UPACARA TAWUR AGUNG KESANGA DI SILANG MONAS DKI JAKARTA SEBAGAI UPAYA TOLERANSI BERAGAMA I Wayan Kantun Mandara STAH DN Jakarta Abstract Tawur Agung Kesanga Rite held in Śaka New Year 1934 is actually a Hindu tradition containing noble values to inprove the quality of sradha (faith) and bhakti (dovotion) to God. Tawur is not merrely a routine annual feast to commemorate Nyepi falling within a period of one year exactly in The New Year Śaka. At this time the sun inclines toward the northern latitudes (Devayana), now also called Uttarayana, the good time to be close to God Almighty. Tawur Agung Kesanga Ritual (bhuta yajña) at Monas in 2012 aimed to foster a harmonious relationship between man and God, man and fellow human being and His creation as well as human with the natural invironmentin with day live. It was to be a momentum to increase genuine solidarity and tolerance between people, accept the difference and similarity as natural factor of life and put them in a balance proportion so they can be in a positive side of life. The philosophy of tawur agung kesanga rite is to negate all negative force symbolized by the sacrifice of buffalo as a caunterbalance of the universe because Monas represents as catuspathaning desa which is believed as the grand crossroad of the center of universe. Therefore, Monas is considered as the focal point of Jakarta, a symbol of lingga yoni that represents fertility and welfare as well as having religious meaning of happiness, balance, welfare and togetherness. Keywoeds : Tawur Agung, Monas, Value and Rite PENDAHULUAN Pelaksanaan upacara tawur agung kesanga yang dilakukan oleh umat Hindu di DKI Jakarta sangat berbeda dengan umat Hindu yang berada di Bali, baik prosesi ritualnya maupun sarana upacaranya. Ini disesuaikan dengan desa, kala, patra, yang ada dalam sastra Veda. Dalamtawur agung (bhuta yajña) yang dilaksanakan di Silang Monas tahun 2012 bertujuan untuk membina hubungan yang harmonis antara manusia dengan Tuhan, manusia dengan sesama makhluk ciptaan-Nya serta manusia dengan alam lingkungan tempatnya hidup dan menikmati kehidupan. Agar menjadi pemahaman yang utuh dalam konsep Trihita Karanamaka diimplementasikan dalam bentuk ritual yang disebut dengasn upacara memarisuda bumi, dimana persembahaanya mempergunakan sesaji dan caru dengan tujuan menyucikan bumi dengan segala isinya dari segala kekotoran, terhadap bumi pertiwi dan alam semesta terjalin suatu keharmonisan sehingga seluruh tatanan makrokosmos dan mikrokosmos sudah siap, hening dan damai dalam menyongsong pelaksanaan Catur Brata Penyepian ke esokan harinya.Makna yang terkandung dalam upacaratawur agung kesanga adalah; makna filosofis sebagai pelebur kekuatan negatif yang dilambangkan dengan dikorbankannya kerbau sebagai penyeimbang alam semesta, karena Monas merupakan catusphataning desa yaitu perempatan agung yang merupakan titik pusat dari alam semesta sehingga dianggap sebagai titik nolnya Jakarta. METODE Penelitian ini bersifat eksploratoris atau penjajakan dengan jenis penelitian kualitatif dengan analisa deksriptif kualitatif. Penelitian ini menggunakan teori struktur fungsionalisme, teori bersaji dan teori interaksionalisme simbolik, dan pengumpulan data yang digunakan dengan menggunakan obsevasi, wawancara, dan pencatatan dokumen (kepustakaan). HASIL PENELITIAN Pelaksanaan upacara tawur agung kesanga di Silang Monas DKI Jakarta yang dilakukan meliputi : 1. Waktu Upacar tawur agung kesanga Tahun Baru Śaka1934 dilaksanakan di Silang Monas DKI Jakarta, pada hari Kamis tanggal 22 Maret 2012 pukul 08.00 WIB. Dimana pelakasanaan upacara tawurwaktunya ditentukan pada pukul 12.00 WIB. Dari tahun ketahun upacara tawur yang telah dilakukan di Monas baru tahun ini dilaksanakan pada paruh tengah waktu yaitu pukul 12.00. Dan masing-masing Banjar se-Jabotabek dalam melakukan upacara tawur kesanga menyesuaikan pagi harinya karena Pekuluh dari masing-masing pura se-Jabodetabek dan seluruh umat diharapkan sudah berada di silang Monas pukul 10.00 WIB. 1. Persiapan Dalam rangka mempersiapkan penyelenggaraan upacara tawur agung kesanga Tahun Baru Śaka 1934, maka panitia telah mengadakan rapat-rapat, dimana pada waktu rapat jumlah peserta rapat cukup banyak yang hadir dan tepat waktu. Dalam dukumen Panitia Nyepi tahun 2012 disebutkan bahwa suasana rapat sangat tertib dinamis dan penuh partisipasi dengan semangat kekeluargaan dan demokratis pada setiap pengambilan keputusan, dan setiap bidang yang terkait dengan bidang tugasnya senantiasa menyampaikan program dan rencana anggaran untuk dibahas dalam rapat sangat baik. 2. Kerangka Acuan Sebagai titik awal dari kerja panitia tawur agung kesanga Tahun Baru Śaka 1934 adalah penyusunan kerangka acuan untuk mempermudah pengorganisasian dan sumber biaya serta biaya penyelenggaraan pelaksanaan upacara tawur agung kesanga Tahun Baru Śaka 1934 yang dilaksanakan di Silang Monas DKI Jakarta karena dikemas dengan parade seni dan budaya yang dimeriahkan dengan pawai Ogoh-ogoh, Ondel-ondel, Barongsai, Marawis dan lain-lain. Dan perayaan tawur agung kesanga Tahun Baru Śaka 1934 mengambil tema sebagai berikut : “Melalui Perayaan Nyepi Saka 1934, Kita Tingkatkan Kualitas Berpikir, Berucap Dan Bertindak Dalam Mengamalkan Hidup Harmoni Kepada Sang Pencipta, Sesama Manusia Dan Alam Semesta” Dalam penjabaran ajaran Hindu tersebut maka panitia menetapkan program dalam pelaksanaan upacara tawur agung kesanga Tahun Baru Śaka 1934 yang mencangkup upaya pencapaian harmoni kehidupan umat manusia. 3. Audensi Dengan Pemerintah Dalam rangka memantapkan seluruh pelaksanaan upacara tawur agung kesanga Tahun Baru Śaka 1934, panitia telah mendapatkan kesempatan untuk beraudiensi kepada Pejabat Pemerintah sesuai dengan surat permohonan panitia Nyepi Tahun Baru Śaka 1934. 4. Sarana Upacara Tawur Agung Upacara tawur agung (bhuta yajña) ini kemudian dapat dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu : Upacara bhuta yajña dalam tingkatan kecil seperti segehan dan yang setingkat. Dengan banten atau sesajen lauk pauknya yang sangat sederhana terdiri dari bawang merah, jahe dan garam dll. Jenis-jenis segehan ini bermacam-macam sesuai dengan bentuk dan warna nasi yang di gunakannya. Adapun jenis-jenisnya adalah Segehan Kepel dan Segehan Cacahan, Segehan Agung, Gelar Sanga, Banten Byakala dan Banten Prayascita. Upacara bhuta yajña dalam tingkatan sedang (madya) yang disebut caru. Pada tingkatan ini selain mempergunakan banten/sesajen lauk pauk seperti pada segehan, maka di gunakan pula daging binatang. 5. Prosesi Tawur Agung Kesanga Seperti kita ketahui bahwa prosesi upacara tawur agung kesanga Tahun Baru Śaka 1934 yang dilaksanakan di Silang Monas DKI Jakarta melalui beberapa tahapan yang sudah dipersiapkan oleh panitia Nyepi tahun 2012 dengan mengacu kepada Surat Keputusan Paruman Sulinggih Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi Jakarta No: 07/PS/Parisada-DKI/I/2012 Tentang Penetapan Pelaksanaan Melasti dan Tawur Agung Kesanga Tahun Saka 1934 Provinsi DKI Jakarta. 6. Awal Pelaksanaan Tawur Agung Selama tiga hari Ida BhataraNyejerdi masing-masing pura umat Hindu se-Jabodetabek dan wajib mempersembahkan puja bhakti, menghaturkan sesajen atau persembahan yang disebut Prani. Pada saat itu pula umat memohon tirta amerta air suci kehidupan untuk kesejahteraan dirinya, semua mahluk (sarwa prani) dan alam semesta (bhuana agung). Melalui acara Nyejer dikandung pula permohonan umat untuk menyaksikan upacara tawur agung (bhuta yajña) yang dilakukan dengan tulus iklas oleh umatnya. 7. Pelaksanaan Tawur Agung Dalam upacara tawur agung (bhuta yajña) yang dilaksanakan di Silang Monas DKI Jakarta bertujuan untuk membina hubungan yang harmonis antara manusia dengan Sang Hyang Widhi, manusia dengan sesama makhluk ciptaan-Nya serta manusia dengan alam lingkungan tempatnya hidup dan menikmati kehidupan. Pelaksanaan upacara tawur agung kesanga (bhuta yajña) yang dilakukan oleh umat Hindu di Indonesia bahkan beberapa negara juga melaksanakannya dimana upacara tawur (bhuta yajña) juga disebut upacara memarisudabumi, dimana upacara tersebut mempersembahkan sesaji dan caru dengan tujuan menyucikan bumi dengan segala isinya dari segala kekotoran, mengharmoniskan bumi pertiwi dan alam semesta dengan harapan semoga seluruh tatanan makrokosmos dan mikrokosmos sudah siap, hening dan damai dalam menyongsong pelaksanaan Catur Brata Penyepian ke esokan harinya. Tentang tawur agung (bhuta yajña) ini di dalam Agastya Parwadinyatakan: Bhuta yajña ngaranya tawur kapujan ing tuwuh, yang terjemahannya: Bhuta yajña adalah tawur (persembahan tawur) untuk kesejahteraan mahluk yang bertumbuh (Titib, 1995: 18). 8. Pemuput Tawur Agung Pada upacara tawur agung kesanga Tahun Baru Śaka 1934 yang di dilakukan di Pelataran Silang Barat Monas DKI Jakarta dipuput oleh 3 (tiga) orang Sulinggih yaitu 2 (dua) Pedanda Siva dan Pedanda Budha. Sebenarnya setiap upacara tawur agung harusnya dipuput oleh 3 (tiga) orang Sulinggih yaitu ; Pedanda Siva, Pedanda Bhuda dan Senggu. Tetapi karena umat Hindu di DKI Jakarta belum memiliki Senggu maka melalui kesepakatan, upacara tawur agung kesanga Tahun Baru Śaka 1934 di Silang Monas DKI Jakarta dipuput oleh 3 (tiga) orang Sulinggih yaitu 2 (dua) Pedanda Siva dan Pedanda Bhuda tidak memakai Senggu. 9. Akhir Pelaksanaan Tawur Agung Dengan berakhirnya pelaksanaan upacara tawur agung kesanga yang diakhiri dengan Nyarub Caru (Ngerujag Caru), maka berakhirlah kegiatan upacara tawur agung kesanga tersebut kemudian dilanjutkan acara Pawai Ogoh-ogoh tersebut selain merupakan pelestarian seni dan budaya, juga dapat meningkatkan kerukunan (sima krama) atau silaturahmi interen umat Hindu maupun antar umat beragama dengan azas saling menghormati dan menghargai kebhinekaan, sehingga tercipta keharmonisan dan kedamaian. Dengan demikian maka Tahun Baru Śaka merupakan titik atau hari untuk melatih diri untuk menyepikan diri, melakukan pengendalian diri, tapa, brata, yoga dan semadhi yang lebih dikenal dengan Catur BrataPenyepian : (1). Amati Agni adalah tidak menyalakan api serta tidak mengumbar hawa nafsu, (2). Amati Karya, yaitu tidak melakukan kegiatan kerja jasmani, melainkan meningkatkan kegiatan menyucikan rohani, (3). Amati Lelungan, yaitu tidak berpergian melainkan mawas diri, (4). Amati Lelanguan, yaitu tidak mengumbar kesenangan melainkan melakukan pemusatan pikiran terhadap Ida Sang Hyang Widhi. 10. Masyarakat Yang Terlibat Dari seluruh umat Hindu di DKI Jakarta terlibat bahkan sampai melibatkan seluruh umat Hindu dari se-Jabodetabek, dan termasuk juga masyarakat non Hindu, karena dalam upacara tawur agung kesanga ada acara pawai seni dan budaya maka masyarakat seperti etnis Tiongkoa, etnis Jawa, etnis India dan etnis Betawi ikut dalam acara tersebut, dimana dari masing-masing etnis menampilkan seni budayanya seperti Ondel-ondel dan Marawis dari etnis Betawi, Barong Sai dari etnis Tionghoa, Gunungan dari etnis Jawa, Yatayatra dari etnis India. Keterlibatan dari pihak pemerintah dalam upacara tawur agung kesanga yang dilaksanakan di Silang Monas DKI Jakarta yaitu: Pemda DKI Jakarta seperti Dinas Kebersihan, Dinas Sat Pol PP, Wali Kota. Kepolisian Direktorat Lalu-Lintas Polda Metro Jaya dalam pengamanan Route Pawai Ogoh-ogoh yang akan dilewati. Sedangkan dari umat Hindu adalah Banjar se Jabodetabek. MAKNA UPACARA TAWUR AGUNG KESANGA Pembahasan tentang makna upacara tawur agung kesanga selain makna filosofi dibahas juga tentang makna pelaksanaan upacara tawur agung kesangayang meliputi makna religi, kebahagiaan, keseimbangan, kemakmuran dan kebersamaan dalam intern umat Hindu. a. Makna Filosofi Ketuhanan Pelaksanaan upacara tawur agung kesanga di Silang Monas DKI Jakarta mempunyai makna filosofis yang sangat dalam sebagai lingga dan yoni atau purusa pradana sehingga tempat ini dipilih sebagai tempat pelaksanaan tawur agung kesanga. Sehingga menurut letaknya bhuana yang ada di 9 arah mata angin (pengider-ider bhuwana)Jadi berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa Monas adalah sebuah identitas dari DKI Jakarta. Memang secara explisit Bungkarno tidak menjelaskan secara detail bahwa Monas itu merupakan simbol lingga yoni, akan tetapi umat Hindu karena didasari oleh sebuah keyakinan bahwa Monas itu sebagai simbol lingga dan yoni. Selain itu keberadaan Monas berada di tengah-tengah kota Jakarta, yang dalam ajaran Hindu Monas itu merupakan perempatan agung atau catuspathaning desa sehingga umat Hindu meyakini bahwa Monas sangat tepat untuk di jadikan tempat dalam melaksanakan upacara tawur agung kesanga yang dilakukan setiap tahunnya. Penggunaan hewan kerbau dalam upacara tawur agung kesanga di Silang Monas DKI Jakarta mengandung makna filosofis yang sangat dalam karena diyakini bahwa persembahan berupa hewan kerbau dapat untuk menetralisir sebuah musibah yang lebih besar. b. Makna Religi Konsepsi masyarakat Hindu secara umum tentang kesucian tidak hanya dalam konteks semata seperti yang diuraikan diatas. Kesucian bagi masyarakat Hindu adalah kebutuhan dalam rangka untuk benkomunikasi dengan Tuhan Yang maha Esa secara terus-menerus karena asal mula dari Tuhan dan akan berlangsung atas kehendak Tuhan juga serta akan kembali keasalnya yaitu Tuhan. Melalui upacara tawur agung kesanga di Silang Monas DKI Jakarta ini, secara akumulatif kesucian akan dapat diwujudkan, dengan kesucian hati seseorang akan lebih mudah mendekatkan diri dengan Sang Hyang Widhi Wasa, para deva, Ida Bhattara-bhattari dan roh suci leluhur. Dengan adanya rasa yang begitu dekat kepada Tuhan, maka karunia-Nya akan menyatu sehingga dalam upaya untuk meningkatkan kesucian pribadi, kesucian keluarga dan lingkungannya akan terwujud sehingga pengendalian diri akan mudah dilakukan. c. Makna Kebahagiaan Umat begitu khusuk dalam mengikuti prosesi upacara tawur agung kesanga dari awal sampai dengan akhir pelaksanaan upacara tersebut. Tuhan yang disebut dengan berbagai nama, berbagai manifestasi dan dengan persepsi yang beragam oleh umat Hindu, ternyata Dia yang menjadi sumber yang selalu dituju baik secara sadar maupun tidak sadar. Brahman adalah sumber kebahagiaan yang tertinggi. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa maksud umat Hindu di daerah DKI Jakarta melaksanakan upacara tawur agung kesanga di Silang Monas DKI Jakarta itu adalah untuk memperoleh kebahagiaan, dengan mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam praktek nyata melalui perwujudan-Nya yakni berupa Tawur. d. Makna Keseimbangan Keharmonisan dengan sesama manusia dapat kita wujudkan dengan melakukan kegiatan sepertingayah bersama sepanjang persiapan upacara tawur agung di pura dan membuat ogohogoh. Sedangkan keseimbangan dan keharmonisan dengan alam dapat diwujudkan melalui adanya upacara tawur yang merupakan rangkaian dan siklus upacara Tahun Baru Ćaka, berupa upacara melasti, mendak toya, nyungsung, sebagaimana matur piuning yang menunjukkan kecintaan kita dengan alam lingkungan dan mahluk bawahan lainnya yang diwujudkan melalui berbagai macam upacara bhuta yajna. e. Makna Kemakmuran Tawur agung merupakan wujud dan abstraksi pikiran masyarakat Hindu di DKI Jakarta dan sekitarnya terhadap suatu hal yang mereka anggap bernilai dan bermakna. Makna kemakmuran atau kesuburan di dalam upacara tawur agung dapat kita lihat melalui teori simbol dengan meneliti sarana-sarana upacara yang digunakan maupun prosesi pelaksanaan upacara tawur tersebut. Makna kemakmuran sangatlah tampak kita lihat dan makna simbolis upacara yang digunakan seperti daksina linggih dan caru. Kedua jenis sarana tersebut merupakan sarana pokok upacara yang merupakan perwujudan Ida Sang Hyang Widhi Wasa. Tirtha adalah air suci yang disajikan sebagai media oleh umat Hindu dalam setiap persembahyangan dan merupakan hasil wujud bhakti umat Hindu kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam bentuk waranugraha. Melaui air tersebut umat Hindu juga memohon dan sekaligus menerima waranugraha berupa kesuburan, keselamatan, penyucian dan sekaligus peleburan. Oleh karena itu pula tirtha sering disebut dengan wangsuhpada yaiut air pembasuh kaki Tuhan. f. Makna Kebersamaan Sebagai mahluk sosial, manusia tentu tidak dapat hidup sendiri, tanpa bantuan dari orang lain. Oleh karena itu sikap saling menolong dan kesetiakawanan mutlak diperlukan. Hidup manusia selalu membutuhkan bantuan dari sesamanya terutama di dalam masa-masa kesusahan. Konsep kebersamaan juga memberikan kewajiban kepadanya yaitu kewajiban untuk terusmenerus memperhatikan solidaritas sosialnya untuk menjaga keberadaannya. Kebersamaan tersebut di dalam aspek sosial kemasyarakatan oleh umat Hindu di DKI Jakarta dijadikan dasar untuk berpikir teologis bahwa Tuhan pun dalam manifestasi-Nya adalah kesatuan sosial. Aktivitas upacara tawur sebagai prosesi upacara bhuta yajñya disambutnya dengan meriah kehadiran para deva atau Ida Bhattara manifestasi Tuhan dari pura di wilayah se-Jabodetabek yang bagaikan tamu agung. KORELASI UPACARA TAWUR AGUNG KESANGADI SILANG MONAS DKI JAKARTA TERHADAP SOLIDARITAS KEHIDUPAN BERMASYARAKAT a. Kontestasi Tawur Agung Kesanga Dalam Bingkai Pawai Seni dan Budaya Sebenarnya pelaksanaanupacara tawur agung kesanga yang dilaksanakan di Silang Monas DKI Jakarta, adalah merupakan kesepakatan bersama oleh tetua-tetua atau tokoh Hindu yang dilandasi oleh keyakinan sebagai umat Hindu dimana Monas, jadi kalau dilihat dari sejarahnya tawur agung itu yang dikatakan oleh tetua-tetua kita, bahwa sebarnarnya pelaksanaan tawur agung sebaiknya dilakukan di perempatan agung (catus pathaning desa). Dengan pelaksanaan upacara tawur agung kesanga di Silang Monas DKI Jakarta banyak memberikan dampak yang sangat positif seperti : 1. Monas merupakan simbol atau sentralnya pemerintahan DKI Jakarta, juga merupakan catus pathaning desa atau perempatan agung, dimana kalau melihat kondisi seperti itu maka Silang Monas sangat strategis untuk menyampaikan siar agama dan kebudayaan Hindu kepada masyarakat luas. Memelihara dan melestarikan nilai-nilai agama, tradisi, seni dan budaya Hindu di DKI Jakarta. 2. Membangun kebersamaan, Kerukunan dan semangat menyame braya terhadap masyarakat seperti; etnis Betawi, etnis Tionghoa, etnis Jawa dan lain-lain, khususnya antar umat Hindu se-JABODETABEK. Positifnya berbagai macam termasuk upacaranya karena bisa memakmurkan masyarakat karena kita beli bahan-bahan dari masyarakat, contoh seperti di Bali kegiatan ekonomi bergulir, karena di Bali setiap hari ada kegiatan upacara termasuk upacara yajña. b. Meningkatkan Rasa Solidaritas Sosial Keterbukaan masyarakat kota dalam menerima nilai-nilai yang baru, ada kaitannya dengan eksistensi orang kota yang secara teoritis, berada pada dataran ekonomi yang mapan. Jaminan ekonomi yang mencukupi kubutuhan, cenderung membuat orang melepaskan ikatan emosional dengan masyarakatnya. Mereka bisa mandiri, tidak mengharap bantuan orang lain, menyebabkan pula keangkuhan terlihat dalam tidak mau kenal dengan tetangga yang akhirnya menyeret sikap egoisme. Sikap egois dan individualis inilah yang paling menentukan hilangnya rasa kesetiakawanan.Sikap mementingkan diri sendiri ini, di kota yang berpenduduk heterogen dengan latar belakang budaya yang berbeda, dibumbui dengan setumpuk permasalahan yang menyibukkan individu-individu masyarakat kota, barangkali tidak akan separah seperti yang kita lihat sekarang. Sayang sekali, sikap egois telah begitu mengkristal dengan seribu alasan. (Dadang Suparlan, 2007 : 399). Karena menggunakan organisasi sebagai gerakan politik untuk kepentingan umat Hindu dapat dibenarkan dalam ajaran Hindu, yang secara substansial terdapat dalam ajaran Nitisastra (Donder dan Wisarja, 2009). . c. Perkembangan Pariwisata DKI Jakarta Pada waktu itu Gubernur DKI Jakarta Dr. Fauzi Bowo melepas Pawai Budaya Ogoh-ogoh dalam rangka memperingati Hari Raya Nyepi Tahun Baru Śaka 1934. Untuk pertama kalinya sepanjang sejarah tawur kesanga dan Pawai Ogog-ogoh digelar di kawasan Monas.Dalam sambutannya Gubernur mengatakan upacara Tawur Kesanga dan pawai ogoh-ogoh akan masuk dalam kalender tahunan DKI Jakarta. Ditetapkannya Monas sebagai lokasi upacara tawur kesanga dan Pawai Ogoh-ogoh, mengharuskan Pemerintah Kota Administrasi Jakarta Pusat harus siap menjadi tuan rumah dan harus bekerja lebih keras lagi. Sementara Walikotamadya Jakarta Pusat mengatakan masuknya ogog-ogoh dalam kalender tahunan DKI Jakarta sebagaimana Imlek , Festival Jalan Jaksa, Festival pasar Baru akan membuka peluang industri pariwisata yang harus mendapat publikasi yang memadahi dan apabila even-even tersebut dikemas dengan baik tidak hanya bisa mengundang turis lokal datang ke Jakarta, tetapi juga turis mancanegara. d. Meningkatnya Taraf Ekonomi Masyarakat DKI Dalam pandangan an-Nabhani, bahwa pertumbuhan ekonomi dijadikan prinsip dasar adalah keliru dan tidak sesuai dengan realitas, serta tidak akan menyebabkan meningkatnya taraf hidup dan kemakmuran bagi setiap individu secara menyeluruh. Politik ekonomi pemerintah ini menitikberatkan pada pemenuhan kebutuhan-kebutuhan manusia secara kolektif yang dicerminkan dengan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Akibatnya pemecahan permasalahan ekonomi terfokus pada barang dan jasa yang dapat dihasilkan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, bukan pada individu manusianya. Sehingga pembahasan ekonomi yang krusial untuk dipecahkan terfokus pada masalah peningkatan produksi (Dadang Suparlan, 2011 : 376). Dengan dilaksanakanya upacara ritual yang dilaksanakan di DKI jakarta akan terjadi peningkatan daya beli oleh umat Hindu itu sendiri. Tentang sarana yang akan digunakan dalam kegiatan ritual keagamaan tersebut. e. Dinamika dan Heterogenitas Pelaksanaan Tawur Agung Sesungguhnya pelaksanaan upacara tawur agung kesanga yang dilaksanakan di Silang Monas DKI Jakarta adalah banyak mengalami perubahan-perubahan dalam keberagaman yang ditimbulkan oleh pelaksanaan sebuah yajña atau persembahan yang dilakukan oleh umat Hindu di Silang Monas DKI Jakarta. Karena Hindu meyakini betul betapa pentingnya sebuah yajña bagi umat Hindu dan harus diimplementasikan dalam bentuk kegiatan yang nyata, dengan dikemas pawai seni dan budaya, sehingga terjadi keserasian dan keharmonisan terhadap parhyangan, pawongan dan palemahan. Disini sangat jelas bahwa dalam hidup ini kita harus berkorban, melakukakan persembahana agar kehidupan ini menjadi seimbang, karena dengan keseimbangan itulah tatanan kehidupan yang jagaditha itu tercipta. Disadari atau tidak pasti ada dampak negatifnya, dan itupun kalau boleh dibilang hampir tidak ada. Tetapi kita tidak memungkirinya bahwa dampak negatif itu juga pasti ada. f. Kwantitas Limbah Yajña Berdasarkan data yang diperoleh, Dinas Kebersihan Jakarta memperkirakan volume sampah pada 31 Desember 2012 sebanyak 6.615 ton. Sementara itu, pada pagi harinya akan naik menjadi 7.150 ton. Di kawasan Jakarta Pusat, sampah akan mencatat volume terbanyak, yakni 1.948 ton pada 31 Desember dan naik menjadi 2.484 ton pada pagi harinya. Sebelum dilaksanakannya kerjasama dengan pemprov DKI dalam hal ini dinas kebersihan banyak keluhan dari masyarakat tentang kotornya monas setelah selesai upacara tawur dilaksanakan. Namun setelah melakukan kerjasama seakrang sudah diambil alih, dan sarana yang sudah digunakan upcara tawur langsung dimasukan kekantong plastik yang sudah disiapkan oleh dinas kebersihan. g. Rawan Terjadinya Kriminalitas Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya (Polda Metro Jaya) mencatat jumlah tindak kriminalitas selama Agustus 2011 mencapai 1.758 kasus dari berbagai jenis kejahatan di wilayah hukum DKI Jakarta dan sekitarnya. Hal ini juga diungkapkan oleh ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Rikwanto kalau di tahun 2012 ada 11 kasus menonjol, enam kasus mengalami kenaikan dan lima kasus mengalami penurunan. Menurut Rikwanto enam kasus yang mengalami penurunan tersebut diantaranya, pencurian dengan pemberatan, penganiayaan berat, curanmor, perjudian dan perkosaan. “Kasus perjudian yang terlihat mengalami penurunan , tahun 2011 ada 1.036 kasus lalu di tahun 2012 ada 506 kasus. Jadi turun sebanyak 530 kasus atau sebesar 51,15 persen. Demikian juga keramaian yang terjadi disilang monas menyebabkan indikasi tindak kejahatan seperti pencopetan. Karena biasanya ditempat keramaian kerap sekali terjadi kejadian-kejadian tindak kejahatan tersebut. h. Terganggunya Arus Lalu Lintas Pada saat prosesi tawur agung kesanga telah dilaksanakan makan dilanjutkan atraksi pawai kesenian dan budaya ogoh-ogoh, ondel-ondel, marawis, barongsai dan ratra-yatra. Pada saat pawai inilah arus lalulintas mengalami kemacetan karena arus jalan protokol dari jalan air mancur patung Arjuna Wiwaha menuju arah gambir terjadi penutupan arus jalan lalulintas karena akan digunakan pawai seni dan budaya yaitu arak-arakan atau atraksi ogoh-ogoh, ondel-ondel, marawis, barong sai, gunungan dan yatra-yantra yang sangat indah dan memukau. KESIMPULAN Proses pelaksanaan upacara tawur agung kesanga di Silang Monas DKI Jakarta didahului dengan persiapan yaitu didahuli dengan rapat-rapat panitia Nyepi, dilanjutkan dengan penyusunan kerangka acuan untuk mempermudah pengorganisasian dan sumber biaya serta biaya penyelenggaraan pelaksanaan upacara tawur agung kesanga Tahun Baru Śaka 1934 dan audensi dengan pejabat pemerintah. Makna yang terkandung dari pelaksanaan upacara tawur agung kesanga ini adalah makna filosofis sebagai pelebur kekuatan negatif yang dilambangkan dengan dikorbankannya kerbau sebagai penyeimbang di alam semesta, merupakan catuspathaning desa sebagai perempatan agung yang merupakan titik pusat dari alam semesta sehingga dianggap sebagai titik nolnya Jakarta dan Monas itu sendiri dilambangkan sebagai lingga yoni yang melambangkan kesuburan dan kesejahteraan. Makna filsafat Ketuhanan, makna religi, kebahagiaan, keseimbangan, kemakmuran dan kebersamaan. Selain itu, pelaksanaan upacara tawur agung kesanga di Silang Monas DKI Jakarta berkorelasi terhadap meningkatkan rasa solidaritas, perkembangan pariwisata DKI Jakarta dan meningkatnya taraf ekonomi masyarakat, sedangkan dinamika dan heterogenitas pelaksanaan upacara tawur agung kesanga menumpuknya limbah yajña, terganggunya arus lalu-lintas dan rawan terjadinya kriminalitas di sekitar Monas. SARAN Selanjutnya ini sebagai bahan masukan baik lembaga Parisada DKI, Banjar SDHD DKI Jakarta, masyarakat dan khususnya umat Hindu yang berada di lingkungan wilayah DKI Jakarta sebagai berikut: 1. Dalam penelitian selanjutnya masih ada kesempatan untuk menambah ilmu pengetahuan, serta untuk pembinaan umat agar ada peningkatan tentang pemahaman mengenai makna upacara tawur agung kesanga Tahun Baru Śaka 1934 di Silang Monas DKI Jakarta 2. Penelitian ini adalah sebagai bahan pertimbangan untuk menjembatani Lembaga Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dalam hal pelaksanaan upacara tawur agung kesanga di Silang Monas DKI Jakarta, agar pelaksanaan yang akan datang, dari jumlah peserta pawai seni dan budaya harus lebih banyak lagi karena dari masing-masing tradisi sangat antusias dalam pelaksanaan upacara tawur agung kesanga yang di kemas dengan pawai seni dan budaya. Tentunya kedepannya lebih meriah dan lebih baik. 3. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan lembaga swadaya seperti Parisada DKI, Banjar SDHD DKI dan Pembimas Hindu DKI Jakarta seharusnya memberikan perhatian yang berkesinambungan terhadap budaya dan tradisi dari masing-masing etnis sehingga keberadaannya tetap lestari sehingga sesuai dengan makna tawur agung yaitu membangun hidup harmoni dalam kebersamaan. DAFTAR PUSTAKA Ayu, I Gusti Putu Suryani. 2011. Jenis dan Hakekat Ritual Bhuta yajna Pada masyarakat Hindu Bali cet 1. Bali : Udayana University Press. Donder, I Ketut dan I Ketut Wisarja, 2011. Teologi Sosial Persoalan Agama dan Kemanusiaan. Paramitha ; Surabaya. Donder. I Ketut. 2006. Brahmavidya Theologi Kasih Semesta. Surabaya : Paramita Griffith, R.T.H. 2005. Sāmaveda Saṁhitā. Surabaya: Paramita. Mudjiono, Ricky, dkk. 2008. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Tengerang : Scientific press. Pandit, Bansi. 2006. Pemikiran Hindu (Pokok-Pokok Pikiran Agama Hindu Dan Filsafat) terjemah IGA Dewi Paramita. Surabaya : Paramita Poerbatjaraka, RM.Ng. 1951. Kekawin Nirartha Prakertha. Jakarta : BKI No 107. Puja, G, Tjokorda Rai Sudharta. 2002. Veda Smrti Compedium Hukum Hindu. Jakarta: CV Felita Nursatama Lestari. Sanderson, Stephen. K. 2000. Makro Sosiologi Sebuah Pendekatan Terhadap Realitas Sosial. Jakarta : Raja Grafindo Persada. Titib, I Made. 1995. Pedoman Pelaksanaan Hari Raya Nyepi. Denpasar : Upada Sastra. Titib, I Made. 1996. Simbol Agama Hindu. Surabaya : Paramitha Titib, I Made. 1996. Veda Sabda Suci (Pedoman Praktis Kehidupan). Surabaya : Paramitha Wiana, Ketut. 2007. Tri Hita Karana Menurut Konsep Hindu. Surabaya : Paramitha. Dokumen Pidato Presiden Soekarno pada upatjara pemberian hadiah para pemenang Sajembara Rentjana Tugu Nasional, di Istana Negara Djakarta, pada tanggal 17 Nopember 1960. Dengan judul TUGU KEPRIBADIAN JANG MELAMBANGKAN REVOLUSI. Departemen Penerangan R.I.