ANTARA PIRACY DAN ARMED ROBBERY AT SEA

advertisement
Kresno Buntoro – Antara Piracy Dan Armed Robbery At Sea (tinjauan singkat keamanan
di selat malaka)
ANTARA PIRACY DAN ARMED ROBBERY DI LAUT
(Tinjauan Singkat Keamanan di Selat Malaka)
Oleh:
BUNTORO
Dosen Fakultas Hukum – UIEU
[email protected]
ABSTRAK
Selat Malaka merupakan Selat yang lazim digunakan untuk pelayaran
internasional. Selat ini dapat mempersingkat jarak tempuh dari negaranegara di Timur Tengah ke negara-negara di Asia. Selat ini berada di
antara Pulau Sumatra dan Semenanjung Malaka, dengan panjang
kurang lebih 500 mil. Kapal-kapal laut yang melalui selat ini mencapai
700 kapal per bulan. Ini juga menunjukkan selat tersibuk di dunia.
Daratan yang paling panjang membentang di kedua tepi selat adalah
daratan Pulau Sumatra (Indonesia) dan daratan Semenanjung Malaka
(Malaysia). Hal ini memberikan konsekuensi logis, bahwa kedua
negara tersebut paling bertanggungjawab terhadap Perairan Selat.
Sementara itu, Singapura hanya berbatasan dengan Selat Malaka di
bagian ujung Selat Sebelah Selatan sehingga secara factual tidak
bertanggungjawab penuh atas Selat Malaka. Di Selat Malaka juga
dikabarkan merupakan jalur pelayaran internasional dan dianggap
sebagai wilayah bajak laut terbesar di dunia. Beban untuk menjaga
dan memelihara keamanan di Selat Malaka sebenarnya bukan
merupakan beban individu negara pantai akan tetapi merupakan beban
bersama antara negara pantai dengan negara pemakai atau pengguna.
Akan tetapi sampai saat ini mekanisme bantuan negara pemakai dalam
keamanan di selat belum terformat dengan baik, sehingga ada asumsi
bahwa keamanan di selat merupakan beban murni negara pantai.
Kata Kunci: Piracy, armed robbery, Selat malaka.
Pendahuluan
Selat Singapura (Indonesia-Singapura).
A. Latar Belakang
Namun pada kenyataannya tidak semua
Aksi pembajakan Selat Malaka
statistik IMB itu akurat, banyak laporan
pada tahun 2002 telah mencapai lebih
kejadian
dari 150 kali.
diklarifikasi
Sehingga
mendapat
perampokan
terlebih
yang
belum
dahulu.
Meski
julukan sebagai “The most piracy-strait
demikian data itu menciptakan persepsi
in the world”, ini karena statistik yang
internasional bahwa kawasan itu tidak
dikeluarkan oleh Internasional Maritime
aman
Bureau
2000
sehingga ada wacana untuk melakukan
menyebutkan sepertiga kasus perom-
intervensi secara militer. Hal itu terjadi
pakan (piracy) di dunia berlangsung di
karena IMB menggunakan istilah piracy
(IMB)
sejak
tahun
dan
Selat Malaka (Indonesia-Malaysia) dan
81
Lex Jurnalica Vol.3 No.2 April 2006
rawan
aksi
terorisme,
Kresno Buntoro – Antara Piracy Dan Armed Robbery At Sea (tinjauan singkat keamanan
di selat malaka)
untuk berbagai bentuk kejahatan di Selat
perompakan merupakan kebiasaan atau
Malaka.
budaya masyarakat tertentu di Indonesia.
Implikasi dari pernyataan IMB
Pendapat
ini
sangat
tidak
benar
dan adanya pendapat dari masyarakat
disebabkan jika diteliti lebih lanjut
internasional bahwa Perairan Indonesia
piracy merupakan salah satu trans
(Selat
Singapura)
national crime yang melibatkan banyak
merupakan perairan yang tidak aman
aktor yang meliputi banyak warga
bagi pelayaran akan membawa akibat
negara yang tunduk pada jurisdiksi yang
baik dari segi politik, ekonomi sosial-
berlainan.
Malaka
dan
budaya dan Hankam.
Segi
Segi HANKAM, ketidakamanan
Politik,
masyarakat
selat Malaka dan Singapura menye-
internasional akan berpendapat bahwa
babkan
Indonesia tidak mampu untuk menjaga
keinginan dari negara maritim besar
dan menjamin keamanan di Perairan
untuk menghadirkan kekuatan angkatan
Indonesia sehingga akan menurunkan
bersenjatanya di Selat Malaka dan
martabat
Singapura.
Indonesia
dan
eksistensi
banyaknya
Hal
tawaran
ini
jelas
dan
akan
Indonesia sebagai negara akan banyak
menciptakan masalah baru khususnya
dipertanyakan.
masalaha
Segi Ekonomi, dengan tidak
kedaulatan
pelanggaran
wilayah,
negara
dan
ketidakstabilan
terjaminnya wilayah Indonesia maka
keamanan di kawasan dan menciptakan
akan meningkatkan biaya (cost) bagi
kawasan “konflik” baru.
pelayaran
yang
melewati
Indonesia
terutama nilai asuransi barang, sehingga
akan meningkatkan nilai harga barang
yang akan berdampak sangat signifikan
terhadap
perekonomian
nasional
maupun dunia.
B. Batasan Piracy, Armed Robbery
at Sea dan Terorisme Maritim
Pada saat ini memang belum
terdapat kesamaan pendapat diantara
negara-negara
maritim
mengenai
Segi sosial-budaya, masyarakat
piracy (pembajakan) yang dipandang
internasional akan berpendapat bahwa
sebagai bentuk terorisme atau yang
tingkat sosial dan budaya masyarakat
mempunyai ciri-ciri terorisme yang
Indonesia
diakibatkan perbedaan latar belakang
masih
mengandalkan
piracy
rendah
sebagai
karena
mata
kepentingan
nasional
masing-masing
pencaharian. Hal ini disebabkan banyak
negara pantai. Dalam rangka mendorong
pendapat menyebutkan bahwa tindakan
upaya kerjasama internasional dalam
Lex Jurnalica Vol.3 No.2 April 2006
82
Kresno Buntoro – Antara Piracy Dan Armed Robbery At Sea (tinjauan singkat keamanan
di selat malaka)
penanganan pembajakan di Selat Malaka
tentang
perlu
pendapat
territorial yang dilakukan oleh nahkoda
partisipan
atau awak kapal yang mengetahui
mengenai batasan pengertian antara
kapalnya digunakan untuk melakukan
Piracy, Armed Robbery at Sea dan
perbuatan
Terorisme Maritim agar semua negara
Sedangkan Pasal 439 KUHP mengatur
mempunyai
tentang pembajakan di pantai dengan
adanya
diantara
pendekatan
negara-negara
pandangan
yang
sama
pembajakan
di
kekerasan
luar
ditengah
laut.
sehingga langkah kebijakan antar negara
menggunakan
pantai menjadi terarah dan integrated
kekerasan terhadap kapal yang ada
satu sama lain.
dalam daerah (sesuai Pasal 1 TZMKO).
Dalam Pasal 101 UNCLOS
Dalam
kapal
laut
sidang
melakukan
Council
for
1982 pembajakan (piracy) didefinisikan
Security Cooperation in Asia Pasifik
sebagai suatu aksi yang mencakup
(CSCAD), Februari 2002 Kelompok
tindakan pelanggaran hukum dengan
Kerjasama
kekerasan atau pengambilalihan atau
batasan Maritime Terorism. Pokok Kerja
tindakan memusnahkan yang dilakukan
ini
untuk tujuan pribadi oleh awak kapal
sementara bahwa terorisme merupakan
atau penumpang dari suatu kapal atau
kegiatan atau tindakan teroris yang
setiap
dilakukan
tindakan
turut
serta
secara
Maritim
kemudian
di
telah
mengkaji
membuat
lingkungan
batasan
maritim,
sukarela dalam pengoperasian suatu
diarahkan pada kapal atau instalasi di
kapal
lepas
atau
pesawat
mengetahui fakta
udara
dengan
pantai
atau
pelabuhan
atau
suatu kapal atau
terhadap personel dan penumpang serta
pesawat udara pembajak serta setiap
ditujukan pada fasilitas atau bangunan
tindakan mengajak atau dengan sengaja
di
membantu
wisata
tindakan-tindakan
pem-
daerah pesisir,
serta
termasuk lokasi
pelabuhan dan
kota
bajakan itu. Selain itu ada batasan yang
pelabuhan. Maka terorisme maritime
jelas tentang tempat kejadian tindak
didefinisikan pada suatu tindakan atau
pidana (locus delictie) tersebut yaitu
kegiatan yang tidak hanya menyangkut
piracy terjadi di laut bebas.
aksi-aksi
langsung
terhadap
aspek
Sedangkan tindakan serupa yang
maritime tetapi segala sesuatu yang
dilakukan di perairan nasional suatu
terkait dengan terorisme yang dilakukan
negara
di, ke dan lewat laut.
disebut
dengan
perompakan
bersenjata atau armed robbery. Dalam
Pasal
83
438
KUHP
dikualifikasikan
Dari
penjelasan
batasan
pengertian di atas dapat diketahui
Lex Jurnalica Vol.3 No.2 April 2006
Kresno Buntoro – Antara Piracy Dan Armed Robbery At Sea (tinjauan singkat keamanan
di selat malaka)
perbedaan yang jelas antara Piracy dan
tangan negara pantai. Pasal 39 dan Pasal
Armed Robbery at Sea. Yang dimaksud
40
Piracy adalah pembajakan yang terjadi
kewajiban-kewajiban kapal-kapal atau
diluar
nasional
negara-negara lain yang melaksanakan
Armed Robbery at Sea
transit passage guna ikut membantu
perairan
sedangkan
adalah
yurisdiksi
perompakan
yang
terjadi
UNCLOS
terwujudnya
1982
menyebutkan
keamanan
pelayaran
perairan nasional negara pantai atau
internasional tersebut. Pasal ini sejalan
perairan yurisdiksi nasional Indonesia.
dengan Pasal 100 UNCLOS 1982 yaitu
Penjelasan
dan
klarifikasi
kewajiban
untuk
kerjasama
tentang masalah tindak pidana ini perlu
penanganan
pembajakan
di
karena
terhadap
Berdasarkan
ketentuan
Pasal
termasuk
UNCLOS
akan
penegakan
menyangkut
hukumnya
1982,
negara
dalam
laut.
42
Indonesia
ancaman pidana yang dapat diterapkan
sebagai negara pantai mempunyai hak
dan jurisdiksi terhadap tindak pidana
untuk membuat peraturan perundang-
tersebut. Kelemahan yang menonjol
undangan yang bertalian dengan transit
adalah belum adanya perangkat hukum
passage
yang
meng-
tindakan untuk mewujudkan jaminan
diatur
keamanan pelayaran internasional di
memadai
akomodasikan
untuk
batasan
yang
dalam UNCLOS dengan yang ada di
dan
melakukan
tindakan-
Selat Malaka.
dalam peraturan perundang-undangan
Sedangkan
dalam
Pasal
43
nasional antara lain KUHP dan UU
UNCLOS disebutkan bahwa negara
Nomor
pemakai dan negara yang berbatasan
21
Tahun
1992
Tentang
Pelayaran.
dengan
selat
bekerjasama
C. Hak Negara Pantai di Selat
Selat Malaka merupakan Selat
dalam
pengadaan
harus
dan
pemeliharaan di Selat sarana bantu
navigasi
Malaka
hendaknya
dan
keselamatan
yang
diperlukan oleh pelayaran internasional
yang lazim digunakan untuk pelayaran
dan
internasional
urangan dan pengendalian pencemaran
(straits
internasional navigation)
used
for
dan yang
melakukan
pencegahan,
peng-
dari kapal.
berlaku rejim transit passage (Pasal 38
Dalam hal ini beban untuk
Ayat (2) UNCLOS 1982). Namun hak
menjaga dan memelihara keamanan di
perlindungan atas selat itu berada di
Selat Malaka bukan merupakan beban
individu negara pantai akan tetapi
Lex Jurnalica Vol.3 No.2 April 2006
84
Kresno Buntoro – Antara Piracy Dan Armed Robbery At Sea (tinjauan singkat keamanan
di selat malaka)
merupakan beban bersama antara negara
tersebut
pantai dengan negara pemakai atau
terhadap Perairan Selat. Sementara itu,
pengguna. Akan tetapi sampai saat ini
Singapura hanya berbatasan dengan
mekanisme bantuan negara pemakai
Selat Malaka di bagian ujung Selat
dalam
Sebelah Selatan sehingga secara factual
keamanan
di
selat
belum
paling
bertanggungjawab
terformat dengan baik, sehingga ada
tidak bertanggungjawab
asumsi
Selat Malaka. Namun yang cukup
bahwa
keamanan
di
selat
merupakan beban murni negara pantai.
penting
IMO
Maritime
negara mengenai Traffic Separation
Organisation) juga memberi perhatian
Scheme di Selat Malaka, misalnya,
yang serius terhadap masalah keamanan
tanker yang penuh muatan menuju Asia
dan keselamatan pelayaran di Selat
Timur
Malaka
rekomendasi
wilayah perairan RI, sementara yang
kepada Pemerintah RI dan negara pantai
kosong dengan arah sebaliknya di
lainnya untuk mengadakan pengamanan
wilayah Malaysia. Atau pembatasan
terhadap
tonase, kapal lebih 200.000 DWT
(International
dan
memberi
pelayaran
internasional
melalui Selat Malaka.
dan
Malaysia
kesepakatan
Utara
lewat
dan
harus
harus
ketiga
melewati
berlayar
melalui Selat Sunda dan Selat Lombok.
internasional di Selat Malaka yaitu
Indonesia
atau
dilarang
Salah satu bentuk kerjasama
antara
adalah
penuh atas
Selain kerjasama yang perlu
untuk terus dibina dan ditingkatkan baik
melakukan
berbagai perjanjian dan
ditingkat
kesepakatan
antara
melakukan
operasional, diperlukan pula sikap dan
survei hidrologis (1971), pernyataan
persepsi yang sama terhadap masalah
bersama
keamanan
kedua
lain
negara
menyusul
politik,
di
Selat
diplomasi
Malaka
dan
dan
tenggelamnya MV Showa Maru (1975).
Singapura. Hal ini mutlak diperlukan
Secara geografis sebenarnya negara
karena adanya perbedaan kepentingan
yang paling berbatasan secara langsung
antara
dengan Selat Malaka adalah Indonesia
Singapura mengenai masalah Keamanan
dan Malaysia, karena daratan yang
Selat Malaka dan Singapura. Sesuai
paling panjang membentang di kedua
dengan liputan SK The Starit Times
tepi selat adalah daratan Pulau Sumatra
tanggal 19 Januari 2004 yang berjudul
(Indonesia) dan daratan Semenanjung
“securing choke point at sea against
Malaka (Malaysia). Hal ini memberikan
terrorists” dan tanggal 28 Januari 2004
konsekuensi logis, bahwa kedua negara
dengan dua artikel mengenai piracy
85
Indonesia,
Lex Jurnalica Vol.3 No.2 April 2006
Malaysia
dan
Kresno Buntoro – Antara Piracy Dan Armed Robbery At Sea (tinjauan singkat keamanan
di selat malaka)
yang berjudul “pirate attacks up and
kerawanan di sana. Hal ini terutama
deadlier too” serta “act fast on sea
Singapura yang kini merupakan salah
safety”, terdapat beberapa pokok berita
satu pusat perminyakan dunia yang
bahwa tidak ada serangan bajak laut di
penting setelah New York dan London.
perairan Singapura tetapi terjadi di jalur
Di Singapura juga terdapat industri
pelayaran diantara Singapura, Malaysia
penyulingan
dan Indonesia yang disebut piracy-prone
setelah
(wilayah bajak laut). Bahwa maritime
London. Sehingga dilihat dari segi
security di kawasan Selat Singapura
kepentingan maka terdapat perbedaan
dianggap bocor (leakier) karena adanya
yang menyolok antara ketiga negara
dua trend yang mengganggu yaitu
sehingga
pertama adanya political piracy
dan
permasalahan keamanan di Selat Malaka
kedua adanya serangan terhadap tanker-
dan Singapura akan berbeda. Perbedaan
tanker minyak
ini terlihat antara lain bahwa Singapura
Untuk political piracy
penanganannya
minyak
Amsterdam,
mereka
terbesar
Houston
dalam
melihat
kepada
“setuju”
negara
pantai,
kehadiran kekuatan Asing (diluar ketiga
sedangkan untuk kategori kedua telah
negara pantai) di Selat Malaka dan
berubah
Singapura untuk membantu memerangi
dari
trendnya
dimana
target
serangan piracy bukan kapal kargo saja
usulan
dan
diserahkan
pemerintah
dengan
yang
adanya
piracy dan maritime terorism.
tetapi terutama kapal tunda (barges).
Secara Yuridis, untuk men-
Dalam laporan Channel News Asia
ciptakan keamanan di Selat Malaka,
tanggal 21 Desember 2003 memuat
Indonesia sebenarnya telah mengadakan
pernyataan Mendagri Singapura Wong
kerja
Kan Seng bahwa bajak laut di Asia
Singapura,
Tenggara
harus
sama
dengan
namun
Malaysia
masih
dan
bersifat
dipandang
sebagai
bilateral dan temporal. Karena terbentur
teroris. Berita atau informasi
di atas
ketentuan dasar ASEAN yang melarang
memperkuat laporan IMB (International
kerjasama multilateral dalam bidang
Maritime Bureau) dalam Annual Piracy
pertahanan dan keamanan laut, karena
Report tahun 2002 yang menyatakan
dapat menjurus kearah pakta pertahanan
perairan Indonesia merupakan the most
ASEAN.
piracy-prone in the world.
Bagaimanapun,
masalah
ke-
amanan di Selat Malaka ini akan tetap
menggema,
selama
masih
terdapat
Lex Jurnalica Vol.3 No.2 April 2006
86
Kresno Buntoro – Antara Piracy Dan Armed Robbery At Sea (tinjauan singkat keamanan
di selat malaka)
D. Penanganan piracy di Selat
dipertanyakan adalah kontribusi negara
pengguna dalam membantu menciptakan
Malaka
Pada dasarnya piracy termasuk
keamanan di Selat Malaka.
Selat Malaka yang digunakan
dalam kategori kejahatan internasional
yang
bersifat
universal
sehingga
untuk
pelayaran
internasional
me-
berdasarkan Pasal 100 UNCLOS 1982
rupakan tanggung jawab trilateral RI,
menyebutkan semua negara mempunyai
Malaysia
kewajiban
dan
Singapura.
Namun
kerjasama
dalam
kerjasama tersebut masih dalam bentuk
ini.
Seperti
patroli bersama yang bersifat temporer.
diketahui kegiatan bajak laut dikawasan
Oleh karena itu perlu dipikirkan bersama
tersebut dipengaruhi banyak faktor yang
kerjasama
bersumber terutama dari motif ekonomi
perjanjian internasional (treaty) yang
karena letaknya yang sangat strategis
mengikat ketiga negara secara yuridis
sebagai
tetapi tidak bertentangan dengan kaidah
untuk
penanganan
piracy
lalu
internasional.
lintas
perdagangan
Dengan
demikian
kaidah
dituangkan
hukum
dalam
internasional
suatu
yang
kerjasama penanganan piracy di Selat
berlaku dan dengan melibatkan negara
Malaka
pengguna
harus
bersifat
integreted
diantara ketiga negara pantai secara
ataupun
internasional.
Penanganan atas piracy ter-
trilateral dengan negara pengguna atau
masuk terorisme maritime di jalur TSS
masyarakat internasional.
antara
(Traffic
Separation
ketiga negara pantai telah dilakukan
Malaka
secara
yaitu
mediasi
dan
Beberapa
dengan
masyarakat
kerjasama
terbentuknya
patroli
Schemes)
khusus
memerlukan
rekomendasi
dari
terkoordinasi Malaysia, Singapura dan
International
Indonesia (Malsindo) pada tahun 2004
(IMO) bagi ketiga negara untuk duduk
yang memberikan kontribusi positif
bersama mencari penyelesaian masalah
dengan
tindak
piracy tersebut. Meskipun TSS tersebut
pidana armed robbery at sea. Dengan
berada dalam laut territorial negara
berbagai kendala yang ada (anggaran,
pantai namun Selat Malaka dan Selat
sarana dan prasarana) kerjasama tersebut
Singapura merupakan jalur yang biasa
menunjukan kepada dunia internasional
digunakan untuk pelayaran internasional
bahwa
(the
menurunnya
Indonesia
angka
sungguh-sungguh
Maritime
Selat
normally
routes
Organisation
used
for
dalam menangani masalah keamanan di
international navigation) sesuai Pasal 22
Selat
ayat (3) UNCLOS 1982, jadi tidak ber-
87
Malaka.
Hal
yang
patut
Lex Jurnalica Vol.3 No.2 April 2006
Kresno Buntoro – Antara Piracy Dan Armed Robbery At Sea (tinjauan singkat keamanan
di selat malaka)
tentangan
dengan
paragraph
Navigation
Regulations
nentukan
bahwa
bertanggung
jawab
2704
yang
me-
IMO
hanya
pada
perairan
internasional.
dengan negara yang berbatasan dengan
selat.
Campur
tangan
internasional
atau internasionalisasi harus diartikan
sebagai kerjasama internasional sesuai
Tuntutan
yang
besar
yang
yang
dimaksud
dalam
ketentuan
cenderung ditujukan kepada negara
UNCLOS 1982 dan bukan sebaliknya
pantai (littoral states) khususnya negara
berupa pemaksaan kehendak dari suatu
Republik Indonesia yang mempunyai
negara atau organisasi manapun karena
kewajiban
pe-
sangat bertentangan baik dengan hukum
ngawasan, pencegahan dan penindakan
kebiasaan internasional (international
terhadap piracy di selat Singapura dan
customary law), piagam PBB tentang
Selat Malaka yang merupakan bagian
kewenangan suatu negara mengatur
laut territorial RI sudah tidak tepat lagi
sendiri kepentingan nasionalnya dan
karena UNCLOS 1982 mensyaratkan
larangan
adanya kewajiban melakukan kerjasama
domestik negara lain maupun hukum
internasional.
dan konvensi internasional lainnya.
untuk
melakukan
Kerjasama internasional yang
akan
terbentuk
dalam
untuk
mencampuri
Apabila
terjadi
urusan
pelanggaran
penanganan
hukum internasional baik secara fisik
masalah piracy tidak boleh bergeser
maupun melalui penekanan politik oleh
kemasalah
atau
suatu negara tertentu yang cenderung
Internasionalisasi negara super power
mengarah kepada campur tangan atau
yang justru akan membawa masalah
internasionalisasi maka perlu dilakukan
kedaulatan. Dalam Pasal 42 ayat 5
counter diplomatic atau membuat nota
UNCLOS 1982 menyebutkan adanya
protes
tanggung
bendera
menimbulkan image atau kesadaran
pengguna Selat Malaka untuk memikul
internasional tentang tanggung jawab
tanggung jawab internasional untuk
yang tinggi dari pemerintah RI sebagai
setiap kerugian atau kerusakan yang
negara
diderita oleh negara yang berbatasan
kedaulatannya di selat Malaka.
campur
jawab
tangan
negara
diplomatik
pantai
dengan
atas
tujuan
keamanan
dan
dengan selat. Bahkan sesuai Pasal 43
Khusus untuk piracy di Selat
UNCLOS 1982 mensyaratkan adanya
Malaka yang merupakan jalur pelayaran
kerjasama
antara
negara-negara
internasional dan
pengguna
(masyarakat
internasional)
wilayah bajak
Lex Jurnalica Vol.3 No.2 April 2006
dianggap
sebagai
laut terbesar di dunia
88
Kresno Buntoro – Antara Piracy Dan Armed Robbery At Sea (tinjauan singkat keamanan
di selat malaka)
harus mendapatkan perhatian khusus
RR Churchil and AV Lowe, “The Law
dan rekomendasi dari IMO kepada tiga
of
negara yaitu RI, Malaysia dan Singapura
University Press, 1992.
untuk menemukan langkah yang paling
The Law of the Sea, Baselines, “An
efektif dalam penanganannya. Dalam
Examination of the Relevant
rangka
Provisions
kesamaan
pendapat
diadakan forum khusus
perlu
the
Sea”,
of
Manchester
the
United
secara multi-
Nations Convention on the Law
lateral diantara anggota IMO untuk
of the Sea, Office,Ocean Affairs
menginventarisasi polarisasi pendapat
on the Law of the Sea”, United
masing-masing
Nations, New York, 1989.
dan
menyepakati
konvensi yang mengikat negara negara
peserta
tentang
mengatasi
masalah
langkah
kejahatan
langkah
inter-
nasional yang terjadi di Selat Malaka.
Undang-undang No. 6 tahun 1996
tentang Perairan Indonesia.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1992
Tentang Pelayaran.
Daftar Pustaka
Aaron L. Shalowitz, LL.M, “Shore and
Sea Boundaries, With Special
Reference to the intepretation
and use of Coast and Geodetic
Survey Data”, US Department
of Commerce, Publication 10-1.
Malcoms
N.
Shaw;
“International
Law”, Cambridge University
Press, 1991.
Moeljatno,
“Kitab
Undang-Undang
Hukum Pidana (terjemahan)”,
Bumi Aksara, Jakarta, 1994.
Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun
2002 tentang Daftar Koordinat
Titik Dasar dan Garis Pangkal
Kepulauan Indonesia.
89
Lex Jurnalica Vol.3 No.2 April 2006
Download