faktor-faktor yang memprediksi manajemen energi

advertisement
Jurnal Keperawatan Volume 8 No 2, Hal 45 - 53, September 2016
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal
Jurnal Keperawatan Volume 8 No 2, Hal 45 - 53, September 2016
ISSN : Cetak 2085-1049
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPREDIKSI MANAJEMEN ENERGI
PASIEN HEART FAILURE
Ahmad Asyrofi1, Elly Nurachmah1, Dewi Gayatri1
Program Magister Keperawatan Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Indonesia
Email:[email protected]
1
ABSTRAK
Pendahuluan: Pasien heart failure (HF) sering mengalami intoleransi aktifitas dan keletihan yang
membutuhkan intervensi manajemen energi untuk menghasilkan toleransi aktifitas, ketahanan,
konservasi energi, dan self-care activity daily living. Metode: Penelitian bertujuan menganalisis
faktor-faktor yang berhubungan dengan manajemen energi pasien heart failure. Desain cross sectional,
sampel 132 responden, teknik consecutive sampling. Hasil: menunjukkan hubungan signifikan
pengetahuan, ansietas, dan dukungan sosial dengan manajemen energi, dan ansietas menjadi faktor
dominan. Implikasi: pengkajian keperawatan penting mengkaji faktor prediktor manajemen
energi.Diskusi: Intervensi program edukasi pasien, penurunan ansietas, dan edukasi keluarga dapat
meningkatkan pengetahuan, menurunkan ansietas, dan meningkatkan dukungan kepada pasien heart
failure agar dapat meningkatkan manajemen energinya.
Kata kunci: Ansietas; depresi; dukungan sosial; heart failure; manajemen energi; pengetahuan
ABSTRACT
Introduction:Patients with heart failure often experience activity intolerance and fatique which need
energy management intervention in order to produce activity tolerance, endurance, energy
conservation, and self-care activity daily living. Methods:This research aims at analyzing the facors
dealing with energy management of the patients with heart failure. This research used crosssectional design and consecutive sampling technique with 132 respondents. Results:The finding of
this research shows a significant knowlege correlation, between anxiety, and social support factors
with energy management, and anxiety became the dominant factor. The implication is that it is
important for nursing care assesment to analyse the predictor factors of energy management.
Discussion:Patient education of intervention program, anxiety reduction, and family education can
broaden knowlege, and increase the supports for patients with heart failure to increase their energy
management
Keywords: Anxiety; depression; social support; heart failure; energy management;knowledge.
PENDAHULUAN
Heart failure merupakan salah satu penyakit
kardiovaskuler yang sering menjadi titik akhir
penyakit jantung dan merupakan prekursor
untuk timbulnya beberapa masalah yang berat
(Black & Hawks, 2009; Nicholson, 2007).
Insiden penyakit heart failure di dunia
cenderung meningkat. American Heart
Association (AHA) melaporkan insiden heart
failure di United States tahun 2007 meningkat
seiring dengan usia. Lebih dari 5 juta penduduk
US mengalami heart failure, dan 550.000 kasus
baru ditemukan tiap tahunnya (Smeltzer, Bare,
Hinkle, & Cheever, 2010).
Angka kejadian heart failure di Amerika tahun
2008 sebanyak 5.700.000, insiden kasus baru
heart failure usia ≥45 tahun sebanyak 670.000,
angka kematian karena heart failure pada
semua tingkat usia sebanyak 56.830, dan angka
hospital discharges pada semua tingkat usia
tahun 2009 sebanyak 1.094.000 (AHA, 2013).
Prevalensi heart failure cukup tinggi
dibeberapa tempat pelayanan keperawatan di
dunia. Daamen, Schols, Jaarsma, and Hamers
(2010) prevalensi rata-rata gagal jantung 20%
(kisaran 15-45%) penderita heart failure di
panti jompo.
Insiden penyakit heart failure semakin
meningkat pula di Indonesia. Jumlah angka
kunjungan pasien heart failure di Rumah Sakit
Jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita
45
Jurnal Keperawatan Volume 8 No 2, Hal 45 - 53, September 2016
Jakarta cenderung terjadi peningkatan tiap
tahunnya. Jumlah angka kunjungan pasien
heart failure dirawat jalan dan rawat inap
sebanyak 10.118 pasien pada tahun 2010, 6.589
pasien pada tahun 2011, dan 7.275 pasien pada
tahun 2012 (Rekam Medis, 2013).
Pasien heart failure akan mengalami perubahan
respon fisiologis dan psikologis yang
menggangu fungsi dasar kehidupan. Responrespon akibat heart failure tersebut diatas akan
berpotensi menimbulkan masalah keperawatan
eseperti: rawatan intoleransi aktifitas; keletihan;
ansietas; kelebihan volume cairan; kerusakan
pertukaran gas; kerusakan integritas kulit;
ketidakberdayaan; dan defisit pengetahuan
(Ackley & Ladwig, 2011; Black & Hawks,
2009; Smeltzer et al., 2010).
Wilson and McMillan (2013) 70% pasien heart
failure mengalami kekurangan energi. Kondisi
intoleransi aktifitas dan keletihan tersebut
merupakan masalah dominan dan sering terjadi
pada pasien heart failure yang dapat
menghambat aktifitas kehidupan dan berpotensi
menurunkan keamampuan self-care individu.
Pencapaian hasil tersebut diatas membutuhkan
intervensi keperawatan yang efektif berupa
energy management dan activity therapy (Black
& Hawks, 2009; Bulechek, Butcher, &
Dochterman, 2008; Moorhead, Johnson, Maas,
& Swanson, 2008; Smeltzer et al., 2010).
Manajemen energi merupakan salah satu
nursing intervention termasuk dalam domain
fungsi kesehatan dan kelas pemeliharaan energi
yang bersumber dari internal individu.
Manajemen energi adalah penggunaan energi,
penghematan energi, dan pemulihan energi
dalam melakukan aktifitas/latihan dengan
memperhatikan prinsip periode istirahat, dan
latihan kegiatan mulai dari kegiatan yang ringan
sampai dengan berat sesuai tingkat toleransi
klien untuk mengobati dan mencegah keletihan
serta mengoptimalkan fungsi (Bulechek et al.,
2008; Moorhead et al., 2008).
Kajian hasil penelitian terdahulu disintesis
beberapa faktor prediktor yang berhubungan
dengan manajemen energi pasien heart failure
yaitu meliputi: usia; jenis kelamin; tingkat
pendidikan; tingkat pengetahuan; tingkat
keparahan penyakit; kecemasan; depresi; dan
dukungan sosial penelitian (Chen, Li, Shieh,
Yin, & Chiou, 2010; Chriss, Sheposh, Carlson,
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal
& Riegel, 2004; Davis, 2012; Franzén-Dahlin,
Karlsson, Mejhert, & Laska, 2010; Kaawoan,
2012; Rayasari, 2011; Rochmayanti, 2011;
Tsai, 2008).
Pengalaman di klinik dan komunitas dijumpai
pasien heart failure merasakan perburukan
kondisi setelah melakukan aktifitas yang tidak
terkontrol, dan sebaliknya seringkali hanya
bedrest karena mengalami kecemasan terhadap
kondisinya yang akan menjadi lebih buruk
akibat beraktifitas. Masalah tersebut berdampak
length of stay (lama hari rawat) memanjang,
beban psikis, sosial dan ekonomi care giver.
Fenomena
diatas
mendorong
perlunya
dilakukan penelitian untuk menggali dan
menjelaskan faktor-faktor yang berhubungan
dengan manajemen energi. Tujuan penelitian ini
mengidentifikasi faktor yang memprediksi
manajemen energi meliputi: usia, jenis kelamin,
pendidikan, pengetahuan, tingkat keparahan
penyakit, ansietas, depresi, dan dukungan sosial
pada pasien heart failure.
METODE
Variabel dependen manajemen energi, dan
variabel independen meliputi: usia, tingkat
pendidikan, tingkat pengetahuan, tingkat
keparahan penyakit, ansietas, depresi, dan
dukungan
sosial.
Desain
penelitian
menggunakan cross sectional. Populasi
terjangkaunya adalah pasien heart failure di
Rumah Sakit Jantung dan Pembuluh Darah
Harapan Kita Jakarta. Sampel 132 responden
menggunakan teknik consecutive sampling
(Dahlan, 2010; Lwanga & Lemeshow, 1997).
Pemilihan responden adalah pasien yang
menjalani perawatan di instalasi rawat jalan.
Kriteria inklusi sampel adalah pasien yang bisa
membaca dan menulis, sedangkan kriteria
eksklusinya adalah: pasien heart failure yang
menderita stroke; dan renal disease yang
menjalani hemodialisa.
Penelitian memperhatikan prinsip etik yaitu:
right to freedom from harm and discomfort;
right to protection from exploitation; the right
to self-determination; the right to full
disclosure; the right to fair treatment; the right
to privacy.Alat pengumpulan data penelitian ini
menggunakan kuesioner yang terdiri dari:
kuesioner faktor prediktor yang berjumlah 57
butir, dan kuesioner manajemen energi
berjumlah 13 butir, jumlah total kuesioner 70
46
Jurnal Keperawatan Volume 8 No 2, Hal 45 - 53, September 2016
butir. Kuesioner yang digunakan untuk menilai
ansietas dan depresi menggunakan The Hospital
Anxiety and Depression (HADS), yang
dikembangkan oleh Zigmond dan Snaith
(1983).
Kuesioner
dukungan
sosial
menggunakan
instrumen
dari
Medical
Outcomes Study (MOS) social support survey
yang dikembangkan oleh Sherbourne dan
Stewart (1991). Kuesioner pengetahuan tentang
manajemen energi dan manajemen energi
dikembangkan oleh oleh peneliti.Pengolahan
data meliputi: editing; coding; processing;
cleaning(Hastono, 2007).
Analisis univariat numerik menggunakan nilai
mean, median, minimum, maksimum dan
standar deviasi dengan confidence interval
95%. Analisis univariat katagorik menggunakan
distribusi frekuensi dan persentase. Analisis
bivariat
dilakukan
untuk
membuktikan
hipotesis penelitian yaitu apakah ada hubungan
antara
faktor-faktor
prediktor
dengan
manajemen energi pada pasien heart failure
menggunakan Independent T-Test dan Chi
Square dengan confidence interval 95% atau α
5%. Analisis multivariat menggunakan regresi
logistik ganda. Analisis multivariat dilakukan
melalui
model
prediksi,
yaitu
untuk
memperoleh model yang terdiri dari beberapa
variabel prediktor (independent) yang terbaik
untuk memprediksi kejadian variabel dependen
(outcome).
HASIL
Analisis univariat dengan mean, median,
standar deviasi, distribusi frekuensi dan
persentase. Variabel usia berdistribusi normal
(Skewness/SE Skewness = -1,13) dapat dilihat
pada tabel 1. Adapun factor yang berhubungan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal
dan yang tidak berhubungan dengan
manajemen energy dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2 menunjukkan bahwa faktor yang
berhubungan dengan manajemen adalah
pengetahuan (p=0,011), ansietas (p=0,002),
depresi (p=0,0005), dan dukungan sosial
(0,025). Faktor usia, jenis kelamin, pendidikan,
dan tingkat keparahan penyakit tidak
berhubungan dengan manajemen energi pasien
heart failure.
Hasil akhir analisis multivariat pada tabel 3
menunjukkan, pasien heart failure yang
berpengetahuan tinggi berpeluang manajemen
energinya baik sebesar 5,3 kali (95% CI: 1,124,6), dibandingkan yang berpengetahuan
kurang setelah dikontrol oleh ansietas dan
dukungan sosial. Pasien heart failure yang
mengalami ansietas normal berpeluang
manajemen energinya baik sebesar 10,4 kali
(95% CI: 3,5-30,5) dibandingkan yang
mengalami ansietas abnormal setelah dikontrol
oleh pengetahuan dan dukungan sosial.
Pasien heart failure yang mengalami ansietas
borderline berpeluang manajemen energinya
baik sebesar 3,1 kali (95% CI: 0,8-12,5)
dibandingkan yang mengalami ansietas
abnormal setelah dikontrol oleh pengetahuan
dan dukungan sosial. Pasien heart failure yang
mendapat dukungan sosial tinggi berpeluang
manajemen energinya baik sebesar 2,6 kali
(95% CI: 1-6,5) dibandingkan yang mendapat
dukungan sosial kurang setelah dikontrol oleh
pengetahuan dan ansietas. Faktor yang paling
dominan berhubungan dengan manajemen
energi adalah ansietas borderline, karena
mempunyai OR yang paling tinggi yaitu 10.4.
Tabel 1
Distribusi Manajemen Energi menurut Rerata Usia Responden (n=132)
Manajemen Energi
Mean
SD
SE
t
Kurang baik
Baik
61,8
62,3
9,9
9,4
1,4
1,0
-0,286
*Bermakna pada α 0,05
MD
(CI 95%)
-0,490
(-3,87 ; 2,89)
p value
N
0,78
51
81
47
Jurnal Keperawatan Volume 8 No 2, Hal 45 - 53, September 2016
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal
Tabel 2
Distribusi Manajemen Energi menurut Jenis Kelamin, Pendidikan, Pengetahuan,
Tingkat Keparahan Penyakit, Ansietas, Depresi, dan Dukungan Sosial(n=132)
Manajemen Energi
No
Variabel
Kurang baik
n
(%)
Baik
n
(%)
Total
n
(%)
X2
OR
(95% CI)
P value
21
42
(100)
2,7
1
2,00
(0,95 ; 4,22)
0,101
1 Jenis Kelamin
Perempuan
21
Laki-laki
30
(33,3) 60 (66,7)
90
(100)
Total
2 Pendidikan
Rendah
51
(38,6) 81 (61,4) 132
(100)
17
(54,8) 14 (45,2)
31
(100)
Menengah
13
42
(100)
Tinggi
21
(35,6) 38 (64,4)
59
(100)
51
(38,6) 81 (61,4) 132
(100)
Total
3 Pengetahuan
Rendah
(50)
(31)
29
(50)
(69)
5,7
9
(75)
3
(25)
12
(100) 7,46
42
(35)
78
(65)
120
(100)
Total
51 (38,6) 81 (61,4) 132
4 Tingkat Keparahan Penyakit
FC III
14
(50) 14 (50)
28
(100)
Tinggi
(100)
1,4
FC II
37
(35,6) 67 (64,4) 104
(100)
Total
5 Ansietas
Abnormal
51
(38,6) 81 (61,4) 132
(100)
21
(77,8)
6
(22,2)
27
(100) 25,6
Borderline
8
(50)
8
(50)
16
(100)
Normal
22
(24,7) 67 (75,3)
89
(100)
Total
6 Depresi
Abnormal
51
(38,6) 81 (61,4) 132
(100)
11
(73,3)
4
(26,7)
15
(100) 12,3
Borderline
9
(56,3)
7
(43,8)
16
(100)
Normal
31
(30,7) 70 (69,3) 101
(100)
51
(38,6) 81 (61,4) 132
(100)
20
(55,6) 16 (44,4)
36
(100)
31
(32,3) 65 (67,7)
96
(100)
51
(38,6) 81 (61,4) 132
(100)
Total
7 Dukungan sosial
Kurang
Tinggi
Total
*Bermakna pada α 0,05
1
2,71
(1,03 ; 7,10)
2,20
(0,91 ; 5,33)
0,095
1
5,57
(1.43 ; 21,69)
0,011*
1
1,81
(0,78 ; 4,21)
0,241
1
3,50
(0,92 ; 13,31)
10,66
(3,82 ; 29,77)
1
2,14
(0,47 ; 9,70)
6,21
(1,83 ; 21,03)
5
2,62
(1,20 ; 5,74)
0,001*
0,002*
0,025*
48
Jurnal Keperawatan Volume 8 No 2, Hal 45 - 53, September 2016
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal
Tabel 3
Hasil Pemodelan Akhir Multivariat dengan Manajemen Energi
No
Variabel
B
Wald
P value
1
Pengetahuan (tinggi)
1,665
4,510
0.034*
2
Ansietas (abnormal)
19,632
0.001*
3
Ansietas (borderline)
1,142
2,619
0.106
Ansietas (normal)
2,345
18.263
0.001*
Dukungan sosial
0,974
4.478
0.034*
-3,447
12,169
0,000
Constant
*Bermakna pada α 0,05
OR
(95% CI)
5.3
(1,1 ; 24,6)
3.1
(0,8 ; 12,5)
10.4
(3,5 ; 30,6)
2.6
(1 ; 6,5)
0,032
Hasil akhir analisis multivariat pada tabel 3
menunjukkan, pasien heart failure yang
berpengetahuan tinggi berpeluang manajemen
energinya baik sebesar 5,3 kali (95% CI: 1,124,6), dibandingkan yang berpengetahuan
kurang setelah dikontrol oleh ansietas dan
dukungan sosial. Pasien heart failure yang
mengalami ansietas normal berpeluang
manajemen energinya baik sebesar 10,4 kali
(95% CI: 3,5-30,5) dibandingkan yang
mengalami ansietas abnormal setelah dikontrol
oleh pengetahuan dan dukungan sosial. Pasien
heart failure yang mengalami ansietas
borderline berpeluang manajemen energinya
baik sebesar 3,1 kali (95% CI: 0,8-12,5)
dibandingkan yang mengalami ansietas
abnormal setelah dikontrol oleh pengetahuan
dan dukungan sosial. Pasien heart failure yang
mendapat dukungan sosial tinggi berpeluang
manajemen energinya baik sebesar 2,6 kali
(95% CI: 1-6,5) dibandingkan yang mendapat
dukungan sosial kurang setelah dikontrol oleh
pengetahuan dan ansietas. Faktor yang paling
dominan berhubungan dengan manajemen
energi adalah ansietas borderline, karena
mempunyai OR yang paling tinggi yaitu 10.4.
baik tersebut merupakan faktor risiko terjadinya
intoleransi aktifitas dan keletihan yang menetap
pada pasien heart failure (Ackley & Ladwig,
2011).
Hal
ini
berhubungan
dengan
pengetahuan pasien heart failure tentang
manajemen energi yang rendah (9,1%),
mengalami ansietas abnormal (32,6%),
mengalami depresi abnormal (23,5%), dan
dukungan sosial yang kurang (27,3%). White
(2011) menunjukkan bahwa sebagian kecil
(31,2%) pasien heart failure mempunyai
kemandirian dalam aktifitas hidup sehari-hari.
PEMBAHASAN
Manajemen energi merupakan serangkaian
tindakan
keperawatan
yang
meliputi
pengelolaan: keletihan, latihan dan pergerakan,
aktifitas hidup sehari-hari, kenyamanan biologis
dan psikososial, nutrisi, istirahat tidur, dan
dukungan. Pasien heart failure rata-rata berusia
dewasa akhir menjelang lansia. Temuan
penelitian menunjukkan rerata usia pasien heart
failure adalah 62 ± 9,5. Temuan penelitian ini
juga menunjukkan usia minimal pasien heart
failure masih tergolong dewasa muda yaitu 35
tahun.
Hasil penelitian ini menunjukkan (61,4%)
pasien heart failure manajemen energinya baik.
Manajemen energi ini berhubungan signifikan
secara bivariat dengan pengetahuan; ansietas;
depresi; dan dukungan sosial. Manajemen
energi ini berhubungan signifikan pula secara
multivariat dengan pengetahuan; ansietas; dan
dukungan sosial.
Hasil penelitian ini menunjukkan pula (38,6%)
pasien heart failure manajemen energinya
kurang baik. Manajemen energi yang kurang
Manajemen
energi
adalah
pengaturan
penggunaan energi untuk mengobati dan
mencegah keletihan dan mengoptimalkan
fungsi. Manajemen energi merupakan salah satu
intervensi keperawatan bagian dari domain
physiological basic kelas activity and exercise
management(Bulechek
et
al.,
2008).
Manajemen energi merupakan suatu intervensi
keperawatan mandiri yang berkontribusi untuk
menghasilkan konservasi energi, peningkatan
toleransi aktifitas, dan ketahanan guna
melakukan aktifitas hidup harian dan
pergerakan atau latihan (Moorhead et al., 2008).
49
Jurnal Keperawatan Volume 8 No 2, Hal 45 - 53, September 2016
Usia tidak memberikan kontribusi terhadap
manajemen energi pada pasien heart failure.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak
ada hubungan antara usia dengan manajemen
energi pasien heart failure (p = 0,775). Makna
lainnya adalah tidak terdapat perbedaan ratarata usia pasien heart failure yang menjadikan
manajemen energinya baik dan kurang baik.
Usia merupakan faktor risiko terhadap penyakit
jantung dan penyakit kronis lainnya, termasuk
penyakit yang diteliti dalam penelitian ini yaitu
heart failure.
Pertambahan umur dikarakteristikkan dengan
perubahan penurunan fungsi tubuh dan berefek
terhadap kemampuan biologis tubuh. Meskipun
usia berhubungan patobiologis dengan penyakit
heart failure, belum tentu berhubungan
manajemen energi oleh pasien. Manajemen
energi merupakan bentuk perilaku spesifik yang
merupakan suatu terapi dan pengelolaan
terhadap gangguan kesehatan yang dialami oleh
individu yang berhubungan dengan paparan
informasi spesifik yang pernah diperoleh
individu dari sumber yang memadahi.
Seseorang yang usia lebih tua atau lebih muda
belum tentu manajemen energinya lebih baik
atau buruk.
Hasil penelitian menunjukkan pasien heart
failure 66,7% laki-laki manajemen energinya
baik, 50% perempuan manajemen energinya
baik pula. Laki-laki mempunyai kecenderungan
untuk berpotensi besar dalam manajemen
berbagai hal, diantara adalah manajemen energi
ketika dia menderita suatu penyakit tertentu,
misalnya heart failure. Pasien perempuan juga
memiliki kemampuan yang cukup baik pula
dalam pengelolaan energinya meskipun lebih
rendah dari laki-laki.
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa tingkat
pendidikan tidak berhubungan signifikan
dengan manajemen energi pada pasien heart
failure (p = 0.095). Meskipun secara inferensial
statistik, pendidikan tidak menunjukkan
hubungan, namun secara proporsi menunjukkan
sebagian besar (64,4%) pasien heart failure
berpendidikan tinggi dan manajemen energinya
baik, dan sebagian besar (69%) pasien
berpendidikan menengah manajemen energinya
baik pula.
Manajemen energi merupakan bentuk perilaku
spesifik yang merupakan suatu terapi atau
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal
pengelolaan terhadap gangguan kesehatan yang
dialami oleh individu. Manajemen energi
sangat berhubungan dengan paparan informasi
spesifik yang pernah diperoleh individu dari
sumber yang memadahi. Seseorang yang
tingkat pendidikan formalnya tinggi belum
tentu tinggi pula pengetahuannya tentang
manajemen energi tersebut. Seseorang yang
memiliki tingkat pendidikan yang tinggi akan
mendorong kecenderungan untuk berpikir
rasional
dan
logis,
mudah
untuk
menginternalisasi paparan informasi yang
diperolehnya, sehingga dapat berperilaku positif
untuk mendukung status kesehatannya.
Hasil temuan riset menunjukan bahwa sebagian
besar (90,9%) pasien heart failure memiliki
tingkat pengetahuan tinggi tentang manajemen
energi dan menunjukkan hubungan yang
signifikan (p=0,011). Pasien heart failure yang
memiliki
pengetahuan
tinggi
tentang
manajemen energi berpeluang 5,3 kali
melakukan manajemen energi yang baik
dibandingkan pasien heart failure yang
memiliki pengetahuan kurang. Pengetahuan
merupakan suatu modal penting dalam berbagai
hal, termasuk dalam pengelolaan, pengobatan
dan perawatan suatu penyakit oleh pasien.
Pengetahuan yang tinggi sangat diperlukan oleh
individu pasien dan keluarga atau terdekatnya
guna mendukung pencapaian tujuan yang
diharapkan, dalam hal ini adalah kesembuhan
atau peningkatan status kesehatan pasien.
Pasien heart failure sangat memerlukan
pengetahuan yang tinggi tentang manajemen
energidan pengetahuan lain terkait dengan
kondisi yang dialaminya. Hal ini dapat
mendukung sikap dan tindakan yang akhirnya
mampu membentuk perilaku pengelolaan energi
yang tepat secara mandiri. Tindakan individu
selain
dipengaruhi
oleh
pengetahuan,
dipengaruhi pula oleh berbagai faktor
diantaranya adalah motivasi, sikap, kesempatan,
kemampuan fisik & psikis, dan dukungan.
Pengetahuan tentang manajemen energi yang
tinggi akan mendorong seseorang untuk
menyadari pentingya intervensi manajemen
energi bagi peningkatan status kesehatannya,
sehingga akhirnya bertindak melakukan
manajemen energi yang benar.
Tingkat keparahan penyakit heart failure
menggunakan New York Heart Association
Functional
class
(NYHA
FC)
tidak
50
Jurnal Keperawatan Volume 8 No 2, Hal 45 - 53, September 2016
berhubungan dengan manajemen energi oleh
pasien. Tingkat keparahan penyakit heart
failure merujuk NYHA functional class yang
terdiri dari empat kelas. Kelas atau grade
keparahan heart failure tersebut berdasarkan
kemampuan individu dalam melakukan fungsi
kehidupan dari yang ringan sampai yang
terberat. Beberapa hasil penelitian terdahulu
memang menunjukkan terdapatnya hubungan
antara tingkat keparahan dengan keletihan dan
self-care pada pasien heart failure, namun hasil
penelitian ini menunjukkan hasil yang berbeda.
Hal terjadi karena manajemen energi
merupakan upaya sadar perilaku pengelolaan
energinya yang terdiri dari ranah pengetahuan,
sikap, dan tindakan yang saling mendukung
untuk terwujudnya perilaku manajemen energi
yang baik. Tingkat keparahan penyakit lebih
melibatkan kondisi patobiologis yang lebih
mengarah terhadap penurunan fungsi fisiologis,
bukan mempengaruhi aspek kognitif dan afektif
individu.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ansietas
berhubungan signifikan dengan manajemen
energi pasien heart failure. Kondisi ansietas
yang menggangu kenyamanan pasien heart
failure tersebut sangat berkontribusi terhadap
upaya manajemen energi yang dilakukan oleh
pasien heart failure. Pasien heart failure yang
mengalami ansietas normal berpeluang 10,4
kali untuk melakukan manajemen energi yang
baik dibandingkan dengan pasien heart failure
yang mengalami ansietas abnormal. Pasien
heart failure yang mengalami ansietas
borderline berpeluang 3,1 kali untuk
melakukan manajemen energi yang baik
dibandingkan dengan pasien heart failure yang
mengalami ansietas abnormal.
Ansietas merupakan suatu mood ketakutan
yang samar-samar dan tidak jelas diikuti dengan
keluhan
badaniah,
yang
mengganggu
kenyamanan pasien. Hal ini cenderung
menjadikan pasien mengalami penurunan
prestasi dalam segala hal, diantaranya adalah
upaya-upaya pengobatan dan perawatan yang
seharusnya dilakukan secara rutin guna
mendukung perbaikan perbaikan status
kesehatannya. Ansietas yang berlarut-larut akan
berpotensi menurunkan imunitas, dan energi
individu, sehingga dapat menjadikan penurunan
kemampuan dalam berbagai hal termasuk
manajemen energi. Ansietas yang normal
merupakan kondisi psikologis menguntungkan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal
pasien untuk melakukan kegiatan yang positif
terhadap status kesehatannya dalam hal ini
adalah manajemen energi.
Temuan penelitian menunjukkan bahwa depresi
berhubungan signifikan dengan manajemen
energi pada pasien heart failure. Pasien heart
failure yang mengalami depresi normal
berpeluang sebesar 6 kali untuk melakukan
manajemen energi secara baik dibandingkan
dengan pasien yang mengalami depresi. Depresi
secara bivariat berhubungan signifikan dengan
manajemen energi pasien heart failure, namun
secara multivariat depresi tidak berhubungan
secara signifikan dengan manajemen energi.
Depresi
kemungkinan
menjadi
faktor
konfonding terhadap manajemen energi secara
multivariat.
Depresi digambarkan suatu kondisi yang lebih
dari suatu perasaan sedih. Kesedihan yang
berlarut-larut akan berpotensi menurunkan
imunitas, kognitif, dan energi individu,
sehingga
dapat
menjadikan
penurunan
kemampuan dalam berbagai hal termasuk
manajemen
energi.
Hasil
penelitian
menunjukan, karena sebagian besar proporsi
pasien heart failure tidak mengalami depresi
maka dapat digambarkan manajemen energinya
sebagian besar baik pula.Temuan penelitian
menunjukkan
bahwa
dukungan
sosial
berhubungan signifikan dengan manajemen
energi pada pasien heart failure. Pasien heart
failure yang memiliki dukungan sosial tinggi
berpeluang sebesar 2,6 kali untuk melakukan
manajemen energi secara baik dibandingkan
dengan pasien yang memiliki dukungan sosial
kurang.
Dukungan sosial ini meliputi dukungan
keluarga dan orang terdekat terkait dengan
penatalaksanaan masalah dan pemeliharaan
status kesehatan pasien. Dukungan sosial
merupakan aspek yang penting dan sangat
diperlukan bagi pasien heart failure yang
mengalami berbagai masalah kesehatan yang
kronik. Seseorang yang mendapat dukungan
yang tinggi dalam berbagai aspek (fisik,
biologis, psikososial) tentu akan berpotensi
meningkatkan prestasinya dalam beberapa hal,
diantaranya
adalah
upaya
pengelolaan
energinya. Dukungan pengetahuan, emosi,
fasilitas dari keluarga atau orang terdekat sangat
memberikan dampak positif yang besar bagi
pasien
terhadap
peningkatan
status
51
Jurnal Keperawatan Volume 8 No 2, Hal 45 - 53, September 2016
kesehatannya. Dukungan sosial yang tinggi dari
keluarga atau orang terdekat merupakan
dukungan emosional dan spiritual yang besar
dan mendukung perilaku pengelolaan yang
positif terhadap status kesehatannya pula.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Pasien heart failure sebagian besar manajemen
energinya baik, rata-rata berusia 62 ± 9,5 tahun,
sebagian besar: jenis kelamin laki-laki;
berpendidikan tinggi (PT) dan menengah
(SMA); memiliki pengetahun tinggi tentang
manajemen energi; tingkat keparahan penyakit
NYHAFCII; ansietas normal; depresi normal;
dan memiliki dukungan sosial yang tinggi.
Pengetahuan, ansietas, dan dukungan sosial
memprediksi manajemen energi, dan faktor
yang paling dominan adalah ansietas.
Saran
Peningkatan kompetensi perawat terus-menerus
diupayakan dengan pelatihan-pelatihan terkait
dengan manajemen energi pasien heart failure.
Pelaksanaan asuhan keperawatan pada tahap
pengkajian perlu menekankan aspek holistik
agar dapat menemukan diagnosa keperawatan
yang
komprehensif.
Perawat
perlu
mengintervensi faktor ansietas, pengetahuan,
dan dukungan sosial pasien heart failure
terlebih dahulusebelum meresepkan intervensi
manajemen energi. Perlunya dikembangkan
media informasi yang dapat diakses dengan
mudah oleh pasien heart failure serta keluarga
atau orang terdekatnya tentang intervensi
manajemen energi.
Pembelajaran pada pendidikan keperawatan
lebih menekankan tentang penerapan intervensi
keperawatan pada suatu kasus dengan merujuk
Nursing Intervention Classification (NIC), yang
merupakan intervensi praktis yang sangat
dibutuhkan
oleh
pasien.
Pentingnya
memasukkan kajian tentang fenomena yang
dapat diangkat menjadi masalah riset
keperawatan pada setiap pembelajaran tentang
asuhan keperawatan pasien.
Penelitian selanjutnya dengan desain non
eksperimental
mengidentifikasi
faktor:
komorbiditas;
kelebihan
cairan;
kadar
hemoglobin/anemia; status nutrisi; saturasi
oksigen; suhu; gula darah; yang memprediksi
manajemen energi pada pasien heart failure
serta variabel confounding-nya. Pencarian
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal
faktor prediktor manajemen energi pada kasus
lain, seperti: cancer post kemoterapi, penyakit
paru obstruksi kronik, dan chronic kidney
disease.
Penelitian
eksperimental
untuk
mengembangkan intervensi manajemen energi
dengan metode yang spesifik dan efektif serta
terukur menggunakan satuan MET (metabolic
energy turnover) terhadap toleransi aktifitas,
keletihan, ketahanan, dan perawatan diri
aktifitas hidup sehari-hari pada pasien heart
failure,
dan
direkomendasikan
untuk
mengembangkan instrumen manajemen energi
pasien heart failure yang lebih spesfik.
DAFTAR PUSTAKA
Ackley, B. J., & Ladwig, G. B. (2011). Nursing
Diagnosis handbook: An Evidence-Based
Guide To Planning Care (ninth ed.). St.
Louis, Missouri: Mosby Inc & Elsevier
Inc.
AHA. (2013). Heart Disease and Stroke
Statistics—2012 Update.
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2009). MedicalSurgical Nursing Clinical Mangement for
Positive Outcomes (R. G. Carroll & S. A.
Quallich Eds. Eighth ed. Vol. 1-2). St.
Louis, Missouri: Saunders, Elsevier Inc.
Bulechek, G. M., Butcher, H. K., &
Dochterman, J. M. (2008). Nursing
Intervention Classification (NIC) (fifth
ed.). St. Louis, Missouri: Mosby Inc.;
Elsevier Inc.
Chen, L.-H., Li, C.-Y., Shieh, S.-M., Yin, W.H., & Chiou, A.-F. (2010). Predictors of
fatigue in patients with heart failure.
Journal Of Clinical Nursing, 19(11-12),
1588-1596.
doi:
10.1111/j.13652702.2010.03218.x
Chriss, P. M., Sheposh, J., Carlson, B., &
Riegel, B. (2004). Predictors of
successful
heart
failure
self-care
maintenance in the first three months
after hospitalization. Heart & Lung: The
Journal of Acute and Critical Care,
33(6),
345-353.
doi:
http://dx.doi.org/10.1016/j.hrtlng.2004.03
.004
52
Jurnal Keperawatan Volume 8 No 2, Hal 45 - 53, September 2016
Daamen, M. A. M. J., Schols, J. M. G. A.,
Jaarsma, T., & Hamers, J. P. H. (2010).
Prevalence of heart failure in nursing
homes: a systematic literature review.
Scandinavian Journal Of Caring
Sciences,
24(1),
202-208.
doi:
10.1111/j.1471-6712.2009.00708.x
Dahlan, M. S. (2010). Besar sampel dan cara
pengambilan sampel dalam penelitian
kedokteran dan kesehatan (Ketiga ed.).
Jakarta: Salemba Medika.
Davis, K. K. (2012). Disease specific
knowledge, self-care, and health care
ultilization in heart failure patients with
mild cognitive impairment. (Ph.D.
3524814),
The
Johns
Hopkins
University, United States -- Maryland.
Retrieved
from
http://search.proquest.com/docview/1038
935540?accountid=17242
ProQuest
Dissertations & Theses (PQDT) database.
Franzén-Dahlin, A., Karlsson, M. R., Mejhert,
M., & Laska, A.-C. (2010). Quality of
life in chronic disease: a comparison
between patients with heart failure and
patients with aphasia after stroke.
Journal Of Clinical Nursing, 19(13-14),
1855-1860.
doi:
10.1111/j.13652702.2010.03219.x
Hastono, S. P. (2007). Analisis Data Kesehatan.
Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia.
Kaawoan, A. Y. A. (2012). Hubungan Self care
dan depresi dengan kualitas hidup pasien
heart failure di RSUP Prof DR RD
Kandou Manado. (Tesis), Universitas
Indonesia, Depok.
Lwanga, S. K., & Lemeshow, S. (1997). Besar
Sampel dalam Penelitian Kesehatan (D.
Pramono, Trans.). Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., &
Swanson, E. (2008). Nursing Outcomes
Classification (NOC) (fourth ed.). St.
Louis, Missouri: Mosby Inc.; Elsevier
Inc.
Nicholson, C. (2007). Heart Failure: A Clinical
Nursing Handbook. West Sussex: John
Wiley & Sons Ltd.
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Kendal
Rayasari, F. (2011). Hubungan antara Depresi
dan Sel-Care Practice dengan Tingkat
Fatigue pada pasien HIV/AIDS di Pokja
HIV/AIDS RSPI Prof. Dr. Sulianti
Saroso. (Tesis), Universitas Indonesia,
Depok.
Rekam Medis, R. S. J. d. P. D. H. K. (2013).
Profil Kunjungan Pasien Rumah Sakit
Jantung & Pembuluh Darah Harapan
Kita. Jakarta.
Rochmayanti. (2011). Analisis faktor-faktor
yang mempengaruhi kualitas hidup
pasien penyakit jantung koroner di
Rumah Sakit Pelni Jakarta. (Tesis),
Universitas Indonesia, Depok.
Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., &
Cheever, K. H. (2010). Brunner &
Suddarth's Texbook of Medical Surgical
Nursing (12 ed. Vol. 1-2). Philadelphia:
Wolters Kluwer Health; Lippincott
Williams & Wilkins.
Tsai,
B.-M.
(2008).
Feasibility
and
effectiveness of e-therapy on fatigue
management in home-based older adults
with congestive heart failure. (Ph.D.
3291563), State University of New York
at Buffalo, United States -- New York.
Retrieved
from
http://search.proquest.com/docview/3043
69596?accountid=17242
ProQuest
Dissertations & Theses Full Text
database.
White, M. J. (2011). Inpatient Education of
Heart Failure Patients: Do Patients
Retain Knowledge and Does it Help in
Preventing Readmissions? (1495707
M.S.), University of California, San
Francisco, Ann Arbor. Retrieved from
http://search.proquest.com/docview/8796
37642?accountid=17242
ProQuest
Dissertations & Theses Full Text;
ProQuest Dissertations & Theses Full
Text: The Humanities and Social
Sciences Collection.
Wilson, J., & McMillan, S. (2013). Symptoms
Experienced by Heart Failure Patients in
Hospice Care. Journal of Hospice &
Palliative Nursing, 15(1), 13-21. doi:
10.1097/NJH.0b013e31827ba343.
53
Download