HUBUNGAN ETOS KERJA MASYARAKAT PESISIR PANTAI CITUIS

advertisement
HUBUNGAN ETOS KERJA MASYARAKAT PESISIR PANTAI
CITUIS DENGAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN
SOSIAL DI DESA SURYA BAHARI KECAMATAN PAKUHAJI
KABUPATEN TANGERANG
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi Sebagai Syarat Untuk
Meraih Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh :
Yanis Sarohmah
NIM. 106054002058
JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010 M/1431 H
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan skripsi ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 23 Agustus 2010
Yanis Sarohmah
HUBUNGAN ETOS KERJA MASYARAKAT PESISIR PANTAI
CITUIS DENGAN PENINGKATAN KESEJAHTERAAN
SOSIAL DI DESA SURYA BAHARI KECAMATAN PAKUHAJI
KABUPATEN TANGERANG
SKRIPSI
Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi Sebagai Syarat Untuk
Meraih Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh :
Yanis Sarohmah
NIM. 106054002058
Di bawah bimbingan
Dra. Rini Laili Prihatini, M.Si
NIP. 19690607 199503 2 003
JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2010 M/1431 H
ABSTRAK
Yanis Sarohmah
Hubungan Etos Kerja Masyarakat Pesisir Pantai Cituis Dengan Peningkatan
Kesejahteraan Sosial di Desa Surya Bahari Kecamatan Pakuhaji Kabupaten
Tangerang
Sebagai negara maritim Indonesia memiliki garis pantai terpanjang di
dunia. Kawasan inilah yang disebut kawasan pesisir yang memiliki potensi dan
Sumber Daya Alam yang berlimpah. Walaupun wilayah pesisir dihuni oleh banyak
orang serta memiliki potensi yang besar, namun banyak orang yang gagal
memanfaatkannya. Maka wilayah pesisir sering dikatakan sebagai kantungkantung kemiskinan yang struktural dan potensial. Masalah kemiskinan ini
sungguh menarik, karena sebagaimana yang kita ketahui bahwasanya potensi
kelautan Indonesia sangat beragam dan melimpah. Namun mengapa justru para
penduduk pantai khususnya petani dan nelayan tradisional justru terlilit masalah
kemiskinan. Mayoritas masyarakat kita adalah Islam, dan dalam konteks ini
peranan agama menjadi sangat penting, terutama dalam kaitannya membentuk etos
kerja produktif dan mandiri.
Penelitian ini dilakukan di Pesisir Pantai Cituis Desa Surya Bahari
Kecamatan Pakuhaji Kabupaten Tangerang. Dan perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah bagaimana etos kerja masyarakat pesisir pantai Cituis? serta
bagaimana keterkaitan antara etos kerja yang sudah dimiliki masyarakat pesisir
pantai Cituis dengan peningkatan kesejahteraan mereka?
Penelitian ini menggunakan paradigma kuantitatif. Jenis penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah survai, adapun desain yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode Deskriftif analitis. Yang menjadi populasi
dalam penelitian ini adalah penduduk sekitar pesisir pantai Cituis Tangerang yang
berjumlah 204 orang. Adapun penetapan sample dilakukan dengan cara mengundi
unit-unit populasi, sehingga didpat hasil hitung bahwa sample yang diambil 67
responden. Sebelumnya dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Teknik analisis
yang digunakan adalah rataan, standar deviasi, regresi dan korelasi.
Hasil dari pengolahan data menggambarkan bahwa etos kerja masyarakat
pesisir pantai Cituis berada pada tingkat yang sedang. Selanjutnya hasil uji data
menyatakan bahwa keterkaitan antara etos kerja yang sudah dimiliki masyarakat
pesisir pantai Cituis dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat tersebut
bernilai sedang, yang dilihat dari angka korelasi sebesar 0,255. Dan angka
signifikan sebesar 0,037. Maka antara etos kerja yang dimiliki masyarakat pesisir
pantai Cituis dengan upaya peningkatan kesejahteraan sosial memiliki hubungan
yang signifikan.
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala karunia dan
nikmat Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul
“Hubungan Etos Kerja Masyarakat Pesisir Pantai Cituis dengan Upaya
Peningkatan Kesejahteraan Sosial di Desa Surya Bahari Kecamatan Pakuhaji
Kabupaten Tangerang”. Penulis menyadari skripsi ini tidaklah mungkin dapat
terselesaikan tanpa dukungan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh karena itu
penulis mengucapkan terimakasih yang tidak terhingga kepada:
1. Almarhumah Ibundaku tercinta, yang mesti sudah tiada namun sosok dan kasih
sayangnya tetap memberikan semangat dan dorongan kepada penulis. Dan
Ayahanda tercinta yang tidak pernah lelah mencurahkan doa dan memberikan
semangat untuk selalu mensuport penulis hingga mampu menyelesaikan
skripsi ini.
2. Dra. Rini Laili Prihatini. M.Si selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
rela meluangkan waktunya untuk memberikan arahan dan bimbingan kepada
penulis. “Terimakasih Ibu atas kesediaan dan kesabarannya membimbing, serta
memotivasi penulis.” Sehingga karena kebaikan itu smua skripsi ini dapat
penulis selesaikan.
3. Prof. Dr. Komarudin Hidayat, selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Dr. H. Arief Subhan. M.A selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan
Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Wati Nilamsari, M.Si dan Hudri, MA selaku Ketua dan Sekertaris Jurusan
Pengembangan Masyarakat Islam.
ii
6. Segenap Dosen Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam di Fakultas Ilmu
Dakwah dan Komunikasi.
7. Seluruh staff dan Karyawan Fakultas Ilmu Dakwah dan Komunikasi
Universitas Islam Negri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah membantu
penulis dalam urusan administrasi dan kepustakaan selama perkuliahan dan
proses penelitian skripsi ini.
8. Seluruh staff
Kantor Desa Surya Bahari dan Staff Kantor Kecamatan
Pakuhaji, yang telah membantu penulis dalam memperoleh izin dan data
penelitian.
9. Kakak-kakak dan keponakan-keponakanku sekalian yang tidak henti
memberikan doa dan dukungannya, serta senantiasa menghadirkan keramaian
dikala sepi dan memberikan semangat dikala putus asa.
10. Rifki Indrawan yang telah menemani penulis melewati saat-saat sulit dalam
melakukan penelitian, terimaksih atas pengertian dan kesediannya.
11. Sahabatku yang telah 18 tahun bersama Aulia Nur Hamdiah, yang selalu
berjuang bersama dan berbagi dalam suka dan duka. Terimaksih atas
persahabatan ini.
12. Teman-teman seperjuangan di PMI, khususnya angkatan 2006.
13. Teman-teman seperjuangan satu bimbingan Ika Lestari dan Adila yang tiada
pernah lelah untuk saling mensupport.
14. Teman-teman kost yang selalu menghibur penulis dikala sepi dan senantiasa
memberikan dukungan kepada penulis.
15. Berbagai pihak yang tidak mungkin disebutkan satu per satu yang telah
membantu dalam kelancaran penulisan skripsi ini.
iii
Semoga Allah SWT senantiasa memberikan Rahmat dan Karunia-Nya
kepada semua pihak yang telah memberikan segala bantuan dan dukungannya
kepada penulis. Skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, namun penulis berharap
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya, dan bagi
segenap keluarga besar Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam.
Tangerang, 26 Juli 2010
Yanis Sarohmah
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ……………………………………………………………………… i
KATA PENGANTAR …………………………………………………………. ii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………... v
DAFTAR TABEL …………………………………………………………….. vii
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………………. viii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian ……………………………………. 1
B. Pembatasan Masalah ………………………………………….. 9
C. Perumusan Masalah …………………………………………... 9
D. Tujuan Penelitian ....…………………………………………... 10
E. Manfaat Penelitian ……………………………………………. 10
F. Penelitian Sebelumnya .……………………………………….. 11
G. Sistematika Penulisan ………………………………………… 12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Etos Kerja
1. Pengertian Etos Kerja …………………………………….. 14
2. Terbentuknya Etos Kerja Islami ………………………... 16
3. Indikasi-indikasi Orang Beretos Kerja Tinggi …………. 18
4. Faktor-faktor yang mempengaruhi Etos Kerja ………… 19
5. Karakteristik Etos Kerja dalam Islam ………………….. 22
B. Masyarakat Pesisir
1. Pengertian Masyarakat Pesisir …………………………... 25
2. Karakteristik Masyarakat Pesisir ……………………….. 26
3. Gaya Hidup Nelayan ……………………………………… 27
4. Strategi Pemberdayaan Nelayan ………………………… 29
C. Kesejahteraan Sosial
1. Pengertian Kesejahteraan Sosial ………………………… 32
2. Kesejahteraan Sosial dalam Pembangunan …………….. 33
v
3. Konsep Kesejahteraan Sosial …………………………….. 35
D. Pengembangan Masyarakat
1. Pengertian Pengembangan Masyarakat ………………… 36
2. Model-model Pengembangan Masyarakat ……………… 37
BAB III
BAB IV
BAB V
METODELOGI PENELITIAN
A.
Pendekatan dan Desain Penelitian ………………………… 41
B.
Lokasi Penelitian …………………………………………..... 42
C.
Populasi dan Sampel ………………………………………... 42
D.
Variabel Penelitian …………………………………………. 44
E.
Definisi Operasional dan Indikator Penelitian ………….... 46
F.
Teknik Pengumpulan Data ………………………………... 50
G.
Uji Validitas ………………………………………………… 51
H.
Uji Realibilitas ……………………………………………… 52
I.
Teknik Analisis Data ………………………………………. 53
TEMUAN DAN ANALISIS
A.
Gambaran Umum Wilayah Desa Surya Bahari …………. 57
B.
Deskrifsi Data Responden …………………………………. 69
C.
Etos Kerja Masyarakat Pesisir Pantai Cituis …………….. 60
D.
Kesejahteraan Sosial Masyarakat Pesisir Pantai Cituis … 72
PENUTUP
A.
Kesimpulan …………………………………………………. 80
B.
Saran ………………………………………………………… 81
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vi
DAFTAR TABEL
1.
Tabel 1
Klasifikasi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur …… 57
2.
Tabel 2
Klasifikasi Penduduk Berdasarkan Kelompok Agama ….. 58
3.
Tabel 3
Lapangan Kerja Penduduk Desa Surya Bahari ………….. 59
4.
Tabel 4
Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan ……… 60
5.
Tabel 5
Karakteristik Responden Berdasarkan Penghasilan …….. 60
6.
Tabel 6
Bekerja keras…………………………………………….. 61
7.
Tabel 7
Percaya diri ……………………………………………… 62
8.
Tabel 8
Disiplin ………………………………………………….. 64
9.
Tabel 9
Kreatif …………………………………………………… 65
10.
Tabel 10
Jujur ………………………………………………………66
11.
Tabel 11
Sehat jasmani dan psikis ……………………………….. . 67
12.
Tabel 12
Visioner …………………………………………………. 68
13.
Tabel 13
Teamwork ……………………………………………….. 70
14.
Tabel 14
Profesional ……………………………………………….. 71
15.
Tabel 15
Jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan …… 72
16.
Tabel 16
Kemampuan Ekonomi …………………………………... 73
17.
Tabel 17
Kondisi Kesehatan ……………………………………… 74
18.
Tabel 18
Hubungan etos kerja masyarakat pesisir Pantai Cituis
terhadap upaya peningkatan kesejahteraan social ………. 76
vii
DAFTAR LAMPIRAN
1.
Output Reliabilitas
2.
Table validitas
3.
Tabulasi data penelitian
4.
Surat Permohonan Bimbingan Skirpsi
5.
Surat Izin Penelitian
6.
Surat Keterangan telah Melakukan Penelitian
viii
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sebagai Negara maritim, Indonesia memiliki pantai terpanjang di dunia,
dengan garis pantai sepanjang 81.000 km, dari 67.439 desa di Indonesia kurang
lebih 9.261 desa dikatagorikan sebagai desa pesisir. Yang sebagian besar
penduduknya miskin. 1
Sebagai daerah peralihan antara daratan dan lautan, kawasan pesisir
merupakan kawasan yang unik ditinjau dari karakteristik ekososio-sistemnya,
yakni: (a) kawasan pesisir merupakan multiple-use zone yang memiliki
keanekaragaman hayati yang tinggi, dan memiliki open access untuk semua yang
berkepentingan, (b) beberapa habitat di kawasan pesisir mempunyai “atribut
ekologis” (spesies endemic, spesies langka, dll) dan “proses-proses ekologis”
(daerah pemijahan, daerah asuhan, alur migrasi biodata, dll) yang menentukan
daya dukung lingkungan kawasan pesisir dalam menunjang pembangunan yang
berkelanjutan, dan (c) seluruh limbah dan sediment yang berasal dari daratan
(kawasan hulu) akan mengalir dan terakumulasi di kawasan pesisir. 2
Jika ditinjau dari fungsinya, ekosistem pesisir memiliki empat fungsi
utama bagi kehidupan manusia, yaitu (a) sebagai penyedia jasa-jasa pendukung
kehidupan, (b) sebagai penyedia jasa-jasa kenyamanan, (c) sebagai penyedia
1
2
Kusnadi, Konflik Sosial Nelayan, (Yogyakarta: LKIS, 2006), h-1.
Budi, Wahyu Setiawan, Interaksi Daratan dan Lautan, (Jakarta: LIPI, 2004), h-29
1
2
sumber daya alam, dan (d) sebagai penerima (penyerap) limbah. Sebagai
pendukung eksistensi kehidupan manusia. Wilayah pesisir menyediakan jasa-jasa
pendukung kehidupan seperti udara yang segar, air yang bersih dan juga ruang
bagi berbagai kegiatan manusia. 3
”Wilayah pesisir sebagai suatu wilayah peralihan antara daratan
dan lautan yang merupakan sumber daya potensial di Indonesia. Wilayah
ini merupakan kawasan yang mempunyai karakteristik dan problema yang
unik dan kompleks. Unik secara ekonomi karena berkontribusi penting
sebagai sarana pelabuhan dan bisnis komersial lainnya, serta mempunyai
daya tarik yang besar sebagi tujuan wisata dan tujuan lainnya yang dapat
menghasilkan
banyak
keuntungan
financial.
Karena
itu
tidaklah
mengherankan jika wilayah pesisir dihuni oleh lebih dari setengah
penduduk dunia.” 4
Berdasarkan pada potensi wilayah tersebut, sumber daya kelautan akan
menjadi tumpuan harapan bangsa di masa depan. Di dalam wilayah laut dan
pesisir tersebut terkandung sejumlah potensi pembangunan yang besar dan
beragam, antara lain sumber daya yang bisa diperbaharui, sumber daya yang tidak
bisa diperbaharui, environmental service, dan lagi temuan benda-benda berharga
asal muatan kapal yang tenggelam dibawah permukaan laut yang memiliki nilai
ekonomi dan sejarah yang tinggi. 5
3
Budi, Wahyu Setiawan, Interaksi Daratan dan Lautan, (Jakarta: LIPI, 2004), h.27
Burhanudin Safari, dkk, Kewirausahaan Pemuda Bahari, (Jakarta: Deputi Bidang Kewirausahaan
Pemuda dan Industri Olahraga Republik Indonesia, 2006), h-13.
5
Moh. Ali Azis, Dakwah Pemberdayaan Masyarakat, (Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara,
2005), h.133.
4
3
Atas dasar potensi dan sumber daya kelautan yang telah dibahas diatas,
prospek pembangunan kelautan dimasa depan diharapkan semakin cerah. Namun
semua ini juga menyisakan beragam permasalahan yang besar dan mengancam
kesinambungan pembangunan. Permasalahan tersebut antara lain berupa
pencemaran, penangkapan yang berlebihan (overfishing), degradasi fisik habitat
pesisir (mangrove, trumbu karang, padang lamun, estoria), konflik penggunaan
ruang dan sumber daya, pencurian ikan dan pembuangan limbah, secara ilegal
oleh pihak asing, serta kemiskinan yang masih melilit sebagian besar penduduk
pesisir pantai khususnya petani dan nelayan tradisional. 6
Sebagaimana yang kita ketahui pesisir sebagai suatu wilayah peralihan
antara daratan dan lautan yang merupakan sumber daya potensial di Indonesia.
Wilayah ini adalah kawasan yang mempunyai karakteristik dan problema yang
unik dan kompleks. Unik secara ekonomi karena berkontribusi penting sebagai
sarana pelabuhan dan bisnis komersial lainnya, serta mempunyai daya tarik yang
besar sebagi tujuan wisata dan tujuan lainnya yang dapat menghasilkan banyak
keuntungan finansial. Karena itu tidaklah mengherankan jika wilayah pesisir
dihuni oleh lebih dari setengah penduduk dunia. 7
Mereka yang menghuni wilayah pesisir disebut sebagai masyarakat pesisir.
Masyarakat pesisir diartikan sebagai kelompok orang yang bermukim di wilayah
pesisir, mempunyai mata pencaharian dari sumber daya alam dan jasa-jasa
lingkungan pesisir dan laut, misalnya nelayan, pembudidaya ikan, pedagang,
pengelola ikan, pemilik atau pekerja perusahaan perhubungan laut, pemilik atau
6
Ibid, h.134.
Burhanudin Safari, dkk, Kewirausahaan Pemuda Bahari, (Jakarta: Deputi Bidang
Kewirausahaan Pemuda dan Industri Olahraga Republik Indonesia, 2006), h-13.
7
4
pekerja pertambangan dan energi di wilayah pesisir, pemilik atau pekerja industri
maritim misalnya galangan kapal, dan coastal and engineering. 8
Walaupun di wilayah pesisir dihuni oleh banyak orang serta memiliki
potensi
yang
sangat
besar,
namun
tidak
sedikit
orang
yang
gagal
memanfaatkannya. Sebagi contoh masyarakat pesisir nelayan kecil, umumnya
masih sangat miskin, dengan tingkat pendapatan rendah, posisi tawar mereka
sangat rendah dan permasalahan hidup lainnya. 9
Oleh karena banyak orang yang gagal memanfaatkan wilayah pesisir maka
wilayah pesisir sering di katakan sebagai kantong-kantong kemiskinan struktural
yang potensial. Pada dasarnya pengelolaan sosial dalam masyarakat nelayan dapat
ditinjau dari tiga sudut pandang. Pertama, dari segi penguasaan alat-alat produksi
atau peralatan tangkap, struktur masyarakat nelayan terbagi dalam katagori
nelayan pemilik (alat produksi) dan nelayan buruh. Dalam kegiatan produksi
nelayan buruh hanya menyumbangkan jasa tenaganya dan memperoleh hak-hak
yang sangat terbatas. Kedua, ditinjau dari tingkat skala investasi modal usahanya,
struktur masyarakat nelayan terbagi dalam katagori nelayan besar dan nelayan
kecil. Disebut nelayan besar karena jumlah modal yang diinvestasikan dalam
usaha perikanan relatif banyak, sedangkan pada nelayan kecil justru sebaliknya.
Ketiga, dipandang dari tingkat teknologi peralatan tangkap yang digunakan,
masyarakat nelayan terbagi dalam nelayan modern dan nelayan tradisional.
Jumlah nelayan modern relatif kecil dibandingkan nelayan tradisional. 10
8
Burhanudin Safari, dkk, Kewirausahaan Pemuda Bahari, (Jakarta: Deputi Bidang
Kewirausahaan Pemuda dan Industri Olahraga Republik Indonesia, 2006), h-14
9
Ibid, h-14
10
Kusnadi, Konflik Sosial Nelayan, (Yogyakarta: LKIS, 2006), h-1.
5
Dalam masa-masa sepi penghasilan, biasanya istri dan anak-anak nelayan
buruh harus berjuang keras ikut mencari nafkah dengan melakukan segala
pekerjaan yang mendatangkan penghasilan. Demikian juga ketika sedang tidak
melaut, nelayan buruh dapat bekerja apa saja di darat untuk memperoleh
penghasilan sehingga kelangsungan hidup rumah tanagganya dapat terjamin.
Akan tetapi, sejauh mana peluang-peluang kerja tersebut bisa diperoleh anggotaanggota rumah tangga nelayan buruh sangat ditentukan juga oleh karakteristik
struktur sumber ekonomi desa setempat. 11
Oleh sebab itu keadaan seperti ini akan mengakibatkan keadaan mereka
menjadi terpuruk. Sebagai mana yang dikatakan oleh Yussuf Solichien
Martadiningrat Ketua Umum DPP Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI)
di Medan, Sumatra Utara, belum lama ini, data yang ia miliki menyatakan bahwa
sedikitnya 14,58 juta atau sekitar 90 persen dari 16,2 juta nelayan di Indonesia
hidup di bawah garis kemiskinan. 12
Sedangkan
kemiskinan
sendiri
menurut
Parsudi
Suparlan
dapat
didefinisikan sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah, yaitu suatu tingkat
kekuranagan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan
standar kehidupan umum yang berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan. 13
Masalah kemiskinan ini sungguh menjadi menarik, karena sebagaimana
yang telah diketahui bahwasanya potensi kelautan Indonesia sangat beragam dan
melimpah. Namun mengapa justru para penduduk pesisir pantai khususnya petani
dan nelayan tradisional justru terlilit masalah kemiskinan.
11
Kusnadi, MA, Konflik Sosial Nelayan, (Yogyakarta: LKIS, 2006), h.7.
http://www.menkokesra.go.id/content/view/9794/39/
13
Parsudi Suparlan, Kemiskinan di Perkotaan, (Jakarta: Sinar Harapan, 1984), cet 1, h-12.
12
6
Mayoritas masyarakat kita adalah Islam, dan dalam konteks ini peranan
agama menjadi sangat penting, terutama dalam kaitannya membentuk suatu etos
kerja produktif dan mandiri. Jika agama dipahami secara sempit dan kemudian
menegaskan bahwa kemiskinan adalah ketentuan (takdir) dari Tuhan kepada
umatnya maka kemiskinan tidak akan bisa diubah karena hanya Tuhan sendiri
yang dapat mengubahnya. 14
Dalam Al-Quran ar-Ra’d: 11
⌧
☯
⌧
Artinya:
Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di
muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah[767].
Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
merobah keadaan[768] yang ada pada diri mereka sendiri. dan apabila Allah
menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, Maka tak ada yang dapat
menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.
Dan secara normatif mestinya Islam mampu menjadi sumber motivasi
yang kuat dalam mewujudkan etos kerja. Dr. Mustaq Ahmad dalam bukunya yang
berjudul “Etika Bisnis Dalam Islam” menggambarkan bahwa Islam memberikan
14
Moh. Ali Azis, Dakwah Pemberdayaan Masyarakat, (Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara,
2005), h.38.
7
ruang yang demikian luas dan memandang penting semua bentuk kerja yang
produktif. 15
Dalam QS. AT-Taubah:105
☺
⌧
☺
☺
☺
Artinya:
Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan rasul-Nya serta orangorang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan
kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu
diberitakan-Nya kepada kamu apa yang Telah kamu kerjakan.
Sebagaimana yang yang dikemukakan oleh Isa Abduh dalam perspektif
Islam, kerja merupakan kodrat hidup manusia sekaligus cara memperoleh
kebahagiaan di dunia dan akhirat. Kerja juga menjadi jalan utama mendekatkan
diri kepada Tuhan. Kedudukannya dalam Islam amat tinggi, yakni menempati
peringkat kedua setelah iman. Kerja juga dapat menghapus dosa. Jadi setiap kerja
yang mendapat ridha Allah, mestinya diposisikan sebagai ibadah dan menjadi
bagian tidak terpisahkan dari karakteristik sikap hidup muslim dan muslimah.
Disamping itu bekerja dan meningkatkan penghasilan adalah ibadah, bahkan
termasuk ibadah yang punya nilai tambah diantara beberapa jenis ibadah. Dengan
15
Ahmad Janan Asifudin, Etos Kerja Islam, (Surakarta: Muhammadiyah University Pers, 2004),
h.vii.
8
demikian Islam memandang amat tinggi terhadap usaha dan kerja yang halal
dalam rangka memperoleh rizki atau harta yang digunakan untuk amal kebaikan. 16
Dengan demikian etos kerja Islam pada hakikatnya merupakan bagian dari
konsep Islam tentang manusia karena etos kerja adalah bagian dari proses
eksistensi diri manusia dalam lapangan kehidupannya yang amat luas dan
kompleks. 17
Atas dasar hal-hal yang telah dibahas maka sepertinya menjadi penting
bagi kita untuk mengetahui sudahkah etos kerja diterapkan oleh masyarakat dalam
meningkatkan taraf kesejahteraannya, yang khususnya dalam hal ini adalah
masyarakat pesisir.
Hal inilah yang mendorong penulis untuk meneliti bagaimana etos kerja
yang diterapkan oleh masyarakat pesisir serta bagaimana kaitannya dengan
peningkatan taraf kesejahteraannya. Untuk itu penulis memilih judul “Hubungan
Etos Kerja Masyarakat Pesisir Pantai Cituis dengan Peningkatan
Kesejahteraan Sosial di Desa Surya Bahari Kecamatan Pakuhaji Kabupaten
Tangerang”.
B.
Pembatasan Masalah
Bekerja merupakan cara manusia untuk mengubah keadaan menjadi lebih
baik. Untuk mencapai hal itu maka diperlukan sikap yang baik terhadap
pekerjaan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitan tentang etos kerja yang
16
Ahmad Janan Asifudin, Etos Kerja Islam, (Surakarta: Muhammadiyah University Pers, 2004), h.
7.
17
Moh. Ali Azis, Dakwah Pemberdayaan Masyarakat, (Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara,
2005), h.35.
9
dimiliki masyarakat, terutama pada masyarakat pesisir yang wilayahnya
merupakan peralihan antara daratan dan lautan yang kaya akan sumber daya
potensial, serta mempunyai karakteristik yang unik dan kompleks. Menjadi
penting untuk melihat taraf kesejahteraan social masyarakat tersebut, karena
kesejahteraan sosial yang meliputi bidang ekonomi, penddidikan, kesehatan, serta
cara interaksi mereka dengan masyarakat sekitar bisa dijadikan gambaran
keberhasilan kerja mereka.
Agar pembahasan ini lebih terarah, maka penulis membatasi permasalahan
yang akan diteliti ini pada bagaiman etos kerja yang dimiliki oleh masyarakat
pesisir pantai Cituis dan keterkaitannya dengan upaya peningkatan kesejahteraan
social.
C.
Perumusan Masalah
Berdasarkan pada permasalahan yang dipaparkan pada latar belakang
diatas, maka rumusan masalah pada penelitian ini yaitu:
1. Bagaimana etos kerja masyarakat pesisir di Pantai Cituis?
2. Bagaimana keterkaitan antara etos kerja yang sudah dimiliki masyarakat
pesisir Pantai Cituis tersebut dengan Peningkatan Kesejahteraan mereka?
D.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah:
10
1. Untuk mengetahui dan menganalisis bagaimana etos kerja yang dimiliki
oleh masyarakat pesisir Pantai Cituis.
2. Untuk mengetahui dan menganalisis keterkaitan antara etos kerja yang
sudah dimiliki masyarakat pesisir Pantai Cituis tersebut dengan
Peningkatan Kesejahteraan mereka?
E.
Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan keilmuan dan
pengetahuan, baik bagi para pembacanya maupun bagi para praktisi
pengembangan masyarakat, khususnya yang membidangi ilmu social.
2. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan bahan masukan bagi
universitas yang membidangi ilmu social, khususnya jurusan
pengembangan masyarakat, dalam rangka menciptakan program
pendidikan, kurikulum, serta network untuk pendidikan.
3. Serta bagi lembaga-lembaga swadaya masyarakat atau LSM yang ahli
dibidang ini, dan bagi pemerintah dalam rangka memperbaiki nasib
masyarakat miskin serta untuk pengambilan keputusan dan merancang
program-program atau kegiatan secara tepat, efisien dan efektif yang
berkaitan
masyarakat
dengan
miskin
kegiatan
hingga
peningkatan
menghasilkan
kesejahteraan bagi masyarakat miskin tersebut.
kesejahteraan
peningkatan
social
taraf
11
F.
Tinjauan Pustaka
Sebelumnya pernah ada penulis yang melakukan penelitian serupa dengan
judul penelitian “Upaya Pemulung Terhadap Etos Kerja dan Pengamatan Agama
Dalam Meningkatkan kualitas Hidup Dikelurahan Jurang Mangu Barat Pondok
Aren Tangerang”, yang dilakukan oleh Gatot Subroto. Dalam pembahasan
tersebut penelitinya lebih mengarah kepada pengkajian tentang pengetahuan
agama masyarakat pemulung serta perjuangan pemulung dalam bekerja keras
untuk memperoleh perbaikan ekonomi. 18
Dan penelitian dari Asis Muslimin, Fakultas Psikologi Universitas
Muhamadiyah Surakarta. Dengan judul penelitian “Hubungan Antara Etos Kerja
dengan Ketaatan Terhadap Protan K3 Pada Profesi Perawat”. Dalam kajiannya
skripsi tersebut lebih mengarah kepada pengkajian etos kerja perawat dalam
menjalankan tugasnya yang diatur oleh suatu mekanisme yang ditetapkan untuk
kelancaran dan keefektifan kerja ayang kemudian mekanismenya disebut Protan
atau Prosedur Tetap yang mengatur urutan-urutan kerja baik dalam tindakan
medik ataupun tindakan non medik. 19
Serta penelitian yang dilakukan oleh Puri Rahayu, Fakultas Psikologi
Universitas
Muhamadiyah
Surakarta,
yang
berjudul
“Hubungan
Antara
Karakteristik Pekerjaan dengan Etos Kerja”. Dalam penelitiannya ia mengkaji
pemahaman perusahaan dan karyawan tentang karakteristik pekerjaan yang harus
dikuasai dengan benar oleh suatu perusahaan bila ingin dikatakan berhasil.
Perbedaan etos kerja disebabkan oleh perbedaan karakteristik pekerjaan.
18
Skripsi Gatot Subroto, Upaya Pemulung Terhadap Etos Kerja dan Pengamatan Agama dalam
Meningkatkan Kualitas Hidup Dikelurahan Jurang Mangu Barat Pondok Aren Tangerang.
19
Skripsi Asis Muslimin, Hubungan Antara Etos Kerja dengan Ketaatan Terhadap Protan K3 Pada
Profesi Perawat, Fakultas Psikologi, Universitas Muhamadiyah Surakarta.
12
Karakteristik pekerjaan akan memberikan motivasi bagi karyawan untuk lebih
bekerja dengan giat dan untuk menumbuhkan semangat kerja yang lebih produktif
karena karakteristik pekerjaan adalah proses membuat pekerjaan akan lebih
berarti, dan menantang sehingga dapat mencegah seseorang dari kebosanan. 20
Sedangkan penelitian yang penulis lakukan ini meneliti tentang hubungan
etos kerja masyarakat pesisir dengan peningkatan kesejahteraan hidup mereka.
Adapun output yang dihasilkan
dalam penelitian ini adalah mengetahui
bagaimana etos kerja yang dimiliki masyarakat pesisir Pantai Cituis serta
keterkaitannya dengan upaya peningkatkan kesejahteraan sosial mereka.
G.
Sistematika Penulisan
Penelitian dalam skripsi ini dibagi menjadi lima bab, setiap bab dirinci
dalam beberapa sub bab sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan, yang meliputi latar belakang masalah, pembatasan masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan
pustaka, sistematika penulisan.
BAB II Tinjauan Teoritis, yang meliputi pengertian etos kerja, terbentuknya etos
kerja Islami, indikasi-indikasi orang beretos kerja tinggi, factor-faktor
yang mempengaruhi etos kerja, karakteristik etos kerja dalam Islam,
pengertian masyarakat pesisir, karakteristik masyarakat pesisir, gaya hidup
masyarakat
pesisir,
strategi
pemberdayaan
nelayan,
pengertian
kesejahteraan sosial, kesejahteraan sosial dalam pembangunan, focus
20
Skripsi Puri Rahatyu, Hubungan Antara Karakteristik Pekerjaan dengan Etos Kerja, Fakultas
Psikologi, Universitas Muhamadiyah Surakarta.
13
pembangunan kesejahteraan social, pengertian pengembangan masyarakat
dan model-model pengembangan masyarakat.
BAB III Metodelogi Penelitian, yang meliputi pendekatan dan desain penelitian,
lokasi penelitian, populasi dan sample, variable penelitian, devinisi
operasional dan indikator penelitian, teknik pengumpulan data, uji
validitas, uji realibilitas, dan teknik analisis data.
BAB IV Temuan dan Hasil, meliputi gambaran umum desa Surya Bahari, batas
wilayah, kependudukan, deskrifsi data responden, deskrifsi etos kerja
masyarakat pesisir pantai cituis, deskripsi kesejahteraan masyarakat pesisir
pantai cituis, analisis hubungan etos kerja masyarakat pesisir pantai Cituis
dengan peningkatan kesejahteraan.
BAB V Penutup, meliputi kesimpulan dan saran.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.
Etos Kerja
1. Pengertian Etos Kerja
a.
Pengertian Etos
Etos berasal dari bahasa Yunani (ethos) yang memberikan arti
sikap, kepribadian, watak, karakter, serta keyakinan atas sesuatu. Etos
dibentuk oleh berbagai kebiasaan, pengaruh budaya, serta system nilai
yang diyakininya. 1
Menurut Nurcholis Madjid, etos berasal dari bahasa Yunani
(ethos), artinya watak atau karakter. Secara etos adalah karater dan sikap,
kebiasaan serta kepercayaan dan seterusnya yang bersifat khusus tantang
seorang individu atau sekelompok manusia. 2
Sedangkan menerut Geertz, etos suatu bangsa adalah sifat, watak,
kualitas kehidupan mereka, moral, gaya, estetis, dan suasana-suasana hati
mereka. Etos adalah sikap mendasar terhadap diri mereka dan terhadap
dunia mereka yang direfleksikan dalam kehidupan. 3
Berdasarkan definisi etos diatas, maka peneliti mendefinisikan etos
sebagi sikap atau pola prilaku seseorang terhadap sesuatu.
1
K. H. Toto Tasmara, Membudayakan Etos Kerja Islami, (Jakarta: Gema Insani, 2002), h.15.
Ahmad Janan Asifudin, Etos Kerja Islami, (Surakarta: Muhammadiyah Universitas Pers, 2004),
h. 26.
3
Kusnadi, Jaminan Sosial Nelayan, (Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara, 2007), h.102.
2
14
15
b.
Pengertian Kerja
Adapun kerja, dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, artinya
kegiatan melakukan sesuatu yang dilakukan (diperbuat); sesuatu yang
dilakukan untuk mencari nafkah; mata pencaharian. 4
Dalam buku Membudayakan Etos Kerja Islami, makna bekerja
bagi seorang muslim adalah suatu upaya yang sungguh-sungguh, dengan
mengerahkan seluruh asset, pikir, dan zkirnya untuk mengaktualisasikan
atau menampakan arti dirinya sebagai hamba Allah yang harus
menundukkan dunia dan menempatkan dirinya sebagai bagian dari
masyarakat yang terbaik (khairu ummah) atau dengan kata lain dapat juga
kita katakana bahwa hanya dengan bekerja manusia itu memanusiakan
dirinya. 5
Berdasarkan defini kerja diatas, maka peneliti mendefinisikan kerja
sebagai suatu kegiatan yang dilakukan dengan mengerahkan tenaga,
pikiran, dan kemampuannya untuk mencapai suatu tujuan.
c.
Pengertian Etos Kerja
Etos kerja, menurut Mochtar Buchori dapat diartikan sebagai
sikap dan pandangan terhadap kerja, kebiasaan kerja; ciri-ciri atau sifatsifat mengenai cara kerja yang dimiliki seseorang, suatu kelompok
manusia atau suatu bangsa. 6
4
Hoetomo, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Surabaya: Mitra Pelajar, 2005), h.266.
K. H. Toto Tasmara, Membudayakan Etos Kerja Islami, (Jakarta: Gema Insani, 2002), h.25.
6
Ahmad Janan Asifudin, Etos Kerja Islami, (Surakarta: Muhammadiyah Universitas Pers, 2004),
h. 27.
5
16
Sedangkan dalam buku Dakwah Pemberdayaan Masyarakat, etos
kerja pada hakikatnya dibentuk dan dipengaruhi oleh system nilai-nilai
yang dianut oleh seseorang dalam bekerja, yang kemudian membentuk
semangat yang membedakannya, antara yang satu dan yang lainnya. 7
Dengan demikian etos kerja Islam merupakan refleksi pribadi
seorang khalifah yang bekerja dengan bertumpu pada kemampuan
konseptual yang dimilikinya, bersifat kreatif dan inovatif. 8
Sedangkan etos kerja nelayan sendiri diartikan sebagai sifat, nilai,
semangat, atau sikap nelayan terhadap pekerjaan mereka. 9
Berdasarkan
definisi
etos
kerja
diatas,
maka
peneliti
mendefinisikan etos kerja sebagi suatu sikap atau cara kerja seseorang
dalam mencapai tujuannya.
2. Terbentuknya Etos Kerja Islami
Manusia bukan entitas homogen, melainkan suatu realitas
heterogen yang tidak jarang merupakan carut-marut yang tak teratur.
Menurut Hanna Djumhana Bastaman (seorang psikolog yang serius
mengkaji keterkaitan psikologi dengan Islam) ciri manusia antara lain, ia
merupakan kesatuan dari empat dimensi, yakni: fisik-biologis, mentalpsikis, sosio-kultural, dan spiritual. Sehingga untuk memahami tingkah
7
Moh. Ali Azis, Dakwah Pemberdayaan Masyarakat, (Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara,
2005), h.35.
8
Ibid, h.35.
9
Kusnadi, Jaminan Sosial Nelayan, (Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara, 2007), h.103.
17
laku seseorang perlu dipertimbangkan perasaan, keinginan, harapan dan
aspirasinya. 10
Sehingga penelitian dan pembahasan cara terbentuknya etos kerja
manusia tidak boleh tidak boleh mengabaikan kenyataan-kenyataan seperti
tersebut diatas. Salah satu karakteristik yang melekat pada etos kerja
manusia, ia merupakan pancaran dari sikap hidup mendasar pemiliknya
terhadap kerja. Dikarenakan latar belakang keyakinan dan motivasi
berlainan, maka cara terbentuknya etos kerja yang tidak bersangkut paut
dengan agama (non agama) dengan sendirinya mengandung perbedaan
dengan cara terbentuknya etos kerja yang berbasis ajaran agama, dalam hal
ini etos kerja islami. Tentang bagaimana etos kerja dapat diaktualisasikan
dalam kehidupan sehari-hari, kenyataannya bukan sesuatu yang mudah.
Sebab, realitas kehidupan manusia bersifat dinamis, majemuk, berubahubah, dan antara satu dengan lainnya punya latar belakang, kondisi social
dan lingkungan yang berbeda. Perubahan sosial-ekonomi seseorang dalam
hal ini juga dapat mempengaruhi etos kerjanya. Disamping terpengaruh
oleh faktor ekstern yang amat beraneka ragam, meliputi faktor fisik,
lingkungan, pendidikan dan latihan, ekonomi dan imbalan, ternyata etos
kerja juga sangat dipengaruhi oleh faktor intern bersifat psikis yang begitu
dinamis dan sebagian diantaranya merupakan dorongan alamiah seperti
basic needs dengan berbagai hambatannya. Ringkasnya, etos kerja
seseorang tidak terentuk oleh hanya satu dua variable. Proses terbentuknya
etos kerja (termasuk etos kerja islami), seiring dengan kompleksitas
10
Ahmad Janan Asifudin, Etos Kerja Islami, (Surakarta: Muhammadiyah Universitas Pers, 2004),
h. 29.
18
manusia yang bersifat kodrati, melibatkan kondisi, prakondisi dan faktorfaktor yang banyak: fisik biologis, mental-psikis, sosio-kultural dan
mungkin spiritual transendental. Jadi, etos kerja bersifat kompleks serta
dinamis. 11
Lebih dari itu perlu dijadikan catatan penting bahwa manusia
adalah makhluk biologis, sosial, intelektual, spiritual dan pencari Tuhan. Ia
berjiwa dinamis. Oleh karena itu, manusia dalam hidupnya termasuk
dalam
kehidupan
kerjanya
sering
mengalami
kesukaran
untuk
membebaskan diri dari pengaruh faktor-faktor tertentu, baik yang bersifat
internal maupun eksternal. Yang bersifat internal timbul dari faktor psikis
misalnya dari dorongan kebutuhan, frustasi, suka atau tidak suka, persepsi,
emosi, kemalasan, dan sebagainya. Sedangkan yang bersifat eksternal,
datangnya dari luar seperti factor fisik, lingkungan alam, pergaulan,
budaya, pendidikan, pengalaman dan latihan, keadaan politik, ekonomi,
imbalan kerja, serta janji dan ancaman yang bersumber dari ajaran agama.
Serta kesehatan pun memainkan peranan amat penting. 12
3. Indikasi-indikasi Orang Beretos Kerja Tinggi
Indikasi-indikasi etos kerja yang terefleksi dari pendapat-pendapat
para ahli yang dikemukakan berdasarkan konteks daerah, isme, atau
Negara-negara
tertentu,
namun
secara
universal
kiranya
cukup
menggambarkan etos kerja yang baik pada manusia, bersumber dari
11
Ibid, h.30-31.
Ibid, h. 32-33.
12
19
kualitas diri, diwujudkan berdaasarkan tata nilai sebagai etos kerja yang
diaktualisasikan dalam aktivitas kerja. Adapun indikasi-indikasi orang
beretos kerja tinggi pada umumnya meliputi sifat-sifat: 13
1)
Aktif dan suka bekerja keras
2)
Bersemangat dan hemat
3)
Tekun dan professional
4)
Efisien dan kreatif
5)
Jujur, disiplin, dan bertanggung jawab
6)
Mandiri
7)
Rasional serta mempunyai visi yang jauh kedepan
8)
Percaya diri namun mampu bekerjasama dengan orang lain
9)
Sederhana, tabah dan ulet
10)
Sehat jasmani dan rohani 14
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Etos Kerja
Factor-faktor yang potensial mempengaruhi proses terbentuknya
etos kerja selain banyak, tidak jarang dilatarbelakangi oleh kausalitas
plural yang kompleks hingga memunculkan berbagai kemungkinan. Maka,
tidak aneh kalau sejumlah pakar lalu menampilkan teori bertolak dari
tinjauan tertentu yang berbeda antara satu dengan lainnya. Dapat
13
Ibid, h.35-38.
20
ditambahkan kiranya teori iklim yang dikemukakan oleh sejumlah pakar
ilmu social. Mereka berpendapat iklim berpengaruh terhadap etos kerja
penduduk. Negara yang berlokasi didaerah subtropik mempunyai iklim
yang merangsang warganya untuk bekerja lebih giat. Sebaliknya Negaranegara yang terletak di sekitar khatulistiwa, karena iklimnya panas,
menyebabkan warga negaranya kurang giat bekerja dan lebih cepat lelah.
David C. McCelland menyatakan teori ini mengandung banyak
kelemahan. Teori ini tidak mampu menjelaskan mengapa negara-negara
yang iklimnya relative tidak berbeda, ternyata pertumbuhan ekonominya
berbeda. Kalau dianalisis lebih cermat, pendapat Miller dan Form,
mungkin mengandung kebenaran maskipun tidak seluruhnya. Apa yang
dikemukakan McCellend juga serupa itu. Karena faktor-faktor yang
melatarbelakangi manusia giat bekerja atau sebaliknya, hakikatnya tidak
terbatas pada hanya satu, dua, atau tiga factor. Demikian pula berkenaan
dengan teori-teori lain yang menonjolkan factor ras, penyebaran budaya,
dan sebagainya. Masing-masing tidak ada yang menjadi factor satusatunya penyebab, tetapi sangat mungkin masing-masing ikut memberikan
pengaruh dan ikut berperan dalam rangka terbentuknya etos kerja. 15
Manusia memang makhluk yang sangat kompleks. Ia memiliki rasa
suka, benci, marah, gembira, sedih, berani, takut, dan lain-lain. Ia juga
mempunyai kebutuhan, kemauan, cita-cita, dan angan-angan. Manusia
mempunyai dorongan hidup tertentu, pikiran dan pertimbanganpertimbangan dalam menentukan sikap dan pendirian. Selain itu, ia juga
15
Ibid , h. 40-41.
21
mempunyai lingkungan pergaulan dirumah atau tempat kerjanya. Realitas
sebagaimana tersebut diatas tentu mempengaruhi dinamika kerjanya secara
langsung atau tidak. Sebagai missal rasa benci yang terdapat pada seorang
pekerja, ketidak cocokan terhadap atasan atau teman satu tim, keadaan
seperti itu sangat potensial untuk menimbulkan dampak negatif pada
semangat, konszentrasi, dan stabilitas kerja orang bersangkutan.
Sebaliknya rasa suka pada pekerjaan, kehidupan keluarga yang harmonis,
keadaan sosio kultural, sosial ekonomi dan kesehatan yang baik, akan
sangat mendukung kegairahan dan aktivitas kerja. Orang yang bekerja
sesuai dengan bidang dan cita-cita dibandingkan dengan orang yang
bekerja diluar bidang dan kehendak mereka, niscaya tidak sama dalam
antusias dan ketekunan kerja masing-masing. 16
Disamping itu faktor lingkungan alam berperan bila keadaan alam,
iklim dan sebagainya berpengaruh terhadap sikap kerja orang itu,.
Sedangkan dimensi transendental adalah dimensi yang melampaui batasbatas nilai materi yang mendasari etos kerja manusia hingga pada dimensi
ini kerja dipandang sebagai ibadah. Jalaludin secara lebih tegas
mengemukakan agama dapat menjadi sumber motivasi kerja, karena
didorong oleh rasa ketaatan dan kesadaran ibadah. Etos kerja terpancar
dari sikap hidup mendasar manusia terhadap kerja. Konsekuensinya
pandangan hidup yang bernilai transenden juga dapat menjadi sumber
motivasi yang berpengaruh serta ikut berperan dalam proses terbentuknya
sikap
16
Ibid, h. 41-42.
itu.
Nilai-nilai
transenden
akan
menjadi
landasan
bagi
22
berkembangnya spiritualitas sebagai salah satu factor yang efektif
membentuk kepribadian. Etos kerja tidak terbentuk oleh kualitas
pendidikan dan kemampuan semata. Faktor-faktor yang berhubungan
dengan inner life, suasana batin dan semangat hidup yang terpancar dari
keyakinan dan keimanan ikut menentukan pula. Oleh karena itu, agama
(Islam) jelas dapat menjadi sumber nilai dan sumber motivasi yang
mendasari aktivitas hidup, termasuk etos kerja pemeluknya. 17
5. Karakteristik Etos Kerja dalam Islam
a)
Kerja Merupakan Penjabaran Aqidah
Ajaran agama merupakan salah satu faktor yang dapat menjadi
sebab timbulnya keyakinan, pandangan serta sikap hidup mendasar yang
menyebabkan etos kerja tinggi manusia terwujud. Maka etoskerja dalam
Islam merupakan pancaran keyakinan orang muslim dan muslimah bahwa
kerja berkaitan dengan tujuan mencari ridha Allah, yakni dalam rangka
ibadah. Dan bahwasanya untuk mendekatkan diri serta memperoleh ridha
Allah, seorang hamba harus melakukan amal saleh yang dikerjakan
dengan ikhlas hanya karena Dia, yakni dengan memurnikan tauhid.
Definisi ibadah mencakup perkataan dan perbuatan apa saja yang disukai
dan di ridhai oleh Allah SWT baik yang bersifat lahir maupun batin. Yang
bersifat lahir atau nampak misalnya pengamalan rukun Islam, berbicara
benar, menunaikan amanah, dan silaturahmi. Adapun yang bersifat batin
seperti ikhlas, sabar, bersyukur tawakal berusaha mencintai keadilan dan
17
Ibid, h. 42-43.
23
kebenaran, dan kegiatan-kegiatan batin lain yang disukai dan mendapat
ridha Allah. Maka kerja dan perbuatan positif yang (pada mulanya)
bernilai sekuler dan bersifat duniawi belaka dapat berubah menjadi
bernilai ibadah seperti kegiatan dibidang pertanian, bisnis, pekerjaan
rumah tangga, dan olah raga yang dilakukan secara baik-baik, dengan
syarat didasari niat, motivasi, atau komitmen ibadah. 18
b)
Kerja Dilandasi Ilmu
Tanpa iman kerja hanya dapat berorientasi pada pengejaran materi.
Kemungkinan besar hal itu akan melahirkan keserakahan, sikap terlalu
mementingkan diri sendiri, merugikan diri sendiri dan orang lain. Kerja
tanpa iman dapat mendorong prilaku manusia tidak sesuai dengan nilai
kemanusiaan dan melahirkan alienated man. Oleh karena itu, tanpa ilmu
iman mudah menjadi salah arah dan tergelincir, karena dilandasi
pemahaman yang tidak proporsional. Keadaan begitu akan mengakibatkan
keyakinan dan sikap keliru pada orang yang bersangkutan. Jadi iman, ilmu
dan kerja dalam rangka mewujudkan amal ibadah, ternyata masing-masing
memegang memainkan peranan urgen bagi yang lain. Keistimewaan
sekaligus
kelebihan
manusia
terutama
bertolak
dari
akal
yang
dianugrahkan Tuhan kepadanya. Dan karena mempunyai akallah, manusia
berhasil
menguasai
ilmu
pengetahuan
dan
teknologi,
mencapai
kebudayaan dan peradaban tinggi. Karenanya, manusia juga dapat
18
Ibid, h.104-109.
24
mengatur dan memanfaatkan alam sekitar bagi kesejahteraannya baik
untuk masa kini maupun mendatang. 19
c)
Kerja Dengan Meneladani Sifat-sifat Ilahi Serta Mengikuti
Petunjuk-petunjukNya
Kalau dikaji lebih jauh, memang banyak sifat-sifat manusia yang
mempunyai nama, sebutan, bahkan indikasi yang serupa dengan al-Asma’
ul-Husna dan sifat-sifat Allah. Namun demikian, tentu saja dalam bentuk
serta kualitas yang sangat jauh berbeda karena tidak ada satupun yang bisa
menyerupaiNya. Namun dari meneladani sifat-sifat Ilahi dapat digali sikap
kerja aktif, kreatif, tekun, konsekuen, adil, kerja didukung ilmu
pengetahuan dan teknologi, visioner, berusaha efektif dan efisien, percaya
diri, dan mandiri. Allah menunjuk betapa Dia memiliki sifat Maha
sempurna dalam bekerja. Maka, manusia juga dapat mengembangkan
aktivitas dan prestasinya sampai tingkat tinggi menurut ukuran manusiawi,
kalau dia berusaha sungguh-sungguh. Manusia punya potensi untuk
mengembangkan karakteristik etos kerja tinggi seperti aktif, berencana,
efisien, efektif, disiplin, professional, ilmiah, kritis konstruktif, dan
indikasi-indikasi etos kerja tinggi lainnya. Allah Maha Kuasa (al-Malik)
dengan kekuasaan tak terbatas dan Maha Pengatur (al-Mudabbir), manusia
juga punya potensi untuk menguasai memimpin, dan mengembangkan
manajemen di bidang usaha, politik, sosial, dan lain-lain. 20
19
20
Ibid, h. 112-113.
Ibid, h. 119-129.
25
B.
Masyarakat Pesisir
1. Pengertian Masyarakat Pesisir
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, masyarakat diartikan: pergaulan
hidup manusia; sehimpunan manusia yang hidup bersama dalam suatu
tempat dengan ikatan-ikatan aturan tertentu, orang banyak; khlayak
ramai. 21
Sedangkan pesisir diartikan sebagai tanah dasar berpasir dipantai
ditepi laut. 22
Masyarakat pesisir adalah kelompok orang yang bermukim di
wilayah pesisir, mempunyai mata pencaharian dari sumber daya alam dan
jasa-jasa lingkungan pesisir dan laut, misalnya nelayan, pembudidaya ikan,
pedagang, pengelola ikan, pemilik atau pekerja perusahaan perhubungan
laut, pemilik atau pekerja pertambangan dan energi di wilayah pesisir,
pemilik atau pekerja industri maritime misalnya galangan kapal, dan
coastal and engineering. 23
Berdasarkan definisi masyarakat pesisir diatas, maka peneliti
mendefinisikan masyarakat pesisir sebagai sekumpulan orang yang
bertempat tinggal di tepi pantai dan bermatapencaharian dari sumber daya
laut dan pantai tersebut.
21
Hoetomo, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Surabaya: Mitra Pelajar, 2005), h.336.
Ibid, h.384.
23
Burhanudin Safari, dkk, Kewirausahaan Pemuda Bahari, (Jakarta: Deputi Bidang
Kewirausahaan Pemuda dan Industri Olahraga Republik Indonesia, 2006), h-14.
22
26
2. Karakteristik Masyarakat Pesisir
Masyarakat pesisir adalah kelompok orang yang bermukim di
wilayah pesisir, mempunyai mata pencaharian dari sumber daya alam atau
jasa-jasa lingkungan pesisir laut, misalnya nelayan, pembudidaya ikan,
pedagang, pengelola ikan, pemilik atau pekerja perusahaan perhubungan
laut, pemilik atau pekerja pertambangan di wilayah pesisir, pemilik atau
pekerja industri maritim misalnya galangan kapal, dan coastal and ocean
engineering. Sifat dan karakteristik masyarakat pesisir sangat dipengaruhi
oleh jenis kegiatan mereka. Menurut Fachrudin (I997) bahwa masyarakat
pesisir berbeda dengan masyarakat lainnya. Perbedaan tersebut terletak
pada karakteristik aktivitas ekonomi masyarakat pesisir dari latar belakang
budaya mereka. Sifat dan karakteristik nelayan berbeda dengan pedagang.
Nelayan memiliki dinamika kehidupan yang dipengaruhi oleh lingkungan,
musim dan pasar, sehingga kehidupannya tidak menentu. 24
Pada dasarnya pengelolaan sosial dalam masyarakat nelayan dapat
ditinjau dari tiga sudut pandang. Pertama dari segi penguasaan alat-alat
produksi atau peralatan tangkap (perahu, jaring, dan perlengkapan yang
lain). Struktur masyarakat nelayan terbagi dalam katagori nelayan pemilik
(alat-alat produksi) dan nelayan buruh. Nelayan buruh tidak memiliki alatalat produksi. Dalam kegiatan produksi sebuah unit perahu, nelayan buruh
hanya menyumbangkan jasa tenaganya dengan memperoleh hak-hak yang
sangat terbatas.
Kedua, ditinjau dari tingkat skala investasi modal
usahanya, struktur masyarakat nelayan terbagi dalam katagori nelayan
24
Ibid, h.14-16.
27
besar dan nelayan kecil. Disebut nelayan besar karena jumlah modal yang
diinvestasikan dalam usaha perikanan relative banyak, sedangkan pada
nelayan kecil justru sebaliknya. Ketiga, dipandang dari tingkat teknologi
peralatan tangkap yang digunakan, masyarakat nelayan terbagi dalam
katagori nelayan modern dan nelayan traditional. . 25
Yang
dimaksud
nelayan
tradisional
adalah
nelayan
yang
memanfaatkan sumber daya perikanan dengan peralatan tangkap
tradisional, modal usaha yang kecil, dan organisasi penangkapan yang
relatif sederhana. 26
Jumlah nelayan modern relatif lebih kecil dibandingkan nelayan
tradisional. Perbedaan tersebut membawa implikasi pada tingkat
pendapatan dan kemampuan atau kesejahteraan social-ekonomi. Baik
nelayan besar atau nelayan modern maupun nelayan kecil atau nelayan
traditional, biasanya masing-masing merupakan kategori sosial ekonomi
yang relatif sama, dengan orientasi usaha dan prilaku yang berbeda-beda. 27
3.
Gaya Hidup Nelayan
Dalam konteks ini, ada tiga jenis capital yang berpengaruh besar
terhadap penentuan kualitas status social seorang nelayan, yaitu: 28
1)
25
Kapital Politik
Kusnadi, Konflik Sosial Nelayan, (Yogyakarta: LKIS, 2006), h.1-4.
Rr. Suhartini, A. Halim, Model-model Pemberdayaan Masyarakat, (Yogyakarta: Pustaka
Pesantren, 2005), h.31.
27
Kusnadi, Konflik Sosial Nelayan, (Yogyakarta: LKiS, 2006), h.1-4.
28
Kusnadi, Jaminan Sosial Nelayan, ( Yogyakarta: LKiS,2007), h. 107.
26
28
Kapital politik berkaitan dengan pemilikan akses kekuasaan oleh
seseorang terhadap pusat-pusat kebijakan local, seperti ditingkat
desa dan kecamatan. Misalnya, eksistensi seseorang senantiasa
diperhitungkan aspirasi dan pemikiran dalam penentuan kebijakan
politik local atau ia bisa mempengaruhi perubahan kebijakan
pembangunan setempat. 29
2)
Kapital Ekonomi
Kapital ekonomiberhubungan dengan pemilikan usaha ekonomi
yang berskala besar dan beragam, misalnya memiliki beberapa
perahu, usaha pengolahan hasil tangkap, rumah yang bagus, mobil,
emas yang berat, ternak yang banyak, dan memiliki tanah
persawahan-tegal yang luas. 30
3)
Kapital Budaya
Kapital budaya berkaitan dengan pemilikan simbol-simbol
kesalehan beragama, misalnya sudah menunaikan haji, suka
beramal atau dermawan, memiliki kepedulian besar terhadap
berbagai persoalan yang terjadi di lingkungan masyarakat, dan
bergaya hidup yang lebih dari kebiasaan lokal. 31
29
Ibid, h.107.
Ibid, h.107.
31
Ibid, h.107.
30
29
4. Strategi Pemberdayaan Nelayan
Dalam rangka memperbaiki taraf hidup dan memberi peluang
kepada nelayan tradisional agar dapat melakukan mobilitas vertikal, paling
tidak ada dua jalan yang bisa ditempuh, yaitu: 32
1)
Adalah dengan cara mendorong pergeseran status nelayan
tradisional menjadi nelayan modern.
2)
Dengan cara tetap membiarkan nelayan tradisional dalam status
tradisional, tetapi memfasilitasi mereka agar lebih berdaya dan
memiliki kemampuan penyangga ekonomi keluarga yang kenyal
terhadap tekanan krisis.
Pilihan manapun yang diambil yang jelas, pertimbangan utama
yang
semestinya
dijadikan
dasar
pengambilan
keputusan
adalah
kepentingan dan nasib nelayan tradisional itu sendiri sebagai subjek
pembangunan. Berikut ini, beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum
melaksanakan program pemberantasan kemiskinan struktural nelayan
tradisional adalah: 33
1)
Pemberdayaan
nelayan
tradisional
seyogyanya
mempertimbangkan, dan bahkan lurus bertumpu pada keberadaan
pranata sosial-budaya di masing-masing komunitas local nelayan
tradisional. 34
32
Rr. Suhartini, A. Halim, Model-model Pemberdayaan Masyarakat, (Yogyakarta: Pustaka
Pesantren, 2005), h.72.
33
Ibid, h.72.
34
Ibid, h. 73.
30
2)
Apapun bantuan yang diberikan kepada kelompok nelayan
tradisional seyogyanya tidak berorientasi pada kepentingan jangka
pendek,
sekedar
menekankan
pada
kepentingan
efisiensi
pengambilan dana. Padahal semestinya, harus lebih berorientasi
pada pemupukan investasi social yang berjangka panjang dan
bersifat strategis. 35
3)
Mencoba memberdayakan dan meningkatkan kadar kekenyalan,
serta sekaligus mengurangi kadar kerentanan nelayan tradisional
yang
miskin
dengan
cara
mendorong
terjadinya
proses
deversifikasi hasil tangkapan dan deversifikasi usaha nonperikanan. 36
4)
Berusaha
mengurangi
kadar
kerentanan
keluarga
nelayan
tradisional dengan cara meningkatkan daya tahan dan nilai tawar
dari produk yang mereka hasilkan. 37
5)
Pemberdayan perempuan dan lansia untuk mendukung proses
penguatan penyangga ekonomi keluarga nelayan tradisional. 38
6)
Bagaimana memutus mata rantai eksploitasi yang selama ini
merugikan posisi nelayan tradisional. Caranya tidak semata-mata
mengandalkan kebijakan regulatif dan pemerintah atau pemerintah
daerah, tetapi yang utama harus bertumpu pada pemberdayaan
35
Rr. Suhartini, A. Halim, Model-model Pemberdayaan Masyarakat, (Yogyakarta: Pustaka
Pesantren, 2005), h.74.
36
Ibid, h.75.
37
Ibid, h. 76.
38
Rr Ibid,, h. 76.
31
komunitas nelayan tradisional itu sendiri sebagai sebuah kelompok
sosial. 39
7)
Perlu disadari bahwa yang namanya nelayan atau komunitas desa
pantai sebetulnya bukanlah kelompok yang homogen. Buruh
nelayan dan nelayan tradisional umumnya adalah golongan
masyarakat pesisir yang berada pada lapisan sosial paling bawah,
yang
dalam
banyak
ketidakberdayaan,
hal
ini
kelemahan
memiliki
kadar
kerentanan,
jasmani,
kemiskinan,
dan
keterisolasian yang lebih parah dibandingkan nelayan modern.
Oleh karena itu yang dibutuhkan adalah spesifikasi program,
terutama program yang bertujuan untuk memberdayakan nelayan
tradisional. 40
8)
Sebagai
tindak
lanjut
dari
program
perlindungan
dan
pemberdayaan keluarga nelayan tradisional melaui program
pengembangan diversifikasi usaha, tahap berikutnya yang tak kalah
penting untuk dikembangkan di lingkungan komunitas pesisir
adalah bagaimana mendorong nelayan tradisional agar dapat lebih
produktif, efisien, dan lebih mampu berkompetisi di sector
perikanan atau sector non-perikanan yang ditekuninya. 41
39
Ibid, h. 77.
Ibid, h.78.
41
Ibid, h.79.
40
32
C.
Kesejahteraan Sosial
1. Pengertian Kesejahteraan
Menurut Midgley Kesejahteraan Sosial memiliki arti mulia dengan
merujuk lebih luas pada keadaan yang baik, bahagia, dan kemakmuran. 42
Kesejahteraan sosial dapat didefinisikan sebagai sesuatu kondisi
kehidupan individu dan masyarakat yang sesuai dengan standar kelayakan
hidup dipersepsi masyarakat. 43
PBB memberikan batasan kesejahteraan sosial sebagai kegiatankegiatan yang terorganisasi yang bertujuan untuk membantu individu atau
masyarakat
guna
memenuhi
kebutuhan-kebutuhan
dasarnya
dan
meningkatkan kesejahteraan selaras dengan kepentingan keluarga dan
masyarakat. Definisi ini menekankan bahwa kesejahteraan sosial adalah
suatu institusi atau bidang kegiatan yang melibatkan aktivitas terorganisir
yang diselenggarakan baik oleh lembaga-lembaga pemerintahan maupun
swasta yang bertujuan untuk mencegah, mengatasi atau memberikan
kontribusi terhadap pemecahan masalah sosial, dan peningkatan kualitas
hidup individu, kelompok dan masyarakat. 44
Kesejahteraan sosial dapat diperoleh dengan berbagai cara.
Midgley (1997) mengulas beberapa usaha yang dilakukan masyarakat
guna mencapai taraf kesejahteraan, antara lain pembangunan ekonomi dan
penciptaan lapangan kerja, pembangunan bidang pendidikan, kesehatan
42
Jmes Midgley, Pembangunan Sosial Perspektif Pembangunan dalam Kesejahteraan Sosial,
(Jakarta: DITPERTA Depag RI, 2005), h.18.
43
Tim Dosen FDK, Islam dan Kesejahteraan Sosial, (Jakarta: UIN Jakarta, 2006), h.32.
44
Edi Suharto, Ph.D, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakya, (Bandung: PT Rafika
Aditama, 2005), h. 1.
33
dan penciptaan kebijakan-kebijakan social yang memberi jaminan atas
pemeliharaan dan peningkatan taraf kesejahteraan masyarakat. 45
Secara umum, istilah kesejahteraan social sering diartikan sebagai
kondisi sejahtera (konsepsi utama), yaitu suatu keadaan terpenuhinya
segala bentuk kebutuhan hidup, khususnya yang bersifat mendasar seperti
makanan, pakaian, perumahan, pendidikan dan perawatan kesehatan. 46
Berdasarkan pada definisi kesejahteraan diatas, maka peneliti
mendefinisikan kesejahteraan social sebagai suatu kondisi dimana
masyarakat merasa aman dan makmur serta terlepas dari gangguan,
ancaman, dan berbagai kesukaran.
2. Kesejahteraan Sosial dalam Pembangunan Sosial
Kesejahteraan social dalam arti yang sangat luas mencakup berbagai
tindakan yang dilakukan manusia untuk mencapai taraf hidup yang lebih baik.
Taraf hidup yang lebih baik ini tidak hanya diukur secara ekonomi dan fisik
belaka, tetapi juga ikut memperhatikan aspek sosial, mental dan segi
kehidupan spiritual. Bila mengutip dari apa yang dikemukakan oleh Adi
bahwa kesejahteraan sosial dapat dianalogikan seperti kesehatan jiwa,
sehingga dapat dilihat dari empat sudut pandang, yaitu: 47
1) Kesejahteraan sosial sebagai suatu keadaan (kondisi)
45
Tim Dosen FDK, Islam dan Kesejahteraan Sosial, (Jakarta: UIN Jakarta, 2006), h.33.
Edi Suharto, Ph.D, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakya, (Bandung: PT Rafika
Aditama, 2005), h.3.
47
Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas,
(Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, 2003), h.40.
46
34
Sebagai suatu kondisi kesejahteraan sosial dapat dilihat dari rumusan
Undang-undang No. 6 Tahun 1974 tentang ketentuan-ketentuan pokok
keseahteraan sosial, pasal 2 ayat 1: 48
”Kesejahteraan sosial adalah suatu tata kehidupan dan penghidupan social
materil maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan, kesusilaan,
dan ketentraman lahir dan batin, yang memungkinkan bagi setiap
warganegara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan
jasmaniah, rohaniah dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri sendiri,
keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi serta
kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila” 49
2) Kesejahteraan sosial sebagai suatu ilmu
Sebagai suatu ilmu, pada dasarnya merupakan suatu ilmu yang mencoba
mengembangkan pemikiran, strategi dan teknik untuk meningkatkan
kesejahteraan suatu masyarakat, baik dilevel mikro, mezzo maupun
makro. 50
3) Kesejahteraan sosial sebagai suatu kegiatan
Kesejahteraan sosial dikatakan seagai sutu kegiatan karena kesejahteraan
social merupakan sistem yang terorganisir dari berbagai institusi dan
usaha-usaha kesejahteraan sosial yang dirancang guna membantu individu
48
Ibid h. 41.
Ibid, h.41.
50
Ibid, h.42.
49
35
ataupun kelompok agar mencapai standar hidup dan kesehatan yang lebih
memuaskan. 51
4) Kesejahteraan social sebagai suatu gerakan
Sebagai suatu gerakan, isu kesejahteraan social sudah menyebar luas
hampir keseluruh penjuru dunia, sehingga menjadi suatu gerakan
tersendiri yang bertujuan memberi tahukan kepada dunia bahwa masalah
kesejahteraan social merupakan hal yang perlu diperhatikan. Secara
seksama oleh masyarakat dunia, baik secara global maupun parsial. Oleh
karena itu munculah berbagai macam gerakan dalam wujud organisasi
local, regional, maupun internasional yang berusaha mengenai isu
kesejahteraan sosial ini. 52
3. Konsep Kesejahteraan Sosial
Konsep ini memiliki aspek subjektif juga objektif, ia juga dapat
didefinisikan baik dengan istilah kualitatif deskriptif atau menggunakan
ukuran-ukuran empiris. Para pakar ilmu sosial yang telah mencoba untuk
mengembangkan ukuran-ukuran kuantitatif
dalam kesejahteraan social
dalam usaha memahami konsep ini dalam berbagai teknik. Satu teknik
membandingkan indikasi kunci juga statistic dilakukan untuk mengukur
kondisi social. Ukuran statistic ini diketahui sebagai indikator karena
sumbangannya dalam memberikan indikator tentang kondisi social pada
51
Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas,
(Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, 2003), h.45
52
Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas,
(Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, 2003), h.46.
36
suatu masyarakat. Contoh yang sering kali digunakan adalah tingkat
pengangguran, angka kematian bayi, angka kriminalitas, tingkat buta
huruf, dan angka statistic tentang ekspekatsi hidup, pendaftaran murid
pada sekolah, kemiskinan dan kondisi social yang lain. Tingginya angka
kriminalitas, pengangguran, kemiskinan dan masalah serupa mnjadi
indikasi rendahnya tingkat kesejahteraan sosial. Sebaliknya, masyarakat
yang memiliki angka pengangguran, kemiskinan dan kriminalitas yang
rendah, serta angka ekpektansi hidup dan tingginya orang yang dapat
membaca dikatakan memiliki taraf kesejahteraan social yang tinggi.
Kondisi kesejahteraan sosial diciptakan atas kompromi tiga
elemen. Pertama,sejauh mana masalah-masalah social ini diatur. Kedua,
sejauh mana kebutuhan-kebutuhan dipenuhi dan ketiga, sejauh mana
kesempatan untuk meningkatkan taraf hidup dapat ditingkatkan. 53
D.
Pengembangan Masyarakat
1. Pengertian Pengembangan Masyarakat
Menurut asal katanya, pengembangan masyarakat terdiri dari dua
konsep, yaitu pengembangan dan masyarakat. Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia,
pengembangan
adalah
proses,
cara,
perbuatan
mengembangkan. 54
Sedangkan pengertian masyarakat adalah sekelompok manusia
yang telah hidup dan bekerjasama cukup lama sehingga mereka dapat
53
Jmes Midgley, Pembangunan Sosial Perspektif Pembangunan dalam Kesejahteraan Sosial,
(Jakarta: DITPERTA Depag RI, 2005), h.18-21.
54
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai
Pustaka, 2003), h.538
37
mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan
sosial dengan batas-batas yang telah ditetapkan dengan jelas. 55
Pengembangan masyarakat adalah usaha membantu manusia
mengubah sikapnya terhadap masyarakat, membantu menumbuhkan
kemampuan terorganisasi, berkomunikasi dan menguasai lingkungan
fisiknya. Manusia didorong untuk mampu membuat keputusan, mengambil
inisitiatif dan mampu berdiri sendiri. 56
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan pengembangan
masyarakat adalah usaha atau cara untuk mengembangkan sekumpulan
orang-orang yang hidup dalam suatu tempat tertentu dengan cara
membantu mendorong untuk mampu membuat keputusan, mengambil
inisiatif dan mampu berdiri sendiri.
2. Model-model Pengembangan Masyarakat
Ada tiga model pengembangan masyarakat :
a. Pengembangan Masyarakt Lokal
Pengembangan masyarakat lokal adalah proses yang ditujukan
untuk menciptakan kemajuan sosial dan ekonomi bagi masyarakat
melalui partisipasi aktif serta inisiatif anggota masyarakat itu sendiri.
Anggota masyarakat dipandang bukan sebagai sistem klien yang
55
Nasrul Effendi, Dasar-Dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat, Edisi Kedua (Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran), h.16
56
Ibid, h.282
38
bermasalah melainkan sebagai masyarakat yang unik dan memiliki
potensi, hanya potensi tersebut belum sepenuhnya dikembangkan. 57
Pengembangan masyarakat lokal pada dasarnya merupakan proses
interaksi antara anggota masyarakat setempat yang difasilitasi oleh
pekerja sosial. Pekerja sosial membantu meningkatkan kesadaran dan
mengembangkan kemampuan mereka dalam mencapai tujuan-tujuan
yang diharapkan. Pengembangan masyarakat lokal lebih berorientasi
pada ”tujuan proses” (process goal) daripada tujuan tugas atau tujuan
hasil (task or product goal). Setiap anggota masyarakat bertanggung
jawab untuk menentukan tujuan dan memilih strategi yang tepat untuk
mencapai tujuan tersebut. Pengembangan kepemimpinan lokal,
meningkatkan
strategi
kemandirian,
peningkatan
informasi,
komunikasi, relasi dan keterlibatan anggota masyarakat merupakan inti
dari proses pengembangan masyarakat lokal yang bernuansa bottom-up
ini. 58
b. Perencanaan Sosial
Perencanaan sosial disini menunjuk pada proses pragmatis untuk
menentukan keputusan dan menetapkan tindakan dalam memecahkan
masalah sosial tertentu seperti kemiskinan, pengangguran, kenakalan
remaja, kebodohan (buta huruf), kesehatan masyarakat yang buruk
(rendahnya usia harapan hidup, tingginya tingkat kematian bayi,
kekurangan gizi), dll. Berbeda dengan pengembangan masyarakat
lokal, perencanaan sosial lebih berorientasi pada ”tujuan tugas” (task
57
Edi Suharto, Membangun Masyarakat memberdayakan Rakyat, (Bandung: Refika Aditama,
2006), h.42-45
58
Ibid, h.42-45
39
goal). Sistem klien perencanaan sosial umumnya adalah kelompokkelompok yang kurang beruntung (disavantaged groups) atau
kelompok rawan sosial ekonomi, seperti para lanjut usia, orang cacat,
janda, yatim piatu, wanita tuna sosial. Pekerja sosial berperan sebagai
perencana sosial yang memandang mereka sebagai ”konsumen” atau
”penerima pelayanan” (beneficiaries). Keterlibatan para penerima
pelayanan dalam proses pembuatan kebijakan, penentuan tujuan, dan
pemecahan masalah bukan merupakan prioritas, karena pengambilan
keputusan dilakukan oleh para pekerja sosial di lembaga-lembaga
formal, semisal lembaga lembaga kesejahteraan sosial pemerintah
(Depsos) atau swasta (LSM). Para perencana sosial dipandang sebagai
ahli (expert) dalam melakukan penelitian, menganalisis masalah dan
kebutuhan masyarakat serta dalam mengidentifikasi, melaksanakan
dan mengevaluasi program-program pelayanan kemanusiaan. 59
c. Aksi Sosial
Tujuan dan sasaran utama aksi sosial adalah perubahan-perubahan
fundamental dalam kelembagaan dan struktur masyarakat melalui
proses pendistribusian kekuasaan (distribution of power), sumber
(distribution of resources) dan pengambilan keputusan (distribution of
decision making). Pendekatan aksi sosial didasari suatu pandangan
bahwa masyarakat adalah sistem klien yang seringkali menjadi
”korban” ketidakadilan struktur. Mereka miskin karena kemiskinan,
mereka lemah karena sistem dilemahkan, dan tidak berdaya karena
59
Ibid, h.42-45
40
tidak diberdayakan, oleh kelompok elit masyarakat yang menguasai
sumber-sumber ekonomi, politik, dan kemasyarakatan. Aksi sosial
berorientasi baik pada tujuan proses dan tujuan hasil. Masyarakay
diorganisir melalui proses penyadaran, pemberdayaan dan tindakantindakan aktual untuk mengubah struktur kekuasaan agar lebih
memenuhi prinsip demokrai, kemerataan (equality) dan keadilan
(equity). 60
60
Ibid, h.42-45
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISIS
A.
Gambaran Umum Desa Surya Bahari
1.
Nama wilayah
: Desa Surya Bahari
2.
Kecamatan
: Pakuhaji
3.
Kabupaten
: Tangerang
4.
Luas wilayah
: 272 Ha
5.
Batas wilayah
:
6.
•
Sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa
•
Sebelah timur berbatasan dengan Desa Sukawali
•
Sebelah barat berbatasan dengan Laut Karang Serang
•
Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Buaran Mangga
Kependudukan
•
Jumlah Dusun
:6
•
Jumlah RT
: 13
•
Jumlah Penduduk
: 6.968
•
Terdiri dari
: Laki-laki 3.479
Perempuan 3.483
•
Jumlah Kepala Keluarga
: 1.951
Laki-laki 1.667
Perempuan 284
57
58
7.
Klasifikasi Penduduk Berdasarkan Kelompok Umur
Tabel 1.
Klasifikasi penduduk berdasarkan kelompok umur
Usia
Jumlah
0-4
425
5-9
517
10-14
623
15-19
875
20-24
691
25-29
544
30-34
405
35-39
503
40-44
402
45-49
503
50-54
201
55-59
425
60-64
375
65-69
378
70-
95
Jumlah
6962
Sumber: Diolah berdasarkan data kependudukan Kelurahan Desa Surya Bahari tahun 2010.
Dari table klasifikasi penduduk berdasarkan kelompok umur ini terlihat
bahwa mayoritas penduduk ada pada usia produktif yang mana usia produktif
adalah usia ketika seseorang masih mampu bekerja dan menghasilkan sesuatu
59
yaitu usia 15-60 tahun. 1 Sehingga dapat diketahui bahwa 70,7% penduduk desa
Surya Bahari ada pada usia produktif.
8.
Klasifikasi penduduk berdasarkan agama
No
Tabel 2.
Klasifikasi penduduk berdasarkan agama
Agama
Jumlah
1
Islam
6.951
2
Kristen
2
3
Katolik
-
4
Budha
5
5
Hindu
-
Sumber: Diolah berdasarkan data kependudukan Kelurahan Desa Surya Bahari tahun 2010.
Dari table klasifikasi penduduk berdasarkan agama ini dapat diketahui
bahwa 99,89% penduduk Surya Bahari beragama Islam. Dan dalam konteks ini
konteks agama islam menjadi sangat penting, terutama dalam kaitannya
membentuk suatu etos kerja produktif dan mandiri.
1
http://www.datastatistik-indonesia.com
60
9.
Lapangan Kerja Penduduk
Dari sejumlah penduduk tersebut, angkatan kerja sebanyak 2.683 orang,
dengan lapangan pekerjaan sebagai berikut :
No.
Table 3.
Lapangan kerja penduduk Desa Surya Bahari
Jenis Pekerjaan
Jumlah
1.
Petani
45
2.
Petani penggarap/penyekap
100
3.
Buruh tani
75
4.
Nelayan
1750
5.
Pedagang
300
6.
Industri rakyat
100
7.
Buruh industri
45
8.
Pertukangan
16
9.
Pegawai Negeri Sipil (PNS)
8
10.
ABRI
-
11.
Pensiun PNS
1
12.
Purnawirawan ABRI
-
13.
Perangkat Desa
18
14.
Pengamgguran
150
15.
Pengangguran tak kentara
75
Sumber: Diolah berdasarkan data kependudukan Kelurahan Desa Surya Bahari tahun 2010.
61
Mayoritas penduduk di Desa Surya Bahari bekerja di sector non formal
yaitu sebagai nelayan, yang artinya perekonomian di Desa Surya Bahari ditopang
oleh sector perikanan.
B.
Deskrifsi Data Responden Penelitian
1.
No
Karakteristik responden berdasarkan pendidikan
Tabel 4.
Karakteristik responden berdasarkan pendidikan
Jenjang Pendidikan
Frekuensi
1
> SD
5 orang
2
SD
38 orang
3
SLTP
17 orang
4
SLTA
7 orang
Sumber : berdasarkan data hasil penelitian
Dari table karakteristik responden berdasarkan pendidikan dapat diketahui
bahwa 56,7 % berada pada pendidikan yang terbilang rendah yang hanya
menempuh hingga jenjang pendidikan dasar. Hal ini yang memungkinkan
penduduk mayoritas bekerja di sector non formal.
2.
3.
No.
4.
1.
2.
Karakteristik responden berdasarkan penghasilan
Tabel 5.
Karakteristik responden berdasarkan penghasilan
110.000 – 150.000
8 orang
Skala Penghasilan
Frekuensi
160.000 – 200.000
17 orang
10.000 – 50.000
26 orang
60.000 – 100.000
Sumber: berdasarkan data hasil penelitian
16 orang
62
Dari table karakteristik responden berdasarkan penghasilan dapat
diketahui bahwa rata-rata penghasilan perari responden terbilang cukup besar,
hanya saja penghasilan ini tidak tetap tergantung pada musin dan cuaca.
C.
Etos Kerja Masyarakat Pesisir Pantai Cituis
1).
Bekerja keras
Mereka yang memiliki jiwa pekerja keras akan senantiasa bekerja dengan
memaksimalkan kemampuan dan tenaga yang mereka miliki. Table berikut
menyajikan skor mengenai kemampuan masyarakat dalam bekerja.
Table 6.
Bekerja keras
No.
1.
2.
3.
Pernyataan
Mengerjakan pekerjaan dengan
sekuat tenaga.
Senang dan semangat untuk
berangkat ketempat kerja.
Menyelesaikan pekerjaan sesuai
dengan yang ditargetkan.
SS
S
TS
STS SKOR
75
204
2
0
281
100
132
26
1
259
25
128
58
1
211
Dari table Bekerja keras ini dapat diketahui bahwa skor tertinggi ada pada
pernyataan masyarakat selalau mengerjakan pekerjaan dengan sekuat tenaga.
Adapun hal ini diduga karena mayoritas penduduk ada pada usia produktif seperti
data yang disajikan dalam table 1. Hal ini yang memungkinnkan mereka dapat
bekerja secara maksimal.
Sedangkan pernyataan dengan skor terendah ada pada pernyataan bahwa
masyarakat selalu menyelesaikan pekerjaan sesuai dengan yang ditargetkan. Hal
ini diduga terjadi karena sebagaimana yang kita ketahui bahwa masyarakat pesisir
yang mayoritas adalah nelayan memiliki sifat dan karakteristik yang berbeda
dengan pedagang. Nelayan memiliki dinamika kehidupan yang dipengaruhi oleh
63
lingkungan, musim dan pasar, sehingga kehidupannya tidak menentu. 2
Masyarakat pesisir dipengaruhi oleh musim, pasar, dan cuaca sehingga
kehidupannya tidak menentu. Hal ini yang mengakibatkan mereka tidak bisa
mentargetkan pekerjaan mereka ataupun hasil tangkapan mereka.
2).
Sikap percaya diri
Sikap percaya diri akan melahirkan kekuatan, keberanian, dan tegas dalam
bersikap dalam bekerja. 3 Mengenai kepercayaan diri masyarakat dalam bekerja
akan digambarkan dalam table berikut ini.
Tabel 7.
Percaya diri
No.
1.
2.
3.
4.
Pernyataan
SS
S
TS
STS
SKOR
Bekerja dengan baik dipekerjaan
yang anda tekuni saat ini.
Selama ini telah bekerja dengan
baik.
Yakin bisa mencapai harapanharapan yang anda miliki selama ini.
Yakin bahwa sesungguhnya setiap
orang memiliki potensi dan
keahlian.
45
228
1
0
274
50
136
44
1
231
15
172
21
0
208
25
120
56
1
202
Dari table 7 terlihat bahwa skor tertinggi ada pada pernyataan bahwa
mereka yakin bisa bekerja dengan baik dipekerjaan yang mereka tekuni saat ini.
Hal ini terjadi diduga karena pada table 1 disajikan data bahwa mereka ada pada
usia produktif yang memungkinkan mereka selalu bekerja sekuat tenaga, dan hal
ini yang meyakinkan mereka bahwa mereka bisa bekerja dengan baik.
22
Burhanudin Safari, dkk, Kewirausahaan Pemuda Bahari, (Jakarta: Deputi Bidang
Kewirausahaan Pemuda dan Industri Olahraga Republik Indonesia, 2006), h.14-16.
3
K. H. Toto Tasmara, Membudayakan Etos Kerja Islami, (Jakarta: Gema Insani, 2002), h.89.
64
Sedangkan skor terendah 202 mengenai keyakinan bahwa sesungguhnya
diri mereka memiliki potensi dan keyakinan. Hal diduga karena mayoritas dari
mereka memiliki jenjang pendidikan yang rendah (seperti yang disajikan dalam
table 4) sehingga ini mempengaruhi kepercayaan diri mereka. Karena
sesungguhnya manusia dalam hidupnya termasuk dalam kehidupan kerjanya
sering mengalami kesukaran untuk membebaskan diri dari pengaruh factor-faktor
tertentu, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Yang bersifat intenal
timbul dari factor psikis misalnya dari dorongan kebutuhan, frustasi, suka atau
tidak suka, persepsi, emosi, kemalasan, dan sebagainya. Sedangkan yang bersifat
eksternal, datangnya dari luar seperti factor fisik, lingkungan alam, pergaulan,
budaya, pendidikan, pengalaman dan latihan, keadaan politik, ekonomi, imbalan
kerja, serta janji dan ancaman yang bersumber dari ajaran agama. Serta kesehatan
pun memainkan peranan amat penting. 4 Dalam hal ini pendidikan termasuk dalam
factor eksternal yang akan berperan dan mempengaruhi kepercayaan diri mereka.
Mayoritas berpendidikan rendah, maka hal itu mempengaruhi kepercayaan diri
mereka.
3).
Disiplin
Pribadi yang disiplin akan hati-hati dalam mengelola pekerjaan serta
penuh
tanggung
jawab
memenuhi
kewajibannya. 5
Table
berikut
akan
menggambarkan kedisiplinan bekerja masyarakat pesisir pantai Cituis.
44
Burhanudin Safari, dkk, Kewirausahaan Pemuda Bahari, (Jakarta: Deputi Bidang
Kewirausahaan Pemuda dan Industri Olahraga Republik Indonesia, 2006, h.32-33.
5
K. H. Toto Tasmara, Membudayakan Etos Kerja Islami, (Jakarta: Gema Insani, 2002), h.89.
65
Tabel 8.
Disiplin
No.
1.
2.
3.
4.
Pernyataan
SS
S
TS
STS
SKOR
Berangkat dan pulang kerja rutin
dilakukan pada jam yang sama.
Selalu menyelesaikan pekerjaan
yang lain dirumah.
Memanfaatkan waktu senggang
untuk mencari penghasilan
tambahan.
Selalu ada aktivitas atau pekerjaan
yang dikerjakan, hingga tak ada
waktu luang
75
124
36
3
238
70
120
20
84
72
6
182
0
68
86
7
161
40
3
233
Dari table disiplin dapat diketahui bahwa skor tertinggi ada pada
pernyataan mereka selalu berangkat dan pulang rutin pada jam yang sama. Hal ini
diduga karena mayoritas dari mereka adalah nelayan yang pola kerjanya
bergantung pada iklim dan cuaca, waktu berangkat dan pulang merekapun
bergantung pada angin. Ini yang mengakibatkan mereka akan berangkat dan
pulang pada waktu yang sama.
Sedangkan skor terendah ada pada pernyataan bahwa selalu ada aktivitas
atau pekerjaan yang dikerjakan hingga tak ada waktu luang. Hal ini diduga karena
mereka memiliki banyak waktu luang pada siang hari yang dipergunakan untuk
beristirahat karena mereka lelah setelah malam harinya mencari ikan. Hal ini
menyangkut pada apa yang dikemukakan oleh sejumlah pakar ilmu sosial. Mereka
berpendapat iklim berpengaruh terhadap etos kerja penduduk. Negara yang
berlokasi didaerah subtropik mempunyai iklim yang merangsang warganya untuk
bekerja lebih giat. Sebaliknya Negara-negara yang terletak di sekitar khatulistiwa,
66
karena iklimnya panas, menyebabkan warga negaranya kurang giat bekerja dan
lebih cepat lelah. 6
4).
Kreatif
Seorang yang kreatif akan bekerja dengan informasi, data, serta
keahliannya sedemikian rupa sehingga memberikan hasil atau manfaat yang besar.
7
Mengenai kreativitas masyarakat pesisir akan digambarkan dalam table berikut
ini:
Tabel 9.
Kreatif
No.
Pernyataan
SS
S
TS
STS
SKOR
1.
Mengisi waktu senggang dengan
kegiatan-kegiatan yang kreatif.
Punya cara untuk menghilangkan
rasa jenuh saat bekerja.
Punya keterampilan khusus yang
bisa menghasilkan uang atau
menambah penghasilan anda.
Punya
cara
sendiri
untuk
menambah penghasilan.
15
204
26
0
245
65
148
28
3
244
20
108
64
4
198
20
84
84
0
188
2.
3.
4.
Dari table kreatif kita bisa mengetahui bahwa skor tertinggi 245 mengenai
kebiasaan masyarakat pesisir mengisi waktu senggang dengan kegiatan-kegiatan
yang kreatif, ini diduga karena pada siang hari diluar jam istirahat mereka juga
membut jala sebagai alat mereka menangkap ikan.
6
Ahmad Janan Asifudin, MA, Etos Kerja Islami, (Surakarta: Muhamadiyah Universitas Pers.
2004), h. 40-41.
7
K. H. Toto Tasmara, Membudayakan Etos Kerja Islami, (Jakarta: Gema Insani, 2002), h.91.
67
Sedangkan skor terendahnya ada pada pernyataan mereka memiliki
keterampilan khusus untuk menambah penghasilan. Artinya mereka tidak
memiliki keterampilan lain yang bisa menghasilkan uang. Hal ini diduga karena
mayoritas dari mereka adalah nelayan dan perekonomian mereka hanya ditopang
dari sector perikanan, karena mereka termasuk dalam katagori nelayan tradisional
adalah nelayan yang memanfaatkan sumber daya perikanan dengan peralatan
tangkap tradisional, modal usaha yang kecil, dan organisasi penangkapan yang
relative sederhana. 8
5).
Jujur
Jujur berarti kesungguhan yang amat sangat untuk meningkatkan dan
mengembangkan misi dan bentuk keberadaannya untuk memberikan yang terbaik
bagi dirinya sendiri dan orang lain. 9 Mengenai kejujuran masyarakat pesisir pantai
Cituis akan digambarkan dalam table berikut ini.
Tabel 10.
Jujur
No.
Pernyataan
SS
S
TS
STS
SKOR
1.
Selalu berkata jujur kepada orang
lain.
Aanda tidak pernah mencurangi
teman kerja anda
Anda selalu jujur dalam hal
pembagian uang (hasil kerja).
Teman-teman anda selalu
mempercayai anda untuk menjadi
rekan kerjanya.
Anda selalu jujur dalam hal
penghasilan kepada keluarga.
135
156
2
0
293
0
14
100
0
114
55
224
0
0
279
15
100
148
2
265
20
228
12
0
260
2.
3.
4.
5.
8
Rr. Suhartini, A. Halim, Model-model Pemberdayaan Masyarakat, (Yogyakarta:Pustaka
Pesantren, 2005), h. 31.
9
K. H. Toto Tasmara, Membudayakan Etos Kerja Islami, (Jakarta: Gema Insani, 2002), h.83.
68
Dari table 10 kita dapat melihat skor tertinggi ada pada pernyataan bahwa
mereka selalu berkata jujur kepada orang lain. Sedangkan skor terendah ada pada
pernyataan bahwa mereka selalu jujur dalam masalah penghasilan kepada
keluarga. Ini dikarenakan bahwa mereka adalah masyarakat pesisir yang
mayoritas adalah nelayan tradisional sehingga pendapatan mereka sehari-haripun
tidak dilengkapi slip gaji yang memungkinkan mereka tidak membicarakan uang
dengan jujur kepada istri.
6).
Sehat Jasmani dan Psikis
Sehat jasmani dan mental tentunya menjadi prakondisi sekaligus pertanda
utama orang bersangkutan memiliki modal kepribadian yang mendukung etos
kerja tinggi. 10 Mengenai kondisi kesehatan masyarakat pesisir pantai Cituis akan
digambarkan dalam table berikut ini.
Tabel 11.
Sehat jasmani dan psikis
Pernyataan
SS
S
No.
1.
2.
3.
Memiliki penyakit serius.
Merasa stress.
Memiliki keluhan rasa sakit pada
badan anda.
TS
STS
SKOR
0
30
128
100
258
4
36
132
60
232
12
60
76
30
178
Dari table 11 ini kita bisa mengetahui skor tertinggi 258 ada pada
pernyataan bahwa mereka memiliki penyakit serius. Hal ini diduga karena
responden tidak menjaga kesehatan tubuh dan lingkungan sehingga memiliki
penyakit serius.
10
Ahmad Janan Asifudin, MA, Etos Kerja Islami, (Surakarta: Muhammadiyah Universitas Pers,
2004), h.37.
69
Sedangkan skor terendah 178 ada pada pernyataan bahwa mereka
memiliki keluhan rasa sakit pada badan. Ini wajar terjadi diduga karena mayoritas
adalah nelayan yang pola kerjanya berbeda dengan pekerjaan lain.
7).
Visioner
Visi atau orientasi kemasa depan akan mempengaruhi kualitas etos kerja
seseorang. Mengenai visi kedepan yang dimiliki masyarakat pesisir pantai Cituis
akan digambarkan dalam tebel berikut ini.
Table 12.
Visioner
No.
Pernyataan
SS
S
TS
STS
SKOR
1.
Bercita-cita untuk naik haji.
180
104
10
0
294
2.
Bercita-cita untuk membeli mobil.
170
96
18
0
284
3.
Keinginan untuk menggali potensi
atau belajar lebih banyak lagi.
Keinginan membeli motor dalam
waktu dekat.
Bercita-cita untuk menyekolahkan
anak hingga keperguruan tinggi.
Membangun rumah dalam waktu
dekat.
60
212
2
0
274
125
100
30
1
256
95
108
42
0
245
120
64
52
1
237
4.
5.
6.
Dari table visioner dapat diketahui bahwa pernyataan dengan skor
tertinggi yaitu 281 mengenai cita-cita responden untuk naik haji. Pernyataan ini
memiliki skor tertinggi diduga karena mayoritas masyarakat beragama Islam
(seperti yang disajikan dalam table 3). Manusia bukan entitas homogen,
melainkan suatu realitas heterogen yang tidak jarang merupakan carut-marut yang
tak teratur. Menurut Hanna Djumhana Bastaman (seorang psikolog yang serius
mengkaji keterkaitan psikologi dengan Islam) cirri manusia antara lain, ia
merupakan kesatuan dari empat dimensi, yakni: fisik-biologis, mental-psikis,
70
sosio-kultural, dan spiritual. Sehingga untuk memahami tingkah laku seseorang
perlu dipertimbangkan perasaan, keinginan, harapan dan aspirasinya. 11 Termasuk
dalam hal ini keinginan dan harapannya untuk naik haji dan memiliki target
jangka pendek akan memberikan pengaruh terhadap pembentukan etos kerja.
Sedangkan skor terendah ada pada pernyataan mengenai keinginan mereka
untuk membangun rumah dalam waktu dekat. Hal ini diduga karena posisi mereka
ynag sebagai masyarakat pesisir yang bermukim diwilayah pesisir mempunyai
mata pencaharian dari sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan pesisir dan laut,
misalnya nelayan, pembudidaya ikan, pedagang, pengelola ikan, pemilik atau
pekerja perusahaan perhubungan laut.
12
Yang tinggal diwilayah pesisir yang
tidak memungkinkan mereka untuk membangun rumah seperti apa yang dibangun
oleh masyarakat umum diwilayah yang berbeda.
8).
Teamwork
Mampu bekerjasama dengan orang lain atau rekan kerja juga menjadi hal
penting pada orang yang beretos kerja tinggi. Mengenai kemampuan masyarakat
dalam bekerjasama dengan orang lain akan digambarkan pada table berikut ini.
2.
No.
3.
1.
11
Table 13.
Teamwork
Menjalin hubungan baik dengan
65
SS
teman-temanPernyataan
anda.
Bekerjasama dengan orang lain.
20
Berusaha menjaga perasaan
75
teman-teman dalam pergaulan atau
dunia kerja..
196
S
10
TS
10
STS
271
SKOR
228
200
12
4
0
0
260
279
Dr. Ahmad Janan Asifudin, MA, Etos Kerja Islami, (Surakarta: Muhammadiyah Universitas
Pers, 2004), h. 29.
12
Burhanudin Safari, dkk, Kewirausahaan Pemuda Bahari, (Jakarta: Deputi Bidang
Kewirausahaan Pemuda dan Industri Olahraga Republik Indonesia, 2006), h-14.
71
4.
Senang bekerja dalam 1 team.
45
184
24
0
253
Dari table teamwork dapat diketahui bahwa skor tertinggi ada pada
pernyataan bahwa mereka selalu berusaha menjaga perasaan teman-teman
mereka. Sedangkan skor terendah terlihat pada pernyataan bahwa mereka senang
bekeja dalam 1 team. Artinya dari table ini menggambarkan bahwa mereka tidak
menyukai teman-teman mereka namun tetap berusaha menjaga perasaan mereka.
Ini diduga karena mereka ingin meredam dan menghindari rasa benci. Manusia
memang makhluk yang sangat kompleks. Ia memiliki rasa suka, benci, marah,
gembira, sedih, berani, takut, dan lain-lain. Ia juga mempunyai kebutuhan,
kemauan, cita-cita, dan angan-angan. Manusia mempunyai dorongan hidup
tertentu, pikiran dan pertimbangan-pertimbangan dalam menentukan sikap dan
pendirian. Selain itu, ia juga mempunyai lingkungan pergaulan dirumah atau
tempat kerjanya. Realitas sebagaimana tersebut diatas tentu mempengaruhi
dinamika kerjanya secara langsung atau tidak. Sebagai misal rasa benci yang
terdapat pada seorang pekerja, ketidak cocokan terhadap atasan atau teman satu
tim, keadaan seperti itu sangat potensial untuk menimbulkan dampak negatif pada
semangat, konszentrasi, dan stabilitas kerja orang bersangkutan. 13 Inilah yang
menjadi alasan masyarakat lebih meredam rasa benci dan tetap menghargai
perasaan teman-teman mereka.
9).
Profesional
Profesional bisa dilihat pada pekerjaan yang ditekuni sesuai atau tidak
dengan kemampuan dan minat yang dimiliki. Yang tentunya hal ini akan
13
Ahmad Janan Asifudin, Etos Kerja Islami, (Surakarta: Muhammadiyah Universitas Pers, 2004),
h. 41-42.
72
mempengaruhi
orang
dalam
pembentukan
etos
kerjanya.
Mengenai
Profesionalitas yang dimiliki masyarakat pesisir pantai Cituis akan digambarkan
dalam table berikut ini.
No.
1.
2.
3.
4.
Pernyataan
Table 14.
Profesinoal
SS
Memiliki keinginan untuk
belajar lebih banyak lagi.
Cocok dengan pekerjaan yang
ditekuni saat ini.
Memiliki keahlian dibidang
pekerjaan yang ditekuni saat
ini.
Minat dengan pekerjaan yang
ditekuni saat ini.
S
TS
STS
SKOR
40
224
6
0
270
30
228
8
0
266
35
220
10
0
265
20
108
48
0
176
Dari table professional diketahui bahwa skor tertinggi ada pada pernyataan
mengenai keinginan mereka untuk belajar lebih banyak lagi. Hal ini diduga karena
mayoritas dari mereka adalah nelayan tradisional yang memanfaatkan sumber
daya perikanan dengan peralatan tangkap tradisional, modal usaha yang kecil, dan
organisasi penangkapan yang relative sederhana. 14 Yang menjadikan mereka
mengalami keterbatasan dan mengakibatkan timbulnya keinginan untuk belajar
lebih banyak lagi.
Sedangkan skor terendah ada pada pernyataan minat mereka terhadap
pekerjaan yang mereka tekuni saat ini. Skor terendah dengan jumlah 176
menyatakan bahwa kebanyakan dari mereka sebelumnya tidak berminat menjadi
nelayan. Hal ini tentunya akan mempengaruhi ketekunan mereka dalam bekerja.
Sebaliknya rasa suka pada pekerjaan, kehidupan keluarga yang harmonis, keadaan
14
Rr. Suhartini, A. Halim, Model-model Pemberdayaan Masyarakat, (Yogyakarta:Pustaka
Pesantren, 2005), h.31.
73
sosio cultural, social ekonomi dan kesehatan yang baik, akan sangat mendukung
kegairahan dan aktivitas kerja. Orang yang bekerja sesuai dengan bidang dan citacita dibandingkan dengan orang yang bekerja diluar bidang dan kehendak mereka,
niscaya tidak sama dalam antusias dan ketekunan kerja masing-masing. 15
10).
Jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan
Jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan akan mempengaruhi
semangat dan kerja keras dalam bekerja. Tabel selanjutnya akan menggambarkan
jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan masing-masing masyarakat.
Table 15.
Jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan
Pernyataan
SS
S
TS
STS
No.
1.
2.
Jumlah anggota keluarga yang
menjadi tanggungan.
Jumlah anak yang dimiliki
SKOR
120
104
20
7
251
115
104
22
7
241
Dari table yang menunjukan jumlah anggota keluarga yang menjadi
tanggungan dapat diketahui bahwa skor tertinggi ada pada pernyataan mengenai
banyaknya jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan. 74,6% dari
mereka memiliki 1-4 orang anggota keluarga yang menjadi tanggungan dan
sisanya sebanyak 25,4% memiliki tanggungan lebih dari 5 orang. Dan bila dilihat
pada table 6 bisa diketahui bahwa mayoritas masyarakat selalu bekerja keras. Ini
berarti sesuai dengan pernyataan pada table 15 juga bahwa jumlah anggota
keluarga yang menjadi tanggungan akan mempengaruhi semangat dan kerja keras
dalam bekerja.
15
Ahmad Janan Asifudin, Etos Kerja Islami, (Surakarta: Muhammadiyah Universitas Pers, 2004),
h. 41-42.
74
B.
Kesejahteraan Sosial Masyarakat Pesisir Pantai Cituis
1).
Kemampuan ekonomi
Keamampuan ekonomi menjadi factor pada seseorang dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya sehari-hari. Table berikut akan menggambarkan kemampuan
ekonomi yang dimiliki masyarakat pesisir pantai Cituis.
Table 16.
Kemampuan Ekonomi
No.
1.
2.
3.
Pernyataan
Penghasilan cukup untuk biaya
hidup sehari-hari
Memiliki tanah/rumah
Memiliki motor
SS
20
S
204
TS
24
STS
0
SKOR
248
15
30
152
40
50
74
1
14
218
158
Dari table kemampuan ekonomi dapat diketahui bahwa skor tertinggi 248
ada pada pernyataan mengenai penghasilan yang mereka miliki cukup untuk
memenuhi biaya hidup sehari-hari. 82% dari mereka merasa penghasilan yang
dimiliki cukup untuk biaya hidup sehari-hari.
2).
Kondisi kesehatan
Meninjau pada apa yang dikatakan Midgley, bahwa kesejahteraan social
dapat diperoleh dengan berbagai cara bukan hanya pada pembangunan ekonomi
dan pendidikan, tapi juga penciptaan kondisi kesehatan yang baik. 16 Terakhir
mengenai kondisi kesehatan masyarakat pesisir pantai Cituis yang akan
digambarkan dalam table berikut ini.
16
Tim Dosen FDK, Islam dan Kesejahteraan Sosial, (Jakarta: UIN Jakarta, 2006), h.33.
75
Table 17.
Kondisi kesehatan
No.
1.
2.
3.
4.
Pernyataan
Memiliki penyakit serius.
Pergi kedokter/puskesmas bila
sedang sakit.
Memiliki keluhan rasa sakit pada
badan.
Memiliki tempat MCK yang baik.
SS
2
25
S
26
120
TS
136
62
STS
90
1
SKOR
254
208
19
60
52
25
156
0
28
90
15
133
Dari table kondisi kesehatan diketahui bahwa skor tertinggi ada pada
pernyataan bahwa mereka memiliki penyakit serius. Hal ini diduga karena
responden tidak menjaga kesehatan tubuh hingga akhirnya responden memiliki
penyakit serius mencapai skor tertinggi.
Sedangkan skor terendah sebesar 133 ada pada pernyataan bahwa
responden memiliki tempat MCK yang baik. Hal ini terjadi karena sebagian besar
responden menyatakan bahwa mereka tidak memiliki tempat MCK yang baik,
melainkan lebih sering melakukan pembuangan kelaut.
Dari hasil scoring data kuesioner variable dependen ini yang menyatakan
bahwa masyarakat yang memiliki penyakit serius memiliki skor tertinggi dan
masyarakat yang memiliki tempat MCK yang baik memiliki skor terendah,
terlihat bahwa masyarakat belum bisa memenuhi standar atau kebutuhan
kesehatan jasmani mereka. Sehingga bisa dikatakan bahwa masyarakat belum
mencapai kondisi kesejahteraan social, karena sesungguhnya seperti apa yang
tertera dalam UU No.6 Tahun 1974 tentang ketentuan-ketentuan pokok
keseajahteraan social, pasal 2 ayat 1: ”Kesejahteraan social adalah suatu tata
kehidupan dan penghidupan social materil maupun spiritual yang diliputi oleh
76
rasa
keselamatan,
kesusilaan,
dan
ketentraman
lahir
dan
batin,
yang
memungkinkan bagi setiap warganegara untuk mengadakan usaha pemenuhan
kebutuhan-kebutuhan jasmaniah, rohaniah dan social yang sebaik-baiknya bagi
diri sendiri, keluarga serta masyarakat dengan menjunjung tinggi hak-hak asasi
serta kewajiban manusia sesuai dengan Pancasila” 17
Begitu pula dengan Midgley yang menyatakan bahwa kesejahateraan
social dapat diperoleh melalui beberapa usaha yang dilakukan masyarakat guna
mencapai taraf kesejahteraan, antara lain pembangunan ekonomi dan penciptaan
lapangan kerja, pembangunan bidang pendidikan, kesehatan dan penciptaan
kebijakan-kebijakan social yang memberi jaminan atas pemeliharaan dan
peningkatan taraf kesejahteraan masyarakat. 18 Dan Midgley menyatakan dengan
jelas bahwa salah satu aspek pencapaian kesejahteraan adalah kesehatan.
Dengan begitu bisa dinyatakan bahwa masyarakat pesisir pantai Cituis
belum bisa dikatakan telah meningkatkan taraf kesejahteraan social karena belum
mencapai kondisi kesehatan yang baik.
17
18
Ibid, h.41.
Ibid, h.33.
77
Table 18.
Hubungan etos kerja masyarakat pesisirdengan upaya
peningkatan kesejahteraaan
Descriptive Statistics
Mean
149.0149
23.2090
VariabelX
VariabelY
Std. Deviation
8.55551
3.36892
N
67
67
Regression
Variables Entered/Removed(b)
Model
1
Variables
Entered
VariabelX(a)
Variables
Removed
.
Method
Enter
a All requested variables entered.
b Dependent Variable: VariabelY
Model Summary(b)
Model
1
R
Adjusted R
Square
R Square
.255(a)
.065
Std. Error of the
Estimate
.051
Durbin-Watson
3.28265
2.275
a Predictors: (Constant), VariabelX
b Dependent Variable: VariabelY
Coefficients(a)
Unstandardized
Coefficients
Model
Standardized
Coefficients
B
8.255
Std. Error
7.049
.100
a Dependent Variable: VariabelY
.047
1
(Constant)
VariabelX
Beta
.255
t
Sig.
B
1.171
Std. Error
.246
2.125
.037
78
Berdasarkan table 19 terlihat hasil perhitungan diperoleh angka korelasi
0.255, artinya hubungan antara variable independen dan vaiabel dependen sedang.
Korelasi tersebut merupakan korelasi positif yang menunjukan bahwa terjadinya
hubungan yang searah antara variable dependden dan independent. Yang
menunjukan bahwa etos kerja berpengaruh terhadap peningkatan kesejahteraan
social masyarakat. Terutama pada sikap visioner dan kejujuran. Karena mayoritas
masyarakat bercita-cita, dan senantiasa berlaku jujur dalam kehidupan sehari-hari,
dan memiliki penyakit serius. Sehingga pada variable dependen menunjukan
bahwa penghasilan masyrakat cukup untuk biaya hidup sehari-hari, dan tidak
memiliki tempat MCK yang baik.
Untuk melihat angka tersebut signifikan atau tidak maka kita melihat pada
table coefficients yang menunjukan bahwa angka signifikan sebesar 0.037. Angka
ini dikatakan signifikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku bahwa bisa
dikatakan signifikan bila angkanya < 0.05, maka terdapat hubungan yang
signifikan terhadap variable-variabel tersebut.
Sedangkan besarnya angka koefisien determinasi R² adalah 0.065 yang
berarti peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir pantai adalah sebesar 6,5%.
BAB V
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1. Etos kerja yang diterapkan masyarakat pesisir pantai Cituis berada pada
tingkat yang sedang, karena mereka senantiasa bekerja dengan sekuat
tenaga, memiliki kepercayaan diri bisa bekerja dengan baik pada pekerjaan
yang mereka tekuni saat ini. Masyarakat pesisir di Desa Surya Bahari juga
terbiasa berangkat dan pulang kerja rutin pada jam yang sama. Dalam
kesehariannya mereka selalu berkata jujur kepada orang lain serta selalu
berusaha menjaga perasaan teman kerja 1 team mereka. Disamping itu
faktor yang paling menonjol ada pada faktor sikap visioner mereka yang
memiliki cita-cita dan rencana kedepan dan sikap jujur, serta memiliki
penyakit serius. Sehingga pada variable dependen menunjukan bahwa
penghasilan masyrakat cukup untuk biaya hidup sehari-hari, dan tidak
memiliki tempat MCK yang baik.
2. Keterkaitan antara etos kerja yang sudah dimiliki masyarakat pesisir pantai
Cituis dengan peningkatan kesejahteraan masyarakat tersebut bernilai
sedang, yang dilihat dari angka korelasi sebesar 0,255. Dan angka
signifikan sebesar 0,037. Maka antara etos kerja yang dimiliki masyarakat
pesisir pantai Cituis dengan upaya peningkatan kesejahteraan social
memiliki hubungan yang signifikan. Namun implementasi etos kerja
masyarakat pesisir pantai Cituis ini tidak diikuti dengan peningkatan
kesejahteraan yang tinggi. Karena peningkatan kesejahteraan yang
dihasilkan hanya sebesar 6,5%.
80
81
A.
Saran
Melihat dari hasil penelitian penulis mencoba memberikan
beberapa saran, yaitu:
1.
Hal penting yang harus dilakukan di lingkungan komunitas pesisir
pantai Cituis adalah pendampingan dari pekerja social dalam
mendorong nelayan khususnya nelayan tradisional agar dapat lebih
produktif, efisien, dan meningkat etos kerjanya. Sehingga lebih
mampu berkompetisi disektor perikanan dan non perikanan yang
ditekuninya.
2.
Hal lain yang penting dilakukan pekerja sosial adalah melakukan
pendekatan terhadap masyarakat pesisir pantai Cituis agar mereka
bisa ditingkatkan lagi kesadaran hidup sehatnya, dalam hal
menjaga kesehatan tubuh dan lingkungn. Sehingga peningkatan
implementasi etos kerja yang mereka miliki bisa diikuti dengan
upaya peningkatan kesejahteraan hidup mereka.
Daftar Pustaka
Adi, Isbandi Rukmianto, Pemberdayaan Pengembangan Masyarakat dan
Intervensi Komunitas, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi,
Universitas Indonesia, 2003).
Asifudin, Ahmad Janan, Etos Kerja Islami, (Surakarta: Muhammadiyah
Universitas Pers, 2004).
Asis, Muslimin, Skripsi: Hubungan Antara Etos Kerja dengan Ketaatan
Terhadap Protan K3 pada Profesi Perawat, Fakultas Psikologi,
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Aziz, Moh. Ali, Dakwah Pemberdayaan Masyarakat, (Yogyakarta: LKiS Pelangi
Aksara, 2005).
Budi, Wahyu Setiawan, Interaksi Daratan dan Lautan, (Jakarta: LIPI, 2004).
Bungin, Burhan, Metodelogi Penelitian Kuantitatif, (Jakarta: Kencana, 2005).
Effendi, Nasrul, Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat, Edisi Kedua,
(Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC).
Herrhyanto, Nar Statistika Dasar, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2007).
Hoetomo, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Surabaya: Mitra Pelajar, 2005).
Kusnadi, M.A, Konflik Sosial Nelayan, (Yogyakarta: LKIS, 2006).
Kusnadi, MA, Jaminan Sosial Nelayan, (Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara,
2007).
Midgley,
James,
Pembangunan
Sosial
Perspektif
Pembangunan
dalam
Kesejahteraan Sosial, (Jakarta: DITPERTA Depag RI, 2005), h.18.
Moleong Lexy J, Metodelogi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, 2006), edisi revisi.
Muhammad, Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1999), cet ke4.
Nasution, Mustafa Edwin, Proses Penelitian Kuantitatif, (Jakarta: Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, 2008), cet ke-3.
Prasetyo, Bambang, Laporan Penelitian dalam Buku Metode Penelitian Sosial,
(Jakarta: FISIP UI, 2001).
Prasetyo, Bambang, Metode Penelitian Kuantitatif, (Jakarta: Rajawali Pers, 2006).
Pratisto, Arif, SPSS 12, (Jakarta: PT Gramedia, 2005).
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Balai Pustaka, 2003).
Rahayu, Puri, Skripsi: Hubungan Antara Karakteristik Pekerjaan dengan Etos
Kerja, Fakultas Psikologi, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Rakhmat, Jalaludin, Metode Penelitian Komunikasi, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1991), cet ke-2.
Safari, Burhanudin, dkk, Kewirausahaan Pemuda Bahari, (Jakarta: Deputi Bidang
Kewirausahaan Pemuda dan Industri Olahraga Republik Indonesia, 2006).
Singarimbun, Masri, Sofian Efendi, Metode Penelitian Survai, (Jakarta: LP3ES,
1995), cet.Ke-2.
Singarimbun, Masri, Sofian Efendi, Metode Penelitian Survai, (Jakarta:
LP3ES,2006).
Soehartono, Irwan, Metode Penelitian Sosial, (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2004).
Subroto, Gatot, Skripsi: Upaya Pemulung Terhadap Etos Kerja dan Pengamatan
Agama dalam Meningkatkan Kualitas Hidup Dikelurahan Jurang Mangu
Barat Pondok Aren Tangerang.
Sudjana, Prof. Dr, Metoda Statistika, (Bandung: Tarsito, 1989).
Suhartini,
Rr,
A.
Halim,
Model-model
Pemberdayaan
Masyarakat,
(Yogyakarta:Pustaka Pesantren, 2005).
Suharto Edi, Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat, (Bandung: PT
Rafika Aditama, 2005).
Suparlan, Parsudi, Kemiskinan di Perkotaan, (Jakarta: Sinar Harapan, 1984), cet
1.
Tasmara, K.H Toto, Membudayakan Etos Kerja Islam, (Jakarta: Gema Insani,
2002).
Tim Dosen FDK, Islam dan Kesejahteraan Sosial, (Jakarta: UIN Jakarta, 2006).
http://www.datastatistik-indonesia.com
http://www.menkokesra.go.id
- LAMPIRAN -
Reliability
Scale: ALL VARIABLES
Case Processing Summary
N
Cases
Valid
Excluded(a)
30
%
100.0
0
.0
Total
30
100.0
a Listwise deletion based on all variables in the procedure.
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
.513
N of Items
49
Item Statistics
P1
Mean
4.0667
Std. Deviation
.52083
N
P2
3.5667
.89763
30
P3
3.9667
.88992
30
P4
4.1000
.30513
30
P5
3.8667
.68145
30
P6
2.4667
1.07425
30
P7
3.6667
.75810
30
P8
2.2000
.76112
30
P9
2.7667
1.13512
30
P10
3.8333
1.01992
30
P11
4.1000
.84486
30
P12
2.9000
1.15520
30
P13
2.9333
1.11211
30
P14
3.4000
.93218
30
P15
3.7333
1.04826
30
P16
4.0667
.52083
30
P17
4.0333
.18257
30
P18
4.1667
.37905
30
P19
4.4000
.81368
30
P20
3.1000
1.06188
30
P21
4.0667
1.04826
30
P22
1.8333
.37905
30
P23
3.7000
.79438
30
P24
4.0000
.64327
30
P25
3.9667
.41384
30
P26
4.1667
.37905
30
P27
3.8000
1.27035
30
P28
4.0667
.52083
30
30
P29
4.1667
.87428
30
P30
3.6667
1.18419
30
P31
4.1667
.37905
30
P32
4.0000
.45486
30
P33
3.8333
.79148
30
P34
3.8667
.68145
30
P35
4.1000
.30513
30
P36
4.1333
.34575
30
P37
2.2000
.88668
30
P38
4.0333
.49013
30
P39
4.0333
.18257
30
P40
3.3333
1.47001
30
P41
3.1000
1.32222
30
P43
4.0000
.45486
30
P44
3.1667
1.14721
30
P45
1.3667
.66868
30
P46
2.6333
1.27261
30
P47
3.9000
1.15520
30
P48
2.1667
.79148
30
P49
3.2667
1.08066
30
P50
2.0667
.86834
30
Item-Total Statistics
P1
Scale Mean if
Item Deleted
168.0667
Scale
Variance if
Item Deleted
67.444
Corrected
Item-Total
Correlation
.378
Cronbach's
Alpha if Item
Deleted
.491
P2
168.5667
72.047
-.125
.532
P3
168.1667
72.144
-.132
.533
P4
168.0333
69.620
.242
.505
P5
168.2667
66.685
.341
.488
P6
169.6667
69.540
.314
.520
P7
168.4667
68.120
.180
.501
P8
169.9333
71.375
-.078
.524
P9
169.3667
63.620
.334
.475
P10
168.3000
70.079
.310
.522
P11
168.0333
65.482
.348
.482
P12
169.2333
64.944
.251
.487
P13
169.2000
63.131
.372
.470
P14
168.7333
64.064
.403
.472
P15
168.4000
66.041
.253
.492
P16
168.0667
69.306
.258
.505
P17
168.1000
70.990
.238
.514
P18
167.9667
69.137
.264
.502
P19
167.7333
66.616
.276
.490
P20
169.0333
62.723
.422
.465
P21
168.0667
66.754
.281
.498
P22
170.3000
72.838
.314
.528
P23
168.4333
73.495
.253
.539
P24
168.1333
72.326
.264
.529
P25
168.1667
68.351
.354
.496
P26
167.9667
70.309
.278
.511
P27
168.3333
64.713
.266
.490
P28
168.0667
69.651
.318
.508
P29
167.9667
65.620
.322
.484
P30
168.4667
61.430
.437
.458
P31
167.9667
68.378
.387
.496
P32
168.1333
72.809
.267
.529
P33
168.3000
69.045
.297
.508
P34
168.2667
67.995
.241
.498
P35
168.0333
70.240
.320
.509
P36
168.0000
72.345
.258
.525
P37
169.9333
71.237
-.072
.526
P38
168.1000
69.748
.417
.508
P39
168.1000
71.748
.270
.519
P40
168.8000
70.097
.353
.538
P41
169.0333
73.964
.370
.558
P43
168.1333
69.913
.309
.509
P44
168.9667
81.275
.563
.594
P45
170.7667
71.978
.330
.527
P46
169.5000
57.431
.617
.422
P47
168.2333
64.599
.270
.484
P48
169.9667
72.171
.438
.531
P49
168.8667
68.464
.474
.512
P50
170.0667
67.789
.368
.501
Scale Statistics
Mean
172.1333
Variance
70.947
Std. Deviation
8.42301
N of Items
49
Tabel Validitas
No.
R hitung
R tabel
Validitas
P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7
P8
P9
P10
P11
P12
P13
P14
P15
P16
P17
P18
P19
P20
P21
P22
P23
P24
P25
P26
P27
P28
P29
P30
P31
P32
P33
P34
P35
P36
P37
P38
P39
P40
P41
P43
P44
P45
P46
P47
P48
P49
P50
0.378
-0.125
-0.132
0.242
0.341
0.314
0.180
-0.078
0.334
0.310
0.348
0.251
0.372
0.403
0.253
0.258
0.238
0.264
0.276
0.422
0.281
0.314
0.253
0.264
0.354
0.278
0.266
0.318
0.322
0.437
0.387
0.267
0.297
0.241
0.320
0.258
-0.072
0.417
0.270
0.353
0.370
0.309
0.563
0.330
0.617
0.270
0.438
0.474
0.368
0.2353
0.2353
0.2353
0.2353
0.2353
0.2353
0.2353
0.2353
0.2353
0.2353
0.2353
0.2353
0.2353
0.2353
0.2353
0.2353
0.2353
0.2353
0.2353
0.2353
0.2353
0.2353
0.2353
0.2353
0.2353
0.2353
0.2353
0.2353
0.2353
0.2353
0.2353
0.2353
0.2353
0.2353
0.2353
0.2353
0.2353
0.2353
0.2353
0.2353
0.2353
0.2353
0.2353
0.2353
0.2353
0.2353
0.2353
0.2353
0.2353
Valid
Tidak Valid
Tidak Valid
Valid
Valid
Valid
Tidak Valid
Tidak Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Tidak Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
SURYA BAHARI
Download