KONSEP DIRI REMAJA YANG MELAKUKAN ABORSI Oleh : Nia Malanda Abstrak Pada masa remaja, remaja mulai memperhatikan penampilan tubuhnya. Perubahan fisik yang terjadi begitu cepat pada masa remaja mempunyai dampak yang besar terhadap konsep dirinya, oleh karena itu remaja harus mengubah dan menyusun kembali konsep dirinya agar dapat mengimbangi perubahan-perubahan pada fisiknya. Terlebih lagi remaja yang hamil akan mendapatkan perubahan pada bentuk tubuhnya yang akan berpengaruh dengan konsep dirinya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjelaskan hal-hal yang menyebabkan remaja melakukan aborsi, konsep diri remaja yang melakukan aborsi, faktor yang menyebabkan konsep diri subjek dan faktor yang mempengaruhi konsep diri. Dalam penelitian ini, pendekatan yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan penelitian studi kasus, yang dilakukan untuk memberikan gambaran mendalam mengenai suatu kasus yang mempunyai karakteristik tertentu. Subjek dalam penelitian ini berjumlah satu orang subjek berusia 21 tahun. Penelitian ini menggunakan metode wawancara yakni wawancara dengan menggunakan pedoman umum, selain itu juga menggunakan observasi, yakni observasi partisipan, observasi non partisipan dan observasi sistematik. Hasil penelitian ini adalah bahwa penyebab aborsi yang dilakukan oleh subjek karena kehamilan subjek diluar nikah, subjek merasa malu dengan kehamilan tersebut, selain itu subjek tidak ingin membuat keluarga merasa malu dengan keadaan subjek. Selain itu subjek cenderung memiliki konsep diri positif, dalam hal ini terlihat subjek dapat menyelesaikan masalahnya dengan baik terlihat memiliki persaamaan dengan SO dalam hal fisik, bersikap wajar ketika menerima pujian dari orang lain, tidak merasa malu mendapatkan pujian dan merasa senang ketika mendapat pujian. Subjek meminta maaf jika berbuat salah dan memperbaiki kesalahan yang telah dilakukan. Selain itu subjek tidak memberikan respon yang berlebihan dan bersikap biasa saja pada saat dikritik, mendapatkan perhatian dari keuarga dan teman, tidak terlihat bahwa subjek memiliki musuh, dan tidak terlihat subjek dijauhi oleh orang lain. Faktor yang menyebabkan konsep diri subjek adalah faktor eksternal yang mencakup komponen fisik, dalam hal ini subjek merasa fisiknya telah diciptakan cukup sempurna dan tidak terjadi perubahan bentuk fisik pada saat subjek hamil dan setelah melakukan aborsi. Komponen moral etis, dalam hal ini pertanggungjawaban moral subjek terhadap lingkungan lebih dominan karena subjek tidak ingin membuat dirinya dan keluarga malu karena kehamilan subjek di luar nikah, sedangkan pertanggungjawaban subjek cenderung kurang dalam konteks agamanya, dikarenakan subjek adalah seorang muallaf. Komponen diri keluarga, subjek diterima dengan baik dalam keluarga karena keluarga subjek tidak mengetahui tentang keadaan subjek yang sebenarnya dan subjek merasa bahwa lebih baik keluargnya tidak mengetahui semua yang subjek alami. Komponen diri sosial, dalam hal ini subjek merasa nyaman dengan teman-temannya, subjek dapat diterima dengan baik dalam pergaulan dan tidak memiliki kesulitan dalam bersosialisasi, hanya saja subjek suka merasa risih dengan lingkungan sekitar karena menurut SO subjek menginginkan tempat yang tenang sehingga subjek sering berpindah tempat kost walaupun lingkungan tersebut tidak mengetahui tentang keadaan subjek. Sedangkan konsep diri subjek dipengaruhi oleh faktor usia kematangan, penampilan diri, kepatutan seks, hubungan keluarga, teman-teman sebaya, kreativitas dan cita-cita. Kata kunci : Konsep diri, remaja, aborsi PENDAHULUAN Di negara-negara yang tidak mengizinkan aborsi seperti Indonesia, banyak perempuan terpaksa mencari pelayanan aborsi tidak aman karena tidak tersedianya pelayanan aborsi aman atau biaya yang ditawarkan terlalu mahal. Pada remaja perempuan, kendala terbesar adalah rasa takut dan tidak tahu harus mencari konseling. Hal ini menyebabkan penundaan remaja mencari pertolongan pelayanan yang aman, dan seringkali terperangkap pada praktek aborsi tidak aman. Aborsi yang tidak aman adalah penghentian kehamilan yang dilakukan oleh tenaga tidak terlatih, atau tidak mengikuti prosedur kesehatan atau kedua-duanya. Remaja yang sedang berkembang biasanya ingin mengetahui berbagai hal, untuk mengetahui keingintahuannya, para remaja mencari informasi tentang seks dari berbagai sumber. Minimnya pendidikan seks yang diketahui remaja, dapat mengakibatkan remaja mencoba-coba untuk melakukan hal-hal yang belum diketahui sebelumnya. Dimana aktivitas mereka seringkali merupakan aktivitas yang beresiko, misalnya aktivitas seksual dalam berpacaran yang dilakukan remaja dapat menyebabkan terjadinya hamil diluar nikah. Pada masa remaja, mereka mulai memperhatikan penampilan tubuhnya. Perubahan fisik yang terjadi begitu cepat pada masa remaja mempunyai dampak yang besar terhadap konsep dirinya, oleh karena itu remaja harus mengubah dan menyusun kembali konsep dirinya agar dapat mengimbangi perubahan-perubahan pada fisiknya. Terlebih lagi remaja yang hamil akan mendapatkan perubahan pada bentuk tubuhnya yang akan berpengaruh dengan konsep dirinya. Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Untuk menjelaskan hal-hal yang menyebabkan subjek melakukan aborsi. 2. Untuk mengetahui konsep diri subjek yang melakukan aborsi. 3. Untuk mengetahui faktor yang menyebabkan konsep diri. 4. Untuk mengetahui faktor yang mempengaruhi konsep diri subjek yang melakukan aborsi. TINJAUAN PUSTAKA Konsep Diri Konsep diri adalah persepsi seseorang terhadap dirinya meliputi karakteristik fisik, psikologik, sosial, emosi, aspirasi dan prestasi dirinya yang diperoleh melalui pengalaman individu dalam interaksinya dengan orang lain dimasa lalu dan pada saat sekarang ini sebagai suatu hasil perkembangan dari perhatian individu mengenai bagaimana orang lain bereaksi terhadap dirinya. Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri Menurut Hurlock (1991) banyak faktor dalam kehidupan remaja yang turut membentuk pola kepribadian melalui pengaruhnya pada konsep diri. Beberapa diantaranya sama dengan faktor pada masa kanak-kanak tetapi banyak yang merupakan akibat dari perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang terjadi selama masa remaja, diantaranya sebagai berikut : a. Usia Kematangan Remaja yang matang lebih awal, diperlakukan seperti orang yang hampir dewasa, mengembangkan konsep diri yang menyenangkan sehingga dapat menyesuaikan diri dengan baik. Remaja yang matang terlambat yang diperlakukan seperti anak-anak, merasa salah dimengerti dan bernasib kurang baik, sehingga cenderung berperilaku kurang dapat menyesuaikan diri. b. Penampilan Diri Penampilan diri yang berbeda membuat remaja merasa rendah diri meskipun perbedaan yang ada, menambah daya tarik fisik. Tiap cacat fisik membuat sumber yang memalukan yang mengakibatkan perasaan rendah diri. Sebaliknya, daya tarik fisik menimbulkan penilaian yang c. d. e. f. g. h. menyenangkan tentang ciri kepribadian dan menambah dukungan sosial. Kepatutan Seks Kepatutan seks dalam penampilan diri, minat dan perilaku membantu remaja mencapai konsep diri yang baik. Ketidakpatutan seks membuat remaja sadar dan hal ini memberikan akibat buruk pada perilakunya. Nama dan Julukan Remaja peka dan merasa malu bila teman-teman sekelompok menilai namanya baik atau bila mereka memberi nama julukan yang bernada cemooh. Hubungan Keluarga Seorang remaja yang mempunyai hubungan yang erat dengan seorang anggota keluarga, akan mengidentifikasikan dengan orang ini dan ingin mengembangkan pola kepribadian yang sama. Bila tokoh ini sesama jenis, remaja akan tertolong untuk mengembangkan konsep diri yang layak untuk jenis seksnya. Teman-teman Sebaya Teman sebaya mempengaruhi pola kepribadian remaja dalam dua cara. Pertama, konsep diri remaja merupakan cerminan dari anggapan tentang konsep teman-teman tentang dirinya, dan kedua ia berada dalam tekanan untuk mengembangkan ciri-ciri kepribadian yang diakui oleh kelompok. Kreativitas Remaja yang semasa kanak-kanak didorong agar kreatif dalam bermain dan dalam tugas-tugas akademis, mengembangkan perasaan individualitas dan identitas yang memberi pengaruh yang baik pada konsep dirinya. Sebaliknya, remaja yang sejak awal masa kanak-kanak didorong untuk mengikuti pola yang sudah diakui kurang mempunyai perasaan identitas dan individualitas. Cita-cita Bila teman mempunyai cita-cita yang tidak realistik, ia akan mengalami kegagalan. Hal ini akan menimbulkan perasaan tidak mampu dan reaksi-reaksi bertahan dimana ia menyalahkan orang lain atas kegagalannya. Remaja yang realistik tentang kemampuannya, lebih banyak mengalami keberhasilan daripada kegagalan. Ia akan menimbulkan kepercayaan diri dan kepuasan diri yang lebih besar untuk memberikan konsep diri yang lebih baik. Dimensi-Dimensi Konsep Diri Menurut Fitts (1971) individu akan mengevaluasi / menilai dan menggambarkan bagian-bagian diri yang digolongkan dalam dua dimensi, yaitu internal dan eksternal. Masing-masing dimensi ini memiliki komponen yang spesifik, yang merupakan detil dari bagian-bagian diri. Adapun kedua dimensi tersebut, yaitu : a. Dimensi Internal Dimensi Internal terdiri dari tiga komponen pokok, yaitu komponen identitas diri, komponen perilaku dan komponen penilaian. 1). Komponen Identitas Diri (Identity Self) Komponen ini merupakan konsep paling dasar dari konsep diri yang merupakan jawaban-jawaban atas pertanyaan dasar “siapakah saya ?”. Dalam komponen ini terkumpul segala macam label, simbol dan julukan yang berkenaan dengan karakteristik seseorang. Identitas berkembang sejalan dengan meluasnya kegiatan sosial seseorang. Identitas bersumber pada perilaku karena merupakan hasil penilaian terhadap dirinya, yang selanjutnya hasil penilaian akan mewarnai perilaku yang ditampilkan. Misalnya, “tubuh saya sehat”. 2). Komponen Perilaku (Behavioral Self) Komponen ini timbul berdasarkan umpan balik, baik yang bersifat internal maupun eksternal, terhadap tingkah laku yang ditampilkan. Umpan balik atau respon yang diterima oleh individu atas tingkah lakunya, akan mempengaruhi kelanjutan dari tingkah laku tersebut, apakah tingkah laku tersebut akan bertahan atau hilang. Bila umpan balik bersifat positif, maka tingkah laku akan dipertahankan dan sebaliknya, bila umpan balik bersifat negatif maka tingkah laku akan dihilangkan. Tingkah laku yang dipertahankan, akan mempengaruhi pembentukkan konsep diri. Misalnya, “saya merawat tubuh saya sebaik mungkin”. 3). Komponen Penilaian (Judging Self) Komponen ini berfungsi utama sebagai penilai, disamping sebagai pengamat, pengatur standar, pembanding serta penengah antara komponen identitas dan komponen perilaku. Komponen ini juga akan mengevaluasi persepsi individu terhadap perilaku dan identitas yang dimiliki. Komponen ini pula yang akan memberi pengaruh paling besar terhadap aspek harga diri. Misalnya, “saya suka wajah saya sebagaimana adanya”. b. Dimensi Eksternal Dimensi Eksternal terdiri dari lima komponen, yaitu komponen fisik, komponen moral etis, komponen diri personal, komponen diri keluarga, komponen diri sosial. 1). Komponen Fisik (Physical Self) Komponen ini mencakup bagaimana individu mempersepsikan keberadaan dirinya baik secara fisik, kesehatan maupun seksualitas, misalnya bentuk dan proporsi tubuh. Contoh, “saya rapih sepanjang waktu”. 2). Komponen Moral Etis (MoralEthical Self) Komponen ini merupakan komponen yang menunjukkan persepsi individu mengenai kerangka acuan moral etika, nilainilai moral, hubungan dengan Tuhan, perasaan-perasaan sebagai orang baik/buruk dan rasa puas terhadap kehidupan. Misalnya, “saya orang yang berpegang teguh pada prinsip-prinsip agama”. 3). Komponen Diri Pribadi (Personal Self) Perasaan individu terhadap nilai pribadi, perasaan adekuat sebagai pribadi dan penilaian individu terhadap kepribadiannya sendiri terlepas dari penilaian fisik atau hubungannya dengan orang lain. Misalnya, “saya orang yang selalu gembira”. 4). Komponen Diri Keluarga (Family Self) Perasaan individu dalam kaitannya dengan anggota keluarga, teman sepermainannya serta sejauhmana dirinya merasa adekuat sebagai anggota keluarga dan teman terdekatnya tersebut. Misalnya, “jika saya menghadapi masalah, keluarga saya siap membantu”. 5). Komponen Diri Sosial (Social Self) Komponen ini berisi perasaan dan penilaian diri sendiri dalam interaksinya dengan orang lain dalam lingkungan yang lebih luas. Misalnya, “saya suka berteman”. Macam – macam Konsep Diri Calhoun dan Acocella (1990) mengklasifikasikan konsep diri menjadi konsep diri negatif dan konsep diri positif. a. Konsep Diri Negatif Seseorang individu yang memiliki konsep diri negatif ditandai dengan lima hal, yaitu: 1). Peka terhadap kritik Individu yang memiliki konsep diri yang negatif sangat tidak tahan terhadap kritik yang diterimanya dan mudah marah. Bagi individu ini koreksi atau kritik seringkali dipersepsikan sebagai usaha untuk menjatuhkan harga dirinya. 2). Responsif terhadap pujian Meskipun bersikap pura-pura menghindari pujian, ia tidak dapat menyembunyikan antusiasmenya saat menerima pujian. 3). Hiperkritis terhadap orang lain Bersamaan dengan kesenangan terhadap pujian individu dengan konsep diri negatif bersikap hiperkritis terhadap orang lain. Mereka selalu mengeluh, mencela, atau meremehkan apapun dan siapapun. Mereka tidak pandai dan tidak sanggup mengungkapkan penghargaan atau pengakuan atas kelebihan orang lain 4). Memiliki kecendrungan merasa tidak disenangi orang lain Individu yang konsep dirinya negatif merasa dirinya tidak diperhatikan. Ia bereaksi bahwa orang lain sebagai musuh, sehingga tidak dapat melahirkan kehangatan dan persahabatan. 5). Bersikap pesimis terhadap kompetisi Hal ini terungakap dalam keengganannya dalam bersaing dengan orang lain dalam membuat prestasi. Ia menganggap tidak akan berdaya melawan persaingan yang merugikan dirinya. b. Konsep Diri Positif Tanda-tanda orang yang mempunyai konsep diri positif adalah: 1). Yakin akan kemampuannya mengatasi masalah 2). Merasa setara dengan orang lain 3). Menerima pujian tanpa rasa malu 4). Menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan prilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat 5). Mampu memperbaiki diri karena ia sanggup mengungkapkan aspekaspek kepribadian yang tidak di senanginya dan berusaha mengubahnya. Aborsi aborsi adalah tindakan penghentian atau pengakhiran kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar rahim yang terjadi pada usia 28 minggu yang dilakukan melalui pertolongan orang lain seperti dokter, dukun bayi, dukun pijat maupun dilakukan sendiri dengan cara meminum obat-obatan atau ramuan tradisional. Faktor – Faktor Penyebab Aborsi Faktor penyebab aborsi buatan menurut Tirthahusada (1993) antara lain yaitu : 1). Alasan medis atau alasan kedokteran. Disini keputusan diambil karena kesehatan ibu atau ancaman nyawa ibu yang sedang menderita suatu penyakit. 2). Alasan non medis Biasanya alasan sosial, ekonomi seperti kehamilan sebelum atau diluar nikah, sudah terlalu banyak anak, kesulitan dalam hal biaya hidup dan lainnya. Remaja Remaja adalah usia dimana terjadi masa transisi atau peralihan dari anak-anak menuju dewasa, usia yang diperkirakan 12 sampai 21 tahun untuk anak gadis dan antara 13 sampai 22 tahun bagi anak laki-laki. Tugas-Tugas Perkembangan Masa Remaja Tugas-tugas perkembangan masa remaja menurut Havinghurst (dalam Hurlock,1980) meliputi : a. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita. b. Mencapai peran sosial pria dan wanita. c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara efektif. d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab. e. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya. f. Mempersiapkan karier ekonomi. g. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga. h. Memperoleh perangkat nilai dan sistem etis. Konsep Diri Remaja Yang Melakukan Aborsi Remaja yang hamil di luar nikah melakukan aborsi dikarenakan oleh perasaan malu akibat kehamilan yang terjadi sebelum menikah yang dapat menimbulkan aib bagi keluarga (Purwadianto, 1982). Selain itu remaja yang hamil di luar nikah menghindari kritikan yang akan diberikan oleh orang lain terhadap dirinya, memiliki kecenderungan merasa tidak disenangi sehingga tidak dapat menciptakan kehangatan persahabatan, bersikap pesimis dengan keadaan dirinya jika melanjutkan kehamilan, mengeluh dengan keadaan dirinya dan takut jika dirinya tidak menerima pujian dari orang lain. Dengan alasan tersebut, dapat dikatakan remaja yang hamil di luar nikah dan melakukan aborsi cenderung memiliki konsep diri negatif, sesuai dengan teori konsep diri negatif yang dikemukakan oleh Calhoun dan Acocella (1990). METODOLOGI PENELITIAN Pendekatan ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan pendekatan penelitian studi kasus karena peneliti ingin mengetahui pemahaman yang mendalam dan spesifik berkaitan dengan konsep diri remaja yang melakukan aborsi, yaitu ingin mengetahui konsep diri subjek yang melakukan aborsi, faktor yang menyebabkan konsep diri dan faktor yang mempengaruhi konsep diri subjek yang melakukan aborsi. Untuk itu diperlukan penelitian yang mendalam atau spesifik karena mungkin hal ini hanya dialami oleh subjek yang diteliti saja dan tidak berlaku bagi subjek yang lain. Subjek dalam penelitian ini berjumlah satu orang subjek berusia 21 tahun. Dalam penelitian ini digunakan tipe wawancara dengan menggunakan pedoman umum. Hal ini akan memungkinkan peneliti untuk memiliki panduan dalam mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan hal yang diteliti, namun pada saat yang bersamaan tetap fleksibel, tergantung pada perkembangan dan situasi dalam wawancara. Dalam penelitian ini jenis observasi yang dilakukan adalah observasi partisipan, observasi non partisipan dan observasi sistematik. Pada observasi partisipan, peneliti memberikan stimulus terhadap subjek, pada observasi non partisipan peneliti hanya mengamati perilaku apa yang dilakukan subjek. Sedangkan pada observasi sistematik, dimana ada kerangka yang memuat faktor-faktor yang telah diatur kategorinya. HASIL DAN ANALISIS 1. Penyebab Subjek Melakukan Aborsi Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan, subjek melakukan aborsi karena alasan non medis yaitu penyebab sosial, hamil diluar nikah. Subjek melakukan hal tersebut karena takut akan cemoohan orang sekitar subjek dan subjek tidak ingin membuat keluarga menjadi malu karena subjek hamil diluar nikah. Sesuai dengan yang di kemukakan oleh Tirthahusada (1993). Selain itu, Purwadianto (1982) mengemukakan bahwa apabila ditinjau dari segi si ibu sebagai pelaku langsung aborsi, alasan umum dilakukannya aborsi adalah kondisi kehamilan (dirinya) yang tidak dikehendaki (unwanted pregnancy). Salah satu penyebab dilakukannya aborsi adalah penyebab sosial. Penyebab sosial yang utama adalah karena rasa malu pada perempuan tersebut maupun keluarganya. Ia malu akibat hamil tanpa suami yang secara sosial tidak membanggakan. Contohnya perempuan yang hamil akibat perselingkuhan maupun pergaulan bebas, ibu rumah tangga yang hamil karena kebobolan program Keluarga Berencana (KB), serta alasan lainnya. Keadan kehamilan tersebut pada pokoknya menimbulkan aib bagi keluarga. Demikian kerasnya tekanan masyarakat yang merasa kehormatan dan nama baik keluarganya terusik mereka merupakan pro life (anti aborsi secara normatif). Namun bila yang terkena adalah keluarganya justru berubah pendapat menjadi pro abortus. Pada sisi lain alasan sosial ini dapat digolongkan ke dalam alasan kesehatan karena batas kesehatan dari WHO, mencakup pula kondisi kesejahteraan sosial. 2. Konsep Diri Subjek yang Melakukan Aborsi Calhoun dan Acocella (1990) mengklasifikasikan konsep diri menjadi konsep diri negatif dan konsep diri positif. a. Konsep Diri Negatif Seseorang individu yang memiliki konsep diri negatif ditandai dengan lima hal, yaitu: 1). Peka terhadap kritik Individu yang memiliki konsep diri yang negatif sangat tidak tahan terhadap kritik yang diterimanya dan mudah marah. Bagi individu ini koreksi atau kritik seringkali dipersepsikan sebagai usaha untuk menjatuhkan harga dirinya. Berdasarkan observasi, subjek tidak memberikan respon yang berlebihan dan bersikap biasa saja pada saat SO dan pacar subjek memberikan kritik. 2). Responsif terhadap pujian Meskipun bersikap purapura menghindari pujian, ia tidak dapat menyembunyikan antusiasmenya saat menerima pujian. Dalam hal ini subjek bersikap wajar ketika observer memuji dirinya dan mengucapkan terima kasih, dan subjek tidak merasa malu mendapatkan pujian. 3). Hiperkritis terhadap orang lain Bersamaan dengan kesenangan terhadap pujian individu dengan konsep diri negatif bersikap hiperkritis terhadap orang lain. Mereka selalu mengeluh, mencela, atau meremehkan apapun dan siapapun. Mereka tidak pandai dan tidak sanggup mengungkapkan penghargaan atau pengakuan atas kelebihan orang lain. Berdasarkan observasi, subjek memperhatikan SO dan pacar subjek secara wajar, akan tetapi subjek terlihat mencela warna baju SO pada saat SO mencoba baju yang baru saja dibeli. 4). Memiliki kecendrungan merasa tidak disenangi orang lain Individu yang konsep dirinya negatif merasa dirinya tidak diperhatikan. Ia bereaksi bahwa orang lain sebagai musuh, sehingga tidak dapat melahirkan kehangatan dan persahabatan. Berdasarkan observasi, subjek mendapatkan perhatian dari keuarga dan teman subjek, terlihat pada saat subjek menerima telepon dari ibu subjek yang menanyakan kabar subjek, SO dsan pacar subjek yang menanyakan tentang keadaan subjek. Pada saat observasi dilakukan tidak terlihat bahwa subjek memiliki musuh, dan tidak terlihat subjek dijauhi oleh orang lain, terlihat pada saat subjek diajak berbincang-bincang oleh ibu Kost dan pembantu SO, selain itu subjek terlihat sedang diajari bermain gitar oleh adik pacar subjek. 5). Bersikap pesimis terhadap kompetisi Hal ini terungakap dalam keengganannya dalam bersaing dengan orang lain dalam membuat prestasi. Ia menganggap tidak akan berdaya melawan persaingan yang merugikan dirinya. Dalam hal ini, subjek terlihat tidak ingin bersaing dengan SO pada saat subjek dan SO sedang membicarakan tentang siapa yang lebih menarik dan subjek terlihat menyerah pada saat diajarkan bermain gitar oleh adik pacar subjek. b. Konsep Diri Positif Tanda-tanda orang yang mempunyai konsep diri positif adalah: 1). Yakin akan kemampuannya mengatasi masalah. Berdasarkan observasi, subjek dapat menyelesaikan masalah yang terjadi pada saat pacar subjek pulang dari luar kota, selain itu subjek membutuhkan bantuan orang lain untuk mengatasi masalah, terlihat pada saat subjek meminta saran dengan SO tentang masalah subjek dengan pacar subjek. 2). Merasa setara dengan orang lain. Dalam hal ini, subjek tidak mempunyai perbedaan dengan orang lain secara fisik, akan tetapi subjek meremehkan orang lain dengan mencela SO. 3). Menerima pujian tanpa rasa malu. Berdasarkan hasil observasi, subjek merasa senang menerima pujian tanpa rasa malu, dan terlihat senang menerima pujian dari orang lain, karena subjek sering menerima pujian dari orang lain mengenai kecantikan subjek. 4). Menyadari bahwa setiap orang mempunyai berbagai perasaan, keinginan dan prilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat. Berdasarkan hasil observasi, subjek tidak dapat menerima perlakuan kasar dari orang lain, terlihat pada saat subjek membalas makian yang dilontarkan oleh pacar subjek akan tetapi tidak terlihat subjek memiliki dendam dengan orang lain dan ingin mengahancurkan orang lain. 5). Mampu memperbaiki diri karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak di senanginya dan berusaha mengubahnya. Dalam hal ini, subjek terlihat meminta maaf kepada pacarnya karena telah membuat pacar subjek marah dan dapat memperbaiki kesalahan dengan cara menyiapkan makan untuk pacar subjek. Berdasarkan observasi yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa subjek cenderung memiliki konsep diri positif. Hal tersebut terlihat dari beberapa klasifikasi konsep diri positif yang dikemukakan oleh Calhoun dan Acocella (1990) bahwa seseorang yang memiliki konsep diri positif ditandai dengan yakin akan kemampuannya mengatasi masalah, terlihat subjek dapat menyelesaikan masalahnya dengan baik. Subjek merasa setara dengan orang lain, dalam hal ini subjek terlihat memiliki persaamaan dengan SO dalam hal fisik. Menerima pujian tanpa rasa malu, dalam hal ini subjek bersikap wajar ketika menerima pujian dari orang lain, tidak merasa malu mendapatkan pujian dan merasa senang ketika mendapat pujian. Mampu memperbaiki diri karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak di senanginya dan berusaha mengubahnya terlihat subjek meminta maaf jika berbuat salah dan memperbaiki kesalahan yang telah dilakukan. Selain itu subjek tidak memberikan respon yang berlebihan dan bersikap biasa saja pada saat SO dan pacar subjek memberikan kritik. Subjek mendapatkan perhatian dari keuarga dan teman subjek, terlihat pada saat subjek menerima telepon dari ibu subjek yang menanyakan kabar subjek, SO dan pacar subjek yang menanyakan tentang keadaan subjek. Pada saat observasi dilakukan tidak terlihat bahwa subjek memiliki musuh, dan tidak terlihat subjek dijauhi oleh orang lain, terlihat pada saat subjek diajak berbincangbincang oleh ibu Kost dan pembantu SO, selain itu subjek terlihat sedang diajari bermain gitar oleh adik pacar subjek. 3. Faktor Penyebab Konsep Diri Subjek yang Melakukan Aborsi Menurut Fitts (1971) konsep diri yang dimiliki individu akan mengevaluasi/menilai dan menggambarkan bagian-bagian diri yang digolongkan dalam dua dimensi, yaitu internal dan eksternal. Masingmasing dimensi ini memiliki komponen yang spesifik, yang merupakan detil dari bagian-bagian diri. Adapun kedua dimensi tersebut, yaitu : a. Dimensi Internal Dimensi internal terdiri dari tiga komponen pokok, yaitu komponen identitas diri, komponen perilaku dan komponen penilaian. 1). Komponen Identitas Diri (Identity Self) Komponen ini merupakan konsep paling dasar dari konsep diri yang merupakan jawabanjawaban atas pertanyaan dasar “siapakah saya ?”. Dalam komponen ini terkumpul segala macam label, simbol dan julukan yang berkenaan dengan karakteristik seseorang. Identitas berkembang sejalan dengan meluasnya kegiatan sosial seseorang. Identitas bersumber pada perilaku karena merupakan hasil penilaian terhadap dirinya, yang selanjutnya hasil penilaian akan mewarnai perilaku yang ditampilkan. Dalam hal ini, subjek memandang dirinya secara positif walaupun subjek termasuk orang yang keras, sedangkan setelah subjek melakukan aborsi, subjek cenderung lebih sensitif, perasa dan mudah terpancing emosi. Subjek adalah pendengar yang baik dan dapat bersikap baik terhadap semua orang. 2). Komponen Perilaku (Behavioral Self) Komponen ini timbul berdasarkan umpan balik, baik yang bersifat internal maupun eksternal, terhadap tingkah laku yang ditampilkan. Umpan balik atau respon yang diterima oleh individu atas tingkah lakunya, akan mempengaruhi kelanjutan dari tingkah laku tersebut, apakah tingkah laku tersebut akan bertahan atau hilang. Bila umpan balik bersifat positif, maka tingkah laku akan dipertahankan dan sebaliknya, bila umpan balik bersifat negatif maka tingkah laku akan dihilangkan. Tingkah laku yang dipertahankan, akan mempengaruhi pembentukkan konsep diri. Dalam hal ini, teman-teman subjek sangat kaget tentang keputusan subjek melakukan aborsi, teman-teman subjek memberikan masukan kepada subjek akan tetapi subjek lah yang mengambil keputusan, subjek dapat menjelaskan tentang keputusannya melakukan aborsi dan subjek bersikap secara wajar terhadap teman-teman subjek dan subjek tetap mempertahankan perilaku subjek walaupun teman-teman subjek memberikan masukan terhadap subjek. 3). Komponen Penilaian (Judging Self) Komponen ini berfungsi utama sebagai penilai, disamping sebagai pengamat, pengatur standar, pembanding serta penengah antara komponen identitas dan komponen perilaku. Komponen ini juga akan mengevaluasi persepsi individu terhadap perilaku dan identitas yang dimiliki. Komponen ini pula yang akan memberi pengaruh paling besar terhadap aspek harga diri. Dalam hal ini subjek menyesali perbuatannya melakukan aborsi dan telah melakukan hubungan seks diluar nikah selain itu subjek menilai dirinya sebagai orang yang sensitif, lebih mudah emosi, terlalu perasa dan subjek kurang mempercayai laki-laki sedangkan menurut SO, subjek merasa tidak berarti akan tetapi kepercayaan diri subjek mulai pulih. b. Dimensi Eksternal Dimensi Eksternal terdiri dari lima komponen, yaitu komponen fisik, komponen moral etis, komponen diri personal, komponen diri keluarga, komponen diri sosial. 1). Komponen Fisik (Physical Self) Komponen ini mencakup bagaimana individu mempersepsikan keberadaan dirinya baik secara fisik, kesehatan maupun seksualitas, misalnya bentuk dan proporsi tubuh. Dalam hal ini subjek merasa fisiknya telah diciptakan cukup sempurna dan tidak terjadi perubahan bentuk fisik pada saat subjek hamil dan setelah melakukan aborsi. 2). Komponen Moral Etis (MoralEthical Self) Komponen ini merupakan komponen yang menunjukkan persepsi individu mengenai kerangka acuan moral etika, nilai-nilai moral, hubungan dengan Tuhan, perasaanperasaan sebagai orang baik/buruk dan rasa puas terhadap kehidupan. Berdasarkan hasil wawancara, pertanggungjawaban moral subjek terhadap lingkungan lebih dominan karena subjek tidak ingin membuat dirinya dan keluarga malu karena kehamilan subjek di luar nikah, sedangkan pertanggungjawaban subjek cenderung kurang dalam konteks agamanya, dikarenakan subjek adalah seorang muallaf. 3). Komponen Diri Pribadi (Personal Self) Perasaan individu terhadap nilai pribadi, perasaan adekuat sebagai pribadi dan penilaian individu terhadap kepribadiannya sendiri terlepas dari penilaian fisik atau hubungannya dengan orang lain. Dalam hal ini subjek Subjek menilai dirinya sebagai orang yang terlalu perasa, cengeng, sensitif dan galak, subjek merasa lebih mudah emosi dan berkurangnya kepercayaan subjek terhadap laki-laki. 4). Komponen Diri Keluarga (Family Self) Perasaan individu dalam kaitannya dengan anggota keluarga, teman sepermainannya serta sejauhmana dirinya merasa adekuat sebagai anggota keluarga dan teman terdekatnya tersebut. Dalam hal ini Subjek diterima dengan baik dalam keluarga karena keluarga subjek tidak mengetahui tentang keadaan subjek yang sebenarnya dan subjek merasa bahwa lebih baik keluargnya tidak mengetahui semua yang subjek alami, selain itu teman-teman subjek bersikap baik terhadap subjek, hanya saja teman-teman subjek merasa kasihan terhadap subjek atas perlakuan kasar yang dilakukan oleh pacar subjek. 5). Komponen Diri Sosial (Social Self) Komponen ini berisi perasaan dan penilaian diri sendiri dalam interaksinya dengan orang lain dalam lingkungan yang lebih luas. Dalam hal ini subjek merasa nyaman dengan teman-teman subjek, dapat diterima dengan baik dalam pergaulan dan tidak memiliki kesulitan dalam bersosialisasi, hanya saja subjek suka merasa risih dengan lingkungan sekitar karena menurut SO subjek menginginkan tempat yang tenang sehingga subjek sering berpindah tempat kost walaupun lingkungan tersebut tidak mengetahui tentang keadaan subjek. Berdasarkan hasil wawancara, dapat disimpulkan bahwa subjek lebih dipengaruhi oleh dimensi eksternal yang mencakup komponen fisik, dalam hal ini subjek merasa fisiknya telah diciptakan cukup sempurna dan tidak terjadi perubahan bentuk fisik pada saat subjek hamil dan setelah melakukan aborsi. Komponen moral etis, dalam hal ini subjek adalah seorang muallaf, setelah subjek menjadi muallaf, subjek rajin menjalankan agamanya yang baru, akan tetapi belakangan subjek menjadi malas menjalankan agama barunya dan tidak ada perubahan ke arah yang positif. Komponen diri keluarga, subjek diterima dengan baik dalam keluarga karena keluarga subjek tidak mengetahui tentang keadaan subjek yang sebenarnya dan subjek merasa bahwa lebih baik keluargnya tidak mengetahui semua yang subjek alami. Komponen diri sosial, dalam hal ini subjek merasa nyaman dengan temantemannya, subjek dapat diterima dengan baik dalam pergaulan dan tidak memiliki kesulitan dalam bersosialisasi, hanya saja subjek suka merasa risih dengan lingkungan sekitar karena menurut SO subjek menginginkan tempat yang tenang sehingga subjek sering berpindah tempat kost walaupun lingkungan tersebut tidak mengetahui tentang keadaan subjek. 4. Faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri Subjek yang Melakukan Aborsi Menurut Hurlock (1991) banyak faktor dalam kehidupan remaja yang turut membentuk pola kepribadian melalui pengaruhnya pada konsep diri. Beberapa diantaranya sama dengan faktor pada masa kanak-kanak tetapi banyak yang merupakan akibat dari perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang terjadi selama masa remaja, diantaranya sebagai berikut : a. Usia Kematangan Remaja yang matang lebih awal, diperlakukan seperti orang yang hampir dewasa, mengembangkan konsep diri yang menyenangkan sehingga dapat menyesuaikan diri dengan baik. Remaja yang matang terlambat yang diperlakukan seperti anak-anak, merasa salah dimengerti dan bernasib kurang baik, sehingga cenderung berperilaku kurang dapat menyesuaikan diri. Dalam hal ini dapat dilihat dari cara subjek menyelesaikan masalah yang dihadapi. b. Penampilan Diri Penampilan diri yang berbeda membuat remaja merasa rendah diri meskipun perbedaan yang ada, menambah daya tarik fisik. Tiap cacat fisik membuat sumber yang memalukan yang mengakibatkan perasaan rendah diri. Sebaliknya, daya tarik fisik menimbulkan penilaian yang menyenangkan tentang ciri kepribadian dan menambah dukungan sosial. Dalam hal ini subjek memandang dirinya secara positif karena merasa diberi kesempurnaan secara fisik, sehingga menjadikan subjek lebih percaya diri dalam hal penampilan. c. Kepatutan Seks Kepatutan seks dalam penampilan diri, minat dan perilaku membantu remaja mencapai konsep diri yang baik. Ketidakpatutan seks membuat remaja sadar dan hal ini memberikan akibat buruk pada perilakunya. Dalam hal ini subjek pernah merasa dirinya tidak berarti, tetapi subjek berusaha memperbaiki kesalahan yang pernah subjek lakukan. d. Nama dan Julukan Remaja peka dan merasa malu bila teman-teman sekelompok menilai namanya baik atau bila mereka memberi nama julukan yang bernada cemooh. Dalam hal ini subjek memiliki dua nama julukan yakni bombay dan Ny. Menir akan tetapi hal tersebut tidak mempengaruhi subjek memandang dirinya. e. Hubungan Keluarga Seorang remaja yang mempunyai hubungan yang erat dengan seorang anggota keluarga, akan mengidentifikasikan dengan orang ini dan ingin mengembangkan pola kepribadian yang sama. Bila tokoh ini sesama jenis, remaja akan tertolong untuk mengembangkan konsep diri yang layak untuk jenis seksnya. Dalam hal ini subjek pernah merasa malu karena ayah subjek meninggalkan keluarga subjek akan tetapi hubungan subjek dengan ibu dan adiknya menjadi semakin dekat sehingga subjek menjadi lebih kuat mengahadapi semua masalah yang ada. f. Teman-teman Sebaya Teman sebaya mempengaruhi pola kepribadian remaja dalam dua cara. Pertama, konsep diri remaja merupakan cerminan dari anggapan tentang konsep teman-teman tentang dirinya, dan kedua ia berada dalam tekanan untuk mengembangkan ciriciri kepribadian yang diakui oleh kelompok. Dalam hal ini subjek merasa teman-teman subjek baik dan suka dengan subjek sehingga subjek memandang dirinya positif karena disukai orang, walaupun teman-teman tersebut tidak dapat mempengaruhi subjek untuk mengambil keputusan. g. Kreativitas Remaja yang semasa kanakkanak didorong agar kreatif dalam bermain dan dalam tugas-tugas akademis, mengembangkan perasaan individualitas dan identitas yang memberi pengaruh yang baik pada konsep dirinya. Sebaliknya, remaja yang sejak awal masa kanakkanak didorong untuk mengikuti pola yang sudah diakui kurang mempunyai perasaan identitas dan individualitas. Dalam hal ini subjek merasa bangga dengan apa yang telah diraih, subjek dapat membuktikan pada dirinya sendiri bahwa dirinya tidak kalah dengan orang lain. h. Cita-cita Bila teman mempunyai cita-cita yang tidak realistik, ia akan mengalami kegagalan. Hal ini akan menimbulkan perasaan tidak mampu dan reaksi-reaksi bertahan dimana ia menyalahkan orang lain atas kegagalannya. Remaja yang realistik tentang kemampuannya, lebih banyak mengalami keberhasilan daripada kegagalan. Ia akan menimbulkan kepercayaan diri dan kepuasan diri yang lebih besar untuk memberikan konsep diri yang lebih baik. Dalam hal ini subjek merasa cita-citanya sebagai insinyur dan artis menjadikannya merasa lebih positif memandang dirinya. Berdasarkan hasil wawancara, faktor yang mempengaruhi konsep diri subjek adalah usia kematangan, penampilan diri, kepatutan seks, hubungan keluarga, teman-teman sebaya, kreativitas dan cita-cita sedang kan nama dan julukan tidak mempengaruhi subjek memandang dirinya. Sesuai yang dikemukakan oleh Hurlock (1991) bahwa konsep diri dipengaruhi oleh faktor usia kematangan, penampilan diri, kepatutan seks, nama dan julukan, hubungan keluarga, teman-teman sebaya, kreativitas dan cita-cita. KESIMPULAN 1. Penyebab aborsi yang dilakukan oleh subjek karena kehamilan subjek di luar nikah, subjek merasa malu dengan kehamilan tersebut, selain itu subjek tidak ingin membuat keluarga merasa malu dengan keadaan subjek. 2. Subjek dapat dikatakan cenderung memiliki konsep diri positif, dalam hal ini subjek dapat menyelesaikan masalahnya dengan baik. Subjek merasa setara dengan orang lain, dalam hal ini subjek terlihat memiliki persaamaan dengan SO dalam hal fisik. Subjek bersikap wajar ketika menerima pujian dari orang lain, tidak merasa malu mendapatkan pujian dan merasa senang ketika mendapat pujian, meminta maaf jika berbuat salah dan memperbaiki kesalahan yang telah dilakukan. Selain itu subjek tidak memberikan respon yang berlebihan dan bersikap biasa saja pada saat di kritik. Subjek mendapatkan perhatian dari keluarga dan teman subjek. Pada saat observasi dilakukan tidak terlihat bahwa subjek memiliki musuh, dan tidak terlihat subjek dijauhi oleh orang lain. 3. Faktor yang menyebabkan konsep diri subjek adalah faktor eksternal yang mencakup komponen fisik, dalam hal ini subjek merasa fisiknya telah diciptakan cukup sempurna dan tidak terjadi perubahan bentuk fisik pada saat subjek hamil dan setelah melakukan aborsi. Komponen moral etis, dalam hal ini subjek adalah seorang muallaf, setelah subjek menjadi muallaf, subjek rajin menjalankan agamanya yang baru, akan tetapi belakangan subjek menjadi malas menjalankan agama barunya dan tidak ada perubahan ke arah yang positif. Komponen diri keluarga, subjek diterima dengan baik dalam keluarga karena keluarga subjek tidak mengetahui tentang keadaan subjek yang sebenarnya dan subjek merasa bahwa lebih baik keluargnya tidak mengetahui semua yang subjek alami. Komponen diri sosial, dalam hal ini subjek merasa nyaman dengan temantemannya, subjek dapat diterima dengan baik dalam pergaulan dan tidak memiliki kesulitan dalam bersosialisasi, hanya saja subjek suka merasa risih dengan lingkungan sekitar karena menurut SO subjek menginginkan tempat yang tenang sehingga subjek sering berpindah tempat kost walaupun lingkungan tersebut tidak mengetahui tentang keadaan subjek. 4. Konsep diri subjek dipengaruhi oleh usia kematangan, penampilan diri, kepatutan seks, hubungan keluarga, teman-teman sebaya, kreativitas dan cita-cita. SARAN 1. Subjek disarankan untuk lebih mempercayai laki-laki, dan lebih menjaga perilaku dalam berpacaran supaya tidak terjadi kehamilan untuk kedua kalinya dan untuk mencegah terjadinya aborsi yang akan membahayakan subjek. 2. Bagi lingkungan atau masyarakat umum, terutama bagi para remaja yang menjalin hubungan dekat dengan lawan jenis untuk tidak melakukan hubungan seksual di luar nikah, karena akan mengakibatkan kehamilan yang tidak diinginkan. Sedangkan bagi para orang tua dan pendidik di sarankan untuk memberikan informasi tentang pendidikan seks dan memberikan pendidikan agama secara benar kepada para remaja. 3. Bagi penelitian selanjutnya yang berada dalam lingkup konsep diri, aborsi dan remaja, disarankan agar lebih memperdalam teori yang dipergunakan dan dapat membandingkan antara satu remaja dengan remaja yang lain. Hal tersebut dimaksudkan untuk melihat perbandingan konsep diri antara remaja yang satu dengan remaja lainnya, yang akan lebih baik apabila kedua remaja tersebut salah satunya memiliki konsep diri yang negatif. Perbandingan tersebut diharapkan mampu memberikan gambaran mengenai konsep diri negatif dan peneliti yang melakukan penelitian tersebut dapat memberikan solusi yang baik bagi remaja yang melakukan aborsi. Clowes, B. (1997). The facts of life: An authoritative guide to life and family issues. Virginia : Human Life International Coopersmith, S. (1974). The antecedents of self-esteem. San Fransisco: Freeman Cunningham, D.M. & Gant. (1995). Obstetri williams. Edisi 18. USA Kedokteran Egc. DAFTAR PUSTAKA Anonim. (2004). Resiko Aborsi. http://www.aborsi.org/resiko.htm Anonim. (2006). KB & Aborsi. http://www.fkm.unair.ac.id/KesproKependudukan%20%20KB%20&%20Aborsi.pdf Anshor, M.U. (2004). Apa kata nyai dan kyai tentang aborsi. Jakarta: Mitra Inti Foundation. Badudu, J.S. & Zain, S.M. (1996). Kamus umum bahasa Indonesia. Jakarta : Pustaka Sinar Harapan. Biro Pusat Statistik. (1988). Sensus penduduk Indonesia. Jakarta: BPS Bracken, B.A. (1996). Handbook of selfconcept: Development, social & clinical consideration. New York: John Willey & Sons, Inc. Burns, R.B. (1993). Konsep diri: Teori, pengukuran, perkembangan & perilaku. Alih Bahasa: Eddy. Jakarta: Arcan. Calhoun, J.F. & Acocella, J.R. (1990). Psikologi tentang penyesuaian & hubungan kemanusiaan. Jakarta : Arcan. Chaplin, J.P. (2001). Kamus lengkap psikologi. Jakarta: Raja Grafindo Perkasa. Dariyo, A. (2004). Psikologi perkembangan remaja. Ciawi: Ghalia Indonesia Derlega, V.J. & Janda, L.H. (1981). Personal adjusment: The psychology of everyday living. Illinois: Scott, Foresman & Co. Dewi. (1997). Aborsi di Indonesia. http://situs.kesrepro.info/gendervaw/ju n/2002/ utama03.htm Ekotama, S. (2000). Abortus bagi korban perkosaan vittimologi, kriminolog pidana. Yogyakarta: PT. Atmajaya. provocatus perspektif & hukum Universitas Felker, D. (1974). Helping children to like themself. Minnesota: Burges Publ. Co. Fitts, H.W. (1971). The self-concept & behavior: Overview & suplement. Monograph VII. USA: Dede Wallance. Herdayati. (1998). Aborsi di Indonesia. http://situs.kesrepro.info/gendervaw/ju n/ 2002/utama03.htm Hurlock, E.B. (1974). Personality development. New York: McGraw Hill Publishing Company. Hurlock, E.B. (1979). Personality development. New Delhi: Tata McGraw Hill Publishing. Hurlock, E.B. (1980). Development psychology: A life span approach. 5th edition. New Delhi: McGraw Hill Publishing Company. Hurlock, E.B. (1991). Psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan. Edisi V. Alih Bahasa: Istiwidayanti & Soedjarwo. Jakarta : Erlangga. Hurlock, E.B. (1993). Psikologi perkembangan: Psikologi perkembangan anak. Jilid 2. Alih Bahasa: Istiwidayanti & Soedjarwo. Jakarta : Erlangga. Hadi, S. (1998). Abortus dan dampaknya. Surabaya : Fakultas Kedokteran UNAIR Marshall, C. & Rossman. (1995). Designing qualitative research. London: Sage Publications. Moleong, L.J. (2004). Metodologi penelitian. Bandung: Remaja Rosda Karya. Monks, F.J., Knoers, A.M.P. & Haditono, S.R. (2002). Psikologi perkembangan: Pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Narbuko, C. & Achmadi, A. (2004). Pendekatan kualitatif dalam penelitian psikologi. Depok: Fakultas Psikologi UI. Papalia, W.E., Olds, S.W. & Feldman, R.D. (1998). Human development. Edisi ke 7. Boston: McGraw-Hill. Poerwandari, E.K. (1998). Pendekatan kualitatif dalam penelitian psikologi. Depok: Fakultas Psikologi UI. Poerwandari, E.K. (2001). Pendekatan kualitatif untuk penelitian perilaku manusia. Depok: LPSP3 Fakultas Psikologi UI. Pudjijogyanti, C.R. (1988). Konsep diri dalam pendidikan. Jakarta: Arcan. Pudjijogyanti, C.R. (1995). Konsep diri dalam proses belajar mengajar. Jakarta: Pusat Penelitian UNIKA Atmajaya. Purwadianto, A. (1982). Aborsi sebagai tindakan okupasional & penyelesaiannya dari segi medis. Jakarta: PT. Fakultas Kedokteran UI. Reardon, D. C. (1994). Psychological reactions reported after abortion. Springfield: Elliot Institute. Santrock, J.W. (1998). Adolescence. Edisi Ke 7. Boston: McGraw-Hill. Soejono, S. (1985). Kamus sosiologi. Jakarta: PT. Grafindo Persada. Staf Umum Pembinaan Masyarakat POLRI. (1983). Kenakalan remaja. Jakarta: Markas Besar Kepolisian Negara RI. Tirthahusada, K. (1993). Suatu tinjauan medis, psikologis dan moral. Surabaya: PT. Universitas Airlangga. Kartini, Aborsi dan Remaja, No: 2163, April 2006 Kompas, Aborsi di Indonesia, 19 Maret 2000