
dialihfungsikan kegunaannya dalam kehidupan siswa yang mempelajarinya.
Dalam
pembelajaran
matematika,
seorang
siswa
yang
sudah
mempunyai kemampuan pemahaman matematis dituntut juga untuk bisa
mengkomunikasikannya, agar pemahamannya tersebut bisa dimengerti oleh
orang lain. Dengan mengkomunikasikan ide-ide matematisnya kepada orang
lain, seorang siswa bisa meningkatkan pemahaman matematisnya. Seperti
yang diungkapkan Huggins yang dikutip Abdul bahwa untuk meningkatkan
pemahaman konseptual matematis, siswa bisa melakukannya dengan
mengemukakan ide-ide matematisnya kepada orang lain. 6 Komunikasi
5
Armiati, “Komunikasi Matematis dan Kecerdasan Emosional” dalam Seminar
Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY.
5 Desember 2009. h. 271
6
Abdul Qohar, “Pengembangan Instrumen Komunikasi Matematis Untuk Siswa SMP”
dalam Lomba dan Seminar Matematika. h. 45
4
merupakan suatu cara berbagi ide dan mengklarifikasi pemahaman. Melalui
komunikasi, ide-ide menjadi obyek refleksi, diskusi, dan pengembangan.
Proses komunikasi juga membangun makna dan kekokohan ide. Ketika siswa
ditantang berfikir dan bernalar tentang matematika dan mengkomunikasikan
hasilnya kepada yang lain secara verbal ataupun tertulis, mereka belajar untuk
menjadi lebih memahami dan lebih yakin. 7
Komunikasi diperlukan untuk memahami ide-ide matematika secara
benar. Kemampuan komunikasi yang lemah akan berakibat pada lemahnya
kemampuan-kemampuan matematika yang lain.8 Siswa yang memiliki
kemampuan komunikasi matematis yang baik akan dapat membuat
representasi yang beragam, hal ini akan lebih memudahkan dalam menemukan
alternatif-alternatif
penyelesaian
yang
berakibat
pada
meningkatnya
kemampuan menyelesaikan permasalahan matematika. Oleh karena itu, siswa
perlu dibiasakan dalam pembelajaran untuk memberikan argumen terhadap
setiap jawabannya serta memberikan tanggapan atas jawaban yang diberikan
oleh orang lain, sehingga apa yang sedang dipelajari menjadi bermakna
baginya.
Mengembangkan kemampuan komunikasi matematis sejalan dengan
paradigma baru pembelajaran matematika. Pada paradigma lama, guru lebih
dominan dan hanya bersifat mentransfer ilmu pengetahuan kepada siswa,
sedangkan para siswa dengan diam dan pasif menerima transfer pengetahuan
dari guru tersebut. Namun pada paradigma baru pembelajaran matematika,
guru adalah manajer belajar dari masyarakat belajar di dalam kelas, guru
mengkondisikan agar siswa aktif berkomunikasi dalam belajarnya. Guru
membantu siswa untuk memahami ide-ide matematis secara benar serta
meluruskan pemahaman siswa yang kurang tepat.
7
Hamdani, “Pengembangan Pembelajaran Dengan Mathematichal Discourse dalam
Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik pada Siswa Sekolah Menengah Pertama”
dalam Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan
Matematika FMIPA UNY. 2009. h.164
8
Abdul Qohar, op.cit, h. 45
5
Namun demikian, mendesain pembelajaran sedemikian sehingga siswa
aktif berkomunikasi tidaklah mudah. Dalam suatu wawancara yang dilakukan
peneliti dengan salah satu guru matematika SMP Al-Hasra Depok terungkap
bahwa siswa masih kurang baik dalam melakukan komunikasi, baik
komunikasi secara lisan atau tulisan. Siswa kesulitan untuk mengungkapkan
pendapatnya, walaupun sebenarnya ide dan gagasan sudah ada di pikiran
mereka. Guru menduga bahwa siswa takut salah dalam mengungkapkan
gagasan-gagasannya, disamping itu siswa juga kurang terbiasa dengan soalsoal yang memerlukan komunikasi matematis dalam penyelesaiannya,
misalnya “Pak Ali mempunyai kebun berbentuk persegi panjang dengan
ukuran lebar 8 m dan panjangnya 10 m. Seperempat bagian kebun ditanami
kol, seperenam bagian kebun ditanami cabe dan sisanya ditanami jagung. a)
Gambarlah sketsa kebun pak Ali seluruhnya dan bagian kebun yang ditanami
kol, cabe dan jagung. b) hitung luas kebun seluruhnya dan luas kebun kol,
kebun cabe, dan kebun jagung.”9 soal-soal seperti ini yang masih
membingungkan siswa. Pada soal ini siswa masih merasa bingung untuk
menentukan luas kebun yang ditanami cabe, kol, dan jagung. Karena biasanya
siswa hanya mengerjakan soal yang tidak memerlukan komunikasi matematis
dalam penyelesaiannya.
Penyebab rendahnya kemampuan komunikasi matematis siswa adalah
pendekatan yang digunakan dalam proses pembelajaran bersifat konvensional,
yaitu pendekatan yang dalam pembelajarannya menjadikan guru sebagai pusat
pembelajaran. Guru menjelaskan materi sedangkan siswa hanya duduk dan
mendengarkan penjelasan guru sambil mencatat. Hal ini terjadi pada hampir
setiap materi yang diajarkan, akibatnya pembelajaran menjadi monoton dan
menyebabkan motivasi siswa untuk belajar matematika menjadi berkurang.
Siswa akan merasa jenuh dengan pola pembelajaran yang sama terus menerus.
Pada akhirnya, siswa hanya mengikuti proses pembelajaran sebagai rutinitas
tanpa diiringi dengan kesadaran untuk menambah ilmu atau keterampilan.
9
Utari Sumarmo, “Mengembangkan Instrumen Untuk Mengukur High Order
Mathematical Thinking Skilss dan Affective Behavior”, Makalah disajikan dalam Workshop
Pendidikan Matematika di Universitas Islam Negeri Jakarta. 22 Oktober 2014, h. 9
6
Aktivitas siswa di kelas hanya memerhatikan penjelasan guru tanpa
berperan aktif selama proses pembelajaran. Pembelajaran matematika yang
melibatkan siswa secara aktif akan menyebabkan siswa dapat menggunakan
kemampuan matematikanya secara optimal dalam menyelesaikan masalah
matematika. Guru harus membangun komunitas dimana para siswa merasa
bebas mengekspresikan ide mereka dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan
melalui berbagai aktivitas salah satunya berkomunikasi.
Begitu pentingnya kemampuan komunikasi matematis karena berkaitan
dengan peningkatan pemahaman konseptual matematis, sehingga para guru
perlu menerapkan suatu pendekatan khusus untuk menciptakan suatu
pembelajaran yang efektif yang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi
matematis siswa. Pendekatan tersebut meliputi langkah-langkah guru dalam
penyampaian materi, dan bagaimana peranan guru untuk membelajarkan
siswa. Salah satu pendekatan yang memungkinkan adalah pendekatan
Concrete Representational Abstract (CRA).
Pendekatan
matematika
yang
CRA
merupakan
instruksi
dalam
pembelajaran
menggabungkan representasi visual.
CRA adalah
pendekatan yang memiliki tiga bagian instruksional yang memungkinkan
guru menggunakan Concrete (seperti chip berwarna, angka geometris, pola
blok, kubus, dan aktivitas langsung siswa) untuk model konsep matematika
yang
harus
dipelajari,
kemudian
menunjukkan
konsep
melalui
Representational (seperti menggambar bentuk), dan yang terakhir adalah
Abstract atau simbolis (seperti angka, notasi, atau simbol matematika
lainnya).10
Pendekatan CRA menggunakan suatu model sebagai jembatan
pemahaman siswa. Dengan pendekatan ini, guru dapat memberikan
kesempatan mempraktikkan dan mendemonstrasikan untuk membantu siswa
dalam mencapai kemampuan komunikasi matematis. Aktivitas yang langsung
dikerjakan oleh siswa dapat membantu pemahaman materi ajar dan ingatan
yang lama pada otak. Model juga mampu mengeluarkan ide-ide matematis
10
Kathlyn Steedly et al., Effective Mathematics Instruction.(NICHCY, 2008), p.8.
7
siswa dalam berpikir. De Walle mengemukakan bahwa model dapat
memainkan peran yang sama untuk menguji ide-ide yang muncul. 11 Dengan
pendekatan ini siswa dapat merepresentasikan ide-ide matematis dalam
simbol-simbol matematika dengan benar
sehingga dapat menyelesaikan
persoalan matematika dengan tepat.
Ada dua pandangan penting menurut Freudenthal yaitu matematika
dihubungkan dengan realitas dan matematika dipandang sebagai aktivitas
manusia.12 Berdasarkan dua pandangan tersebut, maka matematika harus
diusahakan dekat dengan kehidupan siswa, harus dikaitkan dengan kehidupan
sehari-hari, dan bila memungkinkan real bagi siswa. Siswa harus diberi
kesempatan yang leluasa untuk belajar melakukan aktivitas matematik atau
matematisasi.
Berdasarkan uraian tersebut, pendekatan CRA sangat cocok dalam
menunjang kemampuan komunikasi matematis siswa. Hal ini dikarenakan
dalam tahap pengajaran CRA guru memulai dengan pemodelan konsep
matematika dengan benda konkret, kemudian tahap selanjutnya guru
mengubah model menjadi tahap representasi (semikonkret) dan diakhiri
memodelkan konsep matematika dengan hanya menggunakan angka, notasi,
dan simbol matematika. Penerapan tahap konkret lalu ke tahap representasi
dan diakhiri dengan tahap abstrak mengajarkan siswa untuk mengasah
kemampuan komunikasi matematisnya. Karena untuk mengubah suatu
konsep matematik dengan benda konkret menjadi semikonkret siswa harus
mengekspresikan ide-ide matematisnya. Selanjutnya mengubah semikonkret
menjadi abstrak, siswa diharuskan mengkomunikasikan tahap representasi
dengan menggunakan angka, notasi, dan simbol matematika.
11
John A. Van De Walle, Matematika Sekolah Dasar dan Menengah Jilid 2. (Jakarta:
Erlangga, 2006), h. 37
12
Trisnawati, dan Dwi Astuti, “Upaya Meningkatkan Kemampuan Komunikasi
Matematis Siswa Kelas VII Dalam Pembelajaran Matematika Dengan Pendekatan Realistic
Mathematics Education (RME) di SMP Negeri 1 Muntilan”, Makalah disajikan dalam Seminar
Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika di Universitas Negeri Yogyakarta, 9 November
2013, h. 611
8
Pembelajaran dengan pendekatan CRA dapat berhasil diterapkan
karena, adanya interaksi antara benda konkret dengan representasi gambargambar yang dapat meningkatkan kemungkinan bagi siswa untuk mengingat
dan memilih prosedur yang tepat untuk memecahkan masalah matematika.
Siswa lebih mungkin untuk menghafal, menulis, dan mengambil informasi
ketika informasi disajikan dalam format multiindrawi: visual, auditorally,
tactilely, dan kinesthetically. Menggunakan benda-benda konkret dan
mengaitkannya dengan representasi gambar yang dijelaskan dalam program
ini akan membantu siswa mendapatkan akses tambahan untuk memunculkan
ide-ide saat menemukan kesulitan dalam pembelajaran abstrak. Bahkan,
ketika siswa disajikan dengan pertanyaan-pertanyaan abstrak dalam
matematika, mereka dapat kembali ke level sebelumnya (konkret atau
representasi) untuk memecahkan masalah.
Dari beberapa uraian latar belakang di atas, penulis tertarik untuk
meneliti mengenai “Pengaruh Pendekatan Concrete-RepresentationalAbstract (CRA) Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa
SMP”. Pendekatan ini diharapkan bisa menjembatani siswa untuk memahami
konsep
dan
mampu
mengeluarkan
ide-ide
matematisnya
sehingga
kemampuan komunikasi matematisnya bisa meningkat.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka dapat
diidentifikasi permasalahan sebagai berikut:
1. Siswa kesulitan untuk mengungkapkan pendapatnya.
2. Siswa takut salah dalam mengungkapkan gagasan-gagasannya.
3. Siswa kurang terbiasa dengan soal-soal yang memerlukan komunikasi
matematis dalam penyelesaiannya, sehingga kemampuan komunikasi
matematis yang dimiliki siswa masih rendah.
4. Guru lebih dominan dan hanya bersifat mentransfer ilmu pengetahuan
kepada siswa.
9
5. Pendekatan pembelajaran yang digunakan masih berpusat pada guru
sehingga kurang efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran.
C. Pembatasan Masalah
Agar penelitian lebih terarah dan mengingat permasalahan yang cukup
luas, maka perlu dilakukan pembatasan masalah. Masalah akan dibatasi pada:
1. Pendekatan pembelajaran yang digunakan adalah pendekatan Concrete
Representational Abstract (CRA). Pendekatan CRA mengajarkan siswa
melalui tiga tahap belajar, yaitu: (1) konkret, (2) representasi, dan (3)
abstrak. Pengajaran dengan CRA adalah tiga tahap proses pembelajaran
dimana siswa memecahkan masalah matematika melalui manipulasi fisik
benda konkret atau aktivitas langsung, diikuti dengan pembelajaran
melalui representasi bergambar dari aktivitas langsung maupun manipulasi
benda konkret, dan diakhiri dengan pemecahan masalah matematika
melalui notasi abstrak.
2. Kemampuan komunikasi matematis pada penelitian ini adalah kemampuan
komunikasi matematis dengan indikator :
a. Written Text, yaitu memberikan jawaban dengan menggunakan bahasa
sendiri untuk mengekspresikan ide-ide matematika, menjelaskan ide,
dan situasi matematik.
b. Mathematical Expression, yaitu menyatakan peristiwa sehari-hari
dalam konsep matematika.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah diatas maka dapat
dirumuskan sebagai berikut: “Apakah pendekatan Concrete-RepresentasionalAbstract (CRA) dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematis
siswa SMP?”
10
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan uraian diatas, tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengkaji dan menganalisis kemampuan komunikasi matematis siswa
yang
pembelajarannya
menggunakan
pendekatan
Concrete
Representational Abstarct (CRA).
2. Membandingkan kemampuan komunikasi matematis antara siswa yang
dalam
pembelajarannya
menggunakan
pendekatan
Concrete
Representational Abstarct (CRA) dan siswa yang pembelajarannya
dilakukan secara konvensional.
F. Manfaat Penelitian
Peneliti berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi:
1. Peneliti,
dapat
memperluas wawasan tentang
cara pembelajaran
matematika dengan menggunakan pendekatan Concrete Representational
Abstarct (CRA).
2. Siswa, mendapatkan pengalaman belajar matematika melalui pendekatan
Concrete
Representational
Abstarct
(CRA)
dapat
meningkatkan
kemampuan komunikasi matematis siswa.
3. Guru, pendekatan Concrete Representational Abstarct (CRA) dapat
menjadi pendekatan pembelajaran yang dapat diaplikasikan dalam
menigkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa.
4. Sekolah,
hasil
penelitian
ini
dapat
dijadikan
referensi
untuk
mengembangkan atau menerapkan pendekatan Concrete Representational
Abstarct (CRA) dikelas-kelas lain.
5. Pembaca,
pendekatan
dapat
memberi
Concrete
gambaran/informasi
Representational
Abstarct
kemampuan komunikasi matematis siswa SMP.
tentang
(CRA)
penerapan
terhadap
BAB II
DESKRIPSI TEORITIS, KERANGKA BERPIKIR
DAN HIPOTESISPENELITIAN
A. Deskripsi Teoritis
1. Pendekatan Pembelajaran Concrete-Representasional-Abstract (CRA)
a. Pengertian Pendekatan Pembelajaran
W. Gulo mengemukakan bahwa, pendekatan pembelajaran adalah suatu
pandangan
dalam
mengupayakan
cara
siswa
berinteraksi
dengan
lingkungannya. 1 Sedangkan menurut Sanjaya “pendekatan dapat diartikan
sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran.
Istilah pendekatan merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses
yang sifatnya masih sangat umum”. 2
Berdasarkan kajian terhadap pendapat ini, maka pendekatan merupakan
titik tolak atau sudut pandang terhadap pembelajaran untuk pembentukan
suatu ide dalam memandang suatu masalah atau objek kajian. Pendekatan
akan menentukan arah pelaksanaan ide tersebut untuk menggambarkan
perlakuan yang diterapkan terhadap masalah atau objek kajian yang akan
dipelajari.
Roy Kellen mencatat bahwa terdapat dua pendekatan dalam
pembelajaran, yaitu pendekatan yang berpusat pada guru (teachers-centered
approaches) dan pendekatan yang berpusat pada siswa (student-centered
approaches).3
Pendekatan pembelajaran berorientasi pada guru yaitu pembelajaran
yang menempatkan siswa sebagai objek dalam belajar dan kegiatan belajar
bersifat klasik atau konvensional.Pendekatan ini memiliki ciri bahwa
pengelolaan pembelajaran ditentukan sepenuhnya oleh guru.Peran siswa
1
Eveline Siregar, Hartini Nara, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Bogor: Ghalia
Indonesia, 2010), cet. 1, h. 75
2
Rusman, Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru, (Jakarta:
Rajagrafindo Persada, 2012), cet. 2, h. 380
3
Ibid, h. 380
11
12
dalam pendekatan ini hanya melakukan aktivitas sesuai dengan petunjuk
guru.Siswa hampir tidak memiliki kesempatan untuk melakukan aktivitas
sesuai
dengan
minat
dan
keinginannya.Selanjutnya
pendekatan
ini
menurunkan strategi pembelajaran langsung (direct instruction), pembelajaran
deduktif dan pembelajaran ekspositori.4
Sedangkan pendekatan pembelajaran berorientasi pada siswa adalah
pendekatan
pembelajaran
yang
menempatkan
siswa
sebagai
subjek
belajar.Pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada siswa, manajemen,
dan pengelolaannya ditentukan oleh siswa.Pada pendekatan ini siswa memiliki
kesempatan yang terbuka untuk melakukan kreativitas dan mengembangkan
potensinya melalui aktivitas secara langsung sesuai dengan minat dan
keinginannya.Pendekatan ini, selanjutnya menurunkan strategi pembelajaran
discoverydan inquiryserta strategi pembelajaran induktif, yaitu pembelajaran
yang berpusat pada siswa.Pada strategi ini peran guru hanya sebagai
fasilitator, pembimbing sehingga kegiatan belajar siswa menjadi lebih
terarah.5
b. Pendekatan Pembelajaran Concrete-Representasional-Abstract (CRA)
Pendekatan Concrete-Representasional-Abstract (CRA).pertama kali
digunakan oleh Mercer dan Miller. Mereka menggunakan pendekatan CRA
untuk mengajarkan konsep dasar penjumlahan, pengurangan, perkalian dan
pembagian pada anak yang mengalami kesulitan belajar matematika. Secara
signifikan siswa yang diajarkan dengan pendekatan CRA memperoleh hasil
yang lebih baik daripada siswa yang diajarkan dengan pendekatan
konvesional.6
Kemudian penelitian terhadap
pendekatan
CRA terus
dikembangkan oleh peneliti yang lain. Bradley S. Witzel dalam penelitiannya
mengemukakan
4
pendekatan
instruksional
Concrete-Representasional-
Rusman, Deni Kurniawan, Cepi Riyana, Pembelajaran Berbasis Tekhnologi Informasi
dan Komunikasi Mengembangkan Profesionalitas Guru, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2013),
cet. 3, h. 45
5
Ibid., h. 46
6
Margaret M. Flores, Teaching Substraction with Regrouping to Students Experiencing
Difficulty in Mathematics, Journal of Mathematics, 2009, p. 145.
13
Abstract(CRA) yang terdiri dari tiga tahapan, yaitu: Concrete (belajar melalui
benda-benda nyata) – Representasional (belajar melalui perwakilan gambar) –
Abstract (belajar melalui notasi abstrak).7
Pendekatan CRA merupakan instruksi dalam pembelajaran matematika
yang menggabungkan representasi visual. CRA adalah pendekatan yang
memiliki tiga bagian instruksional yang memungkinkan guru menggunakan
Concrete (seperti chip berwarna, angka geometris, pola blok, atau kubus, serta
aktivitas langsung yang dilakukan oleh siswa) untuk model konsep
matematika yang harus dipelajari, kemudian menunjukkan konsep melalui
Representational (seperti menggambar bentuk), dan yang terakhir adalah
Abstract atau simbolis (seperti angka, notasi, atau simbol matematika
lainnya).8
Pendekatan CRA menggunakan suatu model atau alat peraga sebagai
jembatan pemahaman siswa.Dengan pendekatan ini, guru dapat memberikan
kesempatan kepada para siswa untukmempraktikkan dan mendemonstrasikan
model atau alat peraga tersebut dalam mencapai kemampuan komunikasi
matematis.Aktivitas tersebut dapat membantu pemahaman materi ajar dan
ingatan yang lama pada otak.Model juga mampu mengeluarkan ide-ide
matematis siswa dalam berpikir.
Selain itu, tujuan dari pendekatan CRA ini sendiri adalah untuk
memperkuat pemahaman konsep matematika siswa yang mereka pelajari.
Ketika siswa yang mempunyai masalah matematika diizinkan untuk
mengembangkan pemahaman matematika secara konkret mereka akan lebih
memahami konsep pada level abstrak.
7
Bradley S. Witzel, “Using CRA to Teach Algebra to Students with Math Difficulties in
Inclusive Settings”. Learning Disabilities: A Contemporary Journal 3(2), 2005, p. 50
8
Kathlyn Steedly, Kyrie Dragoo, Sousan Arafeh and Stephen D.Luke, Effective
Mathematics Instruction. NICHCY. 2008. p.8.
14
c. Tahapan
Pendekatan
Pembelajaran
Concrete-Representasional-
Abstract (CRA)
Pendekatan CRA mengajarkan siswa melalui tiga tahap belajar, yaitu:
(1) konkret, (2) representasi,dan (3) abstrak.9 Berikut akan dipaparkan lebih
lanjut mengenai ketiga tahap tersebut.
1) Concrete
Concrete yaitu tahapan “melakukan” dengan menggunakan objek
konkret menjadi suatu model permasalahan. Pada tahap ini setiap konsep
matematika dimodelkan dengan bahan konkret (misalnya chip berwarna,
pola blok, kubus, balok dll). 10 Pembelajaran concrete memberikan banyak
kesempatan kepada siswa untuk berlatih dan menunjukkan penguasaan
memanipulasi benda-benda konkret atau melakukan aktivitas langsung
yang berkaitan dengan konsep matematika sehingga dapat memecahkan
masalah. Bagi siswa yang memiliki masalah dalam belajar matematika,
guru melakukan pemodelan eksplisit menggunakan benda-benda konkret
yang spesifik untuk memecahkan masalah matematika tersebut.
Pada tahap “melakukan” ini, siswa secara berkelompok mencari
informasi yang dibutuhkan untuk membuat suatu model permasalahan dari
konsep statistika. Dengan cara mewawancarai responden atau pun
observasi untuk mendapatkan data dan menjadikannya suatu model
permasalahan matematika yang kemudian dapat diselesaikan.
2) Representasional
Selanjutnya adalah tahapan
representasi
atau
benda
“melihat” dengan
semikonkret
menjadi
menggunakan
suatu
model
permasalahan.Pada tahap ini konsep matematika dimodelkan pada tingkat
representasional (semikonkret) yang melibatkan gambar yang mewakili
objek konkret yang digunakan sebelumnya.
9
Susan P. Miller and Meghan Kennedy, Using the Concrete-Representational-Abstract
Sequence with Integrated Strategy Instruction to Teach Subtraction with Regrouping to Students
with Learning Disabilities,Learning Disabilities Research & Practice, 27(4), 152-166, 2012, p.
153.
10
Kathlyn Steedly, and etc., Effective Mathematics Instruction,(United States: NICHCY,
2008), p.8.
15
Pada tingkat
memecahkan
pemahaman representasi,
masalah
dengan
siswa belajar
menggambar.Gambar
untuk
tersebut
merepresentasikan objek konkret yang menjadi sumber informasi
pengumpulan data oleh siswa saat pemecahan masalah pada tahap
concrete. Hal ini tepat bagi siswa untuk mulai menggambar solusi dari
masalah yang akan diselesaikan. Meskipun tidak semua siswa perlu untuk
menggambarkan suatu solusi permasalahan sebelum berpindah dari tingkat
pemahaman konkret ke tingkat pemahaman abstrak, pada khususnya siswa
yang belajar mengenai suatu masalah membutuhkan latihan memecahkan
masalah melalui gambar.
3) Abstract
Tahapan abstract merupakan tahapan “penyimbolan” dengan
menggunakan lambang matematika yang abstrak menjadi suatu model
permasalahan.Pada tahap ini, konsep matematika tersebut akhirnya
dimodelkan pada tingkat abstrak menggunakan angka dan simbol
matematika. Dengan data yang diperoleh pada tahap concrete, siswa dapat
menyimbolkan dengan istilah-istilah yang biasa digunakan pada materi
statistika seperti Xmaks, Xmin, , ∑
dan sebagainya.
Siswa yang memecahkan masalah pada tingkat abstrak, melakukan
pemecahannya
tanpa
menggunakan
benda
konkret
atau
tanpa
menggambar.Pemahaman abstrak sering disebut sebagai “mengerjakan
matematika di kepala anda”.Melengkapi masalah matematika dimana
masalah matematika tersebut dituliskan dan siswa memecahkan masalah
ini dengan menggunakan kertas dan pensil adalah contoh umum dari
pemecahan suatu masalah abstrak.
Pendekatan CRA memberikan kerangka kerja yang secara konseptual
membantu siswa untuk membentuk hubungan yang bermakna antara
kemampuan dalam tingkat konkret, representasi dan abstrak.Pemahaman
siswa dimulai dari pengalaman visual, dan kinestetik untuk membangun
pemahaman, siswa memperluas pemahaman mereka melalui representasi
bergambar dari benda konkret dan pindah ke tingkat pemahaman secara
16
abstrak.11De Walle mengemukakan bahwa model dapat memainkan peran
yang sama untuk menguji ide-ide yang muncul.12 Dengan pendekatan ini
siswa dapat merepresentasikan ide-ide matematis dalam simbol-simbol
matematika dengan benar
sehingga dapat menyelesaikan persoalan
matematika dengan tepat.
Pembelajaran dengan pendekatan CRA memiliki kemiripan dengan
pendekatan Realistic Mathematics Education (RME).Pendekatan RME adalah
pembelajaran matematika sekolah yang dilaksanakan dengan menempatkan
kenyataan dan lingkungan siswa sebagai titik awal pembelajaran. 13Jadi
pembelajaran tidak dimulai dari definisi, teorema atau sifat-sifat dan
selanjutnya diikuti dengan contoh-contoh soal.Namun sifat-sifat, definisi,
teorema itu diharapkan ditemukan kembali oleh siswa.
Kegiatan RME dalam pembelajarannya di kelas, dimulai dari masalah
kontekstual
dan
mendeskripsikan,
memberi
kebebasan
menginterpretasikan
kepada
dan
siswa
untuk
menyelesaikan
dapat
masalah
kontekstual tersebut dengan caranya sendiri sesuai dengan pengetahuan awal
yang dimiliki. Proses penjelajahan, penginterpretasian, dan penemuan kembali
dalam RME menggunakan konsep matematisasi horizontal dan vertikal, yang
diinspirasi oleh cara-cara pemecahan masalah informal yang digunakan oleh
siswa.14
Matematisasi horizontal berkaitan dengan pengetahuan yang telah
dimiliki siswa sebelumnya bersama intuisi mereka digunakan sebagai alat
untuk menyelesaikan masalah dari dunia nyata. Aktivitas yang dapat
digolongkan dalam matematisasi horizontal antara lain: mengidentifikasi
masalah,
memvisualisasikan
masalah
dengan
cara
yang
berbeda,
mentransformasikan masalah dunia nyata ke masalah matematik. Sedangkan
11
Jane Hauser, Concrete-Representational-Abstract Instructional Approach, (U.S:
American Institutes for Research, 2010), p.1.
12
John A. Van De Walle, Elementary and Midle School Mathematics Teaching
Devellopmentally. (USA: Pearson Education Inc., 2006), p. 34
13
Tri Diyah Prastiti, “Pengaruh Pendekatan Pembelajaran RME dan Pengetahuan Awal
terhadap Kemampuan Komunikasi dan Pemahaman Matematika Siswa SMP Kelas VII”, (Dosen
FKIP Universitas Terbuka di UPBJJ Surabaya), h. 201
14
Ibid.
17
matematisasi vertikal berkaitan dengan proses pengorganisasian kembali
pengetahuan yang telah diperoleh dalam simbol-simbol matematika yang lebih
abstrak. Aktivitas matematisasi vertikal contohnya: representasi hubunganhubungan dalam rumus, perbaikan dan penyesuaian model matematik,
penggunaan model-model yang berbeda, dan penggeneralisasian.
Pendekatan CRA berkaitan dengan prinsip matematisasi horizontal dan
vertikal dalam RME, dimana prinsip pentransformasian masalah dunia real ke
masalah matematik yang diawali dengan pengenalan konsep melalui hal yang
konkret, erat hubungannya dengan pembelajaran pada tahap concrete pada
CRA.Kemudian prinsip matematisasi horizontal mengenai pemvisualisasian
masalah berkaitan dengan tahap representational.Selanjutnya, pada prinsip
matematisasi vertikal menyangkut representasi hubungan-hubungan dalam
rumus, perbaikan dan penyesuaian model matematik, penggunaan modelmodel yang berbeda, dan penggeneralisasian sesuai dengan tujuan yang ingin
dicapai dalam tahap abstract pada CRA.
2. Kemampuan Komunikasi Matematis
a. Pengertian Kemampuan Komunikasi Matematis
Kemampuan komunikasi sangat diperlukan dalam proses pembelajaran
karena dengan komunikasi akan terjadi interaksi timbal balik dan terjadinya
transfer informasi. Kemampuan komunikasi yang baik akan memungkinkan
siswa aktif dalam pembelajaran dan memudahkannya dalam memberikan
penalaran terhadap informasi tersebut.
Kata “komunikasi” berasal dari kata latincum, yaitu kata depan yang
berarti dengan dan bersama dengan, dan unnus, yaitu kata bilangan yang
berarti satu. Dari kedua kata itu terbentuk kata benda communio yang dalam
bahasa inggris menjadi communion dan berarti kebersamaan.”15Menurut
Cronkhite ada empat asumsi pokok untuk memahami suatu komunikasi, yaitu
15
Ngainun Naim, Dasar-Dasar Komunikasi Pendidikan. (Yogyakarta: Ar-Ruz Media,
2011), h.17.
18
Pertama, komunikasi adalah suatu proses (communication is a process).
Kedua, komunikasi adalah pertukaran pesan (communication is
transactive). Ketiga, komunikasi adalah interaksi yang berarti
multidimensi (communication is multi-dimensional). Artinya,
karakteristik sumber (source), saluran (channel), pesan (massage),
audiensi,
dan
efek
dari
pesan,
semuanya
berdimensi
kompleks.Keempat, komunikasi merupakan interaksi yang mempunyai
tujuan-tujuan atau maksud-maksud ganda (communication us
multiproposeful).16
Evertt M. Rogers mendefinisikan komunikasi sebagai proses yang
didalamnya terdapat suatu gagasan yang dikirimkan dari sumber kepada
penerima dengan tujuan untuk mengubah perilakunya. 17 Pendapat senada
dikemukakan oleh Theodore Herbert yang mengatakan bahwa komunikasi
merupakan
proses
yang
didalamnya
menunjukan
arti
pengetahuan
dipindahkan dari seseorang kepada orang lain, biasanya dengan maksud
mencapai beberapa tujuan khusus. 18
Menurut
Hardjana,
dalam
sudut
pandang
pertukaran
makna,
komunikasi dapat didefinisikan sebagai proses penyampaian makna dalam
bentuk gagasan atau informasi dari seseorang kepada orang lain melalui media
tertentu.19
Berdasarkan definisi yang ada di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
komunikasi merupakan proses penyampaian makna dalam bentuk gagasan
atau informasi dari seseorang kepada orang lainmelalui media tertentu.
Pertukaran makna merupakan inti yang terdalam kegiatan komunikasi karena
yang disampaikan orang dalam komunikasi bukanlah kata-kata, melainkan arti
atau makna-makna dari kata-kata. Di dalam berkomunikasi tersebut harus
dipikirkan bagaimana caranya agar pesan yang disampaikan seseorang itu
dapat dipahami oleh orang lain. Untuk mengembangkan kemampuan
komunikasi, orang dapat menyampaikan dengan berbagai bahasa termasuk
bahasa matematis.
16
Ibid, h. 19.
Abdul Majid, Strategi Pembelajaran. Bandung : Remaja Rosdakarya. 2013. h.282
18
Ibid.h. 282
19
Ngainun Naim, op.cit., h.18
17
19
Untuk dapat berkomunikasi diperlukan alat.Alat utama dalam
melakukan komunikasi adalah bahasa.Matematika merupakan salah satu
bahasa yang juga dapat digunakan dalam berkomunikasi selain bahasanya
sendiri.Matematika merupakan bahasa yang universal, dimana untuk satu
simbol dalam matematika dapat dipahami oleh setiap orang dengan bahasa
apapun didunia, misalnya dalam matematika untuk menyatakan jumlah
digunakan lambang Σ, dan semua orang memahami bahwa lambang itu
menyatakan jumlah.
Menurut The Intended Learning Outcomes (ILOs), komunikasi
matematis adalah suatu keterampilan penting dalam matematika yaitu
kemampuan untuk mengekspresikan ide-ide matematika secara koheren
kepada teman, guru dan lainnya secara lisan dan tulisan.20 Melalui
keterampilan ini siswa mengembangkan dan memperdalam pemahaman
matematika mereka bila mereka menggunakan bahasa matematika yang benar
untuk berbicara dan menulis tentang apa yang mereka kerjakan. Bila siswa
berbicara dan menulis tentang matematika, mereka mengklarifikasi ide-ide
mereka dan belajar bagaimana membuat argumen yang meyakinkan dan
merepresentasikan ide-ide matematika secara verbal, gambar dan simbol.
Sri menyatakan bahwa siswa dikatakan mampu dalam komunikasi
secara matematik bila ia mampu mengkomunikasikan gagasan dengan simbol,
tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.21
Hal ini sejalan dengan yang dikemukakan Sumarmo bahwa kegiatan yang
tergolong pada komunikasi matematik di antaranya adalah:22
a. Menyatakan suatu situasi, gambar, diagram, atau benda nyata ke dalam
bahasa, simbol, ide, atau model matematik.
b. Menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematika secara lisan atau tulisan.
20
Armiati, “Komunikasi Matematis dan Kecerdasan Emosional” dalam Seminar Nasional
Matematika dan Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY.5
Desember 2009. h. 271
21
Sri Wardhani, Paket Fasilitas Pemberdayaan KKG/MGMP Matematika, (Yogyakarta:
PPPPTK Matematika, 2008), h.19
22
Utari Sumarmo dkk, Rujukan Filsafat, Teori dan Praksis Ilmu Pendidikan,(Bandung.
UPI Press, 2007), h.684
20
c. Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika.
d. Membaca dengan pemahaman suatu representasi matematika tertulis.
e. Menggunakan kembali suatu uraian atau paragraf matematika dalam
bahasa sendiri.
Baroody menyebutkan sedikitnya ada dua alasan penting mengapa
komunikasi dalam matematika perlu ditumbuhkembangkan dikalangan siswa.
Pertama, mathematics as language, artinya matematika tidak hanya sekedar
alat bantu berpikir (a tool to aid thinking), alat untuk menemukan pola,
menyelesaikan masalah atau mengambil kesimpulan, tetapi matematika juga
sebagai suatu alat yang berharga untuk mengkomunikasikan berbagai ide atau
gagasan secara jelas, tepat, dan cermat. Kedua, mathematics learning as social
activity, artinya sebagai aktivitas sosial dalam pembelajaran matematika, juga
sebagai wahana interaksi antar siswa, dan juga komunikasi antara guru dan
siswa. 23
Cockroft dalam laporannya menyatakan bahwa “we believe that all
these perseptions of the usefulness of mathematics arise from the fact that
mathematics provides a means of communication which is powerful, concise,
and unbiguou.”24 Pernyataan ini menunjukkan tentang pentingnya para siswa
belajar matematika dengan alasan bahwa matematika merupakan alat
komunikasi yang sangat kuat, teliti, dan tidak membingungkan.
Komunikasi diperlukan untuk memahami ide-ide matematika secara
benar. Kemampuan komunikasi yang lemah akan berakibat pada lemahnya
kemampuan-kemampuan matematika yang lain. Siswa yang memiliki
kemampuan komunikasi yang baik akan bisa membuat representasi yang
beragam, hal ini akan lebih memudahkan dalam menemukan alternatifalternatif penyelesaian yang berakibat pada meningkatnya kemampuan
menyelesaikan permasalahan matematika.
23
Utari Sumarmo, “Mengembangkan Instrumen Untuk Mengukur High Order
Mthematical Thinking dan Affective Behavior”, Makalah disampaikan pada Workshop Pendidikan
Matematika, Universitas Islam Negeri Jakarta, Jakarta, 22 Oktober 2014
24
Fajar Shadiq, Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi, (Yogyakarta: PPPG
Matematika, 2004), h. 19
21
Berdasarkan pengertian yang telah dibahas sebelumnya, dapat
disimpulkan kemampuan komunikasi matematis sebagai kemampuan untuk
berkomunikasi dalam matematika secara tulisan berupa aktivitas memberikan
jawaban dengan tulisan, mengekspresikan ide-ide matematis, menjelaskan ide,
situasi matematik secara tulisan serta menyatakan peristiwa sehari-hari dalam
bahasa atau simbol matematika
b. Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis
Kemampuan
komunikasi
matematis
merupakan
kemampuan
menyampaikan ide/gagasan baik secara lisan maupun tulisan dengan simbolsimbol, grafik atau diagram untuk menjelaskan keadaan atau masalah dari
informasi yang diperoleh. Seseorang dikatakan dapat berkomunikasi bilaia
mampu mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau
media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.25
Indikator komunikasi matematis menurut NCTM dapat dilihat dari :
1)
Kemampuan mengekspresikan ide-ide matematis melalui lisan, tulisan,
dan mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual.
2)
Kemampuan memahami, menginterpretasikan, dan mengevaluasi ideide matematika baik secara lisan, tulisan, maupun dalam bentuk visual
lainnya.
3)
Kemampuan
dalam
menggunakan
istilah-istilah,
notasi-notasi
matematika dan struktur-strukturnya untuk menyajikan ide-ide,
menggambarkan hubungan-hubungan dengan model-model situasi. 26
Sedangkan
kemampuan siswa:
25
menurut
Sumarmo
komunikasi
matematis
meliputi
27
Sri Wardhani, Paket Fasilitas Pemberdayaan KKG/MGMP Matematika, (Yogyakarta:
PPPPTK Matematika, 2008), h.19
26
Darto, “Mengembangkan Kemampuan Komunikasi Matematika Dalam Pembelajaran
Geometri di Sekolah Dasar”, Prosiding Seminar Nasional Pendidikan Matematika 2013 UIN,
Jakarta: 2013, h. 77
27
Utari Sumarmo dkk, Rujukan Filsafat, Teori dan Praksis Ilmu Pendidikan,(Bandung.
UPI Press. 2007). h.684
22
1)
Menghubungkan benda nyata, gambar dan diagram ke dalam ide
matematika.
2)
Menjelaskan ide, situasi , dan relasi matematik secara lisan atau tulisan
dengan benda nyata, gambar, grafik, dan aljabar.
3)
Menyatakan
peristiwa
sehari-hari
dalam
bahasa
atau
simbol
matematika.
4)
Mendengarkan, berdiskusi, dan menulis tentang matematika.
5)
Membaca dengan pemahaman atau presentasi matematika tertulis.
6)
Membuat konjektur, menyusun argumen, merumuskan definisi dan
generalisasi.
7)
Menjelaskan dan membuat pertanyaan tentang matematika yang telah
dipelajari.
Satriawati membagi kemampuan komunikasi matematis menjadi tiga
yaitu sebagai berikut:28
1)
Written text, yaitu memberikan jawaban dengan menggunakan bahasa
sendiri, membuat model situasi atau persoalan menggunakan lisan,
tulisan, konkrit, grafik, dan aljabar, menjelaskan dan membuat
pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari, mendengarkan,
mendiskusikan, dan menulis tentang matematika, membuat konjektur,
menyusun argumen dan generalisasi.
2)
Drawing, yaitu merefleksikan benda-benda nyata, gambar, dan diagram
ke dalam ide-ide matematika.
3)
Mathematical Expression, yaitu mengekspresikan konsep matematika
dengan menyatakan peristiwa sehari-hari dalam bahasa atau simbol
matematika.
Berdasarkan uraian-uraian yang telah dikemukakan, maka dapat
disimpulkan bahwa indikator kemampuan komunikasi yang akan diteliti
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
28
Gusni Satriawati, “Pembelajaran Dengan Pendekatan Open Ended Untuk Meningkatkan
Pemahaman dan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa SMP”, dalam ALGORITMA, Vol. 1,
No. 1, Tahun 2006, h. 111
23
1)
Written Text, yaitu memberikan jawaban dengan menggunakan bahasa
sendiri untuk mengekspresikan ide-ide matematis, menjelaskan ide, dan
situasi matematik.
2)
Mathematical Expression, yaitu menyatakan peristiwa sehari-hari
dalam konsep matematika.
3.
Pendekatan Konvensional
Pendekatan konvensional merupakan pendekatan pembelajaran yang
selama ini masih banyak diterapkan oleh guru ketika mengajar. Pendekatan
konvensional yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pendekatan yang terdiri
atas lima pengalaman belajar pokok, yaitu:29
a. Mengamati
Dalam kegiatan mengamati, guru membuka secara luas dan bervariasi
kesempatan peserta didik untuk melakukan pengamatan melalui kegiatan
melihat, menyimak, mendengar, dan membaca. Guru memfasilitasi peserta
didik untuk melakukan pengamatan, melatih mereka untuk memperhatikan
(melihat, membaca, mendengar) hal yang penting dari suatu benda atau objek.
b. Menanya
Dalam kegiatan mengamati, guru membuka kesempatan secara luas kepada
peserta didik untuk bertanya mengenai apa yang sudah dilihat, disimak,
dibaca atau dilihat. Guru membimbing peserta didik untuk dapat mengajukan
pertanyaan-pertanyaan tentang hasil pengamatan objek yang konkret sampai
kepada yang abstrak berkenaan dengan fakta, konsep, prosedur, ataupun hal
lain yang lebih abstrak. Pertanyaan yang bersifat faktual sampai kepada
pertanyaan yang bersifat hipotetik.
c. Mengumpulkan informasi dan Mengasosiasi
Tindak lanjut dari bertanya adalah menggali dan mengumpulkan informasi
dari berbagai sumber melalui berbagai cara. Untuk itu peserta didik dapat
membaca buku yang lebih banyak, memperhatikan fenomena atau objek yang
29
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan, “Bahan Ajar Training Of Trainer (ToT)
Implementasi Kurikulum 2013 Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
SD/SMP/SMA/SMK”, tahun 2013, hal. 17
24
lebih teliti atau bahkan melakukan eksperimen.Dari kegiatan tersebut
terkumpul sejumlah informasi.
d. Mengkomunikasikan.
Kegiatan berikutnya adalah menuliskan atau menceritakan apa yang
ditemukan dalam kegiatan mencari informasi, mengasosiasikan dan
menemukan pola. Hasil tersebut disampaikan dan dinilai oleh guru sebagai
hasil belajar peserta didik atau kelompok peserta didik tersebut.
B. Hasil Penelitian yang Relevan
1)
Winda Sudirja (2011). Pengaruh Strategi Pembelajaran Aktif dengan Metode
Pengajaran Terbimbing Terhadap Kemampuan Komunikasi Matematisk
Siswa Pada Sub Bab Relasi dan Fungsi. Meneliti tentang kemampuan
komunikasi matematis siswa di kelas VIII SMP pada materi Relasi dan
Fungsi dengan menggunakan strategi pembelajaran aktif dengan metode
pengajaran terbimbing. Hasil analisis penelitian menunjukkan bahwa ratarata kemampuan komunikasi matematis yang meliputi tiga aspek yaitu
Written Text, Drawing dan Mathematical Expression yang pembelajaran
matematikanya diterapkan strategi pembelajaran aktif dengan metode
pengajaran terbimbing lebih tinggi dari pada rata-rata kemampuan
komunikasi matematis siswa yang pembelajarannya dilakukan secara
konvensional. Hal lain dari penelitian ini menunjukan bahwa strategi
pembelajaran aktif dengan metode pengajaran terbimbing memberi pengaruh
yang sangat signifikan terhadap kemampuan komunikasi matematis dalam
tiga aspek kemampuan yaitu Written Text, Drawing dan Mathematical
Expression.
2)
Ati Yuliati (2013). Penerapan Pendekatan Concrete–Representational–
Abstract (CRA) untuk Meningkatkan Kemampuan Abstraksi Matematis Siswa
SMP dalam Pembelajaran Geometri. Meneliti tentang penerapan pendekatan
CRA untuk meningkatkan kemampuan abstraksi matematis siswa. Dalam
penelitiannya, Ati Yuliati menggunakan pendekatan CRA pada pokok
bahasan Segiempat dan Segitiga. Hasil analisis penelitiannya menunjukkan
25
bahwa pelaksanaan pendekatan CRA mampu membuat siswa meningkatkan
kemampuan abstraksi matematis dengan rata-rata pencapaian 74.33.
Dari kedua penelitian tersebut di atas maka penulis menganggap bahwa
terdapat hubungan/keterkaitan antara penelitian tersebut dengan penelitian yang
penulis akan lakukan. Indikator kemampuan komunikasi matematis yang akan
diteliti meliputi Written Text, dan Mathematical Expression dengan menggunakan
pendekatan Concrete–Representational–Abstract (CRA).
C. Kerangka Berfikir
Untuk dapat berkomunikasi diperlukan alat, alat utama dalam melakukan
komunikasi adalah bahasa.Matematika merupakan salah satu bahasa yang juga
dapat digunakan dalam berkomunikasi selain bahasanya sendiri.Matematika
merupakan bahasa yang universal, dimana untuk satu simbol dalam matematika
dapat dipahami oleh setiap orang dengan bahasa apapun didunia, misalnya dalam
matematika untuk menyatakan jumlah digunakan lambang Σ, dan semua orang
memahami bahwa lambang itu menyatakan jumlah.
Komunikasi matematis adalah suatu keterampilan penting dalam
matematika yaitu kemampuan untuk mengekspresikan ide-ide matematika secara
koheren kepada teman, guru dan lainnya melalui bahasa lisan dan tulisan. Melalui
keterampilan ini siswa mengembangkan dan memperdalam pemahaman
matematika mereka bila mereka menggunakan bahasa matematika yang benar
untuk berbicara dan menulis tentang apa yang mereka kerjakan. Bila siswa bicara
dan menulis tentang matematika, mereka mengklarifikasi ide-ide mereka dan
belajar bagaimana membuat argumen yang meyakinkan dan merepresentasikan
ide-ide matematika secara verbal, gambar dan simbol.
Kemampuan komunikasi matematis merupakan salah satu kemampuan
yang diperlukan dalam belajar matematika dan sangat diperlukan dalam
menghadapi masalah dalam kehidupan siswa serta perlu mendapat perhatian
untuk lebih dikembangkan.Namun nyatanya terungkap bahwa siswa masih kurang
baik dalam melakukan komunikasi, baik komunikasi secara lisan atau
tulisan.Siswa kesulitan untuk mengungkapkan pendapatnya, walaupun sebenarnya
26
ide dan gagasan sudah ada di pikiran mereka. Guru menduga bahwa siswa takut
salah dalam mengungkapkan gagasan-gagasannya, disamping itu siswa juga
kurang terbiasa dengan soal-soal yang memerlukan komunikasi matematis dalam
penyelesaiannya.
Upaya untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematis tentunya
tidak terlepas dari adanya kerja sama antara siswa dan guru. Untuk terciptanya
situasi pembelajaran yang dapat mengoptimalkan kemampuan komunikasi
matematis, sebaiknya siswa diberikan suatu pendekatan pembelajaran yang
memberikan kesempatan untuk mempraktikkan dan mendemonstrasikan untuk
membantu siswa dalam mencapai kemampuan komunikasi matematis.Aktivitas
yang langsung dikerjakan oleh siswa dapat membantu pemahaman materi ajar dan
ingatan yang lama pada otak.Model juga mampu mengeluarkan ide-ide matematis
siswa dalam berpikir.
Pendekatan CRA (Concrete–Representational–Abstract) mengajarkan
siswa melalui 3 tahap belajar, yaitu: (1) konkret, (2) representasi, dan (3) abstrak.
Pengajaran dengan CRA adalah tiga tahap proses pembelajaran dimana siswa
memecahkan masalah matematika melalui manipulasi fisik benda konkret, diikuti
dengan pembelajaran melalui representasi bergambar dari manipulasi benda
konkret, dan diakhiri dengan pemecahan masalah matematika melalui notasi
abstrak.
Ketiga tahapan dalam CRA ini saling mendukung satu sama lain dan
pelaksanaannya pun tidak dilakukan secara linear tetapi secara siklik. CRA tidak
harus dilihat atau dipraktekkan sebagai pendekatan yang terpisah tetapi lebih
sebagai pendekatan yang terintegrasi untuk memastikan bahwa setiap siswa
berhasil.Setiap tahap dalam CRA membangun pengajaran sebelumnya untuk
mendorong belajar siswa, kemampuan mengingat, dan untuk memanggil
pengetahuan konseptual.
Pembelajaran dengan pendekatan CRA memiliki kemiripan dengan
pendekatan Realistic Mathematics Education (RME).Pendekatan CRA berkaitan
dengan prinsip matematisasi horizontal dan vertikal dalam RME, dimana prinsip
pentransformasian masalah dunia real ke masalah matematik yang diawali dengan
27
pengenalan konsep melalui hal yang konkret, erat hubungannya dengan
pembelajaran pada tahap concrete pada CRA.kemudian prinsip matematisasi
horizontal
mengenai
penvisualisasian
masalah
berkaitan
dengan
tahap
representational. Selanjutnya, pada prinsip matematisasi vertikal menyangkut
representasi hubungan-hubungan dalam rumus, perbaikan dan penyesuaian model
matematik, penggunaan model-model yang berbeda, dan penggeneralisasian
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam tahap abstract pada CRA.
Berdasarkan uraian diatas terlihat terdapat keterkaitan antara pendekatan
Concrete-Representational-Abstract (CRA) dengan kemampuan komunikasi
matematis siswa.Dengan demikian, diduga bahwa penggunaan pendekatan
Concrete-Representational-Abstract (CRA) dapat mempengaruhi kemampuan
komunikasi matematis siswa.
28
Masalah
Siswa kesulitan untuk
mengungkapkan
pendapatnya.
Siswa kurang terbiasa
dengan soal komunikasi
matematis.
Pendekatan Pembelajaran Concrete
Representational Abstract (CRA)
Berkaitan
Concrete
Siswa
takut
salah
dalam mengungkapkan
gagasan-gagasannya.
Konsep Matematisasi
Freudenthal
Matematisasi
Horizontal
Berkaitan
Matematisasi
Vertikal
Representational
Abstract
Berkaitan
dapat meningkatkan
1. Written Text
2. Mathematical
Expression
Kemampuan komunikasi
matematis siswa meningkat
Bagan 2.1
D. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian serta kajian hasil
penelitian relevan diatas, maka dapat dirumuskan hipotesis penelitian sebagai
berikut : kemampuan komunikasi matematis siswa yang pembelajarannya
menggunakan pendekatan Concrete-Representasional-Abstract (CRA) lebih
tinggi dari pada siswa yang pembelajarannya menggunakan pendekatan
konvensional.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SMP Al-Hasra Depok, Jalan Bojongsari
Baru No. 24, Depok. Sedangkan waktu penelitian dilaksanakan pada semester
genap tahun ajaran 2014/2015 di kelas VII pada bulan Maret.
Tabel 3.1
Agenda Penelitian
No. Kegiatan
Feb
Mar
Apr
Mei
√
1.
Persiapan dan Perencanaan
2.
Observasi (Studi Lapangan)
√
3.
Pelaksanaan Pembelajaran
√
4.
Analisis Data
5.
Laporan Penelitian
√
√
B. Metode dan Desain Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
quasi eksperimen. Sampel terdiri dari dua kelas berbeda yang nantinya akan
mendapatkan pembelajaran dengan metode yang berbeda. Kelas eksperimen akan
mendapat pendekatan pembelajaran Concrete-Representational-Abstract (CRA)
dan kelas kontrol akan belajar dengan pembelajaran konvensional.
Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian Randomized Post-test
Only Control Group Design. Dalam desain ini objek yang ingin di teliti akan di
tes pada tes akhir yang diberikan setelah kedua kelas mendapatkan perlakuan
seperti yang telah dipaparkan di atas. Desain penelitian jenis ini dinilai sebagai
desain yang paling efisien dan pilihan terbaik untuk jenis penelitian eksperimen
seperti yang akan dilakukan peneliti kali ini.
29
30
Adapun skemanya 1 sebagai berikut :
R1
X1
O
R2
X2
O
Dimana:
R1 = Kelompok eksperimen yang dipilih secara acak
R2 = Kelompok kontrol yang dipilih secara acak
X1 = Perlakuan dengan pendekatan CRA
X2 = Perlakuan dengan pembelajaran konvensional
O = Posttest dengan tes kemampuan komunikasi matematis
Simbol X menunjukan variabel eksperimental dalam hal ini adalah
pendekatan pembelajaran Concrete-Representational-Abstract (CRA). Simbol O
mewakili observasi yang dilakukan untuk memperoleh data dari objek yang
diteliti tentang pengaruh yang diberikan oleh variabel ekperimental, lebih
lengkapnya akan dibahas pada sub bab berikutnya.
C. Populasi dan Sampel
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek
yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.2 Populasi dalam penelitian
ini adalah seluruh siswa kelas VII SMP Al-Hasra Depok pada semester genap
tahun ajaran 2014/2015. Dalam penelitian ini teknik pengambilan sampel yang
digunakan adalah Cluster Random Sampling. Teknik ini mengambil 2 kelas dari
empat kelas yang ada. Kemudian dari 2 kelas tersebut diundi, kelas mana yang
akan dijadikan kelas eksperimen dan kontrol, maka terpilih kelas VII-1 dengan
jumlah siswa 30 orang sebagai kelas eksperimen dan kelas VII-2 dengan jumlah
siswa 29 orang sebagai kelas kontrol.
1
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D,
(Bandung: Alfabeta, 2008), h. 112.
2
Ibid, h. 117.
31
D. Teknik Pengumpulan Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kauntitatif.
Data ini merupakan data utama yang di ambil dari instrumen penelitian yang
berupa observasi dan tes untuk mendapatkan informasi mengenai variabel yang
akan diteliti.
1. Tahap Persiapan
a) melakukan observasi ke sekolah mengenai kemampuan komunikasi
matematis siswa.
b) Menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan bahan ajar pada
pokok bahasan Statistika.
c) Menyusun Instrumen penelitian.
d) Melakukan uji coba instrumen penelitian.
e) Analisis hasil uji coba instrumen.
f) Pemilihan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol secara acak
menggunakan teknik Cluster Random Sampling (Pengambilan sampel
menurut kelompok).
2. Tahap Pelaksanaan
a) Menerapkan pendekatan Concrete-Representational-Abstract (CRA) pada
kelompok eksperimen, sedangkan pada kelompok kontrol diterapkan
pendekatan konvensional dengan jumlah jam pelajaran dan pokok bahasan
yang sama.
b) Pemberian tes akhir pada kedua kelompok, yaitu kelompok eksperimen
dan kelompok kontrol sebagai evaluasi.
3. Tahap Akhir
a) Melakukan analisis data tes Posttest dengan menggunakan uji statistik.
b) Penarikan kesimpulan berdasarkan hasil uji statistik yang telah dilakukan
sebelumnya.
32
E. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa soal tes untuk
mengukur kemampuan komunikasi matematis siswa berupa soal-soal uraian
sebanyak 6 butir soal yang diberikan dalam bentuk posttest. Instrumen tes ini
diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol pada pokok bahasan Statistika,
dimana tes yang diberikan kepada kedua kelas tersebut adalah sama. Adapun
indikator yang akan diukur melalui tes uraian akan dijelaskan sebagaimana
terdapat pada tabel dibawah ini :
Tabel 3.2
Kisi-Kisi Instrumen Kemampuan Komunikasi Matematis
No
1.
Aspek
Indikator Soal
Written Text
1. Siswa dapat memberikan jawaban
dengan kalimatnya sendiri.
No.
Jumlah
Soal
Soal
1, 3,
3
5
2. Siswa dapat menjelaskan situasi
matematik dalam bentuk diagram
ataupun sebaliknya.
2.
Mathematical 1. Siswa dapat menyatakan peristiwa
Expression
sehari-hari
dalam
konsep
2, 4,
3
6
matematika untuk menyelesaikan
masalah.
Skor yang diberikan pada penilaian hasil tes berkisar pada 0 sampai dengan 4.
Pedoman pemberian skor yang digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat pada
Tabel 3.3
33
Tabel 3.3
Rubrik Penilaian Tes Kemampuan komunikasi Matematis
No
Indikator
1
Written Text
2
Mathematical
Expression
Skor
Kriteria
0
Tidak ada jawaban
Menjawab dengan kalimat sendiri akan tetapi
1
tidak mengekspresikan ide-ide matematika.
Menjawab dengan kalimat sendiri namun
2
kurang mengekspresikan ide-ide matematika.
Menggunakan kalimat sendiri serta dapat
3
mengekspresikan ide-ide matematika namun
jawaban salah.
Menggunakan kalimat sendiri serta dapat
4
mengekspresikan ide-ide matematika dan
jawaban benar.
0
Tidak ada jawaban
Tidak dapat menyatakan peristiwa sehari-hari
1
dalam bahasa atau simbol matematika.
Menyatakan peristiwa sehari-hari dengan
2
bahasa atau simbol matematika namun tidak
berkaitan dengan konsep.
Menyatakan peristiwa sehari-hari dalam konsep
3
matematika namun jawaban salah.
Menyatakan pertiwa sehari-hari dalam konsep
4
matematika serta jawaban benar.
F. Analisis Instrumen
Instrumen terlebih dahulu di uji cobakan sebelum digunakan sehingga di
dapatkan instrumen yang baik. Uji coba ini dimaksudkan untuk memperoleh
validitas, reliabilitas instrumen, daya pembeda, dan tingkat kesukaran.
1.
Validitas Instrumen
Validitas adalah derajat ketetapan suatu alat ukur tentang pokok isi
atau arti sebenarnya yang diukur. Untuk menghitung validitas tes esai dapat
menggunakan rumus korelasi product moment3, yaitu:
3
h. 72.
Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012),
34
=
ΣXY − (ΣX)(ΣY)
[ Σ
− (Σ ) ][ Σ
− (Σ ) ]
Dimana:
X = skor butir soal
Y = skor total
n = jumlah responden
Uji validitas instrumen dilakukan untuk membandingkan hasil
perhitungan
dengan
pada taraf signifikansi 5%, dengan terlebih
dahulu menetapkan degrees of freedom atau derajat kebebasan yaitu dk = n-2.
Soal dikatakan valid jika,
ℎ
≥
 butir soal valid
ℎ
<
 butir soal tidak valid
Peneliti membuat 6 butir soal kemampuan komunikasi matematis
siswa. Setelah dilakukan analisis dengan perhitungan statistika, jumlah butir
soal yang valid adalah 6 butir. Jika suatu instrumen dikatakan valid, maka
instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur kemampuan komunikasi
matematis siswa. Adapun hasil perhitungan validitas uji coba instrumen
sebagai berikut:
Tabel 3.4
Hasil Perhitungan Validitas Uji Coba Instrumen
Nomor Soal
Keterangan
1
Valid
2
Valid
3
Valid
4
Valid
5
Valid
6
Valid
35
Hasil perhitungan validitas uji coba instrumen menunjukan dari 6
butir soal dinyatakan valid dan dapat digunakan dalam penelitian.
2.
Reliabilitas Instrumen
Uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui keterpercayaan hasil tes.
Suatu tes dapat dikatakan mempunyai taraf kepercayaan yang tinggi jika tes
tersebut dapat memberikan hasil yang tetap. Adapun rumus yang digunakan
untuk mengukur reliabilitas suatu tes yang berbentuk uraian adalah dengan
menggunakan rumus Alpha Cronbach4 :
=
−1
1−
Σ
Dimana:
= reabilitas yang dicari.
n
= banyaknya butir soal (yang valid).
2
∑
2
= jumlah varians skor tiap-tiap item.
= varians total.
Kriteria koefisien reliabilitas adalah sebagai berikut:
0,80 <
11
≤ 1,00 Derajat reliabilitas sangat baik
0,60 <
11
≤ 0,80 Derajat reliabilitas baik
0,40 <
11
≤ 0,60 Derajat reliabilitas cukup
0,20 <
11
≤ 0,40 Derajat reliabilitas rendah
0,00 <
11
≤ 0,20 Derajat reliabilitas sangat rendah
Berdasarkan kriteria koefisien reliabilitas, nilai r11 = 0,700817 berada
diantara kisaran 0,60 < 11 ≤ 0,80, maka dari 6 butir soal yang valid tersebut
memiliki derajat reliabilitas baik.
3.
Taraf Kesukaran
Uji taraf kesukaran digunakan untuk mengetahui soal-soal yang sukar,
sedang dan mudah. Bilangan yang menunjukkan sukar, sedang dan mudahnya
4
Ibid, h. 109.
36
suatu soal disebut indeks kesukaran.5 Uji taraf kesukaran instrumen penelitian
dihitung dengan menghitung indeks besarannya dengan rumus :
=
Dimana:
P
= Indeks Kesukaran
B
= Jumlah skor yang diperoleh responden pada item ke-i
JS = Jumlah skor maksimum item soal ke-i
Menurut ketentuan yang sering diikuti, indeks kesukaran sering
diklasifikasikan sebagai berikut:6
0,00 < P ≤ 0,30
: soal sukar
0,30 < P ≤ 0,70
: soal sedang
0,70 < P ≤ 1,00
: soal mudah
Berdasarkan hasil uji coba instrumen tes kemampuan komunikasi matematis
siswa yang diujikan, terdapat soal dengan kategori mudah dan sedang seperti
yang terlihat pada Tabel 3.5:
Tabel 3.5
Rekapitulasi Taraf Kesukaran Uji Coba Instrumen
5
6
Nomor Soal
Nilai P
Kriteria
1
0,69
Sedang
2
0,52
Sedang
3
0,55
Sedang
4
0,57
Sedang
5
0,56
Sedang
6
0,81
Mudah
Ibid, h. 208.
Ibid, h. 210.
37
4.
Daya Pembeda
Pengujian
daya
pembeda
soal
digunakan
untuk
mengetahui
kemampuan suatu soal dalam membedakan antara peserta tes yang
berkemampuan tinggi dengan peserta tes yang berkemampuan rendah.7
Rumus yang digunakan untuk pengujian daya pembeda adalah sebagai
berikut:
=
−
=
−
Dimana:
= Indeks daya pembeda suatu butir soal
= Banyaknya siswa kelompok atas yang menjawab benar
= Banyaknya siswa kelompok bawah yang menjawab benar
= Skor maksimum yang bisa diperoleh siswa kelompok atas
= Skor maksimum yang bisa diperoleh siswa kelompok bawah
Tolok ukur untuk menginterpretaikan daya pembeda tiap butir soal
digunakan kriteria sebagai berikut :8
D = 0,00
: sangat jelek
0,00 < DP ≤ 0,20 : jelek
0,20 < DP ≤ 0,40 : cukup
0,40 < DP ≤ 0,70 : baik
0,70 < DP ≤ 1,00 : baik sekali
Dari hasil perhitungan uji daya pembeda instrumen, maka diperoleh
hasil sebagai berikut:
7
8
Ibid, h. 213.
Ibid, h. 218.
38
Tabel 3.6
Rekapitulasi Daya Pembeda Uji Coba Instrumen
Nomor Soal
Nilai Dp
Kriteria
1
0,25
Cukup
2
0,265
Cukup
3
0,176
Jelek
4
0,412
Baik
5
0,279
Cukup
6
0,132
Jelek
G. Teknik Analisis Data
Data yang telah terkumpul baik dari kelas kontrol maupun kelas
eksperimen diolah dan dianalisis untuk dapat menjawab rumusan masalah dan
hipotesis penelitian. Keseluruhan pengolahan data mulai dari menguji normalitas
hingga menguji kesamaan dua rata-rata kelompok penelitian dilakukan dengan
menggunakan perangkat lunak SPSS (Statistical Product and Service Solutions).
1.
Uji Prasyarat
Karena varians populasi tidak diketahui, untuk analisis data digunakan uji
kesamaan dua rata-rata dengan menggunakan analisis Independent Samples T
Test. Uji kesamaan dua rata-rata dilakukan pada hasil tes kemampuan komunikasi
matematis secara keseluruhan. Namun sebelum pengujian hipotesis terlebih
dahulu dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas.
a.
Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data hasil penelitian
berdistribusi normal atau tidak. Data yang berdistribusi normal apabila dibuat
dalam bentuk kurva akan menghasilkan kurva normal. Pengujian normalitas data
hasil penelitian dengan menggunakan uji Shapiro-Wilk (uji W) dengan bantuan
software SPSS. Syarat penggunaan uji Shapiro-Wilk ini adalah jumlah data yang
39
akan diuji ≤ 50,9 dan data berasal dari sampel dipilih secara acak dari suatu
populasi. Adapun beberapa rumus yang digunakan dalam uji Shapiro-Wilk ini
yaitu :10
1. Pembagi (d) uji W :
=
(
) =
−
−
n : jumlah data yang akan di ujikan
2. Pembatas (k) uji W:
=
jika n genap
=
jika n ganjil
3. Rumus Whitung (W):
=
[
]
−
[]
Nilai d berasal dari perhitungan rumus yang pertama.
Nilai batas sigma (k) berasal dari perhitungan rumus yang kedua.
Seperti halnya uji normalitas lainnya uji Shapiro-Wilk ini juga memiliki 2
buah hipotesis yang diujikan, yaitu:
H0
: Sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal
H1
: Sampel berasal dari populasi yang tidak berdistribusi normal
Kriteria pengujian yang digunakan dalm uji Shapiro-Wilk ini adalah
apabila nilai Whitung ≤ 0,05 maka data dikatakan tidak berdistribusi normal (H0
ditolak). Sebaliknya apabila nilai Whitung ≥ 0,05 maka data dikatakan berdistribusi
normal (H0 diterima).11
9
Richard, O. Gilbert, Statistical Methods for Environmental Pollution Monitoring, (New
York : Vam Nostrand Reinhold Company Inc, 1987) p. 159
10
Ibid. p. 159
11
Ibid. p. 160
40
b. Uji Homogenitas Varians
Uji Homogenitas dilakukan untuk mengetahui apakah kedua kelompok
sampel memiliki kesamaan karakteristik (homogen) atau tidak. Dalam penelitian
ini, pengujian homogenitas menggunakan uji Levene. Penghitungan uji Levene
dalam penelitian ini dilakukan dengan bantuan software SPSS. Adapun rumus
yang digunakan dalam uji Levene ini adalah sebagai berikut:12
=
( − ) ∑
( − )∑ ∑
(
− ..)
−
.
Adapun pasangan hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut:
H0 : Kelompok sampel berasal dari populasi yang mempunyai varians sama
atau homogen
H1 : Kelompok sampel berasal dari populasi yang mempunyai varians berbeda
atau tidak homogen
Kriteria pengujian yang digunakan dalam uji Levene ini adalah apabila
nilai Whitung ≤ 0,05 maka kelompok data dikatakan memiliki varians yang tidak
homogen (H0 ditolak). Sebaliknya apabila nilai Whitung ≥ 0,05 maka kelompok data
dikatakan memiliki varians yang homogen (H0 diterima).
2.
Uji Hipotesis
Setelah uji prasyarat analisis dilakukan ternyata sebaran distribusi rata-rata
skor kemampuan komunikasi matematis pada kelas eksperimen maupun kontrol
berdistribusi normal dan memiliki varians yang homogen. Oleh karena itu, untuk
menguji kesamaan dua rata-rata digunakan analisis Independent Samples T Test
yang terdapat pada perangkat lunak SPSS. Namun sebelumnya telah ditetapkan
terlebih dahulu hipotesis statistiknya, yaitu sebagai berikut:
12
National Institute of Standards and Technology : Levene Test, 2013
http://www.itl.nist.gov/div898/software/dataplot/refman1/auxillar/levetest, diakses pada tanggal 27
Februari 2015 pukul 11:04 WIB
41
H0 : rata-rata nilai kemampuan komunikasi matematis kelas eksperimen
kurang dari sama dengan rata-rata kemampuan komunikasi matematis
kelas kontrol.
H1 : rata-rata nilai kemampuan komunikasi matematis kelas eksperimen
lebih besar dari rata-rata nilai kemampuan komunikasi kelas kontrol.
Untuk memutuskan hipotesis mana yang akan dipilih, perhatikan nilai
yang ditunjukkan oleh Sig. (two tailed) pada output yang dihasilkan setelah
pengolahan data kemudian nilai tersebut dibagi dua, karena dalam penelitian ini
pengujian hipotesisnya adalah satu sisi (one tailed), nilai ini dalam karya ilmiah
biasa disimbolkan dengan “p”. Adapun kriteria pengambilan keputusan adalah
sebagai berikut:

Jika signifikansi (p) ≤ (α = 0,05) maka H0 ditolak, H1 diterima

Jika signifikansi (p) > (α = 0,05) maka H0 diterima, H1 ditolak
H. Hipotesis Statistik
Hipotesis statistik untuk pengujian hipotesis kesamaan dua rata-rata dengan
uji satu pihak adalah sebagai berikut:
H0 :
1
≤
2
H1 :
1
>
2
Keterangan:
1
= rata-rata kemampuan komunikasi matematis pada kelas
eksperimen.
2
= rata-rata kemampuan komunikasi matematis pada kelas kontrol.
Taraf signifikansi yang diambil dalam penelitian ini adalah taraf kepercayaan
95% atau α = 5%.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
Penelitian dilaksanakan di SMP Al-Hasra Depok, dengan kelas VII-1
sebagai kelas eksperimen yang pembelajarannya menggunakan pendekatan
Concrete-Representational-Abstract (CRA) dan terdiri dari 30 siswa.
Sedangkan kelas VII-2 sebagai kelas kontrol yang pembelajarannya
menggunakan metode konvensional terdiri dari 29 siswa.
Sebagaimana tujuan dari penelitian ini yaitu, mengkaji dan
menganalisis kemampuan komunikasi matematis siswa yang pembelajarannya
menggunakan pendekatan Concrete-Representational-Abstract (CRA) dan
sisiwa yang pembelajarannya dilakukan secara konvensional pada materi
Statistika. Untuk mengetahui kemampuan komunikasi matematis kedua
kelompok setelah diberi perlakuan yang berbeda, kedua kelompok tersebut
diberikan test yang sama yaitu posttest. Instrumen yang diberikan terdiri dari 6
butir soal dalam bentuk uraian dengan ketentuan tiap soal terdiri dari soal
written text, dan mathematical expression, dimana written text terdiri dari 3
butir soal, dan mathematical expression terdiri dari 3 soal. Sebelumnya
instrumen tersebut diuji coba terlebih dahulu kepada siswa yang telah
mendapatkan materi statistika sebelumnya yaitu kelas IX-2. Setelah dilakukan
uji coba instrumen selanjutnya dilakukan uji validitas, uji reliabilitas, uji
tingkat kesukaran, dan uji daya pembeda. adapun hasil yang diperoleh
berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan diperoleh 6 soal valid dari 6
soal dengan reliabilitas 0,701. Selanjutnya 6 soal tersebut digunakan sebagai
posttest untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol.
Berikut ini disajikan data hasil perhitungan tes kemampuan
komunikasi matematis siswa setelah pembelajaran dilaksanakan.
42
43
Tabel 4.1
Deskriptif Hasil Tes Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa
Kelas
Statistik Deskriptif
Eksperimen
Kontrol
Nilai Terendah
66,67
41,67
Nilai Tertinggi
95,83
91,66
Mean
80,71
66,67
Median
79,17
66,67
Modus
79,17
66,67
Varians
74,808
128,960
Simpangan Baku (S)
8,649
11,356
Tingkat Kemiringan
-0.938
0,099
Dari table 4.1 dapat terlihat adanya perbedaan hasil statistik deskriptif
diantara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Nilai rata-rata kelompok
eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok kontrol dengan
selisih 14,04 (80,71 – 66,67), begitu pula dengan nilai median (Me) serta nilai
modus (Mo), yaitu pada kelompok eksperimen memperoleh nilai lebih tinggi
dibandingkan kelompok kontrol. Jika dilihat dari simpangan baku, simpangan
baku kelas kontrol lebih besar daripada kelas eksperimen, ini menunjukkan
bahwa sebaran pada kelas kontrol lebih heterogen. Artinya nilai kemampuan
komunikasi matematis siswa di kelas kontrol lebih bervariasi dan menyebar
terhadap rata-rata kelas, sedangkan kemampuan komunikasi matematis pada
kelas eksperimen lebih mengelompok. Pada tingkat kemiringan di kelas
eksperimen -0,938 dan pada kelas kontrol memperoleh 0,099, karena sk < 0,
maka kurva memiliki ekor memanjang ke kiri atau miring ke kiri, kurva
menceng ke kanan. Dari uraian data hasil perhitungan statistik deskriptif
tersebut dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa
kelas eksperimen lebih baik dibandingkan kelas kontrol.
44
1. Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas Eksperimen
Data hasil tes kemampuan komunikasi matematis siswa kelas
eksperimen
yang
selama
pembelajarannya
menggunakan
pendekatan
Concrete-Representational-Abstract (CRA) disajikan dalam bentuk table 4.2:
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa
Kelas Eksperimen
Frekuensi
Interval
Titik Frekuensi
Komulatif
No
Tepi Kelas
Kelas
Tengah Absolut
fk
fk (%)
1
66 - 70
65,5 - 70,5
68
3
3
100.00
2
71 - 75
70,5 - 75,5
73
7
10
33.33
3
76 - 80
75,5 - 80,5
78
6
16
53.33
4
81 - 85
80,5 - 85,5
83
4
20
66.67
5
86 - 90
85,5 - 90,5
88
5
25
83.33
6
91 - 95
90,5 - 95,5
93
5
30
100.00
Dari tabel 4.2 dengan memperhatikan frekuensi komulatif dan nilai
rata-rata kelas eksperimen yaitu 80,71, jumlah siswa yang mendapat nilai
diatas rata-rata adalah 20 siswa atau sebesar 66,67% dan terdapat 10 siswa
yang di bawah skor rata-rata atau sebesar 33,33%. Secara visual perbandingan
persentase kemampuan komunikasi matematis kelas eksperimen dapat dilihat
pada diagram berikut ini.
45
Grafik 4.1
Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Skor Akhir Kemampuan
Komunikasi Matematis Siswa Kelas Eksperimen
Grafik 4.1 menunjukkan bahwa siswa yang memperoleh nilai di atas
rata-rata lebih banyak dibandingkan dengan siswa yang memperoleh nilai di
bawah rata-rata.
2. Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas Kontrol
Data hasil tes kemampuan komunikasi matematis siswa kelas kontrol
yang selama pembelajarannya menggunakan pembelajaran konvensional
disajikan dalam bentuk tabel 4.3:
Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa
Kelas Kontrol
Interval
No
Kelas
1
2
3
4
5
6
41 - 49
50 - 58
59 - 67
68 - 76
77 - 85
86 - 94
Tepi Kelas
40,5 - 49,5
49,5 - 58,5
58,8 - 67,5
67,5 - 76,5
76,5 - 85,5
85,5 - 94,5
Titik Frekuensi
Tengah Absolut
45
54
63
72
81
90
1
7
11
5
3
2
fk
1
8
19
24
27
29
Frekuensi
Komulatif
fk (%)
3.45
27.59
65.52
82.76
93.10
100.00
46
Dari tabel 4.3 dengan memperhatikan frekuensi komulatif dan nilai
rata-rata kelas kontrol yaitu 66,67, jumlah siswa yang mendapat nilai di atas
rata-rata adalah 19 siswa atau sebesar 65,52% dan terdapat 10 siswa di bawah
nilai rata-rata atau sebesar 27,59%. Secara visual perbandingan persentase
kemampuan komunikasi matematis kelas kontrol dapat dilihat pada diagram
berikut ini:
Grafik 4.2
Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi Skor Akhir Kemampuan
Komunikasi Matematis Siswa Kelas Kontrol
Grafik 4.2 menunjukkan bahwa siswa yang memperoleh nilai di atas
rata-rata lebih banyak dibandingkan dengan siswa yang memperoleh nilai di
bawah rata-rata.
B. Analisis Data
Peneltian ini menggunakan analisis kuantitatif, yaitu suatu teknik
analisis yang penganalisisannya dilakukan dengan perhitungan matematis,
karena berhubungan dengan angka, yaitu hasil tes kemampuan komunikasi
matematis yang diberikan kepada siswa. Data yang telah terkumpul baik dari
kelas kontrol maupun kelas eksperimen diolah dan dianalisis untuk dapat
menjawab rumusan masalah dan hipotesis penelitian. Keseluruhan pengolahan
47
data mulai dari menguji normalitas hingga menguji kesamaan dua rata-rata
kelompok penelitian dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak SPSS.
Sebelum menguji kesamaan dua rata-rata kedua kelompok tersebut
dengan menggunakan analisis Independent Samples T Test, diperlukan uji
normalitas dan homogenitas terlebih dahulu.
1.
Uji Normalitas Posttest Kelas Eksperimen dan Kontrol
Tabel 4.4
Hasil Uji Normalitas Posttest Kelas Eksperimen dan Kontrol
Kolmogorov-Smirnova
Skor
Komunikasi
Shapiro-Wilk
Statistic
Df
Sig.
Statistic
df
Sig.
.094
59
.200*
.974
59
.232
Tabel 4.4 menunjukkan analisis uji normalitas dengan KolmogorovSmirnov dan Shapiro-Wilk. 1 Berdasarkan tabel tersebut diperoleh bahwa
dengan uji Kolmogorov-Smirnov P-value = 0,200 > α = 0,05. Senada dengan
hal tersebut, uji Shapiro-Wilk
memiliki P-value = 0,232 > α = 0,05.
Kesimpulannya adalah dengan analisis kedua uji tersebut H0 diterima,
sehingga data skor posttest kemampuan komunikasi matematis siswa kelas
eksperimen dan kelas kontrol berdistribusi normal.
2. Uji Homogenitas Data
Uji homogenitas dalam penelitian ini menggunakan uji Levene
(Levene’s Test). Sama halnya dengan uji Shapiro-Wilk, uji Levene dalam
penelitian ini dilakukan dengan bantuan software SPSS. Hasil uji Levene
menggunakan SPSS dapat dilihat pada table 4.5:
1
Stanislaus S. Uyanto, Pedoman Analisis Data dengan SPSS, (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2009), h. 39
48
Tabel 4.5
Hasil Uji Kesamaan Dua Rata-rata Kemampuan Komunikasi
Matematis Kelas Eksperimen dan Kontrol
Skor Komunikasi
Levene Statistic
df1
df2
Sig.
.500
1
57
.483
Pasangan hipotesis yang akan diuji adalah sebagai berikut:
H0 : Kelompok sampel berasal dari populasi yang mempunyai varians sama
atau homogen
H1 : Kelompok sampel berasal dari populasi yang mempunyai varians berbeda
atau tidak homogen
Data hasil uji Levene dikatakan homogen atau H0 diterima jika nilai
signifikansi > 0,05. Uji Levene digunakan untuk menganalisis homogenitas
varians yang melibatkan dua kelompok data atau lebih. Pada table 4.5 terlihat
angka Levene yang diperoleh sebesar 0,500 dengan nilai signifikansi 0,483 >
0,05. Sehingga dapat disimpulkan varians data hasil penelitian yang terdiri
dari dua kelompok ini homogen.
3. Uji Hipotesis
Hasil uji prasyarat analisis menunjukkan bahwa skor hasil posttest
berdistribusi normal dengan P-value = 0,200 dan varian dari kedua kelompok
ini homogen dengan angka Levene 0,483. Karena kedua uji prasyarat analisis
terpenuhi selanjutnya dilakukan uji kesamaan dua rata-rata posttest kelas
eksperimen dan kontrol untuk kemampuan komunikasi matematis, hasilnya
dapat dilihat pada tabel 4.6:
49
Tabel 4.6
Hasil Uji Hipotesis
Levene's Test for
Equality of Variances
F
Equal variances
assumed
Equal variances not
assumed
Sig.
.500
.483
t-test for Equality of
Means
t
df
Sig. (2tailed)
5.349
57
.000
5.325
52.32
2
.000
Dari data di atas menunjukkan untuk menerima H1 dan menolak H0. H1
menyatakan bahwa rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa yang
pembelajarannya
menggunakan
pendekatan
Concrete-Representational-
Abstract (CRA) lebih tinggi daripada siswa yang menggunakan pembelajaran
konvensional pada taraf kepercayaan 95%. Hal ini dapat diidentifikasi dari
nilai signifikansi one-tailed (signifikansi = 0,000001) yang bernilai kurang
dari α = 0,05
C. Pembahasan Hasil Penelitian
Pada pengujian hipotesis diperoleh bahwa H0 ditolak dan H1 diterima
yang menyatakan bahwa rata-rata kemampuan komunikasi matematis siswa
yang pembelajarannya menggunakan pendekatan Concrete-RepresentationalAbstract (CRA) lebih tinggi daripada siswa yang menggunakan pembelajaran
konvensional. Berikut ini adalah perbandingan secara umum kemampuan
komunikasi matematis pada kedua kelas.
Tabel 4.7
Perbandingan Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa
Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Skor
No
Indikator
Eksperimen
Kontrol
Ideal
Skor Siswa
x
%
Skor Siswa
x
%
1
WT
12
298
9.93
82.78
235
8.10
67.53
2
ME
12
283
9.43
78.61
229
7.90
65.80
24
581
19.37
80.71
464
16.00
66.67
Keseluruhan
50
Persentase skor kemampuan komunikasi matematis yang diperoleh
kelas eksperimen lebih tinggi daripada kelas kontrol untuk setiap indikatornya,
baik itu berupa kemampuan written text maupun kemampuan mathematical
expression. Selisih pada kemampuan written text pada kedua kelas yaitu
sebesar 15,25%, sedangkan pada kemampuan mathematical expression
memiliki selisih 12,81% pada kedua kelas. Persentase skor keseluruhan
indikator kemampuan komunikasi matematis kelas eksperimen lebih tinggi
14,04% daripada kelas kontrol. Dengan demikian secara garis besar dapat
disimpulkan
bahwa
kemampuan
komunikasi
matematis
siswa
kelas
eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Siswa pada kelas eksperimen
lebih mampu menggunakan kemampuan written text dan mathematical
expression.
Secara visual perbandingan persentase kemampuan komunikasi
matematis kelas eksperimen dan kelas kontrol dapat dilihat pada diagram
berikut ini.
90.00
80.00
70.00
82.78
78.61
67.53
65.8
60.00
50.00
40.00
Eksperimen
30.00
Kontrol
20.00
10.00
0.00
WT
ME
Indikator Kemampuan Komunikasi Matematis
Grafik 4.3
Persentase Skor Kemampuan Komunikasi Matematis Siswa Kelas
Eksperimen dan Kelas Kontrol
51
Diagram batang pada grafik 4.3 memperlihatkan bahwa kelas
eksperimen pada setiap aspek baik written text maupun mathematical
expression memperoleh persentase yang lebih tinggi dibandingkan kelas
kontrol. Siswa dikatakan memilki kemampuan komunikasi matematis yang
baik jika dapat memberikan jawaban dengan kalimatnya sendiri serta dapat
menyatakan peristiwa sehari-hari dalam konsep matematika.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi
matematis
siswa
setelah
diajarkan
dengan
pendekatan
Concrete-
Representational-Abstract (CRA) secara signifikan lebih baik daripada yang
diajarkan melalui pembelajaran konvensional. Skor rata-rata kemampuan
komunikasi matematis siswa melalui pembelajaran CRA secara signifikan
juga lebih tinggi daripada melalui pembelajaran konvensional. Pendekatan
CRA memberikan kerangka kerja yang secara konseptual membantu siswa
untuk membentuk hubungan yang bermakna antara kemampuan dalam tingkat
konkret,
representasi
dan
abstrak.
Berbeda
dengan
pembelajaran
konvensional, dimana pembelajarannya masih berpusat pada guru, sehingga
siswa kurang memiliki kesempatan untuk menggunakan dan melatih
kemampuan komunikasi matematis untuk ide-ide yang mereka miliki.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pendekatan CRA terdiri
dari tiga tahapan pembelajaran yaitu, concrete, representational, dan abstract.
Tahapan-tahapan pada pendekatan CRA mampu melatih kemampuan
komunikasi matematis siswa. Dalam prosesnya CRA melibatkan aktifitas
langsung siswa serta pengenalan konsep melalui reprsentasi mampu melatih
kemampuan komunikasi matematis, sehingga dapat disimpulkan bahwa
kemampuan komunikasi matematis dapat ditingkatkan melalui pendekatan
CRA. Awalnya siswa mendapatkan sedikit penjelasan mengenai materi yang
akan dipelajari sebelum dibagi menjadi kelompok-kelompok kecil yang terdiri
dari 5 orang. Selanjutnya siswa mengerjakan LKS yang berisi permasalahan
matematis beserta pertanyaan-pertanyaan yang sesuai untuk melatih
kemampuan komunikasi matematis melalui pendekatan CRA. Bersama
kelompoknya LKS dikerjakan mulai dari tahap awal hingga tahap akhir.
52
Pada
pertemuan
pertama
misalnya,
peneliti
terlebih
dahulu
menjelaskan kegiatan belajar mengajar yang akan dilakukan pada hari tersebut
serta menjelaskan setiap tahapan yang ada pada Lembar Kerja Siswa (LKS)
yang telah diberikan. Selanjutnya siswa diminta untuk menuliskan ukuran
sepatu masing-masing di papan tulis secara bergilir. Kegiatan tersebut
dimaksudkan untuk melengkapi LKS pada tahap concrete hingga tahap
abstract. Kendala yang dihadapi peneliti pada pertemuan pertama diantaranya
keterbatasan waktu pembelajaran, sebagian siswa kurang fokus dalam
pembelajaran, sikap siswa yang kurang mandiri dan bertanggung jawab atas
tugas yang diberikan serta kurang baiknya management kelas oleh peneliti
ketika pertemuan pertama berlangsung.
Pada pertemuan pertama, sebagian kelompok belum menyelesaikan
LKS yang diberikan, dengan alasan waktu yang kurang lama dan belum
memahami
pertanyaan-pertanyaan
dalam
LKS,
sehingga
ketika
mempresentasikan hasil kerja kelompoknya di depan kelas, peneliti hanya
memilih kelompok yang sudah menyelesaikannya saja. Oleh sebab itu, pada
pertemuan kedua dan selanjutnya diawal pembelajaran peneliti selalu
mengingatkan bagaimana cara mengerjakan LKS yang diberikan.
Pertemuan kedua, ketiga dan selanjutnya, siswa mulai terbiasa dengan
pembelajaran ini, siswa mampu bertanggung jawab dan mandiri terhadap
tugas yang diberikan. Peneliti hanya menjelaskan kembali bagaimana cara
mengerjakan LKS dan menjelaskan apa yang memang perlu dijelaskan,
kemudian sebagian besar siswa langsung mengerjakan LKS tersebut secara
berkelompok tanpa banyak bertanya lagi. Hanya sebagian kecil saja siswa
yang terlihat belum serius dalam mengikuti pembelajaran ini. Peneliti juga
mengatur waktu seefisien mungkin agar pembelajaran menjadi seefektif
mungkin.
Secara lebih rinci, pada tahapan pertama siswa ditugaskan untuk
menuliskan data mengenai ukuran sepatu yang ada dipapan tulis kedalam tabel
yang disediakan pada LKS. Data ukuran sepatu diperoleh dari aktivitas
langsung yang dilakukan oleh siswa, kegiatan tersebut termasuk dalam tahap
53
concrete. Kemampuan komunikasi matematis dilatih melalui aktivitas
langsung siswa, karena tahap ini memberikan banyak kesempatan kepada
siswa untuk berlatih dan menunjukkan penguasaan memanipulasi benda-benda
konkret atau melakukan aktivitas langsung yang berkaitan dengan konsep
matematika sehingga dapat memecahkan masalah.
Berikut ini contoh
pekerjaan siswa dalam tahapan concrete pada LKS 1.
Gambar 4.1
Hasil Pekerjaan Siswa Tahap Concrete
Tahapan yang kedua yaitu representational atau melihat. Pada tahap
ini siswa dilatih untuk memodelkan konsep matematika pada tingkat
semikonkret yang melibatkan diagram batang dan diagram lingkaran yang
mewakili objek konkret atau data yang disajikan dalam bentuk tabel pada
tahap sebelumnya. Pada tingkat pemahaman representasi, siswa belajar untuk
memecahkan
masalah
merepresentasikan
objek
dengan
menggambar.
Gambar
tersebut
konkret
yang
sumber
informasi
menjadi
pengumpulan data oleh siswa saat pemecahan masalah pada tahap concrete.
54
Tahap representational ini dapat melatih kemampuan komunikasi matematis
siswa karena siswa dibiasakan untuk mengungkapkan ide-ide matematisnya.
Berikut ini contoh pekerjaan siswa dalam tahap representational pada LKS 1.
Gambar 4.2
Hasil Pekerjaan Siswa Tahap Representational
Tahapan yang ketiga yaitu abstract atau penyimbolan. Pada tahap ini
siswa menyimbolkan konsep matematika pada tahap representational dengan
menggunakan lambang matematika yang abstrak menjadi suatu model
permasalahan. Dengan data yang diperoleh pada tahap concrete, siswa dapat
menyimbolkan dengan istilah-istilah yang biasa digunakan pada materi
statistika seperti Xmaks, Xmin,
, ∑
dan sebagainya. Kemampuan
komunikasi matematis dapat dilatih dengan proses penyimbolan konsep yang
semikonkret. Proses penyimbolan pada tahap abstract erat kaitannya dengan
kemampuan mathematical expression yang merupakan salah satu aspek
komunikasi matematis dalam penelitian ini. Berikut ini contoh pekerjaan
siswa dalam tahapan abstract pada LKS 1.
55
Gambar 4.3
Hasil Pekerjaan Siswa Tahap Abstract atau Penyimbolan
Pada akhir proses pembelajaran, dalam hal ini pokok bahasan
“Statistika”, kelas eksperimen dan kelas kontrol diberikan posttest dengan
instrumen soal yang sama untuk mengetahui kemampuan komunikasi
matematisnya. Kemampuan komunikasi matematis dapat dilihat dari jawaban
yang diberikan pada kedua kelas yang terdiri dari dua aspek kemampuan
komunikasi matematis yaitu, written text dan mathematical expression.
Perbedaan jawaban siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dideskripsikan
sebagai berikut:
1. Kemampuan Komunikasi Matematis pada Aspek Written Text
Dari posttest yang diberikan soal yang memperlihatkan bagaimana
kemampuan komunikasi matematis pada aspek written text adalah soal nomor
1,3, dan 5 dengan pertanyaan sebagai berikut. Pertanyaan nomor 5 sebagai
berikut:
Perhatikan gambar di samping.
Jelaskan
data
pada
sumbu
vertikal dan sumbu horizontal
serta tentukan banyaknya siswa
pada gambar disamping!
56

Salah satu contoh jawaban siswa kelas kontrol dapat dilihat pada gambar
berikut:
Gambar 4.4
Jawaban siswa kelas kontrol pada aspek written text

Salah satu contoh jawaban siswa kelas eksperimen dapat dilihat pada
gambar berikut:
Gambar 4.5
Jawaban siswa kelas eksperimen pada aspek written text
Pada soal posttest nomor 5 siswa ditugaskan untuk menyelesaikan
permasalahan sesuai dengan kemampuan komunikasi matematis. Perbedaan
jawaban siswa kelas kontrol dan kelas eksperimen dapat dilihat dengan jelas
pada gambar. Jawaban kelas eksperimen menunjukkan kebiasan untuk
mengungkapkan ide-ide matematisnya dari soal dan masalah yang ditanyakan,
sedangkan kelas kontrol tidak. Ini menunjukkan siswa kelas eksperimen
terbiasa dengan pendekatan CRA. Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa
ketika menjawab soal, kelas kontrol banyak mengalami kesalahan saat
memberikan jawaban yang berhubungan dengan aspek written text. Berbeda
57
dengan kelas eksperimen yang sebagian besar mampu memberikan jawaban
dengan kemampuan written text yaitu mengekspresikan ide-ide matematis
serta menjelaskan situasi matematis dengan tepat. Siswa kelas eksperimen
secara jelas memberikan alasan tentang jawaban yang dibuatnya, sedangkan
sebagian besar siswa kelas kontrol hanya menjawab tanpa memberikan alasan.
seorang dikatakan memiliki kemampuan komunikasi matematis yang baik jika
ia memiliki kemampuan written text yang baik.
Hasil perhitungan persentase skor untuk aspek written text siswa kelas
eksperimen sebesar 82,78% dan kelas kontrol 67,53%. Kemampuan written
text siswa kelas eksperimen lebih baik daripada siswa kelas kontrol karena
sebagian besar siswa kelas eksperimen mampu mengekspresikan ide-ide
matematisnya pada soal yang diberikan. Kebanyakan dari siswa kelas kontrol
salah
memberikan
alasan
namun
benar
dalam
menjawab
sehingga
memberikan skor 3 pada kebanyakan siswa. Ini menunjukkan bahwa
kemampuan komunikasi matematis kelas kontrol kurang baik.
2. Kemampuan Komunikasi Matematis pada Aspek Mathematical
Expression
Dari posttest yang diberikan, soal yang memperlihatkan bagaimana
kemampuan komunikasi matematis pada aspek mathematical expression
adalah soal nomor 2,4, dan 6 dengan pertanyaan sebagai berikut. Pertanyaan
nomor 2 sebagai berikut:
“Dari data Komunitas Pecinta Sepeda Ontel ditemukan data tentang umur
setiap anggota, banyaknya anggota yang berumur 18 tahun adalah 5 orang,
banyaknya anggota yang berumur 20 tahun adalah 5 orang, banyaknya
anggota yang berumur 30 tahun adalah 10 orang. Jika rata-rata umur mereka
adalah 27 tahun 6 bulan, tentukan berapakah umur anggota yang belum
diketahui serta jumlah keseluruhan anggota ?”

Salah satu contoh jawaban siswa kelas kontrol dapat dilihat pada gambar
berikut:
58
Gambar 4.6
Jawaban siswa kelas kontrol pada aspek mathematical expression

Salah satu contoh jawaban siswa kelas eskperimen dapat dilihat pada
gambar berikut:
Gambar 4.7
Jawaban siswa kelas eksperimen pada aspek mathematical expression
Pada soal posttest nomor 2 siswa ditugaskan untuk menyelesaikan
permasalahan sesuai dengan kemampuan komunikasi matematis pada aspek
mathematical expression. Perbedaan jawaban siswa kelas kontrol dan kelas
eksperimen dapat dilihat dengan jelas pada gambar. Jawaban kelas eksperimen
menunjukkan kebiasan untuk mengungkapkan ide-ide matematisnya dari soal
dan masalah yang ditanyakan, sedangkan kelas kontrol tidak. Ini menunjukkan
siswa kelas eksperimen terbiasa dengan pendekatan CRA. Dari gambar di atas
dapat dilihat bahwa ketika menjawab soal, kelas kontrol banyak mengalami
59
kesalahan saat memberikan jawaban yang berhubungan dengan aspek
mathematical expression. Berbeda dengan kelas eksperimen yang sebagian
besar mampu memberikan jawaban dengan kemampuan mathematical
expression yaitu menyatakan konsep matematika yang berhubungan dengan
peristiwa sehari-hari dengan tepat. Siswa kelas eksperimen secara jelas
memberikan alasan tentang jawaban yang dibuatnya, sedangkan sebagian
besar siswa kelas kontrol hanya menjawab tanpa memberikan alasan. seorang
dikatakan memiliki kemampuan komunikasi matematis yang baik jika ia
memiliki kemampuan mathematical expression yang baik.
Hasil perhitungan persentase skor siswa pada aspek mathematical
expression kelas eksperimen sebesar 78,61% dan kelas kontrol sebesar
65,80%. Kemampuan mathematical expression siswa kelas eksperimenlebih
mampu menggunakan kemampuan komunikasi matematisnya dibandingkan
siswa kelas kontrol. Berdasarkan uraian diatas terlihat bahwa pendekatan
Concret-Representational-Abstract
yang
diterapkan
selama
proses
pembelajaran memberikan pengaruh positif terhadap kemampuan komunikasi
matematis siswa baik pada aspek written text maupun pada aspek
mathematical expression, khususnya pada pokok bahasan Statistika ini.
Persentase rata-rata skor kelas eksperimen pada kedua aspek kemampuan
komunikasi matematis yang diukur lebih ringgi dari kelas kontrol, sehingga
dapat disimpulkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa kelas
eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol, dengan rata-rata skor 19,37
(80,71%) pada kelas eksperimen dan 16,00 (66,67%) pada kelas kontrol.
Kemampuan komunikasi matematis yang diterapkan pendekatan
pembelajaran Concrete-Representational-Abstract (CRA) lebih tinggi daipada
siswa yang diterapkan pembelajaran secara konvensional. Hal ini sejalan
dengan pendapat De Walle yang mengungkapkan bahwa model dapat
memainkan peran yang sama untuk menguji ide-ide yang muncul.
Pengungkapan
ide-ide
dibutuhkan
dalam
pendekatan
Concrete-
Representational-Abstract (CRA) sehingga model ini dapat melatih kemapuan
komunikasi matematis siswa, sehingga dapat disimpulkan bahwa pendekatan
60
pembelajaran Concrete-Representational-Abstract (CRA) dapat melatih dan
mengembangkan kemampuan komunikasi matematis siswa.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan hasil penelitian Tommy
Adithya tahun 2014 berkaitan dengan pengaruh metode Write Pair Switch
terhadap kemampuan komunikasi matematis siswa berdasarkan tingkat
kemampuan kognitif dengan nilai rata-rata 67,87, memberikan kesimpulan
bahwa metode Write Pair Switch efektif untuk meningkatkan kemampuan
komunikasi matematis siswa. Akan tetapi kemampuan komunikasi matematis
yang
diterapkan
pendekatan
pembelajaran
Concrete-Representational-
Abstract (CRA) memiliki rata-rata lebih tinggi daripada kemampuan
komunikasi matematis yang diterapkan
metode Write Pair Switch yaitu
sebesar 80,71, karena dengan pendekatan ini siswa dibiasakan melakukan
aktivitas matematika secara langsung atau matematisasi yang dapat
mengembangkan kemampuan untuk mengeluarkan ide-ide matematisnya
sehingga dapat disimpulkan bahwa pendekatan pembelajaran ConcreteRepresentational-Abstract
(CRA)
lebih
efektif
untuk
meningkatkan
kemampuan komunikasi matematis siswa.
Hasil penelitian Zahra Sa’adatun Nisa tahum 2014 tentang pengaruh
pendekatan Concrete-Representational-Abstract (CRA) terhadap kemampuan
pemahaman konsep matematis siswa dengan rata-rata 75,83 memberikan
kesimpulan bahwa pendekatan pembelajaran Concrete-RepresentationalAbstract (CRA) efektif untuk meningkatkan kemampuan pemahaman konsep
siswa. Akan tetapi jika dibandingkan dengan kemampuan komunikasi
matematis siswa yang juga diterapkan pendekatan pembelajaran ConcreteRepresentational-Abstract
(CRA)
memiliki
rata-rata
80,71.
Hal
ini
menunjukkan pendekatan pembelajaran Concrete-Representational-Abstract
(CRA) efektif untuk mengembangkan kemampuan komunikasi matematis
siswa dan kemampuan pemahaman konsep, tetapi pendekatan pembelajaran
Concrete-Representational-Abstract (CRA) lebih efektif untuk meningkatkan
kemampuan komunikasi matematis karena dengan mengkomunikasikan ide-
61
ide matematisnya seorang siswa dapat meningkatkan kemampuan pemahaman
konsepnya.
D. Keterbatasan Penelitian
Peneliti menyadari penelitian ini belum sepenuhnya sempurna
meskipun berbagai upaya telah dilakukan agar diperolah hasil yang optimal.
Ada beberapa faktor yang sulit dikendalikan sehingga penelitian ini memiliki
beberapa keterbatasan, diantaranya:
1. Penelitian ini hanya diteliti pada pokok bahasan Statistika, sehingga belum
bisa digeneralisasikan pada pokok bahasan lain.
2. Siswa belum terbiasa melakukan presentasi di depan kelas sehingga
pembelajaran Concrete-Representational-Abstract (CRA)
kurang
berjalan dengan optimal.
3. Penelitian hanya berlangsung selama satu bulan menyebabkan kurang
maksimalnya pengaruh pembelajaran matematika dengan pendekatan
pembelajaran
Concrete-Representational-Abstract
kemampuan komunikasi matematis.
(CRA)
terhadap
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan, maka dalam penelitian
mengenai pembelajaran Concrete-Representational-Abstract (CRA) terhadap
kemampuan komunikasi matematis siswa diperoleh kesimpulan bahwa
kemampuan komunikasi matematis siswa yang diterapkan pendekatan
pembelajaran Concrete-Representational-Abstract (CRA)
lebih tinggi
dibandingkan kemampuan komunikasi matematis siswa yang diterapkan
pembelajaran secara konvensional. Baik aspek written text dan mathematical
expression pada siswa yang diterapkan pendekatan
CRA memiliki
keunggulan jika dibandingkan siswa yang diterapkan pembelajaran secara
konvensional. Perbedaan pada setiap indikator pada kedua kelas tersebut
sangat terlihat. Dengan demikian, pendekatan pembelajaran ConcreteRepresentational-Abstract
(CRA)
lebih
baik
daripada
pembelajaran
konvensional dalam mengembangkan kemampuan komunikasi matematis.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa pendekatan pembelajaran ConcreteRepresentational-Abstract
(CRA)
dapat
meningkatkan
kemampuan
komunikasi matematis siswa SMP.
B. Saran
Berdasarkan temuan yang penulis temukan dalam penelitian ini, ada
beberapa saran penulis terkait penelitian ini:
1. Bagi Siswa
Memberikan manfaat bagi siswa untuk meningkatkan kemampuan
komunikasi matematis siswa.
2. Bagi guru
Berdasarkan
hasil
penelitian
pendekatan
pembelajaran
Concrete-
Representational-Abstract (CRA) mampu meningkatkan kemampuan
62
63
komunikasi matematis siswa, sehingga pembelajaran tersebut dapat
dijadikan alternatif pembelajaran matematika yang dapat diterapkan oleh
guru. Bagi guru yang hendak menggunakan pendekatan pembelajaran
Concrete-Representational-Abstract (CRA) dalam pembelajaran di kelas
diharapkan dapat mendesain pembelajaran dengan seefektif mungkin agar
setiap tahapan dalam pembelajaran Concrete-Representational-Abstract
(CRA) dapat dilaksanakan secara maksimal dan tepat waktu.
3. Bagi Sekolah
Berdasarkan hasil penelitian ini, pihak sekolah diharapkan mulai
menganjurkan guru-guru untuk menerapkan pendekatan-pendekatan
pembelajaran yang inovatif seperti pendekatan pembelajaran ConcreteRepresentational-Abstract (CRA) pada pelajaran matematika dan bidang
studi lain, agar proses pembelajaran lebih bermakna. Selain itu dapat pula
menjadi bahan pertimbangan pihak sekolah untuk dapat meningkatkan
kualitas pembelajaran di sekolah.
4. Bagi Pembaca dan Peniliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai salah satu sumber
informasi dan bahan rujukan untuk mengadakan penelitian lebih
lanjut.

Pada penelitian selanjutnya disarankan untuk dapat menerapkan
pembelajaran Concrete-Representational-Abstract (CRA) dengan
lebih optimal dan menyajikan permasalahan-permasalahan yang lebih
variatif terutama permasalahan yang melibatkan aspek written text
dan mathematical expression.

Pada penelitian selanjutnya disarankan untuk mendesain bahan ajar
berupa LKS yang lebih menarik dan konstruktif, dengan upaya
tersebut diharapkan motivasi siswa dalam pembelajaran matematika
tinggi sehingga kemampuan matematis siswa dapat berkembang.

Adanya keterbatasan dalam melaksanakan penelitian ini sebaiknya
dilakukan penelitian lajut yang meneliti pendekatan pembelajaran
Concrete-Representational-Abstract (CRA) pada pokok bahasan lain
64
atau jenjang sekolah yang berbeda. Selain itu peneliti berikutnya
disarankan untuk meneliti kemampuan komunikasi matematis dengan
indikator lain yang belum diteliti dalam penelitian ini.
65
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsimi. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.
2012
Armiati. Komunikasi Matematis dan Kecerdasan Emosional. Seminar Nasional
Matematika dan Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika
FMIPA UNY. 2009
Darto.
Mengembangkan
Kemampuan
Komunikasi
Matematika
Dalam
Pembelajaran Geometri di Sekolah Dasar. Jakarta: UIN. 2013
Eveline Siregar, dan Hartini Nara. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bogor:
Ghalia Indonesia. 2010
Flores, Margaret M. Teaching Substraction with Regrouping to Students
Experiencing Difficulty in Mathematics. Journal of Mathematics. 2009
Hamdani. Pengembangan Pembelajaran Dengan Mathematichal Discourse
dalam Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematik pada Siswa
Sekolah Menengah Pertama. Seminar Nasional Matematika dan
Pendidikan Matematika Jurusan Pendidikan Matematika FMIPA UNY.
2009
Hauser, Jane. Concrete-Representational-Abstract Instructional Approach. U.S:
American Institutes for Research. 2010
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Bahan Ajar Training Of Trainer (ToT)
Implementasi Kurikulum 2013 Penyusunan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP) SD/SMP/SMA/SMK. 2013
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. Kurikulum 2013 Kompetensi Dasar
Sekolah Menengah Pertama (SMP) Madrasah Tsanawiyah (MTs). 2013
Majid, Abdul. Strategi Pembelajaran. Bandung : Remaja Rosdakarya. 2013
Mullis, Ina V.S et.al. TIMSS 2011 International Results in Mathematics, USA:
TIMSS & PIRLS International Study Center. 2012
Naim, Ngainun. Dasar-Dasar Komunikasi Pendidikan. Yogyakarta: Ar-Ruz
Media. 2011
65
66
National Institute of Standards and Technology : Levene Test, 2013
http://www.itl.nist.gov/div898/software/dataplot/refman1/auxillar/levetest
Diakses pada tanggal 27 Februari 2015 pukul 11:04 WIB
Prastiti, Tri Diyah. Pengaruh Pendekatan Pembelajaran RME dan Pengetahuan
Awal terhadap Kemampuan Komunikasi dan Pemahaman Matematika
Siswa SMP Kelas VII. Dosen FKIP Universitas Terbuka di UPBJJ
Surabaya. 2007
Qohar, Abdul. Pengembangan Instrumen Komunikasi Matematis Untuk Siswa
SMP. Lomba dan Seminar Matematika. 2008
Richard, O. Gilbert, Statistical Methods for Environmental Pollution Monitoring.
New York : Vam Nostrand Reinhold Company Inc. 1987
Rusman. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru.
Jakarta: Rajagrafindo Persada. 2012
Rusman, Deni Kurniawan, dan Cepi Riyana. Pembelajaran Berbasis Tekhnologi
Informasi dan Komunikasi Mengembangkan Profesionalitas Guru.
Jakarta: Rajagrafindo Persada. 2013
Satriawati, Gusni. Pembelajaran Dengan Pendekatan Open Ended Untuk
Meningkatkan Pemahaman dan Kemampuan Komunikasi Matematis
Siswa SMP. ALGORITMA, Vol. 1, No. 1. 2006
Shadiq, Fajar. Pemecahan Masalah, Penalaran dan Komunikasi. Yogyakarta:
PPPG Matematika. 2004
Steedly, Kathlyn and etc., Effective Mathematics Instruction. United States:
NICHCY. 2008
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D. Bandung: Alfabeta. 2008
Sumarmo, Utari. Berfikir dan Disposisi Matematik : Apa, Mengapa, dan
Bagaimana Dikembangkan Pada Peserta Didik. 2010
Sumarmo, Utari. Mengembangkan Instrumen Untuk Mengukur High Order
Mathematical Thinking Skilss dan Affective Behavior. Makalah Workshop
Pendidikan Matematika di Universitas Islam Negeri Jakarta. 2014
Sumarmo, Utari dkk.
Rujukan Filsafat, Teori dan Praksis Ilmu Pendidikan.
Bandung. UPI Press. 2007
67
Susan P. Miller and Meghan Kennedy, Using the Concrete-RepresentationalAbstract Sequence with Integrated Strategy Instruction to Teach
Subtraction with Regrouping to Students with Learning Disabilities,
Learning Disabilities Research & Practice, 27(4), 152-166. 2012
Trisnawati, dan Dwi Astuti. Upaya Meningkatkan Kemampuan Komunikasi
Matematis Siswa Kelas VII Dalam Pembelajaran Matematika Dengan
Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) di SMP Negeri 1
Muntilan. Makalah Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan
Matematika di Universitas Negeri Yogyakarta. 2013
Uyanto, Stanislaus S. Pedoman Analisis Data dengan SPSS. Yogyakarta: Graha
Ilmu. 2009
Van De Walle, John A. Matematika Sekolah Dasar dan Menengah Jilid 2.
Jakarta: Erlangga. 2006
Wardhani, Sri. Paket Fasilitas Pemberdayaan KKG/MGMP Matematika.
Yogyakarta: PPPPTK Matematika. 2008
Witzel, Bradley S. Using CRA to Teach Algebra to Students with Math Difficulties
in Inclusive Settings. Learning Disabilities: A Contemporary Journal 3(2),
2005
68
Lampiran 1
PEDOMAN WAWANCARA
Nama Sekolah
:
Nara Sumber
:
1. Bagaimana keadaan atau situasi didalam kelas selama proses pembelajaran
matematika berlangsung?
2. Bagaimana respon siswa ketika ibu/bapak bertanya kepada siswa, terutama
saat siswa diberikan permasalahan matematika?
3. Apakah siswa mengalami kesulitan jika diberikan persoalan yang sedikit
berbeda dari yang ibu/bapak contohkan?
4. Model pembelajaran apa yang biasa ibu/bapak gunakan saat proses
pembelajaran matematika berlangsung?
5. Bagaimana kemampuan komunikasi yang dimiliki siswa?
6. Apakah kebanyakan siswa sudah menggunakan kemampuan komunikasi
matematis selama proses pembelajaran matematika berlangsung?
7. Menurut ibu/ bapak, seberapa penting kemampuan komunkasi matematis
dalam proses pembelajaran matematika?
8. Menurut ibu/bapak, perlukah meningkatkan kemampuan komunikasi
matematis siswa?
9. Apakah
ibu/bapak
menggunakan
mengalami
komunikasi
kesulitan
matematis
untuk
saat
mengajak
proses
siswa
pembelajaran
matematika?
10. Menurut ibu/bapak, apakah model pembelajaran yang digunakan sudah
cukup untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa?
70
Lampiran 2
HASIL WAWANCARA
Nama Sekolah
: SMP Al-Hasra
Nara Sumber
: Sulistyowati, S.Pd
1. Bagaimana keadaan atau situasi didalam kelas selama proses pembelajaran
matematika berlangsung?
Jawaban : Biasanya situasi didalam kelas berlangsung kondusif, hanya
saja siswa kurang aktif bertanya jika ada suatu permasalahan yang mereka
belum ketahui.
2. Bagaimana respon siswa ketika ibu/bapak bertanya kepada siswa, terutama
saat siswa diberikan permasalahan matematika?
Jawaban : Siswa memberikan respon yang positif dan sangat antusias
terhadap permasalahan yang disajikan. Meskipun begitu, ada juga siswa
yang hanya ikut-ikutan menjawab saja tanpa mengetahui apa yang ia
ucapkan dan ada juga yang hanya diam menunggu penjelasan guru.
3. Apakah siswa mengalami kesulitan jika diberikan persoalan yang sedikit
berbeda dari yang ibu bapa contohkan?
Jawaban : Ya, mereka mengalami kesulitan jika diberikan soal yang
berbeda dengan yang dicontohkan. Siswa sekarang cenderung menghafal
tipe-tipe soal yang diberikan oleh guru sehingga siswa akan mengalami
kesulitan jika menghadapi soal yang berbeda dengan contoh yang
diberikan.
4. Model pembelajaran apa yang biasa ibu/bapak gunakan saat proses
pembelajaran matematika berlangsung?
Jawaban
:
Metode pembelajaran
yang
biasa digunakan
masih
menggunakan ceramah dan tanya jawab serta terkdang saya menggunakan
71
pembelajaran diskusi agar siswa tidak merasa bosan dalam kegiatan
belajar mengajar.
5. Bagaimana kemampuan komunikasi matematis yang dimiliki siswa ?
Jawaban: Tidak semua siswa bisa mengembangkan kemampuan
komunikasi matematisnya.
6. Apakah kebanyakan siswa sudah menggunakan kemampuan komunikasi
matematis selama proses pembelajaran matematika berlangsung?
Jawaban : Secara keseluruhan hanya ada 40% siswa yang sudah
menggunakan kemampuan komunikasi matematisnya.
7. Menurut ibu/ bapak, seberapa penting kemampuan komunkasi matematis
dalam proses pembelajaran matematika?
Jawaban: Sangat penting, mengingat materi matematika banyak yang
membutuhkan komunikasi matematis dalam penyelesaiannya. Sehingga
siswa dituntut pula untuk dapat mengembangkan kemampuan tersebut.
8. Apakah
ibu/bapak
menggunakan
mengalami
komunikasi
kesulitan
matematis
untuk
saat
mengajak
proses
siswa
pembelajaran
matematika?
Jawaban : Sedikit kesulitan karena kebanyakan siswa tidak terbiasa
dengan soal-soal yang membutuhkan komunikasi matematis dalam
penyelesaiannya. Selama ini siswa hanya dibiasakan mengerjakan soal
tanpa kemampuan tersebutt dalam penyelesaiannya.
9. Menurut ibu/bapak, apakah model pembelajaran yang digunakan sudah
cukup untuk meningkatkan kemampuan komunikasi matematik siswa?
Jawaban: Belum, karena masih banyak siswa yang belum dapat
mengungkapkan ide-ide matematisnya jika disajikan suatu permasalahan
matematika.
72
Lampiran 3
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
(Kelas Eksperimen)
Nama Sekolah : SMP Al-Hasra Sawangan Depok
Kelas/Semester : VII/Genap
Mata Pelajaran : Matematika
Alokasi Waktu : 3 x 40 Menit
Pertemuan ke- : 1
A. Kompetensi Inti
1.
Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya.
2.
Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab,
peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi
secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan
pergaulan dan keberadaannya.
3.
Memahami dan menerapkan pengetahuan (faktual, konseptual, dan
prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata.
4.
Mengolah, menyaji, dan menalar dalam ranah konkret (menggunakan,
mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak
(menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai
dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam
sudut pandang/teori.
B. Kompetensi Dasar
1.
Menunjukkan sikap logis, kritis, kritis, analitik, konsisten dan teliti,
bertanggung jawab, responsif, dan tidak mudah menyerah dalam
memecahkan masalah.
73
2.
Memiliki rasa ingin tahu, percaya diri, dan ketertarikan pada matematika
serta memiliki rasa percaya pada daya dan kegunaan matematika, yang
terbentuk melalui pengalaman belajar.
2.3 Menunjukkan perilaku jujur dan bertanggung jawab sebagai wujud
implementasi kejujuran dalam melaporkan data pengamatan.
3.11 Memahami teknik penataan data dari dua variable menggunakan table,
grafik batang, diagram lingkaran, dan grafik garis.
4.8 Mengumpulkan, mengolah, menginterpretasi, dan menyajikan data hasil
pengamatan dalam bentuk table, diagram, dan grafik.
C. Indikator Pencapaian Kompetensi
Siswa dapat mengembangkan rasa ingin tahu serta menunjukkan sikap logis,
kritis, teliti dan bertanggung jawab secara pribadi maupun kelompok dalam:
2.3.1 Siswa dapat menentukan datum, data, populasi, dan sampel dari data
yang diketahui.
3.11.1 Siswa dapat menyajikan data dalam bentuk diagram batang dan
diagram lingkaran.
D. Tujuan Pembelajaran
Setelah proses pembelajaran menggunakan pendekatan CRA siswa dapat:
1.Menentukan datum, data, populasi, dan sampel dari data yang diketahui.
2.Menyajikan data dalam bentuk diagram batang dan diagram lingkaran.
E. Materi Ajar

Statistik
F. Pendekatan Pembelajaran
Pendekatan
: Concrete-Representational-Abstract (CRA)
Metode
: Diskusi kelompok, tanya jawab, dan pemberian tugas.
G. Langkah-langkah Pembelajaran
74
Kegiatan Pendahuluan (10 Menit)
Pembuka
 Guru membuka pembelajaran dengan berdoa.
 Guru mengecek kehadiran siswa.
 Guru mengkondisikan siswa untuk belajar.
 Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan materi yang akan dipelajari.
Motivasi
 Guru memberikan motivasi kepada siswa dengan menyampaikan manfaat
dari materi statistik dalam kehidupan sehari-hari.
Aprsepsi
 Guru mengingatkan materi sebelumnya, yaitu pengolahan data yang
diajarkan di kelas VI SD dengan mengajukan beberapa pertanyaan.







Kegiatan Inti (100 Menit)
Guru memberikan penjelasan mengenai datum, data, populasi dan sampel.
Guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok yang terdiri dari 5 orang
tiap kelompoknya.
Siswa secara bergantian menuliskan ukuran sepatu masing-masing di
papan tulis
Siswa secara berkelompok diberikan Lembar Kerja Siswa (LKS).
Siswa secara berkelompok menyalin informasi yang mereka peroleh pada
Lembar Kerja Siswa (LKS).
1. Concrete
Siswa secara berkelompok menuliskan data yang ada di papan tulis
pada LKS yang telah diberikan.
2. Representational
Siswa menyajikan data tersebut dalam bentuk diagram batang dan
diagram lingkaran.
3. Abstract
Siswa menentukan nilai Xmaks, Xmin dan jangkauan dari data tersebut.
Guru meminta
perwakilan dari beberapa kelompok untuk
mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya.
Guru memberikan koreksi, tambahan, atau penguatan untuk meluruskan
pemahaman siswa.
Kegiatan Penutup (10 Menit)
 Guru memberikan PR.
 Guru memberikan informasi materi pembelajaran berikutnya yaitu
pengolahan data.
 Guru menutup pembelajaran hari ini dengan salam.
H. Sumber Belajar
75
 Lembar Kerja Siswa (LKS) 1.
 Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia 2014.
Matematika SMP/MTs Kelas VII Semester 1 (Edisi Revisi). 2014. Jakarta:
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
I.
Media dan Alat Pembelajaran

J.
Papan Tulis dan Spidol
Penilaian Hasil Belajar
Teknik Instrumen
: Tes tertulis
Bentuk Instrumen
: Uraian
Instrumen
: Terlampir pada LKS 1
Depok,
Mengetahui
Peneliti
Dewanti Mustika Sari
(1110017000099)
2015
76
76
Lampiran 4
Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
(Kelas Kontrol)
Nama Sekolah : SMP Al-HasraSawanganDepok
Kelas/Semester : VII/Genap
Mata Pelajaran : Matematika
Alokasi Waktu : 3 x 40 Menit
Pertemuan ke- : 1
A. Kompetensi Inti
1.
Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya.
2.
Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab,
peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi
secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan
pergaulan dan keberadaannya.
3.
Memahami dan menerapkan pengetahuan (faktual, konseptual, dan
prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata.
4.
Mengolah, menyaji, dan menalar dalam ranah konkret (menggunakan,
mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak
(menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai
dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam
sudut pandang/teori.
B. Kompetensi Dasar
1.
Memiliki rasa ingin tahu, percaya diri, dan ketertarikan pada matematika
serta memiliki rasa percaya pada daya dan kegunaan matematika, yang
terbentuk melalui pengalaman belajar.
77
2.
Memahamikonsepperbandingandanmenggunakanbahasaperbandingandal
ammendeskripsikanhubunganduabesaran.
Menggunakankonsepperbandinganuntukmenyelesaikanmasalahnyatadenganm
enggunakan table dangrafik.
2.3
Menunjukkanperilakujujurdanbertanggungjawabsebagaiwujudimplemen
tasikejujurandalammelaporkan data pengamatan.
3.11 Memahamiteknikpenataan data daridua variable menggunakan table,
grafikbatang, diagram lingkaran, dangrafikgaris.
C. Indikator Pencapaian Kompetensi
Siswa dapat mengembangkan rasa ingin tahu serta menunjukkan sikap logis,
kritis, teliti dan bertanggung jawab secara pribadi maupun kelompok dalam:
2.3.1 Menjelaskan ide atausituasimatematikdalamkehidupansehari-hari yang
berhubungandengan datum, data, populasi, dansampel.
2.3.2 Menjelaskan
ide
atausituasimatematikdalammasalahteknikpengumpulan data.
3.11.1 Mengekspresikan ide-ide matematisdalamsebuah table, grafikbatang,
diagram lingkaran, dangrafikgaris.
D. Tujuan Pembelajaran
Setelah proses pembelajaran menggunakan pembelajarankonvensional siswa
dapat:
1. Menjelaskan ide atausituasimatematik yang berhubungandengan datum,
data, populasi, dansampel.
2. Menjelaskan ide atausituasimatematikdalammasalahteknikpengumpulan
data.
3. Mengekspresikan ide-ide matematisdalamsebuah table, grafikbatang,
diagram lingkaran, dangrafikgaris.
E. Materi Ajar
78

F.
Statistik
PendekatanPembelajaran
Pendekatan
: Konvensional
Metode
: Ceramah, Tanya jawab, danpemberiantugas
G. Langkah-langkahpembelajaran
Kegiatan Pendahuluan (10 Menit)
Pembuka
 Guru membuka pembelajaran dengan berdoa.
 Guru mengecek kehadiran siswa.
 Guru mengkondisikan siswa untuk belajar.
 Guru menyampaikan tujuan pembelajaran dan materi yang akan dipelajari.
Motivasi
 Guru memberikan motivasi kepada siswa dengan menyampaikan manfaat
dari materistatistika dalam kehidupan sehari-hari.
Apersepsi
 Guru mengingatkan materi sebelumnya, yaitu pengolahan data yang
diajarkan di kelas VI SDdenganmengajukanbeberapapertanyaan.
Kegiatan Inti (100 Menit)
Mengamati
 Guru
meminta
siswa
untuk
mengamati
guru
saatmenjelaskanmateristatistikadenganmemberikanbeberapainformasi yang
berhubungandenganmateri.
Menanya
 Guru melakukan tanya jawab dengan siswa berkaitan dengan datum dan
data sertadefinisipopulasidansampel dari hasil pengamatan yang telah
dilakukan.
Mengeksplorasi
 Guru memberikan penjelasan mengenai definisi datum, data, populasi,
dansampel.
 Siswa dimintauntuk mendiskusikanmengenaiteknikpengumpulan data
sertacarapenyajian data dalm table, grafikbatang, diagram lingkaran,
dangrafikgaris.
Mengasosiasi
 Siswa mengerjakan latihan soal yang diberikan oleh guru.
Mengkomunikasikan
 Guru meminta perwakilan dari beberapa siswa untuk menuliskan hasil
pekerjaannya di papan tulis.
79
 Guru bersama dengan siswa membahas hasil pekerjaan temannya di papan
tulis.
 Guru memberikan koreksi, tambahan, dan penguatan untuk meluruskan
pemahaman siswa.
 Siswa diberikan kesempatan untuk bertanya mengenai pembahasan yang
belum dipahami.
 Siswa bersama dengan guru melakukan refleksi terhadap pembelajaran hari
ini.
Kegiatan Penutup (10 Menit)
 Guru memberikan PR.
 Guru memberikan informasi materi pembelajaran berikutnya yaitu segitiga.
 Guru menutup pembelajaran hari ini dengan salam.
H. Sumber Belajar

Lembar Kerja Siswa (LKS) 1.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia 2014.
Matematika SMP/MTs Kelas VII Semester 1 (Edisi Revisi). 2014. Jakarta:
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan.
I.
Media dan Alat Pembelajaran
 Papan Tulis, Spidol, Laptop, danOHP
J.
Penilaian Hasil Belajar
Teknik Instrumen
: Tes tertulis
Bentuk Instrumen
: Uraian
Instrumen
: Terlampir
InstrumenPenilaian
N
IndikatorPencapaian
o.
Kompetensi
1.
Soal
Menjelaskan ide
Ada
pendapatsementarabahwaakhir-
atausituasimatematikda
akhiriniadakecenderunganhasilprestasiakad
Skor
20
80
2.
lamkehidupansehari-
emiksiswa SMP DKI Jakarta menurun.
hari yang
Lembagapendidikan
berhubungandengan
terkaitinginmengadakanpenelitianuntukme
datum, data, populasi,
mbuktikankebenarandanmencarisebab-
dansampel.
sebabnya. Tentukanpopulasidansampelnya.
Menjelaskan
ide Putri,
yang
seorangmahasiswiIlmuGizi
di
atausituasimatematikda
salahsatusekolahtinggiilmukesehatan
di
lammasalahteknikpeng
Jakarta,
umpulan data.
hendakmenelititentangtingkatkesehatantub
uhsiswa/I
SMP
disalahsatu
SMP
30
di
kawasan Jakarta Timur. Diamembutuhkan
data
inisebagaibahanuntuklaporanakhirkuliah.
BagaimanaPutrimemperoleh data tersebut ?
3.
Mengekspresikan
ide- YayasanPendidikanPelitaHarapanmengelol
ide
asekolahdenganjumlahsiswasebagaiberikut
matematisdalamsebuah
:
table,
diagram
grafikbatang, SD
: 500 siswa
lingkaran, SMP : 600 siswa
dangrafikgaris.
SMA : 450 siswa
SMK : 250 siswa
Sajikan data di ataskedalamgrafikbatang,
diagram lingkaran, dangrafikgaris.
Depok,
Mengetahui
Peneliti
DewantiMustika Sari
2015
50
81
(1110017000099)
82
81
Lampiran 5
Lembar Kerja Siswa (LKS 1)
Kelompok
:
Nama Anggota
:
1. .......................
2. .......................
3. .......................
4. ........................
5. ........................
STATISTIKA
Tujuan Pembelajaran :
Setelah selesai mengikuti pembelajaran ini siswa dapat :
1.Menentukan datum, data, populasi, dan sampel dari data yang diketahui.
2.Menyajikan data dalam bentuk diagram batang dan diagram lingkaran.
Kerjakan bersama dengan teman sekelompokmu!
A. Tuliskan data yang ada di papan tulis pada table dibawah ini !
No
Nama
No.
Sepatu
No
Nama
No.
Sepatu
No
1
11
21
2
12
22
3
13
23
4
14
24
5
15
25
6
16
26
7
17
27
8
18
28
9
19
29
10
20
30
Nama
No.
Sepatu
82
B. Perhatikan penjelasan guru tentang penyajian data dalam bentuk diagram batang dan
diagram lingkaran.
C. Sajikan data diatas dalam diagram batang, dan diagram lingkaran.
Diagram Batang
Diagram Lingkaran
Informasi
Xmaks
: Data terbesar
Xmin
: Data terkecil
Jangkauan
: Selisih antara Xmaks dan Xmin
D. Dari data diatas tentukan nilai Xmaks, Xmin, dan jangkauan
83
LATIHAN 1
1. Ada pendapat sementara bahwa akhir-akhir ini ada kecenderungan hasil prestasi
akademik siswa SMP DKI Jakarta menurun. Lembaga pendidikan yang terkait ingin
mengadakan penelitian untuk membuktikan kebenaran dan mencari sebab-sebabnya.
Tentukan populasi dan sampelnya.
2. Putri, seorang mahasiswi Ilmu Gizi di salah satu sekolah tinggi ilmu kesehatan di Jakarta,
hendak meneliti tentang tingkat kesehatan tubuh siswa/I SMP disalah satu SMP di
kawasan Jakarta Timur. Dia membutuhkan data ini sebagai bahan untuk laporan akhir
kuliah. Bagaimana Putri memperoleh data tersebut ?
3. Yayasan Pendidikan Pelita Harapan mengelola sekolah dengan jumlah siswa sebagai
berikut:
SD
: 500 siswa
SMP : 600 siswa
SMA : 450 siswa
SMK : 250 siswa
Sajikan data di atas ke dalam diagram batang dan diagram lingkaran.
84
Lampiran 6
Kisi-kisi InstrumenTes Kemampuan Komunikasi Matematis
No
1.
Aspek
Written Text
Indikator Soal
No.
Jumlah
Soal
Soal
1. Siswa dapat memberikan jawaban 1, 3, 5
3
dengan kalimatnya sendiri.
2. Siswa dapat menjelaskan situasi
matematik dalam bentuk diagram
atau pun sebaliknya.
2.
Mathematical
Expression
1. Siswa dapat menyatakan peristiwa 2, 4, 6
sehari-hari
dalam
konsep
matematika untuk menyelesaikan
masalah.
3
85
Lampiran 7
Instrumen Tes Kemampuan Komunikasi Matematis
1.
DBD
Hepatitis
Difteri
Tetanus
TBC
Banyaknya
Pasien
62
21
14
11
11
Dari table diatas tentukanlah populasi dan sampelnya serta berikan alasan
dari jawaban kalian.
2. Dari data Komunitas Pecinta Sepeda Ontel ditemukan data tentang umur
setiap anggota, banyaknya anggota yang berumur 18 tahun adalah 5 orang,
banyaknya anggota yang berumur 20 tahun adalah 5 orang, banyak anggota
yang berumur 40 tahun adalah 5 orang dan jumlah beberapa umur anggota
yang belum diketahui adalah 300 sedangkan rata-rata umur mereka adalah
27,6 tahun. Tentukanlah banyaknya anggota yang belum diketahui umurnya
serta tentukan umurnya ?
3.
Hobi yang paling disukai remaja
Hobi
Persentase
putra
disajikan
pada
table
Musik
36%
disamping. Diagram apakah yang
Game
21%
paling sesuai ? Jelaskan! Buatlah
Olahraga
17%
Lain-lain
26%
diagram tersebut.
4. di dalam suatu kelas terdapat 50 siswa yang terdiri dari 30 siswa perempuan
dan 20 siswa laki-laki. Pada suatu hari diadakan ujian matematika. Ternyata
nilai rata-rata dari siswa perempuan adalah 8,0 dan nilai rata-rata siswa lakilaki adalah 7,0. Tentukan nilai rata-rata keseluruhan siswa.
86
5. Perhatikan
gambar
di
samping.
Jelaskan data pada sumbu vertikal dan
sumbu
horizontal
banyaknya
siswa
serta
tentukan
pada
gambar
disamping!
6.
Nilai
Frekuensi
5
3
6
5
7
4
8
6
9
2
Nilai ujian mata pelajaran diberikan dalam table. Seorang siswa dinyatakan
lulus jika nilai ujian siswa tersebut diatas rata-rata. Tentukanlah persentase
siswa yang lulus dan tidak lulus ujian mata pelajaran tersebut, modus serta
median.
87
Lampiran 8
Kunci Jawaban Tes Kemampuan Komunikasi Matematis
1. Populasinya adalah jenis penyakit, karena jenis penyakit adalah
keseluruhan objek yang memiliki sifat-sifat sejenis. Sedangkan sampelnya
adalah DBD, Difteri, Hepatitis, Tetanus dan TBC, karena bagian dari
populasi yang memiliki sifat yang cukup mewakili sifat-sifat populasi.
2. 18 th = 5 orang
20 th = 5 orang
40 th = 5 orang
x.y
= 300
banyaknya anggota = 5 + 5 + 5 + y = 15 + y orang
=
(
) (
) (
)
27,6 =
27,6=
414 + 27,6y = 690
27,6y = 690 – 414
y = 10
x.y
= 300
x= 30
Jadi, banyaknya anggota yang berumur 30 tahun ada 10 orang
3. Diagram yang paling sesuai adalah diagram lingkaran karena datanya
membandingkan satu jenis hobi yang dipilih remaja putra dengan semua
pilihan.
88
Hobi Remaja Putra
Lain-lain
26%
Musik
36%
Olahraga
17%
Game
21%
4. n = 50
nperempuan =30
nlaki-laki
= 20
perempuan = 8,0
laki-laki
= 7,0
(
) (
=
=
( ,
)
=
( ,
)
)
= 7,6
5. Sumbu Vertikal menjelaskan tentang banyaknya siswa yang memiliki citacita tertentu sedangkan sumbu horizontal menjelaskan tentang cita-cita
yang dipilih siswa.
Banyaknya siswa adalah 50 orang.
6.
=
(
) (
) (
) (
Siswa yang lulus =
Siswa yang tidak lulus =
) (
=
= 6,95
100% = 60%
x 100% = 40%
Modus = 8
Median =
)
=7
89
Lampiran 9
Hasil Uji Coba Instrumen Tes Kemampuan Komunikasi
Matematis Siswa
No Nama
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M
N
O
P
Q
R
S
T
U
V
W
X
Y
Z
AA
AB
AC
AD
∑
1
3
4
4
4
4
3
3
4
4
3
3
4
3
4
2
2
4
3
2
4
3
1
2
4
2
3
2
4
3
4
95
2
4
3
4
3
3
3
3
3
4
4
1
1
3
3
1
3
3
2
1
3
1
1
1
1
2
1
3
3
1
3
72
Butir Soal
3
4
5
4
4
4
3
3
4
3
3
4
4
3
3
1
1
1
2
3
1
4
3
4
2
4
4
3
3
2
4
4
2
2
2
4
2
4
4
2
3
2
3
4
4
4
0
0
2
3
2
4
4
4
3
2
2
0
0
1
2
2
2
2
2
4
4
0
1
2
0
1
2
4
4
2
2
2
2
2
4
2
2
1
2
3
2
2
4
3
2
4
1
76
78
77
6
4
4
4
4
4
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
0
0
4
4
4
4
4
4
4
111
Skor
23
21
22
21
14
15
21
21
20
21
16
19
17
22
11
16
23
16
8
17
16
7
6
19
14
16
14
18
17
18
509
90
90
Lampiran 10
PERHITUNGAN UJI VALIDITAS
Contoh perhitungan uji validitas butir soal nomor 1
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
Nama
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M
N
O
P
Q
R
S
T
U
V
W
X
Y
Z
AA
AB
AC
AD
Σ
X1
3
4
4
4
4
3
3
4
4
3
3
4
3
4
2
2
4
3
2
4
3
1
2
4
2
3
2
4
3
4
95
Y
23
21
22
21
14
15
21
21
20
21
16
19
17
22
11
16
23
16
8
17
16
7
6
19
14
16
14
18
17
18
509
X12
9
16
16
16
16
9
9
16
16
9
9
16
9
16
4
4
16
9
4
16
9
1
4
16
4
9
4
16
9
16
323
Y2
529
441
484
441
196
225
441
441
400
441
256
361
289
484
121
256
529
256
64
289
256
49
36
361
196
256
196
324
289
324
9231
X1Y
69
84
88
84
56
45
63
84
80
63
48
76
51
88
22
32
92
48
16
68
48
7
12
76
28
48
28
72
51
72
1699
91
(
=
[
(
=
[(
=
)(
)
) ][
(
)(
) (
) (
(
=
=
(
)(
)][(
) ]
)(
)(
)(
(
)(
)
) (
)]
)
)
√
=
,
= 0,759

Dengan n = 30 dan

Karena

Perhitungan validitas butir soal selanjutnya menggunakan langkah seperti no.
1 di atas.
>
= 0,05 diperoleh
= 0,361.
maka butir soal nomor 1 valid.
92
Lampiran 11
Hasil Uji Validitas Instrumen
1
2
Butir Soal
3
4
5
6
A
3
4
4
4
4
2
B
4
3
3
3
3
C
4
4
3
4
D
4
3
4
No
Nama
1
5
E
6
F
4
3
3
3
1
2
Y
Nilai
4
23
96
4
4
21
88
3
4
4
22
92
3
3
4
21
88
4
14
58
3
15
63
88
1
3
1
1
7
G
3
3
4
3
4
4
21
8
H
4
3
2
4
4
4
21
88
9
I
4
4
3
3
2
4
20
83
10
J
3
4
4
4
2
4
21
88
11
K
3
1
2
2
4
4
16
67
12
L
4
1
2
4
4
4
19
79
4
17
71
4
22
92
46
13
M
14
N
3
4
3
3
2
3
3
4
2
4
15
O
2
1
4
0
0
4
11
16
P
2
3
2
3
2
4
16
67
17
Q
4
3
4
4
4
4
23
96
18
R
3
2
3
2
2
4
16
67
19
S
2
1
0
0
1
4
8
33
20
T
4
3
2
2
2
4
17
71
4
16
67
0
7
29
0
6
25
79
21
U
22
V
23
W
3
1
2
1
1
1
2
4
2
2
0
0
4
1
1
24
X
4
1
2
4
4
4
19
25
Y
2
2
2
2
2
4
14
58
26
Z
3
1
2
2
4
4
16
67
27
AA
2
3
2
2
1
4
14
58
28
AB
4
3
2
3
2
4
18
75
4
17
71
75
29
AC
30
AD
∑
r hitung
r tabel
Kriteria
3
1
2
4
3
4
3
2
4
1
4
18
95
72
76
78
77
111
509
0.759 0.632 0.404 0.88 0.707 0.638
0.361 0.361 0.361 0.361 0.361 0.361
Valid Valid Valid Valid Valid Valid
93
Lampiran 12
PERHITUNGAN UJI RELIABILITAS
Tentukan nilai varians skor tiap soal, misalnya varians butir soal nomor 1
–
=
(
(
)
)
=
,
=
= 0,739

Untuk menghitung varians butir soal nomor 2 dan seterusnya, gunakan cara
yang sama seperti butir soal nomor 1.
Didapat jumlah varians semua butir soal berdasarkan tabel perhitungan reliabilitas
yaitu Σ
= 7,323 dan varians
=
=
2
= 19,832, sehingga reliabilitasnya:
1−
1−
,
,
= (1,2)(0,630711)
= 0,757

Berdasarkan kriteria realibilitas
= 0,757 berada pada kisaran 0,60 <
0,80, maka tes bentuk uraian tersebut memliki realiabilitas baik.
≤
94
Lampiran 13
Hasil Uji Reliabilitas
No
Nama
1
A
2
B
1
2
3
4
4
3
Nomor Butir Soal
3
4
5
4
3
4
3
4
4
y
y2
4
23
529
4
21
441
484
6
3
C
4
4
3
3
4
4
22
4
D
4
3
4
3
3
4
21
441
5
E
4
3
1
1
1
4
14
196
6
F
3
3
2
3
1
3
15
225
7
G
3
3
4
3
4
4
21
441
4
21
441
4
20
400
441
8
H
9
I
4
4
3
4
2
3
4
3
4
2
10
J
3
4
4
4
2
4
21
11
K
3
1
2
2
4
4
16
256
12
L
4
1
2
4
4
4
19
361
13
M
3
3
2
3
2
4
17
289
14
N
4
3
3
4
4
4
22
484
15
O
2
1
4
0
0
4
11
121
4
16
256
4
23
529
4
16
256
64
16
P
17
Q
18
R
2
4
3
3
3
2
2
4
3
3
4
2
2
4
2
19
S
2
1
0
0
1
4
8
20
T
4
3
2
2
2
4
17
289
21
U
3
1
2
2
4
4
16
256
22
V
1
1
4
0
1
0
7
49
23
W
2
1
2
0
1
0
6
36
4
19
361
4
14
196
4
16
256
196
24
X
25
Y
26
Z
4
2
3
1
2
1
2
2
2
4
2
2
4
2
4
27
AA
2
3
2
2
1
4
14
28
AB
4
3
2
3
2
4
18
324
29
AC
3
1
2
4
3
4
17
289
30
AD
4
3
2
4
1
4
18
324
95
0.874
72
1.102
76
1.008
78
1.329
77
1.331
111
1.022
509
9231
si
si2
0.739
1.173
0.982
1.707
1.712
1.01
∑
95
∑si2
7.323
st
4.529
st2
19.83
r hitung
0.701
96
Lampiran 14
PERHITUNGAN UJI TARAF KESUKARAN
Contoh perhitungan taraf kesukaran butir soal nomor 1
=
=
(
)( )
=
= 0,792

Berdasarkan klasifikasi indeks kesukaran,
0,70 <
= 0,792 berada pada kisaran nilai
≤ 1,00, maka butir soal nomor 1 tersebut memiliki tingkat kesukaran
mudah.

Untuk butir soal nomor 2 dan seterusnya, perhitungan tingkat kesukarannya
sama dengan cara perhitungan tingkat kesukaran butir soal nomor 1.
97
Lampiran 15
Hasil Uji Taraf Kesukaran
No
Nama
1
Nomor Butir Soal
3
4
1
2
A
3
4
4
2
B
4
3
3
C
4
4
D
5
Jumlah
5
6
4
4
4
23
3
3
4
4
21
4
3
3
4
4
22
4
3
4
3
3
4
21
E
4
3
1
1
1
4
14
6
F
3
3
2
3
1
3
15
7
G
3
3
4
3
4
4
21
8
H
4
3
2
4
4
4
21
9
I
4
4
3
3
2
4
20
10
J
3
4
4
4
2
4
21
11
K
3
1
2
2
4
4
16
12
L
4
1
2
4
4
4
19
13
M
3
3
2
3
2
4
17
14
N
4
3
3
4
4
4
22
15
O
2
1
4
0
0
4
11
16
P
2
3
2
3
2
4
16
17
Q
4
3
4
4
4
4
23
18
R
3
2
3
2
2
4
16
19
S
2
1
0
0
1
4
8
20
T
4
3
2
2
2
4
17
21
U
3
1
2
2
4
4
16
22
V
1
1
4
0
1
0
7
23
W
2
1
2
0
1
0
6
24
X
4
1
2
4
4
4
19
25
Y
2
2
2
2
2
4
14
26
Z
3
1
2
2
4
4
16
27
AA
2
3
2
2
1
4
14
28
AB
4
3
2
3
2
4
18
29
AC
3
1
2
4
3
4
17
30
AD
4
3
2
4
1
4
18
95
0.792
72
0.6
76
0.633
78
0.65
77
0.642
111
0.925
509
p
Kriteria
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
Mudah
∑
98
Lampiran 16
PERHITUNGAN DAYA PEMBEDA
Contoh perhitungan daya pembeda untuk butir soal nomor 1.
=
=
−
( )(
)
−(
)(
)
=
= 0,283

= 0,283 berada pada interval 0,20 <
≤ 0,40, maka butir soal nomor 1
memiliki daya pembeda dengan kriteria cukup.

Untuk butir soal nomor 2 dan seterusnya, perhitungan daya pembedanya sama
dengan cara perhitungan daya pembeda butir soal nomor 1.
99
Lampiran 17
Kelompok Atas
Hasil Uji Daya Pembeda
1
Nomor Butir Soal
2
3
4
5
6
A
3
4
4
4
4
4
23
2
Q
4
3
4
4
4
4
23
3
N
4
3
3
4
4
4
22
4
C
4
4
3
3
4
4
22
5
B
4
3
3
3
4
4
21
6
D
4
3
4
3
3
4
21
7
G
3
3
4
3
4
4
21
8
H
4
3
2
4
4
4
21
9
J
3
4
4
4
2
4
21
10
I
4
4
3
3
2
4
20
11
L
4
1
2
4
4
4
19
12
X
4
1
2
4
4
4
19
13
AB
4
3
2
3
2
4
18
14
AD
4
3
2
4
1
4
18
15
M
3
3
2
3
2
4
17
56
45
44
53
48
60
No
Nama
1
Kelompok Bawah
∑
Y
16
T
4
3
2
2
2
4
17
17
AC
3
1
2
4
3
4
17
18
K
3
1
2
2
4
4
16
19
P
2
3
2
3
2
4
16
20
R
3
2
3
2
2
4
16
21
U
3
1
2
2
4
4
16
22
Z
3
1
2
2
4
4
16
23
F
3
3
2
3
1
3
15
24
E
4
3
1
1
1
4
14
25
Y
2
2
2
2
2
4
14
26
AA
2
3
2
2
1
4
14
27
O
2
1
4
0
0
4
11
28
S
2
1
0
0
1
4
8
100
29
V
1
1
4
0
1
0
7
W
2
1
2
0
1
0
6
DP
39
0.283
27
0.3
32
0.2
25
0.467
29
0.317
51
0.15
Kriteria
Cukup
Cukup
Jelek
Baik
Cukup
Jelek
30
∑
101
Lampiran 18
Hasil Rekapitulasi
Jenis Uji
Validitas
Reliabilitas
Taraf Kesukaran
Daya Pembeda
1
Valid
Sedang
Cukup
Nomor Butir Soal
2
3
4
Valid
Valid
Valid
0.70081735
Sedang Sedang Sedang
Cukup
Jelek
Baik
5
Valid
6
Valid
Sedang
Cukup
Mudah
Jelek
102
Lampiran 19
Daftar Skor Kelas Eksperimen
No
Siswa
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
S1
S2
S3
S4
S5
S6
S7
S8
S9
S10
S11
S12
S13
S14
S15
S16
S17
S18
S19
S20
S21
S22
S23
S24
S25
S26
S27
S28
S29
S30
1
3
3
4
4
4
3
2
4
4
4
4
2
3
2
4
2
4
3
0
4
3
4
4
4
3
2
4
1
2
3
2
2
3
1
4
3
3
1
2
3
4
3
4
4
1
1
4
1
4
4
3
1
4
3
4
4
3
3
4
4
3
Nomor Soal
3
4
5
4
1
4
3
2
4
2
4
4
3
4
4
4
4
4
4
3
4
3
4
4
4
4
3
4
3
4
3
2
3
4
4
4
2
4
4
4
4
3
3
4
4
4
2
4
2
4
3
3
2
3
1
1
3
4
3
4
1
4
3
2
4
2
3
3
4
3
4
4
4
3
4
4
4
3
4
4
4
2
3
4
4
4
4
4
2
4
3
4
4
6
3
4
2
3
4
3
4
3
4
3
2
3
2
3
4
3
4
4
1
4
4
3
4
4
3
4
4
4
2
2
Skor
17
19
17
22
23
20
18
20
22
19
21
19
20
17
19
18
17
16
16
19
16
21
22
23
21
21
20
21
18
19
103
Σ
93
88
95
98
110
97
581
Rata-rata
Xmax
Xmin
Modus
Varians
3.10
2.93
3.17
3.27
3.67
3.23
19.37
4
0
4
1
4
1
4
1
4
2
4
1
23
16
4
1.09
4
1.26
4
0.87
4
0.93
4
0.29
4
0.71
19
4.17
1.04
1.12
0.93
0.96
0.54
0.84
2.04
Simpangan
Baku
104
Lampiran 20
Daftar Skor Kelas Kontrol
No
Siswa
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
S1
S2
S3
S4
S5
S6
S7
S8
S9
S10
S11
S12
S13
S14
S15
S16
S17
S18
S19
S20
S21
S22
S23
S24
S25
S26
S27
S28
S29
Σ
1
3
0
4
4
2
1
2
1
2
4
2
2
1
2
4
2
4
3
2
2
3
2
4
4
2
4
3
1
4
74
2
2
0
1
1
2
2
1
2
4
4
3
0
4
1
1
4
1
3
2
3
1
3
2
4
2
3
1
4
1
62
Nomor Soal
3
4
5
4
1
2
2
1
4
2
4
2
3
3
4
2
3
4
1
3
2
2
1
3
4
4
3
3
3
3
3
4
4
4
2
2
2
2
4
2
4
3
3
4
4
4
2
4
2
4
3
1
2
3
1
1
2
1
2
3
1
3
4
2
3
4
2
1
4
3
4
2
2
2
4
2
2
3
1
4
3
4
3
2
4
4
4
2
3
3
69
79
92
104
6
3
3
2
3
3
3
4
2
3
3
3
3
2
3
4
3
2
3
4
4
3
4
1
4
3
4
3
4
2
88
Skor
15
10
15
18
16
12
13
16
18
22
16
13
16
17
19
18
13
13
14
17
16
16
16
20
14
19
16
21
15
464
105
Rata-rata
Xmaks
Xmin
Modus
Varians
Simpangan
Baku
2.552 2.138 2.379 2.724 3.172 3.034
4
4
4
4
4
4
0
0
1
1
2
1
2
1
2
4
4
3
1.35 1.57 1.06 1.17 0.63 0.59
16
22
10
16
7.17
1.16
2.68
1.25
1.03
1.08
0.79
0.76
106
Lampiran 21
UJI NORMALITAS, HOMOGENITAS DAN UJI T SKOR
POSTTEST MENGGUNAKAN SPSS 20
Kolmogorov-Smirnova
Statistic
df
Sig.
Skor
Komunikasi
.094
.200*
59
Skor Komunikasi
Levene Statistic
.500
Shapiro-Wilk
Statistic
df
Sig.
df1
.974
df2
1
Equal variances
assumed
Equal variances not
assumed
57
Sig.
.500
.232
Sig.
Levene's Test for Equality
of Variances
F
59
.483
.483
t-test for Equality of Means
t
df
Sig. (2tailed)
5.349
57
.000
5.325
52.322
.000
Download