BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Morfologi dan Taksonomi Tanaman Tomat Tanaman tomat termasuk tanaman semusim (berumur pendek). Artinya, tanaman hanya satu kali produksi dan setelah itu mati. Tanaman tomat berbentuk perdu yang panjangnya mencapai ± 2 meter. Oleh karena itu tanaman toman perlu diberi penopang atau ajir dari turus bambu atau turus kayu agar tidak roboh ditanah tetapi tumbuh secara vertical (ke atas) (Tugiono 2005). Ciri morfologi yang berbeda disetiap varietasnya, tomat, berdasarkan syarat tumbuhnya, memiliki dua jenis yaitu tomat pada dataran tinggi dan tomat pada dataran rendah, namun sebenarnya tomat tidak terlalu berpengaruh pada ketinggian tempat tanam, namun hal yang paling mempengaruhi pertumbuhan tomat adalah kualitas tanah, banyaknya sinar matahari dan curah hujan, (Tugiono 2005) Menurut Tugiono (2005) tanaman tomat diklasifikasikan sebagai berikut : Diviso : Spermatophyta Subdivisio : Angiospermae Class : Dicotyledoneae Superorder : Asteridae Order : Polemoniales Family : Solanaceae Genus : Lycopersion Species : Lycopersion esculentum Mill Berikut ini morfologi tanaman tomat : 2.1.1. Morfologi Akar Tanaman tomat memiliki akar tunggang yang tumbuh menembus kedalam tanah dan akar serabut yang tumbuh ke arah samping tetapi dangkal. Berdasarkan sifat perakaran ini, tanaman tomat akan dapat tumbuh dengan baik jika ditanam ditanah yang gembur dan porous. 2.1.2. Morfologi Batang Batang tanaman tomat berbentuk persegi empat hingga bulat, berbatang lunak tetapi cukup kuat, berbulu atau berambut halus dan diantara bulu – bulu itu terdapat rambut kelenjar. Batang tanaman tomat berwarna hijau, pada ruas – ruas atas batang mengalami penebalan, dan pada ruas bagian bawah tumbuh akar – akar pendek. Selain itu, batang tanaman tomat dapat bercabang dan apabila tidak dilakukan pemangkasan akan bercabang banyak yang menyebar secara merata. 2.1.3. Morfologi Bunga Bunga tanaman tomat berukuran kecil, berdiameter sekitar 2 cm dan berwarna kuning cerah. Kelopak bunga yang berjumlah 5 buah dan berwarna hijau terdapat pada bagian bawah atau pangkal bunga. Bagian lain pada bunga tomat adalah mahkota bunga, yaitu bagian terindah dari bunga tomat. Mahkota bunga tomat berwarna kuning cerah, berjumlah sekitar 6 buah dan berukuran sekitar 1 cm. bunga tomat merupakan bunga sempurna, karena benang sari atau tepung sari dan kepala benang sari atau kepala putik terletak pada bunga yang sama. Bunganya memiliki 6 buah tepung sari dengan kepala putik berwarna sama dengan mahkota bunga, yakni kuning cerah. Bunga tomat tumbuh dari batang (cabang) yang masih muda. 2.1.4. Morfologi Buah Buah tomat memiliki bentuk bervariasi, tergantung pada jenisnya. Ada buah tomat yang berbentuk bulat, agak bulat, agak lonjong, bulat telur (oval), dan bulat persegi. Ukuran buah tomat juga sangat bervariasi, yang berukuran paling kecil memiliki berat 8 gram dan yang berukuran besar memiliki berat sampai 180 gram. Buah tomat yang masi muda berwarna hujau muda bila sudah matang warnanya menjadi merah. Buah tomat yang masih muda memiliki rasa getir dan aromanya tidak enak, sebab masih mengandung zat lycopersicin yang berbentuk lender. Aroma yang tidak sedap tersebut akan hilang dengan sendirinya pada saat buah memasuki fase pematangan hingga matang. Rasanya juga akan berubah menjadi manis agak masam yang menjadi ciri khas kelezatan buah tomat. Dalam proses pematangan buah terjadi perubahan warna dari hijau muda sedikit demi sedikit berubah menjadi kuning. Pada saat matang optimal, warna buah berubah menjadi cerah. Buah tomat banyak mengandung biji lunak berwarna putih kekuning – kuningan yang tersusun secara berkelompok dan dibatasi oleh daging buah. Biji tomat saling melekat karena adanya lendir pada ruang – ruang tempat biji tersusun. Daging buah tomat lunak agak keras, berwarna merah apabila sudah matang dan mengandung banyak air. Buah tomat juga memiliki kulit yang sangat tipis dan dapat dikelupas bila sudah matang. Namun, buah tomat tidak harus dikelupas kulitnya terlebih dahulu apabila hendak dimakan (Tugiono 2005). 2.1.5. Morfologi Daun Daun tanaman tomat berbentuk oval, bagian tepinya bergerigi dan mambentuk celah – celah menyirip agak melengkung ke dalam. Daun berwarna hijau dan merupakan daun majemuk ganjil yang berjumlah 5 – 7. Ukuran panjang daun sekitar (15 – 30 cm) dan lebar daun antara (10 x 25 cm) dengan panjang tangkai sekitar 3 – 6 cm. diantara daun yang berukuran besar biasanya tumbuh 1 – 2 daun yang berukuran kecil. Daun majemuk pada tanaman tomat tumbuh berselang seling atau tersusun spiral mengelilingi batang tanaman. 2.2. Ketahanan Varietas Tanaman Terhadap Serangan Penyakit Ketahanan varietas tanaman terhadap hama / penyakit adalah sekelompok faktor yang pada hakekatnya telah terkandung dalam tanaman dan diperoleh secara alamiah, sedang sifatnya adalah menolak, mencegah atau mentolerir serangan hama / penyakit. Faktor yang mengendalikan sifat resistensi, sampai saat ini belum diketahui dengan pasti, tetapi diduga adalah faktor fisis, kimiawi, anatomis, fisiologis dan genetis (Sodiq, 2009). 1) Preferensi / Non Preferensi Varietas yang tidak dipilih / disukai oleh penyakit, karena ada dua hal yang mendasari ketahanan pada non preferensi yaitu: (1) varietas yang tahan mungkin tidak memiliki suatu sifat-sifat kuantitatif yang menimbulkan zat atau rasa yang menyebabkan penyakit mudah terinfeksi , dan (2) mungkin memiliki sifat-sifat yang repelan (menolak) berupa rangsangan bau, rasa yang dimiliki tanaman antara lain zat alkaloid, minyak atheris, lemak dan lain sebagainya, yang menyebabkan penyakit tidak mudah terinfeksi. 2) Antibiosis Antibiosis disebabkan oleh adanya zat kimia yang bersifat sebagai zat penolak racun, adanya nutrisi tertentu yang tidak tersedia bagi serangga serta adanya perbedaan nutrisi dalam kuantitasnya. 3) Toleransi Toleransi ialah satu sifat yang dimiliki oleh tanaman yang mampu menyembuhkan diri dari kerusakan serangan penyakit, meskipun jumlah penyakit yang menyerang berjumlah sama dengan yang menyerang pada tanaman peka. Secara umum tanaman tidak berdiam diri ketika diserang patogen. Sistem pertahanan tanaman terhadap infeksi patogen dapat terjadi melalui satu atau kombinasi cara struktural dan reaksi biokimia. Ketahanan secara struktural ialah dengan membentuk penghambatan fisik yang mengakibatkan patogen tidak dapat berpenetrasi dan berkembang, sedangkan ketahanan secara biokimia yaitu dengan menghasilkan senyawa yang bersifat toksik atau menghambat pertumbuhan patogen Sinaga (2000). Menurut Semangun (1996) ketahanan terhadap penyakit dapat dikelompokkan ke dalam ketahanan struktural dan fungsional. Tanaman yang tahan terhadap penyakit adalah tanaman yang mampu menghambat perkembangan patogen sehingga patogen tersebut tidak dapat berkembang dan menyebar. Tomat memiliki sifat rentan yang sangat tinggi terhadap berbagai jenis bakteri, cendawan dan virus. Sifat ketahanan pada tomat khususnya Capsicum annuum dikontrol oleh sebagian besar gen tunggal dominan atau gen tunggal resesif, Semangun (1996). Ketahanan merupakan sifat yang diwariskan dari tanaman inang untuk mengurangi serangan patogen. Ketahanan bisa tinggi, sedang atau rendah. Dalam hal kekebalan imun, tanaman secara menyeluruh tahan terhadap berbagai serangan patogen. Imun bersifat mutlak dan tidak ada serangan dari penyakit, namun kejadian ini jarang terjadi di alam sedangkan toleran terhadap serangan patogen, biasanya tidak menimbulkan kehilangan hasil yang signifikan. Berbagai tipe ketahanan bisa berdasarkan (1) sifat pewarisan seperti monogenik, oligogenik dan poligenik. (2) berdasarkan tahap pertumbuhan inang seperti ketahanan pada perkecambahan dan ketahanan dewasa. Ketahanan yang ketiga (3) berdasarkan epidemiologi yaitu ketahanan vertikal dan ketahanan horizontal. 2.3. Penyakit Antraknosa Pada Tanaman tomat Menurut Alexopoulos (1952) jamur yang disebut colletotrichum dapat diklasifikasikan sebagai berikut: 1. Kingdom : Plantea 2. Phylum : Eumycophyta 3. Class : Deuteromycetes ( Fungsi Imperfecti) 4. Ordo : Melanconiales 5. Family : Melanconiales 6. Genus : Colletotrichum 7. Spesies : Colletotrichum Phomoides. Gambar 1 Konidia Cendawan Colletotrichum Sp Sumber : CABI [Crop Protection Compedium International]. 2005. UK: Wallingford Penyakit tanaman berdasarkan penyebabnya, terbagi atas penyakit biogenik dan penyakit fisiogenik. Penyakit biogenik disebabkan oleh organisme seperti cendawan, bakteri, virus, nematoda, ganggang serta tumbuhan berbiji parasitik, sedangkan penyakit fisiogenik disebabkan oleh kondisi lingkungan yang tidak sesuai dengan kondisi yang dibutuhkan suatu tanaman untuk tumbuh. Penyakit antraknosa merupakan penyakit biogenik. Kata antraknosa adalah suatu peralihan dari kata Inggris anthracnose. Kata ini awalnya berasal dari dua kata Yunani : anthrax yang berarti radang dan di bawah kulit atau bisul, dan nosos yang artinya penyakit (Syukur, 2007). Penyakit busuk buah ini akan menimbulkan kerugian besar terutama dengan kehadiran lalat buah (Widodo 2007). Penyakit antraknosa ini menyerang berbagai jenis tanaman diantaranya kelapa, kapas, serealia, pepaya, pisang, mangga, buncis, strawbery, mentimun bawang merah, tomat dan cabai. Penyebab penyakit antraknosa ini disebabkan oleh cendawan Colletotrichum sp. cendawan ini termasuk dalam sub divisi Deuteromycotyna, kelas Coelomycetes, ordo Melanconiales, famili Melaconiaceae dan genus Colletotrichum (Agrios, 1997). Ordo Melanconiales yang mempunyai tubuh buah berbentuk aservulus, menyebabkan penyakit penting yaitu antraknosa. Genus yang menyebabkan penyakit antraknosa ini adalah Gloeosporium, Colletotrichum, Stigmina, Marssonina, dan Sphaceloma (Semangun, 1994). Genus yang menjadi penyebab utama penyakit antraknosa adalah Gloeosporium dan Colletotrichum. Terdapat perbedaan antara Gloeosporium dengan Colletotrichum, pada Colletotrichum mempunyai seta (rambut-rambut) berwarna gelap pada aservulusnya, sedangkan pada Gloeosporium tidak terdapat seta (Holiday 1988,). Agrios (1997) menyatakan penyakit antraknosa ini disebabkan oleh sejenis kapang yang disebut cendawan Colletotrichum, termasuk famili Melanconiaceae, sub kelas cendawan imperfecti. Kapang ini memiliki tubuh oval sampai memanjang, agak melengkung dan dalam jumlah banyak berwarna kemerahan. Kapang ini sesungguhnya tidak hanya menyerang buah saja tetapi juga menyerang daun bunga, ranting dan tanaman semai. Penyakit antraknosa pada tanaman tomat disebabkan oleh tiga species cendawan Colletotrichum yaitu Colletotrichum acutatum, Colletotrichum gloeosporioides, dan Colletotrichum capsici (Hong & Hwang 1998).Colletotrichum acutatum mempunyai miselium berwarna putih hingga abu-abu. Warna koloni jika dibalik adalah oranye hingga merah muda. Konidia berbentik silindris dengan ujung runcing, berukuran 15.1 (12.8 -16.9) x 4.8 (4.0 - 5.7) μm (Hong & Hwang 1998). Penyakit antraknosa tidak hanya menyerang buah tomat tetapi juga menyerang bagian tanaman yang lain yaitu daun dan batang. Serangan penyakit antraknosa ini dapat terjadi kapan saja, namun serangan yang paling hebat terjadi saat curah hujan tinggi, saat memasuki musim kemarau penyakit ini hampir tidak ditemukan. Penyakit ini menyerang hampir diseluruh tahap pertumbuhan tanaman, termasuk saat pasca panen. Serangan pada persemaian dapat juga terjadi akibatnya bibit tanaman akan mengalami rebah kecambah atau dumping off. Pada tanaman dewasa dapat menyebabkan mati pucuk (dieback), kemudian diikuti infeksi lebih lanjut pada buah. Serangan Colletorichum menyerang daun, buah hijau, batang dan buah matang . Gejala utama timbul terutama pada buah, baik buah muda atau buah tua (matang) akan tampak bercak-bercak yang semakin lama semakin melebar. Serangan pada buah, awalnya hanya timbul bercak kecil yang lama-kelamaan akan melebar ke bawah dan memenuhi seluruh bagian tanaman. Pada bercak tersebut jika diperhatikan dengan seksama pada bagian tanaman yang terserang akan tampak bintik-bintik yang merupakan cendawan penyakit tersebut. Selanjutnya buah akan mengerut dan akhirnya akan mengering dengan warna kehitaman (Rusli,dkk,1997). Tanda selanjutnya ialah buah akan membusuk dan rontok. Serangan yang berat dapat menyebabkan seluruh buah mengering dan mengerut (keriput). Buah yang seharusnya merah menjadi berwarna seperti jerami (Semangun, 2000). Cendawan tersebut bereproduksi dengan membentuk massa dalam aservulus. Bila menyerang bagian tanaman yang lain gejala-gejalanya akan tampak mulai dari bagian ujung atau pucuk tanaman. Cara terbaik untuk mengurangi sumber inokulum penyakit ini melalui penggunaan benih yang bebas penyakit antraknosa hujan (Bailey.1992) Kerusakan tanaman karena serangan OPT sangat beragam. Berdasarkan pada gejala serangannya, kerusakan tanaman oleh serangan OPT dapat berupa kerusakan mutlak (atau yang dianggap mutlak) dan kerusakan tidak mutlak. Untuk menilai serangan OPT yang menyebabkan kerusakan mutlak digunakan rumus Rumus Intensitas serangan (I). Moekasan (2011) = x100% Keterangan : I = Intensitas serangan a = jumlah tanaman atau bagian tanaman yang terserang. b = jumlah tanaman atau bagian tanaman yang terserang. Intensitas serangan adalah derajat serangan OPT atau derajat kerusakan tanaman pangan yang disebabkan oleh OPT. Intensitas serangan dapat diamati dengan dua cara, yaitu: a. Intensitas serangan secara kuantitatif dinyatakan dalam persen bagian tanaman atau kelompok tanaman terserang. b. Intensitas serangan secara kualitatif dibagi menjadi empat kategori serangan, yaitu ringan, sedang, berat, dan puso. Adapun kategori serangan seranga penyakit secara umum dapat digunakan pedoman sebagai berikut: - Intensitas serangan ringan adalah derajat serangan sampai dibawah 10 persen. - Intensitas serangan sedang adalah derajat serangan yang sama atau lebih besar dari 20 sampai dibawah 40 persen - Intensitas serangan berat adalah derajat serangan yang sama atau lebih besar dari 40 sampai dibawah 60 persen. - Intensitas serangan puso adalah derajat serangan yang sama atau lebih besar dari 60 persen.