bab ii tinjauan pustaka

advertisement
 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Tinjauan Umum Waduk Jatiluhur
Waduk Jatiluhur terletak di Kabupaten Purwakarta, Provinsi Jawa Barat
pada ketinggian 111 m dpl dan merupakan waduk serbaguna pertama di Indonesia
yang dibangun pada tahun 1967. Waduk ini membendung sungai Citarum di
bagian hilir setelah Waduk Saguling dan Cirata yang terdapat di bagian hulunya
(Ilosangi, 2001).
Waduk Jatiluhur merupakan bendungan multiguna, dengan fungsi sebagai
pembangkit listrik dengan kapasitas terpasang 187,5 MW, pengendalian banjir di
Kabupaten Karawang dan Bekasi, irigasi untuk 242.000 ha, pasok air untuk rumah
tangga, industri dan penggelontoran kota, pasok air untuk budidaya perikanan air
payau sepanjang pantai utara Jawa Barat seluas 20.000 ha dan pariwisata.
(Anonim, 2011)
Adapun informasi mengenai Waduk Jatiluhur terangkum dalam Tabel 2.1
di bawah ini.
Tabel 2.1 Informasi Fisik Waduk Jatiluhur
No
Parameter (satuan)
Nilai
1
Tahun Pembangunan
1967
2
Ketinggian (m dpl)
111,115
3
Letak geografis
107o14’30”BT, 6o30’ LS
4
Lkasi di Sungai Citarum
Hilir
5
Volume Air (km3)
2,97
6
Luas Permukaan (km2)
8,3
7
Luas catchment area (km2)
6590
8
Kedalaman rata-rata (m)
35,8
9
Kedalaman maksimum (Zmax)(m)
90
10
Tingkat fluktuasi muka air (m)
25
5
6
11
Fungsi utama
Irigasi
12
Sumber air
Sungai Citarum, Sungai
Cilalawi dan Sungai Cisomang
13
Kesuburan
Oligotrofik-mesotrofik
14
Status pencemaran
Berat
Sumber : Ilosangi, 2001
Berdasarkan Tabel 2.1, Waduk Jatiluhur dapat digolongkan sebagai waduk
serbaguna
yang berukuran sedang (luas kurang dari 10000 ha) dan cukup dalam
(kedalaman rata-rata lebih besar dari 15 m). Tingkat kesuburan Waduk Jatiluhur
berkisar antara agak subur (mesotrofik) sampai sangat subur (eutrofik) dan relatif
jarang
mengalami
pembalikan/pencampuran
massa
air
(oligomiktik).
Pembalikkan massa air di Waduk Jatiluhur berpotensi membahayakan kehidupan
organisme air (misalnya ikan-ikan budidaya dalam KJA) akibat terangkatnya
massa air yang anaerob (tanpa oksigen) dari lapisan di bawah 11-20 m kelapisan
permukaan waduk dimana KJA berada.
2.2
Air
Sekitar 75 % dari permukaan bumi ditutupi oleh air. Sebagian besar dari
air ini yaitu sekitar 97,3 % adalah air asin dan terdapat di lautan. Evaporasi air
dari permukaan laut akan menjadi awan di atmosfer lalu terjadi presipitasi sebagai
hujan ke permukaan bumi. Lebih dari 75 % air tawar di dunia tersimpai sebagai
es di kutub dan gletser, dan kurang lebih 23 % nya terdapat di bawah permukaan
bumi. Sedangkan sisanya (sekitar 2 %) ditemukan di sungai dan danau (Lloyd,
1992).
Suatu perairan dapat diketahui kualitasnya berdasarkan parameterparameter fisika, kimia, dan biologi yang diukur. Setiap parameter memiliki
karakteristik masing-masing sehingga perairan dapat dikatakan baik atau buruk.
Untuk pemenuhan kebutuhan manusia dan mahluk hidup lainnya akan air, maka
diperlukan standar kualitas air tertentu.
Analisis Bahan Pencemar Deterjen ( MBAS ) Dalam Air Waduk Jatiluhur Sebagai Sumber Baku Air Minum
7
2.2.1 Kualitas Air Parameter Lapangan
Pemeriksaan kualitas air di lapangan meliputi beberapa parameter, yaitu
suhu, pH, DHL, alkaliniti, asiditi dan oksigen terlarut.
1) Suhu
Pemeriksaan suhu air dapat dilakukan pada permukaan air dan pada
kedalaman tertentu, yaitu dengan cara menempatkan termometer air raksa atau
alkohol sedemikian rupa sehingga tidak kontak langsung dengan sinar
matahari. Termometer langsung dimasukkan ke dalam air sampai batas skala
baca dan ditunggu sesaat, sedangkan suhu air pada kedalaman tertentu
dilakukan dengan memasang termometer pada alat pengambil contoh dengan
kedalaman tertentu, hal ini dilakukan diatas perahu atau di darat (Moelyo,
1999).
2) pH
Derajat keasaman air yang ditunjukkan dengan bilangan tetap 1 sampai
dengan 14 ini relatif dapat memperlihatkan secara cepat dan tepat suatu
sumber air telah tercemar atau tidak tercemar, karena berdasarkan pada
kriteria kualitas baku mutu air bahwa sumber air baku harus mempunyai nilai
pH antara 6 sampai 9 atau pH netral.
Pengukuran pH berdasarkan pada penentuan aktifitas ion hidrogen H+
dalam air yang diukur melalui metode potensiometri dengan elektroda gelas,
elektroda gelas ini akan menghasilkan perubahan tegangan yang disebabkan
oleh aktifitas ion hidrogen sebesar 59,1 mV per satuan pH pada suhu kamar
25oC (Moelyo, 1999).
3) Daya Hantar Listrik
Pada dasarnya pengukuran daya hantar listrik (DHL) adalah mengukur
kemampuan suatu larutan untuk menghantarkan arus listrik. Kemampuan ini
sangat tergantung pada keberadaan ion, mobilitas ion, dan valensi ion serta
kondisi suhu pada saat pengukuran (Effendi, 2003).
Konduktivitas air bergantung pada jumlah ion – ion terlarut pada
volumenya dan mobilitas ion – ion tersebut. Satuannya adalah µmho/cm,
25°C.
Konduktivitas bertambah dengan jumlah yang sama dengan
Analisis Bahan Pencemar Deterjen ( MBAS ) Dalam Air Waduk Jatiluhur Sebagai Sumber Baku Air Minum
8
bertambahnya salinitas. Secara umum, faktor yang lebih dominan dalam
perubahan konduktivitas air adalah temperatur. Berdasarkan nilai DHL,
klasifikasi air juga dapat dibedakan melalui nilai pengukuran daya hantar
listrik dalam satuan µmho/cm pada suhu 25°C, seperti yang tertera dalam
tabel 3.1 dibawah ini (Davis, 1996).
Tabel 2.2 Klasifikasi Air Berdasarkan Daya Hantar Listrik (DHL)
No.
DHL (µmho/cm, 25°C)
Klasifikasi
1.
0,0055
Air murni
2.
0,5 – 5
Air suling
3.
5 – 30
Air hujan
4.
30 – 200
Air tanah
5.
45000 – 55000
Air laut
Sumber : Davis dan Wiest, 1996
4) Alkaliniti
Alkaliniti air mengandung arti kemampuan untuk menetralisasi asam
dalam air dan berlangsung dalam proses titrasi yang bersuasana basa seperti
terjadi pada pengukuran pH.
Namun dalam penentuannya akan berbeda
dengan penentuan titik akhir pH, karena alkaliniti mengukur kandungan atau
komposisi kimiawi dalam contoh uji yang telah diketahui. Alkaliniti dalam air
permukaan alamiah umumnya terdiri atas karbonat, bikarbonat dan hidroksida.
Namun dalam penentuannya dihitung pula kontribusi keberadaan basa lain
seperti borat, fosfat dan silikat.
Alkaliniti ditentukan dalam pengkajian
kualitas air dikarenakan mempunyai pengaruh terhadap pemanfaatan air untuk
air pertanian karena memberikan indikasi adanya senyawa logam–logam
mineral yang bersifat basa (Moelyo, 1999).
Nilai alkaliniti yang baik berkisar antara 30 – 500 mg/L CaCO3. Nilai
alkaliniti di perairan berkisar antara 5 hingga ratusan mg/L CaCO3. Perairan
dengan nilai alkaliniti > 40 mg/L CaCO3 disebut perairan sadah (hard water),
sedangkan perairan dengan nilai alkaliniti < 40 mg/L disebut perairan lunak
(soft water). Untuk kepentingan pengolahan air, sebaiknya nilai alkaliniti
tidak terlalu bervariasi (Effendi, 2003).
Analisis Bahan Pencemar Deterjen ( MBAS ) Dalam Air Waduk Jatiluhur Sebagai Sumber Baku Air Minum
9
5) Asiditi
Asiditi dalam air adalah kapasitas kuantitatif yang tersedia untuk dapat
bereaksi dengan basa kuat sehingga dapat menunjukkan besaran relatif pH air.
Nilai akhir hasil pengukuran asiditi akan berbeda dengan penentuan titik akhir
pH, dimana asiditi hanya mengukur kandungan sebaran konstituen dalam air
dan diinterpretasikan sebagai substansi spesifik apabila komposisi kimia
dalam cuplikan telah diketahui.
Asam mineral kuat, asam lemah seperti karbonat dan asetat serta garam
yang mudah terhidrolisis seperti besi dan aluminium sulfat, mungkin akan
memberikan pengaruh terhadap perolehan data pengukuran asiditi.Disamping
itu tergantung pula pada metode pengukurannya. Asiditi air akan memberikan
pengaruh pada tingkat korosifitas air, kecepatan reaksi kimiawi dalam air,
keberadaan jenis dan jumlah spesiasi kimia serta proses biologis dalam air.
Selain daripada itu asiditi ini secara langsung akan memberikan pengaruh
pada perubahan kualitas sumber daya air (Moelyo, 1999).
6) Oksigen Terlarut
Oksigen adalah gas yang tak berwarna, tak berbau, tak berasa dan hanya
sedikit larut dalam air. Untuk mempertahankan hidup mahluk yang tinggal di
air, baik tanaman maupun hewan, bergantung kepada oksigen yang terlarut
ini.
Jadi penentuan kadar oksigen terlarut dapat dijadikan ukuran untuk
menentukan mutu air. Kehidupan di air dapat bertahan jika ada oksigen
terlarut minimum sebanyak 5 mg oksigen setiap liter air (5 bpj atau 5 ppm).
Selebihnya tergantung kepada ketahanan organisme, derajat keaktifannya,
kehadiran pencemar, suhu air dan sebagainya.
Penentuan oksigen terlarut harus dilakukan berkali – kali di berbagai
lokasi pada tingkat kedalaman yang berbeda dan waktu yang tidak sama.
Penentuan yang dilakukan dekat lokasi pabrik akan lain hasilnya
dibandingkan dengan daerah yang jauh dari pabrik. Musim kemarau dan
musim hujan juga memberikan hasil yang berbeda.
Jika tingkat oksigen terlarut selalu rendah maka organisme anaerob
mungkin akan mati dan akan menguraikan bahan organik sehingga
Analisis Bahan Pencemar Deterjen ( MBAS ) Dalam Air Waduk Jatiluhur Sebagai Sumber Baku Air Minum
10
menghasilkan bahan seperti metana atau hidrogen sulfida. Zat – zat itu yang
menyebabkan air berbau busuk (Sastrawijaya, 2009).
Pencemaran Air
2.2.2
Definisi pencemaran air menurut Surat Keputusan Menteri Negara
Kependudukan dan Lingkungan Hidup Nomor : KEP-02/MENKLH/I/1988
Tentang Penetapan Baku Mutu Lingkungan adalah : masuk atau dimasukkannya
mahluk hidup, zat, energi dan atau komponen lain ke dalam air dan atau
berubahnya
tatanan air oleh kegiatan manusia atau oleh proses alam, sehingga
kualitas air turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan air menjadi
kurang atau sudah tidak berfungsi lagi sesuai dengan peruntukkannya (pasal 1).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 82 Tahun 2001, klasifikasi mutu air
menurut kegunaan dan peruntukkannya ditetapkan menjadi 4 (empat) kelas :
1.
Kelas satu, air yang peruntukkannya dapat digunakan untuk air baku air
minum dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang
sama dengan kegunaan tersebut.
2.
Kelas
dua,
air
yang
peruntukkannya
dapat
digunakan
untuk
prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan,
air
untuk
mengairi
tanaman
dan
atau
peruntukan
lain
yang
mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.
3.
Kelas
tiga,
air
yang
peruntukkannya
dapat
digunakan
untuk
pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi tanaman
dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan air yang sama dengan
kegunaan tersebut.
4.
Kelas empat, air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi,
pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air
yang sama dengan kegunaan tersebut.
Masing-masing golongan air mempunyai kriteria sendiri, yaitu parameter
kualitas air untuk kelas 1,2 ,3 dan 4. Suatu badan air dapat diketahui kualitas
airnya tercemar atau tidak melalui analisis contoh air di laboratorium dan
membandingkannya dengan baku mutu air (Manik, 2004).
Analisis Bahan Pencemar Deterjen ( MBAS ) Dalam Air Waduk Jatiluhur Sebagai Sumber Baku Air Minum
11
Sumber pencemaran air sungai dapat dibedakan menjadi sumber domestik
dan sumber non domestik.
Termasuk ke dalam sumber domestik adalah
perkampungan, kota, pasar, jalan, terminal dan rumah sakit. Sementara yang
termasuk
sumber non domestik adalah pabrik, industri, pertanian, peternakan,
perikanan dan transportasi (Sastrawijaya, 1991).
Buangan domestik, komersial, proses pembuatan makanan dan industri
merupakan sumber yang mengandung bahan-bahan polutan yang cukup banyak,
termasuk jenis bahan pencemar organik seperti diperlihatkan dalam Tabel 2.3.
Sebagian
dari bahan pencemar ini terutama zat-zat yang membutuhkan oksigen
seperti minyak, gemuk dan beberapa padatan yang dikeluarkan dari proses
pengolahan air primer dan sekunder, sedangkan bahan-bahan pencemar lain
seperti garam-garam, logam-logam berat dan bahan-bahan organik yang tahan
urai dapat dihilangkan dengan efisiensi (Achmad, 2004).
Tabel 2.3 Beberapa Komponen Primer Air Buangan dari Sistem Buangan Air
Kota
Komponen (Konstituen)
Zat-zat yang membutuhkan
oksigen .
Bahan organik tidak
terdegradasi
Virus
Deterjen
Sumber potensial
Bahan-bahan organik
terutama feses.
Buangan industri, produkproduk rumah tangga
Buangan Manusia
Rumah Tangga
Minyak dan lemak
Proses pembuatan makanan
dan industri.
Deterjen
Buangan manusia,
pelunakan air, limbah
industri
Limbah industri
Laboratorium kimia,
beberapa deterjen, limbah
industri
Semua sumber
Fosfat
Garam-garam
Logam berat
Agen chelat
Padatan
Efek dalam air
Mengurangi oksigen
terlarut.
Toksik terhadap kehidupan
akuatik.
Menyebabkan penyakit
Terganggunya estetika,
menghambat penghilangan
minyak, toksik terhadap
kehidupan akuatik.
Estetika, berbahaya bagi
kehidupan akuatik
Nutrisi bagi ganggang
Meningkatnya salinitas
Toksisitas
Pelarutan logam berat
dalam transportasinya
Estetika, Kehidupan akuatik
Sumber : Manahan (1994) dalam Achmad (2004)
Analisis Bahan Pencemar Deterjen ( MBAS ) Dalam Air Waduk Jatiluhur Sebagai Sumber Baku Air Minum
12
Secara langsung ataupun tidak langsung pencemar tersebut akan
berpengaruh terhadap kualitas air, baik untuk keperluan air minum, air industi
ataupun keperluan lainnya (Suriawiria, 2005).
Pencemaran air dapat semakin meluas, tergantung dari kemampuan badan
air penerima polutan untuk mengurangi kadar polutan secara alami.
Apabila
kemampuan badan air tersebut rendah dalam mereduksi kadar polutan, maka akan
terjadi akumulasi polutan dalam air sehingga badan air akan menjadi tercemar
(Fardiaz, 1992).
2.3
Deterjen
Deterjen berasal dari kata detergree yang merupakan bahasa latin yang
berarti membersihkan. Deterjen merupakan penyempurnaan dari produk sabun.
Kelebihannya dibandingkan sabun adalah bisa mengatasi air sadah dan larutan
asam, serta harganya lebih murah. Deterjen sering disebut dengan istilah deterjen
sintesis yang mana deterjen yang dibuat berasal dari bahan – bahan sintesis (Luis,
1994).
Deterjen sintetik mempunyai sifat – sifat mencuci yang baik dan tidak
membentuk garam – garam tidak larut dengan ion – ion kalsium dan magnesium
yang biasa terdapat dalam air sadah. Deterjen sintetik mempunyai keuntungan
tambahan karena secara relatif bersifat asam kuat, oleh karena itu tidak
menghasilkan endapan sebagai asam – asam yang mengendap suatu karakteristis
yang tidak nampak pada sabun.
Unsur kunci dari deterjen adalah bahan surfaktan atau bahan aktif
permukaan, yang beraksi dalam menjadikan air menjadi lebih basah (wetter) dan
sebagai bahan pencuci yang lebih baik (Achmad, 2004).
Deterjen dalam kerjanya memiliki kemampuan yang unik untuk
mengangkat kotoran, baik yang larut dalam air maupun yang tidak larut dalam air.
Hal ini disebabkan bahwa deterjen, khususnya molekul surfaktan (surface active
agent) berfungsi menurunkan tegangan permukaan air sehingga dapat melepaskan
kotoran yang menempel pada permukaan bahan. Salah satu ujung dari molekul
surfaktannya lebih suka minyak, akibatnya bagian ini menetrasi kotoran yang
Analisis Bahan Pencemar Deterjen ( MBAS ) Dalam Air Waduk Jatiluhur Sebagai Sumber Baku Air Minum
13
berminyak. Ujung molekul surfaktan satunya lebih suka air, bagian inilah yang
berperan mengendorkan kotoran dari kain dan mendispersi kotoran sehingga tidak
kembali menempel pada kain (Setiawan, 2008).
Deterjen banyak digunakan untuk pencucian peralatan industri-industri
maupun rumah tangga. Deterjen yang paling banyak dipakai di Indonesia dengan
penyusun utamanya adalah senyawa dodecyl benzena sulfonat based dalam
bentuk natrium dodecyl benzena sulfonat (NaDBS) dan natrium tri polypospat
(STTP), yang bersifat tidak dapat terurai secara alamiah dalam air atau non bio
degradable,
sehingga akan mencemari lingkungan perairan. Hal ini disebabkan
oleh adanya buih yang mengganggu proses pelarutan oksigen (Izidin, 2001).
Berdasarkan dapat tidaknya zat aktif terdegradasi, deterjen terbagi atas dua
bagian yaitu deterjen keras dan deterjen lunak.
1) Deterjen keras
Deterjen
ini
mengandung
zat
aktif
yang
sukar
dirusak
oleh
mikroorganisme meskipun bahan itu telah dipakai dan telah dibuang. Hal ini
diakibatkan adanya rantai cabang pada atom karbon, akibatnya zat tersebut
masih aktif dan jenis inilah yang dapat menyebabkan pencemaran air, contoh
penyusunnya adalah alkil benzen sulfonat (ABS).
2) Deterjen lunak
Deterjen ini mengandung zat aktif yang relatif mudah untuk dirusak
mikroorganisme karena umumnya zat aktif ini memiliki rantai karbon yang
tidak bercabang, sehingga setelah dipakai, zat aktif ini akan rusak, contohnya
linear alkil benzen sulfonat (LAS) (Schwartz, 1958).
2.3.1 Bahan Pembentuk Deterjen
1)
Surfaktan
Surfaktan atau surface active agents atau wetting agents merupakan bahan
organik yang berperan aktif pada deterjen, sabun dan shampoo. Surfaktan dapat
menurunkan tegangan permukaan sehingga memungkinkan partikel-partikel yang
menempel pada bahan-bahan yang dicuci terlepas dan mengapung atau terlarut
dalam air (Effendi, 2003). Molekul surfaktan apa saja mengandung suatu ujung
Analisis Bahan Pencemar Deterjen ( MBAS ) Dalam Air Waduk Jatiluhur Sebagai Sumber Baku Air Minum
14
hidrofobik (satu rantai hidrokarbon atau lebih) dan satu ujung hidrofilik. Porsi
hidrokarbon dari suatu molekul surfaktan harus mengandung 12 atom karbon atau
lebih agar efektif (Fessenden, 1982).
Molekul-molekul dan ion-ion yang diadsorbsi pada antar muka dinamakan
surface active agent atau surfaktan, nama lainnya adalah amfifil, yang
menunjukkan bahwa molekul ion tersebut mempunyai affinitas tertentu terhadap
solven polar maupun non polar. Tergantung dari jumlah dan sifat dari gugus gugus polar dan non polar yang ada padanya, amfifil dapat bersifat hidrofolik
air), lipofilik (suka minyak) atau bersifat seimbang diantara dua sifat yang
(suka
ekstrim tersebut (Moechtar, 1989).
Rosen (1978) menggolongkan surfaktan dari segi struktur kimianya atau
berdasarkan sifat gugus hidrofilik dan gugus hidrofobiknya. Surfaktan memiliki
rantai atom karbon yang panjang yang merupakan bagian yang hidrofobik. Oleh
karena adanya kedua bagian ini dalam suatu senyawa maka disebut ampifilik.
a)
Surfaktan anionik
Surfaktan anionik merupakan surfaktan dengan bagian aktif pada
permukaannya mengandung muatan negatif. Contoh dari jenis surfaktan
anionik adalah linier alkil benzen sulfonat (LAS), alkohol sulfat (AS),
alkohol eter sulfat (AES) dan alpha olefin sulfonat (AOS).
b)
Surfaktan kationik
Surfaktan
ini merupakan surfaktan dengan bagian aktif pada
permukaannya mengandung muatan positif.
Surfaktan ini terionisasi
dalam air serta bagian aktif pada permukaannya adalah bagian kationnya.
Contoh jenis surfaktan ini adalah ammonium kuartener.
c)
Surfaktan nonionik
Surfaktan yang tidak terionisasi di dalam air adalah surfaktan nonionik
yaitu surfaktan dengan bagian aktif tidak mengandung muatan apapun,
contohnya : alkohol etoksilat, polioksietilen (R-OCH2CH).
d)
Surfaktan ampoterik
Surfaktan ini dapat bersifat sebagai ion ionik, kationik dan anionik di
dalam larutan. Surfaktan ini mengandung muatan negatif maupun muatan
Analisis Bahan Pencemar Deterjen ( MBAS ) Dalam Air Waduk Jatiluhur Sebagai Sumber Baku Air Minum
15
positif pada bagian aktif di permukaannya, contohnya : Sulfobetain.
Surfaktan-surfaktan
menurunkan
tegangan
permukaan
air
dengan
mematahkan ikatan-ikatan hidrogen pada permukaan. Mereka melakukan ini
dengan
menaruh kepala-kepala hidrofiliknya pada permukaan air dengan ekor ekor hidrofobiknya menjauhi permukaan air.
Deterjen untuk keperluan rumah tangga umumnya menggunakan dua
macam surfaktan anionik, yaitu linier alkilbenzene sulfonat (LAS) dan alkil
benzene sulfonat (ABS) (Sastrawijaya, 1991). Menurut Situmorang (2007), bahan
surfaktan
yang paling banyak digunakan adalah alkil benzene sulfonat (ABS)
yang merupakan turunan benzene.
O
II
Na+ + O S
II
O
CH CH2 CH CH 2 CH CH 2 CH CH 2 CH CH 3
CH3
CH3
CH 3
CH 3
CH3
Gambar 2.1 Rumus bangun dari Alkil Benzene Sulfonat (ABS)
(Sumber : Situmorang, 2007)
ABS sangat tidak menguntungkan karena ternyata sangat lambat terurai oleh
bakteri pengurai disebabkan oleh adanya rantai bercabang pada strukturnya.
Dengan tidak terurainya secara biologi deterjen ABS, lambat laun perairan yang
terkontaminasi oleh ABS akan dipenuhi oleh busa, efek yang tidak
menguntungkan lainnya dari surfaktan jenis ini terhadap proses pengolahan
limbah adalah menurunkan tegangan permukaan dari air, pemecahan kembali dari
gumpalan (flock) koloid, pengemulsian gemuk dan minyak dan pemusnahan
bakteri yang berguna. Oleh karena itu, ABS kemudian digantikan oleh surfaktan
yang dapat di biodegradasi, yang dikenal dengan linier alkil sulfonat (LAS).
Struktur dari LAS (α – benzen sulfonat) :
Analisis Bahan Pencemar Deterjen ( MBAS ) Dalam Air Waduk Jatiluhur Sebagai Sumber Baku Air Minum
16
H3C-CH-CH2-CH2-CH2-CH2-CH2-CH2-CH-C-CH-CH3
O=S=O
O-Na+
Gambar 2.2 Rumus bangun dari Linier Alkilbenzene Sulfonat (LAS)
(Sumber : Budiawan dkk, 2009)
LAS lebih mudah didegradasi oleh mikroorganisme dibanding dengan ABS
karena gugus alkil dalam LAS tidak bercabang dan tidak memiliki atom karbon
tersier.Penggunaan LAS dapat mengurangi pencemaran air (Situmorang, 2007)
2)
Builder (Bahan Penguat)
Builder adalah suatu bahan yang dapat menambah kerja dari bahan
penurun tegangan permukaan dengan cara menonaktifkan mineral penyebab
kesadahan air. Builder digunakan untuk melunakkan air sadah dengan cara
mengikat mineral-mineral yang terlarut, sehingga surfaktan dapat berkonsentrasi
pada fungsi utamanya. Builder juga membantu menciptakan kondisi keasaman
yang tepat agar proses pembersihan dapat berlangsung lebih baik serta membantu
mendispersikan dan mensuspensikan kotoran yang telah lepas.
Dalam pembuatan deterjen, builder sering ditambahkan dengan maksud
menambah kekuatan daya cuci dan mencegah mengendapnya kembali kotorankotoran yang terdapat pada pakaian yang akan dicuci, contohnya : sodium tri poli
phospat (STPP), nitrit tri asetat (NTA), ethylene diamin tetra asetat (EDTA) dan
asam sitrat.
3)
Filler (Pengisi/Pengental)
Bahan ini berfungsi sebagai pengisi dari seluruh campuran bahan baku.
Pemberian bahan ini berguna untuk memperbanyak atau memperbesar volume.
Keberadaan bahan ini dalam campuran bahan baku sabun semata-mata ditinjau
Analisis Bahan Pencemar Deterjen ( MBAS ) Dalam Air Waduk Jatiluhur Sebagai Sumber Baku Air Minum
17
dari aspek ekonomis. Namun selain digunakan sebagai pembantu proses, bahan
pengisi ini juga berfungsi meningkatkan kekuatan ionik dalam larutan pencuci.
Pada umumnya sebagai bahan pengisi digunakan sodium sulfat (Na2SO4)
(Permono,
2002).
4)
Additives (Bahan Tambahan)
Bahan tambahan (additives) digunakan untuk membuat produk lebih
menarik, misalnya pewangi, pemutih, pelembut, pewarna, dan lain sebagainya.
Bahan ini tidak berhubungan langsung dengan daya cuci deterjen, bahan ini
ditambahkan
lebih untuk maksud komersialisasi produk.
5)
Air
Kualitas air yang digunakan adalah air yang dapat diminum yang berarti
air yang bebas kandungan air dari bakteri berbahaya dan ketidakmurnian kimiawi.
Air ini harus jernih, tidak berwarna, tidak berbau dan tidak mengandung bahan
tersuspensi atau kekeruhan. Kadar air menunjukkan banyaknya terdapat dalam
suatu bahan, kadar air maksimum sebesar 15 % (Sastrohamidjojo, 2005).
2.3.2 Toksisitas Deterjen
Kemampuan deterjen untuk menghilangkan berbagai kotoran yang
menempel pada kain atau objek lain, mengurangi keberadaan kuman dan bakteri
yang menyebabkan infeksi. Tanpa mengurangi makna manfaat deterjen dalam
memenuhi kebutuhan sehari-hari, harus diakui bahwa bahan kimia yang
digunakan pada deterjen dapat menimbulkan dampak negatif baik terhadap
kesehatan aupun lingkungan.
Dua bahan terpenting dari pembentuk deterjen
yakni surfaktan dan builders, diidentifikasi mempunyai pengaruh langsung dan
tidak langsung terhadap manusia dan lingkungannya (Admin, 2008).
Polusi air
yang disebabkan oleh penggunaan deterjen terutama
menyangkut masalah bahan pembentuk (surfaktan), masalah utama yang timbul
bukan karena racunnya, tetapi busanya yang mengganggu lingkungan di sekiarnya
(Daryanto, 1995).
Hingga tahun 1965, jenis surfaktan yang biasa digunakan dalam deterjen
adalah alkylbenzene sulphonate (ABS)
yang bersifat
resisten terhadap
Analisis Bahan Pencemar Deterjen ( MBAS ) Dalam Air Waduk Jatiluhur Sebagai Sumber Baku Air Minum
18
dekomposisi biologis. Kemudian jenis ini diganti dengan linear alkyl sulphonate
(LAS) yang dapat diuraikan secara biologis (Biodegradable). Selain itu, Haslam
(1995) dalam Efendi (2003) mengemukakan bahwa surfaktan menganggu transfer
gas. Surfaktan berinteraksi dengan sel dan membran sel sehingga menghambat
pertumbuhan sel.
Dalam ekotoksikologi, sejumlah besar tes mendapatkan bahwa LAS dapat
menyebabkan toksisitas akut dan kronik pada organisme akuatik. LAS dengan
konsentrasi 20-30% larutan dapat menyebabkan kerusakan jaringan pada tikus
setelah
kontak kulit lebih dari 15 hari. Pada konsentrasi 25 mg/L LAS, ikan
bereaksi dengan pola meningkatnya aktivitas, inaktivitasi dan imobilisasi, dan jika
tidak dihilangkan dari sistem akan menyebabkan kematian. Efek minimal yang
berhubungan dengan perubahan biokimia dan histopatologi dalam hati telah
dilaporkan dalam uji toksisitas subkronik terhadap tikus yang diberi konsentrasi
LAS 120 mg/kg berat badan perhari di dalam makanan atau air minum (Budiawan
dkk, 2009 ).
Deterjen keras berbahaya bagi ikan biarpun konsentrasinya kecil, misalnya
natrium dodesil benzene sulfonat dapat merusak insang ikan, biarpun hanya 5
ppm. Tanaman air juga dapat menderita jika kadar deterjen tinggi. Kemampuan
fotosintesis dapat terhenti (Sastrawijaya, 1991).
Menurut Wardhana (1995), bahan buangan berupa deterjen di dalam air
lingkungan akan mengganggu karena alasan berikut ini :
a.
Deterjen yang menggunakan bahan non-fosfat akan menaikan pH air
sampai sekitar 10,5-11
b.
Bahan antiseptik yang ditambahkan ke dalam deterjen juga mengganggu
kehidupan mikroorganisme di dalam air bahkan dapat mematikan.
c.
Ada sebagian bahan deterjen yang tidak dapat didegradasi oleh
mikroorganisme yang ada di dalam air. Keadaan ini sudah tentu akan
merugikan lingkungan.
Dalam jangka panjang, air minum yang telah terkontaminasi limbah
deterjen berpotensi sebagai salah satu penyebab penyakit kanker (karsinogenik).
Proses penguraian deterjen akan menghasilkan sisa benzena yang apabila bereaksi
Analisis Bahan Pencemar Deterjen ( MBAS ) Dalam Air Waduk Jatiluhur Sebagai Sumber Baku Air Minum
19
dengan klor akan membentuk senyawa klorobenzena yang sangat berbahaya.
Kontak benzena dan klor sangat mungkin terjadi pada pengolahan air minum,
mengingat digunakannya kaporit (dimana di dalamnya terkandung klor) sebagai
pembunuh
kuman pada proses klorinasi (Anonim, 2010).
Permasalahan yang ditimbulkan oleh deterjen tidak hanya menyangkut
surfaktan, akan tetapi juga berkaitan dengan banyakanya polifosfat yang juga
merupakan penyusun deterjen, yang masuk kedalam badan air. Polifosfat dari
deterjen ini diperkirakan memberikan kontribusi sekitar 50% dari seluruh fosfat
berasal dari perairan. Keberadaan fosfat yang berlebih menstimulir
yang
terjadinya eutrofikasi (pengayaan) perairan (Effendi, 2003).
Dugan (1972) dalam Effendi (2003) mengemukakan bahwa keberadaan
fosfat juga mengakibatkan perairan menjadi lunak (soft water) dan kurang
produktif, karena ion fosfatbereaksi dengan Ca2+, Mg2+ dan Fe3+ yang merupakan
penyusun kesadahan. Sebagai pengganti fosfat pada deterjen, sering digunakan
borat, akan tetapi borat bersifat toksik.
2.3.3 Analisis Deterjen dengan Metode Metilen Biru Menggunakan UV-VIS
Spektrofotometer
Pada Metode Metilen Biru terjadi proses perpindahan yaitu perpindahan
larutan kationik dari larutan air ke dalam larutan organik yang tidak dapat
bercampur dengan air sampai pada titik jenuh (keseimbangan). Hal ini terjadi
melaui formasi (ikatan) pasangan ion antara anion dari methylene blue anionik
surfactant (MBAS) dan kation dari metilen biru. Intensitas warna biru yang
dihasilkan dalam fase organik merupakan ukuran dari MBAS sebanding dengan
jumlah surfaktan. Surfaktan anionik adalah salah satu dari zat yang paling penting,
alami dan sintetik yang menunjukkan aktifitas dari metilen biru. Metode MBAS
berguna sebagai penentuan kandungan surfaktan anionik dari air dan limbah,
tetapi kemungkinan adanya bentuk lain dari MBAS ( selain interaksi antara
metilen biru dan surfaktan anionik) harus selalu diperhatikan.
Metode ini relatif sangat sederhana dan pasti. Inti dari metode MBAS ini
ada 3 secara berurutan yaitu : Ekstraksi metilen biru dengan surfaktan anionik dari
Analisis Bahan Pencemar Deterjen ( MBAS ) Dalam Air Waduk Jatiluhur Sebagai Sumber Baku Air Minum
20
media larutan air ke dalam kloroform (CHCl3), kemudian diikuti terpisahnya
antara fase air dan organik dan pengukuran warna biru dalam CHCl3 dengan
menggunakan alat spektrofotometri pada panjang gelombang 652 nm (Franson,
dalam Washil, 2009).
1992
Berikut ini adalah gambaran reaksi (asosiasi ion) yang terjadi antara
metilen biru dengan surfaktan :
Gambar 2.3 Reaksi antara metilen biru dan surfaktan
(Sumber : Jurado et al, 2006)
Dapat dilihat di sana ion N+ dari metilen biru saling berinteraksi
menyerang dan berikatan dengan ion O-dari surfaktan dengan gaya elektrostatik
membentuk spesies netral yang dapat diekstrak ke dalam pelarut organik. Jumlah
surfaktan anionik akan sebanding dengan spesies yang terekstrak ke dalam pelarut
organik. Sedangkan ion Cl- dari metilen biru berikatan dengan ion Na+dari
surfaktan dan tetap dalam fasa air.
Surfaktan anionik bereaksi dengan warna biru metilen membentuk
pasangan ion baru yang terlarut dalam pelarut organik, intensitas warna biru yang
terbentuk diukur dengan spektrofotometer dengan panjang gelombang 652 nm.
Serapan yang diukur setara dengan kadar surfaktan anionik (Anonim, 2009).
2.5
Spektrofotometer UV-VIS
Spektrofotometer digunakan untuk mengukur energi secara relatif jika
energi tersebut ditransmisikan, direfleksikan dan diemisikan sebagai fungsi dari
panjang gelombang (Sax and Lewis, 1987).
SpektrofotometerUV-Vis pada umumnya digunakan untuk :
a.
Menentukan jenis kromofor, ikatan rangkap yang terkonyugasi dan
ausokrom dari suatu senyawa organik.
Analisis Bahan Pencemar Deterjen ( MBAS ) Dalam Air Waduk Jatiluhur Sebagai Sumber Baku Air Minum
21
b.
Menjelaskan informasi dari struktur berdasarkan panjang gelombang
maksimum suatu senyawa.
c.
menggunakan hukum Lambert-Beer.
Pengukuran absorbansi atau trsmitansi dalam spektroskopi sinar tampak
Mampu menganalisis senyawa organik secara kuantitatif dengan
digunakan untuk analisa kualitatif dan kuantitatif. Absorpsi cahaya ultraviolet atau
cahaya tampak mengakibatkan transisi elektronik, yaitu promosi elektron-elektron
dari orbital keadaan dasar yang berenergi rendah ke orbital keadaan tereksitasi
berenergi
lebih tinggi. Transisi ini memerlukan 40-300kkal/mol. Energi terserap
selanjutnya terbuang sebagai kalor, sebagai cahaya atau tersalurkan dalam reaksi
kimia (misalnya isomerisasi atau reaksi - reaksi radikal bebas) (Fessenden, 1986).
Panjang gelombang pada waktu absorpsi terjadi tergantung pada seberapa erat
elektron terikat di dalam atau pada tingkat kemudahan promosi elektron (sax and
Lewis, 1987).
Panjang gelombang cahaya UV atau cahaya tampak bergantung pada
mudahnya promosi elektron. Molekul-molekul yang memerlukan lebih banyak
energi untuk promosi elektron, akan menyerap pada panjang gelombang yang
lebih pendek. Molekul yang memerlukan energi lebih sedikit akan menyerap pada
panjang gelombang yang lebih panjang. Senyawa yang menyerap cahaya dalam
daerah tampak (yaitu senyawa berwarna) mempunyai elektron yang lebih mudah
dipromosikan daripada senyawa yang menyerap pada panjang gelombang uv yang
lebih pendek. Adapun radiasi kisaran untuk UV adalah 180 nm-380 nm sedangkan
untuk Visible adalah 380 nm-780 nm (Fessenden, 1986).
Dalam spektrum UV-Vis absorbansi dari foton terlihat sebagai puncak dari
grafik, tidak sebagai lekukan seperti pada spektrum infra merah. Panjang
gelombang dari absorbasni maksimum dalam spektrum tampak yang diabsorbsi
oleh suatu senyawa tergantung dari berapa banyak energi yang diperlukan untuk
memindahkan elektron dan senyawa tersebut (Sax and Lewis, 1987).
Adapun komponen yang penting sekali daripada spektroskopi Visibel
adalah sebagai berikut :
Analisis Bahan Pencemar Deterjen ( MBAS ) Dalam Air Waduk Jatiluhur Sebagai Sumber Baku Air Minum
22
Sel Pembanding
Detektor Cahaya
Sumber
Monokromator
Rekorder
Cermin
Sel Sampel Detektor Cahaya
Gambar 2.4 Instrumentasi spektroskopi tampak
(Sumber : Anonim, 2010)
Adapun keterangan dari gambar di atas adalah :
a. sumber yang biasa digunakan pada spektroskopi absorpsi adalah lampu
wolfram. Energi radiasi yang dibebaskan tidak boleh bervariasi pada berbagai
panjang gelombang.
b. Monokromator
digunakan
untuk
memperoleh
sumber
sinar
yang
monokromatis atau mengubah sinar polikromatis menjadi monokromatis.
Alatnya dapat berupa prisma ataupun grating. Untuk mengarahkan sinar
monokromatis yang diinginkan dari hasil penguraian ini dapat digunakan
celah. Jika celah posisinya tetap, maka prisma atau gratingnya yang
dirotasikan untuk mendapatkan panjang gelombang yang diinginkan.
c. Sel absorpsi pada pengukuran di daerah tampak kuvet kaca atau kuvet kaca
corex dapat digunakan, tetapi untuk pengukuran pada daerah tampak kita
harus menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah
ini. Umumnya tebal kuvet adalah 10 mm, tetapi yang lebih kecil ataupun yang
lebih besar dapat digunakan. Sel yang biasa digunakan berbentuk persegi,
tetapi bentuk silinder juga dapat digunakan.
d. Detektor berperan sebagai penerima yang memberikan respon terhadap cahaya
pada berbagai panjang gelombang.
e. Read out / recorder berperan menampilkan data yang diperoleh dari hasil
respon yang terjadi pada detektor.
Analisis Bahan Pencemar Deterjen ( MBAS ) Dalam Air Waduk Jatiluhur Sebagai Sumber Baku Air Minum
23
2.5.1 Hukum Lambert-Beer
Hukum lambert-Beer adalah hubungan linearitas antara absorban dengan
konsentrasi
larutan sampel. Konsentrasi dari sampel di dalam larutan bisa
ditentukan dengan mengukur absorban pada panjang gelombang tertentu dengan
menggunakan hukum Lambert-Beer.
Biasanya hukum Lambert-Beer ditulis dengan :
A = Ɛ.b.C
(2.1)
Keterangan
: A = Absorban (serapan), Ɛ = koefisien ekstingsi molar (M-1cm-1), b
= tebal kuvet (cm) dan C = konsentrasi (M)
Menurut Dachriyanus (2004), Hukum Lambert-Beer terbatas karena sifat kimia
dan faktor instrumen. Penyebab non linearitas ini adalah :

Deviasi koefesien ekstingsi pada konsentrasi tinggi (>0,01 M), yang
disebabkan interaksi elektrostatik antar molekul karena jaraknya yang terlalu
dekat.

Hamburan cahaya karena adanya partikel dalam sampel.

Fluorosensi atau fosforosensi sampel.

Berubahnya indeks bias pada konsentrasi yang tinggi.

Pergeseran kesetimbangan kimia sebagai fungsi dari konsentrasi.

Radiasi non-monokromatik;deviasi bisa digunakan dengan menggunakan
bagian datar pada absorban yaitu pada panjang gelombang maksimum.

Kehilangan cahaya.
Analisis Bahan Pencemar Deterjen ( MBAS ) Dalam Air Waduk Jatiluhur Sebagai Sumber Baku Air Minum
Download