PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI MUALAF DI PESANTREN PEMBINAAN MUALLAF YAYASAN AN-NABA CENTER INDONESIA Tesis Oleh : Hidayatus Syarifah NIM : 21150110000017 PROGRAM MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA ISLAM FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2017 M/1438 H LEMBAR PENGESAHAN TESIS Tesis dengan judul "Pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi Mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesi a" yang ditulis oleh Hidayatus Syarifah dengan NIM 211501 10000017, telah diujikan pada Ujian Promosi Tesis oleh Program Magister Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif Hidayatullah Jakartapada Senin, 21 Agustus 2017. Tesis ini telah diperbaiki sesuai saran dari penguji sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan (M.Pd.) pada Program Magister (S2) Pendidikan Agama Islam. Jakarta, Agustus 2011 Ketua Prograln Tanggal Nama lE)r.Ho Sapiudin Shidiq,ゝ 江.Ag. NIP :196703282000031001 PenguJl I Nama :Prof Dr.Rusmin Tumanggor,M.A. NIP :‐ PenguJl Ⅱ Tanggal Nama :E)r.Akhmad Sodiq,M.Ag。 NIP :197107091998031001 PenguJl III Nama NIP Z,´ 多 ´201 Tanggal Dr.Nuraenl Ahmad,M.Hum. 19521231 1984032001 slo Tanda Tangan l,r Pembim bing Nama E)r.Ho Sapiudin Shidiq,M.Ag. NIP I 196703282000031001 Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah Mengetahui, n Keguruan hrif Hidayatullah J akarta NIP:19550421 1982031007 SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI Saya yang bertanda tangan di bawah ini: Nama Judul Tesis Hidayatus Syarifah Bojonegorol 02 Mei 1992 211501 I 00000r7 Magister Pendidikan Agama Islam Pendidikan Agama Islam Bagi Mualaf di Fesantren Pembinaan Dosen Pcmbimbing MuallafY ayasan an-Naba Center Indonesia Dr. H. Sapiudin Shidiq, M.Ag. Tempat/Tanggal Lahir NIM Prodi Dengan ini menyatakan bahwa tesis yang saya buat benar-benar hasil karya sendiri dan saya bertanggungjawab secara akademis atas apa yang saya tulis. Pernyataan ini dibuat sebagai salah satu syarat memperoleh gelir Magister Pendidikan (Nd.Pd.). Jakart a, 25 Agustus 201 7 Mahasiswa Ybs. Hidayatus Syarifah NIM.21150110000017 ABSTRAK “PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI MUALAF DI PESANTREN PEMBINAAN MUALLAF YAYASAN AN-NABA CENTER INDONESIA” Penelitian ini dilatar belakangi oleh distingsi dalam pelaksanaan pendidikan Agama Islam bagi mualaf. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan Pendidikan Agama Islam bagi mualaf yang dilaksanakan di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia, menguraikan faktor pendukung dan penghambatnya serta mengidentifikasi implikasinya. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan pendekatan analisis untuk mengetahui lebih jauh tentang pelaksanaan pendidikan Agama Islam bagi kaum mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia. Penelitian dilaksanakan dengan triangulasi teknik pengumpulan dan pengolahan data. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini bahwa Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia memberikan pembinaan berupa pembiayaan santri untuk menempuh pendidikan formal di luar dan non formal di dalam pesantren. Penelitian difokuskan kepada pendidikan non formal karena cukup menarik. Pendidikannya merupakan pendidikan lintas usia, bertujuan dakwah dengan memberikan materi ilmu kristologi dan muhadharah sebagai tambahan materi lainnya, mengintegrasikan metode pembelajaran dalam pendidikan formal dan non formal, mengkombinasikan pendekatan religus –kristologi– dan pendekatan scientific, serta tanpa adanya report harian ataupun rapor. Berbagai problematika tidak luput dihadapi dalam pelaksanaan pendidikan tersebut, namun pembelajaran tetap dapat berlangsung secara efektif karena didukung adanya faktor-faktor pendukung seperti minat belajar yang tinggi, kompetensi guru yang terpenuhi dan fasilitas yang memadai. Oleh karena itu, efektifitas pelaksanaan pendidikan Agama Islam tersebut dapat dirasakan dari output yang dihasilkan. Diantaranya yaitu perubahan karakter, militansi Islam, menjadi juru dakwah Islam, hafal dan cinta al-Qur‟an, lebih mengenal hakikat Tuhan dan Islam serta semakin percaya diri terhadap identitas keislamannya. Kemudian, tentunya problematika yang ada diperlukan saran diantaranya penambahan materi pembelajaran baik bersifat pengetahuan maupun pengembangan diri, melaksanakan program relawan untuk membantu dan/ atau mendampingi ustadz dalam melaksanakan pembelajaran dan mencari donatur tetap serta pendirian unit usaha mandiri. Kata Kunci: Pendidikan Agama Islam, Mualaf, Pesantren Mualaf i ABSTRACT “ISLAMIC EDUCATION FOR MUALAF IN PESANTREN PEMBINAAN MUALLAF YAYASAN AN-NABA CENTER INDONESIA” This research based on the distinguish of the implementation of Islamic education for mualaf. The objective of the the study is describe the Islamic Education for mualaf at the Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An-Naba Center Indonesia, describes the supporting factors, obstacles and identify the implications. This research is a qualitative research with analytical approach. It is to know more about the implementation of Islamic education for mualaf in Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An-Naba Center Indonesia. The study was conducted with triangulation of data collection and processing techniques. The results obtained from this research is Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan AnNaba Center Indonesia provide coaching in the form of financing santri (student) for formal education outside and non formal in boarding. The study focused on non-formal education because it is quite interesting. Education is a cross-age education aimed at preaching by giving christology and muhadharah materials in addition to other materials, integrating learning methods in formal and non-formal education, combining religiouschristology- approaches and scientific approaches, also without any daily reports or report. Various problems are not avoided in the implementation of the education, but the learning can still be effective because it was supported by some factors such as high learning interest, teacher competence, and adequate facilities. Therefore, the effectiveness of the implementation of Islamic education can be felt from the output. They are character changing, Islamic militancy, Islamic missionaries, memorized and love Qur'an, more familiar with the nature of God and Islam and increasingly confident in his Islamic identity. Then, of course there are problems that require suggestions such as the addition of learning materials, both in the form of knowledge and self-development, implementing volunteer programs to assist and accompanying teachers in carrying out learning and seeking a permanent donor and the establishment of independent business units. Keywords: Islamic Education, Muslim convert (mualaf), Pesantren mualaf. ii iii PEDOMAN TRANSLITERASI Transliterasi adalah mengalih aksarakan suatu tulisan ke dalam aksara lain. Misalnya, dari aksara Arab ke aksara Latin. Berikut ini adalah Surat keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI Nomor: 158 Tahun 1987 - Nomor: 0543 b/u/1997 tentang Transliterasi Arab-Latin yang peneliti gunakan dalam penulisan Tesis ini. A. Konsonan ARAB ا ة ت ث ج ح خ د ذ ر ز ش ش ص ض ط KETERANGAN RUMUS* Be Te Es dengan titk di atas 1e60 & 1e61 Je Ha dengan titik di bawah 1e24 & 1e25 Ka dan ha De Zet dengan titik di atas 017b & 017c Er Zet Es Es dan ye Es dengan titik di bawah 1e62 & 1e63 De dengan titik di bawah 1e0c & 1e0d Te dengan titik di bawah 1e6c & 1e6d Zet dengan titik di ظ Ẓa Ẓ 1e92 & 1e93 bawah ع „Ain „ Koma terbalik di atas „_ غ Gain G Ge ف Fa F Fa ق Qaf Q Qi ك Kaf K Ka ل Lam L El م Mim M Em ى Nun N En و Wau W We ه Ha‟ H Ha ء Hamzah ‟ Apostrof _‟ ي Ya‟ Y Ye * Rumus hanya dipergunakan untuk font yang tidak ada di kibor komputer gunanya untuk mempermudah. Rumus dioperasikan dengan cara mengetik kode yang tersedia lalu klik alt+x (kode pertama untuk huruf kapital dan kode kedua untuk huruf kecil). NAMA Alif Ba‟ Ta‟ Ṡ a‟ Jim Ḥa‟ Kha Dal Żal Ra‟ Zai Sin Syin Ṣ ad Ḍ aḍ Ṭa Latin B T Ṡ J Ḥ Kh D Ż R Z S Sy Ṣ Ḍ Ṭ iv B. Vokal 1. Vokal Tunggal Tanda Vokal َا ِا ُا Contoh: كتت: kataba dan Nama Fatḥ ah Kasrah Ḍ ammah Latin A I U Keterangan A I U سئل: su‟ila 2. Vokal Rangkap Tanda Vokal Nama ْىَي Fatḥ ah dan ya‟ sakin ْىَو Fatḥ ah dan wau sakin Contoh: كيف: kaifa dan َ =حَوْلḥ aula 3. Vokal Panjang Tanda Vokal Nama ىَب Fatḥ ah dan alif ىِي Kasrah dan ya‟ ىُو Ḍ ammah dan wau Contoh: َقَبل : qāla َقِيْل : qīla dan Latin Ā Ī Ū َُيقُوْل Latin Ai Au Keterangan A dan I A dan U Keterangan A dengan garis di atas I dengan garis di atas U dengan garis di atas Rumus 100 & 101 12a & 12b 16a & 16b : yaqūlu C. Ta’ Matrbuṭ ah 1. Transliterasi untuk ta‟ matrbuṭ ah hidup Ta‟ matrbuṭ ah yang hidup atau yang mendapat harakat Fatḥ ah, Kasrah, dan Ḍ ammah, transliterasinya adalah “T/t”. 2. Transliterasi untuk ta‟ matrbuṭ ah mati Ta‟ matrbuṭ ah yang mati atau mendapat harakat sakin, transliterasinya adalah “h”. Contoh: طلحة : ṭ alḥ ah. 3. Transliterasi untuk ta‟ matrbuṭ ah jika diikuti oleh kata yang menggunakan kata sandang “al-” dan bacaannya terpisah maka ta‟ matrbuṭ ah ditransliterasikan dengan “h”. Contoh: روضة األطفبل : rauḍ ah al-aṭ fāl الودينة الونورة : al-Madīnah al-Munawwarah D. Huruf Ganda (Syaddah atau Tasydīd) Transliterasi Syaddah atau Tasydīd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan tanda tasydīd (ّ)ى, dalam transliterasi dilambangkan dengan huruf yang sama (konsonan ganda). Contoh: رثّنب: rabbanā v E. F. نسّل: nazzala Kata sandang alif-lam “”ال Kata sandang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan hurug alif-lam ma„rifah “”ال. Namun dalam transliterasi ini, kata sandang dibedakan atas kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah dan kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyah. 1. Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah Kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah ditransliterasikan sesuai dengan bunyi yaitu “ ”الdiganti huruf yang sama dengan huruf yang mengikuti kata sandang tersebut. Contoh: الرّجل : ar-rajulu السيّدة : as-sayyidah 2. Kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyah Kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyah ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang digariskan di depan dan sesuai pula dengan bunyinya. Huruf sandang ditulis terpisah dengan kata yang mengikutinya dan dihubungkan dengan tanda sambung (-). Aturan ini berlaku untuk kata sandang yang diikuti oleh huruf syamsiyah maupun kata sandang yang diikuti oleh huruf qamariyah. Contoh: القلن : al-qalamu الفلسفة : al-falsafah Hamzah Aturan transliterasi huruf hamzah yaitu menjadi apostrof (‟) hanya berlaku bagi hamzah yang terletak di tengah dan akhir kata. Bila hamzah terletak di awal kata, hamzah tidak dilambangkan karena dalam tulisan Arab ia berupa alif. Contoh: شيئ: syai‟un اهرت: umirtu النوء : an-nau‟u G. Huruf Kapital Meskipun tulisan Arab tidak mengenal huruf kapital, tetapi dalam transliterasi huruf kapital digunakan untuk awal kalimat, nama diri, dan sebagainya seperti keterangan-keterangan dalam EYD. Awal kata sandang pada nama diri tidak menggunakan huruf kapital kecuali jika terletak di awal kalimat. Contoh: وهب هحود إال رسول : Wamā Muhammadun illā rasūl Abū Naṣ īr al-Farābīl Al-Gazālī Syahru Ramaḍ ān al-lażī unzila fīh al-Qur‟ān H. Lafẓ al-Jalālah ()اهلل Kata Allah yang didahului dengan partikel seperti huruf jar dan huruf lainnya, atau berkedudukan sebagai muḍ āf ilaih (frasa nomina), ditransliterasi tanpa huruf hamzah. Contoh: دينبهلل: dīnullāh ثبهلل : billāh vi Adapun ta‟ matrbuṭ ah di akhir kata yang betemu dengan lafẓ al-jalālah, ditransliterasikan dengan huruf “t”. Contoh: هن في رحوة اهلل: hum fī raḥ matillah I. Penulisan Kata Arab yang Lazim digunakan dalam Bahasa Indonesia Kata, istilah, dan kalimat Arab yang ditransliterasi adalah kata, istilah atau kalimat yang belum dibakukan dalam bahasa Indonesia. Kata, istilah atau kalimat yang sudah lazim dan menjadi bagian dari pembendaharaan bahasa Indonesia, atau sudah sering ditulis dalam tulisan bahasa Indonesia, tidak lagi ditulis menurut cara transliterasi di atas. Misalnya kata al-Qur‟an dari al-Qur‟ān, Sunah dari sunnah. Kata al-Qur‟an dan sunah sudah menjadi bahasa baku Indonesia maka ditulis seperti bahasa Indonesia. Namun, bila kata-kata tersebut menjadi bagian dari satu rangkaian teks Arab, maka harus ditransliterasi secara utuh. Contoh: Fī ẓ ilāl al-Qur‟ān As-Sunnah qabl at-tadwīn vii KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil „alamin, puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah swt. Sang pemilik langit dan bumi beserta isinya. Sang pemberi limpahan rahmat, hidayah, inayah, nikmat dan karunia kepada hamba-Nya. Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada baginda alam, sang revolusioner sejati yang menuntun umatnya menuju jalan penuh keridhaan Allah swt. dan khotaman nabiyyin yaitu baginda Nabi Muhammad saw. Dan kepada keluarganya, para sahabatnya, tabi‟at tabi‟in, ulama salafussholih, para syuhada, para sholihin dan seluruh kaum muslimin serta muslimat sampai kepada umatnya saat ini. Mudah-mudahan di akhirat kelak kita semua mendapatkan ridho Allah swt. dan syafaat Nabi Muhammad saw. Amin. Penyelesaian tesis ini merupakan prasyarat untuk menyelesaikan studi pada Program Magister Pendidikan Agama Islam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis menyadari bahwa tidak sedikit hambatan dan kesulitan yang dihadapi. Namun berkat dukungan dan doa dari berbagai pihak, hambatan dan kesulitan tersebut dapat terlewati. Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih sedalam-dalamnya kepada berbagai pihak yang telah memberikan dukungan berupa arahan, bimbingan, dan lainnya selama proses penyelesaian tesis ini. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya tersebut penulis sampaikan kepada yang terhormat: 1. Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Dede Rosyada, M.A beserta jajarannya. 2. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr. Ahmad Thib Raya, M.A beserta jajarannya. 3. Ketua Program Magister Pendidikan Agama Islam, Dr. H. Sapiudin Shidiq, M. Ag. beserta jajarannya, yang telah memberikan pelayanan akademik dengan memuaskan. 4. Pembimbing, Dr. H. Sapiduin Shidiq, M.Ag. yang telah memberikan bimbingan, arahan, wawasan dan nasehat dengan penuh kesabaran, ketekunan serta keikhlasan. 5. Seluruh Dosen Program Magister FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan ilmu baik secara tersirat maupun tersurat kepada penulis. 6. Ustadz Syamsul Arifin Nababan, selaku pendiri dan pengasuh Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia, yang telah bersedia memberikan izin penulis untuk melakukan penelitian. 7. Ustadz Idham Chalid, Ustadz Abdul Aziz Laia, Ukhti Khoirun Nisa, ukhti Nur Hidayah Rumahorbo dan akhi Annas Mansur Zebua yang telah bersedia memberikan informasi kepada penulis tentang semua permasalahan yang terdapat dalam tesis ini. 8. Ayahanda H. Imam Suyuti, ibunda Umi Saidah, adinda Muhammad Ubbadur Rahman al-Alawi dan adinda Fakhira Muzniya Syarifa serta seluruh keluarga tercinta yang selalu memberikan kasih sayang, semangat, pelajaran hidup, nasehat, dan dukungan lainnya baik dari segi riil maupun materiil. 9. Dr. Jejen Musfah, MA dan Tanenji, MA yang telah memberikan arahan, motivasi dan nasehat kepada penulis. 10. Staff Program Magister FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Muslikh Amrullah, S.Pd. yang telah membantu dan memberikan layanan akademik dengan sangat baik dan juga dukungan serta motivasi kepada penulis. viii 11. Seluruh sahabat seperjuangan baik dari prodi MPAI, MPBI, MPBA, dan MP yang telah memberikan kenangan indah, semangat dan motivasi saat berada di bangku perkuliahan kepada penulis. 12. Kepada seluruh santri Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia, yang telah bersedia menerima penulis dengan sangat ramah dan penuh kasih sayang selama penulis berada di pesantren. 13. Kepada IhyaUlumuddin, S.Pd.I yang telah banyak memberikan dukungan dan motivasi dengan sabar dan penuh kasih sayang kepada penulis. 14. Kepada semua pihak yang ikut andil dan telah membantu penyelesaian tesis ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Akhirnya kepada mereka yang telah penulis sebutkan, hanya do‟a yang dapat dipanjatkan kepada Yang Maha Kuasa, semoga Allah swt. yang membalasnya dengan balasan yang berlipat ganda. Amin. Jakarta, 25 Agustus 2017 Penulis, Hidayatus Syarifah ix DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL LEMBAR PENGESAHAN PERNYATAAN KARYA SENDIRI ABSTRAK .............................................................................................................. PEDOMAN TRANSLITERASI ........................................................................... KATA PENGANTAR ........................................................................................... DAFTAR ISI .......................................................................................................... DAFTAR TABEL .................................................................................................. DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................... BAB I BAB II BAB III PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ............................................................ B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah .................... C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................. TINJAUAN PUSTAKA A. Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian ............................................................................ 2. Tujuan .................................................................................. 3. Dasar .................................................................................... 4. Ruang Lingkup .................................................................... 5. Urgensi ................................................................................ 6. Kurikulum ........................................................................... 7. Proses Pembelajaran ............................................................ 8. Evaluasi ............................................................................... B. Mualaf 1. Pengertian ............................................................................ 2. Makna Konversi Agama ...................................................... 3. Tahapan Konversi Agama ................................................... 4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mualaf ........................ 5. Fase Mualaf Menjadi Muslim ............................................. C. Pendidikan Agama Islam bagi Mualaf ....................................... D. Kajian yang Relevan .................................................................. E. Kerangka Konseptual ................................................................. METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian .................................................... B. Jenis dan Pendekatan Penelitian ................................................ C. Data dan Sumber Data ............................................................... D. Teknik Pengumpulan Data ......................................................... E. Teknik Analisa Data .................................................................. F. Uji Keabsahan Data ................................................................... x i iv viii x xii xiii xiv 1 7 8 9 15 17 19 22 22 23 29 30 32 33 34 36 40 42 44 46 46 46 47 48 49 BAB IV BAB V TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Profil Lokasi Penelitian 1. Letak Lokasi Penelitian ....................................................... 2. Sejarah Singkat .................................................................... 3. Visi dan Misi ....................................................................... 4. Program Pesantren ............................................................... 5. Keadaan Pendidik ................................................................ 6. Keadaan Peserta Didik ........................................................ 7. Keadaan Sarana dan Prasarana ............................................ B. Temuan Penelitian dan Pembahasan 1. Pendidikan Agama Islam bagi Mualaf a. Tujuan ............................................................................ b. Materi ............................................................................. c. Metode .......................................................................... d. Evaluasi ......................................................................... 2. Faktor Pendukung dan Penghambat Pendidikan Agama Islam bagi Mualaf ................................................................ 3. Implikasi Pendidikan Agama Islam bagi Mualaf ................. 50 50 51 52 53 54 56 58 60 70 78 79 88 KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ................................................................................ B. Saran .......................................................................................... 93 93 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 95 LAMPIRAN xi DAFTAR TABEL Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Jadwal Kegiatan Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia ....................................................... Daftar Pendidik Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia ....................................................... Sarana dan Prasarana Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia ....................................................... Daftar Buku Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia ......................................... xii 52 53 57 69 DAFTAR GAMBAR Gambar 2.1 Gambar 3.1 Gambar 3.2 Gambar 4.1 Gambar 4.2 Gambar 4.3 Kerangka Konseptual ............................................................................ Tiga Komponen Analisa Data ............................................................... Teknik Triangulasi Data ........................................................................ Data Peserta Didik Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia Berdasarkan Usia ......................... Data Peserta Didik Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia Berdasarkan Jenjang Pendidikan .. Kerangka Hasil Penelitian ..................................................................... xiii 44 48 49 55 56 91 DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7 Lampiran 8 Uji Referensi Pedoman Observasi Pedoman Wawancara Pedoman Studi Dokumen Laporan Hasil Observasi Transkip Wawancara Data Santri Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia Dokumentasi/ Foto-Foto xiv BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Menjadi mualaf merupakan pilihan bagi seseorang. Proses tersebut mengalami berbagai fase yang kadang menyulitkan dalam pemenuhan keyakinannya. Walaupun hidayah merupakan mutlak atas kehendak Allah swt., namun fitrah dan akal manusia juga memiliki peran dalam pengambilan keputusan untuk mengubah keyakinannya tersebut. Nabi Muhammad saw. sangat memperhatikan mualaf. Seperti pada masa kota Mekah oleh Nabi Muhammad saw. pada tahun 8 H., Nabi Muhammad saw. memberi keamanan kepada Safwan bin Umayyah selama masa konversi batinnya hingga Safwan menentukan pilihannya kepada Islam. Selain itu, Nabi Muhammad saw. juga memberikan beberapa ekor unta kepada Safwan setelah Safwan menjadi mualaf. Hal tersebut menunjukkan bahwa Islam sangat memperhatikan keberadaan mualaf dan memperlakukan mualaf dengan sangat baik, seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. Perhatian Islam terhadap mualaf salah satunya dikarenakan kondisi mualaf itu sendiri. Beberapa kondisi mualaf tersebut merupakan pengalaman mualaf mulai dari sebelum, ketika dan setelah masuk Islam. Secara umum, kondisi mualaf tersebut diuraikan sebagai berikut: Pertama, hidayah. Pintu hidayah merupakan mutlak atas kehendak Allah swt. Sebagaimana dikemukakan oleh Ibn „Athaillah pada bab I Hikmah ke-8 yang dikutip oleh Sajari bahwa apabila Allah swt. telah membukakan pintu perkenalan Diri-Nya kepada hamba, maka tidaklah patut untuk mengacuhkannya. Hal tersebut tidak lain karena Allah swt.tidak akan membukakan pintu tersebut kecuali Allah swt. lah yang telah berkhendak (Sajari, 2012: 77-78). Meskipun hidayah adalah mutlak atas kehendak Allah, namun manusia juga haruslah berusaha untuk dirinya atau orang lain agar meraih hidayah tersebut. Kedua, keputusan. Fase pemenuhan hidayah bahwa ketika seseorang memilih untuk bertuhankan Allah swt. dan bernabikan Muhammad saw., maka diharuskan baginya untuk melafalkan dua kalimat syahadat tauhid dan rasul. Melalui syahadat itulah seseorang telah membuka pintu pertama untuk kemudian masuk dan menjadi seorang muslim. Kedua kalimat syahadat tersebut juga memiliki makna yang luas dan mendalam serta merupakan komitmen bagi muslim untuk terus menyembah hanya kepada Allah swt., mengikuti segala perintah-Nya dan menjauhi segala larangan-Nya. Dijelaskan oleh Alim (2011: 127) bahwa persyaratan utama seseorang menjadi muslim adalah pengucapan dua kalimat syahadat, yang mana tidak hanya diucapkan melalui lisan, namun dengan kesungguhan hati dan tiada keraguan di dalamnya. Terakhir, pengalaman. Pengalaman hidup mualaf juga mempengaruhi pembinaan agamanya. Perbedaan pengalaman hidup mualaf tersebut dapat dibuktikan melalui karya monumental beberapa mualaf berupa buku teks baik dalam bentuk novel, cerita pendek, atau lainnya. Para mualaf tersebut menceritakan secara detail terkait awal mula ia ingin mengenal Islam, mendalami Islam hingga kemudian mengimani dan ikut menjadi muslim. Salah satu contoh mualaf adalah Jeffrey Lang seorang profesor Matematika dari Universits San Francisco. Pengalamannya mulai dari sebelum hingga menjadi mualaf diceritakannya dengan detail di dalam buku karyanya. Lang mendapat hidayah secara perlahan-lahan dan bahkan dalam rentang waktu yang sangat lama. Hal tersebut bermula dari mimpi selama kurang lebih sepuluh tahun hingga akhirnya ia mengalami 1 2 hal sesuai mimpinya pada saat awal dirinya menjadi muslim. Mimpi tersebutlah yang mendorong dirinya untuk menemukan Tuhan yang sejati (Lang, 2008; Noakes, 1995: 354). Selain Jeffrey Lang, berbagai testimoni mualaf Indonesia juga banyak diungkapkan dalam buku-buku baik yang telah memiliki izin terbit nasional maupun izin terbit khusus lembaga. Seperti Ustadz Ali Akbar yang sebelumnya menjadi penganut Katolik yang taat. Keputusannya masuk Islam bukan perkara mudah, namun melalui beberapa fase dan rintangan. Diawali dari kegoyahan batin dan keingintahuan yang besar terhadap Islam, hingga akhirnya ia menemukan jawaban atas semua permasalahannya dalam al-Qur‟an dan memutuskan masuk Islam. Setelah masuk Islam, berbagai rintanganpun mulai berdatangan seperti ancaman pembunuhan oleh pihak prajurit daerahnya dan lain sebagainya. Meskipun demikian, kemtaban hatinya untuk memeluk Islam tidak kembali tergoyahkan dan ingin terus menkaji al-Qur‟an. Keteguhan tersebut menghantarkannya menjadi seorang pendakwah dan ustadz, yang selain memberikan inspirasi, teladan juga menyebarkan manfaat kepada sesama (Nababan, 2015: 1-26). Selain pengalaman di atas, mualaf generasi pertama atau pada zaman Nabi Muhammad saw., sahabat dan tabi‟ tabi‟in dapat dilacak melalui berbagai kajian keilmuan keagamaan. Mayorias dai mualaf-mualaf tersebut juga mengalami beberapa tekanan. Seperti contoh tekanan yang dilakukan oleh Abu Jahal. Bagi mualaf dari kalangan terpandang, Abu Jahal menawarkan sejumlah uang dan kedudukan. Namun mualaf yang bukan dari kalangan terpandang, diberikan ancaman dan penyiksaan. Kedua hal tersebut mempunyai tujuan agar mualaf dapat kembali merubah keyakinan dan keluar dari agama Islam. Selian itu, intimidasi dari berbagai kalangan juga dirasakan oleh mualaf pada masa Rasulullah saw. Seperti Mush‟ab bin Umair yang diusir oleh ibunya setelah status kemualafannya, paman Utsman bin Affan pernah diselubungi tikar daun kurma dan diasapi dibawahnya, Bilal bin Rabbah diseret dengan tali di lehernya dan dipukuli dengan tongkat serta dijemur ditengah terik matahari seraya diletakkan batu besar di dadanya, Ammar bin Yassir diseret ke tengah padang pasir yang panas membara dan menyiksa kedua orang tuanya hingga meninggal, serta masih banyak lagi (al-Mubarakfuri, 2016: 106-110). Meskipun kondisi mualaf banyak mendapatkan tekanan, namun tidak menyurutkan tekad dan kegigihannya dalam mempertahankan keislamannya. Banyak peran mualaf bagi Islam. Seperti contoh, pada masa sahabat Umar bin Khattab yaitu Ka‟ab al-Ahbar dan Wahab bin Munabbih. Keduanya merupakan tokoh Yahudi yang masuk Islam. Ka‟ab memiliki posisi luar biasa dan disegani banyak sahabat. Sahabat-sahabat besar nabi Muhammad itu sering mengambil pendapat dari Ka‟b al-Ahbar, terutama yang berkaitan dengan penafsiran al-Quran yang membutuhkan penjelasan dari sumbersumber Yahudi seperti Talmudz, Taurat, dan yang lainnya. Kemudian Wahab bin Munabbih dijadikan sebagai sumber memahami teks-teks al-Quran yang membutuhkan penjelasan dari Taurat, misalnya dalam QS. 2:35-39 yang menjelaskan tentang larangan terhadap nabi Adam dan istrinya untuk mendekati pohon di dalam sorga (At-Thabari, 2000: th.). Dengan demikian, dapat dipahami bahwa menjadi mualaf bukan pilihan yang mudah. Hidayah yang diterima akan mendorong alasan seseorang masuk Islam. Keputusan yang dipilih akan mendorong niat, tekad dan usaha mualaf dalam mempelajari dan mengaplikasikan nilai-nilai Islam. Pengalaman hidup yang dijalani akan mendorong pola pikir dan keyakinannya terhadap Islam. 3 Kemudian, mualaf merupakan bagian dari penduduk yang beragama Islam atau disebut muslim yang sebelumnya memeluk agama lain bukan Islam. Di Indonesia khususnya, muslim merupakan mayoritas. Hal tersebut dapat dibuktikan melalui data statistik yang disajikan oleh Badan Pusat Statistik Republik Indonesia pada tahun 2010. Dari data tersebut dapat diketahui jumlah masyarakat beragama Islam sejumlah 207.176.162 dari 237.641.326 jumlah seluruh penduduk Indonesia (BPS RI, 2010: 1). Berdasarkan data di atas, Indonesia sebagai negara yang notabene muslim memiliki peluang besar untuk menyebarluaskan agamanya. Saat ini, Mualaf Center Indonesia (MCI) sebagai salah satu lembaga yang menaungi pembinaan mualaf telah mencatat kurang lebih 2.854 orang bersyahadat sebagai muslim melalui MCI di berbagai wilayah Indonesia selama tahun 2016. Hal tersebut mengalami kenaikan sekitar 5-6 persen dari tahun-tahun sebelumnya. Adapun peningkatan jumlah mualaf tertinggi ada pada tahun 2006. Sedangkan pada tahun 2007 hingga 2009 sempat mengalami penurunan. Namun, pertumbuhan jumlah mualaf kembali meningkat pada tahun 2010 (Republika, 2017: 1). Kemudian, ketua Mualaf Center Indonesia yakni Steven Indra memberikan penegasan dalam Republika, bahwa mulai tahun 2011 hingga sekarang atau kurang lebih lima tahun terakhir sudah lebih dari 10.000 orang masuk Islam (Republika, 2017: 2). Melihat peluang perkembangan Islam khususnya di Indonesia dengan banyaknya jumlah mualaf di Indonesia, tentunya perlu pembentukan lembaga khusus. Lembaga tersebut harus dapat menaungi, membina dan mengarahkan dengan segenap hati terhadap masyarakat yang ingin mulai mengenal, mendalami dan mengimani Tuhan Yang Maha Esa yakni Allah swt. Melalui lembaga khusus pembinaan mualaf tersebut, proses pembelajaran mualaf dapat dilaksanakan secara optimal. Pendirian lembaga keagamaan yang fokus dengan pembinaan mualaf juga telah ada di Indonesia. Lembaga-lembaga keagamaan tersebut tidak lain adalah lembaga yang bergerak dalam dakwah dan kepedulian terhadap mualaf. Selain sebagai perantara kaum non-muslim untuk melafalkan dua kalimat syahadat, melalui lembaga-lembaga ini juga para mualaf diberikan pemahaman, pembinaan, dan pendidikan tentang Islam. Namun demikian, lembaga khusus bagi pembinaan mualaf di Indonesia tersebut masih sangat minim dan belum diketahui pasti jumlahnya. Berdasarkan observasi peneliti melalui internet bahwa lembaga pembinaan mualaf yang telah berbentuk fisik pesantren di wilayah Jabodetabek hingga saat ini baru berdiri dua pesantren yaitu Pondok Pesantren Yayasan Pembinaan Muallaf an-Naba Center Indonesia, Ciputat Banten dan Pondok Pesantren Attaibin, Cibinong Bogor. Sedangkan, lembaga pembinaan mualaf lainnya masih secara individual maupun kelompok masyarakat di masjid-masjid besar, seperti Masjid Agung Istiqlal dan Masjid Agung Sunda Kelapa. Selain itu, pemerintah sendiri belum secara khusus mendirikan lembaga pembinaan bagi mualaf. Hal ini sebagaimana dikemukakan oleh Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin pada Republika bahwa, “kementerian Agama memang belum memiliki lembaga khusus yang menangani masalah pembinaan dan pemberdayaan mualaf. Hal ini dikarenakan, program pemerintah meliputi semua warga negara tanpa membedakan mualaf atau tidak. Namun, ia menilai jika lembaga tersebut dikelola oleh MUI atau ormas islam maka akan lebih tepat (Republika, 2015: 3).” Berdasarkan data di atas, eksistensi kehadiran dan efisiensi peran lembaga pembinaan sangat penting dalam membina mualaf, khususnya di Indonesia. Pemerintah dan masyarakat juga harus bekerjasama dan saling mendukung. Dengan demikian, perkembangan jumlah mualaf yang cukup pesat, haruslah dibarengi dengan pendirian 4 lembaga pembinaan yang mencukupi. Terlebih lagi, lembaga pembinaan mualaf dalam wujud pesantren. Melalui pesantren, Pendidikan Agama Islam bagi mualaf dinilai dapat terlaksana dengan efektif. Hal ini dikarenakan pesantren tidak hanya sebagai tempat mengasah pengetahuan dan kemampuan, namun juga sebagai miniatur kehidupan Islam. Sebagaimana kita ketahui bahwa dengan menyepakati arti mualaf adalah orang yang baru masuk Islam, maka mualaf dianggap sama sekali belum memiliki pengetahuan tentang Islam secara haq. Padahal konsekuensi keputusan memilih Islam sebagai agamanya adalah bukan sekedar mengucap syahadat, namun harus mengikuti seluruh amalan, hukum dan tata cara kehidupan Islam. Oleh karena itu, untuk memenuhi kewajiban terhadap konsekuensi tersebut, maka mualaf harus secara ekstra mempelajari dan mendalami pengetahuan keislaman. Melalui pesantren inilah, kebutuhan mualaf dalam pemenuhan pengetahuan dan pendalaman Islam dapat tercapai. Dengan demikian, mualaf dapat menanamkan konsep Islam selain sebagai pengetahuan juga sebagai kulturnya. Selain itu, dapat dikatakan juga bahwa menjadi mualaf yang baik dan taat pastinya memiliki faktor pendukung yang beragam, seperti keuletan, minat dan semangat tinggi dalam diri mualaf itu sendiri. Faktor lainnya juga dapat membantu dalam proses tersebut seperti peran lingkungan mualaf. Sehingga pola pembinaan terhadap mualaf menjadi hal pokok untuk kemudian dipertimbangkan, diputuskan dan dilaksanakan dengan matang guna mendapatkan tujuan yang sebenarnya yakni menjadi muslim yang hakiki dan mendalami Islam dengan benar sesuai apa yang telah ditunjukkan Allah swt. Selain itu, kondisi mualaf sebagaimana dipaparkan sebelumnya juga dapat berpengaruh terhadap pola pembinaan dan pendidikan Agama Islam bagi mualaf oleh lembaga pembinaan terkait. Pola pembinaan mualaf diperlukan penyesuaian terhadap kondisi mualaf dan ketepatan dalam pembinaannya. Demikian juga, pola pembinaan yang dikehendaki terdapat penyeragaman kurikulumnya oleh berbagai lembaga pembinaan mualaf yang ada. Artinya penyebaran pendidikan mualaf di berbagai lembaga pembinaan di Indonesia, tetap memiliki satu arah tujuan. Implementasi nilai-nilai Islam terhadap mualaf juga tidak hanya dikehendaki atau dikhususkan pada satu pemahaman/ aliran saja. Begitu juga proses pembelajaran bagi mualaf tidaklah mudah. Sangatlah diperlukan pendidik yang benar-benar ahli, kuat dan benar untuk dapat melaksanakan pembinaan secara sepenuhnya terhadap mualaf. Ditegaskan oleh Ketua Umum Himpunan Bina Mualaf Indonesia (HBMI) yaitu Syarif Tanudjaja dalam Republika, bahwa saat ini proses pembinaan mualaf masih berdiri sendiri dan belum profesional. Sehingga program pembinaan mualaf secara nasional sangat diperlukan adanya. Penyeragaman yang dimaksud merupakan satu kesatuan tentang kurikulum, sertifikasi mualaf, dan lain sebagainya. Dengan demikian, meskipun proses pembinaan mualaf dilakukan oleh siapa saja, namun tetap memiliki pedoman dalam skala nasional dengan teknis pembinaan disesuaikan dengan daerah dan wilayah masing-masing. Hal ini dinilai akan berdampak positif selain kepada mualaf itu sendiri juga bagi lembaga pembinaan mualaf tersebut. Karena lembaga dapat memiliki legal formal dan memudahkan hubungan dengan lembaga pemerintah (Republika, 2014: 1-4). Dengan demikian, penyeragaman pedoman pembinaan mualaf dalam skala nasional sangatlah diperlukan. Penyeragaman kurikulum pendidikan pembinaan mualaf ini memiliki banyak aspek yang harus dikembangkan. Sehingga kematangan dalam konsep dan implementasi dapat terlaksana. Tentunya peran serta pemerintah dan kerjasama antar 5 pemerintah dengan masyarakat serta/ atau masyarakat dengan masyarakat sangat dibutuhkan. Dalam hal pembinaan mualaf, pada zaman nabi Muhammad saw. dapat dijadikan contoh. Sebagaimana di kemukakan oleh al-Mubarakfuri (2016: 87-89) bahwa mualaf generasi pertama atau disebut assabiqunal awwalun pada zaman rasulullah diantaranya Khadijah binti Khuwailid, Zaid bin Haritsah, Ali bin Abi Thalib dan Abu Bakar. Setelahnya disusul oleh Bilalbin Rabbah, Abu Ubaidah Amir bin al Jarrah, Abu Salamah bin Abdul Assad, al-Arqam bin abil Arqam, Utsman bin Mazh‟un dan dua saudaranya, Ubaidah bin al Harits, Said bin Zaid, Fathimah binti al Khaththab, Khabbab bin al Aratt, Abdullah bin Mas‟ud dan masih banyak lagi. Golongan tersebut memeluk Islam melalui dakwah Nabi Muhammad saw. secara diam-diam dan mendapatkan pendidikan Agama Islam dari rasulullah secara sembunyi-sembunyi juga selama tiga tahun. Setelah diturunkan firman Allah swt. dalam QS. al-Hijr ayat 94 yang merupakan perintah Allah swt. untuk menyampaikan ajaran Islam secara terangterangan, maka nabi Muhammad saw. pun melaksanakannya. Berbagai ancaman dan penindasan diterima nabi Muhammad saw. dan umat Islam, serta mualaf sebagai wujud penolakan dan upaya penghentian dakwah Islam. Secara umum, pendidikan Islam masa Rasulullah saw. dibedakan menjadi 2 tahap, baik dari segi waktu dan tempat penyelenggaraan, maupun dari segi isi dan materi pendidikannya, yaitu : (1) tahap/fase Makkah, sebagai awal pembinaan pendidikan Islam, dengan Makkah sebagai pusat kegiatannya, (2) tahap/fase Madinah, sebagai fase lanjutan pembinaan/pendidikan Islam dengan Madinah sebagai pusat kegiatannya (Zuhairini, 2008: 14-18). Pada fase makkah, pendidikan agama dilaksanakan oleh Rasulullah saw. meliputi: (1) pendidikan keagamaan; (2) pendidikan aqliyah dan ilmiah; (3) pendidikan akhlak dan budi pekerti; dan (4) pendidikan jasmani atau kesehatan. Sedangkan pendidikan agama Rasulullah saw. pada fase Madinah meliputi: (1) pembentukan dan pembinaan masyarakat baru (aspek sosial politik); pendidikan sosial dan kewarganegaraan; (3) pendidikan anak (Zuhairini, 2008: 27; Yunus, 2008: 26; al-Mubarakfuri, 2016: 79). Pendidikan yang dilaksanakan oleh nabi Muhammad saw. tersebut dapat dijadikan gambaran dan contoh dalam menerapkan pendidikan agama Islam kepada mualaf. Hal ini dikarenakan pada masa tersebut merupakan generasi awal berkembangnya agama Islam dan masa umat manusia banyak yang beralih keyakinan kepada Islam. Dengan demikian, pembinaan dan pendidikan agama Islam yang dilaksanakan pada masa Rasulullah saw. dilaksanakan dengan memberikan pengetahuan dan praktik yang mendasar dan berangsur-angsur kepada mualaf. Dengan kata lain bahwa pendidikan dilaksanakaan secara dinamis dan komprehensif. Terdapat beberapa penelitian terkait pendidikan bagi kaum mualaf, salah satunya adalah yang telah dilakukan Ramlah Hakim. Hakim (2013: 1) menjelaskan bahwa di Sulawesi Selatan, dalam pembinaan terhadap mualaf bersifat fluktuatif, yang ditandai dengan aktivitas yang sifatnya insidentil. Keberadaan Mualaf menjadi sistematis karena dalam berbagai aktivitas pembinaannya, diprakarsai oleh berbagai elite keagamaan melalui berbagai yayasan/ormas keagamaan dan majelis taklim. Namun, beberapa organisasi yang tadinya didirikan untuk merespon kepentingan mualaf seperti Nahdlatul Ulama (NU), Muhammadiyah, pemerintah daerah bersama Kementerian Agama yang sifatnya temporer hilang karena politik. Hal tersebut mengakibatkan kecenderungan ideologis yang dianut para mualaf masih konsisten dengan doktrin Islam yang inklusifmoderat. 6 Kemudian, Neny Noviza juga melakukan penelitian terhadap mualaf. Sebagaimana dijelaskan oleh Noviza (2015: 185) bahwa pada subyek yang ditelitinya yaitu mualaf Tionghoa Masjid Al-Islam Muhammad Cheng Ho Palembang yang telah melakukan konversi agama karena faktor yang berbeda-beda. Adapun faktor yang terkuat adalah lingkungan. Ketiga Subyek mengalami semua tahapan konversi agama antara lain masa tenang, masa ketidaktenangan, masa konversi, masa tenang dan masa tentram, dan masa ekspresi konversi. Adapun Sumber subyek dalam mempelajari agama barunya adalah dari teman, buku, kemudian pemuka agama yang ada di Mesjid Al-Islam Muhammad Cheng Ho. Sedangkan kendala-kendala yang dihadapi mualaf berdasarkan penelitian ini adalah penyesuaian diri terhadap agama baru tentang cara beribadah dan terhadap lingkungan keluarga dan pekerjaan. Selanjutnya, terdapat penelitian tesis yang berjudul Pendidikan Agama Islam bagi Mualaf pada basecamp Meratus di Kaki Pegunungan Meratus. Pada penelitian ini memberikan pengetahuan tentang konsep pendidikan Agama Islam yang diterapkan kepada mualaf di basecamp Meratus. Di dalamnya dijabarkan tentang tujuan, materi, metode dan problematika yang ada. Basecamp tersbeut didirikan karena rasa solidaritas dari pendidik terhadap warga di Pegunungan Meratus, khususnya mualaf. Dalam pelaksanaan pendidikan Agama Islam, materi yang diajarkan berkisar tentang praktikpraktik ibadah. Sementara metode yang digunakan yaitu metode ceramah, demonstrasi dan praktik. Selian itu, problematika tidak luput dari pelaksanaan pendidikan agamaIslam tersebut seperti minimnta saran dan prasarana, kemampuan baca tulis alQur‟an siswa, lingkungan fisik dan sosial (Nuthpaturahman, 2017: vi). Berdasarkan penelitian-penelitian di atas, diperlukan kehadiran dan kontribusi kuat serta pola pembinaan yang sesuai oleh lembaga pembinaan agama Islam bagi mualaf. Kokohnya lembaga tersebut dapat menghantarkan mualaf untuk dapat memahami, mendalami dan mengimplementasikan Islam selain sebagai agamanya juga sebagai jalan hidupnya. Kemudian, dalam tesis ini akan dilakukan penelitian terkait pembinaan mualaf dalam bidang Pendidikan Agama Islam. Penelitian ini dianggap menarik karena beberapa hal yaitu: Pertama, adanya pendidikan bagi mualaf tentu sangat berbeda dengan yang lain. Perlu pendekatan, metode, taktik dan aspek lainnya yang secara khusus disiapkan. Bahkan dapat dikatakan bahwa tidak secara serta merta masyarakat umum mampu memberikan pembinaan terhadap mualaf. Kedua, semangat, tekad, dan nilai-nilai positif dalam diri mualaf itu sungguh luar biasa dan patut diteladani. Seperti perjuangan mualaf dalam merubah keyakinan, merubah kehidupan dan lain sebagainya. Hal ini merupakan perjuangan yang tidak mudah dan mengingatkan kita kepada perjuangan baginda Rasulullah saw. dalam memperjuangkan Islam di atas segalagalanya dan kepada semua umatnya. Artinya, semangat juang mualaf dapat dijadikan ibrah dalam kehidupan beragama umat muslim lainnya. Terakhir, adanya lembaga pendidikan dengan model pesantren khusus mualaf sangat menarik baik dari segi eksistensi maupun kinerjanya. Beberapa hal yang menarik pesantren mualaf diantaranya adanya penciptaan strategi khusus –yang berbeda dengan pesantren pada umumnya–, menjadi ladang pahala umat muslim lainnya, memberi pelajaran kepada kita bahwa sesama umat muslim harus saling membantu dan mengasihi, serta pengabdian terhadap Allah swt. menjadi sorotan utama dalam hal ini. Demikianlah beberapa alasan peneliti tertarik melakukan penelitian ini. Selanjutnya, penelitian ini dilaksanakan di sebuah lembaga pendidikan pesantren khusus pembinaan mualaf yang berada di wilayah Jabodetabek. Pesantren mualaf ini 7 telah lama didirikan dan program pendidikan juga telah dilaksanakan hingga kini. Pondok pesantren khusus mualaf ini bernama Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia. Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia merupakan salah satu lembaga pendidikan kegamaan yang khusus menaungi mualaf. Namun, lembaga juga diperuntukkan bagi kaum dhu’afa. Dakwah dan nilai sosial adalah pondasi awal berdirinya pesantren. Pesantren ini didirikan oleh Ustadz Syamsul Arifin Nababan yang juga dikenal sebagai ustadz, da’i dan ulama, yang mendedikasikan hidupnya dalam dakwah Islam. Sebelumnya beliau adalah seorang pendeta dan penginjil yang gigih menyebarkan misi Kristen di kawasan Tapanuli, Sumatera Utara dan sekitarnya. Pendirian Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan anNaba Center Indonesia bermula dari keprihatinan Ustadz Syamsul Arifin Nababan yang mendapati para mualaf terlantar dan tidur di kolong-kolong Masjid Istiqlal Jakarta. Kondisi mualaf tersebut sangat memprihatinkan karena setelah masuk Islam, mereka terusir dari rumah dan hidup tanpa perlindungan orang tua atau keluarga. Alasan terkuat memilih Islam sebagai agama mualaf karena keyakinan bahwa iman Islam sangat cocok dalam memenuhi gemuruh batin akan kebenaran ajaran Islam (Brosur Ponpes, th: 1). Dalam beberapa aspek, Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia dapat dijadikan model bagi pesantren lainnya. Diantaranya dalam aspek kebersihan sangat dikagumi oleh pondok pesantren Darussalam. Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia dinilai telah secara utuh menerapkan kalimat Kebersihan adalah sebagian dari iman (Republika, 2015: p. 3). Demikianlah gambaran singkat tentang Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia sebagai tempat penelitian. Selanjutnya, setelah pemaparan-pemaparan terkait problematika mualaf baik dari aspek diri mualaf, konsep pembinaan maupun peran lingkungan pendidikannya, serta alasan menarik dilaksankaan kajian penelitian ini, maka penelitian tesis ini akan diberikan judul yaitu Pendidikan Agama Islam bagi Mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia. B. Identifikasi, Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, masalah mendasar yang dapat diidentifikasi terdiri dari permasalahan-permasalahan yaitu: a. Perhatian dan kepedulian masyarakat yang masih rendah terhadap mualaf, sehingga perkembangan dakwah Islam untuk mualaf masih belum optimal. b. Pengetahuan mualaf yang masih minim tentang ajaran Islam, sehingga pemahaman dan pendalaman Islam harus secara ekstra dibina mulai dasarnya. c. Implementasi Pendidikan Agama Islam bagi mualaf yang belum optimal, sehingga kualitas pemahaman dan pendidikan mualaf belum sepenuhnya sesuai, menyeluruh dan mendalam terhadap nilai-nilai Islam yang diharapkan. d. Lembaga dakwah untuk mualaf yang belum memadai dalam pemberian fasilitas baik bersifat materi maupun non materi kepada mualaf, sehingga pembinaan terhadap mualaf kurang sistematis. e. Beragamnya faktor-faktor yang melatarbelakangi mualaf melakukan konversi agama, sehingga perlu pengetahuan dan pendekatan khusus dalam pembinaan agama mualaf. f. Implikasi Pendidikan Agama Islam bagi mualaf yang masih rendah, sehingga Pendidikan Agama Islam yang diberikan kepada mualaf harus ditingkatkan kualitasnya baik dari materi maupun non materi. 8 2. Batasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas, nampak bahwa masalah-masalah tersebut sangat penting untuk dijawab. Namun permasalahan tersebut masih sangat luas dan diperlukan pembatasan. Pembatasan masalah yang akan dikaji dan diteliti dalam tesis ini adalah tentang implementasi Pendidikan Agama Islam untuk mualaf dan implikasi Pendidikan Agama Islam bagi kaum mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia. 3. Perumusan Masalah Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka masalah pokok dapat dirumuskan sebagai berikut: a. Bagaimana Pendidikan Agama Islam bagi mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia? b. Apa faktor pendukung dan penghambat Pendidikan Agama Islam bagi mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia? c. Apa implikasi Pendidikan Agama Islam bagi mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan memahami beberapa hal, yaitu: a. Mendeskripsikan Pendidikan Agama Islam bagi mualaf yang diterapkan di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia. b. Menguraikan faktor pendukung dan penghambat Pendidikan Agama Islam bagi mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia. c. Mengidentifikasi implikasi Pendidikan Agama Islam bagi mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia. 2. Manfaat Penelitian Penelitian ini tentu diharapkan memiliki manfaat bagi penulis, lembaga terkait dan lainnya baik secara teori maupun praktis. Secara teori, penelitian ini diharapkan mampu menambah cakrawala pengetahuan dan wawasan khususnya tentang pendidikan agama Islam bagi kaum mualaf. Penelitian ini juga diharapkan mampu menjadi gambaran bagi peneliti lainnya untuk melakukan penelitian selanjutnya yang lebih baik lagi. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada lembaga pendidikan mualaf khususnya di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia berkenaan dengan Pendidikan Agama Islam bagi kaum mualaf. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian Pendidikan Agama Islam a. Pengertian Pendidikan dan Agama Para pakar telah memberikan definisi terkait pengertian pendidikan agama Islam dalam berbagai teori. Namun sebelumnya akan diulas pengertian pendidikan dan agama. Tatang (2012: 17) dalam buku berjudul Ilmu Pendidikan berpendapat bahwa pendidikan memiliki makna secara teoritis dan praktis yaitu sebagai berikut: a) pendidikan berarti mengajarkan segala hal yang bermanfaat bagi kehidupan manusia, baik terhadap aktivitas jasmani, pikiran maupun terhadap ketajaman dan kelembutan hati nuraninya; b) pendidikan dapat berbasis pada kebudayaan masyarakat, nilai-nilai agama, serta visi dan misi lembaga pendidikan; dan c) pendidikan dapat berjalan, baik secara formal maupun informal. Sedangkan dalam UU tentang Sistem Pendidikan Nasional, pendidikan yaitu: Usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (UU Sisdiknas tahun 2003). Makna pendidikan sangatlah luas, namun dapat dipersempit dengan mengambil pemahaman dari beberapa pengertian yang telah dikemukakan di atas. Pendidikan merupakan proses pengajaran yang dilaksanakan dengan sadar dan dengan rencana sistematis terhadap segala nilai-nilai positif yang kemudian memberikan manfaat bagi kehidupan pelaku pendidikan baik melalui lembaga formal maupun informal. Hakikat arti pendidikan adalah kinerja, baik dikatakan sebagai usaha maupun proses pengajaran. Keduanya tentu memiliki guna mengembangkan potensi atau fitrah peserta didik dan diwujudkan dengan pembelajaran yang aktif dan inovatif. Melalui potensi yang dimiliki peserta didik itulah, dapat kemudian dikembangkan dan diambil manfaat bagi diri peserta didik maupun lingkungannya. Selanjutnya, setelah memahami pengertian pendidikan, maka berikut akan dikemukakan pengertian agama menurut beberapa pakar. Secara etimologi, agama bermakna sistematis, yang kemudian dapat dimaknai bahwa dengan adanya agama dapat membuat segala sesuatu menjadi sistematis. Sebagaimana dikemukakan oleh Nasution (1979: 9) dalam bukunya yang berjudul Islam Ditinjau dari Beberapa Aspeknya bahwa kata agama tersusun dari dua kata yakni a yang berarti tidak dan gama yang berarti pergi. Dari kedua kata tersebut didapatkan pengertian bahwa agama artinya tidak pergi, tetap di tempat, diwarisi secara turun temurun. Sedangkan menurut Anshari (1983: 5) dalam buku Ilmu, Filsafat dan Agama, kata agama juga terdiri dari dua kata yang berasal dari bahasa sansekerta, yakni a berarti tidak dan gama berarti kacau. Dengan kata lain bahwa agama adalah tidak kacau, tidak kocar-kacir, teratur. 9 10 Secara terminologi, agama merupakan sebuah kepercayaan yang berkaitan dengan hal ghaib dan dijadikan sebagai sistem dalam budaya, ritual dan sikap hidup. Pendapat ini diperkuat oleh pendapat beberapa pakar yaitu: Sidi Gazalba sebagaimana dikutip oleh Alim (2011: 30) dalma bukunya yang berjudul Pendidikan Agama Islam; Upaya Pembentukan Pemikiran dan Kepribadian Muslim mendefinisikan agama sebagai “kepercayaan manusia pada hubungan yang Kudus, dihayati sebagai hakikat gaib, hubungan mana menyatakan diri dalam bentuk serta sistem kultus dan ritus serta sikap hidup berdasarkan doktrin tertentu.” Hal senada yang disebutkan oleh Mahfud (2011: 3) dalam bukunya yang berjudul Al-Islam; Pendidikan Agama Islam bahwa di dalam agama mengandung makna yang luas, yang di dalamnya tidak hanya berlingkup pada kepercayaan saja, namun meliputi seluruh sikap, tingkah laku, tata pergaulan dan segala yang berhubungan dengan kehidupan manusia. Dalam buku Primitive Culture, Taylor (1871: 387) memberikan definis bahwa “religion is the belief in spiritual being... may broadly be defined as acceptance of obligations toward powers higher than man him self.” Pendapat Taylor tersebut bermakna bahwa agama merupakan sebuah kepercayaan dalam bentuk spiritual. Agama secara luas didefinisikan sebagai proses penerimaan terhadap sesuatu yang memiliki kekuatan lebih dari dirinya (manusia). Hal tersebut dapat diintrepetasikan bahwa agama memegang kekuasaan penuh untuk mendasari segala sesuatu tentang diri manusia dalam menjalankan kehidupan dan mengeksistensikan dirinya. Senada dengan pendapat diatas, Nasution (1979: 10) memaparkan bahwa agama dapat diberi definisi sebagaimana berikut: a) Pengakuan terhadap adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang harus dipatuhi; b) pengakuan terhadap adanya kekuatan gaib yang menguasai manusia; c) mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada suatu sumber yang berada di luar diri manusia yang mempengaruhi perbuatan-perbuatan manusia; d) kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan cara hidup tertentu; e) suatu sistem tingkah laku (code of conduct) yang berasal dari kekuatan gaib; f) pengakuan terhadap kewajiban-kewajiban yang diyakini bersumber pada suatu kekuatan gaib; g) pemujaan terhadap kekuatan gaib yang timbul dari perasaan lemah dan perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat dalam alam sekitar manusia; dan h) ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia melalui seorang Rasul. Definisi oleh Nasution dapat dimaknai bahwa agama itu bersifat gaib yang kemudian oleh manusia diberikan pengakuan untuk dipercayai sepenuh hati, dipatuhi dan dijalankan. Adanya pengakuan tersebutlah yang akan menentukan pola tingkah laku dan pengambilan keputusan kehidupan manusia. Akhirnya segala pengakuan tersebut dimanifestasikan ke dalam kepatuhan terhadap wahyu Tuhan kepada manusia melalui Rasul-Nya. Sementara itu, Isma‟il dan Mutawalli (2012: 27) dalam bukunya yang berjudul Cara Mudah Belajar Filsafat, bahwa pengertian agama berdasarkan pemikir Eropa yaitu “segala bentuk kepercayaan manusia, termasuk yang bersifat khurafat (tahayyul) dan banyak berkembang sejak zaman kuno dalam masyarakat 11 primitif dan masyarakat beradab.” Pendapat ini memberikan kesan bahwa agama merupakan warisan masyarakat primitif dan masyarakat beradab. Sehingga, pendapat ini dinilai kurang tepat dalam pemaknaan agama. Agama dapat dipahami sebagai tombak pengendali kehidupan, yang mengatur rohani juga jasmani manusia di muka bumi. Sangat nihil manusia hidup apabila tidak memiliki agama. Ateisme dinilai tidak cocok dimiliki oleh manusia, karena kebutuhan manusia baik spiritualitas maupun realitas kehidupan secara sepenuhnya menjadi faktor dari adanya agama. Kemudian, Tilaar (2005: 123) berpendapat bahwa agama merupakan ruang pendidikan yang bersifat paling pribadi dan mendalam dalam kemerdekaan manusia. Lebih lanjut Tilaar mengemukakan bahwa “agama merupakan penghayatan dan tanggung jawab pribadi dari makhluk ciptaan-Nya kepada sang Pencipta (Tilaar, 2005: 123). Dengan demikian, agama adalah hal mutlak urusan pribadi seseorang kepada Tuhannya. Manusia berhak memilih dan menyakini agama manapun tanpa intervensi dan campur tangan dari orang lain. Terdapat empat unsur dalam agama yang dijelaskan oleh Nasution, sebagaimana dikutip oleh Alim (2011: 33-34) yakni: a) unsur kepercayaan terhadap kekuatan gaib; b) unsur kepercayaan bahwa kebahagiaan dan kesejahteraan hidup di dunia dan akhirat tergantung pada hubungan baik dengan kekuatan gaib tersebut; c) unsur respons yang bersifat emosional dari manusia; dan d) unsur paham adanya yang kudus (sacred) dan suci, dalam bentuk kekuatan gaib, dalam bentuk kitab suci yang mengandung ajaran-ajaran agama yang bersangkutan, tempat-tempat tertentu, peralatan untukk menyelenggarakan upacara dan sebagainya. Keempat unsur agama tersebut memberikan pemahaman bahwa agama mencakup kepercayaan kepada hal gaib yang mempengaruhi kebahagiaan dan kesejahteraan hidup dunia akhirat seseorang. Atas dasar kepercayaan itulah, untuk kemudian manusia memberikan respons secara emosional yang diwujudkan dalam pemikiran dan pola tingkah laku di kehidupannya. Kepercayaan itu juga dinilai sarat dengan adanya kepercayaan terhadap kitab suci, tempat peribadatan dan tempat lainnya yang berhubungan dengan agamanya, upacara peribadatan dan lain sebagainya pada masing-masing agama yang ada. Pendapat lain dikemukakan oleh Alim (2011: 34), agama mempunyai lima aspek yang terkandung di dalamnya yakni: a) aspek asal usulnya yaitu agama samawi dan ardli; b) aspek tujuannya yaitu untuk memberikan tuntunan manusia agar hidup bahagia; c) aspek ruang lingkupnya yaitu keyakinan pada kekuatan gaib dan hubungan baik terhadapnya serta terkait respon emosional manusia; d) aspek pemasyarakatannya yaitu agama telah diwariskan secara turun temurun; dan e) aspek sumbernya yaitu kitab suci. Pendapat tersebut memberikan pemahaman bahwa agama memiliki ragam aspek, yang menjadi satu kesatuan utuh untuk mengartikan agama. Secara luas, kelima aspek tersebut ditinjau mulai dari asal usul, tujuan, ruang lingkup, pemasyarakatan dan sumbernya. Dengan kata lain, agama manusia berasal dari agama samawi ataupun ardli, yang bertujuan untuk pencapaian kebahagiaan manusia, berkaitan dengan keyakinankeyakinan, diturunkan turun temurun dan memiliki kitab suci sebagai panduan keagamaannya. Sementara itu, dalam sebuah jurnal di paparkan tentang identitas agama bagi muslim itu memiliki tiga tingkatan yakni agama sebagai sumber identitas, agama 12 sebagai pilihan identitas dan agama sebagai pendeklarasian identitas (Peek, 2005: 223). Dalam hal ini, agama dijadikan identitas seorang muslim dengan mengalami perubahan pemaknaan. Hal tersebut sangat berpengaruh terhadap kehidupan muslim sehari-harinya, sehingga timbul tingkatan terhadap pemaknaan agama tersebut. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat dipahami bahwa agama merupakan kompleksitas kehidupan manusia. Dengan kata lain, agama yang dipahami kepercayaan bersifat gaib dan untuk kemudian merupakan jalan selama hidup manusia, baik dalam hubungan manusia dengan Tuhan, sesama manusia maupun dengan alam. b. Pengertian Pendidikan Agama Islam Setelah dikemukakan tentang pengertian pendidikan dan agama secara spesifik, berikut akan dikemukakan tentang pengertian pendidikan Agama Islam. Pendidikan Agama Islam dapat dimaknai dari berbagai sudut pandang. Hal tersebut dapat dilihat dari kelembagaan dalam pembinaan agama Islam dan dapat pula dilihat dari kurikulumnya yakni sebagai mata pelajaran tentang pendidikan agama Islam. Hal ini diperkuat oleh pendapat Kadi (2006: 312) dalam jurnalnya bahwa “education was articulated in two forms: institutions and compilations.” Pengertian Pendidikan Agama Islam sebagai sebuah lembaga/ institusi diantaranya seperti terkait dengan kuttab, masjid dan madrasah. Sedangkan sebagai compilations, meliputi pernyataan-pernyataan, risalah dan buku-buku (Kadi, 2006: 313-318). Dalam makna compilations tersebut lebih akrab dikenal dan dipahami sebagai kurikulum. Istilah pendidikan agama Islam dan pendidikan islam memiliki perbedaan secara substansial. Ditegaskan oleh Muhaimin (2007: 6-7) bahwa "pendidikan agama islam merupakan bavian dari pendidikan islam." Dalam hal ini, makna pendidikan islam sangatlah luas, sedangkan pendidikan agama Islam hanya bagian dari salah satu aspek dalam pendidikan Islam. Tafsir dalam Mardia (2015: 11) juga mengemukakan bahwa perbedaan tersebut yaitu, PAI dibakukan sebagai sebuah kegiatan mendidik agama Islam, sedangkan PAI sebagai mata pelajaran lebih cocok menggunakan istilah tanpa pendidikan karena materi yang diajarkan adalah agama Islam bukan Pendidikan Agama Islam. Meskipun demikian, istilah yang ditawarkan Tafsir tersebut baik Pendidikan Agama Islam maupun Agama Islam dikaitkan dengan mata pelajaran, bukan sebagai hal krusial dan mempengaruhi kualitas proses penyampaian materinya. Dengan kata lain, baik agama Islam maupun Pendidikan Agama Islam secara substansi memiliki tujuan akhir yang sama yakni memberikan materi-materi agama Islam guna kelak manusia/ anak didik dapat menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari serta memberikan manfaat dalam pencapaian kebahagiaan dunia dan akhirat. Pendidikan Agama Islam dapat dimaknai secara luas dan mendalam. Tidak hanya terbatas pada pemahaman peserta didik terhadap agama Islam, namun juga dalam implementasi kehidupannya. Lebih dari itu, juga melalui pendidikan agama Islam dapat menjadi mediasi dalam membina persatuan dan kesatuan keragaman bangsa. Dengan kata lain, aspek toleransi antar umat beragama menjadi satu hal pokok dalam pendidikan agama Islam. Diperkuat oleh pendapat beberapa pakar tentang pengertian pendidikan Agama Islam yaitu: Alim (2011: 13 6) memberikan definisi bahwa Pendidikan Agama Islam merupakan “program yang terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati, hingga mengimani ajaran agama Islam serta diikuti tuntutan untuk menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa.” Senada dengan pendapat tersebut, pengertian Pendidikan Agama Islam lebih lanjut dikemukakan oleh GBPP SMU yang dikutip oleh Hawi (2013: 19) yaitu “usaha sadar untuk menyiapkan siswa dalam menyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan agama Islam melalui kegiatan bimbingan, pengarahan atau latihan dengan memerhatikan tuntutan untuk menghormati agama lain dalam hubungan kerukunan antar umat beragama dalam masyarakat untuk mewujudkan kesatuan nasional.” Sementara itu, Arifin (2003: 7) menyebutkan bahwa pendidikan agama Islam merupakan “suatu sistem kependidikan yang mencakup seluruh aspek kehidupan yang dibutuhkan oleh hamba Allah, sebagaimana Islam telah menjadi pedoman bagi seluruh aspek kehidupan manusia, baik duniawi maupun ukhrawi.” Berdasarkan pendapat ini, pendidikan agama Islam bermakna komprehensif dan mendalam. Agama dimaknai sebagai bekal manusia dalam menjalankan kehidupan dunianya dan mendapatkan manfaat kelak di akhirat. Singkatnya, agama adalah tombak kehidupan dunia dan akhirat. Pendapat senada dikemukakan oleh Tilaar bahwa “pendidikan pemerdekaan keyakinan manusia di dalam hubungannya dengan sang Pencipta (Tilaar, 2005: 123).” Pendapat ini memberikan keyakinan bahwa agama melalui pendidikan berarti memerdekakan pilihan manusia terhadap keyakinannya terhadap Tuhan. Setelah manusia memilih, maka melalui pendidikan yang ditempuhnya, mulai dipelajari dan diperdalam terkait keyakinan agama yang telah dipilihnya. Dengan kata lain, pendidikan agama merupakan pendidikan dalam pemenuhan kebutuhan agama manusia berlandaskan kebebasan memilih. Dalam hal ini, campur tangan Sang Pencipta terhadap agama manusia tampaknya tidak terlalu signifikan. Namun, pada dasarnya pendapat Tilaar tersebut tidak dikerucutkan terhadap pandangan satu agama yang ada di dunia. Terlepas dari takdir yang telah Sang Pencipta tentukan terhadap agama manusia, pada dasarnya manusia memang yang menjalani kehidupan di dunia. Tuhan telah memberikan pilihan jalan, namun manusialah yang akan menentukan pilihannya. Keyakinan manusia kepada Tuhan menjadi salah satu yang harus dipilih manusia. Selaras juga dengan pendapat-pendapat di atas, menurut Arifin (2003: 22) yaitu “pendidikan Islam adalah usaha orang dewasa muslim yang bertakwa secara sadar mengarahkan dan membimbing pertumbuhan serta perkembangan (kemampuan dasar) anak didik melalui ajaran Islam ke arah titik maksimal pertumbuhan dan perkembangannya.” Senada dengan pendapat-pendapat sebelumnya, pendapat Arifin tersebut menitikberatkan bimbingan dan arahan kepada anak didik tentang Islam. Pendidikan yang diberikan baik dalam hal pengajaran, pemahaman dan/ atau peneladanan juga harus sesuai dengan masingmasing karakteristik pertumbuhan dan perkembangan anak didik. Pertumbuhan dan perkembangan menjadi pertimbangan penting guna pencapaian tujuan pendidikan Islam yang dilakukan. Pendidikan Islam sudah seharusnya tidak sekedar mengajarkan, namun juga penerapan oleh anak didik menjadi hal utama tujuannya. Dapat dikatakan, sukses 14 atau tidaknya pendidikan adalah dengan melihat output yang dihasilkan baik dalam sisi akademis maupun non akademis seperti personality, keterampilan dan lain sebagainya. Diperkuat oleh Daradjat (2012: 86) bahwa Pendidikan Agama Islam yaitu “usaha berupa bimbingan dan asuhan terhadap anak didik agar kelak setelah selesai pendidikannya dapat memahami dan mengamalkan ajaran agama Islam serta menjadikannya sebagai pandangan hidup (way of life).” Selain itu, Marimba (1989: 19) juga mengemukakan pendapatnya tentang pendidikan Agama Islam yaitu “bimbingan jasmani rohani berdasarkan hukum-hukum Islam menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran Islam.” Secara substansi pendapat ini sama dengan pendapat-pendapat sebelumnya yakni membentuk kepribadian Islam. Namun perspektif berbeda yang dikemukakan oleh Marimba dengan pendapat lainnya adalah terkait peran jasmani seseorang. Selain rohani, jasmani dianggap penting dalam pembentukan karakter atau kepribadian seseorang. Dengan demikian, keseimbangan antara jasmani dan rohani dalam bimbingan agama Islam seseorang akan mampu membentuk kepribadian sesuai ukuran Islam. Pendapat lainnya juga dikemukakan oleh Halstead (2004: 523-524) dalam jurnal bahwa pendidikan Agama Islam memiliki prinsip-prinsip yaitu individual development, social and moral education, serta acquisition of knowledge. Pendidikan agama Islam dalam ketiga prinsip ini mempunyai arti sebagai pengembang individu (anak) dengan bimbingan yang positif, penanaman nilainilai sosial dan moral kepada anak, serta pemerolehan pengetahuan khususnya tentang Islam. Sedangkan Langgulung mengemukakan terkait pendidikan Islam yang dikutip oleh Muhaimin (2012: 36) bahwa tercakup dalam delapan pengertian yaitu: 1) al-tarbiyah al diniyah; 2) ta‟lim al din; 3) al-ta‟lim al-diny; 4) al-ta‟lim al-islamy; 5) tarbiyah al muslimin; 6) al tarbiyah fi al Islam; 7) al tarbiyah „inda al muslimin; dan 8) al tarbiyah al-Islamiyah. Tidak berbeda dengan pendapat-pendapat sebelumnya, pendapat Langgulung tersebut dapat ditarik pengertian pendididikan Islam secara garis besar yakni tercakup dengan pendidikan, agama, Islam, dan muslim. Sementara itu, Kazmi (2003: 288) memberikan penegasan bahwa pendidikan atau lebih khususnya pendidikan Islam haruslah menjadi tradisi pendidikan, bukan pendidikan tradisional. Berdasarkan pendapat tersebut, pengertian tradisi pendidikan dan pendidikan tradisional memiliki perbedaan makna. Apabila pendidikan dikatakan sebuah tradisi, maka pendidikan (Islam) dapat secara turun temurun dilaksanakan dengan/ atau konsep pendidikan (Islam) secara utuh maupun pengembangan. Sedangkan pendidikan tradisional lebih mengarah kepada konsep pendidikan dengan sistem pada zaman dahulu. Sistem tersebut cenderung tidak mengalami pengembangan atau perubahan, namun dengan mempertahankan sistem yang lama. Berdasarkan pengertian-pengertian di atas, dapat diambil pemahaman bahwa pendidikan agama Islam dalam sebuah lembaga merupakan salah satu bentuk pembinaan agama Islam bagi satu atau sekumpulan orang guna memberikan pemahaman, pengajaran, pendidikan serta pendalaman materi dan nilai-nilai kegamaan untuk dapat diimplementasikan pada kehidupannya. Kemudian Pendidikan Agama Islam sebagai kurikulum merupakan salah satu mata pelajaran agama Islam bagi siswa yang diajarkan oleh seorang atau lebih guru dalam suatu instansi sekolah, guna siswa dapat mempelajari, mendalami, dan 15 mampu menerapkan nilai-nilai keislaman dalam kehidupan sehari-harinya. Selain sebagai sarana pengenalan agama juga sebagai pandangan hidup siswa. 2. Tujuan Pendidikan Agama Islam Pendidikan Agama Islam memiliki tujuan terhadap hakikat dan realitas keberadaannya. Tidak luput juga seperti segala hal yang memiliki tujuan. Tujuan akhir pendidikan agama Islam adalah penyelesaian misi manusia dan keberhasilan manusia menjalani hidupnya di dunia serta keberhasilan dalam hal kebahagiaan di akhirat kelak. Pendapat ini diperkuat oleh pendapat pakar tentang tujuan pendidikan Agama Islam yaitu: Arifin (2003: 28) mengemukakan bahwa “tujuan akhir pendidikan Islam pada hakikatnya adalah realisasi cita-cita ajaran Islam itu sendiri, yang membawa misi bagi kesejahteraann umat manusia di dunia dan akhirat.” Senada dengan pendapat tersebut, al-Ghazali sebagaimana dikutip oleh Sholeh (2006: 78-79) bahwa al-Ghazali secara eksplisit menempatkan dua hal penting sebagai orientasi pendidikan yakni: a) mencapai kesempurnaan manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah swt.; dan b) mencapai kesempurnaan manusia untuk meraih kebahagiaan di dunia dan akhirat. Sementara secara spesifik Winch dan Gingell (2008: 9) mendeskripsikan tujuan pendidikan yakni “... they determine the character of everything else: institutions, curriculum, pedagogy and assessment.” Makna dari pendapat tersebut yaitu pendidikan bertujuan untuk menentukan pencapaian karakter baik melalui institusi, kurikulum, pedagogik dan penilaian. Dalam hal ini, pendidikan meliputi segala aspeknya memiliki tujuan akhir pencapaian karakter peserta didik. Sedangkan menurut Gregory sebagaimana dikutip oleh Sharp bahwa arah pendidikan berfokus kepada pelengkapan pikiran guna memahami fisik, sosial, dan budaya dunia. Dalam redaksinya yaitu “...education is concerned with equipping minds to make sense of the physical, social and cultural world (Sharp, 2006: 5).” Dengan demikian, secara umum pendidikan bertujuan untuk pengembangan diri manusia baik secara jasmani maupun rohani yang terukur melalui rancangan dan penilaian, sehingga dapat mencapai manfaat yaitu kebahagiaan dunia dan akhirat. Senada dengan hal di atas, Peters mengemukakan pendapatnya tentang arah pendidikan sebagaimana dikutip juga oleh Sharp (2006: 5) bahwa “...term education it brings with it the implication that there is an intention to transmit, in a morally acceptable way, something considered worthwhile.” Maknanya, pendidikan membawa dampak terhadap transformasi keinginan, melalui cara yang dapat diterima secara moral, sesuatu yang dianggap berharga. Dengan kata lain, pencapaian tujuan pendidikan mengarah kepada kehendak individu yang berharga dan penuh moral. Hal ini menunjukkan bahwa aspek moralitas sangat diutamakan baik dalam perencanaan, pelaksanaan maupun hasil akhir pendidikan. Sementara itu, Arifin (2005: 92) mengemukakan bahwa secara umum fungsi pendidikan yaitu “mendorong perkembangan kebudayaan dan peradaban pada tingkat sosial yang berbeda.” Pendidikan di sini memiliki peran besar dalam perkembangan dunia baik dari segi kebudayaan maupun peradabannya. Pendidikan dimaknai sebagai penentu globalisasi dunia ke arah yang positif. Kemudian pendidikan pada level individu diartikan oleh Arifin (2005: 92) yaitu “....membantu mengembangkan potensi dirinya menjadi manusia yang berakhlak mulia, berwatak, cerdas, kreatif, sehat, estetis serta mampu melakukan sosialisasi 16 dan transformasi dari manusia pemain menjadi manusia pekerja dan dari manusia pekerja menjadi manusia pemikir”. Pendapat ini mempersempit penjabaran tehadap fungsi umum pendidikan sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya. Inti dari pendidikan adalah perubahan individu manusia, dalam hal ini adalah peserta didik ke arah yang lebih baik lagi. Perubahan tersebut tidak hanya dari segi personality namun juga dalam jasmani. Sedangkan, lebih terperinci yakni sesuai dengan penetapan empat kompetensi inti dalam kurikulum nasional, maka Pendidikan Agama Islam memiliki tujuan untuk meningkatkan kemampuan sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan, dan menjalankan ajaran agama Islam (Sutrisno, 2015: 150). Sementara itu, Daradjat (2012: 30-33) mengemukakan bahwa terdapat empat tujuan pendidikan Islam yakni: a) tujuan umum yaitu tujuan pendidikan Islam haruslah dikaitkan dengan tujuan pendidikan nasional dan tujuan institutional lembaga yang menyelenggarakan pendidikan tersebut; b) tujuan akhir yaitu yang sesuai dengan QS. Ali Imran ayat 102 yang mengandung pengertian bahwa tujuan akhir pendidikan Islam adalah terwujudnya insan kamil yang kelak akan meninggal dunia dan menghadap Tuhannya dalam keadaan muslim; c) tujuan sementara yaitu tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman tertentu yang direncanakan dalam suatu kurikulum formal atau dengan kata lain anak didik telah menunjukkan ketakwaannya meskipun dalam standar minimal; dan d) tujuan operasional yaitu anak didik telah dituntut untuk memiliki suatu kemampuan atau keterampilan tertentu. Tujuan pendidikan Agama Islam menurut Daradjat tersebut secara kompleks dan mendalam dengan melihat berbagai sudut pandang tujuannya. Seluruh aspek tujuan pendidikan Agama Islam tersebut berkorelasi penuh dalam kehidupan manusia dan terlaksana di tri pusat pendidikan yakni keluarga, sekolah dan lingkungannya. Manusia sebagai pelaku kehidupan menjalani pendidikan Agama khususnya Islam pada tri pusat pendidikan tersebut untuk kemudian dapat mencapai kualitas diri yang sempurna selama hidupnya baik soft skill maupun hard skillnya. Tidak berbeda dengan pendapat-pendapat sebelumnya, beberapa ciri tujuan pendidikan Islam dikemukakan oleh Nata (1997: 53-54) dalam bukunya yaitu: a) mengarahkan manusia agar menjadi khalifah Tuhan di muka bumi dengan sebaikbaiknya; b) mengarahkan manusia melaksankaan tugas kekhalifahannya di muka bumi dengan niat ibadah kepada Allah swt.; c) mengarahkan manusia agar berkakhlak mulia; d) membina dan mengarahkan potensi akal, jiwa dan jasmani; dan e) mengarahkan manusia agar dapat mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Sementara itu, Arifin mengemukakan sebagaimana dikutip oleh Hawi (2013: 20) bahwa tujuan pendidikan Islam adalah “membina dan mendasari kehidupan anak dengan nilai-nilai syari‟at Islam secara benar sesuai dengan pengetahuan agama.” Hawi (2013: 21) sendiri memberikan pendapat bahwa “untuk membentuk manusia yang mengabdi kepada Allah, cerdas, terampil, berbudi pekerti luhur, bertanggung jawab terhadap dirinya dan masyarakat guna tercapainya kebahagiaan dunia dan akhirat.” Kedua pendapat tersebut memberikan pemahaman bahwa tujuan pendidikan Islam yakni membimbing manusia, khususnya peserta didik untuk berjalan lurus di dunia dan mencapai kebahagiaan di akhirat kelak. Daulay (2004: 164) juga menjelaskan bahwa tujuan pendidikan agama Islam adalah terkait dengan otak (knowledge), hati (value) dan tangan (psikomotorik) peserta didik yang mana ditujukan agar peserta didik dapat berperilaku dan bertindak sesuai dengan tuntutan agamanya. Sedangkan dalam konsep Islam, menurut Mahfud (2011: 17 145) adalah harus mengarah kepada hakikat pendidikan itu sendiri, yang mana meliputi berbagai aspek yaitu tujuan dan tugas hidup manusia, sifat-sifat dasar manusia, tuntutan masyarakat dan aspek lainnya. Pendapat yang telah dikemukakan oleh Arifin, Hawi, Daulay dan Mahfud tersebut memiliki kesamaan persepsi dalam merumuskan tujuan pendidikan agama Islam. Selain itu juga selaras dengan pendapat pakar yang telah dikemukakan sebelumnya. Pemahaman yang dapat diambil dari tujuan pendidikan agama Islam adalah pemenuhan misi akhir kehidupan yakni mencapai kebahagiaan dunia akhirat dan penyempurnaan kualitas diri manusia baik yang bersifat soft skill maupun hard skill yang melibatkan seluruh komponen diri seperti otak, hati, tangan dan juga melibatkan komponen lingkungannya. Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapat diambil pemahaman terkait tujuan pendidikan agama Islam. Secara umum, tujuan pendidikan agama Islam aadalah mengarahkan manusia, khususnya peserta didik dalam memahami, mendalami dan mengamalkan nilai-nilai ajaran Islam dalam kehidupan sehari-harinya , yang terbentuk kualitas diri baik secara soft skill maupun hard skill. Kemudian, mendapat kebahagiaan di akhirat kelak merupakan tujuan akhirnya. 3. Dasar Pendidikan Agama Islam Pendidikan Islam sebagai ilmu pengetahuan, tentu memiliki dasar-dasar sebagai bekal pemahaman pengetahuan kepada manusia dan manusia dapat mengamalkan dalam kehidupannya. Minarti (2013: 41) menyebutkan bahwa dasar-dasar pendidikan Islam dibagi menjadi dua yakni a) dasar ideal, meliputi al-Qur‟an, sunnah (hadist), alam semesta dan ijtihad; dan b) dasar operasional, meliputi dasar historis, dasar sosial, dasar ekonomi, dasar politik dan administratif, dasar psikologis serta dasar filosofis. Sedangkan Mardia (2015: 16-17) mengemukakan bahwa dasar Pendidikan Agama Islam yaitu: a) dasar yuridis, meliputi dasar ideal dan struktural/ konstitusional; dan b) dasar religius (agama). Secara rinci akan dijabarkan sebagaimana berikut: Pertama, dasar yuridis. Merupakan dasar pendidikan yang pelaksanaannya bersumber dari peraturan perundang-undangan baik secara langsung ataupun tidak yang meliputi: a) dasar ideal, merupakan sebuah dasar yang diperoleh dari falsafah negara Indonesia yakni Pancasila sila pertama berbunyi Ketuhanan yang Maha Esa. Dalam TAP MPR No. II/MPR/1999 disebutkan bahwa: Dengan sila Ketuhanan yang Maha Esa, bangsa Indonesia menyatakan kepercayaannya dan ketaqwaannya terhadap Tuhan yang Maha Esa, dan oleh karena itu manusia Indonesia percaya dan taqwa terhadap Tuhan yang Maha Esa sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab. Selanjutnya, b) dasar struktural/ konstitusional, yang tertera dalam UndangUndang Dasar (UUD) tahun 1945 Bab XI pasal 29 bahwa: (1) Negara berdasar atas Ketuhanan yang Maha Esa; (2) Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadah menurut agama dan kepercayaannya itu; dan (3) dasar operasional, sebagai dasar pelaksanaan yang diambil dari TAP MPR RI. Di dalamnya memuat peraturan secara langsung tentang 18 implementasi pendidikan agama. Selain itu, beberapa dasar Pendidikan Islam sebagaimana dikemukakan Minarti yaitu terdiri dari: (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Pasal 29, yang menegaskan bahwa adanya eksistensi pendidikan Islam diberikan ruang ekspresi untuk mengembangkan diri secara proporsional menjadi sistem pendidikan yang solutif; dan (2) Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang dapat dilihat pada pasal 15, 2 dan 30 (Minarti, 2013: 57-61). Kedua, Dasar religius (agama). Merupakan dasar yang bersumber dari ajaran Islam yakni yang tercantum dalam al-Qur‟an dan Hadist. Dasar religius tersebut antara lain: a) QS. Ali Imran (4) ayat 104, yang berbunyi: Artinya: Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar[217]; merekalah orang-orang yang beruntung. [217] Ma'ruf: segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah; sedangkan munkar ialah segala perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya. Selanjutnya, b) QS. An-Nahl (16) ayat 125, yang berbunyi: Artinya: Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[845] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. [845] Hikmah: ialah perkataan yang tegas dan benar yang dapat membedakan antara yang hak dengan yang bathil. Dari paparan di atas, dapat dipahami bahwa pendidikan Agama Islam memiliki dasar normatif yang terkandung dalam sumber-sumber hukum Islam yakni alQur‟an dan hadist. Selain itu, juga memiliki dasar yuridis yang tercakup dalam peraturan undang-undang sebagai bentuk penyeragaman dasar secara kenegaraan. Melalui dasar-dasar tersebut, pendidikan Agama Islam dapat dilaksanakan dengan terstruktur dan terarah. 19 4. Ruang Lingkup Kajian terkait ruang lingkup Pendidikan Agama Islam berkaitan erat dengan pokok-pokok kajian dalam ajaran Islam itu sendiri. Alim (2011: 122-165) menjelaskan secara gamblang terkait pokok-pokok ajaran Islam tersebut tidak dapat dipisahkan satu dengan lainnya. Pokok-pokok tersebut adalah akidah, syari‟ah, akhlak dan jihad. Pendapat lain dikemukakan bahwa bahan pengajaran Pendidikan Agama Islam meliputi tujuh unsur pokok yaitu a) keimanan; b) ibadah; c) al-Qur‟an; d) muamalah; e) akhlak; f) syari‟ah; dan g) tarikh (Hawi, 2013: 26). Sementara itu, Mahfud (2011: 9) mengemukakan bahwa objek kajian pendidikan agama Islam secara garis besar meliputi akidah, syari‟at, muamalat dan akhlak. Pendapat lain tentang materi Pendidikan Agama Islam dikemukakan oleh Tafsir (2009: xi-xviii), yang didasarkan pada beberapa bidang kajian keilmuan yakni: a) bidang fikih, meliputi thaharah, salat, jenazah, zakat, puasa, haji dan umrah, jual beli dan riba, nikah, mawaris dalam Islam; b) ilmu kalam, meliputi aliran-aliran dan masalah-masalah dalam ilmu kalam; c) tasawuf, meliputi maqamat dan ahwal, kisah para sufi, dan tarekat; d) Tarikh Tasyri‟ Islam, meliputi Tasyri‟ Islam masa Rasulullah, sahabat, dan seterusnya hingga kini. Kemudian, dapat diuraikan kajian terhadap masing-masing hal tersebut sebagaimana berikut: a. Akidah Akidah secara etimologis memiliki arti yang terikat. Sedangkan secara terminologinya yaitu pengikraran yang bertolak dari hati nurani dengan makna bahwa urusan yang telah diyakini oleh hati akan kebenarannya, menentramkan hati dan menjadi keyakinan yang haq tanpa keraguan sedikitpun di dalamnya (Alim, 2011: 124). Sementara itu, Mahfud (2011: 11) memberikan penjelasan bahwa akidah sebagai sebuah objek kajian akademik meliputi beberapa aspek yakni aspek ilahiyyah atau ketuhanan, aspek nubuwah dan ruhaniyah arkanul iman atau rukun iman. Manusia memiliki bobot akidah yang berbeda-beda. Bobot tersebut apabila diibaratkan dengan timbangan seperti berat sekali hingga ringan sekali. Pernyataan berat dan ringan sekali tersebut dengan mempertimbangkan rentang keduanya secara matang dan sesuai. Keimanan seseorang juga memiliki tingkatan yang berbeda-beda setiap individu. Diperkuat oleh Alim (2011: 132133) bahwa terdapat empat tingkatan dalam akidah yaitu: a) taklid; b) yakin; c) ainul yakin; dan d) haqqul yakin. Kemudian, garis besar ajaran akidah Islam menurut Alim (2011: 134-138) bahwa terkait kepada keimanan terhadap Allah swt, keimanan terhadap eksistensi malaikat Allah swt., keimanan terhadap rasul utusan Allah swt., keimanan terhadap kitab sebagai wahyu Allah swt., keimanan terhadap hari akhirat, dan keimanan terhadap adanya takdir Allah swt. dalam hal ini telah dikenal dengan rukun iman. Hal tersebut juga telah dikemukakan dengan selaras oleh Mahfud (2011: 12) bahwa sistem kepercayaan Islam atau dalam hal ini akidah dibangun berdasarkan enam dasar keimanan atau rukun iman tersebut. Sementara itu, Ismail dan Mutawalli (2012: 28) mengemukakan bahwa pokokpokok akidah keagamaan yang benar dapat dikategorikan dalam beberapa hal yaitu: a) kepercayaan terhadap satu Tuhan; b) kepercayaan terhadap wujud alam lain; c) kepercayaan terhadap pengutusan rasul Tuhan; dan d) kepercayaan terhadap adanya kehidupan lain setelah kehidupan ini. 20 Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat diambil pemahaman bahwa akidah merupakan keyakinan kuat seorang manusia terhadap Tuhan dan hal-hal yang berhubungan dengan ketuhanan. Secara umum, ruang kajian akidah adalah rukn iman yang enam. Rukun iman tersebut adalah iman kepada Allah, malaikat Allah, rasul Allah, kitab Allah, hari akhir, dan qadha serta qadar Allah. b. Syari‟ah Syari‟at merupakan aturan Allah swt. yang dapat dijadikan referensi pengaturan manusia di kehidupan dunia sebagai relevansi dalam pembinaan hubungan manusia terhadap Allah, sesama manusia maupun lingkungannya (Mahfud, 2011: 22). Pendapat ini menggambarkan kehidupan manusia yang sama dengan kajian akhlak, yakni akhlak manusia kepada Tuhan, kepada sesama manusia dan kepada alam. Senada dengan pendapat tersebut, Alim (2011: 139) mendefinisikan syari‟ah sebagai sebuah jalan hidup di dunia yang telah ditentukan Allah swt. sebagai panduan menuju kehidupan di akhirat. Lebih lanjut, dikemukakan bahwa kata syari‟ah sering dikaitkan dengan makna hukum sehingga dapat diberikan definisi bahwa syari‟ah merupakan hukum yang sepenuhnya mengandung nilai-nilai Ilahiyyah (Alim, 2011: 140). Adapun garis besar ajaran syari‟ah Islam adalah ibadah, mu‟amalah, munakahat, jinayat, siyasah, dan peraturan-peraturan lainnya seperti makanan, minuman, masjid dan lain-lain (Alim, 2011: 143-147). Sedangkan Mahfud (2011: 23) membagi ruang lingkup pembahasan syari‟ah terdiri dari dua aspek yaitu aspek ibadah dan aspek muamalah. Pemahaman yang dapat diambil bahwa syari‟ah merupakan hukum manusia di dunia dari Allah swt. dalam membina hubungannya dengan Allah, sesama manusia dan lingkungan/ alam, yang mengarah kepada kebahagiannya di kehidupan akhirat kelak. Ruang lingkup kajian secara umum adalah berkaitan dengan ibadah manusia kepada Allah swt. dan perilaku kehidupan manusia di dunia. c. Akhlak Akhlak secara bahasa diartikan sebagai tabiat, perangai, adat. Kemudian diberikan makna bahwa merupakan suatu perbuatan atau sikap yang memenuhi empat kategori yaitu telah tertanam kuat di jiwa dan kepribadiannya, dilakukan dengan mudah tanpa pikir panjang, dikerjakan tanpa paksaan dari manapun, dan dilakukan dengan sungguh-sungguh (Alim, 2011: 151-152). Selaras dengan pendapat tersebut, Mahfud (2011: 96) memberikan definisi bahwa akhlak merupakan sebuah refleksi dari tindakan nyata atau dalam pelaksanaan akidah dan syari‟at dalam kehidupan manusia. Adapun kajian yang terdapat di dalamnya secara garis besar adalah terkait dengan akhlak terhadap Allah, kepada sesama manusia dan kepada lingkungan (Alim, 2011: 152-158). Jadi, dapat dipahami bahwa akhlak dimaknai sebagai implementasi dari adanya keyakinan/ akidah dan hukum Allah swt./ syariah, yang telah dibahas pada pembahasan sebelumnya. Dikarenaknan akhlak merupakan implementasi, maka ruang kajiannya juga sama dengan akidah sebagai implementasi dari keyakinan yang telah diraihnya, dan dengan syari‟ah sebagai implementasi dari adanya hukum yang telah diatur Allah swt. kepada manusia dibumi yakni berkaitan dengan hubungan dengan Allah swt., sesamam manusia dan alamnya. 21 d. Jihad Kata jihad seringkali dikaitkan dengan adanya tindak radikalisme, namun secara maknawi kata jihad sendiri berarti kekuatan atau kemampuan. Jihad memiliki makna bahwa segala sesuatu yang telah diusahakan seseorang agar terhindar dari adanya kesulitan dan penderitaan yang dialaminya (Alim, 2011: 163). Dalam al-Qur‟an, Allah swt. juga telah memperkenalkan kata tersebut dalam firmannya QS. Al-Furqon ayat 52 sebagaimana berikut: Artinya: Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan al-Quran dengan jihad yang besar. Berdasarkan firman Allah swt. di atas, memberikan pembuktian bahwa Alah swt. memperintahkan kita untuk senantiasa berjihad namun harus sesuai dengan apa yang telah digariskan dalam al-Qur‟an sebagai wahyu-Nya. Meskipun saat ini makna jihad telah mengalami penyempitan terhadap hal yang berspekulasi negatif, namun tidaklah menutup kemungkinan untuk kita tetap dapat memaknai jihad sebagai makna hakikinya. e. Tarikh Sejarah merupakan materi yang perlu dipelajari, terlebih sejarah tentang Islam dan Nabi Muhammad saw. Kata sejarah berasal dari bahasa Arab “syajaratun” yang memiliki arti pohon. Sedangkan menurut definisi umum, kata sejarah dalam bahasa Inggris “history” berari masa lampau umat manusia (Amin, 2010: 1). Sedangkan, dalam Bahasa Arab disebut “tarikh” yang memiliki arti ketentuan masa (Zuhairini, 2010: 1). Sedangkan secara istilah, menurut Sidi Gazalba dalam Amin (2010: 2) bahwa sejarah adalah gambaran masa lampau tentang manusia dan sekitarnya yang tersusun ilmiah dan lengkap, meliputi urutan fakta masa tersebut dengan penafsiran dan pemahaman tentang hal tersebut. Pentingnya mempelajari sirah nabawiyah dikuatkan oleh pendapat al-Mubarakfuri tentang makna sirah nabawiyah itu sendiri. Menurutnya, sirah nabawiyah hakikatnya merupakan “paparan tentang misi kerasulan yang dibawa oleh Rasulullah kepada umat manusia. Tercakup di dalamnya ucapan, perilaku, arahan serta jalan hidup yang beliau tempuh (al-Mubarakfuri, 2016: 15).” Sementara itu, al-Qur‟an sebagai sumber utama hukum Islam juga memuat sejarah atau kisah-kisah yang beragam dan istimewa seperti kisah Nabi, tokoh teladan dan lain sebagainya. Kisah tersebut kualitasnya snagat tinggi karena memiliki nilai-nilai dan tujuan yang mulia. Selain itu, tema-temanya memiliki banyak manfaat bagi pendidikan dan pelatihan jiwa umat manusia. Sehingga nilai kandungannya sangat tinggi karena dapat mempengaruhi perubahan akhlak, mempercantik perilaku dan memancarkan kebijaksanaan (Maula, 2015: 9). Dengan demikian, tarikh/ sejarah merupakan materi pendidikan Agama Islam yang meneritakan tentang kisah masa lalu, yang di dalamnya memuat ajaran dan nilai-nilai yang sarat dengan agama, kebaikan, akhlak dan nilai positif lainnya. Melalui sejarah, manusia dapat mengetahui dan meneladani 22 kisah-kisah tersebut. Lebih khusus, kisah nabi Muhammad saw. sebagai suri tauladan umat Islam melalui perkataan, perbuatan maupun taqririyah beliau. 5. Urgensi Pendidikan Agama Islam Urgensi merupakan sebuah keharusan yang ada dalam segala hal. Urgensi tersebut menjadi tolok ukur dalam pelaksanaan dan penentuan pencapaian. Tidak terkecuali bagi pendidikan agama Islam. Berikut akan dikemukakan urgensi pendidikan agama Islam oleh beberapa pakar yaitu: al-Ghazali memberikan penegasan sebagaimana dikutip oleh Sholeh (2006: 80) bahwa melalui pendidikan agama dapat secara dini mengarahkan anak didik untuk dekat kepada Allah swt. Sementara itu, Zakiah Daradjat dalam bukunya Metodik Khusus Pengajaran Agama Islam yang kemudian dikutip oleh Hawi (2013: 21-22) mengemukakan bahwa fungsi agama antara lain: a) memberikan bimbingan dalam hidup; b) menolong dalam menghadapi kesukaran; dan c) menentramkan batin. Pendapat lainnya dikemukakan oleh Abdul Majid dan Dian Andayani, bahwa Pendidikan Agama Islam memiliki beberapa fungsi yakni diantaranya fungsi pengembang keimanan dan ketaqwaan, fungsi penenaman nilai, fungsi penyesuaian mental antara lingkungan dan ajaran Islam, fungsi perbaikan diri, fungsi pencegahan hal-hal negatif, fungsi pengajaran ilmu pengetahuan keagamaan dan fungsi penyaluran seperti bakat anak (Majid dan Andayani, 2005: 134-135). Selain itu, menurut Alim (2011: 52-56), agama sangatlah penting bagi kehidupan manusia, yang kemudian dirincikan sebagai berikut: a) agama memberi makan rohani; b) agama menanggulangi kegelisahan hidup; c) agama memenuhi tuntutan fitrah; dan d) agama mengatasi keterbatasan akan dan tantangan hidup. Agama sangat penting bagi kehidupan manusia. Terkhusus Pendidikan Agama Islam, dapat menjadi penentu kualitas kehidupan manusia baik di dunia maupun akhirat. Dengan kata lain, urgensi pendidikan Islam adalah pemenuhan kebutuhan jasmani dan rohani manusia di dunia terhadap agama dan pencapaian kebahagiaan di akhirat kelak. 6. Kurikulum Pendidikan Agama Islam Kurikulum merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari praktik pendidikan, tidak terkecuali Pendidikan Agama Islam. Sutrisno (2015: 49) menyebutkan bahwa “transformasi pendidikan erat dengan berbagai faktor, seperti pengelola, sumber daya kependidikan (guru, tenaga laborat, pustakawan dan siswa), sarana prasarana, kurikulum, lingkungan dan sebagainya.” Kurikulum memiliki makna sempit dan luas. Sebagaimana dikemukkan oleh Nata (2012: 121) yakni “rencana atau bahasan pengajaran, sehingga arah kegiatan pendidikan menjadi jelas dan terang.” Nata memahami kurikulum secara garis besarnya adalah mata pelajaran. Lebih luas lagi, kurikulum dimaknainya tidak hanya tercakup dalam kegiatan pendidikan saja, namun juga dalam setiap kegiatan kehidupan. Lebih lanjut, Nata (2012: 130) menjelaskan bahwa orientasi kurikulum pendidikan Islam mengarahkan kepada pencapaian kebahagiaan dunia dan akhirat, berwawasan intelektual dan keterampilan jasmani, namun juga pencerahan keimanan, spiritual, moral dan akhlak mulia secara seimbang. Sedangkan dalam merancang dan mengembangkan kurikulum, dalam Islam terdapat asas dan prinsip 23 yang harus dipertimbangkan yakni keseimbangan antara hubungan manusia dengan Tuhan, hubungan manusia dan manusia, dan hubungan manusia dan alam (Nata, 2012: 135). Selanjutnya, komponen kurikulum menurut Ahmad Tafsir dalam bukunya Ilmu Pendidikan dalam perspektif Islam, sebagaimana dikutip oleh Nata (2012: 130) bahwa terdiri dari: a) tujuan; b) isi; c) metode atau proses belajar mengajar; dan d) evaluasi. Nata juga menjelaskan bahwa komponen kurikulum dalam kajian pendidikan Islam, belum diatur secara eksplisit, sistematis dan lengkap oleh sumbersumber Islam. Meskipun begitu, secara parsial dan substansial sudah ada dan perlu perpaduan antar komponennya. 7. Proses Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Proses pembelajaran dapat diartikan sebagai interaksi kegiatan antara pendidik dengan peserta dalam pembelajaran tertentu. Sebagaimana dikemukakan oleh Nata (2012: 139) bahwa proses pembelajaran adalah kegiatan interaksi dan saling mempengaruhi antaara pendidik dan peserta didik. Pendidik berperan sebagai pemberi pengaruh, dan peserta didik yang mendapat pengaruh tersebut. Komponen-komponen pembelajaran sebagaimana dikemukakan oleh Nata (2012: 145) terdiri dari: a) aspek tujuan; b) aspek pendekatan; c) aspek metode; d) aspek teknik; dan e) aspek taktik. Selain itu, akan dikemukakan juga tentang media yang dapat menjadi komponen pembelajaran. Pendapat senada juga dikemukakan oleh Sholeh (2000: 25-27) bahwa permasalahan Pendidikan Agama, meliputi beberapa unsur yaitu: a) Hasil yang diharapkan; b) Materi dan alokasi waktu; c) Metode; d) Siswa sebagai peserta didik; e) Orang tua siswa; dan f) Lingkungan pendidikan. Berikut akan dikemukakan secara rinci terhadap komponen-komponen tersebut. a. Tujuan Pembelajaran Tujuan pembelajaran sebagaimana dikemukakan oleh Nata (2012: 145146) merupakan “sejumlah kompetensi atau kemampuan tertentu yang harus dikuasai oleh peserta didik setelah kegiatan belajar mengajar.” Tujuan belajar mengajar ini haruslah dirumuskan secara detail dan terperinci. Hal ini akan berpengaruh terhadap proses dan hasil pembelajaran yang akan dilaksanakan guru. Selain itu juga, perlu memperhatikan dan mengelompokkan secara tepat terhadap tujuan pembelajaran dengan kompetensi peserta didik dalam kaitannya kognitif, afektif dan psikomotorik peserta didik. b. Pendekatan Pembelajaran Dalam pembelajaran, pendekatan merupakan hal yang menjadi penentuan. Dengan kata lain, keberhasilan pembelajaran dimualai dari ketepatan dalam pemilihan dan penggunaan pendekatan pembelajaran. Nata (2012: 149) mengartikan pendekatan sebagai cara pandang atau titik tolak yang digunakan dalam menjelaskan suatu masalah. Dalam hal ini akan menghasilkan kesimpulan yang berbeda-beda karena cara pandang juga berbeda-beda. Pelaksanaan Pendidikan Agaam Islam di sekolah pada dasarnya melalui kegiatan intra dan ekstrakurikuler yang satu sama lain saling melengkapi, yaitu: a) pendekatan pengalaman yaitu pemberian pengalaman keagamaan kepada peserta didik dalam rangka penenaman nilai-nilai keagamaan; b) pendekatan 24 pembiasaan yaitu dengan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk senantiasa mengamalkan ajaran agamanya; c) pendekatan emosional yaitu usaha untk menggugah perasaan emosi peserta didik dalam menyakini, memahami dan menghayati ajaran agamanya; dan d) pendekatan rasional yaitu usaha memberikan peranan kepada rasio (akal) dalam memahami dan menerima kebenaran ajaran agama (Hawi, 2013: 26). Sementara itu, pendekatan dalam pendidikan Islam sebagaimana yang dikemukakan Nata (2012: 149-150) dapat ditinjau dari berbagai disiplin ilmu. Dengan kata lain, pendidikan Islam sangat erat kaitannya dengan disiplin ilmu lainnya. Sehingga agar memahami pendekatan yang akan digunakan dalam pembelajaran pendekatan ilmu pendidikan Islam, maka perlu pemahaman terhadap disiplin ilmu lainnya. Pendekatan yang ditawarkan oleh Nata adalah pendekatan normatif teologis, yang mana kegiatan belajar mengajar dilakukan berdasarkan petunjuk yang terdapat di dalam ajaran agama yang diyakini pasti benar. Selain itu, pendekatan historis empiris yang mana kegiatan dilakukan berdasarkan praktik yang pernah ada dalam sejarah dan didukung bukti. Selanjutnya pendekatan filosofis yang mana kegiatan dilaksnakaan berdasarkan pandangan dan gagasan yang dikemukakan para filsuf. Selain pendekatan pembelajaran di atas, terdapat sebuah pendekatan pembelajaran bagi orang dewasa atau lebih dikenal dengan andragogi. Pendekatan ini dikenalkan oleh seorang tokoh manajemen dan psikologi yaitu Abraham Maslow. Ia menawarkan pandangan humanistik, yang memberikan pengaruh terhadap prinsip-prinsip dan teori andragogi (Hermawan, 2009: 299230). Bahkan, Kramminger & Hubert (1990) dalam Hermawan (2009: 230) menyatakan bahwa andragogi merupakan aplikasi dari prinsip-prinsip humanistik. Menurut Knowles dalam Sudjana (2005: 62), “ Andragogy is therefore, the art and science of helping adults learn”. Andragogi didefinisikan sebagai seni dan ilmu yang membantu pembelajaran orang dewasa. Terdapat empat pokok asumsi sebagai berikut: Pertama, konsep diri. Pada dasarnya orang dewasa memiliki konsep diri yang mandiri dan tidak bergantung bersifat pengarahan diri. Kedua, pengalaman. Pengalaman orang dewasa lebih luas dan kaya akan keadaan belajar. Ketiga, kesiapan belajar. Relevansi dengan apa yang dipelajari dan permasalahan yang terjadi pada dirinya menjadi hal pokok dalam keinginan belajarnya. Terakhir, orientasi pembelajaran. Lebih menekankan dirinya bukan sebagai subyek, karena orientasinya lebih condong terhadap masalah-masalah (Sujarwo, tt: 3). Asumsi-asumsi tersebut menimbulkan berbagai implikasi yang berkaitan dengan penerapan strategi pembelajaran. Secara umum strategi pembelajaran orang dewasa lebih menekankan pada permasalahan yang dihadapi (problem centered orientation). Knowles mengajukan asumsi bahwa orang dewasa dapat belajar. Kalaupun ada orang dewasa yang mengeluh tidak dapat lagi belajar, orang dewasa yang bersangkutan kurang percaya pada kemampuan dirinya untuk belajar (Sujarwo, tt: 3-4). Dalam pembelajaran, empat asumsi dasar tersebut dijabarkan dengan langkah-langkah yang dikemuakkan Knowles dalam Sujarwo (tt: 5-7) sebagai berikut: Pertama, menyiapkan Iklim Belajar yang Kondusif. Faktor lingkungan berpengaruh terhadap keberhasilan belajar, sehingga diperlukan penciptaan iklim belajar yang meliputi: penataan fisik ruang dan suasana, penataan 25 psikologis dan manusia, serta penataan iklim organisasi kelembagaan terkait. Kedua, menciptakan Mekanisme Perencanaan Bersama. Keikutsertaan peserta didik dalam merumuskan keputusan dan kegiatan memberikan rasa keterikatan yang lebih, karena peserta didik berpatisipasi aktif. Ketiga, menetapkan Kebutuhan Belajar. Hal ini dapat dilakukan melalui dua cara yaitu model kompetensi dan model dikrepensi (mencari kesenjangan). Keempat, merumuskan tujuan Khusus (Objectives) Program. Tujuan dapat digunakan sebagai pedoman pelaksanaan proses pembelajaran. Pada model andragogi, lebih dipentingkan terjadinya proses self-dianosed needs. Kelima, merancang pola pengalaman belajar. Dalam konsep andragogi, rancangan kegiatan yang dipilh sebagai pengalaman belajar peserta didik meliputi pemiihan problem areas yang telah diidentifikasi oleh peserta didik melalui self-diagnostic, pemilihan format belajar (individual, kelompok, atau massa) yang sesuai, merancang unit-unit pengalaman belajar dengan metoda-metoda dan materimateri, serta mengurutkannya dalam urutan yang sesuai dengan kesiapan belajar peserta didik dan prinsip estetika. Rancangan program dengan menggunakan model pembelajaran andargogi pada dasarnya harus dilandasi oleh konsep self-directed learning atau lebih menekankan kepada learninghow-to-learn activity. Keenam, melaksanakan Program (Melaksanakan Kegiatan Belajar). Hal tepenting yang dipertimbangkan dalam pelaksanaan proses pembelajaran adalah ketersediaan sumber daya manusia, yang berkaitan dnegan teknik andragogi dan pemenuhan bahan-bahan dan alat pembelajaran. Terakhir, mengevaluasi Hasil Belajar dan Menetapkan Ulang Kebutuhan Belajar. c. Metode Pembelajaran Metode dapat diartikan sebagai cara mengajar pendidik dalam pembelajaran. Menurut Tafsir (2007: 9), metode merupakan “cara yang paling tepat dan cepat dalam melakukan sesuatu.” Metode dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam dapat dimaknai sebagai cara-cara membuat lesson plan agama Islam (Tafsir, 2007: 11). Winarno Surakhmad di dalam buku Hawi (2013: 28-29) mengatakan bahwa pemilihan dan penentuan metode dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: a) anak didik; b) tujuan; c) situasi; d) fasilitas; dan e) guru. Beberapa metode pembelajaran yang dianggap cocok diterapkan dalam pembeelajaran Agama Islam menurut Hawi (2013: 30-31) yaitu sebagai berikut: a) metode pemebelajaran yang terpusat kepada guru yakni menempatkan guru sebagai informasi, pembina dan pengarah satu-satunya dalam proses pembelajaran; b) metode pembelajaran yang terpusat kepada siswa yakni menjadikan siswa sebagai objek yang perlu pengembangan dalam kegiatan pembelajaran; c) metode yang terpusat antara guru dan siswa yakni sebuah metode yang mengharmonisasikan hubungan antara guru dan murid dalam kegiatan pembelajaran. Sedangkan beberapa metode yang dapat digunakan dalam interaksi dan untuk membantu pembelajaran kondusi menurut Hawi (2013: 31-34) yakni: a) metode keteladanan, yang berarti bahwa teladan yang baik haruslah diikuti oleh pikiran dan tingkah laku secara bersamaan. Metode ini digunakan karena kecenderungan anak yang gemar memfigurkan seseorang sebagai pedoman hidupnya; b) metode latihan, berarti memberi peserta didik 26 pelajaan khusus atau bimbingan untuk mempersiapkan merek amenghadapi kejadian masalah-masalahh di masa mendatang; c) metode dialog, yang berarti guru diharapkan untuk menjadi seorang yang betul-betul bisa untuk dijadikan kawan bukan sebagai guru dalam beberapa kondisinya. Hal ini tentu berkaitan dengan keefektifan guru dalam mengetahui dan menyelesaikan segala permasalahan peserta didik; d) metode penghargaan, yang berarti guru memberikan penghargaan kepada kinerja peserta didik baik secara verbal maupun non verbal seperti perlakuan hangat dan penuh kasih sayang; dan e) metode hukuman, yang berarti guru berhak memberikan hukuman kepada peserta didik apabila melanggar peraturan-peraturan yang telah disepakati. Hukuman tersebut tetap harus berada dalam batas wajar. Senada denan pendapat di atas, Nata (2012: 151-152) mengutip pendapat terkait metode pendidikan Islam oleh Hery Noer Aly yaitu metode ceramah, tanya jawab, diskusi, pemberian tugas, demonstrasi, kerja kelompok, sosiodrama, karya wisata, drill, dan sistem regu. Sedangkan yang merujuk kepada al-Qur‟an yaitu diantaranya adanya partisispasi guru di dalam situasi belajar mengajar dalam QS. An-Nisa ayat 9, pengulangan yang bervariasi dalam QS. Al-Isra ayat 41, membuat perumpamaan dan bercerita untuk mengambil pelajaran dalam QS. An-Nahl ayat 76, pengalaman pribadi dan widyawisata untuk mencari hakikat dan membaca alam dalam QS. Al-Hajj ayat 46, mengambil pelajaran dari peristiwa yang terjadi dalam QS. At-Taubah ayat 25-26, menciptakan suasana senang sebagai upaya pendidikan dalam QS. alAn‟am ayat 160, teladan yang baik dalam QS. al-Ahzab ayat 21, dan memperhatikan karakteristik sisuasi belajar mengajar. Al-Nahlawi yang dikutip oleh Nata (2012: 152) juga mengemukakan bahwa metode untuk menanamkan rasa iman yakni mencakup metode hiwar atau percakapan Qur‟ani dan Nabawi, kisah Qur‟ani dan Nabawi, amtsal atau perumpamaan, keteladanan, pembiasaan, ibrah dan mauidzah dan targhib dan tarhib. Selain metode-metode di atas, terdapat beberapa metode Pendidikan agama Islam yang diterapkan di pesantren. Istilah Pendidikan Agama Islam memang tidak lazim digunakan di pesantren, namun lebih sering dikenal dengan ilmu agama. Meskipun demikian, substansi yang terkandung adalah sama. Beberapa metode Pendidikan Agama Islam yang diterapkan pesantren pada umumnya juga dapat dijadikan rujukan dalam menerapkan pembelajaran Pendidikan Agama Islam. Mastuhu, sebagaimana dikutip oleh Zarkasyi (2005: 72) menyebutkan empat metode pendidikan pada lembaga pendidikan pesantren yaitu: a) sorogan; b) bandongan; c) halaqah; dan d) hapalan. Arifin juga berpendapat dalam Zarkasyi (2005: 72) bahwa empat metode pendidikan pesantren yaitu: a) bandongan; b) sorogan; c) muhawarah; dan d) mudzakarah. Zarkasyi (2005, 76), menambahkan selain dari metode-metode tersebut digunakan juga metode majlis ta‟lim. Beberapa metode di atas, dapat diulas sebagaimana berikut: Pertama, metode sorogan adalah metode di mana santri secara bergantian/ individual mengulangi bacaan dan arti yang telah disampaikan oleh kyai/ ustadz sebelumnya. Metode ini kerap dianggap rumit, karena membutuhkan kerajinan, kesabaran dan kedisiplinan santri. Namun, dengan metode ini juga kualitas pemahaman yang diraih santri lebih terjamin, karena santri dapat secara langsung bertatap muka dengan kyai atau gurunya (Zarkasyi, 2005: 72-74). 27 Kedua, metode wetonan/ bandongan yaitu metode berkelompok santri, di mana kyai atau guru membacakan kalimat demi kalimat dari kitab yang dipelajarinya dan santri menyimak bacaan tersebut. Metode ini tidak menuntut absensi kehadiran santri secara ketat dan tidak ada evaluasi kenaikan kelas tertentu (Zarkasyi, 2005: 74). Pendapat lain Saridjo yang dikutip oleh Zarkasyi (2005: 75) mengatakan bahwa metode bandongan tersebut identik dengan metode kuliah, yaitu santri mengikuti pelajaran dengan duduk di sekeiling kyai dan menyimak kitab-masing-masing serta membuat catatan masing-masing. Ketiga, metode halaqah yaitu metode berkelompok juga seperti pada sistem metode bandongan, namun dalam metode ini terdapat sesi diskusi atau tanya jawab terkait pemahaman santri terhadap materi yang dipelajari. Dengan kata lain, siswa yang belum atau kurang memahami penjelasan yang disampaiakan oleh kyai atau ustadz dapat mengemukakan pertanyaan dan mendapatkan pemahaman langsung dari kyai/ ustadznya. Keempat, metode hafalan yaitu metode yang mengharuskan santri menghafalkan isi kitab yang telah dipelajarinya dan kyai menyimak hafalan santri. Kelima, metode muhawarah adalah metode yang dipergunakan untuk melatih komunikasi berbahasa Arab santri. Metode ini biasanya diterapkan santri dan kyai dalam keseharian santri dan kyai selama menetap di pondok pesantren. Adapun sistem peraturannya diatur oleh masing-masing instansi pesantren. Dengan kata lain setiap pesantren dapat membuat regulasi terhadap penerapan metode muhawarah ini. Contohnya dengan menerapkan wajib setiap hari atau pada minggu-minggu tertentu saja. Keenam, metode mudzakarah merupakan metode yang berupa kegiatan pertemuan untuk membahas masalah-masalah keagamaan baik yang bersifat diniyah maupun umum. Kegiatan ini dibedakan menjadi dua tingkatan yakni muszakarah yang khusus dihadiri oleh sesama santri dan mudzakarah yang dihadiri oleh kyai dan santri atau seperti seminar. Metode ini dapat melatih keterampilan santri secara penuh karena melibatkan keaktifan santri dalam memecahkan persoalan –persoalan, mencari rujukan-rujukan, dan keterampilan berbahasa, khususnya bahasa Arab. Terakhir, metode majlis ta‟lim menurut Zarkasyi (2005: 75-77) yaitu “suatu metode yang menggunakan media penyampaian ajaran Islam yang bersifat umum dan terbuka.” Metode manjlis ta‟lim ini biasanya dapat pula dilaksnakaan selain bersama santri, juga dapat dilaksanakan bersama masyarakat umum. Dengan kata lain, metode majlis ta‟lim ini tidak dibatasi oleh kelas atau jenjang tertentu, namun bersifat umum yakni melaksanakan kajian dengan santri dan masyarakat luas. Dalam konsep andragogi, pembelajaran perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut: a) peserta didik sebagai sumber belajar, dengan upaya penyerapan pengalaman belajar peserta didik melalui diskusi kelompok, curah pendapat, bermain peran, simulasi, curah pendapat, demonstrasi, focus group discussion. b) penekanan aplikasi praktis, pengetahuan baru, konsep, dan pengalaman baru. Hasil dari pembelajaran tersebut dapat dimanfaatkan secara langsung dalam kehidupannya. c) materi pembelajaran dirancang berdasarkan pengalaman dan kondisi peserta didik (Sujarwo, tt: 11). Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, metode pendidikan Agama Islam sangatlah beragam. Baik yang diterapkan di skeolah pada umumnya maupun pesantren, keduanya dapat dijadikan variasi metode dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam. 28 d. Teknik dan Taktik pembelajaran Teknik mengajar perlu dirancang, disusun dan dilaksanakan oleh guru mulai dari kegiatan pendahuluan dan apersepsi hingga salam penutup. Penggunaan variasi sangat diperlukan, guna mendapatkan kualitas hasil pembelajaran.Teknik mengajar diartikan sebagai “cara-cara yang terukur, sistematik dan spesifik dalam melakukan suatu pekerjaan (Nata, 2012: 153).” Perbedaan teknik yang digunakan pendidik dalam pembelajaran akan berpengaruh terhadap perbedaan hasil, tingkat kecepatan dan kepuasan kepada orang yang terlibat atau merasakan manfaat dari pembelajaran tersebut (Nata, 2012: 153). Selain teknik, taktik juga diperlukan dalam pembelajaran. Kata taktik cenderung dengan adanya siasat atau rekayasa. Namun oleh Nata (2012: 155) diartikan sebagai hal yang positif. Taktik sangatlah diperlukan guna mencapai hal-hal yang positif, seperti taktik pendidik dalam mendorong siswa menjadi bersemangat belajar, datang tepat waktu berlaku jujur dan lain sebagainya. e. Media Pembelajaran Media berasal dari bahasa Latin “medius” yang secara harfiah bermakna tengah, pengantar, perantara (Munadi, 2010: 6). Sedangkan secara istilah, media merupakan “segala sesuatu yang dapat menyampaikan dan menyalurkan pesan dari sumber secara terencana sehingga tercipta lingkungan belajar yag kondusif di mana penerimana dapat melakukan proses belajar secara efisien dan efektif (Munadi, 2010: 7-8). Selanjutnya, tujuan pemanfaatan media sebagaimana dikemukakan oleh Munadi (2010: 8) yaitu untuk mengefektifkan dan mengefisensikan proses pembelajaran. Sedangkan fungsi media pembelajaran yakni meliputi: a) Sumber belajar, yakni sebagai penyalur, penyampai, penghubung dan lain-lain; b) Fungsi Semantik, yakni kemampuan media dalam menambah perbedaharaan kata yang maknanya dapat terpahami siswa; c) fungsi manipulatif, yakni medi ayang memiliki kemampuan untuk mengatasi batas-batas ruang dan waktu serta kemampuan mengatasi keterbatasan inderawi; d) fungsi psikologis, meliputi (1) fungsi atensi, yakni sebagai alat peningkat perhatian siswa; (2) fungsi afektif, yakni sebagai alat penggugah perasaan, emosi dan tingkt penerimaan atau penolakan siswa terhadap sesuatu; (3) fungsi kognitif, yakni sebagai alat memperkaya pengetahuan siswa oleh berbagai objek yang dihadirkan; (4) fungsi imajinatif, yakni sebagai alat meningkatkan dan mengembangkan imajinasi siswa; dan (5) fungsi motivasi, yakni sebagai seni mendorong siswa melakukan kegiatan pembelajaran; dan e) fungsi sosio-kultural yakni mengatasi hambatan sosio-kultural anatar peserta komunikasi pembelajaran (Munadi, 2010: 37-48). Terdapat taksonomi media pembelajaran oleh beberapa ahli, yang meliputi: a) taksonomi media berdasarkan rangsangan belajar, yaitu dua pengalaman audio (kodifikasi subjektif audio dan kodifikasi objektif audio), dua pengalaman visual kodifikasi subjektif audio dan kodifikasi objektif visual) dan dua pengalaman belajar (belajar langsung dengan orang dan benda); b) taksonomi media berdasarkan fungsi pembelajaran, yakni terdapat 7 macam kelompok media yaitu benda untuk demonstrasi, penyampaian lisan, media cetak, gambar diam, gambar gerak, film dengan suara, dan mesin pembelajaran; 29 c) taksonomi media menurut hirarki pemanfaataanya yakni semakin rumit jenis perangkat media yang dipakai, maka semakin mahal biaya investasinya dan semakin sulit pengadaannya namun semakin umum penggunaannya serta semakin luas lingkup sasarannya. Begitupun sebaliknya; d) taksonomi media berdasarkan indera yang terlibat, yakni secar agaris besar meliputi media audio, media visual, media audio visual dna multimedia (Munadi, 2010: 49-57). 8. Evaluasi Pendidikan Agama Islam Evaluasi atau penilaian merupakan hal penting untuk dilaksanakan dalam pelaksanaan sebuah proses. Melalui evaluasi, dapat diketahui bagaimana hasil dan pertimbangan-pertimbangan dalam rangka perbaikan proses setelahnya. Menurut Sutrisno (2015: 149), penilaian adalah “serangkaian kegiatan untuk memperoleh, meganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan.” Evaluasi perlu dilaksanakaan, guna pemenuhan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik dalam pross dan hasil belajar peserta didik. Aspek kognitif meliputi semua unsur materi pokok PAI, sedangkan afektif lebih menekankan pada unsur pokok keimanan dan akhlak dan penilaiann terhadap aspek psikotorik ditekankan pada unsur pokok ibadah dan al-Qur‟an (Hawi, 2013: 35). Dengan demikian, penilaian sangat diperlukan guna mengetahui kemampuan dan target pencapaian pembelajaran yang telah dilaksanakan dalam rentang waktu tertentu. Melalui penilaian ini, peserta didik dapat diputuskan untuk melangkah pada tingkat selanjutnya atau perlu pendalaman kembali. Tentu dalam penilaian ini, seorang guru perlu memahami bentuk penilaian dan teknik penilaian yang sesuai dengan penilaian yang dilakukan. Terdapat beberapa bentuk penilaian yang mana memiliki masing-masing tujuan. Sutrisno (2015: 152-153) mengemukakan bentuk penilaian yaitu: a) penilaian formatif yang dilakukan melalui ulangan harian, observasi dan lain sebagainya. Tujuannya adalah untuk mengukur keberhasilan peserta didik terhadap penguasaan setiap Kompetensi Dasar dan memonitoring kemajuan belajar peserta didik; b) penilaian sumatif yang dilakukan melalui ulangan akhir semster, ulangan kenaikan kelas, dan ujian akhir. Tujuannya adalah untuk mengetahui penguasaan peserta didik atas kompetensi yang ditargetkan. Adapun teknik yang digunakan dalam penilaian terdiri dari: a) penilaian aspek sikap menggunakan observasi, penilaian diri, penilaian teman sejawat dan jurnal; b) penilaian aspek keterampilan dapat dilakukan dengan menggunakan tes kinerja (performance), proyek, dan portofolio; c) penilaian aspek pengetahuan dapat menggunakan tes tulis, tes lisan dan penugasan/ proyek (Sutrisno, 2015: 154-164). Dalam konsep andragogi yang dikemukakan Knowles dalam Sujarwo (tt: 7) bahwa terdapat terdapat empat langkah yang diperlukan untuk mengefektifkan assessment program yaitu: Pertama, evaluasi reaksi yang dilaksanakan untuk mengetahui bagaimana peserta didik merespon suatu program belajar; evaluasi belajar dilaksanakan untuk mengetahui prinsip-prinsip, fakta, dan teknik-teknik yang telah diperoleh oleh peserta didik. Kedua, evaluasi perilaku dilaksanakan untuk memperoleh informasi perubahan perilaku peserta didik setelah memperoleh 30 latihan. Terakhir, evaluasi hasil dilaksanakan untuk mengetahui tingkat keberhasilan program. B. Mualaf 1. Pengertian Kata mualaf sudah lazim di khalayak masyarakat. Kata mualaf merupakan kata serapan dari Bahasa Arab “muallaf”. Dari segi bahasa, muallaf berasal dari kata allafa yang bermakna jinak, takluk, luluh, dan ramah. Kata ini dapat diartikan bahwa mualaf adalah orang yang dilunakkan hatinya oleh Allah swt., sehingga ia tertarik untuk mengenal dan masuk Islam. Pelunakan hati tersebut bukanlah dilakukan dengan kekerasan dan peperangan. Kata mualaf juga terdapat dalam al-Qur‟an. Salah satu ayat dalam al-Qur‟an tentang mualaf yaitu QS. at-Taubah ayat 60. Ayat tersebut berbunyi sebagai berikut: Artinya: Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yuang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana[647]. [647] yang berhak menerima zakat ialah: 1. orang fakir: orang yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya. 2. orang miskin: orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam keadaan kekurangan. 3. Pengurus zakat: orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan membagikan zakat. 4. Muallaf: orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah. 5. memerdekakan budak: mencakup juga untuk melepaskan muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir. 6. orang berhutang: orang yang berhutang Karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya. adapun orang yang berhutang untuk memelihara persatuan umat Islam dibayar hutangnya itu dengan zakat, walaupun ia mampu membayarnya. 7. pada jalan Allah (sabilillah): yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin. di antara mufasirin ada yang berpendapat bahwa fisabilillah itu mencakup juga kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah, rumah sakit dan lain-lain. 8. orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya. Berdasarkan ayat di atas, kata mualaf memiliki tafsir dari berbagai versi menurut ahlinya. Sebagaimana dikemukakan oleh at-Thabari (2008: 887), bahwa kata mualaf memiliki makna orang yang terpikat hatinya terhadap Islam namun 31 belum berhak mendapatkan pertolongan, dengan tujuan untuk memperbaiki hubungan dirinya dan keluarganya. Kemudian, menurut al-Qurthubi (2008: 434), kata mualaf memiliki makna “segelintir orang yag hidup pada masa awal kemunculan Islam, yang baru memeluk Islam secara lahiriah akan tetapi keyakinan mereka masih sangat lemah.” Dalam hal ini, mualaf tersebut dapat menerima zakat agar mereka tetap konsisten terhadap keyakinannya tersebut. Kemudian, ulama modern menguraikan perbedaan pendapat ulama salaf tentang mualaf. Sebagaimana dikutip oleh al-Qurthubi (2008: 434-435) bahwa beberapa ulama salaf mengartikan mualaf yaitu orang kafir yang diberikan zakat agar hati mereka terketuk untuk memeluk Islam. Sedangkan beberapa ulama salaf lainnya berpendapat bahwa mualaf adalah orang yang telah memeluk Islam secara lahiriah namun belum kuat keislamannya, sehingga diberikan harta zakat untuk memperkokoh keimanannya. Tafsir tersebut diperkuat oleh pendapat Jauhari (tt.: 137) dalam tafsirnya sebagaimana berikut: . Pendapat di atas memberikan makna kata mualaf yang tidak berbeda secara substansi dengan pendapat-pendapat sebelumnya. Berdasarkan pendapat di atas dapat dipahami bahwa mualaf merupakan golongan yang lemah imannya, sehingga diperlukan penguatan keimanan melalui salah satu cara dengan diberikan bantuan harta zakat. Pendapat tersebut selaras juga dengan pendapat yang dikemukakan al-Khawarizmi (1972: 197) dalam al-Kasyaf, al-„Amari (tt.: 76) dalam Tafsir ibn Su‟ud dan dalam al-Muntakhab oleh tim penyusun (1993: 269). Pendapat senada lainnya dikemukakan oleh Imam Ahmad Musthafa alMaraghi dalam kitab Tafsir al-Maraghi, bahwa definisi muallaf yaitu kaum yang dikehendaki agar hatinya cenderung tetap Islam, menghentikan kejahatan terhadap kaum muslimin, atau diharapkan dapat memberi manfaat dalam melindungi kaum muslimin dan menolong mereka dari musuh (al-Maraghi, 1987: 241). Nasution (1993: 744) dalam Ensiklopedia Islam di Indonesia juga mengemukakan bahwa Muallaf adalah orang yang pengetahuan agama Islamnya masih kurang, sebab ia baru masuk Islam. Ia menjalani perubahan keyakinan yang hal itu berpengaruh pada kurangnya pengetahuan mengenai ajaran agama Islam. Selain itu, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia yaitu “orang yang baru masuk Islam; orang yang imannya belum kukuh karena baru masuk Islam” (KBBI, 2016: 931). Pengertian 32 tersebut tidak banyak pertentangan terhadap arti dari kata mualaf. Secara umum memang kata mualaf disanjungkan kepada seseorang yang telah mengkonversi keyakinan agamanya (non-Islam) kepada agama Islam. Kemudian Haq (2009: 231) mengemukakan bahwa kata mualaf diartikan tidak sebatas orang yang baru masuk Islam yang perlu dirangkul agar imannya semakin mantab, namun kata mualaf dapat diperluas artinya yakni mencakup umat agama lain yang tak kalah pentingnya untuk dirangkul dalam suatu harmoni dan kedamaian bersamma kaum muslimin. Sedangkan menurut Sayyid Sabiq, muallaf adalah golongan yang diusahakan untuk merangkul dan menarik serta mengukuhkan hati mereka dalam keislaman yang disebabkan karena belum mantapnya keimanan mereka, atau untuk menolak bencana yang mungkin mereka lakukan terhadap kaum muslimin dan mengambil keuntungan yang mungkin dimanfaatkan untuk kepentingan mereka (Sabiq, 1994: 113). Selain itu, Aziz (2009: 256) mengelompokkan mualaf bedasarkan makna yang telah dikemukakan oleh pendapat ulama-ulama di atas yaitu terdapat dua macam yakni a) orang yang masih kafir tapi ada ketertarikan dan diikat hatinya dengan Islam; dan b) orang yang sudah muslim namun masih lemah imannya. Meskipun demikian, penggunaan istilah mualaf bagi seseorang yang masuk Islam tidak menimbulkan kesan negatif. Namun, beberapa mualaf sendiri tenyata lebih senang dipanggil dengan sebutan muslim. Hal ini karena dianggap lebih akrab dan tidak menunjukkan jarak seseorang yang masuk Islam dengan muslim lainnya (Irwan dkk, 2015: 132). Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, dapat dipahami bahwa mualaf merupakan seseorang yang dikatakan lemah hatinya dalam keyakinannya terhadap Islam. Pengertian yang umum adalah orang yang baru masuk Islam. Mualaf memerlukan bimbingan khusus umat Islam dalam pemenuhan agama Islam bagi diri mualaf hingga benar-benar memahami dan mendalami. Selain itu, bimbingan sangat diperlukan baginya guna tidak kembali goyahnya keimanannya terhadap Islam. 2. Makna Konversi Agama Konversi agama merupakan sebuah subjek yang sulit untuk dipelajari. Hal tersebut dinyatakan oleh Bulliet (1979: 30) bahwa “religious conversion is a difficult subject to study.” Meskipun begitu, menjadi bahan penelitian dan kajian bukan hal yang tidak mungkin. Zulkifli (2007: 25) dalam tesisnya memberikan langkah awal dalam memahami konversi agama yakni dengan menelusuri makna kata konversi itu sendiri. Kata konversi dapat diartikan “the fact of changing one's religion or beliefs or the action of persuading someone else to change theirs” (Oxford Living Dictionary, 2017: p. 6). Dalam Ensiklopedia (2017: p. 1), definisi konversi agama yaitu “....the adoption of a set of beliefs identified with one particular religious denomination to the exclusion of others....” Selain itu, McGuire (2002: 73) memberikan arti konversi yakni “tranformation of one‟s self concurrent with a tranformation of one‟s basic meaning systems”. Makna secara umum konversi merupakan proses perpindahan. Lebih khusus, apabila dikaitkan dengan agama, berarti perpindahan keyakinan terhadap agam satu ke agam lainnya. 33 Seorang pakar psikolog Thouless (2000: 189) juga mendefinisikan bahwa konversi agama merupakan istilah bagi proses yang berhubungan dengan penerimaan suatu sikap keagamaan yang terjadi baik secara tiba-tiba maupun berangsur-angsur. Sedangkan O‟dea (1995: 116) memberikan pendapat bahwa konversi dalam arti penerimaan agama baru itu erat hubungannya dengan kebutuhan dan aspirasi. Kebutuhan dan aspirasi tersebut sangat dipengaruhi salah satunya oleh keadaan sosial. Diperkuat oleh James (1967: 160) tentang kondisi seseorang yang mengalami konversi agama yakni sebagai berikut: to be converted, to be regenerated, to receive grace, to experience religion, to gain an assuurance, are so many phrases which denote the process, gradual or sudden, by which a self hitherto divided, and consciously wrong inferior and unhappy, becomes unified and consciously right superior and happy, in consequence of its firmer hold upon religious realities. Pendapat di atas memberikan pemahaman bahwa seseorang yang melakukan konversi agama atau dengan penyebutan lainnya merupakan proses diri yang bertahap, terbagi dan menyadari kesalahan dengan ketidakbahagiaan serta sebaliknya. Hal tersbeut merupakan konsekuensi yang dipilihnya terhadap pilihan agamnaya. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa konversi agama merupakan proses perpindahan keyakinan seseorang terhadap agama yang dianutnya berdasarkan faktor yang berbeda-beda. Konversi agama dapat dilakukan bagi penganut agama satu ke agama lainnya ataupun yang tidak beragama (atheis) menjadi beragama, begitu juga sebaliknya. 3. Tahapan Konversi Agama Konversi agama bukan hal yang mudah bagi seseorang. Setiap individu memiliki tahapan yang berbeda-beda. Hal tersebut dapat dikaitkan dengan perkembangan pemikiran manusia terhadap adanya Tuhan dan agama.Terkait pemikiran manusia tampaknya sangatlah lumrah apabila manusia memiliki perbedaan dalam pandangan hidup dan lain hal nya. Manusia memang telah digariskan oleh Allah swt. Memiliki akal yang mana menjadi pembeda antara dirinya dengan makhluk Allah lainnya. Diperkuat oleh Alim (2011: 35) bahwa dengan akal manusia dapat berfilsafat dan berfikir secara bebas dalam menemukan hakikat dan kebenaran terhadap segala sesuatu. Lebih lanjut, Alim (2011: 35) menyatakan bahwa “manusia dengan kemampuan dasarnya secara fitrah maupun pancaindera dan kemampuan intelektualnya sampai juga pada kepercayaan, pengakuan terhadap adanya Tuhan meskipun tidak melewati jalur agama, akan tetapi sifatnya relatif dan subyektif.” Dengan demikian, dapat dipahami bahwa untuk mencapai sebuah keberagamaan dapat pula didasarkan pada pengalaman berfikir seseorang pada sudut pandangnya masing-masing, sehingga secara tidak langsung akan menumbuhkan kepercayaan pada dirinya sendiri terhadap sesuatu. Salah seorang antropolog yakni Malinowski yang dikutip oleh Alim (2011: 37) menyebutkan bahwa “there are not people however premitive without religion.” Pernyataan tersebut memberikan penegasan bahwa agama telah ada dari zaman dahulu atau dengan kata lain adanya hidup manusia ada pula agama. Pakar-pakar agama Islam juga mengemukakan sebagaimana dikutip juga oleh Alim (2011: 37) 34 bahwa “benih timbulnya agama pada manusia itu muncul dari penemuan manusia terhadap kebenaran, keindahan dan keadilan.” Selain itu, dipertegas oleh para ahli sosiologi sebagaimana dikutip oleh Alim (2011: 36-37) bahwa perkembangan intelektual manusia dalam sejarahnya melalui tiga tahap yakni: a) tahap teologis atau fiktif yaitu tahap manusia dalam memberikan penafsiran terhadap seluruh gejala yang ada secara teologis; b) tahap metafisik yaitu manusia menganggap bahwa di dalam setiap gejala terdapat kekuatan-kekuatan atau inti tertentu yang pada akhirnya akan dapat diungkapkan namun masih terikat pada cita-cita tanpa verifikasi; dan c) tahap dimana manusia secara perlahan memiliki obsesi untu menyingkirkan nilainilai kegamaan bahkan menghilangkannya dari kehidupan manusia. Kecenderungan manusia dalam mencari agamanya dikemukakan dalam beberapa teori dan beberapa pakar yaitu: pertama, teori wahyu oleh Wilhelm Schmidt. Manusia memiliki kecenderungan percaya terhadap satu Tuhan atau disebut paham monoteisme. Paham tersebut merupakan paham tertua dalam kebudayaan masyarakat. Manusia sebagai makhluk bumi dimaknai memiliki kemampuan berupa akal untuk dapat menemukan agamanya dan Tuhannya secara mandiri. Hal tersebut oleh Alim di-qiyas-kan terhadap agama Islam bahwa manusia telah diciptakan Allah swt. dengan ni‟mat yang luar biasa yakni akal, sebagaimana pula telah dijelaskan dalam ayat sebelumnya. Selain itu, Allah swt. juga telah menurunkan wahyu kepada manusia sebagai pedoman dirinya untuk menuju jalan kebenaran yakni agama Islam dan berTuhankan Allah swt. semata. Kedua, teori antropologis oleh Edward Burnett Taylor. Teori ini memiliki perbedaan yang sangat mencolok dengan teori pertama. Apabila pada teori pertama dikatakan bahwa dalam diri manusia telah memiliki kecenderungan untuk menemukan Tuhannya melalui potensinya sendiri, maka dalam teori kedua justru sebaliknya. Menurut teori ini bahwa sesungguhnya Tuhan itu tidak ada dan yang kemudian membuat ada adalah manusia itu sendiri. Hal tersebut dikaitkan dengan kehidupan manusia primitif yang notabene dianggap belum mengenal agama dalam arti yang sebenarnya. Selain itu, teori ini sering dikaitkan dengan paham komunisme-ateisme yang berpendirian bahwa agama adalah candu bagi masyarakat. Tentunya hal ini tampak tidak selaras dengan konsep Islam sebagai salah satu agama yang diyakini masyarakat (Alim, 2011: 38-40). Berdasarkan hal di atas, dapat dipahami bahwa pemikiran manusia terhadap agama atau dalam penemuan kebenaran terhadap agamnya tentu mengalami fase yang berbeda-beda pada masing-maisng individu. Adanya tabir atau yang dapat umat Islam sebut adalah hidayah memang mutlak adalah atas kehendak Tuhan, namun dalam proses pencapaiannya dapat dilakukan melalui fitrah dan akal yang telah Tuhan berikan padanya. 4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Mualaf Hakikat peralihan, terdapat pengaruh berbagai faktor di dalamnya. Baik secara internal maupun eksternal, faktor tersebut dapat saling berhubungan. Meskipun, tidak semua faktor dapat dialami oleh seseorang yang mengalami peralihan termasuk mualaf secara komprehensif. Namun, berikut akan dipaparkan faktorfaktor yang mempengaruhi peralihan, khususnya peralihan agama seseorang. Akan lebih dikhususkan lagi pembahasan terhadap mualaf yang mengalami peralihan agama non-Islam menjadi Islam. Dalam jurnal, dikemukakan oleh Hakim (2013: 92- 35 93) bahwa faktor pendukung konversi agama diantaranya faktor perkawinan, hidayah, konflik jiwa, kesadaran diri dan kemuaan serta faktor sangkutan. Sementara itu Noviza (2015: 189-191) mengemukakan bahwa faktor penyebab konversi agama yang terjadi pada mualaf Tionghoa Masid al-Islam Muhammad Cheng Ho Palembang yaitu diantaranya: pertama, faktor psikologis. Faktor ini dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal yang menimbulkan pengaruh seseorang atau sekelompok orang hingga memunculkan gejala batin, sehingga yang diperlukan sebagai jalan keluara adalah ketenangan batin. Kedua, pengaruh sosial meliputi pengaruh hubungan antat pribadi dan pengaruh anjuran atau propaganda dari orang-orang terdekat. Dan ketiga, pengaruh sosial meliputi pengaruh hubungan antar pribadi yang bersifat non agama dalam bidangan ilmu pengetahuan dan pengaruh kebiasaan yang rutin mendorng seseorang atau kelompok untuk berubah kepercayaan. Faktor-faktor tersebut, juga selaras dengan pendapat ahli lainnya. Menurut Arifin (2008: 158) terdapat faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi konversi agama mualaf. Faktor internal terjadinya konversi agama yaitu: (1) Kepribadian. Secara psikologis tipe kepribadian tertentu akan mempengaruhi kehidupan jiwa seseorang; (2) Faktor pembawaan. Bahwa ada semacam kecenderungan urutan kelahiran mempengaruhi konversi agama. Anak sulung dan anak bungsu biasanya tak mengalami tekanan batin, sedangkan anak-anak yang dilahirkan pada urutan antara keduanya sering mengalami stress jiwa. Kondisi yang dibawa berdasarkan urutan kelahiran itu banyak mempengaruhi terjadinya konversi agama. Kemudian, faktor eksternal selain yang dikemukakan oleh Arifin (2008: 159), juga dikemukakan oleh Jalaluddin (1998: 248-251) diantaranya: (1) faktor keluarga seperti keretakan keluarga, ketidakserasian, berlaianan agama, kesepian, kesulitan seksual, kurang mendapatkan pengakuan kaum kerabat dan lainnya; (2) Lingkungan tempat tinggal; (3) perubahan status seperti perceraian, ke luar dari sekolah atau perkumpulan, perubahan pekerjaan, menikah dengan orang yang berlainan agama dan sebagainya; dan (4) kemiskinan. Terkait pengaruh yang disebabkan oleh lingkungan diantaranya adalah pemimpin atau misioner negara. O‟dea (1995: 116) mengemukakan bahwa: Doktrin-doktrin baru yang diproklamirkan oleh seorang pemimpin kharismatik atau para misioner pengikutnya sebenarnya merupakan campuran unsur baru dan unsur lama yang kompleks. Mereka tak akan mendapatkan penganut baru kecuali mereka telah berhasil menangkap fikiran manusia-manusia itu yang dalam beberapa hal sebenarnya sudha siap menerima gagasan baru. Tetapi serentak dengan itu mereka harus menyerukan sesuatu yang baru, atau barang lama dengan cara baru. Dengan cara inilah, manusia-manusia yang sedang mencari nilai-nilai baru tersebut bisa dihimbau. Selanjutnya, pendapat lain juga memaparkan faktor-faktor yang mempengaruhi mualaf di Selangor yaitu: ...the truth in Islam can be gained directly or through research, observation and inspiration or dream become major encouragement for Muslim converts to Islam in Selangor. The absence of information and do not receive accurate 36 information about Islm were the factors that delayed the acceptance of da‟wah efforts by islamic groups (Majid, 2016: 24). Pendapat di atas dapat dipahami bahwa faktor yag mempengaruhi mualaf di Selangor dalam menemukan kebenaran Islam yaitu berasal dari penelitian, observasi, dan inspirasi atau mimpi. Ketiga jalan tersebut menjadi dorongan utama bagi orang-orang muslim di Selangor. Meskipun demikian, terdapat beberapa penghambat yang menjadikan dakwah tertunda yaitu tidak adanya informasi dan/ atau tidak mendapat informasi akurat tentang Islam. Berdasarkan pemaparan-pemaparan di atas, dapat dipahami bahwa penebab konversi agama seseorang sangat beragam. Terdapat faktor internal seperti diri mualaf dan faktor eksternal selain diri mualaf yang dapat mempengaruhi konversi agama tersebut. Sehingga, adanya faktor-faktor tersebut dapat dijadikan pertimbangan dalam perancangan dan pelaksanaan pendidikan Agama Islam bagi mualaf. 5. Fase Mualaf Menjadi Muslim Manusia yang telah memiliki kecenderungan untuk mempercayai bahwa Tuhan itu Esa dan adanya Tuhan adalah Allah swt. tentunya telah melalui berbagai fase yang kadang tidak terhitung waktu dan tidak terhitung payah yang dilaluinya. Hal ini diperkuat oleh pendapat Alim tentang kelakuan-kelakuan keagamaan yang dilahirkan karena dorongan psikis atau kondisi tertentu, sehingga agama mendapatkan perannya guna menyelesaikan suatu permasalahan (Alim, 2011: 36). Dalam hal ini, mualaf yang melakukan konversi agama kepada Islam, pengucapan dua kalimat syahadat sebagai wujud pengakuan terhadap Allah dan kerasulan nabi Muhammad saw. Merupakan pengakuan umat Islam dengan segala konsekuensinya. Dan melalui ketulusan dalam pengakuan tersebutlah yang kemudian memberikan pengaruh terhadap ketaatan dalam menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Dipertegas juga oleh ath-Thorabilisy, bahwa memilih Islam sebagai agamanya berarti haruslah mengikuti dan tunduk baik secara batin maupun lahir pada apa saja yang dibawa Rasulullah saw. dan mengetahui serta mempercayai dengan penuh keyakinan. Iman dan Islam merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan (ath-Thorabilisiy, 1999: 12). Konsekuensi mualaf terhadap pilihan Islam sebagai agamanya harus menjalankan Islam secara haq dalam kehidupannya. Meskipun pintu hidayah mutlak atas kehendak Allah swt. namun manusia-lah yang berhak menentukan akan menggapai hidayah tersebut atau mengabaikannya. Ditegaskan oleh Tilaar (2005: 123) mengemukakan bahwa “setiap pribadi mempunyai kemerdekaan untuk memilih bentuk-bentuk peribadatan yang sesuai dengan kata hatinya dan oleh sebab itu setiap manusia yang beragama memilih ikatan moralnya sendiri yang muncul dari relasi antara dia dengan Tuhannya.” Ditegaskan juga oleh ungkapan kuno terkait neluri keagamaan yang dikutip oleh Bahjat (2005: 19) bahwa naluri keagamaan manusia memang bersumber dari fitrah manusia itu sendiri. Manusia secara pasti memiliki keyakinan yang sudah menjadi struktur manusia. Akan tetapi,manusia diberikan hak memilih untuk beriman kepada Allah swt. ataupun kepada selain-Nya. Hal tersebut, didukung oleh firman Allah swt. dalam QS. 30 ayat 30, yang berbunyi: 37 Artinya: Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang Telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui[1168], [1168] fitrah Allah: maksudnya ciptaan Allah. manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. kalau ada manusia tidak beragama tauhid, Maka hal itu tidaklah wajar. mereka tidak beragama tauhid itu hanyalah lantara pengaruh lingkungan. Terkait hal di atas, Ibn „Athaillah di Bab XVII Hikmah ke-163 yang dikutip oleh Sajari (2012: 76-77) juga telah menyatakan bahwa “man „arafa al-Haqqa syahidahu fi kulli syai‟in” yang bermakna “barang siapa mengenal Allah, maka ia akan menyaksikan-Nya di segala sesuatu.” Dan kemudian pada bab I Hikmah ke-8 juga dinyatakan oleh Ibn „Athaillah yang dikutip oleh Sajari bahwa apabila Allah swt. telah membukakan pintu perkenalan Diri-Nya kepada hamba, maka tidaklah patut untuk mengacuhkannya. Hal tersebut tidak lain karena Allah swt.tidak akan membukakan pintu tersebut kecuali Allah swt. lah yang telah berkhendak (Sajari, 2012: 77-78). Allah swt. memberikan hidayah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Oleh karena itu, perlu disyukuri dan tidak dapat diacuhkan apabila Allah swt. telah membukakan pintu untuk mengenal Diri Allah swt. untuk kemudian dapat dimulai dengan syahadah terhadap ke-Esaan-Nya dan kepada Muhammad sebagai utusanNya. Sebagaimana Allah swt. telah berfirman dalam QS. Ali Imran ayat 18-19 sebagaimana berikut: Artinya: Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan melainkan dia (yang berhak disembah), yang menegakkan keadilan. para malaikat dan orangorang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). tak ada Tuhan melainkan dia (yang berhak disembah), yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. (18) Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam. tiada berselisih orang-orang yang Telah diberi Al Kitab kecuali sesudah datang pengetahuan kepada mereka, Karena kedengkian (yang ada) di antara mereka. barangsiapa yang kafir terhadap ayat-ayat Allah Maka Sesungguhnya Allah sangat cepat hisab-Nya.(19). 38 Senada dengan firman di atas, Allah juga telah memberikan petunjuk tentang keesaan-Nya dalam surat lainnya. Surat tersebut diantaranya QS. Thaha ayat 40, QS. Al-Ikhlash ayat 1-4, QS. Asy-Syura ayat 11, QS. Al-Mu‟minun ayat 32, QS. AlMaidah ayat 47, dan masih banyak lagi. Tauhid atau keesaan Allah swt. memainkan peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan manusia yang dapat menjadi pemancar kebaikan dunia dan keselamatan di akhirat kelak. Dunia merupakan tempat ujian dan cobaan bagi manusia. Sehingga, sangatlah layak apabila dikatakan bahwa manusia berhak memilih atas iman dan tauhidnya. Tauhid sendiri memiliki lima tingkatan yakni: a) tauhid dalam zat Allah yang satu; b) tauhid dalam sifat Allah yang Mahasempurna dan Mahatinggi; c) Tauhid dalam perbuatan yakni dengan menyakini Allah telah menciptakan segala sesuatu, segenap aturan dan berbagai karakteristiknya maisngmasing; d) tauhid dalam ibadah yang hanya diperuntukkan kepada Allah; dan e) tauhid dalam kekuasaan hukum yang terdiri dari tiga jenid yakni tauhid dalam kekuasaan, ketaatan dan pembuatan hukum (Bahjat, 2005: 13-17). Terdapat manfaat dari penanaman tauhid kepada manusia, dalam hal ini khususnya mualaf yaitu sebagai berikut: “Tauhid yang kuat juga akan membentuk manusia yang berjiwa patriotik produktif, selalu menang dalam persaingan, jiwanya lurus, bermanfaat untuk orang lain, percaya diri, berimana kepada Allah, pembela kebenaran, mencintai kebajikan, berjuang demi umat meskipun tidak digaji, tetap melayani masyarakat walaupun dicaci dn berani menegakkan kebenaran walaupun dibenci dan dicaci.” (al-Qaradhawi, 2001: 89). Selanjutnya, untuk dapat menjadi muslim sejati pintu gerbangnya adalah dua kalimat syahadat, yang mana kemudian dapat kita mulai dengan mengenal Allah swt. secara perlahan dan kemudian mendalam. Ath-Thorabilisiy (1999: 12-13) mengemukakan bahwa mengucapkan dua kalimat syahadat menjadi syarat yang pasti dalam melaksnaakan hukum-hukum keduniaan seorang mukmin seperti dalam hal pernikahannya, ibadah shalatya dan lain sebagainya. Alim (2011: 127) menegaskan bahwa persyaratan utama seseorang menjadi muslim adalah pengucapan dua kalimat syahadat, yang mana tidak hanya diucapkan melalui lisan, namun dengan kesungguhan hati dan tiada keraguan di dalamnya. Dalam hal pengucapan dua kalimat syahadat, ath-Thorabilisiy (1999: 13) mengemukakan bahwa, “apabila seseorang tidak dapat mengucapkan kalimat syahadat karena ada suatu sebab yang dipandang sah, seperti bisu atau tidak sempat untuk mengucapkannya, misalnya mati setelah beriman dengan hatinya, atau tidak dapat mengucapkannya sedang hatinya sudah mengimaninya, maka orang yang demikian itu pun termasuk golongan muknin di sisi Allah swt.” Sedangkan dalam melafalkan dua kalimat syahadat, seseorang dapat dikatakan telah dan /atau harus mengimani terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan Akidah Islam. Secara umum, seperti yang telah dikemukakan dalam pembahasan ruang lingkup akidah Islam yaitu mencakup aspek rumun iman yaitu: Pertama, Iman kepada Allah swt. Sebagaimana dikemukakan oleh ath-Thorabilisiy (1999: 19) bahwa iman kepada Allah bermakna bahwa “seorang hamba Allah mengitikadkan dengan keteguhan hatinya akan sifat-sifat Allah swt., baik yang wajib, mustahil serta jaiz. Sementara itu, Fakih (2011: 191) menyatakan bahwa dalam pendeklarasian tauhid adalah 39 dengan mengucapkan dua kalimat syahadat. Pelafalan dua kalimat syahadat merupakan doktrin Islam yang dimaknai sebagai jantung al-Qur‟an dan jantung Islam. Doktrin tersbeut sebagai bekal hidup dan mati manusia serta menjadi tiket manusia memasuki alam akhirat. Ditegaskan oleh Fakih (2011: 199) bahwa “seseorang yang tidak menghadirkan Tuhan Yang Maha Esa dalam lubuk hatinya, tidak mengimani-Nya dan tidak menyembah-Nya secara langsung, dia adalah seorang manusia yang tidak bertuhan atau mengingkari Tuhan alias kafir (atheis) atau tidak memurnikan keesaan-Nya alias musyrik (polytheis).” Kedua, iman kepada Nabi dan Rasul. Maknanya setiap orang muslim wajib mengimani bahwa Allah swt. mengutus nabi dan rasul dengan membawa kegembiraan dan mukjizat. Selain itu, juga haruslah mengimani terhadap sifat-sifat wajib, mustahil dan jaiz nabi dan rasul (Ath-Thorabilisiy, 1999: 53). Ketiga, iman kepada malaikat. Menurut ath-Thorabilisiy (1999: 141), iman kepada mailaikat bermakna “harus mengitikadkan dengan seteguh-teguhnya, bahwa malaikat itu benar-benar ada dan bahwa mereka itu adalah hamba Allah yang mukminin serta dimuliakan.” Keempat, beriman kepada kitab-kitab Allah swt. Artinya mempercayai adanya kitab yang diturunkan oleh Allahh swt. kepada rasul. Kitab-kitab tersebut berisi hal-hal yang diperintahkan dan dilarang oleh Allah swt. (ath-Thorabilisiy, 1999: 148). Kelima, iman kepada hari kiamat. Hari kiamat dimulai sejak waktu hasyr/ berkumpul di padang mahsyar dan berakhir dengan masuknya manusia ke surga atau neraka (ath-Thorabilisiy, 1999:153). Terakhir, iman kepada qadha dan qadar Allah swt. kepada manusia. Keputusan dan takdir merupakan mutlak atas kehendak Allah swt., manusia dapat berusaha untuk mendapatkan takdir yang baik baginya, dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Meskipun begitu, terdapat perbedaan paham/ madzhab dalam keimanan terhadap qadha dan qadar ini. Selain itu, Nabi Muhammad saw. telah bersabda tentang manfaat bagi mu‟min yang mengucapkan syahadat dalam kitab Durrotun Nasihin pada pengajian ke 9. Hadist tersebut diriwayatkan oleh Roudlatul „Ulama sebagaimana dikutip dari tarjamah Durrotun Nasihin oleh Ramadlan yang artinya sebagaimana berikut: Artinya: ketika seorang mukmin mengucapkan “Laa ilaaha illa Allah, Muhammadur Rasulullah” maka bersamaan denga itu keluarlah seorang malaikat dari mulutnya, ia bagai burung hijau bersayap putih berhiaskan batu mutiara, satu sayap di timur dan satunya lagi di barat, ketika kedua sayap itu membuka, mampu meliput timur dan barat. Malaikat itu terbang ke langit hingga sampai ke Arasy, bunyi suaranya seperti layaknya bunyi laba-laba, ia disambut oleh malaikat penanggung „Arasy‟ katanya: Tenanglah anda di tempat ini dengan keagungan Allah dan KemulyaanNya. Jawab malaikat tersebut: “aku tidak bakal tenang, sebelum Allah mengampuni orang yang membaca kalimat Tauhid dan Rasul”. Maka Allah memberinya 70.000 lisan yang memohonkan ampun bagi yang membaca dua kalimat Tauhid dan Rasul, hingga datang hari Kiamat. Dan kelak jika hari Kiamat iba, malaikat tersebut datang menyambut pemiliknya dan menuntunnya ke sorga.” (Raudlatul Ulama dalam Ramadhan, 1987: 120-121). 40 Berdasarkan hadist di atas, menjadi muslim yang dalam hal ini tidak terkecuali bagi mualaf akan mendapat banyak sekali manfaat dan pahala bagi dirinya. Oleh karenanya, hendaknya muslim selalu teguh mengimani bahwa memang sejatinya tidak ada Tuhan yang patut untuk disembah kecuali Allah swt. Jadi, mualaf memiliki fase yang perlu dilakukannya guna menjadi muslim. Fase pertama yang harus dilaksanakannya adalah dengan mengucapkan dua kalimat syahadat yakni syahadat tauhid dan syahadat rasul. Pelafalan dua kalimat syahadat tersebut juga haruslah disaksikan oleh muslim lainnya sebagai saksi atas keislamannya. Setelah pelafalan dua kalimat syahadat tersebut, seorang mualaf dapat mulai mendalami dan memahami hakikat Islam, mempelajari dan menjalankan ibadah agama Islam, serta nilai-nilai keislaman dalam kehidupannya. Bimbingan menjadi perlu, sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya guna semakin memperkokoh keyakinan mualaf terhadap Islam. C. Pendidikan Agama Islam bagi Mualaf Mualaf memerlukan pembinaan khusus, terlebih dalam bidang pendidikan agama Islam. Sebagaimana kita ketahui bahwa yang paling dibutuhkan oleh mualaf adalah penguatan keimanan terhadap Allah swt. dan pengetahuan keislaman. Sehingga pendidikan Agama Islam bagi mualaf perlu dirancang secara khusus agar mencapai tujuan mualaf tersebut. Selain itu, mempertimbangkan bahwa ukuran pendidikan Agama Islam yang dilaksanakan kepada mualaf memiliki perbedaan baik dari tujuan, materi, metode dan evaluasi dengan pelaksanaan pendidikan Agama Islam pada umumnya. Rancangan khusus terkait pelaksanaan pendidikan Agama Islam bagi mualaf tersebut tentu memiliki alasan yang kuat yakni agar mualaf dapat merasakan nikmat yang sesungguhnya dalam berislam. Meskipun demikian, terdapat beberapa fenomena seorang mualaf melakukan murtad kembali karena beberapa faktor. Faktor-faktor tersbeut diantaranya karena prasayarat menikah, ingin mendapatkan harta dan jaminan ekonomi tidak menemukan harapan dan setumpuk keinginan-keinginan yang instant ketika menjalani Islam, dan tidak mampu menyesuaikan diri dengan tantangan dan keadaan yang baru (Irman, th. 1154). Oleh karena itu, peran pendidikan Agama Islam sangat diperlukan dalam hal ini. Namun, menurut Hilgendorf (2003: 69) bahwa pendidikan Islam itu sendiri memiliki beberapa gangguan yang disebabkan oleh beberapa konflik runtuhnya kerajaan Islam masa lalu. Dengan demikian, kualitas pendidikan atau bimbingan yang diberikan kepada mualaf harus benar-benar efektif dan efisien. Berdasarkan pemaparan di atas, maka berikut akan dikemukakan beberapa pola pendidikan Agama Islam bagi mualaf yang terdapat dari beberapa penelitian. Dalam jurnal yang berjudul Pola Pembinaan Muallaf Di Kabupaten Sidrap Provinsi Sulawesi Selatan (The Pattern of Muslim Convert Guidance in Sidrap Regency, South Sulawesi Province) oleh Hakim (2013: 93), bahwa mualaf yang berasal dari komunitas Tolotang lebih ditekankan pada masalah bagaimana mereka dapat menjalankan ajaran agamanya, terutama yang berhubungan dengan kewajiban individual. Bimbingan keagamaan yang dilaksanakan bukan hanya mencuci konsep-konsep lama mualaf -sebelum masuk Islamnamun juga untuk mengisinya dengan konsep-konsep dan keimanan yang baru. Pendapat berbeda dikemukakan oleh Irman (th. 1156) dalam prosiding yang berjudul Dinamika Kehidupan Mualaf dan Dakwah Pendekatan Konseling Islam di Kabupaten 41 Kepulauan Mentawai Sumatera Barat bahwa menjawab dinamika mualaf, maka dakwah konseling Islam merupakan langkah yang dinilai dapat dilaksnaakan dalam bimbingan atau pendidikan agama Islam bagi mualaf. Dakwah melalui konseling Islam ini yaitu dnegan melakukan konseling secara perorangan dan kelompok kepada mualaf, sehingga mereka yang dianggap rentan dengan berbagai goncangan psikologis mendapatkan solusi yang baik dan sesuai. Konseling ini bertujuan mampu memberdayakan potensi (jasmaniah dan ruhaniyah) mualaf untuk tujuan kebahagiaan dunia dan akhirat. Pendapat ini sesuai dengan tujuan pendidikan Agama Islam itu sendiri. Lebih lanjut, Pendidikan Agama Islam yang dilaksankaan oleh mualaf di Kabupaten Sidrap memiliki beberapa materi-materi yang tercap dalam pembinaan keagamaan mualaf, yakni meliputi pembinaan aqidah Islamiyyah, pelatihan praktik ibadah, baca tulis al-Qur‟an dan dialog keislaman serta keagamaan. Materi-materi tersebut memiliki target utama yakni dalam materi aqidah Islamiyyah bertujuan untuk memantabkan iman dan ilmu. Kajian materi ini meliputi pemahaman dasar Islam dan prinsip dasar Islam. Kemudian materi pelatihan praktik ibadah bertujuan untuk melatih mualaf secara praktis dalam melaksanakan ibadah-ibadah islamiyyah dengan baik dan benar. Kajian materi ini meliputi taharah, ibadah shalat dan puasa. Sementara materi baca tulis al-Qur‟an bertujuan agar mualaf dapat membaca al-Qur‟an dengan tartil dan benar serta menulisnya dengan benar. Terakhir materi dialog keislaman dan keagamaan bertujuan memberikan tambahan wawasan kepada mualaf (Hakim, 2013: 94-96). Meskipun demikian, membina mualaf sendiri memiliki problematika yang beragam. Sebagaimana dikemukakan oleh Hidayati (2014: 119-127) dalam jurnalnya yang berjudul Problematika Pembinaan Muallaf di Kota Singkawang dan Solusinya Melalui Program Konseling Komprehensif bahwa problematika yang dihadapi oleh mualaf dari kota Singkawang meliputi permasalahan dari diri mualaf, PITI dan Kementerian Agama kota Singkawang. Permasalahan dari diri mualaf seperti kurangnya dukungan pasangan, kesibukan mencari nafkah dan tempat tinggal. Hal tersebut dipengaruhi oleh pandangan hidup mualaf yang belum selaras antara konsep tauhid dalam Islam, sehingga dapat diberikan solusi penguatan konsep ketauhidan yang benar. Penguatan tersebut dengan menjalankan empat prinsip pokok dalam nilai-nilai Islam yaitu tauhid, keseimbangan, kehendak bebeas dan tanggung jawab. Selain diri mualaf, permasalahn lainnya terdapat dalam organisasi PITI dan Kementerian Agama Kota yang secara umum terkait dengan kurangnya rutinitas dalam pelaksanaan bimbingan tersebut, baik karena kurangnya perencanaan maupun kualitas pembimbingnya. Pendapat senada lainnya dikemukakan oleh Rahman dan Ismail (2015: 7) bahwa kursus dan bantuan lainnya dalam pembinaan atau pendidikan agama Islam mualaf dari pemerintah belum memadai, sehingga hal ini menjadi probelmatika yang cukup krusial bagi mualaf di negeri sembilan. Sementara itu, konsep pendidikan Agama Islam bagi mualaf yang diterapkan di mualaf center Malaysia dengan metode yang beragam dan berhubungan dengan psikologi yakni diantaranya personal approach method, speech method, khalaqah method, consultation and advocation method, serta audio visual method. Pelaksanaan pendidikan agama tersebut dilakukan dengan bimbingan/ guidance dan pendidikan serta pemenuhan fasilitas-fasilitas (Yudha, 2016: 38-40). Dengan demikian, Pendidikan Agama Islam yang dilaksanakan kepada mualaf harus memiliki pendekatan dan metode yang beragam. Aspek psikologi perlu ditekankan dan menjadi acuan dalam pemilihan pendekatan dan metode tersebut. Aspek psikologi tersbeut menjaid pertimbangan utama karena mengingat kondisi mualaf yang mengalami kegoncangan batin. 42 D. Penelitian Terdahulu yang Relevan Penelitian tentang mualaf telah banyak dilakukan sebelumnya. Beberapa penelitian terdahulu yang telah dilakukan peneliti lain dan tentunya relevan terhadap kajian ini antara lain: Tesis yang berjudul Pendidikan Agama Islam bagi Mualaf pada basecamp Meratus di Kaki Pegunungan Meratus Desa Cabai Patikalain Kecamatan Hantakan Kabupaten Hulu Sungai Tengah karya Nuthpaturahman, Mahasiswa Studi Pendidikan Agama Islam, Sekolah Pascasarjana IAIN Antasari Banjarmasin, Nomor Induk Mahasiswa 1402521371, Tahun 2017. Pada penelitian ini memberikan pengetahuan tentang konsep pendidikan Agama Islam yang diterapkan kepada mualaf di basecamp Meratus. Di dalamnya dijabarkan tentang tujuan, materi, metode dan problematika yang ada. Basecamp tersbeut didirikan karena rasa solidaritas dari pendidik terhadap warga di Pegunungan Meratus, khususnya mualaf. Dalam pelaksanaan pendidikan Agama Islam, materi yang diajarkan berkisar tentang praktik-praktik ibadah. Sementara metode yang digunakan yaitu metode ceramah, demonstrasi dan praktik. Selian itu, problematika tidak luput dari pelaksanaan pendidikan agamaIslam tersebut seperti minimnta saran dan prasarana, kemampuan baca tulis al-Qur‟an siswa, lingkungan fisik dan sosial (Nuthpaturahman, 2017: vi). Persamaan kajian tesis ini dengan kajian peneliti yaitu sama-sama meneliti tentang Pendidikan Agama Islam bagi mualaf dengan berbagai aspeknya meliputi tujuan, materi, metode dan evaluasi. Namun, dalam penelitian Nuthpaturahman terdapat perbedaan dengan penelitian yang dilakukan peneliti yakni terkait pemaparan implikasi dan perincian problematika yang dihadapi. Selain itu, obyek yang diteliti berada dalam kondisi yang berbeda baik dari segi kelembagaan, lingkungan tempat belajar maupun kondisi mualaf sendiri. Tesis yang berjudul Konversi ke Islam pada Orang Dayak karya Zulkifli, Mahasiswa Jurusan Konsentrasi Sejarah dan Peradaban Islam, Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Nomor Induk Mahasiswa 04.2.00.1.04.01.0049, Tahun 2007. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan latar belakang dan hal terkait lainnya tentang keislaman orang Dayak di Kecamatan Sengah Temilah, Kabupaten Landak, Provnsi Kalimantan Barat. Hasil penelitian secara umum yaitu terdapat empat hal yang melatar belakangi orang Dayak tersebut masuk Islam yakni macrocontext, microcontext, aspek internal individual dan aspek eksternal. Berbagai fenomena konversi terjadi baik selama tahapan menuju mualaf hingga setelah menjadi mualaf. Dampak kepada keluarga dan masyarakat juga terjadi konflik, namun kemudian seiring waktu telah mereda. Masyarakat non-Muslim dapat menerima dan menjalin hubungan harmonis dengan masyarakat muslim yang dalma hal ini adalah mualaf. Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukakn peneliti adalah tentang konversi agama, yang dalam hal ini dipersempit maknanya yaitu mualaf. Penelitian sama-sama mengkaji tentng proses perpindahan agama seseorang khususnya mualaf. Sedangkan perbedaan penelitian yang dilakukan Zulkifli dengan penelitian yang peneliti lakukan adalah terkait tujuan penelitian dan fokus penelitian. Penelitian Zulkifli mengkaji konversi agama khusus bagi orang Dayak yang kemudian banyak kajiannya khusus terhadap teori konversi agama mualaf, namun dalam penelitian yang diteiti ini lebih mengkaji terhadap pendidikan agama Islam kepada mualaf. Jurnal yang berjudul Pola Pembinaan Muallaf di Kabupaten Sidrap Provinsi Sulawesi Selatan (The Pattern of Muslim Convert Guidance in Sidrap Regency, South Sulawesi Province) karya Ramlah Hakim dalam jurnal “Al-Qalam” Volume 19 Nomor 1 Juni 2013. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan memahami pola 43 pembinaan mualaf yang belum optimal, baik yang diselenggarakan pemerintah maupun civil society khususnya lembaga keagamaan. Adapun hasil dari penelitian ini adalah adanya pola pembinaan mualaf di Kabupaten Sidrap, Sulawesi Selatan, sifatnya fluktuatif dan ditandai dengan aktivitas yang sifatnya insidentil. Aktivitas pembinaan yang diprakarsai sejumlah elite keagamaan melalui berbagai yayasan/ormas keagamaan dan majelis taklim menyebabkan keberadaan mualaf diakui sebagai satu komunitas muslim yang secara sistematis mendapatkan perhatian umat Islam di Kabupaten Sidrap. Persamaan kajian dalam jurnal penelitian di atas dengan penelitian ini adalah samasama mengkaji pola pembinaan mualaf dan pelaksana pembinaan agama mualaf yakni organisasi keagamaan. Sedangkan perbedaan kajiannya adalah tentang wilayah kajian dan ruang lingkup pembahasannya. Wilayah kajian yang dilakukan oleh Hakim berada di Sulawesi Selatan, sedangkan penelitian ini di wilayah Jabodetabek. Perbedaan wilayah ini tentunya memiliki perbedaan dalam pola pembinaan agamanya. Selain itu, kajian yang dilakukan Hakim meliputi aktivitas pembinaan oleh organisasi keagamaan, yang kemudian dikaitkan dengan organisasi-organisasi Islam seperti NU, Muhammadiyah dan lain sebagainya. Sedangkan dalam penelitian ini meliputi aktivitas dan pola pendidikan agama Islam yang dilaksanakan khusus oleh pondok pesantren yang tanpa melihat aliran tertentu dalam pembinaan tersebut. Jurnal yang berjudul Persepsi Mualaf Terhadap Pengisian Pengislaman dan Program Pembangunan Mualaf: Kajian di Negeri Sembilan, karya Azman Ab Rahman dan Norlina Ismail dari Fakulti Syariah dan Undang-Undang, Universiti Sains Islam Malaysia pada tahun 2015. Penelitian ini dilakukan karena melihat bahwa Islam semakin mendapat tempat di hati masyarakat bukan Islam yang dibuktikan melalui data statistik yang dikeluarkan oleh Persatuan Peguam Syarie Malaysia. Kemudian hasil dari penelitian ini bahwa pengisian keislaman di negeri sembilan bagi mualaf telah memenuhi segala kebutuhan mualaf, akan tetapi masih perlu banyak peningkatan dalam penerapannya. Jika dalam jurnal penelitian di atas lebih fokus membahas minat penyebaran Islam secara realitas yang tidak hanya dapat dibuktikan melalui data statistik dan tentang kajian keIslaman di Negeri Sembilan, maka dalam penelitian ini lebih difokuskan pembahasan tentang pendidikan agama Islam bagi kaum mualaf di pondok pesantren an-Naba. 44 E. Kerangka Konseptual Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Faktor yang Melatar Belakangi 1. Perhatian dan kepeduliaan masyarakat masih lemah 2. Lembaga dakwah yang belum memadai 3. Pemahaman Agama Islam mualaf masih lemah 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. Materi pembelajaran Pendidik Peserta Didik/ Mualaf Pendekatan dan Metode Pembelajaran Media Pembelajaran Waktu Pembelajaran Sarana dan Prasarana Pembiayaan Faktor Pendukung dan Penghambat 1. Lingkungan 2. Minat Diri Dampak 1. Kualitas pemahaman dan pendalaman keislaman Mualaf 2. Mutu pendidikan agama Islam bagi Mualaf Gambar Pendidikan Agama Islam bagi Mualaf (Hakim, 2013: 93; Hidayati, 2014: 119127; Yudha, 2016: 38-40; Rahman dan Ismail, 2015: 7; Noviza, 2015: 189-191; Irman, th. 1154; Arifin, 2008: 158; Nata, 2012: 145; Muandi, 2010: 6). Sumber: Syarifah, 2017. Gambar di atas menjelaskan bahwa Pendidikan Agama Islam selain dinilai sebagai mata pelajaran juga sebagai kelembagaan. Tidak terkecuali di pondok pesantren, pendidikan agama Islam menjadi fokus utama baik dalam tujuan maupun pembelajarannya. Santri mualaf menjadi satu bagian dalam pesnatren khusus pembinaan mualaf. Tidak jauh berbeda dengan adanya pesantren pada umumnya, pembelajaran keagaamaan juga menjadi fokus utamanya. Namun dalam pesantren khusus mualaf memberikan pengajaran yang berbeda karena terkait dengan konversi keagamaan. Singkatnya, perlu metode khusus dan berbeda dalam pembelajaran pendidikan agama Islam di pesantren khusus mualaf. Peran masyarakat dan lembaga menjadi sangatlah penting guna pencapaian tujuan pemahmana agama mualaf yang dinilai masih sangat lemah dalma pemahaman agamanya. Pendidikan agama Islam bagi mualaf terdiri berbagai aspek yang harus dipenuhi dan dikembangkan guna menuju keberhasilannya. Diantaranya seperti materi pembelajaran, karakteristik peserta didik, kompetensi pendidik, pendekatan dan metode 45 yang digunakan, media, waktu, sarana prasarana serta pembiayaan. Hal tersebut menjadi satu kestuan utuh yang saling mempengaruhi. Keberhasilan pembelajaran agama Islam bagi mualaf dapat dikatakan dapat terpenuhi apabila aspek-aspek tersebut terpenuhi secara sistematis dan terpadu. Meskipun begitu, faktor-faktor lainnya dapat menjajdi penghambat dna pendukung keberhasilan tersebut. Diantaranya lingkungan, yang mana pengaruh lingkungan tempat tinggalnya dapat mempengaruhi kokoh atau tidaknya keimanan terhadap Islam, pencapaian pmbelajaran agama Islam dan pendalaman materi agama Islam dengan implementasinya di kehidupan sehari-hari. Selain itu juga, minat diri mualaf menjadi pertimbangan penting juga sebagai faktor pendukung dan penghambat dari keberhasilan pebelajaran pendidikan agama Islam. Melalui berbagai fase dan proses pembelajaran, dengan memenuhi segala aspekna tersebut, maka hal positif sangatlah diharapkan sebagai hasilnya. Kualitas pemahaman mualaf terhadap agama Islam menjadi tolok ukur utama dalam keberhasilan pembelajaran pendidikan agama Islam. Selain itu juga, dapat kemudian menjadi role model masyarakat dalam melakuakn pembinaan keagamaan yang serupa kepada mualaf di berbagai tempat. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Dalam bab ini akan diuraikan mengenai metodologi penelitian. Adapun yang menjadi prosedur dalam penelitian ini meliputi jenis penelitian yang digunakan, sumber data penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data. Berikut ini adalah uraiannya: A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia yang terletak di Jalan Cendrawasih No. 4, Sawah Baru, Ciputat, Kota Tangerang Selatan, Banten 15413. B. Jenis dan Pendekatan Penelitian Berdasarkan permasalahan yang diangkat, penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan bersifat deskriptif. Penelitian ini akan menghasilkan/ menggambarkan keadaan, kondisi/ situasi, peristiwa atau fenomena-fenomena yang terjadi di lapangan tentang pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia dengan sebagaimana adanya (natural setting). Sebagaimana diketahui bahwa pendekatan kualitatif merupakan field study atau naturalistic inquiry. Penelitian ini menghasilkan data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati secara holistik dan apa adanya (Mahmud, 2011: 89; Moleong, 2011: 6). Dengan demikian, melalui jenis dan pendekatan ini, penelitian dapat menggambarkan secara jelas melalui data yang bersumber tertulis dan/ atau lisan tentang konsep serta pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama Islam bagi kaum mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia. C. Data dan Sumber Data 1. Data Data yang digali dalam penelitian ini adalah data utama yang meliputi: 1) aspek-aspek pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia yaitu tujuan, materi, metode dan evaluasi; 2) faktor yang menjadi dukungan dan hambatan dalam pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia; dan 3) implikasi pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia bagi mualaf sebagai peserta didik dalam proses pembelajaran. Selain data utama, peneliti juga membutuhkan data pendukung sebagai pelengkap, yang meliputi: 1) profil Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia; 2) fasilitas yang dimiliki Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia; 3) keadaan pendidik, peserta didik dan lulusan pada Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia; dan 4) jadwal kegiatan di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia. 46 47 2. Sumber Data Sumber data dalam penelitian ini berasal dari sumber primer dan sekunder. Sumber primer dalam penelitian ini diperoleh dari subyek penelitian yaitu pendidik (pengasuh pesantren) dan peserta didik (santriwan/ wati) pada Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia. Pemilihan subyek penelitian tersebut dilakukan secara purposive dan dianggap paling representatif untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan berkenaan dengan fokus penelitian yaitu tentang pembelajaran pendidikan Agama Islam bagi mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia. Adapun dalam proses penelitian, jumlah subyek penelitian tidak dilakukan pembatasan yang bersifat mengikat. Akan tetapi, yang menjadi kunci pembatasan jumlah subyek penelitian adalah apabila dianggap telah mampu menjawab semua permasalahan dalam penelitian. Dalam penelitian ini, subyek penelitian yaitu 2 orang pengasuh Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia yang mempunyai tanggung jawab secara keseluruhan atas pelaksanaan pembelajaran pendidikan Agama Islam bagi mualaf dan 3 orang santriwan/ wati Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia yang merasakan dan mendapatkan pengalaman langsung dalam pembelajaran pendidikan Agama Islam bagi mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia. Selanjutnya sumber data sekunder dalam penelitian ini yaitu bersumber dari perpustakaan, terdiri dari buku-buku, literatur-literatur, artikel dan dokumen yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti. D. Teknik Pengumpulan Data Untuk mendapatkan informasi dan data yang tepat serta sesuai dengan fokus penelitian, maka dalam penelitian ini digunakan triangulasi meliputi observasi, wawancara dan studi dokumen sebagai teknik pengumpulan data. Secara rinci akan dipaparkan sebagaimana berikut: 1. Observasi, yaitu dengan melakukan pengamatan secara langsung dan mencatat peristiwa, kejadian, serta kegiatan selama proses pembelajaran pendidikan Agama Islam bagi kaum mualaf yang dilaksanakan di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia. Pedoman observasi dipergunakan dalam melaksanakan observasi penelitian ini. 2. Wawancara secara mendalam (in-depth interview), yaitu pengumpulan data dengan cara mengadakan tanya jawab secara langsung dan lisan kepada pihak-pihak yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, yaitu pengasuh pesantren dan santriwan/ wati Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan mengenai pembelajaran Pendidikan Agama Islam yakni meliputi aspek-aspek pembelajaran, faktor pendukung dan penghambat serta implikasinya bagi mualaf. Dalam melaksanakan wawancara digunakan pedoman wawancara, sehingga teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian merupakan wawancara semi terstruktur yaitu dengan pelaksanaan wawancara terfokus kepada pedoman wawanacara namun lebih terbuka terhadap pendapat dan ide-ide responden. Teknik tersebut bertujuan agar data yang dihasilkan dapat menjawab permasalahan penelitian secara tepat, komprehensif dan mendalam. 48 3. Studi Dokumen, yaitu dengan mengumpulkan dokumen-dokumen terkait penelitian seperti profil lembaga, profil kegiatan, jadwal kegiatan, dan data lainnya yang sesuai dengan permasalahan yakni mengenai pembelajaran pendidikan Agama Islam bagi kaum mualaf yang dilaksanakan di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia. Dalam studi dokumen penelitian ini digunakan pedoman studi dokumen. E. Teknik Analisa Data Penelitian ini menggunakan metode analisis data non statistik yakni analisis deksriptif. Analisis ini dilakukan dengan mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian ang terjadi sejka awal kegiatan penelitian sampai akhir penelitian secara sistematis, ringkas dan sederhana. Beberapa langkah yang digunakan dalam menganalisis data menggunakan Interactive Model dari Miles dan Huberman. Analisis model ini memiliki tiga komponen yaitu reduksi data (data reduction), penyajian data (data display) dan penarikan serta pengujian kesimpuan (drawing and verifying conclusions) (Miles, 2013: 12-14). Langkah-langkah tersebut dapat disajikan dalam gambar 3.1 di bawah ini: Gambar 3.1 Tiga Komponen Analisa Data Data Collection Data Display Data Reduction Conclusion Verifying/ Drawing Berdasarkan gambar 3.1 di atas, dapat dijabarkan mellaui penjelasan sebagaimana berikut: 1. Reduksi Data Reduksi (penguragan atau pemotongan) data dalam data penelitian ini merupakan analisis data yang melibatkan langkah-langkah pengelompokan dan penyederhanaan data sesuai dengan fokus penelitian. Data yang diperoleh dari hasil observasi, wawnacara dan studi dokumen akan dipilah dan diidentifikasi, jika terdapat data yang kurang relevan maka data akan dibuang. Kemudian data yang relevan akan difokuskan pada hal-hal yang berkenaan dengan pembelajaran pendidikan Agama Islam bagi mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan anNaba Center Indonesia. 49 2. Penyajian Data Dalam tahap ini, data dari hasil reduksi yang dikumpulkan akan disusun dengan secara naratif dan sistematis. Hal ini dilakukan untuk memahami fenomena apa yang sedang terjadi berkenaan dengan pembelajaran pendidikan Agama Islam bagi mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia. Setelah itu, dilakukan analisis secara mendalam. 3. Verifikasi dan Penarikan Kesimpulan Tahapan ini merupakan penarikan kesimpulan dari hasil analisis penyajian data yang merupakan jawaban dari fokus penelitian yaitu berkenaan dengan pembelajaran pendidikan Agama Islam bagi mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia, baik dari aspek-aspek pembelajarannya, faktor pendukung dan penghambatnya serta implikasinya bagi mualaf. F. Uji Keabsahan Data Pada tahap ini digunakan dua metode untuk menguji keabsahan data. Pertama, triangulasi metode yaitu dengan cara membandingkan dan mencocokkan fenomena yang diperoleh peneliti di lapangan (berupa catatan selama observasi) dengan data yang diperoleh melalui wawancara dan dokumentasi. Hal tersebut sebagaimana disajikan dalam gambar 3.2 di bawah ini: Gambar 3.2 Teknik Triangulasi Metode Observasi Observasi Observasi Selanjutnya, triangulasi data/ sumber yakni peneliti membandingkan data-data dan bukti yang diperoleh dari situasi yang berbeda. Ada 3 sub jenis yaitu orang, waktu dan ruang. 1. Orang, data-data dikumpulkan dari orang-orang berbeda yang melakukan aktivitas yang sama. 2. Waktu, data-data dikumpulkan pada waktu yang berbeda. 3. Ruang, data-data dikumpulkan di tempay yang berbeda. Artinya, peneliti akan mengambil dan menggali informasi dan data dari guru PAI/ pengasuh pesantren dan peserta didik/ santri yang melkukan aktivitas sama dan melaksanakannya di waktu dan tempat yang berbeda. BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Profil Lokasi Penelitian 1. Letak Lokasi Penelitian Secara geografis, Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia terletak di Jalan Cendrawasih IV, No. 1, RT. 02/ RW. 03, Kelurahan Sawah Baru, Kecamatan Ciputat, Kota Tangerang Selatan, Propinsi Banten, Kode Pos 15413. Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia terdiri dari dua pesantren yakni pesantren putra dan putri. Lokasi pesantren putra dan putri terpisah kurang lebih 300 meter. Lokasi pesantren tidak berada tepat di samping jalan raya, namun sangat mudah ditemukan keberadaan lokasinya dan tergolong strategis. 2. Sejarah Singkat Pendiri, pengasuh dan pendidik Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan anNaba Center Indonesia bernama lengkap Ustadz Syamsul Arifin Nababan. Beliau lahir di Tapanuli Utara, Sumatera Utara pada tanggal 10 Oktober 1969. Di pesantren, beliau dikenal sebagai spesialisasi Kristologi. Sebagaimana dilansir dalam tabloid Muallaf news (2012: kolom sosok), bahwa Ilmu Kristologi digunakan sebagai pendekatan yang khas dan telah sukses mengislamkan banyak orang dari pelosok negeri bahkan manca negara. Di kalangan umum, beliau dikenal sebagai ustadz, da‟i dan ulama, yang mendedikasikan hidupnya dalam dakwah Islam. Sebelumnya beliau adalah seorang pendeta dan penginjil yang gigih menyebarkan misi Kristen di kawasan Tapanuli, Sumatera Utara dan sekitarnya. Pendirian Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia ini bermula dari keprihatinan Ustadz Syamsul Arifin Nababan yang mendapati para mualaf terlantar dan tidur di kolong-kolong Masjid Istiqlal Jakarta. Kondisi mereka sangat memprihatinkan karena setelah masuk Islam, mereka terusir dari rumah dan hidup tanpa perlindungan orang tua atau keluarga. Jalan terjal ini mereka pilih karena mereka yakin iman Islam sangat cocok dalam memenuhi gemuruh batin akan kebenaan ajaran Islam. Hal ini berdasarkan penegasan oleh penggagas dan pendiri Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia dalam wawancaranya dengan tabloid Muallaf news (2012: 3), bahwa “jalan terjal ini mereka pilih semata-mata karena mereka yakin iman Islam dan kebenaran ajaran Islam akan menyelematkannya dalam mengarungi kehidupan di dunia hingga akhirat kelak.” Pilihan ini tidaklah mudah, sehingga berakibat pada keterlantaran mereka dari pelukan keluarga yang mengasihi. Mereka dianggap bukan lagi bagian dari keluarga dan bahkan mengalami ancaman teror. Kondisi berat ini dirasa sangat sulit, ditambah kurangnya pembinaan iman Islam kepada mereka yang mengakibatkan sebagian dari mereka murtad kembali. Hal semacam ini bila dilihat dari optik ajaran Islam tentu sangat disayangkan. Mengapa mereka terlantar? Mengapa mereka murtad kembali? Mengapa mereka dibiarkan menderita sendirian? 50 51 Menjawab problematika ini, Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan anNaba Center Indonesia hadir sebagai jawaban atas persoalan mendasar para Muallaf. Pesantren ini didirikan sejak tahun 2007, namun secara luas masyarakat banyak yang belum mengetahui keberadaan pesantren yang khusus membina mualaf ini (Tim Redaksi, Muallaf News: 3). Terkait penyematan kata “Indonesia” dalam nama Pesantren pembinaan Mullaf Yayasan an-Naba Center Indonesia ini tergolong masih baru. Berdasarkan hasil wawancara dengan salah satu ustadz di pesantren tersebut pada tanggal 23 Mei 2017 bahwa adanya kata “Indonesia” saat ini dicantumkan karena berdasarkan niat kyai/pengasuh Pesantren pembinaan Mullaf Yayasan an-Naba Center Indonesia untuk mendirikan 1.000 cabang pesantren di seluruh Indonesia. Lebih tegas dikemukakan oleh Ustadz Chalid (2017: th.), “bahkan saat ini sudah mulai merintis dua bangunan di NTT, Kupang, yang merupakan daerah minoritas. Sekitar dua bulan lalu, kami meresmikan pesantren di situ, dan kami sedikit mendapatkan cobaan yakni di demo masyarakat non muslim yang ada di situ.” Pesantren ini dirancang untuk membina, mendidik, dan menyantuni para mualaf sampai mereka mampu menjadi juru dakwah. Para mualaf dididik secara sistemik dan programatik berorientasi pada pembentukan aqidah Islam yang kuat dan kaffah. Membekali mereka dengann keterampilan khusus, sehingga memiliki kemampuan yang nantinya dapat bermanfaat dalam kehidupan bermasyarakat. 3. Visi dan Misi Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia sebagai salah satu lembaga kependidikan tentunya memiliki visi dan misi. Visi dan misi tersebut menjadi pedoman pengambilan kebijakan pesantren dan penentuan kualitas pesantren. Berdasarkan studi dokumen peneliti, berikut akan dikemukakan visi dan misi Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia. a. Visi “Membentuk pribadi Muslim yang kaffah dan mampu menjadi avantguard (penjaga gawang) bagi penguatan aqidah islamiyah” b. Misi Sebagai sebuah institusi pendidikan non formal yang akan melahirkan pribadi-pribadi Muslim yang kaffah, berkarakter serta berjiwa kemandirian, maka misi Yayasan Annaba‟ Center Indonesia dituangkan dalam beberapa poin sebagai berikut: 1) Mengugurkan seluruh sisa-sisa keyakinan sebelumnya dan menggantikan dengan iman islam yang lurus. 2) Menanamkan fondasi keislaman yang kokoh berdasarkan al-Qur‟an dan Sunnah. 3) Mencetak juru da‟wah (Da‟i) yang militan berwawasan perbandingan agama. 4) Membentuk pribadi Muslim yang berakhlakul karimah, mandiri dan terampil. 52 5) 6) Menggalang kesatuan dan prsatuan diantara kaum Muslimin Indonesia dalam memberikan daya dukung terhadap kebangunan imam dan taqwa yang mantap di kalangan saudara kita kaum Muallaf. Sebagai ikhtiar kelembagaan dalam rangka mengajak masyarakat untuk peduli melihat keterbelakangan pendidikan dan pembinaan para Muallaf Indonesia sebagai salah satu potensi dan aset umat yang dapat diandalkan keberadaannya bagi bangunan sebuah masyarakat bangsa yang beriman dan bertaqwa. 4. Program Pesantren Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia memiliki program-program yang dilaksanakan guna pencapaian visi dan misi pesantren. Secara umum, program yang dilaksanakan di pesantren meliputi tiga aspek yakni: a) program pembinaan, meliputi memberikan dasar-dasar aqidah Islamiyah melalui kajian rutin, memberikan dasar-dasar ilmu perbandingan agama, dan memberikan pelatihan khutbah atau ceramah-ceramah umum; b) program pendidikan, yakni menyelenggarakan pendidikan non formal dengan pola pesantren; c) program pengembangan, meliputi menghafal al-Qur‟an dan tafsirnya, menghafal hadist dan syarahnya, penguasaan Bahasa Arab, penguasaan Bahasa Inggris dan penguasaan komputer; dan d) Program vokasional meliputi pendidikan keterampilan,menyelenggarakan baitul mal wa tamwil, an-Naba‟ Smart (swalayan), pusat pelayanan ibada haji dan umrah,pusat konsultasi perbandingan agama dan hukum Islam, pusat konsultasi keluarga sakinah dan koperasi pesantren (Brosur, tt: th; Republika, 2015: p.5). Beberapa program Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia tersebut diwujudkan melalui rangkaian kegiatan bimbingan agama dan pembinaan yang dilaksanakan setiap hari di pesantren. Tentunya merupakan serangkaian kegiatan yang erat berhubungan dengan pendidikan Agama Islam bagi santri mualaf. Kegiatan-kegiatan yang telah diprogramkan dan dilaksanakan wajib diikuti oleh seluruh santri mualaf yang menetap di pesantren. Berikut akan disajikan tabel 4.1 terkait program pesantren yang tertuang dalam jadwal kegiatan di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan anNaba Center Indonesia sebagai berikut: Tabel 4.1 Jadwal Kegiatan Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia NO. HARI JAM 03.30 – 05.00 05.00 – 06.00 1. SENIN 06.00 – 14.30 14.30 – 16.00 16.00 – 17.30 JENIS KEGIATAN Qiyamul Lail, Shalat Shubuh dan Baca al-Ma‟tsurat Setoran al-Qur‟an Waktu Pendidikan Formal di luar pesantren Istirahat, Makan, dan Sholat Ashar Berjamaah Materi Bahasa Arab 53 17.30 – 18.00 18.00 – 18.30 18.30 – 20.00 20.00 – 20.30 20.30 – 05.00 16.00 – 17.30 2. SELASA 3. RABU 4. KAMIS 5. JUM”AT 6. SABTU 7. MINGGU 18.30 – 20.00 16.00 – 17.30 18.30 – 20.00 16.00 – 17.30 18.30 – 20.00 16.00 – 17.30 18.30 – 20.00 16.00 – 17.30 18.30 – 20.00 16.00 – 17.30 18.30 – 20.00 Istirahat Sholat Maghrib Berjama‟ah Tahsin al-Qur‟an Sholat Isya‟ Berjama‟ah Waktu Pribadi (seperti menyiapkan pembelajaran di pendidikan formal, istirahat dan lain sebagainya hingga Shalat Shubuh berjama‟ah) Materi Bahasa Arab Materi Bahasa Arab (Nahwu dan Shorof)/ Materi Sirah Nabawiyah Materi Bahasa Arab Tahsin al-Qur‟an Materi Aqidah/ Akhlaq Materi Hadist Materi Bahasa Arab Tahsin al-Qur‟an Materi Bahasa Arab Muhadharah Materi Bahasa Arab Materi Fiqh Ibadah Materi Tambahan : 1. Ilmu Kristologi (Waktu tidak ditentukan) * (Sumber: hasil studi dokumen, 2017). 5. Keadaan Pendidik Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia memiliki pendidik yang cukup secara kuantitas bagi kebutuhan pembelajaran santriwan/ wati. Selain itu, pendidik memiliki latar belakang pendidikan sesuai dengan bidang/ materi yang diampunya dalam pembelajaran di pesantren. Secara kuantitas, jumlah pendidik di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia yaitu berjumlah 7 orang. Secara rinci, dapat dikemukakan dalam tabel 4.2 di bawah ini. Tabel 4.2 Daftar Pendidik Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia NO. NAMA USTADZ 1. Ust. H. Syamsul Arifin Nababan 2. Ust. H. Sayyid Mahdi Romadhon 3. 4. Ust. H. Usamah Ust. Idham Cholid SPESIALISASI MATA PELAJARAN Spesialisasi Ilmu Kristologi Spesialisasi Bahasa Arab (Nahwu dan Shorof) Spesialisasi Bahasa Arab Spesialisasi Tahfidz al-Qur‟an 54 5. 6. Ust. Ali Akbar, S.Pd.I Ust. Irwansyah, Lc. 7. Ust. Abdul Aziz Laia, S.Sos.I dan Muhadharah Spesialisasi Hadist Spesialisasi Sirah Nabawiyah Spesialisasi Akidah, Akhlak dan Fiqh * (Sumber: hasil studi dokumen, 2017). Berdasarkan data tabel di atas, dapat diketahui bahwa pendidik atau ustadz di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda dan sesuai dengan bidang keilmuan yang diampunya. Selain dari latar belakang pendidikan, kemampuan dalam penguasaan bidang juga didapat melalui pengalaman pribadinya. Seperti pada bidang Kristologi. Pembelajaran pada bidang ini diampu dan dilaksanakan oleh Ustadz Syamsul Aripin Nababan dengan memberikan materi dari pengalaman pribadi mulai dari sebelum mualaf hingga saat ini dan juga dari latar belakang pendidkan yang ditempuhnya. Selain itu, Ustadz Idham Chalid yang mengampu pembelajaran Tahfidz al-Qur‟an, beliau juga seorang Hafidz. Ustadz Sayyid Mahdi Romadhon dan Ustadz Usamah didatangkan langsung dari Mesir dan Sudan untuk mata pelajaran Bahasa Arab. Begitupun dengan ustadz lainnya (Muallaf News, 2012: th.; Nisa, 2017: 8). 6. Keadaan Peserta Didik Peserta didik di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia lebih dikenal dengan sebutan santri sebagaimana ciri khas pesantren pada umumnya. Peserta didik di pesantren ini berasal dari berbagai daerah di Indonesia dan berbagai latar belakang keluarga. Alasan menjadi mualaf bagi peserta didik di pesantrenpun beragam. Selain itu, umur peserta didik juga tidak homogen, namun berdasarkan rentang umur 13 sampai dengan 30 tahun. Mempertimbangkan perbedaan umur tersebut, tidak terdapat kelas pembelajaran sesuai usia seperti halnya lembaga pendidikan umumnya. Dalam pembelajaran, peserta didik mualaf dikelompokkan sesuai dengan tingkat pemahaman dan pengaplikasian terhadap materi agama Islam. Dapat dikatakan pula, bahwa pembelajaran di pesantren ini dilaksanakan oleh peserta didik lintas usia. Secara kuantitas, peserta didik di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan anNaba Center Indonesia berjumlah 42 orang. Peserta didik terdiri dari 22 orang laki-laki dan 20 orang perempuan. Berikut akan dikemukakan secara rinci kondisi peserta didik pada gambar 4.1 di bawah ini. 55 Frekuensi Gambar 4.1 Data Peserta Didik Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia Berdasarkan Usia 20 18 16 14 12 10 8 6 4 2 0 Frekuensi 12-17 18-23 24-29 30-35 36-41 42-47 Rentang Usia dalam Tahun * (Sumber: hasil studi dokumen, 2017). Berdasarkan grafik di atas, santri di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia lebih banyak yang berusia pada rentang 18-23 tahun. Pada rentang usia tersebut dapat dikategorikan remaja akhir, karena pada umumnya merupakan usia pasca Sekolah Menengah Atas atau telah menempuh perguruan tinggi. Kategorisasi ini sesuai dengan pendapat Elizabeth Hurlock dalam Sabri (2010: 13) bahwa usia remaja (adolescence) dimulai dari umur 15,0 tahun atau 16,0 tahun hingga mencapai umur 21,0 tahun. Selanjutnya, usia 12-17 tahun dan 24-29 tahun juga cukup banyak. Pada usia ini, dapat dikategorikan usia kanak-kanak akhir, remaja dan dewasa. Hal ini juga selaras dengan pendapat Elizabeth Hurlock dalam Sabri (2010: 13) bahwa usia masa kanak-kanak akhir (Later Childhood) dimulai dari usia 6,0 tahun hingga 12,0 tahun, kemudian masa puber (Puberty) dimulai usia 11,0 tahun atau 12,0 tahun hingga 15,0 tahun atau 16,0 tahun. Dilanjutkan masa remaja (adolescence) sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya dan usia dewasa awal (early adulthood) dimulai dari umur 21,0 tahun hingga 40,0 tahun. Dengan demikian, pelaksanaan pembelajaran di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia merupakan pendidikan lintas usia. Secara umum, usia santri tergolong remaja dan dewasa. Untuk mendukung data tersebut, maka selanjutnya akan dikemukakan gambar 4.2 tentang kategorisasi jenjang pendidikan saat ini yang ditempuh santri mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia yaitu sebagai berikut: 56 Frekuensi Gambar 4.2 Data Peserta Didik Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia Berdasarkan Jenjang Pendidikan 20 10 0 SMP SMA PT Lainnya Jenjang Pendidikan * (Sumber: hasil studi dokumen, 2017). Grafik di atas menunjukkan bahwa santri Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia banyak yang menempuh pendidikan formal di luar pesantren. Di antara jenjang pendidikan formal tersebut lebih banyak santri yang menempuh pendidikan di Perguruan Tinggi. Sedangkan data terendah ditunjukkan kepada jumlah santri yang menempuh pendidikan Sekolah Menengah Atas. Pada jenjang pendidikan lainnya atau yang bukan SMP, SMA atau Perguruan Tinggi memiliki jenjang pendidikan yang beragam, diantaranya santri menempuh pendidikan di pesantren saja baik karena faktor pribadi maupun faktor baru menyelesaikan pendidikan Menengah Atasnya. 7. Keadaan Sarana dan Prasarana Proses dan pencapaian sebuah pendidikan, tentu memerlukan adanya sarana dan prasarana di dalamnya. Adanya fasilitas yang lengkap bagi sebuah lembaga, tidak harus berbanding lurus dengan materi berupa uang atau lainnya. Hal sederhana sebagai fasilitas, misal dengan memanfaatkan alam sekitar pun dapat pula dijadikan fasilitas pendidikan dan pembelajaran. Meskipun, tidak dapat dinafikan juga dengan kenyataan bahwa fasilitas lengkap dan mendukung memerlukan materi berupa harta yang cukup banyak juga. Terlebih dalam pembinaan mualaf yang notabene telah dengan terpaksa meninggalkan harta benda sebelumnya (sebelum masuk Islam) (Chalid, 2017: 3). Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia, masih memerlukan bantuan dana dalam penyelenggaraan dan pengembangan pembinaan santri mualaf di pesantren. Tidak terkecuali pembangunan sarana dan prasarana terkait di dalamnya. Sebagaimana dikemukakan oleh pendiri dan pengasuh Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia yakni Ustadz Syamsul Arifin Nababan sampaikan dalam wawancara dengan media massa Republika Online (2017: par. 8), bahwa “kita belum ada dana, sehingga pemberdayaan ekonomi dan sumber daya untuk mualaf belum dilakukan di sini. Tapi, ke depan saya berharap ada pemodal atau lembaga zakat yang konsen sehingga pemberdayaan mualaf bisa dilakukan di An Naba‟ Center.” Dalam hal ini, mobilitas pembinaan bagi mualaf memang sangat 57 berkaitan erat dengan adanya dana dari muhsinin (orang-orang dermawan). Terlepas dari hal pendanaan, dapat dilihat kondisi sarana dan prasarana Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia yang tergolong lembaga non formal dapat dikatakan memiliki sarana dan prasarana yang cukup lengkap dan mendukung proses pembelajaran santri mualaf. Gedung yang megah dan luas serta nyaman telah mampu menjadi dukungan proses pembelajaran dan pembinaan santri mualaf di pesantren ini. Tidak terkecuali juga prasarana lainnya seperti adanya ruang kelas, masjid, laboratorium dan lain sebagainya. Secara rinci akan dikemukakan tabel 4.3 terkait sarana dan parasarana yang terdapat di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia sebagai berikut: Tabel 4.3 Sarana dan Prasarana Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia 1. JENIS SARANA DAN PRASARANA Gedung Asrama Putra 2. Gedung Asrama Putri 10. 3. 4. 5. 6. 7. Ruang Kelas Perpustakaan Aula Mushola Kamar Mandi 11. 12. 13. 14. 8. Dapur NO. NO. 9. 15. JENIS SARANA DAN PRASARANA Ruang Makan Ruang Mencuci dan Menjemur Pakaian Guest House Lapangan Kantor Pos Satpam Fasilitas- Fasilitas lain (AC, Kipas, LCD, Papan Tulis, Buku, dan lain sebagainya) * (Sumber: hasil studi dokumen, 2017). Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia memiliki fasilitas yang lengkap, memadai dan mendukung proses pembinaan, khususnya pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi mualaf. Selain dari sarana dan prasarana di atas, santri juga mendapatkan tunjangantunjangan yang bersifat pribadi dari pesantren berupa: a) pembiayaan pendidikan sekolah sampai perguruan tinggi; b) mendapatkan uang saku setiap hari; c) mendapatkan peralatan mandi; d) mendapatkan alat transportasi berupa motor bagi yang jauh sekolahnya; e) mendapatkan makan setiap hari dan lain sebagainya. Data-data di atas menunjukkan bahwa ketersediaan sarana dan prasarana serta tunjangan bagi santri mampu memberikan dukungan penuh terhadap pembinaan santri, khususnya dalam bidang pendidikan agama Islam. Hal ini sesuai dengan pendapat Tafsir dalam bukunya bahwa adanya fasilitas selain berfungsi sebagai pendukung keberhasilan pendidikan juga dapat memberikan pengaruh terhadap eksistensi pendidikan itu sendiri (Tafsir, 2014: 90-91). 58 Dengan demikian, fasilitas di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia telah terpenuhi baik secara eksistensi maupun efisiensi fungsinya. B. Temuan Penelitian dan Pembahasan Temuan penelitian merupakan hasil dari penelitian yang peneliti lakukan di lapangan penelitian kemudian dikaji dan ditelaah dengan sedemikian rupa. Dalam hal ini penelitian yang dilakukan terkait dengan pendidikan Agama Islam bagi Mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia, telah mendapatkan beberapa temuan penelitian. Data tentang temuan penelitian tersebut diperoleh melalui triangulasi teknik pengumpulan data yakni wawancara, observasi dan studi dokumen. Secara rinci akan diuraikan sebagai berikut: 1. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi Mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia Pembelajaran Pendidikan Agama Islam memiliki beberapa sub bahasan, yang menjadi satu kesatuan utuh dalam pembelajaran. Sub bahasan tersebut adalah terkait dengan tujuan pembelajaran, materi pembelajaran, metode pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran. Hal tersebut diperkuat oleh Tafsir (2014: 54) dalam bukunya Ilmu Pendidikan dalam perspektif Islam, yang dikutip juga oleh Nata (2012: 130) bahwa komponen kurikulum terdiri dari: a) tujuan; b) isi; c) metode atau proses pembelajaran; dan d) evaluasi. Secara rinci akan dikemukakan sebagai berikut: a. Tujuan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam memiliki beragam tujuan sebagaimana yang telah dikemukakan pada bab 2 sebelumnya. Tidak terkecuali pendidikan Agama Islam yang dilaksanakan di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia. Beberapa tujuan pembelajaran pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia yaitu pertama, untuk mengenalkan hakikat kebenaran Islam. Santri mualaf diberikan pemahaman yang mendalam mengenai pendidikan Agama Islam, agar mereka dapat menemukan alasan yang tepat, logis dan penuh keyakinan terhadap konsekuensi pilihan Islam sebagai keimanannya. Dengan kata lain, memberikan penguatan bahwa memilih Islam sebagai agamanya bukan pilihan yang salah bagi mualaf (Chalid, 2017: 1). Tujuan kedua dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia yaitu dakwah. Selain pemupukan keimanan mualaf melalui pengenalan hakikat Islam, kaderisasi dakwah menjadi acuan penting yang dipupuk dalam jiwa dan pikiran santri mualaf setelah melalui proses pendidikan di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia ini (Zebua, 2017: 1; Nisa, 2017: 1; Hidayah, 2017: 1). Dua tujuan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia tersebut menjadi tujuan umum yang selaras juga dengan visi dan misi pesantren. Dengan kata lain, tujuan pembelajaran pendidikan agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia sangat relevan dengan visi dan 59 misi pesantren. Sehingga adanya proses pembelajaran dapat secara terarah dan terbimbing terlaksana. Meskipun demikian, secara khusus santri mualaf juga memiliki tujuan lainnya. Seperti menjadi penghafal al-Qur‟an, penguasaan Bahasa Arab dan lain sebagainya (Hidayah, 2017: 1). Selain itu, bagi ustadz juga memiliki tujuan masing-masing pada setiap materi pelajaran yang diampunya. Seperti pada mata pelajaran Aqidah memiliki tujuan diantaranya: a) untuk menguatkan keyakinan mereka dalam mengenal Islam itu sendiri; b) untuk memberikan perbandingan ketuhanan antara Islam dengan Kristen; dan c) untuk mengetahui hakikat Allah swt. dan sejarah kenabian Allah swt. Selanjutnya pada mata pelajaran Fiqh bertujuan untuk mengenalkan tentang hukum-hukum Islam mulai dari peribadatan, jual beli dan hukum-hukum lainnya. Kemudian mata pelajaran Akhlak bertujuan untuk mengetahui tentang kepribadian yang dikehendaki oleh Allah swt. berdasarkan contoh, anjuran dan ketentuan Rasulullah saw. (Laia, 2017: 1). Begitupun dengan materi pelajaran lainnya. Tujuan pembelajaran Pendidikan Agam Islam di atas sesuai dengan teori bahwa tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah menjadikan manusia yang mencapai kesempurnaan dalam berimana dan bertaqwa kepada Allah swt. serta mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat (al-Ghazali dalam Sholeh 2006: 78-79; Tafsir, 2014: 51). Kesesuaian antara teori dan praktik yaitu tentang usaha pemupukan iman kepada Allah swt. Melalui pembelajaran Pendidikan Agama Islam, santri diharapkan mendapatkan kualitas keimanan dan ketaqwaan kepada Allah swt. Sehingga mampu menghantarkan kesempurnaan manusia untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. dan meraih puncak kebahagiaan dunia dan akhirat. Baik tujuan umum maupun khusus yang telah dikemukakan di atas, menciptakan usaha-usaha yang mengarah terhadap tujuan akhir umat manusia dalam kehidupan. Hal ini sangat sesuai dengan hakikat penciptaan manusia itu sendiri. Keimanan dan ketaqwaan adalah hal utama yang harus dijunjung umat manusia. Selain itu, tujuan dakwah dalam pembelajaran Pendidikan Agam Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia juga sesuai dengan teori bahwa tujuan akhir pendidikan Islam adalah untuk merealisasikan cita-cita ajaran Islam melalui misi-misi yang ditujukan bagi kesejahteraan umat manusia di dunia dan akhirat. Selain itu, sebagai tauladan bahwa Rasulullah saw.juga diutus di muka bumi dengan mengemban misi dan menyampaikan pesan-pesan dakwah untuk menegakkan agama Islam kepada para pimpinan negara sekitar dan juga kabilah sekitarnya, yang mana mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap perkembangan Islam selanjutnya (Arifin, 2003: 28; Mas‟ud, 2010: 84). Keselarasan antara teori dan praktik tersebut yaitu misi dakwah kepada diri dan sesamanya menjadi tombak yang harus senantiasa dijunjung. Misi dakwah Islam inilah yang kemudian akan dapat menghantarkan Islam menuju realisasi cita-citanya. Selain itu, dengan menyempurnakan tugas dakwah, maka umat muslim juga mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat sebagaimana tujuan pertama dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam, khususnya di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia. Tujuan dakwah ini sangat relevan dan sesuai dengan hakikat penciptaan manusia juga yakni 60 sebagai khalifah di muka bumi. Sehingga umat manusia memang memiliki kewajiban untuk menjalankan tugas kekhalifahannya tersebut, salah satnya melalui dakwah. Berdasarkan paparan di atas, dapat dipahami bahwa tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia cukup relevan dengan tujuan akhir Pendidikan Islam dan tujuan hidup umat manusia di kehidupan ini. Kaderisasi dakwah sangat diperlukan bagi perkembangan Islam, sehingga nilai-nilai ajaran Islam senantiasa terjaga hingga generasi selanjutnya. Peran dakwah Islam tersebut memberikan ruang penuh juga dalam pemupukan keimanan dan ketaqwaan manusia yang sejatinya merupakan kebutuhan dasar manusia yakni pemenuhan agama. Sehingga manfaat adanya dakwah Islam sejatinya bukan hanya bagi diri pendakwah namun juga bagi yang lainnya. Dengan demikian, iman dan dakwah dapat dijadikan jalan umat Islam dalam mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat kelak. b. Materi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Materi pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia terdiri dari Aqidah, al-Qur‟an, Fikih, Hadist, Sirah Nabawiyah, Bahasa Arab, Ilmu Kristologi dan muhadharah (Chalid, 2017: 2; Hidayah, 2017: 2; Zebua, 2017: 2; Nisa, 2017: 2). Ditegaskan oleh Zebua (2017: 2) bahwa materi-materi tersebut diberikan kepada santri sebatas materi dasar. Materi-materi yang diajarkan di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia sesuai dengan teori bahwa cakupan materi pembelajaran Pendidikan agama Islam meliputi Aqidah, Akhlak, Ibadah, Jihad, muamalat dan lain sebagainya (Alim, 2011: 122-165; Mahfud, 2011: 9). Meskipun demikian, terdapat beberapa perbedaan antara teori dan praktik di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia yaitu dalam hal spesifikasi nama dan kategori. Seperti pada ilmu Kristologi. Materi ini biasanya diberikan kepada peserta didik tidak sebagai bidang pelajaran khusus, namun dikaitkan pada materi jihad maupun aqidah. Selain itu, materi muhadharah. Materi ini merupakan materi yang bersifat praktik dan dapat sebagai intra maupun ekstrakurikuler sebagaimana diterapkan di sekolah formal maupun non formal pada umumnya. Materi-materi pembelajaran di atas memiliki alokasi waktu dan bobot pembelajaran yang berbeda-beda pada setiap instansi. Di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia, pembelajaran aqidah dan Qiraat diberikan porsi yang lebih besar dibandingkan materi pembelajaran lainnya (Chalid, 2017: 2). Fokus materi pembelajaran di pesantren ini lebih banyak kepada materi keagamaan khususnya aqidah dan al-Qur‟an karena berkaitan dengan keimanan sebagai tujuan utama pembelajaran santri mualaf di pesantren ini. Hal ini sesuai dengan pendapat Tafsir (2014: 71) bahwa desain kurikulum yang bertujuan menciptakan muslim yang kaffah salah satunya yakni untuk hati yang penuh iman disediakan mata pelajaran dan kegiatan agama. Dengan demikian, sangatlah tepat apabila materi yang diberikan kepada mualaf adalah materi keagamaan khususnya aqidah dan alQur‟an sebagai kunci penguatan keimanannya. 61 Selanjutnya secara rinci akan dikemukakan materi-materi pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia yaitu sebagai berikut: 1) Aqidah Materi aqidah sangat berkaitan erat dengan adanya mualaf itu sendiri. Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia memberikan porsi pembelajaran yang cukup banyak terhadap materi ini. Hal ini agar iman santri mualaf semakin kuat dan tidak tergoyahkan (Chalid, 2017: 2). Secara rinci, materi aqidah memiliki tujuan diantaranya: a) untuk menguatkan keyakinan mereka dalam mengenal Islam itu sendiri; b) untuk memberikan perbandingan ketuhanan antara Islam dengan Kristen; dan c) untuk mengetahui hakikat Allah swt. dan sejarah kenabian Allah swt. (Laia, 2017: 1). Tujuan materi aqidah tersebut sesuai dengan makna mualaf dalam teori yaitu “orang yang baru masuk Islam; orang yang imannya belum kukuh karena baru masuk Islam” (KBBI, 2016: 931). Selain itu, Haq (2009: 231) mengemukakan kata mualaf diartikan tidak sebatas orang yang baru masuk Islam yang perlu dirangkul agar imannya semakin mantab, namun kata mualaf dapat diperluas artinya yakni mencakup umat agama lain yang tak kalah pentingnya untuk dirangkul dalam suatu harmoni dan kedamaian bersama kaum muslimin. Dengan demikian, pembelajaran Agama Islam bagi mualaf lebih banyak diajarkan materi Aqidah karena menyesuaikan kondisi mualaf dan hal terpenting yang dibutuhkan mualaf adalah penumbuhkembangan iman dirinya kepada Allah swt. dan Islam. Selanjutnya, cakupan materi aqidah dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia meliputi: a) memahami dan memaknai ma‟rifatullah, ma‟rifatun nabi, dan ma‟rifatul dinil Islam; b) memahami makna tauhid rububiyah, tauhid uluhiyyah dan tauhid asma‟ wa shifat; c) memahami konsekuensi dua kalimat syahadat dan d) memahami hal-hal yang membatalkan keislaman (Laia, 2017: 2). Cakupan materi yang diterapkan tersebut memiliki persamaan dengan teori bahwa akidah sebagai sebuah objek kajian akademik meliputi beberapa aspek yakni aspek Ilahiyyah atau ketuhanan, aspek nubuwah dan ruhaniyah arkanul iman atau rukun iman (Mahfud, 2011: 11; Alim, 2011: 134-138; Ismail dan Mutawalli, 2012: 28). Dalam hal ini, keselarasan antara teori dan pembelajaran di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia bahwa rukun iman menjadi materi utama dalam hal akidah. Untuk kemudian, rukun iman yang diajarkan tersebut dikaitkan secara kompleks terhadap macam-macam tauhid, syahadat dan lain sebagainya. Berdasarkan paparan di atas, tujuan umum pembelajaran aqidah adalah pengenalan hakikat Allah swt., sehingga kualitas keimanan dapat semakin bertambah. Secara umum, materi pembelajaran aqidah yang diajarkan di pesantren cukup relevan dengan keseluruhan materi yang ada dalam mata pelajaran aqidah. Meskipun demikian, bobot materinya masih pada materi aqidah yang bersifat dasar, karena obyek pembelajaran adalah mualaf. Dengan demikian, materi aqidah dalam 62 pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia sesuai dengan kondisi dan kebutuhan mualaf. 2) Qiraat al-Qur’an Selain akidah, Qiraat al-Qur‟an juga mendapat porsi lebih besar dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia (Chalid, 2017: 2; Nisa, 2017: 1). Hal ini dikarenakan kondisi awal mualaf yang tidak/ belum bisa membaca al-Qur‟an. Kemampuan baca al-Qur‟an menjadi hal penting dan pokok karena al-Qur‟an merupakan sumber hukum Islam yang utama. Bahkan Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia memberikan syarat wajib kepada santri untuk dapat membaca dan/ atau menghafal al-Qur‟an dalam waktu satu bulan. Minimalisasi waktu ini tidak memberikan beban wajib kepada santri untuk menghafal 30 juz alQur‟an, namun kurang lebih satu juz. Kewajiban prasyarat tersebut digunakan sebagai tolok ukur kesungguhan santri dalam melaksanakan pembelajaran di pesantren, khususnya bagi mualaf dalam mendalami Islam. Sedangkan konsekuensi yang diterima santri apabila tidakdapat memenuhi prasyarat tersebut adalah keluar dari Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia. Adanya konsekuensi tersebut menciptakan budaya di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia menjadi budaya Qur‟ani. Santri terlihat sangat antusias mempelajari al-Qur‟an dan menunjukkan kecintaan yang luar biasa terhadap al-Qur‟an, khususnya santri mualaf. Kondisi tersebut dapat dilihat dari keseharian santri yang senang mendengarkan murotal al-Qur‟an, bertilawah perorangan setiap sebelum atau sesudah shalat fardhu, dan senang berdiskusi terkait hal yang berhubungan dengan al-Qur‟an. Budaya Qur‟ani yang tercipta di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia ini membantu santri berstatus mualaf dalam mempelajari al-Qur‟an. Mempelajari al-Qur‟an bagi mualaf juga sangat berkaitan dengan aqidah. Mualaf dapat mencintai dan mendalami makna al-Qur‟an secara hakiki dan kemudian dapat mengimbangi terhadap keyakinan tentang Islam sebagaimana yang telah diyakininya. Dengan kata lain, proses pemenuhan keyakinan (aqidah Islamiyah) dapat terpupuk subur dengan menemukan kebenaran-kebenaran yang ada dalam kalam Allah swt, yakni al-Qur‟an (Chalid, 2017: 2). Pentingnya pembelajaran al-Qur‟an di atas diperkuat oleh Daradjat (2012: 19) dan Alim (2011: 171-200) bahwa landasan pendidikan Islam adalah terdiri dari al-Qur‟an dan Sunnah Nabi Muhammad saw. yang kemudian dikembangkan dengan ijtihad, al-mashlahah al mursalah, istishan, qiyas, dan sebagainya. Dengan demikian, sangat tepat memberikan porsi yang besar terhadap materi al-Qur‟an dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia. 63 3) Sirah Nabawiyah Selain materi Aqidah dan al-Qur‟an, sirah nabawiyah menjadi materi penting untuk disampaikan kepada santri mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia. Hal tersebut berkaitan erat dengan kondisi mualaf bahwa sejarah Islam dalam agama yang dianut santri mualaf sebelumnya memiliki versi yang berbeda dengan agama Islam. (Chalid, 2017: 2). Berbagai versi sejarah Islam tersebut memberikan pemahaman baru kepada santri mualaf tentang sejarah Islam yang sebenarnya. Dengan demikian, pemupukan keimanan santri mualaf dapat dilaksanakan dengan sepenuhnya karena tidak ada lagi kerancuan pemahaman sejarah Islam itu sendiri Pentingnya mempelajari sirah nabawiyah di atas dikuatkan oleh pendapat al-Mubarakfuri tentang makna sirah nabawiyah itu sendiri. Menurutnya, sirah nabawiyah hakikatnya merupakan “paparan tentang misi kerasulan yang dibawa oleh Rasulullah kepada umat manusia. Tercakup di dalamnya ucapan, perilaku, arahan serta jalan hidup yang beliau tempuh (al-Mubarakfuri, 2016: 15).” Dari pendapat di atas, terdapat kesesuian antara teori dan praktik di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia yaitu dalam memaknai sejarah, khususnya Sirah nabawiyah. Sirah nabawiyah dipelajari agar umat manusia dapat menjadikan nabi Muhammad saw. sebagai suri tauladan dalam hidupnya, termasuk bagi mualaf. Sehingga, mualaf dapat seutuhnya mengikuti perkataan, perilaku dan ketetapan Nabi Muhammad saw. Selain itu, pemahaman tentang sejarah Islam khususnya Sejarah Nabi Muhammad saw. dapat diketahui dan dipahami dalam versi yang sebenarnya. Dengan demikian, mempelajari sirah nabawiyah bagi santri mualaf sangatlah penting, sehingga mualaf mengetahui secara pasti bagaimana hakikat sejarah Islam khususnya nabi junjungan umat Islam. Secara umum, materi sejarah yang diajarkan kepada santri mualaf juga sudah mencukupi kebutuhan mualaf. Melalui pembelajaran Pendidikan Agama Islam di pesnatren, santri mualaf telah dapat mengetahui dasardasar tentang sejarah nabi-nabi, khususnya Nabi Muhammad saw. 4) Akhlak Akhlak termasuk materi yang sangat pokok dalam pembelajaran Pendidikan Islam. Karena materi ini berhubungan dengan kepribadian muslim yang mana telah dicontohkan oleh Rasulullah saw. Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia mengajarkan materi akhlak kepada santri dengan tujuan untuk mengetahui tentang kepribadian yang dikehendaki oleh Allah swt. berdasarkan contoh, anjuran dan ketentuan Rasulullah saw. (Laia, 2017: 1). Tujuan materi akhlak tersebut sesuai dengan teori yaitu untuk menjadikan seseorang yang dapat mengetahui baik dan buruk, sehingga dapat meningkatkan kehidupan yang lebih baik. Selanjutnya mendapatkan kebahagiaan dunia dan akhirat (Saebani dan Hamid, 2010: 202; Mustofa, 2010: 26; Jamil, 2013: 23-24; Mahyuddin, 2003: 140). Kesesuaian antara tujuan akhlak yang diajarkan di pesantren dengan teori yaitu terkait 64 pembentukan karakter manusia. Santri diberikan pengetahuan dan pemahaman tentang akhlak yang baik dan buruk, sehingga dapat mencapai kesempurnaan keimanannya sesuai arah yang telah dikehendaki oleh Allah swt. Kepribadian yang baik juga dikaitkan dengan kepribadian Rasulullah saw.sebagai suri tauladan dalam kehidupan. Dengan demikian, tujuan pembelajaran akhlak di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan anNaba Center Indonesia relevan dengan hakikat tujuan materi akhlak itu sendiri. Selanjutnya cakupan materi akhlak yang dilaksanakan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia yaitu meliputi: a) urgensi akhlaq dan keutamaannya; b) birrul walidain dan khuququl walidain; c) Riya‟, „Ujub, Hasad dan Sombong; dan d) su‟udhon (Laia, 2017: 2). Dalam teori, ruang lingkup akhlak yaitu meliputi akhlak kepada Allah swt., akhlak kepada makhluk, dan akhlak kepada alam (Jamil, 2013: 4-6). Secara rinci materi akhlak sebagaimana dituliskan dalam kitab akhlak yang cukup terkenal yaitu kitab Ihya‟Ulumuddin, meliputi: a) Jilid 1, membahas tentang ilmu pengetahuan, aqidah ahli Sunnah wal Jama‟ah tentang dua kalimat syahadat, thaharah, shalat dan keutamaannya, zakat, puasa, haji, tata kesopanan membaca al-Qur‟an, dzikir dan do‟a, tata kesopanan makan dan menghormati tamu, tata kesopanan pernikahan, tata kesopanan mencari kasab dan biaya hidup, halal dan haram, tata kesopanan hidup rukun dan bergaul, uzlah dan mukhalathah, tata kesopanan bepergian, amar ma‟ruf nahi munkar, adab kenabian dan akhlak Rasulullah; dan b) Jilid 2, membahas tentang latihan mental, pendidikan akhlak dan pengobatan penyakit hati, bahaya lisan, celanya marah, dendam dan hasud, celanya dunia, celanya kikir dan harta, celanya pangkat dan riya‟, celanya takabbur dan bangga akan diri sendiri, celanya ghurur, taubat, sabar dan syukur, harapan dan ketakutan, efakiran dan kejuhudan, niat iklhas dan benar, muhasabah dan muraqabah, berfikir, mengingat kematian dan yang terjadi sesudahnya (al-Ghazali, 2016: th.). Berdasarkan paparan di atas, materi akhlak yang disampaikan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia cukup minim, karena belum memenuhi materi secara menyeluruh yang terdapat dalam kajian akhlak. Meskipun demikian, materi tersebut tergolong cukup bagi pengetahuan dasar mualaf. Dengan demikian, materi akhlak dalam pembeljaraan Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan anNaba Center Indonesia cukup relevan dengan kondisi dan kebutuhan pengetahuan mualaf. 5) Fiqih Pembelajaran Fiqh lebih membahas terhadap praktik-praktik Islam. Tujuan mata pelajaran Fiqh dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia untuk mengenalkan tentang hukum-hukum Islam mulai dari peribadatan, jual beli dan hukum-hukum lainnya (Laia, 2017: 1). Tujuan tersebut sesuai dengan teori bahwa pembelajaran materi fikih bertujuan untuk 65 menerapkan hukum-hukum syari‟at terhadap perbuatan dan ucapan manusia (Khalaf, 1994: 6). Korelasi antara teori dan praktik tentang tujuan pembelajaran materi Fikih yaitu tentang pemahaman hukumhukum Islam. Santri diberikan pengenalan dan pengetahuan tentang hukum-hukum Islam, sehingga santri dapat menerapkan hukum-hukum tersebut dalam kesehariannya baik dalam perbuatan maupun ucapan. Hal ini menunjukkan bahwa pembekalan materi Fiqh kepada santri, khususnya santri mualaf dapat memberikan pengaruh yang positif terhadap kebutuhan keislamannya. Selanjutnya cakupan materi pada pembelajaran Fiqih di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia yaitu meliputi: a) pengenalan thaharah dan macam-macamnya; b) tata cara berwudhu dan tayammum; c) hukum azan dan tata cara pelaksanaannya; d) shalat, makna shalat, hukum, syarat, rukun dan tata cara pelaksanaannya (Laia, 2017: 2). Sebagai komparasi terhadap cakupan materi Fiqh tersebut, secara rinci materi Fikih yang terdapat dalam kitab Fikih Sunnah cukup kompleks. Kitab ini terdiri dari lima jilid, yang meliputi pembahasan tentang ibadah, pernikahan dan muamalah. Secara rinci yaitu: a) Jilid 1, membahas tentang thaharah dan shalat; b) jilid 2 membahas tentang zakat, puasa, jenazah dan dzikir; c) Jilid 3 membahas tentang haji dan pernikahan; d) Jilid 4 membahas tentang talak dan hudud; dan e) Jilid 5 membahas tentang Jihad, sumpah, jual beli, makanan dan penyembelihan, perniagaan, perdata dan acara pengadilan, pakaian, gambar dan perlombaan, serta pemberian (Sabiq, 2011: th.). Bedasarkan paparan di atas, secara umum materi pembelajaran fiqh yang diajarkan di pesantren masih tergolong minim karena belum mencakup keseluruhan materi yang ada dalam mata pelajaran fiqh. Sebagiamana kita ketahui bahwa materi ajar fikih itu sangat luas cakupanya yakni tidak hanya meliputi ibadah. Hal ini juga dikarenakan obyek pembelajaran adalah mualaf, sehingga materi yang bersifat pokok dalam materi fikih adalah hal utama yang diajarkan kepada santri mualaf. 6) Hadist Pembelajaran Hadist dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia menggunakan kajian kitab dalam Hadist Arba‟in (Nisa, 2017: th.). Pembelajaran materi hadist ini ditujukan agar santri dapat meneladani seutunya terhadap Rasulullah saw. sebagai tokoh panutan. Hal ini sesuai dengan teori bahwa hadist mempunyai tiga komponen yakni: a) Hadist Qawli yakni hadist perkataan Nabi Muhammad saw.; b) Hadist Fi‟li yakni hadist perbuatan Nabi Muhammad saw.; dan c) Hadist Taqriri yakni hadist persetujuan Nabi terhadap perkataan atau perbuatan di antara para sahabat (Khon, 2010: 3). Ketiga komponen tersebut di laksanakan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan anNaba Center Indonesia pada mata pelajaran hadist. Sebagaimana diketahui bahwa isi dari kitab hadist Arba‟in berisi hadist-hadist nabi 66 yang cukup lengkap, sehingga santri dapat mengetahui dan meneladani isi dari hadist baik qauli, fi‟li dan taqriri Nabi Muhammad saw. 7) Ilmu Kristologi Ilmu Kristologi atau biasa dikenal ilmu perbandingan agama antara Kristen dan Islam juga merupakan bagian dari materi pembelajaran agama Islam di Pesantren pembinaan muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia. Hal ini dikarenakan mayoritas santri mualaf di Pesantren pembinaan muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia berlatar belakang agama Kristen sebelumnya. Materi-materi yang dipelajari oleh santri, diberikan oleh ustadz dalam kategori dasar-dasar. Hal ini memang sangat sesuai dengan kondisi santri yaitu berstatus mualaf. Sehingga penanaman dasar pendidikan agama Islam sangat diperlukan, guna mencapai pemahaman Agama Islam yang hakiki dan komprehensif. Penanaman materi-materi dasar tersebut disajikan dengan adanya kajian perbandingan-perbandingan agama kepada santri (Chalid, 2017: 3; Zebua, 2017: 3; Muallaf News, 2012: 16.). Mengenai ilmu kristologi ditegaskan bahwa Kristologi merupakan materi yang menggunakan metode perbandingan agama antara kitab suci diperlukan untuk mengetahui kekuatan al-Qur‟an dan kelemahan kitab suci agama lain, termasuk sebagian ayat dalam Taurat dan Injil yang dipalsukan. Sehingga, kebenaran dan pemalsuan akan terang benderang (Muallaf News, 2012: 16).” Materi ini cukup khas, unik dan berbeda dengan materi pembelajaran Pendidikan Agama Islam di pesantren pada umumnya. Hal ini dikarenakan obyek Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia adalah mualaf, sehingga penerapan ilmu kristologi ini dapat menjadi materi pokok dalam pemenuhan keimanan mualaf. Materi ajar pada bidang ini memerlukan seseorang dengan latar belakang pengalaman dan pengetahuan yang cukup. Dengan demikian, kajian pada bidang mata pelajaran ini sangat relevan dengan kebutuhan mualaf terhadap pemahaman dan penguatan Islam. Selain itu juga dapat dijadikan kajian khusus dalam model pelaksanaan pembinaan mualaf secara umum dan oleh berbagai kalangan. 8) Bahasa Arab Bahasa Arab merupakan mata pelajaran yang saat ini cukup diminati oleh santri di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia. Bahasa Arab menjadi materi penting selain aqidah dan alQur‟an sebagai modal utama memahami secara mendalam terhadap materi-materi lainnya. Sebagaimana diketahui, bahwa sumber agama Islam sendiri adalah al-Qur‟an dan Hadist dengan menggunakan BahasaArab (Nisa, 2017: 2). Melalui pemahaman yang baik terhadap Bahasa Arab dan kaidah-kaidahnya dapat memberikan dampak positif bagi keimanannya terhadap Islam. Mengenai cakupan materi Bahasa Arab sesuai dengan pendapat Hidayat (2008: 1-4) bahwa terdapat beberapa ciri-ciri khusus dalam Bahasa Arab itu sendiri meliputi: a) Akar Kata, yakni 3 huruf; b) Pengembangan kata/ tashrif; c) Bentuk mufrad dan jamak; d) bentuk 67 mudzakkar dan mu‟annats; e) serapan, yakni Bahasa Arab ke Indonesia; dan f) susunan kalimat. Cakupan materi Bahasa Arab yang dikemukakan oleh Hidayat tersebut, sesuai dengan materi bahasa Arab yang dipelajari di pesantren. Berdasarkan hasil observasi pada saat pembelajaran Bahasa Arab berlangsung di kelas, ciri-ciri dalam Bahasa Arab tersebut dijelaskan oleh ustadz secara aplikatif dengan materi percakapan sederhana yang kemudian harus dihafalkan dan didemonstrasikan di depan kelas. Penjelasan singkat juga dipaparkan oleh ustadz. Selain itu, dengan studi dokumen yakni melihat buku materi pembelajaran Bahasa Arab bahwa materi yang tersaji dalam buku materi tersebut juga telah memuat secara jelas dan lengkap terhadap pembahasan baik yang berkaitan dengan ciriciri khusus Bahasa Arab di atas maupun selainnya. Berdasarkan paparan di atas, materi Bahasa Arab yang diajarkan di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia meskipun masih bersifat dasar, namun dapat membantu santri dalam pembelajaran lainnya seperti al-Qur‟an dan lain sebagainya. Dalam hal ini pemahaman tehadap bahasa asing sangat diperlukan setiap orang. Pemahaman bahasa dapat menjadi modal seseorang dalam globalisasi kehidupan. Bahasa yang diajarkan di pesantren ini dapat bersifat sebagai pengetahuan juga sebagai pengembangan diri (skill) bagi snatri. Dengan demikian, sangat tepat bagi santri mualaf selain dibekali dengan ilmu agama juga terhadap ilmu bahasa. 9) Muhadharah Selain Bahasa Arab, Muhadharah juga merupakan mata pelajaran yang bersifat pengembangan diri (skill). Adanya muhadharah sebagai salah satu kurikulum yang diajarkan di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia ini merupkan wujud dari visi dan misi pesantren dalam menciptakan kader dakwah (Chalid, 2017: 2). Bekal pelatihan semacam muhadharah ini dapat melatih mental santri mualaf dan kemampuan vokasionalnya. Sehingga, dakwah Islam dapat secara maksimal terlaksana oleh calon kader pendakwah Islam dari santri mualaf di pesantren ini. Berdasarkan hal di atas, materi muhadharah merupakan materi penting bagi santri mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan anNaba Center Indonesia. Selain bagi pengembangan kepercayaan dirinya, juga sebagai bekal menjadi juru dakwah Islam nantinya. Setelah dikemukakan secara rinci terkait materi-materi Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia di atas, maka selanjutnya akan dikemukakan tentang penyusunan rancangan materi pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia. Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia sebagai lembaga non formal membuat rancangan pembelajaran agama secara tematik. Sistem tematik tersebut disesuaikan dengan pembahasan pada kitab yang dipelajari santri mualaf. Selain itu, guru/ ustadz di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia tidak membuat perangkat 68 pembelajaran seperti pemetaan, Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), silabus dan lain sebagainya (Chalid, 2017: 3; Laia, 2017: 3). Prinsip kesinambungan sangat diunggulkan dalam hal ini, yakni dengan mengikuti kualitas pemahaman santri terhadap materi pendidikan Agama Islam itu sendiri. Sehingga ustadz di pesantren tidak mengejar target materi-materi yang terdapat dalam buku ajar santri itu sendiri dalam waktu yang ditentukan. Keikutsertaan ustadz dalam menyusun rancangan materi pembelajaran di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia cukup signifikan. Ustadz sebagai pendidik memberikan kontribusi yang penuh terhadap proses pembelajaran, khususnya terkait materi pembelajaran. Kontribusi ini tentunya akan berdampak terhadap kualitas pembelajaran dan hasil pembelajaran. Berkaitan erat dengan adanya penyusunan rancangan pembelajaran di atas, Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia sebagai lembaga pendidikan non formal, siswa atau santri di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia diberikan fasilitas untuk melaksanaan pendidikan formal di sekolah-sekolah yang telah bekerjasama dengan pesantren. Secara utuh, tentunya materi pembelajaran yang diajarkan di sekolah formal ini telah disesuaikan dengan kurikulum sekolah masing-masing. Sedangkan pesantren hanya memiliki ruang penuh untuk membuat kurikulum khusus di pesantren. Terhadap sekolah formal santri mualaf, pesantren berperan sebagai salah satu stakeholder dalam mengawasi, membina, dan melakukan evaluasi terhadap pendidikan masingmasing santri mualaf (Chalid, 2017: 3). Rancangan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia memberikan kesan tersendiri bagi santri sebagai objek pembelajaran. Berdasarkan observasi dan wawancara di lapangan penelitian bahwa santri mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia sangat antusias terhadap materi pembelajaran. Pada jam pembelajaran, santri mualaf mengikuti dengan seksama terhadap apa yang disampaikan guru dan berusaha keras memahami materi pembelajaran. Santri mualaf terlihat senang dan tidak ada beban dalam materi pembelajaran yang diberikan. Selain itu, di luar jam pembelajaran, santri terlihat menghafalkan dan bermurajaah tanpa pengontrolan ustadz atau lainnya. Menurut santri, materi-materi pembelajaran agama Islam yang disampaikan dalam pembelajaran, sesuai dengan kebutuhan pengetahuan keislaman santri mualaf. Kondisi pribadi mualaf yang sangat memerlukan materi-materi tersebut dan juga dasar-dasar yang disampaikan membuat pemahaman materi agama Islam terpenuhi secara perlahan. Pengelompokan kelas juga diperhatikan dalam pemberian materi atau bahan ajar dalam pembelajaran bagi santri mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan anNaba Center Indonesia ini (Zebua, 2017: 2; Hidayah, 2017: 2; Nisa, 2017: 2). Dengan demikian, adanya rancangan pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang diterapkan di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia ini cukup efektif. 69 Sebagai pendukung informasi, berikut akan dikemukakan tabel 4.4 terkait buku-buku pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang digunakan di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia. Tabel 4.4 Daftar Buku Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia NO. MATA PELAJARAN JUDUL BUKU & PENGARANG Kitabut Tauhid (Fadhilah Syeikh Sholih al-Fauza‟) a. Fiqh Sunnah (Syaikh Sayyid Salim alAlawi) 2. FIKIH b. Al-Wajiz (Abdul „Azim bin Badawil Kholafi) 3. AKHLAQ Diktat dari STIDI al-Hikmah Mampang a. Durusul Lughotul „Arabiyyah (Dr. Abdurrohim) 4. BAHASA ARAB b. Al-„Arabiyyatu Baina Yadaik (Syeikh Muhammad bin „Abdurrohman) 5. SIRAH NABAWIYAH Kitab Sirah Nabawiyah 6. HADIST Kitab Hadist Arba‟in 7. AL-QUR‟AN Al-Qur‟anul Karim * (Sumber: hasil studi dokumen, 2017). 1. AKIDAH Berdasarkan paparan-paparan di atas, materi pembelajaran pendidikan Agama Islam yang dilaksanakan di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia dilaksanakan berdasarkan aspek pengetahuan dan keterampilan (skill). Dalam aspek pengetahuan, diberikan materi tentang aqidah, akhlak, al-Qur‟an, Hadist, Fiqh, Sirah Nabawiyah, Bahasa Arab dan ilmu Kristologi. Sedangkan dalam aspek keterampilan santri mualaf diberikan pelatihan-pelatihan seperti muhadharah. Santri mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia itu sendiri memang telah dipersiapkan untuk menjadi pendakwah Islam sesuai dengan visi dan misi pesantren. Seluruh materi pembelajaran Agama Islam di pesantren ini memiliki urgensi masing-masing, baik dalam sudut pandang perumus, pelaksana maupun peserta pembelajaran. Berbagai sudut pandang tersebut tentunya saling bersinergi dan memiliki persepsi yang tidak jauh berbeda. Selain itu, ustadz sebagai pendidik di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia memberikan kontribusi yang cukup dalam menyusun materi pembelajaran agama Islam yang disesuaikan dengan tema dalam buku ajar santri. Dokumen pembelajaran seperti pemetaan, Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), silabus dan lain sebagainya memang belum diterapkan di pesantren sebagai lembaga non formal ini. Meskipun begitu, secara kualitas dalam hal materi pembelajaran telah mencapai tujuan pembelajaran yang diharapkan. 70 c. Metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam Dalam metode pembelajaran, terdapat beberapa hal yang berkaitan di dalamnya yakni pendekatan dan media. Sehingga dalam pembahasan berikut ini akan dirincikan terkait hal-hal di atas yakni sebagai berikut: 1) Pendekatan Pendekatan pembelajaran yang digunakan dalam pelaksnaaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia disesuaikan juga dengan situasi dan kondisi di pesantren. Beberapa pendekatan pemeblajaran Pendidikn Agama Islam yang diterapkan di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia yaitu: Pertama, Pendekatan analogi. Pendekatan ini bertujuan agar memudahkan pemahaman santri mualaf terhadap materi pembelajaran yang disampaikan(Chalid, 2017: 4). Kedua, Pendekatan personality/ muwajjahah (Laia, 2017: 4). Dan Ketiga, Pendekatan Kristologi. Pendekatan kristologi merupakan pendekatan khas dalam pembinaan mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia (Tim muallaf news, 2012: kolom sosok). Beberapa pendekatan yang digunakan dalam pelaksnaaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia tersebut memiliki kesesuaian dengan teori pendekatan Pendidikan Agama Islam. Beberapa macam pendekatan Pendidikan Agam Islam dikemukakan oleh beberapa pakar diantaranya: a) pendekatan religius; b) pendekatan filosofis; c) pendekatan sosio kultural; dan d) pendekatan scientific (Uhbiyati, 1997: 101-102). Selain itu, pendekatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang ditawarkan oleh Nata (2012: 149-150) adalah a) pendekatan normatif teologis, yang mana kegiatan belajar mengajar dilakukan berdasarkan petunjuk yang terdapat di dalam ajaran agama yang diyakini pasti benar; b) pendekatan historis empiris, yang mana kegiatan dilakukan berdasarkan praktik yang pernah ada dalam sejarah dan didukung bukti. Dan c) pendekatan filosofis, yang mana kegiatan dilaksnakaan berdasarkan pandangan dan gagasan yang dikemukakan para filsuf. Beberapa pendekatan yang diterapkan di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia, apabila dikaitkan dengan teori yaitu lebih kepada pendekatan religius/ pendekatan normatif teologis dan juga pendekatan scientific. Kombinasi antara dua pendekatan ini memberikan ruang penuh kepada ustadz dalam mengembangkan metode pemeblajaran yang ada. Adapaun data yang menunjukkan pesanatren menggunakan pendekatan religius/ normatif teologis adalah dari penerapan pendekatan kristologi. Sedangkan pada pendekatan analogi dan personality lebih mendekati kepada makna pendekatan scientific. Terkait pendekatan analogi tersebut juga, sangat cocok apabila dikaitkan dengan metode amtsal (perumpamaan). Sebagaimana dikemukakan oleh Tafsir (2014: 141) bahwa Allah sendiri adakalanya memberikan perumpamaan dalam memberikan arahan kepada umat. Seperti contoh dalam QS. al-Baqarah ayat 17 yang berbunyi: 71 Artinya: “perumpamaan mereka adalah seperti orang yang menyalakan api[26], Maka setelah api itu menerangi sekelilingnya Allah hilangkan cahaya (yang menyinari) mereka, dan membiarkan mereka dalam kegelapan, tidak dapat melihat.” [26] Orang-orang munafik itu tidak dapat mengambil manfaat dari petunjuk-petunjuk yang datang dari Allah, karena sifat-sifat kemunafikkan yang bersemi dalam dada mereka. Keadaan mereka digambarkan Allah seperti dalam ayat tersebut di atas. Metode amtsal ini memiliki beberapa kelebihan yang meliputi: a) mempermudah siswa memahami konsep yang abstrak; b) dapat merangsang kesan terhadap pesan yang tersirat; c) mengajarkan kepada kita agar dapat berpikir logis; dan d) memberi motivasi untuk amar ma‟ruf nahi munkar (Tafsir, 2014: 142). Sehingga, penggunaan analogi atau amtsal ini sangat efektif diberikan kepada santri mualaf. Sebagaimana yang diharapkan oleh ustadz Chalid sendiri, bahwa kemudahan santri dalam memahami apa yang disampaikan menjadi hal yang utama dalam pemilihan pendekatan ini. Selanjutnya, pendekatan kristologi sebagai pendekatan khas dalam pembinaan mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia cukup signifikan dengan kondisi mualaf. Hal ini dapat diketahui dengan melihat pengertian bahwa “metode perbandingan agama antara kitab suci diperlukan untuk mengetahui kekuatan al-Qur‟an dan kelemahan kitab suci agama lain, termasuk sebagian ayat dalam Taurat dan Injil yang dipalsukan. Sehingga, kebenaran dan pemalsuan akan terang benderang (Muallaf News, 2012: 16).” Sehingga, melalui pendekatan ini, santri mualaf dapat menemukan hakikat Islam. Berdasarkan paparan di atas, pendekatan yang dilakukan di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia merupakan kombinasi antara pendekatan religius/ pendekatan normatif teologis mellaui pendekatan kristologi dan pendekatan scientific melalui pendekatan analogi dan personality. Pndekatan tersebut telah sesuai dengan pendekatan pembelajaran Pendidikan Agama Islam dalam teori yang ada. Pendekatan-pendekatan yang diterapkan di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia juga sangat sesuai dengan kondisi dan kebutuhan mualaf. Bahkan dapat secara umum juga mudah disesuaikan bagi umat Islam non mualaf. Dengan demikian, sinergi dari ketiga pendekatan ini akan snagat dibutuhkan dalam implementasinya. 72 2) Metode Selanjutnya, metode yang digunakan dalam pembelajaran di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia ini sangat beragam dan cenderung sama seperti pesantren pada umumnya. Hal ini juga sesuai dengan metode dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam baik di sekolah formal maupun non formal seperti pesantren pada umumnya. Menurut Ustadz Chalid sebagai berikut: “Metode talaqqi, karena mereka susah apabila tidak talaqqi. Talaqqi itu dengan berjumpa dengan gurunya. Jadi, mereka tidak bisa hanya kita berikan teori dan contoh secara verbal atau hanya hafalkan, namun harus dengan praktik langsung. Selain itu, untuk al-Qur‟an dengan metode tilawati yang di desain per-orangan (sorogan). Dan kalau yang sudah mulai bisa, maka bisa dengan halaqah. Untuk bahasa Arab, awalnya dengan hafalan mufrodat, kemudian di tingkat selanjutnya dengan muhadasah.” Berdasarkan data di atas, beberapa metode yang dilaksanakan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia yaitu metode talaqqi, metode tilawati dengan kombinasi metode sorogan dan/ atau halaqah, metode hafalan dan muhadasah. Beberapa metode yang dikemukakan tersebut memiliki kesesuaian dengan teori tentang ragam metode pembelajaran di pesantren. Sebagaimana dijelaskan dalam bab kajian teori bahwa beberapa metode pembelajaran di pesantren menurut Mastuhu dan Arifin dalam Zarkasyi (2005: 72; 2005: 76) menyebutkan metode pendidikan pada lembaga pendidikan pesantren yaitu: a) sorogan; b) bandongan; c) halaqah; dan d) hapalan; e) muhawarah; f) mudzakarah; dan g) majlis ta‟lim. Kesesuaian metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang dilaksankaan di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia dengan teori yakni terkait beberapa metode yang digunakan diantaranya metode sorogan, halaqah, hafalan, dan muhawarah. Terdapat beberapa metode yang tidak mengadopsi metode pembelajaran dalam pesantren pada umumnya. Banyak pertimbangan dan penyesuaian terhadap pemilihan metode-metode karena kondisi mualaf itu sendiri. Seperti metode tilawati dalam pembelajaran al-Quran. Pesantren menerapkan metode ini dengan tidak mengikuti sepenuhnya sistem dalam metode tilawati. Metode ini melaksanakan secara serentak terhadap bacaan murid dan melagukan setiap materi ajar dengan nada-nada Qur‟ani yang ada (Jamilah, 2015: 4-6). Namun di pesantren menggunakan cara individual atau sorogan. Hal ini bertujuan agar santri mualaf dapat secara benar dan sesuai terhadap bacaan dan hafalan al-Qur‟annya. Kemudian, pendapat lain dikemukakan oleh Ustadz Laia (2017: 5) dalam wawancara yakni beberapa metode yang sering digunakan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia yaitu metode ceramah, demonstrasi, hafalan, appersepsi/ pengulangan pembelajaran yang lalu, information 73 search dan lain sebagainya. Berbagai metode tersebut dilaksanakan dan sesuai kreatifitas masing-masing ustadz. Beberapa metode di atas, sesuai dengan teori tentang beberapa metode khusus dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam oleh beberapa pakar Pendidikan Agama Islam. Beberapa metode yang dikutip oleh Nata (2012: 151-152) terkait metode pendidikan Islam oleh Hery Noer Aly yaitu metode ceramah, tanya jawab, diskusi, pemberian tugas, demonstrasi, kerja kelompok, sosiodrama, karya wisata, drill, dan sistem regu. Sedangkan yang merujuk kepada al-Qur‟an yaitu diantaranya adanya partisispasi guru di dalam situasi belajar mengajar dalam QS. An-Nisa ayat 9, pengulangan yang bervariasi dalam QS. Al-Isra ayat 41, membuat perumpamaan dan bercerita untuk mengambil pelajaran dalam QS. An-Nahl ayat 76, pengalaman pribadi dan widyawisata untuk mencari hakikat dan membaca alam dalam QS. Al-Hajj ayat 46, mengambil pelajaran dari peristiwa yang terjadi dalam QS. At-Taubah ayat 25-26, menciptakan suasana senang sebagai upaya pendidikan dalam QS. al-An‟am ayat 160, teladan yang baik dalam QS. al-Ahzab ayat 21, dan memperhatikan karakteristik situasi belajar mengajar. Selain itu, al-Nahlawi yang dikutip oleh Nata (2012: 152) mengemukakan metode untuk menanamkan rasa iman yakni mencakup metode hiwar atau percakapan Qur‟ani dan Nabawi, kisah Qur‟ani dan Nabawi, amtsal atau perumpamaan, keteladanan, pembiasaan, ibrah dan mauidzah dan targhib dan tarhib. Terkait metode pengulangan pembelajaran yang lalu ini telah dijelaskan dalam firman Allah swt QS. al-Isra‟ ayat 41 yaitu: Artinya: “dan Sesungguhnya dalam Al Quran ini Kami telah ulang-ulangi (peringatan-peringatan), agar mereka selalu ingat. dan ulangan peringatan itu tidak lain hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran).” Berdasarkan penjelasan di atas, terdapat variasi metode yang diterapkan dalam pembelajaran pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia. Perbedaan metode tersebut bergantung kepada kreatifitas dan inovasi pendidik atau ustadz. Hal senada juga dikemukakan oleh santri mualaf, sebagaimana dikemukakan oleh Nisa (2017: 4) bahwa metode praktik lebih banyak ditekankan kepada santri, seperti praktik sholat dan lain sebagainya. Lebih rinci, pada materi al-Qur‟an atau iqra‟ dengan setoran kepada ustadz, namun sebelumnya murajaah dengan dibantu teman sejawat. Selain itu, metode tanya jawab dan diskusi juga dipraktikkan oleh ustadz dalam pembelajaran. Lebih menarik lagi, santri sangat antusias dengan metode yang diberikan ustadz dalam materi aqidah misalnya, dengan alur santri diberikan sebuah judul maisng-masing dan kemudian harus mencari bahan terkait materi tersebut secara pribadi di luar kelas. Selanjutnya dalam 74 waktu yang telah ditentukan santri dapat mempresentasikan bahan tersebut. Berdasarkan pendapat di atas, metode-metode yang diberikan merupakan metode yang memberikan kesan kepada peserta didik karena melibatkan aktif peserta didik. Hal menarik dari metode di atas sesuai dengan pengertian metode inkuiri. Sebagaimana dikemukakan dalam teori oleh Usman (1993: 124), bahwa metode inkuiri adalah “suatu cara menyampaikan pelajaran dengan penelaahan sesuatu yang bersifat mencari secara kritis, analisis, dan argumentative (ilmiah) dengan menggunakan langkah-langkah tertentu menuju kesimpulan.” Keselarasan antara teori dan praktik sebagaimana dikemukakan di atas yaitu tentang penciptaan metode ustadz yang memberikan ruang kepada santri untuk menemukan materi dari suatu masalah dan menemukan kesimpulan dari permaslaah tersebut. Dalam hal ini, dapat secara langsung atau tidak langsung menciptakan kreatifitas dan keaktifan santri dalam pemebelajaran Pendidikan Agama Islam. Selain itu, tingkat pemahaman santri terhadap materi pembelajaran juga lebih tinggi daripada hanya mendengarkan ceramah ustadz saja. Selaras dengan pendapat Nisa, Zebua (2017: 4) juga mengemukakan, “Kalau metode ustadz lebih suka kalau membuat kita terbawa suasana. Jadi tidak terlalu fokus dan tidak mudah ngantuk. Kadang ada penjelasannya, ada tanya jawab, ada timbal balik seperti ustadz menjelaskan kemudian kita disuruh menjelaskan kembali. Kita tidak pernah dipaksa, namun kita yang merasa iri kalau ada teman yang bisa.” Dari pendapat Zebua di atas, hal pokok dalam metode guru yang diterapkan dalam pembelajaran adalah penciptaan suasana. seorang guru harus mampu menciptakan suasana belajar yang nyaman dan menyenangkan bagi peserta didik. Sebagaimana ditegaskan dalam firman Allah swt. yaitu QS. al-An‟am ayat 160 yang berbunyi: Artinya: “Barangsiapa membawa amal yang baik, Maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan Barangsiapa yang membawa perbuatan jahat Maka Dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikitpun tidak dianiaya (dirugikan).” Selain itu, metode tanya jawab juga dilaksnakan dalam pembeljaaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan anNaba Center Indonesia. Perlu adanya interaksi yang cukup juga antara guru dan siswa. Ruang interaksi ini akan memberikan kesempatan yang luas bagi peserta didik untuk mengeksplor pengetahuan yang ia miliki dan lainnya. Hal ini sesuai juag dengan teori tentang pengertian metode tanya 75 jawab. Menurut Uhbiyati (1997: 120) bahwa metode tanya jawab merupakan metode yang paling lama digunakan dalam dunia pendidikan. Melalui metode ini, peserta didik dapat lebih dimantabkan pengetahuannya. Sehingga segala bentuk kesalahpahaman, kelemahan daya tangkap terhadap pembelajaran dapat dihindari. Lebih lanjut, sebagaimana dikemukakan juga oleh santriwati terkait materi pembelajaran di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia bahwa, “yang paling saya suka dari metode ustadz adalah apabila kita disuruh tampil ke depan seperti demonstrasi mencari contoh dan lain sebagainya. Karena itu dapat menantang otak saya (Hidayah, 2017: 3).” Berdasarkan pemaparan di atas, dapat diketahui beberapa metode pembelajaran yang digunakan di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia diantaranya metode talaqqi, metode sorogan, metode tilawati, metode halaqah, metode hafalan dan metode muhadasah, metode ceramah, metode demonstrasi, bimbingan teman sejawat, metode diskusi, metode drill, metode pemberian tugas, metode appersepsi/ pengulangan pembelajaran yang lalu, metode inkuiri, metode tanya jawab, menciptakan suasana belajar yang nyaman, dan metode yang lebih menekankan aspek praktik. Metode-metode tersebut secara variatif diterapkan dalam pembelajaran dan berdasarkan masing-masing kreatifitas ustadz. Selain itu juga, pemilihan metode tersebut dengan mempertimbangkan materi ajar yang diampu ustadz. Variasi metode-metode pembelajaran yang diterapkan di pembelajaran pendidikan agama Islam bagi santri mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia lebih banyak memfokuskan suasana pembelajaran itu sendiri. Karena keberhasilan sebuah pembelajaran sangat dipengaruhi oleh penciptaan suasana pembelajaran. Artinya, siswa atau santri mualaf sangat antusias dan senang mengikuti proses pembelajaran. Antusiasme peserta didik atau santri mualaf juga dilihat oleh peneliti pada saat observasi. Santri mualaf memberikan respon positif dan sangat aktif dalam pembelajaran. Secara kritis mereka melakukan tanya jawab dengan ustadz. Pada saat pembelajaran Bahasa Arab, dengan berani dan percaya diri santri mualaf maju ke depan kelas secara berpasangan dan melakukan percakapan Bahasa Arab sesuai hafalannya. Meskipun santri mualaf belum menguasai hafalannya, tidak menyurutkan semangat para santri mualaf dalam pembelajaran. Begitupun ustadz selalu memberikan motivasi dan dorongan kepada snatri mualaf yang belum menguasai hafalan atau materi, serta memberikan pujian seperti “mumtaz” kepada santri yang menyelesaikan dengan baik haalan dan materi yang telah disampaikan. Dengan demikian, metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia cukup variatif dan menjadi pendukung tujuan pembelajaran pendidikan Agama Islam di pesantren ini. 76 3) Media Pelaksanaan metode pembelajaran selalu berkaitan dengan penggunaan media. Baik secara sederhana maupun tidak, dapat menjadi pendukung pembelajaran. Beberapa media yang digunakan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia diantaranya: LCD/ proyektor, peraga tilawati berupa cetakan buku tilawati yang lebih besar dari buku, speaker murottal untuk hafalan al-Qur‟an santri, buku dan papan tulis (Chalid, 2017: 6; Hidayah, 2017: 4; Laia, 2017: 6; Nisa, 2017: 4; Zebua, 2017: 4). Beberapa media yang digunakan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia cukup variatif dan meliputi taksonomi media berdasarkan indera manusia. Hal ini sesuai dengan teori bahwa taksonomi media berdasarkan indera yang terlibat, yakni secara garis besar meliputi media audio, media visual, media audio visual dan multimedia (Munadi, 2010: 54-57). Keselarasan variasi media yang digunakan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan anNaba Center Indonesia dengan teori yaitu meliputi: a) media audio melalui ceramah guru dan speaker tahfidz; b) media visual melalui peraga tilawati, buku panduan, dan papan tulis; dan c) media multimedia melalui penayangan power point di LCD dan pemanfaatan internet dalam pembelajaran. Selanjutnya, secara rinci akan dikemukakan variasi media tersebut sebagai berikut: Pertama, LCD/ Proyektor. Penggunaan LCD sebagai media pembelajaran dapat memberikan kepuasan tersendiri bagi peserta didik atau santri. Pembelajaran dinilai tidak monoton. Santri dapat secara langsung menikmati gambar, suara dan lain sebagainya dalam satu media (Nisa, 2017: 5). Tentunya hal ini berkaitan dengan pemanfaatan multimedia seperti power point yang didalamnya selain teks juga terdapat fitur video, musik dan lain sebagainya. Menurut Munadi (2010: 148), multimedia sendiri merupakan “multibahasa yakni media yang mampu melibatkan banyak indera dan organ tubuh selama proses pembelajaran berlangsung.” Kedua, Speaker Murottal. Alat ini digunakan untuk membantu hafalan al-Qur‟an santri dapat menggunakan media berupa sound tahfidz, yang mana santri di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia sering menyebutnya dengan speaker tahfidz. Metode hafalan memang memerlukan pengulangan intensif, sehingga cara mendengarkan hafalan dianggap efektif. Sebagaimana dikemukakan oleh Munadi (2010, 55) bahwa media audio sendiri merupakan media yang hanya melibatkan indera pendengaran dan hanya mampu memmanipulasi kemampuan suara semata. Metode mendengar sendiri sebenarnya sangatlah rumit dalam prosesnya, hal ini karena melibatkan empat unsur yakni a) mendengar; b) memperhatikan; c) memahami; dan d) mengingat (Munadi, 2010: 59). Dalam hal ini, antara teori mendengar dan praktik mendengar untuk hafalan justru berbeda arah. Apabila mendengarkan hafalan al-Qur‟an santri melalui speaker tahfidz tersebut dianggap sangat membantu proses pembelajaran khususnya hafalan al-Qur‟an, maka sesuangguhnya dalam 77 teori telah dikatakan mendengar bukanlah hal semudah yang diyakini. Banyak unsur terlibat dan tentunya akan mempengaruhi ingatan pada jangka panjangnya. Karena berdasarkan penelitian yang disarikan oleh Barker, yang mana dikutip oleh Munadi (2010: 63) bahwa segera setelah kita mendengar sesuatu, kita hanya akan mengingat separuhnya.kemudian 8 jam kemudian hanya ingat 35 persen, dan dua bulan kemudian hanya akan mengingat 25 persen. Meskipun begitu, kondisi santri mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia menjadikan metode mendengarkan sebagai bentuk pengulangan yang intensif, sehingga dapat membantu ingatan dalam jangka panjang selanjutnya. Ketiga, peraga tilawati. Media ini menjadi media yang efektif dalam penyampaian metode tilawati. Bentuk alat peraga ini berupa cetakan buku tilawati dalam ukuran besar. Sebagaimana diketahui bahwa peraga metode tilawati termasuk media visual. Media visual yaitu “media yang hanya melibatkan indera penglihatan,, yang meliputi media cetak-verbal, media cetak-grafis dan media visual non-cetak (Munadi, 2010: 56).” Terakhir, buku dan papan tulis merupakan media yang paling sering digunakan dalam pembelajaran di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia. Media ini juga termasuk kepada media visual sebagaimana dikemukakan sebelumnya. Media ini merupakan media yang paling banyak digunakan dalam pembelajaran Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia, khususnya buku ajar. Buku pelajaran merupakan media utama dalam pembelajaran selain guru itu sendiri. Menurut Munadi (2010: 98-100) bahwa buku merupakan media visual cetak-verbal. Buku sebagai sumber belajar dibuat untuk keperluan umum dan biasanya siswa membaca buku tersebut, namun tetap memerlukan bantuan dari guru atau lainnya. Buku sendiri secara penyajian lebih informatif dan lebih menekankan pada sajian materi jaar dengan cakupan yang luas dan umum. Kemudian, papan tulis dan seperangkat alat tulisnya juga menjadi media yang paling banyak digunakan juga dalam pembelajaran pada umumnya. Berdasarkan pemaparan di atas, dapat diketahui bahwa, meskipun pembelajaran di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia cenderung masih menggunakan sistem klasikal, namun tidak menutup diri terhadap modernisasi sistem pendidikan dan globalisasi. Santri juga diberikan akses terhadap media internet. Baik untuk mencari informasi terkait pembelajaran maupun lainnya. Variasi media yang digunakan memang tidak begitu mencolok seperti pada lembaga-lembaga formal umumnya. Namun media yang ada telah disesuaikan dengan situasi dan kondisi pesantren saat ini. Selain itu juga telah memenuhi syarat media dalam pembelajaran yakni memperhatikan kemampuan peserta didik dengan memberikan variasi media pembelajaran. Dalam hal media, meskipun juga tergolong cukup klasikal yakni lebih banyak mengandalkan buku dan papan tulis, namun tidak mengurangi minat dan semangat santri dalam belajar, khususnya pembelajaran Pendidikan Agama Islam. 78 d. Evaluasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam Sebuah pembelajaran dapat dikatakan berhasil atau tidak dengan melaksanakan evaluasi terhadap pembelajaran tersebut. Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia memberikan sistem penilaian yang cukup unik yakni dengan tidak mengadakan rapor atau report tertulis (Chalid, 2017: 7). Evaluasi dilaksanakan dengan berbagai model dan dalam waktu yang berbeda-beda juga. Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia menggunakan evaluasi harian dan bulanan atau rentang waktu tertentu. Secara harian dilaksanakan berbentuk tanya jawab dan PR. Sedangkan dalam rentang waktu tertentu yang diadakan setiap bab materi ajar dapat dilaksanakan dengan lisan, tulis ataupun lainnya. Selain itu, secara bersama-sama dilaksanakan evaluasi dalam bentuk kegiatan Musabaqah atau perlombaan (Chalid, 2017: 7; Laia, 2017: 7; Nisa, 2017: 7; Zebua, 2017: 7; Hidayah, 2017: 7). Ditambahkan oleh Chalid (2017: 7) bahwa terdapat evaluasi bulanan yang bersifat umum dari berbagai aspek seperti kebersihan, kedisiplinan, hasil sekolah formal di luar pesantren dan lain sebagainya. Variasi evaluasi tersebut dilaksanakan dan merupakan hak masingmasing ustadz dalam pemilihan bentuk evaluasi yang akan digunakannya (Zebua, 2017: 7; Hidayah, 2017: 7). Adapun pada materi al-Qur‟an, pada setiap satu juz diadakan evaluasi terhadap hafalan santri (Nisa, 2017: 7). Perbedaan bentuk evaluasi tersebut memiliki tujuan yang sama yaitu kualitas pemahaman santri. Evaluasi yang dilaksanakan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia memiliki kesesuaian dengan bentuk-bentuk evaluasi yang dikemukakan pakar dalam teorinya. Terdapat beberapa bentuk penilaian yang mana memiliki masing-masing tujuan. Sutrisno (2015: 152-153) mengemukakan bentuk penilaian yaitu: a) penilaian formatif yang dilakukan melalui ulangan harian, observasi dan lain sebagainya. Tujuannya adalah untuk mengukur keberhasilan peserta didik terhadap penguasaan setiap Kompetensi Dasar dan memonitoring kemajuan belajar peserta didik; b) penilaian sumatif yang dilakukan melalui ulangan akhir semster, ulangan kenaikan kelas, dan ujian akhir. Tujuannya adalah untuk mengetahui penguasaan peserta didik atas kompetensi yang ditargetkan. Adapun teknik yang digunakan dalam penilaian terdiri dari: a) penilaian aspek sikap menggunakan observasi, penilaian diri, penilaian teman sejawat dan jurnal; b) penilaian aspek keterampilan dapat dilakukan dengan menggunakan tes kinerja (performance), proyek, dan portofolio; c) penilaian aspek pengetahuan dapat menggunakan tes tulis, tes lisan dan penugasan/ proyek (Sutrisno, 2015: 154-164). Keselarasan antara teori dan praktik tersebut adala terkait bentuk penilaian formatif dan sumatif. Penilaian formatif yang dilaksnakan di pesantren diwujudkan melalui tugas harian dan evaluasi langsung. Sedangkan penilaian sumatif diwujudkan dalam bentuk musabaqah ataupun ujian per bab. Meskipun demikian, dalam penilaian sumatif terkait ujian kenaikan kelas, ujian akhr semster dan lain sebagainya tidak ada. Hal ini dikarenakan memang dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan 79 Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia tidak menggunakan raport. Selain itu, teknik yang digunakan dalam pembeljaaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia lebih menggunakan teknik penilaian aspek pengetahuan. Sednagkan aspek keterampilan lebih banyak digunkaan dengan penilaian praktik langsung dalam pembelajaran. Berdasarkan pemeparan di atas, dapat diketahui bahwa memang pengadaan rapor tidak ada dalam pembelajaran. Namun, dalam sebuah pembelajaran tetaplah memerlukan evaluasi sebagai bahan pertimbangan terhadap kualitas pembelajaran itu sendiri. Sedangkan macam-macam dan teknik evaluasi yang digunakan dapat sangat bervariasi. Melalui PR, pendidik dapat secara langsung mengetahui kemampuan siswa baik kognitif, afektif maupun psikomotoriknya. Melalui hal tersebut juga, dapat ditentukan apakah materi akan dilanjutkan atau diperdalam kembali. Hal ini diterapkan karena memang melihat kondisi mualaf yang tujuan utamanya adalah menemukan dan memperdalam kualitas keimananya sebagaimana telah dikemukakan pada sub bab pembahasan sebelumnya. Konsep memperdalam keimanan bukanlah seberapa banyak materi yang harus disampaikan dan diajarkan, namun tentang bagaimana cara agar materi yang diberikan dapat menunjang tujuan utama mualaf melaksnakan pembelajaran di pesantren ini. Kemudian lebih lanjut dikemukakan juga bahwa di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia menerapkan sistem evaluasi yang bersifat seperti perlombaan. Hal ini sangat menarik, karena santri seolah-olah berlomba dan bermain, namun sesungguhnya bagi ustadz merupakan sistem evaluasi. Paradigma bahwa evaluasi hanya dapat dilakukan dengan ujian yang penuh suasana senyap dan tegang, namun di pesantren ini dengan sistem perlombaan yang notabene terdapat suasana serius dan juga menyenangkan. Meskipun begitu, bukan berarti ujian tidak diadakan sama sekali sebagai wujud evaluasi pembelajaran di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan anNaba Center Indonesia ini. Dengan demikian, evaluasi yang digunakan dalam pembelajaran di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia dapat dikatakan cukup menarik dan variatif. Variasi tersebut berdasarkan kondisi bahwa setiap ustadz diberi kebebasan dalam menentukan waktu dan model evaluasi terhadap santri. 2. Faktor Pendukung dan Penghambat Pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi Mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia Impelementasi sebuah pembelajaran tentunya memiliki faktor-faktor tertentu. Faktor tersebut dapat sebagai pendukung pembelajaran ataupun sebaliknya. Faktor yang menjadi dukungan pembelajaran dapat disebut sebagai fator pendukung, sedangkan faktor yang menjadi hambatan pembelajaran disebut faktor penghambat. Tidak terkecuali implementasi pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia memiliki faktor pendukung dan penghambat, yang secara langsung ataupun tidak memberikan pengaruh terhadap pelaksanaan pembelajaran yang ada. 80 Beberapa faktor pendukung pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia yaitu sebagai berikut: a. Peserta didik atau Santri Hal yang menjadi pendukung sebuah pembelajaran tentunya adanya peserta didik itu sendiri. Minat diri santri mualaf juga termasuk di dalamnya. Minat seseorang itu tidaklah dapat dipaksakan. Terlebih bagi mualaf, yang mana minat belajar terhadap Islam dimulai dari adanya hidayah itu sendiri. Sebagaimana telah kiat ketahui bahwa hidayah adalah mutlak atas kehendak Allah swt. Proses adanya hidayah itu sendiri kita dapat mengetahui kapan dan bagaimana akan terjadi. Meskipun demikian, kita sendiri berhak berusaha meraih hidayah tersebut bagi dirinya maupun orang lain. Munculnya minat santri mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia dalam pembelajaran tidak ada yang tidak memiliki alasan. Adanya alasan berkaitan erat juga dengan alasan santri mualaf dalam menyakini Islam sebagai shirotol mustaqim. Alasan-alasan tersebut sebagaimana Nisa (2017: 1) kemukakan diantaranya tekad membawa perubahan, mengingat perjuangan orang tua, dan lingkungan. Pendapat lain dikemukakan oleh Zebua (2017: 4) bahwa alasannya adalah keingin tahuan yang besar dari diri sendiri, tanpa pengaruh orang lain. Alasan-alasan di atas sesuai dengan pendapat pakar tentang beberapa hal yang mempengaruhi insting kecintaan belajar peserta didik bisa menjadi sirna sebagaimana dikemukakan oleh Kline yang dikutip oleh Megawangi (2013: 43-44) karena meliputi: a) suasana belajar yang tidak mendukung; b) pelajaran yang disajikan hanya sebagai persiapan menjawab tes dan lain sebagainya; dan c) lebih mengharapkan keberhasilan akademik dengan diukur nilai angka dan rangking. Keselarasan antara teori dan praktik tersebut terlihat dari adanya pengaruh lingkungan. Sebagaimana dikemukakan bahwa alasan santri sangat berminat dalam belajar adalah notabene dikarenakan lingkungan, maka penciptaan suasana lingkungan pembelajaran harus sangat diperhatikan. Dalam hal ini, Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia sebagai lembaga non formal yang tidak menargetkan nilai angka dan lain sebgaainya tampaknya tidak menjadi pengaruh terhadap ketiadaan semnagat belajar santri. Begitupun dengan suasana yang cukup mendukung pembelajaran. Oleh karenanya, minat santri dalam belajar di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia sangatlah tinggi. Hal ini terlihat pada saat observasi dilakukan. Selain itu, berdasarkan paparan di atas telah didapatkan beberapa hal yang mendorong santri itu menumbuhkembangkan minatnya dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam itu sendiri, diantaranya: Pertama, Diri sendiri. Rasa ingin tahu yang tercipta membuat dorongan semangat belajar yang sangat tinggi. Sehingga akan berpengaruh terhadap proses maupun hasil pembelajaran. Kedua, Orang tua. Apabila seorang anak senantiasa mengingat kedua orang tua, maka rintangan besar apapun akan dilaluinya. Hal tersebut yang menjadi keyakinan peneliti sendiri. Sebaaimana telah jelas Allah swt. untuk senantiasa mengabdikan dirinya kepada kedua orang tua kita. Meskipun tidak terkecuali bagi mereka yang memiliki orang 81 tua berbeda keyakinan. Sikap hormat dan sayang haruslah tetap dicurahkan kepada kedua orang tua kita. Ketiga, Lingkungan sekitarnya. Lingkungan menjadi salah satu dari tri pusat pendidikan. Lingkungan yang dimaksud sebagai sekolah juga masyarakat di sekitarnya. Telah banyak teori juga yang menyatakan bahwa lingkungan dapat mempengaruhi pembelajaran khususnya dalam minat. Kondisi lingkungan yang tercipta dengan positif, tentunya akan memberikan dampak yang positif bagi kita sendiri. b. Pendidik atau Ustadz Sebagaimana kita ketahui, guru dalam Pendidikan Islam menurut Tafsir (2014: 74) adalah sama dengan teori pada umumnya yakni siapa saja yag bertanggung jawab terhadap perkembangan anak didik. Guru di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia secara kuantitas saat ini sudah mencukupi kebutuhan pembelajaran (Chalid, 2017: 8). Sedangkan secara kualitas, guru di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia juga sudah sangat bagus. Sebagaimana dipaparkan oleh Nisa (2017: 8) bahwa pendidik pembelajaran didatangkan dari ahlinya. Seperti pendidik Bahasa Arab dan Hadist langsung dari Mesir dan Sudan, pendidik al-Qur‟an adalah seorang Hafidz, dan untuk pelajaran lainnya juga ahlinya semua. Selain itu, guru di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia telah memiliki kompetensi paedagogik. Hal iniditunjukkan melalui sikap dalam pembelajaran ustadz memberi kenyamanan kepada santri, bahkan dirasakan seperti ayah sendiri (Nisa 2017: 8). Selain itu, kesabaran yang luar biasa juga dimiliki oleh ustadz (Hidayah, 2017: 8). Kompetensi paedagogik telah tertanam kuat dalam pembelajaran khususnya. Sehingga kenyamanan sangat dirasakan oleh santri sebagai peserta didik ketika belajar bersama ustadz-ustadznya. Kenyamanan tersebut, terlihat juga pada saat peneliti melakukan observasi pembelajaran di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia. Ustadz sangat ramah dan supel dalam membina dan mendidik santri. Ustadz juga sangat akrab kepada santri baik pada saat pemeblajaran maupun di luar jam pembelajaran. Saat bertemu di luar kelas misalnya, dengan nada tidak serius ustadz menyapa dengan salam dan menanyakan kabar serta lainnya. Secara spontanitas ustadz dapat memberikan nasihat maupun motivasi kepada santri meskipun tidak sedang dalam ruang kelas. Kemudian, terkait kompetensi lainnya seperti personal dan sosial juga telah tampak nyata dimiliki oleh ustadz di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia. Hal tersebut dapat kita ketahui dari hasil wawancara peneliti dengan beberapa ustadz di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia. Berikut akan dikemukakan secara rinci hasil wawancara tersebut: Ustadz Idham Chalid dikenal selain sebagai pendidik/ asatidz, juga sebagai pengasuh di bawah pimpinan pesantren yakni Ust. Nababan di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia. Beliau mempunyai peran yang cukup besar dalam menunjang laju perjalanan pendidikan pondok pesantren. Lama pengabdian beliau terhadap pesantren sudah berkisar kurang lebih 7 tahun atau sekitar tahun 2010 lalu hingga 82 sekarang (Chalid, 2017: 1). Hal yang melatar belakangi beliau mengajar dan mengabdi di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia berawal dari sebuah cerita yang cukup panjang. Kecintaan beliau terhadap al-Qur‟an-lah yang mendorong pengabdian beliau terhadap pesantren ini. Niat untuk terus belajar dan menghafalkan kalam ilahi yang kemudian membuat dirinya bermanfaat dengan menjadi pendidik bagi orang lain, khususnya santri mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan anNaba Center Indonesia (Chalid, 2017: 2). Bertahun-tahun menjadi pendidik dan pengasuh di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia, telah banyak pengalaman yang dilaluinya. Tidak hanya suka, duka dalam mendidik dan mengasuh santrisantri mualafpun dialaminya. Meskipun begitu, berkat kesabaran dan keikhlasan beliau terhadap santri-santri mualaf, rasa duka yang ada terkikis habis oleh pengalaman-pengalaman bahagia bersama santri-santri mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia. Berdasarkan wawancara dengan beliau, terdapat beberapa pengalaman suka dan duka yang dialaminya selama mengajar di pesantren ini. Beberapa suka yang dirasakannya adalah iman mualaf. Betapa iman menjadi sumber kebahagian yang luar biasa bagi kita saudara sesama muslim. Bisa dibayangkan bagaimana rasa penuh haru menyelimuti setiap prosesi pelafalan dua kalimat syahadat oleh para mualaf. Bahkan, bisa dipastikan air mata selalu menjadi saksi atas momentum yang luar biasa tersebut. Hal tersebut, ternyata dirasakan pula oleh Ustadz Idham Chalid. Tidak hanya satu atau dua kali beliau menyaksikan momentum berharga seperti itu. Rasa bahagianya tidak akan bisa ditukar dengan apapun, kecuali syukur kehadirat Allah swt. (Chalid, 2017: 3). Selain itu, Kondisi intervensi dan intimidasi memang kerap menimpa mualaf, sehingga ulur tangan serta kasih sayang sesama muslim lainnya sangatlah diperlukan. Dalam artian, memaknai kata saudara bukanlah harus dari rahim atau darah yang sama. Lebih dari itu, satu keimanan terhadap Allah Yang Maha Esa merupakan makna yang lebih khusus untuk diimplementasikan dalam memaknai kata saudara di kehidupan sehari-hari. Sebagaimana kita tahu, mereka (mualaf) telah rela melepaskan segala nya seperti keluarga, harta benda –dalam kondisi secara umum, namun tidak semua mualaf harus meninggalkan keluarga dan harta benda pada awal keislamannya–, kebiasaan hidup, dan lain sebagainya. Alasan itu juga yang membuat Ustadz Idham Chalid tidak ada hentinya mengucapkan syukur dan bahagianya terhadap saudara barunya yakni mualaf saat mengucap kedua kalimat syahadat tersebut (Chalid, 2017: 3). Tidak hanya suka yang diarasakan, dukapun ikut hadir dalam proses pembelajaran dan pembinaan mualaf di pesantren ini, diantaranya susahnya merubah karakter mualaf dan mengajari mualaf (Chalid, 2017: 3). Merubah karakter memang merupakan tantangan yang cukup berat. Tidak bagi membina mualaf saja. Hal ini dialami juga oleh semua pendidik dalam merubah karakter peserta didiknya. Tentunya perubahan yang dimaksud adalah perubahan menuju hal positif. Bagi ustadz Idham Chalid, merubah karakter mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia, memang memerlukan waktu dan proses yang mendalam. Ilmu 83 yang ditanamkan kepada santri mualaf diberikan secara mendalam, komprehensif dan ikhlas, untuk kemudian santri mualaf dapat memaknai kehidupan yang positif dengan ilmu yang didapatkannya. Perubahan positif dari para santri mualaf merupakan hal yang menjadi tujuan adanya pesantren ini didirikan. Selain itu, memberikan pembelajaran dan pembinaan kepada seseorag yang dimulai dari nol, memang perlu kerja yang ekstra dan penuh kesabaran. Keihklasan juga menjadi kunci keberhasilan pembelajaran dan pembinaan tersebut. Sebagaimana kita tahu, mualaf memang sangat awam dengan apapun terkait Islam. Tekad dan semangat para santri mualaf dalam belajar memahami, mendalami dan menerepakan nilai-nilai Islam sangat memerlukan pengorbanan segalanya. Perlu waktu dan proses yang cukup dalam merubah paradigma, kebiasaan dan segala kehidupannya. Bahkan menjadi kebahagiaan yang tiada mendalam bagi pendidik, sebagiamana diungkapkan oleh Ustadz Idham Chalid pada saat santri mualaf yang dari nol tersebut, dapat menunjukkan keberhasilannya dalam belajar. Terlebih pada saat peserta didik mampu memberikan insiprasi bagi masyarakat lainnya. Selain Ustadz Idham Chalid, wawancara juga dilakukan dengan Ustadz Abdul Aziz Laia (Lianus Laia) yang sebelumnya juga seorang mualaf dan lulusan pertama Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia, kemudian mengabdikan dirinya sebagai pendidik bagi santri mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia ini. Beliau menempuh pendidikan di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia sebagai snatri selama 5 tahun dan kemudian aktif mengajar di pesantren ini hingga sekarang kurang lebih sduah 4 tahun dari tahun 2012 (Laia, 2017: 1). Latar belakang Ustadz Laia mengajar santri mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia kurang lebih memiliki dua alasan, yakni Pertama, karena pesantren ini santrinya mualaf, sehingga lebih tepat untuk memadukan antara ilmu yang dipelajari dengan pengalaman pribadinya, seperti ilmu perbandingan agama. Kedua, karena ingin mengabdi kepada pesantren dan kepada gurunya selama ini yakni Ustadz Syamsul Arifin Nababan (Laia, 2017: 2). Selama proses pembelajaran tentunya terdapat suka dan duka yang diarasakan Ustadz Abdul Laia. Hal ini tidak jauh berbeda dengan apa yang dirasakan oleh Ustadz Idham Chalid yaitu dalam mengajarkan mualaf dan perubahan karakter mualaf. Menurutnya, mengajar mualaf itu berbeda dengan notabene santri lainnya, sehingga harus pandai menarik ulur mualaf. Selain itu, karakter jahiliyyah mualaf masih sering muncul seperti rasa malas yang luar biasa dan kemauan tinggi yang kurang. Menurutnya, malasnya itu berbeda dengan malasnya orang Islam (Laia, 2017: 3). Berdasarkan paparan hasil wawancara di atas, dapat kita ketahui bahwa ustadz di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia telah memiliki dua kompetensi lainnya yakni personal dan profesional. Beberapa kompetensi personal yang dapat kita ambil dari hasil wawancara dengan ustadz di atas diantaranya: Pertama, pengabdian. Di mana seorang ustadz mengabdikan sebagai wujud dedikasi diri sepenuhnya kepada Kyai sebagai gurunya ustadz. Rasa 84 ta‟dhim dan tawadhu‟ sangat tampak dalam diri ustadz. Sehingga sebagai teladan, tentulah pembinaan karakter dirinya harus dapat menjadi contoh nyata bagi santrinya. Sebagaimana kita ketahui juga, bahwa seorang guru haruslah dapat menjadi tauladan bagi siswanya. Hal ini tertulis dalam firman Allah swt. QS. al-Ahzab ayat 21 yang berbunyi: Artinya: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan Dia banyak menyebut Allah.” Bahkan Rasulullah saw. sebagaimana dijelaskan dalam ayat di atas, memiliki karakter yang luar biasa kuat dan berkualitas, sehingga dalam membina, mendidik dan mendakwahkan Islam dapat menjadi teladan yang sempurna bagi umat Islam (Uhbiyati, 1997: 117). Kedua, pengembangan diri. Ustadz di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia selalu ingin melatih kemampuan dirinya khususnya dalma bidang keilmuannya. Bahkan telah terlihat dari niat awal masuk dan mengabdikan diri di pesantren yakni untuk terus menghafal dan belajar. Selain itu, pengembangan diri tersebut juga untuk kemudian dapat memberikan manfaat kepada orang lain, khusus santri mualaf sesuai bidang keilmuannya. Sebagaimana kita ketahui bahwa guru sejati adalah orang yang tidak akan pernah berhenti belajar, maka dengan meminjam kalimat dari seorang Profesor kita yakni Prof. Komaruddin Hidayat yang dikutip dalam Kompasiana oleh Wahyudi (2011: 1) bahwa “guru yang malas belajar sebaiknya tidak boleh mengajar.” Ketiga, kesabaran. Kesabaran dalam membimbing, membina dan mendidik sangatlah diperlukan bagi seorang pendidik. Menurut ..... Ustadz di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia juga harus memiliki kesabaran, bahkan yang ekstra dalam membina, membimbing dan mendidik santri mualaf. Seorang mualaf pastilah memiliki watak kafir. Sehingga merubah watak tersebut tidaklah mudah. Terlebih lagi di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia, mayoritas santri berasal dari daerah yang berwatak keras. Selain itu juga, seorang pendidik di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia haruslah membina, membimbing dan mendidik santri yang sama sekali belum mengenal Islam sama sekali. Sehingga apabila dikaitkan dengan teori filsafat pendidikan, bahwa santri mualaf seperti tabularasa. Teori ini merupakan teori John Locke, dalam Sardiman (2003: 97-98) menyebutkan bahwa jiwa sesorang bagaikan kertas putih. Kertas putih ini kmeudian akan mendapatkan coretan atau tulisan dari luar. Terserah kepada unsur dari luar yang akan menulis, mau ditulisi merah atau hijau, dsb. 85 Selanjutnya, dari aspek kompetensi sosial juga telah dimiliki oleh ustadz. Beberapa kompetensi sosial yang dapat kita gambarkan dari hasil wawancara yaitu diataranya: Pertama, kepedulian terhadap kondisi mualaf. Ustadz di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia sangatlah mempedulikan kondisi mualaf umumnya, khususnya santri mualaf yang dibenci, diintervensi atau bahkan diintimidasi baik oleh keluarganya maupun lainnya. Hal ini juga banyak dirasakan oleh santri mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia sendiri. Seperti yang dialami oleh Ustadz Abdul Aziz Laia (Nababan, 2015: 215, 221), Ustadz Ali Akbar (Nababan, 2015: 16-18), Annas Mansur Zebua (Nababan, 2015: 46). Kedua, Kepedulian terhadap iman dan Islam sesama muslim. Hal ini ditunjukkan jelas terhadap rasa bahagia kala melihat prosesi keislaman. Pada saat mengucap dua kalimat syahadat, iman dan Islam mualaf adalah hal yang paling berharga. Terakhir, kepedulian penuh terhadap pembinaan karakter sesama muslim, khususnya mualaf. Tidak terlepas bagaimanapun susah dan rintangan yang ada dalam membina karakter mualaf, namun tetap harus dijalaninya selain sebagai wujud pengabdian, kewajiban sebagai guru juga sebagai sesama muslim. Paparan di atas sesuai dengan teori bahwa seorang guru, memang sudah selayaknya memiliki 4 kompetensi inti yang tertuang dalam UU. No. 14 tahun 2005 dalam Nuraida (2010: 14-21), yakni meliputi kompetensi Personal, Paedagogik, Profesional dan Sosial. Sesuai dengan pemaparan di atas, kompetensi Profesional telah tampak dimiliki oleh Ustadz-Ustadz di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia. Dengan demikian, pendidik di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia menjadi sangat mendukung adanya proses pembelajaran. Kepemilikan terhadap empat kompetensi inti guru yang ada menjadi hal penguat terhadap adanay dukungan tersebut. c. Fasilitas Terlepas dari mewah atau tidaknya fasilitas, unsur ada dapat menjadi dukungan terhadap suatu proses pembelajaran. Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia mempunyai fasilitas-fasilitas yang menunjang pembelajaran santri. Fasiltas tersebut dapat berupa dukungan langsung terhadap pembelajaran seperti perpusatakaan dan internet, atau dukungan yang bersifat tidak langsung terhadap pembelajaran seperti uang saku snatri, motor, keperluan sehari-hari dan lain sebagainya (Nisa, 2017: 8; Zebua, 2017: 8; Laia, 2017: 8; Hidayah, 2017: 8) Hal tersebut di atas sesuai dengan teori sebagaimana dikemukakan oleh Tafsir (2014: 90-91), bahwa fasilitas dalam pembelajaran itu snagatlah penting. Fasilitas tersebut sebagai pendukung pembelajaran yang ada. Seperti halnya banyak sekali kesulitan terhadap konsep pengetahuan yang harus dipelajari peserta didik, bahkan tidak mungkin dipahami tanpa adanya bantuan alat pelajaran. Alat pelajaran sendiri merupakan bagian dari fasilitas pembelajaran. Dengan demikian, fasilitas yang cukup ini dapat memberi dukungan pembelajaran, baik bagi ketersediaan sarana prasarana maupun semangat belajar santri itu sendiri. 86 d. Dana Adanya dana memang menjadi faktor yang tergolong cukup sensitif. Namun sebagai adanya sebuah lembaga, hal tersebut termasuk hal inti dari pergerakan sebuah lembaga. Disadari atau tidak, adanya dan alokasi dana yang mencukupi dan sesuai tentu memberikan pengaruh terhadap pesat atau tidaknya laju sebuah lembaga. Ditegaskan oleh Tafsir (2014: 90) bahwa “dalam sistem pendidikan, aspek dana atau pembiayaan dapat dimasukkan ke dalam aspek alat.” Tidak terkecuali di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia. Sebagaimana dikemukakan oleh Ustadz Chalid (2017: 8) bahwa, “...dana bisa menjadi dua, yakni dapat menjadi faktor pendukung atau penghambat. Ketika dana itu ada, maka bisa sangat mendukung berjalannya program ini....” Sebagaimana juga dikemukakan oleh (Tasir 2014: 96-97) bahwa sekolah memerlukan dana. Dana tersebut dialokasikan untuk berbagai keperluan seperti pengadaan alat-alat, gaji guru dan karyawan dan pemeliharaan alat-alat. Ditegaskan kembali oleh Tafsir (2014: 98) bahwa “peningkatan mutu sekolah memerlukan sekurang-kurangnya dua syarat yakni penguasaan teori pendidikan yang modern dan ketersediaan dana yang cukup. Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia dapat meningkatkan mutu pembinaan dan pembelajarannya, memang sanga erat berkaitan dengan adanya dana. Selain faktor-faktor pendukung yang dikemukakan di atas , terdapat pula faktor penghambata pembelajaran di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan anNaba Center Indonesia. Adapun beberapa faktor penghambat pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia adalah sebagai berikut: a. Peserta didik/ santri Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, bahwa santri dapat menjadi faktor pendukung pembelajaran. Namun, dapat juga menjadi faktor hambatan dalam pembelajaran. Menurut Ustadz Chalid (2017: 8), “karena disini adalah pendidikan yang lintas usia....” dalam hal ini, proses pembelajaran mendapatkan sebuah hambatan karena adanya lintas usia santri itu sendiri. Perbedaan usia tersebut memerlukan ketepatan metode dan pendekatan pembelajaran. Sehingga esensi dari pembelajaran dapat tersalurkan kepada santri. Sedangkan dari sisi santri itu sendiri, terdapat beberapa hal yang dirasakannya dalam hambatan pembelajaran, diantaranya: Menurut Zebua (2017: 8), “...kalau yang menghambat itu diri sendiri, seperti kadang suka malas. Kalau dari pesantren tidak ada yang menghambat.” Pendapat Zebua dipertegas kembali oleh ustadz Laia (2017: 8), bahwa menurutnya “kalau dalam pembelajaran, yang menghambat itu semangat belajar anak-anak yang naik turun. Jadi, guru harus benar-benar memberikan dorongan semangat kepada mereka.” Sedangkan menurut Nisa (2017: 8), “...bagi saya pribadi sih gak ada kendala, mungkin hambatan itu efeknya ke keluarga. Seperti jarang sekali bisa berkomunikasi dengan keluarga. Tapi semua santri memiliki pengalaman-pengalaman yang 87 berbeda.” Selain itu, Hidayah (2017: 8), mengemukakan pendapatnya bahwa “...yang menghambat itu adalah diri saya sendiri. Seperti rasa malas, susah menghafal dan lain sebagainya.” Berdasarkan paparan tersebut, dapat dipahami bahwa terdapat beberapa poin yang menjadi hambatan pembelajaran pada aspek peserta didik/ santrinya yaitu: 1) perbedaan usia; 2) semangat diri sendiri; dan 3) efek komunikasi keluarga. b. Pendidik/ ustadz Sebagaimana telah dikemuakkan sebelumnya juga, bahwa pendidik atau guru adalah tombak keberhasilan pembelajaran (sumber). Namun, di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia adanya guru juga memiliki hambatan-hambatan. Hambatan ini lebih banyak kepada proses pencarian guru itu sendiri. Namun dalam pembelajaran yang dirasakan oleh santri hingga saat ini tidak ada. Dipaparkan oleh Nisa (2017: 8), “...kalau kendala dalam pembelajaran, terkait dengan jadwal pembelajaran. Karena tidak mudah mencari guru yang all out membina kami seperti bersedia stay di sini. Jadi, terkadang kita ingin belajar semuanya, cuman karena terbatas juga....” Pesantren memang membutuhkan pendidik yang bersedia tinggal di pesantren. Meskipun tidak tinggal, namun dapat menyerahkan waktu dan perhatiannya yang cukup banyak kepada pesantren. Sehingga, dalam mencari pendidik di pesantren aspek jarak menjadi hal utama. Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia memerlukan pendidik yang berkualitas dalam bidangnya, sehingga perlu kriteria khusus dalam perekrutannya. Selain itu, waktu dan perhatian pendidik kepada pesnatren khususnya santri menjadi hal utama yang dipertimbangkan. Pemaparan Nisa di atas, sangat berkaitan erat juga dengan jadwal kegiatan yang akan dipaparkan selanjutnya. c. Jadwal Jadwal kegiatan santri cukuplah padat. Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa santri di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia selain belajar di pesantren, juga belajar di luar pesantren. Usia yang berbeda pula membuat perbedaan tingkat kelas di sekolah formalnya. Ada yang berstatus SMP, SMA, ataupun kuliah. Sehingga perbedaan jadwal kegiatan sangatlah berdampak kepada proses pembelajaran di pesantren. Selain itu, keinginan santri untuk belajar Pendidikan Agama Islam pada materi-materi lainnya juga belum dapat tersalurkan sepenuhnya. Sebagaimana telah dikemukakan pada wawancara sebelumnya, bahwa dalam mencari guru yang bersedia tinggal dan menyerahkan waktunya kepada pesantren sangatlah susah. Sehingga keinginan untuk belajar dengan materimateri lainnya menjadi terbatas. Lebih lanjut, Nisa (2017: 8) memaparkan bahwa, “...kadang juga ketika ustadz ada tugas dakwah yang tidak bisa ditinggalkan, kita harus pandai-pandai mengatur jadwal. Tapi, hampir semua tidak ada kendalanya.....” Selain dari keterbatasan jadwal karena guru yang minim kemauan tinggal di pesantren, pendidik yang telah ada di pesantrenpun tentu memiliki 88 jadwal di luar pesantren. Mengingat pendidik di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia selain berkewajiban sebagai pendidik bagi santri mualaf di pesantren, juga berkewajiban kepada umat muslim lainnya. Tugas dakwah di luar pesantren terkadang menjadi hal yang membuat proses pembelajaran tertunda. Meskipun begitu, santri di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia telah dapat memanfaatkan waktunya dengan baik dan bijak. Berdasarkan hasil observasi juga, pada saat jam pelajaran namun pendidik berhalangan hadir, santri secara mandiri dan/atau bekerjasama saling mengisi dengan belajar bersama, muraja‟ah bersama, ataupun belajar sendiri. Terkadang juga santri menghafalkan atau melafalkan al-Qur‟an masing-masing. Selain itu, konfirmasi perpindahan jadwal pembelajaran juga dilakukan oleh ustadz dan santri. Sehingga pada jam lainnya, di mana santri tidak sedang belajar materi lainnya dapat di isi oleh ustadz yang berhalangan hadir sebelumnya. d. Dana Faktor adanya dana sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa dapat menjadi faktor pendukung dan penghambat pembelajaran di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia ini. Menurut Ustadz Chalid (2017: 8) bahwa sebagaimana telah dikemukakan dalam pembahasan tentang dana pada faktor pendukung pembelajaran di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia, bahwa cukupnya dana dapat meningkatkan mutu pendidikan. Terlebih lagi Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia memberikan pendidikan secara gratis baik di pesantren maupun di luar pesantren (pendidikan formal dari SD hingga Kuliah) kepada seluruh santri. Bahkan tidak hanya biaya pendidikan, biaya kehidupan sehari-hari juga ditanggung oleh pihak pesnatren. Hambatan yang ditimbulkan adanya dana ini sangat berkaitan dengan adanya donatur. Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia belum memiliki donatur tetap bagi pesantren. Sehingga manajemen keuangan haruslah benar-benar diperhatikan dan diatur sedemikian rupa. Selain donatur tetap, unit kerja mandiri juga menjadi pertimbangan pesantren dalam mengembangkan dana pesantren. Hal tersebut bertujuan agar pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia dapat secara mandiri terbina dan terlaksana selalu dengan baik. 3. Implikasi Pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi Mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia Implikasi tentu sangat berkitan erat dengan adanya sebuah implementasi. Implementasi yang ditentukan oleh berbagai faktor, akan dapat memberikan pengaruh positif atau negatif sebagai hasil dari pelakasanaannya. Pengaruh ini merupakan apa yang dirasakan oleh dirinya maupun orang lain setelah melaksanakan sesuatu. Dalam hal ini dikhususkan setelah melaksanakan pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi santri mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia. Beberapa implikasi pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi santri mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia 89 terdiri dari beberapa hal yaitu: a) perubahan karakter; b) militansi Islam; c) Juru dakwah Islam; d) hafalan al-Qur‟an; dan e) semakin cinta al-Qur‟an; f) lebih mengenal hakikat Tuhan dan Islam; dan g) semakin percaya diri dan berani mengakui keislaman dirinya (Chalid, 2017: 9; Laia, 2017: 9; Nisa, 2017: 10; Zebua, 2017: 10; Hidayah, 2017: 10). Implikasi tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia cukup efektif. Tujuan utama dalam pembelajaran yakni menjadikan kader dakwah dapat dicapai. Telebih dari itu, budaya Qur‟ani yang diciptakan di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia memberikan dampak yang positif juga terhadap kecintaan santri terhadap al-Qur‟an semakin meningkat dan kuat. Selain itu, Islam merupakan agama yang dapat santri banggakan dimanapun dan dalam keadaan apapun. Selanjutnya, agar dapat mendapatkan implikasi yang positif dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam, santri sendiri mempunyai beberapa cara khusus. Cara khusus tersebut digunakan sebagai wujud usaha pribadi dalam meningkatkan kualitas pemahaman dan penerapan keislamannya sebagai santri di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia. Cara khusus tersebut diantaranya membuat schedule kegiatan (Nisa, 2017: 9), fokus perubahan diri seperti merubah diri menjadi pribadi yang lebih lembut (Zebua, 2017: 9), muraja‟ah, do‟a, niat dan silaturrahim ke masyarakat sekitar (Hidayah, 2017: 9). Berdasarkan kedua cara tersebut, tampaknya memiliki sudut pandang yang berbeda sehingga menghasilkan cara yang berbeda pula. Apabila Nisa lebih memfokuskan kepada jadwal yang terstruktur dan penuh manfaat, sedangkan Zebua memfokuskan kepada perubahan sikap dirinya. Sedangkan cara khusus yang dikemukakan oleh Hidayah tersebut cukup kompleks meliputi usaha dari hati yakni niat, kemudian diikuti usaha secara lisan yakni dengan do‟a dan muraja‟ah, serta usaha dengan sikap yakni dengan silaturrahim ke masyarakat sekitarnya. Cara-cara tersebut merupakan cara yang positif dan perlu komitmen yang kuat dalam pelaksanaannya. Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia telah menetapkan indikator-indikator kebehasilan santri selama menempuh pembelajaran di pesantren ini. Indikator-indikator ini juga berhubungan erat dari dampak yang dirasakan baik oleh santri maupun ustadz terhadap santri tersebut. Meskipun kelulusan santri cenderung lebih ditentukan oleh keridhaan kyai sebagi pengasuh utama di pesantren, namun secara garis besar dapat dikemukakan bahwa santri telah siap untuk dikirimkan ke kampung halamannya kembali dan melaksanakan dakwah di sana apabila telah menyelesaikan masa studi pendidikan formalnya dan telah menempuh pendidikan agama Islam secara khusus di pesantren kurang lebih minimal selama 3 – 4 tahun (Chalid, 2017: th; Laia, 2017: th; Nisa, 2017: th). Lama pendidikan tersebut telah dianggap cukup matang baik dalam kognitif, afektif maupun psikomotoriknya. Sehingga telah dianggap mampu untuk mendakwahkan Islam kepada umat lainnya. Sepanjang perjalanan Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia telah banyak menghasilkan lulusan yang sudah banyak sekali. Beberapa lulusan Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia telah menjadi juru dakwah yang cukup tersohor di kalangannya. 90 Berdasarkan hasil wawancara dengan Ustadz Laia (2017: th) dan Nisa (2017: th) diantaranya: a) Ustadz Abdul Aziz Laia; b) Ustadz Ali Akbar; c) Ustadz Ridhwan Mantero; d) Ustadz Idham Chalid; e) Mohammad Orlando; Hamzah Dasifa; Muhammad Amiruddin. Beberapa lulusan lainnya banyak yang bekerja di perusahaan dan lain sebagainya. Berdasarkan paparan temuan penelitian di atas, berikut akan disajikan bagan 4.1 tentang temuan penelitian. 91 Gambar 4.3 Pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi Mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An-Naba Center Indonesia (Sumber: Hasil penelitian, 2017). Sumber: Syarifah, 2017. S A N T R I K A D E R Pembelajaran di luar Pesantren Evaluasi (Tanpa Raport) Pembinaan M U A L A F D A K W A H Pembelajaran di dalam Pesantren (Pend. Lintas Usia) Kyai & Ustadz - Pendekatan Kristologi - Pendekatan Scientific ASPEK-ASPEK PEMBELAJARAN PAI TUJUAN Pengenalan Islam Penguatan Iman Pengarahan dakwah Penghafal al-Qur‟an MATERI METODE MEDIA Pengetahuan Aqidah, Akhlak, al-Qur‟an, Hadist, Fiqh, Sirah Nabawiyah, Bahasa Arab ilmu Kristologi Talaqqi, Sorogan,Tilawat i, Halaqah, Hafalan, Muhadasah, Ceramah, Demonstrasi, Bimbingan teman sejawat, Diskusi, Drill, Penugasan, Pengulangan, Inkuiri, Tanya jawab Audio Ceramah, Speaker, Tahfidz Visual Peraga, Tilawati, Buku, Papan Tulis Au-Vis Video Multimedia Laptop(ppt), Internet Pengembangan Diri Muhadharah EVALUASI Harian (langsung dan PR) Bulanan (per bab/ judul dengan lisan/tulis) Tahunan Musabaqah 92 Kerangka hasil di atas, menunjukkan bahwa pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi kaum mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An-Naba Center Indonesia cukup menarik. Pembelajaran bagi santri mualaf dilaksanakan dengan melaksanakan pembelajaran di dalam pesantren (non formal) dan di luar pesantren (formal). Pembelajaran di dalam pesantren yang bersifat non-formal tersebut dilaksanakan dengan menggunakan konsep pendidikan lintas usia. Sedangkan pendekatan yang khas dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam adalah pendekatan kristologi dan scientific. Pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An-Naba Center Indonesia terlaksana dengan mengembangkan aspekaspek pembelajaran yang cukup variatif. Dimulai dari tujuan pembelajaran yakni pengenalan Islam, penguatan iman, pengarahan dakwah dan penghafal al-Qur‟an. Kemudian, aspek materi pmebelajaran meliputi pengetahuan dan pengembangan diri. Metode yang digunakan merupakan kombinasi antara metode pembelajaran Pendidikan Agama Islam di sekolah dan pesantren. Media yang digunakan juga mencakup taksonomi media yang meliputi audio, visual, audio visual dan multimedia. Sedangkan evaluasi yang digunakan yaitu bersifat harian, bulanan dan tahunan. Meskipun demikian, pembelajaran yang dilaksanakan tidak menggunakan raport. BAB V KESIMPULAN DAN SARAN Berdasarkan pembahasan sebelumnya, maka dapat diambil kesimpulan dan saran sebagai berikut. A. Kesimpulan Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia merupakan lembaga non formal yang melaksanakan pembinaan bagi santri yang berstatus mualaf. Pembinaan tersebut dilaksanakan dengan memberikan bantuan biaya kepada santri untuk menempuh pendidikan formal di luar pesantren dan pendidikan non formal di dalam pesantren. Secara umum, pembelajaran dalam pendidikan formal maupun non formal yang ditempuh santri sama seperti lainnya. Namun terdapat perbedaan dalam pembelajaran di pesantren yaitu sebagai berikut: Pertama, pendidikan dilaksanakan dengan konsep pendidikan lintas usia. Kedua, tujuan pembelajaran di pesantren selain penguatan iman, juga kaderisasi juru dakwah Islam. Ketiga, materi pembelajaran bersifat dasar. Materi aqidah dan alQur‟an mendapat porsi lebih besar dibanding materi lainnya. Selain itu, terdapat tambahan materi ilmu kristologi dan muhadharah. Keempat, metode pembelajaran memadupadankan metode pembelajaran dalam pendidikan formal dan non formal. Kelima, pendekatan pembelajaran mengkombinasikan pendekatan religus melalui pendekatan kristologi dan pendekatan scientific. Kelima, evaluasi dilaksanakan tanpa report tertulis ataupun rapor. Sedangkan kriteria kelulusan merupakan hak prerogatif kyai dengan standar persyaratan umum bahwa santri telah menempuh pendidikan di pesantren minimal selama 3 – 4 tahun. Pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia memiliki faktor pendukung dan penghambat yang beragam. Faktor pendukung tersebut meliputi: 1) Santri memiliki minat belajar yang tinggi; 2) Ustadz memenuhi kriteria kompetensi guru; 3) Fasilitas lengkap dan memadai; 4) Dana mencukupi pada saat membutuhkan. Kemudian faktor penghambat meliputi: 1) Santri berbeda usia dalam satu kelas dan semangat belajar yang kurang konsisten; 2) Ustadz yang bersedia all-out untuk santri sulit didapatkan; 3) jadwal kegiatan mengikuti jadwal ustadz; dan 4) dana terbatas karena belum adanya donatur tetap dan Unit Usaha Mandiri. Implikasi yang dirasakan mualaf dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia yaitu: 1) perubahan karakter; 2) militansi Islam; 3) Juru dakwah Islam; 4) hafalan alQur‟an; 5) semakin cinta al-Qur‟an; 6) lebih mengenal hakikat Tuhan dan Islam; dan 7) semakin percaya diri dan berani mengakui keislaman dirinya. B. Saran Berdasarkan kesimpulan di atas, beberapa saran dapat dikemukakan sebagai berikut: Bagi kyai dan ustadz, saran secara umum yaitu diharapkan untuk mengembangkan dan mengorganisir desain pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi mualaf meliputi tujuan, materi, metode, media dan evaluasi, sehingga dapat menjadi model pembelajaran mualaf bagi lembaga lainnya. Saran khusus yaitu 93 94 diharapkan untuk menambahkan materi pembelajaran baik bersifat pengetahuan maupun pengembangan diri seperti Bahasa Inggris, enterpreunership dan lain sebagainya. Selain itu, diharapkan untuk membuka program relawan untuk membantu dan/ atau mendampingi ustadz dalam melaksanakan pembelajaran, seperti dengan bekerjasama dengan organisasi mahasiswa, masyarakat dan lain sebagainya. Melalui program tersebut diharapkan dapat meningkatkan kualitas pembelajaran dan efektifitas pelaksanaan jadwal pembelajaran terkait. Terakhir, keterbatasan dana pesantren dalam mendukung pembelajaran dapat diatasi dengan mencari donatur tetap dan pendirian unit usaha mandiri. Bagi santri diharapkan dapat meningkatkan komitmen diri dalam belajar, meningkatkan rasa ingin tahu dan meningkatkan minat serta bakat yang dimiliki, sehingga tujuan yang diharapkan baik oleh kyai, ustadz, orang tua maupun diri santri sendiri dapat terwujud dengan sempurna. Selain itu, hendaknya senantiasa menjaga dan mengembangkan hafalan al-Qur‟an yang telah dimiliki, sehingga selain semakin bertambahnya iman, juga dapat menjadi pendakwah Islam yang senantiasa mengharumkan al-Qur‟an sepanjang zaman. Bagi pemerintah dan masyarakat diharapkan untuk andil memberikan dukungan terhadap program pembinaan mualaf baik dalam segi moril maupun materi. Selain bantuan dana, dukungan tersebut seperti kerjasama dalam bidang pendidikan formal santri, sehingga akses santri mualaf dalam meraih pendidikannya dapat secara mudah dan luas didapatkan sesuai bakat dan minatnya. Selain itu, kerjasama dalam penciptaan kondisi yang ramah, aman dan nyaman bagi mualaf, sehingga mualaf dapat secara nyaman, percaya diri dalam bergaul, dan merasakan nikmatnya menjadi muslim. DAFTAR PUSTAKA A. Buku 1. Bahasa Indonesia Alim, Muhammad. Pendidikan Agama Islam; Upaya Pembentukan Pemikiran dan Kepribadian Muslim. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya. 2011. Cet. 2. Amin, Samsul Munir Amin. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta. Amzah. 2010. Cet. 2. Anshari, Endang Saifuddin. Ilmu, Filsafat dan Agama. Surabaya. Bina Ilmu. 1983. Arifin, Anwar. Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta. Balai Pustaka. 2005. Arifin, Bambang Syamsul. Psikologi Agama. Bandung. Pustaka Setia. 2008. Arifin. Ilmu Pendidikan Islam; Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, Edisi Revisi. Jakarta. PT Bumi Aksara. 2003. Ath-Thabari, Abu Ja‟far Muhammad bin Jarir. Tafsir ath-Thabari (Terj. Jami’ al-Bayan an Ta’wil Ayi al-Qur’an). Jakarta. Pustaka Azzam. 2008. Ath-Thorabilisiy, Sayyid Husein Afandiy al-Jisr. Memperkokoh Akidah Islamiyah; dalam Perspektif Ahlusunnah wal Jamaah. Bandung. Pustaka Setia. 1999. Aziz, Ali. Edisi Revisi Ilmu Dakwah. Jakarta. Kencana Prenada Media Group. 2009. Cet. 2. Azra, Ayumardi. Pendidikan Islam,Tradisi dan Modernisasi Menuju Melinium Baru. Jakarta. Logos Wacana Ilmu. 2000. Azra, Azyumardi. Esai-Esai Intelektual Muslim Pendidikan Islam. Jakarta. Logos Wacana Ilmu. 1999. Bahjat, Ahmad. Akulah Tuhanmu. (Terj. Allah fi al-Aqidah al-Islamiyyah: Risalah Jadidah fi at-Tawhid). Bandung. Pustaka Hidayah. 2005. Daradjat, Zakiah. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta. PT Bumi Aksara. 2012. Cet. 10. Daulay, Haidar Putra. Historisitas dan Eksistensi Pesantren, Sekolah dan Madrasah. Yogyakarta. PT. Tiara Wacana. 2001. Daulay, Haidar Putra. Pendidikan Islam; Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia. Jakarta. Kencana. 2004. 95 96 Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta. PT Gramedia Pustaka Utama. 2016. Cet. 10. Edisi IV. Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren: Studi Atas Pandangan Hidup Kyai. Jakarta. LP3ES. 1992. Fajar, Malik. Visi Pembaruan Pendidikan Islam. Jakarta. Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Penyusunan Naskah Indonesia/ LP3NI. 1998. Fakih, Abdul Latif. Deklarasi Tauhid: Sebuah Akidah Pembebasan. Tangerang Selatan. Inbook. 2011. Haq, Hamka. Islam: Rahmah untuk Bangsa. Jakarta. RMBOOKS. Rakyat Merdeka Group. 2009. Hawi, Akmal. Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam. Jakarta. PT. RajaGrafindo Persada. 2013. Hawi, Akmal. Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam. Jakarta. Rajawali Pers. 2013. Hidayat. Bahasa Arab Qur’ani. Semarang. PT. Karya Toha Putra. 2008. Isma‟il, Duad Farid dan Abdul Hamid Mutawalli. Cara Mudah Belajar Filsafat. Jogjakarta. IRCiSoD. 2012. Ismail. Dinamikan Pesantren dan Madrasah. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. 2002. Jalaludddin. Psikologi Agama. Jakarta. Raja Grafindo Persada. 2005. Jamil, M. Akhlak Tasawuf. Ciputat. Referensi. 2013. Cet. 1. Khalaf, Abdul Wahab. Ilmu Uhul Fiqih. Semarang. Dina Utama. 1994. Khon, Abdul Majid. Ulumul Hadis. Jakarta.Amzah. 2010. Cet. 4. Khosin. Tipologi Pesantren. Jakarta. Diva Pustaka. 2006. Lang, Jeffrey. Struggling to Surrender; Berjuang untuk Berserah (Pergulatan Sang Profesor Menemukan Iman). Jakarta. PT. Serambi Ilmu Semesta. 2008. Terj. Struggling to Surrender: Some Impressions of an American Convert to Islam. Maryland. Amana Publications. 1994. Madjid, Nurcholish. Islam: Doktrin dan Peradaban, Sebuah Telaah Kritis tentang Masalah Keimanan, Kemanusian, dan Kemodernan. Jakarta: Paramadina. 1992. 97 Madjid, Nurcholish. Islam Agama Kemanusiaan. Jakarta. Paramadina. 2003. Mahfud, Rois. Al-Islam; Pendidikan Agama Islam. Jakarta. Erlangga. 2011. Mahmud. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung. Pustaka Setia. 2011. Mahyuddin. Kuliah Akhlaq Tasawuf. Jakarta. Kalam Mulia. 2003. Cet. 5. Majid, Abdul dan Dian Andayani. Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi. Bandung. Remaja Rosdakarya. 2005. Cet. II. Majid, Abdul. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta. Kencana Prenada Media. 2006. Al-Maraghi, Musthafa. Terjemah Tafsir Al-Maraghi. Semarang. Toha Putra. 1987. Jilid 10. Mardia. Perencanaan Kurikulum PTKI (Teori dan Praktik). Yogyakarta. The Phinisi Press. 2015.Cet. 1. Marimba, Ahmad D. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung. Al-Ma‟arif. 1989. Cet. VIII. Mas‟ud, Abdurrahman. Menggagas Pendidikan Islam Non Dikotomik, Humanisme Religius Sebagai Paradima Pendidikan Islam. Yogyakarta. Gema Media. 2002. Mastuhu. Dinamika Sistem Pendidikan Pesnatren: Suatu Kajian Tentang Unsur dan Nilai Sistem Pendidikan Pesantren. Jakarta. INIS. 1994. Masyhud, Sulthon dan M. Khusnurdilo. Manajemen Pondok Pesantren. Jakarta. Diva Pustaka. 2005. Maula, Syekh M.A. Jadul. Great Stories of the Qur’an. Jakarta. Zaman. 2015. Megawangi, Ratna dkk. Pendidikan Holistik. Cisalak. Indonesia Heritage Foundation. 2013. Cet. 4. Minarti, Sri. Ilmu Pendidikan Islam; Fakta Teoritis-Filosofis & AplikatifNormatif. Jakarta. Amzah. 2013. Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung.PT.Remaja Rosdakarya. 2011. Al-Mubarakfuri, Syaikh Shafiyurrahma. Ar-Rahiq Nabawiyah (Ter.). Jakarta. Qisti Press. 2016. Cet. 4. al-Makhtum Sirah Muhaimin. Paradigma Pendidikan Islam; Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah. Bandung. PT Remaja Rosdakarya. 2012. Cet. 5. 98 Mulkan, Abdul Munir. Paradigma Intelektual Muslim, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam dan Dakwah. Yogyakarta. SIPRESS. 1993. Munadi, Yudhi. Media Pembelajaran. Jakarta. Gaung Persada Press. 2010. Mustofa, A. Akhlak Tasawuf. Bandung. CV. Pustaka Setia. 2010. Cet. 5. Nababan, Syamsul Arifin. Mengapa Kami Memilih Islam: Testimoni Para Santri Mualaf Yayasan an-Naba Center Indonesia. Jakarta. Pustaka Annaba Center Indonesia. 2015. Nasution, Harun. Ensiklopedi Islam di Indonesia. Jakarta. Depag. 1993. Jilid 2. Nasution, Harun. Islam ditinjau dari Beberapa Aspeknya. Jakarta. UI Press. 1979. Jilid 1. Nata, Abuddin. Filsafat Pendidikan Islam I. Jakarta. Logos Wacana Ilmu. 1997. Nata, Abudin. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta. Kencana Prenada Group. 2012. Cet. 2. Nuraida. Pendidikan Karakter untuk Guru. Ciputat. Islamic Research Publishing. 2010. O‟dea, Thomas F. Sosiologi Agama: suatu Pengenalan Awal (Terj. The Sociology of Religion). Jakarta. PT. RajaGrafindo Persada. 1995. Cet. 6. Al-Qaradhawi, Yusuf. Reposisi Islam (Terj. Al-Islam Kama Nu‟min Bih Dhawabith wa Malamih). Jakarta. Al-Mawardi Prima. 2001. Al-Qaththan, Syaikh Manna‟. Pengantar Studi Ilmu al-Qur’an. Jakarta. Pustaka al-Kautsar. 2010. Cet. 5. Al-Qurthubi, Syaikh Imam. Tafsir al-Qurthubi (Terj. Al-Jami’ li Ahkam alQur’an). Jakarta. Pustaka Azzam. 2008. Qomar, Mujamil. Pesantren dari Transformasi Demokratisasi Institusi. Jakarta. Erlangga. 2005. Metodologi Menuju Rahman, Fazlur. Islam, Ter. Ahsin Muhammad. Bandung. Pustaka.1984. Ramadlan, Abu H.F. Tarjamah Durrotun Nasihin. Surabaya. Mahkota. 1987. Sabiq, Sayyid. Terjemah Fiqih Sunnah. Bandung. Al-Ma'arif. 1994. Jilid 3. Sabri, M. Alisuf. Psikologi Pendidikan. Jakarta. Pedoman Ilmu Jaya. 2010. Cet. 4. 99 Saebani, Beni Ahmad dan Abdul Hamid. Ilmu Akhlak. Bandung. CV. Pustaka Setia. 2010. Cet. 1. Sajari, Dimyati. Mengenal Allah; Paham Ma’rifah Ibn ‘Athaillah dalam alHikam. Bandung. Fajar Media. 2012. Shaleh, Abdul Rachman. Pendidikan Agama dan Keagamaan; Visi, Misi dan Aksi. Jakarta. PT. Gemawindu Pancaperkasa. Cet. 1. 2000. Shaleh, Sonhaji (terj). Dinamika Pesantren, Kumpulan Makalah Seminar Internasional, The Role of Pesantren in Education and Community Development in Indonesia. Jakarta. P3M. 1988. Sholeh, Asrorun Ni‟am. Reorientasi Pendidikan Islam; Mengurai Relevansi Konsep al-Ghazali dalam Konteks Kekinian. Jakarta. eLSAS. 2006. Cet. 3. Siradj, Said Aqil (et.al).Pesantren Masa Depan, Wacana Pemberdayaan dan Transformasi Pesantren. Bandung. Pustaka Hidayah. 1999. Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif: Dilengkapi dengan Contoh Proposal dan Laporan Penelitian. Bandung. Alfabeta. 2005. Sukardi, H.M. Metodologi Penelitian Pendidikan Komptensi dan Praktiknya. Jakarta. Bumi Aksara. 2008. Sutrisno dan Suyatno. Pendidikan Islam di Era Peradaban Modern. Jakarta. Kencana. 2015. Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya. 2014. Cet. 11. Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan Dalam Prespektif Islam. Bandung. Remaja Rosdakarya. 2001. Tafsir, Ahmad. Materi Pendidikan Agama Islam. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya. 2009. Cet. IV. Tafsir, Ahmad. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya. 2007. Cet. 9. Tatang. Ilmu Pendidikan. Bandung. Pustaka Setia. 2012. Cet. 1 Tholkhah, Imam dan Ahmad Barizi. Membuka Jendela Pendidikan. Jakarta. PT. RajaGrafindo Persada. 2004. Thouless, Robert H. Pengantar Psikologi Agama (Terj.). Jakarta. RajaGrafindo Persada. 2000. 100 Tilaar, H.A.R. Manifeso Pendidikan Nasional; Tinjauan dari Perspektif Postmodernisme dan Studi Kultural. Jakarta. Kompas. 2005. Cet. 1. Uhbiyati, Nur. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung. CV. Pustaka Setia. 1997. Cet. 1. Usman, Moh. Uzer. Belajar Mengajar. Bandung. Remaja Rosdakarya. 1993. Wahid, Abdurrahman. Menggerakkan Tradisi, Esai-Esai Pesantren. Yogyakarta. LKIS Yogyakarta. 2001. Yasmadi. Modernisasi Pesantren: Kritikan Nurcholis Madjid Terhadap Pendidikan Islam Tradisional. Jakarta. Ciputat Press. 2002. Zarkasyi, Abdullah Syukri. Gontor & Pembaharuan Pendidikan Pesantren. Jakarta. PT. RajaGrafindo Persada. 2005. Zuhairini dkk. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta. Bumi Aksara. 2010. Cet. 10. 2. Bahasa Asing Al-„Amari, Abi Su‟ud Muhammad bin Muhammad. Tafsir Abi Su’ud. Beirut, Lebanon. tt. Juz. 3. Bulliet, Richard W. Conversion to Islam and Emergence of Muslim Society in Iran. Dalam Levtzion, Nehemia, (ed.), Conversion to Islam. New York. Holmes & Meier Publisher INC. 1979. Al-Ghazali. Ihya’ ulum al din. Beirut Dar el Fikr. 2016. James, William. The Varieties of Religious Experience. New York. The Macmillan Company. 1967. Jauhari, al-Hakim Syeikh Thodhowi. Al-Jawahir: Fi Tafsir al-Qur’anul Karim. Dar El Fikr. tt. Al-Khawarizmi, Abi Qasim J. Muhammad bin Umah az-Zamakhsyari. AlKasyaf. 1972. McGuire, Meredith B. Religion, the Social Context. Belmont. Wadsworth Thomson Learning. 2002. Sabiq, Syeikh Sayyid. Fiqh Sunnah. Kairo. 2011. Sharp, John dkk. Education Studies; an Issues-based approach. Southernhay East. Learning Matters Ltd. 2006. Taylor, Edward Burnett. Primitive Culture. London. John Murray, Albemarle Street. 1871. Vol. 1. 101 Tim Penyusun. Al-Muntakhab Fi Tafsir al-Qur’anul Karim. Arab. 1993. Winch, Christoper dan John Gingell. Philosophy of education; the key concepts second edition. New York. Routledge. 2008. B. Jurnal dan Prosiding 1. Bahasa Indonesia Hakim, Ramlah. Pola Pembinaan Muallaf Di Kabupaten Sidrap Provinsi Sulawesi Selatan (The Pattern of Muslim Convert Guidance in Sidrap Regency, South Sulawesi Province). Jurnal. Jurnal “Al-Qalam” Volume 19 Nomor 1 Juni 2013. Hasan, Muhammad. Inovasi dan Modernisasi Pendidikan Pondok Pesantren. Jurnal Sosial dan Budaya Keislaman. Vol. 23 No. 2. Desember 2015: 295305. Hermawan, Sigit. Aplikasi Dan Pengaruh Pemikiran Abraham Maslow Pada Manajemen Bisnis, Humanisme Dan Pembelajaran. Jurnal Akuntansi, Manajemen Bisnis Dan Sektor Publik (Jambsp). Vol. 5 No. 2 – Februari 2009. Hidayati, Sri. Problematika Pembinaan Muallaf di Kota Singkawang dan Solusinya Melalui Program Konseling Komprehensif. Jurnal Dakwah. Vol. XV, No. 1, Tahun 2014. Irman. Dinamika Kehidupan Mualaf dan Dakwah Pendekatan Konseling Islam di Kabupaten Kepulauan Mentawai Sumatera Barat. Conference Proceedings. AICIS XII. Irwan dkk. Penerimaan Penggunaan Istilah Mualaf dalam Kalangan Mualaf di Malaysia. Jurnal Infad. Vol. 6, 2015. Noviza, Neny. Penggunaan Bibliotherapy dalam Membantu Penyesuaian Diri pada Mualaf Tionghoa Masjid Al-Islam Muhammad Cheng Ho Palembang. Jurnal. Intizar, Vol. 21, No. 2, 2015. Rahman, Azman Ab dan Norlina Ismail. Persepsi Mualaf Terhadap Pengisian Pengislaman Dan Program Pembangunan Mualaf: Kajian Di Negeri Sembilan. Jurnal. Fakulti Syariah dan Undang-Undang, Universiti Sains Islam Malaysia pada tahun 2015. Di presntasikan dalam International Conference on Masjid, Zakat & Waqf 2015 (IMAF 2015) tanggal1 & 2 Disember 2015. Kod penyelidikan: PPP/UTG-0213/FSU/30/13013. Sholihin, Mohammad Muchlis. Modernisasi Pendidikan Pesantren, Jurnal Tadrîs, Volume 6. Nomor 1. Juni 2011. 102 2. Bahasa Asing Halstead, J. Mark. An Islamic Concept of Education. Jurnal Comparative Education. Vol. 40, No. 4, November 2004. Hilgendorf, Eric. Islamic Education: History and Tendency. Peabody Journal of Education. Vol. 78, No. 2, 2003. Kadi, Wadad. Education in Islam –Myths and Truths. Jurnal Comparative Education Review. Vol. 50, No. 3, Agustus 2006. Kazmi, Yedullah. Islamic Education: Traditional Education or Education of Tradition?. Jurnal Islamic Studies. Vol. 42, No. 2, 2003. Majid, Mariam Abd., dkk. The Conversion og Muallaf to Islamin Selangor: Study on Behavior and Encouragement. Mediterranean Journal of Social Sciences. Vol. 7, No. 3, S 1, May 2016. Noakes, Greg. Reviewe Work(s): Struggling to Surrender: Some Impressions of an American Convert to Islam by Jeffrey Lang. Middle East Journal. Vol. 49, No. 2, 1995. Peek, Lori. Becoming Muslim: The Development of a Religious Identity. Jurnal Sosiology of Religion. Vol. 66, No. 3, 2005. Yudha, Ansfiksia Eka Poetra. Mualaf Center Design as an implementation of Psychological and Economical Effect for Mualaf in Malaysia. Journal of Islamic Architecture. Vol 4, No. 1, June 2016. C. Tesis Nuthpaturahman. Pendidikan Agama Islam bagi Mualaf pada basecamp Meratus di Kaki Pegunungan Meratus Desa Cabai Patikalain Kecamatan Hantakan Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Tesis. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Sekolah Pascasarjana IAIN Antasari Banjarmasin. 2017. Zulkifli. Konversi ke Islam pada Orang Dayak. Tesis. Jurusan Konsentrasi Sejarah dan Peradaban Islam. Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2007. D. Lainnya Badan Pusat Statistik. Online. Diakses pada Minggu, 15 Januari 2017. (http://www.bps.go.id) Brosur Penerimaan Santri Mualaf Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan An-Naba Center Indonesia Jamilah, Shobariyah. Metode Tilawati Ajarkan al-Qur‟an dengan Seni. Online. Diposting dalam MirajNews, Islamic News Agency. Diakses pada Minggu, 18 Juni 2017. 103 (https://www.google.co.id/amp/mirajnews.com/2015/08/metode-tilawatiajarkan-al-quran-dengan-seni.html/amp) Oxford Dictionaries. Online. Diakses pada Minggu, 15 Januari (https://en.oxforddictionaries.com/definition/conversion). Pew 2017. Research. Online. Diakses pada Minggu, 15 Januari 2017. (http://www.pewresearch.org/fact-tank/2016/07/22/muslims-and-islam-keyfindings-in-the-u-s-and-around-the-world/) Republika. HBMI: Pembinaan Mualaf Belum Profesional. Republika Online. Diposting pada Rabu , 19 November 2014, 18:10 WIB. Diakses pada Sabtu, 19 Februari 2017. (http://www.republika.co.id/berita/duniaislam/mualaf/14/11/19/nfa9p7-hbmi-pembinaan-mualaf-belum-profesional) Republika. Lima Tahun Terakhir Ada 10 Ribu Orang Masuk Islam. Republika Online. Diposting pada Rabu , 01 Februari 2017, 23:22 WIB. Diakses pada Sabtu, 19 Februari 2017. (http://khazanah.republika.co.id/berita/duniaislam/islam-nusantara/17/02/01/okpetz394-lima-tahun-terakhir-ada-10-ribuorang-masuk-islam) Republika. Menag Sambut Baik Pembentukan Lembaga Mualaf. Republika Online. Diposting pada Jumat , 27 Februari 2015, 16:15 WIB. Diakses pada Sabtu, 19 Februari 2017. (http://khazanah.republika.co.id/berita/duniaislam/mualaf/15/02/27/nkfb1h-menag-sambut-baik-pembentukan-lembagamualaf) Republika. Pola Pembinaan Pesantren Mualaf Annaba Center Jadi Contoh. Republika Online. Diposting pada Kamis , 05 February 2015, 15:06 WIB. Diakses pada Minggu, 12 Juni 2017. (http://khazanah.republika.co.id/berita/dunia-islam/mualaf/15/02/05/njah79pola-pembinaan-pesantren-mualaf-annaba-center-jadi-contoh) Sadly, Rahman. Annaba Center, Didik Mualaf di Pesantren. Republika Online. Diposting pada Kamis , 02 March 2017, 17:05 WIB. Diakses pada Minggu, 12 Juni 2017. (http://khazanah.republika.co.id/berita/duniaislam/mualaf/17/03/02/om6mp9313-annaba-center-didik-mualaf-dipesantren) Sujarwo. Strategi Pembelajaran Orang Dewasa (Pendekatan Andragogi). Makalah. Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta. tt. Tim Redaksi. Muallaf News: Inspiration for Muallaf. Majalah. Edisi 1, Juli 2012. Undang-Undang Republik Indonesia Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 104 Wahyudi, Johan. Guru Malas Belajar (Sebaiknya) Tidak Boleh Mengajar. Kompasiana Online. Diposting pada 13 Desember 2011 pukul 07: 56: 50 WIB. Diakses pada Minggu, 18 Juni 2017. (https://www.google.co.id/amp/www.kompasiana.com/amp/johanmenulisbu ku/guru-malas-belajar-sebaiknya-tidak-boleh-mengajar550ada83813311df78b1e31b) Wikipedia. Online. Diakses pada Minggu, 15 (https://en.wikipedia.org/wiki/Religious_conversion). Januari 2017. Lampiran I UJI REFERENSI Nama NIM Judul Tesis 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 : Hidayatus Syarifah : 21100110000017 : Pendidikan Agama Islam bagi Mualaf di Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Naba Center Indonesia Al-'Arnari, Abi Su'ud Muhammad bin Muhammad. Taftir Abi Su'ud. B Lebanon. tt. Juz. 3. Alim, Muhammad. Pendidikan Agama Islam; Upaya Pembentukan Pemikiran dan Kepribadian Muslim. Bandung. PT. Remaja 2011. Cet. 2. Amin, Samsul Munir Amin. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta. Amzah. 2010. Cet. 2. Anshari, Endang Saifuddin. Ilmu, Filsalat dan Agama. Surabaya. Bina Ihnu.1983. Aritin, Anwar. Paradigma Baru Pendidikan Nasional. Jakarta. Balai Pustaka. 2005. Bandung. Pustaka Setia. Aritin, Bambang Syamsul. Psikologi 2008. Aritin. Ilmu Pendidikan Islam; Tinjauan Teoritis dan Praktis Berdasarkan Pendekatan Interdisipliner, Edisi Revisi. Jakarta. PT Bumi Aksara. 2003. Ath-Thabari, Abu Ja'far Muhammad bin Jarir. Taft;r ath-Thabari (Terj. Jami' al-Bayan an Ta'wil Ayi al-Qur'an). Jakarta. Pustaka Azzam. 2008. Ath-Thorabilisiy, Sayyid Husein Afandiy al-Jisr. Memperkokoh Akidah Islamiyah; dalam Perspektif Ahlusunnah wal Jamaah. Bandung. Pus taka Setia. 1999. Aziz, Ali. Edisi Revisi Ilmu Dakwah. Jakarta. Kencana Prenada Media 2009. Cet. 2. Azra, Ayumardi. Pendidikan Islam, Tradis i dan Modernisasi Menuju Melinium Baru. Jakarta. Lo Wacana llmu. 2000. Azra, Azyumardi. Esai-Esai Intelektual Muslim Pendidikan Islam. Jakarta. Wacana Ilmu. 1999. Badan Pusat Statistik. Online. Diakses pada Minggu, 15 Januari 2017. ://www Bahjat, Ahmad. Akulah Tuhanmu. (Terj. Allah fi al-Aqidah al-Islamiyyah: Risalah Jadidah atPustaka. 2005. Brosur Penerimaan Santri Mualaf Pesantren Pembinaan MuallafYayasan An-Nab a Center Indonesia Bulliet, Richard W. Conversion to Islam and Emergence of Muslim Society in Iran. Dalam Levtzion, Nehemia, (ed.), Conversion to Islam. New York. Holmes & Meier Publisher INC. 1979. 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 Daradjat, Zakiah. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta. PT Bumi Aksara. 2012.1 Cet. 10. Daulay, Haidar Putra. Historisitas dan Eksistensi Pesantren, Sekolah dan Madrasah. Yogyakarta. PT. Tiara Wacana. 2001. Daulay, Haidar Putra. Pendidikan Islam; Dalam Sistem Pendidikan Nasional di Indonesia. Jakarta. Kencana. 2004. Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta. PT GramediaPustaka Utama. 2016. Cet. 10. Edisi N. Dhofier, Zamakhsyari. Tradisi Pesantren: Studi Atas Pandangan Hidup Kyai. Jakarta. LP3ES. 1992. Fajar, Malik. Visi Pembaruan Pendidikan Islam. Jakarta. Lembaga Pengembangan Pendidikan dan Penyusunan Naskah Indonesia! LP3NI. 1998. Fakih, Abdul Latif. Deklarasi Tauhid: Sebuah Akidah Pembebasan. Tangerang Selatan. Inbook. 2011. AI-Ghazali. Ihya' ulum al din. Beirut Dar el Fikr. 2016. Hakim, Ramlah. Pola Pembinaan Muallaf Di Kabupaten Sidrap Provinsi Sulawesi Selatan (The Pattern of Muslim Convert Guidance in Sidrap Regency, South Sulawesi Province). Jurnal. Jurn.al "AIQalam" Volume 19 Nomor 1 Juni 2013. Halstead, J. Mark. An Islamic Concept of Education. Jurnal Comparative Education. Vol. 40, No.4, November 2004. Haq, Hamka. Islam: Rahmah untuk Bangsa. Jakarta. RMBOOKS. Rakyat Merdeka Group. 2009. Hasan, Muhammad. Inovasi dan Modernisasi Pendidikan Pondok Pesantren. Jurnal Sosial dan Budaya Keislarnan. Vol. 23 No.2. Desember 2015: 295-305. Hawi, Akmal. Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam. Jakarta. PT. RaiaGrafindo Persada. 2013. Hawi, Alanal. Kompetensi Guru Pendidikan Agama Islam. Jakarta. Rajawali Pers. 2013. Hermawan, Sigit. Aplikasi Dan Pengaruh Pemikiran Abraham Maslow Pada Manajemen Bisnis, Humanisme Dan Pembelajaran. Jurnal Akuntansi. Manajemen Bisnis Dan Sektor Publik (Jambsp). Vol. 5 No.2 - Februari 2009. Hidayat. Bahasa Arab Qur 'ani. Semarang. PT. Karya Toha Putra. 2008. Hidayati, Sri. Problematika Pembinaan Muallaf di Kota Singkawang dan Solusinya Melalui Program Konseling Komprehensif. Jurnal Dakwah. Vol. XV, No.1, Tahun2014. Hilgendorf, Eric. Islamic Education: History and Tendency. Peabody Journal ofEducation. Vol. 78, No.2, 2003. Irman. Dinamika Kehidupan Mualaf dan Dakwah Pendekatan Konseling Islam di Kabupaten Kepulauan Mentawai Sumatera Barat. Conference Proce~dings. AlCIS XII. Irwan dkk. Penerimaan Penggunaan Istilah Mualaf dalam Kalangan Mualaf di Malaysia. Jurnal In/ad. Vol. 6, 2015. Isma'il, Duad Farid dan Abdul Hamid Mutawalli. Cara Mudah Belajar f) f /1 tA IV (\ I J / / V I h ('-'n y - I h V n / / r I \ V Filsafat. Jogjakarta. IRCiSoD. 2012. Ismail. Dinamikan Pesantren dan Madrasah. Yogyakarta. Pustaka Pelajar. 38 2002. 39 Jalaludddin. Psikologi Agama. Jakarta. Raja Grafindo Persada. 2005. James, William. The Varieties of Religious Experience. New York. The 40 Macmillan Company. 1967. Jamil, M. Akhlak TasawL!f Ciputat. Referensi. 2013. Cet. 1. 41 Jamilah, Shobariyah. MetodeTilawati Ajarkan al-Qur'an dengan Seni. Online. Diposting dalam MirajNews, Islamic News Agency. Diakses Juni 2017. 42 Minggu, 18 pada (httns:llwww. google.co. id/amQ/mirajnews .coml20 1510 8/metode­ tilawati -ai arkan-al-quran-dengan-seni .htmllam..Q) Jauhari, aI-Hakim Syeikh Thodhowi. AI-Jawahir: Fi Tafiir al-Qur 'anul 43 Karim. Dar EI Fikr. tt. Kadi, Wadad. Education in Islam -Myths and Truths. Jurnal Comparative 44 Education Review. Vol. 50, No.3, Agustus 2006. Kazmi, Yedullah. Islamic Education: Traditional Education or Education 45 of Tradition? Jurnal Islamic Studies. Vol. 42, No.2, 2003. Khalaf, Abdul Wahab. Ilmu Uhul Fiqih. Semarang. Dina Utama. 1994. 46 Al-Khawarizmi, Abi Qasim J. Muhammad bin Umah az-Zamakhsyari. Al­ 47 Kasyaf. 1972. 48 Khon, Abdul Majid. Ulumul Hadis. Jakarta.Amzah. 2010. Cet. 4. 49 Khosin. Tipologi Pesantren. Jakarta. Diva Pustaka. 2006. Lang, Jeffrey. Struggling to Surrender; Berjuang untuk Berserah (Pergulatan Sang Profesor Menemukan Iman). Jakarta. PT. Serambi 50 Ilmu Semesta. 2008. Terj. Struggling to Surrender: Some Impressions of an American Convert to Islam. Maryland. Amana Publications. 1994. Madjid, Nurcholish.Islam: Doktrin dan Peradaban, Sebuah Telaah Kritis 51 tentang Masalah Keimanan, Kemanusian, dan Kemodernan. Jakarta: Paramadina.1992. Madjid, Nurcholish. Islam Agama Kemanusiaan. Jakarta. Paramadina. 52 2003'. Mahfud, Rois. AI-Islam; Pendidikan Agama Islam. Jakarta. Erlangga. 53 2011. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung. Pustaka Setia. 2011. Mahmud. 54 55 Mahyuddin. Kuliah Akhlaq Tasawuf Jakarta. Kalam Mulia. 2003. Cet. 5. Majid, Abdul dan Dian Andayani. Pendidikan Agama Islam Berbasis 56 Kompetensi. Bandung. Remaja Rosdakarya. 2005. Cet. II. Majid, Abdul. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta. Kencana Prenada Media. 57 2006. Majid, Mariam Abd., dkk. The Conversion og Muallaf to Islamin 58 Selangor: Study on Behavior and Encouragement. Mediterranean Journal o(Sociai Sciences. Vol. 7, No.3, S 1, May 2016. AI-Maraghi, Musthafa. Terjemah Tafiir AI-Maraghi. Semarang. Toha 59 Putra. 1987. Jilid 10. " ,....... J I I P ('I II / y I I ~) ./ 9 r, 11 IL f/ J r1 IV 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 Mardia. Perencanaan Kurikulum PTKI (Teori dan Praktik). Yogyakarta. The Phinisi Press. 2015. Cet. 1. Marimba, Ahmad D. Pengantar Filsafat Pendidikan. Bandung. AI­ Ma'arif. 1989. Cet. VlIl. Mas'ud, Abdurrahman. Menggagas Pendidikan Islam Non Dikotomik, Humanisme Religius Sebagai Paradima Pendidikan Islam. Yogyakarta. Gema Media. 2002. Mastuhu. Dinamika Sistem Pendidikan Pesnatren: Suatu Kajian Tentang Unsur dan Nilai Sistem Pendidikan Pesantren. Jakarta. INIS. 1994. Masyhud, Sulthon dan M. Khusnurdilo. Manajemen Pondok Pesantren. Jakarta. Diva Pustaka. 2005. Maula, Syekh M.A. Jadul. Great Stories of the Qur 'an. Jakarta. Zaman. (\ 2015. McGuire, Meredith B. Religion, the Social Context. Belmont. Wadsworth Thomson Leaming. 2002. J Megawangi, Ratna dkk. Pendidikan Holistik. Cisalak. Indonesia Heritage Foundation. 2013. Cet. 4. /J & Aplikatif­ Minarti, Sri. Ilmu Pendidikan Islam; Fakta Teoritis-Filosofis . . Normat!! Jakarta. Amzah. 2013. Mol'eong, Lexy J. Mctodologi Penelitian Kualitat!f Bandung.PT.Remaja Rosdakarya. 2011. AI-Mubarakfuri, Syaikh Shafiyurrahma. Ar-Rahiq al-Makhtum Sirah Nabawiyah (Ter.). Jakarta. Qisti Press. 2016. Cet. 4. Muhaimin. Paradigma Pendidikan Islam; Upaya Mengefektifkan Pendidikan Agama Islam di Sekolah. Bandung. PT Remaja Rosdakarya. 2012. Cet. 5. Mulkan, Abdul Munir. Paradigma Intelektual Muslim, Pengantar Filsafat Pendidikan Islam dan Dakwah. Yogyakarta. SIPRESS. 1993. Munadi, Yudhi. Media Pembelajaran. Jakarta. Gaung Persada Press. 2010. Mustofa, A. Akhlak Tasawuf Bandung. CV. Pustaka Setia. 2010. eet. 5. Nababan, Syamsul Arifin. Mcngapa Kami Memilih Islam: Testimoni Para Santri Mualaf Yayasan an-Naba Center Indonesia. Jakarta. Pustaka Annaba Center Indonesia. 2015. Nasution, Harun. Ensiklopedi Islam di Indonesia. Jakarta. Depag. 1993. Jilid 2. Nasution, Harun. Islam ditinjau dari Beberapa Aspeknya. Jakarta. VI Press. 1979. Jilid 1. Nata, Abuddin. Filsafat Pendidikan Islam 1. Jakarta. Logos Wacana Ilmu. 1997. Nata, Abudin. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta. Kencana Prenada Group. 2012. Cet. 2. Noakes, Greg. Reviewe Work(s): Struggling to Surrender: Some Impressions of an American Convert to Islam by Jeffrey Lang. Middle East Journal. Vol. 49, No.2, 1995. Noviza, Neny. Penggunaan Bibliotherapy dalam Membantu Penyesuaian I Diri pada Mualaf Tionghoa Masjid AI-Islam Muhammad Cheng Ho f\ -r ) I{/ ) . /1 LI /) JI !D ) JJ VJ 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 Palembang. Jurnal. Intizar, Vol. 21, No.2, 2015. Nuraida. Pendidikan Karakter untuk Guru. Ciputat. Islamic Research Publishing. 2010. Nuthpaturahman. Pendidikan Agama Islam bagi Mualaf pada basecamp Meratus di Kaki Pegunungan Meratus Desa Cabai Patikalain Kecamatan Hantakan Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Tesis. Program Studi Pendidikan Agama Islam. Seko1ah Pascasmjana IAIN Antasari Baniarmasin. 2017. O'dea, Thomas F. Sosiologi Agama: suatu Pengenalan Awal (Terj. The Sociology of Religion). Jakarta. PT. RajaGrafindo Persada. 1995. Cet. 6. Oxford Dictionaries. Online. Diakses pada Minggu, 15 Januari 2017. (h1t12s:llen.oxforddictionaries.comidefinitioniconversion). Peek, Lori. Becoming Muslim: The Development of a Religious Identity. Jurnal Sosiology ofReligion. Vol. 66, No.3, 2005. Pew Research. Online. Diakses pada Minggu, 15 Januari 2017. (httg:llwww.pewresearch.orgifact-tankl2016/07122/muslims-and­ islam-kev-findings-in-the-u-s-and-around-the-world/) AI-Qaradhawi, Yusuf. Reposisi Islam (Terj. AI-Islam Kama Nu'min Bih Dhawabith wa Malamih). Jakarta. Al-Mawardi Prima. 2001. AI-Qaththan, Syaikh Manna'. Pengantar Studi Ilmu al-Qur'an. Jakarta. Pustaka al-Kautsar. 2010. Cet. 5. Qomar, Mujamil. Pesantren dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Institusi. Jakarta. Erlangga. 2005. AI-Qurthubi, Syaikh Imam. Taftir al-Qurthubi (Ter:j. AI-Jami' Ii Ahkam al-Qur'an). Jakarta. Pustaka Azzam. 2008. Rahman, Azman Abdan Norlina Ismail. Persepsi Mua1af Terhadap Pengisian Pengislaman Dan Program Pembangunan Mua1af: Kajian Di Negeri Sembi1an. Jurnal. Fakulti Syariah dan Undang-Undang, Universiti Sains Islam Malaysia pada tahun 2015. Di presntasikan dalam International Conference on Masjid, Zakat & Waqf 2015 (IMAF 2015) tanggal1 & 2 Disember 2015. Kod penyelidikan: PPPIUTG­ 0213IFSUl30113013. 93 94 95 96 Rahman, Fazlur. Islam, Ter. Ahsin Muhammad. Bandung. Pustaka.1984. Ramadlan, Abu H.F. Tarjamah Durrotun Nasihin. Surabaya. Mahkota. 1987. Republika. HBMI: Pembinaan Mualaf Belum Profesional. Repub/ika Online. Diposting pada Rabu , 19 November 2014, 18:10 WID. Sabtu, 2017. Diakses pada 19 Februari (httg:llwww .republika.co.idlberitaldunia­ islamlmualaf/14111119/nfa9p7 -hbmi -pembinaan-mualaf-belum­ profesional) Republika. Lima Tahun Terakhir Ada 10 Ribu Orang Masuk Islam. Republika Online. Diposting pada Rabu, 01 Februari 2017, 23:22 WID. Diakses pada Sabtu, 19 Februari 2017. (hUg://khazanah.republika.co.idlberitaidunia-islamiislamnusantara/17102/01lokoetz394-lima-tahun-terakhir-ada-1 O-ribu­ (\ ) lJ fp~ ~ r ) L7 n Ii '1 I ~ /\ / } / ,- J 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 orang-masuk-islam} Republika. Menag Sambut Baik Pembentukan Lembaga Mualaf. Republika Online. Diposting pada Jumat, 27 Februari 2015,16:15 WIB. Diakses pada Sabtu, 19 Februari 2017. (httQ:I Ikhazanah.reQub lika. co. idlberi taldunia­ islamlmualafll5/02/27/nkfb1h-menag-sambut-baik-Qembentukan­ lembaga-mualaf) ReQublika. Pola Pembinaan Pesantren Mualaf Annaba Center Jadi Contoh. Republika Online. Diposting pada Kamis, 05 February 2015, 15:06 WIB. Diakses pada Minggu, 12 Juni 2017. (httQ:IIkhazanah.reQub lika. co. idlberita!dunia­ islam/mualaf/15/02/05/njah79-Qola-Qembinaan-Qesantren-mualaf­ annaba-center-iadi-contoh) Sabiq, Sayyid. Terjemah Fiqih Sunnah. Bandimg. AI-Ma'arif. 1994. Jilid 3. Sabiq, Syeikh Sayyid. Fiqh Sunnah. Kairo. 2011. Sabri, M. Alisuf. Psikologi Pendidikan. Jakarta. Pedoman Ilmu Jaya. 2010. Cet. 4. Sadly, Rahman. Annaba Center, Didik Mualaf di Pesantren. Republika Online. Diposting pada Kamis , 02 March 2017, 17:05 WIB. Diakses 12 Juni pada Minggu, 2017. (httQ:I Ikhazanah.reQub lika. co. idlberita!dunia­ islamlmualaf!17103/02/om6mQ9313-annaba-center-didik-mualaf-di­ pesantren) Saebani, Beni Ahmad dan Abdul Hamid. Ilmu Akhlak. Bandung. CV. Pustaka Setia. 2010. Cet. 1. Sajari, Dimyati. Mengenal Allah; Paham Ma'rifah Ibn 'Athaillah dalam al-Hikam. Bandung. Fajar Media. 2012. Shaleh, Abdul Rachman. Pendidikan Agama dan Keagamaan; Visi, Misi dan Aksi. Jakarta. PT. Gemawindu Pancaperkasa. Cet. 1.2000. Shaleh, Sonhaji (terj). Dinamika Pesantren, Kumpulan Makalah Seminar Internasional, The Role 0/Pesantren in Education and Community Development in Indonesia. Jakarta. P3M. 1988. Sharp, John dkk. Education Studies; an Issues-based approach. Southernhay East. Leanung Matters Ltd. 2006. Sholeh, Asrorun Ni'am. Reorientasi Pendidikan Islam; Mengurai Relevansi Konsep al-Ghazali dalam Konteks Kekinian. Jakarta. eLSAS. 2006. Cet. 3. Sholihin, Mohammad Muchlis. Moden-usasi Pendidikan Pesantren, Jurnal Tadrfs, Volume 6. Nomor 1. Juni 2011. Siradj, Said Aqil (et.al).Pesantren Masa Depan, Wacana Pemberdayaan dan Transformasi Pesantren. Bandung. Pustaka Hidayah. 1999. Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif: Dilengkapi dengan Contoh Proposal dan Laporan Penelitian. Bandung. Alfabeta. 2005. Sujarwo. Strategi Pembelajaran Orang Dewasa (Pendekatan Andragogi). Makalah. Jurusan Pendidikan Luar Sekolah Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Yogyakarta. tt. f\ V ../ Vn I,., Ij ! 7nV ..J /I } ' / _V r\ I) 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 i Sukardi, H.M. Metodologi Penelitian Pendidikan Komptensi dan Praktiknya. Jakarta. Bumi Aksara. 2008. Sutrisno dan Suyatno. Pendidikan 1:;lam di Era Peradaban Modern. Jakarta. Kencana. 2015. Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam. Bandung. PT. Remaia Rosdakarya. 2014. Cet. II. Tafsir, Ahmad. Ilmu Pendidikan Dalam Prespektif Islam. Bandung. Remaia Rosdakarya. 200!. Tafsir, Ahmad. Materi Pendidikan Agama Islam. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya. 2009. Cet. IV. Tafsir, Ahmad. Metodologi Pengajaran Agama Islam. Bandung. PT. Remaja Rosdakarya. 2007. Cet. 9. Tatang. Ilmu Pendidikan. Bandung. Pustaka Setia. 2012. Cet. 1 Taylor, Edward Burnett. Primitive Culture. London. John Murray, Albemarle Street. 1871. Vol. 1. Tholkhah, Imam dan Ahmad Barizi. Membuka Jendela Pendidikan. Jakarta. PT. RajaGrafindo Persada. 2004. Thouless, Robert H. Pengantar Psikologi Agama (TeIj.). Jakarta. RajaGrafindo Persada. 2000. Tilaar, H.A.R. Manifeso Pendidikan Nasional; Tinjauan dari Perspektif Postmodernisme dan Studi Kultural. Jakarta. Kompas. 2005. Cet. 1. Tim Penyusun. AI-Muntakhab Fi Taf~ir al-Qur 'anul Karim. Arab. 1993. Tim Redaksi. Muallaf News: Inspiration for Muallaf. Majalah. Edisi 1, Juli 2012. Uhbiyati, Nur. Ilmu Pendidikan Islam. Bandung. CV. Pustaka Setia. 1997. Cet. 1. Undang-Undang Republik Indonesia Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 Usman, Moh. Uzer. Belajar Mengajar. Bandung. Remaja Rosdakarya. 1993. Wahid, Abdurrahman. 1'vfenggerakkan Tradisi, Esai-Esai Pesantren. Y ogyakarta. LKIS Yogyakarta. 2001. Wahygdi, Johan. Guru Malas Belajar (Sebaiknya) Tidak Boleh Mengajar. KomQasianaOnline. Dinosting nada 13 Desember 2011 nukul 07: 56: 50 WIB. Diakses nada Minggy, 18 Juni 2017. r 1/ / / (1+--­ I / I~ l I 1/ V {} -' V ilinp~jLwF~,gQQgle.cQ,iQ/amn/www.,kol!illasiana.cQ1TIt.!!mp/jQhanme !1lJli§QlIk)l1 guru-1TI.1:tl?§- b~J? j ar-§..~bailmY?.~liQak -bo leh..:m~!1g?i!lr- 131 132 133 134 S50ada83813311df78ble31b) Wikipedia. Online. Diakses pada Minggu, 15 Januari 2017. (httPs:llen.wikipedia.org/wikilReligious conversion). Winch, Christoper dan John Gingell. Philosophy of education; the key concepts second edition. New York. Routledge. 2008. Yasmadi. Modernisasi Pesantren: Kritikan Nurcholis Madjid Terhadap Pendidikan Islam Tradisior.al. Jakarta. Ciputat Press. 2002. Yudha, Ansfiksia Eka Poetra. Mualaf Center Design as an implementation of Psychological and Economical Effect for Mualaf in Malaysia. Journal ofIslamic Architecture. Vo14, No.1, June 2016. b f ~ I AI V \ 135 136 137 Zarkasyi, Abdullah Syukri. Gontor & Pembaharuan Pendidikan Pesantren. Jakarta. PT. RaiaGrafindo Persada. 2005. Zuhairini dkk. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta. Bumi Aksara. 2010. eet. 10. Zulkifli. Konversi ke Islam pada Orang Dayak. Tesis. Jurusan Konsentrasi Sejarah dan Peradaban Islam. Sekolah Pascasatjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2007. I) y ~ Jakarta, 25 Agustus 2017 Mengetahui, Dosen Rembimbing Tesis Lampiran 2 PEDOMAN OBSERVASI JUDUL PENELITIAN TEMPAT PENELITIAN HARII TANGGAL OBSERVASI 1. 2. Lokasi Pesantren si fisik & Prasarana pendukung pembelajaran : PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI MUALAF : PONDOK PESANTREN AN-NABA Mudah tetjangkau dan strategis - Bangunan kokoh dan luas; prasarana - Sarana lengkap, mendukung dan dalam kondisi baik. 3. Proses pembelajaran secara umum - hlteraksi guru dan siswa bersifat formal; - Memiliki jadwal kegiatan pembelaj aran rutin 4. Aktivitas guru - Aktivitas guru dalam pembelajaran dimulai salam pembuka hingga penutup; - Manaj emen kelas yang baik oleh guru. 5. Kelengkapan dokumen pendukung pembelajaran Dokumen Perencanaan dan pendukung Pembelaj aran lengkap seSUal tujuan dan pembelajaran. 6. Metode yang digunakan Metode pernbelajaran yang digunakan bervariasi, rneningkatkan sernangat belajar santri dan sesuai tujuan pembelajaran. 7. Media yang digunakan - Terdapat buku materi - Media pernbelajaran lainnya yang digunakan mendukung terhadap rnateri dan tujuan pernbelaj aran. 8. Tata waktu dan ternpat dalarn pernbelajaran 9. Kondisi santri saat pernbelajaran - Jadwal kegiatan pernbelajaran berjalan tertib dan teratur; - Ruang kelas dan prasarana di kelas tertata rapl dan digunakan sesuai fungsinya dalarn j)ernbelaj aran. - Santri memiliki sernangat dan kecintaan belajar yang tinggi; - Santri rnengikuti pernbelajaran dengan tertib dan disiplin; - Santri aktif dalam pembelaj aran. Situasi dan kondisi lingkungan pesantren arnan, nyaman dan rnendukung tercapainya tujuan pernbelajaran. 10. Situasi dan kondisi lingkungan pesantren Kriteria Penilaian: 4 = Sangat Baik 3 = Baik 2 = Kurang 1 = Sangat Kurang Lampiran 3 PEDOMANWAWANCARA SUBJECT: USTADZI USTADZAH ATAU PENDIDIK BIODATA SINGKAT NAMA ...................................................................... . JABATAN ...................................................................... . INSTANSI ...................................................................... . RIWA Y AT PENDIDIKAN : DAFTARPERTANYAAN KATEGORI PRIBADI 1. Sudah berapa lama ustadzl ustadzah mengajar di pesantren ini? 2. Apa yang mendorongl me1atar be1akangi ustadzl ustadzah mengajar santri mualaf di pesantren ini? 3. Apa suka duka yang dirasakan se1ama mengajar di pesantren ini? KATEGORI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA DI PESANTREN KHUSUS MUALAF Tujuan 1. Menurut ustadzl ustadzah, apa tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi santri mualaf di pesantren ini? Materi 2. Materi apa saja yang ustadzldzah berikan kepada santri mualaf? 3. Apakah ustadz/dzah berperan aktif dalam menyusun rancangan pembelajaran pendidikan agama Islam yang akan disampaikan kepada santri mualaf? Metode dan Media 4. Bagaimana pendekatan yang ustadzldzah lakukan kepada santri dalam pembelajaran pendidikan agama Islam? 5. Metode apa saja yang ustadz/dzah terapkan dalam pembelajaran pendidikan agama Islam? 6. Media apa saja yang digunakan dalam pembelajaran pendidikan agama Islam? Evaluasi 7. Bagaimana cara ustadz/dzah melakukan evaluasi terhadap pembelajaran pendidikan agama Islam santri mual(1f? 8. Bagaimana dampak/ feed back yang ustadz/dzah rasakan bagi diri santri mualaf setelah melakukan pembelajaran pendidikan agama Islam di pesantren ini? Pelaksanaan 9. Apa yang menjadi dukungan dan hambatan dalam pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama Islam bagi santri mualaf? .......................... , .......................... 2017 c·····················································.......) PEDOMAN W A W ANCARA SUBJECT: SANTRII PESERTA DIDIK BIODATA SINGKAT NAMA ........................................................................... . USIA ........................................................................... . KELAS ........................................................................... . INSTANSI ........................................................................... . DAFTARPERTANYAAN KATEGORI PRIBADI 1. Bagaimana latar belakang agama sebelum masuk Islam? 2. Kapan anda mengambil keputusan menjadi mualaf? 3. Bagaimana perasaan anda setelah masuk Islam? 4. Apa alasan terbesar anda ingin masuk Islam? Jika mendapat dorongan dari orang lain, siapa itu? 5. Apa hal yang menarik dari Islam? 6. Bagaimana respon keluarga setelah mengetahui anda menjadi mualaf? 7. Sudah berapa lama anda menjadi santri/wati di pesantren ini? 8. Apa suka dan duka selama belajar di pesantren ini? KATEGORI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA DI PESANTREN KHUSUS MUALAF Tujuan 1. Apa tujuan yang mgm anda capai setelah belajar pendidikan agama Islam di pesantren ini? Materi 2. Apa saja materi yang ustadzlustadzah sampaikan kepada anda? 3. Apakah materi-materi pembelajaran agama Islam yang disampaikan tersebut, sesuai dengan kebutuhan pengetahuan keislaman anda? Metode dan Media 4. Bagaimana caral metode ustadz/ustadzah memberikan pembe1ajaran agama Islam kepada anda? 5. Bagaimana media pembelajaran yang ustadz/dzah gunakan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam? 6. Apakah penggunaan metode dan media yang ustadzl dzah gunakan dalam pembelajaran pendidikan Agama Islam sesuai dengan kebutuhan pengetahuan keislaman anda? Evaluasi 7. Bagaimana proses penilaian yang dilakukan ustadzl ustadzah dalam pembelajaran pendidikan agama Islam yang anda tempuh? 8. Bagaimana dampak yang anda rasakan setelah masuk dan menempuh pendidikan agama Islam di pesantren ini? Pelaksanaan 9. Apa saja faktor pendukung dan penghambat yang anda rasakan dalam pembelajaran pendidikan agama Islam dari ustadz/ ustadzah terhadap santri? 1O.Bagaimana cara anda sebagai santri dalam meningkatkan pemahaman dan pencrapan keislaman di pesantren ini? .......................... , .......................... 2017 ( ............................................................) Lampiran 4 PEDOMANSTUDIDOKUMEN JUDUL PENELITIAN TEMPAT PENELITIAN NO 1. 2. : PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI MUALAF : PONDOK PESANTREN AN-NABA ELEMEN PENELITIAN Data letak geografis pesantren Data tentang struktur organisasi pesantren 3. Visi, misi dan tuiuan pesantren 4. Data tentang ustadzJ ustadzah pesantren 5. Data tentang siswal santri 6. Data tentangjadwal kegiatan 7. Data tentang rincian pembiayaan Data tentang buku-buku yang digunakan dalam 8. pembelaj aran 9. Data tentang dokumen pembelajaran mualaf Data tentang keadaan gedung, sarana dan prasarana 10. pesantren II. Data tentang lulusan CHECKLIST ADA TIDAK Lampiran 5 LAPORAN HASIL OBSERVASI JUDUL PENELITIAN TEMPAT PENELITIAN HARII TANGGAL OBSERVASI 1. : PENDIDIKAN AGAMA ISLAM BAGI MUALAF : PONDOK PESANTREN AN-NABA : RABU/ 03 MEl 2017 Lokasi Pesantren Mudah tetjangkau dan strategis - Mudah ditemukan lokasinya melalui GPS rnaupun bertanya melalui masyarakat sekitar pesnatren. - Berada tidak jauh dari jalan (meskipun masuk 2. Kondisi fisik & - Bangunan kokoh dan luas; - Sarana prasarana lengkap, mendukung dan dalam kondisi baik. - Gedung luas, indah dan tampak kokoh - Memiliki ruang kelas dan sarana prasarana lainnya seperti mushola yang nyaman, indah dan mendukung pembelaj aran. - Terpisah antara gedung snatri putra dan putri - Dilengkapi Juga kamar yang nyaman dan bagus bagi santri. - Kamar mandi dan dapur juga dalam kondisi • Interaksi guru dan siswa seperti di pembelajaran sekolah formal; - Memiliki jadwal kegiatan pembelaj aran rutin ­ Pesantren memberikan kegiatan-kegiatan kepada snatri selain pemahaman agama, juga bahasa. - Ustadz memberikan pembelaj aran seperrti sistem sekolah formal, namun juga ada yang non formal seperti maj lis ta'lim, sorogan dan lain Sarana Prasarana pendukung pembelaj aran 3. Proses pembelaj aran secara umum 4. Aktivitas guru - Pada - Aktivitas - guru dalam pembelajaran dimulai salam pembuka hingga penutup; Manajemen kelas yang baik oleh guru. ..J 5. 6. Kelengkapan dokumen pendukung pembelajaran Dokumen Perencanaan dan pendukung Pembelajaran lengkap dan sesuai tujuan pembelajaran. Metode yang digunakan Metode pembelajaran yang digunakan bervariasi, meningkatkan semangat belajar santri dan sesuai tujuan pembelaj aran. ..J ..J observer saat mengikuti kegiatan pebelajaran Bahasa Arab dengdn U stadz U samah, melihat bahwa ustadz memberikan pembelajaran yang baik. - Sebelum belajar, ustadz mengkondisikan dan mengatur tempat duduk santri. - Saat pembelajaran, ustadz sangat ramah dna sabar. selalu Ia juga memberikan reward berupa otivasi dan pujian kepada snatri. - Ustadz sangat tegas dan mengutamakan adab/ akhlak. Belum melihat bentuk fisik dokumen pendukung pembelajaran secara langsung saat observasi . Ustadz menerapkan metode yang klasik, namun dikemas denggan menyenangkan dan membangkitkan semangat belajar santri. Selain itu, siswa juga diberikan PR dihafalkan atau untuk lainnya. saat Pada observasi, metode yang digunakan adalah hiwar, percakapan/ demonstrasi, hafalan dan pengulangan. 7. Media yang digunakan 8. Tata waktu dan tempat dalam pembelaj aran 9. Kondisi santri saat pembelajaran - Santri memiliki semangat dan kecintaan belajar yang tinggi; - Santri mengikuti pembelajaran dengan tertib dan disiplin; - Santri aktif dalarn pembelajaran. 10. Situasi dan kondisi lingkungan pesantren Situasi dan kondisi lingkungan pesantren arnan, nyaman dan mendukung tercapainya tujuan pembelaj aran. Kriteria Penilaian: 4 = Sangat Baik 3 = Baik - Terdapat buku materi - Media pembelajaran lainnya yang digunakan mendukung terhadap materi dan tujuan pembelaj aran. - Jadwal kegiatan pembelaj aran berjalan tertib dan teratur; - Ruang kelas dan prasarana di kelas tertata rapi dan digunakan sesuai fungsinya dalam pembelajaran. - Buku materi snagat lengkap Jan peralatan pembelaj aran seperti papan tulis, spidol dan lain sebagainya dalam kondisi baik dan rapi. - Selain itu, santri sangat senang menggunakan speaker murottal pada saat di luar jam pelajaran. Semua sarana dan prasarana tertata rapi dan digunakan sesuai dengan fungsinya pada saat pemebelajaran. Selain itu, jadwal kegiatan juga berjalan rutin. Narnun terkadang waktunya tidak teratur atau terpaksa mundur karena mengikuti jadwal kegiatan ustadz di luar~esantren. - Santri snagat antusias dalam pembelaj aran di kelas. Selain itu, di luar kelas juga snagat antusias belajar pribadi atau sekedar murajaah hafalan al-Qur'an. - Santri sangat aktif bertanya tentang hal yang belum dimengertinya atau dalarn menjawab pertanyaan ustadz. Kondisi lokasi nyaman dan tidak bising. Dapat dikatakan sangat mendukung pembelaj aran. 2 = Kurang 1 = Sangat Kurang Lampiran 6 TRANSKIP WAWANCARA SUBJECT: USTADZI USTADZAH ATAU PENDIDIK Keterangan: Wawancara dilaksanakan pada 23 Mei 2017, puku113.00 sid 14.30 WIB. Terdapat perubahan urutan pertanyaan antara pedoman wawancara dan transkip wawancara. BIODATA SINGKAT NAMA : U stadz Idham Chalid JABATAN : Pendidik dan Pengasuh Pesantren INSTANSI : Yayasan an-Nab a Center Indonesia RIWAYAT PENDIDIKAN Perguruan Tinggi Ilmu al-Qur'an (S1) UIN SyarifHidayatullah Jakarta Fak. Ushuluddin (S21 sedang berlangsung) HASIL WAW ANCAR<\. KATEGORI PRIBADI 1. Tanya: Sudah berapa lama ustadzl ustadzah mengajar di pesantren ini? Jawab: "Sudahsekitar kurang lebih 7 tahun". 2. Tanya: Apa yang mendorongl melatar belakangi ustadzl ustadzah mengajar santri mualaf di pesantren ini? Jawab: "Berawal ketika saya masih berada di bangku kuliah, saya pribadi rnencari pesantren yang memiliki program tahfidz a1-Qur'an. Kernudian, ternan saya menawarkan pesantren an-Naba ini untuk belajar dan tinggal disini. Ketika itu, saya tidak mau, karena di pesantren ini belum ada program tahfidz tersebut. Namun, kemudia!l diadak2.n program tahfidz, jadi saya mau. Ketika itu saya masuk sini tahun 2010. Awalnyajuga saya tidak berniat mengajar di sini,justru maJah ingin belajar dan menghafa1 a1-Qur'an. Narnun, mungkin karena kyai menilai saya aktif sehingga dimmta untuk mengajar di sini sampai sekarang. Karena juga di sini diminta untuk menghidupkan suasana al-Qur'an." 3. Tanya: Apa suka duka yang dirasakan selama mengajar di pesantren ini? Jawab: "Dari sisi sukanya, satu bisa merasakan betapa nikmatnya iman dan Islam. Itulah hal yang paling berkesan. Setiap kali melihat mereka bersyahadat, tidak ada hal lain yang dapat kita lihat kecuali air mata yang menetes. Dan ketika kita melihat mereka, seakan-akan semua yang mereka miliki tidak ada gunanya kecuali iman yang mereka punya ketika itu. Karena, konsekuensi mualaf itu dibenci, diintervensi dan diintimidasii oleh keluarga sebagaimana mayoritas mualaf pada umunmya. Hal itu, memang sudah tetjadi sejak zaman sahabat, Bilal bin Rabbah. Sedangkan dukanya yaitu mengajari orang yang mantan kafir. Di sini, karena santri mayoritas berasal dari NTT, Medan, dan Nias yang disamping mereka memiliki watak kafir juga berwatak daerah yang keras. Sehingga bersatulah watak itu. Jadi, kami sebagai pembina ini tidakjarang menjumpai santri yang bandel dan melawan, namun lamb at laun berubah. Hal tersebut karena ketidakpahaman mereka akan rasa hormat kepada guru. Selanjutnya, satu hal ini antara suka dan dt<ka. Dikatakan duka karena susahnya mengajarkan Islam kepada orang yang belum mengenal sarna sekali Islam. Contohnya dalam menyebut la/dzul lalalah itu sangat susah, kit a harus ekstra sabar mengajarinya. Tapi sukanya itu ketika mereka sudah bisa. Sukanya lagi, karena mereka yang dari nol tidak kenaI huruf dan kemudian sudah bisa tampil di masyarakat. Mereka hafidz Qur'an dan bisa ceramah di masyarakat. " KATEGORI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA DI PESANTREN KHUSUS MUALAF Tujuan 1. Tanya: Menurut ustadzl ustadzah, apa tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi santri mualaf di pesantren ini? Jawab : "Pendidikan Agama Islam itu mengenalkan mereka apa arti Islam sesungguhnya, sehingga mereka punya alasan yang j elas kenapa mereka masuk Islam. Jadi, memberi tahu mereka kalau mereka tidak salah memilih Islam." Materi 2. Tanya: Materi apa saja yang ustadz/dzah berikan kepada santri mualaf? Jawab: "Pelajaran yang utama diajarkan adalah Aqidah dan Qiraat. Sedangkan Fiqh dan lainnya setelahnya. Adapun materi keseluruhannya adalah Aqidah, al­ Qur'an, Fiqh, sirah nabawiyah, dan bahasa Arab. Sirah nabawiyah itu penting karena mereka juga belajar sejarah di agama mereka, yang mana kadang mengotak-atik sirah nabawiyah sesuai dengan versi agama masing-masing. Selain itu juga, ada beberapa pelatihan-pelatihan seperti muhadharah, karena mereka kita kader untuk jadi juru dakwah Islam." 3. Tanya: Apakah ustadzldzah berperan aktif dalam menyusun rancangan pembelajaran pendidikan agama Islam yang akan disampaikan kepada santri mualaf? Jawab: "Jya, na111un karen a pesantren bersifat non formal, maka mereka sekolah formal di luar pesantren. Pesantren memegang schedule sekolah formal santri. Adapun Rancangan pembelajaran di pesantren, menggunakan sistem tematik sesuai bahasan di kitab yang dipelajari." Metode dan Media 4. Tanya: Bagaimana pendekatan yang ustadzldzah lakukan kepada santri dalam pembelajaran pendidikan agama Islam? Jawab: "Pendekatan deengan cara lebih banyak memberikan analogi-analogi, biar mereka mudah memahami." 5. Tanya: Metode apa saja yang ustadzldzah terapkan dalam pembelajaran pendidikan agama Islam? Jawab: "Metode talaqqi, karena mereka susah apabila tidak talaqqi. Talaqqi itu dengan berjumpa dengan gunmya. Jadi, mereka tidak bisa hanya kita berikan teari dan contah secara verbal atau hanya hafalkan, namun harus dengan praktik langsung. Selain itu, untuk al-Qur'an dengan metode tilawati yang di desain per­ orang an (sorogan). Dan kalau yang sudah mulai bisa, maka bisa dengan halaqah. Untuk bahasa Arab, awalnya dengan hafalan mufrodat, kemudian di tingkat selanjutnya dengan muhadasah." 6. Tanya: Media apa saja yang digunakan dalam pembelajaran pendidikan agama Islam? Jawab: "kalau LCD/ Proyektor iya ada, digunakan saat pelajaran seperti bahasa Arab. Namlm untuk al-Qur'an, santri menggunakan rekaman dari !;peaker al­ Qur 'an. Mereka harus mengulang-ulang hafalan dengan cara mendengarkan. Kalau saat tilawati menggunakan peraga tilawati yakni cetakan buku tilawati yang lebih besar dari buku." Evaluasi 7. Tanya: Bagaimana cara ustadz/dzah melakukan evaluasi terhadap pembelajaran pendidikan agama Islam santri mualaf? Jawab: "kalau di sini tidak ada raport. Jadi, cara evaluasinya kami adakan ujian per dua bulan semacam musabaqah yang seperti musabaqah tilawatil Qur'an. Ada musabaqah hifdzil qur'an, cerdas cermat, muhadharah dan lain sebagainya untuk melihat perkembangan mereka. Penilaian itu kan bersifat lomba, jadi langsung sampaikan di depan siapa yang berprestasi dan juga karni berikan hadiah. Kalau evaluasi harian itu sudah pasti, kan mereka selalu ada PR. PR itu untuk apa? Dengan PR itu mereka bisa mengulangi pelajaran yang sudah diajarkan pada hari itu. Nah ketika pada hari berikutnya yaitu saat mereka mengumpulkan PR masih ditemukan banyak yang belum faham, maka pelajaran tidak akan dilanjutkan. Mereka di suruh sampai hafal dan sampai bisa mengerti itu. Karena di sini, tidak ada yang perlu dikejar, tidak ada semesteran, sehingga enjoy saja. Ada juga evaluasi bulanan yang bersifat umum dari berbagai aspek seperti kebersihan, kedisiplinan, hasil sekolah formal di luar pesantren dan lain sebagainya." Pelaksanaan 8. Tanya: Apa yang menjadi dukungan dan hambatan dalam pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama Islam bagi santri mualaf? Jawab: "pendidikan yang lintas usia. Kemudian, dana bisa menjadi dua, yakni dapat menjadi faktor pendukung atau penghambat. Ketika dana itu ada, maka bisa sangat mendukung berjalannya program ini. Tapi kalau dana itu gak ada, maka bisa menjadi kendala dalam berlanjutnya pembinaan mualaf ini. Karena pada umumnya, mualaf ini kan lebih dhuafa ketimbang yang dhuafa. Dalam artian, mereka selain sekedar tidak merniliki harta juga tidak memiliki keluarga. Sehingga nol persen yakni membina from zero to hero. Kendalanya, di sini belum ada donatur tetap dan juga unit usaha mandiri. Selain dana, adalah tenaga pendidik sudah cukup karena sudah sesuai dengan jumlah santri. Implikasi 9. Tanya: Bagaimana dampak/ feed back yang ustadz/dzah rasakan bagi diri santri mualaf setelah melakukan pembelajaran pendidikan agama Islam di pesantren ini? Jawab: "Dampaknya adalah diantaranya merubah karakter mereka. Yang keras menjadi lumayan lunak setelah mereka mengenal bahwa Islam itu begini, yang sesungguhnya ada nilai ukhuwah lslamiyyah. Yang kedua, kecintaan mereka terhadap Islam semakin militan. Jadi militansi mereka semakin lama semakin kuat. Contohnya, saat diadakan dialog antar mualaf dengan non muslim, mereka mudah terprovokasi. Hal itu wajar brena usia mereka tergolong masih labil. Namun saat mereka tersinggung saat Islam dihina, itu sudah menunjukkan bahwa mereka sudah mulai betul-betul terasa bahwa Islam itu adalah mereka. Sudah ada loyalitas terhadap Islam itu sendiri. Nah, yang paling banyak berkesan lagi adalah diantara mereka sudah banyak yang mengislarnkan keluarga mereka. Itulah dampak dari pendidikan di sini, karena memang dikader untuk itu. Intinya bahwa dampak yang paling terasa adalah mereka sudah banyak yang menjadi juru dakwah Islam atau bahasa lainnya missionaris Islam." PEDOMAN'VA'VANCARA SUBJECT; USTADZ/ USTADZAH ATAU PENDIDIK .': ~~: TA SI~mi~~~d.b"(D... 4.3.\j.d.""h""'" .......•.. JABATAN : ..\J.~.\::.0.-.3 ... QP'O.... ~f)9~~ .......~F.0.nt:en INSTANSI ; .yQS0.mf.l..... A-~:-.. MqR.q......S~t~~....1f.\~.Qne0C\ RIWA Y A T PENDIDIKAN : ................................................................................................ .. DAFTAR PERTANYAAN KATEGORI PRIBAD [ 1. Sudah berapa lama ustadzl ustadzah mengajar di pesantren ini? 2. Apa yang mendorong/ melatar belakangi ustadz/ ustadzah mengajar santri mualaf di pesantren ini? 3. Apa suka duka yang dirasakan selama mengajar di pesantren ini? KATEGORI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA DI PESANTREN KHUSUS MUALAF Tujuall 1. Menurut ustadzlustadzah, apa tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi santri mualaf di pesantren ini? . Materi 2. Materi apa saja yang ustadzldzah berikan kepada santri muaiaf? . 3. Apakah ustadzldzah berperan aktif dalam menyusun rancangan pembelaj:.rran pendidikan agama Islam yang akan disampaikan kepada santri mtialaf? !lletode dan Media 4. Bagaimana pendekatan yang ustadzldzah lakukan kepada santri dalam pembelajaran pendidikan agama Islam? 5. Metode apa saja yang ustadzldzah terapkan dalam pembelajaran pendidikan agama Islam? 6. Media apa saja yang digunakan dalam pembelajaran pendidikan agama Islam? Evaluasi 7. Bagaimana cara ustadzldzah melakukan evaluasi terhadap pembelajaran pendidikan agallJa Islam santri mualaf? 8. Bagaimana dampak/ feed back yang ustadzldzah rasakan bagi diri santri mualaf setelah meIak.llkan pembelajaran pendidikan agama Islan1 di pcsantren ini? Pelaksallaall 9. Apa yang menjadi dukungan dan hambatan dalan1 pelaksanaan pembclajaran pendidikan agama Islam bagi santri mualaf,? . s;.~'f?~~~.......,~;?.....M~.L ...... 2017 TRANSKIP W AWANCARA SUBJECT: USTADZI USTADZAH ATAU PENDIDIK Keterangan: Wawancara dilaksanakan pada 16 Juni 2017, puknl17.00 sid 18.00 WlB. Terdapat perubahan urutan pertanyaan antara pedoman wawancara dan transkip wawancara. BIODATA SINGKAT NAMA : Ustadz Abdul Aziz Laia (Lianus Laia) JABATAN : Pendidik dan Pengasuh Pesantren : Yayasan an-Nab a Center Indonesia INSTANSI RIWAY AT PENDIDIKAN LIPIA STAI al-Hikmah Mampang HASIL WAWANCARA KATEGORl PRIBADI 1. Tanya: Sudah berapa lama ustadzl ustadzah mengajar di pesantren ini? Jawab: "sebelunmya juga saya seorang mualaf dan menjadi lulusan pertama Pesantren Pembinaan Muallaf Yayasan an-Nab a Center Indonesia. Jadi, awalnya saya nyantri, kemudian diminta untuk mengabdi sebagai pendidik bagi santri mualaf di sini. Saya menjadi snatri selama 5 tahun dan kemudian aktif mengajar di pesantren ini hingga sekarang kurang lebih sudah 4 tahun dari tahun 2012." 2. Tanya: Apa yang mendorongl melatar belakangi ustadzl ustadzah mengajar santri mualaf di pesantren ini? Jawab: "Pertama, karena pesantren ini santrinya mualaf, sehingga lebih tepat untuk memadukan antara ilmu yang saya pelajari dengan pengalaman saya, seperti ilmu perbandingan agama. Kedz!a, karena ingin mengabdi kepada pesantren dan kepada guru saya selama ini yakni Ustadz Syamsul Arifin Nababan." 3. Tanya: Apa suka duka yang dirasakan selama mengajar di pesantren ini? Jawab: "Pertama, mengajar mualafitu berbeda dengan notabene santri lainnya. Yakni kalau dikeraskan menjadi down. Sehingga kita harus pandai menarik ulur mereka. Kedua, terkadang sifatjahiliyyah masih terbawa seperti rasa malas yang luar ~iasa dan kemauan tinggi yang kurang. Karena malasnya itu berbeda dengan malasnya orang Islam." KATEGORl PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA DI PESANTREN KHUSUS MUALAF Tuju(ln 1. Tanya: Menurut ustadzl ustadzah, apa tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi santri mualaf di pesantren ini? Jawab : "Pertama, Aqidah bertujuan a) untuk menguatkan keyakinan mereka dalam mengenal Islam itu sendiri; b) untuk memberikan perbandingan ketuhanan antara Islam dengan Kristen; dan c) untuk mengetahui hakikat Allah swt. dan sejarah kenabian Allah swt. Kedua, Fiqh bertujuan untuk mengenalkan tentang hukum-hukum Islam mulai drai peribadatan, jual beli dan hukum-hukum lainnya. Ketiga Akhlak bertujuan untuk mengetahui tentang kepribadian yang dikehendaki oleh Allah swt. berdasarkan contoh, anjuran dan ketentuan Rasulullah saw." Materi 2. Tanya: Materi apa saja yang ustadz/dzah berikan kepada santri mualaf? Jawab: "Untuk Aqidah yaitu: a) memahami dan memaknai ma'rifatullah, ma'rifatun nabi, dan ma'rifatul dinil 151am; b) memaharni makna tauhid rububiyah, tauhid uluhiyyah dan tauhid asma' wa shifat; c) memahami konsekuensi dua kalimat syahadat dan d) memaharni hal-hal yang membatalkan keislaman. Materi akhlak yaitu a) urgensi akhlaq dan keutamaam1ya; b) birrul walidain dan khuququl walidain; c) Riya', 'Ujub, Basad dan Sombong; dan d) su'udhon.. sedangkan materi fikih yaitu: a) pengenalan thaharah dan macam­ macanmya; b) tata cara berwudhu dan tayammum; c) hukum azan dan tata cara pelaksanaam1ya; d) shalat, makna shalat, hukum, syarat, rukun dan tata cara pelaksanaannya." 3. Tanya: Apakah ustadzldzah berperan aktif dalam menyusun rancangan pembelajaran pendidikan agama Islam yang akan disampaikan kepada santri mualaf? Jawab: "di sini tidak ada RPP, pemetaan dan lain sebagainya. Perancanaan pembelajaran dengan mengikuti buku ajar" Metode dan Media 4. Tanya: Bagaimana pendekatan yang ustadz/dzah lakukan kepada santri dalam pembelajaran pendidikan agama Islam? Jawab: "pendekatan yang dilakukan agar santri mau belajar adalah dengan muwajjahah. Atau dapat disebut juga personality" 5. Tanya: Metode apa saja yang ustadz/dzah terapkan dalam pembelajaran pendidikan agama Islam? Jawab: "beberapa metode yang sering kita gunakan yaitu diantaranya ceramah, hafalan dan mengulangi pembelajaran yang sudah diulangi oleh guru itu sendiri. Namun semua metode dikembalikan kepada ustadznya masing-masing." 6. Tanya: Media apa saja yang digunakan dalam pembelajaran pendidikan agama Islam? Jawab: "media yang digunakan dalam pembelajaran seringnya selain papan tulis adalah buku." Evaluasi 7. Tanya: Bagaimana cara ustadz/dzah melakukan evaluasi terhadap pembelajaran pendidikan agama Islam santri mualaf? Jawab: "sebehlm kita memulai pembelajaran hari ini, haruslah mengulangi materi pelllbelajaran yang lalu sebagai evaluasi kami." Pelaksanaan 8. Tanya: Apa yang menjadi dukungan dan hambatan dalam pelaksanaan pembelajaran pendidikan agama Islam bagi santri mualaf? Jawab: "yang mendukung adanya pt:mbelajaran di sini adalah ketersediaan fasilitas yang sudah lengkap, nyaman dan memadai. Kalau dalam pembelajaran, yang menghambat itu semangat belajar anak-anak yang naik turun. Jadi, guru harus benar-benar memberikan dorongan semangat kepada mereka." lmplikasi 9. Tanya: Bagaimana dampak/ feed back yang ustadz/dzah rasakan bagi diri santri mualaf sete1ah melakukan pembelajaran pendidikan agama Islam di pesantren ini? Jawab: "meskipun selama ini yang kita gunakan sistem klasikal, namun kecintaan santri terhadap al-Qur'an sangat tinggi. Selain itu juga hafalan santri sudah meningkat. " PEDOMAN vVAvVANCARA SUBJECT: USTAD7J USTADZAH ATAU PENDlDIK .': mODATA STNGKA T N'A'MA ....................................................................... JA.BAT1\'N ...................................................................... . Il...J'S'rANSI ...................................................................... . RT\VAYATPENDJDIKAN: ................................................................................................. . DAFT AI{ PERTA NYAAN K8,TEGQRI PRlBADI 1. Sudah berapa lama ustadzl ustadzah mengajar di pesantren ini? 2. Apa yang.mendorongl melatar belakangi ustadzl Llstadzah mengajar santri mualaf di pesantren ini? 3. Apa suka duka yang dirasakan selama mengajar di pesantren ini? KATEGORI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA Dr PESANTREN KHUSUS MUALAF TlIjeutn 1. Menurut ustadzl ustadzah, apa tujuan pembelajaran Pendidikan Agama Islam bagi santri mualaf di pesantrenini? Materi 2. Materi apa saja yang ustadzldzah berikan kepada santri mualaf? 3. ApaJcah ustadzldzah berperan ·aktif dalam menyusun rallcangan 'peil1belajaran pendidikan agama Islam yang akan disampaikan kepada santri muala!'? Metode dan Media 4. Bagaimana pendekatan yang ustadzldzah lak.-ukal1 kepada' santri dalam pembelajaran pendidikan agama Islam? 5. Metode apa saja yang ustadzldzah terapkan dalam pembelajaran pendidikan agama Islam? 6. Media apa saja yang digunakan dalam pembelajaran pendidikan agama Islam? Evaluasi 7. Bagaimana cara ustadzldzah melakukan evaluasi terhadap pcmbeJajaran pendidikan agama Islam santri l11ualaf? 8. Bagaimana dampakl feed back yang ustadz/dzah rasakan bagi diri santri mualaf setelah melakukan pembelajaran pendidikan agama Islam di pesantrcll ini? . Pelaksanaall 9. Apa yang menjadi dukungan. dan hambatan dalam pelaksanaan pe1l1belajaran pendidikan agama Islam bagi santri mualaf? TRANSKIPWAWANCARA SUBJECT: SANTRII PESERTA DIDIK Keterangan: Wawancara dilaksanakan pada 30 Mei 2017, pukull6.00 sid 17.00 WIB. Terdapat perubahan urutan pertanyaan antara pedoman wawancara dan transkip wawancara. BIODATA SINGKAT NAMA : Annas Mansur Zebua (Atanasius Fideli Zebua) USIA : 21 tahun INSTANSI : Pesantren PembinaanMualiafYayasan an-Nab a Center Indonesia HASIL WAWANCARA KATEGORl PRIBADI 1. Tanya: Bagaimana latar be1akang agama sebe1um masuk Islam? Jawab: "saya dulu beragama katolik. Sebelum masuk Islam, prosesnya tidak cepat sekitar satu tahun setengah dalam tahap menuju mualaf iiu. Awalnya saat saya tamat SMP dan bertanya kepada orang tua mau masuk SMA, tapi tidak diperbolehkan. Ada banyak alasan selain masalah ekonomi juga karena saya bandel. Akhirnya saya memutuskan untuk bekerja. Pertama kali bekeJja, saya bekerja sebagai karyawan di sebuah apotek di pulau Nias kotaGunung Sitoli. Nah, jarak rumah dari kota itu dua puluh kilo,jadi se1ama bekerja itu tidak pulang atau tinggal disana. Memang saat itu yang punya apotik juga orang Kristen. Tapi, posisi apotek itu berdekatan dengan masjid, yakni di sebe1ah kanannya masjid besar dan samping kirinya mushola. Dan kebetulan, tempat tidur sayasehari-hari berjarak satu rumah dari mushola ini. Waktu itu, awalnya mendapat hidayah dari adzan dan tilawah-tilawah yang di putar di masjid. Ketika mendengar itu, pemah sampai menangis. Padahal saya tidak tahu sarna sekali apa artinya dan orang-orang itu teriak-teriak itu apa maksudnya? Istilahnya seperti terhipnotis dengan adzan ini. Karena saya agak kepo orangnya jadi akhimya saya mencari tahu berbulan-bulan sampai setahun. Setahun bekerja di apotik itu, saya merasa tidak cocok bekerja di tempat ini. Hal itu bemmla saat saya menonton sebuah siaran ceramah keislaman dan pemilik apotik me1arang saya. Padahal saya menonton itu karena ingin membandingkan agama Islam dengan agama saya sebelurnnya. Akhimya sayapun pindah bekeJja di sebuah toko material bangunan dan perniliknya adalah keluarga muslim. Dari sini, saya banyak be1ajar Islam dengan melihat kehidupan pernilik tempat kerja saya. Kebetulanjuga saya diperbolehkan tinggal di rumah mereka dan bantu-bantu di sana. Selama tinggal di sana, saya melihat adab mereka jauh sekali dengan karni yang dulunya. Sehingga saya sempat berpikir apakah begini ajaran orang Islam? Tapi saat itu belum ada niat akan masuk Islam. Jadi pada waktu itu, saya terus membaca buku tentang Islam dan membanding-bandingkan, selain itu juga dibantu dengan siaran ceramah-ceramah. Sehingga saya merasa banyak sekali masukan dari situ. Namun saat itu masih belum ada niat masuk Islam, meskipun sudah banyak dapat perbandingan. Akhimya, kebetulan saat itu bulan puasa saya ikut coba puasa tanpa sepengetahuan dan berbohong kepada pemilik tempat bekeJja. Meskipun saat itu saya belum masuk Islam, namun ikut berpuasa agar mengerti bagaimana sih rasanya puasa itu? Seberapa susahnya puasa itu? Akhimya sete1ah lebaran yakni sekitar bulan September 2013 lalu saya mengutarakan masuk Islam kepada mereka. Mereka diliputi kaget dan bahagia. Namun saat itu mereka tidak langsung memberikan respon untuk langsung mensyahadatkan saya. Mereka menyarankan untuk meminta persetujuan kepada orang tua saya dahulu. Saya meminta waktu satu lninggu untuk bertikir dan akhirnya saya memberanikan diri untuk mengatakan kepada ibu saya. Hasilnya orang tua saya tetap tidak menyetujui karena dalam riwayat keluarga belum ada yang muslim. Tapi saya tetap mau masuk Islam dan tidak tergoyahkan. Sehingga dengan terpaksa saya mengatakan kepada bapak Jazuli Tanjung (pemilik tempat kerja) bahwa saya telah diperbolehkan oleh orang tua untuk masuk Islam. Meskipun faktanya orang tua belum menyetujuinya." 2. Tanya: Kapan anda mengambil keputusan menjadi mualaf? Jawab: "Dengan melewati proses yang cukup panjang, saya mengutarakan niat masuk Islam pada September 2013. Namun resmi bersyahadat pada Oktober 2013." 3. Tanya: Bagaimana perasaan anda setelah masuk Islam? Jawab: "sebelum mengucapkan kalimat syahadat saya agak gugup. Namun setelah syahadat, perasaan lega dan merasakan beban-beban hilang semuanya. Padahal, justru beban akan semakin banyak seperti menghadapi orang tua, keluaraga dan lain sebagainya. Bahkan semenjak masuk Islam, saya langsung menjaga dan menjauhi semua kenakalan seperti rokok, mabuk dan obat-obatan terlarang." 4. Tanya: Apa alasan terbesar anda ingin masuk Islam? Jika mendapat dorongan dari orang lain, siapa itu? Jawab: "alasannya saya ingin tahu sendiri. Dengan membanding-bandingkan, saya fikir agama Islam adalah agama yang paling benar. Sehingga saya masuk Islam atas kesadaran dari diri sendiri tanpa ada yang mempengaruhi." 5. Tanya: Apa hal yang menarik dari Islam? Jawab: "kalau dulu tertarik karen a adzan dan tilawah-tilawah yang diputar di masjid­ masjid itu. Dan setelah mengenal Islam, saya sangat nyaman dan mantab untuk masuk Islam." 6. Tanya: Bagaimana respon keluarga setelah mengetahui anda menjadi mualaf? Jawab: "dari awal, orang tua tidak mengetahui bahwa saya telah masuk Islam. Namun, dua minggu setelah saya masuk pesantren ini, orang tua menelpon. Tiba-tiba bapak memaki-maki dan marah kepada saya. Awalnyc saya bingung dan kage t kenapa bapak seperti itu? Saya kemudian tersadar kalau selama ini orang tua memang belum tahu tentang keislaman saya, sehingga bam sayajujur. Terakhir, bapak sampai meminta saya untuk pulang dengan berbagai cara. Sampai -sampai bapak mengancam akan membunih ibu jika saya tidak pulang. Hingga sayapun ikut terbawa sakit hati dan berbalik mengancam bapak saya. Bapakpun akhirnya seperti mengalah dan mengakhiri telepon saya saat itu. Dengan perasaan penuh marah, saya sudah berniat untuk pulang. Namun setelah mengobrol dan meminta nasihat kepada kyai (Ustadz Nababan), perasaan marah telah mereda. Dengan tersenyum beliau menasihati saya untuk tidak terbawa emosi dan menegaskan bahwa tidak mungkin seorang suami membunuh istri karena masalah seperti ini. Setelah sekitar setahun setengah lost contact dengan orang tua, baru-bam ini orang tua menelpon dan mengabarkan bahwa bapak dan ibu sedang sakit. Mendengar kondisi mereka, benar-benar hilang rasa marah dan sakit hati saya. Begitupun orang tua juga sudah tidak ada rasa marah lagi. Kemudian saya cerita kepada ustadz Nababan dan ustadz Nababan memberikan respon dengan memberikan hadiah umrah kepada saya. Pada saat umrah bulan April lalu, di sana saya banyak mendoakan kedua orang tua saya. Sepulang umrah, saya pulang ke kampung. Dan ketika di kampung, saya berfikir keluarga masih seperti dulu yang mengancam-ancam dan lain sebagainya. cuma karena saya nekad, jadi tidak terlalu peduli apapun. Pilihan saya saat itu kalau tidak lari ya mati di sana. Namun ketika sampai sana, saya disambut dengan baik. Tidak ada lagi kebencian-kebencian seperti dulu. Rasanya seperti mimpi." 7. Tanya: Sudah berapa lama anda menjadi santri/wati di pesantren ini? Jawab: "sudah tiga tahun, ceritanya pada masa saya sudah bertekad bulat masuk Islam dan setelah saya diislamkan di rumah pak Juzli Tanjung. Selama itu beliau yang membimbing saya, meskipun tidak secara langsung mengajar saya, namun beliau mehyuruh saya be1ajar. Beliau kenaI dengan guru-guru di sana. Suatu hari, saya diikutsertakan lomba khutbah Jumat di Gunung Sitoli. Dengan perasaan bingung kenapa saya diikutsertakan lomba. Padahal saya baru 3 bulan masuk Islam. Sehingga saya be1ajar selama dua minggu full, karena khutbah Jumat itu berbeda dengan yang dipraktekkan di gereja. Dalam khutbah Jumat kan ada rukun, adab dan lain sebagainya. Dan tidak disangkanya, temyata saya mendapat juara 2. Nah dari situlah, saya mulai banyak belajar lagi. Berawal dari sana, mungkin pak Juzli Tanjung dan ustadz lainnya melihat potensi saya tersebut. Sehingga mereka mencarikan saya pesantren yang cocok dengan saya dan yang bisa membina saya. Kebetulan salah satu pengurus di sana mengenal Ustadz Aziz, yang sama-sama berasal dari Nias. Ustadz Aziz-Iah yang membawa saya ke pesantren ini sekitar tahun 2014 bulan September lalu." 8. Tanya: Apa suka dan duka selama be1ajar di pesantren ini? Jawab: "lebih ban yak sukanya sih. Paling yang tidak sukanya itu ada ternan-ternan yang tidak sehati. Kadang suka terpancing emosi. ya biasalah. Tapi kalau dengan pelajaran enggak. Dalam pelajaran saya senang sekali. Apapun pelajarannya itu, semuanya saya senang. Karena guru-gurunya juga baik-baik lah, dalam mengajarinya juga. Tapi dalam pe1ajaran gak ada kesusahan. Sukanya itu ya karena semua pe1ajaran di sini dan fasilitas yang lengkap di sini." KATEGORI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA DI PESANTREN KHUSUS MTJALAF Tujuan 1. Tanya: Apa tujuan yang ingin anda capai sete1ah be1ajar pendidikan agama Islam di pesantren ini? Jawab: "saya lebih fokus ke Aqidah, karena saya fikir inilah nanti yang bisa saya dakwahkan di kampung kepada orang tua saya khususnya, ke1uarga dan masyarakat di Nias sana. Makanya saya lebih ke Aqidah kalau dalam pelajaran agamanya. Sete1ah itu baru Fiqh, karena menyangkut hukum-hukum khususnya tata cara sholat dan lain sebagainya." Materi 2. Tanya: Apa saja materi yang ustadz/ustadzah sampaikan kepada anda? Jawab: "Kalau materi-materi di sini ada aqidah, kristologi atau perbandingan­ perbandingan agama, fiqh, tahsin dan ta~ficlz, Bahasa Arab, Hadis dan Sirah Nabawiyah. Tapi yang kita pelajari, materi yang dasar-dasar." 3. Tanya: Apakah materi-materi pembelajaran agama Islam yang disampaikan tersebut, sesuai dengan kebutuhan pengetahuan keislaman anda? Jawab: "kalau menurut saya itll sangat sesllai, karen a kita yang tidak mempunyai ilmu apa-apa kemudian diisi dengan dasar-dasar sepe11i itll." Metode dan Media 4. Tanya: Bagaimana cara/ metode ustadz/ustadzah memberikan pembelajaran agama Islam kepada anda? Jawab: "kalau metode ustadz lebih suka kalau membuat kita terbawa suasana. Jadi tidak terlalu fokus dan tidak mudah ngantuk. Kadang ada penjelasannya, ada tanya jawab, ada timbal balik seperti ustadz menjelaskan kemudian kita disuruh menjelaskan kembali. Kita tidak pernah dipaksa, namun kita yang merasa iri kalau ada teman yang bisa." 5. Tanya: Bagaimana media pembelajaran yang ustadz/dzah gunakan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam? Jawab: "Umumnya, ustadz seperti kajian biasa saja seperti papan tulis. Tapi kalau pelajaran kristologi biasanya ustadz pakai komputer dan LCD." 6. Tanya: Apakah penggunaan metode dan media yang ustadz/ dzah gunakan dalam pembelajaran pendidikan Agama Islam sesuai dengan kebutuhan pengetahuan keislaman anda? Jawab: "Iya, kalau menurut saya cukup memuaskan. Jadi tidak terlalu memberatkan kita dalam belajar." Evaluasi 7. Tanya: Bagaimana proses penilaian yang dilakukan llstadz/ ustadzah dalam pembelajaran pendidikan agama Islam yang and a tempuh? Jawab: "Evaluasinya itll sebulan sekali. Tapi ya, apa yang dipelajari selama sebulan itu kita ditanya secara acak secara lisan. Kalau setelah belajar, ada evaluasi harian. Ada juga setelah beberapa kali pertemuan ada evaluasi berbentuk ujian tulis. Semuanya tergantung dari ustadznya masing-masing." Pelaksanaan 8. Tanya: Apa saja faktor pendukur;.g dan penghambat yang anda rasakan dalam pembelajaran pendidikan agama Islam dari ustadz/ ustadzah terhadap santri? Jawab: "Kalau kita sih ada perpustakaan, jadi kita bebas mau baca buku apa aja dipersilahkan. Jadi itu sudah mendukung hanget. Kita tidak terlalu fokus pada pelajaran yang ada, tapi kita bisa membaca melalui perpustakaan itu at au melalui internet juga kita bisa. Karena alhamdulillah kita dibebaskan untuk pakai internet. Jadi saya rasa itu udah mendukung hanget. Kalau yang menghambat itu diri sendiri, seperti kadang suka malas. Kalau dari pesantren tidak ada yang menghambat. " 9. Tanya: Bagaimana cara anda sebagai santri dalam meningkatkan pemahaman dan penerapan keislaman di pesantren ini? Jawab: "Karena saya orangnya agak pendiam, cuman pendiam tapi gak pendiam banget sih. Jadi saya belum punya cara khusus. Cuman dari sikap aja-lah. Kalau dulunya agak keras dan kasar, sekarang jadi sedikit-sedikit lembut. Mungkin, Saya fikir itu juga salah satu cara berdakwah tanpa harus ngomong." Implikasi 10. Tanya: Bagaimana dampak yang anda rasakan setelah masuk dan menempuh pendidikan agama Islam di pesantren ini? Jawab: "Dampaknya sudah ada, walaupun sedikit. Seperti al-Qur'an, selama di sini alhamdulillah 3 juz sudah hafal. Kemudian sudah bisa juga membedakan agarna yang dulu dengan agama Islam ini. Seperti kenapa konsep ketuhanan itu berbeda? Siapa yesus yang disembah itu sebenamya? Setelah belajar di Pesantren an-Nab a ini, saya sudah tahu semuanya. Jadi tinggal siap-siap dakwah ini. Hehe." PEDOMAN WA\VANCARA SUBJECT: SANTRV PESERTA DIDIK ~~~:TA SI~%lg~ .. )~~~?~.... ~g\?,~9: ....'.~~~!~. w.n.v.n........................ ti'de\i ~ebJQ) : ... 2.l..... d-- Sud 1 ...... ·· ......·.... ·· ..· : .. 1u.t~ ... ~~~.:: ...~~~N.1 .....P.}~..9.-.t}J.~®.~ .. J~~'dif<o.n Sl l Of) : .. r.~~.~ P.~~~n.... M,v.P.\\\0f" ..y~~J®r, an - f\ld,bC\ C€(1~r l{'C\\)(\gtQ PAFTARPERTANYAAN KATEGORI PRIBADI --.,.­ . 1. Bagaimana latar belakang agama sebelummasuk Islam? 2. Kapan anda mengambil keputusan menjadi mualaf? 3. Bagaimana perasaan anda setelah masuk Islam? 4. Apa alasan terbesar and a ingin masuk Islam? Jika mendapat dorongan dari orang lain, siapa itu? . 5. Apa hal yang menarik dari Islam? 6. Bagaimana respon keluarga·setelah mengetahui anda menjadi mualaf? 7. Sudahberapa lama and a menjadi santrilwati di pesantren ini? 8. Apa suka dan duka selama belajar di pesantren ini? USIA KELAS INSTANSI ... KATEGORI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA Dr PESANTREN KT-fUSUS MUALAF Tujuan 1. Apa tujuan yang ingin anda capai setelah belajar pendidikan agama Islam di pesantren ini? Mated 1. Apa saja materi yang ustadzlustadzah sampaikan kepada anda? 2. Apakah materi-materi pembelajaran agama Islam yang disampaikan tersebut, sesuai dengan kebutuhan pengetahuan keislaman anda? Metode clan IIfedia 3. Bagaimana caral metode ustadzlustadzah memberikan pembelajaran agama Islam kepadaanda? 4. Bagaimana media pembelajaran yang ustadzldzah gunakan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam? 5. Apakah penggunaan metode dan media yang ustadzl dzah gunakan dalam pembelajaran pendidikan Agama Islam sesuai dengan kebutuhan pengetahuan keislaman anda? Evaluasi 1. Bagaimana proses penilaiaI'l yang dilakukan ustadzl ustadzah dalam pembelaj aran pendidikan agama Islam yang anda tempuh? 2. Bagaimana dampak yang anda rasakan setelah masuk dan menempuh pendidikan agama Islan1 di pesantren ini? Pelaksanaal1 3. Apa saja faktor pendukung dan penghambat yang unda rasakan dalam pembelajaran pcndidikan agatna Islam dad ustac1z1 llsttldzah terhada p snl1tri '7 4. Bagaimana eara anda sebagai santrl dnlam meningkatknn pCllwlwlll:11l chin penerapan keislaman di pesantren illi? :; TRANSKIPWAWANCARA SUBJECT: SANTRII PESERTA DIDIK Keterangan: Wawancara dilaksanakan pada 30 Mei 2017, pukul13.00 sid 14.00 WIB. Terdapat perubahan urutan pertanyaan antara pedoman wawancara dan transkip wawancara. BIODATA SINGKAT NAMA : Khairunnisa (Odete Soarez) USIA : 25 tahun INSTANSI : Pesantren Pembinaan MualiafYayasan an-Naba Center Indonesia BASIL WAWANCARA KATEGORI PRIBADI 1. Tanya: Bagaimana latar be1akang agama sebe1um masuk Islam? Jawab: "Saya mualaf yang dulu beragama Kristen Katolik. Awal mula masuk Islam itu gak disengaja banget. Karena pada tahun 1999, ketika ada perbedaan pendapat antara Indonesia dan Timor Leste, keluarga memilih untuk ikut hldonesia. Sehingga kita tinggal di perbatasan antara NTT dan Timor Leste. Ketika itu, kita sebagai pendatang dan benar-benar tidak memiliki apa-apa. Saya harus berhenti sekolah (2 SD). Seiring berjalannya waktu tahun 2004, menurut orang tua daripada berdiam diri di sini (kampung) dengan keadaan seperti ini, maka diminta untuk hijrah ke luar. Karena bagi orang tua pendidikan anak itu nomor satu. Nah, Saat itu, ada seorang mualaf dari Timor Leste bemama Pak Zainuddin Halim yang setiap tahunnya membawa anak -anak untuk sekolah di Pulau Jawa dan semua kebutuhan di tanggung oleh yayasan sampai tamat SMA. Saat itu be1iau bertemu dengan orang tua saya untuk menawarkan agar saya ikut beliau. Orang tua memberikan restu dan doa kepada saya untuk ikut berangkat ke pulau Jawa. Ketika berangkat kita menggunakan kapal, sat rombongan ada 15 orang. Dan begitu sampai ke yayasan, kita kaget karena temyata yayasan tersebut milik orang Islam. Sebelunmya kita tidak diberi tahu tentang hal itu, hanya intinya sekolah. Sehingga tiba hari ke-3 di yayasan, kami pun berontak. Saat itu, kita ditempatkan di rumah kyai dulu. Hingga 15 hari kemudian, barulah kami ditempatkan di yayasan. Saat itu melihat anak-anak di sana sudahpakai kerudung. Pokoknya saat itu kacau lah perasaan saya. IntL'lya seperti terjebak di sana. Mau balik ke kampung lagi bagaimana, merasa bingung dengan lama perjalanan dan biaya. Dengan berontak untuk pular..g karena kami kesini bukan untuk berpindah agama, tapi niat belajar. Alhamdulillah, ustadz memberikan respon bahwa kita harus kembalikan ke niat, kalau memang niatnya untuk belajar akan kita fasilitasi. Tapi tetap saja, saat itu ada sekitar 80 orang di yayasan itu. Jadi, kita merasa iseng gitu. Dan mereka juga pendatang dari berbagai daerah. Saat itu kami rombongan ke empat. Akhimya, dengan jawaban ustadz tadi kita akhimya mencoba menerima. Namun tetap saja, setiap hari membuat tidak nyaman karena krnan-teman pagi -pagi sudah bangun buat sholat, belaj ar sampai sore, ada baca do'a-do'a juga setiap hari. Sedangkan kita tidak ngapa-ngapain, karena memang kita bukan muslim. Selain itu juga fasilitas di sana kurang nyaman seperti kamar mandinya minim. Sehingga beberapa teman saya benar-benar tidak nyaman dan memutuskan untuk pulang. Akhimya dari 15 orang tersebut hanya tersisa 4 orang termasuk saya. Setelah dua minggu berlalu di pesantren, dengan tekanan batin yang ada, akhimya saya berdo'a jikalau memang ini jalan yang betul untukku, maka luluhkar. hati saya untuk menerima agama ini. Sudah masuk tiga minggu, akhimya saya memutuskan untuk bilang ke ustadz kalau saya mau masuk Islam meskipun hati saya belum sepenuhnya mau. Saya ingin syahadat dulu saja, siapa tau saya akan mendapat hidayah nanti. Ustadzpun memberi tahu bahwa masuk Islam bukan sekedar syahadat saja loh, ada kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan. Dengan gigihnya saya tetap ingin di syahadatkan. Setelah tiga minggu berlalu, akhimya saya di syahadatkan. Saat mengucap kalimat syahadat itu, mulai tumbuh rasa nyaman yang berbeda sebelum bersyahadat. Sebelumnya saya merasa malu karena saya merasa ngapain jauh-jauh belajar ke sini dan bagaimana saya bisa membawa perubahan nanti, kalau belajar sehari hanya 5 jam dari jam 7 sampai jam 12. Berbeda dengan ternan-ternan sampai sore belajamya. Setelah itu, saya mulai belajar tentang Islam dan keinginan belajar sangat tinggi karena mengingat orang tua saya." 2. Tanya: Kapan anda mengambil keputusan menjadi mualaf? Jawab: "Sekitar kelas 1 SMP yaitu tahun 2004." 3. Tanya: Bagaimana perasaan anda setelah masuk Islam? Jawab: "Ketika sudah benar-benar merasakan Islam adalah satu-satunya agama, maka dari situ saya mulai ngerasain manisnya memeluk agama Islam." 4. Tanya: Apa alasan terbesar anda ingin masuk Islam? Jika mendapat dorongan dari orang lain, siapa itu? Jawab: "seperti cerita, awalnya saya tidak berkeinginan masuk Islam. Hal itu karena keadaan yang membuat saya terjebak dalam yayasan berlingkungan Islam." 5. Tanya: Apa hal yang menarik dari Islam? Jawab: "Setelah mempelajari Islam, temyata dalam Islam itu tidak membeda-bedakan fisik dan hmia seseorang. Allah hanya melihat ketaqwaan dan kualitas iman manusia. Selain itu juga, di masyarakat juga yang lebih dibutuhkan adalah orang yang mempunyai ilmu. Tidak ada perbedaan antara yang kaya atau miskin, cantik atau jelek, dan lain sebagainya. Kemudian, setelah mempelajari al-Qur'an, Hadist dan do'a-do'a, saya jadi mulai tersadar bahwa di agama saya dulu itu saya terlalu nyantai. Juga di Islam itu benar-benar sangat terperinci ibadah yang ada, juga adanya pahala dan dosa yang diberikan Allah pada semua perbuatan manusia di bumi. Hal ini tidak saya temukan di agama saya sebelumnya. Selain itu, dalam agama Islam itu punya tujuan hidup yangjelas buat kita. 6. Tanya: Bagaimana respon keluarga setelah mengetahui anda menjadi mualaf? Jawab: "kurang lebih saat I SMP tahun 2004, saya mengabarkan kepada orang tua tentang keislaman saya. Saat itu, respon orang tua menerima. Hal terpenting bagi orang tua, yang penting saya sekolah di sini. 7. Tanya: Sudah berapa lama anda menjadi santri/wati di pesantren ini? Jawab: "saya menjadi santri di sini dari lulus SMA, tapi tinggal di sini itu pada awal 2013 dan tinggal dikontrakan. Kemudian menempati gedung pesantren ini baru setahun lalu. Cerita singkatnya, setelah lulus SMA tahun 2011 di mana saya masih dalam tinggi-tingginya semangat belajar, namun sesuai kontrak bahwa yayasan tidak dapat lagi memberikan fasilitas kepada saya untuk kuliah. Dengan penuh kebimbangan saya bingung kalau mau pulang belum siap mental dan ilmu atau apabila mau kuliah bagaimana pembiayaannya. Karena kebetulan ada saudara (kakak kelas di yayasan al­ Ikhlas) dari Timur Leste bemama Orlando yang sudah lama tinggal di Jakarta ikut ustadz Nababan. Setelah menghubunginya, Ia meminta izin kepada ustadz Nababan. Alhamdulillah ustadz Nababan mengizinkan dan bersedia membiayai kuliah dan keseharian saya. Namun karena saat itu belum ada pesantren untuk putri maka kami ditempatkan di kontrakan terlebih dahulu. Karena tinggal di kontrakan, karena belajar tidak maksimal akhimya ustadz Nababan membeli tanah dan membangun pesantren putri. Peletakkan batu pertama dan pembangunan selama 1 tahun, sampai gedung pertama jadi dan diresmikan pada awal Januari 2016. Pertama kali ada 16 orang santri putri." 8. Tanya: Apa suka dan duka selama belajar di pesantren ini? Jawab: "Lebih banyak sukanya belajar di sini"karena dari awal sudah niat banget. apalagi menemukan lembaga yang mencukupi fasilitas semuanya seperti ini, jadi tidak ada duka sarna sekali. Kalau dukanya lebih banyak di luaran sana. Mungkin dampaknya lebih ke orang tua. Karena orang tua sepenuhnya mengizinkan kita belajar di lingkungan Islam ini, sedangkan keluarga besar justru menolak. Sampai hari ini karena keluarga besar menolak dan terlalu banyak pembicaraan-pembicaraan yang menyakitkan orang tua, maka orang tua lebih memilih tinggal di sawah. Sehingga, saya terbebani pikiran-pikiran tentang orang tua saya di sana. Juga dukanya kadang kalo ada event-event besar Islam, kalau orang lain menelpon keluarganya. Sedangkan kita tidak bisa. Tapi semua masih bisa diatasi. Jadi, belajar di pesantren ini lebih banyak sukanya, kalau dukanya di luaran." KATEGORI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA DI PESANTREN KHUSUS MUALAF Tujuan 1. Tanya: Apa tujuan yang ingin anda capai setelah belajar pendidikan agama Islam di pesantren ini? Jawab: "Kalau di sini alhamdulillah karena taunya kita mualaf, kita lebih diprio~tasin di pelajaran al-Qur'an sarna Aqidah. Karena tujuan awal ustadz menempatkan kita di sini untuk belajar juga kan untuk bagaimana caranya membuat kita 100 persen gitu keimannanya terh~dap agama Islam, keimanannya kepada Allah. Makanya kita di fasilitasi banyak materi pelajaran. Dengan tujuan, ketika kita sudah keluar dari sini, bagaimana caranya kita bisa menjadi seorang kader dakwah. Karena buat apa kita bertahun-tahun belajar di sini, kalau kita sukses untuk diri kita sendiri. Nah harapan Ustadz Nababan beserta ustadz-ustadz lain yang di sini, mereka benar-benar memperhatikan pendidikan kita. Supaya ketika kita keluar dari sini ada perubahan gitu. Bukan ketika ke1uar dari sini makin rusak. Ketika kita keluar dari sini, gimana caranya kita bisa berbagi ilmu dengan orang tua kit a, bisa mengajak mereka. Kan hidayah itu milik Allah, cuman ikhtiar dari kita kalo gak ada ya sarna aja. Jadi, tetep harus ada upaya dari kita juga. Intinya, kita disiapkan untuk menjadi orang yang bermanfaat untuk umat." Materi 2. Tanya: Apa saja materi yang ustadz/ustadzah sampaikan kepada anda? Jawab: "Di sini kita difasilitasi ada pelajaran al-Quran, Aqidah, Fiqh, Hadist. Bahkan sekarang yang lagi getol banget itu pelajaran Bahasa Arab dan al-Qur'an. karena kita tau sendiri pedoman kita itu al-Qur'an dan Hadist. Kalau kita tidak punya pemahaman Bahasa Arab yang baik, bagaimana caranya kita bisa memahami keyakinan kita. Bahasanya kan bukan punya kita. Jadi yang saya pelajari di sini banyak banget. Selain iu juga ada pelajaran sirah nabawi. Kalau malam minggu, kitajuga ada materi buat dakwah. Itu disebut muhadharah." 3. Tanya: Apakah materi-materi pembelajaran agama Islam yang disampaikan tersebut, sesuai dengan kebutuhan pengetahuan keislaman anda? Jawab: "Ya, sesuai. Jadi disesuaikan, karena kita di sini kan ada yang baru 5 bulan, ada yang setahun, ada yang sudah 8 tahun. Jadi disesuaikan dengan kondisi kita. Ada yang jadi satu kelas, ada yang dipisah kelasnya. Tergantung, karena kegiatannya menyesuaikan dengan aktivitas kita juga di luar. Seperti pelajaran Bahasa Arab dan pelajaran al-Qur'an itu satu kelas. Karena kita sarna-sarna dari awal. Tapi kalau Aqidah dan lain sebagainya dipisah-pisah, karena usia masuk Islamnya kan berbeda-beda. Tapi kadang juga suka disatukan, ya itung-itung muraja'ah." Metode dan Media 4. Tanya: Bagaimana cara/ metode ustadz/ustadzah memberikan pembelajaran agama Islam kepada anda? Jawab: "kita biasanya disatukan di kelas, karena pelajarannya itu setelah shubuh khusus ada setoran hafalan Qur'an semuanya. Nanti disesuaikan kalau ada yang Iqra dipandu dengan yang sudah setoran, kemudian dibenarkan lagi oleh Ustadz. Kemudian abis Ashar-nya itu berbeda-beda harinya, kadang ada Aqidah dan lain­ lain. Karena kita seminggufull belajarnya. Metode ustadznya gak ceramah aja, ada buku panduan buat kita dan disesuaikan dengan kemampuan kita. Stelah menjelaskan, biasnaya ada interaksi sarna santrinya. Nanti maju satu-satu untuk praktek seperti praktek sholatnya, praktek hafalannya dan lain sebagainya. Ada juga nanti tanya jawabnya. Selain itu, di materi Aqidah setelah ustadz menjelaskan, nanti kita dipilih satu-satu dan dikasih judul masing-masing. Kita harus mencari tahu dan pecahkan materi itu lalu menjelaskan di depan kelas. Yang paling seru itu kalau ada diskusi ustadz sarna santri." 5. Tanya: Bagaimana media pembelajaran yang ustadz/dzah gunakan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam? Jawab: "kalau proyektor biasanya kalau ada event-event penting misalnya kalau ada tamu. Pada saat pelajaran kristologi juga memakai proyektor. Kalau pelajaran­ pelajaran lain lebih banyak menggunakan buku panduan dan papan tulis. Karena selain itu lebih banyak prakteknya. Tugasnya ya itu, kita dikasih judul dan materi. Kita mencari materi itu entah dari internet atau dari mana." 6. Tanya: Apakah penggunaan metode dan media yang ustadz/ dzah gunakan dalam pembelajaran pendidikan Agama Islam sesuai dengan kebutuhan pengetahuan keislaman anda? Jawab: "Alhamdulillah sampai hari kita merasa bisa mengikuti dan bisa menyerap ilmu. Jadi sampai hari kita merasa cukup. Karena kadang sesekali memakai proyektor apalagi saat pelajaran Kristologi. Karena dari situ kita ditunjukin dalil­ dalilnya, ptrbedaan ibadah agama Islam dan lainnya. Jadi, kaya lebih menarik gitu dan tidak hanya monoton hanya dengan dengerin aja, kaya kita bisa melihat ada gambar dan lain sebagainya. Tapi sejauh ini, alhamdulillah kita bisa mengikuti dengan metode ustadz. Kita menikmati karena kita langsung ada prakteknya. Gak sekedar denger, ustadz selesai jelasin "udah ya, sampai sini bubar". Tapi kita benar-benar ketika masuk, setelah ustadz jelaskan langsung sekitar satu setengah jam nya untuk praktek. Jadi, langsung ada timbal balik dari ustadz." Evaluasi 7. Tanya: Bagaimana proses penilaian yang dilakukan ustadz/ ustadzah dalam pembelajaran pendidikan agama Islam yang anda tempuh? Jawab: "Biasanya kita diadakannya setelah selesai satu bab, kita ada ujiannya. Bisa lisan, bisa tulis, tergantung kebijakan ustadz. Tapi biasanya ada lisan dan tulisnya juga. Karena kalau dalil itu, bagaimana kita bisa menulis dalil kalau tidak hafal dulu. Kalau untuk al-Quran setiap satu juz kita ujian. Nanti kita ngumpul semua yang sudah selesai hafal satu juz, maju ke depan kemudian di acak sama ustadznya. Misalnya diminta meneruskan ayat." Pelaksanaan 8. Tanya: Apa saja faktor pendukung dan penghambat yang anda rasakan dalam pembelajaran pendidikan agama Islam dari ustadzl ustadzah terhadap santri? Jawab: "faktor pendukung itu banyak banget. Karena kita sangat tercukupi fasilitasnya seperti dikasih motor, uang saku, keperluan kitapun juga dibelanjakan oleh ustadz dan istri beliau, bahkan hal yang sensitif perempuanpun juga dibelanjakan. Jadi dari semua aspeknya sangat membantu. Bahkan guru-gurunya pun, saat mereka mengajar sudah seperti ayah sendiri. Sedangkan kendala yang dialami Ustadz sendiri wallahu a'lam. Kita hanya bisa terus membantu dengan mendoakan beliau. Kalau kendala dalam pembelajaran, terkait dengan jadwal pembelajaran. Karena tidak mudah mencari guru yang all out membina kami seperti bersedia stay di sini. Jadi, terkadang kita ingin belajar semuanya, cuman karena terbatas juga. Kadang juga ketika ustadz ada tugas dakwah yang tidak bisa ditinggalkan, kita hams pandai-pandaimengaturjadwal. Tapi, hampir semua tidak ada kendalanya. Bagaimana tidak mbak? Untuk pelajaran saja kita langsung didatangkan ahlinya. Untuk Bahasa Arab dan Hadist langsung dari Mesir dan Sudan. Bahkan yang mengajar al-Qur'an kitapun seorang Hafidz. Pelajaran lainnya juga ahlinya semua. Bagi saya pribadi sih gak ada kendala, mungkin hambatan itu efeknya ke keluarga. Seperti jarang sekali bisa berkomunikasi dengan keluarga. Tapi semua santri memiliki pengalaman-pengalaman yang berbeda." 9. Tanya: Bagaimana cara anda sebagai santri dalam meningkatkan pemahaman dan penerapan keislaman di pesantren ini? Jawab: "kalau saya tetap punya schedule. Saya coba memaksimalkan waktu luang yang saya punya. Selain belajar di sini, saya kuliah lagi di dua tempat di luar pesantren. " Implikasi 10. Tanya: Bagaimana dampak yang anda rasakan sete1ah masuk dan menempuh pendidikan agama Islam di pesantren ini? Jawab: "sampai hari ini, semakin gila niat saya agar orang tua ikut serta masuk Islam juga. Walau bagaimanapun, kita ingin berkumpul satu keluarga dan beribadah bersama. Alhamdulillah melalui washilah pesantren, hingga saat ini semua adik-adik saya (6 saudara) telah masuk Islam juga. Tahun ini juga saya sudah akan ditugaskan di kampung saya untuk berdakwah di sana." PEDOMAN WA'VANCARA SUBJECT : SANTRII PESERT A DIDIK I g...d~...ti ~ .. ">'Q.0:~g.~............ nrODAT A SJNG~AT NAMA : .ts... Q\tY.!).~~.~ ...... ~IN~~TAAS . :> S1 AN· : :~~~~i~qifl~{i\~f~1, :4"'?ci~~"'{em'rXnoan""N\ua\~("'~~~ \CP1 dan cti Z0n a.n~~Q.~ Cel\~r lrdtfleila JlU' DAFTAR PERTANYAAN KATEGORl PRIBADI . 1. Bagaimana latar belakang agama sebelum masuk Islam? 2. Kapan anda mengambil keputusan menjadi ll1ualaf? 3. Bag~iri1ana perasaan anda setelah masuk Islam? 4. Apa alasan terbesar anda ingin masuk Islam? Jika mendapat dorongan dad orang lain, siapa itu? 5. Apa hal yang menarik dari Islam? 6. Bagaimana respon ke1uarga setelah mengetahui anda menjadi mualaf? 7. Sudah berapa lanla anda menjadi santri/wati di pesantren iai? 8. Apa suka dan duka selama belajar di pesantren ini? KATEGORI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA Dr PESANTREN KT-TIJSUS MUALAF Tt~iuan 1. Apa tujuan yang ingin anda capai setelah belajar pendidikan agama Islam di pesantren ini? Mated 1. Apa saja materi yang ustadzlustadzah sampaikan kepada anda? 2. Apakah materi-materi pembelajaran agama Islam yang disampaikan tersebut, sesuai dengan kebutuhan pengetahuan keislarnan and a? Metode timl Media 3. Bagaimana cara/ metode ustadzlustadzah memberikan pembelajaran agama Islam kepada anda? 4_ Bagaimana media pembelajaran yang ustadzldzah gunakan dalam pembeJajaran Pendidikan Agama Islam? 5. Apakah penggunaan metode dan media yang ustadzl dzah gunakan dalam pembelajaran pendidikan Agama Islam sesuai dengan kebutuhan pcngetahuan keislaman anda? Evaluasi 1. Bagaimana proses penilaian yang dilakukan ustadz/ ustadzah dalam pembelajaran pendidikan agama Islam yang anda tempuh? 2. Bagaimalla dampak yang anda rasakan setelah masuk dan menempuh pendidikan agarna Islam di pesantren ini? Pelaksanaan 3. Apa saja faktor pendukung dan penghambat yang anda rasakan dalam pembelajaran pendidikan agama Islam dari tlstac1zJ ustadzah terhadap santri? 4. Bagaimana cara anda sebagai santri dalam meningkatknn pCllHlhanmn dan penerapan keislaman di pcsantren ini? ... ~\~~~~\ .....,.. g.y.... ~~:~\ .... 2017 TRANSKIPWAWANCARA SUBJECT: SANTRII PESERTA DIDIK Keterangan: Wawancara dilaksanakan pada 30 Mei 2017, pukul14.00 sid 15.00 WIB. Terdapat perubahan urutan pertanyaan antara pedornan wawancara dan transkip wawancara. BIODATA SINGKAT NAMA : Nur Hidayah (Prima Sari Rumahordo) USIA : 26 tahun INSTANSI : Pesantren PembinaanMuallafYayasan an-Nab a Center Indonesia RASIL WAW ANCARA KATEGORI PRIBADI 1. Tanya: Bagaimana latar belakang agama sebelum masuk Islam? Jawab: "Agama saya dulu Kristen Protestan. Keluarga saya itu banyak yang menjadi pejabat-pejabat agama. Ayah saya sendiri menjadi tim paduan suara gereja dan sering memenangkan kejuaraan lomba paduan suara tersebut. Bayangkan saja, bagaimana anak dari keluarga pejabat agama, malah justru murtad dari agamanya. Lalu awal mulanya saya sangat tidak suka sama Islam, bahkan saya sering mengejek atau usil dengan ternan-ternan yang Islam dan juga yang mualaf. Namun, saat rnalam hari saya terbangun sendiri karena mendengar bunyi berisik di luar rumah. Dengan memberanikan diri, saya keluar rumah dan sangat terkejut melihat fenomena menakjubkan. Saat itu saya melihat pohon kelapa seakan-akan menunduk dan tingginya menjadi sama rata. Dalam batin saya langsung terpikir kalau pohon kelapa yang menunduk itu mirip seperti gerakan shalat orang Islam. Nah, keesokan harinya di sekolah tiba-tiba say mendengar obrolah ternan tentang malam lailatul qadr. Karena memang saat itu adalah di akhir-akhir bulan Ramadhan. Nah, dari situ saya penasaran dengan Islam. Lalu, karena saya sering ke perpustakaan, tiba-tiba saya sangat penasaran dengan rak buku agama Islam. Padahal sebelumnya saya paling tidak mau mendekati atau membaca buku-buku agama Islam. Begitu saya membuka buku Islam untuk pertama kali, yang saya baca adalah surat al-Ikhlash. Saya sangat terkejut dan mengalarni keguncangan saat membaca arti surat al-Ikhlash ayat ketiga. Saya berpikir bahwa itu memang benar dan rasional bahwa Tuhan itu satu. Saya semakin penasaran dengan Islam, sehingga saya rnasuk ke kelas agama Islam s::.at pelajar~n agama. Kemudian saya membar,a semua buku-buku tentang Islam di sana. Saya semakin terkejut ketika membaca pemyataan bahwa Islam adalah agama yang paling benar. Selain itu, juga makin goyah karena membaca kisah-kisah Nabi, neraka dan syurga, kematian dan lain sebagainya. Terutama kisah Nabi Isa, yang menjadi awal saya masuk Islam. Sehingga saat itu, saya memberanikan diri untuk curhat dengan guru Bahasa Inggrisku. Guruku sangat antusias dengan ceritaku, sehingga ia mengajakku untuk bel temu di lain waktu. Dan saat pertemuan itulah saya di syahadatkan." 2. Tanya: Kapan anda mengambil keputusan menjadi mualaf? Jawab: "saat saya SMA kelas 2 dan saat itu tanggallO April 2008." 3. Tanya: Bagaimana perasaan anda setelah masuk Islam? Jawab: "saya menjaid lebih pemberani, dalam arti yang positif." 4. Tanya: Apa alas an terbesar anda ingin masuk Islam? Jib mendapat uorongan dari orang lain, siapa itu? Jawab: "Ya, awalnya sepe11i yang saya ceritakan tadi. Semunya karen a diri saya pribadi. Berawal dari rasa penasaran saya terhadap Islam, yang dimulai adanya fenomena pohon kelapa tersebut. Namun yang menjadi alasan mantab saat saya masuk Islam adalah setelah membaca surat al-Ikhlash dan kisah Nabi Isa. " 5. Tanya: Apa hal yang menarik dari Islam? Jawab: sebelum masuk Islam, saya tertarik dengan surat al ikhlash, baru penjelasan tentang kematian. S.::lain itu juga keberanian Islam menyatakan sebagai agama paling benar dan kisah Nabi Isa. Namun setelah masuk Islam, saya sangat kagum dengan kekeluargaan orang Islam setelah mendengar saudaranya asuk Islam. Mereka suka rela memberikan bantuan saat saya kesusahan. Dan saat saya sudah menuntut ilmu, saya semakin kagum karena Islam memiliki dasar-dasar. Pertama kemulyaan, bahwa Islam memiliki prinsip yang membedakan umat di mata Allah adalah ketaqwaan bukan kecantikan, kekayaan dan lain sebagainya. Lalu saya terpesona dengan niat. Bahwa di Islam itu segalanya harus diawali dengan niat lillahi ta'ala. 6. Tanya: Bagaimana respon keluarga setelah mengetahui anda menjadi mualaf? Jawab: "Setelah mengucapkan syahadat, saya diam-diam melaksanakan shalat di rumah tetanggaku. Namun pada hari ketiga setelah saya masuk Islam, keluargaku mengetahuinya. Tentu saja keluargaku tidak mengizinkan dan memarahi saya. Saya sampai dipaksa makan babi, dipukul, diusir dan lain sebagainya. Keluargaku melakukan berbagai usaha agar saya kembali ke agama yang dulu. Namun, keteguhanku terhadap Islam tidak tergoyahkan. 7. Tanya: Sudah berapa lama anda menjadi santri/wati di pesantren ini? Jawab: "sudah dua tahun." 8. Tanya: Apa suka dan duka selama belajar di pesantren ini? Jawab: "Sukana banyak sekali, kalau dukanya malah drai kita sendiri sepel1i susah menghafal." KATEGORI PEMBELAJARAN PENDLDIKAN AGAMA DI PESANTREN KHUSUS MUALAF Tujuan 1. Tanya: Apa tujuan yang ingin anda capai setelah belajar pendidikan agama Islam di pesantren ini? Jawab: "Setiap mata pelajaran saya memiliki tujuan masing-masing. Untuk mata pelajaran al-Qur'an, saya ingin menjadi penghafal al-Qur'an dan dapat mengikuti berbagai ajang perlombaan. Untuk mata pelajaran Fiqh dan Akidah agar menguatkan keislaman saya. Dan untuk Bahasa Arab agar saya dapat memberikan motivasi kepada sesama muslim bahwa saya yang mualaf bisa berbahasa Arab. Selain itu, tujuan umumnya ya untuk berdakwah nantinya" Materi 2. Tanya: Apa saja materi yang ustadz/ustadzah sampaikan kepada anda? Jawab: "materi keseluruhannya adalah Aqidah, al-Qur'an, Fiqh, sirah nabawiyah, dan bahasa Arab serta masih banyak lagi yang seperti disebutkan yang lainnya tadi" 3. Tanya: Apakah materi-materi pembelajaran agama Islam yang disampaikan tersebut, sesuai dengan kebutuhan pengetahuan keislaman anda? Jawab: "materi pembelajaran di sini sangat sesuai. Buktinya semua pertanyaan saya dulu telah dapat terjawab dari materi-materi dan pembelajaran di sini." Metode dan Media 4. Tanya: Bagaimana cara/ metode ustadz/ustadzah memberikan pembelajaran agama Islam kepada anda? Jawab: "yang paling saya suka dari rnetode ustadz adalah apabila kita disuruh tampil ke depan seperti demonstrasi mencari contoh dan lain sebagainya. Karena itu dapat menantang otak saya." 5. Tanya: Bagaimana media pembelajaran yang ustadz/dzah gunakan dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam? Jawab: "media yang paling membantu saya adalah speaker murottal ini." 6. Tanya: Apakah penggunaan metode dan media yang ustadz/ dzah gunakan dalam pembe1ajaran pendidikan Agama Islam sesuai dengan kebutuhan pengetahuan keislaman anda? Jawab: "media apapun sarna, asalkan cara teknis guru dalam menyampaikan itu yang paling penting. Guru hams pandai menyampaikan materi dengan bahasa yang pas bagi mualaf. Media bagi saya tidak begitu berpengamh, namun semua media dan metode yang telah ada saya sangat menyukainya." Evaluasi 7. Tanya: Bagaimana proses penilaian yang dilakukan ustadz/ ustadzah dalam pembelajaran pendidikan agama Islam yang anda tempuh? Jawab: "ada yang langsung mengevaluasi dengan menilai kekurangan dan mengapresiasi kelebihan kita. Selain itu, ada PR, sedangkan ujiannya ada yang per bab dan ada juga yang per judul. Semua ustadz berbeda-beda dalam memberikan evaluasi." Pelaksanaan 8. Tanya: Apa saja faktor pendukung dan penghambat yang anda rasakan dalam pembdajaran pendidikan agama Islam dari ustadz/ ustadzah terhadap santri? Jawab: "ustadz di sini sangat sabar sekali. Apalagi menghadapi santri seperti saya yang sedikit keras kepala. Selain itu, fasilitas memang sangat lengkap di sini dan semua didukung kok, namun meskipun terbatas juga tidak apa-apa. Bagi saya yang penting adalah guru dalam mengajar. Kalau yang menghambat itu adalah diri saya sendiri. Seperti rasa malas, susah menghafal dan lain sebagainya" 9. Tanya: Bagaimana cara anda sebagai santri dalam meningkatkan pemahaman dan penerapan keislaman di pesantren ini? Jawab: "beberapa cara khusus yang dimilikinY<l yaitu muraja'ah baik disuruh ustadz maupu tidak, do'a, niat dan silaturrahim ke masyarakat sekitar." Implikasi 10. Tanya: Bagaimana dampak yang anda rasakan setelah masuk dan menempuh pendidikan agama Islam di pesantren ini? Jawab: "saya sudah berani percaya diri dan berani mengakui bahwa saya Islam. Selain itujuga sudah semakin kuat rasa saya untuk berdakwah." PEDOMAN WAvVANCARA SUBJECT: SANfRV·PESERTA DIDIK ~;~:TA SI~~~4,~:'B~.~3h. ....c...r.~.~ . .~~ . . R~hor-~) r".""......".".. USIA KELAS : .... 2~ ... :b:~'.~~............................ : ".~~ .... 9::l~" ..~\!9~..~.~t:9~.. ~~~~~r !i . INSTANSI : ".q~~~t)""~:::~T;-\C~~~~"\~JDnejtQ . DAFTARPERTANYAAN / ~ KATEGORI PRIBADI . 1. Bagaimana latar belakang agama sebelum masuk Islam? 2. Kapananda mengambil keputusan menjadi mualaf? 3. Bagaimana perasaan anda setelah masuk Islam? 4. Apa alasan terbesar and a ingin masuk Islam? Jika mendapat dorongan dari orang lain, siapa itu? 5. Apa hal yang menarik dari Islam? 6. Bagaimana respon keluarga setelah mengetahui anda menjadi mualaf? 7. Sudah berapa lama anda menjadi santrilwati di pesantren ini? 8. Apa suka dan duka selama belajar di pesantren ini? KATEGORI PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA DI PESANTREN KHUSUS MUALAF Tujuan _ 1. Apa tujuan yang ingin anda eapai setelah belajar pendidikan agama Islam di pesantren ini? Mated 1. Apa saja materi yang ustadzlustadzah sampaikan kepada anda? 2. Apakah materi-materi pembelajaran agama Islam yang disampaikan tersebut, sesulii dengan kebutuhan pengetahuan keislaman anda? Metode dan t.1edia 3. Bagaimana eara/ metode ustadzlustadzah memb'erikan pembelajaran agama Islam kepada anda? 4. Bagaimana media pembelajaran yang ustadzldzah gunakan dalam pembelajaran Pelldidikan Agama Islam? 5. Apakah penggunaan metode dan media yang ustadzl dzah gunakan dalam pe:l1belajaran pendidikan Agan1a Islam sesuai dengan kebutuhan pengetahuan keislaman anda? Evaluasi 1. Bagaimana proses penilaian yang dilakukan ustadzl ustadzah dalam pembelajaran pendidikan agama Islam yang anda tempuh? 2. Bagaimana dampak yang anda rasakan setelah masuk dan menempuh pendidikan agama Islam di pesantren ini? .Pelakscmaan 3. Apa saja faktor pendukung dan penghambat yang anda rasakan dalam pcmbelaj8ran pendidikan agama Islam dari ustaclzl ustadzah terhadap s<lntri? 4. Bagaimana eara anda sebagai santri dalam meningkatkan pcmahaman dan penerapan keislaman eli pesantren ini? ".~~f.~~0.~" ...., .~.~" ...~.~~~" ... 2017 Lampiran 7 DATA SANTRI PUTRA DAN PUTRI PESANTREN PEMBINAAN MUALLAF YAYASAN AN-NABA CENTER INDONESIA A. SANTRI PUTRA B. SANTRI PUTRI 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. Sonia Soares Sakinatu Diniyah Diana Danvis NiaKumiati Fatimah az-Zahra Riana Gessi Salma Taek Annisa Fauzia Mahdiyah 17 th 17 th 12 th 16 th 27 th 16 th 18 th 20th Pelajarl MA Soebono Jombang Pelajarl MA Soebono Jombang Pelaiarl MTs. Unwanun Naiah Pelajarl SMAN 10 Tangsel Santril Pesantren Pelaiarl MA Soebono Jombang Pelajarl Paket C Santril Pesantren Lampiran 8 DOKUMENTASI/ FOTO-FOTO Guest House Asrama Santri Ruang Makan Halaman Multifungsi Mushola dan Aula (Kelas Besar) Kelas Mushola Kamar Mandi Kamar Mandi Materi Pembelajaran Fasilitas Motor untuk Keperluan Santri Beberapa Koleksi Perpustakaan Beberapa Buku Ajar dalam Pembelajaran Contoh Kepedulian Masyarakat Kegiatan Wawancara ----'----~--------.- ..-- --- . __._ _ .. ..... An-Naba' Center Pesdntrenn4d Pdrd MUdlldf Pesantren in;#idiriklf~.I1JJJHkrnembirlJ,mendidik, dan menyantuni muallaf~qmpai Wampuberdi(!.sm4iri. Sekaligu5,Jl1emupuk kepedUlianf~~bersqWaan,d~.f!tqri~g~gjaWab seluruh kOlT)ponen mua/laf • ~t1um~t)~/am#atrr!l'rti'bind B angunan bercat dengan karakter warna menyejukan, halaman yang cukup lapang, . asrl dan berslh terasa sangat serasl dengan Ingkungan sekltarnya. Terlihatjelas, para santrl yang tengah bersosialisasi satu dengan lainnya, adajuga yang membuka-buka buku, al-Qur'an dan kitab-kitab rujukan membuat suasana kian hidup di dalam pesantren inl. Memang tak se­ perti seperti pesantren lain, pesantren ini berisi santri yang baru saja mengenallslam, tapl mere­ ka sangat antuslas mendalami ajaran Islam dan meneruskan perjuangan dakwah Islam hlngga akhlr zaman. Itulah sekilas kondisi Pesantren Pembinaan Muallaf An-Naba'Center. Merr.ang, tak banyak plhak yang mengetahul tentang pesantren ini. Padahal, pesantren yang khusus membina, mem­ blmblng, dan menyantunl para muallaf ini telah berdirl sejak 2007. Selama Inl, muallafyang jum­ lahnya terus bertambah nyarls tak terblna apalagi mendapat santunan, padahal mereka adalah salah satu kelompok yang wajib menerima zakat. Ironls memang, ketlka dakwah Islam dl tanah air berkembang pesat tapl pembinaan terhadap mualiaf yang mendambakan kehldupan penuh berkah dl bawah naungan Islamjustru diabaikan. Karena itulah, kebutuhan akan lembaga yang secara khusus membina para muallaf menjadi sangat mendesak dan masuk katagorl dharury. Untuk mewujudkan tujuan Inilah Yayasan An-Naba'Center mendlrlkan Pesantren Pemblnaan Muallaf yang berfungsl memblna, mendldlk, dan menyantunl muallaf sam pal mampu berdirl sendlri. "An-Naba' Center dldlrlkan bukan hanya untuk menglsl mY.:.~ '. M2012 kekosongan pemblna~n pada muallat; tapl juga mengefektlfkan kerja-kerja pemblnaan secara lebih balk, efektlt; dan etislen,'tutur Ustadz Syamsu: Arltin Nababan, pengasuh pesantren. . ·Itulah sebabnya, pesantren yang beralamat dl JI Cenderawasih IV No 1 RT/RW02l03, Kelura­ han Sawah Baru, Kecamatan Ciputat, Kabupaten Tangerang, Proplnsl Bant.. n Inl, menyeleng­ garakan pendidikan formal yang berorlentasl pada pembentukan akidah Islam yang kuat dan kaffah. Sehlngga, dalam jangka panjang akan membentengl para muallaf darl berbagai godaan dan serangan terhadap akidah mereka. Selaln Itu, . pesantren Inl juga mengajarkan berbagal me­ toda untu~ menghadapl mislonarls yang gencar ,­ melakukan kristenisasi. Menurut Ustadz yang akrab dlsapa Ustallz Nababan Ini, An-Naba'Center juga akan menye­ lenggarakan pendldlkan dan pelatlhan voka­ slonal berbasls entrepreneurship sebagal sayap pembangunan ekonoml pesantren. Sehlngga, secara bertahap, pesantren blsa membekali anak didik dan para muallaf dengan berbagai ketrampilan yang dibutuhkan dalam pasar kerja maupun untuk berwlrausaha secara mandlri. Keprihatinan Pendirian Pesantren Pemblnaan Muallaf An-Naba' Center Inl berawal dar! keperlhatlnan mendalam Ustadz Syamsul Antin Nababan yang menyakslkan dengan mata kepala sendlrl bahwa para muallaf banyak yang terlantar dan tldur dl kolong-kolong Masjld Istlqlal Jakarta. Kondlsl mereka sangat memperihatlnkan karena sete­ .'fj. .( !3h masuk Islam, mereka umumnya terusir darl rumah, hidup tanpa perllndungan orang tua atau keluarga. "Jalan terjallni merekii pillh semata­ mata karena mereka yakln Iman Islam dan ke­ benaran aiaran Islam akan menyelamatkannya dalam mengarungl kehldupan dl dunla hlngga akhlrat kelai(," tutur Ustadz Nababan. Plllhan mereka untuk hlirah ke dalam naungan Islam tldaklah mudah. Pilihan Ini mengaklbatkan mereka terlantar dart pelukan keluarga yang se­ lama Inl mengaslh!. Mereka dlanggap bukan ba­ gian dari keluarga, bahkan mengalami berbagai ancaman dan teror. Karena realltasnya demlklan berat ditambah kurangnya pembinaan terhadap mereka oleh kita yang telah leblh memeluk Islam, aklbatnya sebaglan darl mereka ada yang kem­ ball murtad. "Kondlsl sepertl Inl, dart SUdOl pan­ dang aJaran Islam sangat dlsayangkan. Mengapa mereka yang masuk Islam akhlrnya terlantar1 Mengapa mereka akhlrnya murtad kemball1 Mengapa klta membiarkan mereka menderlta sendlrlan?"tanya Ustadz Nababan. Memang, selama Inl, sebaglan umat Islam dl kawasan Jabodetabek bahkan dl seluruh Indo­ nesia tak mengetahul ada lembaga yang melaku­ kan pemblnaan terhadap muallaf secara terpadu. Secara umum, umat Islam hanya mengen.1 MasJld Istlqlal dan Masjld Agung Sunda Kelapa yang memlllki program pembinaan muallaf. Tapl ketlka dltanya, adakah lembaga atau pesantren yang khusus memblna para muallaf, dipastlkan jawabannya tldak tahu. Inilah faktanya. Berangkat dari fakta Inllah, Pesantren Pemblnaan Mua:laf Annaba' Center dlrl~.an tahun 2oo7lalu. Ustadz Nababan mengaku terenyuh tlap kall mellhat pemblnaan muallaf dl tanah air. "Saya tldak pemah membayangkan bahwa dak­ wah yang selama Inl saya lakukan ternyata tidak ditopang dengan slstem pemblnaan terpadu yang akan membimblng para muallaf menuiu pengenalan dan pendalaman tentang Islam se· eara kaffah."katanya. Ustadz Nababan yang awalnya juga muallaf Inl, metasa sepertl dlsambar petlr dl slang bolong . ketika mengetahul rlntlhan seorang muallaf yang dlblmblngnya terlantar dl jalanan Ibu kota. Mual· lafyang la blmblng Itu teruslr dart keluarg • .,ya, dlpeeat darl pekerjaan, dan tldak memllikl apap­ un keeuall keyaklnannya bahwa Islam adalah pe­ tunjuk hldupnya. "Saat Itulah saya seperti ditegur oleh Allah SWT. Karena Itu, saya segera bangklt untuk berbuat sesuatu. Saya harus bertlndak sepertl yang dilakukan umat Islam lalnnya yakni merangkul dan memperhatikan mereka para muallaf." paparnya. Mengislamkan Kinl mlmplltu telah menjadl kenyataan. Pesantren Pemblnaan Muallaf An-Naba'Center te:ah berdlr' dengan gagah. Pengelolaan yang amanah, profeslonal, mandiri, dan berjuang semata-mata untuk membina, memblmbing. dan menyantuni para muallaf, saat Ini benar-benar menjadi agenda utama dari lembaga Ini. Meski persoalan muallaf sangat beragam dan kian ber­ tambah berat, tapl An-Naba'Centertak akan suo rut di tengah jalan, karena memang perjuangan masih paniang. Ustad Nababan mengatakan, dari pengdlaman dlrlnya seorang muallaf dipastikan mengalaml penolakan dart keluarganya. Setelah keluarga menganggapnya bukan lagl baglan dari kelu­ arga besamya, sl muallaf blasanya akan dleabut haknya darl tempatnya bekerJa. Hal yang paling parah, sl muallaf umumnya harus menlnggalkan rumah. "Bagl muallafyang memillkl kemampuan ekonoml hal sepertl inl tldak terlalu menjadl masalah. Tapi ketika sl muallaf tldak memllikl kelapangan rezekl, blasanya akan sangat men­ derlta: ujamya. Sayangnya, Ustadz Nababan, tldak meml­ 111<1 data pastl berapa jumlah muallaf dl seluruh Indonesia yang hid up terlantar clan tldak meml­ IIkl kemampuan ekonoml yang memadal. Yang jelas, katanya, apapun kondlslnya, para muallaf umumnya membutuhkan pematlan, pem!!lnaan, blmblngan, hlngga santunan. "Karenanya. bagi pengelola lembaga zakat. sebalknya alokasikan sebaglan dana zakat ltu untuk memblna para muallaf, karena kelompok masyarakat Inl wajlb menerlma zakat,"tegasnya. . Juli2012 Hlngga saat Inl, terdapat 25 santrl yang tengah mondok menuntut.llmu di pesantren inl. Tapljika dlhltung sejak awal berdiri sudah mencapal 50 orang leblh, Bahkan. pesantren ini juga telah mengislamkan lebih darl sebelas muallaf. Dua diantaranya warga asing dari AS dan Polandla. ·Alhamduliliah. kaml tldak hanya mengislamkan santrl muallaf yang mondok tapl juga masyarakat umum yang sengaja datang untuk mengucaflkan dua kallmat syahadat: papar Ustadz Nababan. Sedangkan santri yang mondok, semuanya jU9a merupakan muallafyang berasal darl berbagai wilayah dllndonesla. mulai Jari Jawa, Sumatera. Kalimantan. Sulawesi. hingga Papua. Ada juga sejumlah santri dari TImor leste. Keragaman inl sengaja dipupuk dan dlblna untuk menghlndarl kesan ekslusifitas terhadap ., suku, ras, atau etnls tertentu. Ustadz Nababan melanjutkan. mereka yang n,emutuskan masuk Islam berasal dari berbagai kalangan dan tingkat ekonomi. Mereka mengenal Islam umumnya darl bacaan. pernlkahan dan pergaulan. Sebelum memutuskan masuk Islam. mereka bolak-balik datang ke pesantren untuk berdiskusl tentang Islam. 'Mereka memutuskan masuk Islam di pondok Inl karena mendapat Informasl darl muiut ke mulut. Oemlklan juga dengan muallaf yang darl AS dan Polandia. Mereka berdua tahu. saya pernah berblcara dl negeri ' .. " . '. I~ ,"." ....~ Apalagi, pesantren Ini membuka pintu lebar­ tantangan Inl seolah-olah hanya menjadi beban lebar bagi siapa saja yang ingin mengenal dan lembaga dan sang pengelola saja. Padahal, se­ belajar Islam. Karenanya, pesantren asuhannya harusnya, umat Islamlah yang menanggungnya tldak hanya memberlkan pengetahuan kepada secara bersama-sama. ·Seberapapun produktlfit­ santrl yang mondok tapl juga menyedlakan ruang asnya lembaga, perhatlan dan dukungan darl se­ . mua komponen umat Islam tetap dlperlukan untuk bagi masyarakat umum untuk belajar Islam dan Bahasa Arab. Meskl pondoknya tldak dlkenalluas, pengembangan leblh lanjut. Sehrngga, kualit~s tapl berkat Informasl darl mulut ke mulut, akhlrnya . sumber daya muall.f dlkeluarkan akan mampu menjadl garda terdepan perjuangan dakwah dl banyakjuga warga yang berkunjung.Sebaglan dlantaranya adaiah calon muallafyang mengajak . tanah air, bukan ~sal membina dan asal luIus p~m­ blnaan: pungkasnya. berdlskusl sebelum akhlrnya mengucapkan dua. kalimat syahadat. Pertanyaannya; maslhkan klta dlam? Ayo Serupa dengan lembaga pemblnaan mual­ saatnya semua komponen umat Islam bersatu laf yang sudah ada, An-Naba' Center juga banyak membantu pros ram Inl semamp~nya. rim MSC menghadapl tanItJrlga,n. :.ayanI1n)'a, RenCClna Strategi~ An-Naba'Center Yayasan in1 memilikt ren~(lrIa strategis scb~9arbcrikut: 1. /"v1cnginvcntarisir par:IIYlUallaf yang berada di kota maunull di desa agar.. mcndap;Jt fasiJitilS pcndklikZlo d~n peng<1jaran tentang keislJrnan s(:lbagi1i if<hti<lr pf:>rnantapan "1kid~lh IsbrniYi"lh dall akhlaq al-kariln;lh. 2. McncJinvcntal'isir pal'a mUc111af untuk ciitingkJtkc.ln potcnsi (lln slImbcr dJytl y;mU rnereka miliki iJ9,-lr rnempefoleh krst~mfl;]t~n Program Kerja An-Naba'Center ""gram pemblnaan Memberrkan dasar-dasar akidah Islamlyah melalul kajlan rutin. Memberlkan dasar-dasar IImu perbandlngan agama. '. Memberlkan pelatlhan khutbah dan atau ceramah-ceramah yang efektif. ""gram PemIIdikan Menyelenggarakan pendldlkan formal darl tlngkat dasar sampal perguruan t1nggl. Menyelenggarakan pendldlkan pesantren dengan pola terpadu (Islamic boarding school system). yang Sum] s(~hin(J9J 111l:f\ (apai kchidupun yang lilYi1k. 3. 1\.'1eml),lnqul'l silaturdhirn (j,ln komu­ nik;]si ant,H para n111dlhf ctlilumat Islam secar(l keselurLlh~n ulltuk rnen­ cipt()kan sinerui hubufHJan ydllg S(l1;!1~1 Program l'engtlllbangan membiJntu. 4. Menqhimpun potcl1si U1Yidt 1.,1':1111 eli dc:sa clan kota agar brt"'Jccli;l mcnj,ldi • dOf1Zttor I11C'ldlui pernbaY,lldll z~lkat yang Jklif. S. MembJngun berb';l(Jai bC'ntuk u',aila untuk mcrintis tt'rciptanYJ ~,umbcr duya ckonomi bJ.gi kcm;mdll"L:m P,JL] mUilliafyang kurang nliJmpu. 6. O(llarn fungsi sebaqdi 'A.milll"l, YaY<ls;;m An··Nalm' (('nter (jkan tnenya!ulki.ln cbn menyarnpaikan ,:Im-anat I'akill, infilq, dan shadJqi-1h urnJt I:->I~!,n scsu;!i -, o Menghafal al-Qur'an dan tafslrnya. Menghafal Hadrts dan sarahnya. Penguasaan Bahasa Arab_ Penguasaan Bahasa Inggris Program VoIr4sJllnal Pendldlkan Ketrampllan, Menyelenggarakan Baltul Mal wa Tamwil. Annaba' Smart (Swalayan). Pusat Pelayanan Ibadah Hajl dan Umrah. Pusat Konsultasl Perbandlngan Agama dan Hukum Islam. Pusat Konsultasl Keluarga Sakinah. Koperasl Pesantren. • kNcntulln <;yari'at Islam. J"I2012 mY~~ 5 I).' '. Ustadz, dal, idal dan ulall)a di negerllnijumlahnya sangat banyal<, bahkan yang dikenal publik secara naslonal hlngga Internaslonal juga cukup banyak. Tapl sosok ustadz yang awalnya seorang pendeta atau penginJiI kemudlan mendedlkasikan hldupnya dalam dakwah Islamjumlahnya blsa dihitung dengan Jari. Satu dlantaranya adalah Ustadz Syamsul Arlfin Nababan yang akrab disapa Ustadz Nababan. Sebaglan publlk mengenal Ustadz Nababan sebagal pemlIlk Yayasan An-Naba' Center yang mp.ngelola "resantren Pembina Muallaf An­ Naba'Center" di Kabupaten Tangerang, Provinsl Banten. PadahaL ustadz kelahlran Tapanull Utara, Sumatera Utarna, 10 Oktober 1969 Inl, awalnya adalah seorang pendeta dan penglnJiI yang gigih menyebarkan mlsi Kristen di kawasan Tapanull, Sumatera Utara dan sekltarnya. Sejak tahun 1990-an Ia belajar IImu Perbandlngan Agama, maka kerancuan tentang konsep Trlnitas dan pertentangan dl antara ayat­ ayat dalam Injil juga menjadi klan gamblang. .' Akhirnya, pada 1991 Ia memutuskan memeluk Islam setelah setahun lebih ia mempelajarinya melalul studi perbandlngan agama Inl. Setelah memeluk Islam, Nababan pun melanjutkan studinya untuk memperdalam Islam. la pun menamatkan studl S2-nya dllnstltut IImu AI-Qur'an di Clputat, Tangerang. la juga tergabung dalam Ikatan Dai (lKADI) Jakarta. Kini, bersama Istri tercinta, Leli Yuhenl dan keempat putra-putrinya, Ustadz Nababan tak kenai kata menyerah dalam berdakwah menyebarkan Islam ke pelosok negeri bahkan ke kancah Internaslonal.la juga sering . ". .... , r-' 'rE~ ,<",,,, z...,,' ,.0'" J-~'-'.- PESANTREN PEMBINAAN MU'ALLAF YAYASAN AN-NABA' CENTER .;.=~";;!;?:::::::~........­ ,~, JI. Cenderawasih IV, No. 1,RT. 02lRW. 03. . Ke •. Sawah Baru. Kec. Ciputat. Kota Tangerang Selatan. Prop. Bantel'l. Kode Pos 15413. Telp. (021) 74632761. Fax. (74632305). Hp. 08129963993 Web : www.ann~ba...center.com. -. Email: [email protected] A. Latar Belakang Pendirian Pesantren Pernbinaan Mualaf ini bermula dari keperihatinan UstadzSyamsul Arifin Nababan yang mendapati para mualaf terlantar dan tidur di kolong-kolong Masjid Istiqlal Jakarta. Kondisi mereka sangat memperihatinkan kare.na setelah masuk Islam, merekaterusir dari rumah'dan hidup tanpa perlindungan orang tua atau keluarga. Jalan terjal ini mereka pilih karena mereka yakin iman Islam sangat cocok dalammemenuhi gemuruli batin akan kebenaran ajaran Islam. Pilihan ini tidaklilh mudah, sehingga berakibat pada keterlantaran mereka dari pelukan keluarga yang mimgasihi. Mereka dianggap bukan lagi bagian dari keluarga dan bahkan mengalami ancaman teror. Kondisi berat ini dirasa sangat sulit, ditambah kurangnya pembinaan iman Islam kepada mereka yang mengakibatkan sebagian dari mereka murtad kembali. Hal semacam ini bila dilihat dari optik ajaran Islam tentu sangat disayangk,m. Mengapa mereka terlantar? Mengapa mereka murtad kembali? Mengapa mereka dibiarkan menderita sendirian? Menjawab problematika ini Pesantren Pembinaan MualafYayasan Annaba' Center hadir sebagai jawaban atas persoalan mendasar para muallaf. Pesantren inr dirancang untuk membina, mendidik, dan menyantuni para mualaf sampai mereka mampu menjadi juru . dakwah. Para muallaf dididik secara sistemik dan 'programatik berorientasi pada pembentukan aqidah Islam yangkuat dan kaffah. Membekali mereka dengan keterampilan khusus, sehingga memiliki kemampuan yang nantinya dapat bermanfaat dalam kehidupan . bermasyarakat. B. Visi' "Membentuk pribadi Muslim yang kaffah dan mampu menjadi avant-guard (penjaga gawang) bagi penguatan aqidah islamiyah" Laboratorium Komputer Ruang Belajar C.Misi Sebagai sebuah institusi Pendidikan non formal yang akan melahirkan pribadi-pribadi Muslim yang kaffah, berkarakter serta berjiwa kemandirian, maka misi Yayasan Annaba' Center dituangkan dalam beberapa poin sebagai berikut: 1. Menggugurkan seluruh sis a-sis a keyakinan sebelumnya dan menggantikan dengan iman Islam yang lurus. 2. Menanamkan fondasi keislaman yang kokoh berdasarKan al-Qur'an dan Sunnah. 3. Mencetak juru da'wah (Da'i) yang militan berwawasan perbandlngan agama. 4. Membentuk pribadi Muslim yang berakhlakul karimah, mandlri dan terampil. 5. l\1enggalang kesatuan dan persatuan di antara kaum Muslimin Indonesia dalam memberikan daya dukung terhadap kebangunan iman dan taqwa yang mantap di kalangan saudara kita kaum Muallaf. 6. Sebagaiikhtiar kelembagaan dalam kerangka mengajak masyarakat untuk peduli melihat keterbelakangan pendidikan dan pembinaan para muallaf Indonesia sebagai salah satu potensi dan aset umat.yang dapat diandalkan keberadaannya bagi bangunan sebuah. masyarakat bangsa yang beriman danbertaqwa. Dewan Guru dan Santriwan Ruang Mushalla D. Program yang Diselenggarakan 1. Program pembinaan Memberikan dasar-dasar aqidah Islamiyah melalui kajian rutin Memberikan dasar-dasarilmu perbandingan agama Memberikan pelatihan khutbah dan atau eeramah­ eeramah umum 2. Program Pendidikan Meny~lenggarakan pol a pesantren. pendidikan noo_Jormal dengan . 3. Program Pengembangan Menghafal al-Qur'an dan tafsirnya Menghafal Hadits dan sarahnya Penguasaan Bahasa Arab Penguasaan Bahasa Inggris Penguasaan Komputer E. Tenaga Pengajar 1. Ust, H. Syamsul Arifin Nababan (Spesialisasi Kristologi) 2. Ust. H. Arifin Purba, MA. (Spesialisasi Retorika Dakwah) 3. Ust. H. Abdul Halim, MA. (Spesialisasi Sejarah Islam) 4. Ust. Rahmat, Le. (Spesialisasi Hadits) 5. Ust. irwansyah, Lc.(Spesialisasi Fiqh) 6. Ust. Mukhlis, Lc. (Spesialisasi Bahasa Arab) 7. .Ust. Sunali, Lc. (SpesialisasiTsaqofah Islamiyah) 8. Ust. Ail Akbar, S.Pdi. (Spesialisasl Aqidah) 9. Ust.ldham Cholid (SpesialisasiTahfidz AI-Quran) 10. Ust. Muhammad Rofiq, S.Pdi. (Spesialisasi Tajwid) 11. Ust. Muhammad Zeini AI-Hafidz (SpesialisasiTahsin) 12. RahmatAI-Fahmi (Spesialisasi Komputer) ~" .. PESANTREN PEMBINAAN MUALLAF YAYASAN AN-NABA' CENTER' Lahan yang Akan Dibangun Pesanlren Muallaf Pulri Para Santrl Pesantren Pemblnaan Muallaf Yayasan An-Naba' Center :MARI SELAMATKAN p QIDAH PARA MUALLAF PUTRI DENGAN BERWAKAF U1'.TTUK PEMBANGUNANPESANTREN~rnREKA Usal Pengislaman Mr. Cowell Dari Amerlka Usal Pengislaman Mr. David dariPolandia Bantuan wakaf bangunan sebesar Rp. 2.000.000/meter dapat disalurkan melalul rekening: .• ~N~. Rek. 0521.01.013969.508. Sank SRI, a/no Yayasan An-Naba Center, atau No. Rek: 129.000.132.4561, BaNt Mandiri, Cab. Aneka Tambang, a/n Syamsul Mifin' Nababan, atau No. Rek. 6800.243201, Bank SCA KPC Sintaro , a/no Syamsul Arifin Nababan.