FG-1 - Publikasi Ilmiah UMS

advertisement
PEMETAAN GERAKAN TANAH KAWASAN CAGAR ALAM GEOLOGI
KARANGSAMBUNG DENGAN MENGGUNAKAN DATA
PENGINDERAAN JAUH DAN SIG
Landslides Mapping Karangsambung Geological Nature Preserve
Using Remote Sensing and GIS
Puguh Dwi Raharjo 1), Arief Mustofa Nur 2)
Peneliti Bidang Penginderaan Jauh dan SIG 1), Peneliti Bidang Geologi 2)
Balai Informasi dan Konservasi Kebumian Karangsambung, LIPI
Email: [email protected]
ABSTRACT
Mass movement which is better known as the avalanche, its one of the disasters that often happened to natural
factors, non-natural factors or both. One of the landslide disaster mitigation measures is to identify landslide
prone areas are contained in a map that tells the level of landslide susceptibility. The purpose of this study is
to conduct vulnerability mapping of landslide in CAGK Area using Geographic Information System (GIS).
This research was done by indirect methods that have been modified, the method does not calculate the density per
unit of mass movement parameters, but gives weight of interests of key parameters (slope and stratigraphy/
typology of vulnerable slopes) and supporting parameters (land use and tentative soil thickness). Occurrence of
landslide in the area of CAGK found 87 (eighty seven) points events that include the type of subsidence, debris
fall, avalanches, slides, slump, creep, and rock fall. Based on the GIS analysis and field review, the level of
landslide susceptibility CAGK region was divided into four levels of vulnerability, namely; Very Low Zone;
Low Zone; Medium Zone; and high Zone. Levels of landslide susceptibility in the CAGK is the vulnerability
of the most high, then medium vulnerability, low vulnerability, and vulnerability is very low.
Keywords: mass movement, landslide, SIG, Karangsambung Geological Nature Preserve (CAGK)
ABSTRAK
Gerakan massa yang lebih dikenal sebagai avalanche, merupakan salah satu bencana yang sering
terjadi karena faktor alam , faktor non - alam atau keduanya . Salah satu langkah mitigasi bencana
longsor adalah untuk mengidentifikasi daerah rawan longsor yang terkandung dalam peta yang
menceritakan tingkat kerentanan longsor . Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melakukan pemetaan
kerentanan tanah longsor di area CAGK menggunakan Sistem Informasi Geografis ( GIS ). Penelitian
ini dilakukan dengan metode tidak langsung yang telah dimodifikasi, metode ini tidak menghitung
kepadatan per unit parameter gerakan massa, tetapi memberikan bobot kepentingan parameter kunci (
kemiringan dan stratigrafi / tipologi lereng yang rentan ) dan parameter pendukung ( penggunaan lahan
dan ketebalan tanah tentatif). Terjadinya longsor di daerah CAGK ditemukan 87 ( delapan puluh
tujuh ) poin peristiwa yang termasuk jenis subsidence, puing-puing jatuh, longsor, slide, slump, creep, dan
batu yang jatuh. Berdasarkan analisis GIS dan meninjau lapangan, tingkat kerentanan wilayah longsor
CAGK dibagi menjadi empat tingkat kerentanan, yaitu; Sangat Rendah Zone, Zona Low, Medium
Zona, dan Zona tinggi. Tingkat kerentanan longsor di CAGK adalah kerentanan yang paling tinggi,
maka kerentanan menengah, kerentanan rendah, dan kerentanan sangat rendah.
Kata kunci: mass movement , longsor , SIG , Karangsambung Cagar Alam Geologi (CAGK)
99
Forum Geografi, Vol. 27, No. 2, Desember 2013: 99 - 114
PENDAHULUAN
Wilayah Indonesia khususnya Pulau Jawa
ter masuk zona geologi aktif masih
terpengaruh oleh zona tumbukan Lempeng
Indo Australia yang bergerak ke utara
dengan Lempeng Eurasia yang relatif
statis. Akibatnya banyak terbentuk gunung
api aktif, dan str uktur geologi yang
kompleks sehingga Pulau Jawa cukup
sering mengalami kejadian geologis seperti
gempa baik gempa tektonik maupun gempa
vulkanik. Struktur geologi yang berupa
sesar-sesar aktif dapat memicu kejadian gerakan tanah ketika terjadinya gempa bumi.
Menurut Van Zuidam (1983) gerakan tanah
merupakan terminology umum semua proses
dimana masa dari material bumi bergerak
oleh gravitasi baik lambat atau cepat dari
suatu tempat ke tempat lain. Proses gerakan tanah dipengaruhi oleh faktor/parameter penggunaan lahan, kemiringan lereng,
ketebalan lapisan tanah, dan stratigrafi
(geologi). Data-data dari setiap parameter
tersebut dilakukan suatu analisis dan diberikan pengkelasan sesuai dengan kepekaan
untuk terjadinya proses gerakan tanah.
Kawasan Karangsambung yang ditetapkan
menjadi Kawasan Cagar Alam Geologi
Karangsambung dengan Keputusan
Menteri Energi dan Sumber daya Mineral
Nomor : 2817 K / 40 / MEM / 2006 tentang
Penetapan Kawasan Cagar Alam Geologi
Karangsambung tanggal 10 November
2006 merupakan kawasan yang tidak asing
lagi bagi para ahli kebumian khususnya ahli
geologi. Kawasan yang secara administratif berada di Kabupaten Kebumen, Kabupaten
Banjarnegara dan Kabupaten Wonosobo
mempunyai arti sangat penting bagi ilmu
kebumian. Pada Kawasan Cagar Alam Geologi
Karangsambung ini berhimpun beraneka
ragam batuan purba baik batuan beku,
batuan sedimen dan batuan metamorf yang
mana proses terbentuknya mulai dari dasar
samudera hingga ke tepian benua. Kawasan
Pemetaan Gerakan Tanah ... (Raharjo dan Nur)
Cagar Alam Geologi Karangsambung
merupakan bukti dari evolusi lempeng
bumi yang terjadi sekitar 60 juta tahun yang
lalu (Asikin, 1974).
Kondisi Iklim yang tropis menyebabkan
proses pelapukan batuan berlangsung
intensif sehingga tanah hasil pelapukan
batuan relatif tebal. Tanah lapukan batuan
ini secara umum menumpang pada batuan
induk yang relatif segar dan kedap air.
Kondisi stratigrafi semacam ini merupakan
faktor pengontrol terjadinya gerakan tanah.
Kawasan Cagar Alam Geologi Karangsambung secara umum mempunyai tanah
lapukan batuan yang cukup tebal hal ini
dikarenakan kawasan ini merupakan daerah
tumbukan lempeng (Asikin, 1974) yang
berakibat pada batuan yang terpecah-pecah
(fracture) serta terdapat aktivitas gunung api
yang menghasilkan produk vulkanik
sehingga berpotensi terjadi gerakan tanah.
Menurut Pramudjiono dan Karnawati
(2008), Lereng sebagai salah satu kenampakan
penting di dalam bentang alam, di dalam
waktu yang panjang akan berevolusi dan
material permukaan pada lereng akan
bergerak tur un karena gaya gravitasi.
Faktor-faktor dinamik proses pembentukan
bentang alam dapat dibedakan menjadi
faktor pasif dan faktor aktif. Faktor pasif
berkaitan erat dengan keadaan lapisan
bawah permukaan dan produk di bagian
permukaan. Litologi (batuan), kemiringan
perlapisannya (perlapisan tegak, miring
ataupun mendatar), str uktur (banyak
terdapat rekahan), dan posisinya di dalam
bentang alam (pada lembah, tebing ataupun
puncak) mempengaruhi pembentukan
bentang alam secara pasif. Faktor aktif
berkaitan erat dengan agen erosi, yaitu: gaya
gravitasi, iklim, tektonika aktif, dan
perubahan sudut kelerengan, serta proses
biologi. Akibat kombinasi unsur-unsur di
kedua faktor tersebut, batuan akan
mengalami degradasi menjadi tanah.
100
Peristiwa ini biasa disebut sebagai
pelapukan (weathering). Pelapukan dapat
berlangsung secara fisis maupun kimiawi.
Akibat pelapukan daya kohesi batuan
menjadi berkurang dan jika tanah berada
pada suatu lereng, dan akibat gaya gravitasi,
maka akan bergerak ke bawah, baik secara
perlahan (creeping) ataupun cepat (translational sliding, debris flowing, rock falling).
Selanjutnya oleh agen transport (air
ataupun angin) tanah diangkut ke tempat
yang lebih jauh sebagai sedimen .
Sistem Informasi Geografi (SIG) merupakan suatu sistem basis data dengan kemampuan khusus untuk menangani data yang
bereferensi keruangan yang dapat memadukan antara data grafis (spasial) dengan
data teks (atribut) objek yang dihubungkan
secara geogrfis di bumi (georeference). Dalam
fungsinya SIG mempunyai kemampuan
dalam membangun, menyimpan, mengelola
dan menampilkan informasi bereferensi
geografis. Salah satu aplikasi SIG di bidang
ilmu kebumian yaitu digunakan untuk
mengetahui zonasi-zonasi kerentanan
gerakan tanah.
Metode pemetaan gerakan tanah secara
tidak langsung didasarkan pada perhitungan kerapatan (density) gerakan tanah
dan nilai bobot (weight value) dari masingmasing unit/klas/tipe pada setiap parameter. Dalam pekerjaan ini digunakan
perhitungan berdasarkan luas gerakan
tanahnya. Tiap unit/klas/tipe dari individu
peta parameter telah ditumpangtindih (overlay) dengan peta distribusi gerakan tanah,
berarti tiap peta parameter akan
menghasilkan kerapatan gerakan tanah
pada tiap unit/klas/tipenya, (Anonim,
2003).
Gerakan tanah yang lebih dikenal dengan
longsoran atau tanah longsor merupakan
salah satu bencana yang sering terjadi di
wilayah Indonesia termasuk juga Kawasan
101
Cagar Alam Geologi Karangsambung.
Secara umum kawasan ini mempunyai
tanah lapukan batuan yang cukup tebal
sehingga berpotensi terjadi gerakan tanah.
Kawasan Cagar Alam Geologi Karangsambung termasuk dalam jalur Pegunungan
Serayu Selatan mempunyai bentang alam
pegunungan dan perbukitan yang berpotensi terjadi gerakan tanah. Gerakan tanah
yang terjadi akibat faktor alamiah, faktor
non alamiah ataupun keduanya. Faktor
alamiah meliputi kemiringan lereng, geologi
(batuan penyusun dan struktur geologi),
dan iklim (curah hujan yang tinggi). Faktor
non alamiah seperti peng-gundulan hutan,
perubahan peruntukan lahan, dan aktivitas
lainnya. Tabel 1 merupakan Kerusakan
Akibat Bencana Tanah Longsor Daerah
Karangsambung dan sekitarnya Kabupaten
Kebumen Tahun 2005
Dampak gerakan tanah sebenarnya dapat
diminimalisir dengan melakukan mitigasi
bencana gerakan tanah. Tujuan penelitian
ini adalah melakukan pemetaan zona
kerentanan gerakan tanah di Kawasan
Cagar Alam Geologi Karangsambung
berdasarkan metode tidak langsung.
Dengan mengetahui zonasi kerawanan
bahaya gerakan tanah diharapkan dapat
digunakan sebagai salah satu upaya untuk
mitigasi bencana gerakan tanah pada
Kawasan Cagar Alam Geologi Karangsambung.
METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di Kawasan Cagar
Alam Geologi Karangsambung dengan
administrasi wilayah berada di sebagian
Kabupaten Kebumen, sebagian Kabupaten
Banjarnegara, dan sebagian Kabupaten
Kabupaten Wonosobo Propinsi Jawa
Tengah. Lokasi ini mempunyai koordinat
340.000 mT – 365.000 mT dan 916.0000
Forum Geografi, Vol. 27, No. 2, Desember 2013: 99 - 114
mU - 917.5000 mU. Gambar 1 merupakan
lokasi daerah penelitian Kawasan Cagar Alam
Geologi Karangsambung Jawa Tengah.
Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian antara lain : kompas, GPS, meteran, peta
dasar digital, citra SRTM, citra Landsat TM
path/row 120/065 seperangkat komputer
dan alat, serta perangkat lunak sebagai
pengolah data raster dan vektor digunakan
ILWIS 3.4. Metode yang diterapkan dalam
penelitian ini adalah modifikasi dari
metoda tidak langsung, dimana dalam
metode ini tidak dilakukan perhitungan
kerapatan (densitas) longsoran/gerakan
tanah per unit parameter. Hal ini diterapkan
karena tujuan utama dalam pemetaan ini
adalah untuk memperkirakan/memprediksi potensi gerakan tanah dimasa
mendatang. Kemudian hasil yang diperoleh
dilakukan koreksi dengan ground check
(pengamatan lapangan). Gambar 2 merupakan diagram alir penelitian.
Bahan data dasar yang digunakan berupa
citra satelit Landsat TM dan citra SRTM,
citra Landsat TM dilakukan koreksi berupa
geometrik dan radiometrik sebelum
digunakan untuk intepretasi penutup
lahan. Klasifikasi penutup lahan menggunakan klasifikasi terselia dan klasifikasi
tak terselia untuk mendapatkan peta
Tabel 1. Korban dan Kerusakan Akibat Bencana Tanah Longsor
Kawasan Cagar Alam Geologi Tahun 2005
Lokasi
Jenis
Bencana
Waktu
Kejadian
Luas Areal
Bencana
Akibat
Bencana
Taksiran
kerugian (Rp)
Talud jalan
rusak
2 rumah rusak
1 rumah rusak
4.000.000,4.000.000,-
11 rumah
rusak
1 rumah rusak
55.500.000,-
5 meter
Bronjong
jembatan
longsor
4 rumah
rawan longsor
20.000.000,-
10 rumah
retak
22 maret 2005
10 rumah
Sekolah
Dasar
1 rumah
1 rumah rusak
2.000.000,-
8 April 2005
Sawah
Sawah longsor
13.000.000,-
Ds. Penimbum,
Kec. Karanggayam
Tanah
Longsor
6 November
2004
Talud Jalan
2 rumah
Ds. Pucangan,
Kec. Sadang
Ds. Seboro,
Kec. Sadang
Ds. Kebagoran,
Kec. Pejagoan
Ds. Kalisana, Kec.
Karangsambung
Tanah
Longsor
8 November
2004
1 rumah
11 rumah
Tanah
Longsor
Tanah
Longsor
9 November
2004
22 November
2004
Ds. Kedungwaru,
Tebing
Kec.Karangsambung sungai
longsor
Ds.Glontor,
Tanah
K.bening
Longsor
Kec. Karanggayam
Ds. Kalibening, Kec. Tanah
Karanggayam
Longsor
Dk. Kaligesing
Tanah
Seboro, Kec. Sadang Longsor
6 Januari 2005
13 Januari
2005
1 rumah
3.000.000,-
25.000.000,-
Sumber: Laporan Rekapitulasi Kejadian Bencana Alam Kabupaten Kebumen
Dinas Kesbang, Linmas dan Sosial Kab. Kebumen (2004 dan 2005)
Pemetaan Gerakan Tanah ... (Raharjo dan Nur)
102
Gambar 1. Lokasi Daerah Penelitian Kawasan Cagar Alam Geologi Karangsambung
Landsat TM
SRTM
Peta Geologi
Landsat TM
Peta
Penggunaan
Lahan
Peta
Kemiringan
Lereng
Peta
Ketebalan
Tanah
Stratigrafi
Skoring
Pembobotan
Skoring
Pembobotan
Skoring
Pembobotan
Skoring
Pembobotan
Survei
Cek Lapangan
Keterangan:
Input
Data Bantu
Peta Dasar
Peta Kerawanan
Gerakan Tanah
CAG Karangsambung
Proses
Output
Gambar 2. Diagram Alir Penelitian Pemetaan Gerakan Tanah Kawasan CAG
Karangsambung
103
Forum Geografi, Vol. 27, No. 2, Desember 2013: 99 - 114
penggunaan lahan setelah dilakukan cek
lapangan. Citra SRTM digunakan sebagai
sumber data dalam pembuatan peta
kemiringan lereng, ekstraksi citra SRTM
akan menghasilkan suatu DEM (digital elevation model) yang dapat dikonversikan
ke dalam bentuk vektor.
kemudahannya untuk menjadi longsor,
sedangkan setiap faktor juga diberikan nilai
bobot kepentingan (UGM, 2003). Analisis
terpadu dengan sistem overlay dan
menerapkan rumus sebagai berikut :
n
Tingkat kerentanan   B i  I i 
I 1
Parameter yang digunakan dalam
pembuatan peta kerawanan gerakan tanah
antara lain, kemiringan lereng, ketebalan
tanah, penggunaan lahan, dan stratigrafi.
Nilai stratigrafi merupakan tipologi lereng
rentan dengan mempertimbangkan faktor
geologinya. Setiap parameter dalam faktor
diberikan nilai (skor) berdasarkan tingkat
dimana
B : bobot kepentingan
I : intensitas bobot
Hasil dari tumpangsusun (overlay) faktor,
disesuaikan dengan Tabel 2 yang merupakan klasifikasi tingkat kerentanan gerakan
tanah.
Tabel 2. Klasifikasi Tingkat Kerentanan Gerakan Tanah
Tingkat
Kerentanan
Minimum
Maksimum
Sangat Rendah
(0 – 2)
Tidak ada satupun parameter yang
mengkondisikan lereng cenderung
bergerak (seluruh parameter diberi
intensitas bobot 0)
Parameter lereng
menunjukkan
kondisi rentan bergerak dengan
intensitas bobot1, dan parameter
yang lain tidak mengkondisikan
lereng menjadi rentan bergerak
(score 0)
Rendah
Parameter lereng dan satu parameter
selain batuan yang mengkondisikan
lereng menjadi rentan bergerak
menunjukkan intensitas bobot 1,
parameter yang lain tidak rentan
bergerak (intensitas bobot 0)
Parameter lereng
mempunyai
intensitas bobot 2 dan parameter
lain
(selain
batuan)
mengkondisikan lereng bergerak
dengan intensitas bobot maksimal
2.
Parameter
lereng
mempunyai
intensitas bobot 2 dan parameter
batuan mempunyai intensitas bobot
1, tetapi parameter yang lain
mempunyai intensitas bobot 0
Parameter lereng dan batuan
mempunyai intensitas bobot 2 dan
maksimum satu parameter yang
lain mempunyai intensitas bobot 1,
(3 – 6)
Menengah
(7 – 11)
Tinggi
(12 -21)
Parameter lereng dan parameter Seluruh parameter berada dalam
batuan mempunyai intensitas bobot kondisi paling mungkin untuk
2 dan parameter yang lain bergerak (intensitas bobot 3)
mempunyai intensitas bobot 1.
Sumber: UGM, 2003 (Laporan Penelitian Gerakan Tanah Jawa Timur, Dinas ESDM, 2003)
Pemetaan Gerakan Tanah ... (Raharjo dan Nur)
104
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada lokasi penelitian dijumpai setidaknya
87 titik lokasi gerakan tanah maupun
potensi gerakan tanah. Tipe gerakan tanah
yang dijumpai di CAG Karangsambung
setidaknya ada 7 (tujuh) tipe, yaitu
amblesan (5 titik lokasi), debris fall (9 titik
lokasi), longsoran (45 titik lokasi), luncuran
(13 titik lokasi), nendatan (22 titik lokasi),
rayapan (9 titik lokasi) dan rock fall (3 titik
lokasi). Gerakan tanah yang terjadi telah
mer usak dan mengancam kehidupan
penduduk sekitar baik pemukiman, jalan
maupun ladang/tegalan. Gambar 3
mer upakan peta citra dan data yang
digunakan dalam penelitian.
Parameter penggunaan lahan dilakukan
analisis berdasarkan pengelolaan (vegetasi),
beban gaya berat, serta porusivitas air
dalam setiap jenis penggunaan lahan. Dari
analisis yang dihasilkan bahwa jenis
penggunaan lahan pemukiman merupakan
jenis dari parameter dari gerakan tanah yang
mempunyai kepekaan tinggi hal tersebut
dikarenakan tidak adanya pengelolaan
(vegetasi) yang efektif, mempunyai gaya
beban yang berat, serta mempunyai tingkat
porusivitas air ke dalam tanah rendah.
Map Units
:
meters
Distance Units :
meters
UTM WGS 1984 Zona 49 S
Gambar 3. Peta Citra Dan Data Geologi Daerah Penelitian (A. Peta Citra Landsat RGB
543 ; B. Peta Geologi ; C. Peta Citra SRTM/DEM)
105
Forum Geografi, Vol. 27, No. 2, Desember 2013: 99 - 114
Jenis penggunaan lahan yang kedua yang
mempunyai kepekaan sedang terhadap
gerakan tanah adalah lahan sawah. Sawah
mempunyai pengelolaan yang baik akan
tetapi tingkat porusivitas air ke dalam tanah
sangat rendah sehingga beban menjadi
lebih berat. Jenis pengunaan lahan yang
mempunyai kepekaan rendah adalah lahan
kebun, ladang, lahan kering. Penggunaan
lahan-penggunaan lahan tersebut mempunyai pengelolaan yang sedang dengan
beban yang tidak terlalu berat dan kemampuan air untuk meresap kedalam tanah mudah.
Jenis parameter penggunaan lahan yang
memiliki kepekaan sangat rendah yaitu
berupa lahan hutan. Hutan mempunyai
pengelolaan vegetasi yang baik, dengan
jenis tanah yang relative stabil dan
porusivitas air ke dalam tanah sangat baik.
Parameter kedua proses gerakan tanah
adalah kemiringan lereng. Pengolahan data
spasial berupa kemiringan diperoleh dari
data kuantitatif yang dirubah menjadi data
spasial yang bersifat kualitatif. Kemiringan
lereng merupakan salah satu parameter
pemicu terjadinya gerakan tanah, semakin
terjal suatu lereng material yang ada diatas
permukaan akan semakin mudah untuk
jatuh/tergelincir ke bawah karena adanya
gaya grafitasi. Pengkelasan kemiringan
lereng mendasarkan pada kemudahan untuk
menjadi gerakan tanah, semakin tinggi
kemiringan kelas lereng akan semakin besar.
Parameter yang ketiga dalam kaitannya
dengan gerakan tanah adalah ketebalan
tanah. Ketebalan tanah ini dapat dilakukan
pengukuran dengan cara tidak langsung,
yaitu dengan mengetahui jenis tanah dan
kemiringan lerengnya. Kemiringan lereng
yang semakin landai maka tanah akan
semakin landai karena adanya pegendapan,
agradasi tanah dari daerah diatasnya. Setiap
kelas ketebalan tanah diberikan niliai/skor
sesuai dengan kemudahanya untuk menjadi
gerakan tanah. Nilai bobot untuk paramater
Pemetaan Gerakan Tanah ... (Raharjo dan Nur)
ketebalan tanah ini tergolong yang terkahir
seperti parameter penggunaan lahan dan
diberikan nilai 1 sehingga pengaruhnya
terhadap gerakan tanah ringan.
Parameter terbesar yang sangat menentukan proses gerakan tanah adalah kondisi
stratigrafi (tipologi kerentanan lereng), parameter ini tidak lepas dari kondisi geologi.
Pengkelasan pada parameter stratigrafi ini
didasarkan pada kriteria-kriteria adanya
bidang lincir/slicing pada permukaan,
adanya perlapisan yang terdapat tanah
diatasnya dengan kondisi yang tidak stabil,
serta kenampakan lereng keluar. Bobot
kepentingan yang diberikan pada parameter stratigrafi ini adalah 3 yaitu nilai paling tinggi dari semua parameter yang
memicu terjadinya gerakan tanah. Untuk
mendapatkan peta gerakan tanah peta peta
tersebut dilakukan tumpang susun (overlay) serta dilakukan query, perhitungan dari
jumlah skor dikalikan dengan bobot
kepentingan untuk mendapatkan nilai/
hasil yang tertimbang. Gambar 4 merupakan peta kerawanan gerakan tanah berdasarkan metode tidak langsung kawasan
Cagar Alam Geologi Karangsambung.
Berdasarkan analisis dengan SIG dan
tinjauan lapangan, tingkat kerentanan
gerakan tanah kawasan CAG Karangsambung dibagi menjadi 4 (empat) tingkat
kerentanan, yaitu : Zona Kerentanan
Gerakan Tanah Sangat Rendah; Zona
Kerentanan Gerakan Tanah Rendah; Zona
Kerentanan Gerakan Tanah Menengah dan;
Zona Kerentanan Gerakan Tanah Tinggi
Zona Kerentanan Gerakan Tanah
Sangat Rendah
Zona ini berada di daerah yang datar atau
berupa dataran. Derajat kerentanannya
sangat rendah, kemungkinan terjadi
gerakan tanah di masa datang adalah sangat
kecil. Di dalam zone ini gerakan tanah
sangat jarang terjadi atau boleh dikatakan
106
tidak pernah terjadi. Sangat jarang dijumpai
indikasi gerakan tanah lama maupun baru.
Daerah yang termasuk zona ini ini adalah
dataran disekitar sungai Luk Ulo seperti di
daerah Karangsambung, Baioro, Langse,
Kaligending, Kedungwaru dan Peniron.
Secara umum daerah ini tersusun oleh batuan
berupa aluvium yang terdiri dari pasir
hingga lempung hasil sedimentasi sungai.
Kemiringan lereng yang sangat kecil dan mempunyai tipologi lereng yang relatif stabil
maka pengaruh terhadap kejadian gerakan
tanah menjadi sangat kecil. Penggunaan
lahan berupa sawah dan gosong sungai.
Zona ini layak sebagai daerah pemukiman,
lahan pertanian maupun perkebunan.
Namun di beberapa tempat menjadi tidak
layak karena ada kegiatan penambangan
pasir, seperti di Karangsambung, Seboro,
Langse, Kaligending, Kedungwaru dan
Peniron. Apabila tempat yang masih layak
akan dikembangkan, perlu diperhatikan
dan dipertimbangkan aspek alamiah dan
lingkungan yang lain seperti ketersediaan
air khususnya bagi keperluan domestik
penduduk maupun pengairan lahan.
Gambar 5 merupakan foto lapangan lokasi
gerakan tanah di kawasan Cagar Alam
Geologi Karangsambung.
Zona Kerentanan Gerakan Tanah
Rendah
Zona ini umumnya di daerah yang
mempunyai kemiringan lereng yang relatif
kecil (landai). Kejadian gerakan tanah
relatif jarang dan dimensinya relatif kecil.
Kemungkinan terjadinya gerakan tanah di
daerah ini adalah rendah, karena kondisi
kemiringan lereng dan geologi yang relatif
Gambar 4. Peta Kerawanan Gerakan Tanah Kawasan Cagar Alam Geologi
Karangsambung
107
Forum Geografi, Vol. 27, No. 2, Desember 2013: 99 - 114
stabil. Meskipun batuan penyusun daerah
tersebut mempunyai tipologi lereng yang
dapat bergerak, namun karena kemiringan
lereng yang kecil maka tingkat kerentanan
menjadi relatif kecil.
Umumnya zone ini terdapat masih
disekitar dataran sungai, dan sering di
sekitar zona kerentanan sangat rendah.
Zona ini berada di beberapa tempat datar
di sungai Mondo dan Lokidang, sebagian
daerah Pucangan hingga Seboro, beberapa
tempat di Sadangkulon dan Sadang Wetan.
Zona ini layak sebagai daerah pemukiman,
lahan pertanian maupun perkebunan.
Apabila daerah ini ter masuk daerah
pengembangan maka aspek alamiah dan
lingkungan yang lain seperti ketersediaan
air untuk pengairan, kesesuaian tanaman
dan lahan harus diperhatikan.
Zona Kerentanan Gerakan Tanah
Menengah
Zona ini keterdapatannya cukup luas di
Kawasan CAG Karangsambung, meliputi
daerah yang berada diantara daerah yang
mempunyai kemiringan lereng besar
dengan daerah yang kemiringan lerengnya
kecil atau datar. Batuan penyusun dominan
berupa lempung, baik lempung Formasi
Karangsambung, lempung For masi
Totogan, maupun lempung hasil pelapukan
batuan yang ada. Zone ini mempunyai
kerentanan gerakan tanah menengah,
kemungkinan terjadinya gerakan tanah
adalah menengah yang berarti gerakan
Gambar 5. Foto Lokasi Gerakan Tanah Di Kawasan Cagar Alam Geologi
Karangsambung (A. Rayapan, B. Amblesan, C. Nendatan, D. Rock Fall)
Pemetaan Gerakan Tanah ... (Raharjo dan Nur)
108
tanah mungkin untuk terjadi pada zone ini.
Dapat dikatakan kejadian gerakan tanah
cukup sering.
Zone ini meliputi daerah lembah “tapal
kuda” Karangsambung, derah sekitar
Kebakalan ke barat hingga Kalirejo, daerah
sekitar Glontor, daerah sekitar Duren,
daerah sekitar sungai Mondo dan
Lokidang, lembah sungai Luk Ulo dari
Totogal ke timur hingga Cangkring, serta
daerah sekitar Kaligending hingga Krakal.
Zona ini masih layak sebagai daerah
pemukiman, namun cukup beresiko
terhadap bahaya gerakan tanah. Apabila
dikembangkan menjadi daerah pemukiman
maka perlu konstr uksi teknik yang
disesuaikan untuk antisipasi gerakan tanah.
Namun sebaiknya tidak dikembangkan
menjadi daerah pemukiman. Zona ini
masih layak untuk perkebunan dengan
tanaman yang berakar tunggang yang dapat
berfungsi sebagai paku bumi alami. Aspek
kesuaian tanaman dan lahan harus menjadi
fokus perhatian apabila dikembangkan
menjadi lahan perkebunan.
Zona Kerentanan Gerakan Tanah Tinggi
Zona ini meliputi daerah yang dominan
mempunyai kemiringan lereng besar,
tersusun oleh batuan yang mempunyai 2
atau 3 tipologi lereng mudah bergerak, dan
sebagian berpengaruh pada pemukiman.
Zone ini mempunyai kerentanan tinggi
untuk terkena gerakan tanah dan beberapa
bagian berasosiasi dengan daerah pemukiman. Daerah ini relatif tidak stabil dan
sewaktu-waktu dapat terjadi gerakan tanah
yang membahayakan keselamatan jiwa
ataupun kerusakan lingkungan setempat.
Zone ini umumnya tersusun oleh litologi
batuan vulkanik (breksi dan batupasir
Formasi Waturanda), Batuan di Komplek
Melang yang telah mengalami pelapukan
yang intensif dan lanjut. Struktur geologi
yang intensif dan rumit yang berkembang
109
di kompleks Melange juga sangat berpengaruh pada ketidakstabilan lereng. Zona
kerentanan gerakan tanah tinggi meliputi
daerah G. Batok sekitar Gunungsari, daerah
Kalibening – Wonotirto, daerah G.
Watutumpang – G. Padureksa – G. Brujul
– G. Bulukuning – G. Paras – G. Prahu –
G. Dliwang – G. Gandul, daerah Lancar
dan sekitarnya, serta bagian utara Kawasan
CAG Karangsambung dari Kebutuhjurang
ke timur hingga Kedunggong.
Zona ini tidak layak sebagai daerah pemukiman dan pertanian lahan basah. Untuk lahan
perkebunanpun harus sangat diperhatikan
kesesuian lahan dengan tanaman yang
dapat mengantisipasi longsor namun sesuai
dengan kondisi daerah setempat. Zona ini
layak untuk kawasan lindung dengan
tanaman yang berakar tunggang yang dapat
berfungsi sebagai paku bumi alami dan
juga dapat menjaga keseimbangan alam
yang lain seperti ketersediaan air.
KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan maka
dapat diambil suatu simpulan bahwa: (1)
Pemetaan Kerentanan Gerakan Tanah
dengan menggunakan SIG lebih efektif dan
efisien dibandingkan pemetaan dengan
cara konvensional. Dengan menggunakan
parameter-parameter gerakan tanah maka
kerentanan gerakan tanah di suatu tempat
dapat dianalisis dengan lebih cepat. 2) Kejadian gerakan tanah di Kawasan CAG Karangsambung dijumpai 87 (delapan puluh tujuh)
titik kejadian yang meliputi tipe amblesan,
debris fall, longsoran, luncuran, nendatan,
rayapan, dan rock fall. (3) Zona kerawanan
gerakan tanah sangat rendah terdapat di
dataran disekitar sungai Luk Ulo seperti di
daerah Karangsambung, Baioro, Langse,
Kaligending, Kedungwaru dan Peniron.
Zona kerentanan gerakan tanah rendah
berada di beberapa tempat datar di sungai
Forum Geografi, Vol. 27, No. 2, Desember 2013: 99 - 114
Mondo dan Lokidang, sebagian daerah
Pucangan hingga Seboro, beberapa tempat
di Sadangkulon dan Sadang Wetan. Zona
Kerentanan gerakan tanah menengah
memiliki area yang cukup luas yaitu sekitar
± 25991.26 hektar, meliputi daerah yang
berada diantara daerah yang mempunyai
kemiringan lereng besar dengan daerah
yang kemiringan lerengnya kecil atau datar.
Zona kerentanan gerakan tanah tinggi
terdapat pada daerah yang umumnya
tersusun oleh litologi batuan breksi dan
batupasir Formasi Waturanda, batuan di
Komplek Melang yang telah mengalami
pelapukan yang intensif dan lanjut.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih penulis sampaikan
kepada Arief Mustofa Nur, S.T sebagai
koordinator penelitian gerakan tanah tahun
2009 Balai Informasi dan Konservasi
Kebumian LIPI, atas pemberian ijin dan
kegiatannya sehingga penulis dapat
menyelesaikan tulisan ini.
DAFTAR PUSTAKA
Asikin S, Handoyo A, Busana H, Gafoer S, 1992, “Geologic Map of Kebumen Quadrangle,
Java”, skala 1 : 100.000, PPPG, Bandung.
Asikin, S., 1974, Evolusi geologi Jawa Tengah ditinjau dari segi teori tektonik dunia yang
baru, Disertasi, ITB Bandung, tidak diterbitkan, 103 hal.
Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Propinsi Jawa Timur, 2003, “Identifikasi Lokasi
Rawan Gerakan Tanah dan Longsor di Jawa Timur khususnya di Obyek Wisata dan
Pemukiman”, Laporan Akhir.
Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No : 1452 K/10/MEM/2000 Tentang
Pedoman Teknis Pemetaan Zona Kerentanan Gerakan Tanah.
Laporan Rekapitulasi Kejadian Bencana Alam Kabupaten Kebumen.
Linmas dan Sosial Kab. Kebumen (2004 dan 2005)
Dinas Kesbang,
Pramudjiono., Karnawati, 2008. Penanganan Bencana Gerakan Tanah Di Indonesia. Makalah
Penanganan Gerakan Tanah Di Indoensia, Jurusan Teknik Geologi UGM, Yogyakarta.
Dalam situs http://pirba.hrdp-network.com/e5781/e5795/e6331/e15201/
eventReport15218/MakalahPenangananGerakanTanahdiIndonesia.pdf , diakses
tanggal 12 April 2010 Jam 11.14 WIB.
Universitas Gadjah Mada, 2003, Modul Sosialisasi Daerah Rawan Gerakan Tanah di Propinsi
Jawa Timur, Jurusan Teknik Geologi Universitas Gadjah Mada (tidak dipublikasikan).
Van Zuidam, R. A. 1983. Guide to Geomorphologic - aerial photographic interpretation and mapping.
Enschede: Section of Geology and Geomorphology, ITC. 325p.
Pemetaan Gerakan Tanah ... (Raharjo dan Nur)
110
LAMPIRAN
Setiap Lokasi Gerakan Tanah di plot dengan menggunakan alat GPS.
No.
Lokasi
Dimensi
Jenis
Gerakan
Slope
Debris
± 45°
Kedalaman
Arah_Gerak
Tinggi
Panjang
Lebar
± 4m
± 25
± 175
± 50
Arah selatan
±3
1
Dukuh Pesodongan,
dekat sungai
2
Kedunggong, balai
desa kearah barat
Amblesan
± 70°
± 4m
± 100
± 100
± 75
arah barat
3
Dukuh Kedunggong
bawah
Luncuran
± 70°
5m
± 25
± 75
± 70
± 70°
4
Dukuh Kewarasan
Luncuran
± 50°
± 30 cm
± 50
± 250
± 50
Arah selatan
5
Dukuh Kalipetir
Luncuran
± 30°
± 2,5 m
±75
± 100
± 150
Arah timur
6
Desa Kaligesing
Luncuran
± 50°
-
± 350
± 200
± 250
-
7
Desa Wonosari,
Kedinglegok
Luncuran
± 45°
± 2m
± 50
± 25
± 100
240°
8
Desa Wonosari II
Rayapan
± 30°
-
-
-
-
9
Desa Wonosari
Longsor
± 75°
± 25 m
± 40
± 250
± 50
220°
10
Desa Jombret,
Seboro
Luncuran
± 70°
± 3m
± 15
± 200
± 50
250°
11
Desa Jombret
Luncuran
± 60°
± 2m
± 10
± 300
± 25
220°
12
Desa Jombret
Luncuran
± 60°
± 3m
± 10
± 400
± 50
160°
13
Desa Melem
Rayapan
-
-
-
-
14
Desa Srengseng
Luncuran
± 60°
± 2m
± 50
± 100
± 25
100°
15
Desa Gerdu,
Pesangkalan
Luncuran
± 50°
± 3m
± 20
± 20
± 50
160°
16
Desa Banjaran,
Pesangkalan
Luncuran
-
± 2m
± 200
± 500
± 100
250°
17
Desa Pete ,
Pesangkalan
Luncuran
-
± 3m
± 130
± 500
± 50
175°
18
Jebuk
Longsor
± 45°
± 1,5 m
± 1,5
± 15
± 200
339°
19
Jebuk
Rockfall
±90°
±3-4 m
-
±20
±18
170°
20
Jebuk
Rayapan
±39°
-
-
-
-
181°
21
Sebelah selatan
Gunung Parang
Nendatan
±22°
±1,2 m
-
±40
±30
224°
22
Gunung Parang
Nendatan
±60°
±3 m
-
±20
±10
-
111
Arah barat
daya
Forum Geografi, Vol. 27, No. 2, Desember 2013: 99 - 114
23
Dekat Sungai,
sebelah timur
Batuan Fiit
Longsor
±41°
±3,5 m
-
±25
±20
333°
24
Dekat sungai, view
ke jembatan
Longsor
±48°
±2 m
-
±16
±15
310°
25
Marmer
Lo ngsoran
±30°
±1,5
-
±6
±10
9°
26
Waturanda dengan
marmer
Lo ngsoran
±48°
±1
-
±10
±10
200°
27
View di depan
serpentinit (N128E)
Luncuran
±75°
±0,5
-
±15
±3
380°
28
Wonosari
Lo ngsoran
±64°
±1
-
±15
±6
302°
29
Dekat Sungai
Cangkring
Lo ngsoran
±90°
±2
±10
±5
-
30
Cangkring (sebelah
timur)
Longsor
±19°
±2
-
±25
±10
35°
31
Sebelah selatantimur gunung Paras
Debris
±85°
±5
-
±15
±30
236°
32
Kalisono
Amblesan
±28°
±0,4
33
Kalisono
Lonsoran
±85°
±0,5
-
±7
±4
290°
34
Igir/Kalimangu
Nendatan
±36°
±5
-
±5
±7
114°
35
Igir Kaliwinon g
Lo ngsoran
±46°
±1
-
±10
±5
244°
36
Pujegan
Lo ngsoran
±50°
±1,5
-
±6
±4
±278°
37
Tebing batu sekitar
Curug
Lo ngsoran
±35°
±,5
-
±7
±5
±260°
38
Tebing dekat Curug
Maling
Lo ngsoran
±86°
±0,5
-
±1,5
±3
±62°
39
Plumbon I
Lo ngsoran
±54°
±2
-
±6
±10
±298°
40
Plumbon II
Rockfall
±42°
±1
-
±7
±3
±314°
41
Plumbon III
Rockfall
±84°
±3
- ±30
±15
±346
42
Waturanda
Rockfall
±63°
±0,5
-
-
-
±312°
43
G. Sipako , Filit
Nendatan
> 40°
± 5m
±20
±50
±3
100°
44
G. Sipako , Filit
Debris
> 40°
± 5m
±20
±50
±3
100°
45
±200m ke selatan
dari jemb atan Sipako
Nendatan
10°-20°
±3m
±5
±10
±3
145°
46
±100m ke selatan
dari lokasi 3
Nendatan
20°-40°
±8m
±8m
±25
±5
150°
Pemetaan Gerakan Tanah ... (Raharjo dan Nur)
323°
112
47
Lereng Selatan Watu
sentul
Rockfall
>20°
±4
±10
±2
160°
48
Tikungan sugai
±500m
Nendatan
20°-40°
±5
±60
±3
200°
49
-
Nendatan
20°-40°
±8
±20
±4
45°
50
Jembatan
perempatan pasar
Gunungsari
Erosi
sungai
0°-5°
-
-
-
-
-
51
±300m ke timur
pertigaan Pasar
Gunungsari
Nendatan
20°-40°
-
±6
±25
±4
325°
52
Jalan kea rah
Binangun
Nendatan
20°-40°
-
±8
±10
±8
35°
53
Tikungan Sungai,
jembatan SD N 1
Glontor
Nendatan
-
-
-
-
-
-
54
Data lama pada
tulisan
Nendatan
20°-40°
-
-
-
-
-
55
Desa Binangun, tepi
sungai setelah
turunan
Debris
20°
-
10
10
2
3°
56
Sebelah barat
Pagebangan
Amblesan
20°
-
-
-
-
-
57
±200m ke selatan
dari lokasi 16
Nendatan
0°- 10°
-
±2
±10
±5
190°
58
Jalan KebakalanClapar
Nendatan
10°-20°
±5
±5
±12
±3
355°
59
±10m ke timur dari
lokasi 18
Erosi
sungai
-
-
-
-
-
-
60
±50m ke selatan dari
tikugan sungai
Nendatan
10°-20°
-
±5
±10
±3
320°
61
±200m ke timur dari
lokasi 18
Rayapan
10°-20°
-
±8
±50
±15
355°
62
±100m ke timur dari
Balai Desa Clapar
Rayapan
5°- 10°
-
±3
±10
±5
345°
63
±150m ke timur dari
lokasi 20 (Logandu)
Rayapan
5°- 10°
-
±3
±10
±5
340°
64
±20m dari lokasi 21
timur tikungan
sungai
Rayapan
5°- 10°
-
±5
±10
±5
340°
113
Forum Geografi, Vol. 27, No. 2, Desember 2013: 99 - 114
65
Sebelah timur SD 1
Kebakalan
Rayapan
0°-5°
-
±2
±5
±3
260°
66
sebelah utara jalan
G. Brujul
Rayapan
0°-5°
-
±2
±10
±10
90°
67
Sebelah barat
Waturanda
Karangrejo
Nendatan
20°-40°
-
±10
±15
±5
65°
68
Sebelah barat
Rockfall
20°-40°
-
±10
±5
±8
65°
69
Sebelah barat
bendung
Kaligending
Debris
5°-10°
-
±5
±10
±2
120°
70
Sebelah barat
Kaligending
Debris
5°-10°
±4
±20
±2
160°
71
±200m gunung
Sipako
Debris
>40°
-
±8
±50
±5
220°
73
Jembatan menuju
arah Lokidang
Debris
20°-40°
-
±5
±20
±3
50°
74
Kuburan Dusun
Trenggulun,
Amblesan
10°-20°
-
-
-
-
-
75
±100m ke arah utara
dari lokasi 33
Amblesan
0°-10°
-
±3
±15
±6
70°
76
Batas desa Giritirto
Nendatan
10°-20°
-
±8
±25
±5
95°
77
Jalan arah Plipitan
Nendatan
10°-20°
-
±5
±15
±5
310°
78
±200m dari
penyeberangan di
Lokidang
Nendatan
20°-40°
-
±6
±50
±5
180°
79
-
Nendatan
>40°
-
±10
±100
±5
155°
80
±200m dari lokasi
51
Nendatan
>40°
-
±10
±6
±6
80°
81
Tikungan ja lan
±300m dari lokasi
52
Nendatan
>40°
-
±8
±100
±5
130°
82
Perbatasan
Kebumen ?
Banjarnegara
Rayapan
20°-40°
-
±6
±25
±5
170°
83
Utara SD Kebutuh
Duwur
Rockfall
-
-
±5
±1
±2
85°
84
Tikungan ja lan 200m
dari lokasi
sebelumnya
Rockfall
-
-
±5
±10
±2
90°
85
Ds Kebutuh Jur
Rockfall
-
-
±5
±50
±3
40°
Pemetaan Gerakan Tanah ... (Raharjo dan Nur)
114
Download