evaluasi pelaksanaan layanan klasikal bimbingan

advertisement
EVALUASI PELAKSANAAN LAYANAN KLASIKAL
BIMBINGAN KONSELING TERKAIT PERILAKU
PERUNDUNGAN (BULLYING) PADA SISWA DI SMPN 9
CIMAHI TAHUN 2016
Oleh
Bakar Al-Shidiq
1111101000019
Skripsi
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HDAYATULLAH
JAKARTA
2017 M / 1438 H
EVALUASI PELAKSANAAN LAYANAN KLASIKAL
BIMBINGAN KONSELING TERKAIT PERILAKU
PERUNDUNGAN (BULLYING) PADA SISWA DI SMPN 9
CIMAHI TAHUN 2016
Skripsi
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA KESEHATAN MASYARAKAT
Oleh
Bakar Al-Shidiq
1111101000019
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HDAYATULLAH
JAKARTA
2017 M / 1438 H
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar srata 1 Program Studi Kesehatan
Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Uni
4. versitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat,
Juni 2017
BAKAR AL-SHIDIQ
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN PROMOSI KESEHATAN
Skripsi,
Juni 2017
Bakar Al-Shidiq, NIM : 1111101000019
EVALUASI PELAKSANAAN LAYANAN KLASIKAL BIMBINGAN KONSELING
TERKAIT PERILAKU PERUNDUNGAN (BULLYING) PADA SISWA DI SMPN 9
CIMAHI TAHUN 2016
xiii + 173 halaman, 7 gambar, 6 tabel
ABSTRAK
Kasus perundungan banyak terjadi pada anak-anak khususnya pada usia sekolah.
Data Komisi Perlindungan Anak (2015) menyebutkan bahwa sejak 2012 hingga 2015,
dari 2 ribu anak di seluruh Indonesia, sebanyak 87 persen mengalami kasus kekerasan
yang di dalamnya termasuk perundungan. Faktor resiko terjadinya tindakan perundungan
diantaranya adalah status disabilitas. Di SMPN 9 Cimahi yang merupakan sekolah
inklusi, kejadian perundungan tidak hanya terjadi pada siswa berkebutuhan khusus tetapi
juga pada siswa regular. Sekolah sudah berupaya mencegah dan mengurangi terjadinya
tindakan perundungan pada siswa melalui layanan klasikal bimbingan konseling (BK).
Walaupun upaya tersebut sudah dilaksanakan, namun kasus perundungan di SMPN 9
Cimahi masih saja terjadi.
Penelitian ini bertujuan untuk melihat gambaran dan keterkaitan masukan (SDM,
fasilitas, materi, metode), aktivitas (perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,
pengawasan dan penilaian, tindak lanjut, pelaporan) dan keluaran (cakupan layanan
klasikal bimbingan konseling tentang perundungan) pada layanan klasikal bimbingan
konseling tentang perundungan di SMPN 9 Cimahi.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan model
analisis Hubber dan Mills. Penelitian ini dilakukan di SMPN 9 Cimahi selama tiga bulan
sejak bulan Agustus 2016 hingga Oktober 2016. Informan pada penelitian ini adalah Guru
BK, Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas, Siswa yang sudah menerima layanan klasikal
tentang bullying di SMPN 9 Cimahi.
Data cakupan layanan klasikal BK bisa diketahui jika laporan pelaksanaan
program dibuat. Laporan pelaksanaan program bisa disusun jika pencatatan hasil
pengawasan dan penilaian berjalan, selain itu perlu juga didukung oleh upaya
pengawasan yang tegas. Dengan upaya pengawasan yang kurang maksimal ditambah
dengan beban kerja berlebih maka hal tersebut menyebabkan tidak terlaksananya
pencatatan hasil penilaian proses dan penilaian hasil. Beban kerja yang berlebih
disebabkan karena jumlah SDM yang tersedia tidak sesuai dengan banyaknya tugas yang
harus dilakukan oleh Guru BK. Oleh karena itu secara tidak langsung, Jumlah SDM Guru
BK yang tidak sesuai dengan beban kerja menyebabkan beberapa kegiatan akhirnya tidak
terlaksana.
Kata Kunci: Perundungan, Bullying, Evaluasi, SMP, Layanan Klasikal, Bimbingan
Konseling
ii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
STUDY PROGRAM OF PUBLIC HEALTH
HEALTH PROMOTION
A Skripsi,
June 2017
Bakar Al-Shidiq, NIM : 1111101000019
EVALUATION OF CLASSICAL COUNSELING GUIDANCE SERVICES
IMPLEMENTATION RELATED BULLYING BEHAVIOR ON STUDENTS AT
SMPN 9 CIMAHI
xiii + 173 pages, 7 pictures, 6 tables
ABSTRACT
Bullying cases occur in children especially at school age. Data from the
Commission on Child Protection (2015) states that from 2012 to 2015, out of 2 thousand
children across Indonesia, 87 percent have cases of violence that include bullying. Risk
factors of bullying are disability. At SMPN 9 Cimahi, which is an inclusive school,
bullying occurs not only in special needs students but also in regular students. Schools
have tried to prevent and reduce the occurrence of bullying on students through classical
counseling guidance services (BK). Although the effort has been implemented, the case
of bullying at SMPN 9 Cimahi is still happened.
The study aims to see the description and relation of inputs (HR, facilities,
materials, methods), activities (planning, organizing, implementation, monitoring and
assessment, follow-up, reporting) and output (coverage of classical guidance services
counseling on bullying) in classical counseling guidance services on bullying in SMPN 9
Cimahi
The research is a qualitative research using Hubber and Mills analysis model. It
was conducted at SMPN 9 Cimahi for three months start from August 2016 until October
2016. The informants in this research are BK Teachers, Vice Principal of Public
Relations, Students who have received the classical service about bullying at SMPN 9
Cimahi.
Data coverage of classical BK service can be known if the program
implementation report was made. A program implementation report can be arranged if the
recording of supervision results and assessment run well, in addition it should also be
supported by strict supervision efforts. With less than maximal supervision efforts
coupled with excessive workload, it causes the failure on recording the results of process
assessment and outcome assessment. Excessive workload is due to the number of
available human resources were not in line with the number of tasks that must be done by
the BK teacher. Therefore, indirectly, the number of BK Teachers who were not in
accordance with the workload cause some activities eventually not implemented.
Keywords: Bullying, Evaluation, Junior High School, Classical Services, Counseling
Guidance
iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN
EVALUASI PELAKSANAAN LAYANAN KLASIKAL BIMBINGAN
KONSELING TERHADAP PERILAKU PERUNDUNGAN (BULLYING)
PADA SISWA DI SMPN 9 CIMAHI TAHUN 2016
Oleh :
Bakar Al-Shidiq
NIM. 1111101000019
Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi
Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta,
Juni 2017
Mengetahui
Pembimbing 1
Pembimbing 2
Dr. M Farid Hamzens, M. Si
NIP. 19630621 199403 1 001
Ratri Ciptaningtyas, MHS
NIP. 19840404 200912 2 007
iv
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta,
Juni 2017
Penguji I,
Yuli Amran, MKM
NIP. 19800506 200801 2 015
Penguji II,
Narila Mutia Nasir, MKM, Ph.D
NIP.19800604 200312 2 017
Penguji III,
Laily Hanifah, M.Kes
NIP.
v
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmannirrahim, ”Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh”
Alhamdulilahirabbil ’alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT atas berkat rahmat, hidayah, nikmat serta kasih-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan Skripsi dengan judul “Evaluasi Pelaksanaan Layanan
Klasikal Bimbingan Konseling Terhadap Perilaku Perundungan (Bullying) pada
Siswa di SMPN 9 Cimahi tahun 2016”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah
satu syarat menyelesaikan Pendidikan Strata Satu (S1) pada Program Studi
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kodekteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih
yang tidak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan
penelitian ini, khususnya kepada:
1. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, SKM, MKes, selaku dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Fajar Ariyanti, SKM, MKes, PhD, selaku Kepala Program Studi
Kesehatan Masyarakat dan penanggung jawab skripsi.
3. Para dosen-dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat dan dosen-dosen
Peminatan Promosi Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah
memberikan ilmu yang bermanfaat.
4.
Bapak Dr. M. Farid Hamzens, M.Si dan Ibu Ratri Ciptaningtyas, MHS selaku
Dosen Pembimbing Skripsi, terima kasih atas arahan, nasehat, motivasi serta
waktu serta bimbingannya selama peneliti mengerjakan skripsi ini.
vi
5. Kedua orang tua, Bapak Erwan Syahbuddin dan Ibu Nurhayati serta kakakku
Zakiah Al-Wahdah, S.KomI tercinta, yang tak pernah lelah mendukung dan
mendoakan. Terima kasih atas cinta, kasih sayang, kepercayaan, kesabaran,
dan doa yang tiada henti selama ini. Semoga Allah SWT senantiasa
memberikan kasih dan sayangnya kepada kalian.
6. Pihak SMPN 9 Cimahi yang telah mempersilahkan saya untuk melakukan
penelitian dan telah memberikan data yang saya butuhkan
7. Ulia Rahmah, S.Pd yang telah memberikan banyak bantuan dan dukungan
semangat kepada peneliti.
8. Ibu Siti Ummi Khatimah, M.Pd dan Ibu Dini Huriani, S.Pd yang telah
membantu peneliti dalam mengumpulkan data
9. Kepada sahabat-sahabatku Munir, Randika, Rihena, Wanda, Alul, Richo,
Sugi, Rois, Muslim, Chandra dan adikku Fadhilah Rizky Ningtyas yang selalu
mendukung, menasihati, dan menghibur dikala peneliti sedang kehilangan
semangat. Semoga Allah SWT melancarkan segala urusan kalian.
10. Seluruh teman-teman seperjuangan Promkes 2011 yang selalu mendukung
peneliti selama mengerjakan skripsi
Penulis menyadari bahwa Skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh
karena itu, peneliti sangat mengharapkan saran perbaikan dari pembaca.
”Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh”
Jakarta,
Juni 2017
Penulis
vii
Daftar Isi
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................... i
ABSTRAK ............................................................................................................. ii
ABSTRACT .......................................................................................................... iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN...................................................................... iv
Daftar Isi ............................................................................................................. viii
Daftar Gambar .................................................................................................... xii
Daftar Tabel........................................................................................................ xiii
BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
A. Latar Belakang .....................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................6
C. Pertanyaan Penelitian...........................................................................................7
D. Tujuan Penelitian..................................................................................................8
1.
Tujuan Umum ..................................................................................................8
2.
Tujuan Khusus .................................................................................................8
E. Manfaat Penelitian................................................................................................9
Ruang Lingkup .....................................................................................................9
F.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................11
A. Bimbingan Konseling .........................................................................................11
1.
Definisi ............................................................................................................11
2.
Tujuan dan Fungsi BK...................................................................................12
3.
Jenis Layanan BK ..........................................................................................13
4.
Format Layanan BK ......................................................................................15
B. Perundungan (Bullying) .....................................................................................16
1.
Definisi ............................................................................................................16
2.
Jenis Perundungan (Bullying) .......................................................................17
3.
Dampak Buruk Perundungan (Bullying)......................................................18
4.
Pemeran pada Kejadian Perundungan (Bullying) .......................................19
C. Remaja .................................................................................................................20
1.
Definisi Remaja ..............................................................................................20
2.
Tahap Perkembangan Remaja ......................................................................21
3.
Kenakalan Remaja .........................................................................................22
viii
D. Evaluasi ...............................................................................................................23
1.
Definisi ............................................................................................................23
2.
Jenis Evaluasi .................................................................................................24
E. The Logic Model ..................................................................................................26
1.
Resources / Input .............................................................................................27
2.
Program Activities ...........................................................................................27
3.
Output ..............................................................................................................28
4.
Outcomes .........................................................................................................28
5.
Impact ..............................................................................................................28
Pelaksanaan Layanan Klasikal Bimbingan Konseling ....................................28
F.
1.
Input ................................................................................................................29
2.
Aktivitas ..........................................................................................................35
3.
Output ..............................................................................................................40
G. Kerangka Teori ...................................................................................................41
BAB 3. KERANGKA BERPIKIR DAN DEFINISI ISTILAH ...................................44
A. Kerangka Pikir ...................................................................................................44
B. Definisi Istilah .....................................................................................................45
BAB 4. METODE PENELITIAN .................................................................................50
A. Desain Penelitian.................................................................................................50
B. Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................................................50
C. Informan Penelitian ............................................................................................50
D. Pengumpulan Data .............................................................................................51
E. Instrumen Penelitian ..........................................................................................52
Manajemen dan Analisis Data ...........................................................................52
F.
1.
Data Reduction (Reduksi Data) .....................................................................52
2.
Display Data (Penyajian Data) .......................................................................52
3.
Conclusion Drawing/Verification ...................................................................53
G. Validitas Data Penelitian ....................................................................................53
1.
Trianggulasi Sumber ......................................................................................53
2.
Triangulasi Metode ........................................................................................53
BAB 5. HASIL ................................................................................................................55
A. Masukan (Input) Layanan Klasikal Bimbingan Konseling .............................55
1.
Sumber Daya Manusia (SDM) ......................................................................55
ix
2.
Fasilitas ...........................................................................................................61
3.
Materi ..............................................................................................................68
4.
Metode.............................................................................................................73
B. Aktivitas Layanan Klasikal Bimbingan Konseling ..........................................78
1.
Perencanaan ...................................................................................................78
2.
Pengorganisasian ............................................................................................82
3.
Pelaksanaan ....................................................................................................84
4.
Pengawasan dan Penilaian.............................................................................91
5.
Tindak Lanjut............................................................................................... 105
6.
Pelaporan ......................................................................................................109
C. Keluaran (Output) Layanan Klasikal Bimbingan Konseling
118_Toc488142237
D. Gambaran Keterkaitan Masukan (Input) – Aktivitas (Activity) –
Keluaran (Output) ................................................................................... 121
BAB 6. PEMBAHASAN .............................................................................................. 125
A. Keterbatasan Penelitian ...................................................................................125
B. Masukan (Input) Layanan Klasikal BK .......................................................... 126
1.
Sumber Daya Manusia (SDM) ....................................................................126
2.
Fasilitas .........................................................................................................129
3.
Materi ............................................................................................................133
4.
Metode...........................................................................................................134
C. Aktivitas Layanan Klasikal BK ..........................................................................138
1.
Perencanaan .................................................................................................139
2.
Pengorganisasian .......................................................................................... 141
3.
Pelaksanaan ..................................................................................................142
4.
Pengawasan dan Penilaian...........................................................................146
5.
Tindak Lanjut............................................................................................... 153
6.
Pelaporan ......................................................................................................158
C. Keluaran (Output) Layanan Klasikal BK (Cakupan Layanan Klasikal BK
tentang Perundungan) ......................................................................................160
D. Keterkaitan Masukan (Input) – Aktivitas (Activity) – Keluaran (Output)
Layanan Klasikal BK tentang Perundungan ..................................................162
BAB 7. KESIMPULAN ............................................................................................... 164
A. Kesimpulan .......................................................................................................164
x
B. Saran ..................................................................................................................165
Daftar Pustaka .............................................................................................................166
xi
Daftar Gambar
Gambar 2.1 Logic Model ……………………………………………………..…27
Gambar 2.2 Denah Ruangan Kantor UPBK……………………………………..31
Gambar 2.3 Kerangka Teori Penelitian menggunakan Logic Model dan Panduan
Bimbingan Konseling untuk SM…...…………………………………….………42
Gambar 3.1 Kerangka Pikir Penelitian ……………………………………….….44
Gambar 5.1 Gambaran keterkaitan antara masukan (input), aktivitas dan keluaran
(output) layanan klasikal BK tentang perundungan di SMPN 9 Cimahi tahun
2016……………………………………………………………………………..119
Gambar 6.1 Contoh minimal penataan ruang bimbingan dan konseling……….122
Gambar 6.2 Permasalahan masukan (input) layanan klasikal BK tentang
perundungan di SMPN 9 Cimahi tahun
2016.......………………………………………………………………………...130
xii
Daftar Tabel
Tabel 3.1 Definisi Istilah………………………………………………………....45
Tabel 5.1 Daftar Guru Pembimbing SMPN 9 Cimahi…………………………...56
Tabel 5.2 Data Guru Bimbingan Konseling SMPN 9 Cimahi Berdasarkan
Riwayat Pendidikan………..……………………………………….....59
Tabel 5.3 Data Kasus Perundungan (Bullying) di SMPN 9 Cimahi tahun 2014 –
2016…………………………………………………………………...97
Tabel 5.4 Format Evaluasi Laporan Evaluasi Pelaksanaan Bimbingan dan
Konseling Semester Genap Tahun Pembelajaran 2011-2012 SMPN 9
Cimahi………………………………………………………………..117
Tabis 5. 5 Jumlah siswa kelas 7 semester ganjil tahun ajaran 2015-2016 yang
menerima layanan klasikal bimbingan konseling dengan tema perilaku
perundungan Bullying…..…………………………………………....119
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak-anak merupakan salah satu asset berharga yang dimiliki oleh
sebuah bangsa. Anak-anak sering kali memiliki masalah dalam menjalani
kehidupannya disekolah, diantaranya adalah perundungan atau lebih
dikenal dengan istilah bullying. Mengacu kepada definisi kesehatan
menurut UU No. 36 tahun 2009, yang didefinisikan sebagai keadaan sehat
baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial, maka korban, pelaku
maupun penonton tindakan perundungan termasuk dalam seseorang yang
memiliki masalah kesehatan.
Menurut Wicaksana (2008), bullying atau perundungan adalah
kegiatan kekerasan fisik dan psikologis jangka panjang yang dilakukan
seseorang atau kelompok terhadap seseorang yang tidak mampu
mempertahankan dirinya dalam situasi dimana ada hasrat untuk melukai
atau menakuti orang itu atau membuat dia tertekan. Perundungan banyak
terjadi pada anak-anak khususnya pada usia sekolah. Data Komisi
Perlindungan Anak (2015) menyebutkan bahwa sejak 2012 hingga 2015,
dari 2 ribu anak di seluruh Indonesia, sebanyak 87 persen mengalami
kasus kekerasan yang di dalamnya termasuk perundungan. Berdasarkan
data kasus perundungan dari KPAI sejak tahun 2011 hingga 2016 tercatat
pada tahun 2011 terdapat 56 korban kasus kekerasan di sekolah (bullying).
Pada tahun 2012 tercatat sebanyak 130 korban, tahun 2013 sebanyak 96
1
korban, tahun 2014 sebanyak 159 korban, tahun 2015 sebanyak 154
korban dan tahun 2016 sebanyak 81 korban. Sementara untuk pelaku
kekerasan di sekolah pada tahun 2011 sebanyak 48 pelaku, tahun 2012
sebanyak 66 pelaku, tahun 2013 sebanyak 63 pelaku, tahun 2014 sebanyak
64 pelaku, tahun 2015 sebanyak 93 pelaku dan tahun 2016 sebanyak 93
pelaku.
Swearer
(2015),
menjelaskan
bahwa
status
disabilitas
(berkebutuhan khusus) merupakan salah satu faktor risiko terjadinya
tindakan perundungan pada individu.
Berdasarkan data dari program IKEA-Save The Children Jawa Barat,
pada tahun 2014 tercatat jumlah anak berkebutuhan khusus (disabilitas)
sebanyak 3.279 anak di enam Kabupaten/Kota yang menjadi lingkup
wilayah program IKEA - Save The Children Jawa Barat. Dalam data
tersebut Kota Cimahi memiliki 391 anak dengan kebutuhan khusus.
Dalam program IKEA-Save The Children Tahun 2012-2015, Kota
Cimahi memiliki sekolah penyelenggara pendidikan inklusi yang
mendapatkan dampingan dari Save The Children. Salah satu sekolah
tersebut adalah SMPN 9 Cimahi. SMPN 9 Cimahi merupakan sekolah
penyelenggara pendidikan inklusi dengan jumlah siswa paling banyak dari
sekolah dampingan Save The Children lainnya. SMPN 9 Cimahi memiliki
16 anak yang tercatat merupakan anak berkebutuhan khusus. Pada kelas 7
terdapat 7 siswa, kelas 8 sebanyak 6 siswa dan kelas 9 sebanyak 3 siswa.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan di SMPN 9 Cimahi terhadap 3
siswa berkebutuhan khusus di kelas 9, diketahui bahwa ketiga siswa
tersebut pernah menerima tindakan perundungan yang dilakukan oleh
2
siswa reguler. Perlakuan yang diterima siswa berkebutuhan khusus
tersebut antara lain seperti dikucilkan oleh teman yang lain, sering
dimarahi oleh teman dan beberapa kali menerima tindakan perundungan
lainnya seperti dipalak, menarik baju, dipukul maupun dijahili. Tindakan
perundungan ini terjadi ketika mereka duduk di kelas 7 dan 8. Selain itu,
berdasarkan wawancara dengan 7 siswa kelas 7 yang memiliki kebutuhan
khusus, diketahui 3 orang siswa pernah menerima perlakuan perundungan,
dan dua diantaranya masih sering menerima perlakuan perundungan.
Pada SMPN 9 Cimahi, kasus perundungan tidak hanya terjadi pada
siswa berkebutuhan khusus tetapi juga pada siswa reguler. Berdasarkan
data yang dimiliki oleh guru Bimbingan Konseling, pada tahun ajaran
2014-2015 tercatat sebanyak 13 kasus dan tahun ajaran 2015-2016 tercatat
sebanyak 15 kasus. Dari data tersebut terlihat bahwa jumlah kasus
perundungan meningkat dalam satu tahun terakhir.
Hasil wawancara dengan 2 siswa yang pernah menjadi pelaku
perundungan diketahui bahwa mereka melakukan perundungan untuk
mencari kesenangan. Pelaku perundungan memiliki pengetahuan yang
rendah sebelum mereka menghentikan aksinya. Hal ini diketahui dari
ketidaktahuan mereka terhadap dampak perundungan bagi korban, teman
yang menyaksikan dan bahkan diri mereka sendiri.
Permasalahan perundungan baik dikalangan anak-anak maupun orang
dewasa sudah menjadi salah satu permasalahan dalam kesehatan
masyarakat. Perundungan (Bullying) merupakan salah satu masalah utama
dalam kesehatan masyarakat yang menuntut waktu dan perhatian yang
3
terkoordinasi oleh penyelenggara layanan kesehatan, pembuat kebijakan
dan keluarga (WHO, 2010). Menurut WHO (2010), bahwa tindakan
perundungan merupakan salah satu bahaya psikososial yang memiliki
dampak pada kesehatan. Pada masa kanak-kanak tindakan perundungan
terbukti memiliki hubungan yang signifikan terhadap penyakit kejiwaan,
sementara pada orang dewasa yang menerima tindakan perundungan
cenderung menderita berbagai risiko kesehatan, termasuk depresi dan
masalah kesehatan kardiovaskular.
Menjadi korban perundungan dimasa anak-anak berdampak pada
kesehatan mental yang lebih buruk, seperti depresi, perasaan cemas yang
berlebih, fungsi dalam peran sosial yang lebih buruk dan berpikir untuk
melakukan bunuh diri (Hertz, 2013). Menurut Hertz, dkk. (2013) ada
hubungan yang kuat antara perundungan dan perilaku yang berhubungan
dengan tindakan bunuh diri, namun hubugan ini sering dimediasi oleh
beberapa faktor termasuk depresi dan kejahatan. Siswa yang mengalami
perundungan memiliki peningkatan resiko mengalami depresi, kecemasan,
kesulitan tidur, dan penyesuaian yang buruk dilingkungan sekolah (Center
of Disease Control, 2012). Siswa yang terlibat dalam tindakan
perundungan memiliki risiko yang signifikan untuk mengalami spektrum
gejala psikosomatik, melarikan diri dari rumah, penyalah gunaan alkohol
dan obat terlarang, ketidak hadiran di sekolah dan terutama mengalami
cedera yang ditimbulkannya sendiri, tidak disengaja maupun dilakukan
orang lain (WHO, 2010). Dari hasil wawancara dengan guru BK SMPN 9
Cimahi, siswa yang mengalami tindakan perundungan juga mengalami
4
gangguan dalam proses belajar mereka di dalam kelas. Selain itu siswa
yang
mengalami
perundungan
menjadi
sulit
beradaptasi
dengan
lingkungan sekolah dan merasa tidak nyaman di sekolah. Dalam beberapa
penelitian menjelaskan beberapa faktor yang memiliki hubungan
signifikan
dengan
tindakan
perundungan
di
sekolah
diantaranya
pengetahuan (Fajrin, 2013), peran kelompok teman sebaya, iklim sekolah
(Usman, 2010) dan persepsi siswa terhadap iklim sekolah (Rachmawati,
2014).
Iklim sekolah didefinisikan sebagai sebuah sistem, dimana anggotaanggotanya saling berinteraksi dan interaksi tersebut dapat mempengaruhi
sikap, kepercayaan, nilai-nilai, motivasi, dan perilaku anggota-anggotanya
(Rachmawati, 2014). Iklim sekolah itu sendiri meliputi aspek lingkungan
fisik dan sosial, hubungan antara rumah dan sekolah, dan keamanan
sekolah. Iklim sekolah yang dibangun dengan positif, terbuka dan penuh
dengan pengasuhan akan menciptakan lingkungan yang produktif dan
berprestasi bagi guru dan murid (Rachmawati, 2014). Salah satu upaya
sekolah untuk membangun iklim sekolah yang baik adalah dengan
membentuk unit pelayanan bimbingan konseling (UPBK). Dalam
penelitian Nurbaiti (2009) diketahui bahwa bimbingan konseling berperan
sebagai
upaya
prefentif
dan
kuratif
dalam
menangani
perilaku
perundungan pada siswa di SMA Al-Izhar Pondok Labu. Penelitian lain
yang dilakukan oleh Efastri, Rustono dan Wibowo (2015) menjelaskan
bahwa konseling kelompok dengan pendekatan behavioural terbukti
efektif untuk mengurangi perilaku perundungan. Penelitian lain terkait
5
intervensi kekerasan berbasis nuansa sekolah membuktikan bahwa
tindakan preventif dengan mengintergrasikan kurikulum 2013 dalam
pembelajaran klasikal, secara bertaham mampu menanamkan nilai-nilai
positif, pembinaan sikap dan mengurangi tindakan perundungan pada
siswa di SDN Lenteng Timur (Mufrihah, 2016).
Sebelum diberikan layanan konseling secara individu (layanan
individu), upaya yang dilakukan untuk mencegah dan mengurangi
tindakan perundungan di lingkungan sekolah SMPN 9 adalah dengan
memberikan layanan klasikal. Layanan klasikal tentang perundungan
dilakukan
sebagai
langkah
pertama
untuk
mencegah
tindakan
perundungan di SMN 9 Cimahi. Layanan klasikal merupakan bentuk
kegiatan bimbingan konseling yang melayani sejumlah peserta didik
dalam rombongan belajar satu kelas. Layanan klasikal ini diberikan pada
siswa kelas 7 dan 8. Namun dari hasil studi pendahuluan di atas, masih
ditemukan kasus perundungan. Oleh karena itu, evaluasi dalam kegiatan
konseling perlu dilakukan untuk mengetahui sejauh mana kekurangan dan
keberhasilan layanan klasikal bimbingan konseling yang sudah dilakukan
untuk mencegah tindakan perundungan di SMPN 9 Cimahi.
B. Rumusan Masalah
Kasus perundungan pada SMPN 9 Cimahi mengalami peningkatan
dalam lebih dari satu tahun terakhir. Korban perundungan itu sendiri
adalah siswa dengan kebutuhan khusus dan siswa reguler. Untuk
mengurangi terjadinya tindakan perundungan di sekolah, Guru Bimbingan
6
Konseling memberikan bimbingan konseling pada siswa secara individu
maupun melalui layanan klasikal.
Dari latar belakang, diketahui layanan klasikal dan bimbingan
konseling individu belum bisa menurunkan kasus perundungan. Hal ini
terlihat dari masih ditemukannya sejumlah kasus perundungan pada siswa.
Namun demikian Guru Bimbingan Konseling selama ini melakukan
evaluasi hanya berdasarkan pelaporan kasus baru dari siswa. Evaluasi ini
tentu sangat penting untuk mengembangkan kegiatan layanan konseling
sebagai upaya menghentikan tindakan perundungan disekolah. Oleh
karena itu peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang evaluasi
layanan klasikal bimbingan konseling terhadap perilaku perundungan pada
siswa di SMPN 9 Cimahi.
C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran masukan (input) (SDM, fasilitas, materi, dan
metode pelayanan) pada layanan klasikal bimbingan konseling terhadap
perilaku perundungan di SMPN 9 Cimahi?
2. Bagaimana gambaran aktivitas (activities) (Perencanaan kegiatan,
pengorganisasian, pelaksanaan, Pengawasan dan penilaian, tindak lanjut,
pelaporan) pada layanan klasikal bimbingan konseling terhadap perilaku
perundungan di SMPN 9 Cimahi?
3. Bagaimana gambaran keluaran (output) (cakupan layanan klasikal
bimbingan konseling) pada layanan klasikal bimbingan konseling
terhadap perilaku perundungan di SMPN 9 Cimahi?
7
4. Bagaimana gambaran keterkaitan antara masukan, aktivitas dan keluaran
pada
layanan
klasikal
bimbingan
konseling
terhadap
perilaku
perundungan di SMPN 9 Cimahi?
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran
layanan klasikal terhadap perilaku bullying di SMPN 9 Cimahi tahun
2016.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran masukan (input) (SDM, fasilitas, materi, dan
metode pelayanan) pada layanan klasikal bimbingan konseling
terhadap perilaku perundungan di SMPN 9 Cimahi
b. Diketahuinya gambaran aktivitas (activities) (Perencanaan kegiatan,
pengorganisasian, pelaksanaan, Pengawasan dan penilaian, tindak
lanjut, pelaporan) pada layanan klasikal bimbingan konseling
terhadap perilaku perundungan di SMPN 9 Cimahi
c. Diketahuinya gambaran keluaran (output) (cakupan layanan klasikal
bimbingan konseling) pada layanan klasikal bimbingan konseling
terhadap perilaku perundungan di SMPN 9 Cimahi
d. Diketahuinya gambaran keterkaitan antara masukan, aktivitas dan
keluaran pada layanan klasikal bimbingan konseling terhadap perilaku
perundungan di SMPN 9 Cimahi
8
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Bagi Peneliti
Sebagai sarana untuk menambah wawasan dan bentuk aplikasi
keilmuan yang telah didapatkan saat perkuliahan dan syarat untuk
memperoleh gelar sarjana.
2. Manfaat Bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Sebagai referensi dan acuan untuk penelitian selanjutnya terutama
terkait layanan klasikal bimbingan konseling terhadap perilaku
perundungan pada siswa SMP.
3. Manfaat Bagi SMPN 9 Cimahi
Sebagai sumber informasi terkait evaluasi pada layanan klasikal
bimbingan konseling terhadap perilaku perundungan pada siswa. Selain
itu sebagai acuan untuk mengembangkan program dalam upaya
menghentikan tindakan perundungan siswa di SMPN 9 Cimahi.
F. Ruang Lingkup
Penelitian ini berjudul “Evaluasi Pelaksanaan Layanan Klasikal
Bimbingan Konseling terkait Perilaku Perundungan (Bullying) pada
Siswa SMPN 9 Cimahi Tahun 2016” yang dilakukan oleh mahasiswa
program studi Kesehatan Masyarakat peminatan Promosi Kesehatan
Universitas Islam Negri Jakarta. Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan
April-Oktober 2016. Variabel yang diteliti meliputi input (SDM, fasilitas,
materi
layanan,
metode
pelayanan),
aktivitas
(perencanaan,
9
pengorganisasian, pelaksanaan, Pengawasan dan penilaian, tindak lanjut,
pelaporan) dan output (cakupan cakupan layanan klasikal bimbingan
konseling) pada layanan klasikal bimbingan konseling. Penelitian ini
dilakukan di SMPN 9 Cimahi, Provinsi Jawa Barat.
10
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
A. Bimbingan Konseling
1. Definisi
Menurut Aisyah (2015) bimbingan konseling (BK) merupakan
layanan bantuan bagi peserta didik, baik secara perorangan maupun
kelompok, agar mampu mandiri dan berkembang secara optimal, dalam
bidang pengembangan kehidupan pribadi, kehidupan sosial, kemampuan
belajar, dan perencanaan karir. Berdasarkan peraturan Menteri Pendidikan
dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor 111 tahun 2014 tentang
bimbingan dan konseling pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah,
bimbingan dan konseling didefinisikan sebagai upaya sistematis, objektif,
logis, dan berkelanjutan serta terprogram yang dilakukan oleh konselor atau
guru bimbingan dan konseling untuk memfasilitasi konseli (peserta didik)
untuk mencapai kemandirian dalam hidupnya.
Paradigma pelayanan BK didasari oleh pandangan bahwa setiap
peserta didik mempunyai potensi untuk berkembang secara optimal.
Sebagaimana arah dari penerapan Kurikulum 2013, berkembang secara
optimal tidak hanya sebatas pencapaian prestasi sesuai kapasitas intelektual
dan minat peserta didik. Perkembangan optimal juga mencakup sebuah
kondisi perkembangan yang memungkinkan peserta didik mampu
mengambil pilihan dan keputusan secara sehat, aktif, produktif dan
bertanggungjawab serta memiliki daya adaptasi tinggi terhadap dinamika
11
kehidupan yang dihadapinya (Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan,
2014).
2. Tujuan dan Fungsi BK
Pelayanan BK berdasarkan panduan Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (2014) bertujuan untuk mengembangkan peserta didik mampu
mengekspresikan diri dalam bentuk kehidupan efektif sehari-hari (KES)
sesuai dengan tututan karakter yang terpuji, bakat, minat, potensi,
kebutuhan, kondisi dan tugas perkembangan, serta perkembangan arah
peminatan mereka mengacu pada pencapaian tujuan pendidikan. Namun
demikian, pelayanan BK juga menangani permasalahan peserta didik dalam
bentuk kehidupan efektif sehari-hari yang terganggu (KES-T). Hal ini
mencakup kehidupan di dalam lembaga pendidikan, hubungan teman
sebaya,
kehidupan
dalam
keluarga,
dan
kehidupan
sosial
atau
kemasyarakatan serta lingkungan sekitar (Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan, 2014).
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2014) menetapkan ada
lima fungsi diselenggarakannya pelayanan BK.
a. Fungsi pemahaman, yaitu fungsi pelayanan BK untuk membantu
peserta didik memahami diri, tuntutan studi, dan lingkungannya.
b. Fungsi pemeliharaan dan pengembangan, yaitu fungsi untuk membantu
peserta didik memelihara dan menumbuh-kembangkan berbagai potensi
dan kondisi positif yang dimilikinya secara optimal sesuai dengan
tuntutan karakter yang terpuji.
12
c. Fungsi pencegahan, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik mampu
mencegah atau menghindari diri dari berbagai permasalahan yang dapat
menghambat perkembangan diri pada umumnya, kesuksesan studi pada
khususnya.
d. Fungsi pengentasan, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik
mengatasi masalah yang dialaminya.
e. Fungsi advokasi, yaitu fungsi untuk membantu peserta didik
memperoleh pembelaan atas hak dan/atau kepentingannya, baik yang
berkenaan dengan hak-hak kehidupan pada umumnya, khususnya hak
terkait pendidikannya.
3. Jenis Layanan BK
Layanan BK berdasarkan panduan bimbingan dan konseling
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dibagi menjadi 10 jenis layanan.
a. Layanan Informasi, yaitu layanan BK yang membantu peserta didik
menerima dan memahami berbagai informasi diri, sosial, belajar,
karir/jabatan, dan pendidikan lanjutan secara terarah, objektif dan
bijak.
b. Layanan Orientasi, yaitu layanan BK yang membantu peserta didik
memahami lingkungan baru, seperti lingkungan di lembaga pendidikan
bagi peserta didik baru, dan objek-objek yang perlu dipelajari.
Layanan
orientasi
dilakukan
untuk
menyesuaikan
diri
serta
mempermudah dan memperlancar peran peserta didik dilingkungan
baru secara efektif dan berkarakter.
13
c. Layanan Penguasaan Konten, yaitu layanan BK yang membantu
peserta didik menguasai konten tertentu, terutama kompetensi.
d. Layanan Penempatan dan Penyaluran, yaitu layanan BK yang
membantu peserta didik memperoleh penempatan dan penyaluran yang
tepat di dalam kelas, kelompok belajar, pemi-natan/jurusan/program
studi, program latihan, magang, dan kegiatan ekstra kurikuler secara
terarah, objektif dan bijak.
e. Layanan Konseling Perorangan, yaitu layanan BK yang membantu
peserta didik dalam memecahkan masalah pribadinya melalui prosedur
perorangan.
f. Layanan Bimbingan Kelompok, yaitu layanan BK yang membantu
peserta didik dalam pengembangan pribadi, kemampuan hubungan
sosial, kegiatan belajar, karir/jabatan, dan pengambilan keputusan,
serta melakukan kegiatan tertentu. Layanan bimbingan kelompok
dilakukan melalui pembahasan topik-topik tertentu dalam suasana
dinamika kelompok.
g. Layanan Konseling Kelompok, yaitu layanan BK yang membantu
peserta didik dalam pembahasan dan penyelesaian masalah pribadi
sesuai dengan tuntutan karakter yang terpuji melalui suasana dinamika
kelompok.
h. Layanan Konsultasi, yaitu layanan BK yang membantu peserta didik
dan atau pihak lain dalam memperoleh wawasan, pemahaman, dan
cara-cara dan atau perlakuan yang perlu dilaksanakan kepada pihak
ketiga.
14
i. Layanan Advokasi, yaitu layanan BK yang membantu peserta didik
untuk mendapatkan kembali hak-hak dirinya yang tidak diperhatikan
atau mendapat perlakuan yang salah.
j. Layanan Mediasi, yaitu layanan BK yang membantu peserta didik
dalam menyelesaikan permasalahan dan memperbaiki hubungan
dengan pihak lain.
4. Format Layanan BK
Format pelayanan BK menurut Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (2014) dibedakan menjadi enam macam.
a. Individual, yaitu format kegiatan BK yang melayani peserta didik
secara perorangan
b. Kelompok, yaitu format kegiatan BK yang melayani sejumlah peserta
didik melalui suasana dinamika kelompok.
c. Klasikal, yaitu format kegiatan BK yang melayani sejumlah peserta
didik dalam rombongan belajar satu kelas
d. Lapangan, yaitu format kegiatan BK yang melayani seorang atau
sejumlah peserta didik melalui kegiatan di luar kelas atau di lapangan
terbuka/bebas.
e. Pendekatan Khusus/Kolaboratif, yaitu format kegiatan BK yang
melayani kepentingan peserta didik melalui pendekatan kepada pihakpihak terkait yang dapat memberikan kemudahan.
f. Jarak Jauh, yaitu format kegiatan BK yang melayani kepentingan
peserta didik melalui media dan/atau saluran jarak jauh, seperti surat
dan sarana elektronik.
15
B. Perundungan (Bullying)
1. Definisi
Menurut Wicaksana (2008), perundungan merupakan kegiatan
kekerasan fisik maupun psikologis jangka panjang yang dilakukan
seseorang atau kelompok terhadap seseorang yang tidak mampu
mempertahankan dirinya dalam situasi dimana ada untuk melukai atau
menakuti orang itu atau membuat dia tertekan. Menurut Lines (2008),
perundungan (bullying) adalah perilaku yang bersifat terus menerus dan
merupakan bentuk intimidasi secara fisik, psikis, sosial, dan emosional
yang dilakukan individu maupun kelompok. Menurut Farrington (dalam
Lines, 2008), perundungan (bullying) adalah penindasan yang dilakukan
berulang-ulang baik secara fisik maupun psikis yang dilakukan oleh
seseorang yang memiliki kekuasaan lebih besar kepada orang lain yang
memiliki kekuasaan lebih kecil. Sedangkan menurut Daniel Olweus
(dalam
Harris,
2009)
menjelaskan
tiga
kriteria
utama
untuk
mendefinisikan perundungan (Bullying). Pertama adalah adanya aksi
atau perilaku menyakiti yang dilakukan dengan sengaja. Kedua adalah
aksi tersebut dilakukan berulang kali. Dan ketiga, pelaku bully dan
korbannya ditandai dengan adanya ketidak seimbangan kekuasaan atau
kemampuan.
Dari beberapa definisi tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
perundungan merupakan suatu tindakan yang dilakukan secara sengaja
oleh seseorang atau kelompok tertentu terhadap orang lain yang
dianggap lebih lemah dan bertujuan untuk mengintimidasi atau
16
menyakiti baik secara fisik, psikis, sosial maupun emosional. Tindakan
perundungan yang terjadi di lingkungan sekolah biasanya disebut
dengan istilah school bullying. Perundungan ini terjadi karena adanya
ketidak seimbangan kekuatan atau kekuasaan antara pelaku bully dengan
korbannya. Contoh dari ketidak seimbangan kekuatan seperti kalah
jumlah antara pelaku bully dengan korban bully, karena pelaku bully
memiliki kekuasaan yang lebih besar, karena kondisi fisik yang lebih
unggul dan lain sebagainya.
2. Jenis Perundungan (Bullying)
Rigby (2007) mengelompokan perilaku perundungan (bullying)
dalam dua kelompok yaitu secara fisik dan non-fisik dan setiap
kelompok dapat ditunjukan secara langsung maupun tidak langsung.
a. Bentuk perilaku perundungan secara fisik langsung contohnya
dengan memukul, menendang, meludah, melempar batu dan lainlain sedangkan secara tidak langsung dengan cara menyuruh orang
lain untuk menyerang seseorang.
b. Bentuk perilaku perundungan non-fisik dibedakan menjadi dua
kelompok verbal dan non-verbal.
1) Contoh
perilaku
perundungan
verbal
langsung
adalah
melakukan penghinaan dengan ucapan, mencaci atau mencela,
memanggil seseorang dengan nama lain dengan maksud
menghina. Sedangkan contoh perilaku perundungan non-fisik
17
verbal bentuk tidak langsung dengan menyuruh orang lain
menghina seseorang atau menyebarkan rumor yang tidak baik.
2) Contoh perilaku perundungan non-verbal langsung adalah
dengan isyarat yang mengancam atau melecehkan. Sedangkan
contoh
tidak
langsung
menyembunyikan
barang
dengan
cara
membuang
orang
lain
atau
atau
melakukan
pengucilan yang disengaja dari kelompok atau aktivitas.
3. Dampak Buruk Perundungan (Bullying)
Dampak buruk perundungan tidak hanya terjadi pada korban
perundungan tetapi juga para saksi yang melihat tindakan perundungan
dan juga pelaku perundungan itu sendiri. Dampak buruk yang dapat
terjadi pada anak yang menjadi korban perundungan menurut Priyatna
(2010) antara lain :
a. Kecemasan
b. Merasa kesepian
c. Rendah diri
d. Tingkat kompetensi sosial yang rendah
e. Depresi
f. Simtom psikosomatik
g. Penarikan sosial
h. Keluhan pada kesehatan fisik
i. Minggat dari rumah
j. Penggunaan alkohol dan obat terlarang
18
k. Bunuh diri
l. Penurunan performasi akademik
Dampak pada anak-anak yang menyaksikan tindakan perundungan pada
kawan-kawannya berada pada risiko :
a. Menjadi penakut dan rapuh
b. Sering mengalami kecemasan
c. Rasa keamanan diri yang rendah
Sementara itu dampak yang bisa terjadi pada pelaku perundungan adalah
memiliki risiko beberapa hal berikut.
a. Sering terlibat dalam perkelahian
b. Mengalami cedera akibat perkelahian
c. Melakukan tindakan pencurian
d. Minum alkohol
e. Merokok
f. Menjadi pembuat masalah di sekolah
g. Kabur dari sekolah
h. Gemar membawa senjata tajam
i. Menjadi pelaku tindak kriminal
4. Pemeran pada Kejadian Perundungan (Bullying)
Dalan sebuah kejadian perundungan, setiap orang yang berada
disekitar tempat kejadian perundungan memiliki peran masing-masing.
Menurut Salmivalli (1999) beberapa peran yang terlibat dalam kejadian
perundungan di sekolah adalah korban, bullies (orang yang berinisiatif
melakukan tindakan perundungan), assistant of bullies, reinforcers,
19
outsiders, dan defender. Assistant of bullies adalah mereka yang
mengikuti bullies, reinforcers adalah mereka yang tidak terlibat
langsung tetapi memberikan dukungan kepada bullies dengan
menertawakan dan bersorak. Sementara itu, outsiders adalah mereka
yang memilih tidak ikut campur dan tidak memihak kepada siapapun,
dan defenders adalah mereka yang mendukung korban dan berusaha
menghentikan tindakan perundungan. (Salmivalli, 1999).
C. Remaja
1. Definisi Remaja
WHO dalam Depkes RI (2005) mendefinisikan bahwa remaja
merupakan seseorang yang berusia 12 sampai 24 tahun. Sementara
menurut undang-undang nomor 23 tahun 2002, mereka yang masih
berusia dibawah 18 tahun bahkan yang masih di dalam kandungan
didefinisikan sebagai anak-anak. Seorang remaja merupakan individu
yang sedang mengalami masa peralihan secara berangsur-angsur
mencapai kematangan seksual, jiwanya berkembang dari jiwa kanakkanak
menjadi
dewasa
dan
keadaan
ekonominya
beralih
dari
ketergantungan menjadi relatif mandiri. Definisi lain dari remaja adalah
mereka yang berada dalam masa transisi dari masa kanak-kanak menuju
dewasa, yang ditandai oleh perubahan-perubahan fisik pubertas dan
emosional yang kompleks, dramatis serta penyesuaian sosial (Hamilton,
1995).
20
Menurut Hamilton (1995), pubertas pada perempuan terlihat pada
usia antara 10 dan 15 tahun dan pada laki-laki antara 12 dan 17 tahun.
Masa remaja merupakan masa penuh dengan gejolak emosi dan ketidak
seimbangan dan mudah terpengaruh oleh lingkungan (Gunarsa, 2008).
Menurut A. Bandura (dalam Gunarsa, 2008), masa remaja digambarkan
sebagai suatu masa pertentangan dan pemberontakan.
2. Tahap Perkembangan Remaja
Perkembangan adalah pola gerakan atau perubahan yang dimulai
pada waktu konsepsi dan berlangsung selama siklus hidup (Santrock,
2003). Sebagian perkembangan mencakup juga pertumbuhan dan
penurunan (seperti kematian). Santrock (2003) menjelaskan ada tiga jenis
proses perkembangan yang dialami oleh remaja yaitu proses biologis,
kognitif, dan sosial-emosional. Proses biologis yang dialami remaja
mencakup perubahan-perubahan fisik individu seperti perkembangan
otak, pertumbuhan tinggi dan berat badan, keterampilan motorik,
perubahan hormon dan lain sebagainya. Proses perkembangan kognitif
pada
remaja
mencakup
perkembangan
intelegensi
dan
bahasa,
kemampuan menyelesaikan masalah, imajinasi dan sebagainya. Proses
sosial-emosional yang terjadi pada remaja, meliputi perubahan hubungan
antara individu dengan manusia lain, perubahan emosi, kepribadian, dan
peran sosial.
Tahapan perkembangan pada remaja secara umum dibagi menjadi
tiga tahap (Robert dan Williams, 2000):
21
a. Remaja Awal (early adolescence) : usia 10-14 tahun, suka
membandingkan diri dengan orang lain, sangat mudah dipengaruhi
oleh teman sebayanya dan lebih senang bergaul dengan teman sejenis.
b. Remaja Tengah (middle adolescence) : usia 15-19 tahun, lebih
nyaman dengan keadaan sendiri, suka berdiskusi dan mulai berteman
dengan lawan jenis, serta mengembangkan rencana masa depan.
c. Remaja Akhir (late adolescence) : usia 20-24 tahun, mulai
memisahkan diri dari keluarga dan identitas, bersifat keras tetapi tidak
berontak, teman sebaya tidak penting, berteman dengan lawan jenis
secara dekat lebih penting, serta lebih fokus pada rencana karir masa
depan.
Kenakalan yang banyak dilakukan oleh remaja dilingkungan
sekolah diantaranya adalah perundungan. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Trevi (2013) tentang sikap siswa terhadap perundungan di
sekolah, diketahui siswa dengan usia 15 tahun lebih cenderung memiliki
sikap negatif terhadap perundungan. Mereka yang memiliki sikap negarif
cenderung tidak menyukai tindakan perundungan disekolah. Sedangkan
mereka yang berumur 16 tahun memiliki sikap cenderung positif. Selain
itu berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Halimah, Khumas dan
Zainuddin (2015) terkait intensitas perundungan pada siswa SMP,
diketahui pada rentang usia 12 sampai 15 tahun yang paling banyak
menjadi pelaku perundungan adalah remaja berusia 13 tahun (56,25%).
3. Kenakalan Remaja
Menurut Djiwandono (1989), kenakalan remaja adalah suatu
penyesuaian diri dan sebagai respon yang dipelajari dari situasi
lingkungan yang tidak cocok atau lingkungan yang memusuhinya.
22
Pendapat lain menurut Chomaria (2008), kenakalan remaja merupakan
perilaku yang tidak sesuai dengan peraturan atau melanggar hokum
sehingga dapat mengganggu ketertiban dan ketenangan hidup di
masyarakat.
Didik Hermawan (dalam Chomaria, 2008) membagi empat jenis
kenakalan pada remaja.
a. Kenakalan yang menimbulkan korban fisik pada orang lain, seperti
perampokan, perkelahian, pembunuhan, pemerkosaan dan lain-lain
b. Kenakalan sosial yang tidak menimbulkan korban di pihak lain
seperti penyalahgunaan obat, prostitusi dan lain-lain
c. Kenakalan yang menibulkan korban materi seperti perusakan,
pencurian, pemerasan dan lain-lain
d. Kenakalan yang melawan status sosial remaja seperti pelajar yang
kabur atau bolos dari sekolah ketika jam belajar.
D. Evaluasi
1. Definisi
Evaluasi adalah suatu usaha untuk mengukur dan memberi nilai
secara obyektif atas pencapaian hasil-hasil pelaksanaan (program) yang
telah direncanakan sebelumnya dan dilakukan secara sistematis dan
obyektif dengan menggunakan metode yang relevan (Lilik, 2009).
Evaluasi didefinisikan juga sebagai proses memahami atau memberi arti,
mendapatkan dan mengkomunikasikan suatu informasi sebagai petunjuk
untuk pihak-pihak pengambil keputusan (Mubarak dkk, 2007). Evaluasi
didefinisikan juga sebagai sebuah proses merencanakan, memperoleh,
23
dan menyediakan informasi yang sangat diperlukan untuk menentukan
alternatif-alternatif keputusan (Suardi, 2015).
2. Jenis Evaluasi
Azwar (2010), menjelaskan bahwa ada beberapa jenis evaluasi.
Jenis evaluasi tersebut dijelaskan sebagai berikut
a. Evaluasi Formatif
Evaluasi formatif merupakan evaluasi yang dilakukan pada
tahap pelaksanaan program dengan tujuan untuk mengubah atau
memperbaki program.Evaluasi ini dilakukan untuk memperbaiki
program yang sedang berjalan dan didasarkan atas kegiatan
sehari-hari, minggu, bulan bahkan tahun, atau waktu yang relatif
pendek.Tujuan evaluasi formatif ini utamanya adalah untuk
mengetahui seberapa jauh sebuah program diimplementasikan dan
kondisi-kondisi apa yang dapat diupayakan untuk meningkatkan
keberhasilannya. Manfaat evaluasi formatif terutama untuk
memberikan umpan balik kepada manajer program tentang hasil
yang dicapai beserta hambatan-hambatan yang dihadapi. Evaluasi
Formatif adalah untuk mengevaluasi pelaksanaan program yang
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1) Merupakan evaluasi terhadap proses
2) Menilai tingkat kepatuhan pelaksana atas standard aturan
3) Menggunakan model-model dalam implementasi
4) Biasanya bersifat kuantitatif
24
5) Melihat dampak jangka pendek dari pelaksanaan kebijakan/
program
b. Evaluasi Promotif
Evaluasi promotif merupakan evaluasi yang dilakukan pada
saat program sedang dilaksanakan. Bermaksud mengukur apakah
program yang dilaksanakan sesuai dengan rencana, atau terjadi
penyimpangan. Ada 2 bentuk yaitu Pengawasan (Pengawasan)
dan penilaian berkala (periodic evaluation).
1) Pengawasan : biasanya dilakukan setiap 2 minggu sekali,
dilakukan oleh kalngan sendiri (internal evaluator), dan
bersifat terbatas hanya memperbaiki beberapa penyimpangan
saja.
2) Periodic evaluation : biasanya dilakukan setiap 6 bulan
sampai 1 tahun sekali, dilakukan oleh kalangan sendiri atau
pihak ketiga (external evaluator), dan bersifat lebih luas dan
bahkan dapat merevisi program secara keseluruhan.
c. Evaluasi Sumatif
Evaluasi sumatif, adalah evaluasi yang dilakukan untuk melihat
hasil keseluruhan dari suatu program yang telah selesai
dilaksanakan. Evaluasi ini dilakukan pada akhir kegiatan atau
beberapa kurun waktu setelah program, guna menilai keberhasilan
program. Tujuan evaluasi sumatif ini, antara lain :
1) Menilai apakah program telah membawa dampak yang
diinginkan terhadap individu, rumah tangga dan lembaga
25
2) Menilai apakah dampak tersebut berkaitan dengan intervensi
program
3) Menggali apakah ada akibat yang tidak diperkirakan baik
yang positif maupun yang negatif
4) Mengkaji bagaimana program mempengaruhi kelompok
sasaran, dan apakah perbaikan kondisi kelompok sasaran
betul-betul disebabkan oleh adanya program tersebut ataukah
karena faktor lain.
E. The Logic Model
The logic model didefinisikan oleh Center of Disease Control and Prevention
(2009) sebagai visualisasi sebuah program yang mengkomunikasikan
hubungan yang diinginkan antara tujuan program, aktivitas (kegiatan),
output, dan hasil (outcome) yang diharapkan. Pendekatan logic model ini
banyak digunakan sebagai model untuk melakukan perencanaan dan evaluasi.
Secara sederhana, model ini membantu untuk menggambarkan bagaimana
sebuah program yang direncanakan untuk mampu berjalan dan mencapai
tujuan yang diharapkan.
26
Kerangka berpikir logic model digambarkan oleh Kellog Foundation
(2004) dalam alur berikut.
Resources
/ Input
Activities
Output
Planed work
Outcomes
Impact
Intended result
Gambar 2.1 Logic Model (W.K. Kellog Foundation, 2004)
Pada bagian planed work menggambarkan sumberdaya apa saja yang
dibutuhkan untuk mengimplementasikan sebuah program dan apa saja
pekerjaan yang perlu dilakukan dalam implementasi. Sedangkan pada bagian
intended resulr menjelaskan hasil yang ingin dicapai dari program yang di
implementasikan (mencakup output, outcomes, dan dampak).
1. Resources / Input
Resources dijelaskan sebagai segala jenis sumber daya yang
tersedia dan dibutuhkan untuk menjalankan sebuah program atau
pekerjaan seperti SDM, fasilitas, keuangan, sumberdaya dalam komunitas
dan lain-lain.
2. Program Activities
Program activities merupakan apa saja yang dilakukan oleh
program terhadap sumberdaya yang ada. Aktivitas disini juga dijelaskan
sebagai proses, alat, kegiatan, dan tindakan yang dilakukan dan
merupakan bagian dari implementasi program.
27
3. Output
Output merupakan produk atau jasa yang dihasilkan langsung dari
aktivitas program. Output juga merupakan bukti langsung dari kegiatan
yang dilaksanakan.
4. Outcomes
Outcomes (tujuan) merupakan perubahan tertentu pada perilaku,
pengetahuan, keterampilan, status, tingkatan fungsi dari semua yang
menjadi peserta atau sasaran program. Pencapaian outcomes dalam diukur
dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk jangka pendek bisa
antara 1-3 tahun, sedangkan jangka panjang bisa mencapai 4-6 tahun.
5. Impact
Impact (dampak) merupakan perubahan mendasar baik yang
diinginkan maupun tidak diinginkan, yang terjadi dalam organisasi,
masyarakat, atau sistem sebagai hasil dari kegiatan program dalam jangka
waktu yang panjang.
F. Pelaksanaan Layanan Klasikal Bimbingan Konseling
Dalam pelaksanaan layanan klasikal bimbingan konseling, terdapat
beberapa unsur yang kemudian dikelompokan oleh peneliti menjadi masukan
atau input (SDM, fasilitas, materi pelayanan, metode pelayanan), aktivitaas
(Perencanaan kegiatan, pengorganisasian, pelaksanaan, Pengawasan dan
penilaian, tindak lanjut), dan keluaran atau output (laporan).
28
1. Masukan (Input)
Input (masukan) menurut merupakan kumpulan bagian atau
elemen yang ada dalam sistem dan diperlukan untuk dapat berfungsinya
sistem tersebut (Azwar, 2010). Input juga merupakan segala sesuatu yang
harus tersedia karena dibutuhkan untuk berlangsungnya proses (Nurkolis,
2003). Input (masukan) dalam penelitian ini antara lain sumber daya
manusia (SDM), fasilitas, materi pelayanan dan metode pelayanan.
a. Sumber daya manusia (SDM)
Menurut Mathis dan Jackson (2006), SDM merupakan rancangan
sistem-sistem formal dalam sebuah organisasi untuk memastikan
penggunaan bakat manusia secara efektif dan efisien guna mencapai
tujuan organisasi. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia, sumber
daya manusia merupakan potensi manusia yang dapat dikembangkan
untuk proses produksi. Dalam pelayanan bimbingan konseling, SDM
yang diperlukan untuk menjalankan proses layanan bimbingan
konseling disekolah adalah Guru BK/Konselor.
Berdasarkan peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia nomor 111 tahun 2014, kegiatan Bimbingan dan
Konseling (BK) dilakukan oleh konselor atau guru Bimbingan dan
Konseling. Dalam peraturan tersebut juga menetapkan bahwa Guru
BK merupakan pendidik professional dengan kualifikasi akademik
minimal Sarjana Pendidikan (S-1) dalam bidang bimbingan dan
konseling serta memiliki kompetensi dibidang Bimbingan dan
Konseling.
29
Kualifikasi dan jumlah guru BK atau konselor yang perlu ada di
SMP berdasarkan panduan bimbingan dan konseling untuk SMP
adalah 1 : 150. Artinya dalam 150 peserta didik setidaknya
dibutuhkan satu guru BK atau konselor. Dalam memberikan
pelayanan
konseling,
guru
BK
atau
konselor
hendaknya
memperhatikan etika dasar profesi konseling. Etika dasar profesi
tersebut dijelaskan sebagai berikut (Kemendikbud, 2014).
1) Upaya
konseling
(Kehidupan
efektif
bertujuan
untuk
sehari-hari)
mengembangkan
dan
menangani
KES
KES-T
(Kehidupan efektif sehari-hari yang terganggu), dengan fokus
kemandirian pribadi dan pengendalian diri berkarakter cerdas.
2) Upaya Konseling terarah pada membelajarkan klien agar klien
belajar dalam dimensi dari tidak tahu menjadi tahu, dari tidak
bisa menjadi bisa, dari tidak mau menjadi mau, dari tidak
bersyukur menjadi bersyukur dan ikhlas.
3) Konselor tidak ernah memihak kecuali pada kebenaran
4) Konselor tidak bekerja dengan acuan sanksi ataupun hukuman.
5) Konselor memegang teguh rahasia klien.
b. Fasilitas
Fasilitas di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia didefinisikan
sebagai sarana untuk melancarkan pelaksanaan fungsi. Dalam konteks
pembelajaran, sumber daya fasilitas merupakan
peralatan dan
perlengkapan yang secara langsung dipergunakan untuk menunjang
proses pendidikan (Murniati dan Usman, 2009). Dengan demikian,
30
fasilitas dapat diartikan sebagai sarana fisik yang digunakan untuk
melancarkan dan menunjang proses pendidikan.
Dalam sebuah Unit Pelayanan BK (UPBK) SMP, fasilitas yang
dicantumkan dalam panduan pelaksanaan BK dari Kemendikbud
tahun 2014 meliputi perangkat sebagai berikut.
1) Ruang Kantor yang terdiri dari ruang data, ruang konseling
perorangan, ruang tamu, ruang bimbingan/konseling kelompok,
ruang kerja dan ruang relaksasi. Adapun denah dari ruangan
kantor tersebut digambarkan sebagai berikut.
Gambar 2.1. Denah Ruangan Kantor UPBK
(Kemendikbud, 2014)
31
2) Prasarana dan sarana perkantoran, administrasi, dan pendanaan
serta kesempatan yang mencukupi untuk berkembang dan
suksesnya UPBK serta terpenuhinya kinerja para Guru BK atau
konselor.
3) Fasilitas
kelengkapan
untuk
keberlangsungan
kegiatan
pendidikan/ pembelajaran bagi suksesnya pelayanan BK secara
menyeluruh pada umumnya dan khususnya pelayanan peminatan
peserta didik, terutama tes dan inventori standar (antara lain alat
ungkap masalah) serta alat ukur/ ungkap lainnya, dan perangkat
audio visual serta format-format standar pelaksanaan pelayanan.
Selain ruang kantor, fasilitas lain dalam pelayanan BK mencakup
semua sarana yang dibutuhkan untuk keberlangsungan kegiatan
pendidikan/pembelajaran bagi suksesnya pelayanan BK secara
menyeluruh. Sarana tersebut termasuk alat ukur/ungkap masalah dan
alat ukur lainnya, serta perangkat lain yang dibutuhkan dalam
pelaksanaan
pelayanan
dalam
berbagai
format
layanan
(Kemendikbud, 2014).
c. Materi Pelayanan
Materi pelayanan BK dapat dirumuskan berupa tema yang akan
dibahas dalam praktik pelayanan. Tema itu sendiri merupakan
rumusan yang mengandung sejumlah aspek materi yang saling
berkaitan yang selanjutnya menjadi muatan kegiatan pelayanan yang
dimaksudkan (Kemendikbud, 2014). Materi yang diberikan dalam
32
pelayanan bimbingan konseling sebagaimana yang dijelaskan dalam
panduan bimbingan dan konseling Kemendikbud tahun 2014, terfokus
kepada
pengembangan
KES
dan/atau
penanganan
KES-T,
kemandirian dan pengendalian diri.
Menurut peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
nomor 111 tahun 2014, penyusunan materi dalam layanan konseling
dilakukan berdasarkan hasil analisis kebutuhan siswa. Penyampaian
materi
yang
diberikan
dalam
bimbingan
klasikal
bersifat
pengembangan, pencegahan dan pemeliharaan (Kemendikbud, 2016).
d. Metode pelayanan
Metode adalah cara yang digunakan untuk mencapai tujuantujuan tertentu (Wiguna, 2014). Metode juga didefinisikan sebagai
cara, pendekatan, atau proses untuk menyampaikan informasi
(Bastable, 2002). Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, metode
merupakan cara teratur yang digunakan untuk melaksanakan sebuah
pekerjaan agar tercapai sesuai dengan yang dikehendaki.
Mubarak, dkk (2007) menjelaskan, dalam kegiatan pendidikan
dan pengajaran terdapat beberapa jenis metode yang biasa digunakan
untuk menyampaikan materi pembelajaran.
1) Metode ceramah yang merupakan cara penyampaian materi
pembelajaran dengan komunikasi lisan satu arah. Metode ini
cocok
digunakan
untuk
pembelajaran
dengan
tujuan
penyampaian informasi atau memberi pengantar bagi format lain.
Metode ceramah yang merupakan cara penyampaian materi
33
pembelajaran dengan komunikasi lisan satu arah. Metode ini
cocok
digunakan
untuk
pembelajaran
dengan
tujuan
penyampaian informasi atau memberi pengantar bagi format lain.
Metode ceramah tentu saja memiliki beberapa kelemahan dan
kelebihan, menurut Simamora (2009) kelemahan dalam metode
ceramah adalah
a) Membuat peserta didik menjadi pasif
b) Mengandung unsur paksaan kepada peserta didik
c) Mengandung sedikit daya kritis peserta didik
d) Bagi peserta didik dengan tipe belajar visual akan lebih
sulit menerima pelajaran dibanding peserta didik tipe
audio
e) Sukar mengendalikan sejauh mana pemahaman belajar
peserta didik
f) Kegiatan pembelajaran menjadi verbalisme
g) Jika terlalu lama dapat membuat jenuh peserta didik
metode ceramah juga memiliki beberapa kelebihan seperti
a) Pendidik mudah menguasai kelas
b) Pendidik mudah menerangkan banyak bahan ajar
c) Dapat diikuti peserta didik dalam jumlah besar
d) Mudah dilaksanakan
2) Metode tanya-jawab merupakan cara penyampaian materi
pembelajaran melalui komunikasi dua arah antara guru dan
peserta didik.
34
3) Metode Demonstrasi merupakan cara penyampaian materi
pembelajaran dengan memperagakan sesuatu. Metode ini efektif
untuk membantu peserta memahami suatu proses atau cara-cara
melakukan sesuatu.
4) Metode diskusi merupakan suatu cara penyampaian materi
melalui wahana tukar pendapat dan informasi berdasarkan
pengetahuan dan pengalaman yang telah diperoleh peserta didik.
Metode ini dapat mengembangkan kemampuan peserta didik
untuk bertanya, berkomunikasi, menafsirkan, dan memberikan
kesimpulan.
Metode
ini
juga
dapat
membuat
suasana
pembelajaran menjadi lebih aktif, karena metode ini dapat
meningkatkan aktivitas siswa di dalam pembelajaran.
2. Aktivitas
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, aktivitas
disini juga
dijelaskan sebagai proses, alat, kegiatan, dan tindakan yang dilakukan dan
merupakan bagian dari implementasi program. Sementara, proses itu
sendiri didefinisikan sebagai tahap perubahan masukan menjadi output
yang dilakukan oleh sistem (Marimin dkk, 2006). Menurut Azwar (2010),
proses merupakan kumpulan bagian atau elemen yang ada dalam sebuah
sistem dan berfungsi untuk mengubah input (masukan) menjadi output
(keluaran) yang diharapkan.
Dalam pelaksanaan kegiatan pelayanan konseling, baik klasikal
maupun nonklasikal terdapat beberapa tahap yang perlu dilakukan
35
pelaksana kegiatan konseling dan ditetapkan oleh Kemendikbud dalam
panduan BK untuk SMP. Tahapan tersebut adalah perencanaan,
pengorganisasian, pelaksanaan Pengawasan dan penilaian, serta tindak
lanjut (Kemendikbud, 2014).
a. Perencanaan Kegiatan
Menurut Luddin (2010) perencanaan merupakan proses sistematis
dalam pengambilan keputusan tentang tindakan yang akan dilakukan
pada waktu yang akan datang. Perencanaan dalam pelayanan BK,
sering dikenal dengan istilah Rencana Pelaksanaan Layanan (RPL)
atau Satuan Layanan (SATLAN) dan Rencana Kegiatan Pendukung
(RKP) atau Satuan Kegiatan Pendukung (SATKUNG). Perencanaan
pelayanan kegiatan konseling ini dilakukan oleh Guru BK atau
Konselor (Kemendikbud, 2014).
Komponen SATLAN / RPL atau SATKUNG / RKP memuat hal-hal
pokok yang terkait langsung dengan penyelenggaraan layanan dan
kegiatan
pendukung
seperti
materi
yang
akan
disampaikan
(sebagaimana yang telah diprogramkan), sasaran layanan, waktu dan
tempat, serta teknik dan media yang akan digunakan.
b. Pengorganisasian
Setelah tersusun SATLAN / RPL dan SATKUNG / RKP, tahap
selanjutnya adalah mengorganisasikan berbagai aspek pokok terutama
menyangkut prasarana dan sarana fisik, personalia dan administrasi
untuk menjamin kelancaran dan suksesnya pelaksanaan SATLAN /
RPL dan SATKUNG / RKP yang telah disusun. Pengorganisasian
36
juga termasuk sebagai upaya perincian tugas-tugas setiap Guru BK
sebagai pemangku layanan bimbingan dan konseling (Kemendikbud,
2016).
c. Pelaksanaan
Pelaksanaan kegiatan pelayanan berdasarkan SATLAN / RPL dan
SATKUNG / RKP terselenggarakan pada waktu, tempat yang telah
ditetapkan dengan subjek sasaran. Dalam setiap pelaksanaan kegiatan
konseling terdapat lima langkah yang menjadi alur dan mengatur arah
aktifitas yang dilakukan. Kelima langkah tersebut dimulai dari
pengantaran, penjajakan, penafsiran, pembinaan, dan penilaian.
d. Pengawasan dan Penilaian
Selama dilaksanakannya SATLAN / RPL dan SATKUG / RKP, Guru
BK atau Konselor secara langsung melakukan Pengawasan proses
pelayanan (penilaian proses) yang sedang berjalan. Selain itu Guru
BK atau Konselor melakukan penilaian atas hasil yang dicapai oleh
peserta pelayanan (penilaian hasil). Hasil Pengawasan dan penilaian
ini menjadi isi Laporan Pelaksanaan Program (LAPELPROG).
Selain Pengawasan yang dilakukan oleh Guru BK atau konselor,
kegiatan Pengawasan pada pelayanan BK juga dilakukan secara
interen oleh kepala satuan pendidikan maupun eksteren oleh
pengawas satuan pendidikan bidang BK. Fokus dari kegiatan
pengawasan
tersebut
adalah
kemampuan
professional
dan
implementasi kegiatan pelayanan BK yang merupakan kewajiban
kinerja dan tugas dari guru BK atau Konselor dalam satuan
37
pendidikan. Kegiatan pengawasan ini dilakukan secara berkala dan
berkelanjutan.
e. Tindak lanjut
Setelah dilakukan Pengawasan oleh Guru BK atau Konselor terhadap
proses pelayanan dan hasil-hasilnya sebagaimana menjadi isi
LAPELPROG
dianalisis
dan
ditindaklanjuti
untuk
perbaikan
pemantapan ataupun penyesuaian kegiatan pelayanan selanjutnya.
Sementara hasil Pengawasan dari pengawas kegiatan pelayanan BK
(Kepala satuan pendidikan atau pengawas satuan pendidikan bidang
BK)
didokumentasikan,
dianalisis,
dan
ditindaklanjuti
untuk
meningkatkan mutu perencanaan dan pelaksanaan kegiatan pelayanan
BK. Tindak lanjut atau umpan balik yang dilakukan oleh pengawas
dapat disebut dengan istilah pembinaan terhadap kinerja Guru BK.
f. Pelaporan
Pelaporan dalam kegiatan bimbingan konseling dipelukan untuk
menginterpretasikan hasil dari penilaian sehingga dapat ditarik sebuah
kesimpulan. Laporan itu sendiri didefinisikan sebagai alat komunikasi
tertulis yang memuat hasil pengolahan data dan informasi serta
memberikan kesimpulan atau rekomendasi atas fakta-fakta atau
keadaan-keadaan yang telah diselidiki sebelumnya (Nuraida, 2008).
Dari definisi tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pelaporan
merupakan upaya mengkomunikasikan informasi, hasil pengolahan
data, dan rekomendasi secara tertulis. Dalam pelaporan pelayanan BK,
38
Kemendikbud
(2014)
menetapkan
beberapa
hal
yang
perlu
diperhatikan dan dilaksanakan.
a. Untuk setiap jenis kegiatan BK (yang dilaksanakan melalui
kegiatan jenis layanan dan kegiatan pedukung, format klasikal
dan nonklasikal) disusun oleh Guru BK atau konselor dalam
bentuk Laporan Pelaksanaan Program (LAPELPROG), yang
memuat komponen pokok layanan atau kegiatan pendukung
secara menyeluruh, disertai data penilaian hasil dan penilaian
proses, dilengkapi dengan arah tindak lanjutnya.
b. Volume dan waktu dalam pelaksanaan pelayanan BK di dalam
kelas dan di luar kelas setiap minggu oleh Guru BK atau Konselor
dengan persetujuan pimpinan satuan pendidikan. Dalam hal ini,
Guru BK atau Konselor membuat laporan dengan mencantumkan
frekuensi keikutsertaan peserta didik dalam kegiatan pelayanan
BK setiap semester.
c. Nilai hasil layanan, yaitu dalam rangka penilaian jangka panjang
(laijapang) dalam unit waktu semesteran, dalam bentuk penilaian
kualitatif, dilaporkan dalam format yang telah ditetapkan oleh
kementerian pendidikan dan kebudayaan.
Dalam panduan operasional pelaksanaan bimbingan dan konseling
untuk SMP dari Kemendikbud tahun 2016 penyusunan pelaporan
terdapat tiga aspek pokok yang perlu diperhatikan.
a. Sistematika laporan logis dan dapat dipahami
39
b. Deskripsi laporan yang disusun hendaknya memperhatikan kaidah
penulisan dan menggunakan bahasa yang baku
c. Laporan pelaksanaan program bimbingan dan konseling harus
dilaporkan secara akurat dan tepat waktu. Akurasi laporan yang
dimaksud adalah laporan dibuat dengan menggambarkan detil
keseluruhan layanan yang telah dilakukan. Sementara bersifat
tepat waktu berarti laporan harus diserahkan kepada pihak terlibat
dan berkepentingan sesuai dengan waktu yang telah disepakati
bersama.
3. Keluaran (Output)
Output (keluaran) adalah kumpulan bagian atau elemen yang
dihasilkan dari berlangsungnya proses dalam sistem (Azwar, 2010).
Menurut Susanto (dalam Djahir dan Pratita, 2014), output merupakan
hasil dari suatu proses yang merupakan tujuan dari keberadaan sistem.
Output dalam penelitian ini adalah cakupan pelaksanaan layanan klasikal
bimbingan konseling kepada siswa.
a. Layanan Klasikal Bimbingan Konseling
Berdasarkan penjelasan dari Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan (2014), Layanan Klasikal Bimbingan Konseling merupakan
kegiatan bimbingan konseling yang melayani peserta didik dalam jumlah
besar didalam satu kelas. Menurut Supriyo (2010), Layanan klasikal
merupakan layanan bimbingan atau gabungan beberapa kelas. Layanan
klasikal yang diberikan bersifat preventif dengan tujuan agar tidak
terjadi masalah atau menekan jumlah masalah pada siswa. Layanan
40
klasikal ini juga merupakan upaya untuk menjaga agar keadaan yang
sudah baik agar tetap terjaga.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
nomor 18A tahun 2013 tentang implementasi kurikulum, pelayanan BK
yang
dalam
format
klasikal
diselenggarakan
dalam
dua
jam
pembelajaran (JP) per kelas (rombongan belajar siswa). Kegiatan tatap
muka yang dilaksanakan secara klasikal dalam tiap kelas ditujukan untuk
menyelenggarakan layanan informasi, penempatan dan penyaluran,
penguasaan konten, kegiatan instrumentasi, serta layanan/kegiatan lain
yang dapat dilakukan di dalam kelas.
G. Kerangka Teori
Seperti dijelaskan sebelumnya, logic model dijelaskan sebagai
visualisasi sebuah program yang mengkomunikasikan hubungan yang
diinginkan antara tujuan program, aktivitas (kegiatan), output, dan hasil
(outcome) yang diharapkan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teori
the logic model yang didalamnya disesuaikan dengan variabel-variabel yang
terdapat dalam panduan BK untuk SMP Kemendikbud 2014 dan fokus
kepada kegiatan konseling sekolah dalam upaya mencegah dan mengurangi
tindakan perundungan di sekolah.
41
Activity
Input
Output
• SDM
• Fasilitas
• Materi
Layanan
• Metode
Pelayanan
• Perencanaan
• Pengorganisasian
• Pelaksanaan
• Pengawasa
n dan
Penilaian
• Tindak
lanjut
• Pelaporan
• Cakupan
pelaksanaan
layanan
klasikal
bimmbingan
konseling
Outcome
Impact
• Pengetahuan,
sikap,
persepsi
dan
perilaku
peserta
didik
terhadap
bullying
di
sekolah
• Bullying
di
sekolah
Keterangan:
: yang diteliti
: tidak termasuk dalam penelitian
Gambar 2.3 Kerangka Teori Penelitian menggunakan Logic Model dan Panduan
Bimbingan Konseling untuk SMP
(W.K. Kellogg Foundation, 2004 dan Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah
Pertama Kemendikbud, 2014)
42
BAB 3
KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH
A. Kerangka Pikir
Berdasarkan kerangka teori yang telah dibuat, peneliti membuat
kerangka pikir agar penelitian yang akan dilakukan jelas dan tidak keluar dari
tema penelitian. Variabel yang akan diteliti dijelaskan dalam gambar berikut.
Activity
Input
Output
• SDM
• Fasilitas
• Materi
Layanan
• Metode
Pelayanan
•
•
•
•
Perencanaan
Pengorganisasian
Pelaksanaan
Pengawasan dan
Penilaian
• Tindak lanjut
• Pelaporan
• Cakupan
pelaksanaan
layanan
klasikal
bimbingan
konseling
Gambar 3.1 Kerangka Pikir Penelitian
Gambar diatas menjelaskan beberapa variabel yang akan diteliti dalam
penelitian ini. Dalam variabel masukan (input) diantaranya seperti SDM,
fasilitas, materi, dan metode. Variabel masukan mencakup unsur-unsur yang
perlu dipersiapkan untuk menjalankan proses layanan konseling di sekolah,
seperti jumlah dan kualitas SDM, ketersediaan fasilitas, penyusunan materi
dan pemilihan metode. Dalam variabel aktivitas mencakup apa saja yang
dilakukan sebagai upaya pencegahan tindakan perundungan dengan
menggunakan layanan klasikal bimbingan konseling yang dimulai dari
44
perencanaan hingga pelaporan. Dalam variabel keluaran menjelaskan tujuan
dari pelaksanaan kegiatan berupa cakupan layanan klasikal bimbingan
konseling di SMPN 9 Cimahi. Variabel outcome, dan impact tidak diteliti
karena untuk mengukur dampak layanan klasikal terhadap pengetahuan,
sikap, persepsi dan perilaku siswa dibutuhkan waktu yang panjang dan desain
penelitian yang berbeda dan tidak sesuai dengan fokus penelitian ini.
B. Definisi Istilah
Tabel 3.1 Definisi Istilah
No.
Istilah
Definisi
Cara Ukur
Alat Ukur
Sumber
Informasi
Masukan (Input)
1.
SDM
Sumber
daya Wawancara Panduan
manusia
yang
mendalam,
wawancara,
tersedia di SMPN 9
Cimahi
khususnya
pada
pelayanan
konseling (Guru BK
atau
kuantitas
kualitas
pendidikan
pengalaman
Bidang
Humas
telaah
daftar
dokumen
dokumen,
dan
tabel check
Konselor),
yang ditinjau dari
1. Wakasek
SMPN
9
Cimahi)
2. Guru BK
3. Data
observasi
list
Kepegawa
dan
ian
(standar
BK
Guru
dan
SMPN
dalam
Cimahi
9
menangani masalah)
2.
Fasilitas
Sarana
yang
prasarana Wawancara
disediakan
mendalam,
Panduan
wawancara,
1. Guru BK
2. Wakasek
45
SMPN
9
Cimahi telaah
dalam pelaksanaan
daftar
dokumen
dokumen
dan
dan table
pelayanan konseling
terkait
perilaku
Humas
SMPN 9
perundungan, serta Observasi
kualitas
Bidang
check list
sarana
Cimahi)
3. Dokumen
perencana
prasarana tersebut.
an
program
BK
3.
Materi
Pelayanan
Konten materi yang
diberikan dalam
Wawancara
Panduan
mendalam,
wawancara,
telaah
daftar
dokumen
dokumen
dan
dan table
observasi
check list
pelayanan
bimbingan
konseling
khususnya terkait
pemegang
program
perilaku
perundungan
1. Guru BK
2. Siswa
3. Dokumen
materi
layanan
konseling
4. Dokumen
RPL
5. Data hasil
analisis
kebutuhan
4.
Metode
pelayanan
Cara yang
digunakan oleh
Wawancara
Panduan
mendalam,
wawancara,
Guru BK atau
Konselor untuk
menyampaikan
informasi terkait
1. Guru BK
pemegang
program
telaah
daftar
dokumen
dokumen,
dan
tabel check
observasi
list
2. Siswa
3. Dokumen
RPL
perilaku
perundungan dalam
46
proses pembinaan
Aktivitas
5.
Perencanaan
Peran SDM terkait
penyusunan
Wawancara
Panduan
mendalam
wawancara
dan telaah
dan daftar
dokumen
dokumen
RPL
Wawancara
Panduan
1. Guru
mendalam
wawancara
tindakan yang akan
dilakukan dalam
penggunaan
1. Guru
BK
pemegang
program
2. Dokumen
fasilitas,
penyusunan materi
pelayanan dan
aplikasi metode
pelayanan dalam
pelaksanaan
bimbingan
konseling terkait
perilaku
perundungan di
SMPN 9 Cimahi
6.
Pengorganisasian Upaya yang
dilakukan SDM
dalam mengelola
sumberdaya yang
dicantumkan dalam
BK
pemegang
program
dan
dan table
Observasi
check list
perencanaan dan
memastikan
ketersediaan
sumberdaya untuk
menjamin
berlangsungnya
kegiatan layanan
konseling
47
7.
Pelaksanaan
Implementasi
kegiatan layanan
Wawancara
Panduan
mendalam,
wawancara,
telaah
dafter
klasikal bimbingan
konseling
Pengawasan
dan penilaian
Upaya Pengawasan
dan pemberian nilai
layanan kepada
siswa oleh konselor
dan
dan Tabel
Observasi
check list
Wawancara
Panduan
mendalam,
wawancara,
2. Siswa
RPL
1. Guru BK
2. Wakasek
bidang
Telaah
daftar
dokumen,
dokumen,
dan
dan
maupun
Pengawasan dan
pemegang
dokumen, 3. Dokumen
terhadap
pelaksanaan
BK
program
dokumen
8.
1. Guru
Humas dan
pengawas
(Assessor)
3. Siswa
observasi
observasi
4. Catatan
pemberian nilai atas
penilaian
kinerja konselor
proses
oleh petugas
5. Catatan
pengawas.
penilaian
hasil
6. Dokumen
penilaian
kinerja
9.
Tindak lanjut
Upaya pengambilan
keputusan terkait
Wawancara
Panduan
mendalam
wawancara
tindakan yang akan
dilakukan atas
pertimbangan hasil
Pengawasan dan
penilaian terhadap
1. Guru BK
2. Wakasek
bidang
dan telaah
dan daftar
dokumen
dokumen
Humas
3. Siswa
4. Dokumen
RPL
hasil layanan
48
terhadap siswa
maupun kinerja
konselor.
10.
Pelaporan
Upaya
menginterpretasikan
Wawancara
Panduan
mendalam
wawancara
dan telaah
dan daftar
dokumen
dokumen
hasil dari penilaian
kedalam sebuah
dokumen sehingga
1. Guru BK
pemegang
program
dapat ditarik sebuah
2. Kepala
Sekolah
3. Laporan
kesimpulan untuk
Pelaksana
melakukan tindak
an
lanjut terhadap
Program
perilaku
4. Laporan
perundungan di
Akhir
SMPN 9 Cimahi
Semester
Keluaran (Output)
11.
Cakupan
pelaksanaan
Hasil
pelaksanaan
layanan
layanan klasikal
bimbingan
konseling
capaian
klasikal
bimbingan
konseling
Telaah
Daftar
dokumen
dokumen
1. Daftar
hadir
siswa saat
pelayanan
tentang
perundungan
klasikal
oleh
SMPN 9 Cimahi
49
BAB 4
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif yaitu penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa gambaran dan kata-kata tertulis atau lisan
dari informan serta perilaku yang diamati. Metode penelitian ini juga
digunakan untuk meneliti kondisi obyek yang alamiah dan hasil penelitian
kualitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi (Sugiyono, 2009).
Jenis penelitian kualitatif Metode penelitian kualitatif ini digunakan oleh
peneliti dengan tujuan untuk mendapatkan data yang mendalam dari informan
mengenai pelaksanaan layanan bimbingan konseling terkait perilaku
perundungan dikalangan siswa SMPN 9 Cimahi. Data yang mendalam
diperlukan oleh peneliti untuk mengetahui dimana letak kekurangan
pelaksanaan layanan klasikal bimbingan konseling dan keterkaitan disetiap
variabel penelitian.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di SMPN 9 Cimahi, Jawa Barat. Penelitian
akan dilakukan pada bulan April sampai Oktober 2016.
C. Informan Penelitian
Informan dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan
metode purposive sampling.
Metode ini merupakan teknik penarikan
sampel sebagai sumber data dengan pertimbangan tertentu, misalnya orang
yang paling tahu tentang apa yang kita harapkan, atau mungkin sebagai
50
penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi objek/situasi
yang di teliti (Sugiyono, 2009). Informan yang menjadi narasumber dalam
penelitian ini adalah:
1. Guru Bumbungan Konseling SMPN 9 Cimahi yang bertanggung jawab
dalam pelaksanaan kegiatan (Informan 1, Informan 2, Informan 3)
2. Kepala Sekolah SMPN 9 Cimahi atau Pengawas Unit Layanan BK
(Informan Pendukung 1)
3. Siswa SMPN 9 Cimahi yang pernah menerima layanan klasikal
bimbingan konseling terkait perundungan termasuk siswa yang tidak
pernah ataupun pernah melakukan perundungan setelah diberikan
layanan klasikal. (Informan Pendukung 2, Informan Pendukung 3,
Informan Pendukung 4)
D. Pengumpulan Data
Sumber data yang digunakan sebagai sumber informasi dalam penelitian
ini yaitu:
1. Data primer yang dikumpulkan oleh peneliti dengan wawancara mendalam
dengan para informan serta satu kali observasi lapangan.
2. Data sekunder yang didapatkan oleh peneliti dari dokumen atau data yang
dimiliki oleh SMPN 9 Cimahi seperti data Guru BK, data daftar siswa,
Dokumen perencanaan Program BK tahun ajaran 2015-2016, Satuan
Layanan / RPL, Alat ungkap masalah, Materi layanan klasikal BK, dan
daftar hadir siswa pada saat layanan klasikal.
51
E. Instrumen Penelitian
Instrumen
yang
digunakan
adalah
pedoman
wawancara
untuk
mewawancarai informan terkait dengan pelaksanaan bimbingan konseling
terhadap
perilaku
perundungan.
Instrumen
penelitian
lain
dalam
pengumpulan data adalah pedoman observasi serta daftar dokumen. Selain
itu, peneliti juga menggunakan beberapa alat bantu berupa alat tulis, kamera
untuk mengambil gambar ketika observasi dan perekam suara untuk
merekam
pembicaraan
selama
wawancara
berlangsung
agar
dapat
memperkuat akurasi data.
F. Manajemen dan Analisis Data
Penelitian ini menggunakan pengelolaan dan analisis data model
Huberman & Miles. Dalam analisis model Huberman & Miles, ada tiga
aktivitas yang dilakukan dalam analisis data:
1. Data Reduction (Reduksi Data)
Dari sekian banyak data yang ditemukan Peneliti di lapangan, tidak
semua data tersebut disimpan. Mereduksi data artinya Peneliti
merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang
penting, dicari tema dan polanya.
2. Display Data (Penyajian Data)
Melalui penyajian data ini, maka data dapat terorganisasikan, tersusun
dalam pola, sehingga akan semakin mudah dipahami sehingga akan
memudahkan dalam perencanaan kerja selanjutnya. Peyajian data dalam
penelitian kualitatif dapat berupa teks naratif, matrik, tabel dan bagan.
52
3. Conclusion Drawing/Verification
Langkah ketiga dalam teknik analisis model Huberman dan Miles adalah
penarikan kesimpulan dan verifikasi. Pada tahap ini peneliti menarik
sebuah kesimpulan dari data-data yang telah melalui beberapa tahap
sebelumnya. Kesimpulan tersebut berupa gambaran keseluruhan data
yang ditemukan dilapangan dan merupakan jawaban dari pertanyaan
penelitian yang belum diketahui sebelumnya. Penarikan kesimpulan
tersebur didukung oleh data-data yang valid sehingga dapat dijadikan
kesimpulan yang kredibel.
G. Validitas Data Penelitian
Penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif umumnya memiliki
jumlah sampel yang sedikit. Oleh karena itu, untuk menjaga validitas dari
data dalam penelitian ini, peneliti melakukan trianggulasi data diantaranya:
1. Trianggulasi Sumber
Trianggulasi sumber dilakukan dengan cara melakukan cross check data
dengan fakta dari informan lain yang berhubungan dengan topik yang
sama. Trianggulasi ini dilakukan dengan cara mewawancara Kepala
Sekolah, Guru BK pemegang program dan siswa pada SMPN 9 Cimahi
2. Triangulasi Metode
Trianggulasi
metode
dilakukan
dengan
menggunakan
metode
pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data yang
valid. Pemngumpulan data ini dilakukan oleh peneliti dengan melakukan
53
wawancara mendalam, yang didukung dengan observasi dan telaah data
sekunder berupa beberapa dokumen yang berhubungan dengan topik
yang dibahas.
54
BAB 5
HASIL PENELITIAN
A. Masukan (Input) Layanan Klasikal Bimbingan Konseling
Masukan dalam Layanan Klasikal Bimbingan Konseling terkait
perilaku perundungan pada siswa di SMPN 9 Cimahi antara lain SDM,
fasilitas, materi, dan metode.
1. Sumber Daya Manusia (SDM)
Untuk mengetahui gambaran SDM yang tersedia untuk melaksanakan
layanan klasikal bimbingan konseling, peneliti menggunakan dua aspek
yaitu berdasarkan aspek kuantitas dan kualitas.
a. Gambaran Kuantitas
Berdasarkan hasil pengumpulan data, peneliti menyimpulkan
bahwa jumlah Guru BK di SMPN 9 belum bisa memenuhi ketetapan
Kemendikbud
dalam
Peraturan
Kementerian
Pendidikan
dan
Kebudayaan nomor 111 tahun 2014 tentang rasio Guru BK dan siswa
(1:150). Hal tersebut disimpulkan berdasarkan hasil observasi, telaah
dokumen, dan wawancara mendalam. SMPN 9 Cimahi seharusnya
memiliki 9 atau 10 Guru BK untuk sekolah dengan jumlah siswa
(pada tahun pembelajaran 2016-2017) sebanyak 1.424 siswa.
Setelah dilakukan telaah dokumen terkait SDM yang dimiliki
SMPN 9 Cimahi, didapatkan data seperti dibawah ini.
55
Tabel 5.1
Daftar Guru Pembimbing SMPN 9 Cimahi
No.
SDM
Status
Pangkat
Golongan
Kepegawaian
1.
Guru BK 1
PNS
Pembina
IV a
2.
Guru BK 2
PNS
Pembina
IV a
3.
Guru BK 3
PNS
Pembina
IV a
4.
Guru BK 4
PNS
Penata
III a
Muda
Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa dalam pelaksanaan
bimbingan konseling di SMPN 9 Cimahi dilakukan oleh empat orang
Guru Bimbingan Konseling. Data tersebut didukung dengan hasil
observasi yang dilakukan oleh peneliti yang menemukan bahwa
terdapat Guru BK yang aktif dalam UPBK SMPN 9 Cimahi.
Kekurangan SDM ini memiliki hubungan dengan kebijakan dari
Kepala Sekolah dan Dinas Pendidikan terkait pengangkatan SDM
Guru BK di Sekolah baik pegawai tetap maupun honorer.
Berdasarkan hasil wawancara, diketahui juga bahwa SMPN 9 Cimahi
tidak melakukan rekrutmen untuk tenaga Guru BK.
“Eeh sebenarnya itu kan sekolah mengajukan terus
setiap tahun ke Dinas. Jadi kembali kepada Dinas, apakah
mengangkat Guru BK atau bagaimana. … Kan kalau
sekolah negri itu agak sulit ya untuk menerima guru honor
juga ya. Untuk pegawai honorer SMPN 9 tidak menerima
untuk beberapa tahun ini, karena dianggap cukup dan juga
untuk pendanaan honornya belum siap” (Informan 1)
56
“Itu belum bisa dipenuhi karena kondisinya ya tenaga
tidak ada, tidak ada recruitment untuk pegawai juga.”
(Informan 2)
Berdasarkan hasil telaah dokumen laporan akhir semester BK
pada tahun ajaran 2011-2012 diketahui bahwa kekurangan jumlah
Guru BK sudah selama beberapa tahun. Selama ini SMPN 9 Cimahi
hanya dapat mengoptimalkan kinerja keempat orang Guru BK untuk
menjalankan kegiatan konseling di SMPN 9 Cimahi. Pada bulan
Agustus tahun 2016, SMPN 9 Cimahi mulai membentuk sebuah
organisasi siswa yang diberi nama Pusat Informasi Konseling Remaja
(PIKR). Anggota dari organisasi ini adalah siswa-siswa yang dipilih
oleh Guru BK dan wali kelas. Hal tersebut diketahui berdasarkan hasil
wawancara peneliti dengan salah satu siswa yang merupakan anggota
organisasi tersebut. Beriku adalah kutipan hasil wawancara tersebut.
“Ada namanya PIKR (Pusat Informasi Konseling
Remaja) itu kan baru dibuat. Jadi temen curhatnya tementemen gitu lah. Jadi dipilih KM atau yang dipercaya wali
kelas untuk ikutin PIKR itu… Kemarin kan baru perkenalan
sesama anggota… ada sih sekitar 2 bulan yang lalu…
Sekarang mungkin fokusnya lagi pembentukan dulu PIKR
di sekolah-sekolah.” (Informan Pendukung 2)
Hasil wawancara tersebut didukung oleh keterangan Guru BK.
Berikut adalah kutipan hasil wawancara tersebut.
“Kalau nggak salah itu program Kota, yang bergulir
untuk semua remaja di Kota Cimahi… kalau SMP 9 Baru
tahun ini mulai” (Informan 2)
Dari wawancara tersebut diketahui bahwa saat ini PIKR SMPN 9
Cimahi masih tahap pembentukan. Sementara seperti yang dijelaskan
dalam wawancara dengan salah satu anggota PIKR, organisasi
57
tersebut menjadi salah satu wadah bagi siswa untuk menceritakan
masalahnya di sekolah. PIKR dibawah bimbingan Guru BK SMPN 9
Cimahi bisa menjadi organisasi yang berfungsi sebagai perpanjangan
tangan dari Guru BK. Seperti yang dipaparkan dari hasil wawancara
dengan anggota PIKR, PIKR juga diharapkan menjadi wadah yang
mampu membantu BK dalam menyelesaikan masalah siswa SMPN 9
Cimahi. Hal tersebut diketahui juga berdasarkan hasil wawancara
dengan Guru BK. Berikut adalah kutipan hasil wawancara tersebut.
“Wadah aja untuk tempat bercerita, jadi anak yang
sungkan bercerita dengan BK atau ke Guru atau siapapun
yang di sekolah. Jadi dia bisa mendekati teman-teman yang
dari PIKR ini. Nanti PIKR sendiri mempunyai program
untuk menuntaskan masalah pribadi dikalangan remaja.”
(Informan 2)
Mengoptimalkan kinerja PIKR di SMPN 9 Cimahi ini bisa
menjadi salah satu upaya yang menjadi pertimbangan peneliti untuk
menaggulangi kekurangan SDM BK di SMPN 9 Cimahi. Dengan
mengoptimalkan organisasi tersebut, diharapkan dapat mengurangi
beban kerja Guru BK yang sangat banyak sehingga masalah-masalah
yang timbul akibat kekurangan SDM BK dapat diminimalisasi.
b. Gambaran Kualitas
Ditinjau dari segi kualitas, semua Guru BK SMPN 9 Cimahi
memenuhi kualifikasi profesi Guru BK yang ditetapkan Kemendikbud
dan memiliki pengalaman cukup banyak dalam menangani masalah
perundungan pada siswa. Hal tersebut disimpulkan berdasarkan hasil
telaah dokumen dan wawancara.
58
1) Pendidikan
Berdasarkan hasil telaah dokumen, diketahui data sebagai
berikut.
No.
Tabel 5.2
Data Guru Bimbingan Konseling SMPN 9 Cimahi Berdasarkan
Riwayat Pendidikan
SDM
Riwayat Pendidikan
Waktu terdaftar sebagai
tenaga pendidik di SMPN 9
Cimahi
1.
Guru BK 1
S1 Psikologi
1 Maret 1994
Pendidikan dan
Bimbingan
2.
Guru BK 2
S1 Psikologi
1 Juli 1999
Pendidikan dan
Bimbingan
S2 Pedidikan
Bimbingan
Konseling
3.
Guru BK 3
S1 Psikologi
9 Januari 1996
Pendidikan dan
Bimbingan
4.
Guru BK 4
S1 Pendidikan
1 Februari 2010
Bimbingan
Konseling
Berdasarkan data diatas, diketahui jumlah Guru BK di SMPN
9 Cimahi yang berpendidikan S1 berjumlah tiga orang dan S2
berjumlah satu orang. Berdasarkan data tersebut, semua Guru BK
sudah memenuhi kualifikasi sebagai Guru BK berdasarkan
59
Permendikbud nomor 111 tahun 2014 dan panduan pelaksanaan
BK
untuk
SMP
dari
Kemendikbud.
Ketetapan
tersebut
menyebutkan bahwa Guru BK atau konselor merupakan lulusan
S1 bidang pendidikan konseling dan telah lulus pendidikan profesi
Guru Bimbingan Konseling.
2) Pengalaman Menangani Masalah Perundungan (Bullying)
Berdasarkan hasil wawancara, peneliti menyimpulkan bahwa
setiap Guru BK yang ada di SMPN 9 Cimahi sudah memiliki
pengalaman yang banyak dalam menangani permasalahan
perundungan pada siswa dan juga telah memiliki pengalaman
kerja sebagai Guru BK di SMPN 9 Cimahi selama lebih dari 7
tahun. Kesimpulan tersebut didukung oleh pemaparan pengalaman
informan yang merupakan Guru BK dalam menangani masalah
perundungan di sekolah.
“Misalkan ya apa… menarik ini… kerah baju,
menampar, bahkan sampai berkelahi seperti itu ya, atau
ada lagi yang secara halus, bully secara halus tetapi ini
sangat bahaya… yaitu mengancam temannya untuk
melakukan suatu… suatu… perbuatan yang salah. … Kalau
tidak melakukan eee nanti dikhawatirkan ada tindakan
memukul. Nah jadi itu di SMP itu seperti itu.” (Informan 1)
“…yang Ibu rasakan kelass 7 itu cerita nuansa bullynya
lebih kental. Dibanding kelas 8 kelas 9 ya, karena begini di
kelas 7 itu kaya sikap-sikap kecil aja itu dilaporin. Contoh,
“Bu dia ngejekin nama orang tua saya” anak kan nggak
nyaman ya, anak kan tau nama orang tuanya rada aneh
kumaha nya, dijadikan ejekan. Terus yang ngancemngancem, jahil… begitu, jadi kelas 7 begitu.” (Informan 2)
“Yang becanda-becanda kayak gitu ya.. kayak bercanda
contoh narik, narik kerudung..kemudian ada yang...
60
“noel”gitu. tapi ada yang juga..yang ibu bilang berat juga
salah satunya kalo bercanda narik bangku.” (Informan 3)
Pengalaman Guru BK dalam memberikan bimbingan kepada
siswa sudah cukup banyak. Keempat orang Guru BK di
SMPN 9 Cimahi tersebut sudah memiliki pengalaman
memberikan bimbingan konseling sudah cukup lama. Semua
Guru BK yang ada di SMPN 9 Cimahi setidaknya memiliki
pengelaman di bidang konseling selama lebih dari 15-20 tahun
Hal ini didukung oleh pernyataan Wakil Kepala Sekolah
Bidang Humas yang juga bertugas memantau kinerja Guru di
sekolah selain Kepala Sekolah. Berikut kutipan pernyataan
yang diberikan oleh Informan pendukung
“Ee.. disana yang paling unggul SDM nya adalah bu
“Guru BK 2”, dia sebagai Penanggungjawab BP.
Tentunya dia mempunyai ee.. kualitas SDM yang paling
unggul. Kemudian dibawahnya ada bu “Guru BK 3” itu
mungkin setelah bu “Guru BK 2” kemampuan SDM nya
dengan bu “Guru BK 4”, setelah itu yang paling akhir bu
“Guru BK 1”… Dan pengalamannya adalah.. dari BP, dan
memang ya.. sudah punya jam terbang yang lumayan lah..
sudah diatas 20 tahun.” (Informan Pendukung 1)
2. Fasilitas
Fasilitas merupakan sarana fisik yang dibutuhkan untuk mendukung
berjalannya proses layanan konseling di sekolah. Fasilitas sama pentingnya
dengan SDM, karena ketersediaan fasilitas yang baik dapat menunjang
kualitas kinerja SDM. Ketersediaan fasilitas untuk kegiatan BK pada tahun
2016 di SMPN 9 Cimahi cukup lengkap. Hal tersebut disimpulkan
berdasarkan hasil wawancara, telaah dokumen dan observasi yang dilakukan
61
oleh peneliti. Pada variabel ini peneliti membagi hasil temuan lapangan
dalam tiga aspek yaitu ruangan, fasilitas penunjang kinerja BK dan fasilitas
penunjang layanan BK.
a. Ruangan
Ditinjau dari segi ruangan, walaupun ruangan Kantor BK di
SMPN 9 Cimahi memiliki semua fungsi yang dibutuhkan untuk
menjalankan kegiatan konseling namun kelengkapan ruangan kantor
BK belum sesuai dengan ketetapan panduan pelaksanaan BK karena
ada beberapa ruangan yang digabung seperti ruang relaksasi,
konseling individu dan konseling kelompok. Tata ruang kantor BK
belum sesuai dengan standar minimum dalam panduan pelaksanaan
BK Kemendikbud tahun 2014 dan Peraturan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan nomor 111 tahun 2014. Hal tersebut
diketahui berdasarkan hasil wawancara dan observasi peneliti.
Untuk menjalankan layanan bimbingan konseling, SMPN 9
Cimahi memiliki ruangan khusus untuk bimbingan konseling dan
ruang kelas yang digunakan untuk kegiatan layanan klasikal BK.
Hal ini diketahui berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang
dilakukan oleh peneliti.
“Kalau klasikal kita gunakan ruangan kelas… Kalau
konseling disini, diruang BK.” (Informan 1)
“Kalau untuk ruangan, klasikal kalau untuk tahun ini
kebijakan sekolah kan ada infocus tiap kelas. Jadi untuk
klasikal bisa dikelas masing-masing. Jadi kalaupun pake
media, laptop gitu gak perlu pake ruangan multimedia.”
(Informan 2)
62
“Ruangan kelas..kemudian ruang BK kan ada 4 sekat
ya,, 4 sekat yang ruang administrasi, ruang kerja guru BK,
ruang tamu, dan ini ruang konseling.” (Informan 3)
Dari hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti diketahui
bahwa layanan konseling dilakukan di ruang kelas dan ruangan
kantor BK. Adapun ruang kantor BK dibagi kembali menjadi
beberapa ruang yaitu ruang tamu, ruang konseling, ruang
administrasi (data) dan ruang kerja Guru BK. Ketersediaan ruang
kantor BK secara fungsional memang sudah memenuhi kebutuhan
pelaksanaan
BK,
namun
berdasarkan
ketetapan
panduan
pelaksanaan BK Kemendikbud dahun 2014 dan Peraturan
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan nomor 111 tahun 2014
masih belum terpenuhi. Kekurangan tersebut adalah pada ruangan
konseling sebagai mana ditetapkan dalam panduan dan peraturan di
atas perlu dipisahkan antara ruang konseling perorangan dan
ruangan relaksasi, dan ruangan konseling kelompok.
b. Fasilitas Penunjang Kinerja
Fasilitas penunjang kinerja merupakan sarana dan prasarana
yang diberikan oleh sekolah untuk membantu Guru BK untuk
melaksanakan tugasnya di Sekolah. Fasilitas tersebut mencakup
sarana dan prasarana perkantoran, administrasi dan pendanaan
kegiatan. Ketersediaan fasilitas untuk menunjang kinerja BK SMPN
9 Cimahi sudah memadai. Namun tidak ada anggaran khusus untuk
layanan klasikal. Pengajuan dana pada sekolah dilakukan pada saat
63
menyerahkan perencanaan program BK untuk 1 tahun. Dana
tersebut untuk pelaksanaan home visit, pengadaan inventory, dan
alat-alat lain.
Dari segi pendanaan berdasarkan hasil wawancara kepada Guru
BK dan Wakasek diketahui bahwa tidak ada pendanaan khusus
untuk menyelenggarakan kegiatan layanan klasikal bimbingan
konseling. Hal ini dikarenakan pelaksanaan kegiatan tersebut sudah
termasuk kedalam tugas pokok Guru BK. Jika ada pengajuan dana
terkait pelaksanaan layanan konseling hal ini diajukan pada awal
tahun pembelajaran. Adapun pengajuan dana kepada sekolah
ditujukan untuk pengadaan fasilitas penunjang kinerja seperti
pengadaan lemari, software dan hardware, pelaksanaan psikotest,
home visit dan lain-lain. Berikut kutipan hasil wawancara terkait
pendanaan untuk kegiatan BK.
“…Ya tapi ini kan, untuk perilaku bully itu sendiri lebih
kenanya ke layanan klasikal atau layanan individual, itu
sebenarnya tidak ada pendanaan khusus karena sudah
tugas pokok guru itu.” (Informan 1)
“O.. kalo layanan BK itu termasuk dalam kerja guru BK
aja…
Seperti
kegiatan
home
visit..mungkin
ya..ehm..he’eh..kegiatan home visit, kemudian kegiatan beli
peralatan BK..kayak lemari.. kemudian mungkin ada
berkas-berkas yang harus diperbanyak. Beli kelengkapan
BK salah satunya itu alat mungkin ya..seperti.. ee..ITP,
inventory itu..Nah, itu kita beli dan didanai oleh sekolah”
(Informan 3)
“Ada, cuma kalau dari sekolah itu kan kita biasanya
program yang dengan mengajukan proposal biasanya
untuk psikotest, pengadaan berkas-berkas untuk home visit,
sarana seperti software, hardware itu kita ajukan diawal
tahun ajaran” (Informan 2)
64
Hal tersebut dipertegas oleh keterangan terkait pendanaan dalam
layanan klasikal dan kebutuhan BK lain dari Wakasek.
“Itu memang sudah TUPOKSI, tugas pokok dan fungsi
guru. Itu sudah digaji dari negara diantaranya itu.. seperti
guru..mengajar jadi.. ee.. setiap guru mengajukan,
berdasarkan kebutuhannya itu pada awal tahun, semua
melalui MGMP di sekolah ini. Jadi, masing-masing guru
mata pelajaran mengajukan kebutuhan, selama 1 tahun..
termasuk BP.” (Informan Pendukung 1)
Dari hasil wawancara tersebut diketahui bahwa dalam pelaksanaan
layanan klasikal BK tidak memiliki anggaran dana khusus. Sementara
anggaran dana yang dimiliki oleh BK adalah untuk pengadaan sarana
lain untuk menunjang program dan kinerja BK secara keseluruhan.
Berdasarkan hasil telaah dokumen perencanaan program BK tahun
ajaran 2015-2016 diketahui tidak ada anggaran khusus untuk
pelaksanaan layanan klasikal tentang perundungan. Anggaran untuk
kebutuhan manajemen (alat tulis kantor dan kegiatan rapat),
pelaksanaan layanan dasar, layanan responsif, layanan perencanaan
individual dan layanan dukungan sistem. Berdasarkan hasil telaah
dokumen diketahui juga bahwa sumber pembiayaan kegiatan dari BK
berasal dari RKAS (rencana kegiatan dan anggaran sekolah) dan
sumber-sumber lain melalui kesepakatan lembaga dengan pihak lain.
Informasi tersebutdidukung oleh hasil wawancara kepada Wakasek
bidang humas, berikut kutipan wawancara tersebut.
“Ya.. kalo pendanaan.. didanai dari BOS termasuk yang
home visit.. kemudian kita mengadakan kerjasama dengan..
lembaga lain.” (Informan Pendukung 1)
65
Dari hasil observasi, diketahui bahwa untuk menunjang kinerja
Guru BK di SMPN 9 Cimahi, pihak sekolah juga menyediakan kantor
BK yang dilengkapi dengan ruang kerja, ruang administrasi, ruang
konseling dan ruang tamu. Perlengkapan perkantoran juga disediakan
oleh sekolah seperti perangkat komputer, meja kerja, lemari
penyimpan data, dan berbagai dokumen administrasi pelaksanaan
program BK seperti home visit, buku konseling siswa, alat ungkap
masalah, dokumen untuk psikotest dan lain-lain.
c. Fasilitas Penunjang Layanan BK
Fasilitas pendukung layanan BK merupakan sarana dan prasarana
yang diberikan oleh sekolah untuk menunjang terlaksananya layanan
konseling bagi siswa. Fasilitas tersebut mencakup ruangan pelaksanaan
konseling dan alat-alat yang dibutuhkan untuk menunjang pelaksanaan
konseling dalam format apapun di sekolah. Ditinjau dari segi
ketersediaan fasilitas untuk mendukung layanan BK, SMPN 9 Cimahi
sudah memiliki fasilitas yang memadai. Hal tersebut disimpulkan
berdasarkan hasil wawancara dan observasi.
Untuk layanan klasikal bimbingan konseling di SMPN 9 Cimahi
saat ini dapat dilakukan di setiap kelas. Jika sebelumnya layanan
klasikal biasa dilakukan di ruangan multimedia dengan mencampur
beberapa kelas dalam satu sesi layanan karena keterbatasan fasilitas,
saat ini layanan klasikal dapat dilakukan di setiap kelas karena telah
66
tersedia fasilitas yang memadai di setiap kelas seperti LCD proyektor,
layar dan lain-lain.
“Untuk tahun sekarang, Alhamdulillah cukup lengkap,
karena di tiap kelas ada ini yaah… LCD proyektor… Kita
tinggal bawa laptop, kita sambungkan ke proyektor gitu
yah udah.” (Informan 1)
“Kalau untuk ruangan, klasikal kalau untuk tahun ini
kebijakan sekolah kan ada infocus tiap kelas. Jadi untuk
klasikal bisa dikelas masing-masing. Jadi kalaupun pake
media, laptop gitu gak perlu pake ruangan multimedia.”
(Informan 2)
“Itu dari sekolah e itu seperti LCD disediakan.. dari
sekolah.. paling kita bawa laptop.. speaker juga kadang.”
(Informan 3)
Berdasarkan hasil kutipan wawancara di atas, diketahui bahwa
fasilitas yang disediakan oleh sekolah untuk menunjang kegiatan
layanan klasikal BK berupa LDC proyektor. Jika konselor atau Guru
BK menggunakan media atau alat bantu lain untuk membantu
pelaksanaan layanan klasikal, konselor atau Guru BK menyiapkan
sendiri bahan-bahan tersebut. Berdasarkan hasil observasi diketahui
selain setiap kelas sudah dilengkapi dengan proyektor (Infocus) pihak
sekolah juga menyediakan laptop, speaker, audio player, CD
pembelajaran, format absensi dan lain sebagainya. Berdasarkan hasil
wawancara dan observasi tersebut maka ditinjau dari fasilitas
penunjang layanan BK, SMPN 9 Cimahi sudah memenuhi ketetapan
dalam panduan pelaksanaan BK Kemendiknas dan peraturan
Kemendiknas nomor 111 tahun 2014.
67
3. Materi
Pada pelayanan BK materi dirumuskan dalam bentuk tema-tema dan
kemudian dibahas dalam pelaksanaan layanan, baik itu layanan konseling
kelompok, individu, maupun klasikal. Tema itu sendiri merupakan rumusan
dari sejumlah aspek yang menjadi muatan kegiatan pelayanan yang
dimaksudkan. Fokus materi dalam penelitian ini dikhususkan pada materi
yang diberikan dalam layanan klasikal BK sebagai upaya mengatasi masalah
perundungan dikalangan siswa. Cakupan gambaran itu sendiri meliputi
bagaimana penyusunan materi, sumber acuan dan sasaran penerima materi
tersebut.
a. Penyusunan Materi
Sebelum menentukan materi apa yang akan diberikan dalam
layanan klasikal, Guru BK terlebih dahulu melakukan need
assessment melalui laporan yang masuk ke Guru BK, observasi,
inventori tugas perkembangan sesuai dengan cara yang
dijelaskan dalam panduan pelaksanaan BK dari Kemendikbud.
Hal tersebut disimpulkan berdasarkan hasil telaah dokumen dan
wawancara mendalam.
Penyusunan materi pada layanan klasikal BK dilakukan
melalui beberapa tahap. Berdasarkan hasil wawancara terhadap
Guru BK, diketahui bahwa Guru BK melakukan assessment
terlebih dahulu terkait kondisi siswa dan kebutuhan siswa
sebelum menentukan materi apa yang akan diberikan dalam
layanan klasikal BK. Berikut kutipan hasil wawancara tersebut.
68
“Oleh guru BK aja… Eeh jadi gini… kita melihat gejala
anak ini apa sih kecenderungannya? Misalkan, Eeh kaya
anak kelas 1, anak kelas 1 itu kebanyakan ngebullynya,
ngejek nama orang tua, ngejek keluarga ya kan…?! Nah
kemudian kita bikin materinya tentang bully itu
dihubungkan dengan hal-hal yang factual dikelas 1.”
(Informan 1)
“Mungkin dari assessment kan kita ada beberapa..data
yang kita ambil dari anak, permasalahan-permasalahan
anak. Nah, kira-kira dari permasalahan itu, yang paling
banyak apa nih.. Nah, kemudian kita usulkan dalam
silabus.” (Informan 3)
“Biasanya kita melakukan need assessment selain pakai
instrument kita melihat persentase kasus. Misalkan pada
tahun ajaran ini kasus bully banyak ditemukan, maka pada
tahun ajaran berikutnya kita melakukan antisipasi dengan
memberikan pembekalan dulu supaya bully itu tidak
merebak lagi begitu. Jadi dijadikanlah layanan
pencegahan atau preventif ya namanya.” (Informan 2)
Data hasil wawancara tersebut didukung oleh hasil telaah
dokumen.
Berdasarkan
hasil
telaah
dokumen,
diketahui
instrument pengumpul data sebagai mana disebutkan dalam
wawancara diatas berupa inventori tugas perkembangan siswa,
dan alat ungkap masalah dalam modul buku pribadi siswa,
Bimbingan dan Konseling. Hasil pengumpulan data kemudian
diolah dan ditampilkan dalam bentuk grafik profil individu dan
profil kelompok. Selain itu, need assessment juga dilakukan
berdasarkan laporan masuk kepada Guru BK dan tercatat dalam
buku kasus BK. Upaya need assessment tersebut sudah sesuai
dengan ketetapan peraturan Kemendikbud nomor 111 tahun 2014
yang menyatakan bahwa layanan BK diselenggarakan secara
69
terprogram berdasarkan need assessment dengan berbagai
instrument non tes dan tes, pengumpulan fakta, laporan diri dan
observasi yang dilakukan oleh Guru BK atau pihak lain yang
berkewenangan.
Setelah dilakukan need assessment, tahap selanjutnya yang
seharusnya dilakukan oleh Guru BK berdasarkan peraturan
Kemendikbud nomor 111 tahun 2014 dan panduan pelaksanaan
BK Kemendikbud tahun 2014 adalah menyusun materi
pelayanan kedalam RPL. Berdasarkan hasil telaah dokumen RPL
dan konten materi yang diberikan dalam layanan klasikal,
diketahui materi layanan tersebut adalah “Aspek-aspek sosial dan
religi dalam kehidupan” dengan sub-materi
“Menghindari
Bullying (Pergaulan remaja berakhlak mulia)”. Konten dari
materi layanan tersebut mencakup penjelasan tentang pengertian
bullying, bentuk bullying, dan aspek hukum tetang bullying.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penyusunan materi
layanan klasikal tentang perundungan sudah memenuhi ketetapan
peraturan Kemendikbud nomor 111 tahun 2014 dan panduan
pelaksanaan BK untuk SMP dari Kemendikbud tahun 2014.
b. Acuan Materi
Acuan
untuk
konten
materi
layanan
klasikal
terkait
perundungan lebih banyak diambil dari artikel di internet dan
70
surat kabar online. Dari hasil wawancara diketahui informasi
sebagai berikut.
“Yang pertama kita baca buku, yang kedua kita rajin
nyari-nyari di internet seperti itu.” (Informan 1)
“Untuk materinya sendiri kita menyesuaikan apakah kita
browsing dari internet atau dari buku-buku yang relevan,
atau dari surat kabar” (Informan 2)
“Sumber salah satunya mungkin dari… googling.
Kemudian dari buku-buku juga, buku sumber yang kita
punya ada buku psikologi anak, kemudian psikologi
remaja, ee... ya materi-materi berita dari TV juga yang
update.” (Informan 3)
Sementara berdasarkan hasil telaah dokumen tentang konten
materi dan acuan yang digunakan oleh Guru BK diketahui bahwa
materi yang dibuat oleh Guru BK lebih banyak bersumber
kepada artikel-artikel dari website dan juga surat kabar online.
Berdasarkan data tersebut maka peneliti menyimpulkan bahwa
materi perundungan yang disusun oleh Guru BK lebih banyak
bersumber dari artikel di internet dan surat kabar online.
c. Sasaran Materi
Layanan klasikal BK dengan materi perundungan ini diberikan
dikelas 7 dan 8. Hal tersebut disimpulkan berdasarkan hasil
wawancara, telaah dokumen RPL dan observasi. Walaupun
sasaran utama adalah kelas 7 dan 8, Guru BK juga mengingatkan
agar tidak melakukan perundungan pada seluruh siswa termasuk
kelas 9. Berikut adalah hasil kutipan wawancara terkait sasaran
pemberian dari materi perundungan itu sendiri.
71
“Kalau kita lihat, kebanyakan materi bully itu diberikan
di kelas 7 dan 8.” (Informan 1)
“Kalau kemarin kelas 7. Karena kita berasumsi bahwa
kalau kelas 7 itu kan mereka bersosialisasi dilingkungan
baru, transisi dari SD ke SMP. Otomatis harus punya bekal
bagaimana bersosialisasi dengan teman.” (Informan 2)
“Iya..Kelas tujuh. Kelas delpan nanti diingatkan ulang..
Kelas sembilan diingatkan lagi…” (Informan 3)
Pernyataan para informan tersebut didukung oleh hasil
wawancara yang dilakukan peneliti kepada siswa kelas 8. Berikut
kutipan hasil wawancara tersebut.
“Waktu di kelas 8 baru aja… Pernah kelas 7 juga dulu”
(Informan Pendukung 2)
“Di kelas 7 semester 2” (Informan Pendukung 3)
“Kelas 7… semester 1 akhir” (Informan Pendukung 4)
Berdasarkan hasil wawancara diatas, diketahui bahwa semua
informan pernah menerima layanan klasikal BK dengan konten
materi perundungan ketika di kelas 7 dan 8. Hal ini menguatkan
pernyataan sebelumnya yang dipaparkan oleh Guru-guru BK.
Berdasarkan hasil telaah dokumen diketahui bahwa dalam
RPL dituliskan bahwa sasaran layanan klasikal tentang
perundungan adalah kelas 8. Sementara dari hasil observasi yang
dilakukan oleh peneliti diketahui bahwa layanan klasikal tentang
perundungan sebagaimana yang tertulis di RPL diberikan kepada
siswa kelas 8. Berdasarkan hasil wawancara, telaah dokumen,
dan observasi maka peneliti menarik kesimpulan bahwa layanan
klasikal tentang perundungan diberikan kepada siswa dikelas 7
dan 8.
72
Dari pemaparan hasil temuan di lapangan, peneliti menarik kesimpulan
bahwa sebelum penyusunan materi, Guru BK terlebih dahulu melakukan
analisis kebutuhan pada siswa. Konten dari materi yang akan disampaikan
disusun dengan acuan beberapa referensi seperti artikel website dan surat
kabar online. Ditinjau dari segi sasaran, materi tentang perundungan
ditujukan khususnya untuk kelas 7 dan 8.
4. Metode
Metode merupakan cara-cara yang digunakan dalam melakukan suatu
pekerjaan agar dapan mencapai target yang telah ditentukan. Fokus metode
yang terdapat dalam penelitian ini adalah cara-cara yang digunakan Guru
BK dalam memberikan layanan klasikal kepada siswa dengan tujuan
memberikan informasi tentang perundungan kepada siswa. Fokus metode
dalam penelitian ini mencakup frekuensi pemberian layanan, durasi pada
setiap pemberian layanan, dan cara yang digunakan dalam menyampaikan
informasi.
a. Frekuensi
Ditinjau dari frekuensi pemberian layanan klasikal tentang
perundungan hanya diberikan dalam 1-2 kali pertemuan.
Pelaksanaan
layanan
klasikal
secara
keseluruhan
belum
memenuhi ketetapan Kemendikbud. Layanan klasikal terjadwal
sebagaimana dijelaskan dalam panduan pelaksanaan BK dan
73
Permendiknas nomor 111 tahun 2014 bahwa layanan klasikal BK
terjadwal dilakukan satu kali pertemuan perminggu di setiap
kelas. Penarikan kesimpulan tersebut diperoleh berdasarkan hasil
wawancara dengan Guru BK dan Siswa. Berikut adalah kutipan
wawancara tersebut.
“Minimal itu sebulan sekali… karena kita dipotong
dengan kegiatan lain yah. Itu ada lah satu semester kirakira 4 kali… Itu 4 kali itu ada satu yang pure bully
kemudian yang sisanya itu tentang etika pergaulan, tentang
norma-norma di masyarakat dan itu selalu dikaitkan
dengan bully juga.” (Informan 1)
“Kalau yang direncanakan kemarin kan minimal satu
kelas itu dapat satu kali layanan tentang bully.” (Informan
2)
“Kita paling 2 kali dalam 1 kelas” (Informan 3)
Berdasarkan hasil wawancara tersebut, diketahui frekuensi
pemberian layanan klasikal diberikan setiap bulan pada setiap
kelas. Dalam satu semester dalam kelas yang sama bisa
mendapatkan layanan klasikal sekitar 4 kali pertemuan. Sementara
untuk layanan klasikal dengan konten materi perundungan
dilakukan setidaknya satu kali pada masing-masing kelas.
Berdasarkan hasil wawancara dengan siswa dikelas 8, diketahui
bahwa mereka pernah menerima layanan klasikal tentang
perundungan sebanyak 1 – 2 kali pertemuan. Berikut adalah
kutipan hasil wawancara tersebut.
“Waktu di kelas 8 baru aja… Pernah kelas 7 juga dulu”
(Informan Pendukung 2)
“Iya, sekali aja waktu di kelas 7.” (Informan Pendukung
3)
74
“Pernah waktu itu… Kelas 7” (Informan Pendukung 4)
Berdasarkan kutipan hasil wawancara di atas, diketahui semua
informan pernah menerima layanan klasikal BK dengan konten
perundungan ketika di kelas 7 dan satu orang informan
mendapatkan layanan klasikal dengan tema yang sama untuk
kedua kalinya di kelas 8. Frekuensi pelayanan belum memenuhi
standar yang ditetapkan oleh Kemendikbud karena frekuensi
pembiran layanan tidak setiap minggu dan tidak terjadwal.
Berdasarkan peraturan Kemendikbud nomor 111 tahun 2014
dijelaskan bahwa layanan bimbingan klasikal merupakan layanan
yang dilaksanakan dalam seting kelas, diberikan kepada semua
peserta didik, dalam bentuk tatap muka terjadwal yang rutin setiap
kelas per minggu.
Layanan klasikal tidak berjalan setiap minggu pada setiap kelas
karena untuk pelaksanaan layanan tersebut belum terjadwal.
Kesimpulan tersebut didukung oleh hasil wawancara dengan guru
BK. Berikut adalah kutipan hasil wawancara tersebut.
“Paling.. pada saat guru tidak ada.. kita kemudian
butuh.. menyampaikan sesuatu itu kita minta ke guru yang
bersangkutan. Pada saat guru itu mugkin pelatihan atau
mungkin guru itu.. meminta ke kita” (Informan 2)
b. Metode
Metode yang lebih sering digunakan berupa ceramah singkat,
dan tanya jawab. Metode lain yang digunakan bisa berupa diskusi,
75
roleplay dan simulasi. Penarikan kesimpulan tersebut diakukan
berdasarkan hasil wawancara, telaah dokumen dan observasi.
Ditinjau dari jenis metode yang digunakan oleh Guru BK
dalam memberikan layanan klasikal, ada beberapa metode yang
digunakan dalam pemberian layanan klasikal. Metode-metode
tersebut diantaranya metode ceramah singkat dengan bantuan
media audio visual, diskusi, tanya-jawab dan roleplay. Hal
tersebut diketahui berdasarkan hasil wawancara kepada tiga orang
Guru BK dan juga telaah dokumen. Dalam dokumen satuan
layanan BK (RPL) tertulis metode yang digunakan adalah
ceramah bervariasi, diskusi dan tanya jawab. Sementara dari hasil
wawancara, metode yang digunakan tidak hanya seerti yang
tertulis dalam RPL. Berikut adalah hasil kutipan wawancara
tersebut.
“Kebanyakan metode ceramah, tanya jawab, tapi
menggunakan media… misalkan ada pemutaran film
seperti itu” (Informan 1)
“Ee.. permainan… Kemudian ada yang.. ceramah,
kemudian pemutaran film, seperti itu. Kemudian ada tanyajawab juga.. wawancara ke siswa mungkin, kira-kira.. ada
masalah apa nih.. gitu.. Role-Playing.. jadi anak bermain
berperan...” (Informan 2)
“Metodenya kalau saya itu cenderung simulasi dan
diskusi.” (Informan 3)
Berdasarkan hasil wawancara tersebut diketahui bahwa
kebanyakan dari informan menggunakan metode ceramah singkat,
diskusi dan tanya jawab. Hal tersebut diperkuat dengan
76
keterangan dari siswa yang pernah menerima layanan klasikal
tersebut. Berikut adalah kutipan hasil wawancara tersebut.
“Jadi Guru BK juga jelasin tentang bullying bagaimana
akibatnya kedepannya begitu. Jadi kita juga ngerti sih…
pake permainan juga, jadi pemahaman tentang bullying
juga pakai games jadi agak seru gitu” (Informan
Pendukung 2)
“secara lisan aja terus tanya jawab, udah sih”
(Informan Pendukung 3)
“Itu sih jadi nerangin aja, seolah-olah aja sih
ngebayangin kalau kita teh dapet bully dari temen, dari
senior, atau apa.” (Informan Pendukung 4)
Berdasarkan hasil observasi diketahui bahwa Guru BK
menggunakan metode ceramah singkat dengan tanya jawab yang
dibantu dengan penayangan media audio visual. Pemilihan
metode yang digunakan dalam menyampaikan informasi dipilih
oleh Guru BK atas pertimbangan observasi Guru BK dan hasil
analisis data kecenderungan pola belajar anak melalui hasil
psikotest. Dengan demikian Guru BK mengetahui sekiranya
metode apa yang tepat untuk sasaran. Hal ini diketahui
berdasalkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti dengan
beberapa Guru BK. Berikut adalah kutipan hasil wawancara
tersebut.
“Eeh… disini kebanyakan anak-anak tuh visual gaya
belajarnya. Jadi dia itu senang nonton, senang melihat jadi
kita perlihatkan film-film atau gambar yang mengarah ke
perilaku bully gitu. Nah itu, dari situ.” (Informan 1)
“Ya kita melihat kecenderungan anak-anak dikelas itu
seperti apa, mereka lebih tertarik dengan metode seperti
apa dalam penyampaian materi. Jadi kita juga melakukan
observasi ya istilahnya. Terus kita sesuaikan kira-kira
77
metode apa yang cocok supaya layanan klasikal itu jadi
menyenangkan, terus materi yang disampaikan juga bisa
pahami oleh anak-anak” (Informan 2)
Berdasarkan hasil wawancara diatas peneliti menyimpulkan
bahwa metode yang digunakan oleh Guru BK sudah sesuai
dengan yang direncanakan dalam RPL. Penentuan metode
diakukan berdasarkan hasil need assessment melalui observasi dan
data kecenderungan dari data hasil psikotest siswa.
B. Aktivitas Layanan Klasikal Bimbingan Konseling
Aktivitas layanan klasikal BK terkait perilaku perundungan pada siswa
mencakup beberapa hal seperti perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan,
Pengawasan dan penilaian, tindak lanjut, dan pelaporan.
1. Perencanaan
Dari segi perencanaan yang perlu dipersiapkan oleh Guru BK, RPL dan
prencanaan program BP sudah tersedia namun isi RPL untuk layanan
klasikal BK tentang perundungan tidak terlalu lengkap dan belum seperti
yang
dicontohkan
dalam
panduan
pelaksanaan
BK
SMP
dari
Kemendikbud tahun 2014. Sementara untuk tenaga yang dilibatkan dalam
penyusunan perencanaan hanya Guru BK saja. Penarikan kesimpulan
tersebut dilakukan berdasarkan hasil wawancara dan telaah dokumen.
Dari hasil wawancara diketahui dalam proses perencanaan hal-hal yang
perlu dilakukan oleh Guru BK sebelum memberkan layanan klasikal BK
adalah menyiapkan dokumen satuan layanan (RPL), bahan yang akan
disampaikan dan media yang sesuai, format absensi siswa, melakukan
78
sosialisasi jadwal pemberian layanan dan bekerja sama dengan Guru wali
kelas. Berikut kutipan hasil wawancara tersebut.
“Eeh… satu kita mempersiapkan RPLnya, kedua kita
siapkan medianya, ketiga kita siapkan juga format absen
begitu, terus keempatnya kita beritahukan dulu siswanya
kalau akan ada pertemuan dengan kita guru BK pada jam
pelajaran sekian begitu…” (Informan 1)
“penyusunan RPL... kemudian mungkin cari-cari film..
yang bisa diinikan ke siswa… kira- kira... masuk gak ya?
paham gak ya? siswa untuk materi ini… gitu...” (Informan
2)
“Pertama mah kita harus siap bahan. Apa yang mau kita
sampaikan, medianya apa, terus koordinasi dengan wali
kelas. Walaupun jadwal sudah dipajang, sudah di tanda
tangan kepala sekolah, tapi pada hari H kita mengingatkan
lagi kepada wali kelas.” (Informan 3)
Ditinjau dari SDM yang berperan dalam penyusunan perencanaan
layanan klasikal BK terkait perilaku perundungan, diketahui bahwa hanya
Guru BK yang dilibatkan dalam penyusunan RPL. Berikut adalah kutipan
hasil wawancara tersebut.
“Kita aja… BK aja…” (Informan 1)
“Ya paling rekan guru BK, yang lain nggak ada sih.”
(Informan 2)
“Kalau RPL mah masing-masing, jadi setiap guru BK
menyimpan RPL” (Informan 3)
Setelah dilakukan telaah dokumen, peneliti mengetahui bahwa isi dari
RPL tersebut sama hanya saja berbeda tempat dan sasaran penerima
layanan, karena setiap Guru BK sudah mempunyai tanggung jawab masingmasing terhadap kelas-kelas siswa tertentu. Adapun format dokumen RPL
tersebut tersusun atas beberapa aspek sebagai berikut.
79
a. Materi layanan
b. Sub Materi
c. Jenis layanan
d. Fungsi Layanan
e. Bidang Bimbingan
f. Tugas Perkembangan
g. Sasaran Layanan
h. Semester/Waktu pelaksanaan
i. Uraian Kegiatan
j. Nilai-nilai yang harus dibangun/dikembangkan/dibisasakan
k. Sumber Belajar
l. Metode
m. Tempat
n. Penyelenggara/pelaksana
o. Penilaian
p. Tindak lanjut
Berdasarkan hasil telaah dokumen, diketahui pada bagian waktu
pelaksanaan tidak dicantumkan berapa lama layanan klasikal terkait
perundungan ini disampaikan. Selain itu pada uraian kegiatan, belum
dipaparkan dengan jelas uraian kegiatan apa saja yang akan dilakukan
secara bertahap sejak awal masuk kedalam kelas hingga selesai pemberian
layanan. Hal tersebut menjadi salah satu kesulitan bagi peneliti maupun
pengawas jika tidak melihat langsung bagaimana gambaran pelaksanaan
layanan klasikal di dalam kelas. Karena ada beberapa tahapan yang perlu
80
dilakukan oleh Guru BK mengacu pada panduan Kemendikbud tahun 2014
yang sebenarnya dilakukan oleh Guru BK namun tidak tercantumkan dalam
uraian kegiatan di dokumen RPL. Selain RPL, Guru BK juga menyiapkan
perencana program BK tahunan. Dokumen perencanaan yang tersedia
adalah perencanaan pada tahun ajaran 2015-2016.
Berdasarkan ketetapan peraturan Kemendikbud nomor 111 tahun 2014
disebutkan bahwa perencanaan (action plan) dibuat sebagai alat untuk
merespon kebutuhan yang telah teridentifikasi, mengimplementasi tahaptahap untuk memenuhi kebutuhan, dan identifikasi pihak yang bertanggung
jawab pada setiap tahap, serta mengatur jadwal dalam program tahunan dan
semesteran. Perencanaan yang dimaksud dalam peraturan tersebut disusun
kedalam RPL dan Perencanaan Program BK tahunan atau semesteran.
Berdasarkan seluruh data diatas, maka peneliti menyimpulkan bahwa selain
dokumen perencanaan (RPL dan Program tahunan BK) sudah dipersiapkan
untuk menjawab analisis kebutuhan, Guru BK juga sudah mampu
mengidentifikasi dan berkoordinasi dengan pihak yang akan dilibatkan
dalam pelaksanaan sebagaimana yang dimaksudkan dalam peraturan
Kemendikbud nomor 111 tahun 2014. Namun dari segi kelengkapan konten
RPL masih didapati kekurangan pada bagian waktu pelaksanaan dan
pemaparan uraian kegiatan yang tidak dijelaskan berdasarkan tahapantahapan pengantaran, penjajakan, penafsiran, pembinaan, dan penilaian.
81
2. Pengorganisasian
Pengorganisasian dalam penelitian ini didefinisikan sebagai upaya yang
dilakukan SDM dalam mengelola sumberdaya yang dicantumkan dalam
perencanaan dan memastikan ketersediaan sumberdaya untuk menjamin
berlangsungnya kegiatan layanan konseling. Guru BK melakukan kegiatan
pengorganisasian sesuai dengan yang yang ditetapkan dalam panduan
pelaksanaan BK dari Kemendikbud. Penarikan kesimpulan tersebut
dilakukan berdasarkan hasil wawancara dan observasi.
Berdasarkan pemaparan hasil wawancara terkait beberapa sumberdaya
yang dibutuhkan dantara lain seperti sarana penunjang layanan seperti
media, ruangan kelas, LCD dan lain-lain. Sementara itu, Guru BK juga
bekerja sama dengan Guru wali kelas, Guru mata pelajaran ataupun bagian
kesiswaan dalam menentukan jadwal pemberian layanan. Sebelum
melaksanakan layanan klasikal, berdasarkan hasil wawancara kepada tiga
orang informan dari Guru BK diketahui bahwa semua informan melakukan
pengorganisasian
setiap
mengimplementasikan
sumberdaya
perencanaan.
terlebih
Berikut
dahulu
adalah
sebelum
kutipan
hasil
wawancara terkait bagaimana Guru BK mengorganisasi sumberdaya untuk
pelaksanaan layanan klasikal.
“Harus koordinasi,… wali kelasnya dulauan misalkan
yang menyampaikan kondisi kelasnya… terus kita
sampaikan juga rencana dari BK kira-kira kita akan
melakukan hal seperti apa, setelah itu kita sampaikan apa
hasinya dengan wali kelas… Kalau fasilitas seperti LCD
dan lain-lain itu sudah ada kan ya di kelas, ada bagiannya
yang ngurus itu. Tinggal kita mempersiapkan laptop kita
aja sebenarnya untuk penyampaian materi di layanan
klasikal.”
(Informan 1)
82
“Pertama kita tentukan waktunya dulu dan Guru yang
mau memberikan waktu dikelasnya terutama ya. Kemudian
ada kelasnya, ada siswanya… itu bisa insyaallah… Iya,
harus koordinasi. Ya mungkin salah satunya mungkin
kesiswaan.” (Informan 2)
“Kita perlu koordinasi lagi dengan Kepala Sekolah,
Wali kelas sama Kesiswaan juga. Kalau sumber daya
berupa materi kan media yang kita gunakan, materi, sama
ruangan yang paling penting. … Berarti dari jauh-jauh
hari kita sudah siapkan… kalau klasikal itu kita harus
setting waktunya, terus kita sosialisasi ke guru, wali kelas,
terus kita juga harus kondisikan ruangan. Karena ruangan
itu kan tidak bisa sembarangan kita pakai, karena bisa jadi
ruangan itu sedang dipakai Guru lain.” (Informan 3)
Berdasarkan hasil wawancara tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa
kegiatan pengorganisasian yang dilakukan oleh Guru BK adalah melakukan
koordinasi dengan wali kelas, guru pengajar, kepala sekolah, atau bagian
kesiswaan. Sementara itu untuk pengorganisasian fasilitas guru BK hanya
memastikan ketersediaan kelas untuk layanan sedangkan fasilitas lain
seperti LCD sudah disediakan disetiap kelas sehingga Guru BK hanya perlu
menyiapkan laptop, materi dan media yang dibutuhkan.
Dari hasil observasi diketahui bahwa kegiatan pengorganisasian yang
dilakukan oleh Guru BK mencakup melakukan koordinasi dengan wali
kelas atau guru mata pelajaran tertentu, memastikan kembali sarana,
prasarana, waktu dan kelengkapan administrasi untuk melaksanaan layanan
klasikal. Guru BK memastikan kembali sarana yang berfungsi di dalam
kelas (LCD, laptop, speaker) satu hari sebelum pelaksanaan. Dalam
pengorganisasian prasarana, Guru BK memastikan kelas yang akan menjadi
tempat pelayanan satu hari sebelum pelaksanaan. Dalam pengorganisasian
personalia, Guru BK melakukan koordinasi dengan Guru wali kelas atau
83
guru mata pelajaran satu minggu dan satu hari sebelum pelaksanaan. Dalam
pengorganisasian
waktu,
Guru
BK
memastikan
kembali
waktu
pelaksanaan satu minggu sebelum pelaksanaan. Dalam pengorganisasian
administrasi, Guru BK mempersiapkan dokumen-dokumen seperti absensi
siswa, RPL, dan materi layanan satu hari sebelum pelaksanaan.
3. Pelaksanaan
Pelaksanaan dalam penelitian ini merupakan implementasi dari satuan
layanan atau RPL yang dilakukan oleh Guru BK dalam memberikan
layanan klasikal dengan konten perundungan. Untuk mengetahui gambaran
pelaksanaan layanan klasikal BK tentang perundungan di kelas, peneliti
melakukan wawancara kepada Guru BK dan siswa. Selain itu peneliti juga
melakukan observasi ketika layanan klasikal tentang perundungan
berlangsung.
a. Durasi
Durasi pemberian layanan klasikal tentang perundungan
berbeda-beda dan belum memenuhi ketetapan kemendikbud.
Volume kegiatan tidak sampai 2 jam pembelajaran dalam satu kali
pertemuan dan tidak juga dicantumkan dalam RPL. Penarikan
kesimpulan tersebut dilakukan berdasarkan hasil wawancara,
telaah dokumen dan observasi.
Ditinjau dari durasi pemberian layanan, berdasarkan hasil
observasi peneliti diketahui pemberian layanan klasikal BK
dilakukan selama 2 x 60 menit. Namun durasi pada setiap
84
pertemuan tidak sama dikarenakan pada saat pemberian layanan,
Guru BK memanfaatkan waktu jam pelajaran yang Guru pengajar
pada jam tersebut berhalangan hadir. Berikut adalah kutipan hasil
wawancara tersebut.
“Kalau satu jam pelajaran 45 menit, ini mah kita satu
jam 60 menit kadang lebih gitu.” (Informan 1)
“45 menit ya..” (Informan 2)
“Jadi satu jam karena dari jam 11 sampai jam 12 begitu.
Ya kalau ada bonusnya 60 menitan lah begitu ya.”
(Informan 3)
Dari hasil wawancara tersebut, diketahui bahwa dalam satu kali
pemberian layanan klasikal dilakukan selama 45-60 menit yang
berarti antara sekitar satu jam pelajaran (1 JP). Hal tersebut
didukung oleh pernyataan siswa yang sudah menerima layanan
klasikal terkait perundungan dari Guru BK. Berikut kutipan hasil
wawancara tersebut.
“Sekitar sejam lah… Jadi bagaimana ya, pokknya satu
jam pelajaran itu sekitar 45 menit ya jadi 2 jam pelajaran
lah.” (Informan pendukung 2)
“Satu jam pelajaran kurang lebih.” (Informan
pendukung 3)
“Satu jam pelajaran, jadi 45 menit” (Informan
pendukung 4)
Dari hasil wawancara tersebut diketahui bahwa pemberian
layanan klasikal diberikan selama kurang lebih 60 menit atau 1
jam pelajaran atau lebih. Hal tersebut berbeda dengan yang
ditemukan hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti.
Berasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti, layanan
klasikal diberikan selama 2 jam pelajaran yang kurang lebih
selama 90 menit.
85
Perbedaan durasi pemberian layanan ini dilakukan karena
penetapan waktu pemberian layanan klasikal tidak ditetapkan
sejak awal perencanaan. Layanan klasikal terjadwal dilakukan
pada saat keputrian untuk siswi yang dilaksanakan setiap hari
Jum’at dari jam 11.30 sampai 12.30 ketika para siswa
melaksanakan sholat Jum’at. Sementara untuk layanan klasikal
untuk putra tidak ada waktu khusus. Penyusunan jadwal layanan
klasikal BK dilakukan ketika sudah dimulai tahun ajaran dengan
menyesuaikan jadwal wali kelas dan guru-guru yang berhalangan
hadir. Untuk memastikan setiap kelas mendapatkan layanan
klasikal, Guru BK berkoordinasi dengan wali kelas atau guru mata
pelajaran tertentu. Hal tersebut diketahui berdasarkan hasil
wawancara dengan guru BK. Berikut adalah kutipan hasil
wawancara tersebut.
“kalau klasikal kita kerjasama dengan wali kelas
misalkan ini ada jam wali kelas nih, wali kelas evaluasi
sudah… terus dia butuh kita masuk juga, maka kita masuk
disitu di jam wali kelas … kita masuk kelas pada jam wali
kelas dengan kesepakatan, atau dengan jam guru pelajaran
tertentu yang sakit misalkan atau gurunya izin ada
tugas…” (Informan 1)
“Kita tidak bisa menjadwalkan karena memang
kondisinya anak kalau pulang sekolah sudah lelah. Terus
kadang kita kalau pulang sekolah ada kegiatan lain
mungkin ya seperti menerima tamu orang tua murid, kan
nggak mungkin kita suruh orang tua nunggu sementara kita
masuk kelas. Atau anak ditinggalkan, kemudian kita
menemui orang tua terus kita ngobrol dengan orang tua
yak an nggak mungkin juga gitu. Jadi kebanyakan saat
tidak ada kegiatan lain, baru kita bisa melaksanakan
layanan klasikal.” (Informan 2)
Hasil wawancara tersebut didukung dengan pernyataan siswa
yang telah menerima layanan klasikal tersebut. Berikut kutipan
hasil wawancara tersebut.
“jadi gini… waktu ada jam kosong, biasanya Guru BK
masuk tentang apa yang dikeluhkan anak-anak tentang
86
temen-temennya gitu, salah
(Informan pendukung 2)
satunya
tadi
bullying”
Dengan demikian, diketahui bahwa durasi layanan klasikal
pada tiap kelas tidak sama karena pelaksanaan layanan klasikal
menyesuaikan waktu yang ditetapkan bersama dengan wali kelas
atau dengan mengisi jam pelajaran dimana guru mata pelajaran
terkait berhalangan untuk hadir.
Berdasarkan data hasil observasi dan wawancara diatas
diketahui bahwa pada pelaksanaan layanan kegiatan layanan
konseling tentang perundungan masih belum sesuai dengan
volume kegiatan yang ditetapkan oleh Kemendikbud. Volume
kegiatan pada setiap layanan klasikal seharusnya memiliki volume
setara dengan dua jam pelajaran atau 2x45 menit. Waktu
pelaksanaan bimbingan klasikal juga belum sesuai dengan
ketetapan Kemendikbud bahwa kegiatan layanan klasikal BK
seharusnya sudah direncanakan saat penyusunan perencanaan
Program BK semesteran atau tahunan. Dalam satu kelas
seharusnya mendapatkan layanan klasikal satu kali perminggu
dengan volume 2 jam pelajaran.
b. Uraian Kegiatan Layanan Klasikal
Dari segi pelaksanaan uraian kegiatan layanan klasikal, Guru
BK sudah melakukan tahapan-tahapan kegiatan sesuai dengan
prosedur dasar pelaksanaan konseling yang ditetapkan oleh
87
Kemendikbud.
Penarikan
kesimpulan
tersebur
dilakukan
berdasarkan hasil wawancara dan observasi.
Pada pelaksanaan uraian kegiatan yang dilakukan Guru BK di
dalam kelas, diketahui terdapat beberapa tahap yang dilakukan
oleh Guru BK antara lain melakukan tahap pengantaran,
penjajakan, penafsiran, pembinaan dan penilaian. Hal tersebut
diketahui dari hasil wawancara. Berikut adalah kutipan hasil
wawancara tersebut.
“dijelaskan… jadi target dari materi itu tuh apa. Nah
terus setelah itu ungkap persepsi anak sejauh ini terhadap
materi itu bagaimana, itu kaya tanya jawab aja… nah terus
kita rangkum, jadi persepsi awal kan?! Kemudian kita
berikan lagi persepsi baru sesuai dengan materi yah, kita
jelaskan baru kita masuk ke penayangan-penayangan
seperti itu. Setelah itu kita tanya jawab lagi. Terus sudah
tanya-jawab… jawaban bukan dari kita ya, dari temannya
“menurut kalian jawaban yang baik itu seperti apa?”
kumpulkan terus kita rangkum begitu. Sudah beres
pemberian materi, terus kita tanya, kita refleksi. Nah okay,
ini sudah beres nih materi ini misalkan kita bilang “tadi
dalam diskusi, dalam obrolan kalian sudah sepaham
sekarang ibu mau tanya, kira-kira materi yang Ibu
sampaikan ini penting nggak untuk kalian?” begitu refleksi
“oh penting bu… oh biasa aja bu…” bisa begitu jawaban
siswa. Terus kita sampaikan lagi “Setelah pemberian
materi dari Ibu dari diskusi apa yang akan kalian lakukan
nanti di rumah?” begitu, jadi setiap akhir tuh ada refleksi
begitu.” (Informan 1)
“Sama aja ya seperti yang ada di RPL gitu. Salam
pembuka, kemudian pembukaan dulu ke anak, pendekatan
ke anak, kemudian review mungkin kalau misalkan kita
sudah dua kali di kelas itu. Kemudian kita sampaikan
materi yang akan disampaikan itu apa, seperti apa saja.
Kemudian masuk ke materi ya, kita sampaikan materi ini
sekitar 15 menit. Kemudian 15 menit selanjutnya ada tanya
jawab dengan siswa. 15 menit kemudian kita pakai untuk
menerima tanggapan atau feedback dari siswa setelah
pemberian materi. Jadi pembuka, isi, dan penutup.”
(Informan 2)
88
“Kan kita perkenalan dulu, pembukaan. Terus kita
menyampaikan tujuan dari layanan klasikal ini untuk
membahas apa. Kita ungkapkan alasan kenapa kita perlu
menyampaikan ini, dan kenapa penting untuk dibahas.
Dalam memberikan materi dengan konten bully Ibu sendiri
menanyakan sebelumnya apakah ada atau tidak siswa yang
sudah tahu apa itu bully? Mungkin ada beberapa orang
kan yang “ngacung” gitu ya. Terus setelah itu Ibu jelaskan
apa itu bully secara definitif melalui power point. Terus Ibu
tanya lagi kalian sendiri pernah menjadi apa dalam hal ini,
apa ada yang pernah jadi pelaku, korban atau hanya
pernah melihat? Jadi anak langsung dilibatkan. Jadi akan
lebih efektif jika kita menyampaikan materi kepada anak,
dan anak itu mengungkapkan pengalaman mereka terkait
materi yang disampaikan begitu.” (Informan 3)
Berdasarkan hasil kutipan wawancara di atas diketahui bahwa
semua Guru BK melakukan kegiatan pengantaran terlebih dahulu
dengan
menjelaskan
tujuan
layanan,
materi
yang
akan
disampaikan dan seterusnya. Kemudian Guru BK melakukan
tahap penjajakan dimana siswa bebas memberikan pendapat
mereka tentang materi yang akan disampaikan melalui diskusi
atau tanya jawab. Setelah itu penafsiran dilakukan oleh Guru BK
terkait setiap pendapat siswa terhadap konten materi tersebut
untuk mengetahui pemahaman awal siswa. Tahap selanjutnya
Guru BK mulai memberikan pembinaan berupa penyampaian
materi menggunakan alat bantu atau media yang sudah disiapkan.
Pada tahap terakhir, Guru BK melakukan tanya jawab kembali
untuk mengetahui apakah informasi yang disampaikan sudah
dipahami oleh siswa.
Hasil wawancara tersebut diperkuat dengan hasil observasi
yang dilakukan oleh peneliti ketika layanan klasikal tentang
89
perundungan diberikan. Peneliti melihat Guru BK melakukan
tahapan-tahapan tersebut walaupun dalam RPL tidak tertulis
secara rinci uraian kegiatan berdasarkan tahapan-tahapan tersebut.
Pada akhir kegiatan, Guru BK memberikan tugas refleksi kepada
siswa. Siswa diminta menjawab beberapa pertanyaan terkait
materi yang disampaikan sebelumnya didalam kertas selembar.
Selain itu, siswa juga diminta memberikan saran atau komentar
mereka terkait pemberian materi yang baru saja diberikan sebagai
masukan untuk Guru BK.
c. Cara Penyampaian Guru BK dalam Memberikan Layanan
Klasikal
Cara Guru BK menyampaikan materi layanan klasikal tentang
perundungan sudah baik dan mampu membangun suasana kelas
yang aktif, sehingga informasi mudah dipahami oleh siswa. Hal
tersebut diketahui berdasarkan hasil wawancara dan observasi.
Dari hasil observasi diketahui bahwa Guru BK menyampaikan
layanan dengan bahasa yang mudah dimengerti siswa, tidak
terlalu kaku dan berusaha menciptakan suasana yang nyaman bagi
siswa sehingga siswa bisa lebih terbuka untuk menyampaikan
pendapat mereka. Selain itu, dengan cara penyampaian yang baik
juga mampu membuat siswa lebih mudah menangkap informasi
dan membuat siswa membentuk persepsi tentang apa itu
perundungan dan dampak yang dihasilkannya. Hasil observasi ini
90
didukung oleh wawancara dengan siswa yang pernah menerima
layanan klasikal dengan konten perundungan ini. Berikut adalah
kutipan hasil wawancara tersebut.
“Sudah baik menurut saya sih… Jadi ada bahan
pertimbangan juga bagi kita gitu… Dapet juga nangkep
nasihat dari Bu “Guru BK 3” tadi, jadi gak usah lah bullybullying lagi. Udah tahu akibatnya yang bikin temen-temen
tuh takut.” (Informan Pendukung 2)
“Ya baik gitu…Bicaranya enak gitu… enak, masuk ke
hati gitu.” (Informan Pendukung 3)
“Ya bagus sih, jadi si siswanya teh gampang mengerti.
Bahasanya sih gampang dimengerti sama siswanya.”
(Informan Pendukung 4)
Ketiga informan pendukung tersebut menerima layanan
klasikal tentang perundungan dari tiga orang Guru BK yang
berbeda, sementara dua orang informan pernah menerima layanan
klasikal tersebut lebih dari satu kali dengan Guru BK yang
berbeda. Oleh karena itu, berdasarkan observasi dan wawancara
tersebut peneliti menyimpulkan cara penyampaian informasi yang
dilakukan oleh Guru BK sudah baik.
4. Pengawasan dan Penilaian
Dalam sebuah proses pelaksanaan program, kegiatan Pengawasan dan
penilaian sangat perlu dilakukan untuk mengukur sejauh mana keberhasilan
suatu program atau kegiatan. Dalam penelitian ini fukus dari Pengawasan
dan penilaian dikhususkan pada upaya Pengawasan dan pemberian nilai
terhadap pelaksanaan layanan kepada siswa oleh konselor maupun
91
Pengawasan dan pemberian nilai atas kinerja konselor oleh petugas
pengawas. Dengan demikian, peneliti membagi dua aspek Pengawasan dan
penilaian. Pertama Pengawasan dan penilaian terhadap layanan klasikal
yang dilakukan oleh Guru BK terhadap siswa. Kedua Pengawasan dan
penilaian kinerja Guru BK yang dilakukan oleh petugas yang bertanggung
jawab melakukan supervisi (Pengawas).
a. Gambaran Pengawasan dan Penilaian Guru BK terhadap
Siswa
Gambaran Pengawasan dan penilaian Guru BK terhadap siswa
menjelaskan apa saja aspek yang dinilai oleh Guru BK kepada
siswa yang menjadi bahan pertimbangan keberhasilan layanan
yang mereka berikan. Penilaian ini mencakup penilaian proses
maupun penilaian hasil. Penilaian proses merupakan upaya
Pengawasan sendiri proses pelayanan yang diselenggarakan oleh
Guru BK. Sementara penilaian hasil merupakan penilaian atas
hasil yang dicapai oleh peserta dalam pelayanan. Penilaian hasil
mencakup penilaian segera, penilaian jangka pendek dan penilaian
jangka panjang.
Penilaian proses sudah dilakukan namun tidak disertai dengan
catatan hasil penilaian proses. Ditinjau dari penilaian hasil, Guru
BK sudah melakukan penilaian segera, namun pencatatan data
kasus perundungan untuk penilaian jangka pendek dan jangka
panjang belum terlaksana. Hal tersebut dapat mempersulit Guru
BK dalam menilai keberhasilan layanan BK untuk mencegah dan
92
mengatasi masalah perundungan di sekolah dalam penilaian
jangka pendek maupun jangka panjang. Penarikan tersebut
dilakukan berdasarkan hasil wawancara, observasi dan telaah
dokumen.
Berikut adalah kutipan hasil wawancara kepada Guru BK
terkait bagaimana Guru BK melakukan Pengawasan dan penilaian
terhadap keberhasilan layanan yang mereka berikan.
“penilaian dari BK itu lebih pada observasi, untuk
penilaian proses kita lebih menggunakan observasi. Ketika
kita masuk kita nilai bagaimana keaktifan anak, antusias
anak, kita sampaikan materi juga bagaimana anak itu
paham. Anak bisa menjawab pertanyaan, anak bisa
mengemukakan pendapat, itu kita nilai juga. Itu proses
semuanya kan dan di akhir kita juga akan menanyakan dan
mengevaluasi” (Informan 1)
“Kalau untuk prosesnya kita lihat dari sejauh mana sih
anak itu bisa aktif dikelas ketika layanan” (Informan 2)
“Kalau penilaian proses itu kan ketika kita mengukur
keberhasilan berarti sejauh mana fokus ya, fokus terhadap
apa yang kita sampaikan, terus bertanya, menjawab, atau
merespon apa yang kita sampaikan.” (Informan 3)
Berdasarkan hasil wawancara diatas, diketahui bahwa semua
informan melakukan Pengawasan selama proses pemberian
layanan klasikal. Sementara penilaian proses dilihat oleh Guru BK
dari fokus siswa, keaktifan, antusias dan kemampuan anak
memahami informasi yang diterima. Berdasarkan hasil observasi
diketahui bahwa penilaian proses dilakukan oleh Guru BK melalui
observasi dan dengan memberikan tanda pada daftar hadir siswa
untuk menilai siswa mana yang aktif dan kurang aktif selama
kegiatan layanan berlangsung.
93
Berdasarkan
panduan
pelaksanaan
BK
Kemendikbud,
penilaian proses dilakukan melalui analisis terhadap keterlibatan
unsur-unsur
sebagaimana
dicantumkan
dalam RPL
untuk
mengetahui efektifitas dan efisiensi pelaksanaan kegiatan.
Berdasarkan pemaparan diatas maka peneliti menyimpulkan
bahwa penilaian proses yang dilakukan oleh Guru BK sudah
terlaksana sesuai dengan yang ditetapkan dalam panduan
pelaksanaan BK. Walaupun penilaian proses sudah sesuai dengan
panduan Kemendikbud, namun untuk upaya pencatatan hasil
penilaian proses masih belum terlaksana. Catatan hasil penilaian
proses sebagaimana dijelaskan dalam pedoman pelaksanaan BK
Kemendikbud dicantumkan didalam laporan pelaksanaan program
(Lapelprog). Dari proses telaah dokumen, Guru BK tidak dapat
menunjukan Lapelprog karena dalam tiga tahun terakhir
pembuatan laporan tersebut belum berjalan sehingga peneliti
menyimpulkan pencatatan dari penilaian proses belum terlaksana.
Sementara itu untuk penilaian hasil dilihat dari bagaimana
pemahaman dan perkembangan perilaku perundungan pada siswa.
Hal tersebut diketahui berdasarkan hasil wawancara terhadap
Guru BK. Berikut adalah kutipan hasil wawancara tersebut.
“Klasikal itu keberhasilannya ada perubahan perilaku,
jadi misalkan diawal ada laporan dari guru, wali kelas.
Misalkan kelas ini nih banyak anak yang begini-begini.
Terus mereka datang kepada kita meminta kita masuk
kelas,
setelah
kita
masuk
nanti
kita
tanya
perkembangannya. Bagaimana perkembangan di kelas
setelah itu? Oh sudah reda misalkan. Nah itu
keberhasilannya, perubahan perilaku gitu.” (Informan 1)
94
“Kita minimal, kita lihat anak paham, anak tidak
melakukan, itu bisa menjadi indikator bahwa anak
memahami apa yang kita sampaikan kepada mereka.”
(Informan 2)
“Kalau untuk melihat penilaian hasil itu ketika kita
memeriksa pemahaman materi yang kita sampaikan itu dan
masih ada tindakan bullying apa enggak nih setelah itu
atau minimal berkurang lah… Kalau saya pribadi saya
tanyakan lagi di akhir terkait materi yang saya sampaikan.
Misalkan jadi bully itu apa sih, terus contoh-contohnya
seperti apa saja. Atau juga saya suka ngasih kertas satu
lembar untuk menulis kesan mereka, atau menulis apa yang
ingin mereka sampaikan tapi mungkin malu untuk
diungkapkan di dalam kelas gitu kan, ditulis aja kaya gitu.”
(Informan 3)
Berdasarkan hasil wawancara tersebut peneliti menyimpulkan
bahwa kegiatan tanya jawab yang dilakukan oleh Guru BK untuk
mengetahui sejauh mana siswa memahami materi layanan klasikal
merupakan bentuk dari penilaian segera (LAISEG). Kesimpulan
tersebut didukung oleh hasil wawancara kepada siswa, berikut
kutipan hasil wawancara tersebut.
“Jadi di akhir itu guru BK nanya lagi tentang apa yang
yang tadi disampaikan, terus guru BK juga ngelihat dari
keseharian mereka yang biasa disebutnya teh “Langganan
BK”. (Informan Pendukung 2)
“Ya nanya-nanya lagi paling seputar yang disampaikan
tadi.” (Informan pendukung 3)
“Ya nanyain ada yang nggak ngerti gak? Kalau
misalkan ada yang nggak ngerti disuruh ngacung gitu.”
(Informan pendukung 4)
Penilaian hasil yang dilakukan oleh Guru BK dilakukan
dengan melakukan observasi terhadap perilaku siswa. Namun
proses
observasi
ini
tidak
disertai
dengan
pencatatan
95
perkembangan siswa. Oleh karena itu, sulit untuk mengukur
penilaian hasil jika melihat dari jumlah perkembangan kasus
perundungan diantara siswa. Untuk pencatatan kasus perundungan
di sekolah hanya tercatat melalui laporan masuk yang dilakukan
oleh siswa yang biasanya merupakan korban perundungan dan itu
pun tidak semua tercatat. Hal tersebut diketahui berdasarkan hasil
wawancara dan telaah dokumen yang dilakukan peneliti. Berikut
adalah kutipan hasil wawancara tersebut.
“He’eh… kebanyakan observasi BK mah… banyakan
observasi ya. Dicatat atau enggak? Nah itu harusnya
dicatat nggak hehehe… gitu ya… enggak… tapi memang
proses itu mah jalan. Proses itu sudah jalan, cuma
pencatatannya nggak ini…” (Informan 1)
Hasil wawancara tersebut didukung oleh hasil telaah dokumen
yang dilakukan oleh peneliti. BK SMPN 9 Cimahi tidak memiliki
data perkembangan kasus perundungan dari setiap semester atau
setiap
tahun.
Untuk
mengetahui
perkembangan
kasus
perundungan di SMPN 9 Cimahi, peneliti melakukan telaah
dokumen catatan buku kasus BK SMPN 9 Cimahi. Berikut adalah
hasil temuan telaah dokumen peneliti.
96
Tabel 5.3
Data Kasus Perundungan (Bullying) di SMPN 9 Cimahi tahun
2014 – 2016 (Data olahan peneliti)
Tahun
Kelas 7
Kelas 8
Kelas 9
Jumlah
2014
3
5
3
11
2015
4
4
5
13
2016
1
1
2
4
Jumlah
8
10
10
28
Kurangnya jumlah SDM dan tugas yang terus menerus datang
merupakan salah satu penyebab tidak tercatatnya perkembangan
kasus perundungan. Hal tersebut disampaikan oleh informan pada
saat wawancara. Beban kerja yang berat dan tenaga yang kurang
bahkan sering kali membuat Guru BK harus tetap berada
disekolah dari pagi sampai sore. Berikut adalah kutipan hasil
wawancara tersebut.
“Eeh… Jadi apa ya? Karena banyaknya tugas ya, jadi
ketika mau menulis itu biasanya datang lagi tugas yang
baru. Jadi akhirnya terlupakan dan akhirnya tidak
tertuliskan gitu.” (Informan 1)
“Sekarang kita cenderung baru pulang jam 4 itu karena
anak kan pulang jam 1. Kadang pada saat kita mau pulang
jam 2, anak digerbang mencegat “Bu mau curhat” atau
ada kejadian incidental apa gitu… ya kita selesaikan dulu.
Jadi kadang kita pulang-pulang itu jam 5… jam 4 paling
cepet pulangnya.” (Informan 2)
Jumlah SDM BK yang terbatas dan tidak sesuai dengan beban
kerja yang banyak berdampak terhadap beberapa aktivitas yang
tidak terlaksana, salah satunya adalah pencatatan data kasus
97
perundungan. Jika penilaian jangka panjang Guru BK adalah
berkurangnya kasus perundungan di SMPN 9 Cimahi maka
diperlukan
pencatatan
bagaimana
perkembangan
kasus
perundungan di sekolah. Pencatatan ini dapat digunakan sebagai
refleksi dan tolak ukur keberhasilan layanan klasikal yang telah
diberikan.
Penilaian hasil menurut panduan pelaksanaan BK untuk SMP
dari Kemendikbud tahun 2014 terdiri dari tiga penilaian yaitu
penilaian segera, penilaian jangka pendek, penilaian jangka
panjang. Penilaian segera merupakan penilaian hasil pencapaian
yang didapat langsung setelah pelayanan selesai diberikan.
Penilaian jangka pendek merupakan penilaian dalam waktu satu
minggu sampai dengan satu bulan setelah satu jenis layanan atau
kegiatan pendukung telah diberikan. Hal tersebut untuk melihat
dampak dari layanan yang diberikan dan melaksanakan tindak
lanjut dari kegiatan tersebut sesuai dengan yang direncanakan.
Sementara Penilaian jangka panjang merupakan penilaian yang
dilakukan dalam waktu satu bulan sampai satu semester setelah
beberapa layanan dan kegiatan pendukung BK dilaksanakan.
Penilaian ini untuk melihat lebih jauh dampak layanan BK
terhadap peserta didik dana rah tindak lanjutnya secara
menyeluruh.
Berdasarkan ketetapan dan data yang diperoleh dari hasil
wawancara dan telaah dokumen maka peneliti menyimpulkan
98
bahwa penilaian jangka pendek sudah dilaksanakan Guru BK
dengan menilai pemahaman siswa setelah layanan klasikal tentang
perundungan diberikan. Sementara penilaian jangka pendek sudah
dilakukan oleh Guru BK melalui observasi dan penerimaan
laporan masuk terkait masalah perundungan. Namun pencatatan
dari hasil penilaian jangka pendek belum berjalan. Untuk
penilaian jangka panjang dilakukan dengan melihat perubahan
perilaku dan laporan kasus. Penilaian jangka panjang juga dapat
dilihat berdasarkan Lapelprog atau laporan akhir semester. Hasil
penelusuran peneliti diketahui bahwa penyusunan laporan
program dan laporan akhir semester ganjil maupun genap tidak
tersedia. oleh karena itu peneliti menyimpulkan untuk penilaian
jangka panjang tidak berjalan.
b. Gambaran Pengawasan dan Penilaian Pengawas terhadap
Guru BK
Gambaran Pengawasan dan penilaian pengawas terhadap Guru
BK mencakup siapa yang melakukan pengawasan dan penilaian,
kapan pengawasan dan penilaian tersebut dilakukan, dan
bagaimana teknis pengawasan dan penilaian tersebut. Petugas
yang melakukan pengawasan terhadap kinerja BK di SMPN 9
Cimahi adalah Assessor, Kepala Sekolah dan satu orang pengawas
dari Dinas Pendidikan Kota Cimahi. Kegiatan sipervisi yang
dilakukan oleh Kepala sekolah maupun assessor dilakukan
minimal satu kali dalam setiap semester. Pengawasan dilakukan
99
oleh assessor dengan menggunakan format panduan pengawasan
yang sudah disiapkan oleh sekolah. Beberapa hal tersebut
disimpulkan berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan kepada
Guru BK dan Wakasek Bidang Humas SMPN 9 Cimahi.
Berikut adalah kutipan hasil wawancara terkait siapa yang
melakukan Pengawasan dan penilaian terhadap kinerja Guru BK.
“Jadi untuk SMPN 9 itu kurang lebih ada sepuluh
nama yang menjadi supervisi di bidangnya, namanya kita
sebut assessor… Kepala sekolah itu menilai perilaku kerja,
kalau Ibu itu menilai
proses bimbingannya, terus
layanannya. Misalkan dari perencanaannya ya RPLnya,
kemudian apakah ketika memberikan layanan sudah sesuai
langkah-langkah, nah seperti itu. Tetapi kalau untuk
perilaku kerja itu kepala sekolah.” (Informan 1)
“Biasanya kita langsung dengan Kepala Sekolah,
sementara teman-teman lainpun memantau gitu. Ada
feedback dari teman-teman. Oh BK begini-begini… itu
masukan jadi buat kita… Bisa dari teman sejawat ya, Guru
BK, Wali Kelas, terus guru bidang studi, PKS (Pembantu
Kepala Sekolah) juga bisa memberikan feedback ke kita.
Para PKS terutama, Wakasek sekarang mah (Wakil Kepala
Sekolah)… Kalau di dinas pendidikan itu ada pengawas
BK. Satu pengawas induk, pengawas induk itu pengawas
Pembina. Pengawas Pembina itu yang mengawasi
seluruhnya. Kalau kita disini dari disdik itu mengawasi…
apa ya… menjadi pendamping
untuk semua mata
pelajaran. Terus di BK sendiri di Kota Cimahi itu ada
khusus juga sebagai pengawas Pembina khusus BK”
(Informan 2)
“Kalau untuk penilaian kinerja guru kalau dari BK ada
koordinatornya Ibu “Guru BK 2” sebagai assessor.
Sedangkan kalau untuk Pengawasan di dalam kelas atau
ketika pelaksanaan layanan klasikal dilakukan oleh Ibu
sendiri selaku pemberi layanan.”
(Informan 3)
Berdasarkan hasil wawancara tersebut, diketahui bahwa yang
bertanggung jawab dalam melakukan kegiatan Pengawasan dan
100
penilaian adalah Assessor. Assessor adalah guru-guru yang dipilih
menjadi koordinator di bidangnya masing-masing yang mencakup
Guru mata pelajaran dan Guru BK. Assessor tersebut bertugas
memantau dan menilai apakah yang dilakukan Guru-guru yang
menjadi titik pantaunya melakukan kegiatan (baik mengajar atau
memberikan
layanan)
sesuai
dengan
yang
direncanakan.
Sementara untuk BK ditetapkan satu Guru BK sebagai
koordinator dan memantau dan menilai ketiga Guru BK lainnya.
Penilaian ini mencakup bagaimana Guru BK dalam memberikan
layanan konseling kepada siswa.
Selain Assessor, Kepala Sekolah dan pengawas dari dinas
pendidikan juga melakukan kegiatan Pengawasan dan penilaian.
Berbeda dengan Assessor, Kepala Sekolah menilai perilaku kerja
seluruh Guru secara umum. Kegiatan Pengawasan dan penilaian
ini bisa dilakukan langsung dengan melihat kondisi di lapangan,
maupun berdasarkan hasil Pengawasan dari Assessor. Sementara
itu berdasarkan hasil wawancara juga diketahui bahwa penilaian
pada BK terbuka tidak hanya dari Assessor dan Kepala Sekolah.
Guru BK membuka kepada guru-guru lain, pembantu kepala
sekolah dan sesama rekan BK untuk memberikan penilaian dan
masukan terhadap BK agar lebih baik kedepannya. Dari luar
sekolah, pelaksanaan BK juga dipantau oleh petugas pengawas
bidang BK dari dinas pendidikan Kota Cimahi. Kegiatan
Pengawasan dari Assessor diperkuat oleh pernyataan dari hasil
101
wawancara kepada wakasek. Berikut adalah kutipan hasil
wawancara tersebut.
“Jadi.. ada.. bu “Guru BK 2”, itu.. yang menilai khusus
kepala sekolah.. koordinator BP.. menilai, mengadakan
class visit atau kunjungan kelas, mesupervisi kepada anak
buahnya yang 3 orang itu” (Informan Pendukung 1)
Dari kutipan wawancara tersebut diketahui bahwa Assessor
BK melakukan pengawasan dan penilaian terhadap ketiga Guru
BK lainnya. Sementara Assessor dipantau dan dinilai langsung
oleh Kepala Sekolah. Berdasarkan pemaparan data hasil
wawancara tersebut maka peneliti menyimpulkan bahwa kegiatan
supervisi terhadap kegiatan BK di SMPN 9 Cimahi dilakukan oleh
Assessor, Kepala Sekolah, dan Pengawas BK dari Dinas
Pendidikan Kota Cimahi.
Ditinjau dari frekuensi pengawasan, berdasarkan hasil
wawancara dengan Guru BK diketahui bahwa pengawasan
dilakukan sekali dalam satu semester. Berikut adalah kutipan hasil
wawancara tersebut.
“…satu semester itu ada satu kali supervisi berarti satu
tahun ada dua supervisi” (Informan 1)
“Satu semester.” (Informan 2)
“…tiap semester satu kali supervisi biasainya.”
(Informan 3)
Keterangan tersebut dipertegas oleh pernyataan wakasek
terkait pengawasan terhadap kinerja Guru. Berikut adalah kutipan
wawancara tersebut.
102
“Minimal satu semester sekali harus diadakan
supervisi. Minimal satu semester sekali, minimal!”
(Informan Pendukung 1)
Ditinjau dari segi teknis pengawasan, diketahui bahwa
pengawasan dilakukan oleh Assessor dengan turun langsung
melihat
proses
pelayanan
dengan
menggunakan
format
pengawasan yang sudah disediakan oleh sekolah. Sementara itu,
Kepala sekolah tidak mengawasi langsung pelayanan melainkan
dengan laporan yang diberikan oleh Assessor. Hal ini diketahui
berdasarkan hasil wawancara dengan Guru BK yang menjadi
Assessor didukung dengan keterangan Wakasek. Berikut kutipan
hasil wawancara tersebut.
“…panduan sudah ada… format sudah ada… mengacu
kepada tugas dan peranan guru itu seperti apa, seperti
tugas dan peranan guru BK itu harus seperti apa. Misalkan
melakukan perencanaan layanan, melaksanakan program
bimbingan misalkan ya. Nah itu semua harus ada dalam
pedoman penilaian. Assessor semua punya pedoman
penilaian. Nah setelah itu supervisi kita masuk ke kelas
mengamati ya, memantau, kita check list-check list, kita
foto apa yang dia lakukan.” (Informan 1)
“Jadi supervisi itu oleh kelompoknya dulu, Bu “Guru
BK 2” pegang 5 guru diantaranya guru BP itu sama guru
lain. Dan nanti, temuan-temuan Bu “Guru BK 2” itu akan
dikaji dan akan dievaluasi oleh Pak Tatang (Wakasek
Bidang Kurikulum). Oleh PKGnya itu, Penilaian Kinerja
Guru. Nanti dari hasil itu, kalau ada tindakan lebih lanjut
itu melalui PKB (Penilaian Kinerja Berkelanjutan). PKB
kebetulan saya yang megang. Nah itu semua nanti
diketahui oleh Kepala Sekolah. Jadi Kepala Sekolah tidak
langsung menangani guru-guru itu, tetapi melalui tahapantahapan ini.” (Informan Pendukung 1)
Berdasarkan hasil wawancara tersebut diketahui bahwa teknis
pengawasan dilapangan dilakukan oleh assessor yang kemudian
103
dilaporkan dan didiskusikan kepada petugas PKG dan PKB
sebelum dilaporkan kepada Kepala Sekolah. Berdasarkan hasil
telaah dokumen, peneliti mengetahui format penilaian yang
digunakan Assessor mencakup tugas utama Guru BK mulai dari
perencanaan layanan BK, pelaksanaan layanan BK, serta evaluasi,
pelapora dan tindak lanjut. Dalam penilaian pelayanan layanan
klasikal ada dua aspek yang menjadi penilaian Assessor. Pertama
adalah penilaian
sebelum pelaksanaan layanan
mencakup
kesiapan dokumen seperti RPL, dan materi yang akan
disampaikan. Kedua adalah penilaian selama pelaksanaan yang
mencakup bagaimana cara Guru BK memberikan layanan klasikal
di dalam kelas.
Berdasarkan ketetapan dalam panduan pelaksanaan BK
Kemendikbud disebutkan bahwa kegiatan pengawasan dilakukan
dari pihak sekolah (Kepala sekolah atau petugas pengawas dari
sekolah) dan luar sekolah (Petugas pengawas bidang BK). Fokus
penilaian meliputi kemampuan professional dan implementasi
kegiatan pelayanan BK. Pengawasan kinerja juga dilihat dari data
yang termuat dalam berbagai format (RPL, Lapelprog, absensi
siswa, hasil Pengawasan/penilaian) yang menjadi bukti fisik dari
realisasi pelayanan kinerja BK.
Berdasarkan seluruh data yang dipaparkan di atas dan
ketetapan dalam panduan pelaksanaan BK, maka peneliti
menyimpulkan penilaian dan Pengawasan kinerja BK sudah
104
sesuai dengan ketetapan dalam panduan BK. Fokus penilaian
kinserja yag dilakukkan oleh assessor sudah sesuai dengan yang
ditetapkan dalam panduan pelaksanaan BK SMPN 9 Cimahi
5. Tindak Lanjut
Setelah dilakukan Pengawasan dan penilaian, upaya tindak lanjut sangat
dibutuhkan sebagai langkah pengambilan keputusan untuk perbaikan
pemantapan ataupun penyesuaian kegiatan pelayanan selanjutnya. Dalam
penelitian ini, tindak lanjut didefinisikan sebagai upaya pengambilan
keputusan terkait tindakan yang akan dilakukan atas pertimbangan hasil
Pengawasan dan penilaian terkait hasil layanan terhadap siswa maupun
kinerja konselor. Oleh karena itu, peneliti memaparkan hasil temuan terkait
tindak lanjut mencakup tindak lanjut terkait hasil layanan terhadap siswa
dan tindak lanjut terkait hasil Pengawasan dan penilaian terhadap kinerja
Guru BK.
a. Tindak lanjut terhadap siswa
Rencana tindak lanjut terhadap siswa sudah tercantum dalam
RPL dan dilaksanakan sesuai dengan yang dicantumkan dalam
RPL sebagaimana ditentukan dalam panduan pelaksananan BK
Kemendikbud. Kesimpulan tersebut diambil berdasarkan hasil
wawancara dan telaah dokumen.
Setelah siswa diberikan layanan klasikal tentang perilaku
perundungan, Guru BK melakukan Pengawasan terhadap siswa.
Jika setelah diberikan layanan klasikal masih didapati siswa yang
melakukan tindakan perundungan maka selanjutnya Guru BK
105
melakukan upaya konseling individu maupun kelompok terhadap
siswa yang melakukan perundungan maupun yang menjadi korban
perundungan. Hal tersebut diketahui berdasarkan hasil wawancara
yang dilakukan oleh peneliti kepada Guru BK. Berikut adalah
kutipan hasil wawancara tersebut.
“Jadi kalau masih belum ada perubahan perilaku, kita
panggil terus kita konseling bisa kelompok, bisa individu.”
(Informan 1)
“Kasus bullying mungkin kalau kita lihat kalau ada lagi
mungkin ada tindakan berikutnya konseling individual ya…
Tapi kalau di SMPN 9 ini biasanya tertuntaskan dengan
konseling individual. Kalau tidak, kita paling pakai
konseling kelompok… Ada individu dulu baru kelompok,
ada yang kelompok dulu baru individu. Gimana lihat
situasi dan kondisi anak” (Informan 2)
“Kalaupun ada laporan dari wali kelas, saya langsung
respon. Kemudian saya hubungi siswa yang bersangkutan,
saya beri penguatan lagi… kalau itu Ibu sama siswanya
saja secara personal dulu ya biasanya.” (Informan 3)
Hal tersebut dipertegas dengan keterangan dari hasil
wawancara peneliti kepada siswa. Berikut adalah kutipan hasil
wawancara tersebut.
“Waktu itu sih BK sudah manggil anak teresebut… dari
BK juga lapor ke kesiswaan… Setelah itu mulai berkurang
sih sekarang mah.” (Informan Pendukung 2)
“Iya biasanya sih dipanggil, dinasehatin lagi gitu”
(Informan Pendukung 3)
“Ada, ya itu paling dipanggil yang ngebully sama yang
dibully. Dikasih pengarahan dua-duanya.” (Informan
Pendukung 3)
106
Berdasarkan hasil telaah dokumen diketahui juga bahwa
tindak lanjut dari layanan klasikal BK tentang perundungan ini
ditujukan kepada siswa yang masih belum mampu mengendalikan
tindakan perundungan. Tindak lanjut tersebut berupa konseling
individu maupun konseling kelompok. Berdasarkan panduan
pelaksanaan BK, tindak lanjut kegiatan konseling memang sudah
seharusnya tercantum pada saat perencanaan (penyusunan RPL).
b. Tindak lanjut terhadap kinerja Guru BK
Tindak lanjut yang diberikan setelah dilakukan penilaian
kinerja BK berupa pembinaan yang diberikan oleh assessor
melalui saran aplikatif dan pembinaan melalui program Guru
Pembelajar dan memberikan kesempatan untuk mengikuti
pelatihan-pelatihan keprofesian untuk keningkatkan kompetensi
Guru BK.. Tindak lanjut tersebut sudah sesuai sebagaimana
dijelaskan dalam panduan pelaksanaan BK Kemendikbud bahwa
tindak lanjut dapat berupa pembinaan dan pemberian kesempatan
dalam mengikuti kegiatan peningkatan kompetensi profesi.
Kesimpulan tersebut dibuat atas dasar hasil wawancara kepada
Guru BK dan Wakasek Bidang Humas yang bertugas sebagai
Petugas Penilaian Kinerja Berkelanjutan.
Setelah dilakukan Pengawasan dan penilaian terhadap kinerja
Guru BK, maka dibuatlah tindak lanjut atas hasil temuan
Assessor. Tindak lanjut ini dapat berupa saran-saran maupun
107
diikut sertakan dalam pembinaan khusus. Berikut adalah kutipan
hasil wawancara dengan Guru BK terkait tindak lanjut tersebut.
“Hmm… Biasanya berupa saran-saran begitu sebagai
masukan dari Assessor atau mungkin ada dari Guru-guru
lain atau Kepala Sekolah. Biasanya juga berupa pemberian
kesempatan, kemudian Kepala Sekolah mengajak temanteman lain untuk memberikan peluang untuk BK.”
(Informan 2)
“Jadi waktu itu saya pakai simulasi “Raja
Tersinggung” pas waktu itu ada kekurangan pas
pembukaan saya kurang mengkondisikan. Jadi simulasi ini
kan rentan ya walaupun secara tidak langsung bisa
membuat anak menjadi “Down”. Jadi simulasi ini itu
mengkritik secara halus, nah ada kalanya teman nggak
siap di kritik kan?! Meskipun yang mengkritik itu nggak
pakai nama. Tapi perlu juga dikasih penguatan bahwa ini
sebagai upaya untuk perbaikan diri supaya kita itu bisa
lebih lancar dalam bersosialisasi dengan teman. Nah waktu
itu saya kurang memunculkan pengkondisian itu. Jadi Ibu
“Guru BK 2” menyarankan dari hasil pengamatan beliau
misalkan ini yang kurang tadi waktu pembukaan,
pengkondisian ke anak-anaknya belum muncul begitu
contohnya.” (Informan 3)
Berdasarkan kutipan hasil wawancara diatas, diketahui bahwa
tindak lanjut yang diberikan assessor dapat berupa saran-saran
seperti yang disampaikan oleh Informan 2 dan Informan 3.
Berdasarkan hasil telaah dokumen pengawasan diketahui juga
bahwa tindak lanjut terhadap hasil Pengawasan tersebut
merupakan pemberian saran-saran aplikatif untuk meningkatkan
kualitas pelaksanaan konseling yang diberikan oleh Assessor.
Sementara itu tindak lanjut lain yang dilakukan berupa pemberian
pelatihan khusus melalui Program Guru Pembelajar dan pelatihanpelatihan terkait profesi BK untuk meningkatkan kompetensi
Guru BK di SMPN 9 Cimahi. Hal tersebut diketahui melalui
108
wawancara dengan Assessor dan penanggung jawab Penilaian
Kinerja Berkelanjutan. Berikut adalah kutipan hasil wawancara
tersebut.
“Misalkan di layanan klasikal ITnya kurang, berarti
dia harus menguasai IT misalkan. Disitu nanti ada
program lagi gitu…Nah sekarang sudah ada programnya,
Program Guru Pembelajar. Jadi masing-masing dari kita
itu sudah punya raport. Misalkan ada sepuluh tema, Ibu
merahnya itu ada tiga misalkan. Nah yang merahnya itu
harus belajar lagi… Iya, semacam pelatihan. Cuma
namanya sekarang itu Guru Pembelajar ya.” (Informan 1)
Hal tersebut didukung oleh pernyataan yang diberikan
Wakasek bidang Humas sebagai penanggung jawab Penilaian
Kinerja Berkelanjutan (PKB). Berikut adalah kutipan hasil
wawancara tersebut.
“…ya tentunya pembekalan terhadap Guru BP/BK…
Masih banyak tindak lanjut yang lain… diantaranya kita
memberangkatkan pelatihan-pelatihan untuk programprogram ke-BP-an” (Informan Pendukung 1)
Dalam panduan pelaksanaan BK dijelaskan bahwa upaya
tindak lanjut terhadap kinerja Guru BK dilakukan melalui proses
pembinaan. Pembinaan tersebut dapat dilakukan oleh pengawas
ketika kegiatan pengawasan dilaksanakan maupun melalui
kegiatan seperti penataran, lokakarya, seminar dan studi lanjut.
6. Pelaporan
Dalam penelitian ini pelaporan tersebut didefinisikan sebagai upaya
menginterpretasikan hasil dari penilaian kedalam sebuah dokumen
sehingga dapat ditarik sebuah kesimpulan untuk melakukan tindak lanjut
109
terhadap perilaku perundungan di SMPN 9 Cimahi. Peneliti meninjau
beberapa aspek dalam aktifitas pelaporan layanan klasikal BK tentang
perilaku perundungan di SMPN 9 Cumahi. Aspek-aspek tersebut adalah
frekuensi pelaporan, teknis pelaporan dan format laporan.
a. Frekuensi Pelaporan
Ditinjau berdasarkan frekuensi pelaporan, pelaporan secara
tertulis dilakukan setiap satu semester namun pelaporan secara
tertulis belum terlaksana dalam 3 tahun terakhir. Hal tersebut
disimpulkan berdasarkan hasil wawancara dan telaah dokumen.
Dari hasil wawancara dengan Guru BK diketahui bahwa laporan
tertulis pelaksanaan layanan BK seharusnya dibuat setiap
semester. Berikut adalah kutipan hasil wawancara tersebut.
“Kalau kita melaporkan itu melaporkan laporan
program BK 1 tahun” (Informan 1)
“Per semester! Kita membuat laporan ke Kepala
Sekolah” (Informan 2)
“Tiap semester… Tapi ada kalanya kita menyesuaikan
dengan Kelapa Sekolah, kalau diminta satu tahun saja juga
kita satu tahun evaluasinya gitu. Tapi memang kita juga
selama ini per semester sih. Tapi ada juga satu kali tiap
tahun ajaran di akhir.” (Informan 3)
Berdasarkan hasil wawancara tersebut peneliti menemukan
informasi yang berbeda-beda. Dua orang informan mengatakan
laporan dibuat di setiap semester, sementara satu orang informan
mengatakan melakukan pelaporan program BK selama 1 tahun.
Berdasarkan hasil telaah dokumen yang dilakukan oleh peneliti,
diketahui bahwa laporan yang dibuat oleh guru BK adalah
110
Laporan Evaluasi Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling dalam
satu semester. Sementara berdasarkan wawancara dengan
Wakasek, diketahui bahwa laporan secara tertulis dibuat minimal
satu semester sekali, namun BK juga melakukan laporan rutin di
akhir tahun, laporan mingguan atau bulanan. Hal tersebut
tergantung dari masalah apa yang sedang ditangani oleh BK.
Berikut adalah kutipan hasil wawancara tersebut.
“BK itu laporan… ada laporan rutin semesteran…
laporan rutin akhir tahun… kemudian laporan rutin… ya
dia kan hanya menerima laporan dari wali kelas. Anakanak yang bermasalah laporan ke BP. Itu ditindak lanjuti
oleh BP, setelah itu nanti akan memberikan laporannya itu
ketika ada masalah. Jadi ya mungkin ada mingguan,
bulanan, tergantung masalahnya.” (Informan pendukung
1)
Dalam proses telaah dokumen, peneliti tidak menemukan
laporan program atau laporan evaluasi akhir semester dalam tiga
tahun terakhir. Laporan terakhir yang bisa diperlihatkan hanya
Laporan Evaluasi
Pelaksanaan Bimbingan dan Konseling
Semester Genap tahun ajaran 2011-2012. Berdasarkan hasil telaah
dokumen dan hasil wawancara peneliti menyimpulkan bahwa
laporan tertulis dibuat oleh Guru BK adalah laporan semesteran.
Walaupun demikian penyusunan laporan belum terlaksana selama
tiga tahun terakhir.
b. Teknis Pelaporan
Ditinjau dari teknis pelaksanaannya, pembuatan laporan rutin
secara tertulis belum terlaksana rutin pada setiap semester.
111
Informan lebih banyak menyampaikan laporan kegiatan secara
lisan kepada Kepala Sekolah. Pelaporan tertulis belum terlaksana
karena beberapa hal yaitu kurangnya SDM Guru BK, tugas yang
banyak, dan pengawasan yang kurang maksimal. Hal tersebut
diketahui berdasarkan hasil wawancara dan telaah dokumen.
Gambaran teknis pelaporan layanan BK SMPN 9 Cimahi
dibagi menjadi dua cara yaitu laporan secara lisan dan secara
tertulis.
Laporan
secara tertulis
seperti
yang
dipaparkan
sebelumnya dibuat dalam satu semester satu kali. Sementara untuk
laporan secara lisan dilakukan pada saat rapat dengan Kepala
Sekolah atau rapat Guru BK dengan dinas pendidikan. Dalam
laporan secara lisan ini menjelaskan bagaimana progres
berjalannya layanan BK dan masalah apa saja yang ditemukan
dilapangan. Hal tersebut diketahui berdasarkan hasil wawancara
kepada Guru BK. Berikut adalah kutipan hasil wawancara
tersebut.
“Kalau yang formalnya itu setahun sekali. Tapi kadang
kalau sedang rapat dinas kan, secara lisan kita juga suka
melaporkan.” (Informan 1)
“Iya jadi kalau laporan yang tertulis itu kita tiap
semester, tapi kadang kita suka laporan juga secara lisan
kalau misalkan lagi rapat dengan Kepala Sekolah atau
rapat dengan dinas yah…” (Informan 2)
“Kita ada evaluasi program di akhir. Jadi kan diawal
kita merencanakan tuh apa-apa saja, terjadwal kapankapan kegiatannya, terlaksana atau enggak, dari segi
peserta bagaimana. Evaluasi tentang konseling, evaluasi
tentang sarana prasarana juga. Kita sampaikan secara
tertulis dan secara lisan juga ketika rapat.” (Informan 3)
112
Hal tersebut diperkuat juga oleh pernyataan Wakasek terkait
bagaimana pelaporan yang dilakukan oleh Guru BK. Berikut
adalah kutipan hasil wawancara tersebut.
“Tertulis ada, lisan ada… Kalau yang tertulis minimal
satu semester sekali. Itu dalam rapat juga disampaikan.”
(Informan Pendukung 1)
Sementara itu berdasarkan hasil telaah dokumen yang
dilakukan oleh peneliti sebagaimana dijelaskan sebelumnya,
dokumen pelaporan terakhir yang dapat diperlihatkan oleh BK
hanya pada semester genap tahun ajaran 2011-2012. Hal tersebut
memang diakui oleh Guru BK sebagai kelemahan mereka
dibidang administrasi dan selama ini pelaporan dilakukan secara
lisan ketika rapat. Selain itu dalam kegiatan pengawasan yang
dilakukan kepala sekolah maupun assessor belum maksimal.
Berikut adalah kutipan hasil wawancara tersebut.
“Kita tidak ditekankan dan tidak “diintimidasi” untuk
melakukan pelaporan rutin gitu. Sok lah seenaknya asal
kalau dibutuhkan ada administrasinya”. (Informan 2)
“Kalau klasikalnya mah jalan, terus konseling juga
jalan… tapi ya memang kita terbenturnya administrasi itu
belum maksimal gitu ya. Belum maksimal kita lakukan…”
(Informan 3)
Kelemahan dibidang administrasi ini kemudian dijelaskan
karena beban kerja dan jumlah SDM yang tidak seimbang. Jumlah
SDM dan tugas yang terus bergulir membuat Guru BK memiliki
waktu yang sangat sedikit untuk melengkapi berbagai macam
kekurangan pada bagian administrasi. Dengan demikian, Guru BK
113
akhirnya melengkapi semua administrasi jika akan di adakan
akreditasi. Berikut adalah kutipan hasil wawancara tersebut.
“Bergulir ya… karena kerjanya terus bergulir, setelah
tugas ini ada lagi tugas baru datang… kalau ada…
akreditasi, baru dirapihkan.” (Informan 1)
“Iya… Sesudah konseling terus datang lagi siswa…
“Ibu ini mau konsultasi” ini mah teknis ya dilapangan.
Terus seperti ini… kita lagi nulis, ada siswa udah begitu
aja sampai lupa hehehe… tapi iya betul aja ya kalau ada
ini… baru kita perapihan gitu… apa lagi kalau mau ada,
biasanya akhir tahun… akreditasi… itu baru kita
rapihkan.” (Informan 3)
Berdasarkan hasil seluruh wawancara tersebut maka peneliti
menarik sebuah kesimpulan bahwa pelaporan dilakukan secara
lisan yang disampaikan pada saat rapat rutin semesteran, akhir
tahun, maupun rapat dengan dinas pendidikan. Untuk laporan
secara tertulis dibuat dalam setiap semester dan disampaikan pada
rapat akhir tahun dan rapat rutin setiap semester. Namun demkian
pembuatan laporan rutin ini tersendat dikarnakan jumlah SDM
dan banyaknya tugas yang dimiliki Guru BK tidak sesuai,
sehingga kegiatan pelaporan lebih banyak dilakukan secara lisan
dalam rapat.
c. Format Laporan
Ditinjau dari format laporan, isi dari laporan yang sebelumnya
belum bisa digunakan unuk mengukur keberhasilan program yang
sudah dijalankan atau sebagai acuan data analisis kebutuhan untuk
114
penyusunan program selanjutnya. Hal tersebut disimpulkan
peneliti berdasarkan hasil wawancara dan telaah dokumen.
Pada rapat rutin setiap semester Guru BK menyampaikan hasil
pencapaian dalam setiap program secara keseluruhan beserta
evaluasi dari pelaksanaan program selama satu semester tersebut.
Hal tersebut diketahui berdasarkan hasil wawancara mendalam
dengan Guru BK dan hasil telaah dokumen yang dilakukan oleh
peneliti. Berikut adalah kutipan hasil wawancara terbut.
“Ya formatnya semacam pendahuluan… seperti itu.
Deskripsi… gitu ya. Terus dibagankan lah ya. Terus
dibawahnya tindak lanjut, penutup… semua program…
misalkan
psikotestnya
bagaimana,
konselingnya
bagaimana, klasikalnya bagaimana gitu… penanganan
siswa bermasalah bagaimana… ya begitu, poin-poin
pentingnya aja yang kita sampaikan.”(Informan 1)
“Untuk format kita buat sendiri, itu isinya apa saja yang
kita lakukan perminggu. Kemudian analisa selama
kegiatan itu apa saja. Kemudian nanti tindak lanjut
berikutnya apa.” (Informan 2)
“Nah nanti juga untuk evaluasi secara garis besar aja
begitu. Layanan klasikal kelas 7 gimana kebetulan kan Ibu
yang pegang ya. Bagaimana layanan di kelas 7, terlaksana
atau enggak.” (Informan 3)
Berdasarkan
hasil
telaah
dokumen
laporan
evaluasi
pelaksanaan bimbingan dan konseling tahun pelajaran 2011-2012
SMPN 9 Cimahi yang dilakukan dilakukan peneliti, diketahui
bahwa dalam laporan tersebut terdiri dari beberapa sub-bab yaitu
pendahuluan, proses evaluasi, penutup dan lampiran. Pada subbab proses evaluasi dipaparkan bagaimana hasil pencapaian,
115
evaluasi beserta rencana tindak lanjutnya secara garis besar.
Adapun aspek yang dievaluasi adalah sebagai berikut.
1) Program BK, yang berisi setiap program yang
direncanakan pada awal tahun ajaran, deskripsi hasil
evaluasi serta rencana tindak lanjutnya.
2) Personal BP/BK, yang berisi deskripsi hasil evaluasi
serta rencana tindak lanjutnya terkait jumlah Guru BK
dan rasio dengan jumlah siswa serta jumlah jam
perminggu Guru BK.
3) Komponen program, yang berisi deskripsi hasil
evaluasi
serta
rencana
tindak
lanjutnya
terkait
pelaksanaan layanan dasar, pelaksanaan perencanaan
individual,
pelaksanaan
layanan
responsif
dan
pelaksanaan dukungan sistem.
4) Strategi layanan BK, yang berisi deskripsi hasil
evaluasi
serta
rencana
tindak
lanjutnya
terkait
pelaksanaan konseling individu, konseling kelompok,
bimbingan klasikal, bimbingan kelompok, aplikasi
instrumentasi, himpunan data, home visit, mediasi dan
advokasi serta konsultasi dan koordinasi.
5) Penataan sarana BK,
yang berisi deskripsi hasil
evaluasi serta rencana tindak lanjutnya terkait tata
pengaturan
serta
kerapihan
dan
sistematika
penyimpanan data.
116
6) Kasus siswa, yang berisi deskripsi hasil evaluasi serta
rencana tindak lanjutnya terkait jenis kasus siswa dan
jumlah kasusnya.
7) Hasil, yang berisi deskripsi hasil evaluasi serta rencana
tindak lanjutnya terkait prestasi akademik siswa dan
ketertibaan siswa dalam upacara bendera dan peraturan
sekolah.
Pada akhir laporan, Staff BK melampirkan foto-foto sebagai
lampiran dari pelaksanaan kegiatan yang telah dilaksanakan.
Berdasarkan hasil telaah dokumen tersebut, peneliti melihat
deskripsi hasil evaluasi terlalu general dan belum bisa terukur jika
ada kenaikan atau penurunan. Sebagai contoh pada kasus siswa,
berikut peneliti paparkan kutipan tabel pada laporan tersebut.
No.
6.
Tabel 5.4
Format Evaluasi Laporan Evaluasi Pelaksanaan Bimbingan dan
Konseling Semester Genap Tahun Pembelajaran 2011-2012
SMPN 9 Cimahi
Aspek Yang
Deskripsi Hasil
Tindak Lanjut
Dievaluasi
Evaluasi
Kasus Siswa
a. Jenis kasus
Jenis
kasus
lebih
banyak pada masalah
belajar, yaitu motivasi
belajar yang rendah,
kemampuan
siswa,
sikap ketika belajar
baik tanggung jawab
terhadap
pribadi
maupun
terhadap
tugas-tugas.
Kasus
Perlu
ditingkatkan
langkah preventif dari
semua
personal
sekolah, pendekatan
yang lebih humanis
terhadap
siswa,
koordinasi
dan
kolaborasi.
117
merokok masih ada dan
terjadi diluar sekolah.
b. Jumlah Kasus
Jumlah
kasus
mengalami penurunan
dibanding
dengan
tahun
sebelumnya.
Akan tetapi masih ada
kasus yang terjadi
diluar pantauan sekolah
dan tidak terprediksi
sebelumnya
Perlu peningkatan dan
kerja keras dalam
pemberian
layanan
dasar untuk semua
siswa,
terutama
diarahkan
pada
pembentukan karakter
dan perilaku yang
sehat.
C. Keluaran (Output) Layanan Klasikal Bimbingan Konseling
Keluaran sebagaimana didefinisikan sebelumnya merupakan produk atau
jasa yang dihasilkan langsung dari aktivitas sebuah program. Layanan klasikal
BK terkait perilaku perundungan pada siswa di SMPN 9 Cimahi
merupakansalah satu layanan yang berfungsi untuk memberikan informasi dan
pemahaman. Oleh karena itu produk atau jasa yang dihasilkan langsung dari
aktivitas tersebut adalah cakupan pelaksanaan layanan klasikal bimbingan
konseling yang dilakukan oleh Guru BK. Cakupan tersebut terukur dari berapa
jumlah siswa yang merupakan sasaran layanan tersebut.
1. Cakupan Pelaksanaan Layanan Klasikal Bimbingan Konseling
Cakupan pelaksanaan layanan klasikal BK terkait perilaku perundungan
pada siswa diukur dari seberapa banyak siswa yang sudah menerima layanan
tersebut. Pencatatan data cakupan layanan klasikal maupun layanan dasar
konseling lainnya belum berjalan. Selain itu, belum semua siswa menerima
layanan klasikal BK tentang perundungan. Cakupan layanan klasikal
118
khususnya dengan konten perundungan belum memenuhi target yang
ditetapkan dalam peraturan Kemendikbud nomor 111 tahun 2014. Kesimpulan
tersebut dibuat berdasarkan hasil wawancara dan telaah dokumen.
Berdasarkan hasil telaah dokumen laporan terakhir yang dilakukan
peneliti, staff BK tidak memasukan berapa banyak siswa yang menerima
layanan klasikal dengan tema apapun. Oleh karena itu untuk melihat cakupan
pelaksanaan layanan tersebut, peneliti melihat dokumen absensi pada saat
layanan klasikal dengan tema perilaku perundungan tersebut disampaikan.
Berikut adalah jumlah siswa yang menerima layanan klasikal BK terkait
perilaku perundungan.
Tabel 5. 4
Jumlah siswa kelas 7 semester ganjil tahun ajaran 2015-2016 yang
menerima layanan klasikal bimbingan konseling dengan tema perilaku
Perundungan (Bullying) (Data hasil olahan peneliti)
Kelas
Jumlah Siswa
Jumlah Siswa yang menerima layanan klasikal
7A
34
28
7B
36
28
7C
37
25
7D
36
28
7E
36
27
7F
36
23
7G
36
26
7H
34
21
7I
35
22
119
7J
36
31
7K
34
28
7L
36
31
7M
36
33
7N
35
25
Total
497
376 (75.65%)
Tabel di atas merupakan data hasil absensi kehadiran ketika layanan
klasikal BK tentang perundungan diberikan di kelas 7 ketika semester ganjil
pada tahun ajaran 2015-2016. Peneliti tidak mendapatkan absensi kehadiran
pada tahun ajaran 2016-2017 karena masih dalam proses pelaksanaan.
Sementara itu peneliti mengambil absensi kelas 7 karena layanan klasikal
tentang perundungan ini diberikan kepada siswa kelas 7 sebagai sasaran
utamanya. Dari pemaparan tabel tersebut diketahui bahwa hanya 75.65% siswa
yang mengikuti layanan klasikal tersebut.
Berdasarkan hasil telaah dokumen tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa
selain pencatatan cakupan layanan klasikal tidak berjalan, cakupan layanan
klasikal khususnya dengan konten perundungan juga belum memenuhi target
yang ditetapkan dalam peraturan Kemendikbud nomor 111 tahun 2014. Dalam
peraturan tersebut disebutkan bahwa layanan klasikal BK merupakan layanan
yang dilaksanakan dalam kelas dan diberikan kepada semua peserta didik.
120
D. Gambaran Keterkaitan Masukan (Input) – Aktivitas (Activity) –
Keluaran (Output)
Berdasarkan data hasil seluruh temuan pada variabel masukan, aktivitas
dan output maka peneliti mencoba untuk menggambarkan keterkaitan antaa
variabel tersebut kedalam bagan sebagai berikut.
121
Input
Jumlah SDM Guru
BK kurang (SDM)
Ruangan Kantor BK
belum memenuhi
ketetapan
Kemendikbud tahun
2014 (Fasilitas)
Aktivitas
Perencanaan
1. Layanan
klasikal tidak
terjadwal
2. Uraian kegiatan
tidak dipaparkan
secara detail
Output
Pencatatan cakupan
layanan klasikal BK
tentang bullying di
SMPN 9 Cimahi
belum terlaksana
Pelaksanaan
1. Durasi pelayanan
belum memenuhi
ketetapan
Kemendikbud
Keterangan:
: Dampak yang
ditimbulkan
: Masalah
berdasarkan data hasil temuan
Pengawasan dan
Penilaian
1. Pencatatan hasil
penilaian jangka pendek
belum terlaksana (data
perkembangan kasus
bullying)
2. Penilaian jangka
panjang belum terlaksana
3. Pengawasan dari
Kepala sekolah belum
maksimal
Pelaporan
1. Penyusunan
lapelprog belum
terlaksana
2. Penyusunan
laporan akhir
semester belum
terlaksana
Gambar 5.1
Gambaran keterkaitan antara Input, aktivitas dan output layanan
klasikal BK tentang bullying di SMPN 9 Cimahi tahun 2016
122
Berdasarkan gambar di atas, diketahui bahwa beberapa permasalahan yang
dimekukan pada masukan layanan klasikal terkait perlaku perundungan di
SMPN 9 Cimahi adalah jumlah SDM yang kurang dan ruangan kantor BK
yang belum memenuhi standar Kemendikbud. Jumlah SDM yang kurang
berdampak kepada beberapa masalah pada aktivitas layanan klasikal seperti
penjadwalan layanan klasikal yang belum tetap atau tidak terjadwal, pencatatan
penilaian hasil jangka pendek, penyusunan laporan pelaksanaan program dan
laporan akhir semester yang belum terlaksana.
Permasalahan yang ditemukan dalam aktifitas pelaksanaan layanan
klasikal tentang perundungan di SMPN 9 terdapat pada perencanaan,
pelaksanaan, pengawasan dan penilaian, dan pelaporan. Dalam perencanaan,
layanan klasikal belum memiliki jadwal tetap dan durasi layanan tidak
ditetapkan dalam RPL. Dari pelaksanaan layanan klasikal, masalah yang
ditemukan adalah durasi layanan klasikal yang belum sesuai dengan ketetapan
Kemendikbud, hal tersebut juga disebabkan karena alokasi waktu untuk
layanan klasikal belum terjadwal sehingga durasi layanan yang sudah
terlaksana mengikuti waktu yang dimiliki ketika menggantikan Guru mata
pelajaran yang berhalangan hadir. Selain hal tersebut, masih ditemukan
masalah lain pada pengawasan dan penilaian. Masalah dalam pengawasan dan
penilaian adalah pencatatan penilaian hasil jangka pendek dan jangka panjang
yang belum terlaksana. Selain itu pengawasan dan penilaian dari Kepala
Sekolah belum optimal karena belum maksimal menjalankan tugasnya dalam
menagih hasil pencatatan dan laporan tertulis dari Guru BK. Dengan tidak
terlaksananya pencatatan hasil penilaian jangka pendek, maka laporan
123
pelaksanaan program belum berjalan karena sebagian besar konten dalam
laporan tersebut bersumber dari hasil pencatatan jangka pendek. Sementara
dalam penilaian jangka panjang belum terlaksana karena bahan-bahan untuk
melakukan penilaian jangka panjang dilihat dari beberapa laporan pelaksanaan
program yang telah dilaksanakan. Penilaian jangka panjang yang belum
terlaksana, kurangnya jumlah SDM Guru BK dan ditambah dengan kurangnya
pengawasan yang dilakukan Kepala Sekolah yang kemudian akhirnya menjadi
penyebab belum terlaksananya penyusunan laporan akhir semester.
Permasalahan yang ditemukan dalam output layanan klasikal bimbingan
klasikal terkait perilaku perundungan di SMPN 9 Cimahi adalah belum
terlaksananya pencatatan cakupan pelaksanaan layanan klasikal tentang
perundungan. Cakupan tersebut seharusnya bisa diketahui melalui laporan
pelaksanaan program dan laporan akhir semester, karena dalam dua laporan
tersebut Guru BK perlu menjabarkan seberapa besar siswa yang telah
mengikuti kegiatan tersebut. Hasil temuan lapangan diketahui bahwa Guru BK
hanya melakukan absensi pada setiap layanan klasikal sebagai upaya
mendokumentasikan kegiatan tanpa merekap kembali jumlah siswa secara
keseluruhan yang menerima layanan klasikal berdasarkan tema-tema yang telah
disusun.
124
BAB 6
PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian
Penelitian
ini
dilakukan
dengan
menggunakan
metode
kualitatif.
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan wawancara, observasi
dan telaah dokumen. Adapun beberapa kekurangan pada penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1. Peneliti tidak dapat mewawancara Kepala Sekolah dikarenakan pada saat
melakukan pengambilan data pada bulan September 2016, SMPN 9
Cimahi memiliki Kepala Sekolah Baru yang sebelumnya bukan
merupakan tenaga pengajar dari sekolah tersebut sehingga untuk
menggali informasi terkait pelaksanaan BK, supervisi dan lain-lain
dilakukan dengan mewawancara Wakasek bidang humas yang sekaligus
bertugas sebagai penanggung jawab penilaian kinerja berkelanjutan.
Walaupun demikian, data terkait teknis pengawasan dan penilaian yang
dilakukan oleh kepala sekolah kurang mendalam.
2. Pada pelaksanaan layanan klasikal, observasi yang dilakukan oleh peneliti
hanya satu kali dikarenakan peneliti menyesuaikan jadwal pemberian
layanan klasikal pada kelas 7 dan semua kelas 7 sudah diberikan layanan
klasikal tentang perundungan. Dengan demikian, data hasil observasi
terkait pelaksanaan layanan klasikal didalam kelas masih kurang kuat
sebagai bahan pertimbangan peneliti dalam menarik kesimpulan terkait
pelaksanaan layanan di kelas.
125
B. Masukan (Input) Layanan Klasikal BK
Bimbingan dan Konseling (BK) dalam sebuah lembaga pendidikan memiliki
peran yang cukup penting. BK dalam lembaga pendidikan dimaksudkan untuk
dapat menfasilitasi Guru BK atau Konselor Sekolah untuk membantu dan juga
menangani peserta didik yang memiliki masalah psikologis maupun psikososial
seperti sulit berkonsentrasi, munculnya rasa cemas dan perilaku menyimpang
(Kemendikbud, 2014). Masalah-masalah tersebut kemudian yang bisa menjadi
penghambat dalam proses belajar anak. Dalam menjalankan peran BK dalam
sekolah dibutuhkan unsur-unsur yang dapat menggerakan kegiatan layanan
konseling disekolah, unsur-unsur tersebut yang disebut masukan.
Bimbingan konseling dalam bentuk layanan klasikal dapat menjadi sarana
yang digunakan Guru BK di SMPN 9 Cimahi sebagai langkah preventif terhadap
tindakan perundungan di lingkungan sekolah. Adapun unsur-unsur yang
dibutuhkan untuk menjalankan kegiatan tersebut antara lain adalah sumber daya
manusia (SDM), fasilitas, metode, materi.
1. Sumber Daya Manusia (SDM)
Sumberdaya manusia (SDM) merupakan unsur yang sangat penting
dalam menggerakkan kegiatan konseling di sekolah. Kelengkapan fasilitas,
materi yang sesuai dengan sasaran dan metode yang telah dirumuskan tidak
dapat diterapkan tanpa adanya SDM (konselor) yang memenuhi kualifikasi.
Berdasarkan Permendiknas nomor 27 tahun 2008 dijelaskan dalam pasal 1
bahwa untuk dapat ditetapkan sebagai konselor, seseorang wajib memenuhi
standar kualifikasi akademik dan kompetensi konselor yang berlaku secara
nasional.
126
Ditinjau dari segi kuantitas SDM, berdasarkan pemaparan hasil temuan
dilapangan diketahui bahwa jumlah Guru BK atau konselor yang ada di
SMPN 9 Cimahi berjumah empat orang. Hal tersebut belum dapat
memenuhi ketetapan Permendikbud nomor 81A tahun 2013 dimana pada
satu SMP/MTs/SMPLB diangkat sejumlah Guru BK atau konselor dengan
rasio 1:150 pada setiap tahun ajaran. Ketetapan tersebut dimaksudkan bahwa
setiap satu orang Guru BK atau Konselor melayani hingga 150 orang siswa
bimbingan. Melihat jumlah siswa di SMPN 9 Cimahi pada tahun ajaran
2016-2017 yang mencapai 1.424 orang siswa, maka setidaknya dibutuhkan
9-10 orang Guru BK atau Konselor di SMPN 9 Cimahi. Sementara itu,
sebagaimana pemaparan hasil wawancara, diketahui bahwa SMPN 9 Cimahi
tidak sedang melakukan perekrutan tenaga honorer.
Kekurangan jumlah SDM ini tentu saja akan berdampak pada beban
kerja yang sangat berat. Beban kerja yang seharusnya dikerjakan oleh 9 atau
10 orang terpaksa harus dilakukan oleh 4 orang. Beban kerja yang berat juga
termasuk sebagai stressor bagi individu. Bagi individu, beban kerja yang
berlebih memiliki dampak negatif diantaranya seperti rentan terhadap
kecelakaan, konsentrasi yang buruk, penyalah gunaan obat terlarang dan
alkohol sebagai upaya yang diambil untuk mengurangi stressor. Sementara
bagi organisasi bisa berupa absennya karyawan, peningkatan biaya
kesehatan dan medis, serta penurunan kuantitas dan kualitas produktifitas
(Ivancevich dkk, 2007). Beban kerja berlebih yang dialami oleh Guru BK
bisa disebabkan karena tuntutan kerja yang berlebihan dan kurangnya waktu
istirahat yang dimiliki oleh Guru BK yang kemudian bisa berdampak pada
127
kondisi fisik, psikis, dan perilaku kerja Guru BK. Dampak pada kondisi fisik
seperti kelelahan, letih, lemas, sakit kepala, gangguan pola tidur, nafsu
makan menurun, dan gejala-gejala lainnya. Dampak gejala psikis berupa
rasa cemas berlebih, pelupa, sulit berkonsentrasi, dan mudah marah.
Sementara untuk dampak pada perilaku kerja meliputi ketidak hadiran atau
pelaksanaan tugas yang belum optimal (Sandra dan Ifdil, 2015).
Ditinjau dari segi kualitas, setiap Guru BK di SMPN 9 Cimahi sudah
memenuhi kualifikasi yang ditetapkan Permendiknas nomor 27 tahun 2008.
Ketetapan Permendiknas nomor 27 tahun 2008 menjelaskan bahwa mereka
yang disebut sebagai konselor di sekolah adalah orang-orang yang telah
menjadi sarjana pendidikan (S-1) dalam bidang Pendidikan dan Konseling
serta menyelesaikan pendidikan profesi konselor. SMPN 9 Cimahi memiliki
4 orang Guru BK yang sudah memenuhi kualifikasi sebagai konselor di
sekolah. Tidak hanya sekedar memenuhi kualifikasi, para Guru BK di
SMPN 9 Cimahi juga memiliki pengalaman yang tidak sedikit dalam
menangani berbagai permasalahan siswa di sekolah termasuk perundungan.
Dengan demikian, peneliti menyimpulkan bahwa disatu sisi SMPN 9
Cimahi memiliki tenaga-tenaga konselor yang memenuhi kualifikasi dan
berpengalaman namun dari segi kuantitas, jumlah tenaga konselor tersebut
belum memenuhi standar Permendiknas nomor 27 tahun 2008. Adapun
dampak yang dihasilkan adalah beban kerja yang sangat berlebih kepada
keempat Guru BK di SMPN 9 Cimahi tersebut. Beban kerja yang berlebih
pada Guru BK dapat berimbas pada beberapa hal dalam pelayanan BK yang
belum optimal.
128
2. Fasilitas
Keberadaan SDM yang memadai dari segi kualitas dan kuantitas tentu
saja sangat penting untuk menjalankan sebuah program atau kegiatan. Tidak
kalah penting dari SDM, ketersediaan fasilitas yang memadai juga
merupakan unsur yang penting untuk menjalankan sebuah program atau
kegiatan. Fasilitas tersebut mencakup setiap jenis sarana dan prasarana yang
dibutuhkan untuk menunjang sebuah program atau kegiatan. Berdasarkan
hasil penelitian Indriasih (2013), salah satu yang mempengaruhi kinerja
Guru disekolah adalah ketersediaan fasilitas. Semakin lengkap fasilitas yang
di sediakan oleh sekolah, maka akan semakin baik juga kinerja guru di
sekolah.
Sebagai salah satu upaya pencegahan tindakan perundungan di SMPN 9
Cimahi, Guru BK memberikan layanan klasikal bimbingan konseling
kepada seluruh siswa SMPN 9 Cimahi.
Layanan klasikal itu sendiri
merupakan salah satu bentuk layanan BK yang melayani sejumlah peserta
didik dalam rombongan belajar satu kelas (Kemendikbud, 2014). Layanan
klasikal biasanya dilakukan dalam sebuah ruangan kelas atau aula yang
mampu memuat peserta didik dengan jumlah yang cukup banyak. Tidak
hanya fasilitas untuk menunjang kegiatan layanan klasikal, fasilitas untuk
persiapan pelaksanaan tindak lanjut setelahnya juga perlu dipersiapkan.
Fasilitas yang digunakan oleh Fasilitas lain yang disediakan untuk BK
adalah ruangan BK yang terdiri dari beberapa ruang yaitu ruang tamu, ruang
konseling, ruang administrasi dan ruang kerja Guru BK.
129
Kemendikbud (2014) menetapkan beberapa perangkat yang termasuk
dalam fasilitas UPBK di SMP adalah sebagai berikut.
a. Ruang Kantor yang terdiri dari ruang data, ruang konseling perorangan,
ruang tamu, ruang bimbingan/ konseling kelompok, ruang kerja dan
ruang relaksasi. Contoh minimal penataan ruang BK berdasarkan
peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan nomor 111 tahun
2014 digambarkan sebagai berikut.
Gambar 6.1
Contoh minimal penataan ruang bimbingan dan konseling (Peraturan
Kemendikbud nomor 111 tahun 2014)
130
b. Prasarana dan sarana perkantoran, administrasi, dan pendanaan serta
kesempatan yang mencukupi untuk berkembang dan suksesnya UPBK
seperti terpenuhinya kinerja para Guru BK atau Konselor.
c. Fasilitas kelengkapan untuk keberlangsungan kegiatan pendidikan/
pembelajaran bagi suksesnya pelayanan BK secara menyeluruh pada
umumnya dan khususnya pelayanan peminatan peserta didik, terutama
tes dan inventori standar (antara lain alat ungkap masalah) serta alat
ukur/ ungkap lainnya, dan perangkat audio visual serta format-format
standar pelaksanaan pelayanan.
Ditinjau dari perangkat ruangan, SMPN 9 Cimahi memiliki satu ruangan
kantor BK. Berdasarkan hasil temuan dilapangan, secara kelengkapan
ruangan kantor BK di SMPN 9 Cimahi, masih dikatakan belum memenuhi
standar Kemendikbud namun secara fungsional, ruangan tersebut sudah
dapat memenuhi kebutuhan ruang kantor BK. Kekurangan dari segi ruangan
terletak pada ruangan konseling yang tidak dipisahkan untuk konseling
kelompok, konseling individu dan ruangan relaksasi.
Dari segi sarana dan prasarana perkantoran, fasilitas yang disediakan
untuk menunjang kinerja Guru BK di SMPN 9 Cimahi sudah cukup
lengkap. Dari hasil temuan di lapangan peneliti melihat beberapa perangkat
kerja seperti komputer, meja kerja, lemari penyimpan dokumen dan lain-lain
tersedia di ruang kantor BK. Sementara untuk pendanaan, berdasarkan hasil
telaah dokumen dan wawancara diketahui bahwa SMPN 9 Cimahi
menyiapkan dana yang bisa diajukan setiap awal tahun ajaran oleh Guru BK
131
dalam sebuah perencanaan dan anggaran dana untuk pelaksanaan kegiatan
BK. Sumber pendanaan untuk pelaksanaan kegiatan BK berasal dari RKAS
maupun atas kesepakatan sekolah dengan lembaga lain.
Ditinjau dari segi fasilitas untuk menunjang kegiatan bimbingan klasikal,
setelah tahun 2016, sekolah telah menyediakan ruangan kelas dengan
dilengkapi proyektor sehingga siswa bisa menerima layanan klasikal di kelas
masing-masing. Fasilitas pendukung lain dalam layanan klasikal BK terkait
perundungan yang digunakan Guru BK adalah laptop, speaker, slide show,
dan media lain jika diperlukan. Fasilitas tersebut dipersiapkan oleh Guru BK
yang disesuaikan dengan metode mereka dalam memberikan layanan
klasikal. Beberapa Guru BK terkadang membuat media mereka sendiri
sebagai alat bantu jika akan melakukan simulasi dalam layanan klasikal.
Selain itu, SMPN 9 Cimahi juga memiliki instrument alat ungkap masalah
dan buku bimbingan untuk siswa.
Berdasarkan hasil temuan di lapangan maka peneliti menarik kesimpulan
bahwa dari segi fasilitas, SMPN 9 Cimahi sudah memiliki fasilitas yang
cukup memadai untuk menunjang kegiatan bimbingan dan konseling.
Namun untuk ruangan, walaupun SMPN 9 memiliki semua ruangan dengan
fungsi yang sudah ditetapkan dalam panduan BK Kemendikbud tahun 2014
namun masih ada beberapa ruangan yang disatukan. Hal tersebut karena
keterbatasan dari ukuran kantor BK SMPN 9 Cimahi. Dengan demikian
seharusnya Guru BK dapat memberikan layanan klasikal dengan optimal
untuk mencegah dan mengurangi tindakan perundungan di SMPN 9 Cimahi.
132
3. Materi
Tidak kalah penting dengan SDM dan fasilitas yang memadai,
pemberian materi yang sesuai dengan karakteristik sasaran juga sangat
penting. Layanan klasikal yang dimanfaatkan sebagai upaya pencagahan dan
mengurangi tindakan perundungan di SMPN 9 Cimahi merupakan salah satu
contoh fungsi layanan BK seperti yang ditetapkan dalam Permendikbud
nomor 111 tahun 2014 pasal 2 tentang bimbingan dan konseling pada
pendidikan dasar dan menengah. Dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa
layanan BK memiliki fungsi diantaranya pencegahan timbulnya masalah,
perbaikan dan penyembuhan.
Pemberian materi yang sesuai dengan kebutuhan siswa sangat penting
diberikan. Jika materi yang disampaikan tidak sesuai dengan kebutuhan
siswa, maka pelayanan konseling tersebut akan tidak efisien dan memiliki
nilai manfaat yang kecil bagi siswa. Berdasarkan pemaparan pada hasil
penelitian diketahui bahwa sebelum menyusun materi, Guru BK di SMPN 9
Cimahi melakukan analisis situasi terlebih dahulu. Guru BK melihat kondisi
siswa dan permasalahan yang dihadapinya di sekolah yang dapat berpotensi
mengganggu kegiatan belajar siswa di sekolah. Analisis situasi dilakukan
dengan observasi, laporan masuk, dan data hasil psikotest dan inventori
tugas perkembangan siswa. Setelah dilakukan analisis situasi, maka Guru
BK melakukan diskusi dengan sesama Guru BK untuk menentukan skala
prioritas dan menyusun materi pelayanan yang sesuai.
Menurut peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan nomor 111
tahun 2014, dijelaskan bahwa bimbingan konseling direncanakan,
133
dilaksanakan, dan dievaluasi serta ditindak lanjuti berdasarkan data dari
hasil analisis kebutuhan. Analisi kebutuhan dilakukan dengan berbagai
instrument test maupun non test, pengumpulan fakta, laporan diri dari siswa,
dan observasi Guru BK. Merujuk kepada peraturan tersebut maka
penyusunan materi konseling yang dilakukan di SMPN 9 sudah sesuai
ketetapan Permendikbud nomor 111 tahun 2014 pasal 5. Dalam pasal
tersebut dijelaskan bahwa layanan bimbingan dan konseling dilaksanakan
berdasarkan beberapa prinsip yang salah satunya adalah disusun berdasarkan
kebutuhan konseli (yang menerima konseling).
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Mufrihah (2016) menjelaskan
bahwa upaya prefentif dengan memberikan bimbingan kepada siswa yang
disesuaikan dengan kebutuhan siswa dan dikaitkan dengan kurikulum
sekolah, secara bertahap mampu membuat siswa dapat memahami untuk
mengendalikan dirinya sendiri dan berbuat baik pada sesama teman di
sekolah.
4. Metode
Sebagaimana penyusunan materi, penetapan metode yang akan digunakan
untuk layanan klasikal juga harus sesuai dengan kebutuhan dan kondisi
siswa di kelas. Dalam pelaksanaan layanan klasikal Kemendiknas tidak
memberi batasan terkait metode apa yang digunakan. Namun dalam
pelaksanaan penyampaian materi bimbingan, strategi pembelajaran yang
digunakan berbeda dengan Guru mata pelajaran. Strategi pembelajaran yang
ditetapkan oleh Kemendikbud adalah Strategi transformasional yang dapat
134
dilihat pada pelaksanaan layanan dengan melakukan beberapa tahap dari
pengantaran, penjajakan, penafsiran, pembinaan, dan penilaian. Sementara
fokus pada variable metode dalam penelitian ini adalah cara yang digunakan
oleh Guru BK pada tahap pembinaan. Untuk acuan metode yang digunakan
disesuaikan sebagaimana hasil need assessment yang dirumuskan bersama
dengan materi di dalam RPL.
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa dalam menyampaikan
informasi melalui layanan klasikal, Guru BK menetapkan metode
berdasarkan analisis kecenderungan cara belajar anak. Data tersebut
didapatkan berdasarkan hasil dari psikotest. Proses pembelajaran yang
dilakukan ketika melakukan konseling berbeda dengan pembelajaran pada
mata pelajaran disekolah. Berdasarkan panduan pelaksanaan BK untuk SMP
dari Kemendikbud tahun 2014, strategi yang digunakan dalam proses
pendidikan
melalui
konseling
adalah
dengan
pendekatan
proses
pembelajaran transformasional.
Einstein dan Russel menyatakan bahwa terdapat dua pendekatan
pembelajaran yang dapat mengubah cara berpikir, yaitu pembelajaran
transformatif dan evolusioner (dalam Amien, 2005). Pembelajaran yang
bersifat transformasional mengarahkan peserta didik kepada pengubahan
dan pembentukan dirinya sesuai dengan tujuan pendidikan (Kemendikbud,
2014).
Pembeajaran
transformatif
merupakan
pendekatan
proses
pembelajaran yang berkaitan dengan pengembangan internal, yang
dikarakterisasi dengan ekspansi kesadaran individu dan kesadaran kolektif
135
yang
dilakukan
dengan
proses
transformasi
cara
pandang
dan
pengembangan kapasitas diri (Amien, 2005).
Pendekatan transformasional tersebut kemudian dirumuskan oleh
Kemendikbud dalam panduan pelaksanaan BK melalui tahapan-tahapan
konkrit pada pelaksanaan bimbingan konseling. Tahapan-tahapan tersebut
adalah tahap pengantaran, penjajakan, penafsiran, pembinaan, dan penilaian.
Tahapan-tahapan tersebut menuntut Guru BK untuk menciptakan suasana
kelas pada layanan klasikal yang aktif serta mampu mengetahui pola pikir
peserta didik sehingga Guru BK dapat merubah pola piker siswa yang
menyimpang. Berdasarkan hasil temuan lapangan, metode yang digunakan
oleh Guru BK adalah tanya jawab, ceramah singkat dan juga penayangan
media audiovisual. Berdasarkan observasi pada pelaksanaan BK, Guru BK
sudah mampu menciptakan suasana kelas yang bisa membuat siswa untuk
aktif terlibat dalam layanan klasikal melalui kegiatan tanya jawab.
Sementara pada tahap pembinaan, Guru BK menggunakan metode ceramah
singkat diikuti dengan penayangan media audiovisual.
Pada penerapannya ketika layanan klasikal di kelas, metode ceramah
yang digunakan oleh Guru BK mampu menciptakan suasana kelas yang
aktif
namun
tetap
terkendali.
Hal
tersebut
karena
Guru
BK
mengkombinasikan metode ceramah singkat dengan bantuan penayangan
media audiovisual dan kegiatan tanya jawab. Untuk mengajak siswa agar
tetap aktif selama pelayanan, Guru BK melakukan tanya jawab dengan
siswa terkait masalah perundungan. Untuk siswa dengan tipe belajar visual,
Guru BK menampilkan materi dengan media audiovisual baik itu dari
136
slideshow maupun video yang berkaitan dengan materi perundungan. Untuk
mencegah kejenuhan siswa, Guru BK tidak menerapkan metode ceramah
dalam waktu yang lama, metode ceramah tetap diselingi dengan kegiatan
tanya jawab kepada siswa. Diakhir layanan, Guru BK melakukan penilaian
terhadap pemahaman siswa dengan meminta siswa untuk menjawab
pertanyaan didalam satu lembar kertas maupun secara verbal. Oleh karena
itu untuk konteks layanan klasikal, metode ceramah singkat yang dipadukan
dengan tanya jawab dan penampilan media audiovisual merupakan metode
yang sangat baik.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Monica dan Susanti (2016),
diketahui bahwa penyampaian infirmasi melalui metode ceramah saja
membuat peserta didik sulit memahami materi yang disampaikan dalam
layanan klasikal untuk mengembangkan interaksi sosial peserta didik kelas 8
di SMPN 26 Bandar Lampung. Setelah metode ceramah dipadukan dengan
penggunaan media audio visual, diketahui bahwa metode tersebut efektif
untuk mengembangkan interaksi sosial peserta didik di sekolah tersebut.
Penelitian lainnya dilakukan oleh Supiyani (2016) yang menjelaskan bahwa
melalui layanan informasi pada bimbingan konseling dengan menggunakan
metode ceramah dan dipadukan dengan menggunaan beberapa media
audiovisual, efektif dalam menurunkan perilaku perundungan terhadap
peserta didik berkebutuhan khusus di SMAN 14 Bandar Lampung.
Berdasarkan seluruh penjelasan pada variabel masukan, maka peneliti
mencoba untuk menggambarkan berbagai penyimpangan atau masalah yang ada
pada setiap aspek masukan pelayanan klasikal BK terkait perilaku perundungan
137
di sekolah. Berikut adalah gambaran permasalahan yang ada pada variabel
masukan.
Input
Aktivitas
• Jumlah
SDM Guru
BK kurang
•Ruangan
Kantor BK
belum
memenuhi
ketetapan
Kemendikbud
tahun 2014
• Perencanaan
• Pengorganis
asian
• Pelaksanaan
• Penilaian
dan
Pengawasan
• Tindak
Lanjut
• Pelaporan
Output
• Cakupan
layanan
klasikal BK
tentang
bullying
Gambar 6.2
Permasalahan Input layanan klasikal BK tentang bullying di SMPN 9
Cimahi tahun 2016
Permasalahan yang ada pada variabel masukan tentunya akan memiliki
dampak pada aktivitas layanan konseling di SMPN 9 Cimahi. Dampak tersebut
selanjutnya akan dibahas pada variabel aktivitas.
C. Aktivitas Layanan Klasikal BK
Untuk mencapai sebuah tujuan, tentunya ada beberapa hal yang perlu
dilakukan. Selain membutuhkan beberapa aspek penting sebagai syarat untuk
mencapai sebuah tujuan (input), perlu juga dilakukan berbagai usaha dan
aktivitas pengelolaan agar masukan dapat dimanfaatkan secara efisien untuk
138
mencapai tujuan. Dalam pelaksanaan kegiatan layanan dan kegiatan pendukung
BK,
perlu
diterapkan
tahap-tahap
pengelolaan
P3MT
(perencanaan,
pengorganisasian aspek-aspek persiapan teknis, pelaksanaan, Pengawasan dan
penilaian, serta tindak lanjut) (Kemendikbud, 2014). Pada pasca pelayanan,
bedasarkan panduan pelaksanaan BK Kemendikbud tahun 2014, Guru BK
diminta menyusun laporan pelaksanaan program (LAPELPROG) yang padat
namun
menyeluruh.
LAPELPROG
tersebut
memuat
aspek
pokok
penyelenggaraan kegiatan, disertai data penilaian hasil dan proses serta arah
tindak lanjutnya. Tahapan-tahapan P3MT dan pelaporan tersebut yang kemudian
dibahas oleh peneliti dalam variabel aktivitas.
1. Perencanaan
Dalam pedoman pelaksanaan konseling dari Kemendikbud tahun 2014,
dijelaskan bahwa sebelum memberikan layanan konseling baik itu layanan
klasikal ataupun non klasikal, Guru BK harus mempersiapkan perencanaan
yang dituliskan kedalam dokumen satuan layanan (SATLAN) atau Rencana
Pelaksanaan Layanan (RPL). Berdasarkan pemaparan hasil sebelumnya,
diketahui beberapa hal yang dipersiapkan Guru BK sebelum memberikan
layanan klasikal adalah materi, fasilitas dan juga RPL.
Komponen Satlan atau RPL memuat hal-hal pokok yang terkait langsung
dengan penyelenggaraan pelayanan atau kegiatan pendukung dengan materi
sebagaimana yang telah diprogramkan (Kemendikbud, 2014). Secara
menyeluruh, Kemendikbud membuat format umum Satlan atau RPL dalam
panduan penyelenggaraan BK di SMP tahun 2014 sebagai berikut.
139
a. Identitas (Satuan pendidikan, tahun ajaran/ semester, sasaran
pelayanan, pelaksana dan pihak terkait)
b. Waktu dan tempat (Tanggal, Jam pembelajaran, Volume waktu
dalam Jam Pembelajaran, spesifikasi tempat)
c. Materi Pelayanan (Tema/ Subtema/ Pokok Materi, Sumber
Materi)
d. Tujuan arah pelayanan (Pengembangan kehidupan efektif seharihari dan penanganan kehidupan efektif sehari-hari yang
terganggu)
e. Metode dan teknik dasar
f. Sarana (Media, instrumen, sumber elektronik)
g. Sasaran Penilaian
h. Langkah Kegiatan
Berdasarkan pemaparan hasil temuan lapangan sebelumnya, diketahui
bahwa Guru BK merumuskan perencanaan pelayanan klasikal BK dalam
dokumen Satlan atau RPL. Dari hasil telaah dokumen juga diketahui bahwa
masih terdapat beberapa kekurangan dalam dokumen RPL diantaranya
durasi pelayanan dan uraian kegiatan. Sebagaimana yang dijelaskan
sebelumnya, penyampaian informasi yang dilakukan dengan strategi
transformasional. Hal ini tentu berbeda dengan penyampaian informasi yang
dilakukan oleh Guru mata pelajaran. Untuk melihat apakah strategi
penyampaian di kelas tersebut sudah sesuai dengan dengan ketetapan
panduan BK Kemendikbud, maka dalam RPL perlu dijelaskan secara rinci
setiap langkah kegiatan yang akan dilaksanakan.
140
Dalam panduan Kemendikbud terkait pelaksanaan BK untuk SMP tahun
2014, menjelaskan dalam RPL bagian langkah kegiatan mencakup beberapa
aspek yang perlu dipaparkan. Langkah-langkah tersebut adalah pengantaran,
penjajakan, penafsiran, pembinaan, dan penilaian. Langkah-langkah tersebut
belum dipaparkan dengan jelas pada RPL layanan klasikal tentang
perundungan. Walaupun dalam pelaksanaan Guru BK melakukan beberapa
tahapan tersebut, pemaparan di RPL tetap diperlukan agar mempermudah
kegiatan supervisi yang dilakukan oleh kepala sekolah atau koordinator yang
bertugas. Selain itu pemaparan langkah-langkah tersebut juga dapat
membantu Guru BK sebagai gambaran awal bagaimana menyampaikan
layanan klasikal di kelas.
2. Pengorganisasian
Setelah tahap perencanaan, tahap selanjutnya yang perlu dilakukan Guru
BK
sebagai
langkah
pengelolaan
P3MT
adalah
pengorganisasian.
Sebagaimana yang dijelaskan dalam panduan pelaksanaan BK kemendikbud
tahun
2014,
mengorganisasi
langkah
pengorganisasian
prasarana,
sarana,
mencakup
personalia,
semua
tempat,
waktu
upaya
dan
administrasi dalam kesiapan untuk pelaksanaan kegiatan.
Berdasarkan hasil wawancara dari ketiga informan, diketahui bahwa
setelah mempersiapkan RPL, mereka juga melakukan beberapa hal untuk
persiapan pelaksanaan RPL tersebut. Beberapa hal yang dilakukan berupa
mengurus administrasi yang diperlukan ketika memberikan layanan klasikal
seperti format absensi siswa. Selain itu Guru BK juga berkoordinasi dengan
141
Kepala sekolah, Guru Wali Kelas, dan siswa yang akan diberikan layanan
klasikal terkait waktu pemberian layanan klasikal. Guru BK juga
memastikan ruangan yang akan digunakan tersedia dan berbagai fasilitas
untuk menunjang pelaksanaan layanan klasikal tersedia.
Dalam Pedoman Bimbingan dan Konseling yang dilampirkan pada
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia nomor
111 tahun 2014 tentang bimbingan dan konseling pada pendidikan dasar dan
pendidikan menengah, menjelaskan bahwa dalam melaksanakan tugas
layanan BK maka Guru BK dapat bekerja sama dengan berbagai pihak di
dalam satuan pendidikan (kepala sekolah, wakil, kepala sekolah, wali kelas,
guru mata pelajaran, staf administrasi sekolah) dan di luar satuan pendidikan
(pengawas pendidikan, komite sekolah, orang tua, organisasi profesi BK,
dan profesi lain yang relevan). Berdasarkan hasil temuan lapangan tersebut,
peneliti menyimpulkan bahwa langkah yang dilakukan oleh Guru BK SMPN
9 Cimahi sudah sesuai seperti panduan Kemendikbud terkait pelaksanaan
BK di SMP tahun 2014 dan peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
nomor 111 tahun 2014..
3. Pelaksanaan
Setelah disusun perencanaan dan mengorganisasi setiap aspek yang
dibutuhkan dalam pelaksanaan layanan konseling, maka pada tahap
selanjutnya adalah implementasi layanan konseling sesuai dengan yang
sudah direncanakan dan diorganisasikan. Ditinjau dari durasi pelaksanaan
layanan klasikal tentang perundungan, lama layanan klasikal pada setiap
142
kelas berbeda-beda berkisar antara 1-2 jam pelajaran. Dari hasil wawancara
peneliti mengetahui durasi layanan biasanya dilakukan sekitar 45-60 menit
yang artinya antara satu jam pelajaran atau lebih.
Pada panduan pelaksanaan BK yang ditetapkan Kemendikbud tahun
2014 menjelaskan dalam satu semester, kegiatan pembelajaran/ pelayanan
minimal dalam 17 minggu efektif. Dengan demikian, dalam satu semester
tiap rombongan belajar (kelas) peserta didik mendapatkan pelayanan
klasikal BK dengan volume 17 x 2 JP atau 34 JP. Dengan demikian artinya
setiap kelas setidaknya menerima satu kali layanan klasikal setiap minggu
dengan dengan volume kegiatan sebanyak 2 JP. Jika diantara 17 pertemuan
itu satu diantaranya disampaikan materi terkait perilaku perundungan, maka
setidaknya layanan tersebut dilakukan selama 2 jam pelajaran atau 90 menit.
Mengacu ketetapan tersebut, maka dari segi durasi pemberian layanan
klasikal masih belum semua kelas mendapatkan volume layanan klasikal
yang sesuai dengan ketetapan kemendikbud.
Ditinjau dari uraian kegiatan, pada perencanaan layanan klasikal BK
tentang perundungan tidak dicantumkan secara detail dan juga prosedur
dasar yang harus dilakukan pada setiap pemberian layanan konseling.
Adapun prosedur dasar kegiatan pelayanan BK yang dirumuskan
Kemendikbud dalam panduan pelaksanaan BK untuk SMP tahun 2014
adalah sebagai berikut.
a. Pengantaran yang merupakan kegiatan untuk membangun
suasana agar konseli memasuki proses konseling dengan rasa
aman, nyaman, dinamis, positif dan sukarela.
143
b. Penjajakan yang merupakan kegiatan untuk mengungkapkan
kondisi diri konseli (perasaan, pemikiran, keinginan, sikap dan
kehendaknya, seta pengalamannya) dalam suasana kekinian atau
sesuai dengan konten yang akan disampaikan dalam layanan.
c. Penafsiran yang merupakan kegiatan untuk mendalami dan
memahami lebih jauh terkait berbagai hal yang dikemukakan
konseli melalui proses konseli berpikir, merasa, bersikap,
kemungkinan bertindak, dan bertanggung jawab (BMB3) secara
positif. Kegiatan ini juga dapat digunakan untuk melakukan
analisis terhadap kondisi konseli yang periu diperbaiki atau
dibangun.
d. Pembinaan
terbangunnya
yang
merupakan
kehidupan
kegiatan
efektif
yang
sehari-hari
menunjang
konseli
dan
teratasinya kehidupan efektif sehari-hari konseli yang terganggu.
e. Penilaian yang merupakan kegiatan untuk mengetahui hasil yang
dicapai konseli melalui kegiatan belajarnya dalam proses
konseling yang ia jalani, dan tindak lajutnya.
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi diketahui bahwa pada saat
pelaksanaan kegiatan, Guru BK memulai kegitan melalui tahap pengantaran.
Pada tahap pengantaran Guru BK mencoba untuk membangun suasana yang
menyenangkan dengan melakukan pendekatan terhadap siswa melaui tanya
jawab singkat, menanyakan kabar para siswa sekaligus melakukan absesi
hingga melakukan permainan. Selanjutnya Guru BK menyampaikan tujuan
pemberian materi pada layanan klasikal yang akan dilaksanakan serta
144
manfaatnya untuk para siswa dilanjutkan dengan mengungkap bagaimana
pemahaman, sikap dan persepsi siswa terhadap perilaku perundungan. Pada
tahap ini terjadi proses penjajakan sebagaimana yang dijelaskan diatas. Guru
BK menangkap semua pendapat para siswa dan mencoba menafsirkan
bagaimana siswa berpikir, merasa, bersikap, berbuat dan bertanggung jawab
terhadap perilaku perundungan.
Kegiatan pembinaan dilakukan Guru BK setelah siswa selesai
menyampaikan pemahaman awal mereka terkait perundungan. Kegiatan
pembinaan yang dilakukan oleh Guru BK bermacam-macam mulai dari role
play, ceramah singkat, simulasi maupun diskusi. Guru BK menggunakan
media yang sesuai dengan metode yang digunakan dalam proses pembinaan.
Dari hasil observasi peneliti melihat Guru BK melakukan pembinaan dengan
metode ceramah singkat yang dibantu dengan media audiovisual berupa film
animasi dan film pendek. Pada tahap ini, Guru BK mencoba untuk
menjelaskan apa sebenarnya yang dimaksud dengan perundungan, jenisjenis dan contohnya, dan juga dampaknya bagi siswa dengan Bahasa yang
mudah dimengerti oleh siswa.
Setelah Guru BK melakukan pembinaan, Guru BK mencoba untuk
mengukur sejauh mana siswa menangkap informasi yang disampaikan pada
tahap pembinaan melalui proses tanya jawab. Beberapa Guru BK bahkan
membuat beberapa pertanyaan secara tertulis dan meminta siswa untuk
menjawab yang disertakan pendapat mereka terhadap layanan klasikal yang
baru saja mereka dapatkan. Upaya tersebut dilakukan untuk melihat
bagaimana respon siswa terhadap layanan klasikal yang disampaikan. Jika
145
ditemukan banyak kekurangan maka akan menjadi pertimbangan untuk
memperbaiki layanan klasikal tersebut.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa
untuk durasi pelaksanaan layanan klasikal BK tentang perundungan
beberapa kelas belum memenuhi volume minimum yang di tetapkan oleh
Kemendikbud. Hal tersebut dikarenakan jumlah SDM yang sangat terbatas
sedangkan jumlah kelas di SMPN 9 Cimahi sangat banyak. Selain itu untuk
waktu pelaksanaan dilakukan dengan melihat jadwal-jadwal kosong dari
setiap kelas dengan kata lain layanan klasikal tidak terjadwal dengan jelas.
Walaupun ditemukan jadwal kosong pada suatu kelas, layanan klasikal
belum tentu bisa diberikan karena kesibukan dan tugas yang dimiliki oleh
Guru BK tidak sesuai dengan jumlah SDM guru BK. Sebagaimana
ketetapan Peraturan Kemendikbud nomor 111 tahun 2014 mengatakan
bahwa layanan klasikal diselenggarakan dengan seting kelas dan terjadwal
setiap minggu dengan volume kegiatas setara 2 jam pembelajaran.
4. Pengawasan dan Penilaian
Aktivitas selanjutnya setelah pelaksanaan adalah pengawasan dan
penilaian. Pengawasan dan penilaian dilakukan pada saat layanan klasikal
diberikan maupun sesudah layanan klasikal diberikan. Dalam variabel
pengawasan dan penilaian, peneliti membagi aspek pengawasan dan
penilaian menjadi dua bagian. Pertama peneliti mencoba menggambarkan
aktifitas pengawasan dan penilaian yang dilakukan oleh Guru BK kepada
siswa di SMPN 9 Cimahi. Kedua, peneliti mencoba menggambarkan
146
aktifitas pengawasan dan penilaian yang dilakukan oleh Pengawas atau
Assessor terhadap pelaksanaan konseling yang dilakukan oleh Guru BK.
a. Pengawasan dan Penilaian Guru BK terhadap Siswa
Kegiatan puncak praktik pelayanan konseling terletak pada
langkah pembinaan yang selanjutnya diakhiri dengan penilaian dalam
bentuk penilaian segera (LAISEG), penilaian jangka pendek
(LAIJAPEN) (Kemendikbud, 2014). Kegiatan pengawasan dan
penilaian Guru BK kepada siswa yang dilakukan pada saat dan
sesudah dilakukan layanan klasikal mencakup penilaian proses dan
penilaian hasil. Penilaian proses merupakan upaya Pengawasan yang
dilakukan sendiri oleh Guru BK selama proses layanan berlangsung
dan diikuti dengan kegiatan penilaian atas hasil yang dicapai oleh
peserta pelayanan atau disebut penilaian hasil (Kemendikbud, 2014).
Berdasarkan hasil wawancara, diketahui bahwa Guru BK
melakukan kegiatan penilaian proses dan penilaian hasil kepada siswa.
Dalam penilaian proses, Guru BK melakukan observasi ketika
menyampaikan layanan klasikal. Beberapa aspek yang dilihat oleh
Guru BK dalam penilaian proses diantaranya adalah keaktifan,
tanggapan dan antusias siswa ketika pelayanan berlangsung.
Sementara untuk penilaian hasil, Guru BK melakukan tanya-jawab
pada akhir layanan untuk mengukur sejauh mana pemahaman siswa
terkait materi bimbingan yang telah disampaikan. Selain itu Guru BK
juga memantau siswa setelah layanan klasikal diberikan dan melihat
147
perkembangan masalah perundungan pada kelas yang sudah diberikan
layanan klasikal tersebut.
Pada penilaian hasil kegiatan pelayanan BK dilakukan melalui
penilaian segera (LAISEG), penilaian jangka pendek (LAIJAPEN),
dan penilaian jangka panjang (LAIJAPANG) (Kemendikbud, 2014).
1) Penilaian segera merupakan penilaian yang dilakukan pada
akhir setiap jenis layanan dan kegiatan pendukung BK untuk
mengetahui pencapaian peserta layanan BK secara langsung.
2) Penilaian jangka pendek merupakan penilaian dalam waktu satu
minggu atau satu bulan setelah layanan diberikan. Penilaian ini
dilakukan setelah dilaksanakannya satu jenis layanan atau
kegiatan pendukung BK untuk melihat dampak lanjutan layanan
terhadap siswa.
3) Penilaian jangka panjang merupakan penilaian dalam waktu satu
bulan sampai satu semester. Penilaian ini dilakukan setlah satu
atau
beberapa
layanan
dan
kegiatan
pendukung
BK
dilaksanakan. Penilaian ini dilakukan untuk mengetahui lebih
jauh dampak layanan BK terhadap peserta didik yang
bersangkutan dan arah tindak lanjutnya secara menyeluruh.
Sebagaimana dipaparkan diatas, jika penilaian ditinjau secara
terpisah berdasarkan penilaian segera, penilaian jangka pendek, dan
penilaian jangka panjang, maka diketahui ada beberapa kegiatan
pengawasan yang tidak terlaksana. Bedrasarkan pemaparan hasil
wawancara diketahui pada penilaian segera dilakukan dengan cara
148
mengukur kembali hasil pencapaian siswa melalui tanya jawab di akhir
sesi layanan klasikal.
Sebagai upaya penilaian jangka pendek, Guru BK melakukan
Pengawasan terhadap siswa yang sebelumnya diketahui melakukan
tindakan perundungan. Pengawasan ini dilakukan untuk melihat
apakah ada perubahan setelah diberikan layanan klasikal tentang
perundungan. Jika masih belum ada perubahan maka guru BK akan
menyiapkan tindak lanjut terhadap siswa tersebut.
Sementara untuk penilaian jangka panjang, Guru BK melihat
secara keseluruhan hasil pencapaian pelaksanaan kegiatan layanan
klasikal dan tindak lanjut yang sudah dilakukan untuk mencegah dan
menangani masalah perundungan disekolah. Hasil pencapaian ini
dilakukan oleh guru BK melalui observasi dan laporan masuk dari
siswa maupun wali kelas. Dalam menilai hasil jangka panjang layanan
klasikal BK dalam mencegah dan menangani masalah perundungan di
SMPN 9 Cimahi masih didapati kekurangan dalam pencatatan
perkembangan kasus perundungan. Pengolahan data perkembangan
kasus perundungan belum terlaksana sehingga tidak dapat diketahui
bagaimana hasil capaian layanan konseling dalam mengatasi masalah
perundungan di SMPN 9 Cimahi. Berdasarkan hasil wawancara
diketahui bahwa pencatatan data kasus belum terlaksana dikarenakan
beban kerja dan tugas-tugas Guru BK yang banyak tidak sesuai dengan
jumlah SDM yang tersedia.
149
Dalam pelaksanaan kegiatan Pengawasan BK, sangat diperlukan
kegiatan pencatatan. Kegiatan pengawasan dan penilaian perlu
dirumuskan kedalam catatan hasil pengawasan dan penilaian. Hasil
dari penilaian dan pengawasan ini yang kemudian dijelaksan dalam
panduan pelaksanaan BK mejadi acuan sebagai isi laporan pelaksanaan
program (Lapelprog). Lapelprog merupakan salahsatu bukti fisik yang
diperlukan untuk kepentingan pengawasan dan penilaian jangka
panjang. Dengan tidak terlaksananya pencatatan hasil penilaian dan
pengawasan maka Lapelprog tidak dapat disusun. Sementara untuk
menilai hasil jangka panjang, Lapelprog sangat dibutuhkan sebagai
sumber data untuk mengetahui dampak layanan terhadap peserta didik.
b. Pengawasan dan Penilaian Pengawas atau Assessor terhadap
Guru BK
Kegiatan pelayanan BK di sekolah dipantau, dievaluasi, dan
dibina melalui kegiatan pengawasan. Kegiatan pengawasan tersebut
dilakukan oleh pengawas internal (Kepala Sekolah) maupun eksternal
(Pengawas satuan pendidikan bidang BK) (Kemendikbud, 2014).
Menurut Anjar (2014), pengawasan pada bidang bimbingan dan
konseling memiliki tujuan sebagai berikut.
1) Meningkatkan kemampuan Guru BK dalam memanfaatkan
lingkungan belajar
2) Meningkatkan kemampuan Guru BK dalam menyusun dan
melaksanakan program BK di sekolah
150
3) Menilai
kemampuan
Guru
BK
dalam
merencanakan
dalam
melaksanakan
pembelajaran melalui pelayanan BK
4) Menilai
kemampuan
Guru
BK
pembelajaran melalui pelayanan BK
5) Menilai kemampuan Guru BK dalam melaksanakan program
BK di sekolah
6) Menilai kemampuan Guru BK dalam meningkatkan hasil
belajar siswa melalui layanan BK
7) Menilai
kemampuan
Guru
BK
dalam
melaksanakan
Guru
BK
dalam
melaksanakan
penelitian tindakan kelas
8) Menilai
kemampuan
pembaharuan pembelajaran
9) Membina Guru BK dalam mempertinggi kompetensi
profesionalnya
10) Membina disiplin Guru BK dalam melaksanakan tugasnya
sebagai agen pembelajaran
11) Membina Guru BK dalam menggunakan teknologi informasi
dan komunikasi untuk pembelajaran
12) Membina Guru BK dalam mengembangkan karir profesi dan
pangkatnya.
Penerapannya di SMPN 9 Cimahi, kegiatan pengawasan BK
dilakukan oleh Assessor dan Kepala Sekolah sebagai pengawas
internal dan oleh satu orang pengawas bidang BK dari dinas
pendidikan Kota Cimahi. Assessor ditunjuk oleh Kepala Sekolah
151
sebagai perpanjangan tangan dari Kepala Sekolah untuk melakukan
kegiatan Pengawasan dan penilaian langsung di sekolah.
Dalam proses pengawasan kegiatan pelayanan BK, sudah
seharusnya dilakukan secara berkala dan berkelanjutan (Kemendikbud,
2014). Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa kegiatan
pengawasan di SMPN 9 Cimahi dilakukan minimal satu kali pada
setiap semester. Ditinjau dari teknis pelaksanaannya, kegiatan
Pengawasan dan penilaian BK dilakukan oleh Assessor dengan
menggunakan panduan pengawasan yang telah dibuat dari sekolah.
Adapun aspek yang menjadi penilaian merupakan beberapa bukti fisik
kinerja BK (RPL, absensi ketika layanan, materi layanan) dan melihat
langsung pada saat pelaksanaan layanan BK. Selain Assessor, Kepala
Sekolah juga memantau kinerja Guru BK secara langsung maupun
melalui Assessor. Pelaksanaan pengawasan sebagaimana dicantumkan
dalam panduan pelaksanaan BK dari Kemendikbud tahun 2014,
difokuskan kepada kemampuan profesional dan implementasi kegiatan
pelayanan BK yang menjadi kewajiban kinerja dan tugas Guru BK.
Diantara kewajiban Guru BK sebelum melaksanakan layanan klasikal
adalah menyiapkan dokumen satuan layanan, materi dan format
absensi tersebut.
Berdasarkan hasil wawancara terkait pelaporan disebutkan bahwa
Kepala Sekolah tidak terlalu menekankan Guru BK dalam pembuatan
laporan. Hal tersebut bertentangan dengan apa yang seharusnya
dilakukan oleh Kepala Sekolah untuk memastikan suksesnya UPBK
152
disekolah dan kinerja Guru yang ada di UPBK. Beberapa hal yang
seharusnya dilakukan oleh Kepala Sekolah untuk kesuksesan UPBK
adalah sebagai berikut (Kemendiknas, 2014).
1) Memberikan instruksi, sesuai dengan peraturan yang berlaku,
kepada koordinator BK dan Guru BK yang ada di UPBK
berkenaan pelayanan BK yang merupakan tugas pokok dan
fungsi, kewajiban dan kewenangan UPBK beserta Guru BK
di dalamnya.
2) Meminta dan menagih pertanggung jawaban pelaksanaan
tugas dari koordinator BK dan Guru BK atas pelaksanaan
tugas dan tanggung jawab mereka dengan bukti fisik yang
diperlukan
3) Melaksanakan pengawasan dan pembinaan terhadap kinerja
pelayanan BK oleh Guru BK.
Dari penjelasan tersebut, maka peneliti menyimpulkan bahwa kegiatan
pengawasan yang dilakukan pada UPBK di SMPN 9 Cimahi masih
belum optimal sehingga masih terdapat beberapa kegiatan yang
seharusnya dilakukan tetapi tidak terlaksana.
5. Tindak Lanjut
Pengawasan terhadap Guru BK juga bertujuan sebagai sarana untuk
membina Guru BK. Pembinaan ini dilakukan sebagai upaya tindak lanjut
atas hasil temuan dari Pengawasan dan penilaian terhadap Guru BK. Tindak
lanjut dalam aktivitas layanan bimbingan dan konseling di sekolah
153
merupakan hasil Pengawasan terhadap proses pelayanan dan hasil-hasilnya
yang kemudian diangkat menjadi isi LAPELPROG. Hasil tersebut dianalisis
dan ditindaklanjuti dengan tujuan untuk perbaikan, pemantapan maupun
penyesuaian kegiatan selanjutnya (Kemendikbud, 2014). Sama dengan
Pengawasan dan penilaian, pada variabel tindak lanjut peneliti membagi
pembahasan kedalam dua aspek yaitu tindak lanjut terhadap siswa dan
tindak lanjut terhadap Guru BK.
a. Tindak Lanjut terhadap Siswa
Tindak lanjut terhadap siswa merupakan respon dari penilaian
hasil yang dilakukan oleh Guru BK setelah memberikan layanan
klasikal tentang perundungan kepada siswa. Berdasarkan panduan
pelaksanaan BK Kemendikbud tahun 2014, penyusunan tindak lanjut
sudah seharusnya direncanakan dan dipaparkan dalam dokumen
Satuan Layanan atau RPL.
Berdasarkan hasil telaah dokumen, rencana tindak lanjut terhadap
siswa sudah dimuat dalam RPL. Dalam RPL disebutkan bahwa bagi
siswa yang belum mampu mengendalikan diri dalam tindakan
perundungan maka akan dilakukan konseling lanjutan baik secara
individu maupun kelompok. Hal tersebut sesuai dengan hasil
wawancara kepada Guru BK dan Siswa. Selain melakukan konseling
lanjutan, Guru BK juga bekerja sama dengan bagian kesiswaan dan
wali kelas dalam ketika akan melakukan tindak lanjut. Dari hasil
temuan tersebut, maka peneliti menyimpulkan penyusunan tindak
lanjut sudah sesuai dengan ketetapan panduan BK Kemendikbud tahun
154
2014. Sementara untuk pelaksanaan tindak lanjut kepada siswa sudah
mengikuti rencana yang disusun oleh Guru BK dalam Satuan Layanan
atau RPL.
b. Tindak Lanjut terhadap Guru BK
Setelah dilakukan pengamatan dan penilaian terhadap kinerja
Guru BK, maka hasil temuan tersebut menjadi bahan pertimbangan
atas pemberian tindak lanjut terhadap Guru BK. Pemberian tindak
lanjut tersebut biasa disebut juga dengan proses pembinaan. Hal
tersebut sejalan dengan penelitian Asiah, Murniati dan Bahrun (2016),
upaya tindak lanjut dari hasil pengawasan lebih bersifat bantuan dari
atasan kepada Guru BK di SMPN 1 Bandar Baru Kabupaten Pidie
Jaya. Dengan upaya tersebut maka memungkinkan setiap program
bimbingan konseling akan terlaksana dengan baik dalam menangani
berbagai permasalahan yang dihadapi peserta didik di sekolah (Asiah,
Murniati dan Bahrun, 2016).
Berdasarkan panduan pelaksanaan BK dari Kemendikbud tahun
2014, upaya pembinaan terhadap kinerja Guru BK atau konselor
diselenggarakan melalui tiga hal.
1) Upaya pembinaan dapat diberikan oleh pengawas ketika
kegiatan pengawasan dilaksanakan
2) Upaya pembinaan dapat diberikan melalui kegiatan seperti
penataran, lokakarya, seminar dan studi lanjut
155
3) Upaya pembinaan diselenggarakan melalui penilaian dan
pembinaan
berkelanjutan
dalam
rangka
kenaikan
pangkat/jabatan Guru BK atau Konselor.
Berdasarkan hasil temuan dilapangan, para informan menjelaskan
bahwa upaya tindak lanjut yang diberikan kepada Guru BK dapat
berupa diskusi antara assessor atau pengawas lain dengan Guru BK
yang dipantau. Hal tersebut relevan dengan penjelasan dalam panduan
BK bahwa pembinaan dapat dilakukan oleh pengawas. Selain itu,
tindak lanjut lain yang dipaparkan oleh informan adalah dengan diikut
sertakan dalam pelatihan-pelatihan untuk meningkatkan kompetensi
yang dimiliki Guru BK. Pelatihan tersebut dapat berupa pelatihanpelatihan keprofesian dan juga diikut sertakan dalam program guru
pembelajar.
Program
Guru
Pembelajar
merupakan
salah
satu
upaya
pemerintah khususnya Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga
Kependidikan (GTK) untuk mewujudkan visi dan misi Kemendikbud
2015-2019. Visi Kemendikbud 2015-2019 adalah “Terbentuknya Insan
serta Ekosistem Pendidikan dan Kebudayaan yang Berkarakter dengan
Berlandaskan Gotong Royong”. Untuk mencapai visi tersebut,
kemendikbud membentuk misi sebagai berikut.
1) Mewujudkan Pelaku Pendidikan dan Kebudayaan yang
Kuat (M1)
2) Mewujudkan
Akses
yang
Meluas,
Merata,
dan
Berkeadilan (M2)
156
3) Mewujudkan Pembelajaran yang Bermutu (M3)
4) Mewujudkan Pelestarian Kebudayaan dan Pengembangan
Bahasa (M4)
5) Mewujudkan Penguatan Tata Kelola serta Peningkatan
Efektivitas Birokrasi dan Pelibatan Publik (M5).
Salah satu tujuan strategis untuk mencapai visi-misi Kemendiknas
2015-2019
adalah
Penguatan
Peran
Siswa,
Guru,
Tenaga
Kependidikan, Orang tua, dan Aparatur Institusi Pendidikan dalam
Ekosistem Pendidikan, dengan sasaran strategis berupa meningkatnya
kualitas sikap guru dan tenaga pendidikan dalam kepribadian, spiritual
dan sosial (Ditjen Guru dan Tenaga Kependidikan, 2016).
Berdasarkan hasil pemaparan di atas, maka peneliti menyimpulkan
bahwa penyusunan rencana tindak lanjut sudah tercantum dalam dokumen
satuan layanan. Penerapan tindak lanjut terhadap siswa dilakukan sesuai
dengan yang tertera dalam dokumen satuan layanan. Dengan demikian maka
pelaksanaan tindak lanjut kepada siswa tersebut sudah sesuai dengan
panduan pelaksanaan BK Kemendikbud tahun 2014. Sementara tindak lanjut
untuk kinerja Guru BK berupa pembinaan yang dilakukan oleh Assessor
atau pengawas yang biasanya berupa saran-saran maupun melalui diskusi,
dengan pemberian kesempatan kepada BK untuk mengikuti pengembangan
keprofesian dalam bidang BK. Hal tersebut sesuai dengan upaya pembinaan
yang ditetapkan pada panduan pelaksanaan BK oleh Kemendikbud tahun
2014.
157
6. Pelaporan
Pelaporan pada hakikatnya merupakan kegiatan menyusun dan
mendeskripsikan seluruh hasil yang telah dicapai dalam evaluasi proses
maupun hasil dalam format laporan yang dapat memberikan informasi
kepada seluruh pihak yang terlibat tentang keberhasilan dan kekurangan dari
bimbingan dan konseling yang telah dilakukan (Kemendikbud, 2016).
Penyusunan laporan pelaksanaan program layanan (LAPELPROG)
merupakan salah satu tugas Guru BK setelah menjalankan kegiatan
konseling. Lapelprog disusun secara padat tetapi menyeluruh sehingga
mampu memuat segenap aspek pokok penyelenggaraan kegiatan disertai
data penilaian hasil dan proses serta arah tindak lanjutnya (Kemendikbud,
2014). Ditinjau dari frekuensi pelaporan, berdasarkan hasil wawancara
diketahui bahwa Guru BK melakukan kegiatan pelaporan runtin setiap
semester dan setiap akhir tahun pembelajaran kepada Kepala Sekolah.
Untuk teknis pelaporan, berdasarkan hasil wawancara seluruh informan
menyatakan bahwa kegiatan pelaporan dilakukan baik secara tertulis
maupun secara lisan.
Disamping pemaparan dari apa yang disampaikan oleh seluruh informan,
Dari hasil penelusuran dilapangan, diketahui bahwa Guru BK tidak dapat
memperlihatkan Lapelprog, sementara laporan yang mampu diperlihatkan
adalah laporan semesteran pada tahun ajaran 2011-2012. Berdasarkan
panduan pelaksanaan BK Kemendikbud tahun 2014, pembuatan lapelprog
dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk
penilaian hasil
pelayanan secara menyeluruh (LAIJAPANG) serta laporan dalam unit
158
waktu tertentu seperti laporan akhir semester. Oleh karena itu, jika lapelprog
tidak dibuat maka tidak ada bukti fisik yang menjadi bahan pertimbangan
penilaian jangka panjang dari pelaksanaan program yang telah disusun pada
awal semester. Hal tersebut diakui oleh informan sebagai kelemahan Guru
BK. Guru BK melakukan perapihan berkas ketika akan diadakan akreditasi.
Berdasarkan hasil wawancara diketahui bahwa penyusunan tidak
terlaksana akibat banyaknya tugas-tugas Guru BK yang harus segera
ditangani seperti melakukan layanan responsif, menerima tamu orang tua
murid, melakukan home visit, pengelolaan data hasil psikotest para siswa
dan lain sebagainya sehingga penyusunan lapelprog akhirnya tertunda dan
tidak terlaksana. Berdasarkan hasil wawancara diketahui banyaknya tugas
dan jumlah SDM yang sedikit menjadi alasan beberapa kegiatan
administratif pada Unit Pelayanan Bimbingan Konseling (UPBK) di SMPN
9 Cimahi tidak terlaksana. Selain tugas yang banyak, upaya Pengawasan
yang kurang maksimal juga bisa menjadi penyebab pembuatan laporan
pelaksanaan program maupun laporan akhir semester tidak terlaksana.
Berdasarkan penjelasan tersebut maka peneliti menyimpulkan bahwa
dengan tidak tersedianya lapelprog ataupun laporan akhir semester, maka
Guru BK tidak dapan melakukan penilaian jangka panjang terhadap upaya
pencegahan dan penanggulangan masalah perundungan di SMPN 9 Cimahi
melalui layanan klasikal BK.
159
C. Keluaran (Output) Layanan Klasikal BK (Cakupan Layanan Klasikal
BK tentang Perundungan)
Keluaran yang dimaksud dalam penelitian ini adalah data cakupan
layanan
klasikal
bimbingan
konseling
tentang
perundungan.
Untuk
mengetahui persentase cakupan layanan klasikal tersebut, dapat dilihat melalui
laporan pelaksanaan program. Sebagaimana dijelaskan dalam panduan
pelaksanaan BK dan peraturan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
nomor 111 tahun 2014 bahwa salah satu bukti fisik pelaksanaan kinerja BK
adalah tersusunnya lapelprog. Lapelprog itu sendiri memuat segenap aspek
pokok penyelenggaraan kegiatan disertai data penilaian hasil dan proses,
disertai arah tindak lanjutnya yang disusun secara padat namun menyeluruh.
Format lapelprog yang dicontohkan dalam panduan pelaksanaan BK untuk
SMP memasukan data jumlah siswa peserta layanan klasikal berdasarkan tema
layanan. Dari laporan tersebut maka dapat terlihat persentase cakupan layanan
klasikal yang telah dilaksanakan BK.
Karena penyusunan laporan pelaksanaan program (Lapelprog) di SMPN
9 Cimahi tidak berjalan, maka peneliti melihat cakupan layanan klasikal BK
tentang perundungan melalui daftar kehadiran siswa pada saat layanan.
Berdasarkan telaah dokumen tersebut, diketahui pada pelaksanaan layanan
klasikal tahun ajaran 2015-2016 jumlah siswa dikelas 7 yang sudah pernah
menerima layanan tersebut sebanyak 376 siswa atau sebesar 75.65% dari
seluruh siswa kelas 7 yang merupakan sasaran layanan klasikal tentang
perundungan. Cakupan tersebut belum bisa memenuhi ketetapan peraturan
Kemendikbud nomor 111 tahun 2014. Layanan klasikal bimbingan konseling
160
terjadwal seharusnya didapatkan oleh seluruh siswa satu kali perminggu.
Untuk mencapai target cakupan layanan klasikal untuk seluruh siswa di
SMPN 9 Cimahi sudah seharusnya Guru BK memberikan layanan klasikal
konseling susulan atau konseling kelompok kepada siswa yang tidak hadir
dalam layanan klasikal terjadwal dan tentunya disertai bukti fisik pelaksanaan
konseling tersebut.
Secara garis besar, keluaran didefinisikan sebagai barang atau jasa yang
dihasilkan secara langsung dari pelaksanaan kegiatan berdasarkan masukan
yang digunakan (Gusti, 2008). Bagusnya hasil capaian keluaran tidak terlepas
dari kondisi masukan yang baik. Begitu juga sebaliknya jika masukan yang
dimiliki tidak dalam kondisi baik maka keluaran yang dihasilkan akan tidak
baik. Pada hasil penelitian ini menggambarkan bagaimana masalah yang ada
pada masukan kemudian berdampak pada pelaksanaan aktivitas dan akhirnya
mempengaruhi keluaran.
Data cakupan layanan klasikal BK bisa diketahui jika laporan
pelaksanaan program dibuat. Laporan pelaksanaan program bisa disusun jika
pencatatan hasil pengawasan dan penilaian berjalan, selain itu perlu juga
didukung oleh upaya pengawasan yang tegas. Dengan upaya pengawasan
yang kurang maksimal ditambah dengan beban kerja berlebih maka hal
tersebut menyebabkan tidak terlaksananya pencatatan hasil penilaian proses
dan penilaian hasil. Beban kerja yang berlebih disebabkan karena jumlah
SDM yang tersedia tidak sesuai dengan banyaknya tugas yang harus dilakukan
oleh Guru BK. Oleh karena itu secara tidak langsung, Jumlah SDM Guru BK
161
yang tidak sesuai dengan beban kerja menyebabkan beberapa kegiatan
akhirnya tidak terlaksana.
D. Keterkaitan Masukan (Input) – Aktivitas (Activity) – Keluaran (Output)
Layanan Klasikal BK tentang Perundungan
Permasalahan terkait perilaku perundungan merupakan salah satu
masalah kesehatan masyarakat. Sebagai upaya pencegahan dan mengurangi
tindakan perundungan di dalam sebuah komunitas perlu juga dilakukan
dengan menggunakan pendekatan dari perspektif kesehatan masyarakat. Salah
satu upaya pendekatan kesehatan masyarakat yang bisa dilakukan untuk
mencegah dan menurunkan tindakan perundungan di sekolah adalah dengan
menerapkan sistem surveilans terhadap perilaku perundungan di sekolah
(Centers for Disease Control and Prevention, 2014). Menurut Thacker dan
Berkelman (dalam CDC, 2014) surveilans merupakan upaya mengumpulkan
data, dan analisis yang berkelanjutan dan sistematis, interpretasi data
digunakan dalam perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi praktik kesehatan
masyarakat. Pendekatan ilmu kesehatan masyarakat tidak hanya digunakan
untuk mengenali besaran permasalahan perundungan dan mengidentifikasi
faktor risiko tetapi juga untuk mengembangkan program dan kebijakan yang
sesuai untuk mengatasi permasalahan tersebut (CDC, 2014).
Dari hasil pemaparan hasil penelitian, permasalahan-permasalahan yang
terdapat
dalam
upaya
pencegahan
tindakan
perundungan
dengan
menggunakan layanan klasikal BK di SMPN 9 Cimahi tersebar dari masukan,
aktivitas dan keluaran. Walaupun layanan klasikal telah dilakukan telah
dilaksanakan namun masalah perundungan di SMPN 9 Cimahi masih saja
162
muncul. Hal tersebut dapat terjadi karena upaya yang belum maksimal dari
segi manajemen pengendalian yang dilakukan oleh UPBK SMPN 9 Cimahi
khususnya dalam layanan klasikal bimbingan konseling tentang perilaku
perundungan pada siswa.
Manajemen pengendalian dalam pelaksanaan layanan BK adalah
mekanisme monitoring dan evaluasi proses dan hasil layanan bimbingan dan
konseling, pelaporan hasil monitoring dan evaluasi, serta perencanaan
program tindaklanjut layanan bimbingan dan konseling berdasarkan hasil
evaluasi (Kemendikbud, 2016). Dengan belum terlaksananya penyusunan
laporan pelaksanaan program, maka akan sangat sulit untuk melihat efektifitas
layanan klasikal BK terhadap pencegahan dan penurunan tindakan
perundungan pada siswa di SMPN 9 Cimahi.
163
BAB 7
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dalam pelaksanaan layanan klasikal bimbingan konseling terkait
perilaku perundungan di SMPN 9 Cimahi ditinjau dari apek masukan,
aktivitas, dan keluaran masih terdapat beberapa masalah. Dari segi
masukan, jumlah SDM Guru BK kurang dari ketetapan Kemendikbud, dan
ruangan kantor BK yang dimiliki SMPN 9 Cimahi belum memenuhi
standar minimum Kemendikbud. Dari segi aktivitas, pada perencanaan
layanan klasikal BK belum mempunyai jadwal tetap dan durasi layanan
tidak dicantumkan dalam dokumen RPL. Pada pelaksanaan, durasi
pelaksanaan layanan belum memenuhi volume kegiatan layanan klasikal
yang ditetapkan Kemendikbud. Pada aktivitas pemantauan dan penilaian,
pencatatan penilaian hasil jangka pendek dan jangka panjang belum
terlaksana. Selain itu pengawasan dari kepala sekolah juga belum optimal.
Pada aktivitas pelaporan, penyusunan laporan pelaksanaan program dan
laporan akhir semester belum berjalan dalam 3 tahun terakhir. Dari segi
keluaran layanan klasikal BK terkait perundungan di SMPN 9 Cimahi,
keluaran layanan belum dapat terukur karena pencatatan cakupan layanan
klasikal tentang perundungan di SMPN 9 Cimahi belum terlaksana.
Walaupun pada pelaksanaan layanan klasikal didalam kelas sudah
dilaksanakan dengan baik dan juga dari segi kualitas SDM, cara
penyampaian, materi dan metode sudah baik, namun dari segi pengelolaan
program BK masih belum optimal dan hasil capaian kegiatan pencegahan
164
perundungan melalui layanan klasikal belum bisa diukur. Dengan
demikian, Guru BK akan memiliki kesulitan untuk mengetahui efektifitas
upaya yang dilakukan untuk mencegah tindakan perundungan di SMPN 9
Cimahi.
B. Saran
1. Saran untuk Guru BK
a. Dapat bekerjasama dengan organisasi PIKR yang ada di SMPN 9
Cimahi untuk meringankan beban kerja Guru BK khususnya terkait
pencatatan data kasus dan pengawasan jangka pendek.
b. Menyusun kembali jadwal tetap untuk melakukan tatap muka dengan
siswa dalam layanan klasikal terjadwal sesuai dengan ketentuan
Kemendikbud.
2. Saran untuk Kepala Sekolah dan Pengawas Kinerja BK
a. Melakukan pengawasan dengan lebih tegas khususnya dalam meminta
pertanggung jawaban kinerja dalam bukti fisik.
b. Melibatkan OSIS dalam upaya pencegahan dan penanganan masalah
perundungan melalui berbagai kegiatan kesiswaan.
165
Daftar Pustaka
Aisyah, Siti. 2015. Perkembangan Peserta Didik dan Bimbingan Belajar.
Deepublish: Yogyakarta
Al Fatta, Hanif. 2007. Analisis dan Perancangan Sistem Informasi untuk
Keuntungan Bersaing Perusahaan dan Organisasi Modern. ANDI
: Yogyakarta
Amien,
A.
Mappadjantji.
2005.
Kemandirian
Lokal,
Konsepsi
Pembangunan, Organisasi, dan Pendidikan dari Perspektif Sains
Baru. Gramedia Pustaka Utama : Jakarta
Anjar, Tri. 2014. Task and Management Supervision of Guidance and
Counceling. Guidena, Journal of Guidance and Counceling
Volume
4
No.
1
September
2014.
Akses
dari
https://media.neliti.com/media/publications/41234-ID-task-andmanagement-supervision-of-guidance-and-counseling.pdf
Ariawan, Iwan. 1998. Besar dan Metode Sampel pada Penelitian
Kesehatan. Jurusan Biostatistik dan Kependudukan Fakultas
Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia
Asiah, Nur dkk. 2016. Manajemen Guru Bimbingan dan Konseling di
SMPN 1 Bandar Baru Kabupeten Paidie Jaya. Jurnal Magister
Administrasi Pendidikan, Pascasarjana Universitas Syiah Kuala.
Volume
4,
nomor
4
November
2016.
Diakses
dari
http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/JAP/article/view/5683/4699
Azwar, Azrul. 2010. Pengantar Administrasi Kesehatan edisi 3. Bina
Rupa Aksara : Tangerang
Bastable, Susan B. 2002. Perawat Sebagai Pendidik: Prinsip-Prinsip
Pengajaran dan Pembelajaran. EGC; Jakarta
166
Center for Disease Control, National Center for Injury Prevention and
Control.
2012. Understanding
bullying.
Akses
dari
http://www.cdc.gov/violenceprevention/pdf/bullyingfactsheet2012a.pdf.
Center for Disease Control and Prevention. 2009. Logic Model For
Planning
and
Evaluation.
Akses
dari
https://www.cdc.gov/ncbddd/birthdefects/models/resource1evaluationguide2009.pdf
Centers for Disease Control and Prevention. 2014. Bullying Surveilance
Among Youths. Diakses dari https://stacks.cdc.gov/view/cdc/21596
Chomaria, Nurul. 2008. Aku Sudah Gede (Nobrolin Pubertas untuk
Remaja Islami). Solo: Samudera
Departemen Kesehatan RI. 2005. Strategi Nasional Kesehatan Remaja.
Jakarta : Direktorat Kesehatan Keluarga.
Djahir, Yulia & Pratita, Dewi. 2014. Bahan Ajar Sistem Informasi
Manajemen. Yogyakarta: Deepublisher
Djiwandono, Sri E. W. 1989. Psikologi Pendidikan. Grasindo; Jakarta
Efastri, Sean M. dkk. 2015. Keefektifan Konseling Kelompok dengan
Pendekatan Behavioral untuk Mengurangi Perilaku Bullying,
Perilaku Agresif. Jurnal Bimbingan Konseling Vol. 4 No.2 Akses
dari http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/jubk
Fajrin, Ahmad Nur. 2013. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan dengan
Perilaku Bullying pada Remaja di SMK PGRI Semarang. Skripsi.
Fakultas
Ilmu
Keperawatan
dan
Kesehatan,
Universitas
Muhammadiyah Semarang.
167
Green, Lawrence W., & Kreuter, Marshal W. 1999. Health Promotion
Planning:
An
Educational
and
Environtmental
Approach.
Mayfield Publishing Company; Mountain View
Griffin, Ricky W. 2004. Manajemen. Erlangga ; Jakarta.
Gunarsa, Singgih D. 2008. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja.
Gunung Mulya ; Jakarta.
Gusti, I Agung Rai. 2008. Audit Kerja Pada Sektor Publik: Konsep,
Praktik, dan Studi Kasus. Salemba Empat: Jakarta.
Halimah, Andi. Dkk. 2015. Persepsi pada Bystander terhadap Intensitas
Bullying pada Siswa SMP. Jurnal Psikologi Vol. 42 No. 2 Akses
dari http://jurnal.ugm.ac.id/jpsi
Hamilton, Persis M. 1995. Dasar-dasar Keperawatan Maternitas. EGC ;
Jakarta.
Harris, Monica J. 2009. Bullying, Rejection, and Peer Victimization a
social cognitive neuroscience perspective. Springer Publisher
Company : New York.
Hastono, Sutanto P.& Sabri, Luknis. 2011. Statistik Kesehatan. Rajawali
Pers : Jakarta
Hergenhahn, B.R & Olson, M.H. 2008. Theory of Learning Edisi ketujuh.
Jakarta: Kencana
Hertz, M. F., Donato, I., & Wright, J. (2013). Bullying and suicide: A
public health approach. Journal of Adolescent Health, 53. Akses
dari
http://www.ncdsv.org/images/JAH_Bullying-and-Suicide-a-
public-health-approach_7-2013.pdf.
168
ILO, 2013, Inklusi Penyandang Disabilitas di Indonesia. Inernational
Labour
Organization
:
Jakarta.
Akses
dari
http://www.ilo.org/wcmsp5/groups/public/@asia/@robangkok/@ilo-jakarta/documents/publication/wcms_233426.pdf
Indriasih, Nanik W. 2013. Kinerja Guru SD di Kecamatan Slawi, Suatu
Tinjauan Aspek Persepsi Guru Tentang Kepemimpinan Kepala
Sekolah, Budaya Kerja, dan Fasilitas Pembelajaran. Varia
Pendidikan
Vol.
25
No.1,
Juni
2013.
Akses
dari
http://journals.ums.ac.id/index.php/varidika/article/view/715/446
Ivancevich, John M. 2007. Perilaku dan Manajemen Organisasi. Erlangga
: Jakarta
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2014. Panduan Bimbingan dan
Konseling Sekolah
Menegah Pertama. Direktorat Jenderal
Pendidikan Dasar: Jakarta
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. 2016. Panduan Operasional
Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling Sekolah Menengah
Pertama
(SMP).
Direktorat
Jenderal
Guru
dan
Tenaga
Kependidikan. Jakarta
KPAI. 2015. KPAI : Tak kuat dibully, ada anak sampai bunuh diri.
Komisi Perlindungan Anak Indonesia : Jakarta. Akses dari
http://www.kpai.go.id/berita/kpai-tak-kuat-dibully-ada-anaksampai-bunuh-diri/
Lilik, A.M. 2009. Cara Cepat Menjadi Supervisor Unggul. Elex Media
Komputindo; Jakarta.
Lines, Dennis. 2008. The Bullies : Understanding Bullies and Bullying.
Thomson-Shore: Philadelphia.
Luddin, Abu Bakar M. 2010. Dasar-dasar Konseling: Tinjauan Teori dan
Praktik. Citapustaka Media Perintis : Bandung
169
Marimin, dkk. 2006. Sistem Informasi Manajemen Sumber Daya Manusia.
Grasindo; Jakarta
Masitah, M., & Minauli, I. 2014. Hubungan Kontrol Diri dan Iklim
Sekolah dengan Perilaku Bullying. Jurnal Analitika, Vol. VI nomor
2.
Diakses
dari
http://www.ojs.uma.ac.id/index.php/analitika/article/view/65
Monica, M. A & Susanti, Devi. 2016. Efektivitas Bimbingan Klasikal
Menggunakan Media Audiovisual untuk Mengembangkan Interaksi
Sosial Peserta Didik Kelas VIII Semester Ganjil di SMPN 26
Bandar Lampung Tahun Pelajaran 2016/2017. Jurnal Bimbingan
dan Konseling Volume 3 nomor 2 tahun 2016. UIN Raden Intan
Lampung.
Diakses
dari
http://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/konseli/article/view/570/
461
Mubarak, Iqbal Wahit. Dkk. 2007. Promosi Kesehatan : Sebuah
Pengantar Proses Belajar Mengajar dalam Pendidikan. Graha
Ilmu; Yogyakarta.
Mufrihah, Ariana. 2016. Perundungan Reaktif di Sekolah Dasar dan
Intervensi Berbasis Nuansa Sekolah. Jurnal Psikologi Volume 43,
nomor 2, 2016. Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada.
Diakses
dari
https://journal.ugm.ac.id/jpsi/article/view/15441/15174
Murniati & Usman, Nasir. 2009. Implementasi Manajemen Stratejik dalam
Pemberdayaan Sekolah Menengah Kejuruan. Ciptapustaka Media
Perintis: Bandung.
Nuraida, Ida. 2008. Manajemen Administrasi Perkantoran. Kanisius;
Yogyakarta
Nurbaiti, Siti. 2009. Peran Bimbingan Konseling dalam Mengatasi
Perilaku Bullying Siswa SMA Al-Izhar Pondok Labu. Skripsi
Fakultas Psikologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
170
Nurkolis. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah. Grasindo; Jakarta
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No.
81A Tahun 2013 tentang Implementasi Kurikulum
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No.
111 Tahun 2014 tentang Bimbingan dan Konseling pada
Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.
Priyatna, Andri. 2010. Memahami, Mencegah, dan Mengatasi Bullying.
Elex Media Komputindo : Jakarta.
Rachmawati, Lysa A. 2014. Hubungan antara Persepsi Siswa terhadap
Iklim Sekolah dengan Kecenderungan Perilaku Bullying pada
Siswa SMP 2 Sepuluh Nopember Semarang. Skripsi Fakultas
Psikologi. Universitas Islam Sultan Agung.
Rigby, Ken. 2007. Bullying in School: and what to do about it. Acer Press:
Victoria.
Roberts, B.S.W & Williams, S.R. 2000. Nutrition Throughout the Life
Cycle (4 th ) Edition. McGraw-Hill Book Companies: Singapore.
Robins, Stephen P. & Judge, Thimoty A. 2008. Perilaku Organisasi.
Salemba Empat ; Jakarta.
Salmivalli, Christina. 1999. Participant Role Approach to School bullying:
Implication for Intervention. Journal of Adolescence,22. Akses dari
http://www.researchgate.net/publication/12829538
Sandra, Rober & Ifdil. 2015. Konsep Stress Kerja Guru Bimbingan
Konseling. Jurnal Educatio volume 1 Nomor 1, Oktober 2015
diakses
dari
http://jurnal.iicet.org/index.php/j-
edu/article/view/54/48
171
Santrock, John W. 2003. Adolescence Perkembangan Remaja. Erlangga ;
Jakarta.
Simamora, Raymond H. 2009. Buku Ajar Pendidikan dalam Keperawatan.
EGC: Jakarta
Suardi, Moh. 2015. Belajar dan Pembelajaran. Deepublish ; Yogyakarta
Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
Alfabeta : Bandung
Sunaryo. 2004. Psikologi untuk Keperawatan. Penerbit Buku Kedokteran
EGC : Jakarta
Supiyanti, Resis. 2016. Efektivitas Layanan Informasi dalam Mereduksi
Perilaku Bullying terhadap Peserta Didik Kebutuhan Khusus di
SMA Negeri 14 Bandar Lampung. Skripsi, Institut Agama Islam
Negeri
Raden
Intan
Lampung.
Diakses
dari http://repository.radenintan.ac.id/324/1/Skripsi_Full.pdf.
Supriyo. 2010. Teknik Bimbingan Klasikal. Swadaya Publishing ;
Semarang
Swarjana, I Ketut. 2012. Metodologi Penelitian Kesehatan. ANDI ;
Yogyakarta.
Swearer, Susan M. 2015. Risk Factors for and Outcomes of Bullying and
Victimization. U.S. Department of Health & Human Services. Di
akses pada 20 Mei 2015 dari http://www.stopbullying.gov/atrisk/groups/lgbt/white_house_conference_materials.pdf
Syafaruddin. 2012. Pendidikan dan Pemberdayaan Masyarakat. Perdana
Publishing : Medan
Trevi, T. (2013). Sikap Siswa Kelas X SMK Y Tangerang terhadap
Bullying.
Jurnal
Psikologi, Vol.
10,
no.01.
Akses
dari
172
http://ejurnal.esaunggul.ac.id/index.php/Psi/article/viewFile/104/98
?skuvhfrpvqnynrpc
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak
Usman, Irvan. 2010. Perilaku Bullying ditinjau dari Peran Kelompok
Teman Sebaya dan Iklim Sekolah pada Siswa SMA di Kota
Gorontalo. Skripsi Fakultas Ilmu Pendidikan, Universitas Negeri
Gorontalo.
WHO. 2010. Prevention of Bullying-related Morbidity and Mortality: A
Call for Public Health Policies. Bulletin of the World Health
Organization volume 88, number 6, June 2010. Diakses dari
http://www.who.int/bulletin/volumes/88/6/10-077123/en/
Wicaksana, Inu. 2008. Mereka Bilang Aku Sakit Jiwa : Refleksi kasuskasus Psikiatri dan Problematika Kesehatan Jiwa di Indonesia.
Kanisius : Yogyakarta
Wiguna, Alivermana. 2014. Isu-isu Kontemporer Pendidikan Islam.
Deepublish ; Yogyakarta
W.K. Kellogg Foundation. 2004. Logic Model Development Guide.
Dikases
dari
http://wkkf.org/resource-
directory/resource/2006/02/wk-kellogg-foundation-logic-modeldevelopment-guide
173
LAMPIRAN
LEMBAR PERSETUJUAN MENJADI INFORMAN
Assalamualaikum Wr, Wb
Saya Bakar Al-Shidiq, Mahasiswa peminatan Promosi Kesehatan program studi
Kesehatan Masyarakat, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Saya bermaksud melakukan
penelitian “Evaluasi Pelaksanaan Layanan Klasikal Bimbingan Konseling Terkait
Perilaku Perundungan (Bullying) Pada Siswa di SMPN 9 Cimahi Tahun 2016”.
Penelitian ini dilakukan sebagai tugas akhir dalam studi saya.
Saya berharap Bapak/Ibu/Adik bersedia untuk menjadi informan dan bersedia
melakukan wawancara yang terkait dengan penelitian. Semua informasi yang
Bapak/Ibu/Adik berikan terjamin kerahasiaannya. Jika Bapak/Ibu/Adik bersedia, maka
saya mohon untuk mengisi dan menandatangani lembar persetujuan ini.
NAMA
: ………………………………………..
Jenis Kelamin
:
Umur
: ____ tahun
No. Hp
:…………………………………………
Laki-laki
Perempuan
Dengan ini saya menyatakan setuju untuk diikutsertakan sebagai responden dalam
penelitian ini.
Responden
(..................................................)
PANDUAN PENGUMPULAN DATA
Variabel
Pertanyaan
1. Berapa jumlah siswa di SMPN 9
Cimahi?
SDM
2. Berapa jumlah tenaga konselor
di SMPN 9 Cimahi?
3. Bagaimana pengalaman dan
latarbelakang pendidikan tenaga
konselor di SMPN 9 Cimahi?
1. Ruangan
apa
saja
yang
disediakan untuk melakukan
kegiatan konseling?
Fasilitas
2. Apa saja perlengkapan yang
dibutuhkan dalam pelaksanaan
layanan klasikal bimbingan
konseling?
3. Bagaimana kebijakan mengenai
pendanaan
untuk
kegiatan
konseling di sekolah?
Sumber informasi
Input
1. Kepala Sekolah atau bagian Tata
Usaha Sekolah
2. Daftar absensi siswa
1. Kepala Sekolah atau bagian Tata
Usaha Sekolah
2. Daftar absensi Guru bimbingan
dan Konseling
1. Kepala Sekolah
2. Guru Bimbingan dan Konseling
(BK)
1. Bagian Sarana dan Prasarana
Sekolah
2. Guru BK
3. Tabel check list
1. Bagian Sarana dan Prasarana
Sekolah
2. Guru BK
3. Tabel check list
1. Kepala Sekolah atau Bagian
Keuangan
2. Guru BK
3. Dokumen program bimbingan dan
konseling
Metode
1. Wawancara mendalam
2. Telaah dokumen
1. Wawancara mendalam
2. Telaah dokumen
1. Wawancara mendalam
1. Wawancara mendalam
2. Observasi
1. Wawancara mendalam
2. Observasi
1. Wawancara mendalam
2. Telaah dokumen
Materi
Metode
Perencanaan
1. Bagaimana proses penyusunan
materi untuk layanan klasikal
bimbingan konseling?
2. Apa yang menjadi sumber acuan
konselor dalam membuat materi
layanan konseling?
3. Siapa yang menjadi sasaran
pemberian materi dalam layanan
klasikal bimbingan konseling
tentang bullying?
1. Berapa kali pertemuan yang
direncanakan dalam memberikan
layanan klasikal dengan tema
bullying?
2. Bagaimana proses penetapan
metode yang akan digunakan
dalam memberikan layanan?
3. Berapa lama durasi yang
diberikan dalam layanan klasikal
bimbingan konseling?
1. Guru BK
2. Rencana Pelaksanaan Layanan
(RPL) bimbingan konseing
1. Guru BK
2. Materi layanan Konseling
1. Guru BK
2. Siswa
3. RPL
1. Wawancara mendalam
2. Telaah dokumen
1. Wawancara mendalam
2. Telaah dokumen
1. Wawancara mendalam
2. Telaah dokumen
1. Guru BK
1. Wawancara mendalam
2. Rencana Pelaksanaan Layanan 2. Telaah dokumen
(RPL) bimbingan konseing
1. Guru BK
2. Rencana Pelaksanaan Layanan
(RPL) bimbingan konseing
1. Guru BK
2. Siswa
3. RPL
Aktivitas
1. Apa saja yang perlu dilakukan 1. Guru BK
oleh
konselor
sebelum 2. RPL
memberikan layanan klasikal
konseling?
2. Siapa saja yang dilibatkan dalam 1. Guru BK
proses pembuatan perencanaan
1. Wawancara mendalam
2. Telaah dokumen
1. Wawancara mendalam
2. Telaah dokumen
1. Wawancara mendalam
2. Telaah dokumen
1. Wawancara mendalam
1.
2.
Pengorganisasian
3.
1.
2.
Pelaksanaan
3.
layanan klasikal bimbingan
konseling?
Apa saja sumberdaya yang
dibutuhkan oleh konselor untuk
menjamin
kelancaran
penyelenggaraan
layanan
klasikal konseling?
Bagaimana konselor mengelola
setiap sumber daya yang
dibutuhkan untuk menjamin
kelancaran
penyelenggaraan
layanan klasikal konseling?
Bagaimana
konselor
memanfaatkan fasilitas yang
disediakan sekolah dalam proses
layanan klasikal?
Berapa lama layanan klasikal
dilakukan
dalam
setiap
pertemuan?
Bagaimana
konselor
menyampaikan materi dalam
layanan klasikal bimbingan
konseling?
Bagaimana
tahapan-tahapan
yang dilakukan konselor dalam
pemberian layanan klasikal?
(Tahap pengantaran, penjajakan,
1. Guru BK
2. RPL
1. Wawancara mendalam
2. Telaah dokumen
1. Guru BK
1. Wawancara mendalam
1. Guru BK
2. Siswa
3. Observasi
1. Wawancara mendalam
2. Tabel checklist
1. Tabel Checklist
2. RPL
1. Observasi
2. Telaah dokumen
1. Guru BK
2. Siswa
3. Observasi
1. Wawancara mendalam
2. Tabel checklist
1. Guru BK
2. Siswa
3. Observasi
1. Wawancara mendalam
2. Tabel checklist
1.
2.
3.
Monitoring dan
Penilaian
3.
4.
5.
1.
Tindak Lanjut
2.
penafsiran,
pembinaan,
penilaian)
Siapa
yang
melakukan
pengawasan dalam pelaksanaan
layanan bimbingan konseling di
sekolah?
Kapan periode pengawasan
dalam layanan konseling di
sekolah dilakukan?
Bagaimana teknis pengawasan
dalam
layanan
bimbingan
konseling di sekolah?
Bagaimana Konselor menilai
keberhasilan
penyelenggaraan
setiap layanan klasikal konseing
Bagaimana Konselor melakukan
penilaian terhadap materi yang
disampaikan dalam layanan
klasikal konseling?
Bagaimana Konselor menilai
pemahaman dan perkembangan
siswa setelah pemberian layanan
klasikal konseling?
Bagaimana tindak lanjut dari
Konselor
berdasarkan
hasil
penilaian terhadap siswa?
Bagaimana tindak lanjut dari
1. Kepala Sekolah
2. Guru BK
1. Wawancara mendalam
2. Telaah dokumen
1.
2.
3.
1.
2.
1. Wawancara mendalam
2. Telaah dokumen
Guru BK
Siswa
RPL
Kepala Sekolah
Guru BK
1. Wawancara mendalam
1. Guru BK
2. Dokumen hasil penilaian
1. Wawancara mendalam
2. Telaah dokumen
1. Guru BK
2. Dokumen hasil penilaian
1. Wawancara mendalam
2. Telaah dokumen
1. Guru BK
2. Siswa
3. Dokumen hasil penilaian
1. Wawancara mendalam
2. Telaah dokumen
1. Guru BK
2. Siswa
1. Wawancara mendalam
1. Kepala Sekolah / Pengawas
1. Wawancara mendalam
1.
2.
Laporan
Pelaksanaan
Program
3.
4.
1.
Cakupan
pelaksanaan
layanan klasikal
bimbingan
konseling
2.
Pengawas berdasarkan hasil
penilaian terhadap pelayanan
konseling di sekolah?
Bagaimana teknis pelaporan
layanan bimbingan konseling di
sekolah?
Kapan waktu pelaporan layanan
bimbingan konseling di sekolah?
Bagaimana tindak lanjut dari
pelaporan layanan bimbingan
konseling di sekolah?
Bagaimana format pelaporan
layanan bimbingan konseling
yang ditetapkan di sekolah?
2. Guru BK
1. Kepala Sekolah
2. Guru BK
1. Kepala Sekolah
2. Guru BK
1. Kepala Sekolah
2. Guru BK
3. Laporan Pelaksanaan Program
1. Kepala Sekolah
2. Guru BK
3. Laporan Pelaksanaan Program
Output
Berapa jumlah siswa yang telah 1. Laporan Pelayanan
menerima
layanan
klasikal
bimbingan konseling tentang
bullying?
Berapa jumlah laporan kasus 1. Data Kasus Bullying di SMPN 9
bullying yang tercatat setelah
Cimahi
pemberian layanan klasikal
bimbingan konseling?
1. Wawancara mendalam
1. Wawancara mendalam
1. Wawancara mendalam
2. Telaah dokumen
1. Wawancara mendalam
2. Telaah dokumen
1. Telaah dokumen
1. Telaah dokumen
MATRIKS INFORMASI
MATRIKS INFORMASI VARIABEL INPUT (SDM)
Aspek yang diteliti
Kuantitas
Hasil Wawancara
Tidak ada recruitmen tenaga
pendidik Baru untuk Guru BK
di SMPN 9 Cimahi
Telaah dokumen
SMPN 9 Cimahi memiliki 4
orang Guru BK
Kualitas (Pengalaman dan latar
belakang pendidikan)
Biasanya di SMP itu seperti
menarik kerah, mengancam,
menampar bahkan sampai
berkelahi
1 Orang meemiliki pendidikan
terakhir S2 dan 3 orang
memiliki pendidikan terakhir
S1 di bidang BK. Guru BK
memiliki pengalaman bekerja
di SMPN 9 Cimahi lebih dari 7
tahun
Observasi
Jumlah Guru BK yang aktif
di SMPN 9 berjumlah 4
orang
Kesimpulan
Jumlah Guru BK di SMPN 9
belum
bisa
memenuhi
ketetapan
Kemendikbud
terkait rasio Guru BK dan
siswa (1:150)
Semua Guru BK SMPN 9
Cimahi memenuhi kualifikasi
profesi Guru BK yang
ditetapkan Kemendikbud dan
memiliki pengalaman cukup
banyak dalam menangani
masalah bullying pada siswa.
MATRIKS INFORMASI VARIABEL INPUT (Fasilitas)
Aspek yang diteliti
Ruangan
Hasil Wawancara
Pelaksanaan layanan klasikal
dilaksanakan
menggunakan
ruang kelas
Telaah dokumen
Observasi
Layanan Klasikal dilaksanakan
di ruang kelas dan tersedia
Ruang Kantor BK dengan 4
Sekat. Untuk ruangan relaksasi
dijadikan satu dengan ruangan
administrasi
(tempat
penyimpanan data) kemudian
ruangan konseling kelompok di
jadikan satu dengan ruangan
Kesimpulan
Walaupun ruangan Kantor
BK memiliki semua fungsi
yang
dibutuhkan
untuk
menjalankan
kegiatan
konseling
namun
kelengkapan ruangan kantor
BK belum sesuai dengan
ketetapan
panduan
pelaksanaan BK karena ada
konseling individu
Fasilitas Penunjang kinerja
(Prasarana dan sarana
perkantoran, administrasi, dan
pendanaan)
Tidak ada anggaran khusus
untuk
layanan
klasikal.
Pengajuan dana pada sekolah
dilakukan
pada
saat
menyerahkan
perencanaan
program BK untuk 1 tahun.
Dana
tersebut
untuk
pelaksanaan
home
visit,
pengadaan inventory, dan alatalat lain.
Fasilitas untuk mendukung
Layanan BK
Fasilitas yang disediakan di
dalam kelas sudah cukup untuk
mendukung layanan klasikal
dari Guru BK..
Dalam perencanaan Program
BK dalam periode satu tahun
pembelajaran
terdapat
anggaran
dana
untuk
kebutuhan seperti home visit,
pengadaan inventory¸ software,
pelaksanaan psikotest dan lainlain. Untuk layanan klasikal
tidak termasuk dalam anggaran
khusus.
Di dalam Kantor BK SMPN 9
Cimahi disediakan ruangan
kerja
untuk
Guru
BK,
dilengkapi dengan perangkat
komputer, lemari penyimpanan
berkas,
dokumen-dokumen
untuk psikotest, home visit.
Setiap kelas di SMPN 9
Cimahi sudah dilengkapi
dengan infocus. Fasilitas
pendukung lain yang bisa
digunakan di dalam kelas
disediakan juga oleh sekolah
seperti laptop, speaker dan
audioplayer, namun Guru BK
lebih sering membawa laptop
sendiri ketika memberikan
layanan klasikal
beberapa
ruangan
yang
digabung.
Ketersediaan fasilitas untuk
menunjang kinerja BK SMPN
9 Cimahi sudah memadai.
Namun tidak ada anggaran
khusus
untuk
layanan
klasikal. Pengajuan dana pada
sekolah dilakukan pada saat
menyerahkan
perencanaan
program BK untuk 1 tahun.
Dana
tersebut
untuk
pelaksanaan
home
visit,
pengadaan inventory, dan
alat-alat lain.
Ketersediaan fasilitas untuk
mendukung layanan BK
SMPN 9 Cimahi sudah
memadai.
MATRIKS INFORMASI VARIABEL INPUT (Materi)
Aspek yang diteliti
Penyusunan
Hasil Wawancara
Guru BK terlebih dahulu
melakukan need assessment
melalui laporan yang masuk ke
Guru BK, observasi, dan
pengumpulan
data
Telaah dokumen
Data hasil need assessment
ditampilkan dalam bentuk
diagram berisi profil kelompok
(kelas) dan individu.
Observasi
Kesimpulan
Sebelum menentukan materi
apa yang akan diberikan
dalam layanan klasikal, Guru
BK
terlebih
dahulu
melakukan need assessment
menggunakan instrumen.
Acuan
Sasaran
Acuan untuk konten materi
layanan
klasikal
terkait
bullying dari buku, website
internet, surat kabar, hingga
berita ter-update dari TV.
Materi layanan klasikal tentang
bullying diberikan di kelas 7
dan kelas 8
Materi layanan klasikal dengan
konten bullying bersumber dari
artikel dan berita diinternet
Sasaran layanan dalam RPL
adalah siswa kelas 8
Pelaksanaan layanan klasikal
tentang Bullying deberikan di
kelas 8 I
melalui laporan yang masuk
ke Guru BK, observasi,
inventori tugas perkembangan
sesuai dengan cara yang
dijelaskan dalam panduan
pelaksanaan
BK
dari
Kemendikbud .
Acuan untuk konten materi
layanan
klasikal
terkait
bullying lebih banyak diambil
dari artikel di internet dan
surat kabar online.
Materi
layanan
klasikal
tentang bullying diberikan di
kelas 7 dan kelas 8
MATRIKS INFORMASI VARIABEL INPUT (Metode)
Aspek yang diteliti
Frekuensi
Jenis metode yang digunakan
Hasil Wawancara
Pemberian layanan klasikal
tentang
bullying
hanya
diberikan minimal sebanyak
satu kali pertemuan
Telaah dokumen
Metode yang digunakan Guru Metode yang tertuliskan dalam
BK dalam layanan klasikal RPL
adalah
ceramah
tentang
bullying
berupa bervariasi, dan diskusi
ceramah singkat, tanya jawab,
simulasi, roleplay, diskusi dan
disertai dengan penayangan
Observasi
Guru
BK
menggunakan
metode ceramah singkat
dengan tanya jawab yang
dibantu dengan media audio
visual pada tahap pembinaan.
Kesimpulan
Pemberian layanan klasikal
tentang
bullying
hanya
diberikan dalam 1-2 kali
pertemuan.
Pelaksanaan
layanan
klasikal
belum
memenuhi
ketetapan
Kemendikbud
(layanan
klasikal terjadwal dilakukan
satu
kali
pertemuan
perminggu di setiap kelas)
Metode yang lebih sering
digunakan berupa ceramah
singkat, dan tanya jawab.
Metode lain yang digunakan
bisa berupa diskusi, roleplay
dan simulasi.
film yang berhubungan dengan
materi
MATRIKS INFORMASI VARIABEL AKTIVITAS (Perencanaan)
Aspek yang diteliti
Yang dipersiapkan
Hasil Wawancara
Sebelum memberikan layanan
konseling,
Guru
BK
mempersiapkan RPL, materi,
media, format daftar hadir dan
melakukan sosialisasi dengan
siswa
Yang dilibatkan
Yang
terlibat
dalam
perencanaan
pemberilan
layanan
klasikal
tentang
bullying hanya Guru BK saja.
Telaah dokumen
RPL dan prencanaan program
BP tersedia namun isi RPL
untuk layanan klasikal BK
tentang
bullying
tidak
mencantumkan durasi dan
jadwal tetap yang telah
direncanakan. Selain itu uraian
kegiatan tidak dipaparkan
berdasarkan tahapan tahapan
yang telah ditetapkan dalam
panduan
Kemendikbud
(Pengantaran,
penjajakan,
penafsiran,
pembinaan,
penilaian)
Observasi
Kesimpulan
RPL dan prencanaan program
BP tersedia namun isi RPL
untuk layanan klasikal BK
tentang bullying tidak terlalu
lengkap dan belum seperti
yang dicontohkan dalam
panduan pelaksanaan BK
SMP dari Kemendikbud
tahun 2014
Yang
terlibat
dalam
perencanaan
pemberilan
layanan klasikal tentang
bullying hanya Guru BK saja.
MATRIKS INFORMASI VARIABEL AKTIVITAS (Pengorganisasian)
Aspek yang diteliti
Kegiatan yang dilakukan
dalam mengorganis-asi sumber
daya untuk melaksanakan
layanan klasikal BK
Informan 1
Guru
BK
melakukan
koordinasi dengan wali kelas,
bagian kesiswaan, Kepala
Sekolah. Guru BK juga
mempersiapkan
kembali
ketersediaan fasilitas yang
dibutuhkan untuk layanan
klasikal
Telaah dokumen
Observasi
Guru BK mempersiapkan
kembali sarana, prasarana,
personalia,
waktu,
dan
andministrasi yang diperlukan
untuk menjamin terlaksananya
layanan klasikal.
Kesimpulan
Guru BK melakukan kegiatan
pengorganisasian
sesuai
dengan yang yang ditetapkan
dalam panduan pelaksanaan
BK dari Kemendikbud.
MATRIKS INFORMASI VARIABEL AKTIVITAS (Pelaksanaan)
Aspek yang diteliti
Durasi
Hasil Wawancara
Durasi pemberian layanan
klasikal tentang bullying yang
telah dilakukan adalah 45-60
menit.
Telaah dokumen
Durasi
pelayanan
tidak
dicantumkan dalam RPL
Observasi
2 x 60 menit (9.30 – 11.30)
Uraian kegiatan layanan
klasikal tentang bullying
Guru BK melakukan tahapan
pengantaran
dengan
melakukan pendekatan dan
menyampaikan tujuan kepada
siswa,
penjajakan
dan
penafsiran
dengan
mengungkap persepsi dan
pengetahuan siswa tentang
Tahapan-tahapan
dijelaskan secara
dalam RPL
Guru BK melakukan beberapa
tahapan
mulai
dari
pengantaran,
penjajakan,
penafsiran, pembinaan, tanya
jawab, hingga refleksi terhadap
layanan klasikal tersebut.
tidak
rinci di
Kesimpulan
Durasi pemberian layanan
klasikal tentang bullying
berbeda-beda dan belum
memenuhi
ketetapan
kemendikbud.
Volume
kegiatan tidak sampai 2 jam
pembelajaran dalam satu kali
pertemuan dan tidak juga
dicantumkan dalam RPL.
Guru BK sudah melakukan
tahapan-tahapan
kegiatan
sesuai dengan prosedur dasar
pelaksanaan konseling yang
ditetapkan
oleh
Kemendikbud.
Cara penyampaian Guru BK
dalam memberikan layanan
Klasikal
materi terkait, pembinaan
dengan menjelaskan materi
melalui
ceramah
dan
penayangan film, penilaian
dengan kegiatan tanya jawab di
akhir sesi layanan
Cara Guru BK menyampaikan
materi layanan klasikal tentang
bullying sudah baik dan mudah
dimengerti oleh siswa
Guru
BK
menyampaikan
materi layanan klasikal dengan
Bahasa yang mudah dimengerti
dan
mampu
membangun
suasana kelas yang aktif
Cara
Guru
BK
menyampaikan
materi
layanan klasikal tentang
bullying sudah baik dan
mampu membangun suasana
kelas yang aktif, sehingga
informasi mudah dipahami
oleh siswa.
MATRIKS INFORMASI VARIABEL AKTIVITAS (Pemantauan dan Penilaian)
Aspek yang diteliti
Penilaian proses
Informan 1
Guru BK melakukan penilaian
proses
melalui
observasi.
Aspek yang dinilai dalam
penilaian proses adalah fokus
siswa pada saat layanan
klasikal dan keaktifan siswa di
dalam kelas pada saat proses
tanya jawab dan diskusi
Telaah dokumen
Catatan hasil penilaian proses
yang seharusnya dapat dilihat
dari
laporan
pelaksanaan
program tidak tersedia.
Penilaian Hasil
Penilaian segera dilaksanakan
dengan kegiatan tanya jawab
untuk mengukur pencapaian
siswa
setelah
layanan.
Penilaian jangka pendek dan
Tidak ada pencatatan data
perkembangan kasus bullying
di setiap semester. Guru BK
hanya melihat kasus bullying
dari laporan yang masuk
Observasi
Guru BK melakukan penilaian
proses selama kegiatan layanan
klasikal diberikan dengan
observasi.
Guru
BK
memberikan
tanda
pada
melalui daftar absen kepada
siswa yang dianggap kurang
aktif atau sangat antusias
dalam
menerima
layanan
konseling
Guru BK menanyakan kembali
terkait
materi
yang
disampaikan diakhir layanan
sebagai penilaian segera.
Kesimpulan
Penilaian
proses
sudah
dilakukan
namun
tidak
disertai dengan catatan hasil
penilaian proses
Guru BK sudah melakukan
penilaian segera,
namun pencatatan data kasus
bullying untuk penilaian
jangka pendek dan jangka
jangka panjang dilihat dari
perkembangan
masalah
bullying di sekolah
melalui siswa atau guru yang
lain. Laporan tersebut hanya
tertulis dalam buku kasus
namun tidak direkap dan
dipisahkan data berdasarkan
jenis kasus.
Yang melakukan pengawasan
dan penilaian (Supervisor)
Penilaian dan pengawasan
terhadap kinerja BK dilakukan
oleh Assessor, pengawas dari
dinas pendidikan dan kepala
sekolah
Pengawasan layanan secara
langsung dikelas dilakukan
oleh Assessor (Koordinator
BK)
Periode pengawasan dan
penilaian terhadap Guru BK
Kegiatan
sipervisi
yang
dilakukan oleh Kepala sekolah
maupun assessor dilakukan
minimal satu kali dalam setiap
semester
Pengawasan dilakukan oleh
assessor dengan menggunakan
format panduan pengawasan
Teknis Pengawasan terhadap
Guru BK
Format pengawasan sudah
tersedia untuk assessor sebagai
instrument untuk melakukan
kegiatan pengawasan dan
penilaian Guru BK yang
mencakup penilaian terhadap
dokumen perencanaan layanan
(RPL), materi layanan, dan
pelaksanaan layanan.
panjang belum terlaksana.
Hal
tersebut
dapat
mempersulit Guru BK dalam
menilai keberhasilan layanan
BK untuk mencegah dan
mengatasi masalah bullying di
sekolah dalam penilaian
jangka
pendek
maupun
jangka panjang
Penilaian dan pengawasan
terhadap
kinerja
BK
dilakukan oleh Assessor,
pengawas
dari
dinas
pendidikan
dan
kepala
sekolah
Kegiatan
sipervisi
yang
dilakukan oleh Kepala sekolah
maupun assessor dilakukan
minimal satu kali dalam setiap
semester
Pengawasan dilakukan oleh
assessor dengan menggunakan
format panduan pengawasan
yang sudah disiapkan oleh
sekolah
MATRIKS INFORMASI VARIABEL AKTIVITAS (Tindak lanjut)
Aspek yang diteliti
Tindak lanjut terhadap siswa
Hasil Wawancara
Tindak lanjut kepada siswa
yang
belum
dapat
mengendalikan diri dalam
tindakan bullying dulakukan
dengan konseling individu dan
kelompok
Telaah dokumen
Tindak lanjut yang tertulis
dalam RPL adalah konsling
bagi siswa yang belum mampu
mengendalikan diri dalam
tindakan bullying dan belum
mencerminkan
pergaulan
dengan akhlak mulia
Tindak lanjut terhadap kinerja
Guru BK
Tindak lanjut yang diberikan
berupa
pembinaan
yang
diberikan oleh assessor melalui
saran aplikatif dan pembinaan
melalui
program
Guru
Pembelajar dan memberikan
kesempatan untuk mengikuti
pelatihan-pelatihan keprofesian
untuk
keningkatkan
kompetensi Guru BK..
Tindak lanjut terhadap hasil
Pengawasan kinerja Guru BK
dilakukan dengan pemberian
saran-saran aplikatif untuk
meningkatkan
kualitas
pelaksanaan konseling kepada
Guru BK yang diberikan oleh
Assessor.
Observasi
Kesimpulan
Rencana
tindak
lanjut
terhadap
siswa
sudah
tercantum dalam RPL dan
dilaksanakan sesuai dengan
yang dicantumkan dalam RPL
sebagaimana
ditentukan
dalam panduan pelaksananan
BK Kemendikbud.
Tindak lanjut yang diberikan
setelah dilakukan penilaian
kinerja BK berupa pembinaan
yang diberikan oleh assessor
melalui saran aplikatif dan
pembinaan melalui program
Guru
Pembelajar
dan
memberikan
kesempatan
untuk mengikuti pelatihanpelatihan keprofesian untuk
keningkatkan
kompetensi
Guru BK.. Tindak lanjut
tersebut
sudah
sesuai
sebagaimana
dijelaskan
dalam panduan pelaksanaan
BK Kemendikbud bahwa
tindak lanjut dapat berupa
pembinaan dan pemberian
kesempatan dalam mengikuti
kegiatan
peningkatan
kompetensi profesi.
MATRIKS INFORMASI VARIABEL AKTIVITAS (Pelaporan)
Aspek yang diteliti
Frekuensi Pelaporan
Hasil Wawancara
Penyusunan laporan dilakukan
setiap semester dan setiap
akhir tahun
Teknis Pelaporan
Kalau yang formalnya itu
setahun sekali. Tapi kadang
kalau sedang rapat dinas kan,
secara lisan kita juga suka
melaporkan.
Format Pelaporan
Pembuatan laporan rutin secara
tertulis setiap semester dan
disampaikan
secara
lisan
melalui rapat kerja kepada
Kepala Sekolah pada akhir
tahun, maupun rapat dengan
dinas.
Telaah dokumen
Laporan tertulis terakhir yang
dibuat
oleh
Guru
BK
merupakan
laporan
akhir
semester BK. (Laporan akhir
semester ganjil tahun ajaran
2011-2012)
Dokumen laporan tidak setiap
semester ada. Laporan terakhir
yang dapat ditunjukkan kepada
peneliti hanya laporan kegiatan
yang dibuat per semester
(Laporan evaluasi program BK
akhir semester ganjil tahun
ajaran 2011-2012)
Laporan berisi setiap program
yang sudah direncanakan
diawal semester terdiri dari
beberapa
sub-bab
(Pendahuluan, proses evaluasi,
penutup, lampiran).
Dalam
proses
evaluasi,
pencapaian setiap program
dipaparkan dalam tabel secara
umum yang terdiri dari aspek
yang di evaluasi, deskripsi
hasil evaluasi dan tindak
lanjut. Pada format evaluasi
Lapelprog semester Genap
Observasi
Kesimpulan
Pelaporan tertulis dilakukan
setiap satu semester namun
pelaporan secara tertulis
belum terlaksana dalam 3
tahun terakhir.
Pembuatan laporan rutin
secara
tertulis
belum
terlaksana rutin pada setiap
semester. Informan lebih
banyak
menyampaikan
laporan kegiatan secara lisan
kepada
Kepala Sekolah.
Kegiatan pelaporan tertulis
belum terlaksana karena
beberapa hal yaitu kurangnya
SDM Guru BK, tugas yang
banyak, dan pengawasan
yang kurang maksimal.
Isi laporan belum bisa
digunakan unuk mengukur
keberhasilan program yang
sudah dijalankan atau sebagai
acuan data analisis kebutuhan
untuk penyusunan program
selanjutnya.
tahun ajaran 2011-2012 hasil
evaluasi yang dipaparkan
terlalu general sehingga sulit
untuk mengukur keberhasilan
program yang sudah dijalankan
atau penyusunan program
selanjutnya.
MATRIKS INFORMASI VARIABEL OUTPUT (Cakupan layanan klasikal BK tentang Bullying)
Aspek yang diteliti
Data Cakupan layanan klasikal
tentang bullying
Hasil Wawancara
Telaah dokumen
Peneliti tidak menemukan
laporan tertulis akhir semester
dalam tiga tahun terakhir. Dan
pada laporan akhir semester
terakhir yang dibuat oleh
Pengurus
BK
tidak
dicantumkan data cakupan
layanan klasikal yang sudah
diberikan. Peneliti mengelola
sendiri
data
cakupan
berdasarkan daftar hadir siswa
pada saat layanan klasikal BK
tentang bullying diberikan.
Jumlah siswa kelas 7 pada
semester ganjil tahun ajaran
2015-2016 yang menerima
layanan klasikal bimbingan
konseling
dengan
tema
perilaku Bullying sebanyak
376 siswa (75.65%)
Observasi
Kesimpulan
Pencatatan
data
cakupan
layanan
klasikal
maupun
layanan
dasar
konseling
lainnya belum berjalan.
Belum semua siswa menerima
layanan klasikal BK tentang
bullying. Cakupan layanan
klasikal khususnya dengan
konten
bullying
belum
memenuhi
target
yang
ditetapkan dalam peraturan
Kemendikbud nomor 111
tahun 2014.
MATRIKS HASIL WAWANCARA VARIABEL INPUT (SDM)
Aspek yang
diteliti
Kuantitas
Informan 1
Informan 2
Sebenarnya itu
kan
sekolah
mengajukan
terus
setiap
tahun ke Dinas.
Jadi
kembali
kepada Dinas,
apakah
mengangkat
Guru BK atau
bagaimana.
Karena ternyata
di tiap sekolah
memang
kurang
Guru
BKnya
begitu… Kan
kalau sekolah
negri itu agak
sulit ya untuk
menerima guru
honor juga ya.
Untuk pegawai
honorer SMPN
9
tidak
menerima
untuk beberapa
tahun
ini,
karena
dianggap cukup
dan juga untuk
pendanaan
Itu belum bisa
dipenuhi karena
kondisinya
ya
tenaga tidak ada,
tidak
ada
recruitment
untuk pegawai
juga
Informan 3
Informan
Pendukung 1
Informan
Pendukung 2
Informan
pendukung 3
Informan
pendukung 4
Kesimpulan
Tidak
ada
recruitmen
tenaga pendidik
Baru
untuk
Guru BK di
SMPN
9
Cimahi
Kualitas
(Pengalaman
dan latar
belakang
pendidikan)
honornya
belum siap
Biasanya
di
SMP itu seperti
menarik kerah,
mengancam,
menampar
bahkan sampai
berkelahi
Yang
Ibu
rasakan kelass 7
itu cerita nuansa
bullynya lebih
kental dibanding
kelas 8 kelas 9
ya. Contohnya
seperti
mengejek,
mengancam, dan
jahil begitu.
Ada
yang
bercandabercanda seperti
narik kerudung,
noel, atau narik
bangku
temannya
itu
yang berbahaya
Dari 4 orang itu
paling unggul
SDM-nya
adalah Bu Umi
sebagai
penanggung
jawab,
kemudian
Bu
Dini dan Bu Eti,
baru Bu Elis.
Dan
pengalaman
mereka sudah
lumayan,
jam
terbangnya
sudah banyak,
sudah di atas 20
tahun
Guru
BK
SMPN
9
Cimahi
memiliki
pengalaman
yang
sangat
banyak dalam
menangani
masalah
bullying pada
siswa
MATRIKS INFORMASI VARIABEL INPUT (Fasilitas)
Aspek yang
diteliti
Ruangan
Fasilitas
Penunjang
kinerja
(Prasarana dan
sarana
perkantoran,
administrasi, dan
pendanaan)
Informan 1
Informan 2
Informan 3
Kalau klasikal di
ruang
kelas,
kalau konseling
di ruang BK
Kalau klasikal
untuk tahun ini
di tiap kelas
Kalau
pendanaan sudah
termasuk
kedalam
program
BK
semua
sudah
tercover dalam
anggaran untuk
program
BK,
tidak
ada
anggaran khusus
untuk layanan
klasikal
Untuk
pendanaan itu
kalau
dari
sekolah itu kan
kita
biasanya
program
yang
dengan
mengajukan
proposal
biasanya untuk
psikotest,
pengadaan
berkas-berkas
untuk
home
visit,
sarana
seperti software,
hardware itu kita
ajukan diawal
tahun ajaran
Ada Ruang kelas
sama ruang BK.
Disini ada empat
sekat,
ruang
administrasi,
ruang
tamu,
ruang
kerja,
ruang konseling
Kalau
pendanaan dari
sekolah
itu
untuk kegiatan
seperti
home
visit, inventory
perkantoran,
lemari, alat-alat
penunjang lain
dan pengadaan
berkas-berkas
Informan
Pendukung 1
Informan
Pendukung 2
Informan
pendukung 3
Informan
pendukung 4
Kesimpulan
Pelaksanaan
layanan
klasikal
dilaksanakan
menggunakan
ruang kelas
Kalau
untuk
layanan klasikal
itu
sudah
menjadi
Tupoksi Guru
BK jadi tidak
ada
anggaran
khusus.
Jadi.
setiap
guru
mengajukan,
berdasarkan
kebutuhannya
itu pada awal
tahun,
semua
melalui MGMP
di sekolah ini.
Jadi,
masingmasing
guru
mata pelajaran
mengajukan
kebutuhan,
selama 1 tahun..
Tidak
ada
anggaran
khusus untuk
layanan
klasikal.
Pengajuan dana
pada sekolah
dilakukan pada
saat
menyerahkan
perencanaan
program
BK
untuk 1 tahun.
Dana tersebut
untuk
pelaksanaan
home
visit,
pengadaan
inventory, dan
alat-alat lain.
termasuk BP.
Fasilitas untuk
mendukung
Layanan BK
Untuk layanan
klasikal di tiap
kelas sudah ada
proyektor jadi
kita
tinggal
bawa
laptop
saja.
Untuk layanan
klasikal tahun
ini sudah ada
infocus di tiap
kelas, jadi kalau
butuh
pakai
media
kita
tinggal
bawa
laptop dan gak
perlu
pakai
ruangan
multimedia
Untuk
LCD
proyektor sudah
disediakan
di
tiap kelas, paling
kita
bawa
laptop, sepeaker
juga kadang
Fasilitas
yang
disediakan
di
dalam
kelas
sudah
cukup
untuk
mendukung
layanan klasikal
dari Guru BK.
MATRIKS INFORMASI VARIABEL INPUT (Materi)
Aspek yang
diteliti
Penyusunan
Informan 1
Informan 2
Informan 3
Kita
melihat
gejala anak ini
apa
sih
kecenderungann
ya?
Misalkan,
anak kelas 1 itu
kebanyakan
ngebullynya,
ngejek
nama
orang
tua,
ngejek keluarga.
Nah kemudian
kita
bikin
materinya
tentang bully itu
dihubungkan
dengan hal-hal
Biasanya
kita
melakukan need
assessment
selain
pakai
instrument kita
melihat
persentase
kasus. Misalkan
pada
tahun
ajaran ini kasus
bully
banyak
ditemukan,
maka pada tahun
ajaran
berikutnya kita
melakukan
antisipasi
Mungkin
dari
assessment kan
kita
ada
beberapa..data
yang kita ambil
dari
anak,
permasalahanpermasalahan
anak. Nah, kirakira
dari
permasalahan
itu, yang paling
banyak apa nih..
Nah, kemudian
kita
usulkan
dalam silabus
Informan
Pendukung 1
Informan
Pendukung 2
Informan
pendukung 3
Informan
pendukung 4
Kesimpulan
Guru
BK
terlebih dahulu
melakukan
need
assessment
melalui laporan
yang masuk ke
Guru
BK,
observasi, dan
pengumpulan
data
menggunakan
instrumen.
yang
faktual
dikelas 1
Acuan
Pertama
kita
baca-baca buku,
kedua kita bisa
cari dari internet.
Sasaran
Kalau kita lihat,
kebanyakan
materi bully itu
diberikan
di
kelas 7 dan 8.
dengan
memberikan
pembekalan
dulu
supaya
bully itu tidak
merebak
lagi
begitu.
Untuk
materi
kita
menyesuaikan
bisa
dari
browsing
internet, bukubuku
yang
relevan atau dari
surat kabar
Kalau kemarin
kelas 7. Karena
kita berasumsi
bahwa
kalau
kelas 7 itu kan
mereka
bersosialisasi
dilingkungan
baru,
transisi
dari SD ke SMP.
Otomatis harus
punya
bekal
bagaimana
bersosialisasi
dengan teman
Kita googling,
kemudian dari
buku-buku juga,
materi
materi
berita di TV
juga
yang
update.
Iya..Kelas tujuh.
Kelas
delpan
nanti diingatkan
ulang..
Kelas
sembilan
diingatkan
lagi…
Waktu di kelas 8
baru
aja…
Pernah kelas 7
juga dulu
Di
kelas
semester 2
7
Kelas
7…
semester
1
akhir
Acuan untuk
konten materi
layanan
klasikal terkait
bullying
dari
buku, website
internet, surat
kabar, hingga
berita
terupdate dari TV.
Materi layanan
klasikal tentang
bullying
diberikan
di
kelas 7 dan
kelas 8
MATRIKS INFORMASI VARIABEL INPUT (Metode)
Aspek yang
diteliti
Frekuensi
Jenis metode
yang digunakan
Informan 1
Informan 2
Informan 3
Informan
Pendukung 1
Itu ada lah satu
semester kirakira 4 kali… Itu
4 kali itu ada
satu yang pure
bully
Minimal
satu
kelas itu dapat
satu kali layanan
tentang bully.
Kita paling
kali dalam
kelas
Kebanyakan
metode ceramah,
tanya jawab, tapi
menggunakan
media…
misalkan
ada
pemutaran film
Roleplay,
ceramah,
kemudian
pemutaran film,
ada tanya jawab
juga.
Kalau saya lebih
cenderung
simulasi
dan
diskusi
2
1
Informan
Pendukung 2
Waktu di kelas
8 baru aja…
Pernah kelas 7
juga dulu
Informan
pendukung 3
Iya, sekali aja
waktu di kelas 7.
Informan
pendukung 4
Pernah
waktu
itu… Kelas 7
Jadi Guru BK
juga
jelasin
tentang bullying
bagaimana
akibatnya
kedepannya
begitu. Jadi kita
juga ngerti sih…
pake permainan
juga,
jadi
pemahaman
tentang bullying
juga
pakai
games jadi agak
seru gitu
secara lisan
aja
terus
tanya jawab,
udah sih
jadi
nerangin
aja, seolah-olah
aja
sih
ngebayangin
kalau kita teh
dapet bully dari
temen,
dari
senior, atau apa.
Jadi seolah-olah
kita teh disuruh
ngebayangin
gimana rasanya
kalau
kena
bully.
Kesimpulan
Pemberian
layanan
klasikal tentang
bullying hanya
diberikan
minimal
sebanyak satu
kali pertemuan
Metode yang
digunakan
Guru
BK
dalam layanan
klasikal tentang
bullying berupa
ceramah
singkat, tanya
jawab,
simulasi,
roleplay,
diskusi
dan
disertai dengan
penayangan
film
yang
berhubungan
dengan materi .
MATRIKS INFORMASI VARIABEL AKTIVITAS (Perencanaan)
Aspek yang
diteliti
Yang
dipersiapkan
Yang dilibatkan
Informan 1
Informan 2
Informan 3
satu
kita
mempersiapkan
RPLnya, kedua
kita
siapkan
medianya, ketiga
kita siapkan juga
format
absen
begitu,
terus
keempatnya kita
beritahukan dulu
siswanya kalau
akan
ada
pertemuan
dengan kita guru
BK pada jam
pelajaran sekian
begitu
Kita aja, BK aja.
penyusunan
RPL... kemudian
mungkin caricari film yang
bisa ditampilkan
untuk
siswa.
Film yang sesuai
dengan materi
Pertama
kita
harus
siap
bahan. Apa yang
mau
kita
sampaikan,
medianya apa,
terus koordinasi
dengan
wali
kelas.
Sebelum
memberikan
layanan
konseling,
Guru
BK
mempersiapkan
RPL, materi,
media, format
daftar hadir dan
melakukan
sosialisasi
dengan siswa
untuk
Ya
paling Kalau
RPL
yang
rekan Guru
menyiapkan
BK
masing-masing.
Yang terlibat
dalam
perencanaan
pemberilan
layanan
klasikal tentang
bullying hanya
Guru BK saja.
Jadi setiap guru
menyiapkan
RPL
Informan
Pendukung 1
Informan
Pendukung 2
Informan
pendukung 3
Informan
pendukung 4
Kesimpulan
MATRIKS INFORMASI VARIABEL AKTIVITAS (Pengorganisasian)
Aspek yang
diteliti
Kegiatan yang
dilakukan dalam
mengorganis-asi
sumber daya
untuk
melaksanakan
layanan klasikal
BK
Informan 1
Informan 2
Informan 3
Harus koordinasi
dengan
wali
kelas,
menyampaikan
apa yang akan
dilakukan. Kalau
fasilitas sudah
tersedia di kelas
jadi
hanya
mempersiapkan
laptop,
media
dan materi untuk
layanan saja.
Kita
tentukan
dulu waktunya,
koordinasi
dengan
wali
kelas,
bagian
kesiswaan,
kemudian
pastikan
ada
kelasnya,
ada
siswanya.
Kita
perlu
koordinasi lagi
dengan Kepala
Sekolah,
wali
kelas
sama
kesiswaan juga.
Kalau
sumber
daya
berupa
materi
kan
media yang kita
gunakan, materi,
sama
ruangan
yang
paling
penting. Selain
koordinasi kita
juga
harus
memastikan
waktunya,
memastikan
ruangan
juga
harus dipastikan
ada
Informan
Pendukung 1
Informan
Pendukung 2
Informan
pendukung 3
Informan
pendukung 4
Kesimpulan
Guru
BK
melakukan
koordinasi
dengan
wali
kelas, bagian
kesiswaan,
Kepala
Sekolah. Guru
BK
juga
mempersiapkan
kembali
ketersediaan
fasilitas yang
dibutuhkan
untuk layanan
klasikal
MATRIKS INFORMASI VARIABEL AKTIVITAS (Pelaksanaan)
Aspek yang
diteliti
Durasi
Uraian kegiatan
layanan klasikal
tentang bullying
Informan 1
45
yah
sebenarnya. Tapi
karena kita kan
lepas diluar jam
pelajaran
jadi
minimal itu satu
jam gitu. Kalau
satu
jam
pelajaran
45
menit, ini mah
kita satu jam 60
menit
kadang
lebih gitu.
Menjelaskan
tujuan
pemberian
matei,
mengungkap
persepsi
anak
terhadap materi
yang
disampaikan,
memberikan
persepsi
baru
sesuai
dengan
materi layanan,
penjelasan
tentang materi,
penayangan
film,
tanya
jawab,
dan
refleksi terhadap
Informan 2
Informan 3
45 menit ya
Kalau itu 1 x 45
menit. Jadi satu
jam
karena
kemarin dari jam
11 sampai jam
12 begitu. Ya
kalau
ada
bonusnya
60
menitan
lah
begitu ya.
Sama
seperti
yang tertera di
RPL.
Pembukaan,
pendekatan, bisa
review.
Menyampaikan
tujuan
penyampaian
materi,
kemudian
menjelaskan isi
materi,
tanya
jawab.
Kemudian
di
akhir digunakan
untuk menerima
pendapat
atau
feedback
dari
Perkenalan,
pembukaan,
kemudian
menyampaikan
tujuan,
dan
kenapa materi
ini penting untuk
disampaikan.
Melihat apakah
sudah ada siswa
yang memiliki
pengetahuan
tentang materi
yang
akan
disampaikan.
Kemudian
menjelaskan
materi kemudian
tanya jawab.
Informan
Pendukung 1
Informan
Pendukung 2
Sekitar sejam
lah ada
Informan
pendukung 3
Satu
jam
pelajaran kurang
lebih.
Informan
pendukung 4
Satu
jam
pelajaran, jadi
45 menit
Kesimpulan
Durasi
pemberian
layanan
klasikal tentang
bullying yang
telah dilakukan
adalah 45-60
menit.
Guru
BK
melakukan
tahapan
pengantaran
dengan
melakukan
pendekatan dan
menyampaikan
tujuan kepada
siswa,
penjajakan dan
penafsiran
dengan
mengungkap
persepsi
dan
pengetahuan
siswa tentang
materi terkait,
pembinaan
pemberian
layanan klasikal
tersebut.
siswa
terkait
layanan klasikal
yang
sudah
diberikan
Cara
penyampaian
Guru BK dalam
memberikan
layanan Klasikal
Sudah
baik
menurut
saya
sih,
mudah
ditangkap apa
yang
disampaikan.
Baik, bicaranya
enak,
masuk
kehati
Bagus, siswanya
jadi
gampang
ngerti
dan
mudah
di
mengerti
ucapannya
dengan
menjelaskan
materi melalui
ceramah
dan
penayangan
film, penilaian
dengan
kegiatan tanya
jawab di akhir
sesi layanan
Cara Guru BK
menyampaikan
materi layanan
klasikal tentang
bullying sudah
baik
dan
mudah
dimengerti oleh
siswa
MATRIKS INFORMASI VARIABEL AKTIVITAS (Pemantauan dan Penilaian)
Aspek yang
diteliti
Penilaian proses
Informan 1
Informan 2
Informan 3
Untuk penilaian
proses, kita lebih
menggunakan
observasi. kita
nilai bagaimana
keaktifan anak,
antusias
anak,
kita sampaikan
materi
juga
Kalau
untuk
prosesnya kita
lihat dari sejauh
mana sih anak
itu bisa aktif
dikelas
ketika
layanan
Kalau penilaian
proses itu kan
ketika
kita
mengukur
keberhasilan
berarti
sejauh
mana fokus ya,
fokus terhadap
apa yang kita
Informan
Pendukung 1
Informan
Pendukung 2
Informan
pendukung 3
Informan
pendukung 4
Kesimpulan
Guru
BK
melakukan
penilaian
proses melalui
observasi.
Aspek
yang
dinilai dalam
penilaian
proses adalah
bagaimana anak
itu paham. Anak
bisa menjawab
pertanyaan, anak
bisa
mengemukakan
pendapat,
itu
kita nilai juga.
Penilaian Hasil
Yang melakukan
pengawasan dan
penilaian
(Supervisor)
Klasikal
itu
keberhasilannya
ada perubahan
perilaku,
jadi
misalkan diawal
ada laporan dari
guru, wali kelas.
setelah
kita
masuk nanti kita
tanya
perkembangann
ya. Bagaimana
perkembangan
di kelas setelah
itu? Oh sudah
reda misalkan.
Nah
itu
keberhasilannya,
perubahan
perilaku gitu.
Jadi
untuk
SMPN 9 itu
kurang lebih ada
sepuluh
nama
yang
menjadi
supervisi
di
bidangnya,
sampaikan, terus
bertanya,
menjawab, atau
merespon
apa
yang
kita
sampaikan..
Kita
minimal,
kita lihat anak
paham,
anak
tidak
melakukan, itu
bisa
menjadi
indikator bahwa
anak memahami
apa yang kita
sampaikan
kepada mereka.
Kalau
untuk
melihat
penilaian hasil
itu ketika kita
memeriksa
pemahaman
materi yang kita
sampaikan
itu
dan masih ada
tindakan
bullying
apa
enggak
nih
setelah itu atau
minimal
berkurang lah
Biasanya
kita
langsung dengan
Kepala Sekolah,
sementara
teman-teman
lainpun
memantau gitu.
Kalau
untuk
penilaian kinerja
guru kalau dari
BK
ada
koordinatornya
Ibu Umi sebagai
assessor.
Jadi di akhir itu
guru BK nanya
lagi tentang apa
yang yang tadi
disampaikan,
terus guru BK
juga
ngelihat
dari keseharian
mereka
yang
biasa disebutnya
teh “Langganan
BK”.
Jadi ada bu Umi,
itu yang menilai
khusus
kepala
sekolah.
koordinator BP.
yang bu Umi..
menilai,
Ya nanya-nanya
lagi
paling
seputar
yang
disampaikan
tadi.
Ya nanyain
ada
yang
nggak ngerti
gak? Kalau
misalkan ada
yang nggak
ngerti disuruh
ngacung gitu.
fokus
siswa
pada
saat
layanan
klasikal
dan
keaktifan
siswa di dalam
kelas pada saat
proses
tanya
jawab
dan
diskusi
Penilaian
segera
dilaksanakan
dengan
kegiatan tanya
jawab
untuk
mengukur
pencapaian
siswa setelah
layanan.
Penilaian
jangka pendek
dan
jangka
panjang dilihat
dari
perkembangan
masalah
bullying
di
sekolah
Penilaian dan
pengawasan
terhadap
kinerja
BK
dilakukan oleh
Assessor,
pengawas dari
Periode
pengawasan dan
penilaian
terhadap Guru
BK
Teknis
Pengawasan
terhadap Guru
BK
namanya
kita
sebut assessor.
Kepala sekolah
itu
menilai
perilaku kerja,
kalau Ibu itu
menilai proses
bimbingannya,
terus
layanannya.
satu semester itu
ada satu kali
supervisi berarti
satu tahun ada
dua supervisi
format
sudah
ada,
mengacu
kepada
tugas
dan
peranan
guru BK itu
harus
seperti
apa.
Misalkan
melakukan
perencanaan
layanan,
melaksanakan
program
bimbingan. Itu
semua harus ada
dalam pedoman
penilaian.
Kalau di dinas
pendidikan itu
ada pengawas
BK
Satu semester
tiap
semester
satu
kali
supervisi
biasainya
mengadakan
class visit atau
kunjungan kelas,
mesupervisi
kepada staffnya
yang 3 orang itu
dinas
pendidikan dan
kepala sekolah
Minimal
satu
semester sekali
harus diadakan
supervisi.
Kegiatan
sipervisi
yang
dilakukan oleh
Kepala sekolah
maupun
assessor
dilakukan
minimal
satu
kali dalam setiap
semester
Pengawasan
dilakukan oleh
assessor
dengan
menggunakan
format panduan
pengawasan
Jadi supervisi itu
oleh
kelompoknya
dulu, Bu Umi
pegang 5 guru
diantaranya guru
BP itu sama guru
lain. Dan nanti,
temuan-temuan
Bu Umi itu akan
dikaji dan akan
dievaluasi oleh
PKGnya
itu,
Penilai Kinerja
Guru. Nanti dari
hasil itu, kalau
ada
tindakan
Setelah
itu
supervisi
kita
masuk ke kelas
mengamati ya,
memantau, kita
check list-check
list, kita foto apa
yang
dia
lakukan.
lebih lanjut itu
melalui
PKB
(Penilai Kinerja
Berkelanjutan).
Itu semua nanti
diketahui
oleh
Kepala Sekolah.
Jadi
Kepala
Sekolah
tidak
langsung
menangani guruguru itu, tetapi
melalui tahapantahapan ini.
MATRIKS INFORMASI VARIABEL AKTIVITAS (Tindak lanjut)
Aspek yang
diteliti
Tindak lanjut
terhadap siswa
Tindak lanjut
terhadap kinerja
Guru BK
Informan 1
Informan 2
Informan 3
Informan
Pendukung 1
Jadi kalau masih
belum
ada
perubahan
perilaku,
kita
panggil
terus
kita konseling
bisa kelompok,
bisa individu
kalau ada lagi
mungkin
ada
tindakan
berikutnya
konseling
individual
ya
kalau tidak, kita
paling
pakai
konseling
kelompok
Kalaupun
ada
laporan dari wali
kelas,
saya
langsung respon.
Kemudian saya
hubungi siswa
yang
bersangkutan,
saya
beri
penguatan lagi
Misalkan
di
layanan klasikal
ITnya kurang,
Biasanya berupa
saran-saran
begitu sebagai
Jadi Ibu Umi ya
tentunya
menyarankan
pembekalan
dari
hasil terhadap
Guru
Informan
Pendukung 2
Waktu itu sih BK
sudah manggil
anak teresebut…
dari BK juga
lapor
ke
kesiswaan…
Setelah itu mulai
berkurang
sih
sekarang mah.
Informan
pendukung 3
Iya biasanya sih
dipanggil,
dinasehatin lagi
gitu
Informan
pendukung 4
Ada, ya itu
paling dipanggil
yang ngebully
sama
yang
dibully. Dikasih
pengarahan duaduanya.
Kesimpulan
Tindak lanjut
kepada siswa
yang
belum
dapat
mengendalikan
diri
dalam
tindakan
bullying
dulakukan
dengan
konseling
individu
dan
kelompok
Tindak lanjut
yang diberikan
berupa
berarti dia harus
menguasai
IT
misalkan. Disitu
nanti
ada
program
lagi
gitu…Nah
sekarang sudah
ada programnya,
Program Guru
Pembelajar
masukan
dari
Assessor
atau
mungkin
ada
dari Guru-guru
lain atau Kepala
Sekolah.
Biasanya juga
berupa
pemberian
kesempatan,
kemudian
Kepala Sekolah
mengajak
teman-teman
lain
untuk
memberikan
peluang untuk
BK
pengamatan
beliau
BP/BK.
Masih
banyak
tindak
lanjut yang lain
diantaranya kita
memberangkatka
n
pelatihanpelatihan untuk
program-program
ke-BP-an
pembinaan
yang diberikan
oleh assessor
melalui saran
aplikatif
dan
pembinaan
melalui
program Guru
Pembelajar dan
memberikan
kesempatan
untuk
mengikuti
pelatihanpelatihan
keprofesian
untuk
keningkatkan
kompetensi
Guru BK..
MATRIKS INFORMASI VARIABEL AKTIVITAS (Pelaporan)
Aspek yang
diteliti
Frekuensi
Pelaporan
Informan 1
Informan 2
Kalau
kita
melaporkan itu
melaporkan
laporan program
BK 1 tahun
Per
semester!
Kita membuat
laporan
ke
Kepala Sekolah
Informan 3
Informan
Pendukung 1
Tiap semester… BK itu laporan,
Tapi ada kalanya ada laporan rutin
kita
semesteran,
menyesuaikan
laporan
rutin
dengan Kelapa akhir tahun
Sekolah, kalau
diminta
satu
tahun saja juga
kita satu tahun
evaluasinya gitu.
Informan
Pendukung 2
Informan
pendukung 3
Informan
pendukung 4
Kesimpulan
Penyusunan
laporan
dilakukan
setiap semester
dan setiap akhir
tahun
Teknis
Pelaporan
Kalau
yang
formalnya
itu
setahun sekali.
Tapi
kadang
kalau
sedang
rapat dinas kan,
secara lisan kita
juga
suka
melaporkan.
Iya jadi kalau
laporan
yang
tertulis itu kita
tiap
semester,
tapi kadang kita
suka
laporan
juga secara lisan
kalau misalkan
lagi
rapat
dengan Kepala
Sekolah
atau
rapat
dengan
dinas
Format
Pelaporan
Ya
formatnya
semacam
pendahuluan,
deskripsi
di
bawahnya tindak
lanjut, penutup.
misalkan
psikotestnya
bagaimana,
konselingnya
bagaimana,
klasikalnya
bagaimana,
Untuk
format
kita buat sendiri,
itu isinya apa
saja yang kita
lakukan
perminggu.
Kemudian
analisa selama
kegiatan itu apa
saja. Kemudian
nanti
tindak
lanjut berikutnya
apa
Kita
ada
evaluasi
program
di
akhir. Jadi kan
diawal
kita
merencanakan
tuh apa-apa saja,
terjadwal kapankapan
kegiatannya,
terlaksana atau
enggak, dari segi
peserta
bagaimana.
Evaluasi tentang
konseling,
evaluasi tentang
sarana prasarana
juga.
Kita
sampaikan
secara
tertulis
dan secara lisan
juga
ketika
rapat.
evaluasi secara
garis besar aja
begitu. Layanan
klasikal kelas 7
gimana
kebetulan
kan
Ibu yang pegang
ya. Bagaimana
layanan di kelas
7,
terlaksana
atau enggak
Tertulis ada, lisan
ada…
Kalau
yang
tertulis
minimal
satu
semester sekali.
Itu dalam rapat
juga
disampaikan.
Pembuatan
laporan rutin
secara tertulis
setiap semester
dan
disampaikan
secara
lisan
melalui rapat
kerja
kepada
Kepala Sekolah
pada
akhir
tahun, maupun
rapat dengan
dinas.
Isi
laporan
terdiri
dari
pendahuluan,
hasil evaluasi
dan
tindak
lanjut program
(secara
garis
besar)
yang
sudah
direncanakan
(terlaksana atau
tidak
terlaksana), dan
penanganan
siswa
bermasalah
bagaimana, ya
begitu,
poinpoin pentingnya
aja yang kita
sampaikan
penutup
TABEL HASIL TELAAH DOKUMEN
No.
Aspek yang
diteliti
1.
SDM
2.
3.
Fasilitas
(Pendanaan)
Metode
Sumber
Data Guru BK
SMPN 9 Cimahi
Data Absesni siswa
SMPN 9 Cimahi
semester ganjil
tahun ajaran 20162017
Dokumen
perencanaan
Program BK tahun
ajaran 2015-2016
Ketersediaan dokumen
Keterangan
Tidak
Tersedia
Tersedia
Input
1. Jumlah Guru BK ada 4 orang.
2. Pendidikan terakhir S2 Bidang BP 1 orang, S1 Bidang BP 4
orang
√
3. Semua Guru BK sudah memiliki pengalaman menjadi Guru BK
di SMP 9 Cimahi lebih dari 7 tahun
Jumlah Siswa di SMPN 9 Cimahi pada tahun pembelajaran 2016-2017
sebanyak 1424 siswa
√
√
Satuan Layanan /
RPL
√
4.
Materi
Alat ungkap
masalah
Materi layanan
√
√
Dalam perencanaan Program BK dalam periode satu tahun
pembelajaran terdapat anggaran dana untuk kebutuhan seperti
home visit, pengadaan inventory¸ software, pelaksanaan psikotest
dan lain-lain. Untuk layanan klasikal tidak termasuk dalam
anggaran khusus.
1. Metode yang digunakan adalah ceramah bervariasi, dan diskusi
2. RPL tidak mencantumkan waktu pelaksanaan yang jelas durasi,
dan uraian kegiatan tidak dipaparkan berdasarkan tahapan
prosedur pelaksanaan konseling (Pengantaran, penjajakan,
penafsiran, pembinaan, penilaian)
Data hasil need assessment ditampilkan dalam bentuk diagram
berisi profil kelompok (kelas) dan individu.
Materi layanan klasikal dengan konten bullying bersumber dari
klasikal BK
Satuan Layanan /
RPL
5.
Perencanaan dan
Pelaksanaan
√
Satuan Layanan /
RPL
√
6.
Penilaian Proses
7.
Penilaian Hasil
8.
9.
9.
Teknis
Pelaporan
Tindak Lanjut
Pengawasan
Kinerja Guru
BK
Format
Pelaporan
Catatan hasil
penilaian proses
Data perkembangan
kasus bullying di
SMPN 9 Cimahi
Laporan
pelaksanaan
program
Laporan
pelaksanaan
program
artikel dan berita di internet
Sasaran layanan dalam RPL adalah siswa kelas 8
Aktivitas
RPL dan prencanaan program BP tersedia namun isi RPL untuk
layanan klasikal BK tentang bullying tidak mencantumkan durasi
dan jadwal tetap yang telah direncanakan. Selain itu uraian
kegiatan tidak dipaparkan berdasarkan tahapan tahapan yang telah
ditetapkan dalam panduan Kemendikbud (Pengantaran, penjajakan,
penafsiran, pembinaan, penilaian)
√
√
Catatan hasil penilaian proses yang seharusnya dapat dilihat dari
laporan pelaksanaan program tidak tersedia.
Peneliti menggunakan laporan masuk yang tercatat dalam buku
kasus BK untuk melihat data perkembangan kasus bullying
Laporan pelaksanaan program belum berjalan
√
√
Dokumen hasil
pengawasan dan
penilaian
√
Laporan akhir
semester ganjil dan
√
Dokumen laporan tidak setiap semester ada. Laporan terakhir yang
dapat ditunjukkan kepada peneliti hanya laporan kegiatan yang
dibuat per semester (Laporan evaluasi program BK akhir semester
ganjil tahun ajaran 2011-2012)
Tindak lanjut terhadap hasil Pengawasan kinerja Guru BK
dilakukan dengan pemberian saran-saran aplikatif untuk
meningkatkan kualitas pelaksanaan konseling kepada Guru BK
yang diberikan oleh Assessor.
Peneliti melihat format laporan semester Genap tahun ajaran 20112012.
genap tahun ajaran
2015-2016
Laporan berisi setiap program yang sudah direncanakan diawal
semester terdiri dari beberapa sub-bab (Pendahuluan, proses
evaluasi, penutup, lampiran).
Dalam proses evaluasi, pencapaian setiap program dipaparkan
dalam tabel secara umum yang terdiri dari aspek yang di evaluasi,
deskripsi hasil evaluasi dan tindak lanjut. Pada format evaluasi
Lapelprog semester Genap tahun ajaran 2011-2012 hasil evaluasi
yang dipaparkan terlalu general sehingga sulit untuk mengukur
keberhasilan program yang sudah dijalankan atau penyusunan
program selanjutnya.
Output
10
Data cakupan
pelaksanaan
layanan klasikal BK
tentang bullying
tahun ajaran 20152016
√
Peneliti menggunakan daftar hadir siswa kelas 7 ketika menerima
layanan klasikal tentang bullying. Jumlah siswa kelas 7 pada
semester ganjil tahun ajaran 2015-2016 yang menerima layanan
klasikal bimbingan konseling dengan tema perilaku Bullying
sebanyak 376 siswa (75.65%)
TABEL OBSERVASI
No.
Item Observasi
Input
Jumlah SDM Guru BK aktif
1.
2.
Ketersediaan Fasilitas
a. Ruang Data
b. Ruang Konseling Individu
c. Ruang Tamu
d. Ruang Bimbingan/Konseling
Kelompok
e. Ruang Kerja
f. Ruang Relaksasi
g.
h.
i.
j.
k.
l.
3.
LCD Proyektor
Media/alat bantu
Laptop
Speaker
Audio player
Buku pribadi bimbingan
konseling untuk siswa
m. Buku catatan kasus BK
n. Lemari penyimpan data
o. Meja Kerja
p. Perangkat Komputer
q. Software penunjang analisis
data
r. Inventori tugas perkembangan
s. Format daftar hadir siswa
dalam layanan konseling
t. Instrumen Psikotest
u. Format pelaksanaan home visit
Dokumen Rencana Pelaksanaan
Layanan (RPL)
Ya
Keterangan
Jumlah Guru BK aktif di
SMPN 9 Cimahi
berjumlah 4 orang
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
Ruang konseling individu
tidak dipisahkan secara
khusus dengan ruang
konseling kelompok dan
ruang relaksasi. Kegiatan
konseling pada kantor
BK terfokus semuanya
pada ruangan konseling
Fasilitas penunjang
kegiatan layanan klasikal
sudah cukup memadai
Fasilitas penunjang
kinerja Guru BK sudah
cukup memadai
√
√
√
√
√
Aktivitas
3.
Kegiatan pengorganisasian sebelum
Tidak
Guru BK tidak
mencantumkan waktu
pasti dan durasi lamanya
pelaksanaan layanan
klasikal. Uraian kegiatan
dipaparkan secara umum
tidak berdasarkan tahap
tahap prosedur
pemberian konseling
yang telah ditetapkan
kemendikbud.
layanan:
a. Sarana
4.
√
b. Prasarana
√
c. Personalia
√
d. Waktu
√
e. Administrasi
√
Guru BK memastikan
kembali sarana yang
berfungsi di dalam kelas
satu hari sebelum
pelaksanaan
Guru BK memastikan
kelas yang akan menjadi
tempat pelayanan satu
hari sebelum pelaksanaan
Guru BK melakukan
koordinasi dengan Guru
wali kelas atau guru mata
pelajaran satu minggu
dan satu hari sebelum
pelaksanaan
Guru BK memastikan
kembali waktu
pelaksanaan satu minggu
sebelum pelaksanaan
Guru BK mempersiapkan
dokumen-dokumen
seperti absensi siswa,
RPL, dan materi layanan
satu hari sebelum
pelaksanaan
Kegiatan Pelaksanaan Layanan Klasikal (1)
Waktu Observasi : 28 September 2016
Tempat Observasi: SMPN 9 Cimahi (Kelas 8 I)
Durasi Kegiatan : 120 menit (9.30-11.30)
Penerima Layanan : Siswa Kelas 8 I
a. Pengantaran
√
b. Penjajakan
√
c. Penasfiran
√
Guru BK berusaha
membangun suasana
kelas yang nyaman
dengan melakukan tanya
jawab ketika melakukan
absen terhadap siswa
Guru BK mengajak siswa
untuk mengungkapkan
apa yang mereka ketahui,
pernah rasakan,
pemikiran, pengalaman
maupun sikap terhadap
materi yang akan
disampaikan.
Guru BK mencoba lebih
mendalami apa yang
siswa pikirkan, rasakan
dan sikap mereka terkait
d. Pembinaan
√
e. Penilaian (Penilaian Proses)
√
f. Penilaian hasil (Laiseg)
√
g. Kondisi siswa di kelas
materi yang akan
disampaikan dengan
tanya jawab untuk
memahami lebih jauh
terkait apa yang
dikemukakan siswa
sebelumnya.
Guru BK mencoba
memberikan persepsi
baru atau menguatkan
persepsi lama siswa yang
telah sesuai dengan
tujuan penyampaian
materi yang disampaikan
melalui ceramah singkat,
penayangan film, dan
tanya jawab.
Penilaian proses
dilakukan Guru BK
dengan observasi. Guru
BK memberikan tanda
pada melalui daftar
absen kepada siswa yang
dianggap kurang aktif
atau sangat antusias
dalam menerima layanan
konseling
Guru BK menilai
pencapaian siswa setelah
pelaksanaan layanan
konseling dengan menilai
pemahaman siswa terkait
materi yang baru saja
disampaikan.
Pada langkah penilaian
ini Guru BK juga
melakukan refleksi
terhadap kinerja dengan
meminta siswa untuk
menuliskan masalah yang
mereka punya di kelas,
harapan untuk kinerja
BK kedepannya, dan
materi layanan klasikal
yang dibutuhkan
selanjutnya.
Sejak tahap pengantaran
hingga penilaian hasil,
siswa sangat aktif
bertanya, mengemukakan
h. Cara Guru BK menyampaian
materi layanan klasikal
pendapat dan menjawab
dan antusias mengikuti
layanan klasikal. Suasana
kelas meyenangkan dan
tidak pasif selama
kegiatan pembinaan
walaupun Guru BK
menggunakan metode
ceramah singkat.
Bahasa yang digunakan
Guru BK mudah
dimengerti oleh siswa
dan tidak terlalu formal
sehingga kondisi kelas
tetap santai namun tetap
terkendali oleh Guru BK.
Ruangan Kantor BK
Ruang Tamu
Ruang Konseling
Ruang Administrasi dan Ruang Data
Proses Pelaksanaan Layanan Klasikal BK tentang Bullying
Download