Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi

advertisement
STIE Putra Perdana
Indonesia
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi
STIE Putra Perdana Indonesia
Nopember 09
Analisa Perbandingan Sistem Akuntansi Biaya Tradisional Dengan Sistem
Based Costing Dalam Pengalokasian Biaya Overhead Pabrik Pada PT PP
Farid Addy Sumantri, SE.,MM.,M.Si.,Ak.
(Dosen Tetap STIE PPI)
Abstraksi
STIE Putra Perdana
Indonesia
Dalam menentukan harga pokok produksi, suatu perusahaan akan membuat suatu
perhitungan tertentu yang merupakan suatu dasar perencanaan yang dapat dijadikan
sebagai pencapaian target dalam memperoleh laba yang diinginkan. Dengan adanya
aktivitas produksi akan mengandung konsekuensi pengeluaran biaya yang pada
akhirnya akan dibebankan pada harga pokok produksi. Sistem pengalokasian biaya
yang menekankan kepada pemahaman terhadap aktivitas, sehingga akan diketahui
aktivitas yang menambah nilai dan aktivitas yang tidak menambah nilai yang dikenal
dengan Activity Based Costing. Selain itu dapat juga digunakan sistem biaya
tradisional, dimana biaya yang terjadi tanpa adanya faktor pemicu untuk mencapai
efisiensi/
Tujuan dari penelitian ini antara lain untuk mengetahui penentuan alokasi Biaya
Overhead Pabrik (BOP) dengan menggunakan sistem Biaya Tradisional (traditional
costing) dan Activity Based Costing. Selanjutnya akan dilakukan analisa apakah ada
berbedaan yang timbul terhadap alokasi biaya overhead pabrik ke masing-masing
produk dengan menggunakan sistem Biaya Tradisional (traditional costing) dan
Activity Based Costing .
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
komparatif, yaitu dengan cara membandingkan alokasi biaya overhead pabrik ke
masing-masing produk dengan menggunakan sistem Biaya Tradisional (traditional
costing) dan Activity Based Costing.
Berdasarkan analisa, membuktikan penggunaan sistem biaya tradisional sebagai
dasar alokasi biaya overhead prabrik ke masing-masing produk terjadi ketidakakuratan
(distorsi). Sedangkan pengalokasian biaya overhead pabrik dengan menggunakan
Activity Based Costing lebih akurat, dimana biaya dapat ditelusuri ke aktivitas
produksinya.
STIE Putra Perdana
Indonesia
Kata Kunci : Traditional Costing, Activity Based Costing, Biaya Overhead Pabrik
STIE Putra Perdana
Indonesia
InoVasi Volume 2; Nopember 2009
Page 1
STIE Putra Perdana
Indonesia
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi
STIE Putra Perdana Indonesia
Nopember 09
A. Latar Belakang Masalah
Kemajuan teknologi memacu banyak perusahaan berusaha lebih fleksibel dalam
menghadapi permintaan konsumen disamping tetap meningkatkan kualitas produk yang
dihasilkan. Perusahaan – perusahaan yang akan dan telah memanfaatkan teknologi ini
tidak akan memperoleh hasil yang diharapkan apabila tidak diikuti oleh sistem
pengelolaan biaya yang sesuai dengan kondisi tersebut.
Dalam lingkungan produksi yang sudah maju, informasi yang dibutuhkan
manajemen adalah informasi yang sesuai dengan kondisi yang sedang dihadapi. Oleh
karena itu diperlukan pembaharuan terhadap sistem pengelolaan biaya. Seiring dengan
kemajuan dibidang teknologi dan informasi, kini dominasi tenaga kerja lebih banyak
digantikan oleh mesin – mesin modern dalam pengelolaan proses produksi sehingga
kecenderungan struktur biaya menjadi berubah. Pada saat ini kecenderungan struktur
biaya yang dijumpai pada berbagai perusahaan manufaktur menunjukkan :
1. Biaya overhead pabrik cenderung naik sebagai persentase dari total biaya
produksi.
2. Biaya tenaga kerja langsung cenderung turun sebagai persentase dari total biaya
produksi.
Oleh karena biaya overhead pabrik telah meningkat, maka penanganan terhadap
pengelolaan dan pengendalian biaya ini harus dilakukan lebih seksama agar diperoleh
informasi biaya produk yang akurat. Sistem akuntansi biaya tradisional yang
menggunakan dasar alokasi tingkat unit seperti banyaknya unit produksi, jam tenaga
kerja langsung, jam kerja mesin untuk mengalokasikan biaya overhead pabrik kepada
produk sudah kurang relevan apabila perusahaan menghasilkan produk yang beraneka
ragam (diversifikasi produk) dan memanfaatkan teknologi modern penelusuran biaya
produksi.
Terjadinya perubahan dalam lingkungan manufaktur akibat adanya otomatisasi
dan kompleksitas proses produksi, diperlukan pendekatan pengelolaan biaya baru yang
lebih inovatif. Sistem baru ini dituntut untuk dapat mengidentifikasi aktivitas – aktivitas
yang akan memacu timbulnya biaya. Pemacu biaya (cost driver) tersebut antara lain
kegiatan pemesanan, penjadwalan, persiapan mesin produk (set-up), pemindahan
barang, inspeksi dan kegiatan lain yang berhubungan dengan proses produksi. Biaya –
biaya yang ditimbulkan oleh aktivitas ini tidak bervariasi sesuai dengan input atau
output tetapi sangat bervariasi menurut kebutuhan aktivitas itu sendiri. Manajemen
perusahaan dituntut untuk memahami bahwa biaya terjadi karena adanya faktor atau
aktivitas yang memacunya. Oleh karena itu, perhatian manajemen sebaiknya ditujukan
kepada aktivitas – aktivitas tersebut.
Sistem pengelolaan biaya yang menekankan kepada pemahaman terhadap
aktivitas – aktivitas sehingga diketahui aktivitas penambah nilai (value added activities)
atau aktivitas bukan penambah nilai (non value-added activities) bagi produk dikenal
dengan nama Activity Based Costing System (sistem ABC). Sistem ini bekerja dengan
anggapan bahwa aktivitas mengkonsumsi sumber daya dan produk memerlukan
aktivitas.
STIE Putra Perdana
Indonesia
STIE Putra Perdana
Indonesia
STIE Putra Perdana
Indonesia
Page 2
Inovasi Volume 2 ; Nopember 2009
STIE Putra Perdana
Indonesia
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi
STIE Putra Perdana Indonesia
Nopember 09
Pengukuran biaya produksi menurut sistem akuntansi biaya tradisional
sebagaimana terjadi diberbagai perusahaan, ditentukan bahwa biaya terjadi tanpa
adanya faktor pemacu sehingga untuk mencapai efisiensi, perhatian utama manajemen
ditujukan kepada cara penekanan biaya agar diperoleh keuntungan yang diharapkan.
Apabila sistem pengelolaan biaya lama ini diterapkan dalam proses produksi yang
sudah maju dan menghasilkan diversifikasi produk maka kemungkinan akan
mengakibatkan terjadinya distorsi informasi biaya dan pengaruhnya terhadap
pengambilan keputusan manajemen.
Pada sistem akuntansi biaya tradisional pembebanan biaya overhead pabrik ke
produk biasanya dilaksanakan melalui tarif yang ditentukan dimuka (predetermined
overhead rate). Pada umumnya tarif overhead pabrik tersebut ditetapkan secara tarif
tunggal (plant-wide rate) atau tarif per departemen produksi (departement rate).
Dengan tarif tunggal, seluruh biaya overhead pabrik dikumpulkan dan dibagi dengan
satu dasar tarif yang lazimnya dipakai yaitu jam kerja langsung, jam mesin, upah buruh
langsung, bahan baku yang dipakai ataupun unit yang diproduksi. Pada tarif per
departemen produksi (departementalisasi biaya overhead pabrik) biaya overhead pabrik
departemen pembantu dialokasikan ke departemen produksi, kemudian dibuatkan tarif
per masing-masing departemen produksi.
Cara sistem tradisional ini mengandung kelemahan dimana pembebanan biaya
overhead pabrik ke produk, jika hasil produksinya lebih dari satu jenis menjadi terlalu
arbiter. Maksudnya akan terjadi distorsi biaya dari yang seharusnya menjadi beban
produk yang satu ke yang lain. Sebagai akibat dari gambaran yang terdistorsi ini, maka
keputusan yang akan diambil tentunya juga akan menjadi kurang tepat. Untuk
meminimalkan distorsi tersebut maka dapat dipakai suatu sistem yang dinamakan
sistem ABC.
Sistem ABC bekerja dengan asumsi bahwa suatu produk atau jasa yang dihasilkan
sebenarnya merupakan hasil akhir dari suatu rangkaian kegiatan (aktivitas). Karena itu
adalah tidak wajar jika suatu produk yang dihasilkan dari rangkaian aktivitas proses
produksi dibebankan biayanya ke produk lain (terjadi distorsi biaya).
Karena aktivitas – aktivitas yang dilaksanakan mengandung konsekuensi biaya
maka biaya yang dikeluarkan untuk aktivitas produksi tersebut harus dibebankan ke
produk yang bersangkutan. Dengan berdasarkan diri pada aktivitas maka pembebanan
biaya overhead pabrik ke produk juga akan didasarkan pada aktivitas yang
diserap/dikonsumsi oleh masing – masing produk.
Pada saat ini PT. P.P memproduksi particle board dengan ukuran dan ketebalan
yang berbeda - beda dan untuk menghasilkan particle board dengan ukuran dan
ketebalan yang berbeda - beda ini, perusahaan menggunakan berbagai jenis mesin yang
merupakan 1 line produksi sehingga biaya overhead pabrik yang terjadi disebabkan
oleh seluruh produk. Hal ini menimbulkan masalah bagi perusahaan didalam
mengidentifikasikan jumlah biaya overhead pabrik yang disebabkan atau dikonsumsi
oleh setiap jenis produk karena perusahaan masih menggunakan sistem akuntansi biaya
tradisional dengan dasar alokasi unit yang tunggal untuk mengalokasikan seluruh biaya
overhead pabrik ke masing-masing produk.
STIE Putra Perdana
Indonesia
STIE Putra Perdana
Indonesia
STIE Putra Perdana
Indonesia
InoVasi Volume 2; Nopember 2009
Page 3
STIE Putra Perdana
Indonesia
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi
STIE Putra Perdana Indonesia
Nopember 09
Perusahaan memproduksi produknya secara terus menerus dimana dilakukan
penyetelan pada mesin press setiap ingin mengganti tingkat ketebalan dari setiap
produk, tapi perusahaan tidak menghitung berapa produksi yang hilang pada saat
dilakukan penyetelan dan hal yang sama juga terjadi apabila mesin produksi tidak jalan
akibat mengalami gangguan teknis. Selain itu perusahaan memproduksi tidak
berdasarkan pesanan melainkan berdasarkan perkiraan mengenai permintaan pasar
dimana produk yang pada masa lalu sering diminta oleh konsumen, itu yang diproduksi
lebih banyak sedangkan produk yang diminta sedikit maka produksinya pun tidak
terlalu banyak.
Didalam penetapan harga jual masing - masing produk perusahaan menetapkan
laba kotor sebesar 30% sampai dengan 40% dimana semakin besar dan semakin tebal
suatu produk maka produk tersebut semakin mahal. Tetapi berhubung pada saat itu
sudah banyak saingan didalam menjual produksi particle board ke pasaran, maka
perusahaan makin lama perusahaan makin kesulitan dalam menjual produknya apalagi
harga di pasar mancanegara seperti Jepang dan Korea Selatan.
Dengan dilatar belakangi permasalahan tersebut di atas maka penulis merumuskan
permasalahan yang hendak dibahas dalam penelitian ini adalah: Apakah ada perbedaan
antara sistem akuntansi biaya tradisional dengan sistem activity based costing dalam
pengalokasian biaya overhead pabrik ke masing – masing produk dengan menggunakan
dasar alokasi tingkat unit ?
STIE Putra Perdana
Indonesia
B. Kajian Teritis
1. Pengertian Biaya
Konsep dan pengertian biaya telah dikembangkan selaras dengan kebutuhan
para akuntan dan ekonomi. Dalam Bukunya Akuntansi Biaya (1999:8) Mulyadi
menjabarkan biaya sebagai berikut : “Biaya adalah pengorbanan sumber ekonomi
yang diukur dalam satuan uang yang telah terjadi atau kemungkinan akan terjadi
untuk tujuan tertentu”.
STIE Putra Perdana
Indonesia
2. Definisi Sistem Akuntansi Biaya Tradisional
Menurut Supriyono (1997:221), mendefinisikan Sistem akuntansi biaya
tradisional sebagai berikut : “Sistem akuntansi biaya tradisional adalah sistem
kalkulasi biaya yang menghitung biaya overhead pabrik berdasarkan jumlah unit
yang dihasilkan yang diukur dalam jam kerja langsung, jam mesin atau rupiah
tenaga kerja langsung”.
Sistem ini dapat mengakibatkan informasi biaya produksi yang terdistorsi.
Dalam kenyataannya perusahaan yang menjual produk yang banyak melakukan
keputusan kritikal tentang penetapan harga produk berdasarkan biaya yang tidak
akurat.
Dalam segala kemungkinan masalahnya bukan pada membebankan biaya
upah langsung atau bahan langsung. Biaya utama tersebut dapat ditelusuri ke
produk individual dan kebanyakan sistem akuntansi biaya tradisional didesain
untuk memastikan bahwa penelusuran tersebut terjadi. Namun pembebanan biaya
STIE Putra Perdana
Indonesia
Page 4
Inovasi Volume 2 ; Nopember 2009
STIE Putra Perdana
Indonesia
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi
STIE Putra Perdana Indonesia
Nopember 09
overhead pabrik ke produk individual merupakan masalah lain, menggunakan
metode tradisional untuk pembebanan biaya overhead pabrik ke produk dan
menggunakan tarif overhead pabrik ditentukan di muka berdasarkan satu tolak ukur
aktivitas dapat menghasilkan biaya produk terdistorsi. Ketepatan pembebanan biaya
overhead pabrik menjadi masalah apabila banyak produk yang diproduksi dalam
satu fasilitas. Apabila hanya satu produk yang dihasilkan maka seluruh biaya
overhead pabrik yang terjadi disebabkan karena produk itu dan dapat dilacak pada
produk itu sendiri. Biaya overhead pabrik perunit adalah sebesar total biaya
overhead pabrik dibagi dengan jumlah jam atau unit yang dihasilkan.
Dengan demikian suatu cara untuk memastikan ketepatan kalkulasi produk
adalah memfokuskan pada memproduksi satu produk karena alasan ini perusahaan
memilih memanfaatkan seluruh pabrik untuk memproduksi hanya satu produk.
Dengan hanya memfokuskan satu atau dua produk pabrikan yang kecil dapat
menghitung biaya produksi dan produk yang bervolume tinggi lebih akurat dan
menetapkan hanya produk tersebut lebih lebih efektif biaya pada sistem biaya
tradisional.
STIE Putra Perdana
Indonesia
3. Konsep Pembebanan Biaya Pada Sistem Biaya Tradisional
Pada konsep pembebanan biaya pada sistem biaya tradisional, biaya yang
terjadi dibebankan ke produk hanya dengan satu macam pemicu biaya yaitu unit
based driver. Menurut Hansen dan Mowen (2000:315), secara garis besar untuk
kalkulasi biaya produk pada sistem akuntansi biaya tradisional berdasarkan
pengalokasian biaya overhead pabrik ada dua yaitu :
a.
Tarif overhead seluruh pabrik (Plant-Wide Overhead Rates)
STIE Putra Perdana
Indonesia
Biaya overhead
Penelusuran biaya
Kelompok
diseluruh pabrik
Pendorong berdasarkan unit
Produk
Gambar 1. Tarif overhead seluruh pabrik
Untuk tarif overhead seluruh pabrik, biaya overhead pabrik terlebih
dahulu diakumulasikan pada satu kelompok pabrik yang besar (tahap pertama
pembebanan biaya) biaya overhead pabrik dibebankan pada kelompok biaya
STIE Putra Perdana
Indonesia
InoVasi Volume 2; Nopember 2009
Page 5
STIE Putra Perdana
Indonesia
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi
STIE Putra Perdana Indonesia
Nopember 09
hanya dengan menambahkan semua biaya overhead pabrik yang
diidentifikasikan pada jurnal umum, karena biaya overhead merupakan biaya
pabrik, pembebanan pada kelompok biaya dilakukan dengan keakuratan tinggi.
Pada tahap pertama, obyek biaya adalah pabrik dan penelusuran dapat
digunakan untuk membebankan biaya pada kelompok pabrik. Dalam hal ini kita
dapat mengatakan bahwa biaya tersebut dibebankan pada kegiatan makro yang
sangat luas yaitu produksi. Sekali biaya diakumulasikan pada kelompok ini kita
dapat menghitung tarif pabrik dengan menggunakan pendorong tunggal yang
umumnya jam tenaga kerja langsung. Produk diasumsikan mengkonsumsi
sumber daya overhead pabrik sebanding dengan penggunaan jam tenaga kerja
langsung.
Dan pada tahap kedua. Biaya overhead pabrik dibebankan pada produk
dengan mengalikan tarif dengan jam kerja langsung sesungguhnya yang
digunakan oleh tiap produk.
Perusahaan dapat memakai tarif overhead seluruh pabrik untuk
membebankan atau mengalokasikan biaya overhead pabrikasi ke produk –
produk. Apabila hanya satu produk saja yang diproduksi, maka alokasi tadi
relatif muda dilakukan. Tarif overhead pabrik secara keseluruhan diperoleh dari
pembagian overhead pabrik total (dasar aktivitas seluruh pabrik).
Dasar aktivitas yang dipakai biasanya berkaitan dengan volume. Dasar
aktivitas yang berkaitan dengan volume produksi seperti ekuivalen unit, jam
tenaga kerja atau jam mesin langsung.
STIE Putra Perdana
Indonesia
b.
Tarif overhead departemen / departementalisasi.
Departementalisasi biaya overhead pabrik adalah pembagian ke dalam
bagian – bagian yang disebut departemen atau pusat biaya overhead pabrik.
Tarif biaya overhead pabrik yang dihitung untuk setiap departemen produksi
dengan dasar pembebanan yang mungkin berbeda diantara departemendepartemen produksi yang ada.
Oleh karena itu departementalisasi biaya overhead pabrik memerlukan
pembagian perusahaan kedalam departemen-departemen untuk memudahkan
pengumpulan biaya overhead pabrik yang terjadi. Departemen – departemen
inilah yang merupakan tempat ditandingkannya biaya dengan prestasi yang
dihasilkan oleh departemen tersebut.
STIE Putra Perdana
Indonesia
STIE Putra Perdana
Indonesia
Page 6
Inovasi Volume 2 ; Nopember 2009
STIE Putra Perdana
Indonesia
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi
STIE Putra Perdana Indonesia
Nopember 09
Biaya overhead pabrik
Penelusuran langsung
Penelusuran pendorong Alokasi
Kelompok
Departemen A
Kelompok
Departemen B
Pendorong berdasarkan unit
pendorong berdasarkan unit
STIE Putra Perdana
Indonesia
Produk
Produk
Gambar 2. Tarif Overhead Pabrik Departemen
Untuk tarif departemen biaya overhead pabrik dibebankan pada masing
– masing departemen produksi, menciptakan kelompok biaya departemen. Pada
tahap ini departemen merupakan obyek biaya dan biaya overhead dibebankan
dengan menggunakan penelusuran langsung, penelusuran pendorong dan
alokasi.
Sekali biaya dibebankan pada masing – masing departemen produksi,
kemudian pendorong berdasarkan kegiatan seperti jam tenaga kerja langsung
dan jam mesin digunakan untuk menghitung tarif departemen. Produk yang
melalui departemen tersebut diasumsikan mengkonsumsi biaya overhead pabrik
sebanding dengan pendorong departemen berdasarkan unit (jam mesin atau jam
tenaga kerja yang digunakan).
Karenanya pada tahap kedua. Overhead pabrik dibebankan pada produk
yang mengalikan tarif departemen dengan jumlah pendorong yang digunakan pada
masing – masing departemen. Seluruh overhead yang dibebankan pada produk
hanya merupakan penjumlahan dari jumlah yang diterima dari masing – masing
departemen.
Setidaknya ada dua faktor utama yang menyebabkan pemacu biaya
berdasarkan unit tidak mampu unutk mengalokasikan biaya overhead pabrik secara
tepat yaitu:
STIE Putra Perdana
Indonesia
a. Proporsi biaya overhead pabrik yang tidak berkaitan dengan unit
terhadap biaya overhed pabrik total.
Pemacu biaya tidak berdasarkan unit adalah faktor - faktor penyebab selain
jumlah unit yang diproduksi yang menjelaskan konsumsi biaya overhead pabrik.
STIE Putra Perdana
Indonesia
InoVasi Volume 2; Nopember 2009
Page 7
STIE Putra Perdana
Indonesia
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi
STIE Putra Perdana Indonesia
Nopember 09
Maka pemacu biaya berdasarkan unit tidak dapat membebankan biaya – biaya
secara akurat terhadap produk.
Penggunaan pemacu biaya yang berdasarkan unit saja untuk membebankan
biaya overhead pabrik yang tidak berhubungan dengan unit dapat menimbulkan
distorsi pada biaya produk. Intensitas distorsi ini tergantung dari berapa proporsi
dari biaya yang tidak berdasarkan unit terhadap total biaya overhead pabrik. Hal ini
membuktikan bahwa manajemen harus memberikan perhatian pada pembebanan
biaya overhead pabrik yang tidak berdasarkan unit. Jika biaya overhead pabrik
yang tidak berdasarkan unit hanya merupakan persentase yang kecil dari total biaya
overhead pabrik, distorsi pada biaya produk juga akan kecil. Dalam keadaan biaya
overhead pabrik yang tidak berhubungan dengan unit jumlah relatif kecil,
penggunaan pemacu biaya berdasarkan unit dapat diterima.
STIE Putra Perdana
Indonesia
b. Tingkat diversitas produk
Diversitas produk terjadi jika dalam suatu perusahaan menghasilkan berbagai
jenis produk yang mengkonsumsi aktivitas overhead pabrik dalam proporsi yang
berbeda-beda. Ada beberapa alasan yang menyebabkan suatu produk dapat
mengkonsumsi overhead pabrik dalam proporsi yang berbeda - beda dibandingkan
produk lainnya misalnya :
1). Perbedaan ukuran produk
2). Kerumitan produk
3). Waktu set up
4). Ukuran batch
Semuanya dapat menyebabkan produk mengkonsumsi overhead dalam
proporsi yang berbeda. Untuk mengambarkan pemakaian aktivitas oleh setiap jenis
produk digunakan rasio konsumsi. Rasio konsumsi adalah proporsi dari setiap
aktivitas yang dikonsumsi oleh suatu produk.
Karena biaya overhead pabrik yang tidak berdasarkan unit merupakan
proporsi yang signifikan dari total biaya overhead pabrik dan rasio konsumsi
berbeda antara kategori masukkan dengan dasar unit dan masukkan dengan dasar
non unit, maka produk dapat terdistorsi jika pemacu biaya yang digunakan hanya
berdasarkan unit untuk menghilangkan/mengurangi distorsi biaya produk, maka
diciptakanlah suatu sistem biaya tradisional yang baru berdasarkan aktivitas yaitu
sistem ABC.
STIE Putra Perdana
Indonesia
4. Definisi Sistem Activity Based Costing
Menurut T. Hongren, George Foster dan Srikant Datar (1999:939), sistem
ABC adalah suatu pendekatan biaya yang memfokuskan pada aktivitas sebagai
obyek biaya yang fundamnetal. ABC menggunakan biaya dari aktivitas tersebut
sebagai dasar untuk mengalokasikan biaya ke obyek biaya yang lain seperti
produk, jasa atau pelanggan.
Ray H. Garisson (2001:342), mempunyai pendapat bahwa sistem ABC
adalah suatu metode costing yang dirancang untuk menyediakan informasi biaya
STIE Putra Perdana
Indonesia
Page 8
Inovasi Volume 2 ; Nopember 2009
STIE Putra Perdana
Indonesia
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi
STIE Putra Perdana Indonesia
Nopember 09
bagi manajer untuk keputusan stratejik dan keputusan lainnya yang mungkin akan
mempengaruhi kapasitas dan juga biaya tetap.
Berdasarkan pengertian – pengertian sistem ABC diuraikan di atas, maka
dapat ditarik kesimpulan bahwa struktur sistem ABC menjadikan aktivitas
produksi sebagai fokus dasar pembebanan biaya. Sistem ABC memfokuskan
aktivitas yang dilakukan dalam memproduksi produk untuk membuat produk
diperlukan berbagai aktivitas dan setiap aktivitas memerlukan sumber daya untuk
pelaksanaan aktivitas tersebut.
Asumsi dan prinsip dasar yang menjadi landasan sistem ABC tidaklah
sama dengan yang dianut sistem akuntansi biaya tradisional yang sudah ada selama
ini. Sistem akuntansi biaya tradisional mengasumsikan bahwa produk
menyebabkan biaya, sedangkan sistem ABC mengasumsikan bahwa aktivitas yang
menyebabkan biaya dan obyek biaya mnciptakan permintaan untuk aktivitas. Jadi
sumber daya tidak langsung atau biaya overhead pabrik perusahaan bukan sekedar
menciptakan sejumlah biaya yang harus dialokasikan, melainkan memberikan
kemampuan kepada perusahaan untuk melakukan berbagai aktivitas operasional.
STIE Putra Perdana
Indonesia
5. Manfaat Penerapan Sistem ABC
Amin Wijaya Tunggal (1995:24-26), menyimpulkan bahwa sistem ABC
memiliki manfaat antara lain sebagai berikut :
a. Memperbaiki keputusan yang diambil
Kemungkinan kesalahan yang dibuat oleh manajer dalam pengambilan
keputusan dapat dikurangi apabila manajer memperoleh informasi
mengenai biaya produk yang akurat.
b. Memperbaiki aktivitas secara kontinue untuk mengurangi biaya
overhead pabrik
Biaya overhead pabrik diidentifikasikan dengan aktivitas yang
menimbulkan biaya tersebut oleh sistem ABC. Oleh karena itu manajer
dapat menggunakan informasi tersebut untuk memperhatikan dan
menganalisa aktivitas – aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan untuk
menghasilkan produk dan melayani konsumen sekaligus menimbulkan
biaya – biaya yang ditimbulkannya. Berdasarkan informasi yang disediakan
oleh sistem ABC, manajer dapat memperbaiki aktivitas dan
menghilangkan/mengurangi aktivitas yang tidak bernilai tambah.
STIE Putra Perdana
Indonesia
c.
Mengurangi penentuan biaya relevan
Dengan informasi biaya – biaya yang dihubungkan dengan kegiatan
perusahaan dalam menjalankan operasi usahanya, maka manajemen dapat
memperoleh kemudahan dalam menganalisa keputusan mengenai biaya
relevan yang akan diambil atas kegiatan tersebut.
STIE Putra Perdana
Indonesia
Jika dicermati lebih jauh, sesungguhnya sistem ABC memiliki lebih banyak
lagi manfaat dan kelebihan bila kita bandingkan dengan sistem biaya tradisional,
InoVasi Volume 2; Nopember 2009
Page 9
STIE Putra Perdana
Indonesia
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi
STIE Putra Perdana Indonesia
Nopember 09
misalnya saja bila ditinjau dari segi kegiatannya maka sistem ABC berguna untuk
menghilangkan aktivitas yang tidak memberi nilai tambah. Untuk mengganti
aktivitas yang mahal dengan aktivitas sejenis yang lebih murah dan untuk
mendorong efisiensi terhadap penggunaan aktivitas dalam proses produksi.
Selain itu, jika ditinjau dari segi produk yang dihasilkannya, maka sistem
ABC bermanfaat untuk menentukan harga jual produk baru, untuk menentukan
tingkat produksi dan untuk menentukan tingkat harga baru bagi produk lama yang
terlanjur beredar di pasar.
Dari segi penggunaan sumber daya, sistem ABC sangat berguna untuk
menentukan perlu tidaknya penggunaan teknologi baru didalam proses produksi
yang akan diimplementasikan oleh perusahaan serta untuk memperbaiki proses
produksi yang telah ada di perusahaan.
Sistem ABC sangat berguna untuk mengambil keputusan yang tepat oleh
manajemen karena sistem ABC mampu mengidentifikasikan hubungan sebab
akibat antara aktivitas dan biaya secara terperinci dan tepat terutama dalam
mengalokasikan biaya tidak langsung. Sistem ABC sangat besar manfaatnya bila
dibandingkan dengan sistem biaya tradisional yang hanya menggunakan satu dasar
perhitungan atas seluruh aktivitas sehingga cenderung kurang tepat.
Sistem ABC menekankan pada aktivitas – aktivitas yang terdapat dalam
perusahaan bukan hanya menitik beratkan perhatian pada produk jadi yang
dihasilkan oleh perusahaan. Karena itu sistem ABC berpandangan jika aktivitas –
aktivitas yang terdapat dalam perusahaan dapat dikelola dengan baik, maka
hasilnya biaya produksi produk akan menjadi lebih murah dan kemampuan produk
tersebut untuk bersaing pasar akan meningkat.
STIE Putra Perdana
Indonesia
STIE Putra Perdana
Indonesia
6. Keunggulan Sistem ABC
Keunggulan sistem ABC antara lain sebagai berikut :
a. Sistem ABC mempunyai sistem pembebanan biaya berdasarkan tingkat
identifikasi yang lebih luas (berdasarkan unit batch, produk dan fasilitas
penopang). Hal ini mengakibatkan sistem ABC menjadi lebih mampu
mengakomodasi berbagai macam biaya yang terjadi dan berbagai macam
pemicu biaya yang berbeda – beda yang menyertai. Ini terbukti bahwa
kalkulasi biaya dengan menggunakan sistem ABC memerlukan analisis
varians yang jauh lebih sedikit bila dibandingkan dengan sistem biaya
tradisional.
b.
Sistem ABC menyediakan informasi mengenai berbagai macam aktivitas
perusahaan secara menyeluruh dan telah dipilah-pilah berdasarkan 4 tingkat
aktivitas utama hal ini memungkinkan manajer memfokuskan perhatian
pada aktivitas dan efisiensi yang telah dilakukan perusahaan secara
menyeluruh. Disamping hal ini kemungkinan manajer untuk melakukan
perbaikan serta efisiensi secara terus menerus atas aktivitas dan kinerja
perusahaan, sehingga diharapkan kinerja perusahaan dapat semakin
ramping, efektif dan efisien dari waktu ke waktu.
STIE Putra Perdana
Indonesia
Page 10
Inovasi Volume 2 ; Nopember 2009
STIE Putra Perdana
Indonesia
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi
STIE Putra Perdana Indonesia
Nopember 09
7. Keterbatasan Sistem ABC
Meskipun sistem ABC memberikan alternatif penelusuran biaya ke produk
individual secara lebih baik tetapi juga mempunyai keterbatasan yang harus
diperhatikan oleh manajer sebelum menggunakannya untuk menghitung biaya
produk, antara lain :
a. Alokasi. Bahkan jika data aktivitas tersedia, beberapa biaya mungkin
membutuhkan alokasi ke departemen atau produk berdasarkan ukuran
volume yang arbiter sebab secara praktis tidak dapat ditemukan aktivitas
yang dapat menyebabkan biaya tersebut. Contoh beberapa biaya
mempertahankan fasilitas, seperti aktivitas membersihkan pabrik dan
pengelolaaan proses produksi.
b. Mengabaikan biaya. Keterbatasan lain dari sistem ABC adalah beberapa
biaya yang diidentifikasi pada produk tertentu diabaikan dari analisis
aktivitas yang biayanya sering diabaikan adalah pemasaran, advertensi, riset
dan pengembangan, rekayasa produk dan klaim garansi. Tambahan biaya
secara sederhana ditambahkan ke biaya produksi untuk menentukan biaya
produk total. Secara tradisional biaya pemasaran dan advertensi tidak
dimasukkan ke dalam biaya produk karena persyaratan pelaporan keuangan
yang dikeluarkan oleh GAAP (generally accepted accounting principles)
yang merupakan prinsip akuntansi yang dapat diterima secara umum
mengharuskan memasukkan ke dalam biaya periode.
c. Pengeluaran dan waktu yang dikonsumsi. Sistem ABC sangat mahal untuk
dikembangkan dan diimplementasikan. Disamping itu juga membutuhkan
waktu yang banyak seperti sebagian besar sistem akuntansi dan manajemen
yang inovatif, biasanya diperlukan waktu lebih dari satu tahun untuk
mengembangkan dan mengimplementasikan ABC dengan sukses.
STIE Putra Perdana
Indonesia
STIE Putra Perdana
Indonesia
8. Konsep Pembebanan Biaya Pada Sistem ABC
Dalam bukunya Manajemen Biaya Hansen dan Mowen (2000:321),
dijelaskan bahwa Pembenanan biaya pada sistem ABC berbeda dengan sistem
akuntansi biaya tradisional. Pada sistem ABC pembebanan biaya terdiri dari dua
tahap :
a. Pengumpulan biaya (cost pool) didefinisikan sebagai aktivitas dari pada pusat
biaya.
b. Pemacu biaya yang digunakan untuk membebankan biaya aktivitas kepada
output secara struktural berbeda dengan yang digunakan dalam sistem biaya
tradisional.
Modifikasi ini menjadikan sistem ABC dapat melaporkan informasi
biaya yang lebih akurat dibanding dengan sistem akuntansi biaya tradisional,
karena sistem ABC mengidentifikasikan secara jelas biaya – biaya dari
aktivitas yang berbeda yang dilakukan dalam perusahaan dan sistem ABC
membebankan biaya dari aktivitas – akivitas ini kepada output dengan
STIE Putra Perdana
Indonesia
InoVasi Volume 2; Nopember 2009
Page 11
STIE Putra Perdana
Indonesia
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi
STIE Putra Perdana Indonesia
Nopember 09
menggunakan pengukuran – pengukuran yang mewakili jenis – jenis
permintaan dari tiap-tiap output terhadap aktivitas-aktivitas tersebut.
Pengetahuan atas biaya dari berbagai aktivitas tersebut
memungkinkan para manajer untuk memfokuskan diri pada aktivitas –
aktivitas yang memberikan peluang untuk melakukan penghematan biaya
dengan cara : menyederhanakan aktivitas, melaksanakan aktivitas dengan
lebih efisien, meniadakan aktivitas yang tidak bernilai tambah dan
sebagainya.
STIE Putra Perdana
Indonesia
Sumber daya
Tahap pertama
Aktivitas
Tahap kedua
Produk
Gambar 3. Pembebanan dua tahap sistem ABC
Tahap pertama dari pembebanan biaya pada sistem ABC adalah
menelusuri biaya overhead pabrik pada aktivitas penyebab terjadinya biaya,
meliputi 4 langkah sebagai berikut :
1) Penggolongan berbagai aktivitas
2) Pengasosasian berbagai biaya dengan berbagai aktivitas
3) Penentuan kelompok – kelompok biaya yang homogen
4) Penentuan tarif kelompok (pool rate)
STIE Putra Perdana
Indonesia
9. Merancang Sistem ABC
Menurut Robin Cooper dan Robert S Kaplan (1992:12), untuk merancang
suatu sistem ABC harus melalui beberapa tahap yang penting yaitu:
a. Pengidentifikasian aktivitas
Merupakan hal yang penting untuk mengidentifikasikan aktivitas
dalam sistem ABC karena dasar alokasi dari biaya ke produk adalah
aktivitas, sehingga untuk memahami perilaku biaya yang ada dalam
perusahaan perlu dilakukan pengidentifikasian aktivitas. Usaha yang dapat
dilakukan adalah dengan mengidentifikasikan aktivitas yang relevan dengan
produk yang bersangkutan.
Aktivitas adalah tindakan gerakan atau serangkaian pekerjaan yang
dilakukan dalam suatu organisasi untuk menghasilkan suatu produk atau
STIE Putra Perdana
Indonesia
Page 12
Inovasi Volume 2 ; Nopember 2009
STIE Putra Perdana
Indonesia
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi
STIE Putra Perdana Indonesia
Nopember 09
jasa tertentu. Menurut Robin Cooper Dan Robert S Kaplan (1992:19), ada 3
metode pengidentifikasian aktivitas yang paling umum digunakan yaitu :
1) Pusat aktivitas (activity center)
Adalah kumpulan kegiatan yang membentuk suatu proses
produksi. Pusat aktivitas cocok digunakan dalam sistem ABC apabila
jumlah kegiatan atau aktivitas sangat banyak karena metode ini
memberikan pelaporan ikhtisar dari biaya – biaya proses. Metode ini
memberikan jarak antara suatu kelompok aktivitas dengan kelompok
aktivitas lainnya.
Pusat aktivitas dapat dibentuk menurut struktur organisasi seperti
departemen – departemen atau pusat – pusat pertanggung jawaban.
Sebagai contoh departemen perakitan dapat dijadikan menjadi tiga
pusat aktivitas yaitu bagian pengecetan, bagian perakitan dan bagian
pengemasan.
STIE Putra Perdana
Indonesia
2) Tingkat aktivitas (activities hierarchies)
Suatu perbedaan yang signifikan dari sistem akuntansi biaya
tradisional dan ABC adalah pada konsep yang menyatakan biaya
adalah berjenjang (hierarchies). Biaya-biaya terjadi pada tingkat yang
berbeda. Beberapa biaya ditimbulkan oleh unit, beberapa oleh batch
dan beberapa biaya ditimbulkan oleh produk.
Biaya dibebankan ke berbagai tingkat agar analisis dapat
mengidentifikasi biaya apa yang inkremental untuk tipe keputusan
manajemen yang berbeda. Beberapa biaya adalah biaya variabel yang
berjangka pendek secara langsung berhubungan dengan volume
produksi seperti upah langsung, peralatan yang dapat dihabiskan. Biaya
– biaya yang lain merupakan biaya variabel yang berjangka panjang
yang bervariasi dengan terjadinya aktivitas seperti set-up, inspeksi.
3) Value added activity
Aktivitas – aktivitas dapat diklasifikasikan sebagai bernilai tambah
atau tidak bernilai tambah. Definisi value added activity berbeda antara
perusahaan yang satu dengan yang lain. Definisi yang umum untuk value
added activity adalah aktivitas yang menambah nilai bagi pelanggan,
aktivitas yang dilakukan secara efisien atau aktivitas yang mendukung
tujuan utama dalam menghasilkan output. Aktivitas – aktivitas yang
tidak bernilai tambah merupakan pemborosan dan diindikasikan oleh
aktivitas – aktivitas yang tidak menambah nilai terhadap produk.
Beberapa contoh mencakup penyimpanan persediaan, pengujian mutu
dan waktu transportasi ke dan dari berbagai fungsi.
Pengidentifikasian aktivitas yang dilakukan secara tidak efisien
memberikan petunjuk mengenai kesempatan – kesempatan yang ada
untuk memperbaiki proses produksi.
STIE Putra Perdana
Indonesia
STIE Putra Perdana
Indonesia
InoVasi Volume 2; Nopember 2009
Page 13
STIE Putra Perdana
Indonesia
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi
STIE Putra Perdana Indonesia
Nopember 09
10. Perbedaan Antara Sistem Akuntansi Biaya Tradisional Dengan Sistem
ABC
Perbedaan – perbedaan sistem perhitungan biaya menurut sistem akuntansi
biaya tradisional dengan sistem ABC, berdasarkan teori – teori yang sudah ada
dikemukakan adalah sebagai berikut :
a. Sistem akuntansi biaya tradisional memberi sedikit ide kepada pihak
manajemen dimana harus dikurangi pengeluaran pada waktu mendesak.
Sistem tersebut memberikan laporan kepada pihak manajemen dengan
menunjukkan dimana biaya yang dikeluarkan dan tidak ada indikasi atau
tidak memberitahukan apa yang menimbulkan biaya. Pada sistem ABC
menganggap bahwa produk merupakan kumpulan dari berbagai aktivitas
dan untuk memahami perilaku biaya yang ada dalam perusahaan perlu
dilakukan pengidentifikasian aktivitas. Dimana usaha yang dapat
dilakukan adalah dengan mengidentifikasikan aktivitas yang relevan
dengan produk yang bersangkutan, sehingga dengan pengidentifikasian
aktivitas tersebut dapat diketahui mana aktivitas yang bernilai tambah dan
aktivitas yang tidak bernilai tambah. Oleh karena itu sistem ABC
membantu memperbaiki penulusuran dari aktivitas yang menghasilkan
biaya – biaya tersebut, sehingga informasi yang dihasilkan oleh sistem
ABC adalah informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan .
b. Sistem akuntansi biaya tradisional mengasumsikan bahwa porduk
menyebabkan biaya. Sedangkan ABC mengasumsikan bahwa aktivitas
yang menyebabkan biaya dan obyek biaya menciptakan permintaan untuk
aktivitas.
c. Sistem ABC menggunakan aktivitas – aktivitas sebagai pemacu biaya
unutk menentukan berapa besar setiap overhead pabrik yang dikonsumsi
setiap produk. Sistem akuntansi biaya tradisional mengalokasikan biaya
overhead pabrik secara arbiter berdasarkan satu atau dua basis alokasi
yang non representatif. Selain itu sistem ABC menggunakan banyak
kelompok biaya (multiple overhead cost pool) dengan pemacu biaya yang
berbeda – beda untuk setiap kelompok biayanya sedangkan sistem
akuntansi biaya tradisional menggunakan satu kelompok biaya (single cost
pool) diaman seluruh kelompok biaya dijelaskan dengan dasar alokasi
yang tunggal.
d. Pada tahap pertama pembebanan dua tahap terhadap biaya overhead
pabrik, sistem akuntansi biaya tradisional biaya – biaya ditelusuri ke pusat
biaya sedangkan sistem ABC menelusuri biaya berdasarkan aktivitas
penyebab timbulnya biaya. Kemudian pada tahap kedua baik sistem
akuntansi biaya tradisional maupun sistem ABC meliputi penelusuran
biaya ke berbagai produk. Sehingga pengumpulan biaya pada sistem ABC
didefinisikan sebagai aktivitas dari pada sebagai pusat biaya.
STIE Putra Perdana
Indonesia
STIE Putra Perdana
Indonesia
STIE Putra Perdana
Indonesia
Page 14
Inovasi Volume 2 ; Nopember 2009
STIE Putra Perdana
Indonesia
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi
STIE Putra Perdana Indonesia
Nopember 09
Pada sistem ABC dinyatakan bahwa biaya adalah berjenjang. Biaya – biaya
terjadi pada tingkat aktivitas yang berbeda yaitu aktivitas tingkat unit, batch, produk
dan fasilitas.
C. Analisis dan Pembahasan
1. Perhitungan Biaya Menurut Sistem Akuntansi Biaya Tradisional
PT P.P memproduksi particle board dengan ukuran dan ketebalan yang
berbeda - beda, sehingga menghasilkan produk yang berbeda (ukurannya
besar/kecil, ketebalannya tipis/tebal). Selain itu volume produksinya juga berbeda beda yaitu apakah produksi tersebut bervolume tinggi atau bervolume rendah.
Ukurannya, ketebalannya serta volume produksi dari masing - masing jenis produk
particle board tersebut dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini.
STIE Putra Perdana
Indonesia
Tabel 2. Jenis dan produk particle board tahun 2005
Kode
Jumlah lembar Ukuran
Produk
unit yang
standar
Ukuran
diproduksi
(M3)
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M
N
9 mm 4” x 6 “
9 mm 4” x 8 “
12 mm 4’ x 6 “
12 mm 4” x 8 “
15 mm 4’ x 6 “
15 mm 4’ x 8 “
18 mm 4’ x 6 “
18 mm 4’ x 8 “
20 mm 4’ x 6 “
20 mm 4’ x 8 “
25 mm 4’ x 6 “
25 mm 4’ x 8 “
30 mm 4’ x 6 “
30 mm 4’ x 8 “
Total
397.284
93.465
150.741
245.463
720.868
167.424
41.814
6.286
6.036
24.103
22.521
39.805
8.496
13.212
1.937.518
0,0268
0,0201
0,0357
0,0268
0,0447
0,0335
0,0536
0,0402
0,0595
0,0447
0,0744
0,0553
0,0893
0,0670
Jumlah
Volume yg
diproduksi
10.647
1.879
5.381
6.578
32.223
5.609
2.241
253
359
1.077
1.676
2.201
759
885
71.768
Persentase
produk
(M3)
14,84
2,62
7,50
9,17
44,90
7,82
3,12
0,35
0,50
1,50
2,33
3,07
1,06
1,23
100,00
STIE Putra Perdana
Indonesia
Sumber data : PT Parindo Permai
Produk particle board ini diproduksi dengan peralatan/mesin yang sama dan
dengan menggunakan proses yang sama, sehingga yang menjadi masalah PT P.P
adalah bagaimana biaya overhead dialokasikan ke masing -masing produk.
Sedangkan biaya utama (biaya bahan langsung dan biaya tenaga kerja langsung)
tidak dibahas dalam penelitian ini karena biaya utama tersebut dapat ditelusuri ke
produk secara individu.
STIE Putra Perdana
Indonesia
InoVasi Volume 2; Nopember 2009
Page 15
STIE Putra Perdana
Indonesia
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi
STIE Putra Perdana Indonesia
Nopember 09
PT P.P menggunakan suatu sistem akuntansi biaya yang terdiri dari 1 pusat
biaya-fasilitas secara keseluruhan (produk diproduksi dalam satu fasilitas). Pada
sistem akuntasni biaya PT P.P tersebut mengalokasikan biaya overhead ke produk
dengan dasar keluaran fisis atau unit produksi, yang merupakan metode yang paling
sederhana dan paling langsung guna membebankan biaya overhead pabrik.
Penggunaan jumlah unit produksi sebagai dasar alokasi biaya overhead pabrik oleh
perusahaan merupakan salah satu ciri dari sistem akuntansi biaya tradisional yang
menggunakan dasar alokasi tingkat unit.
Langkah pertama dalam mengalokasikan biaya overhead pabrik ke masing masing unit produk dalam ukuran lembar adalah dengan menghitung jumlah lembar
unit yang diproduksi oleh masing - masing jenis produk particle board tersebut.
Setelah itu mengalikannya dengan ukuran
standar dalam M3 (didalam
menghasilkan 1 lembar berapa volume per M3 karena masing - masing unit
produksi menggunakan ukuran yang berbeda - beda) yang ditetapkan oleh
perusahaan. Maka akan didapat jumlah volume masing - masing produk yang
diproduksi (dalam M3). Selanjutnya tarif overhead pabrik per M3 didapat dari
pembagian antara total biaya overhead pabrik dengan total volume yang diproduksi
(M3). Langkah selanjutnya adalah mengalikan tarif biaya overhead pabrik per M3
dengan jumlah volume yang diproduksi (M3) maka akan didapat biaya overhead
pabrik untuk setiap jenis produk lalu dibagi dengan jumlah unit yang diproduksi
sehingga akan didapat biaya overhead pabrik per unit masing-masing jenis produk
particle board tersebut.
STIE Putra Perdana
Indonesia
Tabel 3. Pengalokasian biaya Overhead Pabrik Menurut Sistem
Akuntansi Biaya Tradisional
Produk
Jumlah
Ukuran
Volume
Tarif
Biaya overhead
lembar unit standar produk yg overhead pabrik U/ setiap
yang
(M3) diproduksi
pabrik
Jenis produk
diproduksi
(M3)
(Rp)
(Rp)
A
397.284 0,0268
10.647
101.545
1.081.175.751
B
93.465 0,0201
1.879
101.545
190.767.986
C
150.741 0,0357
5.381
101.545
546.462.086
D
245.463 0,0268
6.578
101.545
668.007.379
E
720.868 0,0447
32.223
101.545
3.272.078.379
F
167.424 0,0335
5.609
101.545
569.538.318
G
41.814 0,0536
2.241
101.545
227.586.728
H
6.286 0,0402
253
101.545
25.660.248
I
6.036 0,0595
359
101.545
36.469.223
J
24.103 0,0447
1.077
101.545
109.405.474
K
22.521 0,0744
1.676
101.545
170.145.722
L
39.805 0,0553
2.201
101.545
223.523.499
M
8.496 0,0893
759
101.545
77.041.795
N
13.212 0,0670
885
101.545
89.888.430
Total
1.937.518
71.768
7.287.751.029
Biaya
overhead
pabrik per
unit (Rp)
2.721
2.041
3.625
2.721
4.539
3.402
5.443
4.082
6.042
4.539
7.555
5.615
9.068
6.804
3.761
STIE Putra Perdana
Indonesia
STIE Putra Perdana
Indonesia
Sumber data : PT. Parindo Permai
Page 16
Inovasi Volume 2 ; Nopember 2009
STIE Putra Perdana
Indonesia
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi
STIE Putra Perdana Indonesia
Nopember 09
2. Perhitungan Biaya Menurut Sistem ABC
Pada pembahasan selanjutnya penulis akan mencoba untuk merancang
sistem ABC pada PT P.P untuk mengalokasikan biaya overhead pabrik ke masing
- masing produk dimana harus melewati tahap sebagai berikut :
a. Pengidentifikasian dan pengelompokkan aktivitas
Langkah pertama dalam menghitung biaya overhead pabrik menurut
sistem ABC adalah pengidentifikasian aktivitas - aktivitas yang berhubungan
dengan proses produksi karena sistem ABC beranggapan bahwa produk adalah
merupakan akumulasi dari himpunan beraneka ragam aktivitas sepanjang mata
rantai nilai produk tersebut.
Dalam tahap ini tidak perlu mengidentifikasikan aktivitas – aktivitas
secara terperinci tapi cukup aktivitas - aktivitas utama saja karena bila aktivitas aktivitas mikro juga diidentifikasi, maka justru akan menghabiskan waktu dan
menambah biaya. Misalnya untuk menjalankan mesin (set-up) cukup
diidentifikasikan aktivitas set-up mesin, tidak perlu mengidentifikasi aktivitas aktivitas mikro yang mendukung aktivitas set-up mesin tersebut seperti
identifikasi peralatan yang diperlukan, pergi ke tempat penyimpanan peralatan,
pilih peralatan, gunakan peralatan pada mesin dan sebagainya.
Aktivitas yang telah teridentifikasi di atas kemudian dikelompokkan ke
dalam kelompok biaya. Agar dapat dimasukkan ke dalam suatu kelompok biaya
yang homogen. Aktivitas - aktivitas overhead pabrik harus dihubungkan secara
logis dan mempunyai rasio konsumsi yang sama untuk semua produk yang
menunjukkan eksistensi dari sebuah pemacu biaya. Dua aktivitas dengan
pemacu biaya yang sama dan memiliki tarif yang berbeda dapat dikelompokkan
dalam satu kelompok biaya. Dua aktivitas yang tidak berhubungan dapat
dikelompokkan dalam satu kelompok biaya apabila pemacu biayanya sama.
Pengelompokkan aktivitas - aktivitas yang berhubungan dengan proses
produksi pada PT P.P ke dalam kelompok biaya dilakukan dengann
mengelompokkan aktivitas - aktivitas tersebut ke dalam aktivitas yang
berhubungan dengan unit, batch, produk dan fasilitas.
STIE Putra Perdana
Indonesia
STIE Putra Perdana
Indonesia
b. Pembebanan biaya sumber daya ke aktivitas
Pembebanan biaya sumber daya ke aktivitas melewati dua tahap di bawah
ini yaitu :
1) Pengidentifikasian biaya
Untuk membebankan biaya sumber daya ke aktivitas terlebih dahulu
harus dilakukan pengindentifikasian elemen biaya produksi. Penentuan
elemen biaya ini dapat dilihat pada buku besar perusahaan. Biaya yang perlu
diperhatikan adalah biaya overhead pabrik karena pembebanan biaya utama
(biaya bahan langsung dan biaya tenaga kerja langsung) dapat dilakukan
tanpa analisa biaya. Biaya overhead pabrik merupakan biaya yang
dikonsumsi secara tidak langsung oleh produk.
STIE Putra Perdana
Indonesia
InoVasi Volume 2; Nopember 2009
Page 17
STIE Putra Perdana
Indonesia
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi
STIE Putra Perdana Indonesia
Nopember 09
2) Penentuan hubungan aktivitas dengan biaya
Langkah selanjutnya adalah menentukan hubungan antara aktivitas
dalam kelompok biaya dengan biaya overhead pabrik di atas. Langkah ini
bertujuan untuk membebankan biaya pada kelompok biaya yang layak
mendapatkan pembebanan biaya tersebut. Satu kelompok biaya dapat terdiri
dari lebih satu elemen biaya.
c. Pengidentifikasian output
Output yang diproduksi oleh PT P.P yang akan mendapatkan pengalokasian
biaya overhead pabrik adalah particle board dengan ukuran dan ketebalan sebagai
berikut :
1) Ukuran panjang x lebar :
a) 4”x 8” atau 122 cm x 244 cm
b) 4”x 6” atau 122 cm x 183 cm
2) Ketebalan :
a) 9 mm
b) 12 mm
c) 20 mm
d) 25 mm
e) 15 mm
f) 30 mm
Produk particle board dengan ukuran dan ketebalan di atas merupakan
output yang menjadi biaya yang menyebabkan timbulnya aktivitas.
d. Pembebanan biaya aktivitas ke output
Pembebanan biaya aktivitas ke output pada sistem ABC adalah melalui 2
tahap di bawah ini yaitu ; a) Penentuan pemacu biaya, b) Pengalokasian biaya.
STIE Putra Perdana
Indonesia
STIE Putra Perdana
Indonesia
Langkah terakhir adalah pengalokasian biaya - biaya overhead pabrik dari
masing - masing produk dengan menggunakan pemacu biaya yang telah
ditetapkan sebagai dasar alokasinya. Pengalokasian biaya tersebut dapat dilihat
pada tabel 4 sampai dengan tabel berikut ini.
Tabel 4. Dasar alokasi biaya overhead pabrik per kelompok biaya
Produk
A
B
C
D
E
F
G
Cost pool
Kelompok biaya I (unit)
Kelompok biaya II (fasilitas)
Dasar alokasi : jam kerja mesin
Dasar alokasi : kapasitas normal
(mesin )
(lembar)
2.403
531.587
424
125.134
1.215
201.681
1.485
347.463
7.274
731.275
1.266
224.095
506
113.731
STIE Putra Perdana
Indonesia
Page 18
Inovasi Volume 2 ; Nopember 2009
STIE Putra Perdana
Indonesia
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi
STIE Putra Perdana Indonesia
H
I
J
K
L
M
N
Total
57
81
243
378
497
171
200
16.200
Nopember 09
26.746
8.067
32.215
67.742
48.344
56.331
17.545
2.531.956
Sumber data : PT. Parindo Permai
Tabel 5. Pengalokasian biaya overhead pabrik ke kelompok biaya (Rp)
STIE Putra Perdana
Indonesia
Biaya overhead pabrik
Gaji Manager/staff/karyawan
Pabrik
Lembur karyawan
Tenaga ahli
Bahan bakar solar
Penyusutan mesin pabrik
Peralatan mesin pabrik
Asuransi mesin pabrik
Penyusutan bangunan
Pabrik
Perawatan bangunan
Pabrik
Asuransi bangunan pabrik
Asuransi mesin pabrik
Total
Kelompok I
Kelompok II
414.440.898
25.272.386
Total
414.440.898
25.272.386
515.331.097
3.013.200.000
204.840.729
1.202.484.990
1.168.153.868
260.000.000
3.013.200.000
204.840.729
1.202.484.990
1.168.153.868
260.000.000
294.914.716
294.914.716
59.112.345
130.000.000
4.044.437.914
59.112.345
130.000.000
7.287.751.029
STIE Putra Perdana
Indonesia
3.243.313.115
Sumber data : PT. Parindo Permai
Setelah menghitung besarnya pengalokasian biaya overhead pabrik dari
masing - masing kelompok biaya berdasarkan masing - masing pemacu biaya pada
setiap produk, maka selanjutnya adalah menghitung biaya overhead pabrik per unit
menurut sistem ABC yang didapat dari penjumlahan alokasi biaya overhead pabrik
dari 2 kelompok biaya masing - masing produk kemudian dibagi dengan kuantitas
produk yang dihasilkan per unit (lembar) yang tertera pada tabel 6.
3.
Perbandingan Perhitungan Biaya
Tradisional Dengan Sistem ABC
Menurut
Sistem
Akuntansi
Biaya
Perbandingan antara perhitungan biaya overhead pabrik per unit (lembar) menurut
sistem akuntansi biaya tradisional dengan sistem ABC dapat dilihat pada tabel 6 di
bawah ini :
STIE Putra Perdana
Indonesia
InoVasi Volume 2; Nopember 2009
Page 19
STIE Putra Perdana
Indonesia
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi
STIE Putra Perdana Indonesia
Nopember 09
Tabel 6. Perbedaan biaya overhead pabrik per unit
menurut sistem akuntansi biaya tradisional dan sistem ABC
STIE Putra Perdana
Indonesia
Produk
A
B
C
D
E
F
G
H
I
J
K
L
M
N
Menurut
Tradisional (Rp)
2.721
2.041
3.625
2.721
4.539
3.402
5.443
4.082
6.042
4.539
7.555
5.615
9.068
6.804
Menurut sistem
ABC (Rp)
3.348
3.047
3.751
3.472
3.641
3.652
6.767
8.612
4.821
4.153
8.165
4.440
14.620
5.152
Selisih
(Rp)
(627)
(1.006)
(126)
(751)
898
(250)
(1.324)
(4.530)
1.221
384
(610)
1.175
(5.552)
1.655
Perbedaan
(%)
(23)
(49)
(3)
(28)
20
(7)
(24)
(111)
20
9
(8)
21
(61)
24
STIE Putra Perdana
Indonesia
Berdasarkan tabel perbandingan di atas, terlihat adanya perbedaan perhitungan
biaya overhead pabrik menurut sistem akuntansi biaya tradisional dengan sistem ABC,
dimana terlihat tingkat distorsi yang terjadi pada biaya overhead pabrik per lembar dari
masing - masing jenis produk pada sistem akuntansi biaya tradisional. Sumber dari
distorsi pada sistem akuntansi biaya tradisional terletak pada pemilihan suatu dasar
alokasi biaya tingkat unit yang tunggal, dalam kasus ini adalah jumlah unit particle
board yang diproduksi untuk mengalokasikan seluruh biaya overhead pabrik ke masing
- masing produk tidak hanya dengan mengkonsumsi biaya overhead pabrik yang
berhubungan dengan unit saja tetapi juga mengkonsumsi biaya overhead pabrik yang
berhubungan dengan non unit. Dan hal ini dapat lebih jelas apabila dilakukan
perhitungan biaya overhead pabrik menurut sistem ABC, karena juga menggunakan
dasar alokasi non unit yaitu tingkat fasilitas.
STIE Putra Perdana
Indonesia
Page 20
Inovasi Volume 2 ; Nopember 2009
STIE Putra Perdana
Indonesia
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi
STIE Putra Perdana Indonesia
Nopember 09
D. Kesimpulan dan Saran
1. Kesimpulan
Setelah melakukan penelitian terhadap sistem akuntansi biaya dan data
biaya yang ada pada PT.P.P dan kemudian dilanjutkan dengan mencoba merancang
dan menghitung kembali alokasi biaya – biaya overhead pabrik dengan
menggunakan sistem ABC, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
a. PT. P.P menggunakan sistem akuntansi biaya tradisional didalam
mengalokasikan biaya overhead pabrik ke masing - masing produk dengan
menggunakan dasar alokasi tingkat unit yang tunggal yang termasuk dalam
pemacu biaya berdasar unit yaitu jumlah unit yang diproduksi (dalam M 3).
Dimana terjadi distorsi atau timbul ketidak akuratan dalam pengalokasian
biaya overhead pabrik. Hal itu dikarenakan adanya dua faktor yang saling
berkaitan yaitu proporsi biaya overhead pabrik yang tidak berdasarkan unit
terhadap total biaya overhead pabrik dan tingkat diversitas produk.
b. Apabila proporsi biaya overhead pabrik yang tidak berdasarkan unit
merupakan persentase yang besar dari total biaya overhead pabrik, distrosi
pada perhitungan biaya overhead pabrik akan besar dan jika sebaliknya
maka distorsi juga akan kecil. Bila dilihat dari tingkat diversitas produk
yang terdiri dari diversitas volume produksi dan diversitas ukuran produk
maka penggunaan dasar alokasi tingkat unit yang tunggal dapat
mengakibatkan satu produk mensubsidi produk lainnya, dimana produk
yang bervolume tinggi dan berukuran besar mengkonsumsi biaya overhead
pabrik lebih banyak dibandingkan produk yang rendah dan berukuran kecil.
c. Oleh karena itu hal-hal tersebut di atas maka pengalokasian dan perhitungan
biaya overhead pabrik dengan sistem akuntansi biaya tradisional dapat
menyesatkan pihak perusahaan PT. P.P sehingga informasi biaya yang
dihasilkan menjadi kurang akurat dan relevan dalam penentuan harga jual.
d. Pengalokasian biaya overhead pabrik ke masing – masing produk dengan
sistem ABC adalah berfokus pada aktivitas yang dilakukan untuk
memproduksi produk dimana aktivitas menjadi titik akumulasi biaya yang
fundamental. Biaya dapat ditelusuri ke aktivitas dan aktivitas dapat
ditelusuri ke produk berdasarkan pemakaian aktivitas dari setiap produk.
Dengan demikian pihak manajemen dapat mengetahui apa yang sebenarnya
menimbulkan biaya sehingga hal tersebut dapat memuat informasi biaya
menjadi lebih akurat.
e. Selain itu sistem ABC dapat memperbaiki akurasi perhitungan biaya
overhead pabrik dimana biaya overhead pabrik variabel dapat dilacak pada
produk secara individual dan dapat menggunakan pemacu biaya berdasar
unit. Sedangkan biaya overhead pabrik tetap sebaiknya menggunakan
pemacu biaya yang mempunyai hubungan yang logis dengan aktivitas yang
berhubungan dalam kasus ini pemacu biaya yang digunakan adalah
berhubungan dengan fasilitas yaitu banyaknya unit yang diproduksi pada
kapasitas normal. Sehingga tidak akan timbul pengalokasian biaya secara
STIE Putra Perdana
Indonesia
STIE Putra Perdana
Indonesia
STIE Putra Perdana
Indonesia
InoVasi Volume 2; Nopember 2009
Page 21
STIE Putra Perdana
Indonesia
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi
STIE Putra Perdana Indonesia
Nopember 09
bias atau terdistorsi bila ditelusuri sampai kepada produknya dan tidak akan
timbul sebagian produk mengalami undercsoted sedangkan biaya produk
lainnya mengalami overcosted.
2. Saran – saran
Berdasarkan kesimpulan yang telah diambil maka saran – saran yang dapat
dikemukakan sebagai berikut :
a. PT. P.P termasuk industri yang telah melaksanakan otomatisasi dengan
menggunakan suatu sistem proses produksi yang telah terintegrasi mulai
dari proses awal sampai menjadi produk jadi dan merupakan proses yang
tak terputus karena antara mesin yang satu dengan mesin yang lain
dihubungkan dengan sistem ban berjalan. Karena hal ini semua
membutuhkan investasi yang tinggi dengan teknologi canggih maka untuk
biaya overhead pabrik yang cukup tinggi tersebut perlulah digunakan suatu
sistem yang dapat mengalokasikan biaya overhead pabrik secara akurat
yang dikenal dengan sistem ABC.
b. Untuk menghadapi persaingan yang semakin tajam di pasar dalam negri
maupun di pasar internasional (karena PT. P.P juga menjual produknya ke
pasar internasional) maka PT. P.P sebaiknya menggunakan sistem ABC
yang melakukan pengidentifikasian aktivitas yang dapat memberi petunjuk
bagi pihak manajemen perusahaan untuk melakukan perbaikan proses
produksi dan mengurangi pemborosan biaya pada aktivitas yang tidak
bernilai tambah pada proses produksi.
c. Dan apabila memungkinkan untuk dilakukannya perhitungan aktivitas yang
tidak bernilai tambah tersebut sehingga dengan demikian biaya yang terjadi
dapat dikurangi atau ditekan karena biaya merupakan faktor penting dalam
menjamin kemenangan perusahaan dalam persaingan di pasar. Konsumen
akan memilih produsen yang mampu menghasilkan produk yang memiliki
kualitas yang tinggi dengan harga yang murah.
STIE Putra Perdana
Indonesia
STIE Putra Perdana
Indonesia
STIE Putra Perdana
Indonesia
Page 22
Inovasi Volume 2 ; Nopember 2009
STIE Putra Perdana
Indonesia
Jurnal Penelitian, Pengembangan Ilmu Manajemen dan Akuntansi
STIE Putra Perdana Indonesia
Nopember 09
DAFTAR PUSTAKA
Blocher, J. Edward. Kung H. Chen. Thomas W. Lin. Terjemahan: Dra. Susty Ambarini.
Manajemen Biaya, Buku 1, Jakarta: BPFE, 2000.
Cooper Robin Dan Robert S. Kaplan. The Design Of Cost Management System:
Text, Cases And Reading. Englewood, Cliffs: Prenticle-Hall, Inc, 1992.
STIE Putra Perdana
Indonesia
Garrison, Ray H & Eric W Nooren. Terjemahan A Totok Budi Santoso, SE Ak.
Akuntansi Manajerial, Edisi 1, Buku 1, Jakarta: Salemba Empat, 2001.
Hongren, Charles T. & George Foster Dan Srikant Datar. Costing Accounting: A
Managerial Emphasis, Edisi 11, Prentich-Hall International, Inc, 2006.
Hansen Dan Mowen. Manajemen Biaya: Akuntansi Dan Pengendalian, Edisi 1,
Buku 1 Jakarta, 2000.
Mulyadi. Activity Based Cost System, Edisi 6, Cetakan Ke-1, Yogyakarta: UPP AMP
YKPN, 2005.
Mulyadi. Akuntansi Biaya, Edisi 5, Cetakan Ke-6, Yogyakarta STIE Yayasan
Pahlawan Negara, 1999.
STIE Putra Perdana
Indonesia
Supriyono. Akuntansi Biaya Dan Akuntansi Manajemen Untuk Teknologi Maju
Dan Globalisasi, BPFE, Yoyakarta, 1997.
Supriyono. Manajemen Biaya, Edisi 1, Cetakan Ke-1, Yogyakarta: BPFE, 1999.
Simamora Henry. Akuntansi Manajemen, Cetakan 1, Jakarta: Salemba Empat, 1999.
STIE Putra Perdana
Indonesia
InoVasi Volume 2; Nopember 2009
Page 23
Download