BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Banjir Rob merupakan ancaman banjir yang terjadi pada hampir setiap datangnya musim penghujan di daerah pesisir pantai. Seperti yang terjadi di Kecamatan Paku Haji, Desa Surya Bahari, Kabupaten Tangerang, menurut hasil wawancara kepada salah seorang warga, penyebab banjir rob di desa Surya Bahari disebabkan oleh naiknya air laut ke daratan karena terjadinya pasang air laut di daerah pesisir pantai. Ditambah lagi banjir rob terjadi akibat meluapnya volume air di sungai Cituis, sehingga limpahan air sungai Cituis yang seharusnya bermuara ke laut utara Jawa malah menggenangi daratan pinggir laut yang merupakan rumah-rumah penduduk desa nelayan pancing. Hal ini juga dikarenakan sungai Cituis merupakan sungai mati. Selain itu penyebab banjir rob di desa ini dikarenakan hilangnya kawasan hutan bakau yang disini sebagai pelindung pantai dari pasang air laut. Menurut data yang diperoleh dari masyarakat setempat bahwa banjir rob di Surya Bahari terjadi saat menjelang musim penghujan dimana volume air laut meningkat ditambah lagi dengan keadaan air laut yang sedang pasang, sehingga menyebabkan meluapnya air laut ke daratan. Menurutnya, luas yang dari air banjir rob tersebut menggenangi hingga pasar ikan yang dekat dengan pesisir pantai, tetapi hal itu tidak menghentikan proses transaksi jual-beli di pasar itu. Namun, menyebabkan kerugian terhadap para penduduk desa Surya Bahari yang sebagian besar mata pencahariannya adalah nelayan. Kerugian tersebut adalah kurangnya penghasilan nelayan dikarenakan tidak melaut akibat dari pasangnya air laut dan banjir rob yang melanda, ditambah keadaan cuaca yang tidak memungkinkan untuk melaut. 1 Selain itu, di Desa Surya Bahari tidak memiliki regulasi atau kebijakan setempat mengenai penanggulangan banjir Rob, belum adanya kajian risiko bencana menambah dampak kerugian yang massiv setiap tahunnya tanpa adanya upaya pengurangan dampak kerugian. Sehingga, dengan adanya banjir rob pun masyarakat tidak terlalu memahami bagaimana harus bertindak. Hal ini menyebabkan masyarat menjadi terbiasa dan cenderung pasrah akan adanya bencana banjir rob tersebut Maka dari itu, pada spesialisasi disaster management ini, kami akan melakukan sebuah penelitian mengenai “Analisis Resiko Bencana Banjir Rob di desa Surya Bahari tahun 2015”. B. Rumusan Masalah Bagaimanakah resiko bencana banjir rob pada masyarakat desa surya bahari? C. Tujuan Mengetahui resiko bencana banjir rob pada masyarakat desa Surya Bahari. D. Manfaat 1. Manfaat teoritis: a. Untuk peneliti lain supaya dapat menjadi bahan acuan untuk penelitian selanjutnya. b. Membuat pemetaan ancaman banjir rob di desa Surya Bahari. 2. Manfaat praktis: Untuk memberikan rekomendasi dalam bentuk peta agar adanya perhatian khusus dari aparat desa dalam penanggulangan banjir rob. E. Output Rekomendasi berupa hasil peta kajian mengenai ancaman banjir rob di desa Surya Bahari. 2 BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Bencana 1. Definisi Bencana Menurut Undang-undang No.24 Tahun 2007. Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.1 Menurut ISDR tahun 2004. Bencana adalah suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat, sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi, ekonomi atau lingkungan dan yang melampaui kemampuan masyarakat yang bersangkutan untuk mengatasi dengan menggunakan sumberdaya mereka sendiri.2 2. Jenis-jenis Bencana a) Bencana Alam : Bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa Geologi; gempabumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor 1 Nurjanah, et al, Manajemen Bencana Bandung, Alfabeta, 2012, hal 11 2 DIKTAT Disaster Management KMPLHK RANITA 2010, 3 b) Bencana non-Alam : Bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi (kecelakaan transportasi, industri), gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. c) Bencana Sosial : Bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.3 3. Konsep Dasar Bencana Pengertian dasar tentang bencana dapat dikonsepsikan sebagai berikut: Rb = Kr . An Kp Keterangan: Rb : Resiko Bencana Kr : Kerentanan An : Ancaman Kp : Kapasitas Rumusan di atas memberikan pengertian bahwa sebuah ancaman bahaya tidak akan serta merta menimbulkan bencana. Atau tidak akan ada bencana (risk) jika ada ancaman (hazard) tapi kerentanan (vulnerability) tidak ada, begitu pula sebaliknya jika ada kerentanan tapi ancaman tidak terjadi. Dengan demikian, parameter bencana meliputi ancaman berupa bahaya alam dan kerentanan. Mengingat kerentanan merupakan parameter internal yang tercipta dan berasal dari manusia, maka upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi tingkat resiko bencana adalah dengan mengurangi tingkat kerentanan. Pengurangan tingkat kerentanan ini dilakukan dengan meng-introdus, me-modifikasi dan me-rekayasa terhadap komponen yang terdapat pada setiap aspek kerentanan meliputi fisik, sosial, ekonomi, sistem dan kelembagaan. Nilai sebuah resiko bencana akan ditentukan oleh nilai bahaya dan kerentanan yang masing-masing merupakan hasil proses penilaian bahaya dan kerentanan.4 3Ibid 4 B. Banjir Rob 1. Definisi Banjir Rob Banjir rob adalah banjir yang disebabkan oleh pasangnya air laut dan menggenangi daratan, merupakan permasalahan yang terjadi di daerah yang lebih rendah dari muka air laut. Permasalahan rob ini telah terjadi cukup lama dan semakin parah karena terjadi penurunan muka tanah sedang muka air laut meninggi sebagai akibat pemanasan suhu bumi.5 Banjir seperti ini kerap melanda kota Muara Baru di Jakarta. Air laut yang pasang ini umumnya akan menahan air sungai yang sudah menumpuk, akhirnya mampu menjebol tanggul dan menggenangi daratan.6 Isu pemanasan global merupakan pembicaraan hangat yang tengah terjadi di seluruh dunia. Pemanasan global merupakan penyebab meningkatnya suhu udara di bumi, yang tentu saja menyebabkan mencairnya es di kutub sehingga permukaan air laut menjadi naik. Fenomena naiknya air laut ini dikenal dengan sebutan sea level rise. Fenomena ini tentu saja menimbulkan ancaman bagi masyarakat yang betempat tinggal di pesisir pantai. Pemanfaatan air tanah secara berlebihan/eksploitasi air tanah juga merupakan salah satu penyebab turunnya permukaan tanah. Bagaimana bisa? Pada daerah pesisir yang padat penduduk, tentu kebutuhan akan air bersih juga meningkat. Sehingga banyak yang mengambil air dari sumber air tanah secara berlebihan, hal ini menyebabkan terjadi penurunan permukaan tanah dan intrusi air laut.7 2. Konsep (Teori Pasang Surut) 4 5 http://id.wikipedia.org/wiki/Rob, Rob, diakses pada Kamis, 9 April 2015 pukul 22.29 WIB. 6 http://rizkynovi99.blogspot.com/2013/05/pengertian-penyebab-dampak-dan-cara.html, Pengertian, Penyebab, Dampak dan Cara Menanggulangi Banjir, diakses pada Kamis, 9 April 2015 pukul 22.31 WIB. 7 http://ini-itu-bacadulu.blogspot.com/2013/11/tentang-banjir-rob.html, Tentang Banjir Rob, diakses pada Kamis, 16 April 2015 pukul 14.54 WIB. 5 Hipotesis pasang surut bintang pertama kali dikemukakan oleh James Jeans pada tahun 1917. Planet dianggap terbentuk karena mendekatnya bintang lain kepada matahari. Keadaan yang hampir bertabrakan menyebabkan tertariknya sejumlah besar materi dari matahari dan bintang lain tersebut oleh gaya pasang surut bersama mereka, yang kemudian terkondensasi menjadi planet. Namun astronom Harold Jeffreys tahun 1929 membantah bahwa tabrakan yang sedemikian itu hampir tidak mungkin terjadi. Demikian pula astronom Henry Norris Russell mengemukakan keberatannya atas hipotesis tersebut. Teori Pasang Surut pertama kali disampaikan oleh Buffon. Buffon menyatakan bahwa tata surya berasal dari materi Matahari yang terlempar akibat bertumbukan dengan sebuah komet. Teori pasang surut yang disampaikan Buffon kemudian diperbaiki oleh Sir James Jeans dan Harold Jeffreys. Mereka berpendapat bahwa tata surya terbentuk oleh efek pasang gasgas Matahari akibat gaya gravitasi bintang besar yang melintasi Matahari. Gas-gas tersebut terlepas dan kemudian mengelilingi Matahari. Gas-gas panas tersebut kemudian berubah menjadi bola-bola cair dan secara berlahan mendingin serta membentuk lapisan keras menjadi planet-planet dan satelit.8 C. Penanggulangan Bencana 1. Definisi Penanggulangan Bencana Definisi penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya komperhensif dalam pra bencana, saat bencana dan pasca bencana.Penanggulangan bencana tidak hanya bersifat reaktif tetapi penanggulangan bencana juga bisa bersifat antisipasi, melakukan pengkajian dan tindakan pencegahan untuk meminimalisir kemungkinan terjadinya bencana.Bencana menimbulkan berbagai kerusakan dan 8 http://www.belajargeografi.com/2013/01/teori-pasang-surut.html, M. Yusuf, Teori Pasang Surut, diakses pada Kamis, 9 April 2015 pukul 22.33 WIB. 6 kehilangan. Hal ini akan menyebabkan angka kemiskinan di suatu wilayah yang terkena bencana meningkat. Inilah yang harus diantisipasi.Data-data dan hasil penerapan siklus sebenarnya berisi potensi-potensi local yang bisa dimanfaatkan untuk mengatasi bencana, misalnya pengetahuan tentang sistem informasi dan komunikasi, yang bisa digunakan untuk secara cepat menginformasikan terjadinya bencana.9 2. Daur Penanggulangan Bencana 9 Buku saku TRADAS XXVI KMPLHK RANITA 7 Gambar Siklus Pengelolaan Resiko Bencana (Carter, 1991) Tindakan-tindakan di atas (tahap bencana dan pasca bencana), ditindaklanjuti oleh tindakan-tindakan pada tahap pra bencana. Pada tahap ini, tindakan yang dilakukan lebih kepada bagaimana upaya antisipatif kita dalam menghadapi kemungkinan dampak merugikan yang akan muncul apabila sebuah bahaya alam mengancam dan terjadi di kemudian hari, ditujukan untuk memberikan perlidungan kepada manusia dan propertinya (aset pembangunan). Tindakan pada tahap pra bencana berupa tindakan pencegahan (prevention) seperti membuat peraturan yang melarang masyarakat membangun pada daerah rawan bencana, tindakan mitigasi (mitigation) yang dapat dilakukan secara struktural yang merupakan tindakan berhubungan dengan rekayasa teknis, maupun non struktural seperti tindakan dalam kerangka hukum, pembentukan kapasitas (capacity building), program pendidikan dan kesadaran publik (public awareness), serta melakukan tindakan kesiapsiagaan (preparedness) seperti penyiapan sistem peringatan dini (early warning system) yang memungkinkan bagi setiap orang melakukan respon terhadap situasi bencana secara cepat dan efektif. Pengelolaan resiko bencana sebagai sebuah sistem mengharuskan penanganan yang menyeluruh dan terintegrasi mulai dari perencanaan, pelaksanaan dan pemantauannya yang berkesinambungan, memerlukan komitmen kuat dari berbagai komponen (masyarakat, pemerintah). Tidak berjalannya satu fungsi akan mengakibatkan terganggunya sistem secara keseluruhan. Dari sekian tindakan yang dilakukan dalam kerangka pengelolaan resiko bencana, tindakan pada pra bencana merupakan tindakan yang paling efektif bagi kepentingan mereduksi bahkan menghindari kerugian yang ditimbulkan oleh sebuah ancaman bahaya. Twigg (2001) memberi proporsi 1:7, di mana investasi 1 $US untuk mitigasi bencana demi mencegah kerugian ekonomi 7 $US. Tentunya, nilai tersebut bukanlah sesuatu hal yang mahal dan sulit untuk dilaksanakan apabila kita komparasikan dengan nyawa manusia yang harus hilang akibat dampak dari sebuah bencana. Pada prakteknya, investasi untuk mitigasi bencana ini menjadi hal penting dan mendesak sebagai variable yang harus dimasukkkan pada saat melakukan proses-proses pembangunan. 8 Beberapa tindakan tahapan dalam daur bencana sebagai berikut. a) Sebelum Terjadi Bencana (PRA BENCANA) 1) Pencegahan (Prevention) Upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana, jika mungkin dengan meniadakan bahaya. Kegiatan pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk menghilangkan dan/atau mengurangi ancaman bencana. (UUPB No.24/2007).Tindakan yang bisa dilakukan: a. Melakukan pendidikan tentang sistem pengelolaan bencana. b. Menyebarluaskan peta wilayah bencana. c. Melakukan simulasi sistem pengelolaan bencana. 2)Mitigasi (Mitigation) Adalah upaya yang dilakukan untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh bencana. Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melaui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana. (UUPB No.24/2007). Ada 2 bentuk mitigasi : b. a. Mitigasi struktural contohnya adalah penanaman pohon bakau atau benteng, membuat chekdam, bendungan, tanggul sungai, penunjukan kawasan perlindungan dan pembangunan rumah perlindungan. Mitigasi non-struktural melalui penyusunan peraturan tata ruang, rancangan rumah dan pelatihan-pelatihan. Bentuknya bisa saja melalui pelarangan pembakaran hutan dalam perladangan atau pelarangan penambangan batu atau bahan galian lain di daerah dengan kelerengan curam. 3) Kesiapsiagaan (Preparedness) Kesiapsiagaan adalah upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana, melalui pengorganisasian langkah-langkah yang tepat, efektif dan siap-siaga. Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna. (UUPB No.24/2007). 9 Misalnya : Penyiapan Sistem Pengelolaan Bencana dalam bentuk penyiapan organisasi, sarana komunikasi, pos komando, penyiapan lokasi evakuasi, Rencana Kontinjensi, dan sosialisasi peraturan / pedoman penanggulangan bencana. 4) Peringatan Dini (Early Warning) Upaya untuk memberikan tanda peringatan bahwa bencana kemungkinan akan segera terjadi. Pemberian peringatan dini harus : • Menjangkau masyarakat (accesible) • Segera (immediate) • Tegas tidak membingungkan (coherent) • Bersifat resmi (official) Di Indonesia, peringatan bencana yang berhubungan dengan keadaan cuaca dan kondisi geofisika disampaikan oleh Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG). Dalam menyampaikan peringatan tentang bencana, BMG bekerjasama dengan kepolisian. Contoh tanda bahaya: kentongan, lonceng, teriakan berantai, pengeras suara mesjid atau sirine. b) Pada Saat Bencana ( SAAT BENCANA) 1) Tanggap Darurat (Emergency Response) Adalah upaya yang dilakukan segera pada saat kejadian bencana, untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian. Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencan untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana. (UUPB No.24/2007) Pada saat bencana ada dua hal penting yang dapat dilakukan. Pertama-tama menyelamatkan diri dan orang terdekat. Dan apabila BAKORNAS PBP dan organisasinya belum siap Anda yang cukup sehat bisa membantu menyelamatkan orang lain. Yang bisa dilakukan pada tahap tanggap darurat adalah tindakan di bawah ini. 10 Penyelamatan diri dan orang terdekat: a. Jangan panik. b. Untuk bisa menyelamatkan orang lain, Anda harus dalam selamat. c. Selamatkan diri bersama orang terdekat, lari atau menjauh dari pusat bencana, tidak perlu membawa barang-barang apapun. d. Kalau terjadi gempa bumi dan kebetulan Anda berada di dalam rumah mungkin Anda tidak akan sempat lari keluar rumah karena gempa bumi umumnya hanya berlangsung beberapa detik. c) Setelah Bencana (PASCA BENCANA) 1) Bantuan Darurat (Relief) Bantuan darurat bencana adalah upaya memberikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan dasar pada saat keadaan darurat. (UUPB No.24/2007) Upaya yang dilakukan untuk memberikan bantuan yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dasar berupa : a.pangan, b. sandang c.tempat tinggal sementara d. kesehatan, sanitasi dan air bersih Pendekatan pemberian bantuan dapat bersifat konvensional, artinya bersifat karitatif atau dapat juga berbentuk kegiatan yang memberdayakan sehingga kondisi korban lebih baik daripada sebelum terjadi bencana. Yang biasa dilakukan pada tahap ini: a. Mendirikan pos komando bantuan. b. Berkoordinasi dengan Satuan Koordinator Pelaksana Penanggulangan Bencana (SATKORLAK PBP) dan pemberi bantuan yang lain. c. Mendirikan tenda-tenda penampungan, dapur umum, pos kesehatan dan pos koordinasi. d. Mendistribusikan obat-obatan, bahan makanan dan pakaian. e. Menempatkan para korban di tenda atau pos pengungsian. f. Membantu petugas medis untuk pengobatan dan mengelompokan korban. 11 g. Memakamkan korban meninggal. 2) Pemulihan (Recovery) Pemulihan merupakan proses pemulihan kondisi masyarakat yang terkena bencana dengan memfungsikan kembali prasarana dan sarana pada keadaan semula. Pemuliahan adalah serangkaian kegiatan untuk mengembalikan kondisi masyarakat dan lingkungan hidup yang terkena bencana dengan mengfungsikan kembali kelembagaan, prasarana, dan sarana dengan melakukan upaya rehabilitasi. (UUPB No.24/2007). Fungsi-fungsi lembaga sosial dan administrasi lokal diberdayakan kembali. Upaya yang dilakukan adalah memperbaiki prasarana dan pelayanan dasar (jalan, listrik, air bersih, pasar puskesmas, dll). Yang perlu dilakukan pada tahap ini: a. Mengumpulkan keluarga yang terpisah dan fungsikan kembali keluarga. b. Memberikan layanan pendidikan dan lakukan penyembuhan trauma (trauma healing) c. Memperbaiki infrastruktur lokal: penyediaan penerangan, media komunikasi, perbaikan jalur transportasi dan penyediaan air bersih. d. Memfungsikan kembali pasar dan puskesmas. e. Memulihkan atau membangun sistem komunikasi. 3) Rehabilitasi (Rehabilitation). Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pasca bencana dengan sasaran uatama untuk Normalisasi atau bejalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah pasca bencana. (UUPB No.24/2007) Yang perlu dilakukan pada tahap ini: 12 a. Mulai dirancang tata ruang daerah (master plan) idealnya dengan memberi kepercayaan dan melibatkan seluruh komponen masyarakat utamanya korban bencana. Termasuk dalam kegiatan ini adalah pemetaan wilayah bencana. b. Mulai disusun sistem pengelolaan bencana yang menjadi bagian dari sistem pengelolaan lingkungan. c. Pencarian dan penyiapan lahan untuk permukiman tetap. d. Relokasi korban dari tenda penampungan. e. Mulai dilakukan perbaikan atau pembangunan rumah korban bencana. f. Pada tahap ini mulai dilakukan perbaikan fisik fasilitas umum dalam jangka menengah. g. Mulai dilakukan pelatihan kerja praktis dan diciptakan lapangan kerja. h. Perbaikan atau pembangunan sekolah, sarana ibadah, perkantoran, rumah sakit dan pasar mulai dilakukan. i. Fungsi pos komando mulai dititikberatkan pada kegiatanfasilitasi atau pendampingan 4) Rekonstruksi (Recontruction) Adalah Program jangka menengah dan jangka panjang guna perbaikan fisik, sosial dan ekonomi untuk mengembalikan kehidupan masyarakat pada kondisi yang lebih baik dari sebelumnya. Rekontruksi adalah pembangunan kembali semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pasca bencana, baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan bekembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan bidaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pasca bencana. (UUPB No.24/2007). Tahapan ini merupakan penuntasan dari apa yang sudah direncanakan dan dimulai dalam tahap rehabilitasi dan merupakan bagian tidak terpisahkan dari proses pembangunan yang biasa dilaksanakan. Pada saat 13 ini apa bila belum ada sistem pengelolaan bencana yang baku maka sistem pengelolaan penanggulangan bencana yang baru sudah mulai diterapkan.10 10 Diktat Disaster Management KMPLHK RANITA 14 Kegiatan TAHAPAN Tujuan (antara lain) Mengurangi atau PENCEGAHAN meniadakan ancaman. Upaya yang dilakukan hutan dalam perladangan. untuk mencegah terjadinya bencana, untuk meminimalkan dampak yang Melarang daerah curam. meniadakan ancaman. Upaya yang dilakukan . penambangan batu di bahkan jika mungkin MITIGASI Melarang pembakaran Mengurangi resiko Mitigasi struktrural dan kerentanan. (fisik) Meningkatkan kapasitas. Membuat chekdam, bendungan, tanggul, ditimbulkan oleh dan sarana lainnya. ancaman. Menghindari pembangunan rumah di wilayah rawan. Mitigasi Non Struktural (non fisik) Membuat peraturan tata ruang, dan mengadakan pelatihan. KESIAPSIAGAAN Upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui Meningkatkan dan menjaga kemampuan masyarakat dalam menghadapi ancaman. pengorganisasian Menyiapkan: Sarana komunikasi Sistem Informasi Pos komando Sistem dan lokasi berbagai program, evakuasi. kegiatan, atau sarana Sistem Peringatan secara tepat, efektif, dan Dini (Early Warning siap siaga. System / EWS) 15 PENANGANAN Meminimalkan korban Pendataan Cepat DARURAT jiwa, serta penderitaan Menggalang bantuan. D. Kajian Resiko Bencana 1. Definisi Kajian Pengurangan risiko bencana merupakan aktivitas yang sudah selayaknya diterapkan diberbagai bidang dalam kehidupan.Tidak hanya pada saat sebelumterjadi bencana saja melainkan selutruh aktivita syang ada, dikehidupan sehari-hari kita pun seharusnya menerapkan prinsip dari pengurangan bencana. Langkah untuk mengurangi risiko bencana ialah dengan adanya kelembagaan yang menjadikan PRB sebagai prioroitas aksi nasional dan lokal.Hal yang dilakukan adalah seperti memperkenalkan risiko bencana dalam sistem pendidikan yang menjadi investasi jangka panjang bagi pembangunan berkalanjutan.Hal ini dapat diberikan dalam bidag lingkungan, infratruktur, hunian, pertanian, penggunaan lahan, pengelolaan sumbeer aya air, dan mengentasan kemiskinan. Dalam Termiologi “pengurangan bencana“ yang dilansir oleh UN/ISDR3/4 badan resmi PBB yang menangani pengurangan risiko bencana, bencana(disaster) diartikan sebagai gangguan serius pada fungsinya komunitas atau masyarakat disertai kehilangan dan dampak yang luas terhadap manusia, materi, ekonomi, atau lingjkungan yang melampaui kemampuan komunitas atau masyarakat yang terdampak untuk mengatasinya menggunakan sumber daya yang dimilki. Pembahasan tentang bencana biasanya diawali dengan adanya suatu fenomena yang mempunyai potensi ancaman terhadap kehidupan dan penghidupan.11 2. Paradigma Pengurangan Resiko Bencana Fenomena kesalahan paradigma banyak orang tentang konsep PRB sangatlah beragam.Pertama , PRB dianggap hanya sebagai aktivitas prabencana semata. Seperti pencegahan dan mitigasi yang tidak berlaku pada fase emergency respon dan fase pasca bencana, recovery dan rekonstruksi 11Priyono, Juniawan. https://juniawan.wordpress.com tanggal 30 Januari 2013, paradigma penanggulangan bencana, diakses pada tanggal tanggal 23 Januari 2015 pukul 19:35 16 Kesalahan paradigma kedua, bahwa siklus penanggulangan bencana dianggap bukan sebagai siklus, namun sebuah tahapan yang harus secara sistematis diterapkan.Misalnya pada fase mitigasi seolah-olah aktivitas ini hanya dilakukan saat sebelum bencana atau sebaliknya rekonstruksi hanya dilakukan pasca bencana. Kesalahan pandangan seperti inilah yang justru menghambat proses pengurangan risiko bencana, padahal dalam kondisi tertentu semua rangkaian siklus dapat dilakukan dalam waktu yang bersamaan, seharusnya cara pandang yang benar dalam penanggulangan bencana haruslah fleksibel dan tidak kaku. Pandangan tentang PRB harusnya secara global dan tidak dikotak-kotakkan dalam sebuah tahapan, seluruh siklus dalam penanggulangan bencana sudah semstinya berprinsip PRB, bahkan sebaiknya diterapkan dalam seluruh kegiatan atau aktivitas kita sehari-hari, misalnya dalam berkendara motor salahsatu tindakan yang berprinsip PRB adalah memakai helm tertib lalu lintas. a) Perubahan paradigma manajemen bencana Berkenaan dengan kondisi tersebut, maka perlu dilakukan perubahan paradigma. Manajemen bencana perlu menerapkan paradigma pengelolaan resiko bencana secara menyeluruh. Paradigma ini memandang bencana sebagai suatu fenomena yang tidak terpisahkan dari kehidupan dan tidak selalu dan begitu saja menjadi masalah. Paradigma ini mempermasalahkan tingginya resiko bencana karena faktor kerentanan dan kemampuan komunitas yang tidak mampu mengatasi bahaya dan ancaman bencana. Oleh karenanya, paradigma ini melihat manajemen bencana sebagai suatu keseluruhan tindakan dengan penekanan pada upaya pencegahan, kesiapsiagaan, dan sikap proaktif. Paradigma ini juga memandang manajemen bencana sebagai suatu upaya yang melibatkan semua pihak baik pemerintah maupun komunitas. Pandangan alternatif dalam berbagai aspek manajemen bencana dapat dilihat dalam table berikut: Perubahan paradigma juga yang dapat dibaca sebagai perubahan dari cara pandang bagaimana merespon/mengelola bencana, yaitu: 1) Dari linear ke siklus. 17 Dulu penilaian pengelolaan bencana adalah dari saat benana terjadi, fase emergency, pemulihan dan kembali ke normal, pada saat sekarang banyak dimaknai, bahwa pengelolaan sebagai sebuah siklus, sehingga respon setelah bencana dimaknai sebagai sebuah rangkaian kegiatan untuk menghadapi bencana dimasa mendatang, sehingga pemulihan kondisi tidak hanya kembali ke normal, namun harus lebih baik, serta saat pembangunan juga sekaligus sebagai media kampanye dan pengorganisasian untuk melakukan mitigasi dan kesiapsiagaan ° Dari responsif ke pengelolaan. Dahulu respon bencana selalu dimulai ketika/setelah bencana terjadi, sekarang pengelolaan bencana banyak dilakukan dengan lebih menyeluruh, dengan membangun kapasitas komunitas, membangun kesiapsiagaan, yang seperti halnya siklus dalam siklus bencana, respon tidak hanya setelah bencana terjadi, namun saat bencana, setelah dan sebelum bencana terjadi. 2) Dari karitatif ke pemberdayaan. Dahulu, respon bencana sering berupa pemberian bantuan barang yang danggap dibutuhkan komunitas terkena dampak bencana, saat sekarang sering bantuan kepada mayarakat terkena dampak bencana dimaknai sebagai pintu masuk untuk melakukan pengorganisasian komunitas untuk selanjutnya melakukan penguatan kapasitas komunitas terkena dampak, hingga pengorganisasian untuk melakukan advokasi baik lewat kampanye maupun pengorganisasian itu sendiri 3) Dari mengelola dampak ke mereduksi resiko. Dahulu saat terjadi bencana respon diberikan untuk meminimalisir dampak bencana yang menimpa komunitas, saat sekarang respon diberikan tidak hanya untuk dampak yang sudah terjadi, namun juga untuk mereduki kemungkinan resiko yang bisa terjadi seandainya terjadi bencana, sehingga harapannya muncul langkah antisipatif sebagai bagian kesiapsiagaan, selain itu saat sekarang mulai dilakukan penanganan bencana dimulai dari analisa penyebab bencana, sehingga respon yang diberikan tidak hanya untuk segi dampaknya, namun juga bagaimana mengatasi penyebab bencana. b) Pergeseran paradigma 18 Cara orang memandang bencana dari waktu ke waktu terus bergeser. Pada masa lampau orang memahami bencana secara konvensional sebagai suatu peristiwa, dan sekarang ini pandangan holistik dirasa lebih tepat dengan memahami bencana sebagai kondisi yang tidak bisa ditangani sendiri oleh masyarakat. Pergeseran pandangan dari konvensional menuju holistik melewati beberapa “terminal”, seperti dibawah ini: PANDANGAN KONVENSIONAL PANDANGAN ILMU ALAM Bencana merupakan sifat alam Terjadinya bencana merupakan suatu: Bencana merupakan unsur lingkungan fisik yang membahayakan kehidupan manusia. o kecelakaan (accident); o tidak dapat diprediksi; Sebagai kekuatan alam yang luar biasa. o tidak menentu; Merupakan proses geofisik, geologi, o tidak terhindarkan; o tidak terkendali. Masyarakat hidrometeorologi, dan biologi. dipandang Pandangan ini tidak memperhitungkan manusia sebagai penyebab bencana. sebagai ‘korban’ dan ‘penerima bantuan’ dari pihak luar. PANDANGAN ILMU TERAPAN PANDANGAN PROGRESIF Besaran bencana didasarkan pada Menganggap bencana sebagai bagian besarnya ketahanan atau dari pembangunan masyarakat yang kerusakan akibat bencana. ‘normal’. Pengkajian bencana lebih ditujukan Bencana sebagai masalah yang tidak pada pernah berhenti dalam pembangunan. upaya kekuatan fisik untuk meningkatkan struktur bangunan untuk memperkecil kerusakan. Peran sentral dari masyarakat dalam manajemen bencana adalah mengenali bencana itu sendiri. 19 3. VCA (Vulnerability Analisis and Assesment) a) Konsepsi umum Kajian resiko bencana dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan sebagai berikut: Risiko Bencana=Ancaman Krentanan Kapasitas Berdasarkan pendekatan tersebut, terlihat bahwa tingkat resiko bencana amat bergantung pada: 1. Tingkat ancaman kawasan 2. Tingkat kerentanan kawasan terancam 3. Tingkat kapasitaskawasan terancam b) Prinsip Pengkajian Resiko Bencana Pengkajian resiko bencana memiliki ciri khas yang menjadi prinsip pengkajian. Olehkarenanya pengkajian dilaksanakan berdasarkan: 1. Data dan segala bentuk rekaman kejadian yang ada. 2. Integrasi analisis probabilitas kajian ancaman dari para ahli dengan kearifan local masyarakat. 3. Kemampuan untuk menghitung potensi jumlah jiwa terpapar, kerugian harta benda dan kerusakan lingkungan. 4. Kemampuan untuk diterjemahkan menjadi kebijakan pengurangan resiko bencana c) Metode Umum Pengkajian risiko bencana dilaksanakan dengan menggunakan metode pada gambar berikut: 20 d) Indeks Ancaman Bencana Indeks Ancaman Bencana disusun berdasarkan dua komponen utama, yaitu kemungkinan terjadi suatu ancaman dan besaran dampak yang pernah tercatat untuk bencana yang pernah terjadi tersebut.Dapat dikatakan bahwa indeks ini disusun berdasarkan data dan catatan sejarah kejadian yang pernah terjadi pada suatu daerah. Ancaman Komponen/Indikator Pemicu Tanda-tanda peringatan Banjir Rob Peringatan awal Kecepatan kejadian dan dampak Frekuensi Kelas Indeks Rendah Sedang Tinggi <1 >2 >2 1 sampai 2 1 sampai 2 1 sampai 2 Bahan Rujukan BMKG, Dinas PU, >2 Pemda, Masyarakat, dll BMKG, Dinas PU, <1 Pemda, Masyarakat, dll BMKG, Dinas PU, <1 Pemda, Masyarakat, >12 jam 6-12 jam <6 jam dll BMKG, Dinas PU, <1 1-2 >2 Pemda, Masyarakat, meter meter 1-2 meter dll BMKG, Dinas PU, 1 kali / tahun kali / tahun >2 kali / tahun Pemda, Masyarakat, dll 21 BMKG, Dinas PU, Waktu kejadian siang pagi malam Pemda, Masyarakat, dll BMKG, Dinas PU, Durasi Posisi <1 hari 1-2 hari >2 hari <100 100-200 >200 meter meter meter Pemda, Masyarakat, dll BMKG, Dinas PU, Pemda, Masyarakat, dll e) Indeks Kerentanan Peta kerentanan dapat dibagi-bagi ke dalam kerentanan sosial, ekonomi, fisik dan ekologi/lingkungan.Kerentanan dapat didefinisikan sebagai Eksposure kali Sensitivity."Aset-aset" yang terekspos termasuk kehidupan manusia (kerentanan sosial), wilayah ekonomi, struktur fisik dan wilayah ekologi/lingkungan.Tiap "aset" memiliki sensitivitas sendiri, yang bervariasi per bencana (dan intensitas bencana).Indikator yang digunakan dalam analisis kerentanan terutama adalah informasi keterpaparan.Dalam dua kasus informasi disertakan pada komposisi paparan (seperti kepadatan penduduk, rasio jenis kelamin, rasio kemiskinan, rasio orang cacat dan rasio kelompok umur).Sensitivitas hanya ditutupi secara tidak langsung melalui pembagian faktor pembobotan.12 12 22 Ancaman Komponen / Indikator Sosial Budaya Kepadatan 1 Penduduk Kelompok 2 Rentan Ekonomi Luas lahan 1 produktif Kontribusi 2 PDRB per sektor Fisik Banjir Rob 1 Rumah Kelas Indeks Rendah Sedang Tinggi <500 500-1000 >100 Jiwa/km2 Jiwa/km2 Jiwa/km2 >20% 20-40% >40% >5 Ha 5-10 Ha >10 Ha <Rp 100 Rp 100 - >Rp 300 Juta 300 Juta Juta Tidak Semi Permanen Permanen Fasilitas 1 sampai 2 <1 Umum 3 Fasilitas 1 sampai 3 <1 Kritis 2 Lingkungan atau Ekologi Hutan 1 <20 Ha 20-50 Ha Lindung 2 Hutan Alam <25 Ha 25-75 Ha Hutan 3 4 Bakau / <10 Ha 10-30 Ha Sumber Data Permanen >3 >2 >50 Ha >75 Ha >30 Ha Mangrove Semak <10 Ha 10-30 Ha >30 Ha Belukar 5 Rawa <5 Ha 5-20 Ha >20 Ha KOMPOSISI UNTUK ANALISIS KERENTANAN 23 Kerentanan Kerentanan Sosial Kerentanan Ekonomi Kerentanan Fisik Kepadatan Penduduk PDRB per Sektor Kerentanan Bangunan Kepekaan Sosial Penggunaan Lahan (kawasan budidaya) Kerentanan Prasarana Kerentanan Ekologi Penggunaan Lahan (kawasan lindung) f) Indeks Kapasitas Indeks kapasitas diperoleh berdasarkan tingkat ketahanan daerah pada suatu waktu. Tingkat ketahanan Daerah bernilai sama untuk seluruh kawasan pada kabupaten/kota yang merupakan lingkup kawasan terendah kajian kapasitas ini. Oleh karenanya penghitungan Tingkat Ketahanan Daerah dapat dilakukan bersamaan dengan penyususnan Peta ancaman bencan pada daerah yang sama. Indeks kapasitas diperoleh dengan melaksanakan diskusi terfokus kepada beberapa pelaku penanggulangan bencana pada suatu daerah. Panduan diskusi dan alat bantu untuk memeperoleh Tingkat Ketahanan Daerah terlampir. Berdasarkan tingkat ketahanan daerah yang diperoleh dari diskusi terfokus, diperoleh indeks kapasitas. Hubungan tingkat ketahanan daerah dengan indeks kapasitas terlihat pada tabel berikut. 24 Kelas Indeks Ancaman Komponen/Indikator 1 2 Rob 4 Data Tinggi Kelembagaan PB (BPBD, Penanggulangan Bappeda, Bencana Dinsos, Peringatan Dinkes, Dini Tingkat Ketahana Pendidikan n 1 dan Kebencanaan Tingkat Pengurangan Ketahana Faktor 5 Sedang Fgd pelaku Bencana 3 Rendah Aturan dan Kajian Risiko Banjir Sumber Risiko Tingkat Ketahana n3 Tingkat UKM, Ketahana Dunia n 4 dan Usaha, Tingkat Universitas, Ketahana LSM, n5 Tokoh n2 Dasar Masyarakat Pembangunan , Kesiapsiagaan Agama, pada seluruh lini dll). Tokoh E. Pemetaan GIS 1. Definisi Saat ini peta sudah sangat familiar di kalangan masyarakat Indonesia.Sebuah peta mampu menjelaskan berbagai hal secara spasial maupun keterkaitan antar fenomena di lapangan.Melalui peta, dapat dihasilkan suatu gambaran mengenai kondisi dan kualitas lingkungan.Berdasarkan berbagai kelebihan dari sebuah peta, teknik untuk membuat peta juga semakin berkembang. Saat ini, ada beberapa software yang dapat digunakan dalam pengelolaan peta, diantaranya adalah Sistem Informasi Geografi (SIG) dan Penginderaan Jauh.System informasi Geografi (SIG) merupakan suatu sistem pengolahan berbasiskomputer yang digunakan untuk pengolahan, penyimpanan, analisis, dan 25 mengaktifkan atau memanggil kembali data yang memiliki referensi keruangan untuk berbagai tujuan yang berkaitan dengan pemetaan. ArcGIS merupakan salah satu di antara sekian banyak perangkat lunak yang digunakan dalam System Informasi Geografis.ArcGIS memiliki kemampuan yang tinggi dalam pembuatan peta digital hingga analisis spasial. 2. Manfaat ArcGIS ArcGIS memiliki kemampuan yang tinggi dalam pembuatan peta digital dan analisis spasial. Manfaat lain dari ArcGIS antara lain: a) b) c) d) e) f) g) h) i) j) Mengetahui persebaran penduduk. Mengetahui sebaran hutan produksi. Mengetahui daerah rawan kecelakaan. Mengetahui indeks potensi sosial. Mengetahui sebaran pertambangan. Mengetahui daerah-daerah yang berpotensi tsunami. Mengetahui sebaran hutan rakyat. Mengetahui kemenangan partai. Mengetahui sebaran kritis. Mengetahui jumlah produksi padi. Selain manfaat di atas, masih banyak lagi manfaat ArcGIS di bidang pemetaan dan perencanaan. Oleh karena itu, perlu diketahui cara pembuatan peta menggunakan software ArcGIS. 3. Mengenal Sistem Satuan Koordinat adalah satuan yang digunakan untuk menentukan titik lokasi suatu objek/keadaan dalam bumi. Terdapat tiga satuan utama koordinat yang sering digunakan dalam peta, yaitu sebagai berikut: a) Decimal Degree (DD), merupakan satuan umum pada peta. b) Degree Minute Second (DMS), merupakan satuan koordinat yang digunakan untuk menempatkan daerah menggunakan perbedaan waktu, bahkan digunakan untuk menentukan perbedaan waktu dari suatu daerah dengan daerah lain. c) Universal Transverse Mercator, merupakan satuan koordinat berdasarkan satuan jarak dan berhubungan dengan proyeksi yang digunakan, yaitu konversi UTM. 26 4. Format Data dalam ArcGIS Ada dua jenis data di dalam ArcGIS, yaitu data raster dan data vector. Data raster adalah data yang disimpan dalam bentuk kotak segi empat (grid), sehingga membentuk suatu ruang yang teratur. Sedangkan data vector adalah data yang direkam dalam bentuk koordinat titik yang menampilkan, menempatkan, dan menyimpan data spasial dengan menggunakan titik, garis, atau area. Dalam ArcGIS, format data yang digunakan adalah Shapefile. Shapefile adalah file yang menyimpan data vector dalam ArcGIS. Shapefile inilah yang kemudian diolah dan dianalisis dalam berbagai pekerjaan spasial dengan ArcGIS.Saat ditampilkan dalam layer, Shapefile masih sebagai sebuah theme. Sebelum melakukan digitasi, bentuk terlebih dahulu sebuah shapefile kosong untuk wadah data vector yang telah terdigitasi. Pembuatan wadah ini supaya data yang telah dimiliki tidak hanya menjadi obyek grafis dalam layer ArcGIS. F. Konteks Global Manajemen Bencana Persolaan kebencanaan pada saat ini tidak saja menjadi isu Negara yang mengalami bencana, akan tetapi sudah menjadi perhatian bangsa-bangsa di seluruh dunia. Bencana menjadi ancaman yang serius bagi seluruh umat manusia, sehingga perlu mendapatkan respons yang tepat mulai dari tatanan lokal, regional, dan global. Kesadaran masyaraat internasional terhadap ancaman bencana tercermin dalam antara lain Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan Kerangka Aksi Hyogo. 1. Resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Resolusi nomor 60/195 tentang International Strategy for Disaster Reduction/ISDR. International Strategy for Disaster Reduction adalah suatu pendekatan global untuk mengurangi risiko bencana dengan melibatkan seluruh komponen masyarakat untuk mengurangi kehilangan kesempatan dan 27 kehidupan, kerugian di sektor sosial ekonomi dan kerusakan lingkungan akibat bencana alam. Focus ISDR, yaitu: a) Mengingkatkan kesadaran masyarakat terhadap upaya pengurangan risiko bencana; b) Mewujudkan komitmen pemerintah dalam rangka pelaksaan kebijakan dan upaya pengurangan risiko bencana; c) Mendorong kerjasama antar komponen dalam pengurangan risiko bencana; d) Meningkatkan penggunaan ilmu pengetahuan rangka untuk mengurangi risiko. 2. Kerangka Aksi Hyogo (Hyogo Framework for Action) Kerangka Aksi Hyogo menghasilkan suatu kerangka kerja aksi 2005-2015 untuk membangun ketahanan bangsa dan komunitas terhadap bencana. Konferensi mengadopsi lima prioritas aksi, yaitu: a) Memastikan bahwa pengurangan risiko bencana merupakan sebuah prioritas nasional dan lokal dengan kelembagaan yang kuat untuk pelaksanaannya; b) Mengindetifikasi, mengkaji dan memonitor dasar risiko-risiko bencana dan meningkatkan peringatan dini; c) Menggunakan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk membangun sebuah budaya keselamatan dan ketahanan di semua tingkat; d) Mengurangi risiko-risiko yang mendasar; e) Memperkuat kesiapsiagaan terhadap bencana demi respons yang efektif di semua tingkat. BAB III METODOLOGI PENELITIAN 28 A. Lokasi, Waktu dan Objek Penelitian Lokasi penelitian kami berada di desa Surya Bahari, kecamatan Pakuhaji, kabupaten Tangerang, tepatnya di RT. 01/RW. 01 dan RT. 03/RW. 04 yang berada di daerah pesisir pantai. Penelitian kami dilaksanakan pada hari Jumat, 24 April 2015 dan Sabtu, 25 April 2015. Objek penelitian yang akan kami teliti adalah warga dari desa Surya Bahari yang berprofesi sebagai nelayan jaring dan nelayan pancing, para pedagang ikan. B. Metode Penelitian Metode penelitian yang akan kami lakukan adalah deskriptif kuantitatif. Deskriptif disini diartikan dengan mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi sekarang, fokus perhatian pada masalah aktual sebagaimana adanya pada saat penelitian berlangsung. Sedangkan kuantitatif merupakan salah satu bentuk metode yang dilakukan dalam sebuah penelitian dengan cara menguji teori tertentu dengan cara meneliti hubungan antarvariabel, variabel ini diukur (biasanya dengan instrumen penelitian) sehingga data yang terdiri dari angka-angka dapat dianalisis berdasarkan prosedur statistik. Dan metode kuantitatif deskriptif adalah penelitian yang dilakukan dengan mengaitkan berbagai variabel dan menginterpretasikan dalam bentuk data yang berupa angka-angka dan mendeskripsikannya berbagai kejadian atau peristiwa yang telah ada dari berbagai variabel dengan menguji berbagai teori yang sudah ada . C. Populasi dan Sampel Pada penelitian ini populasi yang dijadikan objek penelitian adalah nelayan jaring, nelayan pancing, dan pedagang di desa Surya Bahari sejumlah orang. Hal ini dilakukan karena dari sekian banyak pekerjaan warga di desa Surya Bahari, ketiga pekerjaan itulah yang paling merasakan dampak adanya banjir rob yang terjadi di desa Surya Bahari. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara random sampling, cara ini merupakan teknik pengambilan anggota sampel secara acak dari populasi tanpa memperhatikan strata dalam populasi tersebut. Teknik ini dilakukan apabila anggota/unsur populasi homogen. Berdasarkan pada kajian resiko bencana terbagi menjadi tiga aspek, kapasitas, ancaman, dan kerentanan tiap aspek 29 dalam pengambilan sampelnya pun berbeda-beda. Berikut ini adalan penjelasan untuk ketiga aspek tersebut. 1. Kajian Ancaman Pada penelitian ini, populasi yang dijadikan objek penelitian adalah berdasarkan matapencaharian, yakni; nelayan jaring, nelayan pancing, dan pedagang ikan di desa Surya Bahari dengan jumlah tiga puluh orang. Hal ini dilakukan kepada objek-objek tersebut dikarenakan banjir rob mengganggu aktifitas ekonomi warga atau objek terdampak. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini pun dilakukan secara random sampling, cara ini merupakan teknik pengambilan anggota sampel secara acak dari populasi tanpa memperhatikan strata dalam populasi tersebut. Berdasarkan kriteria tersebut, maka jumlah masing-masing yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah sepuluh orang nelayan jaring, sepuluh orang nelayan pancing, dan sepuluh orang pedagang ikan di desa Surya Bahari. 2. Kajian Kapasitas Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik observasi dan pembagian angket. Observasi yang dilakukan ini dengan cara memperhatikan kondisi pesisir laut, masyarakat dan pemukiman yang berdekatan dengan pesisir laut. Untuk tahap pembagian angket, kami memberikan angket kepada beberapa warga sesuai profesi dan di lokasi yang telah disebutkan di atas. Pertanyaan yang diajukan antaralain mengenai peraturan daerah tentang bencana, peringatan dini bencana, sosialisasi tentang kependidikan kebencanaan, tindakan untuk pengurangan resiko banjir rob dan kesiapsiagaan darurat saat banjir rob. Dalam teknik pengumpulan data, disini kami mengumpulkan data dari berbagai profesi yang terkena dampak banjir Rob di Desa Surya Bahari. Kami mengambil data secara acak baik dari warga desa dengan berbagai profesi berdasarkan jawaban mereka berikan. 3. Kajian Kerentanan 30 Untuk analisis kajian kerentanan banjir rob dari desa Surya Bahari kami mengambil sampel hanya satu orang yang paling berpengaruh dari tiap profesi, yaitu satu orang dari nelayan pancing, satu orang dari nelayan jaring, satu orang dari pedagang. D. Instrumen dan Teknik Pengumpulan Data 1. Kajian Ancaman Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berupa studi kepustakaan dengan menggunakan data monografi desa Surya Bahari. Selain itu, kami juga menggunakan teknik wawancara dan pembagian angket. Pada tahap wawancara, kami melakukan wawancara dengan menyusun pedoman susunan pertanyaan kepada objek yang menjadi sampel kami. Hal-hal yang menjadi fokus kami yaitu mengenai indeks ancaman dan profil bencana yang terdiri dari sejarah bencana dan sejarah desa Surya Bahari. Untuk tahap pembagian angket, kami memberikan kuisioner kepada warga sesuai profesi dan di lokasi yang telah disebutkan di atas. Jadi, instrumen yang akan kita gunakan dalam penelitian ini adalah mengenai pengetahuan penyebab dan tanda-tanda datangnya banjir rob, kecepatan datangnya banjir rob, frekuensi, durasi dan waktu kejadian, serta posisi jarak yang digenangi banjir rob. 2. Kajian Kapasitas Pada penelitian ini populasi diambil berdasarkan matapencaharian, dengan jumlah tiga puluh orang diantaranya adalah nelayan pancing, nelayan jaring dan pedagang ikan dan hal ini dilakukan karena banjir Rob mengganggu aktifitas ekonomi warga terdampak. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan secara random sampling, cara ini merupakan teknik pengambilan anggota sampel secara acak dari populasi tanpa memperhatikan strata dalam populasi tersebut. Teknik ini dilakukan apabila anggota/unsur populasi homogen. Berdasarkan kriteria tersebut, maka yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah sepuluh orang nelayan jaring, sepuluh orang pedagang ikan, dan sepuluh orang nelayan pancing di desa Surya Bahari 3. Kajian Kerentanan 31 Pada indeks kerentanan kami melakukan dengan cara studi pustaka, wawancara, dan observasi. Wawancara kami lakukan kepada orang-orang yang berpengaruh dalam ketiga profesi tersebut. Kami hanya mewancarai satu orang pada setiap profesi. Wawancara yang kami lakukan disini mengacu pada kerentanan pada sisi sosial budaya, ekonomi, fisik, ekologis E. Teknik Pengolahan Data 1. Kajian Ancaman Pada penelitian ini, teknik analisa yang akan kami lakukan adalah dengan pengumpulan data berupa nilai dan deskriptif, pada pengolahan data tersebut kami melakukan teknik deskriptif dan deskripsi nilai yang didapat dari hasil wawancara dan penyebaran angket, kemudian data yang didapat dideskripsikan berdasarkan dengan skala pada table indeks ancaman bagi masyarakat terdampak. Kemudian data yang telah disederhanakan dimasukkan dalam bentuk penyajian data berupa tabel. Untuk pengolahan data kajian ancaman ini, kami akan mendapatkan hasil berupa nilai yang didapat berdasarkan soal pilihan ganda yang apabila jawabannya A (mengetahui), akan mendapat nilai satu angka dan tidak mendapat nilai apabila jawabannya B (tidak mengetahui). 2. Kajian Kapasitas Pada penelitian ini, teknik analisa yang akan kami lakukan adalah dengan pengumpulan data berupa nilai dan deskriptif, pada pengolahan data tersebut kami melakukan ternik deskriptif dan deskripsi nilai yang didapat dari hasil wawancara dan penyebaran angket. Nilai yang didapatkan dari angket dideskripsikan dengan skala kapasitas warga terdampak yang terdapat pada tabel indeks kapasitas. Kemudian data yang diperoleh disederhanakan dalam bentuk penyajian data berupa tabel. 3. Kajian Kerentanan 32 Pada penelitian ini, teknik analisa yang akan kami lakukan adalah dengan pengumpulan data berupa nilai dan deskriptif, pada pengolahan data tersebut kami melakukan ternik deskriptif dan deskripsi nilai yang didapat dari hasil wawancara dan observasi, Nilai yang didapatkan dari angket dideskripsikan dengan skala kapasitas warga terdampak yang terdapat pada tabel indeks kerentanan. Kemudian data yang diperoleh disederhanakan dalam bentuk penyajian data berupa tabel. F. Teknik Analisis Data 1. Kajian Ancaman Setelah proses pengolahan data selesai, kemudian dilakukan analisis data. Teknik analisis data yang akan digunakan pada penelitian ini adalah presentase dan pemetaan peta bencana. Hasil observasi diolah dalam bentuk tabel yang berisi skala ancaman desa Surya Bahari. Analisis data dilakukan dengan menggunakan penyajian data dari tabel kajian ancaman dengan tabel sebagai berikut: Ancaman Komponen/Indikator Pemicu Tanda-tanda peringatan Banjir Rob Peringatan awal Kelas Indeks Rendah Sedang Tinggi <1 >2 >2 Kecepatan kejadian >12 jam dan dampak <1 meter Frekuensi 1 kali / tahun 1 sampai 2 1 sampai 2 1 sampai 2 Bahan Rujukan BMKG, Dinas >2 PU, Pemda, Masyarakat, dll BMKG, Dinas <1 PU, Pemda, Masyarakat, dll BMKG, Dinas <1 PU, Pemda, 6-12 jam <6 jam Masyarakat, dll BMKG, Dinas 1-2 >2 PU, Pemda, meter 1-2 meter Masyarakat, dll BMKG, Dinas kali / tahun >2 kali / tahun PU, Pemda, Masyarakat, dll 33 BMKG, Dinas Waktu kejadian siang Pagi malam PU, Pemda, Masyarakat, dll BMKG, Dinas Durasi Posisi <1 hari 1-2 hari >2 hari <100 100-200 >200 meter meter meter PU, Pemda, Masyarakat, dll BMKG, Dinas PU, Pemda, Masyarakat, dll Teknik presentase data adalah hasil data yang dikumpulkan kemudian diolah lalu dilakukan perhitungan dengan teknik presentase, yakni dengan rumus: X= n x 100 N Keterangan:X = presentase jawaban responden n = jumlah responden Jawaban: N = jumlah keseluruhan responden Kemudian hasil dari presentase tersebut akan dipaparkan dalam bentuk diagram. 2. Kajian Kapasitas Setelah proses pengolahan data selesai, kemudian dilakukan analisis data. Teknik analisis data yang akan digunakan pada penelitian ini adalah presentase dan pemetaan peta bencana. Hasil observasi diolah dengan dalam bentuk tabel yang berisi skala kapasitas desa surya bahari. Analisis data dilakukan dengan menggunakan tabel kajian kapasitas dengan tabel sebagai berikut: Kelas Indeks Ancaman Banjir Rob Komponen/Indikator 1 Sumber Rendah Sedang Tinggi Data Tingkat Tingkat Tingkat Fgd pelaku Ketahana Ketahana Ketahana PB (BPBD, Penanggulangan n 1 dan n3 n 4 dan Bappeda, Bencana Tingkat Tingkat Dinsos, Aturan Kelembagaan 34 2 3 4 Peringatan Dini Dinkes, dan UKM, Risiko Bencana Dunia Pendidikan Usaha, Kebencanaan Universitas, Pengurangan Faktor 5 Kajian Risiko Ketahana Ketahana LSM, n2 n5 Tokoh Dasar Masyarakat, Pembangunan Tokoh Kesiapsiagaan Agama, pada seluruh lini dll). 35 Teknik presentase data adalah hasil data yang dikumpulkan kemudian diolah lalu dilakukan perhitungan dengan teknik presentase, yakni dengan rumus: X= n x 100 N Keterangan: X = presentase jawaban responden n = jumlah responden Jawaban: N = jumlah keseluruhan responden Kemudian hasil dari presentase tersebut akan dipaparkan dalam bentuk diagram. 1. Kajian Kerentanan Pada indeks kerentanan Dalam tahap analisis data dari hasil wawancara, kami menganalisis dan menilai bagaimana tingkat kerentanan banjir rob yang ada pada daerah yang terdampak dari tiga profesi yang kami telah kami ambil sampel datanya. dan mengaitkan ke alat ukur mengenai indeks kerentanan, yaitu indeks kerentanan banjir rob. Adapun indeks kerentanan banjir rob sebagai berikut. 36 Ancaman Komponen / Indikator Sosial Budaya Kepadatan 1 Penduduk Kelompok 2 Rentan Ekonomi Luas lahan 1 produktif Kontribusi 2 PDRB per sektor Fisik 1 Banjir Rob 2 3 Rumah Fasilitas Umum Fasilitas Rendah 4 5 Bakau / Mangrove Semak Belukar Rawa Sumber Tinggi <500 500-1000 >100 Jiwa/km2 Jiwa/km2 Jiwa/km2 <20% 20-40% >40% <5 Ha 5-10 Ha >10 Ha <Rp 100 Rp 100 - >Rp 300 Juta 300 Juta Juta Tidak Semi Permanen Permanen 1 sampai <1 <1 Kritis Lingkungan atau Ekologi Hutan 1 <20 Ha Lindung Hutan 2 <25 Ha Alam Hutan 3 Kelas Indeks Sedang 3 1 sampai 2 Data Permanen >3 >2 20-50 Ha >50 Ha 25-75 Ha >75 Ha <10 Ha 10-30 Ha >30 Ha <10 Ha 10-30 Ha >30 Ha <5 Ha 5-20 Ha >20 Ha 37 Daftar Pustaka Logbook TRADAS XXVI http://www.ferryefendi.blogspot.in/2007/12/konsep-bencana-disaster.html?m=1. 2007. Konsep Bencana Disaster. Diakses pada tanggal 23 Januari 2015 pukul 17:11 WIB Aliens, Goling. http://golingaliens.blogspot.in/2012/01/disaster-management-dm.html?m=1. 2012. Disaster Management (DM). Diakses pada tanggal 23 Januari 2015 pukul 17:55 WIB DIKTAT Disaster Management KMPLHK RANITA 2010 http://www.belajargeografi.com/2013/01/teori-pasang-surut.html, M. Yusuf, Teori Pasang Surut, diakses pada Kamis, 9 April 2015 pukul 22.33 WIB. 38 http://id.wikipedia.org/wiki/Rob, Rob, diakses pada Kamis, 9 April 2015 pukul 22.29 WIB. http://rizkynovi99.blogspot.com/2013/05/pengertian-penyebab-dampakdan-cara.html, Pengertian, Penyebab, Dampak dan Cara Menanggulangi Banjir, diakses pada Kamis, 9 April 2015 pukul 22.31 WIB. http://ini-itu-bacadulu.blogspot.com/2013/11/tentang-banjir-rob.html, Tentang Banjir Rob, diakses pada Kamis, 16 April 2015 pukul 14.54 WIB. 39