Bab I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) dalam dekade ini telah mendorong pertumbuhan ketersediaan informasi yang sangat besar, dalam sisi kuantitas dan keragaman informasi. Namun kelompok yang dapat menikmati hal tersebut tidak banyak. Umumnya baru kelompok masyarakat yang hidup di perkotaan. Sedangkan bagi kelompok masyarakat yang tinggal di pedesaan, kemudahan mendapat informasi tersebut tidak terjadi. Institusi-institusi bisnis, yang menjadi tulang punggung penyediaan informasi tersebut, cenderung enggan masuk wilayah pedesaan. Mungkin faktor pertimbangan bahwa mereka tidak akan mendapat keuntungan ekonomi yang tinggi dengan masuk ke desa menjadi alasan sedikitnya perusahaan penyedia jasa internet yang masuk desa. Pengembangan teknologi informasi dan komunikasi di pedesaan saat ini telah menjadi trend dalam pembangunan di berbagai negara bekembang, termasuk Indonesia. Berbagai pihak, baik dari perguruan tinggi, pemerintah, maupun lembaga pembangunan internasional tertarik untuk melakukan difusi TIK di pedesaan di Indonesia. Berbagai tujuan melatar-belakangi difusi TIK untuk pedesaan tersebut. Sebagian besar dari tujuan pengembangan TIK tersebut adalah bermuara untuk mengurangi kemiskinan dan ketertinggalan serta mengatasi ketidak-adilan akses terhadap bandwith (bandwith-gap). Beberapa pendekatan berfokus pada masalah-masalah livelihood (seperti ketahanan pangan, pertanian dan sebagainya), beberapa pada pendidikan dan kesehatan, beberapa pada ekperimetasi teknologi informasi dan komunikasi itu sendiri dan lain-lain1. Namun tidak jarang berbagai projek difusi inovasi tekonologi informasi dan komunikasi yang dilakukan di Indonesia tersebut, mengalami kegagalan. Kegagalan tersebut dapat berupa tidak diadopsinya projek oleh masyarakat atau tidak adanya keberlanjutan pemanfaatan teknologi, setelah projek meninggalkan desa. Penerapan teknologi informasi 1 Craigh (2005) 1 dan komunikasi bagi masyarakat pedesaan memiliki kompleksitas yang lebih tinggi dibanding penerapan teknologi informasi dan komunikasi pada masyarakat urban. Tawaran kegunaan dan kemudahan dari teknologi informasi dan komunikasi seringkali kurang sesuai dengan yang dibutuhkan oleh sistem sosial dan sistem ekonomi desa. Misalnya kemudahan kalkulasi yang disediakan oleh komputer, belum tentu merupakan kebutuhan penting bagi masyarakat desa. Pendekatan yang mengasumsikan teknologi akan berjalan dengan sendirinya begitu teknologi diletakkan di masyarakat, yang kadang-kadang berhasil di masyarakat urban, belum tentu dapat diterapkan dalam sistem sosial yang ada di desa. Pola interaksi antara teknologi dengan sistem sosial yang berlaku di pedesaan seringkali tidak dipahami oleh para pembawa inovasi teknologi informasi dan komunikasi ke desa, sehingga mereka menemui berbagai hambatan ketika hendak menerapkan inovasi tersebut di desa. Walaupun teknologi informasi dan komunikasi tersebut telah berhasil dipasang di desa, namun seringkali apa yang berlangsung kemudian berbeda dengan tujuan pengembangan teknologi informasi dan komunikasi tersebut. Teknologi yang telah terpasang tersebut diabaikan oleh masyarakat karena tidak seseuai dengan sistem sosial yang berlaku. Kegagalan yang terjadi belum tentu karena aspek teknis dari teknologi tersebut. Menurut Rogers (2003) kegagalan penerapan teknologi dapat terjadi karena inovasi (teknologi) tidak sesuai dengan kebutuhan yang ada di masyarakat, pembawa inovasi gagal menggunakan saluran komunikasi yang tepat, tidak memperhitungkan waktu implementasi yang tepat atau tidak memahami sistem sosial yang berlaku. Pengembangan teknologi informasi dan komunikasi untuk pedesaan yang dilakukan, baik oleh pemerintah, perguruan tinggi, agen-agen pmbangunan, non-governmental organization (NGO) dan lembaga-lembaga lain, seringkali tidak lepas dari persoalanpersoalan tersebut. Pola difusi teknologi informasi dan komunikasi yang dikembangkan seringkali hanya melihat pada satu aspek saja, aspek teknis saja atau aspek sosial saja. Keterkaitan antara aspek sosial dan aspek teknis dari sistem difusi TIK tersebut, sering kurang menjadi perhatian dari pihak-pihak yang mengembangkan difusi teknologi informasi dan komunikasi untuk pedesaan. 2 Dua projek yang menjadi fokus penelitian ini, yaitu projek penerapan teknologi informasi dan komunikasi untuk pedesaan yang dilakukan oleh Pusat Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi ITB (PPTIK-ITB) di Subang, Jawa Barat dan projek sejenis yang dilakukan oleh Persyarikatan Sekolah Rakyat di Kendal, Jawa Tengah, juga mengalami persoalan-persoalan difusi inovasi seperti yang disebutkan di atas. Projek yang pertama mengalami persoalan dalam memperoleh dukungan masyarakat, sehingga proses adopsi yang terjadi lambat. Sedangkan projek kedua mengalami persoalan dalam sustainabilitas. Namun kedua projek tersebut juga mampu melakukan modifikasi, sehingga pendekatan baru muncul di kedua projek tersebut. I.2 Pokok Permasalahan Penerapan suatu teknologi di suatu sistem masyarakat adalah suatu aktivitas yang bersifat dinamis, berubah dari waktu ke waktu, sebagai hasil dari interaksi antara beragam aktor—para pembuat kebijakan, para saintis dan insinyur, kelompok aktivis, para pelaku pasar, dan unsur-unsur sosial lain di masyarakat (Fisher, 2006). Implikasi dari formulasi permasalahan ini adalah bahwa kajian atas tata-kelola teknologi harus menjawab pertanyaan-pertanyaan empiris berikut: bagaimana menjamin bahwa semua aktor sosial dapat terlibat dalam diskusidiskusi tentang pilihan-pilihan teknologis, dan juga ketika suatu keputusan akan diambil; khususnya bagaimana para non-spesialis, dan mereka yang tidak memiliki akses ke sumber-sumber strategis dapat cukup didengar pandanganpandangan mereka; bagaimana pilihan-pilihan teknologis tetap tersedia di sepanjang waktu, dan bagaimana peluang-peluang tetap terbuka untuk membawa pilihan-pilihan tersebut ke dalam perdebatan politik (Yuliar, 2007). Terkait dengan pemikiran tersebut, pertanyaan yang dapat dikenakan pada suatu penerapan teknologi informasi dan komunikasi adalah bagaimana aspek demokrasi dapat diterapkan dalam proses konsepsi dan adopsi teknologi tersebut. Dalam hal ini, relevan untuk mengidentifikasi siapa kelompok-kelompok masyarakat yang akan terkena akibat 3 dari penerapan teknologi tersebut, serta bagaimana pelibatan kelompok-kelompok tersebut dalam pola pengambilan keputusan mengenai pemilihan teknologi. Dalam tataran yang lebih praktis, riset ini mencoba untuk memahami kegagalan dari penerapan TIK dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan seperti: bagaimana ruang-ruang negosiasi yang dibuka atau disediakan oleh suatu kegiatan untuk memasukan teknologi ke dalam suatu masyarakat adalah. bagaimana konfigurasi sosio teknis yang terbentuk dari terbuka atau tidak terbukanya ruang negosiasi tersebut. I.3 Tujuan Memahami pola adopsi teknologi yang terjadi dalam pengembangan teknologi informasi dan komunikasi di pedesaan yang dilakukan oleh perguruan tinggi dan inisiatif keswadayaan masyarakat. Dalam pemahaman pola adopsi ini, peneliti hendak memahami bagaimana diterapkan aspek demokrasi, yang berwujud adanya ruang-ruang negosiasi yang melibatkan pelaku-pelaku yang relevan, termasuk kelompok-kelompok yang mungkin dirugikan. Peneliti hendak melihat apakah aspek demokrasi tersebut masuk sebagai pertimbangan dalam desain atau strategi dari pengembangan adopsi teknologi informasi dan komunikasi untuk pedesaan. Tujuan Praktis 1. Menyediakan lesson learned mengenai proyek difusi teknologi informasi dan komunikasi untuk pedesaan yang dapat diterima dan mampu mendukung kebutuhan pembangunan masyarakat desa. 2. Menyediakan hasil ekstraksi atas pengalaman terhadap proyek-proyek difusi teknologi informasi dan komunikasi bagi pedesaan yang dikembangkan oleh perguruan tinggi, lembaga pembangunan internasional dan NGO. 3. Menyediakan hasil kajian praktis untuk menjadi salah satu referensi bagi pihakpihak yang hendak mengembangkan difusi teknologi informasi dan komunikasi di pedesaan. 4 I.4 Manfaat 1. Difusi teknologi informasi dan komunikasi bagi masyarakat desa telah banyak menjadi perhatian dari perguruan tinggi, lembaga pembangunan internasional, NGO dan aktor-aktor lain, tetapi model difusi TIK untuk pedesaan yang memperhatikan aspek tekno-sosial belum banyak mendapat perhatian. Keberadaan lesson learned atas difusi teknologi yang akan dibangun dalam riset ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mengisi kekosongan tersebut. 2. Beberapa lembaga penelitian dan pengembangan di perguruan tinggi yang berminat untuk mengembangkan difusi teknologi informasi dan komunikasi di pedesaan tidak seluruhnya merupakan lembaga yang memiliki latar belakang kuat dalam riset sosial. Sementara NGO dan lembaga pembangunan internasional seringkali juga bukan lembaga yang memiliki background kuat dalam teknologi informasi dan komunikasi. Karena itu berbagai kendala sosio-teknis sering menghadang proses difusi TIK tersebut dan kurang dapat diperhitungkan dan diantisipasi. Karena itu pula, keberadaan lesson learned untuk difusi TIK di pedesaan diperlukan. 3. Pengembangan teknologi informasi dan komunikasi untuk pedesaan merupakan salah satu prioritas kebijakan pemerintah Indonesia. Hal tersebut tertuang dalam beberapa dokumen kebijakan negara. Namun lesson learned mengenai penerapan teknologi informasi dan komunikasi tersebut belum banyak tersedia, sehingga implementasai kebijakan dalam peraturan-peraturan yang lebih praktis mungkin akan mengalami hambatan. I.5 Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana para pelaku menerjemahkan isu sosial dan isu teknis ke dalam proses konsepi dan adopsi teknologi informasi dan komunikasi yang diterapkan pada masyarakat pedesaan? 2. Bagaimana aspek demokrasi dikembangkan kedalam strategi adopsi teknologi oleh para pelaku projek pengembangan teknologi informasi dan komunikasi tersebut? 5 3. Bagaimana pola interaksi antara inovasi teknologi informasi dan komunikasi tersebut yang dibawa oleh projek dengan sistem sosial yang berlaku di desa? I.6 Metodologi Data yang akan digunakan untuk penelitian ini akan dihasilkan dari pengamatan peneliti terhadap dua projek penerapan teknologi informasi dan komunikasi untuk pedesaan yang dilakukan oleh Pusat Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi ITB (PPTIKITB) di Subang, Jawa Barat dan Persyarikatan Sekolah Rakyat di Kendal, Jawa Tengah. Proyek dari PPTIK ITB yang diteliti adalah proyek Digital Learning: Pengembangan Teknologi Pencarian dan Konten Digital untuk Masyarakat Pedesaan. Sedangkan proyek dari Persyarikatan Sekolah Rakyat yang diteliti adalah proyek pengembangan radio komunitas di desa. Data yang hendak dicari dalam penelitian ini meliputi: Konteks sosial desa (demografi, situasi sosial desa, aktifitas desa, pola penggunaan informasi) Aktor-aktor dan artifak-artifak (pihak projek, pihak desa, dan pihak lain yang mempengaruhi) Proses-proses dan event-event yang terjadi dalam pelaksanaan proyek. Komentar-komentar atas proyek dari pelaku-pelaku relevan di desa, dalam hal ini dimasukan juga komentar dari pihak-pihak yang mungkin tidak terjangkau atau dirugikan oleh proyek ini (seperti keluarga miskin). Untuk menghasilkan data ini, peneliti menggunakan metode penelitian aksi (action research). Dalam metode penelitian aksi ini, peneliti menjadi pengamat yang terlibat dalam tindakan objek yang ditelitinya2. Peneliti sendiri menjadi bagian dari dua proyek yang diteliti ini. Peneliti akan melakukan refleksi dan eksplorasi atas pengalaman yang diperoleh selama mengikuti kedua projek tersebut. Peneliti juga melakuan wawancara mendalam, FGD dan studi dokumen dalam upaya menghasilkan data tersebut. 2 Penelitian dengan pendekatan keterlibatan peneliti dengan obyek yang ditelitinya merupakan pendekatan yang menjadi tradisi dalam riset aksi atau riset partisipatoris, misalnya dalam Participatory Rural Appraisal (PRA), lihat (Tachi, 2003). 6 Analisis data ini akan dilakukan dengan menggunakan model kosepsi adopsi teknologi (Yuliar, 2007). Dalam hal ini akan diamati bagaimana konfigurasi sosio teknis yang terbentuk dari relasi data aktor-aktor dan artifak-artifak teknis yang diperoleh. Kemudian akan dilakukan pemaknaan atas apa saja yang terjadi dalam konfigurasi sosio teknis tersebut. Dalam hal ini akan dilihat bagaimana ruang-ruang negosiasi tersedia di dalam relasi antar aktor-aktor dan artifak teknis tersebut, serta bagaimana pengaruhnya di dalam pembentukan konfigurasi sosio teknis yang baru. Analisis ini akan juga menggunakan teori difusi inovasi (Rogers, 2003) untuk melihat bagaimana pemaknaan atas inovasi, saluran komunikasi dan sistem sosial. I.7 Sistematika Pembahasan Penulisan tesis ini dibagi menjadi lima bab. Bab I merupakan pendahuluan yang memberikan gambaran mengenai latar-belakang dan desain penelitian mengenai pola difusi inovasi dalam pengembangan teknologi informasi di pedesaan. Bab II membahas model konsepsi adopsi teknologi dan teori difusi inovasi yang akan digunakan dalam penelitian ini, serta melihat beberapa pengalaman penerapan teknologi informasi dan komunikasi di tempat lain. Bab III berisi gambaran umum profil lembaga pelaksana projek yang akan diteliti dan profil daerah penelitian. Bab IV membahas mengenai pelaksanaan proses konsepsi adopsi dalam pengembangan teknologi informasi dan komunikasi yang dilakukan oleh kedua lembaga tersebut. Dalam bab ini diuraikan mengenai relasi yang terjadi antara aktor-aktor dan artifak-artifak teknis, serta pemaknaan dari konfigurasi sosioteknis yang terbentuk. Bab terakhir berisi kesimpulan dan saran, Bab V ini sekaligus menjadi refleksi bagi keseluruhan penelitian yang penulis lakukan. 7