Kresno Buntoro – Antara Piracy Dan Armed Robbery At Sea (tinjauan singkat keamanan di selat malaka) ANTARA PIRACY DAN ARMED ROBBERY DI LAUT (Tinjauan Singkat Keamanan di Selat Malaka) Oleh: BUNTORO Dosen Fakultas Hukum – UIEU [email protected] ABSTRAK Selat Malaka merupakan Selat yang lazim digunakan untuk pelayaran internasional. Selat ini dapat mempersingkat jarak tempuh dari negaranegara di Timur Tengah ke negara-negara di Asia. Selat ini berada di antara Pulau Sumatra dan Semenanjung Malaka, dengan panjang kurang lebih 500 mil. Kapal-kapal laut yang melalui selat ini mencapai 700 kapal per bulan. Ini juga menunjukkan selat tersibuk di dunia. Daratan yang paling panjang membentang di kedua tepi selat adalah daratan Pulau Sumatra (Indonesia) dan daratan Semenanjung Malaka (Malaysia). Hal ini memberikan konsekuensi logis, bahwa kedua negara tersebut paling bertanggungjawab terhadap Perairan Selat. Sementara itu, Singapura hanya berbatasan dengan Selat Malaka di bagian ujung Selat Sebelah Selatan sehingga secara factual tidak bertanggungjawab penuh atas Selat Malaka. Di Selat Malaka juga dikabarkan merupakan jalur pelayaran internasional dan dianggap sebagai wilayah bajak laut terbesar di dunia. Beban untuk menjaga dan memelihara keamanan di Selat Malaka sebenarnya bukan merupakan beban individu negara pantai akan tetapi merupakan beban bersama antara negara pantai dengan negara pemakai atau pengguna. Akan tetapi sampai saat ini mekanisme bantuan negara pemakai dalam keamanan di selat belum terformat dengan baik, sehingga ada asumsi bahwa keamanan di selat merupakan beban murni negara pantai. Kata Kunci: Piracy, armed robbery, Selat malaka. Pendahuluan Selat Singapura (Indonesia-Singapura). A. Latar Belakang Namun pada kenyataannya tidak semua Aksi pembajakan Selat Malaka statistik IMB itu akurat, banyak laporan pada tahun 2002 telah mencapai lebih kejadian dari 150 kali. diklarifikasi Sehingga mendapat perampokan terlebih yang belum dahulu. Meski julukan sebagai “The most piracy-strait demikian data itu menciptakan persepsi in the world”, ini karena statistik yang internasional bahwa kawasan itu tidak dikeluarkan oleh Internasional Maritime aman Bureau 2000 sehingga ada wacana untuk melakukan menyebutkan sepertiga kasus perom- intervensi secara militer. Hal itu terjadi pakan (piracy) di dunia berlangsung di karena IMB menggunakan istilah piracy (IMB) sejak tahun dan Selat Malaka (Indonesia-Malaysia) dan 81 Lex Jurnalica Vol.3 No.2 April 2006 rawan aksi terorisme, Kresno Buntoro – Antara Piracy Dan Armed Robbery At Sea (tinjauan singkat keamanan di selat malaka) untuk berbagai bentuk kejahatan di Selat perompakan merupakan kebiasaan atau Malaka. budaya masyarakat tertentu di Indonesia. Implikasi dari pernyataan IMB Pendapat ini sangat tidak benar dan adanya pendapat dari masyarakat disebabkan jika diteliti lebih lanjut internasional bahwa Perairan Indonesia piracy merupakan salah satu trans (Selat Singapura) national crime yang melibatkan banyak merupakan perairan yang tidak aman aktor yang meliputi banyak warga bagi pelayaran akan membawa akibat negara yang tunduk pada jurisdiksi yang baik dari segi politik, ekonomi sosial- berlainan. Malaka dan budaya dan Hankam. Segi Segi HANKAM, ketidakamanan Politik, masyarakat selat Malaka dan Singapura menye- internasional akan berpendapat bahwa babkan Indonesia tidak mampu untuk menjaga keinginan dari negara maritim besar dan menjamin keamanan di Perairan untuk menghadirkan kekuatan angkatan Indonesia sehingga akan menurunkan bersenjatanya di Selat Malaka dan martabat Singapura. Indonesia dan eksistensi banyaknya Hal tawaran ini jelas dan akan Indonesia sebagai negara akan banyak menciptakan masalah baru khususnya dipertanyakan. masalaha Segi Ekonomi, dengan tidak kedaulatan pelanggaran wilayah, negara dan ketidakstabilan terjaminnya wilayah Indonesia maka keamanan di kawasan dan menciptakan akan meningkatkan biaya (cost) bagi kawasan “konflik” baru. pelayaran yang melewati Indonesia terutama nilai asuransi barang, sehingga akan meningkatkan nilai harga barang yang akan berdampak sangat signifikan terhadap perekonomian nasional maupun dunia. B. Batasan Piracy, Armed Robbery at Sea dan Terorisme Maritim Pada saat ini memang belum terdapat kesamaan pendapat diantara negara-negara maritim mengenai Segi sosial-budaya, masyarakat piracy (pembajakan) yang dipandang internasional akan berpendapat bahwa sebagai bentuk terorisme atau yang tingkat sosial dan budaya masyarakat mempunyai ciri-ciri terorisme yang Indonesia diakibatkan perbedaan latar belakang masih mengandalkan piracy rendah sebagai karena mata kepentingan nasional masing-masing pencaharian. Hal ini disebabkan banyak negara pantai. Dalam rangka mendorong pendapat menyebutkan bahwa tindakan upaya kerjasama internasional dalam Lex Jurnalica Vol.3 No.2 April 2006 82 Kresno Buntoro – Antara Piracy Dan Armed Robbery At Sea (tinjauan singkat keamanan di selat malaka) penanganan pembajakan di Selat Malaka tentang perlu pendapat territorial yang dilakukan oleh nahkoda partisipan atau awak kapal yang mengetahui mengenai batasan pengertian antara kapalnya digunakan untuk melakukan Piracy, Armed Robbery at Sea dan perbuatan Terorisme Maritim agar semua negara Sedangkan Pasal 439 KUHP mengatur mempunyai tentang pembajakan di pantai dengan adanya diantara pendekatan negara-negara pandangan yang sama pembajakan di kekerasan luar ditengah laut. sehingga langkah kebijakan antar negara menggunakan pantai menjadi terarah dan integrated kekerasan terhadap kapal yang ada satu sama lain. dalam daerah (sesuai Pasal 1 TZMKO). Dalam Pasal 101 UNCLOS Dalam kapal laut sidang melakukan Council for 1982 pembajakan (piracy) didefinisikan Security Cooperation in Asia Pasifik sebagai suatu aksi yang mencakup (CSCAD), Februari 2002 Kelompok tindakan pelanggaran hukum dengan Kerjasama kekerasan atau pengambilalihan atau batasan Maritime Terorism. Pokok Kerja tindakan memusnahkan yang dilakukan ini untuk tujuan pribadi oleh awak kapal sementara bahwa terorisme merupakan atau penumpang dari suatu kapal atau kegiatan atau tindakan teroris yang setiap dilakukan tindakan turut serta secara Maritim kemudian di telah mengkaji membuat lingkungan batasan maritim, sukarela dalam pengoperasian suatu diarahkan pada kapal atau instalasi di kapal lepas atau pesawat mengetahui fakta udara dengan pantai atau pelabuhan atau suatu kapal atau terhadap personel dan penumpang serta pesawat udara pembajak serta setiap ditujukan pada fasilitas atau bangunan tindakan mengajak atau dengan sengaja di membantu wisata tindakan-tindakan pem- daerah pesisir, serta termasuk lokasi pelabuhan dan kota bajakan itu. Selain itu ada batasan yang pelabuhan. Maka terorisme maritime jelas tentang tempat kejadian tindak didefinisikan pada suatu tindakan atau pidana (locus delictie) tersebut yaitu kegiatan yang tidak hanya menyangkut piracy terjadi di laut bebas. aksi-aksi langsung terhadap aspek Sedangkan tindakan serupa yang maritime tetapi segala sesuatu yang dilakukan di perairan nasional suatu terkait dengan terorisme yang dilakukan negara di, ke dan lewat laut. disebut dengan perompakan bersenjata atau armed robbery. Dalam Pasal 83 438 KUHP dikualifikasikan Dari penjelasan batasan pengertian di atas dapat diketahui Lex Jurnalica Vol.3 No.2 April 2006 Kresno Buntoro – Antara Piracy Dan Armed Robbery At Sea (tinjauan singkat keamanan di selat malaka) perbedaan yang jelas antara Piracy dan tangan negara pantai. Pasal 39 dan Pasal Armed Robbery at Sea. Yang dimaksud 40 Piracy adalah pembajakan yang terjadi kewajiban-kewajiban kapal-kapal atau diluar nasional negara-negara lain yang melaksanakan Armed Robbery at Sea transit passage guna ikut membantu perairan sedangkan adalah yurisdiksi perompakan yang terjadi UNCLOS terwujudnya 1982 menyebutkan keamanan pelayaran perairan nasional negara pantai atau internasional tersebut. Pasal ini sejalan perairan yurisdiksi nasional Indonesia. dengan Pasal 100 UNCLOS 1982 yaitu Penjelasan dan klarifikasi kewajiban untuk kerjasama tentang masalah tindak pidana ini perlu penanganan pembajakan di karena terhadap Berdasarkan ketentuan Pasal termasuk UNCLOS akan penegakan menyangkut hukumnya 1982, negara dalam laut. 42 Indonesia ancaman pidana yang dapat diterapkan sebagai negara pantai mempunyai hak dan jurisdiksi terhadap tindak pidana untuk membuat peraturan perundang- tersebut. Kelemahan yang menonjol undangan yang bertalian dengan transit adalah belum adanya perangkat hukum passage yang meng- tindakan untuk mewujudkan jaminan diatur keamanan pelayaran internasional di memadai akomodasikan untuk batasan yang dalam UNCLOS dengan yang ada di dan melakukan tindakan- Selat Malaka. dalam peraturan perundang-undangan Sedangkan dalam Pasal 43 nasional antara lain KUHP dan UU UNCLOS disebutkan bahwa negara Nomor pemakai dan negara yang berbatasan 21 Tahun 1992 Tentang Pelayaran. dengan selat bekerjasama C. Hak Negara Pantai di Selat Selat Malaka merupakan Selat dalam pengadaan harus dan pemeliharaan di Selat sarana bantu navigasi Malaka hendaknya dan keselamatan yang diperlukan oleh pelayaran internasional yang lazim digunakan untuk pelayaran dan internasional urangan dan pengendalian pencemaran (straits internasional navigation) used for dan yang melakukan pencegahan, peng- dari kapal. berlaku rejim transit passage (Pasal 38 Dalam hal ini beban untuk Ayat (2) UNCLOS 1982). Namun hak menjaga dan memelihara keamanan di perlindungan atas selat itu berada di Selat Malaka bukan merupakan beban individu negara pantai akan tetapi Lex Jurnalica Vol.3 No.2 April 2006 84 Kresno Buntoro – Antara Piracy Dan Armed Robbery At Sea (tinjauan singkat keamanan di selat malaka) merupakan beban bersama antara negara tersebut pantai dengan negara pemakai atau terhadap Perairan Selat. Sementara itu, pengguna. Akan tetapi sampai saat ini Singapura hanya berbatasan dengan mekanisme bantuan negara pemakai Selat Malaka di bagian ujung Selat dalam Sebelah Selatan sehingga secara factual keamanan di selat belum paling bertanggungjawab terformat dengan baik, sehingga ada tidak bertanggungjawab asumsi Selat Malaka. Namun yang cukup bahwa keamanan di selat merupakan beban murni negara pantai. penting IMO Maritime negara mengenai Traffic Separation Organisation) juga memberi perhatian Scheme di Selat Malaka, misalnya, yang serius terhadap masalah keamanan tanker yang penuh muatan menuju Asia dan keselamatan pelayaran di Selat Timur Malaka rekomendasi wilayah perairan RI, sementara yang kepada Pemerintah RI dan negara pantai kosong dengan arah sebaliknya di lainnya untuk mengadakan pengamanan wilayah Malaysia. Atau pembatasan terhadap tonase, kapal lebih 200.000 DWT (International dan memberi pelayaran internasional melalui Selat Malaka. dan Malaysia kesepakatan Utara lewat dan harus harus ketiga melewati berlayar melalui Selat Sunda dan Selat Lombok. internasional di Selat Malaka yaitu Indonesia atau dilarang Salah satu bentuk kerjasama antara adalah penuh atas Selain kerjasama yang perlu untuk terus dibina dan ditingkatkan baik melakukan berbagai perjanjian dan ditingkat kesepakatan antara melakukan operasional, diperlukan pula sikap dan survei hidrologis (1971), pernyataan persepsi yang sama terhadap masalah bersama keamanan kedua lain negara menyusul politik, di Selat diplomasi Malaka dan dan tenggelamnya MV Showa Maru (1975). Singapura. Hal ini mutlak diperlukan Secara geografis sebenarnya negara karena adanya perbedaan kepentingan yang paling berbatasan secara langsung antara dengan Selat Malaka adalah Indonesia Singapura mengenai masalah Keamanan dan Malaysia, karena daratan yang Selat Malaka dan Singapura. Sesuai paling panjang membentang di kedua dengan liputan SK The Starit Times tepi selat adalah daratan Pulau Sumatra tanggal 19 Januari 2004 yang berjudul (Indonesia) dan daratan Semenanjung “securing choke point at sea against Malaka (Malaysia). Hal ini memberikan terrorists” dan tanggal 28 Januari 2004 konsekuensi logis, bahwa kedua negara dengan dua artikel mengenai piracy 85 Indonesia, Lex Jurnalica Vol.3 No.2 April 2006 Malaysia dan Kresno Buntoro – Antara Piracy Dan Armed Robbery At Sea (tinjauan singkat keamanan di selat malaka) yang berjudul “pirate attacks up and kerawanan di sana. Hal ini terutama deadlier too” serta “act fast on sea Singapura yang kini merupakan salah safety”, terdapat beberapa pokok berita satu pusat perminyakan dunia yang bahwa tidak ada serangan bajak laut di penting setelah New York dan London. perairan Singapura tetapi terjadi di jalur Di Singapura juga terdapat industri pelayaran diantara Singapura, Malaysia penyulingan dan Indonesia yang disebut piracy-prone setelah (wilayah bajak laut). Bahwa maritime London. Sehingga dilihat dari segi security di kawasan Selat Singapura kepentingan maka terdapat perbedaan dianggap bocor (leakier) karena adanya yang menyolok antara ketiga negara dua trend yang mengganggu yaitu sehingga pertama adanya political piracy dan permasalahan keamanan di Selat Malaka kedua adanya serangan terhadap tanker- dan Singapura akan berbeda. Perbedaan tanker minyak ini terlihat antara lain bahwa Singapura Untuk political piracy penanganannya minyak Amsterdam, mereka terbesar Houston dalam melihat kepada “setuju” negara pantai, kehadiran kekuatan Asing (diluar ketiga sedangkan untuk kategori kedua telah negara pantai) di Selat Malaka dan berubah Singapura untuk membantu memerangi dari trendnya dimana target serangan piracy bukan kapal kargo saja usulan dan diserahkan pemerintah dengan yang adanya piracy dan maritime terorism. tetapi terutama kapal tunda (barges). Secara Yuridis, untuk men- Dalam laporan Channel News Asia ciptakan keamanan di Selat Malaka, tanggal 21 Desember 2003 memuat Indonesia sebenarnya telah mengadakan pernyataan Mendagri Singapura Wong kerja Kan Seng bahwa bajak laut di Asia Singapura, Tenggara harus sama dengan namun Malaysia masih dan bersifat dipandang sebagai bilateral dan temporal. Karena terbentur teroris. Berita atau informasi di atas ketentuan dasar ASEAN yang melarang memperkuat laporan IMB (International kerjasama multilateral dalam bidang Maritime Bureau) dalam Annual Piracy pertahanan dan keamanan laut, karena Report tahun 2002 yang menyatakan dapat menjurus kearah pakta pertahanan perairan Indonesia merupakan the most ASEAN. piracy-prone in the world. Bagaimanapun, masalah ke- amanan di Selat Malaka ini akan tetap menggema, selama masih terdapat Lex Jurnalica Vol.3 No.2 April 2006 86 Kresno Buntoro – Antara Piracy Dan Armed Robbery At Sea (tinjauan singkat keamanan di selat malaka) D. Penanganan piracy di Selat dipertanyakan adalah kontribusi negara pengguna dalam membantu menciptakan Malaka Pada dasarnya piracy termasuk keamanan di Selat Malaka. Selat Malaka yang digunakan dalam kategori kejahatan internasional yang bersifat universal sehingga untuk pelayaran internasional me- berdasarkan Pasal 100 UNCLOS 1982 rupakan tanggung jawab trilateral RI, menyebutkan semua negara mempunyai Malaysia kewajiban dan Singapura. Namun kerjasama dalam kerjasama tersebut masih dalam bentuk ini. Seperti patroli bersama yang bersifat temporer. diketahui kegiatan bajak laut dikawasan Oleh karena itu perlu dipikirkan bersama tersebut dipengaruhi banyak faktor yang kerjasama bersumber terutama dari motif ekonomi perjanjian internasional (treaty) yang karena letaknya yang sangat strategis mengikat ketiga negara secara yuridis sebagai tetapi tidak bertentangan dengan kaidah untuk penanganan piracy lalu internasional. lintas perdagangan Dengan demikian kaidah dituangkan hukum dalam internasional suatu yang kerjasama penanganan piracy di Selat berlaku dan dengan melibatkan negara Malaka pengguna harus bersifat integreted diantara ketiga negara pantai secara ataupun internasional. Penanganan atas piracy ter- trilateral dengan negara pengguna atau masuk terorisme maritime di jalur TSS masyarakat internasional. antara (Traffic Separation ketiga negara pantai telah dilakukan Malaka secara yaitu mediasi dan Beberapa dengan masyarakat kerjasama terbentuknya patroli Schemes) khusus memerlukan rekomendasi dari terkoordinasi Malaysia, Singapura dan International Indonesia (Malsindo) pada tahun 2004 (IMO) bagi ketiga negara untuk duduk yang memberikan kontribusi positif bersama mencari penyelesaian masalah dengan tindak piracy tersebut. Meskipun TSS tersebut pidana armed robbery at sea. Dengan berada dalam laut territorial negara berbagai kendala yang ada (anggaran, pantai namun Selat Malaka dan Selat sarana dan prasarana) kerjasama tersebut Singapura merupakan jalur yang biasa menunjukan kepada dunia internasional digunakan untuk pelayaran internasional bahwa (the menurunnya Indonesia angka sungguh-sungguh Maritime Selat normally routes Organisation used for dalam menangani masalah keamanan di international navigation) sesuai Pasal 22 Selat ayat (3) UNCLOS 1982, jadi tidak ber- 87 Malaka. Hal yang patut Lex Jurnalica Vol.3 No.2 April 2006 Kresno Buntoro – Antara Piracy Dan Armed Robbery At Sea (tinjauan singkat keamanan di selat malaka) tentangan dengan paragraph Navigation Regulations nentukan bahwa bertanggung jawab 2704 yang me- IMO hanya pada perairan internasional. dengan negara yang berbatasan dengan selat. Campur tangan internasional atau internasionalisasi harus diartikan sebagai kerjasama internasional sesuai Tuntutan yang besar yang yang dimaksud dalam ketentuan cenderung ditujukan kepada negara UNCLOS 1982 dan bukan sebaliknya pantai (littoral states) khususnya negara berupa pemaksaan kehendak dari suatu Republik Indonesia yang mempunyai negara atau organisasi manapun karena kewajiban pe- sangat bertentangan baik dengan hukum ngawasan, pencegahan dan penindakan kebiasaan internasional (international terhadap piracy di selat Singapura dan customary law), piagam PBB tentang Selat Malaka yang merupakan bagian kewenangan suatu negara mengatur laut territorial RI sudah tidak tepat lagi sendiri kepentingan nasionalnya dan karena UNCLOS 1982 mensyaratkan larangan adanya kewajiban melakukan kerjasama domestik negara lain maupun hukum internasional. dan konvensi internasional lainnya. untuk melakukan Kerjasama internasional yang akan terbentuk dalam untuk mencampuri Apabila terjadi urusan pelanggaran penanganan hukum internasional baik secara fisik masalah piracy tidak boleh bergeser maupun melalui penekanan politik oleh kemasalah atau suatu negara tertentu yang cenderung Internasionalisasi negara super power mengarah kepada campur tangan atau yang justru akan membawa masalah internasionalisasi maka perlu dilakukan kedaulatan. Dalam Pasal 42 ayat 5 counter diplomatic atau membuat nota UNCLOS 1982 menyebutkan adanya protes tanggung bendera menimbulkan image atau kesadaran pengguna Selat Malaka untuk memikul internasional tentang tanggung jawab tanggung jawab internasional untuk yang tinggi dari pemerintah RI sebagai setiap kerugian atau kerusakan yang negara diderita oleh negara yang berbatasan kedaulatannya di selat Malaka. campur jawab tangan negara diplomatik pantai dengan atas tujuan keamanan dan dengan selat. Bahkan sesuai Pasal 43 Khusus untuk piracy di Selat UNCLOS 1982 mensyaratkan adanya Malaka yang merupakan jalur pelayaran kerjasama antara negara-negara internasional dan pengguna (masyarakat internasional) wilayah bajak Lex Jurnalica Vol.3 No.2 April 2006 dianggap sebagai laut terbesar di dunia 88 Kresno Buntoro – Antara Piracy Dan Armed Robbery At Sea (tinjauan singkat keamanan di selat malaka) harus mendapatkan perhatian khusus RR Churchil and AV Lowe, “The Law dan rekomendasi dari IMO kepada tiga of negara yaitu RI, Malaysia dan Singapura University Press, 1992. untuk menemukan langkah yang paling The Law of the Sea, Baselines, “An efektif dalam penanganannya. Dalam Examination of the Relevant rangka Provisions kesamaan pendapat diadakan forum khusus perlu the Sea”, of Manchester the United secara multi- Nations Convention on the Law lateral diantara anggota IMO untuk of the Sea, Office,Ocean Affairs menginventarisasi polarisasi pendapat on the Law of the Sea”, United masing-masing Nations, New York, 1989. dan menyepakati konvensi yang mengikat negara negara peserta tentang mengatasi masalah langkah kejahatan langkah inter- nasional yang terjadi di Selat Malaka. Undang-undang No. 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992 Tentang Pelayaran. Daftar Pustaka Aaron L. Shalowitz, LL.M, “Shore and Sea Boundaries, With Special Reference to the intepretation and use of Coast and Geodetic Survey Data”, US Department of Commerce, Publication 10-1. Malcoms N. Shaw; “International Law”, Cambridge University Press, 1991. Moeljatno, “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (terjemahan)”, Bumi Aksara, Jakarta, 1994. Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2002 tentang Daftar Koordinat Titik Dasar dan Garis Pangkal Kepulauan Indonesia. 89 Lex Jurnalica Vol.3 No.2 April 2006