1 PENGARUH METODE PROBLEM SOLVING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SISWA KELAS X SMA NEGERI 4 LUBUKLINGGAU TAHUN PELAJARAN 2015/2016 ARTIKEL JURNAL Oleh SRI WAHYUNI NIM 4011076 PROGRAM STUDI PNDIDIKAN MATEMATIKA JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM SEKOLAH INGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PERSATUAN GURU REPUBLIK INDONESIA (STKIP-PGRI) LUBUKLINGGAU 2015 PENGARUH METODE PROBLEM SOLVING TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH PADA PEMBELAJARAN MATEMATIKA SISWA KELAS X SMA NEGERI 4 LUBUKLINGGAU TAHUN PELAJARAN 2015/2016 Oleh Sri wahyuni, S.Pd.1 Sukasno, M. Pd.2 dan As Elly S, M.Pd. Mat.3 Email: [email protected] ABSTRACT The title of this thesis is "Effect of Problem Solving Methods for Problem Solving Ability in Mathematics Learning Class X SMAN 4 Lubuklinggau academic year 2015/2016". The problem in this study is whether there Effect of Problem Solving Methods for Problem Solving Ability on learning mathematics class X SMA Negeri 4 Lubuklinggau academic year 2015/2016. This type of research is True Experimental Design. The population around the class X SMA Negeri 4 Lubuklinggau academic year 2015/2016, totaling 267 students. The samples are first class as a class experiment X.1 and X.2 class as the control class. Dilakukann data collection techniques with techniques that shaped test description. Data were analyzed using t-test. Based on the results of t-test analysis at significance level α = 0.05, obtained t 2.2> 1.671 ttable can be concluded that there is significant influence learning methods Problem solving to problem-solving ability in mathematics class X SMA Negeri 4 Lubuklinggau Academic Year 2015/2016. The average score of students problem-solving capabilities experiments grade of 28.00 and 24.00 for the control classes. Keywords: Problem Solving, Mathematics. PENDAHULUAN Menurut National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) (dalam Sroyer, 2013:25), tujuan pembelajaran matematika adalah mengembangkan kemampuan: komunikasi matematis, penalaran matematis, problem solving matematis, koneksi matematis, dan representasi matematis. Lebih lanjut menurut NCTM, salah satu keterampilan matematika yang perlu dikuasai siswa adalah kemampuan problem solving matematis. Standar problem solving, National Council of Teachers of Mathematics (NCTM) menetapkan bahwa program pembelajaran dari pra-taman kanak-kanak sampai kelas 12 harus memungkinkan siswa untuk: membangun pengetahuan matematika baru melalui problem solving; memecahkan masalah yang muncul di dalam matematika dan di dalam konteks-konteks yang lain; menerapkan dan menyesuaikan bermacam-macam strategi yang sesuai untuk memecahkan masalah; dan memonitor dan merefleksikan proses dari problem solving matematis. Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Matematika 3 Pentingnya problem solving juga ditegaskan dalam NCTM yang menyatakan bahwa problem solving merupakan bagian integral dalam pembelajaran matematika. Kemampuan pemecahan masalah amatlah penting dalam matematika, bukan saja bagi mereka yang di kemudian hari akan mendalami atau mempelajari matematika, melainkan juga bagi mereka yang akan menerapkannya dalam bidang studi lain dan dalam kehidupan sehari-hari. Masalah Matematika digambarkan sebagai persoalan atau tantangan dimana seorang siswa tidak langsung mengetahui bagaimana cara atau prosedur khusus yang bisa digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut. Kemampuan pemecahan masalah merupakan salah satu kemampuan penting yang harus dimiliki oleh semua siswa. Namun kenyataannya, kemampuan pemecahan masalah Matematika siswa Indonesia sangat memprihatinkan. Hal ini bisa diamati berdasarkan hasil studi TIMMS tahun 2011 (Trends in International Mathematics and Science Study) yang menunjukkan bahwa siswa Indonesia berada pada ranking amat rendah yaitu berada pada peringkat ke-38 dari 45 negara yang berpartisipasi pada penilaian tersebut. Siswa indonesia mengalami kesulitan dalam kemampuan (1) memahami informasi yang komplek, (2) teori, analisis dan pemecahan masalah, (3) pemakaian alat, prosedur dan pemecahan masalah dan (4) melakukan investigasi (Pratiwi, 2013:42). Faktor penyebab kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah matematis adalah pemahaman siswa pada soal pemecahan masalah masih rendah, siswa belum mampu menganalisa maksud dan tujuan soal, siswa belum mampu memilih dan mengaplikasikan rumus yang sudah diperoleh selain itu kurangnya latihan dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah matematis, sehingga siswa mudah menyerah ketika diberikan masalah-masalah yang harus dipecahkan. Penggunaan metode yang kurang bervariatif juga sangat berpengaruh pada proses belajar-mengajar khususnya kemampuan pemecahan masalah matematis. Oleh karena itu, penulis menyimpulkan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematika siswa salah satunya dengan metode problem solving, karena pada pembelajaran yang menggunakan metode problem solving terdapat beberapa langkah-langkah yang akan membantu siswa dalam memecahkan suatu masalah. Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah terdapat pengaruh yang signifikan metode problem solving terhadap kemampuan pemecahan masalah pada pembelajaran matematika siswa kelas X SMA Negeri 4 Lubuklinggau Tahun Pelajaran 2015/2016 ?’’. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh metode problem solving terhadap kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas X SMA Negeri 4 Lubuklinggau tahun pelajaran 2015/2016. LANDASAN TEORI Metode Problem Solving Menurut Hamiyah & Jauhar (2014:126) metode problem solving merupakan metode yang merangsang berpikir dan menggunakan wawasan tanpa melihat kualitas pendapat yang di sampaikan oleh siswa. Seorang guru harus pandai-pandai merangsang siswanya untuk mencoba mengeluarkan pendapatnya. Metode Pemecahan masalah adalah penggunaan metode dalam kegiatan pembelajaran dengan jalan melatih siswa menghadapai berbagai masalah, baik masalah pribadi maupun masalah kelompok untuk di pecahkan mandiri atau bersama-sama. Orientasi pembelajarannya adalah investigasi dan penemuan yang pada dasarnya adalah pemecahan masalah. Syarifudin (2010:150) menyatakan bahwa metode pemecahan masalah adalah penyajian bahan ajar oleh guru dengan merangsang anak berpikir secara sistematis dengan menghadapkan siswa kepada beberapa masalah yang harus dipecahkan. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Metode Problem Solving adalah suatu metode yang mendorong siswa untuk menyelesaikan atau memecahkan persoalan-persoalan yang melibatkan proses, perbuatan, cara mengatasi atau memecahkan masalah. Langkah-langkah Metode Problem Solving Langkah-langkah metode Problem Solving, yaitu: a) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, b) Guru membagi siswa dalam beberapa kelompok sesuai banyaknya siswa. c) Guru memberikan masalah yang akan dipecahkan oleh siswa dengan membagikan Lembar Kerja Siswa (LKS). d) Siswa memahami dan mengidentifikasi masalah dengan mencari data atau keterangan dari buku-buku, dan bertanya dengan teman-teman kelompoknya. e) Siswa bekerjasama menghubungkan setiap data yang diperoleh dan merancang rencana penyelesaian. f) Siswa melakukan rencana penyelesaian dengan mencoba beberapa cara untuk memecahkan masalah serta menilai dan membuat suatu pilihan. Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Matematika 5 Kelebihan dan kelemahan Metode Problem Solving Kekurangan metode problem solving adalah dalam pembelajaran metode problem solving susahnya pemilihan masalah yang harus diterapkan karna seorang guru harus memahami karakter, kemampuan kognitif dan keterampilan siswa untuk menyelesaikan soal pemecahan masalah selain itu metode problem solving juga memerlukan waktu yang lama. Kelebihan metode Problem solving adalah merangsang pengembangan kemampuan berfikir siswa secara kreatif dan menyeluruh sehingga siswa dapat mengimplementasikan kemampuan pemecahan masalah pada dunia nyata. Kemampuan Pemecahan Masalah Pemecaham masalah merupakan salah satu strategi pengajaran berbasis masalah dimana guru membantu siswa untuk belajar memecahkan masalah melalui pengalamapengalaman pembelajaran, (David A.dkk, 2009:249). Sedangkan Polya (dalam Hamiyah & Jauhar, 2014:120) mengartikan pemecahan masalah sebagai suatu usaha mencari jalan keluar dari satu kesulitan guna mencapai satu tujuan yang tidak begitu mudah segera untuk dicapai. Pemecahan masalah adalah proses, cara, perbuatan, mengatasi atau memecahkan. Pemecahan masalah berarti keikutsertaan dalam suatu tugas yang metode pemecahannya tidak diketahui sebelumnya. Sedangkan menurut Wahyudin (2008:30) kemampuan pemecahan masalah adalah bagaian integral dari belajar matematika, dan dengan demikian pemecahan masalah jangan dijadikan bagaian yang terpisah dari matematika. Menurut Wena (2009:52) Hakikat pemecahan masalah adalah melakukan operasi prosedural urutan tindakan, tahap demi tahap secara sistemtis sebagai seorang pemula memecahkan suatu masalah. Sedangkan menurut Sudjana (2010:116) kemampuan pemecahan masalah upaya yang dilakukan peserta didik untuk mencari dan menetapkan alternative kegiatan dalam menjembatani suatu keadaan pada saat ini dengan keadaan yang diinginkan. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan kemampuan pemecahan masalah adalah upaya yang dilakukan untuk memperoleh jawaban yang tepat setelah menerapkan pengetahuan, pemahaman dan keterampilanya dalam memecahkan suatu masalah. a. Indikator Pemecahan Masalah Menurut Polya (dalam Hamiyah & Jauhar, 2014:121) indikator pemecahan masalah, yaitu : 1) Memahami masalah. Siswa memahami masalah dengan menganlisa data yang diketahui dan data yang belum diketahui serta siswa mencoba menghubungkan dari setiap data yang ada. 2) Merencanakan penyelesain. Setelah siswa memahami masalah dengan benar, selanjutnya mereka harus mampu menyusun rencana penyelesaian masalah dengan mencoba beberapa teorema atau rumus yang bisa digunakan. 3) Menyelesaikan masalah sesuai rencana Jika rencana penyelesaian suatu masalah telah dibuat, selanjutnya dilakukan penyelesaian masalah sesuai dengan rencana yang dianggap paling tepat. 4) Melakukan pengecekan kembali terhadap semua langkah yang telah dikerjakan. Untuk mengetahui hasil kemampuan pemecahan masalah siswa terdapat instrumen untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah matematika siswa. Adapun pemberian skor dalam pemecahan masalah memperlihatkan bagaimana cara untuk menyelesaikan masalah. Pemberian skor pemecahan masalah dalam penelitian ini diadopsi dari penskoran pemecahan masalah yang dikemukakan oleh Fauziah (2010:40), seperti pada tabel 1. Tabel 1 Pedoman Penskoran Kemampuan Pemecahan Masalah indikator Memahami Masalah Membuat Rencana Pemecahan Melakukan Perhitungan atau Melaksanakan Perencanaan Memeriksa Kembali Hasil 0 Salah menginterpretasikan/sala h sama sekali Tidak ada rencana, membuat rencana yang tidak relevan Tidak melakukan perhitungan 1 Salah menginterpretasikan sebagian soal, mengabaikan Melaksanakan prosedur yang benar dan mungkin menghasilkan jawaban yang benar tapi salah perhitungan 2 Memahami masalah soal selengkapnya Membuat rencana pemecahan yang tidak dapat dilaksanakan sehingga tidak dapat dilaksanakan Membuat rencana yang benar tetapi salah dalam hasil/tidak ada hasil Membuat rencana yang benar, tetapi tidak lengkap Membuat rencana sesuai dengan prosedur dan mengarah pada solusi yang benar Skor maksimal 4 Tidak ada pemeriksaan atau tidak ada keterangan lain Ada pemeriksaan tetapi tidak tuntas Skor 3 - 4 - Skor maksimal 2 Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Melakukan proses yang benar dan mendapatkan hasil yang benar - Pemeriksaan dilaksanakan untuk melihat kebenaran proses - - Skor maksimal 2 Dosen Prodi Matematika Skor maksimal 2 7 b. Kriteria Kemampuan Pemecahan Masalah Kriteria kemampuan pemecahan masalah dalam penelitian ini dimodifikasi dari Redhana (2013:79). Skor tertinggi untuk tiap soal pemecahan masalah sesuai dengan pedoman penskoran pemecahan masalah matematika di atas adalah 10 dan skor terendah untuk tiap soal adalah 0. Selanjutnya skor yang diperoleh siswa dikonversikan ke dalam nilai dengan skala nilai (0–10). Adapun kriteria pemecahan masalah matematika yang diperoleh siswa dapat dilihat pada tabel 2. Tabel 2 Kriteria Penggolongan Kemampuan Pemecahan Masalah Rentangan Skor 0,00 – 2,00 2,01 – 4,00 4,01 – 6,00 6,01 – 8,00 8,01 – 10,00 Kriteria Sangat Kurang Kurang Cukup Baik Sangat Baik Dimodifikasi dari Redhana (2013:79) HIPOTESIS PENELITIAN Arikunto (2010:110) menyatakan bahwa hipotesis merupakan suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Berdasarkan rumusan masalah dan uraian di atas maka hipotesis dalam penelitian ini adalah “Ada pengaruh yang signifikan metode Problem Solving terhadap kemampuan pemecahan masalah pada pembelajaran matematika siswa kelas X SMA Negeri 4 Lubuklinggau tahun pelajaran 2015/2016. METODE PENELITIAN Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah True Experimental Design, yaitu jenis-jenis eksperimen yang dianggap sudah baik karena sudah memenuhi prasyarat (Arikunto, 2010:125). Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat.Variabel bebas dalam penelitian ini adalah metode Problem Solving dan metode Konvensional. Sedangkan variabel terikat dalam penelitian ini yaitu kemampuan pemecahan masalah pada pembelajaran matematika siswa kelas X SMA Negeri 4 Lubuklinggau. Desain Eksperimen yang digunakan berbentuk pre-test dan posttest design. Adapun pola penelitian pre-test dan post-test menurut Arikunto (2010:126) polanya dapat digambarkan sebagai berikut: E 01 R K X 02 03 Populasi dalam 04 penelitian ini adalah semua siswa kelas X SMA Negeri 4 Lubuklinggau tahun pelajaran 2015/2016 yang terdiri dari 8 kelas dengan jumlah populasi siswa 267 siswa. Dalam penelitian ini sampel yang diambil dengan menggunakan teknik sampel random. Dari delapan kelas, dua kelas yang terpilih adalah X.1 sebagai kelas eksperimen dan kelas X.2 sebagai kelas kontrol. Teknik pengumpulan data yang digunakan pada penelitian ini yaitu dengan teknik tes. Dalam penelitian ini tes dilakukan dua kali yaitu sebelum (pre-test) dan sesudah (post-test). Tes yang digunakan adalah tes tertulis berbentuk uraian soal sebanyak empat soal. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan langkahlangkah sebagai berikut: (1) menetukan rata-rata skor dan simpangan baku, (2) uji normalitas data, dan (3) uji homogenitas. Karena data berdistribusi normal dan homogen, maka Uji hipotesisnya menggunakan uji-t dengan rumus : 𝑡= 𝑥 1 −𝑥 2 𝑠 1 1 + 𝑛1 𝑛2 dengan: 𝑠 = 𝑛 1 −1 𝑠12 + 𝑛 2 −1 𝑠22 𝑛 1 +𝑛 2 −2 Kriteria pengujiannya adalah terima Ho jika thitung< ttabel. Tolak Ho jika thitung ttabel. (Sudjana, 2005:239). HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Penelitian ini dilakukan di kelas X SMA Negeri 4 Lubuklinggau pada semester genap tahun ajaran 2015/2016 pada materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV). Penelitian ini dimulai dari tanggal 29 Juli 2015 sampai 29 Agustus 2015. Dari seluruh siswa kelas X yang berjumlah 8 kelas diambil dua kelas untuk dijadikan sebagai sampel penelitian yaitu kelas X.1 dan X.2. Pada pelaksanaan pembelajaran peneliti bertindak sebagai pembimbing (guru). Sebelum pelaksanaan penelitian, peneliti terlebih dahulu melakukan uji coba instrumen tes yang tujuannya yaitu untuk mengetahui kevalidan soal yang akan digunakan. Uji coba instrumen dilaksanakan pada tanggal 11 Mei 2015 di kelas X.2 SMA Negeri 4 Lubuklinggau dengan jumlah siswa yang mengikuti uji coba instrumen yaitu sebanyak 30 orang siswa. Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Matematika 9 Kemampuan Awal Siswa Kemampuan awal yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pengetahuan awal yang dimiliki siswa sebelum diberi pembelajaran materi Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV), kemampuan awal diperoleh melalui tes. Kemampuan awal yang dimaksud merupakan kemampuan siswa sebelum diberikannya pembelajaran dengan metode Problem Solving. Berdasarkan data hasil pre-test dapat dijabarkan bahwa dari 34 siswa kelas eksperimen yang mengikuti pre-test dengan rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah kelas eksperimen adalah 12,09 dan rata-rata kemampuan awal pemecahan masalah kelas kontrol adalah 11,68. Dan berdasarkan hasil uji-t terlihat bahwa hasil pre-test diperoleh t hitung 0,28 dengan t tabel 2,000 karena t hitung t tabel maka H 0 diterima sehingga diperoleh tidak terdapat perbedaan yang signifikan kemampuan awal siswa tentang kemampuan pemecahan masalahantara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kemampuan Akhir Siswa Kemampuan akhir siswa yang dimaksud dalam penelitian ini adalah kemampuan akhir yang dimiliki siswa setelah diberi materi Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV) dengan menggunakan metode Problem Solving. Kemampuan akhir diperoleh melalui posttest (tes akhir) yang diikuti oleh siswa kelas X.1 dan kelas X.2 masing-masing sebanyak 34 siswa, dari hasil perhitungan data tes akhir, dapat dilihat bahwa terdapat pengaruh yang signifakan metode Problem Solving dan rata-rata nilai kelas eksperimen sebesar 28,00. Berdasarkan data hasil post-test dapat dijabarkan bahwa dari 34 siswa kelas eksperimen yang mengikuti post-test dengan rata-rata skor kemampuan akhir pemecahan masalah kelas eksperimen adalah 28,00 dan rata-rata kemampuan akhir pemecahan masalah kelas kontrol adalah 24,00. terlihat bahwa hasil perhitungan uji-t hasil post-test diperoleh t hitung 2,2 dengan t tabel 1,671 , karena nilai t hitung t tabel maka H 0 ditolak sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis yang diajukan dapat diterima kebenarannya. Jadi secara deskriptif dapat dikatakan bahwa terdapat pengaruh kemampuan pemecahan masalah setelah diterapkan metode konvensional pada kelas kontrol dan metode Problem Solving pada kelas eksperimen. Dari data di atas dapat dilihat bahwa peningkatan rat-rata kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas eksperimen adalah sebesar 15,9 % dan peningkatan ratarata kemampuan pemecahan masalah matematika kelas kontrol adalah sebesar 12,2%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa peningkatan kemampuan pemecahan masalah kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan kemampuan pemecahan masalah kelas kontrol. Rata-rata nilai pre-test dan post-test dapat dilihat pada grafik 1. Grafik 1 Rata-Rata Skor Kemampuan Pemecahan Hasil Pre-test ke Post-test 28,00 30 24,00 25 20 15 12,09 11,68 Eksperimen 10 Kontrol 5 0 Pre-test Post-test Pembahasan Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan metode problem solving terhadap kemampuan pemecahan masalah pada pembelajaran matetatika siswa kelas X SMA Negeri 4 Lubuklinggau. Pada pertemuan pertama, Sebelum memulai pembelajaran peneliti terlebih dahulu melakukan perkenalan kepada siswa setelah itu menginformasikan langkah-langkah pelaksanaan metode pembelajaran problem solving guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai lalu membagi siswa kedalam beberapa kelompok sesuai dengan jumlah siswa dan pembagian kelompoknya berdasarkan kemampuan kognitif siswa yaitu siswa yang berkemampuan tinggi dipasangkan dengan siswa yang berkemampuan rendah dan siswa yang berkemampuan sedang dipasangkan dengan siswa yang berkemampuan sedang. Hal ini dilakukan agar hasil belajar siswa dapat tercapai secara maksimal. Kemudian guru juga memberikan penjelasan bahwa dua kali untuk pertemuan berikutnya tetap pada kelompok yang sudah ditentukan. Pada saat proses pembelajaran berlangsung dengan materi sistem persamaan linear dua variabel dengan indikator yang harus dicapai adalah mengidentifikasi dan merancang model matematika dari sistem persamaan linear dua variabel dalam menyelesaikan masalah dalam kehidupan sehari-hari yang berkaitan dengan sistem persamaan linear dua variabel. Pada langkah memahami masalah siswa harus membaca baik-baik permasalahan yang guru berikan sehingga dapat memahami maksud dan tujuan Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Matematika 11 soal, langkah perencanaan ini berarti siswa berfikir dan memilih rencana penyelesaian masalah yang tepat dan sesuai prosedur dalam menyelesaikan masalah tahap kedua ini siswa akan sering bertanya tentang rencana dan prosedur penyelesaian karena siswa biasannya menjawab soal sistem persamaan linear dengan cara yang langsung tanpa harus mealaui 4 tahap, langkah pelaksanaan rencana yaitu pengaplikasian rencana yang telah ditetapkan dilangkah kedua, langkah keempat yaitu evaluasi atau pembuktiaan jawaban yang telah diperoleh dalam tahap ini siswa belum melaksanakan bagaian evaluasi. Hambatan yang muncul pada pertemuan pertama yaitu : 1) siswa lambat dalam menyelesaikan soal kemampuan pemecahan masalah, 2) siswa belum mampu merancang rencana seutuhnya, 3) siswa perlu beradaptasi dengan kelompoknya. Pada pertemuan pertama ada 4 kelompok yang dapat melakukan rencana pemecahan masalah pada tahap dua. Pada saat pelaksanaan penelitian dengan pembelajaran metode problem solving peneliti menemukan beberapa hambatan. Hambatan yang muncul pada pertemuan pertama yaitu : 1) siswa lambat dalam menyelesaikan soal kemampuan pemecahan masalah, 2) siswa belum mampu merancang rencana seutuhnya, 3) siswa perlu beradaptasi dengan kelompoknya. Pada pertemuan pertama ada 4 kelompok yang dapat melakukan rencana pemecahan masalah pada tahap dua Pada pertemuan kedua siswa sudah mulai memahami masalah beberapa kelompok sudah mampu memahami masalah dengan baik yaitu dengan mencari tau data apa saja diketahui dan data apa aja yang belum diketahui dengan memperhatikan kalimat pertannyaannya karena di kalimat pertanyaan itulah dapat melihat pemisalan x dan y yang akan diambil. Tahap kedua perencanaan, siswa bersama kelompoknya berfikir dan bediskusi bersama untuk menyusun rumusan pemahaman yang telah mereka peroleh dari pemahan masalah pada tahap satu, mereka mulai membuat model matematikanya dengan kosultasi dengan guru karena penerapan metode ini jarang mereka jumpai makanya siswa lebih aktif bertanya. Pada langkah ketiga biasannya siswa agak kesusahan menggunakn metode substitusi yaitu pada tahap mengubah peubah x ke fungsi y dan sebaliknya. Pada pertemuan kedua beberapa siswa bersama kelompoknya masing-masing sudah mulai melakukan langkah pemecahan pada tahap tiga tetapi siswa belum melakukan evaluasi, ada lima kelompok yang sudah malakukan pemecahan masalah pada tahap tiga dan dua kelompok yang sudah melaksanakan tahapan pemecahan masalah pada tahanp empat. Pada pertemuan ketiga dengan materi sitem persamaan linear dan dengan indikator menetukan penyelesaian model matematika yang berkaitan dengan sistem persamaan linear dua variabel dan menafsirkan hasil pnyelesaian yang berhubungan dengan sistem persamaan linear dua variabel yang dibatasi pada metode eliminasi dan substitusi. Proses pembelajaran yang dilakukan oleh siswa mengalami peningkatan dari pada pertemuan pertama dan kedua karena sudah banyak siswa yang dapat melaksanakan tahapan tersebut dengan baik beberapa kelompok sudah melakukan tahapan ke empat yaitu evaluasi atau pemeriksaan kembali jawaban mereka. Ada 5 kelompok sudah mandiri dalam menjalankan pemecahan masalah dengan baik yaitu sudah mampu melaksanakan pada tahap empat, dan 2 kelompok masih membutuhkan arahan dari guru untuk melakukan pemeriksaaan kembali, selain itu dipertemuan ketiga siswa sudah bisa bekerja sama antara satu dengan yang lain, siswa juga sudah bisa memanfaatkan waktu sebaik-baiknya. Selama penelitian dikelas X.I SMA Negeri 4 Lubuklinggau terdapat hambatan atau kesulitan yang ditemukan antara lain dari segi metode pembelajaran yang jarang digunakan sehingga membutuhkan waktu untuk siswa memahami perintah guru dalam prosedur pemecahan masalah, ketika pembagian kelompok siswa butuh menyesuaikan dengan kelompoknya ada juga beberapa siswa yang pasif di dalam keompoknya. Siswa cenderng lambat menyelesaikan sustu permasalahan karena belum terbiasa dengan posedur pemecahan masalah. Sringkali kekurangan waktu dalam menyelesaiakn suatu permasalahan yang diberikan oleh guru. Mengatasi hambatan ini, guru akan mengontrol perkelompok, memeberi arahan dan mengingatkan kembali tahap-tahap pemecahan suatu masalah yang harus dilalui oleh siswa. Hal ini dilakukan agar tahap-tahap dalam proses pembelajaran ini dapat berjalan tertib dan dapat berhasil Tabel 5 Rekapitulasi Hasil Problem Solving No 1 2 3 4 langkah-langkah Problem solving Memahami Masalah Merancang Rencana Melaksanakan Rencana Memeriksa Kembali Pertemuan ke I 7 4 - Pertemuan ke II 7 7 5 2 Pertemuan ke III 7 7 7 5 SIMPULAN Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan pemberian Metode Pembelajaran Problem Solving terhadap Alumni STKIP-PGRI Lubuklinggau, 2 dan 3 Dosen Prodi Matematika 13 kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas X SMA Negeri 4 Lubuklinggau. Rata-rata skor kemampuan pemecahan masalah matematika siswa kelas eksperimen sebesar 28,00 dan kelas kontrol sebesar 24,00. DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta. Ayuni,Reri. 2012 Pengaruh Metode Problem solving terhadap Hasil Belajar Matematika Djamarah, Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 2010. Srategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta. Fauziah, Anna. 2010. Peningkatan Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMP Melalui Strategi REACT (Relating, Experiencing, Applying, Cooperating, Transferring). Tesis UPI. Hamiyah, Nur dan Muhamad Jauhar. 2014. Strategi Belajar-Mengajar Di Kelas. Jakarta:Prestasi Pustakaraya. Pratiwi, Riezky Indah. 2013. Kajian Literatur tentang Heuristik dalam Pemecahan Masalah Matematika. . Prosiding Program Studi Pendidikan Matematika SPs UPI. Redhana, I Wayan. 2013. Model Pembelajaran Berbasis Masalah untuk Peningkatan Keterampilan Pemecahan Masalah dan Berfikir Kritis. Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, Jilid 46 No. 1. Sudjana. 2005. Metode Statistika.Bandung: Tarsito. Sugiyono. 2012. Statistika untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta. Sroyer, Agustinus. 2013. Pentingnya Quantitative Reasoning (QR) Dalam Problem Solving . Prosiding Program Studi Pendidikan Matematika PMIPA FKIP Universitas Sebelas Maret. .