9 BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Manajemen Pembelajaran 2.1.1 Pengertian Manajemen Manajemen Secara bahasa (etimologi) manajemen berasal dari kata kerja “to manage” yang berarti mengurus, mengatur, mengemudikan, mengendalikan, menangani, mengelola, menyelenggarakan, menjalankan, melaksanakan, dan memimpin. Kata “Management” berasal dari bahasa latin “mano” yang berarti tangan, kemudian menjadi “manus” berarti bekerja berkali-kali (Ara Hidayat dan Imam Machali, 2010) Menurut George R. Terry, manajemen adalah suatu proses khas yang terdiri atas tindakan-tindakan perencanaan, pengorganisasian, pengendalian untuk penggerakan, menentukan serta dan mencapai tujuan melalui pemanfaatan SDM dan sumber daya lainnya (Anton Athoillah, 2010) Manajemen diartikan sebagai proses merencana, mengorganisasi, memimpin dan mengendalikan upaya organisasi dengan segala aspeknya agar tujuan organisasi tercapai secara efektif dan efisien (Nanang Fatah 2013:1) 10 Dari pengertian di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa manajemen merupakan sebuah proses kegiatan yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan yang telah ditetapkan dan ditentukan sebelumnya untuk mencapai tujuan tertentu secara efektif dan efisien. James A.F Stoner manajemen (2009:8) sebagai pengorganisasian, mendefinisikan proses pengarahan perencanaan, dan pengawasan usaha-usaha para organisasi dan pengunaan sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang ditetapkan. Perencanaan, pengorganisasian, pengarahan/pelaksanaan dan pengawasan merupakan suatu sistem yang terpadu (integratif), yakni antara satu dengan lainnya saling berkaitan secara utuh dalam arti bahwa perencanaan harus diorganisasikan, diarahkan dan dikendalikan. Kegiatan pengorganisasian harus direncanakan, pada akhirnya diarahkan/dilaksanakan dan diawasi. Pada akhirnya kegiatan pengawasan harus direncanakan diorganisasikan dan dilaksanakan. Apabila perencanaan tidak perencanaan harus dapat kegiatan dilaksanakan direncanakan dan kembali. maka Jika kegiatan pelaksanaan tidak dapat dilaksanakan maka perencanaan harus ditinjau pengawasan tidak dapat ulang. Namun dilaksanakan jika maka pengawasan harus direncanakan dan dilaksanakan kembali. Dengan perencanaan demikian, diharapkan terwujud yang mantap, pengorganisasian yang 11 sehat, pengarahan atau pelaksanaan yang kuat dan pengawasan untuk pengendalian yang ketat. Hal tersebut dikemukakan oleh Husaini Usman (2014:4-5). Tim Dosen UPI (2011:87) menjelaskan bahwa manajemen merupakan kemampuan dan keterampilan khusus yang dimiliki oleh seseorang untuk melaksanakan suatu kegiatan secara pribadi, bersama orang lain atau melalui orang lain untuk mencapai tujuan secara produktif, efektif dan efisien. Manajemen dapat diterapkan untuk mencapai tujuan tertentu dari kelompok atau organisasi yang bersangkutan. Suatu perencanaan yang baik, pengorganisasian yang konsisten, pelaksanaan yang tepat dan pengawasan yang terus menerus, dilakukan agar tujuan yang diinginkan dapat tercapai dengan efisien dan efektif. Efisien dapat dikatakan suatu kondisi atau keadaan, dimana suatu pekerjaan dapat terselesaikan dan dilaksanakan dengan benar sesuai kemampuan yang dimiliki. Sedangkan efektivitas adalah suatu kondisi atau keadaan dimana dalam memilih tujuan yang hendak dicapai menggunakan sarana ataupun peralatan yang tepat, disertai dengan kemampuan yang dimiliki, sehingga tujuan yang diinginkan dapat dicapai dengan hasil yang memuaskan. 2.1.2 Pengertian Manajemen Pembelajaran Stoner (dalam Ritha f. Dalimunthe, 2003: 4) menjelaskan fungsi manajemen antara lain terdiri dari : a. Planning (perencanaan) 12 Perencanaan adalah pemilihan dan penetapan kegiatan, selanjutnya apa yang harus dilakukan, kapan, bagaimana dan oleh siapa. Perencanaan adalah suatu proses yang tidak berakhir bila rencana tersebut telah ditetapkan; rencana haruslah diimplementasikan. Setiap saat selama proses implementasi dan pengawasan, rencana-rencana mungkin memerlukan perbaikan agar tetap berguna. “Perencanaan kembali” kadang-kadang dapat menjadi faktor kunci agar mampu menyesuaikan diri dengan situasi dan kondisi baru secepat mungkin. Ada beberapa manfaat perencanaan antara lain: 1) Membantu manajemen dalam menyesuaikan diri dengan perubahan-perubahan lingkungan 2) Perencanaan terkadang cenderung menunda kegiatan 3) Perencanaan manajemen mungkin untuk terlalu berinisiatif dan membatasi berinovasi. Kadang-kadang hasil yang paling baik didapatkan oleh penyelesaian situasi individu dan penanganan setiap masalah pada saat masalah tersebut terjadi. b. Organizing (Pengorganisasian) Pengorganisasian merupakan proses penyusunan struktur organisasi yang sesuai dengan tujuan organisasi, sumber daya-sumber daya yang dimilikinya, dan lingkungan yang melingkupinya. Dua aspek utama proses susunan struktur organisasi yaitu 13 departementalisasi dan pembagian kerja. Departementalisasi adalah pengelompokkan kegiatankegiatan kerja organisasi agar kegiatan-kegiatan sejenis saling berhubungan dapat dikerjakan bersama. Hal ini akan tercermin pada struktur formal suatu organisasi dan tampak atau ditunjukkan oleh bagan suatu organisasi. Pembagian kerja adalah perincian tugas pekerjaan agar setiap individu pada organisasi bertanggung jawab dalam melaksanakan sekumpulan kegiatan. Kedua aspek ini merupakan dasar proses pengorganisasian suatu organisasi untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara efisien dan efektif. c. Actuating (penggerakan/pelaksanaan) Penggerakan merupakan hubungan manusia dalam kepemimpinan yang mengikat para bawahan agar bersedia mengerti dan menyumbangkan tenaganya secara efektif serta efisien dalam pencapaian tujuan suatu organisasi. Di dalam manajemen, pengarahan ini bersifat sangat menyangkut kompleks manusia juga karena disamping menyangkut berbagai tingkah laku dan manusia-manusia itu sendiri. d. Controlling (pengawasan) Pengawasan merupakan suatu proses untuk menjamin bahwa tujuan-tujuan organisasi dan manajemen tercapai. Pengawasan manajemen adalah usaha sistematik pelaksanaan membandingkan untuk dengan kegiatan menetapkan tujuan nyata standar perencanaan, dengan tujuan 14 perencanaan, membandingkan kegiatan nyata dengan standard yang ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyipangan serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya lembaga dipergunakan dengan cara paling efektif dan efisiensi dalam pencapaian tujuan-tujuan lembaga. Pembelajaran mempunyai pengertian yang mirip dengan pengajaran, walaupun mempunyai konotasi yang berbeda. Dalam konteks pendidikan, guru mengajar supaya siswa dapat belajar dan menguasai isi materi hingga mencapai sesuatu objektif yang ditentukan (aspek kognitif), juga dapat mempengaruhi perubahan sikap (aspek afektif), serta keterampilan (aspek psikomotor) seorang siswa. Pengajaran memberi kesan hanya sebagai pekerjaan satu pihak, yaitu pekerjaan guru saja. Sedangkan pembelajaran juga menyiratkan adanya interaksi antara guru dan siswa. Pembelajaran dapat didefinisikan sebagai sistem atau proses membelajarkan subyek didik/pembelajar yang direncanakan atau didesain, dilaksanakan dan dievaluasi secara didik/pembelajaran sistematis dapat agar mencapai subyek tujuan-tujuan pembelajaran secara efektif dan efisien (Depdiknas, 2000:8). Kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran yaitu kemampuan merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi Menurut siswa Sahertian pada proses (2000: pembelajaran. 134), mengelola 15 pembelajaran meliputi: “merencanakan program belajar mengajar, menilai melaksanakan proses dan proses hasil, belajar serta mengajar, mengembangkan manajemen kelas”. Pemilihan model pembelajaran yang tepat akan sangat menentukan minat dan partisipasi siswa dalam pembelajaran. Melalui model pembelajaran yang tepat diharapkan siswa tidak hanya dapat pengetahuan tentang bidang mata pelajaran yang diajarkan, namun juga memiliki kesan yang mendalam tentang materi pelajaran, sehingga dapat mendorong siswa untuk mengimplementasikan konsep nilai-nilai materi pelajaran dalam kehidupan sehari-sehari. Konsep dasar pembelajaran dituangkan dalam Pasal 1 butir 20 UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, yakni “Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar”. Dengan demikian pembelajaran merupakan kegiatan yang dilakukan untuk menginisiasi, memfasilitasi, dan meningkatkan intensitas dan kualitas belajar pada diri peserta didik sehingga proses pembelajaran merupakan jantungnya dari pendidikan untuk mengembangkan kemampuan, membangun watak dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka pencerdasan kehidupan bangsa (Udin S Winataputra 2008:1.21). Pelaksanaan pembelajaran memerlukan pengelolaan pembelajaran secara efektif. Pembelajaran yang dikelola dengan manajemen yang efektif diharapkan dapat 16 mengembangkan potensi siswa, sehingga memiliki pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang mengakar pada individu siswa. Berdasarkan pengertian pembelajaran dan manajemen pembelajaran diatas dapat disimpulkan bahwa manajemen pembelajaran adalah segala usaha pengaturan proses belajar mengajar, dalam rangka tercapainya proses belajar mengajar yang efektif dan efisien. Konsep manajemen pembelajaran sebagai proses mengelola yang meliputi kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengendalian (pengarahan) dan pengevaluasian kegiatan yang berkaitan dengan proses membelajarkan siswa (orang yang belajar) dengan mengikutsertakan berbagai faktor di dalamnya guna mencapai tujuan. 2.2. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Berbasis Pendidikan Karakter 2.2.1 Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) Pasal 37 mengemukakan bahwa mata pelajaran IPS merupakan muatan wajib pendidikan yang harus ada dalam kurikulum dasar. Pendidikan IPS adalah penyederhanaan atau adaptasi dari disiplin ilmu-ilmu sosial dan humaniora, serta kegiatan dasar manusia yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan pedagogis /psikologis untuk tujuan (Soemantri 2001 dalam Sapriya 2015:11) pendidikan 17 Mata pelajaran IPS dalam sistem pendidikan di Indonesia diberikan untuk peserta didik mulai jenjang Sekolah Dasar (SD) dan Madrasah Ibtidaiyah (MI), Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Madrasah Tsanawiyah (MTs), sampai Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Madrasah Aliyah (MA) serta Sekolah Menengah Kejuruan (SMK). Hal ini termuat dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia (Permendiknas RI) Nomor 22 tahun 2006. Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (PIPS) untuk tingkat sekolah sangat erat kaitannya dengan disiplin ilmu-ilmu sosial yang terintegrasi dengan humaniora dan ilmu pengetahuan alam yang dikemas secara ilmiah dan pedagogis untuk kepentingan pembelajaran disekolah. Oleh karena itu IPS di tingkat sekolah dasar pada dasarnya bertujuan untuk mempersiapkan para peserta didik sebagai warga negara yang menguasai pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills), sikap dan nilai (attitudes and values) yang dapat digunakan sebagai kemampuan pribadi atau mengambil untuk masalah keputusan memecahkan sosial dan serta masalah kemampuan berpartisispasi dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan agar menjadi warga negara yang baik. 2.2.2 Pendidikan Karakter Pendidikan manusia untuk dapat diartikan membina sebagai usaha kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai masyarakat dan kebudayaannya. Pendidikan telah ada sepanjang peradaban manusia 18 sebab peradaban masyarakat berlangsung dari proses pendidikan yang telah berkembang sepanjang hidup (Anas S dan Irwanto A 2013:94). Character isn’t inherited. One build it’s daily by the way one thinks and acts, thought, action by action (Helen G Houglas dalam Muchlas Samani 2014:41). Karakter tidak diwariskan, tetapi sesuatu yang dibangun secara berkesinambungan hari demi hari melalui pikiran dan perbuatan, pikiran demi pikiran, tindakan demi tindakan. Karakter dimaknai sebagai cara berpikir dan berperilaku yang khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Karakter sebagai nilai dasar yang membangun pribadi seseorang, terbentuk baik karena pengaruh hereditas maupun pengaruh lingkungan, yang membedakan dengan orang lain, serta diwujudkan dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan karakter, menurut Ratna Megawangi (2004 dalam Dharma Kesuma 2013:5), “sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari, memberikan kontribusi sehingga yang mereka positif dapat kepada lingkungannya. Definisi lain dikemukakan oleh Cepi Triatna dan Johar Permana (2013:5), pendidikan karakter dalam seting sekolah sebagai “pembelajaran yang mengarah pada penguatan dan pengembangan perilaku anak secara utuh yang didasarkan pada suatu nilai tertentu yang dirujuk oleh sekolah”. 19 Proses pembelajaran tidak dapat dipisahkan dari proses dan hasil belajar. Proses pembelajaran harus dengan sengaja diorganisasikan dengan baik agar dapat menumbuhkan proses belajar yang baik sehingga dapat mencapai hasil belajar yang optimal. Belajar IPS dapat memberdayakan siswa sehingga segala potensi dan kemampuannya, baik keterampilan pengetahuan, sikap maupun dapat berkembang. Semua kemampuannya ini dapat diwujudkan dalam proses pembelajaran melalui aktivitas pelatihan berpartisipasi dalam kehidupan kemasyarakatan. Menurut Jarolimek dan Parker (1993 dalam Sapriya 2015:184) bahwa ujian yang sesungguhnya dalam belajar IPS terjadi ketika siswa berada diluar sekolah, yakni hidup di masyarakat. Dengan kata lain, tujuan pembelajaran IPS hendaknya diuji dengan cara peserta didik menerapkan konsep yang diperoleh di kelas untuk dipraktikkan dalam realitas kehidupan di masyarakat. Siswa hendaknya dapat mempraktikkan keterampilan dan menerapkan pengetahuannya serta mempersiapkan agar siswa menjadi orang yang cerdas dan bertindak secara bertanggungjawab dalam urusan kemasyarakatan dimana mereka berada dan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. 2.3 Pembelajaran IPS Berbasis Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar (SD) Sapriya (2015:194) menganalisis bahwa “secara konseptual , melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk menjadi warga negara yang 20 demokratis dan bertanggungjawab, serta menjadi warga dunia yang cinta damai”. Arah mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) dilatarbelakangi oleh pertimbangan bahwa dimasa yang akan datang peserta didik akan menghadapi tantangan berat karena kehidupan masyarakat global selalu mengalami perubahan setiap saat. Oleh karena itu, mata pelajaran IPS dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan analisis terhadap kondisi sosial masyarakat dalam memasuki kehidupan bermasyarakat yang dinamis. Bertolak dari pendapat diatas dalam pembelajaran IPS dapat pula dimasukkan nilai-nilai yang dalam pendidikan karakter, karena sesuai dengan tujuan dari pembelajaran IPS yakni peserta didik dapat bertanggungjawab terhadap masyarakat berbangsa dan bernegara. Nilai pendidikan karakter bangsa dalam mata pelajaran IPS pada pendidikan dasar kelas tinggi (kelas 4, 5 dan 6) yakni religius, toleransi, disiplin, kreatif, demokrasi, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, menghargai prestasi, bersahabat, senang membaca dan peduli lingkungan (Puskur 2010 dalam Jurnal Pedagogia 2011:96). Nilai-nilai dalam pembelajaran IPS sangat sesuai dengan nilai yang terkandung dalam pendidikan karakter, sehingga melalui pembelajaran IPS tertanam unsur nilai pendidikan karakter. Pendidikan karakter bertujuan mengembangkan nilai-nilai yang membentuk karakter bangsa yaitu Pancasila, meliputi : (1) mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia berhati baik, 21 berpikiran baik, dan berprilaku baik; (2) membangun bangsa yang berkarakter Pancasila; (3) mengembangkan potensi warganegara agar memiliki sikap percaya diri, bangga pada bangsa dan negaranya serta mencintai umat manusia. Pendidikan karakter berfungsi (1) membangun kehidupan kebangsaan yang multikultural; (2) membangun peradaban bangsa yang cerdas, berbudaya luhur, dan mampu berkontribusi terhadap pengembangan kehidupan ummat manusia; mengembangkan potensi dasar agar berhati baik, berpikiran baik, dan berperilaku baik serta keteladanan baik; (3) membangun sikap warganegara yang cinta damai, kreatif, berdampingan mandiri, dengan dan bangsa mampu lain dalam hidup suatu harmoni (Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter, Puskur 2011:7). Pada hakekatnya perilaku seseorang yang berkarakter merupakan perwujudan fungsi totalitas psikologis yang mencakup seluruh potensi individu manusia (kognitif, afektif, dan psikomotorik) dan fungsi totalitas sosial-kultural dalam konteks interaksi (dalam keluarga, satuan pendidikan, dan masyarakat) dan berlangsung sepanjang hayat. Konfigurasi karakter dalam kontek totalitas proses psikologis dan sosialkultural dapat dikelompokkan dalam: (1) olah hati ; (2) olah pikir; (3) olah raga/kinestetik; dan (4) olah rasa dan karsa. Proses itu secara holistik dan koheren memiliki saling keterkaitan dan saling melengkapi, serta masing-masingnya secara konseptual merupakan gugus nilai luhur yang di dalamnya terkandung 22 sejumlah nilai sebagaimana dapat di lihat pada gambar gam di bawah: cerdas, kritis, kreatif, inovatif, ingin tahu, berpikir terbuka, produktif, berorientasi Ipteks, dan reflektif beriman dan bertakwa, jujur, amanah, adil, bertanggung jawab, berempati, berani mengambil resiko, pantang menyerah, rela berkorban, dan berjiwa patriotik OLAH RASA/ KARSA bersih dan sehat, disiplin, sportif, tangguh, andal, berdaya tahan, bersahabat, kooperatif, determinatif, kompetitif, ceria, dan gigih ramah, saling menghargai, toleran, peduli, suka menolong, gotong royong, nasionalis, kosmopolit , mengutamakan kepentingan umum, bangga menggunakan bahasa dan produk Indonesia, dinamis, kerja keras, dan beretos kerja Bagan: konfigurasi Pendidikan Karakter Sumber: Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter, Pusat Kurikulum dan Perbukuan, 2011 2.4 Penelitian yang Relevan Estikasari Tanti (2014), melakukan penelitian berjudul Manajemen Pembelajaran Berbasis Pendidikan Karakter di SDN Kedungmundu Tembalang Semarang, hasilnya adalah guru telah berhasil menyusun dan melaksanakan yang memuat silabus dan RPP dalam pembelajaran nilai-nilai nilai karakter yang akan dikembangkan. Guru juga melaksanakan penilaian 23 pembelajaran pendidikan karakter dengan dua tahap yakni tahap proses dan tahap hasil. Penelitian lain dari Purwanti Ayu (2014), berjudul Pelaksanaan Pendidikan Karakter Bangsa SDN Bergaskidul 03 Kabupaten Semarang, menyatakan bahwa tahapan planning (perencanaan) dan tahapan organizing (pengorganisasian) pembelajaran mendukung tahap (pelaksanaan) actuating pembelajaran agar pembelajaran terarah dan tepat pada sasaran, sehingga pemahaman siswa terhadap materi pelajaran bertambah. Implementasi Manajemen Pendidikan Kepemimpinan Karakter Kepala dalam Madrasah dan Manajemen Pembelajaran Guru MI se Kecamatan Pabelan Kabupaten Semarang adalah judul penelitian dari Siddiqoh ( 2014) yang menjelaskan bahwa Pendidikan karakter dipahami dan diimplementasikan dalam manajemen kepemimpinan oleh Kepala MI Kecamatan Pabelan dengan baik dikarenakan adanya beberapa faktor yang mendukung di antaranya terjalin kerja sama yang baik antara kepala sekolah, guru, orang tua/wali peserta didik, pengurus dan komite madrasah, serta lingkungan fisik dan sosial madrasah. Dea Shero Anjani (2012) dengan penelitian yang berjudul Manajemen Pembelajaran Berbasis Karakter di Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT). Hasil penelitian menunjukkan: 1) SDIT Luqman Al Hakim sudah menerapkan karakter manajemen secara optimal, pembelajaran berdasarkan berbasis dari tahap pelaksanaan POAC (planning, organizing, actuating, dan 24 controlling) yang berkesinambungan dan komprehensif dalam mewujudkan pembelajaran berbasis karakter. Pembelajaran IPS dan Pendidikan Karakter di Sekolah Dasar oleh Soebijantoro (2011), IPS merupakan rumpun yang diharapkan secara efektif dapat memberikan muatan besar pendidikan karakter sebab IPS mampu memfasilitasi peserta didik untuk membangun pengetahuan, beradaptasi dengan lingkungan, membudayakan dirinya dengan lingkungan yang kesemuanya dapat dikembangkan melalui pembelajaran yang power full sosial studies atau dengan melalui pendekatan berbagai disiplin ilmu-ilmu sosial. Chelsea E. Graff (2012) dari State University of New York melakukan penelitian dengan judul The Effectiveness of Character Education Programs in Middle and High Schools, mengemukakan bahwa, “......character education has resurfaced as an effective solution to an ongoing problem ”. pendidikan karakter telah muncul kembali sebagai solusi efektif untuk masalah yang sedang berlangsung. Kelli American, Larson 2009) (University of dengan Wisconsin-Stout judul penelitian Understanding the Importance of Character Education, menyatakan, “......the effective schools will continue to do research to include character education to determine the correlation between success and one's character” bahwa sekolah yang efektif akan terus melakukan penelitian untuk memasukkan pendidikan karakter untuk 25 mengetahui korelasi antara keberhasilan dan karakter seseorang. Penelitian-penelitian diatas memperjelas pelaksanaan manajemen pembelajaran IPS yang mempunyai fungsi cukup penting dalam keberhasilan sistem pembelajaran, khususnya dalam meningkatkan karakter siswa bermartabat. untuk menjadi Manajemen manusia pendidikan yang melalui pelaksanaan empat fungsi dasar planning, organizing, actuating dan controlling yang sudah tertata dengan baik akan dapat mendukung pendidikan karakter sebagai dasar pembentuk siswa yang berakhlak. 2.5 Kerangka Pikir MODEL MANAJEMEN PEMBELAJARAN LAMA Manajemen mengelola yang pengorganisasian, MODEL MANAJEMEN PEMBELAJARAN IPS BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER DI KELAS TINGGI PENGEMBANGAN MODEL MANAJEMEN PEMBELAJARAN IPS BERBASIS PENDIDIKAN KARAKTER DI KELAS TINGGI pembelajaran meliputi merupakan kegiatan pengendalian proses perencanaan, (pengarahan) dan pengevaluasian kegiatan yang berkaitan dengan proses membelajarkan siswa dengan mengikutsertakan berbagai faktor di dalamnya guna mencapai tujuan. Dalam mengelola pembelajaran, guru sebagai manajer 26 melaksanakan berbagai langkah kegiatan mulai dari merencanakan pembelajaran, pembelajaran, mengorganisasikan mengarahkan dan mengevaluasi pembelajaran yang dilakukan. Model manajemen pembelajaran IPS berbasis pendidikan karakter di kelas tinggi yang selama ini dilaksanakan di SDN Rejosari 1 belum mampu memberikan hasil belajar siswa secara baik. Sistem perencanaan yang kurang baik menjadikan pengorganisasian kurang padu, sehingga pelaksanaan tidak konsisten meskipun pengarahan dan pengawasan sudah dilaksanakan secara kontinyu dampaknya tujuan pembelajaran belum tercapai secara efektif dan efisien. Pada pendidik kegiatan belum perencanaan mampu pembelajaran, menentukan tujuan pembelajaran dengan baik melalui pembuatan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) IPS berbasis pendidikan karakter, yakni tujuan yang ingin dicapai setelah terjadinya proses kegiatan pembelajaran IPS berbasis pendidikan karakter. Padahal pembelajaran merupakan suatu proses yang terdiri dari aspek, yaitu apa yang dilakukan peserta didik dan apa yang dilakukan pendidik, sehingga untuk mendapatkan proses pembelajaran yang berkualitas dan maksimal, maka dibutuhkan adanya perencanaan yang baik. Pada kegiatan pengorganisasian pembelajaran IPS berbasis pendidikan karakter, pendidik belum mampu mengumpulkan dan menyatukan berbagai macam sumber daya dalam proses pembelajaran IPS 27 berbasis pendidikan menggunakan model karakter. Pendidik pengajaran berbasis masih teacher centered bukan student centered. Pendidik juga belum mau menggunakan mengembangkan kemampuan media ilmu belajar dalam pengetahuannya. mensinergikan upaya Sehingga antara berbagai sumberdaya yang ada dengan tujuan yang akan dicapai belum terwujud. Pelaksanaan kegiatan pembelajaran ini tidak terlepas dari proses perencanaan, karena perencanaan pembelajaran pembelajaran karakter dalam pada belum proses RPP IPS sempurna penentuan berbasis maka tujuan pendidikan pelaksanaan pembelajaran tidak bisa berjalan dengan konsisten. Meskipun pada kegiatan mengarahkan (mengendalikan) pembelajaran, pendidik telah mampu mengendalikan pembelajaran melalui pengawasan secara kontinyu tetapi karena perangkat pembelajaran IPS berbasis pendidikan karakter yang telah buat belum menentukan awal di tujuan yang benar maka pembelajaran IPS berbasis pendidikan karakter belum tercapai secara maksimal. Perbaikan sistem perencanaan yang mantap akan menjadikan penggorganisasian yang sehat, pengarahan dan pengawasan secara kontinyu menjadikan tujuan tercapai dengan hasil yang maksimal. Produk model yang manajemen dihasilkan dari pembelajaran pengembangan IPS berbasis pendidikan karakter di kelas tinggi adalah pedoman yang dapat menjadi petunjuk praktis bagi guru dalam 28 implikasi model manajemen pembelajaran IPS berbasis pendidikan karakter di kelas tinggi SDN Rejosari 1