31 BAB III METODE PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini dilakukan di Daerah Aliran Sungai Juwet yang memiliki luas 4105 Ha yang berada di 11 desa dalam 3 kecamatan yang meliputi : Tabel 3.1 Luas Desa Tiap Kecamatan Kecamatan Gedangsari Nglipar Patuk Desa Sampang Watugajah Mertelu Tegalrejo Hargomulyo Ngalang Pilangrejo Kedungpoh Pengkol Nglegi Terbah Luas (Ha) 61 256 770 40 1047 1064 93 22 297 335 120 Luas (%) 1,49 6,23 18,77 0,97 25,5 25,91 2,26 0,53 7,24 8,16 2,94 Model batasan wilayah berupa Daerah Aliran Sungai merupakan model batasan yang paling sesuai saat ini dalam mengkaji suatu ekosistem lingkungan dan mencari arahan penanganan yang timbul. Alasan pemilihan DAS Juwet sebagai tempat penelitian adalah karena wilayah ini mempunyai karakteristik lahan yang sangat bervariatif dan masih belum mendapat perhatian untuk dilakukan konservasi lahan. 2. Waktu Penelitian Waktu pembuatan proposal penelitian dilakukan selama 6 bulan dan penelitian untuk pengambilan data primer maupun sekunder dilakukan selama 6 Bulan bertempat di tiga Kecamatan yaitu Kecamatan Gedangsari, Nglipar dan Patuk. 31 32 Tabel 3.2 Jadwal Waktu Penelitian Kegiatan Juli – Jan – Juli – Jan – Jan – Des ‘13 Juni ‘14 Des ‘14 Des ‘15 Mar ‘16 Penyusunan Proposal Penyusunan Instrumen Penelitian Pengumpulan Data Analisis Data Penulisan Laporan Hasil Penelitian B. Metode Penelitian Metode penelitian dalam penelitian ini menggunakan deskriptif spasial, dengan satuan lahan sebagai satuan analisis. Penelitian deskriptif adalah penelitian yang lebih mengarah pada pengungkapan suatu masalah atau keadaan sebagaimana adanya dan mengungkapkan fakta-fakta yang ada, walaupun kadang-kadang memberikan interpretasi atau analisis (Tika, 1997: 6). Spasial/ keruangan adalah suatu cara pandang atau kerangka analisis yang menekankan eksistensi ruang sebagai penekanan. Cara pandang spasial inilah yang mengharuskan penggunaan peta sebagai visualisasi hasil kajiannya. Metode yang digunakan dalam pengambilan datanya adalah metode survei yang didukung oleh data-data sekunder. Metode survei adalah suatu metode penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan sejumlah besar data berupa variabel, unit atau individu dalam waktu yang bersamaan (Tika, 1997: 9). Metode survei digunakan untuk mengetahui keadaan dilapangan sebagai pembaharuan data sekunder dan untuk mendapatkan data dilapangan yang tidak diperoleh dalam data sekunder Analisis data spasial fungsi kawasan dan kemampuan lahan menggunakan satuan analisis berupa satuan lahan. Satuan lahan digunakan untuk menganalisis data-data spasial penentu fungsi kawasan dan kemampuan lahan yang kemudian diwujudkan dalam bentuk peta fungsi kawasan dan peta kemampuan lahan. Sebaran fungsi kawasan dan kemampuan lahan kemudian di hubungkan dengan 33 data spasial faktor-faktor fisik lahan kemudian digunakan untuk keperluan evaluasi kesesuaian fungsi kawasan dan kemampuan lahan dengan penggunaan lahan dan konservasi. C. Sumber Data 1. Data Primer Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden atau objek yang diteliti atau ada hubungannya dengan yang diteliti. (Tika, 1997: 67) Dalam penelitian ini data primer diperoleh melalui observasi lapangan yang berupa: data keadaan penggunaan lahan, ketebalan tanah, batuan permukaan, kemiringan lereng, pemanfaatan lahan dan ketinggian. 2. Data Sekunder Data sekunder adalah data yang telah lebih dahulu dikumpulkan dan dilaporkan oleh orang atau instansi diluar diri peneliti sendiri, walaupun data yang dikumpulkan itu sebenarnya data yang asli (Tika, 1997: 67) Dalam penelitian ini data sekunder yang diperlukan adalah: 1. Data penggunaan lahan diperoleh dari Peta Rupabumi Digital Indonesia skala 1 : 25.000 Tahun 2001 yang dikeluarkan oleh BAKOSURTANAL yang kemudian akan dilakukan pengecekkan dilapangan. 2. Kemiringan lereng berupa citra DEM SRTM liputan Yogyakarta tahun 2008 yang dikeluarkan oleh CGIAR-CSI. 3. Data formasi batuan dalam Peta Geologi Lembar Surakarta - Giritontro skala 1 : 100.000 tahun 1992 yang dikeluarkan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi. 4. Data jenis tanah dalam peta tematik skala 1 : 100.000 yang diperoleh dari BAPPEDA Kabupaten Gunungkidul. 5. Data curah hujan tahun 2001-2011 diperoleh dari DPU Kabupaten Gunungkidul. 34 D. Populasi dan Teknik Sampling 1. Populasi Populasi adalah himpunan individu atau obyek yang banyaknya terbatas atau tidak terbatas (Tika, 1997: 32). Maksud terbatas dalam hal ini adalah suatu obyek atau individu yang dapat diukur atau diketahui dengan jelas jumlah maupun batasnya. Sedangkan tidak terbatas adalah suatu individu maupun obyek yang sulit diketahui jumlahnya walaupun batas wilayahnya diketahui. Dalam penelitian ini yang dijadikan populasi adalah seluruh satuan lahan di Daerah Aliran Sungai Juwet. Penentuan satuan lahan di Daerah Aliran Sungai Juwet ditentukan dengan melakukan tumpangsusun (overlay) dari peta geologi, peta tanah, peta penggunaan lahan, dan peta lereng. Dipilihnya satuan lahan sebagai satuan analisis dan pemetaan karena setiap satuan lahan mencerminkan adanya pengaruh sifat batuan, tanahnya, lereng dan penggunaan lahannya. 2. Teknik Sampling Sampel merupakan sebagian dari objek atau individu-individu yang mewakili suatu populasi (Tika, 1997: 33). Teknik pengambilan atau penentuan sampel dilakukan dengan purposif sampling. Tika (1997: 53 - 54) menyatakan, purposif sampling adalah teknik pengambilan sampel yang dipilih secara cermat dengan mengambil orang atau objek penelitian yang selektif dan mempunyai ciriciri yang spesifik. Dalam penelitian ini diperoleh variasi karakteristik macam tanah, kemiringan lereng dan penggunaan lahan tiap satuan lahan. Dari keseluruhan jumlah satuan lahan tersebut kemudian dilakukan survei pada satuan lahan yang memiliki kesamaan morfologi luar, sifat tanah, dan hasil deskripsi dilapangan. Sampel yang di ambil dalam penelitian ini adalah sebanyak 20 dari 58 satuan lahan dengan mempertimbangkan kesamaan macam tanah dan kemiringan lerengnya 35 E. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data adalah upaya-upaya yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data. Beberapa teknik yang digunakan peneliti dalam mengumpulkan data sebagai berikut: 1. Observasi Lapangan Observasi lapangan atau pengamatan langsung dilapangan adalah cara dan teknik pengumpulan data dengan melakukan pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala atau fenomena yang ada pada obyek penelitian (Tika, 1997: 67). Tujuannya adalah mencari data-data yang diperlukan sekaligus untuk mengecek kebenaran atas data-data yang telah didapatkan dengan keadaan sesungguhnya di lapangan, diantaranya untuk mengetahui karakteristik fisik daerah penelitian, pengambilan sampel tanah untuk analisis fisik tanah, pengukuran kemiringan lereng, pengamatan pengelolaan tanaman, dan penggunaan lahan. 2. Analisis Data Sekunder Dalam penelitian ini analisis data sekunder digunakan untuk mengumpulkan data dengan menelaah segala bentuk catatan atau literatur yang terkait dalam penelitian, termasuk di dalamnya peta. Data yang dikumpulkan berupa data sekunder seperti peta tanah, peta penggunaan lahan, peta geologi, dan data catatan kejadian hujan di Kabupaten Gunungkidul. F. Validitas Data Suatu penelitian dituntut untuk menghasilkan data yang valid. Untuk memperoleh hasil penelitian yang valid perlu dilakukan teknik triangulasi. Triangulasi adalah suatu metode untuk mengumpulkan data dengan cara menggabungkan berbagai teknik pengumpulan data dengan maksud untuk memperoleh tingkat kebenaran yang tinggi (Yunus, 2010: 409). Bentuk triangulasi data dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan triangulasi sumber yang berupa data dari peta yang sudah ada seperti peta RBI, peta tanah, peta topografi, peta kemiringan lereng, peta geologi. Dari data tersebut kemudian 36 dilakukan pengecekan di lapangan berdasarkan data yang sudah diperoleh sebelumnya seperti dilakukan pengecekan peta tanah dengan membuat lubang untuk mengetahui profil tanah pada lokasi yang telah ditentukan untuk diketahui kebenarannya dilapangan apakah sama dengan yang ada pada peta. G. Teknik Analisis Data Menurut Sofyan Effendi, Analisis data adalah proses penyederhanaan data kedalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterpretasikan (1987: 263). Jadi teknik analisis data adalah proses penyederhanaan data dengan mengurutkan data kedalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga lebih mudah di baca dan diinterpretasikan. Penelitian ini menggunakan teknik analisis data sekunder sebagai dasar analisis penelitian. Dalam penelitian ini data yang diperoleh diorganisasikan dan dikategorikan menurut satuan lahan. Persebaran satuan lahan dalam daerah penelitian diperoleh dengan menumpangsusunkan (overlay) Peta Tanah, Peta Geologi, Peta Kemiringan Lereng dan Peta Penggunaan Lahan. Setiap satuan lahan dilakukan pengenalan sifat dan karakteristik lingkungan fisik dengan menggunakan data primer dan sekunder untuk penentuan fungsi kawasan dan kesesuaiannya dengan penggunaan lahan dan konservasi yang ada. Berikut ini adalah contoh penyusunan dan cara pembacaan karakteristik lahan dalam suatu satuan lahan. Qvjb – Li – IV – Kb Satuan lahan Penggunaan lahan Contoh - Kebun Lereng - Kelas IV Jenis tanah - Litosol Batuan - Qvjb 37 1. Fungsi Kawasan dan Kemampuan Lahan A. Fungsi Kawasan Fungsi kawasan suatu wilayah dilakukan dengan pemberian scoring dari tiga parameter yaitu jenis tanah, lereng, dan intensitas hujan melalui pendekatan satuan lahan. Satuan lahan digunakan karena karakteristik satuan lahan berpengaruh terhadap arahan konservasi yang akan direkomendasikan. 1. Kemiringan Lereng Kemiringan lereng menunjuk pada topografi suatu daerah yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda sehingga perlu mendapat perlakuan yang berbeda pula. Berikut table klasifikasi dan skoring tiap faktor penentu yang telah dikeluarkan oleh SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 dan No. 683/Kpts/Um/8/1981 : Tabel 3.3 Klasifikasi dan Nilai Skor Faktor Kelerengan Lapangan Kelas Kelerengan (%) Klasifikasi Nilai Skor I II III IV V 0–8 8 – 15 15 – 25 25 – 40 > 40 Datar Landai Agak Curam Curam Sangat Curam 20 40 60 80 100 2. Jenis Tanah Jenis tanah diperoleh dari pengolahan peta tematik jenis tanah Kebupaten Gunungkidul skala 1 : 100.000. Klasifikasi dan Nilai Skor Faktor Jenis Tanah Menurut Kepekaannya Terhadap Erosi akan ditunjukkan pada tabel 3.4 3. Intensitas Hujan Intensitas hujan rata-rata harian diperoleh dari Rata-rata curah hujan tahunan dibagi Rata-rata hari hujan tahunan. Klasifikasi dan Nilai Skor Faktor Intensitas Hujan Harian akan ditunjukkan pada tabel 3.5 38 Tabel 3.4 Klasifikasi dan Nilai Skor Faktor Jenis Tanah Menurut Kepekaannya Terhadap Erosi Kelas I II III IV V Kelerengan (%) Aluvial,Glei, Planosol,Hidromerf, Laterik air tanah Latosol Brown forest soil, non calcic brown mediteran. Andosol,Laterit, Grumusol,Podsol, Podsolic. Regosol,Litosol, Organosol,Rensina. Klasifikasi Nilai Skor Tidak peka 15 Kurang peka 30 Agak peka 45 Peka Sangat peka 60 75 Tabel 3.5 Klasifikasi dan Nilai Skor Faktor Intensitas Hujan Harian Kelas I II III IV V Intensitas Hujan (mm/hari) 0 – 13,6 13,6 – 20,7 20,7 – 27,7 27,7 – 34,8 > 34,8 Klasifikasi Nilai Skor Sangat rendah Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi 10 20 30 40 50 Untuk menentukan fungsi kawasan tiap satuan lahan dilakukan teknik skoring. Teknik scoring adalah memberikan nilai (score) terhadap masalah dengan menggunakan ukuran (parameter) tertentu. Menurut Pedoman Penyusunan Pola Rehabilitasi Lahan & Konservasi tahun 1980, fungsi kawasan diklasifikasikan pada tabel 3.6 39 Tabel 3.6 Penentuan Fungsi Kawasan Kelas I II III IV Fungsi Kawasan Lindung Penyangga Produksi Tanaman Tahunan Produksi Tanaman Semusim dan Permukiman Skor / Nilai > 175 125 – 174 < 124 + lereng > 8% < 124 + lereng < 8% Hasil scoring dari tiap satuan lahan kemudian di buat kedalam Peta Fungsi Kawasan untuk mengetahui sebaran tiap fungsi kawasan dalam DAS Juwet. B. Kemampuan Lahan Kemampuan lahan diklasifikasikan dalam 8 kelas kemampuan lahan. Untuk menentukan kelas setiap lahan menggunakan beberapa parameter menurut Arsyad (2010: 318) yaitu: Kecuraman lereng, Erosi, Kedalaman tanah, Tekstur tanah, Permeabilitas, Drainase, dan Faktor-faktor khusus (kerikil, batuan kecil, batuan lepas, batuan tersingkap, dan ancaman banjir/genangan). Dari hasil pengambilan data dilapangan kemudian diklasifikasikan menurut parameter-parameter tersebut diatas untuk menentukan kelas kemampuan lahannya. Untuk menghubungkan antara kelas kemampuan lahan dengan parameter diperoleh dari kriteria-kriteria dalam tiap kelas kemampuan lahan yang dihubungkan kedalam beberapa parameter. Pengklasifikasian ini dilakukan pada tiap satuan lahan dengan metode matching / mencocokkan sifat dan karakteristik lahan yang diperoleh dari hasil pengukuran dengan kriteria klasifikasi lahan untuk mengetahui kemampuan lahannya. Proses penentuan kelas kemampuan lahan didasari dengan sifat dasar dan karakteristik terendah dari hasil pengukuran dilapangan. Berikut tabel Kriteria Klasifikasi Kemampuan Lahan menurut faktor penghambatnya menurut Arsyad (2010: 346) : 40 Tabel 3.7 Kriteria Klasifikasi Kemampuan Lahan Kelas Faktor Penghambat Kemampuan Lereng Kepekaan Kedalaman Drainase Kerikil/ Ancaman Lahan (%) Erosi Tanah Batuan Banjir I A KE1, KE2 k0 d1 b0 o0 II B KE3 k1 d2 b0 o1 III C KE4, KE5 k2 d3 b1 o2 IV D KE6 k3 d4 b2 o3 V A * * d5 b3 o4 VI E * * ** * ** VII F * * ** * ** VIII G * * d0 b4 * Keterangan: * : dapat memiliki beragam sifat ** : tidak berlaku Dari hasil matching pada tiap satuan lahan kemudian dibuat kedalam Peta Kemampuan Lahan DAS Juwet untuk mengetahui sebaran kemampuan lahan pada tiap satuan lahan. 2. Kesesuaian Penggunaan Lahan A. Kesesuaian Penggunaan Lahan dengan Fungsi Kawasan Kesesuaian fungsi kawasan dilakukan dengan menumpangsusunkan (overlay) antara peta Fungsi Kawasan dan peta penggunaan lahan. Dari hasil tumpang susun ini akan dihasilkan peta analisis yang memvisualkan sebaran penggunaan lahan yang sesuai maupun tidak sesuai dengan fungsi kawasannya. Data jenis penggunaan lahan aktual diperoleh dari peta penggunaan lahan dan hasil cek di lapangan. Evaluasi kecocokan penggunaan lahan aktual dengan fungsi kawasan lahan dilakukan dengan cara tumpangsusun peta penggunaan lahan dengan peta fungsi kawasan lahan. Dari evaluasi ini dapat diketahui satuan lahan yang penggunaan lahan aktualnya tidak cocok dengan fungsi kawasan 41 lahan, yang selanjutnya satuan lahan tersebut perlu dilakukan arahan fungsi pemanfaatan lahan. Penilaian kesesuaian antara penggunaan lahan aktual terhadap fungsi kawasan lahan DAS Juwet dapat dilihat pada tabel 3.8 Tabel 3.8 Matrik Penilaian Kecocokan Penggunaan Lahan Aktual dengan Fungsi Kawasan Lahan. Fungsi Kawasan 1 Permukiman TC TC Budidaya Tanaman Tahunan TC 2 Perkebunan/ Kebun TC C C C 3 Sawah TC TC TC C 4 Semak Belukar TC TC * * 5 Sungai * * * * 6 Tegalan/ Ladang TC TC TC C No Penggunaan Lahan Lindung Penyangga Budidaya Tanaman Semusim C Keterangan : C : cocok; TC = tidak cocok; * tidak dinilai kecocokannya (Sumber : Modifikasi dari Luntungan dalam Muryono, 2008: 41) B. Kesesuaiaan Kemampuan Lahan dengan Penggunaan Lahan Kesesuaian kemampuan lahan dilakukan dengan menumpangsusunkan peta kemampuan lahan dengan penggunaan lahan. Dari hasil tumpangsusun kemudian diperoleh data analisis berupa penggunaan lahan yang sesuai dan tidak sesuai dengan kemampuan lahan.Data penggunaan lahan diperoleh dari survei/cek lapangan yang kemudian data yang diperoleh digunakan untuk mengevaluasi base map yang diperoleh dari peta RBI. Evaluasi kemudian dilakukan untuk mencocokan antara kemampuan lahan dengan penggunaan lahan yang ada. Dari evaluasi ini kemudian diperoleh lahan yang sesuai maupun tidak sesuai dengan kemampuan lahannya. Kemudian yang tidak sesuai tersebut dilakukan arahan penggunaan lahan yang sesuai dengan kemampuan lahannya.Setelah dilakukan pengklasifikasian setiap satuan lahan kedalam kelas kemampuan lahan kemudian dihubungkan dengan intensitas dan macam penggunaan lahan yang sesuai sebagai arahan penggunaan lahan seperti dalam tabel 3.9 42 Tabel 3.9 Skema Hubungan antara Kelas Kemampuan Lahan dengan Intensitas dan Macam Penggunaan Lahan (Arsyad, 2010: 319) dan pilihan penggunaan berkurang Hambatan meningkat, Kesesuaian I II III IV V VI VII VIII C. Kesesuaian Penggunaan Lahan dengan Fungsi Kawasan dan Kemampuan Lahan Dari fungsi kawasan dan kemampuan lahan kemudian dilakukan penyelarasan untuk menentukan penggunaan lahan yang sesuai dengan keduanya. Hal ini dilakukan untuk memperoleh hasil yang lebih sesuai dan baik untuk arahan penggunaan lahan. Berikut matriks yang coba dibuat untuk menyelaraskan antara fungsi kawasan dengan kemampuan lahan untuk arahan penggunaan lahan dalam tabel 3.10 Garapan sangat intensif Garapan intensif Garapan sedang Garapan terbatas Pengembalaan intensif Pengembalaan sedang Hutan produksi terbatas Pengembalaan terbatas Cagar alam/Hutan Kelas Kemampuan Lahan Intensitas dan Pilihan Penggunaan Meningkat 43 Tabel 3.10 Matriks Arahan Penggunaan Lahan Kelas Kemampuan Lahan Kelas Kemampuan Lahan I Kelas Kemampuan Lahan II Kelas Kemampuan Lahan III Kelas Kemampuan Lahan IV Fungsi Kawasan Kawasan Budidaya Tanaman Semusim dan Permukiman Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan Kawasan Budidaya Tanaman Semusim dan Permukiman Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan Kawasan Budidaya Tanaman Semusim dan Permukiman Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan Kawasan Penyangga Kawasan Lindung Kawasan Penyangga Kelas Kemampuan Lahan V Kawasan Lindung Kawasan Penyangga Kelas Kemampuan Lahan VI Kawasan Lindung Kawasan Penyangga Kelas Kemampuan Lahan VII Kawasan Lindung Arahan Penggunaan Lahan Permukiman,Perkebunan/ Kebun,Sawah,Tegalan/ Ladang Perkebunan/ Kebun Permukiman,Perkebunan/ Kebun,Sawah,Tegalan/ Ladang Perkebunan/ Kebun Permukiman,Perkebunan/ Kebun,Sawah,Tegalan/ Ladang Perkebunan/ Kebun Kawasan Hutan Produksi Terbatas, Kawasan Hutan Produksi Konversi, Kawasan Hutan Lindung Kawasan Hutan Produksi Konversi, Kawasan Hutan Lindung Kawasan Hutan Produksi Terbatas, Kawasan Hutan Produksi Konversi, Kawasan Hutan Lindung Kawasan Hutan Produksi Konversi, Kawasan Hutan Lindung Kawasan Hutan Produksi Terbatas, Kawasan Hutan Produksi Konversi, Kawasan Hutan Lindung Kawasan Hutan Produksi Konversi, Kawasan Hutan Lindung Kawasan Hutan Produksi Terbatas, Kawasan Hutan Produksi Konversi, Kawasan Hutan Lindung Kawasan Hutan Produksi 44 Konversi, Kawasan Hutan Lindung Kawasan Penyangga Kawasan Hutan Lindung, Kawasan Hutan Produksi Terbatas + Konservasi Kelas Kemampuan Lahan VIII Kawasan Lindung Kawasan Hutan Lindung, Kawasan Hutan Produksi Konversi + Konservasi Sumber : Balai Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah (RLKT) Departemen Kehutanan menurut SK Menteri Pertanian No. 837/Kpts/Um/11/1980 dan Arsyad (2010: 324 - 329) 3. Arahan Konservasi Lahan Konservasi lahan dilakukan dengan mengacu dari data yang diolah yang menunjukan ketidaksesuaiaan antara penggunaan lahan dengan fungsi kawasan dan kemampuan lahannya. Arahan konservasi lahan ini dilakukan secara normatif dan tidak mutlak serta didasarkan pada kondisi fisik setiap satuan lahan dan belum mempertimbangkan faktor sosial ekonomi dan kepemilikan lahan secara rinci dilapangan. Pelaksanaan rehabilitasi lahan dan konservasi tanah untuk masing-masing kawasan harus mempertimbangkan karakteristik fisik pada masing-masing satuan lahan. Berikut beberapa teknik konservasi tanah yang dapat digunakan dengan mempertimbangkan karakteristik lahannya Tabel 3.11 Upaya Konservasi Tanah secara Vegetatif Teknik konservasi tanah Penghutanan kembali Wanatani Strip rumput Karakteristik lahan Penghutanan kembali biasanya dilakukan pada lahan-lahan kritis yang diakibatkan oleh bencana alam misalnya kebakaran, erosi, abrasi, tanah longsor, dan aktifitas manusia seperti pertambangan, perladangan berpindah, dan penebangan hutan. Penerapan wanatani pada lahan dengan lereng curam atau agak curam mampu mengurangi tingkat erosi dan memperbaiki kualitas tanah, dibandingkan apabila lahan tersebut gundul atau hanya ditanami tanaman semusim. Teknik konservasi dengan strip rumput sangat efektif untuk lahan dengan lereng di bawah 20% 45 biasanya menggunakan rumput yang didatangkan dari luar areal lahan, yang dikelola dan sengaja ditanam secara strip menurut garis kontur untuk mengurangi aliran permukaan. Barisan sisa tanaman Untuk daerah berlereng biasanya ditumpuk mengikuti garis kontur. Penumpukan ini dapat megurangi erosi dan menahan laju aliran permukaan. Tanaman penutup tanah Tanaman penutup tanah adalah tanaman yang biasa ditanam pada lahan kering dan dapat menutup seluruh permukaan tanah Penerapan pola tanaman Pola tanam adalah sistem pengaturan waktu tanam dan jenis tanaman sesuai dengan iklim, kesesuaian tanah dengan jenis tanaman, luas lahan, ketersediaan tenaga, modal, dan pemasaran. Pola tanam berfungsi meningkatkan intensitas penutupan tanah dan mengurangi terjadinya erosi. Pergiliran tanaman Pergantian tanaman ada yang dilakukan secara intensif dimana setelah panen tanaman pertama kemudian langsung ditanami tanaman kedua dan ada pula yang dibatasi periode bera. Daerah yang memiliki musim kering <4 bulan sangat baik untuk menerapkan sistem ini. Tumpang sari Sistem tumpang sari sebagian besar dikelola pada pertanian lahan kering yang hanya menggantungkan air hujan sebagai sumber air utama. Sistem tumpang sari adalah salah satu usaha konservasi tanah yang efektif dalam memanfaatkan luas lahan. Tumpang gilir Pada sistem ini, tanaman kedua ditanam menjelang panen tanaman musim pertama. Sistem ini diterapkan untuk mempertinggi intensitas penggunaan lahan. Penanaman tanaman kedua sebelum tanaman pertama dipanen dimaksudkan untuk mempercepat penanamannya dan masih mendapatkan air hujan yang cukup untuk pertumbuhan dan produksinya. Sumber : Monograf Balai Penelitian Tanah Departemen Pertanian (Subagyono, dkk, 2003: 7) Tabel 3.12 Upaya Konservasi Tanah secara Mekanik Teknik konservasi tanah Teras bangku Karakteristik lahan Tidak dianjurkan pada lahan dengan kemiringan >40% karena bidang olah akan menjadi sempit. Tidak cocok pada lahan usaha yang menggunakan 46 mesin pertanian. Tidak cocok pada tanah dangkal(<60cm). Teras guludan Teras guludan cocok untuk kemiringan lahan antara 10% – 40%. Pada tanah yang permeabilitasnya tinggi, guludan dapat dibuat tepat menurut arah garis kontur, sedangkan tanah yang permeabilitasnya rendah guludan dibuat miring terhadap kontur. Teras kredit Kemiringan 5% – 40%, permeabilitas tinggi, dapat diterapkan pada tanah dangkal (40cm) namun tidak disarankan apabila terlalu dangkal. Teras individu Tidak perlu searah kontur, kedalaman tanah 10cm – 30cm, ukurannya berkisar antara 50cm – 100cm. Rorak Panjang rorak dibuat sejajar kontur atau memotong lereng, jarak horizontal berkisar antara 20m pada lereng yang landai dan agak miring sampai 10m pada lereng yang lebih curam. Barisan batu Dibuat mengikuti kontur dan dapat diterapkan pada tanah-tanah berbatu, sehingga barisan batu ini juga bisa digunakan untuk memperluas bidang olah. Saluran pengelak Dibuat searah kontur dengan ukuran saluran yang ditentukan oleh jumlah aliran permukaan yang akan dialirkan. Saluran teras Pada teras bangku terletak dekat perpotongan antara bidang olah dan tampingan teras, sedangkan pada teras guludan terletak tepat diatas guludan. Saluran pembuangan air Dibuat searah lereng atau berdasarkan cekungan alami. Pada lahan dengan kemiringan >15% harus dilengkapi dengan bangunan terjunan yang berfungsi mengurangi kecepatan aliran air. Sumber : Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat Departemen Pertanian (Dariah, dkk, 2004: 103) Pada hakikatnya konservasi lahan yang dilakukan merupakan upaya-upaya pengembalian produktifitas lahan dan pengawetan tanah (konservasi tanah), yang dilakukan dengan cara vegetatif maupun secara mekanik. Arahan konservasi lahan dalam penelitian ini menggunakan pedoman dari rekomendasi rehabilitasi lahan dan konservasi tanah pada setiap fungsi kawasan seperti yang telah tercantum dalam Tabel 2.1 Bab II. Selain itu untuk memutuskan arahan konservasi yang tepat untuk tiap satuan lahannya diperlukan pertimbangan dari analisis karakteristik fisiknya seperti yang dapat dilihat pada Tabel 3.11 dan Tabel 3.12 47 Kelas Kemampuan Lahan Kelas Kemampuan Lahan I Kelas Kemampuan Lahan II Kelas Kemampuan Lahan III Kelas Kemampuan Lahan IV Kelas Kemampuan Lahan V Kelas Kemampuan Lahan VI Kelas Kemampuan Lahan VII Kelas Kemampuan Lahan VIII Penggunaan Lahan Permukiman Perkebunan/ Kebun Sawah Semak Belukar Sungai Tegalan/ Ladang Fungsi Kawasan Kawasan Lindung Kawasan Penyangga Kawasan Budidaya Tahunan Kawasan Budidaya Musiman Tidak Sesuai Dilakukan arahan konservasi Sesuai Tidak dilakukan arahan konservasi Mekanik Vegetatif Gambar 3.1 Diagram penentuan arahan konservasi menurut fungsi kawasan dan kemampuan lahannya Pada penelitian ini arahan konservasi dilakukan dengan pendekatan karakteristik satuan lahan. Arahan konservasi lahan dikelompokkan berdasarkan kesesuaian penggunaan lahan terhadap fungsi kawasan dan kemampuan lahan. Berikut ini adalah simbol arahan konservasi yang akan diaplikasikan di setiap satuan lahan pada peta arahan konservasi tanah agar mudah dalam membaca dan memahami : Arahan Konservasi = ( FK/ KL,FP ) PL ( AV+ AM ) 48 Keterangan : FK : Fungsi kawasan lahan yang meliputi : KL : Kawasan Lindung KP : Kawasan Penyangga KBTT : Kawasan Budidaya Tanaman Tahunan KBTS : Kawasan Budidaya Tanaman Semusim dan Permukiman KL : Kelas kemampuan lahan yang meliputi : I : Kelas kemampuan lahan I II : Kelas kemampuan lahan II III : Kelas kemampuan lahan III IV : Kelas kemampuan lahan IV V : Kelas kemampuan lahan V VI : Kelas kemampuan lahan VI VII : Kelas kemampuan lahan VII VIII : Kelas kemampuan lahan VIII FP : Faktor Pembatas e : Faktor pembatas erosi w : Faktor pembatas drainase s : Faktor pembatas perakaran c : Faktor pembatas iklim PL : Penggunaan lahan aktual yang meliputi : Pmk : Permukiman Sw : Sawah Kb : Perkebunan/Kebun Sb : Semak Belukar Tg : Tegalan/Ladang Ht : Hutan AV : Arahan konservasi secara vegetatif yang meliputi : r : Reboisasi hr : Hutan rakyat wt : Wanatani (agroforestry) kb : Perkebunan 49 AM : Arahan konservasi secara mekanik yang meliputi : spa : Saluran pembuangan air tg : Teras guludan tb : Teras bangku sd : Saluran air drainase H. Prosedur Penelitian Prosedur penelitian merupakan penjelasan mengenai proses kegiatan yang dilakukan selama melakukan penelitian dari awal sampai akhir. Dalam penelitian mengenai DAS Juwet ini tahap-tahap penelitian yang dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Persiapan Pada tahap persiapan ini meliputi beberapa tahap yaitu berupa penentuan obyek penelitian, dalam arti daerah penelitian maupun dalam arti topik penelitian. Pengamatan terhadap permasalahan-permasalahan yang ada, kemudian dilanjutkan dengan studi literatur yang berkaitan dengan obyek penelitian, dan survey ketersediaan data. Obyek penelitian yang digunakan adalah DAS dan permasalahan yang ada adalah longsor, pertambangan bahan galian C, dan perubahan penggunaan lahan. 2. Penyusunan Proposal Penelitian Tahap ini merupaka tindak lanjut dari tahap persiapan, yaitu berupa kegiatan merumusan permasalahan, tujuan, dan manfaat dari penelitian kedalam sebuah proposal penelitian. Selain itu juga mengkaji teori-teori pendukung untuk menfokuskan masalah penelitian. Masalah yang akan dikaji adalah fungsi kawasan, kemampuan lahan, dan arahan konservasi yang bertujuan untuk memperbaiki penggunaan lahan yang tidak sesuai selain untuk mengurangi resiko bencana juga untuk memperbaiki wilayah tersebut agar terjaga kelestariannya. 50 3. Penyusunan Instrumen Tahapan ini adalah tahapan sebelum melakukan pengumpulan data, dengan cara membuat instrumen penelitian, termasuk pembuatan peta satuan lahan tentatif dan penentuan lokasi sampel. Satuan unit yang digunakan dalam penelitian ini adalah satuan lahan sehingga dibutuhkan beberapa data dalam penyusunannya. Data yang dibutuhkan adalah jenis tanah, kelerengan, curah hujan, struktur batuan, dan penggunaan lahan aktual. 4. Pengumpulan Data Pada tahap ini beberapa kegiatan dilakukan yaitu pengumpulan data sekunder, pengumpulan data primer, melakukan pengamatan serta pengukuran karakteristik lahan pada setiap satuan lahan. Data primer yang dikumpulkan adalah data penggunaan lahan aktual, keadaan wilayah, kelerengan, drainase, dan potensi banjir. Data sekunder diperoleh dari berbagai sumber antara lain literatur, penelitian sebelumnya yang memiliki kemiripan, Keputusan Presiden, Undangundang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, Peraturan Daerah, Data curah hujan dari DPU, dan beberapa halaman website dari internet. 5. Analisis Data Pada tahap ini data dan informasi yang telah terkumpul baik dari observasi dan pengukuran lapangan, maupun data pendukung lainnya disusun ataupun diorganisir , kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik analisis yang telah ditentukan sebelumnya secara cermat dan teliti untuk mendapatkan hasil penelitian. Sebelum menganalisis hasil penelitian dilakukan penyusunan satuan lahan yang menjadi unit penelitian. Untuk menyusun satuan lahan diperlukan beberapa data yaitu data geologi, jenis tanah, kelerengan, dan penggunaan lahan yang kemudian dioverlay menggunakan software ArcGIS 10. Setelah mempunyai data satuan lahan kemudian dilakukan penyusunan data fungsi kawasan dan kemampuan lahan yang diperoleh dari analisis data primer dan sekunder. Hasil dari penyusunan data fungsi kawasan dan kemampuan lahan selanjutnya akan dioverlay dengan data penggunaan lahan aktual yang diperoleh dari pengamatan 51 di lapangan. Hasil overlay fungsi kawasan dan kemampuan lahan dengan penggunaan lahan akan menghasilkan kesesuaian dan ketidaksesuaian yang selanjutnya akan diarahkan ke konservasi. 6. Penyusunan Laporan Penelitian Tahapan terakhir dari penelitian ini adalah penulisan laporan hasil penelitian. Laporan disajikan dalam bentuk deskriptif spasial dengan dilengkapi atau disajikan dalam bentuk tulisan, tabel, gambar, dan peta yang merupakan hasil dari penelitian. Sumber data jenis tanah, geologi, kelerengan, dan penggunaan lahan dikonversi menjadi peta dasar untuk menyusun peta satuan lahan. Tahap selanjutnya adalah menyusun hasil analisis data primer dengan data sekunder untuk menentukan hasil pengklasifikasian yang berupa data fungsi kawasan dan kemampuan lahan. Setelah memiliki data fungsi kawasan dan kemampuan lahan kemudian akan dilakukan analisis kesesuaian dengan penggunaan lahan yang diperoleh dari pengamatan dilapangan yang kemudian akan diketahui ketidaksesuaiannya. Analisis kesesuaian tersebut akan menjadi tolak ukur dalam pengarahan konservasi.