masalah penelusuran (kasus kontinu)

advertisement
MASALAH PENELUSURAN (KASUS KONTINU)
Oleh :
Novrini Hasti
Dosen Program Studi Sistem Informasi
UNIKOM
Abstrak
Sistem kontrol optimum adalah suatu sistem yang merancang optimasi nilai,
baik maksimum maupun minimum, dari suatu fungsi objektif. Sistem ini berupa
konstrein dalam bentuk persamaan dinamik. Fungsi objektif menentukan bentuk
sistem kontrol, apakah sistem kontrol yang dihasilkan berbentuk linear, non liniear,
bergantung waktu ataupun statis.
Dalam kasus kontinu, masalah kontrol optimum didefinisikan sebagai
masalah mencari kontrol u, dimana u  U, dimana U adalah himpunan fungsi
kontrol yang diperbolehkan atau diperkenankan. Kontrol ini mengoptimumkan
suatu fungsi objektif dengan memperhatikan konstrein sistem.
Pengembangan dari masalah kontrol ini adalah masalah penelusuran.
Masalah penelusuran tidak saja membawa sistem ke keadaan akhir yang diinginkan
tetapi juga mengatur sehingga sistem menelusuri suatu trayektori dalam interval
waktu tertentu.
Dalam tulisan ini dibahas masalah penelusuran dari sistem kontrol non
linear dan kuadratik linear. Untuk kasus non linear, kontrol u diperoleh dari fungsi
Hamiltonnya, sedangkan untuk kasus kuadratik linear pencarian kontrol u
menggunakan sweep method.
I. Teori-teori
Dasar
tentang
Kontrol Optimum
Di bawah ini akan dipaparkan definisi,
teorema, serta lemma yang diperlukan
untuk mendukung pembahasan masalah
penelusuran.
Definisi 4
Jika A matriks real berukuran n x n dan
x vektor  Rn maka xTAx dinamakan
bentuk kuadratik yang bernilai skalar
real.
Definisi 1
Jika A = (aij) matriks real berukuran n x
m, maka transpos dari A adalah AT =
(aji) matriks real berukuran m x n.
Lemma 5
Misalkan A matriks real sebarang
berukuran n x n, maka terdapat matriks
real simetri B berukuran n x n sehingga
xTAx = xTBx.
Definisi 2
Jika A dan B matriks real berukuran n x
n, maka (AB)T = BTAT.
Bukti :
Misalkan A matriks real sebarang
berukuran n x n.
Definisi 3
Matriks real A berukuran n x n
dikatakan simetri jika AT = A.
Ambil matriks B =
1
( A  AT ) dan C =
2
1
( A  AT ) , sehingga A = B + C,
2
BT
Sedangkan
1
( A  AT )T
2
=
1 T
( A  A) = B, B simetri
2
1
1
CT = ( A  AT )T = ( AT  A)
2
2
1
T
= - (A  A ) = - C
2
=
Jadi :
d T
d
( y x)  ( xT y)  y
dx
dx
Lemma 7
Jika A matriks berukuran n x n yang
simetri dan x vektor n x 1 maka
....(1)
Dari definisi 4 diketahui bahwa xTCx
bernilai skalar, sehingga
(xTCx)T = xTCx
xTCTx = xTCx,
dari (1) didapat xT (-C)x = xTCx 
xTCx = 0,
Jadi xTAx = xT (B+C)x
= xTBx + xTCx
= xTBx
Dengan B matriks real simetri.
d T
( x Ax)  2 Ax
dx
Bukti :
Misalkan matriks A = (aij)nxn dan vektor
x = (xi) dengan i = 1,2,...,n dan j =
1,2,...,n
Maka
n
xT Ax 
n
(a x x ) , sehingga
ij j i
i 1 j 1
d
( xT Ax)  2akk xk 
dxk

n
yi xi 
x y
i i,
xi yi
d T
( x y)  yk
dx
Maka untuk vektor x didapat :
 d
d T
( y x)  
dx
 dx1
d
dx2
T
d
d  T
...
 ( y x)
dx3
dxn 
= y1 y2 y3 ... yn T
 d
d T
( x y)  
dx
 dx1
d
dx2
 aik ) xi
Karena A simetri, maka aki = aik dan
didapat
d
( xT Ax) 
dxk
d
dx3
T
...
d  T
 ( x y)
dxn 
= y1 y2 y3 ... yn T
n
2a
ki xi
 2 Axk
i 1
Maka untuk vektor x didapat
Jadi
i 1
Sedangkan
ki
d
dx2
T
d
d  T
...
 ( x Ax)
dx3
dxn 
 2 Ax1 2 Ax2 2 Ax3 ... 2 Axn T
n

kj x j
j 1
 (a
 d
d T
( x Ax)  
dxk
 dx1
i 1
d T
( y x)  yk dan
dx
xT y 
a
i 1
n
Sedangkan
kj x j
n

Bukti :
Misalkan vektor x = (xi) dan vektor y =
(yi) dengan i = 1,2,3,...,n.
Maka
i 1

a
j 1, j  k
n
aik xi 
i 1
d T
d
( y x)  ( xT y)  y
dx
dx


n
aik xi 
i 1,i  k
n
Lemma 6
Jika x dan y masing-masing vektor
n x 1 maka
yT x 
n
d T
( x Ax)  2 Ax
dx
Definisi 8
Misalkan Q matriks simetri berukuran n
x n, maka matriks Q dikatakan definit
positif (Q > 0) jika  x  0 berlaku
xTQx > 0, dan matriks Q dikatakan
semi definit positif (Q  0) jika  x  0
berlaku xTQx  0. Atau dengan kata
lain dapat pula diperlihatkan bahwa
matriks Q definit positif jika semua
nilai eigennya positif dan semi definit
positif jika semua nilai eigennya non
negatif dan minimal salah satu nilai
eigennya nol.
Tabel 1
Pengontrol Optimum Nonlinear dengan
Fungsi Keadaan Akhir Tertentu
Table 1
Model sistem :
x*  f ( x, u, t ), t  t 0 , t 0 tertentu
Kontrol Optimum Kontinu
Misalkan sistem kontrol x*  Ax  Bu ,
dimana A matriks real n x n, B matriks
real n x m, x di Rn, dan u di Rm.
Fungsi objektifnya adalah :
Fungsi objektif :
T

J (t 0 , u )   ( x(T ), T )  L( x, u, t )dt
t0
T

J (t0 )  1 2 x(T )T S (T ) x(T )  1 2 ( xT Qx  u T Ru)dt
Konstrein keadaan akhir :
 ( x(T ),T )  0
t0
R matriks real m x m, Q matriks n x n,
S(T) matriks real n x n,
R, Q, S(T) simetri semi definit positif
dan R  0.
Kontrol optimum :
1. Fungsi Hamilton :
H ( x, u, t )  L( x, u, t )  T f ( x, u, t )
Persamaan weight continous reachable
gramian dilambangkan dengan G(t0, T)
dan didefinisikan sebagai berikut :
T

G(t0 , T )  e A(T  ) BR1BT e A
T
(T  )
2.
d ,
3.

u(t )  R 1BT e A
T
(T t )


G 1 (t 0 , T ) r (T )  e A(T t0 ) x(t 0 )
Selanjutnya akan kita lihat bentuk
umum dari hasil akhir masalah kontrol
optimum non linear dalam kasus
kontinu pada tabel berikut :
Persamaan keadaan pendukung :
H f T
L
 * 

  ,t  T
x
x
x
t0
Untuk kondisi akhir x(T) = r(T) maka
 (T )  G 1 (t0 ,T ) r (T )  e A(T t 0 ) x(t0 ) ,
Sedangkan kontrol optimumnya dapat
ditulis sebagai berikut
Persamaan keadaan :
H
x* 
 f , t  t0

4.

Kondisi stasioner :
H L f T
0



u u
u
5.
Kondisi batas :
x(t 0 )diberikan

x
  xT v  

T

dx(T )  t   t T v  H

T
dT  0
....(2)
II. Masalah Penelusuran
Untuk membawa sistem ke keadaan
akhir yang diinginkan dan mengatur
sistem sehingga dapat menelusuri (track)
suatu fungsi pada interval waktu tertentu
diperlukan suatu kontrol untai tertutup.
Masalah kontrol ini disebut masalah
penelusuran (tracking problem).
Ada dua masalah yang akan dibahas
pada bagian ini yaitu masalah non liniear
dan masalah kuadratik linear.
 *
1
1
J t 0 ; u   1 2 Cx(T )  r (T )T PCx(T )  r (T )
 (Cx  r)
T

1
2
T

Q(Cx  r )  u T Ru dt ,
t0
...(2a)
Dimana P dan Q merupakan matriks
semi definit positif, dan R merupakan
matriks definit positif, sedangkan
keadaan akhir x(T) tidak tertentu.
Fungsi Hamilton dari sistem di atas
adalah :
H(x,u,) = ½ (Cx - r)TQ(Cx - r)
+ ½ uTRu + Tf(x,u).
Dari tabel 1 diperoleh :
Persamaan keadaan : x* = f(x,u)
.....(3)
H
Persamaan pendukung :  * 
x
2
2C
T
Q(Cx  r )  C T Q T (Cx  r )
T
QCx  2C T Qr


T
 f 
     C T QCx  C T Qr
 x 
...(4)
H
Kondisi stasioner :
0
u
 f 
  
 u 
1
2
2Ru   f 
 x 
T
  Ru  0
...(5)
Syarat batas :
x(t0) diberikan
...(6)
T
T
 x   T  0 , berarti (T) = x ,
Ambil (x,t) = ½ (Cx – r(t))TP(Cx – r(t))
Dari
 ( x, t ) 


Fungsi objektif yang harus diminumkan
adalah :
C
T
 f 
   
 x 
T
2.1. Masalah Non Linear
Pandang sistem non linear x* = f(x,u),
dimana xRn dan f(x,u)Rn. Masalah
penelusuran menentukan suatu kontrol
yang mengatur y(t) = Cx(t) dimana C
adalah matriks n x n sebarang, sehingga
y(t) menelusuri fungsi r(t) tertentu pada
interval waktu [t0,T] dengan fungsi
objektif yang optimum (disini yang
diambil adalah yang minimum).
2
T
 f 
   
 dx 
1
T
2 (Cx  r (t ))
T
T
P(Cx  r (t ))
T
2 ( x C  r (t ))
1 x T C T PCx  1 x T C T
2
2
1
Pr(t )  1 2 r T (t ) PCx  1 2 r T (t ) Pr(t )
diperoleh
x(x,t) = CTPCx - ½ CTPr(t) – ½ CTPr(t)
= CTPCx - CTPr(t)
= CTP(Cx - r(t))
Jadi x(x(T),T) = CTP(Cx(T) – r(T)).
Sehingga,
(T) = x(x(T),T) = CTP(Cx(T) – r(T))
...(7)
Jadi dari kondisi stasioner (5) diperoleh
kontrol optimum
T
 f 
u   R 1   
 u 
...(8)
2.2. Penelusuran Kuadratik Linear
Misalkan suatu sistem yang diamati
berbentuk linear dan fungsi objektifnya
berbentuk kuadratik, maka persamaan
(3) sampai dengan persamaan (5)
menghasilkan
x* = Ax + Bu
...(9)
-* = AT + CTQCx – CTQr ...(10)
BT + Ru = 0
...(11)
Dari persamaan (11) diperoleh kontrol
optimum sebagai berikut
u = -R-1BT
...(12)
sedangkan syarat batas dari sistem ini
sama seperti kasus non linear yaitu
x(t0) diberikan
(T) = CTP(Cx(T) – r(T))
Pensubstitusian persamaan (12) ke
dalam (9) menghasilkan persamaan
keadaan
x* = Ax – BR-1BT
...(13)
sedangkan
persamaan
keadaan
pendukungnya adalah persamaan (10).
Selanjutnya
kita
lihat
sistem
Hamiltonnya
 x*   A
 BR 1 B T   x   0 
     T r

 T
AT
    C Q
  * C QC
Terlihat bahwa syarat batasnya terpisah
antara dua waktu. Untuk x adalah t0 dan
untuk  adalah T, sehingga sistem
Hamilton di atas tidak bisa diselesaikan.
Oleh karena itu harus dicari cara lain
untuk
menyelesaikan
masalah
penelusuran ini. Cara yang dipakai di
sini adalah sweep method.
Dari bentuk syarat batas (7) asumsikan
bahwa (t) untuk semua t  T dapat
dibuat sebagai berikut
(t) = S(t)x(t) – v(t)
...(14)
Dimana S(t) suatu matriks n x n dan v(t)
vektor di Rn.
Dengan membandingkan (14) dengan
syarat batas diperoleh syarat batas untuk
S(t) dan v(t) yaitu
S(T) = CTPC, dan
v(T) = CTPr(T)
Asumsi (14) dapat digunakan jika
persamaan yang konsisten untuk –S*
dan –v* dapat ditentukan.
Sekarang turunkan persamaan (14)
terhadap t sehingga diperoleh
* = S*x + Sx* - v*
-* = -S*x – Sx* + v*
Substitusikan persamaan keadaan (13)
menghasilkan
-* = -S*x – S(Ax-BR-1BT(Sx-v)) + v*
= (-S* – SA + SBR-1BTS)x – SBR-1BTv
+ v*
...(15)
Substitusikan persamaan (14) ke dalam
persamaan
pendukung
(10)
memberikan:
-* = AT + CTQCx – CTQr
= AT(Sx – v) + CTQCx – CTQr
= (ATS + CTQC)x – ATv – CTQr ...(16)
Selanjutnya dari persamaan (15) dan
persamaan (16) diperoleh
(-S*-SA + SBR-1BTS)x – SBR-1BTv +v*
= (ATS + CTQC)x – ATv – CTQr
(-S* - SA + SBR-1BTS –ATS - CTQC)x
= -v* - (AT-SBR-1BT)v –CTQr ...(17)
Karena berlaku untuk semua x, maka
sisi
kiri
dari
persamaan
(17)
menghasilkan :
-S* - SA + SBR-1BTS –ATS - CTQC = 0
-S* = ATS + SA - SBR-1BTS+ CTQC = 0
...(18)
Sedangkan sisi kanan dari persamaan
(17) menghasilkan :
-v* - (AT-SBR-1BT)v –CTQr = 0
-v* - (A-BR-1BTS)T v –CTQr = 0
-v* = (A-BR-1BTS)Tv +CTQr
...(19)
Definisikan K(t) = R-1BTS(t) sehingga
(18) dan (19) menjadi :
-S* = ATS + SA – SBK + CTQC
= ATS + S(A – BK) + CTQC ...(20)
-v* = (A – BK)Tv + CTQr
...(21)
Karena telah didapat persamaan (20)
untuk –S* dan persamaan (21) untuk –
v* berarti asumsi (14) dapat digunakan.
Pensubstitusian (14) ke dalam (12)
menghasilkan kontrol optimum sebagai
berikut :
u*(t) = -R-1BT(t)
= -R-1BT(S(t)x(t) – v(t))
= -R-1BTS(t)x(t) + R-1BTv(t)
Sehingga
u*(t) = -K(t)x(t) + R-1BTv(t) ...(22)
Sedangkan persamaan keadaannya
diperoleh dengan mensubstitusikan
persamaan (22) ke dalam persamaan (9)
yaitu :
x* = Ax + Bu
= Ax – BR-1BTSx + BR-1BTv
= (A - BR-1BTS)x + BR-1BTv
= (A – BK)x + BR-1BTv
...(23)
Selanjutnya akan dibuktikan bahwa
fungsi objektif J(t;u) pada interval [t,T]
dengan menggunakan kontrol optimum
adalah
J(t;u) = ½ xT(t)S(t)x(t) – xT(t)v(t) + w(t)
...(24)
Dimana
-w* = ½ rTQr – ½ vTBR-1BTv, tT
...(25)
w(T) = ½ rT(T)Pr(T)
...(26)
Dari fungsi objektif (2a) diperoleh
persamaan (9) ke dalam persamaan
tersebut.
Karena u = -Kx + R-1BTv,
uT = -xTKT + vTBR-1 dan
karena –S* = ATS + S(A-BK) + CTQC,
-v* = (A – BK)Tv + CTQr,
K = R-1BTS dan
-w *= ½ rTQr – ½ vTBR-1BTv
J (t 0 ; u )
J (t 0 ; u)

1

1
Cx(T )  r (T ) PCx (T )  r (T )
 12 x T (t 0 )S (t 0 ) x(t 0 )  12 x T (t 0 )v(t 0 )
 (Cx  r ) Q(Cx  r )  u Rudt
x (T )C  r (T )PCx(T )  r (T )
 ( x C  r (T )Q(Cx  r )  u Rudt
 12 v t (t 0 ) x(t 0 )  w(t 0 )
T
2
T
T
2
T
t0

1

1

1

1

1
T
2
T
T
T
T
2
T
T
T
t0
(T )C PCx(T ) 
T
2x
T
2r
T
2
T
(T ) PCx(T ) 
 x
T
1
2r
1
2x
T
T
T
(T )C Pr(T )
(T ) Pr(T )
C T QCx  xT C T Qr
t0

 r QCx  r T Qr  u T Ru dt
T
Karena S(T) = CTPC dan v(T) = CTPr(T)
maka dari persamaan (26) diperoleh
J(t0;u)
 1 2 x T (T ) S (T ) x(T )  1 2 x T (T )v(T )
 1 2 v T (T ) x(T )  w(T )
...(27)
Selanjutnya pandang bentuk integral
 dt x
T
1
2
d
T

Sx  x T v  v T x  2w dt
t0

1
2
maka persamaan terbaru tersebut akan
menjadi
x T (T ) S (T ) x(T ) 
 w(T ) 
1
2
1
2
x T (T )v(T )  12 v T (T ) x(T )
x T (t 0 ) S (t 0 ) x(t 0 ) 
1
2
x T (t 0 )v(t 0 )
 12 v T (t 0 ) x(t 0 )  w(t 0 )
...(28)
Selanjutnya kurangi persamaan (27) dan
persamaan (28), dan substitusikan
...(29)
Perhatikan x (t0)v(t0), bentuk ini bernilai
skalar,
sehingga
xT(t0)v(t0)
=
T
T
T
(x (t0)v(t0)) = v (t0)x(t0)
T
Persamaan (29) menjadi
J(t0;u) = ½ xT(t0)S(t0)x(t0) – xT(t0)v(t0)
+ w(t0)
...(30)
Selanjutnya argumentasi di atas berlaku
jika t0 diganti dengan t, t0  t  T. Jadi,
J(t;u) = ½ xT(t)S(t)x(t) – xT(t)v(t) + w(t)
...(31)
Dengan demikian persamaan (24) telah
terbukti.
Rangkuman hasil yang diperoleh dapat
dilihat pada Tabel 2 berikut ini :
Tabel 2
Penelusuran Kuadratik Linear Kontinu
Table 2
Model sistem :
x* = Ax + Bu, t  t0
Fungsi objektif :
J (t 0 ; u )


1
2
T
Cx(T )  r (T )T PCx(T )  r (T )
 (Cx  r)
T

Q(Cx  r )  u T Ru dt
t0
Asumsi :
P  0, Q  0, dan R > 0, ketiganya
adalaha simetri
Kontrol Optimum :
K(t) = R-1BTS(t)
-S* = ATS + S(A-BK) + CTQC
S(T) = CTPC
T
-v* = (A – BK) v + CTQr
v(T) = CTPr
u = -Kx + R-1BTv
x* = (A – BK)x + BR-1BTv
x(t0) diberikan
= - x* - (-x* -x) + 3x -3
= x + 3x – 3
= 4x – 3
x** - 4x = -3
Solusi
umum
dari
persamaan
diferensial orde dua ini adalah
x(t) = Ae2t + Be-2t + ¾
...(b)
Dari persamaan keadaan diperoleh
(t) = -x*(t) + x(t)
= -2Ae2t+2Be-2t–Ae2t-Be-2t – ¾
(t) = -3Ae2t + Be-2t – ¾
...(c)
Karena x(0) = 1, maka dari persamaan
keadaan diperoleh
A+B=¼
...(d)
Dan dari (1) = 0 persamaan (c)
menjadi
-3Ae2 + Be-2 – ¾ = 0
-3Ae2 + (1/4 –A)e-2 – ¾ = 0
3Ae2 + 1/4e-2 – Ae-2 – ¾ = 0
A(-3e2 – e-2) = ¾ - ¼ e-2
A
3
1 2
4  4e
2
2
 3e  e
 39x  1)
1
J (0; u)  12
2

 u 2 dt
0
Di sini dapat dilihat bahwa C=1, P=0,
A=-1, B=1, Q=3, dan R=1.
Dapat ditentukan u sebagai berikut
u = -R-1BT = -1-1.1. = -
...(a)
Jadi persamaan keadaan dan persamaan
pendukungnya adalah
x* = -x + u
* = -(- + 3x – 3) =  - 3x + 3
Turunkan persamaan keadaan dan
substitusi
persamaan
keadaan
pendukung ke dalamnya, diperoleh
x** = - x* - *
= - x* - ( - 3x + 3)
= - x* -  + 3x – 3
e 2  3
12e 2  4e 2
...(e)
Dari persamaan (d) didapat
B  14  A  14 
Contoh 1 :
Misalkan sistem dinyatakan sebagai
persamaan x* = -x + u dengan x(0) = 1
dan r(t) = 1.
Fungsi objektifnya adalah


 3e  3
2
 12e  4e
2
2
3
4
 14 e 2
 3e 2  e 2


 3e 2  e 2  3  e 2
 12e 2  4e 2
3e  3
2
12e 2  4e 2
...(f)
Substitusikan hasil yang didapat pada
(e) dan (f) ke dalam solusi umum (b)
dan persamaan (c) maka diperoleh
 e 2  3  2t  3e 2  3  2t
x(t )  
 3/ 4
e   2
e
2
12e  4e 2 
12e  4e 2 
 e 2  3  2t  3e 2  3  2t
 (t )  3 2
 3/ 4
e   2
e
12e  4e 2 
12e  4e 2 
Akhirnya didapat kontrol optimum (a)
sebagai berikut
 e2  3  2t  3e2  3  2t
u  3 2
e  2
e  3/ 4
2 
2 
12e  4e 
12e  4e 
Contoh 2 :
Penelusuran linear kuadratik skalar
Jika
sistem
dinyatakan
dengan
persamaan x* = ax + bu mempunyai
fungsi objektif
 q(x  r)
T
J (0; u)  12 p( x(T )  r (T )) 2 
1
2
2

 Ru 2 dt
0
Untuk waktu T diberikan dan sinyal
acuan r(t). Maka pada tabel 2 diperoleh
penelusuran optimal sebagai berikut
 s*  2as 

b2s2
 q, s(T )  p
R
 v*  a  b 2
K
s
R
.v  qr, v(T )  pr(T )
bs
R
u   Kx 
bv
R
x*  (a  bK ) x 
b2
v, x(t 0 )diberikan
R
III. Kesimpulan
Dari uraian pembahasan pada bagian II
dapat diambil kesimpulan bahwa
penentuan
kontrol
yang
akan
mengoptimumkan fungsi objektifnya
pada masalah penelusuran untuk kasus
nonlinear dapat diselesaikan melalui
fungsi Hamiltonnya. Sedangkan untuk
kasus kuadratik linear, penentuan
kontrol diselesaikan dengan sweep
method.
SS
Download