EVALUASI TERHADAP PELAKSANAAN RUJUKAN BERJENJANG KASUS KEGAWATDARUTAN MATERNAL DAN NEONATAL PADA PROGRAM JAMPERSAL DI PUSKESMAS KENCONG TAHUN 2012 SKRIPSI Oleh Yuli Karya Lestari BAGIAN ADMINISTRASI DAN KEBIJAKAN KESEHATAN FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS JEMBER 2013 EVALUASI TERHADAP PELAKSANAAN RUJUKAN BERJENJANG KASUS KEGAWATDARUTAN MATERNAL DAN NEONATAL PADA PROGRAM JAMPERSAL DI PUSKESMAS KENCONG TAHUN 2012 SKRIPSI diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Pendidikan S-1 Kesehatan Masyarakat dan mencapai gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat Oleh Yuli Karya Lestari NIM 102110101162 BAGIAN ADMINISTRASI DAN KEBIJAKAN KESEHATAN FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS JEMBER 2013 ii MOTTO “Jika seseorang melangkah dengan mantab kearah yang diinginkannya dan berusaha keras untuk hidup seperti apa yang ia bayangkan, ia akan memperoleh sukses yang tidak terpikirkan olehnya”. ( Dale Carnagil) iii PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini: NAMA : Yuli Karya Lestari NIM : 102110101162 menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya ilmiah yang berjudul “Evaluasi Terhadap Pelaksanaan Rujukan Berjenjang Kasus Kegawatdarutan Maternal Dan Neonatal Pada Program Jampersal Di Puskesmas Kencong Tahun 2012 “ adalah benar-benar hasil karya sendiri, kecuali kutipan yang sudah saya sebutkan sumbernya, belum pernah diajukan pada instansi mana pun, dan bukan karya jiplakan. Saya bertanggung jawab atas keabsahan dan kebenaran isinya sesuai dengan sikap ilmiah yang harus dijunjung tinggi. Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa ada tekanan dan paksaan dari pihak mana pun serta bersedia mendapat sanksi akademik jika ternyata dikemudian hari pernyataan ini tidak benar. Jember, 10 Januari 2013 Yang menyatakan, (Yuli Karya Lestari) NIM 102110101162 iv PERSETUJUAN SKRIPSI EVALUASI TERHADAP PELAKSANAAN RUJUKAN BERJENJANG KASUS KEGAWATDARUTAN MATERNAL DAN NEONATAL PADA PROGRAM JAMPERSAL DI PUSKESMAS KENCONG TAHUN 2012 Oleh Yuli Karya Lestari NIM. 102110101162 Pembimbing Dosen Pembimbing Utama : Abu Khoiri, SKM, M.Kes Dosen Pembimbing Anggota : Christyana Sandra, SKM, M.Kes v PENGESAHAN Skripsi berjudul Evaluasi Terhadap Pelaksanaan Rujukan Berjenjang Kasus Kegawatdarutan Maternal dan Neonatal Pada Puskesmas Kencong Program Jampersal Di Tahun 2012 telah diuji dan disyahkan oleh Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember pada: Hari : Kamis Tanggal : 31 Januari 2013 Tempat : Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember Tim Penguji Ketua Sekretaris Nuryadi, SKM, M.Kes NIP 1972 0916 200112 1001 Christyana Sandra,SKM, M.Kes NIP. 1982041620 1012 2 003 Anggota I Anggota II Abu Khoiri, SKM, M.Kes dr. Lilik Lailiyah, M.Kes NIP. 19790305 200501 1 002 NIP. 19651028 199602 2 001 Mengesahkan Dekan Drs. Husni Abdul Gani, M.S NIP 19560810198303 1 003 vi PERSEMBAHAN Skripsi ini saya persembahkan untuk: 1. SuamikuJoko Santoso yang selama ini telah membimbing dengan kasih sayang dan tiada henti mengucapkan serangkaian doa terbaik dengan ketulusan hati untuk keberhasilan dan kebahagiaanku. 2. AnakkuIcha dan Dea yang selalu memahami dan memberikan dukungan, senyum, canda, serta kritikan yang membangun. 3. Semua guru – guruku, terima kasih atas ilmu yang telah diajarkan kepada saya. 4. Teman– temanku semuanya yang tak bisa kusebutkan namanya satu persatu. 5. Almamater Fakultas Kesehatan MasyarakatUniversitas Jember. vii Evaluasi Terhadap Pelaksanaan Rujukan Berjenjang Kasus Kegawatdarutan Maternal Dan Neonatal Pada Program Jampersal Di Puskesmas Kencong Tahun 2012 (Evaluationon Implementation ReferenceCaseMaternalAndNeonatal Emergency InTheCommunity Health CenterProgramJampersalKencongYear2012) ABSTRACT Any problemsbefore theimplementation ofa regionalized systemis notimplementedoptimallylead toabuildup ofhospital patientsPONEK. This research isqualitative research. This research was conductedin the maternityhealth centerdistrictPONEDKencongKencong, Jember. The results showeda tieredreferral systembased ona regionalized systemwherereferralsouthernJembercaseemergencyobstetricand neonatal careat the health centerprogramJampersalKencong. Tieredreferralbythe administration ofa regionalized systemwherereferralSouthJembercase ofemergencymaternalandneonatalhealth centerprograminKencongJampersalisan increasecompared tobeforeimplementation ofa regionalized system. viii RINGKASAN Evaluasi Terhadap Pelaksanaan Rujukan Berjenjang Kasus Kegawatdarutan Maternal Dan Neonatal Pada Program Jampersal Di Puskesmas Kencong Tahun 2012; Yuli Karya Lestari; 102110101162; 2013;101 Halaman; BagianAdministrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember. Angka rujukan yang berasal dari Puskemas non PONED dapat mengakibatkan terjadinya kenaikan Bed Occupancy Rate (BOR) di RS PONEKpada tahun 2010 terutama setelah ada program Jampersal. Adanya permasalahan yang terjadi di rumah sakit PONEK akibat penumpukan pasien karena pelaksanaan rujukan yang tidak melalui rumah sakit PONED. Hal itu dikarenakan karena adanya sistem regionalisasi yang tidak dilaksanakan secara optimal. Tujuan umum penelitian ini adalah mengevaluasipelaksanan rujukan berjenjang berdasarkan sistem regionalisasi tempat rujukan wilayah Jember Selatan kasus kegawatdaruratan kebidanan dan neonatal pada program Jampersal di Puskesmas Kencong mulai April 2011 sampai dengan oktober 2012 Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan di kamar bersalin Puskesmas PONED Kencong Kecamatan Kencong, Kabupaten Jember.Penentuan tempat penelitian ini berdasarkan letak geografis Puskesmas Kencong yang jarak tempuh paling jauh dari Rumah sakit PONEK dan angka rujukan lebih tinggi ke Rumah Sakit PONEK dari pada ke Rumah Sakit Balung walaupun sudah di tetapkannya sistem regionalisasi tempat rujukan oleh Kepala Dinas Kesehatan Jember. Penelitian ini dilaksanakan pada Oktober 2012. Sasaran yang digunakan dalam penelitian ini adalah bidan/dokter/perawat yang menangani kasus kegawatdaruratan kebidanan di Puskesmas PONED,dan Rumah Sakit tempat rujukan.Tehnik sampling atau penentuan informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling yaitu tehnik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Tehnik analisis data prinsipnya berfokus dalam bentuk induksiinterpretasi-konseptualisasi dengan metode kualitatif. ix Hasil penelitian menunjukkan sistem rujukan berjenjang berdasarkan sistem regionalisasi tempat rujukan wilayah Jember selatan kasus kegawatdaruratan kebidanan dan neonatal pada program Jampersal di Puskesmas Kencong berkaitan dengan beberapa faktor antara lain adalah identifikasi karakteristik pelaksana rujukan yang meliputi umur yang mana para pelaksana ini rata umurnya sudah 35 th sampai 54 th, masa kerjanya rata-rata diatas 10 th sehingga mempunyai pengalaman yang cukup, pendidikan pelaksana rujukan rata-rata D3 kebidanan,D3 keperawatan dan S1 kedokteran, pengetahuan tentang pemahaman rujukan berjenjang berdasarkan regionalisasi rujukan telah dipahami dan ketersediaan SDM tim PONED Puskesmas Kencong adalah 1 bidan,1 perawat,dan 1 dokter, ketersediaan SDM di Rumah Sakit tempat rujukanuntuk di RSUD Balung ada tetapi untuk kesiagaan dokter spesialis kandungan dan anak masih kurang di banding di RSU PONEK dimana SDM cukup dan terlihat kesiagaannya. Metode rujukan disesuikan dengan jenis klasifikasi kasus rujukan yang berdasarkan skor Poedji Rochjati yang bersifat elektif maupun emergency. Waktu dan jarak tempuh untuk rujukan ke RSUD Balung lebih dekat 30 menit, hanya saja birokrasinya lebih lama dibanding RSUD PONEK. Untuk jarak tempuh ke RSUD PONEK lebihjauh dan lebih dari 1 jam tapi birokrasinya mudah.Proses pengambilan keputusan tempat rujukan didasari keinginan pelaksana rujukan dan keluarga pasien dan mempertimbangkan kegawatdaruratan kasus yang di tangani.. Proses pelaksanan rujukan harus sesuai dengan SOP yaitu dengan melakukan stabilisasi pasien terlebih dahulu.Output dari pelaksanaan rujukan berjenjang dengan sistem regionalisasi menghasilkan adanya kesesuaian pelaksanaan rujukan berjenjang berdasarkan sistem regionalisasi. Kesimpulan dari penelitian ini adalah pelaksanakan rujukan berjenjang berdasarkan sistem regionalisasi tempat rujukan wilayah Jember Selatan kasus kegawatdaruratan maternal dan neonatal pada program Jampersal di Puskesmas Kencong sudah terjadi peningkatan dibanding sebelum diterapkannya sistem regionalisasi. x PRAKATA Puji syukur kehadirat Allah SWT. atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang disusun untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan pendidikan strata satu ( S1 ) pada BagianAdministrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember. Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Drs. Husni Abdul Gani, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan masyarakat Universitas Jember. 2. Abu Khoiri, SKM, M.Kesselaku Ketua BagianAdministrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan masyarakat Universitas Jember dan selaku Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktu dan pikiran serta perhatiannya guna memberikan bimbingan dan pengarahan demi terselesaikannya penulisan skripsi ini. 3. Christyana Sandra, SKM, M.Kesselaku Dosen Pembimbing II yang telah meluangkan waktu dan pikiran serta perhatiannya guna memberikan bimbingan dan pengarahan demi terselesaikannya penulisan skripsi ini. 4. Semua Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember atas ilmu yang diberikan di bangku kuliah. 5. Semua karyawan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember. 6. Semua pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Penulis juga menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap, semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Jember, 10 Januari 2013 Penulis xi DAFTAR ISI Halaman HALAMAN SAMPUL.......................................................................................... i HALAMAN JUDUL ............................................................................................ ii HALAMAN MOTTO .......................................................................................... iii HALAMAN PERNYATAAN.............................................................................. iv HALAMAN PEMBIMBINGAN.......................................................................... v HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................. vi PERSEMBAHAN................................................................................................ vii ABSTRACT ......................................................................................................... viii RINGKASAN ....................................................................................................... ix PRAKATA ............................................................................................................ xi DAFTAR ISI ....................................................................................................... xii DAFTAR TABEL .............................................................................................. xv DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... xvi DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvii DAFTAR SINGKATAN.................................................................................. xviii BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1 1.2. Rumusan Masalah ..................................................................................... 6 1.3. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 6 1.3.1 Tujuan Umum ................................................................................... 6 1.3.2 Tujuan Khusus .................................................................................. 7 1.4. Manfaat Penelitian .................................................................................... 7 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 8 2. 1 Landasan Teori........................................................................................... 8 2.1.1 Puskesmas .................................................................................... 8 2.1.2Puskesmas PONED........................................................................... 8 2.1.3 Jaminan Persalinan…….............................................................. 14 2.1.4 Konsep Sistem Rujukan................................................................ 17 2.1.5 Sistem Regionalisasi. ...................................................................29 xii 2.1.6 Sistem...........................................................................................30 2.1.7 Evaluasi ........................................................................................34 2.1.8 Konsep bidan................................................................................37 2. 2 Kerangka Konseptual............................................................................... 41 BAB 3. METODE PENELITIAN ..................................................................... 43 3. 1 Jenis Penelitian .................................................................................... 43 3. 2 Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 43 3.2.1 Tempat Penelitian ....................................................................... 43 3.2.2 Waktu Penelitian ........................................................................ 43 3. 3 Sasaran Dan Penentuan Informan Penelitian ...................................... 44 3.3.1 Sasaran Penelitian ....................................................................... 44 3.3.2 Penentuan Informan Penelitian ................................................... 44 3. 4 Fokus Penelitian dan Pengertian ........................................................ 45 3. 5 Jenis dan Sumber data ......................................................................... 46 3. 6 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data .......................................... 47 3.6.1 Teknik Pengumpulan Data ......................................................... 47 3.6.2 Instrumen Pengumpulan Data .................................................... 48 3. 7 Tehnik Analisis Data .......................................................................... 49 3. 8 Kerangka Operasional ......................................................................... 51 BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 52 4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian .................................................. 52 4.1.1 Profil Puskemas Kencong ............................................................. 52 4.1.2 Visi, Misi dan Motto Puskemas Kencong .................................... 52 4.1.3 Pelayanan Medis secara Umum di Puskemas Kencong ............... 53 4.1.4 Jumlah Tenaga Medis dan Nonmedis di Puskemas Kencong ....... 53 4.1.5 Prosedur Pelayanan Medis di Kamar Bersalin Puskemas Kencong .........................................................................................54 4.2 Hasil Penelitian ...................................................................................... 55 4.2.1 Identifikasi Karakteristik Informan ............................................ 55 4.2.2 Metode dan Jenis Klasifikasi Kasus Rujukan ............................ 61 xiii 4.2.3 Waktu Jarak Tempuh Dalam Pelaksanaan Rujukan Menuju Ke Rumah Sakit Sebagai Fasilitas Rujukan ......................................63 4.2.4 Proses Pengambilan Keputusan Dalam Pelaksanaan Rujukan Kasus Kebidanan Pada Program Jampersal ................................65 4.2.5 Proses Pelaksanaan Dalam Sistem Rujukan Berjenjang Yang Dimulai Dari Tingkat Puskemas PONED hingga Rumah Sakit PONEK .......................................................................................69 4.2.6 Evaluasi Pelaksanaan Sistem Rujukan Berjenjang Berdasarkan Regionalisasi Tempat Rujukan Wilayah Jember Selatan ...........69 4.3 Pembahasan.......................................................................................... 73 4.3.1 Identifikasi Karakteristik Informan ............................................ 73 4.3.2 Metode dan Jenis Klasifikasi Kasus Rujukan ............................ 77 4.3.3 Waktu Jarak Tempuh Dalam Pelaksanaan Rujukan Menuju Ke Rumah Sakit Sebagai Fasilitas Rujukan .....................................81 4.3.4 Proses Pengambilan Keputusan Dalam Pelaksanaan Rujukan Kasus Kebidanan Pada Program Jampersal ................................82 4.3.5 Proses Pelaksanaan Dalam Sistem Rujukan Berjenjang Yang Dimulai Dari Tingkat Puskemas PONED hingga Rumah Sakit PONEK .......................................................................................83 4.3.6 Evaluasi Pelaksanaan Sistem Rujukan Berjenjang Berdasarkan Regionalisasi Tempat Rujukan Wilayah Jember Selatan ...........86 BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 91 5.1 Kesimpulan......................................................................................... 91 5.2 Saran................................................................................................... 92 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xiv DAFTAR TABEL Tabel 2.1 SDM di Rumah Sakit PONEK ............................................................12 Tabel 2.2 Penentuan Resiko Kehamilan menurut Skor Dr Poedji Rochjati,dr SpOG ..................................................................................................25 Tabel 3.1 Fokus Penelitian dan pengertian serta teknik dan instrumen pengumpulan data ..............................................................................50 xv DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1 Mekanisme alur pasien rujukan maternal dan neonatal di RS PONEK ............................................................................................13 Gambar 2.2 Mekanisme Rujukan PONED ......................................................... 14 Gambar 2.3 Hubungan komponen-komponen sistem ......................................... 33 Gambar 2.4 Kerangka Konseptual Penelitian ..................................................... 44 Gambar 3.1 Kerangka Operasional ..................................................................... 56 xvi DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1. Lembar persetujuan responden 2. Pedoman wawancara mendalam (in-depth interview) untuk informan kunci 3. Pedoman wawancara mendalam (in-depth interview) untuk informan utama 4. Pedoman wawancara mendalam (in-depth interview) untuk informan tambahan 5. Lembar observasi maternal dan neonatal 6. Permohonan izin pengambilan data tentang alos dan bor di RSUD dr. Soebandi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat kepada Kepala Bakesbangpol 7. Surat rekomendasi dari Bakesbangpol ke RSUD dr. Soebandi 8. Surat rekomendasi dari Bakesbangpol ke Dinas Kesehatan Kab. Jember xvii DAFTAR SINGKATAN 1. AKB : Angka Kematian Bayi 2. AKI : Angka Kematian Ibu 3. ANC : Ante Natal Care 4. BAKSOKU : Bidan, Alat, Keluarga, Sarana, Obat, Kendaraan, Uang. 5. BHP : Bahan Habis Pakai 6. BOR : Bed Occupancy Rate 7. DTT : Dekontaminasi Tingkat Tinggi 8. IMS : Infeksi Menular Seksual 9. JNPK-KR : Jaringan Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi 10. KB : Keluarga Berencana 11. Kontap : Kontasepsi Mantap 12. KRR : Kehamilan Resiko Rendah 13. MDG’s : Millenium Develoment Goals 14. MKJP : Metode Kontrasepsi Jangka Panjang 15. NAPZA : Narkotika Psikotropika dan Zat Aditif lainnya 16. P2B : Program Pendidikan Bidan 17. PEB : Pre-Eklamsia Berat 18. PKS : Perjanjian Kerja Sama 19. PNC : Post Natal Care 20. PNS : Pegawai Negeri Sipil 21. Polindes : Pondok Bersalin Desa 22. PONED : Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Dasar 23. PONEK : Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Komperhensif 24. Poskesdes : Pos Kesehatan Desa 25. PPGDON : Pertolongan Pertama Gawat Darurat Obstetri danNeonatal 26. Risti : Resiko Tinggi 27. RSD : Rumah Sakit Daerah 28. RSU : Rumah Sakit Umum 29. RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah 30. SDM : Sumber Daya Manusia xviii 31. SPK : Sekolah Pendidikan Keperawatan 32. SPR : Skor Poedji Rochjati. 33. TBC : Tuberculosis 34. UGD : Unit Gawat Darurat 35. KRR : Kehamilan resiko rendah 36. KRT : Kehamilan resiko tinggi 37. KRST : Kehamilan resiko sangat tinggi 38. RDB : Rujukan dini berencana 39. RDR : Rujukan dalam rahim 40. RTW : Rujukan tepat waktu xix BAB 1. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan sumber daya di bidang kesehatan yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat untuk memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, untuk menjamin terpenuhinya hak hidup bagi seluruh penduduk termasuk penduduk miskin dan tidak mampu. Undang-undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan. Selanjutnya pada pasal 34 ayat (3) ditegaskan bahwa negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang kesehatan, pada pasal 5 ayat (1) menegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan. Selanjutnya pada ayat (2) ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau. Kemudian pada ayat (3) bahwa setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya. Selanjutnya pada pasal 6 ditegaskan bahwa setiap orang berhak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi pencapaian derajat kesehatan. Salah satu indikatornya adalah rendahnya Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) di suatu negara. Angka kematian bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia masih cukup tinggi dibandingkan dengan Negara ASEAN lainnya. Menurut data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, AKI 228 per 100.000 kelahiran hidup, AKB 34 per 1000 kelahiran hidup, Angka Kematian Neonatus (AKN) 19 per 1000 kelahiran hidup. Berdasarkan kesepakatan global (Millenium Develoment Goals/MDG’s 2000) pada tahun 2015, diharapkan angka kematian ibu menurun menjadi 102 per 100.000 KH dan angka kematian bayi menurun menjadi 23 per 1000 KH. 1 2 Menurut data jumlah kematian ibu Kabupaten/Kota se Jatim tahun 2011, Kabupaten Jember menduduki peringkat teratas. Berdasarkan sumber data Dinas Kesehatan Kabupaten Jember pada tahun 2009 kematian ibu sebesar 51 orang dan kematian bayi sebesar 348 bayi, tahun 2010 kematian ibu sebesar 55 orang dan kematian bayi sebesar 428 bayi, tahun 2011 kematian ibu sebesar 54 orang dan kematian bayi sebesar 439. Faktor penyebab dari kematian ibu yang tertinggi adalah penyakit jantung, perdarahan, PEB atau eklamsia. Tempat kematian terbesar berada di Rumah Sakit tipe B sebesar 21 orang, urutan kedua adalah di rumah sebesar 7 orang dan urutan ke tiga berada di RSD Kalisat Kematian ibu bisa diakibatkan beberapa faktor resiko keterlambatan (Tiga Terlambat), diantaranya terlambat dalam pemeriksaan kehamilan, terlambat dalam memperoleh pelayanan persalinan dari tenaga kesehatan, dan terlambat sampai fasilitas kesehatan pada saat dalam keadaan kegawatdaruratan (Juknis Jampersal, 2011). Salah satu upaya pencegahannya adalah melakukan persalinan yang ditolong oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan. Menurut hasil Rikesdes Tahun 2007, persalinan oleh tenaga kesehatan pada kelompok sasaran miskin mencapai sekitar 69,3%. Sedangkan persalinan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan mencapai 55,4%. Salah satu kendala penting untuk mengakses persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan adalah keterbatasan dan ketidaktersediaan biaya sehingga diperlukan kebijakan terobosan untuk meningkatkan persalinan yang ditolong tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan melalui kebijakan yang disebut Jampersal. Jampersal dimaksudkan untuk menghilangkan hambatan bagi ibu hamil untuk mendapatkan jaminan persalinan, yang didalamnya termasuk pemeriksaan kehamilan, pelayanan nifas termasuk KB pasca persalinan dan pelayanan bayi baru lahir. Dengan demikian, kehadiran Jaminan Persalinan diharapkan dapat mengurangi terjadinya Tiga terlambat tersebut sehingga dapat mengakselerasi tujuan pencapaian MDG’s 4. Dalam rangka menurunkan angka kematian ibu dan bayi mendorong pemerintah dengan instansi terkait untuk melakukan program-program yang terkait dengan pelayanan kesehatan ibu dan anak. Pemerintah menetapkan kebijakan penempatan bidan di desa dengan tujuan utama untuk meningkatkan 3 kualitas dan pemerataan pelayanan antenatal. Puskesmas merupakan penanggung jawab penyelenggara upaya kesehatan untuk jenjang tingkat pertama meliputi pelayanan kesehatan perorangan (private goods) dan pelayanan kesehatan masyarakat (public goods). Peran Pusat Kesehatan Masyarakat, bukan saja penanganan persalinan normal saja tetapi juga diupaya pemberdayaan pelayanan gawat darurat tingkat primer yaitu penyediaan Puskesmas Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Dasar (PONED). Pelayanan Kegawatdaruratan Dasar merupakan keharusan bagi keperluan pelayanan rujukan primer, alasannya adalah pada wilayah yang sulit terhadap akses ke pusat pelayanan rujukan, geografi dan transportasi yang terbatas yang sulit dijangkau maka puskesmas PONED merupakan fasilitas satu-satunya yang paling mungkin dijangkau. Selain pelayanan tingkat primer juga tersedia pelayanan di jenjang rujukan rumah sakit PONEK (Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Komperhensif). Di Kabupaten Jember terdapat 1 RSU tipe B PONEK yang berada di pusat Kota Jember tepatnya di Kecamatan Patrang yaitu RSU dr Soebandi dan 2 RSD tipe C yaitu RSD Balung yang berada di Kecamatan Balung sebagai RSD di wilayah Jember bagian selatan dan RSD Kalisat yang berada di Kecamatan Kalisat sebagai RSD di wilayah Jember bagian timur. Upaya ini dilakukan dalam rangka untuk pemerataan pelayanan kesehatan di Kabupaten Jember dan mempermudah akses masyarakat mendapatkan layanan kesehatan karena mudah dijangkau, hanya saja hal ini tidak disesuaikan dengan SDM yang ada, dimana untuk dokter spesialis kebidanan dan dokter spesialis anak lebih banyak berada di RS PONEK dr Soebandi dibanding dengan RSD kelas C sehingga pembagian SDMnya tidak merata. Menurut Juknis Jampersal (2011), tempat rujukan bisa di lakukan dari Puskesmas PONED ke RSU PONEK. Pada kenyataan yang ada banyak rujukan dari Puskesmas non PONED maupun Puskesmas PONED yang langsung merujuk ke RSU tipe B (PONEK) RSU dr Soebandi 4 Rujukan dari puskesmas PONED pada bulan April sampai Desember 2011 sebanyak 302 orang, rujukan dari puskesmas non PONED sebanyak 1.814 kemudian rujukan dari rumah sakit kelas C sebanyak 84 orang dan rujukan dari bidan swasta sebanyak 27 orang. Rujukan dari puskesmas PONED pada bulan Januari sampai April 2011 sebanyak 134 orang, rujukan dari puskesmas non PONED sebanyak 808 kemudian rujukan dari rumah sakit kelas C sebanyak 51 orang dan rujukan dari bidan swasta sebanyak 18 orang. Angka rujukan tertinggi berasal dari puskesmas non PONED, hal ini dapat mengakibatkan terjadinya kenaikan Bed Occupancy Rate (BOR) di RSU dr.Soebandi (PONEK) pada tahun 2010 sebesar 39,03% dan di tahun 2011 setelah ada program Jampersal meningkat menjadi 71,31%. Kondisi seperti ini merupakan salah satu penyebab potensial terjadinya infeksi nosokomial, selain pelaksanaan universal precaution (UP) yang kurang optimal. Apabila rujukan hanya tertuju pada satu rumah sakit saja maka terjadi penumpukan pasien di salah satu rumah sakit. Akibat dari peningkatan BOR di rumah sakit PONEK dr. Soebandi Jember pada program Jampersal salah satu upaya yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit di Kabupaten Jember maka pada tanggal 9 November 2011 dalam acara pertemuan Puskesmas PONED dan RS PONEK di seluruh Kabupaten Jember disepakati kebijakan sistem regionalisasi rujukan yang di sampaikan oleh kepala Dinas Kabupaten Jember dr. Olong Fadjri Maulana, MARS. Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan No. .374/MENKES/SK/V/2009 tentang SKN bahwa pelaksanaan rujukan kesehatan rumah sakit dilaksanakan secara berjenjang dari bawah keatas yaitu Puskesmas, RS klas D, RS Klas C, RS Klas B, RS klas A dan memperhatikan jarak, fasilitas, kemampuan RS dan juga disepakati perlunya pembagian Rumah Sakit rujukan yaitu Jember bagian selatan, Jember bagian tengah dan Jember bagian timur. Adapun pembagian wilayahnya sebagai berikut: a. Jember Selatan RSUD Balung meliputi Jombang, Cakru, Kencong, Gumukmas, Puger, Kasiyan, Tembokrejo, Sumberbaru, Rowo tengah, Tanggul, Bangsalsari, Klatakan, Sukorejo, Karangduren, Ambulu, Lojejer, 5 Andongsari, Sabrang, Nogosari, Semboro, Balung, Paleran, Umbulsari, Wuluhan. b. Jember Tengah RSD Dr. Soebandi meliputi Jelbuk, Arjasa, Panti, Sukorambi, Kaliwates, Patrang, Sumber Sari, Mangli, Rambipuji, Gladak pakem, Jember kidul, Jenggawah, Kemuning kidul, Tempu rejo, Curah nangka, Ajung. c. Jember Timur RSUD Kalisat meliputi Sukowono, Sumberjambe, Pakusari, Kalisat, Mayang, Ledokombo, Silo I, Mumbulsari, Silo II Pembagian wilayah Jember selatan merupakan cakupan wilayah rujukan yang paling banyak di Kabupaten Jember. Puskemas Kencong adalah salah satu Puskesmas PONED yang ada di Kabupaten Jember berada di wilayah bagian selatan dan paling jauh jarak tempuhnya dari RSU tipe B (PONEK) dan merupakan daerah perbatasan antara Jember dan Lumajang, dengan jarak tempuh 50 km, ke arah Jember dan 30 km ke arah Lumajang. Pada pelaksanaan rujukan kasus kegawatdaruratan kebidanan masih belum dilaksanakan secara baik sesuai dengan sistem rujukan regionalisasi jember bagian selatan, dimana Puskesmas Kencong lebih banyak langsung merujuk ke rumah sakit dr. Soebandi Jember tanpa melalui RSD Balung tipe C. Jumlah pasien yang dirujuk di Puskesmas PONED Kencong bulan April sampai Desember 2011 sebanyak 75 orang ke RSU Dr. Soebandi. Sedangkan jumlah pasien yang dirujuk ke RSD kelas C Balung sebanyak 37 orang ke RSD kelas C Balung . Hal itu menunjukkan bahwa jumlah pasien yang dirujuk ke RSU dr. Soebandi (PONEK) kelas B lebih banyak di banding dengan RSD kelas C Balung, walaupun jarak tempuh dari Puskesmas Kencong ke RSUD Balung lebih dekat di banding ke RSU dr Soebandi (PONEK) kelas B. Hal itu dikarenakan adanya pertimbangan rujukan ke dr. Soebandi (PONEK) kelas B memiliki ketersediaan dan kesiagaan SDM yang cukup baik, fasilitas dan peralatan medis yang cukup lengkap dan ketersediaan donor darah di PMI. Pertimbangan tersebut dijadikan dasar bagi para bidan untuk memilih tempat rujukan dalam merujuk kasus kegawatdaruratan maternal dan neonatal. Berdasarkan fenomena di atas 6 peneliti bermaksud untuk melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan rujukan berjenjang pada program Jampersal Puskesmas PONED Kencong tahun 2012. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana evaluasi terhadap pelaksanaan rujukan berjenjang berdasarkan sistem regionalisasi tempat rujukan wilayah Jember Selatan pada program Jampersal di Puskemas PONED Kencong mulai Januari 2012 sampai dengan Oktober 2012? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Tujuan umum penelitian ini adalah mengevaluasi terhadap pelaksanaan rujukan berjenjang berdasarkan sistem regionalisasi tempat rujukan wilayah Jember selatan kasus kegawatdaruratan maternal dan neonatal pada program Jampersal di Puskesmas Kencong mulai Januari 2012 sampai dengan Oktober 2012. 1.3.2 Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini antara lain: a. Mengidentifikasi pelaksana rujukan yang meliputi umur, masa kerja, pendidikan, pengetahuan dan ketersediaan SDM tim PONED Puskesmas Kencong, ketersediaan SDM di Rumah Sakit tempat rujukan. b. Mengkaji metode rujukan dengan jenis klasifikasi kasus yang akan di rujuk c. Mengkaji waktu jarak tempuh dalam pelaksanaan rujukan menuju ke rumah sakit sebagai fasilitas rujukan d. Mengkaji proses pengambilan keputusan dalam pelaksanaan rujukan kasus kebidanan pada program jampersal. 7 e. Mengkaji proses pelaksanaan dalam rujukan berjenjang yang dimulai dari tingkat Puskesmas PONED hingga Rumah Sakit PONEK f. Mengkaji hasil output pelaksanaan rujukan berjenjang berdasarkan sistem regionalisasi di Jember bagian selatan. 1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini terdiri dari manfaat teoretis, manfaat praktisi dan manfaat bagi masyarakat. a. Bagi Praktisi Penelitian ini dapat memberikan wawasan mengenai pengambilan keputusan bagi pelaksana rujukan dalam merujuk ibu bersalin ke rumah sakit sesuai dengan sistem jenjang rujukan berdasarkan sistem regionalisasi di Jember bagian selatan. b. Bagi Institusi Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pemerintah terutama dinas kesehatan dan rumah sakit mengenai kebijakan yang berkaitan dengan sistem rujukan berjenjang dan peningkatan pelayanan masyarakat khususnya ibu bersalin guna mendukung kebijakan progam Jampersal. c. Bagi Peneliti Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi bagi penelitian ilmu kesehatan masyarakat terutama tentang pelaksanaan rujukan berjenjang dan regionalisasi rujukan di Kabupaten Jember. BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Landasan Teori 2.1.1 Puskesmas Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten atau kota (UPTD). Puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional dinas kesehatan Kabupaten/Kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia (Sulastomo, 2007). Pelaksanaan kegiatan upaya puskesmas meliputi: a. Upaya kesehatan wajib Puskesmas meliputi upaya promosi kesehatan, upaya kesehatan lingkungan, upaya perbaikan gizi, upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, upaya kesehatan ibu, anak dan KB serta upaya pengobatan dasar b. Upaya kesehatan pengembangan Puskesmas dimana upaya kesehatan ini dilaksanakan sesuai dengan masalah kesehatan masyarakat yang ada dan kemampuan Puskesmas. Bila ada masalah kesehatan, tetapi Puskesmas tidak mampu menangani, maka pelaksanaan dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Upaya Laboratorium (medis dan kesehatan masyarakat) dan Perkesmas serta Pencatatan Pelaporan merupakan kegiatan penunjang dari tiap upaya wajib atau pengembangan. 2.1.2 Puskesmas PONED Puskesmas Pelayanan Obstetrik Neonatal Emergensi Dasar (PONED) adalah puskesmas yang mempunyai kemampuan dalam memberikan pelayanan Obstetric (kebidanan) dan bayi baru lahir emergensi dasar (Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan, 2012). 8 9 Kriteria puskesmas PONED dan PONEK antara lain: a. Kriteria Puskesmas PONED Puskesmas mampu PONED yang merupakan bagian dari jaringan pelayanan Obstetri dan Neonatal di kabupaten/kota sangat spesifik daerah, namun untuk menjamin kualitas, perlu ditetapkan beberapa kriteria pengembangan: 1) Puskesmas dengan sarana pertolongan persalinan diutamakan Puskesmas dengan tempat perawatan/puskesmas dengan ruang rawat inap. 2) Puskesmas sudah berfungsi/pertolongan persalinan. 3) Mempunyai fungsi sebagai sub senter rujukan. 4) Melayani sekitar 50.000 - 100.000 penduduk yang tercakup oleh Puskesmas (termasuk penduduk di luar wilayah puskesmas PONED). 5) Jarak tempuh dari lokasi pemukiman sasaran, pelayanan dasar dan puskesmas biasa ke puskesmas mampu PONED paling lama 1 jam dengan transportasi umum setempat, mengingat waktu pertolongan hanya 2 jam untuk kasus perdarahan. Jumlah dan jenis tenaga kesehatan yang perlu tersedia, sekurang-kurangnya seorang dokter dan seorang bidan terlatih GDON dan seorang perawat terlatih PPGDON. Tenaga tersebut bertempat tinggal di sekitar lokasi Puskesmas mampu PONED (Pedoman Pengembangan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Dasar, 2006). b. Kriteria Rumah Sakit PONEK 1) Ada dokter jaga yang terlatih di UGD untuk mengatasi kasus emergensi dasar baik secara umum maupun Emergency Neonatal 2) Dokter atau bdan yang telah mengikuti pelatihan tim PONEK di rumah sakit meliputi resusitasi neonatus, kegawatdaruratan Obstetrik Neonatal 3) Mempunyai standar operating prosedur penerimaan dan penanganan pasien dengan kegawat daruratan obstretrik Neonatal 4) Kebijakan tidak ada uang muka bagi pasien kegawatdaruratan obstretri dan Neonatal 5) Mempunyai prosedur pendelegasian wewenang 10 6) Mempunyai standar respon time di UGD selama 10 menit, di kamar bersalin kurang dari 30 menit, pelayanan darah kurang dari 1 jam. 7) Tersedia kamar operasi siap siaga 24 jam untuk melakukan operasi,bila ada kasus emergensi obstretrik dan umum 8) Tersedia kamar bersalin yang mampu menyiapkan operasi kurang dari 30 menit 9) Memiliki kru /awak yang siap melakukan operasi atau melaksanakan tugas sewaktu waktu meskipun harus oncall 10) Adanya dukungan semua pihak dalam tim pelayanan PONEK antara lain dokter kebidanan, dokter anak,dokter/petugas anastesi, dokter penyakit dalam, dokter spesialis lainnya serta dokter umum,bidan dan perawat 11) Tersedianya pelayanan darah yang siap 24 jam 12) Tersedianya pelayanan penunjang lain yang berperan dalam PONEK, seperti laboratorium,dan radiologi selama 24 jam, recovery room 24 jam, obat dan alat penunjang yang selalu siap dan tersedia. 13) Bahan harus tersedia dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan dan berkualitas tinggi 14) Sumber daya manusia adalah 1 Dokter spesialis kebidanan, 1 Dokter spesialis anak, 1 Dokter umum di UGD, 3 orang bidan (koordinator dan 2 penyelia) dan 2 orang perawat. Tim PONEK idealnya ditambah 1 Dokter spesialis anastesi/perawat anasthesi, 6 Bidan pelaksana, 10 Perawat jaga (tiap sift 2 -3 orang), 1 Petugas laboratorium, Pekarya kesehatan dan 1 Petugas adminitrasi 11 Tabel 2.1 SDM di Rumah Sakit PONEK NO. JENIS TENAGA TUGAS 1 Dokter spesialis Obstetri dan Ginekologi 2 Dokter spesialis Anak 3 Dokter spesialis Anestesi Pelayanan anestesi 1 4 Perawat Anestesi Pelayanan anestesi 1-2 5 Dokter terlatih Penyelenggara pelayanan medik 2-4 6 Bidan koordinator 7 Bidan penyelia 8 Bidan pelaksana Pelayanan asuhan kebidanan 6-8 9 Perawat koordinator Asuhan keperawatan 1-2 10 Perawat pelaksana Asuhan keperawatan 8-11 11 Petugas laboratorium Pelayanan pemeriksaan penunjang 1-2 12 Pekarya kesehatan Membantu pelaksanaan pelayanan kesehatan 2-4 13 Petugas administrasi Administrasi dan keuangan 2-4 Sumber : Depkes (2006) Penanggung jawab pelayanan kesehatan maternal dan Neonatal Pelayanan kesehatan perinatal dan anak JUMLAH Koordinator asuhan pelayanan kesehatan Koordinator tugas sarana dan prasana 1-2 1-2 1-2 2-4 12 Mekanisme alur pasien rujukan maternal dan Neonatal di RS PONEK ditunjukkan pada Bagan 2.1 berikut. LABORATORIUM DR OBSIGN/DOKTER/BIDAN IBU HAMIL & NEONATAL INSTALASI/UNIT GAWAT DARURAT KAMAR TINDAKAN Prosedur tindakan kasus rujukan sesuai standar pelayanan kesehatan maternal & neonatal Rawat inap / Nifas KAMAR OPERASI Prosedur operasi pada kasus rujukan ADMINISTRASI KEUANGAN INSTALASI FARMASI KAMAR BERSALIN Prosedur persalinan normal kasus rujukan sesuai standar pelayanan Bangsal Perinatologi BANK DARAH Sumber : Depkes (2006) Setiap kasus emergensi yang datang ke puskesmas mampu PONED harus langsung ditangani setelah itu baru pengurusan administrasi (pendaftaran, pembayaran, mengikuti alur pasien. Pelayanan gawat darurat Obstetri dan Neonatal yang diberikan harus mengikuti prosedur tetap (protap). Adapun mekanisme rujukan PONED dijelaskan Gambar 2.2 13 Pelayanan maternal dan perinatal di RS kls C 1. Bayi normal Pelayanan maternal dan perinatal di RS kls B 1. Bayi normal 2. RS KELAS B 2. Bayi dengan kelainan sedang-berat dengan komplikasi Bayi dengan kelainan berat dengan komplikasi 3. Antenatal 3. Antenatal 4. Partus normal 4. Partus normal 5. Partus abnormal sedang dan berat Partus abnormal sedang dan 6. Post natal berat 7. SC 6. Post natal Pemeriksaan penunjang di RS kls C 1. Laboratorium 7. SC 8. Pelayanan subspesialistik 5. RS KELAS C Pemeriksaan penunjang di RS kls B 1. Laboratorium 2. Radologi 3. USG 1. 3. Radiologi 3. USG Pelayanan maternal dan perinatal di RS kls D 1. Bayi normal 2. RS KELAS D Pelayanan kehamilan 2. 2. Persalinan Bayi dengan kelainan ringan-sedang dengan komplikasi 3. Antenatal 4. Partus normal 5. Partus abnormal ringan dan sedang 6. Post natal 7. SC 8. KB normal Pemeriksaan penunjang di RS kls D 1. Laboratorium Pengelolaan 2. Radiologi kasus dengan komplikasi tertentu sesuai PUSKESMAS kewenangan 4. 5. 1. Pelayanan kehamilan 2. Persalinan normal 3. Pengelolaan kasus dengan Pelayanan komplikasi tertentu sesuai nifas & BBL kewenangan Membina BIDAN posyandu MASYARAKAT 4. Pelayanan nifas & BBL 5. Stabilitas pasien dengan kegawatdaruratan maternal perinatal MASYARAKAT/KADER/IBU HAMIL Keterangan : : Alur Rujukan Gambar 2.2 Mekanisme Rujukan PONED Sumber : Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 604/Menkes/SK/VII/2008 14 2.1.3 Jaminan Persalinan Berdasarkan petunjuk teknis Jampersal 2011. Jampersal adalah jaminan pembiayaan pelayanan persalinan yang meliputi pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas termasuk pelayanan KB pasca persalinan dan pelayanan bayi baru lahir yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan. a. Ruang Lingkup Pelayanan Jaminan Persalinan 1) Pelayanan Persalinan Tingkat Pertama Pelayanan persalinan tingkat pertama adalah pelayanan yang diberikan oleh dokter atau bidan yang berkompeten dan berwenang memberikan pelayanan yang meliputi pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas dan pelayanan KB pasca salin, serta pelayanan kesehatan bayi baru lahir, termasuk pelayanan persiapan rujukan pada saat terjadinya komplikasi (kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir serta KB paska salin) tingkat pertama. Pelayanan tingkat pertama diberikan di Puskesmas dan Puskesmas PONED (untuk kasus-kasus tertentu), serta jaringannya termasuk Polindes dan Poskesdes, fasilitas kesehatan swasta (bidan, dokter, klinik, rumah bersalin) yang memiliki Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Tim Pengelola Kabupaten/Kota. Jenis pelayanan Jaminan persalinan di tingkat pertama meliputi: a) Pelayanan ANC sesuai standar pelayanan KIA dengan frekuensi 4 kali; b) Deteksi dini faktor risiko, komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir c) Pertolongan persalinan normal; d) Pertolongan persalinan dengan komplikasi dan atau penyulit pervaginam yang merupakan kompetensi Puskesmas PONED. e) Pelayanan Nifas (PNC) bagi ibu dan bayi baru lahir sesuai standar pelayanan KIA dengan frekuensi 4 kali; f) Pelayanan KB paska persalinan serta komplikasinya. g) Pelayanan rujukan terencana sesuai indikasi medis untuk ibu dan janin/bayinya. 15 2) Pelayanan Persalinan Tingkat Lanjutan Pelayanan persalinan tingkat lanjutan adalah pelayanan yang diberikan oleh tenaga kesehatan spesialistik untuk pelayanan kebidanan dan bayi baru lahir kepada ibu hamil, bersalin, nifas, dan bayi baru lahir dengan resiko tinggi dan atau dengan komplikasi yang tidak dapat ditangani pada fasilitas kesehatan tingkat pertama yang dilaksanakan berdasarkan rujukan atas indikasi medis. Pada kondisi kegawatdaruratan kebidanan dan Neonatal tidak diperlukan surat rujukan. Pelayanan tingkat lanjutan menyediakan pelayanan terencana atas indikasi ibu dan janin/bayinya. Jenis pelayanan persalinan di tingkat lanjutan meliputi: a) Pemeriksaan kehamilan (ANC) dengan risiko tinggi (risti) b) Pertolongan persalinan dengan risti dan penyulit yang tidak mampu dilakukan di pelayanan tingkat pertama. c) Penanganan komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir dalam kaitan akibat persalinan. d) Pemeriksaan paska persalinan (PNC) dengan risiko tinggi (risti). e) Penatalaksanaan KB paska salin dengan metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) atau kontrasepsi mantap (Kontap) serta penanganan komplikasi. 3) Pelayanan Persiapan Rujukan Pelayanan persiapan rujukan adalah pelayanan pada suatu keadaan dimana terjadi kondisi yang tidak dapat ditatalaksana secara paripurna di fasilitas kesehatan tingkat pertama sehingga perlu dilakukan rujukan ke fasilitas kesehatan tingkat lanjut dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut: 1) Kasus tidak dapat ditatalaksana paripurna di fasilitas kesehatan karena: a) keterbatasan SDM b) keterbatasan peralatan dan obat-obatan 2) Dengan merujuk dipastikan pasien akan mendapat pelayanan paripurna yang lebih baik dan aman di fasilitas kesehatan rujukan Pasien dalam keadaan aman selama proses rujukan 16 Untuk memastikan bahwa pasien yang dirujuk dalam kondisi aman sampai dengan penanganan di tingkat lanjutan, maka selama pelayanan dan proses merujuk harus memperhatikan syarat-syarat sebagai berikut : a) Stabilisasi keadaan umum antara lain tekanan darah stabil terkendali, nadi teraba, pernafasan teratur dan jalan nafas longgar, terpasang infus, tidak terdapat kejang-kejang sudah terkendali b) Perdarahan terkendali meliputi tidak terdapat perdarahan aktif, perdarahan terkendali, terpasang infus dengan aliran lancar 20-30 tetes per menit. c) Tersedia perlengkapan ambulasi pasien meliputi petugas yang mampu mengantisipasi dan mengawasi kedaruratan, cairan infus yang cukup selama proses rujukan (1 kolf untuk 4-6 jam) atau sesuai dengan kondisi pasien dan obat dan bahan habis pakai (BHP) emergensi yang cukup untuk proses rujukan. b. Manfaat Pelayanan Jaminan Persalinan 1) Pemeriksaan kehamilan (ANC) yang dibiayai oleh program ini mengacu pada buku Pedoman KIA, dimana selama hamil, ibu hamil diperiksa sebanyak 4 kali disertai konseling KB dengan frekuensi 1 kali pada triwulan pertama, 1 kali pada triwulan kedua dan 2 kali pada triwulan ketiga. 2) Penatalaksanaan Persalinan: a) Persalinan per vaginam yaitu persalinan per vaginam normal, persalinan per vaginam melalui induksi, persalinan per vaginam dengan tindakan, persalinan per vaginam dengan komplikasi, persalinan per vaginam dengan kondisi bayi kembar, persalinan per vaginam dengan induksi, dengan tindakan, dengan komplikasi serta pada bayi kembar dilakukan di Puskesmas PONED dan/atau RS. b) Persalinan per abdominam yaitu seksio sesarea elektif (terencana), atas indikasi medis, Seksio sesarea segera (emergensi), atas indikasi medis, Seksio sesarea dengan komplikasi (perdarahan, robekan jalan lahir, perlukaan jaringan sekitar rahim, dan sesarean histerektomi). 17 3) Penatalaksanaan komplikasi persalinan perdarahan yaitu Eklamsi, Retensio plasenta, penyulit pada persalinan, infeksi, Penyakit lain yang mengancam keselamatan ibu bersalin. 4) Penatalaksanaan bayi baru lahir untuk perawatan esensial neonates atau bayi baru lahir dan penatalaksanaan bayi baru lahir dengan komplikasi (asfiksia, Berat Badan Lahir Rendah/BBLR, infeksi, ikterus, kejang, Respiratory Distres Sindrom/RDS) 5) Lama hari inap minimal di fasilitas kesehatan yaitu persalinan normal dirawat inap minimal 1 (satu) hari, persalinan per vaginam dengan tindakan dirawat inap minimal 2 (dua) hari dan persalinan dengan penyulit post sectio-caesaria dirawat inap minimal 3 (tiga) hari 2.1.4 Konsep Sistem Rujukan a. Definisi Konsep Sistem Rujukan Adapun yang dimaksud dengan sistem rujukan di Indonesia, seperti yang telah dirumuskan dalam SK Menteri Kesehatan RI No. 001 tahun 2012 ialah suatu sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan tanggung jawab timbal balik terhadap suatu kasus penyakit atau masalah kesehatan secara vertical dalam arti dari unit yang berkemampuan kurang kepada unit yang lebih mampu atau secara horizontal dalam arti antar unit-unit yang setingkat kemampuannya (Azwar, 1996). Sistem rujukan upaya keselamatan adalah suatu sistem jaringan fasilitas pelayanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab secara timbal-balik atas masalah yang timbul baik secara vertikal (komunikasi antara unit yang sederajat) maupun horizontal (komunikasi inti yang lebih tinggi ke unit yang lebih rendah) ke fasilitas pelayanan yang lebih kompeten, terjangkau, rasional dan tidak dibatasi oleh wilayah administrasi (Syafrudin, 2009). b. Macam Rujukan Sistem Kesehatan Nasional membedakannya menjadi dua macam yakni : 1) Rujukan Kesehatan Rujukan ini terutama dikaitkan dengan upaya pencegahan penyakit dan 18 peningkatan derajat kesehatan. Dengan demikian rujukan kesehatan pada dasarnya berlaku untuk pelayanan kesehatan masyarakat (public health service). Rujukan kesehatan dibedakan atas tiga macam yakni rujukan teknologi, sarana, dan operasional (Azwar, 1996). Rujukan kesehatan yaitu hubungan dalam pengiriman, pemeriksaan bahan atau specimen ke fasilitas yang lebih mampu dan lengkap. Ini adalah rujukan uang menyangkut masalah kesehatan yang sifatnya pencegahan penyakit (preventif) dan peningkatan kesehatan (promotif). Rujukan ini mencakup rujukan teknologi, sarana dan opersional (Syafrudin, 2009). 2) Rujukan Medik Rujukan ini terutama dikaitkan dengan upaya penyembuhan penyakit serta pemulihan kesehatan. Dengan demikian rujukan medik pada dasarnya berlaku untuk pelayanan kedokteran (medical service). Sama halnya dengan rujukan kesehatan, rujukan medik ini dibedakan atas tiga macam yakni rujukan penderita, pengetahuan dan bahan bahan pemeriksaan (Azwar, 1996). Menurut Syafrudin (2009), rujukan medik yaitu pelimpahan tanggung jawab secara timbal balik atas satu kasus yang timbul baik secara vertikal maupun horizontal kepada yang lebih berwenang dan mampu menangani secara rasional. Jenis rujukan medik antara lain: 1) Transfer of patient. Konsultasi penderita untuk keperluan diagnosis, pengobatan, tindakan operatif dan lain –lain. 2) Transfer of specimen Pengiriman bahan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium yang lebih lengkap. 3) Transfer of knowledge / personal. Pengiriman tenaga yang lebih meningkatkan mutu layanan setempat. kompeten atau ahli untuk 19 c. Manfaat Rujukan Menurut Azwar (1996), beberapa manfaat yang akan diperoleh ditinjau dari unsur pembentuk pelayanan kesehatan terlihat sebagai berikut : 1) Sudut pandang pemerintah sebagai penentu kebijakan Jika ditinjau dari sudut pemerintah sebagai penentu kebijakan kesehatan (policy maker), manfaat yang akan diperoleh antara lain membantu penghematan dana, karena tidak perlu menyediakan berbagai macam peralatan kedokteran pada setiap sarana kesehatan; memperjelas sistem pelayanan kesehatan, karena terdapat hubungan kerja antara berbagai sarana kesehatan yang tersedia; dan memudahkan pekerjaan administrasi, terutama pada aspek perencanaan. 2) Sudut pandang masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan Jika ditinjau dari sudut masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan (health consumer), manfaat yang akan diperoleh antara lain meringankan biaya pengobatan, karena dapat dihindari pemeriksaan yang sama secara berulang-ulang dan mempermudah masyarakat dalam mendapatkan pelayanan, karena diketahui dengan jelas fungsi dan wewenang sarana pelayanan kesehatan. 3) Sudut pandang kalangan kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan. Jika ditinjau dari sudut kalangan kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan kesehatan (health provider), manfaat yang diperoleh antara lain memperjelas jenjang karir tenaga kesehatan dengan berbagai akibat positif lainnya seperti semangat kerja, ketekunan, dan dedikasi; membantu peningkatan pengetahuan dan keterampilan yakni melalui kerjasama yang terjalin; memudahkan dan atau meringankan beban tugas, karena setiap sarana kesehatan mempunyai tugas dan kewajiban tertentu. d. Tata Laksana Rujukan Menurut Syafrudin (2009), tatalaksana rujukan diantaranya adalah internal antar-petugas di satu rumah; antara puskesmas pembantu dan puskesmas; antara 20 masyarakat dan puskesmas; antara satu puskesmas dan puskesmas lainnya; antara puskesmas dan rumah sakit, laboratorium atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya; internal antar-bagian/unit pelayanan di dalam satu rumah sakit; antar rumah sakit, laboratoruim atau fasilitas pelayanan lain dari rumah sakit. e. Kegiatan Rujukan Menurut Syafrudin (2009), kegiatan rujukan terbagi menjadi tiga macam yaitu rujukan pelayanan kebidanan, pelimpahan pengetahuan dan keterampilan, rujukan informasi medis: 1) Rujukan Pelayanan Kebidanan Kegiatan ini antara lain berupa pengiriman orang sakit dari unit kesehatan kurang lengkap ke unit yang lebih lengkap; rujukan kasus-kasus patologik pada kehamilan, persalinan, dan nifas; pengiriman kasus masalah reproduksi manusia lainnya, seperti kasus-kasus ginekologi atau kontrasepsi yang memerlukan penanganan spesialis; pengiriman bahan laboratorium; dan jika penderita telah sembuh dan hasil laboratorium telah selesai, kembalikan dan kirimkan ke unit semula, jika perlu diserta dengan keterangan yang lengkap (surat balasan). 2) Pelimpahan Pengetahuan dan Keterampilan Kegiatan ini antara lain : a) Pengiriman tenaga-tenaga ahli ke daerah untuk memberikan pengetahuan dan keterampilan melalui ceramah, konsultasi penderita, diskusi kasus, dan demonstrasi operasi. b) Pengiriman petugas pelayanan kesehatan daerah untuk menambah pengetahuan dan keterampilan mereka ke rumah sakit yang lebih lengkap atau rumah sakit pendidikan, juga dengan mengundang tenaga medis dalam kegiatan ilmiah yang diselenggarakan dengan tingkat provinsi atau institusi pendidikan. 3) Rujukan Informasi Medis Kegiatan ini antara lain berupa : a) Membalas secara lengkap data-data medis penderita yang dikirim dan 21 advis rehabilitas kepada unit yang mengirim. b) Menjalin kerjasama dalam sistem pelaporan data-data parameter pelayanan kebidanan, terutama mengenai kematian maternal dan prenatal. Hal ini sangat berguna untuk memperoleh angka secara regional dan nasional. f. Keuntungan Sistem Rujukan Menurut Syafrudin (2009), keuntungan sistem rujukan adalah : 1) Pelayanan yang diberikan sedekat mungkin ke tempat pasien, berarti bahwa pertolongan dapat diberikan lebih cepat, murah dan secara psikologis memberi rasa aman pada pasien dan keluarga. 2) Dengan adanya penataran yang teratur diharapkan pengetahuan dan keterampilan petugas daerah makin meningkat sehingga makin banyak kasus yang dapat dikelola di daerahnya masing – masing. 3) Masyarakat desa dapat menikmati tenaga ahli g. Persiapan Rujukan Kaji ulang rencana rujukan bersama ibu dan keluarganya. Jika terjadi penyulit, seperti keterlambatan untuk merujuk ke fasilitas kesehatan yang sesuai, dapat membahayakan jiwa ibu dan atau bayinya. Jika perlu dirujuk, siapkan dan sertakan dokumentasi tertulis semua asuhan dan perawatan hasil penilaian (termasuk partograf) yang telah dilakukan untuk dibawa ke fasilitas rujukan (Syafrudin, 2009). Jika ibu datang untuk mendapatkan asuhan persalinan dan kelahiran bayi dan ia tidak siap dengan rencana rujukan, lakukan konseling terhadap ibu dan keluarganya tentang rencana tersebut. Bantu mereka membuat rencana rujukan pada saat awal persalinan (Syafrudin, 2009). Kesiapan untuk merujuk ibu dan bayinya ke fasilitas kesehatan rujukan secara optimal dan tepat waktu menjadi syarat bagi keberhasilan upaya penyelamatan. Setiap penolong persalinan harus mengetahui lokasi fasilitas rujukan yang mampu untuk penatalaksanaan kasus gawatdarurat Obstetri dan bayi baru lahir dan informasi tentang pelayanan yang tersedia di tempat 22 rujukan, ketersediaan pelayanan purna waktu, biaya pelayanan dan waktu serta jarak tempuh ke tempat rujukan. Persiapan dan informasi dalam rencana rujukan meliputi siapa yang menemani ibu dan bayi baru lahir, tempat rujukan yang sesuai, sarana tranfortasi yang harus tersedia, orang yang di tunjuk menjadi donor darah dan uang untuk asuhan medik, tranfortasi, obat dan bahan. Singkatan BAKSOKU (Bidan, Alat, Keluarga, Surat, Obat, Kendaraan, Uang) dapat di gunakan untuk mengingat hal penting dalam mempersiapkan rujukan (Dinkes, 2009) h. Indikasi untuk melakukan tindakan dan rujukan segera pada saat persalinan. Indikasi untuk melakukan tindakan dan rujukan segera menurut buku Pedoman Asuhan Persalinan Normal (Dinkes, 2009): 1) Selama kala satu persalinan yaitu Riwayat bedah sesar, Perdarahan per vaginam selain lendir bercampur darah (show), Kurang dari 37 minggu (persalinan kurang bulan), Ketuban pecah disertai dengan keluarnya mekonium kental, Ketuban pecah dan air ketuban bercampur dengan sedikit mekonium disertai tanda-tanda gawat janin, Ketuban pecah (lebih dari 24 jam) atau ketuban pecah pada kehamilan kurang bulan (usia kehamilan kurang 37 minggu), Tanda-tanda atau gejala-gejala infeksi temperatur > 38ºC, menggigil, nyeri abdomen, cairan ketuban berbau, Tekanan darah lebih dari 160/110 dan/atau terdapat protein dalam urin (pre-eklampsia berat), Tinggi fundus 40 cm atau lebih (makrosomia, polihidramnion, kehamilan ganda), DJJ kurang dari 100 atau lebih dari 180 x/menit pada dua kali penilaian dengan jarak 5 menit (gawat janin), Primipara dalam fase aktif kala satu persalinan dengan penurunan kepala janin 5/5, Presentasi bukan belakang kepala (sungsang, letak lintang), Presentasi ganda (majemuk) (adanya bagian lain dari janin, misalnya: lengan atau tangan, bersama dengan presentasi belakang kepala), Tali pusat menumbung (jika tali pusat masih berdenyut), Tanda dan gejala syok meliputi nadi cepat, lemah (lebih dari 110x/menit), tekanan darah menurun (sistolik kurang dari 90mmhg), pucat, berkeringat atau kulit 23 lembab, dingin, nafas cepat (lebih dari 30x/menit), cemas, bingung, atau tidak sadar, produksi urin menurun (kurang dari 30ml/jam). Kemudian tanda dan gejala fase laten berkepanjangan yaitu pembukaan serviks kurang dari 4 cm setelah 8 jam dan kontraksi teratur (lebih dari 2 dalam 10 menit), tanda dan gejala belum inpartu antara lain frekuensi kontraksi kurang dari 2 kali dalam 10 menit dan lamanya kurang dari 20 detik dan tidak ada perubahan serviks dalam waktu 1 hingga 2 jam. Selanjutnya tanda dan gejala inpartu partus lama seperti perubahan serviks mengarah ke sebelah kanan garis waspada partograf, pembukaan serviks kurang dari 1 cm per jam dan frekuensi kontraksi kurang dari 2 kali dalam 10 menit dan lamanya kurang dari 40 detik 2) Selama kala dua persalinan antara lain tanda atau gejala syok yaitu nadi cepat, lemah (110x/menit atau lebih), tekanan darah menurun (sistolik kurang dari 90mmhg), pucat pasi, berkeringat atau kulit lembab, dingin, nafas cepat (lebih dari 30x/menit), cemas, bingung, atau tidak sadar dan produksi urin menurun (kurang dari 30ml/jam). Tanda gejala dehidrasi perubahan nadi (110x/menit atau lebih), urin pekat dan produksi urin sedikit (kurang dari 30cc/jam). Tanda dan gejala infeksi yaitu nadi cepat (110x/menit atau lebih), suhu lebih dari 38ºc, menggigil dan air ketuban atau cairan vagina yang berbau. Kemudian tanda atau gejala pre-eklamsia ringan seperti tekanan darah diastolik 90-110 mmHg dan Proteinuria hingga2+. Tanda atau gejala pre-eklamsia berat atau eklampsia seperti tekanan darah diastolik 110 mmHg atau lebih, tekanan darah diastolig 90 mmHg atau lebih dengan kejang, nyeri kepala, gangguan penglihatan dan kejang (eklampsia). Tanda-tanda inersia uteri: kurang dari 3 kontraksi dalam waktu 10 menit, lama kontraksi kurang dari 40 detik. Tanda gawat janin seperti DJJ kurang dari 120 atau lebih dari 160 x/menit, mulai waspada tanda awal gawat janin dan DJJ kurang dari 100 atau lebih dari 180 x/menit. Kepala bayi tidak turun, tanda-tanda distosia bahu seperti kepala bayi tidak melakukan putar paksi luar, kepala bayi keluar kemudian tertarik kembali ke dalam vagina (kepala ‘kura-kura’) dan 24 bahu bayi tidak dapat lahir. Kemudian tanda-tanda cairan ketuban bercampur mekonium: cairan ketuban berwarna hijau (mengandung mekonium), tanda-tanda tali pusat menumbung : tali pusat teraba atau terlihat saat periksa dalam dan tanda-tanda lilitan tali pusat : tali pusat melilit leher. Kemudian kehamilan kembar tak terdeteksi. 3) Selama kala tiga dan kala empat persalinan yaitu tanda atau gejala retensio plasenta : adalah normal jika plasenta lahir dalam waktu 30 menit setelah bayi lahir, tanda atau gejala avulsi (putus) tali pusat : tali pusat putus dan plasenta tidak lahir, tanda atau gejala bagian plasenta yang tertahan seperti bagian permukaan plasenta yang menempel pada ibu hilang, bagian selaput ketuban yang robek/hilang, perdarahan pasca persalinan, uterus berkontraksi, tanda atau gejala atonia uteri perdarahan pasca persalinan dan uterus lembek dan tidak berkontraksi, tanda atau gejala robekan vagina, perineum atau serviks : perdarahan pasca persalinan, plasenta lengkap dan uterus berkontraksi dan tanda atau gejala syok seperti nadi cepat, lemah (110x/menit atau lebih), tekanan darah menurun (sistolik kurang dari 90mmhg), pucat pasi, berkeringat atau kulit lembab, dingin, nafas cepat (lebih dari 30x/menit), cemas, bingung, atau tidak sadar, produksi urin menurun (kurang dari 30ml/jam). Tanda gejala dehidrasi seperti perubahan nadi (110x/menit atau lebih), urin pekat dan produksi urin sedikit (kurang dari 30cc/jam). Tanda dan gejala infeksi seperti nadi cepat (110x/menit atau lebih), suhu lebih dari 38ºc, menggigil dan air ketuban atau cairan vagina yang berbau. Tanda atau gejala pre-eklamsia ringan seperti tekanan darah diastolik 90-110 mmHg, proteinuria hingga positif 2. Tanda atau gejala pre-eklamsia berat atau eklampsia yaitu tekanan darah diastolik 110 mmhg atau lebih, tekanan darah diastolig 90 mmhg atau lebih dengan kejang, nyeri kepala, gangguan penglihatan, kejang (eklampsia). Tanda atau gejala kandung kemih penuh seperti bagian bawah uterus sulit dipalpasi, tinggi fundus uteri di atas pusat dan uterus terdorong/condong ke satu sisi. 25 Penentuan risiko kehamilan sangat penting dideteksi agar supaya dapat mengantisipasi risiko kehamilan yang membahayakan pasien. Tabel 2.4 menunjukkan penentuan risiko kehamilan menurut skor. Tabel 2.2 Penentuan Resiko Kehamilan menurut Skor Dr Poedji Rochjati, SpOG Kel fr I No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 II 12. III 13 14 15 16 17 18 19 20 Skor Masalah/faktor resiko 1 Tribulan 2 3 Skor awal ibu hamil 2 Terlalu muda<16 th 4 Terlalu tua umur > 35 th 4 Terlalu lambat hamil>4th 4 Terlalu lama hamil >10th 4 Terlalu cepat hamil<2th 4 Grande multi 4 Terlalu tua >35th 4 Terlalu pendek <145cm 4 Pernah keguguran 4 Pernah melahirkan dengan Tarikan 4 Ari dirogoh 4 Pernah infus/tranfusi 4 Bekas sectio 8 Penyakit ibu hamil 4 a. anemia b. malaria 4 c. TBC paru d. Payah jantung 4 e. diabetes f. PMS 4 Bengkak pada muka/tungkai tekanan darah 4 tinggi Hamil kembar 2 atau lebih 4 H amil kembar air 4 Bayi mati dalam kandungan 4 kehamilani lebih bulan 8 Bayi letak sunsang 8 Bayi letaklintang 8 Perdarahan kehamilan ini 8 Preeklampsia berat 8 Jumlah skor Kehamilan Kehamilan dengan resiko Rujukan Perawatan Rujukan Tempat Penolong Rdb Rtw Rtlt Jml. Skor Jml. Skor 2 Krr Bidan Tidak dirujuk Bidan 6-10 Krt Bidan dokter Polindes Puskesmas/RS Bidan dokter >12 Krst Dokter 1. Rumah sakit Dokter Sumber: Dinkes (2002) 26 Adapun hal-hal yang terbaik dalam melakukan rujukan dijelaskan sebagai berikut. 1) Keadaan paling ideal untuk merujuk adalah rujukan antepartum (rujukan pada saat janin masih ada dalam kandungan ibu). Namun sayangnya tidak semua keadaan dapat terdiagnosis secara dini, sehingga rujukan dini dapat dilakukan. Apalagi jika terjadi kedaruratan pada ibu maupun janin dan kehamilan harus segera diterminasi serta memerlukan rujukan ke fasilitas yang lebih lengkap, maka kan timbul masalah baik pada ibu maupun bayi. 2) Perubahan keadaan dan penyakit pada bayi baru lahir demikian cepatnya, untuk itu dibutuhkan tata laksana segera dan adekuat pada fasilitas yang lengkap dan terdekat (system regionalisasi rujukan perinatal). 3) Apabila bayi dirujuk ke fasilitas yang lebih lengkap, yakinkan bahwa bayi akan mendapatkan keuntungan atau nilai positif dibanding bila hanya tetap dirawat di tempat asalnya. 4) Harus diperhatikan bahwa saat merujuk, bayi harus dalam keadaan stabil atau minimal tanda bahaya sudah dikelola lebih dulu 5) Perlu melibatkan orang tua atau keluarga dalam mengambil keputusan untuk merujuk dan jelaskan kenapa bayi harus merujuk Kasus atau keadaan yang memerlukan rujukan ke fasilitas yang lebih lengkap gangguan napas sedang dan berat, apapun penyebabnya, Asfiksia yang tidak memberi respons pada tindakan resusitasi, sebaiknya dalam 10 menit pertama, Kasus bedah neonates, BBLR < 1,750 g, BBLR 1,750-2000 g dengan kejang, gangguan napas, gangguan pemberian minum, Bayi hipotermi berat, Ikterus yang tidak memberikan respons dengan fototerapi, Kemungkinan penyakit jantung bawaan, bayi ibu diabetes mellitus dengan hipoglikemi simtomatik, kejang yang tidak teratasi, tersangka infeksi (sepsis, meningitis) berat/ dengan komplikasi penyakit hemolisis, tersangka renjatan yang tidak memberi respons baik, Hipoglikemi yang tidak dapat teratasi Sistem rujukan dan transportasi antara lain: 1) Perhatikan regionalisasi rujukan perinatal dalam menentukan tujuan rujukan, sehingga dapat merujuk dengan cepat, aman dan benar 27 2) Puskesmas merupakan penyaring kasus resiko yang perlu dirujuk sesuai dengan besaran resiko, jarak dan faktor lainnya 3) Melengkapi syarat-syarat rujukan (persetujuan tindakan, surat rujukan, catatan medis). Untuk kasus tertentu kadang diperlukan sampel darah ibu. 4) Merujuk bayi dalam keadaan stabil, menjaga kehangatan bayi dengan metode kangguru dan ruangan dalam kendaraan yang digunakan untuk merujuk, dan menjaga jalan napas tetap bersih dan terbuka selama transportasi. Bila memungkinkan bayi tetap bersih dan terbuka selama transportasi. Bila memungkinkan bayi tetap diberi ASI. 5) Harus disertai dengan yang terampil melakukan resusitasi. Data dasar yang harus diinformasikan antara lain identitas bayi dan tanggal lahir, identitas orang tua, riwayat kehamilan, persalinan dan prosesnya, tindakan resusitasi yang dilakukan, obat yang dikonsumsi oleh ibu, nilai agar (tidak selalu harus diinformasikan, bila tidak tersedia waktu karena melakukan tindakan resusitasi aktif), masa gestasi dan berat lahir, tanda vital (suhu, frekuensi jantung, pernapasan, warna kulit dan aktif/tidaknya bayi), tindakan/ prosedur klinik dan terapi lain yang sudah diberikan dan bila tersedia data pemeriksaan penunjang yang ada (glukosa, elektrolit, dan lain-lain) Syarat untuk melakukan transportasi antara lain bayi dalam keadaan stabil, bayi harus dalam keadaan hangat, kendaraan pengangkut juga harus dalam keadaan hangat, didampingi oleh tenaga kesehatan yang terampil melakukan tindakan resusitasi, minimal ventilasi, tersedia peralatan dan obat yang dibutuhkan dan bayi dalam keadaan stabil, bila jalan napas bebas dan ventilasi adekuat, kulit dan bibir kemerahan, frekuensi jantung 120-160 kali/menit, suhu aksiler 36,5-37 °c (97,7-98,6 °f), masalah metabolic terkoreksi dan masalah spesifik penderita sudah dilakukan manajemen awal. Peralatan dan obat yang diperlukan : 1) Idealnya bayi dirujuk dengan menggunakan incubator transport dan dipasang monitor. Berhubung alat tersebut sangat jarang tersedia di Puskesmas, maka perhatikan cara menghangatkan bayi 28 2) Peralatan dan obat-obatan minimal yang harus tersedia alat resusitasi lengkap, termasuk laringoskop dan pipa endotrakeal, obat-obatan emergensi, selimut penghangat, alat untuk melakukan pemasangan jalur intra vena, oksigen dalam tabung 3) Alat resusitasi/ bantuan ventilasi : selama transportasi 4) Indikasi bantuan ventilasi bila ada salah satu keadaan seperti Bradikardi (FJ< 100x/menit), Sianosis sentral dengan oksigen 100% dan Apnea periodic. Pemberian oksigen (terapi oksigen) antara lain: 1) Indikasi pemberian oksigen antara lain bayi mengalami sianosis sentral (warna kebiruan di sekitar bibir) dan akral (warna kebiruan di kuku, tangan dan kaki) dan bayi dengan gangguan napas. 2) Pemberian oksigen membutuhkan pengawasan ( konsentrasi, kelembaban dan suhu) 3) Jumlah oksigen yang diberikan yaitu melalui kateter nasal 2-3 l/menit (konsentrasi 21%), melalui sungkup 4-5 l/menit (konsentrasi 40%) dan melalui head box 6-8 l/menit (konsentrasi >50%) 4) Kecukupan kebutuhan oksigen terlihat dari hilangnya sianosis sentral Keberhasilan oksigenasi selama transportasi dinilai dari perubahan perbaikan klinis, sebagai berikut perubahan warna kulit menjadi kemerahan, denyut jantung bertambah baik dan kadang-kadang bias mulai timbul napas spontan Pengawasan suhu dan menjaga kehangatan bayi selama transportasi menjadi suatu keharusan suhu normal ketiak (aksila) 36,5 – 37,5 °C. Cara menghangatkan bayi yaitu membungkus atau menyelimuti bayi dengan kain yang kering, hangat dan tebal, membungkus kepala bayi atau memakai topi/ tutup kepala, jangan meletakkan bayi ditepi jendela atau pintu kendaraan pengangkut dan kalau memungkinkan dapat pula dilakukan perawatan bayi melekat/ kontak kulit dengan kulit/kangaroo mother care. Persiapan umum sebelum tindakan pada kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatal Dalam melakukan persiapan sebelum tindakan pada kegawatdaruratan Obstetric dan Neonatal, semua peralatan (instrument dan medikamentosa) harus 29 sudah selalu tersedia. Bahkan uji fungsi dari masing-masing alat harus selalu dilakukan secara berkala sebelum dilakukan tindakan untuk mencegah kegagalan tindakan pertolongan. Semua instrumen yang dipergunakan juga harus berada dalam keadaan steril atau minimal disinfeksi tingkat tinggi dan disimpan sesuai dengan syarat dan ketentuan batas waktu jaminan sterilitas/DTT. Setelah digunakan, pada semua instrumen (bukan sekali pakai) harus dilakukan kembali tindakan dekontaminasi, pencucian dan sterilisasi/ DTT (bila dipersyaratkan). Adapun persiapan-persiapan yang dilakukan antara lain: a) Persiapan umum antara lain persetujuan tindakan medik, beritahukan pada ibu apa yang akan dikerjakan dan berikan kesempatan untuk mengajukan pertanyaan, berikan dukungan emosional dan jaminan pelayanan, pelajari keadaan umum (kesadaran, tensi, nadi, nafas) untuk memastikan bahwa ditemukan keadaan yang merupakan indikasi dan syarat tindakan obstetric: atasi renjatan. b) Persiapan tindakan antara lain persiapan pasien seperti tindakan pencegahan infeksi sederhana dan uji fungsi dan kelengkapan peralatan (medikamentosa, instrument, lembar catatan medik dan persetujuan tindakan,. Persiapan penolong operator dan asisten seperti perlindungan terhadap resiko penularan infeksi, instrumen/peralatan bantuan. Persiapan bayi seperti instrument (medikamentosa dan peralatan) dan Lembar catatan medik 2.1.5 Sistem Regionalisasi a. Pengertian Berdasarkan pedoman Depkes (2008), suatu sistem pembagian wilayah kerja rumah sakit dengan cakupan area pelayanan yang dapat dijangkau oleh masyarakat dalam waktu kurang dari 1 jam, agar dapat memberikan tindakan darurat sesuai standar. Regionalisasi menjamin agar sistem rujukan kesehatan berjalan secara optimal. b. Langkah-langkah kebijakan regionalisasi Langkah-langkah kebijakan regionalisasi : 1) tentukan wilayah rujukan 30 2) persiapan sumber daya manusia (dokter, bidan, dan perawat) pada wilayah pelayanan primer-ada 4 Puskesmas PONED) dan rumah sakit 3) buatkan kebijakan (SK, perda) yang mendukung pelayanan regional dan dana dukungan. 4) Pembentukan organisasi tim PONED, rumah sakit (Dokter SpOG, dokter SpA, dokter umum UGD, bidan dan perawat) melalui SK direktur rumah sakit. 5) Pelatihan bagi SDM agar kompetensi sesuai standar prosedur. 6) Meningkatkan fungsi pengawasan oleh direktur rumah sakit dengan melibatkan tim peristi untuk melakukan pengawasan dan evaluasi kegiatan PONEK. 7) Evaluasi kinerja. 2.1.6 Pengertian Sistem Sistem adalah gabungan dari elemen-elemen yang saling dihubungkan oleh suatu proses atau struktur dan berfungsi sebagai satu kesatuan organisasi dalam upaya menghasilkan sesuatu yang telah ditetapkan (Ryans dalam Azwar, 1996) Azwar (1996) menyatakan bahwa sesuatu disebut sebagai sistem, apabila ia memiliki beberapa ciri pokok sistem. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut : 1) Dalam sistem terdapat bagian atau elemen yang satu sama lain saling berhubungan dan mempengaruhi, yang kesemuanya membentuk satu kesatuan, dalam arti semuanya berfungsi untuk mencapai tujuan yang sama sebagaimana yang telah ditetapkan. 2) Fungsi yang diperankan oleh masing-masing bagian atau elemen yang menbentuk satu kesatuan tersebut adalah dalam rangka mengubah masukan menjadi keluaran yang direncanakan. 3) Dalam melaksanakan fungsi tersebut, semuanya bekerjasama secara bebas tetapi terkait, dalam arti terdapat mekanisme pengendalian yang mengarahkannya agar tetap berfungsi sebagaimana yang telah direncanakan. 4) Sekalipun sistem merupakan satu kesatuan terpadu, bukan berarti ia tertutup terhadap lingkungan. 31 Menurut Azwar (1996) dapat dikatakan bahwa sistem terbentuk dari elemen atau komponen yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi. Apabila salah satu bagian atau sub sistem tidak berjalan dengan baik maka akan mempengaruhi bagian yang lain. Secara garis besar, elemen-elemen dalam sistem itu adalah sebagai berikut : 1) Masukan Masukan (input) adalah kumpulan bagian elemen dasar yang terdapat dalam sistem dan yang diperlukan untuk dapat berfungsinya sistem. Untuk organisasi yang mencari keuntungan, masukan ini terdiri dari 6 M, yaitu manusia (man), uang (money), sarana (material), metode (method), pasar (market) serta mesin (machinary) sedangkan untuk organisasi yang tidak mencari keuntungan, masukan terdiri dari 4M, yaitu manusia.(man), uang (money), sarana (material) dan metode (method) 2) Proses Proses (proces) adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam sistem dan yang berfungsi untuk mengubah masukan menjadi keluaran yang direncanakan. Dalam praktek sehari-hari, untuk memudahkan pelaksanaanya, biasanya dengan menggunakan fungsi manajemen yang disederhanakan menjadi empat macam saja, yaitu : a) Perencanaan (planning) termasuk membuat keputusan klinik merupakan proses yang menentukan untuk menyelesaikan masalah dan menentukan asuhan yang di perlukan untuk pasien.Keputusan itu harus akurat, komprehensif dan aman, baik bagi pasien, keluarganya maupun petugas yang memberikan pertolongan. b) Pengorganisasian (organizing) yang didalamnya termasuk pengumpulan data untuk mendukung diagnosis kerja atau merumuskan masalah dan menilai adanya kebutuhan serta kesiapan intervensi untuk menghadapi masalah. c) Pelaksaan (implelenting) yang didalamnya termasuk melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan rencana secara tepat waktu dan aman juga dalam pelaksanaanya harus sesuai dengan standar operasional prosedur yang 32 sudah ditetapkan. d) Penilaian (evaluation) yng didalamnya termasuk memantau dan mengevaluasi efektifitas asuhan kebidanan atau intervensi solusi. Asuhan atau intervensi dianggap membawa manfaat dan teruji efektivitasnya apabila masalah yang dihadapi dapat diselesaikan atau membawa dampak yang menguntungkan terhadap diagnosis yang telah di berikan. 3) Keluaran Keluaran (output) adalah kumpulan bagian atau elemen yang dihasilkan dari berlangsungny proses dalam sistem. 4) Umpan Balik Umpan balik (feed back) adalah kumpulan bagian atau elemen yang merupakan keluaran dari sistem dan sekaligus sebagai masukan bagi sistem tersebut. 5) Dampak Dampak (impact) adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran suatu sistem dalam jangka waktu yang lebih lama. Untuk pelayanan kesehatan, dampak yang diharapkan adalah makin meningkatnya derajat kesehatan. Peningkatan derajat kesehatan ini hanya akan dapat dicapai apabila kebutuhan(needs) dan tuntutan (deminds) perseorangan, keluarga, kelompok, dan atau masyarakat terhadap kesehatan, pelayanan kedokteran serta lingkungan yang sehat dapat terpenuhi 6) Lingkungan Lingkungan (environment) adalah dunia di luar sistem yang tidak dikelola oleh sistem tetapi mempunyai pengaruh besar terhadap sistem. Keenanm komponen sistem ini saling berhubungan dan mempengaruhi yang secara sederhana dapat digambarkan dalm gambar berikut : 33 Masukan proses keluaran dampak Umpan balik Lingkungan Gambar 2.3. Hubungan komponen-komponen sistem Sumber: Muninjaya (2004) Menurut Muninjaya (2004), generik sebuah sistem adalah masukan, proses dan keluaran. Umpan balik dan dampak adalah bagian dari keluaran yang terkait dengan lingkungan, jadi, unsur utama suatu sistem adalah input, process dan output. Umpan balik merupakan bagian dari keluaran yang dapat menjadi masukan bagi sistem sedangkan dampak merupakan hasil dari suatu sistem dalam jangka waktu yang panjang. Adanya suatu sistem pada dasarnya untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang telah ditetapkan. Untuk terbentunya sistem tersebut perlu dirangkai berbagai komponen atau elemen sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan membentuk sutu kesatuan dan secara bersama-sama berfungsi untuk mencapai tujuan kesatuan. Apabila prinsip pokok atau cara kerja sistem ini diterapkan pada waktu menyelenggarkan pekerjaan maka prinsip pokok atau cara kerja ini dikenal dengan pendekatan sistem (sistem approach), yaitu penerapan suatu prosedur yang logis dan rasional dalam merancang suatu rangkaian komponen-komponen yang berhubungan sehingga dapat berfungsi sebagai satu kesatuan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Komponen-komponen tersebut ialah input (SDM, biaya, sarana, dan metode) process (fungsi manajemen) dan output (hasil yang dimanfaatkan) (Azwar,1996). 34 2.1.8 Evaluasi a. Pengertian Evaluasi Evaluasi adalah prosedur penilaian pelaksananaan, hasil kerja atau dampak secara sistemik dengan membandingkannya dengan standar dan dengan mengikuti kriteria/ metode/ tujuan tertentu guna menilai dan mengambil keputusan selanjutnya (Prayitno, 2001). Evaluasi merupakan bagian dari sistem manajemen yaitu perencanaan, organisasi, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Tanpa evaluasi, maka tidak akan diketahui bagaimana kondisi objek evaluasi tersebut dalam rancangan, pelaksanaan serta hasilnya. Istilah evaluasi sudah menjadi kosa kata dalam bahasa Indonesia, akan tetapi kata ini adalah kata serapan dari bahasa Inggris yaitu evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran (Echols dan Shadily, 2000: 20). Sedangkan menurut pengertian istilah “evaluasi merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan sesuatu obyek dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan tolak ukur untuk memperoleh kesimpulan” (Yunanda, 2009:3). Pemahaman mengenai pengertian evaluasi dapat berbeda-beda sesuai dengan pengertian evaluasi yang bervariatif oleh para pakar evaluasi. Menurut Stufflebeam dalam Lababa (2008), evaluasi adalah “the process of delineating, obtaining, and providing useful information for judging decision alternatives," Artinya evaluasi merupakan proses menyajikan informasi yang berguna menggambarkan, memperoleh, dan untuk merumuskan suatu alternatif keputusan. Masih dalam Lababa (2008), Worthen dan Sanders mendefenisikan “evaluasi sebagai usaha mencari sesuatu yang berharga (worth). Sesuatu yang berharga tersebut dapat berupa informasi tentang suatu program, produksi serta alternatif prosedur tertentu”. Tague-Sutclife (1996:1), mengartikan evaluasi sebagai "a systematic process of determining the extent to which instructional objective are achieved by pupils". Evaluasi bukan sekadar menilai suatu aktivitas secara spontan dan insidental, melainkan merupakan kegiatan untuk menilai sesuatu secara terencana, sistematik, dan terarah berdasarkan tuiuan yang jelas. Berdasarkan definisi evaluasi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa 35 evaluasi adalah penerapan prosedur ilmiah yang sistematis untuk menilai rancangan, selanjutnya menyajikan informasi dalam rangka pengambilan keputusan terhadap implementasi dan efektifitas suatu program. Evaluasi meliputi mengukur dan menilai yang digunakan dalam rangka pengambilan keputusan. Hubungan antara pengukuran dan penilaian saling berkaitan. Mengukur pada hakikatnya adalah membandingkan sesuatu dengan atau atas dasar ukuran atau kriteria tertentu (meter, kilogram, takaran dan sebagainya), pengukuran bersifat kuantitatif. Penilaian berarti menilai sesuatu. Sedangkan menilai itu mengandung arti, mengambil keputusan terhadap sesuatu yang berdasarkan pada ukuran baik atau buruk, sehat atau sakit, pandai atau bodoh dan sebagainya dan penilaian bersifat kualitatif. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh Arikunto (2009:3) bahwa mengukur adalah membandingkan sesuatu dengan satu ukuran (bersifat kuantitatif), menilai adalah mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk (bersifat kualitatif), dan evaluasi meliputi kedua langkah tersebut di atas b. Tujuan dan Fungsi Evaluasi Setiap kegiatan yang dilaksanakan pasti mempunyai tujuan, demikian juga dengan evaluasi. Menurut Arikunto (2002 : 13), ada dua tujuan evaluasi yaitu tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum diarahkan kepada program secara keseluruhan, sedangkan tujuan khusus lebih difokuskan pada masingmasing komponen. Menurut Crawford (2000 ; 30), tujuan dan atau fungsi evaluasi adalah : 1) Untuk mengetahui apakah tujuan-tujuan yang telah ditetapkan telah tercapai dalam kegiatan. 2) Untuk memberikan objektivitas pengamatan terhadap prilaku hasil. 3) Untuk mengetahui kemampuan dan menentukan kelayakan. 4) Untuk memberikan umpan balik bagi kegiatan yang dilakukan. Pada dasarnya tujuan akhir evaluasi adalah untuk memberikan bahanbahan pertimbangan untuk menentukan/membuat kebijakan tertentu, yang diawali dengan suatu proses pengumpulan data yang sistematis. 36 Secara umum evaluasi dapat di bedakan atas 2 jenis yaitu: 1) Evaluasi formatif yaitu evaluasi yang dilakukan pada tahap pelaksanaan program dengan tujuan untuk mengubah atau memperbaiki, program evaluasi ini dilakukan untuk memperbaiki program yang sedang berjalan dan didasarkan atas kegiatan sehari hari, minggu, bulan dan bahkan tahun atau waktu yang relatif pendek. 2) Evaluasi sumatif yaitu evaluasi yang dilakukan untuk melihat hasil keseluruhan dari suatu proram yang telah selesai di laksanakan, evaluasi ini dilakukan pada akhir kegiatan atau beberapa kurun waktu setelah program, guna menilai keberhasilan program.Hasil evaluasi dapat memberikan jawaban; apakah tujuan program dapat tercapai atau tidak dan alasan-alasan mengapa demikian, karena itu merupakan output program berupa outcame dan dampak sangat diperlukan (Supriyanto, 2003). c. Langkah-Langkah Kegiatan Evaluasi Menurut Levey dan Loomba (2000) membedakan langkah-langkah dalam penelitian ada 6 jenis yakni: 1) Tahap penetapan tujuan penelitian Tujuan ini dapat ditetapkan apabila dipelajari dengan baik terhadap program yang dinilai. 2) Tahap melengkapkan tujuan Langkah selanjutnya yang harus dilakukan ialah melengkapkan tujuan penilaian dengan tolak ukur tertentu. Pergunakanlah tolak ukur yang sederhana dan mudah diukur. 3) Tahap mengembangkan model, rencana dan program penilaian Model, rencana dan program penilaian tersebut harus jelas sehingga bukan saja dapat dipakai sebagai pegangan,tetapi juga dapat dipahami dan dipergunakan oleh pihak ketiga seandainya ingin melakukan penilaian yang sama 4) Tahap melakukan penilaian. 5) Tahap menjelaskan derajat keberhasilan yang ingin dicapai 6) Tahap menyusun saran saran 37 d. Konsep Bidan 1. Pengertian Bidan Berdasarkan Permenkes Nomor 369/Menkes/SK/III/2007 Tentang Standar Profesi Bidan. Dengan memperhatikan aspek sosial budaya dan kondisi masyarakat Indonesia, maka Ikatan Bidan Indonesia (IBI) menetapkan bahwa bidan Indonesia adalah: seorang perempuan yang lulus dari pendidikan Bidan yang diakui pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara Republik Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk diregister, sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktik kebidanan. Bidan diakui sebagai tenaga professional yang bertanggung-jawab dan akuntabel, yang bekerja sebagai mitra perempuan untuk memberikan dukungan, asuhan dan nasehat selama masa hamil, masa persalinan dan masa nifas, memimpin persalinan atas tanggung jawab sendiri dan memberikan asuhan kepada bayi baru lahir, dan bayi. Asuhan ini mencakup upaya pencegahan, promosi persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anak, dan akses bantuan medis atau bantuan lain yang sesuai, serta melaksanakan tindakan kegawat-daruratan. Bidan mempunyai tugas penting dalam konseling dan pendidikan kesehatan, tidak hanya kepada perempuan, tetapi juga kepada keluarga dan masyarakat. Kegiatan ini harus mencakup pendidikan antenatal dan persiapan menjadi orang tua serta dapat meluas pada kesehatan perempuan, kesehatan seksual atau kesehatan reproduksi dan asuhan anak. Bidan dapat praktik diberbagai tatanan pelayanan, termasuk di rumah, masyarakat, Rumah Sakit, klinik atau unit kesehatan lainnya. 2. Pendidikan Tahun 1989 dibuka Cresh program pendidikan bidan secara normal yang lulusan SPK untuk langsung masuk program pendidikan bidan (PPB/A), lama pendidikan 1 tahun dan lulusannya ditempatkan di desa dengan tujuan untuk memberikan pelajaran kesehatan terutama ibu dan anak di daerah pedesaan 38 dalam rangka meningkatkan kesejahteraan keluarga dan menurunkan angka kematian ibu dan anak. Tahun 1993 dibuka Program Pendidikan Bidan (P2B) yang peserta didukungn dari lulusan akper dengan lama pendidikan 1 tahun yang tujuannya untuk mempersiapkan tenaga pengajar pada program pendidikan bidan A, untuk bidan B lulusan dari SMP ditambah dengan pendidikan bidan 3 tahun. Pada tahun 1993 dibuka PPB program C yang menerima lulusan SMP dilakukan di 11 provinsi di wilayah Sumatera, Kalimantan, Sulawesi Selatan, NTT, Maluku dan Irian. Berdasarkan Permenkes Nomor 369/Menkes/SK/III/2007 Tentang Standar Profesi Bidan Lulusan pendidikan bidan sebelum tahun 2000 dan Diploma III kebidanan, merupakan bidan pelaksana, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan praktiknya baik di institusi pelayanan maupun praktik perorangan. Lulusan pendidikan bidan setingkat Diploma IV/S1 merupakan bidan profesional, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan praktiknya baik di institusi pelayanan maupun praktik perorangan. Mereka dapat berperan sebagai pemberi layanan, pengelola, dan pendidik. 3. Masa kerja Menurut (Ismani, 2001) Masa kerja merupakan lama kerja seorang bidan yang bekerja dirumah sakit atau Puskesmas dari mulai awal bekerja sampai dengan seorang bidan berhenti bekerja. Jangka waktu yang telah dilalui sejak menekuni pekerjaan. Lama kerja dapat menggambarkan pengalaman seorang dalam menguasai bidang tugasnya. Pada umumnya petugas dengan pengalaman kerja yang banyak tidak memerlukan bibimbingan dibandingkan dengan petugas yang pengalaman kerjanya sedikit menurut Ranupendoyo dan Saud (1990). Semakin lama orang bekerja pada suatu organisasi maka akan semakin berpengalaman orang tersebut sehingga keckapan kerjanya semakin baik. 39 4. Kewenangan Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan, kewenangan yang dimiliki bidan meliputi : 1) Pelayanan Kebidanan Pelayanan kebidanan ditujukan kepada ibu dan bayi. a) Pelayanan Kebidanan Kepada Ibu Diberikan pada masa kehamilan, masa persalinan, masa nifas dan masa menyusui. Pelayanan kebidanan kepada ibu meliputi penyuluhan dan konseling, pemeriksaan fisik, pelayanan antenatal pada kehamilan normal, pertolongan persalinan normal, dan pelayanan ibu nifas normal. b) Pelayanan Kebidanan Pada Bayi Diberikan pada bayi baru lahir normal sampai usia 28 (dua puluh delapan) hari. Pelayanan kebidanann kepada bayi meliputi pemeriksaan bayi baru lahir, perawatan tali pusat, perawatan bayi, resusitasi pada bayi baru lahir, pemberian imunisasi bayi dalam rangka menjalankan tugas pemerintah, pemberian penyuluhan Bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan berwenang untuk memberikan imunisasi dalam rangka menjalankan tugas pemerintah, bimbingan senam hamil, episiotomi, penjahitan luka episiotomi, kompresi bimanual dalam rangka kegawatdaruratan serta dilanjutkan dengan perujukan, pencegahan anemi, inisiasi menyusui dini dan promosi air susu ibu eksklusif, resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia, penanganan hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk, pemberian minum dengan sonde/pipet, pemberian obat bebas, uterotonika untuk postpartum dan manajemen aktif kala III, pemberian surat keterangan kelahiran, dan pemberian surat keterangan hamil untuk keperluan cuti melahirkan. 40 2) Pelayanan Reproduksi Perempuan Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan berwenang untuk memberikan alat kontrasepsi oral, suntikan dan alat kontrasepsi dalam rahim dalam rangka menjalankan tugas pemerintah, dan kondom, memasang alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah dengan supervisi dokter, memberikan penyuluhan/konseling pemilihan kontrasepsi, melakukan pencabutan alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah, serta memberikan konseling dan tindakan pencegahan kepada perempuan pada masa pranikah dan prahamil. 3) Pelayanan Kesehatan Masyarakat Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan masyarakat berwenang untuk melakukan pembinaan peran serta masyarakat dibidang kesehatan ibu dan bayi, melaksanakan pelayanan kebidanan komunitas, melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan Infeksi Menular Seksual (IMS), penyalahgunaan Narkotika Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya (NAPZA) serta penyakit lainnya. 41 2.2 Kerangka Konseptual Kerangka konseptual penelitian penelitian ini dijelaskan pada Gambar 2.4. INPUT 1. Pelaksana Rujukan PROSES (Man) a. b. c. d. e. Umur Masa kerja Pendidikan Pengetahuan Ketersediaan SDM PONED, Rumah Sakit Tempat rujukan 2. Klasifikasi jenis kasus rujukan (metode) 3. Money 4. Material 5. Market 6. Machine a. Proses pengambilan keputusan dalam pelaksanaan rujukan kasus kebidanan pada program jampersal. b. Proses pelaksanaan rujukan dari tingkat Puskesmas PONED hingga Rumah Sakit PONEK. 7. Waktu jarak tempuh rujukan (time) Gambar 2.4 Kerangka Konseptual Penelitian Keterangan : = Variabel yang tidak diteliti = Variabel yang diteliti OUTPUT Kesesuian pelaksanaan rujukan berjenjang berdasarkan sistem regionalisasi. 42 Menurut rumusan Dinas Kesehatan Kabupaten Jember pada tanggal 9 November 2011 yang disampaikan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Jember dr. Olong Fajri Maulana, MARS. Tentang kebijakan sistem regionalisasi rujukan yang berdasarkan Kepmenkes NO.374/MENKES/SK/V/2009 tentang SKN(Sistem Kesehatan Nasional) bahwa pelaksanaan rujukan kesehatan rumah sakit dilaksanakan secara berjenjang dari bawah ke atas yaitu Puskesmas, RS klas D, RS Klas C, RS Klas B, RS klas A. Kerangka konsep penelitian ini menggambarkan tentang pelaksana rujukan pada kasus kegawatdaruratan mternal dan Neonatal di Puskesmas PONED Kencong pada program Jampersal yang dilakukan oleh pelaksana layanan kebidanan dan Neonatal adalah bidan, perawat dan dokter PNS (Pegawai Negeri Sipil) serta pengambilan keputusan dan menentukan tempat rujukan,sampai dengan proses pelaksaan rujukan. Dengan pendekatan sistem yang menjadi variabel penelitian input adalah dari Man adalah karakteristik bidan yang meliputi umur, masa kerja, pendidikan, pengetahuan serta ketersediaan SDM di Puskesmas PONED dan Rumah Sakit tempat rujukan. Metode dipersepsikan sebagai klasifikasi jenis kasus yang di rujuk dan Time adalah waktu jarak tempuh yang di perlukan pada saat merujuk sampai pasien tertangani di Rumah Sakit tempat rujukan. Money, Material, Market, Machine tidak dilakukan penelitian karena sudah dijamin pada program Jampersal. Pada tahap Proses yang dilakukan penelitian adalah 2 tahap yaitu proses dalam pengambilan keputusan dan proses pelaksanaan rujukan dari tingkat Puskesmas PONED ke Rumah sakit PONEK. Untuk tahap berikutnya adalah output yang dilakukan penelitian adalah kesesuaian pelaksanaan rujukan berjenjang berdasarkan sistem regionalisasi rujukan Jember Selatan melalui Rumah sakit kelas C Balung atau langsung ke Rumah Sakit PONEK. BAB 3.METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Menurut Mantra (2004) penelitian kualitatif bertujuan untuk mendeskripsikan atau melukiskan realitas sosial yang kompleks yang ada di masyarakat.Menurut Moeleong (2004), pendekatan fenomenologi adalah pengamatan yang dilakukan berhubungan dengan fenomena kehidupan sehari-hari dengan menggunakan bahasa, istilah dan latar belakang tempat berlangsungnya fenomena.Menurut Hamidi (2010), penelitian deskriptif kualitatif adalah jika data yang disajikan berupa cerita dari para responden atau informan tentang pertimbangan, pengalaman, pengetahuan, atau pandangan hidup mereka. Penelitian deskriptif ini digunakan untuk menggambarkan dan mengkaji implementasi sistem rujukan berjenjang kasus kegawatdaruratan kebidanan pada program Jampersal di Puskesmas Kencong mulai April 2011 sampai dengan Juni 2012. 3.2. Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di kamar bersalin Puskesmas PONED KencongKecamatan Kencong, Kabupaten Jember.Penentuan tempat penelitian ini ber dasarkan letak geografis Puskesmas Kencong yang jarak tempuh paling jauh dari Rumah sakit PONEK dan angka rujukan lebih tinggi ke Rumah Sakit PONEK dari pada ke Rumah Sakit Balung walaupun sudah ditetapkannya sistem regionalisasi tempat rujukan oleh Kepala Dinas Kesehatan Jember. 3.2.2 Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada Oktober 2012. 43 44 3.3. Sasaran Dan Penentuan Informan Penelitian 3.3.1 Sasaran Penelitian Menurut Notoatmodjo(2005), sasaran penelitian adalah sebagian atau seluruh anggota yang diambil dari seluruh obyek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi.Sasaran yang digunakan dalam penelitian ini adalahbidan/dokter/perawat yang menangani kasus kegawatdaruratan kebidanan di Puskesmas PONED,dan Rumah Sakit tempat rujukan. 3.3.2 Penentuan Informan Penelitian Tehnik sampling atau penentuan informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling yaitu tehnik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu itu misalnya orang tersebut dianggap orang yang paling tahu tentang apa yang kita harapkan atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga memudahkan peneliti menjelajahi situasi sosial yang diteliti (Sugiono, 2009).Pengumpulan data di lapangan dikumpulkan sejauh dianggapcukup guna membuat gambaran maksimal yang diinginkan.Ukuran kecukapan tersebut ditunjukkan oleh adanya gejala “split over of informasi”artinya pertanyaan yang sama diulang dan memperoleh jawaban yang sama pula (Rahman dalam Khoiriyah, 2005). Informan dianggap cukup dan berhenti ketika tidak ada informasi baru lagi, terjadi replikasi atau pengulangan variasi informasi, mengalami titik jenuh informasi. Maksudnya, informasi yang diberikan oleh informan berikutnya tersebut sama saja dengan apa yang diberikan oleh para informan sebelumnya (Hamidi, 2010). Informasi yang dianggap cukup dilihat berdasarkan hasil wawancara secara mendalam, apakah telah memberikan gambaran sesuai dengan tujuan penelitian. Namun, apabila terdapat data yang dianggap kurang pada saat melakukan analisis data, maka peneliti dapat kembali lagi ke lapangan untuk memeperoleh tambahan data yang dianggap perlu dan mengolahnya kembali. Informan penelitian adalah subjek penelitian yang dapat memberikan informasi yang diperlukan selama proses penelitian (Bungin, 2001). Informan penelitian terdiri dari beberapa macam yakni informan kunci, utama, dan tambahan informan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, terdiri dari : 45 a. Informan kunci (key informan), yaitu mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian. Informasi kunci dalam penelitian ini adalahpenentu kebijakan sistem rujukan berjenjang di Dinas Kesehatan Jember adalah kepala seksi kesehatan rujukan. b. Informan utama adalah mereka yang terlibat langsung dalam interaksi sosial yang di teliti.Dalam penelitian ini yang menjadi informan utama adalah adalah6orang bidan, 1 dokter, dan 1 orang perawat yang menangani kasus kegawatdaruratan kebidanan dan sebagai pengambil keputusan dalam merujuk ibu bersalin dan menentukan tempat rujukan di kamar bersalin Puskesmas PONED kencong. c. Informan tambahan adalah mereka yang dapat memberikan informasi walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang diteliti. Informan tambahan dalam penelitian ini adalah 1orang bidan/kepala ruangan kamar bersalindi RSUDkelas C Balungdan 1 orang bidan/kepala ruangan kamar bersalinRSUD kelas BPONEK. 3.4. Fokus Penelitian dan Pengertian Fokus penelitian merupakan inti yang dicari dalam penelitian (Endang, 2006). Fokus penelitian, pengertian, serta teknik dan instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini dijelaskan pada Tabel 3.1. Tabel 3.1 Fokus Penelitian dan pengertian serta teknik dan instrumen pengumpulan data. No. 1 Fokus Penelitian Atau Sub Fokus Penelitian Pelaksana rujukan Pengertian Orang yang terlibat dna memutuskan dalam pelaksanaan rujukan berjenjang a. Umur Lama waktu hidup informan atau sejak informan dilahirkan terhitung sampai ulang tahun terahir, dalam hal ini usia informan pada saat diwawancarai berdasarkan pengakuan informan b. Masa kerja Lama bekerja dihitung dalam satuan tahun sejak mulai bekerja/SK pengangkatan berdasarkan pengakuan informan pada saat dilakukan wawancara Ijazah terakhir yang dimiliki dan di akui oleh pemerintah sebagai syarat pendidikan berdasarkan pengakuan informan pada saat dilakukan wawancara Pemahaman informan tentang sistem rujukan berjenjang sesuai dengan sistem regionalisasi yang ditetapkan oleh kepala dinas berdasarkan pengakuan informan pada saat dilakukan wawancara Adanya tenaga dokter, bidan, perawat yang sudah mendapatkan sertifikat pelatihan PONED,dalam hal ini dipersepsikan kesiagaan c. Pendidikan d. Pengetahuan e. Ketersediaan SDM (tim Teknik dan instrumen pengumpulan data. Wawancara mendalam Wawancara mendalam 46 2. 3 4 5 6 PONED) dan di Rumah Sakit tempat rujukan Metode : Klasifikasi jenis kasus Time : Waktu jarak tempuh Proses Pengambilan keputusan tim PONEDbaik ,dokter,bidan ,perawat yang terlatih Pertolongan Pertama Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatus (PPGDON) dan kesiagaan dokter spesialis kebidanan dan spesialis anak di Rumah Sakit tempat rujukan. Klasifikasi jenis kasus kegawatdarutan kebidanan yang perlu dilakukan rujukandipersepsikan kasus kegawatdarutan kebidanan yang tidak mampu ditangani karena keterbatasan sarana dan SDM. Waktu jarak tempuh yang diperlukan untuk sampai ke tempat fasilitas tempat rujukan dipersepsikan waktu tempuh rujukan sampai pasien tertangani Proses pengambilan keputusanpelaksana rujukanuntuk memilih satu dari diantara beberapa alternatif tempat rujukan dalam menyelesaikan suatu masalah, Hal ini didasarkan pada pertimbangan pasien dan pelaksana rujukan. Proses Pelaksanaan rujukan Pelimpahan tanggung jawab terhadap suatu masalah dari unit yang berkemampuan kurang kepada unit yang lebih mampu dipersepsikan proses perjalanan merujuk dari Puskesmas PONED ke Rumah Sakit PONEK, dengan menggunakan standar operasional prosedur rujukan. Kesesuaian pelaksanaan rujukan berdasarkan sistem regionalisasi di wilayah Jember bagian Selatan Output pelaksanaan rujukan Wawancara mendalam Wawancara mendalam Wawancara mendalam Wawancara mendalam observasi Wawancara mendalam Dan observasi 3.5. Jenis dan Sumber data Dataadalah bahan keterangan tentang sesuatu obyek penelitian (Bungin,2001). Ada dua jenis data dalam penelitian,yaitu data primer dan data sekunder. a. Data Primer Data primer yang dibutuh dalam penelitian ini adalah karakteristik bidan yang meliputi umur, pendidikan, masa kerja, pengetahuan tentang sistem rujukan berjenjang di Puskesmas PONED dan Rumah Sakit rujukan.Adapun sumber informasi adalah bidan Pegawai Negeri Sipil (PNS), dokter, dan perawat terlatih PPGDON di Puskesmas PONED Kencong. b. Data Sekunder Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari Dinas Kesehatan dan data dari laporan bulanan PONED tentang rujukan Maternal dan Neonatal Puskesmas Kencong. dan 47 3.6. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data 3.6.1 Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain: a. Wawancara mendalam (in-depth interview). Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewer) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moeleong, 2006). Jenis wawancara yang digunakan adalah wawancara secara mendalam (in-depth interview). Wawancara mendalam adalah wawancara yang dilakukan secara informal. Wawancara ini dilakukan dengan menggunakan panduan (guide) tertentu dan semua pertanyaan bersifat spontan sesuai dengan apa yang dilihat, didengar, dirasakan pada saat pewawancara bersama-sama responden (Bungin, 2001). Data yang diperoleh dari wawancara mendalam ini terdiri dari kutipan langsung dari orang-orang tentang pengalaman, pendapatan, perasaan dan pengetahuannya (Suyanto, 2005). b. Dokumentasi Dokumentasi adalah bahan tertulis ataupun film yang telah ditetapkan karena adanya permainan dari seorang peneliti (Moleong, 2009). Menurut Hamidi (2010),tehnik dokumentasi berupa informasi yang berasal dari catatan penting baik dari lembaga atau organisasi maupun perorangan. Selain itudokumentasi merupakan metode yang dilakukan untuk meningkatkan ketepatan pengamatan. Dokumentasi ini dilakukan untuk merekam pembicaraan dan juga dapat merekam suatu perbuatan yang dilakukan oleh responden pada saat wawancara (Nazir, 2003). c. Triangulasi Dalam tehnik pengumpulan data, triangulasi diartikan sebagai tehnik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai tehnik pengumpulan data dan sumber data yang ada. Apabila peneliti melakukan pengumpulan data dengan triangulasi data,maka sebenarnya peneliti mengumpulkan data sekaligus menguji kredibilitas data, yaitu mengecek 48 kredibilitas data dengan tehnik pengumpulan data dari berbagai sumber data(Sugiyono,2009).Kredibilitas atau keabsahan data sangat mendukung dalam penentuan hasil akhir suatu penelitian. Oleh karena itu,triangulasi digunakan sebagai tehnik pemeriksaan,keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu(Moleong, 2009). Triangulasi yang di gunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber yaitu melalui wawancara mendalam dengan bidan atau dokter SpOG di kamar bersalin Rumah Sakit Balung dan Bidan, Dokter, dan Perawat di kamar bersalin Puskesmas PONED Kencong. 3.6.2 Instrumen Pengumpulan Data Instrumen adalah alat pada waktu peneliti menggunakan suatu metode atau tehnik pengumpulan data( Arikunto, 2000). Instrumen pengumpulan data adalah alat bantu yang digunakan sebagai sarana yang dapat di wujudkan dalam benda. Dalam penelitian ini, instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah panduan wawancara mendalam dengan di bantu oleh alat perekam suara dan alat tulis.Alat perekam suara yang digunakan adalah MP3/MP4.Sedangkan instrumen untuk pengamatan langsung, peneliti menggunakan kamera digital(handphone)agar lebih efektif dan efisien. 3.6.3 Teknik Penyajian Data Teknik penyajian data merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan dalam pembuatan laporan hasil penelitian yang telah dilakukan agar dapat dipahami, dianalisis sesuai dengan tujuan yang diinginkan dan kemudian ditarik kesimpulan sehingga menggambarkan hasil penelitian (Suyanto, 2005). Penyajian data harus sederhana dan jelas agar orang lain dapat memahami apa yang disajikan dengan mudah. Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah bentuk cerita detail sesuai dengan pandangan informan. Hasil wawancara dalam penelitian ini akan dikumpulkan dan diupayakan untuk di deskrepsikan berdasarkan ungkapan, bahasa dan pilihan kata atau konsep asli dari responden, cukup rinci serta tanpa ada interprestasi dan evaluasi dari peneliti.Kemudian bedasarkan cerita dengan bahasa dan ungkapan asli informan atau responden 49 tersebut mulai di kemukakan temuan penelitian yang nanti akan di jelaskan dengan perspektif atau teori-teori yang telah di pilih(Hamidi, 2010). 3.7 Tehnik Analisis Data Analisis data merupakan bagian yang sangat penting dalam metode ilmiah, karena analisis data dapat memberikan anti dan makna yang berguna dalam memecahkan masalah penelitian. Analisis data dalam penelitian kualitatif pada prinsipnya berfokus dalam bentuk induksi-interpretasi-konseptualisasi (Hamidi, 2010). Anilisis data dalam penelitian ini antara lain, meliputi : a. Proses analisis telah dimulai sejak penelitian menetapkan fokus permasalahan dan lokasi penelitian, kemudian lebih intensif pada saat turun ke lapangan. b. Peneliti mengumpulkan dan menyajikan data sebagai tahap awal untuk membuktikan adanya perspektif, dimana data dikumpulkan dari hasil transkrip wawancara mendalam, rekaman dan dianalisis setiap meninggalkan lapangan. c. Melakukan uji validitas data dengan triangulasi data yaitu suatu teknik pengecekan data berbagai sumber. d. Tahap kedua adalah peneliti mulai menangkap secara jelas jawaban dan respon informan kemudian dilakukan interpretasi terhadap pernyataan informan. e. Mendeskripsikan pernyataan informan dalam bentuk kalimat langsung dan mengkategorikannya. f. Tahap ketiga adalah konseptualisasi yaitu peneliti memberikan pernyataan singkat tentang apa yang sebenarnya dialami oleh informan kemudian dihubungkan dengan teori yang ada. Tahap terakhir dari analisis data adalah mengadakan pemeriksaan keabsahan data (Moleong, 2009). Keabsahan data sangat mendukung dalam penentuan hasil akhir suatu penelitian. Oleh karena itu, diperlukan suatu teknik pemeriksaan data. Teknik keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik triagulasi. Triagulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang 50 memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data lain (Moleong, 2009). Dalam penelitian ini, teknik triagulasi yang digunakan adalah triagulasi dengan sumber, yaitu membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif.Hal tersebut dapat dicapai dengan jalan : a. Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara. b. Membandingkan apa yang di katakan orang di depan umum dengan apa yang di katakan secara pribadi. c. Membandingkan apa yang dikatakan orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu. d. Membandingkan keadan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada , orang pemerintahan. e. Membandingkan hasil berkaitan(Moleong,2009). wawancara dengan isi dokumen yang 51 3.8 Kerangka Operasional Penentuan sasaran dan informan penelitian Informan Kunci: kebijakan sistem berjenjang di Kesehatan Jember. penentu rujukan Dinas Informan Utama: bidan, dokter, perawat di puskesmas PONED Kencong Informan tambahan: bidan, dokter SpOG di Rumah Sakit Balung dan Rumah Sakit PONEK Penyusunan instrumen penelitian, panduan wawancara (interview guide) Wawancara mendalam dengan menggunakan interview guide, dokumentasi hasil rekaman atau tulisan dari wawancara mendalam dan triangulasi dengan sumber data melalui wawancara Hasil Evaluasi Sesuai dengan regionalisasi rujukan Gambar 3.1Kerangka Operasional BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitan dan pembahasan dari hasil penelitian setelah dilakukan pengumpulan data dari bulan Oktober 2012 di Puskemas Kencong. Dari kegiatan penelitian didapat hasil sebagai berikut : 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 4.1.1. Gambaran Puskemas Kencong Puskemas Kencong terletak di Jalan Kartini No. 149 di wilayah Desa Wonorejo Kecamatan Kencong. Puskemas Kencong berada di dataran rendah yang berbatasan dengan Kecamatan Umbulsari (sebelah utara), Kecamatan Gumukmas (sebelah timur dan selatan) dan Kecamatan Jombang (sebelah barat). Puskemas Kencong berdiri di atas tanah seluas 3229 m² dengan luas bangunan 696 m². Puskemas Kencong memiliki wilayah kerja seluas 41,88 km² serta memiliki 2 desa yaitu Desa Kencong (Desa Kencong dan Desa Kutoarjo) dan Desa Wonorejo. dan Jumlah penduduk Puskemas Kencong sekitar 41.737 orang. 4.1.2. Visi, Misi dan Motto Puskemas Kencong 1. Visi Puskemas Kencong Puskemas Kencong memiliki visi sebagai berikut : Menjadi unit pelayanan kesehatan berkualitas dan profesional yang berbasis pada kepuasan pelanggan. 2. Misi Puskemas Kencong Puskemas Kencong memiliki misi sebagai berikut : a. Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan terjangkau oleh masyarakat. b. Memberikan pelayanan kesehatan secara profesional dan bertanggung jawab. 52 53 c. Meningkatkan sumber daya dan sumber daya manusia yang berkesinambungan. d. Menciptakan lingkungan kerja yang kondusif. 3. Motto Puskemas Kencong Berikut ini adalah Motto dari Puskemas Kencong : Kami Sigap, Pasien mantap. Kami Siaga, Pasien Terjaga. 4.1.3 Pelayanan Medis secara Umum di Puskemas Kencong Puskemas Kencong menerapkan sistem pelayanan manajemen mutu ISO 9001 : 2008 dengan kebijakan mutu sebagai berikut : a. Berperan aktif dan konsisten dalam menerapkan sistem manajemen mutu ISO 9001 : 2008. b. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan secara berkesinambungan. c. Memberikan layanan kesehatan secara efektif dan efisien. d. Mengutamakan kepuasan pelanggan dan profesionalisme kerja. e. Berperan aktif dan konsisten dalam memenuhi persyaratan perundang-undangan yang berlaku. Puskemas Kencong memiliki 2 jenis jasa pelayanan medis yang meliputi : 1. Jasa pelayanan medis perorangan antara lain loket, BP umum, kamar obat, UGD, KIA / KB / imunisasi, BP gigi, laboratorium, rawat inap, kamar bersalin dan pojok gizi 2. Jasa pelayanan medis kesehatan masyarakat antara lain usaha kesehatan sekolah, usaha kesehatan jiwa, usaha kesehatan lingkungan dan promosi kesehatan 4.1.4 Jumlah Tenaga Medis dan Nonmedis di Puskemas Kencong Berikut ini jumlah tenaga medis dan nonmedis yang berada di Puskemas Kencong baik tenaga PNS, PTT, Honorer dan Pegawai Kontrak : 54 1. Pegawai Negeri Sipil (PNS) a. Dokter Umum : 2 orang b. Dokter Gigi : 1 orang c. Perawat : 6 orang d. Bidan : 6 orang e. Gizi : 1 orang f. Analis : 1 orang g. Sanitarian : 1 orang h. Sopir : 1 orang i. Tenaga Umum : 14 orang 2. Pegawai Tidak Tetap (PTT) a. Perawat : - orang b. Bidan : 2 orang 3. Pegawai Honorer a. Perawat : 11 orang b. Bidan : 17 orang c. Tenaga Umum : 10 orang d. Petugas Kebersihan : 5 orang e. Ass. Apoteker : 1 orang 4. Pegawai Kontrak a. SatPol PP : 1 orang 4.1.5 Prosedur Pelayanan Medis di Kamar Bersalin Puskemas Kencong Prosedur ini digunakan sebagai acuan dalam pelayanan rawat inap di kamar bersalin mulai dari pasien datang, perawatan sampai dengan pasien pulang dari kamar bersalin Puskemas Kencong termasuk pelayanan perawatan bayi normal dan layanan rujukan. a. Penerimaan Pasien Menerima pendaftaran pasien dari UGD atau dari unit pelayanan KIA kemudian mempersilahkan pasien ke kamar bersalin. 55 b. Pemeriksaan Bidan melakukan anamnese kepada pasien, melakukan pemeriksaan fisik, melakukan pencatatan hasil pemeriksaan dan melakukan pemeriksaan laboratorium. c. Menegakkan diagnosa dan menentukan rencana tindakan Bidan menentukan apa pasien sudah inpartu apa belum, menentukan diagnose serta rencana tindakan dan konsultasi dokter atau merujuk pasien ke rumah sakit bila ditemukan penyulit d. Observasi e. Tindakan dan terapi f. Perawatan g. Rujukan eksternal h. Pemulangan pasien i. Pembayaran j. Pencatatan dan pelaporan k. Rekaman mutu l. Dokumen terkait 4.2 Hasil Penelitian 4.2.1 Identifikasi Pelaksana Rujukan Menurut Sugiyono (2008:67) menyebutkan bahwa karakteristik informan utama merupakan salah satu penentu perilaku seseorang. Faktor karakteristik meliputi usia informan, lama bekerja, pendidikan, pengetahuan informan tentang sistem rujukan yang berhubungan dengan proses pelaksanaan sistem rujukan berjenjang kasus kegawatdaruratan kebidanan dan neonatal pada program Jampersal di Puskemas Kencong tahun 2012. Informan dalam penelitian ini antara lain: a. Karakteristik Informan Kunci Informan kunci dalam penelitian ini adalah kepala Seksi Kesehatan Rujukan Dinas Kesehatan Kabupaten Jember dengan pendidikan terakhir adalah S2. Lama bekerja infroman kunci yaitu 22 tahun. Informan kunci dalam penelitian 56 ini menjadi penanggung jawab seluruh kegiatan yang berhubungan dengan pemberian layanan kesehatan rujukan yang berada di wilayah kabupaten Jember. b. Karakteristik Informan Utama: Informan utama dalam ini adalah 6 orang bidan, 1 perawat, 1 dokter umum dalam hal ini sebagai pengambil keputusan dalam merujuk ibu dan bayi serta penentu tempat rujukan. Berdasarkan wawancara mendalam, diperoleh karakteristik informan utama sebagai berikut: 1) SS SS berusia 56 tahun dengan pendidikan terakhir adalah D3 kebidanan dan PNS masa kerja 36 tahun, peran dan tanggung jawab di Puskemas Kencong sebagai kepala poli KIA/Kesehatan Ibu Dan Anak 2) YA YA berusia 40 tahun dengan pendidikan D3 kebidanan dan PNS masa kerja 20 tahun, peran dan tanggung jawab di Puskemas Kencong sebagai bidan koordinator 3) LLk LLK berusia 45 tahun dengan pendidikan D3 kebidanan dan PNS masa kerja 25 tahun, peran dan tanggung jawab di Puskemas Kencong sebagai kepala poli MTBS/Manajemen Terpadu Balita Sakit 4) JM JM berusia 38 tahun dengan pendidikan program bidan (bidan B) dan PNS masa kerja 16 tahun, peran dan tanggung jawab di Puskemas Kencong sebagai koordinator imunisasi. 5) YKL YKL berusia 41 tahun dengan pendidikan D3 kebidanan dan PNS masa kerja 21 tahun. Peran dan tanggung jawab sebagai bidan kepala kamar bersalin di Puskemas Kencong dan sebagai bagian dari tim PONED. 57 6) NN NN berusia 34 tahun dengan pendidikan D3 keperawatan dan PNS masa kerja 14 tahun. Peran dan tanggung jawab sebagai kepala ruangan rawat inap di Puskemas Kencong dan termasuk bagian dari tim PONED. 7) YN YN berusia 39 tahun beliau dengan pendidikan dokter umum dan PNS masa kerja 14 tahun. Peran dan tanggung jawab sebagai dokter ke dua di Puskemas Kencong dan beliau juga termasuk bagian dari tim PONED. 8) YY YY berusia 30 tahun beliau dengan pendidikan D3 kebidanan dan PNS masa kerja 8 tahun. Peran dan tanggung sebagai pemegang wilayah Desa Wonorejo yang merupakan wilayah kerja Puskemas Kencong. c. Karakteristik Informan Tambahan : Informan tambahan yang di gunakan dalam penelitian ini, yakni antara lain individu yang memiliki hubungan dengan bidan pelaksana rujukan dan sebagai pelaksana di tempat rujukan yang diberikan pelimpahan pasien dengan kegawatdaruratan kebidanan dan neonatal: 1) SA SA berusia 41 tahun dengan pendidikan terakhir D4 kebidanan. Sebagai kepala ruang kamar bersalin Rumah sakit PONEK dr Soebandi dengan masa kerja 25 tahun. 2) IN IN berusia 45 tahun dengan pendidikan terakhir D3 kebidanan. Sebagai kepala ruangan kamar bersalin Rumah sakit Kelas C Balung dengan masa kerja tahun 19 tahun Identifikasi karakteristik pelaksana rujukan yang meliputi umur, masa kerja, pendidikan, pengetahuan dan ketersediaan SDM tim PONED Puskemas Kencong, ketersediaan SDM di Rumah Sakit tempat rujukan seperti yang dijelaskan sebagai berikut: 58 a. Umur atau usia informan Hasil penelitian menyebutkan bahwa delapan informasi utama,informan tambahan dan informan kunci termasuk dalam usia 34 – 56 tahun. Keseluruhan usia informan utama menggambarkan bahwa usia bidan, perawat dokter yang telah senior dan matang. Dengan usia yang dimiliki tersebut menunjukkan bahwa informan utama memiliki kematangan berfikir dan bertindak yang semakin baik yang digunakan dikarenakan bertambahnya pengalaman dan wawasan yang dimiliki tentang sistem rujukan berjenjang. Oleh karena itu, berdasarkan hasil penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa umur seseorang memiliki pengaruh atau hubungan yang kuat terhadap tingkat pengetahuan atau wawasan, dan tingkat kematangan berfikir dalam bersikap maupun bertindak. b. Lama Kerja Berdasarkan hasil penelitian, lama kerja informan rata-rata di atas 10 tahun. Hal itu menunjukkan bahwa pengabdian dan pengalaman informan terhadap pelaksanaan sistem rujukan berjenjang sudah memiliki tingkat pemahaman yang tinggi. Oleh karena itu, lama kerja informan memberikan pengalaman informan tentang penanganan pasien yang akan dirujuk ke rumah sakit Kelas C balung dan RS PONEK dr Soebandi untuk mendapatkan pelayanan yang maksimal. c. Pendidikan Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar latar belakang pendidikan yang dimiliki oleh informan utama adalah pendidikan D3 kebidanan. Informan utama yang berlatarbelakang pendidikan D3 kebidanan sebanyak 6 orang dan berpendidikan sebagai dokter berjumlah satu orang dan pendidikan D3 keperawatan satu orang. Hal itu menunjukkan bahwa pendidikan informan dapat mempengaruhi pengetahuan dan pemahaman seorang pasien tentang sistem rujukan berjenjang kasus kegawatdaruratan kebidanan dan neonatal pada program Jampersal di Puskemas Kencong tahun 2012 59 d. Pengetahuan Pelaksana Rujukan Tentang Sistem Regionalisasi Rujukan Jember Selatan. Hal ini dapat dibuktikan melalui kutipan wawancara mendalam dengan beberapa informan utama berikut ini: “Biasanya pasien datang yang dirujuk dari wilayah atau datang sendiri ditangani dulu kemudian dimasukkan ke ruangan neonatal. Kemudian setelah itu mendapatkan penanganan intensif. Untuk penanganan rujukan di Puskemas bagian Jember Selatan terlebih dahulu di rujuk di RSUD Balung baru kemudian dirujuk ke rumah sakit PONEK yaitu RS. Soebandi”.(NN,IU.) “Sistem rujukan itu ke RSU Balung baru ke RS PONEK” (LLK ,IU. ) “Proses rujukan itu ke RSUD Balung baru kemudian ke rumah sakit PONEK” (JM,IU. ) “Jember terbagi menjadi tiga wilayah kalau Jember Selatan dirujuk ke RSUD Balung, Jember wilayah Timur ke Rumah Sakit Kalisat dan Jember bagianTengah ke RS Patrang. Kalau untuk Jember Selatan untuk kasus kebidananan di rujuk ke RSUD Balung sedangkan kasus neonatal ke RS PONEK” (YKL,IU. ) Berdasarkan hasil wawancara dengan informan menjelaskan bahwa sistem rujukan berjenjang Jember bagian selatan terlebih dahulu di rujuk ke RSD Balung kemudian di rujuk ke RSUD PONEK. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan informan tentang sistem rujukan berdasarkan sistem regionalisasi yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan telah memahami dan mampu menjelaskan sistem rujukan dengan sistem regionalisasi yang ada. Berdasarkan kedelapan informan utama semua memahami sistem rujukan yang berdasarkan sistem regionalisasi Jember Selatan dari RSD Balung sampai ke rumah sakit PONEK. e. Ketersediaan SDM tim PONED Puskemas Kencong dan di RS Rujukan SDM yang tersedia di Puskemas PONED Kencong meliputi 1 orang dokter, 1 orang bidan dan 1 orang Perawat yang sudah mendapat pelatihan kegawatdaruratan maternal dan neonatal, karena keterbatasan SDM maka pada saat penanganan kasus kegawatdaruratan tim PONED tidak semuanya bisa hadir. Kadang hanya ada bidan dan perawat, atau dokter dan bidan. Hal itu dimaksudkan 60 dapat memaksimalkan pelayanan dalam sistem rujukan yang diberikan untuk pasien dalam kegawatdaruratan maternal dan neonatal. Hal ini didukung dengan hasil wawancara dengan beberapa informan: “Dalam proses rujukan, tim PONED siaga dalam melayani pasien kok” (JM,IU. ) “ya..siaga di RSUD balung ada dokter, bidan dan perawat yang bersedia melayani pasien yang telah dirujuk” (IN, IT. ) “Menurut saya, tim PONED siaga kok mau memberikan pelayanan untuk pasien yang dirujuk”(NN,IU.) “Ya..siaga tim PONEDnya jadi tidak kwatir pasti terlayani” (LLK,IU. ) “Ya...ada pasien kagawatdaruratan tim PONED siap.Tetapi masalah kelangkapan kadang-kadang hanya bidan dan perawat atau dokter ama perawat”(YKL,IU. ) “ya..ada kok bidan, perawat dan dokterrnya” (YY,IU. ) Hasil jawaban informan menyebutkan bahwa di Puskemas PONED Kencong untuk dokter, perawat dan bidan belum lengkap untuk melayani pasien. Hal ini didukung dari wawancara berikut: “Untuk dokter spesialis kandungan dan dokter spesialis anak masih belum menetap dan masih pinjaman serta ada MUO dari Unair Surabaya sehingga kurang ada ketersediaan dokter spesialis kandungan dan dokter spesialis anak”(IN,IT. ) “Ada..dokter spesialis tetapi belum menetap dan senantiasa ada” (Dr YN,IU.) “ya..tapi kadang-kadang di RSUD Balung tidak ada dokter spesialis kandungannya”(JM,IU.) “Kalau di Balung ada tetapi belum siaga 24 jam, jadi di rujuk ke RS PONEK”(LLK, IU ) 61 “Kalau di RSUD Balung dokter spesialis kandungan dan dokter spesialis anak belum siap 24 jam tetapi kalau di rumah sakit PONEK sudah siap sehingga penangganan lebih mudah dilakukan di RS PONEK” (YKL,IU. ) Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat dijelaskan di Puskesmas PONED Kencong sudah ada dokter, bidan dan perawat yang sudah dilatih tetapi tim PONED ini tidak selalu lengkap jika ada kasus kegawatdaruratan. Kadang kala, apabila ada kasus kegawatdaruratan maternal hanya ada bidan, perawat atau bidan dan dokter saja. Sedangkan di RSD Balung sudah siap dokter jaga, bidan dan perawat yang siaga untuk meyalani pasien kegawatdaruratan maternal. Namun untuk kasus maternal dan neonatal, tenaga dokter spesialis kandungan dan dokter spesialis anak tidak siaga, karena dokter spesialis hanya ada pada waktu tertentu ada dan belum menetap. Keterbatasan ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) menghambat pelaksanaan sistem rujukan berjenjang. Dalam hal ini berdasarkan kedelapan informan menyatakan bahwa pada rumah sakit Kelas C Balung belum adanya kesiagaan SDM seperti dokter Dokter Spesialis Kebidanan dan Dokter Spesialis Anak. Hal itu membuat seringkali bidan, perawat, dokter di Puskemas PONED Kencong melakukan rujukan langsung ke rumah sakit PONEK. 4.2.2 Metode Rujukan Dengan Jenis Klasifikasi Kasus Yang Akan Di Rujuk Berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama, sebagian besar informan mengerti tentang klasifikasi kasus kegawat daruratan yang perlu dirujuk ke RS Kelas C Balung maupun RS PONEK. “ya, yang perlu dilakukan rujukan berdasarkan skor Poedji Rochjati kegawatdaruratan yang segera ditangani” (YKL,IU .) “ya, skor Poedji Rochjati tinggi, dirujuk”(LLK,IU. ) “sesuai dengan kasus pasien” (NN,IU. ) “yang dirujuk apabila skor Poedji Rochjati’ (YY,IU. ) Hasil wawancara dengan informan menunjukkan kasus kegawat daruratan yang perlu dirujuk apabila skor Poedji Rochjati tinggi. 62 Selain itu, pembedaan kasus kegawatdaruratan juga penting diketahui oleh bidan dalam pemberian rujukan baik kasus emergency ataupun kasus elektif. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan menunjukkan bahwa informan mengetahui tentang klasisfikasi kasus kegawatdaruratan yang diperlukan tindakan merujuk. Rujukan dalam kondisi optimal dan tepat waktu ke fasilitas rujukan/fasilitas yang memiliki sarana lebih lengkap, diharapkan mampu menyelamatkan jiwa para ibu dan bayi baru lahir. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan dijelaskan : :”Ya..saya mengerti kasus emergency dan elektif. Kalau emergency kan langsung ditangani sedangkan elektif direncanakan (Dr YN,IU.) “ya mengerti kasusnya untuk dirujuk. Emergency segera ditangani kalau elektif direncanakan” (LLK,IU. ) “”ya mengerti, yang dimaksud kasus kegawatdaruratan emergency untuk segera ditangani karena mengancam keselamatan pasien dan elektif direncanakan dan tidak mengancam keselamatan jiwa “ (YKL,IU. ) “ya pasti mengerti lah kasus emergency yaitu gawatdarurat dan elektif yaitu tidak berbahaya” (YA,IU. ) “ya,,tahu kasus kasus emergency dan elektif” (JM,IU. ) “ya saya tahu perbedaan kedua kasus tersebut, kalo emergency harus cepat ditangani kalau elektif sudah terencana” (NN,IU. ) Hasil wawancara tersebut menunjukkan dalam pemberian rujukan kepada pasien, bidan harus mampu membedakan jenis kasus kegawatdaruratan yang bersifat emergency atau elektif. Hal itu sangat penting dilakukan dalam rangka pemberian rujukan kepada pasien. Pada kasus terencana (elektif), kasus telah direncanakan jauh hari sebelum jadwal melahirkan dengan mempertimbangkan keselamatan ibu maupun janin. Berdasarkan perbedaan kasus yang segera dirujuk, maka bidan juga mampu menentukan rumah sakit yang menjadi rujukan. Ada perbedaan dalam menentukan Rumah Sakit tempat rujukan antara kasus kebidanan dan neonatal. Berdasarkan hasil wawancara menunjukkan bahwa perbedaan tempat rujukan 63 biasnya tergantung kasus yang terjadi pada pasien. Hal itu didukung oleh hasil wawancara sebagai berikut. “kalau kasus kebidanan dirujuk ke RSUD Balung tetapi kalau kasus neonatal dirujuk ke RS PONEK” (YKL, IU.) “kalau dirujuk ke RSUD Balung untuk kasus kebidanan saja tetapi kalau neonatal saya rujuk ke RS PONEK karena lebih lengkap” (NN, IU.) “kalau pasien memilih RS Kelas C di balung karena dekat tetapi kalau kasus berat ke RS PONEK karena peralatan lebih lengkap”(YY, IU.) Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan tempat rujukan sesuai dengan kasus yang ditangani. Jika ibu bersalin/BBL dirujuk ketempat yang tidak sesuai maka mereka akan kehilangan kesempatan yang sangat berharga untuk menangani komplikasi yang dapat mengancam keselamatan jiwa mereka pada saat ibu melakukan kunjungan antenatal, pelaksana rujukan akan selalu berupaya dan meminta bekerja sama dengan baik dari suami/keluarga ibu untuk mendapatkan layanan terbaik dan bermanfaat bagi kesehatan ibu dan bayinya, termasuk kemungkinan perlunya upaya rujukan. 4.2.3 Waktu Jarak Tempuh Dalam Pelaksanaan Rujukan Menuju Ke Rumah Sakit Sebagai Fasilitas Rujukan. . Berdasarkan hasil wawancara menunjukkan bahwa waktu yang diperlukan mulai pasien dirujuk sampai ke fasilitas kesehatan tempat rujukan dan pasien tertangani dengan baik adalah sebagai berikut; “kalau RSUD Balung memerlukan 20 menit dari Puskemas Kencong dan pasien dari UGD ke kamar bersalin 15 menit sedangkan RS Patrang perjalanannya 1 jam dan dari UGD ke kamar bersalin 5 menit karena letaknya berdekatan” (LLK, IU.) 64 “kalau di Balung 45 menit perjananan sampai pasien berada di kamar bersalin tetapi kalau RS PONEK dr Soebandi 1 jam perjalanannya dan di UGD kurang dari 5 menit kemudian di kamar bersalin”( YN, IU.) Hasil tersebut menggambarkan bahwa waktu yang diperlukan penanganan pasien di RS kelas C Balung berbeda dengan RS PONEK. Hasil wawancara ada perbedaan waktu dan alur penanganan pasien di Rumah Sakit Balung dan Rumah Sakit PONEK menunjukkan bahwa: “Kalau di rujuk ke RSUD Balung waktunya cepat dan jaraknya lebih dekat, tetapi masih terbatas fasilitas, kalau RS PONEK agak jauh tetapi langsung penanganan pasien dapat di atasi” (YA, IU) “Kalau RSUD Balung hanya butuh waktu transportasi 20 menit tetapi kalau RS Soebandi jaraknya jauh tetapi fasilitas lengkap”(YKL, IU. ) “kalau dirujuk ke Balung deket tetapi kadang kadang tidak segera ditangani, sedangkan kalau RS PONEK jauh tetapi segera ditangani” (NN, IU.) “kalau ke RSUD Balung cuman 20 menit tetapi kalau RS PONEK bisa 1,5 jam perjalanan”(YY, IU. ) Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa waktu yang diperlukan untuk merujuk ke rumah sakit kelas C Balung lebih cepat dibandingkan dengan rumah sakit PONEK. Akan tetapi karena adanya perbedaan fasilitas meskipun lebih jauh merujuk ke RS PONEK dilakukan untuk mendapatkan penanganan langsung kepada pasien. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merujuk kasus gawat darurat meliputi stabilisasi penderita, tatacara merujuk dalam transportasi, penderita harus didampingi oleh tenaga kesehatan yang terlatih dan surat rujukan. Keterlambatan rujukan ibu bersalin dengan komplikasi dan proses rujukan yang tidak sesuai dengan tatalaksana rujukan dapat mengakibatkan kondisi ibu bersalin dan bayinya dalam keadaan yang lebih kritis sewaktu tiba di rumah sakit rujukan, sehingga penyelamatan ibu dan bayi semakin sulit dilakukan, Selain hal tersebut keterlambatan proses rujukan seringkali menyebabkan kematian ibu dan bayinya oleh karena itu penanganan harus mempertimbangkan waktu yang tepat dan cepat. 65 4.2.4 Proses Pengambilan Keputusan Dalam Pelaksanaan Rujukan Kasus Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal Pada Program Jampersal Dalam penentuan RS rujukan ada beberapa faktor yang berkaitan dalam proses pengambilan keputusan rujukan. Prinsip dalam menentukan tempat rujukan adalah fasilitas pelayanan yang mempunyai kewenangan dan terdekat termasuk fasilitas pelayanan swasta dengan tidak mengabaikan kesediaan dan kemampuan penderita. Pelaksana rujukan dalam menentukan keputusan RS tempat rujukan kadang mengalami perbedaan dengan apa yang diinginkan oleh pasien dengan kondisi yang dialaminya. Hal tersebut didukung dengan hasil wawancara: “ya, kadang-kadang bidan merujuk di RS PONEK Jember, pasien minta dirujuk ke Lumajang”(NN, IU.) “berbeda, pasien minta ke Balung sedangkan kondisi mengkhawatirkan bidan merujuk ke RS PONEK” (YKL, IU.) “ya..kadang-kadang keinginan pasien berbeda dengan RS yang dirujuk. Mungkin mengingat waktu dan biaya”(YA, IU. ) “ada bedanya kadang-kadang pasien ingin dirujuk di Balung, tapi bidan cenderung ke RS PONEK mengingat kasus pasien”(YY, IU. ) Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa dalam proses pengambilan keputusan sering kali terjadi perbedaan dalam menentukan rumah sakit rujukan. Hal itu mengingat dalam pengambilan keputusan rujukan, kondisi pasien menjadi pertimbangan utama sehingga perlu dilakukan pemberian rujukan yang benar. Selain itu, bidan dalam mendapatkan informasi tempat rujukan layak atau tidak layak dijadikan tempat rujukan telah berdasarkan informasi dari pihak lain. Hal ini didukung dengan hasil wawancara sebagai berikut. “Dapat informasi dari teman-teman bidan yang lain’ (NN, IU. ) “Tempat rujukan diinformasikan teman-teman, jadi kalau RSUD Balung kurang fasilitas makanya dirujuk di RS PONEK” (YA, IU. ) “Pengalaman merujuk, cerita pasien tentang RS rujukan” (JM, IU. ) 66 “Informasi dari teman-teman bidan, kalau di Balung belum lengkap jadi langsung dirujuk ke RS PONEK” (YKL, IU. ) “informasi dari pasien, teman-teman dan RS sendiri tentang pelayanan yang diberikan sehingga saya jadikan rujukan”(SS, IU. ) Hasil wawancara tersebut menunjukkan dalam menentukan tempat rujukan bidan berdasarkan informasi sesama bidan lain, pengalaman rujukan atau dari cerita pasien yang sudah pernah dirawat di rumah sakit rujukan. Oleh karena itu, dalam penentuan keputusan diperlukan tempat yang benar-benar mampu menangani pasien. Ada yang merujuk ke RS kelas C Balung dan ada yang langung ke RS PONEK dengan pertimbangan kelengkapan fasilitas dan kesiagaan SDM. Selain itu, dalam proses penentukan rumah sakit rujukan didasari pertimbangan informasi tentang pelayanan yang tidak memuaskan pada pasien dengan Jampersal di Rumah Sakit Balung dan Rumah Sakit PONEK. Hasil wawancara tentang kepuasan pasien didukung dengan hasil wawancara sebagai berikut “ya saya pernah mendengar bahwa ada pasien yang tidak puas dengan pelayanan RS PONEK. Bahkan ada kasus waktu ibu dan anak dalam keadaan tidak stabil malah ada yang sampai dirawat selama 2 hari” (YKL, IU.) “banyak yang mengeluh di Balung rumit dan kurang cepat ditangani, lain dengan di RS PONEK cepat ditanganai”(SS, IU.) “Kalau di Balung cukup puas tetapi kalau di RS PONEK sangat puas” (JM, IU.) “dengar kalau di Balung banyak pasien komplain” (JM, IU.) Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa di rumah sakit Kelas C Balung seringkali bidan mendapatkan informasi ketidakpuasan pasien terhadap pelayanan yang di berikan dibandingkan di RS PONEK. Hal itu dikarenakan ketersediaan SDM terbatas, fasilitas kurang lengkap sehingga sering dirujuk ke RS PONEK dr Soebandi. 67 Dalam menentukan proses rujukan, bidan mengevaluasi pilihan terkait dengan tempat rujukan sesuai dengan manfaaat yang diharapkan. Sesuai dengan hasil wawancara berikut; “ya..tempat rujukan di evaluasi supaya sesuai dengan yang diharapkan”(J M, IU) “ya, dilakukan evaluasi untuk referensi rujukan berikutnya”(SS, IU. ) “Benar, harus ada evaluasi supaya manfaat yang diberikan sesuai dengan pasien”(YA, IU. ) “ya..dievaluasi” (YY, IU. ) ‘Saya selalu mengevaluasi terkait dengan tempat rujukan untuk keselamatan pasien supaya tidak terjadi kematian” (YKL, IU.) Berdasarkan hasil wawancara menunjukkan bahwa hasil evaluasi terhadap tempat rujukan perlu dilakukan agar supaya memperoleh tempat rujukan yang tepat dan bermanfaat bagi pasien. Pertimbangan dalam pengambilan keputusan rujukan juga dilihat dari pelaksana rujukan (bidan, dokter, perawat) yang merasa puas dengan pelayanan yang diberikan di Rumah Sakit Balung dan Rumah Sakit PONEK. Hal ini didasarkan pendapat informan mengenai kepuasan terhadap Rumah Sakit Balung dan Rumah Sakit PONEK “puas, di Balung cukup puas di RS PONEK sangat puas” (Dr YN, IU. ) “ya puas tetapi kalau di Balung kadang-kadang ada komplain”(JM, IU. ) ‘Di RSUD Balung sedikit kurang memuaskan tetapi di RS PONEk lebih puas” (YKL, IU .) “di Balung kurang puas tetapi di RS PONEK puas karena fasilitas lengkap dan dr spesialias ada”(YA, IU. ) “Puas meskipun lebih puas di RS PONEK” (SS, IU.) “ya puas tetapi lebih memuaskan pelayanan di RS PONEK” (YY, IU. ) 68 Hasil wawancara tersebut menunjukkan pelayanan untuk kasus kegawatdaruratan maternal dan neonatal lebih memuaskan di RS PONEK karena adanya kesiapan dr. spesialis dan fasilitas selain itu, birokrasi tidak serumit di RSUD Balung. Akan tetapi kepuasan yang dicapai di Rumah Sakit PONEK memang sesuai dengan fasilitas yang ada dalam melayani pasien. Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat dijelaskan pada rumah sakit Kelas C Balung dokter spesialis belum siaga 24 jam. Oleh karena itu, apabila ada kasus kegawatdaruratan maternal dan neonatal lebih sering di rujuk ke rumah sakit PONEK. Hal itu dimaksudkan pasien agar diberikan pelayanan dan penangan yang lebih cepat. Dalam proses rujukan, harus ada yang memberi keputusan dalam menentukan tempat rujukan. Hasil penelitian menyebutkan bahwa pemberian keputusan rujukan dapat dilakukan oleh bidan senior, dokter dan perawat senior. Hal ini didukung oleh hasil wawancara dengan beberapa informan: “yang memutuskan bidan senior” (JM,IU.) “Bidan piket jaga senior, bidan mengarahkan kepada kepala keluarga dimana tempat rujukan yang akan dituju”(LLK.IU.) “Bidan jaga, atau bidan senior yang sudah PNS” (YKL.IU..) “Bidan jaga, perawat dan dokter jaga yang menangani pasien” (YY.IU.) “Bidan baik bidan jaga dan perawat yang ada”(YN,IU.) “Bidan jaga tetapi kemudian diinformasikan kepada kepala keluarga mau di rujuk di rumah sakit mana” (YY,IU.) 69 4.2.5 Proses pelaksanaan dalam rujukan berjenjang yang dimulai dari tingkat Puskesmas PONED hingga Rumah Sakit PONEK Proses dalam pelaksanaan sistem rujukan berjenjang harus dilakukan dengan SOP dan langkah yang benar. Hasil wawancara menjelaskan proses pelaksanaan dalam rujukan berjenjang sebagai berikut. “ya..merujuk pada SOP seperti Baksoku, sebelum dirujuk dilayani dulu sesuai dengan kasus pasien dengan standar yang benar” (JM, IU. ) “pada pelaksanaan sistem rujukan,kami sesuai dengan standar SOP dan sesuai dengan ceklist” (YKL, IU ) “ya..sesuai dengan SOP kok”(YY, IU. ) “ya ..harus melayani dulu pasien yang datang sebelum dirujuk”(LLK, IU ) “Kami sudah merujuk sesuai dengan SOP” (SS, IU. ) Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa informan dalam melakukan sistem rujukan berjenjang telah sesuai dengan SOP yang diperlukan. Oleh karena itu, bidan diperlukan pemahaman tentang SOP dalam merujuk pasien antara lain dengan stabilisasi pasien dulu misalnya bilamana ada pendarahan tidak boleh langsung dikirim tetapi harus dihentikan dulu pendarahannya. Contohnya jika pasien shock dilakukan perbaikan keadaan umumnya supaya ada upaya untuk penyelamatan pasien sehingga adanya pengurangan risiko dari kematian. 4.2.6 Evaluasi Pelaksanaan rujukan Rujukan Berjenjang Regionalisasi Tempat Rujukan Wilayah Jember Selatan Berdasarkan Akibat dari penumpukan jumlah pasien di satu rumah sakit PONEK sejak adanya program Jampersal di harapkan bagi pelaksana rujukan untuk menerapkan rujukan berjenjang sesuai dengan regionalisasi rujukan namun pada kenyataannya belum dilaksanakan dengan baik, pemilihan tempat rujukan yang tidak rasional, seringnya terjadi keterlambatan dalam merujuk sehingga menyebabkan penderita meninggal sebelum mendapat penanganan dan tindakan pra rujukan sering diabaikan. Oleh karena itu, sistem regionalisasi diterapkan untuk mengatasi permasalahan-permasalahan tersebut. 70 Oleh karena itu, dasar dibuatnya kesepakatan/kebijakan sistem regionalisasi rujukan menurut informan kunci (LL, IK ) menyatakan bahwa : “Dasar kesepakatan sistem regionalisasi dibuat di Kabupaten Jember ingin menindaklanjuti..adanya keluhan dari RS dr Soebandi Jember karena terjadinya penumpukan jumlah pasien bersalin di era Jampersal akibat dari banyaknya rujukan dari Puskemas non PONED dan Puskemas PONED di banding dari RS kelas C.....” Hasil wawancara informan kunci juga dipertegas dengan jawaban informan utama: “ya..sistem regionalisasi yang ada bisa berjalan dengan baik dan penting dilakukan supaya pasien tidak menumpuk di RS dr Soebandi Jember ” (JM,IU. ) “bagus, adanya sistem regionalisasi bisa mengurangi penumpukan pasien di RS dr Soebandi Jember” (YKL, IU. ) “sistem regionalisasi sangat perlu supaya memperlancar sistem rujukan”(YY, IU. ) Berdasarkan hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa sistem regionalisasi sistem rujukan dilakukan untuk dapat mengatasi beberapa permasalahan dan penumpukan pasien di rumah sakit PONEK dr Soebandi sebagai tempat rujukan. Dengan diterapkannya sistem regionalisasi rujukan Jember bagian selatan menunjukkan bahwa pelaksana rujukan puskesmas Kencong sudah melaksanakan sesuai yaitu rujukan ke RSUD kelas C kemudian baru ke RSUD dr.Sebandi walaupun kadang kala pelaksana rujukan di puskesmas Kencong masih melaksanakan rujukan langsung ke RSU PONEK. Hal ini menunjukkan ketidak sesuaian dengan sistem regionalisasi rujukan Jember selatan. Berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama bahwa permasalahan yang banyak terjadi dalam proses sistem rujukan adalah kurangnya tenaga SDM di rumah sakit rujukan. Hal itu dikarenakan jumlah dan jenis SDM kesehatan tertentu, supply berlebihan akan tetapi daya serap terbatas. Seperti yang telah disampaikan diatas bahwa rumah sakit bukan hanya membutuhkan kuantitas 71 tenaga kesehatan akan tetapi diperlukan juga kualitas yang baik dari tenaga kesehatan tersebut agar roda pelayanan dapat berjalan dengan baik. Sementara permasalahan saat ini, walaupun banyak jumlah tenaga kesehatan yang ada, kualitas atau kompetensi menjadi dipertanyakan sehingga rumah sakit mengalami kesulitan dalam proses orientasi dan memerlukan pengajaran yang lebih intensif agar memberikan pelayanan yang terbaik kepada pasien. Selain itu kekurangan supply (khususnya dokter/dokter spesialis/drg) sehingga harus merangkap pekerjaan dibeberapa pelayanan kesehatan/RS. Sulitnya mencari tenaga kesehatan apalagi berdasarkan peraturan saat ini yang membatasi dokter hanya berpraktek di 3 rumah sakit. Hasil wawancara dengan informan kunci menjelaskan: “Selama ini sudah ada perencanaan SDM terutama penempatan dokterdokter spesialis itu di rumah sakit dimana saja dokter spesialis praktek. Dan sekarang ini akan dibuat aturan bahwa setiap rumah sakit sesuai dengan undang-undang 2009 harus ada dokter Spesialis. Hal ini bertujuan untuk pemetaan bagi rumah sakit sehingga dr spesialis tidak menumpuk di salah satu rumah sakit saja”(LL, IK.) Hal itu juga dipertegas oleh wawancara dengan informan utama: “kalau SDMnya bagus maka akan timbul rasa puas bagi pelaksana rujukan maupun dari pasien yang di rujuk ”(J M, IU) “penting ditingkatkan sumber daya manusia di rumah sakit PONEK karena sebagai pusat rujukan dan ketersediaan tenaga ahli”(SS, IU. ) Hal itu menunjukkan bahwa meskipun perencanaan SDM sudah ada dalam rangka mengotimalkan pemerataan SDM akan dilakukan pembagian dokter spesialis untuk setiap rumah sakit supaya dapat melayani dengan cepat dan pelaksanaan sistem regionalisasi optimal. Selain itu, kapasitas SDM diupayakan terus untuk ditingkatkan lewat pendidikan (formal) atau pelatihan. Pelaksanaan sistem regionalisasi rujukan perlu dilakukan evaluasi-evaluasi untuk dapat dijalankan dengan benar. Menurut informna kunci menjelaskan: 72 “Evaluasi sudah kita lakukan bersama-bersama dengan rumah sakit pemerintah dan swasta dan kita telah melakukannya pada tingkat propinsi serta dinas kesehatan terkait untuk kebijakan menurukan angka kematian ibu dan anak”(LL, IK.) Berdasarkan hasil wawancara menunjukkan bawa selama ini evaluasi pelaksanaan sistem regionalisasi sudah dilakukan mulai dari tingkat kabupaten dan tingkat provinsi. Evaluasi tersebut dilakukan untuk menentukan kebijakan penurunan angka kematian ibu dan anak. Setelah dilakukan evaluasi ada tindak lanjut yang harus dilakukan oleh dinas terkait sehubungan dengan pelaksanaan sistem regionalisasi sistem rujukan berjenjang di Jember Selatan. Menurut informan menyatakan: “Tindak lanjut sudah dilakukan setelah pertemuan-pertemuan itu, dan sudah ada kesepakatan akan dibuat forum komunikasi sistem rujukan bukan hanya nanti dibuat jejaring rujukan bukan hanya regionalisasi tetapi juga jejaring antara Puskemas dan rumah sakit yang dibagi misalkan rumah sakit Puskemas wilayah selatan dirujuk dengan rumah sakit Balung sehingga ada rujukan timbal balik bukan hanya hanya Puskemas yang merujuk tetapi rumah sakit memberikan informasi dan pembinaan dari rumah sakit sebagai jejaring sehingga tindakan-tindakan pra rujukan dilakukan dan ada transfer pengetahuan dari Puskemas selain itu perencanaan-perencanaan tahun 2013 dibuat untuk merencanakan terutama untuk farum komunikasi sistem rujukan” (LL IK.) Berdasarkan hasil wawancara menunjukkan bahwa selama ini sudah ada tindak lanjut antara Puskemas, rumah sakit dan dinas kesehatan terkait dengan sistem regionalisasi. Adapun hasil pelaksanaan regionalisasi rujukan Jember selatan berdasarkan laporan PONED tahun 2012 menunjukkan peningkatan jumlah pasien yang di rujuk ke RSUD kelas C. Hal ini didukung dengan hasil wawancara dengan informan utama. 73 “Hasil pelaksanaan rujukan dari Puskesmas Kencong sudah sesuai dengan sistem regionalisasi rujukan dimana selama bulan Januari sampai Oktober 2012 pasien yang dirujuk ke RSUD Kelas C Balung sebanyak 50 orang sedangkan pasien yang dirujuk ke RSUD PONEK sebanyak 41 orang. Hal ini sudah menunjukkan adanya penurunan jumlah rujukan ke rumah sakit PONEK” (YKL, IU) Perkembangan jumlah pasien yang dirujuk ke RSD Balung sudah mengalami peningkatan dan selisih sedikit dengan jumlah pasien yang dirujuk ke RSU PONEK dr Soebandi di bandingkan sebelum di terapkannya regionalisasi rujukan Jember selatan. Kondisi ini menunjukkan bahwa penerapan rujukan berjenjang mulai di rasakan manfaatnya bagi pelaksana rujukan di Puskesmas Kencong. Implementasi tindak lanjutnya dengan membentuk forum komunikasi sistem rujukan antara rumah sakit dan Puskemas sehingga dapat memberikan pelayanan secara optimal. Hal ini bisa terwujud apabila sistem rujukan adalah sistem yang dikelola secara strategis, proaktif, pragmatif dan koordinatif untuk menjamin pemerataan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang paripurna dan komprehensif bagi masyarakat yang membutuhkannya terutama ibu dan bayi baru lahir, dimanapun mereka bearada dan berasal dari golongan ekonomi manapun agar dapat dicapai peningkatan derajat kesehatan dan neonatal di wilayah mereka berada. 4.3 Pembahasan 4.3.1 Karakteristik Pelaksana Rujukan a. Umur atau usia informan Usia informan utama merupakan karakteristik informan utama yang membedakan tingkat pengetahuan kedewasaan informan utama. Usia juga dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan atau wawasan informan utama. Menurut Hurlock (1998), semakin dewasa usia seseorang maka tingkat kematangan berfikir dan bertindaknya semakin baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 74 umur pelaksana rujukan pelaksana ini rata umurnya sudah 35 th sampai 54 th dimana usia ini merupakan usia yang telah matang baik dalam proses berpikir dan pengalaman sehingga dalam melaksanakan rujukan yang membutuhkan pertimbangan yang benar dapat dilakukan oleh pelaksana rujukan nantinya. b. Lama Kerja Menurut Siagian (2008), menyatakan masa kerja (lama bekerja) merupakan pengalaman individu yang akan menentukan pertumbuhan dalam pekerjaan dan jabatan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1984), pengalaman kerja didefinisikan sebagai suatu kegiatan atau proses yang pernah dialami oleh seseorang ketika mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Siagian (2008) menyatakan bahwa masa kerja menunjukkan berapa lama seseorang bekerja pada masing-masing pekerjaan atau jabatan. Kreitner dan Kinicki (2004) menyatakan bahwa masa kerja yang lama akan cenderung membuat seorang pegawai lebih merasa betah dalam suatu organisasi, hal ini disebabkan diantaranya karena telah beradaptasi dengan lingkungannya yang cukup lama sehingga seorang pegawai akan merasa nyaman dengan pekerjaannya. Penyebab lain juga dikarenakan adanya kebijakan dari instansi atau perusahaan mengenai jaminan hidup di hari tua. Lama kerja dapat menggambarkan pengalaman seorang dalam menguasai bidang tugasnya. Pada umumnya petugas dengan pengalaman kerja yang banyak tidak memerlukan bimbingan dibandingkan dengan petugas yang pengalaman kerjanya sedikit menurut Ranupendoyo dan Saud (1990). Semakin lama orang bekerja pada suatu organisasi maka akan semakin berpengalaman orang tersebut sehingga kecakapan kerjanya semakin baik demikian juga pelaksana rujukan di Puskesmas PONED Kencong rata-rata lama kerja diatas 10 tahun. c. Pendidikan Tingkat pendidikan informan utama adalah jenjang pendidikan formal tertinggi yang pernah ditempuh oleh informan utama dan ditunjukkan dengan bukti ijazah, dimana dengan tingkat pendidikan ini dapat mempengaruhi 75 keputusan dalam pelaksanaan sistem rujukan berjenjang. Berdasarkan UndangUndang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan digolongkan menjadi tiga kategori: pendidikan tingkat dasar (meliputi: tidak sekolah, tamat SD/MI/SMP/MTS), pendidikan tingkat menengah (meliputi: tamat SMA/MA/SMK/MAK) dan pendidikan Diploma/Sarjana/Magister/Spesialis). tingkat Menurut tinggi Azwar (meliputi: (1996), tamat pendidikan merupakan suatu faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang dan pendidikan dapat mendewasakan seseorang untuk berperilaku baik, sehingga dapat memilih dan membuat keputusan dengan lebih tepat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendidikan pelaksana rujukan rata-rata D3 kebidanan, D3 keperawatan dan S1 kedokteran. Adanya jenjang pendidikan yang telah sesuai dengan profesi dan pekerjaan merupakan dasar kemampuan pelaksana rujukan agar dapat dilakukan sesuai dengan sistem regionalisasi yang ada. d. Pengetahuan Bidan/Perawat Tentang Sistem Regionalisasi Rujukan Jember Selatan. Pengetahuan (knowledge atau ilmu) adalah bagian yang esensial- aksiden manusia, karena pengetahuan adalah buah dari "berpikir ". Kemajuan manusia dewasa ini tidak lain karena pengetahuan yang dimilikinya. Pengetahuan adalah informasi yang dimiliki orang dalam bidang spesifik. Pengetahuan adalah kompetensi yang kompleks. Semakin tinggi pengetahuan maka informasi seseorang juga semakin tinggi. Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran (telinga), dan indera penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya dibagi dalam enam tingkat pengetahuan, yaitu 1) Tahu (know). Tahu diartikan 76 hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu; 2) Memahami (comprehension). Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut; 3) Aplikasi (application). Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain; 4) Analisis (analysis) adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui; 5) Sintesis (synthesis) adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasiformulasi yang telah ada; dan 6) Evaluasi (evaluation) adalah kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Pemahaman pelaksana rujukan di Puskesmas PONED Kencong ditunjukkan dengan bukti adanya penerapan pelaksanaan sistem rujukan berjenjang. Pemahaman didapatkan dari sosialisasi tentang sistem regionalisasi rujukan di Kabupaten Jember. e. Ketersediaan SDM tim PONED Puskemas Kencong dan di RS Rujukan Keterbatasan ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) menghambat pelaksanaan sistem rujukan berjenjang. Dalam hal ini berdasarkan kedelapan informan menyatakan bahwa pada rumah sakit Kelas C Balung belum adanya kesiagaan SDM seperti dokter Dokter Spesialis Kebidanan dan Dokter Spesialis Anak. Hal itu membuat seringkali bidan, perawat, dokter di Puskemas PONED Kencong melakukan rujukan langsung ke rumah sakit PONEK. Ketersediaan SDM sangat diperlukan dalam pelaksanaan rujukan. SDM yang tersedia di Puskemas PONED Kencong meliputi 1 orang dokter, 1 orang bidan dan 1 orang Perawat yang sudah mendapat pelatihan kegawatdaruratan maternal dan neonatal, karena keterbatasan SDM maka pada saat penanganan kasus kegawatdaruratan tim PONED tidak semuanya bisa hadir. Kadang hanya 77 ada bidan dan perawat, atau dokter dan bidan. Seharusnya SDM sangat diperlukan kelengkapan untuk melakukan kegawatdarutan maternal dan neonatal untuk itu tim PONED harusnya memiliki lokasi tempat tinggal yang dekat dengan Puskesmas PONED. f.Metode Rujukan Dengan Jenis Klasifikasi Kasus Yang Akan Di Rujuk Salah satu kelemahan pelayanan kesehatan adalah pelaksanaan rujukan yang kurang cepat dan tepat. Rujukan bukan suatu kekurangan, melainkan suatu tanggung jawab yang tinggi dan mendahulukan kebutuhan masyarakat. Kita ketahui bersama bahwa tingginya kematian ibu dan bayi merupakan masalah kesehatan yang dihadapi oleh bangsa kita. Pada bab 1 pendahuluan, telah dibahas mengenai masalah 3T (tiga terlambat) yang melatarbelakangi tingginya kematian ibu dan anak, terutama terlambat mencapai fasilitas pelayanan kesehatan. Dengan adanya sistem rujukan, diharapkan dapat meningkatkan pelayanan kesehatan yang lebih bermutu karena tindakan rujukan ditunjukan pada kasus yang tergolong berisiko tinggi. Oleh karena itu, kelancaran rujukan dapat menjadi faktor yang menentukan untuk menurunkan angka kematian ibu dan perinatal, terutama dalam mengatasi keterlambatan. Bidan sebagai tenaga kesehatan harus memiliki kesiapan untuk merujuk ibu atau bayi ke fasilitas kesehatan rujukan secara optimal dan tepat waktu jika menghadapi penyulit. Jika bidan lemah atau lalai dalam melakukannya, akan berakibat fatal bagi keselamatan ibu dan bayi. Oleh karena itu untuk kasus tertentu dalam penanganan kasus kegawatdaruratan diperlukan rujukan ke RS dengan jenjang tingkat yang lebih tinggi. Pelayanan Obstetri Neonatus Emergenci Dasar (PONED) dilakukan di Puskemas induk dengan pengawasan dokter. Petugas kesehatan yang ada di Puskemas PONED adalah (dokter, bidan, perawat) tim PONED Puskemas yang sudah terlatih. Pelayanan Obstetri Neonatus Emergenci Komprehensif (PONEK) merupakan pelayanan yang dilakukan di rumah sakit yang mempunyai fasilitas yang memadai. Puskemas PONED dan RS PONEK diadakan bertujuan sebagai upaya menurunkan AKI dan AKB. Untuk menghindari rujukan dengan jarak 78 tempuh yang lebih dari 2 jam dan untuk memutuskan mata rantai rujukan agar lebih dekat maka di terapkannya sistem regionalisasi tempat rujukan. Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar dapat dilayani oleh Puskemas yang mempunyai fasilitas atau kemampuan untuk penanganan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal dasar. Puskemas PONED merupakan Puskemas yang siap 24 jam, sebagai rujukan antara kasus-kasus rujukan dari Polindes dan Puskemas. Puskemas PONED disiapkan untuk melakukan pertolongan pertama gawat darurat obstetri dan neonatal (PPGDON). Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif dilaksanakan di rumah sakit dengan kemampuan untuk memberikan pelayanan 24 jam. Kesiapan sarana rumah sakit meliputi ruang kebidanan dengan fasilitas gawat darurat untuk memberikan pelayanan terhadap kasus kegawatdaruratan obstetri dan neonatal, Misalnya neonatal risiko tinggi, pelayanan transfusi darah, tindakan operasi seksio sesaria. Rumah sakit PONEK menerima rujukan dari Puskemas PONED apabila terdapat kasus kegawatdaruratan obstetri dan neonatal yang tidak bisa ditangani di rumah sakit Kelas C. Pengenalan adanya risiko tinggi ibu hamil dilakukan melalui skrining atau deteksi dini adanya faktor risiko secara proaktif pada semua ibu hamil, sedini mungkin pada awal kehamilan oleh petugas kesehatan atau non kesehatan yang terlatih di masyarakat, misalnya ibu-ibu PKK, Kader Karang Taruna, ibu hamil sendiri, suami atau keluarga. Kegiatan skrining antenatal, melalui kunjungan rumah merupakan langkah awal dari pemeliharaan kesehatan ibu hamil dan termasuk salah satu upaya antisipasi untuk mencegah terjadinya kematian ibu. Dalam pemberian rujukan terhadap pasien kegawatdaruratan, bidan harus mengerti tentang klasifikasi jenis kasus kegawatdaruratan kebidanan yang perlu dilakukan tindakan rujukan. Sangat sulit untuk menduga kapan penyulit akan terjadi sehingga kesiapan untuk merujuk ibu dan atau bayinya kefasilitas kesehatan rujukan secara optimal dan tepat waktu (jika penyulit terjadi) menjadi saran bagi keberhasilan upaya penyelamatan, setiap penolong persalinan harus mengetahui lokasi fasilitas rujukan yang mampu untuk menatalaksanaan kasus gawat darurat obstetri dan bayi baru lahir seperti : 79 a. Persalinan dengan tindakan bedah saesar b. Transfusi darah c. Persalinan menggunakan ekstraksi vakum / cunam d. Pemberian anti biotik intravena e. Resusitasi BBL /Bayi Baru Lahir dan asuhan lanjutan BBL Beberapa keadaan yang menjadi pertimbangan untuk kasus secara elektif, antara lain : 1. Janin dengan presentasi bokong : Dilakukan kasus pada janin presentasi bokong pada kehamilan pertama, kecurigaan janin cukup besar sehingga dapat terjadi kemacetan persalinan (Feto Pelpic Disproportion), janin dengan kepala menengadah (Defleksi), janin dengan lilitan tali pusat, atau janin dengan presentasi kaki. 2. Kehamilan kembar : Pada kehamilan kembar dilihat presentasi terbawah janin apakah kepala, bokong, atau melintang. Masih mungkin dilakukan persalinan pervaginam jika persentasi kedua janin adalah kepala-kepala. Namun, dipikirkan untuk melakukan caesar pada kasus janin pertama/terbawah selain presentasi kepala. pada USG juga dilihat apakah masing-masing janin memiliki kantong ketuban sendiri-sendiri yang terpisah, atau keduanya hanya memiliki satu kantong ketuban. Pada kasus kehamilan kembar dengan janin hanya memiliki satu kantong ketuban, resiko untuk saling mengait/menyangkut satu sama lain terjadi lebih tinggi, sehingga perlu dilakukan caesar terencana. Pada kehamilan pasien dengan jumlah janin lebih dari dua (misal 3 atau lebih), disarankan untuk melakukan kasus terencana. 3. Plasenta previa : artinya plasenta terletak dibawah dan menutupi mulut rahim. Karena sebelum lahir janin mendapat suplai makanan dan oksigen, maka tidak mungkin plasenta sebagai media penyuplai lahir/ lepas terlebih dulu dari janin karena dapat mengakibatkan kematian janin. Plasenta terdiri dari banyak pembuluh darah, lokasi plasenta yang menutupi jalan lahir, sangat rawan dengan terjadinya pendarahan. Apabila terjadi kontraksi pada rahim, maka sebagian plasenta yang kaya pembuluh darah ini akan terlepas 80 dan menimbulkan pendarahan hebat yang dapat mengancam nyawa janin dan ibu. 4. Kondisi medis ibu : preeklamsia, kencing manis (diabetes militus), herpes, penderita HIV/AIDS, penyakit jantung, penyakit paru kronik, atau tumor rahim (mioma) yang ukurannya besar atau menutupi jalan lahir, kista yang menghalangi turunnya janin, serta berbagai keadaan lain merupakan hal-hal yang menyebabkan kasus lebih diutamakan. 5. Masalah pada janin : Misalnya pada janin dengan oligohidramnion (cairan ketuban sedikit) atau janin dengan gangguan perkembangan. Sedangkan pada kasus emergency antara lain: a. Persalinan macet Keadaan ini dapat terjadi pada fase pertama (fase dilatasi) atau fase kedua (ketika pasien mengejan). Jika persalinan macet pada fase pertama, dokter akan memberi obat yang disebut oksitosin untuk menguatkan kontraksi otototot rahim. Dengan demikian mulut rahim dapat membuka. Ada teknik lain, yaitu memecahkan selaput ketuban atau memberikan cairaan infus intravena jika pasien kekurangan cairan/dehidrasi. Jika cara-cara itu tidak berhasil, maka operasi caesar akan dilakukan. Jika persalinan macet pada fase kedua, dokter harus segera memutuskan apakah persalinan dibantu dengan vakum atau forsep atau perlu segera dilakukan operasi caesar. Hal yang menjadi pertimbangan untuk melanjutkan persalinan pervaginam dengan alat (berbantu) atau operasi caesar, tergantung pada penurunan kepala janin didasar panggul, keadaan panggul ibu, dan ada tidaknya kegawatan pada janin. Persalinan macet merupakan penyebab tersering operasi caesar. Beberapa alasan yang dijadikan pertimbangan ialah kontraksi tidak lagi efektif, janin terlalu besar semantara jalan lahir ibu sempit, dan posisi kepala janin yang tadak memungkinkan dilakukan penarikan dengan vakum maupun forsep. b. Stres pada janin Ketika janin stres, dia akan kekurangan oksigen. Pada pemeriksaan klinik tanpak bahwa denyut jantung janin menurun. Secara normal, selama terjadi 81 kontraksi denyut jantung janin menurun sedikit, namun akan kembali ke prekuensi asalnya, jika : a) Prolaps tali pusat: jika tali pusat keluar melalui mulut rahim, dia bisa terjepit, sehingga suplai darah dan oksigen kejanin berkurang. Keadaan ini berbahaya jika janin dilahirkan secara normal lewat pervaginam sehingga memerlukan tindakan operasi caesar segara. b) Perdarahan: Jika pasien mengalami perdarahan yang banyak akibat plasenta terlepas dari rahim, atau karena alasan lain, maka harus dilakukan histerektomi. c) Stres janin berat : Jika denyut jantung janin menurun sampai 120x per menit atau lebih dari 160x per menit, maka harus segera dilakukan operasi caesar. Normalnya denyut jantung janin adalah 120 sd 160x per menit. 4.3.3Waktu Jarak Tempuh Dalam Pelaksanaan Rujukan Menuju Ke Rumah Sakit Sebagai Fasilitas Rujukan Tujuan sistem rujukan adalah agar pasien mendapatkan pertolongan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih mampu sehingga jiwanya dapat terselamatkan, dengan demikian dapat menurunkan AKI dan AKB. Tujuan dari ditentukan tempat rujukan supaya pasien lebih cepat mendapatkan penanganannya. Oleh karena itu, dalam menentukan tempat rujukan perlu diperhatikan jarak tempuh dan waktu penanganan di RS tempat pasien dirujuk. Oleh karena itu, dalam penanganan pasien ada waktu yang diperlukan mulai pasien datang di RS sampai pasien tertangani. Waktu dan jarak tempuh untuk rujukan ke RSUD Balung lebih dekat 30 menit, hanya saja birokrasinya lebih lama dibanding RSUD PONEK. Untuk jarak tempuh ke RSUD PONEK lebih jauh dan lebih dari 1 jam tapi birokrasinya mudah. 82 4.3.4 Proses Pengambilan Keputusan Dalam Pelaksanaan Rujukan Kasus Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal Pada Program Jampersal Rujukan dalam pelayanan kebidanan merupakan kegiatan pengiriman orang sakit dari unit kesehatan yang kurang lengkap ke unit yang lebih lengkap berupa rujukan kasus patologis pada kehamilan, persalinan dan nifas masuk didalamnya, pengiriman kasus masalah reproduksi lainnya seperti kasus ginekologi atau kontrasepsi yang memerlukan penanganan spesialis. Termasuk juga didalamnya pengiriman bahan laboratorium. Jika penderita telah sembuh dan hasil laboratorium telah selesai, kembalikan dan kirimkan ke unit semula, jika perlu disertai dengan keterangan yang lengkap (surat balasan). Rujukan informasi medis membahas secara lengkap data-data medis penderita yang dikirim dan advis rehabilitas kepada unit yang mengirim. Kemudian Bidan menjalin kerja sama dalam sistem pelaporan data-data parameter pelayanan kebidanan, terutama mengenai kematian maternal dan perinatal. Hal ini sangat berguna untuk memperoleh angka-angka secara regional dan nasional pemantauan perkembangan maupun penelitian. Tindakan pengambilan keputusan merujuk dimbil bersama keluarga dan penolong melibatkan banyak faktor dan saling berpengaruh secara dinamis sehingga membentuk suatu pola keputusan tertentu. Selain itu, tindakan tersebut juga melibatkan beberapa tahapan atau fase dan masing-masing fase dipengaruhi oleh beberapa faktor. Setiap fase saling terkait dan begitu pula terhadap faktor yang terdapat dalam masing-masing fase, saling mempengaruhi sehingga akan mendukung atau menghambat pengambilan keputusan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pola pengambilan keputusan keluarga dan penolong dalam merujuk ibu bersalin ke rumah sakit adalah faktor predisposisi, faktor penguat, faktor pemungkin dan lingkungan. Faktor predisposisi merupakan usia, pendidikan, pengetahuan, kepercayaan, nilai/norma, sikap, persepsi, dan riwayat kehamilan sebelumnya. Faktor penguat adalah perilaku orang lain yang berpengaruh seperti keluarga, teman sebaya, tokoh masyarakat, dan provider kesehatan. Faktor pemungkin meliputi kondisi geografis, jarak ke rumah sakit, biaya, fasilitas dan transportasi, kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan, 83 ketersediaan alat, obat, bahan habis pakai, dan transfusi darah. Faktor lingkungan merupakan adat istiadat atau budaya yang mendukung atau menghambat terjadinya proses pengambilan keputusan merujuk ibu bersalin. Identifikasi dari faktor predisposisi, penguat dan pemungkin akan mendorong disusunnya program promosi kesehatan yang relevan dan aplikatif dalam mengatasi kasus kegawat daruratan. Informasi mengenai tempat rujukan yang didasari oleh faktor lain terhadap pengambilan keputusan merujuk untuk memberikan penanganan yang tepat dan cepat kepada pasien. 4.3.5 Proses pelaksanaan dalam rujukan berjenjang yang dimulai dari tingkat Puskesmas PONED hingga Rumah Sakit PONEK Sistem rujukan pelayanan kegawatdaruratan maternal dan neonatal mengacu pada prinsip utama kecepatan dan ketepatan tindakan, efisien, efektif, sesuai dengan kemampuan dan kewenangan bidan serta fasilitas pelayanan. Setiap kasus dengan kegawatdaruratan maternal dan neonatal yang datang ke Puskemas PONED (Penanggulangan Obstetri Neonatal Esensial Dasar), harus langsung dikelola sesuai dengan prosedur tetap buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Setelah dilakukan stabilisasi kondisi pasien (pemberian obat-obatan, pemasangan infus dan pemberian oksigen), kemudian ditentukan apakah pasien akan dikelola di tingkat Puskemas PONED atau dirujuk ke rumah sakit PONEK (Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Komprehensif), untuk mendapatkan pelayanan yang lebih sesuai dengan kegawatdaruratannya dalam upaya penyelamatan jiwa ibu dan anak. Pemahaman SOP dalam sistem rujukan mengikuti alur sistem rujukan sebagai berikut. 1. Menentukan kegawatdaruratan penderita a) Pada tingkat kader atau dukun bayi terlatih ditemukan penderita yang tidak dapat ditangani sendiri oleh keluarga atau kader/dukun bayi, maka segera dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan yang terdekat, oleh karena itu mereka belum tentu dapat menerapkan ke tingkat kegawatdaruratan. 84 b) Pada tingkat bidan desa, Puskemas pembantu dan Puskemas. Tenaga kesehatan yang ada pada fasilitas pelayanan kesehatan tersebut harus dapat menentukan tingkat kegawatdaruratan kasus yang ditemui, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya, mereka harus menentukan kasus mana yang boleh ditangani sendiri dan kasus mana yang harus dirujuk. 2. Menentukan tempat rujukan Prinsip dalam menentukan tempat rujukan adalah fasilitas pelayanan yang mempunyai kewenangan dan terdekat termasuk fasilitas pelayanan swasta dengan tidak mengabaikan kesediaan dan kemampuan penderita. 3. Memberikan informasi kepada penderita dan keluarga Kaji ulang rencana rujukan bersama ibu dan keluarga. Jika perlu dirujuk, siapkan dan sertakan dokumentasi tertulis semua asuhan, perawatan dan hasil penilaian (termasuk partograf) yang telah dilakukan untuk dibawa ke fasilitas rujukan. Jika ibu tidak siap dengan rujukan, lakukan konseling terhadap ibu dan keluarganya tentang rencana tersebut. Bantu mereka membuat rencana rujukan pada saat awal persalinan. 4. Mengirimkan informasi pada tempat rujukan yang dituju a) Memberitahukan bahwa akan ada penderita yang dirujuk. b) Meminta petunjuk apa yang perlu dilakukan dalam rangka persiapan dan selama dalam perjalanan ke tempat rujukan. c) Meminta petunjuk dan cara penangan untuk menolong penderita bila penderita tidak mungkin dikirim. 5. Persiapan penderita (BAKSOKU) a) B (Bidan) : Pastikan bahwa ibu dan bayi baru lahir didampingi oleh penolong persalinan yang kompeten untuk menatalaksana gawat darurat obstetri dan BBL untuk dibawa kefasilitas rujukan b) A (Alat) : Bawa perlengkapan dan bahan-bahan untuk asuhan persalinan, masa nifas dan BBL (tabung suntik, selang, alat resusitasi, dan lain-lain) 85 bersama ibu ketempat rujukan. Perlengkapan dan bahan-bahan tersebut mungkin diperlukan jika ibu melahirkan dalam perjalanan menuju ke fasilitas rujukan. c) K (Keluarga) : Beri tahu ibu dan keluarga mengenai kondisi terakhir ibu dan bayi dan mengapa ibu dan bayi perlu dirujuk. Jelaskan pada mereka alas an dan tujuan merujuk ibu kefasilitas rujukan tersebut. Suami / anggota keluarga yang lain harus menemani ibu dan BBL hingga kefasilitas rujukan. d) S (Surat) : Berikan surat ketempat rujukan. Surat ini harus memberikan identifikasi mengenai ibu dan BBL, cantumkan alasan rujukan dan uraikan hasil penyakit, asuhan / obat-obatan yang diterima ibu dan BBL. Sertakan juga partograf yang dipakai untuk membuat keputusan klinik e) O (Obat) : Bawa obat-obatan esensial pada saat mengantar ibu kefasilitas rujukan. Obat-obatan tersebut mungkin diperlukan selama diperjalanan. f) K (Kendaraan) : Siapkan kendaraan yang paling memungkinkan untuk merujuk ibu dalam kondisi cukup nyaman. Selain itu, pastikan kondisi kendaraan cukup baik untuk mencapai tujuan pada waktu yang tepat. g) U (Uang) : Ingatkan keluarga agar membawa uang dalam jumlah yang cukup untuk membeli obat-obatan yang diperlukan dan bahan-bahan kesehatan lain yang diperlukan selama ibu dan bayi baru lahir tinggal difasilitas rujukan. 6. Pengiriman Penderita 7. Tindak lanjut penderita : a) Untuk penderita yang telah dikembalikan (rawat jalan pasca penanganan) b) Penderita yang memerlukan tindakan lanjut tapi tidak melapor harus ada tenaga kesehatan yang melakukan kunjungan rumah Proses rujukan dimulai setelah dilakukan stabilisasi kondisi pasien, kemudian ditentukan apakah pasien akan dikelola di tingkat Puskemas PONED atau 86 dilakukan rujukan ke Rumah Sakit PONEK untuk mendapatkan pelayanan yang lebih baik sesuai dengan tingkat kegawatdaruratannya. Masyarakat dapat langsung memanfaatkan semua fasilitas pelayanan kegawatdaruratan obstetri dan neonatal. 4.3.6 Evaluasi Pelaksanaan Sistem Rujukan Berjenjang Berdasarkan Regionalisasi Tempat Rujukan Wilayah Jember Selatan Pelaksanaan sistem rujukan di Indonesia telah diatur dengan bentuk bertingkat atau berjenjang, yaitu pelayanan kesehatan tingkat pertama, kedua dan ketiga, di mana dalam pelaksanaannya tidak berdiri sendiri-sendiri namun berada di suatu sistem dan saling berhubungan. Apabila pelayanan kesehatan primer tidak dapat melakukan tindakan medis tingkat primer maka ia menyerahkan tanggung jawab tersebut ke tingkat pelayanan di atasnya, demikian seterusnya. Apabila seluruh faktor pendukung (pemerintah, teknologi, transportasi) terpenuhi maka proses ini akan berjalan dengan baik dan masyarakat awam akan segera tertangani dengan tepat. Sebuah penelitian yang meneliti tentang sistem rujukan menyatakan bahwa beberapa hal yang dapat menyebabkan kegagalan proses rujukan yaitu tidak ada keterlibatan pihak tertentu yang seharusnya terkait, keterbatasan sarana, tidak ada dukungan peraturan yang di tetapkan oleh pemerintah daerah. Salah satu bentuk pelaksanaan dan pengembangan upaya kesehatan dalam Sistem kesehatan Nasional (SKN) adalah rujukan upaya kesehatan. Untuk mendapatkan mutu pelayanan yang lebih terjamin, berhasil guna (efektif) dan berdaya guna (efesien), perlu adanya jenjang pembagian tugas diantara unit-unit pelayanan kesehatan melalui suatu tatanan sistem rujukan. Dalam pengertiannya, sistem rujukan upaya kesehatan adalah suatu tatanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab secara timbal balik atas timbulnya masalah dari suatu kasus atau masalah kesehatan masyarakat, baik secara vertikal maupun horizontal, kepada yang berwenang dan dilakukan secara rasional. 87 Evaluasi merupakan cara yang sistematis untuk memperbaiki kegiatankegiatan yang sedang berjalan serta untuk meningkatkan perencanaan yang lebih baik dengan menyeleksi secara seksama alternatif-alternatif tindakan yang akan datang Evaluasi rujukan harus dijalankan secara konstruktif dan bukan untuk membenarkan tindakan-tindakan yang telah lewat atau sekedar mencari kekurangan semata. Evaluasi sebagai sistem dalam upaya menyelesaikan masalah kesehatan. Model regionalisasi sistem rujukan di Jember Selatan dilakukan untuk memberikan pelayanan Jampersal secara cepat dan tepat. Kebijakan ini menetapkan alur rujukan pelayanan kesehatan di rumah sakit dengan membagi wilayah pelayanan menjadi 3 wilayah regionalisasi dimana setiap wilayah regionalisasi ditetapkan satu rumah sakit sebagai pusat rujukan. Latar belakang dibentuknya sistem ini karena tidak efektifnya pelayanan rujukan selama ini. RS PONEK yang menjadi rumah sakit rujukan akhir justru menjadi terminal pertama kasus-kasus JAMPERSAL dari seluruh kabupaten Jember sehingga sering kali terjadi penumpukan pasien pada satu RS PONEK. Kondisi ini menjadi tidak efisien terutama dalam pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Padahal bila sistem ini berjalan efektif, beberapa kasus tersebut sebenarnya bisa ditangani pada unit pelayanan kesehatan dibawahnya. Sejalan dengan program pelayanan kesehatan gratis pemerintah, rumah sakit yang ditetapkan sebagai pusat rujukan regionalisasi telah menjalankan perannya namun belum optimal sehingga pasien masih mendapatkan pelayanan dengan waktu yang lama, jarak tempuh yang jauh. Tujuan dibentuknya Regionalisasi sistem rujukan adalah mengembangkan jenjang sistem rujukan rumah sakit di Provinsi dan Kabupaten/Kota, meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan rujukan rumah sakit, meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan rujukan sampai ke daerah terpencil dan daerah miskin dan mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan rujukan rumah sakit. Pelayanan kesehatan rujukan menerapkan pelayanan berjenjang yang dimulai dari Puskemas, kemudian RS kelas C, selanjutnya RS kelas B dan akhirnya ke RS kelas A. Pelayanan kesehatan rujukan dapat berupa rujukan rawat 88 jalan dan rawat inap yang diberikan berdasarkan indikasi medis dari dokter disertai surat rujukan. RS kelas C dapat melakukan rujukan ke RS kelas B antar atau lintas kabupaten/kota yang dilakukan atas pertimbangan atau kesepakatan antara rumah sakit dengan pasien atau keluarga pasien. Selama ini pelaksanaan regionalisasi sistem rujukan di daerah Jember Selatan belum terlaksanan secara optimal. Hal ini dapat diperhatikan dari beberapa aspek antara lain: Sistem regionalisasi di Kabupaten Jember dibentuk dengan berdasarkan beberapa aspek perundangan antara lain : a. UU RI NO.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pasal 30 (2) : Tingkatan Pelayanan Kesehatan b. UU RI NO.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, psl 24 : Klasifikasi RS c. Kepmenkes NO. 374/MENKES/SK/V/2009 tentang SKN d. Kepmenkes NO.922/MENKES/SK/X/2008 tentang Pembagian Urusan Pemerintah e. Peraturanmenkes NO. 340/MENKES/PER/2010 tentang Klasifikasi RS Selama ini dalam sistem rujukan berjenjang masih banyak ketidakpatuhan dan masalah yang terjadi dalam sistem rujukan. Hal ini dapat menyebabkan beberapa permasalahan antara lain deteksi dini faktor resiko belum dilaksanakan dengan baik, pemilihan tempat rujukan yang tidak rasional, seringnya terjadi keterlambatan dalam merujuk sehingga menyebabkan penderita meninggal sebelum mendapat penanganan dan tindakan pra rujukan sering diabaikan. Oleh karena itu Dalam pelaksanaan sistem regionalisasi dapat berjalan dengan baik apabila ada perencanaan ketenagaan SDM dan sarana di tempat rujukan. Sumber daya manusia merupakan elemen organisasi yang sangat penting terutama rumah sakit sebagai pelayanan masyarakat. Sumber daya manusia merupakan pilar utama sekaligus penggerak roda organisasi dalam upaya mewujudkan visi dan misinya. Karenanya harus dipastikan sumber daya ini dikelola dengan sebaik mungkin agar mampu memberikan kontribusi secara optimal. Maka diperlukanlah sebuah pengelolaan secara sistematis dan terencana agar tujuan yang diinginkan dimasa sekarang dan masa depan bisa tercapai yang 89 sering disebut sebagai manajemen sumber daya manusia. Tujuan manajemen sumberdaya manusia adalah mengelola atau mengembangkan kompetensi personil agar mampu merealisasikan misi organisasi dalam rangka mewujudkan visi. Rumah sakit merupakan fasilitas kesehatan rujukan utama bagi masyarakat yang ingin memperoleh pelayanan kesehatan baik untuk pengobatan maupun untuk pemulihan kesehatannya. Sebagai pusat rujukan kesehatan utama, rumah sakit dituntut mampu memberikan pelayanan yang komprehensif bagi setiap pasiennya. Pelayanan kesehatan yang komprehensif adalah berbagai bentuk pelayanan yang diberikan kepada klien oleh suatu tim multi disiplin sesuai kebutuhan pasien. SDM di rumah sakit menjadi hal penting yang mendukung berkembangnya rumah sakit dan menjadi tolak ukur penting dalam penilaian pengembangan mutu pelayanan di Rumah Sakit. Rumah sakit merupakan organisasi pelayanan jasa yang mempunyai spesialistik dalam hal SDM, sarana prasarana dan peralatan yang dipakai. Sering rumah sakit dikatakan sebagai organisasi yang padat modal, padat sumber daya manusia, padat tehnologi dan ilmu pengetahuan serta padat regulasi. Padat modal karena rumah sakit memerlukan investasi yang tinggi untuk memenuhi persyaratan yang ada. Padatnya sumber daya manusia didalam rumah sakit pasti terdapat berbagai profesi dan jumlah karyawan yang banyak. Padat tehnologi dan ilmu pengetahuan karena di dalam rumah sakit terdapat peralatan-peralatan canggih dan mahal serta kebutuhan berbagai disiplin ilmu yang berkembang dengan cepat. Padat regulasi karena banyak regulasi/peraturan-peraturan yang mengikat berkenaan dengan syarat-syarat pelaksanaan pelayanan di rumah sakit. Hasil evaluasi pelaksanaan rujukan berjenjang menunjukkan bahwa sistem regionalisasi menghasilkan adanya kesesuaian dan ketidaksesuaian pelaksanaan rujukan berjenjang berdasarkan sistem regionalisasi. Hal ini bisa diimplementasikan dengan optimal apabila sistem rujukan tersebut apabila sistem dapat dikelola secara strategis, proaktif, pragmatif dan koordinatif untuk menjamin pemerataan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang paripurna dan komprehensif bagi masyarakat yang membutuhkannya terutama ibu dan bayi baru lahir, dimanapun mereka bearada dan berasal dari golongan ekonomi 90 manapun agar dapat dicapai peningkatan derajat kesehatan dan neonatal di wilayah mereka berada. Sistem rujukan yang suatu sistem jaringan pelayanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab secara timbal balik atas timbulnya masalah dari suatu kasus atau masalah kesehatan masayarakat, baik secara vertikal maupun horizontal kepada yang lebih kompeten, terjangkau dan dilakukan secara rasional. Hal ini terbukti dengan adanya peningkatan jumlah pasien yang dirujuk ke Rumah Sakit Kelas C Balung dibandingkan sebelum diterapkannya sistem regionalisasi rujukan di Jember Bagian Selatan. . BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkanhasil penelitian maka dapatdisimpulkan hal-hal sebagai berikut. Sistem rujukan berjenjang berdasarkan sistem regionalisasi tempat rujukan wilayah Jember selatan kasus kegawatdaruratan kebidanan dan neonatal pada program Jampersal di Puskesmas Kencong berkaitan dengan beberapa faktor antara lain: a. Identifikasi karakteristik bidan yang meliputi umur, masa kerja, pendidikan, pengetahuan dan ketersediaan SDM tim PONED Puskesmas Kencong, ketersediaan SDM di Rumah Sakit tempat rujukan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa para pelaksana ini rata umurnya sudah 35 th sampai 54 th, masa kerjanya rata-rata diatas 10 th sehingga mempunyai pengalaman yang cukup, pendidikan pelaksana rujukan rata-rata D3 kebidanan,D3 keperawatan dan S1 kedokteran, pengetahuan tentang pemahaman rujukan berjenjang berdasarkan regionalisasi rujukan telah dipahami dan ketersediaan SDM tim PONED Puskesmas Kencong adalah 1 bidan,1 perawat,dan 1 dokter, ketersediaan SDM di Rumah Sakit tempat rujukan untuk di RSUD Balung ada tetapi untuk kesiagaan dokter spesialis kandungan dan anak masih kurang di banding di RSU PONEK dimana SDM cukup dan terlihat kesiagaannya b. Metode rujukan disesuikan dengan jenis klasifikasi kasus rujukan yang berdasarkan skor Poedji Rochjati yang bersifat elektif maupun emergency c. Waktu dan jarak tempuh yang diperlukan untuk merujuk ke rumah sakit tipe C Balung lebih cepat dibandingkan dengan rumah sakit PONEK. Waktu dan jarak tempuh untuk rujukan ke RSUD Balung lebih dekat 30 menit, hanya saja birokrasinya lebih lama dibanding RSUD PONEK.Untuk jarak tempuh ke RSUD PONEK lebih jauh dan lebih dari 1 jam tapi birokrasinya mudah. 91 92 d. Proses pengambilan keputusan tempat rujukan didasari keinginan pelaksana rujukan dan keluarga pasien dan mempertimbangkan kegawatdaruratan kasus yang di tangani. e. Proses pelaksanaan dalam rujukan didasarkan pada SOP dan Baksoku sehingga proses pelaksanaan rujukan berjalan aman tanpa mengakibatkan risiko kematian maternal maupun neonatal.. f. Hasil evaluasi pelaksanakan rujukan berjenjang berdasarkan sistem regionalisasi tempat rujukan wilayah Jember selatan kasus kegawatdaruratan kebidanan dan neonatal pada program Jampersal di Puskesmas Kencong sudah sesuai dan ada keberhasilan yang ditunjukkan dengan jumlah pasien yang dirujuk di rumah sakit Balung sudah terjadi peningkatan dibanding sebelum diterapkannya sistem regionalisasi. 5.2 Saran Adapun saran yang dapat diajukan dalam penelitian ini antara lain: a. Pengetahuan SDM di Puskesmas PONED perlu ditingkatkan dengan sebuah pelatihan selain tim PONED untuk penanganan kasus kegawatdaruratan maternal dan neonatal. Peningkatan fasilitas di Puskesmas PONED dan penyediaan SDM terutama dr spesialis kebidanan dan anak untuk melakukan konsultasi sebagai wujud pemantauan dari RS PONEK. b. Penyesuaian SDM di rumah sakit tempat rujukan terutama rumah sakit kelas Clebih ditingkatkan supaya SDM rumah sakit tersedia siaga dalam melayani masyarakat terutama penyediaan doket spesialis kebidanan dan anak. c. Upaya penerapan bagi pelaksanaan rujukan terutama di Puskesmas PONED Kencong untuk lebih menerapkan rujukan berjenjang berdasarkan sistem Regionalisasi. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsini., 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta Arikunto, Suharsini, 2009. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta Budiarto, Eko. 2003. Metodologi Penelitian Kedokteam : Sebuah Penantar. Jakarta : EGC. Bungin, Burhan. 2001. Metodologi Penelitian Sosial : Format-Format Kuantitatif Dan Kualitatif. Surabaya : Airlangga University Press Crawford, S. 2000. Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Balai Penerbit Fakultas Kedokteran UI Departemen Kesehatan. 2008. Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Obstertri Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) 24 Jam Di Rumah Sakit. Jakarta : Departemen Kesehatan. Departemen Kesehatan. Tanpa tahun. Pedoman Pelaksanaan Kemitraan Bidan Dan Dukun. Jakarta : Departemen Kesehatan Dinas Kesehatan. 2010.Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur 2009. Surabaya : Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. Dinas Kesehatan. 2011.Profil Kesehatan Kabupaten Jember 2010. Jember : Dinas Kesehatan Kabupaten Jember. Dinas Kesehatan. 2011.Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur 2010. Surabaya : Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur. Dinas Kesehatan. 2012.Profil Kesehatan Kabupaten Jember 2011. Jember : Dinas Kesehatan Kabupaten Jember. Djunaidi Lababa. 2008. Evaluasi Program : Sebuah Pengantar. Tersedia dalam http://evaluasipendidikan.blogspot.com/2008/03/evaluasi-program-sebuahpengantar.html Diunduh 10 Maret 2011.Tague-Sutclife (1996 Echols, John M. dan Hasan Shadily. 2000. Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama Endang, Achadi. 2008. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: PT. Rajagrafindo. Persada Gibson, Ivancevich, dan Donnelly.1997. Organisasi (Perilaku, Struktur, dan Proses) edisi 8 Jilid 2. Jakarta : Binarupa Aksara. Hurlock, Elizabeth, B.1998. Psikologi Perkembangan. Erlangga, Jakarta, 2006. Ismani Nila. 2001. Etika Keperawatan. Jakarta. Widya Medika.Ranupendoyo dan Saud (1990 ----------------------------.1984. Kamus Besar Bahasa Indonesia (1984), Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama Kementerian Kesehatan. 2006.Pedoman Pengembangan Pelayanan Obstetri Neonatal emergency Dasar (PONED). Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan. 2008.Profil Kesehatan Indonesia 2007. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kementerian Kesehatan. 2011.Profil Kesehatan Indonesia 2010. Jakarta : Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Kreitner, Robert dan Kinicki, Angelo. 2004. Perilaku Organisasi. Edisi Bahasa Indonesia Jakarta: PT Gramedia Pustaka. Mantra, Ida Bagoes. 2004. Filsafat Penelitian dan Metode Penelitian Sosial. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Mantra, Ida Bagoes. 2006. Demografi Umum Edisi 2. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Moleong. J. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya. Muninjaya, A.A. Gde. 2004. Manajemen Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku. Kedokteran EGC: 220-234 Nazir, Moch..2003, Metode Penelitian, Salemba Empat,Jakarta, Notoadmodjo, Soekidjo, 2005. Ilmu Kesehatan Masyarakat (Prinsip-Prinsip Dasar), Rineka Cipta, Jakarta Notoadmodjo, Soekidjo. 2005. Ilmu Kesehatan Masyarakat (Ilmu dan Seni). Jakarta : PT. Rineka Cipta. Notoadmodjo, Soekidjo. 2007b. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta : PT. Rineka Cipta. Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 631/MENKES/PER/III/2011Tentang Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan. Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 1994 tentang penyelenggaraan pembangunan keluarga sejahtera Permenkes Nomor 369/Menkes/SK/III/2007 Tentang Standar Profesi Bidan. Prayitno, 2001. Manula (Manusia Lanjut Usia) Jakarta : Inti Idayu Press Romdoni. 2011. Tinggi, Angka Kematian Ibu Melahirkan di Jember. [Serial On line]. http://jurnalbesuki.com/index.php?option=com_content&task=view&id=95 44&Itemid=48. Disitasi tanggal 17 April 2012. Sedarmayanti dan Hidayat. 2002. Metodologi Penelitian. Bandung : CV Mandar Maju. Siagian, Sondang. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta. Supriyanto, S. 2003. Hand OutPerencanaan Strategik. Surabaya: Universitas Airlangga Sutriyanto, Eko. 2012. Gizi Buruk Saat Hamil Pengaruhi Tumbuh Kembang Janin. [Serial On line]. http://www.tribunnews.com/2012/01/18/gizi-buruksaat-hamil-pengaruhi-tumbuh-kembang-janin. Disitasi tanggal 17 April 2012. Suyanto, Bagong. 2005. Metode Penelitian Sosial : Berbagai Alternatif Pendekatan. Jakarta : Kencana. Syafruddin, 2009. Ilmu Kesehatan Masyarakat Untuk Mahasiswa Kebidanan, TransInfomedia Jakarta Syamsi, Ibnu. 2000. Pengambilan Keputusan dan Sistem Informasi. Jakarta : Bumi Aksara. Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional UNFPA. 2003. Maternal mortality update 2002, a focus on emergency obstetric care. New York, UNFPA. UNFPA. 2004. SAFE Research Study and Impacts. Maternal mortality update 2004, delivery into good hands.New York, UNFPA. Universitas Jember. 2012. Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Kesehatan Masyarakat. Jember : Universitas Jember. WHO. 2000. Making pregnancy safer, a health sector strategy for reducing maternal and perinatal morbidity and mortality. New Delhi: WHOSEARO. Yunanda, Maulidia, 2009. Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak Usia 36-59 Bulan. Jakarta: Rineka Cipta Lampiran 1 LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN (Informed Consent) Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Alamat: Menyatakan persetujuan saya untuk membantu dengan manjadi subjek dalam penelitian yang dilakukan oleh : Nama : Yuli Karya lestari NIM : 102110101162 Judul : Evaluasi Sistem Rujukan Berjenjang Kasus Kegawatdaruratan Kebidanan dan Neonatal Pada Program Jampersal Di Puskesmas PONED Kencong Tahun 2012 Prosedur penelitian ini tidak menimbulkan resiko atau dampak apapun terhadap saya dan profesi saya serta kedinasan. Saya telah diberi penjelasan mengenai hal tersebut di atas dan saya diberikan kesempatan menanyakan hal-hal yang belum jelas dan telah diberikan jawaban dengan jelas dan benar. Dengan ini saya menyatakan secara sukarela dan tanpa tekanan untuk ikut sebagai subjek dalam penelitian ini. Jember, ........................, 2012 Informan (.....................................) Lampiran 2 KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JEMBER FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT JL. KALIMANTAN 37 Kampus Tegal boto TELP (0331) 337878 E-mail : [email protected] jember (68121) PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM (IN-DEPTH INTERVIEW) UNTUK INFORMAN KUNCI EVALUASI PELAKSANAAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG KASUS KEGAWATDARURATAN KEBIDANAN DAN NEONATAL PADA PROGRAM JAMPERSAL DI PUSKESMAS KENCONG TAHUN 2012 I. II. Jadwal Wawancara a. Tanggal / Hari b. Waktu mulai c. Waktu selesai : …………………………………… : …………………………………… : …………………………………… Identitas Informan a. Nama : …………………………………… b. Jenis Kelamin : …………………………………… c. Usia : …………………………………… d. Pendidikan : …………………………………… e.... Jabatan /pangkat : ………………………… I. Wawancara mendalam pada informan kunci 1. Apa yang mendasari dibuatnya kesepakatan/kebijakan sistem regionalisasi rujukan ? 2. Apakah sudah ada perencanaan ketenagaan SDM dan sarana di tempat rujukan ? 3. Apakah sudah pernah dilakukan evaluasi dari pelaksanaan sistem regionalisasi rujukan? 4. Apakah dari evaluasi pelaksanaan sistem regionalisasi sudah ada pelaksanaan tindak lanjutnya? Lampiran 3 KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JEMBER FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT JL. KALIMANTAN 37 Kampus Tegal boto TELP (0331) 337878 E-mail : [email protected] jember (68121) PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM (IN-DEPTH INTERVIEW) UNTUK INFORMAN UTAMA EVALUASI PELAKSANAAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG KASUS KEGAWATDARURATAN KEBIDANAN DAN NEONATAL PADA PROGRAM JAMPERSAL DI PUSKESMAS KENCONG TAHUN 2012 I. II. Jadwal Wawancara a. Tanggal / Hari : …………………………………… b. Waktu mulai : …………………………………… c. Waktu selesai : …………………………………… Identitas Informan Bidan/Dokter/Perawat a. Kode : …………………………………… b. Usia : …………………………………… c. Pendidikan : …………………………………… d. Masa Kerja : …………………………………… e. Pelatihan : …………………………………… f. Keterangan : …………………………………… II. Wawancara Mendalam Pada Informan Utama A. Man 1. Berapa umur Informan pada saat ini? 2. Berapa lama bekerja, dihitung sejak SK pengangkatan? 3. Apa pendidikan informan berdasarkan Ijazah terakhir yang dimiliki? 4. Bagaimana pengetahuan Informan tentang sistem rujukan berdasarkan sistem regionalisasi yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan? 5. Apakah tim PONED yang meliputi (Dokter, Bidan dan Perawat) yang mendapatkan sertifikat pelatihan PONED siaga dalam menangani kegawatdaruratan kebidanan? 6. Apakah di RS tempat rujukan ada kesiagaan Dokter Spesialis Kebidanan dan Dokter Spesialis Anak? 7. Siapa saja yang mengambil keputusan dalam merujuk dan menentukan RS tempat rujukan? B. Metode (klasifikasi jenis kasus rujukan) 1. Apakah Informan mengetahui tentang klasifikasi jenis kasus kegawatdaruratan kebidanan yang perlu dilakukan tindakan rujukan? 2. Apakah informan bisa membedakan jenis kasus kegawatdaruratan yang bersifat emergency atau elektif ? 3. Apakah ada perbedaan dalam menentukan Rumah Sakit tempat rujukan antara kasus kebidanan dan neonatal ? C. Waktu tempuh (Time) 1. Berapa waktu yang diperlukan menurut Informan mulai pasien dirujuk sampai ke fasilitas kesehatan tempat rujukan dan pasien tertangani? 2. Apakah ada perbedaan waktu dan alur penanganan pasien di Rumah Sakit Balung dan Rumah Sakit PONEK D. Proses pengambilan putusan 1. Apakah ada perbedaan menurut Informan dalam menentukan RS diinginkan oleh pasien dengan kondisi yang dialaminya? 2. Dari mana Informan mendapatkan informasi tempat rujukan layak atau tidak layak dijadikan tempat rujukan? 3. Apakah informan mendapatkan informasi tentang pelayanan yang tidak memuaskan pada pasien dengan Jampersal di Rumah Sakit Balung dan Rumah Sakit PONEK? 4. Berdasarkan apa bidan mengevaluasi pilihan terkait dengan tempat rujukan sesuai dengan manfaaat yang diharapkan? 5. Apakah pelaksana rujukan (Bidan, dokter, perawat) merasa puas dengan pelayanan yang diberikan di Rumah Sakit Balung dan Rumah Sakit PONEK? E. Proses pelaksanaan rujukan 1. Apakah proses merujuk sesuai dengan standart SOP? 2. Apakah Informan memahami tentang standart SOP? 3. Berdasarkan sistem regional yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan, apakah informan merasa terbantu sehingga mendapatkan pelayanan kegawatdaruratan dengan cepat? F. Regionalisasi tempat rujukan wilayah Jember selatan 1. Apakah ada manfaatnya di terapkannya sistem regionalisasi tempat rujukan di Jember bagian selatan ? 2. Apakah ada hambatan dalam melaksanakan sistem regionalisasi tempat rujukan ? 3. Perbaikan apa yang harus dilakukan agar tidak ada hambatan dalam penerapan sisten regionalisasi rujukan. Lampiran 4 KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS JEMBER FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT JL. KALIMANTAN 37 Kampus Tegal boto TELP (0331) 337878 E-mail : [email protected] jember (68121) PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM (IN-DEPTH INTERVIEW) UNTUK INFORMAN TAMBAHAN EVALUASI PELAKSANAAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG KASUS KEGAWATDARURATAN KEBIDANAN DAN NEONATAL PADA PROGRAM JAMPERSAL DI PUSKESMAS KENCONG TAHUN 2012 III. IV. Jadwal Wawancara a. Tanggal / Hari b. Waktu mulai c. Waktu selesai : …………………………………… : …………………………………… : …………………………………… Identitas Informan a. Nama : …………………………………… b. Jenis Kelamin : …………………………………… c. Usia : …………………………………… d. Pendidikan : …………………………………… e.... Jabatan /pangkat : ………………………… III. Wawancara mendalam pada informan tambahan di rumah sakit Balung dan Rumah Sakit PONEK 1. Bagaimana alur penanganan pasien rujukan kegawatdaruratan kebidanan dan neonatal ? 2. Bagaimana tentang kesiagaan SDM (Dokter spesialis kebidanan dan anak) dan sarana pendukung penanganan kegawatdaruratan kebidanan dan neonatal? 3. Apakah pelayanan sudah sesuai dengan program Jampersal yaitu pasien tidak dikenakan biaya? 4. Apakah ada komunikasi yang baik antara bidan pelaksana rujukan dengan bidan di Rumah Sakit tempat rujukan ? 5. Adakah karena keterbatasan SDM dan sarana pasien dilakukan peralihan ke Rumah Sakit lain? 6. Apakah dirasakan ada manfaat diterapkannya sistem regionalisasi rujukan? 7. Apakah ada perasaan kecewa dengan bidan pelaksana rujukan karena kesalahan dalam menentukan jenis kasus rujukan (salah diagnosa) ? Lampiran 5 Lembar Observasi Maternal dan Neonatal PENUNTUN BELAJAR PERSIAPAN UMUM SEBELUM TINDAKAN KEGAWATDARURATAN LANGKAH/ TUGAS PENGAMATAN PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIK 1. Sapa ibu dengan ramah dan sopan 2. Beritahukan pada ibu apa yang akan dikerjakan dan berikan kesempatan untuk mengajukan pertanyaan 3. Dengarkan apa yang disampaikan oleh ibu 4. Berikan dukungan emosional dan jaminan pelayanan 5. Pelajari keadaan umum (kesadaran, tensi, nadi, nafas) untuk memastikan bahwa ditemukan keadaan yang merupakan indikasi dan syarat tindakan obstetric: atasi renjatan 6. Memberitahukan suami/ keluarga terdekat akan kondisi ibu dan tindakan yang akan dilakukan PERSIAPAN TINDAKAN I. PASIEN 1. Perut bawah dan lipat paha sudah dibersihkan dengan air dan sabun 2. Cairan infuse sudah terpasang, bila diperlukan 3. Uji fungsi dan kelengkapan peralatan 4. Siapkan alas bokong, sarung kaki dan penutup perut bawah 5. Medikamentosa : Oksitosin injeksi (5ampul) Metil ergometrin maleat injeksi (2 ampul) Prokain atau lidokain injeksi (4 ampul) Adrenalin injeksi (1 ampul) Antibiotika : - Ampisilin - Gentamisin - Metronidasol Larutan infuse : - NaCl 0,9 % - Ringer Laktat Dexamethason (5 ampul) MgSO4 (10 flakon) Lidokain (20 ampul) 6. Larutan antiseptic ( Povidon iodine 10%) 7. Oksigen dengan regulator INSTRUMEN 8. Set partus : - Gunting episiotomy (1 buah) - Klem tali pusat (2 buah) - Gunting tali pusat (1 buah) - Kasa steril - Mangkok kecil - Semprit disp. 10ml (10 buah) 9. 10. 11. 12. 1. 2. 3. 4. PENUNTUN BELAJAR PERSIAPAN UMUM SEBELUM TINDAKAN KEGAWATDARURATAN LANGKAH/ TUGAS PENGAMATAN Perlengkapan jahit : - Pemegang jarum (25 cm) - Jarum jaringan no.6 (1 buah) - Pinset anatomis (1 buah) - Gunting benang (1 buah) - Benang chromic no. 0 - Kasa steril Ekstraktor vakum - Mangkok logam atau silastik (kecil, medium, besar) - Selang karet (2 buah) - Penarik mangkok (1 buah) - Botol vakum (1 buah) Pilihan lain : mangkok vakum dari plastic/ karet Instrument lain : - Ambu bag (1 set) - Klem ovum ( 2 buah) - Cunam tampon (1buah) - Alat suntik 5 ml dengan Jarum suntik no. 23 sekali pakai (2 buah) - Speculum sims atau L (2 buah) - Kateter karet (1 buah) - Mangkok/ piring tempat plasenta Lembar catatan medik termasuk lembar control istimewa dan persetujuan tindakan II. PENOLONG (OPERATOR DAN ASISTEN) Baju kamar tindakan, apron plastic, masker dan kacamata dan pelindung (3 set) Sarung tangan DTT/steril (4 pasang) Alas kaki/ sepatu boot karet (3 pasang) Instrument : - Lampu sorot (1 buah) - Stetoskop Laenec (1 buah) atau Fetalphone/ Doppler - Stetoskop dan tensi meter (1 buah) Lembar Observasi Maternal dan Neonatal PENUNTUN BELAJAR PERSIAPAN UMUM SEBELUM TINDAKAN KEGAWATDARURATAN LANGKAH/ TUGAS PENGAMATAN III. BAYI 1. Instrumen : Penghisap lender (manual/ elektrik) Sudip/ penekan lidah (1 buah) Kain/ hnduk kering dan bersih penyeka muka dan badan (2 buah) Meja bersih, kering dan hangat untuk tindakan resusitasi (1 buah) Incubator, bila ada (1 buah) Pemotong dan pengikat tali pusat (1 buah) Alat suntik 10 ml dan jarum suntik no. 23 (2 buah) Kateter intravena no. 24G dan jarum kupu-kupu (1 buah) Selang nasogastrik (nasogastric feeding tube) neonatal untuk kateterisasi umbilical Popok dan selimut Ambu bag atau sungkup corong (perinasia) 2. Medikamentosa ; Larutan injeksi Bicarbonas natrikus 7,5% atau 8,4% Nalokson (Narkan®) injeksi Epinafrin 0,01% Anibiotika Akuabidestilata dan dekstrose 10% 3. Oksigen dengan regulator 4. Lembar catatan medik