LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT (LSM)

advertisement
1
LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT (LSM) BERDASARKAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1985 TENTANG ORGANISASI
KEMASYARAKATAN
(Studi Tentang Peran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Dalam
Perlindungan Perempuan Korban Tindak Pidana Kesusilaan di Purwokerto)
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
OLEH:
FRISKA MAHARDIKA
NIM E1A007229
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
2012
2
LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT (LSM) BERDASARKAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1985 TENTANG ORGANISASI
KEMASYARAKATAN
(Studi Tentang Peran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Dalam
Perlindungan Perempuan Korban Tindak Pidana Kesusilaan di Purwokerto)
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
OLEH:
FRISKA MAHARDIKA
NIM E1A007229
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
2012
i
3
HALAMAN PENGESAHAN
SKRIPSI
LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT (LSM) BERDASARKAN
UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1985 TENTANG ORGANISASI
KEMASYARAKATAN
(Studi Tentang Peran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Dalam
Perlindungan Perempuan Korban Tindak Pidana Kesusilaan di Purwokerto)
Oleh:
FRISKA MAHARDIKA
NIM E1A007229
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
Isi dan format diterima dan disetujui
Pada tanggal, Agustus 2012
Pembimbing I/Penguji I
Pembimbing II/Penguji II
H.A. Komari., S.H.,M.Hum
NIP. 195406061980111001
Satrio Saptohadi.,S.H.,M.H
NIP. 195410181983031002
Mengetahui
Dekan Fakultas Hukum Unsoed,
HJ. ROCHANI URIP SALAMI, S.H.,M.S.
NIP. 19520603 198003 2 001
ii
Penguji III
Tenang Haryanto.,S.H.,M.H.
NIP. 19620622 198702 1 001
4
HALAMAN PERNYATAAN
Dengan ini saya
:
Nama
:
FRISKA MAHARDIKA
NIM
:
E1A007229
:
LEMBAGA
Judul
Skripsi
SWADAYA
MASYARAKAT
BERDASARKAN
(LSM)
UNDANG-UNDANG
NOMOR 8 TAHUN 1985 TENTANG ORGANISASI
KEMASYARAKATAN
Lembaga
Swadaya
(Studi
Masyarakat
Tentang
Peran
(LSM)
Dalam
Perlindungan Perempuan Korban Tindak Pidana
Kesusilaan di Purwokerto)
Menyatakan bahwa skripsi ini adalah betul-betul hasil karya saya sendiri, tidak
dibuatkan oleh orang lain. Sumber data serta informasi yang digunakan telah
secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya. Bila pernyataan ini tidak benar,
maka saya bersedia menerima sanksi termasuk pencabutan gelas kesarjanaan yang
telah saya peroleh.
Purwokerto, Agustus 2012
Friska Mahardika
E1A007229
iii
5
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya.
Sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: LEMBAGA
SWADAYA
UNDANG
MASYARAKAT
NOMOR
KEMASYARAKATAN
8
(LSM)
TAHUN
(Studi
BERDASARKAN
1985
Tentang
TENTANG
Peran
UNDANG-
ORGANISASI
Lembaga
Swadaya
Masyarakat Dalam Perlindungan Perempuan Korban Tindak Pidana
Kesusilaan Di Purwokerto). Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan dalam
memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal
Soedirman.
Berbagai kesulitan dan hambatan Penulis hadapi dalam penyusunan skripsi
ini. Namun berkat bimbingan, bantuan materiil dan moril serta pengarahan dari
berbagai pihak, maka skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu
Penulis ingin menyampaikan terima kasih yang tulus dan sebesar-besarnya
kepada:
1. Hj. Rochani Urip Salami, S.H, M.S, selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Jenderal Soedirman.
2. H.A.Komari,S.H.,M.Hum selaku dosen Pembimbing I Skripsi, atas segala
bantuan, arahan, dukungan, dan masukan yang telah diberikan selama
penulisan skripsi ini.
3. Satrio Saptohadi,S.H.,M.H, selaku dosen Pembimbing II skripsi, atas segala
bantuan, arahan, dukungan dan masukan yang telah diberikan selama
penulisan skripsi ini.
iv
6
4. Tenang Haryanto,S.H.,M.H selaku Dosen Penguji, atas segala masukan dan
arahannya.
5. Dr. Ade Maman Suherman,S.H.,M.sc, selaku Pembimbing Akademik.
6. Satrio Saptohadi,S.H.,M.H, selaku Ketua Bagian Hukum Tata Negara.
7. Kepada kedua orang tuaku Bapak Didi Sukmono dan Ibu Nyai Sumarni yang
telah memberikan dukungan baik moril maupun materiil.
8. Seluruh dosen, staf dan karyawan di Fakultas Hukum Universitas Jenderal
Soedirman.
9. Lili Purwani, selaku Ketua LSM Seruni Purwokerto, terimakasih waktu dan
dukungannya mba.
10. Narsidah, selaku sekertaris LSM Seruni Purwokerto, terimakasih untuk
bersedia menjadi bagian dari skripsi ini.
11. Yuliana Desi P.,selaku staff LSM LPPSLH Purwokerto, terimakasih untuk
waktu dan dukungannya.
12. Intan Permata Selni, selaku staf LSM LPPSLH Purwokerto, terimakasih untuk
waktu,info dan “jalan-jalannya”.
13. Arinal Nurrisyad Hanum, S.H., terimakasih atas segala bantuan,dukungan, dan
kebersamaan selama 5 tahun yang luar biasa.
14. Sista tersayang Dian sarwidyaningtyas, terimakasih menggantikan sosok
kakak yang tidak pernah ku miliki.
15. Sedulur Teater Timbang, teman-teman kost Griya Mawar, teman-teman satu
bimbingan,teman-teman FH Unsoed, Terimakasih atas kebersamaannya.
v
7
16. Semua pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu.
Semoga amal kebaikan serta bantuan yang telah diberikan mendapat
balasan dari Allah Swt. Skripsi ini hanyalah hasil karya manusia biasa yang
memiliki banyak kekurangan, oleh karenanya kritik dan masukan demi
kesempurnaan skripsi ini sangat penulis harapkan.
Purwokerto,
Agustus 2012
FRISKA MAHARDIKA
E1A007229
vi
8
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………..........
HALAMAN PERNYATAAN ...........................................................
ii
iii
KATA PENGANTAR ......................................................................
iv
DAFTAR ISI ...................................................................................
vii
ABSTRAK ......................................................................................
x
ABSTRACT ................................................................................................
xi
BAB I. PENDAHULUAN
I.
Latar Belakang Masalah ........................................................
1
II.
Perumusan Masalah .............................................................
7
III.
Tujuan Penelitian ..................................................................
7
IV.
Kegunaan Penelitian .............................................................
8
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
1. Sistem Politik Indonesia
a. Pengertian Sistem, Politik dan Sistem Politik ...................
9
b. Macam-macam Sistem politik ...........................................
13
c. Pengertian Sistem Politik Indonesia ..................................
15
2. Teori Peran dan Peranan ......................................................
18
3. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) ...............................
19
a. Pengertian Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) ...........
22
b. Ciri-ciri Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) ...............
24
c. Jenis dan Katagori Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
24
d. Dasar Hukum Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) .....
26
4. Perlindungan Hukum Bagi Perempuan
a. Pengertian Perlindungan ...................................................... 26
b. Perlindungan Hukum ........................................................... 28
c. Perlindungan Hukum Bagi Perempuan ................................ 30
5. Korban ..................................................................................... 36
vii
9
6. Tindak Pidana Kesusilaan
a. Pengertian Tindak Pidana ....................................................
38
b. Tindak Pidana Kesusilaan ....................................................
40
BAB III. METODE PENELITIAN
1. Metode Pendekatan .................................................................
44
2. Spesifikasi Penelitian ..............................................................
45
3. Lokasi Penelitian .....................................................................
46
4. Jenis dan Sumber Data ............................................................
46
5. Metode Pengambilan Sampel ..................................................
48
6. Metode Pengumpulan Data .....................................................
49
7.
50
Metode Penyajian Data ...........................................................
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Peran Lembaga Swadaya Masyarakat Dalam Perlindungan
Perempuan Korban Tindak Pidana Kesusilaan di Purwokerto
52
B. Faktor-faktor Penghambat Peran Lembaga Swadaya (LSM)
Masyarakat Dalam Perlindungan Perempuan Korban Tindak
Pidana Kesusilaan ................................................................ 82
BAB V. PENUTUP
A. Simpulan ................................................................................... 103
B. Saran ........................................................................................ 104
DAFTAR PUSTAKA
vii
10
ABSTRAK
Skripsi ini berjudul Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Berdasarkan
Undang-Undang No. 8 Tahun 1985 Tentang Organisasi Kemasyarakatan (Studi
Tentang Peran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Dalam Perlindungan
Perempuan Korban Tindak Pidana Kesusilaan di Purwokerto). Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui peran dari lembaga swadaya masyarakat dalam
memberikan perlindungan perempuan korban tindak pidana kesusilaan.
Metodologi penelitian yang digunakan adalah dengan pendekatan yuridis
sosiologis. Sumber data berupa data primer dan data sekunder. Data disajikan
dalam bentuk matrik dan dijelaskan secara deskriptif serta dianalisis dengan
metode sosiologis kualitatif.
Lembaga swadaya masyarakat mempunyai peran yang sangat besar dalam
kehidupan masyarakat. Termasuk perannya dalam membantu melindungi hak-hak
masyarakat yang tidak terlindungi atau mendapat perlindungan yang tidak
maksimal dari pemerintah, salah satunya dalam melindungi perempuan korban
tindak pidana kesusilaan.
Dasar hukum lahirnya LSM adalah Undang-undang No. 8 Tahun 1985
tentang organisasi kemasyarakatan, selanjutnya di atur mengenai pembinaan LSM
melalui Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 8 Tahun 1990. Yang dimaksud
dengan Lembaga Swadaya Masyarakat adalah organisasi/ lembaga yang dibentuk
oleh anggota masyarakat Warga Negara Republik Indonesia secara sukarela atas
kehendak sendiri dan berminat serta bergerak dibidang kegiatan tertentu yang
ditetapkan oleh organisasi/ lembaga sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam
upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, yang menitik
beratkan kepada pengabdian secara swadaya.
Peran LSM Seruni dan LPPSLH berdasarkan fungsi yang dijalankannya
berdasarkan undang-undang adalah Meningkatkan partisipasi masyarakat
khususnya perempuan korban tindak pidana kesusilaan untuk berorganisasi,
meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, khususnya bagi
perempuan korban tindak pidana kesusilaan, meningkatkan kemandirian
masyarakat khususnya bagi perempuan tindak pidana kesusilaan, membina dan
mengembangkan anggota dalam usaha mewujudkan tujuan organisasi,
mengupayakan perlindungan hak-hak perempuan korban tindak pidana
kesusilaan, menjadi bagian dan mendorong partisipasi masyarakat khususnya
perempuan korban tindak pidana kesusilaan dalam pembangunan.
x
11
ABSTRACT
Thesis is titled Non-Governmental Organization (NGO) by the Act No. 8 of
1985 About Community Organizations (Studies Role of Non Governmental
Organizations (NGO) in the Protection of Women Victims of Crime Decency in
Purwokerto). This study aims to determine the role of nongovernmental
organizations in providing protection to women victims of crime and morality.
The research methodology used is the juridical sociological approach. The
source data is a primary data and secondary data. Data presented in the form of a
matrix and descriptive described and analyzed with qualitative sociological
methods. Non-governmental organizations have a very large role in people's lives.
Including its role in helping to protect the rights of people who are not protected
or have no maximum protection from the government, one of them to protect
women victims of crime and morality.
The legal basis is the birth of the NGO Law. 8 of 1985 concerning social
organization, then the set of development NGOs through the Minister of Home
Affairs No. Instruction. 8 of 1990. The term NGO is an organization / institution
established by members of the public citizen of the Republic of Indonesia
voluntarily at its sole option and interested and engaged in certain activities that
are determined by the organization / institution as a form of public participation in
efforts to improve living standards and welfare of the community, which focuses
the service independently.
Non-Govermental Organization of Seruni and LPPSLH Chrysanthemum
and the role of NGO based on the exercise of functions under the legislation is
Increasing community participation, especially women victims of criminal acts of
decency to organize, improve living standards and welfare of the community,
especially for women victims of criminal acts of decency, increase the
independence of the community, especially for women crime ethics , fostering and
developing members in an effort to achieve organizational goals, seek the
protection of the rights of women victims of criminal acts of decency, be part and
encourage community participation, especially women victims of criminal acts of
decency in development.
xi
12
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Bergulirnya era reformasi menggantikan era orde baru dikuti pula
dengan peningkatan jumlah LSM. Hadirnya era reformasi membawa dampak
yang yang sangat penting terhadap penyaluran aspirasi masyarakat.
Kebebasan menyampaikan pendapat, berekspresi, berserikat dan berkumpul
dijamin penuh oleh undang-undang.
Dominasi pemerintah pada masa orde baru yang dijalankan melalui
depolitisasi atau partisipasi terkontrol yang bertujuan untuk menjamin
hegemoni pemerintah dan mengontrol masyarakat melalui pembatasan
kegiatan partai politik dan organisasi sosial dengan dalih menciptakan
kestabilan politik, semakin terkikis oleh tuntutan-tuntutan untuk mengurangi
fungsi kontrol pemerintah terhadap masyarakat dan di lain pihak
meningkatkan kemandirian masyarakat dalam segala aspek kehidupan yang
meliputi bidang politik, ekonomi, sosial-budaya dan bidang-bidang lainnya.
Ruang politik yang semakin terbuka lebar pada era reformasi, seiring dengan
diberikannya kebebasan yang luas memberikan kesempatan pada kelompokkelompok masyarakat untuk berekspresi dalam berbagai bentuk organisasi
sosial politik non pemerintah dengan mengusung berbagai asas dan tujuan
masing-masing. Tidak ada lagi hegemoni ideologi yang dijalankan lewat
berbagai undang-undang yang mendudukan Pancasila sebagai satu-satunya
asas bagi setiap organisasi seperti pada masa orde baru yang menyebabkan
13
aktifitas LSM dan organisasi sosial politik lainnya berada dalam ruang yang
sempit. Partai-partai politik dengan latar belakang berbagai ideologi
bermunculan, dengan dimulainya era kebebasan ini. Organisasi-organisasi
sosial politik termasuk LSM tumbuh dengan subur.
Lembaga swadaya masyarakat secara umum diartikan sebagai
sebuah organisasi yang didirikan oleh perorangan ataupun sekelompok orang
yang secara sukarela memberikan pelayanan kepada masyarakat umum tanpa
bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari kegiatannya. Menurut Budi
Setyono, LSM merupakan lembaga/organisasi non partisan yang berbasis
pada gerakan moral (moral force) yang memiliki peran penting dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan politik. LSM dipandang
mempunyai peran signifikan dalam proses demokratisasi. Jenis organisasi ini
diyakini memiliki fungsi dan karakteristik khusus dan berbeda dengan
organisasi pada sektor politik-pemerintah maupun swasta (private sector),
sehingga mampu menjalankan tugas tertentu yang tidak dapat dilaksanakan
oleh organisasi pada dua sektor tersebut.1
Berbeda dengan organisasi politik yang berorientasi kekuasaan dan
swasta yang berorientasi komersial, secara konsepsional, LSM memiliki
karakteristik yang bercirikan: nonpartisan, tidak mencari keuntungan
ekonomi, bersifat sukarela, dan bersendi pada gerakan moral. Ciri-ciri ini
menjadikan LSM dapat bergerak secara luwes tanpa dibatasi oleh ikatanikatan motif politik dan ekonomi. Ciri-ciri LSM tersebut juga membuat LSM
1
Budi Setiyono, Pengawasan Pemilu oleh LSM, Suara merdeka, 15 oktober 2003
14
dapat menyuarakan aspirasi dan melayani kepentingan masyarakat yang tidak
begitu diperhatikan oleh sektor politik dan swasta.
Sistem politik Indonesia, di dalamnya terdapat partai politik sebagai
pilar utama yang menjadi alat politik rakyat untuk melakukan perubahan,
karena partai politik telah dijamin dengan undang-undang menjadi media bagi
rakyat untuk terlibat dalam kekuasaan. Partai politik digunakan sebagai
sarana perubahan kearah yang lebih baik. Namun yang terjadi saat ini rakyat
belum merasakan kesejahteraan seperti yang diinginkan. Partai politik
termasuk lembaga-lembaga politik kenegaraan lainnya dianggap lemah dalam
menjalankan fungsi kontrol terhadap pemerintahan yang berkuasa sehingga
membiarkan
terjadinya
dominasi
dan
manipulasi
Negara
terhadap
masyarakat. Dari sinilah gerakan LSM muncul secara alami sebagai reaksi
atas kondisi sosial politik termasuk kondisi ekonomi.
Kemunculan LSM merupakan reaksi atas melemahnya peran kontrol
lembaga-lembaga Negara, termasuk partai politik, dalam menjalankan fungsi
pengawasan ditengah dominasi pemerintah terhadap masyarakat. Sehingga
pada awal sejarah perkembangan lahirnya LSM, terutama yang bergerak
dibidang sosial politik, tujuan utama pembentukan LSM adalah bagaimana
mengontrol kekuasaan negara, tuntutan pers yang bebas, tuntutan kebebasan
berorganisasi, advokasi terhadap kekerasan negara dan kebijakan-kebijakan
yang merugikan rakyat.
Pada masa orde baru LSM menjadi sebuah kelompok kritis yang
memberikan tekanan pada pemerintah. Meuthia Ganie-rochman menyebut
15
pola hubungan LSM pada masa ini sebagai pola hubungan yang konfliktual,
dimana dari sisi pemerintah juga berupaya mencampuri dan mempengaruhi
organisasi, cara kerja dan orientasi LSM.2
Namun dalam sistem politik yang demokratis, LSM dan pemerintah
dapat bersama-sama memberikan sumbangan penting dalam hal peningkatan
hak-hak rakyat. Perubahan yang dibawa era reformasi menyebabkan wajah
kekuasaan menjadi tidak sesolid dulu, sehingga masyarakat mempunyai
kesempatan yang lebih besar untuk mengungkapkan pikiran dan tuntutannya.
Dengan kehidupan politik yang lebih demokratis saat ini, membuat banyak
LSM mulai meninggalkan strategi konfrontatif dengan pemerintah, dengan
cara berusaha menjalin kerjasama dengan pemerintah ketika peluang politik
tersedia. LSM saat ini tidak lagi memandang pemerintah setajam dulu,
meskipun demikian masih terdapat kesadaran luas dikalangan LSM bahwa
pemerintah tetap potensial menjadi pengekang rakyat.3
Lembaga swadaya masyarakat mempunyai peran yang sangat besar
dalam kehidupan masyarakat. Termasuk perannya dalam membantu
melindungi hak-hak masyarakat yang tidak terlindungi atau mendapat
perlindungan yang tidak maksimal dari pemerintah. Hak-hak masyarakat
sangat dekat kaitannya dengan perlindungan yang diberikan oleh pemerintah.
Bentuk perlindungan yang diberikan dapat berupa peraturan perundangundangan yang memiliki kekuatan hukum pasti. Namun pada kenyataannya
2
Meuthia-Ganie-Rochman dalam Maruto MD dan Anwari WMK (ed.) Reformasi
Politik dan Kekuatan Masyarakat Kendala dan Peluang Menuju Demokrasi, LP3ES, Jakarta,
2002 Hal. 182
3
Meuthia Ganie-Rochman dalam Maruto MD dan Anwari WMK (ed.) Op. cit., Hal.
183.
16
tidak semua orang mampu memperjuangkan haknya,maka LSM disini dapat
berperan penting sebagai lembaga yang dekat dengan masyarakat untuk
membantu memperjuangkan haknya.
Hak-hak yang banyak dilanggar dan tidak terlindungi dengan
maksimal dari banyak kasus, perempuan selalu menjadi korban terbanyak.
Budaya patrialkal yang masih sangat kental dan melekat khususnya dalam
adat jawa dan sistem budaya yang selama ini diperkenalkan dalam kehidupan
sehari-hari,membuat status perempuan menjadi semakin lemah dan mudah
menjadi korban. Anggapan dalam masyarakat bahwa perempuan itu lemah
membuatnya menjadi sasaran kejahatan yang kebanyakan dilakukan oleh
kaum pria. Oleh karena itu,perlindungan terhadap perempuan sangat
dibutuhkan, baik itu perlindungan yang dilakukan oleh dirinya sendiri,oleh
Negara maupun oleh lembaga-lembaga non pemerintah yang bergerak di
bidang perempuan.
Banyaknya penderitaan perempuan yang menjadi korban dalam hal
ini korban tindak pidana kesusilaan, mereka akan mengalami penderitaan
yang berlipat ganda, mulai dari kerugian fisik, psikis dan harga diri bahkan
materiil akibat tidak tuntasnya perhatian hukum pidana dalam memberikan
perlindungan hukum bagi perempuan-perempuan yang menjadi korban
tersebut.
Kejahatan dan penjahat senantiasa menjadi permasalahan yang
seakanakan tidak pernah habis dalam persoalan masyarakat dan penegakan
hukumnya, bahkan dalam kajian teori dan dalam bentuk penelitaian
17
sekalipun, persoalan ini tetap menjadi perdebatan yang menarik. Namun
sedikit sekali perhatian yang diberikan orang atau badan/lembaga atau bahkan
negara (peraturan perundang-undangan) kapada korban kejahatan dan dalam
hal perlindungan baik dari segi aspek hukum maupun aspek lainnya, sehingga
kondisi ini menyebabkan kurangnya jaminan sosial bagi korban kejahatan
ketika kembali ke lingkungan sosialnya.
Uraian di atas menunjukakan bahwa perlu adanya perlindungan yang
lebih baik bagi korban kejahatan, khususnya perempuan. Perlindungan
tersebut tidak hanya menjadi tugas salah satu pihak saja yaitu negara, baik
melalui lembaga-lembaga negara, undang-undang, ataupun kebijakankebijakannya, tetapi perlindungan tersebut juga merupakan tugas bagi semua
pihak yang terkait termasuk disini adalah Lembaga Swadaya Masyarakat
(LSM) sebagai lembaga nonpemerintah yang dekat dengan masyarakat.
Lembaga Swadaya Masyarakat secara umum dan juga yang ada di
Purwokerto selama ini telah secara langsung maupun tidak langsung memiliki
peranan yang penting dalam masyarakat, termasuk peranannya dalam
perlindungan perempuan, baik LSM yang memang “konsern” dalam bidang
perempuan seperti LSM Seruni atau yang bergerak di bidang lain di luar
perempuan tetapi secara aktif turut berperan karena mendapat banyak
pengaduan dari masyarakat seperti Lembaga Penelitian dan Pengembangan
Sumberdaya Lingkungan Hidup (LPPSLH). Luasnya pihak-pihak yang
bertanggung jawab terhadap perlindungan korban, maka luas juga cakupan
mengenai berbagai macam bentuk perlindungan, yang dapat diberikan kepada
18
korban, misalnya berupa perlindungan sosial, perlindungan etika/moral dan
perlindungan hukum, maka penulis akan fokus pada salah satu bentuk
perlindungan yaitu perlindungan hukum.
B. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan suatu
permasalahan sebagai berikut :
1.
Bagaimanakah peranan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Seruni
dan Lembaga Penelitian Pengembangan Sumberdaya Lingkungan
Hidup (LPPSLH) terhadap perlindungan perempuan korban tindak
pidana kesusilaan di Purwokerto?
2.
Hambatan-hambatan apa saja yang dialami Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) Seruni dan Lembaga Penelitian Pengembangan
Sumberdaya Lingkungan Hidup (LPPSLH) dalam perlindungan
perempuan korban tindak pidana keasusilaan ?
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Obyektif
Untuk mengetahui dan menganalisa bagaimanakah peran Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM) Seruni dan LPPSLH dalam perlindungan
perempuan korban tindak pidana keasusilaan di Purwokerto.
19
2. Tujuan Subyektif
Untuk mengetahui hambatan-hambatan apa saja yang dialami
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Seruni dan LPPSLH
dalam
perlindungan perempuan korban tindak pidana keasusilaan di
Purwokerto.
D. KEGUNAAN PENELITIAN
Adapun kegunaan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian
ini
diharapkan
dapat
memberikan
sumbangan
pengetahuan dan memberikan tambahan wacana guna pengembangan
ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya
2. Manfaat Praktis.
a)
Mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir sistematis dan
dinamis, sekaligus untuk mengetahui sejauh mana kemampuan
penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh selama menimba
ilmu di Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman
Purwokerto.
b)
Melengkapi syarat akademis guna mendapat gelar Sarjana Hukum
di Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto.
20
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Sistem Politik Indonesia
a. Pengertian Sistem, Politik, dan Sistem Politik
Menurut Pamudji sistem adalah merupakan suatu kebulatan atau
keseluruhan yang komplek atau terorganisir, suatu himpunan atau
perpaduan hal-hal atau bagian-bagian yang membentuk suatu kebulatan
atau keseluruhan yang komplek atau utuh. 4
Sistem juga dapat diartikan sebagai kerjasama suatu kelompok
yang saling berkaitan secara utuh, apabila suatu bagian terganggu maka
bagian yang lain akan merasakan kendalanya. Namun, apabila terjadi
kerjasama maka akan tercipta hubungan yang sinergis yang kuat.
Pemerintah Indonesia adalah suatu contoh sistem, anak cabangnya adalah
sistem pemerintahan daerah, kemudian seterusnya sampai sistem
pemerintahan desa dan kelurahan.
Politik dalam bahasa arabnya disebut siyasyah yang kemudian
diterjemahkan menjadi siasat, atau dalam bahasa inggrisnya politics. asal
mula kata politik itu sendiri berasal dari kata polis yang berarti negara
kota, dengan politik berarti ada hubungan khusus antara manusia yang
hidup bersama, dalam hubungan itu timbul aturan, kewenangan dan pada
4
Miriam Budiadjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta :PT Gramedia Pustaka
Utama, 1992.Hal. 175.
21
akhirnya kekuasaan. Tetapi politik juga dapat dikatakan sebagai
kebijaksanaan, kekuatan, dan kekuasaan pemerintah.
Istilah politik dalam ketatanegaraan berkaitan dengan tata cara
pemerintahan, dasar-dasar pemerintahan, ataupun dalam hal kekuasaan
Negara. Politik pada dasarnya menyangkut tujuan-tujuan masyarakat,
bukan tujuan pribadi. Politik biasanya menyangkut kegiatan partai
politik, tentara dan organisasi kemasyarakatan.
Politik merupakan disiplin ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri
dan dapat dikatakan sebagai seni, disebut sebagai seni karena banyak
beberapa para politikus yang tanpa pendidikan ilmu politik tetapi mampu
berkiat memiliki bakat yang dibawa sejak lahir dari naluri sanubarinya,
sehingga dengan kharismatik menjalankan roda politik pemerintahan.
Dapat
disimpulkan bahwa politik adalah interaksi
antara
pemerintah dan masyarakat dalam rangka proses pembuatan kebijakan
dan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat
yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu.
Sistem Politik adalah berbagai macam kegiatan dan proses dari
struktur dan fungsi yang bekerja dalam suatu unit atau kesatuan
(masyarakat/negara). Ada beberapa definisi mengenai sistem politik,
diantaranya :
1) Menurut Almond, Sistem Politik adalah interaksi yang terjadi
dalam masyarakat yang merdeka yang menjalankan fungsi
integrasi dan adaptasi.
2) Menurut Rober A. Dahl, Sistem politik adalah pola yang tetap
dari hubungan – hubungan antara manusia yang melibatkan
22
sampai dengan tingkat tertentu, control, pengaruh, kekuasaan,
ataupun wewenang.
3) Menurut Sukarna, sistem politik adalah sekumpulan pendapat,
prinsip yang membentuk satu kesatuan yang berhubungan satu
sama lain untuk mengatur pemerintahan serta melaksanakan
dan mempertahankan kekuasaan dengan cara mengatur
individu atau kelompok individu satu sama lain atau dengan
Negara dan hubungan Negara dengan Negara. 5
Dapat disimpulkan bahwa sistem politik adalah mekanisme
seperangkat fungsi atau peranan dalam struktur politik dalam hubungan
satu saa lain yang menunjukan suatu proses yang langsung memandang
dimensi waktu (melampaui masa kini dan masa yang akan datang).
Sistem politik merupakan sistem yang terbuka, karena sistem ini
dikelilingi oleh lingkungan yang memiliki tantangan dan tekanan.
Pandangan mengenai keberhasilan dalam menghadapi tantangan ini
berbeda diantara para pakar politik. Ahli politik zaman klasik seperti
Aristoteles dan Plato dan diikuti oleh teoritisi liberal abad ke-18 dan 19
melihat prestasi politik diukur dari sudut moral. Sedangkan pada masa
modern sekarang ahli
politik melihatnya
dari
tingkat
prestasi
(performance level) yaitu seberapa besar pengaruh lingkungan dalam
masyarakat, lingkungan luar masyarakat dan lingkungan internasional.
Pengaruh ini akan memunculkan perubahan politik. Adapun pelaku
perubahan politik bisa dari elit politik, atau dari kelompok infrastruktur
politik dan dari lingkungan internasional.
5
Budi winarno, Sistem Politik Indonesia Era Reformasi.Jakarta : PT. Buku
Kita, 2007, hal. 92.
23
Tingkat
prestasinya
menentukan
bahwa
penilaian
tentang
perkembangan atau perubahan sistem politik dapat dilihat dari kapabilitas
sistemnya. Kapabilitas sistem adalah kemampuan sistem untuk
menghadapi kenyataan dan tantangan.6
Terdapat 5 kapabilitas yang menjadi penilaian prestasi sebuah
sistem politik :
1.
2.
3.
4.
5.
6
Kapabilitas Ekstraktif, yaitu kemampuan Sumber daya alam
dan sumber daya manusia. Kemampuan SDA biasanya
masih bersifat potensial sampai kemudian digunakan secara
maksimal oleh pemerintah. Seperti pengelolaan minyak
tanah, pertambangan yang ketika datang para penanam
modal domestik itu akan memberikan pemasukan bagi
pemerintah berupa pajak. Pajak inilah yang kemudian
menghidupkan negara.
Kapabilitas Distributif. SDA yang dimiliki oleh masyarakat
dan negara diolah sedemikian rupa untuk dapat
didistribusikan secara merata, misalkan seperti sembako
yang diharuskan dapat merata distribusinya keseluruh
masyarakat. Demikian pula dengan pajak sebagai
pemasukan negara itu harus kembali didistribusikan dari
pemerintah pusat ke pemerintah daerah.
Kapabilitas Regulatif (pengaturan). Dalam menyelenggaran
pengawasan tingkah laku individu dan kelompok maka
dibutuhkan adanya pengaturan. Regulasi individu sering
memunculkan benturan pendapat. Seperti ketika pemerintah
membutuhkan maka kemudian regulasi diperketat, hal ini
mengakibatkan keterlibatan masyarakat terkekang.
Kapabilitas simbolik, artinya kemampuan pemerintah dalam
berkreasi dan secara selektif membuat kebijakan yang akan
diterima oleh rakyat. Semakin diterima kebijakan yang
dibuat pemerintah maka semakin baik kapabilitas simbolik
sistem.
Kapabilitas responsif, dalam proses politik terdapat
hubungan antara input dan output, output berupa kebijakan
pemerintah sejauh mana dipengaruhi oleh masukan atau
adanya partisipasi masyarakat sebagai inputnya akan
menjadi ukuran kapabilitas responsif. kapabilitas dalam
Kencana, Syafiie, Inu. 2006.Sistem Politik Indonesia. Bandung: Refika
Aditama.Hal. 19
24
negeri dan internasional. Sebuah negara tidak bisa sendirian
hidup dalam dunia yang mengglobal saat ini, bahkan
sekarang banyak negara yang memiliki kapabilitas
ekstraktif berupa perdagangan internasional. Minimal dalam
kapabilitas internasional ini negara kaya atau berkuasa
(superpower) memberikan hibah (grants) dan pinjaman
(loan) kepada negara-negara berkembang.7
b. Macam-macam Sistem Politik
Sistem politik pada suatu negara sangatlah dipengaruhi oleh faktorfaktor internal dan eksternal dari negara tersebut. Faktor intrernal dapat
didasarkan pada sejarah negara tersebut (misalnya negara mana yang
pernah menjajah negara tersebut), adatistiadat, ideologi, keadaan social
masyarakatnya,
dll.
Sedangkan
faktor
eksternal
juga
sangatlah
mempengaruhi pembentukan sistem politik suatu negara, salah satu
faktor eksternal yang paling kuat adalah negara lain yang berada dekat
dengan negara tersebut atau negara yang berhubungan politik-sosialekonomi dengan negara tersebut.
Menurut Carter dan Hez, sistem politik dibedakan menjadi dua
macam, yaitu sebagai berikut :
1.
2.
7
Apabila pihak yang memerintah dan ruang lingkup
jangkauan kewenangan beberapa orang atau kelompok kecil
orang, maka sistem politik ini disebut pemerintahan dari
atas. Atau lebih tegas lagi oligarki, otoriter, atau aristokrasi.
Apabila pihak yang memerintah terdiri atas banyak orang,
maka sistem politik ini disebut demokrasi. selain itu, jika
kewenangan pemerintah pada prinsipnya mencakup segala
sesuatu yang ada dalam masyarakat, maka rezim itu disebut
totaliter. begitu pula pemerintahan yang memiliki
kewenangan terbatas dan membiarkan beberapa atau
sebagian besar kehidupan bermasyarakat mengatur diri
Ibid,Hal. 18.
25
sendiri tanpa campur tangan dari pemerintah tetapi
kehidupan masyarakatnya dijamin dengan tata hukum yang
telah disepakati bersama. rezim ini disebut liberal.8
Kedua sistem tersebut menyangkut hubungan kekuasaan, yaitu
siapa yang menjadi pemegang kekuasaan dan bagaimana hasil
penggunan kekuasaan itu. hal itu digunakan untuk membedakan sistem
politik yang mencakup beberapa faktor. misalnya, kebaikan bersama,
pemersatu atau identitas bersama, hubungan kekuasaan, prinsip
legitimasi kewenangan , dan hubungan politik dengan ekonomi.
Sistem politik yang ada di berbagai negara antara lain :
1. Sistem Politik Di Negara Komunis
Bercirikan pemerintahan yang sentralistik, peniadaan hak milk
pribadi, peniadaan hak-haak sipil dan politik, tidak adanya mekanisme
pemilu yang terbuka, tidak adanya oposisi, serta terdapat pembatasan
terhadap arus informasi dan kebebasan berpendapat.9
2. Sistem Politik Di Negara Liberal
Bercirikan adanya kebebasan berpikir bagi tiap individu atau
kelompok; pembatasankekuasaan; khususnya dari pemerintah dan
agama; penegakan hukum; pertukaran gagasanyang bebas; sistem
pemerintahan yang transparan yang didalamnya terdapat jaminan hakhak kaum minoritas.10
8
Ibid. Hal. 125.
Ibid,Hal. 126
10
Ibid,Hal. 127.
9
26
3. Sistem Politik Demokrasi
Sistem politik yang didasarkan pada nilai, prinsip, prosedur, dan
kelembagaan yangdemokratis. Adapun sendi-sendi pokok dari sistem
politik demokrasi di Indonesia adalah :
1. Ide kedaulatan rakyat
2. Negara berdasarkan atas hukum
3. Bentuk Republik
4. Pemerintahan berdasarkan konstitusi
5. Pemerintahan yang bertanggung jawab
6. Sistem Perwakilan
7. Sistem peemrintahan presidensiil.11
c. Pengertian Sistem Politik Indonesia
Sistem politik Indonesia diartikan sebagai kumpulan atau
keseluruhan berbagai kegiatan dalam Negara Indonesia yang berkaitan
dengan kepentingan umum termasuk proses penentuan tujuan, upayaupaya mewujudkan tujuan, pengambilan keputusan, seleksi dan
penyusunan skala prioritasnya.
Sistem politik Indonesia dalam rangka mewujudkan cita-cita
bangsa dan mencapai tujuan nasional maka harus sesuai dengan
Pancasila dan UUD 1945. Dalam menyelenggarkan politik negara, yaitu
keseluruhan
penyelenggaraan
politik
dengan
memanfaatkan
dan
mendayagunakan segala kemampuan aparatur negara serta segenap daya
dan dana demi tercapainya tujuan nasional dan terlaksananya tugas
negara sebagaimana yang ditetapkan dalam UUD 1945.
11
Ibid.
27
Sistem politik terdiri atas berbagai sub sistem antara lain sistem
kepartaian, sistem pemilihan umum, sistem budaya politik dan sistem
peradaban politik lainnya. Dalam eksistensinya sistem politik akan terus
berkembang sesuai dengan perkembangan tugas dan fungsi pemerintahan
serta perubahan dan perkembangan yang ada dalam faktor lingkungan.
Politik adalah semua lembaga-lembaga negara yang tersebut di
dalam konstitusi negara ( termasuk fungsi legislatif, eksekutif, dan
yudikatif ). Dalam Penyusunan keputusan-keputusan kebijaksanaan
diperlukan adanya kekuatan yang seimbang dan terjalinnya kerjasama
yang baik antara suprastruktur dan infrastruktur politik sehingga
memudahkan terwujudnya cita-cita dan tujuan-tujuan masyarakat/negara.
Dalam hal ini yang dimaksud suprastruktur politik adalah lembagaLembaga Negara. Lembaga-lembaga tersebut di Indonesia diatur dalam
UUD 1945 yakni MPR, DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden,
Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial. Lembagalembaga ini yang akan membuat keputusan-keputusan yang berkaitan
dengan kepentingan umum.
Badan yang ada di masyarakat seperti Parpol, Ormas, media massa,
Kelompok kepentingan (Interest Group), Kelompok Penekan (Presure
Group), Alat/Media Komunikasi Politik, Tokoh Politik (Political Figure),
dan pranata politik lainnya adalah merupakan infrastruktur politik,
melalui badan-badan inilah masyarakat dapat menyalurkan aspirasinya.
Tuntutan dan dukungan sebagai input dalam proses pembuatan
28
keputusan. Dengan adanya partisipasi masyarakat diharapkan keputusan
yang dibuat pemerintah sesuai dengan aspirasi dan kehendak rakyat.
Indonesia memiliki sistem politik, sistem politik yang dianut adalah
sistem politik demokrasi pancasila yakni sistem politik yang didasarkan
pada nilai-nilai luhur, prinsip, prosedur dan kelembagaan yang
demokratis. Adapun prinsip-prinsip sistem politik demokrasi di Indonesia
antara lain:
1) pembagian kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif
berada pada badan yang berbeda;
2) Negara berdasarkan atas hukum;
3) Pemerintah berdasarkan konstitusi;
4) jaminan terhadap kebebasan individu dalam batas-batas
tertentu;
5) pemerintahan mayoritas;
6) pemilu yang bebas;
7) parpol lebih dari satu dan mampu melaksanakan fungsinya. 12
Sebagai suatu sistem, prinsip-prinsip ini saling berhubungan
satu sama lain. Sistem politik demokrasi akan rusak jika salah satu
komponen tidak berjalan atau ditiadakan. Contohnya, suatu negara
sulit disebut demokrasi apabila hanya ada satu partai politik. Dengan
satu partai, rakyat tidak ada pilihan lain sehingga tidak ada pengakuan
akan
kebebasan
mengemukakan
rakyat
pilihannya
dalam
secara
berserikat,
bebas.
berkumpul
Dengan
dan
demikian
berjalannya satu prinsip demokrasi akan berpengaruh pada prinsip
lainnya.
12
Arifin Rahman, Sistem Politik IndonesiaDalam Perspektif FungsiDan
Struktur,Penerbit,SIC, Surabaya,2002,Hal. 101.
29
B. Teori Peran dan Peranan
Istilah peran sudah sering kita dengar dan kita ucapkan, kata peran
dikaitkan dengan posisi atau kedudukan seseorang. Ketika istilah peran
digunakan dalam lingkungan pekerjaan, maka seseorang yang diberi
(atau mendapatkan) sesuatu
posisi, juga diharapkan menjalankan
perannya sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pekerjaan tersebut.
Karena itulah ada yang disebut dengan role expectation, yaitu harapan
mengenai peran seseorang dalam posisinya. Harapan dapat dibedakan
atas harapan dari si pemberi tugas dan harapan dari orang yang
menerima manfaat dari pekerjaan atau posisi tersebut.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia peran mempunyai arti
pemain sandiwara (film), tukang lawak pada permainan makyong,
perangkat
tingkah
yang diharapkan
dimiliki
oleh
orang
yang
berkedudukan di masyarakat.13 Menurut Soekanto, peran adalah aspek
dinamis dari kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak
dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan
suatu peran.14
Peranan berasal dari kata peran, yang sebelumnya telah dijelaskan
pengertiannya. Peranan menurut Levinson sebagaimana dikutip oleh
Soejono Soekamto, memiliki definisi yaitu :
suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan individu yang
penting bagi struktur sosial masyarakat, peranan meliputi norma13
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta :
Balai Pustaka, 2005),854.
14
Soejono Soekamto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Press,
1982), h. 268
30
norma yang dikembangkan dengan posisi atau tempat
seseorang dalam masyarakat, peranan dalam arti ini merupakan
rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang
dalam kehidupan kemasyarakatan.15
Berkaitan dengan hal tersebut maka perlu dijelaskan juga mengenai
pengertian apa itu konsep, karena sebuah peranan itu adalah merupakan
sebuah konsep.
Konsep yaitu suatu pokok pertama yang mendasari keseluruhan
pemikiran, pembentukan konsep merupakan konkritisasi indra, suatu
proses pelik yang mencakup persiapan metoda pengenalan seperti
perbandingan, analisa, abstraksi idealisasi, dan bentuk-bentuk deduksi
yang pelik.16 Dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa sebuah peran erat
kaitannya dengan sebuah posisi, hak, dan juga sebuah kewajiban,
sedangkan sebuah peranan merupakan konsep realisasi dari posisi, hak,
dan juga kewajiban.
Hak adalah sesuatu yang mutlak menjadi milik kita dan
penggunaannya tergantung kepada kita sendiri. Kewajiban adalah sesuatu
yg dilakukan dengan tanggung jawab.
C. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
Konsep kekuasaan menurut ilmuwan politik yang beraliran pluralis
menyatakan bahwa kekuasaan tidak lagi terkonsentrasi pada satu
kelompok atau kelas, melainkan menyebar dalam berbagai kelompok
15
Ibid. h. 238
Hassan Shadily, Ensiklopedi Indonesia (Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoeve,
1983), hal. 1856.
16
31
kepentingan yang saling berkompetisi untuk mendapatkan kekuasaan.
Dalam konsep pluralisme digambarkan bahwa masyarakat bukanlah
tersusun dari individu, akan tetapi dibentuk oleh kelompok. Kelompok
dianggap sebagai unit dasar dari masyarakat.
Arbi Sanit menyatakan adalah kepentingan yang mendorong
terbentuknya jalinan aktifitas individu-individu sehingga terbentuk
kelompok. Interaksi suatu kelompok dengan kelompok lainnya
dilandaskan pada kepentingan atau berbagai kepentingan yang telah
disadari oleh segenap warga kelompok. Kepentingan diartikan sebagai
sikap bersama dari warga suatu kelompok mengenai satu atau beberapa
tuntutan yang selayaknya dilakukan terhadap kelompok lainnya dalam
masyarakat.17
Salah satu bentuk khusus dari kelompok adalah apa yang disebut
oleh Arbi Sanit sebagai gerakan masyarakat.Yang membedakan antara
gerakan masyarakat dengan bentuk-bentuk kelompok kepentingan yang
lain adalah pada kecenderungan untuk mengutamakan kepentingan
ataupun tujuan yang bersifat materi atau non materi. Gerakan masyarakat
lebih meraih tujuan non materi daripada menarik keuntungan materi.
Tujuan-tujuan kelompok masyarakat yang lain lebih dinikmati secara
langsung oleh anggota kelompok. Sedangkan penikmatan hasil
perjuangan gerakan masyarakat terbuka bagi siapapun tanpa perlu
17
Arbi Sanit, Swadaya Politik Masyarakat, CV. rajawali, Jakarta, 1985. Hal. 35.
32
mempunyai ikatan aktifitas dengan gerakan masyarakat yang memproses
usaha peraihan hasil.
Seiring dengan semakin berkembang dan kompleksnya masyarakat,
baik gerakan masyarakat maupun kelompok kepentingan yang lain
memperlakukan organisasi sebagai salah satu sarana perjuangan untuk
mencapai tujuan atau sasaran yang disepakati. Gerakan masyarakat yang
terorganisir dikenal sebagai organisasi kemasyarakatan dengan ciricirinya yaitu organisasi diluar organisasi pemerintahan, tidak bermotif
keuntungan dalam kegiatannya, lebih melibatkan anggota dalam
kegiatannya, keanggotaan yang bersifat massal, melakukan kegiatan
politis disamping perjuangan teknis keorganisasian, serta cukup
berkepentingan akan ideologi.18Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
merupakan salah satu bentuk organisasi kemasyarakatan.
Pada umumnya Lembaga Swadaya Masyarakat adalah sebuah
organisasi yang didirikan oleh perorangan ataupun sekelompok orang
yang secara sukarela yang memberikan pelayanan kepada masyarakat
umum tanpa bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari kegiatannya.
Sebutan LSM sendiri merupakan pengembangan dari istilah Ornop
(organisasi non pemerintah) yang merupakan terjemahan langsung dari
istilah bahasa Inggris Non Government Organization (NGO).
18
Ibid. Hal. 51.
33
Organisasi tersebut bukan menjadi bagian dari pemerintah,
birokrasi ataupun negara. Maka secara garis besar organisasi non
pemerintah dapat di lihat dengan ciri sbb :
1) Organisasi ini bukan bagian dari pemerintah, birokrasi
ataupun negara.
2) Dalam
melakukan
kegiatan
tidak
bertujuan
untuk
memperoleh keuntungan (nirlaba).
3) Kegiatan dilakukan untuk kepentingan masyarakat umum,
tidak hanya untuk kepentingan para anggota seperti yang di
lakukan koperasi ataupun organisasi profesi .
Lembaga swadaya masyarakat (LSM) atau sering disebut dengan
nama lain Non Government Organization (NGO) atau organisasi non
pemerintah (Ornop) dewasa ini keberadaanya sangat mewarnai
kehidupan politik di Indonesia. Diperkirakan saat ini lebih dari 10.000
LSM beroperasi di Indonesia baik ditingkat nasional, propinsi maupun di
tingkat kabupaten/kota, dimana dari tahun ketahun jumlah ini semakin
bertambah. Perkembangan politik, demokrasi, pembangunan ekonom dan
kemajuan teknologi informasi merupakan faktor-faktor yang mendorong
terus bertambahnya jumlah LSM di Indonesia.
a. Pengertian Lembaga Swadaya Masyarakat
Arti umum menjelaskan bahwa pengertian LSM mencakup semua
organisasi masyarakat yang berada diluar struktur dan jalur formal
pemerintahan, dan tidak dibentuk oleh dan merupakan bagian dari
34
birokrasi pemerintah. Karena cakupan pengertiannya terlalu luas,
beberapa tokoh LSM generasi pertama mencari padanan yang pas atas
istilah NGO. Pada masa awal perkembangannya, sejumlah kalangan
LSM mengkritik penggunaan kata LSM sebagai terjemahan NGO dengan
alasan bahwa istilah tersebut adalah bentuk penjinakkan terhadap NGO,
dan oleh karenanya mereka lebih suka menggunakan istilah Ornop.
Lembaga swadaya masyarakat yaitu sebuah organisasi yang
didirikan oleh perorangan ataupun sekelompok orang yang secara
sukarela memberikan pelayanan kepada masyarakat tampa bertujuan
untuk memperoleh keuntungan dari kegiatan tersebut.
Menurut Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1990
Tentang Pembinaan Lembaga Swadaya Masyarakat :
Yang dimaksud dengan Lembaga Swadaya Masyarakat adalah
organisasi/ lembaga yang dibentuk oleh anggota masyarakat Warga
Negara Republik Indonesia secara sukarela atas kehendak sendiri
dan berminat serta bergerak dibidang kegiatan tertentu yang
ditetapkan oleh organisasi/ lembaga sebagai wujud partisipasi
masyarakat dalam upaya meningkatkan taraf hidup dan
kesejahteraan masyarakat, yang menitik beratkan kepada
pengabdian secara swadaya.
Selanjutnya berdasarkan Undang-undang No.28 tahun 2004 tentang
perubahan atas Undang-undang No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan,
maka secara umum organisasi non pemerintah di Indonesia berbentuk
yayasan.
35
b.
Ciri-ciri LSM
1.
Bagian dari pemerintahan;
2.
Tidak bertujuan memperoleh keuntungan;
3.
Untuk kepentingan masyarakat , tidak hanya untuk kepentingan
para anggota.
c. Jenis dan kategori LSM
Ditinjau dari segi paradigmanya LSM di Indonesia dapat dibedakan
menjadi tiga. Pertama, berparadigma Konformis (developmentalis), yang
visinya berangkat dari asumsi bahwa masalah demokrasi dan kondisi
sosial ekonomi rakyat sebagai faktor yang inheren dengan kebodohan,
kemiskinan, keterbelakangan, dan keterpencilan. Dengan demikian
solusinya adalah dengan melakukan perubahan mental atau budaya
masyarakat sasaran.19
Kedua, LSM yang menggunakan paradigma reformis. Kalangan
LSM ini melihat kondisi sosial ekonomi dan demokrasi karena tak
berfungsinya elemen-elemen sosial politik yang ada, di mana rakyat atau
kelompok-kelompok masyarakat kurang memiliki akses dan kesempatan
untuk berpartisipasi dalam politik dan pembangunan. Makanya
pendekatan pemecahan masalah, identik dengan pendekatan kedua dari
Eldridge di
19
atas, yakni berupaya menyediakan untuk berpartisipasi,
Ibid,Hal.67.
36
dengan model perubahan yang diharapkan berupa perubahan fungsional
struktural.20
Sementara paradigma ketiga adalah transformatoris. Gerakangerakan LSM seperti ini terasa agak radikal, di mana iklim atau isu
keterbukaan dimanfaatkan untuk mencoba membongkar berbagai
persoalan sosial, ekonomi dan politik.21 Sangat kontras dengan LSM
berparadigma pertama dan kedua, yang ketiga ini melihat kondisi
struktur sosial ekonomi dan politik sebagai hasil pemaksaan negara atau
kelompok-kelompok dominan, sehingga oleh karena itu melahirkan
ketidakadilan dan ketidakdemokrasian. Oleh sebab itu isu gerakan LSM
lebih bernuansa politik, seperti mengambil tema hak azasi manusia
(HAM), kesenjangan sosial, gerakan civil society, pelibatan rakyat bahwa
dalam proses-proses politik seperti demonstrasi, unjuk rasa, termasuk
mimbar bebas, serta berorientasi pada kemandirian rakyat, dengan konfik
sebagai pendekatan yang digunakan.
Instruksi
Menteri
Dalam
Negeri
Nomor
8 Tahun 1990,
menyebutkan bahwa jenis-jenis LSM antara lain :
1.
Organisasi Donor : organisasi non pemerintah yang memberikan
dukungan biaya bagi kegiatan organisasi non pemerintah lain.
2.
Organisasi mitra Pemerintah : organisasi non pemerintah yang
melakukan kegiatan dengan bermitra dengan pemerintah dalam
menjalankan kegiatannya.
20
Ibid,Hal. 69
21
Ibid.
37
3.
Organisasi profesional : organisani non pemerintah yang
melakukan kegiatan
berdasarkan kemampuan profesional
tertentu seperti organisasi non pemerintah pendidikan,organisasi
non pemerintah bantuan hukum, organisasi non pemerintah
jurnalisme, organisasi non pemerintah pembangunan ekonomi,
dll.
4.
Organisasi Oposisi :organisasi non pemerintah yang melakukan
kegiatan dengan memilih untuk menjadi penyeimbang dari
kebijakan pemerintah. Organisasi non pemerintah ini bertindak
melakukan kritik dan pengawasan terhadapkeberlangsungan
kegiatan pemerintah.
d. Dasar Hukum Lembaga Swadaya Mayarakat (LSM)
Lembaga Swadaya Masyarakat memiliki perangkat hukum meliputi
UU No 8 tahun 1986 tentang Pelaksanaan UU No 8 tahun 1985 Tentang
Organisasi Kemasyarakatan. Perangkat hukum lainnya adalah Instruksi
Menteri Dalam Negeri No 8 tahun 1990 tentang Pembinaan LSM.
D. Perlindungan Hukum bagi Perempuan
a. Pengertian Perlindungan
Pengertian Perlindungan adalah tempat berlindung, hal (perbuatan
dan sebagainya) memperlindungi.22 Perlindungan berarti sebiah upaya
22
Kamus Besar Bahasa Indonesia, www.artikata.com
38
untuk melindungi sesuatu,berupa perbuatan untuk membuat objek yabg
dilindungi dalam keadaan yang semestinya dan tetap aman.
Dalam
Undang-Undang
Nomor
23
Tahun
2004
Tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah :
Segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman
kepada korban yang dilakukan oleh pihak keluarga, advokat,
lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, atau pihak
lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan
pengadilan.
Dalam
Undang-undang
Nomor
13
Tahun
2006
Tentang
Perlindungan Saksi dan Korba adalah :
Segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk
memberikan rasa aman kepada Saksi dan/atau Korban yang
wajib dilaksanakan oleh LPSK atau lembaga lainnya sesuai
dengan ketentuan Undang-Undang ini.
Sedangkan perlindungan yang tertuang dalam PP No.2 Tahun 2002
Tentang Tata Cara Perlindungan Korban dan Saksi Pelanggaran HAM
yang Berat adalah :
Suatu bentuk pelayanan yang wajib dilaksanakan oleh aparat
penegak hukum atau aparat keamanan untuk memberikan rasa
aman baik fisik maupun mental, kepada korban dan saksi, dari
ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan dari pihak manapun,
yang diberikan pada tahap penyelidikan, penyidikan,
penuntutan, dan atau pemeriksaan di sidang pengadilan.
Berntuk perlindungan tidak hanya berupa undang-undang yang
dibuat oleh pemerintah sebagai bentuk perlindungan dari negara. Tetapi
perlindungan dapat diberikan oleh siapa saja,misalnya diberikan oleh
orang tua terhadap anaknya,oleh seorang kakak terhadap adiknya,dan
lain sebagainya. Perlindungan disini menitik beratkan diberikan kepada
39
kaum atau pihak yang lebih lemah agar tetap merasa nyaman dan dalam
keadaan yang aman.
b. Perlindungan Hukum
Manusia berperilaku dalam masyarakat harus sesuai dengan
kaedah-kaedah sosial. Dengan kaedah sosial ini menjadi pedoman
perilaku atau sikap bagi setiap warga masyarakat, mana yang seyogyanya
dilakukan dan yang tidak dilakukan, yang dilarang atau yang dianjurkan.
Ini terdiri dari kaedah/norma agama, kaedah kesusilaan, kaedah sopansantun, dan kaedah hukum.
Hukum hanyalah salah satu dari kaedah sosial, yang merupakan
peraturan mengenai perilaku orang dalam kehidupan bermasyarakat,
yang dibuat oleh organ/lembaga yang mempunyai otoritas/kewenangan,
dalam bentuk tertentu, dengan sanksi yang lebih tegas dan berlakunya
dapat dipaksakan. Kaedah hukum diberlakukan untuk melindungi
kepentingan manusia di dalam masyarakat. Lengkapnya terkait dengan
fungsi primer hukum, yakni melindungi rakyat dari bahaya dan tindakan
yang dapat merugikan dan menderitakan hidupnya dari orang lain,
masyarakat maupun penguasa. Di samping itu berfungsi pula untuk
memberikan keadilan serta
kesejahteraan bagi
menjadi sarana untuk mewujudkan
seluruh rakyat. Perlindungan,
keadilan,
dan
kesejahteraan tersebut ditujukan pada subyek hukum yaitu pendukung
hak dan kewajiban.
40
Hukum
menurut
J.C.T.
Simorangkir,
SH
dan
Woerjono
Sastropranoto, SH adalah Peraturan-peraturan yang bersifat memaksa,
yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat
yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib. Menurut R. Soeroso
SH, Hukum adalah himpunan peraturan yang dibuat oleh yang
berwenang dengan tujuan untuk mengatur tata kehidupan bermasyarakat
yang mempunyai ciri memerintah dan melarang serta mempunyai sifat
memaksa
dengan
menjatuhkan
sanksi
hukuman
bagi
yang
melanggarnya.23
Menurut Mochtar Kusumaatmadja, adalah Pengertian hukum yang
memadai harus tidak hanya memandang hukum itu sebagai suatu
perangkat kaidah dan asas-asas yang mengatur kehidupan manusia dalam
masyarakat, tapi harus pula mencakup lembaga (institusi) dan proses
yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu dalam kenyataan.24
Perlindungan hukum dapat diartikan suatu perlindungan yang
diberikan terhadap subyek hukun dalam bentuk perangkat hukum baik
yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis
maupun tidak tertulis. Dengan kata lain perlindungan hukum sebagai
suatu gambaran dari fungsi hukum., yaitu konsep dimana hukum dapat
memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan
kedamaian.
23
24
Putra, 2009, Definisi Hukum Menurut Para Ahli, www. putracenter.net.
Ibid.
41
c. Perlindungan Hukum bagi Perempuan
Menurut definisi dalam Kamus Bahasa Indonesia disebutkan,
perempuan adalah orang (manusia) yang mempunyai vagina, dapat
menstruasi, hamil, melahirkan anak dan menyusui. Dapat juga diartikan
bahwa perempuan dalah lawan jenis dari laki-laki atau pria. Menurut
sejarah jawa kata perempuan berasal dari kata “empu”, yang berarti
adalah pemimpin (raja), orang pilihan, ahli, yang pandai, pintar dengan
segala sifat keutamaan yang lain. Bila istilah ini yang lebih mendekati
kebenaran, maka kata yang lebih sesuai memakai kata perempuan selain
wanita, karena di dalamnya tergambar banyak peran.
Perkembangan kehidupan manusia membuat peranan perempuan
tidak selamanya dapat berjalan sebagaimana mestinya, banyak hambatan
karena pengaruh aspek kultural, politik, ekonomi, dan sosial. Tren
kekinian yang juga berentetan jauh kebelakang dengan tradisi dan
budaya masyarakat di negara-negara telah terjadi diskriminasi ataupun
dominasi dari sekelompok orang terhadap kelompok lainnya, utamanya
berkaitan dengan jenis–kelamin, sehingga menimbulkan penindasan dan
kesewenang-wenangan terhadap HAM, dan termasuk perempuanlah
yang menjadi korban.
Deklarasi Universal HAM PBB (1948) yang mendasari HAM pada
umumnya di dalamnya memuat pernyataan, “semua orang lahir dengan
kebebasan dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama”. Selain itu,
“hak-hak dan kebebasan dalam deklarasi menjadi hak bagi siapapun
42
tanpa perkecualian, baik berdasarkan jenis kelamin, bangsa, warna kulit,
agama, politik, dsb (Pasal 1, 2). Senada dengan hal ini ditentukan dalam
UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, Pasal 3. Dari sini tidak ada
pembedaan hak-hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan.
Sehubungan dengan jaminan pencegahan perlakuan yang berbeda karena
jenis kelamin, Indonesia telah meratifikasi Konvensi Penghapusan
Diskriminasi terhadap Wanita, dengan UU No. 7 Tahun 1984. Yang
dimaksud dengan diskriminasi terhadap wanita adalah setiap perbedaan,
pengucilan, atau pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, yang
mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi atau menghapuskan
pengakuan, penikmatan atau penggunaan hak-hak asasi manusia dan
kebebasan-kebebasan pokok di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya,
sipil atau apapun lainnya oleh kaum wanita, terlepas dari status
perkawinan mereka, atas dasar persamaan antara pria dan wanita (Pasal
1). Negara-negara harus mengutuk diskriminasi terhadap wanita dan
melaksanakannya dengan berbagai kebijaksanaan.
Perlindungan yang diberikan kepada perempuan itu berupa
pelindungan terhadap hak asasi perempuan. Hak asasi perempuan
merupakan bagian dari hak asasi manusia. Bila berbicara tentang HAM
maka berbicara mengenai konvensi-konvensi PBB yang memuat tentang
HAM yang bersifat internasional, misalnya Konvensi Penghapusan
Diskriminasi Rasial, kemudian Konvensi Hak Sipol dan Ekosob,
43
Konvensi Perlindungan Buruh Migran dan Keluarganya, Konvensi Anti
Penyiksaan, dll.
Konvensi hak-hak dasar manusia tersebut, sesungguhnya telah
banyak mengakomodir hak-hak dasar perempuan. Sebab di dalam
konvensi-konvensi itu disebutkan pula prinsip non-diskriminasi. Namun
secara detail CEDAW-lah (Convention on theElimination of All Forms of
Discrimination against Women) yang mengatur upaya penghapusan
segalabentuk diskriminasi terhadap perempuan. Dalam pasal 1 CEDAW
menyatakan bahwa:
“ For the purposes of the present Convention, the term
"discrimination against women" shall mean any distinction,
exclusion or restriction made on the basis of sex which has the
effect or purpose of impairing or nullifying the recognition,
enjoyment or exercise by women, irrespective of their marital
status, on a basis of equality of men and women, of human
rights and fundamental freedoms in the political, economic,
social, cultural, civil or any other field. (Diskriminasi terhadap
perempuan, berarti segala pembedaan,pengucilan atau
pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin
yangmempunyai dampak atau tujuan untuk mengurangi atau
meniadakan pengakuan, penikmatan, atau penggunaan hak asasi
manusia dankebebasan-kebebasan pokok di bidang politik,
ekonomi, sosial, budaya,sipil, atau bidang lainnya oleh
perempuan, terlepas daristatusperkawinan mereka, atas dasar
kesetaraan antara lelaki danperempuan)”.25
Konvensi CEDAW menetapkan persamaan antara perempuan dan
laki-laki dalam menikmati hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial, budaya.
Diskriminasi terhadap perempuan akan dihapuskan melalui langkahlangkah hukum, kebijakan dan program maupun melalui tindakan khusus
25
Tri Lisiani Prihatinah, Hukum dan Kajian Jender, Universitas
Diponegoro,Semarang, 2010 hal. 39.
44
permanen untuk mempercepat persamaan, atau kesetaraan perempuan
yang diartikan sebagai tindakan nondiskriminasi.26
Sesuai dengan komitmen internasional dalam Deklarasi PBB 1993
tentang Penghapusan Segala Bentuk Kekerasan Terhadap Perempuan ,
maka perlindungan, pemenuhan dan penghormatan hak asasi perempuan
adalah tanggung jawab semua pihak baik lembaga-lembaga Negara (
eksekutif, legislatif, yudikatif ) maupun Partai politik dan Lembaga
Swadaya Masyarakat (LSM). Bahkan warga Negara secara perorangan
punya tanggung jawab untuk melindungi dan memenuhi hak asasi
perempuan .27
Instrumen hukum nasional di Indonesia mengenai perlindungan
hak perempuan diantaranya Penghapusan Diskriminasi terhadap Wanita
terdapat pada UU No. 7 tahun 1984 yang merupakan ratifikasi CEDAW,
UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM, UU No. 23 tahun 2004 tentang
Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, UU No. 9 tahun 2000
tentang Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional.
Keadaan dalam masyarakat pada saat ini hak asasi perempuan terus
diperjuangkan,
beberapa
hasilnya
kaum
perempuan
mempunyai
kedudukan yang merupakan posisi tertentu dalam suatu susunan
kemasyarakatan. Kedudukan tersebut sebenarnya merupakan suatu
wadah yang berisi hak-hak dan kewajiban-kewajiban sebagai peranan
perempuan dalam masyarakat. Peranan ini mengalami dinamika yang
26
27
2012.
ibid, hal. 40.
http://dety2104.wordpress.com/hak-asasi-perempuan/ di akses tanggal 5 april
45
berkembang sesuai dengan perkembangan dan perubahan masyarakat.
Bila dicermati dengan seksama , sesungguhnya banyak kondisi –kondisi
rawan terhadap kemajuan perlindungan hak asasi perempuan di
Indonesia. Dengan struktur masyarakat patriarkhi, secara sosio- kultural
kaum laki-laki lebih diutamakan dari kaum perempuan, bahkan
meminggirkan perempuan. Perilaku budaya yang menetapkan perempuan
pada peran ibu dan isteri merupakan hambatan besar dalam pemajuan
hak asasi perempuan. Disamping itu, interpretasi keliru dari ajaran agama
tentang gender telah mengurangi universalitas hak asasi perempuan di
Indonesia.
Perkembangan era sekarang ini, upaya penyetaraan kedudukan
antara kaum laki-laki dan perempuan telah dilakukan dengan tujuan
penghapusan dominasi dari salah-satu di antaranya. Peranan yang
dilakukan munusia dalam masyarakat telah berubah sebagai akibat
perkembangan kehidupan pergaulan manusia. Perempuan tidak hanya
berperan dalam rumah tangga sebagai ibu atau isteri, melainkan juga
mempunyai peran sosial dan ekonomi. Kondisi yang demikian ini
beresiko bagi wanita terhadap gangguan-gangguan/penyerangan hak,
termasuk
tindakan yang
wanita. Untuk itu
berhubungan dengan pribadinya sebagai
diperlukan hukum yang memfasilitasi dalam
melindungi kepentingannya.
Sehubungan dengan perlindungan hukum perempuan paling tidak
dapat
diidentifikasikan
menyangkut
perlindungan
di
dalam
46
keluarga/rumah-tangga sebagai ibu atau isteri, perlindungan di luar
rumah tangga sebagai karyawan atau pegawai, dan perlindungan terhadap
tindak pidana kesusilaan.Seorang wanita di dalam rumah tangga berperan
sebagai isteri, karena ia telah melaksanakan perkawinan dengan seorang
lelaki sebagai isterinya, kemudian mempunyai anak, ia sebagai ibu.
Tujuan perkawinan itu sendiri untuk membentuk rumah tangga yang
bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Masalah
Perkawinan diatur dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan
dengan berbagai Peraturan pelaksanaannya, seperti PP No. 9 Tahun 1975
tentang Pelaksanaan UU Perkawinan.
Perempuan di dalam rumah tangga, memperoleh perlindungan
dapat dilihat dengan adanya ketentuan mengenai pengakuan hak untuk
menentukan sikap ketika hendak melakukan perkawinan, tidak mudah
untuk dicerai ataupun dimadu, dan berkedudukan sebagai ahli
waris. Dalam melakukan pekerjaan sebagai pegawai
pada intansi
pemerintah maupun karyawan pada lembaga swasta tidak dibedakan
antara laki-laki dan perempuan, mereka sama-sama memperoleh hak dan
kesempatan untuk mengembangkan kariernya. UU No. 8 Tahun 174
tentang Pokok-pokok Kepegawaian (telah dirubah dengan UU No. 43
Tahun 1999) menentukan setiap pegawai negeri berhak memperoleh gaji
yang layak sesuai dengan pekerjaan dan tanggung-jawabnya.
Perempuan yang bekerja pada lembaga swasta
memperoleh
perlindungan hukum dari UU No. 25 Tahun 1997 tentang Ketenaga-
47
kerjaan. Ada ketentuan yang menjamin perlakuan yang sama bagi
semua tenaga kerja, tanpa diskriminasi (Pasal 5,6). Ada hak khusus bagi
wanita dalam melakukan pekerjaannya (Pasal 98). Keselamatan pekerja
wanita yang sedang hamil atau menyusui dilindungi, kemungkinan cuti
haid, penyediaan fasilitas perusahaan untuk menyusui bayi (Pasal 99,
104, 105).
Ditarik kesimpulan bahwa perlindungan hukum bagi perempuan
merupakan seperangkat peraturan yang melindungi kaum perempuan,
memberikan keadilan bagi perempuan, memberi kepastian tentang tidak
adanya deskriminasi terhadap hak-hak perempuan.
E. Korban
Korban dapat diartikan mereka yang menderita jasmani dan rohani
sebagai akibat tindakan orang lain yang mencuri pemenuhan kepentingan
diri sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan dan
hak asasi yang menderita. Korban suatu kejahatan seperti yang sering
terjadi dalam kehidupan sehari-hari tidaklah selalu harus berupa individu
atau orang perorangan, tetapi bisa juga berupa kelompok orang,
masyarakat atau juga badan hukum.
Beberapa perundang-undangan baik nasional maupun internasional,
pengertian korban seringkali diperluas tidak hanya pada individu yang
secara langsung mengalami penderitaan, tetapi juga termasuk didalamnya
adalah keluarga dekat atau orang-orang yang menjadi tanggungan
korban, contohnya dalam penjelasan Pasal 36 ayat (3) Undang-Undang
48
No. 15 tahun 2003 tentang pemberantasan Tindak Pidana Terorisme,
pengertian korban diperluas meliputi juga ahli warisnya yang terdiri dari
ayah, ibu, istri atau suami, dan anak.
Viktimologi yang merupakan ilmu yang mengkaji dan mempelajari
korban , dikenal pula apa yang dinamakan korban ganda, yaitu korban
yang, mengalami berbagai macam penderitaan seperti penderitaan
mental, fisik, dan sosial, yang terjadi pada saat korban mengalami
kejahatan setelah dan pada saat kasusnya diperiksa (Polisi dan
Pengadilan) dan setelah selesainya pemeriksaan.
Pengertian korban sampai dengan saat ini masih terus berkembang
dan beranekaragam. Dalam Webster misalnya,
a. korban dapat diartikan sebagai:suatu mahluk hidup yang
dikorbankan kepada dewa atau dalam melaksanakan upacara
agama;
b. seseorang yang dibunuh, dianiaya, atau didenda oleh orang
lain;
c. seseorang yang mengalami penindasan, kerugian, atau
penderitaan; seseorang yang mengalami kematian, atau lukaluka dalam berusaha menyelamatkan diri;
d. seseorang yang diperdaya, ditipu, atau mengalami
pendeeritaan;
seseorang
yang
dipekerjakan
atau
dimanfaatkan secara sewenang-wenang dan tidak layak. 28
Menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 :
yang maksud korban adalah seseorang yang mengalami
penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang
diakibatkan oleh suatu tindak pidana.
Korban dibedakan menjadi beberapa jenis, berdasarkan obyek yang
menderita oleh Separovic diklasifikasikan menjadi empat yaitu :
28
Iswanto, Angkasa. Victimologi. (Purwokerto;Fakultas Hukum Universitas
Jenderal Soedirman ,2008.) H.6.
49
1) Korban individual,
adalah korban yang di deerita oleh seseorang yang mati karena
pembunuhan,seorang yang diperkosa, dianiaya, diperdaya,
ditipu dsb.
2) Korban kolektif,
adalah korban yang dialami oleh beberapa individu secara
bersama baik dari satu kelompok maupun bukan. Korban
kolektif misalnya korban pembantaian dengan tujuan
pemusnahan suatu suku bangsa atau etnik tertentu (genocide),
korban dari perang antar golongan.
3) Korban abstrak,
adalah jenis korban yang sulit untuk dilihat secara jelas bahwa
seseorang menjadi korban. Contoh dari korban abstrak adalah
korban kejahatan dan pelanggaranterhadap ketertiban umum,
misalnya mengendarai motor dalam keadaan mabuk karena
pengaruh alcohol, ekshibisionosme, memiliki barang curian,
dsb.
4) Korban pada diri sendiri (korban pribadi),
adalah korban yang terjadi pada suatu jenis kejahatan yang
dalam literature sering disebut dengan “kejahatan tanpa
korban”. Sebenarnya kejahatan ini ada korbannya. Namun
yang menjadi korban adalah para pelakunya sendiri, maka
seolah-olah tidak ada korban. Contoh jenis ini adalah korban
aborsi,homosekssual,judi, dan bunuh diri. 29
F. Tindak Pidana Kesusilaan
a. Pengertian Tindak Pidana
Perumusan tindak pidana dalam undang-undang merupakan
konsekuensi logis dari berlakunya asas legalitas dalam hukum pidana
yang mensyaratkan kepastian hukum tentang perbuatan-perbuatan
tertentu yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai
tindak pidana. Perbuatan-perbuatan yang dilarang dan diancam dengan
pidana yang disebut sebagai tindak pidana adalah perbuatan-perbuatan
yang dapat mengakibatkan kerugian materiil atau kebendaan, kerugian
29
Ibid.hal.10.
50
immaterial/spiritual yang bersifat rohaniah dan kerugian yang bersifat
campuran.
Undang-undang hukum pidana, tindak pidana dirumuskan dalam
bentuk larangan ataupun perintah yang disebut norma atau kaidah dengan
disertai sanksi atau pidana yang diancamkan, dan hal tersebut dapat
menyatakan perbuatan apa yang dilarang ataupun perbuatan yang
diperintahkan. Unsur-unsur dari suatu tindak pidana meliputi:
1. perbuatan;
2. memenuhi rumusan undang-undang (syarat formal);
3. bersifat melawan hukum (syarat material).30
Menurut Moeljatno, tindak pidana atau Moeljatno memberikan
istilah ini dengan perbuatan pidana adalah : perbuatan yang dilakukan
oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang
berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut. 31
Dapat juga dikatakan bahwa pidana adalah perbuatan yang oleh suatu
aturan hukum yang dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pada itu
diingat bahwa larangan ditujukan pada perbuatan, sedangkan ancaman
pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu.
Anatara larangan dan ancaman pidana ada hubungannya yang erat, oleh
karena itu antara kejadian dan orang yang menimbulkan kejadian itu, ada
hubungannya yang erat pula. Yang satu tidak dapat dipisahkan dari yang
lain. Kejadian tidak dapat dilarang, jika yang menimbulkan bukan orang,
30
Wiryono Prodjodikoro, 1989, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia,
Eresco, Bandung, hal 55
31
Ibid,Hal. 67.
51
dan orang tidak dapat diancam pidana, jika tidak karena kejadian yang
ditimbulkan olehnya.
b. Tindak Pidana Kesusilaan
Kata “kesusilaan” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang
disusun oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan diartikan sebagai:
a. baik budi bahasanya, beradab, sopan, tertib;
b. adat istiadat yang baik, sopan santun, kesopanan, keadaban;
c. pengetahuan tentang adat. 32
Sedangkan dalam bahasa Inggris kata “susila” berarti moral, ethics
dan decent. Meskipun apabila diartikan ke dalam bahasa Indonesia
memiliki makna yang sama, namun ketiga kata tersebut biasa
diterjemahkan berbeda. Kata moral diterjemahkan dengan moril dan
kesopanan, ethics diterjemahkan dengan kesusilaan, sedangkan decent
diterjemahkan dengan kepatutan.
Kata “moral” dalam The Lexicon Webster Dictionary dirumuskan
sebagai berikut:
“Of or concerned with the principles of right wrong in conduct and
character…......behaviour as to right or wrong, esp in relation to
sexual matter (dari atau berkenaan dengan prinsip-prinsip benar dan
salah dalam berprilaku dan bersikap/tabiat……..kelakuan yang benar
atau salah, khususnya dalam hubungan pada hal/kejadian seksual)”.33
32
Leden Marpaung, Kejahatan Terhadap Kesusilaan dan Masalah Prevensinya.
Sinar Grafika, Jakarta, 1996, hal.2
33
Ibid.
52
Sedangkan “ethic” dirumuskan sebagai, “……… pertaining to right and
wrong in conduct (berkenaan sikap/tabiat/tingkah laku yang baik dan
salah/buruk)”.34
Rumusan kata “moral” dan “ethic” di atas, perbedaan utama
terletak pada ruang lingkup tingkah laku, dimana “moral” lebih
mengarah pada sikap/tingkah laku/tabiat yang bersifat lebih khusus, yaitu
dalam hubungannya dengan hal/kejadian seksual.
Penggunaan rumusan
kata “moral” sebagai
istilah dalam
“kesusilaan” pada dasarnya merupakan rumusan yang paling sesuai.
Namun dengan melihat Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),
rumusan tersebut menjadi tidak tepat, karena dalam KUHP, khususnya
Bab XIV tentang Kejahatan terhadap Kesopanan, pengaturan tidak
terbatas pada tindakan yang berkaitan dengan sikap/tingkah laku/tabiat
dalam hubungannya dengan hal/kejadian seksual, melainkan juga
terhadap perilaku di luar kesusilaan yang berkaitan dengan kesopanan.
Pemaparan mengenai istilah tindak pidana dan kesusilaan di atas,
maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Tindak pidana kesusilaan adalah
tindak pidana yang berhubungan dengan masalah kesusilaan. Kesusilaan
adalah Perasaan malu yang berhubungan dengan nafsu kelamin.35 Dapat
juga ditarik kesimpulan bahwa tindak pidana kesusilaan adalah perbuatan
yang berhubungan dengan perilaku seksual, yang dilarang oleh suatu
aturan hukum dan larangan tersebut disertai dengan ancaman sanksi
34
Ibid., hal.3
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Loc.Cit
35
53
pidana bagi pelanggarnya. Definisi singkat dan sederhana ini apabila
dikaji lebih lanjut untuk mengetahui seberapa ruang lingkupnya ternyata
tidak mudah karena pengertian dan batas-batas kesusilaan itu cukup luas
dan dapat berbeda beda menurut pandangan dan nilai nilai yang berlaku
di masyarakat tertentu.
Delik-delik kesusilaan dalam KUHP terdapat dalam dua bab, yaitu
Bab XIV Buku II yang merupakan kejahatan dan Bab VI Buku III yang
termasuk jenis pelanggaran. Yang termasuk dalam kelompok kejahatan
kesusilaan meliputi perbuatan-perbuatan:
1)
yang berhubungan dengan minuman, yang berhubungan
dengan kesusilaan di muka umum dan yang berhubungan
dengan benda- benda dan sebagainya yang melanggar
kesusilaan atau bersifat porno (Pasal 281 – 283);
2)
zina dan sebagainya yang berhubungan dengan perbuatan
cabul dan hubungan seksual (Pasal 284-296);
3)
perdagangan wanita dan anak laki-laki di bawah umur
(Pasal 297);
4)
yang berhubungan dengan pengobatan untuk menggugurkan
kandungan (Pasal 299);
5)
mengenai hal-hal yang memabukkan (Pasal 300);
6)
menyerahkan anak untuk pengemisan dan sebagainya (Pasal
301);
7)
penganiayaan hewan (Pasal 302);
54
8)
perjudian (Pasal 303 dan 303).
Adapun yang termasuk pelanggaran kesusilaan dalam KUHP
meliputi perbuatan-perbuatan sebagai berikut :
1)
Mengungkapkan atau mempertunjukkan sesuatu yang
bersifat porno (Pasal 532-535);
2)
yang berhubungan dengan mabuk dan minuman keras
(Pasal 536-539);
3)
yang berhubungan dengan perbuatan tidak susila terhadap
hewan (Pasal 540, 541 dan 544);
4)
meramal nasib atau mimpi (Pasal 545);
5)
menjual dan sebagainya jimat-jimat, benda berkekuatan
gaib dan memberi ilmu kesaktian (Pasal 546);
6)
memakai jimat sebagai saksi dalam persidangan (Pasal547).
Ketentuan-ketentuan pidana yang diatur dalam Bab XIV mengenai
kejahatan-kejahatan terhadap kesusilaan ini sengaja dibentuk oleh
pembentuk undang-undang dengan maksud untuk melindungi orangorang dari tindakan-tindakan asusila dan perilaku-perilaku baik dengan
ucapan maupun dengan perbuatan yang menyinggung rasa susila karena
bertentangan dengan pandangan orang tentang kepatutan- kepatutan di
bidang seksual, baik ditinjau dari segi pandangan masyarakat setempat
maupun dari segi kebiasaan masyarakat dalam menjalankan kehidupan
seksual.
55
BAB III
METODE PENELITIAN
1. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
yuridis sosiologis. Yuridis sosiologis yaitu pendekatan yang menekankan
pada pencarian-pencarian. Yuridis itu sendiri adalah suatu penelitian
yang menekankan pada ilmu hukum, tetapi di samping itu juga sosiologis
yaitu berusaha menelaah kaidah-kaidah hukum yang berlaku di
masyarakat.
Hukum tidak dimaknai sebagai kaidah-kaidah normatif yang
eksistensinya berada secara ekslusif di dalam suatu sistem legitimasi
yang formal, melainkan sebagai gejala empiris yang teramati di alam
pengalaman.36 Keajegan-keajegan (regularities) ataupun keseragamankeseragaman
(uniformaties)
dalam
gejala
empiris
tersebut,
berkonsekuensi pada dapat diamatinya hukum, dan melalui proses
induksi, pertalian-pertalian kausalnya dengan gejala-gejala lain nonhukum di dalam masyarakat akan dapat disimpulkan.37
Penelitian ini di dalamnya akan terfokus pada peranan Lembaga
Swadaya
Masyarakat
(LSM)
Seruni
dan
Lembaga
Penelitian
Pengembangan Sumberdaya Lingkungan Hidup (LPPSLH) dalam
perlindungan perempuan korban tindak pidana kesusilaan di Purwokerto.
Dilakukannya penelitian ini bertujuan untuk memperoleh kejelasan
36
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Cetakan Keenam, PT. Raja
Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal.75.
37
Ibid., hal.76.
56
mengenai peranan dalam hal ini berkaitan dengan maksud dan tujuan dari
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) seperti yang tercantum dalam
peraturan
perundang-undangan
khususnya
seruni
dan
Lembaga
Penelitian Pengembangan Sumberdaya Lingkungan Hidup (LPPSLH)
dalam memberikan perlindungan kepada perempuan korban tindak
pidana kesusilaan.
2. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian adalah deskriptif yaitu suatu penelitian yang
dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin dengan
manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya, serta hanya menjelaskan
keadaan objek masalahnya tanpa bermaksud mengambil kesimpulan
yang berlaku umum.38
Menurut Bambang Sunggono penelitian deskriptif yaitu: penelitian
dimana analisis data tidak keluar dari lingkup sample, bersifat deduktif,
berdasarkan teori atau konsep yang bersifat umum yang diaplikasikan
untuk menjelaskan tentang seperangkat data, atau menunjukkan
komparasi atau hubungan seperangkat data dengan seperangkat data yang
lain.39
Spesifikasi
penelitian
secara
deskriptif
bertujuan
untuk
memperoleh gambaran tentang peranan Lembaga Swadaya Masyarakat
38
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UII-Press, Jakarta, 1986,
hal.10.
39
Bambang Sunggono, 2003, Op. Cit. hal.38.
57
(LSM) terhadap perlindungan perempuan korban tindak pidana
kesusilaan di Purwokerto.
Peneliti akan menggambarkan bagaimanakah peranan Lembaga
Swadaya
Masyarakatt
Pengembangan
(LSM)
Sumberdaya
Seruni
dan
Lingkungan
Lembaga
(LPPSLH),
Penelitian
hambatan-
hambatan yang ada,serta bagaimana cara mengatasi hambatan-hambatan
tersebut dalam kaitannya dengan pemberian perlindungan perempuan
korban tindak pidana kesusilaan di Purwokerto.
3. Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan di beberapa lokasi, yaitu di Lembaga
Swadaya
Masyarakat
Pengembangan
(LSM)
Sumberdaya
Seruni
dan
Lingkungan
Lembaga
Hidup
Penelitian
(LPPSLH)
di
Purwokerto.
4. Jenis dan Sumber Data
Dalam penelitian ini menggunakan dua sumber data, yaitu :
a. Data Primer
Data Primer atau data dasar yang diperoleh langsung dari
masyarakat, dalam hal ini dari informan penelitian, bisa berupa uraian
lisan atau tertulis yang ditujukan oleh informan. Data primer yang
digunakan penulis dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari
hasil uraian yang akan diberikan oleh direktur atau ketua, pengurus,
58
anggota Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Seruni dan Lembaga
penelitian Pengembangan Sumberdaya Lingkungan Hidup (LPPSLH),
dan perempuan yang menjadi korban tindak pidana kesusilaan.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui bahan-bahan
kepustakaan. Data sekunder yang digunakan dalm penelitian ini yaitu
bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.
Bambang Sunggono membedakan ketiga data
tersebut yaitu sebagai
berikut:
2) Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang bersifat
mengikat, yang terdiri dari perundang-undangan, bahan hukum
yang tidak dikodifikasikan, yurisprudensi, traktat, serta bahan
hukum dari zaman penjajahan yang hingga kini masih berlaku.
Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Undang-Undang Dasar 1945, UU No 8 tahun 1986 tentang
Pelaksanaan UU No 8 tahun 1985 Tentang Organisasi
Kemasyarakatan, Instruksi Menteri Dalam Negeri No 8 tahun
1990 tentang Pembinaan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM),
UU No 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban,
undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 Tentang Pengesahan
Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap
Wanita, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
59
3) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan
penjelasan mengenai bahan hukum primer. Bahan-bahan hukum
sekunder terdiri dari pustaka di bidang ilmu hukum, rancangan
peraturan perundang-undangan, artikel-artikel ilmiah, baik dari
media massa maupun internet.
4) Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk
atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder, misalnya Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan
Kamus Hukum. 40
5. Metode Pengambilan Sampel
Sampel yang diambil menggunakan puerpostve sampling, karena di
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Seruni dan Lembaga Penelitian
Pengembangan Sumberdaya Lingkungan Hidup (LPPSLH) terdapat
orang-orang yang
menurut penulis dapat memberikan data yang
dibutuhkan. Sampel yang dimaksud adalah direktur atau ketua, pengurus
atau staf dan anggota Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) seruni dan
Lembaga Penelitian Pengembangan Sumberdaya Lingkungan Hidup
(LPPSH).
.
40
Bambang Sunggono, 2003. Op. Cit., hal.113-114
60
6. Metode Pengumpulan Data
a. Data primer diperoleh secara langsung dari lokasi penelitian. Data
primer diperoleh dengan menggunakan metode wawancara dan
observasi.
1) Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai
(interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.41
Dalam penelitian ini, teknik wawancara yang dipilih adalah dalam
bentuk wawancara terstruktur dan wawancara tak terstruktur.
Wawancara terstruktur yaitu menetapkan sendiri masalah
dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Sedangkan wawancara
tak terstruktur adalah wawancara dimana peneliti mengajukan
pertanyaan secara lebih bebas dan leluasa, tanpa terikat oleh
susunan pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya.42
2) Observasi
Observasi berarti peneliti melihat dan mengamati apa yang
dilakukan
atau
dikerjakan
oleh
obyek
penelitian
dalam
menjalankan perananaya sebagai lembaga masyarakat, dalam hal
ini adalah dalam memberikan perlindungan kepada perempuan
korban tindak pidana kesusilaan. Tujuan dari observasi ini adalah
untuk mendiskripsikan kegiatan yang terjadi, orang yang terlibat
41
Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung, Rosda
Karya, 2002, hal. 135.
42
S.Nasution.1996. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif.Yogyakarta.
Rekasarasin.Hal.72
61
dalam kegiatan, waktu kegiatan dan makna yang diberikan oleh
para
pelaku
yang
diamati
tentang suatu
peristiwa
yang
bersangkutan.
b. Data sekunder diperoleh dengan cara melakukan studi pustaka dan
studi dokumen terhadap dokumen peraturan perundang-undangan,
buku-buku literatur dan dokumen-dokumen lainnya yang berkaitan
dengan obyek atau materi penelitian. Studi pustaka merupakan cara
memperoleh data-data dengan memfokuskan pada data yang ada pada
pustaka-pustaka baik terorganisir maupun yang tidak. Studi pustaka
dimaksudkan untuk mencari data-data sekunder yang dibutuhkan guna
menjelaskan data-data primer. Sedangkan studi dokumentasi untuk
memperoleh data yang bersifat dokumen-dokumen resmi baik dari
lembaga pemerintah maupun non pemerintah.
Studi dokumen
bertujuan menerangkan data primer dan juga data sekunder.
7. Metode Penyajian Data
Data yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk teks naratif, yaitu
menguraikan data secara sistematis, logis dan rasional yang diawali
dengan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum
tersier. Tujuan penyajian data ini dilakukan agar memudahkan bagi
pembaca secara kronologis memahami isi data yang dapat diungkapkan
melalui penafsiran-penafsiran yang digunakan. Data disajikan dalam
bentuk uraian-uraian yang disusun secara sistematis, logis, dan rasional.
62
Keseluruhan data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dihubungkan
satu dengan yang lainnya disesuaikan dengan pokok permasalahan yang
diteliti sehingga merupakan suatu kesatuan yang utuh.
53
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A.
Peran Lembaga Swadaya Masyarakat Dalam Perlindungan
Perempuan Korban Tindak Pidana Kesusilaan di Purwokerto.
Konsep kekuasaan menurut ilmuwan politik yang beraliran pluralis
menyatakan bahwa kekuasaan tidak lagi terkonsentrasi pada satu
kelompok atau kelas, melainkan menyebar dalam berbagai kelompok
kepentingan yang saling
berkompetisi untuk mendapatkan kekuasaan.
Dalam konsep pluralisme digambarkan bahwa masyarakat bukanlah
tersusun dari individu, akan tetapi dibentuk oleh kelompok. Kelompok
dianggap sebagai unit dasar dari masyarakat.43
Menurut Bentley dalam Varma kelompok sosial dinyatakan sebagai
suatu aktifitas massa dan bukannya suatu kumpulan manusia. Kelompok
didefinisikan sebagai suatu porsi manusia tertentu dalam suatu
masyarakat yang diambil bukan sebagai suatu massa fisik yang terpisah
dari massa manusia lain, tetapi sebagai suatu massa tindakan, yang tidak
menutup kemungkinan orang-orang yang berpartisipasi di dalamnya
untuk berpartisipasi juga dalam aktifitas-aktifitas kelompok lain.
Kelompok menjadi suatu aktifitas dari massa, namun yang menjadi
pertanyaan adalah apa yang menggerakkan aktifitas ini.44
Bentley lebih lanjut mengajukan konsep mengenai kepentingan
yang merupakan perilaku yang dihadapi, menyangkut suatu tuntutan atau
43
44
Arbi Sanit, Swadaya Politik Masyarakat, CV. rajawali, Jakarta, 1985. Hal. 35.
Ibid.Hal. 42.
54
tuntutan-tuntutan yang dibuat oleh satu kelompok atas kelompokkelompok tertentu dalam suatu sistem sosial. Jadi kelompok merupakan
suatu aktifitas massa yang diarahkan oleh kepentingan dan sistem sosial,
berisikan sejumlah besar kelompok, yang menandai arena bagi aktifitas
kelompok. Maka dari itu ide kepemimpinan. oleh Bentley secara integral
dihubungkan
dengan
teori
kelompok.
Kepentinganlah
yang
mengorganisasikan kelompok tersebut.
Arbi Sanit menyatakan adalah kepentingan yang mendorong
terbentuknya jalinan aktifitas individu-individu sehingga terbentuk
kelompok. Interaksi suatu kelompok dengan kelompok lainnya
dilandaskan pada kepentingan atau berbagai kepentingan yang telah
disadari oleh segenap warga kelompok. Kepentingan diartikan sebagai
sikap bersama dari warga suatu kelompok mengenai satu atau beberapa
tuntutan yang selayaknya dilakukan terhadap kelompok lainnya dalam
masyarakat.45
Salah satu bentuk khusus dari kelompok adalah apa yang disebut
oleh Arbi Sanit sebagai gerakan masyarakat, yang membedakan antara
gerakan masyarakat dengan bentuk-bentuk kelompok kepentingan yang
lain adalah pada kecenderungan untuk mengutamakan kepentingan
ataupun tujuan yang bersifat materi atau non materi. Gerakan masyarakat
lebih meraih tujuan non materi daripada menarik keuntungan materi.
Tujuan-tujuan kelompok masyarakat yang lain lebih dinikmati secara
45
Ibid. Hal. 37.
55
langsung oleh anggota kelompok. Sedangkan penikmatan hasil
perjuangan gerakan masyarakat terbuka bagi siapapun tanpa perlu
mempunyai ikatan aktifitas dengan gerakan masyarakat yang memproses
usaha peraihan hasil.
Seiring dengan semakin berkembang dan kompleksnya masyarakat,
baik gerakan masyarakat maupun kelompok kepentingan yang lain
memperlakukan organisasi sebagai salah satu sarana perjuangan untuk
mencapai tujuan atau sasaran yang disepakati. Gerakan masyarakat yang
terorganisir dikenal sebagai organisasi kemasyarakatan dengan ciricirinya yaitu organisasi diluar organisasi pemerintahan, tidak bermotif
keuntungan dalam kegiatannya, lebih melibatkan anggota dalam
kegiatannya, keanggotaan yang bersifat massal, melakukan kegiatan
politis disamping perjuangan teknis keorganisasian, serta cukup
berkepentingan akan ideologi. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
merupakan salah satu bentuk organisasi kemasyarakatan.
Lembaga Swadaya Masyarakat lahir karena konsekuensi sistem
politik yang dianut oleh bangsa kita, dimana tujuan yang harus
dicapainya di dasarkan pada Pancasila dan UUD 1945. Indonesia
menganut sistem politik demokrasi pancasila yakni sistem politik yang
didasarkan pada nilai-nilai luhur, prinsip, prosedur, dan kelembagaan
yang demokratis. Ciri khas dari pemerintahan demokrasi salah satunya
adalah perlindungan terhadap HAM yang diantaranya adalah kebebasan
56
untuk berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pendapat baik lisan
maupun tulisan sebagaimana yang diamanatkan UUD 1945.
Perkembangan bangsa Indonesia yang menganut sistem demokrasi
memberikan ruang yang cukup baik bagi perkembangan kemerdekaan
berpendapat sebagai bentuk penyaluran aspirasi rakyat. Untuk itu di
butuhkan sebuah wadah penyalur aspirasi bagi rakyat dalam sebuah
organisasi kemasyarakatan. Dengan adanya Undang-Undang No. 8
Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan, maka pemerintah
berupaya untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam mencapai
tujuan nasional.
Menurut
Undang-Undang
No.
8
Tahun
1985,
Organisai
kemasyarakatan adalah :
“Organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat Warga Negara
Republik Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan,
profesi, fungsi, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha
Esa, untuk berperanserta dalam pembangunan dalam rangka
memcapai tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Organisasi Kemasyaraktan
hanya memiliki satu asas yaitu Pancasila, dan tujuannya ditetapkan
oleh masing-masing Organisasi sesuai dengan sifat kekususannya
dalam rangka mencapai tujuan nasional sebagaimana yang
diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945”.
Pasal 8 Undang-undang No. 8 Tahun 1985 di sebutkan bahwa :
Untuk lebih berperan dalam melaksanakan fungsinya, organisasi
kemasyarakatan
berhimpun
dalam
satu
wadah
pembinaan
dan
pengembangan yang sejenis. Maka dengan adanya sifat kekhususan yang
menentukan tujuan dan menajalankan fungsinya, lahirlah lembaga
57
swadaya
masyarakat
yang
merupakan
bagian
dari
organisasi
kemasyarakatan. Pembinaan lembaga swadaya masyarakat dilakukan
oleh Menteri Dalam Negeri dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri No.
8 Tahun 1990 Tentang Pembinaan Lembaga Swadaya Masyarakat dan
dalam Pedoman Pelaksanaan Pembinaan Lembaga Swadaya Masyarakat.
Pedonan Pelaksanaan Pembinaan Lembaga Swadaya Masyarakat
menyebutkan bahwa :
“Yang dimaksud dengan lembaga swadaya masyarakat dalam
instruksi ini adalah organisasi/lembaga yang dibentuk oleh anggota
masyarakat Warganegara Republik Indonesia secara sukarela atas
kehendak sendiri dan berminat serta bergerak di bidang kegiatan
tertentu yang ditetapkan oleh organisasi/lembaga sebagai wujud
partisipasi masyarakat dalam upaya meningkatkan taraf hidup dan
kesejahteraan masyarakat, yang menitik beratkan kepada pengabdian
secara swadaya”.
Kedudukan lembaga swadaya masyarakat sama dengan organisasi
kemasyarakatan dalam sistem politik Indonesia yaitu dalam infrastruktuk
politik. Melalui infrastuktur politik inilah masyarakat menyalurkan
aspirasinya, baik dengan tuntutan ataupun dukungan dalam proses
pembuatan kebijakan. Dengan demikian, diharapkan keputusan ataupun
kebijakan yang dibuat oleh negara sesuai dengan kehendak rakyat.
Pedoman Pelaksanaan Pembinaan Lembaga Swadaya Masyarakat
juga menyebutkan mengenai sifat dari Lembaga swadaya masyarakat,
yaitu :
1 Organisasi tersebut memiliki keleluasaan untuk mengembangkan
dirinya dan menentukan pimpinan ataupun pengurusnya.
2 Organisasi bisa berdasarkan minat, hobby, profesi, atau orientasi
tujuan yang sama.
58
3 Bermotif nirlaba (nonprofit).
Dari sifat yang dimiliki oleh lembaga swadaya masyarakat, dapat dilihat
bahwa lembaga swadaya masyarakat memiliki keleluasaan baik dalam
bentuk dan dalam macamnya, yang terpenting adalah motif dari lembaga
atau organisasi tersebuat adalah nirlaba. Sifat-sifat yang dimiliki oleh
lembaga swadaya masyarakat tadi membuat masyarakat mendapatkan
kesempatan lebih banyak untuk berorganisasi dan mendirikan lembaga
swadaya masyarakat, seperti halnya di Purwokerto banyak berdiri
lembaga swadaya masyarakat, dua diantaranya adalah Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM) Seruni dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan
Sumberdaya dan Lingkungan Hidup (LPPSLH).
Seruni adalah lembaga swadaya masyarakat yang masuk dalam
jenis
dan
kategori
mitra
pemerintah,
dimana
Seruni
sebagai
lembaga/organisasi dalam melakukan dan menjalankan kegiatannya
mendi mitra pemerintah. Seruni adalah paguyuban peduli buruh migran
dan perempuan, berdiri pada tanggal 11 juni 2008. Organisasi ini
didirikan atas inisiatif para mantan buruh migran, keluarga buruh migran,
dan masyarakat yang peduli terhadap persoalan buruh migran dan
perempuan. Alasan seruni dibentuk didasari oleh rasa keprihatinan akan
berbagai masalah yang menimpa buruh migran dan keluarganya, serta
perempuan.
Seruni memiliki visi dan misi dalam berorganisasi agar
organisasinya memiliki tujuan yang akan dicapai dan fungsi yang akan
59
dijalankan. Visi Seruni adalah terciptanya perubahan pola pikir
masyarakat agar menjadi lebih kritis, mandiri, dan dapat melakukan
swabela, sedangkan misinya adalah :
1 Sebagai tempat untuk memupuk solidaritas dan persatuan buruh
migran dan perempuan.
2 Ikut berpartisipasi dalam pembantukan kepribadian.
Selain Seruni, salah satu lembaga swadaya lainnya adalah LPPSLH
(Lembaga Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya dan Lingkungan
Hidup. LPPSLH (lembaga penelitian dan pengembangan sumberdaya
dan lingkungan hidup) dalah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang
dirintis sejak tahun 1981 oleh sekelompok aktivis mahasiswa dan
intelektual di Purwokerto yang prihatin atas kondisi kemiskinan dan
ketidakadilan
yang
dialami
oleh
sebagian
besar
masyarakat.
Keperhatinan tersebut diaktualisasikan melalui aktifitas pendampingan
komunitas miskin, baik di kota maupun di desa. LPPSLH merupakan
lembaga
swadaya
masyarakat
yang
berjenis
Organisasi
Mitra
Pemerintah, dimana dalam melaksanakan kegiatannya bermitra dengan
pemerintah.
Sebagai organisasi, LPPSLH juga memiliki visi dan misi. Visinya
yaitu menjadi organisasi yang profesional dan mandiri dan mampu
mendorong terbangunnya gerakan sosial menuju keadilan dan demokrasi
dengan
menjunjung
tinggi
prinsip–prinsip
interdependensi. Misi dari LPPSLH yaitu :
kesetaraan
dan
60
1
Mengefektifkan pengelolaan sumberdaya kelembagaan untuk
keberlanjutan aktivitas pemberdayaan masyarakat.
2
Membangun citra dan memperluas jaringan kerja berbasis
kemandirian lembaga.
3
Mengembangkan advokasi dan pendidikan kewarganegaraan
menuju penguatan organisasi rakyat sebagai motor gerakan sosial.
4
Mengembangkan sistem kelembagaan yang profesional dengan
mengembangkan fungsi-fungsi administrasi, SIM dan keuangan
yang efektif dan akuntabel.
Seruni dan LPPSLH sebaga lembaga swadaya masyarakat memiliki
kedudukan yang penting di dalam masyarakat, selain keduanya adalah
organisasi yang paling dekat dengan masyarakat, organisi tersebut juga
dibuat atau didirikan oleh masyarakat dan juga untuk kepentingan
masyarakat. Lembaga swadaya masyarakat menjadi bagian dari
masyarakat yang berperan penting dalam tumbuhnya kemandirian atau
keswadayaan masyarakat dalam kehidupannya sebaga warganegara yang
memiliki hak dan kewajiban.
Masyarakat yang dimaksud didalamnya adalah seluruh anggota
masyarakat, khususnya masyarakat yang menjadi buruh migran,
perempuan, termasuk buruh migran dan perempuan yang menjadi korban
tindak pidana kesusilaan. Permasalahan tentang korban yang tak kunjung
ada habisnya, baik dari segi sosial, penanganan, dan dari segi
perlindungannya, membuat lembaga swadaya masyarakat disini berperan
61
penting
dalam
memperjuangkan
hak-hak
korban
dalam
dalam
struktur
kewarganegaraan.
Kedudukan
merupakan
posisi
tertentu
di
kemasyarakatan yang mungkin tinggi, sedang atau rendah. Kedudukan
tersebut sebenarnya merupakan wadah yang isinya adalah hak-hak dan
kewajiban-kewajiban tertentu. Hak-hak atau kewajiban-kewajiban tadi
merupakan peranan atau role. Oleh karena itu seseorang yang
mempunyai kedudukan tertentu, lazimnya dinamakan pemegang
pernanan (role occupant). Suatu hak sebenarnya merupakan wewenang
untuk berbuat atau tidak berbuat, sedangkan kewajiban sebenarnya
merupakan beban atau tugas.
Menurut Soekanto, peran adalah aspek dinamis dari kedudukan
(status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai
dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peran Peran
merupakan aspek dinamis kedudukan atau status. Apabila melaksanakan
hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia
menjalankan suatu peranan.46
Lembaga swadaya masyarakat dalam mencapai tujuan berarti harus
menjalankan sebah fungsi, saat fungsi tersebut dijalankan, maka saat
itulah perannya dalam masyarakat berjalan dengan baik. Berdasarkan
Instruksi Menteri Dalam Negeri No 8 Tahun 1990 dalam Pedoman
46
Soejono Soekamto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Press, 1982), h. 268
62
Pelaksanaan Tentang Pembinaan Lembaga Swadaya Masyarakat,
menyabutkan bahwa fungsi lembaga swadaya masyarakat adalah:
1 Wahana partisipasi masyarakat guna meningkatkan taraf hidup dan
kesejahteraan masyarakat.
2 Wahana partisipasi mayarakat dalam pembangunan.
3 Wahana pengembangan keswadayaan dalam masyarakat.
4 Wahana pembinaan dan pengembangan anggotanya dalam usaha
mewujudkan tujuan organisasi/lembaga.
Fungsi secara umum yang dimiliki oleh lembaga swadaya
masyarakat dalam menjalankan kegiatan yang sesuai dengan visi dan
misinya, maka dapat ditarik kesimpulan yang dikaitkan dengan
perlindungan hukum perempuan khususnya korban tindak pidana
kesusilaan mengenai peranannya dalam masyarakat. Intinya adalah saat
Lembaga Swadaya Masyarakat
Seruni dan LPPSLH menjalankan
kegiatannya, berarti kedua LSM tersebut telah menjalankan perannya.
LSM Seruni dan LPPSLH memiliki peranan sama, karena keduanya
merupakan lembaga swadaya masyarakat yang berjenis Organisasi Mitra
Pemerintah, apabila diukur dan dikaitkan dengan fungsinya untuk
masyarakat, khususnya bagi perempuan korban tindak pidana kesusilaan
di Purwokerto, parameter yang dapat dijadikan patokan adalah
bagaimana peran LSM tersebut dalam :
1
Meningkatkan partisipasi masyarakat khususnya perempuan korban
tindak pidana kesusilaan untuk berorganisasi.
2
Meningkatkan
taraf
hidup
dan
kesejahteraan
masyarakat,
khususnya bagi perempuan korban tindak pidana kesusilaan.
63
3
Meningkatkan
kemandirian
masyarakat,
khususnya
bagi
perempuan tindak pidana kesusilaan.
4
Membina dan mengembangkan anggota dalam usaha mewujudkan
tujuan organisasi.
5
Mengupayakan perlindungan hak-hak perempuan korban tindak
pidana kesusilaan.
6
Menjadi bagian dan mendorong partisipasi masyarakat khususnya
perempuan korban tindak pidana kesusilaan dalam pembangunan.
Agar penulis mengetahui peran dari Lembaga Swadaya Masyarakat
Seruni dan LPPSLH dalam perlindungan perempuan korban tindak
pidana kesusilaan di Purwokerto, penulis telah mewawancarai dengan
pertanyaan yang berbeda sesuai dengan indikator atau parameter dalam
peranan LSM, seluruhnya ada empat orang yang masing-masing adalah
ketua dan sekertaris Seruni dan dua orang menejer program dari
LPPSLH. Hasil wawancara disajikan dalam bentuk matrik.
Matrik yang pertama mengenai peningkatan partisipasi rakyat,
penulis mewawancarai dua orang nara sumber. Narasumber yang
pertama berasal dari LSM LPPSLH dan yang kedua dari LSM Seruni,
hasil wawancara telah penulis simpulkan berdasarkan pada pertanyaan
yang penulis ajukan, dan hasilnya adalah dalam matrik di bawah ini.
64
Matrik 1 : Peranan LSM Seruni dan LPPSLH Meningkatkan
partisipasi masyarakat khususnya perempuan korban
tindak pidana kesusilaan untuk berorganisasi.
No Nama
Informan
1
Yuliana
Desi P. (Staf
program
pedesaan
LPPSLH)
Hasil wawancara
“Kami bagian dari
civi society atau
NGO punya peran
penting
dalam
pengorganisasian
khususnya, strategi
yang
digunakan
adalah
menjadi
bagian
dari
masyarakat ataupun
komunitas,biasa
disebut dengan live
in...”
2
Lili Purwani “...merangkul
(Ketua LSM korban
dan
Seruni)
masyarakat
agar
mau berorganisasi,
atau
mengajak
masyarakat misalnya
bekerjasama dengan
pihak lain untuk
kerja sama dalam
pelatihan...”
Sumber data : Hasil wawancara
Implikasi
Tema
Faktor
internal
Mempengaruhi
Faktor
internal
Mempengaruhi
Seperti telah diuraikan di atas bahwa peranan merupakan aspek
dinamis dari kedudukan (status). Apabila seseorang telah melaksanakan
hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan
suatu peran. Peranan setiap orang mempunyai keanekaragaman yang
berasal dari pola-pola pergaulan hidupnya dan hal itu sekaligus berarti
bahwa peranan tersebut menentukan apa yang diperbuatnya bagi
masyarakat serta kesempatan-kesempatan apa yang diberikan oleh
65
masyarakat kepadanya, peranannya lebih banyak menunjukan pada
fungsi penyesuaian diri dan sebagai suatu proses.47
Lembaga Swadaya Masyarakat Seruni dan LPPSLH dalam
menjalankan perannya sebagaimana yang diamanatkan oleh peraturan
perundang-undangan
dalam
meningkatkan
partisipasi
masyarakat
khususnya bagi perempuan korban tindak pidana kesusuilaan adalah
dengan pendekatan secara pribadi. LPPSLH biasa menyebutnya live in
dimana seorang staff dari LSM LPPSLH tinggal dan hidup di kominutas
(dalam masyarakat termarjinal yang rentan terhadap tindak pidana
kesusilaan) selama minimal dua minggu. Upaya live in ini bertujuan agar
LSM memiliki kedekatan dan memperoleh informasi, dengan begitu
analisis yang diperoleh akan lebih akurat sehingga dalam bertindak
tindak gegabah. Seruni juga melakukan pendekatan yang sama yaitu
secara personal, hanya berbeda metode yang dilakukan untuk
memperoleh kedekatan dengan masyarakat khususnya bagi perempuan
yang menjadi korban tindak pidana kesusilaan, tetapi pada intinya sama.
Langkah selanjutnya setelah melakukan pendekatan dan mendapat
partisipasi dari masyarakat, LSM akan lebih mudah untuk menjalankan
kegiatannya. Maka selanjutnya adalah bagaimana LSM Seruni dan
LPPSH berguna bagi masyarakat, dalam hal ini adalah dalam
peningkatan
kesejahteraannya.
Oleh
karena
itu
penulis
telah
mewawancarai tiga narasumber, masing-masing satu orang dari LPPSLH
47
Ibid. Hal. 144.
66
dan dua orang dari Seruni. Hasil wawancara disajikan dalam bentuk
matrik di bawah ini.
Matrik 2 : Peranan LSM Seruni dan LPPSLH dalam meningkatkan
taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, khususnya
bagi perempuan korban tindak pidana kesusilaan.
No
1
Nama
Narasumber
Yuliana Desi
P. (Staf
program
pedesaan
LPPSLH)
Hasil Wawancara
“....Satu-satunya
cara yang
memungkinkan
untuk perempuan
dalam merubah
nasibnya adalah
dengan
berorganisasi...”.
2
Narsidah (
“...pelatihan
Sekertaris
ketrampilan, juga
LSM Seruni) pelatihanpelatihan
peningkatan
kapasitas
termasuk
pengetahuan
tentang hakhaknya, terus
pelatihanpelatihan
berorganisasi”.
3
Lili Purwani ”pelatihan(Ketua LSM pelatihan
Seruni)
meningkatkan
kapasitas,
pelatihan
komputer, soft
skill, membuat
kerajinan
tangan”
Sumber data : Hasil wawancara
Implikasi
Tema
Faktor
internal
Mempengaruhi
Faktor
internal
Mempengaruhi
Faktor
internal
Mempengaruhi
67
Permasalahan
yang
banyak
terjadi
sering
menimpa
pada
perempuan, baik sebagai korban kejahatan, bencana alam, kemiskinan
dll, dengan demikian secara langsung maupun tidak langsung
kesejahteraan masyarakat akan menurun. Sebagai contoh, saat seorang
perempuan menjadi korban secara mental dan fisik keadaan mereka akan
memburuk dan akan sulit untuk mencari pekerjaan. Kesejahteraan yang
diukur secara ekonomi, maka secara pendapatan akan menurun bahkan
tidak ada sama sekali. Dampak tidak langsung bagi kesejahteraan pada
masyarakat pada umumnya, para calon tenaga kerja wanita yang
notabene adalah pahlawan devisa bagi negara, saat menjadi korban
tindak pidana kesusilaan misalnya yang sering terjadi pada saat ditempat
pelatihan, membuat mereka batal mencari nafkah demi kesejahteraan
untuk diri mereka secara pribadi dan juga secara tidak langsung gagal
menghasilkan devisa bagi negara.
Untuk itu dibutuhkan upaya peningkatan taraf hidup bagi mereka
baik yang menjadi korban ataupun bagi mereka yang tidak menjadi
korban. Perlindungan terhadap perempuan khususnya bagi mereka yang
menjadi korban tindak pidana kesusilaan, tidak hanya dilakukan pada
saat tindak pidana tersebut terjadi, tetapi perlindungan itu diberikan
bahkan sebelum dan sesudahnya. Barda Nawawi Arief menyatakan
bahwa pengertian perlindungan korban dapat dilihat dari dua makna,
yaitu:
68
1. dapat diartikan sebagai “perlindungan hukum untuk tidak menjadi
korban tindak pidana”, (berarti perlindungan HAM atau kepentingan
hukum seseorang).
2. dapat diartikan sebagai “perlindungan untuk memperoleh
jaminan/santunan hukum atas penderitaan/ kerugian orang yang telah
menjadi korban tindak pidana”, (jadi identik dengan “penyantunan
korban”). Bentuk santunan itu dapat berupa pemulihan nama baik
(rehabilitasi), pemulihan keseimbangan batin (antara lain dengan
pemaafan), pemberian ganti rugi (restitusi, kompensasi,
jaminan/santunan kesejahteraan sosial), dan sebagainya.48
Peran LSM Seruni dan LPPSLH dalam memberikan upaya
preventiv atau pencegahan agar perempuan tidak menjadi korban salah
satunya adalah dengan berorganisasi, berjuang secara individu akan tersa
lebih berat oleh karena itu dengan berorganisasi perempuan akan
memiliki kekuatan yeng lebih besar. Selain kekuatan, perempuan juga
akan mendapat banyak pelajaran dari berorganisasi, bertukar pendapat,
menambah wawasan dan ilmu pengetahuan, menjadi perempuan yang
lebih cerdas dan yang terpenting adalah menjadi pahan akan hak-haknya
sebagai perempuan.
Pengaruh dari memperluas pergaulan, diharapkan perempuanperempuan ini akan lebih membuka banyak kesempatan untuk
meningkatkan kesejahteraannya. Sebagai contoh salah satu anggota LSM
Seruni, yang membuka sebuah toko kecil sebagai usaha untuk
meningkatkan taraf hidup, dengan pergaulan itulah membantu menarik
para konsumen untuk datang ke tokonya. Diharapkan dengan
berorganisasi maka mereka dapat bertukar pendapat dan berfikir bersama
48
Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana
dalam Penanggulangan Kejahatan, Jakarta: Kencana, 2007, Hal.61.
69
tentang usaha apa yang mungkin dilakukan yang dapat meningkatkan
taraf hidup mereka.
Kegunaan lainnya selain bertukar pendapat tentang masalah
ekonomi, mereka juga dapat saling menginformasikan ilmu pengetahuan
yang mereka miliki, termasuk tentang pemahaman mereka tentang hakhaknya sebagai perempuan. Perempuan benar-benar pahan akan hakhaknya, memiliki kemampuan dan kemandirian dalam hidup, memiliki
pandangan dan wawasan yang luas, maka perempuan secara swadaya
akan mampu mengurangi resikonya untuk menjadi korban, khusunya
untuk menjadi korban tindak pidana kesusilaan. Dengan tidak menjadi
korban,
maka
memperkecil
resiko
menurunnya
tau
hilangnya
kesejahteraan bagi mereka. Perlindungan secara kemandirian yang
berasal dari dalam diri perempuan, pengetahuan tentang resiko-resiko
yang ada dalam dirinya, maka akan membuat perempuan lebih waspada
dan berhati-hati dalam bertindak, sehingga diharapkan angka kejahatan
terhadap perempuan akan semakin menurun.
Lembaga Swadaya Masyarakat Seruni dan LPPSLH kerap
memberikan dukungan terhadap perempuan khususnya yang menjadi
korban, untuk terus dapat melanjutkan hidupnya dengan cara
memberikan pelatihan-pelatihan, misalnya dengan pelatihan kerajinan
tangan, pelatihan/kursus komputer, dan pelatihan-pelatihan lain yang
melibatkan perempuan khususnya bagi perempuan yang menjadi korban.
70
Berbicara tentang kesejahteraan, erat kaitannya dengan sebuah
kemandirian. Diharapkan saat perempuan memiliki kesejahteraan yang
stabil maka mereka akan mandiri, begitupun untuk memperoleh
kesejahteraan yang baik dibutuhkan sebuah kemandirian agar perempuan
yang menjadi korban ini mampu bertahan dan melanjutkan hidupnya.
Oleh karena itu penulis telah mewawancarai dua nara sumber mengenai
peran LSM dalam kemandirian. Narasumber masing-masing berasal dari
LSM Seruni dan LPPSLH. Hasil wawancara disajikan dalam bentuk
matrik di bawah ini.
Matrik 3 : Peranan LSM Seruni dan LPPSLH dalam meningkatkan
kemandirian masyarakat, khususnya bagi perempuan
tindak pidana kesusilaan.
No
1
Nama
Narasumber
Intan permata
selni (Staf
program
perkotaan
LPPSLH)
Hasil Wawancara
”Bentuk
pemberdayaan
dalam proses
kemandirian ada
tahapan-tahapan
yang dicapai : 1.
proses
pendampingan, 2.
meningkatkan
kapasitas dengan
proses
pelatihan”.
2 Narsidah (
“...pola yang
Sekertaris LSM dilakukan dalam
Seruni)
menyelesaikan
masalah adalah
partisipatif,
artinya korban
turut serta...”
Sumber data : Hasil wawancara
Implikasi
Tema
Faktor
internal
Mempengaruhi
Faktor
internal
Mempengaruhi
71
Kemandirian adalah suatu kondisi dimana seseorang tidak
bergantung
pada
otoritas
tertentu,kemandirian
jugamencakup
kemampuan mengurus diri sendiri dan menyelesaikan masalah sendiri.49
Pengertian LSM secara umum diartikan sebagai sebuah organisasi yang
didirikan oleh perorangan ataupun sekelompok orang yang secara
sukarela memberikan pelayanan kepada masyarakat umum tanpa
bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari kegiatannya. Dalam
konsep civil society karakteristik LSM yang bercirikan: mandiri dan tidak
menggantungkan diri pada bantuan pemerintah, dipandang dapat
memainkan peran yang sangat penting dalam proses memperkuat
gerakan demokrasi melalui perannya dalam pemberdayaan civil society
yang dilakukan melalui berbagai aktifitas pendampingan, pembelaan dan
penyadaran.
Bukan hanya kemandirian yang dimiliki oleh LSM Seruni dan
LPPSLH, tetapi juga bagaimana kedua LSM tersebut berperan penting
dalam membangun kemandirian dalam masyarakat, khusunya lagi disini
kemandirian bagi perempuan yang menjadi korban tindak pidana
kesusilaan. Proses dalam membantu kemandirian bagi perempuan yang
menjadi korban dimulai dengan pendampingan, memberikan konseling,
membuat si korban merasa nyaman dan aman. Setelah kondisi korban
membaik, baru korban diberikan hak sepenuhnya untuk menentukan
49
Kamus besar bahasa indonesia.
72
langkah selanjutnya, apakah ingin melanjutkan kasusnya secara litigasi
atau nonlitigasi. Saat korban memilih untuk melanjutkannya keranah
hukum, maka peran LSM disini memberikan petunjuk hal-hal apa saja
yang harus dilakukan oleh korban, dan dalam pelaksanaannya korban
melakukannya sendiri, keculai memang benar-benar masih butuh
pendampingan. Hal ini diharapkan agar korban dapat tetap mandiri dan
tidak selalu tergantung pada LSM Seruni maupun LPPSLH, sekali lagi
perannya adalah memberikan dorongan.
Kasus yang telah ditangani dan diproses di pengadilan, maka peran
dari LSM hanya memantau saja, tetapi sebelumnya agar korban mampu
menjalani semua prosesnya LSM Seruni dan LPPSH telah terlebih
dahulu membekalinya dengan peningkatan kapasitas korban, untuk
meningkatkan rasa percaya diri dalam diri korban agar dapat menjalani
semua proses dengan baik. Penyelesaian melalui jalur nonlitigasi
biasanya ditempuh oleh korban yang tidak ingin kasusnya diketahui
orang lain, peran LSM Seruni dan LPPSLH disini akan lebih intens
karena proses pendampingan biasanya akan lebih panjang. Saat kasus
sudah ditangani instansi lain baik saat dalam jalur litigasi ataupun
nonlitigasi maka disini LSM Seruni dan LPPSLH tidak dapat terlibat
terlalu jauh, karena dilihat dari segi tatakrama pun tidak sopan dan tidak
etis rasanya saat kasus tersebut sudah ditangani oleh instansi yang lebih
73
berwenang LSM ikut nimbrung di dalamnya kecuali memang
dibutuhkan.50
Upaya kemandirian lainnya selain dalam pendampingan adalah
pelatihan. Pelatihan dilakukan agar masyarakat memiliki kemampuan
untuk berdaya sendiri, baik itu dengan ketrampilan yang dimiliki,
kualitas personal, dan kepercayaan diri yang memadai. LSM Seruni dan
LPPSLH mendorong mereka agar berswadaya melalui program-program
kerjanya, misalnya salah satu program kerja dari LSM Seruni yaitu
mengadakan Pelatihan untuk meningkatkan kapasitas SDM, program
tersebut bertujuan untuk melatih kemandirian masyarakat khususnya
perempuan.
Peran lain selain memberikan upaya untuk kemandirian, LSM
Seruni dan LPPSLH juga mengupayakan perlindungan terhadap hak-hak
perempuan. Penulis telah mewawancarai tiga orang narasumber, dua
orang dari LPPSLH dan satu orang dari Seruni. Hasil wawancara
disajikan dalam bentuk matrik di bawah ini.
Matrik 4 : Peranan LSM Seruni dan LPPSLH dalam mengupayakan
perlindungan hak-hak perempuan korban tindak pidana
kesusilaan.
No
1
50
Nama
Narasumber
Yuliana Desi
P. (Staf
program
pedesaan
Hasil wawancara.
Hasil Wawancara
“Sebagai
pendamping atau
memberikan
konseling...yang
Implikasi
Faktor
internal
Tema
Mempengaruhi
74
LPPSLH)
kami lakukan
adalah bagaimana
si korban ini bisa
mendapatkan
haknya yaitu
mendapat layanan
kesehatan...”.
2 Intan permata “Pendampingan,
selni (Staf
advokasi, yang
program
terpenting
perkotaan
bagaimana korban
LPPSLH)
pertama-tama
memndapatkan
pelayanan
kesehatan...”.
3 Narsidah (
“Membantu dalam
Sekertaris
proses
LSM Seruni) penyelesaian,
edukasi tentang
hak-haknya, juga
ada pelatihanpelatihan...”.
Sumber data : Hasil wawancara
Faktor
internal
Mempengaruhi
Faktor
internal
Mempengaruhi
Perlindungan hukum bagi korban khususnya korban tindak pidana
kesusilaan misalnya perkosaan merupakan salah satu kebutuhan yang
semakin mendesak. Hal ini disebabkan kurangnya pengaturan secara
tegas dan jelas tentang perlindungan hukum terhadap korban dalam
KUHAP. Sistem peradilan pidana lebih mengedepankan bagaimana
penjatuhan sanksi pidana kepada pelaku. Sementara perlindungan hukum
terhadap korban dalam pemeriksaan pengadilan kurang diperhatikan.
Dua hal yang terkait satu sama lain, yakni subyek kejahatan dan obyek
kejahatan. Subyek kejahatan adalah orang yang melakukan suatu
perbuatan yang dilarang oleh undang-undang yakni pelaku kejahatan.
Obyek kejahatan dapat berupa harta benda, mahluk hidup yang bukan
75
manusia (seperti hewan, tumbuhan dan sebagainya) maupun manusia itu
sendiri. Manusia dapat menjadi obyek kejahatan antara lain dalam kasus
pembunuhan, penganiayaan, dan perkosaan. Manusia sebagai obyek
kejahatan inilah yang dalam sehari-hari disebut sebagai korban (victim).
Korban diartikan sebagai mereka yang menderita fisik, mental,
sosial sebagai akibat tindakan jahat dari mereka yang mau memenuhi
kepentingan diri sendiri atau pihak yang menderita. Misalnya kasus
perkosaan, realitas perkosaan biasanya terjadi secara spontan bahkan ada
juga memang pemerkosa sudah mempunyai niat dari awal, namun semua
tergantung
ada
tidaknya
kesempatan
pelaku
untuk
melakukan
perbuatannya. Dari segi pelaku pemerkosa, bisa dilakukan oleh orang
asing juga oleh orang yang sudah dikenal oleh korban. Jika tindakantindakan yang berkaitan dengan kebutuhan seks dipenuhi tidak
berdasarkan secara kesukarelaan (misal ada unsur pemaksaan dan atau
kekerasaan) akan berdampak pada permasalahan/keresahan masyarakat.
Tindakan-tindakan seksualitas tersebut dimulai dari tingkat yang
paling ringan sampai pada terberat, seperti pemerkosaan, semuanya ini
merupakan pelecehan seksual. Contoh tindak pidana kesusilaan lainnya
adalah tindakan pelecehan seksual berhubungan dengan pandangan di
masyarakat bahwa perempuan adalah obyek seksualitas, bahkan sebagai
obyek kekuasaan laki-laki. Pengertian pelecehan seksual adalah
pelecehan yang merupakan bentuk pembendaan dari kata kerja
melecehkan
yang
berarti
menghinakan,
memandang
rendah,
76
mengabaikan. Sedangkan seksual memiliki arti hal yang berkenandengan
seks atau jenis kelamin, hal yang berkenan dengan perkara persetubuhan
antara laki-laki dan perempuan.
Tindak pidana tersebut mengakibatkan banyak korban, maka
korbannya adalah perempuan. Kebutuhan yang terpenting yang dirasakan
bagi perempuan korban tidak pidana kesusilaan adalah sebuah
perlindungan. Perlindungan itu ditujukan pada hak-hak mereka sebagai
korban,
dalam
Undang-Undang No.
13
Tahun
2006
Tentang
Perlindungan Saksi dan Korban yang termasuk dalam hak-hak korban
adalah :
a) memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan
harta bendanya, serta bebas dari Ancaman yang berkenaan dengan
kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya;
b) ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk
perlindungan dan dukungan keamanan;
c) memberikan keterangan tanpa tekanan;
d) mendapat penerjemah;
e) bebas dari pertanyaan yang menjerat;
f) mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus;
g) mendapatkan informasi mengenai putusan pengadilan;
h) mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan;
i) mendapat identitas baru;
j) mendapatkan tempat kediaman baru;
k) memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan
kebutuhan;
l) mendapat nasihat hukum; dan/atau
m) memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu
perlindungan berakhir.
Pasal berikutnya menjelaskan bahwa ketiga belas hak tersebut
diberikan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Namun dalam
kenyataannya, di Purwokerto tidak ada LPSK, jadi pada akhirnya korban
harus berjuang sendiri akan hak-haknya. Seruni dan LPPSLH dalam
77
posisinya sebagai mitra dari pemerintah, dalam hal ini membantu
meringankan tugas pemerintah terutama LPSK (Lembaga Perlindungan
Saksi dan Korban). Keterbatasan yang dimiliki LPSK yaitu dari jumlah
personil dan juga tidak adanya lembaga tersebut disetiap daerah, maka
disini LSM Seruni dan LPPSH dapat berperan dan memiliki tanggung
jawab moral terhadap para korban, kususnya perempuan korban tindak
pidana kesusilaan. LSM Seruni dan LPPSLH disini berperan untuk
mendorong dan menjembatani para korban khususnya bagi perempuan
yang menjadi korban.
Perlindungan hukum korban kejahatan sebagai bagian dari
perlindungan masyarakat, dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk,
seperti melalui pemberian restitusi dan kompensasi, pelayanan medis,
dan bantuan hukum.51Maka peran LSM Seruni dan LPPSLH dalam
upaya memperjuangkan hak-hak korban diantaranya adalah dalam
membantu korban mendapatkan pelayanan medis dan advokasi, karena
restitusi adalah kewajiban dari pelaku, dan kompensasi adalah bentuk
pertanggungjawaban dari negara/pemerintah.
Kasus
tindak
pidana
kesusilaan
terutama
dalam
kasus
pemerkosaan, kekerasan seksual terhadap anak dan kasus-kasus lain yang
menimbulkan kerusakan baik secara fisik ataupun secara psykis yang
pertama dibutuhkan korban adalam layanan kesahatan. LSM Seruni dan
LPPSLH disini membantu proses awal tersebut agar korban mendapatkan
51
Dikdik. M. Arief Mansur, Urgensi Perlidungan Korban Kejahatan Antara Norma dan
Realita, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007, Hal 31.
78
haknya dalam mendapatkan layanan kesehatan yang layak. Upaya
selanjutnya yang dilakukan adalah pendampingan ataupun advokasi.
Dalam setiap upaya pendampingan, LSM baik Seruni atau pun LPPPSLH
bekerjasama dengan pihak terkait lainnya. Dalam upayanya memberikan
layanyan kesehatan, misalnya bekerjasama dengan rumah sakit, dalam
upaya advokasi misalnya dengan instansi pemerintan dinas, advokat atau
kepolisian.52
Upaya-upaya yang dilakukan oleh LSM Seruni dan LPPSLH
membutuhkan anggota atau staf yang memiliki kepedulian tinggi
terhadap perempuan dan juga kemampuan. Kemampuan untuk bergerak
dalam melaksanakan kegiatan-kegiatannya, kemampuan tersebut tidaklah
ada secara lengsung begitu saja, tetapi diperoleh dari pembinaan yang
dilakukan oleh LSM Seruni dan LPPSLH terhadap para staf atau
anggotanya. Maka untuk mngetahui peran kedua LSM tersebut dalam
pembinaan anggotanya, penulis telah mewawancarai dua orang nara
sumber masing-masing dari LSM Seruni dan LPPSLH. Hasil wawancara
disajikan dalam bentuk matrik di bawah ini.
Matrik 5 : Peranan LSM Seruni dan LPPSLH dalam membina dan
mengembangkan anggota dalam usaha mewujudkan
tujuan organisasi.
No
1
52
Nama
Narasumber
Intan permata
selni (Staf
hasil wawancara.
Hasil Wawancara
Implikasi
“Pembinaan untuk Faktor
anggota dalam
internal
Tema
Mempengaruhi
79
program
perkotaan
LPPSLH)
menyamakan
persepsi,capasity
building,juga ada
pelatihan team
untuk
mengorganisasi
komunitas...”.
2 Lili Purwani
“Mengajak
(Ketua LSM
berorganisasi,
Seruni)
diikutkan
pelatihan baik
yang diadakan
oleh seruni atau
pun di luar seruni,
dilatih
ketrampilan untuk
membangun
kepercayaan
diri...”.
Sumber data : Hasil wawancara
Faktor
internal
Mempengaruhi
Pembinaan untuk para anggota LSM menjadi hal yang penting,
karena untuk terjun kedalam masyarakat harus memiliki kesamaan
persepsi, pengetahuan yang cukup dan keahlian untuk bersosialisasi.
Anggota LSM Seruni dan LPPSLH selain harus memiliki rasa simpati
atau kepedulian terhadap masyarakat juga harus dapat terjun langsung
kedalam masyarakat, untuk itu perlu adanya pembinaan terlebih dahulu
di dalam organisasi agar anggota benar-benar memiliki bekal yang cukup
untuk menjadi bermanfaat bagi dirinya sendiri dan juga bagi masyarakat.
Pembinaan ini dilakukan oleh intern organisasi, LSM Seruni dan
LPPSLH melakukan pembinaan secara berkala, misalnya tiga atau dua
bulan sekali, bentuk pembinaan tersebut berupa pelatihan baik di dalam
organisasi ataupun di luar organisasi. Pelatihan yang dilakukan oleh LSM
80
berupa pelatihan capacity building, dengan pelatihan tersebut diharapkan
para staf atau anggota memiliki kemampuan, ketrampilan dan juga
kepercayaan diri. Dengan adanya pembinaan di dalam organisasi maka
kemandirian
yang dimiliki anggotanya, akan disampaikan atau
“ditularkan” juga kepada masyarakat, khususnya bagi perempuan
korban tindak pidana kesusilaan.
Pembinaan di dalam organisasi juga bertujuan untuk menentukan
langkah-langkah apa saja yang akan dilakukan untuk melaksanakan suatu
program atau kegiatan. Dengan adanya pembinaan maka secara personal
para anggota memiliki kemampuan untuk mengupayakan dan mendorong
agar masyarakat khususnya perempuan mendapatkan hak-haknya.
Matrik berikutnya menjelaskan tentang peran LSM dalam
pembangungan. Dimana dalam upaya-upaya tatu kegiatan-kegiatan LSM
Seruni dan LPPSLH selama ini telah mendorong pembangunan nasional.
Penulis telah mewawancarai dua orang narasumber, dan hasilnya ada
dalam matrik di bawah ini.
Matrik 6 : Peranan LSM Seruni dan LPPSLH dalam menjadi
bagian dan mendorong partisipasi masyarakat
khususnya perempuan korban tindak pidana
kesusilaan dalam pembangunan.
No
1
Nama
Narasumber
Lili Purwani
(Ketua LSM
Seruni)
Hasil Wawancara
“Dengan menjadi
mitra pemerintah
berarti LSM
khususnya Seruni
sudahmembantu
Implikasi
Faktor
internal
Tema
Mempengaruhi
81
program
pemerintah,baik
dalam masalah
buruh migran juga
dalam perlindungan
perempuan....”.
2 Narsidah (
“Seruni sebagai
Sekertaris
wadah partisipasi
LSM Seruni) masyarakat
khususnya buruh
migran dan
perempuan,otomatis
dapat menyuarakan
keinginannya dalam
kebijakan yang
dibuat pemerintah“.
Sumber data : Hasil wawancara
Dialog
Nasional
Kemitraan
Faktor
internal
Mempengaruhi
Penyelenggaraan
Pembangunan
Sumber Daya Manusia Antara Pemerintah dan Lembaga Swadaya
Masyarakat
(LSM)
Disepakati
bersama
bahwa
penyelenggaraan
pembangunan dilakukan bukan saja oleh Pemerintah, tetapi juga oleh
masyarakat dan dunia usaha sesuai fungsi, peran, dan tanggung jawabnya
masing-masing secara sinergis melalui kemitraan dalam koridor yang
telah ditetapkan oleh peraturan perundangan.53 Untuk itu, berbagai
dukungan unsur penyelenggara pembangunan yang meliputi sumber daya
manusia, biaya, mekanisme, dan instrumen peraturan perundangan serta
sarana dan prasarana perlu didayagunakan dengan prinsip-prinsip
efektivitas dan efisiensi sehingga tercapai hasil, dan manfaat yang
maksimal serta dampak yang konstruktif.
53
www.bappenas.go.id. Dialog Pemerintah dan LSM. Diakses pada tanggal 18 juli 2012.
82
Untuk memperkokoh peran-serta masyarakat dalam pembangunan
nasional, perlunya menemukan kembali fungsi dan peran Pemerintah,
masyarakat, dan swasta penting dilakukan. Peraturan perundangan
menyediakan koridor-koridor yang perlu dikenali sehingga usaha-usaha
yang
dilakukan
Pemerintah,
swasta,
dan
masyarakat
dalam
pembangunan, khususnya sumber daya manusia, saling mengisi dan
memperkokoh pencapaian tujuan pembangunan. Sejalan dengan tuntutan
perubahan dan transparansi dalam penyelenggaraan pembangunan,
sangat penting bagi masing-masing pihak menjalankan peran dan
fungsinya dalam koridor yang berlaku. Perhatian dan peran lembaga
swadaya masyarakat khususnya dalam pembangunan sumber daya
manusia sangat besar dan berarti. Peran LSM ,khususnya disini adalah
LSM Seruni dan LPPSLH mencakup berbagai segi tidak hanya sebagai
pressure-groups, tetapi juga mencakup pendampingan, pelaksana,
pemantau, advokasi, serta pengawas (watchdog) dalam menyusun
kebijakan.
B.
Faktor-faktor Penghambat Peran Lembaga Swadaya
Masyarakat Dalam Perlindungan Perempuan Korban Tindak
Pidana Kesusilaan
Dalam menjalankan perannya memberikan perlindungan terhadap
perempuan korban tindak pidana kesusilaan , LSM Seruni dan LPPSLH
tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya. Menurut
Suryono Soekanto faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pelaksanaan
perlindungan atau penegakan hukum tersebut adalah :
83
1.
2.
Faktor hukumya sendiri, yaitu undang-undang.
Faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun
menerapkan hukum.
Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.
Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut
berlaku atau diterapkan.
Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang
didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.54
3.
4.
5.
Agar mengetahui faktor-faktor penghambat peranan LSM Seruni
dan LPPSLH Purwokerto Banyumas dalam perlindungan perempuan
korban tindak pidana kesusilaan, penulis telah mewawancarai dua
informan dari LSM Seruni dan dua informan dari LPPSLH Perwokerto,
ada faktor lain di luar dari 5 faktor di atas yaitu korban, hasil wawancara
disajikan dalam bentuk matrik di bawah ini :
Matrik 7 : Faktor Penghambat Peran LSM dalam perlindungan
perempuan tindak pidana kesusilaan di Purwokerto
dari segi undang-undang
No
1
2
Nama
Narasumber
Yuliana Desi
P.
(Staf
program
pedesaan
LPPSLH)
Narsidah (
54
Hal : 8
Hasil Wawancara
Implikasi
“Semua undang- Faktor
undang itu baik, eksternal
bagus,
tapi
informasinya
bagaimana?,mun
gkin orang-orang
yang menempuh
pendidikan formal
aja yang ngerti,
dan tidak semua
orang itu juga
memiliki
kemampuan
mendengar yang
baik...”.
“Undang-undang Faktor
Tema
Mempengaruhi
Mempengaruhi
Soejono Soekanto, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum.
84
Sekertaris
Seruni)
masih
sangat eksternal
kurang ya..selama
ini hanya dibuat
untuk
orangorang
yang
berkepentingan...
”.
3 Lili Purwani “Undang-undang Faktor
(Ketua
sudah cukup baik, eksternal
Seruni)
sudah
banyak
mengatur tentang
perlindungan
perempuan, juga
tentang
tindak
pidana kesusilaan
di atur jelas,
tinggal
penerapannya
saja..kalau
Undang-undang
Ormas mungkin
perlu
perbaharuan”.
Sumber : Data primer yang diolah
Mempengaruhi
Keterangan yang telah diberikan informan dalam wawancara
sebagaimana tertulis dalam matrik di atas, maka dapat diketahui bahwa
undang-undang, dalam hal ini undang-undang tentang Ormas dan KUHP
ynag mengatur tentang delik kesusilaan tidak memiliki pengaruh yang
negatif dalam upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana
Kesusilaan di Purwokerto karena dalam undang-undang tersebut sudah
secara jelas mengatur tentang tindak pidana kesusilaam serta pelaksanaan
penegakan hukum oleh aparat penegak hukum, yaitu polisi, jaksa dan
hakim. Sedangkan untuk Undang-Undang Ormas sendiri memang dirasa
masih membutuhkan penyempurnaan mengikuti perkembangan ormas
yang semakin hari semakin bertambah, baik secara jumlah, jenis dan
85
permasalahannya yang dihadapi juga yang ditimbulkannya. Kendala
yang ada dari faktor undang-undang yaitu mengenai penyesuian serta
pemahaman dari aparat penegak hukum di wilayah Purwokerto terhadap
KUHP khususnya mengenai delik kesusilaan yang masih kurang
sehingga menimbulkan kendala-kendala di lapangan.
Teori ilmu hukum menjelaskan bahwa dapat dibedakan antara tiga
hal mengenai berlakunya hukum sebagai kaidah, yaitu:
a.
b.
c.
Kaidah hukum berlaku secara yuridis, apabila penentuannya
didasarkan pada kaidah yang lebih tinggi tingkatannya atau
terbentuk atas dasar yang telah ditetapkan.
Kaidah hukum berlaku secara sosiologis, apabila kaidah tersebut
efektif, artinya dapat dipaksakan berlakunya oleh penguasa
walaupun tidak diterima oleh warga masyarakat (teori kekuasaan),
atau kaidah itu berlaku karena adanya pengakuan dari masyarakat.
Kaidah hukum berlaku secara filosofis, yaitu sesuai dengan cita
hukum sebagai nilai positif yang tertinggi. 55
Kaidah hukum yang berlaku secara yuridis pada pokoknya
bertujuan untuk menjamin ketertiban hukum, kepastian hukum dan
perlindungan hukum. Dari tujuan tersebut berimplikasi pada kekuatan
berlakunya hukum, yaitu:
a.
kekuatan hukum sah;
b.
kekuatan hukum berlaku; dan
c.
kekuatan hukum mengikat.
Suatu kaidah hukum memiliki kekuatan hukum sah apabila kaidah
hukum tersebut dibuat oleh lembaga yang berwenang, dalam hal ini
adalah presiden dan DPR (legilatif). Undang-undang yang memiliki
55
Zainudin Ali, Filsafat Hukum, Cetakan Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal. 94.
86
kekuatan hukum berlaku adalah undang yang sesuai dan tidak
bertentangan
dengan
peraturan
perundang-undangan
di
atasnya.
Kekuatan hukum mengikat terhadap suatu undang-undang ada sejak
adanya promulgasi (pengundagan) terhadap undang-undang tersebut, dan
pada azasnya undang-undang berlaku dan mengikat selama belum ada
undang-undang atau peraturan lain yang mengaturnya.
Faktor berikutnya yang menjadi penghambat adalah dari segi
penegak hukumnya. Oleh karena itu penulis telah mewawancarai tiga
orang narasumber, masing-masing dua orang dari LSM LPPSLH dan
satu orang dari LSM Seruni utnuk mengetahui hambatan apa yang
dialami LSM bila dikaitkan dengan penegak hukum dalam memberikan
perlindungan terhadap korban. Hasil wawancara disajikan dalam bentuk
matrik di bawah ini.
Matrik 8 : Faktor Penghambat Peran LSM dalam perlindungan
perempuan tindak pidana kesusilaan di Purwokerto
dari segi penegak hukum
No
Nama
Hasil
Implikasi
Tema
Narasumber
Wawancara
1 Yuliana Desi “...penegak
Faktor
Mempengaruhi
P.
(Staf hukum
tidak eksternal
program
paham terhadap
pedesaan
kasus
dan
LPPSLH)
dampak
yang
ditimbulkannya”
.
2 Intan Permata “ Kalau dari Faktor
Mempengaruhi
Selni ( Staf
segi
penegak eksternal
program
hukum, mereka
perkotaan
kan
hanya
LPPSLH)
berpatokan
pada
pasal
pasal dan pasal,
87
sulit
untuk
dibelokan,
dalam arti untuk
memenuhi rasa
keadilan
bagi
korban”.
3 Narsidah (
“....hukumnya
Faktor
Sekertaris
tidak ditegakkan eksternal
Seruni)
dengan
baik,
kadang
yang
melapor malah
jadi tersangka
“.
Sumber : Data primer yang diolah
Mempengaruhi
Penegakan hukum dalam upaya pencegahan dan penanggulangan
tindak pidana yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, dalam hal ini
polisi, jaksa dan hakim didasarkan atas tugas dan kewenangannya.
Namun demikian ketentuan mengenai tugas dan kewenangan tersebut
tidak seluruhnya dirumuskan secara eksplisit dalam peraturan perundangundangan yang terkait dengan instansi masing-masing. Ketentuan
mengenai tugas penegakan hukum hanya dirumuskan secara eksplisit
dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Republik Indonesia sedangkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004
tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun
2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia mengatur secara implisit.
Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian
Republik Indonesia berbunyi sebagai berikut:
“Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah:
a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
b. menegakkan hukum; dan
88
c. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
mas yarakat.”
Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang
Kejaksaan Republik Indonesia yang pada pokonya berbunyi sebagai
berikut:
“Sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi
sebagai berikut :
“Saya bersumpah/berjanji:
bahwa saya akan setia kepada dan mempertahankan negara kesatuan
Republik Indonesia, serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar
negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945, serta melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku
bagi negara Republik Indonesia.
bahwa saya senantiasa menjunjung tinggi dan akan menegakkan
hukum, kebenaran dan keadilan, serta senantiasa menjalankan tugas
dan wewenang dalam jabatan saya ini dengan sungguh-sungguh,
seksama, obyektif, jujur, berani, professional, adil, tidak membedabedakan jabatan, suku, agama, ras, jender, dan golongan tertentu dan
akan melaksanakan kewajiban saya dengan sebaik-baiknya, serta
bertanggung jawab sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa,
masyarakat, bangsa, dan negara.
bahwa saya senantiasa akan menolak atau tidak menerima atau tidak
mau dipengaruhi oleh campur tangan siapa pun juga dan saya akan
tetap teguh melaksanakan tugas dan wewenang saya yang diamanatkan
undang-undang kepada saya.
bahwa saya dengan sungguh-sungguh, untuk melaksanakan tugas ini,
langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara
apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan sesuatu apapun
kepada siapapun juga.
bahwa saya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam
tugas ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak
langsung dari siapa pun juga suatu janji atau pemberian”
Pasal 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan
Kehakiman:
“Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk
menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan
berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum
Republik Indonesia.”
89
Seseorang
yang mempunyai
kedudukan
tertentu,
lazimnya
dinamakan pemegang peranan. Suatu hak sebenarnya merupakan
wewenang untuk berbuat atau tidak berbuat, sedangkan kewajiban adalah
beban atau tugas. Setiap penegak hukum secara sosiologis mempunyai
kedudukan dan peranan sebagai penegak hukum. Kedudukan merupakan
posisi tertentu di dalam struktur kemasyarakatan, yang mungkin tinggi,
rendah. Kedudukan tersebut sebenarnya mempunyai wadah, yang isinya
adalah hak-hak dan kewajiban-kewajiaban tertentu. Hak-hak dan
kewajiban-kewajiban tadi merupakan peranan. Suatu peranan tertentu,
dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur sebagai berikut :
1.
Peranan yang ideal
2.
Peranan yang seharusnya
3.
Peranan yang dianggap oleh diri sendiri
4.
Peranan yang sebenarnya dilakukan56
Seorang penegak hukum sebagaimana halnya dengan warga
masyarakat lain juga mempunyai kedudukan dan peranan. Sebagai
seorang penegak hukum merupakan pusat perhatian yang sudah pasti
diarahkan pada peranannya.
Matrik diatas dapat dilihat adanya peran yang kurang maksimal
dari penegak hukum. Penegakan hukum yang selama ini dilakukan baik
oleh polisi,jaksa ataupun hakim dirasa masih kurang memenuhi rasa
keadilan
56
Ibid. Hal 12
khususnya
dari
diri
korban,
sehingga
menimbulkan
90
ketidakmaksimalan dalam segi penegakan hukumnya. LSM Seruni dan
LPPSLH disini memang bukanlah lembaga penegak hukum,tetapi
sebagai mitra pemerintah kedua LSM ini berusaka memaksimalkan rasa
keadilan khususnya bagi korban.
Lembaga swadaya masyarakat memang memiliki cara atau
pendekatan yang berbeda dengan penegak hukum misalnya pihak
kepolisian pada saat dihadapkan pada suatu kasus. LSM lebih
mengedepankan pendekatan secara personal atau individual sedangkan
penegak hukum pasti melakukannya dengan pendekatan secara hukum,
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Seandainya
kedua pihak yaitu LSM dan penegak hukum dapat lebih bersinergi,
hambatan-hambatan ataupun ketidak sejalanan dalam menyelesaikan
permasalahan dapat dihindarkan.
Halangan-halangan yang mungkin dijumpai pada penerapan
peranan yang seharusnya dari golongan panutan atau penegak hukum,
mungkin berasal dari dirinya sendiri atau dari lingkungan. Halanganhalangan yang memerlukan penanggulangan tersebut, adalah :
1.
Keterbatasan kemampuan untuk menempatkan diri dalam peranan
pihak lain dengan siapa dia berinteraksi.
2.
Tingkat aspirasi yang relatif belum tinggi.
3.
Kegairahan yang sangat terbatas untuk memikirkan masa depan,
sehingga sulit sekali untuk membuat suatu proyeksi.
91
4.
Belum adanya kemampuan untuk menunda pemuasan suatu
kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan material.
5.
Kurangnya daya inofatif yang sebenarnya merupakan pasangan
konservatisme.
Permasalahan dilapangan yang biasa terjadi adalah saat LSM dan
pihak penegak hukum ada pertentangan,di satu sisi LSM bersemangat
berjuang memperjuangkan hak perempuan,tetapi disisi lain yaitu penegak
hukum justru terlihat tidak tegas dan mempermudah saat terjadi
pencabutan pengaduan mengenai tindak pidana kesusilaan, tanpa
mempertimbangkan dampak setelahnya atau kemungkinan adanya
tekanan kepada pihak korban untuk mencabut tuntutan.57
Faktor berikutnya adalah tentang sarana prasarana ataupun fasilitas
yang di butuhkan LSM dalam melakukan kegiatannya. Untuk itu penulis
telah mewawancarai dua orang nara sumber. Hasil wawancara disajikan
dalam bentuk metrik di bawah ini.
Matrik 9 : Faktor Penghambat Peran
perempuan tindak pidana
dari segi Sarana Prasarana
No
Nama
Hasil Wawancara
Narasumber
1 Narsidah
“Secara materi
(Sekertaris
atau dana dalam
Seruni)
melakukan
kegiatan
kan
memang
tidak
ada
suporting
dari pemerintah,
hanya
57
Hasil wawancara.
LSM dalam perlindungan
kesusilaan di Purwokerto
Implikasi
Faktor
internal
Tema
Mempengaruhi
92
memanfaatkan
dari
sisa
program,
dari
lembaga
donorpun
sulit
mengeluarkan
dana kalau untuk
kasus...”.
2 Lili Purwani
“masih terbatas Faktor
(Ketua Seruni) sekali,
baik internal
secara
dana
ataupun fasilitas,
juga SDM kita
kan masih sedikit,
tempat
juga
seadanya..”.
Sumber : Data primer yang diolah
Mempengaruhi
Secara sederhana, fasilitas dapat dirumuskan sebagai sarana untuk
mencapai tujuan.58 Dalam menjalankan suatu peraturan, membutuhkan
berbagai fasilitas-fasilitas, sebagaimana yang dipersyaratkan oleh
peraturan itu sendiri. Fasilitas yang dimaksud berupa segala bentuk
sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh penegak hukum atau oleh
seluruh masyarakat.
Tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu, maka tidak mungkin
penegakan hukum dalam hal ini perlindungan sebagai upaya membantu
penegakan hukum, akan berlangsung dengan lancar. Sarana atau fasilitas
tersebut antara lain mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan
terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang
cukup, gedung kantor, dan seterusnya.59
58
Soerjono Soekanto dan Mustafa Abdullah, Sosiologi Hukum dalam Masyarakat,
Cetakan Ketiga, Rajawali Pers, Jakarta, 1987, hal.17.
59
Op.cit. Hal 34.
93
Matrik di atas menjelaskan bahwa fasilitas atau sarana yang masih
menjadi faktor penghambat ataupun persoalan adalah mengenai keungan,
SDM, dan gedung atau tempat untuk berorganisasi. Seperti yang diatur
dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1985 Tentang Ormas, diebutkan
bahwa sumber keuangan dapat di peroleh dari :
a. Iuran anggota;
b. sumbangan tidak mengikat:
c. usaha lain yang sah;
Pelaksanaannya pendanaan LSM bisa berasal dari beberapa
sumber, yaitu sumbangan masyarakat (filantropi), APBD/APBN,
lembaga donor lokal (seperti Yayasan Tifa), lembaga donor internasional
(seperti Ford Foundation, dll), lembaga pembangunan internasional
(seperti agen-agen PBB, ADB, World Bank, DFID, dll), pemerintah luar
negeri (seperti USAID, NORAD, GTZ, AUSAID, dll), LSM/NGO
internasional melalui kerjasama program/proyek (seperti Green Peace,
Care, Save the
Children, OXFAM,
dll),
atau melalui
sayap
usaha/ekonomi LSM itu sendiri (namun bagi LSM yang baru berdiri
jarang yang memiliki unit fundrising ini).
Lembaga-lembaga swadaya masyarakat memiliki prinsip tersendiri
dalam memilih sumber dana ini. Ada yang sangat menolak namun ada
juga yang bisa menerima. Ada yang anti dengan World Bank atau
lembaga sejenis dengan alasan penyebab ketimpangan pembangunan
global karena hutang yang dipinjamkannya, tapi ada juga yang menerima
94
jika dana yang akan digunakan adalah dana hibah. Ada yang menolak
dana dari APBN/APBD karena khawatir independensi dalam mengkritik
pemerintah menjadi terpengaruh, namun ada juga yang menerima karena
menganggap APBD/APBN adalah uang rakyat sehingga sah-sah saja
digunakan untuk pembangunan masyarakat oleh LSM.
Semua pilihan tersebut tidak disebutkan secara implicit di dalam
undang-undang,
tetapi
secara
eksplisit
dalam
undang-undang
memberikan kebebasan kepada LSM terutama mengenai dana keuangan
LSM. LSM Seruni dan LPPSLH termasuk kedalam LSM yang
menggunakan sumber dana di luar APBD, kerena LSM memang bukan
organisasi profit dan akan lebih independent. Dari seluruh sembersumber keuangan tersebut nantinya uang tersebut untuk biaya
pelaksanaan progam-program kerja dan untuk pemenuhan fasilitas yang
ada. Meskipun keterbatasan ataupun kekurangan masih saja dirasakan
oleh LSM Seruni ataupun LPPSLH, tetap tidak menjadi alasan untuk
menghentikan program ataupun kegiatan, sebisa mungkin permaslahan
sarana atau fasilitas tidak terlalu mengganggu kegiatan.60
Faktor selanjutnya yang berasal dari luar LSM atau faktor eksternal
yang
ikut
mempengaruhi
terhambatnya
kegiatan
LSM
adalah
masyarakat. Untuk mengetahui bagaimana keterlibatan masyarakat yang
dapat menjadi penghambat dalam kegiatan LSM memberikan upaya
perlindungan, penulis telah mewawancarai dua orang narasumber dari
60
Hasil wawancara
95
LSM Seruni dan LPPSLH. Hasil wawancara disajikan dalam bentuk
matrik di bawah ini.
Matrik 10 : Faktor Penghambat Peran LSM dalam perlindungan
perempuan tindak pidana kesusilaan di Purwokerto
dari segi Masyarakat
No
Nama
Narasumber
Lili Purwani (
Ketua Seruni)
Hasil
Wawancara
1
“Kalau
ke
Seruni
dulu
masih
meremehkan,tap
i setelah tau
mereka menjadi
lebih
respek,lebih
peduli
dan
menghargai
keberadaan dan
kegiatan kita...”.
2 Yuliana Desi P. “Masyarakat
(Staf program bodoh,atau
pedesaan
dibodohkan,
LPPSLH)
karena
tidak
paham tentang
hak-haknya
sebagai warga
negara,tidak
mendapat
informasi
dan
pengetahuan
yang cukup...”.
Sumber : Data primer yang diolah
Implikasi
Tema
faktor
eksternal
Mempengaruhi
faktor
eksternal
Mempengaruhi
Seiring dengan semakin berkembang dan kompleksnya masyarakat,
baik gerakan masyarakat maupun kelompok kepentingan yang lain
memperlakukan organisasi sebagai salah satu sarana perjuangan untuk
mencapai tujuan atau sasaran yang disepakati. Gerakan masyarakat yang
96
terorganisir dikenal sebagai organisasi kemasyarakatan dengan ciricirinya yaitu organisasi diluar organisasi pemerintahan, tidak bermotif
keuntungan dalam kegiatannya, lebih melibatkan anggota dalam
kegiatannya, keanggotaan yang bersifat massal, melakukan kegiatan
politis disamping perjuangan teknis keorganisasian, serta cukup
berkepentingan akan ideologi. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM)
merupakan salah satu bentuk organisasi kemasyarakatan.
Maka disini masyarakat menjadi faktor ataupun indikator yang
penting terhadap keberlangsungan LSM Seruni dan LPPSLH. Dari
matrik di atas dapat dilihat bahwa dukungan masyarakat menjadi bagian
yang penting, oleh karena itu LSM harus memperkenalkan kegiatankegiatan LSM kepada masyarakat agar masyarakat mengenal lebih jauh
tentang LSM dan memberikan dukungan, dengan demikian maka
partisipasi dari masyarakat akan diperoleh lebih maksimal.
Sedikitnya dukungan dan partisipasi dari masyarakat maka akan
sangat menghambat kegiatan LSM, terlebih dalam kasus tindak pidana
kesusilaan, bagaimana perlakuan masyarakat terhadap korban menjadi
hal yang sangat dipertimbangkan oleh LSM untuk menentukan tindakan
ataupun langkah-langkah dalam membantu memberikan perlindungan.
Tindak pidana kesusilaan dapat menimpa siapa saja, dari mulai
perempuan yang masih dibawah umur sampai dengan perempuan yang
sudah lanjut usia, maka pemahaman agar setiap perempuan lebih
97
waspada dan juga dapat terhindar dari tindak pidana kesusilaan harus
disampaikan.
Berbicara mengenai masyarakat, maka tidak akan terlepas dari
budaya yang terjadi dalam masyarakat itu sendiri. Maka penulis telah
mewawancarai dua narasumber berkaitan dengan faktor penghambat
dilihat dari sisi budaya yang berkembang di dalam masyarakat, hasil
wawancara disajikan dalam matrik dibawah ini.
Matrik 11 : Faktor Penghambat Peran LSM dalam perlindungan
perempuan tindak pidana kesusilaan di Purwokerto
dari segi budaya
No
1
2
Nama
Narasumber
Yuliana Desi
P.
(Staf
program
pedesaan
LPPSLH)
Lili Purwani (
Ketua Seruni)
Hasil Wawancara
Implikasi
Tema
“Perempuan dan
anak memang
sudah di designe
menjadi korban,
secara kultur
diabadikan,secara
struktur
dikondisikan,
secara sistem
disengajakan.
secara budaya,
ada perempuam
mau maju sedikit
saja sudah dijagal
seawal mungkin
dengan mendapat
stigma negatif...”.
“Tidak dipungkiri
budaya patriakal
yang masih sangat
kental
mempermudah
perempuan
menjadi korban,
faktor
eksternal
Mempengaruhi
faktor
eksternal
Mempengaruhi
98
selain itu juga
perempuan
berorganisasi
dianggap masih
tabu dan
dikhawatirkan
mengganggu
keluarga..”.
Sumber : Data primer yang diolah
Matrik di atas menjelaskah bahwa faktor budaya menjadi
penghambat peran LSM dalam memberikan perlindungan terhadap
perempuan, budaya
ataupun tradisi
lampau
tentang kedudukan
perempuan dalam masyarakat, selain itu faktor budaya juga yang
membuat perempuan tidak mendapatkan hak-haknya.
Budaya dalam masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah
satunya adalah berasal dari adat istiadat. Adat masyarakat indonesia yang
memandang bahwa status atau kedudukan perempuan sebagai subordinat
masih dapat dirasakan sampai saat ini. Perjuangan tentang kesetaraan
jender masih terus digiatkan, hal ini membuktikan bahwa faktor budaya
sangat berpengaruh terhadap pandangan masyarakat dan juga terhadap
perilakunya.
Budaya juga yang membuat kaum perempuan memiliki peran
ganda yang jauh lebih banyak dibandingkan laki-laki. Masalah
mempersatukan keluarga dengan pekerjaan bagi perempuan jauh lebih
rumit dibandingkan dengan laki-laki, karena perempuan secara
tradisional selalu diasumsikan untuk selalu berada dekat dengan anakanaknya sepanjang hari, sekaligus mengerjakan pekerjaan rumah tangga.
99
Maka tenaga sudah benar-benar terkuras, jangankan untuk berfikir
tenatang hak-haknya sebagai manusia ataupun sebagai warganegara,
peran ganda ini sudah cukup menghabiskan tenanga waktu dan
pikirannya.
Berhubungan dengan stigma negatif yang diberikan masyarakat
sendiri terhadap perempuan, sampai dengan saat ini masih sangat
menjadi masalah yang biasa terjadi, misalnya perempuan kerja dimalam
hari maka akan dianggap tidak baik, atau perempuan yang pulang larut
malam dianggap sebagai wanita nakal, dll.
Perempuan secara kultur diabadikan menjadi korban maksudnya
budaya sendiri yang membuat ataupun memposisikan perempuan tidak
mendapatkan haknya berlangsung terus menerus dan sulit untuk
dimengubah pandangan masyarakat sebagai budaya. Secara struktut dan
sistem dalam masyarakat pun demikian bahkan dalam pemerintahan,
misalnya dalam lapangan pekerjaan perempuan sering memperoleh posisi
yang lebih rendah dari rekannya laki-laki. Demikian juga sering terjadi
imbalan yang berbeda untuk jenis pekerjaan yang sama. Dari segi
teknologi, gender tertentu seringkali mengalami lebih banyak dampak
negatif dari pada dampak positifnya.61
Dapat dipahami alasan tuntutan perbaikan dalam pemahaman dan
penerapan sistem nilai, struktur sosial dan budaya masyarakat yang
berlangsung dengan perempuan, sebagai akibat terjadinya interpretasi
61
Hasil wawancara.
100
yang salah terhadap kedudukan perempuan dalam struktur sosial dan
budaya masyarakat selama ini. Pada sistem nilai dalam struktur sosial
dan budaya masyarakat sebelum adanya perubahan sebagai akibat
interpretasi yang salah, telah menimbulkan ketimpangan kedudukan
peran antara laki-laki dan perempuan, di mana kedudukan perempuan
cenderung ditempatkan dalam kondisi yang tidak menguntungkan
dibandingkan dengan laki-laki dalam memperoleh hak dan kesempatan
sebagai sesama anggota masyarakat. Sejalan dengan perubahan dan
kontinuitas dalam pembangunan masyarakat tersebut di atas, maka
sensitifitas akan keadilan semakin meningkat. Permasalahan yang
dihadapi kaum perempuan di dalam masyarakat dapat dirasakan. Hampir
semua lini sektor kehidupan masyarakat dikuasai oleh kaum lakilaki.
Perumusan
kebijakan
maupun
pelaksanaan
pembangunan
nyaris
didominasi dengan jalan pikiran kaum laki-laki, sehingga menimbulkan
adanya isu diskriminasi jender.
Budaya yang menyudutkan dan menjadi penghambat, dari segi
korban sendiri ternyata juga membuat LSM Seruni dan LPPSH
mengalami
beberpa
kesulitan
dalam
memberikan
perlindungan
perempuan korban tindak pidana kesusilaan. Untuk mengetahui bentuk
hambatan tersebut penulis mewawancarai satu narasumber dari LSM
Seruni dan satu dari LPPSLH, hasil wawancara disajikan dalam bentuk
matrik dibawah ini.
101
Matrik 12 : Faktor Penghambat Peran LSM dalam perlindungan
perempuan tindak pidana kesusilaan di Purwokerto
dari segi korban
No
1
Nama
Narasumb
er
Yuliana
Desi
P.
(Staf
program
pedesaan
LPPSLH)
Hasil Wawancara
“Kurang pahamnya
pengetahuan tentang
hak-haknya, kadang
si korban merasa
bukan
sebagai
korban. Jadi gimana
mau
membantu
memperjuangkan,sed
angkan yang mau
ditolong
merasa
tidak
perlu
ditolong..”.
2 Narsidah
“...biasanya korban
(Sekertaris malu mau melapor.
Seruni)
kalau misal lapor
ada ketakutan, harus
berhadapan dengan
PT,dengan
dinas,
apalagi
dengan
polisi.
Sumber : Data primer yang diolah
Implikasi
Tema
faktor
eksternal
Mempengaruhi
faktor
eksternal
Mempengaruhi
Matrik diatas menjelaskan bahwa bentuk hambatan dari dalam diri
korban adalah adanya ketidakpahaman tentang hak-haknya dan juga
adanya rasa malu untuk melapor.Kasus tindak pidana kesusilaan ini
sangat banyak, dimana etika dan moral itu bias karena pengaruh
lingkungan.62
Kebiasan yang terjadi dalam suatu lingkungan atau komunitas
tertentu inilah yang akhirnya menimbulkan ketidakpahaman tentang
posisi perempuan pada saat menjadi korban. Misalkan seorang
62
Hasil wawancara.
102
perempuan yang menjadi pekerja seks komersial atau perempuan yang
dilacurkan, saat mereka mendapat kekerasan seksual atau secara terpaksa
melakukan perbuatan seksual, mereka diam saja karena merasa sudah
dibayar padahal sebenarnya mereka ini telah menjadi korban.
Ketidakpahaman terhadap hak-haknya menjdi kendala tersendiri
yang berasal dalam diri korban, dimana korban tidak mengetahui dirinya
telah menjadi korban, atau si korban merasa telah menjadi korban tetapi
begitu saja memaafkan dan tidak pahan akan dampak yang nantinya
ditimbulkan. Kendala lain yang juga berasal dalam diri korban adalah
rasa malu, dimana perasaan ini sangat wajar terjadi khususnya dalam
kasus tindak pidana kesusilaan. Kendala yang berasal dari dalam diri
korban tersebut pada akhirnya menjadi hambatan bagi LSM untuk
membantu melindungi si korban itu sendiri.
103
BAB V
PENUTUP
A.
Simpulan
1
Peranan LSM Seruni dan LPPSLH dalam perlindungan perempuan
korban tindak pidana kesusilaan di Purwokerto dapat diukur dalam
6 (enam) parameter yang berasal dari fungsi LSM dalam
masyarakat khususnya bagi perempuan tindak pidana kesusilaan,
yaitu : Meningkatkan partisipasi masyarakat khususnya perempuan
korban tindak pidana kesusilaan untuk berorganisasi, meningkatkan
taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, khususnya bagi
perempuan korban tindak pidana kesusilaan, meningkatkan
kemandirian masyarakat khususnya bagi perempuan tindak pidana
kesusilaan, membina dan mengembangkan anggota dalam usaha
mewujudkan tujuan organisasi, mengupayakan perlindungan hakhak perempuan korban tindak pidana kesusilaan, menjadi bagian
dan mendorong partisipasi masyarakat khususnya perempuan
korban tindak pidana kesusilaan dalam pembangunan.
2
Faktor hukum atau undang-undang , faktor penegak hukum, faktor
sarana, faktor masyarakat, faktor budaya dan faktor korban dinilai
menjadi penghambat peranan LSM dalam perlindungan perempuan
korban tindak pidana kesusilaan di Purwokerto, semua faktor
tersebut mempengaruhi baik dari segi perlindungan secara
preventiv atau upaya pencegahan agar tidak terjadi korban ataupun
104
dari upaya perlindungan yang diberikan LSM pada saat telah
terjadi korban.
B.
Saran
Untuk lebih meningkatkan peranannya dalam perlindungan
perempuan korban tindak pidana kesusilaan di Purwokerto, maka LSM
Seruni dan LPPSLH perlu peningkatan dalam hal kemitraan, baik
kemitraan dengan pemerintah ataupun dengan lembaga lainnya yang
terkait dengan LSM agar kerja sama menjadi lebih baik, lebih solid, demi
kepentingan masyarakat khususnya bagi perempuan yang menjadi korban
tindak pidana kesusilaan.
105
DAFTAR PUSTAKA
Literatur:
Budiadjo, Miriam. 1992. Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta : PT Gramedia
Pustaka Utama,.
Inu, Kencana, Syafiie. 2006.Sistem Politik Indonesia. Bandung: Refika
Aditama.
Iswanto, dan Angkasa. 2008. VIKTIMOLOGI. Purwokerto: F.H. Universitas
Jenderal Soedirman.
J. Moleong, Lexy.2002. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Rosda
Karya.
Marbun, B.N. S.H. 1996. Kamus Politik.Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.
Marpaung, Leden. 1996. Kejahatan Terhadap Kesusilaan dan Masalah
Prevensinya. Jakarta: Sinar Grafika.
Meuthia-Ganie-Rochman dalam Maruto MD dan Anwari WMK (ed.). 2002.
Reformasi Politik dan Kekuatan Masyarakat Kendala dan Peluang
Menuju Demokrasi, Jakarta: LP3ES.
Prihartinah, Tri Lisiani. 2010. Hukum dan Kajian Jender. Semarang :
Universitas Diponegoro.
Prodjodikoro, Wiryono. 1989, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia,
Bandung: Eresco.
Rahman, Arifin, 2002. Sistem Politik IndonesiaDalam Perspektif Fungsi Dan
Struktur. Surabaya: SIC.
R.M., Suharto. 1991. Hukum Pidana Materil. Jakarta : Sinar Grafika.
Sanit, Arbi. 1985. Swadaya Politik Masyarakat, Jakarta : CV. Rajawali.
Soekanto, Soerjono,1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press.
------------------------. 1986. Pengantar Penelitian Hukum . Jakarta: UI-Press.
106
Sudarto, S.H.,1990, Hukum Pidana Jild I A-B. Purwokerto: F.H. Universitas
Jenderal Soedirman.
Sunggono, Bambang.2003. Metode Penelitian Hukum, Cetakan Keenam,
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Shadily, Hassan, 1856. Ensiklopedi Indonesia. Jakarta: Ichtiar Baru-Van
Hoeve.
Winarno, Budi. 2007. Sistem Politik Indonesia Era Reformasi. Jakarta : PT.
Buku Kita.
Undang-Undang :
1. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP)
3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1985 Tentang Organisasi
Kemasyarakatan.
4. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi
dan Korban.
5. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 Tentang Pengesahan
Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap
Wanita.
6. Instruksi Menteri Dalam Negeri No 8 tahun 1990 tentang Pembinaan
Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM).
Sumber Lain :
1. Kompas 13 Januari 2003 dalam NGO ditengah Kepungan
Kepentingan Global.
2. Budi Setiyono, Pengawasan Pemilu oleh LSM, Suara merdeka, 15
oktober 2003.
3. Kamus Besar Bahasa Indonesia,www.artikata.com.
4. Putra, 2009, Definisi
putracenter.net.
Hukum
Menurut
Para
Ahli,
www.
107
5. http://id.wikipedia.org/wiki/Politik, diakses tanggal 24 september
2010.
6. http://sistempolitikindonesia.blogspot.com/2006/03/sejarah-sistempolitik-indonesia.html, diakses tanggal 24 september 2010.
7. http://www.scribd.com/doc/21210858/Sistem-Politik-Di-Indonesia,
diakses tanggal 24 september 2010.
Download