ISOLASI DAN SKRINING FITOKIMIA BAKTERI ENDOFIT DARI

advertisement
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ISOLASI DAN SKRINING FITOKIMIA BAKTERI
ENDOFIT DARI DAUN RAMBUTAN (Nephelium
lappaceum L.) YANG BERPOTENSI SEBAGAI
ANTIBAKTERI
SKRIPSI
BRASTI EKA PRATIWI
1111102000061
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JUNI 2015
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
ISOLASI DAN SKRINING FITOKIMIA BAKTERI
ENDOFIT DARI DAUN RAMBUTAN (Nephelium
lappaceum L.) YANG BERPOTENSI SEBAGAI
ANTIBAKTERI
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
BRASTI EKA PRATIWI
1111102000061
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
JUNI 2015
ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar
iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Nama
Nim
Program Studi
Judul
: Brasti Eka Pratiwi
: 1111102000061
: Farmasi
: Isolasi dan Skrining Fitokimia Bakteri Endofit Dari Daun
Rambutan (Nephelium Lappaceum L.) Yang Berpotensi
Sebagai Antibakteri
Disetujui oleh :
iv
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh :
Nama
: Brasti Eka Pratiwi
NIM
: 1111102000061
Program Studi
: Farmasi
Judul Skripsi
: Isolasi dan Skrining Fitokimia Bakteri Endofit Dari
Daun Rambutan (Nephelium lappaceum L.) Yang
Berpotensi Sebagai Antibakteri
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta
v
ABSTRAK
Nama
Program Studi
Judul
: Brasti Eka Pratiwi.
: Farmasi
: Isolasi dan skrining fitokimia Bakteri Endofit Dari Daun
Rambutan (Nephelium lappaceum L.) Yang Berpotensi
Sebagai Antibakteri.
Tanaman merupakan salah satu sumber daya alam yang digunakan oleh
masyarakat dalam bidang pengobatan. Salah satu tanaman yang digunakan oleh
masyarakat adalah daun rambutan atau dengan nama ilmiah Nephelium
lappaceum L. Mikroba endofit merupakan mikroorganisme yang hidup di dalam
jaringan tanaman dan dapat memproduksi metabolit sekunder. Penelitian ini
bertujuan untuk mengisolasi bakteri endofit dari daun Nephelium lappaceum L.
yang mempunyai aktivitas sebagai antibakteri dan dilakukan skrining metabolit
sekunder dengan reaksi warna pada isolat yang diperoleh. Isolat bakteri endofit
diidentifikasi secara makroskopis dan mikroskopis. Hasil dari isolasi bakteri
endofit yang diperoleh diujikan terhadap bakteri Escherichia coli ATCC 35218,
Salmonella thypimurium ATCC 14028, Stapylococcus aureus ATCC 6633, dan
Bacillus subtilis ATCC 6538 dengan metode difusi agar. Hasil dari penelitian ini
didapatkan 4 isolat bakteri, yaitu DR1, DR2, DR3 dan DR4. Pada isolat DR1,
DR2, dan DR4 menunjukan aktivitas antibakteri dengan adanya zona bening
terhadap semua bakteri uji, dan isolat DR3 tidak memberikan aktivitas
antibakteri terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Isolat DR1, DR2, DR3 dan
DR4 memberikan hasil negatif terhadap uji terpenoid/steroid, alkaloid, fenolik,
flavonoid, dan tanin.
Kata kunci : Bakteri Endofit, Daun Rambutan (Nephelium lappaceum L.),
Antibakteri, Metabolit Sekunder
vi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
Name
Major
Title
: Brasti Eka Pratiwi.
: Pharmacy
: Isolation and Phytochemical Screening of Bacteria Endophytic
from Rambutan Leaves (Nephelium lappceum L.) Which is a
Potential as Antibacterial Agent
Plants are the resources that often used as the main material of medical
treatment. One of the plants is Rambutan leaves or Nephelium lappaceum L.
Endophytic microbes are microorganism that live within the living tissue of host
plant and can produce its secondary metabolic. The purpose of this research are
to isolate endophytic bacteria from Rambutan leaves as antibacterial agent and
screen the secondary metabolic with colour reaction. Bacterial endophytic was
identified by macroscopic and microscopic method. The result of bacterial
endophytic isolation was examined against Escherichia coli ATCC 35218,
Salmonella thypimurium ATCC 14028, Stapylococcus aureus ATCC 6633, and
Bacillus subtilis ATCC 6538 with diffusion method agar. The result of this
research were 4 isolates, these are DR1, DR2, DR3 and DR4. Isolates DR1, DR2
and DR4 showed antibacterial activity with inhibition zone to all bacteria
pathogens, and isolate DR3 showed no antibacterial activity to Staphylococcus
aureus. Isolates DR1, DR2, DR3 and DR4 showed negative result for
terpenoids/steroids, alkaloids, phenolics, flavonoids, and tannin test.
Keyword: Endophytic Bacteria, Rambutan Leaves (Nephelium lappaceum L.),
Antibacterial, Secondary Metabolic
vii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamiin, segala puji dan syukur bagi Allah SWT
yang telah melimpahkan rahmat dan ridho-Nya serta shalawat serta salam tak
lupa penulis ucapkan yang terlimpah kepada Nabi Muhammad SAW, yang
begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini
hingga selesai.
Skripsi yang berjudul “Isolasi dan Skrining Fitokimia Bakteri Endofit
Dari Daun Rambutan (Nephelium lappaceum L.) yang Berpotensi Sebagai
Antibakteri” disusun dalam rangka memenuhi persyaratan untuk memperoleh
gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih dan
penghargaan sebesar-besarnya kepada :
1. Dr. Arief Sumantri, S.KM., M.KM, selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Jakarta.
2. Yardi, Ph.D., Apt, selaku ketua Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Jakarta.
3. Ibu Eka Putri, M.Si.,Apt, selaku pembimbing I dan Bapak Saiful
Bahri, M.Si selaku pembimbing II yang telah tulus ikhlas serta
kesabaran dalam membimbing, memberikan nasehat serta ilmu
kepada saya sehingga penelitian ini dapat terselesaikan.
4. Bapak serta Ibu Dosen Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan, terima kasih atas ilmu dan nasehat selama ini yang telah
diberikan kepada penulis.
5. Kedua orangtuaku tercinta, Papa Mochamad Basuki dan Mama Entik
Sumartini, dan kakakku tersayang Mas Barri Eko Pratama, terima
kasih atas doa dan dukungan baik moral maupun material dari mulai
kuliah hingga akhir sampai terwujudnya skripsi ini.
6. Mbak Puji, Mbak Festi, Kak Amal, Kak Rama, Kak Tiwi, Kak Lisna,
Kak Eris dan Pak Rachmadi, terimakasih atas semua saran dan
bantuannya selama penelitian.
viii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7. Fio, Fiza, Astri, Mahar, Diyah, Achi, Rhesa, Haidar, Reza, Sutar,
Novi, Henny dan Irun, terima kasih atas bantuan secara moral dan
tenaga selama kuliah dan penelitian, sehingga skripsi ini dapat
selesai.
8. Arini, Meri, Ambar, Ati, Rachma, Puput, Imeh dan teman-teman
Mikrobiologi 2011 lainnya, terima kasih atas kerja sama kalian
selama ini serta suka dan duka yang telah kita lalui sehingga skripsi
ini selesai.
9. Tatiana, Prasasti, Dilla dan teman-teman IPA DUA lainnya, terima
kasih karena telah memotivasi, memberi canda, dan tawa.
10. Teman-teman seperjuangan Farmasi 2011 yang tidak dapat
disebutkan satu persatu, terima kasih telah membantu menyemangati
penulis hingga skripsi ini terselesaikan.
11. Serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang
telah memberikan dukungan hingga terwujudnya skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun
penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahun pada umumnya dan ilmu Farmasi pada
khususnya.
Jakarta, 12 Juni 2015
Penulis
ix
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS
AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta, saya yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama
: Brasti Eka Pratiwi
NIM
: 1111102000061
Program Studi : Farmasi
Fakultas
: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Jenis Karya
: Skripsi
Demi kepentingan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi/karya ilmiah saya,
dengan judul :
Isolasi dan Skrining Fitokimia Bakteri Endofit Dari Daun Rambutan
(Nephelium lappaceum L.) Yang Berpotensi Sebagai Antibakteri
Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital
Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak
Cipta.
Demikian persyaratan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan
sebenarnya.
x
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .......................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN .......................................................................... v
ABSTRAK ........................................................................................................ vi
ABSTRACT ....................................................................................................vii
KATA PENGANTAR .................................................................................. viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ................. x
DAFTAR ISI .................................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL........................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xv
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Batasan dan Rumusan Masalah ............................................................ 3
1.3 Hipotesis ............................................................................................... 3
1.4 Tujuan Penelitian ................................................................................. 3
1.5 Manfaat Penelitian ............................................................................... 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 4
2.1 Rambutan (Nephelium lappaceum L.) ................................................. 4
2.2 Tinjauan Tentang Bakteri ..................................................................... 6
2.2.1 Bakteri Gram Positif dan Negatif ................................................ 6
2.2.2 Tahapan Siklus Bakteri ............................................................... 6
2.2.3 Teknik Pewarnaan ....................................................................... 7
2.3. Metabolit Sekunder .............................................................................. 8
2.3.1 Metabolit Sekunder Tanaman ..................................................... 8
2.3.2 Metabolit Sekunder Mikroorganisme ........................................ 11
2.4 Bakteri Endofit ................................................................................... 12
2.4.1 Interaksi Mikroba Endofit Dengan Tanaman ............................ 13
2.4.2 Peranan Bakteri Endofit ............................................................ 13
2.4.3 Mikroba Endofit Penghasil Metabolit Sekunder ....................... 14
2.4.4 Isolasi Bakteri Endofit .............................................................. 15
2.4.5 Fermentasi Bakteri Endofit ....................................................... 15
2.5 Bakteri Uji .......................................................................................... 16
2.6 Uji Aktivitas Antimikroba ................................................................. 21
2.6.1 Metode Difusi ........................................................................... 21
2.7 Antibakteri Pembanding .................................................................... 22
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 23
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ............................................................ 23
3.2 Alat dan Bahan ................................................................................... 23
3.2.1 Alat ............................................................................................ 23
3.2.2 Bahan ........................................................................................ 23
3.2.3 Determinasi Tanaman ............................................................... 24
3.3 Metode Penelitian .............................................................................. 24
xi
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.3.1 Skrining Fitokimia Daun Nephelium lappaceum Segar ............ 24
3.3.2 Sterilisasi Alat ........................................................................... 26
3.3.3 Pembuatan Media ...................................................................... 26
3.3.3.1 Nutrient Agar (NA) ........................................................... 26
3.3.3.2 Nutrient Broth (NB) .......................................................... 26
3.3.3.3 Mueller-Hinton Agar (MHA) ............................................ 27
3.3.4 Pembuatan Kurva Pertumbuhan Bakteri Uji ............................. 27
3.3.5 Isolasi Bakteri Endofit .............................................................. 27
3.3.6 Pemurnian Isolat Bakteri ........................................................... 27
3.3.7 Pembuatan Stock Culture dan Working Culture ........................ 28
3.3.8 Identifikasi Bakteri Endofit ....................................................... 28
3.3.9 Identifikasi Bakteri Uji .............................................................. 29
3.3.10 Fermentasi Bakteri Endofit ..................................................... 29
3.3.11 Uji Fitokimia Isolat Hasil Fermentasi (Adiarti, 2013) ............ 29
3.3.12 Uji Aktivitas Antibakteri ......................................................... 30
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................... 32
4.1 Determinasi Daun Rambutan ................................................................ 32
4.2 Skrining Fitokimia Daun Nephelium lappaceum L. Segar .................... 32
4.3 Isolasi, Pemurnian dan Peremajaan Bakteri Endofit ............................. 36
4.4 Identifikasi Bakteri Endofit ................................................................... 38
4.5 Kurva Pertumbuhan Bakteri Uji ............................................................ 38
4.6 Fermentasi Isolat Bakteri Endofit .......................................................... 40
4.7 Skrining Fitokimia Bakteri Endofit ....................................................... 40
4.8 Uji Aktivitas Antibakteri ....................................................................... 42
BAB V. PENUTUP ......................................................................................... 46
5.1 Kesimpulan ............................................................................................ 46
5.2 Saran ...................................................................................................... 46
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 47
LAMPIRAN .................................................................................................... 52
xii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Daun Rambutan (Nephelium lappaceum L.) ..................................... 4
Gambar 2. Struktur Utama Flavonoid ................................................................ 9
Gambar 3. Staphylococcus aureus Perbesaran 1000x ....................................... 17
Gambar 4. Bacillus subtilis Perbesaran 1000x .................................................. 19
Gambar 5. Escherichia coli Perbesaran 1000x ................................................. 20
Gambar 6. Salmonella thypimurium Perbesaran 1000x .................................... 21
Gambar 7. Daun Segar Rambutan .................................................................... 32
Gambar 8. Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Segar dengan n – heksana ......... 35
Gambar 9. Isolasi Daun Rambutan Hari ke – 0 ................................................ 37
Gambar 10. Pemurnian Isolat Bakteri Endofit ................................................. 37
Gambar 11. Kurva Pertumbuhan Bakteri Uji ................................................... 39
xiii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Ciri Bakteri Gram positif dan Gram negatif ........................................ 6
Tabel 2. Tabel Pewarnaan Gram ......................................................................... 8
Tabel 3. Hasil Uji Skrining Metabolit Sekunder Daun Segar .......................... 33
Tabel 4. Identifikasi Bakteri Endofit ................................................................ 38
Tabel 5. Skrining Metabolit Sekunder Bakteri Endofit ................................... 41
Tabel 6. Zona Hambat Bakteri Endofit terhadap Bakteri Uji .......................... 43
xiv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Determinasi Daun Rambutan ........................................................ 52
Lampiran 2. Skema Kerja Penelitian ............................................................... 53
Lampiran 3. Sterilisasi Permukaan Daun ......................................................... 54
Lampiran 4. Pemurniaan dan Identifikasi Isolat ............................................... 55
Lampiran 5. Fermentasi Bakteri Endofit .......................................................... 56
Lampiran 6. Uji Aktivitas Antibakteri ............................................................. 57
Lampiran 7. Hasil Isolasi Bakteri Endofit Pada Daun Rambutan .................... 58
Lampiran 8. Hasil Pemurnian Isolat Bakteri Endofit ....................................... 59
Lampiran 9. Skrining Fitokimia Daun Segar ................................................... 60
Lampiran 10. Uji Katalase Isolat ..................................................................... 61
Lampiran 11. Uji Aktivitas Antibakteri ........................................................... 62
Lampiran 12. Identifikasi Isolat Bakteri Endofit ............................................. 64
Lampiran 13. Identifikasi Bakteri Uji .............................................................. 65
Lampiran 14. Karakteristik Koloni Bakteri Pada Media Agar ......................... 66
xv
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Tanaman merupakan salah satu sumber daya yang sangat penting dalam
upaya pengobatan dan upaya mempertahankan kesehatan pada masyarakat.
Masyarakat masih sering menggunakan pengobatan tradisional yang berasal dari
tanaman obat. Indonesia dikenal sebagai salah satu negara yang mempunyai
keanekaragaman hayati yang tinggi, maka dari itu nilai potensial untuk
mengembangkan obat herbal yang berasal dari tanaman obat sangat besar. Sudah
banyak tanaman obat yang digunakan untuk bahan baku obat, karena tanaman
tersebut menghasilkan metabolit sekunder dengan aktivitas biologis yang
beraneka ragam, serta mempunyai potensi besar untuk digunakan dan
dikembangkan menjadi obat untuk berbagai penyakit, seperti contohnya pada
tanaman rambutan.
Tanaman Rambutan atau dengan nama Latin Nephelium lappaceum
(Sapindaceae), merupakan tanaman buah yang tumbuh pada daerah iklim tropis.
Rambutan berasal dari Indonesia dan Malaysia, dan mulai berkembang ke
Filipina, Singapura, Thailand, Vietnam, India, Syria, Zaire, Afrika Selatan,
Madagaskar dan Australia (Tindall, 1994 dan Arenas dkk., 2010). Buah rambutan
banyak dikonsumsi dan digunakan oleh masyarakat, baik buahnya atau bagian lain
dari tanaman tersebut. Secara tradisional, seluruh bagian tanaman rambutan
mempunyai khasiat tersendiri. Seperti pada bagian biji buah rambutan yang bisa
digunakan sebagai anti diabetes, batang yang dapat digunakan sebagai pengobatan
kanker, daun digunakan sebagai antidiare serta digunakan untuk menghitamkan
rambut, dan akar untuk menurunkan demam (Muhtadi dkk., 2013).
Pada penelitian sebelumnya telah dilakukan uji aktivitas antibakteri dan
skrining metabolit sekunder pada daun rambutan. Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Maradona (2013) pada ekstrak etanol 70% daun rambutan
mengandung saponin, tanin, dan flavonoid, dengan zona hambat 15 mm pada
konsentrasi
100
ppm.
Sementara
menurut
penelitian
Dharmadewi
1
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2
(2014) dikatakan bahwa pada daun rambutan mengandung metabolit sekunder
yaitu steroid, flavonoid, polifenol, saponin dan tanin.
Metabolit sekunder adalah senyawa yang dihasilkan oleh tanaman, yang
mempunyai peran biologis dan ekologi, terutama digunakan sebagai pembawa
pesan dan senyawa pelindung untuk tanaman itu sendiri (Jones dkk., 2012). Pada
umumnya, tanaman yang mempunyai metabolit sekunder diharapkan mempunyai
fungsi sebagai obat. Metabolit sekunder diproduksi oleh tanaman bukan sebagai
kebutuhan hidup utamanya atau senyawa ini biasanya diproduksi oleh tanaman
sebagai bagian dari sistem pertahanan dirinya, baik terhadap perubahan
lingkungan maupun serangan penyakit (Tisnadjaja, 2006). Pada manusia,
metabolit sekunder dapat digunakan untuk menangani berbagai macam penyakit,
seperti saponin digunakan sebagai antikolesterol (Forester, 2006), flavonoid
sebagai anti diare (Schuier, 2005).
Pada tanaman terdapat mikroorganisme yang dapat memproduksi berbagai
metabolit sekunder yang mempunyai kemampuan sebagai antibakteri. Sumber
daya mikroorganisme yang terdapat di dalam jaringan tanaman mulai dikenal
dengan sebutan mikroba endofit. Mikroba endofit adalah mikroorganisme yang
seluruh atau sebagian hidupnya berada dalam jaringan tumbuhan (batang, cabang
atau ranting tumbuhan), dimana diantara keduanya terjalin hubungan yang saling
menguntungkan (Kumala dkk., 2006). Setiap tanaman tingkat tinggi dapat
mengandung beberapa mikroba endofit yang mampu menghasilkan senyawa
biologi atau metabolit sekunder. Kemampuan mikroba endofit memproduksi
senyawa metabolit sekunder sesuai dengan tanaman inangnya, merupakan peluang
yang sangat besar dan dapat diandalkan untuk memproduksi metabolit sekunder
dari mikroba endofit yang diisolasi dari tanaman tersebut (Radji, 2005). Maka,
apabila endofit yang diisolasi dari suatu tanaman dapat menghasilkan metabolit
sekunder sama dengan tanaman aslinya atau bahkan dalam jumlah yang lebih
tinggi, maka kita tidak perlu menebang tanaman aslinya untuk diambil sebagai
simplisia, yang kemungkinan memerlukan waktu yang relatif lama untuk dipanen
(Radji, 2005).
Dari latar belakang tersebut, maka akan dilakukan penelitian tentang
isolasi mikroba endofit dari daun Rambutan dan akan diuji aktivitas
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3
antibakterinya. Isolat yang mempunyai aktivitas antibakteri akan dilakukan
skrining fitokimia untuk membuktikan bahwa metabolit sekunder yang dihasilkan
pada daun rambutan berasal dari bakteri endofit.
1.2
Batasan dan Rumusan Masalah
Hingga saat ini, belum adanya penelitian mengenai isolasi, skrining
fitokimia dan uji aktivitas antibakteri isolat bakteri endofit dari daun Rambutan
(Nephelium lappaceum L.).
1.3
Hipotesis
1. Didapatkan bakteri endofit dari isolasi Daun Rambutan (Nephelium
lappaceum L.)
2. Bakteri endofit mempunyai kandungan senyawa metabolit sekunder yang
sama dengan tanaman aslinya
3. Zat antimikroba dari bakteri endofit yang diisolasi dari daun rambutan
mampu menghambat pertumbuhan mikroba patogen Staphylococcus
aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan Salmonella thypimurium.
1.4
Tujuan Penelitian
1. Mendapatkan isolat bakteri endofit dari daun Rambutan (Nephelium
lappaceum L.).
2. Mengetahui metabolit sekunder dari daun Rambutan dan isolat bakteri
endofit.
3. Mengetahui kemampuan zat antibakteri dari isolat bakteri endofit terhadap
bakteri patogen.
1.5
1.
Manfaat Penelitian
Memberikan informasi aktivitas antibakteri yang poten dari isolat bakteri
endofit daun rambutan yang tumbuh di Indonesia terhadap bakteri
Staphylococcus aureus, Bacillus subtilis, Escherichia coli, dan Salmonella
thypimurium.
2.
Mengetahui metabolit sekunder yang dihasilkan oleh isolat bakteri daun
rambutan.
3.
Sebagai informasi tambahan pada peneliti lain mengenai bakteri endofit.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Rambutan (Nephelium lappaceum L.)
Menurut Rukmana dkk., (2002), taksonomi tumbuhan rambutan
dikelompokan dalam klasifikasi :
Kingdom
: Plantae
Divisio
: Magnoliophyta
Kelas
: Magnoliopsida
Ordo
: Sapindales
Famili
: Sapindaceae
Genus
: Nephelium
Spesies
: Nephelium lappaceum L.
Rambutan berasal dari Malaysia dan Indonesia, namun lokasi tepatnya
tidak diketahui. Rambutan mulai menyebar ke Asia Tenggara, dan banyak
terdapat di daerah tropis seperti India, Sri Lanka, Zanzibar, bagian dataran
rendah Amerika Selatan, Australia Selatan, Papua Nugini, Kepulauan Pasifik,
dan Hawai (Lim, 2013).
Gambar 1. Daun Rambutan (Nephelium lappaceum L.) (Dokumentasi pribadi)
Nephelium lappaceum tergolong tanaman yang berbunga banyak.
Bunganya dapat berbentuk bunga jantan atau bunga sempurna yang tersusun
dalam suatu malai bunga atau panicula. Tanaman rambutan merupakan jenis
pohon berukuran sedang dengan tinggi 12-25 meter. Pohon rambutan menyukai
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
5
suhu tropika hangat (Kalie, 1994). Suhu optimum pertumbuhan pohon rambutan
yaitu antara 20-32oC, dan kelembapan harus sekitar 80% (Lim, 2013).
Rambutan mempunyai nama daerah antara lain : Rambot (Aceh,
Sumatra), Barangkasa (Maluku), Buiuwan (Bali), Jailan Rambutan (Batak),
Rambuta (Bima, Timor), Rambuten (Gajo, Sumatra), Rambutan (Jawa), Buwa
Buluwan (Kambang), Puru Bianjak (Kubu, Kalimantan), Hayuham, Kakapas,
Likes, Rabut, Rambuta, Rambutan, Takuyung alu (Lampung, Sumatra) (Lim,
2013).
Pada buah rambutan mempunyai aktivitas sebagai antihiperglikemi
dengan senyawa aktif yang teridentifikasi adalah geraniin dan ellagitanin
(Palanisamy dkk., 2011). Pada daun rambutan terdapat senyawa metabolit
sekunder antioksidan yaitu fenol (Sidker dkk., 2013). Sedangkan penelitian yang
dilakukan Dalimartha (2003) bahwa daun rambutan mengandung senyawa tanin
dan saponin. Menurut penelitian Maradona (2013) dengan menggunakan etanol
70%, bahwa ekstrak daun rambutan mengandung senyawa steroid, flavonoid,
polifenol, hidrokuinon, saponin dan tanin.
Secara tradisional, daun rambutan digunakan oleh masyarakat Ulu
Legong, Kedah, Malaysia, sebagai sebagai obat penurun panas yang disebabkan
oleh penyakit flu dengan cara menumbuk daun rambutan (Mohammad dkk.,
2012). Kegunaan lain adalah kulit buah digunakan sebagai penurun panas dan
disentri, biji digunakan sebagai penurun gula darah (anti diabetes), daun
digunakan sebagai pengobatan diare dan penghitam rambut, akar digunakan
sebagai penurun panas (Muhtadi dkk., 2013), kulit kayu digunakan untuk
mengatasi sariawan (Dalimartha, 2003).
Pada penelitian yang dilakukan Maradona (2013) tentang aktivitas
antibakteri daun rambutan menggunakan ekstrak pelarut etanol 70% terhadap
bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25926 yang memberikan zona hambat
pertumbuhan rata-rata sebesar 15 mm pada konsentrasi 100 ppm.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6
2.2
Tinjauan Tentang Bakteri
Bakteri merupakan sel prokariot yang khas, uniseluler dan tidak
mengandung struktur yang membatasi membran di dalam sitoplasmanya.
Reproduksi utama dengan pembelahan biner sederhana yaitu suatu proses
aseksual. Morfologi bakteri terdiri dari tiga bentuk, yaitu sferis (kokus), batang
(basil) dan spiral. Ukuran bakteri bervariasi tetapi pada umumnya berdiameter
sekitar 0.5-1.0 µm dan panjang 1.5-2.5 µm (Pelczar & Chan, 2008).
2.2.1
Bakteri Gram Positif dan Negatif
Berdasarkan komposisi dinding selnya, bakteri dibagi menjadi dua
golongan : bakteri Gram positif dan Gram negatif (Goering dkk., 2008).
Tabel 1. Ciri bakteri Gram positif dan Gram negatif (Pelczar & Chan, 2008).
Ciri
Perbedaan Relatif
Gram Positif
Gram Negatif
Tebal (15-80 nm)
Tipis (10-15 nm)
Berlapis tunggal (mono)
Berlapis tiga (multi)
Kandungan lipid rendah (1-4%)
Kandungan lipid tinggi (11-
Peptidoglikan ada sebagai lapisan
22%)
tunggal; komponen utama lebih dari
Peptidoglikan ada di dalam
50% berat kering pada beberapa sel
lapisan kaku sebelah dalam;
bakteri
jumlahnya sedikit, merupakan
Asam tekoat
sekitar 10% berat kering
Struktur dinding sel
Komposisi dinding sel
Tidak ada asam tekoat
Kerentanan Terhadap
Lebih rentan
Kurang rentan
Persyaratan nutrisi
Relatif rumit pada banyak spesies
Relatif sederhana
Resistensi terhadap
Lebih resisten
Kurang resisten
penisillin
gangguan fisik
2.2.2
Tahapan Siklus Bakteri
Waktu generasi adalah waktu yang diperlukan oleh mikroorganisme
untuk meningkatkan jumlah sel menjadi dua kali lipat jumlah semula.
Pertumbuhan bakteri dinyatakan secara grafik dengan logaritma jumlah sel
terhadap waktu. Terdapat empat macam fase pertumbuhan mikroorganisme,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7
yaitu fase lag, fase log (fase eksponensial), fase stasioner dan fase kematian
(Pelczar, 2008 dan Pratiwi, 2008).
a. Fase lag
Merupakan fase adaptasi, yaitu fase penyesuaian mikroorganisme pada
suatu lingkungan baru. Ciri fase lag adalah tidak adanya peningkatan
jumlah sel, yang ada hanyalah peningkatan ukuran sel dan sel mengalami
perubahan dalam komposisi kimiawi.
b. Fase log (eksponensial)
Merupakan fase dimana mikroorganisme tumbuh dan membelah pada
kecepatan maksimum, tergantung pada genetika mikroorganisme, sifat
media, dan kondisi pertumbuhan. Sel baru terbentuk dengan laju konstan
dan massa yang bertambah secara eksponensial. Aktivitas metabolik yang
dihasilkan seimbang. Bila nutrisi dalam kultur habis, laju pertumbuhan
dapat terhambat, sehingga hasil metabolisme yang bersifat racun akan
tertimbun dan menghambat pertumbuhan.
c. Fase stasioner
Pertumbuhan mikroorganisme berhenti dan terjadi keseimbangan antara
jumlah sel yang membelah dengan jumlah sel yang mati. Pada fase ini
terjadi akumulasi produk buangan yang toksik.
d. Fase kematian
Yaitu jumlah sel yang mati lebih cepat daripada terbentuknya sel baru.
Faktor penyebabnya adalah ketidaktersediaan nutrisi dan akumulasi
produk buangan yang toksik.
2.2.3
Teknik Pewarnaan
Tujuan dilakukan pewarnaan adalah (Pelczar & Chan, 2008) :
1. Mengamati dengan lebih baik bentuk sel mikroorganisme secara kasar
2. Mengidentifikasi bagian-bagian struktural sel mikroorganisme
3. Membantu mengindetifikasi dan membedakan organisme yang serupa.
a. Pewarnaan Gram
Merupakan salah satu teknik pewarnaan diferensial yang paling
penting dan paling luas digunakan untuk bakteri. Pertama kali diuraikan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
8
dalam publikasi pada tahun 1884 oleh ahli bakteriologi Christian Gram
yang berasal dari Denmark. Bakteri yang diwarnai dengan metode Gram
dibagi menjadi dua kelompok. Pada kelompok bakteri Gram positif
mempertahankan zat pewarna ungu kristal dan tampak berwarna ungu
tua. Sedangkan pada kelompok bakteri Gram negatif akan terjadi
kehilangan ungu kristal ketika dicuci dengan alkohol, dan sewaktu diberi
warna merah safranin, tampak berwarna merah.
Tabel 2. Tabel Pewarnaan Gram (Pelczar & Chan, 2008)
Larutan Dan
Reaksi pada Bakteri
Urutan
Gram Positif
Gram Negatif
Penggunaannya
1.
Ungu
kristal
Sel berwarna ungu
Sel berwarna ungu
Larutan
Komplek UK-Y terbentuk di dalam sel;
Kompleks UK-Y tebentuk di dalam
yodium (Y)
sel tetap berwarna ungu
sel; sel tetap berwarna ungu
Alkohol
Dinding sel mengalami dehidrasi, pori-
Lipid terekstraksi dari dinding sel,
pori menciut; daya rembes dinding sel
pori-pori mengembang, kompleks
dan membran menurun, UK-Y tak
UK-Y keluar dari sel; sel menjadi
dapat keluar dari sel; sel tetap berwarna
tak berwarna
(UK)
2.
3.
ungu
4.
Safranin
Sel tak terpengaruhi, tetap ungu.
Sel menyerap zat pewarna, menjadi
merah.
2.3
Metabolit Sekunder
2.3.1
Metabolit Sekunder Tanaman
Metabolit sekunder diproduksi tanaman sebagai bagian dari sistem
pertahanan diri, baik terhadap perubahan lingkungan atau serangan penyakit
(Tisnadjaja, 2006). Fungsi dari metabolit sekunder mulai menarik perhatian
karena bisa digunakan sebagai sistem pertahanan diri dari herbivora dan infeksi
mikroba, sebagai atraktan untuk penyerbukan, agen alelopati, penghalang sinar
UV dan molekul sinyal dalam pembentukan nitrogen pada nodul akar di tanaman
kacang-kacangan. Metabolit sekunder juga menarik penggunaannya sebagai
pewarna, serat, perekat, minyak, lilin, agen penyedap, obat-obatan dan parfum.
Metabolit sekunder dipandang sebagai sumber potensial alami untuk obat batu
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
9
ginjal, antibiotik, insektisida dan herbisida (Croteau dkk., 2000 dan Dewick,
2002).
a.
Flavonoid
Flavonoid merupakan senyawa yang paling kuat dan sebagai
antioksidan paling efektif untuk digunakan oleh manusia, dan karena
manusia tidak dapat memproduksi flavonoid, maka bisa didapatkan dari
suplemen makanan. Penelitian dilakukan bahwa konsumsi makanan
secara normal dari buah dan sayuran, cukup untuk kebutuhan radikal
bebas yang dibutuhkan oleh manusia. Kegunaan flavonoid dirangkum
oleh Patel (2008) adalah sebagai antioksidan, antiatherosklerosis,
antiplatelet,
antitrombogenik,
antivirus,
antiinflamasi,
antiartritis,
antidiare, dll.
Flavonoid banyak terdapat pada jaringan epidermis daun dan kulit
buah dengan kegunaan yang bervariasi dan bersifat penting. Pada
tumbuhan, flavonoid berguna sebagai pelindung sinar UV, pigmentasi,
stimulasi pembentukan nitrogen di nodul dan ketahanan terhadap
penyakit (Koes dkk, 1994; Pierpoint, 2000). Flavonoid dibagi menjadi
flavon, flavonol, 3-flavanol, isoflavon, flavanon dan antosianidin
(Crozier, 2006).
Gambar 2. Stuktur utama flavonoid (Crozier, 2006)
b. Tanin
Tanin merupakan kelompok besar senyawa kompleks yang
didistribusikan merata pada berbagai tanaman (Harbone, 1987). Menurut
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
10
Makkar (2003), tanin biasa terdapat pada bagian tanaman yang spesifik
seperti daun, buah, kulit dahan dan batang. Tanin merupakan senyawa
polifenolik, yang secara garis besar dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :
i. Tanin terhidrolisa yang mempunyai inti pusat karbohidrat dengan
asam karboksiklat fenolik berikatan dengan ester, potensial
beracun ke hewan karena dapat menyebabkan toksisitas pada
ginjal dan hati bila terakumulasi banyak dan menyebabkan
kematian pada hewan;
ii. Tanin terkondensasi atau protoantosianin yang mempunyai
oligomer 2- atau 3-flavanol, seperti katekin, epikatekin, atau
gallokatekin.
Tanin memiliki afinitas yang sangat tinggi untuk protein dan
komplek tanin-protein (McSweeney, 2003). Tanin adalah polifenol
tanaman yang berfungsi mengikat dan mengendapkan protein. Tanin juga
digunakan untuk menyamak kulit (Harbone, 1987).
c.
Saponin
Saponin merupakan senyawa yang secara struktural mempunyai
steroid dan triterpenoid aglikon (sapogenin) yang berikatan dengan satu
atau lebih oligosakarida dengan ikatan glikosida. Aktivitas biologi
saponin adalah untuk interaksi dengan komponen seluler dan membran.
Contohnya adalah saponin dapat menghemolisis sel darah merah dengan
interaksi nonspesifik dengan protein membran, fosfolipid, dan kolesterol
di eritrosit (Croizer, 2006).
Saponin dikarakteristik berdasarkan aktivitas homolitik dan foaming,
dan memberikan rasa pahit dan menggigit (astrigensia) pada tanaman
dengan kandungan saponin tinggi. Saponin mempunyai permeabilitas
terhadap sel mukosa usus halus dan sebagai transpor nutrisi. Saponin juga
dapat menghambat enzim pencernaan, seperti tripsin dan kimotripsin, dan
juga menghambat degradasi protein dengan membentuk komplek
saponin-protein (Makkar dkk., 2006).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
11
d. Alkaloid
Alkaloid adalah senyawa pertama dan paling banyak digunakan
dalam farmasi, sebagai senyawa tumbuhan yang mengandung nitrogen
(Meissner, 1819). Menurut Ladenburg, alkaloid adalah senyawa yang
berasal dari tumbuhan yang mempunyai sifat dasar dan mengandung
sedikitnya satu nitrogen pada cincin heterosiklik. Fungsi alkaloid pada
tumbuhan yaitu :
i.
Agen beracun pada tanaman yang digunakan sebagai agen
pelindung dari hewan herbivora atau serangga
ii.
Sebagai faktor pertumbuhan tanaman
iii.
Cadangan makanan pada tumbuhan untuk pasokan nitrogen dan
unsur-unsur lain.
Pada manusia, alkaloid berguna untuk analgesik narkotik (morfin),
ekspektoran, analgesik (kodein), stimulan SSP (brusin, striknin),
midriatik (atropine, homotropin), miotik (pilokarpin, fisostigmin),
hipertensi (efedrin), hipotensi (reserpin) (Kar, 2003).
e.
Fenolik
Fenolik memiliki cincin aromatik dengan satu atau lebih gugus
hidroksi (OH) dan gugus-gugus lain penyertanya. Senyawa ini diberi
nama berdasarkan nama senyawa induknya, yakni fenol. Sebagian besar
senyawa fenol memiliki gugus hidroksi lebih dari satu sehingga disebut
polifenol.
Fenolik dapat diklasifikasikan ke dalam komponen yang tidak larut
seperti lignin dan komponen yang larut seperti asam fenolik,
phenylopropanoids, flavonoid dan kuinon (Indrawati, 2013).
2.3.2
Metabolit Sekunder Mikroorganisme
Metabolit sekunder adalah suatu molekul atau produk metabolik yang
dihasilkan oleh proses metabolisme sekunder mikroorganisme di mana produk
metabolit tersebut bukan merupakan kebutuhan pokok mikroorganisme untuk
hidup dan tumbuh.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
12
Fungsi metabolit sekunder bagi mikroorganisme penghasil itu sendiri
sebagian besar belum jelas. Metabolit sekunder dibuat dan disimpan secara
ekstraseluler. Metabolit sekunder banyak dimanfaatkan oleh manusia dan
makhluk hidup lain karena banyak diantaranya bersifat sebagai obat, pigmen,
vitamin, ataupun hormon.
Metabolit sekunder tidak diproduksi pada saat pertumbuhan sel secara
cepat (fase logaritmik), tetapi disintesis pada akhir siklus pertumbuhan sel, yaitu
pada fase stasioner saat populasi sel tetap karena jumlah sel yang tumbuh sama
dengan jumlah sel yang mati. Pada fase ini sel mikroorganisme lebih tahan
terhadap keadaan ekstrem, misalnya suhu yang lebih panas atau dingin, radiasi,
bahan-bahan kimia, dan metabolit yang dihasilkannya sendiri (misalnya
antibiotik). Ciri-ciri metabolit sekunder adalah :
1. Dibuat melalui proses metabolisme sekunder;
2. Diproduksi selama fase stasioner;
3. Fungsi bagi organisme penghasil belum jelas, diduga tidak berhubungan
dengan sintesis komponen sel atau pertumbuhan;
4. Dibuat dan disimpan secara ekstrseluler;
5. Hanya dibuat oleh spesies tertentu dan dalam jumlah terbatas;
6. Umumnya diproduksi oleh fungi filamentus dan bakteri pembentuk
spora;
7. Merupakan kekhasan bagi spesies tertentu;
8. Biasanya berhubungan dengan aktivitas antimikroba, enzim spesifik,
penghambatan, pendorongan pertumbuhan dan sifat-sifat farmakologis.
2.4
Bakteri Endofit
Endofit berasal dari bahasa Yunani, “endo” berarti di dalam dan “fit”
(phyte) berarti tumbuhan. Bakteri endofit hidup dalam jaringan vaskular
tumbuhan tanpa menyebabkan efek negatif. Hubungan simbiosis metabolisme
antara bakteri dan tumbuhan memungkinkan bakteri menghasilkan senyawa
bioaktif yang sama seperti terkandung di dalam tumbuhan inangnya (Barbara
dan Christine, 2006).
Mikroorganisme endofit tersebut merupakan mikroorganisme yang dapat
diekstrak dari bagian dalam tanaman atau diisolasi dari biji, akar, batang dan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
13
ranting, serta kulit kayu dari berbagai macam jenis tanaman (Tarabily dkk.,
2003).
Awalnya keberadaan mikroba endofit diduga bersifat netral, maksudmya
tidak memberikan pengaruh baik manfaat maupun kerusakan yang ditimbulkan
terhadap tanaman. Ternyata setelah para peneliti mulai mempelajari lebih
mendalam, ada hubungan simbiosis mutualisme antara mikroba endofit dengan
tanaman inang terutama peranannya yang sangat penting dalam melindungi
tanaman inang terhadap predator dan patogen (Prasetyoputri dan Atmosukarto,
2006).
2.4.1
Interaksi Mikroba Endofit Dengan Tanaman
Interaksi mikroba endofit dengan inangnya yang ditemukan pada bagian
organ tumbuhan tertentu, berhubungan erat dengan siklus hidup yang dilaluinya.
Masuknya mikroba endofit pada jaringan tanaman inang tergantung pada
keberhasilan mikroba tersebut menembus lapisan eksternal inangnya. Proses
masuknya mikroba endofit ini dicapai melalui mekanisme pemecahan atau
degradasi jaringan pelindung pada lapisan kutikula dan epidermis (Bacon dan
Siegel, 1990).
Proses masuknya mikroba endofit ke dalam jaringan tanaman inang
terjadi secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung ditandai dengan
masuknya endofit ke dalam bagian internal jaringan pembuluh tanaman dan
diturunkan melalui biji, sedangkan secara tidak langsung mikroba endofit hanya
menginfeksi bagian eksternal yaitu pada bagian pembungaan (Bacon, 1985).
2.4.2
Peranan Bakteri Endofit
Senyawa antimikroba tidak hanya dapat dihasilkan oleh tumbuhan
maupun hewan, akan tetapi dapat juga berasal dari mikroba. Salah satu yang
berpotensi tersebut adalah bakteri endofit (Nursanty, 2012). Bakteri endofit
berperan untuk stimulasi pertumbuhan tumbuhan melalui sekresi regulator
hormon pertumbuhan seperti asam indol-asetat, mensuplai vitamin esensial yang
dibutuhkan tumbuhan, fiksasi nitrogen dan induksi ketahanan terhadap patogen
tanaman (Rodoles, 1993 dan Hung, 2004).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14
2.4.3
Mikroba Endofit Penghasil Metabolit Sekunder
Setiap tanaman tingkat tinggi dapat mengandung beberapa mikroba
endofit yang mampu menghasilkan senyawa biologi atau metabolit sekunder
yang diduga sebagai akibat koevolusi atau transfer genetik (genetic
recombination) dari tanaman inangnya ke dalam mikroba endofit (Tan dkk.,
2001). Sekitar 300.000 jenis tanaman yang tersebar di muka bumi ini, masingmasing tanaman mengandung satu atau lebih mikroba endofit yang terdiri dari
bakteri dan jamur (Strobel dkk., 2003). Apabila endofit yang diisolasi dari suatu
bagian tanaman dapat menghasilkan metabolit sekunder sama dengan tanaman
aslinya atau bahkan dalam jumlah yang lebih tinggi. Contoh mikroba endofit
yang menghasilkan aktivitas :
a. Antibiotika : Cryptocandin adalah antifungi yang dihasilkan oleh
mikroba endofit Cryptosporiopsis quercina yang diisolasi dari tanaman
obat Tripterigeum wilfordii dan berkhasiat sebagai antijamur yang
patogen terhadap manusia yaitu Candida albicans dan Trichopyton sp.
(Strobel dkk., 1999 dalam Radji, 2005).
b.
Antivirus : jamur endofit Cytonaema sp. dapat menghasilkan metabolit
cytonic acid A dan B dengan struktur molekul isomer p-tridepside, yang
berkhasiat sebagai anti virus. Cytonic acid A dan B merupakan protease
inhibitor dan dapat menghambat pertumbuhan cytomegalovirus manusia
(Guo dkk., 2000 dalam Radji, 2005).
c. Antidiabetes : endofit Pseudomassaria sp. yang diisolasi dari hutan
lindung, menghasilkan metabolit sekunder yang bekerja seperti insulin
(Zhang dkk. 1999 dalam Radji, 2005).
d. Antimalaria : Colletotrichum sp. merupakan endofit yang diisolasi dari
tanaman Artemisia annua, menghasilkan metabolit artemisinin yang
sangat potensial sebagai anti malaria (Lu dkk., 2000 dalam Radji, 2005).
e. Antikanker : Paclitaxel dan derivatnya merupakan zat yang berkhasiat
sebagai antikanker yang pertama kali ditemukan yang diproduksi oleh
mikroba endofit, diproduksi oleh endofit Pestalotiopsis microspora, yang
diisolasi dari tanaman Taxus andreanae, T. brevifolia, dan T. wallichiana
(Strobel dkk, 2002 dalam Radji, 2005).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
15
f. Antioksidan : Pestacin dan isopestacin merupakan metabolit sekunder
yang dihasilkan oleh endofit P. microspora. Endofit ini berhasil diisolasi
dari tanaman Terminalia morobensis, yang tumbuh di Papua Nugini.
Baik pestacin atau isopestacin berkhasiat sebagai antioksidan, dimana
aktivitas ini diduga karena struktur molekulnya mirip dengan flavonoid
(Strobel dkk., 2002 dalam Radji, 2005).
2.4.4
Isolasi Bakteri Endofit
Prosedur untuk mengisolasi endofit pada umumnya relatif mudah. Salah
satu hal yang penting dalam mengisolasi bakteri endofit adalah mempertahankan
kesegaran sampel. Bila sampel disimpan dalam waktu yang cukup lama, akan
terjadi kematian jaringan. Meskipun demikian, masih memungkinkan untuk
mengisolasi sejumlah kapang endofit dari jaringan yang telah layu setelah
penyimpanan beku (Freezing) dalam waktu lebih dari satu tahun.
Isolasi bakteri endofit diawali dengan sterilisasi permukaan. Sterilisasi
permukaan bertujuan untuk mengeliminasi mikroba yang terkandung pada
permukaan tanaman. Sterilisasi permukaan dilakukan dengan cara mencuci
keseluruhan tanaman dengan air bersih yang mengalir selama 10 menit.
Kemudian bagian – bagian tanaman, seperti daun, batang, buah, akar atau
rimpang dipisahkan dan dipotong – potong sepanjang kurang lebih 1 cm. Proses
sterilisasi selanjutnya dilakukan dengan merendam potongan tanaman sampel di
dalam larutan alkohol 75%, Natrium hipoklorit 5.25% dan aquades steril.
2.4.5
Fermentasi Bakteri Endofit
Fermentasi adalah proses yang memanfaatkan kemampuan mikroba
untuk menghasilkan metabolit primer dan
metabolit sekunder dalam suatu
lingkungan yang dikendalikan. Pengendalian dilakukan dengan pengaturan
kondisi medium, komposisi medium, suplai O2, dan agitasi (Anonim, 2012).
Pada fermentasi terjadi perubahan struktur kimia dari bahan - bahan organik
dengan memanfaatkan agen-agen biologis terutama enzim sebagai biokatalis.
Produk fermentasi dapat digolongkan menjadi 4 jenis, yaitu : produk biomassa,
produk enzim, produk metabolit (Anonim, 2012).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
16
Medium yang digunakan dalam fermentasi harus memenuhi syarat antara
lain : mengandung nutrisi yang dibutuhkan bagi pertumbuhan sel mikroba,
mengandung nutrisi yang dapat digunakan sebagai sumber energi bagi mikroba,
tidak mengandung zat yang dapat membahayakan pertumbuhan sel, dan tidak
terdapat kontaminan yang dapat meningkatkan persaingan dalam penggunaan
substrat (Anonim, 2012).
2.5
Bakteri Uji
Pada penelitian digunakan 4 spesies bakteri uji yang diketahui bersifat
patogen terhadap manusia. Bakteri uji yang digunakan adalah bakteri kelompok
Gram positif (Staphylococcus aureus dan Bacillus subtilis) dan kelompok Gram
negatif (Escherichia coli dan Salmonella sp.).
a. Morfologi dan Klasifikasi Staphylococcous aureus (S. aureus)
Klasifikasi S. aureus sebagai berikut :
Divisio
: Protophyta
Subdivisio
: Schizomycetea
Class
: Schizomycetes
Ordo
: Eubacteria
Famili
: Micrococcacae
Genus
: Staphylococcus
Species
: Staphylococcus aureus (Brooks dkk., 2007).
Nama Staphylococcus aureus berasal dari bahasa Yunani, yaitu
staphyle yang berarti kumpulan anggur dan cocci yang berarti bulat.
Sedangkan nama aureus berasal dari bahasa Latin yang berarti emas,
karena pada koloni terlihat berwarna emas (Freeman dkk., 2005).
Staphylococcus aureus merupakan bakteri Gram positif dengan sel
berbentuk bulat yang menyerupai anggur. S. aureus mempunyai ukuran
sel dengan diameter 1 µm, bersifat patogen, tidak bergerak (non-motil)
dan tidak membentuk spora (Brooks dkk. 2007).
Staphylococcus tumbuh pada kondisi aerobik atau mikroaerofilik,
dengan suhu optimum 37oC. batas suhu pertumbuhan Staphylococcus
adalah 15oC - 45oC, dengan pH optimum untuk pertumbuhan ialah 7,4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
17
(Freeman dkk., 2005). Pada permukaan media, bentuk koloni terlihat
bulat, permukaan halus, cembung, berkilau, dan terbentuk koloni
berwarna abu-abu hingga kuning keemasan.
Staphylococcus bersifat relatif resisten terhadap pengeringan,
panas (bisa bertahan hingga suhu 30oC selama 30 menit), dan 9% NaCl
tetapi
akan
terhambat
dengan
beberapa
bahan
kimia,
seperti
heksaklorofen 3% (Brooks dkk., 2007).
S.aureus merupakan bakteri patogen yang bersifat invasif, dapat
memproduksi koagulase, mampu membentuk pigmen kuning emas dan
dapat menghemolisis sel darah merah.
Penyakit yang disebabkan oleh S. aureus seperti pneumonia,
meningitis, endokarditis, dan infeksi kulit. Beberapa antibiotik yang
dapat digunakan untuk menghambat pertumbuhan S. aureus antara lain
ampisilin, penisilin, tetrasiklin, kloksasilin, sefalosporin, vankomisin, dan
metisilin (Jawetz dkk., 1996).
Gambar 3. Staphylococcus aureus perbesaran 1000x
(Dokumentasi pribadi)
b. Morfologi dan Klasifikasi Bacillus subtilis (B. subtilis)
Klasifikasi Bacillus menurut Bergey’s Manual of Determinative
Bacteriology, 8th edition (1985) :
Kingdom
: Procaryotae
Divisi
: Bacteria
Class
: Schizomycetes
Ordo
: Eubacteriales
Famili
: Baciliaceae
Genus
: Bacillus
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
18
Species
: Bacillus subtilis
Bacillus subtilis merupakan bakteri Gram positif, berbentuk
batang yang membentuk rantai, beberapa spesies aerob obligat dan
bersifat anaerob fakultatif, memiliki endospora sebagai struktur bertahan
saat kondisi lingkungan tidak mendukung (Backman dkk., 1994). Suhu
optimum pertumbuhan Bacillus subtilis yaitu 30-37oC, dengan suhu
minimum 18oC dan maksimum 43oC (Korsten dkk., 1996).
Banyak dari genus Bacillus bersifat saprofit dan berasal dari tanah
(banyak karbohidrat dan polisakarida), air, dan udara dan tanaman.
Beberapa bersifat patogen, dan berkembang di dalam makanan lalu
menghasilkan enterotoksin atau toksin emetic dan menyebabkan
makanan menjadi beracun. Bacillus subtilis dapat menyebabkan penyakit
pada
manusia,
seperti
meningitis,
endokarditis,
endophalmitis,
konjungtivitis atau gastroenteritis akut (Jawetz dkk., 1996).
Pada Bergey’s Manual of Systemic Bacteriology, edisi ke-2
(2004) Sel Bacillus subtilis berukuran 1 x 3.4 µm, berbentuk batang dan
tersusun menjadi rantai panjang. Mempunyai spora yang terletak di
tengah sel, tidak bergerak (Jawetz dkk., 1996), serta mempunyai flagela.
Spesies Bacillus memperlihatkan morfologi koloni yang sangat
bervariasi, dan komposisi media yang digunakan sangat mempengaruhi
bentuk morfologi yang akan terlihat. Koloni Bacillus subtilis setelah
inkubasi 24-48 jam, ukuran koloni berkisar antara 2-4 mm, permukaan
kasar, berlendir, dan bergelombang pada bagian pinggir koloni. Bacillus
dapat tumbuh pada media Nutrient Agar, Trypticase Soy Agar dan paling
cocok pada media Blood Agar.
Bacillus subtilis yang bersifat patogen dapat menyerang manusia,
dan menyebabkan penyakit seperti meningitis yang disebabkan trauma
kepala, kolangitis yang berhubungan dengan penyakit ginjal dan hati,
pneumonia, infeksi nekrotic axillary pada pasien kanker payudara. Bila
terinfeksi Bacillus subtilis akan muncul gejala seperti diare dan muntah.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
19
Gambar 4. Bacillus subtilis perbesaran 1000x (Dokumentasi pribadi)
c. Morfologi dan Klasifikasi Eschericia coli (E. coli)
Klasifikasi dari E. coli adalah sebagai berikut :
Divisio
: Bacteria
Subdivisio
: Schizomycetes
Kelas
: Schizomycetes
Ordo
: Eubacteriales
Famili
: Enterobactericeae
Genus
: Escherichia
Spesies
: Escherichia coli (Krieg dkk., 1984)
Escherichia coli pertama kali ditemukan di usus bayi oleh seorang
dokter penyakit anak German, yaitu Theodor Escherich (1885). E. coli
merupakan bakteri anaerob fakultatif Gram negatif dengan sel berbentuk
batang yang termasuk dalam famili Enterobacteriaceae. Bakteri ini
merupakan penghuni normal usus, selain berkembang biak di lingkungan
sekitar manusia (Arisman, 2009).
Sel Bakteri E. coli berbentuk batang yang single atau pairs,
berukuran sekitar 2.5 µm, dengan diameter 0.8 µm. Bila ditumbuhkan
pada media Nutrient Broth yang kaya nutrisi hanya memerlukan waktu
20 menit untuk tumbuh (Berg, 2004), dengan suhu antara 10-40oC
(optimum 37oC) dan pH 7,2.
Pada media, koloni E.coli akan terlihat besar, sirkular, sedikit
cembung, berwarna putih keabu-abuan, permukaan halus, terlihat basah,
buram, atau sedikit tembus cahaya (translucent). Media tumbuh pada
berbagai media, termasuk Mueller-Hinton Agar, Nutrient Agar, Blood
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
20
Agar, dan MacConkey agar. Isolasi utama dapat ditemukan pada Nutrient
Agar dan Blood Agar (Parija, 2009).
E. coli dikenali sebagai bakteri yang sedikit membahayakan dan
juga patogen. E. coli dapat menyebabkan penyakit dengan spectrum luas
pada manusia, seperti Traveler’s diarrhea, disentri, hemoragik colitis,
neonatal meningitis dan sindrom hemolitik uremik (Parija, 2009).
Gambar 5.Escherichia coli perbesaran 1000x (Dokumentasi pribadi)
d. Morfologi Salmonella enterica sv Thypimurium (S. thypimurium)
Klasifikasi dari Salmonella thypimurium adalah sebagai berikut :
a. Divisio
: Bacteria
b. Kelas
: Gammaproteobacteria
c. Ordo
: Enterobacterial
d. Famili
: Enterobactericeae
e. Genus
: Salmonella
f. Spesies
: Salmonella enterica
g. Subspesies
: S. enterica sv typimurium (S. typimurium)
Salmonella thypimurium merupakan bakteri Gram negatif dan
merupakan bakteri anaerob fakultatif. Salmonella merupakan bakteri
tidak berspora, dengan panjang yang bervariasi.
Salmonella tyhpimurium merupakan bakteri patogen, karena dapat
menyerang pada manusia dan hewan mamalia. Salmonella tyhpimurium
menyebabkan penyakit gastroenteritis dan diare hingga menyebabkan
penyakit sistemik (demam tifoid). Untuk penanganannya dapat digunakan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
21
antibiotik kloramfenikol, ciprofloksasin, sefalosporin dan sefotaksim
(Carrica, 2011).
Gambar 6. Salmonella thypimurium perbesaran 1000x (Dokumentasi Pribadi)
2.6
Uji Aktivitas Antimikroba
Antimikroba adalah substansi yang menghambat pertumbuhan atau
membunuh bakteria atau mikroorganisme lain (organisme mikroskopik termasuk
bakteria, virus, jamur, protozoa, dan riketsia) (Kee dkk., 1996). Kegunaan uji
antimikroba adalah diperolehnya suatu sistem pengobatan yang efektif dan
efisien.
Antibiotik dinyatakan sebagai metabolit sekunder mikroorganisme yang
mempunyai massa molekul rendah, sehingga pada konsentrasi rendah dapat
menghambat pertumbuhan mikroorganisme lain (Sudjaji, 2008). Pengukuran
aktivitas antibakteri menggunakan metode difusi dengan menggunakan kertas
cakram.
2.6.1
Metode Difusi
Merupakan metode tes Kirby & Bauer untuk menentukan aktivitas agen
antimikroba. Piringan yang berisi agen antimikroba diletakkan pada media agar
yang telah ditanami mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar
tersebut.
Area
jernih
mengindikasikan
adanya
hambatan
pertumbuhan
mikroorganisme oleh agen antimikroba pada permukaan media agar (Pratiwi,
2008).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
22
2.7
Antibakteri Pembanding
Karakteristik kloramfenikol digunakan sebagai antibakteri pembanding
adalah sebagai berikut (Farmakope Indonesia, 1995) :
1. Rumus bangun :
2. Rumus kimia : C12H12Cl2N2O5
3. Pemerian : hablur halus berbentuk jarum atau lempeng memanjang; putih
hingga putih kelabu atau putih kekuningan; larutan praktis netral terhadap
lakmus P; stabil dalam larutan netral atau larutan agak asam
4. Kelarutan : sukar larut dalam air; mudah larut dalam etanol, dalam
propilen glikol, dalam aseton dan dalam etil asetat
5. Penyimpanan : dalam wadah tertutup rapat
Kloramfenikol merupakan sediaan bakteriostatik alamiah berspektrum
luas golongan amphenicol, yang berasal dari jamur Streptomyces venezuelae dan
sekarang telah dapat dibuat secara sintetik di laboratorium. Kloramfenikol
bersifat bakteriostatis terhadap hampir semua bakteri Gram positif dan sejumlah
bakteri Gram negatif, namun pada konsentrasi tinggi dapat bersifat bakterisid
terhadap bakteri – bakteri tertentu (Ganiswarna, 1995). Kloramfenikol dipakai
untuk pengobatan demam tifoid, infeksi Salmonella atau infeksi lain, dan
meningitis yang resisten terhadap penisilin (Schwartz, 2000).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai bulan Juni 2015 di
Laboratorium Mikrobiologi Pusat Laboratorium Terpadu (PLT), Laboratorium
Farmakognosi dan Fitokimia dan Laboratorium Penelitian I, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3.2
Alat dan Bahan
3.2.1
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : cawan petri
bulat (Petriq), gelas ukur (Pyrex), labu Erlenmeyer (Pyrex), beaker glass (Pyrex),
tabung reaksi (Pyrex), jarum ose, pinset, batang L, pipet mikro (Socorex), tip
biru, tip kuning, tip putih, spatula, jangka sorong (Tricle), kaca objek, cover
glass, kertas label, paper disk 6 mm (Oxoid), autoklaf otomatis (ALP), shaker
(Stuart), vortex (Thermolyne), hot plate stirrer (Heidolph), mikroskop
(Olympus), Laminar Air Flow, inkubator (Memmert), oven (Memmert),
sentrifugasi (Peqlab), pembakar spiritus.
3.2.2
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah daun rambutan
(Nephelium lappaceum). Daun rambutan diperoleh dari kebun depan Kampus
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Jakarta,
Pisangan, Ciputat, Tangerang Selatan pada bulan Februari 2015.
Bakteri uji yang digunakan meliputi bakteri Staphylococcus aureus
ATCC 6538, Bacillus subtilis ATCC 6633, Escherichia coli ATCC 35218 dan
Salmonella thypimurium ATCC 14028. yang diperoleh dari Laboratorium
Mikrobiologi FMIPA UI dan PT DIPA PUSPA.
Medium Nutrient Agar (Merck), medium Mueller-Hinton Agar (Merck),
Nutrient Broth (Merck), alkohol 70%, alkohol 96%, Natrium hipoklorit 5.25%,
aquades, aquades steril, larutan kloroform, larutan amoniak, larutan asam asetat
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
24
anhidrat, larutan NaCl 0.9%, FeCl3, HCl, H2SO4, pereaksi LiebermanBourchardat, pereaksi Dragendorff, pereaksi Mayer, logam magnesium, gentian
violet, larutan lugol, safranin, kertas saring, antibiotik kloramfenikol (Oxoid),
kapas, aluminium foil.
3.2.3
Determinasi Tanaman
Sampel tanaman daun rambutan (Nephelium lappaceum) diidentifikasi di
Herbarium Bogoriense Bidang Botani, Puslit Biologi, LIPI Cibinong.
3.3
Metode Penelitian
3.3.1
Skrining Fitokimia Daun Nephelium lappaceum Segar
a. Pembuatan ekstrak daun segar dan uji saponin
Daun rambutan sebanyak 2 g dibersihkan dengan menggunakan
air. Daun dipotong dengan ukuran sedang atau kecil, dimasukan kedalam
mortar dan tambahkan pasir bersih, lalu disaring dengan menggunakan
kasa. Tambahkan akuades sambil dikocok kuat-kuat selama 1 menit,
saponin positif ditunjukan dengan adanya bisa yang stabil selama 30
menit (Harbone, 1996).
b. Pembuatan ekstrak daun segar dan uji alkaloid
Daun rambutan sebanyak 4 g dibersihkan dengan menggunakan
air. Daun dipotong dengan ukuran kecil, dimasukkan kedalam mortar dan
tambahkan kloroform amoniak 10 ml dan pasir bersih. Campuran
disaring kedalam tabung reaksi dengan diperas menggunakan kain kasa.
Kemudian tambahkan 0.5 mL 1 M H2SO4 dan di homogenkan. Pisahkan
antara lapisan asam (atas) dan lapisan kloroform (bawah). Uji alkaloid
dengan metode Culvenor-Fitzgerald
Lapisan asam (atas) dibagi menjadi 2 tabung reaksi, masingmasing diberikan pereaksi Dragendorff dan pereaksi Mayer. Reaksi
positif apabila menunjukan endapan kuning jingga dengan pereaksi
Dragendorff dan endapan putih dengan pereaksi Mayer.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
25
c. Pembuatan ekstrak daun segar untuk uji terpenoid/steroid, fenolik dan
flavonoid
Daun rambutan sebanyak 2 g dibersihkan dengan menggunakan
air. Daun dipotong dengan ukuran sedang atau kecil, dimasukkan
kedalam mortar dan tambahkan alkohol 80%, saring dengan kain kasa
dan keringkan diatas penangas air. Kemudian lemaknya dihilangkan
dengan pencucian heksan beberapa kali sehingga warna pigmen hilang
atau larutan heksana tidak berwarna lagi.
i.
Terpenoid dan steroid. Tambahkan residu dengan 10 mL
kloroform amoniak dan aduk campuran selama 5 menit, lalu
saring dan tambahkan natrium sulfat anhidrat, dan bagi menjadi
dua tabung reaksi. Masing- masing tabung ditambahkan pereaksi
Liberman-Bourchardat (3 tetes asam asetat anhidrat + 1 tetes
asam sulfat pekat). Hasil positif apabila terbentuk warna merah
merupakan terpenoid dan warna hijau-biru merupakan steroid.
ii.
Fenolik. Tambahkan residu dengan 3 mL pereaksi FeCl3 dan 1
mL larutan H2SO4 pekat. Hasil positif bila terbentuk warna dari
merah-kecoklatan menjadi biru atau lembayung.
iii.
Flavonoid. Tambahkan residu dengan 20 mL alkohol dan
pindahkan masing-masing 10 mL kedalam 2 tabung reaksi.
Masing-masing tabung ditambahkan 0.5 mL asam klorida pekat.
Dilakukan uji dengan pereaksi Willstatter. Pada pereaksi
Willstatter ditambahkan 3-4 butir logam Magnesium (Mg). Bila
terjadi perubahan warna, tambahkan 1 mL amil alkohol, kocok
kuat-kuat dan amati perubahan warna.
d. Pembuatan ekstrak eter untuk uji terpenoid/steroid dan flavonoid
Daun rambutan sebanyak 2 g dibersihkan dengan menggunakan
air. Daun dipotong dengan ukuran sedang atau kecil, dimasukan kedalam
mortar dan tambahkan eter saring dengan kain kasa dan keringkan diatas
penangas air.
i.
Residu ditambahkan asam asetat anhidrat 3 tetes dan H2SO4 pekat
1 tetes. Hasil positif terpenoid bila terbentuk warna oranye, merah
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
26
atau kuning dan positif steroid bila terbentuk warna hijau (Arifin,
2006).
ii.
Residu ditambahkan dengan NaOH pekat, warna akan berubah
menjadi kuning pekat. Bila ditambahkan dengan asam pekat atau
asam lemah, maka warna kuning akan menghilang (Singh, 2013).
e. Pembuatan ekstrak dan uji tanin
Daun rambutan sebanyak 2 g dibersihkan dengan menggunakan
air. Daun dipotong dengan ukuran sedang atau kecil, dimasukan kedalam
mortar dan tambahkan alkohol 80%, saring dengan kain kasa dan
keringkan diatas penangas air. Residu ekstrak dilarutkan dengan 20 mL
air panas, ditambahkan 5 tetes larutan NaCl dan 3 tetes pereaksi ferri
klorida (FeCl3), bagi kedalam 2 tabung reaksi. Hasil positif tanin
terhidrolisa memberikan warna biru atau biru-hitam, sedangkan
kondensasi tanin memberikan warna biru-hijau.
3.3.2
Sterilisasi Alat
Alat yang akan digunakan dicuci terlebih dahulu dan dikeringkan. Alat
kemudian dibungkus dengan kertas pembungkus setelah itu dilakukan sterilisasi.
Sterilisasi dilakukan dengan menggunakan autoklaf selama 15 menit pada 121oC.
3.3.3
Pembuatan Media
3.3.3.1 Nutrient Agar (NA)
NA ditimbang sebanyak 23 g dilarutkan dalam 1 liter aquades. Setelah
semua bahan tercampur, medium dipanaskan hingga larut sempurna, lalu
disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit.
3.3.3.2 Nutrient Broth (NB)
NB ditimbang sebanyak 9 g dilarutkan dalam 1 liter aquades. Bahan
medium dicampur dengan pengadukan dan pemanasan menggunakan hot plate
dan stirrer hingga warna media terlihat bening dan mendidih, kemudian
disterilkan dengan autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
27
3.3.3.3 Mueller-Hinton Agar (MHA)
Serbuk MHA sebanyak 38 g dilarutkan dalam 1 liter aquades, kemudian
dipanaskan sampai mendidih sehingga semuanya larut, kemudian disterilkan
dengan autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit.
3.3.4
Pembuatan Kurva Pertumbuhan Bakteri Uji
Biakan bakteri uji yang telah tumbuh pada agar miring NA ditambahkan
dengan 5 mL NaCl 0.9% steril. Sebanyak 0.1 % suspensi bakteri uji dimasukkan
ke dalam 200 mL NB steril. Spektrofotometer UV-vis diatur dengan panjang
gelombang 600 nm, kuvet dibersihkan kemudian diukur absorban awal NB steril
sebagai kontrol dan NB yang mengandung bakteri pada menit ke-0 (t0). Setelah
absorban awal ditentukan, media NB digojog pada 120 rpm menggunakan
shaker, suhu 27oC. Setiap interval 30 menit dilakukan pengukuran absorban
untuk mendapatkan kurva pertumbuhan. Kurva pertumbuhan diakhiri setelah
melewati fase stastioner.
3.3.5
Isolasi Bakteri Endofit
Daun rambutan dari lokasi pengumpulan segera dicuci dengan
menggunakan air mengalir untuk menghilangkan kotoran yang menempel pada
permukaan daun. Daun selanjutnya dikeringkan dan dimasukan ke kantong
plastik dan dibawa ke Laboratorium Mikrobiologi Pusat Laboratorium Terpadu
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Tahap awal isolasi adalah memotong bagian
daun sepanjang ± 2 cm dan selanjutnya disterilisasi bagian permukaan
menggunakan larutan alkohol 70% selama 1 menit, Natrium hipoklorit 5.25%
selama 5 menit, dan terakhir dengan larutan alkohol 70% selama 30 detik.
Setelah itu sampel daun dibilas dengan air steril 2 kali masing-masing 1 menit
dan ditanam di dalam media agar NA, diletakan pada posisi tertelungkup. Cawan
petri yang sudah mengandung sampel daun diinkubasi dalam inkubator pada
suhu 35oC selama 2-7 hari (Kumala dkk., 2006).
3.3.6
Pemurnian Isolat Bakteri
Pemurnian isolat bakteri menggunakan metode cawan gores (Streak
Plate) untuk mendapatkan koloni yang benar-benar terpisah dari koloni yang
lain. Isolat yang tumbuh diinokulasi menggunakan ose dengan cara digoreskan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
28
pada media NA. Media diinkubasi dalam inkubator pada suhu 37oC selama 24
jam.
3.3.7
Pembuatan Stock Culture dan Working Culture
Pembuatan Stock Culture dan Working Culture dilakukan dengan
menginokulasi koloni tunggal hasil pemurnian ke dalam 2 tabung reaksi. Koloni
yang membentuk satu koloni dan tidak menempel dengan koloni lain dipisahkan
dari isolat majemuk dengan menggunakan ose dan ditanam pada media NA
miring. Media diinkubasi dalam inkubator pada suhu 37oC selama 24 jam. Stock
disimpan pada suhu 4oC dalam lemari pendingin.
3.3.8
Identifikasi Bakteri Endofit
a. Makroskopis
Pengamatan makroskopis dilakukan dengan menggunakan metode streak
plate. Identifikasi secara visual meliputi pengamatan bentuk koloni,
bentuk tepi koloni dan warna koloni.
b. Mikroskopis
i.
Pewarnaan Gram : Identifikasi secara mikroskopis dilakukan dengan
mengamati morfologinya dengan pewarnaan Gram. Isolat pada agar
miring diambil sebanyak satu ose diletakkan di atas kaca objek yang
telah ditetesi dengan NaCl fisiologis. Sebarkan bakteri pada kaca
objek dengan menggunakan ose bulat kemudian dilewatkan di atas api
(difiksasi).
Larutan gentian violet diteteskan diatas preparat yang telah disiapkan
kemudian dibiarkan selama 1 menit. Preparat dicuci dengan akuades.
Kemudian cairan lugol diteteskan pada preparat dan dibiarkan selama
1 menit. Preparat dicuci dengan akuades, Preparat diteteskan dengan
alkohol 96%, digoyang-goyangkan selama 30 detik. Preparat dicuci
dengan akuades. Terakhir, preparat diteteskan dengan safranin dan
dibiarkan selama 1 menit. Preparat dicuci dengan akuades dan
dikeringkan dengan menggunakan tisue. Preparat ditetesi dengan
minyak imersi dan diamati di bawah mikroskop pada perbesaran
1000x.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
29
ii.
Uji Katalase : Pengujian aktivitas enzim katalase dilakukan dengan
cara menginokulasikan satu ose koloni bakteri pada kaca objek,
kemudian ditetesi dengan H2O2 3%. Timbulnya gelembung gas
menunjukan reaksi positif terhadap uji katalase.
3.3.9
Identifikasi Bakteri Uji
Identifikasi
bakteri
uji
secara
mikroskopis
dilakukan
dengan
menggunakan pewarnaan Gram.
3.3.10 Fermentasi Bakteri Endofit
Untuk fermentasi, digunakan isolat yang telah disuspensikan dengan
menggunakan 5 mL NaCl 0.9% steril. Suspensi bakteri endofit sebanyak 0.1%
ditumbuhkan dalam media NB sebanyak 10 mL, lalu digojog dengan kecepatan
170 rpm, pada suhu 27oC, selama 48 jam. Hasil fermentasi disentrifugasi pada
kecepatan 3000 rpm, pada suhu 4oC selama 20 menit untuk memisahkan
supernatan dan biomassa. Supernatan yang diperoleh digunakan sebagai uji
aktivitas antimikroba dan skrining fitokimia (Kumala dkk., 2006).
3.3.11 Uji Fitokimia Isolat Hasil Fermentasi (Adiarti, 2013)
a. Uji terpenoid/steroid
Supernatan dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dicampurkan
kloroform beramoniak kemudian ditambahkan H2SO4 2 N ke dalam
tabung dan dikocok kuat. Campuran didiamkan hingga terbentuk dua
lapisan yaitu lapisan asam (atas) dan lapisan kloroform (bawah). Lapisan
kloroform diletakkan di plat tetes dan dibiarkan menguap lalu
ditambahkan dengan asam asetat anhidrat dan asam sulfat pekat (pereaksi
Lieberman-Burchardat). Apabila terbentuk warna merah menandakan
adanya senyawa terpenoid, dan hijau menandakan steroid.
b. Uji alkaloid
Supernatan dimasukkan ke dalam tabung reaksi, lalu ditambahkan
dengan kloroform. Bagi tabung menjadi dua, dan masing – masing
tabung ditambahkan pereaksi Dragendorff dan pereaksi Mayer. Hasil
dinyatakan positif bila terjadi perubahan warna menjadi jingga setelah
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
30
penambahan pereaksi Dragendorff dan warna putih setelah penambahan
pereaksi Mayer.
c. Uji fenolik
Supernatan diletakkan di atas plat tetes dan ditambahkan larutan
besi (III) klorida. Hasil positif dinyatakan dengan adanya perubahan
warna larutan menjadi biru-hitam.
d. Uji flavonoid
Supernatan
dimasukan
kedalam
tabung
reaksi
kemudian
ditambahkan alkohol 70% dan dipanaskan. Campuran ditambahkan
lempeng logam magnesium dan setetes asam klorida pekat. Hasil positif
mengandung flavonoid bila terjadi perubahan warna larutan menjadi
kuning.
e. Uji saponin
Supernatan
ditambahkan
aquades
dan
dipanaskan
hingga
mendidih. Kemudian larutan dikocok kuat dan apabila terbentuk busa
yang stabil selama 10 menit maka sampel dinyatakan mengandung
saponin.
f. Profil KLT
Fase gerak dibuat campuran alkohol – etil asetat (8:2) dimasukkan
ke dalam chamber dan dibiarkan sampai jenuh. Pada plat KLT ditotolkan
supernatan dan dimasukkan ke dalam chamber, dielusi sampai tanda
batas atas dan dibiarkan sampai kering. Plat diamati pada sinar UV 254
nm dan 366 nm.
3.3.12 Uji Aktivitas Antibakteri
Inokulum bakteri uji (OD600nm ~ 0.1) setara 107 CFU/mL diambil
sebanyak 1 mL, kemudian dituang pada permukaan cawan petri. Kemudian pada
cawan dituangkan media MHA yang masih cair dengan suhu sekitar 45oC –
50oC. Campur antara media dengan suspensi bakteri uji dengan cara cawan
dimiringkan dan diputar. Tunggu hingga media memadat.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
31
Masing-masing supernatan bakteri endofit diserapkan ke cakram steril
sebanyak 20 µl. Kontrol positif yang digunakan pada uji aktivitas antibakteri
yaitu kloramfenikol. Cakram lalu diletakkan pada permukaan media uji. Kontrol
negatif yaitu media steril Nutrient Broth. Sebanyak 20 µl larutan kontrol negatif
diserapkan ke cakram steril. Cakram isolat, kontrol positif, dan kontrol negatif
yang sudah kering diletakkan pada permukaan media uji kemudian diinkubasi
pada suhu 37oC, selama 24 jam. Diamati zona hambat yang terbentuk setelah
inkubasi dan diukur diameter zona hambat yang terbentuk.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Determinasi Daun Rambutan
Dalam penelitian ini dilakukan determinasi tanaman, terutama pada daun
rambutan yang digunakan untuk penelitian isolasi bakteri endofit. Determinasi
tanaman bertujuan untuk memastikan kebenaran tanaman yang digunakan untuk
penelitian.
Dari hasil identifikasi terhadap daun rambutan (Nephelium lappaceum L.)
yang dilakukan di Herbarium Bogoriense Bidang Botani, Puslit Biologi, LIPI
Cibinong, menunjukkan bahwa sampel yang digunakan adalah daun rambutan
(Nephelium lappaceum L.). Hasil determinasi dapat dilihat di Lampiran 1.
4.2 Skrining Fitokimia Daun Nephelium lappaceum L. Segar
Pada penelitian dilakukan skrining fitokimia pada daun segar Nephelium
lappaceum. Untuk melakukan skrining metabolit sekunder pada daun segar,
diperlukan pembuatan ekstrak daun segar, yang dilakukan dengan cara
menghaluskan daun segar menggunakan blender hingga halus lalu ditambahkan
dengan pelarut eter atau alkohol (Gambar 7).
Gambar 7. Daun segar rambutan (Dokumentasi pribadi)
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
33
Tabel 3. Hasil Uji Skrining Metabolit Sekunder Daun Segar
Uji
Pereaksi
Perubahan Warna
Keterangan
Saponin
Ekstrak + akuades 
busa stabil
+
kocok kuat
Alkaloid
Meyer, Dragendorf
Tidak ada endapan
-
Terpenoid/
Residu etanol 80% +
Merah
+
Steroid
kloroform + asam asetat
Kuning kehijauan
+
Abu-abu
-
Residu eter + NaOH
Kuning pekat  warna
+
pekat  kuning pekat +
hilang
anhidrat (3 tetes) + asam
sulfat pekat (1 tetes)
Flavonoid
Residu eter + asam
asetat anhidrat (3 tetes) +
asam sulfat pekat (1
tetes)
Residu alkohol 80% +
etanol + logam Mg +
HCl pekat + amil
alkohol
asam pekat/encer 
warna hilang
Fenolik
Residu alkohol 80% +
Ungu tua
+
Hijau-hitam
+
FeCl3
Tanin
Residu alkohol 80% +
FeCl3 + NaCl
Dari hasil diatas, diketahui bahwa daun Nephelium lappaceum positif
mengandung metabolit sekunder yaitu saponin, terpenoid, steroid, fenolik dan
tannin.
Dari hasil diketahui bahwa pada daun segar positif mengandung saponin.
Pengujian saponin dilakukan dengan cara penambahan akuades pada ekstrak
daun, lalu dikocok kuat-kuat selama 10 detik, hasil postif ditunjukan dengan
adanya busa yang stabil selama 30 menit. Pada penelitian ini, busa yang
dihasilkan stabil selama lebih dari 1 jam.
Pada skrining alkaloid ekstrak daun segar ditambahkan pelarut kloroform,
kemudian ditambahkan dengan H2SO4 pekat, lalu dihomogenkan. Kloroform
berguna dalam memutuskan ikatan antara asam tanin-alkaloid yang terikat secara
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
34
ionik, saat ikatan terputus alkaloid akan bebas lalu diikat oleh H2SO4 pekat dan
asam tanin terikat oleh kloroform. Lapisan asam (atas) dibagi menjadi 2, dan
masing-masing ditambahkan dengan pereaksi Mayer dan Dragendorff. Hasil
menunjukan bahwa ekstrak daun segar tidak mengandung alkaloid
Pada skrining terpenoid/steroid, fenolik dan flavonoid dilakukan proses
penghilangan lemak atau pigmen klorofil dari ekstrak daun segar. Ektrak daun
segar ditambahkan dengan alkohol 80%, lalu dilakukan partisi pelarut-pelarut
dengan menggunakan n-heksan digunakan untuk menghilangkan pigmen warna
klorofil pada daun, akan terlihat 2 lapisan yaitu lapisan n-heksan dan alkohol
hingga n-heksan tidak berwarna lagi (Gambar 8). Residu yang didapat akan
dilanjutkan untuk diuji terpenoid/steroid, fenolik dan flavonoid. Pada uji skrining
terpenoid/steroid
didapatkan
hasil
bahwa
daun
Nephelium
lappaceum
mengandung terpenoid yang dilihat dari adanya warna merah dengan
menggunakan pereaksi Lieberman-Bouchardat.
Pada penelitian Dharmadewi (2014) diketahui bahwa ekstrak metanol 95%
daun rambutan mengandung senyawa steroid, namun pada penelitian didapatkan
hasil bahwa daun rambutan mengandung terpenoid. Maka, dilakukan metode
pengujian lain berdasarkan Arifin (2006), dengan cara daun segar ditambahkan
dengan eter, lalu saring dengan menggunakan kasa. Residu ekstrak daun segar
dikeringkan diatas penangas air, lalu tambahkan 3 tetes asam asetat anhidrat dan 1
tetes asam asetat anhidrat. Hasil positif terpenoid yaitu warna oranye, merah atau
kuning, dan positif steroid yaitu warna hijau. Pada hasil penelitian didapatkan
warna kuning dengan sedikit kehijauan, maka disimpulkan bahwa daun rambutan
mengandung terpenoid/steroid.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
35
Gambar 8. Pembuatan ekstrak etanol daun segar dengan n – heksana
(Dokumentasi pribadi)
Pada uji fenolik, residu yang ditambahkan dengan FeCl3 dan H2SO4 akan
menghasilkan warna biru atau lembayung bila positif mengandung fenolik.
Namun, pada literatur lain disebutkan bahwa untuk menguji fenolik dengan
menambahkan FeCl3 akan menghasilkan warna ungu tua (Kar, 2003) dan
didapatkan hasil warna ungu tua-hitam yang menunjukan daun positif
mengandung fenolik.
Pada uji flavonoid dilakukan uji dengan pereaksi Wilstatter, yang
dilakukan dengan cara residu ditambahkan dengan alkohol, logam magnesium dan
HCl pekat. Bila positif mengandung flavonoid akan menghasilkan warna merah,
kuning dan jingga. Namun, pada pengujian dihasilkan warna hijau pucat (abu-abu
pucat) yang berarti ekstrak daun segar negatif flavonoid. Menurut penelitian
Dharmadewi (2014) dan Maradona (2013), bahwa daun rambutan mempunyai
flavonoid, sedangkan pada hasil penelitian didapatkan hasil negatif pada daun
rambutan. Maka dari itu, dilakukan metode lain untuk pengujian flavonoid. Pada
literatur Farnsworth (1966) diketahui bahwa kandungan flavonoid pada tanaman
segar akan menghilang apabila dilakukan ekstraksi menggunakan metanol atau
alkohol, maka dari pelarut bisa diganti dengan menggunakan petroleum eter.
Untuk pengujian flavonoid dilakukan dengan metode uji NaOH (Audu,
2007). Daun segar yang telah dihancurkan ditambahkan dengan pelarut eter, lalu
disaring dengan menggunakan kasa. Ekstrak daun segar ditambahkan dengan
NaOH dan adanya perubahan warna dari hijau menjadi kuning intens. Lalu
ditambahkan dengan asam encer (CH3COOH), maka didapatkan warna kuning
menghilang. Menurut Cowan (1999) senyawa flavonoid dan terpenoid bisa
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
36
diekstraksi dengan menggunakan eter, karena itu digunakan eter untuk pengujian
ini.
Pada penelitian ini didapatkan hasil daun rambutan segar mengandung
senyawa metabolit sekunder saponin, terpenoid/steroid, flavonoid, fenolik, dan
tanin.
4.3 Isolasi, Pemurnian dan Peremajaan Bakteri Endofit
Sampel yang digunakan sebagai sumber isolat bakteri endofit berasal dari
daun rambutan yang diperoleh dari kebun depan Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri Jakarta, Pisangan, Ciputat, Tangerang
Selatan.
Daun rambutan yang digunakan merupakan daun tua dan daun muda.
Pemilihan berdasarkan letak daun yang dipetik, yaitu daun yang berada diujung
ranting (daun muda) dan daun yang berada di pangkal ranting (daun muda). Daun
yang telah dipetik dicuci dengan menggunakan air mengalir hingga bersih untuk
menghilangkan kotoran yang menempel pada permukaan daun, lalu dilakukan
sterilisasi permukaan untuk menghindari kontaminan atau adanya pertumbuhan
dari bakteri lain yang bukan berasal dari daun rambutan, sehingga pada saat
isolasi didapatkan isolat murni bakteri endofit.
Sterilisasi permukaan daun dilakukan dengan merendam daun kedalam
larutan alkohol 70% selama 1 menit, natrium hipoklorit 5.25% selama 5 menit,
larutan alkohol 70% selama 30 detik, dan terakhir dibilas menggunakan aquades
steril selama 1 menit sebanyak 2 kali. Alkohol dan Natrium hipoklorit yang
digunakan bertujuan untuk dekontaminasi permukaan daun dan merupakan
kombinasi yang sesuai karena alkohol mempunyai spektrum afinitas yang relatif
sempit, sehingga perlu ditambahkan dengan Natrium hipoklorit. Setelah proses
dekontaminasi, daun tersebut dilakukan pembilasan dengan menggunakan
aquades steril, hal ini bertujuan untuk menghilangkan sisa alkohol dan Natrium
hipoklorit yang masih menempel pada daun rambutan yang dapat mengganggu
pertumbuhan bakteri endofit.
Daun steril tersebut kemudian dipotong dengan menggunakan pisau steril
sepanjang 1x1 cm. Daun steril yang sudah dipotong ditanam dengan posisi
menelungkup kearah media Nutrient Agar yang telah padat. Cawan petri yang
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
37
telah berisi daun rambutan kemudian diinkubasi selama 2 – 7 hari pada suhu 35oC
(Gambar 9).
Gambar 9. Isolasi daun rambutan hari ke – 0 (Dokumentasi pribadi)
Sebagai kontrol, digunakan aquades bilasan terakhir dari proses isolasi.
Hal ini dilakukan untuk menguji keefektifan sterilisasi permukaaan. Jika tidak
terdapat kontaminasi pertumbuhan mikroba pada kontrol, maka proses sterilisasi
sudah sempurna.
Setelah proses inkubasi selama 4 hari, bakteri endofit yang tumbuh pada
sekitar daun dimurnikan dengan menggunakan metode streak plate pada media
Nutrient Agar untuk mendapatkan koloni yang terpisah dari koloni yang lain
(Gambar 10).
Gambar 10. Pemurnian isolat bakteri endofit (Dokumentasi pribadi)
Koloni yang terpisah tersebut diinokulasikan ke media NA miring yang
digunakan sebagai Stock Culture dan Working Culture. Dari hasil isolasi
diperoleh sebanyak 4 isolat bakteri endofit dengan kode yaitu, DR1, DR2, DR3
dan DR4 (Lampiran 9).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
38
4.4 Identifikasi Bakteri Endofit
Isolat yang diperoleh, yaitu DR1, DR2, DR3 dan DR4 dilakukan
identifikasi secara makroskospis yaitu karakteristik bentuk koloni dan
mikroskopis dengan cara pewarnaan Gram dan uji Katalase.
Berdasarkan pengamatan yang dilakukan diketahui bahwa isolat DR1,
DR3 merupakan bakteri Gram negatif, bentuk sel kokus dan positif terhadap uji
katalase. Isolat DR2 merupakan bakteri Gram negatif, bentuk sel batang dan
positif terhadap uji katalase, dan isolat DR4 merupakan bakteri Gram positif,
bentuk sel kokus, dan positif terhadap uji katalase yang ditandai dengan adanya
gelembung pada isolat saat ditetesi dengan H2O2 3% (Tabel 4).
Tabel 4. Identifikasi Bakteri Endofit
Morfologi Koloni
Gram
Morfologi Sel
Isolat
Bentuk
Elevasi
Tepi
Warna
Bentuk
Katalase
DR1
Bulat
Konveks
Halus
Putih
Negatif
Kokus
+
DR2
Konsentrik
Rata
Bergelombang
Putih
Negatif
Basil
+
DR3
Bulat
Timbul
Halus
Kuning
Negatif
Kokus
+
DR4
Bulat
Gunung
Halus
Putih
Positif
Kokus
+
Uji katalase digunakan untuk mengetahui adanya enzim katalase pada
isolat. Hasil uji menunjukan bahwa semua isolat mempunyai enzim katalase yang
ditandai dengan adanya gelembung gas. Gelembung gas tersebut berasal dari
penguraian hidrogen peroksida (H2O2) yang terbentuk dari proses respirasi aerob
dan bersifat toksik terhadap bakteri, menjadi air (H2O) dan O2 oleh aktivitas
enzim katalase dari isolat yang tidak bersifat toksik.
4.5 Kurva Pertumbuhan Bakteri Uji
Bakteri uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah bakteri gram positif
(Staphylococcus aureus dan Bacillus subtilis) dan bakteri gram negatif
(Escherichia coli dan Salmonella thypimurium). Tujuan pembuatan kurva
pertumbuhan ini adalah untuk mengetahui fase logaritmik dari masing-masing
bakteri uji. Fase logaritmik merupakan fase yang cocok untuk pengujian
antibakteri, karena pada fase ini mikroorganisme tumbuh dan membelah secara
konstan. Kurva pertumbuhan bakteri uji tersebut dapat dilihat pada Gambar 11.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
39
2.5
2
Absorbansi (OD)
1.5
E. coli
S. thypimurium
1
S. aureus
B. subtilis
0.5
0
0
2
3
4
5
7
9
10 11 13 15 17 19 21
Waktu (Jam)
Gambar 11. Kurva Pertumbuhan Bakteri Uji
Berdasarkan hasil kurva yang didapatkan, diketahui bahwa bakteri Gram
negatif Escherichia coli mengalami fase logaritmik pada jam ke-4 sampai jam ke15. Untuk melakukan uji aktivitas antibakteri, maka E. coli ditumbuhkan sampai
jam ke-4. Sedangkan untuk bakteri Salmonella thypimurium mengalami fase
logaritmik pada jam ke-10 sampai jam ke-15. Untuk melakukan uji aktivitas
antibakteri, maka S.thypimurium ditumbuhkan sampai jam ke-10.
Untuk bakteri Gram positif, yaitu bakteri Staphylococcus aureus
mengalami fase logaritmik pada jam ke-3 sampai jam ke-9. Untuk melakukan uji
aktivitas antibakteri, maka S. aureus ditumbuhkan sampai jam ke-3. Sedangkan
untuk bakteri Bacillus subtilis mengalami fase logaritmik pada jam ke-13 sampai
jam ke-15. Untuk melakukan uji aktivitas antibakteri, maka Bacillus subtilis
ditumbuhkan sampai jam ke-13.
Pembuatan kurva pertumbuhan dilakukan hingga nilai OD600nm (Optical
Density) mencapai 0.08 – 0.1 (Cappucino & Sherman, 2011) atau setara dengan
107 CFU/mL (Martins, 2011).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
40
4.6 Fermentasi Isolat Bakteri Endofit
Untuk mendapatkan hasil fermentasi bakteri endofit, diperlukan proses
fermentasi yang bertujuan untuk memproduksi senyawa antimikroba. Fermentasi
isolat dilakukan dengan cara menggojog menggunakan media Nutrient Broth,
kecepatan 170 rpm, suhu 27oC, selama 48 jam. Fermentasi dengan cara digojog
merupakan metode pemanfaatan medium oleh mikroorganisme yang hasilnya
lebih efisien, mempercepat pertumbuhan isolat, dan pertumbuhan yang dihasilkan
lebih homogen (Rante, 2013). Penggunaan 48 jam untuk fermentasi dikarenakan,
pada 24 jam isolat masih berada dalam fase logaritmik maka kandungan
metabolitnya masih rendah. Sedangkan pada waktu fermentasi 48 jam, isolat
berada pada fase akhir logaritmik dan pada fase ini bakteri menghasilkan
metabolit (Khairani, 2009). Menurut Pratiwi (2008), metabolit sekunder tidak
diproduksi pada saat fase logaritmik, tetapi biasanya disintesis pada akhir siklus
pertumbuhan sel, yaitu pada fase stasioner. Pada fase ini sel mikroorganisme lebih
tahan terhadap keadaan ekstrem, misalnya suhu yang lebih panas atau dingin,
radiasi, bahan – bahan kimia, dan metabolit yang dihasilkannya sendiri (misalnya
antibiotik).
Hasil fermentasi isolat tersebut disentrifugasi pada kecepatan 3000 rpm,
suhu 4oC, selama 20 menit untuk memisahkan supernatan dan biomassa.
Supernatan dipisahkan dengan biomassanya, lalu supernatan yang diperoleh
digunakan untuk uji aktivitas antibakteri dan skrining fitokimia. Pada penelitian
digunakan suhu 4oC pada saat fermentasi yang bertujuan untuk menahan
perubahan zat yang ada didalamnya. Pemisahan supernatan dan biomassa
dikarenakan mikroorganisme dapat mensekresikan metabolit sekunder selama
proses fermentasi ke luar sel yang terdapat pada filtrat atau medium biakan
(Suswandi, 1989 dan Rante, 2013), sehingga setelah disentrifugasi segera
dipisahkan antara supernatan dan biomassa.
4.7 Skrining Fitokimia Bakteri Endofit
Skrining metabolit sekunder dilakukan terhadap supernatan bakteri endofit
isolat DR1, DR2, DR3 dan DR4 yang telah digojog selama 48 jam. Skrining ini
dilakukan untuk mengetahui adanya kesamaan senyawa metabolit sekunder yang
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
41
dihasilkan oleh bakteri endofit, dengan senyawa metabolit sekunder yang
dihasilkan oleh daun segar (Agusta, 2009 dalam Fitriyah, 2013).
Metabolit sekunder merupakan suatu molekul atau produk metabolit yang
dihasilkan oleh proses metabolisme sekunder mikroorganisme dimana produk
metabolit tersebut bukan merupakan kebutuhan pokok mikroorganisme untuk
hidup dan tumbuh. Metabolit sekunder tidak diproduksi pada saat fase logaritmik,
tetapi biasanya disintesis pada akhir siklus pertumbuhan sel, yaitu pada fase
stasioner saat populasi sel tetap (Pratiwi, 2008). Metabolit sekunder pada
mikroorganisme disekresikan ke dalam media biakan (Suwandi,1989), maka dari
supernatan hasil fermentasi digunakan untuk skrining fitokimia.
Dari hasil yang didapat, bahwa dari semua isolat memberikan hasil negatif
terhadap uji terpenoid/steroid, alkaloid, saponin, flavonoid dan tanin (Tabel 5).
Tabel 5. Skrining Fitokimia Metabolit Sekunder Bakteri Endofit
Isolat
Terpenoid/
Alkaloid
Fenolik
Flavonoid
Saponin
Steroid
DR1
-
-
-
-
-
DR2
-
-
-
-
-
DR3
-
-
-
-
-
DR4
-
-
-
-
-
Tidak terdeteksinya metabolit diduga karena dari keempat isolat yang
didapat tersebut memiliki gen yang mengkode pembentukan senyawa metabolit
sekunder, namun tidak terekspresi pada media produksi yang telah digunakan.
Gen tersebut akan muncul apabila diberikan induksi terlebih dahulu, proses
induksi dapat berupa penambahan suatu senyawa prekursor atau penambahan
sejumlah tertentu inokulum isolat pada proses fermentasi (Nofiani, 2009).
Sedangkan dalam penelitian ini, diduga media produksi yang digunakan tidak
dapat memberikan induksi untuk mengekspresikan gen pembentuk senyawa
metabolit, serta penambahan sumber karbon dapat digunakan agar metabolit
sekunder dapat terekspresi.
Dugaan lainnya yaitu tidak adanya proses ekstraksi, pemekatan atau
metabolit yang dihasilkan oleh isolat sangat sedikit pada supernatan, sehingga
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
42
sulit untuk menentukan metabolit sekunder apa yang diekskresikan oleh isolat
sehingga sulit dideteksi dengan penggunaan reagen.
Untuk menguji keberadaan metabolit pada supernatan isolat, maka
dilakukan pengujian menggunakan metode KLT. Pengujian dilakukan dengan
cara mentotolkan supernatan isolat DR1, DR2, DR3 dan DR4 diatas plat KLT,
kemudian dielusi dengan menggunakan pelarut etanol – etil asetat (8:2). Plat KLT
yang sudah dilakukan proses elusi, diamati pada sinar UV biru 254 nm dan sinar
UV hijau 366 nm. Hasil yang diperoleh yaitu adanya noda berpendar pada sinar
UV 254 nm dengan nilai Rf 0.85 pada isolat DR1, dan nilai Rf 0.75 pada isolat
DR2, DR3 dan DR4 (Gambar 12). Dengan adanya noda berpendar tersebut,
diduga bahwa keempat isolat mempunyai suatu metabolit, namun belum bisa
ditentukan senyawa apa yang terkandung didalamnya. Spot yang terlihat pada plat
KLT memiliki polaritas yang tinggi karena eluen yang digunakan adalah pelarut
etanol yang bersifat polar.
Spot hasil KLT
(a)
(b)
Gambar 13. Hasil KLT Ekstrak Kasar Bakteri Endofit (a) Hasil monitor
dengan sinar UV pada panjang gelombang 254 nm (b) Hasil monitor
dengan sinar UV pada panjang gelombang 366 nm.
Keterangan Gambar : (1) DR1 (2) DR2 (3) DR3 (4) DR4
4.8 Uji Aktivitas Antibakteri
Uji aktivitas antibakteri dilakukan pada isolat bakteri endofit terhadap
bakteri Escherichia coli, Salmonella thypimurium, Bacillus subtilis, dan
Staphylococcus aureus menggunakan metode dilusi agar. Keuntungan dari
penggunaan metode dilusi adalah satu konsentrasi agen antimikroba yang diuji
dapat digunakan untuk menguji beberapa mikroba uji (Pratiwi, 2008).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43
Untuk pengujian aktivitas antibakteri digunakan hasil fermentasi yang
telah digojog selama 48 jam. Pada pengujian, isolat dan media fermentasi steril
diserapkan pada kertas cakram steril sebanyak 20 µL. Kontrol positif yang
digunakan adalah antibiotik Kloramfenikol 30 µg, sedangkan kontrol negatif yang
digunakan adalah media NB steril. Kertas cakram yang telah diserapkan, lalu
dibiarkan kering dibawah sinar UV selama kurang lebih 30 menit. Kertas cakram
yang telah kering lalu diletakkan diatas media agar yang sudah berisi bakteri uji,
lalu diinkubasi pada suhu 35oC. Hasil diameter zona hambat bakteri endofit dapat
dilihat pada Tabel 6. Penyinaran sinar UV pada cakram yang telah di serapkan
media hasil fermentasi dikarenakan, pada hasil fermentasi tidak dilakukan proses
penyaringan menggunakan milipore, sehingga dikhawatirkan isolat tumbuh diatas
agar.
Tabel 6. Zona Hambat Bakteri Endofit terhadap Bakteri Uji
Rata-rata diameter zona hambat (mm)
Uji
E. coli
S. thypimurium
S. aureus
B. subtilis
DR1
7.9
7.1
7.1
8.0
DR2
7.6
6.8
7.0
7.7
DR3
7.6
7.0
-
7.9
DR4
7.5
7.0
7.0
8.3
Kloramfenikol
9.5
16.1
16.5
9.4
Kontrol negatif
-
-
-
-
Hasil penelitian menunjukan bahwa isolat yaitu DR1, DR2, dan DR4
memiliki aktivitas penghambatan terhadap semua bakteri uji. Sedangkan pada
isolat
DR3
tidak
memiliki
aktivitas
penghambatan
terhadap
bakteri
Staphylococcus aureus (Lampiran 12).
Menurut Davis Stout (1971) dalam Hardiningtyas (2009), zona hambat
dengan diameter 20 mm atau lebih memiliki potensi antibakteri sangat kuat, zona
hambat dengan diameter 10-20 mm memiliki potensi antibakteri kuat, zona
hambat dengan diameter 5-10 mm memiliki potensi antibakteri sedang, dan zona
hambat dengan diameter 5 mm atau kurang memiliki potensi antibakteri lemah.
Pada hasil uji aktivitas antibakteri isolat DR1 memberikan diameter zona
hambat sebesar 7.9 mm terhadap bakteri E.coli, 7.1 mm terhadap bakteri
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
44
S.thypimurium dan S.aureus dan 8.0 mm terhadap bakteri B. subtilis. Hal ini
menunjukan bahwa isolat DR1 mempunyai potensi antibakteri yang sedang.
Pada hasil uji aktivitas antibakteri isolat DR2 memberikan diameter zona
hambat sebesar 7.6 mm terhadap bakteri E. coli, 6.8 mm terhadap bakteri
S.typimurium, 7.0 mm terhadap bakteri S.aureus dan 7.7 mm terhadap bakteri
B.subtilis. Hal ini menunjukan bahwa isolat DR2 mempunyai potensi antibakteri
yang sedang.
Pada hasil uji aktivitas antibakteri isolat DR3 memberikan diameter zona
hambat sebesar 7.6 mm terhadap bakteri E.coli, 6.8 mm terhadap bakteri
S.thypimurium, dan 7.6 mm terhadap bakteri B.subtilis. Hal ini menunjukan
bahwa isolat DR3 mempunyai potensi antibakteri yang sedang. Isolat DR3 tidak
memberikan zona hambat terhadap bakteri Staphylococcus aureus, hal ini
dikarenakan bakteri S.aureus merupakan bakteri Gram positif yang memiliki
peptidoglikan pada dinding sel yang lebih tinggi dibandingkan dengan Gram
negatif, sehingga senyawa dari bakteri endofit sulit masuk ke dalam sel bakteri
(Pelczar dan Chan, 1986).
Pada hasil uji aktivitas antibakteri isolat DR4 memberikan diameter zona
hambat sebesar 7.5 mm terhadap bakteri E.coli, 7.0 mm terhadap bakteri
S.typhimurium dan S.aureus dan 8.3 mm terhadap bakteri B.subtilis. Pada hasil
terlihat bahwa isolat DR4 memberikan zona hambat yang cukup besar, bila
dibandingkan dengan isolat lain. Hal ini menunjukan bahwa isolat DR4
mempunyai potensi antibakteri yang sedang.
Dari data diameter zona hambat pada bakteri Gram negatif dan Gram
positif memberikan hasil yang berbeda-beda. Bakteri B.subtilis dan S. aureus
merupakan bakteri Gram negatif, namun memiliki diameter zona hambat yang
berbeda, hal ini dikarenakan komposisi protein pada permukaan sel S. aureus
dapat berubah secara dramatis tergantung pada kondisi pertumbuhan dan
kebutuhan sel bakteri (Pollack dan Neuhaus, 1994 dalam Silhavy, 2010). Selain
itu, adanya perbedaan struktur peptidoglikan khususnya perbedaan crosslink
peptida pada rantai glikan. Pada S.aureus mempunyai beberapa crosslink peptida
dengan beberapa asam amino, sedangkan pada B.subtilis tidak (Silhavy, 2010),
hal ini yang menyebabkan hasil fermentasi bakteri endofit lebih mudah masuk ke
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
45
dalam sel bakteri dan memberikan zona hambat yang lebih besar pada bakteri
B.subtilis. Crosslink peptida ini serupa pada struktur sel bakteri E. coli, yang
berdampak pada perbedaan zona hambat pada bakteri Gram negatif.
Bakteri endofit juga memberikan zona hambat yang berbeda antara bakteri
Gram positif dan Gram negatif. Hal ini kemungkinan disebabkan oleh adanya
perbedaan struktur dan komposisi pada dinding sel masing-masing bakteri Gram.
Pada bakteri Gram negatif, kandungan peptidoglikan lebih sedikit dibandingkan
dengan bakteri Gram positif, dan kandungan lipid yang lebih tinggi dibandingkan
dengan Gram positif yang dapat memperbesar permeabilitas dinding sel (Pelczar
dan Chan, 1986).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Bakteri endofit yang di isolasi dari daun rambutan Nephelium lappaceum
L. sebanyak 4 isolat, dengan kode DR1, DR2, DR3, dan DR4
2. Isolat DR1, DR2, DR3 dan DR4 memberikan hasil negatif terhadap uji
terpenoid/steroid, alkaloid, fenolik, flavonoid, saponin.
3. Daun segar Nephelium lappaceum L. mempunyai senyawa metabolit
sekunder saponin, terpenoid, flavonoid, fenolik dan tanin.
4. Uji aktivitas antibakteri isolat DR1, DR2, dan DR4 menggunakan metode
difusi cakram menunjukan aktif terhadap bakteri Escherichia coli,
Salmonella thypimurium, Staphylococcus aureus dan Bacillus subtilis.
Sedangkan isolat DR3 aktif terhadap bakteri Escherichia coli, Salmonella
thypimurium, dan Bacillus subtilis.
5.2 Saran
Dari hasil penelitian yang telah diperoleh maka disarankan untuk
melakukan penelitian lebih lanjut mengenai identifikasi dan cara ekstraksi isolat
bakteri endofit, sehingga senyawa metabolit sekunder yang terkandung
didalamnya dapat terekspresi.
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Adiarti, Retno. 2013. Aktivitas Bakteri Endofit Batang Mangrove Avicenna
marina Sebagai Penghasil Antibiotik. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan. Universitas Padjadjaran. Jatinangor.
Anonim. 2012. Modul Teknik Fermentasi Departemen Kimia ITB.
http://akademik.che.itb.ac.id/labtek/wp-content/uploads/2012/05/fer-teknikfermentasi.pdf.1 Juni 2015, pk 04.00
Arenas, MGH, Daniel NA, Maria TMD, Daniel TO, Cristian ND, Nestor BM.
2010. Characterization of Rambutan (Nephelium lappaceum) Fruits From
Outstanding Mexican Selections.
Audu, S.A., Ilyas M, Haruna AK. 2007. Phytochemical Screening of The Leaves
of Lophira lanceolata (Ochanaceae). Life Science Journal 4(4)
Bacon, C.W and M.R. Siegel. 1990. Isolation of Biotechnological Organisms
from Nature. Mc Graw-Hill Environtment Biotechnology Series. US. Hlm :
259-279.
Bacon, C.W. 1985. A Chemical Defined Medium for The Growth and Synthetis
of Ergot Alkaloids by the Spesies of Balansia. Mycologia 77 : 418-423.
Barbara J. E. S., and Christine J. C. B. 2006. What are Endophytes. In Microbial
Root Endophytes (Eds: Thomas N. Sieber). Springer-Verlag, Berlin.
Berg, C. Howard. 2004. E. coli in motion. Amerika : Springer
Cappucino, James G. 1999. Microbiology : A Laboratory Manual, Fifth Edition.
California : Benjamin Cummings.
Cappucino, JG dan Sherman N. 2011. Microbiology a Laboratory Manual, Ed 9.
San Francisco : Benjamin Cummings.
Carrica, Mariela C, Patricio O.C, Victor A.G, Andes A, Eleonora G, Fernando
A.G, Silvio L.C. 2011. YqiC of Salmonella enterica serovar Typhimurium is
a Membrane Fusogenic Protein Required for Mice Colonization. BMC
Microbiology 11(95)
Croteau, R., Kutchan, T.M. and Lewis, N.G. 2000. Natural products (secondary
metabolites. In B.B. Buchannan, W. Gruissem and R.L. Jones (eds),
Biochemistry and Molecular Biology of Plant. American Society of Plant
Physiologists, Rockville, MD. Hlm : 1250–1318.
Crozier, Alan., Jaganath, Indu B., Clifford, Michael N. 2006. Phenol, Polyphenols
and Tannins : An Overview. In : Plant Secondary Metabolites : Occurrence,
Structure and Role in Human Diet. Blackwell Publishing
Dalimartha, Setiawan. 2003. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia Jilid 3. Jakarta :
Trubus Agriwidya.
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
48
Dewick, P.M. 2002. Medicinal Natural Products: A Biosynthetic Approach, 2nd
ed. Chichester : JohnWiley and Sons
Fansworth, Norman R. 1966. Biological and Phytochemical Screening of Plants.
Journal of Pharmaceutical Sciences. 55(3).
Forester, H. 2006. American Journal Clinical Nutrition 103(15) : 66-71
Freeman-Cook, Lisa., Freeman-Cook, Kevin. 2005. Deadly Diseases and
Epidemics Staphylococcus aureus Infection. Amerika : Chelsea House
Publishers.
Ganiswarna, V.H.S. 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi ke-4. Jakarta: Bagian
Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Guo B., J. Dai, S. Ng, Y. Huang, C. Leong, W.Ong, and BK. Carte. (2000).
Cytonic acid A and B, novel tridepside inhibitor of hCMV protease from the
endophytic fungus Cytonaena sp. J.Nat.Prod 63 : 602-604.
Harborne, J.B. 1996. Metode Fitokimia. Penerjemah: Padmawinata, K. dan I.
Sudiro. Bandung: ITB Press.
Hung, PQ., K, Annapurna. 2004. Isolation and characterization of endophytic
bacteria in soybean (GLYCINE sp.). Omonrice 12 : 92-101.
Indrawati, Ni Luh., Razimin. 2013. Bawang Dayak Si Umbi Ajaib Penakluk
Aneka Penyakit. Jakarta : Agromedia Pustaka
Jauhari, Lendra Tantowi. 2010. Seleksi dan Identifikasi Kapang Endofit Penghasil
Antimikroba Penghambat Pertumbuhan Mikroba Patogen. Skripsi. Fakultas
Sains dan Teknologi. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta
Jones, William P., Kinghorn, A. Douglas. 2012. Extraction of Plant Secondary
Metabolites. Methods in Biotechnology, Natural Product Isolation, 2nd ed
20
Kalie, M.B. 1994. Budidaya Rambutan Varietas Unggul. Yogyakarta : Penerbit
Kanisius.
Kar, Ashutosh. 2003. Pharmacognosy and Pharmacobiotechnology (RevisedExpanded Second Edition. New Delhi : New Age International (P) Limited
Publisher.
Kee, Joyce L., Hayes, Evelyn R. 1996. Farmakologi : Pendekatan Proses
Keperawatan. Jakarta : EGC
Khairani, Gustin. 2009. Isolasi dan Uji Kemampuan Bakteri Endofit Penghasil
Hormon IAA (Indole Acetic Acid) dari Akar Tanaman Jagung (Zea mays
L.). Skripsi. Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera Utara. Medan.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
49
Korsten, L., Cook, N. 1996. Optimizing Culturing Condition for Bacillus subtilis.
South African Avocado Growers’ Assosiaciation Yearbook 19 : 54-58.
Kumala, S., Fransisca S, Priyo W. 2006. Aktivitas Antimikroba Metabolit
Bioaktif Mikroba Endofitik Tanaman Trengguli (Casska fistula L.). Jurnal
Farmasi Indonesia 3(2) : 97 – 102
Lim, T.K. 2013. Edible Medicinal and Non – Medicinal Plants, Volume 6, Fruits.
New York : Springer.
Lu H., WX. Zou, JC. Meng, J. Hu, and RX Tan. 2000. New Bioactive metabolites
produced by Colletotrichum sp., an endophytic fungus in Artemisia annua.
Plant Sci 151 : 76-73
Makkar, H.P.S, Siddhuraju P, Becker K. 2007. Saponin. In : Methods in
Molecular Biology, Plant Secondary Metabolites 393
Maradona, Doni. 2013. Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Durian
(Durio zibenthinus L), Daun Lengkeng (Dinocarpus longan Lour), dan Daun
Rambutan (Nephelium lappaceum L) Terhadap Bakteri Staphylococcus
aureus ATCC 25925 dan Escherichia coli ATCC 25922. Skripsi. Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan. UIN Syarif Hidayatullah. Jakarta
McSweeney, C.S., Makkar, H.P.S., dan Reed, J.D. 2003. Modification of rumen
fermentation to reduce adverse effects of phytochemicals. In: Proceedings
of the Sixth International Symposium on the Nutrition of Herbivores,
Mannetje, L.’t, Ramirez-Aviles, L., Sandoval-Castro, C., and Ku-Vera, J.C.,
(eds.). Mexico. Hlm : 239–270.
Mohammad, N.S., Milow, P. and Ong, H.C. 2012. Traditional Medicinal Plants
Used by the Kensiu Tribe of LubukUlu Legong, Kedah, Malaysia. Ethno.
Med 6 : 149-153.
Muhtadi, A., Rini H, Resmi M. 2013. Pharmacological Screening of Various
Indonesian Herbals Potentially Used As Antidiabetic. Pharmaceutical and
Applied 3(2) : 90 – 95.
Nursanty, Risa., Suhartono. 2012. Isolasi, Karakterisasi dan Uji Antimikroba
Bakteri Endofit Asal Tumbuhan Johat (Cassia siamea Lamk.). Jurnal
Ilmiah Pendidikan Biologi, Biologi Edukasi Universitas Syiah Kuala 4(1)
Palanisamy, U.D., Ling, L.T., Manaharan, T. dan Appleton, D. 2011. Rapid
isolation of geranin from Nephelium lappaceum rind waste and its antihyperglycemic activity. Food Chemistry 127 : 21–27.
Parija, Subhash Chandra. 2009. Textbook of Microbiology & Immunology. India :
Elsevier
Patel, Jay M. 2008. A Review of Potential Health Benefits of Flavonoids.
Lethbridge Undergraduate Research Journal 3(2).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
50
Radji, M. 2005. Peranan Bioteknologi dan Mikroba Endofit dalam Pengembangan
Obat. Majalah Ilmu Kefarmasian 2(3) : 113 – 126
Rante, Herlina., Burnahudin T, Soendaria Intan. 2013. Isolasi Fungi Endofit
Penghasil Senyawa Antimikroba dari Daun Cabai Katokkon (Capsicum
annuum L. var. chinensis) dan Profil KLT Bioautografi. Majalah Farmasi
dan Farmakologi 17(2) : 39 – 46.
Rodoles, B., V. Salmeron, M.V. Martinez-Toledo dan J. Gonzalez-Lopez. 1993.
Production of vitamins by Azospirillum brazilense in chemically-defined
media. Plant and Soil 153: 97-101.
Rukmana, Rahmat., Oesman, Yuyun Yuniarsih. 2002. Rambutan Komoditas
Unggul dan Prospek Agribisnis. Yogyakarta : Kanisius
Schuier, M., Sies H., Illek B. 2005. Cocoa-Related Flavonoids Inhibit CFTRMediated Chloride Transport Across T84 Human Colon Epithelia. J Nutr
135 : 2320-2325
Schwartz, Seymour I. 2000. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah Edisi ke 6.
Jakarta : EGC
Sidker, Md.Al Amin, Tasnuva S, AFM Mustafizur, Rahman, Mohammad RH,
Mohammad SR, Mohammad AR. 2013. Screening of Four Medicinal Plants
of Bangladesh for Bioactivities. Journal of Pharmacy and Science 12(1) :
59-62
Silhavy, Thomas J., Daniel, K dan Suzanne, W. 2010. The Bacterial Cell
Envelope. Cold Spring Harbor Perspectives in Biology. Artikel.
Singh, Kh. Lemino., G.C. Bag. 2013. Phytochemical Analysis And Determination
of Total Phenolics Content in Water Extracts of Three Species of
Hedychium. International Journal of PharmTech Research 5(4) : 15161521.
Strobel GA., RV. Miller, C. Miller, M. Condron, DB. Teplow, and WM. Hess.
1999. Cryptocandin, a potent antimycotic from endo phytic fungus
Cryptosporiopsis quercina. Microbiology 145 : 1919-1926.
Strobel, GA., E. Ford. J. Woapong, JK. Harper, AM. Arif, DM. Grant, PCW.
Fung, and K. Chan. 2002. Isopestacin, an isobenzopuranone from
Pestalotiopsis microspora, possessing antifungal and antioxidant activities.
Pytochemistry 60 : 179-183.
Strobel.G & B.Daisy. 2003. Bioprospecting for Microbial Endophytes and Their
Natural Products. Microbiology and Molecular Biology Reviews. Microbiol
67 : 491-502
Sudjadi. 2008. Bioteknologi Kesehatan. Kanisius : Yogyakarta
Suwandi, Usman. 1989. Mikroorganisme Penghasil Antibiotik. Cermin Dunia
Kedokteran 58
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
51
Tan, RX dan WX Zou. 2001. Endophytes : a rich source of functional metabolites.
Nat Prod.Rep 18 : 448-459
Tarabily, K, A. H. Nassar, K. Sivasithamparam. 2003. Promotion of Plant Growth
By An Auxin-Producing Isolat of The Yeast Williopsis Saturnus Endophytic
In Maize Roots. The Sixth U.A E University Research Conference. Hlm :
60-69
Tindall, H.D. 1994. Rambutan cultivation. Roma : FAO. Page 163
Tisnadjaja, Djadjat. 2006. Bebas Kolesterol dan Demam Berdarah dengan
Angkak. Niaga Swadaya : Jakarta
Zhang,B., G.salituro, D.Szalkowski, Z. Li, Y. Zhang, I. Royo, D. Vilella, M. Dez,
F. Pelaes, C. Ruby, RL. Kendall, X. Mao, P. Griffin, J. Calaycay, JR.
Zierath, JV. Heck, RG. Smith, and DE. Moller. 1999. Discovery af small
molecule insulin mimetic with antidiabetic activity in mice. Journal of
Science 284: 974-981.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
LAMPIRAN
Lampiran 1. Determinasi Daun Rambutan
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
53
Lampiran 2. Skema Kerja Penelitian
Skrining Fitokimia
Daun Rambutan Segar
Determinasi
Sterilisasi Permukaan Daun Rambutan
Isolasi Bakteri Endofit
Pemurnian dan Peremajaan Isolat
-
Pembuatan Stock Culture dan
Working Culture
Identifikasi Bakteri Endofit
-
Makroskopis
-
Mikroskopis
Fermentasi
Skrining Fitokimia dan Uji Aktivitas
Antibakteri
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
54
Lampiran 3. Sterilisasi Permukaan Daun
Daun
Rambutan
Alkohol
70%
1 menit
Cuci
Bersih
NaOCl
5.25 %
5 menit
Alkohol
70%
30 detik
Akudes
steril
1 menit
Daun
Akudes
steril
1 menit
Kontrol
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
55
Lampiran 4. Pemurnian dan Identifikasi Isolat
Metode Streak
Stock
Makroskopis
- Bentuk koloni
- Bentuk tepi koloni
- Warna koloni
Mikroskopis
- Pewarnaan Gram
- Uji katalase
Stock Isolat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
56
Lampiran 5. Fermentasi Bakteri Endofit
Media NB
Isolat
Sentrifugasi 3000 rpm,
20 menit, 4oC
digojog 170 rpm, 27oC, 48 jam
Supernatan
Uji Aktivitas
Skrining Fitokimia
Antibakteri
Reagen
KLT
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
57
Lampiran 6. Uji Aktivitas Antibakteri
NaCl 0.9%
5 mL
0.1 % suspensi
bakteri
digojog 120 rpm, 27oC
Media
NB
Bakteri uji
E. coli
S. thypimurium
S. aureus
B. subtilis
4 jam
10 jam
3 jam
13 jam
1 ml suspensi
bakteri
Supernatan
Metode
Pour Plate
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
58
Lampiran 7. Hasil Isolasi Bakteri Endofit Pada Daun Rambutan
Hari ke – 1
Hari ke – 7
Hari Ke – 7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
59
Lampiran 8. Hasil Pemurnian Isolat Bakteri Endofit
DR1
DR2
DR3
DR4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
60
Lampiran 9. Skrining Fitokimia Daun Segar
(a)
Kontrol
Saponin
(b)
Alkaloid
Tanin
Hasil : Positif
Hasil : Negatif
Hasil : Positif
Busa Stabil
(a) Dragendorff
Hitam-hijau
(b) Meyer
(a)
Fenolik
(b)
Terpenoid/Steroid
(a)
(b)
Flavonoid
Hasil : Positif
Hasil : Positif
Hasil : Positif
Ungu tua
(a) Merah (bawah)
(a) Abu-abu
(b) Kuning-kehijauan
(b) Warna hilang
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
61
Lampiran 10. Uji Katalase Isolat
Gambar
Keterangan
DR1
+
DR2
+
DR3
+
DR4
+
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
62
Lampiran 11. Uji Aktivitas Antibakteri
Uji
(c)
Keterangan
Escherichia coli
(b)
(a) DR1
(a)
(d)
(b) DR2
(c) DR3
(d) DR4
(-) Media steril
(-)
(+) Kloramfenikol
(+)
(c)
Salmonella thypimurium
(b)
(a) DR1
(d)
(a)
(b) DR2
(c) DR3
(d) DR4
(-) Media steril
(-)
(+) Kloramfenikol
(+)
(b)
Staphylococcus aureus
(c)
(a) DR1
(a)
(b) DR2
(d)
(c) DR3
(d) DR4
(-) Media steril
(+) Kloramfenikol
(+)
(-)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
63
(c)
Bacillus subtilis
(b)
(a) DR1
(a)
(d)
(b) DR2
(c) DR3
(d) DR4
(-) Media steril
(-)
(+)
(+) Kloramfenikol
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
64
Lampiran 12. Identifikasi Isolat Bakteri Endofit
Isolat
DR1
Pewarnaan Gram
Keterangan
Pewarnaan Gram : Gram negatif
Bentuk Sel : Kokus
Skala : Perbesaran 1000x
DR2
Pewarnaan Gram : Gram negatif
Bentuk Sel : Batang
Skala : Perbesaran 1000x
DR3
Pewarnaan Gram : Gram negatif
Bentuk Sel : Kokus
Skala : Perbesaran 1000x
DR4
Pewarnaan Gram : Gram positif
Bentuk Sel : Kokus
Skala : Perbesaran 1000x
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
65
Lampiran 13. Identifikasi Bakteri Uji
No.
1.
Bakteri
Keterangan
Bakteri : Staphylococcus aureus
Pewarnaan Gram : Gram positif
Bentuk Sel : kokus
2.
Bakteri : Bacillus subtilis
Pewarnaan Gram : Gram positif
Bentuk Sel : basil
3.
Bakteri : Escherichia coli
Pewarnaan Gram : Gram negatif
Bentuk Sel : kokus
4.
Bakteri : Salmonella thypimurium
Pewarnaan Gram : Gram negatif
Bentuk Sel : basil
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
66
Lampiran 14. Karakteristik Koloni Bakteri Pada Media Agar
Sumber : Cappucino (1998)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Download