konsep diri remaja yang melakukan aborsi

advertisement
KONSEP DIRI REMAJA YANG
MELAKUKAN ABORSI
Oleh :
Nia Malanda
Abstrak
Pada masa remaja, remaja mulai
memperhatikan
penampilan
tubuhnya.
Perubahan fisik yang terjadi begitu cepat
pada masa remaja mempunyai dampak yang
besar terhadap konsep dirinya, oleh karena
itu remaja harus mengubah dan menyusun
kembali konsep dirinya agar dapat
mengimbangi perubahan-perubahan pada
fisiknya. Terlebih lagi remaja yang hamil
akan mendapatkan perubahan pada bentuk
tubuhnya yang akan berpengaruh dengan
konsep dirinya. Tujuan dari penelitian ini
adalah untuk menjelaskan hal-hal yang
menyebabkan remaja melakukan aborsi,
konsep diri remaja yang melakukan aborsi,
faktor yang menyebabkan konsep diri subjek
dan faktor yang mempengaruhi konsep diri.
Dalam penelitian ini, pendekatan
yang digunakan adalah metode kualitatif
dengan pendekatan penelitian studi kasus,
yang
dilakukan
untuk
memberikan
gambaran mendalam mengenai suatu kasus
yang mempunyai karakteristik tertentu.
Subjek dalam penelitian ini berjumlah satu
orang subjek berusia 21 tahun. Penelitian
ini menggunakan metode wawancara yakni
wawancara dengan menggunakan pedoman
umum, selain itu juga menggunakan
observasi, yakni observasi partisipan,
observasi non partisipan dan observasi
sistematik.
Hasil penelitian ini adalah bahwa
penyebab aborsi yang dilakukan oleh subjek
karena kehamilan subjek diluar nikah,
subjek merasa malu dengan kehamilan
tersebut, selain itu subjek tidak ingin
membuat keluarga merasa malu dengan
keadaan subjek. Selain itu subjek cenderung
memiliki konsep diri positif, dalam hal ini
terlihat subjek dapat menyelesaikan
masalahnya dengan baik terlihat memiliki
persaamaan dengan SO dalam hal fisik,
bersikap wajar ketika menerima pujian dari
orang lain, tidak merasa malu mendapatkan
pujian dan merasa senang ketika mendapat
pujian. Subjek meminta maaf jika berbuat
salah dan memperbaiki kesalahan yang
telah dilakukan. Selain itu subjek tidak
memberikan respon yang berlebihan dan
bersikap biasa saja pada saat dikritik,
mendapatkan perhatian dari keuarga dan
teman, tidak terlihat bahwa subjek memiliki
musuh, dan tidak terlihat subjek dijauhi oleh
orang lain. Faktor yang menyebabkan
konsep diri subjek adalah faktor eksternal
yang mencakup komponen fisik, dalam hal
ini subjek merasa fisiknya telah diciptakan
cukup sempurna dan tidak terjadi
perubahan bentuk fisik pada saat subjek
hamil dan setelah melakukan aborsi.
Komponen moral etis, dalam hal ini
pertanggungjawaban moral subjek terhadap
lingkungan lebih dominan karena subjek
tidak ingin membuat dirinya dan keluarga
malu karena kehamilan subjek di luar nikah,
sedangkan pertanggungjawaban subjek
cenderung kurang dalam konteks agamanya,
dikarenakan subjek adalah seorang muallaf.
Komponen diri keluarga, subjek diterima
dengan baik dalam keluarga karena
keluarga subjek tidak mengetahui tentang
keadaan subjek yang sebenarnya dan subjek
merasa bahwa lebih baik keluargnya tidak
mengetahui semua yang subjek alami.
Komponen diri sosial, dalam hal ini subjek
merasa nyaman dengan teman-temannya,
subjek dapat diterima dengan baik dalam
pergaulan dan tidak memiliki kesulitan
dalam bersosialisasi, hanya saja subjek suka
merasa risih dengan lingkungan sekitar
karena menurut SO subjek menginginkan
tempat yang tenang sehingga subjek sering
berpindah tempat kost walaupun lingkungan
tersebut tidak mengetahui tentang keadaan
subjek. Sedangkan konsep diri subjek
dipengaruhi oleh faktor usia kematangan,
penampilan diri, kepatutan seks, hubungan
keluarga, teman-teman sebaya, kreativitas
dan cita-cita.
Kata kunci : Konsep diri, remaja, aborsi
PENDAHULUAN
Di
negara-negara
yang
tidak
mengizinkan aborsi seperti Indonesia,
banyak perempuan terpaksa mencari
pelayanan aborsi tidak aman karena tidak
tersedianya pelayanan aborsi aman atau
biaya yang ditawarkan terlalu mahal. Pada
remaja perempuan, kendala terbesar adalah
rasa takut dan tidak tahu harus mencari
konseling. Hal ini menyebabkan penundaan
remaja mencari pertolongan pelayanan yang
aman, dan seringkali terperangkap pada
praktek aborsi tidak aman. Aborsi yang
tidak aman adalah penghentian kehamilan
yang dilakukan oleh tenaga tidak terlatih,
atau tidak mengikuti prosedur kesehatan
atau kedua-duanya.
Remaja yang sedang berkembang
biasanya ingin mengetahui berbagai hal,
untuk mengetahui keingintahuannya, para
remaja mencari informasi tentang seks dari
berbagai sumber. Minimnya pendidikan seks
yang diketahui remaja, dapat mengakibatkan
remaja mencoba-coba untuk melakukan
hal-hal yang belum diketahui sebelumnya.
Dimana
aktivitas
mereka
seringkali
merupakan
aktivitas
yang
beresiko,
misalnya aktivitas seksual dalam berpacaran
yang dilakukan remaja dapat menyebabkan
terjadinya hamil diluar nikah.
Pada masa remaja, mereka mulai
memperhatikan
penampilan
tubuhnya.
Perubahan fisik yang terjadi begitu cepat
pada masa remaja mempunyai dampak yang
besar terhadap konsep dirinya, oleh karena
itu remaja harus mengubah dan menyusun
kembali konsep dirinya agar dapat
mengimbangi perubahan-perubahan pada
fisiknya. Terlebih lagi remaja yang hamil
akan mendapatkan perubahan pada bentuk
tubuhnya yang akan berpengaruh dengan
konsep dirinya.
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk menjelaskan hal-hal yang
menyebabkan subjek melakukan aborsi.
2. Untuk mengetahui konsep diri subjek
yang melakukan aborsi.
3. Untuk
mengetahui
faktor
yang
menyebabkan konsep diri.
4. Untuk
mengetahui
faktor
yang
mempengaruhi konsep diri subjek yang
melakukan aborsi.
TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Diri
Konsep diri adalah persepsi seseorang
terhadap dirinya meliputi karakteristik fisik,
psikologik, sosial, emosi, aspirasi dan
prestasi dirinya yang diperoleh melalui
pengalaman individu dalam interaksinya
dengan orang lain dimasa lalu dan pada saat
sekarang
ini
sebagai
suatu
hasil
perkembangan dari perhatian individu
mengenai bagaimana orang lain bereaksi
terhadap dirinya.
Faktor yang Mempengaruhi Konsep
Diri
Menurut Hurlock (1991) banyak faktor
dalam kehidupan remaja yang turut
membentuk pola kepribadian melalui
pengaruhnya pada konsep diri. Beberapa
diantaranya sama dengan faktor pada masa
kanak-kanak tetapi banyak yang merupakan
akibat dari perubahan-perubahan fisik dan
psikologis yang terjadi selama masa remaja,
diantaranya sebagai berikut :
a. Usia Kematangan
Remaja yang matang lebih awal,
diperlakukan seperti orang yang hampir
dewasa, mengembangkan konsep diri
yang menyenangkan sehingga dapat
menyesuaikan diri dengan baik. Remaja
yang
matang
terlambat
yang
diperlakukan seperti anak-anak, merasa
salah dimengerti dan bernasib kurang
baik, sehingga cenderung berperilaku
kurang dapat menyesuaikan diri.
b. Penampilan Diri
Penampilan diri yang berbeda membuat
remaja merasa rendah diri meskipun
perbedaan yang ada, menambah daya
tarik fisik. Tiap cacat fisik membuat
sumber
yang
memalukan
yang
mengakibatkan perasaan rendah diri.
Sebaliknya,
daya
tarik
fisik
menimbulkan
penilaian
yang
c.
d.
e.
f.
g.
h.
menyenangkan tentang ciri kepribadian
dan menambah dukungan sosial.
Kepatutan Seks
Kepatutan seks dalam penampilan diri,
minat dan perilaku membantu remaja
mencapai konsep diri yang baik.
Ketidakpatutan seks membuat remaja
sadar dan hal ini memberikan akibat
buruk pada perilakunya.
Nama dan Julukan
Remaja peka dan merasa malu bila
teman-teman
sekelompok
menilai
namanya baik atau bila mereka memberi
nama julukan yang bernada cemooh.
Hubungan Keluarga
Seorang remaja yang mempunyai
hubungan yang erat dengan seorang
anggota
keluarga,
akan
mengidentifikasikan dengan orang ini
dan ingin mengembangkan pola
kepribadian yang sama. Bila tokoh ini
sesama jenis, remaja akan tertolong
untuk mengembangkan konsep diri yang
layak untuk jenis seksnya.
Teman-teman Sebaya
Teman sebaya mempengaruhi pola
kepribadian remaja dalam dua cara.
Pertama, konsep diri remaja merupakan
cerminan dari anggapan tentang konsep
teman-teman tentang dirinya, dan kedua
ia berada dalam tekanan untuk
mengembangkan ciri-ciri kepribadian
yang diakui oleh kelompok.
Kreativitas
Remaja yang semasa kanak-kanak
didorong agar kreatif dalam bermain dan
dalam
tugas-tugas
akademis,
mengembangkan perasaan individualitas
dan identitas yang memberi pengaruh
yang baik pada konsep dirinya.
Sebaliknya, remaja yang sejak awal
masa kanak-kanak didorong untuk
mengikuti pola yang sudah diakui
kurang mempunyai perasaan identitas
dan individualitas.
Cita-cita
Bila teman mempunyai cita-cita yang
tidak realistik, ia akan mengalami
kegagalan. Hal ini akan menimbulkan
perasaan tidak mampu dan reaksi-reaksi
bertahan dimana ia menyalahkan orang
lain atas kegagalannya. Remaja yang
realistik tentang kemampuannya, lebih
banyak
mengalami
keberhasilan
daripada
kegagalan.
Ia
akan
menimbulkan kepercayaan diri dan
kepuasan diri yang lebih besar untuk
memberikan konsep diri yang lebih
baik.
Dimensi-Dimensi Konsep Diri
Menurut Fitts (1971) individu akan
mengevaluasi / menilai dan menggambarkan
bagian-bagian diri yang digolongkan dalam
dua dimensi, yaitu internal dan eksternal.
Masing-masing dimensi ini memiliki
komponen yang spesifik, yang merupakan
detil dari bagian-bagian diri. Adapun kedua
dimensi tersebut, yaitu :
a. Dimensi Internal
Dimensi Internal terdiri dari tiga
komponen pokok, yaitu komponen
identitas diri, komponen perilaku dan
komponen penilaian.
1). Komponen Identitas Diri (Identity
Self)
Komponen ini merupakan konsep
paling dasar dari konsep diri yang
merupakan jawaban-jawaban atas
pertanyaan dasar “siapakah saya
?”. Dalam komponen ini terkumpul
segala macam label, simbol dan
julukan yang berkenaan dengan
karakteristik seseorang. Identitas
berkembang
sejalan
dengan
meluasnya
kegiatan
sosial
seseorang. Identitas bersumber pada
perilaku karena merupakan hasil
penilaian terhadap dirinya, yang
selanjutnya hasil penilaian akan
mewarnai
perilaku
yang
ditampilkan. Misalnya, “tubuh saya
sehat”.
2). Komponen Perilaku (Behavioral
Self)
Komponen ini timbul berdasarkan
umpan balik, baik yang bersifat
internal maupun eksternal, terhadap
tingkah laku yang ditampilkan.
Umpan balik atau respon yang
diterima oleh individu atas tingkah
lakunya,
akan
mempengaruhi
kelanjutan dari tingkah laku
tersebut, apakah tingkah laku
tersebut akan bertahan atau hilang.
Bila umpan balik bersifat positif,
maka
tingkah
laku
akan
dipertahankan dan sebaliknya, bila
umpan balik bersifat negatif maka
tingkah laku akan dihilangkan.
Tingkah laku yang dipertahankan,
akan mempengaruhi pembentukkan
konsep diri. Misalnya, “saya
merawat
tubuh
saya sebaik
mungkin”.
3). Komponen Penilaian (Judging Self)
Komponen ini berfungsi utama
sebagai penilai, disamping sebagai
pengamat,
pengatur
standar,
pembanding serta penengah antara
komponen identitas dan komponen
perilaku. Komponen ini juga akan
mengevaluasi persepsi individu
terhadap perilaku dan identitas yang
dimiliki. Komponen ini pula yang
akan memberi pengaruh paling
besar terhadap aspek harga diri.
Misalnya, “saya suka wajah saya
sebagaimana adanya”.
b. Dimensi Eksternal
Dimensi Eksternal terdiri dari lima
komponen, yaitu komponen fisik,
komponen moral etis, komponen diri
personal, komponen diri keluarga,
komponen diri sosial.
1). Komponen Fisik (Physical Self)
Komponen ini mencakup bagaimana
individu
mempersepsikan
keberadaan dirinya baik secara fisik,
kesehatan maupun seksualitas,
misalnya bentuk dan proporsi tubuh.
Contoh, “saya rapih sepanjang
waktu”.
2). Komponen Moral Etis (MoralEthical Self)
Komponen
ini
merupakan
komponen
yang
menunjukkan
persepsi
individu
mengenai
kerangka acuan moral etika, nilainilai moral, hubungan dengan
Tuhan, perasaan-perasaan sebagai
orang baik/buruk dan rasa puas
terhadap kehidupan. Misalnya,
“saya orang yang berpegang teguh
pada prinsip-prinsip agama”.
3). Komponen Diri Pribadi (Personal
Self)
Perasaan individu terhadap nilai
pribadi, perasaan adekuat sebagai
pribadi dan penilaian individu
terhadap kepribadiannya sendiri
terlepas dari penilaian fisik atau
hubungannya dengan orang lain.
Misalnya, “saya orang yang
selalu gembira”.
4). Komponen Diri Keluarga (Family
Self)
Perasaan
individu
dalam
kaitannya
dengan
anggota
keluarga, teman sepermainannya
serta sejauhmana dirinya merasa
adekuat sebagai anggota keluarga
dan teman terdekatnya tersebut.
Misalnya, “jika saya menghadapi
masalah, keluarga saya siap
membantu”.
5). Komponen Diri Sosial (Social Self)
Komponen ini berisi perasaan dan
penilaian diri sendiri dalam
interaksinya dengan orang lain
dalam lingkungan yang lebih luas.
Misalnya, “saya suka berteman”.
Macam – macam Konsep Diri
Calhoun
dan
Acocella
(1990)
mengklasifikasikan konsep diri menjadi
konsep diri negatif dan konsep diri positif.
a. Konsep Diri Negatif
Seseorang individu yang memiliki
konsep diri negatif ditandai dengan lima
hal, yaitu:
1). Peka terhadap kritik
Individu yang memiliki konsep diri
yang negatif sangat tidak tahan
terhadap kritik yang diterimanya
dan mudah marah. Bagi individu ini
koreksi atau kritik seringkali
dipersepsikan sebagai usaha untuk
menjatuhkan harga dirinya.
2). Responsif terhadap pujian
Meskipun
bersikap
pura-pura
menghindari pujian, ia tidak dapat
menyembunyikan
antusiasmenya
saat menerima pujian.
3). Hiperkritis terhadap orang lain
Bersamaan dengan kesenangan
terhadap pujian individu dengan
konsep diri negatif bersikap
hiperkritis terhadap orang lain.
Mereka selalu mengeluh, mencela,
atau meremehkan apapun dan
siapapun. Mereka tidak pandai dan
tidak sanggup mengungkapkan
penghargaan atau pengakuan atas
kelebihan orang lain
4). Memiliki kecendrungan merasa tidak
disenangi orang lain
Individu yang konsep dirinya
negatif merasa dirinya tidak
diperhatikan. Ia bereaksi bahwa
orang lain sebagai musuh, sehingga
tidak dapat melahirkan kehangatan
dan persahabatan.
5). Bersikap pesimis terhadap kompetisi
Hal
ini
terungakap
dalam
keengganannya dalam bersaing
dengan orang lain dalam membuat
prestasi. Ia menganggap tidak akan
berdaya melawan persaingan yang
merugikan dirinya.
b. Konsep Diri Positif
Tanda-tanda orang yang mempunyai
konsep diri positif adalah:
1).
Yakin
akan
kemampuannya
mengatasi masalah
2). Merasa setara dengan orang lain
3). Menerima pujian tanpa rasa malu
4). Menyadari bahwa setiap orang
mempunyai berbagai perasaan,
keinginan dan prilaku yang tidak
seluruhnya disetujui masyarakat
5). Mampu memperbaiki diri karena ia
sanggup mengungkapkan aspekaspek kepribadian yang tidak di
senanginya
dan
berusaha
mengubahnya.
Aborsi
aborsi adalah tindakan penghentian atau
pengakhiran kehamilan sebelum janin dapat
hidup di luar rahim yang terjadi pada usia 28
minggu yang dilakukan melalui pertolongan
orang lain seperti dokter, dukun bayi, dukun
pijat maupun dilakukan sendiri dengan cara
meminum obat-obatan
atau
ramuan
tradisional.
Faktor – Faktor Penyebab Aborsi
Faktor penyebab aborsi buatan menurut
Tirthahusada (1993) antara lain yaitu :
1). Alasan medis atau alasan kedokteran.
Disini keputusan diambil karena
kesehatan ibu atau ancaman nyawa ibu
yang sedang menderita suatu penyakit.
2). Alasan non medis
Biasanya alasan sosial, ekonomi seperti
kehamilan sebelum atau diluar nikah,
sudah terlalu banyak anak, kesulitan
dalam hal biaya hidup dan lainnya.
Remaja
Remaja adalah usia dimana terjadi masa
transisi atau peralihan dari anak-anak
menuju dewasa, usia yang diperkirakan 12
sampai 21 tahun untuk anak gadis dan antara
13 sampai 22 tahun bagi anak laki-laki.
Tugas-Tugas Perkembangan Masa
Remaja
Tugas-tugas perkembangan masa remaja
menurut Havinghurst (dalam Hurlock,1980)
meliputi :
a. Mencapai hubungan baru dan yang lebih
matang dengan teman sebaya baik pria
maupun wanita.
b. Mencapai peran sosial pria dan wanita.
c. Menerima keadaan fisiknya dan
menggunakan tubuhnya secara efektif.
d. Mengharapkan dan mencapai perilaku
sosial yang bertanggung jawab.
e. Mencapai kemandirian emosional dari
orang tua dan orang-orang dewasa
lainnya.
f. Mempersiapkan karier ekonomi.
g. Mempersiapkan
perkawinan
dan
keluarga.
h. Memperoleh perangkat nilai dan sistem
etis.
Konsep Diri Remaja Yang Melakukan
Aborsi
Remaja yang hamil di luar nikah
melakukan aborsi dikarenakan oleh perasaan
malu akibat kehamilan yang terjadi sebelum
menikah yang dapat menimbulkan aib bagi
keluarga (Purwadianto, 1982). Selain itu
remaja yang hamil di luar nikah
menghindari kritikan yang akan diberikan
oleh orang lain terhadap dirinya, memiliki
kecenderungan merasa tidak disenangi
sehingga
tidak
dapat
menciptakan
kehangatan persahabatan, bersikap pesimis
dengan keadaan dirinya jika melanjutkan
kehamilan, mengeluh dengan keadaan
dirinya dan takut jika dirinya tidak
menerima pujian dari orang lain. Dengan
alasan tersebut, dapat dikatakan remaja yang
hamil di luar nikah dan melakukan aborsi
cenderung memiliki konsep diri negatif,
sesuai dengan teori konsep diri negatif yang
dikemukakan oleh Calhoun dan Acocella
(1990).
METODOLOGI PENELITIAN
Pendekatan
ini
menggunakan
pendekatan kualitatif dengan pendekatan
penelitian studi kasus karena peneliti ingin
mengetahui pemahaman yang mendalam
dan spesifik berkaitan dengan konsep diri
remaja yang melakukan aborsi, yaitu ingin
mengetahui konsep diri subjek yang
melakukan aborsi, faktor yang menyebabkan
konsep diri dan faktor yang mempengaruhi
konsep diri subjek yang melakukan aborsi.
Untuk itu diperlukan penelitian yang
mendalam atau spesifik karena mungkin hal
ini hanya dialami oleh subjek yang diteliti
saja dan tidak berlaku bagi subjek yang lain.
Subjek dalam penelitian ini berjumlah satu
orang subjek berusia 21 tahun.
Dalam penelitian ini digunakan tipe
wawancara dengan menggunakan pedoman
umum. Hal ini akan memungkinkan peneliti
untuk memiliki panduan dalam mengajukan
pertanyaan yang berkaitan dengan hal yang
diteliti, namun pada saat yang bersamaan
tetap
fleksibel,
tergantung
pada
perkembangan
dan
situasi
dalam
wawancara.
Dalam penelitian ini jenis observasi
yang dilakukan adalah observasi partisipan,
observasi non partisipan dan observasi
sistematik. Pada observasi partisipan,
peneliti memberikan stimulus terhadap
subjek, pada observasi non partisipan
peneliti hanya mengamati perilaku apa yang
dilakukan subjek. Sedangkan pada observasi
sistematik, dimana ada kerangka yang
memuat faktor-faktor yang telah diatur
kategorinya.
HASIL DAN ANALISIS
1. Penyebab Subjek Melakukan Aborsi
Berdasarkan hasil wawancara
yang dilakukan, subjek melakukan
aborsi karena alasan non medis yaitu
penyebab sosial, hamil diluar nikah.
Subjek melakukan hal tersebut karena
takut akan cemoohan orang sekitar
subjek dan subjek tidak ingin membuat
keluarga menjadi malu karena subjek
hamil diluar nikah. Sesuai dengan yang
di kemukakan oleh Tirthahusada (1993).
Selain
itu,
Purwadianto
(1982)
mengemukakan bahwa apabila ditinjau
dari segi si ibu sebagai pelaku langsung
aborsi, alasan umum dilakukannya
aborsi adalah kondisi kehamilan
(dirinya) yang tidak dikehendaki
(unwanted pregnancy). Salah satu
penyebab dilakukannya aborsi adalah
penyebab sosial. Penyebab sosial yang
utama adalah karena rasa malu pada
perempuan
tersebut
maupun
keluarganya. Ia malu akibat hamil tanpa
suami yang secara sosial tidak
membanggakan. Contohnya perempuan
yang hamil akibat perselingkuhan
maupun pergaulan bebas, ibu rumah
tangga yang hamil karena kebobolan
program Keluarga Berencana (KB),
serta alasan lainnya. Keadan kehamilan
tersebut pada pokoknya menimbulkan
aib bagi keluarga. Demikian kerasnya
tekanan masyarakat yang merasa
kehormatan dan nama baik keluarganya
terusik mereka merupakan pro life (anti
aborsi secara normatif). Namun bila
yang terkena adalah keluarganya justru
berubah pendapat menjadi pro abortus.
Pada sisi lain alasan sosial ini dapat
digolongkan ke dalam alasan kesehatan
karena batas kesehatan dari WHO,
mencakup pula kondisi kesejahteraan
sosial.
2. Konsep Diri Subjek yang Melakukan
Aborsi
Calhoun dan Acocella (1990)
mengklasifikasikan konsep diri menjadi
konsep diri negatif dan konsep diri
positif.
a. Konsep Diri Negatif
Seseorang
individu
yang
memiliki konsep diri negatif
ditandai dengan lima hal, yaitu:
1). Peka terhadap kritik
Individu yang memiliki
konsep diri yang negatif sangat
tidak tahan terhadap kritik yang
diterimanya dan mudah marah.
Bagi individu ini koreksi atau
kritik seringkali dipersepsikan
sebagai
usaha
untuk
menjatuhkan harga dirinya.
Berdasarkan observasi, subjek
tidak memberikan respon yang
berlebihan dan bersikap biasa
saja pada saat SO dan pacar
subjek memberikan kritik.
2). Responsif terhadap pujian
Meskipun bersikap purapura menghindari pujian, ia
tidak dapat menyembunyikan
antusiasmenya saat menerima
pujian. Dalam hal ini subjek
bersikap wajar ketika observer
memuji
dirinya
dan
mengucapkan terima kasih, dan
subjek tidak merasa malu
mendapatkan pujian.
3). Hiperkritis terhadap orang lain
Bersamaan
dengan
kesenangan terhadap pujian
individu dengan konsep diri
negatif bersikap hiperkritis
terhadap orang lain. Mereka
selalu mengeluh, mencela, atau
meremehkan
apapun
dan
siapapun. Mereka tidak pandai
dan
tidak
sanggup
mengungkapkan penghargaan
atau pengakuan atas kelebihan
orang
lain.
Berdasarkan
observasi,
subjek
memperhatikan SO dan pacar
subjek secara wajar, akan tetapi
subjek terlihat mencela warna
baju SO pada saat SO mencoba
baju yang baru saja dibeli.
4). Memiliki kecendrungan merasa
tidak disenangi orang lain
Individu
yang
konsep
dirinya negatif merasa dirinya
tidak diperhatikan. Ia bereaksi
bahwa orang lain sebagai
musuh, sehingga tidak dapat
melahirkan kehangatan dan
persahabatan.
Berdasarkan
observasi, subjek mendapatkan
perhatian dari keuarga dan
teman subjek, terlihat pada saat
subjek menerima telepon dari
ibu subjek yang menanyakan
kabar subjek, SO dsan pacar
subjek
yang
menanyakan
tentang keadaan subjek. Pada
saat observasi dilakukan tidak
terlihat bahwa subjek memiliki
musuh, dan tidak terlihat subjek
dijauhi oleh orang lain, terlihat
pada
saat
subjek
diajak
berbincang-bincang oleh ibu
Kost dan pembantu SO, selain
itu subjek terlihat sedang diajari
bermain gitar oleh adik pacar
subjek.
5). Bersikap pesimis terhadap
kompetisi
Hal ini terungakap dalam
keengganannya dalam bersaing
dengan orang lain dalam
membuat
prestasi.
Ia
menganggap tidak akan berdaya
melawan
persaingan
yang
merugikan dirinya. Dalam hal
ini, subjek terlihat tidak ingin
bersaing dengan SO pada saat
subjek
dan
SO
sedang
membicarakan tentang siapa
yang lebih menarik dan subjek
terlihat menyerah pada saat
diajarkan bermain gitar oleh
adik pacar subjek.
b. Konsep Diri Positif
Tanda-tanda
orang
yang
mempunyai konsep diri positif
adalah:
1). Yakin akan kemampuannya
mengatasi masalah. Berdasarkan
observasi,
subjek
dapat
menyelesaikan masalah yang
terjadi pada saat pacar subjek
pulang dari luar kota, selain itu
subjek membutuhkan bantuan
orang lain untuk mengatasi
masalah, terlihat pada saat
subjek meminta saran dengan
SO tentang masalah subjek
dengan pacar subjek.
2). Merasa setara dengan orang lain.
Dalam hal ini, subjek tidak
mempunyai perbedaan dengan
orang lain secara fisik, akan
tetapi subjek meremehkan orang
lain dengan mencela SO.
3). Menerima pujian tanpa rasa
malu.
Berdasarkan
hasil
observasi, subjek merasa senang
menerima pujian tanpa rasa
malu, dan terlihat senang
menerima pujian dari orang lain,
karena subjek sering menerima
pujian dari orang lain mengenai
kecantikan subjek.
4). Menyadari bahwa setiap orang
mempunyai berbagai perasaan,
keinginan dan prilaku yang
tidak
seluruhnya
disetujui
masyarakat. Berdasarkan hasil
observasi, subjek tidak dapat
menerima perlakuan kasar dari
orang lain, terlihat pada saat
subjek membalas makian yang
dilontarkan oleh pacar subjek
akan tetapi tidak terlihat subjek
memiliki dendam dengan orang
lain dan ingin mengahancurkan
orang lain.
5). Mampu memperbaiki diri karena
ia sanggup mengungkapkan
aspek-aspek kepribadian yang
tidak di senanginya dan
berusaha mengubahnya. Dalam
hal ini, subjek terlihat meminta
maaf kepada pacarnya karena
telah membuat pacar subjek
marah dan dapat memperbaiki
kesalahan
dengan
cara
menyiapkan makan untuk pacar
subjek.
Berdasarkan observasi yang telah
dilakukan dapat disimpulkan bahwa
subjek cenderung memiliki konsep diri
positif. Hal tersebut terlihat dari
beberapa klasifikasi konsep diri positif
yang dikemukakan oleh Calhoun dan
Acocella (1990) bahwa seseorang yang
memiliki konsep diri positif ditandai
dengan yakin akan kemampuannya
mengatasi masalah, terlihat subjek dapat
menyelesaikan masalahnya dengan baik.
Subjek merasa setara dengan orang lain,
dalam hal ini subjek terlihat memiliki
persaamaan dengan SO dalam hal fisik.
Menerima pujian tanpa rasa malu, dalam
hal ini subjek bersikap wajar ketika
menerima pujian dari orang lain, tidak
merasa malu mendapatkan pujian dan
merasa senang ketika mendapat pujian.
Mampu memperbaiki diri karena ia
sanggup mengungkapkan aspek-aspek
kepribadian yang tidak di senanginya
dan berusaha mengubahnya terlihat
subjek meminta maaf jika berbuat salah
dan memperbaiki kesalahan yang telah
dilakukan. Selain itu subjek tidak
memberikan respon yang berlebihan dan
bersikap biasa saja pada saat SO dan
pacar subjek memberikan kritik. Subjek
mendapatkan perhatian dari keuarga dan
teman subjek, terlihat pada saat subjek
menerima telepon dari ibu subjek yang
menanyakan kabar subjek, SO dan pacar
subjek yang menanyakan tentang
keadaan subjek. Pada saat observasi
dilakukan tidak terlihat bahwa subjek
memiliki musuh, dan tidak terlihat
subjek dijauhi oleh orang lain, terlihat
pada saat subjek diajak berbincangbincang oleh ibu Kost dan pembantu
SO, selain itu subjek terlihat sedang
diajari bermain gitar oleh adik pacar
subjek.
3. Faktor Penyebab Konsep Diri Subjek
yang Melakukan Aborsi
Menurut Fitts (1971) konsep diri
yang
dimiliki
individu
akan
mengevaluasi/menilai
dan
menggambarkan bagian-bagian diri
yang digolongkan dalam dua dimensi,
yaitu internal dan eksternal. Masingmasing dimensi ini memiliki komponen
yang spesifik, yang merupakan detil dari
bagian-bagian diri. Adapun kedua
dimensi tersebut, yaitu :
a. Dimensi Internal
Dimensi internal terdiri dari tiga
komponen pokok, yaitu komponen
identitas diri, komponen perilaku
dan komponen penilaian.
1). Komponen Identitas Diri
(Identity Self)
Komponen ini merupakan
konsep paling dasar dari konsep
diri yang merupakan jawabanjawaban atas pertanyaan dasar
“siapakah saya ?”. Dalam
komponen ini terkumpul segala
macam label, simbol dan
julukan yang berkenaan dengan
karakteristik
seseorang.
Identitas berkembang sejalan
dengan meluasnya kegiatan
sosial
seseorang.
Identitas
bersumber pada perilaku karena
merupakan
hasil
penilaian
terhadap
dirinya,
yang
selanjutnya hasil penilaian akan
mewarnai
perilaku
yang
ditampilkan. Dalam hal ini,
subjek memandang dirinya
secara positif walaupun subjek
termasuk orang yang keras,
sedangkan
setelah
subjek
melakukan
aborsi,
subjek
cenderung lebih sensitif, perasa
dan mudah terpancing emosi.
Subjek adalah pendengar yang
baik dan dapat bersikap baik
terhadap semua orang.
2). Komponen Perilaku (Behavioral
Self)
Komponen
ini
timbul
berdasarkan umpan balik, baik
yang bersifat internal maupun
eksternal, terhadap tingkah laku
yang ditampilkan. Umpan balik
atau respon yang diterima oleh
individu atas tingkah lakunya,
akan mempengaruhi kelanjutan
dari tingkah laku tersebut,
apakah tingkah laku tersebut
akan bertahan atau hilang. Bila
umpan balik bersifat positif,
maka tingkah laku akan
dipertahankan dan sebaliknya,
bila umpan balik bersifat negatif
maka tingkah laku akan
dihilangkan. Tingkah laku yang
dipertahankan,
akan
mempengaruhi pembentukkan
konsep diri. Dalam hal ini,
teman-teman subjek sangat
kaget tentang keputusan subjek
melakukan aborsi, teman-teman
subjek memberikan masukan
kepada subjek akan tetapi
subjek lah yang mengambil
keputusan,
subjek
dapat
menjelaskan
tentang
keputusannya melakukan aborsi
dan subjek bersikap secara
wajar terhadap teman-teman
subjek dan subjek tetap
mempertahankan
perilaku
subjek walaupun teman-teman
subjek memberikan masukan
terhadap subjek.
3). Komponen Penilaian (Judging
Self)
Komponen ini berfungsi
utama
sebagai
penilai,
disamping sebagai pengamat,
pengatur standar, pembanding
serta
penengah
antara
komponen
identitas
dan
komponen perilaku. Komponen
ini juga akan mengevaluasi
persepsi
individu
terhadap
perilaku dan identitas yang
dimiliki. Komponen ini pula
yang akan memberi pengaruh
paling besar terhadap aspek
harga diri. Dalam hal ini subjek
menyesali
perbuatannya
melakukan aborsi dan telah
melakukan
hubungan
seks
diluar nikah selain itu subjek
menilai dirinya sebagai orang
yang sensitif, lebih mudah
emosi, terlalu perasa dan subjek
kurang mempercayai laki-laki
sedangkan menurut SO, subjek
merasa tidak berarti akan tetapi
kepercayaan diri subjek mulai
pulih.
b. Dimensi Eksternal
Dimensi Eksternal terdiri dari
lima komponen, yaitu komponen
fisik,
komponen
moral
etis,
komponen diri personal, komponen
diri keluarga, komponen diri sosial.
1). Komponen Fisik (Physical Self)
Komponen ini mencakup
bagaimana
individu
mempersepsikan
keberadaan
dirinya baik secara fisik,
kesehatan maupun seksualitas,
misalnya bentuk dan proporsi
tubuh. Dalam hal ini subjek
merasa fisiknya telah diciptakan
cukup sempurna dan tidak
terjadi perubahan bentuk fisik
pada saat subjek hamil dan
setelah melakukan aborsi.
2). Komponen Moral Etis (MoralEthical Self)
Komponen ini merupakan
komponen yang menunjukkan
persepsi individu mengenai
kerangka acuan moral etika,
nilai-nilai moral, hubungan
dengan
Tuhan,
perasaanperasaan
sebagai
orang
baik/buruk dan rasa puas
terhadap
kehidupan.
Berdasarkan hasil wawancara,
pertanggungjawaban
moral
subjek terhadap lingkungan
lebih dominan karena subjek
tidak ingin membuat dirinya dan
keluarga malu karena kehamilan
subjek di luar nikah, sedangkan
pertanggungjawaban
subjek
cenderung
kurang
dalam
konteks agamanya, dikarenakan
subjek adalah seorang muallaf.
3).
Komponen
Diri
Pribadi
(Personal Self)
Perasaan individu terhadap
nilai pribadi, perasaan adekuat
sebagai pribadi dan penilaian
individu
terhadap
kepribadiannya sendiri terlepas
dari penilaian fisik atau
hubungannya dengan orang lain.
Dalam hal ini subjek Subjek
menilai dirinya sebagai orang
yang terlalu perasa, cengeng,
sensitif dan galak, subjek
merasa lebih mudah emosi dan
berkurangnya
kepercayaan
subjek terhadap laki-laki.
4). Komponen Diri Keluarga
(Family Self)
Perasaan individu dalam
kaitannya
dengan
anggota
keluarga,
teman
sepermainannya
serta
sejauhmana dirinya merasa
adekuat
sebagai
anggota
keluarga dan teman terdekatnya
tersebut. Dalam hal ini Subjek
diterima dengan baik dalam
keluarga karena keluarga subjek
tidak
mengetahui
tentang
keadaan subjek yang sebenarnya
dan subjek merasa bahwa lebih
baik
keluargnya
tidak
mengetahui semua yang subjek
alami, selain itu teman-teman
subjek bersikap baik terhadap
subjek, hanya saja teman-teman
subjek merasa kasihan terhadap
subjek atas perlakuan kasar
yang dilakukan oleh pacar
subjek.
5). Komponen Diri Sosial (Social
Self)
Komponen
ini
berisi
perasaan dan penilaian diri
sendiri
dalam interaksinya
dengan orang lain dalam
lingkungan yang lebih luas.
Dalam hal ini subjek merasa
nyaman dengan teman-teman
subjek, dapat diterima dengan
baik dalam pergaulan dan tidak
memiliki
kesulitan
dalam
bersosialisasi, hanya saja subjek
suka merasa risih dengan
lingkungan
sekitar
karena
menurut
SO
subjek
menginginkan tempat yang
tenang sehingga subjek sering
berpindah tempat kost walaupun
lingkungan
tersebut
tidak
mengetahui tentang keadaan
subjek.
Berdasarkan hasil wawancara,
dapat disimpulkan bahwa subjek lebih
dipengaruhi oleh dimensi eksternal yang
mencakup komponen fisik, dalam hal ini
subjek merasa fisiknya telah diciptakan
cukup sempurna dan tidak terjadi
perubahan bentuk fisik pada saat subjek
hamil dan setelah melakukan aborsi.
Komponen moral etis, dalam hal ini
subjek adalah seorang muallaf, setelah
subjek menjadi muallaf, subjek rajin
menjalankan agamanya yang baru, akan
tetapi belakangan subjek menjadi malas
menjalankan agama barunya dan tidak
ada perubahan ke arah yang positif.
Komponen diri keluarga, subjek
diterima dengan baik dalam keluarga
karena
keluarga
subjek
tidak
mengetahui tentang keadaan subjek
yang sebenarnya dan subjek merasa
bahwa lebih baik keluargnya tidak
mengetahui semua yang subjek alami.
Komponen diri sosial, dalam hal ini
subjek merasa nyaman dengan temantemannya, subjek dapat diterima dengan
baik dalam pergaulan dan tidak
memiliki kesulitan dalam bersosialisasi,
hanya saja subjek suka merasa risih
dengan lingkungan sekitar karena
menurut SO subjek menginginkan
tempat yang tenang sehingga subjek
sering berpindah tempat kost walaupun
lingkungan tersebut tidak mengetahui
tentang keadaan subjek.
4. Faktor yang Mempengaruhi Konsep
Diri Subjek yang Melakukan Aborsi
Menurut Hurlock (1991) banyak
faktor dalam kehidupan remaja yang
turut membentuk pola kepribadian
melalui pengaruhnya pada konsep diri.
Beberapa diantaranya sama dengan
faktor pada masa kanak-kanak tetapi
banyak yang merupakan akibat dari
perubahan-perubahan
fisik
dan
psikologis yang terjadi selama masa
remaja, diantaranya sebagai berikut :
a. Usia Kematangan
Remaja yang matang lebih awal,
diperlakukan seperti orang yang
hampir dewasa, mengembangkan
konsep diri yang menyenangkan
sehingga dapat menyesuaikan diri
dengan baik. Remaja yang matang
terlambat yang diperlakukan seperti
anak-anak, merasa salah dimengerti
dan bernasib kurang baik, sehingga
cenderung berperilaku kurang dapat
menyesuaikan diri. Dalam hal ini
dapat dilihat dari cara subjek
menyelesaikan
masalah
yang
dihadapi.
b. Penampilan Diri
Penampilan diri yang berbeda
membuat remaja merasa rendah diri
meskipun perbedaan yang ada,
menambah daya tarik fisik. Tiap
cacat fisik membuat sumber yang
memalukan yang mengakibatkan
perasaan rendah diri. Sebaliknya,
daya tarik fisik menimbulkan
penilaian
yang
menyenangkan
tentang ciri kepribadian dan
menambah dukungan sosial. Dalam
hal ini subjek memandang dirinya
secara positif karena merasa diberi
kesempurnaan secara fisik, sehingga
menjadikan subjek lebih percaya
diri dalam hal penampilan.
c. Kepatutan Seks
Kepatutan
seks
dalam
penampilan diri, minat dan perilaku
membantu remaja mencapai konsep
diri yang baik. Ketidakpatutan seks
membuat remaja sadar dan hal ini
memberikan akibat buruk pada
perilakunya. Dalam hal ini subjek
pernah merasa dirinya tidak berarti,
tetapi subjek berusaha memperbaiki
kesalahan yang pernah subjek
lakukan.
d. Nama dan Julukan
Remaja peka dan merasa malu
bila
teman-teman
sekelompok
menilai namanya baik atau bila
mereka memberi nama julukan yang
bernada cemooh. Dalam hal ini
subjek memiliki dua nama julukan
yakni bombay dan Ny. Menir akan
tetapi
hal
tersebut
tidak
mempengaruhi subjek memandang
dirinya.
e. Hubungan Keluarga
Seorang
remaja
yang
mempunyai hubungan yang erat
dengan seorang anggota keluarga,
akan mengidentifikasikan dengan
orang ini dan ingin mengembangkan
pola kepribadian yang sama. Bila
tokoh ini sesama jenis, remaja akan
tertolong untuk mengembangkan
konsep diri yang layak untuk jenis
seksnya. Dalam hal ini subjek
pernah merasa malu karena ayah
subjek meninggalkan
keluarga
subjek akan tetapi hubungan subjek
dengan ibu dan adiknya menjadi
semakin dekat sehingga subjek
menjadi lebih kuat mengahadapi
semua masalah yang ada.
f. Teman-teman Sebaya
Teman sebaya mempengaruhi
pola kepribadian remaja dalam dua
cara. Pertama, konsep diri remaja
merupakan cerminan dari anggapan
tentang konsep teman-teman tentang
dirinya, dan kedua ia berada dalam
tekanan untuk mengembangkan ciriciri kepribadian yang diakui oleh
kelompok. Dalam hal ini subjek
merasa teman-teman subjek baik
dan suka dengan subjek sehingga
subjek memandang dirinya positif
karena disukai orang, walaupun
teman-teman tersebut tidak dapat
mempengaruhi
subjek
untuk
mengambil keputusan.
g. Kreativitas
Remaja yang semasa kanakkanak didorong agar kreatif dalam
bermain dan dalam tugas-tugas
akademis,
mengembangkan
perasaan individualitas dan identitas
yang memberi pengaruh yang baik
pada konsep dirinya. Sebaliknya,
remaja yang sejak awal masa kanakkanak didorong untuk mengikuti
pola yang sudah diakui kurang
mempunyai perasaan identitas dan
individualitas. Dalam hal ini subjek
merasa bangga dengan apa yang
telah
diraih,
subjek
dapat
membuktikan pada dirinya sendiri
bahwa dirinya tidak kalah dengan
orang lain.
h. Cita-cita
Bila teman mempunyai cita-cita
yang tidak realistik, ia akan
mengalami kegagalan. Hal ini akan
menimbulkan
perasaan
tidak
mampu dan reaksi-reaksi bertahan
dimana ia menyalahkan orang lain
atas kegagalannya. Remaja yang
realistik tentang kemampuannya,
lebih
banyak
mengalami
keberhasilan daripada kegagalan. Ia
akan menimbulkan kepercayaan diri
dan kepuasan diri yang lebih besar
untuk memberikan konsep diri yang
lebih baik. Dalam hal ini subjek
merasa cita-citanya sebagai insinyur
dan artis menjadikannya merasa
lebih positif memandang dirinya.
Berdasarkan hasil wawancara,
faktor yang mempengaruhi konsep diri
subjek adalah usia kematangan,
penampilan diri, kepatutan seks,
hubungan
keluarga,
teman-teman
sebaya, kreativitas dan cita-cita sedang
kan
nama
dan
julukan
tidak
mempengaruhi subjek memandang
dirinya. Sesuai yang dikemukakan oleh
Hurlock (1991) bahwa konsep diri
dipengaruhi
oleh
faktor
usia
kematangan, penampilan diri, kepatutan
seks, nama dan julukan, hubungan
keluarga,
teman-teman
sebaya,
kreativitas dan cita-cita.
KESIMPULAN
1. Penyebab aborsi yang dilakukan oleh
subjek karena kehamilan subjek di luar
nikah, subjek merasa malu dengan
kehamilan tersebut, selain itu subjek
tidak ingin membuat keluarga merasa
malu dengan keadaan subjek.
2. Subjek dapat dikatakan cenderung
memiliki konsep diri positif, dalam hal
ini
subjek
dapat
menyelesaikan
masalahnya dengan baik. Subjek merasa
setara dengan orang lain, dalam hal ini
subjek terlihat memiliki persaamaan
dengan SO dalam hal fisik. Subjek
bersikap wajar ketika menerima pujian
dari orang lain, tidak merasa malu
mendapatkan pujian dan merasa senang
ketika mendapat pujian, meminta maaf
jika berbuat salah dan memperbaiki
kesalahan yang telah dilakukan. Selain
itu subjek tidak memberikan respon
yang berlebihan dan bersikap biasa saja
pada saat di kritik. Subjek mendapatkan
perhatian dari keluarga dan teman
subjek. Pada saat observasi dilakukan
tidak terlihat bahwa subjek memiliki
musuh, dan tidak terlihat subjek dijauhi
oleh orang lain.
3. Faktor yang menyebabkan konsep diri
subjek adalah faktor eksternal yang
mencakup komponen fisik, dalam hal ini
subjek merasa fisiknya telah diciptakan
cukup sempurna dan tidak terjadi
perubahan bentuk fisik pada saat subjek
hamil dan setelah melakukan aborsi.
Komponen moral etis, dalam hal ini
subjek adalah seorang muallaf, setelah
subjek menjadi muallaf, subjek rajin
menjalankan agamanya yang baru, akan
tetapi belakangan subjek menjadi malas
menjalankan agama barunya dan tidak
ada perubahan ke arah yang positif.
Komponen diri keluarga, subjek
diterima dengan baik dalam keluarga
karena
keluarga
subjek
tidak
mengetahui tentang keadaan subjek
yang sebenarnya dan subjek merasa
bahwa lebih baik keluargnya tidak
mengetahui semua yang subjek alami.
Komponen diri sosial, dalam hal ini
subjek merasa nyaman dengan temantemannya, subjek dapat diterima dengan
baik dalam pergaulan dan tidak
memiliki kesulitan dalam bersosialisasi,
hanya saja subjek suka merasa risih
dengan lingkungan sekitar karena
menurut SO subjek menginginkan
tempat yang tenang sehingga subjek
sering berpindah tempat kost walaupun
lingkungan tersebut tidak mengetahui
tentang keadaan subjek.
4. Konsep diri subjek dipengaruhi oleh
usia kematangan, penampilan diri,
kepatutan seks, hubungan keluarga,
teman-teman sebaya, kreativitas dan
cita-cita.
SARAN
1.
Subjek disarankan untuk lebih
mempercayai laki-laki, dan lebih
menjaga perilaku dalam berpacaran
supaya tidak terjadi kehamilan untuk
kedua kalinya dan untuk mencegah
terjadinya
aborsi
yang
akan
membahayakan subjek.
2. Bagi lingkungan atau masyarakat umum,
terutama bagi para remaja yang menjalin
hubungan dekat dengan lawan jenis
untuk tidak melakukan hubungan
seksual di luar nikah, karena akan
mengakibatkan kehamilan yang tidak
diinginkan. Sedangkan bagi para orang
tua dan pendidik di sarankan untuk
memberikan
informasi
tentang
pendidikan seks dan memberikan
pendidikan agama secara benar kepada
para remaja.
3. Bagi penelitian selanjutnya yang berada
dalam lingkup konsep diri, aborsi dan
remaja,
disarankan
agar
lebih
memperdalam teori yang dipergunakan
dan dapat membandingkan antara satu
remaja dengan remaja yang lain. Hal
tersebut dimaksudkan untuk melihat
perbandingan konsep diri antara remaja
yang satu dengan remaja lainnya, yang
akan lebih baik apabila kedua remaja
tersebut salah satunya memiliki konsep
diri yang negatif. Perbandingan tersebut
diharapkan
mampu
memberikan
gambaran mengenai konsep diri negatif
dan peneliti yang melakukan penelitian
tersebut dapat memberikan solusi yang
baik bagi remaja yang melakukan
aborsi.
Clowes, B. (1997). The facts of life: An
authoritative guide to life and family
issues. Virginia : Human Life
International
Coopersmith, S. (1974). The antecedents of
self-esteem. San Fransisco: Freeman
Cunningham, D.M. & Gant. (1995). Obstetri
williams. Edisi 18. USA Kedokteran
Egc.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.
(2004).
Resiko
Aborsi.
http://www.aborsi.org/resiko.htm
Anonim.
(2006).
KB
&
Aborsi.
http://www.fkm.unair.ac.id/KesproKependudukan%20%20KB%20&%20Aborsi.pdf
Anshor, M.U. (2004). Apa kata nyai dan
kyai tentang aborsi. Jakarta: Mitra Inti
Foundation.
Badudu, J.S. & Zain, S.M. (1996). Kamus
umum bahasa Indonesia. Jakarta :
Pustaka Sinar Harapan.
Biro
Pusat Statistik. (1988). Sensus
penduduk Indonesia. Jakarta: BPS
Bracken, B.A. (1996). Handbook of selfconcept: Development, social &
clinical consideration. New York:
John Willey & Sons, Inc.
Burns, R.B. (1993). Konsep diri: Teori,
pengukuran,
perkembangan
&
perilaku. Alih Bahasa: Eddy. Jakarta:
Arcan.
Calhoun, J.F. & Acocella, J.R. (1990).
Psikologi tentang penyesuaian &
hubungan kemanusiaan. Jakarta :
Arcan.
Chaplin, J.P. (2001). Kamus lengkap
psikologi. Jakarta: Raja Grafindo
Perkasa.
Dariyo, A. (2004). Psikologi perkembangan
remaja. Ciawi: Ghalia Indonesia
Derlega, V.J. & Janda, L.H. (1981).
Personal adjusment: The psychology
of everyday living. Illinois: Scott,
Foresman & Co.
Dewi. (1997). Aborsi di Indonesia.
http://situs.kesrepro.info/gendervaw/ju
n/2002/ utama03.htm
Ekotama, S. (2000). Abortus
bagi korban perkosaan
vittimologi, kriminolog
pidana. Yogyakarta: PT.
Atmajaya.
provocatus
perspektif
& hukum
Universitas
Felker, D. (1974). Helping children to like
themself. Minnesota: Burges Publ. Co.
Fitts, H.W. (1971). The self-concept &
behavior: Overview & suplement.
Monograph
VII.
USA:
Dede
Wallance.
Herdayati. (1998). Aborsi di Indonesia.
http://situs.kesrepro.info/gendervaw/ju
n/ 2002/utama03.htm
Hurlock,
E.B.
(1974).
Personality
development. New York: McGraw
Hill Publishing Company.
Hurlock,
E.B.
(1979).
Personality
development.
New Delhi: Tata
McGraw Hill Publishing.
Hurlock,
E.B. (1980). Development
psychology: A life span approach. 5th
edition. New Delhi: McGraw Hill
Publishing Company.
Hurlock,
E.B.
(1991).
Psikologi
perkembangan: Suatu pendekatan
sepanjang rentang kehidupan. Edisi
V. Alih Bahasa: Istiwidayanti &
Soedjarwo. Jakarta : Erlangga.
Hurlock,
E.B.
(1993).
Psikologi
perkembangan:
Psikologi
perkembangan anak. Jilid 2. Alih
Bahasa: Istiwidayanti & Soedjarwo.
Jakarta : Erlangga.
Hadi, S. (1998). Abortus dan dampaknya.
Surabaya : Fakultas Kedokteran
UNAIR
Marshall, C. & Rossman. (1995). Designing
qualitative research. London: Sage
Publications.
Moleong,
L.J.
(2004).
Metodologi
penelitian. Bandung: Remaja Rosda
Karya.
Monks, F.J., Knoers, A.M.P. & Haditono,
S.R. (2002). Psikologi perkembangan:
Pengantar
dalam
berbagai
bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press.
Narbuko, C. & Achmadi, A. (2004).
Pendekatan
kualitatif
dalam
penelitian psikologi. Depok: Fakultas
Psikologi UI.
Papalia, W.E., Olds, S.W. & Feldman, R.D.
(1998). Human development. Edisi ke
7. Boston: McGraw-Hill.
Poerwandari, E.K. (1998). Pendekatan
kualitatif dalam penelitian psikologi.
Depok: Fakultas Psikologi UI.
Poerwandari, E.K. (2001). Pendekatan
kualitatif untuk penelitian perilaku
manusia. Depok: LPSP3 Fakultas
Psikologi UI.
Pudjijogyanti, C.R. (1988). Konsep diri
dalam pendidikan. Jakarta: Arcan.
Pudjijogyanti, C.R. (1995). Konsep diri
dalam proses belajar mengajar.
Jakarta: Pusat Penelitian UNIKA
Atmajaya.
Purwadianto, A. (1982). Aborsi sebagai
tindakan
okupasional
&
penyelesaiannya dari segi medis.
Jakarta: PT. Fakultas Kedokteran UI.
Reardon, D. C. (1994). Psychological
reactions reported after abortion.
Springfield: Elliot Institute.
Santrock, J.W. (1998). Adolescence. Edisi
Ke 7. Boston: McGraw-Hill.
Soejono, S. (1985). Kamus sosiologi.
Jakarta: PT. Grafindo Persada.
Staf Umum Pembinaan Masyarakat POLRI.
(1983). Kenakalan remaja. Jakarta:
Markas Besar Kepolisian Negara RI.
Tirthahusada, K. (1993). Suatu tinjauan
medis,
psikologis
dan
moral.
Surabaya: PT. Universitas Airlangga.
Kartini, Aborsi dan Remaja, No: 2163, April
2006
Kompas, Aborsi di Indonesia, 19 Maret
2000
Download