1 LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT (LSM) BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1985 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN (Studi Tentang Peran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Dalam Perlindungan Perempuan Korban Tindak Pidana Kesusilaan di Purwokerto) SKRIPSI Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman OLEH: FRISKA MAHARDIKA NIM E1A007229 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2012 2 LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT (LSM) BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1985 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN (Studi Tentang Peran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Dalam Perlindungan Perempuan Korban Tindak Pidana Kesusilaan di Purwokerto) SKRIPSI Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman OLEH: FRISKA MAHARDIKA NIM E1A007229 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2012 i 3 HALAMAN PENGESAHAN SKRIPSI LEMBAGA SWADAYA MASYARAKAT (LSM) BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1985 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN (Studi Tentang Peran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Dalam Perlindungan Perempuan Korban Tindak Pidana Kesusilaan di Purwokerto) Oleh: FRISKA MAHARDIKA NIM E1A007229 Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Isi dan format diterima dan disetujui Pada tanggal, Agustus 2012 Pembimbing I/Penguji I Pembimbing II/Penguji II H.A. Komari., S.H.,M.Hum NIP. 195406061980111001 Satrio Saptohadi.,S.H.,M.H NIP. 195410181983031002 Mengetahui Dekan Fakultas Hukum Unsoed, HJ. ROCHANI URIP SALAMI, S.H.,M.S. NIP. 19520603 198003 2 001 ii Penguji III Tenang Haryanto.,S.H.,M.H. NIP. 19620622 198702 1 001 4 HALAMAN PERNYATAAN Dengan ini saya : Nama : FRISKA MAHARDIKA NIM : E1A007229 : LEMBAGA Judul Skripsi SWADAYA MASYARAKAT BERDASARKAN (LSM) UNDANG-UNDANG NOMOR 8 TAHUN 1985 TENTANG ORGANISASI KEMASYARAKATAN Lembaga Swadaya (Studi Masyarakat Tentang Peran (LSM) Dalam Perlindungan Perempuan Korban Tindak Pidana Kesusilaan di Purwokerto) Menyatakan bahwa skripsi ini adalah betul-betul hasil karya saya sendiri, tidak dibuatkan oleh orang lain. Sumber data serta informasi yang digunakan telah secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya. Bila pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi termasuk pencabutan gelas kesarjanaan yang telah saya peroleh. Purwokerto, Agustus 2012 Friska Mahardika E1A007229 iii 5 KATA PENGANTAR Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karuniaNya. Sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: LEMBAGA SWADAYA UNDANG MASYARAKAT NOMOR KEMASYARAKATAN 8 (LSM) TAHUN (Studi BERDASARKAN 1985 Tentang TENTANG Peran UNDANG- ORGANISASI Lembaga Swadaya Masyarakat Dalam Perlindungan Perempuan Korban Tindak Pidana Kesusilaan Di Purwokerto). Skripsi ini merupakan salah satu persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman. Berbagai kesulitan dan hambatan Penulis hadapi dalam penyusunan skripsi ini. Namun berkat bimbingan, bantuan materiil dan moril serta pengarahan dari berbagai pihak, maka skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh karena itu Penulis ingin menyampaikan terima kasih yang tulus dan sebesar-besarnya kepada: 1. Hj. Rochani Urip Salami, S.H, M.S, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman. 2. H.A.Komari,S.H.,M.Hum selaku dosen Pembimbing I Skripsi, atas segala bantuan, arahan, dukungan, dan masukan yang telah diberikan selama penulisan skripsi ini. 3. Satrio Saptohadi,S.H.,M.H, selaku dosen Pembimbing II skripsi, atas segala bantuan, arahan, dukungan dan masukan yang telah diberikan selama penulisan skripsi ini. iv 6 4. Tenang Haryanto,S.H.,M.H selaku Dosen Penguji, atas segala masukan dan arahannya. 5. Dr. Ade Maman Suherman,S.H.,M.sc, selaku Pembimbing Akademik. 6. Satrio Saptohadi,S.H.,M.H, selaku Ketua Bagian Hukum Tata Negara. 7. Kepada kedua orang tuaku Bapak Didi Sukmono dan Ibu Nyai Sumarni yang telah memberikan dukungan baik moril maupun materiil. 8. Seluruh dosen, staf dan karyawan di Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman. 9. Lili Purwani, selaku Ketua LSM Seruni Purwokerto, terimakasih waktu dan dukungannya mba. 10. Narsidah, selaku sekertaris LSM Seruni Purwokerto, terimakasih untuk bersedia menjadi bagian dari skripsi ini. 11. Yuliana Desi P.,selaku staff LSM LPPSLH Purwokerto, terimakasih untuk waktu dan dukungannya. 12. Intan Permata Selni, selaku staf LSM LPPSLH Purwokerto, terimakasih untuk waktu,info dan “jalan-jalannya”. 13. Arinal Nurrisyad Hanum, S.H., terimakasih atas segala bantuan,dukungan, dan kebersamaan selama 5 tahun yang luar biasa. 14. Sista tersayang Dian sarwidyaningtyas, terimakasih menggantikan sosok kakak yang tidak pernah ku miliki. 15. Sedulur Teater Timbang, teman-teman kost Griya Mawar, teman-teman satu bimbingan,teman-teman FH Unsoed, Terimakasih atas kebersamaannya. v 7 16. Semua pihak-pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Semoga amal kebaikan serta bantuan yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah Swt. Skripsi ini hanyalah hasil karya manusia biasa yang memiliki banyak kekurangan, oleh karenanya kritik dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini sangat penulis harapkan. Purwokerto, Agustus 2012 FRISKA MAHARDIKA E1A007229 vi 8 DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ........................................................................ i HALAMAN PENGESAHAN …………………………………….......... HALAMAN PERNYATAAN ........................................................... ii iii KATA PENGANTAR ...................................................................... iv DAFTAR ISI ................................................................................... vii ABSTRAK ...................................................................................... x ABSTRACT ................................................................................................ xi BAB I. PENDAHULUAN I. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1 II. Perumusan Masalah ............................................................. 7 III. Tujuan Penelitian .................................................................. 7 IV. Kegunaan Penelitian ............................................................. 8 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 1. Sistem Politik Indonesia a. Pengertian Sistem, Politik dan Sistem Politik ................... 9 b. Macam-macam Sistem politik ........................................... 13 c. Pengertian Sistem Politik Indonesia .................................. 15 2. Teori Peran dan Peranan ...................................................... 18 3. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) ............................... 19 a. Pengertian Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) ........... 22 b. Ciri-ciri Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) ............... 24 c. Jenis dan Katagori Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) 24 d. Dasar Hukum Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) ..... 26 4. Perlindungan Hukum Bagi Perempuan a. Pengertian Perlindungan ...................................................... 26 b. Perlindungan Hukum ........................................................... 28 c. Perlindungan Hukum Bagi Perempuan ................................ 30 5. Korban ..................................................................................... 36 vii 9 6. Tindak Pidana Kesusilaan a. Pengertian Tindak Pidana .................................................... 38 b. Tindak Pidana Kesusilaan .................................................... 40 BAB III. METODE PENELITIAN 1. Metode Pendekatan ................................................................. 44 2. Spesifikasi Penelitian .............................................................. 45 3. Lokasi Penelitian ..................................................................... 46 4. Jenis dan Sumber Data ............................................................ 46 5. Metode Pengambilan Sampel .................................................. 48 6. Metode Pengumpulan Data ..................................................... 49 7. 50 Metode Penyajian Data ........................................................... BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Peran Lembaga Swadaya Masyarakat Dalam Perlindungan Perempuan Korban Tindak Pidana Kesusilaan di Purwokerto 52 B. Faktor-faktor Penghambat Peran Lembaga Swadaya (LSM) Masyarakat Dalam Perlindungan Perempuan Korban Tindak Pidana Kesusilaan ................................................................ 82 BAB V. PENUTUP A. Simpulan ................................................................................... 103 B. Saran ........................................................................................ 104 DAFTAR PUSTAKA vii 10 ABSTRAK Skripsi ini berjudul Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Berdasarkan Undang-Undang No. 8 Tahun 1985 Tentang Organisasi Kemasyarakatan (Studi Tentang Peran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Dalam Perlindungan Perempuan Korban Tindak Pidana Kesusilaan di Purwokerto). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran dari lembaga swadaya masyarakat dalam memberikan perlindungan perempuan korban tindak pidana kesusilaan. Metodologi penelitian yang digunakan adalah dengan pendekatan yuridis sosiologis. Sumber data berupa data primer dan data sekunder. Data disajikan dalam bentuk matrik dan dijelaskan secara deskriptif serta dianalisis dengan metode sosiologis kualitatif. Lembaga swadaya masyarakat mempunyai peran yang sangat besar dalam kehidupan masyarakat. Termasuk perannya dalam membantu melindungi hak-hak masyarakat yang tidak terlindungi atau mendapat perlindungan yang tidak maksimal dari pemerintah, salah satunya dalam melindungi perempuan korban tindak pidana kesusilaan. Dasar hukum lahirnya LSM adalah Undang-undang No. 8 Tahun 1985 tentang organisasi kemasyarakatan, selanjutnya di atur mengenai pembinaan LSM melalui Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 8 Tahun 1990. Yang dimaksud dengan Lembaga Swadaya Masyarakat adalah organisasi/ lembaga yang dibentuk oleh anggota masyarakat Warga Negara Republik Indonesia secara sukarela atas kehendak sendiri dan berminat serta bergerak dibidang kegiatan tertentu yang ditetapkan oleh organisasi/ lembaga sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, yang menitik beratkan kepada pengabdian secara swadaya. Peran LSM Seruni dan LPPSLH berdasarkan fungsi yang dijalankannya berdasarkan undang-undang adalah Meningkatkan partisipasi masyarakat khususnya perempuan korban tindak pidana kesusilaan untuk berorganisasi, meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, khususnya bagi perempuan korban tindak pidana kesusilaan, meningkatkan kemandirian masyarakat khususnya bagi perempuan tindak pidana kesusilaan, membina dan mengembangkan anggota dalam usaha mewujudkan tujuan organisasi, mengupayakan perlindungan hak-hak perempuan korban tindak pidana kesusilaan, menjadi bagian dan mendorong partisipasi masyarakat khususnya perempuan korban tindak pidana kesusilaan dalam pembangunan. x 11 ABSTRACT Thesis is titled Non-Governmental Organization (NGO) by the Act No. 8 of 1985 About Community Organizations (Studies Role of Non Governmental Organizations (NGO) in the Protection of Women Victims of Crime Decency in Purwokerto). This study aims to determine the role of nongovernmental organizations in providing protection to women victims of crime and morality. The research methodology used is the juridical sociological approach. The source data is a primary data and secondary data. Data presented in the form of a matrix and descriptive described and analyzed with qualitative sociological methods. Non-governmental organizations have a very large role in people's lives. Including its role in helping to protect the rights of people who are not protected or have no maximum protection from the government, one of them to protect women victims of crime and morality. The legal basis is the birth of the NGO Law. 8 of 1985 concerning social organization, then the set of development NGOs through the Minister of Home Affairs No. Instruction. 8 of 1990. The term NGO is an organization / institution established by members of the public citizen of the Republic of Indonesia voluntarily at its sole option and interested and engaged in certain activities that are determined by the organization / institution as a form of public participation in efforts to improve living standards and welfare of the community, which focuses the service independently. Non-Govermental Organization of Seruni and LPPSLH Chrysanthemum and the role of NGO based on the exercise of functions under the legislation is Increasing community participation, especially women victims of criminal acts of decency to organize, improve living standards and welfare of the community, especially for women victims of criminal acts of decency, increase the independence of the community, especially for women crime ethics , fostering and developing members in an effort to achieve organizational goals, seek the protection of the rights of women victims of criminal acts of decency, be part and encourage community participation, especially women victims of criminal acts of decency in development. xi 12 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG MASALAH Bergulirnya era reformasi menggantikan era orde baru dikuti pula dengan peningkatan jumlah LSM. Hadirnya era reformasi membawa dampak yang yang sangat penting terhadap penyaluran aspirasi masyarakat. Kebebasan menyampaikan pendapat, berekspresi, berserikat dan berkumpul dijamin penuh oleh undang-undang. Dominasi pemerintah pada masa orde baru yang dijalankan melalui depolitisasi atau partisipasi terkontrol yang bertujuan untuk menjamin hegemoni pemerintah dan mengontrol masyarakat melalui pembatasan kegiatan partai politik dan organisasi sosial dengan dalih menciptakan kestabilan politik, semakin terkikis oleh tuntutan-tuntutan untuk mengurangi fungsi kontrol pemerintah terhadap masyarakat dan di lain pihak meningkatkan kemandirian masyarakat dalam segala aspek kehidupan yang meliputi bidang politik, ekonomi, sosial-budaya dan bidang-bidang lainnya. Ruang politik yang semakin terbuka lebar pada era reformasi, seiring dengan diberikannya kebebasan yang luas memberikan kesempatan pada kelompokkelompok masyarakat untuk berekspresi dalam berbagai bentuk organisasi sosial politik non pemerintah dengan mengusung berbagai asas dan tujuan masing-masing. Tidak ada lagi hegemoni ideologi yang dijalankan lewat berbagai undang-undang yang mendudukan Pancasila sebagai satu-satunya asas bagi setiap organisasi seperti pada masa orde baru yang menyebabkan 13 aktifitas LSM dan organisasi sosial politik lainnya berada dalam ruang yang sempit. Partai-partai politik dengan latar belakang berbagai ideologi bermunculan, dengan dimulainya era kebebasan ini. Organisasi-organisasi sosial politik termasuk LSM tumbuh dengan subur. Lembaga swadaya masyarakat secara umum diartikan sebagai sebuah organisasi yang didirikan oleh perorangan ataupun sekelompok orang yang secara sukarela memberikan pelayanan kepada masyarakat umum tanpa bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari kegiatannya. Menurut Budi Setyono, LSM merupakan lembaga/organisasi non partisan yang berbasis pada gerakan moral (moral force) yang memiliki peran penting dalam penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan politik. LSM dipandang mempunyai peran signifikan dalam proses demokratisasi. Jenis organisasi ini diyakini memiliki fungsi dan karakteristik khusus dan berbeda dengan organisasi pada sektor politik-pemerintah maupun swasta (private sector), sehingga mampu menjalankan tugas tertentu yang tidak dapat dilaksanakan oleh organisasi pada dua sektor tersebut.1 Berbeda dengan organisasi politik yang berorientasi kekuasaan dan swasta yang berorientasi komersial, secara konsepsional, LSM memiliki karakteristik yang bercirikan: nonpartisan, tidak mencari keuntungan ekonomi, bersifat sukarela, dan bersendi pada gerakan moral. Ciri-ciri ini menjadikan LSM dapat bergerak secara luwes tanpa dibatasi oleh ikatanikatan motif politik dan ekonomi. Ciri-ciri LSM tersebut juga membuat LSM 1 Budi Setiyono, Pengawasan Pemilu oleh LSM, Suara merdeka, 15 oktober 2003 14 dapat menyuarakan aspirasi dan melayani kepentingan masyarakat yang tidak begitu diperhatikan oleh sektor politik dan swasta. Sistem politik Indonesia, di dalamnya terdapat partai politik sebagai pilar utama yang menjadi alat politik rakyat untuk melakukan perubahan, karena partai politik telah dijamin dengan undang-undang menjadi media bagi rakyat untuk terlibat dalam kekuasaan. Partai politik digunakan sebagai sarana perubahan kearah yang lebih baik. Namun yang terjadi saat ini rakyat belum merasakan kesejahteraan seperti yang diinginkan. Partai politik termasuk lembaga-lembaga politik kenegaraan lainnya dianggap lemah dalam menjalankan fungsi kontrol terhadap pemerintahan yang berkuasa sehingga membiarkan terjadinya dominasi dan manipulasi Negara terhadap masyarakat. Dari sinilah gerakan LSM muncul secara alami sebagai reaksi atas kondisi sosial politik termasuk kondisi ekonomi. Kemunculan LSM merupakan reaksi atas melemahnya peran kontrol lembaga-lembaga Negara, termasuk partai politik, dalam menjalankan fungsi pengawasan ditengah dominasi pemerintah terhadap masyarakat. Sehingga pada awal sejarah perkembangan lahirnya LSM, terutama yang bergerak dibidang sosial politik, tujuan utama pembentukan LSM adalah bagaimana mengontrol kekuasaan negara, tuntutan pers yang bebas, tuntutan kebebasan berorganisasi, advokasi terhadap kekerasan negara dan kebijakan-kebijakan yang merugikan rakyat. Pada masa orde baru LSM menjadi sebuah kelompok kritis yang memberikan tekanan pada pemerintah. Meuthia Ganie-rochman menyebut 15 pola hubungan LSM pada masa ini sebagai pola hubungan yang konfliktual, dimana dari sisi pemerintah juga berupaya mencampuri dan mempengaruhi organisasi, cara kerja dan orientasi LSM.2 Namun dalam sistem politik yang demokratis, LSM dan pemerintah dapat bersama-sama memberikan sumbangan penting dalam hal peningkatan hak-hak rakyat. Perubahan yang dibawa era reformasi menyebabkan wajah kekuasaan menjadi tidak sesolid dulu, sehingga masyarakat mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk mengungkapkan pikiran dan tuntutannya. Dengan kehidupan politik yang lebih demokratis saat ini, membuat banyak LSM mulai meninggalkan strategi konfrontatif dengan pemerintah, dengan cara berusaha menjalin kerjasama dengan pemerintah ketika peluang politik tersedia. LSM saat ini tidak lagi memandang pemerintah setajam dulu, meskipun demikian masih terdapat kesadaran luas dikalangan LSM bahwa pemerintah tetap potensial menjadi pengekang rakyat.3 Lembaga swadaya masyarakat mempunyai peran yang sangat besar dalam kehidupan masyarakat. Termasuk perannya dalam membantu melindungi hak-hak masyarakat yang tidak terlindungi atau mendapat perlindungan yang tidak maksimal dari pemerintah. Hak-hak masyarakat sangat dekat kaitannya dengan perlindungan yang diberikan oleh pemerintah. Bentuk perlindungan yang diberikan dapat berupa peraturan perundangundangan yang memiliki kekuatan hukum pasti. Namun pada kenyataannya 2 Meuthia-Ganie-Rochman dalam Maruto MD dan Anwari WMK (ed.) Reformasi Politik dan Kekuatan Masyarakat Kendala dan Peluang Menuju Demokrasi, LP3ES, Jakarta, 2002 Hal. 182 3 Meuthia Ganie-Rochman dalam Maruto MD dan Anwari WMK (ed.) Op. cit., Hal. 183. 16 tidak semua orang mampu memperjuangkan haknya,maka LSM disini dapat berperan penting sebagai lembaga yang dekat dengan masyarakat untuk membantu memperjuangkan haknya. Hak-hak yang banyak dilanggar dan tidak terlindungi dengan maksimal dari banyak kasus, perempuan selalu menjadi korban terbanyak. Budaya patrialkal yang masih sangat kental dan melekat khususnya dalam adat jawa dan sistem budaya yang selama ini diperkenalkan dalam kehidupan sehari-hari,membuat status perempuan menjadi semakin lemah dan mudah menjadi korban. Anggapan dalam masyarakat bahwa perempuan itu lemah membuatnya menjadi sasaran kejahatan yang kebanyakan dilakukan oleh kaum pria. Oleh karena itu,perlindungan terhadap perempuan sangat dibutuhkan, baik itu perlindungan yang dilakukan oleh dirinya sendiri,oleh Negara maupun oleh lembaga-lembaga non pemerintah yang bergerak di bidang perempuan. Banyaknya penderitaan perempuan yang menjadi korban dalam hal ini korban tindak pidana kesusilaan, mereka akan mengalami penderitaan yang berlipat ganda, mulai dari kerugian fisik, psikis dan harga diri bahkan materiil akibat tidak tuntasnya perhatian hukum pidana dalam memberikan perlindungan hukum bagi perempuan-perempuan yang menjadi korban tersebut. Kejahatan dan penjahat senantiasa menjadi permasalahan yang seakanakan tidak pernah habis dalam persoalan masyarakat dan penegakan hukumnya, bahkan dalam kajian teori dan dalam bentuk penelitaian 17 sekalipun, persoalan ini tetap menjadi perdebatan yang menarik. Namun sedikit sekali perhatian yang diberikan orang atau badan/lembaga atau bahkan negara (peraturan perundang-undangan) kapada korban kejahatan dan dalam hal perlindungan baik dari segi aspek hukum maupun aspek lainnya, sehingga kondisi ini menyebabkan kurangnya jaminan sosial bagi korban kejahatan ketika kembali ke lingkungan sosialnya. Uraian di atas menunjukakan bahwa perlu adanya perlindungan yang lebih baik bagi korban kejahatan, khususnya perempuan. Perlindungan tersebut tidak hanya menjadi tugas salah satu pihak saja yaitu negara, baik melalui lembaga-lembaga negara, undang-undang, ataupun kebijakankebijakannya, tetapi perlindungan tersebut juga merupakan tugas bagi semua pihak yang terkait termasuk disini adalah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) sebagai lembaga nonpemerintah yang dekat dengan masyarakat. Lembaga Swadaya Masyarakat secara umum dan juga yang ada di Purwokerto selama ini telah secara langsung maupun tidak langsung memiliki peranan yang penting dalam masyarakat, termasuk peranannya dalam perlindungan perempuan, baik LSM yang memang “konsern” dalam bidang perempuan seperti LSM Seruni atau yang bergerak di bidang lain di luar perempuan tetapi secara aktif turut berperan karena mendapat banyak pengaduan dari masyarakat seperti Lembaga Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lingkungan Hidup (LPPSLH). Luasnya pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap perlindungan korban, maka luas juga cakupan mengenai berbagai macam bentuk perlindungan, yang dapat diberikan kepada 18 korban, misalnya berupa perlindungan sosial, perlindungan etika/moral dan perlindungan hukum, maka penulis akan fokus pada salah satu bentuk perlindungan yaitu perlindungan hukum. B. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan suatu permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah peranan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Seruni dan Lembaga Penelitian Pengembangan Sumberdaya Lingkungan Hidup (LPPSLH) terhadap perlindungan perempuan korban tindak pidana kesusilaan di Purwokerto? 2. Hambatan-hambatan apa saja yang dialami Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Seruni dan Lembaga Penelitian Pengembangan Sumberdaya Lingkungan Hidup (LPPSLH) dalam perlindungan perempuan korban tindak pidana keasusilaan ? C. TUJUAN PENELITIAN 1. Tujuan Obyektif Untuk mengetahui dan menganalisa bagaimanakah peran Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Seruni dan LPPSLH dalam perlindungan perempuan korban tindak pidana keasusilaan di Purwokerto. 19 2. Tujuan Subyektif Untuk mengetahui hambatan-hambatan apa saja yang dialami Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Seruni dan LPPSLH dalam perlindungan perempuan korban tindak pidana keasusilaan di Purwokerto. D. KEGUNAAN PENELITIAN Adapun kegunaan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pengetahuan dan memberikan tambahan wacana guna pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya 2. Manfaat Praktis. a) Mengembangkan penalaran, membentuk pola pikir sistematis dan dinamis, sekaligus untuk mengetahui sejauh mana kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu yang diperoleh selama menimba ilmu di Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. b) Melengkapi syarat akademis guna mendapat gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto. 20 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Sistem Politik Indonesia a. Pengertian Sistem, Politik, dan Sistem Politik Menurut Pamudji sistem adalah merupakan suatu kebulatan atau keseluruhan yang komplek atau terorganisir, suatu himpunan atau perpaduan hal-hal atau bagian-bagian yang membentuk suatu kebulatan atau keseluruhan yang komplek atau utuh. 4 Sistem juga dapat diartikan sebagai kerjasama suatu kelompok yang saling berkaitan secara utuh, apabila suatu bagian terganggu maka bagian yang lain akan merasakan kendalanya. Namun, apabila terjadi kerjasama maka akan tercipta hubungan yang sinergis yang kuat. Pemerintah Indonesia adalah suatu contoh sistem, anak cabangnya adalah sistem pemerintahan daerah, kemudian seterusnya sampai sistem pemerintahan desa dan kelurahan. Politik dalam bahasa arabnya disebut siyasyah yang kemudian diterjemahkan menjadi siasat, atau dalam bahasa inggrisnya politics. asal mula kata politik itu sendiri berasal dari kata polis yang berarti negara kota, dengan politik berarti ada hubungan khusus antara manusia yang hidup bersama, dalam hubungan itu timbul aturan, kewenangan dan pada 4 Miriam Budiadjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta :PT Gramedia Pustaka Utama, 1992.Hal. 175. 21 akhirnya kekuasaan. Tetapi politik juga dapat dikatakan sebagai kebijaksanaan, kekuatan, dan kekuasaan pemerintah. Istilah politik dalam ketatanegaraan berkaitan dengan tata cara pemerintahan, dasar-dasar pemerintahan, ataupun dalam hal kekuasaan Negara. Politik pada dasarnya menyangkut tujuan-tujuan masyarakat, bukan tujuan pribadi. Politik biasanya menyangkut kegiatan partai politik, tentara dan organisasi kemasyarakatan. Politik merupakan disiplin ilmu pengetahuan yang berdiri sendiri dan dapat dikatakan sebagai seni, disebut sebagai seni karena banyak beberapa para politikus yang tanpa pendidikan ilmu politik tetapi mampu berkiat memiliki bakat yang dibawa sejak lahir dari naluri sanubarinya, sehingga dengan kharismatik menjalankan roda politik pemerintahan. Dapat disimpulkan bahwa politik adalah interaksi antara pemerintah dan masyarakat dalam rangka proses pembuatan kebijakan dan keputusan yang mengikat tentang kebaikan bersama masyarakat yang tinggal dalam suatu wilayah tertentu. Sistem Politik adalah berbagai macam kegiatan dan proses dari struktur dan fungsi yang bekerja dalam suatu unit atau kesatuan (masyarakat/negara). Ada beberapa definisi mengenai sistem politik, diantaranya : 1) Menurut Almond, Sistem Politik adalah interaksi yang terjadi dalam masyarakat yang merdeka yang menjalankan fungsi integrasi dan adaptasi. 2) Menurut Rober A. Dahl, Sistem politik adalah pola yang tetap dari hubungan – hubungan antara manusia yang melibatkan 22 sampai dengan tingkat tertentu, control, pengaruh, kekuasaan, ataupun wewenang. 3) Menurut Sukarna, sistem politik adalah sekumpulan pendapat, prinsip yang membentuk satu kesatuan yang berhubungan satu sama lain untuk mengatur pemerintahan serta melaksanakan dan mempertahankan kekuasaan dengan cara mengatur individu atau kelompok individu satu sama lain atau dengan Negara dan hubungan Negara dengan Negara. 5 Dapat disimpulkan bahwa sistem politik adalah mekanisme seperangkat fungsi atau peranan dalam struktur politik dalam hubungan satu saa lain yang menunjukan suatu proses yang langsung memandang dimensi waktu (melampaui masa kini dan masa yang akan datang). Sistem politik merupakan sistem yang terbuka, karena sistem ini dikelilingi oleh lingkungan yang memiliki tantangan dan tekanan. Pandangan mengenai keberhasilan dalam menghadapi tantangan ini berbeda diantara para pakar politik. Ahli politik zaman klasik seperti Aristoteles dan Plato dan diikuti oleh teoritisi liberal abad ke-18 dan 19 melihat prestasi politik diukur dari sudut moral. Sedangkan pada masa modern sekarang ahli politik melihatnya dari tingkat prestasi (performance level) yaitu seberapa besar pengaruh lingkungan dalam masyarakat, lingkungan luar masyarakat dan lingkungan internasional. Pengaruh ini akan memunculkan perubahan politik. Adapun pelaku perubahan politik bisa dari elit politik, atau dari kelompok infrastruktur politik dan dari lingkungan internasional. 5 Budi winarno, Sistem Politik Indonesia Era Reformasi.Jakarta : PT. Buku Kita, 2007, hal. 92. 23 Tingkat prestasinya menentukan bahwa penilaian tentang perkembangan atau perubahan sistem politik dapat dilihat dari kapabilitas sistemnya. Kapabilitas sistem adalah kemampuan sistem untuk menghadapi kenyataan dan tantangan.6 Terdapat 5 kapabilitas yang menjadi penilaian prestasi sebuah sistem politik : 1. 2. 3. 4. 5. 6 Kapabilitas Ekstraktif, yaitu kemampuan Sumber daya alam dan sumber daya manusia. Kemampuan SDA biasanya masih bersifat potensial sampai kemudian digunakan secara maksimal oleh pemerintah. Seperti pengelolaan minyak tanah, pertambangan yang ketika datang para penanam modal domestik itu akan memberikan pemasukan bagi pemerintah berupa pajak. Pajak inilah yang kemudian menghidupkan negara. Kapabilitas Distributif. SDA yang dimiliki oleh masyarakat dan negara diolah sedemikian rupa untuk dapat didistribusikan secara merata, misalkan seperti sembako yang diharuskan dapat merata distribusinya keseluruh masyarakat. Demikian pula dengan pajak sebagai pemasukan negara itu harus kembali didistribusikan dari pemerintah pusat ke pemerintah daerah. Kapabilitas Regulatif (pengaturan). Dalam menyelenggaran pengawasan tingkah laku individu dan kelompok maka dibutuhkan adanya pengaturan. Regulasi individu sering memunculkan benturan pendapat. Seperti ketika pemerintah membutuhkan maka kemudian regulasi diperketat, hal ini mengakibatkan keterlibatan masyarakat terkekang. Kapabilitas simbolik, artinya kemampuan pemerintah dalam berkreasi dan secara selektif membuat kebijakan yang akan diterima oleh rakyat. Semakin diterima kebijakan yang dibuat pemerintah maka semakin baik kapabilitas simbolik sistem. Kapabilitas responsif, dalam proses politik terdapat hubungan antara input dan output, output berupa kebijakan pemerintah sejauh mana dipengaruhi oleh masukan atau adanya partisipasi masyarakat sebagai inputnya akan menjadi ukuran kapabilitas responsif. kapabilitas dalam Kencana, Syafiie, Inu. 2006.Sistem Politik Indonesia. Bandung: Refika Aditama.Hal. 19 24 negeri dan internasional. Sebuah negara tidak bisa sendirian hidup dalam dunia yang mengglobal saat ini, bahkan sekarang banyak negara yang memiliki kapabilitas ekstraktif berupa perdagangan internasional. Minimal dalam kapabilitas internasional ini negara kaya atau berkuasa (superpower) memberikan hibah (grants) dan pinjaman (loan) kepada negara-negara berkembang.7 b. Macam-macam Sistem Politik Sistem politik pada suatu negara sangatlah dipengaruhi oleh faktorfaktor internal dan eksternal dari negara tersebut. Faktor intrernal dapat didasarkan pada sejarah negara tersebut (misalnya negara mana yang pernah menjajah negara tersebut), adatistiadat, ideologi, keadaan social masyarakatnya, dll. Sedangkan faktor eksternal juga sangatlah mempengaruhi pembentukan sistem politik suatu negara, salah satu faktor eksternal yang paling kuat adalah negara lain yang berada dekat dengan negara tersebut atau negara yang berhubungan politik-sosialekonomi dengan negara tersebut. Menurut Carter dan Hez, sistem politik dibedakan menjadi dua macam, yaitu sebagai berikut : 1. 2. 7 Apabila pihak yang memerintah dan ruang lingkup jangkauan kewenangan beberapa orang atau kelompok kecil orang, maka sistem politik ini disebut pemerintahan dari atas. Atau lebih tegas lagi oligarki, otoriter, atau aristokrasi. Apabila pihak yang memerintah terdiri atas banyak orang, maka sistem politik ini disebut demokrasi. selain itu, jika kewenangan pemerintah pada prinsipnya mencakup segala sesuatu yang ada dalam masyarakat, maka rezim itu disebut totaliter. begitu pula pemerintahan yang memiliki kewenangan terbatas dan membiarkan beberapa atau sebagian besar kehidupan bermasyarakat mengatur diri Ibid,Hal. 18. 25 sendiri tanpa campur tangan dari pemerintah tetapi kehidupan masyarakatnya dijamin dengan tata hukum yang telah disepakati bersama. rezim ini disebut liberal.8 Kedua sistem tersebut menyangkut hubungan kekuasaan, yaitu siapa yang menjadi pemegang kekuasaan dan bagaimana hasil penggunan kekuasaan itu. hal itu digunakan untuk membedakan sistem politik yang mencakup beberapa faktor. misalnya, kebaikan bersama, pemersatu atau identitas bersama, hubungan kekuasaan, prinsip legitimasi kewenangan , dan hubungan politik dengan ekonomi. Sistem politik yang ada di berbagai negara antara lain : 1. Sistem Politik Di Negara Komunis Bercirikan pemerintahan yang sentralistik, peniadaan hak milk pribadi, peniadaan hak-haak sipil dan politik, tidak adanya mekanisme pemilu yang terbuka, tidak adanya oposisi, serta terdapat pembatasan terhadap arus informasi dan kebebasan berpendapat.9 2. Sistem Politik Di Negara Liberal Bercirikan adanya kebebasan berpikir bagi tiap individu atau kelompok; pembatasankekuasaan; khususnya dari pemerintah dan agama; penegakan hukum; pertukaran gagasanyang bebas; sistem pemerintahan yang transparan yang didalamnya terdapat jaminan hakhak kaum minoritas.10 8 Ibid. Hal. 125. Ibid,Hal. 126 10 Ibid,Hal. 127. 9 26 3. Sistem Politik Demokrasi Sistem politik yang didasarkan pada nilai, prinsip, prosedur, dan kelembagaan yangdemokratis. Adapun sendi-sendi pokok dari sistem politik demokrasi di Indonesia adalah : 1. Ide kedaulatan rakyat 2. Negara berdasarkan atas hukum 3. Bentuk Republik 4. Pemerintahan berdasarkan konstitusi 5. Pemerintahan yang bertanggung jawab 6. Sistem Perwakilan 7. Sistem peemrintahan presidensiil.11 c. Pengertian Sistem Politik Indonesia Sistem politik Indonesia diartikan sebagai kumpulan atau keseluruhan berbagai kegiatan dalam Negara Indonesia yang berkaitan dengan kepentingan umum termasuk proses penentuan tujuan, upayaupaya mewujudkan tujuan, pengambilan keputusan, seleksi dan penyusunan skala prioritasnya. Sistem politik Indonesia dalam rangka mewujudkan cita-cita bangsa dan mencapai tujuan nasional maka harus sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945. Dalam menyelenggarkan politik negara, yaitu keseluruhan penyelenggaraan politik dengan memanfaatkan dan mendayagunakan segala kemampuan aparatur negara serta segenap daya dan dana demi tercapainya tujuan nasional dan terlaksananya tugas negara sebagaimana yang ditetapkan dalam UUD 1945. 11 Ibid. 27 Sistem politik terdiri atas berbagai sub sistem antara lain sistem kepartaian, sistem pemilihan umum, sistem budaya politik dan sistem peradaban politik lainnya. Dalam eksistensinya sistem politik akan terus berkembang sesuai dengan perkembangan tugas dan fungsi pemerintahan serta perubahan dan perkembangan yang ada dalam faktor lingkungan. Politik adalah semua lembaga-lembaga negara yang tersebut di dalam konstitusi negara ( termasuk fungsi legislatif, eksekutif, dan yudikatif ). Dalam Penyusunan keputusan-keputusan kebijaksanaan diperlukan adanya kekuatan yang seimbang dan terjalinnya kerjasama yang baik antara suprastruktur dan infrastruktur politik sehingga memudahkan terwujudnya cita-cita dan tujuan-tujuan masyarakat/negara. Dalam hal ini yang dimaksud suprastruktur politik adalah lembagaLembaga Negara. Lembaga-lembaga tersebut di Indonesia diatur dalam UUD 1945 yakni MPR, DPR, DPD, Presiden dan Wakil Presiden, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial. Lembagalembaga ini yang akan membuat keputusan-keputusan yang berkaitan dengan kepentingan umum. Badan yang ada di masyarakat seperti Parpol, Ormas, media massa, Kelompok kepentingan (Interest Group), Kelompok Penekan (Presure Group), Alat/Media Komunikasi Politik, Tokoh Politik (Political Figure), dan pranata politik lainnya adalah merupakan infrastruktur politik, melalui badan-badan inilah masyarakat dapat menyalurkan aspirasinya. Tuntutan dan dukungan sebagai input dalam proses pembuatan 28 keputusan. Dengan adanya partisipasi masyarakat diharapkan keputusan yang dibuat pemerintah sesuai dengan aspirasi dan kehendak rakyat. Indonesia memiliki sistem politik, sistem politik yang dianut adalah sistem politik demokrasi pancasila yakni sistem politik yang didasarkan pada nilai-nilai luhur, prinsip, prosedur dan kelembagaan yang demokratis. Adapun prinsip-prinsip sistem politik demokrasi di Indonesia antara lain: 1) pembagian kekuasaan eksekutif, legislatif dan yudikatif berada pada badan yang berbeda; 2) Negara berdasarkan atas hukum; 3) Pemerintah berdasarkan konstitusi; 4) jaminan terhadap kebebasan individu dalam batas-batas tertentu; 5) pemerintahan mayoritas; 6) pemilu yang bebas; 7) parpol lebih dari satu dan mampu melaksanakan fungsinya. 12 Sebagai suatu sistem, prinsip-prinsip ini saling berhubungan satu sama lain. Sistem politik demokrasi akan rusak jika salah satu komponen tidak berjalan atau ditiadakan. Contohnya, suatu negara sulit disebut demokrasi apabila hanya ada satu partai politik. Dengan satu partai, rakyat tidak ada pilihan lain sehingga tidak ada pengakuan akan kebebasan mengemukakan rakyat pilihannya dalam secara berserikat, bebas. berkumpul Dengan dan demikian berjalannya satu prinsip demokrasi akan berpengaruh pada prinsip lainnya. 12 Arifin Rahman, Sistem Politik IndonesiaDalam Perspektif FungsiDan Struktur,Penerbit,SIC, Surabaya,2002,Hal. 101. 29 B. Teori Peran dan Peranan Istilah peran sudah sering kita dengar dan kita ucapkan, kata peran dikaitkan dengan posisi atau kedudukan seseorang. Ketika istilah peran digunakan dalam lingkungan pekerjaan, maka seseorang yang diberi (atau mendapatkan) sesuatu posisi, juga diharapkan menjalankan perannya sesuai dengan apa yang diharapkan oleh pekerjaan tersebut. Karena itulah ada yang disebut dengan role expectation, yaitu harapan mengenai peran seseorang dalam posisinya. Harapan dapat dibedakan atas harapan dari si pemberi tugas dan harapan dari orang yang menerima manfaat dari pekerjaan atau posisi tersebut. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia peran mempunyai arti pemain sandiwara (film), tukang lawak pada permainan makyong, perangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat.13 Menurut Soekanto, peran adalah aspek dinamis dari kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peran.14 Peranan berasal dari kata peran, yang sebelumnya telah dijelaskan pengertiannya. Peranan menurut Levinson sebagaimana dikutip oleh Soejono Soekamto, memiliki definisi yaitu : suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat, peranan meliputi norma13 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta : Balai Pustaka, 2005),854. 14 Soejono Soekamto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Press, 1982), h. 268 30 norma yang dikembangkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat, peranan dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan-peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan kemasyarakatan.15 Berkaitan dengan hal tersebut maka perlu dijelaskan juga mengenai pengertian apa itu konsep, karena sebuah peranan itu adalah merupakan sebuah konsep. Konsep yaitu suatu pokok pertama yang mendasari keseluruhan pemikiran, pembentukan konsep merupakan konkritisasi indra, suatu proses pelik yang mencakup persiapan metoda pengenalan seperti perbandingan, analisa, abstraksi idealisasi, dan bentuk-bentuk deduksi yang pelik.16 Dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa sebuah peran erat kaitannya dengan sebuah posisi, hak, dan juga sebuah kewajiban, sedangkan sebuah peranan merupakan konsep realisasi dari posisi, hak, dan juga kewajiban. Hak adalah sesuatu yang mutlak menjadi milik kita dan penggunaannya tergantung kepada kita sendiri. Kewajiban adalah sesuatu yg dilakukan dengan tanggung jawab. C. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Konsep kekuasaan menurut ilmuwan politik yang beraliran pluralis menyatakan bahwa kekuasaan tidak lagi terkonsentrasi pada satu kelompok atau kelas, melainkan menyebar dalam berbagai kelompok 15 Ibid. h. 238 Hassan Shadily, Ensiklopedi Indonesia (Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoeve, 1983), hal. 1856. 16 31 kepentingan yang saling berkompetisi untuk mendapatkan kekuasaan. Dalam konsep pluralisme digambarkan bahwa masyarakat bukanlah tersusun dari individu, akan tetapi dibentuk oleh kelompok. Kelompok dianggap sebagai unit dasar dari masyarakat. Arbi Sanit menyatakan adalah kepentingan yang mendorong terbentuknya jalinan aktifitas individu-individu sehingga terbentuk kelompok. Interaksi suatu kelompok dengan kelompok lainnya dilandaskan pada kepentingan atau berbagai kepentingan yang telah disadari oleh segenap warga kelompok. Kepentingan diartikan sebagai sikap bersama dari warga suatu kelompok mengenai satu atau beberapa tuntutan yang selayaknya dilakukan terhadap kelompok lainnya dalam masyarakat.17 Salah satu bentuk khusus dari kelompok adalah apa yang disebut oleh Arbi Sanit sebagai gerakan masyarakat.Yang membedakan antara gerakan masyarakat dengan bentuk-bentuk kelompok kepentingan yang lain adalah pada kecenderungan untuk mengutamakan kepentingan ataupun tujuan yang bersifat materi atau non materi. Gerakan masyarakat lebih meraih tujuan non materi daripada menarik keuntungan materi. Tujuan-tujuan kelompok masyarakat yang lain lebih dinikmati secara langsung oleh anggota kelompok. Sedangkan penikmatan hasil perjuangan gerakan masyarakat terbuka bagi siapapun tanpa perlu 17 Arbi Sanit, Swadaya Politik Masyarakat, CV. rajawali, Jakarta, 1985. Hal. 35. 32 mempunyai ikatan aktifitas dengan gerakan masyarakat yang memproses usaha peraihan hasil. Seiring dengan semakin berkembang dan kompleksnya masyarakat, baik gerakan masyarakat maupun kelompok kepentingan yang lain memperlakukan organisasi sebagai salah satu sarana perjuangan untuk mencapai tujuan atau sasaran yang disepakati. Gerakan masyarakat yang terorganisir dikenal sebagai organisasi kemasyarakatan dengan ciricirinya yaitu organisasi diluar organisasi pemerintahan, tidak bermotif keuntungan dalam kegiatannya, lebih melibatkan anggota dalam kegiatannya, keanggotaan yang bersifat massal, melakukan kegiatan politis disamping perjuangan teknis keorganisasian, serta cukup berkepentingan akan ideologi.18Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) merupakan salah satu bentuk organisasi kemasyarakatan. Pada umumnya Lembaga Swadaya Masyarakat adalah sebuah organisasi yang didirikan oleh perorangan ataupun sekelompok orang yang secara sukarela yang memberikan pelayanan kepada masyarakat umum tanpa bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari kegiatannya. Sebutan LSM sendiri merupakan pengembangan dari istilah Ornop (organisasi non pemerintah) yang merupakan terjemahan langsung dari istilah bahasa Inggris Non Government Organization (NGO). 18 Ibid. Hal. 51. 33 Organisasi tersebut bukan menjadi bagian dari pemerintah, birokrasi ataupun negara. Maka secara garis besar organisasi non pemerintah dapat di lihat dengan ciri sbb : 1) Organisasi ini bukan bagian dari pemerintah, birokrasi ataupun negara. 2) Dalam melakukan kegiatan tidak bertujuan untuk memperoleh keuntungan (nirlaba). 3) Kegiatan dilakukan untuk kepentingan masyarakat umum, tidak hanya untuk kepentingan para anggota seperti yang di lakukan koperasi ataupun organisasi profesi . Lembaga swadaya masyarakat (LSM) atau sering disebut dengan nama lain Non Government Organization (NGO) atau organisasi non pemerintah (Ornop) dewasa ini keberadaanya sangat mewarnai kehidupan politik di Indonesia. Diperkirakan saat ini lebih dari 10.000 LSM beroperasi di Indonesia baik ditingkat nasional, propinsi maupun di tingkat kabupaten/kota, dimana dari tahun ketahun jumlah ini semakin bertambah. Perkembangan politik, demokrasi, pembangunan ekonom dan kemajuan teknologi informasi merupakan faktor-faktor yang mendorong terus bertambahnya jumlah LSM di Indonesia. a. Pengertian Lembaga Swadaya Masyarakat Arti umum menjelaskan bahwa pengertian LSM mencakup semua organisasi masyarakat yang berada diluar struktur dan jalur formal pemerintahan, dan tidak dibentuk oleh dan merupakan bagian dari 34 birokrasi pemerintah. Karena cakupan pengertiannya terlalu luas, beberapa tokoh LSM generasi pertama mencari padanan yang pas atas istilah NGO. Pada masa awal perkembangannya, sejumlah kalangan LSM mengkritik penggunaan kata LSM sebagai terjemahan NGO dengan alasan bahwa istilah tersebut adalah bentuk penjinakkan terhadap NGO, dan oleh karenanya mereka lebih suka menggunakan istilah Ornop. Lembaga swadaya masyarakat yaitu sebuah organisasi yang didirikan oleh perorangan ataupun sekelompok orang yang secara sukarela memberikan pelayanan kepada masyarakat tampa bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari kegiatan tersebut. Menurut Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1990 Tentang Pembinaan Lembaga Swadaya Masyarakat : Yang dimaksud dengan Lembaga Swadaya Masyarakat adalah organisasi/ lembaga yang dibentuk oleh anggota masyarakat Warga Negara Republik Indonesia secara sukarela atas kehendak sendiri dan berminat serta bergerak dibidang kegiatan tertentu yang ditetapkan oleh organisasi/ lembaga sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, yang menitik beratkan kepada pengabdian secara swadaya. Selanjutnya berdasarkan Undang-undang No.28 tahun 2004 tentang perubahan atas Undang-undang No. 16 Tahun 2001 tentang Yayasan, maka secara umum organisasi non pemerintah di Indonesia berbentuk yayasan. 35 b. Ciri-ciri LSM 1. Bagian dari pemerintahan; 2. Tidak bertujuan memperoleh keuntungan; 3. Untuk kepentingan masyarakat , tidak hanya untuk kepentingan para anggota. c. Jenis dan kategori LSM Ditinjau dari segi paradigmanya LSM di Indonesia dapat dibedakan menjadi tiga. Pertama, berparadigma Konformis (developmentalis), yang visinya berangkat dari asumsi bahwa masalah demokrasi dan kondisi sosial ekonomi rakyat sebagai faktor yang inheren dengan kebodohan, kemiskinan, keterbelakangan, dan keterpencilan. Dengan demikian solusinya adalah dengan melakukan perubahan mental atau budaya masyarakat sasaran.19 Kedua, LSM yang menggunakan paradigma reformis. Kalangan LSM ini melihat kondisi sosial ekonomi dan demokrasi karena tak berfungsinya elemen-elemen sosial politik yang ada, di mana rakyat atau kelompok-kelompok masyarakat kurang memiliki akses dan kesempatan untuk berpartisipasi dalam politik dan pembangunan. Makanya pendekatan pemecahan masalah, identik dengan pendekatan kedua dari Eldridge di 19 atas, yakni berupaya menyediakan untuk berpartisipasi, Ibid,Hal.67. 36 dengan model perubahan yang diharapkan berupa perubahan fungsional struktural.20 Sementara paradigma ketiga adalah transformatoris. Gerakangerakan LSM seperti ini terasa agak radikal, di mana iklim atau isu keterbukaan dimanfaatkan untuk mencoba membongkar berbagai persoalan sosial, ekonomi dan politik.21 Sangat kontras dengan LSM berparadigma pertama dan kedua, yang ketiga ini melihat kondisi struktur sosial ekonomi dan politik sebagai hasil pemaksaan negara atau kelompok-kelompok dominan, sehingga oleh karena itu melahirkan ketidakadilan dan ketidakdemokrasian. Oleh sebab itu isu gerakan LSM lebih bernuansa politik, seperti mengambil tema hak azasi manusia (HAM), kesenjangan sosial, gerakan civil society, pelibatan rakyat bahwa dalam proses-proses politik seperti demonstrasi, unjuk rasa, termasuk mimbar bebas, serta berorientasi pada kemandirian rakyat, dengan konfik sebagai pendekatan yang digunakan. Instruksi Menteri Dalam Negeri Nomor 8 Tahun 1990, menyebutkan bahwa jenis-jenis LSM antara lain : 1. Organisasi Donor : organisasi non pemerintah yang memberikan dukungan biaya bagi kegiatan organisasi non pemerintah lain. 2. Organisasi mitra Pemerintah : organisasi non pemerintah yang melakukan kegiatan dengan bermitra dengan pemerintah dalam menjalankan kegiatannya. 20 Ibid,Hal. 69 21 Ibid. 37 3. Organisasi profesional : organisani non pemerintah yang melakukan kegiatan berdasarkan kemampuan profesional tertentu seperti organisasi non pemerintah pendidikan,organisasi non pemerintah bantuan hukum, organisasi non pemerintah jurnalisme, organisasi non pemerintah pembangunan ekonomi, dll. 4. Organisasi Oposisi :organisasi non pemerintah yang melakukan kegiatan dengan memilih untuk menjadi penyeimbang dari kebijakan pemerintah. Organisasi non pemerintah ini bertindak melakukan kritik dan pengawasan terhadapkeberlangsungan kegiatan pemerintah. d. Dasar Hukum Lembaga Swadaya Mayarakat (LSM) Lembaga Swadaya Masyarakat memiliki perangkat hukum meliputi UU No 8 tahun 1986 tentang Pelaksanaan UU No 8 tahun 1985 Tentang Organisasi Kemasyarakatan. Perangkat hukum lainnya adalah Instruksi Menteri Dalam Negeri No 8 tahun 1990 tentang Pembinaan LSM. D. Perlindungan Hukum bagi Perempuan a. Pengertian Perlindungan Pengertian Perlindungan adalah tempat berlindung, hal (perbuatan dan sebagainya) memperlindungi.22 Perlindungan berarti sebiah upaya 22 Kamus Besar Bahasa Indonesia, www.artikata.com 38 untuk melindungi sesuatu,berupa perbuatan untuk membuat objek yabg dilindungi dalam keadaan yang semestinya dan tetap aman. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah : Segala upaya yang ditujukan untuk memberikan rasa aman kepada korban yang dilakukan oleh pihak keluarga, advokat, lembaga sosial, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, atau pihak lainnya baik sementara maupun berdasarkan penetapan pengadilan. Dalam Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korba adalah : Segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada Saksi dan/atau Korban yang wajib dilaksanakan oleh LPSK atau lembaga lainnya sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini. Sedangkan perlindungan yang tertuang dalam PP No.2 Tahun 2002 Tentang Tata Cara Perlindungan Korban dan Saksi Pelanggaran HAM yang Berat adalah : Suatu bentuk pelayanan yang wajib dilaksanakan oleh aparat penegak hukum atau aparat keamanan untuk memberikan rasa aman baik fisik maupun mental, kepada korban dan saksi, dari ancaman, gangguan, teror, dan kekerasan dari pihak manapun, yang diberikan pada tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan atau pemeriksaan di sidang pengadilan. Berntuk perlindungan tidak hanya berupa undang-undang yang dibuat oleh pemerintah sebagai bentuk perlindungan dari negara. Tetapi perlindungan dapat diberikan oleh siapa saja,misalnya diberikan oleh orang tua terhadap anaknya,oleh seorang kakak terhadap adiknya,dan lain sebagainya. Perlindungan disini menitik beratkan diberikan kepada 39 kaum atau pihak yang lebih lemah agar tetap merasa nyaman dan dalam keadaan yang aman. b. Perlindungan Hukum Manusia berperilaku dalam masyarakat harus sesuai dengan kaedah-kaedah sosial. Dengan kaedah sosial ini menjadi pedoman perilaku atau sikap bagi setiap warga masyarakat, mana yang seyogyanya dilakukan dan yang tidak dilakukan, yang dilarang atau yang dianjurkan. Ini terdiri dari kaedah/norma agama, kaedah kesusilaan, kaedah sopansantun, dan kaedah hukum. Hukum hanyalah salah satu dari kaedah sosial, yang merupakan peraturan mengenai perilaku orang dalam kehidupan bermasyarakat, yang dibuat oleh organ/lembaga yang mempunyai otoritas/kewenangan, dalam bentuk tertentu, dengan sanksi yang lebih tegas dan berlakunya dapat dipaksakan. Kaedah hukum diberlakukan untuk melindungi kepentingan manusia di dalam masyarakat. Lengkapnya terkait dengan fungsi primer hukum, yakni melindungi rakyat dari bahaya dan tindakan yang dapat merugikan dan menderitakan hidupnya dari orang lain, masyarakat maupun penguasa. Di samping itu berfungsi pula untuk memberikan keadilan serta kesejahteraan bagi menjadi sarana untuk mewujudkan seluruh rakyat. Perlindungan, keadilan, dan kesejahteraan tersebut ditujukan pada subyek hukum yaitu pendukung hak dan kewajiban. 40 Hukum menurut J.C.T. Simorangkir, SH dan Woerjono Sastropranoto, SH adalah Peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku manusia dalam lingkungan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang berwajib. Menurut R. Soeroso SH, Hukum adalah himpunan peraturan yang dibuat oleh yang berwenang dengan tujuan untuk mengatur tata kehidupan bermasyarakat yang mempunyai ciri memerintah dan melarang serta mempunyai sifat memaksa dengan menjatuhkan sanksi hukuman bagi yang melanggarnya.23 Menurut Mochtar Kusumaatmadja, adalah Pengertian hukum yang memadai harus tidak hanya memandang hukum itu sebagai suatu perangkat kaidah dan asas-asas yang mengatur kehidupan manusia dalam masyarakat, tapi harus pula mencakup lembaga (institusi) dan proses yang diperlukan untuk mewujudkan hukum itu dalam kenyataan.24 Perlindungan hukum dapat diartikan suatu perlindungan yang diberikan terhadap subyek hukun dalam bentuk perangkat hukum baik yang bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Dengan kata lain perlindungan hukum sebagai suatu gambaran dari fungsi hukum., yaitu konsep dimana hukum dapat memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan kedamaian. 23 24 Putra, 2009, Definisi Hukum Menurut Para Ahli, www. putracenter.net. Ibid. 41 c. Perlindungan Hukum bagi Perempuan Menurut definisi dalam Kamus Bahasa Indonesia disebutkan, perempuan adalah orang (manusia) yang mempunyai vagina, dapat menstruasi, hamil, melahirkan anak dan menyusui. Dapat juga diartikan bahwa perempuan dalah lawan jenis dari laki-laki atau pria. Menurut sejarah jawa kata perempuan berasal dari kata “empu”, yang berarti adalah pemimpin (raja), orang pilihan, ahli, yang pandai, pintar dengan segala sifat keutamaan yang lain. Bila istilah ini yang lebih mendekati kebenaran, maka kata yang lebih sesuai memakai kata perempuan selain wanita, karena di dalamnya tergambar banyak peran. Perkembangan kehidupan manusia membuat peranan perempuan tidak selamanya dapat berjalan sebagaimana mestinya, banyak hambatan karena pengaruh aspek kultural, politik, ekonomi, dan sosial. Tren kekinian yang juga berentetan jauh kebelakang dengan tradisi dan budaya masyarakat di negara-negara telah terjadi diskriminasi ataupun dominasi dari sekelompok orang terhadap kelompok lainnya, utamanya berkaitan dengan jenis–kelamin, sehingga menimbulkan penindasan dan kesewenang-wenangan terhadap HAM, dan termasuk perempuanlah yang menjadi korban. Deklarasi Universal HAM PBB (1948) yang mendasari HAM pada umumnya di dalamnya memuat pernyataan, “semua orang lahir dengan kebebasan dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama”. Selain itu, “hak-hak dan kebebasan dalam deklarasi menjadi hak bagi siapapun 42 tanpa perkecualian, baik berdasarkan jenis kelamin, bangsa, warna kulit, agama, politik, dsb (Pasal 1, 2). Senada dengan hal ini ditentukan dalam UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM, Pasal 3. Dari sini tidak ada pembedaan hak-hak dan kewajiban antara laki-laki dan perempuan. Sehubungan dengan jaminan pencegahan perlakuan yang berbeda karena jenis kelamin, Indonesia telah meratifikasi Konvensi Penghapusan Diskriminasi terhadap Wanita, dengan UU No. 7 Tahun 1984. Yang dimaksud dengan diskriminasi terhadap wanita adalah setiap perbedaan, pengucilan, atau pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, yang mempunyai pengaruh atau tujuan untuk mengurangi atau menghapuskan pengakuan, penikmatan atau penggunaan hak-hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan pokok di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya, sipil atau apapun lainnya oleh kaum wanita, terlepas dari status perkawinan mereka, atas dasar persamaan antara pria dan wanita (Pasal 1). Negara-negara harus mengutuk diskriminasi terhadap wanita dan melaksanakannya dengan berbagai kebijaksanaan. Perlindungan yang diberikan kepada perempuan itu berupa pelindungan terhadap hak asasi perempuan. Hak asasi perempuan merupakan bagian dari hak asasi manusia. Bila berbicara tentang HAM maka berbicara mengenai konvensi-konvensi PBB yang memuat tentang HAM yang bersifat internasional, misalnya Konvensi Penghapusan Diskriminasi Rasial, kemudian Konvensi Hak Sipol dan Ekosob, 43 Konvensi Perlindungan Buruh Migran dan Keluarganya, Konvensi Anti Penyiksaan, dll. Konvensi hak-hak dasar manusia tersebut, sesungguhnya telah banyak mengakomodir hak-hak dasar perempuan. Sebab di dalam konvensi-konvensi itu disebutkan pula prinsip non-diskriminasi. Namun secara detail CEDAW-lah (Convention on theElimination of All Forms of Discrimination against Women) yang mengatur upaya penghapusan segalabentuk diskriminasi terhadap perempuan. Dalam pasal 1 CEDAW menyatakan bahwa: “ For the purposes of the present Convention, the term "discrimination against women" shall mean any distinction, exclusion or restriction made on the basis of sex which has the effect or purpose of impairing or nullifying the recognition, enjoyment or exercise by women, irrespective of their marital status, on a basis of equality of men and women, of human rights and fundamental freedoms in the political, economic, social, cultural, civil or any other field. (Diskriminasi terhadap perempuan, berarti segala pembedaan,pengucilan atau pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin yangmempunyai dampak atau tujuan untuk mengurangi atau meniadakan pengakuan, penikmatan, atau penggunaan hak asasi manusia dankebebasan-kebebasan pokok di bidang politik, ekonomi, sosial, budaya,sipil, atau bidang lainnya oleh perempuan, terlepas daristatusperkawinan mereka, atas dasar kesetaraan antara lelaki danperempuan)”.25 Konvensi CEDAW menetapkan persamaan antara perempuan dan laki-laki dalam menikmati hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial, budaya. Diskriminasi terhadap perempuan akan dihapuskan melalui langkahlangkah hukum, kebijakan dan program maupun melalui tindakan khusus 25 Tri Lisiani Prihatinah, Hukum dan Kajian Jender, Universitas Diponegoro,Semarang, 2010 hal. 39. 44 permanen untuk mempercepat persamaan, atau kesetaraan perempuan yang diartikan sebagai tindakan nondiskriminasi.26 Sesuai dengan komitmen internasional dalam Deklarasi PBB 1993 tentang Penghapusan Segala Bentuk Kekerasan Terhadap Perempuan , maka perlindungan, pemenuhan dan penghormatan hak asasi perempuan adalah tanggung jawab semua pihak baik lembaga-lembaga Negara ( eksekutif, legislatif, yudikatif ) maupun Partai politik dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Bahkan warga Negara secara perorangan punya tanggung jawab untuk melindungi dan memenuhi hak asasi perempuan .27 Instrumen hukum nasional di Indonesia mengenai perlindungan hak perempuan diantaranya Penghapusan Diskriminasi terhadap Wanita terdapat pada UU No. 7 tahun 1984 yang merupakan ratifikasi CEDAW, UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM, UU No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, UU No. 9 tahun 2000 tentang Pengarusutamaan Gender Dalam Pembangunan Nasional. Keadaan dalam masyarakat pada saat ini hak asasi perempuan terus diperjuangkan, beberapa hasilnya kaum perempuan mempunyai kedudukan yang merupakan posisi tertentu dalam suatu susunan kemasyarakatan. Kedudukan tersebut sebenarnya merupakan suatu wadah yang berisi hak-hak dan kewajiban-kewajiban sebagai peranan perempuan dalam masyarakat. Peranan ini mengalami dinamika yang 26 27 2012. ibid, hal. 40. http://dety2104.wordpress.com/hak-asasi-perempuan/ di akses tanggal 5 april 45 berkembang sesuai dengan perkembangan dan perubahan masyarakat. Bila dicermati dengan seksama , sesungguhnya banyak kondisi –kondisi rawan terhadap kemajuan perlindungan hak asasi perempuan di Indonesia. Dengan struktur masyarakat patriarkhi, secara sosio- kultural kaum laki-laki lebih diutamakan dari kaum perempuan, bahkan meminggirkan perempuan. Perilaku budaya yang menetapkan perempuan pada peran ibu dan isteri merupakan hambatan besar dalam pemajuan hak asasi perempuan. Disamping itu, interpretasi keliru dari ajaran agama tentang gender telah mengurangi universalitas hak asasi perempuan di Indonesia. Perkembangan era sekarang ini, upaya penyetaraan kedudukan antara kaum laki-laki dan perempuan telah dilakukan dengan tujuan penghapusan dominasi dari salah-satu di antaranya. Peranan yang dilakukan munusia dalam masyarakat telah berubah sebagai akibat perkembangan kehidupan pergaulan manusia. Perempuan tidak hanya berperan dalam rumah tangga sebagai ibu atau isteri, melainkan juga mempunyai peran sosial dan ekonomi. Kondisi yang demikian ini beresiko bagi wanita terhadap gangguan-gangguan/penyerangan hak, termasuk tindakan yang wanita. Untuk itu berhubungan dengan pribadinya sebagai diperlukan hukum yang memfasilitasi dalam melindungi kepentingannya. Sehubungan dengan perlindungan hukum perempuan paling tidak dapat diidentifikasikan menyangkut perlindungan di dalam 46 keluarga/rumah-tangga sebagai ibu atau isteri, perlindungan di luar rumah tangga sebagai karyawan atau pegawai, dan perlindungan terhadap tindak pidana kesusilaan.Seorang wanita di dalam rumah tangga berperan sebagai isteri, karena ia telah melaksanakan perkawinan dengan seorang lelaki sebagai isterinya, kemudian mempunyai anak, ia sebagai ibu. Tujuan perkawinan itu sendiri untuk membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Masalah Perkawinan diatur dalam UU No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dengan berbagai Peraturan pelaksanaannya, seperti PP No. 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan UU Perkawinan. Perempuan di dalam rumah tangga, memperoleh perlindungan dapat dilihat dengan adanya ketentuan mengenai pengakuan hak untuk menentukan sikap ketika hendak melakukan perkawinan, tidak mudah untuk dicerai ataupun dimadu, dan berkedudukan sebagai ahli waris. Dalam melakukan pekerjaan sebagai pegawai pada intansi pemerintah maupun karyawan pada lembaga swasta tidak dibedakan antara laki-laki dan perempuan, mereka sama-sama memperoleh hak dan kesempatan untuk mengembangkan kariernya. UU No. 8 Tahun 174 tentang Pokok-pokok Kepegawaian (telah dirubah dengan UU No. 43 Tahun 1999) menentukan setiap pegawai negeri berhak memperoleh gaji yang layak sesuai dengan pekerjaan dan tanggung-jawabnya. Perempuan yang bekerja pada lembaga swasta memperoleh perlindungan hukum dari UU No. 25 Tahun 1997 tentang Ketenaga- 47 kerjaan. Ada ketentuan yang menjamin perlakuan yang sama bagi semua tenaga kerja, tanpa diskriminasi (Pasal 5,6). Ada hak khusus bagi wanita dalam melakukan pekerjaannya (Pasal 98). Keselamatan pekerja wanita yang sedang hamil atau menyusui dilindungi, kemungkinan cuti haid, penyediaan fasilitas perusahaan untuk menyusui bayi (Pasal 99, 104, 105). Ditarik kesimpulan bahwa perlindungan hukum bagi perempuan merupakan seperangkat peraturan yang melindungi kaum perempuan, memberikan keadilan bagi perempuan, memberi kepastian tentang tidak adanya deskriminasi terhadap hak-hak perempuan. E. Korban Korban dapat diartikan mereka yang menderita jasmani dan rohani sebagai akibat tindakan orang lain yang mencuri pemenuhan kepentingan diri sendiri atau orang lain yang bertentangan dengan kepentingan dan hak asasi yang menderita. Korban suatu kejahatan seperti yang sering terjadi dalam kehidupan sehari-hari tidaklah selalu harus berupa individu atau orang perorangan, tetapi bisa juga berupa kelompok orang, masyarakat atau juga badan hukum. Beberapa perundang-undangan baik nasional maupun internasional, pengertian korban seringkali diperluas tidak hanya pada individu yang secara langsung mengalami penderitaan, tetapi juga termasuk didalamnya adalah keluarga dekat atau orang-orang yang menjadi tanggungan korban, contohnya dalam penjelasan Pasal 36 ayat (3) Undang-Undang 48 No. 15 tahun 2003 tentang pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, pengertian korban diperluas meliputi juga ahli warisnya yang terdiri dari ayah, ibu, istri atau suami, dan anak. Viktimologi yang merupakan ilmu yang mengkaji dan mempelajari korban , dikenal pula apa yang dinamakan korban ganda, yaitu korban yang, mengalami berbagai macam penderitaan seperti penderitaan mental, fisik, dan sosial, yang terjadi pada saat korban mengalami kejahatan setelah dan pada saat kasusnya diperiksa (Polisi dan Pengadilan) dan setelah selesainya pemeriksaan. Pengertian korban sampai dengan saat ini masih terus berkembang dan beranekaragam. Dalam Webster misalnya, a. korban dapat diartikan sebagai:suatu mahluk hidup yang dikorbankan kepada dewa atau dalam melaksanakan upacara agama; b. seseorang yang dibunuh, dianiaya, atau didenda oleh orang lain; c. seseorang yang mengalami penindasan, kerugian, atau penderitaan; seseorang yang mengalami kematian, atau lukaluka dalam berusaha menyelamatkan diri; d. seseorang yang diperdaya, ditipu, atau mengalami pendeeritaan; seseorang yang dipekerjakan atau dimanfaatkan secara sewenang-wenang dan tidak layak. 28 Menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 : yang maksud korban adalah seseorang yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang diakibatkan oleh suatu tindak pidana. Korban dibedakan menjadi beberapa jenis, berdasarkan obyek yang menderita oleh Separovic diklasifikasikan menjadi empat yaitu : 28 Iswanto, Angkasa. Victimologi. (Purwokerto;Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman ,2008.) H.6. 49 1) Korban individual, adalah korban yang di deerita oleh seseorang yang mati karena pembunuhan,seorang yang diperkosa, dianiaya, diperdaya, ditipu dsb. 2) Korban kolektif, adalah korban yang dialami oleh beberapa individu secara bersama baik dari satu kelompok maupun bukan. Korban kolektif misalnya korban pembantaian dengan tujuan pemusnahan suatu suku bangsa atau etnik tertentu (genocide), korban dari perang antar golongan. 3) Korban abstrak, adalah jenis korban yang sulit untuk dilihat secara jelas bahwa seseorang menjadi korban. Contoh dari korban abstrak adalah korban kejahatan dan pelanggaranterhadap ketertiban umum, misalnya mengendarai motor dalam keadaan mabuk karena pengaruh alcohol, ekshibisionosme, memiliki barang curian, dsb. 4) Korban pada diri sendiri (korban pribadi), adalah korban yang terjadi pada suatu jenis kejahatan yang dalam literature sering disebut dengan “kejahatan tanpa korban”. Sebenarnya kejahatan ini ada korbannya. Namun yang menjadi korban adalah para pelakunya sendiri, maka seolah-olah tidak ada korban. Contoh jenis ini adalah korban aborsi,homosekssual,judi, dan bunuh diri. 29 F. Tindak Pidana Kesusilaan a. Pengertian Tindak Pidana Perumusan tindak pidana dalam undang-undang merupakan konsekuensi logis dari berlakunya asas legalitas dalam hukum pidana yang mensyaratkan kepastian hukum tentang perbuatan-perbuatan tertentu yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai tindak pidana. Perbuatan-perbuatan yang dilarang dan diancam dengan pidana yang disebut sebagai tindak pidana adalah perbuatan-perbuatan yang dapat mengakibatkan kerugian materiil atau kebendaan, kerugian 29 Ibid.hal.10. 50 immaterial/spiritual yang bersifat rohaniah dan kerugian yang bersifat campuran. Undang-undang hukum pidana, tindak pidana dirumuskan dalam bentuk larangan ataupun perintah yang disebut norma atau kaidah dengan disertai sanksi atau pidana yang diancamkan, dan hal tersebut dapat menyatakan perbuatan apa yang dilarang ataupun perbuatan yang diperintahkan. Unsur-unsur dari suatu tindak pidana meliputi: 1. perbuatan; 2. memenuhi rumusan undang-undang (syarat formal); 3. bersifat melawan hukum (syarat material).30 Menurut Moeljatno, tindak pidana atau Moeljatno memberikan istilah ini dengan perbuatan pidana adalah : perbuatan yang dilakukan oleh suatu aturan hukum, larangan mana disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu, bagi barangsiapa melanggar larangan tersebut. 31 Dapat juga dikatakan bahwa pidana adalah perbuatan yang oleh suatu aturan hukum yang dilarang dan diancam pidana, asal saja dalam pada itu diingat bahwa larangan ditujukan pada perbuatan, sedangkan ancaman pidananya ditujukan kepada orang yang menimbulkan kejadian itu. Anatara larangan dan ancaman pidana ada hubungannya yang erat, oleh karena itu antara kejadian dan orang yang menimbulkan kejadian itu, ada hubungannya yang erat pula. Yang satu tidak dapat dipisahkan dari yang lain. Kejadian tidak dapat dilarang, jika yang menimbulkan bukan orang, 30 Wiryono Prodjodikoro, 1989, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Eresco, Bandung, hal 55 31 Ibid,Hal. 67. 51 dan orang tidak dapat diancam pidana, jika tidak karena kejadian yang ditimbulkan olehnya. b. Tindak Pidana Kesusilaan Kata “kesusilaan” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang disusun oleh Departemen Pendidikan dan Kebudayaan diartikan sebagai: a. baik budi bahasanya, beradab, sopan, tertib; b. adat istiadat yang baik, sopan santun, kesopanan, keadaban; c. pengetahuan tentang adat. 32 Sedangkan dalam bahasa Inggris kata “susila” berarti moral, ethics dan decent. Meskipun apabila diartikan ke dalam bahasa Indonesia memiliki makna yang sama, namun ketiga kata tersebut biasa diterjemahkan berbeda. Kata moral diterjemahkan dengan moril dan kesopanan, ethics diterjemahkan dengan kesusilaan, sedangkan decent diterjemahkan dengan kepatutan. Kata “moral” dalam The Lexicon Webster Dictionary dirumuskan sebagai berikut: “Of or concerned with the principles of right wrong in conduct and character…......behaviour as to right or wrong, esp in relation to sexual matter (dari atau berkenaan dengan prinsip-prinsip benar dan salah dalam berprilaku dan bersikap/tabiat……..kelakuan yang benar atau salah, khususnya dalam hubungan pada hal/kejadian seksual)”.33 32 Leden Marpaung, Kejahatan Terhadap Kesusilaan dan Masalah Prevensinya. Sinar Grafika, Jakarta, 1996, hal.2 33 Ibid. 52 Sedangkan “ethic” dirumuskan sebagai, “……… pertaining to right and wrong in conduct (berkenaan sikap/tabiat/tingkah laku yang baik dan salah/buruk)”.34 Rumusan kata “moral” dan “ethic” di atas, perbedaan utama terletak pada ruang lingkup tingkah laku, dimana “moral” lebih mengarah pada sikap/tingkah laku/tabiat yang bersifat lebih khusus, yaitu dalam hubungannya dengan hal/kejadian seksual. Penggunaan rumusan kata “moral” sebagai istilah dalam “kesusilaan” pada dasarnya merupakan rumusan yang paling sesuai. Namun dengan melihat Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), rumusan tersebut menjadi tidak tepat, karena dalam KUHP, khususnya Bab XIV tentang Kejahatan terhadap Kesopanan, pengaturan tidak terbatas pada tindakan yang berkaitan dengan sikap/tingkah laku/tabiat dalam hubungannya dengan hal/kejadian seksual, melainkan juga terhadap perilaku di luar kesusilaan yang berkaitan dengan kesopanan. Pemaparan mengenai istilah tindak pidana dan kesusilaan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa Tindak pidana kesusilaan adalah tindak pidana yang berhubungan dengan masalah kesusilaan. Kesusilaan adalah Perasaan malu yang berhubungan dengan nafsu kelamin.35 Dapat juga ditarik kesimpulan bahwa tindak pidana kesusilaan adalah perbuatan yang berhubungan dengan perilaku seksual, yang dilarang oleh suatu aturan hukum dan larangan tersebut disertai dengan ancaman sanksi 34 Ibid., hal.3 Kamus Besar Bahasa Indonesia, Loc.Cit 35 53 pidana bagi pelanggarnya. Definisi singkat dan sederhana ini apabila dikaji lebih lanjut untuk mengetahui seberapa ruang lingkupnya ternyata tidak mudah karena pengertian dan batas-batas kesusilaan itu cukup luas dan dapat berbeda beda menurut pandangan dan nilai nilai yang berlaku di masyarakat tertentu. Delik-delik kesusilaan dalam KUHP terdapat dalam dua bab, yaitu Bab XIV Buku II yang merupakan kejahatan dan Bab VI Buku III yang termasuk jenis pelanggaran. Yang termasuk dalam kelompok kejahatan kesusilaan meliputi perbuatan-perbuatan: 1) yang berhubungan dengan minuman, yang berhubungan dengan kesusilaan di muka umum dan yang berhubungan dengan benda- benda dan sebagainya yang melanggar kesusilaan atau bersifat porno (Pasal 281 – 283); 2) zina dan sebagainya yang berhubungan dengan perbuatan cabul dan hubungan seksual (Pasal 284-296); 3) perdagangan wanita dan anak laki-laki di bawah umur (Pasal 297); 4) yang berhubungan dengan pengobatan untuk menggugurkan kandungan (Pasal 299); 5) mengenai hal-hal yang memabukkan (Pasal 300); 6) menyerahkan anak untuk pengemisan dan sebagainya (Pasal 301); 7) penganiayaan hewan (Pasal 302); 54 8) perjudian (Pasal 303 dan 303). Adapun yang termasuk pelanggaran kesusilaan dalam KUHP meliputi perbuatan-perbuatan sebagai berikut : 1) Mengungkapkan atau mempertunjukkan sesuatu yang bersifat porno (Pasal 532-535); 2) yang berhubungan dengan mabuk dan minuman keras (Pasal 536-539); 3) yang berhubungan dengan perbuatan tidak susila terhadap hewan (Pasal 540, 541 dan 544); 4) meramal nasib atau mimpi (Pasal 545); 5) menjual dan sebagainya jimat-jimat, benda berkekuatan gaib dan memberi ilmu kesaktian (Pasal 546); 6) memakai jimat sebagai saksi dalam persidangan (Pasal547). Ketentuan-ketentuan pidana yang diatur dalam Bab XIV mengenai kejahatan-kejahatan terhadap kesusilaan ini sengaja dibentuk oleh pembentuk undang-undang dengan maksud untuk melindungi orangorang dari tindakan-tindakan asusila dan perilaku-perilaku baik dengan ucapan maupun dengan perbuatan yang menyinggung rasa susila karena bertentangan dengan pandangan orang tentang kepatutan- kepatutan di bidang seksual, baik ditinjau dari segi pandangan masyarakat setempat maupun dari segi kebiasaan masyarakat dalam menjalankan kehidupan seksual. 55 BAB III METODE PENELITIAN 1. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis sosiologis. Yuridis sosiologis yaitu pendekatan yang menekankan pada pencarian-pencarian. Yuridis itu sendiri adalah suatu penelitian yang menekankan pada ilmu hukum, tetapi di samping itu juga sosiologis yaitu berusaha menelaah kaidah-kaidah hukum yang berlaku di masyarakat. Hukum tidak dimaknai sebagai kaidah-kaidah normatif yang eksistensinya berada secara ekslusif di dalam suatu sistem legitimasi yang formal, melainkan sebagai gejala empiris yang teramati di alam pengalaman.36 Keajegan-keajegan (regularities) ataupun keseragamankeseragaman (uniformaties) dalam gejala empiris tersebut, berkonsekuensi pada dapat diamatinya hukum, dan melalui proses induksi, pertalian-pertalian kausalnya dengan gejala-gejala lain nonhukum di dalam masyarakat akan dapat disimpulkan.37 Penelitian ini di dalamnya akan terfokus pada peranan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Seruni dan Lembaga Penelitian Pengembangan Sumberdaya Lingkungan Hidup (LPPSLH) dalam perlindungan perempuan korban tindak pidana kesusilaan di Purwokerto. Dilakukannya penelitian ini bertujuan untuk memperoleh kejelasan 36 Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Cetakan Keenam, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2003, hal.75. 37 Ibid., hal.76. 56 mengenai peranan dalam hal ini berkaitan dengan maksud dan tujuan dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) seperti yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan khususnya seruni dan Lembaga Penelitian Pengembangan Sumberdaya Lingkungan Hidup (LPPSLH) dalam memberikan perlindungan kepada perempuan korban tindak pidana kesusilaan. 2. Spesifikasi Penelitian Spesifikasi penelitian adalah deskriptif yaitu suatu penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin dengan manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya, serta hanya menjelaskan keadaan objek masalahnya tanpa bermaksud mengambil kesimpulan yang berlaku umum.38 Menurut Bambang Sunggono penelitian deskriptif yaitu: penelitian dimana analisis data tidak keluar dari lingkup sample, bersifat deduktif, berdasarkan teori atau konsep yang bersifat umum yang diaplikasikan untuk menjelaskan tentang seperangkat data, atau menunjukkan komparasi atau hubungan seperangkat data dengan seperangkat data yang lain.39 Spesifikasi penelitian secara deskriptif bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang peranan Lembaga Swadaya Masyarakat 38 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UII-Press, Jakarta, 1986, hal.10. 39 Bambang Sunggono, 2003, Op. Cit. hal.38. 57 (LSM) terhadap perlindungan perempuan korban tindak pidana kesusilaan di Purwokerto. Peneliti akan menggambarkan bagaimanakah peranan Lembaga Swadaya Masyarakatt Pengembangan (LSM) Sumberdaya Seruni dan Lingkungan Lembaga (LPPSLH), Penelitian hambatan- hambatan yang ada,serta bagaimana cara mengatasi hambatan-hambatan tersebut dalam kaitannya dengan pemberian perlindungan perempuan korban tindak pidana kesusilaan di Purwokerto. 3. Lokasi Penelitian Penelitian dilakukan di beberapa lokasi, yaitu di Lembaga Swadaya Masyarakat Pengembangan (LSM) Sumberdaya Seruni dan Lingkungan Lembaga Hidup Penelitian (LPPSLH) di Purwokerto. 4. Jenis dan Sumber Data Dalam penelitian ini menggunakan dua sumber data, yaitu : a. Data Primer Data Primer atau data dasar yang diperoleh langsung dari masyarakat, dalam hal ini dari informan penelitian, bisa berupa uraian lisan atau tertulis yang ditujukan oleh informan. Data primer yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah data yang diperoleh dari hasil uraian yang akan diberikan oleh direktur atau ketua, pengurus, 58 anggota Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Seruni dan Lembaga penelitian Pengembangan Sumberdaya Lingkungan Hidup (LPPSLH), dan perempuan yang menjadi korban tindak pidana kesusilaan. b. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh melalui bahan-bahan kepustakaan. Data sekunder yang digunakan dalm penelitian ini yaitu bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Bambang Sunggono membedakan ketiga data tersebut yaitu sebagai berikut: 2) Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang bersifat mengikat, yang terdiri dari perundang-undangan, bahan hukum yang tidak dikodifikasikan, yurisprudensi, traktat, serta bahan hukum dari zaman penjajahan yang hingga kini masih berlaku. Bahan hukum primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah Undang-Undang Dasar 1945, UU No 8 tahun 1986 tentang Pelaksanaan UU No 8 tahun 1985 Tentang Organisasi Kemasyarakatan, Instruksi Menteri Dalam Negeri No 8 tahun 1990 tentang Pembinaan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), UU No 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban, undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 Tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). 59 3) Bahan hukum sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer. Bahan-bahan hukum sekunder terdiri dari pustaka di bidang ilmu hukum, rancangan peraturan perundang-undangan, artikel-artikel ilmiah, baik dari media massa maupun internet. 4) Bahan hukum tersier, yaitu bahan yang memberikan petunjuk atau penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, misalnya Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dan Kamus Hukum. 40 5. Metode Pengambilan Sampel Sampel yang diambil menggunakan puerpostve sampling, karena di Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Seruni dan Lembaga Penelitian Pengembangan Sumberdaya Lingkungan Hidup (LPPSLH) terdapat orang-orang yang menurut penulis dapat memberikan data yang dibutuhkan. Sampel yang dimaksud adalah direktur atau ketua, pengurus atau staf dan anggota Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) seruni dan Lembaga Penelitian Pengembangan Sumberdaya Lingkungan Hidup (LPPSH). . 40 Bambang Sunggono, 2003. Op. Cit., hal.113-114 60 6. Metode Pengumpulan Data a. Data primer diperoleh secara langsung dari lokasi penelitian. Data primer diperoleh dengan menggunakan metode wawancara dan observasi. 1) Wawancara Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu.41 Dalam penelitian ini, teknik wawancara yang dipilih adalah dalam bentuk wawancara terstruktur dan wawancara tak terstruktur. Wawancara terstruktur yaitu menetapkan sendiri masalah dan pertanyaan-pertanyaan yang diajukan. Sedangkan wawancara tak terstruktur adalah wawancara dimana peneliti mengajukan pertanyaan secara lebih bebas dan leluasa, tanpa terikat oleh susunan pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya.42 2) Observasi Observasi berarti peneliti melihat dan mengamati apa yang dilakukan atau dikerjakan oleh obyek penelitian dalam menjalankan perananaya sebagai lembaga masyarakat, dalam hal ini adalah dalam memberikan perlindungan kepada perempuan korban tindak pidana kesusilaan. Tujuan dari observasi ini adalah untuk mendiskripsikan kegiatan yang terjadi, orang yang terlibat 41 Lexy J Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung, Rosda Karya, 2002, hal. 135. 42 S.Nasution.1996. Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif.Yogyakarta. Rekasarasin.Hal.72 61 dalam kegiatan, waktu kegiatan dan makna yang diberikan oleh para pelaku yang diamati tentang suatu peristiwa yang bersangkutan. b. Data sekunder diperoleh dengan cara melakukan studi pustaka dan studi dokumen terhadap dokumen peraturan perundang-undangan, buku-buku literatur dan dokumen-dokumen lainnya yang berkaitan dengan obyek atau materi penelitian. Studi pustaka merupakan cara memperoleh data-data dengan memfokuskan pada data yang ada pada pustaka-pustaka baik terorganisir maupun yang tidak. Studi pustaka dimaksudkan untuk mencari data-data sekunder yang dibutuhkan guna menjelaskan data-data primer. Sedangkan studi dokumentasi untuk memperoleh data yang bersifat dokumen-dokumen resmi baik dari lembaga pemerintah maupun non pemerintah. Studi dokumen bertujuan menerangkan data primer dan juga data sekunder. 7. Metode Penyajian Data Data yang diperoleh akan disajikan dalam bentuk teks naratif, yaitu menguraikan data secara sistematis, logis dan rasional yang diawali dengan bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Tujuan penyajian data ini dilakukan agar memudahkan bagi pembaca secara kronologis memahami isi data yang dapat diungkapkan melalui penafsiran-penafsiran yang digunakan. Data disajikan dalam bentuk uraian-uraian yang disusun secara sistematis, logis, dan rasional. 62 Keseluruhan data yang diperoleh dalam penelitian ini akan dihubungkan satu dengan yang lainnya disesuaikan dengan pokok permasalahan yang diteliti sehingga merupakan suatu kesatuan yang utuh. 53 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Peran Lembaga Swadaya Masyarakat Dalam Perlindungan Perempuan Korban Tindak Pidana Kesusilaan di Purwokerto. Konsep kekuasaan menurut ilmuwan politik yang beraliran pluralis menyatakan bahwa kekuasaan tidak lagi terkonsentrasi pada satu kelompok atau kelas, melainkan menyebar dalam berbagai kelompok kepentingan yang saling berkompetisi untuk mendapatkan kekuasaan. Dalam konsep pluralisme digambarkan bahwa masyarakat bukanlah tersusun dari individu, akan tetapi dibentuk oleh kelompok. Kelompok dianggap sebagai unit dasar dari masyarakat.43 Menurut Bentley dalam Varma kelompok sosial dinyatakan sebagai suatu aktifitas massa dan bukannya suatu kumpulan manusia. Kelompok didefinisikan sebagai suatu porsi manusia tertentu dalam suatu masyarakat yang diambil bukan sebagai suatu massa fisik yang terpisah dari massa manusia lain, tetapi sebagai suatu massa tindakan, yang tidak menutup kemungkinan orang-orang yang berpartisipasi di dalamnya untuk berpartisipasi juga dalam aktifitas-aktifitas kelompok lain. Kelompok menjadi suatu aktifitas dari massa, namun yang menjadi pertanyaan adalah apa yang menggerakkan aktifitas ini.44 Bentley lebih lanjut mengajukan konsep mengenai kepentingan yang merupakan perilaku yang dihadapi, menyangkut suatu tuntutan atau 43 44 Arbi Sanit, Swadaya Politik Masyarakat, CV. rajawali, Jakarta, 1985. Hal. 35. Ibid.Hal. 42. 54 tuntutan-tuntutan yang dibuat oleh satu kelompok atas kelompokkelompok tertentu dalam suatu sistem sosial. Jadi kelompok merupakan suatu aktifitas massa yang diarahkan oleh kepentingan dan sistem sosial, berisikan sejumlah besar kelompok, yang menandai arena bagi aktifitas kelompok. Maka dari itu ide kepemimpinan. oleh Bentley secara integral dihubungkan dengan teori kelompok. Kepentinganlah yang mengorganisasikan kelompok tersebut. Arbi Sanit menyatakan adalah kepentingan yang mendorong terbentuknya jalinan aktifitas individu-individu sehingga terbentuk kelompok. Interaksi suatu kelompok dengan kelompok lainnya dilandaskan pada kepentingan atau berbagai kepentingan yang telah disadari oleh segenap warga kelompok. Kepentingan diartikan sebagai sikap bersama dari warga suatu kelompok mengenai satu atau beberapa tuntutan yang selayaknya dilakukan terhadap kelompok lainnya dalam masyarakat.45 Salah satu bentuk khusus dari kelompok adalah apa yang disebut oleh Arbi Sanit sebagai gerakan masyarakat, yang membedakan antara gerakan masyarakat dengan bentuk-bentuk kelompok kepentingan yang lain adalah pada kecenderungan untuk mengutamakan kepentingan ataupun tujuan yang bersifat materi atau non materi. Gerakan masyarakat lebih meraih tujuan non materi daripada menarik keuntungan materi. Tujuan-tujuan kelompok masyarakat yang lain lebih dinikmati secara 45 Ibid. Hal. 37. 55 langsung oleh anggota kelompok. Sedangkan penikmatan hasil perjuangan gerakan masyarakat terbuka bagi siapapun tanpa perlu mempunyai ikatan aktifitas dengan gerakan masyarakat yang memproses usaha peraihan hasil. Seiring dengan semakin berkembang dan kompleksnya masyarakat, baik gerakan masyarakat maupun kelompok kepentingan yang lain memperlakukan organisasi sebagai salah satu sarana perjuangan untuk mencapai tujuan atau sasaran yang disepakati. Gerakan masyarakat yang terorganisir dikenal sebagai organisasi kemasyarakatan dengan ciricirinya yaitu organisasi diluar organisasi pemerintahan, tidak bermotif keuntungan dalam kegiatannya, lebih melibatkan anggota dalam kegiatannya, keanggotaan yang bersifat massal, melakukan kegiatan politis disamping perjuangan teknis keorganisasian, serta cukup berkepentingan akan ideologi. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) merupakan salah satu bentuk organisasi kemasyarakatan. Lembaga Swadaya Masyarakat lahir karena konsekuensi sistem politik yang dianut oleh bangsa kita, dimana tujuan yang harus dicapainya di dasarkan pada Pancasila dan UUD 1945. Indonesia menganut sistem politik demokrasi pancasila yakni sistem politik yang didasarkan pada nilai-nilai luhur, prinsip, prosedur, dan kelembagaan yang demokratis. Ciri khas dari pemerintahan demokrasi salah satunya adalah perlindungan terhadap HAM yang diantaranya adalah kebebasan 56 untuk berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pendapat baik lisan maupun tulisan sebagaimana yang diamanatkan UUD 1945. Perkembangan bangsa Indonesia yang menganut sistem demokrasi memberikan ruang yang cukup baik bagi perkembangan kemerdekaan berpendapat sebagai bentuk penyaluran aspirasi rakyat. Untuk itu di butuhkan sebuah wadah penyalur aspirasi bagi rakyat dalam sebuah organisasi kemasyarakatan. Dengan adanya Undang-Undang No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Kemasyarakatan, maka pemerintah berupaya untuk meningkatkan peran serta masyarakat dalam mencapai tujuan nasional. Menurut Undang-Undang No. 8 Tahun 1985, Organisai kemasyarakatan adalah : “Organisasi yang dibentuk oleh anggota masyarakat Warga Negara Republik Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kegiatan, profesi, fungsi, agama, dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, untuk berperanserta dalam pembangunan dalam rangka memcapai tujuan nasional dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila. Organisasi Kemasyaraktan hanya memiliki satu asas yaitu Pancasila, dan tujuannya ditetapkan oleh masing-masing Organisasi sesuai dengan sifat kekususannya dalam rangka mencapai tujuan nasional sebagaimana yang diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945”. Pasal 8 Undang-undang No. 8 Tahun 1985 di sebutkan bahwa : Untuk lebih berperan dalam melaksanakan fungsinya, organisasi kemasyarakatan berhimpun dalam satu wadah pembinaan dan pengembangan yang sejenis. Maka dengan adanya sifat kekhususan yang menentukan tujuan dan menajalankan fungsinya, lahirlah lembaga 57 swadaya masyarakat yang merupakan bagian dari organisasi kemasyarakatan. Pembinaan lembaga swadaya masyarakat dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri dengan Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 8 Tahun 1990 Tentang Pembinaan Lembaga Swadaya Masyarakat dan dalam Pedoman Pelaksanaan Pembinaan Lembaga Swadaya Masyarakat. Pedonan Pelaksanaan Pembinaan Lembaga Swadaya Masyarakat menyebutkan bahwa : “Yang dimaksud dengan lembaga swadaya masyarakat dalam instruksi ini adalah organisasi/lembaga yang dibentuk oleh anggota masyarakat Warganegara Republik Indonesia secara sukarela atas kehendak sendiri dan berminat serta bergerak di bidang kegiatan tertentu yang ditetapkan oleh organisasi/lembaga sebagai wujud partisipasi masyarakat dalam upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, yang menitik beratkan kepada pengabdian secara swadaya”. Kedudukan lembaga swadaya masyarakat sama dengan organisasi kemasyarakatan dalam sistem politik Indonesia yaitu dalam infrastruktuk politik. Melalui infrastuktur politik inilah masyarakat menyalurkan aspirasinya, baik dengan tuntutan ataupun dukungan dalam proses pembuatan kebijakan. Dengan demikian, diharapkan keputusan ataupun kebijakan yang dibuat oleh negara sesuai dengan kehendak rakyat. Pedoman Pelaksanaan Pembinaan Lembaga Swadaya Masyarakat juga menyebutkan mengenai sifat dari Lembaga swadaya masyarakat, yaitu : 1 Organisasi tersebut memiliki keleluasaan untuk mengembangkan dirinya dan menentukan pimpinan ataupun pengurusnya. 2 Organisasi bisa berdasarkan minat, hobby, profesi, atau orientasi tujuan yang sama. 58 3 Bermotif nirlaba (nonprofit). Dari sifat yang dimiliki oleh lembaga swadaya masyarakat, dapat dilihat bahwa lembaga swadaya masyarakat memiliki keleluasaan baik dalam bentuk dan dalam macamnya, yang terpenting adalah motif dari lembaga atau organisasi tersebuat adalah nirlaba. Sifat-sifat yang dimiliki oleh lembaga swadaya masyarakat tadi membuat masyarakat mendapatkan kesempatan lebih banyak untuk berorganisasi dan mendirikan lembaga swadaya masyarakat, seperti halnya di Purwokerto banyak berdiri lembaga swadaya masyarakat, dua diantaranya adalah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Seruni dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya dan Lingkungan Hidup (LPPSLH). Seruni adalah lembaga swadaya masyarakat yang masuk dalam jenis dan kategori mitra pemerintah, dimana Seruni sebagai lembaga/organisasi dalam melakukan dan menjalankan kegiatannya mendi mitra pemerintah. Seruni adalah paguyuban peduli buruh migran dan perempuan, berdiri pada tanggal 11 juni 2008. Organisasi ini didirikan atas inisiatif para mantan buruh migran, keluarga buruh migran, dan masyarakat yang peduli terhadap persoalan buruh migran dan perempuan. Alasan seruni dibentuk didasari oleh rasa keprihatinan akan berbagai masalah yang menimpa buruh migran dan keluarganya, serta perempuan. Seruni memiliki visi dan misi dalam berorganisasi agar organisasinya memiliki tujuan yang akan dicapai dan fungsi yang akan 59 dijalankan. Visi Seruni adalah terciptanya perubahan pola pikir masyarakat agar menjadi lebih kritis, mandiri, dan dapat melakukan swabela, sedangkan misinya adalah : 1 Sebagai tempat untuk memupuk solidaritas dan persatuan buruh migran dan perempuan. 2 Ikut berpartisipasi dalam pembantukan kepribadian. Selain Seruni, salah satu lembaga swadaya lainnya adalah LPPSLH (Lembaga Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya dan Lingkungan Hidup. LPPSLH (lembaga penelitian dan pengembangan sumberdaya dan lingkungan hidup) dalah Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang dirintis sejak tahun 1981 oleh sekelompok aktivis mahasiswa dan intelektual di Purwokerto yang prihatin atas kondisi kemiskinan dan ketidakadilan yang dialami oleh sebagian besar masyarakat. Keperhatinan tersebut diaktualisasikan melalui aktifitas pendampingan komunitas miskin, baik di kota maupun di desa. LPPSLH merupakan lembaga swadaya masyarakat yang berjenis Organisasi Mitra Pemerintah, dimana dalam melaksanakan kegiatannya bermitra dengan pemerintah. Sebagai organisasi, LPPSLH juga memiliki visi dan misi. Visinya yaitu menjadi organisasi yang profesional dan mandiri dan mampu mendorong terbangunnya gerakan sosial menuju keadilan dan demokrasi dengan menjunjung tinggi prinsip–prinsip interdependensi. Misi dari LPPSLH yaitu : kesetaraan dan 60 1 Mengefektifkan pengelolaan sumberdaya kelembagaan untuk keberlanjutan aktivitas pemberdayaan masyarakat. 2 Membangun citra dan memperluas jaringan kerja berbasis kemandirian lembaga. 3 Mengembangkan advokasi dan pendidikan kewarganegaraan menuju penguatan organisasi rakyat sebagai motor gerakan sosial. 4 Mengembangkan sistem kelembagaan yang profesional dengan mengembangkan fungsi-fungsi administrasi, SIM dan keuangan yang efektif dan akuntabel. Seruni dan LPPSLH sebaga lembaga swadaya masyarakat memiliki kedudukan yang penting di dalam masyarakat, selain keduanya adalah organisasi yang paling dekat dengan masyarakat, organisi tersebut juga dibuat atau didirikan oleh masyarakat dan juga untuk kepentingan masyarakat. Lembaga swadaya masyarakat menjadi bagian dari masyarakat yang berperan penting dalam tumbuhnya kemandirian atau keswadayaan masyarakat dalam kehidupannya sebaga warganegara yang memiliki hak dan kewajiban. Masyarakat yang dimaksud didalamnya adalah seluruh anggota masyarakat, khususnya masyarakat yang menjadi buruh migran, perempuan, termasuk buruh migran dan perempuan yang menjadi korban tindak pidana kesusilaan. Permasalahan tentang korban yang tak kunjung ada habisnya, baik dari segi sosial, penanganan, dan dari segi perlindungannya, membuat lembaga swadaya masyarakat disini berperan 61 penting dalam memperjuangkan hak-hak korban dalam dalam struktur kewarganegaraan. Kedudukan merupakan posisi tertentu di kemasyarakatan yang mungkin tinggi, sedang atau rendah. Kedudukan tersebut sebenarnya merupakan wadah yang isinya adalah hak-hak dan kewajiban-kewajiban tertentu. Hak-hak atau kewajiban-kewajiban tadi merupakan peranan atau role. Oleh karena itu seseorang yang mempunyai kedudukan tertentu, lazimnya dinamakan pemegang pernanan (role occupant). Suatu hak sebenarnya merupakan wewenang untuk berbuat atau tidak berbuat, sedangkan kewajiban sebenarnya merupakan beban atau tugas. Menurut Soekanto, peran adalah aspek dinamis dari kedudukan (status). Apabila seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka dia menjalankan suatu peran Peran merupakan aspek dinamis kedudukan atau status. Apabila melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peranan.46 Lembaga swadaya masyarakat dalam mencapai tujuan berarti harus menjalankan sebah fungsi, saat fungsi tersebut dijalankan, maka saat itulah perannya dalam masyarakat berjalan dengan baik. Berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri No 8 Tahun 1990 dalam Pedoman 46 Soejono Soekamto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Press, 1982), h. 268 62 Pelaksanaan Tentang Pembinaan Lembaga Swadaya Masyarakat, menyabutkan bahwa fungsi lembaga swadaya masyarakat adalah: 1 Wahana partisipasi masyarakat guna meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat. 2 Wahana partisipasi mayarakat dalam pembangunan. 3 Wahana pengembangan keswadayaan dalam masyarakat. 4 Wahana pembinaan dan pengembangan anggotanya dalam usaha mewujudkan tujuan organisasi/lembaga. Fungsi secara umum yang dimiliki oleh lembaga swadaya masyarakat dalam menjalankan kegiatan yang sesuai dengan visi dan misinya, maka dapat ditarik kesimpulan yang dikaitkan dengan perlindungan hukum perempuan khususnya korban tindak pidana kesusilaan mengenai peranannya dalam masyarakat. Intinya adalah saat Lembaga Swadaya Masyarakat Seruni dan LPPSLH menjalankan kegiatannya, berarti kedua LSM tersebut telah menjalankan perannya. LSM Seruni dan LPPSLH memiliki peranan sama, karena keduanya merupakan lembaga swadaya masyarakat yang berjenis Organisasi Mitra Pemerintah, apabila diukur dan dikaitkan dengan fungsinya untuk masyarakat, khususnya bagi perempuan korban tindak pidana kesusilaan di Purwokerto, parameter yang dapat dijadikan patokan adalah bagaimana peran LSM tersebut dalam : 1 Meningkatkan partisipasi masyarakat khususnya perempuan korban tindak pidana kesusilaan untuk berorganisasi. 2 Meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, khususnya bagi perempuan korban tindak pidana kesusilaan. 63 3 Meningkatkan kemandirian masyarakat, khususnya bagi perempuan tindak pidana kesusilaan. 4 Membina dan mengembangkan anggota dalam usaha mewujudkan tujuan organisasi. 5 Mengupayakan perlindungan hak-hak perempuan korban tindak pidana kesusilaan. 6 Menjadi bagian dan mendorong partisipasi masyarakat khususnya perempuan korban tindak pidana kesusilaan dalam pembangunan. Agar penulis mengetahui peran dari Lembaga Swadaya Masyarakat Seruni dan LPPSLH dalam perlindungan perempuan korban tindak pidana kesusilaan di Purwokerto, penulis telah mewawancarai dengan pertanyaan yang berbeda sesuai dengan indikator atau parameter dalam peranan LSM, seluruhnya ada empat orang yang masing-masing adalah ketua dan sekertaris Seruni dan dua orang menejer program dari LPPSLH. Hasil wawancara disajikan dalam bentuk matrik. Matrik yang pertama mengenai peningkatan partisipasi rakyat, penulis mewawancarai dua orang nara sumber. Narasumber yang pertama berasal dari LSM LPPSLH dan yang kedua dari LSM Seruni, hasil wawancara telah penulis simpulkan berdasarkan pada pertanyaan yang penulis ajukan, dan hasilnya adalah dalam matrik di bawah ini. 64 Matrik 1 : Peranan LSM Seruni dan LPPSLH Meningkatkan partisipasi masyarakat khususnya perempuan korban tindak pidana kesusilaan untuk berorganisasi. No Nama Informan 1 Yuliana Desi P. (Staf program pedesaan LPPSLH) Hasil wawancara “Kami bagian dari civi society atau NGO punya peran penting dalam pengorganisasian khususnya, strategi yang digunakan adalah menjadi bagian dari masyarakat ataupun komunitas,biasa disebut dengan live in...” 2 Lili Purwani “...merangkul (Ketua LSM korban dan Seruni) masyarakat agar mau berorganisasi, atau mengajak masyarakat misalnya bekerjasama dengan pihak lain untuk kerja sama dalam pelatihan...” Sumber data : Hasil wawancara Implikasi Tema Faktor internal Mempengaruhi Faktor internal Mempengaruhi Seperti telah diuraikan di atas bahwa peranan merupakan aspek dinamis dari kedudukan (status). Apabila seseorang telah melaksanakan hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya, maka ia menjalankan suatu peran. Peranan setiap orang mempunyai keanekaragaman yang berasal dari pola-pola pergaulan hidupnya dan hal itu sekaligus berarti bahwa peranan tersebut menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat serta kesempatan-kesempatan apa yang diberikan oleh 65 masyarakat kepadanya, peranannya lebih banyak menunjukan pada fungsi penyesuaian diri dan sebagai suatu proses.47 Lembaga Swadaya Masyarakat Seruni dan LPPSLH dalam menjalankan perannya sebagaimana yang diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan dalam meningkatkan partisipasi masyarakat khususnya bagi perempuan korban tindak pidana kesusuilaan adalah dengan pendekatan secara pribadi. LPPSLH biasa menyebutnya live in dimana seorang staff dari LSM LPPSLH tinggal dan hidup di kominutas (dalam masyarakat termarjinal yang rentan terhadap tindak pidana kesusilaan) selama minimal dua minggu. Upaya live in ini bertujuan agar LSM memiliki kedekatan dan memperoleh informasi, dengan begitu analisis yang diperoleh akan lebih akurat sehingga dalam bertindak tindak gegabah. Seruni juga melakukan pendekatan yang sama yaitu secara personal, hanya berbeda metode yang dilakukan untuk memperoleh kedekatan dengan masyarakat khususnya bagi perempuan yang menjadi korban tindak pidana kesusilaan, tetapi pada intinya sama. Langkah selanjutnya setelah melakukan pendekatan dan mendapat partisipasi dari masyarakat, LSM akan lebih mudah untuk menjalankan kegiatannya. Maka selanjutnya adalah bagaimana LSM Seruni dan LPPSH berguna bagi masyarakat, dalam hal ini adalah dalam peningkatan kesejahteraannya. Oleh karena itu penulis telah mewawancarai tiga narasumber, masing-masing satu orang dari LPPSLH 47 Ibid. Hal. 144. 66 dan dua orang dari Seruni. Hasil wawancara disajikan dalam bentuk matrik di bawah ini. Matrik 2 : Peranan LSM Seruni dan LPPSLH dalam meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, khususnya bagi perempuan korban tindak pidana kesusilaan. No 1 Nama Narasumber Yuliana Desi P. (Staf program pedesaan LPPSLH) Hasil Wawancara “....Satu-satunya cara yang memungkinkan untuk perempuan dalam merubah nasibnya adalah dengan berorganisasi...”. 2 Narsidah ( “...pelatihan Sekertaris ketrampilan, juga LSM Seruni) pelatihanpelatihan peningkatan kapasitas termasuk pengetahuan tentang hakhaknya, terus pelatihanpelatihan berorganisasi”. 3 Lili Purwani ”pelatihan(Ketua LSM pelatihan Seruni) meningkatkan kapasitas, pelatihan komputer, soft skill, membuat kerajinan tangan” Sumber data : Hasil wawancara Implikasi Tema Faktor internal Mempengaruhi Faktor internal Mempengaruhi Faktor internal Mempengaruhi 67 Permasalahan yang banyak terjadi sering menimpa pada perempuan, baik sebagai korban kejahatan, bencana alam, kemiskinan dll, dengan demikian secara langsung maupun tidak langsung kesejahteraan masyarakat akan menurun. Sebagai contoh, saat seorang perempuan menjadi korban secara mental dan fisik keadaan mereka akan memburuk dan akan sulit untuk mencari pekerjaan. Kesejahteraan yang diukur secara ekonomi, maka secara pendapatan akan menurun bahkan tidak ada sama sekali. Dampak tidak langsung bagi kesejahteraan pada masyarakat pada umumnya, para calon tenaga kerja wanita yang notabene adalah pahlawan devisa bagi negara, saat menjadi korban tindak pidana kesusilaan misalnya yang sering terjadi pada saat ditempat pelatihan, membuat mereka batal mencari nafkah demi kesejahteraan untuk diri mereka secara pribadi dan juga secara tidak langsung gagal menghasilkan devisa bagi negara. Untuk itu dibutuhkan upaya peningkatan taraf hidup bagi mereka baik yang menjadi korban ataupun bagi mereka yang tidak menjadi korban. Perlindungan terhadap perempuan khususnya bagi mereka yang menjadi korban tindak pidana kesusilaan, tidak hanya dilakukan pada saat tindak pidana tersebut terjadi, tetapi perlindungan itu diberikan bahkan sebelum dan sesudahnya. Barda Nawawi Arief menyatakan bahwa pengertian perlindungan korban dapat dilihat dari dua makna, yaitu: 68 1. dapat diartikan sebagai “perlindungan hukum untuk tidak menjadi korban tindak pidana”, (berarti perlindungan HAM atau kepentingan hukum seseorang). 2. dapat diartikan sebagai “perlindungan untuk memperoleh jaminan/santunan hukum atas penderitaan/ kerugian orang yang telah menjadi korban tindak pidana”, (jadi identik dengan “penyantunan korban”). Bentuk santunan itu dapat berupa pemulihan nama baik (rehabilitasi), pemulihan keseimbangan batin (antara lain dengan pemaafan), pemberian ganti rugi (restitusi, kompensasi, jaminan/santunan kesejahteraan sosial), dan sebagainya.48 Peran LSM Seruni dan LPPSLH dalam memberikan upaya preventiv atau pencegahan agar perempuan tidak menjadi korban salah satunya adalah dengan berorganisasi, berjuang secara individu akan tersa lebih berat oleh karena itu dengan berorganisasi perempuan akan memiliki kekuatan yeng lebih besar. Selain kekuatan, perempuan juga akan mendapat banyak pelajaran dari berorganisasi, bertukar pendapat, menambah wawasan dan ilmu pengetahuan, menjadi perempuan yang lebih cerdas dan yang terpenting adalah menjadi pahan akan hak-haknya sebagai perempuan. Pengaruh dari memperluas pergaulan, diharapkan perempuanperempuan ini akan lebih membuka banyak kesempatan untuk meningkatkan kesejahteraannya. Sebagai contoh salah satu anggota LSM Seruni, yang membuka sebuah toko kecil sebagai usaha untuk meningkatkan taraf hidup, dengan pergaulan itulah membantu menarik para konsumen untuk datang ke tokonya. Diharapkan dengan berorganisasi maka mereka dapat bertukar pendapat dan berfikir bersama 48 Barda Nawawi Arief, Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Hukum Pidana dalam Penanggulangan Kejahatan, Jakarta: Kencana, 2007, Hal.61. 69 tentang usaha apa yang mungkin dilakukan yang dapat meningkatkan taraf hidup mereka. Kegunaan lainnya selain bertukar pendapat tentang masalah ekonomi, mereka juga dapat saling menginformasikan ilmu pengetahuan yang mereka miliki, termasuk tentang pemahaman mereka tentang hakhaknya sebagai perempuan. Perempuan benar-benar pahan akan hakhaknya, memiliki kemampuan dan kemandirian dalam hidup, memiliki pandangan dan wawasan yang luas, maka perempuan secara swadaya akan mampu mengurangi resikonya untuk menjadi korban, khusunya untuk menjadi korban tindak pidana kesusilaan. Dengan tidak menjadi korban, maka memperkecil resiko menurunnya tau hilangnya kesejahteraan bagi mereka. Perlindungan secara kemandirian yang berasal dari dalam diri perempuan, pengetahuan tentang resiko-resiko yang ada dalam dirinya, maka akan membuat perempuan lebih waspada dan berhati-hati dalam bertindak, sehingga diharapkan angka kejahatan terhadap perempuan akan semakin menurun. Lembaga Swadaya Masyarakat Seruni dan LPPSLH kerap memberikan dukungan terhadap perempuan khususnya yang menjadi korban, untuk terus dapat melanjutkan hidupnya dengan cara memberikan pelatihan-pelatihan, misalnya dengan pelatihan kerajinan tangan, pelatihan/kursus komputer, dan pelatihan-pelatihan lain yang melibatkan perempuan khususnya bagi perempuan yang menjadi korban. 70 Berbicara tentang kesejahteraan, erat kaitannya dengan sebuah kemandirian. Diharapkan saat perempuan memiliki kesejahteraan yang stabil maka mereka akan mandiri, begitupun untuk memperoleh kesejahteraan yang baik dibutuhkan sebuah kemandirian agar perempuan yang menjadi korban ini mampu bertahan dan melanjutkan hidupnya. Oleh karena itu penulis telah mewawancarai dua nara sumber mengenai peran LSM dalam kemandirian. Narasumber masing-masing berasal dari LSM Seruni dan LPPSLH. Hasil wawancara disajikan dalam bentuk matrik di bawah ini. Matrik 3 : Peranan LSM Seruni dan LPPSLH dalam meningkatkan kemandirian masyarakat, khususnya bagi perempuan tindak pidana kesusilaan. No 1 Nama Narasumber Intan permata selni (Staf program perkotaan LPPSLH) Hasil Wawancara ”Bentuk pemberdayaan dalam proses kemandirian ada tahapan-tahapan yang dicapai : 1. proses pendampingan, 2. meningkatkan kapasitas dengan proses pelatihan”. 2 Narsidah ( “...pola yang Sekertaris LSM dilakukan dalam Seruni) menyelesaikan masalah adalah partisipatif, artinya korban turut serta...” Sumber data : Hasil wawancara Implikasi Tema Faktor internal Mempengaruhi Faktor internal Mempengaruhi 71 Kemandirian adalah suatu kondisi dimana seseorang tidak bergantung pada otoritas tertentu,kemandirian jugamencakup kemampuan mengurus diri sendiri dan menyelesaikan masalah sendiri.49 Pengertian LSM secara umum diartikan sebagai sebuah organisasi yang didirikan oleh perorangan ataupun sekelompok orang yang secara sukarela memberikan pelayanan kepada masyarakat umum tanpa bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari kegiatannya. Dalam konsep civil society karakteristik LSM yang bercirikan: mandiri dan tidak menggantungkan diri pada bantuan pemerintah, dipandang dapat memainkan peran yang sangat penting dalam proses memperkuat gerakan demokrasi melalui perannya dalam pemberdayaan civil society yang dilakukan melalui berbagai aktifitas pendampingan, pembelaan dan penyadaran. Bukan hanya kemandirian yang dimiliki oleh LSM Seruni dan LPPSLH, tetapi juga bagaimana kedua LSM tersebut berperan penting dalam membangun kemandirian dalam masyarakat, khusunya lagi disini kemandirian bagi perempuan yang menjadi korban tindak pidana kesusilaan. Proses dalam membantu kemandirian bagi perempuan yang menjadi korban dimulai dengan pendampingan, memberikan konseling, membuat si korban merasa nyaman dan aman. Setelah kondisi korban membaik, baru korban diberikan hak sepenuhnya untuk menentukan 49 Kamus besar bahasa indonesia. 72 langkah selanjutnya, apakah ingin melanjutkan kasusnya secara litigasi atau nonlitigasi. Saat korban memilih untuk melanjutkannya keranah hukum, maka peran LSM disini memberikan petunjuk hal-hal apa saja yang harus dilakukan oleh korban, dan dalam pelaksanaannya korban melakukannya sendiri, keculai memang benar-benar masih butuh pendampingan. Hal ini diharapkan agar korban dapat tetap mandiri dan tidak selalu tergantung pada LSM Seruni maupun LPPSLH, sekali lagi perannya adalah memberikan dorongan. Kasus yang telah ditangani dan diproses di pengadilan, maka peran dari LSM hanya memantau saja, tetapi sebelumnya agar korban mampu menjalani semua prosesnya LSM Seruni dan LPPSH telah terlebih dahulu membekalinya dengan peningkatan kapasitas korban, untuk meningkatkan rasa percaya diri dalam diri korban agar dapat menjalani semua proses dengan baik. Penyelesaian melalui jalur nonlitigasi biasanya ditempuh oleh korban yang tidak ingin kasusnya diketahui orang lain, peran LSM Seruni dan LPPSLH disini akan lebih intens karena proses pendampingan biasanya akan lebih panjang. Saat kasus sudah ditangani instansi lain baik saat dalam jalur litigasi ataupun nonlitigasi maka disini LSM Seruni dan LPPSLH tidak dapat terlibat terlalu jauh, karena dilihat dari segi tatakrama pun tidak sopan dan tidak etis rasanya saat kasus tersebut sudah ditangani oleh instansi yang lebih 73 berwenang LSM ikut nimbrung di dalamnya kecuali memang dibutuhkan.50 Upaya kemandirian lainnya selain dalam pendampingan adalah pelatihan. Pelatihan dilakukan agar masyarakat memiliki kemampuan untuk berdaya sendiri, baik itu dengan ketrampilan yang dimiliki, kualitas personal, dan kepercayaan diri yang memadai. LSM Seruni dan LPPSLH mendorong mereka agar berswadaya melalui program-program kerjanya, misalnya salah satu program kerja dari LSM Seruni yaitu mengadakan Pelatihan untuk meningkatkan kapasitas SDM, program tersebut bertujuan untuk melatih kemandirian masyarakat khususnya perempuan. Peran lain selain memberikan upaya untuk kemandirian, LSM Seruni dan LPPSLH juga mengupayakan perlindungan terhadap hak-hak perempuan. Penulis telah mewawancarai tiga orang narasumber, dua orang dari LPPSLH dan satu orang dari Seruni. Hasil wawancara disajikan dalam bentuk matrik di bawah ini. Matrik 4 : Peranan LSM Seruni dan LPPSLH dalam mengupayakan perlindungan hak-hak perempuan korban tindak pidana kesusilaan. No 1 50 Nama Narasumber Yuliana Desi P. (Staf program pedesaan Hasil wawancara. Hasil Wawancara “Sebagai pendamping atau memberikan konseling...yang Implikasi Faktor internal Tema Mempengaruhi 74 LPPSLH) kami lakukan adalah bagaimana si korban ini bisa mendapatkan haknya yaitu mendapat layanan kesehatan...”. 2 Intan permata “Pendampingan, selni (Staf advokasi, yang program terpenting perkotaan bagaimana korban LPPSLH) pertama-tama memndapatkan pelayanan kesehatan...”. 3 Narsidah ( “Membantu dalam Sekertaris proses LSM Seruni) penyelesaian, edukasi tentang hak-haknya, juga ada pelatihanpelatihan...”. Sumber data : Hasil wawancara Faktor internal Mempengaruhi Faktor internal Mempengaruhi Perlindungan hukum bagi korban khususnya korban tindak pidana kesusilaan misalnya perkosaan merupakan salah satu kebutuhan yang semakin mendesak. Hal ini disebabkan kurangnya pengaturan secara tegas dan jelas tentang perlindungan hukum terhadap korban dalam KUHAP. Sistem peradilan pidana lebih mengedepankan bagaimana penjatuhan sanksi pidana kepada pelaku. Sementara perlindungan hukum terhadap korban dalam pemeriksaan pengadilan kurang diperhatikan. Dua hal yang terkait satu sama lain, yakni subyek kejahatan dan obyek kejahatan. Subyek kejahatan adalah orang yang melakukan suatu perbuatan yang dilarang oleh undang-undang yakni pelaku kejahatan. Obyek kejahatan dapat berupa harta benda, mahluk hidup yang bukan 75 manusia (seperti hewan, tumbuhan dan sebagainya) maupun manusia itu sendiri. Manusia dapat menjadi obyek kejahatan antara lain dalam kasus pembunuhan, penganiayaan, dan perkosaan. Manusia sebagai obyek kejahatan inilah yang dalam sehari-hari disebut sebagai korban (victim). Korban diartikan sebagai mereka yang menderita fisik, mental, sosial sebagai akibat tindakan jahat dari mereka yang mau memenuhi kepentingan diri sendiri atau pihak yang menderita. Misalnya kasus perkosaan, realitas perkosaan biasanya terjadi secara spontan bahkan ada juga memang pemerkosa sudah mempunyai niat dari awal, namun semua tergantung ada tidaknya kesempatan pelaku untuk melakukan perbuatannya. Dari segi pelaku pemerkosa, bisa dilakukan oleh orang asing juga oleh orang yang sudah dikenal oleh korban. Jika tindakantindakan yang berkaitan dengan kebutuhan seks dipenuhi tidak berdasarkan secara kesukarelaan (misal ada unsur pemaksaan dan atau kekerasaan) akan berdampak pada permasalahan/keresahan masyarakat. Tindakan-tindakan seksualitas tersebut dimulai dari tingkat yang paling ringan sampai pada terberat, seperti pemerkosaan, semuanya ini merupakan pelecehan seksual. Contoh tindak pidana kesusilaan lainnya adalah tindakan pelecehan seksual berhubungan dengan pandangan di masyarakat bahwa perempuan adalah obyek seksualitas, bahkan sebagai obyek kekuasaan laki-laki. Pengertian pelecehan seksual adalah pelecehan yang merupakan bentuk pembendaan dari kata kerja melecehkan yang berarti menghinakan, memandang rendah, 76 mengabaikan. Sedangkan seksual memiliki arti hal yang berkenandengan seks atau jenis kelamin, hal yang berkenan dengan perkara persetubuhan antara laki-laki dan perempuan. Tindak pidana tersebut mengakibatkan banyak korban, maka korbannya adalah perempuan. Kebutuhan yang terpenting yang dirasakan bagi perempuan korban tidak pidana kesusilaan adalah sebuah perlindungan. Perlindungan itu ditujukan pada hak-hak mereka sebagai korban, dalam Undang-Undang No. 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban yang termasuk dalam hak-hak korban adalah : a) memperoleh perlindungan atas keamanan pribadi, keluarga, dan harta bendanya, serta bebas dari Ancaman yang berkenaan dengan kesaksian yang akan, sedang, atau telah diberikannya; b) ikut serta dalam proses memilih dan menentukan bentuk perlindungan dan dukungan keamanan; c) memberikan keterangan tanpa tekanan; d) mendapat penerjemah; e) bebas dari pertanyaan yang menjerat; f) mendapatkan informasi mengenai perkembangan kasus; g) mendapatkan informasi mengenai putusan pengadilan; h) mengetahui dalam hal terpidana dibebaskan; i) mendapat identitas baru; j) mendapatkan tempat kediaman baru; k) memperoleh penggantian biaya transportasi sesuai dengan kebutuhan; l) mendapat nasihat hukum; dan/atau m) memperoleh bantuan biaya hidup sementara sampai batas waktu perlindungan berakhir. Pasal berikutnya menjelaskan bahwa ketiga belas hak tersebut diberikan oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban. Namun dalam kenyataannya, di Purwokerto tidak ada LPSK, jadi pada akhirnya korban harus berjuang sendiri akan hak-haknya. Seruni dan LPPSLH dalam 77 posisinya sebagai mitra dari pemerintah, dalam hal ini membantu meringankan tugas pemerintah terutama LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban). Keterbatasan yang dimiliki LPSK yaitu dari jumlah personil dan juga tidak adanya lembaga tersebut disetiap daerah, maka disini LSM Seruni dan LPPSH dapat berperan dan memiliki tanggung jawab moral terhadap para korban, kususnya perempuan korban tindak pidana kesusilaan. LSM Seruni dan LPPSLH disini berperan untuk mendorong dan menjembatani para korban khususnya bagi perempuan yang menjadi korban. Perlindungan hukum korban kejahatan sebagai bagian dari perlindungan masyarakat, dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, seperti melalui pemberian restitusi dan kompensasi, pelayanan medis, dan bantuan hukum.51Maka peran LSM Seruni dan LPPSLH dalam upaya memperjuangkan hak-hak korban diantaranya adalah dalam membantu korban mendapatkan pelayanan medis dan advokasi, karena restitusi adalah kewajiban dari pelaku, dan kompensasi adalah bentuk pertanggungjawaban dari negara/pemerintah. Kasus tindak pidana kesusilaan terutama dalam kasus pemerkosaan, kekerasan seksual terhadap anak dan kasus-kasus lain yang menimbulkan kerusakan baik secara fisik ataupun secara psykis yang pertama dibutuhkan korban adalam layanan kesahatan. LSM Seruni dan LPPSLH disini membantu proses awal tersebut agar korban mendapatkan 51 Dikdik. M. Arief Mansur, Urgensi Perlidungan Korban Kejahatan Antara Norma dan Realita, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2007, Hal 31. 78 haknya dalam mendapatkan layanan kesehatan yang layak. Upaya selanjutnya yang dilakukan adalah pendampingan ataupun advokasi. Dalam setiap upaya pendampingan, LSM baik Seruni atau pun LPPPSLH bekerjasama dengan pihak terkait lainnya. Dalam upayanya memberikan layanyan kesehatan, misalnya bekerjasama dengan rumah sakit, dalam upaya advokasi misalnya dengan instansi pemerintan dinas, advokat atau kepolisian.52 Upaya-upaya yang dilakukan oleh LSM Seruni dan LPPSLH membutuhkan anggota atau staf yang memiliki kepedulian tinggi terhadap perempuan dan juga kemampuan. Kemampuan untuk bergerak dalam melaksanakan kegiatan-kegiatannya, kemampuan tersebut tidaklah ada secara lengsung begitu saja, tetapi diperoleh dari pembinaan yang dilakukan oleh LSM Seruni dan LPPSLH terhadap para staf atau anggotanya. Maka untuk mngetahui peran kedua LSM tersebut dalam pembinaan anggotanya, penulis telah mewawancarai dua orang nara sumber masing-masing dari LSM Seruni dan LPPSLH. Hasil wawancara disajikan dalam bentuk matrik di bawah ini. Matrik 5 : Peranan LSM Seruni dan LPPSLH dalam membina dan mengembangkan anggota dalam usaha mewujudkan tujuan organisasi. No 1 52 Nama Narasumber Intan permata selni (Staf hasil wawancara. Hasil Wawancara Implikasi “Pembinaan untuk Faktor anggota dalam internal Tema Mempengaruhi 79 program perkotaan LPPSLH) menyamakan persepsi,capasity building,juga ada pelatihan team untuk mengorganisasi komunitas...”. 2 Lili Purwani “Mengajak (Ketua LSM berorganisasi, Seruni) diikutkan pelatihan baik yang diadakan oleh seruni atau pun di luar seruni, dilatih ketrampilan untuk membangun kepercayaan diri...”. Sumber data : Hasil wawancara Faktor internal Mempengaruhi Pembinaan untuk para anggota LSM menjadi hal yang penting, karena untuk terjun kedalam masyarakat harus memiliki kesamaan persepsi, pengetahuan yang cukup dan keahlian untuk bersosialisasi. Anggota LSM Seruni dan LPPSLH selain harus memiliki rasa simpati atau kepedulian terhadap masyarakat juga harus dapat terjun langsung kedalam masyarakat, untuk itu perlu adanya pembinaan terlebih dahulu di dalam organisasi agar anggota benar-benar memiliki bekal yang cukup untuk menjadi bermanfaat bagi dirinya sendiri dan juga bagi masyarakat. Pembinaan ini dilakukan oleh intern organisasi, LSM Seruni dan LPPSLH melakukan pembinaan secara berkala, misalnya tiga atau dua bulan sekali, bentuk pembinaan tersebut berupa pelatihan baik di dalam organisasi ataupun di luar organisasi. Pelatihan yang dilakukan oleh LSM 80 berupa pelatihan capacity building, dengan pelatihan tersebut diharapkan para staf atau anggota memiliki kemampuan, ketrampilan dan juga kepercayaan diri. Dengan adanya pembinaan di dalam organisasi maka kemandirian yang dimiliki anggotanya, akan disampaikan atau “ditularkan” juga kepada masyarakat, khususnya bagi perempuan korban tindak pidana kesusilaan. Pembinaan di dalam organisasi juga bertujuan untuk menentukan langkah-langkah apa saja yang akan dilakukan untuk melaksanakan suatu program atau kegiatan. Dengan adanya pembinaan maka secara personal para anggota memiliki kemampuan untuk mengupayakan dan mendorong agar masyarakat khususnya perempuan mendapatkan hak-haknya. Matrik berikutnya menjelaskan tentang peran LSM dalam pembangungan. Dimana dalam upaya-upaya tatu kegiatan-kegiatan LSM Seruni dan LPPSLH selama ini telah mendorong pembangunan nasional. Penulis telah mewawancarai dua orang narasumber, dan hasilnya ada dalam matrik di bawah ini. Matrik 6 : Peranan LSM Seruni dan LPPSLH dalam menjadi bagian dan mendorong partisipasi masyarakat khususnya perempuan korban tindak pidana kesusilaan dalam pembangunan. No 1 Nama Narasumber Lili Purwani (Ketua LSM Seruni) Hasil Wawancara “Dengan menjadi mitra pemerintah berarti LSM khususnya Seruni sudahmembantu Implikasi Faktor internal Tema Mempengaruhi 81 program pemerintah,baik dalam masalah buruh migran juga dalam perlindungan perempuan....”. 2 Narsidah ( “Seruni sebagai Sekertaris wadah partisipasi LSM Seruni) masyarakat khususnya buruh migran dan perempuan,otomatis dapat menyuarakan keinginannya dalam kebijakan yang dibuat pemerintah“. Sumber data : Hasil wawancara Dialog Nasional Kemitraan Faktor internal Mempengaruhi Penyelenggaraan Pembangunan Sumber Daya Manusia Antara Pemerintah dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Disepakati bersama bahwa penyelenggaraan pembangunan dilakukan bukan saja oleh Pemerintah, tetapi juga oleh masyarakat dan dunia usaha sesuai fungsi, peran, dan tanggung jawabnya masing-masing secara sinergis melalui kemitraan dalam koridor yang telah ditetapkan oleh peraturan perundangan.53 Untuk itu, berbagai dukungan unsur penyelenggara pembangunan yang meliputi sumber daya manusia, biaya, mekanisme, dan instrumen peraturan perundangan serta sarana dan prasarana perlu didayagunakan dengan prinsip-prinsip efektivitas dan efisiensi sehingga tercapai hasil, dan manfaat yang maksimal serta dampak yang konstruktif. 53 www.bappenas.go.id. Dialog Pemerintah dan LSM. Diakses pada tanggal 18 juli 2012. 82 Untuk memperkokoh peran-serta masyarakat dalam pembangunan nasional, perlunya menemukan kembali fungsi dan peran Pemerintah, masyarakat, dan swasta penting dilakukan. Peraturan perundangan menyediakan koridor-koridor yang perlu dikenali sehingga usaha-usaha yang dilakukan Pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam pembangunan, khususnya sumber daya manusia, saling mengisi dan memperkokoh pencapaian tujuan pembangunan. Sejalan dengan tuntutan perubahan dan transparansi dalam penyelenggaraan pembangunan, sangat penting bagi masing-masing pihak menjalankan peran dan fungsinya dalam koridor yang berlaku. Perhatian dan peran lembaga swadaya masyarakat khususnya dalam pembangunan sumber daya manusia sangat besar dan berarti. Peran LSM ,khususnya disini adalah LSM Seruni dan LPPSLH mencakup berbagai segi tidak hanya sebagai pressure-groups, tetapi juga mencakup pendampingan, pelaksana, pemantau, advokasi, serta pengawas (watchdog) dalam menyusun kebijakan. B. Faktor-faktor Penghambat Peran Lembaga Swadaya Masyarakat Dalam Perlindungan Perempuan Korban Tindak Pidana Kesusilaan Dalam menjalankan perannya memberikan perlindungan terhadap perempuan korban tindak pidana kesusilaan , LSM Seruni dan LPPSLH tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya. Menurut Suryono Soekanto faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pelaksanaan perlindungan atau penegakan hukum tersebut adalah : 83 1. 2. Faktor hukumya sendiri, yaitu undang-undang. Faktor penegak hukum, yaitu pihak-pihak yang membentuk maupun menerapkan hukum. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum. Faktor masyarakat, yakni lingkungan di mana hukum tersebut berlaku atau diterapkan. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta, dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.54 3. 4. 5. Agar mengetahui faktor-faktor penghambat peranan LSM Seruni dan LPPSLH Purwokerto Banyumas dalam perlindungan perempuan korban tindak pidana kesusilaan, penulis telah mewawancarai dua informan dari LSM Seruni dan dua informan dari LPPSLH Perwokerto, ada faktor lain di luar dari 5 faktor di atas yaitu korban, hasil wawancara disajikan dalam bentuk matrik di bawah ini : Matrik 7 : Faktor Penghambat Peran LSM dalam perlindungan perempuan tindak pidana kesusilaan di Purwokerto dari segi undang-undang No 1 2 Nama Narasumber Yuliana Desi P. (Staf program pedesaan LPPSLH) Narsidah ( 54 Hal : 8 Hasil Wawancara Implikasi “Semua undang- Faktor undang itu baik, eksternal bagus, tapi informasinya bagaimana?,mun gkin orang-orang yang menempuh pendidikan formal aja yang ngerti, dan tidak semua orang itu juga memiliki kemampuan mendengar yang baik...”. “Undang-undang Faktor Tema Mempengaruhi Mempengaruhi Soejono Soekanto, Faktor-faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. 84 Sekertaris Seruni) masih sangat eksternal kurang ya..selama ini hanya dibuat untuk orangorang yang berkepentingan... ”. 3 Lili Purwani “Undang-undang Faktor (Ketua sudah cukup baik, eksternal Seruni) sudah banyak mengatur tentang perlindungan perempuan, juga tentang tindak pidana kesusilaan di atur jelas, tinggal penerapannya saja..kalau Undang-undang Ormas mungkin perlu perbaharuan”. Sumber : Data primer yang diolah Mempengaruhi Keterangan yang telah diberikan informan dalam wawancara sebagaimana tertulis dalam matrik di atas, maka dapat diketahui bahwa undang-undang, dalam hal ini undang-undang tentang Ormas dan KUHP ynag mengatur tentang delik kesusilaan tidak memiliki pengaruh yang negatif dalam upaya penegakan hukum terhadap tindak pidana Kesusilaan di Purwokerto karena dalam undang-undang tersebut sudah secara jelas mengatur tentang tindak pidana kesusilaam serta pelaksanaan penegakan hukum oleh aparat penegak hukum, yaitu polisi, jaksa dan hakim. Sedangkan untuk Undang-Undang Ormas sendiri memang dirasa masih membutuhkan penyempurnaan mengikuti perkembangan ormas yang semakin hari semakin bertambah, baik secara jumlah, jenis dan 85 permasalahannya yang dihadapi juga yang ditimbulkannya. Kendala yang ada dari faktor undang-undang yaitu mengenai penyesuian serta pemahaman dari aparat penegak hukum di wilayah Purwokerto terhadap KUHP khususnya mengenai delik kesusilaan yang masih kurang sehingga menimbulkan kendala-kendala di lapangan. Teori ilmu hukum menjelaskan bahwa dapat dibedakan antara tiga hal mengenai berlakunya hukum sebagai kaidah, yaitu: a. b. c. Kaidah hukum berlaku secara yuridis, apabila penentuannya didasarkan pada kaidah yang lebih tinggi tingkatannya atau terbentuk atas dasar yang telah ditetapkan. Kaidah hukum berlaku secara sosiologis, apabila kaidah tersebut efektif, artinya dapat dipaksakan berlakunya oleh penguasa walaupun tidak diterima oleh warga masyarakat (teori kekuasaan), atau kaidah itu berlaku karena adanya pengakuan dari masyarakat. Kaidah hukum berlaku secara filosofis, yaitu sesuai dengan cita hukum sebagai nilai positif yang tertinggi. 55 Kaidah hukum yang berlaku secara yuridis pada pokoknya bertujuan untuk menjamin ketertiban hukum, kepastian hukum dan perlindungan hukum. Dari tujuan tersebut berimplikasi pada kekuatan berlakunya hukum, yaitu: a. kekuatan hukum sah; b. kekuatan hukum berlaku; dan c. kekuatan hukum mengikat. Suatu kaidah hukum memiliki kekuatan hukum sah apabila kaidah hukum tersebut dibuat oleh lembaga yang berwenang, dalam hal ini adalah presiden dan DPR (legilatif). Undang-undang yang memiliki 55 Zainudin Ali, Filsafat Hukum, Cetakan Kedua, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal. 94. 86 kekuatan hukum berlaku adalah undang yang sesuai dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan di atasnya. Kekuatan hukum mengikat terhadap suatu undang-undang ada sejak adanya promulgasi (pengundagan) terhadap undang-undang tersebut, dan pada azasnya undang-undang berlaku dan mengikat selama belum ada undang-undang atau peraturan lain yang mengaturnya. Faktor berikutnya yang menjadi penghambat adalah dari segi penegak hukumnya. Oleh karena itu penulis telah mewawancarai tiga orang narasumber, masing-masing dua orang dari LSM LPPSLH dan satu orang dari LSM Seruni utnuk mengetahui hambatan apa yang dialami LSM bila dikaitkan dengan penegak hukum dalam memberikan perlindungan terhadap korban. Hasil wawancara disajikan dalam bentuk matrik di bawah ini. Matrik 8 : Faktor Penghambat Peran LSM dalam perlindungan perempuan tindak pidana kesusilaan di Purwokerto dari segi penegak hukum No Nama Hasil Implikasi Tema Narasumber Wawancara 1 Yuliana Desi “...penegak Faktor Mempengaruhi P. (Staf hukum tidak eksternal program paham terhadap pedesaan kasus dan LPPSLH) dampak yang ditimbulkannya” . 2 Intan Permata “ Kalau dari Faktor Mempengaruhi Selni ( Staf segi penegak eksternal program hukum, mereka perkotaan kan hanya LPPSLH) berpatokan pada pasal pasal dan pasal, 87 sulit untuk dibelokan, dalam arti untuk memenuhi rasa keadilan bagi korban”. 3 Narsidah ( “....hukumnya Faktor Sekertaris tidak ditegakkan eksternal Seruni) dengan baik, kadang yang melapor malah jadi tersangka “. Sumber : Data primer yang diolah Mempengaruhi Penegakan hukum dalam upaya pencegahan dan penanggulangan tindak pidana yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, dalam hal ini polisi, jaksa dan hakim didasarkan atas tugas dan kewenangannya. Namun demikian ketentuan mengenai tugas dan kewenangan tersebut tidak seluruhnya dirumuskan secara eksplisit dalam peraturan perundangundangan yang terkait dengan instansi masing-masing. Ketentuan mengenai tugas penegakan hukum hanya dirumuskan secara eksplisit dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia sedangkan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia mengatur secara implisit. Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia berbunyi sebagai berikut: “Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah: a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; b. menegakkan hukum; dan 88 c. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada mas yarakat.” Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang Kejaksaan Republik Indonesia yang pada pokonya berbunyi sebagai berikut: “Sumpah atau janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbunyi sebagai berikut : “Saya bersumpah/berjanji: bahwa saya akan setia kepada dan mempertahankan negara kesatuan Republik Indonesia, serta mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, serta melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku bagi negara Republik Indonesia. bahwa saya senantiasa menjunjung tinggi dan akan menegakkan hukum, kebenaran dan keadilan, serta senantiasa menjalankan tugas dan wewenang dalam jabatan saya ini dengan sungguh-sungguh, seksama, obyektif, jujur, berani, professional, adil, tidak membedabedakan jabatan, suku, agama, ras, jender, dan golongan tertentu dan akan melaksanakan kewajiban saya dengan sebaik-baiknya, serta bertanggung jawab sepenuhnya kepada Tuhan Yang Maha Esa, masyarakat, bangsa, dan negara. bahwa saya senantiasa akan menolak atau tidak menerima atau tidak mau dipengaruhi oleh campur tangan siapa pun juga dan saya akan tetap teguh melaksanakan tugas dan wewenang saya yang diamanatkan undang-undang kepada saya. bahwa saya dengan sungguh-sungguh, untuk melaksanakan tugas ini, langsung atau tidak langsung, dengan menggunakan nama atau cara apapun juga, tidak memberikan atau menjanjikan sesuatu apapun kepada siapapun juga. bahwa saya untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam tugas ini, tidak sekali-kali akan menerima langsung atau tidak langsung dari siapa pun juga suatu janji atau pemberian” Pasal 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman: “Kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan berdasarkan Pancasila, demi terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.” 89 Seseorang yang mempunyai kedudukan tertentu, lazimnya dinamakan pemegang peranan. Suatu hak sebenarnya merupakan wewenang untuk berbuat atau tidak berbuat, sedangkan kewajiban adalah beban atau tugas. Setiap penegak hukum secara sosiologis mempunyai kedudukan dan peranan sebagai penegak hukum. Kedudukan merupakan posisi tertentu di dalam struktur kemasyarakatan, yang mungkin tinggi, rendah. Kedudukan tersebut sebenarnya mempunyai wadah, yang isinya adalah hak-hak dan kewajiban-kewajiaban tertentu. Hak-hak dan kewajiban-kewajiban tadi merupakan peranan. Suatu peranan tertentu, dapat dijabarkan ke dalam unsur-unsur sebagai berikut : 1. Peranan yang ideal 2. Peranan yang seharusnya 3. Peranan yang dianggap oleh diri sendiri 4. Peranan yang sebenarnya dilakukan56 Seorang penegak hukum sebagaimana halnya dengan warga masyarakat lain juga mempunyai kedudukan dan peranan. Sebagai seorang penegak hukum merupakan pusat perhatian yang sudah pasti diarahkan pada peranannya. Matrik diatas dapat dilihat adanya peran yang kurang maksimal dari penegak hukum. Penegakan hukum yang selama ini dilakukan baik oleh polisi,jaksa ataupun hakim dirasa masih kurang memenuhi rasa keadilan 56 Ibid. Hal 12 khususnya dari diri korban, sehingga menimbulkan 90 ketidakmaksimalan dalam segi penegakan hukumnya. LSM Seruni dan LPPSLH disini memang bukanlah lembaga penegak hukum,tetapi sebagai mitra pemerintah kedua LSM ini berusaka memaksimalkan rasa keadilan khususnya bagi korban. Lembaga swadaya masyarakat memang memiliki cara atau pendekatan yang berbeda dengan penegak hukum misalnya pihak kepolisian pada saat dihadapkan pada suatu kasus. LSM lebih mengedepankan pendekatan secara personal atau individual sedangkan penegak hukum pasti melakukannya dengan pendekatan secara hukum, sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Seandainya kedua pihak yaitu LSM dan penegak hukum dapat lebih bersinergi, hambatan-hambatan ataupun ketidak sejalanan dalam menyelesaikan permasalahan dapat dihindarkan. Halangan-halangan yang mungkin dijumpai pada penerapan peranan yang seharusnya dari golongan panutan atau penegak hukum, mungkin berasal dari dirinya sendiri atau dari lingkungan. Halanganhalangan yang memerlukan penanggulangan tersebut, adalah : 1. Keterbatasan kemampuan untuk menempatkan diri dalam peranan pihak lain dengan siapa dia berinteraksi. 2. Tingkat aspirasi yang relatif belum tinggi. 3. Kegairahan yang sangat terbatas untuk memikirkan masa depan, sehingga sulit sekali untuk membuat suatu proyeksi. 91 4. Belum adanya kemampuan untuk menunda pemuasan suatu kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan material. 5. Kurangnya daya inofatif yang sebenarnya merupakan pasangan konservatisme. Permasalahan dilapangan yang biasa terjadi adalah saat LSM dan pihak penegak hukum ada pertentangan,di satu sisi LSM bersemangat berjuang memperjuangkan hak perempuan,tetapi disisi lain yaitu penegak hukum justru terlihat tidak tegas dan mempermudah saat terjadi pencabutan pengaduan mengenai tindak pidana kesusilaan, tanpa mempertimbangkan dampak setelahnya atau kemungkinan adanya tekanan kepada pihak korban untuk mencabut tuntutan.57 Faktor berikutnya adalah tentang sarana prasarana ataupun fasilitas yang di butuhkan LSM dalam melakukan kegiatannya. Untuk itu penulis telah mewawancarai dua orang nara sumber. Hasil wawancara disajikan dalam bentuk metrik di bawah ini. Matrik 9 : Faktor Penghambat Peran perempuan tindak pidana dari segi Sarana Prasarana No Nama Hasil Wawancara Narasumber 1 Narsidah “Secara materi (Sekertaris atau dana dalam Seruni) melakukan kegiatan kan memang tidak ada suporting dari pemerintah, hanya 57 Hasil wawancara. LSM dalam perlindungan kesusilaan di Purwokerto Implikasi Faktor internal Tema Mempengaruhi 92 memanfaatkan dari sisa program, dari lembaga donorpun sulit mengeluarkan dana kalau untuk kasus...”. 2 Lili Purwani “masih terbatas Faktor (Ketua Seruni) sekali, baik internal secara dana ataupun fasilitas, juga SDM kita kan masih sedikit, tempat juga seadanya..”. Sumber : Data primer yang diolah Mempengaruhi Secara sederhana, fasilitas dapat dirumuskan sebagai sarana untuk mencapai tujuan.58 Dalam menjalankan suatu peraturan, membutuhkan berbagai fasilitas-fasilitas, sebagaimana yang dipersyaratkan oleh peraturan itu sendiri. Fasilitas yang dimaksud berupa segala bentuk sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh penegak hukum atau oleh seluruh masyarakat. Tanpa adanya sarana atau fasilitas tertentu, maka tidak mungkin penegakan hukum dalam hal ini perlindungan sebagai upaya membantu penegakan hukum, akan berlangsung dengan lancar. Sarana atau fasilitas tersebut antara lain mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup, gedung kantor, dan seterusnya.59 58 Soerjono Soekanto dan Mustafa Abdullah, Sosiologi Hukum dalam Masyarakat, Cetakan Ketiga, Rajawali Pers, Jakarta, 1987, hal.17. 59 Op.cit. Hal 34. 93 Matrik di atas menjelaskan bahwa fasilitas atau sarana yang masih menjadi faktor penghambat ataupun persoalan adalah mengenai keungan, SDM, dan gedung atau tempat untuk berorganisasi. Seperti yang diatur dalam Undang-undang No. 8 Tahun 1985 Tentang Ormas, diebutkan bahwa sumber keuangan dapat di peroleh dari : a. Iuran anggota; b. sumbangan tidak mengikat: c. usaha lain yang sah; Pelaksanaannya pendanaan LSM bisa berasal dari beberapa sumber, yaitu sumbangan masyarakat (filantropi), APBD/APBN, lembaga donor lokal (seperti Yayasan Tifa), lembaga donor internasional (seperti Ford Foundation, dll), lembaga pembangunan internasional (seperti agen-agen PBB, ADB, World Bank, DFID, dll), pemerintah luar negeri (seperti USAID, NORAD, GTZ, AUSAID, dll), LSM/NGO internasional melalui kerjasama program/proyek (seperti Green Peace, Care, Save the Children, OXFAM, dll), atau melalui sayap usaha/ekonomi LSM itu sendiri (namun bagi LSM yang baru berdiri jarang yang memiliki unit fundrising ini). Lembaga-lembaga swadaya masyarakat memiliki prinsip tersendiri dalam memilih sumber dana ini. Ada yang sangat menolak namun ada juga yang bisa menerima. Ada yang anti dengan World Bank atau lembaga sejenis dengan alasan penyebab ketimpangan pembangunan global karena hutang yang dipinjamkannya, tapi ada juga yang menerima 94 jika dana yang akan digunakan adalah dana hibah. Ada yang menolak dana dari APBN/APBD karena khawatir independensi dalam mengkritik pemerintah menjadi terpengaruh, namun ada juga yang menerima karena menganggap APBD/APBN adalah uang rakyat sehingga sah-sah saja digunakan untuk pembangunan masyarakat oleh LSM. Semua pilihan tersebut tidak disebutkan secara implicit di dalam undang-undang, tetapi secara eksplisit dalam undang-undang memberikan kebebasan kepada LSM terutama mengenai dana keuangan LSM. LSM Seruni dan LPPSLH termasuk kedalam LSM yang menggunakan sumber dana di luar APBD, kerena LSM memang bukan organisasi profit dan akan lebih independent. Dari seluruh sembersumber keuangan tersebut nantinya uang tersebut untuk biaya pelaksanaan progam-program kerja dan untuk pemenuhan fasilitas yang ada. Meskipun keterbatasan ataupun kekurangan masih saja dirasakan oleh LSM Seruni ataupun LPPSLH, tetap tidak menjadi alasan untuk menghentikan program ataupun kegiatan, sebisa mungkin permaslahan sarana atau fasilitas tidak terlalu mengganggu kegiatan.60 Faktor selanjutnya yang berasal dari luar LSM atau faktor eksternal yang ikut mempengaruhi terhambatnya kegiatan LSM adalah masyarakat. Untuk mengetahui bagaimana keterlibatan masyarakat yang dapat menjadi penghambat dalam kegiatan LSM memberikan upaya perlindungan, penulis telah mewawancarai dua orang narasumber dari 60 Hasil wawancara 95 LSM Seruni dan LPPSLH. Hasil wawancara disajikan dalam bentuk matrik di bawah ini. Matrik 10 : Faktor Penghambat Peran LSM dalam perlindungan perempuan tindak pidana kesusilaan di Purwokerto dari segi Masyarakat No Nama Narasumber Lili Purwani ( Ketua Seruni) Hasil Wawancara 1 “Kalau ke Seruni dulu masih meremehkan,tap i setelah tau mereka menjadi lebih respek,lebih peduli dan menghargai keberadaan dan kegiatan kita...”. 2 Yuliana Desi P. “Masyarakat (Staf program bodoh,atau pedesaan dibodohkan, LPPSLH) karena tidak paham tentang hak-haknya sebagai warga negara,tidak mendapat informasi dan pengetahuan yang cukup...”. Sumber : Data primer yang diolah Implikasi Tema faktor eksternal Mempengaruhi faktor eksternal Mempengaruhi Seiring dengan semakin berkembang dan kompleksnya masyarakat, baik gerakan masyarakat maupun kelompok kepentingan yang lain memperlakukan organisasi sebagai salah satu sarana perjuangan untuk mencapai tujuan atau sasaran yang disepakati. Gerakan masyarakat yang 96 terorganisir dikenal sebagai organisasi kemasyarakatan dengan ciricirinya yaitu organisasi diluar organisasi pemerintahan, tidak bermotif keuntungan dalam kegiatannya, lebih melibatkan anggota dalam kegiatannya, keanggotaan yang bersifat massal, melakukan kegiatan politis disamping perjuangan teknis keorganisasian, serta cukup berkepentingan akan ideologi. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) merupakan salah satu bentuk organisasi kemasyarakatan. Maka disini masyarakat menjadi faktor ataupun indikator yang penting terhadap keberlangsungan LSM Seruni dan LPPSLH. Dari matrik di atas dapat dilihat bahwa dukungan masyarakat menjadi bagian yang penting, oleh karena itu LSM harus memperkenalkan kegiatankegiatan LSM kepada masyarakat agar masyarakat mengenal lebih jauh tentang LSM dan memberikan dukungan, dengan demikian maka partisipasi dari masyarakat akan diperoleh lebih maksimal. Sedikitnya dukungan dan partisipasi dari masyarakat maka akan sangat menghambat kegiatan LSM, terlebih dalam kasus tindak pidana kesusilaan, bagaimana perlakuan masyarakat terhadap korban menjadi hal yang sangat dipertimbangkan oleh LSM untuk menentukan tindakan ataupun langkah-langkah dalam membantu memberikan perlindungan. Tindak pidana kesusilaan dapat menimpa siapa saja, dari mulai perempuan yang masih dibawah umur sampai dengan perempuan yang sudah lanjut usia, maka pemahaman agar setiap perempuan lebih 97 waspada dan juga dapat terhindar dari tindak pidana kesusilaan harus disampaikan. Berbicara mengenai masyarakat, maka tidak akan terlepas dari budaya yang terjadi dalam masyarakat itu sendiri. Maka penulis telah mewawancarai dua narasumber berkaitan dengan faktor penghambat dilihat dari sisi budaya yang berkembang di dalam masyarakat, hasil wawancara disajikan dalam matrik dibawah ini. Matrik 11 : Faktor Penghambat Peran LSM dalam perlindungan perempuan tindak pidana kesusilaan di Purwokerto dari segi budaya No 1 2 Nama Narasumber Yuliana Desi P. (Staf program pedesaan LPPSLH) Lili Purwani ( Ketua Seruni) Hasil Wawancara Implikasi Tema “Perempuan dan anak memang sudah di designe menjadi korban, secara kultur diabadikan,secara struktur dikondisikan, secara sistem disengajakan. secara budaya, ada perempuam mau maju sedikit saja sudah dijagal seawal mungkin dengan mendapat stigma negatif...”. “Tidak dipungkiri budaya patriakal yang masih sangat kental mempermudah perempuan menjadi korban, faktor eksternal Mempengaruhi faktor eksternal Mempengaruhi 98 selain itu juga perempuan berorganisasi dianggap masih tabu dan dikhawatirkan mengganggu keluarga..”. Sumber : Data primer yang diolah Matrik di atas menjelaskah bahwa faktor budaya menjadi penghambat peran LSM dalam memberikan perlindungan terhadap perempuan, budaya ataupun tradisi lampau tentang kedudukan perempuan dalam masyarakat, selain itu faktor budaya juga yang membuat perempuan tidak mendapatkan hak-haknya. Budaya dalam masyarakat dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah berasal dari adat istiadat. Adat masyarakat indonesia yang memandang bahwa status atau kedudukan perempuan sebagai subordinat masih dapat dirasakan sampai saat ini. Perjuangan tentang kesetaraan jender masih terus digiatkan, hal ini membuktikan bahwa faktor budaya sangat berpengaruh terhadap pandangan masyarakat dan juga terhadap perilakunya. Budaya juga yang membuat kaum perempuan memiliki peran ganda yang jauh lebih banyak dibandingkan laki-laki. Masalah mempersatukan keluarga dengan pekerjaan bagi perempuan jauh lebih rumit dibandingkan dengan laki-laki, karena perempuan secara tradisional selalu diasumsikan untuk selalu berada dekat dengan anakanaknya sepanjang hari, sekaligus mengerjakan pekerjaan rumah tangga. 99 Maka tenaga sudah benar-benar terkuras, jangankan untuk berfikir tenatang hak-haknya sebagai manusia ataupun sebagai warganegara, peran ganda ini sudah cukup menghabiskan tenanga waktu dan pikirannya. Berhubungan dengan stigma negatif yang diberikan masyarakat sendiri terhadap perempuan, sampai dengan saat ini masih sangat menjadi masalah yang biasa terjadi, misalnya perempuan kerja dimalam hari maka akan dianggap tidak baik, atau perempuan yang pulang larut malam dianggap sebagai wanita nakal, dll. Perempuan secara kultur diabadikan menjadi korban maksudnya budaya sendiri yang membuat ataupun memposisikan perempuan tidak mendapatkan haknya berlangsung terus menerus dan sulit untuk dimengubah pandangan masyarakat sebagai budaya. Secara struktut dan sistem dalam masyarakat pun demikian bahkan dalam pemerintahan, misalnya dalam lapangan pekerjaan perempuan sering memperoleh posisi yang lebih rendah dari rekannya laki-laki. Demikian juga sering terjadi imbalan yang berbeda untuk jenis pekerjaan yang sama. Dari segi teknologi, gender tertentu seringkali mengalami lebih banyak dampak negatif dari pada dampak positifnya.61 Dapat dipahami alasan tuntutan perbaikan dalam pemahaman dan penerapan sistem nilai, struktur sosial dan budaya masyarakat yang berlangsung dengan perempuan, sebagai akibat terjadinya interpretasi 61 Hasil wawancara. 100 yang salah terhadap kedudukan perempuan dalam struktur sosial dan budaya masyarakat selama ini. Pada sistem nilai dalam struktur sosial dan budaya masyarakat sebelum adanya perubahan sebagai akibat interpretasi yang salah, telah menimbulkan ketimpangan kedudukan peran antara laki-laki dan perempuan, di mana kedudukan perempuan cenderung ditempatkan dalam kondisi yang tidak menguntungkan dibandingkan dengan laki-laki dalam memperoleh hak dan kesempatan sebagai sesama anggota masyarakat. Sejalan dengan perubahan dan kontinuitas dalam pembangunan masyarakat tersebut di atas, maka sensitifitas akan keadilan semakin meningkat. Permasalahan yang dihadapi kaum perempuan di dalam masyarakat dapat dirasakan. Hampir semua lini sektor kehidupan masyarakat dikuasai oleh kaum lakilaki. Perumusan kebijakan maupun pelaksanaan pembangunan nyaris didominasi dengan jalan pikiran kaum laki-laki, sehingga menimbulkan adanya isu diskriminasi jender. Budaya yang menyudutkan dan menjadi penghambat, dari segi korban sendiri ternyata juga membuat LSM Seruni dan LPPSH mengalami beberpa kesulitan dalam memberikan perlindungan perempuan korban tindak pidana kesusilaan. Untuk mengetahui bentuk hambatan tersebut penulis mewawancarai satu narasumber dari LSM Seruni dan satu dari LPPSLH, hasil wawancara disajikan dalam bentuk matrik dibawah ini. 101 Matrik 12 : Faktor Penghambat Peran LSM dalam perlindungan perempuan tindak pidana kesusilaan di Purwokerto dari segi korban No 1 Nama Narasumb er Yuliana Desi P. (Staf program pedesaan LPPSLH) Hasil Wawancara “Kurang pahamnya pengetahuan tentang hak-haknya, kadang si korban merasa bukan sebagai korban. Jadi gimana mau membantu memperjuangkan,sed angkan yang mau ditolong merasa tidak perlu ditolong..”. 2 Narsidah “...biasanya korban (Sekertaris malu mau melapor. Seruni) kalau misal lapor ada ketakutan, harus berhadapan dengan PT,dengan dinas, apalagi dengan polisi. Sumber : Data primer yang diolah Implikasi Tema faktor eksternal Mempengaruhi faktor eksternal Mempengaruhi Matrik diatas menjelaskan bahwa bentuk hambatan dari dalam diri korban adalah adanya ketidakpahaman tentang hak-haknya dan juga adanya rasa malu untuk melapor.Kasus tindak pidana kesusilaan ini sangat banyak, dimana etika dan moral itu bias karena pengaruh lingkungan.62 Kebiasan yang terjadi dalam suatu lingkungan atau komunitas tertentu inilah yang akhirnya menimbulkan ketidakpahaman tentang posisi perempuan pada saat menjadi korban. Misalkan seorang 62 Hasil wawancara. 102 perempuan yang menjadi pekerja seks komersial atau perempuan yang dilacurkan, saat mereka mendapat kekerasan seksual atau secara terpaksa melakukan perbuatan seksual, mereka diam saja karena merasa sudah dibayar padahal sebenarnya mereka ini telah menjadi korban. Ketidakpahaman terhadap hak-haknya menjdi kendala tersendiri yang berasal dalam diri korban, dimana korban tidak mengetahui dirinya telah menjadi korban, atau si korban merasa telah menjadi korban tetapi begitu saja memaafkan dan tidak pahan akan dampak yang nantinya ditimbulkan. Kendala lain yang juga berasal dalam diri korban adalah rasa malu, dimana perasaan ini sangat wajar terjadi khususnya dalam kasus tindak pidana kesusilaan. Kendala yang berasal dari dalam diri korban tersebut pada akhirnya menjadi hambatan bagi LSM untuk membantu melindungi si korban itu sendiri. 103 BAB V PENUTUP A. Simpulan 1 Peranan LSM Seruni dan LPPSLH dalam perlindungan perempuan korban tindak pidana kesusilaan di Purwokerto dapat diukur dalam 6 (enam) parameter yang berasal dari fungsi LSM dalam masyarakat khususnya bagi perempuan tindak pidana kesusilaan, yaitu : Meningkatkan partisipasi masyarakat khususnya perempuan korban tindak pidana kesusilaan untuk berorganisasi, meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat, khususnya bagi perempuan korban tindak pidana kesusilaan, meningkatkan kemandirian masyarakat khususnya bagi perempuan tindak pidana kesusilaan, membina dan mengembangkan anggota dalam usaha mewujudkan tujuan organisasi, mengupayakan perlindungan hakhak perempuan korban tindak pidana kesusilaan, menjadi bagian dan mendorong partisipasi masyarakat khususnya perempuan korban tindak pidana kesusilaan dalam pembangunan. 2 Faktor hukum atau undang-undang , faktor penegak hukum, faktor sarana, faktor masyarakat, faktor budaya dan faktor korban dinilai menjadi penghambat peranan LSM dalam perlindungan perempuan korban tindak pidana kesusilaan di Purwokerto, semua faktor tersebut mempengaruhi baik dari segi perlindungan secara preventiv atau upaya pencegahan agar tidak terjadi korban ataupun 104 dari upaya perlindungan yang diberikan LSM pada saat telah terjadi korban. B. Saran Untuk lebih meningkatkan peranannya dalam perlindungan perempuan korban tindak pidana kesusilaan di Purwokerto, maka LSM Seruni dan LPPSLH perlu peningkatan dalam hal kemitraan, baik kemitraan dengan pemerintah ataupun dengan lembaga lainnya yang terkait dengan LSM agar kerja sama menjadi lebih baik, lebih solid, demi kepentingan masyarakat khususnya bagi perempuan yang menjadi korban tindak pidana kesusilaan. 105 DAFTAR PUSTAKA Literatur: Budiadjo, Miriam. 1992. Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama,. Inu, Kencana, Syafiie. 2006.Sistem Politik Indonesia. Bandung: Refika Aditama. Iswanto, dan Angkasa. 2008. VIKTIMOLOGI. Purwokerto: F.H. Universitas Jenderal Soedirman. J. Moleong, Lexy.2002. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Rosda Karya. Marbun, B.N. S.H. 1996. Kamus Politik.Jakarta: Pustaka Sinar Harapan. Marpaung, Leden. 1996. Kejahatan Terhadap Kesusilaan dan Masalah Prevensinya. Jakarta: Sinar Grafika. Meuthia-Ganie-Rochman dalam Maruto MD dan Anwari WMK (ed.). 2002. Reformasi Politik dan Kekuatan Masyarakat Kendala dan Peluang Menuju Demokrasi, Jakarta: LP3ES. Prihartinah, Tri Lisiani. 2010. Hukum dan Kajian Jender. Semarang : Universitas Diponegoro. Prodjodikoro, Wiryono. 1989, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, Bandung: Eresco. Rahman, Arifin, 2002. Sistem Politik IndonesiaDalam Perspektif Fungsi Dan Struktur. Surabaya: SIC. R.M., Suharto. 1991. Hukum Pidana Materil. Jakarta : Sinar Grafika. Sanit, Arbi. 1985. Swadaya Politik Masyarakat, Jakarta : CV. Rajawali. Soekanto, Soerjono,1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press. ------------------------. 1986. Pengantar Penelitian Hukum . Jakarta: UI-Press. 106 Sudarto, S.H.,1990, Hukum Pidana Jild I A-B. Purwokerto: F.H. Universitas Jenderal Soedirman. Sunggono, Bambang.2003. Metode Penelitian Hukum, Cetakan Keenam, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Shadily, Hassan, 1856. Ensiklopedi Indonesia. Jakarta: Ichtiar Baru-Van Hoeve. Winarno, Budi. 2007. Sistem Politik Indonesia Era Reformasi. Jakarta : PT. Buku Kita. Undang-Undang : 1. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. 2. Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) 3. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1985 Tentang Organisasi Kemasyarakatan. 4. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban. 5. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 Tentang Pengesahan Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita. 6. Instruksi Menteri Dalam Negeri No 8 tahun 1990 tentang Pembinaan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Sumber Lain : 1. Kompas 13 Januari 2003 dalam NGO ditengah Kepungan Kepentingan Global. 2. Budi Setiyono, Pengawasan Pemilu oleh LSM, Suara merdeka, 15 oktober 2003. 3. Kamus Besar Bahasa Indonesia,www.artikata.com. 4. Putra, 2009, Definisi putracenter.net. Hukum Menurut Para Ahli, www. 107 5. http://id.wikipedia.org/wiki/Politik, diakses tanggal 24 september 2010. 6. http://sistempolitikindonesia.blogspot.com/2006/03/sejarah-sistempolitik-indonesia.html, diakses tanggal 24 september 2010. 7. http://www.scribd.com/doc/21210858/Sistem-Politik-Di-Indonesia, diakses tanggal 24 september 2010.