BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS A. Hasil Penelitian 1. Gambaran Petikan Putusan Nomor 1361 K/Pid.Sus/2012 Berdasarkan pemeriksaan perkara pidana khusus dalam tingkat kasasi Mahkamah Agung telah memutuskan sebagai berikut dalam perkara Terdakwa : H. Untung Sarono Wiyono Sukarno, SH. Bahwa terdakwa berada di luar tahanan dan pernah ditahan sejak tanggal 12 Juli 2011 sampai dengan tanggal 30 Maret 2012 ; Dalam hal ini berdasarkan petikan putusan diatas bahwa Mahkamah Agung telah membacakan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang Nomor 78/Pid.sus/2011/PN-TIPIKOR-Smg., tanggal 21 Maret 2012, membaca akta permohonan kasasi yang diajukan oleh Jaksa/ Penuntut Umum 06/Kasasi/Akta.Pid.Sus/2012/PN.Tipikor.Smg., 76 Nomor: Jo. Nomor : 78/Pid.Sus/2011/PN.Tipikor.Smg., tanggal 29 Maret 2012 dan Membaca surat-surat yang bersangkutan Berdasarkan Putusan tersebut yaitu dengan memperhatikan Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009, Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981, Undang-Undang Nomor 14 Tahun, Nomor 5 Tahun 2004 dan perubahan kedua dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 serta peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan. Bahwa dengan memperhatikan Pasal diatas maka Mahkamah agung mengabulkan permohonan kasasi dari Pemohon Kasasi : Jaksa/ Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Sregan tersebut dan membatalkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Semarang Nomor : 78/Pid.sus/2011/PN-TIPIKOR-Smg., tanggal 21 Maret 2012. 77 Dengan demikia Hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa yaitu sebagai berikut: 1. Menyatakan bahwa Terdakwa H. Untung Sarono Wiyono Sukarno, Sh telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “Korupsi secara bersama-sama” ; 2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama 7 (tujuh) tahun dan denda sebesar Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan ; 3. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 10.50.445.352,- (sepuluh milyar lima ratus satu juta empat ratus empat puluh lima ribu tiga ratus lima puluh dua rupiah) dengan ketentuan apabila Terdakwa tidak membayar uang pengganti dalam 78 waktu 1 (satu) bulan sejak putusan Pengadilan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh Jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut, dan dalam hal Terdakwa tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka Terdakwa dijatuhi pidana penjara selama 4 (empat) tahun ; 4. Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa sebelum putusan ini mempunyai kekuatan hukum tetap akan dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan ; 2. Tuntutan Sanksi Uang Pengganti oleh JPU Berkaitan dengan uang pengganti kerugian negara dalam perkara korupsi dapat merujuk pada Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999.1 Berdasarkan Pasal 18 ayat (1) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 1 Efi Laila Kholis. Pembayaran Uang Pengganti Dalam Perkara Korupsi.Jakarta: Solusi Publishing.Hlm.22. 79 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yaitu sebagai berikut: 2 1. perampasan barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana dimana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula dari barang-barang yang menggantikan barang-barang tersebut; 2. pembayaran uang pengganti yang jumlahnya sebanyak-banyaknya sama dengan harta benda yang diperoleh dari tindak pidana korupsi; 3. penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 tahun; 4. pencabutan seluruh atau sebagian hak-hak tertentu atau penghapusan seluruh atau sebagian keuntungan tertentu, yang telah atau dapat diberikan oleh Pemerintah kepada terpidana. Ramelan mengungkapkan bahwa pembayaran uang pengganti dalam rangka penyelesaian keuangan Negara mengalami kendala, kendala tersebut yaitu.3 1. 2. Kasus korupsi dapat diungkapkan setelah berjalan dalam kurun waktu yang lama sehingga sulit untuk menelusuri uang atau harta kekayaan yang diperoleh dari korupsi. Dengan berbagai upaya pelaku korupsi telah menghabiskan uang hasil korupsi atau 2 Ermansjah Djaja. Memberantas Korupsi Bersama KPK. Jakarta:Sinar Grafika.2010.hlm.148. 3 Efi Laila Kholis. Pembayaran Uang Pengganti Dalam Perkara Korupsi.Jakarta: Solusi Publishing Op.cit. Hlm 15 80 3. 4. mempergunakan / mengalihkan dalam bentuk lain termasuk mengatasnamakan nama orang lain yang sulit terjangkau hukum. Dalam pembayaran pidana uang pengganti, si terpidana banyak yang tidak sanggup membayar. Adanya pihak ketiga yang menggugat pemerintah atas barang bukti yang disita dalam rangka pemenuhan pembayaran uang pengganti. Berdasarkan Petikan Putusan Nomor 1361/K/Pid.Sus/2012, terpidana H.Untung Sarono Sukarno, SH di pidana membayar uang pengganti. Setelah Putusan mempunyai kekuatan hukum tetap maka JPU melakukan eksekusi. Pasal 18 ayat (2) yaitu “jika terpidana tidak membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b paling lama dalam 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan di lelang untuk menutupi uang pengganti tersebut”. Dalam Pasal 18 ayat (2) terdapat hambatan dalam pembayaran uang pengganti yaitu terdapat batas waktu dalam pembayaran uang pengganti yaitu paling lama 1 (satu) bulan. Jaksa Penuntut umum selaku eksekutor atau pelaksana 81 dari putusan pengadilan berdasarkan Pasal 270 KUHAP tidak memiliki kewenangan untuk memperpanjang batas waktu tersebut.4 Dengan adanya batas waktu tersebut terpidana ternyata tidak melaksanakan pembayaran uang pengganti, maka Jaksa Penuntut Umum dapat menyita dan melelang harta benda terpidana. Penyitaan harta benda kepunyaan terdakwa atau terpidana tindak pidana korupsi dilakukan Jaksa Penuntut Umum tanpa harus meminta izin Ketua Pengadilan Negeri setempat.5 Berdasarkan Pasal 18 ayat (2) harta benda terpidana H. Untung Sarono Wiyono Sukarno, SH tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti. Dalam hal ini bahwa berdasarkan alinea ke-8 penjelasan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 disebutkan: “Selain itu, Undang-undang ini memuat juga pidana penjara bagi pelaku tindak pidana Korupsi yang 4 Ermansjah Djaja. Memberantas Korupsi Bersama KPK. Jakarta: sinar Grafika. Hlm152. 5 Ermansjah Djaja. Ibid.Hlm.153. 82 tidak dapat membayar pidana tambahan berupa uang pengganti kerugian negara.”6 Berdasarkan penjelasan diatas bahwa secara implisit berkaitan dengan ketentuan yang diatur dalam Pasal 18 ayat (3) Undang-undang 31 Tahun 1999 merupakan lanjutan dari ketentuan yang diatur dalam Pasal 18 ayat (2) Undangundang Nomor 31 tahun 1999. Dalam Pasal 18 ayat (3) bahwa apabila batas waktu 1 (satu) bulan sesudah keputusan pengadilan memperoleh kekuatan hukum tetap maka dipidana penjara yang tidak melebihi ancaman pidana pokok. Berdasarkan Pasal 18 ayat (3) bahwa terpidana H.Untung Sarono Wiyono Sukarno, SH setelah harta bendanya disita dan dilelang, ternyata harta bendanya masih belum mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka dipidana penjara. Dalam hal ini bahwa pidana penjara yang dijatuhkan kepada terpidana karena tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti. Dalam hal ini 6 Himpunan Peraturan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme. Jakarta: CV Eko Jaya.Hlm.149. 83 bahwa pidana penjara tersebut tidak boleh melebihi ancaman maksimum pidana penjara dari ketentuan tentang tindak pidana korupsi yang telah dilakukan oleh terpidana.7 Pembayaran uang pengganti selain diatur dalam Undang-undang Tipikor juga diatur dalam Surat Edaran Jaksa Agung yang mana telah dibahas dalam Bab II. Dalam hal ini bahwa terjadi delematika tersendiri dalam Surat Edaran Jaksa Agung tersebut. Surat Edaran Nomor 4 Tahun 1988 dikeluarkan berdasarkan Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1971 pada dasarnya tidak digunakan instrumen perdata untuk menggembalikan kerugian keuangan negara. Berdasarkan Surat Edaran Jaksa Agung tersebut bahwa eksekusi dalam pidana pembayaran uang pengganti yaitu apabila harta benda terpidana sudah 7 Ermansjah Djaja. Memberantas Korupsi Bersama KPK. Jakarta: sinar Grafika. Hlm155. 84 tidak mencukupi lagi, sisanya dapat ditagih oleh kejaksaan pada lain kesempatan. 8 Berdasarkan Penelitian yang diperoleh Penulis bahwa dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Korupsi mengungkapkan bahwa dalam Pasal 32, Pasal 33, dan Pasal 34 dan Pasal 38 C Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 dengan tegas menyatakan menngunakan instrumen perdata.9 Berdasarkan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, belum mampu mengupayakan pembayaran uang pengganti, maka dikeluarkan Surat Edaran Jaksa Agung Nomor B- 020/A/J.A/04/2009 tentang tata cara penyelesaian denda dan uang pengganti dalam perkara tindak pidana korupsi. Berdasarkan Surat Edaran Agung Nomor B- 020/A/J.A/04/2009 dalam penyelesaian uang pengganti poin 1 (satu) tersebut menyebutkan bahwa pembayaran uang 8 Efi Laila Kholis. Pembayaran Uang Pengganti Dalam Perkara Korupsi.Jakarta: Solusi Publishing. Hlm .44. 9 Efi Laila Kholis.Ibid. Hlm. 44. 85 pengganti tidak bisa dialihkan ke datun dan tidak bisa diangsur. Dalam hal in terpidana H.Untung Sarono Wiyono Sukarno, SH tidak bisa membayar uang pengganti , maka pembayaran uang pengganti tidak bisa dialihkan ke datun atau tidak bisa di angsur. Penyelesaiaan uang pengganti poin 2 (dua) mengungkapkan bahwa apabila terpidana akan membayar uang pengganti sebelum hukuman pokok selesai dilaksanakan, maka dapat diterima selanjutnya berita acara pelaksanaan pidana penjara subsidair uang pengganti dibatalkan. Berdasarkan poin 2 tersebut perlu adanya peran serta JPU dalam melakukan pendekatan terhadap terpidana. Namun dalam Surat Edara jaksa Agung Nomor B020/A/J.A/04/2009 nomor 6 (enam) menyatakan bahwa dapat dilakukan gugatan perdata berdasarkan Pasal 1365 KUHP perdata. Meskipun mempunyai kelemahan yaitu jaksa pengacara negara dalam gugatan perdata memerlukan surat kuasa khusus, namun pihak 86 yang dirugikan tidak memberikan surat kuasa khusus. Oleh karena itu jaksa pengacara negara tidak dapat melakukan gugatan. Dengan demikian Jaksa Agung mengeluarkan Surat Edaran Nomor B-1113/F/Fd.1/05/2010, tanggal 18 mei 2010 juga mengungkapkan bahwa .10 “Penanganan perkara tindak pidana korupsi diprioritaskan pada pengungkapan perkara yang bersifat big fish (berskala besar, dilihat dari pelaku dan/ atau nilai kerugian keuangan negara) dan still going on (tindak pidana korupsi yang dilakukan terus menerus atau berkelanjutan),11 agar dalam penegakan hukum mengedepankan rasa keadilan masyarakat, khususnya bagi masyarakat yang dengan kesadarannya telah mengembalikan kerugian keuangan negara (restoratif justice), terutama terkait perkara tindak pidana korupsi yang nilai kerugian keuangan negara relatif kecil perlu dipertimbangkan untuk tidak ditindaklanjuti, kecuali yang bersifat still going on.” 10 Kejaksaan Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung RI. Himpunan Tata Naskah dan Petunjuk Teknis Penyelesaiaan Perkara Tindak Pidana Khusus. 2010.Hlm.120-123. 11 sesuai penjelasan Jaksa Agung RI saat RAKER dengan Komisi III DPR RI tanggal 5 Mei 2010 dan pengarahan Presiden RI pada pembukaan Rakor MAHKUMJAPOL di Istana Negara tanggal 4 Mei 2010. 87 B. Analisis 1. Kebijakan Formulasi Dalam Ketentuan Undangundang Tipikor Berdasarkan dari hasil penelitian di atas yaitu kebijakan hukum dalam pengembalian kerugian keuangan negara berupa pembayaran uang pengganti oleh terpidana korupsi, maka penulis mengemukakan analisis sebagai berikut: Tindak pidana korupsi sangat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dan menghambat pembangunan nasional, sehingga harus diberantas dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945.12 Dalam hal ini bahwa akibat tindak pidana korupsi yang terjadi selama ini selain merugikan keuangan negara dan perekonomian negara, juga menghambat pertumbuhan dan 12 Ermansjah Djaja. Memberantas Korupsi Bersama KPK. Jakarta: sinar Grafika. Hlm.98-99. 88 kelangsungan pembangunan nasional yang menuntut efiensi tinggi. Berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, bahwa kerugian keuangan negara belum bisa maksimal dilakukan. Dalam hal ini bahwa pengembalian kerugian negara dapat dilakukan melalui dua instrumen hukum yaitu instrumen pidana dan instrumen perdata.13 Pengembalian kerugian negara melalui instrumen hukum pidana dapat merujuk pada Pasal 18 ayat (1), (2), dan (3) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999. Berdasarkan Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 pengembalian kerugian keuangan negara diupayakan melalui pidana tambahan. Dalam pidana tambahan tersebut menyebutkan adanya pembayaran uang pengganti yaitu terdapat dalam Pasal 18 ayat (2) dan Pasal 18 ayat 13 Efi Laila Kholis. Pembayaran Uang Pengganti Dalam Perkara Korupsi.Jakarta: Solusi Publishing.Hlm .44. 89 (3). Namun upaya tersebut belum mampu dalam mengupayakan pengembalian kerugian keuangan negara. Pengembalian kerugian keuangan negara melalui instrumen hukum perdata dapat merujuk pada Pasal 32 ayat (2), Pasal 33, Pasal 34 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 dan Pasal 38 C Undang-undang Nomor 20 tahun 2001.14 Dalam instrumen perdata tersebut jaksa melakukan gugatan perdata terhadap terpidana. Namun jaksa hanya bisa melakukan gugatan perdata tersebut yaitu berkenaan dengan: 1. 2. 3. 4. putusan bebas15; tersangka meninggal dunia pada saat dilakukan penyidikan16; terdakwa meninggal dunia pada saat dilakuakan pemeriksaan di sidang 17 pengadilan setelah putusan diketahui diduga dan patut diduga mempunyai harta benda.18 Berdasarkan penjelasan di atas bahwa gugatan perdata hanya bisa dilakukan sesuai dengan ketentuan 14 Efi Laila Kholis. Ibid. 44. Lihat Pasal 32 ayat (2) Undang-undang nomor 31 Tahun 1999 16 Lihat Pasal 33 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 17 Lihat Pasal 34 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 18 Lihat Pasal 38 C Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 15 90 diatas , selain ketentuan di atas gugatan perdata tidak bisa dilakukan. Oleh karena berdasarkan instrumen hukum pidana pengembalian kerugian keuangan negara berupa pembayaran uang pengangganti tidak bisa dilakukan secara maksimal. Berdasarkan hasil penelitian di Kejaksaan Negeri Sragen oleh Penulis antara lain: kasus korupsi terpidana H. Untung Sarono Wiyono Sukarno, SH. 19 Dalam hal ini berdasarkan Putusan Nomor1361 K/Pid.Sus/2012 menjatuhkan pidana terhadap H. Untung Sarono Wiyono Sukarno, SH dengan pidana penjara selama 7 (tujuh) tahun dan denda sebesar Rp 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama 6 (enam) bulan. Hakim juga menjatuhkan untuk membayar uang pengganti sebesar Rp 10.50.445.352,- (sepuluh milyar lima ratus satu juta empat ratus empat puluh lima ribu tiga ratus lima puluh dua rupiah) dan apabila terdakwa tidak 19 Penelitan di Kejaksaan Negeri Sragen 91 mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka Terdakwa dijatuhi pidana penjara selama 4 (empat) tahun . Maka berdasarkan Pasal 18 ayat (2) bahwa “jika terpidana tidak membayar uang pengganti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b paling lama dalam waktu 1 (satu) bulan sesudah putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita oleh jaksa dan dilelang untuk menutupi uang pengganti”. Namun berdasarkan Putusan diatas bahwa terpidana tidak membayar uang pengganti. Dalam Pasal 18 ayat (2) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tersebut mempunyai hambatan yaitu jaksa selaku eksekutor hanya mempunyai waktu 1 (satu) bulan dalam mengupayakan pembayaran uang pengganti. Dalam waktu yang terlalu singkat tersebut jaksa kesulitan dalam mencari harta benda terpidana mengingat bahwa jaksa tidak melakukan penyitaan diawal penyidikan. 92 Maka JPU harus memanggil terpidana (formulir D1) untuk menanyakan apakah terpidana bersedia membayar uang atau akan menjalani pidana penjara dengan membuat surat pernyataan (D2). Dalam Pasal 18 ayat (3) juga menjadi penghambat pengembalian kerugian keuangan negara. Berdasarkan Pasal tersebut bahwa terpidana dapat memilih yaitu menjalani pidana penjara atau membayar uang pengganti. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh penulis bahwa dalam kasus H. Untung Sarono Wiyono Sukarno, SH memilih untuk menjalani pidana penjara dari pada membayar uang pengganti. Perlu diketahui bahwa pengembalian kerugian keuangan negara kurang sesuai dengan jiwa Undangundang Tipikor yaitu tindak pidana korupsi sangat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dan menghambat pembangunan nasional, sehingga harus 93 diberantas dalam rangka mewujudkan masyarakat adil dan makmur. 20 Berdasarkan Surat Edaran Jaksa Agung Nomor B020/A/J.A/04/2009 tentang tata cara penyelesaian denda dan uang pengganti dalam perkara tindak pidana korupsi nomor 2 (dua) poin 1 (satu), bahwa pembayan uang pengganti tidak bisa diahkan ke DATUN dan tidak dapat diangsur. Dengan adanya surat edaran tersebut dapat dipahami bahwa apabila terpidana tidak membayar secara otomatis terdakwa akan mampu menjalani pidana penjara. Dalam hal ini diungkapkan juga dalam Surat Edara Jaksa Agung Nomor B-28/A/Ft.1/05/2009 tanggal 11 Mei 2009. ”untuk memberikan rasa keadilan kepada terpidana yang membayar uang pengganti tetapi hanya sebagian (tidak penuh) dari pidana dalam putusan, maka didalam amar tuntutan supaya ditambah klausul: “apabila terdakwa/ terpidana membayar uang pengganti, maka jumlah uang pengganti yang dibayarkan tersebut akan diperhitungkan dengan lamanya pidana tambahan berupa 20 Ermansjah Djaja. Memberantas Korupsi Bersama KPK. Jakarta: sinar Grafika. Hlm100. 94 pidana penjara sebagai ganti dari kewajiban membayar uang pengganti”. Namun dalam hal ini bahwa berdasarkan Surat Edaran Jaksa Agung Nomor 020/A/J.A/04/2009 tentang tata cara penyelesaian denda dan uang pengganti dalam perkara tindak pidana korupsi nomor 2 (dua) poin 2(dua), bahwa apabila terpidana akan membayar uang pengganti sebelum hukuman pokok selesai dilaksanakan, maka dapat diterima selanjutnya berita acara pelaksanaan pidana penjara subsidair uang pengganti dibatalkan. Maka berdasarkan Surat Edaran Jaksa Agung 020/A/J.A/04/2009 tentang tata cara penyelesaian denda dan uang pengganti dalam perkara tindak pidana korupsi lebih maju dari pada Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Namun dalam hal ini bahwa Surat Edara Jaksa Agung Nomor B-020/A/J.A/04/2009 tidak sesuai dengan nomor 6 yaitu” apabila uang pengganti tidak dibayar, maka pihak yang dirugikan baik instansi Pemerintah, BUMN, BUMD maupun Badan Hukum lain yang mengelola keuangan 95 negara masih berhak untuk memiliki harta kekayaan dengan dasar Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang menyebutkan: “tiap perbuatan yang melanggar hukum dan mengakibatkan kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut.” Dalam pelaksanaannya dapat memberi Surat kuasa khusus kepada kejaksaan Selaku Jaksa pengacara negara. Dalam hal ini bahwa pada saat Jaksa penuntut Umum melakukan eksekusi pembayaran uang pengganti terhadap terpidana kasus H. Untung Sarono Wiyono Sukarno, SH, mengalami kendala. Kendala yang dialami Jaksa Penuntut, yaitu sebagai berikut.21 1. Terpidana sudah tidak memiliki harta benda ketika eksekusi dilakukan oleh JPU; 2. Pada saat menyitaan harta benda yang belum diketahui keberadaannya (berdasarkan Pasal 18 ayat (2)), karena pada saat penyidikan tidak 21 Wawancara JPU kejaksaan Negeri Sragen 1 Januari 2014 96 dilakukan pencarian aset dan penyitaan terhadap harta benda. 3. Apabila dilakukan gugatan perdata sesuai Surat Edara Jaksa Agung Nomor B- 020/A/J.A/04/2009, Jaksa pengacara negara kesulitan dalam memperoleh surat kuasa khusus dari pihak yang dirugikan. Namun dengan kendala diatas bahwa Jaksa melakukan pendekatan terhadap terpidana. Dalam hal ini bahwa setelah 6 (enam) tahun sebelum masa berakhirnya pidana pokok ternyata JPU menemukan aset terpidana. Dalam hal ini bahwa aset tersebut di duga hasil tindak pidana korupsi. Namun berdasarkan nomor 2 (dua) poin 2 (dua) dalam Surat Edaran 020/A/J.A/04/2009 Jaksa bahwa Agung Apabila Nomor terpidana Bakan membayar uang pengganti sebelum hukuman pokok selesai dilaksanakan, maka dapat diterima selanjutnya 97 berita acara pelaksanaan pidana penjara subsidair uang pengganti dibatalkan. Berdasarkan Surat Edaran Jaksa Agung Agung Nomor B-020/A/J.A/04/2009 nomor 6 (enam) dapat dilakukan gugatan perdata sesuai dengan Pasal 1365 KUHP Perdata. Maka dengan adanya Surat Edaran Jaksa Agung Nomor B-020/A/J.A/04/2009 tersebut mempunyai peluang adanya pengembalian kerugian keuangan negara oleh terpidana kasus korupsi. Namun dalam hal ini berdasarkan Pasal 18 ayat (1), Pasal (2), dan Pasal (3) Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana korupsi dan Surat Edaran Jaksa Agung Nomor B-020/A/J.A/04/2009 belum cukup dalam mengupayakan pengembalian kerugian keuangan negara. Berdasarkan penjelasan diatas Jaksa Penuntut Umum mengalami kendala. Dalam hal ini bahwa kendala yang dihadapi oleh penegak hukum yaitu sebagai berikut. 1. Terpidana sudah tidak memiliki harta bendanya. 98 2. Waktu yang diberikan Undang-undang tidak cukup dalam pencarian harta benda terpidana, mengingat penyitaan harta benda tidak dilakukan pada saat penyidikan. 3. Adanya pidana penjara apabila tidak bisa membayar uang pengganti, memberikan celah kepada terpidana untuk tidak membayar uang pengganti, sebagai salah satu upaya pengembalian kerugian keuangan negara. 4. Jaksa pengacara negara mengalami kesulitan memperoleh surat kuasa khusus dari pihak yang dirugikan untuk melakukan gugatan perdata. 2. Ide Dasar Pembaharuan Hukum Pidana Mengenai Kebijakan Hukum Dalam Sanksi Uang Pengganti Berdasarkan analisis diatas bahwa dengan adanya tahap formulasi maka pencegahan dan penanggulangan kejahatan bukan hanya tugas aparat penegak/ penerap 99 hukum, tetapi juga tugas aparat pembuat hukum.22 Kesalahan / kelemahan kebijakan legislatif merupakan kesalahan strategis yang dapat menjadi penghambat upaya pencegahan dan penanggulangan kejahatan pada tahap aplikasi dan eksekusi. Pengembalian kerugian keuangan negara oleh terpidana kasus korupsi, yaitu dalam Pasal 18 Ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 dan Surat edaran Jaksa Agung Nomor B020/J.A/04/2009 belum cukup dalam mengupayakan pengembalian kerugian keuangan negara berupa pembayaran uang pengganti. Berdasarkan Undang-undang Tipikor yaitu sebagai berikut: 1. Dalam Pasal 18 ayat (2) bahwa permasalahan yang dihadapi yaitu jaksa tidak mempunyai cukup waktu dalam pencarian harta benda terpidana, mengingat bahwa jaksa tidak melakukan penyitaan dalam penyidikan. 22 Barda nawawi Arief. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan. Hlm.79. 100 2. Dalam Pasal 18 ayat (3) mengalami hambatan dalam pengembalian kerugian keuangan negara yaitu dalam Pasal ini memungkinkan terpidana tidak membayar uang pengganti melainkan menjalani pidana subsideir. Dalam Surat Edaran Jaksa Agung Nomor B020/A/J.A/2009 juga mengupayakan pengembalian kerugian keuangan negara, namum dalam pembayaran uang pengganti juga mempunyai hambatan tersendiri. Hambatan yang dihadapi dalam pembayaran uang tidak dapat di alihkan ke datun apabila lewat dari waktu yang di tentukan Undang-undang Tipikor. Namun dalam hal ini bahwa apabila terpidana akan membayar uang pengganti sebelum hukuman pokok selesai dilaksanakan, maka dapat diterima selanjutnya berita acara pelaksanaan pidana penjara subsidair uang pengganti dibatalkan23. Berdasarkan Surat Edaran Jaksa Agung Nomor B020/A/J.A/04/2009 diatas bahwa perlu adanya kesadaran 23 Surat Edaran jaksa Agung. Hlm.68. 101 terpidana dalam pengembalian kerugian keuangan negara dan perlu adanya peran serta Jaksa dalam pencarian aset. Surat Edaan jaksa agung Nomor B- 020/A/J.A/04/2009 diatas dalam penyelesaiaan uang pengganti poin 1 (satu) tidak sesui dengan nomor 6. Dalam hal ini bahwa berdasarkan Surat Edaan Jaksa Agung Nomor B-020/A/J.A/04/2009 yaitu dalam nomor) poin 1 (satu) “ pembayaran uang pengganti tidak bisa dialihkan ke DATUN dan tidak bisa diangsur”. Sedangkan Surat Edaan Jaksa Agung Nomor B020/A/J.A//04/2009 yaitu dalam nomor 6 (enam) bahwa “apabila uang pengganti tidak dibayar, maka pihak yang dirugikan baik instansi Pemerintah, BUMN, BUMD maupun Badan Hukum lain yang mengelola keuangan negara masih berhak untuk memiliki harta kekayaan dengan dasar Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yang menyebutkan”: “tiap perbuatan yang melanggar hukum dan mengakibatkan kerugian kepada orang lain, mewajibkan 102 orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk mengganti kerugian tersebut.” Berdasarkan Surat Edaan Jaksa Agung Nomor B020/A/J.A/2009 yaitu dalam nomor 6 (enam) memberikan peluang baru dalam pengembalian kerugian keuangan negara berupa pembayaran uang pengganti yang timbul dari perbuatan korupsi. Namun dalam prakteknya mengalami kendala yaitu pihak yang dirugian baik instansi pemerintah, BUMN, BUMD jarang sekali memberikan surat kuasa khusus kepada kejaksaan selaku Jaksa Pengacara Negara yang mendasarkan pada Pasal 1365 KUH Perdata. Oleh karena itu jaksa jarang melakuakn gugatan perdata. Selain itu kendala yang dihapi yaitu dalam proses perdata membutuhkan biaya yang tidak sedikit mulai proses pendaftaran gugatan di Pengadilan Negeri sampai persidangan dan biasanya perkara perdata terus melalui upaya banding, kasasi 103 sampai dengan peninjauan kembali.24 Setelah perkara inkracht pun untuk mengajukan permohonan eksekusi juga membutuhkan biaya. Dalam hal ini bahwa gugatan perdata yang bisa dilakukan sesui dengan Pasal 32 ayat (2), Pasal 33 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999, Pasal 34 dan Pasal 38 C Undang-undang Nomor 20 Tahun 200125 selaindalam Pasal tersebut tidak bisa dilakukan gugatan perdata. Dalam Pasal 32 ayat (2) yaitu Putusan bebas dalam perkara tindak pidana korupsi tidak menghapuskan hak untuk menuntut kerugian terhadap keuangan negara”. Dalam Pasal 33 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 yaitu apabila terpidana meninggal dunia pada saat dilakukan penyidikan, sedangkan secara nyata telah ada kerugian keuangan negara, maka penyidik segera menyerahkan berkas perkara hasil penyidikan tersebut kepada Jaksa Pengacara Negara atau diserahkan kepada 24 Efi Laila Kholis.Ibid. Hlm. 49. Efi Laila Kholis.Ibid. Hlm. 44. 25 104 instansi yang dirugikan untuk dilakukan gugatan perdata terhadap ahli warisnya”. Berdasarkan dalam Pasal 34 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 “dalam hal terdakwa meninggal dunia pada saat dilakukan pemeriksaan di sidang pengadilan, sedangkan secara nyata telah ada kerugian keuangan negara, maka penuntut umum segera menyerahkan salinan berkas berita acara sidang tersebut kepada Jaksa Pengacara Negara atau diserahkan kepada instansi yang dirugi kan untuk dilakukan gugatan perdata terhadap ahli warisnya”. Berdasarkan Pasal 38 C Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 yaitu “ apabila setelah putusan pengadilan telah memperoleh kekuatan hukum tetap, diketahui masih terdapat harta benta milik terpidana yang diduga atau patut diduga juga berasal dari tindak pidana korupsi yang belum dikenakan perampasan untuk negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 B ayat (2), maka negara dapat 105 melakukan gugatan perdata terhadap terpidana dan/atau ahli warisnya. Dengan demikian pada tanggal 18 mei 2010 dikeluarkan lagi Surat Edara Jaksa Agung Nomor B1113/F/Fd.1/05/2010 tentang prioritas dan pencapaian dalam penanganan perkara tindak pidana korupsi, yang justru menjadi tidak jelas dalam penanganan korupsi yaitu pengembalian kerugian keuangan negara. Dalam Surat edara tersebut mengungkapkan bahwa diutamakan korupsi yang nilai kerugian keuangan negara besar. Oleh karena itu pengembalian kerugian negara menjadi tidak jelas. Dalam ketidak jelasan tersebut terletak dalam kata nilai kerugian keuangan negara yang relatif kecil. Kata nilai kerugian keuangan negara yang relatif kecil tersebut menjelaskan tidak adanya batasan nilai yang pasti dalam kerugian keuangan negara yang di anggap besar. Bertolak dari kajian tersebut maka Surat Edaran jaksa Agung Nomor B-020/A/J.A/04/2009 mempunyai celah dalam pengembalian kerugian keuangan negara berupa 106 pembayaran uang pengganti. Berdasarkan analisis diatas bahwa perlu adanya terobosan dalam pengembalian kerugian keuangan negara sesuai dengan jiwa pemberantasan tindak pidana korupsi. Dengan demikian perlu adanya pembaharuan hukum pidana dalam pembayaran uang pengganti mengingat tidak sesuai dengan semangat dalam pengembalian kerugian negaran dan memiskinkan para koruptor. Mengingat bahwa menurut tokoh ulitarian, Jeremy bentham pemidanaan harus bersifat spesifik untuk tiap kejahatan, dan besarnya pidana tidak boleh melebihi jumlah yang diperlukan untuk mencegah dilukannya penyerangan-penyeragan tertentu. Pemidanaan hanya dibenarkan jika dapat mencegah terjadinya tindak pidana yang lebih besar. Berdasarkan teori keadilan sosial, pengembalian keuangan negara pada hakekatnya adalah kewajiban moral yang merupakan salah satu kebijakan untuk bertindak dalam rangka mencapai kepentingan umum . 107 Dengan demian perlu dilakukan pembaharuan yaitu dalam tahap pelaksanaan putusan pengadilan. Tahap ini merupakan tahap akhir dari tahap penuntutan pidana. Dalam tahap ini ditentukan tentang kepastian hukum.26 Dalam hal ini bahwa keberhasilan proses pengadilan dari penyidikan sampai dengan putusan pengadilan menjadi tidak berarti jika putusan tersebut tidak dilaksanakan. Eksekusi uang pengganti sangat penting dalam upaya pengembalian kerugian keuangan negara. Berdasarkan penelitian diatas Surat Edaran jaksa Agung Nomor B-020/A/J.A/04/2009 mempunyai peluang dalam pengembalian kerugian keuangan negara. Bersarkan Surat Edaran jaksa Agung Nomor B020/A/J.A/04/2009 menjadi terobosan baru dalam pembaharuan hukum pidana korupsi. Oleh karena itu kerugian keuangan negara dapat dilaksanakan. 26 Efi Laila Kholis.Ibid. Hlm.43. 108