EVALUASI PELAKSANAAN LAYANAN KLASIKAL BIMBINGAN KONSELING TERKAIT PERILAKU PERUNDUNGAN (BULLYING) PADA SISWA DI SMPN 9 CIMAHI TAHUN 2016 Oleh Bakar Al-Shidiq 1111101000019 Skripsi PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HDAYATULLAH JAKARTA 2017 M / 1438 H EVALUASI PELAKSANAAN LAYANAN KLASIKAL BIMBINGAN KONSELING TERKAIT PERILAKU PERUNDUNGAN (BULLYING) PADA SISWA DI SMPN 9 CIMAHI TAHUN 2016 Skripsi Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT Oleh Bakar Al-Shidiq 1111101000019 PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HDAYATULLAH JAKARTA 2017 M / 1438 H LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar srata 1 Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Uni 4. versitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Ciputat, Juni 2017 BAKAR AL-SHIDIQ FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN PROMOSI KESEHATAN Skripsi, Juni 2017 Bakar Al-Shidiq, NIM : 1111101000019 EVALUASI PELAKSANAAN LAYANAN KLASIKAL BIMBINGAN KONSELING TERKAIT PERILAKU PERUNDUNGAN (BULLYING) PADA SISWA DI SMPN 9 CIMAHI TAHUN 2016 xiii + 173 halaman, 7 gambar, 6 tabel ABSTRAK Kasus perundungan banyak terjadi pada anak-anak khususnya pada usia sekolah. Data Komisi Perlindungan Anak (2015) menyebutkan bahwa sejak 2012 hingga 2015, dari 2 ribu anak di seluruh Indonesia, sebanyak 87 persen mengalami kasus kekerasan yang di dalamnya termasuk perundungan. Faktor resiko terjadinya tindakan perundungan diantaranya adalah status disabilitas. Di SMPN 9 Cimahi yang merupakan sekolah inklusi, kejadian perundungan tidak hanya terjadi pada siswa berkebutuhan khusus tetapi juga pada siswa regular. Sekolah sudah berupaya mencegah dan mengurangi terjadinya tindakan perundungan pada siswa melalui layanan klasikal bimbingan konseling (BK). Walaupun upaya tersebut sudah dilaksanakan, namun kasus perundungan di SMPN 9 Cimahi masih saja terjadi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran dan keterkaitan masukan (SDM, fasilitas, materi, metode), aktivitas (perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan dan penilaian, tindak lanjut, pelaporan) dan keluaran (cakupan layanan klasikal bimbingan konseling tentang perundungan) pada layanan klasikal bimbingan konseling tentang perundungan di SMPN 9 Cimahi. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan model analisis Hubber dan Mills. Penelitian ini dilakukan di SMPN 9 Cimahi selama tiga bulan sejak bulan Agustus 2016 hingga Oktober 2016. Informan pada penelitian ini adalah Guru BK, Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas, Siswa yang sudah menerima layanan klasikal tentang bullying di SMPN 9 Cimahi. Data cakupan layanan klasikal BK bisa diketahui jika laporan pelaksanaan program dibuat. Laporan pelaksanaan program bisa disusun jika pencatatan hasil pengawasan dan penilaian berjalan, selain itu perlu juga didukung oleh upaya pengawasan yang tegas. Dengan upaya pengawasan yang kurang maksimal ditambah dengan beban kerja berlebih maka hal tersebut menyebabkan tidak terlaksananya pencatatan hasil penilaian proses dan penilaian hasil. Beban kerja yang berlebih disebabkan karena jumlah SDM yang tersedia tidak sesuai dengan banyaknya tugas yang harus dilakukan oleh Guru BK. Oleh karena itu secara tidak langsung, Jumlah SDM Guru BK yang tidak sesuai dengan beban kerja menyebabkan beberapa kegiatan akhirnya tidak terlaksana. Kata Kunci: Perundungan, Bullying, Evaluasi, SMP, Layanan Klasikal, Bimbingan Konseling ii FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM OF PUBLIC HEALTH HEALTH PROMOTION A Skripsi, June 2017 Bakar Al-Shidiq, NIM : 1111101000019 EVALUATION OF CLASSICAL COUNSELING GUIDANCE SERVICES IMPLEMENTATION RELATED BULLYING BEHAVIOR ON STUDENTS AT SMPN 9 CIMAHI xiii + 173 pages, 7 pictures, 6 tables ABSTRACT Bullying cases occur in children especially at school age. Data from the Commission on Child Protection (2015) states that from 2012 to 2015, out of 2 thousand children across Indonesia, 87 percent have cases of violence that include bullying. Risk factors of bullying are disability. At SMPN 9 Cimahi, which is an inclusive school, bullying occurs not only in special needs students but also in regular students. Schools have tried to prevent and reduce the occurrence of bullying on students through classical counseling guidance services (BK). Although the effort has been implemented, the case of bullying at SMPN 9 Cimahi is still happened. The study aims to see the description and relation of inputs (HR, facilities, materials, methods), activities (planning, organizing, implementation, monitoring and assessment, follow-up, reporting) and output (coverage of classical guidance services counseling on bullying) in classical counseling guidance services on bullying in SMPN 9 Cimahi The research is a qualitative research using Hubber and Mills analysis model. It was conducted at SMPN 9 Cimahi for three months start from August 2016 until October 2016. The informants in this research are BK Teachers, Vice Principal of Public Relations, Students who have received the classical service about bullying at SMPN 9 Cimahi. Data coverage of classical BK service can be known if the program implementation report was made. A program implementation report can be arranged if the recording of supervision results and assessment run well, in addition it should also be supported by strict supervision efforts. With less than maximal supervision efforts coupled with excessive workload, it causes the failure on recording the results of process assessment and outcome assessment. Excessive workload is due to the number of available human resources were not in line with the number of tasks that must be done by the BK teacher. Therefore, indirectly, the number of BK Teachers who were not in accordance with the workload cause some activities eventually not implemented. Keywords: Bullying, Evaluation, Junior High School, Classical Services, Counseling Guidance iii PERNYATAAN PERSETUJUAN EVALUASI PELAKSANAAN LAYANAN KLASIKAL BIMBINGAN KONSELING TERHADAP PERILAKU PERUNDUNGAN (BULLYING) PADA SISWA DI SMPN 9 CIMAHI TAHUN 2016 Oleh : Bakar Al-Shidiq NIM. 1111101000019 Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Jakarta, Juni 2017 Mengetahui Pembimbing 1 Pembimbing 2 Dr. M Farid Hamzens, M. Si NIP. 19630621 199403 1 001 Ratri Ciptaningtyas, MHS NIP. 19840404 200912 2 007 iv PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Jakarta, Juni 2017 Penguji I, Yuli Amran, MKM NIP. 19800506 200801 2 015 Penguji II, Narila Mutia Nasir, MKM, Ph.D NIP.19800604 200312 2 017 Penguji III, Laily Hanifah, M.Kes NIP. v KATA PENGANTAR Bismillahirrahmannirrahim, ”Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh” Alhamdulilahirabbil ’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat rahmat, hidayah, nikmat serta kasih-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul “Evaluasi Pelaksanaan Layanan Klasikal Bimbingan Konseling Terhadap Perilaku Perundungan (Bullying) pada Siswa di SMPN 9 Cimahi tahun 2016”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Pendidikan Strata Satu (S1) pada Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kodekteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tidak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan penelitian ini, khususnya kepada: 1. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, SKM, MKes, selaku dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Ibu Fajar Ariyanti, SKM, MKes, PhD, selaku Kepala Program Studi Kesehatan Masyarakat dan penanggung jawab skripsi. 3. Para dosen-dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat dan dosen-dosen Peminatan Promosi Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat. 4. Bapak Dr. M. Farid Hamzens, M.Si dan Ibu Ratri Ciptaningtyas, MHS selaku Dosen Pembimbing Skripsi, terima kasih atas arahan, nasehat, motivasi serta waktu serta bimbingannya selama peneliti mengerjakan skripsi ini. vi 5. Kedua orang tua, Bapak Erwan Syahbuddin dan Ibu Nurhayati serta kakakku Zakiah Al-Wahdah, S.KomI tercinta, yang tak pernah lelah mendukung dan mendoakan. Terima kasih atas cinta, kasih sayang, kepercayaan, kesabaran, dan doa yang tiada henti selama ini. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan kasih dan sayangnya kepada kalian. 6. Pihak SMPN 9 Cimahi yang telah mempersilahkan saya untuk melakukan penelitian dan telah memberikan data yang saya butuhkan 7. Ulia Rahmah, S.Pd yang telah memberikan banyak bantuan dan dukungan semangat kepada peneliti. 8. Ibu Siti Ummi Khatimah, M.Pd dan Ibu Dini Huriani, S.Pd yang telah membantu peneliti dalam mengumpulkan data 9. Kepada sahabat-sahabatku Munir, Randika, Rihena, Wanda, Alul, Richo, Sugi, Rois, Muslim, Chandra dan adikku Fadhilah Rizky Ningtyas yang selalu mendukung, menasihati, dan menghibur dikala peneliti sedang kehilangan semangat. Semoga Allah SWT melancarkan segala urusan kalian. 10. Seluruh teman-teman seperjuangan Promkes 2011 yang selalu mendukung peneliti selama mengerjakan skripsi Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, peneliti sangat mengharapkan saran perbaikan dari pembaca. ”Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh” Jakarta, Juni 2017 Penulis vii Daftar Isi LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................... i ABSTRAK ............................................................................................................. ii ABSTRACT .......................................................................................................... iii PERNYATAAN PERSETUJUAN...................................................................... iv Daftar Isi ............................................................................................................. viii Daftar Gambar .................................................................................................... xii Daftar Tabel........................................................................................................ xiii BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1 A. Latar Belakang .....................................................................................................1 B. Rumusan Masalah ................................................................................................6 C. Pertanyaan Penelitian...........................................................................................7 D. Tujuan Penelitian..................................................................................................8 1. Tujuan Umum ..................................................................................................8 2. Tujuan Khusus .................................................................................................8 E. Manfaat Penelitian................................................................................................9 Ruang Lingkup .....................................................................................................9 F. BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................11 A. Bimbingan Konseling .........................................................................................11 1. Definisi ............................................................................................................11 2. Tujuan dan Fungsi BK...................................................................................12 3. Jenis Layanan BK ..........................................................................................13 4. Format Layanan BK ......................................................................................15 B. Perundungan (Bullying) .....................................................................................16 1. Definisi ............................................................................................................16 2. Jenis Perundungan (Bullying) .......................................................................17 3. Dampak Buruk Perundungan (Bullying)......................................................18 4. Pemeran pada Kejadian Perundungan (Bullying) .......................................19 C. Remaja .................................................................................................................20 1. Definisi Remaja ..............................................................................................20 2. Tahap Perkembangan Remaja ......................................................................21 3. Kenakalan Remaja .........................................................................................22 viii D. Evaluasi ...............................................................................................................23 1. Definisi ............................................................................................................23 2. Jenis Evaluasi .................................................................................................24 E. The Logic Model ..................................................................................................26 1. Resources / Input .............................................................................................27 2. Program Activities ...........................................................................................27 3. Output ..............................................................................................................28 4. Outcomes .........................................................................................................28 5. Impact ..............................................................................................................28 Pelaksanaan Layanan Klasikal Bimbingan Konseling ....................................28 F. 1. Input ................................................................................................................29 2. Aktivitas ..........................................................................................................35 3. Output ..............................................................................................................40 G. Kerangka Teori ...................................................................................................41 BAB 3. KERANGKA BERPIKIR DAN DEFINISI ISTILAH ...................................44 A. Kerangka Pikir ...................................................................................................44 B. Definisi Istilah .....................................................................................................45 BAB 4. METODE PENELITIAN .................................................................................50 A. Desain Penelitian.................................................................................................50 B. Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................................50 C. Informan Penelitian ............................................................................................50 D. Pengumpulan Data .............................................................................................51 E. Instrumen Penelitian ..........................................................................................52 Manajemen dan Analisis Data ...........................................................................52 F. 1. Data Reduction (Reduksi Data) .....................................................................52 2. Display Data (Penyajian Data) .......................................................................52 3. Conclusion Drawing/Verification ...................................................................53 G. Validitas Data Penelitian ....................................................................................53 1. Trianggulasi Sumber ......................................................................................53 2. Triangulasi Metode ........................................................................................53 BAB 5. HASIL ................................................................................................................55 A. Masukan (Input) Layanan Klasikal Bimbingan Konseling .............................55 1. Sumber Daya Manusia (SDM) ......................................................................55 ix 2. Fasilitas ...........................................................................................................61 3. Materi ..............................................................................................................68 4. Metode.............................................................................................................73 B. Aktivitas Layanan Klasikal Bimbingan Konseling ..........................................78 1. Perencanaan ...................................................................................................78 2. Pengorganisasian ............................................................................................82 3. Pelaksanaan ....................................................................................................84 4. Pengawasan dan Penilaian.............................................................................91 5. Tindak Lanjut............................................................................................... 105 6. Pelaporan ......................................................................................................109 C. Keluaran (Output) Layanan Klasikal Bimbingan Konseling 118_Toc488142237 D. Gambaran Keterkaitan Masukan (Input) – Aktivitas (Activity) – Keluaran (Output) ................................................................................... 121 BAB 6. PEMBAHASAN .............................................................................................. 125 A. Keterbatasan Penelitian ...................................................................................125 B. Masukan (Input) Layanan Klasikal BK .......................................................... 126 1. Sumber Daya Manusia (SDM) ....................................................................126 2. Fasilitas .........................................................................................................129 3. Materi ............................................................................................................133 4. Metode...........................................................................................................134 C. Aktivitas Layanan Klasikal BK ..........................................................................138 1. Perencanaan .................................................................................................139 2. Pengorganisasian .......................................................................................... 141 3. Pelaksanaan ..................................................................................................142 4. Pengawasan dan Penilaian...........................................................................146 5. Tindak Lanjut............................................................................................... 153 6. Pelaporan ......................................................................................................158 C. Keluaran (Output) Layanan Klasikal BK (Cakupan Layanan Klasikal BK tentang Perundungan) ......................................................................................160 D. Keterkaitan Masukan (Input) – Aktivitas (Activity) – Keluaran (Output) Layanan Klasikal BK tentang Perundungan ..................................................162 BAB 7. KESIMPULAN ............................................................................................... 164 A. Kesimpulan .......................................................................................................164 x B. Saran ..................................................................................................................165 Daftar Pustaka .............................................................................................................166 xi Daftar Gambar Gambar 2.1 Logic Model ……………………………………………………..…27 Gambar 2.2 Denah Ruangan Kantor UPBK……………………………………..31 Gambar 2.3 Kerangka Teori Penelitian menggunakan Logic Model dan Panduan Bimbingan Konseling untuk SM…...…………………………………….………42 Gambar 3.1 Kerangka Pikir Penelitian ……………………………………….….44 Gambar 5.1 Gambaran keterkaitan antara masukan (input), aktivitas dan keluaran (output) layanan klasikal BK tentang perundungan di SMPN 9 Cimahi tahun 2016……………………………………………………………………………..119 Gambar 6.1 Contoh minimal penataan ruang bimbingan dan konseling……….122 Gambar 6.2 Permasalahan masukan (input) layanan klasikal BK tentang perundungan di SMPN 9 Cimahi tahun 2016.......………………………………………………………………………...130 xii Daftar Tabel Tabel 3.1 Definisi Istilah………………………………………………………....45 Tabel 5.1 Daftar Guru Pembimbing SMPN 9 Cimahi…………………………...56 Tabel 5.2 Data Guru Bimbingan Konseling SMPN 9 Cimahi Berdasarkan Riwayat Pendidikan………..……………………………………….....59 Tabel 5.3 Data Kasus Perundungan (Bullying) di SMPN 9 Cimahi tahun 2014 – 2016…………………………………………………………………...97 Tabel 5.4 Format Evaluasi Laporan Evaluasi Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Semester Genap Tahun Pembelajaran 2011-2012 SMPN 9 Cimahi………………………………………………………………..117 Tabis 5. 5 Jumlah siswa kelas 7 semester ganjil tahun ajaran 2015-2016 yang menerima layanan klasikal bimbingan konseling dengan tema perilaku perundungan Bullying…..…………………………………………....119 xiii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Anak-anak merupakan salah satu asset berharga yang dimiliki oleh sebuah bangsa. Anak-anak sering kali memiliki masalah dalam menjalani kehidupannya disekolah, diantaranya adalah perundungan atau lebih dikenal dengan istilah bullying. Mengacu kepada definisi kesehatan menurut UU No. 36 tahun 2009, yang didefinisikan sebagai keadaan sehat baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial, maka korban, pelaku maupun penonton tindakan perundungan termasuk dalam seseorang yang memiliki masalah kesehatan. Menurut Wicaksana (2008), bullying atau perundungan adalah kegiatan kekerasan fisik dan psikologis jangka panjang yang dilakukan seseorang atau kelompok terhadap seseorang yang tidak mampu mempertahankan dirinya dalam situasi dimana ada hasrat untuk melukai atau menakuti orang itu atau membuat dia tertekan. Perundungan banyak terjadi pada anak-anak khususnya pada usia sekolah. Data Komisi Perlindungan Anak (2015) menyebutkan bahwa sejak 2012 hingga 2015, dari 2 ribu anak di seluruh Indonesia, sebanyak 87 persen mengalami kasus kekerasan yang di dalamnya termasuk perundungan. Berdasarkan data kasus perundungan dari KPAI sejak tahun 2011 hingga 2016 tercatat pada tahun 2011 terdapat 56 korban kasus kekerasan di sekolah (bullying). Pada tahun 2012 tercatat sebanyak 130 korban, tahun 2013 sebanyak 96 1 korban, tahun 2014 sebanyak 159 korban, tahun 2015 sebanyak 154 korban dan tahun 2016 sebanyak 81 korban. Sementara untuk pelaku kekerasan di sekolah pada tahun 2011 sebanyak 48 pelaku, tahun 2012 sebanyak 66 pelaku, tahun 2013 sebanyak 63 pelaku, tahun 2014 sebanyak 64 pelaku, tahun 2015 sebanyak 93 pelaku dan tahun 2016 sebanyak 93 pelaku. Swearer (2015), menjelaskan bahwa status disabilitas (berkebutuhan khusus) merupakan salah satu faktor risiko terjadinya tindakan perundungan pada individu. Berdasarkan data dari program IKEA-Save The Children Jawa Barat, pada tahun 2014 tercatat jumlah anak berkebutuhan khusus (disabilitas) sebanyak 3.279 anak di enam Kabupaten/Kota yang menjadi lingkup wilayah program IKEA - Save The Children Jawa Barat. Dalam data tersebut Kota Cimahi memiliki 391 anak dengan kebutuhan khusus. Dalam program IKEA-Save The Children Tahun 2012-2015, Kota Cimahi memiliki sekolah penyelenggara pendidikan inklusi yang mendapatkan dampingan dari Save The Children. Salah satu sekolah tersebut adalah SMPN 9 Cimahi. SMPN 9 Cimahi merupakan sekolah penyelenggara pendidikan inklusi dengan jumlah siswa paling banyak dari sekolah dampingan Save The Children lainnya. SMPN 9 Cimahi memiliki 16 anak yang tercatat merupakan anak berkebutuhan khusus. Pada kelas 7 terdapat 7 siswa, kelas 8 sebanyak 6 siswa dan kelas 9 sebanyak 3 siswa. Berdasarkan hasil studi pendahuluan di SMPN 9 Cimahi terhadap 3 siswa berkebutuhan khusus di kelas 9, diketahui bahwa ketiga siswa tersebut pernah menerima tindakan perundungan yang dilakukan oleh 2 siswa reguler. Perlakuan yang diterima siswa berkebutuhan khusus tersebut antara lain seperti dikucilkan oleh teman yang lain, sering dimarahi oleh teman dan beberapa kali menerima tindakan perundungan lainnya seperti dipalak, menarik baju, dipukul maupun dijahili. Tindakan perundungan ini terjadi ketika mereka duduk di kelas 7 dan 8. Selain itu, berdasarkan wawancara dengan 7 siswa kelas 7 yang memiliki kebutuhan khusus, diketahui 3 orang siswa pernah menerima perlakuan perundungan, dan dua diantaranya masih sering menerima perlakuan perundungan. Pada SMPN 9 Cimahi, kasus perundungan tidak hanya terjadi pada siswa berkebutuhan khusus tetapi juga pada siswa reguler. Berdasarkan data yang dimiliki oleh guru Bimbingan Konseling, pada tahun ajaran 2014-2015 tercatat sebanyak 13 kasus dan tahun ajaran 2015-2016 tercatat sebanyak 15 kasus. Dari data tersebut terlihat bahwa jumlah kasus perundungan meningkat dalam satu tahun terakhir. Hasil wawancara dengan 2 siswa yang pernah menjadi pelaku perundungan diketahui bahwa mereka melakukan perundungan untuk mencari kesenangan. Pelaku perundungan memiliki pengetahuan yang rendah sebelum mereka menghentikan aksinya. Hal ini diketahui dari ketidaktahuan mereka terhadap dampak perundungan bagi korban, teman yang menyaksikan dan bahkan diri mereka sendiri. Permasalahan perundungan baik dikalangan anak-anak maupun orang dewasa sudah menjadi salah satu permasalahan dalam kesehatan masyarakat. Perundungan (Bullying) merupakan salah satu masalah utama dalam kesehatan masyarakat yang menuntut waktu dan perhatian yang 3 terkoordinasi oleh penyelenggara layanan kesehatan, pembuat kebijakan dan keluarga (WHO, 2010). Menurut WHO (2010), bahwa tindakan perundungan merupakan salah satu bahaya psikososial yang memiliki dampak pada kesehatan. Pada masa kanak-kanak tindakan perundungan terbukti memiliki hubungan yang signifikan terhadap penyakit kejiwaan, sementara pada orang dewasa yang menerima tindakan perundungan cenderung menderita berbagai risiko kesehatan, termasuk depresi dan masalah kesehatan kardiovaskular. Menjadi korban perundungan dimasa anak-anak berdampak pada kesehatan mental yang lebih buruk, seperti depresi, perasaan cemas yang berlebih, fungsi dalam peran sosial yang lebih buruk dan berpikir untuk melakukan bunuh diri (Hertz, 2013). Menurut Hertz, dkk. (2013) ada hubungan yang kuat antara perundungan dan perilaku yang berhubungan dengan tindakan bunuh diri, namun hubugan ini sering dimediasi oleh beberapa faktor termasuk depresi dan kejahatan. Siswa yang mengalami perundungan memiliki peningkatan resiko mengalami depresi, kecemasan, kesulitan tidur, dan penyesuaian yang buruk dilingkungan sekolah (Center of Disease Control, 2012). Siswa yang terlibat dalam tindakan perundungan memiliki risiko yang signifikan untuk mengalami spektrum gejala psikosomatik, melarikan diri dari rumah, penyalah gunaan alkohol dan obat terlarang, ketidak hadiran di sekolah dan terutama mengalami cedera yang ditimbulkannya sendiri, tidak disengaja maupun dilakukan orang lain (WHO, 2010). Dari hasil wawancara dengan guru BK SMPN 9 Cimahi, siswa yang mengalami tindakan perundungan juga mengalami 4 gangguan dalam proses belajar mereka di dalam kelas. Selain itu siswa yang mengalami perundungan menjadi sulit beradaptasi dengan lingkungan sekolah dan merasa tidak nyaman di sekolah. Dalam beberapa penelitian menjelaskan beberapa faktor yang memiliki hubungan signifikan dengan tindakan perundungan di sekolah diantaranya pengetahuan (Fajrin, 2013), peran kelompok teman sebaya, iklim sekolah (Usman, 2010) dan persepsi siswa terhadap iklim sekolah (Rachmawati, 2014). Iklim sekolah didefinisikan sebagai sebuah sistem, dimana anggotaanggotanya saling berinteraksi dan interaksi tersebut dapat mempengaruhi sikap, kepercayaan, nilai-nilai, motivasi, dan perilaku anggota-anggotanya (Rachmawati, 2014). Iklim sekolah itu sendiri meliputi aspek lingkungan fisik dan sosial, hubungan antara rumah dan sekolah, dan keamanan sekolah. Iklim sekolah yang dibangun dengan positif, terbuka dan penuh dengan pengasuhan akan menciptakan lingkungan yang produktif dan berprestasi bagi guru dan murid (Rachmawati, 2014). Salah satu upaya sekolah untuk membangun iklim sekolah yang baik adalah dengan membentuk unit pelayanan bimbingan konseling (UPBK). Dalam penelitian Nurbaiti (2009) diketahui bahwa bimbingan konseling berperan sebagai upaya prefentif dan kuratif dalam menangani perilaku perundungan pada siswa di SMA Al-Izhar Pondok Labu. Penelitian lain yang dilakukan oleh Efastri, Rustono dan Wibowo (2015) menjelaskan bahwa konseling kelompok dengan pendekatan behavioural terbukti efektif untuk mengurangi perilaku perundungan. Penelitian lain terkait 5 intervensi kekerasan berbasis nuansa sekolah membuktikan bahwa tindakan preventif dengan mengintergrasikan kurikulum 2013 dalam pembelajaran klasikal, secara bertaham mampu menanamkan nilai-nilai positif, pembinaan sikap dan mengurangi tindakan perundungan pada siswa di SDN Lenteng Timur (Mufrihah, 2016). Sebelum diberikan layanan konseling secara individu (layanan individu), upaya yang dilakukan untuk mencegah dan mengurangi tindakan perundungan di lingkungan sekolah SMPN 9 adalah dengan memberikan layanan klasikal. Layanan klasikal tentang perundungan dilakukan sebagai langkah pertama untuk mencegah tindakan perundungan di SMN 9 Cimahi. Layanan klasikal merupakan bentuk kegiatan bimbingan konseling yang melayani sejumlah peserta didik dalam rombongan belajar satu kelas. Layanan klasikal ini diberikan pada siswa kelas 7 dan 8. Namun dari hasil studi pendahuluan di atas, masih ditemukan kasus perundungan. Oleh karena itu, evaluasi dalam kegiatan konseling perlu dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kekurangan dan keberhasilan layanan klasikal bimbingan konseling yang sudah dilakukan untuk mencegah tindakan perundungan di SMPN 9 Cimahi. B. Rumusan Masalah Kasus perundungan pada SMPN 9 Cimahi mengalami peningkatan dalam lebih dari satu tahun terakhir. Korban perundungan itu sendiri adalah siswa dengan kebutuhan khusus dan siswa reguler. Untuk mengurangi terjadinya tindakan perundungan di sekolah, Guru Bimbingan 6 Konseling memberikan bimbingan konseling pada siswa secara individu maupun melalui layanan klasikal. Dari latar belakang, diketahui layanan klasikal dan bimbingan konseling individu belum bisa menurunkan kasus perundungan. Hal ini terlihat dari masih ditemukannya sejumlah kasus perundungan pada siswa. Namun demikian Guru Bimbingan Konseling selama ini melakukan evaluasi hanya berdasarkan pelaporan kasus baru dari siswa. Evaluasi ini tentu sangat penting untuk mengembangkan kegiatan layanan konseling sebagai upaya menghentikan tindakan perundungan disekolah. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang evaluasi layanan klasikal bimbingan konseling terhadap perilaku perundungan pada siswa di SMPN 9 Cimahi. C. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran masukan (input) (SDM, fasilitas, materi, dan metode pelayanan) pada layanan klasikal bimbingan konseling terhadap perilaku perundungan di SMPN 9 Cimahi? 2. Bagaimana gambaran aktivitas (activities) (Perencanaan kegiatan, pengorganisasian, pelaksanaan, Pengawasan dan penilaian, tindak lanjut, pelaporan) pada layanan klasikal bimbingan konseling terhadap perilaku perundungan di SMPN 9 Cimahi? 3. Bagaimana gambaran keluaran (output) (cakupan layanan klasikal bimbingan konseling) pada layanan klasikal bimbingan konseling terhadap perilaku perundungan di SMPN 9 Cimahi? 7 4. Bagaimana gambaran keterkaitan antara masukan, aktivitas dan keluaran pada layanan klasikal bimbingan konseling terhadap perilaku perundungan di SMPN 9 Cimahi? D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran layanan klasikal terhadap perilaku bullying di SMPN 9 Cimahi tahun 2016. 2. Tujuan Khusus a. Diketahuinya gambaran masukan (input) (SDM, fasilitas, materi, dan metode pelayanan) pada layanan klasikal bimbingan konseling terhadap perilaku perundungan di SMPN 9 Cimahi b. Diketahuinya gambaran aktivitas (activities) (Perencanaan kegiatan, pengorganisasian, pelaksanaan, Pengawasan dan penilaian, tindak lanjut, pelaporan) pada layanan klasikal bimbingan konseling terhadap perilaku perundungan di SMPN 9 Cimahi c. Diketahuinya gambaran keluaran (output) (cakupan layanan klasikal bimbingan konseling) pada layanan klasikal bimbingan konseling terhadap perilaku perundungan di SMPN 9 Cimahi d. Diketahuinya gambaran keterkaitan antara masukan, aktivitas dan keluaran pada layanan klasikal bimbingan konseling terhadap perilaku perundungan di SMPN 9 Cimahi 8 E. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Bagi Peneliti Sebagai sarana untuk menambah wawasan dan bentuk aplikasi keilmuan yang telah didapatkan saat perkuliahan dan syarat untuk memperoleh gelar sarjana. 2. Manfaat Bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Sebagai referensi dan acuan untuk penelitian selanjutnya terutama terkait layanan klasikal bimbingan konseling terhadap perilaku perundungan pada siswa SMP. 3. Manfaat Bagi SMPN 9 Cimahi Sebagai sumber informasi terkait evaluasi pada layanan klasikal bimbingan konseling terhadap perilaku perundungan pada siswa. Selain itu sebagai acuan untuk mengembangkan program dalam upaya menghentikan tindakan perundungan siswa di SMPN 9 Cimahi. F. Ruang Lingkup Penelitian ini berjudul “Evaluasi Pelaksanaan Layanan Klasikal Bimbingan Konseling terkait Perilaku Perundungan (Bullying) pada Siswa SMPN 9 Cimahi Tahun 2016” yang dilakukan oleh mahasiswa program studi Kesehatan Masyarakat peminatan Promosi Kesehatan Universitas Islam Negri Jakarta. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan April-Oktober 2016. Variabel yang diteliti meliputi input (SDM, fasilitas, materi layanan, metode pelayanan), aktivitas (perencanaan, 9 pengorganisasian, pelaksanaan, Pengawasan dan penilaian, tindak lanjut, pelaporan) dan output (cakupan cakupan layanan klasikal bimbingan konseling) pada layanan klasikal bimbingan konseling. Penelitian ini dilakukan di SMPN 9 Cimahi, Provinsi Jawa Barat. 10 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA A. Bimbingan Konseling 1. Definisi Menurut Aisyah (2015) bimbingan konseling (BK) merupakan layanan bantuan bagi peserta didik, baik secara perorangan maupun kelompok, agar mampu mandiri dan berkembang secara optimal, dalam bidang pengembangan kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kemampuan belajar, dan perencanaan karir. Berdasarkan peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 111 tahun 2014 tentang bimbingan dan konseling pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah, bimbingan dan konseling didefinisikan sebagai upaya sistematis, objektif, logis, dan berkelanjutan serta terprogram yang dilakukan oleh konselor atau guru bimbingan dan konseling untuk memfasilitasi konseli (peserta didik) untuk mencapai kemandirian dalam hidupnya. Paradigma pelayanan BK didasari oleh pandangan bahwa setiap peserta didik mempunyai potensi untuk berkembang secara optimal. Sebagaimana arah dari penerapan Kurikulum 2013, berkembang secara optimal tidak hanya sebatas pencapaian prestasi sesuai kapasitas intelektual dan minat peserta didik. Perkembangan optimal juga mencakup sebuah kondisi perkembangan yang memungkinkan peserta didik mampu mengambil pilihan dan keputusan secara sehat, aktif, produktif dan bertanggungjawab serta memiliki daya adaptasi tinggi terhadap dinamika 11 kehidupan yang dihadapinya (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014). 2. Tujuan dan Fungsi BK Pelayanan BK berdasarkan panduan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2014) bertujuan untuk mengembangkan peserta didik mampu mengekspresikan diri dalam bentuk kehidupan efektif sehari-hari (KES) sesuai dengan tututan karakter yang terpuji, bakat, minat, potensi, kebutuhan, kondisi dan tugas perkembangan, serta perkembangan arah peminatan mereka mengacu pada pencapaian tujuan pendidikan. Namun demikian, pelayanan BK juga menangani permasalahan peserta didik dalam bentuk kehidupan efektif sehari-hari yang terganggu (KES-T). Hal ini mencakup kehidupan di dalam lembaga pendidikan, hubungan teman sebaya, kehidupan dalam keluarga, dan kehidupan sosial atau kemasyarakatan serta lingkungan sekitar (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, 2014). Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2014) menetapkan ada lima fungsi diselenggarakannya pelayanan BK. a. Fungsi pemahaman, yaitu fungsi pelayanan BK untuk membantu peserta didik memahami diri, tuntutan studi, dan lingkungannya. b. Fungsi pemeliharaan dan pengembangan, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik memelihara dan menumbuh-kembangkan berbagai potensi dan kondisi positif yang dimilikinya secara optimal sesuai dengan tuntutan karakter yang terpuji. 12 c. Fungsi pencegahan, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik mampu mencegah atau menghindari diri dari berbagai permasalahan yang dapat menghambat perkembangan diri pada umumnya, kesuksesan studi pada khususnya. d. Fungsi pengentasan, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik mengatasi masalah yang dialaminya. e. Fungsi advokasi, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik memperoleh pembelaan atas hak dan/atau kepentingannya, baik yang berkenaan dengan hak-hak kehidupan pada umumnya, khususnya hak terkait pendidikannya. 3. Jenis Layanan BK Layanan BK berdasarkan panduan bimbingan dan konseling Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dibagi menjadi 10 jenis layanan. a. Layanan Informasi, yaitu layanan BK yang membantu peserta didik menerima dan memahami berbagai informasi diri, sosial, belajar, karir/jabatan, dan pendidikan lanjutan secara terarah, objektif dan bijak. b. Layanan Orientasi, yaitu layanan BK yang membantu peserta didik memahami lingkungan baru, seperti lingkungan di lembaga pendidikan bagi peserta didik baru, dan objek-objek yang perlu dipelajari. Layanan orientasi dilakukan untuk menyesuaikan diri serta mempermudah dan memperlancar peran peserta didik dilingkungan baru secara efektif dan berkarakter. 13 c. Layanan Penguasaan Konten, yaitu layanan BK yang membantu peserta didik menguasai konten tertentu, terutama kompetensi. d. Layanan Penempatan dan Penyaluran, yaitu layanan BK yang membantu peserta didik memperoleh penempatan dan penyaluran yang tepat di dalam kelas, kelompok belajar, pemi-natan/jurusan/program studi, program latihan, magang, dan kegiatan ekstra kurikuler secara terarah, objektif dan bijak. e. Layanan Konseling Perorangan, yaitu layanan BK yang membantu peserta didik dalam memecahkan masalah pribadinya melalui prosedur perorangan. f. Layanan Bimbingan Kelompok, yaitu layanan BK yang membantu peserta didik dalam pengembangan pribadi, kemampuan hubungan sosial, kegiatan belajar, karir/jabatan, dan pengambilan keputusan, serta melakukan kegiatan tertentu. Layanan bimbingan kelompok dilakukan melalui pembahasan topik-topik tertentu dalam suasana dinamika kelompok. g. Layanan Konseling Kelompok, yaitu layanan BK yang membantu peserta didik dalam pembahasan dan penyelesaian masalah pribadi sesuai dengan tuntutan karakter yang terpuji melalui suasana dinamika kelompok. h. Layanan Konsultasi, yaitu layanan BK yang membantu peserta didik dan atau pihak lain dalam memperoleh wawasan, pemahaman, dan cara-cara dan atau perlakuan yang perlu dilaksanakan kepada pihak ketiga. 14 i. Layanan Advokasi, yaitu layanan BK yang membantu peserta didik untuk mendapatkan kembali hak-hak dirinya yang tidak diperhatikan atau mendapat perlakuan yang salah. j. Layanan Mediasi, yaitu layanan BK yang membantu peserta didik dalam menyelesaikan permasalahan dan memperbaiki hubungan dengan pihak lain. 4. Format Layanan BK Format pelayanan BK menurut Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2014) dibedakan menjadi enam macam. a. Individual, yaitu format kegiatan BK yang melayani peserta didik secara perorangan b. Kelompok, yaitu format kegiatan BK yang melayani sejumlah peserta didik melalui suasana dinamika kelompok. c. Klasikal, yaitu format kegiatan BK yang melayani sejumlah peserta didik dalam rombongan belajar satu kelas d. Lapangan, yaitu format kegiatan BK yang melayani seorang atau sejumlah peserta didik melalui kegiatan di luar kelas atau di lapangan terbuka/bebas. e. Pendekatan Khusus/Kolaboratif, yaitu format kegiatan BK yang melayani kepentingan peserta didik melalui pendekatan kepada pihakpihak terkait yang dapat memberikan kemudahan. f. Jarak Jauh, yaitu format kegiatan BK yang melayani kepentingan peserta didik melalui media dan/atau saluran jarak jauh, seperti surat dan sarana elektronik. 15 B. Perundungan (Bullying) 1. Definisi Menurut Wicaksana (2008), perundungan merupakan kegiatan kekerasan fisik maupun psikologis jangka panjang yang dilakukan seseorang atau kelompok terhadap seseorang yang tidak mampu mempertahankan dirinya dalam situasi dimana ada untuk melukai atau menakuti orang itu atau membuat dia tertekan. Menurut Lines (2008), perundungan (bullying) adalah perilaku yang bersifat terus menerus dan merupakan bentuk intimidasi secara fisik, psikis, sosial, dan emosional yang dilakukan individu maupun kelompok. Menurut Farrington (dalam Lines, 2008), perundungan (bullying) adalah penindasan yang dilakukan berulang-ulang baik secara fisik maupun psikis yang dilakukan oleh seseorang yang memiliki kekuasaan lebih besar kepada orang lain yang memiliki kekuasaan lebih kecil. Sedangkan menurut Daniel Olweus (dalam Harris, 2009) menjelaskan tiga kriteria utama untuk mendefinisikan perundungan (Bullying). Pertama adalah adanya aksi atau perilaku menyakiti yang dilakukan dengan sengaja. Kedua adalah aksi tersebut dilakukan berulang kali. Dan ketiga, pelaku bully dan korbannya ditandai dengan adanya ketidak seimbangan kekuasaan atau kemampuan. Dari beberapa definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa perundungan merupakan suatu tindakan yang dilakukan secara sengaja oleh seseorang atau kelompok tertentu terhadap orang lain yang dianggap lebih lemah dan bertujuan untuk mengintimidasi atau 16 menyakiti baik secara fisik, psikis, sosial maupun emosional. Tindakan perundungan yang terjadi di lingkungan sekolah biasanya disebut dengan istilah school bullying. Perundungan ini terjadi karena adanya ketidak seimbangan kekuatan atau kekuasaan antara pelaku bully dengan korbannya. Contoh dari ketidak seimbangan kekuatan seperti kalah jumlah antara pelaku bully dengan korban bully, karena pelaku bully memiliki kekuasaan yang lebih besar, karena kondisi fisik yang lebih unggul dan lain sebagainya. 2. Jenis Perundungan (Bullying) Rigby (2007) mengelompokan perilaku perundungan (bullying) dalam dua kelompok yaitu secara fisik dan non-fisik dan setiap kelompok dapat ditunjukan secara langsung maupun tidak langsung. a. Bentuk perilaku perundungan secara fisik langsung contohnya dengan memukul, menendang, meludah, melempar batu dan lainlain sedangkan secara tidak langsung dengan cara menyuruh orang lain untuk menyerang seseorang. b. Bentuk perilaku perundungan non-fisik dibedakan menjadi dua kelompok verbal dan non-verbal. 1) Contoh perilaku perundungan verbal langsung adalah melakukan penghinaan dengan ucapan, mencaci atau mencela, memanggil seseorang dengan nama lain dengan maksud menghina. Sedangkan contoh perilaku perundungan non-fisik 17 verbal bentuk tidak langsung dengan menyuruh orang lain menghina seseorang atau menyebarkan rumor yang tidak baik. 2) Contoh perilaku perundungan non-verbal langsung adalah dengan isyarat yang mengancam atau melecehkan. Sedangkan contoh tidak langsung menyembunyikan barang dengan cara membuang orang lain atau atau melakukan pengucilan yang disengaja dari kelompok atau aktivitas. 3. Dampak Buruk Perundungan (Bullying) Dampak buruk perundungan tidak hanya terjadi pada korban perundungan tetapi juga para saksi yang melihat tindakan perundungan dan juga pelaku perundungan itu sendiri. Dampak buruk yang dapat terjadi pada anak yang menjadi korban perundungan menurut Priyatna (2010) antara lain : a. Kecemasan b. Merasa kesepian c. Rendah diri d. Tingkat kompetensi sosial yang rendah e. Depresi f. Simtom psikosomatik g. Penarikan sosial h. Keluhan pada kesehatan fisik i. Minggat dari rumah j. Penggunaan alkohol dan obat terlarang 18 k. Bunuh diri l. Penurunan performasi akademik Dampak pada anak-anak yang menyaksikan tindakan perundungan pada kawan-kawannya berada pada risiko : a. Menjadi penakut dan rapuh b. Sering mengalami kecemasan c. Rasa keamanan diri yang rendah Sementara itu dampak yang bisa terjadi pada pelaku perundungan adalah memiliki risiko beberapa hal berikut. a. Sering terlibat dalam perkelahian b. Mengalami cedera akibat perkelahian c. Melakukan tindakan pencurian d. Minum alkohol e. Merokok f. Menjadi pembuat masalah di sekolah g. Kabur dari sekolah h. Gemar membawa senjata tajam i. Menjadi pelaku tindak kriminal 4. Pemeran pada Kejadian Perundungan (Bullying) Dalan sebuah kejadian perundungan, setiap orang yang berada disekitar tempat kejadian perundungan memiliki peran masing-masing. Menurut Salmivalli (1999) beberapa peran yang terlibat dalam kejadian perundungan di sekolah adalah korban, bullies (orang yang berinisiatif melakukan tindakan perundungan), assistant of bullies, reinforcers, 19 outsiders, dan defender. Assistant of bullies adalah mereka yang mengikuti bullies, reinforcers adalah mereka yang tidak terlibat langsung tetapi memberikan dukungan kepada bullies dengan menertawakan dan bersorak. Sementara itu, outsiders adalah mereka yang memilih tidak ikut campur dan tidak memihak kepada siapapun, dan defenders adalah mereka yang mendukung korban dan berusaha menghentikan tindakan perundungan. (Salmivalli, 1999). C. Remaja 1. Definisi Remaja WHO dalam Depkes RI (2005) mendefinisikan bahwa remaja merupakan seseorang yang berusia 12 sampai 24 tahun. Sementara menurut undang-undang nomor 23 tahun 2002, mereka yang masih berusia dibawah 18 tahun bahkan yang masih di dalam kandungan didefinisikan sebagai anak-anak. Seorang remaja merupakan individu yang sedang mengalami masa peralihan secara berangsur-angsur mencapai kematangan seksual, jiwanya berkembang dari jiwa kanakkanak menjadi dewasa dan keadaan ekonominya beralih dari ketergantungan menjadi relatif mandiri. Definisi lain dari remaja adalah mereka yang berada dalam masa transisi dari masa kanak-kanak menuju dewasa, yang ditandai oleh perubahan-perubahan fisik pubertas dan emosional yang kompleks, dramatis serta penyesuaian sosial (Hamilton, 1995). 20 Menurut Hamilton (1995), pubertas pada perempuan terlihat pada usia antara 10 dan 15 tahun dan pada laki-laki antara 12 dan 17 tahun. Masa remaja merupakan masa penuh dengan gejolak emosi dan ketidak seimbangan dan mudah terpengaruh oleh lingkungan (Gunarsa, 2008). Menurut A. Bandura (dalam Gunarsa, 2008), masa remaja digambarkan sebagai suatu masa pertentangan dan pemberontakan. 2. Tahap Perkembangan Remaja Perkembangan adalah pola gerakan atau perubahan yang dimulai pada waktu konsepsi dan berlangsung selama siklus hidup (Santrock, 2003). Sebagian perkembangan mencakup juga pertumbuhan dan penurunan (seperti kematian). Santrock (2003) menjelaskan ada tiga jenis proses perkembangan yang dialami oleh remaja yaitu proses biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Proses biologis yang dialami remaja mencakup perubahan-perubahan fisik individu seperti perkembangan otak, pertumbuhan tinggi dan berat badan, keterampilan motorik, perubahan hormon dan lain sebagainya. Proses perkembangan kognitif pada remaja mencakup perkembangan intelegensi dan bahasa, kemampuan menyelesaikan masalah, imajinasi dan sebagainya. Proses sosial-emosional yang terjadi pada remaja, meliputi perubahan hubungan antara individu dengan manusia lain, perubahan emosi, kepribadian, dan peran sosial. Tahapan perkembangan pada remaja secara umum dibagi menjadi tiga tahap (Robert dan Williams, 2000): 21 a. Remaja Awal (early adolescence) : usia 10-14 tahun, suka membandingkan diri dengan orang lain, sangat mudah dipengaruhi oleh teman sebayanya dan lebih senang bergaul dengan teman sejenis. b. Remaja Tengah (middle adolescence) : usia 15-19 tahun, lebih nyaman dengan keadaan sendiri, suka berdiskusi dan mulai berteman dengan lawan jenis, serta mengembangkan rencana masa depan. c. Remaja Akhir (late adolescence) : usia 20-24 tahun, mulai memisahkan diri dari keluarga dan identitas, bersifat keras tetapi tidak berontak, teman sebaya tidak penting, berteman dengan lawan jenis secara dekat lebih penting, serta lebih fokus pada rencana karir masa depan. Kenakalan yang banyak dilakukan oleh remaja dilingkungan sekolah diantaranya adalah perundungan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Trevi (2013) tentang sikap siswa terhadap perundungan di sekolah, diketahui siswa dengan usia 15 tahun lebih cenderung memiliki sikap negatif terhadap perundungan. Mereka yang memiliki sikap negarif cenderung tidak menyukai tindakan perundungan disekolah. Sedangkan mereka yang berumur 16 tahun memiliki sikap cenderung positif. Selain itu berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Halimah, Khumas dan Zainuddin (2015) terkait intensitas perundungan pada siswa SMP, diketahui pada rentang usia 12 sampai 15 tahun yang paling banyak menjadi pelaku perundungan adalah remaja berusia 13 tahun (56,25%). 3. Kenakalan Remaja Menurut Djiwandono (1989), kenakalan remaja adalah suatu penyesuaian diri dan sebagai respon yang dipelajari dari situasi lingkungan yang tidak cocok atau lingkungan yang memusuhinya. 22 Pendapat lain menurut Chomaria (2008), kenakalan remaja merupakan perilaku yang tidak sesuai dengan peraturan atau melanggar hokum sehingga dapat mengganggu ketertiban dan ketenangan hidup di masyarakat. Didik Hermawan (dalam Chomaria, 2008) membagi empat jenis kenakalan pada remaja. a. Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain, seperti perampokan, perkelahian, pembunuhan, pemerkosaan dan lain-lain b. Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban di pihak lain seperti penyalahgunaan obat, prostitusi dan lain-lain c. Kenakalan yang menibulkan korban materi seperti perusakan, pencurian, pemerasan dan lain-lain d. Kenakalan yang melawan status sosial remaja seperti pelajar yang kabur atau bolos dari sekolah ketika jam belajar. D. Evaluasi 1. Definisi Evaluasi adalah suatu usaha untuk mengukur dan memberi nilai secara obyektif atas pencapaian hasil-hasil pelaksanaan (program) yang telah direncanakan sebelumnya dan dilakukan secara sistematis dan obyektif dengan menggunakan metode yang relevan (Lilik, 2009). Evaluasi didefinisikan juga sebagai proses memahami atau memberi arti, mendapatkan dan mengkomunikasikan suatu informasi sebagai petunjuk untuk pihak-pihak pengambil keputusan (Mubarak dkk, 2007). Evaluasi didefinisikan juga sebagai sebuah proses merencanakan, memperoleh, 23 dan menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk menentukan alternatif-alternatif keputusan (Suardi, 2015). 2. Jenis Evaluasi Azwar (2010), menjelaskan bahwa ada beberapa jenis evaluasi. Jenis evaluasi tersebut dijelaskan sebagai berikut a. Evaluasi Formatif Evaluasi formatif merupakan evaluasi yang dilakukan pada tahap pelaksanaan program dengan tujuan untuk mengubah atau memperbaki program.Evaluasi ini dilakukan untuk memperbaiki program yang sedang berjalan dan didasarkan atas kegiatan sehari-hari, minggu, bulan bahkan tahun, atau waktu yang relatif pendek.Tujuan evaluasi formatif ini utamanya adalah untuk mengetahui seberapa jauh sebuah program diimplementasikan dan kondisi-kondisi apa yang dapat diupayakan untuk meningkatkan keberhasilannya. Manfaat evaluasi formatif terutama untuk memberikan umpan balik kepada manajer program tentang hasil yang dicapai beserta hambatan-hambatan yang dihadapi. Evaluasi Formatif adalah untuk mengevaluasi pelaksanaan program yang memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) Merupakan evaluasi terhadap proses 2) Menilai tingkat kepatuhan pelaksana atas standard aturan 3) Menggunakan model-model dalam implementasi 4) Biasanya bersifat kuantitatif 24 5) Melihat dampak jangka pendek dari pelaksanaan kebijakan/ program b. Evaluasi Promotif Evaluasi promotif merupakan evaluasi yang dilakukan pada saat program sedang dilaksanakan. Bermaksud mengukur apakah program yang dilaksanakan sesuai dengan rencana, atau terjadi penyimpangan. Ada 2 bentuk yaitu Pengawasan (Pengawasan) dan penilaian berkala (periodic evaluation). 1) Pengawasan : biasanya dilakukan setiap 2 minggu sekali, dilakukan oleh kalngan sendiri (internal evaluator), dan bersifat terbatas hanya memperbaiki beberapa penyimpangan saja. 2) Periodic evaluation : biasanya dilakukan setiap 6 bulan sampai 1 tahun sekali, dilakukan oleh kalangan sendiri atau pihak ketiga (external evaluator), dan bersifat lebih luas dan bahkan dapat merevisi program secara keseluruhan. c. Evaluasi Sumatif Evaluasi sumatif, adalah evaluasi yang dilakukan untuk melihat hasil keseluruhan dari suatu program yang telah selesai dilaksanakan. Evaluasi ini dilakukan pada akhir kegiatan atau beberapa kurun waktu setelah program, guna menilai keberhasilan program. Tujuan evaluasi sumatif ini, antara lain : 1) Menilai apakah program telah membawa dampak yang diinginkan terhadap individu, rumah tangga dan lembaga 25 2) Menilai apakah dampak tersebut berkaitan dengan intervensi program 3) Menggali apakah ada akibat yang tidak diperkirakan baik yang positif maupun yang negatif 4) Mengkaji bagaimana program mempengaruhi kelompok sasaran, dan apakah perbaikan kondisi kelompok sasaran betul-betul disebabkan oleh adanya program tersebut ataukah karena faktor lain. E. The Logic Model The logic model didefinisikan oleh Center of Disease Control and Prevention (2009) sebagai visualisasi sebuah program yang mengkomunikasikan hubungan yang diinginkan antara tujuan program, aktivitas (kegiatan), output, dan hasil (outcome) yang diharapkan. Pendekatan logic model ini banyak digunakan sebagai model untuk melakukan perencanaan dan evaluasi. Secara sederhana, model ini membantu untuk menggambarkan bagaimana sebuah program yang direncanakan untuk mampu berjalan dan mencapai tujuan yang diharapkan. 26 Kerangka berpikir logic model digambarkan oleh Kellog Foundation (2004) dalam alur berikut. Resources / Input Activities Output Planed work Outcomes Impact Intended result Gambar 2.1 Logic Model (W.K. Kellog Foundation, 2004) Pada bagian planed work menggambarkan sumberdaya apa saja yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan sebuah program dan apa saja pekerjaan yang perlu dilakukan dalam implementasi. Sedangkan pada bagian intended resulr menjelaskan hasil yang ingin dicapai dari program yang di implementasikan (mencakup output, outcomes, dan dampak). 1. Resources / Input Resources dijelaskan sebagai segala jenis sumber daya yang tersedia dan dibutuhkan untuk menjalankan sebuah program atau pekerjaan seperti SDM, fasilitas, keuangan, sumberdaya dalam komunitas dan lain-lain. 2. Program Activities Program activities merupakan apa saja yang dilakukan oleh program terhadap sumberdaya yang ada. Aktivitas disini juga dijelaskan sebagai proses, alat, kegiatan, dan tindakan yang dilakukan dan merupakan bagian dari implementasi program. 27 3. Output Output merupakan produk atau jasa yang dihasilkan langsung dari aktivitas program. Output juga merupakan bukti langsung dari kegiatan yang dilaksanakan. 4. Outcomes Outcomes (tujuan) merupakan perubahan tertentu pada perilaku, pengetahuan, keterampilan, status, tingkatan fungsi dari semua yang menjadi peserta atau sasaran program. Pencapaian outcomes dalam diukur dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk jangka pendek bisa antara 1-3 tahun, sedangkan jangka panjang bisa mencapai 4-6 tahun. 5. Impact Impact (dampak) merupakan perubahan mendasar baik yang diinginkan maupun tidak diinginkan, yang terjadi dalam organisasi, masyarakat, atau sistem sebagai hasil dari kegiatan program dalam jangka waktu yang panjang. F. Pelaksanaan Layanan Klasikal Bimbingan Konseling Dalam pelaksanaan layanan klasikal bimbingan konseling, terdapat beberapa unsur yang kemudian dikelompokan oleh peneliti menjadi masukan atau input (SDM, fasilitas, materi pelayanan, metode pelayanan), aktivitaas (Perencanaan kegiatan, pengorganisasian, pelaksanaan, Pengawasan dan penilaian, tindak lanjut), dan keluaran atau output (laporan). 28 1. Masukan (Input) Input (masukan) menurut merupakan kumpulan bagian atau elemen yang ada dalam sistem dan diperlukan untuk dapat berfungsinya sistem tersebut (Azwar, 2010). Input juga merupakan segala sesuatu yang harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses (Nurkolis, 2003). Input (masukan) dalam penelitian ini antara lain sumber daya manusia (SDM), fasilitas, materi pelayanan dan metode pelayanan. a. Sumber daya manusia (SDM) Menurut Mathis dan Jackson (2006), SDM merupakan rancangan sistem-sistem formal dalam sebuah organisasi untuk memastikan penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien guna mencapai tujuan organisasi. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, sumber daya manusia merupakan potensi manusia yang dapat dikembangkan untuk proses produksi. Dalam pelayanan bimbingan konseling, SDM yang diperlukan untuk menjalankan proses layanan bimbingan konseling disekolah adalah Guru BK/Konselor. Berdasarkan peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 111 tahun 2014, kegiatan Bimbingan dan Konseling (BK) dilakukan oleh konselor atau guru Bimbingan dan Konseling. Dalam peraturan tersebut juga menetapkan bahwa Guru BK merupakan pendidik professional dengan kualifikasi akademik minimal Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang bimbingan dan konseling serta memiliki kompetensi dibidang Bimbingan dan Konseling. 29 Kualifikasi dan jumlah guru BK atau konselor yang perlu ada di SMP berdasarkan panduan bimbingan dan konseling untuk SMP adalah 1 : 150. Artinya dalam 150 peserta didik setidaknya dibutuhkan satu guru BK atau konselor. Dalam memberikan pelayanan konseling, guru BK atau konselor hendaknya memperhatikan etika dasar profesi konseling. Etika dasar profesi tersebut dijelaskan sebagai berikut (Kemendikbud, 2014). 1) Upaya konseling (Kehidupan efektif bertujuan untuk sehari-hari) mengembangkan dan menangani KES KES-T (Kehidupan efektif sehari-hari yang terganggu), dengan fokus kemandirian pribadi dan pengendalian diri berkarakter cerdas. 2) Upaya Konseling terarah pada membelajarkan klien agar klien belajar dalam dimensi dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mau menjadi mau, dari tidak bersyukur menjadi bersyukur dan ikhlas. 3) Konselor tidak ernah memihak kecuali pada kebenaran 4) Konselor tidak bekerja dengan acuan sanksi ataupun hukuman. 5) Konselor memegang teguh rahasia klien. b. Fasilitas Fasilitas di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia didefinisikan sebagai sarana untuk melancarkan pelaksanaan fungsi. Dalam konteks pembelajaran, sumber daya fasilitas merupakan peralatan dan perlengkapan yang secara langsung dipergunakan untuk menunjang proses pendidikan (Murniati dan Usman, 2009). Dengan demikian, 30 fasilitas dapat diartikan sebagai sarana fisik yang digunakan untuk melancarkan dan menunjang proses pendidikan. Dalam sebuah Unit Pelayanan BK (UPBK) SMP, fasilitas yang dicantumkan dalam panduan pelaksanaan BK dari Kemendikbud tahun 2014 meliputi perangkat sebagai berikut. 1) Ruang Kantor yang terdiri dari ruang data, ruang konseling perorangan, ruang tamu, ruang bimbingan/konseling kelompok, ruang kerja dan ruang relaksasi. Adapun denah dari ruangan kantor tersebut digambarkan sebagai berikut. Gambar 2.1. Denah Ruangan Kantor UPBK (Kemendikbud, 2014) 31 2) Prasarana dan sarana perkantoran, administrasi, dan pendanaan serta kesempatan yang mencukupi untuk berkembang dan suksesnya UPBK serta terpenuhinya kinerja para Guru BK atau konselor. 3) Fasilitas kelengkapan untuk keberlangsungan kegiatan pendidikan/ pembelajaran bagi suksesnya pelayanan BK secara menyeluruh pada umumnya dan khususnya pelayanan peminatan peserta didik, terutama tes dan inventori standar (antara lain alat ungkap masalah) serta alat ukur/ ungkap lainnya, dan perangkat audio visual serta format-format standar pelaksanaan pelayanan. Selain ruang kantor, fasilitas lain dalam pelayanan BK mencakup semua sarana yang dibutuhkan untuk keberlangsungan kegiatan pendidikan/pembelajaran bagi suksesnya pelayanan BK secara menyeluruh. Sarana tersebut termasuk alat ukur/ungkap masalah dan alat ukur lainnya, serta perangkat lain yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pelayanan dalam berbagai format layanan (Kemendikbud, 2014). c. Materi Pelayanan Materi pelayanan BK dapat dirumuskan berupa tema yang akan dibahas dalam praktik pelayanan. Tema itu sendiri merupakan rumusan yang mengandung sejumlah aspek materi yang saling berkaitan yang selanjutnya menjadi muatan kegiatan pelayanan yang dimaksudkan (Kemendikbud, 2014). Materi yang diberikan dalam 32 pelayanan bimbingan konseling sebagaimana yang dijelaskan dalam panduan bimbingan dan konseling Kemendikbud tahun 2014, terfokus kepada pengembangan KES dan/atau penanganan KES-T, kemandirian dan pengendalian diri. Menurut peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan nomor 111 tahun 2014, penyusunan materi dalam layanan konseling dilakukan berdasarkan hasil analisis kebutuhan siswa. Penyampaian materi yang diberikan dalam bimbingan klasikal bersifat pengembangan, pencegahan dan pemeliharaan (Kemendikbud, 2016). d. Metode pelayanan Metode adalah cara yang digunakan untuk mencapai tujuantujuan tertentu (Wiguna, 2014). Metode juga didefinisikan sebagai cara, pendekatan, atau proses untuk menyampaikan informasi (Bastable, 2002). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, metode merupakan cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan sebuah pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki. Mubarak, dkk (2007) menjelaskan, dalam kegiatan pendidikan dan pengajaran terdapat beberapa jenis metode yang biasa digunakan untuk menyampaikan materi pembelajaran. 1) Metode ceramah yang merupakan cara penyampaian materi pembelajaran dengan komunikasi lisan satu arah. Metode ini cocok digunakan untuk pembelajaran dengan tujuan penyampaian informasi atau memberi pengantar bagi format lain. Metode ceramah yang merupakan cara penyampaian materi 33 pembelajaran dengan komunikasi lisan satu arah. Metode ini cocok digunakan untuk pembelajaran dengan tujuan penyampaian informasi atau memberi pengantar bagi format lain. Metode ceramah tentu saja memiliki beberapa kelemahan dan kelebihan, menurut Simamora (2009) kelemahan dalam metode ceramah adalah a) Membuat peserta didik menjadi pasif b) Mengandung unsur paksaan kepada peserta didik c) Mengandung sedikit daya kritis peserta didik d) Bagi peserta didik dengan tipe belajar visual akan lebih sulit menerima pelajaran dibanding peserta didik tipe audio e) Sukar mengendalikan sejauh mana pemahaman belajar peserta didik f) Kegiatan pembelajaran menjadi verbalisme g) Jika terlalu lama dapat membuat jenuh peserta didik metode ceramah juga memiliki beberapa kelebihan seperti a) Pendidik mudah menguasai kelas b) Pendidik mudah menerangkan banyak bahan ajar c) Dapat diikuti peserta didik dalam jumlah besar d) Mudah dilaksanakan 2) Metode tanya-jawab merupakan cara penyampaian materi pembelajaran melalui komunikasi dua arah antara guru dan peserta didik. 34 3) Metode Demonstrasi merupakan cara penyampaian materi pembelajaran dengan memperagakan sesuatu. Metode ini efektif untuk membantu peserta memahami suatu proses atau cara-cara melakukan sesuatu. 4) Metode diskusi merupakan suatu cara penyampaian materi melalui wahana tukar pendapat dan informasi berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang telah diperoleh peserta didik. Metode ini dapat mengembangkan kemampuan peserta didik untuk bertanya, berkomunikasi, menafsirkan, dan memberikan kesimpulan. Metode ini juga dapat membuat suasana pembelajaran menjadi lebih aktif, karena metode ini dapat meningkatkan aktivitas siswa di dalam pembelajaran. 2. Aktivitas Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, aktivitas disini juga dijelaskan sebagai proses, alat, kegiatan, dan tindakan yang dilakukan dan merupakan bagian dari implementasi program. Sementara, proses itu sendiri didefinisikan sebagai tahap perubahan masukan menjadi output yang dilakukan oleh sistem (Marimin dkk, 2006). Menurut Azwar (2010), proses merupakan kumpulan bagian atau elemen yang ada dalam sebuah sistem dan berfungsi untuk mengubah input (masukan) menjadi output (keluaran) yang diharapkan. Dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan konseling, baik klasikal maupun nonklasikal terdapat beberapa tahap yang perlu dilakukan 35 pelaksana kegiatan konseling dan ditetapkan oleh Kemendikbud dalam panduan BK untuk SMP. Tahapan tersebut adalah perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan Pengawasan dan penilaian, serta tindak lanjut (Kemendikbud, 2014). a. Perencanaan Kegiatan Menurut Luddin (2010) perencanaan merupakan proses sistematis dalam pengambilan keputusan tentang tindakan yang akan dilakukan pada waktu yang akan datang. Perencanaan dalam pelayanan BK, sering dikenal dengan istilah Rencana Pelaksanaan Layanan (RPL) atau Satuan Layanan (SATLAN) dan Rencana Kegiatan Pendukung (RKP) atau Satuan Kegiatan Pendukung (SATKUNG). Perencanaan pelayanan kegiatan konseling ini dilakukan oleh Guru BK atau Konselor (Kemendikbud, 2014). Komponen SATLAN / RPL atau SATKUNG / RKP memuat hal-hal pokok yang terkait langsung dengan penyelenggaraan layanan dan kegiatan pendukung seperti materi yang akan disampaikan (sebagaimana yang telah diprogramkan), sasaran layanan, waktu dan tempat, serta teknik dan media yang akan digunakan. b. Pengorganisasian Setelah tersusun SATLAN / RPL dan SATKUNG / RKP, tahap selanjutnya adalah mengorganisasikan berbagai aspek pokok terutama menyangkut prasarana dan sarana fisik, personalia dan administrasi untuk menjamin kelancaran dan suksesnya pelaksanaan SATLAN / RPL dan SATKUNG / RKP yang telah disusun. Pengorganisasian 36 juga termasuk sebagai upaya perincian tugas-tugas setiap Guru BK sebagai pemangku layanan bimbingan dan konseling (Kemendikbud, 2016). c. Pelaksanaan Pelaksanaan kegiatan pelayanan berdasarkan SATLAN / RPL dan SATKUNG / RKP terselenggarakan pada waktu, tempat yang telah ditetapkan dengan subjek sasaran. Dalam setiap pelaksanaan kegiatan konseling terdapat lima langkah yang menjadi alur dan mengatur arah aktifitas yang dilakukan. Kelima langkah tersebut dimulai dari pengantaran, penjajakan, penafsiran, pembinaan, dan penilaian. d. Pengawasan dan Penilaian Selama dilaksanakannya SATLAN / RPL dan SATKUG / RKP, Guru BK atau Konselor secara langsung melakukan Pengawasan proses pelayanan (penilaian proses) yang sedang berjalan. Selain itu Guru BK atau Konselor melakukan penilaian atas hasil yang dicapai oleh peserta pelayanan (penilaian hasil). Hasil Pengawasan dan penilaian ini menjadi isi Laporan Pelaksanaan Program (LAPELPROG). Selain Pengawasan yang dilakukan oleh Guru BK atau konselor, kegiatan Pengawasan pada pelayanan BK juga dilakukan secara interen oleh kepala satuan pendidikan maupun eksteren oleh pengawas satuan pendidikan bidang BK. Fokus dari kegiatan pengawasan tersebut adalah kemampuan professional dan implementasi kegiatan pelayanan BK yang merupakan kewajiban kinerja dan tugas dari guru BK atau Konselor dalam satuan 37 pendidikan. Kegiatan pengawasan ini dilakukan secara berkala dan berkelanjutan. e. Tindak lanjut Setelah dilakukan Pengawasan oleh Guru BK atau Konselor terhadap proses pelayanan dan hasil-hasilnya sebagaimana menjadi isi LAPELPROG dianalisis dan ditindaklanjuti untuk perbaikan pemantapan ataupun penyesuaian kegiatan pelayanan selanjutnya. Sementara hasil Pengawasan dari pengawas kegiatan pelayanan BK (Kepala satuan pendidikan atau pengawas satuan pendidikan bidang BK) didokumentasikan, dianalisis, dan ditindaklanjuti untuk meningkatkan mutu perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pelayanan BK. Tindak lanjut atau umpan balik yang dilakukan oleh pengawas dapat disebut dengan istilah pembinaan terhadap kinerja Guru BK. f. Pelaporan Pelaporan dalam kegiatan bimbingan konseling dipelukan untuk menginterpretasikan hasil dari penilaian sehingga dapat ditarik sebuah kesimpulan. Laporan itu sendiri didefinisikan sebagai alat komunikasi tertulis yang memuat hasil pengolahan data dan informasi serta memberikan kesimpulan atau rekomendasi atas fakta-fakta atau keadaan-keadaan yang telah diselidiki sebelumnya (Nuraida, 2008). Dari definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pelaporan merupakan upaya mengkomunikasikan informasi, hasil pengolahan data, dan rekomendasi secara tertulis. Dalam pelaporan pelayanan BK, 38 Kemendikbud (2014) menetapkan beberapa hal yang perlu diperhatikan dan dilaksanakan. a. Untuk setiap jenis kegiatan BK (yang dilaksanakan melalui kegiatan jenis layanan dan kegiatan pedukung, format klasikal dan nonklasikal) disusun oleh Guru BK atau konselor dalam bentuk Laporan Pelaksanaan Program (LAPELPROG), yang memuat komponen pokok layanan atau kegiatan pendukung secara menyeluruh, disertai data penilaian hasil dan penilaian proses, dilengkapi dengan arah tindak lanjutnya. b. Volume dan waktu dalam pelaksanaan pelayanan BK di dalam kelas dan di luar kelas setiap minggu oleh Guru BK atau Konselor dengan persetujuan pimpinan satuan pendidikan. Dalam hal ini, Guru BK atau Konselor membuat laporan dengan mencantumkan frekuensi keikutsertaan peserta didik dalam kegiatan pelayanan BK setiap semester. c. Nilai hasil layanan, yaitu dalam rangka penilaian jangka panjang (laijapang) dalam unit waktu semesteran, dalam bentuk penilaian kualitatif, dilaporkan dalam format yang telah ditetapkan oleh kementerian pendidikan dan kebudayaan. Dalam panduan operasional pelaksanaan bimbingan dan konseling untuk SMP dari Kemendikbud tahun 2016 penyusunan pelaporan terdapat tiga aspek pokok yang perlu diperhatikan. a. Sistematika laporan logis dan dapat dipahami 39 b. Deskripsi laporan yang disusun hendaknya memperhatikan kaidah penulisan dan menggunakan bahasa yang baku c. Laporan pelaksanaan program bimbingan dan konseling harus dilaporkan secara akurat dan tepat waktu. Akurasi laporan yang dimaksud adalah laporan dibuat dengan menggambarkan detil keseluruhan layanan yang telah dilakukan. Sementara bersifat tepat waktu berarti laporan harus diserahkan kepada pihak terlibat dan berkepentingan sesuai dengan waktu yang telah disepakati bersama. 3. Keluaran (Output) Output (keluaran) adalah kumpulan bagian atau elemen yang dihasilkan dari berlangsungnya proses dalam sistem (Azwar, 2010). Menurut Susanto (dalam Djahir dan Pratita, 2014), output merupakan hasil dari suatu proses yang merupakan tujuan dari keberadaan sistem. Output dalam penelitian ini adalah cakupan pelaksanaan layanan klasikal bimbingan konseling kepada siswa. a. Layanan Klasikal Bimbingan Konseling Berdasarkan penjelasan dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2014), Layanan Klasikal Bimbingan Konseling merupakan kegiatan bimbingan konseling yang melayani peserta didik dalam jumlah besar didalam satu kelas. Menurut Supriyo (2010), Layanan klasikal merupakan layanan bimbingan atau gabungan beberapa kelas. Layanan klasikal yang diberikan bersifat preventif dengan tujuan agar tidak terjadi masalah atau menekan jumlah masalah pada siswa. Layanan 40 klasikal ini juga merupakan upaya untuk menjaga agar keadaan yang sudah baik agar tetap terjaga. Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 18A tahun 2013 tentang implementasi kurikulum, pelayanan BK yang dalam format klasikal diselenggarakan dalam dua jam pembelajaran (JP) per kelas (rombongan belajar siswa). Kegiatan tatap muka yang dilaksanakan secara klasikal dalam tiap kelas ditujukan untuk menyelenggarakan layanan informasi, penempatan dan penyaluran, penguasaan konten, kegiatan instrumentasi, serta layanan/kegiatan lain yang dapat dilakukan di dalam kelas. G. Kerangka Teori Seperti dijelaskan sebelumnya, logic model dijelaskan sebagai visualisasi sebuah program yang mengkomunikasikan hubungan yang diinginkan antara tujuan program, aktivitas (kegiatan), output, dan hasil (outcome) yang diharapkan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori the logic model yang didalamnya disesuaikan dengan variabel-variabel yang terdapat dalam panduan BK untuk SMP Kemendikbud 2014 dan fokus kepada kegiatan konseling sekolah dalam upaya mencegah dan mengurangi tindakan perundungan di sekolah. 41 Activity Input Output • SDM • Fasilitas • Materi Layanan • Metode Pelayanan • Perencanaan • Pengorganisasian • Pelaksanaan • Pengawasa n dan Penilaian • Tindak lanjut • Pelaporan • Cakupan pelaksanaan layanan klasikal bimmbingan konseling Outcome Impact • Pengetahuan, sikap, persepsi dan perilaku peserta didik terhadap bullying di sekolah • Bullying di sekolah Keterangan: : yang diteliti : tidak termasuk dalam penelitian Gambar 2.3 Kerangka Teori Penelitian menggunakan Logic Model dan Panduan Bimbingan Konseling untuk SMP (W.K. Kellogg Foundation, 2004 dan Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Pertama Kemendikbud, 2014) 42 BAB 3 KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH A. Kerangka Pikir Berdasarkan kerangka teori yang telah dibuat, peneliti membuat kerangka pikir agar penelitian yang akan dilakukan jelas dan tidak keluar dari tema penelitian. Variabel yang akan diteliti dijelaskan dalam gambar berikut. Activity Input Output • SDM • Fasilitas • Materi Layanan • Metode Pelayanan • • • • Perencanaan Pengorganisasian Pelaksanaan Pengawasan dan Penilaian • Tindak lanjut • Pelaporan • Cakupan pelaksanaan layanan klasikal bimbingan konseling Gambar 3.1 Kerangka Pikir Penelitian Gambar diatas menjelaskan beberapa variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini. Dalam variabel masukan (input) diantaranya seperti SDM, fasilitas, materi, dan metode. Variabel masukan mencakup unsur-unsur yang perlu dipersiapkan untuk menjalankan proses layanan konseling di sekolah, seperti jumlah dan kualitas SDM, ketersediaan fasilitas, penyusunan materi dan pemilihan metode. Dalam variabel aktivitas mencakup apa saja yang dilakukan sebagai upaya pencegahan tindakan perundungan dengan menggunakan layanan klasikal bimbingan konseling yang dimulai dari 44 perencanaan hingga pelaporan. Dalam variabel keluaran menjelaskan tujuan dari pelaksanaan kegiatan berupa cakupan layanan klasikal bimbingan konseling di SMPN 9 Cimahi. Variabel outcome, dan impact tidak diteliti karena untuk mengukur dampak layanan klasikal terhadap pengetahuan, sikap, persepsi dan perilaku siswa dibutuhkan waktu yang panjang dan desain penelitian yang berbeda dan tidak sesuai dengan fokus penelitian ini. B. Definisi Istilah Tabel 3.1 Definisi Istilah No. Istilah Definisi Cara Ukur Alat Ukur Sumber Informasi Masukan (Input) 1. SDM Sumber daya Wawancara Panduan manusia yang mendalam, wawancara, tersedia di SMPN 9 Cimahi khususnya pada pelayanan konseling (Guru BK atau kuantitas kualitas pendidikan pengalaman Bidang Humas telaah daftar dokumen dokumen, dan tabel check Konselor), yang ditinjau dari 1. Wakasek SMPN 9 Cimahi) 2. Guru BK 3. Data observasi list Kepegawa dan ian (standar BK Guru dan SMPN dalam Cimahi 9 menangani masalah) 2. Fasilitas Sarana yang prasarana Wawancara disediakan mendalam, Panduan wawancara, 1. Guru BK 2. Wakasek 45 SMPN 9 Cimahi telaah dalam pelaksanaan daftar dokumen dokumen dan dan table pelayanan konseling terkait perilaku Humas SMPN 9 perundungan, serta Observasi kualitas Bidang check list sarana Cimahi) 3. Dokumen perencana prasarana tersebut. an program BK 3. Materi Pelayanan Konten materi yang diberikan dalam Wawancara Panduan mendalam, wawancara, telaah daftar dokumen dokumen dan dan table observasi check list pelayanan bimbingan konseling khususnya terkait pemegang program perilaku perundungan 1. Guru BK 2. Siswa 3. Dokumen materi layanan konseling 4. Dokumen RPL 5. Data hasil analisis kebutuhan 4. Metode pelayanan Cara yang digunakan oleh Wawancara Panduan mendalam, wawancara, Guru BK atau Konselor untuk menyampaikan informasi terkait 1. Guru BK pemegang program telaah daftar dokumen dokumen, dan tabel check observasi list 2. Siswa 3. Dokumen RPL perilaku perundungan dalam 46 proses pembinaan Aktivitas 5. Perencanaan Peran SDM terkait penyusunan Wawancara Panduan mendalam wawancara dan telaah dan daftar dokumen dokumen RPL Wawancara Panduan 1. Guru mendalam wawancara tindakan yang akan dilakukan dalam penggunaan 1. Guru BK pemegang program 2. Dokumen fasilitas, penyusunan materi pelayanan dan aplikasi metode pelayanan dalam pelaksanaan bimbingan konseling terkait perilaku perundungan di SMPN 9 Cimahi 6. Pengorganisasian Upaya yang dilakukan SDM dalam mengelola sumberdaya yang dicantumkan dalam BK pemegang program dan dan table Observasi check list perencanaan dan memastikan ketersediaan sumberdaya untuk menjamin berlangsungnya kegiatan layanan konseling 47 7. Pelaksanaan Implementasi kegiatan layanan Wawancara Panduan mendalam, wawancara, telaah dafter klasikal bimbingan konseling Pengawasan dan penilaian Upaya Pengawasan dan pemberian nilai layanan kepada siswa oleh konselor dan dan Tabel Observasi check list Wawancara Panduan mendalam, wawancara, 2. Siswa RPL 1. Guru BK 2. Wakasek bidang Telaah daftar dokumen, dokumen, dan dan maupun Pengawasan dan pemegang dokumen, 3. Dokumen terhadap pelaksanaan BK program dokumen 8. 1. Guru Humas dan pengawas (Assessor) 3. Siswa observasi observasi 4. Catatan pemberian nilai atas penilaian kinerja konselor proses oleh petugas 5. Catatan pengawas. penilaian hasil 6. Dokumen penilaian kinerja 9. Tindak lanjut Upaya pengambilan keputusan terkait Wawancara Panduan mendalam wawancara tindakan yang akan dilakukan atas pertimbangan hasil Pengawasan dan penilaian terhadap 1. Guru BK 2. Wakasek bidang dan telaah dan daftar dokumen dokumen Humas 3. Siswa 4. Dokumen RPL hasil layanan 48 terhadap siswa maupun kinerja konselor. 10. Pelaporan Upaya menginterpretasikan Wawancara Panduan mendalam wawancara dan telaah dan daftar dokumen dokumen hasil dari penilaian kedalam sebuah dokumen sehingga 1. Guru BK pemegang program dapat ditarik sebuah 2. Kepala Sekolah 3. Laporan kesimpulan untuk Pelaksana melakukan tindak an lanjut terhadap Program perilaku 4. Laporan perundungan di Akhir SMPN 9 Cimahi Semester Keluaran (Output) 11. Cakupan pelaksanaan Hasil pelaksanaan layanan layanan klasikal bimbingan konseling capaian klasikal bimbingan konseling Telaah Daftar dokumen dokumen 1. Daftar hadir siswa saat pelayanan tentang perundungan klasikal oleh SMPN 9 Cimahi 49 BAB 4 METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yaitu penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa gambaran dan kata-kata tertulis atau lisan dari informan serta perilaku yang diamati. Metode penelitian ini juga digunakan untuk meneliti kondisi obyek yang alamiah dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi (Sugiyono, 2009). Jenis penelitian kualitatif Metode penelitian kualitatif ini digunakan oleh peneliti dengan tujuan untuk mendapatkan data yang mendalam dari informan mengenai pelaksanaan layanan bimbingan konseling terkait perilaku perundungan dikalangan siswa SMPN 9 Cimahi. Data yang mendalam diperlukan oleh peneliti untuk mengetahui dimana letak kekurangan pelaksanaan layanan klasikal bimbingan konseling dan keterkaitan disetiap variabel penelitian. B. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di SMPN 9 Cimahi, Jawa Barat. Penelitian akan dilakukan pada bulan April sampai Oktober 2016. C. Informan Penelitian Informan dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan metode purposive sampling. Metode ini merupakan teknik penarikan sampel sebagai sumber data dengan pertimbangan tertentu, misalnya orang yang paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau mungkin sebagai 50 penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi objek/situasi yang di teliti (Sugiyono, 2009). Informan yang menjadi narasumber dalam penelitian ini adalah: 1. Guru Bumbungan Konseling SMPN 9 Cimahi yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan kegiatan (Informan 1, Informan 2, Informan 3) 2. Kepala Sekolah SMPN 9 Cimahi atau Pengawas Unit Layanan BK (Informan Pendukung 1) 3. Siswa SMPN 9 Cimahi yang pernah menerima layanan klasikal bimbingan konseling terkait perundungan termasuk siswa yang tidak pernah ataupun pernah melakukan perundungan setelah diberikan layanan klasikal. (Informan Pendukung 2, Informan Pendukung 3, Informan Pendukung 4) D. Pengumpulan Data Sumber data yang digunakan sebagai sumber informasi dalam penelitian ini yaitu: 1. Data primer yang dikumpulkan oleh peneliti dengan wawancara mendalam dengan para informan serta satu kali observasi lapangan. 2. Data sekunder yang didapatkan oleh peneliti dari dokumen atau data yang dimiliki oleh SMPN 9 Cimahi seperti data Guru BK, data daftar siswa, Dokumen perencanaan Program BK tahun ajaran 2015-2016, Satuan Layanan / RPL, Alat ungkap masalah, Materi layanan klasikal BK, dan daftar hadir siswa pada saat layanan klasikal. 51 E. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan adalah pedoman wawancara untuk mewawancarai informan terkait dengan pelaksanaan bimbingan konseling terhadap perilaku perundungan. Instrumen penelitian lain dalam pengumpulan data adalah pedoman observasi serta daftar dokumen. Selain itu, peneliti juga menggunakan beberapa alat bantu berupa alat tulis, kamera untuk mengambil gambar ketika observasi dan perekam suara untuk merekam pembicaraan selama wawancara berlangsung agar dapat memperkuat akurasi data. F. Manajemen dan Analisis Data Penelitian ini menggunakan pengelolaan dan analisis data model Huberman & Miles. Dalam analisis model Huberman & Miles, ada tiga aktivitas yang dilakukan dalam analisis data: 1. Data Reduction (Reduksi Data) Dari sekian banyak data yang ditemukan Peneliti di lapangan, tidak semua data tersebut disimpan. Mereduksi data artinya Peneliti merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. 2. Display Data (Penyajian Data) Melalui penyajian data ini, maka data dapat terorganisasikan, tersusun dalam pola, sehingga akan semakin mudah dipahami sehingga akan memudahkan dalam perencanaan kerja selanjutnya. Peyajian data dalam penelitian kualitatif dapat berupa teks naratif, matrik, tabel dan bagan. 52 3. Conclusion Drawing/Verification Langkah ketiga dalam teknik analisis model Huberman dan Miles adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Pada tahap ini peneliti menarik sebuah kesimpulan dari data-data yang telah melalui beberapa tahap sebelumnya. Kesimpulan tersebut berupa gambaran keseluruhan data yang ditemukan dilapangan dan merupakan jawaban dari pertanyaan penelitian yang belum diketahui sebelumnya. Penarikan kesimpulan tersebur didukung oleh data-data yang valid sehingga dapat dijadikan kesimpulan yang kredibel. G. Validitas Data Penelitian Penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif umumnya memiliki jumlah sampel yang sedikit. Oleh karena itu, untuk menjaga validitas dari data dalam penelitian ini, peneliti melakukan trianggulasi data diantaranya: 1. Trianggulasi Sumber Trianggulasi sumber dilakukan dengan cara melakukan cross check data dengan fakta dari informan lain yang berhubungan dengan topik yang sama. Trianggulasi ini dilakukan dengan cara mewawancara Kepala Sekolah, Guru BK pemegang program dan siswa pada SMPN 9 Cimahi 2. Triangulasi Metode Trianggulasi metode dilakukan dengan menggunakan metode pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data yang valid. Pemngumpulan data ini dilakukan oleh peneliti dengan melakukan 53 wawancara mendalam, yang didukung dengan observasi dan telaah data sekunder berupa beberapa dokumen yang berhubungan dengan topik yang dibahas. 54 BAB 5 HASIL PENELITIAN A. Masukan (Input) Layanan Klasikal Bimbingan Konseling Masukan dalam Layanan Klasikal Bimbingan Konseling terkait perilaku perundungan pada siswa di SMPN 9 Cimahi antara lain SDM, fasilitas, materi, dan metode. 1. Sumber Daya Manusia (SDM) Untuk mengetahui gambaran SDM yang tersedia untuk melaksanakan layanan klasikal bimbingan konseling, peneliti menggunakan dua aspek yaitu berdasarkan aspek kuantitas dan kualitas. a. Gambaran Kuantitas Berdasarkan hasil pengumpulan data, peneliti menyimpulkan bahwa jumlah Guru BK di SMPN 9 belum bisa memenuhi ketetapan Kemendikbud dalam Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan nomor 111 tahun 2014 tentang rasio Guru BK dan siswa (1:150). Hal tersebut disimpulkan berdasarkan hasil observasi, telaah dokumen, dan wawancara mendalam. SMPN 9 Cimahi seharusnya memiliki 9 atau 10 Guru BK untuk sekolah dengan jumlah siswa (pada tahun pembelajaran 2016-2017) sebanyak 1.424 siswa. Setelah dilakukan telaah dokumen terkait SDM yang dimiliki SMPN 9 Cimahi, didapatkan data seperti dibawah ini. 55 Tabel 5.1 Daftar Guru Pembimbing SMPN 9 Cimahi No. SDM Status Pangkat Golongan Kepegawaian 1. Guru BK 1 PNS Pembina IV a 2. Guru BK 2 PNS Pembina IV a 3. Guru BK 3 PNS Pembina IV a 4. Guru BK 4 PNS Penata III a Muda Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa dalam pelaksanaan bimbingan konseling di SMPN 9 Cimahi dilakukan oleh empat orang Guru Bimbingan Konseling. Data tersebut didukung dengan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti yang menemukan bahwa terdapat Guru BK yang aktif dalam UPBK SMPN 9 Cimahi. Kekurangan SDM ini memiliki hubungan dengan kebijakan dari Kepala Sekolah dan Dinas Pendidikan terkait pengangkatan SDM Guru BK di Sekolah baik pegawai tetap maupun honorer. Berdasarkan hasil wawancara, diketahui juga bahwa SMPN 9 Cimahi tidak melakukan rekrutmen untuk tenaga Guru BK. “Eeh sebenarnya itu kan sekolah mengajukan terus setiap tahun ke Dinas. Jadi kembali kepada Dinas, apakah mengangkat Guru BK atau bagaimana. … Kan kalau sekolah negri itu agak sulit ya untuk menerima guru honor juga ya. Untuk pegawai honorer SMPN 9 tidak menerima untuk beberapa tahun ini, karena dianggap cukup dan juga untuk pendanaan honornya belum siap” (Informan 1) 56 “Itu belum bisa dipenuhi karena kondisinya ya tenaga tidak ada, tidak ada recruitment untuk pegawai juga.” (Informan 2) Berdasarkan hasil telaah dokumen laporan akhir semester BK pada tahun ajaran 2011-2012 diketahui bahwa kekurangan jumlah Guru BK sudah selama beberapa tahun. Selama ini SMPN 9 Cimahi hanya dapat mengoptimalkan kinerja keempat orang Guru BK untuk menjalankan kegiatan konseling di SMPN 9 Cimahi. Pada bulan Agustus tahun 2016, SMPN 9 Cimahi mulai membentuk sebuah organisasi siswa yang diberi nama Pusat Informasi Konseling Remaja (PIKR). Anggota dari organisasi ini adalah siswa-siswa yang dipilih oleh Guru BK dan wali kelas. Hal tersebut diketahui berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan salah satu siswa yang merupakan anggota organisasi tersebut. Beriku adalah kutipan hasil wawancara tersebut. “Ada namanya PIKR (Pusat Informasi Konseling Remaja) itu kan baru dibuat. Jadi temen curhatnya tementemen gitu lah. Jadi dipilih KM atau yang dipercaya wali kelas untuk ikutin PIKR itu… Kemarin kan baru perkenalan sesama anggota… ada sih sekitar 2 bulan yang lalu… Sekarang mungkin fokusnya lagi pembentukan dulu PIKR di sekolah-sekolah.” (Informan Pendukung 2) Hasil wawancara tersebut didukung oleh keterangan Guru BK. Berikut adalah kutipan hasil wawancara tersebut. “Kalau nggak salah itu program Kota, yang bergulir untuk semua remaja di Kota Cimahi… kalau SMP 9 Baru tahun ini mulai” (Informan 2) Dari wawancara tersebut diketahui bahwa saat ini PIKR SMPN 9 Cimahi masih tahap pembentukan. Sementara seperti yang dijelaskan dalam wawancara dengan salah satu anggota PIKR, organisasi 57 tersebut menjadi salah satu wadah bagi siswa untuk menceritakan masalahnya di sekolah. PIKR dibawah bimbingan Guru BK SMPN 9 Cimahi bisa menjadi organisasi yang berfungsi sebagai perpanjangan tangan dari Guru BK. Seperti yang dipaparkan dari hasil wawancara dengan anggota PIKR, PIKR juga diharapkan menjadi wadah yang mampu membantu BK dalam menyelesaikan masalah siswa SMPN 9 Cimahi. Hal tersebut diketahui juga berdasarkan hasil wawancara dengan Guru BK. Berikut adalah kutipan hasil wawancara tersebut. “Wadah aja untuk tempat bercerita, jadi anak yang sungkan bercerita dengan BK atau ke Guru atau siapapun yang di sekolah. Jadi dia bisa mendekati teman-teman yang dari PIKR ini. Nanti PIKR sendiri mempunyai program untuk menuntaskan masalah pribadi dikalangan remaja.” (Informan 2) Mengoptimalkan kinerja PIKR di SMPN 9 Cimahi ini bisa menjadi salah satu upaya yang menjadi pertimbangan peneliti untuk menaggulangi kekurangan SDM BK di SMPN 9 Cimahi. Dengan mengoptimalkan organisasi tersebut, diharapkan dapat mengurangi beban kerja Guru BK yang sangat banyak sehingga masalah-masalah yang timbul akibat kekurangan SDM BK dapat diminimalisasi. b. Gambaran Kualitas Ditinjau dari segi kualitas, semua Guru BK SMPN 9 Cimahi memenuhi kualifikasi profesi Guru BK yang ditetapkan Kemendikbud dan memiliki pengalaman cukup banyak dalam menangani masalah perundungan pada siswa. Hal tersebut disimpulkan berdasarkan hasil telaah dokumen dan wawancara. 58 1) Pendidikan Berdasarkan hasil telaah dokumen, diketahui data sebagai berikut. No. Tabel 5.2 Data Guru Bimbingan Konseling SMPN 9 Cimahi Berdasarkan Riwayat Pendidikan SDM Riwayat Pendidikan Waktu terdaftar sebagai tenaga pendidik di SMPN 9 Cimahi 1. Guru BK 1 S1 Psikologi 1 Maret 1994 Pendidikan dan Bimbingan 2. Guru BK 2 S1 Psikologi 1 Juli 1999 Pendidikan dan Bimbingan S2 Pedidikan Bimbingan Konseling 3. Guru BK 3 S1 Psikologi 9 Januari 1996 Pendidikan dan Bimbingan 4. Guru BK 4 S1 Pendidikan 1 Februari 2010 Bimbingan Konseling Berdasarkan data diatas, diketahui jumlah Guru BK di SMPN 9 Cimahi yang berpendidikan S1 berjumlah tiga orang dan S2 berjumlah satu orang. Berdasarkan data tersebut, semua Guru BK sudah memenuhi kualifikasi sebagai Guru BK berdasarkan 59 Permendikbud nomor 111 tahun 2014 dan panduan pelaksanaan BK untuk SMP dari Kemendikbud. Ketetapan tersebut menyebutkan bahwa Guru BK atau konselor merupakan lulusan S1 bidang pendidikan konseling dan telah lulus pendidikan profesi Guru Bimbingan Konseling. 2) Pengalaman Menangani Masalah Perundungan (Bullying) Berdasarkan hasil wawancara, peneliti menyimpulkan bahwa setiap Guru BK yang ada di SMPN 9 Cimahi sudah memiliki pengalaman yang banyak dalam menangani permasalahan perundungan pada siswa dan juga telah memiliki pengalaman kerja sebagai Guru BK di SMPN 9 Cimahi selama lebih dari 7 tahun. Kesimpulan tersebut didukung oleh pemaparan pengalaman informan yang merupakan Guru BK dalam menangani masalah perundungan di sekolah. “Misalkan ya apa… menarik ini… kerah baju, menampar, bahkan sampai berkelahi seperti itu ya, atau ada lagi yang secara halus, bully secara halus tetapi ini sangat bahaya… yaitu mengancam temannya untuk melakukan suatu… suatu… perbuatan yang salah. … Kalau tidak melakukan eee nanti dikhawatirkan ada tindakan memukul. Nah jadi itu di SMP itu seperti itu.” (Informan 1) “…yang Ibu rasakan kelass 7 itu cerita nuansa bullynya lebih kental. Dibanding kelas 8 kelas 9 ya, karena begini di kelas 7 itu kaya sikap-sikap kecil aja itu dilaporin. Contoh, “Bu dia ngejekin nama orang tua saya” anak kan nggak nyaman ya, anak kan tau nama orang tuanya rada aneh kumaha nya, dijadikan ejekan. Terus yang ngancemngancem, jahil… begitu, jadi kelas 7 begitu.” (Informan 2) “Yang becanda-becanda kayak gitu ya.. kayak bercanda contoh narik, narik kerudung..kemudian ada yang... 60 “noel”gitu. tapi ada yang juga..yang ibu bilang berat juga salah satunya kalo bercanda narik bangku.” (Informan 3) Pengalaman Guru BK dalam memberikan bimbingan kepada siswa sudah cukup banyak. Keempat orang Guru BK di SMPN 9 Cimahi tersebut sudah memiliki pengalaman memberikan bimbingan konseling sudah cukup lama. Semua Guru BK yang ada di SMPN 9 Cimahi setidaknya memiliki pengelaman di bidang konseling selama lebih dari 15-20 tahun Hal ini didukung oleh pernyataan Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas yang juga bertugas memantau kinerja Guru di sekolah selain Kepala Sekolah. Berikut kutipan pernyataan yang diberikan oleh Informan pendukung “Ee.. disana yang paling unggul SDM nya adalah bu “Guru BK 2”, dia sebagai Penanggungjawab BP. Tentunya dia mempunyai ee.. kualitas SDM yang paling unggul. Kemudian dibawahnya ada bu “Guru BK 3” itu mungkin setelah bu “Guru BK 2” kemampuan SDM nya dengan bu “Guru BK 4”, setelah itu yang paling akhir bu “Guru BK 1”… Dan pengalamannya adalah.. dari BP, dan memang ya.. sudah punya jam terbang yang lumayan lah.. sudah diatas 20 tahun.” (Informan Pendukung 1) 2. Fasilitas Fasilitas merupakan sarana fisik yang dibutuhkan untuk mendukung berjalannya proses layanan konseling di sekolah. Fasilitas sama pentingnya dengan SDM, karena ketersediaan fasilitas yang baik dapat menunjang kualitas kinerja SDM. Ketersediaan fasilitas untuk kegiatan BK pada tahun 2016 di SMPN 9 Cimahi cukup lengkap. Hal tersebut disimpulkan berdasarkan hasil wawancara, telaah dokumen dan observasi yang dilakukan 61 oleh peneliti. Pada variabel ini peneliti membagi hasil temuan lapangan dalam tiga aspek yaitu ruangan, fasilitas penunjang kinerja BK dan fasilitas penunjang layanan BK. a. Ruangan Ditinjau dari segi ruangan, walaupun ruangan Kantor BK di SMPN 9 Cimahi memiliki semua fungsi yang dibutuhkan untuk menjalankan kegiatan konseling namun kelengkapan ruangan kantor BK belum sesuai dengan ketetapan panduan pelaksanaan BK karena ada beberapa ruangan yang digabung seperti ruang relaksasi, konseling individu dan konseling kelompok. Tata ruang kantor BK belum sesuai dengan standar minimum dalam panduan pelaksanaan BK Kemendikbud tahun 2014 dan Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan nomor 111 tahun 2014. Hal tersebut diketahui berdasarkan hasil wawancara dan observasi peneliti. Untuk menjalankan layanan bimbingan konseling, SMPN 9 Cimahi memiliki ruangan khusus untuk bimbingan konseling dan ruang kelas yang digunakan untuk kegiatan layanan klasikal BK. Hal ini diketahui berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan oleh peneliti. “Kalau klasikal kita gunakan ruangan kelas… Kalau konseling disini, diruang BK.” (Informan 1) “Kalau untuk ruangan, klasikal kalau untuk tahun ini kebijakan sekolah kan ada infocus tiap kelas. Jadi untuk klasikal bisa dikelas masing-masing. Jadi kalaupun pake media, laptop gitu gak perlu pake ruangan multimedia.” (Informan 2) 62 “Ruangan kelas..kemudian ruang BK kan ada 4 sekat ya,, 4 sekat yang ruang administrasi, ruang kerja guru BK, ruang tamu, dan ini ruang konseling.” (Informan 3) Dari hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti diketahui bahwa layanan konseling dilakukan di ruang kelas dan ruangan kantor BK. Adapun ruang kantor BK dibagi kembali menjadi beberapa ruang yaitu ruang tamu, ruang konseling, ruang administrasi (data) dan ruang kerja Guru BK. Ketersediaan ruang kantor BK secara fungsional memang sudah memenuhi kebutuhan pelaksanaan BK, namun berdasarkan ketetapan panduan pelaksanaan BK Kemendikbud dahun 2014 dan Peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan nomor 111 tahun 2014 masih belum terpenuhi. Kekurangan tersebut adalah pada ruangan konseling sebagai mana ditetapkan dalam panduan dan peraturan di atas perlu dipisahkan antara ruang konseling perorangan dan ruangan relaksasi, dan ruangan konseling kelompok. b. Fasilitas Penunjang Kinerja Fasilitas penunjang kinerja merupakan sarana dan prasarana yang diberikan oleh sekolah untuk membantu Guru BK untuk melaksanakan tugasnya di Sekolah. Fasilitas tersebut mencakup sarana dan prasarana perkantoran, administrasi dan pendanaan kegiatan. Ketersediaan fasilitas untuk menunjang kinerja BK SMPN 9 Cimahi sudah memadai. Namun tidak ada anggaran khusus untuk layanan klasikal. Pengajuan dana pada sekolah dilakukan pada saat 63 menyerahkan perencanaan program BK untuk 1 tahun. Dana tersebut untuk pelaksanaan home visit, pengadaan inventory, dan alat-alat lain. Dari segi pendanaan berdasarkan hasil wawancara kepada Guru BK dan Wakasek diketahui bahwa tidak ada pendanaan khusus untuk menyelenggarakan kegiatan layanan klasikal bimbingan konseling. Hal ini dikarenakan pelaksanaan kegiatan tersebut sudah termasuk kedalam tugas pokok Guru BK. Jika ada pengajuan dana terkait pelaksanaan layanan konseling hal ini diajukan pada awal tahun pembelajaran. Adapun pengajuan dana kepada sekolah ditujukan untuk pengadaan fasilitas penunjang kinerja seperti pengadaan lemari, software dan hardware, pelaksanaan psikotest, home visit dan lain-lain. Berikut kutipan hasil wawancara terkait pendanaan untuk kegiatan BK. “…Ya tapi ini kan, untuk perilaku bully itu sendiri lebih kenanya ke layanan klasikal atau layanan individual, itu sebenarnya tidak ada pendanaan khusus karena sudah tugas pokok guru itu.” (Informan 1) “O.. kalo layanan BK itu termasuk dalam kerja guru BK aja… Seperti kegiatan home visit..mungkin ya..ehm..he’eh..kegiatan home visit, kemudian kegiatan beli peralatan BK..kayak lemari.. kemudian mungkin ada berkas-berkas yang harus diperbanyak. Beli kelengkapan BK salah satunya itu alat mungkin ya..seperti.. ee..ITP, inventory itu..Nah, itu kita beli dan didanai oleh sekolah” (Informan 3) “Ada, cuma kalau dari sekolah itu kan kita biasanya program yang dengan mengajukan proposal biasanya untuk psikotest, pengadaan berkas-berkas untuk home visit, sarana seperti software, hardware itu kita ajukan diawal tahun ajaran” (Informan 2) 64 Hal tersebut dipertegas oleh keterangan terkait pendanaan dalam layanan klasikal dan kebutuhan BK lain dari Wakasek. “Itu memang sudah TUPOKSI, tugas pokok dan fungsi guru. Itu sudah digaji dari negara diantaranya itu.. seperti guru..mengajar jadi.. ee.. setiap guru mengajukan, berdasarkan kebutuhannya itu pada awal tahun, semua melalui MGMP di sekolah ini. Jadi, masing-masing guru mata pelajaran mengajukan kebutuhan, selama 1 tahun.. termasuk BP.” (Informan Pendukung 1) Dari hasil wawancara tersebut diketahui bahwa dalam pelaksanaan layanan klasikal BK tidak memiliki anggaran dana khusus. Sementara anggaran dana yang dimiliki oleh BK adalah untuk pengadaan sarana lain untuk menunjang program dan kinerja BK secara keseluruhan. Berdasarkan hasil telaah dokumen perencanaan program BK tahun ajaran 2015-2016 diketahui tidak ada anggaran khusus untuk pelaksanaan layanan klasikal tentang perundungan. Anggaran untuk kebutuhan manajemen (alat tulis kantor dan kegiatan rapat), pelaksanaan layanan dasar, layanan responsif, layanan perencanaan individual dan layanan dukungan sistem. Berdasarkan hasil telaah dokumen diketahui juga bahwa sumber pembiayaan kegiatan dari BK berasal dari RKAS (rencana kegiatan dan anggaran sekolah) dan sumber-sumber lain melalui kesepakatan lembaga dengan pihak lain. Informasi tersebutdidukung oleh hasil wawancara kepada Wakasek bidang humas, berikut kutipan wawancara tersebut. “Ya.. kalo pendanaan.. didanai dari BOS termasuk yang home visit.. kemudian kita mengadakan kerjasama dengan.. lembaga lain.” (Informan Pendukung 1) 65 Dari hasil observasi, diketahui bahwa untuk menunjang kinerja Guru BK di SMPN 9 Cimahi, pihak sekolah juga menyediakan kantor BK yang dilengkapi dengan ruang kerja, ruang administrasi, ruang konseling dan ruang tamu. Perlengkapan perkantoran juga disediakan oleh sekolah seperti perangkat komputer, meja kerja, lemari penyimpan data, dan berbagai dokumen administrasi pelaksanaan program BK seperti home visit, buku konseling siswa, alat ungkap masalah, dokumen untuk psikotest dan lain-lain. c. Fasilitas Penunjang Layanan BK Fasilitas pendukung layanan BK merupakan sarana dan prasarana yang diberikan oleh sekolah untuk menunjang terlaksananya layanan konseling bagi siswa. Fasilitas tersebut mencakup ruangan pelaksanaan konseling dan alat-alat yang dibutuhkan untuk menunjang pelaksanaan konseling dalam format apapun di sekolah. Ditinjau dari segi ketersediaan fasilitas untuk mendukung layanan BK, SMPN 9 Cimahi sudah memiliki fasilitas yang memadai. Hal tersebut disimpulkan berdasarkan hasil wawancara dan observasi. Untuk layanan klasikal bimbingan konseling di SMPN 9 Cimahi saat ini dapat dilakukan di setiap kelas. Jika sebelumnya layanan klasikal biasa dilakukan di ruangan multimedia dengan mencampur beberapa kelas dalam satu sesi layanan karena keterbatasan fasilitas, saat ini layanan klasikal dapat dilakukan di setiap kelas karena telah 66 tersedia fasilitas yang memadai di setiap kelas seperti LCD proyektor, layar dan lain-lain. “Untuk tahun sekarang, Alhamdulillah cukup lengkap, karena di tiap kelas ada ini yaah… LCD proyektor… Kita tinggal bawa laptop, kita sambungkan ke proyektor gitu yah udah.” (Informan 1) “Kalau untuk ruangan, klasikal kalau untuk tahun ini kebijakan sekolah kan ada infocus tiap kelas. Jadi untuk klasikal bisa dikelas masing-masing. Jadi kalaupun pake media, laptop gitu gak perlu pake ruangan multimedia.” (Informan 2) “Itu dari sekolah e itu seperti LCD disediakan.. dari sekolah.. paling kita bawa laptop.. speaker juga kadang.” (Informan 3) Berdasarkan hasil kutipan wawancara di atas, diketahui bahwa fasilitas yang disediakan oleh sekolah untuk menunjang kegiatan layanan klasikal BK berupa LDC proyektor. Jika konselor atau Guru BK menggunakan media atau alat bantu lain untuk membantu pelaksanaan layanan klasikal, konselor atau Guru BK menyiapkan sendiri bahan-bahan tersebut. Berdasarkan hasil observasi diketahui selain setiap kelas sudah dilengkapi dengan proyektor (Infocus) pihak sekolah juga menyediakan laptop, speaker, audio player, CD pembelajaran, format absensi dan lain sebagainya. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi tersebut maka ditinjau dari fasilitas penunjang layanan BK, SMPN 9 Cimahi sudah memenuhi ketetapan dalam panduan pelaksanaan BK Kemendiknas dan peraturan Kemendiknas nomor 111 tahun 2014. 67 3. Materi Pada pelayanan BK materi dirumuskan dalam bentuk tema-tema dan kemudian dibahas dalam pelaksanaan layanan, baik itu layanan konseling kelompok, individu, maupun klasikal. Tema itu sendiri merupakan rumusan dari sejumlah aspek yang menjadi muatan kegiatan pelayanan yang dimaksudkan. Fokus materi dalam penelitian ini dikhususkan pada materi yang diberikan dalam layanan klasikal BK sebagai upaya mengatasi masalah perundungan dikalangan siswa. Cakupan gambaran itu sendiri meliputi bagaimana penyusunan materi, sumber acuan dan sasaran penerima materi tersebut. a. Penyusunan Materi Sebelum menentukan materi apa yang akan diberikan dalam layanan klasikal, Guru BK terlebih dahulu melakukan need assessment melalui laporan yang masuk ke Guru BK, observasi, inventori tugas perkembangan sesuai dengan cara yang dijelaskan dalam panduan pelaksanaan BK dari Kemendikbud. Hal tersebut disimpulkan berdasarkan hasil telaah dokumen dan wawancara mendalam. Penyusunan materi pada layanan klasikal BK dilakukan melalui beberapa tahap. Berdasarkan hasil wawancara terhadap Guru BK, diketahui bahwa Guru BK melakukan assessment terlebih dahulu terkait kondisi siswa dan kebutuhan siswa sebelum menentukan materi apa yang akan diberikan dalam layanan klasikal BK. Berikut kutipan hasil wawancara tersebut. 68 “Oleh guru BK aja… Eeh jadi gini… kita melihat gejala anak ini apa sih kecenderungannya? Misalkan, Eeh kaya anak kelas 1, anak kelas 1 itu kebanyakan ngebullynya, ngejek nama orang tua, ngejek keluarga ya kan…?! Nah kemudian kita bikin materinya tentang bully itu dihubungkan dengan hal-hal yang factual dikelas 1.” (Informan 1) “Mungkin dari assessment kan kita ada beberapa..data yang kita ambil dari anak, permasalahan-permasalahan anak. Nah, kira-kira dari permasalahan itu, yang paling banyak apa nih.. Nah, kemudian kita usulkan dalam silabus.” (Informan 3) “Biasanya kita melakukan need assessment selain pakai instrument kita melihat persentase kasus. Misalkan pada tahun ajaran ini kasus bully banyak ditemukan, maka pada tahun ajaran berikutnya kita melakukan antisipasi dengan memberikan pembekalan dulu supaya bully itu tidak merebak lagi begitu. Jadi dijadikanlah layanan pencegahan atau preventif ya namanya.” (Informan 2) Data hasil wawancara tersebut didukung oleh hasil telaah dokumen. Berdasarkan hasil telaah dokumen, diketahui instrument pengumpul data sebagai mana disebutkan dalam wawancara diatas berupa inventori tugas perkembangan siswa, dan alat ungkap masalah dalam modul buku pribadi siswa, Bimbingan dan Konseling. Hasil pengumpulan data kemudian diolah dan ditampilkan dalam bentuk grafik profil individu dan profil kelompok. Selain itu, need assessment juga dilakukan berdasarkan laporan masuk kepada Guru BK dan tercatat dalam buku kasus BK. Upaya need assessment tersebut sudah sesuai dengan ketetapan peraturan Kemendikbud nomor 111 tahun 2014 yang menyatakan bahwa layanan BK diselenggarakan secara 69 terprogram berdasarkan need assessment dengan berbagai instrument non tes dan tes, pengumpulan fakta, laporan diri dan observasi yang dilakukan oleh Guru BK atau pihak lain yang berkewenangan. Setelah dilakukan need assessment, tahap selanjutnya yang seharusnya dilakukan oleh Guru BK berdasarkan peraturan Kemendikbud nomor 111 tahun 2014 dan panduan pelaksanaan BK Kemendikbud tahun 2014 adalah menyusun materi pelayanan kedalam RPL. Berdasarkan hasil telaah dokumen RPL dan konten materi yang diberikan dalam layanan klasikal, diketahui materi layanan tersebut adalah “Aspek-aspek sosial dan religi dalam kehidupan” dengan sub-materi “Menghindari Bullying (Pergaulan remaja berakhlak mulia)”. Konten dari materi layanan tersebut mencakup penjelasan tentang pengertian bullying, bentuk bullying, dan aspek hukum tetang bullying. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penyusunan materi layanan klasikal tentang perundungan sudah memenuhi ketetapan peraturan Kemendikbud nomor 111 tahun 2014 dan panduan pelaksanaan BK untuk SMP dari Kemendikbud tahun 2014. b. Acuan Materi Acuan untuk konten materi layanan klasikal terkait perundungan lebih banyak diambil dari artikel di internet dan 70 surat kabar online. Dari hasil wawancara diketahui informasi sebagai berikut. “Yang pertama kita baca buku, yang kedua kita rajin nyari-nyari di internet seperti itu.” (Informan 1) “Untuk materinya sendiri kita menyesuaikan apakah kita browsing dari internet atau dari buku-buku yang relevan, atau dari surat kabar” (Informan 2) “Sumber salah satunya mungkin dari… googling. Kemudian dari buku-buku juga, buku sumber yang kita punya ada buku psikologi anak, kemudian psikologi remaja, ee... ya materi-materi berita dari TV juga yang update.” (Informan 3) Sementara berdasarkan hasil telaah dokumen tentang konten materi dan acuan yang digunakan oleh Guru BK diketahui bahwa materi yang dibuat oleh Guru BK lebih banyak bersumber kepada artikel-artikel dari website dan juga surat kabar online. Berdasarkan data tersebut maka peneliti menyimpulkan bahwa materi perundungan yang disusun oleh Guru BK lebih banyak bersumber dari artikel di internet dan surat kabar online. c. Sasaran Materi Layanan klasikal BK dengan materi perundungan ini diberikan dikelas 7 dan 8. Hal tersebut disimpulkan berdasarkan hasil wawancara, telaah dokumen RPL dan observasi. Walaupun sasaran utama adalah kelas 7 dan 8, Guru BK juga mengingatkan agar tidak melakukan perundungan pada seluruh siswa termasuk kelas 9. Berikut adalah hasil kutipan wawancara terkait sasaran pemberian dari materi perundungan itu sendiri. 71 “Kalau kita lihat, kebanyakan materi bully itu diberikan di kelas 7 dan 8.” (Informan 1) “Kalau kemarin kelas 7. Karena kita berasumsi bahwa kalau kelas 7 itu kan mereka bersosialisasi dilingkungan baru, transisi dari SD ke SMP. Otomatis harus punya bekal bagaimana bersosialisasi dengan teman.” (Informan 2) “Iya..Kelas tujuh. Kelas delpan nanti diingatkan ulang.. Kelas sembilan diingatkan lagi…” (Informan 3) Pernyataan para informan tersebut didukung oleh hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada siswa kelas 8. Berikut kutipan hasil wawancara tersebut. “Waktu di kelas 8 baru aja… Pernah kelas 7 juga dulu” (Informan Pendukung 2) “Di kelas 7 semester 2” (Informan Pendukung 3) “Kelas 7… semester 1 akhir” (Informan Pendukung 4) Berdasarkan hasil wawancara diatas, diketahui bahwa semua informan pernah menerima layanan klasikal BK dengan konten materi perundungan ketika di kelas 7 dan 8. Hal ini menguatkan pernyataan sebelumnya yang dipaparkan oleh Guru-guru BK. Berdasarkan hasil telaah dokumen diketahui bahwa dalam RPL dituliskan bahwa sasaran layanan klasikal tentang perundungan adalah kelas 8. Sementara dari hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti diketahui bahwa layanan klasikal tentang perundungan sebagaimana yang tertulis di RPL diberikan kepada siswa kelas 8. Berdasarkan hasil wawancara, telaah dokumen, dan observasi maka peneliti menarik kesimpulan bahwa layanan klasikal tentang perundungan diberikan kepada siswa dikelas 7 dan 8. 72 Dari pemaparan hasil temuan di lapangan, peneliti menarik kesimpulan bahwa sebelum penyusunan materi, Guru BK terlebih dahulu melakukan analisis kebutuhan pada siswa. Konten dari materi yang akan disampaikan disusun dengan acuan beberapa referensi seperti artikel website dan surat kabar online. Ditinjau dari segi sasaran, materi tentang perundungan ditujukan khususnya untuk kelas 7 dan 8. 4. Metode Metode merupakan cara-cara yang digunakan dalam melakukan suatu pekerjaan agar dapan mencapai target yang telah ditentukan. Fokus metode yang terdapat dalam penelitian ini adalah cara-cara yang digunakan Guru BK dalam memberikan layanan klasikal kepada siswa dengan tujuan memberikan informasi tentang perundungan kepada siswa. Fokus metode dalam penelitian ini mencakup frekuensi pemberian layanan, durasi pada setiap pemberian layanan, dan cara yang digunakan dalam menyampaikan informasi. a. Frekuensi Ditinjau dari frekuensi pemberian layanan klasikal tentang perundungan hanya diberikan dalam 1-2 kali pertemuan. Pelaksanaan layanan klasikal secara keseluruhan belum memenuhi ketetapan Kemendikbud. Layanan klasikal terjadwal sebagaimana dijelaskan dalam panduan pelaksanaan BK dan 73 Permendiknas nomor 111 tahun 2014 bahwa layanan klasikal BK terjadwal dilakukan satu kali pertemuan perminggu di setiap kelas. Penarikan kesimpulan tersebut diperoleh berdasarkan hasil wawancara dengan Guru BK dan Siswa. Berikut adalah kutipan wawancara tersebut. “Minimal itu sebulan sekali… karena kita dipotong dengan kegiatan lain yah. Itu ada lah satu semester kirakira 4 kali… Itu 4 kali itu ada satu yang pure bully kemudian yang sisanya itu tentang etika pergaulan, tentang norma-norma di masyarakat dan itu selalu dikaitkan dengan bully juga.” (Informan 1) “Kalau yang direncanakan kemarin kan minimal satu kelas itu dapat satu kali layanan tentang bully.” (Informan 2) “Kita paling 2 kali dalam 1 kelas” (Informan 3) Berdasarkan hasil wawancara tersebut, diketahui frekuensi pemberian layanan klasikal diberikan setiap bulan pada setiap kelas. Dalam satu semester dalam kelas yang sama bisa mendapatkan layanan klasikal sekitar 4 kali pertemuan. Sementara untuk layanan klasikal dengan konten materi perundungan dilakukan setidaknya satu kali pada masing-masing kelas. Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa dikelas 8, diketahui bahwa mereka pernah menerima layanan klasikal tentang perundungan sebanyak 1 – 2 kali pertemuan. Berikut adalah kutipan hasil wawancara tersebut. “Waktu di kelas 8 baru aja… Pernah kelas 7 juga dulu” (Informan Pendukung 2) “Iya, sekali aja waktu di kelas 7.” (Informan Pendukung 3) 74 “Pernah waktu itu… Kelas 7” (Informan Pendukung 4) Berdasarkan kutipan hasil wawancara di atas, diketahui semua informan pernah menerima layanan klasikal BK dengan konten perundungan ketika di kelas 7 dan satu orang informan mendapatkan layanan klasikal dengan tema yang sama untuk kedua kalinya di kelas 8. Frekuensi pelayanan belum memenuhi standar yang ditetapkan oleh Kemendikbud karena frekuensi pembiran layanan tidak setiap minggu dan tidak terjadwal. Berdasarkan peraturan Kemendikbud nomor 111 tahun 2014 dijelaskan bahwa layanan bimbingan klasikal merupakan layanan yang dilaksanakan dalam seting kelas, diberikan kepada semua peserta didik, dalam bentuk tatap muka terjadwal yang rutin setiap kelas per minggu. Layanan klasikal tidak berjalan setiap minggu pada setiap kelas karena untuk pelaksanaan layanan tersebut belum terjadwal. Kesimpulan tersebut didukung oleh hasil wawancara dengan guru BK. Berikut adalah kutipan hasil wawancara tersebut. “Paling.. pada saat guru tidak ada.. kita kemudian butuh.. menyampaikan sesuatu itu kita minta ke guru yang bersangkutan. Pada saat guru itu mugkin pelatihan atau mungkin guru itu.. meminta ke kita” (Informan 2) b. Metode Metode yang lebih sering digunakan berupa ceramah singkat, dan tanya jawab. Metode lain yang digunakan bisa berupa diskusi, 75 roleplay dan simulasi. Penarikan kesimpulan tersebut diakukan berdasarkan hasil wawancara, telaah dokumen dan observasi. Ditinjau dari jenis metode yang digunakan oleh Guru BK dalam memberikan layanan klasikal, ada beberapa metode yang digunakan dalam pemberian layanan klasikal. Metode-metode tersebut diantaranya metode ceramah singkat dengan bantuan media audio visual, diskusi, tanya-jawab dan roleplay. Hal tersebut diketahui berdasarkan hasil wawancara kepada tiga orang Guru BK dan juga telaah dokumen. Dalam dokumen satuan layanan BK (RPL) tertulis metode yang digunakan adalah ceramah bervariasi, diskusi dan tanya jawab. Sementara dari hasil wawancara, metode yang digunakan tidak hanya seerti yang tertulis dalam RPL. Berikut adalah hasil kutipan wawancara tersebut. “Kebanyakan metode ceramah, tanya jawab, tapi menggunakan media… misalkan ada pemutaran film seperti itu” (Informan 1) “Ee.. permainan… Kemudian ada yang.. ceramah, kemudian pemutaran film, seperti itu. Kemudian ada tanyajawab juga.. wawancara ke siswa mungkin, kira-kira.. ada masalah apa nih.. gitu.. Role-Playing.. jadi anak bermain berperan...” (Informan 2) “Metodenya kalau saya itu cenderung simulasi dan diskusi.” (Informan 3) Berdasarkan hasil wawancara tersebut diketahui bahwa kebanyakan dari informan menggunakan metode ceramah singkat, diskusi dan tanya jawab. Hal tersebut diperkuat dengan 76 keterangan dari siswa yang pernah menerima layanan klasikal tersebut. Berikut adalah kutipan hasil wawancara tersebut. “Jadi Guru BK juga jelasin tentang bullying bagaimana akibatnya kedepannya begitu. Jadi kita juga ngerti sih… pake permainan juga, jadi pemahaman tentang bullying juga pakai games jadi agak seru gitu” (Informan Pendukung 2) “secara lisan aja terus tanya jawab, udah sih” (Informan Pendukung 3) “Itu sih jadi nerangin aja, seolah-olah aja sih ngebayangin kalau kita teh dapet bully dari temen, dari senior, atau apa.” (Informan Pendukung 4) Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa Guru BK menggunakan metode ceramah singkat dengan tanya jawab yang dibantu dengan penayangan media audio visual. Pemilihan metode yang digunakan dalam menyampaikan informasi dipilih oleh Guru BK atas pertimbangan observasi Guru BK dan hasil analisis data kecenderungan pola belajar anak melalui hasil psikotest. Dengan demikian Guru BK mengetahui sekiranya metode apa yang tepat untuk sasaran. Hal ini diketahui berdasalkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan beberapa Guru BK. Berikut adalah kutipan hasil wawancara tersebut. “Eeh… disini kebanyakan anak-anak tuh visual gaya belajarnya. Jadi dia itu senang nonton, senang melihat jadi kita perlihatkan film-film atau gambar yang mengarah ke perilaku bully gitu. Nah itu, dari situ.” (Informan 1) “Ya kita melihat kecenderungan anak-anak dikelas itu seperti apa, mereka lebih tertarik dengan metode seperti apa dalam penyampaian materi. Jadi kita juga melakukan observasi ya istilahnya. Terus kita sesuaikan kira-kira 77 metode apa yang cocok supaya layanan klasikal itu jadi menyenangkan, terus materi yang disampaikan juga bisa pahami oleh anak-anak” (Informan 2) Berdasarkan hasil wawancara diatas peneliti menyimpulkan bahwa metode yang digunakan oleh Guru BK sudah sesuai dengan yang direncanakan dalam RPL. Penentuan metode diakukan berdasarkan hasil need assessment melalui observasi dan data kecenderungan dari data hasil psikotest siswa. B. Aktivitas Layanan Klasikal Bimbingan Konseling Aktivitas layanan klasikal BK terkait perilaku perundungan pada siswa mencakup beberapa hal seperti perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, Pengawasan dan penilaian, tindak lanjut, dan pelaporan. 1. Perencanaan Dari segi perencanaan yang perlu dipersiapkan oleh Guru BK, RPL dan prencanaan program BP sudah tersedia namun isi RPL untuk layanan klasikal BK tentang perundungan tidak terlalu lengkap dan belum seperti yang dicontohkan dalam panduan pelaksanaan BK SMP dari Kemendikbud tahun 2014. Sementara untuk tenaga yang dilibatkan dalam penyusunan perencanaan hanya Guru BK saja. Penarikan kesimpulan tersebut dilakukan berdasarkan hasil wawancara dan telaah dokumen. Dari hasil wawancara diketahui dalam proses perencanaan hal-hal yang perlu dilakukan oleh Guru BK sebelum memberkan layanan klasikal BK adalah menyiapkan dokumen satuan layanan (RPL), bahan yang akan disampaikan dan media yang sesuai, format absensi siswa, melakukan 78 sosialisasi jadwal pemberian layanan dan bekerja sama dengan Guru wali kelas. Berikut kutipan hasil wawancara tersebut. “Eeh… satu kita mempersiapkan RPLnya, kedua kita siapkan medianya, ketiga kita siapkan juga format absen begitu, terus keempatnya kita beritahukan dulu siswanya kalau akan ada pertemuan dengan kita guru BK pada jam pelajaran sekian begitu…” (Informan 1) “penyusunan RPL... kemudian mungkin cari-cari film.. yang bisa diinikan ke siswa… kira- kira... masuk gak ya? paham gak ya? siswa untuk materi ini… gitu...” (Informan 2) “Pertama mah kita harus siap bahan. Apa yang mau kita sampaikan, medianya apa, terus koordinasi dengan wali kelas. Walaupun jadwal sudah dipajang, sudah di tanda tangan kepala sekolah, tapi pada hari H kita mengingatkan lagi kepada wali kelas.” (Informan 3) Ditinjau dari SDM yang berperan dalam penyusunan perencanaan layanan klasikal BK terkait perilaku perundungan, diketahui bahwa hanya Guru BK yang dilibatkan dalam penyusunan RPL. Berikut adalah kutipan hasil wawancara tersebut. “Kita aja… BK aja…” (Informan 1) “Ya paling rekan guru BK, yang lain nggak ada sih.” (Informan 2) “Kalau RPL mah masing-masing, jadi setiap guru BK menyimpan RPL” (Informan 3) Setelah dilakukan telaah dokumen, peneliti mengetahui bahwa isi dari RPL tersebut sama hanya saja berbeda tempat dan sasaran penerima layanan, karena setiap Guru BK sudah mempunyai tanggung jawab masingmasing terhadap kelas-kelas siswa tertentu. Adapun format dokumen RPL tersebut tersusun atas beberapa aspek sebagai berikut. 79 a. Materi layanan b. Sub Materi c. Jenis layanan d. Fungsi Layanan e. Bidang Bimbingan f. Tugas Perkembangan g. Sasaran Layanan h. Semester/Waktu pelaksanaan i. Uraian Kegiatan j. Nilai-nilai yang harus dibangun/dikembangkan/dibisasakan k. Sumber Belajar l. Metode m. Tempat n. Penyelenggara/pelaksana o. Penilaian p. Tindak lanjut Berdasarkan hasil telaah dokumen, diketahui pada bagian waktu pelaksanaan tidak dicantumkan berapa lama layanan klasikal terkait perundungan ini disampaikan. Selain itu pada uraian kegiatan, belum dipaparkan dengan jelas uraian kegiatan apa saja yang akan dilakukan secara bertahap sejak awal masuk kedalam kelas hingga selesai pemberian layanan. Hal tersebut menjadi salah satu kesulitan bagi peneliti maupun pengawas jika tidak melihat langsung bagaimana gambaran pelaksanaan layanan klasikal di dalam kelas. Karena ada beberapa tahapan yang perlu 80 dilakukan oleh Guru BK mengacu pada panduan Kemendikbud tahun 2014 yang sebenarnya dilakukan oleh Guru BK namun tidak tercantumkan dalam uraian kegiatan di dokumen RPL. Selain RPL, Guru BK juga menyiapkan perencana program BK tahunan. Dokumen perencanaan yang tersedia adalah perencanaan pada tahun ajaran 2015-2016. Berdasarkan ketetapan peraturan Kemendikbud nomor 111 tahun 2014 disebutkan bahwa perencanaan (action plan) dibuat sebagai alat untuk merespon kebutuhan yang telah teridentifikasi, mengimplementasi tahaptahap untuk memenuhi kebutuhan, dan identifikasi pihak yang bertanggung jawab pada setiap tahap, serta mengatur jadwal dalam program tahunan dan semesteran. Perencanaan yang dimaksud dalam peraturan tersebut disusun kedalam RPL dan Perencanaan Program BK tahunan atau semesteran. Berdasarkan seluruh data diatas, maka peneliti menyimpulkan bahwa selain dokumen perencanaan (RPL dan Program tahunan BK) sudah dipersiapkan untuk menjawab analisis kebutuhan, Guru BK juga sudah mampu mengidentifikasi dan berkoordinasi dengan pihak yang akan dilibatkan dalam pelaksanaan sebagaimana yang dimaksudkan dalam peraturan Kemendikbud nomor 111 tahun 2014. Namun dari segi kelengkapan konten RPL masih didapati kekurangan pada bagian waktu pelaksanaan dan pemaparan uraian kegiatan yang tidak dijelaskan berdasarkan tahapantahapan pengantaran, penjajakan, penafsiran, pembinaan, dan penilaian. 81 2. Pengorganisasian Pengorganisasian dalam penelitian ini didefinisikan sebagai upaya yang dilakukan SDM dalam mengelola sumberdaya yang dicantumkan dalam perencanaan dan memastikan ketersediaan sumberdaya untuk menjamin berlangsungnya kegiatan layanan konseling. Guru BK melakukan kegiatan pengorganisasian sesuai dengan yang yang ditetapkan dalam panduan pelaksanaan BK dari Kemendikbud. Penarikan kesimpulan tersebut dilakukan berdasarkan hasil wawancara dan observasi. Berdasarkan pemaparan hasil wawancara terkait beberapa sumberdaya yang dibutuhkan dantara lain seperti sarana penunjang layanan seperti media, ruangan kelas, LCD dan lain-lain. Sementara itu, Guru BK juga bekerja sama dengan Guru wali kelas, Guru mata pelajaran ataupun bagian kesiswaan dalam menentukan jadwal pemberian layanan. Sebelum melaksanakan layanan klasikal, berdasarkan hasil wawancara kepada tiga orang informan dari Guru BK diketahui bahwa semua informan melakukan pengorganisasian setiap mengimplementasikan sumberdaya perencanaan. terlebih Berikut dahulu adalah sebelum kutipan hasil wawancara terkait bagaimana Guru BK mengorganisasi sumberdaya untuk pelaksanaan layanan klasikal. “Harus koordinasi,… wali kelasnya dulauan misalkan yang menyampaikan kondisi kelasnya… terus kita sampaikan juga rencana dari BK kira-kira kita akan melakukan hal seperti apa, setelah itu kita sampaikan apa hasinya dengan wali kelas… Kalau fasilitas seperti LCD dan lain-lain itu sudah ada kan ya di kelas, ada bagiannya yang ngurus itu. Tinggal kita mempersiapkan laptop kita aja sebenarnya untuk penyampaian materi di layanan klasikal.” (Informan 1) 82 “Pertama kita tentukan waktunya dulu dan Guru yang mau memberikan waktu dikelasnya terutama ya. Kemudian ada kelasnya, ada siswanya… itu bisa insyaallah… Iya, harus koordinasi. Ya mungkin salah satunya mungkin kesiswaan.” (Informan 2) “Kita perlu koordinasi lagi dengan Kepala Sekolah, Wali kelas sama Kesiswaan juga. Kalau sumber daya berupa materi kan media yang kita gunakan, materi, sama ruangan yang paling penting. … Berarti dari jauh-jauh hari kita sudah siapkan… kalau klasikal itu kita harus setting waktunya, terus kita sosialisasi ke guru, wali kelas, terus kita juga harus kondisikan ruangan. Karena ruangan itu kan tidak bisa sembarangan kita pakai, karena bisa jadi ruangan itu sedang dipakai Guru lain.” (Informan 3) Berdasarkan hasil wawancara tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa kegiatan pengorganisasian yang dilakukan oleh Guru BK adalah melakukan koordinasi dengan wali kelas, guru pengajar, kepala sekolah, atau bagian kesiswaan. Sementara itu untuk pengorganisasian fasilitas guru BK hanya memastikan ketersediaan kelas untuk layanan sedangkan fasilitas lain seperti LCD sudah disediakan disetiap kelas sehingga Guru BK hanya perlu menyiapkan laptop, materi dan media yang dibutuhkan. Dari hasil observasi diketahui bahwa kegiatan pengorganisasian yang dilakukan oleh Guru BK mencakup melakukan koordinasi dengan wali kelas atau guru mata pelajaran tertentu, memastikan kembali sarana, prasarana, waktu dan kelengkapan administrasi untuk melaksanaan layanan klasikal. Guru BK memastikan kembali sarana yang berfungsi di dalam kelas (LCD, laptop, speaker) satu hari sebelum pelaksanaan. Dalam pengorganisasian prasarana, Guru BK memastikan kelas yang akan menjadi tempat pelayanan satu hari sebelum pelaksanaan. Dalam pengorganisasian personalia, Guru BK melakukan koordinasi dengan Guru wali kelas atau 83 guru mata pelajaran satu minggu dan satu hari sebelum pelaksanaan. Dalam pengorganisasian waktu, Guru BK memastikan kembali waktu pelaksanaan satu minggu sebelum pelaksanaan. Dalam pengorganisasian administrasi, Guru BK mempersiapkan dokumen-dokumen seperti absensi siswa, RPL, dan materi layanan satu hari sebelum pelaksanaan. 3. Pelaksanaan Pelaksanaan dalam penelitian ini merupakan implementasi dari satuan layanan atau RPL yang dilakukan oleh Guru BK dalam memberikan layanan klasikal dengan konten perundungan. Untuk mengetahui gambaran pelaksanaan layanan klasikal BK tentang perundungan di kelas, peneliti melakukan wawancara kepada Guru BK dan siswa. Selain itu peneliti juga melakukan observasi ketika layanan klasikal tentang perundungan berlangsung. a. Durasi Durasi pemberian layanan klasikal tentang perundungan berbeda-beda dan belum memenuhi ketetapan kemendikbud. Volume kegiatan tidak sampai 2 jam pembelajaran dalam satu kali pertemuan dan tidak juga dicantumkan dalam RPL. Penarikan kesimpulan tersebut dilakukan berdasarkan hasil wawancara, telaah dokumen dan observasi. Ditinjau dari durasi pemberian layanan, berdasarkan hasil observasi peneliti diketahui pemberian layanan klasikal BK dilakukan selama 2 x 60 menit. Namun durasi pada setiap 84 pertemuan tidak sama dikarenakan pada saat pemberian layanan, Guru BK memanfaatkan waktu jam pelajaran yang Guru pengajar pada jam tersebut berhalangan hadir. Berikut adalah kutipan hasil wawancara tersebut. “Kalau satu jam pelajaran 45 menit, ini mah kita satu jam 60 menit kadang lebih gitu.” (Informan 1) “45 menit ya..” (Informan 2) “Jadi satu jam karena dari jam 11 sampai jam 12 begitu. Ya kalau ada bonusnya 60 menitan lah begitu ya.” (Informan 3) Dari hasil wawancara tersebut, diketahui bahwa dalam satu kali pemberian layanan klasikal dilakukan selama 45-60 menit yang berarti antara sekitar satu jam pelajaran (1 JP). Hal tersebut didukung oleh pernyataan siswa yang sudah menerima layanan klasikal terkait perundungan dari Guru BK. Berikut kutipan hasil wawancara tersebut. “Sekitar sejam lah… Jadi bagaimana ya, pokknya satu jam pelajaran itu sekitar 45 menit ya jadi 2 jam pelajaran lah.” (Informan pendukung 2) “Satu jam pelajaran kurang lebih.” (Informan pendukung 3) “Satu jam pelajaran, jadi 45 menit” (Informan pendukung 4) Dari hasil wawancara tersebut diketahui bahwa pemberian layanan klasikal diberikan selama kurang lebih 60 menit atau 1 jam pelajaran atau lebih. Hal tersebut berbeda dengan yang ditemukan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti. Berasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti, layanan klasikal diberikan selama 2 jam pelajaran yang kurang lebih selama 90 menit. 85 Perbedaan durasi pemberian layanan ini dilakukan karena penetapan waktu pemberian layanan klasikal tidak ditetapkan sejak awal perencanaan. Layanan klasikal terjadwal dilakukan pada saat keputrian untuk siswi yang dilaksanakan setiap hari Jum’at dari jam 11.30 sampai 12.30 ketika para siswa melaksanakan sholat Jum’at. Sementara untuk layanan klasikal untuk putra tidak ada waktu khusus. Penyusunan jadwal layanan klasikal BK dilakukan ketika sudah dimulai tahun ajaran dengan menyesuaikan jadwal wali kelas dan guru-guru yang berhalangan hadir. Untuk memastikan setiap kelas mendapatkan layanan klasikal, Guru BK berkoordinasi dengan wali kelas atau guru mata pelajaran tertentu. Hal tersebut diketahui berdasarkan hasil wawancara dengan guru BK. Berikut adalah kutipan hasil wawancara tersebut. “kalau klasikal kita kerjasama dengan wali kelas misalkan ini ada jam wali kelas nih, wali kelas evaluasi sudah… terus dia butuh kita masuk juga, maka kita masuk disitu di jam wali kelas … kita masuk kelas pada jam wali kelas dengan kesepakatan, atau dengan jam guru pelajaran tertentu yang sakit misalkan atau gurunya izin ada tugas…” (Informan 1) “Kita tidak bisa menjadwalkan karena memang kondisinya anak kalau pulang sekolah sudah lelah. Terus kadang kita kalau pulang sekolah ada kegiatan lain mungkin ya seperti menerima tamu orang tua murid, kan nggak mungkin kita suruh orang tua nunggu sementara kita masuk kelas. Atau anak ditinggalkan, kemudian kita menemui orang tua terus kita ngobrol dengan orang tua yak an nggak mungkin juga gitu. Jadi kebanyakan saat tidak ada kegiatan lain, baru kita bisa melaksanakan layanan klasikal.” (Informan 2) Hasil wawancara tersebut didukung dengan pernyataan siswa yang telah menerima layanan klasikal tersebut. Berikut kutipan hasil wawancara tersebut. “jadi gini… waktu ada jam kosong, biasanya Guru BK masuk tentang apa yang dikeluhkan anak-anak tentang 86 temen-temennya gitu, salah (Informan pendukung 2) satunya tadi bullying” Dengan demikian, diketahui bahwa durasi layanan klasikal pada tiap kelas tidak sama karena pelaksanaan layanan klasikal menyesuaikan waktu yang ditetapkan bersama dengan wali kelas atau dengan mengisi jam pelajaran dimana guru mata pelajaran terkait berhalangan untuk hadir. Berdasarkan data hasil observasi dan wawancara diatas diketahui bahwa pada pelaksanaan layanan kegiatan layanan konseling tentang perundungan masih belum sesuai dengan volume kegiatan yang ditetapkan oleh Kemendikbud. Volume kegiatan pada setiap layanan klasikal seharusnya memiliki volume setara dengan dua jam pelajaran atau 2x45 menit. Waktu pelaksanaan bimbingan klasikal juga belum sesuai dengan ketetapan Kemendikbud bahwa kegiatan layanan klasikal BK seharusnya sudah direncanakan saat penyusunan perencanaan Program BK semesteran atau tahunan. Dalam satu kelas seharusnya mendapatkan layanan klasikal satu kali perminggu dengan volume 2 jam pelajaran. b. Uraian Kegiatan Layanan Klasikal Dari segi pelaksanaan uraian kegiatan layanan klasikal, Guru BK sudah melakukan tahapan-tahapan kegiatan sesuai dengan prosedur dasar pelaksanaan konseling yang ditetapkan oleh 87 Kemendikbud. Penarikan kesimpulan tersebur dilakukan berdasarkan hasil wawancara dan observasi. Pada pelaksanaan uraian kegiatan yang dilakukan Guru BK di dalam kelas, diketahui terdapat beberapa tahap yang dilakukan oleh Guru BK antara lain melakukan tahap pengantaran, penjajakan, penafsiran, pembinaan dan penilaian. Hal tersebut diketahui dari hasil wawancara. Berikut adalah kutipan hasil wawancara tersebut. “dijelaskan… jadi target dari materi itu tuh apa. Nah terus setelah itu ungkap persepsi anak sejauh ini terhadap materi itu bagaimana, itu kaya tanya jawab aja… nah terus kita rangkum, jadi persepsi awal kan?! Kemudian kita berikan lagi persepsi baru sesuai dengan materi yah, kita jelaskan baru kita masuk ke penayangan-penayangan seperti itu. Setelah itu kita tanya jawab lagi. Terus sudah tanya-jawab… jawaban bukan dari kita ya, dari temannya “menurut kalian jawaban yang baik itu seperti apa?” kumpulkan terus kita rangkum begitu. Sudah beres pemberian materi, terus kita tanya, kita refleksi. Nah okay, ini sudah beres nih materi ini misalkan kita bilang “tadi dalam diskusi, dalam obrolan kalian sudah sepaham sekarang ibu mau tanya, kira-kira materi yang Ibu sampaikan ini penting nggak untuk kalian?” begitu refleksi “oh penting bu… oh biasa aja bu…” bisa begitu jawaban siswa. Terus kita sampaikan lagi “Setelah pemberian materi dari Ibu dari diskusi apa yang akan kalian lakukan nanti di rumah?” begitu, jadi setiap akhir tuh ada refleksi begitu.” (Informan 1) “Sama aja ya seperti yang ada di RPL gitu. Salam pembuka, kemudian pembukaan dulu ke anak, pendekatan ke anak, kemudian review mungkin kalau misalkan kita sudah dua kali di kelas itu. Kemudian kita sampaikan materi yang akan disampaikan itu apa, seperti apa saja. Kemudian masuk ke materi ya, kita sampaikan materi ini sekitar 15 menit. Kemudian 15 menit selanjutnya ada tanya jawab dengan siswa. 15 menit kemudian kita pakai untuk menerima tanggapan atau feedback dari siswa setelah pemberian materi. Jadi pembuka, isi, dan penutup.” (Informan 2) 88 “Kan kita perkenalan dulu, pembukaan. Terus kita menyampaikan tujuan dari layanan klasikal ini untuk membahas apa. Kita ungkapkan alasan kenapa kita perlu menyampaikan ini, dan kenapa penting untuk dibahas. Dalam memberikan materi dengan konten bully Ibu sendiri menanyakan sebelumnya apakah ada atau tidak siswa yang sudah tahu apa itu bully? Mungkin ada beberapa orang kan yang “ngacung” gitu ya. Terus setelah itu Ibu jelaskan apa itu bully secara definitif melalui power point. Terus Ibu tanya lagi kalian sendiri pernah menjadi apa dalam hal ini, apa ada yang pernah jadi pelaku, korban atau hanya pernah melihat? Jadi anak langsung dilibatkan. Jadi akan lebih efektif jika kita menyampaikan materi kepada anak, dan anak itu mengungkapkan pengalaman mereka terkait materi yang disampaikan begitu.” (Informan 3) Berdasarkan hasil kutipan wawancara di atas diketahui bahwa semua Guru BK melakukan kegiatan pengantaran terlebih dahulu dengan menjelaskan tujuan layanan, materi yang akan disampaikan dan seterusnya. Kemudian Guru BK melakukan tahap penjajakan dimana siswa bebas memberikan pendapat mereka tentang materi yang akan disampaikan melalui diskusi atau tanya jawab. Setelah itu penafsiran dilakukan oleh Guru BK terkait setiap pendapat siswa terhadap konten materi tersebut untuk mengetahui pemahaman awal siswa. Tahap selanjutnya Guru BK mulai memberikan pembinaan berupa penyampaian materi menggunakan alat bantu atau media yang sudah disiapkan. Pada tahap terakhir, Guru BK melakukan tanya jawab kembali untuk mengetahui apakah informasi yang disampaikan sudah dipahami oleh siswa. Hasil wawancara tersebut diperkuat dengan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti ketika layanan klasikal tentang 89 perundungan diberikan. Peneliti melihat Guru BK melakukan tahapan-tahapan tersebut walaupun dalam RPL tidak tertulis secara rinci uraian kegiatan berdasarkan tahapan-tahapan tersebut. Pada akhir kegiatan, Guru BK memberikan tugas refleksi kepada siswa. Siswa diminta menjawab beberapa pertanyaan terkait materi yang disampaikan sebelumnya didalam kertas selembar. Selain itu, siswa juga diminta memberikan saran atau komentar mereka terkait pemberian materi yang baru saja diberikan sebagai masukan untuk Guru BK. c. Cara Penyampaian Guru BK dalam Memberikan Layanan Klasikal Cara Guru BK menyampaikan materi layanan klasikal tentang perundungan sudah baik dan mampu membangun suasana kelas yang aktif, sehingga informasi mudah dipahami oleh siswa. Hal tersebut diketahui berdasarkan hasil wawancara dan observasi. Dari hasil observasi diketahui bahwa Guru BK menyampaikan layanan dengan bahasa yang mudah dimengerti siswa, tidak terlalu kaku dan berusaha menciptakan suasana yang nyaman bagi siswa sehingga siswa bisa lebih terbuka untuk menyampaikan pendapat mereka. Selain itu, dengan cara penyampaian yang baik juga mampu membuat siswa lebih mudah menangkap informasi dan membuat siswa membentuk persepsi tentang apa itu perundungan dan dampak yang dihasilkannya. Hasil observasi ini 90 didukung oleh wawancara dengan siswa yang pernah menerima layanan klasikal dengan konten perundungan ini. Berikut adalah kutipan hasil wawancara tersebut. “Sudah baik menurut saya sih… Jadi ada bahan pertimbangan juga bagi kita gitu… Dapet juga nangkep nasihat dari Bu “Guru BK 3” tadi, jadi gak usah lah bullybullying lagi. Udah tahu akibatnya yang bikin temen-temen tuh takut.” (Informan Pendukung 2) “Ya baik gitu…Bicaranya enak gitu… enak, masuk ke hati gitu.” (Informan Pendukung 3) “Ya bagus sih, jadi si siswanya teh gampang mengerti. Bahasanya sih gampang dimengerti sama siswanya.” (Informan Pendukung 4) Ketiga informan pendukung tersebut menerima layanan klasikal tentang perundungan dari tiga orang Guru BK yang berbeda, sementara dua orang informan pernah menerima layanan klasikal tersebut lebih dari satu kali dengan Guru BK yang berbeda. Oleh karena itu, berdasarkan observasi dan wawancara tersebut peneliti menyimpulkan cara penyampaian informasi yang dilakukan oleh Guru BK sudah baik. 4. Pengawasan dan Penilaian Dalam sebuah proses pelaksanaan program, kegiatan Pengawasan dan penilaian sangat perlu dilakukan untuk mengukur sejauh mana keberhasilan suatu program atau kegiatan. Dalam penelitian ini fukus dari Pengawasan dan penilaian dikhususkan pada upaya Pengawasan dan pemberian nilai terhadap pelaksanaan layanan kepada siswa oleh konselor maupun 91 Pengawasan dan pemberian nilai atas kinerja konselor oleh petugas pengawas. Dengan demikian, peneliti membagi dua aspek Pengawasan dan penilaian. Pertama Pengawasan dan penilaian terhadap layanan klasikal yang dilakukan oleh Guru BK terhadap siswa. Kedua Pengawasan dan penilaian kinerja Guru BK yang dilakukan oleh petugas yang bertanggung jawab melakukan supervisi (Pengawas). a. Gambaran Pengawasan dan Penilaian Guru BK terhadap Siswa Gambaran Pengawasan dan penilaian Guru BK terhadap siswa menjelaskan apa saja aspek yang dinilai oleh Guru BK kepada siswa yang menjadi bahan pertimbangan keberhasilan layanan yang mereka berikan. Penilaian ini mencakup penilaian proses maupun penilaian hasil. Penilaian proses merupakan upaya Pengawasan sendiri proses pelayanan yang diselenggarakan oleh Guru BK. Sementara penilaian hasil merupakan penilaian atas hasil yang dicapai oleh peserta dalam pelayanan. Penilaian hasil mencakup penilaian segera, penilaian jangka pendek dan penilaian jangka panjang. Penilaian proses sudah dilakukan namun tidak disertai dengan catatan hasil penilaian proses. Ditinjau dari penilaian hasil, Guru BK sudah melakukan penilaian segera, namun pencatatan data kasus perundungan untuk penilaian jangka pendek dan jangka panjang belum terlaksana. Hal tersebut dapat mempersulit Guru BK dalam menilai keberhasilan layanan BK untuk mencegah dan 92 mengatasi masalah perundungan di sekolah dalam penilaian jangka pendek maupun jangka panjang. Penarikan tersebut dilakukan berdasarkan hasil wawancara, observasi dan telaah dokumen. Berikut adalah kutipan hasil wawancara kepada Guru BK terkait bagaimana Guru BK melakukan Pengawasan dan penilaian terhadap keberhasilan layanan yang mereka berikan. “penilaian dari BK itu lebih pada observasi, untuk penilaian proses kita lebih menggunakan observasi. Ketika kita masuk kita nilai bagaimana keaktifan anak, antusias anak, kita sampaikan materi juga bagaimana anak itu paham. Anak bisa menjawab pertanyaan, anak bisa mengemukakan pendapat, itu kita nilai juga. Itu proses semuanya kan dan di akhir kita juga akan menanyakan dan mengevaluasi” (Informan 1) “Kalau untuk prosesnya kita lihat dari sejauh mana sih anak itu bisa aktif dikelas ketika layanan” (Informan 2) “Kalau penilaian proses itu kan ketika kita mengukur keberhasilan berarti sejauh mana fokus ya, fokus terhadap apa yang kita sampaikan, terus bertanya, menjawab, atau merespon apa yang kita sampaikan.” (Informan 3) Berdasarkan hasil wawancara diatas, diketahui bahwa semua informan melakukan Pengawasan selama proses pemberian layanan klasikal. Sementara penilaian proses dilihat oleh Guru BK dari fokus siswa, keaktifan, antusias dan kemampuan anak memahami informasi yang diterima. Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa penilaian proses dilakukan oleh Guru BK melalui observasi dan dengan memberikan tanda pada daftar hadir siswa untuk menilai siswa mana yang aktif dan kurang aktif selama kegiatan layanan berlangsung. 93 Berdasarkan panduan pelaksanaan BK Kemendikbud, penilaian proses dilakukan melalui analisis terhadap keterlibatan unsur-unsur sebagaimana dicantumkan dalam RPL untuk mengetahui efektifitas dan efisiensi pelaksanaan kegiatan. Berdasarkan pemaparan diatas maka peneliti menyimpulkan bahwa penilaian proses yang dilakukan oleh Guru BK sudah terlaksana sesuai dengan yang ditetapkan dalam panduan pelaksanaan BK. Walaupun penilaian proses sudah sesuai dengan panduan Kemendikbud, namun untuk upaya pencatatan hasil penilaian proses masih belum terlaksana. Catatan hasil penilaian proses sebagaimana dijelaskan dalam pedoman pelaksanaan BK Kemendikbud dicantumkan didalam laporan pelaksanaan program (Lapelprog). Dari proses telaah dokumen, Guru BK tidak dapat menunjukan Lapelprog karena dalam tiga tahun terakhir pembuatan laporan tersebut belum berjalan sehingga peneliti menyimpulkan pencatatan dari penilaian proses belum terlaksana. Sementara itu untuk penilaian hasil dilihat dari bagaimana pemahaman dan perkembangan perilaku perundungan pada siswa. Hal tersebut diketahui berdasarkan hasil wawancara terhadap Guru BK. Berikut adalah kutipan hasil wawancara tersebut. “Klasikal itu keberhasilannya ada perubahan perilaku, jadi misalkan diawal ada laporan dari guru, wali kelas. Misalkan kelas ini nih banyak anak yang begini-begini. Terus mereka datang kepada kita meminta kita masuk kelas, setelah kita masuk nanti kita tanya perkembangannya. Bagaimana perkembangan di kelas setelah itu? Oh sudah reda misalkan. Nah itu keberhasilannya, perubahan perilaku gitu.” (Informan 1) 94 “Kita minimal, kita lihat anak paham, anak tidak melakukan, itu bisa menjadi indikator bahwa anak memahami apa yang kita sampaikan kepada mereka.” (Informan 2) “Kalau untuk melihat penilaian hasil itu ketika kita memeriksa pemahaman materi yang kita sampaikan itu dan masih ada tindakan bullying apa enggak nih setelah itu atau minimal berkurang lah… Kalau saya pribadi saya tanyakan lagi di akhir terkait materi yang saya sampaikan. Misalkan jadi bully itu apa sih, terus contoh-contohnya seperti apa saja. Atau juga saya suka ngasih kertas satu lembar untuk menulis kesan mereka, atau menulis apa yang ingin mereka sampaikan tapi mungkin malu untuk diungkapkan di dalam kelas gitu kan, ditulis aja kaya gitu.” (Informan 3) Berdasarkan hasil wawancara tersebut peneliti menyimpulkan bahwa kegiatan tanya jawab yang dilakukan oleh Guru BK untuk mengetahui sejauh mana siswa memahami materi layanan klasikal merupakan bentuk dari penilaian segera (LAISEG). Kesimpulan tersebut didukung oleh hasil wawancara kepada siswa, berikut kutipan hasil wawancara tersebut. “Jadi di akhir itu guru BK nanya lagi tentang apa yang yang tadi disampaikan, terus guru BK juga ngelihat dari keseharian mereka yang biasa disebutnya teh “Langganan BK”. (Informan Pendukung 2) “Ya nanya-nanya lagi paling seputar yang disampaikan tadi.” (Informan pendukung 3) “Ya nanyain ada yang nggak ngerti gak? Kalau misalkan ada yang nggak ngerti disuruh ngacung gitu.” (Informan pendukung 4) Penilaian hasil yang dilakukan oleh Guru BK dilakukan dengan melakukan observasi terhadap perilaku siswa. Namun proses observasi ini tidak disertai dengan pencatatan 95 perkembangan siswa. Oleh karena itu, sulit untuk mengukur penilaian hasil jika melihat dari jumlah perkembangan kasus perundungan diantara siswa. Untuk pencatatan kasus perundungan di sekolah hanya tercatat melalui laporan masuk yang dilakukan oleh siswa yang biasanya merupakan korban perundungan dan itu pun tidak semua tercatat. Hal tersebut diketahui berdasarkan hasil wawancara dan telaah dokumen yang dilakukan peneliti. Berikut adalah kutipan hasil wawancara tersebut. “He’eh… kebanyakan observasi BK mah… banyakan observasi ya. Dicatat atau enggak? Nah itu harusnya dicatat nggak hehehe… gitu ya… enggak… tapi memang proses itu mah jalan. Proses itu sudah jalan, cuma pencatatannya nggak ini…” (Informan 1) Hasil wawancara tersebut didukung oleh hasil telaah dokumen yang dilakukan oleh peneliti. BK SMPN 9 Cimahi tidak memiliki data perkembangan kasus perundungan dari setiap semester atau setiap tahun. Untuk mengetahui perkembangan kasus perundungan di SMPN 9 Cimahi, peneliti melakukan telaah dokumen catatan buku kasus BK SMPN 9 Cimahi. Berikut adalah hasil temuan telaah dokumen peneliti. 96 Tabel 5.3 Data Kasus Perundungan (Bullying) di SMPN 9 Cimahi tahun 2014 – 2016 (Data olahan peneliti) Tahun Kelas 7 Kelas 8 Kelas 9 Jumlah 2014 3 5 3 11 2015 4 4 5 13 2016 1 1 2 4 Jumlah 8 10 10 28 Kurangnya jumlah SDM dan tugas yang terus menerus datang merupakan salah satu penyebab tidak tercatatnya perkembangan kasus perundungan. Hal tersebut disampaikan oleh informan pada saat wawancara. Beban kerja yang berat dan tenaga yang kurang bahkan sering kali membuat Guru BK harus tetap berada disekolah dari pagi sampai sore. Berikut adalah kutipan hasil wawancara tersebut. “Eeh… Jadi apa ya? Karena banyaknya tugas ya, jadi ketika mau menulis itu biasanya datang lagi tugas yang baru. Jadi akhirnya terlupakan dan akhirnya tidak tertuliskan gitu.” (Informan 1) “Sekarang kita cenderung baru pulang jam 4 itu karena anak kan pulang jam 1. Kadang pada saat kita mau pulang jam 2, anak digerbang mencegat “Bu mau curhat” atau ada kejadian incidental apa gitu… ya kita selesaikan dulu. Jadi kadang kita pulang-pulang itu jam 5… jam 4 paling cepet pulangnya.” (Informan 2) Jumlah SDM BK yang terbatas dan tidak sesuai dengan beban kerja yang banyak berdampak terhadap beberapa aktivitas yang tidak terlaksana, salah satunya adalah pencatatan data kasus 97 perundungan. Jika penilaian jangka panjang Guru BK adalah berkurangnya kasus perundungan di SMPN 9 Cimahi maka diperlukan pencatatan bagaimana perkembangan kasus perundungan di sekolah. Pencatatan ini dapat digunakan sebagai refleksi dan tolak ukur keberhasilan layanan klasikal yang telah diberikan. Penilaian hasil menurut panduan pelaksanaan BK untuk SMP dari Kemendikbud tahun 2014 terdiri dari tiga penilaian yaitu penilaian segera, penilaian jangka pendek, penilaian jangka panjang. Penilaian segera merupakan penilaian hasil pencapaian yang didapat langsung setelah pelayanan selesai diberikan. Penilaian jangka pendek merupakan penilaian dalam waktu satu minggu sampai dengan satu bulan setelah satu jenis layanan atau kegiatan pendukung telah diberikan. Hal tersebut untuk melihat dampak dari layanan yang diberikan dan melaksanakan tindak lanjut dari kegiatan tersebut sesuai dengan yang direncanakan. Sementara Penilaian jangka panjang merupakan penilaian yang dilakukan dalam waktu satu bulan sampai satu semester setelah beberapa layanan dan kegiatan pendukung BK dilaksanakan. Penilaian ini untuk melihat lebih jauh dampak layanan BK terhadap peserta didik dana rah tindak lanjutnya secara menyeluruh. Berdasarkan ketetapan dan data yang diperoleh dari hasil wawancara dan telaah dokumen maka peneliti menyimpulkan 98 bahwa penilaian jangka pendek sudah dilaksanakan Guru BK dengan menilai pemahaman siswa setelah layanan klasikal tentang perundungan diberikan. Sementara penilaian jangka pendek sudah dilakukan oleh Guru BK melalui observasi dan penerimaan laporan masuk terkait masalah perundungan. Namun pencatatan dari hasil penilaian jangka pendek belum berjalan. Untuk penilaian jangka panjang dilakukan dengan melihat perubahan perilaku dan laporan kasus. Penilaian jangka panjang juga dapat dilihat berdasarkan Lapelprog atau laporan akhir semester. Hasil penelusuran peneliti diketahui bahwa penyusunan laporan program dan laporan akhir semester ganjil maupun genap tidak tersedia. oleh karena itu peneliti menyimpulkan untuk penilaian jangka panjang tidak berjalan. b. Gambaran Pengawasan dan Penilaian Pengawas terhadap Guru BK Gambaran Pengawasan dan penilaian pengawas terhadap Guru BK mencakup siapa yang melakukan pengawasan dan penilaian, kapan pengawasan dan penilaian tersebut dilakukan, dan bagaimana teknis pengawasan dan penilaian tersebut. Petugas yang melakukan pengawasan terhadap kinerja BK di SMPN 9 Cimahi adalah Assessor, Kepala Sekolah dan satu orang pengawas dari Dinas Pendidikan Kota Cimahi. Kegiatan sipervisi yang dilakukan oleh Kepala sekolah maupun assessor dilakukan minimal satu kali dalam setiap semester. Pengawasan dilakukan 99 oleh assessor dengan menggunakan format panduan pengawasan yang sudah disiapkan oleh sekolah. Beberapa hal tersebut disimpulkan berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada Guru BK dan Wakasek Bidang Humas SMPN 9 Cimahi. Berikut adalah kutipan hasil wawancara terkait siapa yang melakukan Pengawasan dan penilaian terhadap kinerja Guru BK. “Jadi untuk SMPN 9 itu kurang lebih ada sepuluh nama yang menjadi supervisi di bidangnya, namanya kita sebut assessor… Kepala sekolah itu menilai perilaku kerja, kalau Ibu itu menilai proses bimbingannya, terus layanannya. Misalkan dari perencanaannya ya RPLnya, kemudian apakah ketika memberikan layanan sudah sesuai langkah-langkah, nah seperti itu. Tetapi kalau untuk perilaku kerja itu kepala sekolah.” (Informan 1) “Biasanya kita langsung dengan Kepala Sekolah, sementara teman-teman lainpun memantau gitu. Ada feedback dari teman-teman. Oh BK begini-begini… itu masukan jadi buat kita… Bisa dari teman sejawat ya, Guru BK, Wali Kelas, terus guru bidang studi, PKS (Pembantu Kepala Sekolah) juga bisa memberikan feedback ke kita. Para PKS terutama, Wakasek sekarang mah (Wakil Kepala Sekolah)… Kalau di dinas pendidikan itu ada pengawas BK. Satu pengawas induk, pengawas induk itu pengawas Pembina. Pengawas Pembina itu yang mengawasi seluruhnya. Kalau kita disini dari disdik itu mengawasi… apa ya… menjadi pendamping untuk semua mata pelajaran. Terus di BK sendiri di Kota Cimahi itu ada khusus juga sebagai pengawas Pembina khusus BK” (Informan 2) “Kalau untuk penilaian kinerja guru kalau dari BK ada koordinatornya Ibu “Guru BK 2” sebagai assessor. Sedangkan kalau untuk Pengawasan di dalam kelas atau ketika pelaksanaan layanan klasikal dilakukan oleh Ibu sendiri selaku pemberi layanan.” (Informan 3) Berdasarkan hasil wawancara tersebut, diketahui bahwa yang bertanggung jawab dalam melakukan kegiatan Pengawasan dan 100 penilaian adalah Assessor. Assessor adalah guru-guru yang dipilih menjadi koordinator di bidangnya masing-masing yang mencakup Guru mata pelajaran dan Guru BK. Assessor tersebut bertugas memantau dan menilai apakah yang dilakukan Guru-guru yang menjadi titik pantaunya melakukan kegiatan (baik mengajar atau memberikan layanan) sesuai dengan yang direncanakan. Sementara untuk BK ditetapkan satu Guru BK sebagai koordinator dan memantau dan menilai ketiga Guru BK lainnya. Penilaian ini mencakup bagaimana Guru BK dalam memberikan layanan konseling kepada siswa. Selain Assessor, Kepala Sekolah dan pengawas dari dinas pendidikan juga melakukan kegiatan Pengawasan dan penilaian. Berbeda dengan Assessor, Kepala Sekolah menilai perilaku kerja seluruh Guru secara umum. Kegiatan Pengawasan dan penilaian ini bisa dilakukan langsung dengan melihat kondisi di lapangan, maupun berdasarkan hasil Pengawasan dari Assessor. Sementara itu berdasarkan hasil wawancara juga diketahui bahwa penilaian pada BK terbuka tidak hanya dari Assessor dan Kepala Sekolah. Guru BK membuka kepada guru-guru lain, pembantu kepala sekolah dan sesama rekan BK untuk memberikan penilaian dan masukan terhadap BK agar lebih baik kedepannya. Dari luar sekolah, pelaksanaan BK juga dipantau oleh petugas pengawas bidang BK dari dinas pendidikan Kota Cimahi. Kegiatan Pengawasan dari Assessor diperkuat oleh pernyataan dari hasil 101 wawancara kepada wakasek. Berikut adalah kutipan hasil wawancara tersebut. “Jadi.. ada.. bu “Guru BK 2”, itu.. yang menilai khusus kepala sekolah.. koordinator BP.. menilai, mengadakan class visit atau kunjungan kelas, mesupervisi kepada anak buahnya yang 3 orang itu” (Informan Pendukung 1) Dari kutipan wawancara tersebut diketahui bahwa Assessor BK melakukan pengawasan dan penilaian terhadap ketiga Guru BK lainnya. Sementara Assessor dipantau dan dinilai langsung oleh Kepala Sekolah. Berdasarkan pemaparan data hasil wawancara tersebut maka peneliti menyimpulkan bahwa kegiatan supervisi terhadap kegiatan BK di SMPN 9 Cimahi dilakukan oleh Assessor, Kepala Sekolah, dan Pengawas BK dari Dinas Pendidikan Kota Cimahi. Ditinjau dari frekuensi pengawasan, berdasarkan hasil wawancara dengan Guru BK diketahui bahwa pengawasan dilakukan sekali dalam satu semester. Berikut adalah kutipan hasil wawancara tersebut. “…satu semester itu ada satu kali supervisi berarti satu tahun ada dua supervisi” (Informan 1) “Satu semester.” (Informan 2) “…tiap semester satu kali supervisi biasainya.” (Informan 3) Keterangan tersebut dipertegas oleh pernyataan wakasek terkait pengawasan terhadap kinerja Guru. Berikut adalah kutipan wawancara tersebut. 102 “Minimal satu semester sekali harus diadakan supervisi. Minimal satu semester sekali, minimal!” (Informan Pendukung 1) Ditinjau dari segi teknis pengawasan, diketahui bahwa pengawasan dilakukan oleh Assessor dengan turun langsung melihat proses pelayanan dengan menggunakan format pengawasan yang sudah disediakan oleh sekolah. Sementara itu, Kepala sekolah tidak mengawasi langsung pelayanan melainkan dengan laporan yang diberikan oleh Assessor. Hal ini diketahui berdasarkan hasil wawancara dengan Guru BK yang menjadi Assessor didukung dengan keterangan Wakasek. Berikut kutipan hasil wawancara tersebut. “…panduan sudah ada… format sudah ada… mengacu kepada tugas dan peranan guru itu seperti apa, seperti tugas dan peranan guru BK itu harus seperti apa. Misalkan melakukan perencanaan layanan, melaksanakan program bimbingan misalkan ya. Nah itu semua harus ada dalam pedoman penilaian. Assessor semua punya pedoman penilaian. Nah setelah itu supervisi kita masuk ke kelas mengamati ya, memantau, kita check list-check list, kita foto apa yang dia lakukan.” (Informan 1) “Jadi supervisi itu oleh kelompoknya dulu, Bu “Guru BK 2” pegang 5 guru diantaranya guru BP itu sama guru lain. Dan nanti, temuan-temuan Bu “Guru BK 2” itu akan dikaji dan akan dievaluasi oleh Pak Tatang (Wakasek Bidang Kurikulum). Oleh PKGnya itu, Penilaian Kinerja Guru. Nanti dari hasil itu, kalau ada tindakan lebih lanjut itu melalui PKB (Penilaian Kinerja Berkelanjutan). PKB kebetulan saya yang megang. Nah itu semua nanti diketahui oleh Kepala Sekolah. Jadi Kepala Sekolah tidak langsung menangani guru-guru itu, tetapi melalui tahapantahapan ini.” (Informan Pendukung 1) Berdasarkan hasil wawancara tersebut diketahui bahwa teknis pengawasan dilapangan dilakukan oleh assessor yang kemudian 103 dilaporkan dan didiskusikan kepada petugas PKG dan PKB sebelum dilaporkan kepada Kepala Sekolah. Berdasarkan hasil telaah dokumen, peneliti mengetahui format penilaian yang digunakan Assessor mencakup tugas utama Guru BK mulai dari perencanaan layanan BK, pelaksanaan layanan BK, serta evaluasi, pelapora dan tindak lanjut. Dalam penilaian pelayanan layanan klasikal ada dua aspek yang menjadi penilaian Assessor. Pertama adalah penilaian sebelum pelaksanaan layanan mencakup kesiapan dokumen seperti RPL, dan materi yang akan disampaikan. Kedua adalah penilaian selama pelaksanaan yang mencakup bagaimana cara Guru BK memberikan layanan klasikal di dalam kelas. Berdasarkan ketetapan dalam panduan pelaksanaan BK Kemendikbud disebutkan bahwa kegiatan pengawasan dilakukan dari pihak sekolah (Kepala sekolah atau petugas pengawas dari sekolah) dan luar sekolah (Petugas pengawas bidang BK). Fokus penilaian meliputi kemampuan professional dan implementasi kegiatan pelayanan BK. Pengawasan kinerja juga dilihat dari data yang termuat dalam berbagai format (RPL, Lapelprog, absensi siswa, hasil Pengawasan/penilaian) yang menjadi bukti fisik dari realisasi pelayanan kinerja BK. Berdasarkan seluruh data yang dipaparkan di atas dan ketetapan dalam panduan pelaksanaan BK, maka peneliti menyimpulkan penilaian dan Pengawasan kinerja BK sudah 104 sesuai dengan ketetapan dalam panduan BK. Fokus penilaian kinserja yag dilakukkan oleh assessor sudah sesuai dengan yang ditetapkan dalam panduan pelaksanaan BK SMPN 9 Cimahi 5. Tindak Lanjut Setelah dilakukan Pengawasan dan penilaian, upaya tindak lanjut sangat dibutuhkan sebagai langkah pengambilan keputusan untuk perbaikan pemantapan ataupun penyesuaian kegiatan pelayanan selanjutnya. Dalam penelitian ini, tindak lanjut didefinisikan sebagai upaya pengambilan keputusan terkait tindakan yang akan dilakukan atas pertimbangan hasil Pengawasan dan penilaian terkait hasil layanan terhadap siswa maupun kinerja konselor. Oleh karena itu, peneliti memaparkan hasil temuan terkait tindak lanjut mencakup tindak lanjut terkait hasil layanan terhadap siswa dan tindak lanjut terkait hasil Pengawasan dan penilaian terhadap kinerja Guru BK. a. Tindak lanjut terhadap siswa Rencana tindak lanjut terhadap siswa sudah tercantum dalam RPL dan dilaksanakan sesuai dengan yang dicantumkan dalam RPL sebagaimana ditentukan dalam panduan pelaksananan BK Kemendikbud. Kesimpulan tersebut diambil berdasarkan hasil wawancara dan telaah dokumen. Setelah siswa diberikan layanan klasikal tentang perilaku perundungan, Guru BK melakukan Pengawasan terhadap siswa. Jika setelah diberikan layanan klasikal masih didapati siswa yang melakukan tindakan perundungan maka selanjutnya Guru BK 105 melakukan upaya konseling individu maupun kelompok terhadap siswa yang melakukan perundungan maupun yang menjadi korban perundungan. Hal tersebut diketahui berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada Guru BK. Berikut adalah kutipan hasil wawancara tersebut. “Jadi kalau masih belum ada perubahan perilaku, kita panggil terus kita konseling bisa kelompok, bisa individu.” (Informan 1) “Kasus bullying mungkin kalau kita lihat kalau ada lagi mungkin ada tindakan berikutnya konseling individual ya… Tapi kalau di SMPN 9 ini biasanya tertuntaskan dengan konseling individual. Kalau tidak, kita paling pakai konseling kelompok… Ada individu dulu baru kelompok, ada yang kelompok dulu baru individu. Gimana lihat situasi dan kondisi anak” (Informan 2) “Kalaupun ada laporan dari wali kelas, saya langsung respon. Kemudian saya hubungi siswa yang bersangkutan, saya beri penguatan lagi… kalau itu Ibu sama siswanya saja secara personal dulu ya biasanya.” (Informan 3) Hal tersebut dipertegas dengan keterangan dari hasil wawancara peneliti kepada siswa. Berikut adalah kutipan hasil wawancara tersebut. “Waktu itu sih BK sudah manggil anak teresebut… dari BK juga lapor ke kesiswaan… Setelah itu mulai berkurang sih sekarang mah.” (Informan Pendukung 2) “Iya biasanya sih dipanggil, dinasehatin lagi gitu” (Informan Pendukung 3) “Ada, ya itu paling dipanggil yang ngebully sama yang dibully. Dikasih pengarahan dua-duanya.” (Informan Pendukung 3) 106 Berdasarkan hasil telaah dokumen diketahui juga bahwa tindak lanjut dari layanan klasikal BK tentang perundungan ini ditujukan kepada siswa yang masih belum mampu mengendalikan tindakan perundungan. Tindak lanjut tersebut berupa konseling individu maupun konseling kelompok. Berdasarkan panduan pelaksanaan BK, tindak lanjut kegiatan konseling memang sudah seharusnya tercantum pada saat perencanaan (penyusunan RPL). b. Tindak lanjut terhadap kinerja Guru BK Tindak lanjut yang diberikan setelah dilakukan penilaian kinerja BK berupa pembinaan yang diberikan oleh assessor melalui saran aplikatif dan pembinaan melalui program Guru Pembelajar dan memberikan kesempatan untuk mengikuti pelatihan-pelatihan keprofesian untuk keningkatkan kompetensi Guru BK.. Tindak lanjut tersebut sudah sesuai sebagaimana dijelaskan dalam panduan pelaksanaan BK Kemendikbud bahwa tindak lanjut dapat berupa pembinaan dan pemberian kesempatan dalam mengikuti kegiatan peningkatan kompetensi profesi. Kesimpulan tersebut dibuat atas dasar hasil wawancara kepada Guru BK dan Wakasek Bidang Humas yang bertugas sebagai Petugas Penilaian Kinerja Berkelanjutan. Setelah dilakukan Pengawasan dan penilaian terhadap kinerja Guru BK, maka dibuatlah tindak lanjut atas hasil temuan Assessor. Tindak lanjut ini dapat berupa saran-saran maupun 107 diikut sertakan dalam pembinaan khusus. Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan Guru BK terkait tindak lanjut tersebut. “Hmm… Biasanya berupa saran-saran begitu sebagai masukan dari Assessor atau mungkin ada dari Guru-guru lain atau Kepala Sekolah. Biasanya juga berupa pemberian kesempatan, kemudian Kepala Sekolah mengajak temanteman lain untuk memberikan peluang untuk BK.” (Informan 2) “Jadi waktu itu saya pakai simulasi “Raja Tersinggung” pas waktu itu ada kekurangan pas pembukaan saya kurang mengkondisikan. Jadi simulasi ini kan rentan ya walaupun secara tidak langsung bisa membuat anak menjadi “Down”. Jadi simulasi ini itu mengkritik secara halus, nah ada kalanya teman nggak siap di kritik kan?! Meskipun yang mengkritik itu nggak pakai nama. Tapi perlu juga dikasih penguatan bahwa ini sebagai upaya untuk perbaikan diri supaya kita itu bisa lebih lancar dalam bersosialisasi dengan teman. Nah waktu itu saya kurang memunculkan pengkondisian itu. Jadi Ibu “Guru BK 2” menyarankan dari hasil pengamatan beliau misalkan ini yang kurang tadi waktu pembukaan, pengkondisian ke anak-anaknya belum muncul begitu contohnya.” (Informan 3) Berdasarkan kutipan hasil wawancara diatas, diketahui bahwa tindak lanjut yang diberikan assessor dapat berupa saran-saran seperti yang disampaikan oleh Informan 2 dan Informan 3. Berdasarkan hasil telaah dokumen pengawasan diketahui juga bahwa tindak lanjut terhadap hasil Pengawasan tersebut merupakan pemberian saran-saran aplikatif untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan konseling yang diberikan oleh Assessor. Sementara itu tindak lanjut lain yang dilakukan berupa pemberian pelatihan khusus melalui Program Guru Pembelajar dan pelatihanpelatihan terkait profesi BK untuk meningkatkan kompetensi Guru BK di SMPN 9 Cimahi. Hal tersebut diketahui melalui 108 wawancara dengan Assessor dan penanggung jawab Penilaian Kinerja Berkelanjutan. Berikut adalah kutipan hasil wawancara tersebut. “Misalkan di layanan klasikal ITnya kurang, berarti dia harus menguasai IT misalkan. Disitu nanti ada program lagi gitu…Nah sekarang sudah ada programnya, Program Guru Pembelajar. Jadi masing-masing dari kita itu sudah punya raport. Misalkan ada sepuluh tema, Ibu merahnya itu ada tiga misalkan. Nah yang merahnya itu harus belajar lagi… Iya, semacam pelatihan. Cuma namanya sekarang itu Guru Pembelajar ya.” (Informan 1) Hal tersebut didukung oleh pernyataan yang diberikan Wakasek bidang Humas sebagai penanggung jawab Penilaian Kinerja Berkelanjutan (PKB). Berikut adalah kutipan hasil wawancara tersebut. “…ya tentunya pembekalan terhadap Guru BP/BK… Masih banyak tindak lanjut yang lain… diantaranya kita memberangkatkan pelatihan-pelatihan untuk programprogram ke-BP-an” (Informan Pendukung 1) Dalam panduan pelaksanaan BK dijelaskan bahwa upaya tindak lanjut terhadap kinerja Guru BK dilakukan melalui proses pembinaan. Pembinaan tersebut dapat dilakukan oleh pengawas ketika kegiatan pengawasan dilaksanakan maupun melalui kegiatan seperti penataran, lokakarya, seminar dan studi lanjut. 6. Pelaporan Dalam penelitian ini pelaporan tersebut didefinisikan sebagai upaya menginterpretasikan hasil dari penilaian kedalam sebuah dokumen sehingga dapat ditarik sebuah kesimpulan untuk melakukan tindak lanjut 109 terhadap perilaku perundungan di SMPN 9 Cimahi. Peneliti meninjau beberapa aspek dalam aktifitas pelaporan layanan klasikal BK tentang perilaku perundungan di SMPN 9 Cumahi. Aspek-aspek tersebut adalah frekuensi pelaporan, teknis pelaporan dan format laporan. a. Frekuensi Pelaporan Ditinjau berdasarkan frekuensi pelaporan, pelaporan secara tertulis dilakukan setiap satu semester namun pelaporan secara tertulis belum terlaksana dalam 3 tahun terakhir. Hal tersebut disimpulkan berdasarkan hasil wawancara dan telaah dokumen. Dari hasil wawancara dengan Guru BK diketahui bahwa laporan tertulis pelaksanaan layanan BK seharusnya dibuat setiap semester. Berikut adalah kutipan hasil wawancara tersebut. “Kalau kita melaporkan itu melaporkan laporan program BK 1 tahun” (Informan 1) “Per semester! Kita membuat laporan ke Kepala Sekolah” (Informan 2) “Tiap semester… Tapi ada kalanya kita menyesuaikan dengan Kelapa Sekolah, kalau diminta satu tahun saja juga kita satu tahun evaluasinya gitu. Tapi memang kita juga selama ini per semester sih. Tapi ada juga satu kali tiap tahun ajaran di akhir.” (Informan 3) Berdasarkan hasil wawancara tersebut peneliti menemukan informasi yang berbeda-beda. Dua orang informan mengatakan laporan dibuat di setiap semester, sementara satu orang informan mengatakan melakukan pelaporan program BK selama 1 tahun. Berdasarkan hasil telaah dokumen yang dilakukan oleh peneliti, diketahui bahwa laporan yang dibuat oleh guru BK adalah 110 Laporan Evaluasi Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling dalam satu semester. Sementara berdasarkan wawancara dengan Wakasek, diketahui bahwa laporan secara tertulis dibuat minimal satu semester sekali, namun BK juga melakukan laporan rutin di akhir tahun, laporan mingguan atau bulanan. Hal tersebut tergantung dari masalah apa yang sedang ditangani oleh BK. Berikut adalah kutipan hasil wawancara tersebut. “BK itu laporan… ada laporan rutin semesteran… laporan rutin akhir tahun… kemudian laporan rutin… ya dia kan hanya menerima laporan dari wali kelas. Anakanak yang bermasalah laporan ke BP. Itu ditindak lanjuti oleh BP, setelah itu nanti akan memberikan laporannya itu ketika ada masalah. Jadi ya mungkin ada mingguan, bulanan, tergantung masalahnya.” (Informan pendukung 1) Dalam proses telaah dokumen, peneliti tidak menemukan laporan program atau laporan evaluasi akhir semester dalam tiga tahun terakhir. Laporan terakhir yang bisa diperlihatkan hanya Laporan Evaluasi Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Semester Genap tahun ajaran 2011-2012. Berdasarkan hasil telaah dokumen dan hasil wawancara peneliti menyimpulkan bahwa laporan tertulis dibuat oleh Guru BK adalah laporan semesteran. Walaupun demikian penyusunan laporan belum terlaksana selama tiga tahun terakhir. b. Teknis Pelaporan Ditinjau dari teknis pelaksanaannya, pembuatan laporan rutin secara tertulis belum terlaksana rutin pada setiap semester. 111 Informan lebih banyak menyampaikan laporan kegiatan secara lisan kepada Kepala Sekolah. Pelaporan tertulis belum terlaksana karena beberapa hal yaitu kurangnya SDM Guru BK, tugas yang banyak, dan pengawasan yang kurang maksimal. Hal tersebut diketahui berdasarkan hasil wawancara dan telaah dokumen. Gambaran teknis pelaporan layanan BK SMPN 9 Cimahi dibagi menjadi dua cara yaitu laporan secara lisan dan secara tertulis. Laporan secara tertulis seperti yang dipaparkan sebelumnya dibuat dalam satu semester satu kali. Sementara untuk laporan secara lisan dilakukan pada saat rapat dengan Kepala Sekolah atau rapat Guru BK dengan dinas pendidikan. Dalam laporan secara lisan ini menjelaskan bagaimana progres berjalannya layanan BK dan masalah apa saja yang ditemukan dilapangan. Hal tersebut diketahui berdasarkan hasil wawancara kepada Guru BK. Berikut adalah kutipan hasil wawancara tersebut. “Kalau yang formalnya itu setahun sekali. Tapi kadang kalau sedang rapat dinas kan, secara lisan kita juga suka melaporkan.” (Informan 1) “Iya jadi kalau laporan yang tertulis itu kita tiap semester, tapi kadang kita suka laporan juga secara lisan kalau misalkan lagi rapat dengan Kepala Sekolah atau rapat dengan dinas yah…” (Informan 2) “Kita ada evaluasi program di akhir. Jadi kan diawal kita merencanakan tuh apa-apa saja, terjadwal kapankapan kegiatannya, terlaksana atau enggak, dari segi peserta bagaimana. Evaluasi tentang konseling, evaluasi tentang sarana prasarana juga. Kita sampaikan secara tertulis dan secara lisan juga ketika rapat.” (Informan 3) 112 Hal tersebut diperkuat juga oleh pernyataan Wakasek terkait bagaimana pelaporan yang dilakukan oleh Guru BK. Berikut adalah kutipan hasil wawancara tersebut. “Tertulis ada, lisan ada… Kalau yang tertulis minimal satu semester sekali. Itu dalam rapat juga disampaikan.” (Informan Pendukung 1) Sementara itu berdasarkan hasil telaah dokumen yang dilakukan oleh peneliti sebagaimana dijelaskan sebelumnya, dokumen pelaporan terakhir yang dapat diperlihatkan oleh BK hanya pada semester genap tahun ajaran 2011-2012. Hal tersebut memang diakui oleh Guru BK sebagai kelemahan mereka dibidang administrasi dan selama ini pelaporan dilakukan secara lisan ketika rapat. Selain itu dalam kegiatan pengawasan yang dilakukan kepala sekolah maupun assessor belum maksimal. Berikut adalah kutipan hasil wawancara tersebut. “Kita tidak ditekankan dan tidak “diintimidasi” untuk melakukan pelaporan rutin gitu. Sok lah seenaknya asal kalau dibutuhkan ada administrasinya”. (Informan 2) “Kalau klasikalnya mah jalan, terus konseling juga jalan… tapi ya memang kita terbenturnya administrasi itu belum maksimal gitu ya. Belum maksimal kita lakukan…” (Informan 3) Kelemahan dibidang administrasi ini kemudian dijelaskan karena beban kerja dan jumlah SDM yang tidak seimbang. Jumlah SDM dan tugas yang terus bergulir membuat Guru BK memiliki waktu yang sangat sedikit untuk melengkapi berbagai macam kekurangan pada bagian administrasi. Dengan demikian, Guru BK 113 akhirnya melengkapi semua administrasi jika akan di adakan akreditasi. Berikut adalah kutipan hasil wawancara tersebut. “Bergulir ya… karena kerjanya terus bergulir, setelah tugas ini ada lagi tugas baru datang… kalau ada… akreditasi, baru dirapihkan.” (Informan 1) “Iya… Sesudah konseling terus datang lagi siswa… “Ibu ini mau konsultasi” ini mah teknis ya dilapangan. Terus seperti ini… kita lagi nulis, ada siswa udah begitu aja sampai lupa hehehe… tapi iya betul aja ya kalau ada ini… baru kita perapihan gitu… apa lagi kalau mau ada, biasanya akhir tahun… akreditasi… itu baru kita rapihkan.” (Informan 3) Berdasarkan hasil seluruh wawancara tersebut maka peneliti menarik sebuah kesimpulan bahwa pelaporan dilakukan secara lisan yang disampaikan pada saat rapat rutin semesteran, akhir tahun, maupun rapat dengan dinas pendidikan. Untuk laporan secara tertulis dibuat dalam setiap semester dan disampaikan pada rapat akhir tahun dan rapat rutin setiap semester. Namun demkian pembuatan laporan rutin ini tersendat dikarnakan jumlah SDM dan banyaknya tugas yang dimiliki Guru BK tidak sesuai, sehingga kegiatan pelaporan lebih banyak dilakukan secara lisan dalam rapat. c. Format Laporan Ditinjau dari format laporan, isi dari laporan yang sebelumnya belum bisa digunakan unuk mengukur keberhasilan program yang sudah dijalankan atau sebagai acuan data analisis kebutuhan untuk 114 penyusunan program selanjutnya. Hal tersebut disimpulkan peneliti berdasarkan hasil wawancara dan telaah dokumen. Pada rapat rutin setiap semester Guru BK menyampaikan hasil pencapaian dalam setiap program secara keseluruhan beserta evaluasi dari pelaksanaan program selama satu semester tersebut. Hal tersebut diketahui berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan Guru BK dan hasil telaah dokumen yang dilakukan oleh peneliti. Berikut adalah kutipan hasil wawancara terbut. “Ya formatnya semacam pendahuluan… seperti itu. Deskripsi… gitu ya. Terus dibagankan lah ya. Terus dibawahnya tindak lanjut, penutup… semua program… misalkan psikotestnya bagaimana, konselingnya bagaimana, klasikalnya bagaimana gitu… penanganan siswa bermasalah bagaimana… ya begitu, poin-poin pentingnya aja yang kita sampaikan.”(Informan 1) “Untuk format kita buat sendiri, itu isinya apa saja yang kita lakukan perminggu. Kemudian analisa selama kegiatan itu apa saja. Kemudian nanti tindak lanjut berikutnya apa.” (Informan 2) “Nah nanti juga untuk evaluasi secara garis besar aja begitu. Layanan klasikal kelas 7 gimana kebetulan kan Ibu yang pegang ya. Bagaimana layanan di kelas 7, terlaksana atau enggak.” (Informan 3) Berdasarkan hasil telaah dokumen laporan evaluasi pelaksanaan bimbingan dan konseling tahun pelajaran 2011-2012 SMPN 9 Cimahi yang dilakukan dilakukan peneliti, diketahui bahwa dalam laporan tersebut terdiri dari beberapa sub-bab yaitu pendahuluan, proses evaluasi, penutup dan lampiran. Pada subbab proses evaluasi dipaparkan bagaimana hasil pencapaian, 115 evaluasi beserta rencana tindak lanjutnya secara garis besar. Adapun aspek yang dievaluasi adalah sebagai berikut. 1) Program BK, yang berisi setiap program yang direncanakan pada awal tahun ajaran, deskripsi hasil evaluasi serta rencana tindak lanjutnya. 2) Personal BP/BK, yang berisi deskripsi hasil evaluasi serta rencana tindak lanjutnya terkait jumlah Guru BK dan rasio dengan jumlah siswa serta jumlah jam perminggu Guru BK. 3) Komponen program, yang berisi deskripsi hasil evaluasi serta rencana tindak lanjutnya terkait pelaksanaan layanan dasar, pelaksanaan perencanaan individual, pelaksanaan layanan responsif dan pelaksanaan dukungan sistem. 4) Strategi layanan BK, yang berisi deskripsi hasil evaluasi serta rencana tindak lanjutnya terkait pelaksanaan konseling individu, konseling kelompok, bimbingan klasikal, bimbingan kelompok, aplikasi instrumentasi, himpunan data, home visit, mediasi dan advokasi serta konsultasi dan koordinasi. 5) Penataan sarana BK, yang berisi deskripsi hasil evaluasi serta rencana tindak lanjutnya terkait tata pengaturan serta kerapihan dan sistematika penyimpanan data. 116 6) Kasus siswa, yang berisi deskripsi hasil evaluasi serta rencana tindak lanjutnya terkait jenis kasus siswa dan jumlah kasusnya. 7) Hasil, yang berisi deskripsi hasil evaluasi serta rencana tindak lanjutnya terkait prestasi akademik siswa dan ketertibaan siswa dalam upacara bendera dan peraturan sekolah. Pada akhir laporan, Staff BK melampirkan foto-foto sebagai lampiran dari pelaksanaan kegiatan yang telah dilaksanakan. Berdasarkan hasil telaah dokumen tersebut, peneliti melihat deskripsi hasil evaluasi terlalu general dan belum bisa terukur jika ada kenaikan atau penurunan. Sebagai contoh pada kasus siswa, berikut peneliti paparkan kutipan tabel pada laporan tersebut. No. 6. Tabel 5.4 Format Evaluasi Laporan Evaluasi Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling Semester Genap Tahun Pembelajaran 2011-2012 SMPN 9 Cimahi Aspek Yang Deskripsi Hasil Tindak Lanjut Dievaluasi Evaluasi Kasus Siswa a. Jenis kasus Jenis kasus lebih banyak pada masalah belajar, yaitu motivasi belajar yang rendah, kemampuan siswa, sikap ketika belajar baik tanggung jawab terhadap pribadi maupun terhadap tugas-tugas. Kasus Perlu ditingkatkan langkah preventif dari semua personal sekolah, pendekatan yang lebih humanis terhadap siswa, koordinasi dan kolaborasi. 117 merokok masih ada dan terjadi diluar sekolah. b. Jumlah Kasus Jumlah kasus mengalami penurunan dibanding dengan tahun sebelumnya. Akan tetapi masih ada kasus yang terjadi diluar pantauan sekolah dan tidak terprediksi sebelumnya Perlu peningkatan dan kerja keras dalam pemberian layanan dasar untuk semua siswa, terutama diarahkan pada pembentukan karakter dan perilaku yang sehat. C. Keluaran (Output) Layanan Klasikal Bimbingan Konseling Keluaran sebagaimana didefinisikan sebelumnya merupakan produk atau jasa yang dihasilkan langsung dari aktivitas sebuah program. Layanan klasikal BK terkait perilaku perundungan pada siswa di SMPN 9 Cimahi merupakansalah satu layanan yang berfungsi untuk memberikan informasi dan pemahaman. Oleh karena itu produk atau jasa yang dihasilkan langsung dari aktivitas tersebut adalah cakupan pelaksanaan layanan klasikal bimbingan konseling yang dilakukan oleh Guru BK. Cakupan tersebut terukur dari berapa jumlah siswa yang merupakan sasaran layanan tersebut. 1. Cakupan Pelaksanaan Layanan Klasikal Bimbingan Konseling Cakupan pelaksanaan layanan klasikal BK terkait perilaku perundungan pada siswa diukur dari seberapa banyak siswa yang sudah menerima layanan tersebut. Pencatatan data cakupan layanan klasikal maupun layanan dasar konseling lainnya belum berjalan. Selain itu, belum semua siswa menerima layanan klasikal BK tentang perundungan. Cakupan layanan klasikal 118 khususnya dengan konten perundungan belum memenuhi target yang ditetapkan dalam peraturan Kemendikbud nomor 111 tahun 2014. Kesimpulan tersebut dibuat berdasarkan hasil wawancara dan telaah dokumen. Berdasarkan hasil telaah dokumen laporan terakhir yang dilakukan peneliti, staff BK tidak memasukan berapa banyak siswa yang menerima layanan klasikal dengan tema apapun. Oleh karena itu untuk melihat cakupan pelaksanaan layanan tersebut, peneliti melihat dokumen absensi pada saat layanan klasikal dengan tema perilaku perundungan tersebut disampaikan. Berikut adalah jumlah siswa yang menerima layanan klasikal BK terkait perilaku perundungan. Tabel 5. 4 Jumlah siswa kelas 7 semester ganjil tahun ajaran 2015-2016 yang menerima layanan klasikal bimbingan konseling dengan tema perilaku Perundungan (Bullying) (Data hasil olahan peneliti) Kelas Jumlah Siswa Jumlah Siswa yang menerima layanan klasikal 7A 34 28 7B 36 28 7C 37 25 7D 36 28 7E 36 27 7F 36 23 7G 36 26 7H 34 21 7I 35 22 119 7J 36 31 7K 34 28 7L 36 31 7M 36 33 7N 35 25 Total 497 376 (75.65%) Tabel di atas merupakan data hasil absensi kehadiran ketika layanan klasikal BK tentang perundungan diberikan di kelas 7 ketika semester ganjil pada tahun ajaran 2015-2016. Peneliti tidak mendapatkan absensi kehadiran pada tahun ajaran 2016-2017 karena masih dalam proses pelaksanaan. Sementara itu peneliti mengambil absensi kelas 7 karena layanan klasikal tentang perundungan ini diberikan kepada siswa kelas 7 sebagai sasaran utamanya. Dari pemaparan tabel tersebut diketahui bahwa hanya 75.65% siswa yang mengikuti layanan klasikal tersebut. Berdasarkan hasil telaah dokumen tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa selain pencatatan cakupan layanan klasikal tidak berjalan, cakupan layanan klasikal khususnya dengan konten perundungan juga belum memenuhi target yang ditetapkan dalam peraturan Kemendikbud nomor 111 tahun 2014. Dalam peraturan tersebut disebutkan bahwa layanan klasikal BK merupakan layanan yang dilaksanakan dalam kelas dan diberikan kepada semua peserta didik. 120 D. Gambaran Keterkaitan Masukan (Input) – Aktivitas (Activity) – Keluaran (Output) Berdasarkan data hasil seluruh temuan pada variabel masukan, aktivitas dan output maka peneliti mencoba untuk menggambarkan keterkaitan antaa variabel tersebut kedalam bagan sebagai berikut. 121 Input Jumlah SDM Guru BK kurang (SDM) Ruangan Kantor BK belum memenuhi ketetapan Kemendikbud tahun 2014 (Fasilitas) Aktivitas Perencanaan 1. Layanan klasikal tidak terjadwal 2. Uraian kegiatan tidak dipaparkan secara detail Output Pencatatan cakupan layanan klasikal BK tentang bullying di SMPN 9 Cimahi belum terlaksana Pelaksanaan 1. Durasi pelayanan belum memenuhi ketetapan Kemendikbud Keterangan: : Dampak yang ditimbulkan : Masalah berdasarkan data hasil temuan Pengawasan dan Penilaian 1. Pencatatan hasil penilaian jangka pendek belum terlaksana (data perkembangan kasus bullying) 2. Penilaian jangka panjang belum terlaksana 3. Pengawasan dari Kepala sekolah belum maksimal Pelaporan 1. Penyusunan lapelprog belum terlaksana 2. Penyusunan laporan akhir semester belum terlaksana Gambar 5.1 Gambaran keterkaitan antara Input, aktivitas dan output layanan klasikal BK tentang bullying di SMPN 9 Cimahi tahun 2016 122 Berdasarkan gambar di atas, diketahui bahwa beberapa permasalahan yang dimekukan pada masukan layanan klasikal terkait perlaku perundungan di SMPN 9 Cimahi adalah jumlah SDM yang kurang dan ruangan kantor BK yang belum memenuhi standar Kemendikbud. Jumlah SDM yang kurang berdampak kepada beberapa masalah pada aktivitas layanan klasikal seperti penjadwalan layanan klasikal yang belum tetap atau tidak terjadwal, pencatatan penilaian hasil jangka pendek, penyusunan laporan pelaksanaan program dan laporan akhir semester yang belum terlaksana. Permasalahan yang ditemukan dalam aktifitas pelaksanaan layanan klasikal tentang perundungan di SMPN 9 terdapat pada perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan penilaian, dan pelaporan. Dalam perencanaan, layanan klasikal belum memiliki jadwal tetap dan durasi layanan tidak ditetapkan dalam RPL. Dari pelaksanaan layanan klasikal, masalah yang ditemukan adalah durasi layanan klasikal yang belum sesuai dengan ketetapan Kemendikbud, hal tersebut juga disebabkan karena alokasi waktu untuk layanan klasikal belum terjadwal sehingga durasi layanan yang sudah terlaksana mengikuti waktu yang dimiliki ketika menggantikan Guru mata pelajaran yang berhalangan hadir. Selain hal tersebut, masih ditemukan masalah lain pada pengawasan dan penilaian. Masalah dalam pengawasan dan penilaian adalah pencatatan penilaian hasil jangka pendek dan jangka panjang yang belum terlaksana. Selain itu pengawasan dan penilaian dari Kepala Sekolah belum optimal karena belum maksimal menjalankan tugasnya dalam menagih hasil pencatatan dan laporan tertulis dari Guru BK. Dengan tidak terlaksananya pencatatan hasil penilaian jangka pendek, maka laporan 123 pelaksanaan program belum berjalan karena sebagian besar konten dalam laporan tersebut bersumber dari hasil pencatatan jangka pendek. Sementara dalam penilaian jangka panjang belum terlaksana karena bahan-bahan untuk melakukan penilaian jangka panjang dilihat dari beberapa laporan pelaksanaan program yang telah dilaksanakan. Penilaian jangka panjang yang belum terlaksana, kurangnya jumlah SDM Guru BK dan ditambah dengan kurangnya pengawasan yang dilakukan Kepala Sekolah yang kemudian akhirnya menjadi penyebab belum terlaksananya penyusunan laporan akhir semester. Permasalahan yang ditemukan dalam output layanan klasikal bimbingan klasikal terkait perilaku perundungan di SMPN 9 Cimahi adalah belum terlaksananya pencatatan cakupan pelaksanaan layanan klasikal tentang perundungan. Cakupan tersebut seharusnya bisa diketahui melalui laporan pelaksanaan program dan laporan akhir semester, karena dalam dua laporan tersebut Guru BK perlu menjabarkan seberapa besar siswa yang telah mengikuti kegiatan tersebut. Hasil temuan lapangan diketahui bahwa Guru BK hanya melakukan absensi pada setiap layanan klasikal sebagai upaya mendokumentasikan kegiatan tanpa merekap kembali jumlah siswa secara keseluruhan yang menerima layanan klasikal berdasarkan tema-tema yang telah disusun. 124 BAB 6 PEMBAHASAN A. Keterbatasan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan wawancara, observasi dan telaah dokumen. Adapun beberapa kekurangan pada penelitian ini adalah sebagai berikut. 1. Peneliti tidak dapat mewawancara Kepala Sekolah dikarenakan pada saat melakukan pengambilan data pada bulan September 2016, SMPN 9 Cimahi memiliki Kepala Sekolah Baru yang sebelumnya bukan merupakan tenaga pengajar dari sekolah tersebut sehingga untuk menggali informasi terkait pelaksanaan BK, supervisi dan lain-lain dilakukan dengan mewawancara Wakasek bidang humas yang sekaligus bertugas sebagai penanggung jawab penilaian kinerja berkelanjutan. Walaupun demikian, data terkait teknis pengawasan dan penilaian yang dilakukan oleh kepala sekolah kurang mendalam. 2. Pada pelaksanaan layanan klasikal, observasi yang dilakukan oleh peneliti hanya satu kali dikarenakan peneliti menyesuaikan jadwal pemberian layanan klasikal pada kelas 7 dan semua kelas 7 sudah diberikan layanan klasikal tentang perundungan. Dengan demikian, data hasil observasi terkait pelaksanaan layanan klasikal didalam kelas masih kurang kuat sebagai bahan pertimbangan peneliti dalam menarik kesimpulan terkait pelaksanaan layanan di kelas. 125 B. Masukan (Input) Layanan Klasikal BK Bimbingan dan Konseling (BK) dalam sebuah lembaga pendidikan memiliki peran yang cukup penting. BK dalam lembaga pendidikan dimaksudkan untuk dapat menfasilitasi Guru BK atau Konselor Sekolah untuk membantu dan juga menangani peserta didik yang memiliki masalah psikologis maupun psikososial seperti sulit berkonsentrasi, munculnya rasa cemas dan perilaku menyimpang (Kemendikbud, 2014). Masalah-masalah tersebut kemudian yang bisa menjadi penghambat dalam proses belajar anak. Dalam menjalankan peran BK dalam sekolah dibutuhkan unsur-unsur yang dapat menggerakan kegiatan layanan konseling disekolah, unsur-unsur tersebut yang disebut masukan. Bimbingan konseling dalam bentuk layanan klasikal dapat menjadi sarana yang digunakan Guru BK di SMPN 9 Cimahi sebagai langkah preventif terhadap tindakan perundungan di lingkungan sekolah. Adapun unsur-unsur yang dibutuhkan untuk menjalankan kegiatan tersebut antara lain adalah sumber daya manusia (SDM), fasilitas, metode, materi. 1. Sumber Daya Manusia (SDM) Sumberdaya manusia (SDM) merupakan unsur yang sangat penting dalam menggerakkan kegiatan konseling di sekolah. Kelengkapan fasilitas, materi yang sesuai dengan sasaran dan metode yang telah dirumuskan tidak dapat diterapkan tanpa adanya SDM (konselor) yang memenuhi kualifikasi. Berdasarkan Permendiknas nomor 27 tahun 2008 dijelaskan dalam pasal 1 bahwa untuk dapat ditetapkan sebagai konselor, seseorang wajib memenuhi standar kualifikasi akademik dan kompetensi konselor yang berlaku secara nasional. 126 Ditinjau dari segi kuantitas SDM, berdasarkan pemaparan hasil temuan dilapangan diketahui bahwa jumlah Guru BK atau konselor yang ada di SMPN 9 Cimahi berjumah empat orang. Hal tersebut belum dapat memenuhi ketetapan Permendikbud nomor 81A tahun 2013 dimana pada satu SMP/MTs/SMPLB diangkat sejumlah Guru BK atau konselor dengan rasio 1:150 pada setiap tahun ajaran. Ketetapan tersebut dimaksudkan bahwa setiap satu orang Guru BK atau Konselor melayani hingga 150 orang siswa bimbingan. Melihat jumlah siswa di SMPN 9 Cimahi pada tahun ajaran 2016-2017 yang mencapai 1.424 orang siswa, maka setidaknya dibutuhkan 9-10 orang Guru BK atau Konselor di SMPN 9 Cimahi. Sementara itu, sebagaimana pemaparan hasil wawancara, diketahui bahwa SMPN 9 Cimahi tidak sedang melakukan perekrutan tenaga honorer. Kekurangan jumlah SDM ini tentu saja akan berdampak pada beban kerja yang sangat berat. Beban kerja yang seharusnya dikerjakan oleh 9 atau 10 orang terpaksa harus dilakukan oleh 4 orang. Beban kerja yang berat juga termasuk sebagai stressor bagi individu. Bagi individu, beban kerja yang berlebih memiliki dampak negatif diantaranya seperti rentan terhadap kecelakaan, konsentrasi yang buruk, penyalah gunaan obat terlarang dan alkohol sebagai upaya yang diambil untuk mengurangi stressor. Sementara bagi organisasi bisa berupa absennya karyawan, peningkatan biaya kesehatan dan medis, serta penurunan kuantitas dan kualitas produktifitas (Ivancevich dkk, 2007). Beban kerja berlebih yang dialami oleh Guru BK bisa disebabkan karena tuntutan kerja yang berlebihan dan kurangnya waktu istirahat yang dimiliki oleh Guru BK yang kemudian bisa berdampak pada 127 kondisi fisik, psikis, dan perilaku kerja Guru BK. Dampak pada kondisi fisik seperti kelelahan, letih, lemas, sakit kepala, gangguan pola tidur, nafsu makan menurun, dan gejala-gejala lainnya. Dampak gejala psikis berupa rasa cemas berlebih, pelupa, sulit berkonsentrasi, dan mudah marah. Sementara untuk dampak pada perilaku kerja meliputi ketidak hadiran atau pelaksanaan tugas yang belum optimal (Sandra dan Ifdil, 2015). Ditinjau dari segi kualitas, setiap Guru BK di SMPN 9 Cimahi sudah memenuhi kualifikasi yang ditetapkan Permendiknas nomor 27 tahun 2008. Ketetapan Permendiknas nomor 27 tahun 2008 menjelaskan bahwa mereka yang disebut sebagai konselor di sekolah adalah orang-orang yang telah menjadi sarjana pendidikan (S-1) dalam bidang Pendidikan dan Konseling serta menyelesaikan pendidikan profesi konselor. SMPN 9 Cimahi memiliki 4 orang Guru BK yang sudah memenuhi kualifikasi sebagai konselor di sekolah. Tidak hanya sekedar memenuhi kualifikasi, para Guru BK di SMPN 9 Cimahi juga memiliki pengalaman yang tidak sedikit dalam menangani berbagai permasalahan siswa di sekolah termasuk perundungan. Dengan demikian, peneliti menyimpulkan bahwa disatu sisi SMPN 9 Cimahi memiliki tenaga-tenaga konselor yang memenuhi kualifikasi dan berpengalaman namun dari segi kuantitas, jumlah tenaga konselor tersebut belum memenuhi standar Permendiknas nomor 27 tahun 2008. Adapun dampak yang dihasilkan adalah beban kerja yang sangat berlebih kepada keempat Guru BK di SMPN 9 Cimahi tersebut. Beban kerja yang berlebih pada Guru BK dapat berimbas pada beberapa hal dalam pelayanan BK yang belum optimal. 128 2. Fasilitas Keberadaan SDM yang memadai dari segi kualitas dan kuantitas tentu saja sangat penting untuk menjalankan sebuah program atau kegiatan. Tidak kalah penting dari SDM, ketersediaan fasilitas yang memadai juga merupakan unsur yang penting untuk menjalankan sebuah program atau kegiatan. Fasilitas tersebut mencakup setiap jenis sarana dan prasarana yang dibutuhkan untuk menunjang sebuah program atau kegiatan. Berdasarkan hasil penelitian Indriasih (2013), salah satu yang mempengaruhi kinerja Guru disekolah adalah ketersediaan fasilitas. Semakin lengkap fasilitas yang di sediakan oleh sekolah, maka akan semakin baik juga kinerja guru di sekolah. Sebagai salah satu upaya pencegahan tindakan perundungan di SMPN 9 Cimahi, Guru BK memberikan layanan klasikal bimbingan konseling kepada seluruh siswa SMPN 9 Cimahi. Layanan klasikal itu sendiri merupakan salah satu bentuk layanan BK yang melayani sejumlah peserta didik dalam rombongan belajar satu kelas (Kemendikbud, 2014). Layanan klasikal biasanya dilakukan dalam sebuah ruangan kelas atau aula yang mampu memuat peserta didik dengan jumlah yang cukup banyak. Tidak hanya fasilitas untuk menunjang kegiatan layanan klasikal, fasilitas untuk persiapan pelaksanaan tindak lanjut setelahnya juga perlu dipersiapkan. Fasilitas yang digunakan oleh Fasilitas lain yang disediakan untuk BK adalah ruangan BK yang terdiri dari beberapa ruang yaitu ruang tamu, ruang konseling, ruang administrasi dan ruang kerja Guru BK. 129 Kemendikbud (2014) menetapkan beberapa perangkat yang termasuk dalam fasilitas UPBK di SMP adalah sebagai berikut. a. Ruang Kantor yang terdiri dari ruang data, ruang konseling perorangan, ruang tamu, ruang bimbingan/ konseling kelompok, ruang kerja dan ruang relaksasi. Contoh minimal penataan ruang BK berdasarkan peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan nomor 111 tahun 2014 digambarkan sebagai berikut. Gambar 6.1 Contoh minimal penataan ruang bimbingan dan konseling (Peraturan Kemendikbud nomor 111 tahun 2014) 130 b. Prasarana dan sarana perkantoran, administrasi, dan pendanaan serta kesempatan yang mencukupi untuk berkembang dan suksesnya UPBK seperti terpenuhinya kinerja para Guru BK atau Konselor. c. Fasilitas kelengkapan untuk keberlangsungan kegiatan pendidikan/ pembelajaran bagi suksesnya pelayanan BK secara menyeluruh pada umumnya dan khususnya pelayanan peminatan peserta didik, terutama tes dan inventori standar (antara lain alat ungkap masalah) serta alat ukur/ ungkap lainnya, dan perangkat audio visual serta format-format standar pelaksanaan pelayanan. Ditinjau dari perangkat ruangan, SMPN 9 Cimahi memiliki satu ruangan kantor BK. Berdasarkan hasil temuan dilapangan, secara kelengkapan ruangan kantor BK di SMPN 9 Cimahi, masih dikatakan belum memenuhi standar Kemendikbud namun secara fungsional, ruangan tersebut sudah dapat memenuhi kebutuhan ruang kantor BK. Kekurangan dari segi ruangan terletak pada ruangan konseling yang tidak dipisahkan untuk konseling kelompok, konseling individu dan ruangan relaksasi. Dari segi sarana dan prasarana perkantoran, fasilitas yang disediakan untuk menunjang kinerja Guru BK di SMPN 9 Cimahi sudah cukup lengkap. Dari hasil temuan di lapangan peneliti melihat beberapa perangkat kerja seperti komputer, meja kerja, lemari penyimpan dokumen dan lain-lain tersedia di ruang kantor BK. Sementara untuk pendanaan, berdasarkan hasil telaah dokumen dan wawancara diketahui bahwa SMPN 9 Cimahi menyiapkan dana yang bisa diajukan setiap awal tahun ajaran oleh Guru BK 131 dalam sebuah perencanaan dan anggaran dana untuk pelaksanaan kegiatan BK. Sumber pendanaan untuk pelaksanaan kegiatan BK berasal dari RKAS maupun atas kesepakatan sekolah dengan lembaga lain. Ditinjau dari segi fasilitas untuk menunjang kegiatan bimbingan klasikal, setelah tahun 2016, sekolah telah menyediakan ruangan kelas dengan dilengkapi proyektor sehingga siswa bisa menerima layanan klasikal di kelas masing-masing. Fasilitas pendukung lain dalam layanan klasikal BK terkait perundungan yang digunakan Guru BK adalah laptop, speaker, slide show, dan media lain jika diperlukan. Fasilitas tersebut dipersiapkan oleh Guru BK yang disesuaikan dengan metode mereka dalam memberikan layanan klasikal. Beberapa Guru BK terkadang membuat media mereka sendiri sebagai alat bantu jika akan melakukan simulasi dalam layanan klasikal. Selain itu, SMPN 9 Cimahi juga memiliki instrument alat ungkap masalah dan buku bimbingan untuk siswa. Berdasarkan hasil temuan di lapangan maka peneliti menarik kesimpulan bahwa dari segi fasilitas, SMPN 9 Cimahi sudah memiliki fasilitas yang cukup memadai untuk menunjang kegiatan bimbingan dan konseling. Namun untuk ruangan, walaupun SMPN 9 memiliki semua ruangan dengan fungsi yang sudah ditetapkan dalam panduan BK Kemendikbud tahun 2014 namun masih ada beberapa ruangan yang disatukan. Hal tersebut karena keterbatasan dari ukuran kantor BK SMPN 9 Cimahi. Dengan demikian seharusnya Guru BK dapat memberikan layanan klasikal dengan optimal untuk mencegah dan mengurangi tindakan perundungan di SMPN 9 Cimahi. 132 3. Materi Tidak kalah penting dengan SDM dan fasilitas yang memadai, pemberian materi yang sesuai dengan karakteristik sasaran juga sangat penting. Layanan klasikal yang dimanfaatkan sebagai upaya pencagahan dan mengurangi tindakan perundungan di SMPN 9 Cimahi merupakan salah satu contoh fungsi layanan BK seperti yang ditetapkan dalam Permendikbud nomor 111 tahun 2014 pasal 2 tentang bimbingan dan konseling pada pendidikan dasar dan menengah. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa layanan BK memiliki fungsi diantaranya pencegahan timbulnya masalah, perbaikan dan penyembuhan. Pemberian materi yang sesuai dengan kebutuhan siswa sangat penting diberikan. Jika materi yang disampaikan tidak sesuai dengan kebutuhan siswa, maka pelayanan konseling tersebut akan tidak efisien dan memiliki nilai manfaat yang kecil bagi siswa. Berdasarkan pemaparan pada hasil penelitian diketahui bahwa sebelum menyusun materi, Guru BK di SMPN 9 Cimahi melakukan analisis situasi terlebih dahulu. Guru BK melihat kondisi siswa dan permasalahan yang dihadapinya di sekolah yang dapat berpotensi mengganggu kegiatan belajar siswa di sekolah. Analisis situasi dilakukan dengan observasi, laporan masuk, dan data hasil psikotest dan inventori tugas perkembangan siswa. Setelah dilakukan analisis situasi, maka Guru BK melakukan diskusi dengan sesama Guru BK untuk menentukan skala prioritas dan menyusun materi pelayanan yang sesuai. Menurut peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan nomor 111 tahun 2014, dijelaskan bahwa bimbingan konseling direncanakan, 133 dilaksanakan, dan dievaluasi serta ditindak lanjuti berdasarkan data dari hasil analisis kebutuhan. Analisi kebutuhan dilakukan dengan berbagai instrument test maupun non test, pengumpulan fakta, laporan diri dari siswa, dan observasi Guru BK. Merujuk kepada peraturan tersebut maka penyusunan materi konseling yang dilakukan di SMPN 9 sudah sesuai ketetapan Permendikbud nomor 111 tahun 2014 pasal 5. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa layanan bimbingan dan konseling dilaksanakan berdasarkan beberapa prinsip yang salah satunya adalah disusun berdasarkan kebutuhan konseli (yang menerima konseling). Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Mufrihah (2016) menjelaskan bahwa upaya prefentif dengan memberikan bimbingan kepada siswa yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa dan dikaitkan dengan kurikulum sekolah, secara bertahap mampu membuat siswa dapat memahami untuk mengendalikan dirinya sendiri dan berbuat baik pada sesama teman di sekolah. 4. Metode Sebagaimana penyusunan materi, penetapan metode yang akan digunakan untuk layanan klasikal juga harus sesuai dengan kebutuhan dan kondisi siswa di kelas. Dalam pelaksanaan layanan klasikal Kemendiknas tidak memberi batasan terkait metode apa yang digunakan. Namun dalam pelaksanaan penyampaian materi bimbingan, strategi pembelajaran yang digunakan berbeda dengan Guru mata pelajaran. Strategi pembelajaran yang ditetapkan oleh Kemendikbud adalah Strategi transformasional yang dapat 134 dilihat pada pelaksanaan layanan dengan melakukan beberapa tahap dari pengantaran, penjajakan, penafsiran, pembinaan, dan penilaian. Sementara fokus pada variable metode dalam penelitian ini adalah cara yang digunakan oleh Guru BK pada tahap pembinaan. Untuk acuan metode yang digunakan disesuaikan sebagaimana hasil need assessment yang dirumuskan bersama dengan materi di dalam RPL. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dalam menyampaikan informasi melalui layanan klasikal, Guru BK menetapkan metode berdasarkan analisis kecenderungan cara belajar anak. Data tersebut didapatkan berdasarkan hasil dari psikotest. Proses pembelajaran yang dilakukan ketika melakukan konseling berbeda dengan pembelajaran pada mata pelajaran disekolah. Berdasarkan panduan pelaksanaan BK untuk SMP dari Kemendikbud tahun 2014, strategi yang digunakan dalam proses pendidikan melalui konseling adalah dengan pendekatan proses pembelajaran transformasional. Einstein dan Russel menyatakan bahwa terdapat dua pendekatan pembelajaran yang dapat mengubah cara berpikir, yaitu pembelajaran transformatif dan evolusioner (dalam Amien, 2005). Pembelajaran yang bersifat transformasional mengarahkan peserta didik kepada pengubahan dan pembentukan dirinya sesuai dengan tujuan pendidikan (Kemendikbud, 2014). Pembeajaran transformatif merupakan pendekatan proses pembelajaran yang berkaitan dengan pengembangan internal, yang dikarakterisasi dengan ekspansi kesadaran individu dan kesadaran kolektif 135 yang dilakukan dengan proses transformasi cara pandang dan pengembangan kapasitas diri (Amien, 2005). Pendekatan transformasional tersebut kemudian dirumuskan oleh Kemendikbud dalam panduan pelaksanaan BK melalui tahapan-tahapan konkrit pada pelaksanaan bimbingan konseling. Tahapan-tahapan tersebut adalah tahap pengantaran, penjajakan, penafsiran, pembinaan, dan penilaian. Tahapan-tahapan tersebut menuntut Guru BK untuk menciptakan suasana kelas pada layanan klasikal yang aktif serta mampu mengetahui pola pikir peserta didik sehingga Guru BK dapat merubah pola piker siswa yang menyimpang. Berdasarkan hasil temuan lapangan, metode yang digunakan oleh Guru BK adalah tanya jawab, ceramah singkat dan juga penayangan media audiovisual. Berdasarkan observasi pada pelaksanaan BK, Guru BK sudah mampu menciptakan suasana kelas yang bisa membuat siswa untuk aktif terlibat dalam layanan klasikal melalui kegiatan tanya jawab. Sementara pada tahap pembinaan, Guru BK menggunakan metode ceramah singkat diikuti dengan penayangan media audiovisual. Pada penerapannya ketika layanan klasikal di kelas, metode ceramah yang digunakan oleh Guru BK mampu menciptakan suasana kelas yang aktif namun tetap terkendali. Hal tersebut karena Guru BK mengkombinasikan metode ceramah singkat dengan bantuan penayangan media audiovisual dan kegiatan tanya jawab. Untuk mengajak siswa agar tetap aktif selama pelayanan, Guru BK melakukan tanya jawab dengan siswa terkait masalah perundungan. Untuk siswa dengan tipe belajar visual, Guru BK menampilkan materi dengan media audiovisual baik itu dari 136 slideshow maupun video yang berkaitan dengan materi perundungan. Untuk mencegah kejenuhan siswa, Guru BK tidak menerapkan metode ceramah dalam waktu yang lama, metode ceramah tetap diselingi dengan kegiatan tanya jawab kepada siswa. Diakhir layanan, Guru BK melakukan penilaian terhadap pemahaman siswa dengan meminta siswa untuk menjawab pertanyaan didalam satu lembar kertas maupun secara verbal. Oleh karena itu untuk konteks layanan klasikal, metode ceramah singkat yang dipadukan dengan tanya jawab dan penampilan media audiovisual merupakan metode yang sangat baik. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Monica dan Susanti (2016), diketahui bahwa penyampaian infirmasi melalui metode ceramah saja membuat peserta didik sulit memahami materi yang disampaikan dalam layanan klasikal untuk mengembangkan interaksi sosial peserta didik kelas 8 di SMPN 26 Bandar Lampung. Setelah metode ceramah dipadukan dengan penggunaan media audio visual, diketahui bahwa metode tersebut efektif untuk mengembangkan interaksi sosial peserta didik di sekolah tersebut. Penelitian lainnya dilakukan oleh Supiyani (2016) yang menjelaskan bahwa melalui layanan informasi pada bimbingan konseling dengan menggunakan metode ceramah dan dipadukan dengan menggunaan beberapa media audiovisual, efektif dalam menurunkan perilaku perundungan terhadap peserta didik berkebutuhan khusus di SMAN 14 Bandar Lampung. Berdasarkan seluruh penjelasan pada variabel masukan, maka peneliti mencoba untuk menggambarkan berbagai penyimpangan atau masalah yang ada pada setiap aspek masukan pelayanan klasikal BK terkait perilaku perundungan 137 di sekolah. Berikut adalah gambaran permasalahan yang ada pada variabel masukan. Input Aktivitas • Jumlah SDM Guru BK kurang •Ruangan Kantor BK belum memenuhi ketetapan Kemendikbud tahun 2014 • Perencanaan • Pengorganis asian • Pelaksanaan • Penilaian dan Pengawasan • Tindak Lanjut • Pelaporan Output • Cakupan layanan klasikal BK tentang bullying Gambar 6.2 Permasalahan Input layanan klasikal BK tentang bullying di SMPN 9 Cimahi tahun 2016 Permasalahan yang ada pada variabel masukan tentunya akan memiliki dampak pada aktivitas layanan konseling di SMPN 9 Cimahi. Dampak tersebut selanjutnya akan dibahas pada variabel aktivitas. C. Aktivitas Layanan Klasikal BK Untuk mencapai sebuah tujuan, tentunya ada beberapa hal yang perlu dilakukan. Selain membutuhkan beberapa aspek penting sebagai syarat untuk mencapai sebuah tujuan (input), perlu juga dilakukan berbagai usaha dan aktivitas pengelolaan agar masukan dapat dimanfaatkan secara efisien untuk 138 mencapai tujuan. Dalam pelaksanaan kegiatan layanan dan kegiatan pendukung BK, perlu diterapkan tahap-tahap pengelolaan P3MT (perencanaan, pengorganisasian aspek-aspek persiapan teknis, pelaksanaan, Pengawasan dan penilaian, serta tindak lanjut) (Kemendikbud, 2014). Pada pasca pelayanan, bedasarkan panduan pelaksanaan BK Kemendikbud tahun 2014, Guru BK diminta menyusun laporan pelaksanaan program (LAPELPROG) yang padat namun menyeluruh. LAPELPROG tersebut memuat aspek pokok penyelenggaraan kegiatan, disertai data penilaian hasil dan proses serta arah tindak lanjutnya. Tahapan-tahapan P3MT dan pelaporan tersebut yang kemudian dibahas oleh peneliti dalam variabel aktivitas. 1. Perencanaan Dalam pedoman pelaksanaan konseling dari Kemendikbud tahun 2014, dijelaskan bahwa sebelum memberikan layanan konseling baik itu layanan klasikal ataupun non klasikal, Guru BK harus mempersiapkan perencanaan yang dituliskan kedalam dokumen satuan layanan (SATLAN) atau Rencana Pelaksanaan Layanan (RPL). Berdasarkan pemaparan hasil sebelumnya, diketahui beberapa hal yang dipersiapkan Guru BK sebelum memberikan layanan klasikal adalah materi, fasilitas dan juga RPL. Komponen Satlan atau RPL memuat hal-hal pokok yang terkait langsung dengan penyelenggaraan pelayanan atau kegiatan pendukung dengan materi sebagaimana yang telah diprogramkan (Kemendikbud, 2014). Secara menyeluruh, Kemendikbud membuat format umum Satlan atau RPL dalam panduan penyelenggaraan BK di SMP tahun 2014 sebagai berikut. 139 a. Identitas (Satuan pendidikan, tahun ajaran/ semester, sasaran pelayanan, pelaksana dan pihak terkait) b. Waktu dan tempat (Tanggal, Jam pembelajaran, Volume waktu dalam Jam Pembelajaran, spesifikasi tempat) c. Materi Pelayanan (Tema/ Subtema/ Pokok Materi, Sumber Materi) d. Tujuan arah pelayanan (Pengembangan kehidupan efektif seharihari dan penanganan kehidupan efektif sehari-hari yang terganggu) e. Metode dan teknik dasar f. Sarana (Media, instrumen, sumber elektronik) g. Sasaran Penilaian h. Langkah Kegiatan Berdasarkan pemaparan hasil temuan lapangan sebelumnya, diketahui bahwa Guru BK merumuskan perencanaan pelayanan klasikal BK dalam dokumen Satlan atau RPL. Dari hasil telaah dokumen juga diketahui bahwa masih terdapat beberapa kekurangan dalam dokumen RPL diantaranya durasi pelayanan dan uraian kegiatan. Sebagaimana yang dijelaskan sebelumnya, penyampaian informasi yang dilakukan dengan strategi transformasional. Hal ini tentu berbeda dengan penyampaian informasi yang dilakukan oleh Guru mata pelajaran. Untuk melihat apakah strategi penyampaian di kelas tersebut sudah sesuai dengan dengan ketetapan panduan BK Kemendikbud, maka dalam RPL perlu dijelaskan secara rinci setiap langkah kegiatan yang akan dilaksanakan. 140 Dalam panduan Kemendikbud terkait pelaksanaan BK untuk SMP tahun 2014, menjelaskan dalam RPL bagian langkah kegiatan mencakup beberapa aspek yang perlu dipaparkan. Langkah-langkah tersebut adalah pengantaran, penjajakan, penafsiran, pembinaan, dan penilaian. Langkah-langkah tersebut belum dipaparkan dengan jelas pada RPL layanan klasikal tentang perundungan. Walaupun dalam pelaksanaan Guru BK melakukan beberapa tahapan tersebut, pemaparan di RPL tetap diperlukan agar mempermudah kegiatan supervisi yang dilakukan oleh kepala sekolah atau koordinator yang bertugas. Selain itu pemaparan langkah-langkah tersebut juga dapat membantu Guru BK sebagai gambaran awal bagaimana menyampaikan layanan klasikal di kelas. 2. Pengorganisasian Setelah tahap perencanaan, tahap selanjutnya yang perlu dilakukan Guru BK sebagai langkah pengelolaan P3MT adalah pengorganisasian. Sebagaimana yang dijelaskan dalam panduan pelaksanaan BK kemendikbud tahun 2014, mengorganisasi langkah pengorganisasian prasarana, sarana, mencakup personalia, semua tempat, waktu upaya dan administrasi dalam kesiapan untuk pelaksanaan kegiatan. Berdasarkan hasil wawancara dari ketiga informan, diketahui bahwa setelah mempersiapkan RPL, mereka juga melakukan beberapa hal untuk persiapan pelaksanaan RPL tersebut. Beberapa hal yang dilakukan berupa mengurus administrasi yang diperlukan ketika memberikan layanan klasikal seperti format absensi siswa. Selain itu Guru BK juga berkoordinasi dengan 141 Kepala sekolah, Guru Wali Kelas, dan siswa yang akan diberikan layanan klasikal terkait waktu pemberian layanan klasikal. Guru BK juga memastikan ruangan yang akan digunakan tersedia dan berbagai fasilitas untuk menunjang pelaksanaan layanan klasikal tersedia. Dalam Pedoman Bimbingan dan Konseling yang dilampirkan pada Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 111 tahun 2014 tentang bimbingan dan konseling pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah, menjelaskan bahwa dalam melaksanakan tugas layanan BK maka Guru BK dapat bekerja sama dengan berbagai pihak di dalam satuan pendidikan (kepala sekolah, wakil, kepala sekolah, wali kelas, guru mata pelajaran, staf administrasi sekolah) dan di luar satuan pendidikan (pengawas pendidikan, komite sekolah, orang tua, organisasi profesi BK, dan profesi lain yang relevan). Berdasarkan hasil temuan lapangan tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa langkah yang dilakukan oleh Guru BK SMPN 9 Cimahi sudah sesuai seperti panduan Kemendikbud terkait pelaksanaan BK di SMP tahun 2014 dan peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan nomor 111 tahun 2014.. 3. Pelaksanaan Setelah disusun perencanaan dan mengorganisasi setiap aspek yang dibutuhkan dalam pelaksanaan layanan konseling, maka pada tahap selanjutnya adalah implementasi layanan konseling sesuai dengan yang sudah direncanakan dan diorganisasikan. Ditinjau dari durasi pelaksanaan layanan klasikal tentang perundungan, lama layanan klasikal pada setiap 142 kelas berbeda-beda berkisar antara 1-2 jam pelajaran. Dari hasil wawancara peneliti mengetahui durasi layanan biasanya dilakukan sekitar 45-60 menit yang artinya antara satu jam pelajaran atau lebih. Pada panduan pelaksanaan BK yang ditetapkan Kemendikbud tahun 2014 menjelaskan dalam satu semester, kegiatan pembelajaran/ pelayanan minimal dalam 17 minggu efektif. Dengan demikian, dalam satu semester tiap rombongan belajar (kelas) peserta didik mendapatkan pelayanan klasikal BK dengan volume 17 x 2 JP atau 34 JP. Dengan demikian artinya setiap kelas setidaknya menerima satu kali layanan klasikal setiap minggu dengan dengan volume kegiatan sebanyak 2 JP. Jika diantara 17 pertemuan itu satu diantaranya disampaikan materi terkait perilaku perundungan, maka setidaknya layanan tersebut dilakukan selama 2 jam pelajaran atau 90 menit. Mengacu ketetapan tersebut, maka dari segi durasi pemberian layanan klasikal masih belum semua kelas mendapatkan volume layanan klasikal yang sesuai dengan ketetapan kemendikbud. Ditinjau dari uraian kegiatan, pada perencanaan layanan klasikal BK tentang perundungan tidak dicantumkan secara detail dan juga prosedur dasar yang harus dilakukan pada setiap pemberian layanan konseling. Adapun prosedur dasar kegiatan pelayanan BK yang dirumuskan Kemendikbud dalam panduan pelaksanaan BK untuk SMP tahun 2014 adalah sebagai berikut. a. Pengantaran yang merupakan kegiatan untuk membangun suasana agar konseli memasuki proses konseling dengan rasa aman, nyaman, dinamis, positif dan sukarela. 143 b. Penjajakan yang merupakan kegiatan untuk mengungkapkan kondisi diri konseli (perasaan, pemikiran, keinginan, sikap dan kehendaknya, seta pengalamannya) dalam suasana kekinian atau sesuai dengan konten yang akan disampaikan dalam layanan. c. Penafsiran yang merupakan kegiatan untuk mendalami dan memahami lebih jauh terkait berbagai hal yang dikemukakan konseli melalui proses konseli berpikir, merasa, bersikap, kemungkinan bertindak, dan bertanggung jawab (BMB3) secara positif. Kegiatan ini juga dapat digunakan untuk melakukan analisis terhadap kondisi konseli yang periu diperbaiki atau dibangun. d. Pembinaan terbangunnya yang merupakan kehidupan kegiatan efektif yang sehari-hari menunjang konseli dan teratasinya kehidupan efektif sehari-hari konseli yang terganggu. e. Penilaian yang merupakan kegiatan untuk mengetahui hasil yang dicapai konseli melalui kegiatan belajarnya dalam proses konseling yang ia jalani, dan tindak lajutnya. Berdasarkan hasil wawancara dan observasi diketahui bahwa pada saat pelaksanaan kegiatan, Guru BK memulai kegitan melalui tahap pengantaran. Pada tahap pengantaran Guru BK mencoba untuk membangun suasana yang menyenangkan dengan melakukan pendekatan terhadap siswa melaui tanya jawab singkat, menanyakan kabar para siswa sekaligus melakukan absesi hingga melakukan permainan. Selanjutnya Guru BK menyampaikan tujuan pemberian materi pada layanan klasikal yang akan dilaksanakan serta 144 manfaatnya untuk para siswa dilanjutkan dengan mengungkap bagaimana pemahaman, sikap dan persepsi siswa terhadap perilaku perundungan. Pada tahap ini terjadi proses penjajakan sebagaimana yang dijelaskan diatas. Guru BK menangkap semua pendapat para siswa dan mencoba menafsirkan bagaimana siswa berpikir, merasa, bersikap, berbuat dan bertanggung jawab terhadap perilaku perundungan. Kegiatan pembinaan dilakukan Guru BK setelah siswa selesai menyampaikan pemahaman awal mereka terkait perundungan. Kegiatan pembinaan yang dilakukan oleh Guru BK bermacam-macam mulai dari role play, ceramah singkat, simulasi maupun diskusi. Guru BK menggunakan media yang sesuai dengan metode yang digunakan dalam proses pembinaan. Dari hasil observasi peneliti melihat Guru BK melakukan pembinaan dengan metode ceramah singkat yang dibantu dengan media audiovisual berupa film animasi dan film pendek. Pada tahap ini, Guru BK mencoba untuk menjelaskan apa sebenarnya yang dimaksud dengan perundungan, jenisjenis dan contohnya, dan juga dampaknya bagi siswa dengan Bahasa yang mudah dimengerti oleh siswa. Setelah Guru BK melakukan pembinaan, Guru BK mencoba untuk mengukur sejauh mana siswa menangkap informasi yang disampaikan pada tahap pembinaan melalui proses tanya jawab. Beberapa Guru BK bahkan membuat beberapa pertanyaan secara tertulis dan meminta siswa untuk menjawab yang disertakan pendapat mereka terhadap layanan klasikal yang baru saja mereka dapatkan. Upaya tersebut dilakukan untuk melihat bagaimana respon siswa terhadap layanan klasikal yang disampaikan. Jika 145 ditemukan banyak kekurangan maka akan menjadi pertimbangan untuk memperbaiki layanan klasikal tersebut. Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa untuk durasi pelaksanaan layanan klasikal BK tentang perundungan beberapa kelas belum memenuhi volume minimum yang di tetapkan oleh Kemendikbud. Hal tersebut dikarenakan jumlah SDM yang sangat terbatas sedangkan jumlah kelas di SMPN 9 Cimahi sangat banyak. Selain itu untuk waktu pelaksanaan dilakukan dengan melihat jadwal-jadwal kosong dari setiap kelas dengan kata lain layanan klasikal tidak terjadwal dengan jelas. Walaupun ditemukan jadwal kosong pada suatu kelas, layanan klasikal belum tentu bisa diberikan karena kesibukan dan tugas yang dimiliki oleh Guru BK tidak sesuai dengan jumlah SDM guru BK. Sebagaimana ketetapan Peraturan Kemendikbud nomor 111 tahun 2014 mengatakan bahwa layanan klasikal diselenggarakan dengan seting kelas dan terjadwal setiap minggu dengan volume kegiatas setara 2 jam pembelajaran. 4. Pengawasan dan Penilaian Aktivitas selanjutnya setelah pelaksanaan adalah pengawasan dan penilaian. Pengawasan dan penilaian dilakukan pada saat layanan klasikal diberikan maupun sesudah layanan klasikal diberikan. Dalam variabel pengawasan dan penilaian, peneliti membagi aspek pengawasan dan penilaian menjadi dua bagian. Pertama peneliti mencoba menggambarkan aktifitas pengawasan dan penilaian yang dilakukan oleh Guru BK kepada siswa di SMPN 9 Cimahi. Kedua, peneliti mencoba menggambarkan 146 aktifitas pengawasan dan penilaian yang dilakukan oleh Pengawas atau Assessor terhadap pelaksanaan konseling yang dilakukan oleh Guru BK. a. Pengawasan dan Penilaian Guru BK terhadap Siswa Kegiatan puncak praktik pelayanan konseling terletak pada langkah pembinaan yang selanjutnya diakhiri dengan penilaian dalam bentuk penilaian segera (LAISEG), penilaian jangka pendek (LAIJAPEN) (Kemendikbud, 2014). Kegiatan pengawasan dan penilaian Guru BK kepada siswa yang dilakukan pada saat dan sesudah dilakukan layanan klasikal mencakup penilaian proses dan penilaian hasil. Penilaian proses merupakan upaya Pengawasan yang dilakukan sendiri oleh Guru BK selama proses layanan berlangsung dan diikuti dengan kegiatan penilaian atas hasil yang dicapai oleh peserta pelayanan atau disebut penilaian hasil (Kemendikbud, 2014). Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa Guru BK melakukan kegiatan penilaian proses dan penilaian hasil kepada siswa. Dalam penilaian proses, Guru BK melakukan observasi ketika menyampaikan layanan klasikal. Beberapa aspek yang dilihat oleh Guru BK dalam penilaian proses diantaranya adalah keaktifan, tanggapan dan antusias siswa ketika pelayanan berlangsung. Sementara untuk penilaian hasil, Guru BK melakukan tanya-jawab pada akhir layanan untuk mengukur sejauh mana pemahaman siswa terkait materi bimbingan yang telah disampaikan. Selain itu Guru BK juga memantau siswa setelah layanan klasikal diberikan dan melihat 147 perkembangan masalah perundungan pada kelas yang sudah diberikan layanan klasikal tersebut. Pada penilaian hasil kegiatan pelayanan BK dilakukan melalui penilaian segera (LAISEG), penilaian jangka pendek (LAIJAPEN), dan penilaian jangka panjang (LAIJAPANG) (Kemendikbud, 2014). 1) Penilaian segera merupakan penilaian yang dilakukan pada akhir setiap jenis layanan dan kegiatan pendukung BK untuk mengetahui pencapaian peserta layanan BK secara langsung. 2) Penilaian jangka pendek merupakan penilaian dalam waktu satu minggu atau satu bulan setelah layanan diberikan. Penilaian ini dilakukan setelah dilaksanakannya satu jenis layanan atau kegiatan pendukung BK untuk melihat dampak lanjutan layanan terhadap siswa. 3) Penilaian jangka panjang merupakan penilaian dalam waktu satu bulan sampai satu semester. Penilaian ini dilakukan setlah satu atau beberapa layanan dan kegiatan pendukung BK dilaksanakan. Penilaian ini dilakukan untuk mengetahui lebih jauh dampak layanan BK terhadap peserta didik yang bersangkutan dan arah tindak lanjutnya secara menyeluruh. Sebagaimana dipaparkan diatas, jika penilaian ditinjau secara terpisah berdasarkan penilaian segera, penilaian jangka pendek, dan penilaian jangka panjang, maka diketahui ada beberapa kegiatan pengawasan yang tidak terlaksana. Bedrasarkan pemaparan hasil wawancara diketahui pada penilaian segera dilakukan dengan cara 148 mengukur kembali hasil pencapaian siswa melalui tanya jawab di akhir sesi layanan klasikal. Sebagai upaya penilaian jangka pendek, Guru BK melakukan Pengawasan terhadap siswa yang sebelumnya diketahui melakukan tindakan perundungan. Pengawasan ini dilakukan untuk melihat apakah ada perubahan setelah diberikan layanan klasikal tentang perundungan. Jika masih belum ada perubahan maka guru BK akan menyiapkan tindak lanjut terhadap siswa tersebut. Sementara untuk penilaian jangka panjang, Guru BK melihat secara keseluruhan hasil pencapaian pelaksanaan kegiatan layanan klasikal dan tindak lanjut yang sudah dilakukan untuk mencegah dan menangani masalah perundungan disekolah. Hasil pencapaian ini dilakukan oleh guru BK melalui observasi dan laporan masuk dari siswa maupun wali kelas. Dalam menilai hasil jangka panjang layanan klasikal BK dalam mencegah dan menangani masalah perundungan di SMPN 9 Cimahi masih didapati kekurangan dalam pencatatan perkembangan kasus perundungan. Pengolahan data perkembangan kasus perundungan belum terlaksana sehingga tidak dapat diketahui bagaimana hasil capaian layanan konseling dalam mengatasi masalah perundungan di SMPN 9 Cimahi. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa pencatatan data kasus belum terlaksana dikarenakan beban kerja dan tugas-tugas Guru BK yang banyak tidak sesuai dengan jumlah SDM yang tersedia. 149 Dalam pelaksanaan kegiatan Pengawasan BK, sangat diperlukan kegiatan pencatatan. Kegiatan pengawasan dan penilaian perlu dirumuskan kedalam catatan hasil pengawasan dan penilaian. Hasil dari penilaian dan pengawasan ini yang kemudian dijelaksan dalam panduan pelaksanaan BK mejadi acuan sebagai isi laporan pelaksanaan program (Lapelprog). Lapelprog merupakan salahsatu bukti fisik yang diperlukan untuk kepentingan pengawasan dan penilaian jangka panjang. Dengan tidak terlaksananya pencatatan hasil penilaian dan pengawasan maka Lapelprog tidak dapat disusun. Sementara untuk menilai hasil jangka panjang, Lapelprog sangat dibutuhkan sebagai sumber data untuk mengetahui dampak layanan terhadap peserta didik. b. Pengawasan dan Penilaian Pengawas atau Assessor terhadap Guru BK Kegiatan pelayanan BK di sekolah dipantau, dievaluasi, dan dibina melalui kegiatan pengawasan. Kegiatan pengawasan tersebut dilakukan oleh pengawas internal (Kepala Sekolah) maupun eksternal (Pengawas satuan pendidikan bidang BK) (Kemendikbud, 2014). Menurut Anjar (2014), pengawasan pada bidang bimbingan dan konseling memiliki tujuan sebagai berikut. 1) Meningkatkan kemampuan Guru BK dalam memanfaatkan lingkungan belajar 2) Meningkatkan kemampuan Guru BK dalam menyusun dan melaksanakan program BK di sekolah 150 3) Menilai kemampuan Guru BK dalam merencanakan dalam melaksanakan pembelajaran melalui pelayanan BK 4) Menilai kemampuan Guru BK pembelajaran melalui pelayanan BK 5) Menilai kemampuan Guru BK dalam melaksanakan program BK di sekolah 6) Menilai kemampuan Guru BK dalam meningkatkan hasil belajar siswa melalui layanan BK 7) Menilai kemampuan Guru BK dalam melaksanakan Guru BK dalam melaksanakan penelitian tindakan kelas 8) Menilai kemampuan pembaharuan pembelajaran 9) Membina Guru BK dalam mempertinggi kompetensi profesionalnya 10) Membina disiplin Guru BK dalam melaksanakan tugasnya sebagai agen pembelajaran 11) Membina Guru BK dalam menggunakan teknologi informasi dan komunikasi untuk pembelajaran 12) Membina Guru BK dalam mengembangkan karir profesi dan pangkatnya. Penerapannya di SMPN 9 Cimahi, kegiatan pengawasan BK dilakukan oleh Assessor dan Kepala Sekolah sebagai pengawas internal dan oleh satu orang pengawas bidang BK dari dinas pendidikan Kota Cimahi. Assessor ditunjuk oleh Kepala Sekolah 151 sebagai perpanjangan tangan dari Kepala Sekolah untuk melakukan kegiatan Pengawasan dan penilaian langsung di sekolah. Dalam proses pengawasan kegiatan pelayanan BK, sudah seharusnya dilakukan secara berkala dan berkelanjutan (Kemendikbud, 2014). Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa kegiatan pengawasan di SMPN 9 Cimahi dilakukan minimal satu kali pada setiap semester. Ditinjau dari teknis pelaksanaannya, kegiatan Pengawasan dan penilaian BK dilakukan oleh Assessor dengan menggunakan panduan pengawasan yang telah dibuat dari sekolah. Adapun aspek yang menjadi penilaian merupakan beberapa bukti fisik kinerja BK (RPL, absensi ketika layanan, materi layanan) dan melihat langsung pada saat pelaksanaan layanan BK. Selain Assessor, Kepala Sekolah juga memantau kinerja Guru BK secara langsung maupun melalui Assessor. Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dicantumkan dalam panduan pelaksanaan BK dari Kemendikbud tahun 2014, difokuskan kepada kemampuan profesional dan implementasi kegiatan pelayanan BK yang menjadi kewajiban kinerja dan tugas Guru BK. Diantara kewajiban Guru BK sebelum melaksanakan layanan klasikal adalah menyiapkan dokumen satuan layanan, materi dan format absensi tersebut. Berdasarkan hasil wawancara terkait pelaporan disebutkan bahwa Kepala Sekolah tidak terlalu menekankan Guru BK dalam pembuatan laporan. Hal tersebut bertentangan dengan apa yang seharusnya dilakukan oleh Kepala Sekolah untuk memastikan suksesnya UPBK 152 disekolah dan kinerja Guru yang ada di UPBK. Beberapa hal yang seharusnya dilakukan oleh Kepala Sekolah untuk kesuksesan UPBK adalah sebagai berikut (Kemendiknas, 2014). 1) Memberikan instruksi, sesuai dengan peraturan yang berlaku, kepada koordinator BK dan Guru BK yang ada di UPBK berkenaan pelayanan BK yang merupakan tugas pokok dan fungsi, kewajiban dan kewenangan UPBK beserta Guru BK di dalamnya. 2) Meminta dan menagih pertanggung jawaban pelaksanaan tugas dari koordinator BK dan Guru BK atas pelaksanaan tugas dan tanggung jawab mereka dengan bukti fisik yang diperlukan 3) Melaksanakan pengawasan dan pembinaan terhadap kinerja pelayanan BK oleh Guru BK. Dari penjelasan tersebut, maka peneliti menyimpulkan bahwa kegiatan pengawasan yang dilakukan pada UPBK di SMPN 9 Cimahi masih belum optimal sehingga masih terdapat beberapa kegiatan yang seharusnya dilakukan tetapi tidak terlaksana. 5. Tindak Lanjut Pengawasan terhadap Guru BK juga bertujuan sebagai sarana untuk membina Guru BK. Pembinaan ini dilakukan sebagai upaya tindak lanjut atas hasil temuan dari Pengawasan dan penilaian terhadap Guru BK. Tindak lanjut dalam aktivitas layanan bimbingan dan konseling di sekolah 153 merupakan hasil Pengawasan terhadap proses pelayanan dan hasil-hasilnya yang kemudian diangkat menjadi isi LAPELPROG. Hasil tersebut dianalisis dan ditindaklanjuti dengan tujuan untuk perbaikan, pemantapan maupun penyesuaian kegiatan selanjutnya (Kemendikbud, 2014). Sama dengan Pengawasan dan penilaian, pada variabel tindak lanjut peneliti membagi pembahasan kedalam dua aspek yaitu tindak lanjut terhadap siswa dan tindak lanjut terhadap Guru BK. a. Tindak Lanjut terhadap Siswa Tindak lanjut terhadap siswa merupakan respon dari penilaian hasil yang dilakukan oleh Guru BK setelah memberikan layanan klasikal tentang perundungan kepada siswa. Berdasarkan panduan pelaksanaan BK Kemendikbud tahun 2014, penyusunan tindak lanjut sudah seharusnya direncanakan dan dipaparkan dalam dokumen Satuan Layanan atau RPL. Berdasarkan hasil telaah dokumen, rencana tindak lanjut terhadap siswa sudah dimuat dalam RPL. Dalam RPL disebutkan bahwa bagi siswa yang belum mampu mengendalikan diri dalam tindakan perundungan maka akan dilakukan konseling lanjutan baik secara individu maupun kelompok. Hal tersebut sesuai dengan hasil wawancara kepada Guru BK dan Siswa. Selain melakukan konseling lanjutan, Guru BK juga bekerja sama dengan bagian kesiswaan dan wali kelas dalam ketika akan melakukan tindak lanjut. Dari hasil temuan tersebut, maka peneliti menyimpulkan penyusunan tindak lanjut sudah sesuai dengan ketetapan panduan BK Kemendikbud tahun 154 2014. Sementara untuk pelaksanaan tindak lanjut kepada siswa sudah mengikuti rencana yang disusun oleh Guru BK dalam Satuan Layanan atau RPL. b. Tindak Lanjut terhadap Guru BK Setelah dilakukan pengamatan dan penilaian terhadap kinerja Guru BK, maka hasil temuan tersebut menjadi bahan pertimbangan atas pemberian tindak lanjut terhadap Guru BK. Pemberian tindak lanjut tersebut biasa disebut juga dengan proses pembinaan. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Asiah, Murniati dan Bahrun (2016), upaya tindak lanjut dari hasil pengawasan lebih bersifat bantuan dari atasan kepada Guru BK di SMPN 1 Bandar Baru Kabupaten Pidie Jaya. Dengan upaya tersebut maka memungkinkan setiap program bimbingan konseling akan terlaksana dengan baik dalam menangani berbagai permasalahan yang dihadapi peserta didik di sekolah (Asiah, Murniati dan Bahrun, 2016). Berdasarkan panduan pelaksanaan BK dari Kemendikbud tahun 2014, upaya pembinaan terhadap kinerja Guru BK atau konselor diselenggarakan melalui tiga hal. 1) Upaya pembinaan dapat diberikan oleh pengawas ketika kegiatan pengawasan dilaksanakan 2) Upaya pembinaan dapat diberikan melalui kegiatan seperti penataran, lokakarya, seminar dan studi lanjut 155 3) Upaya pembinaan diselenggarakan melalui penilaian dan pembinaan berkelanjutan dalam rangka kenaikan pangkat/jabatan Guru BK atau Konselor. Berdasarkan hasil temuan dilapangan, para informan menjelaskan bahwa upaya tindak lanjut yang diberikan kepada Guru BK dapat berupa diskusi antara assessor atau pengawas lain dengan Guru BK yang dipantau. Hal tersebut relevan dengan penjelasan dalam panduan BK bahwa pembinaan dapat dilakukan oleh pengawas. Selain itu, tindak lanjut lain yang dipaparkan oleh informan adalah dengan diikut sertakan dalam pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan kompetensi yang dimiliki Guru BK. Pelatihan tersebut dapat berupa pelatihanpelatihan keprofesian dan juga diikut sertakan dalam program guru pembelajar. Program Guru Pembelajar merupakan salah satu upaya pemerintah khususnya Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) untuk mewujudkan visi dan misi Kemendikbud 2015-2019. Visi Kemendikbud 2015-2019 adalah “Terbentuknya Insan serta Ekosistem Pendidikan dan Kebudayaan yang Berkarakter dengan Berlandaskan Gotong Royong”. Untuk mencapai visi tersebut, kemendikbud membentuk misi sebagai berikut. 1) Mewujudkan Pelaku Pendidikan dan Kebudayaan yang Kuat (M1) 2) Mewujudkan Akses yang Meluas, Merata, dan Berkeadilan (M2) 156 3) Mewujudkan Pembelajaran yang Bermutu (M3) 4) Mewujudkan Pelestarian Kebudayaan dan Pengembangan Bahasa (M4) 5) Mewujudkan Penguatan Tata Kelola serta Peningkatan Efektivitas Birokrasi dan Pelibatan Publik (M5). Salah satu tujuan strategis untuk mencapai visi-misi Kemendiknas 2015-2019 adalah Penguatan Peran Siswa, Guru, Tenaga Kependidikan, Orang tua, dan Aparatur Institusi Pendidikan dalam Ekosistem Pendidikan, dengan sasaran strategis berupa meningkatnya kualitas sikap guru dan tenaga pendidikan dalam kepribadian, spiritual dan sosial (Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan, 2016). Berdasarkan hasil pemaparan di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa penyusunan rencana tindak lanjut sudah tercantum dalam dokumen satuan layanan. Penerapan tindak lanjut terhadap siswa dilakukan sesuai dengan yang tertera dalam dokumen satuan layanan. Dengan demikian maka pelaksanaan tindak lanjut kepada siswa tersebut sudah sesuai dengan panduan pelaksanaan BK Kemendikbud tahun 2014. Sementara tindak lanjut untuk kinerja Guru BK berupa pembinaan yang dilakukan oleh Assessor atau pengawas yang biasanya berupa saran-saran maupun melalui diskusi, dengan pemberian kesempatan kepada BK untuk mengikuti pengembangan keprofesian dalam bidang BK. Hal tersebut sesuai dengan upaya pembinaan yang ditetapkan pada panduan pelaksanaan BK oleh Kemendikbud tahun 2014. 157 6. Pelaporan Pelaporan pada hakikatnya merupakan kegiatan menyusun dan mendeskripsikan seluruh hasil yang telah dicapai dalam evaluasi proses maupun hasil dalam format laporan yang dapat memberikan informasi kepada seluruh pihak yang terlibat tentang keberhasilan dan kekurangan dari bimbingan dan konseling yang telah dilakukan (Kemendikbud, 2016). Penyusunan laporan pelaksanaan program layanan (LAPELPROG) merupakan salah satu tugas Guru BK setelah menjalankan kegiatan konseling. Lapelprog disusun secara padat tetapi menyeluruh sehingga mampu memuat segenap aspek pokok penyelenggaraan kegiatan disertai data penilaian hasil dan proses serta arah tindak lanjutnya (Kemendikbud, 2014). Ditinjau dari frekuensi pelaporan, berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa Guru BK melakukan kegiatan pelaporan runtin setiap semester dan setiap akhir tahun pembelajaran kepada Kepala Sekolah. Untuk teknis pelaporan, berdasarkan hasil wawancara seluruh informan menyatakan bahwa kegiatan pelaporan dilakukan baik secara tertulis maupun secara lisan. Disamping pemaparan dari apa yang disampaikan oleh seluruh informan, Dari hasil penelusuran dilapangan, diketahui bahwa Guru BK tidak dapat memperlihatkan Lapelprog, sementara laporan yang mampu diperlihatkan adalah laporan semesteran pada tahun ajaran 2011-2012. Berdasarkan panduan pelaksanaan BK Kemendikbud tahun 2014, pembuatan lapelprog dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk penilaian hasil pelayanan secara menyeluruh (LAIJAPANG) serta laporan dalam unit 158 waktu tertentu seperti laporan akhir semester. Oleh karena itu, jika lapelprog tidak dibuat maka tidak ada bukti fisik yang menjadi bahan pertimbangan penilaian jangka panjang dari pelaksanaan program yang telah disusun pada awal semester. Hal tersebut diakui oleh informan sebagai kelemahan Guru BK. Guru BK melakukan perapihan berkas ketika akan diadakan akreditasi. Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa penyusunan tidak terlaksana akibat banyaknya tugas-tugas Guru BK yang harus segera ditangani seperti melakukan layanan responsif, menerima tamu orang tua murid, melakukan home visit, pengelolaan data hasil psikotest para siswa dan lain sebagainya sehingga penyusunan lapelprog akhirnya tertunda dan tidak terlaksana. Berdasarkan hasil wawancara diketahui banyaknya tugas dan jumlah SDM yang sedikit menjadi alasan beberapa kegiatan administratif pada Unit Pelayanan Bimbingan Konseling (UPBK) di SMPN 9 Cimahi tidak terlaksana. Selain tugas yang banyak, upaya Pengawasan yang kurang maksimal juga bisa menjadi penyebab pembuatan laporan pelaksanaan program maupun laporan akhir semester tidak terlaksana. Berdasarkan penjelasan tersebut maka peneliti menyimpulkan bahwa dengan tidak tersedianya lapelprog ataupun laporan akhir semester, maka Guru BK tidak dapan melakukan penilaian jangka panjang terhadap upaya pencegahan dan penanggulangan masalah perundungan di SMPN 9 Cimahi melalui layanan klasikal BK. 159 C. Keluaran (Output) Layanan Klasikal BK (Cakupan Layanan Klasikal BK tentang Perundungan) Keluaran yang dimaksud dalam penelitian ini adalah data cakupan layanan klasikal bimbingan konseling tentang perundungan. Untuk mengetahui persentase cakupan layanan klasikal tersebut, dapat dilihat melalui laporan pelaksanaan program. Sebagaimana dijelaskan dalam panduan pelaksanaan BK dan peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan nomor 111 tahun 2014 bahwa salah satu bukti fisik pelaksanaan kinerja BK adalah tersusunnya lapelprog. Lapelprog itu sendiri memuat segenap aspek pokok penyelenggaraan kegiatan disertai data penilaian hasil dan proses, disertai arah tindak lanjutnya yang disusun secara padat namun menyeluruh. Format lapelprog yang dicontohkan dalam panduan pelaksanaan BK untuk SMP memasukan data jumlah siswa peserta layanan klasikal berdasarkan tema layanan. Dari laporan tersebut maka dapat terlihat persentase cakupan layanan klasikal yang telah dilaksanakan BK. Karena penyusunan laporan pelaksanaan program (Lapelprog) di SMPN 9 Cimahi tidak berjalan, maka peneliti melihat cakupan layanan klasikal BK tentang perundungan melalui daftar kehadiran siswa pada saat layanan. Berdasarkan telaah dokumen tersebut, diketahui pada pelaksanaan layanan klasikal tahun ajaran 2015-2016 jumlah siswa dikelas 7 yang sudah pernah menerima layanan tersebut sebanyak 376 siswa atau sebesar 75.65% dari seluruh siswa kelas 7 yang merupakan sasaran layanan klasikal tentang perundungan. Cakupan tersebut belum bisa memenuhi ketetapan peraturan Kemendikbud nomor 111 tahun 2014. Layanan klasikal bimbingan konseling 160 terjadwal seharusnya didapatkan oleh seluruh siswa satu kali perminggu. Untuk mencapai target cakupan layanan klasikal untuk seluruh siswa di SMPN 9 Cimahi sudah seharusnya Guru BK memberikan layanan klasikal konseling susulan atau konseling kelompok kepada siswa yang tidak hadir dalam layanan klasikal terjadwal dan tentunya disertai bukti fisik pelaksanaan konseling tersebut. Secara garis besar, keluaran didefinisikan sebagai barang atau jasa yang dihasilkan secara langsung dari pelaksanaan kegiatan berdasarkan masukan yang digunakan (Gusti, 2008). Bagusnya hasil capaian keluaran tidak terlepas dari kondisi masukan yang baik. Begitu juga sebaliknya jika masukan yang dimiliki tidak dalam kondisi baik maka keluaran yang dihasilkan akan tidak baik. Pada hasil penelitian ini menggambarkan bagaimana masalah yang ada pada masukan kemudian berdampak pada pelaksanaan aktivitas dan akhirnya mempengaruhi keluaran. Data cakupan layanan klasikal BK bisa diketahui jika laporan pelaksanaan program dibuat. Laporan pelaksanaan program bisa disusun jika pencatatan hasil pengawasan dan penilaian berjalan, selain itu perlu juga didukung oleh upaya pengawasan yang tegas. Dengan upaya pengawasan yang kurang maksimal ditambah dengan beban kerja berlebih maka hal tersebut menyebabkan tidak terlaksananya pencatatan hasil penilaian proses dan penilaian hasil. Beban kerja yang berlebih disebabkan karena jumlah SDM yang tersedia tidak sesuai dengan banyaknya tugas yang harus dilakukan oleh Guru BK. Oleh karena itu secara tidak langsung, Jumlah SDM Guru BK 161 yang tidak sesuai dengan beban kerja menyebabkan beberapa kegiatan akhirnya tidak terlaksana. D. Keterkaitan Masukan (Input) – Aktivitas (Activity) – Keluaran (Output) Layanan Klasikal BK tentang Perundungan Permasalahan terkait perilaku perundungan merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat. Sebagai upaya pencegahan dan mengurangi tindakan perundungan di dalam sebuah komunitas perlu juga dilakukan dengan menggunakan pendekatan dari perspektif kesehatan masyarakat. Salah satu upaya pendekatan kesehatan masyarakat yang bisa dilakukan untuk mencegah dan menurunkan tindakan perundungan di sekolah adalah dengan menerapkan sistem surveilans terhadap perilaku perundungan di sekolah (Centers for Disease Control and Prevention, 2014). Menurut Thacker dan Berkelman (dalam CDC, 2014) surveilans merupakan upaya mengumpulkan data, dan analisis yang berkelanjutan dan sistematis, interpretasi data digunakan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi praktik kesehatan masyarakat. Pendekatan ilmu kesehatan masyarakat tidak hanya digunakan untuk mengenali besaran permasalahan perundungan dan mengidentifikasi faktor risiko tetapi juga untuk mengembangkan program dan kebijakan yang sesuai untuk mengatasi permasalahan tersebut (CDC, 2014). Dari hasil pemaparan hasil penelitian, permasalahan-permasalahan yang terdapat dalam upaya pencegahan tindakan perundungan dengan menggunakan layanan klasikal BK di SMPN 9 Cimahi tersebar dari masukan, aktivitas dan keluaran. Walaupun layanan klasikal telah dilakukan telah dilaksanakan namun masalah perundungan di SMPN 9 Cimahi masih saja 162 muncul. Hal tersebut dapat terjadi karena upaya yang belum maksimal dari segi manajemen pengendalian yang dilakukan oleh UPBK SMPN 9 Cimahi khususnya dalam layanan klasikal bimbingan konseling tentang perilaku perundungan pada siswa. Manajemen pengendalian dalam pelaksanaan layanan BK adalah mekanisme monitoring dan evaluasi proses dan hasil layanan bimbingan dan konseling, pelaporan hasil monitoring dan evaluasi, serta perencanaan program tindaklanjut layanan bimbingan dan konseling berdasarkan hasil evaluasi (Kemendikbud, 2016). Dengan belum terlaksananya penyusunan laporan pelaksanaan program, maka akan sangat sulit untuk melihat efektifitas layanan klasikal BK terhadap pencegahan dan penurunan tindakan perundungan pada siswa di SMPN 9 Cimahi. 163 BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan Dalam pelaksanaan layanan klasikal bimbingan konseling terkait perilaku perundungan di SMPN 9 Cimahi ditinjau dari apek masukan, aktivitas, dan keluaran masih terdapat beberapa masalah. Dari segi masukan, jumlah SDM Guru BK kurang dari ketetapan Kemendikbud, dan ruangan kantor BK yang dimiliki SMPN 9 Cimahi belum memenuhi standar minimum Kemendikbud. Dari segi aktivitas, pada perencanaan layanan klasikal BK belum mempunyai jadwal tetap dan durasi layanan tidak dicantumkan dalam dokumen RPL. Pada pelaksanaan, durasi pelaksanaan layanan belum memenuhi volume kegiatan layanan klasikal yang ditetapkan Kemendikbud. Pada aktivitas pemantauan dan penilaian, pencatatan penilaian hasil jangka pendek dan jangka panjang belum terlaksana. Selain itu pengawasan dari kepala sekolah juga belum optimal. Pada aktivitas pelaporan, penyusunan laporan pelaksanaan program dan laporan akhir semester belum berjalan dalam 3 tahun terakhir. Dari segi keluaran layanan klasikal BK terkait perundungan di SMPN 9 Cimahi, keluaran layanan belum dapat terukur karena pencatatan cakupan layanan klasikal tentang perundungan di SMPN 9 Cimahi belum terlaksana. Walaupun pada pelaksanaan layanan klasikal didalam kelas sudah dilaksanakan dengan baik dan juga dari segi kualitas SDM, cara penyampaian, materi dan metode sudah baik, namun dari segi pengelolaan program BK masih belum optimal dan hasil capaian kegiatan pencegahan 164 perundungan melalui layanan klasikal belum bisa diukur. Dengan demikian, Guru BK akan memiliki kesulitan untuk mengetahui efektifitas upaya yang dilakukan untuk mencegah tindakan perundungan di SMPN 9 Cimahi. B. Saran 1. Saran untuk Guru BK a. Dapat bekerjasama dengan organisasi PIKR yang ada di SMPN 9 Cimahi untuk meringankan beban kerja Guru BK khususnya terkait pencatatan data kasus dan pengawasan jangka pendek. b. Menyusun kembali jadwal tetap untuk melakukan tatap muka dengan siswa dalam layanan klasikal terjadwal sesuai dengan ketentuan Kemendikbud. 2. Saran untuk Kepala Sekolah dan Pengawas Kinerja BK a. Melakukan pengawasan dengan lebih tegas khususnya dalam meminta pertanggung jawaban kinerja dalam bukti fisik. b. Melibatkan OSIS dalam upaya pencegahan dan penanganan masalah perundungan melalui berbagai kegiatan kesiswaan. 165 Daftar Pustaka Aisyah, Siti. 2015. Perkembangan Peserta Didik dan Bimbingan Belajar. Deepublish: Yogyakarta Al Fatta, Hanif. 2007. Analisis dan Perancangan Sistem Informasi untuk Keuntungan Bersaing Perusahaan dan Organisasi Modern. ANDI : Yogyakarta Amien, A. Mappadjantji. 2005. Kemandirian Lokal, Konsepsi Pembangunan, Organisasi, dan Pendidikan dari Perspektif Sains Baru. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta Anjar, Tri. 2014. Task and Management Supervision of Guidance and Counceling. Guidena, Journal of Guidance and Counceling Volume 4 No. 1 September 2014. Akses dari https://media.neliti.com/media/publications/41234-ID-task-andmanagement-supervision-of-guidance-and-counseling.pdf Ariawan, Iwan. 1998. Besar dan Metode Sampel pada Penelitian Kesehatan. Jurusan Biostatistik dan Kependudukan Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia Asiah, Nur dkk. 2016. Manajemen Guru Bimbingan dan Konseling di SMPN 1 Bandar Baru Kabupeten Paidie Jaya. Jurnal Magister Administrasi Pendidikan, Pascasarjana Universitas Syiah Kuala. Volume 4, nomor 4 November 2016. Diakses dari http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/JAP/article/view/5683/4699 Azwar, Azrul. 2010. Pengantar Administrasi Kesehatan edisi 3. Bina Rupa Aksara : Tangerang Bastable, Susan B. 2002. Perawat Sebagai Pendidik: Prinsip-Prinsip Pengajaran dan Pembelajaran. EGC; Jakarta 166 Center for Disease Control, National Center for Injury Prevention and Control. 2012. Understanding bullying. Akses dari http://www.cdc.gov/violenceprevention/pdf/bullyingfactsheet2012a.pdf. Center for Disease Control and Prevention. 2009. Logic Model For Planning and Evaluation. Akses dari https://www.cdc.gov/ncbddd/birthdefects/models/resource1evaluationguide2009.pdf Centers for Disease Control and Prevention. 2014. Bullying Surveilance Among Youths. Diakses dari https://stacks.cdc.gov/view/cdc/21596 Chomaria, Nurul. 2008. Aku Sudah Gede (Nobrolin Pubertas untuk Remaja Islami). Solo: Samudera Departemen Kesehatan RI. 2005. Strategi Nasional Kesehatan Remaja. Jakarta : Direktorat Kesehatan Keluarga. Djahir, Yulia & Pratita, Dewi. 2014. Bahan Ajar Sistem Informasi Manajemen. Yogyakarta: Deepublisher Djiwandono, Sri E. W. 1989. Psikologi Pendidikan. Grasindo; Jakarta Efastri, Sean M. dkk. 2015. Keefektifan Konseling Kelompok dengan Pendekatan Behavioral untuk Mengurangi Perilaku Bullying, Perilaku Agresif. Jurnal Bimbingan Konseling Vol. 4 No.2 Akses dari http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jubk Fajrin, Ahmad Nur. 2013. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan Perilaku Bullying pada Remaja di SMK PGRI Semarang. Skripsi. Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Semarang. 167 Green, Lawrence W., & Kreuter, Marshal W. 1999. Health Promotion Planning: An Educational and Environtmental Approach. Mayfield Publishing Company; Mountain View Griffin, Ricky W. 2004. Manajemen. Erlangga ; Jakarta. Gunarsa, Singgih D. 2008. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Gunung Mulya ; Jakarta. Gusti, I Agung Rai. 2008. Audit Kerja Pada Sektor Publik: Konsep, Praktik, dan Studi Kasus. Salemba Empat: Jakarta. Halimah, Andi. Dkk. 2015. Persepsi pada Bystander terhadap Intensitas Bullying pada Siswa SMP. Jurnal Psikologi Vol. 42 No. 2 Akses dari http://jurnal.ugm.ac.id/jpsi Hamilton, Persis M. 1995. Dasar-dasar Keperawatan Maternitas. EGC ; Jakarta. Harris, Monica J. 2009. Bullying, Rejection, and Peer Victimization a social cognitive neuroscience perspective. Springer Publisher Company : New York. Hastono, Sutanto P.& Sabri, Luknis. 2011. Statistik Kesehatan. Rajawali Pers : Jakarta Hergenhahn, B.R & Olson, M.H. 2008. Theory of Learning Edisi ketujuh. Jakarta: Kencana Hertz, M. F., Donato, I., & Wright, J. (2013). Bullying and suicide: A public health approach. Journal of Adolescent Health, 53. Akses dari http://www.ncdsv.org/images/JAH_Bullying-and-Suicide-a- public-health-approach_7-2013.pdf. 168 ILO, 2013, Inklusi Penyandang Disabilitas di Indonesia. Inernational Labour Organization : Jakarta. Akses dari http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/@asia/@robangkok/@ilo-jakarta/documents/publication/wcms_233426.pdf Indriasih, Nanik W. 2013. Kinerja Guru SD di Kecamatan Slawi, Suatu Tinjauan Aspek Persepsi Guru Tentang Kepemimpinan Kepala Sekolah, Budaya Kerja, dan Fasilitas Pembelajaran. Varia Pendidikan Vol. 25 No.1, Juni 2013. Akses dari http://journals.ums.ac.id/index.php/varidika/article/view/715/446 Ivancevich, John M. 2007. Perilaku dan Manajemen Organisasi. Erlangga : Jakarta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2014. Panduan Bimbingan dan Konseling Sekolah Menegah Pertama. Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar: Jakarta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2016. Panduan Operasional Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling Sekolah Menengah Pertama (SMP). Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan. Jakarta KPAI. 2015. KPAI : Tak kuat dibully, ada anak sampai bunuh diri. Komisi Perlindungan Anak Indonesia : Jakarta. Akses dari http://www.kpai.go.id/berita/kpai-tak-kuat-dibully-ada-anaksampai-bunuh-diri/ Lilik, A.M. 2009. Cara Cepat Menjadi Supervisor Unggul. Elex Media Komputindo; Jakarta. Lines, Dennis. 2008. The Bullies : Understanding Bullies and Bullying. Thomson-Shore: Philadelphia. Luddin, Abu Bakar M. 2010. Dasar-dasar Konseling: Tinjauan Teori dan Praktik. Citapustaka Media Perintis : Bandung 169 Marimin, dkk. 2006. Sistem Informasi Manajemen Sumber Daya Manusia. Grasindo; Jakarta Masitah, M., & Minauli, I. 2014. Hubungan Kontrol Diri dan Iklim Sekolah dengan Perilaku Bullying. Jurnal Analitika, Vol. VI nomor 2. Diakses dari http://www.ojs.uma.ac.id/index.php/analitika/article/view/65 Monica, M. A & Susanti, Devi. 2016. Efektivitas Bimbingan Klasikal Menggunakan Media Audiovisual untuk Mengembangkan Interaksi Sosial Peserta Didik Kelas VIII Semester Ganjil di SMPN 26 Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2016/2017. Jurnal Bimbingan dan Konseling Volume 3 nomor 2 tahun 2016. UIN Raden Intan Lampung. Diakses dari http://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/konseli/article/view/570/ 461 Mubarak, Iqbal Wahit. Dkk. 2007. Promosi Kesehatan : Sebuah Pengantar Proses Belajar Mengajar dalam Pendidikan. Graha Ilmu; Yogyakarta. Mufrihah, Ariana. 2016. Perundungan Reaktif di Sekolah Dasar dan Intervensi Berbasis Nuansa Sekolah. Jurnal Psikologi Volume 43, nomor 2, 2016. Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. Diakses dari https://journal.ugm.ac.id/jpsi/article/view/15441/15174 Murniati & Usman, Nasir. 2009. Implementasi Manajemen Stratejik dalam Pemberdayaan Sekolah Menengah Kejuruan. Ciptapustaka Media Perintis: Bandung. Nuraida, Ida. 2008. Manajemen Administrasi Perkantoran. Kanisius; Yogyakarta Nurbaiti, Siti. 2009. Peran Bimbingan Konseling dalam Mengatasi Perilaku Bullying Siswa SMA Al-Izhar Pondok Labu. Skripsi Fakultas Psikologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 170 Nurkolis. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah. Grasindo; Jakarta Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 111 Tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah. Priyatna, Andri. 2010. Memahami, Mencegah, dan Mengatasi Bullying. Elex Media Komputindo : Jakarta. Rachmawati, Lysa A. 2014. Hubungan antara Persepsi Siswa terhadap Iklim Sekolah dengan Kecenderungan Perilaku Bullying pada Siswa SMP 2 Sepuluh Nopember Semarang. Skripsi Fakultas Psikologi. Universitas Islam Sultan Agung. Rigby, Ken. 2007. Bullying in School: and what to do about it. Acer Press: Victoria. Roberts, B.S.W & Williams, S.R. 2000. Nutrition Throughout the Life Cycle (4 th ) Edition. McGraw-Hill Book Companies: Singapore. Robins, Stephen P. & Judge, Thimoty A. 2008. Perilaku Organisasi. Salemba Empat ; Jakarta. Salmivalli, Christina. 1999. Participant Role Approach to School bullying: Implication for Intervention. Journal of Adolescence,22. Akses dari http://www.researchgate.net/publication/12829538 Sandra, Rober & Ifdil. 2015. Konsep Stress Kerja Guru Bimbingan Konseling. Jurnal Educatio volume 1 Nomor 1, Oktober 2015 diakses dari http://jurnal.iicet.org/index.php/j- edu/article/view/54/48 171 Santrock, John W. 2003. Adolescence Perkembangan Remaja. Erlangga ; Jakarta. Simamora, Raymond H. 2009. Buku Ajar Pendidikan dalam Keperawatan. EGC: Jakarta Suardi, Moh. 2015. Belajar dan Pembelajaran. Deepublish ; Yogyakarta Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Alfabeta : Bandung Sunaryo. 2004. Psikologi untuk Keperawatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta Supiyanti, Resis. 2016. Efektivitas Layanan Informasi dalam Mereduksi Perilaku Bullying terhadap Peserta Didik Kebutuhan Khusus di SMA Negeri 14 Bandar Lampung. Skripsi, Institut Agama Islam Negeri Raden Intan Lampung. Diakses dari http://repository.radenintan.ac.id/324/1/Skripsi_Full.pdf. Supriyo. 2010. Teknik Bimbingan Klasikal. Swadaya Publishing ; Semarang Swarjana, I Ketut. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. ANDI ; Yogyakarta. Swearer, Susan M. 2015. Risk Factors for and Outcomes of Bullying and Victimization. U.S. Department of Health & Human Services. Di akses pada 20 Mei 2015 dari http://www.stopbullying.gov/atrisk/groups/lgbt/white_house_conference_materials.pdf Syafaruddin. 2012. Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat. Perdana Publishing : Medan Trevi, T. (2013). Sikap Siswa Kelas X SMK Y Tangerang terhadap Bullying. Jurnal Psikologi, Vol. 10, no.01. Akses dari 172 http://ejurnal.esaunggul.ac.id/index.php/Psi/article/viewFile/104/98 ?skuvhfrpvqnynrpc Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Usman, Irvan. 2010. Perilaku Bullying ditinjau dari Peran Kelompok Teman Sebaya dan Iklim Sekolah pada Siswa SMA di Kota Gorontalo. Skripsi Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri Gorontalo. WHO. 2010. Prevention of Bullying-related Morbidity and Mortality: A Call for Public Health Policies. Bulletin of the World Health Organization volume 88, number 6, June 2010. Diakses dari http://www.who.int/bulletin/volumes/88/6/10-077123/en/ Wicaksana, Inu. 2008. Mereka Bilang Aku Sakit Jiwa : Refleksi kasuskasus Psikiatri dan Problematika Kesehatan Jiwa di Indonesia. Kanisius : Yogyakarta Wiguna, Alivermana. 2014. Isu-isu Kontemporer Pendidikan Islam. Deepublish ; Yogyakarta W.K. Kellogg Foundation. 2004. Logic Model Development Guide. Dikases dari http://wkkf.org/resource- directory/resource/2006/02/wk-kellogg-foundation-logic-modeldevelopment-guide 173 LAMPIRAN LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI INFORMAN Assalamualaikum Wr, Wb Saya Bakar Al-Shidiq, Mahasiswa peminatan Promosi Kesehatan program studi Kesehatan Masyarakat, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya bermaksud melakukan penelitian “Evaluasi Pelaksanaan Layanan Klasikal Bimbingan Konseling Terkait Perilaku Perundungan (Bullying) Pada Siswa di SMPN 9 Cimahi Tahun 2016”. Penelitian ini dilakukan sebagai tugas akhir dalam studi saya. Saya berharap Bapak/Ibu/Adik bersedia untuk menjadi informan dan bersedia melakukan wawancara yang terkait dengan penelitian. Semua informasi yang Bapak/Ibu/Adik berikan terjamin kerahasiaannya. Jika Bapak/Ibu/Adik bersedia, maka saya mohon untuk mengisi dan menandatangani lembar persetujuan ini. NAMA : ……………………………………….. Jenis Kelamin : Umur : ____ tahun No. Hp :………………………………………… Laki-laki Perempuan Dengan ini saya menyatakan setuju untuk diikutsertakan sebagai responden dalam penelitian ini. Responden (..................................................) PANDUAN PENGUMPULAN DATA Variabel Pertanyaan 1. Berapa jumlah siswa di SMPN 9 Cimahi? SDM 2. Berapa jumlah tenaga konselor di SMPN 9 Cimahi? 3. Bagaimana pengalaman dan latarbelakang pendidikan tenaga konselor di SMPN 9 Cimahi? 1. Ruangan apa saja yang disediakan untuk melakukan kegiatan konseling? Fasilitas 2. Apa saja perlengkapan yang dibutuhkan dalam pelaksanaan layanan klasikal bimbingan konseling? 3. Bagaimana kebijakan mengenai pendanaan untuk kegiatan konseling di sekolah? Sumber informasi Input 1. Kepala Sekolah atau bagian Tata Usaha Sekolah 2. Daftar absensi siswa 1. Kepala Sekolah atau bagian Tata Usaha Sekolah 2. Daftar absensi Guru bimbingan dan Konseling 1. Kepala Sekolah 2. Guru Bimbingan dan Konseling (BK) 1. Bagian Sarana dan Prasarana Sekolah 2. Guru BK 3. Tabel check list 1. Bagian Sarana dan Prasarana Sekolah 2. Guru BK 3. Tabel check list 1. Kepala Sekolah atau Bagian Keuangan 2. Guru BK 3. Dokumen program bimbingan dan konseling Metode 1. Wawancara mendalam 2. Telaah dokumen 1. Wawancara mendalam 2. Telaah dokumen 1. Wawancara mendalam 1. Wawancara mendalam 2. Observasi 1. Wawancara mendalam 2. Observasi 1. Wawancara mendalam 2. Telaah dokumen Materi Metode Perencanaan 1. Bagaimana proses penyusunan materi untuk layanan klasikal bimbingan konseling? 2. Apa yang menjadi sumber acuan konselor dalam membuat materi layanan konseling? 3. Siapa yang menjadi sasaran pemberian materi dalam layanan klasikal bimbingan konseling tentang bullying? 1. Berapa kali pertemuan yang direncanakan dalam memberikan layanan klasikal dengan tema bullying? 2. Bagaimana proses penetapan metode yang akan digunakan dalam memberikan layanan? 3. Berapa lama durasi yang diberikan dalam layanan klasikal bimbingan konseling? 1. Guru BK 2. Rencana Pelaksanaan Layanan (RPL) bimbingan konseing 1. Guru BK 2. Materi layanan Konseling 1. Guru BK 2. Siswa 3. RPL 1. Wawancara mendalam 2. Telaah dokumen 1. Wawancara mendalam 2. Telaah dokumen 1. Wawancara mendalam 2. Telaah dokumen 1. Guru BK 1. Wawancara mendalam 2. Rencana Pelaksanaan Layanan 2. Telaah dokumen (RPL) bimbingan konseing 1. Guru BK 2. Rencana Pelaksanaan Layanan (RPL) bimbingan konseing 1. Guru BK 2. Siswa 3. RPL Aktivitas 1. Apa saja yang perlu dilakukan 1. Guru BK oleh konselor sebelum 2. RPL memberikan layanan klasikal konseling? 2. Siapa saja yang dilibatkan dalam 1. Guru BK proses pembuatan perencanaan 1. Wawancara mendalam 2. Telaah dokumen 1. Wawancara mendalam 2. Telaah dokumen 1. Wawancara mendalam 2. Telaah dokumen 1. Wawancara mendalam 1. 2. Pengorganisasian 3. 1. 2. Pelaksanaan 3. layanan klasikal bimbingan konseling? Apa saja sumberdaya yang dibutuhkan oleh konselor untuk menjamin kelancaran penyelenggaraan layanan klasikal konseling? Bagaimana konselor mengelola setiap sumber daya yang dibutuhkan untuk menjamin kelancaran penyelenggaraan layanan klasikal konseling? Bagaimana konselor memanfaatkan fasilitas yang disediakan sekolah dalam proses layanan klasikal? Berapa lama layanan klasikal dilakukan dalam setiap pertemuan? Bagaimana konselor menyampaikan materi dalam layanan klasikal bimbingan konseling? Bagaimana tahapan-tahapan yang dilakukan konselor dalam pemberian layanan klasikal? (Tahap pengantaran, penjajakan, 1. Guru BK 2. RPL 1. Wawancara mendalam 2. Telaah dokumen 1. Guru BK 1. Wawancara mendalam 1. Guru BK 2. Siswa 3. Observasi 1. Wawancara mendalam 2. Tabel checklist 1. Tabel Checklist 2. RPL 1. Observasi 2. Telaah dokumen 1. Guru BK 2. Siswa 3. Observasi 1. Wawancara mendalam 2. Tabel checklist 1. Guru BK 2. Siswa 3. Observasi 1. Wawancara mendalam 2. Tabel checklist 1. 2. 3. Monitoring dan Penilaian 3. 4. 5. 1. Tindak Lanjut 2. penafsiran, pembinaan, penilaian) Siapa yang melakukan pengawasan dalam pelaksanaan layanan bimbingan konseling di sekolah? Kapan periode pengawasan dalam layanan konseling di sekolah dilakukan? Bagaimana teknis pengawasan dalam layanan bimbingan konseling di sekolah? Bagaimana Konselor menilai keberhasilan penyelenggaraan setiap layanan klasikal konseing Bagaimana Konselor melakukan penilaian terhadap materi yang disampaikan dalam layanan klasikal konseling? Bagaimana Konselor menilai pemahaman dan perkembangan siswa setelah pemberian layanan klasikal konseling? Bagaimana tindak lanjut dari Konselor berdasarkan hasil penilaian terhadap siswa? Bagaimana tindak lanjut dari 1. Kepala Sekolah 2. Guru BK 1. Wawancara mendalam 2. Telaah dokumen 1. 2. 3. 1. 2. 1. Wawancara mendalam 2. Telaah dokumen Guru BK Siswa RPL Kepala Sekolah Guru BK 1. Wawancara mendalam 1. Guru BK 2. Dokumen hasil penilaian 1. Wawancara mendalam 2. Telaah dokumen 1. Guru BK 2. Dokumen hasil penilaian 1. Wawancara mendalam 2. Telaah dokumen 1. Guru BK 2. Siswa 3. Dokumen hasil penilaian 1. Wawancara mendalam 2. Telaah dokumen 1. Guru BK 2. Siswa 1. Wawancara mendalam 1. Kepala Sekolah / Pengawas 1. Wawancara mendalam 1. 2. Laporan Pelaksanaan Program 3. 4. 1. Cakupan pelaksanaan layanan klasikal bimbingan konseling 2. Pengawas berdasarkan hasil penilaian terhadap pelayanan konseling di sekolah? Bagaimana teknis pelaporan layanan bimbingan konseling di sekolah? Kapan waktu pelaporan layanan bimbingan konseling di sekolah? Bagaimana tindak lanjut dari pelaporan layanan bimbingan konseling di sekolah? Bagaimana format pelaporan layanan bimbingan konseling yang ditetapkan di sekolah? 2. Guru BK 1. Kepala Sekolah 2. Guru BK 1. Kepala Sekolah 2. Guru BK 1. Kepala Sekolah 2. Guru BK 3. Laporan Pelaksanaan Program 1. Kepala Sekolah 2. Guru BK 3. Laporan Pelaksanaan Program Output Berapa jumlah siswa yang telah 1. Laporan Pelayanan menerima layanan klasikal bimbingan konseling tentang bullying? Berapa jumlah laporan kasus 1. Data Kasus Bullying di SMPN 9 bullying yang tercatat setelah Cimahi pemberian layanan klasikal bimbingan konseling? 1. Wawancara mendalam 1. Wawancara mendalam 1. Wawancara mendalam 2. Telaah dokumen 1. Wawancara mendalam 2. Telaah dokumen 1. Telaah dokumen 1. Telaah dokumen MATRIKS INFORMASI MATRIKS INFORMASI VARIABEL INPUT (SDM) Aspek yang diteliti Kuantitas Hasil Wawancara Tidak ada recruitmen tenaga pendidik Baru untuk Guru BK di SMPN 9 Cimahi Telaah dokumen SMPN 9 Cimahi memiliki 4 orang Guru BK Kualitas (Pengalaman dan latar belakang pendidikan) Biasanya di SMP itu seperti menarik kerah, mengancam, menampar bahkan sampai berkelahi 1 Orang meemiliki pendidikan terakhir S2 dan 3 orang memiliki pendidikan terakhir S1 di bidang BK. Guru BK memiliki pengalaman bekerja di SMPN 9 Cimahi lebih dari 7 tahun Observasi Jumlah Guru BK yang aktif di SMPN 9 berjumlah 4 orang Kesimpulan Jumlah Guru BK di SMPN 9 belum bisa memenuhi ketetapan Kemendikbud terkait rasio Guru BK dan siswa (1:150) Semua Guru BK SMPN 9 Cimahi memenuhi kualifikasi profesi Guru BK yang ditetapkan Kemendikbud dan memiliki pengalaman cukup banyak dalam menangani masalah bullying pada siswa. MATRIKS INFORMASI VARIABEL INPUT (Fasilitas) Aspek yang diteliti Ruangan Hasil Wawancara Pelaksanaan layanan klasikal dilaksanakan menggunakan ruang kelas Telaah dokumen Observasi Layanan Klasikal dilaksanakan di ruang kelas dan tersedia Ruang Kantor BK dengan 4 Sekat. Untuk ruangan relaksasi dijadikan satu dengan ruangan administrasi (tempat penyimpanan data) kemudian ruangan konseling kelompok di jadikan satu dengan ruangan Kesimpulan Walaupun ruangan Kantor BK memiliki semua fungsi yang dibutuhkan untuk menjalankan kegiatan konseling namun kelengkapan ruangan kantor BK belum sesuai dengan ketetapan panduan pelaksanaan BK karena ada konseling individu Fasilitas Penunjang kinerja (Prasarana dan sarana perkantoran, administrasi, dan pendanaan) Tidak ada anggaran khusus untuk layanan klasikal. Pengajuan dana pada sekolah dilakukan pada saat menyerahkan perencanaan program BK untuk 1 tahun. Dana tersebut untuk pelaksanaan home visit, pengadaan inventory, dan alatalat lain. Fasilitas untuk mendukung Layanan BK Fasilitas yang disediakan di dalam kelas sudah cukup untuk mendukung layanan klasikal dari Guru BK.. Dalam perencanaan Program BK dalam periode satu tahun pembelajaran terdapat anggaran dana untuk kebutuhan seperti home visit, pengadaan inventory¸ software, pelaksanaan psikotest dan lainlain. Untuk layanan klasikal tidak termasuk dalam anggaran khusus. Di dalam Kantor BK SMPN 9 Cimahi disediakan ruangan kerja untuk Guru BK, dilengkapi dengan perangkat komputer, lemari penyimpanan berkas, dokumen-dokumen untuk psikotest, home visit. Setiap kelas di SMPN 9 Cimahi sudah dilengkapi dengan infocus. Fasilitas pendukung lain yang bisa digunakan di dalam kelas disediakan juga oleh sekolah seperti laptop, speaker dan audioplayer, namun Guru BK lebih sering membawa laptop sendiri ketika memberikan layanan klasikal beberapa ruangan yang digabung. Ketersediaan fasilitas untuk menunjang kinerja BK SMPN 9 Cimahi sudah memadai. Namun tidak ada anggaran khusus untuk layanan klasikal. Pengajuan dana pada sekolah dilakukan pada saat menyerahkan perencanaan program BK untuk 1 tahun. Dana tersebut untuk pelaksanaan home visit, pengadaan inventory, dan alat-alat lain. Ketersediaan fasilitas untuk mendukung layanan BK SMPN 9 Cimahi sudah memadai. MATRIKS INFORMASI VARIABEL INPUT (Materi) Aspek yang diteliti Penyusunan Hasil Wawancara Guru BK terlebih dahulu melakukan need assessment melalui laporan yang masuk ke Guru BK, observasi, dan pengumpulan data Telaah dokumen Data hasil need assessment ditampilkan dalam bentuk diagram berisi profil kelompok (kelas) dan individu. Observasi Kesimpulan Sebelum menentukan materi apa yang akan diberikan dalam layanan klasikal, Guru BK terlebih dahulu melakukan need assessment menggunakan instrumen. Acuan Sasaran Acuan untuk konten materi layanan klasikal terkait bullying dari buku, website internet, surat kabar, hingga berita ter-update dari TV. Materi layanan klasikal tentang bullying diberikan di kelas 7 dan kelas 8 Materi layanan klasikal dengan konten bullying bersumber dari artikel dan berita diinternet Sasaran layanan dalam RPL adalah siswa kelas 8 Pelaksanaan layanan klasikal tentang Bullying deberikan di kelas 8 I melalui laporan yang masuk ke Guru BK, observasi, inventori tugas perkembangan sesuai dengan cara yang dijelaskan dalam panduan pelaksanaan BK dari Kemendikbud . Acuan untuk konten materi layanan klasikal terkait bullying lebih banyak diambil dari artikel di internet dan surat kabar online. Materi layanan klasikal tentang bullying diberikan di kelas 7 dan kelas 8 MATRIKS INFORMASI VARIABEL INPUT (Metode) Aspek yang diteliti Frekuensi Jenis metode yang digunakan Hasil Wawancara Pemberian layanan klasikal tentang bullying hanya diberikan minimal sebanyak satu kali pertemuan Telaah dokumen Metode yang digunakan Guru Metode yang tertuliskan dalam BK dalam layanan klasikal RPL adalah ceramah tentang bullying berupa bervariasi, dan diskusi ceramah singkat, tanya jawab, simulasi, roleplay, diskusi dan disertai dengan penayangan Observasi Guru BK menggunakan metode ceramah singkat dengan tanya jawab yang dibantu dengan media audio visual pada tahap pembinaan. Kesimpulan Pemberian layanan klasikal tentang bullying hanya diberikan dalam 1-2 kali pertemuan. Pelaksanaan layanan klasikal belum memenuhi ketetapan Kemendikbud (layanan klasikal terjadwal dilakukan satu kali pertemuan perminggu di setiap kelas) Metode yang lebih sering digunakan berupa ceramah singkat, dan tanya jawab. Metode lain yang digunakan bisa berupa diskusi, roleplay dan simulasi. film yang berhubungan dengan materi MATRIKS INFORMASI VARIABEL AKTIVITAS (Perencanaan) Aspek yang diteliti Yang dipersiapkan Hasil Wawancara Sebelum memberikan layanan konseling, Guru BK mempersiapkan RPL, materi, media, format daftar hadir dan melakukan sosialisasi dengan siswa Yang dilibatkan Yang terlibat dalam perencanaan pemberilan layanan klasikal tentang bullying hanya Guru BK saja. Telaah dokumen RPL dan prencanaan program BP tersedia namun isi RPL untuk layanan klasikal BK tentang bullying tidak mencantumkan durasi dan jadwal tetap yang telah direncanakan. Selain itu uraian kegiatan tidak dipaparkan berdasarkan tahapan tahapan yang telah ditetapkan dalam panduan Kemendikbud (Pengantaran, penjajakan, penafsiran, pembinaan, penilaian) Observasi Kesimpulan RPL dan prencanaan program BP tersedia namun isi RPL untuk layanan klasikal BK tentang bullying tidak terlalu lengkap dan belum seperti yang dicontohkan dalam panduan pelaksanaan BK SMP dari Kemendikbud tahun 2014 Yang terlibat dalam perencanaan pemberilan layanan klasikal tentang bullying hanya Guru BK saja. MATRIKS INFORMASI VARIABEL AKTIVITAS (Pengorganisasian) Aspek yang diteliti Kegiatan yang dilakukan dalam mengorganis-asi sumber daya untuk melaksanakan layanan klasikal BK Informan 1 Guru BK melakukan koordinasi dengan wali kelas, bagian kesiswaan, Kepala Sekolah. Guru BK juga mempersiapkan kembali ketersediaan fasilitas yang dibutuhkan untuk layanan klasikal Telaah dokumen Observasi Guru BK mempersiapkan kembali sarana, prasarana, personalia, waktu, dan andministrasi yang diperlukan untuk menjamin terlaksananya layanan klasikal. Kesimpulan Guru BK melakukan kegiatan pengorganisasian sesuai dengan yang yang ditetapkan dalam panduan pelaksanaan BK dari Kemendikbud. MATRIKS INFORMASI VARIABEL AKTIVITAS (Pelaksanaan) Aspek yang diteliti Durasi Hasil Wawancara Durasi pemberian layanan klasikal tentang bullying yang telah dilakukan adalah 45-60 menit. Telaah dokumen Durasi pelayanan tidak dicantumkan dalam RPL Observasi 2 x 60 menit (9.30 – 11.30) Uraian kegiatan layanan klasikal tentang bullying Guru BK melakukan tahapan pengantaran dengan melakukan pendekatan dan menyampaikan tujuan kepada siswa, penjajakan dan penafsiran dengan mengungkap persepsi dan pengetahuan siswa tentang Tahapan-tahapan dijelaskan secara dalam RPL Guru BK melakukan beberapa tahapan mulai dari pengantaran, penjajakan, penafsiran, pembinaan, tanya jawab, hingga refleksi terhadap layanan klasikal tersebut. tidak rinci di Kesimpulan Durasi pemberian layanan klasikal tentang bullying berbeda-beda dan belum memenuhi ketetapan kemendikbud. Volume kegiatan tidak sampai 2 jam pembelajaran dalam satu kali pertemuan dan tidak juga dicantumkan dalam RPL. Guru BK sudah melakukan tahapan-tahapan kegiatan sesuai dengan prosedur dasar pelaksanaan konseling yang ditetapkan oleh Kemendikbud. Cara penyampaian Guru BK dalam memberikan layanan Klasikal materi terkait, pembinaan dengan menjelaskan materi melalui ceramah dan penayangan film, penilaian dengan kegiatan tanya jawab di akhir sesi layanan Cara Guru BK menyampaikan materi layanan klasikal tentang bullying sudah baik dan mudah dimengerti oleh siswa Guru BK menyampaikan materi layanan klasikal dengan Bahasa yang mudah dimengerti dan mampu membangun suasana kelas yang aktif Cara Guru BK menyampaikan materi layanan klasikal tentang bullying sudah baik dan mampu membangun suasana kelas yang aktif, sehingga informasi mudah dipahami oleh siswa. MATRIKS INFORMASI VARIABEL AKTIVITAS (Pemantauan dan Penilaian) Aspek yang diteliti Penilaian proses Informan 1 Guru BK melakukan penilaian proses melalui observasi. Aspek yang dinilai dalam penilaian proses adalah fokus siswa pada saat layanan klasikal dan keaktifan siswa di dalam kelas pada saat proses tanya jawab dan diskusi Telaah dokumen Catatan hasil penilaian proses yang seharusnya dapat dilihat dari laporan pelaksanaan program tidak tersedia. Penilaian Hasil Penilaian segera dilaksanakan dengan kegiatan tanya jawab untuk mengukur pencapaian siswa setelah layanan. Penilaian jangka pendek dan Tidak ada pencatatan data perkembangan kasus bullying di setiap semester. Guru BK hanya melihat kasus bullying dari laporan yang masuk Observasi Guru BK melakukan penilaian proses selama kegiatan layanan klasikal diberikan dengan observasi. Guru BK memberikan tanda pada melalui daftar absen kepada siswa yang dianggap kurang aktif atau sangat antusias dalam menerima layanan konseling Guru BK menanyakan kembali terkait materi yang disampaikan diakhir layanan sebagai penilaian segera. Kesimpulan Penilaian proses sudah dilakukan namun tidak disertai dengan catatan hasil penilaian proses Guru BK sudah melakukan penilaian segera, namun pencatatan data kasus bullying untuk penilaian jangka pendek dan jangka jangka panjang dilihat dari perkembangan masalah bullying di sekolah melalui siswa atau guru yang lain. Laporan tersebut hanya tertulis dalam buku kasus namun tidak direkap dan dipisahkan data berdasarkan jenis kasus. Yang melakukan pengawasan dan penilaian (Supervisor) Penilaian dan pengawasan terhadap kinerja BK dilakukan oleh Assessor, pengawas dari dinas pendidikan dan kepala sekolah Pengawasan layanan secara langsung dikelas dilakukan oleh Assessor (Koordinator BK) Periode pengawasan dan penilaian terhadap Guru BK Kegiatan sipervisi yang dilakukan oleh Kepala sekolah maupun assessor dilakukan minimal satu kali dalam setiap semester Pengawasan dilakukan oleh assessor dengan menggunakan format panduan pengawasan Teknis Pengawasan terhadap Guru BK Format pengawasan sudah tersedia untuk assessor sebagai instrument untuk melakukan kegiatan pengawasan dan penilaian Guru BK yang mencakup penilaian terhadap dokumen perencanaan layanan (RPL), materi layanan, dan pelaksanaan layanan. panjang belum terlaksana. Hal tersebut dapat mempersulit Guru BK dalam menilai keberhasilan layanan BK untuk mencegah dan mengatasi masalah bullying di sekolah dalam penilaian jangka pendek maupun jangka panjang Penilaian dan pengawasan terhadap kinerja BK dilakukan oleh Assessor, pengawas dari dinas pendidikan dan kepala sekolah Kegiatan sipervisi yang dilakukan oleh Kepala sekolah maupun assessor dilakukan minimal satu kali dalam setiap semester Pengawasan dilakukan oleh assessor dengan menggunakan format panduan pengawasan yang sudah disiapkan oleh sekolah MATRIKS INFORMASI VARIABEL AKTIVITAS (Tindak lanjut) Aspek yang diteliti Tindak lanjut terhadap siswa Hasil Wawancara Tindak lanjut kepada siswa yang belum dapat mengendalikan diri dalam tindakan bullying dulakukan dengan konseling individu dan kelompok Telaah dokumen Tindak lanjut yang tertulis dalam RPL adalah konsling bagi siswa yang belum mampu mengendalikan diri dalam tindakan bullying dan belum mencerminkan pergaulan dengan akhlak mulia Tindak lanjut terhadap kinerja Guru BK Tindak lanjut yang diberikan berupa pembinaan yang diberikan oleh assessor melalui saran aplikatif dan pembinaan melalui program Guru Pembelajar dan memberikan kesempatan untuk mengikuti pelatihan-pelatihan keprofesian untuk keningkatkan kompetensi Guru BK.. Tindak lanjut terhadap hasil Pengawasan kinerja Guru BK dilakukan dengan pemberian saran-saran aplikatif untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan konseling kepada Guru BK yang diberikan oleh Assessor. Observasi Kesimpulan Rencana tindak lanjut terhadap siswa sudah tercantum dalam RPL dan dilaksanakan sesuai dengan yang dicantumkan dalam RPL sebagaimana ditentukan dalam panduan pelaksananan BK Kemendikbud. Tindak lanjut yang diberikan setelah dilakukan penilaian kinerja BK berupa pembinaan yang diberikan oleh assessor melalui saran aplikatif dan pembinaan melalui program Guru Pembelajar dan memberikan kesempatan untuk mengikuti pelatihanpelatihan keprofesian untuk keningkatkan kompetensi Guru BK.. Tindak lanjut tersebut sudah sesuai sebagaimana dijelaskan dalam panduan pelaksanaan BK Kemendikbud bahwa tindak lanjut dapat berupa pembinaan dan pemberian kesempatan dalam mengikuti kegiatan peningkatan kompetensi profesi. MATRIKS INFORMASI VARIABEL AKTIVITAS (Pelaporan) Aspek yang diteliti Frekuensi Pelaporan Hasil Wawancara Penyusunan laporan dilakukan setiap semester dan setiap akhir tahun Teknis Pelaporan Kalau yang formalnya itu setahun sekali. Tapi kadang kalau sedang rapat dinas kan, secara lisan kita juga suka melaporkan. Format Pelaporan Pembuatan laporan rutin secara tertulis setiap semester dan disampaikan secara lisan melalui rapat kerja kepada Kepala Sekolah pada akhir tahun, maupun rapat dengan dinas. Telaah dokumen Laporan tertulis terakhir yang dibuat oleh Guru BK merupakan laporan akhir semester BK. (Laporan akhir semester ganjil tahun ajaran 2011-2012) Dokumen laporan tidak setiap semester ada. Laporan terakhir yang dapat ditunjukkan kepada peneliti hanya laporan kegiatan yang dibuat per semester (Laporan evaluasi program BK akhir semester ganjil tahun ajaran 2011-2012) Laporan berisi setiap program yang sudah direncanakan diawal semester terdiri dari beberapa sub-bab (Pendahuluan, proses evaluasi, penutup, lampiran). Dalam proses evaluasi, pencapaian setiap program dipaparkan dalam tabel secara umum yang terdiri dari aspek yang di evaluasi, deskripsi hasil evaluasi dan tindak lanjut. Pada format evaluasi Lapelprog semester Genap Observasi Kesimpulan Pelaporan tertulis dilakukan setiap satu semester namun pelaporan secara tertulis belum terlaksana dalam 3 tahun terakhir. Pembuatan laporan rutin secara tertulis belum terlaksana rutin pada setiap semester. Informan lebih banyak menyampaikan laporan kegiatan secara lisan kepada Kepala Sekolah. Kegiatan pelaporan tertulis belum terlaksana karena beberapa hal yaitu kurangnya SDM Guru BK, tugas yang banyak, dan pengawasan yang kurang maksimal. Isi laporan belum bisa digunakan unuk mengukur keberhasilan program yang sudah dijalankan atau sebagai acuan data analisis kebutuhan untuk penyusunan program selanjutnya. tahun ajaran 2011-2012 hasil evaluasi yang dipaparkan terlalu general sehingga sulit untuk mengukur keberhasilan program yang sudah dijalankan atau penyusunan program selanjutnya. MATRIKS INFORMASI VARIABEL OUTPUT (Cakupan layanan klasikal BK tentang Bullying) Aspek yang diteliti Data Cakupan layanan klasikal tentang bullying Hasil Wawancara Telaah dokumen Peneliti tidak menemukan laporan tertulis akhir semester dalam tiga tahun terakhir. Dan pada laporan akhir semester terakhir yang dibuat oleh Pengurus BK tidak dicantumkan data cakupan layanan klasikal yang sudah diberikan. Peneliti mengelola sendiri data cakupan berdasarkan daftar hadir siswa pada saat layanan klasikal BK tentang bullying diberikan. Jumlah siswa kelas 7 pada semester ganjil tahun ajaran 2015-2016 yang menerima layanan klasikal bimbingan konseling dengan tema perilaku Bullying sebanyak 376 siswa (75.65%) Observasi Kesimpulan Pencatatan data cakupan layanan klasikal maupun layanan dasar konseling lainnya belum berjalan. Belum semua siswa menerima layanan klasikal BK tentang bullying. Cakupan layanan klasikal khususnya dengan konten bullying belum memenuhi target yang ditetapkan dalam peraturan Kemendikbud nomor 111 tahun 2014. MATRIKS HASIL WAWANCARA VARIABEL INPUT (SDM) Aspek yang diteliti Kuantitas Informan 1 Informan 2 Sebenarnya itu kan sekolah mengajukan terus setiap tahun ke Dinas. Jadi kembali kepada Dinas, apakah mengangkat Guru BK atau bagaimana. Karena ternyata di tiap sekolah memang kurang Guru BKnya begitu… Kan kalau sekolah negri itu agak sulit ya untuk menerima guru honor juga ya. Untuk pegawai honorer SMPN 9 tidak menerima untuk beberapa tahun ini, karena dianggap cukup dan juga untuk pendanaan Itu belum bisa dipenuhi karena kondisinya ya tenaga tidak ada, tidak ada recruitment untuk pegawai juga Informan 3 Informan Pendukung 1 Informan Pendukung 2 Informan pendukung 3 Informan pendukung 4 Kesimpulan Tidak ada recruitmen tenaga pendidik Baru untuk Guru BK di SMPN 9 Cimahi Kualitas (Pengalaman dan latar belakang pendidikan) honornya belum siap Biasanya di SMP itu seperti menarik kerah, mengancam, menampar bahkan sampai berkelahi Yang Ibu rasakan kelass 7 itu cerita nuansa bullynya lebih kental dibanding kelas 8 kelas 9 ya. Contohnya seperti mengejek, mengancam, dan jahil begitu. Ada yang bercandabercanda seperti narik kerudung, noel, atau narik bangku temannya itu yang berbahaya Dari 4 orang itu paling unggul SDM-nya adalah Bu Umi sebagai penanggung jawab, kemudian Bu Dini dan Bu Eti, baru Bu Elis. Dan pengalaman mereka sudah lumayan, jam terbangnya sudah banyak, sudah di atas 20 tahun Guru BK SMPN 9 Cimahi memiliki pengalaman yang sangat banyak dalam menangani masalah bullying pada siswa MATRIKS INFORMASI VARIABEL INPUT (Fasilitas) Aspek yang diteliti Ruangan Fasilitas Penunjang kinerja (Prasarana dan sarana perkantoran, administrasi, dan pendanaan) Informan 1 Informan 2 Informan 3 Kalau klasikal di ruang kelas, kalau konseling di ruang BK Kalau klasikal untuk tahun ini di tiap kelas Kalau pendanaan sudah termasuk kedalam program BK semua sudah tercover dalam anggaran untuk program BK, tidak ada anggaran khusus untuk layanan klasikal Untuk pendanaan itu kalau dari sekolah itu kan kita biasanya program yang dengan mengajukan proposal biasanya untuk psikotest, pengadaan berkas-berkas untuk home visit, sarana seperti software, hardware itu kita ajukan diawal tahun ajaran Ada Ruang kelas sama ruang BK. Disini ada empat sekat, ruang administrasi, ruang tamu, ruang kerja, ruang konseling Kalau pendanaan dari sekolah itu untuk kegiatan seperti home visit, inventory perkantoran, lemari, alat-alat penunjang lain dan pengadaan berkas-berkas Informan Pendukung 1 Informan Pendukung 2 Informan pendukung 3 Informan pendukung 4 Kesimpulan Pelaksanaan layanan klasikal dilaksanakan menggunakan ruang kelas Kalau untuk layanan klasikal itu sudah menjadi Tupoksi Guru BK jadi tidak ada anggaran khusus. Jadi. setiap guru mengajukan, berdasarkan kebutuhannya itu pada awal tahun, semua melalui MGMP di sekolah ini. Jadi, masingmasing guru mata pelajaran mengajukan kebutuhan, selama 1 tahun.. Tidak ada anggaran khusus untuk layanan klasikal. Pengajuan dana pada sekolah dilakukan pada saat menyerahkan perencanaan program BK untuk 1 tahun. Dana tersebut untuk pelaksanaan home visit, pengadaan inventory, dan alat-alat lain. termasuk BP. Fasilitas untuk mendukung Layanan BK Untuk layanan klasikal di tiap kelas sudah ada proyektor jadi kita tinggal bawa laptop saja. Untuk layanan klasikal tahun ini sudah ada infocus di tiap kelas, jadi kalau butuh pakai media kita tinggal bawa laptop dan gak perlu pakai ruangan multimedia Untuk LCD proyektor sudah disediakan di tiap kelas, paling kita bawa laptop, sepeaker juga kadang Fasilitas yang disediakan di dalam kelas sudah cukup untuk mendukung layanan klasikal dari Guru BK. MATRIKS INFORMASI VARIABEL INPUT (Materi) Aspek yang diteliti Penyusunan Informan 1 Informan 2 Informan 3 Kita melihat gejala anak ini apa sih kecenderungann ya? Misalkan, anak kelas 1 itu kebanyakan ngebullynya, ngejek nama orang tua, ngejek keluarga. Nah kemudian kita bikin materinya tentang bully itu dihubungkan dengan hal-hal Biasanya kita melakukan need assessment selain pakai instrument kita melihat persentase kasus. Misalkan pada tahun ajaran ini kasus bully banyak ditemukan, maka pada tahun ajaran berikutnya kita melakukan antisipasi Mungkin dari assessment kan kita ada beberapa..data yang kita ambil dari anak, permasalahanpermasalahan anak. Nah, kirakira dari permasalahan itu, yang paling banyak apa nih.. Nah, kemudian kita usulkan dalam silabus Informan Pendukung 1 Informan Pendukung 2 Informan pendukung 3 Informan pendukung 4 Kesimpulan Guru BK terlebih dahulu melakukan need assessment melalui laporan yang masuk ke Guru BK, observasi, dan pengumpulan data menggunakan instrumen. yang faktual dikelas 1 Acuan Pertama kita baca-baca buku, kedua kita bisa cari dari internet. Sasaran Kalau kita lihat, kebanyakan materi bully itu diberikan di kelas 7 dan 8. dengan memberikan pembekalan dulu supaya bully itu tidak merebak lagi begitu. Untuk materi kita menyesuaikan bisa dari browsing internet, bukubuku yang relevan atau dari surat kabar Kalau kemarin kelas 7. Karena kita berasumsi bahwa kalau kelas 7 itu kan mereka bersosialisasi dilingkungan baru, transisi dari SD ke SMP. Otomatis harus punya bekal bagaimana bersosialisasi dengan teman Kita googling, kemudian dari buku-buku juga, materi materi berita di TV juga yang update. Iya..Kelas tujuh. Kelas delpan nanti diingatkan ulang.. Kelas sembilan diingatkan lagi… Waktu di kelas 8 baru aja… Pernah kelas 7 juga dulu Di kelas semester 2 7 Kelas 7… semester 1 akhir Acuan untuk konten materi layanan klasikal terkait bullying dari buku, website internet, surat kabar, hingga berita terupdate dari TV. Materi layanan klasikal tentang bullying diberikan di kelas 7 dan kelas 8 MATRIKS INFORMASI VARIABEL INPUT (Metode) Aspek yang diteliti Frekuensi Jenis metode yang digunakan Informan 1 Informan 2 Informan 3 Informan Pendukung 1 Itu ada lah satu semester kirakira 4 kali… Itu 4 kali itu ada satu yang pure bully Minimal satu kelas itu dapat satu kali layanan tentang bully. Kita paling kali dalam kelas Kebanyakan metode ceramah, tanya jawab, tapi menggunakan media… misalkan ada pemutaran film Roleplay, ceramah, kemudian pemutaran film, ada tanya jawab juga. Kalau saya lebih cenderung simulasi dan diskusi 2 1 Informan Pendukung 2 Waktu di kelas 8 baru aja… Pernah kelas 7 juga dulu Informan pendukung 3 Iya, sekali aja waktu di kelas 7. Informan pendukung 4 Pernah waktu itu… Kelas 7 Jadi Guru BK juga jelasin tentang bullying bagaimana akibatnya kedepannya begitu. Jadi kita juga ngerti sih… pake permainan juga, jadi pemahaman tentang bullying juga pakai games jadi agak seru gitu secara lisan aja terus tanya jawab, udah sih jadi nerangin aja, seolah-olah aja sih ngebayangin kalau kita teh dapet bully dari temen, dari senior, atau apa. Jadi seolah-olah kita teh disuruh ngebayangin gimana rasanya kalau kena bully. Kesimpulan Pemberian layanan klasikal tentang bullying hanya diberikan minimal sebanyak satu kali pertemuan Metode yang digunakan Guru BK dalam layanan klasikal tentang bullying berupa ceramah singkat, tanya jawab, simulasi, roleplay, diskusi dan disertai dengan penayangan film yang berhubungan dengan materi . MATRIKS INFORMASI VARIABEL AKTIVITAS (Perencanaan) Aspek yang diteliti Yang dipersiapkan Yang dilibatkan Informan 1 Informan 2 Informan 3 satu kita mempersiapkan RPLnya, kedua kita siapkan medianya, ketiga kita siapkan juga format absen begitu, terus keempatnya kita beritahukan dulu siswanya kalau akan ada pertemuan dengan kita guru BK pada jam pelajaran sekian begitu Kita aja, BK aja. penyusunan RPL... kemudian mungkin caricari film yang bisa ditampilkan untuk siswa. Film yang sesuai dengan materi Pertama kita harus siap bahan. Apa yang mau kita sampaikan, medianya apa, terus koordinasi dengan wali kelas. Sebelum memberikan layanan konseling, Guru BK mempersiapkan RPL, materi, media, format daftar hadir dan melakukan sosialisasi dengan siswa untuk Ya paling Kalau RPL yang rekan Guru menyiapkan BK masing-masing. Yang terlibat dalam perencanaan pemberilan layanan klasikal tentang bullying hanya Guru BK saja. Jadi setiap guru menyiapkan RPL Informan Pendukung 1 Informan Pendukung 2 Informan pendukung 3 Informan pendukung 4 Kesimpulan MATRIKS INFORMASI VARIABEL AKTIVITAS (Pengorganisasian) Aspek yang diteliti Kegiatan yang dilakukan dalam mengorganis-asi sumber daya untuk melaksanakan layanan klasikal BK Informan 1 Informan 2 Informan 3 Harus koordinasi dengan wali kelas, menyampaikan apa yang akan dilakukan. Kalau fasilitas sudah tersedia di kelas jadi hanya mempersiapkan laptop, media dan materi untuk layanan saja. Kita tentukan dulu waktunya, koordinasi dengan wali kelas, bagian kesiswaan, kemudian pastikan ada kelasnya, ada siswanya. Kita perlu koordinasi lagi dengan Kepala Sekolah, wali kelas sama kesiswaan juga. Kalau sumber daya berupa materi kan media yang kita gunakan, materi, sama ruangan yang paling penting. Selain koordinasi kita juga harus memastikan waktunya, memastikan ruangan juga harus dipastikan ada Informan Pendukung 1 Informan Pendukung 2 Informan pendukung 3 Informan pendukung 4 Kesimpulan Guru BK melakukan koordinasi dengan wali kelas, bagian kesiswaan, Kepala Sekolah. Guru BK juga mempersiapkan kembali ketersediaan fasilitas yang dibutuhkan untuk layanan klasikal MATRIKS INFORMASI VARIABEL AKTIVITAS (Pelaksanaan) Aspek yang diteliti Durasi Uraian kegiatan layanan klasikal tentang bullying Informan 1 45 yah sebenarnya. Tapi karena kita kan lepas diluar jam pelajaran jadi minimal itu satu jam gitu. Kalau satu jam pelajaran 45 menit, ini mah kita satu jam 60 menit kadang lebih gitu. Menjelaskan tujuan pemberian matei, mengungkap persepsi anak terhadap materi yang disampaikan, memberikan persepsi baru sesuai dengan materi layanan, penjelasan tentang materi, penayangan film, tanya jawab, dan refleksi terhadap Informan 2 Informan 3 45 menit ya Kalau itu 1 x 45 menit. Jadi satu jam karena kemarin dari jam 11 sampai jam 12 begitu. Ya kalau ada bonusnya 60 menitan lah begitu ya. Sama seperti yang tertera di RPL. Pembukaan, pendekatan, bisa review. Menyampaikan tujuan penyampaian materi, kemudian menjelaskan isi materi, tanya jawab. Kemudian di akhir digunakan untuk menerima pendapat atau feedback dari Perkenalan, pembukaan, kemudian menyampaikan tujuan, dan kenapa materi ini penting untuk disampaikan. Melihat apakah sudah ada siswa yang memiliki pengetahuan tentang materi yang akan disampaikan. Kemudian menjelaskan materi kemudian tanya jawab. Informan Pendukung 1 Informan Pendukung 2 Sekitar sejam lah ada Informan pendukung 3 Satu jam pelajaran kurang lebih. Informan pendukung 4 Satu jam pelajaran, jadi 45 menit Kesimpulan Durasi pemberian layanan klasikal tentang bullying yang telah dilakukan adalah 45-60 menit. Guru BK melakukan tahapan pengantaran dengan melakukan pendekatan dan menyampaikan tujuan kepada siswa, penjajakan dan penafsiran dengan mengungkap persepsi dan pengetahuan siswa tentang materi terkait, pembinaan pemberian layanan klasikal tersebut. siswa terkait layanan klasikal yang sudah diberikan Cara penyampaian Guru BK dalam memberikan layanan Klasikal Sudah baik menurut saya sih, mudah ditangkap apa yang disampaikan. Baik, bicaranya enak, masuk kehati Bagus, siswanya jadi gampang ngerti dan mudah di mengerti ucapannya dengan menjelaskan materi melalui ceramah dan penayangan film, penilaian dengan kegiatan tanya jawab di akhir sesi layanan Cara Guru BK menyampaikan materi layanan klasikal tentang bullying sudah baik dan mudah dimengerti oleh siswa MATRIKS INFORMASI VARIABEL AKTIVITAS (Pemantauan dan Penilaian) Aspek yang diteliti Penilaian proses Informan 1 Informan 2 Informan 3 Untuk penilaian proses, kita lebih menggunakan observasi. kita nilai bagaimana keaktifan anak, antusias anak, kita sampaikan materi juga Kalau untuk prosesnya kita lihat dari sejauh mana sih anak itu bisa aktif dikelas ketika layanan Kalau penilaian proses itu kan ketika kita mengukur keberhasilan berarti sejauh mana fokus ya, fokus terhadap apa yang kita Informan Pendukung 1 Informan Pendukung 2 Informan pendukung 3 Informan pendukung 4 Kesimpulan Guru BK melakukan penilaian proses melalui observasi. Aspek yang dinilai dalam penilaian proses adalah bagaimana anak itu paham. Anak bisa menjawab pertanyaan, anak bisa mengemukakan pendapat, itu kita nilai juga. Penilaian Hasil Yang melakukan pengawasan dan penilaian (Supervisor) Klasikal itu keberhasilannya ada perubahan perilaku, jadi misalkan diawal ada laporan dari guru, wali kelas. setelah kita masuk nanti kita tanya perkembangann ya. Bagaimana perkembangan di kelas setelah itu? Oh sudah reda misalkan. Nah itu keberhasilannya, perubahan perilaku gitu. Jadi untuk SMPN 9 itu kurang lebih ada sepuluh nama yang menjadi supervisi di bidangnya, sampaikan, terus bertanya, menjawab, atau merespon apa yang kita sampaikan.. Kita minimal, kita lihat anak paham, anak tidak melakukan, itu bisa menjadi indikator bahwa anak memahami apa yang kita sampaikan kepada mereka. Kalau untuk melihat penilaian hasil itu ketika kita memeriksa pemahaman materi yang kita sampaikan itu dan masih ada tindakan bullying apa enggak nih setelah itu atau minimal berkurang lah Biasanya kita langsung dengan Kepala Sekolah, sementara teman-teman lainpun memantau gitu. Kalau untuk penilaian kinerja guru kalau dari BK ada koordinatornya Ibu Umi sebagai assessor. Jadi di akhir itu guru BK nanya lagi tentang apa yang yang tadi disampaikan, terus guru BK juga ngelihat dari keseharian mereka yang biasa disebutnya teh “Langganan BK”. Jadi ada bu Umi, itu yang menilai khusus kepala sekolah. koordinator BP. yang bu Umi.. menilai, Ya nanya-nanya lagi paling seputar yang disampaikan tadi. Ya nanyain ada yang nggak ngerti gak? Kalau misalkan ada yang nggak ngerti disuruh ngacung gitu. fokus siswa pada saat layanan klasikal dan keaktifan siswa di dalam kelas pada saat proses tanya jawab dan diskusi Penilaian segera dilaksanakan dengan kegiatan tanya jawab untuk mengukur pencapaian siswa setelah layanan. Penilaian jangka pendek dan jangka panjang dilihat dari perkembangan masalah bullying di sekolah Penilaian dan pengawasan terhadap kinerja BK dilakukan oleh Assessor, pengawas dari Periode pengawasan dan penilaian terhadap Guru BK Teknis Pengawasan terhadap Guru BK namanya kita sebut assessor. Kepala sekolah itu menilai perilaku kerja, kalau Ibu itu menilai proses bimbingannya, terus layanannya. satu semester itu ada satu kali supervisi berarti satu tahun ada dua supervisi format sudah ada, mengacu kepada tugas dan peranan guru BK itu harus seperti apa. Misalkan melakukan perencanaan layanan, melaksanakan program bimbingan. Itu semua harus ada dalam pedoman penilaian. Kalau di dinas pendidikan itu ada pengawas BK Satu semester tiap semester satu kali supervisi biasainya mengadakan class visit atau kunjungan kelas, mesupervisi kepada staffnya yang 3 orang itu dinas pendidikan dan kepala sekolah Minimal satu semester sekali harus diadakan supervisi. Kegiatan sipervisi yang dilakukan oleh Kepala sekolah maupun assessor dilakukan minimal satu kali dalam setiap semester Pengawasan dilakukan oleh assessor dengan menggunakan format panduan pengawasan Jadi supervisi itu oleh kelompoknya dulu, Bu Umi pegang 5 guru diantaranya guru BP itu sama guru lain. Dan nanti, temuan-temuan Bu Umi itu akan dikaji dan akan dievaluasi oleh PKGnya itu, Penilai Kinerja Guru. Nanti dari hasil itu, kalau ada tindakan Setelah itu supervisi kita masuk ke kelas mengamati ya, memantau, kita check list-check list, kita foto apa yang dia lakukan. lebih lanjut itu melalui PKB (Penilai Kinerja Berkelanjutan). Itu semua nanti diketahui oleh Kepala Sekolah. Jadi Kepala Sekolah tidak langsung menangani guruguru itu, tetapi melalui tahapantahapan ini. MATRIKS INFORMASI VARIABEL AKTIVITAS (Tindak lanjut) Aspek yang diteliti Tindak lanjut terhadap siswa Tindak lanjut terhadap kinerja Guru BK Informan 1 Informan 2 Informan 3 Informan Pendukung 1 Jadi kalau masih belum ada perubahan perilaku, kita panggil terus kita konseling bisa kelompok, bisa individu kalau ada lagi mungkin ada tindakan berikutnya konseling individual ya kalau tidak, kita paling pakai konseling kelompok Kalaupun ada laporan dari wali kelas, saya langsung respon. Kemudian saya hubungi siswa yang bersangkutan, saya beri penguatan lagi Misalkan di layanan klasikal ITnya kurang, Biasanya berupa saran-saran begitu sebagai Jadi Ibu Umi ya tentunya menyarankan pembekalan dari hasil terhadap Guru Informan Pendukung 2 Waktu itu sih BK sudah manggil anak teresebut… dari BK juga lapor ke kesiswaan… Setelah itu mulai berkurang sih sekarang mah. Informan pendukung 3 Iya biasanya sih dipanggil, dinasehatin lagi gitu Informan pendukung 4 Ada, ya itu paling dipanggil yang ngebully sama yang dibully. Dikasih pengarahan duaduanya. Kesimpulan Tindak lanjut kepada siswa yang belum dapat mengendalikan diri dalam tindakan bullying dulakukan dengan konseling individu dan kelompok Tindak lanjut yang diberikan berupa berarti dia harus menguasai IT misalkan. Disitu nanti ada program lagi gitu…Nah sekarang sudah ada programnya, Program Guru Pembelajar masukan dari Assessor atau mungkin ada dari Guru-guru lain atau Kepala Sekolah. Biasanya juga berupa pemberian kesempatan, kemudian Kepala Sekolah mengajak teman-teman lain untuk memberikan peluang untuk BK pengamatan beliau BP/BK. Masih banyak tindak lanjut yang lain diantaranya kita memberangkatka n pelatihanpelatihan untuk program-program ke-BP-an pembinaan yang diberikan oleh assessor melalui saran aplikatif dan pembinaan melalui program Guru Pembelajar dan memberikan kesempatan untuk mengikuti pelatihanpelatihan keprofesian untuk keningkatkan kompetensi Guru BK.. MATRIKS INFORMASI VARIABEL AKTIVITAS (Pelaporan) Aspek yang diteliti Frekuensi Pelaporan Informan 1 Informan 2 Kalau kita melaporkan itu melaporkan laporan program BK 1 tahun Per semester! Kita membuat laporan ke Kepala Sekolah Informan 3 Informan Pendukung 1 Tiap semester… BK itu laporan, Tapi ada kalanya ada laporan rutin kita semesteran, menyesuaikan laporan rutin dengan Kelapa akhir tahun Sekolah, kalau diminta satu tahun saja juga kita satu tahun evaluasinya gitu. Informan Pendukung 2 Informan pendukung 3 Informan pendukung 4 Kesimpulan Penyusunan laporan dilakukan setiap semester dan setiap akhir tahun Teknis Pelaporan Kalau yang formalnya itu setahun sekali. Tapi kadang kalau sedang rapat dinas kan, secara lisan kita juga suka melaporkan. Iya jadi kalau laporan yang tertulis itu kita tiap semester, tapi kadang kita suka laporan juga secara lisan kalau misalkan lagi rapat dengan Kepala Sekolah atau rapat dengan dinas Format Pelaporan Ya formatnya semacam pendahuluan, deskripsi di bawahnya tindak lanjut, penutup. misalkan psikotestnya bagaimana, konselingnya bagaimana, klasikalnya bagaimana, Untuk format kita buat sendiri, itu isinya apa saja yang kita lakukan perminggu. Kemudian analisa selama kegiatan itu apa saja. Kemudian nanti tindak lanjut berikutnya apa Kita ada evaluasi program di akhir. Jadi kan diawal kita merencanakan tuh apa-apa saja, terjadwal kapankapan kegiatannya, terlaksana atau enggak, dari segi peserta bagaimana. Evaluasi tentang konseling, evaluasi tentang sarana prasarana juga. Kita sampaikan secara tertulis dan secara lisan juga ketika rapat. evaluasi secara garis besar aja begitu. Layanan klasikal kelas 7 gimana kebetulan kan Ibu yang pegang ya. Bagaimana layanan di kelas 7, terlaksana atau enggak Tertulis ada, lisan ada… Kalau yang tertulis minimal satu semester sekali. Itu dalam rapat juga disampaikan. Pembuatan laporan rutin secara tertulis setiap semester dan disampaikan secara lisan melalui rapat kerja kepada Kepala Sekolah pada akhir tahun, maupun rapat dengan dinas. Isi laporan terdiri dari pendahuluan, hasil evaluasi dan tindak lanjut program (secara garis besar) yang sudah direncanakan (terlaksana atau tidak terlaksana), dan penanganan siswa bermasalah bagaimana, ya begitu, poinpoin pentingnya aja yang kita sampaikan penutup TABEL HASIL TELAAH DOKUMEN No. Aspek yang diteliti 1. SDM 2. 3. Fasilitas (Pendanaan) Metode Sumber Data Guru BK SMPN 9 Cimahi Data Absesni siswa SMPN 9 Cimahi semester ganjil tahun ajaran 20162017 Dokumen perencanaan Program BK tahun ajaran 2015-2016 Ketersediaan dokumen Keterangan Tidak Tersedia Tersedia Input 1. Jumlah Guru BK ada 4 orang. 2. Pendidikan terakhir S2 Bidang BP 1 orang, S1 Bidang BP 4 orang √ 3. Semua Guru BK sudah memiliki pengalaman menjadi Guru BK di SMP 9 Cimahi lebih dari 7 tahun Jumlah Siswa di SMPN 9 Cimahi pada tahun pembelajaran 2016-2017 sebanyak 1424 siswa √ √ Satuan Layanan / RPL √ 4. Materi Alat ungkap masalah Materi layanan √ √ Dalam perencanaan Program BK dalam periode satu tahun pembelajaran terdapat anggaran dana untuk kebutuhan seperti home visit, pengadaan inventory¸ software, pelaksanaan psikotest dan lain-lain. Untuk layanan klasikal tidak termasuk dalam anggaran khusus. 1. Metode yang digunakan adalah ceramah bervariasi, dan diskusi 2. RPL tidak mencantumkan waktu pelaksanaan yang jelas durasi, dan uraian kegiatan tidak dipaparkan berdasarkan tahapan prosedur pelaksanaan konseling (Pengantaran, penjajakan, penafsiran, pembinaan, penilaian) Data hasil need assessment ditampilkan dalam bentuk diagram berisi profil kelompok (kelas) dan individu. Materi layanan klasikal dengan konten bullying bersumber dari klasikal BK Satuan Layanan / RPL 5. Perencanaan dan Pelaksanaan √ Satuan Layanan / RPL √ 6. Penilaian Proses 7. Penilaian Hasil 8. 9. 9. Teknis Pelaporan Tindak Lanjut Pengawasan Kinerja Guru BK Format Pelaporan Catatan hasil penilaian proses Data perkembangan kasus bullying di SMPN 9 Cimahi Laporan pelaksanaan program Laporan pelaksanaan program artikel dan berita di internet Sasaran layanan dalam RPL adalah siswa kelas 8 Aktivitas RPL dan prencanaan program BP tersedia namun isi RPL untuk layanan klasikal BK tentang bullying tidak mencantumkan durasi dan jadwal tetap yang telah direncanakan. Selain itu uraian kegiatan tidak dipaparkan berdasarkan tahapan tahapan yang telah ditetapkan dalam panduan Kemendikbud (Pengantaran, penjajakan, penafsiran, pembinaan, penilaian) √ √ Catatan hasil penilaian proses yang seharusnya dapat dilihat dari laporan pelaksanaan program tidak tersedia. Peneliti menggunakan laporan masuk yang tercatat dalam buku kasus BK untuk melihat data perkembangan kasus bullying Laporan pelaksanaan program belum berjalan √ √ Dokumen hasil pengawasan dan penilaian √ Laporan akhir semester ganjil dan √ Dokumen laporan tidak setiap semester ada. Laporan terakhir yang dapat ditunjukkan kepada peneliti hanya laporan kegiatan yang dibuat per semester (Laporan evaluasi program BK akhir semester ganjil tahun ajaran 2011-2012) Tindak lanjut terhadap hasil Pengawasan kinerja Guru BK dilakukan dengan pemberian saran-saran aplikatif untuk meningkatkan kualitas pelaksanaan konseling kepada Guru BK yang diberikan oleh Assessor. Peneliti melihat format laporan semester Genap tahun ajaran 20112012. genap tahun ajaran 2015-2016 Laporan berisi setiap program yang sudah direncanakan diawal semester terdiri dari beberapa sub-bab (Pendahuluan, proses evaluasi, penutup, lampiran). Dalam proses evaluasi, pencapaian setiap program dipaparkan dalam tabel secara umum yang terdiri dari aspek yang di evaluasi, deskripsi hasil evaluasi dan tindak lanjut. Pada format evaluasi Lapelprog semester Genap tahun ajaran 2011-2012 hasil evaluasi yang dipaparkan terlalu general sehingga sulit untuk mengukur keberhasilan program yang sudah dijalankan atau penyusunan program selanjutnya. Output 10 Data cakupan pelaksanaan layanan klasikal BK tentang bullying tahun ajaran 20152016 √ Peneliti menggunakan daftar hadir siswa kelas 7 ketika menerima layanan klasikal tentang bullying. Jumlah siswa kelas 7 pada semester ganjil tahun ajaran 2015-2016 yang menerima layanan klasikal bimbingan konseling dengan tema perilaku Bullying sebanyak 376 siswa (75.65%) TABEL OBSERVASI No. Item Observasi Input Jumlah SDM Guru BK aktif 1. 2. Ketersediaan Fasilitas a. Ruang Data b. Ruang Konseling Individu c. Ruang Tamu d. Ruang Bimbingan/Konseling Kelompok e. Ruang Kerja f. Ruang Relaksasi g. h. i. j. k. l. 3. LCD Proyektor Media/alat bantu Laptop Speaker Audio player Buku pribadi bimbingan konseling untuk siswa m. Buku catatan kasus BK n. Lemari penyimpan data o. Meja Kerja p. Perangkat Komputer q. Software penunjang analisis data r. Inventori tugas perkembangan s. Format daftar hadir siswa dalam layanan konseling t. Instrumen Psikotest u. Format pelaksanaan home visit Dokumen Rencana Pelaksanaan Layanan (RPL) Ya Keterangan Jumlah Guru BK aktif di SMPN 9 Cimahi berjumlah 4 orang √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ Ruang konseling individu tidak dipisahkan secara khusus dengan ruang konseling kelompok dan ruang relaksasi. Kegiatan konseling pada kantor BK terfokus semuanya pada ruangan konseling Fasilitas penunjang kegiatan layanan klasikal sudah cukup memadai Fasilitas penunjang kinerja Guru BK sudah cukup memadai √ √ √ √ √ Aktivitas 3. Kegiatan pengorganisasian sebelum Tidak Guru BK tidak mencantumkan waktu pasti dan durasi lamanya pelaksanaan layanan klasikal. Uraian kegiatan dipaparkan secara umum tidak berdasarkan tahap tahap prosedur pemberian konseling yang telah ditetapkan kemendikbud. layanan: a. Sarana 4. √ b. Prasarana √ c. Personalia √ d. Waktu √ e. Administrasi √ Guru BK memastikan kembali sarana yang berfungsi di dalam kelas satu hari sebelum pelaksanaan Guru BK memastikan kelas yang akan menjadi tempat pelayanan satu hari sebelum pelaksanaan Guru BK melakukan koordinasi dengan Guru wali kelas atau guru mata pelajaran satu minggu dan satu hari sebelum pelaksanaan Guru BK memastikan kembali waktu pelaksanaan satu minggu sebelum pelaksanaan Guru BK mempersiapkan dokumen-dokumen seperti absensi siswa, RPL, dan materi layanan satu hari sebelum pelaksanaan Kegiatan Pelaksanaan Layanan Klasikal (1) Waktu Observasi : 28 September 2016 Tempat Observasi: SMPN 9 Cimahi (Kelas 8 I) Durasi Kegiatan : 120 menit (9.30-11.30) Penerima Layanan : Siswa Kelas 8 I a. Pengantaran √ b. Penjajakan √ c. Penasfiran √ Guru BK berusaha membangun suasana kelas yang nyaman dengan melakukan tanya jawab ketika melakukan absen terhadap siswa Guru BK mengajak siswa untuk mengungkapkan apa yang mereka ketahui, pernah rasakan, pemikiran, pengalaman maupun sikap terhadap materi yang akan disampaikan. Guru BK mencoba lebih mendalami apa yang siswa pikirkan, rasakan dan sikap mereka terkait d. Pembinaan √ e. Penilaian (Penilaian Proses) √ f. Penilaian hasil (Laiseg) √ g. Kondisi siswa di kelas materi yang akan disampaikan dengan tanya jawab untuk memahami lebih jauh terkait apa yang dikemukakan siswa sebelumnya. Guru BK mencoba memberikan persepsi baru atau menguatkan persepsi lama siswa yang telah sesuai dengan tujuan penyampaian materi yang disampaikan melalui ceramah singkat, penayangan film, dan tanya jawab. Penilaian proses dilakukan Guru BK dengan observasi. Guru BK memberikan tanda pada melalui daftar absen kepada siswa yang dianggap kurang aktif atau sangat antusias dalam menerima layanan konseling Guru BK menilai pencapaian siswa setelah pelaksanaan layanan konseling dengan menilai pemahaman siswa terkait materi yang baru saja disampaikan. Pada langkah penilaian ini Guru BK juga melakukan refleksi terhadap kinerja dengan meminta siswa untuk menuliskan masalah yang mereka punya di kelas, harapan untuk kinerja BK kedepannya, dan materi layanan klasikal yang dibutuhkan selanjutnya. Sejak tahap pengantaran hingga penilaian hasil, siswa sangat aktif bertanya, mengemukakan h. Cara Guru BK menyampaian materi layanan klasikal pendapat dan menjawab dan antusias mengikuti layanan klasikal. Suasana kelas meyenangkan dan tidak pasif selama kegiatan pembinaan walaupun Guru BK menggunakan metode ceramah singkat. Bahasa yang digunakan Guru BK mudah dimengerti oleh siswa dan tidak terlalu formal sehingga kondisi kelas tetap santai namun tetap terkendali oleh Guru BK. Ruangan Kantor BK Ruang Tamu Ruang Konseling Ruang Administrasi dan Ruang Data Proses Pelaksanaan Layanan Klasikal BK tentang Bullying