draft - Komunitas AIDS Indonesia

advertisement
KATA SAMBUTAN
DIREKTUR JENDERAL PEMASYARAKATAN
DEPARTEMEN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI
Syukur Alhamdulillah kita panjatkan ke hadirat ALLAH SWT. Karena dengan izinNya,
maka buku Perencanaan Strategik Penanggulangan TB di Lapas/Rutan seluruh Indonesia
dapat terbit dalam rangka peningkatan usaha pemberian pelayanan kesehatan terutama TB.
Buku ini juga sebagai bentuk manifestasi tindak lanjut dari Keputusan Bersama Menteri
Kehakiman dengan Menteri Kesehatan Republik Indonesia : No. M.01-M.01.06 tahun 1987
dan, No.65/Menkes/SKB/II/1987 tentang pembinaan upaya kesehatan masyarakat di
Lembaga Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara yang kemudian diteruskan dengan
Nota Kesepahaman antara Direktur Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM
dan Direktur Jenderal PPM&PL Departemen Kesehatan tentang peningkatan upaya
penanggulangan TB di Lapas/Rutan.
Dengan buku Perencanaan strategik penanggulangan TB ini diharapkan pula kasus-kasus
penyakit menular terutama TB di Lapas/Rutan dapat tertangani dengan baik dan terarah
sehingga tahanan, narapidana dapat menjalani masa pembinaannya sebagai Warga Binaan
Pemasyarakatan tanpa rasa takut akan minimnya pelayanan kesehatan dan ancaman penyakit.
Dengan terbitnya buku ini, saya atas nama pribadi dan Institusi menyampaikan terima kasih
kepada tim penyusun yang telah berusaha tanpa pamrih meluangkan waktu, tenaga dan
pikiran hingga akhirnya lahirlah buku Strategik Penanggulangan TB di Lapas/Rutan.
Semoga ALLAH SWT memberkahi segala usaha kita, amin.
Jakarta, Agustus 2007
Direktur Jenderal Pemasyarakatan
Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI
Drs. Untung Sugiono, Bc.IP, MM
NIP. 040029108
i
Sambutan
Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
Sebagaimana kita ketahui bahwa program penanggulangan Tuberkulosis dengan strategi
Directly Observed Treatment Shortcourse (DOTS) dimulai sejak 1995. Saat ini strategi
DOTS telah diimplementasikan di seluruh puskesmas, RS dan beberapa LAPAS dan
RUTAN secara bertahap.
Implementasi Strategi DOTS di UPK LAPAS dan RUTAN yang mempunyai karakteristik
khusus, yaitu tertutup dari masyarakat luar dan pelayanan kesehatan yang belum optimal.
Sehingga ekspansi Strategi DOTS ke UPK LAPAS dan RUTAN merupakan langkah yang
strategis dalam upaya memperluas akses masyarakat termasuk narapidana/tahanan untuk
mendapatkan pelayanan dalam penanggulangan Tuberkulosis .
Pelaksanaan strategi DOTS di UPK LAPAS dan RUTAN yang lebih intensif dimulai dengan
penandatanganan nota kesepahaman antara Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan
Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan RI dengan
Direktur Jenderal
Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM RI. Sebagai pedoman operasionalnya adalah
telah dibuatnya buku ”Strategi Penanggulangan Tuberkulosis pada Lembaga
Pemasyarakatan dan Rumah Tahanan Negara di Indonesia” ini.
Pada kesempatan ini, saya menyampaikan penghargaan dan terimakasih kepada tim yang
telah menyelesaikan pembuatan buku ini dan harapan saya buku ini dapat menjadi pedoman
semua pihak khususnya jajaran Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan
HAM RI untuk melaksanakan penanggulangan Tuberkulosis dengan strategi DOTS secara
konsekuen dan konsisten di lingkungan LAPAS dan RUTAN termasuk masyarakat
sekitarnya.
Terimakasih. Selamat Bekerja.
Jakarta, Agustus 2007
Direktur Jenderal
Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
dr. I Nyoman Kandun, MPH
ii
Daftar Kontributor
1. Paulus Sugeng, Bc.IP, SH, MH (Ditjen Pemasyarakatan)
2. Drs. Mashudi, BcIP, MAP(Ditjen Pemasyarakatan)
3. Drs. Dzulhaqqilmubin, Msi (Kadivpas NAS)
4. Drs. Muhammad Sueb, Bc.IP, SH, MH (Kadivpas Sumbar)
5. Dra. Sri Dwiyarti, MH (Ditjen Pemasyarakatan)
6. Dr. Hendra Salim (Ditjen Pemasyarakatan)
7. Dr. Danial Rasyid, MMR (Ditjen Pemasyarakatan)
8. Dr. Carmelia Basri, M.Epid, SH (Subdit TB)
9. Sudarman Sumrah, SKM, MM (Subdit TB)
10. Dr. Endang Lukitosari (Subdit TB)
11. Surjana, SKM (Subdit TB)
12. Dr. Asik Surya, MPPM (Subdit AIDS & PMS)
13. Drg. Juzi R. Krisnawan (Rutan Klas IIA Jakarta Timur)
14. Henry Puteranto (FHI/ASA)
15. Dr. Atiek Anartati, MPH & TM (FHI/ASA)
16. Yakub Gunawan (Partisan Club)
17. Cecep Slamet Budiono, SKM, MPH (KNCV)
18. Dr. Muhammad Hatta (KNCV)
iii
DAFTAR ISI
Sambutan Direktur Jenderal Pemasyarakatan
Sambutan Direktur Jenderal PP & PL
BAB I
BAB II
BAB III
BAB IV
BAB V
BAB VI
Daftar kontributor
Daftar isi
Kata Pengantar
Pendahuluan
A. Latar belakang
B. Maksud dan tujuan
C. Landasan hukum
D. Pengertian
Tugas pokok, fungsi dan struktur organisasi Direktorat
Jenderal Pemasyarakatan
A. Gambaran umum Direktorat Jenderal Pemasyaraktan
B. Tugas pokok, fungsi dan struktur organisasi Direktorat
Bina Perawatan
C. Gambaran umum LAPAS dan RUTAN di Indonesia
D. Pelayanan kesehatan di LAPAS dan RUTAN
E. Mekanisme pelayanan kesehatan di LAPAS dan RUTAN
Tuberkulosis dan penanggulangannya
A. Masalah TB
B. Upaya penanggulangan TB di Indonesia
C. TB di LAPAS dan RUTAN
i
Ii
iii
iv
vi
Analisa situasi pelaksanaan penanggulangan TB di LAPAS
dan RUTAN
A. Kekuatan
B. Kelemahan
C. Peluang
D. Tantangan
Strategi penanggulangan TB di LAPAS dan RUTAN
A. Visi
B. Misi
C. Tujuan
D. Target
E. Strategi
Kegiatan
iv
BAB VII
Pemantauan dan Evaluasi program TB di LAPAS dan RUTAN
BAB VIII
Penutup
Lampiran 1
Lampiran 2
Lampiran 3
Lampiran 3.1
Lampiran 3.2
Lampiran 4
Lampiran 4.1
Lampiran 4.2
Lampiran 5
Daftar Pustaka
Rencana operasional pengembangan jejaring antara LAPAS
dan RUTAN dengan program TB Nasional
Format rencana kerja
Jejaring penegakan diagnosis antara LAPAS dan RUTAN
dengan Program TB setempat (Dinas Kesehatan Propinsi,
Dinas Kesehatan Kab/Kota, Puskesmas)
LAPAS dan RUTAN yang tidak mempunyai fasilitas
laboratorium
LAPAS dan RUTAN yang mempunyai fasilitas laboratorium
Sistem rujukan
Sistem Rujukan LAPAS dan RUTAN dengan Puskesmas
Sistem Rujukan antar LAPAS dan RUTAN
Alur Sistem Informasi
v
KATA PENGANTAR
Program Penanggulangan TB di LAPAS dan RUTAN merupakan bagian dalam Program
Nasional TB yang terintegrasi dengan pelayanan kesehatan di LAPAS dan RUTAN.
Kesepahaman antara Ditjen Pemasyarakatan yang bertanggungjawab terhadap pelayanan
kesehatan di LAPAS dan RUTAN dan Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan yang bertanggung jawab terhadap program TB Nasional, sangat diperlukan
dalam implementasi program penanggulangan TB di LAPAS dan RUTAN.
Penanggulangan TB di LAPAS dan RUTAN perlu mendapat perhatian karena TB tidak
mengenal batasan-batasan yang dibuat oleh manusia seperti tingginya dinding LAPAS dan
RUTAN dan status sosial masyarakat. Kondisi di dalam LAPAS dan RUTAN mempermudah
penyebaran TB dan menyebabkan LAPAS dan RUTAN menjadi reservoir dari penyakit
tersebut. Tingginya kasus TB di LAPAS dan RUTAN mempunyai dampak yang sangat
penting terhadap TB di masyarakat umum. Penanggulangan TB di LAPAS dan RUTAN
harus dilakukan secara menyeluruh dan terintegrasi untuk meningkatkan kesehatan di dalam
dan di luar LAPAS dan RUTAN yang pelaksanaannya harus berkoordinasi dengan program
AIDS di LAPAS dan RUTAN dan program-program kesehatan yang lainnya.
Pemerintah mempunyai kewajiban untuk membina narapidana/tahanan supaya menjadi lebih
baik kehidupannya dengan salah satu kewajiban menyediakan akses pelayanan kesehatan
yang sesuai dengan standar pelayanan minimal dalam hal ini akses terhadap pelayanan
diagnosis yang bermutu dan pengobatan TB yang efektif. Walaupun perhatian kepada pasien
TB di LAPAS dan RUTAN sudah mulai berjalan di beberapa LAPAS dan RUTAN di
Indonesia dan diperkuat dengan Nota Kesepahaman antara Dirjen Pemasyarakatan dengan
Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan tentang
penanggulangan TB di LAPAS dan RUTAN, namun strategi yang efektif yang dapat
digunakan dalam mengefektifkan pelaksanaan penanggulangan TB Strategi DOTS dengan
setting LAPAS dan RUTAN di Indonesia sangat dibutuhkan. Kebijakan sistem pelayanan
kesehatan di LAPAS dan RUTAN diperlukan untuk menjamin kesinambungan dan
peningkatan kepedulian terhadap kualitas pelayanan kesehatan dalam LAPAS dan RUTAN.
Buku ini disusun berdasarkan situasi dan pengalaman di lapangan termasuk hambatan dalam
peningkatan program penanggulangan TB di LAPAS dan RUTAN untuk digunakan oleh
semua pihak yang berkaitan. Tentu saja masih banyak tantangan yang harus dihadapi dalam
pengembangan dan pelaksanaan program TB di Rutan/Lapas. Untuk itu, diperlukan
pemantauan dan evaluasi yang baik dan terus-menerus untuk mendapatkan informasi yang
lebih jelas sehingga dapat diambil tindakan perbaikan yang lebih tepat dan nyata di masa
mendatang.
Tim Penyusun
vi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 1992 tentang kesehatan, pengertian
kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang memungkinkan setiap
orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi. Dari makna tersebut dapat dijelaskan
bahwa pembangunan kesehatan pada dasarnya menyangkut segala segi kehidupan
masyarakat dan berlangsung pada setiap individu, tak terkecuali mereka yang sedang
menjalani hukuman tahanan di dalam LAPAS dan RUTAN. Tahanan, narapidana dan anak
didik Pemasyarakatan adalah anggota masyarakat yang mempunyai hak yang sama dengan
anggota masyarakat lainnya untuk mendapatkan derajat kesehatan yang optimal. Salah satu
aspek penting yang memerlukan perhatian yaitu keadaan kesehatan baik fisik, mental
maupun sosial. Perlakuan dan pelayanan kesehatan pada tahanan, narapidana atau anak didik
Pemasyarakatan dapat dipakai sebagai salah satu tolok ukur keberhasilan pembangunan di
bidang hukum baik secara nasional ataupun internasional.
Hasil laporan data kesehatan tahun 2006 yang diterima Ditjen Pemasyarakatan menunjukkan
10 besar penyakit di LAPAS dan RUTAN yaitu:
1. Penyakit kulit
2. Infeksi saluran nafas
3. Penyakit gangguan saluran cerna
4. Gejala dan penyakit TB
5. Penyakit THT
6. Penyakit Mata
7. Rheumatoid Arthritis atau penyakit gangguan sendi lainnya
8. Kasus-kasus gangguan jiwa dan kepribadian
9. Hepatitis
10. Malaria
Hasil penelitian menunjukkan bahwa prevalensi TB pada Narapidana dan Tahanan 7,5 kali
lebih besar dari populasi umum. Tingginya prevalensi dan meningkatnya epidemi HIV
memunculkan tantangan baru, sebagaimana yang terjadi di negara lain.
Kondisi LAPAS dan RUTAN yang over kapasitas dengan sarana, prasarana, lingkungan dan
sanitasi yang kurang memadai merupakan tantangan untuk penanggulangan TB yang efektif.
Diperlukan penanggulangan TB dengan strategi DOTS. Penemuan dan penyembuhan pasien
TB menular, secara bermakna akan dapat menurunkan kesakitan dan kematian akibat TB,
penularan TB di LAPAS dan RUTAN dan sekaligus merupakan kegiatan pencegahan
penularan TB yang paling efektif.
Untuk mendapatkan hasil yang optimal dirasa sangat penting untuk membangun kerjasama
dengan instansi terkait antara lain dengan Departemen Kesehatan, Pemerintah Daerah
setempat, maupun Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) serta pihak swasta.
vii
B. Maksud dan Tujuan.
Buku strategi penanggulangan TB di LAPAS dan RUTAN ini dibuat dengan maksud untuk
mengefektifkan pelaksanaan penanggulangan TB dengan strategi DOTS di LAPAS dan
RUTAN dan menjadi pegangan oleh semua institusi yang terkait program ini baik di jajaran
Departemen Hukum dan HAM maupun di jajaran Departemen Kesehatan, dengan tujuan
agar pelaksanaannya sesuai standar Program Penanggulangan TB Nasional.
C. Landasan Hukum
1. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan;
2. Undang-undang Nomor 12 tahun 1995 tentang Pemasyarakatan;
3. Undang-undang Nomor 39 tahun 1999 tentang HAM;
4. Peraturan Pemerintah RI Nomor 32 tahun 1999 tentang Syarat dan Tatacara
Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan;
5. Peraturan Pemerintah RI Nomor 57 tahun 1999 tentang Kerjasama Penyelenggaraan
Pembinaan dan Pembimbingan Warga Binaan Pemasyarakatan;
6. Peraturan Pemerintah RI Nomor 58 tahun 1999 tentang Syarat-syarat dan Tata Cara
Pelaksanaan, Wewenang, Tugas dan Tanggung Jawab Perawatan Tahanan;
7. Keputusan Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI Nomor: M.04-PR.07.10
Tahun 2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Kehakiman dan Hak Asasi
Manusia RI;
8. Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor: M.01-PR.07.03 Tahun 1985 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Lapas;
9. Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor: M.04-PR.07.03 Tahun 1985 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Rutan dan RUPBASAN;
10. Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor: M.02-PK.04.10 Tahun 1990 tentang Pola
Pembinaan Narapidana/Tahanan;
11. Keputusan Bersama Menteri Kehakiman RI Nomor: M.01-UM.01.06 Tahun 1987,
Nomor: 65/Menkes/SKB/II/1987 tentang Pembinaan Upaya Kesehatan Masyarakat di
Rutan dan Lapas;
12. Keputusan Direktur Jenderal Pemasyarakatan No. E.22.PR.08.03 Tahun 2001 Tentang
Prosedur Tetap Pelaksanaan Tugas Pemasyarakatan;
13. Nota Kesepahaman Dirjen Pemasyarakatan, Departemen Kehakiman dan HAM RI dan
Dirjen PPM&PL Departemen Kesehatan RI nomor: E.36.UM.06.07 tahun 2004 tentang
Peningkatan Upaya Penanggulangan TB di LAPAS dan RUTAN Cabang Rutan di
Seluruh Wilayah Indonesia.
D. Pengertian
1. Lembaga Pemasyarakatan, selanjutnya disebut LAPAS adalah tempat untuk
melaksanakan pembinaan narapidana dan anak didik pemasyarakatan.
2. Rumah Tahanan Negara, selanjutnya disebut RUTAN adalah unit pelaksana teknis
tempat tersangka dan terdakwa ditahan selama proses penyidikan, penuntutan dan
pemeriksaan di sidang pengadilan.
3. Narapidana adalah terpidana yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di LAPAS.
4. Tahanan adalah tersangka atau terdakwa yang ditempatkan di RUTAN untuk
kepentingan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan.
viii
5. Program Nasional Penanggulangan TB adalah upaya penanggulangan tuberkulosis
dengan pendekatan kemitraan secara nasional.
6. UPK adalah Unit Pelayanan Kesehatan misalnya Puskesmas, RS Pemerintah, RS
Swasta, Poliklinik dll.
7. AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) adalah kumpulan gejala penyakit
(sindroma) yang mengindikasikan menurunnya kekebalan tubuh yang disebabkan oleh
HIV.
8. HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah virus penyebab AIDS. HIV terdapat
di dalam cairan tubuh seseorang yang telah terinfeksi seperti di dalam darah, air mani
atau cairan vagina, serta ibu yang sedang menyusui.
9. MDR-TB (Multi Drug Resistance-Tuberculosis) adalah kekebalan obat ganda;
10. VCT (Voluntary Counselling and Testing) adalah gabungan dua kegiatan yaitu
konseling dan tes HIV secara sukarela ke dalam satu jaringan pelayanan agar lebih
menguntungkan baik bagi pihak klien maupun bagi pemberi pelayanan kesehatan;
11. PMO (Pengawas Menelan Obat) adalah orang yang mengawasi pasien tuberkulosis
saat menelan obat anti tuberkulosis.
ix
BAB II
TUGAS POKOK, FUNGSI DAN STRUKTUR ORGANISASI
DIREKTORAT JENDERAL PEMASYARAKATAN
A. Gambaran Umum Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
1. Tugas
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan di bawah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan serta
standarisasi teknis di bidang Pemasyarakatan.
2. Fungsi
Dalam melaksanakan tugas-tugas tersebut Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
menyelenggarakan fungsi:
a. Penyiapan perumusan kebijakan Departemen di bidang pemasyarakatan, perawatan
tahanan dan pengelolaan benda sitaan negara.
b. Pelaksanaan kebijakan di bidang pemasyarakatan, perawatan tahanan dan pengelolaan
benda sitaan negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
c. Perumusan standar, norma, pedoman, kriteria dan prosedur di bidang pemasyarakatan,
perawatan tahanan dan pengelolaan benda sitaan negara.
d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi.
e. Pelaksanaan urusan administrasi di lingkungan Direktorat Jenderal.
f. Pemberian perijinan dan penyiapan standar teknis di bidang pembinaan dan
pembimbingan warga binaan pemasyarakatan, perawatan tahanan dan pengelolaan benda
sitaan negara.
g. Pengamanan teknis atas pelaksanaan tugas di bidang pembinaan dan pembimbingan
warga binaan pemasyarakatan, perawatan tahanan dan pengelolaan benda sitaan negara.
h. Pembinaan di bidang perawatan kesehatan, pelayanan sosial, bimbingan hukum dan
kemitraan bagi tahanan dan warga binaan pemasyarakatan khusus narkotika.
x
Bagan 1. Struktur organisasi Direktorat Jenderal Pemasyarakatan berdasarkan surat
keputusan Menteri Kehakiman dan HAM RI No.M.01.PR-PR.07.10 Tahun 2004.
Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan
Sekretaris
Ditjen Pas
DIREKTORAT
Bina Latihan
Kerja & Produksi
Subdit
Bimbingan
Latker
DIREKTORAT
DIREKTORAT
DIREKTORAT
DIREKTORAT
DIREKTORAT
Bina Registrasi
dan Statistik
Bina Perawatan
Bina Khusus
Narkotik
Bina Bimbingan
Kemasyarakatan
Bina Keamanan
dan Tata Tertib
Subdit
Registrasi
Subdit
Pengawasan
Kesehatan dan
Makanan
Subdit Perawatan
Kesehatan
Subdit
Pembimbingan
Subdit
Kerjasama &
pengembangan
Subdit
Kemitraan
Subdit Pembinaan
Subdit
Penempatan &
Mutasi
Subdit
Kegiatan
Kerja
Subdit
Sidik Jari
Subdit
Produksi
Subdit Tenaga
Kerja
Subdit Statistik
& Dokumen
Subdit Sarana &
Evaluasi
Subdit Basan &
Baran
Subdit Sarana
Subdit Pendidikan
Subdit
Bimbingan
Hukum
Subdit Pelayanan
Sosial
Subdit Pelayanan &
Bimbingan
Subdit
Pengembangan
Teknis Petugas
Pengamanan
Subdit
pengawasan &
Pengendalian
B. Tugas pokok, fungsi dan struktur organisasi Direktorat Bina Perawatan.
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan di bawah Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia
Republik Indonesia mempunyai tugas merumuskan dan melaksanakan kebijakan serta
standarisasi teknis di bidang Pemasyarakatan. Salah satu tugas Direktorat Jenderal
Pemasyarakatan adalah menangani masalah perawatan kesehatan penghuni LAPAS dan
RUTAN, yang secara teknis dilaksanakan oleh Direktorat Bina Perawatan.
1. Tugas
Melaksanakan sebagian tugas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan di bidang perawatan
kesehatan dan makanan, perlengkapan tahanan, warga binaan pemasyarakatan, pengelolaan
benda sitaan negara dan barang rampasan negara serta sarana dan evaluasi perawatan
berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pemasyarakatan.
2. Fungsi
Untuk melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Bina Perawatan menyelenggarakan fungsi:
a. Penyiapan penyusunan rencana kebijakan dan pembinaan teknis, perawatan kesehatan
dan makanan, tahanan dan warga binaan.
xi
b. Penyiapan penyusunan rencana kebijakan dan pembinaan teknis pengelolaan
perawatan benda sitaan negara dan berang rampasan negara.
c. Penyiapan penyusunan rencana kebijakan, pembinaan dan pelaksanaan teknis sarana
dan evaluasi perawatan tahanan, warga binaan pemasyarakatan serta benda sitaan
negara dan barang rampasan negara.
d. Pelaksanaan urusan Tata Usaha dan Rumah Tangga Direktorat.
Bagan 2. Struktur Organisasi Direktorat Bina Perawatan berdasarkan surat keputusan
Menteri Kehakiman dan HAM RI No.M.01.PR-PR.07.10 Tahun 2004.
Direktorat Bina Perawatan
Subdit Pengawasan
Kesehatan dan Makanan
Seksi Kesehatan
Mental dan Jasmani
Seksi Pengembangan
Kesehatan
Seksi Standarisasi dan
Penetapan Gizi
Subdit Basan Baran
Subdit sarana dan
Evaluasi
Seksi Pemeliharaan
Seksi Sarana
Seksi Penilaian jenis
dan mutu
Seksi Evaluasi
Seksi Penghapusan
Seksi Pelaporan
Seksi Pengendalian
Bahan Makanan
C. Gambaran umum LAPAS dan RUTAN di Indonesia
1. Lembaga Pemasyarakatan
Struktur organisasi Lembaga Pemasyarakatan berdasarkan surat keputusan Menteri
Kehakiman RI No. M.01-PR.07.03 Tahun 1985 dalam pasal 4 ayat 1 di klasifikasikan
dalam 3 (tiga) Klas yaitu:
a. Lapas Klas I
b. Lapas Klas IIA
c. Lapas Klas IIB
Klasifikasi tersebut didasarkan atas kapasitas, tempat kedudukan dan kegiatan kerja.
2. Rumah Tahanan Negara/Cabang Rutan
xii
Struktur Organisasi Rumah Tahanan Negara berdasarkan Surat Keputusan Menteri
Kehakiman RI Nomor M.04.0PR.07.03 Tahun 1985 diklasifikasikan dalam 3 (tiga ) klas
yaitu:
a. Rumah Tahanan Negara Klas I
b. Rumah Tahanan Negara Klas IIA
c. Rumah Tahanan Negara Klas IIB
d. Cabang Rutan
Klasifikasi tersebut didasarkan atas kapasitas dan lokasi.
D. Pelayanan kesehatan di LAPAS dan RUTAN
LAPAS dan RUTAN memiliki potensi yang besar dalam membantu menemukan kasus TB
dan dalam pemantauan pengobatan pasien TB, tetapi memiliki kelemahan antara lain angka
drop out (DO) yang cukup tinggi yang berdampak pada keberhasilan pengobatan yang relatif
lebih rendah karena tingginya mobilitas narapidana/tahanan dan koinfeksi TB-HIV karena
tingginya faktor resiko HIV pada narapidana/tahanan.
Sampai akhir tahun 2006 jumlah LAPAS dan RUTAN sebanyak 397 (207 Lapas dan 190
Rutan) tersebar di 33 propinsi. Belum semuanya memiliki fasilitas pelayanan kesehatan yang
memadai, namun sudah dapat melaksanakan pelayanan TB Strategi DOTS melalui jejaring
dengan Dinas Kesehatan, rumah sakit dan Puskesmas setempat.
E. Mekanisme pelayanan kesehatan di LAPAS dan RUTAN
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan di LAPAS dan RUTAN dibagi berdasarkan:
1. Pelayanan umum
Yaitu pelayanan kesehatan dengan jenis gangguan kesehatan yang bersifat umum di
LAPAS dan RUTAN dan dapat ditangani oleh LAPAS dan RUTAN.
2. Pelayanan khusus
Yaitu pelayanan kesehatan yang memerlukan penanganan spesifik seperti TB,
HIV/AIDS, jiwa, wanita hamil/melahirkan di Lapas Wanita. Dalam penyelenggaraan
pelayanan kesehatan khusus penanganan pasien dilakukan melalui kerjasama dengan
Puskesmas, RS, Dinas Kesehatan setempat atau LSM.
xiii
Tabel 1. Jumlah LAPAS dan RUTAN/Cabang RUTAN di seluruh Indonesia sampai
akhir tahun 2006
Lapas
No
Kantor Wilayah
Rutan
I
II A
IIB
Jumlah
I
IIA
IIB
Cab.
Jumlah
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
N.A.D
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Sumatera Selatan
Riau
Jambi
Kep. Babel
Bengkulu
Lampung
DKI Jakarta
Banten
Jawa Barat
Jawa Tengah
D.I. Yogyakarta
Jawa Timur
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Gorontalo
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Tenggara
Sulawesi Selatan
Sulawesi Barat
Bali
N.T.T
N.T.B
Maluku Utara
Maluku
1
1
1
1
1
2
2
3
1
-
2
7
2
5
5
1
1
2
4
1
4
7
11
1
7
1
1
2
3
1
1
1
2
4
1
3
2
1
1
4
7
6
2
3
6
2
1
1
1
1
9
7
1
12
4
3
2
1
5
3
3
4
5
2
2
2
6
15
8
8
8
7
3
3
6
3
6
18
20
2
22
5
4
4
4
1
6
4
2
8
5
8
4
3
3
1
1
1
1
2
1
1
1
-
1
1
1
1
1
1
1
1
5
7
5
2
4
1
1
3
3
17
3
12
4
2
6
3
1
2
2
16
4
6
3
2
1
9
11
5
5
4
1
1
5
3
1
1
1
8
14
19
10
8
8
1
1
1
4
2
3
2
19
3
14
5
3
6
4
6
6
3
18
4
7
3
3
10
31
Papua
-
2
9
11
-
-
-
3
3
32
Kep. Riau
-
2
-
2
-
-
1
2
33
Papua Barat
-
-
3
3
-
-
-
2
2
13
87
107
207
9
8
115
58
190
JUMLAH
1
xiv
BAB III
TUBERKULOSIS DAN PENANGGULANGANNYA
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium tuberculosis). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat juga
mengenai organ tubuh lainnya. Kuman TB disebarkan melalui udara oleh droplet pasien TB
ketika batuk, bersin atau bicara. Faktor yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi
pasien TB adalah daya tahan tubuh yang rendah; diantaranya infeksi HIV/AIDS dan
malnutrisi (gizi buruk).
A. Masalah TB
Pada dekade 1990, di seluruh dunia diperkirakan ada 9 juta pasien TB baru dan 3 juta
kematian akibat penyakit TB. Sekitar 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB di dunia,
terdapat di negara-negara berkembang. Dunia pada tahun 1993 mencanangkan TB sebagai
kedaruratan dunia (global emergency).
Penyebab utama meningkatnya beban masalah TB antara lain adalah:
• Kemiskinan pada berbagai kelompok masyarakat.
• Kurang berhasilnya penanggulangan TB akibat:
o Komitmen politik khususnya pendanaan yang tidak memadai
o Organisasi pelayanan TB yang belum memadai (kurangnya akses ke
pelayanan, obat tidak selalu terjamin ketersediaannya, keterbatasan adanya
pengawas menelan obat, pencatatan dan pelaporan yang belum standar, dsb)
o Tatalaksana kasus yang belum memadai (penemuan kasus dan pengobatan
yang tidak standar)
• Dampak pandemi HIV dan berkembangnya masalah MDR-TB
B. Upaya penanggulangan Tuberkulosis di Indonesia.
Indonesia adalah penyumbang pasien TB ketiga terbesar di dunia, setelah India dan Cina.
Pada tahun 2005 WHO memperkirakan setiap tahun terjadi 530.000 kasus TB baru dengan
kematian karena TB sekitar 140.000, insidensi kasus TB BTA positif sekitar 110 per 100.000
populasi. TB menyerang sebagian besar kelompok usia kerja produktif, kelompok ekonomi
lemah, dan berpendidikan rendah.
WHO dan IUATLD telah mengembangkan strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai
strategi DOTS (Directly observed Treatment Short-course) dan telah terbukti sebagai
strategi penanggulangan yang efektif (cost-efective).
Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci:
1. Komitmen politis oleh pemerintah pada semua tingkat secara menyeluruh dan terus
menerus dalam kegiatan penanggulangan TB.
2. Akses terhadap pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya.
3. Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan tatalaksana
kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan.
4. Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu.
xv
5. Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil
pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan.
Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien TB terutama yang menular
(BTA positif).
Strategi DOTS diterapkan secara luas di puskesmas sejak tahun 1995 dan pada tahun 2000
secara bertahap strategi ini mulai dikembangkan di seluruh Balai Pengobatan Penyakit Paru
(BP4), Rumah Sakit Tuberkulosis Paru (RSTP) dan beberapa rumah sakit Pemerintah
maupun swasta dan institusi pelayanan kesehatan lainnya. Pengembangan Strategi DOTS di
LAPAS dan RUTAN dimulai sejak tahun 2004. Strategi ini akan memutuskan penularan TB
dan pada akhirnya akan menurunkan insidens TB di LAPAS dan RUTAN.
C. TB di LAPAS dan RUTAN
Narapidana/tahanan merupakan kelompok khusus yang mempunyai risiko tinggi terhadap
TB, yang perlu terjangkau oleh pelayanan TB bermutu sesuai standar program nasional.
Masalah TB di LAPAS dan RUTAN diperkirakan tinggi dikarenakan oleh:
1. Kondisi LAPAS dan RUTAN memudahkan terjadinya penyebaran infeksi TB karena
lamanya dan berulangnya paparan terhadap Mycobacterium tuberculosis sebagai hasil
dari:
- Keterlambatan deteksi kasus, dan kurangnya ruangan isolasi
- Ketidaktepatan pengobataan kasus TB yang menular
- Tingginya turnover dari narapidana/tahanan melalui transfer antar LAPAS dan
RUTAN, narapidana/tahanan bebas dan residivis
- Jumlah narapidana yang melebihi kapasitas penjara
- Ventilasi dan cahaya matahari langsung yang kurang
- Higiene dan sanitasi yang buruk
2. Narapidana/tahanan mempunyai resiko mendapat infeksi baru TB atau reaktivasi dari
infeksi laten karena:
- Koinfeksi, HIV dan penyalahguna jarum suntik
- Status gizi yang buruk
- Tekanan fisik dan emosional
- Overkapasitas
3. Cukup besar proporsi narapidana/tahanan berasal dari kelompok populasi dengan risiko
tinggi TB (misalnya pecandu alkohol, narkoba, tunawisma, mantan narapidana,
pelanggan PSK).
xvi
Bagan 3.
Penyebaran tuberkulosis di dalam dan di luar penjara*
Narapidana/Tahanan yang belum
a. Resiko
terinfeksi
Narapidana/Tahanan
Dengan infeksi laten
Sembuh
sendiri
Orang
dengan
Resiko
menjadi sakit
b
Narapidana/Tahanan dengan
TB
c, e, f
MASYARAKAT
TB Paru BTA (+)
Keluar
TB Paru Kronis
Staf penjara
dan
pengunjung
d
TB Paru BTA (-)&
TB ekstra Paru
c
Meninggal
Pergerakan manusia
Perubahan dari infeksi dan penyakit
Penyebaran infeksi
a = kondisi LAPAS dan RUTAN meningkatkan resiko penyebaran infeksi TB
b = latar belakang sosial ekonomi yang kurang beruntung, infeksi HIV,
kondisi LAPAS dan RUTAN (mis.status gizi kurang)
c = hasil dari terlambatnya diagnosis dan pengobatan
d = Kurangnya koordinasi antara LAPAS dan RUTAN dan pelayanan kesehatan
masyarakat
e = overkapasitas, kurangnya ventilasi dan hygiene
f = transfer antar dan dalam LAPAS dan RUTAN
*Sumber: Buku Guideline TB Control in Prison, WHO 2000
xvii
BAB IV
ANALISA SITUASI PELAKSANAAN PENANGGULANGAN TB
DI LAPAS DAN RUTAN
Beberapa kekuatan, kelemahan, peluang dan tantangan dalam melaksanakan penanggulangan
TB dengan strategi DOTS yang efektif di LAPAS dan RUTAN yaitu:
A. Kekuatan:
1. Keputusan bersama Menteri Kehakiman RI dan Menteri Kesehatan tentang
pembinaan upaya kesehatan masyarakat di LAPAS dan RUTAN.
2. Nota Kesepahaman tentang peningkatan upaya penaggulangan TB di LAPAS dan
RUTAN antara Ditjen Pemasyarakatan Departemen Hukum dan HAM RI dengan
Ditjen PP&PL Departemen Kesehatan.
3. Pedoman Nasional Penanggulangan TB di Indonesia.
4. Kerangka kerja program TB Indonesia 2006 -2010.
5. Tersedianya poliklinik di sebagian besar LAPAS dan RUTAN dengan tenaga dokter
dan perawat definitif yang bertugas di beberapa LAPAS dan RUTAN.
6. Komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) dapat dilakukan lebih mudah karena sifat
penghuni LAPAS dan RUTAN yang relatif menetap di suatu tempat.
B. Kelemahan:
1. Kurangnya kualitas dan kuantitas tenaga kesehatan (dokter dan perawat) yang
memadai dan tidak merata.
2. Ruangan poliklinik sangat terbatas dan tidak semua memiliki sarana laboratorium
3. Tidak semua LAPAS dan RUTAN mempunyai ruang isolasi
4. Sebagian besar LAPAS dan RUTAN mempunyai tingkat hunian melebihi kapasitas
5. Penemuan, diagnosis dan pengobatan TB belum menggunakan Strategi DOTS TB
6. Belum efektifnya PMO dalam mengawasi pengobatan.
7. Belum efektifnya penyuluhan TB.
8. Belum terstandarnya pencatatan dan pelaporan kasus TB
9. Belum optimalnya jejaring internal dan eksternal
10. Terbatasnya dana pendukung kegiatan pelayanan kesehatan
C. Peluang:
1. Dukungan dari Pemerintah Daerah setempat, swasta maupun instansi pemerintah lain
dalam memfasilitasi kegiatan penanggulagan TB di LAPAS dan RUTAN.
2. Dukungan dan kerjasama dengan Lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang peduli
pada kondisi LAPAS dan RUTAN.
3. Tersedianya dana dari lembaga donor internasional untuk penanggulangan TB.
D. Tantangan:
1. TB merupakan masalah utama kesehatan masyarakat di Indonesia.
2. Prevalensi TB di LAPAS dan RUTAN lebih tinggi dibandingkan di masyarakat
umum.
3. Meningkatnya prevalensi HIV/AIDS.
4. Ancaman MDR-TB
xviii
BAB V
STRATEGI PENANGGULANGAN TUBERKULOSIS DI LAPAS DAN RUTAN
Pengembangan program Penanggulangan TB dengan strategi DOTS di LAPAS dan RUTAN
ditujukan untuk meningkatkan penemuan kasus TB dan angka kesembuhan pasien TB.
Untuk itu diperlukan strategi efektif yang dapat dilaksanakan oleh LAPAS dan RUTAN
dengan visi dan misi yang terkait dengan tugas dan fungsi Direktorat Bina Perawatan sebagai
berikut:
A. Visi
TB tidak lagi menjadi masalah kesehatan di LAPAS dan RUTAN sehingga mendukung
peningkatan derajat kehidupan Warga Binaan Pemasyarakatan/tahanan.
B. Misi
1. Menjamin setiap pasien TB di LAPAS dan RUTAN mempunyai akses terhadap diagnosis
yang berkualitas sedini mungkin, pengobatan yang bermutu dan kesembuhan agar dapat
menurunkan tingkat kesakitan dan kematian pasien TB di LAPAS dan RUTAN
2. Membangun kemitraan dan jejaring antara LAPAS dan RUTAN dengan Pemerintah
Daerah setempat dan LSM peduli TB dalam peningkatan program penanggulangan TB
yang terintegrasi dan terstandarisasi di semua LAPAS dan RUTAN.
3. Membangun kesadaran narapidana/tahanan dalam upaya menurunkan tingkat penularan
TB di LAPAS dan RUTAN.
C. Tujuan
Tujuan penanggulangan TB di LAPAS dan RUTAN adalah menurunkan angka kesakitan dan
angka kematian TB dengan cara memutuskan rantai penularan melalui penemuan semua
pasien TB dan mengobatinya sampai sembuh sehingga penyakit TB tidak lagi merupakan
masalah kesehatan di LAPAS dan RUTAN.
D. Target
Target program penanggulangan TB adalah tercapainya penemuan pasien baru TB BTA
positif paling sedikit 70% dari perkiraan dan menyembuhkan 85% dari semua pasien tersebut
serta mempertahankannya.
E. Strategi
Sebagai cara untuk mencapai tujuan, maka strategi yang dilakukan adalah:
1. Membangun komitmen dari semua stakeholder yang terlibat dalam program
penangulangan TB di LAPAS dan RUTAN
2. Membangun kapasitas sumber daya
3. Membangun jejaring pelaksanaan penanggulangan TB Strategi DOTS di LAPAS dan
RUTAN dengan pihak yang terkait dalam hal:
a. Penemuan kasus TB
b. Tatalaksana kasus TB
c. Meningkatkan kualitas pemeriksaan laboratorium
d. Menjamin ketersediaan logistik
xix
4.
5.
6.
7.
e. Mengembangkan sistem informasi surveilans
f. Kegiatan monitoring dan evaluasi
Meningkatkan promosi kesehatan di lingkungan LAPAS dan RUTAN
Melakukan kolaborasi program TB/HIV
Mengembangkan upaya pengendalian penularan TB di LAPAS dan RUTAN
Mobilisasi pendanaan dari berbagai sektor untuk menunjang kegiatan penanggulangan
TB di LAPAS dan RUTAN.
Bagan 4. Struktur Organisasi Program Penanggulangan TB di LAPAS dan RUTAN
Direktorat Jenderal Pemasyarakatan
Departemen Hukum dan HAM RI
Direktur Bina Perawatan
Direktorat Jenderal PP & PL
Departemen Kesehatan RI
Direktur P2ML
Subdit Pengawasan Kesehatan dan
Makanan
Sub Direktorat TB
Tim DOTS Propinsi
- Divisi Pemasyarakatan Kanwil Dephukham
- Kasubdin P2 Propinsi
- Wasor Propinsi
Tim DOTS Kab/Kota
- Kepala Lapas/Rutan
- Kasubdinkes yang membawahi TB Kab/Kota
- Wasor Dinkes Kab/Kota
Tim Pelaksana DOTS di Lapas/Rutan:
- dokter
- perawat
- paramedis
- petugas yang terkait (penjaga, narapidana/tahanan)
Skrining
Pengambilan
dahak dan
fiksasi
Diagnosis
dan
pengobatan
Pencatatan
dan pelaporan
Pelacakan
kontak
KIE
xx
BAB VI
KEGIATAN
1. Membangun komitmen.
Kegiatan ini ditujukan kepada para penentu kebijakan (stakeholder) yang terlibat dalam
program penanggulangan TB di LAPAS dan RUTAN dari tingkat pusat sampai pelaksana
termasuk dukungan administrasi dan operasional. Kegiatan untuk membangun komitmen
adalah dengan:
a. Membangun kesepahaman antara Kanwil Departemen Hukum dan HAM Propinsi,
LAPAS dan RUTAN dengan Dinas Kesehatan Propinsi, Dinas Kesehatan Kab/Kota
dan UPK setempat.
b. Menyusun rencana operasional bersama antara LAPAS dan RUTAN dengan Dinas
Kesehatan setempat dan LSM sesuai peran dan tanggungjawabnya masing-masing
seperti tercantum dalam lampiran 1.
2. Membangun kapasitas sumber daya.
Sumber daya meliputi sumber daya manusia dan sumber daya lainnya. Peningkatan kapasitas
SDM dalam program TB di LAPAS dan RUTAN dimaksudkan untuk menyediakan tenaga
pelaksana yang memiliki keterampilan, pengetahuan dan sikap (kompeten) yang diperlukan
dalam pelaksanaan program TB.
Kegiatan dalam menunjang peningkatan sumber daya antara lain:
a. Pelatihan petugas kesehatan LAPAS dan RUTAN. Perlu adanya penanggungjawab
DOTS di LAPAS dan RUTAN (dokter, perawat, petugas laboratorium, petugas RR,
petugas administrasi dan koordinator PMO). Kebutuhan personel ini disesuaikan
dengan kemampuan UPK LAPAS dan RUTAN.
b. Menyediakan sarana penunjang kegiatan sesuai peran dan tanggungjawab masingmasing, misalnya perlu adanya ruangan untuk kegiatan DOTS, fasilitas laboratorium,
sesuai dengan kemampuan UPK LAPAS dan RUTAN. Dalam hal pemenuhan
logistik program Penanggulangan TB, UPK LAPAS dan RUTAN berkoordinasi
dengan jajaran Dinas Kesehatan setempat.
c. Menyediakan dana operasional kegiatan program.
3. Membangun jejaring pelaksanaan penanggulangan TB Strategi DOTS di LAPAS dan
RUTAN.
Sasaran utama adalah terbentuknya jejaring penanganan semua kasus TB, meliputi jejaring
internal di jajaran Ditjen Pemasyarakatan dan di UPK LAPAS dan RUTAN dan jejaring
eksternal antar unit pelayanan kesehatan baik di dalam jajaran Ditjen Pemasyarakatan
maupun dengan jajaran dinas kesehatan setempat yang bersifat timbal balik dalam
penanggulangan TB dengan strategi DOTS. Pembentukan jejaring disepakati dalam
penyusunan rencana kerja LAPAS dan RUTAN dengan Dinas Kesehatan dan UPK setempat
seperti dalam lampiran 3 dan 4.
4. Penemuan kasus TB.
xxi
Penemuan pasien TB merupakan langkah pertama dalam kegiatan program penanggulangan
TB. Kegiatan dalam penemuan kasus TB di LAPAS dan RUTAN dilakukan secara aktif
(active case finding) melalui:
a. Skrining TB bagi narapidana/tahanan yang baru masuk
b. Pelacakan kontak satu kamar hunian dengan pasien TB dan melakukan pemeriksaan
terhadap kontak dengan suspek TB.
c. Penemuan suspek TB di Poliklinik
d. Pelibatan seluruh petugas LAPAS dan RUTAN dan ”Pemuka kerja dan atau
Tamping kesehatan” dalam kegiatan penjaringan suspek TB di sel.
5. Penatalaksanaan kasus TB sesuai standar nasional.
a. Menegakkan diagnosis dengan pemeriksaan dahak secara mikroskopik
b. Mengupayakan pemeriksaan Rontgen dada jika diperlukan yaitu pada kasus TB BTA
(-)
c. Memberikan pengobatan segera setelah ditegakkan diagnosis dengan menggunakan
paduan OAT dengan dosis yang tepat sesuai tipe dan klasifikasi.
d. Berkoordinasi dengan Dinas Kesehatan dan UPK setempat dalam hal penyediaan
logistik OAT
e. Melakukan pemantauan kepatuhan pengobatan dengan petugas kesehatan LAPAS
dan RUTAN sebagai PMO
f. Melakukan pemantauan kemajuan hasil pengobatan.
6. Meningkatkan kualitas pemeriksaan laboratorium.
Laboratorium tuberkulosis mempunyai peran penting dalam Program Penanggulangan TB
berkaitan dengan kegiatan deteksi pasien TB, pemantauan keberhasilan pengobatan serta
menetapkan hasil akhir pengobatan. Diperlukan jejaring laboratorium tuberkulosis untuk
menjamin pelaksanaan pemeriksaan yang sesuai standar. LAPAS dan RUTAN dapat
berfungsi sebagai UPK satelit atau sebagai UPK pemeriksa laboratorium mandiri dengan
fungsi, peran dan tugas yang berbeda.
7. Mengembangkan sistem informasi untuk surveilans.
Salah satu komponen penting dari surveilans adalah pencatatan dan pelaporan dengan
maksud mendapatkan data untuk diolah, dianalisis, diinterpretasi, disajikan dan
disebarluaskan untuk dimanfaatkan. Sistem pencatatan dan pelaporan TB di LAPAS dan
RUTAN harus sama dengan sistem pencatatan dan pelaporan Program TB Nasional yang
juga dipakai oleh semua fasilitas kesehatan yang menerapkan Strategi DOTS. Kegiatan
dalam pengembangan surveilans TB di LAPAS dan RUTAN adalah:
a. Melakukan pencatatan kasus TB dengan menggunakan form TB yang baku
b. Melakukan pelaporan sesuai sistem pelaporan program TB. Pelaporan dilakukan
berjenjang yaitu dari LAPAS dan RUTAN ke Dinas Kesehatan Kab/Kota, Dinas
Kesehatan Propinsi, Departemen Kesehatan.
c. Pelaporan ke Ditjen Pemasyarakatan dilakukan dengan sistem yang berlaku.
xxii
UPK LAPAS dan RUTAN dalam melaksanakan pencatatan berpedoman pada formulir
sebagai berikut:
1. Daftar tersangka pasien (suspek) yang diperiksa dahak SPS (TB06),
2. Formulir permohonan laboratorium TB untuk pemeriksaan dahak (TB05),
3. Kartu pengobatan TB (TB01)
4. Kartu identitas pasien (TB02),
5. Register Laboratorium (TB04) untuk LAPAS dan RUTAN yang melakukan
pemeriksaan laboratorium sendiri
6. Formulir rujukan/pindah pasien (TB09)
7. Formulir hasil akhir pengobatan dari pasien TB pindahan (TB10)
8. Register TB03 UPK
8. Kegiatan monitoring dan evaluasi
Monitoring dan evaluasi merupakan salah satu fungsi manajemen untuk menilai keberhasilan
pelaksanaan program. Monitoring dan evaluasi secara internal dilaksanakan oleh setiap UPK
LAPAS dan RUTAN beserta jajaran di atasnya dan secara eksternal dilakukan bersama
dengan petugas TB Dinas Kesehatan setempat. Kegiatan :
a. Monitoring dan evaluasi program secara berkala dan terintegrasi dengan
menggunakan indikator-indikator pencapaian program
b. Supervisi ke LAPAS dan RUTAN DOTS untuk pemantauan program setiap triwulan.
Supervisi program dilakukan oleh petugas yang terkait dengan penanggulangan TB di
jajaran Ditjen Pemasyarakatan, jajaran Dinas Kesehatan setempat dan Depkes RI.
c. Evaluasi pelaksanaan program TB di LAPAS dan RUTAN melalui rapat koordinasi
yang melibatkan LAPAS dan RUTAN pada waktu pertemuan program TB Dinas
Kesehatan Kab/Kota atau Propinsi.
9. Memperkuat promosi kesehatan di lingkungan LAPAS dan RUTAN.
Promosi kesehatan di LAPAS dan RUTAN bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan,
sikap dan perilaku pasien TB, keluarga, masyarakat, PMO dan petugas kesehatan,
meningkatkan peran serta aktif lintas sektor, LSM, kelompok potensial dalam pelaksanaan
promosi TB di LAPAS dan RUTAN. Kegiatan ini memerlukan kerjasama dengan berbagai
pihak dan perlu dilakukan secara rutin dan terencana.
10. Melakukan kolaborasi program TB/HIV.
Tingginya kasus HIV/AIDS di LAPAS dan RUTAN akan meningkatkan jumlah kasus TB.
Kegiatan yang dilakukan dalam kolaborasi program TB/HIV adalah:
a. Melakukan skrining TB pada semua kasus HIV(+)
b. Menawarkan VCT/PITC pada semua pasien TB.
11. Mengembangkan upaya pengendalian penularan TB di LAPAS dan RUTAN.
Salah satu faktor yang berperan dalam meningkatkan penularan TB di LAPAS dan RUTAN
adalah kondisi lingkungan LAPAS dan RUTAN yang kurang mendukung kesehatan
termasuk penyakit TB, yang menyebabkan berulangnya paparan terhadap Mycobacterium
tuberculosis. Upaya pengendalian penularan TB di LAPAS dan RUTAN dapat dilakukan
dengan:
xxiii
a. Memisahkan pasien TB BTA positif selama masa pengobatan TB fase intensif.
b. Meningkatkan kebersihan sanitasi, ventilasi dan pencahayaan alami.
c. Menerapkan prinsip universal precaution bagi petugas LAPAS dan RUTAN terutama
yang melakukan pengambilan dahak dan fiksasi dahak.
12. Mobilisasi pendanaan
Pendanaan bagi pengadaan sarana, prasarana dan kegiatan dikoordinasikan antara LAPAS
dan RUTAN dan Dinas Kesehatan setempat sesuai dengan kemampuan dan prioritas
anggaran masing-masing institusi. Sumber pendanaan dapat diperoleh dari APBN, APBD,
Bantuan Luar Negeri, sponsor dan sumber-sumber lain yang tidak mengikat.
xxiv
BAB VII
PEMANTAUAN DAN EVALUASI PROGRAM TB DI LAPAS DAN RUTAN
Pemantauan dan evaluasi merupakan salah satu fungsi manajemen untuk menilai
keberhasilan pelaksanaan program TB di LAPAS dan RUTAN. Pemantauan dilakukan
secara berkala dan terus menerus, untuk dapat segera mendeteksi jika ada masalah dalam
pelaksanaan kegiatan yang telah dilaksanakan, supaya dapat dilakukan tindakan perbaikan
segera. Evaluasi dilakukan setelah suatu jarak waktu (interval) biasanya 3 bulan, 6 bulanan,
tahunan. Dengan evaluasi dapat dinilai sejauh mana tujuan dan target yang telah ditetapkan
sebelumnya tercapai. Dalam mengukur keberhasilan tersebut diperlukan indikator. Hasil
evaluasi sangat berguna untuk kepentingan perencanaan program.
Pada prinsipnya semua kegiatan program TB di LAPAS dan RUTAN harus dipantau dan
dievaluasi antara lain kegiatan dalam membangun komitmen, kapasitas sumber daya, jejaring
pelaksanaan, penemuan kasus TB, tatalaksana kasus TB, kualitas laboratorium, surveilans,
promosi kesehatan, pengendalian penularan TB, TB/HIV dan pendanaan. Seluruh kegiatan
tersebut harus dipantau baik dari aspek masukan (input), proses maupun keluaran (output).
xxv
BAB VIII
PENUTUP
Keberhasilan penanggulangan TB dengan strategi DOTS di LAPAS dan RUTAN sangat
bergantung pada komitmen para pejabat di Direktorat Jenderal Pemasyarakatan, Kanwil
Departemen Hukum dan HAM, Kepala LAPAS dan RUTAN, petugas LAPAS dan RUTAN
dan petugas pelaksana di UPK LAPAS dan RUTAN (dokter, perawat dan petugas kesehatan)
dalam penyelenggaraan strategi DOTS bersama-sama dengan Program TB Nasional baik di
Tingkat Nasional, Propinsi, Kab/Kota dan UPK, sesuai tugas dan tanggung jawabnya
masing-masing. Kesadaran akan pentingnya menemukan dan mengobati pasien TB sebagai
cara untuk memutuskan penularan TB di lingkungan LAPAS dan RUTAN adalah awal
terlaksananya program ini dengan baik. Evaluasi dan monitoring yang sistematis dan
berkelanjutan akan meningkatkan kualitas program penanggulangan TB di LAPAS dan
RUTAN.
Penyempurnaan buku ini akan dilakukan sesuai hasil evaluasi Pelaksanaan Penanggulangan
TB dengan Strategi DOTS di LAPAS dan RUTAN, serta disesuaikan dengan perkembangan
ilmu dan pengetahuan penanggulangan TB.
xxvi
DAFTAR PUSTAKA
1. Departemen Kesehatan RI dan Departemen Kehakiman RI, “Manual Pelayanan
Kesehatan di Rutan/Lapas”, Jakarta, 1997.
2. Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI Direktorat Jenderal Pemasyarakatan,
“Himpunan Peraturan Perundang-undangan Tentang Pemasyarakatan Bidang
Perawatan”, Jakarta, 2000.
3. Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI Direktorat Jenderal Pemasyarakatan,
“Himpunan Peraturan Perundang-undangan Tentang Undang-undang dan Peraturan
Pemerintah”, Jakarta, 2003.
4. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI,
“Pedoman Pelayanan Kesehatan dan Makanan Narapidana dan Tahanan”, Jakarta, 2003.
5. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia RI,
“Strategi Penanggulangan HIV/AIDS dan penyalahgunaan Narkoba Pada Lapas/Rutan di
Indonesia, Jakarta, 2005.
6. Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia RI, “Organisasi dan Tata Kerja
Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia, Jakarta, 2005.
7. Depkes RI, Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, Cetakan ke-10, Jakarta
2006
8. Depkes RI, Kerangka Kerja Program TB Tahun 2006 – 2010, Jakarta, 2006
9. WHO, Global Tuberculosis Control-Surveillance, Planning and Financing, WHO Report
2007, Geneva, 2007
10. WHO, Treatment of Tuberculosis: Guidelines for National Programmes, 3rd edition,
Geneva, 2003
11. Tuberculosis Coalition for Technical Assistance, International Standard for Tuberculosis
Care(ISTC), The Hague, 2006
12. WHO, Toman’s Tuberculosis, Case Detection, Treatment and Monitoring, 2nd edition,
Geneva, 2004
13. WHO, Tuberculosis Control in Prisons: A Manual for Programme Managers, Geneva,
2000
14. WHO, Interim Policy on Collaborative TB/HIV Activities, Geneva, 2004
15. WHO, TB/HIV : a Clinical Manual 2nd edition, Geneva, 2004
16. WHO European Office : Status Paper on Prisons and Tuberculosis, Copenhagen, 2007
xxvii
Lampiran 1
RENCANA OPERASIONAL PENGEMBANGAN JEJARING LAPAS DAN RUTAN
DENGAN PROGRAM TB NASIONAL
Ekspansi DOTS dilaksanakan melalui integrasi antara sistem yang berlaku di LAPAS dan
RUTAN dengan sistem kesehatan di luar LAPAS dan RUTAN. Bentuk integrasi ini
tergantung dari sumber-sumber yang tersedia dari masing-masing pihak dan dapat
dimaksimalkan dampaknya terhadap program TB melalui penggunaan sistem yang seragam
di seluruh LAPAS dan RUTAN di Indonesia. Direktorat Jenderal Pemasyarakatan bermitra
dengan Program TB Nasional akan melaksanakan Strategi DOTS ke seluruh LAPAS dan
RUTAN di Indonesia. Kemitraan ini diharapkan akan meningkatkan akses
narapidana/tahanan terhadap pelayanan TB sesuai dengan standar pelayanan TB Nasional
dan akan berkontribusi terhadap peningkatan target penemuan kasus dan keberhasilan
pengobatan secara nasional. Dengan mencapai target tersebut pada akhirnya akan berdampak
terhadap penurunan angka kesakitan dan kematian akibat TB secara keseluruhan.
Sumber daya yang tersedia di LAPAS dan RUTAN di Indonesia sangat bervariasi. Hal ini
mengakibatkan pelaksanaan Strategi DOTS di tiap-tiap LAPAS dan RUTAN harus
menyesuaikan dengan situasi yang ada. LAPAS dan RUTAN di Indonesia yang pada
umumnya mempunyai sumber daya dan anggaran kesehatan yang cenderung terbatas, dapat
menjalin kerjasama yang kuat dengan pihak luar salah satunya dengan Dinas Kesehatan
setempat. Pelaksanaan program penanggulangan TB di LAPAS dan RUTAN telah
diupayakan untuk menstandarkan sistem yang digunakan untuk mempermudah pelaksanaan,
evaluasi dan pengembangan program. Berikut ini hal-hal yang harus dilakukan untuk
memantapkan jejaring LAPAS dan RUTAN dengan Dinas Kesehatan dan Puskesmas
setempat dalam program penanggulangan TB dengan Strategi DOTS.
1. Sosialisasi Strategi Penanggulangan TB dengan Strategi DOTS di LAPAS dan RUTAN
Pertemuan yang diselenggarakan oleh Dinas Kesehatan Propinsi bekerjasama dengan Kanwil
Departemen Hukum dan HAM Propinsi (Divisi Pemasyarakatan) dilaksanakan dengan tujuan
untuk mensosialisasikan Strategi Penanggulangan TB di LAPAS dan RUTAN. Sasaran
pertemuan ini adalah Kepala LAPAS dan RUTAN, dokter dan perawat, Dinas Kesehatan
Kab/Kota (termasuk wasor) dan Puskesmas setempat (PRM) yang akan mendukung
pelaksanaan DOTS (diagnosis dan pengobatan) di LAPAS dan RUTAN. Kegiatan ini
bertujuan untuk mendapatkan komitmen yang serius dari kedua belah pihak yang terkait
(LAPAS dan RUTAN dan Dinas Kesehatan). Tim DOTS Propinsi dan Kab/Kota mempunyai
peran yang sangat penting dalam melakukan monitoring dan evaluasi jejaring antara LAPAS
dan RUTAN dan Dinas Kesehatan. Pertemuan ini akan menekankan pada masalah-masalah
spesifik yang dihadapi dalam pelaksanaan penanggulangan TB di LAPAS dan RUTAN.
2. Pelatihan
Pelatihan akan dilakukan setelah LAPAS dan RUTAN sudah mendapat sosialisasi Program
Penanggulangan TB Strategi DOTS. Yang dilatih adalah orang yang sama dengan yang
mengikuti pertemuan sosialisasi baik dari LAPAS/RUTAN dan Dinas Kesehatan/Puskesmas
xxviii
setempat. Pelatihan ini akan menfokuskan pada jejaring pelaksanaan DOTS yang sistematis
antara LAPAS/RUTAN dengan Dinas Kesehatan dan Puskesmas setempat. Pada pelatihan
ini juga akan diidentifikasi masalah yang spesifik yang berhubungan dengan pelaksanaan
DOTS di LAPAS dan RUTAN. Melalui pelatihan ini diharapkan petugas LAPAS dan
RUTAN akan mempunyai kemampuan yang dibutuhkan untuk melaksanakan Strategi
Penanggulangan TB, meliputi:
a) Peningkatan penemuan kasus dan hasil pengobatan
b) Pelaksanaan pengawasan pengobatan langsung
c) Pemantapan sistem jejaring antar LAPAS – RUTAN dan LAPAS/RUTAN –
Puskesmas
d) Pemantapan sistem surveilans yang sistematis
3. Pengembangan Rencana Kerja LAPAS dan RUTAN
Di akhir kegiatan pelatihan, petugas LAPAS dan RUTAN akan dibagi dalam kelompok
dengan Dinas Kesehatan dan Puskesmas setempat untuk mengembangkan rencana kerja
pelaksanaan DOTS yang akan dilaksanakan di LAPAS dan RUTAN tersebut sesuai dengan
sumber daya yang ada. Rencana kerja ini harus memuat unsur-unsur yang digarisbawahi di
Strategi Penanggulangan TB di LAPAS dan RUTAN yang berisi output, indikator, aktivitas
spesifik, kerangka waktu serta penanggungjawab (lihat lampiran 2) dan perlu diperbaharui
secara berkala. Tiap-tiap kelompok harus membicarakan mobilisasi sumber daya untuk
operasionalisasi rencana kerja program sehingga program TB Strategi DOTS di LAPAS dan
RUTAN dapat terus berkesinambungan.
4. Pelaksanaan Manajemen Kasus dalam jejaring LAPAS dan RUTAN - Dinas Kesehatan
dan Puskesmas
A. Penemuan kasus
Petugas kesehatan LAPAS dan RUTAN, dengan bantuan petugas lainnya serta Pemuka
kerja, akan mengidentifikasi suspek TB dan berkoordinasi dengan PRM setempat untuk
proses diagnosis.
A.1. Penemuan kasus aktif
Penemuan kasus di LAPAS dan RUTAN dilaksanakan secara aktif melalui:
a) Skrining narapidana/tahanan pada saat masuk LAPAS dan RUTAN dan,
b) Skrining narapidana/tahanan sebagai bagian dari proses pemeriksaan kontak (ketika
narapidana/tahanan didiagnosis sebagai TB) dan,
c) Penemuan kasus TB secara rutin di poliklinik
Form TB06 (daftar suspek) harus ada pada masing-masing LAPAS dan RUTAN. Data
penemuan kasus harus dicatat dan dilaporkan sesuai program nasional. Informasi
mengenai metode penemuan suspek TB harus diidentifikasi apakah suspek TB ditemukan
melalui skrining awal, pemeriksaan kontak atau pemeriksaan di poliklinik. Hal ini akan
membantu menentukan cara mana kasus sering ditemukan, sehingga kegiatan akan
disesuaikan ke arah tersebut.
xxix
Indikator
ƒ Jumlah suspek TB yang ditemukan melalui skrining awal (diantara
total jumlah suspek TB yang dicatat).
ƒ Jumlah suspek TB yang ditemukan di Poliklinik (diantara total
jumlah suspek TB yang dicatat)
ƒ Junlah suspek TB yang ditemukan melalui pemeriksaan kontak.
(diantara total jumlah suspek TB yang dicatat)
ƒ Jumlah kasus TB BTA (+) yang didiagnosis melalui skrining awal
( diantara suspek TB yang ditemukan melalui skrining awal)
ƒ Jumlah kasus TB BTA (+) yang didiagnosis melalui penemuan di
poliklinik (diantara suspek TB yang ditemukan di Poliklinik)
ƒ Jumlah kasus TB BTA (+) yang ditemukan melalui pemeriksaan
kontak (diantara suspek TB yang ditemukan melalui pemeriksaan
kontak)
Jumlah (%)
A.2. Diagnosis
Langkah-langkah untuk melaksanakan penegakan diagnosis harus disetujui bersamasama oleh LAPAS dan RUTAN dan Dinas Kesehatan/Puskesmas (pada saat menyusun
rencana kerja). Langkah-langkah ini termasuk pengumpulan dahak, transportasi ke PRM
dan akses terhadap pemeriksaan Rontgen jika dibutuhkan serta pencatatan dan pelaporan.
Lihat Lampiran 3.1 dan 3.2.
LAPAS dan RUTAN berkaitan dengan fasilitas pemeriksaan mikroskop, dapat berfungsi
sebagai UPK satelit atau sebagai UPK pemeriksa laboratorium mandiri atau sebagai UPK
rujukan mikroskopis dengan fungsi, peran dan tugas:
1. LAPAS dan RUTAN sebagai UPK satelit mempunyai:
- Fungsi: Melakukan pengambilan dahak, pembuatan sediaan dahak sampai
fiksasi sediaan dahak untuk pemeriksaan TB.
- Peran: Memastikan semua tersangka pasien dan pasien TB dalam
pengobatan diperiksa dahaknya sampai mendapatkan hasil pembacaan.
- Tugas: Mengambil dahak tersangka pasien TB, membuat sediaan & fiksasi
sediaan dahak pasien untuk keperluan diagnosis, dan untuk keperluan follow
up pemeriksaan dahak dan merujuknya ke PRM.
2. LAPAS dan RUTAN sebagai UPK pemeriksa laboratorium mandiri atau
sebagai rujukan mikroskopis mempunyai:
- Fungsi: sebagai laboratorium rujukan dan atau pelaksana pemeriksaan
mikroskopis dahak untuk tuberkulosis.
- Peran: Memastikan semua tersangka pasien dan pasien TB dalam
pengobatan diperiksa dahaknya sampai diperoleh hasil.
- Tugas: sebagai pemeriksa laboratorium mandiri, LAPAS dan RUTAN
bertugas mengambil dahak tersangka pasien TB untuk keperluan diagnosis
dan follow up, sampai diperoleh hasil.
Mutu pemeriksaan laboratorium akan ditera oleh laboratorium rujukan crosscheck
setempat. Pembinaan mutu pelayanan lab di LAPAS dan RUTAN menjadi tanggung
jawab Puskesmas Rujukan Mikroskopis setempat.
xxx
B. Pengobatan
Pengobatan sedini mungkin segera setelah ditegakkan kasus TB harus menjadi prioritas.
Petugas LAPAS dan RUTAN dan petugas Puskesmas harus menentukan langkahlangkah untuk pengadaan OAT untuk LAPAS dan RUTAN ketika kasus TB sudah
ditegakkan. PMO harus ditunjuk untuk tiap-tiap pasien TB. Idealnya PMO adalah dokter
atau perawat LAPAS dan RUTAN. Akan tetapi jika tidak ada petugas kesehatan di
LAPAS dan RUTAN, bisa dipertimbangkan petugas LAPAS dan RUTAN lain (misalnya
petugas keamanan LAPAS dan RUTAN) yang sudah dilatih terlebih dahulu.
Pengobatan harus selalu dipantau sesuai Program Nasional Penanggulangan TB. Untuk
memantau pengobatan TB di LAPAS dan RUTAN langkah-langkahnya harus sesuai
dengan kesepakatan kedua belah pihak (LAPAS dan RUTAN dan Puskesmas).
C. Pemeriksaan kontak
Petugas LAPAS dan RUTAN yang sudah dilatih harus mencari kasus TB lainnya ketika
ada narapidana/tahanan didiagnosis TB. Yang dimaksud dengan kontak adalah orang
yang tinggal bersama-sama dengan pasien TB untuk waktu yang lama, termasuk semua
narapidana/tahanan yang tidur di sel yang sama dengan pasien TB. Narapidana/tahanan
ini harus diskrining untuk melihat tanda-tanda suspek TB. Jika ditemukan gejala suspek
TB harus dilakukan pemeriksaan lanjutan termasuk pemeriksaan dahak. Pada kontak
yang tidak mempunyai gejala TB harus dilakukan pemeriksaan lanjutan jika berkembang
menjadi gejala TB.
Indikator
ƒ Total jumlah kontak
ƒ Jumlah kontak yang diperiksa dahaknya
ƒ Jumlah kontak yang didiagnosis TB
Jumlah
%
%
D. Sistem rujukan
Untuk memastikan setiap narapidana/tahanan yang sedang menjalani pengobatan TB
dapat melanjutkan pengobatan TB sampai selesai yaitu pada kondisi dimana
narapidana/tahanan akan dibebaskan atau dipindahkan ke LAPAS dan RUTAN lain
membutuhkan mekanisme yang jelas. Dokter dan petugas kesehatan LAPAS dan
RUTAN harus bekerja sama dengan petugas administrasi LAPAS dan RUTAN untuk
mendiskusikan jika pasien TB sudah mendekati waktu untuk dibebaskan atau
dipindahkan. Sebagai bagian dari pemeriksaan sebelum bebas atau pindah, petugas
LAPAS dan RUTAN harus menyediakan formulir rujukan (TB09) kepada pasien. Sistem
rujukan menjadi lebih kuat jika diikuti dengan telpon atau SMS kepada petugas yang
akan menerima (Puskesmas atau LAPAS dan RUTAN lain). Jawaban dari formulir
rujukan (TB09 bagian bawah) harus dikirim kembali ke LAPAS dan RUTAN pengirim.
Sistem rujukan diperkuat dengan:
a) Menunjuk koordinator rujukan di Propinsi dalam Tim DOTS Propinsi (wasor).
b) Melakukan pencatatan kasus yang dirujuk ke LAPAS dan RUTAN atau bebas.
Register rujukan dipantau oleh wasor Kab/kota.
xxxi
c) Menindaklanjuti melalui telepon atau SMS, berkomunikasi dengan petugas yang
menerima (PRM/PS atau LAPAS dan RUTAN). Lihat lampiran 4.
Indikator
%
Angka Rujukan
Jumlah BTA(+) Baru, pengobatan ulang, BTA Neg Ro (+)
dan Ekstra Paru yang dirujuk untuk meneruskan pengobatan
ke PRM/PS atau LAPAS dan RUTAN diantara semua jumlah
kasus yang ditemukan.
Jumlah kasus yang dirujuk yang diterima oleh Puskesmas atau
LAPAS dan RUTAN diantara semua jumlah kasus yang
dirujuk.
Angka Sukses
Rujukan
Angka Kesembuhan, Jumlah kasus BTA (+) baru dan ulang yang sembuh atau
mati, DO
pengobatan lengkap diantara semua kasus BTA (+) baru dan
ulang yang dirujuk.
Jika dibutuhkan pelacakan kasus mangkir (baik di masyarakat atau di LAPAS dan
RUTAN lain) mekanismenya perlu disepakati bersama oleh petugas kesehatan LAPAS
dan RUTAN dan petugas Dinas Kesehatan/Puskesmas setempat.
E. TB/HIV
Tujuan kegiatan TB/HIV di LAPAS dan RUTAN adalah untuk meningkatkan akses
pelayanan VCT dan terapi ARV di antara kasus TB yang ditemukan dan memberikan
pelayanan diagnosis dan pengobatan TB terhadap ODHA. Hal ini akan berhasil jika ada
koordinasi yang baik antara sektor pemerintah dan LSM yang bekerja di bidang
HIV/AIDS di LAPAS dan RUTAN. LAPAS dan RUTAN yang belum mempunyai
program kolaborasi TB/HIV, harus mengidentifikasi LSM setempat dan membentuk
kolaborasi yang dibutuhkan dengan dibantu Tim DOTS Propinsi.
Indikator
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
ƒ
Jumlah.
(%)
Jumlah pasien TB yang ditawari VCT (diantara semua kasus TB
yang ditemukan)
Jumlah pasien TB yang mendapatkan konseling pretes (diantara
semua kasus TB yang ditemukan)
Jumlah pasien TB yang dites HIV (diantara semua kasus TB yang
ditemukan)
Jumlah pasien TB yang mendapatkan konseling postes (diantara
semua kasus TB yang ditemukan)
Jumlah pasien TB dengan HIV (+) (diantara semua pasien TB yang
bersedia untuk VCT dan ODHA)
Jumlah pasien TB dengan HIV (+) yang memulai terapi ARV
(diantara jumlah pasien TB dengan HIV (+))
Jumlah kasus dengan HIV (+) yang diskrining TB
xxxii
ƒ
Jumlah kasus dengan HIV (+) yang didiagnosis sebagai TB
ƒ
Jumlah kasus dengan HIV (+) yang mendapat OAT
5. Sistem informasi untuk surveilans TB (Lihat lampiran 5)
Beberapa formulir pencatatan dan pelaporan yang perlu disediakan dan diisi di poliklinik
LAPAS dan RUTAN yaitu TB 01, TB 02, TB 03, TB 04, TB 05, TB 06, TB 09, TB 10.
Wasor Kab/Kota akan mengambil data TB di LAPAS dan RUTAN di wilayah tersebut dan
dijumlahkan ke data TB di Dinas Kesehatan Kab/Kota.
6. Supervisi, Monitoring dan Evaluasi
Supervisi, monitoring dan evaluasi pelaksanaan DOTS di LAPAS dan RUTAN yang
sistematis harus dilaksanakan sesuai program nasional. Supervisi berkala dilakukan oleh Tim
DOTS Propinsi maupun Kab/Kota untuk memantau secara langsung pelaksanaan Strategi
DOTS dan dilaksanakan per triwulan. Monitoring dan evaluasi program TB di LAPAS dan
RUTAN dilaksanakan oleh Tim DOTS Propinsi atau Kab/Kota. Monitoring dan evaluasi
akan berfokus pada penemuan kasus, manajemen kasus dan administrasi pencatatan dan
pelaporan sesuai dengan Program Nasional Penanggulangan TB. Monitoring juga harus
diarahkan kepada akses terhadap sistem rujukan, pemeriksaan kontak dan ko-infeksi
TB/HIV. Pada pertemuan monitoring dan evaluasi ini didiskusikan kesulitan-kesulitan akses
dan penyelesaian masalah yang potensial. Pertemuan ini juga sebagai sarana untuk berbagi
pengalaman.
7. Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
Petugas kesehatan LAPAS dan RUTAN yang sudah dilatih harus secara terus menerus
menyebarkan informasi dan pengetahuan mengenai TB (penyuluhan, poster, leaflet,dll)
kepada seluruh narapidana/tahanan dan petugas LAPAS dan RUTAN bekerjasama dengan
Dinas Kesehatan/Puskesmas setempat seperti yang tertuang dalam rencana kerja. Media
penyuluhan TB yang sudah ada dapat disesuaikan dengan kondisi LAPAS dan RUTAN. Hari
TB sedunia merupakan kesempatan yang sangat baik untuk melaksanakan kegiatan KIE di
LAPAS dan RUTAN.
8. Jejaring petugas sukarela DOTS
Pembentukan jejaring petugas sukarela DOTS di antara narapidana/tahanan untuk membantu
berbagai kegiatan yang berhubungan dengan pelaksanaan penanggulangan TB di LAPAS dan
RUTAN harus dilaksanakan, terutama jika ada keterbatasan petugas kesehatan LAPAS dan
RUTAN. Narapidana/tahanan yang sudah dipilih (Pemuka kerja atau Tamping kesehatan)
harus diberikan sosialisasi dan pelatihan oleh petugas kesehatan LAPAS dan RUTAN
(dokter, dokter gigi atau perawat) dan atau petugas PRM/PS yang meliputi bagaimana cara
mengidentifikasi suspek TB, mengumpulkan dahak dan menjadi PMO. Petugas sukarela ini
juga dapat diperbantukan sebagai tenaga penyuluh kesehatan di LAPAS dan RUTAN (KIE).
xxxiii
Lampiran 2
FORMAT RENCANA KERJA
PROGRAM PENANGGULANGAN TB NASIONAL
LAPAS DAN RUTAN: _________________________________
PERIODE (Triwulan dan Tahun): ___________________
Periode (Triwulan)
NO.
Strategi
Indikator
Aktivitas
I
II
III
IV
Penanggung
jawab
Komitmen Politik
Penemuan Kasus
-Skrining
-Pemeriksaan kontak
-Penemuan kasus secara pasif
Pengobatan
Sistem Rujukan
Monitoring dan evaluasi
KIE
TB/HIV
34
Lampiran 3. Jejaring penegakan diagnosis antara LAPAS dan RUTAN dengan
Program TB setempat (Dinas Kesehatan Propinsi, Dinas Kesehatan Kab/Kota,
Puskesmas)
Lampiran 3.1. LAPAS dan RUTAN yang tidak mempunyai fasilitas laboratorium
Narapidana/tahanan baru masuk
Bukan
suspek TB
Suspek TB
Tim TB Propinsi dan Kab/Kota
- Supervisi
- Monitoring dan evaluasi
jejaring Lapas/Rutan-PRM
Klinik Lapas/Rutan:
PRM:
-
-
Pengambilan dahak
Fiksasi
Mengirim ke PRM
Memantau pengobatan pasien (PMO)
Berkoordinasi dengan PRM untuk
pemeriksaan dahak untuk follow up
pengobatan (konversi, sebulan sebelum
akhir pengobatan dan akhir pengobatan)
- Pencatatan dan pelaporan data
(tergantung dari sumber daya yang ada,
ketersediaan tenaga)
- Merujuk pasien yang akan dibebaskan
atau akan dipindahkan ke Lapas/Rutan
lain
-
-
-
Menyediakan Pot dahak
Melakukan pengecatan slide
Melakukan pembacaan slide
Melaporkan hasilnya ke
Lapas/Rutan
Menyediakan OAT
Melakukan pemeriksaan dahak
untuk follow up pengobatan
(konversi, sebulan sebelum akhir
pengobatan dan akhir
pengobatan)
Menyediakan form pencatatan
dan pelaporan
Melakukan pencatatan dan
pelaporan jika kemampuan
Lapas/Rutan terbatas.
Melaporkan kembali ke
Lapas/Rutan status rujukan
pasien jika narapidana/tahanan
dibebaskan ke masyarakat.
35
Lampiran 3.2. LAPAS dan RUTAN yang mempunyai fasilitas laboratorium
Narapidana/tahanan baru masuk
Bukan
suspek TB
Suspek TB
Tim TB Propinsi dan Kab/Kota
- Supervisi
- Monitoring dan evaluasi
jejaring Lapas/Rutan-PRM
Klinik Lapas/Rutan:
PRM atau PS:
-
-
-
Pengambilan dahak
Fiksasi
Melakukan pengecatan slide
Melakukan pembacaan slide
Memantau pengobatan pasien
(Directly Observed Therapy-DOT)
Melakukan pencatatan dan pelaporan
Merujuk pasien jika akan dibebaskan
ke masyarakat atau dirujuk ke
Lapas/Rutan lain
-
-
Menyediakan pot dahak
Menyediakan OAT
Menyediakan form
pencatatan dan pelaporan
Melaporkan kembali ke
Lapas/Rutan status rujukan
pasien jika
narapidana/tahanan
dibebaskan ke masyarakat.
Melacak kasus mangkir di
masyarakat.
36
Lampiran 4. Sistem Rujukan
Lampiran 4.1. Sistem Rujukan LAPAS dan RUTAN dengan Puskesmas
Tim DOTS Propinsi
Pasien
Informasi langsung
(Telpon, SMS, dll)
Koordinator Rujukan di Propinsi
Umpan Balik
Monitoring
Wasor Kab/Kota
Dirujuk oleh
Lapas/Rutan
Diterima oleh Puskesmas
(masyarakat)
37
Lampiran 4. 2. Sistem Rujukan antar LAPAS dan RUTAN
Tim DOTS Propinsi
Pasien
Informasi langsung
(Telpon, SMS, dll)
Koordinator Rujukan di Propinsi
Umpan Balik
Monitoring
Wasor Kab/Kota
Dirujuk oleh
Lapas/Rutan A
Diterima oleh
Lapas/Rutan B
38
Lampiran 5. Alur Sistem Informasi
Sektor Pemasyarakatan
Program TB Nasional
Ditjen Pemasyarakatan,
Subdit Pengawasan
Kesehatan dan Makanan
Ditjen PP & PL,
Subdit TB
Tim TB Tingkat Propinsi
Kanwil Dephukham
(tingkat Propinsi)
Lapas/Rutan
Tim DOTS
Propinsi
Tim TB Tingkat Kab/Kota
(Wasor Kab/Kota)
Dilaporkan
Umpan Balik
39
Download