TADBIR: Jurnal Manajemen Dakwah Alamat OJS: http://journal.stainkudus.ac.id/index.php/tadbir Email: [email protected] MENGEMBANGKAN DAKWAH HUMANIS MELALUI PENGUATAN MANAJEMEN ORGANISASI DAKWAH Fatma Laili Khoirun Nida STAIN Kudus, Jawa Tengah Indonesia [email protected] Abstrak Islam sebagai agama dakwah terus dihadapkan pada beragam tantangan dalam dinamika perkembangan aktifitas dakwahnya. Salah satu tantangan terbesar dalam dakwah islam adalah ketika harus dihadapkan pada fenomena masyarakat yang memiliki keragaman dalam budaya maupun agama. Sikap intoleran dan radikal yang dimiliki pelaku dakwah di tengah kelompok masyarakat yang multicultural akan memicu munculnya disintegrasi baik dalam kehidupan social maupun kehidupan beragama. Lebih jauh kondisi tersebut akan menciptakan fitnah bagi Islam yang pada dasarnya sebagai agama yang humanis. Eksistensi organisasi dakwah sebagai wadah yang mampu melakukan pengawasan terhadap dinamika dakwah sangat dibutuhkan. Kekuatan peran organisasi dakwah dalam mewujudkan dakwah yang humanis akan bertumpu pada kemampuan organisasi dakwah dalam melakukan kegiatan manajerial dari organsiasi dakwah tersebut yang meliputi; planning,organizing, actualizing dan controlling. Desain yang ideal bagi manajmen organsasi dakwah dalam menciptakan dakwah yang humanis dapat mengadopsi prinsipprinsip yang terdapat dalam pendekatan dakwah anatar budaya dimana pendekatan tersebut mampu menonjolkan kekuatan nilaiTADBIR Vol. 1, No. 2, Desember 2016 119 Fatma Laili Khoirun Nida nilai islam sebagai agama yang dekat dengan pesan kedamaian, kesetaraan, kasih sayang, dan keadilan. Kata Kunci: Dakwah Humanis, Manajemen, Organisasi Dakwah A. Pendahuluan Pada dasarnya, berdakwah merupakan salah satu kewajiban yang diembankan Allah pada setiap umat-Nya. Kewajiban dakwah di sini dimaknai berdasarkan terminologi dakwah itu sendiri yakni sebagai kegiatan untuk menyeru pada yang baik dan mengajak untuk menjauhi kemunkaran. Hal ini telah ditegaskan dalam firman Allah: “Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan ummat yang menyeru pada kebajikan, menyuruh pada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar. Merekalah orang-orang yang beruntung” (Qs. Ali Imran; 104). Kesadaran akan sebagian masyarakat tentang keutamaan berdakwah beriringan dengan geliat dinamika kegiatan dakwah yang telah merambah pada media teknologi informasi (IT) saat ini. Sebenarnya kondisi ini menjadi fenomena yang patut disikapi secara positif bila masyarakat mampu mengkonsumsinya secara efektif dan bertanggung jawab. Keberadaan media dakwah dengan pemanfaatan teknologi informasi sebenarnya merupakan keberhasilan yang patut diakui oleh masyarakat sebagai inovasi dalam dakwah itu sendiri. Performansi dakwah yang tadinya hanya dapat dinikmati melalui kegiatan di mimbar dan majlis taklim kini telah mampu diakses melalui media televisi, radio, maupun internet. Masyarakat dapat memenuhi kebutuhan akan kehidupan spiritualnya dengan hanya cukup mengaskes informasi agama di rumah masing-masing melalui radio, televisi bahkan smartphone saja. Tentu hal ini lebih efektif dan efisisen, asalkan pesan dakwah yang mereka terima dapat dipertanggung jawabkan keabsahan pesan yang terkandung dari perspektif sumber pesan itu sendiri yakni al-Qur’an dan hadis. 120 TADBIR Vol. 1, No. 2, Desember 2016 Mengembangkan Dakwah Humanis .... Kemudahan akses informasi dakwah melalui media tidak sedikit menuai fenomena bertebarannya pesan-pesan dakwah yang tidak bertanggung jawab yang identik dengan pesan-pesan yang bernuansa radikal. Fenomena radikalisme dalam dakwah ini tidak hanya bertebaran di media tekonologi, namun juga kerap dijumpai di beberapa individu maupun kelompok yang mengatasnamakan agama yang pada akhirnya menjadi fitnah bagi agama Islam itu sendiri. Radikalisme dalam dakwah terutama pada masyarakat yang multicultural tidak hanya mengancam keutuhan suatu bangsa, namun juga akan membawa dampak pada stabilitas kehidupan beragama baik antar pemeluk sesama agama itu sendiri terlebih dengan pemeluk agama lain. Pelaku dakwah radikal akan dengan mudah mendiskriditkan agama lain, ataupun pemahaman yang berbeda dalam satu agama yang sama dan hal tersebut akan menjadi pemicu perpecahan bahkan pertumpahan darah dengan mengatasnamakan agama dan keyakinan yang sesuai dengan persepsi mereka. Dan disitulah bermulanya aksi-aksi anarkis, agresif yang pada akhirnya berujung pada terorisme. Aksi-aksi yang bernuansa arogansi dan radikal dari kegiatan dakwah akan mampu dihalau dengan penguatan nilainilai humanis yang harus ditumbuh suburkan oleh pelaku dakwah dibawah naungan organisasi dakwah. Untuk itu dibutuhkan kontribusi yang sangat besar dari setiap elemen yang terlibat dalam suatu organsasi dakwah dalam segala aspek khususnya pada tataran manajemen dari organisasi dakwah itu sendiri. Hal itu menjadi pijakan pokok yang sangat menentukan bagaimana dinamika dakwah pada suatu kelompok masyarakat berlangsung. Keberhasilan pada tataran manajerial suatu organisasi dakwah inilah yang akan menjadi sumber lahirnya da’i-da’i yang kontributif bagi keberlangsungan dakwah yang humanis dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat sebagai mad’u. Eksistensi manajemen dalam organisasi dakwah yang berorientasi menuju terwujudnya iklim dakwah yang humanis akan sangat ditentukan oleh kualitas dan corak pendekatan yang TADBIR Vol. 1, No. 2, Desember 2016 121 Fatma Laili Khoirun Nida digunakan oleh pegiat dakwah sebagai acuan yang akan menjadi penentu keberhasilan dakwah mereka. Di sisni penulis mencoba mengangkat bagaimana kontribusi yang akan diperoleh oleh pelaku dakwah bila organisasi dakwah yang menaungi sepak terjang mereka berpijak pada desain manajemen organisasi dengan pendektaan yang menerapkan prinsip-prinsip yangterdapat dalam dakwah antar budaya Dipilihnya pendekatatan tersebut berdasarkan fenomena bahwa keberagaman budaya, suku, adat istiadat dan segala identitas yang menempel pada masyarakat dengan pola multikultural tentunya sangat rentan dengan kesenjangan dan gesekan yang dimungkinkan muncul sebagai dampak dari perbedaan yang menempel pada mereka. Tentunya dibutuhkan sikap yang bijak bagi da’i dan organisasi yang menaungi kiprah mereka sebagai upaya untuk menjaga stabilitas kehidupan beragama mad’u khususnya dan kehidupan berbangsa itu sendiri secara umum yang tetap berorientasi pada tercapainya tujuan dakwah dengan mengedepankan nuansa humanism dalam kegiatan dakwah itu sendiri. B. Pembahasan 1. Definisi Dakwah Humanis Memahami tentang konsep dakwah humanis, tentunya berangkat dari konsep dasar dakwah itu sendiri. Beberapa diantara pengertian dakwah itu sendiri penulis mengutip pendapat Latif yang mendefinisikan bahwa dakwah adalah setiap usaha aktifitas dengan lisan, tulisan, dan lainnya yang bersifat menyeru, mengajak, memanggil manusia untuk beriman dan mentaati Allah sesuai dengan garis-garis akidah dan syariat serta akhlaq Islamiyah. Demikian juga Helmy menambahkan bahwa dakwah adalah mengajak dan menggerakkan manusia agar mentaati ajaran-ajaran Allah (Islam) termasuk melakukan amar makruf nahi munkar untuk bisa memperoleh kebahagiaan dunia akhirat (dalam Aziz, 2009: 13) 122 TADBIR Vol. 1, No. 2, Desember 2016 Mengembangkan Dakwah Humanis .... Definisi di atas merupakan sebagian kecil dari definsidefinisi yang telah disepakati oleh para ahli yang bila disimpulkan bahwa dakwah merupakan proses peningkatan iman dalam diri manusia sesuai dengan syariat Islam. Proses menunjukkan kegiatan yang terus menerus, berkesinambungan dan bertahap. Peningkatan adalah perubahan kualitas yang positif dari buruk menjadi baik, atau darii baik menjadi lebih baik. Peningkatan iman termanifestasikan dalam peningkatan pemahaman, kesadaran dan perbuatan (Aziz, 2009: 13). Dari definisi di atas menjelaskan bahwa subtansi yang terpenting dalam dakwah adalah terletak pada kegiatan yang berorientasi pada perubahan. Perubahan perilaku yang diharapkan lahir sebagi dampak dari kegiatan dakwah itulah yang menjadi indicator keberhasilan dakwah itu sendiri. Keberhasilan dakwah tentunya tidak dapat dicapai tanpa adanya keterlibatan unsureunsur yang terdapat dalam kegiatan dakwah secara menyeluruh, baik dari kondisi dai (pelaku dakwah), mad’u sebagai masyarakat sasaran dakwah), isi pesan dakwah, metode, media dan segala elemen yang dimungkinkan menjadi factor yang berkontribusi pada keberhasilan dakwah itu sendiri. 2. Memahami Eksistensi Dakwah Humanis Islam sebagai agama yang diturunkan melalui Rasulullah saw. dengan proses yang panjang dan penuh dengan dinamika. Nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Islam itu sendiri telah memunculkan pesan sekaligus kesan bahwa Islam adalah agama dakwah yang bernuansa humanis, mengedepankan perdamaian, kesetaraan, keadilan dan kasih sayang. Bila dirunut berdasarkan perjalanan dari risalah dakwah yang diemban Rasulullah saw., dimana dikala itu Rasul dalam masa jahiliah yang penuh dengan tekanan dari kaum kafir yang menolak dakwah beliau, serta situasi dan kondisi lingkungan yang penuh keterbatan, maka betapa perjalanan dakwah Rasulullah Muhammad saw. begitu keras dan penuh tantangan. Dan bila dilihat dari capaian keberhasilan beliau dalam menjalankan risalah kenabiannya, maka banyak hal yang menjadi pertanyaan yang salah satunya tentang bagaimana TADBIR Vol. 1, No. 2, Desember 2016 123 Fatma Laili Khoirun Nida pendekatan yang Rasulullah gunakan saat itu sehingga dakwah Islam mampu mencapai keberhasilan dan kejayaan dengan capaian yang luar biasa. Rasulullah Muhammad saw. telah membuktikan bahwa strategi pendekatan dakwah yang beliau gunakan ternyata mampu menghadirkan catatan perjalanan emas sepanjang sejarah perjalanan dakwah Islam itu sendiri. Tidak hanya capaian pada tataran tabligh saja yang beliau peroleh, bahkan lebih dari itu beliau mampu membangun peradaban dan tatanan sistem social yang lebih maju pada masa tersebut. Keberhasilan Rasul menjalankan kewajiban dakwahnya tidak lepas dari kecerdasan Rasul dalam menjadikan diri beliau sebagai panutan bagi umatnya tentang bagaimana idealnya proses penyampaian risalah dakwah tersebut harus dilakukan. Rasulullah senantiasa memberikan keteladanan sebagai sosok yang memiliki akhlak yang mulia, penuh kasih sayang dan membawa pesan perdamaian. Pola-pola tersebut menjadi salah satu bentuk pendekatan yang identik dibawa oleh Rasulullah dalam model dakwah beliau saat itu, dimana masyarakat jahiliah yang penuh dengan perlawanan, kebencian dan penolakan mampu Rasulullah tundukkan dengan kekuatan dakwah yang disampaikan dengan menonjolkan sisi-sisi humanisnya. Gambaran keberhasilan dakwah Rasulullah saw. di atas menjadi bukti bahwa perjalanan dakwah dimasa Rasulullah berhasil bukan karena pertumpahan darah melainkan dari lekatnya figur pembawa kedamaian yang ada dalam diri Rasul sebagai da’i tentunya. Islam sebagai agama dakwah itupun akan dengan mudah termanifestasikan apabila serangkaian kegiatan dakwah yang mengiringi perkembangannnya mampu diaktualisasikan melalui pendekatan yang mengedepankan unsur-unsur humanis. Bila dibenturkan dengan kondisi masyarakat saat ini, yang lebih kental ada pada fase masyarakat mandiri atau biasa disebut sebagai masyarakat madani, problem agama seharusnya tidak lagi berkutat pada “pemanjaan” Tuhan. Menurut Mulkhan (dalam Muhyidin dan Syafei, 2002: 38) problem agama merupakan 124 TADBIR Vol. 1, No. 2, Desember 2016 Mengembangkan Dakwah Humanis .... pembebasan manusia dan dunia dari kemiskinan, konflik etnis dan keagamaan, penindasan atas nama negara, ideologi politik bahkan atas nama agama. Konsep dan strategi dakwah harus diarahkan pada pemecahan berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat di lapangan. Dakwah dengan pemecahan masalah ini diharapkan akan melahirkan tiga kondisi: a. Tumbuhnya kepercayaan dan kemandirian umat serta masyarakat sehingga berkembang sikap optimis; b. Tumbuhnya kepercayaan terhadap kegiatan dakwah guna mencapai tujuan kehidupan yang lebih ideal; c. Berkembangnya kondisi sosio-ekonomi-budaya-politikiptek sebagai landasan peningkatan kualitas hidup atau peningkatan sumber daya umat. Konsep dan strategi tersebut lebih tepat diterapkan dalam setiap perencanaan dakwah dari pada da’i hanya berkutat pada agama sebagai ritual. Praktik keagamaan dan dakwah yang amat berlebihan dalam “mengurus Tuhan” akan membuat agama dan dakwah cenderung tidak manusiawi dan tidak peduli terhadap berbagai persoalan konkrit yang dihadapi manusia. Upaya dakwah tidak hanya semata-mata ada pada proses pengenalan manusia terhadap tuhannya, melainkan proses transformasi sosial (Muhyidin dan Safei, 2002: 38-39). Kejelian pelaku dakwah untuk memahami kondisi masyarakat dan mensikapi segala permasalahan yang berkembang di masyarakat secara bijak merupakan esensi yang lebih penting dalam suatu kegiatan dakwah selain menyampaikan risalah itu sendiri. Kontribusi pemahaman da’i tentang budaya masayarakat sebagai mad’u menjadi item yang sangat membantu dai untuk melakukan kegiatan dakwah dengan mengedepankan pendekatan humanis. Untuk itu agama harus mampu berkolaborasi dengan budaya sehingga agama tidak dipandang sebagai sesuatu yang terpisah dari kehidupan masyarakat demi mewujudkan pengembangan dakwah didalamnya. TADBIR Vol. 1, No. 2, Desember 2016 125 Fatma Laili Khoirun Nida Konsep dakwah humanis sebenarnya telah menempel secara langsung pada nilai-nilai Islam sebagai agama dakwah dimana segala syariat yang terkandung dalam ajaran islam itu sendiri selalu menonjolkan sisi-sisi kemanusiaan. Untuk itulah maka identitas Islam sebagai agama rahmatan lil’aalamin tidak pernah luntur sampai kapanpun sekalipun tidak sedikit individuindividu yang tidak bertanggung jawab mencoba merusak tatanan symbol humanism yang telah dimiliki agama Islam yang disebabkan oleh kedangkalan pengetahuan mereka, arogansi nafsu dan segala sikap intoleran yang pada akhirnya menjadi fitnah bagi kemuliaan agama Islam itu sendiri. Menurut beberapa ahli, mendefinisikan dakwah humanis merupakan dakwah yang berorientasi pada pembentukan jati diri manusia yang manusiawi dengan kedamaian, kebijakan, kearifan dan keadilan. Dengan kata lain, dakwah yang menghadirkan Islam sebagaimana rahmat. Hal ini sebagaimana yang telah di firmankan Allah dalam Qs. al-Anbiya ayat 107: “Dan tidaklah kami mengutus kamu, melainkan untuk menjadi rahmat bagi semesta alam.” Secara umum objek dakwah adalah seluruh umat manusia, baik yang telah beragama Islam maupun yang belum. Karena agama Islam diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. adalah bersifat universal (Qs. Saba: 28). Dakwah Islam pada dasarnya merupakan proses humanisasi yaitu proses memanusiakan manusia. Inti humanisasi adalah penyadaran pada optimalisasi potensi dan nilai-nilai kemanusiaan yang ada dalam diri manusia, sehingga terwujud manusia yang mulia, unggul, terhormat dan bermartabat. Dakwah Islam yang humanis menekankan pentingnya pendekatan kemanusiaan dengan memperhatikan segi-segi psikologis, sosiologis, antropologis, kultural dan edukatif dalam berdakwah. Dan yang lebih penting lagi, dakwah itu gagasan dasarnya adalah untuk manusia. Wahab menjelaskan bahwa dakwah humanis adalah dakwah yang mencerdaskan dan mencerahkan umat, bukan membodohi dan mengibiri masyarakat. Dakwah yang mendidik dan mendewasakan masyarakat, bukan menghardik dan membinasakan massa. Dakwah humanis merupakan dakwah 126 TADBIR Vol. 1, No. 2, Desember 2016 Mengembangkan Dakwah Humanis .... yang ditawarkan secara persuasif, bukan provokatif, sekaligus menyadarkan manusia sebagai manuasia mulia, unggul, terhormat dan bermartabat (Bukhori, 2012: 111-130). Ditinjau dari konsep dasar dakwah humanis itu maka dapat dikembalikan pada subtansi yang terdapat dalam pesan-pesan dakwah islam yang tidak pernah meninggalkan eksistensi manusia sebagai makhluk yang memiliki potensi mulia, unggul, terhormat dan bermartabat sehingga untuk itulah Allah menanugerahkan akal hanya pada makhluk yang bernama manusia saja.Allah menciptakan manusia dengan sebabaik-baik penciptaan (Qs atTin: 4). Sebagai konsekwensi dari dianugerahkannya akal pada diri manusia maka Allah menunjuk manusia sebagai khalifah fil ‘ardh. Adapun dakwah Islam itu sendiri pada dasarnya merupakan proses humanisasi, proses yakni memanusiakan manusia. Inti humanisasi adalah proses penyadaran yang berorientasi kepada optimalisasi potensi dan nilai-nilai kemanusiaan yang ada dalam diri manusia. Humanisasi dakwah Islam dapat dilihat dari tujuan utama dakwah, yaitu pembebasan manusia dari “tergantung dan mengabdi pada selain Tuhan” syirik menjadi muwahhid, manusia yang bertauhid dan hanya beribadah kepada Allah swt. (Qs. alDzariyat: 56). Humanitas dakwah juga tampak jelas dari materi dakwah, seperti akidah dan akhlak Islami yang mentradisikan orang berperilaku santun dan berkepribadian mulia. Untuk itu, dalam perjalanan penyampaian pesan dakwah itu sendiri sangatlah tidak mungkin bila unsure-unsur keanusiaan ditinggalkan mengingat corak dari nilai-nilai ajaran yang terdapat di dalamnya sangat kental dengan unsur-unsur kemanusiaan, perdamaian, keadilan, kesetaraan dan kebaikan-kebaikan yang bersifat universal. 3. Manajemen Organisasi Dakwah Dinamika perkembangan dakwah di Indonesia terusmenerus dihadapkan pada berbagai persoalan yang kian kompleks. Indonesia yang memiliki keragaman suku, budaya, agama dan berbagai macam perbedaan identitas yang tergabung TADBIR Vol. 1, No. 2, Desember 2016 127 Fatma Laili Khoirun Nida dalam masyarakat multicultural terus dihantam oleh ancaman disintegrasi, konflik antar suku, anatar budaya, dan antar agama. Tidak dapat dipungkiri bahwa anacaman pecahnya persatuan dan kesatuan dalam kehidupan berbangsa sedikit banyak dipicu oleh sikap dan perilaku radikal dalam proses pemahaman dan pemaknaan nilai agama beberapa kelompok masyarakat. Bertebarannya informasi yang mendiskriditkan satu pemahaman agama oleh agama lain dengan mengatasnamakan agamapun Islam, tidak dapat dipungkiri keberadaannya. Pesan dakwah yang dibungkus dengan nuansa intoleran, rasis, anarkis dan radikal menjadi wajah fenomena perjalanan dakwah diera modern saat ini. Eksistensi da’i yang belum memiliki kelayakan dalam kompetensi keilmuan, social maupun personal menjadi ancaman yang nyata akan berkembangnya fitnah-fitnah dalam tubuh agama Islam itu sendiri. Upaya penguatan organisasi dakwah sebagai wahana yang mewadahi, mengedukasi, memfasilitasi dan mengevaluasi peran da’i tentunya sangat dibutuhkan. Keberhasilan organisasi dakwah dalam menciptakan iklim dakwah yang kondusif sebenarnya sudah cukup banyak dibuktikan dalam dunia dakwah di Indonesia. Kiprah organisasi dakwah yang berada di naungan ormas-ormas Islam seperti Nahdlatul Ulama dan Muhammadiyah, sebenarnya mampu menjadi figur yang dapat diadopsi oleh organisasiorganisasi dakwah yang sedang berkembang. Keberadaan organisasi dakwah tersebut menjadi kendaraan bagi para da’i untuk mendukung keberhasilan dalam misi dakwah yang mereka bawa. 4. Sekilas Tentang Organisasi Dakwah Memahami eksistensi organisasi dakwah, maka perlu kita kaji makna yang mendasar dari keberadaan organisasi itu sendiri. Istilah organisasi berasal dari kata organon dalam bahasa yunani berarti alat. Adapun pendapat para ahli yakni, Monney, bahwa orgnisasi adalah setiap bentuk kerjasama untuk mencapai tujuan bersama. Preston dan Zimmemer mengemukakan bahwa organisasi adalah sekumpulan orang-orang yang tersusun dalam 128 TADBIR Vol. 1, No. 2, Desember 2016 Mengembangkan Dakwah Humanis .... kelompok yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama (Djatmiko, 2002: 3). Organisasi adalah setiap bentuk persekutuan antara dua orang atau lebih yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama dan terikat secara formal tercermin pada hubungan kelompok orang yang disebut pimpinan dan sekelompok orang disebut bawahan (Siagian, 1996: 82). Menurut Sutarto bahwa organisasi adalah sistem yang saling berpengaruh antara orang dalam kelompok yang bekerja sama untuk tujuan-tujuan tertentu. Demikian halnya Nawawi bahwa organisasi adalah sistem kerja sama sekelompok orang untuk mencapai tujuan bersama. Eksistensi organisasi selalu identik dengan sesuatu yang bercirikan proses oleh karena selalu bargerak menuju tercapainya tujuan organisasi, sebagai proses dinamis karena harus mangadakan pembagian tugas kepada anggotanya juga harus membagikan tanggungjawab, wewenang dan mengadakan hubungan, baik ke dalam maupun keluar dalam rangka mencari keberhasilan organisasi atau dinamis karena organisasi seabagi suatu sistem atau kegiatan sekelompok orang untuk mencapai tujuan tertentu (dalam Hamriani, 2013: 241-242). Dari berbagai pandangan sebagaimana disimpulkan oleh Sutarto bahwa sesungguhnya organisasi sebagai kumpulan orang, maka dapat diidentifikasikan bahwa organisasi sebagai wadah, organisasi sebagai wadah berarti: pertama, organisasi merupakan penggambaran jaringan hubungan kerja dan pekerjaan yang sifatnya formal atas dasar kedudukan atau jabatan yang diperuntukkan setiap organisasi. Kedua, organisasi merupakan susunan hirarki yang secara jelas menggambarkan garis wewenang dan tanggung jawab. Ketiga, organisasi merupakan alat yang berstruktur permanent yang fleksibel (dimungkinkan dilakukan perubahan), sehingga apa yang terjadi dan akan terjadi dalam organisasi relatif tetap sifatnya dan karenanya dapat diperkirakan. Sedangkan organisasi sebagai proses pembagian kerja dan sistem kerja sama, sistem hubungan atau sistem sosial, tidak lain adalah TADBIR Vol. 1, No. 2, Desember 2016 129 Fatma Laili Khoirun Nida organisasi sebagai proses yang lebih bermakna sebagai aktivitas pengorganisasian (organizing) (Silalahi, 2002: 123). Dari rangkaian beberapa penegasan istilah dari organiasi diatas melahirkan sebuah kesimpulan bahwa yang disebut dengan organiasi adalah kumpulan individu yang saling memberi pengaruh satu dengan yang lainnya dan keberadaan mereka pada akhirnya membentuk suatu wadah untuk menjadi kendaraan dalam upaya mencapai tujuan secara bersama. Kaitannya dengan organisasi, maka eksistensi organisasi dakwah merupakan suatu organisisi yang di dalamnya berorientasi pada tercapainya tujuantujuan dari kegiatan dakwah melalui kesepakatan-kesepakatan, kesatuan visi misi dan komitmen masing-masing individu sebagai da’i dengan cara saling mendukung, mempengaruhi dan bekerjasama demi tercapainya tujuan dari dakwah. 5. Manajemen Organisasi Dakwah Keberlangsungan suatu organisasi dakwah, tentunya sangat dipengaruhi oleh bagaimana kekuatan manajerial dari organisasi tersebut dakwah tersebut. Kegiatan manajerial organisasi dakwah disebut dengan manajemen organisasi dakwah. Apa yang menjadi tujuan dakwah, hanya akan terwujud apabila seluruh peruses kegiatan terselenggara secara terencana teratur. Dengan demikian, Hamriani mengutip pendapat Munir dan Wahyu Ilahi menegaskan bahwa inti dari manajemen dakwah adalah sebuah pengaturan secara sistematis dan kordinatif dalam kegiatan suatu aktivitas yang dimulai dari sebelum pelaksanaan sampai akhir dari kegiatan dakwah (Hamriani, 2013: 246). Mencermati konsep manajemen organisasi dakwah, maka perlu dipahami penegasan istilahnya. Salah satu terminologi menurut Freeman, dkk (1995) menjelaskan bahwa manajemen merupakan proses perencanaan, pengorganisasian, pengaturan terhadap para anggota organisasi serta penggunaan seluruh sumber yang ada secara tepat untuk meraih tujuan organisasi yang telah ditetapkan. Pengertian lain dari kata manajemen yaitu kekuatan yang menggerakkan suatu usaha yang bertanggung 130 TADBIR Vol. 1, No. 2, Desember 2016 Mengembangkan Dakwah Humanis .... jawab atas sukses dan gagalnya suatu kegiatan atau usaha untuk mencapai tujuan tertentu melalui kerja sama dengan orang lain. Kritiner mendefinisikan bahwa manajemen adalah proses kerja melaui orang lain untuk mencapai tujuan organisasi dalam lingkungan yang berubah. Proses ini berpusat pada penggunaan yang efektif dan efisien terhadap penggunaan sumber daya manusia. Secara sederhananya pengertian manajemen dapat diartikan sebagai kemampuan bekerja dengan orang lain dalam suatu kelompok yang terorganisir guna mencapai sasaran yang ditentukan dalam organisasi atau lembaga (Munir dan Ilahi, 2009: 9-10). Bila ditinjau dari definisi tersebut maka manajemen organisasi dakwah merupakan kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pengaturan terhadap para anggota yang terdapat dalam organisasi dakwah dengan mengoptimalkan kekuatan seluruh sumber yang ada secara tepat untuk meraih tujuan organisasi dakwah secara bertanggung jawab. Keberhasilan suatu kegiatan dakwah untuk mencapai tujuan sebagaimana yang menjadi kesepakatan organisasi dakwah sangat ditentukan oleh kekuatan manajemennya. Kompleksitas permasalahan yang dihadapi masyarakat dunia memposisikan manajemen dalam setiap kegiatan memiliki posisi yang urgen. Barnard mengemukakan bahwa tidak ada suatu hal yang lebih penting dari dari administrasi dan managemen. Kelangsungan pemerintah yang beradab akan sangat bergantung pada kemampuan untuk mengelola dan mengembangkan sesuatu yang memerlukan administrasi dan manajemen sebagai alat dalam memecahkan permasalahan masyarakat modern (Munir dan Ilahi, 2009: 64). Harmiani (2013: 246) menambahkan bahwa tujuan dari maanjemen organisasi dakwah adalah membagi kegiatankegiatan dakwah menjadi departemen-departemen atau devisidevisi dan tugas-tugas yang terperinci dan spesifik, membagi kegiatan dakwah serta tanggung jawab yang berkaitan dengan masing-masing jabatan atau tugas dakwah, mengkoordinasikan TADBIR Vol. 1, No. 2, Desember 2016 131 Fatma Laili Khoirun Nida berbagai tugas organisasi dakwah, mengelompokkan pekerjaanpekerjaan dakwah ke dalam unit-unit, membangun hubungan di kalangan da’i, baik secara individual, kelompok dan departemen, mengalokasikan dan memberikan sumber daya organisasi dakwah, dapat menyalurkan kegiatan-kegiatan dakwah secara logis dan sistematis. Urgensi manajemen dalam organiasi dakwah menjadi mutlak dibutuhkan mengingat fungsi dari manajemen organisasi itu sendiri sangat kontributif dalam keberlangsungan kegiatan dakwah. Beberapa fungsi dari manajemen organiasi tersebut dapat diadopsi dari fungsi manajemen secara umum, yang oleh beberapa ahli seperti Terry mengemukakan empat fungsi dari manajemen yang meliputi planning (perencanaan), organizing (pengorganisasin), actuating (pelaksanaan), dan controlling (pengawasan) yang kesemuanya dikenal dengan singkatan POAC (Munir dan Ilahi, 2009: 81). Dalam realisasinya, penerapan manajemen dalam organisasi dakwah mengadopsi pola manajemen berdasarkan fungsinya dapat direalisasikan sebagai berikut: a. Perencanaan. Merencanakan di sini menyangkut merumuskan sasaran atau tujuan dari organisasi dakwah tersebut, menetapkan strategi menyeluruh untuk mencapai tujuan dan menyusun rencana-rencana untuk mengintegrasikan dan mengkoordinasikan kegiatankegiatan. Pada perencanaan dakwah memenyangkut tujuan apa yang harus dikerjakan dan sarana-sarana serta bagaimana kegiatan akan dilakukan. Perlu diperhatikan pula program apa yang akan diberikan bagi kegiatan dakwah dengan berpijak pada kondisi mayarakat sasaran (mad’u) penggunaan sarana dan prasarana sebagai media dakwah serta materi apa yang cocok bagi mereka. Proses perencananan dakwah merupakan tindakan sistematis yang dapat membantu mengidentifikasi cara-cara yang lebih baik untuk mencapai tujuan dakwah. Adapun manfaat perencanaan dakwah antara lain: 132 TADBIR Vol. 1, No. 2, Desember 2016 Mengembangkan Dakwah Humanis .... 1) Dapat memberikan batasan tujuan dakwah sehingga mampu mengarahkan para da’i secara tepat dan maksimal. 2) Menghindari penggunaan secara sporadik sumber daya manusia dan benturan aktivitas dakwah yang tumpang tindih. 3) Dapat melakukan prediksi dan antisipasi mengenai berbagai problema dan merupakan sebuah persiapan dini untuk memberikan solusi dari setiap problema dakwah. 4) Dapat melakukan pengorganisasian dan penghematan waktu dan pengelolaannya secara baik. 5) Dapat dilakukan pengawasan sesuai dengan ukuran-ukuran objektif dan tertentu. 6) Merangkai dan mengurutkan tahapan-tahapan pelaksanaan sehingga akan menghasilkan program yang terpadu dan sempurna (Munir dan Ilaihi, 2009: 105). b. Pengorganisasian. Adalah seluruh proses pengelompokan orangorang, alat-alat, tugas-tugas, tanggung jawab, dan wewenang sedemikian rupa sehingga tercipta suatu organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan dalam rangka mencapai suatu tujuan yang telah ditentukan. Adapun tujuan dari pengorganisasian tersebut meliputi: 1) Membagi kegiatan-kegiatan dakwah menjadi departemen-departemen atau devisi-devisi dan tugas-tugas yang terperinci dan spesifik. 2) Membagi kegiatan dakwah serta tanggung jawab yang berkaitan dengan masing-masing jabatan atau tugas dakwah. 3) Mengoordinasikan berbagai tugas organisasi dakwah. 4) Mengelompokkan pekerjaan-pekerjaan dakwah ke dalam unit-unit. TADBIR Vol. 1, No. 2, Desember 2016 133 Fatma Laili Khoirun Nida 5) Membangun hubungan di kalangan da’i, baik secara individual, kelompok, dan departemen. 6) Menetapkan garis-garis wewenang formal. 7) Mengalokasikan dan memberikan sumber daya organisasi dakwah. 8) Dapat menyalurkan kegiatan-kegiatan dakwah secara logis dan sistematis (Munir dan Ilaihi, 2009: 138). c. Penggerakan dakwah. Ia merupakan inti dari manajemen dakwah, karena dalam proses ini semua aktivitas dakwah dilaksanakan. Penggerakan dakwah merupakan seluruh proses pemberian motivasi oleh pimpinan organisasi diberikan kepada seluruh anggota organisasi. Dalam penggerakan dakwah ini, pimpinan menggerakkan semua elemen organisasi untuk melakukan semua aktivitas-aktivitas dakwah yang telah direncanakan, dan dari sini lah semua recana dakwah akan terealisir, di mana fungsi manajemen akan bersentuhan langsung dengan para pelaku dakwah. Agar fungsi dari pergerakan dakwah dapat berjalan secara optimal maka harus menggunakan teknik tertentu yang meliputi: 1) Memberikan penjelasan secara komprehensif kepada seluruh elemen dakwahyang terdapat dalam organisasi dakwah; 2) Mengusahakan agar setiap pelaku dakwah menyadari, memahami, dan menerima dengan baik tujuan yang telah diterapkan, 3) Setiap pelaku dakwah mengerti struktur organisasi yang dibentuk, 4) Memperlakukan secara baik bawahan dan memberikan penghargaan yang diiringi dengan bimbingan dan petunjuk pada semua anggotang (Munir dan Ilahi, 2009:139-140). Dengan berpijak pada teknik dalam penggerakan dakwah tersebut maka melahirkan sebuah asumsi bahwa peran pemimpin 134 TADBIR Vol. 1, No. 2, Desember 2016 Mengembangkan Dakwah Humanis .... dalam organisasi dakwah sangat menentukan keberlangsungan dan kekuatan suatu oragnisasi dakwah. Peran pemimpin dalam kegiatan manajemen organisasi dakwah dapat diwujudkan dalam kemampuan mereka untuk member motivasi, bimbingan, komunikasi dan pengembangan serta peningkatan kualitas anggota organisasi dakwah. d. Controlling atau pengendalian. Fungsi dari kegiatan ini adalah untuk mengukurr penyimpangan dari prestasi yang direncanakan dan menggerakkan tindakan korektif. Program untuk pengendalian dan peningkatan mutu dakwah dapat dilaksanakan dengan beberapa cara yang diantaranya: 1) Menentukan operasi program pengendalian dan perbaikan aktivitas dakwah; 2) Menjelaskan mengapa operasi program tersebut dipil; 3) Mengkaji situasi pemantauan yang kondusif; 4) Melaksanakan agresi data ; 5) Menentukan rencana perbaikan; 6) Melakukan program perbaikan dalam jangka waktu tertentu; 7) Mengevaluasi program perbaikan; dan 8) Melakukan tindakan koreksi jika terjadi penyimpangan atas tandar yang ada (Munir dan Ilahi, 2009: 169) Pada intinya pelaksanaan controlling ini merupakan upaya monitoring terhadap keefektifan aktifitas dakwah, sekaligus keefektifan dari organisasi dan kualitas manajemen yang telah dipilih. Kekuatan pada tataran ini akan menjadi stabilisator dari proses dakwah secara keseluruhan. 6. Desain Manajemen Organisasi Mewujudkan Dakwah Humanis Dakwah Dalam Menawarkan desain manajemen organisasi dakwah dalam mendukung terciptanya dakwah yang humanis akan sanagt tepat TADBIR Vol. 1, No. 2, Desember 2016 135 Fatma Laili Khoirun Nida bila ditujukan bagi bangsa dengan masyarakat yang memiliki corak keragaman baik dalam suku, budaya, maupun agama itu sendiri. Keragaman yang menjadi bagian dari bangsa yang plural melahirkan kompleksitas permasalahan dakwah yang membutuhkan penyelesaian secara tepat terutama terkait metode pendakatan dan strategi dakwah yang diharapkan lebih bersifat terbuka, fleksibel, dialogis dan humanis. Acep (2012: 71) dengan meminjam teori komplementer, pelaksanaan dakwah akan lebih efektif apabila dai mampu menangkap nilai-nilai universal yang ada dalam Islam yang juga terdapat pada agama-agama non-muslim serta kebudayaankebudayaan lainnnya. Nilai-nilaii tersebut meliputi nilai-nilai kerja sama, kasih sayang, kekeluargaan, dan persamaan yang hamper ada pada setiap agama. Menjadi langkah yang bijak bagi sebuah organisasi dakwah, bila pola manajemen yang terdapat di dalamnya mampu mengadopsi nilai-nilai universal yang kental dengan unsureunsur kemanusiaan dalam desain manajemen organisasi dakwah mereka. Desain manajemen organisasi yang mengedepankan pemahaman dan penyadaran terhadap elemen yang menempel pada tubuh organisasi terkait kemajemukan masyarakat sebagai objek garapan dakwah merupakan salah satu hal yang utama ditonjolkan guna mewujudkan tercapainya kualitas dakwah yang memiliki nuansa humanis. Dibutuhkan motivasi yang kuat dari pemegang kepemimpinan organisasi dakwah untuk bersamasama melakukan penguatan, bimbingan, dan peningkatan kualitas bawahan yang dalam hal ini tentunya sebagai pelaku dakwah untuk terus meningkatkan kemampuan dakwah baik pada aspek pendekatan yang digunakan, materi maupun kompetensi mereka baik secara intelektual, personal maupun sosial dengan mengintegrasikan pada nilai-nilai yang bersifat humanis dan universal. Dakwah humanis merupakan dakwah yang sarat dengan unsure perdamaian, keadilan, kepedulian dan tenggang rasa sebagai salah satu unsure yang melekat pada fitrah manusia. 136 TADBIR Vol. 1, No. 2, Desember 2016 Mengembangkan Dakwah Humanis .... Dalam mengaktualisasikan pola manajemen organisasi dakwah dengan berpijak pada terciptanya dakwah yang humanis, penulis mencoba mengadopsi dari prinsip-prinsip dakwah antarbudaya. Menurut pendapat Aripudin dan Sambas (2007: 58-67) prinsip dakwah antar budaya merupakan acuan prediktif kebenaran yang menjadi dasar berfikir dan bertindak dalam merealisasikan bidang dakwah yang mempertimbangkan aspek budaya dan keragamannya ketika berinteraksi dengan mad’u dalam rentang ruang dan waktu sesuai perkembangan masyarakat. Adapun prinsip yang diadopsi berpijak pada firman Allah dalam surat ke 16 ayat 125 yang melahirkan prinsip dakwah antar budaya yang meliputi : a. Prinsip tauhid, yakni keharusan mengajak, bukan mengejek, kepada jalan Allah swt. Keyakinan akan dakwah Islam sebagai implementasi iman dan aktifitas saleh akan teraktualisasikan melalui aktifitas kesehariannya. Aktivitas saleh tersebut dalam dinamikanya akan terpantul secara konkrit tidak hanya berbentuk aktifitas fisik tapi juga muncul dalam bentuk ide maupun gagasan yang kemudian berkembang danmelembaga hingga membentuk pranata masyarakat yang pada akhirnya mengarah pada terbentuknya masyarakat yang damai, bermoral, teratur dan beradab. b. Prinsip bi-al-hikmah (kearifan), Term hikmah dalam pengertian praktek dakwah sering diterjemahkan dengan arti bijaksana yang dapat ditafsirkan sebagai suatu cara pendekatan yang mengacu pada kearifan perimbangan budaya, sehingga orang lain tidak merasa tersinggung atau merasa dipaksa untuk menerima suatu gagasan atau ide tertentu terutama menyangkut perubahan diri dan masyarakat kearah yang lebih baik dan sejahtera baik secara material maupun spiritual. Hikmah adalah sikap mendalam sebagai hasil renungan yang teraktualisasikan pada cara-cara tertentu untuk mempengaruhi orang lain atas dasar pertimbangan psikososiokultural mad’u TADBIR Vol. 1, No. 2, Desember 2016 137 Fatma Laili Khoirun Nida secara rasional. Dalam menegaskan sikap bijaksana lebih berkaitan dengan cara-cara yang fleksibel (luwes) dalam hal mengayomi masyarakat, melihat peluangsebagai kesempatan untuk berbakti, aktif dan proaktif terhadap gejala perkembangan yang terjadi dalam lingkungannya. Kebijaksanaan ini hanya akan muncul melalui budi pekerti yang halus dan sopan santun (Aripudin dan Sambas, 2012: 61). Sikap arif dan bijaksana disini menyangkut hal yang luas meliputi seluruh unsur pendukung dakwah seperti pemilihan materi, media dakwah, metode dan segala phal yang mendukung pelaksnaan dakwah. c. Prinsip bi l-mau’idzatil-hasanah, atau disebut dengan tutur kata yangbaik. Ajaran secara baik, atau nasehat yang baik yang diperuntukkan bagi mad’u yang awam khususnya. Penerapan dakwah dengan model ini sangat diminati oleh mad’u karena mendekatkan manusia kepada Allah dan tidak menyesatkan mereka, memudahkan tidak menyulitkan, dan hasilnya lebih mudah untuk masuk kedalamhati mad’u karena disampaikan dengan penuh kasih sayang, kelembutan, tidak berupa larangan terhadap sesuatuu yang tidak harus dilarang, tidak menjelek-jelekkan atau membongkar kesalahan. d. Prinsip wajaadilhum billatii hiya ahsan yakni berdebat dengan cara yang paling indah/tepat dan akurat. Berdebat disini dalam rangka mencari kebenaran dengan mengedepankan kekuatan argumentasi yang logis bukan kemenangan emosi yang membawa biasterutama yang menyangkut materi dan keseyakinan seseorang idola dan tokoh panutan. Prinsip ini akan sangat membantu bila dai dihadapkan dengan kelompok mad’u yang kontradiksi imannya atau kelompok cendekia yang menolak kebenaran. Kulminasi dari prinsip ini adalah sebagaimana tersurat dalam petikan surat al-Kafiruun bahwa tidak ada paksaan dalam agama. 138 TADBIR Vol. 1, No. 2, Desember 2016 Mengembangkan Dakwah Humanis .... e. Prinsip universalitas. Prinsip ini dapat dilihat dalam khutbah terakhir Nabi Muhammad saw “Semua kalian adalah keturunan Adam, dan berasal dari tanah. Orang Arab tidak lebih mulia dibanding non Arab, begitu pula orang kulit putuh atas kulit hitam, kecuali ketakwaan imannya.” Prinsip ini menguatkan bahwa Islam adalah ajaran tauhid. Tidak ada kecenderungan selain hanya kecenderungan pada kebenaran-Nya. Islam merupakan rahmat bagi seluruh alam. f. Prinsip liberation (pembebasan). Prinsip ini memiki dua makna yakni bagi da’i yang melaksanakan dakwah hendaknya bebas dari ancaman teror keselamatannya, bebas dari kekurangan materi untuk menghindari fitnah yang merusak citra da’i dan harus yakin akan kebenaran risalah atas penialainnya sendiri. Dan yang kedua adalah kebebasan pada diri mad’u yakni mad’u tidak memiliki rasa keterpaksaan dalam agamanya. g. Prinsip rasionalitas, dimana abad saat ini khususnya merupakan abad yang identik dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Maka dalam menerjemahkan prinsip ini kegiatan dakwah hendaknya berpangkal pada sejauh mana penggunaan akal dan rasionalitas seseorang. Dai harus mampu menggugah mad’u untuk menggunakan potensi rasional mereka sebagai bentuk pendekatan dalam menyampaikan pesan dakwahnya, dan menyesuaikan dengan kebutuhan mad’u. Da’i harus mampu menghindari penyampaian pesan yang bersifat dogmatik dengan menjejali madu dengan pesan-pesan yang sudah out of date . h. Prinsip yatlu‘alaihim ayatihi (membacakan ayat), yakni suatu tahap berdakwah dengan bentuk pengungkapan melalui ketajaman indra lisan, dimana tahap ini masih sangat kuat pengaruhnya sebagai prinsip utama dalam berdakwah. i. Prinsip wa Yuzkihim wa Yu’allimuhum l-kitaab wa TADBIR Vol. 1, No. 2, Desember 2016 139 Fatma Laili Khoirun Nida l-hikmah, yakni pencucian jiwa dengan pengajaran kitab dan hikmah. Di dalam penerapan prinsip ini, segala komponen yang menjalankankegiatan dakwah hendaknya mampu untuk melakukan penyucian diri dari segala unsur jahiliah yang akan merusak citra da’i dan menjadi penghalang sampainya pesan dakwah secara sempurna. Maka melalui majamen organisasi dakwah, diperlukan adanya kesepakatan pelaku dakwah untuk memenuhi dari mereka dengan ilmu yang berlandaskan keimanan sebagai solusi yang tepat dan strategis. j. Prinsip menegakkan nilai etika atas dasar kearifan budaya yang mengacu pada pemikiran teologi Qur’ani, yaitu prinsip moral etik yang diturunkandari isyarat al-Qur’an dan as-Sunah tentang nilai baik buruk dan keharusan perilaku ketika melaksanakan dakwah termasuk dengan mad’u yang memiliki keragaman budaya, agama dan latar belakang lainnya. Kesepuluh prinsip dakwah antar budaya tersebut di atas dapat dijadikan sebagai alternatif pijakan untuk menciptakan nuansa dakwah yang humanis. Pemilihan prinsip ini sebagai pendekatan dalam manajemen organisasi dakwah karena dipandang cukup efektif dalam menciptakan iklim dakwah yang kondusif baik terhadap kelompok mad’u yang homogen maupun heterogen dari sisi etnis, agama, budaya maupun ideologi dalam keyakinan mereka sebagaimana yang terdapat dalam tatanan masyarakat Indonesia. Kepiawaian pimpinan organisasi untuk menjalankan fungsi manajerial dari organisasi dakwah baik dari tahap planning, organizing, actuating sampai pada tahapan controlling dengan mengintegrasikan prinsip-prinsip yang ada dalam dakwah antar budaya akan mampu dengan sendiri menggiring kualitas dakwah tersebut menuju dakwah yang humanis. Kesepuluh prinsip dakwah antar budaya di atas mampu menonjolkan sisi-sisi kemanusiaan, menghargai potensi diri, menghormati perbedaan dan menjunjung tinggi nilai-nilai rasional. Keberhasilan dalam merealisasikan prinsip dakwah 140 TADBIR Vol. 1, No. 2, Desember 2016 Mengembangkan Dakwah Humanis .... anatar budaya kedalam nilai-nilai manajemen organisasi dakwah akan menjadi jembatan menuju keberhasilan dakwah Islam dalam membentuk sikap dan perilaku yang mengarah pada kokohnya iman dan ketaqwaan dengan berpijak pada eksistensi agama Islam sebagai agama rahmatan lil’aalamin. C. Simpulan Bukanlah hal yang sederhana ketika kegiatan dakwah dibenturkan pada tantangan pluralisme sebagai produk dari bangsa yang kaya akan keragaman baik suku, budaya, maupun agama. Ancaman terbesar yang kerap muncul sebagai konsekuensi dari keragaman tersebut adalah disintegrasi bangsa yang sebelumnya berawal dari konflik-konflik yang dipicu oleh perbedaan cara pandang, sikap egosentrisme dan fanatisme yang berlebihan baik terhadap budaya maupun keyakinan yang mereka pegang teguh. Konflik tersebut tidak sedikit yang dipicu oleh persepsi masyarakat (mad’u) yang terbentuk dari aktifitas kegiatan dakwah, khususnya dalam kegiatan-kegiatan dakwah yang radikal dan intoleran. Maka sangat dibutuhkan kekuatan manajemen organisasi dakwah sebagai wadah yang mampu menjalankan funsi manajerial dari dinamika dakwah itu sendiri yang meliputi planning, organizing, actualizing dan controlling. Dalam rangka menekan tumbuh suburnya kegiatan dakwah yang radikal dan kehidupan masyarakat yang intoleran, maka dibutuhkan penguatan lingkungan dakwah yang humanis sebagai solusi dalam menciptakan masyarakat yang damaii dan tentram baik dalam kehidupan social maupun keberagamaan mereka. Konsep dakwah humanis hendaknya menjadi citra yang melekat pada konsep menajemen organisasi dakwah khususnya dengan kondisi masyarakat yang multicultural dan rentan konflik karena perbedaan. Desain manajemen organisasi dakwah yang dipandang efektif mampu mendukung terciptanya dakwah yang humanis adalah dengan mengadopsi prisnsip-prinsip dakwah antar budaya sebagai pendekatannya. Penerapan prinsip tersebut dalam manajemen organisasi dakwah akan menjadi contributor TADBIR Vol. 1, No. 2, Desember 2016 141 Fatma Laili Khoirun Nida bagi keberhasilan sampainya pesan dakwah sekaligus menegaskan bahwa Islam sebagai agama dakwah merupakan agama yang berpegang teguh pada prinsip rahmatan lil ‘aalamin. 142 TADBIR Vol. 1, No. 2, Desember 2016 Mengembangkan Dakwah Humanis .... Daftar Pustaka Aripudin, Acep. 2012. Dakwah Antar Budaya, Bandung: Rosdakarya. Aripudin, Acep dan Syukriardi Sambas. 2007. Dakwah Damai, Bandung: Rosdakarya Aziz, Mohammad Ali. 2009. Ilmu Dakwah, Jakarta: Kencana. Bukhori, Dakwah Humanis Dengan Pendekatan Sosiologis Antropologis, artikel dalam Jurnal al-Hikmah vol 4 tahun 2012, hal 111-130. Djatmiko. 2002. Perilaku Organisasi , Cet.III, Bandung: Alfabeta. Hamriani, Organisasi dalam Manajemen Dakwah, dalam Jurnal Dakwah Tabligh, vol 14 nomor 2, Desember 3013, hal 239249. Muhyidin, Asep dan Agus Ahmad Safei, 2002. Metode Pengembangan Dakwah, Bandung: Pustaka Setia. Munir dan Wahyu Ilahi. 2009. Manajemen Dakwah, Jakarta: Rahmat Semesta. Siagian. 1996. Fungsi-Fungsi Manajerial, Cet.III, Jakarta: Bumi Aksara. Silalahi. 2002. Studi Tentang Ilmu Administrasi, Konsep, Teori dan Dimensi, Cet. IV, Bandung: Sinar Baru Algensindo. TADBIR Vol. 1, No. 2, Desember 2016 143 Fatma Laili Khoirun Nida 144 TADBIR Vol. 1, No. 2, Desember 2016