PERBEDAAN INDIVIDU DALAM BELAJAR A. Konsep Dasar Perbedaan Individu Masing-masing individu memiliki kesamaan dengan individu lain pada umumnya. Setiap individu memiliki alat indera, akal pikiran, perasan, dan sebagainya. Namun demikian, masing-masing individu juga memiliki perbedaan, seperti alat indera masimg-masing individu tidak sama bentuk dan ukurannya, tangan dan kakinya, rambut dan sebagainya. Juga terkait pikiran, perasaan masimg-masing individu berbeda. Perbedaan-perbedaan tersebutlah yang kemudian diterjemahkan sebagai perbedaan individual (individual differences). Perbedaan individual berkaitan dengan kajian psikologi pribadi yang membahas tentang perbedaan-perbedaan dan persamaan secara psikologis antar individu dalam lingkungan sosialnya. Kajian perbedaan individu dalam pendidikan menjelaskan perbedaan-perbedaan yang berkaitan dengan perbedaan dalam berpikir, berperasaan, dan bertindak di antara siswa dalam satu kelas. Hal ini sangat penting dikaji dan dipahami oleh mahasiswa calon tenaga pendidikan dan tenaga pendidikan, dikarenakan salah satu karakteristik pembelajaran yang efektif adalah proses pembelajaran yang memerhatikan dan merespon kebutuhan khusus jiwa. Pembelajaran akan terlaksana dengan baik apabila guru mampu mengerti, memahami, dan memperhatikan perbedaan-perbedaan siswa dalam hal kemampuan, kesiapan dan kematangan, dan kecepatan belajar siswanya. Menurut Suryosubroto(2002:84), ketidakmampuan guru melihat memperhatikan perbedaan-perbedaan individu dalam proses pembelajaran itu sendiri sehingga tidak dapat membina dan menghasilkan tenaga manusia (SDM) yang efektif. Perbedaan individu merupakan sebuah kenyataan tentang adanya perbedaanperbedaan pada setiap siswa baik fisik maupun maupun psikologis dengan beberapa cakupan di dalamnya yang berdampak dan memengaruhi proses belajar dan pembelajaran yang di ikutinya dalam bentuk prestasi belajar dan perilaku siswa sebagai hasil belajar. B. Sumber-Sumber Perbedaan Individu Perbedaan yang muncul pada setiap individu yang kembar identik sekalipun menunjukkan bahwa perbedaan antara satu individu yang lainnya merupakan sebuah keniscayaan. Banyak pihak yang berpendapat tentang penyebab munculnya perbedaan-perbedaan pada setiap diri manusia. Secara umum, yang memengaruhi perbedaan individu adalah faktor bawaan dan faktor lingkungan. 1. Faktor bawaan (Heriditer) Faktor bawaan atau disebut faktor keturunan merupakan faktor biologis yang diwariskan melalui mekanisme genetika. Faktor bawaan ditentukan oleh kromosom tang ditentukan oleh kromosom yang dibawa dari ibu melalui sel telur / dan dari bapak melalui spermatozoa. Menurut Sugihartono dkk(2007:29), kromosom merupakan partikel seperti benang yang membawa gen. Gen inilah yang membawa ciri bawaan dari orang tua untuk diturunkan pada anaknya. Gen ini yang akan membentuk tubuh, kekuatan fisik, kecerdasan, sifat, dan perilaku lainnya sebagai sifat-sifat fenotip dari orang tuanya. 1 Menurut Sri Rumini dkk (2006:43), setiap jenis makhluk hidup yang sama memiliki bentuk dan jumlah kromosom yang sama dan bila spesiesnya berbeda maka berbeda pula jumlah dan bentuk kromosomnya. Manusia memiliki 23 pasang kromosom (22+1) pasang, 23 dari betina dan 23 dari jantan. Menurut Zibardo & Gerig dalam Sugihartono dkk.(2007:30), penyatuan antara sperma dan sel telur hanya menghasilkan satu diantara milyaran kemungkinan kombinasi gen tersebut. Perbedaan-perbedaan gen inilah yang menyebabkan perbedaan fisik, psikologis, sifat, dan perilaku dengan orang lain bahkan dengan saudara kita sendiri. Menurut Zimbardo & Gerig dalam Sugihartono dkk. (2007:30), perbedaan individu selain dipengaruhi faktor bawaan juga selebihnya dipengaruhi lingkungan karena kita tidak pernah berada dalam lingkungan yang sama persis. 2. Faktor Lingkungan (Melieu) Limgkungan merupakan salah satu faktor yang paling banyak menentukan munculnya perbedaan individu. Menurut Sukrin dalam Sri Rumini dkk (2006:43), lingkungan dalam arti luas berupa lingkungan statis seperti tempat dan alam, serta lingkungan dinamis yaitu lingkungan sosial. Secara garis besar, faktor-faktor perbadaan individu adalah lingkungan alam dan lingkungan sosial meliputi status sosial ekonomi, pola asuh, budaya, dan juga urutan kelahiran. Lingkungan alam yang statis berpengaruh pada fisik dan psikologis individu. Secara fisik orang pegunungan lebuh kuat dengan paru-paru yang bersih dibandingkan orang perkotaan. Secara psikologis orang perkotaan lebih kuat menggunakan akalnya daripada orang pegunungan. Lingkungan sosial: a. Lingkungan Sosial Ekonomi Kondisi sosial ekonomi orang tua meliputi tingkat pendidikan, pekerjaan dan penghasilan orang tua. Semakin tinggi pendidikan maka cara pandangdalam mendidik dan aspirasi pendidikan bagi anak juga berbeda, meskipun tidak mutlak. Perbedaan pekerjaan dan penghasilan berdampak pada pemenuhan kebutuhan dalam bentuk pemenuhan fasilitas, pendidikan dan pendampingan, asupan gizi yang diberikan, serta waktu luang bagi anaknya. Hasil penelitian yang dikutip Wahlsten dalam Sugihartono dkk(2007:31), yang mengkaji hubungan status sosial ekonomi terhadap kecerdasan menunjukkan bahwa perpindahan seorang anak dari keluarga sosial ekonomi rendah menuju sosial ekonomi tinggi berdampak pada meningkatnya IQ anak tersebut sebanyak 12-16 poin. b. Pola Asuh Orang Tua Pola asuh orang tua merupakan penerapan kebiasaan orang tua dalam memerlakukan anak dan bagaimana orang tua menjalin hubungan dengan anaknya. Pola asuh orang tua terbagi dalam beberapa macam yaitu otoriter, persmisif, dan autoritatif. Pola otoriter menekankan pada pengawasan terhadap anak, pada umumnya untuk membentuk ketaatan dan kepatuhan anak secara kaku pada orang tua, orang tua sangat tegas dan mengekang sehingga menyebabkan anak menjadi kurang inisiatif, peragu dan takut untuk melakukan sesuatu. Pola asuh permisif memberikan kebebasan penuh pada anak untuk mengatur dirinya. 2 Sementara pola asuh autoritatif lebih demokratis karena memperhatikan hak dan kewajiban orang tua dan anak yang saling melengkapi. c. Budaya Masyarakat Setempat Budaya atau adat istiadat diwujudkan dalam bentuk ide-ide atau cara pandang, aktivitas atau kebiasaan, dan benda sebagai hasil karya sebuah kelompok masyarakat yang tentunya berbeda satu sama lain dalam kurung waktu tertentu, dan tempat tertentu.ide-ide itu diwujudkan dalam bentuk gagasan, nilai-nilai norma, aturan yang memengaruhi anak dalam memandang sesuatu baik atau buruk. Perbedaan individu terbentuk akibat dengan siaoa dia bergaul, kemana mereka pergi, stimulus-stimulus apa yang mereka terima, keluarga dan tempat tinggal. d. Urutan Kelahiran Menurut Sugihartono dkk(2007:32-33) anak sulung cenderung teliti, berambisi, cenderung memiliki prestasi lebih baik dan agresif. Anak tengah cenderung lebih mudah bergaul, memiliki rasa setia kawan yang tinggi, cenderung belajar mandiri, kemampuan bersosialisasi yang baik. Anak bungsu cenderung lebih kreatif, lebih menarik dan selalu ingin memperoleh perlakuan yang sama. Anak tunggal menurut Sugihartono dkk(2007:32), lebih banyak mengharapakan dari orang lain, tidak senag dikritik, kurang fleksibel dan perfeksionis. Perbedaan individu menurut Sri Rumini dkk (2006: 45-48), juga dipengaruhi oleh faktor-faktor kognitif/penalaran yang dikembangkan Bloom, faktor afektif/budi pekerti yang dikembangkan Krathwohl, dan faktor psikomotorik/keterampilan perilaku yang dikembangkan Simposon. a. Secara kognitif, orang akan memiliki cara pandang atau penalaran yang berbeda dengan orang lain, objek yang sama akan mendapat penalaran yang berbeda. b. Secara afektif atau budi pekerti dengan puncaknya watak dan filsafat atau cara memandang kehidupan akan berbeda satu sama lain. c. Secara psikomotorik atau keterampilan, orang yang telah sampai pada keterampilan puncak motoriknya akan menciptakan teknologi baru atas permasalahan yang dihadapi, sedangkan orang lain mungkin hanya pada tahap mengamati. C. Macam-Macam Perbedaan Individu. Perbedaan individual menunjukkan banyak variasi dan variabilitasnya. Oemar Hamalik (2003:181-186), menyebutkan bentuk-bentuk perbedaan individu yang perlu diperhatikan dalam proses pembelajaran: 1. Kecerdasan(intelegence) 2. Bakat(aptitude) 3. Keadaan jasmaniah(physical fitness) 4. Penyesuaian sosial dan emosional(social and emotional adjustment) 5. Latar belakang keluarga(home background) 6. Hasil belajar(academic achievment) 7. Siswa yang cepat dan lambat dalam belajar 8. Siswa yang mengalami kesulitan-kesulitan jasmani, berbicara, dan menyesuaikan diri secara sosial. Menurut Sugihartono dkk(2007:34-60) terdapat beberapa jenis perbedaan yang banyak dikaji dalam hubungannya dengan pendidikan dan pembelajaran, yaitu 3 jenis kelamin dan gender, kemampuan umum dan khusus, kepribadian, gaya belajar. 1. Perbedaan Jenis Kelamin dan Gender Jenis kelamin menunjuk pada perbedaan dari sudut pandang biologis lakilaki dan perempuan, sedangkan gender lebih pada aspek psikososial atau peran jenis antara laki-laki dengan perempuan. Gender muncul dikarenakan faktor pengajaran atau karena diajarkan baik sadar ataupun tidak. Menurut Sugihartono dkk(2007:35), jenis kelamin bukan merupakan prediktor untuk melihat kemampuan akademik, minat, dan karakteristik emosional lainnya. Perbedaan gender dalam hubungannya dengan pendidikan ditunjukkan Elliot dalam Sugihartono dkk(2007:37-38), seperti dalam tabel 02 Tabel 02. Tabel perbedaan Gender Laki-laki dan perempuan karakteristik Perbedaan gender Perbedaan fisik Meskipun perempuan matang lebih cepat daripada laki-laki, namun laki-laki lebih kuat. Kemampuan verbal Kemampuan spasial Kemampuan matematika sains agresif Motivasi berprestasi Perempuan lebih bagus dalam mengerjakan tugas-tugas verbal dan laki-laki mengalami masalah-masalah bahasa yang lebih banyak dibandingkan perempuan. Laki-laki lebih superior dalam kemampuan spesial, yang berlanjut semasa sekolah. Pada tahun-tahun awal hanya ada sedikit perbedaan, laki-laki menunjukkan superioritas selama sekolah menengah atas. Perempuan mengalami kemunduran, sementara prestasi laki-laki meningkat. Laki-laki memiliki pembawaan lebih agresif dibandingkan perempuan Laki-laki lebih baik dalam melakukan tugastugas stereotip maskulis(sains, matematika) dan perempuan dalam tugas stereotip feminin(seni,musik) Praktik pendidikan memunculkan perlakuan-perlakuan yang berbeda antara laki-laki dan perempuan, perbedaan perlakuan guru dan orang tua tersebut diantaranya dilandasi beberapa hal yaitu kecerdasan dan pola interaksi yang dibangun. a. Hasil penelitian Spelke dalam Sugihartono dkk (2007:38), menunjukkan bahwa kognitif/ intrinsik laki-laki yang lebih besar dalam matematika dan sains. b. Pola interaksi guru dan siswa dikelas juga menunjukkan perbedaan. Hasil penelitian Elliot dalam Sugihartono (2007:38), menunjukkan bahwa guru memberikan perhatian lebih besar pada siswa laki-laki dibandingkan siswa perempuan, terutama pada mata pelajaran sains dan matematika. c. Pola interaksi antara orang tua dengan anak laki-laki dan perempuan juga berbeda. Hasil penelitian Crowley dalam Sugihartono dkk(2007:39), 4 menunjukkan bahwa orang tua lebih banyak bercakap-cakap dengan anak laki-laki tentang iptek dibandingkan anak perempuan. d. Perilaku guru dalam bentuk diskusi juga memunculkan perbedaan antara laki-laki dan perempuan. Hasil penelitian Sadkers dalam Sugihartono(2007:39), menunjukkan bahwa siswa laki-laki memang lbih mendominasi dalam diskusi. 2. Perbedaan Kemampuan Umum ataupun Khusus Kemampuan secara umum dikenal masyarakat luas sebagai kecerdasan. Menurut Sugihartono dkk(2007:40-41), kemampuan umum di definisikan sebagai prestasi komparatif individu dalam berbagai tugas, termasuk kemampuan untuk menyelesaikan dan memecahkan suatu masalah dengan waktu yang terbatas. Perbedaan kecerdasan seseorang dapat dilihat dari skor tes IQ dengan rentang mendekati 0-200. Tabel 03. Tabel Deskripsi Skor IQ menurut Wechsler Skor IQ Deskripsi >130 Very superior 120 - 130 Superior 110 – 119 Bright normal 90 – 109 Average 80 – 89 Dull normal 70 – 79 Borderline < 70 Defective Selain pengelompokan tersebut, terdapat pengelompokan lain dengan skor >130 disebut dengan giftes dan skor <70 yang disebut dengan retarded atau anak terbelakang. a. Gifted kelompok ini merupakan kelompok dengan IQ diatas 140. Hasil penelitian Terman dan kawan-kawan dalam Sugihartono dkk(2007:41), menunjukkan beberapa hal antara lain: 1. Kelompok ini hanya 1% dari populasi 2. Sepertiga dari mereka merupakan anak profesional, setengahnya anak-anak para pengusaha, dan hanya 7% dari kelas menengah ke bawah. 3. Mereka menunjukkan kesuksesan dalam hidup selanjutnya 4. Sebagian dari mereka terlibat kasus kriminal, dropout, dan gagal dalam beberapa pekerjaan 5. Memiliki perkembangan fisik, berat dan tinggi badan di atas rata-rata dengan kemampuan penyesuaian diri yang baik. Hasil penelitian Dix & Schaeffer dalam Sugihartono dkk(2007:43), menunjukkan bahwa sekitar 5-10% anak gifted memiliki kesulitan dalam mengikuti proses belajar mengajar. Mereka cenderung mudah frustasi, agresif, tidak perhatian, dan meninggalkan. b. Retarded (Anak Terbelakang) Menurut Sugihartono dkk(2007:44-45), retarded memiliki skor IQ dibawah 70 sampai dengan di bawah 20, yaitu moron (IQ 20-50), dan idiot (IQ di bawah 20). Klasifikasi Retarded menurut Panel Mental Retardasi, yaitu : 1. Mild Retardation (IQ 50-70) Anak ini mampu mempelajari keterampilan-keterampilan praktis seperti membaca, menghitung, dan bersekolah sampai level kelas 6. 5 Namun demikian, ia tidak dapat di didik di sekolah biasa, akan tetapi harus di sekolah luar biasa. 2. Moderate (IQ 36-50) Anak ini tampak lambat dalam beraktivitas misalnya berbicara. Mampu dilatih untuk melakukan aktivitas seperti makan, mandi dan berpakaian sendiri, dpat dilatih keterampilan-keterampilan sederhana, dapat berjalan di lingkungan yang ia kenali. Tapi baisanya ia tidak mampu merawat diri sendiri. 3. Severe retardation (IQ 20-36) Anak ini memiliki tingkat perkembangan motorik yang lambat, memiliki kemampuan komunikasi yang sangat sedikit, mampu dilatih untuk melakukan aktivitas yan dapat menolong diri sendiri seperti makan. Namun, ia membutuhkan petunjuk dan pengawasan dalam kehidupan di lingkungan sekitarnya. 4. Profound retardation (IQ di bawah 20) Anak ini memiliki kemampuan minimal dalam fungsi-fungsi motorik, lambat dalam setiap aspek perkembangan, menunjukkan emosi dasar. Ia masih dapat dilatih untuk melakukan aktivitas dasar menggunakan tangan, kaki, dan rahang. Namun demikian, ia sangat membutuhkan perawatan, dan pendampingan karena tidak mampu merawat diri serta penggunaan bahasa yang primitive. Kasus anak dengan beberapa jenis retardasi mental seperti mongolisme atau down syndrom biasanya terjadi secara genetik akibat adanya kelebihan kromosom. Penyebabnya dalam hal fisiologis karena kekurangan hormon tyroid yang memicu terjadinya kretinisme, dan juga kekurangan oksigen sebelum lahir. Tapi kebanyakan kasus disebabkan kombinasi faktor bawaan dan lingkungan, yaitu orang tua yang retard dan lingkungan yang tidakmemberikan stimulus. 3. Perbedan Kepribadian Menurut Atkinson dkk dalam Sugihartono dkk (2007:46), kepribadian merupakan pola perilaku dan cara berpikir seseorang yang khas dalam menentukan penyesuaian diri dengan lingkungannya. Perbedaan kepribadian individu melalui dua bentuk atau model yaitu model Big five dan model Brigg-Myers (Sugihartono dkk, 2007:46) a. Model Big Five Menurut Golberg dalam Sugihartono dkk (2007:47-50), model kepribadian lima dimensi yang disebut dengan “big five” adalah meliputi extroversion, agreebleness, conscientiousness, neoroctism, dan opennes to experience. 1) Extroversion Individu dengan tipe ini menikmati keberadaannya dengan orang lain, penuh energi, dan memiliki emosi positif. Mereka memiliki antusiasme yang tinggi, suka berbicara dalam kelompok dan menunjukkan perhatian pada diri sendiri. Individu ekstrovert akan lebih gembira atas reward potensial yang diterimanya. Kepribadian yang berlawanan dengan exstrovert adalah introvert. Individu introvert cenderung kurang gembira, kurang energi, dan aktivitasnya 6 rendah. Mereka cenderung lebih tenang dan menarik diri dari lingkungan sosial. 2) Agreeableness Agreeableness berkaitan dengan hubungan sosial seorang individu. Individu dengan tipe agreeable mudah nergaul dengan baik. Mereka penuh perhatian, bersahabat, dermawan, suka menolong, serta mau menyesuaikan keinginannya dengan keinginan orang lain. Individu tipe ini juga memiliki pandangan yang optimis tentang kemanusiaan, yaitu pada dasarnya setiap orang itu jujur, sopan, dan dapat dipercaya. Selain itu, ia mampu mencapai dan menjaga popularitas. Namun demikian, mereka tidak sesuai intuk situasi yang membutuhkan keputusan-keputusan yang objektif. Berlawanan dengan agreeable, individu disagreeable selalu menempatkan keinginannya di atas orang lain tanpa kompromi. Mereka tidak memperhatikan kndisi orang lain, mudah ragu yang menyebabkan mudah curiga, tidak bersahabat, dan kurang kooperatif. Namun demikian, mereka cenderung cocok menjadi ilmuwan, kritikus, atau tentara yang baik. 3) Consientiousness Consientiousness berkaitan dengan cara individu dalam mengontrol, mengatur, dan memerintah kemampuan impuls/kemampuan merespon di otak. Individu yabg impulsive merupakan individu yang jenaka dan menyenangkan. Individu yang consientious memiliki perencanaan yang penuh tujuan dan usaha yang gigih untuk mencapai kesuksesan dan menghindari kegagalan. Mereka cenderung cerdas dapat dipercaya. Namun demikian, mereka juga terlihat kaku, membosankan, perfeksionis, dan pekerja keras. Berbeda dengan individu consientious, individu unconsientious sulit dipercaya, kurang berambisi dan cepat menyerah. Namun demikian, mereka tidak kaku dan sering mengalami kesenangan jangka pendek. Hasil penelitian Schouwenburg dalam Sugihartono dkk (2007:48), menunjukkan bahwa consientiousness berhubungan dengan tingkat disiplin kerja, minat terhadap pelajaran, tingkat konsentrasi, dan memandang pelajaran sebagai ssuatu yang mudah. Siswa consientious juga memiliki motivasi intrinsik dan sikap belajar yang baik (Enswistle dalam Sugihartono dkk, 2007:48). 4) Neoroctism (emosi negarif) Neoroctism menunjuk pada kecenderungan individu untuk mengalami emosi negatif. Neorictism berkautan dengan kurangnya konsentrasi, takut salah, dan merasakan belajar sebagai sesuatu yang penuh tekanan, kedangkalan gaya belajar, juga rendahnya kemampuan kritis individu (sugihartono dkk, 2007:49). Menurut Enswistle dalam Sugihartono dkk (2007:49), individu yang neoroctism hanya mengejar nilai ujian, namun tidak berminat pada pelajaran itu sendiri. Mereka yang memiliki skor neoroctism tinggi cenderung aktif secara emosional, merespon secara emosional peristiwa-peristiwa yang tidak akan memengaruhi sebagian besar orang dan reaksi mereka cenderung lebih kuat, menginterprestasikan 7 situasi biasa sebagai situasi yang mengancam dan frustasi kecil sebagai kesulitan tanpa harapan akan berakhir, sering merasakan bad mood, cemas, mudah marah, dan depresi. Sebaliknya, mereka yang memiliki skor neoroctism rendah cenderung tidak mudah terganggu, emosinya stabil, terbebas dari emosi negatif yang menetap, dan emosi positif lainnya. 5) Opennes to Experience Opennes to experience merupakan dimensi yang membedakan kepribadian orang yang kreatif dengan imajinatif dan orang yang sederhana dengan konvesional (sugihartono dkk, 2007:49). Individu dengan skor Openne to experiencenya rendah cenderung memiliki minat yang sempit dan biasa-biasa saja, sederhana, terus terang, membingungkan, sulit mengerti usaha dan kerja keras, lebih memilih hal yang sudah terbiasa daripada hal-hal yang baru, mereka bersifat konservatif dan resisten terhadap perubahan. b. Model Brigs-Myers (MBTI) Menurut sugihartono dkk. (2007:50-52) terdapat empat cara untuk memandang seseorang melalui model ini, sehingga dikenal dengan model “big four” yaitu meliputi dimensi-dimensi: 1. Extraversion (E) dengan Introversion (I) Perbedaaan ini berkaitan dengan bagaimana seseorang bersikap dan berperilaku untuk mendapatkan dorongan atau energi dalam berperilaku. a) Extraversion individu dengan model ini menemukan energi dari orang lain dan benda yang ada disekitarnya. Merka sangat berorientasi pada tindakan, belajar dengan cara menjelaskan pada orang lain. Siti partini dalam Sri Rumini dkk. (2006:55) , menambahkan beberapa ciri individu ekstrovert yaitu, mudah bergaul, mudah menyesuaikan diri, menaruh minat pada orang lain, berminat pada kegiatan sosial, bersikap ramah, dan banyak teman. b) Introversion Individu dengan tipe ini menemukan tenaga dari ide-ide konsep,dan abstraksi.Mereka membutuhkan sosialisasi dan juga kesendirian, mereka merupaakan konsentator dan pemikir reflektif yang baik. 2. Sensing (S) dengan Intuition (I) a) Sensing. Individu dengan tipe ini sangat berorientasi pada detail, menginginkan adanya fakta kemudian mempercayainya, mereka juga menyukai mata pelajaran yang linear, terorganisir, dan terstruktur. b) Intuition 8 Individu dengan tipe ini berorientasi pada sebuah pola pengetahuan dan hubungan fakta-fakta yang diperoleh, mereka percaya pada firasat mereka. 3. Thingking dengan Feeling a) Thingking individu dengan tipe ini menyukai tujuan pelajaran yang jelas, menghargai adanya kebebasan, daan menentukan sebuah keputusan berdasarkan kriteria objektif dan logika. b) Feeling individu dengan tipe ini menyukai kerja dalam kelompok yang harmonis, memusatkan prilaku dan keputusan pada nilai-nilai dn kebutuhan dari sisi kemanusiaan. 4. Judging dengan Perceptive a) Judging individu dengan tipe ini cenderung tegas, penuh rencana, mengatur diri sendiri , fokus dalam menyelesaikan tugas, bertindak cepat, dan siswa dengan tipe ini sering menutup suatu analisis kasusu dengan sangat cepat. b) Perceptive individu dengan tipe ini cenderung selalu ingin tahu, bersikap spontan, mudah menyesuaikan diri. Namun sering menemukan kesulitan saat mengerjakan tugas, dan tidak dibatasi deadline. C. Perbedaan Gaya Belajar Gaya belajar pada umumnya proses internal yang dapat diukur melalui sifat atau perilaku . Menurut Sarasin dalam Sugihartono (2007:53), gaya belajar merupakan pola perilaku yang spesifik pada individu dalam menerima informasi baru, dan mengembangkan keterampilan baru, serta proses menyimpan informasi baru tersebut. Menurut Horney dalam sugihartono model pendekatan: dkk.(2007:54-55), terdapat beberapa a. Modalitas belajar, individu dalaam belajar hanya memilih untuk melihat, mendengar, menyentuh/membentuk, atau melakukan aktivitas fisik saja. b. Belajar dengan Otak kanan atau Otak kiri,individu dengan menggunakan otak kanan mendekati masalah dengan acak dengan pilihanpilihan visual dan menggambar peta. Individu dengan dominasi otak kiri sangat akan mempertimbangkn pemrosesan sekuensial, dengan pilihanpilihan verbal dan logis. c. Belajar sosial, tipe ini dapat berupa belajar sendiri, berdua, bersama kelompok , dengan guru, atau bentuk kombinasi lainnya. 9 d. Lingkungan belajar. Pilihan-pilihan individu terhadap kondisi suara, dekorasi ruang, waktu, pencahayaan, kedekatan dengan orang lain, serta formalitas dan informalitas lingkungan belajar yang mungkin dapat membantu atau menghambat belajar. e. Emosi belajar, tipe lingkungan belajar yang berbeda, metode pembelajaran dan aktivitas akan memengaruhi motivasi, ketahanan, atau tanggung jawab dalam belajar. f. Belajar konkrit dan Abstrak. Tipe konkrit akan mamilih memproses informasi dengan menyentuh, membangun atau memanipulasinya. Seperti menghitung uang atau kegiatan retentu secara langsung. Pembelajar Abstrak memilih belajar melalui simbol-simbol. g. Belajar global dan analitik, pembelajaran global memilih belajar dengan megkategorikan secara luas, mengamati secara komprehensif, dan berorientsi pada kelompok. Pembelajaran analitik memilih mengkategorikan secara sempit, mengamati dengan detail, terpusat dan mandiri . h. Multiple Intelligence. Model ini menyatakan bahwa individu setidaknya memiliki 8 kecerdasan yaitu : linguistic, logis-matmatic, spacial, musical, kinestetik, intrapersonal, interpersonal, dan naturalis . Menurut Felder dan Solomon dalam Sugihartono dkk (2007:55-57), gaya belajar terbagi menjadi empat: a. Active and Reflective Learnes Individu dengan tipe aktive lerners akan menyimpan dan memahami informasi dengan cara melakukan sesuatu secara aktif dengan mendiskusikan, mengaplikasikan, atau menjelaskannya pada orang lain, menyukai belajar dalam kelompok, serta lebih banyak menulis selama mengikuti proses pembelajaran. Sedangkan individu reflective learner memilih memikirkan terlebih dahulu dalam memahami informasi serta lebih menyukai belajar sendirian. b. Sensing and Intuitive Learnes Individu dngan tipe Sensing suka mempelajari fakta-fakta, memecahkan masalah dengan cara-cara yang sudah pasti, kurang menyukai kejutan-kejutan dan komplikasi, kurang menyukai bila diberikan tes dengan materi yang tidak diberikan dikelas, menyukai sesuatu yang rinci, memiliki ingatan yang bagus terhadap fakta-fakta, serta kurang menyukai kegiatan kursus dan pelatihan yang tidak ada hubungannya dengan dunia nyata. Individu dengan tipe intuitive learner menyukai proses pembelajaran dengan memilih untuk menemukan kemungkinan adanya hubungan-hubungan, menyukai inovasi dan kurang menyukai pengulangan-pengulangan, bagus dalam menemukan konsep-konsep baru, serta cepat dalam bekerja dan lebih inovatif. 10 c. Visual and Verbal Learners Individu dengan tipe visual memiliki ingatan yang bagus atas apa yang dilihatnya berupa gambar, diagram, film, peragaan serta bentuk visual lainnya. Sedangkan individu verbal lebih mudah mengingat kata-kata, baik lisan maupun tertulis. Namun demikian, selama proses belajar informasi lebih banyak diserap dan disajikan secara visual dan verbal. d. Sequential and Global Learners Individu dengan tipe sequential learner akan cenderung memahami melalui langkah-langkah linear, langkah-langkahnya saling berurutan secara logis dalam mencari solusi. Tipe global learner cenderung belajar melalui lompatanlompatan besar, menyerap informasi secara acak tanpa melihat hubungannya dan tiba-tiba menemukan artinya, mampu memecahkan masalah kompleks dengan cepat. Menurut Sugihartono dkk (2007:59-60), delapan kecerdasan yang dikemukakan Gardnersama penting dan memiliki dampak pada proses pembelajaran. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut: 1. Kecerdasan Linguistic Verbal (berhubungan dengan kata-kata, dan suara). Individu dengan tipe ini menggunakan aktivitas mendengarkan, berbicara, membaca keras dan dalam hati, dokumentasi, menulis, dan sebagainya dalam belajar. 2. Kecerdasan Logic-Matematic (berhubungan dengan kemampuan memahami pola-pola penalaran logis dan persamaaan matematis). Individu dengan tipe ini mempunyai kemampuan lebih dalam menggunakan simbol, formula abstrak, bagan, grafik, menghitung, dan memecahkan masalah. 3. Kecerdasan musical (berhubungan dengan kemmpuaan memahami nada, irama, melodi). Individu dengan tipe ini mempunyi kemampuan lebih dalam melakukan aktivitas yang melibatkan audio, pola irama, komposisi musik, serta pola nada, dan melibatkan kemampuan tersebut dalam belajar. 4. Kecerdasan visual-Spacial (berhubungan dengan kemampuan memahami ruang dan lingkungan). Individu dengan tipe ini menggunakan aktivitas menggambar, membuat pola atau desain, skema, gambar, serta imajinasi aktif lainnya dalam belajar. 5. Kecerdasan Body-Kynesthetic (berhubungan dengan kemampuan menggunakan kemampuan anggota tubuh). Menggunakan aktivitas bermain peran, bahasa tubuh, permainan, olah raga, dan latihan serta gerak fisik lainnya dalam belajar yang berwujud bergerak dalam aktivitas belajar. 6. Kecerdasan Interpersonal (berhubungan dengan kemampuan memahami dan berinteraksi dengan orang lain). Individu tipe ini 11 menggunakan aktivitas proyek dan kerja kelompok, merasakan kebutuhan orang lain, menerima dan memberikan umpan balik, serta keterampilan kerjasama lainnya dalam proses belajar. 7. Kecerdasan Intrapersonal (berhubungan dengan cara memandang dan memahami diri sendiri). Individu dengan tipe ini menggunakan aktivitas yang meliputi pemrosesan emosi, refleksi diri, strategi berpikir, kemampuan konsentrasi, serta teknik metakognitif lainnya dalam belajar. 8. Kecerdasan Naturalis (berhubungan dengan seluk beluk alam). Individu dengan tipe ini menyukai aktivitas seperti keluar kelas, berhubungan dengan alam, pemetaan, dan mengalami kehidupan hutan dalam proses belajarnya. D. Implikasi Perbedaan Individu dalam Proses Belajar dan Pembelajaran Perbedaan individu akan berdampak pada kecepatan, metode, dan aktivits siswa dalam proses belajar dan pembelajaran. Menurut Sugihartono dkk.(2007;61)terdapat banyak progrm pembelajaran sebagaai dampk adanya perbedaan individu, namun demikian yang paling banyak ddilksankan adalah pengajran remidial, program pengayaan (enrichment), dan program percepetan (acceleration). 1. Program Remidial, merupakan bentuk pengajaran yang khusus diberikan kepada siswa yang mengalami hambatan belajar. 2. Program Pengayaan, merupakan pemberian layanan pembelajaran yang disesuaikan dengan potensi dan kecerdasan istimewa yang dimiliki siswa dalam bentuk kesempatan dan fasilitas belajar yang sifatnya perluasan dan pendalaman materi. 3. Program percepatan, merupakan pemberian layanan program pembelajaran sesuai dengan bakat, kemampuan, dan kecerdasan istimewa yang dimiliki siswa. Menurut Nasution dalam sugihartono dkk.(2007:63-67), terdapat beberapa bentuk pembelajaran individual yang dapat dilakukan sebagai bentuk aplikasi adanya perbedaan individu dalam pembelajaran: a. Pembelajaran Terprogram Program ini terdiri atas tujuan pembelajaran yang harus dicapai dengan langkah-langkah yng tersusun menurut urutan dari apa yang harus diketahui sampai yang harus disampaikan. Menurut sugihartono dkk. (2007:64), terdapat dua jenis pengajaran terprogram: 1. Program Linear (Dikembangkan oleh Skinner) Program ini mengharuskan siswa melalui langkah-langkah yang tersusun sistematis secara linear berurutan dari awal sampai akhir. 2. Program Bercabang (Dikembangkan oleh Crower) 12 Program ini memberikan kemungkinan pada siswa untuk melampaui bagian-bagian yang telah dikuasainya. b. Pengajaran dengan Komputer Menurut Oemar Hamalik (2003:23), komputer merupakan satu medium interaktif dimana siswa memiliki kesempatan untuk berinteraksi dalam bentuk memengaruhi atau urutan yang disajikan. Adapun bentuk penggunan komputer dalam pendidikan: 1. Untuk mengajar siswa menjadi mampu membaca dan menggunakan komputer 2. Untuk mengajarkan dasar-dasar pemrogramn dan pemecahan maslah komputer 3. Untuk melayani siswa sebagai alat bantu pembelajaran. Bentuk pembelajaran yang dilaakukan dengan bantuan komputer dapat berupa latihan, praktik, tutorial, simulasi, dan pengajaran menurut instruksi computer (Oemar malik2003:237-238). c. Pengajaran Modul Modul merupakan sebuah unit yang lengkap dan berdiri sendiri terdiri atas suatu rangkaian belajar yang disusun untuk membantu siswa mencapai sebuah tujuan. (Sugihartono2007:65).Tujuan pengajaran modul : 1. Memberikan siswa kebebasan memilih materi pelajaran diantara sekian banyak topik dalam rangka suatu program. 2. Mengadakan penilian secara berkala tentang kemajuan dan kelemahan siswa 3. Memberikan modul remidal untuk mengolah kembali seluruh bahan yang telah diberikan guna pemantapan dan perbaikan. d. Sistem kontrak Sistem ini dilakukan dalam bentuk tugas yang harus diselesaikan oleh siswa sebagaimana hasil kesepakatan yang telah disetujui menyangkut materi dan batas waktunya. Pelaksanaan sistem kontrak menuntut beberapa ketegasan seperti tujuan yang diharapkan, tugas yang kurang baik harus diperbaiki siswa tanpa mendapat hukuman, batas penyelesaian tugas, bagi siswa yang terlambat diberikan hukuman dalam bentuk pengurangan angka kredit. Selain itu, siswa juga harus dapat mengetahui tingkat taraf mutu tugas yang harus dikerjakan. e. Sistem keller Sistem ini umumnya digunakan diperguruan tinggi. Sistem ini memberikan kesempatan pada mahasiswa untuk maju dan menyelesaikan tgas belajar sesuai dengan kecepatan masing-masing. Menurut Sugihartono dkk (2007:67), adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan sistem Keller ini adalah: 13 1. 2. 3. 4. 5. 6. Tujuan akhir harus ditentukan secara jelas, terukur, dan objektif Bahan yang harus dikuasai dipecah perbagian kecil agar dapat Dipelajari dengan tuntas. Penilaian dalam bentuk reinforcement harus segera diberikan. Perlu perhatian pribadi pada masing-masing mahasiswa jika diperlukan. Gagal dalam tes diikuti dengan tes selanjutnya sampai tercapai penguasaan materi dengan tuntas. Mahasiswa tidak harus hadir dalam perkuliahan , tiap pertem uan hanya memberikan motivasi dan sedikit pendalaman materi. 14 BAB III PENUTUP A. KESIMPULAN Perbedaan individu pada dasarnya merupakan gambaran tentang bagaimana orang-orang memiliki perbedaan dalam berpikir, bersikap, dan berperilaku. Perbedaan individu dipengaruhi oleh faktor-faktor bawaan/herediter dan faktor/mileu dengan berbagai macam karakteristik dan jenisnya. Perbedaan yang terjadi pada individu nampak secara fisik dan fisiologis. Perbedaan yang paling besar antara laki-laki dan perempuan adalah dalam cara memperlakukan mereka, baik di lingkungan rumah, sekolah, teman bermain, dan lingkungan masyarakat yang lebih luas. Perbedaan perlakuan berdampak pada perbedaan karakteristik individu yang selanjutnya menjadi stereotip laki-laki dan perempuan. Kepribadian merupakan bagian dari perbedaan inividual. Kepribadian merupakan pola perilaku dan cara berpikir yang khas dan menentukan penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungannya. Beberapa teori dan model yang menjelaskan kepribadian adalah Model 4MAT System, Model BriggMyers, dan Model Multiple Intelligence. Adanya perbedaan secara kognitif, afektif, dan psikomotorik di antara para siswa berdampak pada pilihan cara belajar atau gaya belajar siswa. Gaya belajar merupakan perilaku yang spesifik dalam menerima dan mengolah informasi baru, mengembangkan keterampilan baru, serta proses menyimpan informasi dan keterampilan baru. Terdapat banyak teori dan macam-macam gaya belajar, namun yang serimg digunakan adalah gaya belajar visyal, auditorial, dan kinestik. Perbedaan-perbedaan individu juga membawa dampak dalam pelaksanaan dan pengelolaan proses pembelajaran. B. SARAN Dalam makalah ini kami selaku penyusun makalah berharap makalah ini dapat membantu kita untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada di Indonesia dan menganalisis permasalahan tersebut. Kami juga berharap makalah ini bukan hanya sebagai bahan pembacaan saja yang hanya dilihat dan dilupakan tetapi dihayati untuk penambahan wawasan kita semua. 15 DAFTAR PUSTAKA 1. Sugihartono, dkk(2007). Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press. 2. Sri Rumini dkk. (2006). Psikolog Pendidikan. Yogyakarta: UNY Press. 3. Oemar Hamalik. (2003). Proses Belajar Mengajar. Jakarta: Bumi Aksara. 16 PERTANYAAN 1. Sri Ristani Sebagai guru profesional, bagaimana cara yang baik untuk mengatasi perbedaan siswa dalam belajar? Jawaban: perbedaan individu akan berdampak pada tingkat kecepatan, metode dan aktivitas siswa dalam belajar dan pembelajaran. Oleh sebab itu, guru perlu memahami dengan baik kondisi dan karakteristik siswanya. Terdapat beberapa strategi pembelajaran misalnya: menggunakan pendekatan belajar eklektik dan fleksibel yang didukung penggunaan multimedia dan multimetode, memahami pilihan gaya belajar siswa kemudian menyediakan lingkungan dan proses pembelajaran yang mendukung gaya belajar mereka. 2. Ardi Asrianto Sebutkan jenis dan dampak perbedaan jenis kelamin dalam pendidikan? Jawaban: karakteristik Perbedaan gender Kemampuan verbal Meskipun perempuan matang lebih cepat daripada laki-laki, namun laki-laki lebih kuat. Kemampuan verbal Perempuan lebih bagus dalam mengerjakan tugas-tugas verbal ditahun-tahun awal, dan dapat dipertahankan. Laki-laki mengalami masalahmasalah bahasa yang lebih banyak dibandingkan perempuan. Kemampuan spasial Laki-laki lebih superior dalam kemampuan spasial, yang berlanjut semasa sekolah. Kemampuan Pada tahun-tahun awal hanya ada sedikit matematika perbedaan, laki-laki menunjukkan superioritas selama sekolah menengah atas. Sains Perbedaan gender terlihat meningkat, perempuan mengalami kemunduran, sementara prestasi lakilaki. Agresif Laki-laki memiliki pembawaan lebih agresif dibandingkan perempuan. Motivasi berprestasi Perbedaan nampaknya berhubungan dengan tugas dan situasi. Laki-laki lebih baik dalam melakukan tugas-tugas stereotif maskulis (sains, matematika) dan perempuan dalam tugas stereotip feminin ( seni, musik). Dalam kompetisi langsung antara laki-laki dan perempuan ketika remaja, perempuan tampak turun. 3. Apyu Yaningsih Jelaskan faktor lingkungan alam dan berikan contohnya? Jawaban: lingkungan alam yang statis berpengaruh pada fisik dan psikologis individu. Orang yang tinggal di daerah pegunungan berbeda dengan yang tinggal di daerah ngarai atau perkotaan yang cenderung datar. Secara fisi 17 orang pegunungan lebih kuat dengan paru-paru yang bersih dibandingkan orang perkotaan. Secara psikologis orang perkotaan lebih kuat menggunakan akalnya dari pada orang pegunungan. 18