Skripsi Ridky Johannes Sitorus Pane

advertisement
PERANAN BADAN PEKERJA DAN BANTUAN
PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA
UNTUK PENGUNGSI PALESTINA DI TIMUR DEKAT
(The Role of United Nations Relief and Works Agency for Palestine
Refugees in The Near East – UNRWA)
MENURUT HUKUM INTERNASIONAL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas
Hukum
Universitas Jenderal Soedirman
Oleh :
Ridky Johannes Sitorus Pane
E1A009025
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS HUKUM
PURWOKERTO
2013
PRAKATA
Salam Sejahtera,
Segala puji dan hormat saya haturkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang
telah memberikan berkat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul Peranan Badan Pekerja dan Bantuan Perserikatan
Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat (The Role of
United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in The Near
East – UNRWA) Menurut Hukum Internasional. Skripsi ini disusun untuk
memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar kesarjanaan pada fakultas
Hukum Universitas Jenderal Soedirman.
Dalam proses penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari dukungan
berbagai pihak Pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan terima
kasih yang tidak terhingga atas motivasi dan dukungan, baik langsung maupun
tidak langsung yaitu kepada yang terhormat :
1. Dr. Angkasa, S.H., M.Hum.
selaku
Dekan
Fakultas
Hukum
Universitas Jenderal Soedirman.
2. Prof. Dr. Ade Maman Suherman, S.H., M.Sc. selaku Ketua Bagian Hukum
Internasional dan selaku Dosen Pembimbing Skripsi I yang telah bersedia
meluangkan waktunya untuk membantu dan membimbing penulis hingga
terselesainya skripsi ini.
3. Aryuni Yuliantiningsih, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing Skripsi II
yang telah memberikan arahan dalam akademis dan telah bersedia
meluangkan waktunya untuk membantu dan membimbing penulis hingga
terselesainya skripsi ini.
4. Kepada H. Isplancius Ismail, S.H., M.Hum. selaku Dosen Penguji dalam
seminar dan pendadaran yang telah meluangkan waktunya dan atas
masukan yang berharga.
5. Kepada kedua orang tua saya Janter Johannes Sitorus Pane dan Rutina
Tamar Sinaga yang telah memberikan dukungan moril dan materiil yang
tak habis-habisnya sehingga penulis dapat menyelesaikan masa studinya.
6. Kepada adik-adik saya tercinta Herry Johannes Sitorus Pane, Aristhoteles
Johannes Sitorus Pane, Viery Hardianto Johannes Sitorus Pane yang
menjadi sumber semangat saya dalam menyelesaikan masa studi saya.
7. Kepada teman-teman ALSA LC UNSOED Ismail Siregar, Sabilla, Ayas,
Tacha, Debby, Depaw, Robby, Ginia, Attaf Dana, Rizky Adam, Gumelar
Taufik, Pratiwi Kusuma, Prili, Ichaos, Rista, Egi, Fachri, Eche, Yosi,
Athira, Zulfi, Raihan, dan semua keluarga ALSA LC UNSOED.
8. Kepada teman-teman seperjuangan dalam penyeesaian skripsi Kak Tika,
Dian Jadul, Upay, Silvi, Rere, Rangga, Kak Frisca, Kak Maria, Dio, dan
semuanya semoga cepat-cepat menyusul.
9. Kepada keluarga besar Fakultas Hukum Unsoed angkatan 2009 kelas A.
10. Kepada teman-teman KKN Posdaya Desa Randegan Dian, Ivan, Cutri,
Lukas, Novi, Ratih, Dewi, Dedo, Heri, dan Ifet.
11. Kepada sahabat-sahabat yang sejak semester 1 Bimo, Wisnu, Mail,
Fakhrina, Satyo, Bashir, Bagus, dan Yogi.
12. Kepada teman-teman dalam susah dan senang, terima kasih sebanyakbanyaknya untuk inspirasi dan semangat yang kalian berikan Anissa, Yogi
Kusumanegara, dan Irfan.
13. Kepada sahabat-sahabat dari SMP hingga sekarang Novia Kanjaya,
Ivansius Limbong, dan Priscilla Tarigan untuk semangat yang terus kalian
berikan.
14. Kepada “My Second Family” Mikel Kelvin, Nick Surawong, Audy F,
Novita, Ying, Deww, Gett, and Toon. Hopefully we can meet up soon!
Purwokerto, 18 Februari 2013
Ridky Johannes Sitorus Pane
NIM. E1A009025
ABSTRACT
Human right and refugee issue are the global issue in international
relations lately. This is where the awareness of international society will be
awakened because the fate of the refugees concerned with human rights. The
ongoing conflict between Israel and Palestine strungs out a massive number of
Palestine refugees in The Near East. The United Nations Relief and Works
Agency for Palestine Refugees in the Near East (UNRWA) was established as a
subsidiary organ of the General Assembly in 1949 and commenced operations in
1950. United Nations also had established UNHCR in 1949, The UNHCR was
created by the UN General Assembly, and began its work by 1951. The
organization was created as an attempt to provide refugees with protection and
assistance.
This Research was aimed to catch the role of UNRWA for Palestine
refugees in The Near East, furthermore to find out the differences between
UNRWA and UNHCR regarding Palestine Refugees. The method was used
against this research is normative juridical, case approach and statute approach
as its specialization.
According to reseach and analysis of laws, can be known that, firstly, To
acomodate the rights of Palestine refugees UNRWA provides assistance,
protection and advocacy for 5 million registered Palestine refugees in Jordan,
Lebanon, Syria, Gaza, and West Bank. UNRWA’s services are delivered within
four programmes: Education, Health, Social Relief, and Microfinance. Secondly,
The differences between UNRWA and UNHCR can be seen in 3 aspects, they are
by mandate aspect, by scope of work, and linkages both bodies against Palestine
refugees.
ABSTRAK
Hak Asasi Manusia dan masalah pengungsi adalah isu global dalam
hubungan internasional akhir-akhir ini. Di sinilah kesadaran masyarakat
internasional akan terbangkit karena nasib para pengungsi bersangkutan dengan
hak asasi manusia. Konflik yang berkepanjangan antara Israel dan Palestina
menimbulkan banyak pengungsi Palestina di Timur Dekat. Badan Pekerja dan
Bantuan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat
(UNRWA) didirikan sebagai badan subsider oleh Majelis Umum pada tahun 1949
dan mulai beroperasi pada tahun 1950. Perserikatan Bangsa-Bangsa juga telah
membentuk UNHCR pada tahun 1949, UNHCR didirikan oleh Majelis Umum
PBB, dan mulai bekerja tahun 1951. Organisasi ini dibuat sebagai upaya untuk
memberikan perlindungan dan bantuan kepada para pengungsi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran UNRWA dalam
menangani pengungsi Palestina di Timur Dekat, selanjutnya juga untuk
mengetahui perbedaan antara UNRWA dan UNHCR terkait Pengungsi Palestina.
Metode yang digunakan terhadap penelitian ini adalah yuridis normatif,
pendekatan kasus dan pendekatan undang-undang sebagai spesialisasinya.
Menurut penelitian dan analisis hukum, dapat diketahui bahwa, pertama,
dalam mengakomodir hak-hak pengungsi Palestina UNRWA memberikan
bantuan, perlindungan dan advokasi untuk lima juta pengungsi Palestina yang
terdaftar di Yordania, Lebanon, Suriah, Gaza, dan Tepi Barat. Layanan UNRWA
melalui empat program: Pendidikan, Kesehatan, Bantuan Sosial, dan Keuangan
Mikro. Kedua, perbedaan antara UNRWA dan UNHCR dapat dilihat pada 3
aspek, yaitu dari aspek mandat, dengan lingkup pekerjaan, dan hubungan kedua
tubuh terhadap pengungsi Palestina.
DAFTAR ISI
JUDUL ........................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................ii
LEMBAR PERNYATAAN .....................................................................iii
PRAKATA ................................................................................................iv
ABSTRAK..................................................................................................v
ABSTRACT ..............................................................................................vi
DAFTAR ISI ........................................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .........................................................................1
B. Perumusan Masalah.................................................................................7
C. Tujuan Penelitian.....................................................................................8
D. Kegunaan Penelitian................................................................................8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Terhadap Hukum Internasional
1.Subjek Hukum Internasional.......................................................10
2.Sumber Hukum Internasional.....................................................15
B. Tinjauan Umum Terhadap Hukum Organisasi Internasional
1. Definisi Organisasi Internasional...............................................18
2. Aspek Hukum Organisasi Internasional.....................................20
3.Sumber Hukum Organisasi Internasional...................................25
4.Personalitas Hukum Organisasi Internasional............................26
5.Prinsip Keanggotaan Organisasi Internasional...........................28
.
C.Tinjauan Umum Mengenai Perserikatan Bangsa-Bangsa
1.Sejarah Terbentuknya Perserikatan Bangsa-Bangsa...................30
2.Organisasi dan Struktur dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa.....32
3.Tinjauan Mengenai United Nations High Commissioner
for Refugees (UNHCR)..............................................................37
4. Tinjauan Mengenai United Nations Relief and Works Agency
for Palestine Refugees in The Near East (UNRWA).................39
D.Tinjauan Terhadap Hukum Pengungsi Internasional
1.Definisi Hukum Pengungsi Internasional...................................41
2.Terminologi Suaka dan Pengungsi.............................................42
3. Instrumen Hukum Mengenai Pengungsi....................................46
E.Prinsip-Prinsip Hukum Tentang Pemberian Suaka................................49
BAB III METODE PENELITIAN
A. Metode Pendekatan...............................................................................55
B. Spesifikasi Penelitian.............................................................................55
C. Lokasi Penelitian...................................................................................55
D. Jenis dan Sumber Bahan Hukum..........................................................56
1. Bahan Hukum Primer.................................................................56
2. Bahan Hukum Sekunder............................................................56
3. Bahan Hukum Tersier................................................................57
E. Metode Pengumpulan Bahan Hukum....................................................57
F. Metode Penyajian Bahan Hukum..........................................................57
G.Metode Analisis Bahan Hukum.............................................................57
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Peranan United Nations Relief and Works Agency
for Palestine Refugee in The Near East dalam Penanganan
Pengungsi Palestina menurut Hukum Internasional...........................59
B. Perbedaan antara UNRWA dan UNHCR
terkait Urusan Pengungsi Palestina.................. ...............................101
BAB V PENUTUP
A. Simpulan................................................................................................114
B. Saran.......................................................................................................117
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 1. Wilayah Operasi Kerja UNRWA.......................................69
DAFTAR TABEL
1. Tabel 1. Peranan UNRWA dalam Peyediaan Hak pendidikan anak...77
2. Tabel 2. Peranan UNRWA dalam Penyediaan Hak Pendidikan
melalui Pembangunan Sekolah di Wilayah Operasi Kerja..................78
3. Tabel 3. Peranan UNRWA dalam Penyediaan Hak Pendidikan
dengan Basis Kesetaraan Gender.........................................................79
4. Tabel 4. Peranan UNRWA dalam Pemulihan Kesehatan....................88
5. Tabel 5. – Pemanfaat Pelayanan Kesehatan Pengungsi.......................89
6. Tabel 6. Peranan UNRWA dalam Pemulihan Finansial
Pengungsi Palestina............................................................................101
LAMPIRAN-LAMPIRAN
1. Convention and Protocol Relating to The Status of Refugees ............77
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Timbulnya hubungan internasional pada hakikatnya merupakan proses
perkembangan hubungan antar negara, karena kepentingan dua negara saja
tidak dapat menampung kehendak banyak negara.1 Tujuan utama hukum
internasional lebih mengarah kepada upaya untuk menciptakan ketertiban
daripada sekedar menciptakan sistem hubungan-hubungan Internasional yang
adil, akan tetapi dalam perkembangan-perkembangan selanjutnya telah
terbukti adanya suatu upaya untuk menjamin, secara objektif, terciptanya
keadilan diantara negara-negara. Mengingat juga bahwa negara-negara
memperoleh perlakuan adil, hukum bangsa-bangsa modern bertujuan untuk
menjamin keadilan bagi umat manusia.2
Suatu konflik antar negara sejatinya merupakan suatu hal yang tidak
dapat dihindari. Perbedaan latar belakang sejarah, status ekonomi,
kepentingan nasional, posisi geografi, ukuran negara dan persepsi masa depan
membuat hubungan antar negara sering ditandai dengan konflik yang tidak
dapat dielakkan. Ditinjau dari segi hukum Internasional, karakteristik Negara
sebagai subyek hukum internasional yang paling penting adalah kemampuan
mengadakan hubungan dengan negara lain seperti yang tercantum dalam Pasal
1
2
Sumaryo Suryokusumo, Hukum Organisasi Internasional, Jakarta, UI-Press, 1990, hlm. 1.
J.G Starke, Pengantar Hukum Internasional, Jakarta : Sinar Grafika, 1992, hlm 6.
1 Konvensi Montevidio 1933 mengenai Hak-hak dan Kewajiban-kewajiban
Negara sebagai Subjek Hukum Internasional. Hal ini karena kajian utama
hukum internasional adalah mempelajari hubungan-hubungan antara Negara
yang satu dengan negara yang lain. Selain itu karakteristik ini juga merupakan
karakteristik yang membedakan Negara (dalam arti yang sesungguhnya)
dengan entitas-entitas lain yang lebih kecil yang tidak mengurus hubunganhubungan luar negerinya sendiri. Hubungan antara Negara yang satu dengan
yang lainnya ini tentunya terkait erat dengan hak dan kewajiban Negaranegara sebagai salah satu “pelaku” dalam kehidupan internasional, oleh karena
itu munculnya suatu konflik antar negara merupakan konsekuensi dari adanya
kemampuan suatu negara untuk melakukan hubungan dengan negara-negara
lain.
Sengketa internasional secara teoritis pada pokoknya selalu dapat
diselesaikan oleh pengadilan internasional. Suatu konflik atau sengketa
merupakan sebuah keniscayaan dalam hubungan internasional. Situasi konflik
atau sengketa tersebut dapat terjadi karena dipengaruhi oleh beragam faktor.
Faktor-faktor yang sering menjadi penyebab terjadinya sengketa adalah
perebutan wilayah (perbatasan), ekonomi, perdagangan, dan hak asasi
manusia.Untuk mengatasi sengketa agar tidak berujung pada peperangan
maka diperlukan suatu mekanisme penyelesaiannya. Dalam studi hukum
internasional, mekanisme penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui dua
cara; mekanisme nonhukum (politik/diplomasi) dan mekanisme hukum.
Mekanisme nonhukum biasanya dilakukan melalui cara negosiasi, mediasi,
jasa-jasa
baik, konsiliasi. Sedangkan
penyelesaian sengketa melalui
mekanisme hukum biasanya menggunakan jalur pengadilan dan arbitrase.3
Salah satu cara penyelesaian secara paksa adalah melalui perang atau
tindakan bersenjata non perang. Pada suatu studi yang dilakukan oleh pakar
psikososial, Sigmund Freud, menyebutkan, sifat menyerang atau sifat agresif
manusia merupakan suatu insting, yaitu dorongan yang muncul dari dalam diri
manusia. Freud menyebut agresi, dalam konteks thanatos, sebagai dorongan
untuk mati. Thanatos ini digunakan oleh Freud untuk menjelaskan mengapa
ribuan orang pergi ke medan perang untuk mendatangi kematiannya.4
Perang yang menyita perhatian dunia yakni Perang antara Palestina Israel yang berlangsung sejak tahun 1948 hingga kini mengenai perebutan
wilayah kedaulatan dimana keduanya bersikeras mengklaim wilayah yang
diperebutkan itu adalah miliknya. Konflik yang berkepanjangan antara Israel
dan Palestina ini sangat kompleks, ide dasar yang diajukan kedua belah pihak
dimana orang-orang Israel percaya bahwa mereka berhak atas tanah yang
sekarang dikenal sebagai Israel, sementara Palestina percaya bahwa mereka
berhak atas tanah yang mereka sebut Palestina. Namun, kedua belah pihak
mengklaim tanah yang sama, mereka hanya memanggil tanah dengan nama
yang berbeda. Kedua belah pihak percaya bahwa Allah (disebut Yehuwa oleh
orang Yahudi dan Allah oleh umat Islam), memberi mereka tanah, dan bahwa
untuk memberikan tenah tersbut atau menyerah tanah tersebut kepada orang
lain merupakan penghinaan terhadap Allah dan dosa. Sejarah konflik jauh
3
Haula Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Jakarta, Sinar Grafika, 2004, hlm. 3.
4
Ambarwati dkk, Hukum Humaniter Internasional dalam Studi Hubungan Internasional, Jakarta,
Rajawali Pers, 2010, hlm. 5-6.
lebih kompleks dari penjelasan sederhana tersebut, namun perbedaan agama
dan sejarah yang sangat penting untuk permasalahan ini. Alasan untuk
pertempuran yang terjadi terus-menerus ini sebenarnya mudah untuk
dimengerti, mereka telah berjuang selama lebih dari 60 tahun, dan setiap
perang, setiap kematian, setiap tindakan terorisme, hanya memperdalam
kebencian dan keengganan untuk menyerah.5
PBB sebenarnya telah mengeluarkan lebih dari 500 resolusi untuk
menyelesaikan konflik antara Palestina dan Israel namun konflik tidak juga
mencapai kesepakatan, diantaranya Resolusi PBB Nomor 240 Tahun 1967
mengenai pelanggaran terhadap gencatan senjata, Resolusi PBB Nomor 501
Tahun 1981 mengenai perintah untuk Israel menghentikan serangan terhadap
Lebanon dan menarik pasukannya, Resolusi PBB Nomor 573 Tahun 1981
mengenai pengecaman terhadap Israel pada serangan bom di markas PLO,
Resolusi PBB Nomor 1860 Tahun 2009 mengenai penyeruan penghentian
penuh perang antara Israel dan Hamas, dan resolusi-resolusi lainnya.6 Konflik
antara Palestina dan Israel telah menelan banyak korban dan lebih dari 5 juta
pengungsi yang tersebar di 61 kamp pengungsi yang memperoleh pelayanan
dari UNRWA di lima tempat operasinya yang berada di Yordania, Libanon,
Republik Arab Suriah, dan wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza.7
5
BBC News, 8 May 2012, “The Israeli and Palestinian Conflict ( 1948 - to the Present Day)”
http://www.bbc.co.uk/news/world-middle-east-14628835 , diakses pada tanggal 15 September
2012.
6
Kompasiana, “Resolusi PBB untuk Palestina dan Israel”
http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2011/09/22/66-resolusi-pbb-untuk-palestina-yangdiveto-amerika-serikat-1972-2006/ , diakses pada tanggal 13 Desember 2012.
7
UNRWA.org, “Where Does UNRWA Work?” http://www.unrwa.org/etemplate.php?id=85 ,
diakses pada tanggal 13 Desember 2012.
Suatu konflik yang berujung dengan suatu peperangan akan
mengakibatkan timbulnya pengungsi. Masalah pengungsi dan pemindahan
orang di dalam negeri merupakan persoalan yang paling pelik yang dihadapi
masyarakat dunia saat ini. Banyak diskusi tengah dilakukan di PBB yang terus
berusaha mencari cara-cara lebih efektif untuk melindungi dan membantu
kelompok yang sangat rentan ini. Semenjak pembentukannya, PBB telah
bekerja untuk melindungi para pengungsi di seluruh dunia. Pada 1950, saat
Kantor Komisi Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi
(UNHCR) didirikan, diperkirakan satu juta pengungsi berada di dalam mandat
UNHCR. Saat ini jumlah tersebut telah meningkat menjadi sekitar 17.5 juta
pengungsi, di samping 2.5 juta pengungsi yang ditangani oleh Bantuan PBB
dan Perwakilan Pekerja untuk pengungsi Palestina di Timur Dekat (UNRWA),
dan lebih dari 25 juta orang mengalami pemindahan di dalam negeri. Dalam
resolusi 428 (IV) tahun 1950, Majelis Umum memutuskan untuk mendirikan
Kantor Komisi Tinggi untuk Pengungsi PBB. Kantor tersebut dibentuk pada 1
Januari 1951 sebagai organ pendamping bagi Mejelis Umum, yang pada
awalnya bertugas untuk jangka waktu tiga tahun.
Sejak itu mandat dari
UNHCR secara berkala diperpanjang dalam waktu 5 tahun berturut-turut, dan
periode sekarang ini berakhir pada 31 Desember 1993. UNHCR saat ini
menangani lebih dari 17 juta pengungsi di seluruh dunia. Kantor Komisi
Tinggi bertempat di Jenewa, Swiss, dan mempunyai perwakilan di lebih dari
100 Negara.
Sesuai fungsi dan kewenangannya UNHCR memberikan bantuan bagi
jutaan orang di dunia yang meninggalkan negara asal mereka karena
melarikan diri dari penganiayaan dan atau konflik oleh manusia yang
membahayakan hidup dan kebebasan mereka. Orang – orang ini adalah
mereka yang disebut sebagai pencari suaka, pengungsi, atau pengungsi dalam
negeri sendiri atau yang dikenal dengan istilah Internally Displaced Persons
(IDPs). Orang – orang yang menjadi perhatian UNHCR selanjutnya juga
mencakup orang – orang yang tidak memiliki kewarganegaraan dan orang –
orang yang pulang atau kembali ke negara asalnya (bekas pengungsi, pencari
suaka, dan atau IDPs yang sudah merasa aman untuk kembali). Diantara orang
– orang yang menjadi perhatian UNHCR, perhatian besar diberikan kepada
individu – individu yang tergolong rentan, yaitu para wanita, ibu yang tidak
didampingi suaminya, anak – anak di bawah 18 tahun, orang tua atau manula
dan orang cacat.8
PBB juga telah membentuk badan United Nations Relief and Works
Agency for Palestine Refugees in The Near East (UNRWA) yang khusus
mengurus masalah pengungsi Palestina di bawah UNHCR. UNRWA dan
UNHCR sama-sama mempunyai keterkaitan kepada pengungsi Palestina.
UNRWA didirikan oleh Majelis Umum PBB melalui Resolusi 302 (IV)
tanggal 8 Desember 1949 untuk memberikan bantuan langsung dan
menjalankan program-program bagi pengungsi Palestina. Badan tersebut
beroperasi sejak tanggal 1 Mei 1950. Dengan tidak adanya solusi untuk
8
UNHCR.or.id, 21 Februari 2010, “Siapa yang Kami Bantu” http://www.unhcr.or.id/id/siapayang-kami-bantu , diakses pada tanggal 19 September 2012.
masalah
pengungsi
Palestina,
Majelis
Umum
telah
berulang
kali
memperbaharui mandat UNRWA.9 Mengingat banyaknya korban dan
pengungsi yang diakibatkan perang antara Israel dengan Palestina, UNRWA
yang merupakan organisasi internasional yang khusus mengurusi pengungsi
Palestina diharapkan dapat memberikan perlindungan terhadap pengungsi
Palestina. UNRWA ini dibentuk karena pengungsi Palestina berbeda dengan
pengungsi-pengungsi biasa, seperti pengungsi bencana alam atau Tsunami.
Mereka mengungsi karena peristiwa alam dan bisa kembali kapan saja ke
tempat tinggal mereka sebelumnya.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan suatu
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah peran UNRWA dalam penanganan pengungsi Palestina
menurut hukum internasional
2. Apakah perbedaan antara UNHCR dan UNRWA terkait urusan pengungsi
Palestina
9
UNRWA.org, “Overview UNRWA” http://www.unrwa.org/etemplate.php?id=85 , diakses pada
tanggal 19 September 2012.
C. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan karya tulis ini
adalah:
1. Untuk mengetahui peran United Nations Relief and Works Agency for
Palestine Refugees in The Near East (UNRWA) dalam penanganan
pengungsi Palestina menurut hukum internasional.
2. Untuk mengetahui penentuan status pengungsi oleh UNRWA.
D. Kegunaan Penelitian
Adapun yang menjadi kegunaan penelitian dalam penulisan karya
tulisan ini adalah:
1. Kegunaan Teoritis
a. Memberikan informasi, menambah wacana berpikir dan kesadaran
bersama dalam berbagai bidang keilmuan, khususnya berkenaan
dengan peran UNRWA yang merupakan organisasi internasional
dalam penanganan pengungsi Palestina menurut hukum internasional.
b. Memperluas cakrawala berpikir penulis dan memberikan sumbangan
pemikiran bagi perkembangan ilmu pengetahuan.
2. Kegunaan Yuridis
a. Sebagai acuan dasar bagi pengungsi mengenai hak-hak mereka.
b. Sebagai acuan dalam penanganan pengungsi internasional.
3. Kegunaan Praktis
a. Sebagai salah satu acuan kepustakaan hukum internasional terutama
mengenai peranan UNRWA dalam penanganan pengungsi palestina
b. Secara
praktis
atau
terapan
penelitian
ini
berguna
untuk
menyumbangkan wawasan hukum mengenai peranan suatu organisasi
internasional yang dibentuk oleh PBB untuk menangani pengungsi
internasional.
c. Sebagai acuan yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk mengkaji
pertanggungjawaban suatu lembaga internasional yang bergerak di
bidang kemanusiaan.
d. Sebagai bahan referensi dalam pembedaan antara UNHCR dan
UNRWA.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum Terhadap Hukum Internasional
1. Subjek Hukum Internasional
Profesor Charles Cheney Hyde dan J.G. Starke menyatakan bahwa
hukum internasional dapat didefinisikan sebagai keseluruhan hukumhukum yang untuk sebagian besar terdiri dari prinsip-prinsip dan kaidahkaidah perilaku yang terhadapnya negara-negara merasa dirinya terikat
untuk menaati, dan karenanya benar-benar ditaati secara umum dalam
hubungan-hubungan mereka secara umum.10 Definisi tersebut tidak dapat
digunakan sebagai gambaran yang memadai dan lengkap dari maksud,
tujuan dan lingkup hukum internasional, juga kesannya tidak dapat
diterima karena hukum internasional tidak hanya berkaitan dengan negara.
Starke mengembangkan definisi dengan menyatakan bahwa hukum
internasional juga meliputi kaidah-kaidah hukum yang berkaitan dengan
berfungsinya lembaga-lembaga atau organisasi-organisasi internasional,
hubungan-hubungan mereka satu sama lain, dan hubungan mereka dengan
negara-negara dan individu-individu serta kaidah-kaidah hukum tertentu
yang berkaitan dengan individu-individu dan badan-badan non-negara.11
Menurut Mochtar Kusumaatmaja hukum internasional adalah
hukum yang berisi keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang
10
J. G. Starke, Pengantar Hukum Internasional 1 (Introduction to international Law, alih bahasa:
Bambang Iriana Djajaatmadja), Cetakan Kesembilan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal. 3
11
Ibid.
mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara-negara
(hubungan internasional) yang bukan bersifat perdata.12 Selain pengertian
tersebut, Mochtar Kusumaatmadja juga memberikan batasan lain
mengenai hukum internasional, yaitu:
Hukum internasional adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas
hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas
negara-negara, antara:
a. Negara dengan Negara,
b. Negara dengan subjek hukum lain bukan Negara atau subjek
hukum bukan Negara satu sama lain.13
Pada hakikatnya yang merupakan subjek dari suatu sistem hukum
adalah semua yang dapat menghasilkan prinsip-prinsip hukum yang diakui
dan mempunyai kapasitas untuk melaksanakan prinsip-prinsip hukum
tersebut, subyek hukum internasional diartikan sebagai pemilik, pemegang
atau pendukung hak dan pemikul kewajiban berdasarkan hukum
internasional.14 Berdasarkan perkembagan jaman hingga saat ini yang
diakui sebagai subjek hukum internasional yaitu:
a. Negara
Negara adalah subjek utama hukum internasional, Menurut
Konvensi Montevideo 1949, mengenai Hak dan Kewajiban Negara,
kualifikasi suatu negara untuk disebut sebagai pribadi dalam hukum
internasional adalah:
1. Penduduk yang tetap
2. Wilayah tertentu
3. Pemerintahan
4. Kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara lain
Negara dikatakan sebagai subjek hukum internasional yang
utama dikarenakan hukum internasional mengatur hak-hak dan
12
Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R Agoes, Pengantar Hukum Internasional, Alumni,
Bandung, 2003, hlm. 1-2.
13
Ibid, hlm. 8.
14
Sumaryo Suryokusumo, Hukum Organisasi Internasional, Jakarta, UI-Press, 1990, hlm. 12.
kewajiban-kewajiban negara, sehingga yang harus diatur oleh hukum
internasional terutama adalah Negara, disamping itu juga perjanjian
internasional merupakan sumber hukum internasional yang utama
dimana negara yang paling berperan menciptakannya.
b. Organisasi Internasional
Timbulnya hubungan internasional pada hakikatnya merupakan
proses perkembangan hubungan antar negara, karena kepentingan dua
negara saja tidak dapat menampung kehendak banyak negara. Dalam
membentuk organisasi internasional, negara-negara melalui organisasi
internasional akan berusaha untuk mencapai tujuan yang menjadi
kepentingan bersama, dan kepentingan yang menyangkut bidang
kehidupan internasional yang sangat luas.15 Dari aspek hukumnya,
organisasi internasional lebih menitikberatkan pada masalah-masalah
konstitusional dan prosedural, antara lain seperti wewenang dan
pembatasan-pembatasan
(restrictions)
baik
terhadap
organisasi
internasional itu sendiri maupun anggotanya sebagaimana termuat
didalam ketentuan-ketentuan instrumen dasarnya.16
c. Komite Palang Merah Internasional (International Committee of The
Red Cross/ICRC)
Palang Merah Internasional merupakan organisasi dalam ruang
lingkup
nasional
yang
didirikan
didirikan
oleh
lima
orang
berkewarganegaraan Swiss, yang dipimpin oleh Henry Dunant dan
15
16
Ibid., hlm. 1.
Ibid., hlm. 10.
bergerak di bidang kemanusiaan. Dalam kedudukannya sebagai subyek
Hukum Internasional, palang merah internasional lahir karena sejarah.
Oleh karenanya ICRC mempunyai tempat tersendiri yang unik dalam
sejarah hukum internasional. Kemudian kedudukannya itu, diperkuat
dengan berbagai perjanjian dan Konvensi Palang Merah Internasional
antara lain Konvensi Jenewa Tahun 1949 tentang Perlindungan Korban
Perang. Dewasa ini, ICRC secara umum telah diakui sebagai
organisasi internasional yang memiliki kedudukan sebagai salah satu
subyek hukum internasional dalam ruang lingkup yang terbatas.
d. Tahta Suci Vatikan
Tahta Suci Vatikan diakui sebagai subyek hukum internasional
berdasarkan Traktat Lateran tanggal 11 Februari 1929, antara
pemerintah Italia dan Tahta Suci Vatikan mengenai penyerahan
sebidang tanah di Roma. Tahta Suci Vatikan merupakan contoh dari
subjek hukum internasional yang telah ada sejak dahulu di samping
negara. Kewenangan Tahta Suci hanya terbatas masalah kemanusiaan
dan perdamaian umat sehingga tampak sebagai kekuatan moral belaka.
Namun pengaruh dan wibawa Paus sebagai Kepala Tahta Suci atau
pemimpin Gereja Katholik diakui di seluruh penjuru dunia.17
e. Kaum Belligerensi
Kaum Belligerensi pada awalnya muncul sebagai akibat dari
masalah dalam negeri suatu negara berdaulat. Oleh karena itu,
17
Jawahir Thontowi dan Pranata Iskandar, Hukum Internasional Kontemporer, Refika Aditama,
Bandung, 2006, hlm. 123.
penyelesaian
sepenuhnya
merupakan
urusan
negara
yang
bersangkutan. Kaum Billigerensi mampu memiliki hak-hak dan
memikul kewajiban-kewajiban internasional, setidak-tidaknya ditinjau
dari
sudut
pandang
negara-negara
yang
mendukung
atau
mengakuinya,18 dengan mendapat pengakuan maka Kaum Bellegerensi
menempati status sebagai pribadi atau subyek hukum internasional.
f. Individu
Lahirnya Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia
(Universal Declaration of Human Rights) pada tanggal 10 Desember
1948 diikuti dengan lahirnya beberapa konvensi-konvensi hak asasi
manusia di berbagai kawasan, menyatakan individu adalah sebagai
subyek hukum internasional yang mandiri. Lahirnya Mahkamah
Pidana Internasional melalui Statuta Roma yang dapat mengadili para
pelaku pelanggaran HAM berat merupakan bukti nyata bahwa pada
kasus-kasus tertentu individu dianggap sebagai subjek hukum
internasional.19
g. Perusahaan Multinasional
Di beberapa negara, negara-negara dan organisasi internasional
mengadakan hubungan dengan perusahaan-perusahaan multinasional
yang kemudian melahirkan hak-hak dan kewajiban internasional, yang
tentu saja berpengaruh terhadap eksistensi, struktur substansi dan
ruang lingkup hukum internasional itu sendiri. Dewasa ini memang
18
19
I Wayan Parthiana, Pengantar Hukum Internasional, Mandar Maju, Bandung, 1990,hlm. 83.
Boer Mauna, Hukum Internasional: Pengertian, Peranan, dan Fungsi dalam Era Dinamika
Global Edisi ke-2, Alumni, Bandung, 2005, hlm. 58.
kedudukan perusahaan multinasional merupakan hal yang baru dalam
subyek hukum internasional.
2. Sumber Hukum Internasional
Istilah sumber hukum internasional memiliki makna materiil dan
makna
formil.
Istilah
sumber
hukum
dalam
arti
materiil
mempersoalkan mengenai apa yang menjadi dasar kekuatan mengikat
suatu hukum internasional. Sedangkan istilah sumber hukum dalam
arti formil menyangkut mengenai permasalahan dimana mendapatkan
ketentuan hukum yang dapat diterapkan sebagai kaidah hukum
internasional. Sehingga sumber hukum mempunyai arti sebagai hukum
material dan sebagai hukum formal.
a. Sumber Hukum dalam Arti Material
Sumber hukum material menjelaskan dasar berlakunya hukum
dalam suatu negara. Dalam sumber hukum material ini dijelaskan
bahwa hukum internasional tidaklah sama dengan tata hokum nasional.
Hal itu karena hukum internasional tidak memiliki lembaga-Iembaga
yang disamakan dengan hukum, masyarakat international bukan
merupakan suatu Negara Dunia yang mempunyai suatu badan
kekuasaan atau pemerintahan seperti suatu negara. Masyarakat
internasional adalah suatu masyarakat negara-negara atau bangsabangsa yang anggotanya didasarkan atas kesukarelaan dan kesadaran.
Namun, kedaulatan yang berperan sebagai kekuasaan tertinggi tetap
berada di negara masing-masing. Pelaksanaan hukum internasional
tidak dapat dipaksakan seperti hukum nasional. Walaupun begitu,
sebagian besar negara-negara anggota masyarakat bangsa menaati
kaidah-kaidah hukum internasional tersebut.
b. Sumber Hukum dalam Arti Formal
Brierly berpendapat bahwa sumber hukum intemasional dalam
arti formal merupakan sumber hukum paling utama dan otoritas
tertinggi dan otentik yang dapat dipergunakan oleh Mahkamah
internasional dalam memutuskan suatu sengketa internasional adalah
pasal 38 Piagam Mahkamah Internasional Permanen tertanggal 16
Desember 1920. Menurut J.G Starke, tiga sumber hukum yang disebut
pertama merupakan sumber hukum utama (primer) sedangkan
selebihnya merupakan sumber hukum tambahan (subsider). Ia
menguraikan
bahwa
sumber-sumber
hukum
internasional
dikategorikan dalam lima bentuk, yaitu:20
1. Perjanjian Internasional
Traktat atau treaty adalah perjanjian yang dibuat oleh dua negara
atau Iebih, mengenai persoalan-persoalan tertentu yang menjadi
kepentingan dari mereka yang bersangkutan. Traktat dalam
pengertian luas adalah perjanjian antara pihak-pihak peserta atau
negara-negara di tingkat internasional.21 Traktat memberikan
pengaruh terhadap arah pembentukan suatu kaidah hukum
internasional. Pada dasarnya traktat memiliki dua sifat, yaitu traktat
20
21
Boer Mauna, Op. Cit., hlm, 8.
I Wayan Parthiana, Op.cit, hlm. 12.
yang membuat hukum (law making treaty) dan traktat kontrak
(treaty of contract).
2. Kebiasaan-kebiasaan internasional adalah kebiasaan-kebiasaan
yang berlaku di dalam praktik pergaulan internasionaI._Kebiasaan
merupakan adat-istiadat yang sudah memiliki kekuatan hukum, dan
kaidah-kaidah tersebut berasal dari adat-istiadat atau praktikpraktiktertentu dalam hubungan antarbangsa yang dikembangkan
dalam bidang berikut.
1) Hubungan-hubungan diplomatik antarnegara.
2) Praktik-praktik organisasi internasional.
3) Perundang-undangan negara, keputusan-keputusan pengadilan
nasional, praktik-praktik militer, dan administrasi negara.
3. Prinsip-Prinsip Umum Hukum
Prinsip-prinsip umum hukum yang diaksud adalah prinsip-prinsip
umum yang berlaku dalam seluruh atau sebagian besar hukum
nasional negara-negara.22
4. Keputusan Hakim dan ajaran-ajaran para ahli hukum internasional
dari berbagai negara sebagai alat tambahan untuk menentukan
hukum (Judicial decisions and the teachings of the most highly
qualified publicists of the various nations, as subsidiary means for
the determination of rules of law).
22
Ibid., hlm. 11.
Berbeda dengan sumber hukum lainnya, keputusan hakim dan
ajaran ahli hukum hanya merupakan sumber tambahan, yang artinya
keputusan hakim dan ajaran ahli hukum dapat dikemukakan untuk
membuktikan adanya kaidah hukum internasional mengenai suatu
persoalan yang didasarkan atas sumber primer yakni perjanjian
internasional, kebiasaan internasional, dan asas-asas umum hukum.23
B. Tinjauan Umum Terhadap Hukum Organisasi Internasional
1. Definisi Organisasi Internasional
Organisasi internasional merupakan suatu persekutuan negara
negara yang dibentuk dengan persetujuan antara para anggotanya dan
mempunyai suatu sistem yang tetap atau perangkat badan-badan yang
tugasnya adalah untuk mencapai tujuan kepentingan bersama dengan
mengadakan kerjasama antar para anggotanya. Mengenai definisi dari
organisasi internasional itu sendiri belum ada kesepakatan. Pada umumnya
berbicara tentang organisasi internasional, maka yang dimaksudkan adalah
organissi internasional yang dibentuk antarpemerintah (intergovernmental
organization).
antarpemerintah
Walaupun
masih
harus
dikenal
diakui
disamping
organisasi
organisasi
nonpemerintah
(nongovernmental organization atau disingkat dengan NGO). Maka dapat
dibatasi bahwa yang dimaksudkan dengan organisasi internasional adalah
organisasi
antarnegara
(organisasi
internasional
publik/
public
international organization), namun demikian masih sukar untuk
23
Mochtar Kusumaatmadja dan Ety R Agoes, Op.Cit, hlm. 150-151.
memberikan
definisi
apakah
yang
dimaksud
dengan
organisasi
internasional yang dapat diterima secara universal. Sumaryo Suryokusumo
juga tidak menjabarkan definisi organisasi internasional secara terperinci
dalam
suatu
rangkaian
kalimat
yang
limitatif,
ia
menguraikan
penjelasannya berikut ini.
“Organisasi internasional adalah suatu proses; organisasi
internasional juga menyangkut aspek-aspek perwakilan dari tingkat
proses tersebutyang telah dicapai pada waktu tertentu. Organisasi
internasional juga diperlukan dalam rangka kerja sama
menyesuaikan dan mencari kompromi untuk menentukan
kesejahteraan serta memecahkan persoalan bersama serta
mengurangi pertikaian yang timbul”24
Demikian pula Bowwet D. W dalam bukunya “Hukum Organisasi
Internasional” mengakui tidak ada batasan yang umum tantang pengertian
organisasi internasional, namum ia mencoba memberikan batasan dengan
mengatakan bahwa:
“...tidak ada suatu batasan mengenai organisasi publik
internasional yang dapat diterima secara umum. pada umumnya
organisasi ini merupakan organisasi permanen yang didirikan
berdasarkan perjanjian internasional yang kebanyakan merupakan
perjanjian multilateral daripada perjanjian bilateral yang disertai
beberapa kriteria tertentu mengenai tujuannya”25
Oleh karena sulitnya memberikan definisi dari organisasi
internasional, maka jalan yang dapat diberikan adalah dengan memberikan
ciri-ciri dari organisasi internasional. Leroy Bannet dalam bukunya
“International Organization” memberikan ciri sebagai berikut:
1. A permanent organization to carry on a continuing set of
functions;
2. Voluntary membership of eligible parties;
24
Ade Maman Suherman, Organisasi Internasional & Integrasi Ekonomi Regional Dalam
Perspektif Hukum dan Globalisasi, Jakarta, PT Ghalia Indonesia, 2003, hlm. 48.
25
Ibid., hlm. 45.
3. Basic instrument stating goals, structure and metods of operation;
4. A broadly representative consultative conference organ;
5. Permanent secertariat to carry on contionius administrative,
research and information functions.
Pembentukan organisasi internasional sebenarnya sudah lama ada
sejak negara mengadakan hubungan internasional secara umum dan
masing-masing negara mempunyai kepentingan.26 Organisasi Internasional
bertujuan untuk memperkembangkan politik dan keamanan nasional di
satu pihak serta perkembangan ekonomi dan kesejahteraan sosial di lain
pihak. Pengembangan politik dan keamanan nasional dikaitkan dengan
suatu keperluan untuk pencegahan konflik bersenjata, penghentiannya
kalau sudah terjadi dan penyelesian pertikaian secara damai.27
2. Aspek Hukum Organisasi Internasional
Hukum organisasi internasional merupakan bagian atau cara dari
hukum internasional yang dipersatukan oleh badan PBB, dan yang sematamata menyangkut organisasi internasional publik, serta terdiri dari
perangkat norma-norma hukum yang berhubungan dengan organisasi
internasional. Organisasi internasional diperlukan dalam menjajagi
kehidupan bersama dan mengadakan hubungan dengan negara lain, dilihat
dari aspek hukumnya organisasi internasional lebih menitik beratkan pada
masalah-masalah
konstitusional
dan
prosedural,
wewenang,
dan
pembatasan-pembatasan baik terhadap organisasi internasional itu sendiri
26
27
Pengantar Hukum......, Loc. cit.
Chairul Anwar, Hukum Internasional Pengantar Hukum Bangsa-Bangsa, Jakarta, Djambatan,
1989, hlm. 90.
maupun anggota-anggotanya. Dalam hal aspek hukum, organisasi
internasional lebih membatasi pada hukum PBB.28
Pada hakikatnya yang merupakan subjek dari suatu sistem hukum
adalah semua yang dapat menghasilkan prinsip-prinsip hukum yang diakui
dan mempunyai kapasitas untuk melaksanakan prinsip-prinsip tersebut.
Dalam hukum organisasi internasional hal tersebut meliputi semua
organisasi internasional, termasuk organisasi regional dan organisasi
lainnya yang dapat digolongkan sebagai organisasi internasional.29
Sedangkan objek hukum organisasi internasional meliputi negara
baik sebagai anggota organisasi internasional maupun bukan, organisasi
internasional maupun regional lainnya. Negara sebagai subjek hukum
organisasi internasional mempunyai kapasitas internasional sesuai dengan
kedaulatannya, mempunyai kapasitas untuk bertindak penuh. Bahkan
menurut perkembangan organisasi internasional seperti PBB, suatu
organisasi gerakan kemerdekaan dapat diakui sebagai subjek hukum
organisasi internasional, seperti halnya South West African People’s
Organization (SWAPO) dan Palestine Liberation Organization (PLO).
Menurut hukum organisasi internasional negara juga dapat melakukan
tindakan apapun selama tidak bertentangan dengan prinsip prinsip hukum
internasional. Sebagai anggota suatu organisasi internasional, negara wajib
melaksanakan keputusan yang telah diambil organisasi internasional
termasuk rekomendasi, imbauan, maupun permintaannya. Kewajiban ini
28
29
Sumaryo Suryokusumo, Op. Cit., hlm. 11.
Ibid., hlm. 12.
berlaku sejak negara diterima sebagai anggota organisasi sesuai dengan
instrumen pokok organisasi internasional tersebut. Objek hukum
internasional dapat diperinci sebgaai berikut:
a. Negara
Negara sebagai objek hukum internasional menyangkut hak
kedaulatan, kualifikasi sebagai negara anggota serta hak-hak dan
kewajiban negara itu, tidak saja menurut ketentuan-ketentuan yang
telah ditetapkan dalam instrumen pokok dari organisasi internasional
itu tetapi juga sesuai dengan keputusan-keputusan yang telah
ditetapkan oleh organisasi internasional.
b. Organisasi Internasional
Terdapat juga organisasi-organisasi internasional lainnya
sebagai objek hukum internasional. Sebagai contoh adalah badanbadan khusus PBB ( WHO, FAO, IAEA, IPU, dan lain-lain), badanbadan subsider atau istimewa ( UNDP, UNICEF, UNESCO, dan lainlain) komisi-komisi ekonomi regional ( ESCAP, ECWA, ECLA, ECE,
ECA) Liga Arab, EEC, IOC, dan lain-lain.
c. Organisasi Gerakan Pembebasan Nasional
Pada tanggal 22 Nopember 1974, Majelis Umum PBB telah
menyetujui satu resolusi yang antara lain :
“Nothing the universality with the united aspires, and inviting
the Palestine Lieration Organization (PLO) to participate as
an observer in the General Assembly and in its international
conference.”
Maka pada saat itu disepakati bahwa di samping negara,
organisasi internasional, organisasi pembebasan nasional juga dapat
dijadikan sebagai objek hukum organisasi internasional, juga
pertikaian antarnegara, situasi internasional, dan perselisihan antara
anggota juga bisa merupakan objek tersendiri dalam hukum
internasional.30
d. Sengketa Internasional
John G. Merrils memahami persengketaan sebagai terjadinya
perbedaan pemahaman akan suatu keadaan atau obyek yang diikuti
oleh pengklaim oleh satu pihak dan penolakan di pihak lain. Karena
itu, sengketa internasional adalah perselisihan yang tidak secara
eksklusif melibatkan negara, dan memiliki konsekuensi pada lingkup
internasional merupakan objek hukum internasional.31 Menurut
Mahkamah Internasional, sengketa internasional adalah suatu situasi
ketika dua negara mempunyai pandangan yang bertentangan mengenai
dilaksanakan atau tidaknya kewajiban-kewajiban yang terdapat dalam
perjanjian32. Sengketa antar negara internasional dapat merupakan
sengketa yang tidak dapat mempengaruhi kehidupan internasional dan
dapat pula merupakan sengketa yang mengancam perdamaian dan
ketertiban internasional. Sengketa internasional ada dua macam,
diantaranya:
30
Ibid., hlm. 25.
Jawahir Tantowi dan Pranoto Iskandar, Hukum Internasional Kontemporer, Bandung,
PT.RefikaAditama, hlm. 224
32
Haula Adolf, Ibid., hlm. 2.
31
1) Sengketa politik
Sengketa politik adalah sengketa ketika suatu negara
mendasarkan
tuntutan
tidak
atas
pertimbangan
yurisdiksi
melainkan atas dasar politik atau kepentingan lainnya. Sengketa
yang tidak bersifat hukum ini penyelesaiannya secara politik.
Keputusan yang diambil dalam penyelesaian politik hanya
berbentuk usul-usul yang tidak mengikat negara yang bersengketa.
Usul tersebut tetap mengutamakan kedaulatan negara yang
bersengketa dan tidak harus mendasarkan pada ketentuan hukum
yang diambil.
2) Sengketa hukum
Sengketa hukum yaitu sengketa dimana suatu negara
mendasarkan sengketa atau tuntutannya atas ketentuan-ketentuan
yang terdapat dalam suatu perjanjian atau yang telah diakui oleh
hukum internasional. Keputusan yang diambil dalam penyelesaian
sengketa secara hukum punya sifat yang memaksa kedaulatan
negara yang bersengketa. Hal ini disebabkan keputusan yang
diambil
hanya
internasional.
berdasarkan
atas
prinsip-prinsip
hukum
3. Sumber Hukum Organisasi Internasional
Sumber hukum organisasi internasional telah digunakan dalam
empat pengertian :
Pertama, sebagai kenyataan historis tertentu, kebiasaan yang sudah
lama dilakukan, persetujuan atau perjanjian resmi yang dapat membentuk
sumber hukum organisasi internasional.33 Masa jabatan Sekretaris Jenderal
PBB merupakan salah satu contoh dari kebiasaan yang kini masih diikuti.
Seperti diketahui, PBB tidak menyebutkan tentang syarat-syarat calon
untuk menjabat sekretaris jenderal, demikian juga tentang masa
jabatannya. Untuk itu, majelis umum telah menetapkan lima tahun masa
jabatan sekretaris jenderal dan sesudah habis masa jabatannya dapat
dipilih
kembali.
Dalam
contoh
lain
yang
berhubungan
dengan
“persetujuan” yaitu kita ketahui adanya persetujuan markas besar PBB
yang ditandatangani oleh PBB dan Amerika Serikat pada tahun 1947 yang
melahirkan hak-hak yang tidak dapat dilanggar oleh peraturan-peraturan
pemerintah federal.
Kedua,
instrumen
pokok
yang
dimiliki
oleh
organisasi
internasional dan memerlukan ratifikasi dari semua anggotanya. Instrumen
pokok ini dapat berupa piagam, Covenant, Final Act, Piactteraty, Statue,
Constitution, dan lain-lain.
Ketiga, ketentuan-ketentuan lainnya mengenai peraturan tata cara
organisasi internasional beserta badan-badan yang ada di bawah
33
Ibid., hlm. 26
naungannya, termasuk mekanisme yang ada pada organisasi tersebut.
Peraturan-peraturan seperti itu merupakan elaborasi dan pelengkap
instrumen pokok yang ada yang seluruhnya memerlukan persetujuan
bersama dari para anggota. Dalam sistem PBB, kita kenal beberapa
peraturan, antara lain United Nations Administrative Tribunal Statute and
Rules,
Provisions
Rules
of
the
Security
Council
(January
1974), dan Rules of Procedure of The Governing Council of The Special
Fund, 1959.
Keempat, hasil-hasil yang ditetapkan atau diputuskan oleh
organisasi internasional yang wajib atau harus dilaksanakan, baik oleh
para anggotanya maupun badan-badan yang ada di bawah naungannya.
Hasil-hasil itu dapat berbentuk resolusi, keputusan, deklarasi atau
rekomendasi.34
4. Personalitas Hukum Organisasi Internasional
Organisasi internasional sebagai salah satu subyek hukum
internasional memiliki kepribadian hukum. Suatu organisasi internasional
yang dibentuk melalui suatu perjanjian dengan bentuk instrumen pokok
apapun akan memiliki suatu personalitas hukum didalam hukum
internasional. Maryan Green menjelaskan bahwa:
“The endowment of an international organization with a legal
personality in public international law is therefore a sine qua non
achieving the object for which the organization was set up.”
34
Ibid., hlm. 30.
(Terjemahan bebas: penganugerahan terhadap sebuah organisasi
internasional dengan kepribadian hukum dalam hukum
internasional publik tidak lain adalah mutlak demi pencapaian
pokok dari tujuan organisasi tersebut dibentuk)
Personalitas
hukum
mutlak
penting
guna
memungkinkan
organisasi internasional itu dapat berfungsi dalam hubungan internasional,
khususnya kapasitasnya untuk melaksanakan fungsi hukum seperti
membuat kontrak, membuat perjanjian dengan suatu negara lainnya.
Secara yuridis, organisasi internasional memiliki personalitas hukum.
Personalitas hukum ini berkaitan dengan personalitas hukum dalam
konteks hukum nasional dan personalitas dalam konteks hukum
internasional.35
Personalitas
yuridik intern merupakan
personalitas hukum
organisasi internasional dalam konteks hukum nasional pada hakikatnya
menyangkut keistimewaan dan kekebalan bagi organisasi internasional itu
sendiri yang berada di wilayah suatu negara anggota, bagi wakil-wakil dari
negara anggotanya dan bagi pejabat-pejabat sipil internasional yang
bekerja pada organisasi internasional tersebut. Hampir semua instrumen
pokok mencantumkan ketentuan bahwa organisasi internasional yang
dibentuk itu mempunyai kapasitas hukum dalam rangka menjalankan
fungsinya atau memiliki personalitas hukum.36
Personalitas yuridik internasional merupakan personalitas hukum
dari suatu organisasi internasional dalam konteks hukum internasional
35
Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika
Global, Bandung, PT Alumni, 2003, hlm. 432.
36
Sumaryo Suryokusumo, Op. Cit., hlm. 116.
pada hakikatnya menyangkut kelengkapan organisasi internasional
tersebut dalam memiliki suatu kapasitas untuk melakukan prestasi hukum,
baik dalam kaitannya dengan negara lain maupun negara-negara
anggotanya, termasuk kesatuan lainnya. Kapasitas itu telah diakui dalam
hukum internasional. Pengakuan tersebut tidak saja melihat bahwa
organisasi internasional itu sendiri sebagai subjek hukum internasional,
tetapi juga karena organisasi itu harus menjalankan fungsinya secara
efektif sesuai dengan mandat yang telah dipercayakan oleh para
anggotanya.
Dari segi hukum, organisasi internasional sebagai kesatuan yang
telah memiliki kedudukan personalitas tersebut, sudah tentu memiliki
wewenangnya sendiri untuk mengadakan tindakan-tindakan sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan dalam instrumen pokoknya maupun
keputusan organisasi internasional tersebut yang telah disetujui para
anggotanya. Namun, hal ini banyak menimbulkan perselisihan karena
secara eksplisit tidak disebutkan dalam instrumen pokok.37
5. Prinsip Keanggotan Organisasi Internasional
Masalah keanggotaan dalam suatu organisasi internasional
merupakan hal yang sangat penting dan bahkan dianggap sebagai masalah
konstitusional yang pokok.38 Prinsip
keanggotaan suatu organisasi
internasional tergantung pada maksud dan tujuan organisasi, fungsi yang
37
38
Ibid., hal. 120.
Sumaryo Suryokusumo, Organisasi Internasional, Op. Cit., hlm. 55.
akan dilaksanakan dan perkembangan apakah yang diharapkan dari
organisasi tersebut.
Prinsip keanggotaan dapat dibedakan antara prinsip universalitas
dan
terbatas
(selective).
Prinsip
keanggotaan
universalitas
tidak
membedakan sistem pemerintahan, ekonomi, ataupun politik yang dianut
oleh negara anggota. Sedangkan dalam prinsip terbatas menekankan
syarat-syarat tertentu bagi keanggotaan. diantaranya :
1. Keanggotaan yang didasarkan pada kedekatan letak geografis.
Contohnya
Pakta
Atlantik
Utara
(North
Atlantic
Treaty
Organization-NATO).
2. Keanggotaan yang didasarkan pada kepentingan yang akan dicapai.
Misalnya tujuan organisasi adalah kerjasama antara negara-negara
yang menjadi negara pengekspor minyak, maka keanggotaanya
hanya dibuka untuk negara pengekspor minyak, yaitu OPEC
(Organization of Petroleum Exporting Countries).
3. Keanggotaan yang didasarkan pada sistem pemerintahan tertentu
atau pada sistem ekonom. Contohnya COMECON (Council for
Mutual Economic Assistance), Pakta Warsawa.
4. Keanggotaan yang didasarkan pada persamaan kebudayaan,
agama, etnis, dan pengalaman sejarah. Contohnya, British
Commonwealth, Organisasi Negara-Negara Islam (OKI).
5. Keanggotaan yang didasarkan pada penerapan hak-hak asasi
manusia. Contohnya, Council of Europe.
Penggolongan
keanggotaan
di
dalam
sebuah
organisasi
internasional dapat dibedakan menjadi:
a. Keanggotaan penuh (full members), artinya anggota akan ikut serta
dalam semua keanggotaan organisasi dengan segala hak-haknya.
b. Keanggotaan luar biasa (associate members), artinya anggota dapat
berpartisipasi namun tidak mempunyai hak suara di dalam alat
perlengkapan utama organisasi internasional.
c. Keanggotaan sebagian (partial members), artinya anggota hanya ikut
berpartisipasi pada kegiatan-kegiatan tertentu.
Selain penggolongan diatas, dapat juga dibedakan menjadi:
a. Anggota asli (original members), yaitu anggota yang diundang pada
saat konfrensi-konfrensi yang membicarakan rancangan anggaran dasar.
b. Anggota lainnya (admitted members), yaitu anggota yang masuk dalam
organisasi internasional setelah organisasi tersebut berdiri sesuai
ketentuan tentang keanggotaan yang ada dalam anggaran dasar
organisasi internasional.
C. Tinjauan Umum Mengenai Perserikatan Bangsa-Bangsa
1.
Sejarah Terbentuknya Perserikatan Bangsa-Bangsa
Perserikatan Bangsa-Bangsa terbentuk pada tanggal 24 oktober
1945. ditandai dengan adanya deklarasi London pada tanggal 12 Juni 1941
yang dilanjutkan oleh Piagam Atlantik antara Amerika Serikat dan Inggris.
Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa disusun menjelang berakhirnya
Perang Dunia II oleh wakil-wakil dari 50 Pemerintah yang mengadakan
pertemuan dan Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai
Organisasi Internasional di San Fransisco dari 25 April sampai 26 Juni
1945. Perserikatan Bangsa-Bangsa sekarang ini merupakan satu organisasi
dari 184 negara, hampir semua negara yang berada di atas planet Bumi ini,
yang secara hukum terikat pada kerjasama dalam mendukung prinsipprinsip dan tujuan yang tercantum di dalam Piagamnya. Keterikatan ini
termasuk keterikatan untuk elenyapkan peperangan, menggalakan hak-hak
asasi manusia, mempertahankan penghormatan terhadap keadilan dan
hukum internasional, meningkatkan kemajuan sosial dan hubungan
bersahabat di antara bangsa-bangsa, dan memanfaatkan organisasi dunia
tersebut sebagai pusat untuk menyelaraskan langkah-langkah mereka
untuk mencapai tujuan tersebut.39 Sedangkan Tujuan dari PBB sendiri
secara rinci tercantum dalam pasal 1 piagam PBB adalah sebagai berikut :
1. Memelihara perdamaian dan keamanan internasional.
2. Memajukan
hubungan
persahabatan
antar
bangsa
berdasarkan
penghargaan atas persamaan hak dan penentuan nasib sendiri.
3. Menciptakan kerjasama internasional dalam menyelesaikan persoalanpersoalan internasional di lapangan ekonomi, social dan kebudayaan.
4. Menjadikan PBB sebagai pusat bagi penyelarasan segala tindakan
bangsa-bangsa dalam mencapai tujuan.
39
Perserikatan Bangsa-Bangsa, Pengetahuan Dasar Mengenai Perserikatan Bangsa-Bangsa,
Kantor Penerangan Perserikatan Bangsa-Bangsa, tanpa tahun, hlm. 3.
2.
Organisasi dan Struktur dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa
Berdasarkan Piagam PBB terdapat lima badan utama Perserikatan
Bangsa-Bangsa yaitu :
1. Majelis Umum
Merupakan badan permusyawaratan utama, yang terdiri dari
wakil-wakil Negara-Negara Anggota, yang masing-masing memiliki
satu suara. Keputusan mengenai masalah-masalah penting, seperti
perdamaian dan keamanan, anggota baru, dan masalah anggaran,
membutuhkan mayoritas dua pertiga. Keputusan-keputusan yang
menyangkut masalah lain-lain dicapai melalui mayoritas sederhana.
Dasar hukum keberadaan lembaga ini tertuang dalam Bab IV Pasal 9
samapi Pasal 22 Piagam PBB.
2. Dewan Keamanan
Berdasarkan
Piagam,
tanggung
jawab
utama
Dewan
Keamanan adalah perdamaian dan keamanan internasional. Dewan
memiliki 15 anggota: lima anggota tetap – Amerika Serikat, Inggris,
Rusia, Prancis dan Cina – dan 10 anggota tidak tetap yang dipilih oleh
Majelis Umum untuk masa dua tahun. Ke-5 negara anggota tetap
Dewan Keamanan PBB mempunyai hak Veto yaitu hak yang dimiliki
oleh anggota tetap Dewan Keamanan PBB untuk membatalkan
keputusan yang telah diambil. Pada tahun 1965, keanggotaan Dewan
Keamanan telah bertambah dari 11 menjadi 15 (Pasal 23) dan jumlah
suara yang mendukung yang diperlukan untuk masalah-masalah
prosedural bertambah dari tujuh menjadi sembilan, sedangkan
mengenai masalah-masalah lain juga bertambah menjadi sembilan,
termasuk suara mendukung dari kelima anggota tetap (Pasal 27).40
Dasar hukum keberadaan lembaga ini tertuang dalam Bab V Pasal 23
sampai Pasal 32 Piagam PBB .
3. Mahkamah Internasional
Mahkamah Internasional merupakan badan hukum utama
Perserikatan
Bangsa-Bangsa.
Statuta
Mahkamah
Internasional
merupakan bagian integral dari Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Mahkamah terbuka untuk yang menjadi pihak dari Statutanya.
Anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa secara otomatis menjadi pihak
dari Statuta. Mahkamah Internasional terdiri dari 15 hakim yang
dipilih oleh Majelis Umum dan Dewan Keamanan, yang memberikan
suara secara independen.41 Dasar hukum keberadaan lembaga ini
tertuang dalam Bab XIV Pasal 92 sampai Pasal 96 Piagam PBB.
Yuridiksi Mahkamah Internasional dijelaskan dalam Pasal 38 Statuta
yang menerapkan :
b.
Ketentuan-ketentuan dari konvensi-konvensi internasional
yang sudah ada yang diakui Negara-Negara yang bertikai;
c.
Kebiasaan internasional yang telah diterima dalam praktek
umum sebagai hukum;
40
41
Ibid., hlm. 9.
Ibid., hlm. 22.
d.
Prinsip-prinsip umum dari hukum yang diakui oleh bangsabangsa; dan
e.
Ketentuan-ketentuan hukum dan pandangan-pandangan para
ahli hukum internasional yang berkualifikasi tinggi dari
berbagai negara, sebagai bahan tambahan dalam menegakan
hukum
4. Sekretariat Perserikatan Bangsa-Bangsa
Sekretariat, dikepalai Sekertaris Jenderal dan terdiri dari staf
internasional yang bertugas di Markas Besar. bertugas melayani
badan-badan lain Perserikatan Bangsa-Bangsa dan mengelola program
dan kebijaksanaan yang telah mereka tentukan. Sekertariat dikepalai
oleh Sekretaris Jenderal yang diangkat oleh Majelis Umum
berdasarkan rekomendasi Dewan Keamanan dengan masa jabatan lima
tahun. Dasar hukum keberadaan lembaga ini tertuang dalam Bab XV
Pasal 97 sampai Pasal 101 Piagam PBB
Selain itu Perserikatan Bangsa-Bangsa juga mempunyai badanbadan lain yang mendukung berjalannya tujuan PBB seperti yang
tercantum dalam Piagam PBB, yaitu:42
1. Badan Subsider, adalah organ PBB yang bilamana perlu dapat
dibentuk sesuai dengan ketentuan Piagam. Menurut Piagam PBB,
Dewan Keamanan dapat membentuk organ subsider bila dipandang
perlu, diantaranya: United Nations Interim Force in Libanon
42
F.Sugeng Istanto, Hukum Internasional, Universitas Atmajaya Yogjakarta, Yogyakarta, 1998,
hlm. 138.
(UNIFIL) Pasukan sementara PBB di Libanon, United Nations
Iran Iraq Military Observer Group (UNIIMOG), United Nations
Transitional Authority in Cambodia (UNTAC), United Nations
Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near
East (UNRWA).
2. Badan Khusus, adalah organisasi internasional publik di bidang
ekonomi, sosial, kesehatan, pendidikan, kebudayaan, dan yang
berkaitan dengan bidang tersebut yang ditempatkan dalam suatu
hubungan dengan PBB. Badan khusus tersebut antara lain :
International Labour Organizations (ILO), Food and Agricultural
Organizations (FAO),
World Health Organization (WHO),
International Monetary Fund (IMF), International Bank For
Reconstruction
and
Development
(IBRD),
International
Telecommunication Union (ITU) United Nations Educational
Scientific and Cultura Organization (UNESCO), United Nations
International Children’s Emergency Fund (UNICEF), Universal
Postal Union (UPU), United Nations High Commissioner for
Refugees (UNHCR).
5. Dewan Ekonomi dan Sosial
Dewan Ekonomi dan Sosial dibentuk oleh Piagam sebagai organ
utama untuk mengkoordinasikan kerja di bidang ekonomi dan sosial
dari Perserikatan Bangsa-Bangsa dan badan-badan serta lembagalembaga khususnya – yang dikenal sebagai organisasi “Keluarga
Perserikatan Bangsa-Bangsa”. Dewan memiliki 54 anggota yang
bertugas untuk masa tiga tahun. Sebanyak 18 anggota dipilih setiap
tahun untuk masa tugas tiga tahun guna menggantikan 18 anggota
yang masa tugasnya selama tiga tahun telah habis. Pada tahun 1965,
keanggotaan Dewan Ekonomi dan Sosial bertambah dari 18 menjadi
27 dan, pada tahun 1973, meningkat lagi menjadi 54 (Pasal 61).43
Dasar hukum keberadaan lembaga ini tertuang dalam Bab X Pasal 61
sampai Pasal 72 Piagam PBB.
Dewan Ekonomi dan Sosial bekerja di bawah wewenang Majelis
Umum, berkepentingan memajukan ekonomi dan sosial bagi
kemakmuran masyarakat internasional. Dalam bidang hak asasi
manusia, Dewan ini bertugas membuat rekomendasi dalam rangka
menggalakkan penghormatan dan ketaatan terhadap HAM dan
kebebasan asasi, di samping juga bertanggung jawab menerima
laporan dan mengkoordinasikan kegiatan serta menandatangani
persetujuan-persetujuan dengan badan-badan khusus hak asasi manusia
seperti UNESCO, WHO dan LSM-LSM.
Berdasarkan pasal 68 Deklarasi, Badan ini berkewajiban
membentuk komisi-komisi untuk membantu menjalankan tugastugasnya. Otoritas kewenangannya berhubungan dengan hak asasi
manusia ditangani oleh Komisi Hak Asasi Manusia (CHR), Subkomisi
43
Perserikatan Bangsa-Bangsa, Op. Cit., hlm. 10.
Pencegahan Diskriminasi dan Perlindungan Minoritas serta Komisi
mengenai Status Kaum Wanita.
Tugas dan wewenang yang dibebankan pada anggota Dewan
Ekonomi dan Sosial PBB adalah sebagai berikut :
1) membahas dan mencoba mencari penyelesaian dari masalah –
masalah ekonomi, sosial budaya dan kesehatan yang terjadi
pada anggota khususnya dan dunia umumnya
2) memberikan nasehat dalam rangka menjunjung tinggi hak –
hak yang harus dimiliki oleh setiap warga dunia
3) menyelenggarakan
konfrensi
tingkat
internasional
serta
menyusun naskah – naskah yang dibutuhkan dalam konfrensi
tersebut untuk diserahkan pada Majelis Umum
4) menyelenggarakan
konsultasi
dengan organisasi non
–
pemerintah yang telah diatur oleh ECOSOC
5) mengkoordinasi fungsi – fungsi badan anak PBB yang sering
kali tumpang tindih
6) membuat perjanjian atau kebijakan yang dibutuhkan guna
menjalankan tugas dan wewenangnya
2. Tinjauan Mengenai United Nations High Commissioner for Refugees
(UNHCR)
UNHCR berada di bawah wewenang Majelis Umum PBB dan The
Economic and Social Council (ECOSOC). Komite Eksekutif UNHCR
terdiri
atas
85
negara
anggota,
dan
dipimpin
oleh
seorang
High Commissioner (saat ini dipimpin oleh António Guterres, Perdana
Menteri Portugal) yang dipilih oleh Majelis Umum PBB. Setiap tahun
High Commissioner harus melaporkan kinerja UNHCR kepada ECOSOC
dan Majelis Umum PBB. UNHCR diatur oleh Sidang Umum PBB dan
The Economic and Social Council (ECOSOC). Komisioner Tinggi
melaporkan kinjerja UNHCR kepada ECOSOC dan Sidang Umum PBB.
Sejak diputuskan untuk didirikan Kantor Komisi Tinggi untuk Pengungsi
PBB pada 1 Januari 1951 sejak itu pula mandat dari UNHCR secara
berkala diperpanjang dalam waktu 5 tahun berturut-turut, dan periode
sekarang ini berakhir pada 31 Desember 1993. UNHCR saat ini
menangani lebih dari 17 juta pengungsi di seluruh dunia. Kantor Komisi
Tinggi bertempat di Jenewa, Swiss, dan mempunyai perwakilan di lebih
dari 100 Negara. Menurut pasal 1 Statuta Kantor Komisi Tinggi, tugas
utama mereka adalah memberikan perlindungan internasional pada
pengungsi, dan mencari jalan keluar yang tahan lama bagi pengungsi
dengan membantu Pemerintah dalam memfasilitasi pemulangan pengungsi
dengan
sukarela,
atau
integrasi
mereka
ke
dalam
masyarakat
berkewarganegaraan baru.44
Dalam memenuhi fungsi perlindungan, tugas Komisi Tinggi seperti
disebutkan dalam Statuta tersebut termasuk:
a) Memajukan penyelesaian dan ratifikasi konvensi internasional
untuk perlindungan pengungsi; mengawasi pelaksanaannya,
dan mengusulkan amandemen;
44
unhcr.or.id, 21 Februari 2010, “Struktur UNHCR”, http://unhcr.or.id/id/tentang-unhcr/strukturunhcr, diakses pada tanggal 6 November 2012.
b) Memajukan upaya-upaya untuk memperbaiki situasi pengungsi
dan mengurangi jumlah orang yang memerlukan perlindungan;
c) Membantu usaha-usaha meningkatkan pemulangan sukarela,
atau berasimilasi dengan masyarakat negara baru;
d) Meningkatkan penerimaan pengungsi ke dalam wilayah
Negara-negara;
e) Memfasilitasi transfer aset para pengungsi; memperoleh
informasi dari Pemerintah mengenai jumlah dan kondisi
pengungsi di dalam wilayahnya, serta hukum dan peraturanperaturan yang berlaku;
f) Memelihara hubungan erat dengan organisasi pemerintah dan
non-pemerintah;
g) Menggalang hubungan dengan organisasi swasta yang
menangani persoalan pengungsi;
h) Memfasilitasi koordinasi usaha-usaha swasta.
3. Tinjauan Mengenai United Nations Relief and Works Agency for
Palestine Refugees in the Near East (UNRWA)
Badan Bantuan dan Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk
Pengungsi Palestina di Timur Dekat (UNRWA) dibentuk berdasarkan
resolusi 302 (IV) Majelis Umum tanggal 8 Desember 1949 dan mulai
beroperasi tanggal 1 Mei 1950.45 UNRWA merupakan badan subsider
PBB yang telah diberi mandat secara luas mengenai fungsinya secara
langsung.46 Badan ini bertanggung jawab langsung atas lebih dari 750.000
pengungsi Palestina di lima wilayah operasi (Tepi Barat, Gaza, Jordania,
Lebanon, dan Syria). Mereka yang berada di luar wilayah operasi
UNRWA itu atau mereka yang memang tidak memenuhi definisi
“pengungsi Palestina” tak terdaftar di bawah badan ini. UNRWA
melakukan perubahan atas ketentuan Resolusi PBB No. 194 dengan
memberikan pelayanan pendidikan, kesehatan, sosial, dan pertolongan
45
46
Perserikatan Bangsa-Bangsa, op. cit., hlm. 88.
Sumaryo Suryokusumo, 2007, op. cit., hlm. 25.
pertama bagi para pengungsi yang terdaftar di badan ini. Staf UNRWA
berdasarkan data terakhir berjumlah 22.000 orang dan mayoritas bekerja di
bidang pendidikan. Pembentukan UNRWA ini karena adanya anggapan
tanggung jawab komunitas internasional atas masalah pengungsi Palestina
dengan diadopsi namun tetapi tak dijalankannya Resolusi Majelis Umum
PBB No. 181 yang dikeluarkan pada tanggal 11 November 1947.47
D.
Tinjauan Terhadap Hukum Pengungsi Internasional
Masalah pengungsi dan pemindahan orang di dalam negeri
merupakan persoalan yang paling pelik yang dihadapi masyarakat dunia
saat ini. Banyak diskusi tengah dilakukan di PBB yang terus berusaha
mencari cara-cara lebih efektif untuk melindungi dan membantu kelompok
yang sangat
rentan
ini.
Masyarakat
internasional
menyerukan
ditingkatkannya kerjasama dan koordinasi antara lembaga pemberi
bantuan, sebagian lain menunjuk pada celah-celah dalam peraturan
internasional dan menghimbau disusunnya standar-standar dalam bidang
ini lebih jauh lagi. Bagaimanapun, setiap orang setuju bahwa persoalan ini
merupakan masalah multi-dimensional dan global. Oleh karenanya setiap
pendekatan dan jalan keluar harus dilakukan secara komprehensif dan
menjelaskan semua aspek permasalahan, dari penyebab eksodus massal
sampai penjabaran respon yang perlu untuk menanggulangi rentang
47
SeputarIndonesia.com , 15 Juni 2011, “PBB dan Bantuan Badan Pengungsi Palestina
(UNRWA)” http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/405986/ , diakses pada
tanggal 20 September 2012.
permasalahan pengungsi, dari keadaan darurat sampai pemulangan
mereka.48
1. Definisi Hukum Pengungsi Internasional
Hukum Pengungsi internasional adalah turunan dan salah satu
pengaturan hukum internasional. Hukum pengungsi internasional lahir
demi menjamin keamanan dan keselamatan pengungsi internasional di
negara tujuan mengungsi. Selain memberikan perlindungan di negara
tujuan, pengungsi intemasional juga dilindungi oleh negara- negara
yang dilewatinya dalam perjalanan ke negara tujuan mengungsi.
Dalam dunia intemasional yang mengalami perkembangan baik dari
segi informasi, teknologi serta juga dalam bidang hukum internasional.
Sejumlah instrumen internasional menetapkan dan menjelaskan
standar-standar
pokok
tentang
perlakuan
terhadap
pengungsi.
Instrumen yang paling penting adalah Konvensi PBB tentang
Kedudukan Pengungsi (1951) dan Protokol tentang Kedudukan
Pengungsi (1967).49
Hukum pengungsi didefinisikan sebagai serangkaian aturan
yang objeknya adalah pengungsi. Untuk hak tersebut, hukum
pengungsi memerlukan batasan atau pengertian dari ‘pengungsi’.
Pengertian tersebut merupakan suatu istilah yuridis yang dibedakan
dengan tegas dari pengerian atau istilah lainnya. Batasan hukum
pengungsi internasional yang pernah dibahas dalam Seminar tentang
48
49
Pusham UII, Loc. cit.
Pusham UII, Hak Asasi Manusia dan Pengungsi Lembar fakta Nomor 20, Kampanye Dunia
Untuk Hak Asasi Manusia, diakses pada tanggal 5 November 2012.
Pengungsi dan Prinsip-Prinsip Perlindungan Internasional disebutkan
bahwa hukum pengungsi internasional merupakan sekumpulan
peraturan yang diwujudkan dalam beberapa instrumen-instrumen
internasional dan regional yang mengatur tentang standar baku
perlakuan terhadap pengungsi. Disebutkan pula bahwa Hukum
Pengungsi Internasional merupakan cabang dari Hukum Hak Asasi
Manusia. Namun terdapat pandangan lain sebagaimana disampaikan
Pemimpin Umum Jurnal Hukum ( Indonesian Journal of International
Law).50
2. Terminologi Suaka dan Pengungsi
Terdapat tiga istilah yang perlu dijelaskan untuk menempatkan
istilah ‘pengungsi’ pada tempatnya. ketiga istilah tersebut yaitu suaka,
pencari suaka, dan pengungsi itu sendiri.
1) Suaka
Suaka adalah penganugerahan perlindungan dalam wilayah suatu
negara kepada orang-orang dari negara lain yang datang ke negara
bersangkutan kerana menghindari pengejaran atau bahaya besar. Suaka
berasal dari bahasa Yunani yaitu “Asylon” atau “Asylum” dalam
bahasa latin, yang artinya tempat yang tidak dapat dilanggar di mana
seseorang yang dikejar-kejar mencari tempat berlindung. Masalah
permintaan suaka ini dan pemberian suaka bukanlah muncul pada
beberapa tahun ini saja, di zaman primitif pun suaka ini sudah dikenal
50
Wagiman, S. Fil., Hukum Pengungsi Internasional, Jakarta, Sinar Grafika, 2012, hlm. 91-92.
dimana-mana. Kadang-kadang dikalangan suku primitif ada seseorang
yang meninggalkan sukunya atau kampung halamannya untuk
memohon perlindungan pada suku yang lain.51 Dalam masa
perkembangan sejarah kemudian mengenal kebiasaan dimana rumahrumah ibadat seperti gereja, merupakan tempat-tempat suaka.
Demikian pula rumah sakit sering dipandang sebagai tempat suaka. Di
masa-masa awal Masehi, suaka berarti suatu tempat pengungsian atau
perlindungan terhadap orang yang peribadatannya dihina.52 Beberapa
pendapat mengenai istilai suaka yaitu :53
a) Oppenheim Lauterpact mengatakan bahwa suaka adalah dalam
hubungan dengan wewenang suatu negara mempunyai
kedaulatan diatas teritorialnya untuk memperbolehkan seorang
asing memasuki dan tinggal di dalam wilayahnya dan atas
perlindungannya.
b) Gracia Mora dalam bukunya “International Law and Asylum
As Human Right” mengatakan suaka adalah suatu perlindungan
yang diberikan oleh sesuatu negara kepada orang asing yang
melawan negara asalnya.
Sumaryo Suryokusumo mengatakan bahwa suaka adalah
tempat di mana seorang pengungsi/pelarian politik mencari
perlindungan baik di wilayah sesuatu negara lain maupun di
dalam lingkungan gedung Perwakilan Diplomatik dari sesuatu
51
Sulaiman Hamid, Op. Cit., hlm. 42.
Ibid., hlm. 43.
53
Ibid., hlm. 45-46.
52
negara. Jika perlindungan yang dicari itu diberikan, pencari
suaka itu dapat kebal dari proses hukum dari negara dimana ia
berasal.
Tiap-tiap manusia memiliki hak inheren untuk hidup yang
harus dilindungi oleh hukum. Tidak seorang pun dapat dengan
sewenang-wenang dirampas hak untuk hidupnya. Seringkali orang
mensalahartikan Konvensi tahun 1951 sebagai Konsvensi Pencari
Suaka. Padahal di dalam Konvensi tersebut tidak ada satu kata pun
kata suaka. Perihal suaka sebenarnya terdapat dalam deklarasi
Universal HAM pasal 14 ayat (1), kemudian pasal tersebut
dijabarkan dalam deklarasi PBB yang diterima oleh Majelis Umum
menjadi Deklarasi teritorial 1967 tentang Suaka.54
2) Pengungsi
Masalah
status
pengungsi
kaitannya
dengan
seseorang
mendapatkan perlindungan internasional (sekaligus nasional bagi
negara Pihak) atau tidak. Sebaliknya seorang pemohon untuk menjadi
pengungsi apabila tidak bisa dibuktkan maka negara penerima dapat
melakukan deportasi terhadap yang bersangkutan.
Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi, menjabarkan definisi
pengungsi sebagai :
“seseorang yang dikarenakan oleh ketakutan yang beralasan akan
penganiayaan, yang disebabkan oleh alasan an ras, agama,
kebangsaan, keanggotaan kelompok sosial tertentu dan
keanggotaan partai politik tertentu, berada diluar Negara
54
Wagiman, S. Fil., Op. Cit., hlm. 91.
kebangsaannya dan tidak menginginkan perlindungan dari Negara
teresebut."
Sebelum diakui statusnya sebagai pengungsi, pertama-tama ia
adalah seorang pencari suaka, seorang pesuaka belum tentu merupakan
seorang pengungsi. Ia baru menjadi pengungsi setelah diakui statusnya
demikian oleh instrumen internasional dan/atau nasional, sedangkan
seorang pengungsi adalah sekaligus seorang pencari suaka. Seorang
pencari suaka yang meminta perlindngan akan dievaluasi melalui
prosedur penentuan status pengungsi, yang dimulai sejak tahap
pendaftaran atau registrasi pencari suaka. Selanjutnya setelah
registrasi, UNHCR dibantu dengan penerjemah yang kompeten
melakukan interview terhadap pencari suaka tersebut. Proses interview
tersebut akan melahirkan alasan-alasan yang melatarbelakangi
keputusan apakah status pengungsi dapat diberikan atau ditolak.55
Secara umum terdapat dua jenis pengungsi yaitu
1) Pengungsi internal (Internal Displaced Person/IDP)
Pengungsi internal adalah pengungsi yang keluar dari wilayah
tertentu dan menempati wilayah lain tetapi masih dalam suatu
daerah atau kekuasaan negara.
2) Pengungsi Lintas Batas (Refugee)
Pengungsi lintas batas adalah mereka yang mengungsi ke
negara lain.
55
unhcr.or.id, 21 Februari 2010, “Pencari Suaka”,http://unhcr.or.id/id/tentangunhcr/pencarisuaka, Diakses pada tanggal 6 November 2012.
3. Instrumen Hukum mengenai Pengungsi
a. Konvensi PBB tentang Kedudukan Pengungsi Tahun 1951
Konvensi 1951, yang rancangannya dibuat sebagai hasil
rekomendasi dari Komisi Hak Asasi Manusia PBB yang baru saja
dibentuk, menjadi petunjuk dalam menyusun standar perlakuan
terhadap pengungsi. Konvensi menyusun standar minimum bagi
perlakuan terhadap pengungsi, termasuk hak dasar mereka.
Konvensi juga menetapkan status hukum pengungsi, dan
mencantumkan ketentuan-ketentuan tentang hak mereka untuk
mendapatkan pekerjaan dan kesejahteraan, mengenai surat
keterangan jati diri dan dokumen perjalanan, mengenai penerapan
biaya fiskal, dan mengenai hak mereka untuk memindahkan aset
miliknya ke Negara lain di mana mereka telah diterima dengan
tujuan permukiman kembali.
b. Protokol tentang Kedudukan Pengungsi Tahun 1967
Konvensi 1951 hanya dapat bermanfaat bagi orang yang
menjadi pengungsi akibat peristiwa yang terjadi sebelum 1 Januari
1951. Namun tahun-tahun setelah 1951 membuktikan bahwa
pergerakan pengungsi tidak hanya merupakan dampak sementara
dari Perang Dunia Kedua dan keadaan pasca perang. Sepanjang
tahun-tahun terakhir 1950an dan 1960an muncul kelompokkelompok pengungsi baru, terutama di Afrika. Para pengungsi ini
membutuhkan perlindungan yang tidak dapat diberikan pada
mereka karena batas waktu yang ditetapkan oleh Konvensi 1951.
Protokol
1967
memperluas
penerapan
Konvensi
dengan
menambahkan situasi “pengungsi baru,” yakni orang-orang yang
walaupun memenuhi definisi Konvensi mengenai pengungsi, akan
tetapi mereka menjadi pengungsi akibat peristiwa yang terjadi
setelah 1 Januari 1951.
c. Instrumen Internasional Lainnya
Konvensi dan deklarasi lain, yang beberapa di antaranya
disebutkan di bawah, berisi ketentuan-ketentuan yang mungkin
relevan dengan pengungsi. Konvensi Jenewa Keempat 1949
mengenai Perlindungan bagi Orang Sipil pada Waktu Perang: pasal
44 Konvensi ini, yang dimaksudkan untuk melindungi korbankorban sipil, berkenaan dengan pengungsi dan orang-orang yang
dipindahkan di dalam negeri. Pasal 77 dari Protokol Tambahan
1977 menyatakan bahwa pengungsi dan orang-orang tanpa
kewarganegaraan harus menjadi orang-orang yang dilindungi
berdasarkan bagian I dan III dari Konvensi Jenewa Ke-4.
Konvensi 1954 sehubungan dengan Orang-Orang Tanpa
Kewarganegaraan:
merumuskan
istilah
“orang-orang
tanpa
kewarganegaraan” sebagai orang yang tidak dianggap sebagai
warganegara dari suatu Negara menurut hukum yang berlaku di
wilayah tersebut. Lebih jauh hal ini menentukan standar-standar
bagi perlakuan yang akan diberikan pada orang-orang tanpa
kewarganegaraan.
Konvensi 1961 tentang Pengurangan Keadaan Orang Tanpa
Kewarganegaraan: Negara Pihak Konvensi ini setuju untuk
menjamin kewarganegaraan seseorang yang lahir di dalam
wilayahnya, karena jika tidak, orang itu tidak akan mempunyai
kewarganegaraan. Negara tersebut juga setuju, dalam situasi
seperti ini, untuk tidak mencabut kewarganegaraan seseorang
apabila pencabutan itu menjadikannya tanpa kewarganegaraan.
Konvensi menegaskan bahwa orang-orang atau kelompokkelompok tidak boleh dicabut kewarganegaraannya karena alasan
ras, suku, agama atau politik.
Deklarasi PBB tentang Wilayah Suaka Tahun 1967,
Deklarasi Majelis Umum PBB ini mencantumkan sejumlah
prinsip-prinsip dasar mengenai wilayah suaka. Dinyatakan bahwa
sesungguhnya pemberian wilayah suaka “merupakan kegiatan
damai dan manusiawi, dan karenanya ia tidak boleh dianggap
sebagai suatu sikap yang tidak bersahabat oleh setiap Negara
lainnya.” Deklarasi ini menjunjung tinggi prinsip-prinsip dasar
kemanusiaan untuk tidak memulangkan kembali dan mengingatkan
pasal 13 dan 14 DUHAM yang secara berturut-turut menyerukan,
hak untuk meninggalkan setiap negara dan kembali ke negara
seseorang dan hak untuk mencari dan menikmati suaka.
Konvensi Jenewa Keempat 1949 mengenai Perlindungan
bagi Orang Sipil pada Waktu Perang, Pasal 44 Konvensi ini, yang
dimaksudkan untuk melindungi korban-korban sipil, berkenaan
dengan pengungsi dan orang-orang yang dipindahkan di dalam
negeri. Pasal 77 dari Protokol Tambahan 1977 menyatakan bahwa
pengungsi dan orang-orang tanpa kewarganegaraan harus menjadi
orang-orang yang dilindungi berdasarkan bagian I dan III dari
Konvensi Jenewa Ke-4.
Menurut hukum internasional pencari suaka dan pengungsi
sebenarnya mempunyai perbedaaan. Pengungsi adalah status yang
diakui oleh hukum internasional dan/atau nasional. Seseorang yang
telah diakui statusnya sebagai pengungsi
kewajiban-kewajiban
yang
ditetapkan
serta
akan menerima
hak-hak
dan
perlindungan atas hak-haknya itu yang diakui oleh hukum
internasional dan/atau nasional.
E.
Prinsip-Prinsip Hukum Tentang Pemberian Suaka
Hak suaka telah diatur secara prinsipil, sebelum menjelaskan prinsip
prinsip hukum tentang suaka, perlu kita tinjau faktor pembeda diantaranya
dan tujuan dari pemberian suaka itu sendiri.
a. Perbedaan antara tujuan dan prinsip yang mengatur pemberian
suaka
Tujuan akhir dari pemberian suaka ialah adanya jaminan
keamanan dan perlindungan bagi pengungsi yang tinggal di wilayah
negara pemberi suaka.
Prinsip-prinsip hukum
yang
mengatur
pemberian suaka
merupakan hal yang wajib diperhatikan dan ditaati agar tujuan adanya
suaka tersebut terwujud. Jadi, ia merupakan media atau alat yang
mengantarkan kita kepada tujuan akhir dari pemberian suaka sehingga
wajib diperhatikan.
b. Prinsip - prinsip utama yang mengatur hak-hak suaka
Patut diketahui bahwa prinsip utama yang mengatur hak-hak
suaka terdiri dari 4 (empat) prinsip :
1. Prinsip larangan pemulangan (non-refoulement)
Prinsip larangan pemulangan kembali (non-refoulement)
mengandung makna bahwa pengungsi tidak boleh diusir atau
dipulangkan kembali dengan cara apapun ke perbatasan wilayah
dimana jiwa atau kebebasannya terancam, baik lantaran ras, agama,
kebangsaan, keanggotaan pada organisasi sosial tertentu ataupun
lantaran pandangan politiknya, terlepas dari apakah ia telah secara
resmi diakui sebagai pengungsi ataupun belum (Pasal 33 ayat (1)
Konvensi 1951). Hal ini berlaku juga bagi siapa saja yang memiliki
alasan yang valid bahwa mereka akan mengalami tindakan
penyiksaan/kekerasan. Dalam hal ini, Pasal 3
tentang
Penentangan
Penyiksaan
dan
Konvensi
Kekejaman
lain,
Penghukuman atas Perlakuan yang Merendahkan atau Tidak
Manusiawi 1984 menyatakan:
"Tidak ada satu pun negara yang boleh mengusir,
memulangkan kembali atau mengekstradisi seseorang ke
negara lain di mana ada alasan kuat untuk
mempercayai bahwa ia akan mengalami bahaya
penyiksaan."
Demikian juga Pasal 16 Konvensi Internasional tentang
Perlindungan semua Orang dari Tindakan Penghilangan secara
Paksa 2006 menyatakan:
" Tidak ada satu pun negara yang boleh mengusir,
mengembalikan memulangkan
kembali,
menyerahkan atau mengekstradisi seseorang ke negara
lain, di mana terdapat alasan kuat untuk mempercayai
bahwa ia akan mengalami bahaya dihilangkan secara
paksa."
Mengenai pengusiran pengungsi, secara khusus Pasal 32
Konvensi 1951 menetapkan:
i.
ii.
iii.
Negara pihak tidak akan mengusir pengungsi legal di
wilayah mereka kecuali dengan alasan keamanan nasional
atau ketertiban umum.
Pengusiran pengungsi demikian hanya dapat dilakukan
berdasarkan keputusan yang dicapai sesuai dengan proses
hukum yang adil, yang ditetapkan undang-undang. Kecuali
terdapat alasan keamanan nasional, pengungsi berhak
mengajukan bukti-bukti untuk mengklarifikasi dirinya dan ia
berhak mengajukan protes/banding, dan berhak pula
menunjuk wakil yang akan melaksanakan hal ini
(protes/banding) di hadapan otoritas kekuasaan yang
berwenang atau pejabat yang secara khusus ditunjuk oleh
otoritas kekuasaan yang kompeten.
Negara pihak memberikan
kepada pengungsi, jangka
waktu yang wajar untuk memperoleh penerimaan dirinya
secara legal di Negara lain. Negara pihak berwenang
melakukan pengawasan internal dalam jangka
waktu
tersebut apabila dipandang perlu.
Pelanggaran asas larangan pemulangan kembali (nonrefoulement) dapat tercermin dalam beberapa contoh kejadian,
termasuk yang berikut ini:
1. Menolak pencari suaka di wilayah perbatasan, padahal mereka
dapat mencarinya di wilayah lain.
2. Mengusir atau memulangkan kembali pengungsi ke wilayah
dimana ia berpotensi mengalami penganiayaan, apakah itu
adalah negara asalnya atau negara lain.
3. Tidak memberikan kesempatan kepada pengungsi untuk
mencari tempat/wilayah lain yang aman dengan tidak
memberikan durasi waktu yang wajar untuk melakukannya.
Memberikan durasi waktu yang
wajar
untuk
melakukannya.
Pengecualian dari asas ini terbatas pada yang diatur dalam
Pasal 33 ayat 2 Konvensi 1951, yaitu:
1. Jika pengungsi dianggap mengancam keamanan nasional bagi
negara yang didatanginya atau mengancam upaya
pengendalian penduduk seperti bermigrasinya sejumlah besar
orang, atau jika Negara Pihak memutuskan pengecualianpengecualian terkait asas larangan pemulangan kembali (nonrefoulement), maka negara itu wajib memberikan kepada
orang tersebut, kesempatan suaka sementara atau kesempatan
memperoleh suaka di negara lain, menurut apa yang pantas
dilakukan.
2. Jikapun pengungsi telah divonis terlibat kejahatan yang berat,
dimana ia merupakan ancaman bahaya bagi
masyarakat
negara itu. Namun, ia tidak boleh diusir ke negara di mana ia
mungkin menghadapi risiko penyiksaan, perlakuan, hukuman
yang kejam, tidak manusiawi, atau yang merendahkan
martabat kemanusiaan, atau hukuman lain yag melanggar hakhak asasinya.
2. Asas Larangan Menghukum yang Masuk atau Hadir secara Ilegal
di Wilayah Suatu Negara
Dalam Pasal 31 Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi
dijelaskan bahwa:
“Negara pihak tidak akan menjatuhkan hukuman atas alasanya
masuknya atau beradanya pengungsi secara ilegal, kepada
pengungsi yang datang secara langsung dari wilayah di mana ia
hidup atau kebebasan mereka terancam, sesuai dengan pasal 1
yang menyatakan bahwa apabila mereka tanpa memiliki izin,
asalkan mereka melaporkan keberadaan diri mereka tanpa
menundanya kepada pihak berwenang dan menunjukan
alasanya yang tepat bagi kedatangan mereka yang ilegal”
Hal
demikian
mengandung
makna
bahwa
tidak
dijatuhkannya hukuman lantaran masuknya atau beradanya
pengungsi dalam suatu wilayah negara secara ilegal diatur oleh 4
(empat) syarat :56
a. Masuknya atau beradanya pengungsi secara ilegal itu
dikarenakan jiwa atau kemerdekaan terancam, sesuai dengan
Pasal 1 dimana adanya rasa takut yang benar-benar terjadi
lntaran menghadapi penganiayaan dengan alasan ras, agama,
kebangsaan, keanggotaan pada kelomok sosial tertentu atau
pandangan politik tertentu.
b. Mereka harus melaporkan diri tanpa menunda kepada
pihak berwenang.
c. Mereka harus
56
menunjukkan
alasan
yang
tepat
atas
Ahmad Abdul Al Wa-fa, Hak-Hak Pencari Suaka dalam Syaiat Islam dan Hukum Internasional,
Jakarta, UNHCR, 2011, hlm. 56.
masuknya atau beradanya mereka secara ilegal.
d. Mereka harus datang langsung dari wilayah negara di mana
hidup
atau
kebebasan
mereka
terancam
mengalami
penganiayaan. Ini berarti bahwa pencari suaka datang
langsung dari negara asalnya, atau dari negara lain yang tidak
memiliki jaminan perlindungan terhadapnya, atau dari negara
transit, tempat di mana keberadaan dirinya hanya dalam waktu
singkat tanpa permintaan memperoleh suaka
3. Asas Non-Diskriminasi
Prinsip non-diskriminasi merupakan salah satu prinsip
fundamental hukum internasional tentang hak asasi manusia pada
umumnya, dan terkait hak suaka pada khususnya Pasal 3 Konvensi
1951 tentang Status Pengungsi menjelaskan bahwa negara-negara
pihak akan menerapkan ketentuan-ketentuan Konvensi 1951
terhadap pengungsi tanpa diskriminasi atas dasar ras, agama, atau
negara asal.
4. Prinsip Karakter Manusiawi dalam Hak Suaka
Hak suaka melahirkan jaminan perlindungan terhadap
orang yang mengalami ancaman penganiayaan. Hak suaka
memiliki karakter manusiawi yang intrinsik dan tidak mungkin
tidak terlihat. Karakter tersebut terletak di dalam sumber dan asal
dari hak-hak tersebut.
BAB III
METODE PENELITIAN
B. Metode Pendekatan
Metode pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini
adalah metode yuridis normatif, yaitu metode pendekatan yang
menggunakan konsepsi legis positivis. Konsep ini memandang hukum
identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh
lembaga atau pejabat yang berwenang dan meninjau hukum sebagai suatu
sistem normatif yang mandiri, bersifat tertutup dan terlepas dari kehidupan
masyarakat yang nyata serta menganggap norma-norma lain bukan sebagai
hukum.57
C. Spesifikasi Penelitian
Spesifikasi penelitian ini adalah deskriptif yaitu penelitian yang
akan menggambarkan objek atau masalahnya tanpa bermaksud mengambil
kesimplan yang berlaku umum. Penelitian menggambarkan peristiwa in
concreto yang dikonsultasikan pada seperangkat peraturan hukum positif
yang berlaku dan ada kaitannya dengan masalah yang menjadi objek
penelitian.58
D. Lokasi Penelitian
a) Penelitian ini akan dilakukan di Pusat Informasi Ilmiah Fakultas
Hukum Universitas Jenderal Soedirman.
57
Ronny Hanitijo Soemitro,1990. Metode Penelitian dan Jurimetri, Jakarta:Ghalia Indonesia ,hlm.
13.
58
Ronny Hanitijo Soemitro, 1982, Metode Penelitian Hukum, Jakarta :Ghalia Indonesia, hlm. 11.
b) UNIC - United Nations Information Center Jl.Ki Mangun Sarkoro
No.21, Menteng, Jakarta Selatan.
c) UNHCR - United Nations High Commissioner for Refugees Gedung
Arya 14th Fl. Jl. Kebon Sirih Kav.75 Jakarta 10340 .
E. Jenis dan Sumber Bahan Hukum
Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan data sekunder
membangun penelitian ini dan untuk mendapatkan hasil yang obyektif dari
penelitian ini. Dari data sekunder tersebut akan dibagi dan diuraikan ke
dalam tiga bagian yaitu :
1) Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang bersifat
mengikat berupa peraturan per-Undang-Undangan yang berlaku antara
lain Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, Konvensi 1951 mengenai
Status Pengungsi, Konvensi Jenewa keempat 1949 mengenai
Perlindungan bagi Orang Sipil pada Waktu Perang, Konvensi 1933
mengenai Hak-Hak dan Kewajiban-Kewajiban Negara sebagai Subjek
Hukum Internasional, Konvensi 1954 sehubungan dengan OrangOrang Tanpa Kewarganegaraan, Konvensi 1961 tentang Pengurangan
Keadaan Orang Tanpa Kewarganegaraan, Deklarasi
PBB 1967
tentang Wilayah Suaka, Protokol Tambahan 1977, dan instrumen
hukum yang lainnya.
2) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan
penjelasan terhadap bahan hukum primer, antara lain pustaka di bidang
ilmu hukum, hasil penelitian di bidang hukum, jurnal hukum
internasional, The Annual Report, artikel-arikel ilmiah, baik dari koran
maupun internet, yearbook, circular, leaflet, journal, dan lain
sebagainya.
3) Bahan hukum Tersier , yaitu bahan yang memberikan petunjuk
terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, antara lain
kamus hukum.
F. Metode Pengumpulan Bahan Hukum
Metode pengumpulan bahan hukum akan dilakukan dengan cara
studi kepustakaan dengan menginventarisir peraturan Per-UndangUndangan, dokumen-dokumen resmi, hasil penelitian, makalah, dan bukubuku yang berkaitan dengan materi yang menjadi objek penelitian untuk
selanjutnya dipelajari dan dikaji sebagai satu kesatuan yang utuh.
G. Metode Penyajian Bahan Hukum
Data yang merupakan bahan-bahan hukum yang diperoleh
kemudian akan disajikan dalam bentuk display secara sistematis, logis dan
rasional. Keseluruhan data yang diperoleh akan dihubungkan satu dengan
yang lainnya disesuaikan dengan pokok permasalahan yang diteliti
sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh.
H. Metode Analisis Bahan Hukum
Sebagai cara untuk menarik kesimpulan dari hasil penelitian yang
sudah terkumpul, akan dipergunakan metode analisis normatife kualitatif .
Normatif karena penelitian ini bertitik tolak dari peraturan-peraturan yang
telah ada sebagai norma hukum positif. Sedangkan kualitatif dimaksudkan
analisis data yang bertitik tolak pada usaha-usaha penemuan asas-asas dan
informasi-informasi maupun fakta-fakta hukum yang bersifat ungkapan
monografis dan responden.59
59
Ibid., hlm. 98.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
I.
Peranan United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugee
in The Near East dalam Penanganan Pengungsi Palestina menurut
Hukum Internasional
Pembahasan mengenai masalah pengungsi tidak terlepas dari aspek hak
asasi manusia. Hak asasi manusia merupakan salah satu masalah global dalam isuisu nonkonvensional dalam hubungan internasional. Salah satu di antaranya
adalah permasalahan pengungsi atau refugee. Pengungsi merupakan masalah
bersama masyarakat internasional,60 terutama karena salah satu sifatnya yang
melintasi batas teritorial suatu negara. Oleh karena itu, menempatkan isu
pengungsi pada agenda internasional secara lebih tinggi akan menciptakan
kesempatan baru untuk melakukan tindakan internasional. Kepedulian masyarakat
internasional tergugah karena nasib para pengungsi berkaitan dengan HAM61.
Nasib pengungsi tergantung pada kesediaan negara penerimanya (asylum country)
dan penegakan HAM agar para pengungsi tetap dapat hidup layak secara
kemanusiaan karena pengungsi sangat rentan rentan terhadap pelanggaran
HAM62. Di sisi lain, dampak perpindahan pengungsi secara besar-besaran
berkaitan dengan stabilitas nasional, baik itu di negara penerima maupun negara
asal para pengungsi, serta mekanisme kerja sama regional. Dengan demikian,
persoalan pengungsi pada mulanya merupakan masalah domestik suatu negara,
namun kemudian meluas menjadi permasalahan negara-negara dalam suatu
60
Epstein Donal, The Palestine-Israel Conflict: A Basic Introduction, tersedia di e resources.pnri.go.id, diakses pada tanggal 27 Desember 2012.
61
Atik, Krustiyati, 2010, Penanganan Pengungsi Indonesia Tinjauan Aspek Hukum Internasional
dan Nasional, Surabaya, Brilian Internasional, hal. 91.
62
Ibid., hlm. 93.
kawasan, dan akhirnya menjadi permasalahan bersama umat manusia (global).
Istilah dan definisi pengungsi pertama kali muncul pada masa Perang Dunia yang
dianggap sebagai titik kulminasi dari proses pembangunan sebuah bangsa. Di
Indonesia sendiri, istilah pengungsi sering dipahami dalam arti leksikal dan
digunakan untuk merujuk orang-orang yang terpaksa meninggalkan tempat
tinggalnya dan berpindah ke wilayah lain yang mereka anggap lebih aman. Oleh
karena itu, persoalan pengungsi secara umum dipandang sebagai persoalan sosial
saja, di mana kebutuhan para pengungsi hanya terdiri dari pelayanan kesehatan
dan bantuan material. Sedangkan perlindungan kepada pengungsi hanya dipahami
dan dilaksanakan mencakup perlindungan fisik saja, tidak termasuk perlindungan
terhadap hak dan kebebasan dasar mereka. Di dalam Konvensi PBB Tahun 1951
mengenai Status Pengungsi, pengungsi adalah mereka yang:
“Memiliki ketakutan yang beralasan akan persekusi atas alasan ras,
agama, kebangsaan, keanggotaan pada kelompok sosial tertentu atau
pendapat politik, berada di luar negara kebangsaannya dan tidak dapat
atau, karena ketakutan tersebut, tidak mau memanfaatkan perlindungan
diri dari negara itu, atau siapa saja yang tidak memiliki kewarganegaraan
dan berada di luar negara tempat dia dulu tinggal sebagai akibat dari
peristiwa tersebut, dan tidak mampu atau, karena ketakutan tersebut, tidak
mau kembali ke sana.”
Berdasarkan konvensi di atas, seseorang dikategorikan sebagai pengungsi jika
memenuhi tiga ketentuan dasar, yaitu:
1. Mereka berada di luar negara asal mereka atau di luar negara tempat
mereka dulu tinggal;
2. Mereka tidak mampu atau tidak mau memanfaatkan perlindungan diri dari
negaranya itu karena adanya rasa takut yang beralasan akan persekusi atau
penganiayaan;
3. Ketakutan akan persekusi tersebut didasarkan pada setidaknya satu dari
lima alasan, yaitu ras, agama dan kepercayaan, kebangsaan, keanggotaan
pada kelompok sosial tertentu, dan pandangan politik.
Pengungsi Palestina merupakan salah satu pengungsi yang sangat rentan terhadap
pelanggaran hak asasinya. Instrumen internasional telah memberikan pengaturan
agar hak pengungsi mendapat perhatian, dalam rangka menjamin dan
mewujudkan hak tersebut hak tersebut PBB telah membentuk UNRWA dengan
program-program yang dilaksanakan UNRWA dalam perwujudan perlindungan
hak pengungsi. UNRWA dalam melaksanakan peranannya didasarkan oleh
instrumen-instrumen hukum internasional yang memuat pengaturan mengenai
penguungsi. Dalam membahas peranan UNRWA tersebut haruslah diketahui hak
dan kewajiban pengungsi secara umum yang telah dimuat dalam instrumen
hukum internasional. Pencari suaka dan para pengungsi mempunyai hak atas
semua hak manusia dan kebebasan dasar seperti disebutkan dalam instrumen hak
asasi manusia internasional yaitu Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948
dan Konvensi 1951 mengenai Status Pengungsi63, dengan demikian maka
perlindungan bagi pengungsi harus dilihat dalam konteks perlindungan hak asasi
manusia yang lebih luas. Tugas dari PBB dalam bidang hak asasi manusia dan
tugas Komisi Tinggi untuk Pengungsi sangatlah berhubungan dengan erat, dalam
63
Ibid., hlm. viii.
arti bahwa keduanya mempunyai tujuan yang sama yakni menjaga martabat
manusia. Program hak asasi manusia PBB ditujukan untuk menangani masalah
hak perorangan dalam suatu wilayah Negara. Organisasi pengungsi didirikan
dalam rangka mengembalikan hak minimum kepada orang-orang yang telah
meninggalkan Negara asalnya.
Konsep perlindungan internasional yang sekarang telah berkembang
secara bertahap, saat ini telah mengimplikasikan serangkaian tanggapan hukum
dan kelembagaan. Pada pelaksanaannya, tugas dari perlindungan internasional
adalah pencegahan pemulangan kembali, bantuan dalam memproses pencarian
suaka, bantuan umum dan nasihat hukum, pemajuan penyelenggarakan keamanan
fisik bagi pengungsi, pemajuan dan membantu pemulangan kembali secara
sukarela, dan membantu para pengungsi untuk bermukim kembali.
Dengan demikian, fungsi perlindungan internasional mempunyai landasan
hukum, dan pelaksanaannya dikuasakan kepada Komisi Tinggi. Hak atas
perlindungan, walaupun tidak dijelaskan sebagai hak yang terpisah, secara
implisit terkandung dalam Konvensi 1951 dan ketentuan-ketentuan dasarnya,
khususnya prinsip untuk tidak memulangkan kembali (non-refoulement).
Di samping itu, sejumlah hak asasi manusia yang diakui secara universal
dapat langsung diterapkan pada pengungsi. Hal ini termasuk hak untuk hidup,
perlindungan dari penyiksaan dan perlakuan buruk, hak atas kewarganegaraan,
hak untuk bebas bergerak, hak untuk meninggalkan setiap Negara, dan hak untuk
tidak dipulangkan secara paksa. Hak ini dikuatkan di antara hak sipil, politik,
sosial, ekonomi dan budaya lainnya, bagi semua orang, warga negara atau bukan
warga negara, di dalam DUHAM 1948, Kovenan Internasional 1966 tentang Hak
Sipil dan Politik, dan Kovenan Internasional 1966 tentang Hak Ekonomi, Sosial
dan Budaya yang bersama-sama membentuk Ketentuan Internasional tentang Hak
Asasi Manusia, yaitu:
a) “Tidak seorangpun dapat menjadi sasaran penangkapan yang sewenangwenang, penahanan atau pengasingan” (Pasal 9 DUHAM);
b) “Setiap orang mempunyai hak untuk mencari dan menikmati suaka di
negara lain akibat pengejaran” (Pasal 14 DUHAM);
c) “Setiap orang mempunyai hak atas suatu kewarganegaraan” (Pasal 15
DUHAM);
d) “Setiap orang mempunyai hak atas kebebasan bergerak, dan tinggal di
dalam batas wilayah setiap Negara”. Setiap orang mempunyai hak untuk
meninggalkan setiap Negara, termasuk Negaranya sendiri, dan untuk
kembali ke Negaranya.” (Pasal 13 DUHAM dan pasal 12 Kovenan
Internasional tentang Hak Sipil dan Politik)
PBB telah membentuk badan UNRWA yang merupakan perwakilannya untuk
mengurusi pengungsi Palestina di Timur Dekat, UNRWA menjadi bagian integral
dari maslah pengungsi dan hak bangsa Palestina.64 UNRWA didirikan pada tahun
1949 yang diamanatkan untuk memenuhi kebutuhan pengungsi Palestina hingga
jangka waktu yang lama dan hingga solusi ada dalam isu-isu pengungsi Palestina.
Pengungsi Palestina didefinisikan sebagai orang-orang yang normal tempat
64
Wagiman, S. Fil., Op. Cit., hlm. 152
tinggalnya adalah di Palestina selama periode 1 Juni 1946 sampai 15 Mei 1948,
dan mereka kehilangan rumah dan mata pencaharian akibat konflik 1948.
Pengungsi Palestina, dan keturunan laki-laki pengungsi Palestina, termasuk anakanak secara hukum yang diadopsi, berhak untuk mendaftar untuk layanan
UNRWA.65 Badan ini menerima aplikasi baru dari orang-orang yang ingin
terdaftar sebagai pengungsi Palestina. Orang yang terdaftar dengan UNRWA
disebut sebagai pengungsi Palestina Terdaftar "Kelompok-kelompok tambahan
berikut terdaftar untuk menerima layanan UNRWA namun tidak dihitung sebagai
bagian dari populasi pengungsi resmi terdaftar dari Agensi
Mandat UNRWA telah berkembang, sebagai penyedia utama layanan dasar
bagi populasi pengungsi Palestina, UNRWA juga telah menjadi jalur kehidupan
untuk dukungan selama konflik besar dan masa krisis. Kontribusi UNRWA
terhadap pembangunan manusia dan kebutuhan kemanusiaan dari lebih dari empat
generasi pengungsi Palestina dan memegang pengaruh yang menstabilkan antara
komunitas pengungsi Palestina dengan negara-negara tuan rumah di mana mereka
tinggal.66 Dengan tidak adanya solusi dapat bertahan tahan lama untuk masalah
pengungsi Palestina, dalam menanggapi perkembangan situasi keseluruhan di
wilayah, UNRWA terus memberikan pendidikan dasar, pelayanan kesehatan
dasar, jaring pengaman sosial, perbaikan infrastruktur dan bantuan keuangan
65
66
UNRWA (2006) Department of Relief and Social Services.
UN, 2006, State of World’s Refugees Human Displacement in The New Millenium, New York,
OXFORD UNIVERSITY PRESS, hlm. 59.
mikro dan darurat menjadi sekitar 4.822.000 pengungsi Palestina terdaftar di
Badan di Yordania, Lebanon, Republik Arab Suriah, Tepi Barat dan Jalur Gaza.67
UNRWA dalam peranannya haruslah memenuhi semua hak-hak pengungsi,
hak dan kewajiban pengungsi yang telah dinyatakan dalam Konvensi 1951
mengenai Status Pengungsi yaitu :
1. Negara-negara peserta Konvensi tidak boleh memperlakukan pengungsi
berdasarkan politik diskriminasi baik yang berkenaan dengan ras, agama
atau negara asal maupun warna kulit dan mereka mempunyai kebebasan
untuk menjalankan agamanya sertya kebebasan bagi pendidikan anak-anak
mereka ditempat mana mereka ditampung (Pasal 3 dan 4). Ini merupakan
hak non diskriminasi.
2. Mengenai status pribadi para pengungsi diatur sesuai dengan hukum
dimana mereka berdomisili. Jika mereka tidak mempunyai domisili, status
pribadi mereka diatur oleh hukum dimana mereka ditempatkan (place of
residence). Hak yang berkaitan dengan perkawinan juga harus diakui oleh
negara peserta Konvensi dan Protokol (pasal 12). Ini merupakan hak status
pribadi.
3. Seorang pengungsi mempunyai hak yang sama dalam hal untuk
mempunyai atau memiliki hak milik baik bergerak maupun tidak bergerak
dan menyimpannya seperti halnya orang lain dan juga dapat menstransfer
assetnya ke negara dimana dia akan menetap (Pasal 13, 14 dan 30). Ini
merupakan hak kesempatan atas hak milik.
67
UNRWA, 2009, Department of Relief and Social Services UNRWA, Amman, Tanpa halaman.
4. Negara peserta Konvensi harus mengakui kebebasan pengungsi untuk
berserikat dengan mendirikan perkumpulan termasuk perkumpulan dagang
sepanjang perkumpulan itu bersifat non-profit dan non- politis (Pasal 15 )
Ini merupakan hak berserikat.
5. Apabila ada suatu perkara yang dialami oleh para pengungsi dimana
mereka ingin menyelesaikannya melalui badan peradilan, maka dalam hal
ini mereka harus dianggap sama dengan warganegara lainnya jadi mereka
mempunyai
kebebasan
untuk mengajukan
gugatannya di
sidang
pengadilan dimana mereka ditempatkan bahkan bila diperlukan mereka
harus diberikan bantuan hukum (Pasal 16 ) Ini merupakan hak berperkara
di pengadilan.
6. Bagi para pengungsi yang telah ditempatkan secara tetap di suatu negara
dan telah diakui menurut hukum, maka mereka mempunyai hak untuk
mendapatkan pekerjaan serta mendirikan suatu perusahaan dagang dan
pekerjaan bebas lainnya, dimana pekerjaan bebas ini harus sesuai dengan
ketentuan yang telah diakui, seperti tanda sertifikat, gunanya adalah
mengetahui keahlian untuk ditempatkan pada suatu pekerjaan yang cocok
(Pasal 17, 18 dan 19). Ini merupakan hak atas pekerjaan yang
menghasilkan.
7. Setiap pengungsi akan mendapat perlakuan yang sama dengan
warganegara lainnya atas hak memperoleh pendidikan sekolah dasar.
Karenanya, setiap pengungsi berhak pula atas pembebasan
biaya
pendidikan tertentu termasuk juga hak untuk memperoleh beasiswa (Pasal
22). Ini merupakan hak atas pendidikan dan pengajaran.
8. Setiap pengungsi diberikan kebebasan yang seluas-luasnya untuk memilih
di daerah atau provinsi mana mereka akan menetap sepanjang pilihan itu
masih berada dalam teritorial negara dimana ia ditempatkan (Pasal 26). Ini
merupakan hak kebebasan bergerak.
9. Setiap pengungsi akan dapat menikmati hak-hak atas kesejahteraan sosial,
seperti hak untuk bekerja, perumahan, mendapatkan upah dari pekerjaan
yang mereka lakukan (Pasal 20 dan 22). Ini merupakan hak atas
kesejahteraan sosial.
10. Setiap pengungsi berhak atas surat-surat identitas dan dokumen
perjalananan ke luar dari teritorial negara dimana dia ditempatkan kecuali
karena alasan keamanan dan kepentngan umum. Dokumen perjalanan
yang dikeluarkan atas perjanjian internasional akan diakui oleh negara
peserta Konvensi (Pasal 27 dan 28). Ini merupakan hak atas tanda
pengenal dan dokumen perjalanan.
11. Dalam hal ini pengungsi telah ditempatkan secara tetap di suatu negara,
tidak akan ada dilakukan tindakan pengusiran ke wilayah dimana
kehidupannya akan terancam serta tidak akan ada penghukuman terhadap
pengungsi yang masuk secara tidak syah, kecuali jika keamanan nasional
menghendaki lain, seperti mereka melakukan kekacauan dimana mereka
tinggal (Pasal 31, 32, dan 33). Ini merupakan hak untuk tidak diusir.
Selain dari hak-hak pengungsi yang disebutkan di atas, Konvensi juga telah
menggariskan kewajiban pengungsi
sebagaimana
tercantum dalam Pasal 2
Konvensi.
”Every refugee has duties to the country in which he finds himself, wihch
require in particular that he conform to its laws and regulations as well as to
measures taken for maintenance of public order.”
Berdasarkan Pasal 2 di atas setiap pengungsi berkewajiban untuk
mematuhi semua hukum dan peraturan atau ketentuan- ketentuan untuk
menciptakan ketertiban umum di negara dimana dia ditempatkan.
Gambar 1. Wilayah Operasi Kerja UNRWA
Sumber : UNRWA Article 2010
Dalam
mengakomodir
hak-hak
tersebut
diatas
UNRWA
telah
melaksanakan program-program dalam memberikan bantuan kepada pengungsi
Palestina sebagai bentuk peran UNRWA untuk pengungsi Palestina di Timur
Dekat. Program tersebut yaitu program pendidikan, program kesehatan,
program peningkatan finansial, dan program bantuan umum.
1.1 Program Pendidikan
Secara yuridis Konvensi 1951 mengenai Status Pengungsi menjamin
bahwa setiap pengungsi akan mendapat perlakuan yang sama dengan warga
negara lainnya atas hak memperoleh pendidikan sekolah dasar.68 Karenanya,
setiap pengungsi berhak pula atas pembebasan
biaya pendidikan tertentu
termasuk juga hak untuk memperoleh beasiswa, hal ini merupakan hak atas
pendidikan dan pengajaran bagi pengungsi internasional. Pada Pasal 22
Konvensi 1951 mengenai Status Pengungsi disebutkan bahwa
1. Para Negara Peserta akan memberikan kepada pengungsi perlakuan yang
sama seperti yang diberikan kepada warga negara, berkenaan dengan
pendidikan dasar.
2. Para Negara Peserta akan memberikan kepada pengungsi perlakuan sebaik
mungkin, dan dalam kejadian apa pun, setidak-tidaknya sama dengan yang
diberikan kepada orang-orang asing pada umumnya dalam keadaankeadaan yang sama, mengenai pendidikan selain pendidikan dasar, dan
terutama, mengenai akses ke studi-studi, pengakuan sertifikat sekolah
asing, ijazah dan kesarjanaan, pembebasan ongkos-ongkos dan biayabiaya, dan penerimaan beasiswa.
Peranan UNRWA menunjukkan sebuah komitmen internasional untuk
pembangunan manusia pengungsi Palestina, membantu mereka memperoleh
pengetahuan dan keterampilan, menjalani kehidupan yang panjang dan sehat,
68
UNRWA, “Education” http://unrwa.org/etemplate.php?id=32 , diakses pada tanggal 10 Januari
2013.
mencapai standarts kehidupan yang layak dan menikmati hak asasi manusia
semaksimal mungkin.
Dalam pencapaian agenda strategis pembangunan yang inklusif dan
berkelanjutan dan sejalan dengan deklarasi PBB yang mengatakan "Education
is development. It creates choices and opportunities for people, reduces the
twin burdens of poverty and diseases, and gives a stronger voice in society"69
UNRWA menyoroti Program Pendidikan sebagai pendorong utama perubahan
dalam kehidupan pengungsi Palestina. Program pendidikan UNRWA
memiliki sejarah yang membentang lebih dari enam dekade. Visi program
pendidikan UNRWA adalah
“Develops the full potential of Palestine Refugees to enable them to be
confident, innovative, questioning, thoughtful, tolerant and open minded,
upholding human values and religious tolerance, proud of their Palestine
identity and contributing positively to the development of their society and
the global community”.70
Dalam mencapai visinya, UNRWA menyediakan sembilan sampai
sepuluh tahun pendidikan dasar gratis untuk semua pengungsi Palestina
melalui sekolah-sekolah UNRWA dalam lima wilayah operasi yaitu Jordan,
Suriah, Tepi Barat, Gaza dan Lebanon. Mengingat situasi sulit Pengungsi
Palestina di Lebanon UNRWA juga menyediakan sekolah menengah di
Lebanon. Tahun 2009 hingga 2010 Badan mengoperasikan 691 sekolah di
lima wilayah operasi, menyediakan pendidikan dasar untuk sekitar 46% dari
anak-anak pengungsi Palestina yang memenuhi syarat. UNRWA juga
69
United
Nations,
2000,
”
The
UN
Millennium
Development
http://www.un.org/millenniumgoals/ , diakses pada tanggal 10 Januari 2013.
70
UNRWA, 2010, Education in a Glance, hlm. 43.
Goals
memberikan dukungan melalui pendidikan jangka pendek secara teratur dan
terus dengan program keterampilan pelatihan yang ditawarkan dalam sepuluh
pusat pelatihan kejuruan. UNRWA telah melakukan yang terbaik untuk
memberikan pelayanan pendidikan yang berkualitas bagi para pengungsi
Palestina. Selain memberikan pengetahuan dan keterampilan, UNRWA juga
menyediakan dukungan psikososial, terintegrasi keterampilan hidup dan
dukungan memulihkan bermain aman dan bidang pelajaran.71 Sebagai
penyedia utama pendidikan dasar bagi pengungsi Palestina, berbagai inisiatif
dari departemen pendidikan menggarisbawahi komitmen mendasar UNRWA
untuk memenuhi aspirasi pembangunan manusia pengungsi dengan penekanan
khusus pada yang paling rentan. Dengan hampir setengah juta anak yang
terdaftar di sekolah UNRWA dan sekitar 18.972 staff pengajar terlibat dalam
operasionalisasi program pendidikan di lima wilayah operasi tersebut.
“Sistem pendidikan UNRWA mengembangkan potensi penuh dari
pengungsi Palestina memungkinkan mereka untuk menjadi percaya diri,
inovatif, aktif, bijaksana, toleran dan berpikiran terbuka, menegakan nilai-nilai
kemanusiaan, dan toleransi beragama, bangga dengan identitas Palestina
mereka dan memberikan kontribusi positif bagi perkembangan masyarakat
dan komunitas global.”72 Dalam mencapai visinya, UNRWA mengoperasikan
691 sekolah di lima wilayah operasi , menyediakan pendidikan dasar untuk
sekitar 48% dari pengungsi anak berhak Palestina (24% lainnya menghadiri
sekolah pemerintah dan swasta). UNRWA juga memberikan dukungan
71
UNRWA, 2010, UNRWA Education Reform Strategy, Hlm. 46.
Ibid., hlm. IV.
72
terbatas kepada kaum muda, melalui pendidikan jangka pendek secara teratur
dan berkelanjutan dan program pelatihan keterampilan yang ditawarkan dalam
sepuluh Pusat Pelatihan Kejuruan.
Sebagai Badan yang terus bekerja, ada kendala eksternal dan internal
yang mungkin berdampak pada pelaksanaan yang efektif dari program
Reformasi. Kendala ekternal termasuk ketidakpastian politik di wilayah
tersebut, masalah perjalanan personil dan transportasi, khususnya antara Gaza
dan Bidang lainnya, dan kemungkinan berkurangnya pendanaan donor.
Kendala internal meliputi sumber daya terbatas dan tantangan pengembangan
struktur yang tepat. Dalam lapangan, tantangan dalam konteks ini adalah
perencanaan untuk penyediaan layanan yang efektif untuk basis klien
meningkat, namun dengan sumber daya yang terbatas. Dalam hal ini, itu
adalah kunci untuk memastikan bahwa Program Pendidikan yang strategis
ditentukan dan tepat diprioritaskan, yang mencerminkan standar internasional
dan praktik yang baik. Tantangan, bagaimanapun, juga akan memberikan
kesempatan untuk bekerja bersama-sama sebagai sebuah Badan dalam
meningkatkan standar pengiriman pendidikan dan prestasi.
Sebagai awal dari reformasi UNRWA, tinjauan eksternal program
pendidikan dilakukan selama tahun 2009. Kajian ini menyoroti bahwa sistem
pendidikan saat ini harus berkualitas tinggi, efektivitas yang lebih besar,
peningkatan efisiensi dan ekuitas ditingkatkan. Temuannya selaras dengan
persepsi dari beragam pemangku kepentingan dimana Program Pendidikan
UNRWA dipandang tidak melayani penerima manfaat utamanya, para
pengungsi Palestina, padahal UNRWA telah mempersiapkan mereka,
mengembangkan potensi penuh mereka untuk berkontribusi individu mereka,
masyarakat, regional dan global yang pembangunan.73
Pendidikan adalah program UNRWA terbesar, terhitung lebih dari
separuh anggaran tetap UNRWA digunakan untuk mendanai bidang
pendidikan. UNRWA mengoperasikan salah satu sistem sekolah terbesar di
Timur Dekat, dengan hampir 700 sekolah, dan telah menjadi penyedia utama
pendidikan bebas biaya untuk pengungsi Palestina selama lebih dari enam
puluh tahun sejak didirikannya. Salah satu tujuan utamanya adalah untuk
menyediakan pendidikan yang layak dan keterampilan melalui pendidikan
dasar secara universal kepada pengungsi Palestina. UNRWA berkomitmen
untuk menyediakan pendidikan berkualitas tinggi sesuai dengan standar
internasional dan praktik yang baik, diukur dengan hasil belajar yang
sebenarnya bagi anak-anak. Anak-anak memiliki hak atas pendidikan, dan
salah satu prioritas utama UNRWA adalah untuk menjamin akses universal
terhadap pendidikan dasar. Semua anak-anak pengungsi Palestina yang
terdaftar berhak untuk mendapatkan sembilan sampai sepuluh tahun
pendidikan dasar gratis.
Peran penting dari program pendidikan UNRWA muncul dari fakta
bahwa hampir 45,99% dari pengungsi terdaftar diperkirakan berada di usia
sekolah yang tersebar dalam lima wilayah operasi yaitu Yordania, Lebanon,
Jalur Gaza, Republik Arab Suriah, Lebanon dan Tepi Barat. Pada tahun 2009
73
UNRWA, 2010, The Annual Report of Education Departement, Tanpa Halaman.
hingga 2010 UNRWA telah menyediakan 691 sekolah yang tediri atas 285
Sekolah Dasar, 398 Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas
dan 8 universitas yang tersebar dan beroperasi di lima wilayah operasi. Paska
sekolah menengah tingkat atas pendidikan yang ditawarkan UNRWA yaitu
melalui program Technical and Vocational Education and Training atau
TVET74 yang diperuntukan bagi anak-anak pengungsi, UNRWA menyediakan
universitas terutama untuk pendidikan guru. Namun, dalam rangka
memfasilitasi penciptaan kepemimpinan akademik dan intelektual dalam
komunitas pengungsi, UNRWA menyediakan beberapa proyek yang didanai
beasiswa untuk pendidikan bidang ilmu lainnya.75 Beasiswa diberikan
berdasarkan prestasi akademik dan diperbarui tiap tahun bagi mereka yang
menunjukkan keberhasilan akademis dalam studi mereka.
Adapun mandat UNRWA adalah agar semua pengungsi Palestina yang
terdaftar berhak untuk memanfaatkan pendidikan dasar gratis yang disediakan
oleh UNRWA. Dalam program pendidikan UNRWA menyekolahkan lebih
dari setengah juta anak-anak pengungsi Palestina. UNRWA juga memberikan
pengajaran kepada pengungsi anak-anak mengenai penghargaan hak asasi
manusia dan anti kekerasam, keterampilan dalam berkomunikasi, dan
toleransi. UNRWA juga menyediakan dukungan ekstra kepada siswa dengan
ketidakmampuan belajar.
74
75
Ibid., Tanpa Halaman.
Ibid.
Akses pada lima wilayah yaitu Gaza, Suriah, Yordania, Lebanon dan
Tepi Barat yang sering mengalami konflik bersenjata dan perang sering
menimbulkan hambatan serius bagi berlangsungnya pendidikan yang baik
untuk pengungsi anak-anak Di Gaza, konflik yang terus berlangsung merusak
beberapa properti sekolah dan menimbulkan banyak gangguan bagi sekolah.
Banyak siswa kehilangan waktu sekolah selama serangan Israel tahun 20082009, dan banyak juga dari mereka mengalami stres paska trauma. Situasi di
Tepi Barat juga mengalami gangguan, meskipun dengan beberapa perbedaan
dalam skala dan intensitas. Gencatan senjata, dan kondisi peperangan yang
menghambat akses pendidikan dan mempengaruhi kualitas pendidikan anakanak. Namun UNRWA menyediakan kelas tambahan untuk mengkompensasi
waktu yang hilang. UNRWA juga telah mempekerjakan tim konselor untuk
pengungsi anak-anak yang telah terluka oleh pengalaman emosional mereka.
UNRWA telah menjadi pemimpin dalam hal pendidikan bagi
pengungsi Palestina di lima wilayah tersebut. UNRWA terus-menerus telah
berusaha untuk memaksimalkan akses ke sekolah bagi anak-anak pengungsi
Palestina. Jumlah sekolah meningkat dari 639 pada tahun 2000/2001 menjadi
691 pada tahun 2009/2010. Terbukti bahwa peran UNRWA dalam bidang
pendidikan membuktikan ada peningkatan tajam pada sekolah yang telah
dibangun khususnya di Gaza di mana jumlah sekolah meningkat 168-228
selama periode 10 tahun.
A. Pendidikan Dasar
UNRWA menyediakan pendidikan dasar selama enam tahun
sekolah. Meskipun pelayanan pendidikan tersebut diutamakan untuk
anak-anak pengungsi Palestina, anak-anak yang rentan dari dampak
konflik
Isreal-Palestina
juga
diperbolehkan
untuk
menikmati
pelayanan pendidikan dari UNRWA. Lebih dari 70% dari pengungsi
yang terdaftar memenuhi syarat untuk mendapatkan hak pendidikan
yang tersebar di lima wilayah operasi. Tabel dibawah ini menjelaskan
tingkat populasi pengungsi Palestina usia sekolah dan cukup umur
yang terdaftar dan berhak atas hak pendidikan dari UNRWA.76
Tabel 1. Peranan UNRWA dalam Peyediaan hak pendidikan anak
tahun 2009 hingga 2010
Jumlah Pengungsi Anak-anak Cukup Umur yang Terdaftar Mengenyam
Pendidikan Dasar pada Wilayah Operasi Kerja UNRWA ( 2009/2010)
No.
Wilayah Operasi Kerja
1
Jalur Gaza
2
Libanon
45.00
3
Suriah
71.59
4
Yordania
26.02
5
Tepi Barat
30.28
Total
76
Prosentase Pengungsi Anak-anak
yang Terdafar mendapatkan
Pendidikan Dasar pada masingmasing Wilayah Operasi Kerja
76.02
45.70
Sumber : UNRWA 2010 Annual Report of Education Departement
UNRWA, 2010, Review and Forward looking Assessment of the Organization and
Management of UNRWA Education Universalia Report 2010, Tanpa halaman.
Tabel di bawah ini menggambarkan jumlah sekolah dasar yang
tersebar di lima wilayah operasi hingga tahun 2010. Setiap sekolah
dasar menyediakanseperti ruang kelas, pencahayaan, ventilasi dan
fasilitas seperti perpustakaan, taman bermain, Lapangan olahraga dan
lain-lain.
Tabel 2. Peranan UNRWA dalam Penyediaan Hak Pendidikan melalui
Pembangunan Sekolah di Wilayah Operasi Kerja
Jumlah Sekolah Dasar dalam Wilayah Operasi Kerja ( 2009/2010)
No.
Wilayah Operasi Kerja
Jumlah Sekolah Dasar UNRWA
1
Jalur Gaza
133
2
Libanon
23
3
Suriah
64
4
Yordania
40
5
Tepi Barat
25
Total
285
. Sumber : UNRWA 2010 Annual Report of Education Departement
Pada tahun ajaran 2010, yang 285 sekolah dasar yang tersebar
di lima wilayah operasi telah menampung 17.454 murid. UNRWA
telah menyediakan hak pendidikan pada seluruh anak-anak pengungsi
dan membebaskan mereka dari semua biaya, berikut merupakan
gambaran jumlah murid berdasarkan gender yang mendapatkan hak
pendidikan dan telah terdaftar hingga tahun 2010.
Tabel 3. Peranan UNRWA dalam Penyediaan Hak Pendidikan dengan
Basis Kesetaraan Gender
Wilayah Operasi
Kerja
Jalur Gaza
2008/2009
2009/2010
Laki-laki
71811
75941
Libanon
Perempuan 664558
Total
136369
Laki-laki
10369
67264
143205
9905
Suriah
Perempuan 10469
Total
20838
Laki-laki
23237
10191
20096
23383
Yordania
Perempuan 21717
Total
44954
Laki-laki
36551
22015
45398
36033
Tepi Barat
Perempuan 36815
Total
73366
Laki-laki
15773
36137
72170
15561
Total
Perempuan 21146
Total
36919
Laki-laki
157741
21024
36585
160823
Perempuan 154705
156631
Total
312446
317454
Sumber : UNRWA 2010 Annual Report of Education Departement
B. Pendidikan Keterampilan Kerja
UNRWA juga menyediakan pendidikan keterampilan kerja untuk
pengungsi Palestina, pendidikan keterampilan kerja ini juga tidak
memungut biaya kepada siswanya.
C. Pendidikan Menengah
UNRWA menyediakan sekolah menengah
bagi
anak-anak
pengungsi yang tersebar di lima wilayah operasi. Dalam rangka
mengurangi tingkat kemiskinan di kalangan pengungsi UNRWA terus
berupaya
menyediakan
pendidikan
yang
layak
dan
tetap
mengakomodir anak-anak pengungsi
yang hendak melajutkan
sekolahnya.
D. Pendidikan Tambahan
UNRWA menyediakan pendidikan tambahan bagi siswa-siswa
yang terdaftar dengan memfokuskan pada promosi hak asasi manusia,
toleransi, anti kekerasan dan toleransi kepada anak-anak Pengungsi
Palestina. Berbagai kegiatan telah dilakukan untuk mengintegrasikan
isu-isu toleransi, hak asasi manusia, dan anti kekerasan ke dalam
kegiatan sekolah.
1.2 Program Kesehatan
Pada hakikatnya pengungsi memiliki hak asasi untuk memperoleh standar
kesehatan setinggi mungkin dan akses pada layanan kesehatan. Layanan
kesehatan yang diberikan kepada pengungsi harus merupakan layanan yang
diberikan dengan sense of cricis yang tinggi.77 Layanan yang seadanya dan
tidak mencukupi ataupun layanan yang mahal dan tidak bisa diakses akan
melanggar hak pengungsi. Hak pengungsi atas pelayanan kesehatan secara jelas
dinyatakan dalam Pasal 23 Konvensi 1951 mengenai Status Pengungsi,
dikatakan bahwa “Para Negara Peserta akan memberikan kepada para
pengungsi yang secara sah berdiam di dalam wilayah mereka perlakuan yang
sama mengenai pertolongan dan bantuan umum seperti yang diberikan kepada
warga negara mereka.”
77
UNRWA, “Health” http://unrwa.org/etemplate.php?id=28 , diakses pada tanggal 5 Januari
2013.
UNRWA memberikan pelayanan kesehatan secara mendasar dan
bertanggung jawab untuk menyediakan lingkungan hidup yang sehat bagi
pengungsi Palestina menurut standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).78
Secara umum tujuan UNRWA adalah untuk memungkinkan pengungsi untuk
berumur panjang dan sehat, dengan:
1) menjamin
akses
universal
terhadap
layanan
kesehatan
yang
komprehensif dan berkualitas;
2) mencegah dan mengendalikan penyakit pada populasi pengungsi
Palestina; dan
3) melindungi dan mempromosikan kesehatan keluarga.
UNRWA memberikan fasilitas kesehatan primer dan klinik mobile
serta memberikan dasar pelayanan kesehatan, mensosialisasikan pencegahan
penyakit menular, pengobatan umum dan jasa perawatan spesialis. Meskipun
UNRWA berfokus pada perawatan kesehatan primer, namun UNRWA juga
membantu pengungsi Palestina mengakses layanan kesehatan sekunder dan
tersier.
Dalam setiap wilayah operasi, pengungsi memiliki beragam kebutuhan
dan prioritas kesehatan, UNRWA berusaha untuk memenuhi pelayanan
kesehatan yang paling tepat. Kerentanan terhadap penyakit berbahaya,
kemiskinan dan pengangguran memperburuk keadaan ekonomi hampir
seluruh pengungsi di Palestina
78
UNRWA, 2010, The Annual Report of Departement of Health 2010, Tanpa halaman.
Tiap tahunnya UNRWA terus meningkatkan status kesehatan para
pengungsi Palestina yang terdaftar, terutama para ibu dan anak. Status
kesehatan pengungsi Palestina telah menunjukkan peningkatan yang cukup
besar. Kematian ibu dan anak-anak telah jauh menurun. Salah satu program
kesehatan UNRWA adalah untuk mengurangi kematian ibu dan anak.
Tantangan paling besar dalam meningkatkan status kesehatan diantaranya
karena banyaknya penyakit tidak menular yang merupakan akibat dari gaya
hidup yang tidak sehat menjadi penyakit dominan diantara pengungsi. Bukti
menunjukkan bahwa 70% hingga 80% dari jumlah kematian tiap tahuunnya
diakibatkan oleh penyakit tidak menular tersebut.
UNRWA berusaha untuk melakukan perubahan dalam gaya hidup
pada pengungsi Palestina. Untuk itu UNRWA melakukan perbaikan layak
yang mendasar dalam dengan memberikan informasi kesehatan melalui ehealth dan melakukan sosialisasi gaya hidup sehat kepada seluruh kalangan
pengungsi secara berkala.79 Jumlah pengungsi yang terdaftar menunjukkan
peningkatan tiap tahunnya, pada tahun 2009 tercatat terdapat 4.966.664
pengungsi yang terdaftar dan pada tahun tercatat 4.766.670 pengungsi yang
terdaftar. Hampir dua juta dari para pengungsi tinggal di wilayah Palestina dan
tersebar di Jalur Gaza dan di Tepi Barat. Sisanya tersebar di tiga negara tuan
rumah yaitu Lebanon, Suriah dan Yordania. Dari seluruh wilayah operasi
79
Jalal al Husseini, UNRWA and Refugees: A Difficult but Lasting Marriage, tersedia di Eresources.pnri.go.id , diakses pada tanggal 14 Januari 2013.
hampir 33,2% dari pengungsi adalah anak-anak dibawah 18 tahun, dan 45%
dari pengungsi adalah lansia.80
Dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik, UNRWA
melalui lima wilayah operasi telah memberikan beberapa bentuk pelayanan
kesehatan kepada pengungsi palestina diantaranya:81
1. Upaya mengurangi penyakit tidak menular
Penyakit tidak menular yang diakibatkan gaya hidup tidak sehat seperti
penyakit diabetes, hipertensi asma, bronkial dan kanker di wilayah operasi
pengungsi menjadi meningkat, terutama di kalangan kelompok populasi
pengungsi yang lebih tua. Program ini diperkuat oleh koordinasi dan
kerjasama dengan Departemen Kesehatan di negara tuan rumah, dengan
WHO dan komitmen yang tinggi dari para staffnya.
2. Mempromosikan Kesehatan Ibu
Kehamilan adalah keadaan yang sepantasnya secara normal dan sehat.
Sayangnya proses normal disertai dengan risiko serius kematian pada
wanita. Sebagian besar kematian dan penderitaan dapat dihindari jika
langkah-langkah pencegahan yang diambil dan memadai perawatan yang
tersedia melalui kualitas dan komprehensif perinatal, antenatal, intranatal,
perawatan setelah melahirkan dan keluarga berencana. UNRWA dalam
80
81
UNRWA, Op. cit., tanpa halaman.
Ibid., Tanpa halaman.
rangka meningkatkan kesehatan ibu dan menurunkan angka kematian ibu
kita fokus pada tiga tingkat strategi pencegahan.82
i.
Strategi Pencegahan Primer
Untuk mencegah terjadinya peningkatan jumlah kematian ibu
UNRWA melakukannya melalui pendidikan umum, meningkatkan
pendidikan kesehatan reproduksi, menyediakan layanan keluarga
berencana,
meningkatkan
pra-konsepsi
perawatan
dan
meningkatkan diagnosis dan pengobatan infeksi menular seksual.
ii.
Strategi Pencegahan Sekunder
Yaitu untuk mendeteksi dan mengobati kondisi awal guna
meminimalkan
dampak
dengan
meningkatkan
kesadaran
masyarakat dan pengetahuan pasien tentang tanda-tanda dan gejala
kemungkinan penyakit, meningkatkan kepatuhan pasien terhadap
rekomendasi dari staf kesehatan dan meningkatkan antenatal,
perawatan intra-partum dan postpartum.
iii.
Strategi Pencegahan Tersier
Untuk mengobati kondisi yang diidentifikasi dalam kemungkinan
yang makin membesar untuk mengurangi tingkat kematian dan
morbiditas dengan meningkatkan perawatan obstetri dan medis
komplikasi dan dengan meningkatkan praktik, fasilitas dan layanan
rujukan.
82
Ibid., Tanpa halaman.
3. Promosi lingkungan yang aman dan sehat
Kesehatan
pengungsi
secara
signifikan
dipengaruhi
oleh
lingkungan hidup mereka, sehingga UNRWA bekerja untuk menyediakan
pengungsi dengan lingkungan yang sehat, aman, dan jaminan sosial.
Program kesehatan badan telah bekerja sama dengan pendidikan, dan
bantuan dan pelayanan sosial program untuk mengurangi kemiskinan,
meningkatkan kesadaran kesehatan dan melawan kondisi lingkungan yang
mendukung
penyebaran
penyakit.
Program
kesehatan
lingkungan
mengontrol kualitas air minum, menyediakan sanitasi, dan melaksanakan
kontrol hewan pengerat di kamp-kamp pengungsi.
4. Kesehatan bayi dan anak
Jumlah bayi dan anak-anak di bawah perawatan terus meningkat
pada tahun 2010. Sebanyak 282.259 bayi dan anak-anak di bawah 36
bulan pada tahun 2009 menjadi 286.343 bayi dan anak-anak di bawah 36
bulan menerima perawatan pencegahan pada perawatan kesehatan primer
bayi dan anak. UNRWA memberikan fasilitas termasuk pemeriksaan
kesehatan menyeluruh, pemantauan pertumbuhan, imunisasi terhadap
penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin dan skrining untuk
pencegahan kemungkinan cacat. Kegiatan ini didukung oleh pendidikan
kesehatan dan konseling untuk ibu.
5. Pengawasan bayi dan anak-anak dengan masalah pertumbuhan
Upaya untuk memperkuat pengawasan gizi UNRWA berlanjut
pada tahun 2010, dengan penekanan khusus pada pengelolaan bayi dan
anak-anak yang menderita masalah pertumbuhan. Mempromosikan
pemberian ASI dan penyuluhan dari ibu kepada bayi dan pemberian gizi
anak, termasuk pemberian makanan tambahan dan suplemen mikronutrien.
Selama tahun 2010, sistem pemantauan pertumbuhan yang baru
menggunakan
standar
WHO
yang
dalam
pemantauan
untuk
mengidentifikasi dan pencegahan dalam masalah pertumbuhan diantaranya
mengenai kekurangan berat badan, pembuangn hajat, pertumbuhan badan
yang tidak normal dan obesitas sampai dengan usia lima tahun. Sistem ini
juga memonitor lingkar kepala bayi dan anak-anak sampai 3 tahun untuk
mengidentifikasi kasus mikrosefali dan hidrosefalus. Angka kejadian
keterbelakangan pertumbuhan terjadi sebanyak 3,6% dari bayi dan anakanak yang terdaftar pada tahun 2009, kemudian menurun menjadi 3,4%
pada tahun 2010. Penurunan ini disebabkan oleh pelaksanaan dari standar
WHO yang baru. Tingkat deteksi keterbelakangan pertumbuhan di
beberapa wilayah operasi sangat sesuai dengan yang diharapkan.
6. Pelayanan Imunisasi
Program vaksin UNRWA memberikan imunisasi untuk sepuluh
penyakit yaitu tetanus, difteri, pertusis, tuberkulosis, campak, rubella,
penyakit gondok, penyakit polio, Hib dan hepatitis. Saat ini jangkauan
program hampir mendekati 100% dalam efektifitasnya. Hal ini merupakan
pencapaian yang luar biasa telah mengakibatkan penurunan substansial
dalam angka kesakitan dan kematian penyakit yang menular.
Semua
wilayah operasi mencapai tingkat jangkauan global dalam pemberian
vaksin mendekati 100%. Alasan utama di balik prestasi ini adalah
ketersediaan vaksin sepanjang tahun yang mendapatkan donasi yang besar
dari WHO.
7. Anak-anak dengan kebutuhan kesehatan spesial
Selama tahun ajaran 2009-2010 sebanyak 3.992 anak-anak sekolah
yang diidentifikasi sebagai anak dengan kebutuhan kesehatan khusus.
Mereka diberi perhatian medis khusus dan catatan sekolah mereka
disimpan secara terpisah. Dari jumlah tersebut tercatat83 :
1) sebanyak 282 siswa mengalami diabetes mellitus;
2) sebanyak 1.057 siswa menderita asma bronkial;
3) sebanyak 257 siswa menderita keterbelakangan mental;
4) sebanyak 398 siswa menderita penyakit jantung;
5) sebanyak 754 siswa menderita epilepsi; dan
6) sebanyak 478 siswa menderita cacat fisik yang besar.
UNRWA terus memperhatikan pelayanan kesehatan agar tetap
mewujudkan hak-hak pengungsi sesuai yang terkandung dalam konvensi
1951 mengenai Status Pengungsi dan hak-hak pengungsi yang terkandung
dalam Deklarasi HAM. Dengan bantuan donasi UNRWA memberikan
bantuan dalam bentuk pemberian alat bantu pengelihatan, pengobatan, dan
pemberian alat bantu dengar.
83
Ibid., Tanpa halaman.
8. Layanan Fisioterapi
UNRWA menyadari berada dalam kondisi gencatan senjata antara dua
negara sangat berpotensi menimbulkan penyakit psikis bagi para
pengungsi Palestina, UNRWA memberikan pelayanan fisioterapi yang
diberikan kepada 15.260 pasien melalui 17 unit fisioterapi (sepuluh unit di
Jalur Gaza, enam di Tepi Barat dan satu di Yordania). Sebanyak 3.329
pasien yang baru dirawat di unit fisioterapi di Tepi Barat memperoleh
manfaat dari 46.442 sesi layanan fisioterapi yang selama ini disediakan
dan 11.237 pasien baru dirawat di unit fisioterapi dari wilayah operasi
Gaza. Unit-unit ini disampaikan berbagai macam layanan fisioterapi dan
rehabilitasi, termasuk perawatan manual, terapi psikis, terapi elektro, dan
terapi senam untuk menstabilkan dan merehabilitasi segala gangguan
psikis yang dialami oleh pengungsi. Tabel dibawah ini menggambarkan
jumlah pasien yang mengalami gangguan psikis selama berada di wilayah
operasi kerja UNRWA
Tabel 4. Peranan UNRWA dalam Pemulihan Kesehatan sejak 2009-2010
Pengungsi yang ditangani
Tahun 2009
Pengungsi yang ditangani
Tahun 2010
Trauma
Non-trauma
Trauma
Non-trauma
Tepi Barat
625
3.266
593
2.736
Jalur Gaza
2.831
7.014
3.415
7.912
Yordania
0
566
0
604
Total
3.483
10.846
4.008
11.252
Sumber : UNRWA 2010 Annual Report of Health Departement
Tabel 5. – Pemanfaat Pelayanan Kesehatan Pengungsi Pada Tahun 20092010
Indikator
Yordania
Libanon
Suriah
Jalur
Gaza
Tepi
Barat
Pasien
yang
ditangani
pada 2010
19.859
25.763
8.543
4.575
21.080
Pasien
yang
ditangani
pada 2009
24.114
21.912
9.963
4.590
20.241
Jumah
Pasien
perhari
37.619
62.618
11.820
13.848
41.090
Sumber : UNRWA 2010 Annual Report of Health Departement
1.3 Program Bantuan Sosial
Pada dasarnya setiap pengungsi memiliki hak asasi untuk mendapatkan
standar kehidupan yang layak, termasuk makanan, pakaian, dan perumahan
yang layak. Penyediaan makanan, pakaian dan perumahan harus menjadi
program standar setiap lembaga yang bertanggung jawab atas pengungsi.
Dalam kasus ini UNRWA harus menjamin agar setiap pengungsi Palestina
menerima secara penuh apa yang menjadi haknya. Korupsi yang terjadi atas
bantuan kepada pengungsi dalam hal ini harus ditindak tegas. Dalam pasal 21
Konvensi 1951 mengenai Status Pengungsi dinyatakan secara jelas bahwa
“Mengenai perumahan, para Negara Peserta, sejauh masalahnya diatur oleh
undang-undang atau peraturan-peraturan, atau tunduk pada pengawasan para
penguasa pemerintah, akan memberikan kepada pengungsi yang secara sah
berdiam di dalam wilayah mereka perlakuan sebaik mungkin, dan dalam
kejadian apa pun, setidak-tidaknya sama
dengan yang pada umumnya
diberikan kepada orang-orang asing dalam keadaan-keadaan yang sama.”
Dalam pasal 23 Konvensi 1951 mengenai Status Pengungsi juga secara
jelas mengatur mengenai hak untuk memperoleh bantuan, dikatakan bahwa
“Para Negara Peserta akan memberikan kepada para pengungsi yang secara sah
berdiam di dalam wilayah mereka perlakuan yang sama mengenai pertolongan
dan bantuan umum seperti yang diberikan kepada warga negara mereka.”
Program bantuan yang dan pelayanan sosial oleh UNRWA menyediakan
berbagai perlindungan sosial langsung maupun tidak langsung dalam wilayah
operasi pemukiman pengungsi. Dalam menyediakan bantuan dan pelayanan
sosial tersebut UNRWA berfokus pada tiga tujuan utama84 :
1) Memberikan bantuan sosial kepada para pengungsi Palestina yang miskin
setiap tiga bulan;
2) Mempromosikan pengembangan dan kemandirian kepada komunitas
pengungsi yang kurang beruntung, terutama perempuan, anak-anak, orang
muda, orang-orang cacat dan orang tua; dan
3) Memelihara, memperbarui dan mendokumentasiikan catatan dan dokumen
pengungsi Palestina yang terdaftar, dalam rangka untuk menentukan
kelayakan pemberian bantuan sosial UNRWA untuk pengungsi Palestina.
84
UNRWA, “Bantuan Sosial” http://unrwa.org/etemplate.php?id=90 , diakses pada tanggal 27
Januari 2013.
Sejak didirikannya, UNRWA telah menyediakan berbagai bentuk
bantuan umum kepada pengungsi Palestina yang tersebar di lima wilayah
operasi. Beberapa bentuk bantuan umum yang telah dijalankan diantaranya85 :
1. Pemberian Subsidi
Program
bantuan
UNRWA
bekerja
untuk
mengentaskan
kemiskinan di kalangan keluarga pengungsi Palestina, dengan prioritas
pada pengungsi termiskin dari yang miskin. Program ini menyediakan
bantuan sosial yang meliputi dukungan sembako, subsidi tunai dan
penghasilan tambahan sebagai subsidi untuk pengungsi. UNRWA juga
memberikan bantuan tunai selektif dan bantuan uang untuk kebutuhan
dasar rumah tangga. Program ini juga menyediakan bantuan langsung
dalam keadaan darurat yang disebabkan oleh kekerasan dan kerusuhan
politik, dengan melakukan rehabilitasi penampungan yang berkoordinasi
dengan departemen infrastruktur dan peningkatan kamp.
2. Penghijauan Lingkungan
UNRWA memang memiliki kewajiban yang jelas dalam
meningkatkan perbaikan kondisi disekitar wilayah kamp pengungsi dan
pengungsi Palestina yang tinggal di dalamnya. Sebuah program baru
diluncurkan pada tahun 2006 yang berfokus pada lingkungan kamp untuk
menciptakan lingkungan yang sehat maka UNRWA rutin melaksanakan
penghijauan lingkungan dimana pengungsi ikut berpartisipasi didalamnya.
85
UNRWA, Op. Cit., Tanpa halaman.
3. Program perbikan Infrastruktur
Dari 4,7 juta pengungsi Palestina UNRWA terdaftar, sekitar
sepertiga (1,3 juta) hidup di 58 kamp pengungsi di Yordania, Lebanon,
Suriah, Tepi Barat dan Jalur Gaza. Selama bertahun-tahun, kamp-kamp
telah berubah dari pemukiman sementara menjadi pemukiman masa
panjang. Setiap tahunnya UNRWA melaksanakan program renovasi dan
perbaikan kamp-kamp yang tersebar di lima wilayah operasi dan
mendapatkan bantuan dana dari Perserikatan Bangsa-Bangsa dan para
donatur. Program perbaikan infrastruktur dan kamp membahas kondisi
hidup memburuknya pengungsi Palestina di kamp-kamp86. Badan ini
mengembangkan rencana perbaikan camp yang komprehensif, dengan
melaksanakan:
a) Perbaikan kamp
UNRWA melakukan rencana perbaikan kamp, perbaikan
tempat penampungan, rencana untuk pemindahan sementara ke
kamp lain dan proyek-proyek rekonstruksi setelah pembongkaran
yang disebabkan oleh konflik bersenjata atau keadaan darurat
lainnya. Upaya UNRWA dikoordinasikan dengan pemerintah
setempat.
86
Laleh Khalili, “PALESTINE AND PALESTINIANS: Landscape of Hope and Despair:
Palestinian Refugee Camps” , The Middle East Journal, 2006, hlm. 394.
b) Fasilitas dan instalasi
Melalui program ini UNRWA mengelola pembangunan dan
pemeliharaan semua fasilitas dan instalasi UNRWA, untuk
memastikan tetap memberikan kebutuhan dan pelayanan yang baik
bagi semua pengungsi. Komunitas pengungsi yang terlibat dalam
proses perencanaan memastikan bahwa fasilitas yang baru
memenuhi kebutuhan pengungsi yang sebenarnya. Fasilitas
UNRWA yang baru juga dibangun untuk memberikan akses
universal bagi para penyandang cacat. Program ini juga mengatasi
masalah aksesibilitas di fasilitas yang ada87.
c) Penataan Lingkungan
UNRWA mempromosikan lingkungan perkotaan yang
aman dan sehat bagi pengungsi Palestina melalui penyediaan air
terpelihara dengan baik, air limbah, dan drainase air hujan. Hal ini
juga memelihara lingkungan yang layak untuk ditinggali oleh para
pengungsi88.
Dalam memberikan bantuan umum sebagai salah satu hak para
pengungsi UNRWA juga melibatkan peran aktif masyarakat dan pengungsi.
Anggota masyarakat dapat terlibat secara aktif dalam pengambilan keputusan
tentang perbaikan lingkungan fisik dan sosial, sehingga perbaikan sesuai
dengan kebutuhan dan prioritas mereka. Pengungsi dapat terlibat dalam
87
88
UNRWA, 2010, “ A Decent Standart of Living”, Tanpa halaman.
Laleh Khalili, Op. Cit., hlm. 395.
kelompok masyarakat dalam menilai dampak proyek pada kehidupan mereka
agar tetap berjalannya program.89 Misalnya saja dalam pembuatan proyek
percontohan yang telah menampung aspirasi masyarakat dan pengungsi.
Beberapa proyek percontoan telah dilaksanakan sebagai bukti adanya turut
serta aktif masyarakat dan pengungsi dalam pemberian bantuan, diantaranya :
a. Di kamp Neirab di Suriah, UNRWA mengubah standar desain
pemukiman yang dikerjakan oleh UNRWA dan warga kamp.
b. Di kamp Fawwar di Tepi Barat, UNRWA mengubah lapangan publik
bagi warga untuk digunakan sebagai taman bermain yang aman dan
untuk perayaan pernikahan. Pendekatan ini sekarang juga sedang
dilaksanakan di Dheisheh camp (Tepi Barat) dan Talbiyeh camp
(Yordania), dan akan segera memperluas ke Lebanon dan Gaza.
1.4 Program Pemulihan Finansial
Hukum Pengungsi Internasional telah menjamin agar setiap pengungsi
akan dapat menikmati hak-hak atas kesejahteraan sosial, seperti hak untuk
bekerja, perumahan, mendapatkan upah dari pekerjaan yang mereka lakukan,
hak tersebut merupakan bentuk hak atas kesejahteraan sosial yang dijamin oleh
instrumen hukum internasional.
Pada Pasal 13 Konvensi 1951 mengenai Status Pengungsi Hukum
Internasional juga menjamin bahwa pengungsi dapat memiliki hak kepemilikan
atas harta kekayaan bergerak dan tidak bergerak yang ia peroleh, dinyatakan
89
UNRWA, Op. Cit., Tanpa halaman.
bahwa “Para Negara Peserta akan memberikan kepada seorang pengungsi
perlakuan sebaik mungkin dan, pada kejadian apa pun, setidak-tidaknya sama
dengan yang pada umumnya diberikan kepada orang-orang asing dan lain
keadaan-keadaan yang sama, mengenai perolehan harta kekayaan bergerak dan
tidak bergerak, dan hak-hak lain yang menyinggung ke sana, dan pada sewa
dan perikatan lainnya yang berkaitan dengan harta kekayaan bergerak dan tidak
bergerak.” Dalam hal ini UNRWA berkewajiban memberikan hak tersebut
dimana pengungsi akan diperlakukan sama dengan orang pada umumnya dan
pengungsi berhak atas hak kekayaan.
Pengungsi juga diberikan hak atas perhimpunan menurut hukum
internasional, pengungsi berhak untuk berkumpul dan berserikat, pada pasal 15
Konvensi 1951 mengenai Status Pengungsi dikatakan bahwa mengenai
pendirian perhimpunan non-politik dan non-profit dan serikat buruh, maka para
Negara Peserta akan memberikan kepada pengungsi yang secara sah berdiam di
dalam wilayah mereka perlakuan sebaik munngkin yang diberikan kepada
warga negara suatu negara asing, dalam keadaan-keadaan yang sama.
Departemen
Mikro
Keuangan
UNRWA
menyediakan
peluang
menghasilkan pendapatan bagi pengungsi Palestina, serta kelompok miskin
atau marginal lainnya yang tinggal dan bekerja di dekat mereka. UNRWA
memperluas pinjaman dan jasa keuangan pelengkap untuk pemilik usaha kecil,
pengusaha mikro dan rumah tangga. Dengan pemberian pinjaman kepada
pengungsi diharapkan dapat mempertahankan dan menciptakan lapangan kerja,
mengurangi kemiskinan, dan memberdayakan pengungsi itu sendiri, terutama
perempuan dan pemuda. Banyak pengguna pinjaman UNRWA mengunakannya
dalam bentuk usaha kecil, usaha informal, dan usaha rumahan diantaranya
pengungsi mempergunakanya untuk menjadi pedagang sayur, penjahit
rumahan, pemilik bengkel dan nelayan.90
Dalam pemberian pinjamannya guna meningkatkan kesejahteraan
pengungsi, UNRWA menyediakan pinjaman yang terjangkau bagi para
pengungsi. Hal ini dikarenakan banyaknya pengungsi yang tidak dapat
mendapatkan kredit yang terjangkau dari bank komersial. Pinjaman yang
disediakan UNRWA ini memungkinkan pengusaha untuk menghasilkan
pendapatan yang berkelanjutan bagi diri mereka sendiri, keluarga mereka dan
pengungsi lainnya
Departemen Mikro Keuangan UNRWA bekerja sesuai dengan standar
global dan praktik terbaik dalam industri keuangan mikro. Pinjaman UNRWA
didasarkan pada pemahaman bahwa kredit mikro dan jasa keuangan terkait
harus berkelanjutan diberikan kepada pengungsi. UNRWA bertujuan agar para
pengungsi tidak memiliki sifat ketergantungan dan menimbulkan semangat
pada pengungsi untuk melakukan usaha guna meningkatkan kesejahteraan
mereka. UNRWA berusaha untuk memberikan pinjaman yang paling
terjangkau oleh para pengungsi, dengan memfokuskan pekerjaan kami pada
daerah perkotaan yang miskin, yang merupakan pusat kegiatan komersial dan
industri dan tuan rumah konsentrasi tinggi pengungsi Palestina. Departemen
keuangan mikro telah mengembangkan berbagai pinjaman untuk mengatasi
90
UNRWA, 2010, The Annual Report of Microfinance Departement, Tanpa halaman.
beragam kebutuhan pengungsi, misalnya pinjaman rumah tangga menargetkan
produk serta usaha kecil dan usaha mikro untuk dilakukan oleh kalangan ibu
rumah tangga, disamping itu juga UNRWA mendukung investasi keluarga
dalam pendidikan, kesehatan, dan perumahan. UNRWA telah berhasil
menyediakan berbagai jenis pinjaman yang terjangkau kepada pengungsi
hingga tahun 2010, pinjaman-pinjaman tersebut diantaranya91 :
1. Mubadarati – Pinjaman Pemula untuk pemuda
Pada 2009, UNRWA dengan Silatech meluncurkan sebuah produk
pinjaman baru yang inovatif untuk pemuda yang disebut Mubadarati.
Pinjaman ini tersedia untuk pria dan wanita muda berusia 18-30 untuk
memulai bisnis baru yang menciptakan wirausaha dan lapangan kerja bagi
orang lain. Awalnya Mubadarati diluncurkan di wilayah operasi kerja Tepi
Barat dan Gaza, tahun 2010 produk ini juga mulai tersedia di Yordania
dan Suriah. Mubadarati adalah pinjaman pemula untuk pemuda untuk
menjiptakan jiwa kepemimpinan dan jiwa kewirausahaan bagi pengungsi
muda.
2. Pinjaman Usaha Kecil
Pinjaman usaha kecil merupakan produk departemen keuangan
mikro yang telah dijalankan sejak didirikannya UNRWA. Pinjaman ini
ditujukan langsung untuk memajukan pembangunan ekonomi dan
menciptakan lapangan kerja. Pinjaman ini merupakan pinjaman yang
91
Ibid., Tanpa halaman.
relatif besar, mulai dari USD 3.000 hingga USD 75.000. Para pengungsi
biasanya menggunakannya untuk investasi modal, modernisasi bentuk
usaha, dan perluasan pasar. Departemen kini semakin berfokus pada
produk pinjaman ini.
3. Pinjaman Kelompok Usaha
Produk pinjaman ini dirancang untuk kelompok pengusaha
perempuan yang secara kolektif bertanggung jawab untuk pembayaran
kembali. Pinjaman diberikan mulai dari sebesar USD 400 hingga USD
5.000. Pinajam Kelompok Usaha selama ini telah ikut menopang
perekonomian pengungsi, serta meminimalisir pengeluaran rumah tangga,
dan telah terbukti ikut membantu dalam pemenuhan pendidikan,
kesehatan, dan kebutuhan dasar.
4. Pinjaman untuk Ibu Rumah Tangga
Produk pinjaman ini adaptasi dari produk pinjaman usaha
kelompok yang akan mengakomodasi usaha rumahan oleh perempuan,
sehingga memungkinkan ibu rumah tangga yang berstatus pengungsi
untuk membangun usaha rumah tangga untuk ikut melakukan bisnis.
Produk pinjaman ini pertama kali diujicobakan di Suriah. Berbeda dengan
pinjaman usaha kelompok, pinjaman untuk ibu rumah tangga bukanlah
pinjaman yang ditanggung oleh sebuah kelompok. Pada tahun 2009 hingga
2010, rata-rata pinjaman unutk ibu rumah tangga berkisar antara USD 500
hingga USD 800.
5. Kredit Usaha Mikro
Produk kredit usaha mikro menargetkan mayoritas bisnis regional
yang mempekerjakan kurang dari lima pekerja, sebagian besar di
antaranya tidak memiliki akses ke kredit formal dan rentan terhadap resiko
ekonomi. Kredit usaha mikro diberikan berkisar dari USD 300 sampai
USD 8.500. Kredit ini membantu bisnis para pengungsi seperti
membangun dan memelihara cadangan jangka pendek untuk modal kerja.
6. Kredit Usaha Mikro plus
Dengan meningkatnya usaha mikro maka pengungsi yang
menjalankannya sering membutuhkan pinjaman yang lebih besar dengan
jangka waktu pembayaran diperpanjang untuk terus memperluas modal
mereka dan meningkatkan kerja mereka. Untuk memenuhi permintaan ini,
kami UNRWA menyediakan pinjaman Kredit Usaha Mikro Plus kepada
debitur yang telah menunjukkan kemampuan membayar lebih dari tiga
siklus pinjaman, dan perusahaan-perusahaan yang juga telah terbukti
kemampuan membayar pinjaman. Produk ini merupakan salah satu elemen
penting dalam pertumbuhan perekonomian pengungsi di Tepi Barat dan
Yordania, dan juga di Gaza.
7. Kredit Produk Konsumen
Kredit ini adalah pinjaman pribadi untuk keluarga kelas pekerja
yang tidak memiliki akses terhadap kredit di bank. Hal ini dimaksudkan
untuk membantu mereka memulihkan aset rumah tangga yang dijual untuk
mengatasi pengangguran, kesehatan yang buruk, atau pengeluaran sosial,
seperti pernikahan dan pemakaman.
8. Kredit Perumahan
Kredit ini merupakan sebuah pinjaman untuk membantu keluarga
pengungsi yang tidak memiliki akses untuk mendapatkan kredit
perumahan dari bank komersial untuk memperbaiki atau mendapatkan
perumahan. Pengungsi berhak mendapatkan kredit perumahan berkisar
dari USD 3.000 hingga USD 15.000. Kredit perumahan ini telah berhasil
diujicobakan di Gaza pada tahun 2006, dan diperluas ke Tepi Barat,
Yordania, Suriah, dan Libanon sejak tahun 2009.
9. Pelatihan Usaha Kecil dan Menengah
UNRWA menjalankan program pelatihan bagi pemilik usaha kecil
di Gaza. Pengungsi akan disesuaikan dengan pelatihan usaha kecil dan
menengah misalnya mengenai ilmu pembukuan usaha, perpajakan,
komputerisasi, dan e-commerce. Biaya langsung setiap pelatihan dibayar
oleh peserta. Sejak tahun 1995, 12.600 pengusaha telah berpartisipasi
dalam 581 kursus yang disediakan oleh UNRWA.
Selama 2009 hingga 2010 UNRWA telah menyediakan pinjaman
kepada pengungsi secara adil untuk memuhi hak pengungsi yang telah
diatur dalam Konvensi 1951 mengenai Status Pengungsi. Peranan
UNRWA secara jelas telah dapat dirasakan oleh pengungsi palestina
secara menyeluruh. Tabel berikut menjelaskan pemberian kredit yang telah
diberikan oleh UNRWA kepada pengungsi Palestina dalam periode 2009
hingga 2010.
Tabel 6. Peranan UNRWA dalam Pemulihan Finansial Pengungsi
Palestina Tahun 2009-2010
Periode 2010
Periode 2009
USD
%
USD
%
Jalur Gaza
4.992.616
22%
3.038.308
16%
Tepi Barat
8.487.578
37%
8.164.677
42%
Yordania
4.910.781
21%
4.990.030
26%
Suriah
4.707.674
20%
3.059.862
16%
Total
23.098.649
100%
19.252.877
100%
Sumber : UNRWA 2010 Annual Report of Microfinancial Departement
II. Perbedaan antara UNRWA dan UNHCR terkait Urusan Pengungsi
Palestina
Masalah pengungsi dan pemindahan orang di dalam negeri merupakan
persoalan yang paling pelik yang dihadapi masyarakat dunia saat ini. Banyak
diskusi tengah dilakukan di PBB yang terus berusaha mencari cara-cara lebih
efektif untuk melindungi dan membantu kelompok yang sangat rentan ini.
Masyarakat Internasional menyerukan ditingkatkannya kerja sama dan koordinasi
antara lembaga pemberi bantuan, sebagian lain menunjuk pada celah-celah dalam
peraturan internasional dan menghimbau disusunnya standar-standar dalam
bidang ini lebih jauh lagi. Bagaimanapun, setiap orang setuju bahwa persoalan ini
merupakan masalah multi-dimensional dan global. Oleh karenanya setiap
pendekatan dan jalan keluar harus dilakukan secara komprehensif dan
menjelaskan semua aspek permasalahan, dari penyebab eksodus massal sampai
penjabaran respon yang perlu untuk menanggulangi rentang permasalahan
pengungsi, dari keadaan darurat sampai pemulangan mereka (repatriasi).
Dalam perdebatan ini beberapa fakta tetap tidak dapat diingkari. Pertama,
ketika sejumlah pemindahan massal masih mungkin untuk dicegah, tidak ada
yang sukarela melakukannya. Tidak ada orang yang menyukai atau memilih
menjadi pengungsi. Menjadi pengungsi berarti lebih buruk daripada menjadi
orang asing. Pengungsi berarti hidup dalam pembuangan dan tergantung kepada
orang lain untuk memperoleh kebutuhan pokok seperti makanan, pakaian dan
perumahan.92
Gencatan senjata yang dilakukan oleh Israel terhadap Palestina telah
menimbulkan banyak kerugian termasuk salah satunya yaitu persoalan mengenai
pengungsi. Penduduk palestina mengalami kesulitan akibat agresi militer yang
terus dilakukan oleh israel, diantaranya kesulitan untuk mengungsi dan menerima
bantuan kemanusiaan karena adanya blokade di perbatasan Palestina dan Mesir.
Serangan Israel juga telah mmenghancurkan rumah-rumah, masjid, dan
infrastruktur lainnya.93
Pada Desember 1949, Majelis Umum PBB membentuk Badan Pekerja dan
Bantuan PBB untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat (UNRWA) untuk
memberikan bantuan kemanusiaan kepada lebih dari 700.000 pengungsi dan
92
93
Lembar Fakta, Tanpa tahun, Hak Asasi Manusia dan Pengungsi, Jakarta, Depkumham, hlm.1
Aryuni Yuliantiningsih, 2009, Agresi Israel terhadap PalestinaPrespektif Hukum Humaniter
Internasional, Purwokerto, UNSOED, hlm. 136.
orang terlantar yang telah dipaksa untuk meninggalkan rumah mereka di Palestina
sebagai akibat dari perang Arab-Israel 1948. Pada 14 Desember 1950 Majelis
Umum PBB mendirikan UNHCR berdasarkan Resolusi Majelis Umum PBB No.
428 (IV) tahun 195094 dan keberadaannya diakui sejak bulan Januari 1951 dengan
tujuan utama yang berurusan dengan pengungsi di Eropa yang kehilangan tempat
tinggal akibat Perang Dunia II . Namun demikian, sejak awal UNHCR memiliki
mandat untuk menangani pengungsi di seluruh dunia, dan mulai melakukannya
dengan sungguh-sungguh selama tahun 1960an.
Terkait urusan pengungsi Palestina terdapat perbedaan antara UNRWA
dan UNHCR. UNRWA diberi mandat untuk melaksanakan "bantuan dan program
pekerjaan" untuk mendukung pengungsi Palestina, yaitu pengungsi dari wilayah
yang berada di bawah Mandat Inggris untuk Palestina, terlepas dari kebangsaan
mereka. Seiring waktu operasi, UNRWA telah berevolusi untuk memenuhi
kebutuhan dan perubahan keadaan pengungsi Palestina.95 UNRWA saat ini
menyediakan baik bantuan dasar kemanusiaan dan jasa pembangunan untuk
pengungsi di daerah operasinya, yaitu Yordania, Lebanon, Republik Arab Suriah,
Jalur Gaza, dan Tepi Barat.
UNHCR memiliki mandat untuk melindungi, membantu, dan mencari
solusi berkelanjutan bagi pengungsi serta bagi orang lain yang membutuhkan
perlindungan internasional. Mandat UNHCR mencakup Palestina yang menjadi
pengungsi yang dirumuskan dalam Konvensi mengenai Status Pengungsi tahun
94
95
Wagiman, S.Fil, Op. Cit., hlm. 189.
Ibid., hlm. 150.
1951, yang bisa mencakup pengungsi Palestina seperti yang didefinisikan oleh
UNRWA. UNHCR biasanya menangani kasus pengungsi Palestina hanya ketika
mereka berada di luar daerah operasi UNRWA.
Selama 55 tahun terakhir, UNRWA dan UNHCR telah bekerja sama,
masing-masing sesuai mandatnya, dengan koordinasi yang erat dengan negaranegara tuan rumah, untuk mendukung dan melindungi pengungsi Palestina.
Dalam beberapa tahun terakhir, kemitraan antara kedua lembaga telah menjadi
lebih dekat, sehingga meningkatkan kerjasama di berbagai bidang, termasuk
dalam pertukaran informasi dan upaya bersama untuk menyelesaikan masalah
yang dihadapi oleh para pengungsi Palestina.
1. Berdasarkan Mandat
UNRWA didirikan oleh Majelis Umum PBB dengan Resolusi 302
(IV) tanggal 8 Desember 1949. Badan ini mulai beroperasi sejak Mei 1950.
Dengan tidak adanya solusi yang komprehensif untuk masalah pengungsi
Palestina, Majelis Umum telah berulang kali memperbaharui mandat
UNRWA, baru-baru ini memperluas mandatnya sampai 30 Juni 2008. Saat ini,
UNRWA memberikan pendidikan, perawatan kesehatan, pelayanan sosial,
penampungan, kredit pinjaman dan bantuan darurat untuk pengungsi Palestina
di lima wilayah operasi kerja yaitu : Yordania, Libanon, Suriah, Jalur Gaza,
dan Tepi Barat.96 UNRWA mempekerjakan lebih dari 28.000 staf, sebagian
besar
96
adalah
Ibid., hlm. 151.
pengungsi
Palestina
sendiri,
termasuk
20.000
tenaga
kependidikan dan tenaga kesehatan. Markas Badan berada di kota Gaza dan
Amman.
UNHCR merupakan lembaga internasional yang diberi mandat untuk
memimpin dan mengoordinasikan tindakan internasional97 untuk melindungi
hak-hak pengungsi dan mencarikan jalan keluar bagi permasalahan mereka di
seluruh dunia.98 UNHCR berdiri berdasarkan Resolusi Majelis Umum PBB
No. 428 (IV) tahun 1950 dan keberadaannya diakui sejak bulan Januari 1951.
Tujuan pendiriannya adalah untuk menyediakan perlindungan internasional
dan mencarikan solusi jangka panjang bagi para pengungsi. UNHCR awalnya
diberi mandat dalam tiga tahun terbatas dengan tujuan utama membantu 1,2
juta pengungsi Eropa yang kehilangan tempat tinggal akibat Perang Dunia II.
Tetapi dengan peningkatan dan perluasan krisis pengungsi, mandat UNHCR
diperpanjang setiap lima tahun sampai dengan tahun 2004. Dalam resolusi
yang diadopsi oleh Majelis Umum dan Dewan Ekonomi dan Sosial, lingkup
mandat UNHCR juga telah berkembang selama dekade terakhir untuk
mengurusi pengungsi, pencari suaka, orang tanpa kewarganegaraan,
pengungsi internal. Dalam lima dekade, UNHCR telah membantu lebih dari
50 juta pengungsi dan orang lain yang menjadi perhatian untuk memulai
kembali kehidupan mereka. Landasan kerja UNHCR adalah perlindungan
internasional sebagaimana diatur dalam Statutanya yang diadopsi oleh Majelis
Umum pada Desember 1950. Dalam prakteknya, perlindungan berarti
97
Brill Walter, “Reconceiving International Refugee Law”, The American Journal of
International Law, Oktober 1998, hlm. 788.
98
UNHCR, “UNHCR Mandate”, http://www.unhcr.org.mt/index.php/aboutus/unhcrmandate ,
diakses tanggal 13 Januari 2013.
menjaga hak-hak dan kesejahteraan pengungsi dan memastikan bahwa tidak
ada orang yang akan kembali ke negara dimana ia merasa takut mendapatkan
penganiayaan, dan larangan untuk pemulangan kembali pengungsi tersebut.
UNHCR juga mencari cara untuk membantu pengungsi untuk memulai
kembali kehidupan mereka dalam lingkungan yang normal. Ada tiga solusi
jangka panjang yang diberikan oleh UNHCR:
1) Pemulangan kembali dan penyatuan kembali ke pada tanah air
mereka demi keselamatan dan martabatnya.
2) Pengintegrasian di negara suaka mereka.
3) Pemukiman kembali di negara-negara ketiga.
Pada dasarnya dua opsi yang terakhir tidak mencegah pengungsi untuk
kembali ke negara asal mereka apabila mereka menginginkannya dan kondisi
juga memungkinkan. Secara global, UNHCR memberikan bantuan bagi jutaan
orang di dunia yang meninggalkan negara asal mereka karena melarikan diri
dari penganiayaan dan atau konflik oleh manusia yang membahayakan hidup
dan kebebasan mereka. Orang – orang ini adalah mereka yang disebut sebagai
pencari suaka, pengungsi, atau pengungsi dalam negeri sendiri atau IDPs.
Orang – orang yang menjadi perhatian UNHCR selanjutnya juga mencakup
orang – orang yang tidak memiliki kewarganegaraan dan orang – orang yang
pulang atau kembali ke negara asalnya (bekas pengungsi, pencari suaka, dan
atau IDPs yang sudah merasa aman untuk kembali). Diantara orang – orang
yang menjadi perhatian UNHCR, perhatian besar diberikan kepada individu –
individu yang tergolong rentan, yaitu para wanita, ibu yang tidak didampingi
suaminya, anak – anak dibawah 18 tahun, orang tua atau manula dan orang
cacat.99 Untuk itu UNHCR bekerjasama dengan beberapa intansi pemerintah
maupun non-pemerintah dalam pendanaan untuk melakukan tugasnya. Dalam
memenuhi fungsi perlindungan, tugas Komisi Tinggi seperti disebutkan dalam
Statuta tersebut termasuk:
a. Memajukan penyelesaian dan ratifikasi konvensi internasional untuk
perlindungan
pengungsi,
mengawasi
pelaksanaannya,
dan
mengusulkan amandemen;
b. Memajukan upaya-upaya untuk memperbaiki situasi pengungsi dan
mengurangi jumlah orang yang memerlukan perlindungan;
c. Membantu usaha-usaha meningkatkan pemulangan sukarela, atau
berasimilasi dengan masyarakat negara baru;
d. Meningkatkan penerimaan pengungsi ke dalam wilayah Negaranegara;
e. Memfasilitasi transfer aset para pengungsi; memperoleh informasi dari
Pemerintah mengenai jumlah dan kondisi pengungsi di dalam
wilayahnya, serta hukum dan peraturan-peraturan yang berlaku;
f. memelihara hubungan erat dengan organisasi pemerintah dan nonpemerintah;
g. Menggalang hubungan dengan organisasi swasta yang menangani
persoalan pengungsi;
99
UNHCR. “Orang-orang yang menjadi Perhatian UNHCR” http://unhcr.or.id/id/siapa-yangkami-bantu , diakses pada 13 Januari 2013.
h. Memfasilitasi koordinasi usaha-usaha swasta.
Upaya perlindungan kemudian didiversifikasikan lebih lanjut dalam
tahun-tahun setelah perancangan Statuta tersebut.
2. Berdasarkan Lingkup Pekerjaan
UNRWA menyediakan layanan secara total dengan mengoprasikan
663 sekolah, 8 pusat pelatihan kejuruan, 125 fasilitas kesehatan primer, 65
pusta pemberdayaan wanita dan 39 pusat rehabilitasi yang berbasis
masyarakat. UNRWA menyediakan bantuan sosial, seperti bantuan pangan
kepada hampir 250.000 pengungsi, dan sejak tahun 1991 telah mengeluarkan
lebih dari 100.000 pinjaman kredit mikro senilai lebih dari 100 juta USD.100
Dalam menanggapi konflik yang berlangsung di wilayah Palestina, UNRWA
telah memberikan bantuan darurat tambahan untuk pengungsi yang terdaftar
dan orang lain yang membutuhkan. Program UNRWA juga menyediakan
kebutuhan khusus perempuan, anak-anak dan orang tua. UNRWA dibiayai
oleh kontribusi sukarela,dan dari pemerintah. UNRWA juga telah mulai
membuat kemajuan dengan penggalangan dana dari sumber non-pemerintah
meskipun masih relatif terbelakang. Hampir semua kontribusi yang dilakukan
secara tunai, tetapi ada beberapa kontribusi dalam bentuk lain seperti
makanan, sembako dan obat-obatan. Dalam program UNRWA difokuskan
pada pemberian bantuan pangan, penciptaan lapangan kerja sementara dan
pinjaman kredit.
100
The Global Review, “80% Pengungsi Dunia Ada di Negara-Negara Miskin”
http://www.theglobalreview.com/content_detail.php?lang=id&id=5392&type=9#.UPqToCf55sB
, diakses pada tanggal 15 Januari 2013.
Melalui program intinya yaitu bantuan dan pembangunan manusia,
UNRWA memberikan perlindungan kepada pengungsi Palestina di wilayah
operasinya. Tugas dalam mencari solusi yang komprehensif untuk konflik
Israel-Palestina dan masalah pengungsi Palestina bagaimanapun bukanlah
bagian dari mandat UNRWA tetapi lebih kepada tanggung jawab para pihak
dalam konflik dan aktor-aktor politik lainnya. Peran UNRWA adalah untuk
mengatasi kebutuhan pembangunan manusia dan kemanusiaan bagi pengungsi
Palestina
untuk
sementara.
Dalam
beberapa
kasus,
UNRWA
juga
berkewenangan mengintervensi dengan otoritas yang relevan atas nama
individu maupun kelompok pengungsi Palestina dalam memberikan
perlindungan karena banyak dari mereka hidup dalam keadaan sulit dan sering
tidak aman. Di Tepi Barat dan Jalur Gaza pada khususnya, para pengungsi
sering bergulat dengan dampak dari konflik bersenjata, pembatasan kebebasan
bergerak, penyitaan tanah dan penghancuran rumah.
Sebagian besar pengungsi Palestina berada di bawah mandat UNRWA,
namun masih ada sejumlah besar hidup di daerah negara-negara lain, seperti
negara-negara Teluk, Mesir, Irak atau Yaman, atau lebih jauh di Australia,
Eropa
dan
Amerika.
UNHCR
menghimbauan
mengenai
bagaimana
memperlakukan pengungsi Palestina, untuk memperhatikan pengungsi dengan
memfasilitasi pembaharuan perjalanan dokumen dan pencegahan terhadap
penahanan, diskriminasi101 sesuai dengan ketentuan dari Konvensi 1951, hak
asasi manusia internasional dan hukum kebiasaan internasional. Di berbagai
101
Soibhan McInerney, 2008, “Complementary Protection in International Refugee Law, Book
Reviews, hlm. 103.
negara UNHCR juga memberikan bantuan material kepada pengungsi orang
yang membutuhkan. Mandat perlindungan internasional UNHCR tidak
terbatas pada pengungsi di Negara-negara Pihak dalam Konvensi 1951 dan
Protokol 1967 tetapi berlaku di seluruh dunia atas dasar Statuta dan Resolusi
Majelis Umum dan resolusi ECOSOC selanjutnya. Baru-baru ini, UNHCR
telah memberikan bantuan kepada pengungsi Palestina di Irak serta, dalam
koordinasi dengan UNRWA, kepada mereka yang melarikan diri ke Yordania
dan Suriah, dan secara aktif mencari solusi untuk penderitaan mereka. Hal ini
juga memberikan bantuan individu untuk beberapa orang Palestina miskin di
Mesir dan Libya.
3. Berdasarkan Keterkaitan terhadap Pengungsi Palestina
Pengungsi Palestina adalah siapapun mereka yang bertempat tinggal di
Palestina selama periode 1 Juni 1946 sampai 15 Mei 1948 dan mereka yang
kehilangan rumah dan mata pencaharian sebagai akibat dari perang ArabIsrael 1948, serta memenuhi syarat sebagai pengungsi Palestina, seperti yang
didefinisikan oleh UNRWA, dan memenuhi syarat dalam pendaftaran
UNRWA. Keturunan dari para pengungsi Palestina asli juga memenuhi syarat
untuk pendaftaran, tetapi hanya pengungsi yang tinggal di salah satu dari lima
wilayah operasi UNRWA yang berhak menerima pelayanan dari UNRWA.
Jumlah pengungsi Palestina UNRWA yang terdaftar sekarang lebih dari
4,3 juta. UNRWA juga diberi mandat oleh Majelis Umum untuk memberikan
bantuan kemanusiaan secara darurat kepada orang-orang di daerah yang tidak
memenuhi kategori UNRWA sebagai pengungsi Palestina, tetapi yang telah
mengungsi sebagai akibat dari perang pada Juni 1967 dan peperangan yang
terjadi berikutnya. Hanya satu sepertiga dari pengungsi terdaftar yang masih
tinggal di kamp-kamp pengungsi. Sebagian besar lainnya tinggal di kota-kota
dan desa di seluruh wilayah operasi kerja UNRWA, dan beberapa telah pindah
ke luar daerah dan tinggal di negara lain. Layanan UNRWA tersedia untuk
semua pengungsi terdaftar yang hadir di daerah operasinya.
Instrumen hukum utama yang mengatur status hukum pengungsi dalam
hukum internasional adalah Konvensi 1951 mengenai Status Pengungsi
(Konvensi 1951) dan Protokol 1967. Meskipun Konvensi 1951 dan Protokol
1967 berlaku untuk Amerika, orang-orang yang memenuhi kriteria
persyaratan yang ditetapkan dalam instrumen internasional tersebut adalah
pengungsi yang menjadi perhatian UNHCR. UNHCR mendorong negaranegara untuk meratifikasi Konvensi 1951 dan Protokol 1967 dan mengawasi
pelaksanaannya. Pada September 2006, 146 negara telah meratifikasi
Konvensi 1951 dan Protokol. Konvensi 1951 dalam Pasal 1A (2)
mendefinisikan pengungsi sebagai orang yang berada di luar negara mereka
karena dari ketakutan yang beralasan, penganiayaan berdasarkan ras, agama,
kebangsaan, pandangan politik ataupun keanggotaan dalam kelompok sosial
tertentu, dan yang dikarenakan alasan penganiayaan terkait, mereka tidak
mampu atau tidak ingin pulang. Pasal 1D Konvensi 1951 menyatakan bahwa
Konvensi ini tidak dapat berlaku bagi orang-orang yang pada waktu sekarang
sedang menerima perlindungan atau bantuan dari organorgan atau badan-
badan Perserikatan Bangsa-Bangsa selain Komisi Tingkat Tinggi Perserikatan
Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi. Ketika perlindungan atau bantuan tersebut
telah berhenti karena alasan apa pun, tanpa posisi orang-orang tersebut secara
pasti sedang diselesaikan sesuai dengan resolusi-resolusi yang relevan, yang
disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, orang-orang ini
ipsofacto, harus berhak atas kemanfaatan-kemanfaatan dalam Konvensi ini.
UNHCR menganggap bahwa terdapat tiga kelompok pengungsi Palestina
dalam ruang lingkup 1D Pasal Konvensi 1951 mengenai Status Pengungsi:
1) Warga Palestina yang merupakan "pengungsi Palestina "dalam
pengertian di dalam Resolusi Majelis Umum PBB 194 (III) pada 11
Desember 1948 dan Resolusi Majelis Umum PBB lainnya, mereka
yang mengungsi dari bagian wilayah Palestina yang telah menjadi
bagian wilayah Israel, dan yang tidak mampu untuk kembali ke sana.
Dalam pengelompokan ini UNHCR memandang bahwa
pengungsi Palestina merupakan mereka warga palestina yang dahulu
berdomisili di wilayah palestina yang karena konflik Israel-Palestina
wilayah yang mereka duduki tersebut telah menjadi wilayah Israel
dimana mereka tidak dapat kembali ke wilayah tersebut kembali.
2) Warga Palestina yang didefinisikan sebagai "Orang Terlantar" dalam
Resolusi Majelis Umum PBB 2.252 (ES-V) 4 Juni 1967 dan Resolusi
Majelis Umum PBB selanjutnya, dan tidak mampu untuk kembali ke
wilayah Palestina yang telah diduduki Israel sejak 1967.
3) Kelompok pengungsi Palestina ketiga terdiri dari individu-individu
yang bukan "pengungsi Palestina" atau "orang terlantar" tapi mereka
yang karena ketakutan yang beralasan dianiaya dan tidak mampu atau,
karena ketakutan tersebut, tidak mau kembali ke sana. Pengungsi
Palestina tersebut dapat dikualifikasikan sebagai pengungsi seperti
yang ditentukan dalam Pasal 1A (2) Konvensi 1951.
BAB V
PENUTUP
A. Simpulan
1. Melalui program intinya yaitu bantuan dan pembangunan manusia,
UNRWA memberikan perlindungan kepada pengungsi Palestina di
wilayah operasinya yaitu Jalur Gaza, Suriah, Libanon, Yordania, dan Tepi
Barat. UNRWA dalam memberikan perlindungan kepada pengungsi
Palestina telah berdasarkan pada lima prinsip umum yang berkaitan
dengan Hukum Pengungsi Internasional yaitu prinsip pemberian suaka
(asylum), non-ekstradisi, non-refoulment, hak dan kewajiban negara
terhadap para pengungsi, dan kemudahan-kemudahan (facilities) yang
diberikan oleh negara-negara yang bersangkutan terhadap pengungsi.
Peranan UNRWA kepada pengungsi Palestina telah menjamin hak-hak
asasi manusia dan hak pengungsi seperti yang telah ditentukan oleh
instrumen-instrumen hukum internasional, diantaranya : hak kesempatan
atas hak milik, hak berserikat, hak berperkara di pengadilan, hak atas
pekerjaan yang menghasilkan, hak atas pendidikan dan pengajaran, hak
kebebasan bergerak, hak atas kesejahteraan sosial, hak atas tanda pengenal
dan dokumen perjalanan, dan hak untuk tidak diusir. Hampir seluruh hak
pengungsi telah diakomodir oleh UNRWA, hak-hak tersebut diwujudkan
melalui program-program yang telah dilaksanakan diantaranya Program
Pendidikan, Program Kesehatan, Program Bantuan Sosial, dan Program
Pemulihan Finansial, diantaranya dengan memberikan pendidikan gratis,
pembangunan fasilitas pendidikan, pelatihan kerja, pelayanan kesehatan,
penyedian lapangan kerja, pemberian kredit usaha, dan lain sebagainya.
2. Perbedaan antara UNHCR dan UNRWA terkait urusan pengungsi
Palestina Sebelum membentuk UNHCR, PBB memang telah membentuk
Badan Tambahan PBB yang diberi mandat untuk mengurusi pengungsi
Palestina di Timur Dekat yaitu UNRWA. Dalam keterkaitan terhadap
pengungsi Palestina UNRWA dan UNHCR memiliki perbedaan. Secara
kelembagaan UNHCR merupakan Badan Khusus sedangkan UNRWA
merupakan Badan Tambahan. Perbedaan antara UNHCR dan UNRWA
terkait urusan pengungsi Palestina dapat ditinjau dari tiga aspek yaitu
mengenai mandat, lingkup kerja, dan keterkaitan kedua Badan tersebut
terhadap pengungsi Palestina. Pada aspek mandat yang telah diberikan
PBB, PBB memberikan mandat kepada UNHCR untuk melindungi,
membantu, dan mencari solusi berkelanjutan bagi pengungsi serta bagi
orang lain yang membutuhkan perlindungan internasional. Mandat
UNHCR mencakup Palestina yang menjadi pengungsi yang dirumuskan
dalam Konvensi mengenai Status Pengungsi tahun 1951, juga bisa
mencakup pengungsi Palestina seperti yang didefinisikan oleh UNRWA.
UNHCR biasanya menangani kasus pengungsi Palestina hanya ketika
mereka berada di luar wilayah operasi kerja UNRWA, sedangkan PBB
memberikan mandat kepada UNRWA untuk memberikan perlindungan
dan penanganan kepada pengungsi Palestina di Timur Dekat. Pada aspek
lingkup kerja, sebagian besar pengungsi Palestina berada di bawah mandat
UNRWA yaitu mereka yang terdaftar sebagai pengungsi Palestina
bertempat di wilayah operasi kerja yaitu Jalur Gaza, Libanon, Suriah,
Yordania, dan Tepi Barat, namun masih ada sejumlah besar hidup di
daerah negara-negara lain, seperti negara-negara Teluk, Mesir, Irak atau
Yaman, atau lebih jauh di Australia, Eropa dan Amerika, pengungsi
Palestina inilah yang menjadi lingkup kerja UNHCR, Baru-baru ini,
UNHCR telah memberikan bantuan kepada pengungsi Palestina di Irak
serta, dalam koordinasi dengan UNRWA. Pada aspek keterkaitan terhadap
pengungsi Palestina, UNRWA mengurusi pengungsi Palestina yang
terdaftar pada lima wilayah operasi kerja, dan juga mereka yang telah
didefinisikan sebagai pengungsi Palestina oleh, Sedangkan UNHCR
mengurusi semua pengungsi di dunia termasuk pengungsi Palestina yang
mengungsi dari bagian wilayah Palestina yang telah menjadi bagian
wilayah Israel, dan yang tidak mampu untuk kembali ke sana.
B. Saran
1. Ditujukan kepada UNRWA, dalam peranannya UNRWA sebaiknya juga
menyediakan
bangunan
tahan
gempuran
bom
sebaagai
sarana
pengevakuasian apabila terjadi gencatan senjata antara Israel-Palestina
yang mengenai wilayah operasi kerja UNRWA yang merupakan tempat
pengungsian pengungsi Palestina demi menjamin keselamatan pengungsi.
2. Ditujukan kepada UNRWA, penjaminan atas hak pendidikan harus lebih
dioptimalkan karena masih sedikitnya universitas yang disediakan untuk
pengungsi yang ingin melanjutkan pendidikannya, sangat berbanding
terbalik dengan banyaknya pengungsi Palestina yang membutuhkan
Sekolah Tinggi demi peningkatan kesejahteraan kesejahteraan pengungsi
Palestina.
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Adolf, Haula, 2004, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Jakarta : Sinar
Grafika.
Al Wa-fa, Ahmad Abdul, 2011, Hak-Hak Pencari Suaka dalam Syaiat Islam dan
Hukum Internasional, Jakarta : UNHCR.
Ambarwati dkk, 2010, Hukum Humaniter Internasional dalam Studi Hubungan
Internasional, Jakarta : Rajawali Pers.
Anonim, tanpa tahun, Perserikatan Bangsa-Bangsa, Pengetahuan Dasar
Mengenai Perserikatan Bangsa-Bangsa, Jakarta: Kantor Penerangan
Perserikatan Bangsa-Bangsa.
Anwar, Chairul, 1989, Hukum Internasional Pengantar Hukum Bangsa-Bangsa,
Jakarta : Djambatan.
Hamid, Sulaiman, 2002, Lembaga Suaka dalam Hukum Internasional, Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada.
Iskandar, Pranoto dan Jawahir Tantowi, Hukum Internasional Kontemporer,
Bandung, PT. RefikaAditama, hlm. 224.
Istanto, F.S., 1998, Hukum Internasional, Yogyakarta : Universitas Atmajaya
Yogjakarta.
I Wayan, 1990, Pengantar Hukum Internasional, Bandung : Mandar Maju.
Krustiyati, Atik, 2010, Penanganan Pengungsi Indonesia Tinjauan Aspek Hukum
Internasional dan Nasional, Surabaya, Brilian Internasional.
Lembar Fakta, Tanpa tahun, Hak Asasi Manusia dan Pengungsi, Jakarta,
Depkumham, hlm.1
Mauna, Boer , 2003, Hukum Internasional Pengertian Peranan dan Fungsi
Dalam Era Dinamika Global, Bandung: PT Alumni.
S. Fil, Wagiman, 2012, Hukum Pengungsi Internasional, Jakarta : Sinar Grafika.
Soemitro, Hanitijo, 1982. Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Ghalia Indonesia.
----------------------, 1990, Metode Penelitian dan Jurimetri, Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Starke. J.G., 1992, Pengantar Hukum Internasional, Jakarta : Sinar Grafika.
Suherman,A. M., 2003, Organisasi Internasional & Integrasi Ekonomi Regional
Dalam Perspektif Hukum dan Globalisasi, Jakarta : PT Ghalia Indonesia.
Suryokusumo, Sumaryo, 1990, Hukum Organisasi Internasional, Jakarta: UIPress.
----------------------------, 2007, Pengantar Hukum Organisasi Internasional,
Jakarta : PT. Tatanusa.
UN, 2006, State of World’s Refugees Human Displacement in The New
Millenium, New York, OXFORD UNIVERSITY PRESS.
UNRWA, 2009, Department of Relief and Social Services UNRWA, Amman,
UNRWA.
Yuliantiningsih, Aryuni, 2009, Agresi Israel terhadap PalestinaPrespektif Hukum
Humaniter Internasional, Purwokerto, UNSOED, hlm. 136.
SUMBER LAINNYA
Deklarasi PBB 1967 tentang Wilayah Suaka
Konvensi 1951 mengenai Status Pengungsi
Konvensi Jenewa Keempat 1949 mengenai Perlindungan bagi Orang Sipil pada
Waktu Perang
Konvensi Montevidio 1933 mengenai Hak-hak dan Kewajiban-kewajiban Negara
sebagai Subjek Hukum Internasional
Konvensi 1954 sehubungan dengan Orang-Orang Tanpa Kewarganegaraan
Konvensi 1961 tentang Pengurangan Keadaan Orang Tanpa Kewarganegaraan
Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa 1945
Protokol Tambahan I Tahun 1977 tentang Sengketa Bersenjata yang Bersifat
Internasional
UNRWA 2010 A Decent Standart of Living
UNRWA 2010 The Annual Report of Education Departement
UNRWA 2010 Education in a Glance
UNRWA 2010 UNRWA Education Reform Strategy
UNRWA 2010 The Annual Report of Health Departement
UNRWA 2010 The Annual Report of Microfinance Departement
UNRWA 2010 The Annual Report of Relief and Social Service Departement
UNRWA REPORT 2006 Department of Relief and Social Services
Epstein Donal, The Palestine-Israel Conflict: A Basic Introduction, tersedia di eresources.pnri.go.id , diakses pada tanggal 27 Desember 2012.
Jalal al Husseini, UNRWA and Refugees: A Difficult but Lasting Marriage,
tersedia di E-resources.pnri.go.id , diakses pada tanggal 14 Januari 2013.
Khalili, Laleh, 2006, PALESTINE AND PALESTINIANS: Landscape of Hope and
Despair: Palestinian Refugee Camps” , The Middle East Journal.
Pusham UII, Hak Asasi Manusia dan Pengungsi Lembar fakta Nomor 20,
Kampanye Dunia Untuk Hak Asasi Manusia, diakses pada tanggal 5
November 2012.
Soibhan McInerney, 2008, Complementary Protection in International Refugee
Law, Book Reviews. The American Journal of International Law.
The Global Review, “80% Pengungsi Dunia Ada di Negara-Negara Miskin”
http://www.theglobalreview.com/content_detail.php?lang=id&id=5392&
type=9#.UPqToCf55sB , diakses pada tanggal 15 Januari 2013.
United Nations,
2000, ” The UN Millennium Development Goals
http://www.un.org/millenniumgoals/ , diakses pada tanggal 10 Januari
2013.
UNHCR,
“UNHCR
http://www.unhcr.org.mt/index.php/aboutus/unhcrmandate
tanggal 13 Januari 2013.
Mandate”,
, diakses
UNHCR.
“Orang-orang
yang
menjadi
Perhatian
UNHCR”
http://unhcr.or.id/id/siapa-yang-kami-bantu , diakses pada 13 Januari
2013.
UNHCR.or.id,
21
Februari
2010,
“Siapa
yang
Kami
Bantu”
http://www.unhcr.or.id/id/siapa-yang-kami-bantu , diakses pada tanggal
19 September 2012.
UNRWA.org, “Overview UNRWA” http://www.unrwa.org/etemplate.php?id=85 ,
diakses pada tanggal 19 September 2012.
UNRWA, “Education” http://unrwa.org/etemplate.php?id=32 , diakses pada
tanggal 10 Januari 2013.
UNRWA, “Social Service” http://unrwa.org/etemplate.php?id=90 , diakses pada
tanggal 27 Januari 2013.
UNRWA, “Health” http://unrwa.org/etemplate.php?id=28 , diakses pada tanggal
5 Januari 2013
Walter, Brill, 1998, “Reconceiving International Refugee Law”, The American
Journal of International Law.
Wikipedia, 25 Agustus 2012, “Pengungsi” http://id.wikipedia.org/wiki/Pengungsi
, diakses pada tanggal 20 Sepetember 2012.
BBC News, 8 May 2012, “The Israeli and Palestinian Conflict ( 1948 - to the
Present Day)” http://www.bbc.co.uk/news/world-middle-east-14628835
, diakses pada tanggal 15 September 2012.
Seputar Indonesia.com , 15 Juni 2011, “PBB dan Bantuan Badan Pengungsi
Palestina
(UNRWA)”
http://www.seputarindonesia.com/edisicetak/content/view/405986/ , diakses pada tanggal 20
September 2012.
Kompasiana,
“Resolusi
PBB
untuk
Palestina
dan
Israel”
http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2011/09/22/66-resolusi-pbbuntuk-palestina-yang-diveto-amerika-serikat-1972-2006/ , diakses pada
tanggal 13 Desember 2012.
Download