BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penggunaan bahan alam sebagai obat tradisional di Indonesia telah dilakukan oleh nenek moyang kita sejak berabad-abad yang lalu terbukti dari adanya naskah lama pada daun lontar Husodo (Jawa), Usada (Bali), Lontarak pabbura (Sulawesi Selatan), dokumen Serat Primbon Jampi, Serat Racikan Boreh Wulang nDalem dan relief candi Borobudur yang menggambarkan orang sedang meracik obat (jamu) dengan tumbuhan sebagai bahan bakunya (Sukandar, 2006). Obat tradisional telah diterapkan secara luas di negara berkembang dan negara maju. Menurut WHO, negara yang menggunakan obat herbal sebagai pelengkap pengobatan primer yaitu Afrika, Asia dan Amerika Latin. Bahkan di Afrika, sebanyak 80% dari populasi di Afrika menggunakan obat tradisional untuk pengobatan primer (WHO, 2003). RISKESDAS (2010) melaporkan sebanyak 95,60% penduduk Indonesia yang mengkonsumsi obat tradisional (jamu) menyatakan bahwa konsumsi jamu bermanfaat bagi tubuh. Persentase penduduk yang merasakan manfaat dari mengkonsumsi jamu berkisar 83,23% hingga 96,66%. Faktor peningkatan penggunaan obat herbal diantaranya adalah usia harapan hidup yang terus meningkat, adanya kegagalan dalam penggunaan obat sintetik atau modern untuk penyakit tertentu seperti kanker serta semakin meluasnya akses informasi. Badan Kesehatan Internasional (WHO) telah merekomendasikan penggunaan obat tradisional termasuk obat herbal dalam pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengobatan penyakit. Hal ini menunjukkan dukungan WHO untuk pengobatan kembali ke alam atau yang lebih dikenal dengan back to nature (Santoso, 1993). Meningkatnya penggunaan obat herbal oleh masyarakat, meningkat pula jumlah industri yang memproduksi obat tradisional. Secara keseluruhan jumlah industri yang memproduksi obat tradisonal baik industri khusus obat tradisional maupun industri farmasi yang memproduksi obat tradisional sampai akhir 2002 di 1 I Indonesia diidapatkan 1012, yang terdiri atas 105 industrri skala besaar dan 907 i industri skalla kecil (Mooeloek, 20066). Badan PO OM (2007) ddalam Dewooto (2007); K Kemenkes (2011) melap porkan bahw wa jumlah inndustri khusuus obat tradisional baik s skala besar yang y dikelompokkan daalam IOT (In ndustri Obat Tradisionaal) di tahun 2 2002 sebesaar 10 industrri dan pada tahun 20066 mencapai 40 4 industri, sedangkan p pada skala kecil yangg dikelomppokkan dalaam IKOT (Industri Kecil K Obat T Tradisional) di tahun 2002 2 sebesaar 29 industri dan padaa tahun 20009 mncapai 1.293 (Gambbar 1). 140 00 120 00 100 00 Jumlah industri 8000 6000 4000 2000 0 IOT T IKO OT 2002 10 2003 58 200 04 54 4 2005 47 2006 40 20008 0 2009 0 29 164 2117 197 172 9951 1293 Tahun G Gambar 1. Jumlah Inddustri Obat Tradisionall (IOT) dann Industri Kecil K Obat Tradisional (IKOT) Konssumen dalam m mengkonssumsi obat tradisional yang y diprodduksi suatu i industri haruus memperh hatikan aspekk keamanannnya. Tiga kaategori obat tradisional i industri berrbahaya untu uk dikonsum msi, yaitu: melebihi m masa kedaluw warsa/tidak m mencantumk kan masa kaadaluwarsa ppada bungkus kemasannyya, menganddung bahan k kimia obat, dan tidak teerdaftar di B Badan Pengaawas Obat dan d Makanan n Republik I Indonesia (B BPOM RI) atau Dinass Kesehatann Propinsi setempat dim mana jamu t tersebut diproduksi dann didistribussikan/dipasarrkan (Sulakssana, 2009).. Peraturan M Menteri Kessehatan No. 007 (2012)a tentang Reggistrasi Obatt Tradisionaal pada Bab 2 II Izin Edar, pasal 2 menyatakan bahwa obat tradisional yang diedarkan di wilayah Indonesia wajib memiliki izin edar, pemberian izin edar dilaksanakan melalui mekanisme registrasi sesuai dengan tatalaksana yang ditetapkan. Sedangkan pasal 7 ayat (1)b tercantum bahwa obat tradisional dilarang mengandung bahan kimia obat. Pembuatan produk kesehatan khususnya obat memiliki tanggung jawab yang sangat besar. Obat yang dikonsumsi oleh masyarakat harus dibuat atau diproduksi sesuai dengan standar yang ditetapkan untuk menjamin kualitas dari obat yang dihasilkan. Begitu juga dengan pembuatan obat tradisional dimana proses produksinya harus memenuhi standar Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB). Persyaratan di dalam pedoman CPOTB harus dipenuhi guna memenuhi tujuan untuk melindungi masyarakat terhadap hal-hal yang merugikan dari penggunaan obat tradisional yang tidak memenuhi persyaratan mutu. Keamanan dan mutu obat tradisional tergantung pada bahan baku, bangunan, prosedur dan pelaksanaan proses pembuatan, peralatan yang digunakan, pengemas termasuk bahannya serta personalia yang terlibat dalam pembuatan obat tradisional. Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik merupakan cara pembuatan obat tradisional yang senantiasa memenuhi persyaratan yang berlaku. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (2011) menyatakan bahwa CPOTB adalah bagian dari pemastian mutu yang memastikan bahwa obat tradisional dibuat dan dikendalikan secara konsisten untuk mencapai standar mutu yang sesuai dengan tujuan penggunaan dan dipersyaratkan dalam izin edar dan spesifikasi produk. Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik digunakan sebagai pedoman bagi semua pihak yang terlibat dalam pembuatan obat tradisional, baik Industri Obat Tradisional (IOT) maupun Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) (Kemenkes, 1991). Kabupaten Sukoharjo khususnya desa Nguter dipilih menjadi daerah penelitian karena selain menjadi sentra obat tradisional, Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT) di Desa Nguter Kabupaten Sukoharjo sejauh ini belum diketahui apakah telah menerapkan CPOTB pada saat produksinya. Untuk itu perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui gambaran penerapan CPOTB pada UKOT di Desa Nguter Kabupaten Sukoharjo. Pemilihan Desa Nguter sebagai 3 subyek penelitian mengingat bahwa desa tersebut telah dicanangkan sebagai Kampung Jamu pada tahun 2012 oleh Dirjen Kementrian Kesehatan. B. Perumusan Masalah Desa Nguter Kabupaten Sukoharjo telah dicanangkan sebagai kampung jamu. Hal ini berarti sebuah kepercayaan terhadap Desa Nguter Kabupaten Sukoharjo sebagai produsen jamu yang memiliki kualitas mutu yang baik. Menjadi sebuah keharusan pada produsen jamu untuk menerapkan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik. Akan tetapi sebagian besar produsen jamu di Desa Nguter Kabupaten Sukoharjo merupakan usaha kecil obat tradisional. Sehingga perlu dikaji secara mendalam, Apakah Usaha Kecil Obat Tradisional di Desa Nguter Kabupaten Sukoharjo telah menerapkan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik? C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum Untuk mengetahui upaya penerapan CPOTB pada UKOT di Desa Nguter Kabupaten Sukoharjo. 2. Tujuan khusus a. Untuk mengevaluasi penerapan CPOTB pada UKOT di Desa Nguter Kabupaten Sukoharjo dengan beberapa aspek, yaitu: personil, bangunan, peralatan, sanitasi dan higiene, bahan baku, dan pengolahan. b. Untuk mengidentifikasi adanya hambatan dalam penerapan CPOTB pada UKOT di Desa Nguter Kabupaten Sukoharjo. c. Untuk mengidentifikasi upaya dalam mengatasi hambatan penerapan CPOTB pada UKOT di Desa Nguter Kabupaten Sukoharjo. D. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat : 1) Teoritis Penelitian ini diharapkan memberikan gambaran upaya penerapan CPOTB pada UKOT di Desa Nguter Kabupaten Sukoharjo karena dengan dicanangkannya 4 Kampung Jamu di Desa Nguter Kabupaten Sukoharjo, diharapkan memiliki perhatian lebih terhadap penerapan CPOTB pada setiap proses produksi sehingga akan meningkatkan kualitas produk obat tradisional (jamu) dan mendapat kepercayaan lebih dari konsumen (masyarakat) 2) Praktis a. Bagi Koperasi Jamu Indonesia di Kabupaten Sukoharjo Memberikan informasi apakah proses produksi Usaha Kecil Obat Tradisional di Desa Nguter Kabupaten Sukoharjo sudah memenuhi CPOTB dan memberikan masukan dalam menentukan kebijakan untuk perbaikan apabila UKOT di Desa Nguter Kabupaten Sukoharjo belum memenuhi persyaratan CPOTB. b. Bagi Usaha Kecil Obat Tradisional di Desa Nguter Kabupaten Sukoharjo Membantu melakukan penilaian penerapan CPOTB terutama pada UKOT yang jarang melakukan evaluasi penilaian penerapan CPOTB, serta memberikan masukan untuk meningkatkan mutu produksi obat tradisional c. Bagi Peneliti Memberikan pengetahuan dan dapat memberikan masukan sebagai bahan pengembangan usaha kecil obat tradisional. 5 E. Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang membahas mengenai pentingnya penerapan CPOTB telah dilakukan oleh Mulyo (2003) membahas mengenai optimalisasi peran dan tanggungjawab Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan BPOM Semarang dalam perlindungan konsumen terhadap produk obat tradisional. Suryadi (2004) membahas evaluasi penerapan Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik (CPOTB) pada beberapa industri obat tradisional yang ada di Jawa Tengah. Subyek yang diteliti adalah Industi Obat Tradisional (IOT) dengan sampling pada 14 industri obat tradisional di Jawa Tengah sehingga yang menjadi subyek penilitian 7 industri obat tradisional yang ada di Jawa Tengah. Mahyona (2006) melakukan evaluasi penerapan Cara Pembuatan Obat Tradisional Yang Baik (CPOTB) dan pengendalian kualitas sediaan tablet X di PT. Kimia Farma Tbk, Plant Jakarta. Peneliti ini membahas mengenai tingkat penerapan CPOTB sediaan tablet pada perusahaan PT. Kimia Farma Tbk, Plant Jakarta. Sutrisno (2009) dengan judul tesis “Ketentuan Larangan Obat Tradisional Menggunakan Bahan Kimia Sintetik dan Standarisasi Pembuatan Obat Tradisonal, penelitian ini membahas mengenai ketentuan larangan obat tradisional menggunakan bahan kimia sintetik dan standarisasi pembuatan obat tradisonal serta kejelasan secara hukum mengenai hubungan antara ketentuan larangan obat tradisional menggunakan bahan kimia sintetik dengan standarisasi pembuatan obat tradisional yang baik dengan objek penelitiannya adalah Undang-undang No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dan Undang-undang Kesehatan 2009 yang baru, Kepmenkes RI No.659/Menkes/SK/X/Tentang CPOTB seta PP No. 51/2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian. Mulqie dan Arlina (2010) dengan judul Penyuluhan Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) dan Persiapan Pendirian Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT) di Kabupaten Garut, dengan kegiatan penyuluhan yang terdiri dari dua kegiatan utama yaitu pembekalan materi tentang CPOTB dan persiapan pendirian IKOT dan kunjungan lapangan guna evaluasi langsung cara pembuatan obat tradisional. 6 Maryati (2012) dengan judul Pelaksanaan Pengawasan Perlindungan Konsumen oleh Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan terhadap Peredaran Obat, Makanan dan Minuman, Kosmetika dan Obat Tradisional Ilegal di Sumatera Barat (Studi Kasus Toko AMD Aziz), dengan hasil penelitian bahwa pelaksanaan pengawasan oleh BPOM Padang terhadap peredaran kosmetik ilegal dalam kasus Toko AMD Aziz dilakukan dalam rangka melindungi konsumen yaitu dalam bentuk pengawasan pre-market dan post-market, serta pelaksanaan fungsi dan peranan BBPOM sebagai bentuk pengawasan mutu, keamanan dan kemanfaatan produk, yang mana hambatan-hambatan yang dihadapi oleh BBPOM diatasi dengan cara lebih mengoptimalkan peranannya sebagai lembaga pengawas obat dan makanan di wilayah Sumatera Barat. Berbeda dengan penelitian-penelitian diatas, peneliti lebih khusus meneliti upaya Penerapan Cara Pembuatan Obat yang Baik pada Usaha Kecil Obat Tradisional di Desa Nguter Kabupaten Sukoharjo yang dicanangkan sebagai Kampung Jamu pada November 2012. 7