Integritas Kristen sebagai Modal Organisasi untuk Menjalankan Quality Program Saarce Elsye Hatane, SE., Ak Dosen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Petra Jl. Siwalankerto 121-131 Surabaya Alamat Pos : Larangan Mega Asri D-27 Sidoarjo Telepon/faksimili : 081330152618 / 0318954238 Email : [email protected] Abstract Improving quality is considered by many to be the best way to enhance customer satisfaction, to reduce manufacturing costs and increase profitability. Managers need to be aware that an effective cost of quality initiative must be an integral part of any overall quality program. While the importance of understanding quality cost behavior cannot be overstated, the overriding issue for the successful implementation of an effective quality program is management commitment. Management must emphasize a holistic approach that includes a cost of quality program along with the use of prevention techniques such as process control charts, quality planning, and problem solving teams, that provide the greatest returns on their investments. The existence of company is not supported only by excellent management, excellent skills or even excellent system, however, upon those things, the main support is the strength of values of company. Company values is related with values of system where assured by society. These values will appear in work integrity shows by each people. When we working only to gain basic necessities of life, then our jobs merely become a custom in which will saturation. However, if our jobs become parts of our life, it will done thoroughly by our heart and we will not do something that make our company become loss. Jesus has become example of truly integrity. By doing our Christian integrity, we have to become Christ ambassador on our working neighborhood. Therefore, strong integrity will support company in implementing the quality program and cost of quality management. Keywords: quality, cost of quality, cost reduction, value and integrity Pendahuluan Cost reduction adalah kata kunci dalam kompetisi pasar global sekarang ini. Turunnya daya beli masyarakat akibat krisis ekonomi, memaksa produsen untuk menurunkan harga jual dalam memenuhi kemampuan pembeli. Akan tetapi, penurunan costs bukan berarti menurunkan kualitas produk. Produk yang dihasilkan perusahaan bukan hanya barang tapi juga yang berupa jasa. Untuk mempertahankan keberadaannya di pasar dalam jangka panjang, maka perusahaan tetap harus berorientasi pada kualitas. Bahkan peningkatan kualitas merupakan jalan terbaik untuk meningkatkan kepuasan pelanggan, mengurangi biaya produksi dan meningkatkan profitabilitas perusahaan (Schiffauerova dan Vince, 2006). Berbagai usaha dilakukan perusahaan dalam meningkatkan kualitas, dan tidak sedikit biaya yang dikeluarkan untuk usaha tersebut. Besarnya biaya kualitas (cost of quality) harus dapat dikendalikan untuk mencapai penurunan biaya (cost reduction). Manajemen perlu sadar bahwa implementasi program manajemen kualitas dan costs harus konsisten dengan tujuan dan strategi perusahaan (Claude and Sanjay, 2001). Banyak metode yang diterapkan manajemen dalam rangka mencapai kualitas dan manajemen biaya, seperti benchmarking, total quality management, business process improvement, activity based costing and management, reengineering, the theory of constraint, target costing, lifecycle costing, the value chain and balance scorecard. Semua metode tersebut membentuk sebuah sistem yang menuntut kinerja maksimal dari semua sumber daya yang ada dalam perusahaan, terutama sumber daya manusia. Bagaimana memaksimalkan kinerja sumber daya manusia dalam perusahaan bergantung pada nilai-nilai yang menjadi budaya kerja dalam perusahaan. Menurut Khasali (2005), suatu organisasi dapat bertahan panjang bukan dibentuk oleh manajemen yang hebat, tidak juga oleh orang-orang yang hebat, ataupun sistem, melainkan dibangun oleh kekuatan nilai-nilai (values). Secara umum, prinsip-prinsip yang berlaku dalam bisnis yang baik sesungguhnya tidak dapat dilepaskan dari kehidupan kita sebagai manusia, dan prinsip-prinsip ini sangat erat terkait dengan sistem nilai yang dianut oleh masing-masing individu. Tulisan ini akan membahas bagaimana peranan integritas Kristen dalam membentuk dan membangun nilainilai positif pada individu sehingga dapat mendukung terbentuknya etika dan sekaligus budaya kerja yang baik. Dengan terbentuknya budaya kerja yang baik, maka diharapkan setiap program yang diterapkan dalam rangka manajemen kualitas dan biaya bukan saja dapat berjalan dengan baik tetapi juga menjadi sebuah gaya hidup dalam bekerja. Dengan demikian, program tersebut tidak hanya berhenti ketika sudah mencapai target, tapi tetap akan berjalan hingga mencapai target yang lebih tinggi lagi sesuai dengan goal perusahaan. Pengertian Quality Blocher et al. (2008 : 653) mendefinisikan ”quality is defined as customer satisfaction with the total experience of a product or service, that is, the difference between customer desires and actual performance of the product or service.” Hansen Mowen (2005: 441) mendefinisikan qualiy secara operasional adalah ”one that meets or exceeds customer expectations.” Jadi dapat disimpulkan, kualitas adalah kepuasan yang dirasakan pelanggan setelah menggunakan barang atau jasa yang dibeli, lebih dari yang diharapkan sebelum membeli produk atau jasa tersebut. Memahami kualitas dapat dilihat dari dimensi design quality (mengacu pada bentuk desain produk) dan performance quality (mengacu pada kinerja produk). Ada tiga alasan kualitas merupakan sesuatu yang penting, yaitu reputasi perusahaan, keandalan produk, dan keterlibatan global. Cost of Quality Management Sampai dengan pertengahan tahun 1980, quality costs menjadi komponen yang sangat penting dalam laporan keuangan perusahaan. Beberapa costs muncul dalam manufacturing overhead accounts (seperti product testing, materials inspection, dan normal spoilage costs), dan quality costs yang lainnya ditampilkan sebagai bagian dari general and administrative expenses (Blocher et al. 2008 : 662). Quality costs muncul sehubungan dengan aktivitasaktivitas yang ada dalam rangkaian value chain, dimulai dari desain produk, memproduksi produk sampai dengan mengirim produk ke pelangggan. Ada empat kategori cost of quality (Blocher et al. 2008 : 662), yaitu: 1. Prevention Costs. Biaya yang terkait dengan pengurangan komponen atau jasa yang rusak, seperti program training, pemeliharaan dan pengujian alat atau mesin, dan perancangan ulang produk. 2. Appraisal Costs. Biaya yang dikaitkan dengan proses evaluasi produk, proses, komponen dan jasa, seperti biaya pengujian kualitas produk, biaya laboratorium untuk percobaaan pengembangan produk. 3. Internal Failure Costs. Biaya yang diakibatkan proses produksi yang menimbulkan kerusakan sebelum prouk dikirim ke pelanggan, seperti rework, downtime, dan scrap. 4. External Failure Costs. Biaya yang terjadi setelah pengiriman produk ke pelanggan, seperti retur penjualan dan klaim garansi. Keempat kelompok cost of quality di atas dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu cost of conformity (prevention and appraisal costs) dan cost of noncorformity (internal and external failure costs). Dalam penelitian Claude dan Sanjay (2001), dituliskan bahwa banyak pakar dalam bidang kualitas berpendapat bahwa setiap dana yang dikeluarkan untuk prevention costs akan kembali beberapa kali lipat melalui penurunan failure costs. Dana yang dikeluarkan untuk corrective action (prevention and appraisal costs) umumnya merupakan biaya utama bagi perusahaan yang berusaha mengurangi masalah-masalah yang timbul karena kualitas, karena semakin lama masalah kualitas tidak dapat diselesaikan, semakin besar failure costs yang harus ditanggung perusahaan. Namun, keuntungan yang diperoleh dari aktivitas pencegahan tersebut (prevention activities) tidak dapat langsung dirasakan dan diukur. Dalam cost of quality management, manajemen perusahaan harus dapat mengontrol besarnya costs yang harus dikeluarkan untuk setiap kategeri cost of quality. Shank dan Govindarajan (1994) mengindikasikan bahwa ketika perusahaan menghabiskan dana yang cukup besar untuk kegiatan failure (internal and external failure costs), total quality costs berkisar 25% dari total penjualan. Sebaliknya, ketika perusahaan menghabiskan sebagian besar dananya untuk kegiatan prevention, total quality costs berada dalam kisaran 5% dari total penjualan. Manajemen perlu memperhatikan bahwa implementasi quality program dapat membawa perusahaan pada tingkat yang lebih dewasa (matang). Perusahaan yang secara relatif masih belum dewasa, terlalu sibuk untuk mencoba bertahan dan fokus pada kegiatan operasi harian dibandingkan tujuan jangka panjang. Sementara perusahaan yang relatif lebih dewasa, disibukkan dengan kegiatan pengembangan produk baru dan penerapan standar industri. Hanya perusahaan yang sangat dewasa, yang sudah mapan, yang siap dan mampu untuk berfokus pada kegiatan yang memprakarsai pengembangan kualitas (Superville dan Sanjay, 2001). Sebuah quality program yang efektif dapat mengarahkan perusahaan kepada strategi cost leadership dalam usaha untuk menurunkan biaya produksi tanpa harus mengabaikan kualitas produk. Sebuah quality program yang efektif juga dapat membantu perusahaan dalam menciptakan differensiation produk dengan cara meningkatkan kualitas produk tanpa perlu meningkatkan biaya produksi. Penurunan biaya produksi (manufacturing cost reduction) merupakan kebiasaan yang sudah ada dalam perusahaan manufaktur selama fase product-process life cycle. Fungsi pemasaran dan perencanaan produk baru dapat mempertimbangkan unit manufacturing cost reduction sebagai alat potensial dalam pricing produk baru demi suksesnya pemasaran produk tersebut (Dahan dan Srinivasan, 2005). Peranan Etika Untuk menjalankan quality program yang efektif, peranan manajemen dan karyawan sebagai sumber daya manusia dalam perusahaan menjadi sangat penting. Setiap individu yang ada dalam perusahaan juga harus memberikan jasa yang berkualitas bagi perusahaan sebagai konsumen jasa tersebut. Hansen Mowen (2005: 441) menjelaskan bahwa kinerja jasa dikatakan berkualitas bila memenuhi dimensi berikut: 1. Responsiveness, yaitu kesediaan untuk menolong pelanggan dan memberikan saran, serta layanan yang konsisten. 2. Assurence, yaitu pengetahuan terhadap produk, memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan sikap hormat dan penuh percaya diri, serta dapat dipercaya oleh pelanggan. 3. Empathy, yaitu sikap peduli dan memberikan perhatian khusus kepada pelanggan. Ketiga dimensi di atas dapat dimiliki oleh setiap individu dalam perusahaan mereka memiliki nilai-nilai (values) yang akan membentuk budaya kerja yang baik. Menurut Khasali (Kompas, 26 Februari 2005, hal 10), suatu organisasi dapat bertahan untuk jangka waktu yang lama bukan dibentuk oleh sistem yang hebat melainkan dibangun oleh kekuatan nilainilai (values). Budaya kerja perusahaan adalah keseluruhan kepercayaan (beliefs) dan nilainilai (values) yang tumbuh dan berkembang dalam suatu organisasi, menjadi dasar cara berpikir, berperilaku dan bertindak dari seluruh insan organisasi, dan diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Budaya kerja dapat didayagunakan sebagai daya dorong yang efektif dalam mencapai tujuan sesuai dengan visi dan misi perusahaan. Effendi (2005) menjelaskan bahwa kode etik dalam tingkah laku berbisnis di perusahaan (Code of Corporate and Business Conduct) merupakan media yang paling penting dalam membentuk budaya kerja yang efektif. Kode etik tersebut menuntut karyawan dan pimpinan untuk melakukan praktek etika bisnis yang terbaik di dalam semua hal yang dilaksanakan atas nama perusahaan. Apabila prinsip tersebut telah mengakar di dalam budaya perusahaan, maka seluruh karyawan dan pimpinan akan berusaha memahami dan mematuhi ”mana yang boleh” dan ”mana yang tidak boleh” dilakukan dalam aktivitas perusahaan. Dengan demikian, setiap individu dalam perusahaan akan memberikan kontribusi maksimal secara profesional, sehingga quality program yang diterapkan dalam perusahaan bukan sekedar menjadi program, tapi juga menjadi budaya kerja. Integritas Kristen Secara umum, prinsip-prinsip yang berlaku dalam bisnis yang baik sesungguhnya tidak terlepas dari kehidupan kita sebagai manusia, dan prinsip-prinsip ini sangat erat terkait erat dengan sistem nilai yang dianut oleh masing-masing masyarakat. Semua program yang dilakukan perusahaan dalam meningkatkan kualitasnya dapat berjalan efektif apabila setiap individu dalam perusahaan tersebut memiliki komitmen yang tinggi untuk menjalankan program tersebut. Komitmen yang tinggi akan muncul dalam setiap individu yang memiliki integritas. Integritas dari kata ”integrity” berarti ”soundness of moral principle and character honesty.” Dengan kata lain, mereka yang memiliki integritas lazimnya memiliki hati nurani yang bersih, mempunyai prinsip moral yang tangguh, adil serta jujur, dan tidak takut kepada siapapun, kecuali kepada Tuhan http://www.mail_archieve.com/[email protected]). (Amirsyahya, Integritas adalah kesinambungan antra pikiran, perkataan dan tindakan. Jadi, apapun yang kita pikirkan, yang kita ucapkan dan yang kita lakukan itu sama atau selaras. Tidak ada orang yang memiliki integritas yang tinggi atau rendah, yang ada hanyalah orang yang memiliki integritas dan orang yang tidak memiliki integritas. Orang yang memiliki integritas pasti memiliki komitmen dan konsisten terhadap apa yang dia katakan dan lakukan. Blackaby dan Richard melakukan survey dengan responden dari kalangan CEO perusahaan-perusahaan besar di Amerika tentang apa yang dicari para karyawan dari pemimpin-pemimpin mereka, hampir semuanya menyebutkan kejujuran (integritas) sebagai kualifikasi pertama. Blackaby dan Richard mengutip perkataan CEO Becket Corp yang mengatakan, ”Sifat utama yang saya cari dari seorang karyawan adalah integritas. Saya percaya jika sifat ini dipegang dan ada pada seseorang maka sifat-sifat yang lainnya seperti kejujuran, kerajinan dan etika kerja yang baik juga akan mengikuti.” (Blackany dan Richard, 2005 : 1-18). Secara definisi kata integritas berasal dari bahasa Inggris ” Integrity”, yang berasal dari akar kata ’integer’ yang artinya menyeluruh, lengkap atau segalanya. Ini adalah bentuk ketaatan secara keagamaan terhadap kode moral, nilai dan kelakuan. Integritas melebihi karakter seseorang, aksi yang dapat dipercaya (trustworthy action) dan komitmen yang bertanggung jawab (responsible commitment). Integritas Kristen merupakan paket hidup yang standar bagi orang Kristen normal. Integritas Kristen juga merupakan gambaran kehidupan (image) orang percaya yang hidupnya memiliki Kristus Yesus. Hal itu akan tercermin dalam kelakuannya sehari-hari, baik di tempat umum maupun di tempat terpencil. Saumiman Saud dalam artikelnya yang berjudul Integritas Orang Percaya, menjabarkan beberapa hal tentang integritas. Pertama, integritas mendisiplinkan kelakuan. Kita secara tidak langsung setiap hari selalu mengambil keputusan. Josua 24:14-15 dan Rut 1: 16 menunjukkan tentang keputusan untuk beribadah kepada Tuhan. Menjadi siapa kita ini tergantung pada apa yang menjadi keputusan kita hari ini. Kedua, integritas menentukan kelakuan. Kondisi kehidupan manusia itu berbeda-beda, demikian juga masalah yang dihadapinya, namun ada kunci kode Integritas Kristen yang tidak boleh beda. Sebagai orang percaya, kita sudah sepatutnya memiliki ekspresi yang sudah dipatron dalam Alkitab, seperti sikap yang ditunjukkan oleh Daniel, Sadrak, Mesakh dan Abednego kepada Nebukadnezar ketika diperintahkan untuk menyembah patung berhala. Ketiga, integritas mendemonstrasikan kelakuan. Integritas adalah gaya hidup, karakter yang tinggal di dalam diri seseorang yang mengaku dan taat pada Tuhan, seperti yang disampaikan dalam 1 Yohanes 2:5-6. Setiap kita membutuhkan kehidupan Kristen yang berintegritas. Contoh nyata adalah kehidupan Tuhan Yesus yang sampai ajalnya tetap menjadi standar yang benar dan lengkap bagi orang percaya. Integritas kehidupan kemanusiaan Tuhan Yesus sungguh bertahan sampai akhir hidupNya di dunia. Pekerjaan hanya akan jadi pekerjaan biasa kalau motif kita hanyalah mencari nafkah. Tetapi pekerjaan dapat menjadi pelayanan waktu kita membawa hadirat Tuhan kemanapun kita pergi. Matius 5:13-16 (Alkitab) mengajarkan kita untuk menjadi garam dan terang dunia, maksudnya memberikan pengaruh positif kepada dunia. Sebagai orang Kristen yang menjadi garam dan terang dunia kita seharusnya dapat melakukan mandat budaya, yaitu secara kreatif mencurahkan apa yang Tuhan telah karuniakan kepada kita (bakat, talenta serta kemampuan) dan menggunakannya untuk kemuliaan Tuhan di dunia kerja. Yakobus 2 :21-24 menuliskan bahwa kita tidak dibenarkan melalui iman semata, tetapi oleh perbuatan. Iman yang sejati melahirkan perbuatan yang memuliakan Allah. Implikasinya dalam kehidupan kerja manusia adalah bahwa nilai-nilai Kristen harus terlihat nyata dalam cara, tujuan, dan motivasi bekerja. Belajar dari perumpaan tentang mina dalam Lukas 19, dalam ayat yang ke 15, Tuhan mengharapkan kita untuk berprestasi di dalam karir dan sukses di dalam bisnis. Kita harus mempunyai sasaran yang jelas. Dalam ayat 16 sampai 19, salah satu pujian yang diberikan Tuhan pada kedua hamba tersebut adalah sikapnya yang setia. Kedua hamba yang setia tersebut memperoleh keberhasilan dengan integritas. Integritas merupakan kunci kemajuan perusahaan, karena maju mundurnya perusahaan ditentukan oleh sumber daya manusianya. Perusahaan juga menyadari bahwa lebih mudah membuat orang pandai dengan meningkatkan skill-nya, tetapi yang sulit adalah meningkatkan soft kompetensinya. Sistem yang terbuka, record yang lengkap, pertanggungjawaban yang jelas, serta reward dan sanksi yang tegas untuk perilaku kerja tertentu akan dapat membantu terbentuknya ”integrity in actions.” Kesimpulan Kualitas merupakan kata kunci bagi semua perusahaan dalam memenuhi kepuasan pelanggan. Sebuah quality program yang efektif dapat mengarahkan perusahaan kepada strategi cost leadership dalam usaha untuk menurunkan biaya produksi tanpa harus mengabaikan kualitas produk. Sebuah quality program yang efektif juga dapat membantu perusahaan dalam menciptakan differensiation produk dengan cara meningkatkan kualitas produk tanpa perlu meningkatkan biaya produksi. Dengan demikian, peningkatan kualitas dapat membantu perusahaan dalam menurunkan biaya (cost reduction). Cost reduction juga menjadi sebuah mantra yang sangat ampuh dalam usaha meneruskan keberlangsungan hidup perusahaan di masa sekarang. Quality program dapat berjalan dengan efektif apabila setiap individu yang ada dalam perusahaan memiliki komitmen yang tinggi untuk meningkatkan kualitas. Komitmen yang tinggi akan muncul dalam setiap individu yang memiliki integritas kerja yang tinggi. Sebagai bagian dari perusahaan, setiap orang Kristen harus memiliki nilai-nilai Kristiani yang akan memperkuat integritas kerjanya. Integritas Kristen seharusnya menjadi gaya hidup bagi setiap orang yang percaya kepada Tuhan. Tuhan Yesus sendiri telah menjadi teladan yang menunjukkan integritas yang tinggi dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh Bapa. Oleh karena itu, sebagai pengikut Kristus, kita pun harus memiliki integritas Kristen dalam setiap aspek kehidupan. Dengan memiliki integritas Kristen yang tinggi, kita dapat menjadi sumber daya manusia yang produktif bagi perusahaan sehingga dapat mendukung program kualitas dan management costs perusahaan. Referensi Amirsyahya. http://www.mail_archieve.com/[email protected]. Rabu, 23 Mei 2007. Blackaby, Henry dan Richard. Kepemimpinan Rohani. Gosprel Press. Batam. 2005. Blocher, Stout, Cokins, Chen. Cost Management: A Strategic Emphasis. Fourth Edition. McGraw-Hill, 2008 Dahan, Ely, dan V. Srinivasan. The Impact of Unit Cost Reduction on Gross Profit: Increasing or Decreasing Returns? Research Paper No. 1905. July 2005. Effendi, Arief Muh, SE. Msi. AK. QIA. Peranan Etika Bisnis dan Moralitas Agama dalam Implementasi Good Corporate Governance. Jurnal Keuangan & Perbankan, Vol. 2 No. 1, Desember 2005. Hansen, Don R. dan Mowen Maryanne M. Management Accounting. Seventh Edition. Thomson South-Western.. 2005 Khasali, Rhenald. Masyarakat Kita Belum Punya Budaya Korporatif. Kompas, 26 February 2005, halaman 10. Saud Saumiman. Integritas Orang Percaya. http://artikel.sabda.org/integritasorangpercaya Schiffauerova, Andrea, dan Vince Thomson. Managing Cost of Quality: Insight Into Industry Practice. The TQM Magazine Vol. 18 No. 5, pp. 542-550. 2006 Shank, J.K. dan Govindarajan, V. Measuring the Cost of Quality: A Strategic Cost Management Perspective. Journal of Cost Management, Summer, pp. 5-17. 1994. Superville, Claude R. dan Sajay Gupta. Issues in Modeling, Monitoring and Managing Quality Costs. The TQM Magazine. ABI/INFORM Global, pg. 419. 2001.