BPH

advertisement
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar Medis
1. Pengertian
Benigna Prostate Hiperplasia (BPH) adalah suatu kondisi yang
sering terjadi sebagai hasil dari pertumbuhan dan pengendalian hormon
prostat (Yuliana Elin, 2011).
Hipertropi prostat merupakan kelainan yang sering ditemukan.
Istilah hipertrofi sebenarnya kurang tepat karena yang terjadi sebenarnya
adalah hiperplasia kelenjar periuretral yang mendesak jaringan prostat asli
ke perifer dan menjadi simpai bedah (Sjamsuhidajat & de Jong, 2005).
Benigna prostat hyperplasia adalah pertumbuhan nodul-nodul
fibriadenomatosa majemuk dalam prostate, pertumbuhan tersebut dimulai
dari bagian periuretral sebagai proliperasi yang terbatas dan tumbuh
dengan menekan kelenjar normal yang tersisa (Sylvia A. Price, 2006).
Benigna prostate hyperplasia adalah kondisi patologis yang paling
umum pada pria lansia dan penyebab kedua yang paling sering
untuk intervensi medis pada pria di atas usia 60 tahun (Brunner &
Suddarth, 2005).
Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa BPH
adalah suatu kondisi dimana sistem perkemihan mengalami gangguan
yang
disebabkan
oleh
terjadinya
pertumbuhan
kelenjar
prostat
7
Asuhan Keperawatan Pada..., ANGGA SURYA KUSUMA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
8
mengelilingi saluran kemih pada pria dengan usia diatas 50 tahun yang
mengakibatkan kurang lancarnya berkemih.
2. Anatomi & Fisiologi
a. Anatomi Prostat
Menurut Wibowo dan Paryana (2009). Kelenjar prostat terletak
dibawah kandung kemih, mengelilingi uretra posterior dan disebelah
proksimalnya berhubungan dengan buli-buli, sedangkan bagian
distalnya kelenjar prostat ini menempel pada diafragma urogenital
yang sering disebut sebagai otot dasar panggul. Gambar letak prostat
terlihat di gambar 2.1
Gambar 2.1 Letak Anatomi Prostat
( Hidayat, 2009 )
b. Fisiologi prostat
Menurut Purnomo (2011) fisiologi prostat adalah suatu alat
tubuh yang tergantung kepada pengaruh endokrin. Pengetahuan
mengenai sifat endokrin ini masih belum pasti. Bagian yang peka
Asuhan Keperawatan Pada..., ANGGA SURYA KUSUMA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
9
terhadap estrogen adalah bagian tengah, sedangkan bagian tepi peka
terhadap androgen. Oleh karena itu pada orang tua bagian tengahlah
yang mengalami hiperplasi karena
sekresi androgen
berkurang
sehingga kadar estrogen relatif bertambah. Sel-sel kelenjar prostat
dapat membentuk enzim asam fosfatase yang paling aktif bekerja pada
pH 5.
Prostat bersifat difus dan bermuara ke dalam pelksus santorini.
Persarafan prostat terutama berasal dari simpatis pleksus hipoglaktikus
dan serabut yang berasal dari nervus sakralis ketiga dan keempat
melalui pleksus sakralis. Drainase limfe prostat ke nodi limfatisi
obturatoria, iliaka eksterna dan pre sakralis, serta sangat penting dalam
mengevaluasi luas penyebaran penyakit dari prostat (Andra Yessie,
2013). Sedangkan menurut Smeltzer (2005), sewaktu perangsangan
seksual, prostat mengeluarkan cairan encer seperti susu yang
mengandung berbagai enzim dan ion ke dalam duktus ejakulatorius.
Cairan ini menambah volume cairan vesikula seminalis dan sperma.
cairan prostat bersifat basa (alkalis). Sewaktu mengendap di cairan
vagina wanita, bersama ejakulat yang lain, cairan ini dibutuhkan
karena motilitas sperma akan berkurang dalam lingkungan dengan pH
rendah.
3. Etiologi
Menurut R. Sjamsuhidajat dan Wim de jong (2010) dengan
bertambahnya usia, akan terjadi perubahan keseimbangan testosteron dan
Asuhan Keperawatan Pada..., ANGGA SURYA KUSUMA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
10
estrogen karena produksi estrogen menurun dan terjadi konversi
testosteron menjadi estrogen pada jaringan adiposa di perifer. Perubahan
mikroskopik pada prostat telah terjadi pada pria usia 30-40 tahun. Bila
perubahan mikrokopik ini berkembang, akan terjadi perubahan patologik
anatomi yang ada pada pria usia 50 tahun angka kejadiannya sekitar 50%,
dan pada usia 80 tahun 80%. Sekitar 50% dari angka tersebut
menyebabkan gejala dan tanda klinis.
Menurut Nursalam (2006), hingga sekarang belum diketahui secara
pasti penyebab prostat hiperplasi, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan
bahwa hiperplasi prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar
dehidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan. Beberapa hipotesis yang
diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasi prostat adalah :
a. Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan
estrogen pada usia lanjut.
b. Peranan dari growth factor (faktor pertumbuhan) sebagai pemicu
pertumbuhan stroma kelenjar prostat.
c. Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang
mati. Diduga hormon androgen berperan menghambat proses kematian
sel karena setelah dilakukan kastrasi, terjadi peningkatan aktivitas
kematian
sel
kelenjar
prostate.
Estrogen
diduga
mampu
memperpanjang usia sel-sel prostate.
d. Teori sel stem, menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel
stem sehingga menyebabkan produksi sel stroma dan sel epitel
kelenjar prostat menjadi berlebihan.
Asuhan Keperawatan Pada..., ANGGA SURYA KUSUMA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
11
4. Pathofisiologi
Sjamsuhidajat dan Wim de Jong (2005), menyebutkan bahwa pada
umumnya gangguan ini terjadi setelah usia pertengahan akibat perubahan
hormonal. Bagian paling dalam prostat membesar dengan terbentuknya
adenoma yang tersebar. Pembesaran adenoma yang progresif menekan
atau mendesakn jaringan jaringan prostat yang normal ke kapsula sejati
yang menghasilkan kapsula bedah. Kapsula bedah ini menahan
perluasannya dan adenoma cenderung tumbuh ke dalam lumennya, yang
membatasi pengeluaran urin. Akhirnya diperlukan peningkatan penekanan
untuk mengosongkan kandung kemih. Serat – serat muskulus destrusor
berespon hipertropi, yang menghasilkan trabekulasi di dalam kanndung
kemih. Pada beberapa kasus jika obstruksi keluar terlalu hebat, terjadi
dekompensasi kandung kemih menjadi struktur yang flasid (lemah),
berdilatasi dan sanggup berkontraksi secara efektif. Karena terdapat sisa
urin, maka terdapat peningkatan infeksi dan batu kandung kemih.
Peningkatan tekanan balik dapat menyebabkan hidronefrosis. Retensi
progresif bagi air, natrium, dan urea dapat menimbulkan edema hebat.
Menurut Mansjoer Arif, (2003) pembesaran prostat terjadi secara
perlahan-lahan pada traktus urinarius, terjadi perlahan-lahan. Pada tahap
awal terjadi pembesaran prostat sehingga terjadi perubahan fisiologis yang
mengakibatkan resistensi uretra daerah prostat, leher vesika kemudian
detrusor mengatasi dengan kontraksi lebih kuat. Sebagai akibatnya serat
destrusor akan menjadi lebih tebal dan penonjolan serat destrusor ke dalam
Asuhan Keperawatan Pada..., ANGGA SURYA KUSUMA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
12
mukosa buli-buli akan terlihat sebagai balok-balok yang tampai
(trabekulasi). Jika dilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa
vesika dapat menerobos keluar di antara serat destusor sehingga terbentuk
tojolan mukosa yang apabila kecil dinamakan sekula dan apabila besar
disebut diverkel. Fase penebalan destrusor adalah fase kompensasi yang
apabila berlanjut destrusor akan menjadi lelah dan akhirnya akan
mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk kontraksi, sehingga
terjadi retensi urin total yang berlanjut pada hidronefrosis dan disfungsi
saluran kemih atas.
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra
prostatika dan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan
peningkatan tekanan intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urine, buli–
buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan tekanan itu. Kontraksi
yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomik buli–buli
berupa hipertropi otot destrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sakula,
dan divertikel buli–buli. Perubahan struktur pada buli-buli tersebut yang
oleh pasien dirasakan sebagai keluhan pada saluran kemih sebelah bawah
atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan
gejala prostatismus (Nursalam, 2006).
5. Manifestasi Klinik
Menurut Yuliana Elin (2011), pasien BPH dapat menunjukkan
berbagai macam tanda dan gejala. Gejala BPH berganti-ganti dari waktukewaktu dan mungkin dapat semakin parah, menjadi stabil, atau semaki
buruk secara spontan.
Asuhan Keperawatan Pada..., ANGGA SURYA KUSUMA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
13
Berbagai tanda dan gejala dapat dibagi dalam dua kategori:
obstruktif (terjadi ketika faktor dinamik/atau faktor static mengurangi
pengosongan kandung kemih) dan iritatif (hasil dari obstruksiyang sudah
berjalan lama pada leher kandung kemih).
Menurut Andra Saferi dan Yessie Mariza (2013), timbulnya gejala
LUTS (lower urinary tract symptom) merupakan manifestasi kompensasi
otot buli-buli untuk untuk mengeluarkan urine. Pada suatu saat, otot bulibuli mengalami kepayahan (fatique) sehingga jatuh kepada fase
dekompensasi yang diwujudkan dalam bentuk retensi urine akut.
Adapun gejala dan tanda yang nampak pada pasien dengan BPH:

Retensi urine

Kurangnya atau lemahnya pancaran kencing

Miksi yang tidak puas

Frekuensi kencing bertambah terutama malam hari (nocturia)

Miksi harus mengejan

Terasa panas, nyeri atau sekitar waktu miksi (disuria)

Massa pada abdomen bagian bawah (hematuria)

Urgency
(dorongan
yang
mendesak
dan
mendadak
untuk
mengeluarkan urin)

Kesulitan mengawali dan mengakhiri miksi

Kolik renal

Berat badan turun
Asuhan Keperawatan Pada..., ANGGA SURYA KUSUMA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
14
Menurut Pierce A. Grace dan Neil R. Borley (2007) mengatakan
bahwa obstruksi dini pada saluran keluar yaitu:

Pancaran lemah, hesistansi, intermitensi, menetes/dribbling, mengejan
saat berkemih, retensi urin akut.
Ketidakstabilan destrusor menyebabkan:

Frekuensi, urgensi, nokturia, disuria, inkontinensia.
Akhirnya terjadi kegagalan otot destrusor dan retensi kronis:

Kandung kemih yang teraba (atau dapat diperkusi) inkontinensia.

Pembesaran prostat yang licin pada pemeriksaan RT.
6. Klasifikasi BPH
Tabel 2.1 Kategori keparahan BPH berdasarkan gejala dan tanda
Keparahan penyakit
Ringan
Kekhasan gejala dan tanda
Asimtomatik
Kecepatan urinary puncak<10mL/s
Volume urin residual setelah pengosongan >25-50 mL
Peningkatan BUN dan kreatinin serum
Sedang
Semua tanda diatas ditambah obstruktif penghilangan gejala
dan iritatif penghilangan gejala 9tanda dari destrusor yang
tidak stabil)
Parah
Semua tanda diatas ditambah satu atau dua lebih komplikasi
BPH
Sumber: ISO farmakoterapi 2 hal: 146
Derajat berat BPH menurut Sjamsuhidajat & de Jong (2005)
dibedakan menjadi 4 tingkat seperti terlihat dalam tabel 2.1 yang dinilai
berdasakan pemeriksaan fisik dengan colok dubur dan pemeriksaan sisa
volume urin/atau residu urin yang ada di kandung kemih setelah pasien
berkemih dengan menggunakan kateter.
Asuhan Keperawatan Pada..., ANGGA SURYA KUSUMA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
15
Tabel 2.2 Derajat berat hipertrofi prostat
Derajat
I
II
III
IV
Colok Dubur
Penonjolan prostat, Batas atas dapat diraba
Penonjolan prostat jelas, batas atas dapat
dicapai
Batas atas prostat tidak dapat diraba
Batas atas prostat tidak dapat diraba
Sisa Volume Urin
< 50 ml
50 – 100 ml
> 100 ml
Retensi urin total
Menurut R. Sjamsuhidayat dan wim de jong (2010) :
a. Derajat satu biasanya belum memerlukan tindakan tindakan bedah,
diberi pengobatan konservatif.
b. Derajat dua merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan
biasanya dianjurkan reseksi endoskopik melalui uretra (trans urethral
resection / tur).
c. Derajat tiga reseksi endoskopik dapat dikerjakan, bila diperkirakan
prostate sudah cukup besar, reseksi tidak cukup 1 jam sebaiknya
dengan pembedahan terbuka, melalui trans retropublik/perianal.
d. Derajat empat tindakan harus segera dilakukan membebaskan klien
dari retensi urine total dengan pemasangan kateter.
7. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Andra saferi dan Yessie mariza (2013), pemeriksaan
penunjang yang seharusnya dilakukan pada pasien dengan BPH adalah:
a. Pemeriksaan colok dubur (Rectal Toucher)
Pemeriksaan colok dubur adalah memasukkan jari telunjuk yang sudah
diberi pelicin ke dalam lubang dubur. Pada pemeriksaan colok dubur
dinilai:
Asuhan Keperawatan Pada..., ANGGA SURYA KUSUMA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
16
1) Tonus sfingter ani dan refleks bulbo-kavernosus (BCR).
2) Mencari kemungkinan adanya massa didalam lumen rectum.
3) Menilai keadaan prostate.
b. Laboratorium
1) Urinalisa untuk melihat adanya infeksi, hematuria.
2) Ureum, creatinin, elektrolit untuk melihat gambaran fungsi ginjal.
c. Pengukuran derajat berat obstruksi
1) Menentukan jumlah sisa urin setelah penderita miksi spontan
(normal sisa urin kosong dan batas intervensi urin lebih dari 100 cc).
2) Pancaran urin (uroflowmetri) syarat : jumlah urin dalam vesika 125
s/d 150 ml. angka normal rata-rata 10 s/d 12 ml/detik, obstruksi
ringan 6-8 ml/detik.
d. Pemeriksaan lain
1) BNO/IVP untuk menentukan adanya divertikel, penebalan bladder
2) USG dengan transuretral ultrasonografi prostat (TRUS P) untuk
menentukan volume prostate
3) Trans-abdominal USG : untuk mendeteksi bagian prostat yang
menonjol ke buli-buli yang dapat dipakai untuk meramalkan
derajat berat obstruksi apabila ada batu dalam vesika.
4) Cystoscopy untuk melihat adanya penebalan pada dinding bladder.
Menurut sjamsuhidajat dan wim de jong (2007), dengan
pemeriksaan radiologik, seperti foto polos perut dan pielografi intravena,
dapat diperoleh keterangan mengenai penyakit ikutan, misalnya batu
Asuhan Keperawatan Pada..., ANGGA SURYA KUSUMA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
17
saluran kemih, hidronefrosis, atau divertikulum kandung kemih. kalau
dibuat foto stelah miksi, dapat dilihat sisa urin. Pembesaran prostat dapat
dilihat sebagai lesi defek isian kontras pada dasar kandung kemih. Secara
tidak langsung, pembesaran prostat dapat diperkirakan apabila dasar bulibuli pada gambaran sistogram tampak terangkat ujung distal ureter
membelok ke atas berbentuk seperti mata kail. Apabila fungsi ginjal buruk
sehingga ekskresi ginjal kurang baik atau penderita sudah dipasang kateter
menetap, dapat dilakukan sitogram retrograd.
8. Penatalaksanaan Medis
Menurut Sjamsuhidjat dan de Jong (2010) dalam penatalaksanaan
pasien dengan BPH tergantung pada stadium-stadium dari gambaran
klinis, yaitu :
a. Stadium I
Pada stadium ini biasanya belum memerlukan tindakan bedah,
diberikan
pengobatan
konservatif,
misalnya
menghambat
adrenoresptor alfa seperti alfazosin dan terazosin. Keuntungan obat ini
adalah efek positif segera terhadap keluhan, tetapi tidak mempengaruhi
proses hiperplasi prostat. Sedikitpun kekurangannya adalah obat ini
tidak dianjurkan untuk pemakaian lama.
b. Stadium II
Ada stadium II merupakan indikasi untuk melakukan
pembedahan biasanya dianjurkan reseksi endoskopi melalui uretra
(trans uretra).
Asuhan Keperawatan Pada..., ANGGA SURYA KUSUMA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
18
c. Stadium III
Pada stadium III reseksi endoskopi dapat dikerjakan dan
apabila diperkirakan prostat sudah cukup besar, sehinga reseksi tidak
akan selesai dalam 1 jam. Sebaiknya dilakukan pembedahan terbuka.
Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui trans vesika, retropubik
dan perineal.
d. Stadium IV
Pada stadium IV yang harus dilakukan adalah membebaskan
penderita dari retensi urin total dengan memasang kateter atau
sistotomi. Setelah itu, dilakukan pemeriksaan lebih lanjut amok
melengkapi
diagnosis,
kemudian
terapi
definitive
dengan
Transurethral Resection (TUR) atau pembedahan terbuka.
Pada penderita yang keadaan umumnya tidak memungkinkan
dilakukan pembedahan dapat dilakukan pengobatan konservatif
dengan
memberikan
obat
penghambat
adrenoreseptor
alfa.
Pengobatan konservatif adalah dengan memberikan obat anti androgen
yang menekan produksi LH.
Menurut Andra saferi dan yessie mariza, (2013) penatalaksanaan
pada BPH dapat dilakukan dengan:
a. Observasi
Kurangi
minum
setelah
makan
malam,
hindari
obat
dekongestan, kurangi kopi, hindari alkohol, tiap 3 bulan kontrol
keluhan, sisa kencing dan colok dubur.
Asuhan Keperawatan Pada..., ANGGA SURYA KUSUMA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
19
b. Medikamentosa
Terapi medikamentosa pada penanganan BPH antara lain :
1) Mengharnbat adrenoreseptor alfa
2) Obat anti androgen
3) Penghambat enzim alfa 2 reduktase
4) Fisioterapi
c. Terapi Bedah
Prostatectomy
merupakan
tindakan
pembedahan
bagian
prostate (sebagian/seluruh) yang memotong uretra, bertujuan untuk
memeperbaiki aliran urin dan menghilangkan retensi urinaria akut.
Prostatektomy diindikasikan untuk hiperplasia dan kanker
prostat. Prostatektomi mencakup bedah pengangkatan sebagian atau
keseluruhan
kelenjar
prostat.
Pendekatan
pembedahan
dapat
transuretra (melalui uretra), atau melalui suprapubis (abdomen bawah
dan leher kandung kemih), perineal (anterior rektum), atau insisi
retropubis (abdomen bawah, tidak dilakukan reseksi leher kandung
kemih). (Carpenito, 2010)
Menurut Smeltzer dan Bare (2005) jenis Prosratektomy, yaitu :
1) Trans Uretral Resection Prostatectomy (TURP)
Yaitu pengangkatan sebagian atau keseluruhan kelenjar prostat
melalui sitoskopi atau resektoskop yang dimasukkan melalui
uretra.
Asuhan Keperawatan Pada..., ANGGA SURYA KUSUMA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
20
2) Prostatektomi Suprapubis (Suprapubic/Open Prostatectomy)
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi yang dibuat
pada kandung kemih.
3) Prostatektomi retropubis (Retropubik Prostatectomy)
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat melalui insisi pada abdomen
bagian bawah melalui fosa prostat anterior tanpa memasuki
kandung kemih.
4) Prostatektomi Peritoneal (Perineal Prostatectomy)
Yaitu pengangkatan kelenjar prostat radikal melalui sebuah insisi
diantara skrotum dan rektum.
d. Terapi Invasif Minimal
Terapi invasif minimal dalam penatalaksanaan Benign Prostatic
Hyperplasia (BPH), antara lain :
1) Trans Uretral Mikrowave Thermotherapy (TUMT)
Yaitu pemasangan prostat dengan gelombang mikro yang disalurkan
ke kelenjar prostat melalui antena yang dipasang melalui/pada
ujung kateter.
2) Trans Uretral Ballon Dilatation (TUBD)
3) High Intensity Focused Ultrasound
4) Ablasi Jarum Transuretra (TUNA)
5) Stent Prostat
Asuhan Keperawatan Pada..., ANGGA SURYA KUSUMA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
21
Menurut Mansjoer, dkk (2000) dalam pemilihan prosedur
pembedahan prostatektomy bergantung pada :
a. Ukuran kelenjar
b. Keparahan obstruksi
c. Usia dan kondisi pasien
d. Adanya Penyakit berkaitan
9. Komplikasi
Menurut Andra dan Yessie (2013), komplikasi yang dapat terjadi
pada hipertropi prostat adalah :
a. Retensi kronik dapat menyebabkan refluks vesiko-ureter, hidroureter,
hidronefrosis, gagal ginjal.
b. Proses perusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu
miksi.
c. Hernia/hemoroid
d. Hematuria.
e. Sistitis dan Pielonefritis
Kerusakan traktus urinarius bagian atas akibat dari obstruksi kronik
mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi yang menyebabkan
peningkatan tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan
hemoroid. Stasis urin dalam vesiko urinaria akan membentuk batu
endapan yang menambah keluhan iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis
urin
dalam
vesika
urinaria
menjadikan
media
pertumbuhan
mikroorganisme, yang dapat menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks
menyebabkan pyelonefritis (Sjamsuhidajat & de Jong, 2005).
Asuhan Keperawatan Pada..., ANGGA SURYA KUSUMA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
22
B. Konsep Dasar Keperawatan
Dalam
memberikan
asuhan
keperawatan
pada
pasien
membutuhkan perawatan tidak terlepas dari pendekatan dengan
yang
proses
keperawatan. Proses keperawatan yaitu suatu proses pemecahan yang dinamis
dalam usaha untuk memperbaiki dan melihat pasien sampai ketaraf optimum
melalui suatu pendekatan yang sistematis untuk mengenal, membantu
memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan langkah-langkah yaitu perencanaan,
pelaksanaan tindakan, dan evaluasi keperawatan yang berkesinambungan.
1. Fokus Pengkajian
Pengkajian pada pasien BPH dilakukan dengan pendekatan proses
keperawatan. Menurut Doenges, dkk (2000) fokus pengkajian pasien
dengan BPH adalah sebagai berikut :
a) Sirkulasi
Pada kasus BPH sering dijumpai adanya penurunan tekanan
darah. Peningkatan nadi sering dijumpai pada kasus postoperasi BPH
yang terjadi karena kekurangan volume cairan.
b) Integritas Ego
Pasien dengan kasus penyakit BPH seringkali terganggu
integritas egonya karena memikirkan bagaimana akan menghadapi
pengobatan yang dapat dilihat dari tanda-tanda seperti kegelisahan,
kacau mental, perubahan perilaku.
c) Eliminasi
Pada kasus post operasi BPH terjadi gangguan eliminasi yang
terjadi karena tindakan invasif serta prosedur pembedahan sehingga
Asuhan Keperawatan Pada..., ANGGA SURYA KUSUMA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
23
perlu adanya obervasi drainase kateter untuk mengetahui adanya
perdarahan dengan mengevaluasi warna urin. Evaluasi warna urin,
contoh : merah terang dengan bekuan darah, perdarahan dengan tidak
ada bekuan, peningkatan viskositas, warna keruh, gelap dengan
bekuan. Selain terjadi gangguan eliminasi urin, juga ada kemugkinan
terjadinya konstipasi.
d) Makanan dan cairan
Terganggunya sistem pemasukan makan dan cairan yaitu
karena efek penekanan/nyeri pada abomen (pada preoperasi), maupun
efek dari anastesi pada postoperasi BPH, sehingga terjadi gejala:
anoreksia, mual, muntah, penurunan berat badan. Tindakan yang perlu
dikaji adalah awasi masukan dan pengeluaran baik cairan maupun
nutrisinya.
e) Nyeri dan kenyamanan
Menurut hierarki Maslow, kebutuhan rasa nyaman adalah
kebutuhan dasar yang utama. Karena menghindari nyeri merupakan
kebutuhan yang harus dipenuhi. Pada pasien post operasi biasanya
ditemukan adanya nyeri suprapubik, pinggul tajam dan kuat, nyeri
punggung bawah.
f) Keselamatan/ keamanan
Pada kasus operasi terutama pada kasus penyakit BPH faktor
keselamatan tidak luput dari pengkajian perawat karena hal ini sangat
penting untuk menghindari segala jenis tuntutan akibat kelalaian
Asuhan Keperawatan Pada..., ANGGA SURYA KUSUMA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
24
paramedik, tindakan yang perlu dilakukan adalah kaji adanya tandatanda infeksi saluran perkemihan seperti adanya demam (pada pre
operasi), sedang pada postoperasi perlu adanya inspeksi balutan dan
juga adanya tanda-tanda infeksi baik pada luka bedah maupun pada
saluran perkemihannya.
g) Seksualitas
Pada pasien BPH baik pre operasi maupun post operasi
terkadang mengalami masalah tentang efek kondisi/terapi pada
kemampuan seksualnya, takut inkontinensia/menetes selama hubungan
intim, penurunan kekuatan kontraksi saat ejakulasi, dan pembesaran
atau nyeri tekan pada prostat.
h) Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium diperlukan pada pasien pre operasi
maupun post operasi BPH. Pada pre operasi perlu dikaji, antara lain
urin analisa, kultur urin, urologi urin, BUN/kreatinin, asam fosfat
serum, sel darah putih. Sedangkan pada post operasinya perlu dikaji
kadar hemoglobin dan hematokrit karena imbas dari perdarahan. Dan
kadar leukosit untuk mengetahui ada tidaknya infeksi.
Asuhan Keperawatan Pada..., ANGGA SURYA KUSUMA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
25
2. Pathway Keperawatan
a. Pathway Pre Operasi
Perubahan usia (usia lanjut)
Ketidakseimbangan produksi estrogen dan testosteron
Pertumbuhan sel kelenjar jaringan adipose
BPH
DHT dan enzim alfa reduktase
Memacu m-RNA
obstruksi
iritasi
Pertumbuhan kelenjar
Prostate
pengosongan yang
destrusor
tidak sempurna
berkontraksi
Resistensi vesika
Disuria
rasa tidak puas
saat miksi
Inkontinensia urin
Nyeri
Destrusor menebal
Nyeri supra pubik
Retensi urin
Hidroureter,
Hidronefrosis, dan
Gagal ginjal
Perubahan status kesehatan
kemungkinan prosedur operasi
Ansietas
Kerusakan pola eliminasi urin
Distensi kandung kemih
Refluks vesiko ureter
Diuretik
Kurang terpajan informasi
proses penyakit dan
pengobatan
Resiko Infeksi
Kurang pengetahuan
Resiko ketidakseimbangan
volume cairan
Gambar 2.2 Pathway
Sumber: Doenges, (2000)
Asuhan Keperawatan Pada..., ANGGA SURYA KUSUMA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
26
b. Pathway Post Operasi
Perubahan usia (usia lanjut)
Ketidak seimbangan produksi estrogen dan testosteron
Kadar Estrogen meningkat
Kadar Testoteron menurun
Proliferasi sel prostat
Hiperplasi sel stroma pada jaringan prostat
BPH
Gangguan
Mobilitas Fisik
Pembedahan
Adanya media masuk kuman
Pendarahan
Terputusnya kontinuitas jaringan
Resiko
Resiko
Kerusakan
Nyeri Akut
Kekurangan
Intergritas kulit
Volume Cairan
penurunan Hb
Resiko Infeksi
ketidakefektifan Perfusi
Jaringan perifer
Sumber: NANDA NIC-NOC, 2013)
Asuhan Keperawatan Pada..., ANGGA SURYA KUSUMA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
27
3. Prioritas Diagnosa Masalah
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul dari hasil pengkajian
pada pasien dengan BPH menurut Doengoes, dkk (2006) dan NANDA
(2007), adalah :
a. Pre operasi
Diagnosa keperawatan pre operasi BPH, yaitu :
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi (resistensi
vesika, penebalan destrusor dan disuria).
2) Perubahan pola eliminasi urin berhubungan dengan obstruksi
anatomik (penebalan destrusor dan retensi urin).
3) Cemas berhubungan dengan status kesehatan (kemungkinan
prosedur operasi).
4) Kurang pengetahuan berhubugan dengan keterbatasan paparan.
5) Resiko ketidakseimbangan volume cairan berhubungan dengan
pemberian obat diuretik serta distensi kandung kemih.
6) Resiko infeksi berhubungan dengan destruksi jaringan serta refluks
vesiko ureter.
b. Pasca operasi
Diagnosa keperawatan pasca operasi BPH, yaitu :
1) Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan pasca
obstruksi dengan diuresis dari drainase kandung kemih yang terlalu
cepat.
Asuhan Keperawatan Pada..., ANGGA SURYA KUSUMA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
28
2) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologi (terputusnya
kontinuitas jaringan akibat pembedahan).
3) Kerusakan
mobolitas
fisik
berhubungan
dengan
kerusakan
neurovakuler (nyeri).
4) Resiko kerusakan integritas kulit berhubungan dengan imobilisasi
fisik.
5) Resiko infeksi berhubungan dengan peningkatan paparan lingkungan
terhadap patogen (adanya media masuknya kuman akibat prosedur
invasif).
4. Fokus Intervensi keperawatan
Intervensi keperawatan menurut Diagnosa Keperawatan Nanda
(NIC & NOC) (2007), yaitu pada tabel 2.3 tentang intervensi pre operasi
dan tabel 2.4 tentang intervensi post operasi.
Tabel 2.3 Intervensi Keperawatan Pre Operasi
No. Dx
I
NOC
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan nyeri
berkurang atau hilang.
NOC 1 : Level Nyeri
Indikator
Awal Akhir
Laporkan frekuensi
nyeri
Kaji frekuensi nyeri
Lamanya nyeri
berlangsung
Ekspresi wajah
terhadap nyeri
Perubahan vital
sign
NIC
NIC : Manajemen Nyeri
a) Kaji secara menyeluruh
tentang nyeri termasuk
lokasi,
durasi,
frekuensi,
intensitas,
dan faktor penyebab
b) Observasi isyarat non
verbal
dari
ketidaknyamanan
terutama jika tidak
dapat berkomunikasi
secara efektif
c) Berikan
analgetik
dengan tepat.
d) Berikan
informasi
tentang nyeri, seperti
penyebab nyeri, berapa
Asuhan Keperawatan Pada..., ANGGA SURYA KUSUMA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
29
lama akan berakhir,
dan
antisipasi
ketidaknyamanan dari
prosedur.
e) Ajarkan teknik non
formakologi (misalnya;
relaksasi, distraksi).
No. Dx
NOC
NOC 2 : Kontrol nyeri
Kriteria Hasil :
Indikator
Awal Akhir
Mengenal faktor
penyebab
Gunakan tindakan
pencegahan
Gunakan tindaka
non analgetik
Gunakan analgetik
yang tepat
Keterangan :
1. Ekstrim
4. Ringan
2. Berat
5. Tidak ada
3. Sedang
NIC
II
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan pola eliminasi
urin kembali normal.
NOC : pola Eliminasi
NIC : Manajemen
Eliminasi
a) Jelaskan pada klien
tentang perubahan dari
pola eiminasi.
b) Dorong klien untuk
berkemih tiap 2-4 jam
dan bila dirasakan.
c) Perkusi/palpasi
area
suprapubik
d) Observasi aliran dan
kekuatan urine, ukur
residu urine pasca
berkemih
e) Monitor laboratorium :
urinalisa dan kultur,
Indikator
Awal
Berkemih dalam
jumlah normal
Residu pasca
berkemih kurang
dari 50 ml
Klien dapat
berkemih volunter
Keterangan :
1. Ekstrim 4. Ringan
Akhir
Asuhan Keperawatan Pada..., ANGGA SURYA KUSUMA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
30
2. Berat
3. Sedang
III
5. Tidak menunjukan
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan cemas
berkurang/hilang.
NOC : Anxiety Control, Coping,
Impulse control
Kriteria Hasil:
Indikator
Awal
Akhir
Cemas
Mampu mengontrol
cemas
Vital signnormal
Keterangan :
1. Ekstrim
4. Ringan
2. Berat
5. Tidak ada
3. Sedang
NO.DX
NOC
IV
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan klien dan
keluarga dapat mengetahui tentang
keadaan dan penyakit klien.
NOC : Knowledge : disease process
and health behavior
Kriteria Hasil :
Indikator
Pasien dan keluarga
mengatakan
pemahaman tentang
penyakit, kondisi,
prognosis, dan
program pengobatan
Pasien dan keluarga
mampu
Awal
Akhir
BUN, kreatinin
f) Kolaborasi
dengan
dokter untuk pemberian
obat antagonis dan alfa
adrenergik (prazosin).
NIC : Anxiety Reduction
(Penurunan kecemasan)
a) Gunakan
pendekatan
yang
menenangkan
b) Jelaskan
semua
proedur dan apa
yang
dirasakan
selama prosedur
c) Temani
pasien
untuk memberikan
keamanan
dan
mengurangi takut
d) Dorong
keluarga
untuk menemani
e) Intrsuksikan pasien
menggunakan
teknik relaksasi.
f) Berikan mengenai
informasi
diagnosis, tindakan
dan prognosis.
NIC
NIC : Teaching : disease
process
a) Beri
penilaian
tentang
tingkat
pengetahuan pasien
b) Jelaskan penyakit
yang diderita pasien
c) Gambarkan proses
penyakit
dengan
cara yang tepat
d) Diskusikan pilihan
terapi
atau
penanganan.
Asuhan Keperawatan Pada..., ANGGA SURYA KUSUMA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
31
melaksanakan
prosedur yang telah
dijelaskan
Keterangan :
1. Ekstrim
4. Ringan
2. Berat
5. Tidak ada
3. Sedang
V
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan resiko
ketidakseimbangan volume cairan tidak
terjadi.
NOC : Keseimbangan asam basa dan
elektrolit, keseimbangan cairan dan
hidrasi
Kriteria hasil :
Indikator
VI
Awal
Akhir
Terbebas dari edema
Terbebas dari
kelelahan,
kecemasan
Keterangan :
1. Ekstrim
4. Ringan
2. Berat
5. Tidak ada
3. Sedang
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan resiko infeksi
tidak terjadi.
NOC : Immune status, knowledge :
infection control, risk control
Kriteria hasil :
Indikator
Awal
Klien terbebas dari
tanda dan gejala
infeksi
Jumlah leukosit
dalam batas normal
Keterangan :
1. Ekstrim
4. Ringan
2. Berat
5. Tidak ada
3. Sedang
Akhir
NIC 1 : Fluid
Management
a) Pertahankan intake dan
output yang akurat
b) Monitor vital sign
c) pasang urine kateter
jika perlu
d) Monitor
masukan
makanan/cairan
e) Berikan diuretik sesuai
instruksi
NIC 2 : Fluid Monitoring
a) Monitor berat badan
b) Catat secara akurat
intake dan output
NIC 1 : Infection Control
a) pertahankan
teknik
isolasi
dan
batasi
pengunjung
b) Gunakan baju, sarung
tangan
sebagai
pelindung.
c) Pertahankan
lingkungan aseptik.
d) Lakukan
perawatan
luka
dengan
mempertahankan
teknik aseptik
e) Beri terapi antibiotik.
NIC 2 : Infection Protector
a) Monitor tanda dan
gejala infeksi
b) Monitor
granulosit,
WBC
Asuhan Keperawatan Pada..., ANGGA SURYA KUSUMA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
32
Tabel 2.4 Intervesi Keperawatan Post Operasi
No. Dx
I
NOC
Setelah dilkukan tindakan perawatan
proses keperawatan diharapkan
kebutuhan cairan dan elektrolit
terpenuhi.
NOC : Fluid balance
Kriteria hasil :
Indikator
Awal
Akhir
Vital sign dalam
batas normal
Tidak ada dehidrasi
Elastis turgor kulit
baik
Tidak ada rasa haus
yang berlebihan
Perubahan vital
sign
Keterangan :
1. Ekstrim
4. Ringan
2. Berat
5. Tidak ada
3. Sedang
II
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan nyeri
berkurang atau hilang.
NOC 1 : Level Nyeri
Kriteria hasil :
Indikator
Awal
Akhir
Laporkan frekuensi
nyeri
Kaji frekuensi nyeri
Elastis turgor kulit
baik
Ekspresi wajah
terhadap nyeri
Perubahan vital
sign
Keterangan :
1. Ekstrim
4. Ringan
2. Berat
5. Tidak ada
3. Sedang
III
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan pasien dapat
meningkatkan mobilisasi pada tingkat
NIC
NIC : Fluid Management
a) Pertahankan
catatan
intake dan output yang
akurat
b) Monitor vital sign
c) Monitor status hidrasi
(kelembaban membran
mukosa, nadi adekuat0
d) Kolaborasikan
pemberian
cairan
intravena (IV)
e) Masukan oral
f) Hitung balance cairan
NIC : Manajemen Nyeri
a) Kaji secara mnyeluruh
tentang nyeri termasuk
lokasi, dursi, frekuensi,
intensitas, dan faktor
penyebab
b) Observasi isyarat non
verbal
dari
ketidaknyamanan
terutama jika tidak
dapat berkomunikasi
secara efektif
c) Ajarkan teknik non
formakologi (misalnya;
relaksasi, distraksi)
d) kolaborasi
medis
pemberian
analgetik
dengan tepat
NIC : Exercise Therapy
Ambulation
a) Bantu pasien untuk
Asuhan Keperawatan Pada..., ANGGA SURYA KUSUMA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
33
No. Dx
IV
yang paling tinggi.
NOC : Mobility Level
Kriteria hasil :
Indikator
Awal Akhir
Gerakan otot
Gerakan Sendi
Ambulansi jalan
dan kursi roda
Memposisikan
tubuh
Keterangan :
1. Dibantu total
2. Bantuan orang lain dan alat
3. Memerlukan orang lain
4. Melakukan sendiri dengan alat
5. Mandiri
menggunakan fasilitas
alat bantu jalan dan
cegah kecelakaan atau
jatuh
b) Tempatkan meja klien
pada
posisi
yang
mudah dijangkau/diraih
c) Monitor pasien dalam
menggunakan
alat
bantu jalan yang lain
d) Intruksikan
pasien/pemberi
pelayanan ambulansi
tentang
teknik
ambulansi
NOC
Setelah dilakukan tindakan perawatan
diharapkan kerusakan integritas kulit
tidak terjadi.
NOC : Integritas jaringan: kulit dan
membran mukosa.
Kriteria hasil :
NIC
NIC : Skin Surveilance
a) Observation
ekstremitas
edema,
ulserasi, kelembaban
b) Monitor
temperatur
kulit dan warna kulit
c) Inspeksi kulit dan
membran mukosa
d) Inspeksi kondisi insisi
bedah
e) Monitor infeksi dan
edema
Indikator
Elastisitas normal
Warna, tekstur
Jaringan bebas lesi
Sensasi normal
Keterangan :
1. = Tidak menunjukan
2. = Ringan
3. = Sedang
4. = Berat
5. = Ekstrim
Awal
Akhir
Asuhan Keperawatan Pada..., ANGGA SURYA KUSUMA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
34
V
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan infeksi tidak
terjadi.
NOC : Deteksi infeksi
Kriteria hasil :
Indikator
Awal
Mengukur tanda
dan gejala yang
mengindikasikan
infeksi
Berpartisipasi
dalam perawatan
kesehatan
Mampu
mengindentifikasi
potensial resiko
Keterangan :
1. = Selalu menunjukan
2. = Sering menunjukan
3. = Kadang menunjukan
4. = Jarang menunjukan
5. = Tidak pernah menunjukan
Akhir
NIC : Teaching disease
proses
a) Deskripsikan
proses
penyakit dengan tepat
b) Sediakan
informasi
tentang kondisi pasien
c) Diskusikan perawatan
yang akan dilakukan
d) Gambaran tanda dan
gejala penyakit
e) Instruksikan
pasien
untuk
melaporkan
kepada perawat untuk
melaporkan
tentang
tanda dan gejala yang
dirasakan
Asuhan Keperawatan Pada..., ANGGA SURYA KUSUMA, Fakultas Ilmu Kesehatan UMP, 2014
Download