Pengantar Hukum Antar Tata Hukum Depok, 10 September 2012 Fakultas Hukum Universitas Indonesia Tim Pengajar 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. Prof. Dr. Zulfa Djoko Basuki Fatmah Jatim, SH, LLM Lita Arijati, SH, LLM Dr. Mutiara Hikmah, SH, MH Tiurma M. P. Allagan, SH, MH Yu Un Oppusunggu, SH, LLM Priskila Pratita Penasthika, SH © Yu Un Oppusunggu 2 Pokok-pokok Pembahasan • • • • • • Pengertian Hukum Antar Tata Hukum Hukum Antar Tata Hukum Indonesia Sistematika Hukum Antar Tata Hukum Sistematika Hukum Indonesia Sejarah HATAH Titik-titik Pertalian dalam HATAH © Yu Un Oppusunggu 3 Peristilahan • Hukum Perselisihan (Bld: Conflictenrecht, Pr: conflits de lois, conflits des statuts) • Hukum Collisie (Bld: Collisierecht), • Hukum Intergentiel, Hukum Antar Golongan (Bld: Intergentielrecht) • Marginal Law (Ing), Grenzrecht (Jer) • Hukum Antar Tempat (Bld: Interlocaalrecht), Hukum Antar Adat • Hukum Antar Waktu (Bld: Intertemporaalrecht) • Hukum Antar Tata Hukum (Ing: Interlegal Law, Bld: Interrechtsordenrecht, Tussensrechtsordening) • Hukum Antar Tata Hukum Intern (Bld: Intern conflictenrecht, Intern interrechtsordenrecht) • Hukum Antar Tata Hukum Ekstern, Hukum Perdata Internasional (Ing: Conflict of Laws, Private International Law, International Private Law) © Yu Un Oppusunggu 4 Latar Belakang Hukum Antar Tata Hukum di Indonesia 1. – 2. – 3. 4. 5. – – – Kebhinnekaan bangsa Indonesia Cornelis van Vollenhoven dalam Het Adatrecht van NederlandschIndië membagi bangsa Indonesia ke dalam 19 lingkungan hukum adat (rechtskringen), Nusantara menjadi daerah tujuan emigrasi bagi banyak bangsa. Tionghoa, India, Arab, Eropa. Indonesia (Hindia Belanda) adalah bekas daerah jajahan Belanda. Politik Hukum Penjajah: • Politik rasial – Pembagian kawula Hindia Belanda ke dalam golongangolongan rakyat (bevolkingsgroupen) • Pemberlakuan Asas Konkordansi (Concordantiebeginsel) – Pemberlakuan hukum Belanda di Hindia Belanda Kemerdekaan Indonesia Kemerdekaan di Bidang Politik Kemerdekaan di Bidang Ekonomi Kemerdekaan di Bidang Sosial • Penghapusan penggolongan pendudukan berdasarkan rasialisme • Cita-cita pembentukan Sistem Hukum Nasional Kebhinnekaan Bangsa Indonesia • Sembilan belas wilayah hukum adat: 1.Aceh 2.Negeri Gayo, Alas, Batak, P. Nias 3.Daerah Minangkabau dan P. Mentawai 4.Sumatera Selatan dan P. Enggano 5.Daerah Melayu 6.Bangka dan Bilitung 7.Kalimantan 8.Minahasa 9.Gorontalo 10.Daerah Toraja 11.Sulawesi Selatan 12.Kepulauan Ternate 13.Kepultan Maluku – Ambon 14.Irian Barat 15.Kepulauan Timor 16.Bali dan Lombok 17.Jawa Tengah, dan Jawa Timur dan Madura 18.Solo dan Yogyakarta 19.Jawa Barat Masyarakat Hukum Adat • Pasal 18 B ayat (2) UUD 1945 (Perubahan Kedua): – “Negara mengakui dan menghormati kesatuankesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang.”**) • “Masyarakat hukum” (Purnadi Purbacaraka & Soerjono Soekanto): – Sistem hubungan teratur dengan hukum sendiri. © Yu Un Oppusunggu 7 Suku Bangsa Tionghoa di Nusantara • Terdiri dari pedagang, buruh, budak. • Terbagi menjadi: – Peranakan – Totok • Dipimpin oleh seorang “Kapiten”, kemudian Mayor, yang bertugas untuk mengutip “pajak kepala” dan menyetorkannya kepada Pemerintah Hindia Belanda. © Yu Un Oppusunggu 8 Suku Bangsa Eropa di Nusantara • Bangsa Belanda • Bangsa Portugis • Bangsa Inggris © Yu Un Oppusunggu 9 Suku Bangsa Arab di Nusantara • • • • Umumnya berasal dari Hadramaut, di Selatan Jazirah Arab (Yaman). Enam koloni besar Arab di Nusantara pada abad XIX: Batavia, Cirebon, Tegal, Pekalongan, Semarang dan Surabaya. Setelah koloni Arab berpenduduk signifikan, dipimpin oleh seorang kepala koloni, biasa disebut “Kapiten”. Terbagi menjadi: –Golongan Sayid •Keturunan al-Husain, cucu Nabi Muhammad. –Golongan Non-Sayid •Qabaail atau Suku-suku •Masyaayikh atau Golongan Elite •Da’fa dan Masaakin – Pedagang, pengrajin, petani, pembantu •‘Abiid atau Golongan Budak 10 Pasal 131:1 Indische Staatsregeling • Het burgerlijk- en handelsrecht en het strafrecht, zoomede de burgerlijke rechtsverordering en de strafvordering worden, onverminderd de bij of krachtens deze wet aan anderen toegekende strafwetgevende bevoegdheid, geregeld bij ordonnantie. De regeling geschiedt hetzij voor alle of eenige bevolkingsgroepen of onderdeelen daarvan of gebiedsdeelen gezamenlijk, hetzij voor een of meer dier groepen of deelen afzonderlijk. • Hukum-hukum perdata, dagang dan pidana, begitu pula hukum acara perdata dan pidana, diatur dengan “undangundang” (ordonansi), dengan tidak mengurangi wewenang yang diberikan oleh atau berdasarkan undang-undang kepada pembentuk perundang-undangan pidana. Pengaturan ini dilakukan, baik untuk seluruh golongan penduduk atau beberapa golongan dari penduduk itu ataupun sebagian dari golongan itu, ataupun baik untuk bagian-bagian dari daerah secara bersama maupun untuk satu atau beberapa golongan atau bagian dari golongan itu secara khusus. 11 Pasal 131:2 Indische Staatsregeling • In de ordonnanties regelende het burgerlijk- en handelsrecht worden: a. voor de Europeanen de in Nederland geldende wetten gevold. van welke wetten echter mag worden afgeweken zoowel wegens de bijzondere toestanden in Ned- Indië, als om hen met een of meer der overige bevolkingsgroepen of onderdeelen daarvan aan dezelfde voorschriften te kunnen onderwerpen; b. de Inlanders, de Vreemde Oosterlingen en de onderdeelen, waarnit deze beide groepen der bevolking bestaan, voorzoorverre de bij hen gebleken maatschappelijke behoeften dit eischen, hetzij aan de voor Europeanen geldende bepalingen, voor zooveel noodig gewijzigd, hetzij met de Europeanen aan gemeenschappelijke voorschriften onderworpen, terwijl overing • Dalam ordonansi-ordonansi yang mengatur hukum perdata dan dagang ini: a. untuk golongan Eropa berlaku (dianut) undang-undang yang berlaku di Negeri Belanda, dan penyimpangan dari itu hanya dapat dilakukan dengan mengingat baik yang khusus berlaku menurut keadaan di Indonesia, maupun demi kepentingan mereka ditundukkan kepada peraturan perundang-undangan menurut ketentuan yang sama bagi satu atau beberapa golongan penduduk lainnya; b. untuk orang-orang Indonesia, golongan Timur Asing atau bagian-bagian dari golongan-golongan itu, yang merupakan dua golongan dari penduduk, sepanjang kebutuhan masyarakat menghendaki, diberlakukan baik ketentuan perundang-undangan yang sama dengan golongan Eropa, sedangkan untuk hal-hal lain yang belum diatur di situ, bagi mereka berlaku peraturan hukum yang bertalian dengan agama dan adat-kebiasaan mereka, yang hanya dapat menyimpang dari itu, apabila ternyata kepentingan umum atau kebutuhan masyarakat menghendakinya. Asas Konkordansi atau Concordantie-beginsel • Dasar hukum: Pasal 131:2 (a) IS • • • • “… de in Nederland geldende wetten gevold….” “… berlaku (dianut) undang-undang yang berlaku di Negeri Belanda ….” Asas Konkordansi untuk memberlakukan Hukum di Belanda bagi Golongan Rakyat Eropa (Europeanen). Perkecualian untuk Asas Konkordansi: 1. hukum khusus yang menyesuaikan keperluan hukum golongan Eropa dengan keadaan khusus di Indonesia; dan 2. hukum yang berlaku bagi beberapa golongan rakyat secara bersama-sama (gemmenschappelijk recht). © Yu Un Oppusunggu 13 Pasal 131:4 Indische Staatsregeling • Inlanders en Vreemde Oosterlingen zijn bevoegd om, voor zooverre zij niet reeds met de Europeanen aan gemeenchappelijke voorschriften zijn onderworpen, zich in het algemeen of voor eene bepaalde rechtshandeling te onderwerpen aan niet op hen toepasselijke voorschriften van het burgerlijk en handelsrecht der Europeanen. Deze onderwerping en hare gevolgen worden bij ordonnanie geregeld. • Orang-orang Indonesia dan golongan Timur Asing, sepanjang mereka belum ditundukkan kepada peraturan yang sama bagi golongan Eropa, berhak untuk menundukkan diri secara keseluruhan atau sebahagian, untuk melakukan perbuatan hukum tertentu, kepada ketentuan-ketentuan yang diatur dalam hukum perdata dan hukum dagang untuk golongan Eropa yang sebetulnya tidak berlaku bagi mereka itu. Penundukkan diri kepada hukum Eropa ini beserta akibat-akibat hukumnya diatur dengan ordonansi. 14 Pasal 163:2 Indische Staatsregeling • Ketentuan-ketentuan untuk golongan Eropa berlaku bagi: 1. semua orang Belanda; 2. semua orang yang tidak termasuk dalam no. 1 yang berasal dari Eropa; 3. semua orang Jepang dan selanjutnya semua pendatang dari luar negeri yang tidak termasuk dalam no. 1 dan no. 2 yang di negeri-asalnya berlaku bagi mereka hukum keluarga yang pada dasarnya mempunyai asas-asas hukum yang sama dengan hukum keluarga Belanda; 4. Anak-anak yang sah atau yang diakui sah berdasarkan undang-undang di Indonesia beserta keturunan-keturunan dari orang-orang seperti yang disebutkan dalam no. 2 dan no. 3. © Yu Un Oppusunggu 15 Golongan-golongan Rakyat (bevolkingsgroepen) di Hindia Belanda berdasarkan 163 IS 1. 2. 3. Golongan Eropa (Europeanen) a) Orang Belanda; b) Semua orang yang berasal dari Eropa; keturunan orang Eropa; c) Orang Jepang; d) Semua orang, yang di negara asalnya, tunduk pada hukum keluarga yang pada intinya sama dengan dengan hukum Belanda, seperti Orang Thailand dan Turki; dan e) Keturunan sah atau diakui sebagai keturunan sah dari orangorang di atas. Golongan Timur Asing (Vreemde Oosterlingen) a) Timur Asing Tionghoa b) Timur Asing Non Tionghoa Golongan Pribumi/Bumiputera (Inlanders) Dikecualikan dari golongan ini, orang pribumi/bumiputera yang telah dipersamakan dan masuk sebagai golongan Eropa melalui lembaga Persamaa Hak (Gelijkstelling). 16 Bevolkingsgroupen atau Golongan Rakyat Berdasarkan 163 IS 1. Europeanen Vreemde Oosterlingen (Timur Asing) Inlanders (Pribumi/Bumiputra) 2. 3. Europeanen/Orang Eropa a) Nederlanders; b) Keturunan Eropa; c) Orang Jepang; d) Orang-orang yang di negara asalnya tunduk pada hukum keluarga yang pada intinya memiliki persamaan dengan Hukum Belanda, seperti: Orang Thailand dan Turki; dan e) Anak-anak yang diakui secara sah oleh orang yang masuk dalam kelompok di atas dan keturunannya. Vreemde Oosterlingen/Timur Asing a) Timur Asing Tionghoa b) Timur Asing Bukan Tionghoa Inlanders/Pribumi Kecuali mereka yang sudah pindah ke golongan rakyat lainnya berdasarkan gelijkstelling/ persamaan hak. 17 1. Golongan-golongan Rakyat (bevolkingsgroepen) & Golongan-golongan Hukum (rechtsgroepen) menurut 131 IS Golongan Eropa Hukum Belanda sebagaimana yang berlaku di Belanda concordantiebeginsel; Dalam hal-hal tertentu, peraturan khusus yang berlaku bagi semua golongan rakyat. 2. Golongan Timur Asing 1. Timur Asing Tionghoa Sejak 1 Mei 1919 Hukum Eropa: Burgelijke Wetboek (dengan pengecualian tentang syarat-syarat sebelum perkawinan & Catatan Sipil), Wetboek van Koophandel, pengaturan tentang adopsi & kongsi. Dalam hal-hal tertentu, peraturan khusus yang berlaku bagi semua golongan rakyat. 2. Timur Asing Non Tionghoa Hukum Adat Dalam hal-hal tertentu, peraturan khusus yang berlaku bagi semua golongan rakyat. 3. Golongan Pribumi/Bumiputera Hukum Adat ; Dalam hal-hal tertentu, peraturan khusus yang berlaku bagi semua 18 golongan rakyat. Kemerdekaan Indonesia dan Penggolongan Penduduk • • • • • • • Dengan kemerdekaan Republik Indonesia, maka penduduk tidak lagi digolongkan dengan menggunakan dasar rasial, melainkan kewarganegaraan. Pasal 26 ayat (1) UUD 1945: – “Yang menjadi warga negara ialah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain yang disahkan dengan undangundang sebagai warga negara.” UU No. 3 Tahun 1946 tentang Warga Negara dan Penduduk Negara, ditetapkan di Yogyakarta pada tanggal 10 April 1946. UU No. 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia Instruksi Presidium Kabinet Ampera tanggal 27 Desember 1966 No. 31/1966 menginstruksikan, sambil menunggu dikeluarkannya Undang-Undang Catatan Sipil yang bersifat Nasional, untuk tidak menggunakan penggolongan-penggolongan penduduk Indonesia berdasarkan pasal 131 dan 163 Indische Staatsregeling pada kantorkantor Catatan Sipil di seluruh Indonesia dan menyatakan kantorkantor tersebut terbuka bagi seluruh penduduk Indonesia, sedangkan hanya dibedakan antara warga negara dan orang asing. UU No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan UU No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia 19 Pembagian Golongan Penduduk (1) • • • • Stb 1847 No. 23: Burgelijk Wetboek voor Indonesië dan Wetboek van Koophandel voor Indonesië berlaku di Negeri Belanda. BW menggantikan Code Civil, yang mulai berlaku semenjak tahun 1810. Tahun 1848 merupakan awal Kodifikasi di Hindia Belanda. Burgelijk Wetboek dan Wetboek van Koophandel diundangkan buat orang-orang Eropa yang berada di Hindia Belanda. Reglement op het beleid der Regering van Nederlands Indie (RR) (Peraturan tentang Kebijaksanaan Pemerintahan di Hindia Belanda) 1854, khususnya pasal 75 (lama) RR, terkait dengan hukum adat. Berdasarkan pasal 75 (lama) RR, Gubernur Jenderal diberikan hak untuk memberlakukan hukum perdata Eropa atau menundukkan golongan non-Eropa ke dalam hukum perdata Eropa. Pasal 109 RR membedakan antara (i) orang-orang atau golongan Eropa – dan mereka yang dipersamakan dengannya (Indohhnesia Kristen) – dengan (ii) orang-orang atau golongan “bumiputera” – dan mereka yang dipersamakan dengannya (orang Tionghoa, Arab dan, s/d tahun 1899, Jepang). Masing-masing golongan ini tunduk pada sistem hukum publik (administratif dan pidana) dan perdata (keluarga, perdata dan dagang). 20 Pembagian Golongan Penduduk (2) • • • • 31 Desember 1906, suatu peraturan perundang-undangan baru dikeluarkan – tetapi baru efektif berlaku per 1 Januari 1920 – yang membagi penggolongan penduduk di Hindia Belanda menjadi (i) Golongan Eropa (termasuk orang-orang Jepang, Thailand, dan orang-orang non-Eropa lain yang memiliki sistem hukum keluarga Eropa), (ii) Golongan Bumiputera (termasuk orang Indonesia Kristen), dan Timur Asing (Tionghoa, Arab, dan bangsa Asia lainnya yang tidak masuk dalam Golongan Eropa). Tahun 1917 mulai diadakan pembedaan antara golongan “Timur Asing Tionghoa” dan “Timur Asing Bukan Tionghoa”, karena untuk yang pertama dianggap bahwa Hukum Eropa yang sudah diperlakukan terhadap mereka itu dapat diperluas lagi (Stb 1917 No. 129). Stb 1917 No. 129, tanggal 29 Maret 1917, hampir untuk seluruhnya BW dinyatakan berlaku bagi penduduk Timur Asing Tionghoa. Berlaku mulai 1 Mei 1919. Stb 1924 No. 556, berlaku sejak 1 Maret 1925, bagi Golongan Timur Asing bukan Tionghoa berlaku BW dan WvK, kecuali tentang hukum keluarga dan hukum warisan karena kematian – yang tetap diatur oleh hukum adat mereka. Keberlakuan BW bagi Golongan Penduduk • Buku I, Bab Kesatu: Tentang menikmati dan kehilangan hak-hak perdata – “Berlaku bagi Golongan Timur Asing, lain daripada Tionghoa, dan bagi Golongan Tionghoa.” • Buku I, Bab Kedua: Tentang akta-akta catatan sipil – “Tak berlaku bagi Golongan Timur Asing, lain daripada Tionghoa, dan Golongan Tionghoa.” • Buku I, Bab Keempat, Bagian Keempat: Tentang melangsungkan perkawinan – “Tidak berlaku bagi Golongan Timur Asing lain daripada Tionghoa, dan berlaku bagi Golongan Tionghoa, kecuali pasal 71 No. 6, 74, dan 75.” 22 Masalah Kewarganegaraan Keturunan Tionghoa • • • • • • • Undang-Undang Kewarganegaraan Cina tahun 1929 menyatakan bahwa setiap orang yang dilahirkan dari orangtua Tionghoa, di mana pun mereka berada dan berapa lama pun mereka sudah melawat ke luar Cina, tetap tinggal warga negara Cina. UU No. 3 Tahun 1946 tentang Warga Negara dan Penduduk Negara. 22 April 1955 ditandatangani di Bandung Perjanjian RI – RRC Mengenai Soal Dwikewarganegaraan (Sino-Indonesian Treaty on Dual Nationality) antara Menteri Luar Negeri Mr Soenario dengan Menteri Luar Negeri Chou En Lai. Dikenal sebagai Perjanjian Soenario – Chou. 3 Juni 1955 di Peking dilakukan pertukaran nota antara PM Ali Sastroamidjojo dengan PM Chou En Lai mengenai soal dwikewarganegaraan RI – RRC. Untuk implementasi pertukaran nota ini, dilakukan perjanjian pelaksanaan tanggal 15 Desember 1960. Undang-Undang No. 2 Tahun 1958 tentang Persetujuan Antara Republik Indonesia dan Republik Rakyat Cina Mengenai Soal Dwikewarganegaraan disahkan di Jakarta pada tanggal 11 Januari 1958 oleh Pejabat Presiden Republik Indonesia, Sartono, dan diundangkan pada tanggal 27 Januari 1958. LN 1958 No. 5, dan dilaksanakan dengan PP No. 20 Tahun 1959 dengan opsi dari tanggal 20 Januari 1960 s/d 20 Januari 1962. Oleh karena itu, anak-anak yang lahir setelah tanggal 20 Januari 1962 sudah menjadi WNI tunggal yang sesudah dewasa tidak diperbolehkan lagi memilih kewarganegaraan lain selain WNI. UU No. 62 Tahun 1958 tentang Kewarganegaraan Republik Indonesia Perjanjian Soenario-Chou, beserta seluruh lampirannya, diakhiri secara sepihak oleh Indonesia pada tahun 1969 sebagai akibat dari tuduhan Indonesia atas keterlibatan Cina dalam peristiwa 30 September 1965. Kawula Negara ≠ Warga Negara • Wet op houdende regeling van het Nederlands onderdaanschap van niet-Nederlanders (Stb 1910 No. 296, 10 Februari 1910). Peraturan mengenai Nederlands-Onderdaanschap. – Peraturan ini terutama didasarkan atas asas kelahiran (ius soli). Mereka yang dilahirkan dari orangtua yang “menetap” (gevestigd) dalam wilayah Hindia Belanda (Suriname & Curacao) adalah Nederlands Onderdaan. – Pembedaan antara Nederlander – warga negara Belanda – dengan Netherlands subject merupakan langkah preventif dari pencakupan orang-orang dari golongan penduduk non-Eropa untuk menjadi warga negara Belanda. Hal ini akibat dari definisi Dutch Nationals yang antara lain menyatakan bahwa “all persons born in the Kingdom or its colonies, of parents who were themselves there domiciled” sebagai warga negara Belanda. – Oleh karena itu, penggunaan “Kawula” dan “Warga Negara” harus cermat dan tepat. S. 1910-296 tetap berlaku sampai tahun 1949 dengan adanya pengakuan kedaulatan de jure atas Republik Indonesia. Tetapi untuk Irian Barat, Staatsblad ini berlaku s/d 1962, dengan berakhirnya kedaulatan Belanda atasnya. 24 Susunan Badan-badan Kehakiman Indonesia (1) • Pengadilan Swapraja – Untuk daerah Swapraja (yang tidak langsung diperintah oleh Pemerintah Hindia Belanda). – Stb 1938 No. 529, Zelfbestuursregelen – Pasal 12: Warga swapraja di bawah yurisdiksi pengadilan swapraja. • Pengadilan Adat – Daerah yang langsung diperintah oleh Pemerintah Hindia Belanda – Stb 1932 No. 80, Regeling van de inheemsche rechtspraak in recthsstreeks bestuur gebied. – Pasal 10, peradilan adat dilakukan oleh: • Hakim dari Persekutuan Hukum Asli (inheemsche rechtsgemeenschappen) • Hakim agama (godsdienstige rechters) • Pengadilan-pengadilan lain • Pengadilan Agama (Priesterraad) – Daerah yang langsung diperintah oleh Pemerintah Hindia Belanda – Pasal 134 ayat 2 IS: “perkara-perkara perdata antara orangorang yang beragama Islam, apabila hukum adat mereka menghendakinya, diperiksa oleh Hakim Agama, sepanjang dengan ordonansi tidak ditetapkan secara lain. – Sejang 1 April 1937 (Stb 1937 No. 116) Pengadilan Agama hanya berhak untuk memeriksa dan mengadilan perselisihan suami-isteri yang beragama Islam serta perkara tentang perkawinan, talak, rujuk, dan perceraian. • Pengadilan Dusun (Dorpsrechter) – Pasal 3 Reglement op de Rechterlijke Organisatie en het Beleid der Justitie in Indonesië (RO) (Stb 1847 No. 23): • Perkara-perkara yang menurut hukum adat termasuk kekuasaan mengadili dari hakim dari persekutuan hukumhukum kecil (kleine rechtsgemeenschappen) tetap ada di dalam kekuasaan mengadili mereka. 26 Susunan Badan-badan Kehakiman Indonesia • Pengadilan Negara – Jawa dan Madura • Pasal 1 RO: 1. Pengadilan Kawedanan (districtsgerecht) 2. Pengadilan Kabupaten (regentschapsgerecht) 3. Pengadilan Negeri (landraad) 4. Pengadilan Kepolisian (landgerecht) 5. Residentiegerecht 6. Raad van Justitie 7. Hoogerechtshof Indonesië – Luar Jawa dan Madura • Pasal 1 Rechtsreglement Buitengewesten (Stb 1927 No. 227): 1. Pengadilan Kabupaten (regentschapsgerecht) 2. Pengadilan Kawedanan (districtsgerecht) 3. Districtsraad 4. Magistraatsgerecht 5. Pengadilan Negeri (landraad) 6. Pengadilan Kepolisian (landgerecht) 7. Residentiegerecht 8. Raad van Justitie 9. Hoogerechtshof Indonesië 27 Susunan Badan-badan Kehakiman Indonesia • • • • • UU Darurat No. 1 Tahun 1951 tentang Tindakan-tindakan Sementara untuk Menyelenggarakan Kesatuan Susunan, Kekuasaan dan Acara Pengadilan Sipil. Pengadilan Sipil menjadi terdiri dari: 1.Pengadilan Negeri 2.Pengadilan Tinggi 3.Mahkamah Agung Republik Indonesia Peradilan Swapraja dan Peradilan Adat secara berangsur-angsur akan dihapuskan. –UU No. 23 Tahun 1947 telah menghapuskan Peradilan Swapraja di Jawa dan Sumatera. Peradilan Agama tidak dihapuskan. Kekuasaan Hakim Dusun tidak dikurangi. 28 Susunan Badan-badan Kehakiman Indonesia • Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuanketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman • Undang-Undang Nomor 35 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman • Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman • Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman: – Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya: • Lingkungan Peradilan Umum: – berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara pidana dan perdata • Lingkungan Peradilan Agama: – berwenang memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan perkara antara orang-orang yang beragama Islam 29 • Lingkungan Peradilan Militer: – berwenang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana militer • Lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara: – berwenang memeriksa, mengadili, memutus, dan menyelesaikan sengketa tata usaha negara – Mahkamah Konstitusi. • Pasal 27 UU No. 48 Tahun 2009 Pengadilan Khusus: – Pengadilan yang dibentuk dalam salah satu lingkungan Peradilan di bahwa Mahkamah Agung, antara lain, adalah pengadilan anak, pengadilan niaga, pengadilan hak asasi manusia, pengadilan tindak pidana korupsi, pengadilan hubungan industrial dan pengadilan perikanan yang berada di lingkungan peradilan umum, serta pengadilan pajak yang berada di lingkungan peradilan tata usaha negara. © Yu Un Oppusunggu 30 Hukum Perdata Internasional atau HATAH Ekstern: Definisi • Gautama: “Keseluruhan peraturan dan keputusan-hukum yang menunjukkan stelsel-hukum manakah yang berlaku atau apakah yang merupakan hukum, jika hubungan-hubungan dan peristiwaperistiwa antara warga(-warga) negara pada satu waktu tertentu memperlihatkan titik-titik pertalian dengan stelsel-stelsel dan kaidah-kaidah hukum dari dua atau lebih negara, yang berbeda dalam lingkungan-lingkungan-kuasa-tempat, (pribadi-) dan soalsoal.” 31 Skema HPI W T P S Negara X W T P S W T P S Negara Y : tijdsgebied (lingkungan-kuasa-waktu) : ruimtegebied (lingkungan-kuasa-tempat) : personengebied (lingkungan-kuasa-pribadi) : zakengebied (lingkungan-kuasa-soal-soal) © Yu Un Oppusunggu 32 Hukum Perdata Internasional atau HATAH Ekstern 1.HATAH Ekstern memiliki unsur asing. 2.HATAH Ekstern adalah hukum perdata nasional! © Yu Un Oppusunggu 33 Hukum Internasional Publik vis-à-vis Hukum Perdata Internasional • Hukum Internasional 1.Hukum Internasional Publik • Pengertian: Keseluruhan kaidah dan asas yang mengatur hubungan/persoalan yang melintasi batas negara antara: 1. Negara dengan negara, 2. Negara dengan subyek hukum bukan Negara, dan 3. antarsubyek hukum bukan Negara. • Sumber hukum formil: 1. perjanjian internasional, 2. kebiasaan internasional, 3. prinsip-prinsip umum yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab, 4. keputusan pengadilan, 5. doktrin, dan 6. perundangundangan. 2.Hukum Perdata Internasional • Pengertian: supra • Aneka kaidah HPI: kaidah penunjuk, kaidah berdiri-sendiri, kaidah pencerminan. • Sumber hukum: s.d.a • Ruang lingkup: – HPI Materiil: hukum pribadi, hukum harta kekayaan, hukum keluarga, hukum waris. – HPI Formil: kualifikasi, persoalan pendahuluan, penyelundupan hukum, hak-hak yang telah diperoleh, ketertiban umum, pilihan hukum, timbal-balik dan pembalasan, penyesuian, pemakaian hukum asing, renvoi, pelaksanaan putusan hakim asing. Sejarah Hukum Perdata Internasional • Hukum Romawi – Ius civile (civil law, hukum perdata): hukum yang berlaku bagi warga-warga negara Roma. – Ius gentium (hukum bangsa-bangsa): hukum yang berlaku bagi hubungan hukum yang melibatkan berbagai sumber hukum. • Teori Statuta dan Negara-negara Kota Italia di Abad Pertengahan – Konflik antara hukum asing dengan hukum lokal. – Konflik antara prinsip personalitas dan prinsip teritorialitas. – Lahirnya negara-bangsa (nation-state). • Common Law – Perkembangan hukum di negara-negara common law yang berdasarkan pada sistem peradilan juri. 35 Sumber Utama Hukum Perdata Internasional Indonesia • Algeemene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesië (AB) (Stb 1847 No. 23): – Pasal 16: Statuta Personal – Pasal 17: Statuta Realia – Pasal 18: Statuta Mixta • Perjanjian-perjanjian Internasional: – NY Convention, Washington Convention, dst. • Doktrin • RUU Hukum Perdata Internasional Indonesia © Yu Un Oppusunggu 36 Pasal 16 Algemeene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesië • De wettelijke bepalingen betreffende den staat en den bevoegdheid der personen blijven verbindend voor Nederlandse Onderdanen, wanneer zijn zich buiten ‘s lands bevinden. Evenwel zijn zij bij vestiging in Nederland of in eene andere Nederlandsche kolonie, zoolang zij aldaar hunne woonplaats hebben, ten aanzien van het genoemde gedeelte van het burgerlijk recht onderworpen aan de ter plaatse geldende wet. • Ketentuan-ketentuan dalam undang-undang mengenai status dan wewenang seseorang tetap berlaku bagi kawula negara Belanda, apabila ia berada di luar negeri. Akan tetapi apabila ia menetap di Negeri Belanda atau di salah satu daerah koloni Belanda, selama ia mempunyai tempat tinggal di situ berlakulah mengenai bagian tersebut dan hukum perdata yang berlaku di sana. • Lex Originis atau Statuta Personal. 37 Pasal 17 Algemeene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesië • Ten opzigte van onroerende goederen geldt de wet van het land of de plaats, alwaar die goederen gelegen zijn. • Terhadap barang-barang yang tidakbergerak berlakulah undang-undang dari negeri atau tempat di mana barangbarang itu berada. • Lex rei sitae atau Statuta Realis. © Yu Un Oppusunggu 38 Pasal 18 Algemeene Bepalingen van Wetgeving voor Indonesië • De vorm van elke handeling wordt beoordeeld naar de wetten van het land of de plaats, alwaar die handeling is verrigt. • Bij de toepassing van dit en ban het voorgaande art. moet steeds worden acht gegeven op het verschil, hetwelk de wetgeving daarstelt tusschen Europeanen en Indonesiërs • Bentuk tiap tindakan hukum akan diputus oleh pengadilan menurut perundang-undangan dari negeri atau tempat, di mana tindakan hukum itu dilakukan. • Untuk menerapkan pasal ini dan pasal di muka, harus diperhatikan perbedaan yang diadakan oleh perundangundangan antara orang-orang Eropa dan orang-orang Indonesia. • Locus regit actum atau Statua Mixta. © Yu Un Oppusunggu 39 Dasar Keberlakuan AB Menurut Hukum Positif Indonesia • Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945: – Segala badan negara dan peraturan yang ada masih langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini. • Pasal I Aturan Peralihan UUD 1945 (Perubahan Keempat): – Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini. ****) © Yu Un Oppusunggu 40 Pembidangan Tata Hukum Indonesia • • • • • • • • • Hukum Tata Negara Hukum Administrasi Negara, mencakup: – Hukum Kepegawaian – Hukum Pajak – Hukum Administrasi Perburuhan – Hukum Administrasi Agraria Hukum Pribadi Hukum Harta Kekayaan, meliputi: – Hukum Bedan, termasuk Hukum (Perdata) Agraria – Hukum Perikatan, meliputi: • Hukum Perjanjian (Hukum Dagang) • Hukum Penyelewengan Perdata – Hukum Hak Imaterial Hukum Keluarga (Adat, Barat, Islam, dan Antar-Hukum Keluarga) Hukum Waris (Adat, Barat, Islam, dan Antar-Hukum Waris) Hukum Pidana Hukum Acara Hukum Internasional, meliputi: – Hukum Internasional Publik & Hukum Perdata Internasional © Yu Un Oppusunggu 41 HATAH dan Cabang-cabang Ilmu Hukum • • • • • • • • • Sejarah Hukum Politik Hukum Sosiologi Hukum Antropologi Hukum Hukum Adat Hukum Perdata Hukum Islam Hukum Internasional Perbandingan Hukum Perdata © Yu Un Oppusunggu 42