TSUNAMI Karakteristik Tsunami berasal dari bahasa Jepang yaitu dari kata tsu dan nami. Tsu berarti pelabuhan dan nami berarti gelombang. Istilah tersebut kemudian dipakai oleh masyarakat untuk menunjukkan adanya gelombang laut besar yang disebabkan oleh gempa bumi. Lebih tepatnya, tsunami diartikan sebagai gelombang laut yang terjadi secara mendadak yang disebabkan karena terganggunya kestabilan air laut yang diakibatkan oleh gempa bumi tektonik. Gb 2.5. Mekanisme Tsunami Tsunami dapat dibangkitkan oleh berbagai gangguan yang terjadi di dasar laut secara tiba-tiba, diantaranya adalah gempa bumi tektonik, aktivitas gunung api bawah laut, runtuhan dekat pantai, ledakan nuklir dibawah laut dan akibat kejatuhan meteor. Dari berbagai penyebab tsunami diatas, gempa bumi tektonik merupakan pembangkit utama gelombang tsunami. Karakteristik gelombang tsunami meliputi energi, magnitudo, kedalaman pusat gempa, mekanisme fokus dan luas rupture area. Secara singkat tsunami dapat dideskripsikan sebagai gelombang laut dengan perioda panjang yang ditimbulkan oleh suatu gangguan impulsif yang terjadi pada medium laut. Perioda gelombang tsunami berkisar antara 10-60 menit. Gelombang tsunami yang ditimbulkan oleh gaya impulsif ini bersifat transien atau gelombang yang bersifat sesaat. Gelombang semacam ini berbeda dengan gelombang-gelombang laut lainnya yang lebih bersifat kontinyu, seperti gelombang permukaan yang ditimbulkan oleh gaya seret angin atau gelombang pasut yang ditimbulkan oleh gaya tarik benda angkasa. Selain bersifat transien, gelombang tsunami juga bersifat dispersive. Artinya, periodanya berubah terhadap jarak sumber gangguan impulsif. Gempa bumi yang dapat menyebabkan terjadinya tsunami mempunyai persyaratan karakteristik, yaitu : 1. Magnitude gempanya (M) ≥ 7.0 SR. 2. Kedalaman gempanya (h) dangkal ≤ 60 km. 3. Pusat gempa (episenter) berada di dasar laut. 4. Jenis patahannya adalah normal fault atau thrust fault. Karakteristik Tsunami, antara lain : Tinggi gelombang tsunami di tengah lautan mencapai lebih kurang 5 meter. Serentak sampai pantai tinggi gelombang ini dapat mencapai 30 meter. Panjang gelombang tsunami (50-200 km) jauh lebih besar dari pada gelombang pasang laut (50-150 m). Panjang gelombang tsunami ditentukan oleh kekuatan gempa, sebagai contoh gempabumi tsunami dengan kekuatan magnitude 7-9 panjang gelombang tsunami berkisar 20-50 km dengan tinggi gelombang 2 m dari permukaan laut. Periode waktu gelombang tsunami yang berkekuatan tinggi hanya berperiode durasi gelombang sekitar 10-60 menit, sedangkan gelombang pasang bisa berlangsung lebih lama 12-24 jam. Cepat rambat gelombang tsunami sangat tergantung pada kedalaman laut, bila kedalaman laut perempatnya. berkurang setengahnya, maka kecepatan berkurang tiga Hubungan Kecepatan Tsunami dengan Kedalaman Laut Apabila sebagian besar laut naik turun secara mendadak, maka air di atasnya akan mengalami gangguan berupa suatu gelombang yang menyebar ke segala arah. Kecepatan gelombang ini tergantung dari kedalaman laut dan percepatan gravitasi bumi. Rumus sederhana dari kecepatan gelombang tsunami adalah : v g.h .......................... (2.1) Dimana: v : Kecepatan gelombang tsunami h : Kedalaman pusat gempa Ditengah lautan dimana kedalaman laut cukup besar, maka kecepatan gelombang juga besar, demikian pula periode gelombang, sedangkan amplitudonya kecil dan panjang gelombangnya bisa mencapai puluhan kilometer. Jika gelombang mendekati pantai dimana kedalaman laut berkurang, kecepatan gelombangnya pun semakin kecil, tetapi diimbangi dengan berkurangnya periode gelombang dan bertambahnya amplitudo (tinggi gelombang), sesuai dengan hukum Kekekalan Energi. Patahan Naik dan Patahan Turun di Dasar Laut Patahan Naik di Dasar Laut Apabila Tsunami disebabkan oleh patahan naik maka permukaan air di atas episenter tiba-tiba terangkat ke atas dan menjalar ke seluruh arah penjalaran, seperti pada gambar 2.6 Gambar 2.6. Mekanisme terjadinya Tsunami dengan patahan naik Patahan Turun di Dasar Laut Apabila penyebab Tsunami adalah patahan normal (turun) maka permukaan air di atas episenter turun sesuai dengan ketinggian perubahan dasar laut. Kemudian kembali untuk mencapai keseimbangan. Dari sini maka terjadi tumbukan partikel air yang menimbulkan energi yang cukup besar untuk mendorong permukaan air ke segala arah dan lebih cepat dari biasanya, seperti pada gambar 2.7 Gambar 2.7. Mekanisme terjadinya Tsunami dengan patahan turun Magnitude Tsunami Konsep magnitude tsunami sebagai skala kekuatan relatif dari tsunami dikemukakan pertama kali oleh ilmuwan Jepang, yang bernama Imamura (1949). Untuk menentukan besarnya magnitude tsunami menggunakan Skala Imamura, yang diambil dari nama peneliti kali pertama magnitude tsunami. Iida (1970) berdasarkan penelitian yang lebih dahulu dilakukan Imamura, mendefinisikan magnitude tsunami yang referensinya untuk tsunami di Jepang sebagai: m = 2 log η ma x ......................... (2.2) dimana: m : magnitude tsunami (Imamura) η m a x : tinggi run -up tsunami (m) Iida-Imamura (1956) mengestimasikan tingkat skala tsunami berdasarkan tinggi maksimum run-up tsunami di Jepang, sebagai berikut: Tabel 2.1 Skala Magnitude Tsunami Skala Signifi kasi Keterangan -1 ηma x < ½ m Tsunami kecil 0 η m a x = 1m Tidak ada kerusakan 1 ηma x = 2 m Rumah rusak sepanj ang pantai, kapal terangkat 2 η m a x = 4-6 m Beberapa rumah hancur, ada korban j iwa 3 η m a x =10-20 m Area pantai sepanj ang 400 km rusak 4 η m a x > 50 m Lebih dari 500 km sepanj ang pantai rusak Iida (1963) mempelajari sekitar seratus gempa bumi pembangkit tsunami yang terjadi di Jepang dari tahun 1700 sampai 1960. Tujuan Iida tersebut adalah untuk menyelidiki hubungan antara magnitude tsunami (m) dengan kedalaman air laut (H) pada episenter dan jarak antara episenter ke tempat observasi magnitude (∆). Secara matematis dapat ditunjukkan dalam persamaan : m = a + b log S……………………..(2.3) dimana: m : Magnitude tsunami (Imamura) S : Slope dasar laut ( H / ∆) a, b : konstanta Faktor yang mempengaruhi tinggi tsunami: 1. Bentuk pantai Refraksi adalah transformasi gelombang akibat adanya perubahan geometri dasar laut. Di tempat di mana terjadi penyempitan maka akan terjadi konsentrasi energi, sehingga tinggi gelombang di tempat itu akan membesar. 2. Kelandaian pantai Jarak jangkauan tsunami ke daratan juga sangat ditentukan oleh terjal dan landainya morfologi pantai, di mana pada pantai terjal tsunami tak akan terlalu jauh mencapai daratan karena tertahan dan dipantulkan kembali oleh tebing pantai, sementara di pantai landai tsunami menerjang sampai beberapa kilometer masuk ke daratan. Bila tsunami menjalar ke pantai maka ia akan mengalami perubahan kecepatan, tinggi dan arah, suatu proses yang sangat kompleks meliputi shoaling , refraksi, difraksi, dan lain-lain. Shoaling adalah proses pembesaran tinggi gelombang karena pendangkalan dasar laut. Gempa bumi biasanya terjadi di dekat pertemuan lempeng benua dan samudera di laut dalam, lalu menjalar ke pantai yang lebih dangkal. Aliran ini akan teramplifikasi ketika mendekati daratan akibat efek shoaling. 3. Vegetasi dan struktur penghalang di sekitar pantai Kekuatan hutan pantai meredam tsunami makin terbukti jika hutan semakin tebal, misalnya hutan dengan lebar 400 meter dihantam tsunami dengan ketinggian tiga meter maka jangkauan run up tinggal 57 persen, tinggi genangan setelah melewati hutan pantai tersisa 18 persen, arus tinggal 24 persen. Difraksi adalah transformasi gelombang akibat ada tidaknya bangunan atau struktur penghalang. Ini terjadi bila gelombang terintangi sehingga dipantulkan kembali. Suatu bangunan tegak dan padat akan lebih mampu memecah daripada yang miring dan tembus air. Pembangunan tembok laut (breakwater) seperti di Jepang, memang efektif menghalangi terjangan tsunami. 4. Arah gelombang tsunami Gelombang tsunami yang datang dengan arah tegak lurus dengan pantai tentu akan menyebabkan tinggi gelombang tsunami lebih tinggi jika dibandingkan tinggi gelombang tsunami yang datang dengan arah sejajar atau dengan sudut tertentu. Seperti datang dari arah barat, timur, barat daya ataupun dari arah tenggara. 5. Efek pemantulan dari pulau lain Gelombang tsunami yang terjadi tidak langsung berasal dari sumbernya, akan tetapi terjadi karena akibat adanya pemantulan gelombang dari sekitar pulau yang terkena dampak gelombang tsunami. Hal ini pernah terjadi di pulau Babi, yang mana pulau tersebut diterjang gelombang tsunami akibat dari pemantulan dari pulau disekitar pulau Babi.