KAJIAN TEKNOLOGI FERMENTASI LIMBAH IKAN SEBAGAI

advertisement
KAJIAN TEKNOLOGI FERMENTASI LIMBAH IKAN
SEBAGAI PUPUK ORGANIK
Indarti P. Lestari, Yudi Sastro, dan Ana F. C. Irawati
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta
pujipujo @yahoo.com
ABSTRAK
Salah satu sumber pupuk organik yang potensial untuk dikembangkan adalah limbah ikan. Namun demikian,
teknologi produksi limbah ikan menjadi pupuk organik belum tersedia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran cara
fermentasi, perlakuan pengkayaan, dan jumlah sumber karbon terhadap kualitas pupuk organik dari limbah ikan. Penelitian
dilaksanakan di Laboratorium Terpadu, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jakarta dimulai dari Maret hingga Juli 2011.
Perlakuan yang diujikan meliputi cara fermentasi (aerob dan anaerob), perlakuan pengkayaan (tanpa, pengkayaan
mikroba+metabolit, dan pengkayaan mineral). Percobaan diatur menggunakan Rancangan Acak Lengkap Faktorial dengan
5 ulangan. Peubah yang diamati adalah (1) karakteristik fisik meliputi warna, (2) karakteristik kimia meliputi pH, C, N, P,
K, Ca, Mg, S, Zn, Fe, Mn, Cu, dan bau dan (3) karakteristik biologi (cemaran biologi).. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa cara fermentasi dan perlakuan pengkayaan tidak nyata berpengaruh terhadap karakteristik fisik, kimia, dan biologi
hasil fermentasi limbah ikan. Sementara itu, jumlah sumber karbon berpengaruh terhadap karakteristik hasil fermentasi.
Terdapat kecenderungan penurunan nilai pH, penurunan kandungan N-NH4, P2O5, K2O, Ca, Mg, Zn, dan Fe, dan C sejalan
peningkatan jumlah sumber karbon, namun terdapat peningkatan bau khas fermentasi sejalan peningkatan sumber karbon.
Kata kunci: limbah ikan, fermentasi, karbon, pupuk organik, pengkayaan
PENDAHULUAN
Pemanfaatan ikan sebagai bahan pupuk organik sudah lama di lakukan. Hingga saat ini
telah banyak beredar berbagai jenis pupuk organik berbahan baku ikan, baik sebagai pupuk padat
atau pupuk cair (Davis et al., 2004). Pupuk padat berbahan baku ikan umumnya dibuat dalam bentuk
tepung, granular, atau pelet, sedangkan dalam bentuk cair berupa emulsi konsentrasi tinggi (Davis et
al., 2004). Pupuk berbahan baku ikan kaya akan unsur makro dan mikro. Pupuk tersebut dilaporkan
nyata meningkatkan pertumbuhan beberapa jenis sayuran dengan tingkat penambahan hasil mencapai
60% dari perlakuan kontrol (Glogoza, 2007).
Selain sebagai sumber hara, pupuk berbahan baku ikan dilaporkan nyata menurunkan
serangan patogen Macrophomina phaseolina, Rhizoctonia solani and Fusarium spp., pada okra dan
kacang panjang (Abasi et al., 2003; Irshad et al., 2006) serta dapat menginduksi Actynomicetes spp.
dan Rhizobacteria spp yang berperan dalam menghasilkan hormon tumbuh disekitar perakaran
tanaman (El-Tarabily et al., 2003). Namun demikian, pupuk ikan yang telah dikembangkan saat ini
umumnya berasal dari ikan berkualitas baik sehingga bersaing dengan kebutuhan pangan masyarakat.
Di sisi yang lain, limbah ikan tersedia dalam jumlah yang cukup besar dan belum termanfaatkan.
Limbah tersebut umumnya terkumpul di tempat-tempat penampungan ikan serta pasar-pasar
tradisional. Komposisi limbah tersebut umumnya berupa ikan yang telah rusak, isi perut, sirip,
kepala, dan sisik. Apabila dimanfaatkan, maka limbah ikan tersebut berpotensi untuk dijadikan pupuk
ikan yang berkualitas baik setara dengan pupuk ikan yang telah ada di pasaran.
Guna mendukung pemanfaatan limbah ikan tersebut, maka penelitian yang terkait dengan
pemanfaatannya sebagai bahan pupuk masih sangat diperlukan. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui peran cara fermentasi, perlakuan pengkayaan, dan jumlah sumber karbon terhadap
kualitas pupuk organik hasil fermentasi limbah ikan.
BAHAN DAN METODA
Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di Laboratorium Terpadu Balai Pengkajian Teknologi Pertanian
Jakarta. Pelaksanaan penelitian dimulai dari bulan Maret hingga Juli 2011. Sementara itu, analisis
bahan dan pupuk hasil pengujian fermentasi dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Tanah,
Bogor.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan meliputi fermentor; timbangan digital merk CHQ DJ3001F;
beaker glass; dan erlenmeyer. Bahan yang digunakan meliputi syrup Marjan Merah; limbah padat
ikan terdiri atas isi perut 60% (b/b), kepala 20% (b/b), ikan rusak 10% (b/b), dan sirip 10% (b/b);
Inokulum Lactobacillus spp. dengan kerapatan 2 x 10 8 sel.ml-1; Inokulum Aspergillus niger sp.; dan
batuan fosfat Ciamis lolos saring 100 mess.
Metode Analisis
Percobaan diatur menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial 2x2x4 dengan
lima ulangan. Perlakuan yang diujikan meliputi metode fermentasi (F), pengkayaan (R) dan tingkat
penambahan karbon (X). Jumlah total perlakuan adalah sebanyak 16 kombinasi perlakuan. Rincian
masing-masing perlakuan adalah sebagai berikut :
1) Teknologi fermentasi, meliputi fermentasi aerob (P1), dan fermentasi anaerob (P2).
2) Perlakuan pengkayaan, meliputi tanpa pengkayaan (R0) pengkayaan menggunakan mikroba dan
metabolitnya (R1), pengkayaan menggunakan bahan mineral batuan fosfat (R2), serta
3) Perlakuan jumlah karbon 0 % (X1), 10% (X2), 30% (X3), dan 50% (X4).
Peubah yang diamati adalah pH; kandungan C, N, P, K, Ca, Mg, S, Zn, Fe, Mn, dan Cu;
warna, bau, dan cemaran biologi. Perbedaan antar perlakuan pada peubah pengamatan kandungan
hara dan pH hasil fermentasi dianalisis menggunakan Analisis Varian dan dilanjutkan dengan uji
Jarak Berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5%. Sementara itu, peubah warna, bau, dan cemaran
biologi disajikan dalam bentuk nilai kualitatif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil analisis varian, tidak terdapat interaksi yang nyata di antara tiga perlakuan
yang diujikan. Oleh sebab itu, pembahasan hasil penelitian lebih diarahkan pada kombinasi perlakuan
yang menonjol pengaruhnya terhadap peubah pengamatan (Tabel 1). Pembahasan tersebut lebih
diarahkan pada kecenderungan-kecenderungan masing-masing perlakuan sehingga lebih sederhana
untuk difahami.
Nilai pH pada sistem fermentasi aerob dan anaerob menurun seiring bertambahnya jumlah
karbon, sedangkan C-Organik pada fermentasi aerob dan anaerob meningkat dengan peningkatan
sumber karbon di atas 10%. Sementara itu, N-organik pada kedua sistem fermentasi tersebut tidak
memiliki kecenderungan tertentu sejalan dengan peningkatan sumber karbon. Jumlah N-NH4 pada
fermentasi aerob dan anaerob cenderung berkurang sejalan peningkatan jumlah sumber karbon,
sedangkan N-NO3 pada fermentasi eaerob secara umum tidak terdeteksi.
Pada fermentasi anaerob jumlah N-NO3 terdeteksi namun dalam jumlah yang sangat kecil.
Namun demikian, jumlah N-Total pada sistem fermentasi aerob dan anaerob meningkat hingga
karbon 10%, selanjutnya cenderung menurun sejalan peningkatan jumlah sumber karbon. Sementara
itu, jumlah P2O5, K2O, Ca, Mg, Zn, dan Fe pada sistem fermentasi aerob maupun anaerob cenderung
menurun sejalan peningkatan jumlah sumber karbon (Tabel 1).
Tabel 1. Pengaruh metode fermentasi dan jumlah sumber karbon terhadap karakteristik kimia pupuk
limbah ikan.
Parameter :
AnC0
AnC10
Perlakuan
AnC30
AnC50
pH
C-organik (%)
N-Organik (%)
N-NH4 (%)
N-NO3 (%)
N-Total (%)
P2O5 (%)
K2O (%)
Ca (ppm)
Mg (ppm)
S (ppm)
Zn (ppm)
Fe
Mn (ppm)
Cu (ppm)
6.4 b
8.03 a
0.01 a
0.45 b
0.12 b
0.58 a
0.19 b
0.09 b
0.07 b
0.03 a
0.01 a
0.01 a
199 b
79 c
0.4
4.5 a
7.4 a
0.24 b
0.35 b
0.04 a
0.63 a
0.21 b
0.09 b
0.07 b
0.03 a
0.04 a
0.04 a
356 c
62 c
ttd
4.0 a
14.5 b
0.24 b
0.15 a
0.09 a
0.48 a
0.14 a
0.06 b
0.05 b
0.02 a
0.03 a
0.03 a
161 b
30 b
ttd
Keterangan :
4.0 a
22.9 c
0.17 b
0.11 a
0.09 a
0.36 a
0.09 a
0.04 a
0.03 a
0.02 a
0.01 a
0.01 a
79 a
19 b
0.5
AC0
AC10
AC30
AC50
6.4 b
9.32 a
0.20 b
0.22 a
0.01 a
0.43
0.20 b
0.10 b
0.07 b
0.03 a
0.04 a
0.04 a
177 b
91 c
2.4
4.1 a
8.87 a
0.41 c
0.14 a
0.01 a
0.56 a
0.18 b
0.04 a
0.07 b
0.03 a
0.04 a
0.04 a
152 b
66 c
1.6
4.1 a
10.9 b
0.45 c
0.05 a
0.01 a
0.54 a
0.16 b
0.08 b
0.06 b
0.03 a
0.03 a
0.03 a
111 a
3.4 a
2.1
4.2 a
22.6 c
0.38 c
0.08 a
0.01 a
0.46 a
0.10 a
0.04 a
0.03 a
0.01 a
0.01 a
0.01 a
78 a
20 b
0.9
An= anaerobik; A= aerobik; C 0%= tanpa sumber karbon; C 10%= sumber karbon 10% (v/v);
C 30%= sumber karbon 30% (v/v); C 50%= sumber karbon 50% (v/v), ttd= tidak terdeteksi
Penurunan nilai pH pada proses fermentasi sejalan dengan peningkatan jumlah karbon
disebabkan oleh peningkatan aktivitas produksi asam-asam organik sebagai metabolit primer ataupun
sekunder mikroba yang terlibat dalam fermentasi. Beberapa peneliti, diantaranya Ali et al. (2002),
Prado et al. (2005), Sastro et al. (2006), Karthikeyan dan Sivakumar (2010), dan Bensmira dan Jiang
(2011) melaporkan bahwa terdapat peningkatan produksi asam organik, diantaranya asam sitrat,
laktat, dan malat dalam fermentasi yang disertai sumber karbon.
Sementara itu, penurunan kandungan unsur hara N, P, K, Ca, Mg, Zn, dan Fe sejalan dengan
peningkatan sumber karbon diduga disebabkan oleh aktivitas mikroba pendekomposisi yang terlibat
dalam sistem fermentasi. Peningkatan aktivitas mikroba yang terlibat dalam sistem fermentasi akan
meningkatkan kebutuhan nutrien, sebagaimana dilaporkan oleh Oliver et al. (1997), Rees dan Stewart
(1997), Nabais et al. (1998) dan Anastassiadis (2007) . Sementara itu, penurunan jumlah unsur N,
disamping factor penggunaan oleh mikroba, juga disebabkan adanya perubahan bentuk unsur ke
dalam fraksi gas sehingga keluar dari dalam system fermentasi.
Metode fermentasi tidak berpengaruh terhadap karakteristik warna, bau, dan cemaran berupa
ulat atau belatung. Demikian juga dengan perlakuan pengkayaan. Peubah fisik dan biologi pupuk
hasil fermentasi sangat dipengaruhi oleh jumlah penambahan sumber karbon. Pada perlakuan tanpa
sumber karbon dan penambahan sumber karbon 10% hasil fermentasi berbau busuk dan terdapat
cemaran ulat. Pada penambahan sumber karbon 30 dan 50% hasil fermentasi berbau khas fermentasi,
berwarna coklat tua dan tidak terdapat cemaran ulat. Terdapat peningkatan bau khas fermentasi
sejalan peningkatan sumber karbon (Tabel 2).
Peran sumber karbon, terkait dengan bau khas fermentasi serta tidak munculnya cemaran
biologi (ulat) disebabkan oleh cukupnya jumlah karbon sederhana dalam memenuhi kebutukan
inokulum mikroba, khususnya Lactobacillus spp. untuk berkembang biak dengan cepat.
Perkembangan cepat tersebut akan berpengaruh terhadap akuisisi karbon, pelepasan metabolit primer
dan sekunder sehingga akan menekan pertumbuhan mikroba lain yang berperan dalam dekomposisi.
Pelepasan metabolit primer berupa alkohol akan berpengaruh terhadap kekuatan bau hasil fermentasi
(khas fermentasi). Sementara itu, pelepasan asam organik akan menyebabkan substrat mengalami
penurunan pH dengan cepat sehingga menghalangi pertumbuhan dan perkembangan cemaran biologis
di dalam substrat.
Tabel 2.
Pengaruh fermentasi, pengkayaan, dan jumlah sumber karbon terhadap karakteristik fisik
dan biologi pupuk limbah ikan.
Sistem
Anaerobik
Anaerobik
Anaerobik
Anaerobik
Anaerobik
Anaerobik
Anaerobik
Anaerobik
Anaerobik
Anaerobik
Anaerobik
Anaerobik
Aerobik
Aerobik
Aerobik
Aerobik
Aerobik
Aerobik
Aerobik
Aerobik
Aerobik
Aerobik
Aerobik
Aerobik
Pengkayaan
Gula (%)
Tanpa
Tanpa
Tanpa
Tanpa
Mikroba+Metabolit
Mikroba+Metabolit
Mikroba+Metabolit
Mikroba+Metabolit
Mineral
Mineral
Mineral
Mineral
Tanpa
Tanpa
Tanpa
Tanpa
Mikroba+Metabolit
Mikroba+Metabolit
Mikroba+Metabolit
Mikroba+Metabolit
Mineral
Mineral
Mineral
Mineral
0
10
30
50
0
10
30
50
0
10
30
50
0
10
30
50
0
10
30
50
0
10
30
50
Bau
bau
bau
Khas fermentasi (++)
Khas fermentasi (+++)
bau
bau
Khas fermentasi (++)
Khas fermentasi (+++)
bau
bau
Khas fermentasi (++)
Khas fermentasi (+++)
bau
Agak bau
Khas fermentasi (+)
Khas fermentasi (++)
bau
Agak bau
Khas fermentasi (+)
Khas fermentasi (++)
bau
Agak bau
Khas fermentasi (+)
Khas fermentasi (++)
Warna
coklat
coklat
coklat tua
coklat tua
coklat
coklat
coklat tua
coklat tua
coklat
coklat
coklat tua
coklat tua
coklat
coklat
coklat tua
coklat tua
coklat
coklat
coklat tua
coklat tua
coklat
coklat
coklat tua
coklat tua
Ulat
ada
ada
tidak ada
tidak ada
ada
ada
tidak ada
tidak ada
ada
ada
tidak ada
tidak ada
ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
ada
tidak ada
tidak ada
tidak ada
Keterangan. +++ (sangat kuat), ++ (kuat), + (lemah).
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Cara fermentasi dan perlakuan pengkayaan tidak berpengaruh nyata terhadap kualitas pupuk
organik berbahan baku limbah ikan.
2. Kualitas pupuk organik tersebut nyata dipengaruhi oleh jumlah sumber karbon. Jumlah karbon
ideal untuk digunakan dalam proses fermentasi limbah ikan menjadi pupuk organik adalah 30%
(v/v).
3. Pupuk hasil fermentasi limbah ikan tersebut di atas memiliki karakteristik kimia yang hampir sama
dengan pupuk sejenis yang ada di pasaran.
4. Perlu pengujian lebih mendalam, khususnya terkait dengan respon tanaman terhadap pupuk
organik tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Abbasi, P. A., D. A. Cuppels, and G. Lazarovits. 2003. Effect of foliar applications of neem oil and
fish emulsion on bacterial spot and yield of tomatoes and peppers. Canadian J. of Plant
Pathology 25: 41–48.
Ali, S., Ikram-ul-Haq, M.A. Qadeer and J. Iqbal, 2002. Production of citric acid by Aspergillus niger
using cane molasses in a stirred fermentor. Elect. J. Biotechnol 5: 114-125.
Anastassiadis, S. 2007. L-Lysine Fermentation. Recent Patents on Biotechnology 1:11-24.
Bonsmira, M. and B. Jiang. 2011. Organic acids formation during the production of a novel peanutmilk kefir beverage. British Journal of Dairy Science 2 (1):18-22.
Davis, J. G., M. A. P. Brown, C. Evans, and J. Mansfield. 2004. The Integration of Foliar Applied
Seaweed And Fish Products Into The Fertility Management of Organically Grown Sweet Pepper.
Organic Farming Research Foundation Project Report. North Carolina State University.
El-Tarabily, K. A., A. H. Nassar, E.S. Giles, J. Hardy, and K. Sivasithamparam. 2004. Fish emulsion
as a food base for rhizobacteria promoting growth of radish (Raphanus sativus L. var. sativus) in
a sandy soil. Plant and Soil 252 (2):397-411.
Glogoza, P. 2007. Effect of foliar applied compost tea and fish emulsion on organically grown
soybean. U of MN extension service. Januari 2007.
Irshad, L., S. Dawar, And M. J. Zaki. 2006. Effect of different dosages of nursery fertilizers in the
control of root rot of okra and mung bean. Pakistan Journal of Botany 38 (1): 217-223.
Karthikeyan A, Sivakumar N. Citric acid production by Koji fermentation using banana peel as a
novel substrate. Bioresource Technology, 2010;101(14):5552-5556.
Nabais, R. C., I. Sa’Correia, C. A. Viegas, and J. M. Novais. 1998. Influence of calcium ion on
ethanol tolerance of Saccharomyces bayanus and alcoholic fermentation by Yeasts. Applied and
Environmental Microbiology 54:2439-2446.
Oliver, A. L., F. A. Roddick, and B. N. Anderson. 1997. Cleaner production of phenylacetylcarbinol
by yeast through productivity improvements and waste minimization. Pure and Appl. Chem.
69:2371-2385.
Prado, F. C., L. P. S. Vandenberghe, A. L. Woiciechowski, J. A. Rodrigues-Leon, and C. R. Soccol.
2005. Citric acid production by solid state fermentation on a semi-piloy scale using different
percentage treated cassava bagasse. Brazilian Journal of Chemical Enginering 22 (4):547-555.
Rees, E. M. R., and G. G. Stewart. 1997. The effects of increased magnesium and calcium
concentrations on yeast fermentation performance in high gravity worts. J. Int. Brew 103:287291.
Sastro Y., D. Widianto, dan J. Shiediq. Sekresi Asam-Asam Organik Oleh aspergillus niger YD 17
yang Ditumbuhkan Dengan Batuan Fosfat. Jurnal Biota XI (3):1
Download