EFEKTIVITAS PENGATURAN MAKANANAN SELINGAN TERHADAP PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH PASIEN DM TIPE II DI RSUD KOTA SALATIGA NASKAH PUBLIKASI Disusun Oleh : IDA FITRI J310111006 PROGRAM STUDI S1 GIZI FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA 2013 EFEKTIVITAS PENGATURAN MAKANANAN SELINGAN TERHADAP PENURUNAN KADAR GLUKOSA DARAH PASIEN DM TIPE II DI RSUD KOTA SALATIGA EFFECTIVENESS OF REGULATORY EATING SNACK REGULARY IN LOWERING BLOOD GLUCOSE LEVEL TYPE II DIABETIC PATIENS IN RSUD SALATIGA Nama: Ida Fitri/ NIM: J310 111 006 Program Studi S1 Gizi Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Surakarta ABSTRACT Background. : Eating habit in DM patients is very important to control blood glucose in preventing further complications. The distribution of eating habit that consist of three main meals and three snack times believes can prevent insulin insufficiency and fluctuations of insulin stability. Objectives: To determine the effectiveness of on time eating schedule in lowering blood glucose levels in type II diabetic patients in RSUD Salatiga. Methods of research: This research is quasi-experimental. Location of the study was in RSUD Salatiga. Subject was 38 patients with type II DM which divided into two groups: group A was given twice snack and group B was given three times snack. Perday, The data includes characteristics of DM patients, fast bloog glucose (FBG) and postprandial blood glucose (PBG) level before and after. Sampling was using consecutive sampling, while statistical analysis was using independent sample t-test. Results:. Characteristics of respondents was 71.9% women, aging <40 years (53.1%).Most of respondents in group A was having hipertension (31.2%) while group B was stroke (25%) . Decrease in blood glucose levels in group A 27.062 mg / dl FBG and 34.88 mg / dl PBG levels while group B 84.375 mg / dl FBG and 101.625 mg / dl PBG. Independent sample t-test showed no significant difference PBG levels between given two and three times a snack Conclusion: setting snack three times in patients with type II DM is more effective in lowering blood glucose levels Keywords : Blood glucose, Frekuensi Of Snack And Patiens Of Diabetic PENDAHULUAN guna mengontrol glukosa darah. Pengelolaan diabetes melitus (DM) Pengontrolan glukosa darah sangat penting dikenal empat pilar utama pengelolaan yaitu: guna mencegah terjadinya komplikasi akut penyuluhan seperti hipoglikemi yang dapat berakibat makan, atau latihan edukasi, jasmani, perencanaan dan obat koma dan kematian. Komplikasi juga dapat hipoglikemik. Dari empat pilar pengelolaan berhubungan dengan metabolisme seperti diabetes tersebut terlihat penatalaksanaan gagal ginjal dan gangguan jantung. (ADA, makanan yang efektif perlu dipertimbangkan 2011). Permasalahan yang sering terjadi 3. Mediskripsikan kadar glukosa darah pada pemantauan glukosa darah penderita akhir penderita DM tipe III rawat inap DM tipe II adalah jumlah insulin yang tidak di RSUD Salatiga yang diberikan mencukupi terhadap makanan yang diberikan makanan selingan dua kali dan tiga sehingga hasil glukosa darah tinggi (Hartono, kali. 2004). Dalam penelitian Prayugo (2012), ada 4. Mendiskripsikan penurunan kadar hubungan pola diit tepat jumlah jadwal dan glukosa darah pasien DM tipe II rawat jenis. inap di RSUD Salatiga yang diberikan Oleh karena itu perlu dilakukan pembagian porsi makan tiga makan utama makanan selingan dua dan tiga kali dan tiga makan selingan guna mencegah 5. Menganalisa perbedaan kadar glukosa ketidakcukupan insulin tersebut. Berdasarkan darah penderita DM tipe III rawat inap pengamatan penulis, RS Santa Elizabeth di RSUD Salatiga yang diberikan telah makanan selingan dua kali dan tiga menggunakan tiga kali makanan selingan untuk penderita DM tipe II, berbeda kali. dengan RSUD Salatiga yang menggunakan TINJAUAN PUSTAKA dua kali makanan selingan. Dari uraian tersebut penulis tertarik untuk meneliti manakah yang lebih efektiv dalam menurunkan kadar glukosa darah A. Tinjauan Teori 1. DM Merupakan suatu kelompok penyakit antara pemberian makanan selingan dua kali metabolik dan tiga kali hiperglikemia yang terjadi karena kelainan pada penderita DM tipe II di RSUD kota Salatiga. dengan karateristik sekresi insulin, kerja insulin atau kedua- Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut: duanya (American Diabetes Association, 2003 dan Soegondo, 1995). A. Tujuan Umum Mengetahui Pada DM tipe 2 jumlah insulin normal, efektivitas pengaturan malah mungkin lebih banyak. Tetapi makanan selingan terhadap penurunan jumlah reseptor insulin yang terdapat pada kadar glukosa darah pasien DM tipe II di permukaan sel yang kurang. Reseptor ini RSUD Kota Salatiga dapat diibaratkan sebagai lubang kunci B. Tujuan Khusus pintu masuk kedalam sel. Pada keadaan 1. Mendiskripsikan karakteristik penderita tadi jumlah lubang kuncinya yang kurang, DM tipe II rawat inap di RSUD hingga meskipun anak kuncinya (insulin) Salatiga. banyak, tetapi karena lubang kuncinya 2. Mendiskripsikan kadar glukosa darah (reseptor) kurang, maka glukosa yang awal penderita DM tipe II rawat inap di masuk sel akan sedikit sehingga sel akan RSUD Salatiga yang diberikan dua kali kekurangan bahan bakar (glukosa) dan dan tiga kali makanan selingan. glukosa di dalam pembuluh darah akan meningkat. Dengan demikian keadaan ini mencapai sama 1. perilaku, dibutuhkan edukasi yang Perbedaanya adalah pada DM tipe 2 komprehensif dan upaya peningkatan disamping kadar glukosa tinggi, juga motivasi. dengan pada DM tipe kadar insulin tinggi atau normal. Keadaan Diagnosis Kegiatan jasmani sehari-hari dan kadar latihan jasmani secara teratur (3-4 kali glukosa darah sewaktu dan kadar glukosa seminggu selama kurang lebih 30 darah menit), merupakan salah satu pilar puasa berdasarkan perubahan b. Latihan Jasmani ini disebut resistensi insulin (Suyono, 1999). keberhasilan dapat ditetapkan bila terdapat salah satu hasil dalam Tabel 1. Tabel 1 Kadar Glukosa Darah Sewaktu Dan Puasa Sebagai Patokan Diagnosis DM Kadar GDS Bukan Belum DM DM pasti DM Plasma vena <110 110-199 >200 (mg/dl) Darah kapiler <90 90-199 >200 (mg/dl) Sumber: Perkeni, 2006 Komplikasi DM dapat terjadi bila pasien tidak mengindahkan gejala-gejala yang telah timbul dan berkelanjutan. Penelitian Putri (2011) di RSUP Dr. M Jamil Padang, 53,7 % pasien memiliki tingkat pengetahuan rendah tentang faktor risiko komplikasi DM dan 52,2 % memiliki sikap negatif terhadap upaya pencegahan komplikasi DM. Pilar penatalaksanaan DM adalah: a. Edukasi. Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah terbentuk dengan mapan. Pemberdayaan penyandang diabetes memerlukan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat.Tim kesehatan mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku.Untuk dalam pengelolaan DM tipe 2. Kegiatan sehari-hari seperti berjalan kaki ke pasar, menggunakan tangga, berkebun harus tetap dilakukan. c. Intervensi Farmakologis Intervensi farmakologis ditambahkan jika darah belum pengaturan sasaran glukosa tercapai makan dengan dan latihan jasmani. Obat hipoglikemik oral atau OHO, Terapi gizi medis d. Terapi gizi medis Pengelolaan DM dimulai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani selama beberapa waktu (2-4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) atau suntikan insulin. Pada keadaan tertentu, OHO dapat segera diberikan secara tunggal atau langsung indikasi. Dalam kombinasi, sesuai pengelolaaan diet penderita DM perlu ditegaskan prinsip tiga J, yaitu jenis, jumlah dan jadwal makan (Askandar, 1999). Mempunyai pola makan baik akan berisiko 4 kali untuk berhasil dalam pengelolaan DM diabetes yang mengidap penyakit tipe 2 (Yoga, 2011). lain, 1) Kebutuhan kalori/Jumlah makanan disesuaikan Ada beberapa cara untuk pola pengaturan makan dengan penyakit penyertanya. menentukan jumlah kalori yang Kriteria pengendalian DM dapat dilihat dibutuhkan penyandang diabetes. pada Tabel 2. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori / kg BB ideal, dikurangi bergantung beberapa kelamin, ditambah faktor umur, atau pada yaitu jenis aktivitas, berat badan,dll. Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh. Indeks massa tubuh (IMT) dapat dihitung dengan rumus: IMT = BB(kg)/TB(m2) Klasifikasi IMT dengan menurut WHO WPR/IASO/IOTF dalam The AsiaPacific Perspective, Berat badan Kurang <18,5, berat badan normal 18,5-22,9, dan berat badan Lebih >23,0 (Dengan resiko 23,0 - 24,9, Obes I 25,0 - 29,9 , Obes II > 30). 2) Jadwal Makan Makanan terhitung dengan kalori komposisi porsi besar untuk makan pagi siang (30%) dan sore (25%) serta 2-3 porsi makanan ringan (10-15%) di antaranya. Untuk meningkatkan kepatuhan pasien, sejauh mungkin perubahan dilakukan kebiasaan. 2. Glukosa Darah a. Glukosa Dalam Metabolisme Karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi tubuh manusia, yang menyediakan 4 kalori (17 kilojoule) energi pangan per gram. Pemecahan karbohidrat (misalnya pati) menghasilkan monosakarida dan disakarida, terutama glukosa. Melalui glikolisis, glukosa segera terlibat dalam produksi ATP, pembawa energi sel. Di sisi lain, glukosa sangat penting dalam produksi protein dan dalam sejumlah tersebut di atas dibagi dalam 3 (20%), Tabel 2 Kriteria Pengendalian DM Terkendali Baik Sedang Buruk GDP 80-199 110-139 ≥140 (mg/dl) GD2PP 110-159 160-199 ≥200 (mg/dl) HbA1C 4-5,9 6-8 ≥8 (%) Sumber : Perkeni, 2011 sesuai Untuk dengan penyandang metabolisme lipid. Karena pada sistem saraf pusat tidak ada metabolisme lipid, jaringan ini sangat tergantung pada glukosa.Glukosa dalam saluran peredaran darah pencernaan. glukosa ini menjadi bahan diserap kemudian bakar ke melalui Sebagian langsung sel otak, sedangkan yang lainnya menuju hati dan otot, yang menyimpannya sebagai glikogen (pati hewan) dan sel lemak, dikonsumsi serta aktivitas fisik yang yang menyimpannya sebagai lemak. dilaksanakan. Glikogen merupakan sumber energi (2003) cadangan memepengaruhi yang akan dikonversi Menurut Faktor lain waspaji,dkk yang dapat kenaikan glukosa kembali menjadi glukosa pada saat darah adalah : pola makan, makanan dibutuhkan energi. yang kaya akan lemak, jadwal makan Meskipun lemak simpanan dapat juga yang tidak teratur, hidrat arang yang menjadi sumber energi cadangan, mudah cerna/ karbohidrat sedarhana, lemak tak pernah secara langsung stres dan hormon. lebih banyak dikonversi menjadi glukosa. Fruktosa dan galaktosa, dihasilkan gula dari lain yang 3. Manfaat Makanan Selingan dan Kontribusinya pemecahan Dalam prinsip 3J (jumlah, jenis dan karbohidrat, langsung diangkut ke hati, jadwal makan) telah dijelaskan pembagian yang makanan besar 3 kali waktu makan dan mengkonversinya menjadi glukosa. Kasus 2-3 makanan selingan dalam sehari. diabetes yang banyak Pembagian ini diperhitungkan dengan dijumpai adalah DM tipe 2 yang adanya jumlah insulin yang dikeluarkan umumnya mempunyai latar belakang agar cukup pada porsi makanan tersebut. kelainan Menurut Hartono (2003), yang diawali dengan permasalahan resistensi insulin. Pada keadaan awal yang sering terjadi pada diabetisi dan ini menimbulkan tingginya glukosa darah sel beta pankreas masih dapat menkompensasi keadaan, dimana adalah ketidak cukupan insulin ini. hiperinsulinemia dan glukosa darah Pembagian makanan selingan dalam 3 masih diatas sedikit normal. Apabila kali sehari memberikan kontribusi selang terjadi ketidak sanggupan sel beta waktu yang cukup untuk keluarnya insulin pankreas maka terjadi DM secara dan jarak antara makan malam dan klinis.yang ditandai peningkatan kadar makan pagi tidak terlalu jauh, dimana glukosa glukosa darah saat tidur akan lebih rendah darah sesuai kriteria diagnosis DM. b. Faktor-Faktor dibanding saat terjaga dan ini memberikan Yang Mempengaruhi Glukosa Darah keadaan .Frekuensi Kadar glukosa darah dipengaruhi dengan glukosa darah lebih stabil makan yang lebih sering porsi yang lebih kecil agar oleh faktor endogen dan eksogen. fluktuasi kadar glukosa darah tidak begitu Endogen besar (Asdie, 2000). seperti hormon insulin, glukagon, kortisol, sistem reseptor di Pada pagi hari pasien akan lebih otot dan di hati. Faktor eksogen antara menikmati makanan dengan tidak keburu- lain jenis dan jumlah makanan yang buru karena kelaparan. Anjuran powers dalam Indarti (2004) menyatakan bahwa dapat menerima pengeluaran hormon dengan pengaturan jarak makan 3 sampai insulin endogen sehingga glukosa darah 5 jam, glukosa darah secara maksimal bisa terkendali B. Kerangka Teori - Pola makan Stres Hormon. Gula Darah Tinggi Gula Darah Terkontrol 4 Pilar Pengelolaan DM : - Edukasi - Latihan jasmani - Farmakologis - Terapi gizi medis / 3 J ( Termasuk Tepat Jadwal / 6X Makan ) Gambar 1. Kerangka Teori Sumber : WHO, 2006 dan Waspadji, 2003 C. Kerangka Konsep Frekuensi pemberian makanan selingan 2x dan 3x pada penderita DM tipe II Kadar Glukosa Darah D. Hipotesis Ada perbedaan glukosa darah antara pasien DM dengan dua kali makanan selingan dan tiga kali makanan selingan. METODE PENELITIAN utama dan 170 Kkal tiap kali makanan Jenis penelitian adalah experimental selingan. Lokasi penelitian di RSUD Kota semu. Variabel penelitian meliputi variabel Salatiga dengan waktu penelitian mulai 20 tergantung dan februari sampai dengan 20 mei 2013 . variabel bebas adalah frekuensi pemberian Populasi Adalah semua penderita DM tipe makanan II rawat inap di RSU Salatiga. Sedangkan glukosa selingan darah dengan puasa pembagian kelompok sampel A pada pemberian dua ketentuan inklusi sebagai berikut: kali makanan selingan dengan 1400 Kkal 1) Penderita DM tipe II yang diberikan dimana berat nasi 150 gr tiap kali makan DM utama dan 170 Kkal tiap makanan selingan perawatan II dan III di RSUD dan kelompok B pada tiga kali pemberian Salatiga. makanan selingan dengan 1200 Kkal dimana berat nasi 100 gr tiap kali makan 2) 1700 kalori dengan kelas Kota Kadar glukosa darah sewaktu 200-400 mg/dl pada awal penelitian 3) Pemakaian obat OHO jangka pendek Pengambilan sampel secara seperti glimiperide, metformin atau pun consecutive Sampling, dengan dibatasi insulin oleh 4) Bersedia ikut serta dalam penelitian Dengan sampel minimal sesuai dengan 5) Penderita perhitungan 1) dapat berkomunikasi yaitu selama rumus tiga bulan. Federer.Pengolahan dengan baik. data menggunakan uji Independent-t test Kriteria ekslusi sebagai berikut: dengan Windows 7 Penderita DM tipe II yang di rawat di RSU dengan komplikasi nefropaty dan hepatitis serta tidak dalam keadaan hipoglikemi. 2) waktu HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakteristik Responden 1. Jenis Kelamin Dalam kurun waktu penelitian antara pengambilan glukosa darah puasa pertama dan pengambilan glukosa Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin dapat dilihat pada Tabel 3. darah puasa kedua pasien tidak patuh pada diit yang disediakan. Tabel 3 Distribusi Frekuensi Jenis Kelamin Responden Jenis n Kelompok A Kelompok B Kelamin Ʃ % Ʃ % Ʃ % Laki-laki 9 28,1 3 18,8 6 37,5 Perempuan 23 71,9 13 81,2 10 62,5 Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat memiliki peluang peningkatan indeks bahwa jenis kelamin sampel lebih masa banyak perempuan (71,9%) daripada Sindroma siklus laki-laki (28,1%) baik pada kelompok A (premenstrual syndrome), atau pemberian dua kali makanan menopouse yang membuat distribusi selingan lemak (81,2 %) maupun pada tubuh yang tubuh lebih besar. bulanan pasca- menjadi mudah kelompok B atau tiga kali pemberian terakumulasi akibat proses hormonal makanan selingan (62,5 %). Jenis tersebut kelamin menderita lebih banyak perempuan seperti pada penelitian Witasari (2009) bahwa pasien DM tipe II di RSUD dr. Moewardi yang berjenis kelamin sehingga diabetes wanita berisiko mellitus tipe2 (Irawan, 2010). 2. Umur Responden Distribusi frekuensi umur perempuan lebih banyak daripada laki- responden pada penelitian ini dapat laki dengan persentase sebesar 53,3 dilihat pada Tabel 4. % perempuan dan 46,7% laki-laki. Wanita lebih berisiko mengidap diabetes karena secara fisik wanita Tabel 4 Distribusi Frekuensi Umur Responden umur n Kelompok A Kelompok B Ʃ % Ʃ % Ʃ % <40 th 17 53,1 9 56,2 8 50 40-49 th 4 12,6 2 12,5 2 12,5 50-59 th 2 6,2 1 6,2 1 6,2 60-69 th 6 18,7 3 18,8 3 18,8 >69 th 3 9,4 1 6,2 2 12,5 Pada Tabel 4 terlihat bahwa umur Ketika seseorang mengalami sampel paling banyak pada kategori stres, kelenjar adrenal akan dipacu umur untuk menghasilkan hormon adrenalin. < 40 th sebesar 53,1%. Usia penderita diabetes makin merentang Hormon tersebut ke bawah dengan dengan rentang yang usia 25 - 45 tahun. Sementara 10 kebutuhan glukosa darah Adrenalin tahun lalu pasien diabetes rata-rata yang dipacu secara terus-menerus mereka pada saat stres akan meningkatkan yang berusia 50 tahun dapat mempunyai memacu kenaikan keatas(Info kes,2012). Pada penelitian kebutuhan Rianto, dkk (2008) umur penderita DM stres tipe II terbanyak usia kurang dari 50 th lambat sebanyak 37,2%.Data dari negara- kelelahan negara Asia menunjukkan prevalensi menghasilkan DM tertinggi pada kelompok umur 30- produksi insulin justru akan menurun 49 tahun. Ini menunjukkan bahwa DM dan kadar glukosa dalam darah akan terjadi pada usia produktif di Asia naik (Istianto,2009). (Sekeon,2008). Pergeseran umur ini insulin. efek tersebut laun Apabila kondisi berlangsung sel beta (exhaustion) insulin, lama, mengalami dalam sehingga 3. Diagnosa Responden terjadi karena pada usia produktif ini Distribusi frekuensi diagnosa memiliki kelebihan berat badan dan responden penelitian ini dapat dilihat faktor stres yang memicu timbulnya pada Tabel 5. DM tipe II(Handayani, 2005). Tabel 5 Distribusi Frekuensi Diagnosa Responden Diagnosa n Kelompok A Kelompok B Ʃ % Ʃ % Ʃ % Abdominal pain 3 9,4 2 12,5 1 6,2 Chest pain 2 6,2 1 6,2 1 6,2 Demam Berdarah 2 6,2 1 6,2 1 6,2 Panas 4 12,6 1 6,2 3 18,8 Hipertensi 6 18,7 5 31,2 1 6,2 Infeksi Saluran Kencing 2 6,2 1 6,2 1 6,2 Stroke 5 15,7 1 6,2 4 25 Typus 2 6,2 1 6,2 1 6,2 Ulkus DM 2 6,2 1 6,2 1 6,2 Vertigo 4 12,6 2 12,5 2 12,5 Diagnosa pasien awal masuk RS variatif banyak Menurut PERKENI, gula darah hipertensi (HT) sebesar 18,7%. Pada sewaktu (GDS) normal atau terkontrol kelompok kali untuk pasien DM adalah < 200 mg/dl. makanan selingan (A) dengan angka Dalam penelitian ini kriteria inklusi terbanyak yaitu 31,2%. Obat rerata pasien dengan GDS antara 200-400 pasien menggunakan glimiperide dan mg/dl metformin. Fungsi glimiperide untuk kelompok A dan B tergolong tidak meningkatkan sekresi insulin yang terkontrol memiliki efek samping meningkatkan mg/dl. berat namun paling 4. Glukosa Darah Sewaktu (GDS) pemberian badan hipoglikemia dan dua dapat sampel dengan rata-rata pada 277,1 B. Aktivitas Fisik metformin Aktivitas pasien DM di RS meliputi : untuk menekan produksi glukosa di bed rest, mobilisasi dan berjalan dengan hati sensivitas frekuensi pada Tabel 6. Melihat dari faktor terhadap insulin dengan efek samping yang berpengaruh dalam keberhasilan diare, assidosis pengelolaan DM antara lain pengetahuan, laktat(Perkeni, 2011). Pada kondisi keteraturan olah raga atau aktivitas, pola dirawat dirumah sakit kepatuhan lebih makan tinggi dalam minum obat. Tingkat (PERKENI, kepatuhan mempengaruhi dan sedangkan terjadi sehingga menambah dispepsia dan minun menentukan obat keberhasilan juga dan kepatuhan 2011), besarnya minum obat aktivitas ini kalori yaitu dalam penambahan 5% bed rest, 10% mobilisasi pengelolaan DM (Yoga,2011). Dalam dan 15% aktivitas jalan namun aktivitas penelitian dalam ini kondisi kepatuhan penelitian ini tidak begitu responden sama namun jenis obat berpengaruh karena sudah dihitung dalam yang diberikan memiliki efek dan cara penentuan kalori pasien yaitu Diit DM kerja 1700 Kkal bersamaan dalam berbeda sehingga penelitian ini diagnosa yang variatif faktor usia dan jenis kelamin. merupakan faktor perancu. Tabel 6 Akivitas Pasien DM Berdasar Frekuensi Pemberian Makanan Selingan Aktivitas Kelompok A Kelompok B Frekuensi % Frekuensi % Bed rest 2 12,5 5 31,2 Mobilisasai 2 12,5 1 6,2 Jalan 12 75 10 62,5 C. Asupan Makan dapat digolongkan baik ( 80-100% ), Pada asupan makanan pasien berdasarkan recall dan metode comstock. Menurut Hardiansyah, tingkat asupan sedang (70-80) dan kurang ( 60-69% ) seperti pada Tabel 7. Tabel 7 Asupan Kalori Berdasar Frekuensi Pemberian Makanan Selingan Asupan Kelompok A Kelompok B Frekuensi % Frekuensi % Baik 15 93,8 15 93,8 Sedang 1 6,2 1 6,2 Kurang Terlihat pada Tabel 7 asupan kalori rumah sakit. Pola makan yang baik ini sampel , pasien kelas II dan III di RSU menurut Salatiga kelompok A dan B, pasien patuh peluang keberhasilan empat kali dalam terhadap diit RS. Rata-rata dalam kategori pengelolaan DM. baik dimana 93,8% pasien mengkonsumsi Yoga (2011) memberikan D. Glukosa Darah Awal Sampel makanan dengan menu DM 1700 KKal Kadar glukosa darah puasa awal yang disajikan RS. Hasil recall, sampel (GDP1 dan GD2Jam PP1) terlihat pada tidak mengkonsumsi makanan dari luar Tabel 8. Tabel 8 Glukosa Darah Awal Sampel Berdasar Frekuensi Makan Pemberian Dua Pemberian Tiga Kali Makanan Kali Makanan Selingan (A) Selingan (B) Jumlah Responden 16 16 Minimum GDP1 179 187 2JPP1 205 143 Maksimum GDP1 398 399 2JPP1 400 382 Mean ± SD GDP1 286,31± 70,9 297,12±64,943 2JPP1 295,94± 62,054 276,62± 81,442 Terlihat pada awal penelitian GDP prandial (2JPP1) rata-rata dua kali terendah 179 mg/dl dan tertinggi 399 pemberian makanan selingan 295,94 mg/dl. Menurut PERKENI GDP yang ml/dl dan tiga kali makanan selingan terkontrol adalah kurang dari 126 mg/dl. 276,62 mg/dl. Terlihat bahwa pada awal Dalam penelitian awal ini seluruh sampel penelitian kadar 2JPP seluruh responden tergolong tergolong kategori buruk (≥ 200mg/dl). kategori GDP yang tidak terkontrol (100 % buruk). Rata–rata GDP awal dengan kali Keadaan glukosa darah puasa akhir makanan selingan menunjukkan angka penelitian (GDP2 dan GD2PP2) dapat 286,31 dilihat pada Tabel 9. mg/dl pemberian sedangkan dua E. Glukosa Darah Akhir Sampel tiga kali makanan selingan adalah 297,12 mg/dl. Pada pemeriksaan awal 2 jam post Tabel 9. Glukosa Darah Akhir Sampel Berdasar Frekuensi Makan Pemberian Dua Pemberian Tiga Kali Makanan Kali Makanan Selingan (A) Selingan (B) Jumlah Responden 16 16 Minimum GDP2 125 86 2JPP2 180 398 Maksimum GDP2 365 316 2JPP2 376 230 Mean ± SD GDP2 259,88±67,837 212,75±56,883 2JPP2 264,81±65,957 175±31,016 Pada akhir penelitian GDP terendah jam post prandial (GD2PP2), rata-rata 86 mg/dl dan tertinggi 365 mg/dl dengan 264,81 mg/dl pada 2x makanan selingan rata-rata kelompok A 259,88 mg/dl dan dan 175 mg/dl pada kelompok pemberian kelompok B 212,76 mg/dl. Kategori GDP 3x makanan selingan. akhir (pada Tabel 10). Menunjukkan kategori 2JPP menunjukkan peningkatan peningkatan baik kelompok A maupun pada kedua kelompok. Pada Tabel 12 kelompok B. Pada akhir pemeriksaan 2 Tabel 10 Kategori Glukosa Akhir Responden Kategori Kelompok A Kelompok B GDP 2JPP GDP 2JPP Baik 1(6,2%) 4(25%) Sedang 1(6,2%) 3(18,8%) 9(56,2%) Buruk 15(93,8%) 13(81,2%) 15(93,8%) 3(18,8%) F. Penurunan Glukosa Darah Responden Penurunan glukosa darah responden meliputi GDP dan 2JPP seperti pada Tabel 11 Tabel 11 Penurunan Glukosa Darah Berdasar Frekuensi Makanan Selingan Penurunan Pemberian Dua Pemberian Tiga Kali Makanan Kali Makanan Selingan (A) Selingan (B) Jumlah Responden 16 16 Mean GDP 27,062 84,375 2JPP 34,188 101,625 SD GDP 75,464 59,067 2JPP 69,506 65,536 Penurunan GDP responden pada makanan selingan sebanyak 34,13 mg/dl pemberian dua kali makanan selingan dan pada pemberian tiga kali makanan sebesar 27,062 mg/dl sedangkan pada selingan adalah 101,63 mg/dl. pemberian tiga kali makanan selingan G. Analisis Bivariat adalah 84,375 mg/dl. Penurunan 2JPP Hasil uji Kolmogorof pada 2x dan 3x responden pada pemberian dua kali makanan selingan menunjukkan nilai p (0,20) > 0,05 maka data berdistribusi insulin yang kurang maka glukosa masih normal, dilanjutkan Independent sample banyak yang beredar dalam tubuh atau t-test (Tabel 12). ada sisa glukosa yang berarti kadar Tabel 12 glukosa darah tinggi . Pada Nilai P Berdasar Uji T Independent makan berikutnya glukosa darah yang masih tinggi p 0,041 0,000 0,023 0,008 GDP 2JPP Penurunan GDP Penurunan 2JPP jadwal ditambah glukosa baru sehingga kadar glukosa darah pada dua kali makanan selingan masih tetap tinggi. Berbeda dengan pemberian tiga kali nilai GDP makanan selingan porsi yang cukup atau akhir dengan p 0,041 < 0,05 (bermakna) lebih kecil memberikan glukosa yang maka dihasilkan Pada Tabel 12 terlihat H0 ditolak yang berarti ada tubuh dapat habis perbedaan Glukosa darah pasien DM dimetabolisme atau disimpan oleh insulin yang diberikan makanan selingan dua dan kali dan tiga kali, begitupun pada 2JPP, glukosa yang ada mendapatkan proses penurunan GDP dan 2JPP yang bernilai yang sama dan tak tersisa sehingga bermakna. menghasilkan kondisi glukosa darah yang pada jadwal makan berikutnya Penelitian ini membuktikan bahwa lebih stabil (Sherwood, 2011). Pengidap porsi makan yang lebih kecil dengan diabetes dianjurkan untuk makan dalam frekuensi lebih sering atau pemberian tiga jumlah kecil namun sering agar asupan kali sesuai makanan tidak meningkatkan kadar gula dimana makanan yang masuk ke dalam darah secara drastis, sebaliknya pada tubuh diubah oleh insulin dengan jumlah tenggang antara waktu makan tidak yang cukup (Hartono, 2006). Kadar terjadi penurunan drastis kadar gula glukosa darah penderita DM yang tinggi darah. Frekuensi makan kecil sering dan karena makanan yang ada tidak bisa teratur ini dimaksudkan agar fluktuasi diubah oleh insulin menjadi glukosa atau kadar glukosa darah tidak begitu besar adanya insulin namun tidak mencukupi (Infokes ,2004 dan Asdie AH,2000). jumlahnya. OHO Hasil wawancara dengan sampel, pasien DM dengan 3x makanan selingan merasa memberikan efek glukosa dapat masuk tidak terlalu lapar dibanding biasanya jika ke dalam sel darah yang akan digunakan mengkonsumsi hanya dua kali makanan untuk metabolisme atau untuk disimpan. selingan ini dikarenakan jarak waktu makanan ataupun selingan Pemberian insulin pada lebih obat pasien Pada pemberian dua kali makanan makan pada tiga kali makanan selingan selingan karena porsi makanan yang antara lebih banyak maka menghasilkan glukosa makan utama pagi tidak terlalu jauh. dalam jumlah banyak Menurut namun keadaan makan selingan malam dan Anjuran Powers dalam Indarti (2004) menyatakan bahwa dengan 3. Rata-rata GDP akhir pasien dengan pengaturan jarak makan 4 sampai 5 jam, dua glukosa darah secara maksimal dapat selingan 259,4 mg/dl dan 212,7 menerima pengeluaran hormon insulin mg/dl endogen sehingga glukosa darah bisa makanan selingan. Rata-rata 2JPP terkendali. 264,81mg/dl H. Keterbatasan Penelitian kali pemberian pada tiga kali pada makanan pemberian dua kali pemberian makanan selingan dan 1. Dalam penelitian ini perlakuan yang diberikan terhadap sampel kurang 175 mg/dl pada tiga kali pemberian makanan selingan lama hanya tiga hari karena rata-rata 4. Penurunan pasien rawat inap di RSU Salatiga pemberian empat sampai dengan satu minggu. sebesar 26,43 mg/dl dan 84,37 pada 2. Homogenitas diagnosa pasien kurang tiga GDP kali pada makanan mkanan karena mempengaruhi penggunaan Penurunan 2JPP obat penyerta mg/dl dua kali selingan seiingan. sebanyak 31,13 pada dua kali makanan selingan dan 101,62 mg/dl pada pemberian KESIMPULAN DAN SARAN homogen sampel dilihat dari penelitian rata-rata kategori umur < 40 tahun, jenis kelamin perempuan, aktivitas jalan, asupan 1700 Kkal kategori baik dan GDS kategori tidak terkontrol namun masih variaifnya diagnosa awal masuk pasien. 2. GDP awal pasien rata-rata 286,31 mg/dl pada pemberian dua kali makanan selingan dan 297,12 mg/dl pada pemberian tiga kali makanan selingan. Rata-rata 2JPP pada dua kali pemberian makanan selingan 295,94 mg/dl dan pada pemberian tiga kali makanan selingan adalah 276,62 mg/dl. kali makanan selingan. A. Kesimpulan 1. Karakteristik tiga 5. Uji T Independent menunjukkan ada perbedan bermakna GDP akhir dan 2JPP akhir penelitian pemberian dua kali antara dan tiga kali makanan selingan. A. SARAN 1. Perlu diinformasikan kepada pasien DM dan keluarga tentang efektivitas pengaturan makan penderita DM dimana asupan makanan tiga kali makanan selingan lebih efektif dalam menurunkan kadar glukosa darah penderita DM. 2. Perlu adanya penelitian lebih lanjut dengan waktu perlakuan yang lebih lama sehingga efek pemberian tiga kali makanan selingan lebih jelas dalam peningkatan kategori GDP dan adanya homogenitas dalam hal diagnosa pasien, sehingga obat penyerta dan faktor stres pasien akan sama, serta pre test setelah konseling sehingga gizi tentang diet mengetahui DM Istayanto,Reza.2009..Hubungan Faktor yang menimbulkan DM. FK UI Kongres ADA ke 71 di Sandiego.http://indonesia.asiaprnews.co m/2011-06-27/200548.html tingkat pengetahuan pasien dimana akan Moehji,S. 2003. sinawati. Jakarta. Ilmu Gizi 2.papas Sinar sama pengetahuan dan kepatuhan Perkeni. 2011. Revisi Konsensus pengelolaan Diabetes Melitus tipe 2 di Indonesia. diet. 3. Perlu adanya kebijakan kepada pasien DM di RSUD Salatiga yaitu pemberian tiga kali Perkeni. 2006. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus tipe 2 di Indonesia. makananan selingan. DAFTAR PUSTAKA Anonim Infokes. 2004. Penderita Diabetes perlu Makan Teratur, 31 Agustus 09:25:41 Anonim.Infokes.Republika.2012.http://tehkese hatan.com/index.phpaction=news.detail&i d_news=21 Asdie AH. 2000. Patogenesis dan Terapi Diabetes Mellitus Tipe 2. , Yogyakarta: Medika Fakultas Kedokteran UGM Depkes RI .2006.Pedoman Pelayanan Gizi RS .Jakarta. Handayani .2005. Modifikasi gaya hidup dan intervensi Farmakologis. Media Gizi Masyarakat Indonesia, Vol.1,No.2, Februari 2012 : 65-70 Hartono,A. 2006. Terapi Gizi dan Diet RS.ed Prayugo. 2012. Pola diit tepat jumlah, jadwal dan jenis terhadap kadar gula darah pasien diabetes mellitus tipe II. Jurnal STIKES Rekam Medis. 2011. RSU Salatiga. Rianto, NA, Sunarto, Fidianingsih, Ika. 2008. Hubungan antara sikap perilaku dan pertisipasi keluarga terhadap kadar gula darah penderia DM Tipe II PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Skripsi. Fakultas kedokteran UII. http://kuliahfery.files.wordpress.com/2010 /06/dm.pdf Sastrosupadi, A .1977.Ekspermen Design. Malang : Badan Penelitian Pengembangan Pertanian, Lembaga Penelitian Tanaman Industri, Departemen Pertanian. Sherwood,laurence. 2011. Fisiologi Manusia dari sel ke sistem ECG. Jakarta 776-778. th 2 cetakan 1 Indarti. 2004. Perbedaan kadar glukosa darah pada penderita DM berdasarkan pengaturan makanan. Skripsi. Program Studi Ilmu Gizi S1 Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.Semarang. Irawan, Dedi. 2010. Prevalensi dan Faktor Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2 di Daerah Urban Indonesia (Analisa Data Sekunder Riskesdas 2007). Thesis Universitas Indonesia Soegondo S,Soewondo P,Subekti I. 1995. Diagnosis dan Klasifikasi Diabetes Melitus Terkini.Balai Penerbit FKUI Suyono,S. 1999. Kecanderungan Peningkatan Jumlah Pasien Diabetes, Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu, Pusat Diabetes Dan Lipid RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo, FK-UI, Jakarta, cetakan Pertama. Sekeon, S.A.S. 2008. The Epidemyologi and Control of Type 2 Diabetes Mellitus in NorthSulawesi Province, Indonesia .Thesis. VrijeIniversiteit Amsterdam. Shahab,A.2006.Diagnosa dan penatalaksanaan DM (disarikan dari Konsensus Pengelolaan DM di Indonesia Perkeni 2006).www alawiah.com-kencing manis.html Tony suhartono,Tjokro GD Pemayun, K.Heri Nugroho. 2010. Naskah lengkap simposium “Medical Nutrition Therapy Update In Diabetes Mellitus”.UNDIP. Waspadji Sarwono. 2003. Diabetes Mellitus: Mekanisme Dasar Dan Pengelolaannya Yang Rasional , Balai Penerbit FK UI. Jakarta Witasari, U., S. Rahmawati, S. Zulaekah. 2009. Hubungan Tingkat Pengetahuan, Asupan Karbohidrat dan Serat Dengan Pengendalian Kadar Glukosa Darah Pada Penderita Diabetes Melitus Tipe 2. Jurnal Penelitian Sains & Teknologi, Vol. 10, No. 2, 2009: 130 - 138 World Health Organization. 2006. Definition and diagnosis of diabetes mellitus and intermediate hyperglycemia. Amerika Serikat;. Tersedia pada: URL: http://www.idf.org/webdata/docs/WHO_ID F_definition_diagnosis_of_diabetes.pdf [diakses 7 Februari 2012]. Yoga, A. 2011. Hubungan Antara 4 Pilar Pengelolaan Diabetes Melitus Dengan Keberhasilan Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe II. skripsi. Fakultas Kedokteran UNDIP. http://eprints.undip.ac.id/32797/1/Acmad_ Yoga.pdf Yola. 2011. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Upaya Pencegahan Komplikasi DM Oleh Pasien DM Di Poliklinik Khusus Penyakit Dalam Rsup Dr M.Djamil Padang. Skripsi. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Andalas. http://repository.unand.ac.id/16788/1/skri psi.pdf