BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan Persoalan kekerasan

advertisement
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Persoalan kekerasan seksual anak yang marak terjadi di kawasan
Yogyakarta memberikan alarm bagi masyarakat untuk melakukan pencegahan,
baik bagi wilayah yang sudah terkena maupun masih bersih dari kasus kekerasan
seksual anak. Hal ini menjadi penting dilakukan agar kasus tidak semakin
merebak. Menjadi wilayah yang bersih dari kekerasan seksual anak bukan berarti
bebas dari ancamannya, terlebih jika wilayah terdekat sudah terkena kasus. Kasus
KSA merambat secara perlahan dan tidak menutup kemungkinan melewati
wilayah-wilayah yang masih bersih dari kekerasan seksual anak, untuk itu
optimalisasi pencegahan di wilayah yang bersih dari kekerasan seksual anak juga
perlu dilakukan khususnya di kalangan keluarga.
―Katakan Tidak pda kekerasan seksual anak‖ tidaklah cukup ditanamnkan
pada anak jika tidak dibarengi dengan peningkatan pengetahuan dan pemahaman
orang tua maupun anak itu sendiri terhadap kekerasan seksual anak yang terjadi.
Dalam suatu jurnal dengan judul “Just Say No” May Not Be Enough to Prevent
Sexual Abuse karya Dorothi Sang mengatakan bahwa sanya pengetahuan yang
dimiliki orang tua dan disampaikan kepada anak-anak meraka cenderung
pemahaman yang belum lengkap. Misalnya memberikan pengarahan kepada anak
untuk tidak mudah dekat dengan orang yang tidak dikenal agar terhindar dari
kekerasan seksual pada anak. Bentuk pengarahan ini dapat dikatakan tidak salah,
115
namun kurang tepat. Ini dikarenakan banyak kasus kekerasan seksual anak terjadi
dengan pelaku justeru orang-orang yang sudah memiliki kedekatan dengan anak.
Anak belum dikenalkan bahwa pelaku tidak hanya berasal dari orang yang asing,
tetapi juga bisa berasal di sekitar lingkungan mereka. Kasus serupa terjadi pada
orang tua Prenggan dimana belum samua pengetahuan tentang kekerasan seksual
anak tersampaikan dengan cara yang benar atau bahkan hanya sekedar
tersampaikan. Artinya perlu adanya pembaharuan pengetahuan pada orang tua
terkait kekerasan seksual anak dan juga dorongan pada orang tua untuk
menyampaikan pemahaman tersebut pada anak secara kontekstual. Sehingga
orang tua dan anak dapat sama-sama memiliki bekal untuk mencegah terjadinya
kekerasan seksual anak.
Pada era modern saat ini begitu banyak cara untuk memperoleh
pengetahuan terlebih tentang kekerasan seksual pada anak melalui teknologi
berupa internet. Namun sayangnya hanya 25% responden yang secara aktif
mencari informasi diluar pemberitaan media cetak dan elektronik terkait kasus
kekerasan seksual, untuk memperkaya pengetahuannya tentang kekerasan seksual
pada anak. Masih terlihat kurangnya kesadaran orang tua di Prenggan untuk
secara aktif mencari informasi tentang kekerasan seksual pada anak. Implikasinya
kemudian hanya 62% atau 62 responden yang dapat melakukan pencegahan
kekerasan seksual pada anaknya.
Selain pengetahuan, proses interaksi menjadi modal dari tindakan
pencegahan kekerasan seksual anak dalam keluarga. Interaksi tersebut
memunculkan dorongan-dorongan yang mempengaruhi akan berlangsungnya atau
116
tidak tindakan tersebut. Dorongan tindakan pencegahan cenderung dilakukan
dengan melihat pertimbangan antara faktor keinginan, keyakinan dan kesempatan.
Keinginan ini timbul dikala maraknya pemberitaan tentang kasus kekerasan
seksual pada anak. Namun meskipun demikian tindakan pencegahan bisa saja
tetap tidak dilakukan oleh orang tua di Prenggan ketika muncul keyakinankeyakian lain atau juga belum adanya kesempatan dalam melakukan.
Keyakinan lain yang dimaksud adalah keyakinan yang bertentangan
dengan
keyakinan
melakukan
pencegahan
seperti
masih
yakin
bahwa
membicarakan kekerasan seksual adalah sesuatu hal yang tabu. Selain itu ada pula
keyakinan akan kondisi masyarakat yang masih aman sehingga tidak perlu
melakukan pencegahan saat ini, kecuali persoalan tersebut sudah mengenai
wilayahnya. Disamping keyakinan, kesempatan dalam melakukan tindakan
pencegahan juga menjadi penting karena berbicara peluang dalam melakukan
tindakan. Seperti yang telah dipaparkan dalam pembahasan bahwa terdapat tiga
peluang yang terlihat saat orang tua di wilayah Prenggan melakukan tindakan
pencegahan. Pertama, kesiapan anak dalam menerima informasi tentang
pencegahan. Kedua, ketersedian waktu berkomunikasi dengan anak dan ketiga,
kecakapan orang tua dalam menyampaikan model pencegahan.
Masyarakat Prenggan merupakan sebuah entitas masyarakat yang hidup
dengan berpijak pada agama dan sistem hidup tradisional. Tonnies (1998) tentang
Gemeinschaft dan Gesselschaft mengatakan bahwa tindakan-tindakan yang
terlibat dalam komunitas tradisional, desa-desa, dan lokalitas luar kota dimotivasi
oleh sebuah spirit tradisionalisme. Ia dibangun dengan solidaritas yang mengikat
dan menyatukan masyarakat dengan erat sehingga menjadi kelompok sosial yang
117
kohesif dan konsesnsual (Scott:2012). Sama halnya dengan masyarakat Prenggan
yang juga masih melestarikan pola hidup tradisional ini. Artinya dalam
menanggulangi persoalan yang terjadi wilayah, masyarakat akan mengambil
langkah untuk musyawarah dan kemudian menciptakan nilai-nilai yang akan
menjadi konsensus bersama. Salah satunya dalam merespon maraknya kasus
kekerasan seksual pada anak tersebut.
Melihat Prenggan merupakan kawasan yang juga agamis dseperti yang
telah diungkapkan maka strategi pencegahan kekerasan seksual yang juga nampak
adalah dengan menggunakan pendekatan religi. Selain itu strategi lain seperti
menggunakan pendekatan sosial, digital parenting dan juga pendidikan seks.
Penelitian ini melihat bahwa terdapat mekanisme sosial yang secara tidak
langsung diciptakan oleh masyarakat Prenggan dengan tujuan menciptakan
wilayah yang aman dan kondusif bagi tumbuh kembang anak. Dengan kata lain
sekaligus menciptakan kawasan yang bebas dari kekerasan seksual anak.
Mekanisme ini muncul melalui antar orang tua, anak dan seluruh elemen
masyarakat sebagai aktor utama maupun aktor pendorng yang sama-sama
melakukan tindakan pencegahan meskipun dengan cara yang berbeda. Keluarga
tidak dapat melakukan pencegehan sendiri mengingat anak nantinya tidak hanya
hidup di lingkungan keluarga melainkan juga lingkungan sosial masyarakatnya.
Oleh sebab itu mekanisme sosial yang berlangsung pada masyarakat Prenggan
dapat membantu orang tua dalam melakukan tindakan pencegahan kekerasan
seksual anak tersebut.
Dalam konteks studi masyarakat Prenggan ini, keluarga yang dalam hal ini
orang tua ada yang sudah melakukan dan belum melakukan tindakan pencegahan
118
kekerasan seksual pada anak. Namun, keberadaan mekanisme sosial yang
dibangun melalui nilai-nilai sosial kemasyarakatan secara tidak langsung
memberikan implikasi yang positif pada perlindungan anak. Semua aktor yang
berperan sama-sama menginginkan memiliki kawasan yang aman dan nyaman.
Hal inilh yang kemudian memicu timbulnya komitmen bersama yang tanpa
disadari memunculkan mekanisme dalam bentuk aturan-aturan yang juga
sekaligus sebagai upaya pencegahan. Adanya ketimpangan informasi terkait
pencegahan kekerasan seksual anak pada orang tua Prenggan diatasi dengan ruang
interaksi yang diperankan oleh pengurus RW dan juga beberapa gugus tugas
kampung ramah anak. Sehingga pencegahan kekerasan seksual anak dapat tetap
berlangsung meskipun tidak sepenuhnya dilakukan orang tua, melainkan dengan
bantuan mekanisme sosial yang berbasis pada nilai-nilai masyarakat Prenggan.
5.2 Catatan Kritis
Dalam penelitian ini peneliti menyadari bahwa masih ada variabel-variabel
lain yang dapat mempengaruhi pencegahan kekerasan seksual pada anak dan
belum teruji dan terbahas dalam penelitian ini. Oleh sebab itu, bagi peneliti
selanjutnya bisa melengkapi kajian mengenai pencegahan kekerasan seksual ini
dengan mempertimbangkan variabel lain. Selain itu kondisi wilayah juga dapat
mempengaruhi model pencegahan dalam keluarga. Sehingga penting pula kiranya
melakukan penelitian yang sama dalam konteks wilayah yang berbeda.
Catatan berikutnya peneliti sampaikan pada pemerintah untuk dapat
mengurangi ketimpangan informasi pencegahan seperti yang ada di wilayah
Prenggan. Hal ini dapat dilakukan dengan mengubah pemahaman masyarakat
119
tentang makna pencegahan itu sendiri. Di samping itu, perlu adanya acuan yang
disampaikan pada masyarakat dalam melakukan tindakan pencegahan kekerasan
seksual pada anak. Ini perlu dilakukan untuk mengatasi perbedaan artikulasi yang
sudah dijelaskan dalam menanggapi maraknya kasus kekerasan seksual pada
anak. Dengan demikian optimalisasi pencegahan kekerasan seksual anak melalui
pendekatan dalam keluarga dapat berjalan seiring dengan nilai-nilai sosial yang
ada di lingkungan masyarakat.
120
Download