BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KONSTITUSI, HAK ASASI

advertisement
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG KONSTITUSI, HAK ASASI MANUSIA,
DAN NEGARA HUKUM
A. Tinjauan Umum Tentang Konstitusi
1. Sejarah Pertumbuhan Konstitusi.
Dalam berbagai literatur hukum tata negara maupun ilmu politik, kajian
tentang ruang lingkup paham konstitusi terdiri dari:
1. Anatomi kekuasaan (kekuasaan politik) tunduk pada hukum
2. Jaminan dan perlindungan hak asasi manusia
3. Peradilan yang bebas dan mandiri
4. Pertanggungjawaban kepada rakyat.
Keempat prinsip di atas merupakan ciri bagi suatu pemerintahan yang
konstitusional.
Akan tetapi, suatu pemerintahan ( negara) meskipun sudah
mengatur prinsip-prinsip diatas, namun tidak di implementasikan dalam praktik
penyelenggaraan negara, maka belumlah dapat dikatakan sebagai negara yang
konstitutional atau mengenut paham konstitusi.
Catatan mengenai sejarah negara konstitutional dimulai sejak zaman
Yunani, dimana mereka telah mengenal beberapa kumpulan hukum. Pada masa
kejayaannya (624-404 S.M) athena pernah mempunyai tidak kurang dari 11
konstitusi dan koleksi aristoteles sendiri berhasil terkumpul sebanyak 158 buah
konstitusi dari berbagai negara. 23 Pemahaman awal konstitusi pada masa itu,
hanyalah kumpulan dari peraturan serta adat kebiasaan semata-mata. Kemudian
23
Dahlan Thaib,dkk, op cit hal 2
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
pada masa kekaisaran Roma, pengertian konstitusi menjadi lebih luas yaitu
sebagai suatu kumpulan serta peraturan yang dibuat oleh para kaisar, pernyataanpernyataan dari para ahli hukum/negarawan, serta adat kebiasaan setempat,
disamping undang-undang. Konstitusi Roma sampai abad pertengahan sangat
berpengaruh mengenai konsep kekuasaan tertinggi (ultimate power) dari para
kaisar Roma, telah menjelma menjadi L’etat General di perancis, dan di romawi
ordo et unitas telah memberikan inspirasi bagi tumbuhnya paham “Demokrasi
Perwakilan” dan “Nasionalisme”. 24
Pada abad VII lahirlah Piagam Madinah yang menjadi Konstitusi Negara
Madinah yang dibentuk pada awal klasik islam, tepatnya sekitar tahun 622 M. Di
Eropa Kontinental, pihak rajalah yang memperoleh kemenangan yaitu ditandai
dengan semakin kokohnya absolutisme, khusunya di perancis, rusia, prusia, dan
austria pada abad ke -15. Sedangkan di Inggris, kaum bangsawanlah yang
mendapat kemenangannya ditandai dengan pecahnya The Glorious Revolution.
Kemengan kaum bangsawan dalam revolusi istana ini telah menyebabkan
berakhirnya absolitisme di Inggris, serta munculnya parlemen Inggris sebagai
pemegang kedaulatan. Pada akhirnya, 12 negara koloni Inggris mengeluarkan
Declaration of Independence dan menetapkan konstitusi-konstitusinya sebagai
dasar negara yang berdaulat pada tahun 1776.
Perjalanan sejarah berikutnya, pada tahun 1789 meletus revolusi dalam
Monarki Absolutisme di Perancis yang ditandai dengan ketegangan-ketegangan di
masyarakat dan terganggunya stabilitas keamanan negara. Sampai pada akhirnya,
24
Ibid, hal 3
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
20 juni 1789 Estaaats Generaux memproklamirkan dirinya constituante,
walaupun baru pada tanggal 14 september 1791 konstitusi pertama di Eropa
diterima oleh Louis XVI. Di Perancis muncul sebuah buku yang berjudul Du
Contract Social karya J.J Rousseau. Dalam bukunya Rousseau mengatakan bahwa
“ manusia itu lahir bebas dan sederajat dalam hak-haknya” sedangkan hukum
meupakan ekspresi dari kehendak umum. Tesis Rousseau ini sangat menjiwai De
Declaration des Droit de I’Homme et du Citoyen, karena deklarasi ini yang
mengilhaminya pembentukan konstitusi Perancis (1791) khususnya yang
menyangkut hak asasi manusia. 25
Pada masa inilah awal dari munculnya
konstitusi dalam arti tertulis (Modern) seperti yang ada di Amerika.
Konstitusi model Amerika (yang tertulis) ini kemudian diikuti oleh
berbagai konstitusi tertulis di berbagai negara di Eropa. Seperti Konstitusi
SpanPada masa inilah awal dari munculnya konstitusi dalam arti tertulis (Modern)
seperti yang ada di Amerika. Konstitusi model Amerika (yang tertulis) ini
kemudian diikuti oleh berbagai konstitusi tertulis di berbagai negara di Eropa.
Seperti Konstitusi Spanyol (1812), Konstitusi Norwegia (1815), Konstitusi
Nederland (1815), Konstitusi Belgia (1861), Konstitusi italia (1848), Konstitusi
Austria (1861), dan Konstitusi Swedia (1866). Sampai pada abad XIX, tinggal
Inggris, Hongaria, dan Rusia yang belum mempunyai Konstitusi secara tertulis. 26
Konstitusi sebagai undang-undang dasar dan hukum dasar yang
mempunyai arti penting baru muncul bersamaan dengan semakin berkembangnya
“sistem demokrasi perwakilan dan konsep nasionalisme”. Alasan inilah yang
25
26
Ibid, hal 5
ibid
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
menjadikan konstitusi sebagai hukum dasar yang lebih tinggi daripada raja,
sekaligus terkandung maksud memperkokoh Lembaga Perwakilan Rakyat.
Pada masa Perang Dunia I tahun 1914 telah banyak memberikan dorongan
yang dahsyat bagi konstitusionalisme, yaitu dengan jalan menghancurkan
pemerintahan yang tidak liberal, dan menciptakan negara-negara baru dengan
konstitusi yang berasaskan demokrasi dan nasionalisme. Upaya ini dikonkretkan
dengan didirikannya Liga Bangsa Bangsa untuk perdamaian dunia. Tiga tahun
kemudian muncul reaksi keras melawan konstitusionalisme politik yang ditandai
dengan Revolusi Rusia (1917), diikuti meletusnya fasisme di Italia, dan
pemberontakan Nazi di Jerman, sampai akhirnya terjadi Perang Dunia II.
Pengaruh perang dunia II terhadap konstitusionalisme adalah menjadi kesempatan
kepada bangsa-bangsa menerapkan metode-metode konstitusionalisme terhadap
bangunan internasional melalui Piagam Perserikatan bangsa-Bangsa untuk
mencapai perdamaian dunia yang permanen.
2. Pengertian Konstitusi
Pengertian Konstitusi sebagaimana dikenal dalam berbagai literatur dapat
diartikan secara sempit maupun secara luas. Konstitusi dalam arti sempit
menyangkut aspek hukum saja dan konstitusi dalam arti luas tidak hanya sebagai
aspek hukum melainkan juga non-hukum. 27 Pembedaan pengertian konstitusi
secara sempit maupun luas adalah berdasarkan dikotomi antara istilah constitution
dengan gronwet (Undang-Undang Dasar). Sri Soemantri dalam disertasinya yang
dikutip oleh Dahlan Thaib dalam bukunya Teori dan Hukum Konstitusi
27
Krisna Harahap, op cit, hal 169
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
mengartikan bahwa konstitusi sama dengan Undang-Undang Dasar 28. Sedangkan
pendapat L.J. Van Apeldoorn yang dikutip dalam buku Teori dan Hukum
Konstitusi membedakan secara jelas antara konstitusi dan Undang-Undang
Dasar 29. konstitusi adalah bagian tertulis dari suatu konstitusi, sedangkan
konstitusi memuat peraturan baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis.
Penyamaan pengertian antara Konstitusi dengan Undang-Undang Dasar,
sudah dimulai sejak Oliver Cronwell (Lord Protector Republik Inggris 16491660) yang menamakan Undang-Undang Dasar itu sebagai Instrument of
Government, yaitu bahwa Undang-Undang Dasar dibuat sebagai pegangan untuk
memerintah dan disinilah timbul identifikasi dari pengertian Konstitusi dan
Undang-Undang Dasar hingga sampai saat ini beberapa ahli hukum ada yang
mendukung antara yang membedakan dengan yang menyamakan pengertian
konstitusi dengan Undang-Undang Dasar.
Penganut paham yang membedakan pengertian konstitusi dengan UndangUndang Dasar antara lain Herman Heller dan F. Lasalle. Herman Heller yang
dikutip oleh Taufiqrrohman Syahuri dalam bukunya Hukum Konstitusi
memberikan pengertian konstitusi menjadi tiga yaitu : 30
1. Die Politische verfassung als geselschaftlich wirk lichkeit.
Konstitusi adalah mencerminkan kehidupan politik di dalam
masyarakat sebagai suatu kenyataan. Jadi mengandung pengertian
politis dan sosiologis
2. Die Verselbtandigte revhtsverfassung.
Konstitusi merupakan suatu kesatuan yang hidup dalam masyarakat.
Jadi mengandung pengertian yuridis
3. Die geshereiben verfassung.
28
Dahlan Thaib, op cit, hal 8
ibid
30
Taufiqurrohman Syahuri, Hukum Konstitusi (Bogor: Ghalia Indonesia, 2004) , hal 32
29
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Konstitusi yag ditulis dalam suatu naskah sebagai undang-undang yang
tertinggi yang berlaku dalam suatau negara.
Dan pendapat F. Lassale dalam bukunya Uber Verfassungwesen uang dikutip oleh
Dahlan Thaib dalam bukunya Teori dan Hukum Konstitusi membagi Konstitusi
dalam dua pengertian, yaitu: 31
1. Pengertian sosiologis atau politis. Konstitusi adalah sintesis faktorfaktor kekuatan yang nyata (dereele machtsfactoren). Jadi konstitusi
menggembarkan hubungan antara kekuasaan-kekuasaan yang terdapat
dengan nyata dalam suatu negara. Kekuasaan tersebut diantaranya :
raja, parlemen, kabinet, pressure groups, partai politik, dan lain-lain;
itulah sesungguhnya konstitusi.
2. Pengertian yuridis. Konstitusi adalah suatu naskah yang memuat
semua bangunan negara dan sendi-sendi pemerintahan.
Dari pendapat Herman Heller dan F. Lassalle di atas dapatlah disimpulkan
bahwa Undang-Undang Dasar itu baru merupakan sebagian dari pengertian
konstitusi, yaitu konstitusi yang tertulis saja. Dan sesungguhnya konstitusi
mengandung pengertian yang lebih luas dari sekedar Undang-Undang Dasar yang
hanya mengandung pengertian yuridis.
Adapun penganut paham yang menyamakan pengertian konstitusi dan
Undang-Undang Dasar, adalah C.F Strong dan James Bryce. Pendapat James
Bryce sebagaimana dikutip oleh Dahlan Thaib dalam bukunya Teori dan Hukum
Konstitusi menyatakan konstitusi adalah: A Frame of political society, organised
through and by law, that is to say on in which law has established permanet
institutionts with recognised functions and definte rights 32 Dari definisi itu,
pengertian konstitusi dapat disederhanakan rumusannya sebagai kerangka negara
yang diorganisir dengan dan melalui hukum, dalam hal mana hukum menetapkan:
31
32
Dahlan Thaib, op cit, hal 10
Ibid, hal 11
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1. Pengaturan mengenai pendirian lembaga-lembaga yang permanent.
2. Fungsi dari alat-alat perlengkapan.
3. Hak-hak tertentu yang telah ditetapkan.
Kemudian C.F.Strong melengkapi pendapat tersebut dengan pendapatnya
sebagaimana dikutip oleh Dahlan Thaib dalam bukunya Teori dan Hukum
Konstitusi yaitu 33 : “constitution is a collection of principles according to which
the power of the government, the rights of the governed, and the relations between
the two are adjusted.” Jika dalam Bahasa Indonesia diartikan sebagai suatu
kumpulan asas-asas yang menyelenggarakan :
4. Kekuasaan Pemerintah (dalam arti luas)
5. Hak-hak dari yang diperintah
6. Hubungan antara pemerintah dan yang diperintah (menyangkut di
dalamnya masalah Hak Asasi Manusia)
Jadi dari pendapat para ahli di atas dapatlah ditarik kesimpulan bahwa
pengertian konstitusi adalah meliputi konstitusi tertulis dan tidak tertulis. UndangUndang Dasar merupakan konstitusi yang tertulis. Adapun batasan-batasan yang
dapat dirumuskan dalam pengertian tersebut yaitu :
1. Suatu kumpulan kaidah yang memberikan pembatasan-pembatasan
kekuasaan kepada para penguasa.
2. Suatu dokumen tentang pembagian tugas dan sekaligus petugasnya
dari suatu sistem politik.
3. Suatu deskripsi dari lembaga-lembaga negara.
33
Ibid, hal 12
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4. Suatu deskripsi yang menyangkut masalah hak asasi manusia.
Berdasarkan pengertian konstitusi di atas dapatlah dipahami bahwa
Undang-Undang Dasar Negara Repulik Indonesia 1945 merupakan konstitusi
dalam arti luas. Karena Undang-Undang Dasar Negara Repulik Indonesia 1945
bukan hanya dokumen hukum, melainkan juga mengandung aspek non-hukum,
seperti pandangan hidup, cita-cita moral, dasar filsafati, keyakinan religius, dan
paham politik suatu bangsa
3.
Materi Muatan Konstitusi
Menurut Henc Van Maarseven yang dikutip oleh Krisna Harahap dalam
bukunya Konstitusi Republik Indonesia bahwa konstitusi harus dapat menjawab
berbagai persoalan pokok, antara lain: 34
1. Konstitusi merupakan hukum dasar suatu negara
2. Konstitusi harus merupakan sekumpulan aturan-aturan dasar yang
menetapkan lembaga-lembaga penting negara.
3. Konstitusi melakukan pengaturan kekuasaan dan hubungan
keterkaitannya.
4. Konstitusi mengatur hak-hak dasar dan kewajiban-kewajiban warga
negara dan pemerintah, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama.
5. Konstitusi harus mengatur dan membatasi kekuasaan negara dan
lembaga-lembaganya.
6. Konstitusi merupakan idiologi elit penguasa.
7. Konstitusi menetukan hubungan materil antara negara dan masyarakat.
Kemudian A.A.H Struycken berpendapat yang dikutip oleh Dahlan Thaib dalam
bukunya Teori dan Hukum Konstitusi bahwa konsitusi tertulis merupakan
dokumen formal yang berisi yaitu: 35
1. Hasil perjuangan politik bangsa di waktu yang lampau;
2. Tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa;
3. Pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak diwujudkan baik waktu
sekarang maupun untuk masa yang akan datang;
34
35
Krisna Harahap, op cit hal 179
Dahlan Thaib, op cit, hal 15
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
4. Suatu keinginan, dengan
ketatanegaraan
5. bangsa hendak dipimpin.
mana
perkembangan
kehidupan
Apabila dicermati dari pendapat kedua ahli di atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa di samping sebagai dokumen nasional dan tanda kemerdekaan sebagai
bangsa, konstitusi juga sebagai alat yang berisi sistem politik dan sistem hukum
yang hendak diwujudkan.
Sedangkan menurut Mr.J.G. Stenbeek, sebagaimana dikutip oleh Dahlan
Thaib dalam bukunya Teori dan Hukum Konstitusi bahwa konstitusi berisi tiga
hal yaitu: 36
1. Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warganya;
2. Ditetapkannya susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat
fundamental;
3. Adanya pembagian dan pembatasan tugas ketatanegaraan yang bersifat
fundamental.
Pada umumnya isi dari suatu konstitusi di tiap-tiap negara di dunia ini mencakup
tiga hal di atas, karena pada hakekatnya adalah mengatur pembatasan kekuasaan
dalam negara dan memberikan jaminan hak-hak asasi warga negara.
4. Kedudukan, Fungsi dan Tujuan Konstitusi
Kedudukan, fungsi, dan tujuan konstitusi dalam negara selalu berubahubah. Pada masa peralihan dari negara feodal monarki atau oligarki dengan
kekuasaan
mutlak
penguasa
ke
negara
nasional
demokrasi,
konstitusi
berkedudukan sebagai benteng pemisah antara rakyat dan penguasa yang
kemudian secara perlahan-lahan mempunyai fungsi sebagai alat rakyat dalam
perjuangan kekuasaan melawan golongan penguasa. 37 Sejak itu setelah
36
37
Ibid, hal 16
Ibid, hal 18
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
perjuangan dimenangkan oleh rakyat, konstitusi bergeser kedudukan dan
perannya dari sekedar penjaga keamanan dan kepentingan hidup rakyat terhadap
kekejian golongan penguasa, menjadi sebuat senjata untuk mengakhiri kekuasaan
sepihak satu golongan dalam sistem monarki dan oligarki, serta untuk
membangun tata kehidupan baru atas dasar landasan kepentingan bersama rakyat
dengan menggunakan berbagai ideologi seperti : Individualisme, Liberalisme,
Demokrasi. Selanjutnya konstitusi dipengaruhi oleh ideologi yang melandasi
negara.
Negara yang mendasarkan diri atas ideologi demokrasi, maka konstitusi
mempunyai fungsi yang khas, yaitu membatasi kekuasaan pemerintah sedemikian
rupa sehingga penyelenggaraan kekuasaan tidak sewenang-wenang. Dengan
demikian konstitusi mampu menjamin dan memberikan perlindungan hak-hak
warga negaranya. Jaminan perlindungan ini hampir dianut oleh negara-negara
modern yang mempunyai political will untuk memajukan, melindungi, dan
menegakkan hak-hak rakyatnya dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Menurut Komisi Konstitusi Majelis Permusyawaratan Rakyat RI yang
dikutip oleh Nukhtoh Arfawie Kurde dalam bukunya Teori Negara Hukum bahwa
kedudukan dan fungsi konstitusi adalah sebagai berikut: 38
1. Konstitusi berfungsi sebagai dokumen nasional yang mengandung
perjanjian luhur, berisi kesepakatan-kesepakatan tentang politik,
hukum, kebudayaan, ekonomi, kesejahteraan, dan aspek fundamental
yang menjadi tujuan negara.
2. Konstitusi sebagai piagam kelahiran negara baru (a birth certificate of
new state). Hal ini juga merupakan bukti adanya pengakuan
masyarakat internasional, termasuk untuk, menjadi anggota PBB,
karena itu dikap kepatuhan suatu negara terhadap hukum internasional
38
Nukthoh Arfawie Kurde, Teori Negara Hukum (Yogyakarta, Pustaka Pelajar, 2005), hal 40-44
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
ditandai dengan adanya ratifikasi terhadap perjanjian-perjanjia
internasional.
3. Konstitusi sebagai sumber hukum tertinggi. Konstitusi mengatur
maksud dan tujuan bentuknya suatu negara dengan sistem
administrasinya melalui adanya kepastian hukum yang terkandung
dalam pasal-pasalnya, unifikasi hukum nasional, social control,
memberikan legitimasi atas berdirinya lembaga-lembaga negara
termasuk pengaturan tentang pembagian dan pemisahan kekuasaan
antara organ legislatif, eksekutif, dan yudisial.
4. Konstitusi sebagai identitas nasional dan lambang persatuan.
Konstitusi menjadi suatu saran untuk memperhatikan berbagai nilai
dan norma suatu bangsa negara, misalnya simbol demokrasi, keadilan,
kemerdekaan, negara hukum, yang dijadikan sandaran umtuk
mencapai kemajuan dan keberhasilan tujuan negara, konstitusi suatu
negara diharapkan dapat menyatakan persepsio masyarakat dan
pemerintah, sehingga memperlihatkan adanya nilai identitas
kebangsaan, persatuan dan kesatuan, perasaan bangga dan kehormatan
sebagai bangsa yang bermartabat. Konstitusi dapat memberikan
pemenuhan atas harapan-harapan sosial, ekonomi dan kepentingan
politik. Konstitusi tidak daja mengatur pembagian dan pemisahan
kekuasaan dalamlembaga-lembaga politik seperti legislatif, eksekutuif,
dan yudisial, akan tetapi juga mengatur tentang penciptaan
keseimbangan hubungan antara aparat pemerintah pusat dan daerah.
5. Konstitusi sebagai alat untuk membatasi kekuasaan, mengendalikan
perkembangan dan situasi politik yang selalu berubah, serta berupaya
untuk menghindarkan adanya penyalahgunaan kekuasaan. Berdasarkan
alasan tersebut, menjadi sangat penting diperhatikan seberapa jauh
formulasi pasal-pasal dalam konstitusi mengakomodasikan materi
muatan pokok dan pentinh sehingga dapat mencegah timbulnya
penafsiran yang beraneka ragam.
6. Konstitusi sebagai pelindung HAM dan kebebasan warga negara.
Konstitusi dapat memberikan perlindungan terhadap hak-hak asasi
manusia dan hak-hak dan kebebasan warga negaranya.
7. Berfungsi mengatur hubungan kekuasaan antar organ negara.
8. Fungsi pemberi atau sumber legitimasi terhadap kekuasaan negara
ataupun kegiatan penyelenggaraan negara
9. Fungsi penyalur atau pengalih kewenangan dari sumber kekuasaan
yang asli (yang dalam sistem demokrasi adlah rakyat) kepada organ
negara.
10. Fungsi simbolik sebagai rujukan identitas dan keagungan kebangsaan
(Unity Nation)
11. Fungsi simbolik sebagai upacara (center of ceremony)
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Menurut Mirza Nasution Tujuan konstitusi adalah juga tata tertib terkait
dengan:
39
a). Berbagai lembaga-lembaga negara dengan wewenang dan cara
bekerjanya, b) hubungan antar lembaga negara, c) hubungan lembaga negara
dengan warga negara (rakyat) dan d) adanya jaminan hak-hak asasi manusia serta
e) hal-hal lain yang sifatnya mendasar sesuai dengan tuntutan perkembangan
zaman.
Berdasarkan pendapat-pendapat di atas dapatlah disimpulkan bahwa pada
prinsipnya tujuan konstitusi adalah untuk membatasi kekuasaan agar mencegah
terjadinya kesewenang-wenangan pemerintah, untuk menjamin hak-hak yang
diperintah, dan merumuskan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat.
5. Klasifikasi Konstitusi
Dalam buku K.C. Wheare “Modern Constitution” (1975) yang dikutip
oleh Mirza Nasution mengklasifikasikan konstitusi sebagai berikut: 40
1. Konstitusi tertulis dan konstitusi tidak dalam bentuk tertulis (written
constitution and unwritten constitution);
2. Konstitusi fleksibel dan konstitusi rigid (flexible and rigid constitution)
3. Konstitusi derajat tinggi dan konstitusi derajat tidak derajat tinggi
(Supreme and not supreme constitution)
4. Konstitusi Negara Serikat dan Negara Kesatuan (Federal and Unitary
Constitution)
5. Konstitusi Pemerintahan Presidensial dan pemerintahan Parlementer
(President Executive and Parliamentary Executive Constitution)
Pertama, yang dimaksud dengan konstitusi tertulis ialah suatu konstitusi
(UUD) yang dituangkan dalam dokumen formal. Sedangkan konstitusi yang
bukan dalam bentuk tertulis ialah suatu konstitusi yang tidak dituangkan dalam
dokumen formal. Seperti konstitusi yang berlaku di Inggris, Israel, New Zaeland.
39
40
Mirza nasution, op cit hal 3
Ibid, hal 6
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Kedua, pembedaan antara konstitusi yang fleksibel dan rigid adalah
berdasarkan cara dan prosedur perubahannya. Jika konstitusi itu mudah
mengubahnya, maka ia digolongkan pada konstitusi yang fleksibel. Sebaliknya
jika sulit cara dan prosedur perubahannya, maka ia termasuk jenis konstitusi yang
rijid. Dalam konteks ini, UUD 1945 dalam realitanya termasuk konstitusi yang
rijid. Adapun ciri- ciri khusus menurut J. Bryce yang dikutip oleh Dahlan Thaib
dalam bukunya Teori dan Hukum Konstitusi adalah sebagai berikut: 41
(1)
Konstitusi fleksibel: elastis,diumumkan dan diubah dengan cara yang samaseperti
undang-undang. Sedangkan (2) Konstitusi rigid: mempunyai kedudukan dan
derajat yang jauh lebih tinggi dari peraturan perundang-undangan yang lain,
hanya dapat diubah dengan cara yang khusus atau istemewa atau dengan
persyaratan yang berat.
Ketiga, yang dimaksud dengan konstitusi derajat tinggi ialah suatu
konstitusi yang mempunyai kedudukan tertinggi dalam negara. Disamping itu jika
dilihat dari segi bentuknya, konstitusi ini berada di atas peraturan perundangundangan yang lain. Sementara konstitusi derajat tidak derajat tinggi ialah suatu
konstitusi yang tidak mempunyai kedudukan serta derajat seperti derajat tinggi.
Persyaratan mengubah konstitusi ini tidak sesulit mengubah konstitusi derajat
tinggi, melainkan sama dengan pengubahan undang-undang.
Keempat, bentuk suatu negara sangatlah menentukan konstitusi negara.
Jika suatu negara itu serikat, maka akan didapatkan sistem pembagian kekuasaan
antara pemerintah negara serikat dengan pemerintah negara bagian. Pembagian
41
Dahlan thaib, op cit, hal 64
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
tersebut diatur dalam konstitusinya atau undang-undang dasar. Dalam negara
kesatuan pembagian kekuasaan tersebut tidak dijumpai, karena seluruh
kekuasaannya tersentralkan di pemerintah pusat, walaupun dikenal juga dalam
desentralisasi. Hal ini juga diatur dalam konstitusi kesatuannya.
Terakhir klasifikasi konstitusi sistem pemerintahan presidensial dan sistem
pemerintahan parlementer. Pendapat C.F Strong yang dikuti oleh Dahlan Thaib
mengemukakan bahwa di negara-negara di dunia ini ada dua macam sistem
pemerintahan, dan adapun perbedaan ciri-cirinya. Pertama sistem pemerintahan
presidensial yang mempunyai ciri-ciri pokok sebagai berikut: 42
1. Di samping mempunyai kekuasaan sebagai kepala negara, presiden
juga berkedudukan sebagai kepala pemerintahan.
2. Presiden tidak dipilih oleh pemegang kekuasaan legislatif, akan tetapi
dipilih langsung oleh rakyat atau dewan pemilih seperti Amerika
Serikat.
3. Presiden tidak termasuk pemegang kekuasaan legislatif.
4. Presiden tidak dapat membubarkan pemegang kekuasaan legislatif dan
tidak dapat memerintahkan diadakan pemilihan.
Konstitusi yang mengatur beberapa ciri di atas, diklasifikasikan konstitusi sistem
pemerintahan presidensial. Adapun sistem pemerintahan parlementer mempunyai
ciri-ciri, yaitu:
1. Kabinet yang dipilih oleh perdana menteri dibentuk atau berdasarkan
kekuatan-kekuatan yang menguasai parlemen.
2. Para anggota kabinet mungkin seluruhnya, mungkin sebagian adalah
anggota parlemen.
3. Perdana menteri bersama kabinet bertanggung jawab kepada parlemen.
4. Kepala negara dengan saran atau nasihat perdana menteri dapat
membubarkan parlemen dan memerintahkan diadakannya pemilihan
umum.
42
Ibid, hal 27-28
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
B. Tinjauan tentang Hak Asasi Manusia
1. Sejarah Hak Asasi Manusia
Hak asasi adalah hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan
dibawanya bersamaan dengan kelahiran atau kehadirannya di dalam kehidupan
masyarakat. Dianggap bahwa beberapa hak itu dimilikinya tanpa ada perbedaan
atas dasar bangsa, ras, agama, dan karena itu bersifat asasi serta universal.
Setelah dunia mengalami dua perang yang melibatkan hampir seluruh
negara dan disadari bahwa hak asasi telah dilanggar, maka timbullah keinginan
untuk merumuskan hak-hak asasi manusia dalam suatu naskah internasional.
Usaha ini pada tahun 1948 berhasil dengan diterima Universal Declaration of
Human Rights (pernyataan sedunia tentang hak-hak asasi manusia) oleh negaranegara yang tergabung dalam perserikatan bangsa-bangsa.
Dalam sejarah umat manusia telah tercatat banyak kejadian dimana
seseorang atau segolongan manusia mengadakan perlawanan terhadap penguasa
atau segolongan manusia mengadakan perlawanan terhadap penguasa atau
golongan lain untuk memperjuangkan apa yang dianggap haknya. Kenyataan ini
terjadi di beberapa negara di benua Eropa dan Amerika yang menginspirasi
secara berangsur-angsur pembuatan naskah yang menjamin hak-hak yang bersifat
asasi dan universal. Pembuatan naskah tersebut menurut Miriam Budiarjo adalah
sebagai berikut: 43
1. Magna Charta (Piagam Agung, 1215), suatu dokumen yang mencatat
beberapa hak yang diberikan oleh raja Jhon dari Inggris kepada
beberapa bangsawan bawahannya atas tuntutan mereka. Piagam ini
menjadi pembatas kekuasaan raja.
43
Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu politik, (Jakarta, Gramedia Pustaka Utama), hal 120-121
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Bill of rights (Undang-Undang Hak, 1689), suatu undang-undang yang
diterima oleh Parlemen Inggris sesudah berhasil dalm tahun
sebelumnya mengadakan perlawanan terhadap raja James II, dalam
suatu revolusi tak berdarah (The Glorious Revolution of 1688)
3. Declaration des droits de I’homme et du citoyen ( Pernyataan hak-hak
manusia dan warga negara, 1789), suatu naskah yang dicetuskan pada
permulaan Revolusi Perancis, sebagai perlawanan terhadap
kesewenangan dari rezim lama.
4. Bill of rights ( Undang-Undang Hak), suatu naskah yang disusun oleh
Rakyat Amerika dalam tahun 1789, dan yang menjadi bagian dari
Undang-Undang Dasar pada tahun 1791.
Naskah-naskah di atas sangat dipengaruhi oleh pengaruh Hukum Alam seperti
yang dirumuskan oleh John Locke (1632-1714) dan Jean Jaques Rousseau (17121778) yang terbukti bahwa naskah-naskah di atas hanya terbatas hak-hak politis
saja seperti kesamaan hak, hak atas kebebasan, hak untuk memilih dan
sebagainya.
Pada Abad ke-20, naskah-naskah di atas masih dianggap kurang
sempurna, sehingga muncullah hak-hak lain yang lebih luas lingkupannya. Yang
sangat terkenal ialah empat hak yang dirumuskan oleh Presiden Amerika Serikat,
Franklin D.Rossevelt pada permulaan Perang Dunia II ketika berhadapan dengan
agresi Nazi-Jerman yang menginjak-injak hak asasi manusia. Hak-hak tersebut
terkenal dengan istilah The Four Fredoms (Empat Kebebasan), yaitu:
1. Kebebasan berbicara dan menyatakan pendapat (freedom of speech)
2. Kebebasan beragama (freedom of religion)
3. Kebebasan dari ketakutan (freedom from far)
4. Kebebasan dari kemelaratan (freedom from want)
Adanya hak atas kebebasan dari kemelaratan menunjukkan bahwa hak-hak
politik tidak cukup memberikan kesejahteraan bagi manusia. Karena ada
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
anggapan bahwa hak politik, yaitu hak memilih dalam pemilihan umum tidak ada
artinya jika kebutuhan sandang, pangan, dan perumahan, tidak dapat dipenuhi.
Oleh karena itu, hak manusia tidak cukup hanya hak politik tetapi juga hak
ekonomi, sosial, budaya.
Atas dasar itu, Komisi hak-hak asasi (Commission on Human Rights) yang
didirikan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1946, yang ditugaskan
merancang pernyataan
hak –hak asasi manusia. Akhirnya, pada tahun 1948
Komisi ini menetapkan Pernyataan Sedunia tentang Hak-Hak Asasi Manusia
(Universal Declaration of Human Rights) yang di dalamnya merinci beberapa hak
politik, dan juga hak ekonomi dan sosial. Pernyataan ini jauh lebih lengkap dari
Declaration of Independence dan Declaration des droit de I’homme et du citoyen,
namun pengaruh kedua Deklarasi itu sangat besar.
Universal Declaration of Human Rights dianggap sebagai langkah awal
untuk melaksanakan tindak lanjutnya, yaitu menyusun suatu perjanjian
(Covenant) yang mengikat secara yuridis. Sehingga pada tahun 1966 dalam
sidang umum Perserikatan Bangsa-Bangsa menyetujui Perjanjian tentang Hak-Ha
Ekonomi, sosial, dan budaya (Covenant on Economic, Social, and Cultural rights)
serta perjanjian tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (Covenant on Civil and
Political Rights). Hak-Hak yang terdapat dalam dua perjanjian itu yang dikutip
oleh Miriam Bidiarjo dalam bukunya Dasar-Dasar Ilmu politik adalah sebagai
berikut : 44
1. Hak-Hak Sipil dan Politik :
1.1 Pasal 6
: Right to life- Hak atas hidup
44
Ibid, hal 126-127
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
1.2 Pasal 9
: Right to liberty and security of person- Hak atas
kebebasan dan keamanan dirinya
1.3 Pasal 14
: Right to equality before the courts and tribunalsHak atas kesamaan di muka badan-badan peradilan
1.4 Pasal 18
: Right to freedom of thought, consience and
religion- Hak atas kebebasan berpikir, mempunyai conscience,
beragama.
1.5 Pasal 19
: Right to hold opinions without interference- Hak
untuk mempunyai pendapat tanpa mengalami gangguan.
1.6 Pasal 21
: Right to peaceful assembly- Hak atas kebebasan
berkumpul secara damai.
1.7 Pasal 22
: Right to freedom of association- Hak untuk
berserikat.
2. Hak- Hak Ekonomi, Sosial, dam Budaya mencakup antara lain:
2.1 Pasal 6
: Right to work- Hak atas pekerjaan.
2.2 Pasal 8
:
Right to form trade unions- Hak untuk
membentuk serikat kerja.
2.4 Pasal 9
: Right to social security- Hak atas pensiun
2.4 Pasal 11
: Right to an adequate standard of living for him
self and his family, including adequate food, clothing and housingHak atas tingkat kehidupan yang layak bagi dirinya serta keluarganya,
termasuk makanan, pakaian, dan perumahan yang layak.
2.5Pasal 13
: Right to education- Hak atas pendidikan.
2. Hak-Hak Asasi di Indonesia
2.1 Sejarah Perkembangan Hak asasi Manusia
Di Indonesia, perdebatan pengaturan HAM dalam peraturan perundangundangan berlangsung sejak berdirinya negara. Perdebatan ini dimulai sejak
pembuatan naskah UUD 1945. Perdebatan yang terjadi bertitik pangkal pada
apakah negara harus mengatur HAM ataukah tidak. Menurut soekarno, Indonesia
harus dibangun sebagai negara kekeluargaan. Hal ini jelas dinyatakan dalam
pidatonya di hadapan Sidang Kedua BPUPKI, pagi 15 Juli 1945.
“Buanglah sama sekali faham individualisme itu, janganlah dimasukkan dalam
Undang-Undang Dasar kita yang dinamakan ‘rights of the citizens’ sebagai yang
dianjurkan oleh republic perancis itu adanya…Tuan-tuan yang terhormat! Kita
menghendaki keadilan social. Buat apa Grondwet menuliskan bahwa manusia
bukan saja mempunyai hak kemerdekaan suara, kemerdekaan memberikan hal
suara, mengadakan persidangan dan berapat, jikalau misalnya tidak ada social
rechtvaardigheid yang demikian itu? Buat apa kita membikin grondwet, apa guna
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
grondwet itu kalau ia tak dapat mengisi perut orang yang hendak mati kelaparan.
Grondwet yang berisi droit de ‘I home et du citoyen itu, tidak bisa menghilangkan
kelaparannya orang miskin yang hendak mati kelaparan. Maka oleh karena itu,
jikalau betul-betul hendak mendasar negara kita kepada paham kekeluargaan,
paham tolong menolong, paham gotong royong dan keadilan social, enyahkanlah
tiap-tiap pikiran, tiapa-tiap paham individualisme dan liberalisme padanya” 45
Pendapat Soekarno didukung Soepomo (darinya kita mengenal negara
kekeluargaan) yang juga berpendapat tidak perlu memasukkan pengaturan
mengenai HAM dalam Undang-Undang Dasar.
“UUD yang kami rancangkan, berdasar atas paham kekeluargaan, tidak berdasar
atas paham perseorangan, yang telah kita tolak. Pernyataan berkumpul dan
berserikat di dalam UUD adalah sistematik dari paham perseorangan, oleh karena
itu dengan menyatakan hak bersidang dan berserikat di dalam UUD kita akan
menantang sistematik paham kekeluargaan.” 46
Soepomo dengan sadar membenturkan paham kekeluargaan dan hak-hak
warga negara yang disebut Soekarno sebagai bagian paham Liberal dan
Individual. Akibatnya, dengan sendirinya hak-hak tersebut termasuk ke dalam
ranah paham individualisme dan liberalisme. Lebih jauh Soepomo menambahkan
bahwa.
“Dalam sistem kekeluargaan sikap warga negara bukan sikap yang selalu bertanya
: apakah hak-hak saya, akan tetapi sikap yang menanyakan: apakah kewajiban
saya sebagai anggota keluarga besar, ialah negara Indonesia ini. Bagaimanakah
kedudukan saya sebagai anggota keluarga darah (familie) dan sebagai anggota
kekeluargaan daerah, misalnya sebagai anggota desa, daerah, negara, Asia Timur
Raya dan Dunia itu? Inilah pikiran yang harus senantiasa diinsyafkan oleh kita
semua.” 47
Pandangan dan pendapat Soekarno dan Soepomo ditentang oleh M.Hatta
dan M.Yamin yang menginginkan agar hak-hak manusia diatur dalam UUD.
Kekhawatiran Hatta adalah bahwa tidak adanya jaminan atas hak tersebut dalam
45
Ibid., hal 22.
Ibid.
47
Ibid., hal 23.
46
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
UUD akan menjadikan negara yang baru dibentuk menjadi negara kekuasaan.
Hatta mengatakan secara tegas dalam siding BPUPKI mengenai kekhawatirannya.
“Memang kita harus menentang individualisme…Kita mendirikan negara baru
diatas gotong royong dan hasil usaha bersama. Tetapi suatuhal yang saya
kuatirkan, kalau tidak ada satu keyakinan atau satu pertanggungan kepada rakyat
dalam UUD yang mengenai hak untuk mengeluarkan suara…Hendaklah kita
memperhatikan syarat-syarat supaya negara yang kita bikin, jangan menjadi
Negara Kekuasaan.” 48
Pendapat Hatta diperkuat M.Yamin dalam siding BPUPKI sehingga
menimbulkan dua kutub pemikiran, yang terdiri atas paham kekeluargaan dan
paham pencantuman hak asasi. Dalam pendapatnya Yamin menyatakan:
“Supaya aturan kemerdekaan warga negeri dimasukkan ke dalam UUD dengan
seluas-luasnya. Saya menolak segala alasan yang dimajukan untuk tidak
memasukkannya…saya hanya minta perhatian betul-betul, karena yang kita
bicarakan ini hak rakyat. Kalau hal ini tidak terang dalam hukum dasar, ada
kekhilafan daripada grondwet;grondweetlijke fout, kesalahan undang-undang
hukum dasar, besar sekali dosanya buat rakyat yang menantikan hak daripada
republik; misalnya mengenai yang tertuju kepada warga negara yang akan
mendapat hak, juga penduduk akan diperlindungi oleh republik ini.” 49
Akhirnya, pada 16 juli 1945 perdebatan dalam BPUPKI menghasilkan
kompromi sehingga diterima beberapa ketentuan dalam UUD.
Dan sampai
sekarang ketentuan mengenai HAM masih dipertahankan dalam konstitusi kita
dan terus dijamin dengan membuat peraturan- peraturan, pengadilan HAM,
bahkan telah membentuk Komisi Nasional HAM.
2.2 Pandangan dan Sikap Bangsa Indonesia terhadap Hak Asasi Manusia
Pada tanggal 13 November 1998 Majelis Permusyawaratan Rakyat
memutuskan Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia .
Ketetapan ini memuat salah satu naskah yaitu: 50
48
Ibid.
Ibid., hal 24.
50
Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia
49
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pandangan dan Sikap Bangsa Indonesia terhadap Hak Asasi Manusia
A. Pendahuluan
Manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa secara kodrati
dianugerahi hak dasar yang disebut sebagai hak asasi. Tanpa perbedaan antar yang
satu dengan yang lainnya. Dengan hak asasi tersebut, manusia dapat
mengembangkan diri pribadi, peranan, dan sumbangan bagi kesejahteraan
manusia.
Manusia baik sebagai pribadi maupun sebagai warga negara, dalam
mengembangkan diri, berperan dan memberikan sumbangan bagi kesejahteraan
hidup manusia, ditentukan oleh pandangan hidup dan kepribadiaan bangsa.
Pandangan hidup dan kepribadiaan bangsa Indonesia sebagai kristalisasi nilainilai luhur bangsa Indonesia, menempatkan manusia pada keluhuran harkat dan
martabat makhluk Tuhan Yang Maha Esa dengan kesadaran mengemban
kodratnya sebagai makhluk pribadi dan juga makhluk sosial, sebagaimana
tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.
Bangsa Indonesia menghormati setiap upaya suatu bangsa untuk
menjabarkan dan mengatur hak asasi manusia sesuai dengan sistem nilai dan
pandangan hidup masing-masing. Bangsa Indonesia menjunjung tinggi dan
menerapkan hak asasi manusia sesuai dengan pancasila sebagai pandangan hidup
bangsa.
Sejarah dunia mencatat berbagai penderitaan, kesengsaraan dan
kesenjangan sosial yang disebabkan oleh perilaku tidak adil dan diskriminatif atas
dasar etnik, ras, warna kulit, budaya, bahasa, agama, golongan, jenis kelamin, dan
status sosial lainnya. Menyadari bahwa perdamaian dunia serta kesejahteraan
merupakan dambaan umat manusia, maka hal-hal yang menimbulkan penderitaan,
kesengsaraan dan kesenjangan serta yang dapat menurunkan harkat dan martabat
manusia harus ditanggulangi setiap bangsa.
Bangsa Indonesia, dalam perjalanan sejarahnya mengalami kesengsaraan
dan penderitaan yang disebabkan oleh penjajahan. Oleh sebab itu Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 mengamanatkan bahwa kemerdekaan adalah hak
segala bangsa dan penjajahan diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai
dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Bangsa Indonesia bertekad ikut
melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian dunia dan
keadilan sosial yang pada hakikatnya merupakan pandangan kewajiban setiap
bangsa Indonesia berpandangan bahwa hak asasi manusia tidal terpisahkan
dengan kewajibannya.
A. Landasan
1. Bangsa Indonesia mempunyai pandangan dan sikap mengenai hak asasi
manusia yang bersumber dari ajaran agama, nilai moral universal, dan
nilai luhur budaya bangsa, serta berdasarkan pancasila dan UndangUndang Dasar 1945.
2. Bangsa Indonesia sebagai anggota perserikatan bangsa-bangsa mempunyai
tanggung jawab untuk menghormati Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia (Universal declaration of Human Rights) dan berbagai instrumen
internasional lainnya mengenai hak asasi manusia.
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
B. Sejarah, Pendekatan; Substansi
1. Sejarah
Dalam perjalanan sejarah, bangsa Indonesia sejak awal perjuangan
pergerakan kemerdekaan Indonesia sudah menuntut dihormatinya hak
asasi manusia. Hal tersebut terlihat jelas dalam tonggak-tonggak sejarah
perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia melawan penjajahan
sebagai berikut:
A. Kebangkitan Nasional 20 Mei 1908, yang diawali dengan lahirnya
berbagai pergerakan kemerdekaan pada awal abad 20, menunjukkan
kebangkitan bangsa Indonesia untuk membebaskan diri dari
penjajahan bangsa lain.
B. Sumpah Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928, membuktikan bahwa
bangsa Indonesia menyadari haknya sebagai suatu bangsa yang
bertanah air satu dan menjunjung satu bahasa persatuan Indonesia
C. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945
merupakan puncak perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia
diikuti dengan penetapan Undang-Undang Dasar 1945 pada tanggal 18
Agustus 1945 yang dalam pembukaannya “bahwa sesungguhnya
kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa. Oleh karena itu penjajahan
diatas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan”. Undang-Undang Dasar 1945
menetapkan aturan dasar yang sangat pokok, termasuk hak asasi
manusia.
D. Rumusan hak asasi manusia dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia
secara eksplisit juga telah dicantumkan dalam Undang-Undang Dasar
Republik Indonesia Serikat dan undang-Undang Dasar Sementara
1950. Kedua konstitusi tersebut mencantumkan secara rinci ketentuanketentuan mengenai hak asasi manusia. Dalam sidang konstituante
upaya untuk merumuskan naskah tentang hak asasi manusia juga telah
dilakukan.
E. Dengan tekad melaksanakan Unddang-Undang Dasar 1945 secara
murni dan konsekuen, maka pada sidang umum MPRS tahun 1966
telah ditetapkan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia Sementara Nomor XIV/MPRS/1966 tentang Pembentukan
Panitia Ad hoc untuk menyiapkan Piagam Hak Asasi Manusia dan
Hak-Hak serta Kewajiban Warga Negara. Berdasarkan Keputusan
Pimpinan MPRS tanggal 6 Maret 1967 Nomor 24/B/1967, hasil kerja
Panitia ad hoc diterima untuk dibahas pada persidangan berikutnya.
Namun pada Sidang Umum MPRS tahun 1968 Rancangan Piagam
tersebut tidak dibahas karena sidang lebih mengutamakan masalah
mendesak yang berkaitan dengan rehabilitasi dan konsolidasi nasional
sete;ah terjadi tragedi nasional berupa pemberontakan G-30-S/PKI
pada tahun 1965, dan menata kembali kehidupan nasional berdasarkan
pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
F. Terbentuknya Komisi Nasional Hak Asasi Manusia berdasarkan
Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993, yang mendapat tanggapan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
positif masyarakat menunjukkan besarnya perhatian bangsa Indonesia
untuk segera merumuskan hak asasi manusia menurut sudut pandang
Indonesia.
G. Kemajuan mengenai perumusan tentang hak asasi manusia tercapai
ketika Sidang Umum Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia tahun 1998 telah tercantum dalam Garis-Garis Besar Haluan
Negara secara lebih rinci.
2. Pendekatan dan Substansi
Perumusan substansi hak asasi manusia menggunakan pendekatan
normatif, empirik, deskriptif, dan analitik sebagai berikut:
A. Hak asasi manusia adalah hak dasar yang melekat pada diri manusia
yang sifatnya kodrati dan universal sebagai karunia Tuhan Yang Maha
Esa dan berfungsi untuk menjamin kelangsungan hidup, kemerdekaan,
perkembangan manusia dan masyarakat, yang tidak boleh diabaikan,
dirampas, atau diganggu- gugat oleh siapapun
B. Masyarakat Indonesia yang berkembang sejak masih sangat sederhana
sampai modern, pada dasarnya merupakan masyarakat kekeluargaan.
Masyarakat kekeluargaan telah mengenal pranata sosial yang
menyangkut hak dan kewajiban warga masyarakat yang terdiri atas
pranata religius yang mengakui bahwa manusia adalah ciptaan Tuhan
Yang Maha Esa dengan segala hak dan kewajibannya; Pranata
keluarga sebagai wadah manusia hidup bersama untuk
mengembangkan
keturunan
dalam
menjaga
kelangsungan
keberadaannya; pranata ekonomi yang merupakan upaya manusia
untuk meningkatkan kesejahteraan; pranata pendidikan dan pengajaran
untuk mengembangkan kecerdasan dan kepribadian manusia; pranata
informasi dan komunikasi untuk memperluas wawasan dan
keterbukaan; pranata hukum dan keadilan untuk menjamin ketertiban
dan kerukunan hidup; pranata keamanan untuk menjamin keselamatan
setiap manusia. Dengan demikian substansi hak asasi manusia meliputi
: hak untuk hidup; hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan; hak
mengembangkan diri; hak keadilan; hak kemerdekaan; hak
berkomunikasi; hak keamanan; dan hak kesejahteraan.
C. Bangsa Indonesia menyadari dan mengakui bahwa setiap individu
adalah bagian dari masyarakat dan sebaliknya masyarakat terdiri dari
individu-individu yang mempunyai hak asasi serta hidup di dalam
lingkungannya yang merupakan sumber daya bagi kehidupannya. Oleh
karena itu tiap individu disamping mempunyai hak asasi, juga
mengemban kewajiban dan tanggung jawab untuk menghormati hak
asasi individu lain, tata tertib masyarakat serta kelestarian fungsi,
perbaikan tatanan dan peningkatan mutu lingkungan hidup.
C. Pemahaman Hak Asasi Manusia bagi Bangsa Indonesia.
1. Hak asasi merupakan hak dasar seluruh umat manusia tanpa ada
perbedaan. Mengingat hak dasar merupakan anugerah dari Tuhan
Yang Maha Esa, maka pengertian hak asasi manusia adalah hak
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
sebagai anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa yang melekat pada diri
manusia, bersifat kodrati, universal dan abadi, berkaitan dengan harkat
dan martabat manusia.
2. Setiap manusia diakui dan dihormati mempunyai hak asasi yang sama
tanpa membedakan jenis kelamin, warna kulit, kebangsaan, agama,
usia, pandangan politik, status sosial, dam bahasa serta status lain.
Pengabaian atau perampasannya, mengakibatkan hilangnya harkat dan
martabat sebagai manusia, sehingga kurang dapat mengembangkan diri
dan perannanya secara utuh.
3. Bangsa Indonesia menyadari bahwa hak asasi manusia bersifat historis
dan dinamis yang pelaksanaanya berkembang dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
2.3 Pengertian dan Bentuk-Bentuk Hak Asasi Manusia di Indonesia
Di dalam undang-undang no 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
dituliskan bahwa Hak asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada
hakikat dan keberadaan manusia sebagai mahluk Tuhan Yang Maha Esa dan
merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi
oleh negara hukum, pemerintahan, dan setiap orang demi kehormatan serta
perlindungan harkat dan martabat manusia.
Menurut C.S.T kansil dalam bukunya Sekitar Hak Asasi Manusia Dewasa
Ini bahwa bentuk- bentuk hak asasi manusia dapat dibedakan menjadi: 51
1. Hak-hak asasi pribadi atau personal rights yang meliputi kebebasan
menyatakan pendapat, kebebasan memeluk agama, kebebasan
bergerak dan sebagainya.
2. Hak-hak asasi ekonomi atau property rights, yaitu hak untuk memiliki
sesuatu, membeli dan menjualnya serta memanfaatkannya.
3. Hak-hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum
dan pemerintahan atau yang biasa disebut Rights of legal equality
4. Hak-hak asasi politik atau political rights, yaitu hak untuk ikut serta
dalam pemerintahan, hak pilih (memilih dan dipilih dalam pemilihan
umum), hak mendirikan partai politik, dan sebagainya.
5. Hak-hak asasi sosial, dan kebudayaan atau social and cultural rights,
misalnya hak untuk memilih pendidikan, mengembangkan kebudayaan
dan sebagainya.
51
C.S.T. Kansil,Sekitar Hak Asasi Manusia Dewasa Ini, (Jakarta, Karya Unipress, 2003), hal 13
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
6. Hak-hak asasi untuk mendapatkan perlakuan atau tata cara peradilan
dan perlindungan atau procedural rights, misalnya peraturan dalam hal
penangkapan, penggeledahan, peradilan dan sebagainya.
Pengaturan bentuk-bentuk hak asasi manusia menurut Ketetapan MPR
No.XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia dalam naskah Piagam Hak Asasi
Manusia menjelaskan bahwa Hak-Hak Asasi terdiri dari: 52
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Hak untuk hidup
Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan
Hak mengembangkan diri
Hak keadilan
Hak kemerdekaan
Hak atas kebebasan informasi
Hak keamanan
Di dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
pengaturan hak- hak yang diatur dalam Ketetapan MPR No.XVII/MPR/1998
tentang Hak Asasi Manusia telah mengalami perubahan, adapun perubahan
bentuk-bentuk hak-hak asasi manusia tersebut adalah:
1. Hak untuk Hidup (pasal 9)
2. Hak berkeluarga dan Melanjutkan Keturunan (pasal 10)
3. Hak Mengembangkan Diri (pasal 11-16)
4. Hak Memperoleh Keadilan (pasal 17-19)
5. Hak atas Kebebasan Pribadi (pasal 20-27)
6. Hak atas Rasa Aman (pasal 28-35)
7. Hak atas Kesejahteraan (pasal 36-42)
8. Hak turut serta dalam Pemerintahan (pasal 43-44)
9. Hak Wanita (pasal 45-51)
10. Hak Anak (pasal 52-66).
52
Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
C. Tinjauan Tentang Negara Hukum.
Sebelum meninjau tentang negara hukum, perlu dibahas secara ringkas
mengenai Negara. mempelajari apa yang dimaksud dengan negara, sifat-sifat
negara, dan apa yang menjadi tujuan dan fungsi negara.
1. Pengertian Negara.
Dalam buku Dasar-Dasar Ilmu Politik yang ditulis oleh Miriam Budiarjo
mengutip beberapa pendapat para sarjana yaitu: 53
1. Roger H. Soltau :Negara adalah alat (agency) atau wewenang
(authority) yang mengatur dan mengendalikan persoalan-persoalan
bersama, atas nama masyarakat
2. Harold J. Laski :Negara
adalah
suatu
masyarakat
yang
diintegerasikan karena mempunyai wewenang yang bersifat memaksa
secara sah lebih agung daripada individu atau kelompok yang
merupakan bagian dari masyarakat itu. Masyarakat adalah sekelompok
manusia yang hidup dan bekerjasama untuk mencapai terkabulnya
keinginan-keinginan mereka bersama. Masyarakat merupakan negara
kalau cara hidup yang harus ditaati baik oleh individu maupun oleh
asosiasi-asosiasi ditentukan oleh suatu wewenang yang bersifat
memaksa dan mengikat.
3. Max Weber
:Negara adalah suatu masyarakat yang mempunyai
monopoli dalam penggunaan kekerasan fisik secara sah dalam suatu
wilayah.
Jadi dari tiga pendapat di atas dapatlah dikatakan bahwa negara adalah
suatu alat yang mempunyai daerah teritorial yang dapat memerintah dan
menuntut masyarakatnya untuk patuh terhadap penguasa atas dasar
wewenang yang sah.
2. Sifat-sifat Negara
Negara mempunyai sifat-sifat khusus atas dasar wewenang yang diberikan
oleh masyarakat. Sifat-sifat khusus itu adalah sifat memaksa, sifat
53
Miriam budiarjo, opcit, hal 39-40
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
monopoli, dan sifat mencakup semua. Sifat-sifat inilah yang membedakan
negara dengan asosiasi atau organisasi lainnya.
1. Sifat memaksa, negara bertujuan mewujudkan rasa aman, dan
mencegah timbulnya anarki dalam masyarakat. Oleh karena itu, negara
membuat peraturan agar ditaati, dalam penegakan peraturan tersebut
pemerintah melalui polisi, tentara, dan lembaga lainnya memiliki sifat
memaksa yaitu dapat menggunakan kekerasan fisik secara legal.
2. Sifat monopoli, negara mempunyai monopoli dalam menetapkan
tujuan bersama dari masyarakat. Dalam rangka ini negara dapat
menyatakan
bahwa
suatu
aliran
politik
dilarang
hidup
dan
disebarluaskan, oleh karena dianggap bertentangan dengan tujuan
masyarakat.
3. Sifat mencakup semua, negara dalam membuat peraturan perundangundangan memberlakukan untuk semua orang terkecuali. Keadaan
demikian memang perlu, sebab kalau seseorang maupun kelompok
dibiarkan berada di luar ruang lingkup aktivitas negara, maka usaha
negara ke arah tercapainya masyarakat yang dicita-citakan akan gagal.
3. Tujuan dan Fungsi Negara
Negara dibentuk oleh masyarakat dan bekerjasama untuk mencapai tujuan
bersama. Sehingga dapat dikatakan bahwa tujuan akhir setiap negara adalah
mewujudkan kebahagiaan sebesar-besarnya bagi rakyatnya.
Tujuan negara pada umumnya dapat dilihat dari dua segi, yaitu : (1) tujuan
negara dihubungkan dengan tujuan terakhir dari hidup manusia, yang sebetulnya
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
bukan bidang kenegaraan melainkan bidang eschatologie yaitu menyangkut hari
kiamat (2) tujuan negara yang dihubungkan dengan kebutuhan kelompok
masyarakat secara empiris pada saat tertentu .
Dari peninjauan secara empiris tentang tujuan negara dapat ditinjau
beberapa teori, yaitu teori Shang Yang, tujuan negara adalah kekuasaan demi
kekuasaan , suatu negara kekuasaan, negara sebagai pusat dari segala kekuasaan.
Menurut teori Nicollo Machevelli bahwa tujuan negara adalah kemakmuran dan
persamaan. Menurut teori Imannuel Kant, tujuan negara adalah menegakkan hak
dan kebebasan warga negaranya, yang berarti bahwa negara harus menjamin
kedudukan hukum individu dalam negara itu.
Untuk mencapai tujuan negara maka negara harus mempunyai fungsifungsi. Menurut Miriam Budiarjo fungsi-fungsi mutlak yang dimiliki suatu negara
adalah: 54
1. Melaksanakan penertiban; untuk mencapai tujuan bersama dan
mencegah bentrokan-bentrokan dalam masyarakat, maka negara harus
melakukan penertiban. Dapat dikatakan bahwa negara sebagai
stabilisator.
2. Mengusahakan kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Dewasa ini
fungsi ini dianggap sangat penting, terutama bagi negara-negara baru.
3. Pertahanan; hal ini diperlukan untuk menjaga kemungkinan serangan
dari luar. Untuk ini negara dilengkapi dengan alat-alat pertahanan.
4. Menegakkan keadilan; hal ini dilaksanakan melalui badan-badan
pengadilan.
Adapun ajaran yang lain mengenai fungsi negara ialah menurut montesquieu yaitu
negara bertugas
Fungsi
54
sebagai (1) Fungsi Legislatif; membuat undang-undang, (2)
Eksekutif;
melaksanakan
undang-undang,
(3)
Fungsi
Yudikatif;
Ibid, hal 26
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
mengawasi agar peraturan ditaati. Pelaksanaan tugas ini menurut Van Volen
Hoven masih belum lengkap maka ia mengajukan empat fungsi negara, yaitu:
1. Fungsi Regeling ( fungsi perundang-undangan)
2.
Fungsi Bestuur ( fungsi pemerintahan)
3. Fungsi Rechtspraak ( fungsi kehakiman)
4. Fungsi Politie ( fungsi kepolisian)
Meninjau sifat, dan fungsi negara di atas telah tercerminkan bahwa negara
membutuhkan hukum sebagai dasar pelaksanaan sifat, dan fungsi negara untuk
mencapai tujuan negara. Menurut Plato, yang dikutip oleh Nukhtoh Arfawie
Kurde bahwa penyelenggaraan pemerintahan yang baik adalah yang diatur oleh
hukum. 55 Dan menurut Aristoteles yang dikutip oleh Nukhtoh Arfawie Kurde
menyatakan suatu negara yang baik adalah negara yang diperintah dengan
konstitusi dan berkedaulatan hukum. 56 Bagi, Aristoteles yang memerintah dalam
negara bukanlah manusia melainkan pikiran yang adil, dan kesusilaan yang
menetukan baik-buruknya suatu hukum, sedangkan penguasa sebenarnya hanya
pemegang hukum dan keseimbangan saja . Pendapat inilah yang pertama sekali
memperkenalkan negara hukum dan ajaran inilah yang sampai sekarang menjiwai
negarawan untuk menciptakan suatu negara hukum.
Aristoteles berpendapat bahwa pengertian Negara Hukum itu timbul dari
polis yang mempunyai wilayah negara kecil, seperti kota dan berpenduduk
sedikit, tidak seperti negara sekarang ini yang mempunyai wilayah yang luas dan
berpenduduk banyak. Dalam polis itu segala urusan negara dilakukan dengan
55
56
Nuktoh Arfawie Kurde, op cit, hal 14
Ibid, hal 14
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
musyawarah, di mana seluruh warga negaranya ikut serta dalam penyelenggaraan
negara. 57
Lebih lanjut Aristoteles mengatakan, aturan konstitutional dalam negara
berkaitan secara erat, juga dengan pertanyaan kembali apakah lebih baik diatur
oleh manusia atau hukum, selama suatu pemerintahan menurut hukum, oleh sebab
itu supremasi hukum adalah sebagai tanda negara yang baik dan bukan sematamata sebagai keperluan yang tidak layak.
Dalam
perkembangannya,
perumusan
negara
hukum
selanjutnya
dikenalkan oleh Imanuel Kant, sejalan dengan lahirnya faham liberalisme yang
menentang kekuasaan absolut dari para raja. Imanuel kant memberikan gambaran
tentang negara hukum berfungsi sebagai penjaga malam, artinya tugas negara
hanya menjaga hak-hak rakyat jangan diganggu atau dilanggar, mengenai
kemakmuran rakyat negara tidak boleh ikut campur tangan, negara hanya sebagai
nachtwachters staat. 58
Dalam pandangan Imanuel Kant negara tidak mungkin ikut campur tangan
dalam urusan individu warganya. Akan tetapi tuntutan perkembangan masyarakat
menghendaki paham liberalisme itu tidak bisa dipertahankan lagi, sehingga negara
terpaksa harus ikut campur tangan dalam urusan kepentingan rakyat. Hanya saja
campur tangan itu masih menurut hukum-hukum yang sudah ditentukan, sehingga
lahirlah negara hukum formil. Dari pandangan ini, terlihatlah jelas bahwa negara
hukum yang dikhendaki adalah sebuah negara yang memiliki unsur-unsur: (1)
perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia, (2) pemisahan kekuasaan.
57
58
Ibid, hal 16
Ibid, hal 17
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Pada negara hukum formil sebagaimana dikemukakan oleh F.J. stahl yang
dikutip oleh Nukhtoh Arfawie Kurde unsur-unsurnya bertambah menjadi empat,
yaitu: 59
1. Perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia
2. Pemisahan kekuasaan
3. Setiap tindakan pemerintah harus berdasarkan peraturan perundangundangan
4. Adanya peradilan administrasi negara yang berdiri sendiri
Kedua unsur terdahulu tidak boleh dipisahkan satu sama lain, karena keduaduanya mempunyai hubungan yang erat. Pemisahan kekuasaan itu justru diadakan
untuk melindungi hak-hak asasi manusia. 60 Konsep negara hukum di atas
berkembang di Eropa (kontinental) sedangkan Di Inggris serta negara-negara
Anglo Saxon lainnya berkembang pengertian Rule of Law.
Di Inggris ide negara hukum sudah terlihat dalam pikiran John Locke,
yang membagi kekuasaan dalam negara ke dalam tiga kekuasaan, antara lain
membedakan antara penguasa pembentuk undang-undang dan pelaksana undangundang, dan berkait erat dengan konsep rule of law yang berkembang di inggris
pada waktu itu. Di Inggris rule of law dikaitkan dengan tugas-tugas hakim dalam
rangka menegakkan rule of law.
A.V. Dicey salah seorang pemikir Inggris yang mengemukakan tiga unsur
utama negara hukum yang dikutip oleh Nukhtoh Arfawie Kurde , yaitu: 61
1. Supremacy of law, artinya bahwa yang mempunyai kekuasaan tertinggi
di dalam negara hukum (kedaulatan hukum).
59
Ibid, hal 18
Moh. Kusnardi,Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, ( Jakarta: Pusat studi hukum tata
negara UI, 1976), hal 76
61
Nukhtoh Arfawie Kurde, op cit, hal 18-19
60
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2. Equality Before the Law, artinya persamaan dalam kedudukan hukum
bagi semua warga negara, baik selaku pribadi maupun dalam
kualifikasinya sebagai pejabat negara.
3. Constitution Based on Individual Rights, artinya konstitusi itu bukan
merupakan sumber dari hak-hak asasi manusia dan jika hak-hak asasi
manusia itu diletakkan dalam konstitusi itu hanya sebagai penegasan
bahwa hak-hak asasi itu harus dilindungi.
Dari rumusan di atas, tercermin adanya pengakuan kedaulatan hukum atau
supremasi dari hukum untuk membatasi kekuasaan-kekuasaan penguasa. Dengan
demikian, maka tujuan dari rule of law pada hakekatnya ialah melindungi individu
terhadap pemerintahan yang sewenang-wenang.
Dari konsep negara hukum di atas yaitu rechtstaat dan rule of law dapat
kita identifikasi perbedaan dan persamaan antara keduanya. Kedua konsep
tersebut sama-sama menekankan perlindungan hak-hak asasi manusia. Untuk
mencapai itu perlu dilakukan pembatasan ataupun pemisahan kekuasaan karena
dengan itu dapat diminimalkan sekaligus mencegah pelanggaran hak-hak asasi
manusia. Sedangkan perbedaannya terletak dalam lembaga peradilannya.
Keduanya menawarkan lingkungan yang berbeda: pada konsep rechtstaat terdapat
lembaga peradilan admionistrasi yang merupakan peradilan yang berdiri sendiri,
tetapi dalam konsep the rule of the law tidak terdapat peradilan administrasi
sebagai lingkungan yang berdiri sendiri karena menganggap sama kedudukannya
di depan hukum sehingga bagi warga negara maupun pemerintah harus disediakan
peradilan yang sama.
Pada abad ke XX telah muncul istilah welfare state sebagai reaksi atas
konsep negara hukum di atas. Lahirnya konsep negara hukum (rechtstaat) yang
begitu revolusioner menentang absolutisme telah melahirkan pemisahan
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
kekuasaan yang meletakkan pemerintah pada posisi di bawah parlemen. Baik
rechtstaat maupun rule of law yang lahir pada abad ke XIX dan yang menitik
beratkan individualisme telah menjadikan pemerintah sebagai penjaga malam
(nachwachterstaat) yang lingkup tugasnya sangat sempit, terbatas pada
pelaksanaan keputusan-keputusan parlemen yang dituangkan dalam undangundang. Di dalam konsep negara hukum abad XIX itu pemerintah dituntut pasif
dalam arti hanya menjadi wasit atau pelaksana berbagai keinginan takyat yang
dituangkan dalam undang-undang oleh parlemen. Kekuasaan pemerintah dibatasi
secara ketat agar tidak terjerumus pada pola absolutisme seperti sebelum lahirnya
konsep negara hukum. Pembatasan itu dituangkan di dalam konstitusi sehingga
paham negara hukum berkait erat dengan konstitusionalisme. Konstitusionalisme
menurut Carl J. Friedrich yang dikutip oleh Moh. Mahfud MD dalam bukunya
Hukum dan pilar-pilar demokrasi, 62 merupakan gagasan bahwa pemerintah
merupakan suatu kumpulan aktivita yang diselenggarakan atas nama rakyat, tetapi
yang tunduk kepada beberapa pembatasan yang memberi jaminan bahwa
kekuasaan tidak dapat disalahgunakan oleh mereka yang mendapat tugas
memerintah. Konsep negara demikianlah yang disebut negara hukum formal.
Setelah perang dunia I, konsep negara hukum formal mulai mendapat
gugatan karena ternyata telah menimbulkan kesenjangan sosial dan ekonomi di
tengah-tengah masyarakat. Individualisme liberal yang mendasari konsep tersebut
telah menyebabkan dominannya para pemilik modal dalam lembaga perwakilan
rakyat karena dengan kekayaan yang dimiliki mereka dapat merekayasa pemilu
62
Moh. Mahfud MD, Hukum dan Pilar-Pilar Demokrasi, (Yogyakarta, Gama Media, 1999), hal
129
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
untuk mengisi parlemen sehingga wakil-wakil yang terpilih adalah dari kalangan
mereka.
Menurut Soekarno dalam bukunya Dibawah Bendera Revolusi 63djilid
pertama cetakan ketiga, yaitu:
para pemilik modal muncul karena mereka mempunyai perusahaan-perusahaan,
mereka punya perniagaan, punya pertukangan. Untuk suburnya dan selamatnya
mereka punya perusahaan, perniagaan, dan pertukangan itu, perlulah mereka
mendapat kekuasaan. Mereka sendirilah yang lebih tahu mana undang-undang,
mana aturan-aturan, mana tjara pemerintahan, jang paling baik buat kepentingan
mereka,dan bukan kaum radja, bukan kaum ningrat, bukan kaum penghulu agama.
Selanjutnya soekarno menjelaskan bagaimana cara kaum pemilik modal masuk
dalam parlemen. 64
Kekuasaan yang masih ada di tangan raja, dibentengi oleh kaum ninggrat dan
kaum penghulu agama. “Welnu” kata kaum burdjuis, “kekuasaan itu harus
direbut!” tetapi buat merebut, orang harus mempunyai kekuatan! Padahal kaum
burdjuis belum mempunyai kekuatan itu! “nah” kata kaum burjuis sekali lagi,
“kita memakai kekuatan rakyat-djelata!” dan begitulah maka rakyat-djelata itu
oleh kaum burdjuis lalu diajak bergerak, diabui matanya, bahwa pergerakannya
itu ialah untuk mendatangkan “kemerdekaan, persamaan, dan persaudaraan”!
“Liberte, Fraternite, Egalite” adalah semboyannya pergerakan burdjois memakai
tenaga rakyat itu.
Rakyat menurut, ja, rakyat berkelahi mati-matian! Apakah sebabnya rakyat mau
diajak bergerak? Sebabnya ialah bahwa nasibnya rakyat di bawah pemerintahan
otokrasi itu adalah nasib jang sengsara sekali, dan bahwa rakyat itu masih kurang
sadar jang ia hanya mendjadi perkakas burdjuis sahadja.
Pergerakan menang! Radja runtuh, kaum ningrat runtuh, kaum penghulu agama
runtuh, pendek kata: otokrasi runtuh, diganti dengan cara pemerintahan baru yang
dinamakan “demokrasi”. Di negeri diadakan parlemen, dan “rakyat boleh
mengirim utusan ke-parlemen itu”. Tjara pemerintahan inilah jang kini dipakai
oleh semua negeri di Eropah Barat dan Amerika.
Parlemen yang didominasi oleh kaum pemilik modal ini kemudian
membuat produk hukum yang menguntungkan kaum kapitalis sehingga
63
64
Sukarno, Dibawah Bendera Revolusi, (Jakarta: Dibawah Bendera Revolusi, 1964), hal 171
Ibid, hal 172
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
eksploitasi dari kaum kaya kepada kaum tak punya menjadi mempunyai landasan
hukum. Menghadapi kenyataan ini maka pemerintah tidak dapat berbuat apa-apa,
karena menurut prinsip negara hukum formal pemerintah hanya bertugas
menjalankan keputusan-keputusan oleh parlemen tanpa boleh campur tangan
terhadap apa yang dilakukan masyarakat sejauh tidak bertentangan dengan
undang-undang.
Kenyataan ini menjadi pendorong ketidakpuasan sehingga muncullah
gagasan negara hukum material (welfare state). Gagasan ini juga didorong seperti
ekses-ekses industrialisasi dan sistem kapitalis, tersebarnya paham sosialisme
yang menginginkan pembagian kekayaan secara merata serta kemengan beberapa
partai sosialis di eropa. 65 Gagasan ini mendorong pemerintah agar aktif dan
bertanggung jawab atas kesejahteraan masyarakatnya sehingga harus ikut campur
tangan dalam kegiatan masyarakat.
Menurut gagasan ini, cakupan perlindungan hak asasi semakin diperluas.
Karena, dalam paham ini perlindungan juga diberikan sampai kepada hak-hak
sosial dan ekonomi. Untuk itu pemerintah diberikan kewenangan yang lebih luas
dengan freises ermessen, yakni kewenangan untuk turut campur dalam berbagai
kegiatan masyarakat dengan cara-cara pengaturan, penetapan, dan materiile
daad. 66
65
66
Moh. Mahfud MD, op cit, Hal 130
Ibid
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Download