SAMBUTAN MENTERI AGAMA RI PADA PELETAKAN BATU PERTAMA PEMBANGUNAN GEDUNG FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN (FKIK) UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA TANGGAL 15 JANUARI 2009 Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Yth. 1. 2. 3. Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; Pimpinan/Perwakilan Japan Bank of International Co-operation (JBIC); Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) 4. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta; Hadirin dan undangan yang berbahagia, Pertama-tama, marilah kita panjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT, karena hanya dengan izin-Nya, pada hari ini, kita dapat menghadiri acara Peletakan batu pertama pembangunan sebuah gedung Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta perlu kita maknai sebagai peletakan fondasi berpikir dan landasan pijak untuk memulai langkah-langkah besar dan merealisasikan gagasangagasan brilian demi pembangunan dan kesejahteraan umat dan warga negara. Dalam konteks dimana aspek kesehatan dan pendidikan menjadi indikator penting bagi Indeks Pembangunan Manusia, maka pembangunan gedung Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta memiliki peran signifikan bagi kemajuan dan keberhasilan pembangunan Indonesia. Pembangunan gedung Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan di lembaga pendidikan tinggi Islam semacam UIN memiliki makna ganda sekaligus: penyiapan sumberdaya manusia di bidang kesehatan yang memiliki integritas keilmuan dan keislaman tinggi, dan penyediaan layanan kesehatan berkualitas bagi masyarakat. Kedudukan UIN Syarif Hidayatullah yang memperoleh mandat lebih luas (IAIN with wider mandate) harus menunjukkan ciri khas dan citra diri sebagai lembaga pendidikan tinggi Islam, yang berbeda atau membedakan dirinya dengan universitas-universitas lainnya. Pembedaan ini bukan pada wadag, tampilan fisik, atau perubahan nomenklatur, tetapi pada performance academic dan keunggulan kompetitif (competitive advantage) apa yang hendak ditawarkan oleh UIN dengan membuka fakultas-fakultas umum seperti kedokteran ini. Karena bagaimanapun keberadaan UIN tidak akan lepas dari akar kulturalnya sebagai lembaga pendidikan tinggi Islam. Pada saat IAIN bertransformasi menjadi UIN banyak kalangan mempertanyakan atau meragukan apakah UIN akan mampu menjaga identitas kulturalnya atau larut dan berubah haluan. Apalagi label "Islam" yang disematkan pada nama lembaga seolah mendistorsi perguruan tinggi selain UIN tidak islami. Gejala fakultas umum lebih dominan di UIN dibanding fakultas agama juga merupakan perkembangan yang tidak menggembirakan bagi dunia pendidikan Islam. Lebih-lebih fakultas umum sudah ditangani oleh universitas-universitas besar seperti UI, UGM, ITB, IPB, Unibraw, Unair, Unhas, dan lain-lain yang tersebar di Indonesia. Semua pertanyaan dan keraguan masyarakat itu harus dijawab oleh UIN dengan mengedepankan platform yang strategic, visi yang jelas, dan capaian yang terukur, serta menonjolkan academic excellence sebagai perguruan tinggi Islam ternama. Cita-cita untuk menjadi research university, the world class university hanya akan menjadi kenyataan jika dibarengi dengan kerja-kerja besar sebagai bagian dari ‘amal shalih dan perwujudan iman kepada Allah SWT. Hadirin dan Hadirat yang berbahagia, Saya sepakat dan sangat mendukung bahwa Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) perlu meningkatkan mutu dan menawarkan keunggulan kompetitif. Tetapi saya cenderung tidak sepaham jika dalam upaya peningkatan dan pengembangan tersebut harus melalui perubahan kelembagaan. Wider mandate yang diberikan kepada UIN adalah salah satu solusi. Dengan kata lain, status kelembagaan atau perubahan nomenklatur adalah salah satu instrumen, bukan satu-satunya. Peningkatan kualitas tidak selalu ekuivalen dengan perubahan status lembaga. Kualitas adalah ranah kognitif yang perlu diturunkan menjadi ranah implementatif dan obyektif. Apa bangganya kebesaran universitas jika diukur bukan dengan kualitas? Kesan perguruan tinggi sebagai menara gading harus dihilangkan. Perguruan tinggi harus hadir di tengah masyarakat untuk memberikan solusi terhadap masalah yang dihadapi masyarakat, bukan menambah deretan masalah yang sudah membebani masyarakat. Saya senang mendengar rencana FKIK UIN Syarif Hidayatullah mengorientasikan lembaganya untuk melayani dan meningkatkan taraf hidup masyarakat Muslim pedesaan dan luar Pulau Jawa. Dengan membuka akses dan kesempatan bagi masyarakat pedesaan dan luar Pulau Jawa untuk mendapatkan pendidikan di bidang kesehatan dan layanan kesehatan yang standar, FKIK UIN telah berpijak pada jalan yang benar (shirot al-mustaqim). Seperti kita ketahui, disparitas antara wilayah perkotaan dan pedesaan di Indonesia masih sangat lebar. Penduduk desa kurang memiliki akses dan kesempatan memperoleh pendidikan dan layanan kesehatan yang memadai dibandingkan dengan kemudahan dan ketersediaan fasilitas pendidikan dan kesehatan yang diperoleh saudara mereka di perkotaan. Kondisi yang kurang adil ini harus menggugah UIN untuk tanggap dan memberikan respon yang tepat sebagai bagian dari kontribusi nyata terhadap peningkatan indeks pembangunan manusia Indonesia. Hadiri dan Hadirat yang berbahagia, Sejak awal berdirinya, perguruan tinggi Islam (IAIN, PTAIS) adalah satu-satunya saluran mobilitas sosial paling penting bagi anak-anak Muslim dari madrasah dan pesantren, yang rata-rata berasal dari pedesaan. Melalui jenjang pendidikan tinggi yang tersedia secara terbatas saat itu, IAIN telah menjadi katalisator bagi tumbuhnya kelas menengah santri yang berasal dari berbagai lapis sosial. Kini, setelah menjadi UIN, posisi sebagai mediating role (peran mediasi) harus tetap dilakukan untuk mendorong gerak mobilitas kaum santri dan anak-anak Muslim pedesaan secara lebih terencana dan berkesinambungan. Maka kerjasama yang dikembangkan UIN dengan madrasah dan pesantren yang mayoritas ada di pedesaan dan wilayahwilayah pinggiran kota akan sangat strategis untuk dua tujuan sekaligus mendorong mobilitas sosial dan, setelah mereka lulus, mengembalikan mereka ke 'habitat asli'nya di desa. Jika strategi ini bisa dilaksanakan secara maksimal maka akan memiliki dampak yang luar biasa bagi pembangunan masyarakat desa berbasis nilai-nilai keislaman. Itulah tanggungjawab moral yang selalu melekat pada jati diri perguruan tinggi Islam. Bahwa setiap lulusan PTAI harus menjadi teladan dalam pelaksanaan dan penerapan nilai-nilai Islam. Mandat pembekalan ilmu-ilmu umum seperti kedokteran terhadap mahasiswa, tidak boleh melupakan keharusan memperbaiki sisi moralitas. Nilai-nilai keislaman yang diintegrasikan dengan aspek-aspek keilmuan seperti dicita-citakan UIN akan menjadi nilai tambah bagi para lulusannya. Jika niat mulia itu terwujud, umat Islam dan bangsa Indonesia boleh berbangga memiliki UIN. Hadirin dan Hadirat yang berbahagia, Demikian beberapa hal yang dapat saya kemukakan pada kesempatan ini. Akhirnya dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim, dengan ini Peletakan Batu Pertama Pembangunan Gedung Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan dapat dimulai untuk dilaksanakan. Semoga Allah SWT memberkahi usaha kita semua. Amin. Waffaqonallahu Waiyyakum. Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh. Ciputat, Januari 2009 Menteri Agama RI ttd Muhammad M. Basyuni