evaluasi terhadap pelaksanaan rujukan

advertisement
EVALUASI TERHADAP PELAKSANAAN RUJUKAN BERJENJANG
KASUS KEGAWATDARUTAN MATERNAL DAN NEONATAL PADA
PROGRAM JAMPERSAL DI PUSKESMAS KENCONG
TAHUN 2012
SKRIPSI
Oleh
Yuli Karya Lestari
BAGIAN ADMINISTRASI DAN KEBIJAKAN KESEHATAN
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS JEMBER
2013
EVALUASI TERHADAP PELAKSANAAN RUJUKAN BERJENJANG
KASUS KEGAWATDARUTAN MATERNAL DAN NEONATAL PADA
PROGRAM JAMPERSAL DI PUSKESMAS KENCONG
TAHUN 2012
SKRIPSI
diajukan guna melengkapi tugas akhir dan memenuhi salah satu syarat
untuk menyelesaikan Program Pendidikan S-1 Kesehatan Masyarakat
dan mencapai gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat
Oleh
Yuli Karya Lestari
NIM 102110101162
BAGIAN ADMINISTRASI DAN KEBIJAKAN KESEHATAN
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS JEMBER
2013
ii
MOTTO
“Jika seseorang melangkah dengan mantab kearah yang diinginkannya dan
berusaha keras untuk hidup seperti apa yang ia bayangkan, ia akan memperoleh
sukses yang tidak terpikirkan olehnya”.
( Dale Carnagil)
iii
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
NAMA
: Yuli Karya Lestari
NIM
: 102110101162
menyatakan dengan sesungguhnya bahwa karya ilmiah yang berjudul “Evaluasi
Terhadap Pelaksanaan Rujukan Berjenjang Kasus Kegawatdarutan Maternal Dan
Neonatal Pada Program Jampersal Di Puskesmas Kencong Tahun 2012 “ adalah
benar-benar hasil karya sendiri, kecuali kutipan yang sudah saya sebutkan
sumbernya, belum pernah diajukan pada instansi mana pun, dan bukan karya
jiplakan. Saya bertanggung jawab atas keabsahan dan kebenaran isinya sesuai
dengan sikap ilmiah yang harus dijunjung tinggi.
Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya, tanpa ada tekanan
dan paksaan dari pihak mana pun serta bersedia mendapat sanksi akademik jika
ternyata dikemudian hari pernyataan ini tidak benar.
Jember, 10 Januari 2013
Yang menyatakan,
(Yuli Karya Lestari)
NIM 102110101162
iv
PERSETUJUAN
SKRIPSI
EVALUASI TERHADAP PELAKSANAAN RUJUKAN BERJENJANG
KASUS KEGAWATDARUTAN MATERNAL DAN NEONATAL PADA
PROGRAM JAMPERSAL DI PUSKESMAS KENCONG
TAHUN 2012
Oleh
Yuli Karya Lestari
NIM. 102110101162
Pembimbing
Dosen Pembimbing Utama : Abu Khoiri, SKM, M.Kes
Dosen Pembimbing Anggota : Christyana Sandra, SKM, M.Kes
v
PENGESAHAN
Skripsi berjudul Evaluasi Terhadap Pelaksanaan Rujukan Berjenjang Kasus
Kegawatdarutan Maternal dan Neonatal Pada
Puskesmas Kencong
Program Jampersal Di
Tahun 2012 telah diuji dan disyahkan oleh Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Jember pada:
Hari
: Kamis
Tanggal
: 31 Januari 2013
Tempat
: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember
Tim Penguji
Ketua
Sekretaris
Nuryadi, SKM, M.Kes
NIP 1972 0916 200112 1001
Christyana Sandra,SKM, M.Kes
NIP. 1982041620 1012 2 003
Anggota I
Anggota II
Abu Khoiri, SKM, M.Kes
dr. Lilik Lailiyah, M.Kes
NIP. 19790305 200501 1 002
NIP. 19651028 199602 2 001
Mengesahkan
Dekan
Drs. Husni Abdul Gani, M.S
NIP 19560810198303 1 003
vi
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk:
1.
SuamikuJoko Santoso yang selama ini telah membimbing dengan kasih
sayang dan tiada henti mengucapkan serangkaian doa terbaik dengan
ketulusan hati untuk keberhasilan dan kebahagiaanku.
2.
AnakkuIcha dan Dea yang selalu memahami dan memberikan dukungan,
senyum, canda, serta kritikan yang membangun.
3.
Semua guru – guruku, terima kasih atas ilmu yang telah diajarkan kepada
saya.
4.
Teman– temanku semuanya yang tak bisa kusebutkan namanya satu persatu.
5.
Almamater Fakultas Kesehatan MasyarakatUniversitas Jember.
vii
Evaluasi Terhadap Pelaksanaan Rujukan Berjenjang Kasus Kegawatdarutan
Maternal Dan Neonatal Pada Program Jampersal Di Puskesmas Kencong Tahun
2012 (Evaluationon Implementation ReferenceCaseMaternalAndNeonatal
Emergency
InTheCommunity
Health
CenterProgramJampersalKencongYear2012)
ABSTRACT
Any
problemsbefore
theimplementation
ofa
regionalized
systemis
notimplementedoptimallylead toabuildup ofhospital patientsPONEK. This
research isqualitative research. This research was conductedin the
maternityhealth centerdistrictPONEDKencongKencong, Jember. The results
showeda
tieredreferral
systembased
ona
regionalized
systemwherereferralsouthernJembercaseemergencyobstetricand neonatal careat
the health centerprogramJampersalKencong. Tieredreferralbythe administration
ofa
regionalized
systemwherereferralSouthJembercase
ofemergencymaternalandneonatalhealth centerprograminKencongJampersalisan
increasecompared tobeforeimplementation ofa regionalized system.
viii
RINGKASAN
Evaluasi
Terhadap
Pelaksanaan
Rujukan
Berjenjang
Kasus
Kegawatdarutan Maternal Dan Neonatal Pada Program Jampersal Di
Puskesmas Kencong Tahun 2012; Yuli Karya Lestari; 102110101162;
2013;101 Halaman; BagianAdministrasi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Jember.
Angka rujukan yang berasal dari Puskemas non PONED
dapat
mengakibatkan terjadinya kenaikan Bed Occupancy Rate (BOR) di RS
PONEKpada tahun 2010 terutama setelah ada program Jampersal. Adanya
permasalahan yang terjadi di rumah sakit PONEK akibat penumpukan pasien
karena pelaksanaan rujukan yang tidak melalui rumah sakit PONED. Hal itu
dikarenakan karena adanya sistem regionalisasi yang tidak dilaksanakan secara
optimal. Tujuan umum penelitian ini adalah mengevaluasipelaksanan rujukan
berjenjang berdasarkan sistem regionalisasi tempat rujukan wilayah Jember
Selatan kasus kegawatdaruratan kebidanan dan neonatal pada program Jampersal
di Puskesmas Kencong mulai April 2011 sampai dengan oktober 2012
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif. Penelitian ini
dilaksanakan di kamar bersalin Puskesmas PONED Kencong Kecamatan
Kencong, Kabupaten Jember.Penentuan tempat penelitian ini berdasarkan letak
geografis Puskesmas Kencong yang jarak tempuh paling jauh dari Rumah sakit
PONEK dan angka rujukan lebih tinggi ke Rumah Sakit PONEK dari pada ke
Rumah Sakit Balung walaupun sudah di tetapkannya sistem regionalisasi tempat
rujukan oleh Kepala Dinas Kesehatan Jember. Penelitian ini dilaksanakan pada
Oktober 2012. Sasaran yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
bidan/dokter/perawat yang menangani kasus kegawatdaruratan kebidanan di
Puskesmas PONED,dan Rumah Sakit tempat rujukan.Tehnik sampling atau
penentuan informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive
sampling yaitu tehnik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan
tertentu. Tehnik analisis data prinsipnya berfokus dalam bentuk induksiinterpretasi-konseptualisasi dengan metode kualitatif.
ix
Hasil penelitian menunjukkan sistem rujukan berjenjang berdasarkan sistem
regionalisasi tempat rujukan wilayah Jember selatan kasus kegawatdaruratan
kebidanan dan neonatal pada program Jampersal di Puskesmas Kencong
berkaitan dengan beberapa faktor antara lain adalah identifikasi karakteristik
pelaksana rujukan yang meliputi umur yang mana para pelaksana ini rata umurnya
sudah 35 th sampai 54 th, masa kerjanya rata-rata diatas 10 th sehingga
mempunyai pengalaman yang cukup, pendidikan pelaksana rujukan rata-rata D3
kebidanan,D3 keperawatan dan S1 kedokteran, pengetahuan tentang pemahaman
rujukan berjenjang berdasarkan regionalisasi rujukan telah dipahami dan
ketersediaan SDM tim PONED Puskesmas Kencong adalah 1 bidan,1 perawat,dan
1 dokter, ketersediaan SDM di Rumah Sakit tempat rujukanuntuk di RSUD
Balung ada tetapi untuk kesiagaan dokter spesialis kandungan dan anak masih
kurang di banding di RSU PONEK dimana SDM cukup dan terlihat kesiagaannya.
Metode rujukan disesuikan dengan jenis klasifikasi kasus rujukan yang
berdasarkan skor Poedji Rochjati yang bersifat elektif maupun emergency. Waktu
dan jarak tempuh untuk rujukan ke RSUD Balung lebih dekat 30 menit, hanya
saja birokrasinya lebih lama dibanding RSUD PONEK. Untuk jarak tempuh ke
RSUD PONEK lebihjauh dan lebih dari 1 jam tapi birokrasinya mudah.Proses
pengambilan keputusan tempat rujukan didasari keinginan pelaksana rujukan dan
keluarga pasien dan mempertimbangkan kegawatdaruratan kasus yang di tangani..
Proses pelaksanan rujukan harus sesuai dengan SOP yaitu dengan melakukan
stabilisasi pasien terlebih dahulu.Output dari pelaksanaan rujukan berjenjang
dengan sistem regionalisasi menghasilkan adanya kesesuaian pelaksanaan rujukan
berjenjang berdasarkan sistem regionalisasi.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah pelaksanakan rujukan berjenjang
berdasarkan sistem regionalisasi tempat rujukan wilayah Jember Selatan kasus
kegawatdaruratan maternal dan neonatal pada program Jampersal di Puskesmas
Kencong
sudah terjadi peningkatan dibanding sebelum diterapkannya sistem
regionalisasi.
x
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT. atas segala rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang disusun untuk memenuhi salah
satu syarat menyelesaikan pendidikan strata satu ( S1 ) pada BagianAdministrasi
dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember.
Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Drs. Husni Abdul Gani, M.S, selaku Dekan Fakultas Kesehatan masyarakat
Universitas Jember.
2. Abu Khoiri, SKM, M.Kesselaku Ketua BagianAdministrasi dan Kebijakan
Kesehatan Fakultas Kesehatan masyarakat Universitas Jember dan selaku
Dosen Pembimbing I yang telah meluangkan waktu dan pikiran serta
perhatiannya
guna
memberikan
bimbingan
dan
pengarahan
demi
terselesaikannya penulisan skripsi ini.
3. Christyana Sandra, SKM, M.Kesselaku Dosen Pembimbing II yang telah
meluangkan waktu dan pikiran serta perhatiannya guna memberikan bimbingan
dan pengarahan demi terselesaikannya penulisan skripsi ini.
4. Semua Dosen Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember atas ilmu
yang diberikan di bangku kuliah.
5. Semua karyawan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Jember.
6. Semua pihak yang telah membantu terselesainya skripsi ini yang tidak dapat
penulis sebutkan satu-persatu.
Penulis juga menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi
kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap, semoga skripsi ini dapat
bermanfaat.
Jember, 10 Januari 2013
Penulis
xi
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL.......................................................................................... i
HALAMAN JUDUL ............................................................................................ ii
HALAMAN MOTTO .......................................................................................... iii
HALAMAN PERNYATAAN.............................................................................. iv
HALAMAN PEMBIMBINGAN.......................................................................... v
HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................. vi
PERSEMBAHAN................................................................................................ vii
ABSTRACT ......................................................................................................... viii
RINGKASAN ....................................................................................................... ix
PRAKATA ............................................................................................................ xi
DAFTAR ISI ....................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL .............................................................................................. xv
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvii
DAFTAR SINGKATAN.................................................................................. xviii
BAB 1. PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang Masalah ........................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ..................................................................................... 6
1.3. Tujuan Penelitian ....................................................................................... 6
1.3.1 Tujuan Umum ................................................................................... 6
1.3.2 Tujuan Khusus .................................................................................. 7
1.4. Manfaat Penelitian .................................................................................... 7
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 8
2. 1 Landasan Teori........................................................................................... 8
2.1.1 Puskesmas .................................................................................... 8
2.1.2Puskesmas PONED........................................................................... 8
2.1.3 Jaminan Persalinan…….............................................................. 14
2.1.4 Konsep Sistem Rujukan................................................................ 17
2.1.5 Sistem Regionalisasi. ...................................................................29
xii
2.1.6 Sistem...........................................................................................30
2.1.7 Evaluasi ........................................................................................34
2.1.8 Konsep bidan................................................................................37
2. 2 Kerangka Konseptual............................................................................... 41
BAB 3. METODE PENELITIAN ..................................................................... 43
3. 1 Jenis Penelitian .................................................................................... 43
3. 2 Tempat dan Waktu Penelitian .............................................................. 43
3.2.1 Tempat Penelitian ....................................................................... 43
3.2.2 Waktu Penelitian ........................................................................ 43
3. 3 Sasaran Dan Penentuan Informan Penelitian ...................................... 44
3.3.1 Sasaran Penelitian ....................................................................... 44
3.3.2 Penentuan Informan Penelitian ................................................... 44
3. 4 Fokus Penelitian dan Pengertian ........................................................ 45
3. 5 Jenis dan Sumber data ......................................................................... 46
3. 6 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data .......................................... 47
3.6.1 Teknik Pengumpulan Data ......................................................... 47
3.6.2 Instrumen Pengumpulan Data .................................................... 48
3. 7 Tehnik Analisis Data .......................................................................... 49
3. 8 Kerangka Operasional ......................................................................... 51
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................. 52
4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian .................................................. 52
4.1.1 Profil Puskemas Kencong ............................................................. 52
4.1.2 Visi, Misi dan Motto Puskemas Kencong .................................... 52
4.1.3 Pelayanan Medis secara Umum di Puskemas Kencong ............... 53
4.1.4 Jumlah Tenaga Medis dan Nonmedis di Puskemas Kencong ....... 53
4.1.5 Prosedur Pelayanan Medis di Kamar Bersalin Puskemas
Kencong .........................................................................................54
4.2 Hasil Penelitian ...................................................................................... 55
4.2.1 Identifikasi Karakteristik Informan ............................................ 55
4.2.2 Metode dan Jenis Klasifikasi Kasus Rujukan ............................ 61
xiii
4.2.3 Waktu Jarak Tempuh Dalam Pelaksanaan Rujukan Menuju Ke
Rumah Sakit Sebagai Fasilitas Rujukan ......................................63
4.2.4 Proses Pengambilan Keputusan Dalam Pelaksanaan Rujukan
Kasus Kebidanan Pada Program Jampersal ................................65
4.2.5 Proses Pelaksanaan Dalam Sistem Rujukan Berjenjang Yang
Dimulai Dari Tingkat Puskemas PONED hingga Rumah Sakit
PONEK .......................................................................................69
4.2.6 Evaluasi Pelaksanaan Sistem Rujukan Berjenjang Berdasarkan
Regionalisasi Tempat Rujukan Wilayah Jember Selatan ...........69
4.3 Pembahasan.......................................................................................... 73
4.3.1 Identifikasi Karakteristik Informan ............................................ 73
4.3.2 Metode dan Jenis Klasifikasi Kasus Rujukan ............................ 77
4.3.3 Waktu Jarak Tempuh Dalam Pelaksanaan Rujukan Menuju Ke
Rumah Sakit Sebagai Fasilitas Rujukan .....................................81
4.3.4 Proses Pengambilan Keputusan Dalam Pelaksanaan Rujukan
Kasus Kebidanan Pada Program Jampersal ................................82
4.3.5 Proses Pelaksanaan Dalam Sistem Rujukan Berjenjang Yang
Dimulai Dari Tingkat Puskemas PONED hingga Rumah Sakit
PONEK .......................................................................................83
4.3.6 Evaluasi Pelaksanaan Sistem Rujukan Berjenjang Berdasarkan
Regionalisasi Tempat Rujukan Wilayah Jember Selatan ...........86
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 91
5.1 Kesimpulan......................................................................................... 91
5.2 Saran................................................................................................... 92
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 SDM di Rumah Sakit PONEK ............................................................12
Tabel 2.2 Penentuan Resiko Kehamilan menurut Skor Dr Poedji Rochjati,dr
SpOG ..................................................................................................25
Tabel 3.1 Fokus Penelitian dan pengertian serta teknik dan instrumen
pengumpulan data ..............................................................................50
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Mekanisme alur pasien rujukan maternal dan neonatal di RS
PONEK ............................................................................................13
Gambar 2.2 Mekanisme Rujukan PONED ......................................................... 14
Gambar 2.3 Hubungan komponen-komponen sistem ......................................... 33
Gambar 2.4 Kerangka Konseptual Penelitian ..................................................... 44
Gambar 3.1 Kerangka Operasional ..................................................................... 56
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
1.
Lembar persetujuan responden
2.
Pedoman wawancara mendalam (in-depth interview) untuk informan kunci
3.
Pedoman wawancara mendalam (in-depth interview) untuk informan utama
4.
Pedoman wawancara mendalam
(in-depth interview) untuk informan
tambahan
5.
Lembar observasi maternal dan neonatal
6.
Permohonan izin pengambilan data
tentang alos dan bor di RSUD dr.
Soebandi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat kepada Kepala Bakesbangpol
7.
Surat rekomendasi dari Bakesbangpol ke RSUD dr. Soebandi
8.
Surat rekomendasi dari Bakesbangpol ke Dinas Kesehatan Kab. Jember
xvii
DAFTAR SINGKATAN
1. AKB
: Angka Kematian Bayi
2. AKI
: Angka Kematian Ibu
3. ANC
: Ante Natal Care
4. BAKSOKU
: Bidan, Alat, Keluarga, Sarana, Obat, Kendaraan, Uang.
5. BHP
: Bahan Habis Pakai
6. BOR
: Bed Occupancy Rate
7. DTT
: Dekontaminasi Tingkat Tinggi
8. IMS
: Infeksi Menular Seksual
9. JNPK-KR
: Jaringan Pelatihan Klinik Kesehatan Reproduksi
10. KB
: Keluarga Berencana
11. Kontap
: Kontasepsi Mantap
12. KRR
: Kehamilan Resiko Rendah
13. MDG’s
: Millenium Develoment Goals
14. MKJP
: Metode Kontrasepsi Jangka Panjang
15. NAPZA
: Narkotika Psikotropika dan Zat Aditif lainnya
16. P2B
: Program Pendidikan Bidan
17. PEB
: Pre-Eklamsia Berat
18. PKS
: Perjanjian Kerja Sama
19. PNC
: Post Natal Care
20. PNS
: Pegawai Negeri Sipil
21. Polindes
: Pondok Bersalin Desa
22. PONED
: Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Dasar
23. PONEK
: Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Komperhensif
24. Poskesdes
: Pos Kesehatan Desa
25. PPGDON
: Pertolongan Pertama Gawat Darurat Obstetri danNeonatal
26. Risti
: Resiko Tinggi
27. RSD
: Rumah Sakit Daerah
28. RSU
: Rumah Sakit Umum
29. RSUD
: Rumah Sakit Umum Daerah
30. SDM
: Sumber Daya Manusia
xviii
31. SPK
: Sekolah Pendidikan Keperawatan
32. SPR
: Skor Poedji Rochjati.
33. TBC
: Tuberculosis
34. UGD
: Unit Gawat Darurat
35. KRR
: Kehamilan resiko rendah
36. KRT
: Kehamilan resiko tinggi
37. KRST
: Kehamilan resiko sangat tinggi
38. RDB
: Rujukan dini berencana
39. RDR
: Rujukan dalam rahim
40. RTW
: Rujukan tepat waktu
xix
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan sumber daya di bidang
kesehatan yang adil dan merata bagi seluruh masyarakat untuk memperoleh
derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, untuk menjamin terpenuhinya hak
hidup bagi seluruh penduduk termasuk penduduk miskin dan tidak mampu.
Undang-undang Dasar 1945 pasal 28 H ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang
berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan
lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan
kesehatan. Selanjutnya pada pasal 34 ayat (3) ditegaskan bahwa negara
bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas
pelayanan umum yang layak. Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang
kesehatan, pada pasal 5 ayat (1) menegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak
yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan.
Selanjutnya pada ayat (2) ditegaskan bahwa setiap orang mempunyai hak dalam
memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu dan terjangkau. Kemudian
pada ayat (3) bahwa setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung jawab
menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang diperlukan bagi dirinya.
Selanjutnya pada pasal 6 ditegaskan bahwa setiap orang berhak mendapatkan
lingkungan yang sehat bagi pencapaian derajat kesehatan. Salah satu indikatornya
adalah rendahnya Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI)
di suatu negara.
Angka kematian bayi (AKB) dan Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia
masih cukup tinggi dibandingkan dengan Negara ASEAN lainnya. Menurut data
Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007, AKI 228 per 100.000
kelahiran hidup, AKB 34 per 1000 kelahiran hidup, Angka Kematian Neonatus
(AKN) 19 per 1000 kelahiran hidup. Berdasarkan kesepakatan global (Millenium
Develoment Goals/MDG’s 2000) pada tahun 2015, diharapkan angka kematian
ibu menurun menjadi 102 per 100.000 KH dan angka kematian bayi menurun
menjadi 23 per 1000 KH.
1
2
Menurut data jumlah kematian ibu Kabupaten/Kota se Jatim tahun 2011,
Kabupaten Jember menduduki peringkat teratas. Berdasarkan sumber data Dinas
Kesehatan Kabupaten Jember pada tahun 2009 kematian ibu sebesar 51 orang
dan kematian bayi sebesar 348 bayi, tahun 2010 kematian ibu sebesar 55 orang
dan kematian bayi sebesar 428 bayi, tahun 2011 kematian ibu sebesar 54 orang
dan kematian bayi sebesar 439. Faktor penyebab dari kematian ibu yang tertinggi
adalah penyakit jantung, perdarahan, PEB atau eklamsia. Tempat kematian
terbesar berada di Rumah Sakit tipe B sebesar 21 orang, urutan kedua adalah di
rumah sebesar 7 orang dan urutan ke tiga berada di RSD Kalisat
Kematian ibu bisa diakibatkan beberapa faktor resiko keterlambatan (Tiga
Terlambat), diantaranya terlambat dalam pemeriksaan kehamilan, terlambat dalam
memperoleh pelayanan persalinan dari tenaga kesehatan, dan terlambat sampai
fasilitas kesehatan pada saat dalam keadaan kegawatdaruratan (Juknis Jampersal,
2011). Salah satu upaya pencegahannya adalah melakukan persalinan yang
ditolong oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan. Menurut hasil Rikesdes
Tahun 2007, persalinan oleh tenaga kesehatan pada kelompok sasaran miskin
mencapai sekitar 69,3%. Sedangkan persalinan yang dilakukan oleh tenaga
kesehatan di fasilitas kesehatan mencapai 55,4%. Salah satu kendala penting
untuk mengakses persalinan oleh tenaga kesehatan di fasilitas kesehatan adalah
keterbatasan dan ketidaktersediaan biaya sehingga diperlukan kebijakan terobosan
untuk meningkatkan persalinan yang ditolong tenaga kesehatan di fasilitas
kesehatan melalui kebijakan yang disebut Jampersal. Jampersal dimaksudkan
untuk menghilangkan hambatan bagi ibu hamil untuk mendapatkan jaminan
persalinan, yang didalamnya termasuk pemeriksaan kehamilan, pelayanan nifas
termasuk KB pasca persalinan dan pelayanan bayi baru lahir. Dengan demikian,
kehadiran Jaminan Persalinan diharapkan dapat mengurangi terjadinya Tiga
terlambat tersebut sehingga dapat mengakselerasi tujuan pencapaian MDG’s 4.
Dalam rangka menurunkan angka kematian ibu dan bayi mendorong
pemerintah dengan instansi terkait untuk melakukan program-program yang
terkait dengan pelayanan kesehatan ibu dan anak. Pemerintah menetapkan
kebijakan penempatan bidan di desa dengan tujuan utama untuk meningkatkan
3
kualitas dan pemerataan pelayanan antenatal. Puskesmas merupakan penanggung
jawab penyelenggara upaya kesehatan untuk jenjang tingkat pertama meliputi
pelayanan kesehatan perorangan (private goods) dan pelayanan kesehatan
masyarakat (public goods). Peran Pusat Kesehatan Masyarakat, bukan saja
penanganan persalinan normal saja tetapi juga diupaya pemberdayaan pelayanan
gawat darurat tingkat primer yaitu penyediaan Puskesmas Pelayanan Obstetri
Neonatal Emergency Dasar (PONED). Pelayanan Kegawatdaruratan Dasar
merupakan keharusan bagi keperluan pelayanan rujukan primer, alasannya adalah
pada wilayah yang sulit terhadap akses ke pusat pelayanan rujukan, geografi dan
transportasi yang terbatas yang sulit dijangkau maka puskesmas PONED
merupakan fasilitas satu-satunya yang paling mungkin dijangkau. Selain
pelayanan tingkat primer juga tersedia pelayanan di jenjang rujukan rumah sakit
PONEK (Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Komperhensif).
Di Kabupaten Jember terdapat 1 RSU tipe B PONEK yang berada di pusat
Kota Jember tepatnya di Kecamatan Patrang yaitu RSU dr Soebandi dan 2 RSD
tipe C yaitu RSD Balung yang berada di Kecamatan Balung sebagai RSD di
wilayah Jember bagian selatan dan RSD Kalisat yang berada di Kecamatan
Kalisat sebagai RSD di wilayah Jember bagian timur. Upaya ini dilakukan dalam
rangka untuk pemerataan pelayanan kesehatan di Kabupaten Jember dan
mempermudah akses masyarakat mendapatkan layanan kesehatan karena mudah
dijangkau, hanya saja hal ini tidak disesuaikan dengan SDM yang ada, dimana
untuk dokter spesialis kebidanan dan dokter spesialis anak lebih banyak berada di
RS PONEK dr Soebandi dibanding dengan RSD kelas C sehingga pembagian
SDMnya tidak merata. Menurut Juknis Jampersal (2011), tempat rujukan bisa di
lakukan dari Puskesmas PONED ke RSU PONEK. Pada kenyataan yang ada
banyak rujukan dari Puskesmas non PONED maupun Puskesmas PONED yang
langsung merujuk ke RSU tipe B (PONEK) RSU dr Soebandi
4
Rujukan dari puskesmas PONED pada bulan April sampai Desember 2011
sebanyak 302 orang, rujukan dari puskesmas non PONED sebanyak 1.814
kemudian rujukan dari rumah sakit kelas C sebanyak 84 orang dan rujukan dari
bidan swasta sebanyak 27 orang. Rujukan dari puskesmas PONED pada bulan
Januari sampai April 2011 sebanyak 134 orang, rujukan dari puskesmas non
PONED sebanyak 808 kemudian rujukan dari rumah sakit kelas C sebanyak 51
orang dan rujukan dari bidan swasta sebanyak 18 orang.
Angka rujukan tertinggi berasal dari puskesmas non PONED, hal ini dapat
mengakibatkan terjadinya kenaikan Bed Occupancy Rate (BOR) di RSU
dr.Soebandi (PONEK) pada tahun 2010 sebesar 39,03% dan di tahun 2011 setelah
ada program Jampersal meningkat menjadi 71,31%. Kondisi seperti ini
merupakan salah satu penyebab potensial terjadinya infeksi nosokomial, selain
pelaksanaan universal precaution (UP) yang kurang optimal. Apabila rujukan
hanya tertuju pada satu rumah sakit saja maka terjadi penumpukan pasien di salah
satu rumah sakit. Akibat dari peningkatan BOR di rumah sakit PONEK dr.
Soebandi Jember pada program Jampersal salah satu upaya yang dilakukan oleh
Dinas Kesehatan dan Rumah Sakit di Kabupaten Jember maka pada tanggal 9
November 2011 dalam acara pertemuan Puskesmas PONED dan RS PONEK di
seluruh Kabupaten Jember disepakati kebijakan sistem regionalisasi rujukan yang
di sampaikan oleh kepala Dinas Kabupaten Jember dr. Olong Fadjri Maulana,
MARS.
Berdasarkan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
No.
.374/MENKES/SK/V/2009 tentang SKN bahwa pelaksanaan rujukan kesehatan
rumah sakit dilaksanakan secara berjenjang dari bawah keatas yaitu Puskesmas,
RS klas D, RS Klas C, RS Klas B, RS klas A dan memperhatikan jarak, fasilitas,
kemampuan RS dan juga disepakati perlunya pembagian Rumah Sakit rujukan
yaitu Jember bagian selatan, Jember bagian tengah dan Jember bagian timur.
Adapun pembagian wilayahnya sebagai berikut:
a.
Jember Selatan RSUD Balung meliputi
Jombang, Cakru, Kencong,
Gumukmas, Puger, Kasiyan, Tembokrejo, Sumberbaru, Rowo tengah,
Tanggul, Bangsalsari, Klatakan, Sukorejo, Karangduren, Ambulu, Lojejer,
5
Andongsari, Sabrang, Nogosari, Semboro, Balung, Paleran, Umbulsari,
Wuluhan.
b.
Jember Tengah RSD Dr. Soebandi meliputi Jelbuk, Arjasa, Panti,
Sukorambi, Kaliwates, Patrang, Sumber Sari, Mangli, Rambipuji, Gladak
pakem, Jember kidul, Jenggawah, Kemuning kidul, Tempu rejo, Curah
nangka, Ajung.
c.
Jember Timur RSUD Kalisat meliputi Sukowono, Sumberjambe, Pakusari,
Kalisat, Mayang, Ledokombo, Silo I, Mumbulsari, Silo II
Pembagian wilayah Jember selatan merupakan cakupan wilayah rujukan
yang paling banyak di Kabupaten Jember. Puskemas Kencong adalah salah satu
Puskesmas PONED yang ada di Kabupaten Jember berada di wilayah bagian
selatan dan paling jauh jarak tempuhnya dari RSU tipe B (PONEK) dan
merupakan daerah perbatasan antara Jember dan Lumajang, dengan jarak tempuh
50 km, ke arah Jember dan 30 km ke arah Lumajang. Pada pelaksanaan rujukan
kasus kegawatdaruratan kebidanan masih belum dilaksanakan secara baik sesuai
dengan sistem rujukan regionalisasi jember bagian selatan, dimana Puskesmas
Kencong lebih banyak langsung merujuk ke rumah sakit dr. Soebandi Jember
tanpa melalui RSD Balung tipe C.
Jumlah pasien yang dirujuk di Puskesmas PONED Kencong bulan April
sampai Desember 2011 sebanyak 75 orang ke RSU Dr. Soebandi. Sedangkan
jumlah pasien yang dirujuk ke RSD kelas C Balung sebanyak 37 orang ke RSD
kelas C Balung . Hal itu menunjukkan bahwa jumlah pasien yang dirujuk ke RSU
dr. Soebandi (PONEK) kelas B lebih banyak di banding dengan RSD kelas C
Balung, walaupun jarak tempuh dari Puskesmas Kencong ke RSUD Balung lebih
dekat di banding ke RSU dr Soebandi (PONEK) kelas B. Hal itu dikarenakan
adanya pertimbangan rujukan ke dr. Soebandi (PONEK) kelas B memiliki
ketersediaan dan kesiagaan SDM yang cukup baik, fasilitas dan peralatan medis
yang cukup lengkap dan ketersediaan donor darah di PMI. Pertimbangan tersebut
dijadikan dasar bagi para bidan untuk memilih tempat rujukan dalam merujuk
kasus kegawatdaruratan maternal dan neonatal. Berdasarkan fenomena di atas
6
peneliti bermaksud untuk melakukan evaluasi terhadap pelaksanaan rujukan
berjenjang pada program Jampersal Puskesmas PONED Kencong tahun 2012.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, maka perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
Bagaimana evaluasi terhadap pelaksanaan rujukan berjenjang berdasarkan
sistem regionalisasi tempat rujukan wilayah Jember Selatan pada program
Jampersal di Puskemas PONED Kencong mulai Januari 2012 sampai dengan
Oktober 2012?
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah mengevaluasi terhadap pelaksanaan
rujukan berjenjang berdasarkan sistem regionalisasi tempat rujukan wilayah
Jember selatan kasus kegawatdaruratan maternal dan neonatal pada program
Jampersal di Puskesmas Kencong mulai Januari 2012 sampai dengan Oktober
2012.
1.3.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus penelitian ini antara lain:
a.
Mengidentifikasi pelaksana rujukan yang meliputi umur, masa kerja,
pendidikan, pengetahuan dan ketersediaan SDM tim PONED Puskesmas
Kencong, ketersediaan SDM di Rumah Sakit tempat rujukan.
b.
Mengkaji metode rujukan dengan jenis klasifikasi kasus yang akan di rujuk
c.
Mengkaji waktu jarak tempuh dalam pelaksanaan rujukan menuju ke rumah
sakit sebagai fasilitas rujukan
d.
Mengkaji proses pengambilan keputusan dalam pelaksanaan rujukan kasus
kebidanan pada program jampersal.
7
e.
Mengkaji proses pelaksanaan dalam rujukan berjenjang yang dimulai dari
tingkat Puskesmas PONED hingga Rumah Sakit PONEK
f.
Mengkaji hasil output pelaksanaan rujukan berjenjang berdasarkan sistem
regionalisasi di Jember bagian selatan.
1.4
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini terdiri dari manfaat teoretis, manfaat praktisi dan
manfaat bagi masyarakat.
a.
Bagi Praktisi
Penelitian ini dapat memberikan wawasan mengenai pengambilan
keputusan bagi pelaksana rujukan dalam merujuk ibu bersalin ke rumah
sakit sesuai dengan sistem jenjang rujukan berdasarkan sistem regionalisasi
di Jember bagian selatan.
b.
Bagi Institusi
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada pemerintah
terutama dinas kesehatan dan rumah sakit mengenai kebijakan yang
berkaitan dengan sistem rujukan berjenjang dan peningkatan pelayanan
masyarakat khususnya ibu bersalin guna mendukung kebijakan progam
Jampersal.
c.
Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi bagi penelitian ilmu
kesehatan masyarakat terutama tentang pelaksanaan rujukan berjenjang dan
regionalisasi rujukan di Kabupaten Jember.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.1 Puskesmas
Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan Kabupaten/Kota
yang bertanggung jawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu
wilayah kerja. Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis dinas kesehatan
kabupaten atau kota (UPTD). Puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian
dari tugas teknis operasional dinas kesehatan Kabupaten/Kota dan merupakan unit
pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di
Indonesia (Sulastomo, 2007).
Pelaksanaan kegiatan upaya puskesmas meliputi:
a.
Upaya kesehatan wajib Puskesmas meliputi upaya promosi kesehatan, upaya
kesehatan lingkungan, upaya perbaikan gizi, upaya pencegahan dan
pemberantasan penyakit menular, upaya kesehatan ibu, anak dan KB serta
upaya pengobatan dasar
b.
Upaya kesehatan pengembangan Puskesmas dimana upaya kesehatan ini
dilaksanakan sesuai dengan masalah kesehatan masyarakat yang ada dan
kemampuan Puskesmas. Bila ada masalah kesehatan, tetapi Puskesmas tidak
mampu menangani, maka pelaksanaan dilakukan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota. Upaya Laboratorium (medis dan kesehatan masyarakat) dan
Perkesmas serta Pencatatan Pelaporan merupakan kegiatan penunjang dari
tiap upaya wajib atau pengembangan.
2.1.2 Puskesmas PONED
Puskesmas Pelayanan Obstetrik Neonatal Emergensi Dasar (PONED)
adalah puskesmas yang mempunyai kemampuan dalam memberikan pelayanan
Obstetric (kebidanan) dan bayi baru lahir emergensi dasar (Petunjuk Teknis
Jaminan Persalinan, 2012).
8
9
Kriteria puskesmas PONED dan PONEK antara lain:
a.
Kriteria Puskesmas PONED
Puskesmas mampu PONED yang merupakan bagian dari jaringan pelayanan
Obstetri dan Neonatal di kabupaten/kota sangat spesifik daerah, namun untuk
menjamin kualitas, perlu ditetapkan beberapa kriteria pengembangan:
1) Puskesmas dengan sarana pertolongan persalinan diutamakan Puskesmas
dengan tempat perawatan/puskesmas dengan ruang rawat inap.
2) Puskesmas sudah berfungsi/pertolongan persalinan.
3) Mempunyai fungsi sebagai sub senter rujukan.
4) Melayani sekitar 50.000 - 100.000 penduduk yang tercakup oleh
Puskesmas (termasuk penduduk di luar wilayah puskesmas PONED).
5) Jarak tempuh dari lokasi pemukiman sasaran, pelayanan dasar dan
puskesmas biasa ke puskesmas mampu PONED paling lama 1 jam dengan
transportasi umum setempat, mengingat waktu pertolongan hanya 2 jam
untuk kasus perdarahan.
Jumlah dan jenis tenaga kesehatan yang perlu tersedia, sekurang-kurangnya
seorang dokter dan seorang bidan terlatih GDON dan seorang perawat terlatih
PPGDON. Tenaga tersebut bertempat tinggal di sekitar lokasi Puskesmas mampu
PONED (Pedoman Pengembangan Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency
Dasar, 2006).
b.
Kriteria Rumah Sakit PONEK
1) Ada dokter jaga yang terlatih di UGD untuk mengatasi kasus emergensi
dasar baik secara umum maupun Emergency Neonatal
2) Dokter atau bdan yang telah mengikuti pelatihan tim PONEK di rumah
sakit meliputi resusitasi neonatus, kegawatdaruratan Obstetrik Neonatal
3) Mempunyai standar operating prosedur penerimaan dan penanganan
pasien dengan kegawat daruratan obstretrik Neonatal
4) Kebijakan tidak ada uang muka bagi pasien kegawatdaruratan obstretri
dan Neonatal
5) Mempunyai prosedur pendelegasian wewenang
10
6) Mempunyai standar respon time di UGD selama 10 menit, di kamar
bersalin kurang dari 30 menit, pelayanan darah kurang dari 1 jam.
7) Tersedia kamar operasi siap siaga 24 jam untuk melakukan operasi,bila
ada kasus emergensi obstretrik dan umum
8) Tersedia kamar bersalin yang mampu menyiapkan operasi kurang dari 30
menit
9) Memiliki kru /awak yang siap melakukan operasi atau melaksanakan tugas
sewaktu waktu meskipun harus oncall
10) Adanya dukungan semua pihak dalam tim pelayanan PONEK antara lain
dokter kebidanan, dokter anak,dokter/petugas anastesi, dokter penyakit
dalam, dokter spesialis lainnya serta dokter umum,bidan dan perawat
11) Tersedianya pelayanan darah yang siap 24 jam
12) Tersedianya pelayanan penunjang lain yang berperan dalam PONEK,
seperti laboratorium,dan radiologi selama 24 jam, recovery room 24 jam,
obat dan alat penunjang yang selalu siap dan tersedia.
13) Bahan harus tersedia dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi
kebutuhan dan berkualitas tinggi
14) Sumber daya manusia adalah 1 Dokter spesialis kebidanan, 1 Dokter
spesialis anak, 1 Dokter umum di UGD, 3 orang bidan (koordinator dan 2
penyelia) dan 2 orang perawat.
Tim PONEK
idealnya ditambah
1 Dokter spesialis anastesi/perawat
anasthesi, 6 Bidan pelaksana, 10 Perawat jaga (tiap sift 2 -3 orang), 1
Petugas laboratorium, Pekarya kesehatan dan 1 Petugas adminitrasi
11
Tabel 2.1 SDM di Rumah Sakit PONEK
NO.
JENIS TENAGA
TUGAS
1
Dokter spesialis Obstetri
dan Ginekologi
2
Dokter spesialis Anak
3
Dokter spesialis Anestesi
Pelayanan anestesi
1
4
Perawat Anestesi
Pelayanan anestesi
1-2
5
Dokter terlatih
Penyelenggara pelayanan medik
2-4
6
Bidan koordinator
7
Bidan penyelia
8
Bidan pelaksana
Pelayanan asuhan kebidanan
6-8
9
Perawat koordinator
Asuhan keperawatan
1-2
10
Perawat pelaksana
Asuhan keperawatan
8-11
11
Petugas laboratorium
Pelayanan pemeriksaan penunjang
1-2
12
Pekarya kesehatan
Membantu pelaksanaan pelayanan
kesehatan
2-4
13
Petugas administrasi
Administrasi dan keuangan
2-4
Sumber : Depkes (2006)
Penanggung jawab pelayanan
kesehatan maternal dan Neonatal
Pelayanan kesehatan perinatal dan
anak
JUMLAH
Koordinator asuhan pelayanan
kesehatan
Koordinator tugas sarana dan
prasana
1-2
1-2
1-2
2-4
12
Mekanisme alur pasien rujukan maternal dan Neonatal di RS PONEK
ditunjukkan pada Bagan 2.1 berikut.
LABORATORIUM
DR
OBSIGN/DOKTER/BIDAN
IBU HAMIL
&
NEONATAL
INSTALASI/UNIT
GAWAT DARURAT
KAMAR
TINDAKAN
Prosedur tindakan
kasus rujukan sesuai
standar pelayanan
kesehatan maternal &
neonatal
Rawat inap
/ Nifas
KAMAR OPERASI
Prosedur operasi pada
kasus rujukan
ADMINISTRASI
KEUANGAN
INSTALASI
FARMASI
KAMAR BERSALIN
Prosedur persalinan
normal kasus rujukan
sesuai standar
pelayanan
Bangsal
Perinatologi
BANK DARAH
Sumber : Depkes (2006)
Setiap kasus emergensi yang datang ke puskesmas mampu PONED harus
langsung ditangani setelah itu baru pengurusan administrasi (pendaftaran,
pembayaran, mengikuti alur pasien. Pelayanan gawat darurat Obstetri dan
Neonatal yang diberikan harus mengikuti prosedur tetap (protap). Adapun
mekanisme rujukan PONED dijelaskan Gambar 2.2
13
Pelayanan maternal dan perinatal di RS kls C
1. Bayi normal
Pelayanan maternal dan perinatal
di RS kls B
1. Bayi normal
2.
RS KELAS B
2.
Bayi dengan kelainan sedang-berat dengan
komplikasi
Bayi dengan kelainan berat
dengan komplikasi
3.
Antenatal
3.
Antenatal
4.
Partus normal
4.
Partus normal
5.
Partus abnormal sedang dan berat
Partus abnormal sedang dan
6.
Post natal
berat
7.
SC
6.
Post natal
Pemeriksaan penunjang di RS kls C
1. Laboratorium
7.
SC
8.
Pelayanan subspesialistik
5.
RS KELAS C
Pemeriksaan penunjang di RS kls
B
1. Laboratorium
2.
Radologi
3.
USG
1.
3.
Radiologi
3.
USG
Pelayanan maternal dan perinatal di RS kls D
1. Bayi normal
2.
RS KELAS D
Pelayanan
kehamilan
2.
2.
Persalinan
Bayi dengan kelainan ringan-sedang
dengan komplikasi
3.
Antenatal
4.
Partus normal
5.
Partus abnormal ringan dan sedang
6.
Post natal
7.
SC
8.
KB
normal
Pemeriksaan penunjang di RS kls D
1. Laboratorium
Pengelolaan
2.
Radiologi
kasus dengan
komplikasi
tertentu sesuai
PUSKESMAS
kewenangan
4.
5.
1.
Pelayanan kehamilan
2.
Persalinan normal
3.
Pengelolaan kasus dengan
Pelayanan
komplikasi tertentu sesuai
nifas & BBL
kewenangan
Membina
BIDAN
posyandu
MASYARAKAT
4.
Pelayanan nifas & BBL
5.
Stabilitas pasien dengan
kegawatdaruratan maternal
perinatal
MASYARAKAT/KADER/IBU HAMIL
Keterangan :
: Alur Rujukan
Gambar 2.2 Mekanisme Rujukan PONED
Sumber : Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 604/Menkes/SK/VII/2008
14
2.1.3 Jaminan Persalinan
Berdasarkan petunjuk teknis Jampersal 2011. Jampersal adalah jaminan
pembiayaan pelayanan persalinan yang meliputi pemeriksaan kehamilan,
pertolongan persalinan, pelayanan nifas termasuk pelayanan KB pasca persalinan
dan pelayanan bayi baru lahir yang dilakukan oleh tenaga kesehatan di fasilitas
kesehatan.
a. Ruang Lingkup Pelayanan Jaminan Persalinan
1) Pelayanan Persalinan Tingkat Pertama
Pelayanan persalinan tingkat pertama adalah pelayanan yang diberikan
oleh dokter atau bidan yang berkompeten dan berwenang memberikan pelayanan
yang meliputi pemeriksaan kehamilan, pertolongan persalinan, pelayanan nifas
dan pelayanan KB pasca salin, serta pelayanan kesehatan bayi baru lahir,
termasuk pelayanan persiapan rujukan pada saat terjadinya komplikasi
(kehamilan, persalinan, nifas dan bayi baru lahir serta KB paska salin) tingkat
pertama.
Pelayanan tingkat pertama diberikan di Puskesmas dan Puskesmas PONED
(untuk kasus-kasus tertentu), serta jaringannya termasuk Polindes dan Poskesdes,
fasilitas kesehatan swasta (bidan, dokter, klinik, rumah bersalin) yang memiliki
Perjanjian Kerja Sama (PKS) dengan Tim Pengelola Kabupaten/Kota.
Jenis pelayanan Jaminan persalinan di tingkat pertama meliputi:
a) Pelayanan ANC sesuai standar pelayanan KIA dengan frekuensi 4 kali;
b) Deteksi dini faktor risiko, komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir
c) Pertolongan persalinan normal;
d) Pertolongan persalinan dengan komplikasi dan atau penyulit pervaginam
yang merupakan kompetensi Puskesmas PONED.
e) Pelayanan Nifas (PNC) bagi ibu dan bayi baru lahir sesuai standar
pelayanan KIA dengan frekuensi 4 kali;
f) Pelayanan KB paska persalinan serta komplikasinya.
g) Pelayanan rujukan terencana sesuai indikasi medis untuk ibu dan
janin/bayinya.
15
2) Pelayanan Persalinan Tingkat Lanjutan
Pelayanan persalinan tingkat lanjutan adalah pelayanan yang diberikan oleh
tenaga kesehatan spesialistik untuk pelayanan kebidanan dan bayi baru lahir
kepada ibu hamil, bersalin, nifas, dan bayi baru lahir dengan resiko tinggi dan atau
dengan komplikasi yang tidak dapat ditangani pada fasilitas kesehatan tingkat
pertama yang dilaksanakan berdasarkan rujukan atas indikasi medis. Pada kondisi
kegawatdaruratan kebidanan dan Neonatal tidak diperlukan surat rujukan.
Pelayanan tingkat lanjutan menyediakan pelayanan terencana atas indikasi ibu dan
janin/bayinya.
Jenis pelayanan persalinan di tingkat lanjutan meliputi:
a) Pemeriksaan kehamilan (ANC) dengan risiko tinggi (risti)
b) Pertolongan persalinan dengan risti dan penyulit yang tidak mampu
dilakukan di pelayanan tingkat pertama.
c) Penanganan komplikasi kebidanan dan bayi baru lahir dalam kaitan akibat
persalinan.
d) Pemeriksaan paska persalinan (PNC) dengan risiko tinggi (risti).
e) Penatalaksanaan KB paska salin dengan metode kontrasepsi jangka
panjang (MKJP) atau kontrasepsi mantap (Kontap) serta penanganan
komplikasi.
3) Pelayanan Persiapan Rujukan
Pelayanan persiapan rujukan adalah pelayanan pada suatu keadaan dimana
terjadi kondisi yang tidak dapat ditatalaksana secara paripurna di fasilitas
kesehatan tingkat pertama sehingga perlu dilakukan rujukan ke fasilitas kesehatan
tingkat lanjut dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1) Kasus tidak dapat ditatalaksana paripurna di fasilitas kesehatan karena:
a)
keterbatasan SDM
b)
keterbatasan peralatan dan obat-obatan
2) Dengan merujuk dipastikan pasien akan mendapat pelayanan paripurna
yang lebih baik dan aman di fasilitas kesehatan rujukan
Pasien dalam keadaan aman selama proses rujukan
16
Untuk memastikan bahwa pasien yang dirujuk dalam kondisi aman sampai
dengan penanganan di tingkat lanjutan, maka selama pelayanan dan proses
merujuk harus memperhatikan syarat-syarat sebagai berikut :
a) Stabilisasi keadaan umum antara lain tekanan darah stabil terkendali, nadi
teraba, pernafasan teratur dan jalan nafas longgar, terpasang infus, tidak
terdapat kejang-kejang sudah terkendali
b)
Perdarahan terkendali meliputi tidak terdapat perdarahan aktif, perdarahan
terkendali, terpasang infus dengan aliran lancar 20-30 tetes per menit.
c)
Tersedia perlengkapan ambulasi pasien meliputi petugas yang mampu
mengantisipasi dan mengawasi kedaruratan, cairan infus yang cukup
selama proses rujukan (1 kolf untuk 4-6 jam) atau sesuai dengan kondisi
pasien dan obat dan bahan habis pakai (BHP) emergensi yang cukup untuk
proses rujukan.
b. Manfaat Pelayanan Jaminan Persalinan
1) Pemeriksaan kehamilan (ANC) yang dibiayai oleh program ini mengacu
pada buku Pedoman KIA, dimana selama hamil, ibu hamil diperiksa
sebanyak 4 kali disertai konseling KB dengan frekuensi 1 kali pada
triwulan pertama, 1 kali pada triwulan kedua dan 2 kali pada triwulan
ketiga.
2) Penatalaksanaan Persalinan:
a)
Persalinan per vaginam yaitu persalinan per vaginam normal,
persalinan per vaginam melalui induksi, persalinan per vaginam
dengan tindakan, persalinan per vaginam dengan komplikasi,
persalinan per vaginam dengan kondisi bayi kembar, persalinan per
vaginam dengan induksi, dengan tindakan, dengan komplikasi serta
pada bayi kembar dilakukan di Puskesmas PONED dan/atau RS.
b)
Persalinan per abdominam yaitu seksio sesarea elektif (terencana),
atas indikasi medis, Seksio sesarea segera (emergensi), atas indikasi
medis, Seksio sesarea dengan komplikasi (perdarahan, robekan jalan
lahir, perlukaan jaringan sekitar rahim, dan sesarean histerektomi).
17
3) Penatalaksanaan
komplikasi
persalinan perdarahan
yaitu
Eklamsi,
Retensio plasenta, penyulit pada persalinan, infeksi, Penyakit lain yang
mengancam keselamatan ibu bersalin.
4) Penatalaksanaan bayi baru lahir untuk perawatan esensial neonates atau
bayi baru lahir dan penatalaksanaan bayi baru lahir dengan komplikasi
(asfiksia, Berat Badan Lahir Rendah/BBLR, infeksi, ikterus, kejang,
Respiratory Distres Sindrom/RDS)
5) Lama hari inap minimal di fasilitas kesehatan yaitu persalinan normal
dirawat inap minimal 1 (satu) hari, persalinan per vaginam dengan
tindakan dirawat inap minimal 2 (dua) hari dan persalinan dengan penyulit
post sectio-caesaria dirawat inap minimal 3 (tiga) hari
2.1.4 Konsep Sistem Rujukan
a.
Definisi Konsep Sistem Rujukan
Adapun yang dimaksud dengan sistem rujukan di Indonesia, seperti yang
telah dirumuskan dalam SK Menteri Kesehatan RI No. 001 tahun 2012 ialah suatu
sistem penyelenggaraan pelayanan kesehatan yang melaksanakan pelimpahan
tanggung jawab timbal balik terhadap suatu kasus penyakit atau masalah
kesehatan secara vertical dalam arti dari unit yang berkemampuan kurang kepada
unit yang lebih mampu atau secara horizontal dalam arti antar unit-unit yang
setingkat kemampuannya (Azwar, 1996).
Sistem rujukan upaya keselamatan adalah suatu sistem jaringan fasilitas
pelayanan kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab
secara timbal-balik atas masalah yang timbul baik secara vertikal (komunikasi
antara unit yang sederajat) maupun horizontal (komunikasi inti yang lebih tinggi
ke unit yang lebih rendah) ke fasilitas pelayanan yang lebih kompeten, terjangkau,
rasional dan tidak dibatasi oleh wilayah administrasi (Syafrudin, 2009).
b.
Macam Rujukan
Sistem Kesehatan Nasional membedakannya menjadi dua macam yakni :
1) Rujukan Kesehatan
Rujukan ini terutama dikaitkan dengan upaya pencegahan penyakit dan
18
peningkatan derajat kesehatan. Dengan demikian rujukan kesehatan pada
dasarnya berlaku untuk pelayanan kesehatan masyarakat (public health
service). Rujukan kesehatan dibedakan atas tiga macam yakni rujukan
teknologi, sarana, dan operasional (Azwar, 1996). Rujukan kesehatan yaitu
hubungan dalam pengiriman, pemeriksaan bahan atau specimen ke
fasilitas yang lebih mampu dan lengkap. Ini adalah rujukan uang
menyangkut masalah kesehatan yang sifatnya pencegahan penyakit
(preventif) dan peningkatan kesehatan (promotif). Rujukan ini mencakup
rujukan teknologi, sarana dan opersional (Syafrudin, 2009).
2) Rujukan Medik
Rujukan ini terutama dikaitkan dengan upaya penyembuhan penyakit serta
pemulihan kesehatan. Dengan demikian rujukan medik pada dasarnya
berlaku untuk pelayanan kedokteran (medical service). Sama halnya
dengan rujukan kesehatan, rujukan medik ini dibedakan atas tiga macam
yakni rujukan penderita, pengetahuan dan bahan bahan pemeriksaan
(Azwar, 1996). Menurut Syafrudin (2009), rujukan medik yaitu
pelimpahan tanggung jawab secara timbal balik atas satu kasus yang
timbul baik secara vertikal maupun horizontal kepada yang lebih
berwenang dan mampu menangani secara rasional. Jenis rujukan medik
antara lain:
1) Transfer of patient.
Konsultasi penderita untuk keperluan diagnosis, pengobatan, tindakan
operatif dan lain –lain.
2) Transfer of specimen
Pengiriman bahan (spesimen) untuk pemeriksaan laboratorium yang
lebih lengkap.
3) Transfer of knowledge / personal.
Pengiriman
tenaga
yang
lebih
meningkatkan mutu layanan setempat.
kompeten
atau
ahli
untuk
19
c.
Manfaat Rujukan
Menurut Azwar (1996), beberapa manfaat yang akan diperoleh ditinjau dari
unsur pembentuk pelayanan kesehatan terlihat sebagai berikut :
1) Sudut pandang pemerintah sebagai penentu kebijakan
Jika ditinjau dari sudut pemerintah sebagai penentu kebijakan kesehatan
(policy maker), manfaat yang akan diperoleh antara lain membantu
penghematan dana, karena tidak perlu menyediakan berbagai macam
peralatan kedokteran pada setiap sarana kesehatan; memperjelas sistem
pelayanan kesehatan, karena terdapat hubungan kerja antara berbagai
sarana kesehatan yang tersedia; dan memudahkan pekerjaan administrasi,
terutama pada aspek perencanaan.
2) Sudut pandang masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan
Jika ditinjau dari sudut masyarakat sebagai pemakai jasa pelayanan (health
consumer), manfaat yang akan diperoleh antara lain meringankan biaya
pengobatan, karena dapat dihindari pemeriksaan yang sama secara
berulang-ulang dan mempermudah masyarakat dalam mendapatkan
pelayanan, karena diketahui dengan jelas fungsi dan wewenang sarana
pelayanan kesehatan.
3) Sudut pandang kalangan kesehatan sebagai penyelenggara pelayanan
kesehatan. Jika ditinjau dari sudut kalangan kesehatan sebagai
penyelenggara pelayanan kesehatan (health provider), manfaat yang
diperoleh antara lain memperjelas jenjang karir tenaga kesehatan dengan
berbagai akibat positif lainnya seperti semangat kerja, ketekunan, dan
dedikasi; membantu peningkatan pengetahuan dan keterampilan yakni
melalui kerjasama yang terjalin; memudahkan dan atau meringankan
beban tugas, karena setiap sarana kesehatan mempunyai tugas dan
kewajiban tertentu.
d.
Tata Laksana Rujukan
Menurut Syafrudin (2009), tatalaksana rujukan diantaranya adalah internal
antar-petugas di satu rumah; antara puskesmas pembantu dan puskesmas; antara
20
masyarakat dan puskesmas; antara satu puskesmas dan puskesmas lainnya; antara
puskesmas dan rumah sakit, laboratorium atau fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya; internal antar-bagian/unit pelayanan di dalam satu rumah sakit; antar
rumah sakit, laboratoruim atau fasilitas pelayanan lain dari rumah sakit.
e.
Kegiatan Rujukan
Menurut Syafrudin (2009), kegiatan rujukan terbagi menjadi tiga macam yaitu
rujukan pelayanan kebidanan, pelimpahan pengetahuan dan keterampilan, rujukan
informasi medis:
1)
Rujukan Pelayanan Kebidanan
Kegiatan ini antara lain berupa pengiriman orang sakit dari unit kesehatan
kurang lengkap ke unit yang lebih lengkap; rujukan kasus-kasus patologik
pada kehamilan, persalinan, dan nifas; pengiriman kasus masalah reproduksi
manusia lainnya, seperti kasus-kasus ginekologi atau kontrasepsi yang
memerlukan penanganan spesialis; pengiriman bahan laboratorium; dan jika
penderita telah sembuh dan hasil laboratorium telah selesai, kembalikan dan
kirimkan ke unit semula, jika perlu diserta dengan keterangan yang lengkap
(surat balasan).
2)
Pelimpahan Pengetahuan dan Keterampilan
Kegiatan ini antara lain :
a) Pengiriman tenaga-tenaga ahli ke daerah untuk memberikan pengetahuan
dan keterampilan melalui ceramah, konsultasi penderita, diskusi kasus,
dan demonstrasi operasi.
b) Pengiriman petugas pelayanan kesehatan daerah
untuk menambah
pengetahuan dan keterampilan mereka ke rumah sakit yang lebih lengkap
atau rumah sakit pendidikan, juga dengan mengundang tenaga medis
dalam kegiatan ilmiah yang diselenggarakan dengan tingkat provinsi atau
institusi pendidikan.
3)
Rujukan Informasi Medis
Kegiatan ini antara lain berupa :
a) Membalas secara lengkap data-data medis penderita yang dikirim dan
21
advis rehabilitas kepada unit yang mengirim.
b) Menjalin kerjasama dalam sistem pelaporan data-data parameter pelayanan
kebidanan, terutama mengenai kematian maternal dan prenatal. Hal ini
sangat berguna untuk memperoleh angka secara regional dan nasional.
f.
Keuntungan Sistem Rujukan
Menurut Syafrudin (2009), keuntungan sistem rujukan adalah :
1) Pelayanan yang diberikan sedekat mungkin ke tempat pasien, berarti
bahwa pertolongan dapat diberikan lebih cepat, murah dan secara
psikologis memberi rasa aman pada pasien dan keluarga.
2) Dengan adanya penataran yang teratur diharapkan pengetahuan dan
keterampilan petugas daerah makin meningkat sehingga makin banyak
kasus yang dapat dikelola di daerahnya masing – masing.
3) Masyarakat desa dapat menikmati tenaga ahli
g.
Persiapan Rujukan
Kaji ulang rencana rujukan bersama ibu dan keluarganya. Jika terjadi
penyulit, seperti keterlambatan untuk merujuk ke fasilitas kesehatan yang
sesuai, dapat membahayakan jiwa ibu dan atau bayinya. Jika perlu dirujuk,
siapkan dan sertakan dokumentasi tertulis semua asuhan dan perawatan hasil
penilaian (termasuk partograf) yang telah dilakukan untuk dibawa ke fasilitas
rujukan (Syafrudin, 2009).
Jika ibu datang untuk mendapatkan asuhan persalinan dan kelahiran bayi dan
ia tidak siap dengan rencana rujukan, lakukan konseling terhadap ibu dan
keluarganya tentang rencana tersebut. Bantu mereka membuat rencana
rujukan pada saat awal persalinan (Syafrudin, 2009).
Kesiapan untuk merujuk ibu dan bayinya ke fasilitas kesehatan rujukan secara
optimal dan tepat waktu menjadi syarat bagi keberhasilan upaya
penyelamatan. Setiap penolong persalinan harus mengetahui lokasi fasilitas
rujukan yang mampu untuk penatalaksanaan kasus gawatdarurat Obstetri dan
bayi baru lahir dan informasi tentang pelayanan yang tersedia di tempat
22
rujukan, ketersediaan pelayanan purna waktu, biaya pelayanan dan waktu
serta jarak tempuh ke tempat rujukan. Persiapan dan informasi dalam rencana
rujukan meliputi siapa yang menemani ibu dan bayi baru lahir, tempat
rujukan yang sesuai, sarana tranfortasi yang harus tersedia, orang yang di
tunjuk menjadi donor darah dan uang untuk asuhan medik, tranfortasi, obat
dan bahan. Singkatan BAKSOKU (Bidan, Alat, Keluarga, Surat, Obat,
Kendaraan, Uang) dapat di gunakan untuk mengingat hal penting dalam
mempersiapkan rujukan (Dinkes, 2009)
h.
Indikasi untuk melakukan tindakan dan rujukan segera pada saat persalinan.
Indikasi untuk melakukan tindakan dan rujukan segera menurut buku
Pedoman Asuhan Persalinan Normal (Dinkes, 2009):
1) Selama kala satu persalinan yaitu Riwayat bedah sesar, Perdarahan per
vaginam selain lendir bercampur darah (show), Kurang dari 37 minggu
(persalinan kurang bulan), Ketuban pecah disertai dengan keluarnya
mekonium kental, Ketuban pecah dan air ketuban bercampur dengan
sedikit mekonium disertai tanda-tanda gawat janin, Ketuban pecah (lebih
dari 24 jam) atau ketuban pecah pada kehamilan kurang bulan (usia
kehamilan kurang 37 minggu), Tanda-tanda atau gejala-gejala infeksi
temperatur > 38ºC, menggigil, nyeri abdomen, cairan ketuban berbau,
Tekanan darah lebih dari 160/110 dan/atau terdapat protein dalam urin
(pre-eklampsia berat), Tinggi fundus 40 cm atau lebih (makrosomia,
polihidramnion, kehamilan ganda), DJJ kurang dari 100 atau lebih dari
180 x/menit pada dua kali penilaian dengan jarak 5 menit (gawat janin),
Primipara dalam fase aktif kala satu persalinan dengan penurunan kepala
janin 5/5, Presentasi bukan belakang kepala (sungsang, letak lintang),
Presentasi ganda (majemuk) (adanya bagian lain dari janin, misalnya:
lengan atau tangan, bersama dengan presentasi belakang kepala), Tali
pusat menumbung (jika tali pusat masih berdenyut), Tanda dan gejala
syok meliputi nadi cepat, lemah (lebih dari 110x/menit), tekanan darah
menurun (sistolik kurang dari 90mmhg), pucat, berkeringat atau kulit
23
lembab, dingin, nafas cepat (lebih dari 30x/menit), cemas, bingung, atau
tidak sadar, produksi urin menurun (kurang dari 30ml/jam). Kemudian
tanda dan gejala fase laten berkepanjangan yaitu pembukaan serviks
kurang dari 4 cm setelah 8 jam dan kontraksi teratur (lebih dari 2 dalam
10 menit), tanda dan gejala belum inpartu antara lain frekuensi kontraksi
kurang dari 2 kali dalam 10 menit dan lamanya kurang dari 20 detik dan
tidak ada perubahan serviks dalam waktu 1 hingga 2 jam. Selanjutnya
tanda dan gejala inpartu partus lama seperti perubahan serviks mengarah
ke sebelah kanan garis waspada partograf, pembukaan serviks kurang
dari 1 cm per jam dan frekuensi kontraksi kurang dari 2 kali dalam 10
menit dan lamanya kurang dari 40 detik
2) Selama kala dua persalinan antara lain tanda atau gejala syok yaitu nadi
cepat, lemah (110x/menit atau lebih), tekanan darah menurun (sistolik
kurang dari 90mmhg), pucat pasi, berkeringat atau kulit lembab, dingin,
nafas cepat (lebih dari 30x/menit), cemas, bingung, atau tidak sadar dan
produksi urin menurun (kurang dari 30ml/jam). Tanda gejala dehidrasi
perubahan nadi (110x/menit atau lebih), urin pekat dan produksi urin
sedikit (kurang dari 30cc/jam). Tanda dan gejala infeksi yaitu nadi cepat
(110x/menit atau lebih), suhu lebih dari 38ºc, menggigil dan air ketuban
atau cairan vagina yang berbau. Kemudian tanda atau gejala pre-eklamsia
ringan seperti tekanan darah diastolik 90-110 mmHg dan Proteinuria
hingga2+. Tanda atau gejala pre-eklamsia berat atau eklampsia seperti
tekanan darah diastolik 110 mmHg atau lebih, tekanan darah diastolig 90
mmHg atau lebih dengan kejang, nyeri kepala, gangguan penglihatan dan
kejang (eklampsia). Tanda-tanda inersia uteri: kurang dari 3 kontraksi
dalam waktu 10 menit, lama kontraksi kurang dari 40 detik. Tanda gawat
janin seperti DJJ kurang dari 120 atau lebih dari 160 x/menit, mulai
waspada tanda awal gawat janin dan DJJ kurang dari 100 atau lebih dari
180 x/menit. Kepala bayi tidak turun, tanda-tanda distosia bahu seperti
kepala bayi tidak melakukan putar paksi luar, kepala bayi keluar
kemudian tertarik kembali ke dalam vagina (kepala ‘kura-kura’) dan
24
bahu bayi tidak dapat lahir. Kemudian tanda-tanda cairan ketuban
bercampur mekonium: cairan ketuban berwarna hijau (mengandung
mekonium), tanda-tanda tali pusat menumbung : tali pusat teraba atau
terlihat saat periksa dalam dan tanda-tanda lilitan tali pusat : tali pusat
melilit leher. Kemudian kehamilan kembar tak terdeteksi.
3) Selama kala tiga dan kala empat persalinan yaitu tanda atau gejala
retensio plasenta : adalah normal jika plasenta lahir dalam waktu 30
menit setelah bayi lahir, tanda atau gejala avulsi (putus) tali pusat : tali
pusat putus dan plasenta tidak lahir, tanda atau gejala bagian plasenta
yang tertahan seperti bagian permukaan plasenta yang menempel pada
ibu hilang, bagian selaput ketuban yang robek/hilang, perdarahan pasca
persalinan, uterus berkontraksi, tanda atau gejala atonia uteri perdarahan
pasca persalinan dan uterus lembek dan tidak berkontraksi, tanda atau
gejala robekan vagina, perineum atau serviks : perdarahan pasca
persalinan, plasenta lengkap dan uterus berkontraksi dan tanda atau
gejala syok seperti nadi cepat, lemah (110x/menit atau lebih), tekanan
darah menurun (sistolik kurang dari 90mmhg), pucat pasi, berkeringat
atau kulit lembab, dingin, nafas cepat (lebih dari 30x/menit), cemas,
bingung, atau tidak sadar, produksi urin menurun (kurang dari
30ml/jam). Tanda gejala dehidrasi seperti perubahan nadi (110x/menit
atau lebih), urin pekat dan produksi urin sedikit (kurang dari 30cc/jam).
Tanda dan gejala infeksi seperti nadi cepat (110x/menit atau lebih), suhu
lebih dari 38ºc, menggigil dan air ketuban atau cairan vagina yang
berbau. Tanda atau gejala pre-eklamsia ringan seperti tekanan darah
diastolik 90-110 mmHg, proteinuria hingga positif 2. Tanda atau gejala
pre-eklamsia berat atau eklampsia yaitu tekanan darah diastolik 110
mmhg atau lebih, tekanan darah diastolig 90 mmhg atau lebih dengan
kejang, nyeri kepala, gangguan penglihatan, kejang (eklampsia). Tanda
atau gejala kandung kemih penuh seperti bagian bawah uterus sulit
dipalpasi, tinggi fundus uteri di atas pusat dan uterus terdorong/condong
ke satu sisi.
25
Penentuan risiko kehamilan sangat penting dideteksi agar supaya dapat
mengantisipasi risiko kehamilan yang membahayakan pasien. Tabel 2.4
menunjukkan penentuan risiko kehamilan menurut skor.
Tabel 2.2 Penentuan Resiko Kehamilan menurut Skor Dr Poedji Rochjati, SpOG
Kel
fr
I
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
II
12.
III
13
14
15
16
17
18
19
20
Skor
Masalah/faktor resiko
1
Tribulan
2
3
Skor awal ibu hamil
2
Terlalu muda<16 th
4
Terlalu tua umur > 35 th
4
Terlalu lambat hamil>4th
4
Terlalu lama hamil >10th
4
Terlalu cepat hamil<2th
4
Grande multi
4
Terlalu tua >35th
4
Terlalu pendek <145cm
4
Pernah keguguran
4
Pernah melahirkan dengan
Tarikan
4
Ari dirogoh
4
Pernah infus/tranfusi
4
Bekas sectio
8
Penyakit ibu hamil
4
a. anemia
b. malaria
4
c. TBC paru
d. Payah jantung
4
e. diabetes
f. PMS
4
Bengkak pada muka/tungkai tekanan darah
4
tinggi
Hamil kembar 2 atau lebih
4
H amil kembar air
4
Bayi mati dalam kandungan
4
kehamilani lebih bulan
8
Bayi letak sunsang
8
Bayi letaklintang
8
Perdarahan kehamilan ini
8
Preeklampsia berat
8
Jumlah skor
Kehamilan
Kehamilan dengan resiko
Rujukan
Perawatan
Rujukan
Tempat
Penolong
Rdb
Rtw
Rtlt
Jml.
Skor
Jml.
Skor
2
Krr
Bidan
Tidak dirujuk
Bidan
6-10
Krt
Bidan
dokter
Polindes
Puskesmas/RS
Bidan
dokter
>12
Krst
Dokter
1.
Rumah sakit
Dokter
Sumber: Dinkes (2002)
26
Adapun hal-hal yang terbaik dalam melakukan rujukan dijelaskan sebagai berikut.
1) Keadaan paling ideal untuk merujuk adalah rujukan antepartum (rujukan
pada saat janin masih ada dalam kandungan ibu). Namun sayangnya tidak
semua keadaan dapat terdiagnosis secara dini, sehingga rujukan dini dapat
dilakukan. Apalagi jika terjadi kedaruratan pada ibu maupun janin dan
kehamilan harus segera diterminasi serta memerlukan rujukan ke fasilitas
yang lebih lengkap, maka kan timbul masalah baik pada ibu maupun bayi.
2) Perubahan keadaan dan penyakit pada bayi baru lahir demikian cepatnya,
untuk itu dibutuhkan tata laksana segera dan adekuat pada fasilitas yang
lengkap dan terdekat (system regionalisasi rujukan perinatal).
3) Apabila bayi dirujuk ke fasilitas yang lebih lengkap, yakinkan bahwa bayi
akan mendapatkan keuntungan atau nilai positif dibanding bila hanya tetap
dirawat di tempat asalnya.
4) Harus diperhatikan bahwa saat merujuk, bayi harus dalam keadaan stabil atau
minimal tanda bahaya sudah dikelola lebih dulu
5) Perlu melibatkan orang tua atau keluarga dalam mengambil keputusan untuk
merujuk dan jelaskan kenapa bayi harus merujuk
Kasus atau keadaan yang memerlukan rujukan ke fasilitas yang lebih
lengkap gangguan napas sedang dan berat, apapun penyebabnya, Asfiksia yang
tidak memberi respons pada tindakan resusitasi, sebaiknya dalam 10 menit
pertama, Kasus bedah neonates, BBLR < 1,750 g, BBLR 1,750-2000 g dengan
kejang, gangguan napas, gangguan pemberian minum, Bayi hipotermi berat,
Ikterus yang tidak memberikan respons dengan fototerapi, Kemungkinan penyakit
jantung bawaan, bayi ibu diabetes mellitus dengan hipoglikemi simtomatik, kejang
yang tidak teratasi, tersangka infeksi (sepsis, meningitis) berat/ dengan komplikasi
penyakit hemolisis, tersangka renjatan yang tidak memberi respons baik,
Hipoglikemi yang tidak dapat teratasi
Sistem rujukan dan transportasi antara lain:
1) Perhatikan regionalisasi rujukan perinatal dalam menentukan tujuan rujukan,
sehingga dapat merujuk dengan cepat, aman dan benar
27
2) Puskesmas merupakan penyaring kasus resiko yang perlu dirujuk sesuai
dengan besaran resiko, jarak dan faktor lainnya
3) Melengkapi syarat-syarat rujukan (persetujuan tindakan, surat rujukan,
catatan medis). Untuk kasus tertentu kadang diperlukan sampel darah ibu.
4) Merujuk bayi dalam keadaan stabil, menjaga kehangatan bayi dengan metode
kangguru dan ruangan dalam kendaraan yang digunakan untuk merujuk, dan
menjaga jalan napas tetap bersih dan terbuka selama transportasi. Bila
memungkinkan bayi tetap bersih dan terbuka selama transportasi. Bila
memungkinkan bayi tetap diberi ASI.
5) Harus disertai dengan yang terampil melakukan resusitasi.
Data dasar yang harus diinformasikan antara lain identitas bayi dan tanggal lahir,
identitas orang tua, riwayat kehamilan, persalinan dan prosesnya, tindakan
resusitasi yang dilakukan, obat yang dikonsumsi oleh ibu, nilai agar (tidak selalu
harus diinformasikan, bila tidak tersedia waktu karena melakukan tindakan
resusitasi aktif), masa gestasi dan berat lahir, tanda vital (suhu, frekuensi jantung,
pernapasan, warna kulit dan aktif/tidaknya bayi), tindakan/ prosedur klinik dan
terapi lain yang sudah diberikan dan bila tersedia data pemeriksaan penunjang
yang ada (glukosa, elektrolit, dan lain-lain)
Syarat untuk melakukan transportasi antara lain bayi dalam keadaan stabil,
bayi harus dalam keadaan hangat, kendaraan pengangkut juga harus dalam
keadaan hangat, didampingi oleh tenaga kesehatan yang terampil melakukan
tindakan resusitasi, minimal ventilasi, tersedia peralatan dan obat yang
dibutuhkan dan bayi dalam keadaan stabil, bila jalan napas bebas dan ventilasi
adekuat, kulit dan bibir kemerahan, frekuensi jantung 120-160 kali/menit, suhu
aksiler 36,5-37 °c (97,7-98,6 °f), masalah metabolic terkoreksi dan masalah
spesifik penderita sudah dilakukan manajemen awal.
Peralatan dan obat yang diperlukan :
1) Idealnya bayi dirujuk dengan menggunakan incubator transport dan dipasang
monitor. Berhubung alat tersebut sangat jarang tersedia di Puskesmas, maka
perhatikan cara menghangatkan bayi
28
2) Peralatan dan obat-obatan minimal yang harus tersedia alat resusitasi
lengkap, termasuk laringoskop dan pipa endotrakeal, obat-obatan emergensi,
selimut penghangat, alat untuk melakukan pemasangan jalur intra vena,
oksigen dalam tabung
3) Alat resusitasi/ bantuan ventilasi : selama transportasi
4) Indikasi bantuan ventilasi bila ada salah satu keadaan seperti Bradikardi (FJ<
100x/menit), Sianosis sentral dengan oksigen 100% dan Apnea periodic.
Pemberian oksigen (terapi oksigen) antara lain:
1)
Indikasi pemberian oksigen antara lain bayi mengalami sianosis sentral
(warna kebiruan di sekitar bibir) dan akral (warna kebiruan di kuku,
tangan dan kaki) dan bayi dengan gangguan napas.
2)
Pemberian
oksigen
membutuhkan
pengawasan
(
konsentrasi,
kelembaban dan suhu)
3)
Jumlah oksigen yang diberikan yaitu melalui kateter nasal 2-3 l/menit
(konsentrasi 21%), melalui sungkup 4-5 l/menit (konsentrasi 40%) dan
melalui head box 6-8 l/menit (konsentrasi >50%)
4)
Kecukupan kebutuhan oksigen terlihat dari hilangnya sianosis sentral
Keberhasilan oksigenasi selama transportasi dinilai dari perubahan
perbaikan klinis, sebagai berikut perubahan warna kulit menjadi kemerahan,
denyut jantung bertambah baik dan kadang-kadang bias mulai timbul napas
spontan
Pengawasan suhu dan menjaga kehangatan bayi selama transportasi menjadi
suatu keharusan suhu normal ketiak (aksila) 36,5 – 37,5 °C. Cara menghangatkan
bayi yaitu membungkus atau menyelimuti bayi dengan kain yang kering, hangat
dan tebal, membungkus kepala bayi atau memakai topi/ tutup kepala, jangan
meletakkan bayi ditepi jendela atau pintu kendaraan pengangkut dan kalau
memungkinkan dapat pula dilakukan perawatan bayi melekat/ kontak kulit dengan
kulit/kangaroo
mother
care.
Persiapan
umum
sebelum
tindakan
pada
kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatal
Dalam melakukan persiapan sebelum tindakan pada kegawatdaruratan
Obstetric dan Neonatal, semua peralatan (instrument dan medikamentosa) harus
29
sudah selalu tersedia. Bahkan uji fungsi dari masing-masing alat harus selalu
dilakukan secara berkala sebelum dilakukan tindakan untuk mencegah kegagalan
tindakan pertolongan. Semua instrumen yang dipergunakan juga harus berada
dalam keadaan steril atau minimal disinfeksi tingkat tinggi dan disimpan sesuai
dengan syarat dan ketentuan batas waktu jaminan sterilitas/DTT. Setelah
digunakan, pada semua instrumen (bukan sekali pakai) harus dilakukan kembali
tindakan dekontaminasi, pencucian dan sterilisasi/ DTT (bila dipersyaratkan).
Adapun persiapan-persiapan yang dilakukan antara lain:
a) Persiapan umum antara lain persetujuan tindakan medik, beritahukan pada ibu
apa yang akan dikerjakan dan berikan kesempatan untuk mengajukan
pertanyaan, berikan dukungan emosional dan jaminan pelayanan, pelajari
keadaan umum (kesadaran, tensi, nadi, nafas) untuk memastikan bahwa
ditemukan keadaan yang merupakan indikasi dan syarat tindakan obstetric:
atasi renjatan.
b) Persiapan tindakan antara lain persiapan pasien seperti tindakan pencegahan
infeksi sederhana dan uji fungsi dan kelengkapan peralatan (medikamentosa,
instrument, lembar catatan medik dan persetujuan tindakan,. Persiapan
penolong operator dan asisten seperti perlindungan terhadap resiko penularan
infeksi, instrumen/peralatan bantuan. Persiapan bayi seperti instrument
(medikamentosa dan peralatan) dan Lembar catatan medik
2.1.5 Sistem Regionalisasi
a. Pengertian
Berdasarkan pedoman Depkes (2008), suatu sistem pembagian wilayah kerja
rumah sakit dengan cakupan area pelayanan yang dapat dijangkau oleh
masyarakat dalam waktu kurang dari 1 jam, agar dapat memberikan tindakan
darurat sesuai standar. Regionalisasi menjamin agar sistem rujukan kesehatan
berjalan secara optimal.
b. Langkah-langkah kebijakan regionalisasi
Langkah-langkah kebijakan regionalisasi :
1) tentukan wilayah rujukan
30
2) persiapan sumber daya manusia (dokter, bidan, dan perawat) pada wilayah
pelayanan primer-ada 4 Puskesmas PONED) dan rumah sakit
3) buatkan kebijakan (SK, perda) yang mendukung pelayanan regional dan
dana dukungan.
4) Pembentukan organisasi tim PONED, rumah sakit (Dokter SpOG, dokter
SpA, dokter umum UGD, bidan dan perawat) melalui SK direktur rumah
sakit.
5) Pelatihan bagi SDM agar kompetensi sesuai standar prosedur.
6) Meningkatkan fungsi pengawasan oleh direktur rumah sakit dengan
melibatkan tim peristi untuk melakukan pengawasan dan evaluasi kegiatan
PONEK.
7) Evaluasi kinerja.
2.1.6 Pengertian Sistem
Sistem adalah gabungan dari elemen-elemen yang saling dihubungkan oleh
suatu proses atau struktur dan berfungsi sebagai satu kesatuan organisasi dalam
upaya menghasilkan sesuatu yang telah ditetapkan (Ryans dalam Azwar, 1996)
Azwar (1996) menyatakan bahwa sesuatu disebut sebagai sistem, apabila ia
memiliki beberapa ciri pokok sistem. Ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut :
1)
Dalam sistem terdapat bagian atau elemen yang satu sama lain saling
berhubungan dan mempengaruhi, yang kesemuanya membentuk satu
kesatuan, dalam arti semuanya berfungsi untuk mencapai tujuan yang sama
sebagaimana yang telah ditetapkan.
2)
Fungsi yang diperankan oleh masing-masing bagian atau elemen yang
menbentuk satu kesatuan tersebut adalah dalam rangka mengubah masukan
menjadi keluaran yang direncanakan.
3)
Dalam melaksanakan fungsi tersebut, semuanya bekerjasama secara bebas
tetapi
terkait,
dalam
arti
terdapat
mekanisme
pengendalian
yang
mengarahkannya agar tetap berfungsi sebagaimana yang telah direncanakan.
4)
Sekalipun sistem merupakan satu kesatuan terpadu, bukan berarti ia tertutup
terhadap lingkungan.
31
Menurut Azwar (1996) dapat dikatakan bahwa sistem terbentuk dari
elemen atau komponen yang saling berhubungan dan saling mempengaruhi.
Apabila salah satu bagian atau sub sistem tidak berjalan dengan baik maka akan
mempengaruhi bagian yang lain. Secara garis besar, elemen-elemen dalam sistem
itu adalah sebagai berikut :
1) Masukan
Masukan (input) adalah kumpulan bagian elemen dasar yang terdapat dalam
sistem dan yang diperlukan untuk dapat berfungsinya sistem. Untuk organisasi
yang mencari keuntungan, masukan ini terdiri dari 6 M, yaitu manusia (man),
uang (money), sarana (material), metode (method), pasar (market) serta mesin
(machinary) sedangkan untuk organisasi yang tidak mencari keuntungan,
masukan terdiri dari 4M, yaitu manusia.(man), uang (money), sarana
(material) dan metode (method)
2) Proses
Proses (proces) adalah kumpulan bagian atau elemen yang terdapat dalam
sistem dan yang berfungsi untuk mengubah masukan menjadi keluaran yang
direncanakan. Dalam praktek sehari-hari, untuk memudahkan pelaksanaanya,
biasanya dengan menggunakan fungsi manajemen yang disederhanakan
menjadi empat macam saja, yaitu :
a) Perencanaan (planning) termasuk membuat keputusan klinik merupakan
proses yang menentukan untuk menyelesaikan masalah dan menentukan
asuhan yang di perlukan untuk pasien.Keputusan itu harus akurat,
komprehensif dan aman, baik bagi pasien, keluarganya maupun petugas
yang memberikan pertolongan.
b) Pengorganisasian (organizing) yang didalamnya termasuk pengumpulan
data untuk mendukung diagnosis kerja atau merumuskan masalah dan
menilai adanya kebutuhan serta kesiapan intervensi untuk menghadapi
masalah.
c) Pelaksaan (implelenting) yang didalamnya termasuk melaksanakan asuhan
kebidanan sesuai dengan rencana secara tepat waktu dan aman juga dalam
pelaksanaanya harus sesuai dengan standar operasional prosedur yang
32
sudah ditetapkan.
d) Penilaian
(evaluation)
yng didalamnya
termasuk
memantau
dan
mengevaluasi efektifitas asuhan kebidanan atau intervensi solusi. Asuhan
atau intervensi dianggap membawa manfaat dan teruji efektivitasnya
apabila masalah yang dihadapi dapat diselesaikan atau membawa dampak
yang menguntungkan terhadap diagnosis yang telah di berikan.
3) Keluaran
Keluaran (output) adalah kumpulan bagian atau elemen yang dihasilkan dari
berlangsungny proses dalam sistem.
4) Umpan Balik
Umpan balik (feed back) adalah kumpulan bagian atau elemen yang
merupakan keluaran dari sistem dan sekaligus sebagai masukan bagi sistem
tersebut.
5) Dampak
Dampak (impact) adalah akibat yang dihasilkan oleh keluaran suatu sistem
dalam jangka waktu yang lebih lama. Untuk pelayanan kesehatan, dampak
yang diharapkan adalah makin meningkatnya derajat kesehatan. Peningkatan
derajat kesehatan ini hanya akan dapat dicapai apabila kebutuhan(needs) dan
tuntutan (deminds) perseorangan, keluarga, kelompok, dan atau masyarakat
terhadap kesehatan, pelayanan kedokteran serta lingkungan yang sehat dapat
terpenuhi
6) Lingkungan
Lingkungan (environment) adalah dunia di luar sistem yang tidak dikelola
oleh sistem tetapi mempunyai pengaruh besar terhadap sistem.
Keenanm komponen sistem ini saling berhubungan dan mempengaruhi yang
secara sederhana dapat digambarkan dalm gambar berikut :
33
Masukan
proses
keluaran
dampak
Umpan balik
Lingkungan
Gambar 2.3. Hubungan komponen-komponen sistem
Sumber: Muninjaya (2004)
Menurut Muninjaya (2004), generik sebuah sistem adalah masukan, proses
dan keluaran. Umpan balik dan dampak adalah bagian dari keluaran yang terkait
dengan lingkungan, jadi, unsur utama suatu sistem adalah input, process dan
output. Umpan balik merupakan bagian dari keluaran yang dapat menjadi
masukan bagi sistem sedangkan dampak merupakan hasil dari suatu sistem dalam
jangka waktu yang panjang.
Adanya suatu sistem pada dasarnya untuk mencapai suatu tujuan tertentu
yang telah ditetapkan. Untuk terbentunya sistem tersebut perlu dirangkai berbagai
komponen atau elemen sedemikian rupa sehingga secara keseluruhan membentuk
sutu kesatuan dan secara bersama-sama berfungsi untuk mencapai tujuan
kesatuan.
Apabila prinsip pokok atau cara kerja sistem ini diterapkan pada waktu
menyelenggarkan pekerjaan maka prinsip pokok atau cara kerja ini dikenal
dengan pendekatan sistem (sistem approach), yaitu penerapan suatu prosedur
yang logis dan rasional dalam merancang suatu rangkaian komponen-komponen
yang berhubungan sehingga dapat berfungsi sebagai satu kesatuan untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Komponen-komponen tersebut ialah input (SDM, biaya, sarana, dan
metode) process (fungsi manajemen) dan output (hasil yang dimanfaatkan)
(Azwar,1996).
34
2.1.8 Evaluasi
a.
Pengertian Evaluasi
Evaluasi adalah prosedur penilaian pelaksananaan, hasil kerja atau dampak
secara sistemik dengan membandingkannya dengan standar dan dengan mengikuti
kriteria/ metode/ tujuan tertentu guna menilai dan mengambil keputusan
selanjutnya (Prayitno, 2001). Evaluasi merupakan bagian dari sistem manajemen
yaitu perencanaan, organisasi, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi. Tanpa
evaluasi, maka tidak akan diketahui bagaimana kondisi objek evaluasi tersebut
dalam rancangan, pelaksanaan serta hasilnya. Istilah evaluasi sudah menjadi kosa
kata dalam bahasa Indonesia, akan tetapi kata ini adalah kata serapan dari
bahasa Inggris yaitu evaluation yang berarti penilaian atau penaksiran (Echols
dan Shadily, 2000: 20). Sedangkan menurut pengertian istilah “evaluasi
merupakan kegiatan yang terencana untuk mengetahui keadaan sesuatu obyek
dengan menggunakan instrumen dan hasilnya dibandingkan dengan tolak
ukur untuk memperoleh kesimpulan” (Yunanda, 2009:3).
Pemahaman mengenai pengertian evaluasi dapat berbeda-beda sesuai
dengan pengertian evaluasi yang bervariatif oleh para pakar evaluasi. Menurut
Stufflebeam dalam Lababa (2008), evaluasi adalah “the process of delineating,
obtaining, and providing useful information for judging decision alternatives,"
Artinya
evaluasi
merupakan
proses
menyajikan informasi yang berguna
menggambarkan,
memperoleh,
dan
untuk merumuskan suatu alternatif
keputusan. Masih dalam Lababa (2008), Worthen dan Sanders mendefenisikan
“evaluasi sebagai usaha mencari sesuatu yang berharga (worth). Sesuatu yang
berharga tersebut dapat berupa informasi tentang suatu program, produksi serta
alternatif prosedur tertentu”.
Tague-Sutclife (1996:1), mengartikan evaluasi sebagai "a systematic
process of determining the extent to which instructional objective are achieved
by pupils". Evaluasi bukan sekadar menilai suatu aktivitas secara spontan dan
insidental, melainkan merupakan kegiatan untuk menilai sesuatu secara terencana,
sistematik, dan terarah berdasarkan tuiuan yang jelas.
Berdasarkan definisi evaluasi di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
35
evaluasi adalah penerapan prosedur ilmiah yang sistematis untuk menilai
rancangan, selanjutnya menyajikan informasi dalam rangka pengambilan
keputusan terhadap implementasi dan efektifitas suatu program.
Evaluasi meliputi mengukur dan menilai yang digunakan dalam rangka
pengambilan keputusan. Hubungan antara pengukuran dan penilaian saling
berkaitan. Mengukur pada hakikatnya adalah membandingkan sesuatu dengan
atau atas dasar ukuran atau kriteria tertentu (meter, kilogram, takaran dan
sebagainya), pengukuran bersifat kuantitatif. Penilaian berarti menilai sesuatu.
Sedangkan menilai itu mengandung arti, mengambil keputusan terhadap sesuatu
yang berdasarkan pada ukuran baik atau buruk, sehat atau sakit, pandai atau
bodoh dan sebagainya dan penilaian bersifat kualitatif. Hal ini sejalan dengan apa
yang
dikemukakan
oleh
Arikunto
(2009:3)
bahwa
mengukur
adalah
membandingkan sesuatu dengan satu ukuran (bersifat kuantitatif), menilai adalah
mengambil suatu keputusan terhadap sesuatu dengan ukuran baik buruk (bersifat
kualitatif), dan evaluasi meliputi kedua langkah tersebut di atas
b.
Tujuan dan Fungsi Evaluasi
Setiap kegiatan yang dilaksanakan pasti mempunyai tujuan, demikian juga
dengan evaluasi. Menurut Arikunto (2002 : 13), ada dua tujuan evaluasi yaitu
tujuan umum dan tujuan khusus. Tujuan umum diarahkan kepada program
secara keseluruhan, sedangkan tujuan khusus lebih difokuskan pada masingmasing komponen.
Menurut Crawford (2000 ; 30), tujuan dan atau fungsi evaluasi adalah :
1) Untuk mengetahui apakah tujuan-tujuan yang telah ditetapkan telah
tercapai dalam kegiatan.
2) Untuk memberikan objektivitas pengamatan terhadap prilaku hasil.
3) Untuk mengetahui kemampuan dan menentukan kelayakan.
4) Untuk memberikan umpan balik bagi kegiatan yang dilakukan.
Pada dasarnya tujuan akhir evaluasi adalah untuk memberikan bahanbahan pertimbangan untuk menentukan/membuat kebijakan tertentu, yang
diawali dengan suatu proses pengumpulan data yang sistematis.
36
Secara umum evaluasi dapat di bedakan atas 2 jenis yaitu:
1)
Evaluasi formatif yaitu evaluasi yang dilakukan pada tahap pelaksanaan
program dengan tujuan untuk mengubah atau memperbaiki, program evaluasi
ini dilakukan untuk memperbaiki program yang sedang berjalan dan
didasarkan atas kegiatan sehari hari, minggu, bulan dan bahkan tahun atau
waktu yang relatif pendek.
2)
Evaluasi sumatif yaitu evaluasi yang dilakukan untuk melihat hasil
keseluruhan dari suatu proram yang telah selesai di laksanakan, evaluasi ini
dilakukan pada akhir kegiatan atau beberapa kurun waktu setelah program,
guna menilai keberhasilan program.Hasil evaluasi dapat memberikan
jawaban; apakah tujuan program dapat tercapai atau tidak dan alasan-alasan
mengapa demikian, karena itu merupakan output program berupa outcame
dan dampak sangat diperlukan (Supriyanto, 2003).
c.
Langkah-Langkah Kegiatan Evaluasi
Menurut Levey dan Loomba (2000) membedakan langkah-langkah dalam
penelitian ada 6 jenis yakni:
1) Tahap penetapan tujuan penelitian
Tujuan ini dapat ditetapkan apabila dipelajari dengan baik terhadap program
yang dinilai.
2) Tahap melengkapkan tujuan
Langkah selanjutnya yang harus dilakukan ialah melengkapkan tujuan
penilaian dengan tolak ukur tertentu. Pergunakanlah tolak ukur yang
sederhana dan mudah diukur.
3) Tahap mengembangkan model, rencana dan program penilaian
Model, rencana dan program penilaian tersebut harus jelas sehingga bukan
saja dapat dipakai sebagai pegangan,tetapi juga dapat dipahami dan
dipergunakan oleh pihak ketiga seandainya ingin melakukan penilaian yang
sama
4) Tahap melakukan penilaian.
5) Tahap menjelaskan derajat keberhasilan yang ingin dicapai
6) Tahap menyusun saran saran
37
d.
Konsep Bidan
1. Pengertian Bidan
Berdasarkan Permenkes Nomor 369/Menkes/SK/III/2007 Tentang Standar
Profesi Bidan. Dengan memperhatikan aspek sosial budaya dan kondisi
masyarakat Indonesia, maka Ikatan Bidan Indonesia (IBI) menetapkan bahwa
bidan Indonesia adalah: seorang perempuan yang lulus dari pendidikan Bidan
yang diakui pemerintah dan organisasi profesi di wilayah Negara Republik
Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk diregister,
sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan praktik
kebidanan.
Bidan diakui sebagai tenaga professional yang bertanggung-jawab dan
akuntabel, yang bekerja sebagai mitra perempuan untuk memberikan
dukungan, asuhan dan nasehat selama masa hamil, masa persalinan dan masa
nifas, memimpin persalinan atas tanggung jawab sendiri dan memberikan
asuhan kepada bayi baru lahir, dan bayi. Asuhan ini mencakup upaya
pencegahan, promosi persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan
anak, dan akses bantuan medis atau bantuan lain yang sesuai, serta
melaksanakan tindakan kegawat-daruratan.
Bidan mempunyai tugas penting dalam konseling dan pendidikan
kesehatan, tidak hanya kepada perempuan, tetapi juga kepada keluarga dan
masyarakat. Kegiatan ini harus mencakup pendidikan antenatal dan persiapan
menjadi orang tua serta dapat meluas pada kesehatan perempuan, kesehatan
seksual atau kesehatan reproduksi dan asuhan anak. Bidan dapat praktik
diberbagai tatanan pelayanan, termasuk di rumah, masyarakat, Rumah Sakit,
klinik atau unit kesehatan lainnya.
2. Pendidikan
Tahun 1989 dibuka Cresh program pendidikan bidan secara normal yang
lulusan SPK untuk langsung masuk program pendidikan bidan (PPB/A), lama
pendidikan 1 tahun dan lulusannya ditempatkan di desa dengan tujuan untuk
memberikan pelajaran kesehatan terutama ibu dan anak di daerah pedesaan
38
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan keluarga dan menurunkan angka
kematian ibu dan anak. Tahun 1993 dibuka Program Pendidikan Bidan (P2B)
yang peserta didukungn dari lulusan akper dengan lama pendidikan 1 tahun
yang tujuannya untuk mempersiapkan tenaga pengajar pada program
pendidikan bidan A, untuk bidan B lulusan dari SMP ditambah dengan
pendidikan bidan 3 tahun. Pada tahun 1993 dibuka PPB program C yang
menerima lulusan SMP dilakukan di 11 provinsi di wilayah Sumatera,
Kalimantan, Sulawesi Selatan, NTT, Maluku dan Irian.
Berdasarkan Permenkes Nomor 369/Menkes/SK/III/2007 Tentang Standar
Profesi Bidan Lulusan pendidikan bidan sebelum tahun 2000 dan Diploma III
kebidanan, merupakan bidan pelaksana, yang memiliki kompetensi untuk
melaksanakan praktiknya baik di institusi pelayanan maupun praktik
perorangan. Lulusan pendidikan bidan setingkat Diploma IV/S1 merupakan
bidan profesional, yang memiliki kompetensi untuk melaksanakan praktiknya
baik di institusi pelayanan maupun praktik perorangan. Mereka dapat
berperan sebagai pemberi layanan, pengelola, dan pendidik.
3. Masa kerja
Menurut (Ismani, 2001) Masa kerja merupakan lama kerja seorang bidan
yang bekerja dirumah sakit atau Puskesmas dari mulai awal bekerja sampai
dengan seorang bidan berhenti bekerja. Jangka waktu yang telah dilalui sejak
menekuni pekerjaan. Lama kerja dapat menggambarkan pengalaman seorang
dalam menguasai bidang tugasnya. Pada umumnya petugas dengan
pengalaman kerja yang banyak tidak memerlukan bibimbingan dibandingkan
dengan petugas yang pengalaman kerjanya sedikit menurut Ranupendoyo dan
Saud (1990). Semakin lama orang bekerja pada suatu organisasi maka akan
semakin berpengalaman orang tersebut sehingga keckapan kerjanya semakin
baik.
39
4. Kewenangan
Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
(Permenkes)
Nomor
1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan,
kewenangan yang dimiliki bidan meliputi :
1) Pelayanan Kebidanan
Pelayanan kebidanan ditujukan kepada ibu dan bayi.
a) Pelayanan Kebidanan Kepada Ibu
Diberikan pada masa kehamilan, masa persalinan, masa nifas dan masa
menyusui. Pelayanan kebidanan kepada ibu meliputi penyuluhan dan
konseling, pemeriksaan fisik, pelayanan antenatal pada kehamilan
normal, pertolongan persalinan normal, dan pelayanan ibu nifas normal.
b) Pelayanan Kebidanan Pada Bayi
Diberikan pada bayi baru lahir normal sampai usia 28 (dua puluh
delapan) hari. Pelayanan kebidanann kepada bayi meliputi pemeriksaan
bayi baru lahir, perawatan tali pusat, perawatan bayi, resusitasi pada
bayi baru lahir, pemberian imunisasi bayi dalam rangka menjalankan
tugas pemerintah, pemberian penyuluhan
Bidan dalam memberikan pelayanan kebidanan berwenang untuk
memberikan imunisasi dalam rangka menjalankan tugas pemerintah,
bimbingan senam hamil, episiotomi, penjahitan luka episiotomi, kompresi
bimanual dalam rangka kegawatdaruratan serta dilanjutkan dengan
perujukan, pencegahan anemi, inisiasi menyusui dini dan promosi air susu
ibu eksklusif, resusitasi pada bayi baru lahir dengan asfiksia, penanganan
hipotermi pada bayi baru lahir dan segera merujuk, pemberian minum
dengan sonde/pipet, pemberian obat bebas, uterotonika untuk postpartum
dan manajemen aktif kala III, pemberian surat keterangan kelahiran, dan
pemberian surat keterangan hamil untuk keperluan cuti melahirkan.
40
2) Pelayanan Reproduksi Perempuan
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perempuan
berwenang untuk memberikan alat kontrasepsi oral, suntikan dan alat
kontrasepsi dalam rahim dalam rangka menjalankan tugas pemerintah, dan
kondom, memasang alat kontrasepsi dalam rahim di fasilitas pelayanan
kesehatan
pemerintah
dengan
supervisi
dokter,
memberikan
penyuluhan/konseling pemilihan kontrasepsi, melakukan pencabutan alat
kontrasepsi dalam rahim di fasilitas pelayanan kesehatan pemerintah, serta
memberikan konseling dan tindakan pencegahan kepada perempuan pada
masa pranikah dan prahamil.
3) Pelayanan Kesehatan Masyarakat
Bidan dalam memberikan pelayanan kesehatan masyarakat berwenang
untuk melakukan pembinaan peran serta masyarakat dibidang kesehatan
ibu
dan
bayi,
melaksanakan
pelayanan
kebidanan
komunitas,
melaksanakan deteksi dini, merujuk dan memberikan penyuluhan Infeksi
Menular Seksual (IMS), penyalahgunaan Narkotika Psikotropika dan Zat
Adiktif lainnya (NAPZA) serta penyakit lainnya.
41
2.2 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual penelitian penelitian ini dijelaskan pada Gambar 2.4.
INPUT
1. Pelaksana Rujukan
PROSES
(Man)
a.
b.
c.
d.
e.
Umur
Masa kerja
Pendidikan
Pengetahuan
Ketersediaan SDM
PONED, Rumah
Sakit Tempat rujukan
2. Klasifikasi jenis kasus
rujukan (metode)
3. Money
4. Material
5. Market
6. Machine
a. Proses
pengambilan
keputusan dalam
pelaksanaan
rujukan kasus
kebidanan pada
program
jampersal.
b. Proses
pelaksanaan
rujukan dari
tingkat Puskesmas
PONED hingga
Rumah Sakit
PONEK.
7. Waktu jarak tempuh
rujukan (time)
Gambar 2.4 Kerangka Konseptual Penelitian
Keterangan :
= Variabel yang tidak diteliti
= Variabel yang diteliti
OUTPUT
Kesesuian
pelaksanaan rujukan
berjenjang
berdasarkan sistem
regionalisasi.
42
Menurut rumusan Dinas Kesehatan Kabupaten Jember pada tanggal 9
November 2011 yang disampaikan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten
Jember dr. Olong Fajri Maulana, MARS. Tentang kebijakan sistem regionalisasi
rujukan yang berdasarkan Kepmenkes NO.374/MENKES/SK/V/2009 tentang
SKN(Sistem Kesehatan Nasional) bahwa pelaksanaan rujukan kesehatan rumah
sakit dilaksanakan secara berjenjang dari bawah ke atas yaitu Puskesmas, RS klas
D, RS Klas C, RS Klas B, RS klas A. Kerangka konsep penelitian ini
menggambarkan tentang pelaksana rujukan pada kasus kegawatdaruratan mternal
dan Neonatal di Puskesmas PONED Kencong pada program Jampersal yang
dilakukan oleh pelaksana layanan kebidanan dan Neonatal adalah bidan, perawat
dan dokter PNS (Pegawai Negeri Sipil) serta pengambilan keputusan dan
menentukan tempat rujukan,sampai dengan proses pelaksaan rujukan. Dengan
pendekatan sistem yang menjadi variabel penelitian input adalah dari Man adalah
karakteristik bidan yang meliputi umur, masa kerja, pendidikan, pengetahuan serta
ketersediaan SDM di Puskesmas PONED dan Rumah Sakit tempat rujukan.
Metode dipersepsikan sebagai klasifikasi jenis kasus yang di rujuk dan Time
adalah waktu jarak tempuh yang di perlukan pada saat merujuk sampai pasien
tertangani di Rumah Sakit tempat rujukan. Money, Material, Market, Machine
tidak dilakukan penelitian karena sudah dijamin pada program Jampersal. Pada
tahap Proses yang dilakukan penelitian adalah 2 tahap yaitu proses dalam
pengambilan keputusan dan proses pelaksanaan rujukan dari tingkat Puskesmas
PONED ke Rumah sakit PONEK. Untuk tahap berikutnya adalah output yang
dilakukan
penelitian
adalah
kesesuaian
pelaksanaan
rujukan
berjenjang
berdasarkan sistem regionalisasi rujukan Jember Selatan melalui Rumah sakit
kelas C Balung atau langsung ke Rumah Sakit PONEK.
BAB 3.METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan
fenomenologi. Menurut Mantra (2004) penelitian kualitatif bertujuan untuk
mendeskripsikan atau melukiskan realitas sosial yang kompleks yang ada di
masyarakat.Menurut
Moeleong
(2004),
pendekatan
fenomenologi
adalah
pengamatan yang dilakukan berhubungan dengan fenomena kehidupan sehari-hari
dengan menggunakan bahasa, istilah dan latar belakang tempat berlangsungnya
fenomena.Menurut Hamidi (2010), penelitian deskriptif kualitatif adalah jika data
yang disajikan berupa cerita dari para responden atau informan tentang
pertimbangan, pengalaman, pengetahuan, atau pandangan hidup mereka.
Penelitian deskriptif ini digunakan untuk menggambarkan dan mengkaji
implementasi sistem rujukan berjenjang kasus kegawatdaruratan kebidanan pada
program Jampersal di Puskesmas Kencong mulai April 2011 sampai dengan Juni
2012.
3.2. Tempat dan Waktu Penelitian
3.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di kamar bersalin Puskesmas PONED
KencongKecamatan Kencong, Kabupaten Jember.Penentuan tempat penelitian ini
ber dasarkan letak geografis Puskesmas Kencong yang jarak tempuh paling jauh
dari Rumah sakit PONEK dan angka rujukan lebih tinggi ke Rumah Sakit
PONEK dari pada ke Rumah Sakit Balung walaupun sudah ditetapkannya sistem
regionalisasi tempat rujukan oleh Kepala Dinas Kesehatan Jember.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada Oktober 2012.
43
44
3.3. Sasaran Dan Penentuan Informan Penelitian
3.3.1 Sasaran Penelitian
Menurut Notoatmodjo(2005), sasaran penelitian adalah sebagian atau
seluruh anggota yang diambil dari seluruh obyek yang diteliti dan dianggap
mewakili seluruh populasi.Sasaran yang
digunakan dalam penelitian ini
adalahbidan/dokter/perawat yang menangani kasus kegawatdaruratan kebidanan
di Puskesmas PONED,dan Rumah Sakit tempat rujukan.
3.3.2 Penentuan Informan Penelitian
Tehnik sampling atau penentuan informan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah purposive sampling yaitu tehnik pengambilan sampel sumber
data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu itu misalnya orang
tersebut dianggap orang yang paling tahu tentang apa yang kita harapkan atau
mungkin dia sebagai penguasa sehingga memudahkan peneliti menjelajahi situasi
sosial yang diteliti (Sugiono, 2009).Pengumpulan data di lapangan dikumpulkan
sejauh
dianggapcukup
guna
membuat
gambaran
maksimal
yang
diinginkan.Ukuran kecukapan tersebut ditunjukkan oleh adanya gejala “split over
of informasi”artinya pertanyaan yang sama diulang dan memperoleh jawaban
yang sama pula (Rahman dalam Khoiriyah, 2005). Informan dianggap cukup dan
berhenti ketika tidak ada informasi baru lagi, terjadi replikasi atau pengulangan
variasi informasi, mengalami titik jenuh informasi. Maksudnya, informasi yang
diberikan oleh informan berikutnya tersebut sama saja dengan apa yang diberikan
oleh para informan sebelumnya (Hamidi, 2010). Informasi yang dianggap cukup
dilihat berdasarkan hasil wawancara secara mendalam, apakah telah memberikan
gambaran sesuai dengan tujuan penelitian. Namun, apabila terdapat data yang
dianggap kurang pada saat melakukan analisis data, maka peneliti dapat kembali
lagi ke lapangan untuk memeperoleh tambahan data yang dianggap perlu dan
mengolahnya kembali.
Informan penelitian adalah subjek penelitian yang dapat memberikan
informasi yang diperlukan selama proses penelitian (Bungin, 2001). Informan
penelitian terdiri dari beberapa macam yakni informan kunci, utama, dan
tambahan informan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini, terdiri dari :
45
a.
Informan kunci (key informan), yaitu mereka yang mengetahui dan memiliki
berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian. Informasi kunci
dalam penelitian ini adalahpenentu kebijakan sistem rujukan berjenjang di
Dinas Kesehatan Jember adalah kepala seksi kesehatan rujukan.
b.
Informan utama adalah mereka yang terlibat langsung dalam interaksi sosial
yang di teliti.Dalam penelitian ini yang menjadi informan utama adalah
adalah6orang bidan, 1 dokter, dan 1 orang perawat yang menangani kasus
kegawatdaruratan kebidanan dan sebagai pengambil keputusan dalam
merujuk ibu bersalin dan menentukan tempat rujukan di kamar bersalin
Puskesmas PONED kencong.
c.
Informan tambahan adalah mereka yang dapat memberikan informasi
walaupun tidak langsung terlibat dalam interaksi sosial yang diteliti. Informan
tambahan dalam penelitian ini adalah 1orang bidan/kepala ruangan kamar
bersalindi RSUDkelas C Balungdan 1 orang bidan/kepala ruangan kamar
bersalinRSUD kelas BPONEK.
3.4. Fokus Penelitian dan Pengertian
Fokus penelitian merupakan inti yang dicari dalam penelitian (Endang, 2006).
Fokus penelitian, pengertian, serta teknik dan instrumen pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini dijelaskan pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Fokus Penelitian dan pengertian serta teknik dan instrumen pengumpulan data.
No.
1
Fokus Penelitian
Atau Sub Fokus
Penelitian
Pelaksana
rujukan
Pengertian
Orang yang terlibat dna memutuskan dalam pelaksanaan rujukan
berjenjang
a. Umur
Lama waktu hidup informan atau sejak informan dilahirkan
terhitung sampai ulang tahun terahir, dalam hal ini usia informan
pada saat diwawancarai berdasarkan pengakuan informan
b. Masa kerja
Lama bekerja dihitung dalam satuan tahun sejak mulai bekerja/SK
pengangkatan berdasarkan pengakuan informan pada saat
dilakukan wawancara
Ijazah terakhir yang dimiliki dan di akui oleh pemerintah sebagai
syarat pendidikan berdasarkan pengakuan informan pada saat
dilakukan wawancara
Pemahaman informan tentang sistem rujukan berjenjang sesuai
dengan sistem regionalisasi yang ditetapkan oleh kepala dinas
berdasarkan pengakuan informan pada saat dilakukan wawancara
Adanya tenaga dokter, bidan, perawat yang sudah mendapatkan
sertifikat pelatihan PONED,dalam hal ini dipersepsikan kesiagaan
c. Pendidikan
d. Pengetahuan
e. Ketersediaan
SDM (tim
Teknik
dan
instrumen
pengumpulan data.
Wawancara
mendalam
Wawancara
mendalam
46
2.
3
4
5
6
PONED) dan
di Rumah
Sakit tempat
rujukan
Metode :
Klasifikasi jenis
kasus
Time :
Waktu
jarak
tempuh
Proses
Pengambilan
keputusan
tim PONEDbaik ,dokter,bidan ,perawat yang terlatih Pertolongan
Pertama Kegawatdaruratan Obstetri dan Neonatus (PPGDON) dan
kesiagaan dokter spesialis kebidanan dan spesialis anak di Rumah
Sakit tempat rujukan.
Klasifikasi jenis kasus kegawatdarutan kebidanan yang perlu
dilakukan rujukandipersepsikan kasus kegawatdarutan kebidanan
yang tidak mampu ditangani karena keterbatasan sarana dan SDM.
Waktu jarak tempuh yang diperlukan untuk sampai ke tempat
fasilitas tempat rujukan dipersepsikan waktu tempuh rujukan
sampai pasien tertangani
Proses pengambilan keputusanpelaksana rujukanuntuk memilih
satu dari diantara beberapa alternatif tempat rujukan dalam
menyelesaikan suatu masalah, Hal ini didasarkan pada
pertimbangan pasien dan pelaksana rujukan.
Proses
Pelaksanaan
rujukan
Pelimpahan tanggung jawab terhadap suatu masalah dari unit yang
berkemampuan kurang kepada unit yang lebih mampu
dipersepsikan proses perjalanan merujuk dari Puskesmas PONED
ke Rumah Sakit PONEK, dengan menggunakan standar
operasional prosedur rujukan.
Kesesuaian pelaksanaan rujukan berdasarkan sistem regionalisasi
di wilayah Jember bagian Selatan
Output
pelaksanaan
rujukan
Wawancara
mendalam
Wawancara
mendalam
Wawancara
mendalam
Wawancara
mendalam
observasi
Wawancara
mendalam
Dan observasi
3.5. Jenis dan Sumber data
Dataadalah
bahan
keterangan
tentang
sesuatu
obyek
penelitian
(Bungin,2001). Ada dua jenis data dalam penelitian,yaitu data primer dan data
sekunder.
a.
Data Primer
Data primer yang dibutuh dalam penelitian ini adalah karakteristik bidan yang
meliputi umur, pendidikan, masa kerja, pengetahuan tentang sistem rujukan
berjenjang di Puskesmas PONED dan Rumah Sakit rujukan.Adapun sumber
informasi adalah bidan Pegawai Negeri Sipil (PNS), dokter, dan perawat
terlatih PPGDON di Puskesmas PONED Kencong.
b.
Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari Dinas Kesehatan dan data
dari laporan bulanan PONED tentang rujukan Maternal dan Neonatal
Puskesmas Kencong.
dan
47
3.6. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
3.6.1 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain:
a.
Wawancara mendalam (in-depth interview).
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan
pertanyaan dan terwawancara (interviewer) yang memberikan jawaban atas
pertanyaan itu (Moeleong, 2006). Jenis wawancara yang digunakan adalah
wawancara secara mendalam (in-depth interview). Wawancara mendalam
adalah wawancara yang dilakukan secara informal. Wawancara ini dilakukan
dengan menggunakan panduan (guide) tertentu dan semua pertanyaan bersifat
spontan sesuai dengan apa yang dilihat, didengar, dirasakan pada saat
pewawancara bersama-sama responden (Bungin, 2001). Data yang diperoleh
dari wawancara mendalam ini terdiri dari kutipan langsung dari orang-orang
tentang pengalaman, pendapatan, perasaan dan pengetahuannya (Suyanto,
2005).
b.
Dokumentasi
Dokumentasi adalah bahan tertulis ataupun film yang telah ditetapkan karena
adanya permainan dari seorang peneliti (Moleong, 2009). Menurut Hamidi
(2010),tehnik dokumentasi berupa informasi yang berasal dari catatan penting
baik dari lembaga atau organisasi maupun perorangan. Selain itudokumentasi
merupakan
metode
yang
dilakukan
untuk
meningkatkan
ketepatan
pengamatan. Dokumentasi ini dilakukan untuk merekam pembicaraan dan
juga dapat merekam suatu perbuatan yang dilakukan oleh responden pada
saat wawancara (Nazir, 2003).
c.
Triangulasi
Dalam tehnik pengumpulan data, triangulasi diartikan sebagai tehnik
pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai tehnik
pengumpulan data dan sumber data yang ada. Apabila peneliti melakukan
pengumpulan data dengan triangulasi data,maka sebenarnya peneliti
mengumpulkan data sekaligus menguji kredibilitas data, yaitu mengecek
48
kredibilitas data dengan tehnik pengumpulan data dari berbagai sumber
data(Sugiyono,2009).Kredibilitas atau keabsahan data sangat mendukung
dalam penentuan hasil akhir suatu penelitian. Oleh karena itu,triangulasi
digunakan sebagai tehnik pemeriksaan,keabsahan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data itu(Moleong, 2009). Triangulasi yang di gunakan
dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber yaitu melalui wawancara
mendalam dengan bidan atau dokter SpOG di kamar bersalin Rumah Sakit
Balung dan Bidan, Dokter, dan Perawat di kamar bersalin Puskesmas
PONED Kencong.
3.6.2 Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen adalah alat pada waktu peneliti menggunakan suatu metode atau
tehnik pengumpulan data( Arikunto, 2000). Instrumen pengumpulan data adalah
alat bantu yang digunakan sebagai sarana yang dapat di wujudkan dalam benda.
Dalam penelitian ini, instrumen pengumpulan data yang digunakan adalah
panduan wawancara mendalam dengan di bantu oleh alat perekam suara dan alat
tulis.Alat perekam suara yang digunakan adalah MP3/MP4.Sedangkan instrumen
untuk
pengamatan
langsung,
peneliti
menggunakan
kamera
digital(handphone)agar lebih efektif dan efisien.
3.6.3 Teknik Penyajian Data
Teknik penyajian data merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan
dalam pembuatan laporan hasil penelitian yang telah dilakukan agar dapat
dipahami, dianalisis sesuai dengan tujuan yang diinginkan dan kemudian ditarik
kesimpulan sehingga menggambarkan hasil penelitian (Suyanto, 2005). Penyajian
data harus sederhana dan jelas agar orang lain dapat memahami apa yang
disajikan dengan mudah. Data yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah
bentuk cerita detail sesuai dengan pandangan informan. Hasil wawancara dalam
penelitian ini akan dikumpulkan dan diupayakan untuk di deskrepsikan
berdasarkan ungkapan, bahasa dan pilihan kata atau konsep asli dari responden,
cukup rinci serta tanpa ada interprestasi dan evaluasi dari peneliti.Kemudian
bedasarkan cerita dengan bahasa dan ungkapan asli informan atau responden
49
tersebut mulai di kemukakan temuan penelitian yang nanti akan di jelaskan
dengan perspektif atau teori-teori yang telah di pilih(Hamidi, 2010).
3.7 Tehnik Analisis Data
Analisis data merupakan bagian yang sangat penting dalam metode ilmiah,
karena analisis data dapat memberikan anti dan makna yang berguna dalam
memecahkan masalah penelitian. Analisis data dalam penelitian kualitatif pada
prinsipnya berfokus dalam bentuk induksi-interpretasi-konseptualisasi (Hamidi,
2010). Anilisis data dalam penelitian ini antara lain, meliputi :
a.
Proses analisis telah dimulai sejak penelitian menetapkan fokus permasalahan
dan lokasi penelitian, kemudian lebih intensif pada saat turun ke lapangan.
b.
Peneliti mengumpulkan dan menyajikan data sebagai tahap awal untuk
membuktikan adanya perspektif, dimana data dikumpulkan dari hasil
transkrip wawancara mendalam, rekaman dan dianalisis setiap meninggalkan
lapangan.
c.
Melakukan uji validitas data dengan triangulasi data yaitu suatu teknik
pengecekan data berbagai sumber.
d.
Tahap kedua adalah peneliti mulai menangkap secara jelas jawaban dan
respon informan kemudian dilakukan interpretasi terhadap pernyataan
informan.
e.
Mendeskripsikan pernyataan informan dalam bentuk kalimat langsung dan
mengkategorikannya.
f.
Tahap ketiga adalah konseptualisasi yaitu peneliti memberikan pernyataan
singkat tentang apa yang sebenarnya dialami oleh informan kemudian
dihubungkan dengan teori yang ada.
Tahap terakhir dari analisis data adalah mengadakan pemeriksaan keabsahan
data (Moleong, 2009). Keabsahan data sangat mendukung dalam penentuan hasil
akhir suatu penelitian. Oleh karena itu, diperlukan suatu teknik pemeriksaan data.
Teknik keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik
triagulasi.
Triagulasi
adalah
teknik
pemeriksaan
keabsahan
data
yang
50
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau
sebagai pembanding terhadap data lain (Moleong, 2009).
Dalam penelitian ini, teknik triagulasi yang digunakan adalah triagulasi
dengan sumber, yaitu membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan
suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam
penelitian kualitatif.Hal tersebut dapat dicapai dengan jalan :
a.
Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara.
b.
Membandingkan apa yang di katakan orang di depan umum dengan apa yang
di katakan secara pribadi.
c.
Membandingkan apa yang dikatakan orang tentang situasi penelitian dengan
apa yang dikatakan sepanjang waktu.
d.
Membandingkan keadan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan
pandangan orang seperti rakyat biasa, orang berpendidikan menengah atau
tinggi, orang berada , orang pemerintahan.
e.
Membandingkan
hasil
berkaitan(Moleong,2009).
wawancara
dengan
isi
dokumen
yang
51
3.8 Kerangka Operasional
Penentuan sasaran dan informan penelitian
Informan Kunci:
kebijakan sistem
berjenjang
di
Kesehatan Jember.
penentu
rujukan
Dinas
Informan Utama: bidan,
dokter, perawat di puskesmas
PONED Kencong
Informan tambahan: bidan,
dokter SpOG di Rumah Sakit
Balung dan Rumah Sakit
PONEK
Penyusunan instrumen penelitian, panduan wawancara (interview guide)
Wawancara mendalam dengan menggunakan interview guide, dokumentasi hasil
rekaman atau tulisan dari wawancara mendalam dan triangulasi dengan sumber data
melalui wawancara
Hasil Evaluasi
Sesuai dengan regionalisasi rujukan
Gambar 3.1Kerangka Operasional
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai hasil penelitan dan pembahasan
dari hasil penelitian setelah dilakukan pengumpulan data dari bulan Oktober
2012 di Puskemas Kencong. Dari kegiatan penelitian didapat hasil sebagai
berikut :
4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
4.1.1. Gambaran Puskemas Kencong
Puskemas Kencong terletak di Jalan Kartini No. 149 di wilayah Desa
Wonorejo Kecamatan Kencong. Puskemas Kencong berada di dataran rendah
yang berbatasan dengan Kecamatan Umbulsari (sebelah utara), Kecamatan
Gumukmas (sebelah timur dan selatan) dan Kecamatan Jombang (sebelah
barat).
Puskemas Kencong berdiri di atas tanah seluas 3229 m² dengan luas
bangunan 696 m². Puskemas Kencong memiliki wilayah kerja seluas 41,88
km² serta memiliki 2 desa yaitu Desa Kencong (Desa Kencong dan Desa
Kutoarjo) dan Desa Wonorejo. dan Jumlah penduduk Puskemas Kencong
sekitar 41.737 orang.
4.1.2. Visi, Misi dan Motto Puskemas Kencong
1. Visi Puskemas Kencong
Puskemas Kencong memiliki visi sebagai berikut :
Menjadi unit pelayanan kesehatan berkualitas dan profesional
yang berbasis pada kepuasan pelanggan.
2. Misi Puskemas Kencong
Puskemas Kencong memiliki misi sebagai berikut :
a.
Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan
terjangkau oleh masyarakat.
b.
Memberikan pelayanan kesehatan secara profesional dan
bertanggung jawab.
52
53
c.
Meningkatkan sumber daya dan sumber daya manusia yang
berkesinambungan.
d.
Menciptakan lingkungan kerja yang kondusif.
3. Motto Puskemas Kencong
Berikut ini adalah Motto dari Puskemas Kencong :
Kami Sigap, Pasien mantap. Kami Siaga, Pasien Terjaga.
4.1.3 Pelayanan Medis secara Umum di Puskemas Kencong
Puskemas Kencong menerapkan sistem pelayanan manajemen
mutu ISO 9001 : 2008 dengan kebijakan mutu sebagai berikut :
a.
Berperan aktif dan konsisten dalam menerapkan sistem manajemen
mutu ISO 9001 : 2008.
b.
Meningkatkan
mutu
pelayanan
kesehatan
secara
berkesinambungan.
c.
Memberikan layanan kesehatan secara efektif dan efisien.
d.
Mengutamakan kepuasan pelanggan dan profesionalisme kerja.
e.
Berperan aktif dan konsisten dalam memenuhi persyaratan
perundang-undangan yang berlaku.
Puskemas Kencong memiliki 2 jenis jasa pelayanan medis yang
meliputi :
1. Jasa pelayanan medis perorangan antara lain loket, BP umum,
kamar obat, UGD, KIA / KB / imunisasi, BP gigi, laboratorium,
rawat inap, kamar bersalin dan pojok gizi
2. Jasa pelayanan medis kesehatan masyarakat antara lain usaha
kesehatan sekolah, usaha kesehatan jiwa, usaha kesehatan
lingkungan dan promosi kesehatan
4.1.4 Jumlah Tenaga Medis dan Nonmedis di Puskemas Kencong
Berikut ini jumlah tenaga medis dan nonmedis yang berada di
Puskemas Kencong baik tenaga PNS, PTT, Honorer dan Pegawai
Kontrak :
54
1. Pegawai Negeri Sipil (PNS)
a. Dokter Umum
: 2 orang
b. Dokter Gigi
: 1 orang
c. Perawat
: 6 orang
d. Bidan
: 6 orang
e. Gizi
: 1 orang
f. Analis
: 1 orang
g. Sanitarian
: 1 orang
h. Sopir
: 1 orang
i. Tenaga Umum
: 14 orang
2. Pegawai Tidak Tetap (PTT)
a. Perawat
: - orang
b. Bidan
: 2 orang
3. Pegawai Honorer
a. Perawat
: 11 orang
b. Bidan
: 17 orang
c. Tenaga Umum
: 10 orang
d. Petugas Kebersihan
: 5 orang
e. Ass. Apoteker
: 1 orang
4. Pegawai Kontrak
a. SatPol PP
: 1 orang
4.1.5 Prosedur Pelayanan Medis di Kamar Bersalin Puskemas Kencong
Prosedur ini digunakan sebagai acuan dalam pelayanan rawat inap
di kamar bersalin mulai dari pasien datang, perawatan sampai dengan
pasien pulang dari kamar bersalin Puskemas Kencong termasuk
pelayanan perawatan bayi normal dan layanan rujukan.
a. Penerimaan Pasien
Menerima pendaftaran pasien dari UGD atau dari unit pelayanan
KIA kemudian mempersilahkan pasien ke kamar bersalin.
55
b. Pemeriksaan
Bidan melakukan anamnese kepada pasien, melakukan pemeriksaan
fisik, melakukan pencatatan hasil pemeriksaan dan melakukan
pemeriksaan laboratorium.
c. Menegakkan diagnosa dan menentukan rencana tindakan
Bidan menentukan apa pasien sudah inpartu apa belum, menentukan
diagnose serta rencana tindakan dan konsultasi dokter atau merujuk
pasien ke rumah sakit bila ditemukan penyulit
d. Observasi
e. Tindakan dan terapi
f. Perawatan
g. Rujukan eksternal
h. Pemulangan pasien
i. Pembayaran
j. Pencatatan dan pelaporan
k. Rekaman mutu
l. Dokumen terkait
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1 Identifikasi Pelaksana Rujukan
Menurut Sugiyono (2008:67) menyebutkan bahwa karakteristik informan
utama merupakan salah satu penentu perilaku seseorang. Faktor karakteristik
meliputi usia informan, lama bekerja, pendidikan, pengetahuan informan tentang
sistem rujukan yang berhubungan dengan proses pelaksanaan sistem rujukan
berjenjang kasus kegawatdaruratan kebidanan dan neonatal pada program
Jampersal di Puskemas Kencong tahun 2012.
Informan dalam penelitian ini antara lain:
a.
Karakteristik Informan Kunci
Informan kunci dalam penelitian ini adalah kepala Seksi Kesehatan
Rujukan Dinas Kesehatan Kabupaten Jember dengan pendidikan terakhir adalah
S2. Lama bekerja infroman kunci yaitu 22 tahun. Informan kunci dalam penelitian
56
ini menjadi penanggung jawab seluruh kegiatan yang berhubungan dengan
pemberian layanan kesehatan rujukan yang berada di wilayah kabupaten Jember.
b. Karakteristik Informan Utama:
Informan utama dalam ini adalah 6 orang bidan, 1 perawat, 1 dokter umum
dalam hal ini sebagai pengambil keputusan dalam merujuk ibu dan bayi serta
penentu
tempat
rujukan.
Berdasarkan
wawancara
mendalam,
diperoleh
karakteristik informan utama sebagai berikut:
1) SS
SS berusia 56 tahun dengan pendidikan terakhir adalah D3 kebidanan dan PNS
masa kerja 36 tahun, peran dan tanggung jawab di Puskemas Kencong sebagai
kepala poli KIA/Kesehatan Ibu Dan Anak
2) YA
YA berusia 40 tahun dengan pendidikan D3 kebidanan dan PNS masa kerja 20
tahun, peran dan tanggung jawab di Puskemas Kencong sebagai bidan
koordinator
3) LLk
LLK berusia 45 tahun dengan pendidikan D3 kebidanan dan PNS masa kerja
25 tahun, peran dan tanggung jawab di Puskemas Kencong sebagai kepala poli
MTBS/Manajemen Terpadu Balita Sakit
4) JM
JM berusia 38 tahun dengan pendidikan program bidan (bidan B) dan PNS
masa kerja 16 tahun, peran dan tanggung jawab di Puskemas Kencong sebagai
koordinator imunisasi.
5) YKL
YKL berusia 41 tahun dengan pendidikan D3 kebidanan dan PNS masa kerja
21 tahun. Peran dan tanggung jawab sebagai bidan kepala kamar bersalin di
Puskemas Kencong dan sebagai bagian dari tim PONED.
57
6) NN
NN berusia 34 tahun dengan pendidikan D3 keperawatan dan PNS masa kerja
14 tahun. Peran dan tanggung jawab sebagai kepala ruangan rawat inap di
Puskemas Kencong dan termasuk bagian dari tim PONED.
7) YN
YN berusia 39 tahun beliau dengan pendidikan dokter umum dan PNS masa
kerja 14 tahun. Peran dan tanggung jawab sebagai dokter ke dua di Puskemas
Kencong dan beliau juga termasuk bagian dari tim PONED.
8) YY
YY berusia 30 tahun beliau dengan pendidikan D3 kebidanan dan PNS masa
kerja 8 tahun. Peran dan tanggung sebagai pemegang wilayah Desa Wonorejo
yang merupakan wilayah kerja Puskemas Kencong.
c.
Karakteristik Informan Tambahan :
Informan tambahan yang di gunakan dalam penelitian ini, yakni antara lain
individu yang memiliki hubungan dengan bidan pelaksana rujukan dan sebagai
pelaksana di tempat rujukan yang diberikan pelimpahan pasien dengan
kegawatdaruratan kebidanan dan neonatal:
1)
SA
SA berusia 41 tahun dengan pendidikan terakhir D4 kebidanan. Sebagai
kepala ruang kamar bersalin Rumah sakit PONEK dr Soebandi dengan masa
kerja 25 tahun.
2)
IN
IN berusia 45 tahun dengan pendidikan terakhir D3 kebidanan. Sebagai
kepala ruangan kamar bersalin Rumah sakit Kelas C Balung dengan masa
kerja tahun 19 tahun
Identifikasi karakteristik pelaksana rujukan yang meliputi umur, masa
kerja, pendidikan, pengetahuan dan ketersediaan SDM tim PONED Puskemas
Kencong, ketersediaan SDM di Rumah Sakit tempat rujukan seperti yang
dijelaskan sebagai berikut:
58
a.
Umur atau usia informan
Hasil penelitian menyebutkan bahwa delapan informasi utama,informan
tambahan dan informan kunci termasuk dalam usia 34 – 56 tahun. Keseluruhan
usia informan utama menggambarkan bahwa usia bidan, perawat dokter yang
telah senior dan matang. Dengan usia yang dimiliki tersebut menunjukkan bahwa
informan utama memiliki kematangan berfikir dan bertindak yang semakin baik
yang digunakan dikarenakan bertambahnya pengalaman dan wawasan yang
dimiliki tentang sistem rujukan berjenjang. Oleh karena itu, berdasarkan hasil
penelitian tersebut dapat dikatakan bahwa umur seseorang memiliki pengaruh
atau hubungan yang kuat terhadap tingkat pengetahuan atau wawasan, dan tingkat
kematangan berfikir dalam bersikap maupun bertindak.
b.
Lama Kerja
Berdasarkan hasil penelitian, lama kerja informan rata-rata di atas 10 tahun.
Hal itu menunjukkan bahwa pengabdian dan pengalaman informan terhadap
pelaksanaan sistem rujukan berjenjang sudah memiliki tingkat pemahaman yang
tinggi. Oleh karena itu, lama kerja informan memberikan pengalaman informan
tentang penanganan pasien yang akan dirujuk ke rumah sakit Kelas C balung dan
RS PONEK dr Soebandi untuk mendapatkan pelayanan yang maksimal.
c.
Pendidikan
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar latar
belakang pendidikan yang dimiliki oleh informan utama adalah pendidikan D3
kebidanan. Informan utama yang berlatarbelakang pendidikan D3 kebidanan
sebanyak 6 orang dan berpendidikan sebagai dokter berjumlah satu orang dan
pendidikan D3 keperawatan satu orang. Hal itu menunjukkan bahwa pendidikan
informan dapat mempengaruhi pengetahuan dan pemahaman seorang pasien
tentang sistem rujukan berjenjang kasus kegawatdaruratan kebidanan dan
neonatal pada program Jampersal di Puskemas Kencong tahun 2012
59
d.
Pengetahuan Pelaksana Rujukan Tentang Sistem Regionalisasi Rujukan
Jember Selatan.
Hal ini dapat dibuktikan melalui kutipan wawancara mendalam dengan
beberapa informan utama berikut ini:
“Biasanya pasien datang yang dirujuk dari wilayah atau datang sendiri
ditangani dulu kemudian dimasukkan ke ruangan neonatal. Kemudian setelah itu
mendapatkan penanganan intensif. Untuk penanganan rujukan di Puskemas
bagian Jember Selatan terlebih dahulu di rujuk di RSUD Balung baru kemudian
dirujuk ke rumah sakit PONEK yaitu RS. Soebandi”.(NN,IU.)
“Sistem rujukan itu ke RSU Balung baru ke RS PONEK” (LLK ,IU. )
“Proses rujukan itu ke RSUD Balung baru kemudian ke rumah sakit
PONEK” (JM,IU. )
“Jember terbagi menjadi tiga wilayah kalau Jember Selatan dirujuk ke RSUD
Balung, Jember wilayah Timur ke Rumah Sakit Kalisat dan Jember bagianTengah
ke RS Patrang. Kalau untuk Jember Selatan untuk kasus kebidananan di rujuk ke
RSUD Balung sedangkan kasus neonatal ke RS PONEK” (YKL,IU. )
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan menjelaskan bahwa sistem
rujukan berjenjang Jember bagian selatan terlebih dahulu di rujuk ke RSD Balung
kemudian di rujuk ke RSUD PONEK. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pengetahuan informan tentang sistem rujukan berdasarkan sistem regionalisasi
yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan telah memahami dan mampu menjelaskan
sistem rujukan dengan sistem regionalisasi yang ada. Berdasarkan kedelapan
informan utama semua memahami sistem rujukan yang berdasarkan sistem
regionalisasi Jember Selatan dari RSD Balung sampai ke rumah sakit PONEK.
e.
Ketersediaan SDM tim PONED Puskemas Kencong dan di RS Rujukan
SDM yang tersedia di Puskemas PONED Kencong meliputi 1 orang dokter,
1 orang bidan dan 1 orang Perawat yang sudah mendapat pelatihan
kegawatdaruratan maternal dan neonatal, karena keterbatasan SDM maka pada
saat penanganan kasus kegawatdaruratan tim PONED tidak semuanya bisa hadir.
Kadang hanya ada bidan dan perawat, atau dokter dan bidan. Hal itu dimaksudkan
60
dapat memaksimalkan pelayanan dalam sistem rujukan yang diberikan untuk
pasien dalam kegawatdaruratan maternal dan neonatal. Hal ini didukung dengan
hasil wawancara dengan beberapa informan:
“Dalam proses rujukan, tim PONED siaga dalam melayani pasien kok”
(JM,IU. )
“ya..siaga di RSUD balung ada dokter, bidan dan perawat yang bersedia
melayani pasien yang telah dirujuk” (IN, IT. )
“Menurut saya, tim PONED siaga kok mau memberikan pelayanan untuk
pasien yang dirujuk”(NN,IU.)
“Ya..siaga tim PONEDnya jadi tidak kwatir pasti terlayani” (LLK,IU. )
“Ya...ada pasien kagawatdaruratan tim PONED siap.Tetapi masalah
kelangkapan kadang-kadang hanya bidan dan perawat atau dokter ama
perawat”(YKL,IU. )
“ya..ada kok bidan, perawat dan dokterrnya” (YY,IU. )
Hasil jawaban informan menyebutkan bahwa di Puskemas PONED Kencong
untuk dokter, perawat dan bidan belum lengkap untuk melayani pasien. Hal ini
didukung dari wawancara berikut:
“Untuk dokter spesialis kandungan dan dokter spesialis anak masih belum
menetap dan masih pinjaman serta ada MUO dari Unair Surabaya sehingga
kurang ada ketersediaan dokter spesialis kandungan dan dokter spesialis
anak”(IN,IT. )
“Ada..dokter spesialis tetapi belum menetap dan senantiasa ada” (Dr YN,IU.)
“ya..tapi kadang-kadang di RSUD Balung tidak ada dokter spesialis
kandungannya”(JM,IU.)
“Kalau di Balung ada tetapi belum siaga 24 jam, jadi di rujuk ke RS
PONEK”(LLK, IU )
61
“Kalau di RSUD Balung dokter spesialis kandungan dan dokter spesialis anak
belum siap 24 jam tetapi kalau di rumah sakit PONEK sudah siap sehingga
penangganan lebih mudah dilakukan di RS PONEK” (YKL,IU. )
Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat dijelaskan di Puskesmas PONED
Kencong sudah ada dokter, bidan dan perawat yang sudah dilatih tetapi tim
PONED ini tidak selalu lengkap jika ada kasus kegawatdaruratan. Kadang kala,
apabila ada kasus kegawatdaruratan maternal hanya ada bidan, perawat atau bidan
dan dokter saja. Sedangkan di RSD Balung sudah siap dokter jaga, bidan dan
perawat yang siaga untuk meyalani pasien kegawatdaruratan maternal. Namun
untuk kasus maternal dan neonatal, tenaga dokter spesialis kandungan dan dokter
spesialis anak tidak siaga, karena dokter spesialis hanya ada pada waktu tertentu
ada dan belum menetap. Keterbatasan ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM)
menghambat pelaksanaan sistem rujukan berjenjang. Dalam hal ini berdasarkan
kedelapan informan menyatakan bahwa pada rumah sakit Kelas C Balung belum
adanya kesiagaan SDM seperti dokter Dokter Spesialis Kebidanan dan Dokter
Spesialis Anak. Hal itu membuat seringkali bidan, perawat, dokter di Puskemas
PONED Kencong melakukan rujukan langsung ke rumah sakit PONEK.
4.2.2 Metode Rujukan Dengan Jenis Klasifikasi Kasus Yang Akan Di Rujuk
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama, sebagian besar
informan mengerti tentang klasifikasi kasus kegawat daruratan yang perlu dirujuk
ke RS Kelas C Balung maupun RS PONEK.
“ya, yang perlu dilakukan rujukan berdasarkan skor Poedji Rochjati
kegawatdaruratan yang segera ditangani” (YKL,IU .)
“ya, skor Poedji Rochjati tinggi, dirujuk”(LLK,IU. )
“sesuai dengan kasus pasien” (NN,IU. )
“yang dirujuk apabila skor Poedji Rochjati’ (YY,IU. )
Hasil wawancara dengan informan menunjukkan kasus kegawat daruratan
yang perlu dirujuk apabila skor Poedji Rochjati tinggi.
62
Selain itu, pembedaan kasus kegawatdaruratan juga penting diketahui oleh
bidan dalam pemberian rujukan baik kasus emergency ataupun kasus elektif.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan menunjukkan bahwa informan
mengetahui tentang klasisfikasi kasus kegawatdaruratan yang diperlukan tindakan
merujuk. Rujukan dalam kondisi optimal dan tepat waktu ke fasilitas
rujukan/fasilitas yang memiliki sarana lebih lengkap, diharapkan mampu
menyelamatkan jiwa para ibu dan bayi baru lahir.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan dijelaskan :
:”Ya..saya mengerti kasus emergency dan elektif. Kalau emergency kan
langsung ditangani sedangkan elektif direncanakan (Dr YN,IU.)
“ya mengerti kasusnya untuk dirujuk. Emergency segera ditangani kalau
elektif direncanakan” (LLK,IU. )
“”ya mengerti, yang dimaksud kasus kegawatdaruratan emergency untuk
segera ditangani karena mengancam keselamatan pasien dan elektif
direncanakan dan tidak mengancam keselamatan jiwa “ (YKL,IU. )
“ya pasti mengerti lah kasus emergency yaitu gawatdarurat dan elektif
yaitu tidak berbahaya” (YA,IU. )
“ya,,tahu kasus kasus emergency dan elektif” (JM,IU. )
“ya saya tahu perbedaan kedua kasus tersebut, kalo emergency harus cepat
ditangani kalau elektif sudah terencana” (NN,IU. )
Hasil wawancara tersebut menunjukkan dalam pemberian rujukan kepada
pasien, bidan harus mampu membedakan jenis kasus kegawatdaruratan yang
bersifat emergency atau elektif. Hal itu sangat penting dilakukan dalam rangka
pemberian rujukan kepada pasien. Pada kasus terencana (elektif), kasus telah
direncanakan jauh hari sebelum jadwal melahirkan dengan mempertimbangkan
keselamatan ibu maupun janin.
Berdasarkan perbedaan kasus yang segera dirujuk, maka bidan juga mampu
menentukan rumah sakit yang menjadi rujukan. Ada perbedaan dalam
menentukan Rumah Sakit tempat rujukan antara kasus kebidanan dan neonatal.
Berdasarkan hasil wawancara menunjukkan bahwa perbedaan tempat rujukan
63
biasnya tergantung kasus yang terjadi pada pasien. Hal itu didukung oleh hasil
wawancara sebagai berikut.
“kalau kasus kebidanan dirujuk ke RSUD Balung tetapi kalau kasus neonatal
dirujuk ke RS PONEK” (YKL, IU.)
“kalau dirujuk ke RSUD Balung untuk kasus kebidanan saja tetapi kalau
neonatal saya rujuk ke RS PONEK karena lebih lengkap” (NN, IU.)
“kalau pasien memilih RS Kelas C di balung karena dekat tetapi kalau kasus
berat ke RS PONEK karena peralatan lebih lengkap”(YY, IU.)
Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa ada perbedaan tempat rujukan
sesuai dengan kasus yang ditangani. Jika ibu bersalin/BBL dirujuk ketempat yang
tidak sesuai maka mereka akan kehilangan kesempatan yang sangat berharga
untuk menangani komplikasi yang dapat mengancam keselamatan jiwa mereka
pada saat ibu melakukan kunjungan antenatal, pelaksana rujukan akan selalu
berupaya dan meminta bekerja sama dengan baik dari suami/keluarga ibu untuk
mendapatkan layanan terbaik dan bermanfaat bagi kesehatan ibu dan bayinya,
termasuk kemungkinan perlunya upaya rujukan.
4.2.3 Waktu Jarak Tempuh Dalam Pelaksanaan Rujukan Menuju Ke Rumah Sakit
Sebagai Fasilitas Rujukan.
.
Berdasarkan hasil wawancara menunjukkan bahwa waktu yang diperlukan
mulai pasien dirujuk sampai ke fasilitas kesehatan tempat rujukan dan pasien
tertangani dengan baik adalah sebagai berikut;
“kalau RSUD Balung memerlukan 20 menit dari Puskemas Kencong dan
pasien dari UGD ke kamar bersalin 15 menit sedangkan RS Patrang
perjalanannya 1 jam dan dari UGD ke kamar bersalin 5 menit karena
letaknya berdekatan” (LLK, IU.)
64
“kalau di Balung 45 menit perjananan sampai pasien berada di kamar
bersalin tetapi kalau RS PONEK dr Soebandi 1 jam perjalanannya dan di
UGD kurang dari 5 menit kemudian di kamar bersalin”( YN, IU.)
Hasil tersebut menggambarkan bahwa waktu yang diperlukan penanganan
pasien di RS kelas C Balung berbeda dengan RS PONEK. Hasil wawancara ada
perbedaan waktu dan alur penanganan pasien di Rumah Sakit Balung dan Rumah
Sakit PONEK menunjukkan bahwa:
“Kalau di rujuk ke RSUD Balung waktunya cepat dan jaraknya lebih dekat,
tetapi masih terbatas fasilitas, kalau RS PONEK agak jauh tetapi langsung
penanganan pasien dapat di atasi” (YA, IU)
“Kalau RSUD Balung hanya butuh waktu transportasi 20 menit tetapi
kalau RS Soebandi jaraknya jauh tetapi fasilitas lengkap”(YKL, IU. )
“kalau dirujuk ke Balung deket tetapi kadang kadang tidak segera
ditangani, sedangkan kalau RS PONEK jauh tetapi segera ditangani” (NN,
IU.)
“kalau ke RSUD Balung cuman 20 menit tetapi kalau RS PONEK bisa 1,5
jam perjalanan”(YY, IU. )
Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa waktu yang diperlukan
untuk merujuk ke rumah sakit kelas C Balung lebih cepat dibandingkan dengan
rumah sakit PONEK. Akan tetapi karena adanya perbedaan fasilitas meskipun
lebih jauh merujuk ke RS PONEK dilakukan untuk mendapatkan penanganan
langsung kepada pasien. Beberapa hal yang harus diperhatikan dalam merujuk
kasus gawat darurat meliputi stabilisasi penderita, tatacara merujuk dalam
transportasi, penderita harus didampingi oleh tenaga kesehatan yang terlatih dan
surat rujukan. Keterlambatan rujukan ibu bersalin dengan komplikasi dan proses
rujukan yang tidak sesuai dengan tatalaksana rujukan dapat mengakibatkan
kondisi ibu bersalin dan bayinya dalam keadaan yang lebih kritis sewaktu tiba di
rumah sakit rujukan, sehingga penyelamatan ibu dan bayi semakin sulit dilakukan,
Selain hal tersebut keterlambatan proses rujukan seringkali menyebabkan
kematian ibu dan bayinya oleh karena itu penanganan harus mempertimbangkan
waktu yang tepat dan cepat.
65
4.2.4 Proses Pengambilan Keputusan Dalam Pelaksanaan Rujukan Kasus
Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal Pada Program Jampersal
Dalam penentuan RS rujukan ada beberapa faktor yang berkaitan dalam
proses pengambilan keputusan rujukan. Prinsip dalam menentukan tempat rujukan
adalah fasilitas pelayanan yang mempunyai kewenangan dan terdekat termasuk
fasilitas pelayanan swasta dengan tidak mengabaikan kesediaan dan kemampuan
penderita. Pelaksana rujukan dalam menentukan keputusan RS tempat rujukan
kadang mengalami perbedaan dengan apa yang diinginkan oleh pasien dengan
kondisi yang dialaminya. Hal tersebut didukung dengan hasil wawancara:
“ya, kadang-kadang bidan merujuk di RS PONEK Jember, pasien minta
dirujuk ke Lumajang”(NN, IU.)
“berbeda, pasien minta ke Balung sedangkan kondisi mengkhawatirkan
bidan merujuk ke RS PONEK” (YKL, IU.)
“ya..kadang-kadang keinginan pasien berbeda dengan RS yang dirujuk.
Mungkin mengingat waktu dan biaya”(YA, IU. )
“ada bedanya kadang-kadang pasien ingin dirujuk di Balung, tapi bidan
cenderung ke RS PONEK mengingat kasus pasien”(YY, IU. )
Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa dalam proses pengambilan
keputusan sering kali terjadi perbedaan dalam menentukan rumah sakit rujukan.
Hal itu mengingat dalam pengambilan keputusan rujukan, kondisi pasien menjadi
pertimbangan utama sehingga perlu dilakukan pemberian rujukan yang benar.
Selain itu, bidan dalam mendapatkan informasi tempat rujukan layak atau
tidak layak dijadikan tempat rujukan telah berdasarkan informasi dari pihak lain.
Hal ini didukung dengan hasil wawancara sebagai berikut.
“Dapat informasi dari teman-teman bidan yang lain’ (NN, IU. )
“Tempat rujukan diinformasikan teman-teman, jadi kalau RSUD Balung
kurang fasilitas makanya dirujuk di RS PONEK” (YA, IU. )
“Pengalaman merujuk, cerita pasien tentang RS rujukan” (JM, IU. )
66
“Informasi dari teman-teman bidan, kalau di Balung belum lengkap jadi
langsung dirujuk ke RS PONEK” (YKL, IU. )
“informasi dari pasien, teman-teman dan RS sendiri tentang pelayanan
yang diberikan sehingga saya jadikan rujukan”(SS, IU. )
Hasil wawancara tersebut menunjukkan dalam menentukan tempat rujukan
bidan berdasarkan informasi sesama bidan lain, pengalaman rujukan atau dari
cerita pasien yang sudah pernah dirawat di rumah sakit rujukan. Oleh karena itu,
dalam penentuan keputusan diperlukan tempat yang benar-benar mampu
menangani pasien. Ada yang merujuk ke RS kelas C Balung dan ada yang
langung ke RS PONEK dengan pertimbangan kelengkapan fasilitas dan kesiagaan
SDM.
Selain itu, dalam proses penentukan rumah sakit rujukan didasari
pertimbangan informasi tentang pelayanan yang tidak memuaskan pada pasien
dengan Jampersal di Rumah Sakit Balung dan Rumah Sakit PONEK. Hasil
wawancara tentang kepuasan pasien didukung dengan hasil wawancara sebagai
berikut
“ya saya pernah mendengar bahwa ada pasien yang tidak puas dengan
pelayanan RS PONEK. Bahkan ada kasus waktu ibu dan anak dalam
keadaan tidak stabil malah ada yang sampai dirawat selama 2 hari” (YKL,
IU.)
“banyak yang mengeluh di Balung rumit dan kurang cepat ditangani, lain
dengan di RS PONEK cepat ditanganai”(SS, IU.)
“Kalau di Balung cukup puas tetapi kalau di RS PONEK sangat puas”
(JM, IU.)
“dengar kalau di Balung banyak pasien komplain” (JM, IU.)
Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa di rumah sakit Kelas C
Balung seringkali bidan mendapatkan informasi ketidakpuasan pasien terhadap
pelayanan yang di berikan dibandingkan di RS PONEK. Hal itu dikarenakan
ketersediaan SDM terbatas, fasilitas kurang lengkap sehingga sering dirujuk ke
RS PONEK dr Soebandi.
67
Dalam menentukan proses rujukan, bidan mengevaluasi pilihan terkait
dengan tempat rujukan sesuai dengan manfaaat yang diharapkan. Sesuai dengan
hasil wawancara berikut;
“ya..tempat rujukan di evaluasi supaya sesuai dengan yang diharapkan”(J
M, IU)
“ya, dilakukan evaluasi untuk referensi rujukan berikutnya”(SS, IU. )
“Benar, harus ada evaluasi supaya manfaat yang diberikan sesuai dengan
pasien”(YA, IU. )
“ya..dievaluasi” (YY, IU. )
‘Saya selalu mengevaluasi terkait dengan tempat rujukan untuk
keselamatan pasien supaya tidak terjadi kematian” (YKL, IU.)
Berdasarkan hasil wawancara menunjukkan bahwa hasil evaluasi terhadap
tempat rujukan perlu dilakukan agar supaya memperoleh tempat rujukan yang
tepat dan bermanfaat bagi pasien.
Pertimbangan dalam pengambilan keputusan rujukan juga dilihat dari
pelaksana rujukan (bidan, dokter, perawat) yang merasa puas dengan pelayanan
yang diberikan di Rumah Sakit Balung dan Rumah Sakit PONEK. Hal ini
didasarkan pendapat informan mengenai kepuasan terhadap Rumah Sakit Balung
dan Rumah Sakit PONEK
“puas, di Balung cukup puas di RS PONEK sangat puas” (Dr YN, IU. )
“ya puas tetapi kalau di Balung kadang-kadang ada komplain”(JM, IU. )
‘Di RSUD Balung sedikit kurang memuaskan tetapi di RS PONEk lebih
puas” (YKL, IU .)
“di Balung kurang puas tetapi di RS PONEK puas karena fasilitas lengkap
dan dr spesialias ada”(YA, IU. )
“Puas meskipun lebih puas di RS PONEK” (SS, IU.)
“ya puas tetapi lebih memuaskan pelayanan di RS PONEK” (YY, IU. )
68
Hasil
wawancara
tersebut
menunjukkan
pelayanan
untuk
kasus
kegawatdaruratan maternal dan neonatal lebih memuaskan di RS PONEK karena
adanya kesiapan dr. spesialis dan fasilitas selain itu, birokrasi tidak serumit di
RSUD Balung. Akan tetapi kepuasan yang dicapai di Rumah Sakit PONEK
memang sesuai dengan fasilitas yang ada dalam melayani pasien.
Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat dijelaskan pada rumah sakit
Kelas C Balung dokter spesialis belum siaga 24 jam. Oleh karena itu, apabila ada
kasus kegawatdaruratan maternal dan neonatal lebih sering di rujuk ke rumah
sakit PONEK. Hal itu dimaksudkan pasien agar diberikan pelayanan dan
penangan yang lebih cepat. Dalam proses rujukan, harus ada yang memberi
keputusan dalam menentukan tempat rujukan. Hasil penelitian menyebutkan
bahwa pemberian keputusan rujukan dapat dilakukan oleh bidan senior, dokter
dan perawat senior. Hal ini didukung oleh hasil wawancara dengan beberapa
informan:
“yang memutuskan bidan senior” (JM,IU.)
“Bidan piket jaga senior, bidan mengarahkan kepada kepala keluarga
dimana tempat rujukan yang akan dituju”(LLK.IU.)
“Bidan jaga, atau bidan senior yang sudah PNS” (YKL.IU..)
“Bidan jaga, perawat dan dokter jaga yang menangani pasien” (YY.IU.)
“Bidan baik bidan jaga dan perawat yang ada”(YN,IU.)
“Bidan jaga tetapi kemudian diinformasikan kepada kepala keluarga mau
di rujuk di rumah sakit mana” (YY,IU.)
69
4.2.5 Proses pelaksanaan dalam rujukan berjenjang yang dimulai dari tingkat
Puskesmas PONED hingga Rumah Sakit PONEK
Proses dalam pelaksanaan sistem rujukan berjenjang harus dilakukan dengan
SOP dan langkah yang benar. Hasil wawancara menjelaskan proses pelaksanaan
dalam rujukan berjenjang sebagai berikut.
“ya..merujuk pada SOP seperti Baksoku, sebelum dirujuk dilayani dulu sesuai
dengan kasus pasien dengan standar yang benar” (JM, IU. )
“pada pelaksanaan sistem rujukan,kami sesuai dengan standar SOP dan sesuai
dengan ceklist” (YKL, IU )
“ya..sesuai dengan SOP kok”(YY, IU. )
“ya ..harus melayani dulu pasien yang datang sebelum dirujuk”(LLK, IU )
“Kami sudah merujuk sesuai dengan SOP” (SS, IU. )
Hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa informan dalam melakukan
sistem rujukan berjenjang telah sesuai dengan SOP yang diperlukan. Oleh karena
itu, bidan diperlukan pemahaman tentang SOP dalam merujuk pasien antara lain
dengan stabilisasi pasien dulu misalnya bilamana ada pendarahan tidak boleh
langsung dikirim tetapi harus dihentikan dulu pendarahannya. Contohnya jika
pasien shock dilakukan perbaikan keadaan umumnya supaya ada upaya untuk
penyelamatan pasien sehingga adanya pengurangan risiko dari kematian.
4.2.6 Evaluasi Pelaksanaan rujukan Rujukan Berjenjang
Regionalisasi Tempat Rujukan Wilayah Jember Selatan
Berdasarkan
Akibat dari penumpukan jumlah pasien di satu rumah sakit PONEK sejak
adanya program Jampersal di harapkan bagi pelaksana rujukan untuk menerapkan
rujukan berjenjang sesuai dengan regionalisasi rujukan namun pada kenyataannya
belum dilaksanakan dengan baik, pemilihan tempat rujukan yang tidak rasional,
seringnya terjadi keterlambatan dalam merujuk sehingga menyebabkan penderita
meninggal sebelum mendapat penanganan dan tindakan pra rujukan sering
diabaikan. Oleh karena itu, sistem regionalisasi diterapkan untuk mengatasi
permasalahan-permasalahan tersebut.
70
Oleh karena itu, dasar dibuatnya kesepakatan/kebijakan sistem regionalisasi
rujukan menurut informan kunci (LL, IK ) menyatakan bahwa :
“Dasar kesepakatan sistem regionalisasi dibuat di Kabupaten Jember ingin
menindaklanjuti..adanya keluhan dari RS dr Soebandi Jember karena
terjadinya penumpukan jumlah pasien bersalin di era Jampersal akibat dari
banyaknya rujukan dari Puskemas non PONED dan Puskemas PONED di
banding dari RS kelas C.....”
Hasil wawancara informan kunci juga dipertegas dengan jawaban informan
utama:
“ya..sistem regionalisasi yang ada bisa berjalan dengan baik dan penting
dilakukan supaya pasien tidak menumpuk di RS dr Soebandi Jember ”
(JM,IU. )
“bagus, adanya sistem regionalisasi bisa mengurangi penumpukan pasien di
RS dr Soebandi Jember” (YKL, IU. )
“sistem regionalisasi sangat perlu supaya memperlancar sistem rujukan”(YY,
IU. )
Berdasarkan hasil wawancara tersebut menunjukkan bahwa sistem
regionalisasi sistem rujukan dilakukan untuk dapat mengatasi beberapa
permasalahan dan penumpukan pasien di rumah sakit PONEK dr Soebandi
sebagai tempat rujukan. Dengan diterapkannya sistem regionalisasi rujukan
Jember bagian selatan menunjukkan bahwa pelaksana rujukan puskesmas
Kencong sudah melaksanakan sesuai yaitu rujukan ke RSUD kelas C kemudian
baru ke RSUD dr.Sebandi walaupun kadang kala pelaksana rujukan di puskesmas
Kencong masih melaksanakan rujukan langsung ke RSU PONEK. Hal ini
menunjukkan ketidak sesuaian dengan sistem regionalisasi rujukan Jember
selatan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan utama bahwa permasalahan
yang banyak terjadi dalam proses sistem rujukan adalah kurangnya tenaga SDM
di rumah sakit rujukan. Hal itu dikarenakan jumlah dan jenis SDM kesehatan
tertentu, supply berlebihan akan tetapi daya serap terbatas. Seperti yang telah
disampaikan diatas bahwa rumah sakit bukan hanya membutuhkan kuantitas
71
tenaga kesehatan akan tetapi diperlukan juga kualitas yang baik dari tenaga
kesehatan tersebut agar roda pelayanan dapat berjalan dengan baik. Sementara
permasalahan saat ini, walaupun banyak jumlah tenaga kesehatan yang ada,
kualitas atau kompetensi menjadi dipertanyakan sehingga rumah sakit mengalami
kesulitan dalam proses orientasi dan memerlukan pengajaran yang lebih intensif
agar memberikan pelayanan yang terbaik kepada pasien.
Selain itu kekurangan supply (khususnya dokter/dokter spesialis/drg)
sehingga harus merangkap pekerjaan dibeberapa pelayanan kesehatan/RS.
Sulitnya mencari tenaga kesehatan apalagi berdasarkan peraturan saat ini yang
membatasi dokter hanya berpraktek di 3 rumah sakit.
Hasil wawancara dengan informan kunci menjelaskan:
“Selama ini sudah ada perencanaan SDM terutama penempatan dokterdokter spesialis itu di rumah sakit dimana saja dokter spesialis praktek. Dan
sekarang ini akan dibuat aturan bahwa setiap rumah sakit sesuai dengan
undang-undang 2009 harus ada dokter Spesialis. Hal ini bertujuan untuk
pemetaan bagi rumah sakit sehingga dr spesialis tidak menumpuk di salah
satu rumah sakit saja”(LL, IK.)
Hal itu juga dipertegas oleh wawancara dengan informan utama:
“kalau SDMnya bagus maka akan timbul rasa puas bagi pelaksana rujukan
maupun dari pasien yang di rujuk ”(J M, IU)
“penting ditingkatkan sumber daya manusia di rumah sakit PONEK karena
sebagai pusat rujukan dan ketersediaan tenaga ahli”(SS, IU. )
Hal itu menunjukkan bahwa meskipun perencanaan SDM sudah ada dalam
rangka mengotimalkan pemerataan SDM akan dilakukan pembagian dokter
spesialis untuk setiap rumah sakit supaya dapat melayani dengan cepat dan
pelaksanaan sistem regionalisasi optimal. Selain itu, kapasitas SDM diupayakan
terus untuk ditingkatkan lewat pendidikan (formal) atau pelatihan.
Pelaksanaan sistem regionalisasi rujukan perlu dilakukan evaluasi-evaluasi
untuk dapat dijalankan dengan benar. Menurut informna kunci menjelaskan:
72
“Evaluasi sudah kita lakukan bersama-bersama dengan rumah sakit
pemerintah dan swasta dan kita telah melakukannya pada tingkat propinsi
serta dinas kesehatan terkait untuk kebijakan menurukan angka kematian
ibu dan anak”(LL, IK.)
Berdasarkan hasil wawancara menunjukkan bawa selama ini evaluasi
pelaksanaan sistem regionalisasi sudah dilakukan mulai dari tingkat kabupaten
dan tingkat provinsi. Evaluasi tersebut dilakukan untuk menentukan kebijakan
penurunan angka kematian ibu dan anak.
Setelah dilakukan evaluasi ada tindak lanjut yang harus dilakukan oleh
dinas terkait sehubungan dengan pelaksanaan sistem regionalisasi sistem rujukan
berjenjang di Jember Selatan. Menurut informan menyatakan:
“Tindak lanjut sudah dilakukan setelah pertemuan-pertemuan itu, dan sudah
ada kesepakatan akan dibuat forum komunikasi sistem rujukan bukan hanya
nanti dibuat jejaring rujukan bukan hanya regionalisasi tetapi juga jejaring
antara Puskemas dan rumah sakit yang dibagi misalkan rumah sakit
Puskemas wilayah selatan dirujuk dengan rumah sakit Balung sehingga ada
rujukan timbal balik bukan hanya hanya Puskemas yang merujuk tetapi
rumah sakit memberikan informasi dan pembinaan dari rumah sakit sebagai
jejaring sehingga tindakan-tindakan pra rujukan dilakukan dan ada transfer
pengetahuan dari Puskemas selain itu perencanaan-perencanaan tahun 2013
dibuat untuk merencanakan terutama untuk farum komunikasi sistem
rujukan” (LL IK.)
Berdasarkan hasil wawancara menunjukkan bahwa selama ini sudah ada
tindak lanjut antara Puskemas, rumah sakit dan dinas kesehatan terkait dengan
sistem regionalisasi. Adapun hasil pelaksanaan regionalisasi rujukan Jember
selatan berdasarkan laporan PONED tahun 2012 menunjukkan peningkatan
jumlah pasien yang di rujuk ke RSUD kelas C. Hal ini didukung dengan hasil
wawancara dengan informan utama.
73
“Hasil pelaksanaan rujukan dari Puskesmas Kencong sudah sesuai dengan
sistem regionalisasi rujukan dimana selama bulan Januari sampai Oktober
2012 pasien yang dirujuk ke RSUD Kelas C Balung sebanyak 50 orang
sedangkan pasien yang dirujuk ke RSUD PONEK sebanyak 41 orang. Hal
ini sudah menunjukkan adanya penurunan jumlah rujukan ke rumah sakit
PONEK” (YKL, IU)
Perkembangan jumlah pasien yang dirujuk ke RSD Balung sudah
mengalami peningkatan dan selisih sedikit dengan jumlah pasien yang dirujuk ke
RSU PONEK dr Soebandi di bandingkan sebelum di terapkannya regionalisasi
rujukan Jember selatan. Kondisi ini menunjukkan bahwa penerapan rujukan
berjenjang mulai di rasakan manfaatnya bagi pelaksana rujukan di Puskesmas
Kencong.
Implementasi tindak lanjutnya dengan membentuk forum komunikasi
sistem rujukan antara rumah sakit dan Puskemas sehingga dapat memberikan
pelayanan secara optimal. Hal ini bisa terwujud apabila sistem rujukan adalah
sistem yang dikelola secara strategis, proaktif, pragmatif dan koordinatif untuk
menjamin pemerataan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang paripurna
dan komprehensif bagi masyarakat yang membutuhkannya terutama ibu dan bayi
baru lahir, dimanapun mereka bearada dan berasal dari golongan ekonomi
manapun agar dapat dicapai peningkatan derajat kesehatan dan neonatal di
wilayah mereka berada.
4.3 Pembahasan
4.3.1 Karakteristik Pelaksana Rujukan
a. Umur atau usia informan
Usia informan utama merupakan karakteristik informan utama yang
membedakan tingkat pengetahuan kedewasaan informan utama. Usia juga dapat
mempengaruhi tingkat pengetahuan atau wawasan informan utama. Menurut
Hurlock (1998),
semakin dewasa usia seseorang maka tingkat kematangan
berfikir dan bertindaknya semakin baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
74
umur pelaksana rujukan pelaksana ini rata umurnya sudah 35 th sampai 54 th
dimana usia ini merupakan usia yang telah matang baik dalam proses berpikir dan
pengalaman sehingga dalam melaksanakan rujukan yang membutuhkan
pertimbangan yang benar dapat dilakukan oleh pelaksana rujukan nantinya.
b.
Lama Kerja
Menurut Siagian (2008), menyatakan masa kerja (lama bekerja) merupakan
pengalaman individu yang akan menentukan pertumbuhan dalam pekerjaan dan
jabatan. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1984), pengalaman kerja
didefinisikan sebagai suatu kegiatan atau proses yang pernah dialami oleh
seseorang ketika mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Siagian (2008) menyatakan bahwa masa kerja menunjukkan berapa lama
seseorang bekerja pada masing-masing pekerjaan atau jabatan. Kreitner dan
Kinicki (2004) menyatakan bahwa masa kerja yang lama akan cenderung
membuat seorang pegawai lebih merasa betah dalam suatu organisasi, hal ini
disebabkan diantaranya karena telah beradaptasi dengan lingkungannya yang
cukup lama sehingga seorang pegawai akan merasa nyaman dengan pekerjaannya.
Penyebab lain juga dikarenakan adanya kebijakan dari instansi atau perusahaan
mengenai jaminan hidup di hari tua. Lama kerja dapat menggambarkan
pengalaman seorang dalam menguasai bidang tugasnya. Pada umumnya petugas
dengan
pengalaman
kerja
yang
banyak
tidak
memerlukan
bimbingan
dibandingkan dengan petugas yang pengalaman kerjanya sedikit menurut
Ranupendoyo dan Saud (1990). Semakin lama orang bekerja pada suatu
organisasi maka akan semakin berpengalaman orang tersebut sehingga kecakapan
kerjanya semakin baik demikian juga pelaksana rujukan di Puskesmas PONED
Kencong rata-rata lama kerja diatas 10 tahun.
c.
Pendidikan
Tingkat pendidikan informan utama adalah jenjang pendidikan formal
tertinggi yang pernah ditempuh oleh informan utama dan ditunjukkan dengan
bukti ijazah, dimana dengan tingkat pendidikan ini dapat mempengaruhi
75
keputusan dalam pelaksanaan sistem rujukan berjenjang. Berdasarkan UndangUndang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan
digolongkan menjadi tiga kategori: pendidikan tingkat dasar (meliputi: tidak
sekolah, tamat SD/MI/SMP/MTS), pendidikan tingkat menengah (meliputi: tamat
SMA/MA/SMK/MAK)
dan
pendidikan
Diploma/Sarjana/Magister/Spesialis).
tingkat
Menurut
tinggi
Azwar
(meliputi:
(1996),
tamat
pendidikan
merupakan suatu faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang dan pendidikan
dapat mendewasakan seseorang untuk berperilaku baik, sehingga dapat memilih
dan membuat keputusan dengan lebih tepat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pendidikan pelaksana rujukan rata-rata D3 kebidanan, D3 keperawatan dan S1
kedokteran. Adanya jenjang pendidikan yang telah sesuai dengan profesi dan
pekerjaan merupakan dasar kemampuan pelaksana rujukan agar dapat dilakukan
sesuai dengan sistem regionalisasi yang ada.
d.
Pengetahuan Bidan/Perawat Tentang Sistem Regionalisasi Rujukan
Jember
Selatan.
Pengetahuan (knowledge atau ilmu) adalah bagian yang esensial- aksiden
manusia, karena pengetahuan adalah buah dari "berpikir ". Kemajuan manusia
dewasa ini tidak lain karena pengetahuan yang dimilikinya. Pengetahuan adalah
informasi yang dimiliki orang dalam bidang spesifik. Pengetahuan adalah
kompetensi yang kompleks. Semakin tinggi pengetahuan maka informasi
seseorang juga semakin tinggi.
Pengetahuan adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang
terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan
sebagainya). Dengan sendirinya, pada waktu penginderaan sampai menghasilkan
pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi
terhadap objek.
Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indera pendengaran
(telinga), dan indera penglihatan (mata). Pengetahuan seseorang terhadap objek
mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda. Secara garis besarnya
dibagi dalam enam tingkat pengetahuan, yaitu 1) Tahu (know). Tahu diartikan
76
hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah
mengamati sesuatu; 2) Memahami (comprehension). Memahami suatu objek
bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan,
tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek
yang diketahui tersebut; 3) Aplikasi (application). Aplikasi diartikan apabila
orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau
mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain; 4)
Analisis (analysis) adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/atau
memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang
terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui; 5) Sintesis (synthesis)
adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasiformulasi yang telah ada; dan 6) Evaluasi (evaluation) adalah kemampuan
seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek
tertentu.
Pemahaman pelaksana rujukan di Puskesmas PONED Kencong ditunjukkan
dengan bukti adanya penerapan pelaksanaan sistem rujukan berjenjang.
Pemahaman didapatkan dari sosialisasi tentang sistem regionalisasi rujukan di
Kabupaten Jember.
e. Ketersediaan SDM tim PONED Puskemas Kencong dan di RS Rujukan
Keterbatasan ketersediaan Sumber Daya Manusia (SDM) menghambat
pelaksanaan sistem rujukan berjenjang. Dalam hal ini berdasarkan kedelapan
informan menyatakan bahwa pada rumah sakit Kelas C Balung belum adanya
kesiagaan SDM seperti dokter Dokter Spesialis Kebidanan dan Dokter Spesialis
Anak. Hal itu membuat seringkali bidan, perawat, dokter di Puskemas PONED
Kencong melakukan rujukan langsung ke rumah sakit PONEK.
Ketersediaan SDM sangat diperlukan dalam pelaksanaan rujukan. SDM
yang tersedia di Puskemas PONED Kencong meliputi 1 orang dokter, 1 orang
bidan dan 1 orang Perawat yang sudah mendapat pelatihan kegawatdaruratan
maternal dan neonatal, karena keterbatasan SDM maka pada saat penanganan
kasus kegawatdaruratan tim PONED tidak semuanya bisa hadir. Kadang hanya
77
ada bidan dan perawat, atau dokter dan bidan. Seharusnya SDM sangat diperlukan
kelengkapan untuk melakukan kegawatdarutan maternal dan neonatal untuk itu
tim PONED harusnya memiliki lokasi tempat tinggal yang dekat dengan
Puskesmas PONED.
f.Metode Rujukan Dengan Jenis Klasifikasi Kasus Yang Akan Di Rujuk
Salah satu kelemahan pelayanan kesehatan adalah pelaksanaan rujukan
yang kurang cepat dan tepat. Rujukan bukan suatu kekurangan, melainkan suatu
tanggung jawab yang tinggi dan mendahulukan kebutuhan masyarakat. Kita
ketahui bersama bahwa tingginya kematian ibu dan bayi merupakan masalah
kesehatan yang dihadapi oleh bangsa kita. Pada bab 1 pendahuluan, telah dibahas
mengenai masalah 3T (tiga terlambat) yang melatarbelakangi tingginya kematian
ibu dan anak, terutama terlambat mencapai fasilitas pelayanan kesehatan.
Dengan adanya sistem rujukan, diharapkan dapat meningkatkan pelayanan
kesehatan yang lebih bermutu karena tindakan rujukan ditunjukan pada kasus
yang tergolong berisiko tinggi. Oleh karena itu, kelancaran rujukan dapat menjadi
faktor yang menentukan untuk menurunkan angka kematian ibu dan perinatal,
terutama dalam mengatasi keterlambatan.
Bidan sebagai tenaga kesehatan harus memiliki kesiapan untuk merujuk
ibu atau bayi ke fasilitas kesehatan rujukan secara optimal dan tepat waktu jika
menghadapi penyulit. Jika bidan lemah atau lalai dalam melakukannya, akan
berakibat fatal bagi keselamatan ibu dan bayi. Oleh karena itu untuk kasus
tertentu dalam penanganan kasus kegawatdaruratan diperlukan rujukan ke RS
dengan jenjang tingkat yang lebih tinggi.
Pelayanan Obstetri Neonatus Emergenci Dasar (PONED) dilakukan di
Puskemas induk dengan pengawasan dokter. Petugas kesehatan yang ada di
Puskemas PONED adalah (dokter, bidan, perawat) tim PONED Puskemas yang
sudah terlatih. Pelayanan Obstetri Neonatus Emergenci Komprehensif (PONEK)
merupakan pelayanan yang dilakukan di rumah sakit yang mempunyai fasilitas
yang memadai. Puskemas PONED dan RS PONEK diadakan bertujuan sebagai
upaya menurunkan AKI dan AKB. Untuk menghindari rujukan dengan jarak
78
tempuh yang lebih dari 2 jam dan untuk memutuskan mata rantai rujukan agar
lebih dekat maka di terapkannya sistem regionalisasi tempat rujukan.
Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Dasar dapat dilayani oleh
Puskemas yang mempunyai fasilitas atau kemampuan untuk penanganan
kegawatdaruratan obstetri dan neonatal dasar. Puskemas PONED merupakan
Puskemas yang siap 24 jam, sebagai rujukan antara kasus-kasus rujukan dari
Polindes dan Puskemas. Puskemas PONED disiapkan untuk melakukan
pertolongan pertama gawat darurat obstetri dan neonatal (PPGDON).
Pelayanan Obstetri Neonatal Emergensi Komprehensif dilaksanakan di
rumah sakit dengan kemampuan untuk memberikan pelayanan 24 jam. Kesiapan
sarana rumah sakit meliputi ruang kebidanan dengan fasilitas gawat darurat untuk
memberikan pelayanan terhadap kasus kegawatdaruratan obstetri dan neonatal,
Misalnya neonatal risiko tinggi, pelayanan transfusi darah, tindakan operasi
seksio sesaria. Rumah sakit PONEK menerima rujukan dari Puskemas PONED
apabila terdapat kasus kegawatdaruratan obstetri dan neonatal yang tidak bisa
ditangani di rumah sakit Kelas C.
Pengenalan adanya risiko tinggi ibu hamil dilakukan melalui skrining atau
deteksi dini adanya faktor risiko secara proaktif pada semua ibu hamil, sedini
mungkin pada awal kehamilan oleh petugas kesehatan atau non kesehatan yang
terlatih di masyarakat, misalnya ibu-ibu PKK, Kader Karang Taruna, ibu hamil
sendiri, suami atau keluarga. Kegiatan skrining antenatal, melalui kunjungan
rumah merupakan langkah awal dari pemeliharaan kesehatan ibu hamil dan
termasuk salah satu upaya antisipasi untuk mencegah terjadinya kematian ibu.
Dalam pemberian rujukan terhadap pasien kegawatdaruratan, bidan harus
mengerti tentang klasifikasi jenis kasus kegawatdaruratan kebidanan yang perlu
dilakukan tindakan rujukan. Sangat sulit untuk menduga kapan penyulit akan
terjadi sehingga kesiapan untuk merujuk ibu dan atau bayinya kefasilitas
kesehatan rujukan secara optimal dan tepat waktu (jika penyulit terjadi) menjadi
saran bagi keberhasilan upaya penyelamatan, setiap penolong persalinan harus
mengetahui lokasi fasilitas rujukan yang mampu untuk menatalaksanaan kasus
gawat darurat obstetri dan bayi baru lahir seperti :
79
a.
Persalinan dengan tindakan bedah saesar
b.
Transfusi darah
c.
Persalinan menggunakan ekstraksi vakum / cunam
d.
Pemberian anti biotik intravena
e.
Resusitasi BBL /Bayi Baru Lahir dan asuhan lanjutan BBL
Beberapa keadaan yang menjadi pertimbangan untuk kasus secara elektif,
antara lain :
1.
Janin dengan presentasi bokong : Dilakukan kasus pada janin presentasi
bokong pada kehamilan pertama, kecurigaan janin cukup besar sehingga
dapat terjadi kemacetan persalinan (Feto Pelpic Disproportion), janin
dengan kepala menengadah (Defleksi), janin dengan lilitan tali pusat, atau
janin dengan presentasi kaki.
2.
Kehamilan kembar : Pada kehamilan kembar dilihat presentasi terbawah
janin apakah kepala, bokong, atau melintang. Masih mungkin dilakukan
persalinan pervaginam jika persentasi kedua janin adalah kepala-kepala.
Namun,
dipikirkan
untuk
melakukan
caesar
pada
kasus
janin
pertama/terbawah selain presentasi kepala. pada USG juga dilihat apakah
masing-masing janin memiliki kantong ketuban sendiri-sendiri yang
terpisah, atau keduanya hanya memiliki satu kantong ketuban. Pada kasus
kehamilan kembar dengan janin hanya memiliki satu kantong ketuban,
resiko untuk saling mengait/menyangkut satu sama lain terjadi lebih tinggi,
sehingga perlu dilakukan caesar terencana. Pada kehamilan pasien dengan
jumlah janin lebih dari dua (misal 3 atau lebih), disarankan untuk
melakukan kasus terencana.
3.
Plasenta previa : artinya plasenta terletak dibawah dan menutupi mulut
rahim. Karena sebelum lahir janin mendapat suplai makanan dan oksigen,
maka tidak mungkin plasenta sebagai media penyuplai lahir/ lepas terlebih
dulu dari janin karena dapat mengakibatkan kematian janin. Plasenta terdiri
dari banyak pembuluh darah, lokasi plasenta yang menutupi jalan lahir,
sangat rawan dengan terjadinya pendarahan. Apabila terjadi kontraksi pada
rahim, maka sebagian plasenta yang kaya pembuluh darah ini akan terlepas
80
dan menimbulkan pendarahan hebat yang dapat mengancam nyawa janin
dan ibu.
4.
Kondisi medis ibu : preeklamsia, kencing manis (diabetes militus), herpes,
penderita HIV/AIDS, penyakit jantung, penyakit paru kronik, atau tumor
rahim (mioma) yang ukurannya besar atau menutupi jalan lahir, kista yang
menghalangi turunnya janin, serta berbagai keadaan lain merupakan hal-hal
yang menyebabkan kasus lebih diutamakan.
5.
Masalah pada janin : Misalnya pada janin dengan oligohidramnion (cairan
ketuban sedikit) atau janin dengan gangguan perkembangan.
Sedangkan pada kasus emergency antara lain:
a.
Persalinan macet
Keadaan ini dapat terjadi pada fase pertama (fase dilatasi) atau fase kedua
(ketika pasien mengejan). Jika persalinan macet pada fase pertama, dokter
akan memberi obat yang disebut oksitosin untuk menguatkan kontraksi otototot rahim. Dengan demikian mulut rahim dapat membuka. Ada teknik lain,
yaitu memecahkan selaput ketuban atau memberikan cairaan infus intravena
jika pasien kekurangan cairan/dehidrasi. Jika cara-cara itu tidak berhasil,
maka operasi caesar akan dilakukan.
Jika persalinan macet pada fase
kedua, dokter harus segera memutuskan apakah persalinan dibantu dengan
vakum atau forsep atau perlu segera dilakukan operasi caesar. Hal yang
menjadi pertimbangan untuk melanjutkan persalinan pervaginam dengan
alat (berbantu) atau operasi caesar, tergantung pada penurunan kepala janin
didasar panggul, keadaan panggul ibu, dan ada tidaknya kegawatan pada
janin. Persalinan macet merupakan penyebab tersering operasi caesar.
Beberapa alasan yang dijadikan pertimbangan ialah kontraksi tidak lagi
efektif, janin terlalu besar semantara jalan lahir ibu sempit, dan posisi kepala
janin yang tadak memungkinkan dilakukan penarikan dengan vakum
maupun forsep.
b.
Stres pada janin
Ketika janin stres, dia akan kekurangan oksigen. Pada pemeriksaan klinik
tanpak bahwa denyut jantung janin menurun. Secara normal, selama terjadi
81
kontraksi denyut jantung janin menurun sedikit, namun akan kembali ke
prekuensi asalnya, jika :
a) Prolaps tali pusat: jika tali pusat keluar melalui mulut rahim, dia bisa
terjepit, sehingga suplai darah dan oksigen kejanin berkurang. Keadaan
ini berbahaya jika janin dilahirkan secara normal lewat pervaginam
sehingga memerlukan tindakan operasi caesar segara.
b) Perdarahan: Jika pasien mengalami perdarahan yang banyak akibat
plasenta terlepas dari rahim, atau karena alasan lain, maka harus
dilakukan histerektomi.
c) Stres janin berat : Jika denyut jantung janin menurun sampai 120x per
menit atau lebih dari 160x per menit, maka harus segera dilakukan
operasi caesar. Normalnya denyut jantung janin adalah 120 sd 160x per
menit.
4.3.3Waktu Jarak Tempuh Dalam Pelaksanaan Rujukan Menuju Ke Rumah Sakit
Sebagai Fasilitas Rujukan
Tujuan sistem rujukan adalah agar pasien mendapatkan pertolongan pada
fasilitas pelayanan kesehatan yang lebih mampu sehingga jiwanya dapat
terselamatkan, dengan demikian dapat menurunkan AKI dan AKB. Tujuan dari
ditentukan
tempat
rujukan
supaya
pasien
lebih
cepat
mendapatkan
penanganannya. Oleh karena itu, dalam menentukan tempat rujukan perlu
diperhatikan jarak tempuh dan waktu penanganan di RS tempat pasien dirujuk.
Oleh karena itu, dalam penanganan pasien ada waktu yang diperlukan mulai
pasien datang di RS sampai pasien tertangani.
Waktu dan jarak tempuh untuk rujukan ke RSUD Balung lebih dekat 30
menit, hanya saja birokrasinya lebih lama dibanding RSUD PONEK. Untuk jarak
tempuh ke RSUD PONEK lebih jauh dan lebih dari 1 jam tapi birokrasinya
mudah.
82
4.3.4 Proses Pengambilan Keputusan Dalam Pelaksanaan Rujukan Kasus
Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal Pada Program Jampersal
Rujukan dalam pelayanan kebidanan merupakan kegiatan pengiriman
orang sakit dari unit kesehatan yang kurang lengkap ke unit yang lebih lengkap
berupa rujukan kasus patologis pada kehamilan, persalinan dan nifas masuk
didalamnya, pengiriman kasus masalah reproduksi lainnya seperti kasus
ginekologi atau kontrasepsi yang memerlukan penanganan spesialis. Termasuk
juga didalamnya pengiriman bahan laboratorium. Jika penderita telah sembuh dan
hasil laboratorium telah selesai, kembalikan dan kirimkan ke unit semula, jika
perlu disertai dengan keterangan yang lengkap (surat balasan).
Rujukan informasi medis membahas secara lengkap data-data medis
penderita yang dikirim dan advis rehabilitas kepada unit yang mengirim.
Kemudian Bidan menjalin kerja sama dalam sistem pelaporan data-data parameter
pelayanan kebidanan, terutama mengenai kematian maternal dan perinatal. Hal
ini sangat berguna untuk memperoleh angka-angka secara regional dan nasional
pemantauan perkembangan maupun penelitian.
Tindakan pengambilan keputusan merujuk dimbil bersama keluarga dan
penolong melibatkan banyak faktor dan saling berpengaruh secara dinamis
sehingga membentuk suatu pola keputusan tertentu. Selain itu, tindakan tersebut
juga melibatkan beberapa tahapan atau fase dan masing-masing fase dipengaruhi
oleh beberapa faktor. Setiap fase saling terkait dan begitu pula terhadap faktor
yang terdapat dalam masing-masing fase, saling mempengaruhi sehingga akan
mendukung atau menghambat pengambilan keputusan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi pola pengambilan keputusan keluarga dan penolong dalam
merujuk ibu bersalin ke rumah sakit adalah faktor predisposisi, faktor penguat,
faktor pemungkin dan lingkungan. Faktor predisposisi merupakan usia,
pendidikan, pengetahuan, kepercayaan, nilai/norma, sikap, persepsi, dan riwayat
kehamilan sebelumnya. Faktor penguat adalah perilaku orang lain yang
berpengaruh seperti keluarga, teman sebaya, tokoh masyarakat, dan provider
kesehatan. Faktor pemungkin meliputi kondisi geografis, jarak ke rumah sakit,
biaya, fasilitas dan transportasi, kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan,
83
ketersediaan alat, obat, bahan habis pakai, dan transfusi darah. Faktor lingkungan
merupakan adat istiadat atau budaya yang mendukung atau menghambat
terjadinya proses pengambilan keputusan merujuk ibu bersalin. Identifikasi dari
faktor predisposisi, penguat dan pemungkin akan mendorong disusunnya program
promosi kesehatan yang relevan dan aplikatif dalam mengatasi kasus kegawat
daruratan. Informasi mengenai tempat rujukan yang didasari oleh faktor lain
terhadap pengambilan keputusan merujuk untuk memberikan penanganan yang
tepat dan cepat kepada pasien.
4.3.5 Proses pelaksanaan dalam rujukan berjenjang yang dimulai dari
tingkat Puskesmas PONED hingga Rumah Sakit PONEK
Sistem rujukan pelayanan kegawatdaruratan maternal dan neonatal mengacu
pada prinsip utama kecepatan dan ketepatan tindakan, efisien, efektif, sesuai
dengan kemampuan dan kewenangan bidan serta fasilitas pelayanan. Setiap kasus
dengan kegawatdaruratan maternal dan neonatal yang datang ke Puskemas
PONED (Penanggulangan Obstetri Neonatal Esensial Dasar), harus langsung
dikelola sesuai dengan prosedur tetap buku acuan nasional pelayanan kesehatan
maternal dan neonatal. Setelah dilakukan stabilisasi kondisi pasien (pemberian
obat-obatan, pemasangan infus dan pemberian oksigen), kemudian ditentukan
apakah pasien akan dikelola di tingkat Puskemas PONED atau dirujuk ke rumah
sakit PONEK (Pelayanan Obstetri Neonatal Emergency Komprehensif), untuk
mendapatkan pelayanan yang lebih sesuai dengan kegawatdaruratannya dalam
upaya penyelamatan jiwa ibu dan anak.
Pemahaman SOP dalam sistem rujukan mengikuti alur sistem rujukan
sebagai berikut.
1.
Menentukan kegawatdaruratan penderita
a) Pada tingkat kader atau dukun bayi terlatih ditemukan penderita yang
tidak dapat ditangani sendiri oleh keluarga atau kader/dukun bayi, maka
segera dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan yang terdekat, oleh
karena itu mereka belum tentu dapat menerapkan ke tingkat
kegawatdaruratan.
84
b) Pada tingkat bidan desa, Puskemas pembantu dan Puskemas. Tenaga
kesehatan yang ada pada fasilitas pelayanan kesehatan tersebut harus
dapat menentukan tingkat kegawatdaruratan kasus yang ditemui, sesuai
dengan wewenang dan tanggung jawabnya, mereka harus menentukan
kasus mana yang boleh ditangani sendiri dan kasus mana yang harus
dirujuk.
2. Menentukan tempat rujukan
Prinsip dalam menentukan tempat rujukan adalah fasilitas pelayanan yang
mempunyai kewenangan dan terdekat termasuk fasilitas pelayanan swasta
dengan tidak mengabaikan kesediaan dan kemampuan penderita.
3. Memberikan informasi kepada penderita dan keluarga
Kaji ulang rencana rujukan bersama ibu dan keluarga. Jika perlu dirujuk,
siapkan dan sertakan dokumentasi tertulis semua asuhan, perawatan dan hasil
penilaian (termasuk partograf) yang telah dilakukan untuk dibawa ke fasilitas
rujukan. Jika ibu tidak siap dengan rujukan, lakukan konseling terhadap ibu
dan keluarganya tentang rencana tersebut. Bantu mereka membuat rencana
rujukan pada saat awal persalinan.
4. Mengirimkan informasi pada tempat rujukan yang dituju
a)
Memberitahukan bahwa akan ada penderita yang dirujuk.
b)
Meminta petunjuk apa yang perlu dilakukan dalam rangka persiapan dan
selama dalam perjalanan ke tempat rujukan.
c)
Meminta petunjuk dan cara penangan untuk menolong penderita bila
penderita tidak mungkin dikirim.
5. Persiapan penderita (BAKSOKU)
a) B (Bidan)
:
Pastikan bahwa ibu dan bayi baru lahir didampingi oleh penolong
persalinan yang kompeten untuk menatalaksana gawat darurat obstetri
dan BBL untuk dibawa kefasilitas rujukan
b)
A (Alat)
:
Bawa perlengkapan dan bahan-bahan untuk asuhan persalinan, masa
nifas dan BBL (tabung suntik, selang, alat resusitasi, dan lain-lain)
85
bersama ibu ketempat rujukan. Perlengkapan dan bahan-bahan tersebut
mungkin diperlukan jika ibu melahirkan dalam perjalanan menuju ke
fasilitas rujukan.
c)
K (Keluarga)
:
Beri tahu ibu dan keluarga mengenai kondisi terakhir ibu dan bayi dan
mengapa ibu dan bayi perlu dirujuk. Jelaskan pada mereka alas an dan
tujuan merujuk ibu kefasilitas rujukan tersebut. Suami / anggota keluarga
yang lain harus menemani ibu dan BBL hingga kefasilitas rujukan.
d) S (Surat)
:
Berikan surat ketempat rujukan. Surat ini harus memberikan identifikasi
mengenai ibu dan BBL, cantumkan alasan rujukan dan uraikan hasil
penyakit, asuhan / obat-obatan yang diterima ibu dan BBL. Sertakan juga
partograf yang dipakai untuk membuat keputusan klinik
e)
O (Obat)
:
Bawa obat-obatan esensial pada saat mengantar ibu kefasilitas rujukan.
Obat-obatan tersebut mungkin diperlukan selama diperjalanan.
f)
K (Kendaraan)
:
Siapkan kendaraan yang paling memungkinkan untuk merujuk ibu dalam
kondisi cukup nyaman. Selain itu, pastikan kondisi kendaraan cukup baik
untuk mencapai tujuan pada waktu yang tepat.
g) U (Uang)
:
Ingatkan keluarga agar membawa uang dalam jumlah yang cukup untuk
membeli obat-obatan yang diperlukan dan bahan-bahan kesehatan lain
yang diperlukan selama ibu dan bayi baru lahir tinggal difasilitas rujukan.
6. Pengiriman Penderita
7. Tindak lanjut penderita :
a) Untuk penderita yang telah dikembalikan (rawat jalan pasca penanganan)
b) Penderita yang memerlukan tindakan lanjut tapi tidak melapor harus ada
tenaga kesehatan yang melakukan kunjungan rumah
Proses rujukan dimulai setelah dilakukan stabilisasi kondisi pasien, kemudian
ditentukan apakah pasien akan dikelola di tingkat Puskemas PONED atau
86
dilakukan rujukan ke Rumah Sakit PONEK untuk mendapatkan pelayanan yang
lebih baik sesuai dengan tingkat kegawatdaruratannya. Masyarakat dapat
langsung memanfaatkan semua fasilitas pelayanan kegawatdaruratan obstetri dan
neonatal.
4.3.6 Evaluasi Pelaksanaan Sistem Rujukan Berjenjang Berdasarkan
Regionalisasi Tempat Rujukan Wilayah Jember Selatan
Pelaksanaan sistem rujukan di Indonesia telah diatur dengan bentuk
bertingkat atau berjenjang, yaitu pelayanan kesehatan tingkat pertama, kedua dan
ketiga, di mana dalam pelaksanaannya tidak berdiri sendiri-sendiri namun berada
di suatu sistem dan saling berhubungan. Apabila pelayanan kesehatan primer
tidak dapat melakukan tindakan medis tingkat primer maka ia menyerahkan
tanggung jawab tersebut ke tingkat pelayanan di atasnya, demikian seterusnya.
Apabila seluruh faktor pendukung (pemerintah, teknologi, transportasi) terpenuhi
maka proses ini akan berjalan dengan baik dan masyarakat awam akan segera
tertangani dengan tepat. Sebuah penelitian yang meneliti tentang sistem rujukan
menyatakan bahwa beberapa hal yang dapat menyebabkan kegagalan proses
rujukan yaitu tidak ada keterlibatan pihak tertentu yang seharusnya terkait,
keterbatasan sarana, tidak ada dukungan peraturan yang di tetapkan oleh
pemerintah daerah.
Salah satu bentuk pelaksanaan dan pengembangan upaya kesehatan dalam
Sistem kesehatan Nasional (SKN) adalah rujukan upaya kesehatan. Untuk
mendapatkan mutu pelayanan yang lebih terjamin, berhasil guna (efektif) dan
berdaya guna (efesien), perlu adanya jenjang pembagian tugas diantara unit-unit
pelayanan kesehatan melalui suatu tatanan sistem rujukan. Dalam pengertiannya,
sistem rujukan upaya kesehatan adalah suatu tatanan kesehatan yang
memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab secara timbal balik atas
timbulnya masalah dari suatu kasus atau masalah kesehatan masyarakat, baik
secara vertikal maupun horizontal, kepada yang berwenang dan dilakukan secara
rasional.
87
Evaluasi merupakan cara yang sistematis untuk memperbaiki kegiatankegiatan yang sedang berjalan serta untuk meningkatkan perencanaan yang lebih
baik dengan menyeleksi secara seksama alternatif-alternatif tindakan yang akan
datang Evaluasi rujukan harus dijalankan secara konstruktif dan bukan untuk
membenarkan tindakan-tindakan yang telah lewat atau sekedar mencari
kekurangan semata. Evaluasi sebagai sistem dalam upaya menyelesaikan masalah
kesehatan.
Model regionalisasi sistem rujukan di Jember Selatan dilakukan untuk
memberikan pelayanan Jampersal secara cepat dan tepat. Kebijakan ini
menetapkan alur rujukan pelayanan kesehatan di rumah sakit dengan membagi
wilayah pelayanan menjadi 3 wilayah regionalisasi dimana setiap wilayah
regionalisasi ditetapkan satu rumah sakit sebagai pusat rujukan.
Latar belakang dibentuknya sistem ini karena tidak efektifnya pelayanan
rujukan selama ini. RS PONEK yang menjadi rumah sakit rujukan akhir justru
menjadi terminal pertama kasus-kasus JAMPERSAL dari seluruh kabupaten
Jember sehingga sering kali terjadi penumpukan pasien pada satu RS PONEK.
Kondisi ini menjadi tidak efisien terutama dalam pelayanan kesehatan maternal
dan neonatal. Padahal bila sistem ini berjalan efektif, beberapa kasus tersebut
sebenarnya bisa ditangani pada unit pelayanan kesehatan dibawahnya.
Sejalan dengan program pelayanan kesehatan gratis pemerintah, rumah sakit
yang ditetapkan sebagai pusat rujukan regionalisasi telah menjalankan perannya
namun belum optimal sehingga pasien masih mendapatkan pelayanan dengan
waktu yang lama, jarak tempuh yang jauh. Tujuan dibentuknya Regionalisasi
sistem rujukan adalah mengembangkan jenjang sistem rujukan rumah sakit di
Provinsi dan Kabupaten/Kota, meningkatkan jangkauan pelayanan kesehatan
rujukan rumah sakit, meningkatkan pemerataan pelayanan kesehatan rujukan
sampai ke daerah terpencil dan daerah miskin dan mempertahankan dan
meningkatkan mutu pelayanan kesehatan rujukan rumah sakit.
Pelayanan kesehatan rujukan menerapkan pelayanan berjenjang yang
dimulai dari Puskemas, kemudian RS kelas C, selanjutnya RS kelas B dan
akhirnya ke RS kelas A. Pelayanan kesehatan rujukan dapat berupa rujukan rawat
88
jalan dan rawat inap yang diberikan berdasarkan indikasi medis dari dokter
disertai surat rujukan. RS kelas C dapat melakukan rujukan ke RS kelas B antar
atau lintas kabupaten/kota yang dilakukan atas pertimbangan atau kesepakatan
antara rumah sakit dengan pasien atau keluarga pasien.
Selama ini pelaksanaan regionalisasi sistem rujukan di daerah Jember
Selatan belum terlaksanan secara optimal. Hal ini dapat diperhatikan dari
beberapa aspek antara lain:
Sistem regionalisasi di Kabupaten Jember dibentuk dengan berdasarkan
beberapa aspek perundangan antara lain :
a.
UU RI NO.36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, pasal 30 (2) : Tingkatan
Pelayanan Kesehatan
b.
UU RI NO.44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, psl 24 : Klasifikasi RS
c.
Kepmenkes NO. 374/MENKES/SK/V/2009 tentang SKN
d.
Kepmenkes NO.922/MENKES/SK/X/2008 tentang Pembagian Urusan
Pemerintah
e.
Peraturanmenkes NO. 340/MENKES/PER/2010 tentang Klasifikasi RS
Selama ini dalam sistem rujukan berjenjang masih banyak ketidakpatuhan
dan masalah yang terjadi dalam sistem rujukan. Hal ini dapat menyebabkan
beberapa permasalahan antara lain deteksi dini faktor resiko belum dilaksanakan
dengan baik, pemilihan tempat rujukan yang tidak rasional, seringnya terjadi
keterlambatan dalam merujuk sehingga menyebabkan penderita meninggal
sebelum mendapat penanganan dan tindakan pra rujukan sering diabaikan. Oleh
karena itu Dalam pelaksanaan sistem regionalisasi dapat berjalan dengan baik
apabila ada perencanaan ketenagaan SDM dan sarana di tempat rujukan.
Sumber daya manusia merupakan elemen organisasi yang sangat penting
terutama rumah sakit sebagai pelayanan masyarakat. Sumber daya manusia
merupakan pilar utama sekaligus penggerak roda organisasi dalam upaya
mewujudkan visi dan misinya. Karenanya harus dipastikan sumber daya ini
dikelola dengan sebaik mungkin agar mampu memberikan kontribusi secara
optimal. Maka diperlukanlah sebuah pengelolaan secara sistematis dan terencana
agar tujuan yang diinginkan dimasa sekarang dan masa depan bisa tercapai yang
89
sering disebut sebagai manajemen sumber daya manusia. Tujuan manajemen
sumberdaya manusia adalah mengelola atau mengembangkan kompetensi personil
agar mampu merealisasikan misi organisasi dalam rangka mewujudkan visi.
Rumah sakit merupakan fasilitas kesehatan rujukan utama bagi masyarakat
yang ingin memperoleh pelayanan kesehatan baik untuk pengobatan maupun
untuk pemulihan kesehatannya. Sebagai pusat rujukan kesehatan utama, rumah
sakit dituntut mampu memberikan pelayanan yang komprehensif bagi setiap
pasiennya. Pelayanan kesehatan yang komprehensif adalah berbagai bentuk
pelayanan yang diberikan kepada klien oleh suatu tim multi disiplin sesuai
kebutuhan pasien. SDM di rumah sakit menjadi hal penting yang mendukung
berkembangnya rumah sakit dan menjadi tolak ukur penting dalam penilaian
pengembangan mutu pelayanan di Rumah Sakit.
Rumah sakit merupakan organisasi pelayanan jasa yang mempunyai
spesialistik dalam hal SDM, sarana prasarana dan peralatan yang dipakai. Sering
rumah sakit dikatakan sebagai organisasi yang padat modal, padat sumber daya
manusia, padat tehnologi dan ilmu pengetahuan serta padat regulasi. Padat modal
karena rumah sakit memerlukan investasi yang tinggi untuk memenuhi
persyaratan yang ada. Padatnya sumber daya manusia didalam rumah sakit pasti
terdapat berbagai profesi dan jumlah karyawan yang banyak. Padat tehnologi dan
ilmu pengetahuan karena di dalam rumah sakit terdapat peralatan-peralatan
canggih dan mahal serta kebutuhan berbagai disiplin ilmu yang berkembang
dengan cepat. Padat regulasi karena banyak regulasi/peraturan-peraturan yang
mengikat berkenaan dengan syarat-syarat pelaksanaan pelayanan di rumah sakit.
Hasil evaluasi pelaksanaan rujukan berjenjang menunjukkan bahwa sistem
regionalisasi menghasilkan adanya kesesuaian dan ketidaksesuaian pelaksanaan
rujukan
berjenjang
berdasarkan
sistem
regionalisasi.
Hal
ini
bisa
diimplementasikan dengan optimal apabila sistem rujukan tersebut apabila sistem
dapat dikelola secara strategis, proaktif, pragmatif dan koordinatif untuk
menjamin pemerataan pelayanan kesehatan maternal dan neonatal yang paripurna
dan komprehensif bagi masyarakat yang membutuhkannya terutama ibu dan bayi
baru lahir, dimanapun mereka bearada dan berasal dari golongan ekonomi
90
manapun agar dapat dicapai peningkatan derajat kesehatan dan neonatal di
wilayah mereka berada. Sistem rujukan yang suatu sistem jaringan pelayanan
kesehatan yang memungkinkan terjadinya penyerahan tanggung jawab secara
timbal balik atas timbulnya masalah dari suatu kasus atau masalah kesehatan
masayarakat, baik secara vertikal maupun horizontal kepada yang lebih kompeten,
terjangkau dan dilakukan secara rasional. Hal ini terbukti dengan adanya
peningkatan jumlah pasien yang dirujuk ke Rumah Sakit Kelas C Balung
dibandingkan sebelum diterapkannya sistem regionalisasi rujukan di Jember
Bagian Selatan.
.
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkanhasil penelitian maka dapatdisimpulkan hal-hal sebagai berikut.
Sistem rujukan berjenjang berdasarkan sistem regionalisasi tempat rujukan
wilayah Jember selatan kasus kegawatdaruratan kebidanan dan neonatal pada
program Jampersal di Puskesmas Kencong berkaitan dengan beberapa faktor
antara lain:
a.
Identifikasi karakteristik bidan yang meliputi umur, masa kerja, pendidikan,
pengetahuan dan ketersediaan SDM tim PONED Puskesmas Kencong,
ketersediaan SDM di Rumah Sakit tempat rujukan. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa para pelaksana ini rata umurnya sudah 35 th sampai 54
th, masa kerjanya rata-rata diatas 10 th sehingga mempunyai pengalaman
yang cukup, pendidikan pelaksana rujukan rata-rata D3 kebidanan,D3
keperawatan dan S1 kedokteran, pengetahuan tentang pemahaman rujukan
berjenjang berdasarkan regionalisasi rujukan telah dipahami dan ketersediaan
SDM tim PONED Puskesmas Kencong adalah 1 bidan,1 perawat,dan 1
dokter, ketersediaan SDM di Rumah Sakit tempat rujukan untuk di RSUD
Balung ada tetapi untuk kesiagaan dokter spesialis kandungan dan anak
masih kurang di banding di RSU PONEK dimana SDM cukup dan terlihat
kesiagaannya
b.
Metode rujukan disesuikan dengan jenis klasifikasi kasus rujukan yang
berdasarkan skor Poedji Rochjati yang bersifat elektif maupun emergency
c.
Waktu dan jarak tempuh yang diperlukan untuk merujuk ke rumah sakit tipe
C Balung lebih cepat dibandingkan dengan rumah sakit PONEK. Waktu dan
jarak tempuh untuk rujukan ke RSUD Balung lebih dekat 30 menit, hanya
saja birokrasinya lebih lama dibanding RSUD PONEK.Untuk jarak tempuh
ke RSUD PONEK lebih jauh dan lebih dari 1 jam tapi birokrasinya mudah.
91
92
d.
Proses pengambilan keputusan tempat rujukan didasari keinginan pelaksana
rujukan dan keluarga pasien dan mempertimbangkan kegawatdaruratan kasus
yang di tangani.
e.
Proses pelaksanaan dalam rujukan didasarkan pada SOP dan Baksoku
sehingga proses pelaksanaan rujukan berjalan aman tanpa mengakibatkan
risiko kematian maternal maupun neonatal..
f.
Hasil evaluasi pelaksanakan rujukan berjenjang berdasarkan sistem
regionalisasi tempat rujukan wilayah Jember selatan kasus kegawatdaruratan
kebidanan dan neonatal pada program Jampersal di Puskesmas Kencong
sudah sesuai dan ada keberhasilan yang ditunjukkan dengan jumlah pasien
yang dirujuk di rumah sakit Balung sudah terjadi peningkatan dibanding
sebelum diterapkannya sistem regionalisasi.
5.2 Saran
Adapun saran yang dapat diajukan dalam penelitian ini antara lain:
a.
Pengetahuan SDM di Puskesmas PONED perlu ditingkatkan dengan sebuah
pelatihan selain tim PONED untuk penanganan kasus kegawatdaruratan
maternal dan neonatal. Peningkatan fasilitas di Puskesmas PONED dan
penyediaan SDM terutama dr spesialis kebidanan dan anak untuk
melakukan konsultasi sebagai wujud pemantauan dari RS PONEK.
b.
Penyesuaian SDM di rumah sakit tempat rujukan terutama rumah sakit kelas
Clebih ditingkatkan supaya SDM rumah sakit tersedia siaga dalam melayani
masyarakat terutama penyediaan doket spesialis kebidanan dan anak.
c.
Upaya penerapan bagi pelaksanaan rujukan terutama di Puskesmas PONED
Kencong untuk lebih menerapkan rujukan berjenjang berdasarkan sistem
Regionalisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto, Suharsini., 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta
Arikunto, Suharsini, 2009. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta
Budiarto, Eko. 2003. Metodologi Penelitian Kedokteam : Sebuah Penantar.
Jakarta : EGC.
Bungin, Burhan. 2001. Metodologi Penelitian Sosial : Format-Format Kuantitatif
Dan Kualitatif. Surabaya : Airlangga University Press
Crawford, S. 2000. Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran UI
Departemen Kesehatan. 2008. Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Obstertri
Neonatal Emergensi Komprehensif (PONEK) 24 Jam Di Rumah Sakit.
Jakarta : Departemen Kesehatan.
Departemen Kesehatan. Tanpa tahun. Pedoman Pelaksanaan Kemitraan Bidan
Dan Dukun. Jakarta : Departemen Kesehatan
Dinas Kesehatan. 2010.Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur 2009. Surabaya :
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur.
Dinas Kesehatan. 2011.Profil Kesehatan Kabupaten Jember 2010. Jember : Dinas
Kesehatan Kabupaten Jember.
Dinas Kesehatan. 2011.Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur 2010. Surabaya :
Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur.
Dinas Kesehatan. 2012.Profil Kesehatan Kabupaten Jember 2011. Jember : Dinas
Kesehatan Kabupaten Jember.
Djunaidi Lababa. 2008. Evaluasi Program : Sebuah Pengantar. Tersedia dalam
http://evaluasipendidikan.blogspot.com/2008/03/evaluasi-program-sebuahpengantar.html Diunduh 10 Maret 2011.Tague-Sutclife (1996
Echols, John M. dan Hasan Shadily. 2000. Kamus Inggris-Indonesia. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama
Endang, Achadi. 2008. Gizi dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta: PT.
Rajagrafindo. Persada
Gibson, Ivancevich, dan Donnelly.1997. Organisasi (Perilaku, Struktur, dan
Proses) edisi 8 Jilid 2. Jakarta : Binarupa Aksara.
Hurlock, Elizabeth, B.1998. Psikologi Perkembangan. Erlangga, Jakarta, 2006.
Ismani Nila. 2001. Etika Keperawatan. Jakarta. Widya Medika.Ranupendoyo dan
Saud (1990
----------------------------.1984. Kamus Besar Bahasa Indonesia (1984), Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama
Kementerian Kesehatan. 2006.Pedoman Pengembangan Pelayanan Obstetri
Neonatal emergency Dasar (PONED). Jakarta : Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan. 2008.Profil Kesehatan Indonesia 2007. Jakarta :
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan. 2011.Profil Kesehatan Indonesia 2010. Jakarta :
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Kreitner, Robert dan Kinicki, Angelo. 2004. Perilaku Organisasi. Edisi Bahasa
Indonesia Jakarta: PT Gramedia Pustaka.
Mantra, Ida Bagoes. 2004. Filsafat Penelitian dan Metode Penelitian Sosial.
Yogyakarta : Pustaka Pelajar.
Mantra, Ida Bagoes. 2006. Demografi Umum Edisi 2. Yogyakarta : Pustaka
Pelajar.
Moleong. J. 2004. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Muninjaya, A.A. Gde. 2004. Manajemen Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku.
Kedokteran EGC: 220-234
Nazir, Moch..2003, Metode Penelitian, Salemba Empat,Jakarta,
Notoadmodjo, Soekidjo, 2005. Ilmu Kesehatan Masyarakat (Prinsip-Prinsip
Dasar), Rineka Cipta, Jakarta
Notoadmodjo, Soekidjo. 2005. Ilmu Kesehatan Masyarakat (Ilmu dan Seni).
Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Notoadmodjo, Soekidjo. 2007b. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta :
PT. Rineka Cipta.
Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010
tentang Izin dan Penyelenggaran Praktik Bidan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1464/Menkes/Per/X/2010 tentang Izin dan
Penyelenggaran Praktik Bidan.
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
631/MENKES/PER/III/2011Tentang Petunjuk Teknis Jaminan Persalinan.
Peraturan Pemerintah Nomor 21 tahun 1994 tentang penyelenggaraan
pembangunan keluarga sejahtera
Permenkes Nomor 369/Menkes/SK/III/2007 Tentang Standar Profesi Bidan.
Prayitno, 2001. Manula (Manusia Lanjut Usia) Jakarta : Inti Idayu Press
Romdoni. 2011. Tinggi, Angka Kematian Ibu Melahirkan di Jember. [Serial On
line].
http://jurnalbesuki.com/index.php?option=com_content&task=view&id=95
44&Itemid=48. Disitasi tanggal 17 April 2012.
Sedarmayanti dan Hidayat. 2002. Metodologi Penelitian. Bandung : CV Mandar
Maju.
Siagian, Sondang. 2008. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi
Aksara
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung :
Alfabeta.
Supriyanto, S. 2003. Hand OutPerencanaan Strategik. Surabaya: Universitas
Airlangga
Sutriyanto, Eko. 2012. Gizi Buruk Saat Hamil Pengaruhi Tumbuh Kembang
Janin. [Serial On line]. http://www.tribunnews.com/2012/01/18/gizi-buruksaat-hamil-pengaruhi-tumbuh-kembang-janin. Disitasi tanggal 17 April
2012.
Suyanto, Bagong. 2005. Metode Penelitian Sosial : Berbagai Alternatif
Pendekatan. Jakarta : Kencana.
Syafruddin, 2009. Ilmu Kesehatan Masyarakat Untuk Mahasiswa Kebidanan,
TransInfomedia Jakarta
Syamsi, Ibnu. 2000. Pengambilan Keputusan dan Sistem Informasi. Jakarta :
Bumi Aksara.
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
UNFPA. 2003. Maternal mortality update 2002, a focus on emergency obstetric
care. New York, UNFPA.
UNFPA. 2004. SAFE Research Study and Impacts. Maternal mortality update
2004, delivery into good hands.New York, UNFPA.
Universitas Jember. 2012. Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Kesehatan
Masyarakat. Jember : Universitas Jember.
WHO. 2000. Making pregnancy safer, a health sector strategy for reducing
maternal and perinatal morbidity and mortality. New Delhi: WHOSEARO.
Yunanda, Maulidia, 2009. Pertumbuhan Dan Perkembangan Anak Usia 36-59
Bulan. Jakarta: Rineka Cipta
Lampiran 1
LEMBAR PERSETUJUAN RESPONDEN
(Informed Consent)
Saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama :
Alamat:
Menyatakan persetujuan saya untuk membantu dengan manjadi subjek
dalam penelitian yang dilakukan oleh :
Nama : Yuli Karya lestari
NIM
: 102110101162
Judul : Evaluasi Sistem Rujukan Berjenjang Kasus Kegawatdaruratan
Kebidanan
dan
Neonatal
Pada
Program
Jampersal
Di
Puskesmas PONED Kencong Tahun 2012
Prosedur penelitian ini tidak menimbulkan resiko atau dampak apapun
terhadap saya dan profesi saya serta kedinasan. Saya telah diberi penjelasan
mengenai hal tersebut di atas dan saya diberikan kesempatan menanyakan hal-hal
yang belum jelas dan telah diberikan jawaban dengan jelas dan benar.
Dengan ini saya menyatakan secara sukarela dan tanpa tekanan untuk ikut
sebagai subjek dalam penelitian ini.
Jember, ........................, 2012
Informan
(.....................................)
Lampiran 2
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
JL. KALIMANTAN 37 Kampus Tegal boto TELP (0331) 337878
E-mail : [email protected] jember (68121)
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM (IN-DEPTH INTERVIEW)
UNTUK INFORMAN KUNCI
EVALUASI PELAKSANAAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG KASUS
KEGAWATDARURATAN KEBIDANAN DAN NEONATAL PADA
PROGRAM JAMPERSAL DI PUSKESMAS KENCONG TAHUN 2012
I.
II.
Jadwal Wawancara
a. Tanggal / Hari
b. Waktu mulai
c. Waktu selesai
: ……………………………………
: ……………………………………
: ……………………………………
Identitas Informan
a. Nama
: ……………………………………
b. Jenis Kelamin
: ……………………………………
c. Usia
: ……………………………………
d. Pendidikan
: ……………………………………
e.... Jabatan /pangkat : …………………………
I.
Wawancara mendalam pada informan kunci
1. Apa yang mendasari dibuatnya kesepakatan/kebijakan sistem regionalisasi
rujukan ?
2. Apakah sudah ada perencanaan ketenagaan SDM dan sarana di tempat
rujukan ?
3. Apakah sudah pernah dilakukan evaluasi dari pelaksanaan sistem
regionalisasi rujukan?
4. Apakah dari evaluasi pelaksanaan sistem regionalisasi sudah ada
pelaksanaan tindak lanjutnya?
Lampiran 3
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
JL. KALIMANTAN 37 Kampus Tegal boto TELP (0331) 337878
E-mail : [email protected] jember (68121)
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM (IN-DEPTH INTERVIEW)
UNTUK INFORMAN UTAMA
EVALUASI PELAKSANAAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG KASUS
KEGAWATDARURATAN KEBIDANAN DAN NEONATAL PADA
PROGRAM JAMPERSAL DI PUSKESMAS KENCONG TAHUN 2012
I.
II.
Jadwal Wawancara
a.
Tanggal / Hari
: ……………………………………
b.
Waktu mulai
: ……………………………………
c.
Waktu selesai
: ……………………………………
Identitas Informan Bidan/Dokter/Perawat
a.
Kode
: ……………………………………
b.
Usia
: ……………………………………
c.
Pendidikan
: ……………………………………
d.
Masa Kerja
: ……………………………………
e.
Pelatihan
: ……………………………………
f.
Keterangan
: ……………………………………
II. Wawancara Mendalam Pada Informan Utama
A. Man
1. Berapa umur Informan pada saat ini?
2. Berapa lama bekerja, dihitung sejak SK pengangkatan?
3. Apa pendidikan informan berdasarkan Ijazah terakhir yang dimiliki?
4. Bagaimana pengetahuan Informan tentang sistem rujukan berdasarkan
sistem regionalisasi yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan?
5. Apakah tim PONED yang meliputi (Dokter, Bidan dan Perawat) yang
mendapatkan sertifikat
pelatihan PONED siaga dalam menangani
kegawatdaruratan kebidanan?
6. Apakah di RS tempat rujukan ada kesiagaan Dokter Spesialis Kebidanan
dan Dokter Spesialis Anak?
7. Siapa saja yang mengambil keputusan dalam merujuk dan menentukan RS
tempat rujukan?
B. Metode (klasifikasi jenis kasus rujukan)
1. Apakah
Informan
mengetahui
tentang
klasifikasi
jenis
kasus
kegawatdaruratan kebidanan yang perlu dilakukan tindakan rujukan?
2. Apakah informan bisa membedakan jenis kasus kegawatdaruratan yang
bersifat emergency atau elektif ?
3. Apakah ada perbedaan dalam menentukan Rumah Sakit tempat rujukan
antara kasus kebidanan dan neonatal ?
C. Waktu tempuh (Time)
1. Berapa waktu yang diperlukan menurut Informan mulai pasien dirujuk
sampai ke fasilitas kesehatan tempat rujukan dan pasien tertangani?
2. Apakah ada perbedaan waktu dan alur penanganan pasien di Rumah Sakit
Balung dan Rumah Sakit PONEK
D. Proses pengambilan putusan
1. Apakah ada perbedaan menurut Informan dalam menentukan RS
diinginkan oleh pasien dengan kondisi yang dialaminya?
2. Dari mana Informan mendapatkan informasi tempat rujukan layak atau
tidak layak dijadikan tempat rujukan?
3. Apakah informan mendapatkan informasi tentang pelayanan yang tidak
memuaskan pada pasien dengan Jampersal di Rumah Sakit Balung dan
Rumah Sakit PONEK?
4. Berdasarkan apa bidan mengevaluasi pilihan terkait dengan tempat rujukan
sesuai dengan manfaaat yang diharapkan?
5. Apakah pelaksana rujukan (Bidan, dokter, perawat) merasa puas dengan
pelayanan yang diberikan di Rumah Sakit Balung dan Rumah Sakit
PONEK?
E. Proses pelaksanaan rujukan
1. Apakah proses merujuk sesuai dengan standart SOP?
2. Apakah Informan memahami tentang standart SOP?
3. Berdasarkan sistem regional yang ditetapkan oleh Dinas Kesehatan,
apakah informan merasa terbantu sehingga mendapatkan pelayanan
kegawatdaruratan dengan cepat?
F. Regionalisasi tempat rujukan wilayah Jember selatan
1. Apakah ada manfaatnya di terapkannya sistem regionalisasi tempat
rujukan di Jember bagian selatan ?
2. Apakah ada hambatan dalam melaksanakan sistem regionalisasi tempat
rujukan ?
3. Perbaikan apa yang harus dilakukan agar tidak ada hambatan dalam
penerapan sisten regionalisasi rujukan.
Lampiran 4
KEMENTERIAN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JEMBER
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
JL. KALIMANTAN 37 Kampus Tegal boto TELP (0331) 337878
E-mail : [email protected] jember (68121)
PEDOMAN WAWANCARA MENDALAM (IN-DEPTH INTERVIEW)
UNTUK INFORMAN TAMBAHAN
EVALUASI PELAKSANAAN SISTEM RUJUKAN BERJENJANG KASUS
KEGAWATDARURATAN KEBIDANAN DAN NEONATAL PADA
PROGRAM JAMPERSAL DI PUSKESMAS KENCONG TAHUN 2012
III.
IV.
Jadwal Wawancara
a. Tanggal / Hari
b. Waktu mulai
c. Waktu selesai
: ……………………………………
: ……………………………………
: ……………………………………
Identitas Informan
a. Nama
: ……………………………………
b. Jenis Kelamin
: ……………………………………
c. Usia
: ……………………………………
d. Pendidikan
: ……………………………………
e.... Jabatan /pangkat : …………………………
III. Wawancara mendalam pada informan tambahan di rumah sakit
Balung dan Rumah Sakit PONEK
1. Bagaimana alur penanganan pasien rujukan kegawatdaruratan kebidanan
dan neonatal ?
2. Bagaimana tentang kesiagaan SDM (Dokter spesialis kebidanan dan anak)
dan sarana pendukung penanganan kegawatdaruratan kebidanan dan
neonatal?
3. Apakah pelayanan sudah sesuai dengan program Jampersal yaitu pasien
tidak dikenakan biaya?
4. Apakah ada komunikasi yang baik antara bidan pelaksana rujukan dengan
bidan di Rumah Sakit tempat rujukan ?
5. Adakah karena keterbatasan SDM dan sarana pasien dilakukan peralihan
ke Rumah Sakit lain?
6. Apakah dirasakan ada manfaat diterapkannya sistem regionalisasi rujukan?
7. Apakah ada perasaan kecewa dengan bidan pelaksana rujukan karena
kesalahan dalam menentukan jenis kasus rujukan (salah diagnosa) ?
Lampiran 5
Lembar Observasi Maternal dan Neonatal
PENUNTUN BELAJAR PERSIAPAN UMUM SEBELUM TINDAKAN
KEGAWATDARURATAN
LANGKAH/ TUGAS
PENGAMATAN
PERSETUJUAN TINDAKAN MEDIK
1. Sapa ibu dengan ramah dan sopan
2. Beritahukan pada ibu apa yang akan dikerjakan dan berikan
kesempatan untuk mengajukan pertanyaan
3. Dengarkan apa yang disampaikan oleh ibu
4. Berikan dukungan emosional dan jaminan pelayanan
5. Pelajari keadaan umum (kesadaran, tensi, nadi, nafas) untuk
memastikan bahwa ditemukan keadaan yang merupakan indikasi
dan syarat tindakan obstetric: atasi renjatan
6. Memberitahukan suami/ keluarga terdekat akan kondisi ibu dan
tindakan yang akan dilakukan
PERSIAPAN TINDAKAN
I.
PASIEN
1. Perut bawah dan lipat paha sudah dibersihkan dengan air dan
sabun
2. Cairan infuse sudah terpasang, bila diperlukan
3. Uji fungsi dan kelengkapan peralatan
4. Siapkan alas bokong, sarung kaki dan penutup perut bawah
5. Medikamentosa :
 Oksitosin injeksi (5ampul)
 Metil ergometrin maleat injeksi (2 ampul)
 Prokain atau lidokain injeksi (4 ampul)
 Adrenalin injeksi (1 ampul)
 Antibiotika :
- Ampisilin
- Gentamisin
- Metronidasol
 Larutan infuse :
- NaCl 0,9 %
- Ringer Laktat
 Dexamethason (5 ampul)
 MgSO4 (10 flakon)
 Lidokain (20 ampul)
6. Larutan antiseptic ( Povidon iodine 10%)
7. Oksigen dengan regulator
INSTRUMEN
8. Set partus :
- Gunting episiotomy (1 buah)
- Klem tali pusat (2 buah)
- Gunting tali pusat (1 buah)
- Kasa steril
- Mangkok kecil
- Semprit disp. 10ml (10 buah)
9.
10.
11.
12.
1.
2.
3.
4.
PENUNTUN BELAJAR PERSIAPAN UMUM SEBELUM TINDAKAN
KEGAWATDARURATAN
LANGKAH/ TUGAS
PENGAMATAN
Perlengkapan jahit :
- Pemegang jarum (25 cm)
- Jarum jaringan no.6 (1 buah)
- Pinset anatomis (1 buah)
- Gunting benang (1 buah)
- Benang chromic no. 0
- Kasa steril
Ekstraktor vakum
- Mangkok logam atau silastik (kecil, medium, besar)
- Selang karet (2 buah)
- Penarik mangkok (1 buah)
- Botol vakum (1 buah)
Pilihan lain : mangkok vakum dari plastic/ karet
Instrument lain :
- Ambu bag (1 set)
- Klem ovum ( 2 buah)
- Cunam tampon (1buah)
- Alat suntik 5 ml dengan Jarum suntik no. 23 sekali pakai (2
buah)
- Speculum sims atau L (2 buah)
- Kateter karet (1 buah)
- Mangkok/ piring tempat plasenta
Lembar catatan medik termasuk lembar control istimewa dan
persetujuan tindakan
II.
PENOLONG (OPERATOR DAN ASISTEN)
Baju kamar tindakan, apron plastic, masker dan kacamata dan
pelindung (3 set)
Sarung tangan DTT/steril (4 pasang)
Alas kaki/ sepatu boot karet (3 pasang)
Instrument :
- Lampu sorot (1 buah)
- Stetoskop Laenec (1 buah) atau Fetalphone/ Doppler
- Stetoskop dan tensi meter (1 buah)
Lembar Observasi Maternal dan Neonatal
PENUNTUN BELAJAR PERSIAPAN UMUM SEBELUM TINDAKAN
KEGAWATDARURATAN
LANGKAH/ TUGAS
PENGAMATAN
III. BAYI
1. Instrumen :
 Penghisap lender (manual/ elektrik)
 Sudip/ penekan lidah (1 buah)
 Kain/ hnduk kering dan bersih penyeka muka dan
badan (2 buah)
 Meja bersih, kering dan hangat untuk tindakan
resusitasi (1 buah)
 Incubator, bila ada (1 buah)
 Pemotong dan pengikat tali pusat (1 buah)
 Alat suntik 10 ml dan jarum suntik no. 23 (2 buah)
 Kateter intravena no. 24G dan jarum kupu-kupu (1
buah)
 Selang nasogastrik (nasogastric feeding tube)
neonatal untuk kateterisasi umbilical
 Popok dan selimut
 Ambu bag atau sungkup corong (perinasia)
2. Medikamentosa ;
 Larutan injeksi Bicarbonas natrikus 7,5% atau 8,4%
 Nalokson (Narkan®) injeksi
 Epinafrin 0,01%
 Anibiotika
 Akuabidestilata dan dekstrose 10%
3. Oksigen dengan regulator
4. Lembar catatan medik
Download