PILIHAN HUKUM DALAM PERJANJIAN PERLINTASAN PIPA DARAT ANTAR KONTRAKTOR KONTRAK KERJA SAMA KEGIATAN USAHA HULU MINYAK DAN GAS BUMI BERDASARKAN HUKUM PERJANJIAN DAN HUKUM PERDATA INTERNASIONAL (Studi Kasus Terhadap Negosiasi Klausula Hukum Yang Mengatur Dalam Perumusan Perjanjian Perlintasan Pipa Darat Antara PT Pertamina Hulu Energi dengan Mobil Cepu Limited) Oleh: Darwin 110120120045 ABSTRAK Penelitian yang diangkat adalah “Pilihan Hukum dalam Perjanjian Perlintasan Pipa Darat antar Kontraktor Kontrak Kerja Sama Berdasarkan Hukum Perjanjian dan Hukum Perdata Internasional”. Dengan subjudul studi kasus terhadap negosiasi klausula hukum yang mengatur dalam perjanjian perlintasan pipa darat antar PT Pertamina Hulu Energi dan Mobil Cepu Limited. Pembimbing utama dari penelitian ini adalah Prof. Huala Adolf, S.H., LL.M., Ph.D dan anggota pembimbing adalah Dr. An An Chandrawulan, S.H., LL.M. Metode pada penelitian ini didasarkan atas data yang dikumpulkan melalui penelitian. Untuk itu dipergunakan penelitian hukum normatif, yaitu penelitian hukum yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam sumber hukum perdata internasional dan hukum perjanjian dengan pendekatan studi kasus. Data utama yang dipergunakan adalah data sekunder yang diperoleh dengan melakukan studi kepustakaan. Hasil penelitian ini menemukan bahwa prinsip-prinsip dalam hukum perjanjian dan hukum perdata internasional yang harus diterapkan dalam menentukan pilihan hukum pada perjanjian perlintasan pipa darat antara PT Pertamina Hulu Energi dan Mobil Cepu Limited selain asas kebebasan berkontrak, asas konsensualisme dan asas itikad baik, perlu juga diperhatikan asas-asas dalam hukum perdata internasional seperti asas lex rei sitae, asas lex loci contractus, asas lex loci actus dan asas choice of law.. Berdasarkan hasil penelitan, dapat disimpulkan bahwa mengacu kepada hukum perjanjian dan hukum perdata internasional, pilihan hukum yang sesuai untuk diterapkan dalam perjanjian perlintasan pipa darat antara PT Pertamina Hulu Energi dan Mobil Cepu Limited adalah hukum Indonesia. 1 Keyword: Perjanjian Perlintasan Pipa Darat, Pilihan Hukum ABSTRACT Darwin, 110120120045, Department of Law Studies, Faculty of Law Padjadjaran University. Title of this research is “Choice of Law in Onshore Pipeline Crossing Agreement between Oil and Gas Upstream Contractors Based on Contract Law and International Private Law. With sub-title: case study on negotiation of choice of law in drafting onshore pipeline crossing agreement between PT Pertamina Hulu Energi and Mobil Cepu Limited. The main supervisor for this research is Prof. Huala Adolf, S.H., LL.M., Ph.D and the supporting supervisor is Dr. An An Chandrawulan, S.H., LL.M. This research was based upon data gathered through conducted using normative legal research, a legal research that norms as established in international private law and contract study approach. Main data that was utilized is secondary data literature study. research and refers to legal law with case gathered from The research outcomes found that principles in contract law and international private law that shall be implemented in determining the choice of law within onshore pipeline crossing agreement between the oil and gas upstream contractors, other than the principle of freedom to contract, good faith, and consensus, may appear principles of international private law: lex rei sitae, lex loci contractus, lex loci actus and choice of law. Based on the research outcomes, concluded that based on the principles in contract law and international private law, the most appropriate law to be implemented as governing law in onshore pipeline crossing agreement between PT Pertamina Hulu Energi dengan Mobil Cepu Limited is Indonesian Law. Keyword: Onshore Pipeline Crossing Agreement, Choice of Law 2 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Investasi jumlah besar dalam bentuk infrastruktur utama maupun penunjang tidak dapat terelakkan, terutama dalam hal pembangunan infrastruktur CPA (Central Processing Area) yang berfungsi untuk memproses minyak mentah yang diangkat dari dalam perut bumi agar dipisahkan dari unsur air untuk selanjutnya dialirkan melalui pipa ke storage yang dalam prakteknya biasa bersandar dalam bentuk floating storage di kawasan perairan laut. Pipa-pipa yang digunakan untuk mengalirkan minyak mentah tersebut terbentang dari CPA (Central Processing Area) sampai ke floating storage dengan jarak yang cukup jauh dan memakan biaya pembangunan dengan nilai jutaan Dollar Amerika Serikat dan melewati kawasan pemukiman penduduk, persawahan, kawasan hutan dan lainnya. Hal ini tentu mengandung risiko baik keselamatan maupun keamanan dalam pelaksanaannya. Struktur yang kokoh sangat diperlukan untuk melindungi pipa tersebut dari potensi tekanan eksternal yang dapat merusak dan mengganggu proses pengaliran minyak mentah yang pada akhirnya dapat berdampak pada produksi minyak nasional. Persinggungan wilayah kerja antar Kontraktor Kontrak Kerja Sama mengakibatkan perlintasan pipa-pipa penyalur minyak mentah tersebut tidak dapat terelakkan dan mengakibatkan paparan risiko kepada Kontraktor-Kontraktor Kontrak Kerja Sama tersebut meningkat secara 3 signifikan. Hal ini yang menjadi pertimbangan para Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang bersinggungan wilayah kerjanya untuk mengatur ketentuan mengenai hak dan kewajiban dalam hal perlintasan pipa penyalur minyak mentah dan risiko yang mungkin dapat timbul dalam proses instalasi maupun dalam penggunaanya saat terpasang. PHE tengah menyusun suatu perjanjian perlintasan pipa antara PHE dengan MCL yang bersinggungan wilayah kerjanya. PHE telah memasang dan menggunakan jalur pipa minyak mentah sepanjang 20 (dua puluh) km sejak tahun 1997 yang mengalirkan minyak mentah dari CPA Mudi ke sekitar pantai di Desa Karang Agung, Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban. MCL, sebagai Kontraktor Kontrak Kerja Sama yang bersinggungan wilayah kerjanya dengan PHE Tuban East Java, memiliki rencana untuk menggelar pipa yang akan melintasi jalur pipa PHE Tuban East Java sebanyak 15 titik perlintasan. MCL pada rencananya akan mengerjakan jalur pipa 20 inci yang membentang dari Kabupaten Bojonegoro ke Tuban sepanjang 72 kilometer dengan 11 kecamatan yang akan dilintasi pipa untuk mengalirkan minyak mentah dari Lapangan Banyuurip, Blok Cepu tersebut. Diantaranya, 5 kecamatan di Bojonegoro dengan jumlah desa mencapai 26 dan di Kabupaten Tuban ada 31 desa di 6 kecamatan dan untuk Kabupaten Bojonegoro, 5 kecamatan yang dimaksud adalah, Kecamatan Ngasem terdapat 7 desa, Kalitidu terdapat 2 desa, Dander terdapat 3 desa, Kapas terdapat 5 desa dan Kecamatan Kota terdapat 9 4 desa yang akan dilalui pipa. Sedangkan Kabupaten Tuban, di Kecamatan Soko ada 7 desa yang dilintasi pipa, Rengel terdapat 9 desa, Plumpang terdapat 7 desa, Widang terdapat 1 desa, Semanding terdapat 1 desa dan 6 desa di Kecamatan Palang. Perjanjian Perlintasan Pipa Darat (Onshore Pipeline Crossing Agreement) antara PHE Tuban East Java dengan MCL telah disusun selama hampir 2 tahun namun belum dapat disetujui para pihak dikarenakan belum adanya kesepakatan mengenai klausula “Hukum yang Mengatur”. Perlu peneliti sampaikan bahwa ketidaksepakatan tersebut timbul karena pihak Mobil Cepu Limited bersikeras untuk menggunakan Hukum Inggris sebagai hukum yang mengatur, namun PT Pertamina Hulu Energi Tuban East Java berkehendak agar Hukum Indonesia harus menjadi hukum yang mengatur Perjanjian Perlintasan Pipa Darat tersebut. Penentuan klausula “hukum yang mengatur” merupakan aspek penting dalam menjamin adanya kepastian hukum bagi para pihak dalam perjanjian. Peneliti mendapatkan fakta-fakta awal yang berlaku dan merupakan asas penting dari Perjanjian Internasional sebagai berikut: a. Courtesy, yaitu asas saling menghormati dan saling menjaga kehormatan Negara. b. Bonafides, yaitu asas yang menyatakan bahwa perjanjian yang dilakukan harus didasari oleh iktikad baik. 5 c. Reciprositas, yaitu asas yang menyatakan bahwa tindakan suatu Negara terhadap Negara lain dapat dibalas setimpal. d. Egality Rights, yaitu asas yang menentukan bahwa pihak yang aling mengadakan hubungan mempunyai kedudukan yang sama. e. Rebus Sig Stantibus, yaitu asas yang dapat digunakan terhadap perubahan yang mendasar dalam keadaan yang bertalian dengan perjanjian itu. f. Pacta Sunt Servanda, yaitu asas yang menyatakan bahwa setiap perjanjian yang telah dibuat harus ditaati. Adapun peneliti menemukan juga pada tahap awal penelitian mengenai subjek hukum perjanjian internasional yang juga berarti pihakpihak yang mengadakan perjanjian internasional. Subjek hukum internasional antara lain: a. Negara b. Takhta Suci Vatikan c. Palang Merah Internasional d. Organisasi Internasional e. Individu atau Orang Perorangan f. Pemberontak atau Pihak dalam Sengketa g. Perusahaan multinasional Dalam perjanjian perlintasan pipa darat antara PHE dengan MCL, dapat dikemukakan bahwa para pihak dalam perjanjian adalah Perusahaan Multinasional dan merupakan subjek dalam perjanjian 6 internasional. Sementara asas perjanjian internasional yang dapat digarisbawahi atau mendapat perhatian khusus adalah asas courtesy, bonafides dan egality rights. Asas saling menghormati dan saling menjaga kehormatan Negara merupakan suatu dasar penting dari perancangan perjanjian internasional. Begitu pula dengan asas yang menyatakan bahwa perjanjian yang dilakukan harus didasari oleh itikad baik (bonafides) dan asas yang menentukan bahwa pihak yang aling mengadakan hubungan mempunyai kedudukan yang sama. Mengenai objek dari perjanjian perlintasan pipa darat antara PHE dengan MCL, tentunya pipa / flowline yang mengalirkan minyak bumi dari CPA ke floating storage. Peneliti menemukan pada tahap awal bahwa ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam Hukum Perdata Internasional mengatur beberapa asas yang penting untuk melakukan penelitian ini. Pihak MCL mengajukan hukum Inggris sebagai hukum yang mengatur dalam perjanjian perlintasan pipa darat tersebut. Sebagai fakta yang akan diteliti lebih jauh dalam penelitian ini. peneliti kemukakan sebelumnya, bahwa beberapa asas dalam Hukum Perdata Internasional yang akan diteliti lebih jauh adalah sebagai berikut: 1. Lex Rei Sitae (Lex Situs): hukum yang berlaku atas suatu benda adalah hukum dari tempat dimana benda itu terletak atau berada (bisa benda bergerak, berwujud, atau tak berwujud). 7 2. Lex Loci Contractus: terhadap perjanjian yang bersifat HPI berlaku kaidah hukum dari tempat pembuatan perjanjian/ tempat dimana perjanjian ditandatangani. 3. Lex Loci Solutionis: hukum yang berlaku adalah tempat dimana isi perjanjian dilaksanakan. 4. Lex Loci Celebrationis: hukum yang berlaku bagi sebuah perkawinan adalah sesuai dengan hukum tempat perkawinan itu dilangsungkan. 5. Lex Domicile: hukum yang berlaku adalah tempat seseorang berkediaman tetap/ permanent home. 6. Lex Patriae: hukum yang berlaku adalah dari tempat seseorang berkewarganegaraan. 7. Lex Loci Forum: hukum yang berlaku adalah tempat perbuatan resmi dilakukan. Perbuatan resmi adalah pendaftaran tanah, kapal dan gugatan perkara itu diajukan dan perbuatan hukum yang diajukan. 8. Lex Loci Delicti Commisi Tator: Hukum dari tempat dimana perbuatan melanggar hukum dilakukan 9. Asas choice of law (pilihan hukum): hukum yang berlaku adalah hukum yang dipilih berdasarkan para pihak. Peneliti menggarisbawahi dan mengerucutkan penelitian terhadap asas hukum perdata internasional dan mendapat perhatian khusus adalah asas Lex Rei Sitae (Lex Situs), hukum yang berlaku atas suatu benda 8 adalah hukum dari tempat dimana benda itu terletak atau berada, asas Lex Loci Contractus: terhadap perjanjian yang bersifat HPI berlaku kaidah hukum dari tempat pembuatan perjanjian/ tempat dimana perjanjian ditandatangani, asas Lex Loci Solutionis: hukum yang berlaku adalah tempat dimana isi perjanjian dilaksanakan, dan asas choice of law (pilihan hukum): hukum yang berlaku adalah hukum yang dipilih berdasarkan para pihak. B. Identifikasi Masalah Berdasarkan Latar Belakang Masalah diatas maka dihasilkan suatu Identifikasi Masalah sebagai berikut: 1. Apa prinsip hukum perjanjian dan hukum perdata internasional yang dapat diterapkan dalam menentukan pilihan hukum mengatur dalam perjanjian perlintasan pipa darat antar kontraktor kontrak kerja sama kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi? 2. Apa pilihan hukum yang dapat diterapkan dalam perjanjian perlintasan pipa darat antar kontraktor kontrak kerja sama kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi berdasarkan hukum perjanjian dan hukum perdata internasional. 9 II. METODE PENELITIAN Penulisan tesis ini didasarkan atas data yang dikumpulkan melalui penelitian. Untuk itu dipergunakan penelitian hukum normatif, yaitu penelitian hukum yang mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam sumber hukum perdata internasional dan hukum perjanjian. Dalam penelitian hukum normatif, maka data utama yang dipergunakan adalah data sekunder yang diperoleh dengan melakukan studi kepustakaan.1 III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Penerapan Prinsip-Prinsip Hukum Perjanjian dan Hukum Perdata Internasional dalam Menentukan Pilihan Hukum pada Perumusan Perjanjian Perlintasan Pipa Darat Dalam proses negosiasi dan perumusan perjanjian perlintasan pipa darat antara Mobil Cepu Limited dan PT Pertamina Hulu Energi, hasil pertemuan atau rapat yang difasilitasi oleh BPMIGAS pada tanggal 30 Desember 2011 yang telah menyepakati bahwa pilihan hukum yang akan diterapkan sebagai hukum yang mengatur pada perjanjian perlintasan pipa darat antara Mobil Cepu Limited dan PT Pertamina Hulu Energi adalah hukum Indonesia, merupakan suatu bentuk kesepahaman prakontraktual antara Mobil Cepu Limited dan PT Pertamina Hulu Energi sebagai para pihak yang akan dituangkan dalam Perjanjian Perlintasan Pipa Darat tersebut. 1 Soerjono Soekanto dan Sri Marjudi, Penelitian Hukum Normatif-Suatu Tinjauan Singkat, Raja Grafindo, Jakarta, 1995, hal. 13-14. 10 Pada prinsipnya, selama kesepahaman prakontraktual belum memenuhi unsur syarat sahnya sebuah kontrak seperti yang diatur dalam pasasl 1320 K.U.H.Perdata, maka prakontraktual adalah bukan sebagai kontrak itu sendiri, sehingga prakontraktual tersebut tidak mempunyai kekuatan mengikat sebagai kontrak bagi Mobil Cepu Limited dan PT Pertamina Hulu Energi dan masing-masing pihak harus bertanggung jawab atas resiko yang terjadi sampai dengan perjanjian ditandatangani. B. Pilihan Hukum pada Perumusan Perjanjian Perlintasan Pipa Darat Berdasarkan Prinsip Hukum Perdata Internasional Dari bentuknya, klausul pilihan hukum dapat dinyatakan secara tegas, maupun secara diam-diam. Untuk mencari jalan keluar, Sudargo Gautama mengemukakan beberapa teori yang dapat dijadikan dasar, antara lain:2 1. Teori The Proper law of Contract Teori ini dipraktekan di Inggris, menurut teori ini pengadilan akan melakukan analisis dari etentuan-ketentuan, fakta-fakta sekitar kontrak yang bersangkutan, untuk menetapkan hukum yang sebenarnya telah dipikirkan oleh para pihak. 2. Teori Lex Loci Contractus 2 Sudargo Gautama, Op.Cit, hlm. 8-47 11 Suatu kontrak ditentukan oleh hukum dimana kontrak diciptakan atau dilahirkan. 3. Teori Lex Loci Solutionis Menurut teori ini, dalam hal tidak adanya pilihan hukum maka pengadilan akan menentukn hukum mna yang berlaku berdasarkan tempat dimana perjanjian dilaksanakan 4. Teori Lex Fori Hukum yang berlaku terhadap suatu kontrak adalah hukum dari pihak pengadilan 5. Teori the Most Characteristic Connection Menurut teori ini pengadilan akan menentukan pilihan hukum didasarkan pada salah satu pihak yang melakukan prestasi yang paling karakteristik dari suatu transaksi Klausul ini memberikan sebuah kepastian hukum bagi para pihak. Namun yang menjadi permasalahan adalah ketika para pihak tidak menemukan kata sepakat dalam kontrak mereka dalam tahap prakontraktual, ataupun salah satu pihak membatalkan perundingan disaat yang hampir final, dimana hal ini berarti belum terdapat kontrak diantara mereka. Faktor-faktor yang membedakan apakah suatu peristiwa hukum 12 perdata termasuk dalam bidang Hukum Perdata Internasional dinamakan Titik Taut Pembeda atau Titik Pertalian Primer. Sedangkan faktor yang menentukan sistem hukum mana yang berlaku untuk suatu perkara perdata internasional dinamakan Titik Taut Penentu atau Titik Pertalian Sekunder.3 Titik Pertalian Primer ini antara lain: 1. Kewarganegaraan 2. Bendera kapal 3. Domisili 4. Tempat kediaman 5. Tempat kedudukan pribadi hukum 6. Tempat dilakukannya isi suatu perjanjian.4 Sedangkan titik pertalian sekunder merupakan faktor-faktor atau sekumpulan fakta yang menentukan hukum mana yang harus digunakan atau berlaku dalam hubungan HPI. Yang termasuk dalam titik pertalian sekunder antara lain: 1. Tempat terletaknya benda (lex situs / lex rei sitae) 2. Tempat dilangsungkannya perbuatan hukum (lex loci actus) 3. Tempat dilangsungkannya atau diresmikannya perkawinan (lex 3 ibid Purnadi Purbacaraka, Agus Brotosusilo, Sendi-Sendi Hukum Perdata Internasional, Rajawali Press, Jakarta, hlm. 83 4 13 loci celebrationis) 4. Tempat ditandatanganinya perjanjian (lex loci contractus) 5. Tempat dilaksanakannya perjanjian (lex loci solutionis / lex loci executionis) 6. Tempat terjadinya perbuatan melawan hukum (lec locus deliicti commisi) 7. Pilihan hukum para pihak Masalah pilihan hukum (choice of law) adalah masalah klasik dalam hukum kontrak internasional. Dalam hukum kontrak internasional, para pihak memiliki kebebasan dalam menentukan hukum mana yang akanberlaku untuk kontrak bisnis yang mereka buat.Para pihak juga dapat memakai perjanjian-perjanjian internasional tentang kontrak sebagai hukum yang berlaku bagi kontrak mereka, seperti konvensi CISG ataupun UNIDROIT. Dalam pembukan UPICCs secara tegas menyatakan :” Shall be applied when the parties have agreed that their contract be governed by them. Hal ini menunjukkan bahwa diakuinya kebebasan para pihak dalam memilih atau menerapkan prinsip choice of law adalah berbeda, namun negara Inggris menyamakan pengertian choice of law dengan choise of forum, pengadilan Inggris berpendapat bahwa apabila para pihak telah memilih suatu bdan hukum tertentu, maka secara otomatis 14 hukum yang berlaku adalah hukum nasional dimana pengadilan (forum) tersebut berada. Pendirian pihak Mobil Cepu Limited yang mengacu kepada asas kebebasan berkontrak tersebut adalah benar dan berdasar, namun alasan bahwa Indonesia belum memiliki perangkat hukum yang mengatur mengenai perlintasan pipa penyalur minyak bumi yang dikhawatirkan dapat menimbulkan penafsiran yang berbeda dengan praktek kegiatan hulu minyak dan gas bumi di dunia dan alasan bahwa rancangan naskah perjanjian (template) yang digunakan pada perusahaan induknya sudah menentukan bahwa pilihan hukum dalam perjanjian operasional minyak dan gas adalah hukum Inggris, tidak dapat dibenarkan, tidak berdasar dan terkesan mengada-ada. C. PENUTUP Berdasarkan pembahasan sebagaimana diuraikan diatas, maka dapat diambil suatu simpulan sebagai berikut: 1. Prinsip hukum perjanjian dan hukum perdata internasional yang dapat diterapkan dalam menentukan pilihan hukum mengatur dalam perjanjian perlintasan pipa darat antar kontraktor kontrak kerja sama kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi selain asas kebebasan berkontrak, asas itikad baik dan asas konsensualisme adalah: 15 a. prinsip lex rei sitae yang menjelaskan hukum yang harus digunakan atau berlaku adalah hukum tempat terletaknya benda; b. prinsip lex loci contractus yang menjelaskan hukum yang harus digunakan atau berlaku adalah hukum di tempat ditandatanganinya perjanjian; c. prinsip lex loci actus yang menjelaskan hukum yang harus digunakan atau berlaku adalah hukum di tempat dilangsungkannya perbuatan hukum; dan d. prinsip choice of law yang menjelaskan bahwa para pihak dalam perjanjian yang bersifat internasional berhak menentukan hukum yang harus digunakan atau berlaku. 2. Pilihan hukum yang dapat diterapkan dalam perjanjian perlintasan pipa darat antar kontraktor kontrak kerja sama kegiatan usaha hulu minyak dan gas bumi berdasarkan hukum perjanjian dan hukum perdata internasional adalah hukum Indonesia. Berdasarkan simpulan sebagaimana diuraikan diatas, maka penulis dapat memberikan saran-saran sebagai berikut: 1. Para pihak dalam perjanjian yang bersifat internasional, dalam hal ini perjanjian perlintasan pipa darat antara suatu Perseroan Terbatas dengan Badan Hukum Asing harus mendasarkan perjanjian yang akan dirancang kepada asas kebebasan 16 berkontrak, konsensualisme dan asas itikad baik tanpa mengesampingkan prinsip lain yang diakui dalam hukum perdata internasional yang memberikan titik taut atau pertalian dalam menentukan pilihan hukum untuk diterapkan sebagai hukum yang mengatur suatu perjanjian. 2. Dalam tahapan prakontraktual atau perumusan perjanjian yang bersifat internasional, sebaiknya para pihak yang bernegosiasi tidak mengajukan suatu perjanjian baku yang diberikan oleh perusahaan induknya, akan tetapi tetap berdiskusi dan bernegosiasi secara equal/seimbang untuk menemukan persesuaian paham atau kehendak yang berdasar pada hukum perjanjian dan hukum perdata internasional agar kemudian dapat dituangkan dalam perjanjian. UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat: 1. Bapak Prof. Huala Adolf, S.H., LL.M., Ph.D selaku Pembimbing Utama 2. Ibu Dr. An An Chandrawulan, S.H., LL.M selaku Pembimbing Kedua 3. Bapak Dr. Tarsisius Murwadji, S.H., M.H. selaku Penelaah 4. Ibu Dr. Hj. Sinta Dewi, S.H., LL.M. selaku Penelaah 5. Seluruh Dosen Program Magister Ilmu Hukum Universitas Padjajaran 6. Direktur PT Pertamina Hulu Energi khususnya Bapak Bambang H. Kardono 7. Tim Legal PT Pertamina Hulu Energi khususnya Bapak Musfadilah Daulay 17 DAFTAR PUSTAKA Huala Adolf, Aspek-Aspek Negara dalam Hukum Internasional cetakan III, Rajawali Pers, Jakarta, 2002 ______________, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Sinar Grafika, Bandung, 2004. ______________, Dasar-Dasar Hukum Perjanjian Internasional cetakan II, Refika Aditama, Bandung, 2008 Mariam. D Badrulzaman, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung, 1994. ______________, Aneka Hukum Bisnis, Alumni, Bandung, 1994. Leonora Bakarbessy, Klausula Pilihan Hukum (Choice of Law) dan Pilihan Hukum (Choice of Forum) dalam Transaksi Bisnis Internasional, Yuridika, Vol. 14 No.1, Januari-Pebruari 1999. Joni Emirzon, Dasar-Dasar dan Teknik Penyusunan Kontrak, Inderalaya, Universitas Sriwijaya, 1998. Munir Faudy, Hukum Kontrak dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999. Sudargo Gautama, Kontrak Dagang Internasional: Himpunan ceramah dan Prasaran ), Alumni, Bandung, 1976. ______________, Soal-Soal Aktual Hukum Perdata Internasional, Alumni, Bandung, 1981 ______________, Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia, Badan Pembinaan Hukum Nasional Depertemen Kehakiman, Binacipta, Bandung, 1987. ______________, Hukum Perdata Internasional Hukum Yang Hidup, Alumni, Bandung, 1983. ______________, Pengantar Hukum Perdata Internasional, Binacipta, bandung, 1987. ______________, Aneka Masalah Hukum Perdata Internasional, PT. Alumni, Bandung, 1985. M.Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perikatan, PT. Alumni, Bandung, 1982. Ridwan Khairandy, Nandang Sutrisno, dan Jawahir Thantowi, Pengantar Hukum 18 Perdata Internasional Indonesia, Gama Media, Yogjakarta, 1999 _______________, Pengantar Hukum Perdata Indonesia, Gana Media offset, Jogyakarta, 1999. Yansen Derwanto Latif, Pilihan Hukum dan Pilihan Forum dalam Kontrak Internasional, Program Pasca sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2002 Purnadi Purbacaraka dan Agus Brotosusilo, Sendi-sendi Hukum Perdata Internasional: Suatu Orientasi, CV. Rajawali, Jakarta, 1983. Ida Bagus Wyasa Putra, Hukum Lingkungan Internasional ( Perspektif Bisnis Internasional ), PT.Refika Aditama, Bandung, 2003. Hardijan Rusli, Hukum Perjanjian Indonesia dan Common Law, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1993. Salim HS, Hukum Pertambangan di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006. ______________, Hukum Kontrak (teori dan teknik penyusunan kontrak), Penerbit Sinar Grafika, cetakan ke 3, Jakarta, 2006. Salim HS, H. Abdullah, Wiwiek Wahyuningsih, Perancangan Kontrak (Memorandum of Understanding), Sinar Grafika, Jakarta, 2007. J. Satrio, Hukum Perikatan ( Perikatan Pada Umumnya ) ______________, Hukum Perikatan (Perikatan Yang Lahir Dari Perjanjian Buku I), Citra Aditya Bakti, Bandung, 1995. Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif, Rajawali Press, Jakarta, 1985. _______________, Penelitian Hukum Normatif, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2001. R. Subekti, Pokok-Pokok dari Hukum Perdata, PT. Intermassa, Jakarta, 1975. ______________, Aneka Perjanjian, Alumni, Bandung, 1977. ______________, Hukum Perjanjian, Penerbit PT. Intermassa, Jakarta, 1991. Syahmin, Hukum Kontrak Internasional, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006. Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Asas-Asas Hukum Perdata, Alumni, Bandung, 1985. 19 Vollmar. H.F.A, Pengantar Studi Hukum Perdata Jilid II (diterjemahkan oleh I.S. Adiwimarta ), Rajawali, Jakarta, 1984. Peraturan Perundang-undangan Kitab Undang Undang Hukum Perdata Undang Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi Undang Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2002 tentang Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 2003 tentang Pengalihan Bentuk Pertamina menjadi Perusahaan Perseroan Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2004 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2005 Tentang Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Keputusan Menteri ESDM Nomor 3135 Tahun 2012 tentang Pengalihan Pelaksanaan Tugas, Fungsi dan Organisasi dalam Pelaksanaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Peraturan Presiden Nomor 95 Tahun 2012 tentang Pengalihan Pelaksanaan Tugas dan Fungsi Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pengelolaan Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Peraturan Menteri ESDM Nomor 09 Tahun 2013 tentang Organisasi dan Tata Kerja Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Sumber Lain Henry Campbell Black, Black’s Law Dictionary, Thomson West. www.ugm.ac.id/index.php?page=rilis&artikel=927 http://www.singaporelaw.sg http://www.icer.it/docs/wp2000/Musy192000.pdf 20