PERANAN BADAN PEKERJA DAN BANTUAN PERSERIKATAN BANGSA-BANGSA UNTUK PENGUNGSI PALESTINA DI TIMUR DEKAT (The Role of United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in The Near East – UNRWA) MENURUT HUKUM INTERNASIONAL SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman Oleh : Ridky Johannes Sitorus Pane E1A009025 KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN FAKULTAS HUKUM PURWOKERTO 2013 PRAKATA Salam Sejahtera, Segala puji dan hormat saya haturkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan berkat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul Peranan Badan Pekerja dan Bantuan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat (The Role of United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in The Near East – UNRWA) Menurut Hukum Internasional. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar kesarjanaan pada fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman. Dalam proses penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari dukungan berbagai pihak Pada kesempatan kali ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang tidak terhingga atas motivasi dan dukungan, baik langsung maupun tidak langsung yaitu kepada yang terhormat : 1. Dr. Angkasa, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman. 2. Prof. Dr. Ade Maman Suherman, S.H., M.Sc. selaku Ketua Bagian Hukum Internasional dan selaku Dosen Pembimbing Skripsi I yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk membantu dan membimbing penulis hingga terselesainya skripsi ini. 3. Aryuni Yuliantiningsih, S.H., M.H., selaku Dosen Pembimbing Skripsi II yang telah memberikan arahan dalam akademis dan telah bersedia meluangkan waktunya untuk membantu dan membimbing penulis hingga terselesainya skripsi ini. 4. Kepada H. Isplancius Ismail, S.H., M.Hum. selaku Dosen Penguji dalam seminar dan pendadaran yang telah meluangkan waktunya dan atas masukan yang berharga. 5. Kepada kedua orang tua saya Janter Johannes Sitorus Pane dan Rutina Tamar Sinaga yang telah memberikan dukungan moril dan materiil yang tak habis-habisnya sehingga penulis dapat menyelesaikan masa studinya. 6. Kepada adik-adik saya tercinta Herry Johannes Sitorus Pane, Aristhoteles Johannes Sitorus Pane, Viery Hardianto Johannes Sitorus Pane yang menjadi sumber semangat saya dalam menyelesaikan masa studi saya. 7. Kepada teman-teman ALSA LC UNSOED Ismail Siregar, Sabilla, Ayas, Tacha, Debby, Depaw, Robby, Ginia, Attaf Dana, Rizky Adam, Gumelar Taufik, Pratiwi Kusuma, Prili, Ichaos, Rista, Egi, Fachri, Eche, Yosi, Athira, Zulfi, Raihan, dan semua keluarga ALSA LC UNSOED. 8. Kepada teman-teman seperjuangan dalam penyeesaian skripsi Kak Tika, Dian Jadul, Upay, Silvi, Rere, Rangga, Kak Frisca, Kak Maria, Dio, dan semuanya semoga cepat-cepat menyusul. 9. Kepada keluarga besar Fakultas Hukum Unsoed angkatan 2009 kelas A. 10. Kepada teman-teman KKN Posdaya Desa Randegan Dian, Ivan, Cutri, Lukas, Novi, Ratih, Dewi, Dedo, Heri, dan Ifet. 11. Kepada sahabat-sahabat yang sejak semester 1 Bimo, Wisnu, Mail, Fakhrina, Satyo, Bashir, Bagus, dan Yogi. 12. Kepada teman-teman dalam susah dan senang, terima kasih sebanyakbanyaknya untuk inspirasi dan semangat yang kalian berikan Anissa, Yogi Kusumanegara, dan Irfan. 13. Kepada sahabat-sahabat dari SMP hingga sekarang Novia Kanjaya, Ivansius Limbong, dan Priscilla Tarigan untuk semangat yang terus kalian berikan. 14. Kepada “My Second Family” Mikel Kelvin, Nick Surawong, Audy F, Novita, Ying, Deww, Gett, and Toon. Hopefully we can meet up soon! Purwokerto, 18 Februari 2013 Ridky Johannes Sitorus Pane NIM. E1A009025 ABSTRACT Human right and refugee issue are the global issue in international relations lately. This is where the awareness of international society will be awakened because the fate of the refugees concerned with human rights. The ongoing conflict between Israel and Palestine strungs out a massive number of Palestine refugees in The Near East. The United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East (UNRWA) was established as a subsidiary organ of the General Assembly in 1949 and commenced operations in 1950. United Nations also had established UNHCR in 1949, The UNHCR was created by the UN General Assembly, and began its work by 1951. The organization was created as an attempt to provide refugees with protection and assistance. This Research was aimed to catch the role of UNRWA for Palestine refugees in The Near East, furthermore to find out the differences between UNRWA and UNHCR regarding Palestine Refugees. The method was used against this research is normative juridical, case approach and statute approach as its specialization. According to reseach and analysis of laws, can be known that, firstly, To acomodate the rights of Palestine refugees UNRWA provides assistance, protection and advocacy for 5 million registered Palestine refugees in Jordan, Lebanon, Syria, Gaza, and West Bank. UNRWA’s services are delivered within four programmes: Education, Health, Social Relief, and Microfinance. Secondly, The differences between UNRWA and UNHCR can be seen in 3 aspects, they are by mandate aspect, by scope of work, and linkages both bodies against Palestine refugees. ABSTRAK Hak Asasi Manusia dan masalah pengungsi adalah isu global dalam hubungan internasional akhir-akhir ini. Di sinilah kesadaran masyarakat internasional akan terbangkit karena nasib para pengungsi bersangkutan dengan hak asasi manusia. Konflik yang berkepanjangan antara Israel dan Palestina menimbulkan banyak pengungsi Palestina di Timur Dekat. Badan Pekerja dan Bantuan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat (UNRWA) didirikan sebagai badan subsider oleh Majelis Umum pada tahun 1949 dan mulai beroperasi pada tahun 1950. Perserikatan Bangsa-Bangsa juga telah membentuk UNHCR pada tahun 1949, UNHCR didirikan oleh Majelis Umum PBB, dan mulai bekerja tahun 1951. Organisasi ini dibuat sebagai upaya untuk memberikan perlindungan dan bantuan kepada para pengungsi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran UNRWA dalam menangani pengungsi Palestina di Timur Dekat, selanjutnya juga untuk mengetahui perbedaan antara UNRWA dan UNHCR terkait Pengungsi Palestina. Metode yang digunakan terhadap penelitian ini adalah yuridis normatif, pendekatan kasus dan pendekatan undang-undang sebagai spesialisasinya. Menurut penelitian dan analisis hukum, dapat diketahui bahwa, pertama, dalam mengakomodir hak-hak pengungsi Palestina UNRWA memberikan bantuan, perlindungan dan advokasi untuk lima juta pengungsi Palestina yang terdaftar di Yordania, Lebanon, Suriah, Gaza, dan Tepi Barat. Layanan UNRWA melalui empat program: Pendidikan, Kesehatan, Bantuan Sosial, dan Keuangan Mikro. Kedua, perbedaan antara UNRWA dan UNHCR dapat dilihat pada 3 aspek, yaitu dari aspek mandat, dengan lingkup pekerjaan, dan hubungan kedua tubuh terhadap pengungsi Palestina. DAFTAR ISI JUDUL ........................................................................................................i LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................ii LEMBAR PERNYATAAN .....................................................................iii PRAKATA ................................................................................................iv ABSTRAK..................................................................................................v ABSTRACT ..............................................................................................vi DAFTAR ISI ........................................................................................... vii BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah .........................................................................1 B. Perumusan Masalah.................................................................................7 C. Tujuan Penelitian.....................................................................................8 D. Kegunaan Penelitian................................................................................8 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Terhadap Hukum Internasional 1.Subjek Hukum Internasional.......................................................10 2.Sumber Hukum Internasional.....................................................15 B. Tinjauan Umum Terhadap Hukum Organisasi Internasional 1. Definisi Organisasi Internasional...............................................18 2. Aspek Hukum Organisasi Internasional.....................................20 3.Sumber Hukum Organisasi Internasional...................................25 4.Personalitas Hukum Organisasi Internasional............................26 5.Prinsip Keanggotaan Organisasi Internasional...........................28 . C.Tinjauan Umum Mengenai Perserikatan Bangsa-Bangsa 1.Sejarah Terbentuknya Perserikatan Bangsa-Bangsa...................30 2.Organisasi dan Struktur dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa.....32 3.Tinjauan Mengenai United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR)..............................................................37 4. Tinjauan Mengenai United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in The Near East (UNRWA).................39 D.Tinjauan Terhadap Hukum Pengungsi Internasional 1.Definisi Hukum Pengungsi Internasional...................................41 2.Terminologi Suaka dan Pengungsi.............................................42 3. Instrumen Hukum Mengenai Pengungsi....................................46 E.Prinsip-Prinsip Hukum Tentang Pemberian Suaka................................49 BAB III METODE PENELITIAN A. Metode Pendekatan...............................................................................55 B. Spesifikasi Penelitian.............................................................................55 C. Lokasi Penelitian...................................................................................55 D. Jenis dan Sumber Bahan Hukum..........................................................56 1. Bahan Hukum Primer.................................................................56 2. Bahan Hukum Sekunder............................................................56 3. Bahan Hukum Tersier................................................................57 E. Metode Pengumpulan Bahan Hukum....................................................57 F. Metode Penyajian Bahan Hukum..........................................................57 G.Metode Analisis Bahan Hukum.............................................................57 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Peranan United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugee in The Near East dalam Penanganan Pengungsi Palestina menurut Hukum Internasional...........................59 B. Perbedaan antara UNRWA dan UNHCR terkait Urusan Pengungsi Palestina.................. ...............................101 BAB V PENUTUP A. Simpulan................................................................................................114 B. Saran.......................................................................................................117 DAFTAR PUSTAKA DAFTAR GAMBAR 1. Gambar 1. Wilayah Operasi Kerja UNRWA.......................................69 DAFTAR TABEL 1. Tabel 1. Peranan UNRWA dalam Peyediaan Hak pendidikan anak...77 2. Tabel 2. Peranan UNRWA dalam Penyediaan Hak Pendidikan melalui Pembangunan Sekolah di Wilayah Operasi Kerja..................78 3. Tabel 3. Peranan UNRWA dalam Penyediaan Hak Pendidikan dengan Basis Kesetaraan Gender.........................................................79 4. Tabel 4. Peranan UNRWA dalam Pemulihan Kesehatan....................88 5. Tabel 5. – Pemanfaat Pelayanan Kesehatan Pengungsi.......................89 6. Tabel 6. Peranan UNRWA dalam Pemulihan Finansial Pengungsi Palestina............................................................................101 LAMPIRAN-LAMPIRAN 1. Convention and Protocol Relating to The Status of Refugees ............77 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Timbulnya hubungan internasional pada hakikatnya merupakan proses perkembangan hubungan antar negara, karena kepentingan dua negara saja tidak dapat menampung kehendak banyak negara.1 Tujuan utama hukum internasional lebih mengarah kepada upaya untuk menciptakan ketertiban daripada sekedar menciptakan sistem hubungan-hubungan Internasional yang adil, akan tetapi dalam perkembangan-perkembangan selanjutnya telah terbukti adanya suatu upaya untuk menjamin, secara objektif, terciptanya keadilan diantara negara-negara. Mengingat juga bahwa negara-negara memperoleh perlakuan adil, hukum bangsa-bangsa modern bertujuan untuk menjamin keadilan bagi umat manusia.2 Suatu konflik antar negara sejatinya merupakan suatu hal yang tidak dapat dihindari. Perbedaan latar belakang sejarah, status ekonomi, kepentingan nasional, posisi geografi, ukuran negara dan persepsi masa depan membuat hubungan antar negara sering ditandai dengan konflik yang tidak dapat dielakkan. Ditinjau dari segi hukum Internasional, karakteristik Negara sebagai subyek hukum internasional yang paling penting adalah kemampuan mengadakan hubungan dengan negara lain seperti yang tercantum dalam Pasal 1 2 Sumaryo Suryokusumo, Hukum Organisasi Internasional, Jakarta, UI-Press, 1990, hlm. 1. J.G Starke, Pengantar Hukum Internasional, Jakarta : Sinar Grafika, 1992, hlm 6. 1 Konvensi Montevidio 1933 mengenai Hak-hak dan Kewajiban-kewajiban Negara sebagai Subjek Hukum Internasional. Hal ini karena kajian utama hukum internasional adalah mempelajari hubungan-hubungan antara Negara yang satu dengan negara yang lain. Selain itu karakteristik ini juga merupakan karakteristik yang membedakan Negara (dalam arti yang sesungguhnya) dengan entitas-entitas lain yang lebih kecil yang tidak mengurus hubunganhubungan luar negerinya sendiri. Hubungan antara Negara yang satu dengan yang lainnya ini tentunya terkait erat dengan hak dan kewajiban Negaranegara sebagai salah satu “pelaku” dalam kehidupan internasional, oleh karena itu munculnya suatu konflik antar negara merupakan konsekuensi dari adanya kemampuan suatu negara untuk melakukan hubungan dengan negara-negara lain. Sengketa internasional secara teoritis pada pokoknya selalu dapat diselesaikan oleh pengadilan internasional. Suatu konflik atau sengketa merupakan sebuah keniscayaan dalam hubungan internasional. Situasi konflik atau sengketa tersebut dapat terjadi karena dipengaruhi oleh beragam faktor. Faktor-faktor yang sering menjadi penyebab terjadinya sengketa adalah perebutan wilayah (perbatasan), ekonomi, perdagangan, dan hak asasi manusia.Untuk mengatasi sengketa agar tidak berujung pada peperangan maka diperlukan suatu mekanisme penyelesaiannya. Dalam studi hukum internasional, mekanisme penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui dua cara; mekanisme nonhukum (politik/diplomasi) dan mekanisme hukum. Mekanisme nonhukum biasanya dilakukan melalui cara negosiasi, mediasi, jasa-jasa baik, konsiliasi. Sedangkan penyelesaian sengketa melalui mekanisme hukum biasanya menggunakan jalur pengadilan dan arbitrase.3 Salah satu cara penyelesaian secara paksa adalah melalui perang atau tindakan bersenjata non perang. Pada suatu studi yang dilakukan oleh pakar psikososial, Sigmund Freud, menyebutkan, sifat menyerang atau sifat agresif manusia merupakan suatu insting, yaitu dorongan yang muncul dari dalam diri manusia. Freud menyebut agresi, dalam konteks thanatos, sebagai dorongan untuk mati. Thanatos ini digunakan oleh Freud untuk menjelaskan mengapa ribuan orang pergi ke medan perang untuk mendatangi kematiannya.4 Perang yang menyita perhatian dunia yakni Perang antara Palestina Israel yang berlangsung sejak tahun 1948 hingga kini mengenai perebutan wilayah kedaulatan dimana keduanya bersikeras mengklaim wilayah yang diperebutkan itu adalah miliknya. Konflik yang berkepanjangan antara Israel dan Palestina ini sangat kompleks, ide dasar yang diajukan kedua belah pihak dimana orang-orang Israel percaya bahwa mereka berhak atas tanah yang sekarang dikenal sebagai Israel, sementara Palestina percaya bahwa mereka berhak atas tanah yang mereka sebut Palestina. Namun, kedua belah pihak mengklaim tanah yang sama, mereka hanya memanggil tanah dengan nama yang berbeda. Kedua belah pihak percaya bahwa Allah (disebut Yehuwa oleh orang Yahudi dan Allah oleh umat Islam), memberi mereka tanah, dan bahwa untuk memberikan tenah tersbut atau menyerah tanah tersebut kepada orang lain merupakan penghinaan terhadap Allah dan dosa. Sejarah konflik jauh 3 Haula Adolf, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Jakarta, Sinar Grafika, 2004, hlm. 3. 4 Ambarwati dkk, Hukum Humaniter Internasional dalam Studi Hubungan Internasional, Jakarta, Rajawali Pers, 2010, hlm. 5-6. lebih kompleks dari penjelasan sederhana tersebut, namun perbedaan agama dan sejarah yang sangat penting untuk permasalahan ini. Alasan untuk pertempuran yang terjadi terus-menerus ini sebenarnya mudah untuk dimengerti, mereka telah berjuang selama lebih dari 60 tahun, dan setiap perang, setiap kematian, setiap tindakan terorisme, hanya memperdalam kebencian dan keengganan untuk menyerah.5 PBB sebenarnya telah mengeluarkan lebih dari 500 resolusi untuk menyelesaikan konflik antara Palestina dan Israel namun konflik tidak juga mencapai kesepakatan, diantaranya Resolusi PBB Nomor 240 Tahun 1967 mengenai pelanggaran terhadap gencatan senjata, Resolusi PBB Nomor 501 Tahun 1981 mengenai perintah untuk Israel menghentikan serangan terhadap Lebanon dan menarik pasukannya, Resolusi PBB Nomor 573 Tahun 1981 mengenai pengecaman terhadap Israel pada serangan bom di markas PLO, Resolusi PBB Nomor 1860 Tahun 2009 mengenai penyeruan penghentian penuh perang antara Israel dan Hamas, dan resolusi-resolusi lainnya.6 Konflik antara Palestina dan Israel telah menelan banyak korban dan lebih dari 5 juta pengungsi yang tersebar di 61 kamp pengungsi yang memperoleh pelayanan dari UNRWA di lima tempat operasinya yang berada di Yordania, Libanon, Republik Arab Suriah, dan wilayah Tepi Barat dan Jalur Gaza.7 5 BBC News, 8 May 2012, “The Israeli and Palestinian Conflict ( 1948 - to the Present Day)” http://www.bbc.co.uk/news/world-middle-east-14628835 , diakses pada tanggal 15 September 2012. 6 Kompasiana, “Resolusi PBB untuk Palestina dan Israel” http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2011/09/22/66-resolusi-pbb-untuk-palestina-yangdiveto-amerika-serikat-1972-2006/ , diakses pada tanggal 13 Desember 2012. 7 UNRWA.org, “Where Does UNRWA Work?” http://www.unrwa.org/etemplate.php?id=85 , diakses pada tanggal 13 Desember 2012. Suatu konflik yang berujung dengan suatu peperangan akan mengakibatkan timbulnya pengungsi. Masalah pengungsi dan pemindahan orang di dalam negeri merupakan persoalan yang paling pelik yang dihadapi masyarakat dunia saat ini. Banyak diskusi tengah dilakukan di PBB yang terus berusaha mencari cara-cara lebih efektif untuk melindungi dan membantu kelompok yang sangat rentan ini. Semenjak pembentukannya, PBB telah bekerja untuk melindungi para pengungsi di seluruh dunia. Pada 1950, saat Kantor Komisi Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi (UNHCR) didirikan, diperkirakan satu juta pengungsi berada di dalam mandat UNHCR. Saat ini jumlah tersebut telah meningkat menjadi sekitar 17.5 juta pengungsi, di samping 2.5 juta pengungsi yang ditangani oleh Bantuan PBB dan Perwakilan Pekerja untuk pengungsi Palestina di Timur Dekat (UNRWA), dan lebih dari 25 juta orang mengalami pemindahan di dalam negeri. Dalam resolusi 428 (IV) tahun 1950, Majelis Umum memutuskan untuk mendirikan Kantor Komisi Tinggi untuk Pengungsi PBB. Kantor tersebut dibentuk pada 1 Januari 1951 sebagai organ pendamping bagi Mejelis Umum, yang pada awalnya bertugas untuk jangka waktu tiga tahun. Sejak itu mandat dari UNHCR secara berkala diperpanjang dalam waktu 5 tahun berturut-turut, dan periode sekarang ini berakhir pada 31 Desember 1993. UNHCR saat ini menangani lebih dari 17 juta pengungsi di seluruh dunia. Kantor Komisi Tinggi bertempat di Jenewa, Swiss, dan mempunyai perwakilan di lebih dari 100 Negara. Sesuai fungsi dan kewenangannya UNHCR memberikan bantuan bagi jutaan orang di dunia yang meninggalkan negara asal mereka karena melarikan diri dari penganiayaan dan atau konflik oleh manusia yang membahayakan hidup dan kebebasan mereka. Orang – orang ini adalah mereka yang disebut sebagai pencari suaka, pengungsi, atau pengungsi dalam negeri sendiri atau yang dikenal dengan istilah Internally Displaced Persons (IDPs). Orang – orang yang menjadi perhatian UNHCR selanjutnya juga mencakup orang – orang yang tidak memiliki kewarganegaraan dan orang – orang yang pulang atau kembali ke negara asalnya (bekas pengungsi, pencari suaka, dan atau IDPs yang sudah merasa aman untuk kembali). Diantara orang – orang yang menjadi perhatian UNHCR, perhatian besar diberikan kepada individu – individu yang tergolong rentan, yaitu para wanita, ibu yang tidak didampingi suaminya, anak – anak di bawah 18 tahun, orang tua atau manula dan orang cacat.8 PBB juga telah membentuk badan United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in The Near East (UNRWA) yang khusus mengurus masalah pengungsi Palestina di bawah UNHCR. UNRWA dan UNHCR sama-sama mempunyai keterkaitan kepada pengungsi Palestina. UNRWA didirikan oleh Majelis Umum PBB melalui Resolusi 302 (IV) tanggal 8 Desember 1949 untuk memberikan bantuan langsung dan menjalankan program-program bagi pengungsi Palestina. Badan tersebut beroperasi sejak tanggal 1 Mei 1950. Dengan tidak adanya solusi untuk 8 UNHCR.or.id, 21 Februari 2010, “Siapa yang Kami Bantu” http://www.unhcr.or.id/id/siapayang-kami-bantu , diakses pada tanggal 19 September 2012. masalah pengungsi Palestina, Majelis Umum telah berulang kali memperbaharui mandat UNRWA.9 Mengingat banyaknya korban dan pengungsi yang diakibatkan perang antara Israel dengan Palestina, UNRWA yang merupakan organisasi internasional yang khusus mengurusi pengungsi Palestina diharapkan dapat memberikan perlindungan terhadap pengungsi Palestina. UNRWA ini dibentuk karena pengungsi Palestina berbeda dengan pengungsi-pengungsi biasa, seperti pengungsi bencana alam atau Tsunami. Mereka mengungsi karena peristiwa alam dan bisa kembali kapan saja ke tempat tinggal mereka sebelumnya. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan suatu permasalahan sebagai berikut : 1. Bagaimanakah peran UNRWA dalam penanganan pengungsi Palestina menurut hukum internasional 2. Apakah perbedaan antara UNHCR dan UNRWA terkait urusan pengungsi Palestina 9 UNRWA.org, “Overview UNRWA” http://www.unrwa.org/etemplate.php?id=85 , diakses pada tanggal 19 September 2012. C. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian dalam penulisan karya tulis ini adalah: 1. Untuk mengetahui peran United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in The Near East (UNRWA) dalam penanganan pengungsi Palestina menurut hukum internasional. 2. Untuk mengetahui penentuan status pengungsi oleh UNRWA. D. Kegunaan Penelitian Adapun yang menjadi kegunaan penelitian dalam penulisan karya tulisan ini adalah: 1. Kegunaan Teoritis a. Memberikan informasi, menambah wacana berpikir dan kesadaran bersama dalam berbagai bidang keilmuan, khususnya berkenaan dengan peran UNRWA yang merupakan organisasi internasional dalam penanganan pengungsi Palestina menurut hukum internasional. b. Memperluas cakrawala berpikir penulis dan memberikan sumbangan pemikiran bagi perkembangan ilmu pengetahuan. 2. Kegunaan Yuridis a. Sebagai acuan dasar bagi pengungsi mengenai hak-hak mereka. b. Sebagai acuan dalam penanganan pengungsi internasional. 3. Kegunaan Praktis a. Sebagai salah satu acuan kepustakaan hukum internasional terutama mengenai peranan UNRWA dalam penanganan pengungsi palestina b. Secara praktis atau terapan penelitian ini berguna untuk menyumbangkan wawasan hukum mengenai peranan suatu organisasi internasional yang dibentuk oleh PBB untuk menangani pengungsi internasional. c. Sebagai acuan yang dapat digunakan sebagai pedoman untuk mengkaji pertanggungjawaban suatu lembaga internasional yang bergerak di bidang kemanusiaan. d. Sebagai bahan referensi dalam pembedaan antara UNHCR dan UNRWA. BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum Terhadap Hukum Internasional 1. Subjek Hukum Internasional Profesor Charles Cheney Hyde dan J.G. Starke menyatakan bahwa hukum internasional dapat didefinisikan sebagai keseluruhan hukumhukum yang untuk sebagian besar terdiri dari prinsip-prinsip dan kaidahkaidah perilaku yang terhadapnya negara-negara merasa dirinya terikat untuk menaati, dan karenanya benar-benar ditaati secara umum dalam hubungan-hubungan mereka secara umum.10 Definisi tersebut tidak dapat digunakan sebagai gambaran yang memadai dan lengkap dari maksud, tujuan dan lingkup hukum internasional, juga kesannya tidak dapat diterima karena hukum internasional tidak hanya berkaitan dengan negara. Starke mengembangkan definisi dengan menyatakan bahwa hukum internasional juga meliputi kaidah-kaidah hukum yang berkaitan dengan berfungsinya lembaga-lembaga atau organisasi-organisasi internasional, hubungan-hubungan mereka satu sama lain, dan hubungan mereka dengan negara-negara dan individu-individu serta kaidah-kaidah hukum tertentu yang berkaitan dengan individu-individu dan badan-badan non-negara.11 Menurut Mochtar Kusumaatmaja hukum internasional adalah hukum yang berisi keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang 10 J. G. Starke, Pengantar Hukum Internasional 1 (Introduction to international Law, alih bahasa: Bambang Iriana Djajaatmadja), Cetakan Kesembilan, Sinar Grafika, Jakarta, 2008, hal. 3 11 Ibid. mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas negara-negara (hubungan internasional) yang bukan bersifat perdata.12 Selain pengertian tersebut, Mochtar Kusumaatmadja juga memberikan batasan lain mengenai hukum internasional, yaitu: Hukum internasional adalah keseluruhan kaidah-kaidah dan asas-asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintasi batas-batas negara-negara, antara: a. Negara dengan Negara, b. Negara dengan subjek hukum lain bukan Negara atau subjek hukum bukan Negara satu sama lain.13 Pada hakikatnya yang merupakan subjek dari suatu sistem hukum adalah semua yang dapat menghasilkan prinsip-prinsip hukum yang diakui dan mempunyai kapasitas untuk melaksanakan prinsip-prinsip hukum tersebut, subyek hukum internasional diartikan sebagai pemilik, pemegang atau pendukung hak dan pemikul kewajiban berdasarkan hukum internasional.14 Berdasarkan perkembagan jaman hingga saat ini yang diakui sebagai subjek hukum internasional yaitu: a. Negara Negara adalah subjek utama hukum internasional, Menurut Konvensi Montevideo 1949, mengenai Hak dan Kewajiban Negara, kualifikasi suatu negara untuk disebut sebagai pribadi dalam hukum internasional adalah: 1. Penduduk yang tetap 2. Wilayah tertentu 3. Pemerintahan 4. Kemampuan untuk mengadakan hubungan dengan negara lain Negara dikatakan sebagai subjek hukum internasional yang utama dikarenakan hukum internasional mengatur hak-hak dan 12 Mochtar Kusumaatmadja dan Etty R Agoes, Pengantar Hukum Internasional, Alumni, Bandung, 2003, hlm. 1-2. 13 Ibid, hlm. 8. 14 Sumaryo Suryokusumo, Hukum Organisasi Internasional, Jakarta, UI-Press, 1990, hlm. 12. kewajiban-kewajiban negara, sehingga yang harus diatur oleh hukum internasional terutama adalah Negara, disamping itu juga perjanjian internasional merupakan sumber hukum internasional yang utama dimana negara yang paling berperan menciptakannya. b. Organisasi Internasional Timbulnya hubungan internasional pada hakikatnya merupakan proses perkembangan hubungan antar negara, karena kepentingan dua negara saja tidak dapat menampung kehendak banyak negara. Dalam membentuk organisasi internasional, negara-negara melalui organisasi internasional akan berusaha untuk mencapai tujuan yang menjadi kepentingan bersama, dan kepentingan yang menyangkut bidang kehidupan internasional yang sangat luas.15 Dari aspek hukumnya, organisasi internasional lebih menitikberatkan pada masalah-masalah konstitusional dan prosedural, antara lain seperti wewenang dan pembatasan-pembatasan (restrictions) baik terhadap organisasi internasional itu sendiri maupun anggotanya sebagaimana termuat didalam ketentuan-ketentuan instrumen dasarnya.16 c. Komite Palang Merah Internasional (International Committee of The Red Cross/ICRC) Palang Merah Internasional merupakan organisasi dalam ruang lingkup nasional yang didirikan didirikan oleh lima orang berkewarganegaraan Swiss, yang dipimpin oleh Henry Dunant dan 15 16 Ibid., hlm. 1. Ibid., hlm. 10. bergerak di bidang kemanusiaan. Dalam kedudukannya sebagai subyek Hukum Internasional, palang merah internasional lahir karena sejarah. Oleh karenanya ICRC mempunyai tempat tersendiri yang unik dalam sejarah hukum internasional. Kemudian kedudukannya itu, diperkuat dengan berbagai perjanjian dan Konvensi Palang Merah Internasional antara lain Konvensi Jenewa Tahun 1949 tentang Perlindungan Korban Perang. Dewasa ini, ICRC secara umum telah diakui sebagai organisasi internasional yang memiliki kedudukan sebagai salah satu subyek hukum internasional dalam ruang lingkup yang terbatas. d. Tahta Suci Vatikan Tahta Suci Vatikan diakui sebagai subyek hukum internasional berdasarkan Traktat Lateran tanggal 11 Februari 1929, antara pemerintah Italia dan Tahta Suci Vatikan mengenai penyerahan sebidang tanah di Roma. Tahta Suci Vatikan merupakan contoh dari subjek hukum internasional yang telah ada sejak dahulu di samping negara. Kewenangan Tahta Suci hanya terbatas masalah kemanusiaan dan perdamaian umat sehingga tampak sebagai kekuatan moral belaka. Namun pengaruh dan wibawa Paus sebagai Kepala Tahta Suci atau pemimpin Gereja Katholik diakui di seluruh penjuru dunia.17 e. Kaum Belligerensi Kaum Belligerensi pada awalnya muncul sebagai akibat dari masalah dalam negeri suatu negara berdaulat. Oleh karena itu, 17 Jawahir Thontowi dan Pranata Iskandar, Hukum Internasional Kontemporer, Refika Aditama, Bandung, 2006, hlm. 123. penyelesaian sepenuhnya merupakan urusan negara yang bersangkutan. Kaum Billigerensi mampu memiliki hak-hak dan memikul kewajiban-kewajiban internasional, setidak-tidaknya ditinjau dari sudut pandang negara-negara yang mendukung atau mengakuinya,18 dengan mendapat pengakuan maka Kaum Bellegerensi menempati status sebagai pribadi atau subyek hukum internasional. f. Individu Lahirnya Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia (Universal Declaration of Human Rights) pada tanggal 10 Desember 1948 diikuti dengan lahirnya beberapa konvensi-konvensi hak asasi manusia di berbagai kawasan, menyatakan individu adalah sebagai subyek hukum internasional yang mandiri. Lahirnya Mahkamah Pidana Internasional melalui Statuta Roma yang dapat mengadili para pelaku pelanggaran HAM berat merupakan bukti nyata bahwa pada kasus-kasus tertentu individu dianggap sebagai subjek hukum internasional.19 g. Perusahaan Multinasional Di beberapa negara, negara-negara dan organisasi internasional mengadakan hubungan dengan perusahaan-perusahaan multinasional yang kemudian melahirkan hak-hak dan kewajiban internasional, yang tentu saja berpengaruh terhadap eksistensi, struktur substansi dan ruang lingkup hukum internasional itu sendiri. Dewasa ini memang 18 19 I Wayan Parthiana, Pengantar Hukum Internasional, Mandar Maju, Bandung, 1990,hlm. 83. Boer Mauna, Hukum Internasional: Pengertian, Peranan, dan Fungsi dalam Era Dinamika Global Edisi ke-2, Alumni, Bandung, 2005, hlm. 58. kedudukan perusahaan multinasional merupakan hal yang baru dalam subyek hukum internasional. 2. Sumber Hukum Internasional Istilah sumber hukum internasional memiliki makna materiil dan makna formil. Istilah sumber hukum dalam arti materiil mempersoalkan mengenai apa yang menjadi dasar kekuatan mengikat suatu hukum internasional. Sedangkan istilah sumber hukum dalam arti formil menyangkut mengenai permasalahan dimana mendapatkan ketentuan hukum yang dapat diterapkan sebagai kaidah hukum internasional. Sehingga sumber hukum mempunyai arti sebagai hukum material dan sebagai hukum formal. a. Sumber Hukum dalam Arti Material Sumber hukum material menjelaskan dasar berlakunya hukum dalam suatu negara. Dalam sumber hukum material ini dijelaskan bahwa hukum internasional tidaklah sama dengan tata hokum nasional. Hal itu karena hukum internasional tidak memiliki lembaga-Iembaga yang disamakan dengan hukum, masyarakat international bukan merupakan suatu Negara Dunia yang mempunyai suatu badan kekuasaan atau pemerintahan seperti suatu negara. Masyarakat internasional adalah suatu masyarakat negara-negara atau bangsabangsa yang anggotanya didasarkan atas kesukarelaan dan kesadaran. Namun, kedaulatan yang berperan sebagai kekuasaan tertinggi tetap berada di negara masing-masing. Pelaksanaan hukum internasional tidak dapat dipaksakan seperti hukum nasional. Walaupun begitu, sebagian besar negara-negara anggota masyarakat bangsa menaati kaidah-kaidah hukum internasional tersebut. b. Sumber Hukum dalam Arti Formal Brierly berpendapat bahwa sumber hukum intemasional dalam arti formal merupakan sumber hukum paling utama dan otoritas tertinggi dan otentik yang dapat dipergunakan oleh Mahkamah internasional dalam memutuskan suatu sengketa internasional adalah pasal 38 Piagam Mahkamah Internasional Permanen tertanggal 16 Desember 1920. Menurut J.G Starke, tiga sumber hukum yang disebut pertama merupakan sumber hukum utama (primer) sedangkan selebihnya merupakan sumber hukum tambahan (subsider). Ia menguraikan bahwa sumber-sumber hukum internasional dikategorikan dalam lima bentuk, yaitu:20 1. Perjanjian Internasional Traktat atau treaty adalah perjanjian yang dibuat oleh dua negara atau Iebih, mengenai persoalan-persoalan tertentu yang menjadi kepentingan dari mereka yang bersangkutan. Traktat dalam pengertian luas adalah perjanjian antara pihak-pihak peserta atau negara-negara di tingkat internasional.21 Traktat memberikan pengaruh terhadap arah pembentukan suatu kaidah hukum internasional. Pada dasarnya traktat memiliki dua sifat, yaitu traktat 20 21 Boer Mauna, Op. Cit., hlm, 8. I Wayan Parthiana, Op.cit, hlm. 12. yang membuat hukum (law making treaty) dan traktat kontrak (treaty of contract). 2. Kebiasaan-kebiasaan internasional adalah kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di dalam praktik pergaulan internasionaI._Kebiasaan merupakan adat-istiadat yang sudah memiliki kekuatan hukum, dan kaidah-kaidah tersebut berasal dari adat-istiadat atau praktikpraktiktertentu dalam hubungan antarbangsa yang dikembangkan dalam bidang berikut. 1) Hubungan-hubungan diplomatik antarnegara. 2) Praktik-praktik organisasi internasional. 3) Perundang-undangan negara, keputusan-keputusan pengadilan nasional, praktik-praktik militer, dan administrasi negara. 3. Prinsip-Prinsip Umum Hukum Prinsip-prinsip umum hukum yang diaksud adalah prinsip-prinsip umum yang berlaku dalam seluruh atau sebagian besar hukum nasional negara-negara.22 4. Keputusan Hakim dan ajaran-ajaran para ahli hukum internasional dari berbagai negara sebagai alat tambahan untuk menentukan hukum (Judicial decisions and the teachings of the most highly qualified publicists of the various nations, as subsidiary means for the determination of rules of law). 22 Ibid., hlm. 11. Berbeda dengan sumber hukum lainnya, keputusan hakim dan ajaran ahli hukum hanya merupakan sumber tambahan, yang artinya keputusan hakim dan ajaran ahli hukum dapat dikemukakan untuk membuktikan adanya kaidah hukum internasional mengenai suatu persoalan yang didasarkan atas sumber primer yakni perjanjian internasional, kebiasaan internasional, dan asas-asas umum hukum.23 B. Tinjauan Umum Terhadap Hukum Organisasi Internasional 1. Definisi Organisasi Internasional Organisasi internasional merupakan suatu persekutuan negara negara yang dibentuk dengan persetujuan antara para anggotanya dan mempunyai suatu sistem yang tetap atau perangkat badan-badan yang tugasnya adalah untuk mencapai tujuan kepentingan bersama dengan mengadakan kerjasama antar para anggotanya. Mengenai definisi dari organisasi internasional itu sendiri belum ada kesepakatan. Pada umumnya berbicara tentang organisasi internasional, maka yang dimaksudkan adalah organissi internasional yang dibentuk antarpemerintah (intergovernmental organization). antarpemerintah Walaupun masih harus dikenal diakui disamping organisasi organisasi nonpemerintah (nongovernmental organization atau disingkat dengan NGO). Maka dapat dibatasi bahwa yang dimaksudkan dengan organisasi internasional adalah organisasi antarnegara (organisasi internasional publik/ public international organization), namun demikian masih sukar untuk 23 Mochtar Kusumaatmadja dan Ety R Agoes, Op.Cit, hlm. 150-151. memberikan definisi apakah yang dimaksud dengan organisasi internasional yang dapat diterima secara universal. Sumaryo Suryokusumo juga tidak menjabarkan definisi organisasi internasional secara terperinci dalam suatu rangkaian kalimat yang limitatif, ia menguraikan penjelasannya berikut ini. “Organisasi internasional adalah suatu proses; organisasi internasional juga menyangkut aspek-aspek perwakilan dari tingkat proses tersebutyang telah dicapai pada waktu tertentu. Organisasi internasional juga diperlukan dalam rangka kerja sama menyesuaikan dan mencari kompromi untuk menentukan kesejahteraan serta memecahkan persoalan bersama serta mengurangi pertikaian yang timbul”24 Demikian pula Bowwet D. W dalam bukunya “Hukum Organisasi Internasional” mengakui tidak ada batasan yang umum tantang pengertian organisasi internasional, namum ia mencoba memberikan batasan dengan mengatakan bahwa: “...tidak ada suatu batasan mengenai organisasi publik internasional yang dapat diterima secara umum. pada umumnya organisasi ini merupakan organisasi permanen yang didirikan berdasarkan perjanjian internasional yang kebanyakan merupakan perjanjian multilateral daripada perjanjian bilateral yang disertai beberapa kriteria tertentu mengenai tujuannya”25 Oleh karena sulitnya memberikan definisi dari organisasi internasional, maka jalan yang dapat diberikan adalah dengan memberikan ciri-ciri dari organisasi internasional. Leroy Bannet dalam bukunya “International Organization” memberikan ciri sebagai berikut: 1. A permanent organization to carry on a continuing set of functions; 2. Voluntary membership of eligible parties; 24 Ade Maman Suherman, Organisasi Internasional & Integrasi Ekonomi Regional Dalam Perspektif Hukum dan Globalisasi, Jakarta, PT Ghalia Indonesia, 2003, hlm. 48. 25 Ibid., hlm. 45. 3. Basic instrument stating goals, structure and metods of operation; 4. A broadly representative consultative conference organ; 5. Permanent secertariat to carry on contionius administrative, research and information functions. Pembentukan organisasi internasional sebenarnya sudah lama ada sejak negara mengadakan hubungan internasional secara umum dan masing-masing negara mempunyai kepentingan.26 Organisasi Internasional bertujuan untuk memperkembangkan politik dan keamanan nasional di satu pihak serta perkembangan ekonomi dan kesejahteraan sosial di lain pihak. Pengembangan politik dan keamanan nasional dikaitkan dengan suatu keperluan untuk pencegahan konflik bersenjata, penghentiannya kalau sudah terjadi dan penyelesian pertikaian secara damai.27 2. Aspek Hukum Organisasi Internasional Hukum organisasi internasional merupakan bagian atau cara dari hukum internasional yang dipersatukan oleh badan PBB, dan yang sematamata menyangkut organisasi internasional publik, serta terdiri dari perangkat norma-norma hukum yang berhubungan dengan organisasi internasional. Organisasi internasional diperlukan dalam menjajagi kehidupan bersama dan mengadakan hubungan dengan negara lain, dilihat dari aspek hukumnya organisasi internasional lebih menitik beratkan pada masalah-masalah konstitusional dan prosedural, wewenang, dan pembatasan-pembatasan baik terhadap organisasi internasional itu sendiri 26 27 Pengantar Hukum......, Loc. cit. Chairul Anwar, Hukum Internasional Pengantar Hukum Bangsa-Bangsa, Jakarta, Djambatan, 1989, hlm. 90. maupun anggota-anggotanya. Dalam hal aspek hukum, organisasi internasional lebih membatasi pada hukum PBB.28 Pada hakikatnya yang merupakan subjek dari suatu sistem hukum adalah semua yang dapat menghasilkan prinsip-prinsip hukum yang diakui dan mempunyai kapasitas untuk melaksanakan prinsip-prinsip tersebut. Dalam hukum organisasi internasional hal tersebut meliputi semua organisasi internasional, termasuk organisasi regional dan organisasi lainnya yang dapat digolongkan sebagai organisasi internasional.29 Sedangkan objek hukum organisasi internasional meliputi negara baik sebagai anggota organisasi internasional maupun bukan, organisasi internasional maupun regional lainnya. Negara sebagai subjek hukum organisasi internasional mempunyai kapasitas internasional sesuai dengan kedaulatannya, mempunyai kapasitas untuk bertindak penuh. Bahkan menurut perkembangan organisasi internasional seperti PBB, suatu organisasi gerakan kemerdekaan dapat diakui sebagai subjek hukum organisasi internasional, seperti halnya South West African People’s Organization (SWAPO) dan Palestine Liberation Organization (PLO). Menurut hukum organisasi internasional negara juga dapat melakukan tindakan apapun selama tidak bertentangan dengan prinsip prinsip hukum internasional. Sebagai anggota suatu organisasi internasional, negara wajib melaksanakan keputusan yang telah diambil organisasi internasional termasuk rekomendasi, imbauan, maupun permintaannya. Kewajiban ini 28 29 Sumaryo Suryokusumo, Op. Cit., hlm. 11. Ibid., hlm. 12. berlaku sejak negara diterima sebagai anggota organisasi sesuai dengan instrumen pokok organisasi internasional tersebut. Objek hukum internasional dapat diperinci sebgaai berikut: a. Negara Negara sebagai objek hukum internasional menyangkut hak kedaulatan, kualifikasi sebagai negara anggota serta hak-hak dan kewajiban negara itu, tidak saja menurut ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dalam instrumen pokok dari organisasi internasional itu tetapi juga sesuai dengan keputusan-keputusan yang telah ditetapkan oleh organisasi internasional. b. Organisasi Internasional Terdapat juga organisasi-organisasi internasional lainnya sebagai objek hukum internasional. Sebagai contoh adalah badanbadan khusus PBB ( WHO, FAO, IAEA, IPU, dan lain-lain), badanbadan subsider atau istimewa ( UNDP, UNICEF, UNESCO, dan lainlain) komisi-komisi ekonomi regional ( ESCAP, ECWA, ECLA, ECE, ECA) Liga Arab, EEC, IOC, dan lain-lain. c. Organisasi Gerakan Pembebasan Nasional Pada tanggal 22 Nopember 1974, Majelis Umum PBB telah menyetujui satu resolusi yang antara lain : “Nothing the universality with the united aspires, and inviting the Palestine Lieration Organization (PLO) to participate as an observer in the General Assembly and in its international conference.” Maka pada saat itu disepakati bahwa di samping negara, organisasi internasional, organisasi pembebasan nasional juga dapat dijadikan sebagai objek hukum organisasi internasional, juga pertikaian antarnegara, situasi internasional, dan perselisihan antara anggota juga bisa merupakan objek tersendiri dalam hukum internasional.30 d. Sengketa Internasional John G. Merrils memahami persengketaan sebagai terjadinya perbedaan pemahaman akan suatu keadaan atau obyek yang diikuti oleh pengklaim oleh satu pihak dan penolakan di pihak lain. Karena itu, sengketa internasional adalah perselisihan yang tidak secara eksklusif melibatkan negara, dan memiliki konsekuensi pada lingkup internasional merupakan objek hukum internasional.31 Menurut Mahkamah Internasional, sengketa internasional adalah suatu situasi ketika dua negara mempunyai pandangan yang bertentangan mengenai dilaksanakan atau tidaknya kewajiban-kewajiban yang terdapat dalam perjanjian32. Sengketa antar negara internasional dapat merupakan sengketa yang tidak dapat mempengaruhi kehidupan internasional dan dapat pula merupakan sengketa yang mengancam perdamaian dan ketertiban internasional. Sengketa internasional ada dua macam, diantaranya: 30 Ibid., hlm. 25. Jawahir Tantowi dan Pranoto Iskandar, Hukum Internasional Kontemporer, Bandung, PT.RefikaAditama, hlm. 224 32 Haula Adolf, Ibid., hlm. 2. 31 1) Sengketa politik Sengketa politik adalah sengketa ketika suatu negara mendasarkan tuntutan tidak atas pertimbangan yurisdiksi melainkan atas dasar politik atau kepentingan lainnya. Sengketa yang tidak bersifat hukum ini penyelesaiannya secara politik. Keputusan yang diambil dalam penyelesaian politik hanya berbentuk usul-usul yang tidak mengikat negara yang bersengketa. Usul tersebut tetap mengutamakan kedaulatan negara yang bersengketa dan tidak harus mendasarkan pada ketentuan hukum yang diambil. 2) Sengketa hukum Sengketa hukum yaitu sengketa dimana suatu negara mendasarkan sengketa atau tuntutannya atas ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam suatu perjanjian atau yang telah diakui oleh hukum internasional. Keputusan yang diambil dalam penyelesaian sengketa secara hukum punya sifat yang memaksa kedaulatan negara yang bersengketa. Hal ini disebabkan keputusan yang diambil hanya internasional. berdasarkan atas prinsip-prinsip hukum 3. Sumber Hukum Organisasi Internasional Sumber hukum organisasi internasional telah digunakan dalam empat pengertian : Pertama, sebagai kenyataan historis tertentu, kebiasaan yang sudah lama dilakukan, persetujuan atau perjanjian resmi yang dapat membentuk sumber hukum organisasi internasional.33 Masa jabatan Sekretaris Jenderal PBB merupakan salah satu contoh dari kebiasaan yang kini masih diikuti. Seperti diketahui, PBB tidak menyebutkan tentang syarat-syarat calon untuk menjabat sekretaris jenderal, demikian juga tentang masa jabatannya. Untuk itu, majelis umum telah menetapkan lima tahun masa jabatan sekretaris jenderal dan sesudah habis masa jabatannya dapat dipilih kembali. Dalam contoh lain yang berhubungan dengan “persetujuan” yaitu kita ketahui adanya persetujuan markas besar PBB yang ditandatangani oleh PBB dan Amerika Serikat pada tahun 1947 yang melahirkan hak-hak yang tidak dapat dilanggar oleh peraturan-peraturan pemerintah federal. Kedua, instrumen pokok yang dimiliki oleh organisasi internasional dan memerlukan ratifikasi dari semua anggotanya. Instrumen pokok ini dapat berupa piagam, Covenant, Final Act, Piactteraty, Statue, Constitution, dan lain-lain. Ketiga, ketentuan-ketentuan lainnya mengenai peraturan tata cara organisasi internasional beserta badan-badan yang ada di bawah 33 Ibid., hlm. 26 naungannya, termasuk mekanisme yang ada pada organisasi tersebut. Peraturan-peraturan seperti itu merupakan elaborasi dan pelengkap instrumen pokok yang ada yang seluruhnya memerlukan persetujuan bersama dari para anggota. Dalam sistem PBB, kita kenal beberapa peraturan, antara lain United Nations Administrative Tribunal Statute and Rules, Provisions Rules of the Security Council (January 1974), dan Rules of Procedure of The Governing Council of The Special Fund, 1959. Keempat, hasil-hasil yang ditetapkan atau diputuskan oleh organisasi internasional yang wajib atau harus dilaksanakan, baik oleh para anggotanya maupun badan-badan yang ada di bawah naungannya. Hasil-hasil itu dapat berbentuk resolusi, keputusan, deklarasi atau rekomendasi.34 4. Personalitas Hukum Organisasi Internasional Organisasi internasional sebagai salah satu subyek hukum internasional memiliki kepribadian hukum. Suatu organisasi internasional yang dibentuk melalui suatu perjanjian dengan bentuk instrumen pokok apapun akan memiliki suatu personalitas hukum didalam hukum internasional. Maryan Green menjelaskan bahwa: “The endowment of an international organization with a legal personality in public international law is therefore a sine qua non achieving the object for which the organization was set up.” 34 Ibid., hlm. 30. (Terjemahan bebas: penganugerahan terhadap sebuah organisasi internasional dengan kepribadian hukum dalam hukum internasional publik tidak lain adalah mutlak demi pencapaian pokok dari tujuan organisasi tersebut dibentuk) Personalitas hukum mutlak penting guna memungkinkan organisasi internasional itu dapat berfungsi dalam hubungan internasional, khususnya kapasitasnya untuk melaksanakan fungsi hukum seperti membuat kontrak, membuat perjanjian dengan suatu negara lainnya. Secara yuridis, organisasi internasional memiliki personalitas hukum. Personalitas hukum ini berkaitan dengan personalitas hukum dalam konteks hukum nasional dan personalitas dalam konteks hukum internasional.35 Personalitas yuridik intern merupakan personalitas hukum organisasi internasional dalam konteks hukum nasional pada hakikatnya menyangkut keistimewaan dan kekebalan bagi organisasi internasional itu sendiri yang berada di wilayah suatu negara anggota, bagi wakil-wakil dari negara anggotanya dan bagi pejabat-pejabat sipil internasional yang bekerja pada organisasi internasional tersebut. Hampir semua instrumen pokok mencantumkan ketentuan bahwa organisasi internasional yang dibentuk itu mempunyai kapasitas hukum dalam rangka menjalankan fungsinya atau memiliki personalitas hukum.36 Personalitas yuridik internasional merupakan personalitas hukum dari suatu organisasi internasional dalam konteks hukum internasional 35 Boer Mauna, Hukum Internasional Pengertian Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global, Bandung, PT Alumni, 2003, hlm. 432. 36 Sumaryo Suryokusumo, Op. Cit., hlm. 116. pada hakikatnya menyangkut kelengkapan organisasi internasional tersebut dalam memiliki suatu kapasitas untuk melakukan prestasi hukum, baik dalam kaitannya dengan negara lain maupun negara-negara anggotanya, termasuk kesatuan lainnya. Kapasitas itu telah diakui dalam hukum internasional. Pengakuan tersebut tidak saja melihat bahwa organisasi internasional itu sendiri sebagai subjek hukum internasional, tetapi juga karena organisasi itu harus menjalankan fungsinya secara efektif sesuai dengan mandat yang telah dipercayakan oleh para anggotanya. Dari segi hukum, organisasi internasional sebagai kesatuan yang telah memiliki kedudukan personalitas tersebut, sudah tentu memiliki wewenangnya sendiri untuk mengadakan tindakan-tindakan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam instrumen pokoknya maupun keputusan organisasi internasional tersebut yang telah disetujui para anggotanya. Namun, hal ini banyak menimbulkan perselisihan karena secara eksplisit tidak disebutkan dalam instrumen pokok.37 5. Prinsip Keanggotan Organisasi Internasional Masalah keanggotaan dalam suatu organisasi internasional merupakan hal yang sangat penting dan bahkan dianggap sebagai masalah konstitusional yang pokok.38 Prinsip keanggotaan suatu organisasi internasional tergantung pada maksud dan tujuan organisasi, fungsi yang 37 38 Ibid., hal. 120. Sumaryo Suryokusumo, Organisasi Internasional, Op. Cit., hlm. 55. akan dilaksanakan dan perkembangan apakah yang diharapkan dari organisasi tersebut. Prinsip keanggotaan dapat dibedakan antara prinsip universalitas dan terbatas (selective). Prinsip keanggotaan universalitas tidak membedakan sistem pemerintahan, ekonomi, ataupun politik yang dianut oleh negara anggota. Sedangkan dalam prinsip terbatas menekankan syarat-syarat tertentu bagi keanggotaan. diantaranya : 1. Keanggotaan yang didasarkan pada kedekatan letak geografis. Contohnya Pakta Atlantik Utara (North Atlantic Treaty Organization-NATO). 2. Keanggotaan yang didasarkan pada kepentingan yang akan dicapai. Misalnya tujuan organisasi adalah kerjasama antara negara-negara yang menjadi negara pengekspor minyak, maka keanggotaanya hanya dibuka untuk negara pengekspor minyak, yaitu OPEC (Organization of Petroleum Exporting Countries). 3. Keanggotaan yang didasarkan pada sistem pemerintahan tertentu atau pada sistem ekonom. Contohnya COMECON (Council for Mutual Economic Assistance), Pakta Warsawa. 4. Keanggotaan yang didasarkan pada persamaan kebudayaan, agama, etnis, dan pengalaman sejarah. Contohnya, British Commonwealth, Organisasi Negara-Negara Islam (OKI). 5. Keanggotaan yang didasarkan pada penerapan hak-hak asasi manusia. Contohnya, Council of Europe. Penggolongan keanggotaan di dalam sebuah organisasi internasional dapat dibedakan menjadi: a. Keanggotaan penuh (full members), artinya anggota akan ikut serta dalam semua keanggotaan organisasi dengan segala hak-haknya. b. Keanggotaan luar biasa (associate members), artinya anggota dapat berpartisipasi namun tidak mempunyai hak suara di dalam alat perlengkapan utama organisasi internasional. c. Keanggotaan sebagian (partial members), artinya anggota hanya ikut berpartisipasi pada kegiatan-kegiatan tertentu. Selain penggolongan diatas, dapat juga dibedakan menjadi: a. Anggota asli (original members), yaitu anggota yang diundang pada saat konfrensi-konfrensi yang membicarakan rancangan anggaran dasar. b. Anggota lainnya (admitted members), yaitu anggota yang masuk dalam organisasi internasional setelah organisasi tersebut berdiri sesuai ketentuan tentang keanggotaan yang ada dalam anggaran dasar organisasi internasional. C. Tinjauan Umum Mengenai Perserikatan Bangsa-Bangsa 1. Sejarah Terbentuknya Perserikatan Bangsa-Bangsa Perserikatan Bangsa-Bangsa terbentuk pada tanggal 24 oktober 1945. ditandai dengan adanya deklarasi London pada tanggal 12 Juni 1941 yang dilanjutkan oleh Piagam Atlantik antara Amerika Serikat dan Inggris. Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa disusun menjelang berakhirnya Perang Dunia II oleh wakil-wakil dari 50 Pemerintah yang mengadakan pertemuan dan Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Organisasi Internasional di San Fransisco dari 25 April sampai 26 Juni 1945. Perserikatan Bangsa-Bangsa sekarang ini merupakan satu organisasi dari 184 negara, hampir semua negara yang berada di atas planet Bumi ini, yang secara hukum terikat pada kerjasama dalam mendukung prinsipprinsip dan tujuan yang tercantum di dalam Piagamnya. Keterikatan ini termasuk keterikatan untuk elenyapkan peperangan, menggalakan hak-hak asasi manusia, mempertahankan penghormatan terhadap keadilan dan hukum internasional, meningkatkan kemajuan sosial dan hubungan bersahabat di antara bangsa-bangsa, dan memanfaatkan organisasi dunia tersebut sebagai pusat untuk menyelaraskan langkah-langkah mereka untuk mencapai tujuan tersebut.39 Sedangkan Tujuan dari PBB sendiri secara rinci tercantum dalam pasal 1 piagam PBB adalah sebagai berikut : 1. Memelihara perdamaian dan keamanan internasional. 2. Memajukan hubungan persahabatan antar bangsa berdasarkan penghargaan atas persamaan hak dan penentuan nasib sendiri. 3. Menciptakan kerjasama internasional dalam menyelesaikan persoalanpersoalan internasional di lapangan ekonomi, social dan kebudayaan. 4. Menjadikan PBB sebagai pusat bagi penyelarasan segala tindakan bangsa-bangsa dalam mencapai tujuan. 39 Perserikatan Bangsa-Bangsa, Pengetahuan Dasar Mengenai Perserikatan Bangsa-Bangsa, Kantor Penerangan Perserikatan Bangsa-Bangsa, tanpa tahun, hlm. 3. 2. Organisasi dan Struktur dalam Perserikatan Bangsa-Bangsa Berdasarkan Piagam PBB terdapat lima badan utama Perserikatan Bangsa-Bangsa yaitu : 1. Majelis Umum Merupakan badan permusyawaratan utama, yang terdiri dari wakil-wakil Negara-Negara Anggota, yang masing-masing memiliki satu suara. Keputusan mengenai masalah-masalah penting, seperti perdamaian dan keamanan, anggota baru, dan masalah anggaran, membutuhkan mayoritas dua pertiga. Keputusan-keputusan yang menyangkut masalah lain-lain dicapai melalui mayoritas sederhana. Dasar hukum keberadaan lembaga ini tertuang dalam Bab IV Pasal 9 samapi Pasal 22 Piagam PBB. 2. Dewan Keamanan Berdasarkan Piagam, tanggung jawab utama Dewan Keamanan adalah perdamaian dan keamanan internasional. Dewan memiliki 15 anggota: lima anggota tetap – Amerika Serikat, Inggris, Rusia, Prancis dan Cina – dan 10 anggota tidak tetap yang dipilih oleh Majelis Umum untuk masa dua tahun. Ke-5 negara anggota tetap Dewan Keamanan PBB mempunyai hak Veto yaitu hak yang dimiliki oleh anggota tetap Dewan Keamanan PBB untuk membatalkan keputusan yang telah diambil. Pada tahun 1965, keanggotaan Dewan Keamanan telah bertambah dari 11 menjadi 15 (Pasal 23) dan jumlah suara yang mendukung yang diperlukan untuk masalah-masalah prosedural bertambah dari tujuh menjadi sembilan, sedangkan mengenai masalah-masalah lain juga bertambah menjadi sembilan, termasuk suara mendukung dari kelima anggota tetap (Pasal 27).40 Dasar hukum keberadaan lembaga ini tertuang dalam Bab V Pasal 23 sampai Pasal 32 Piagam PBB . 3. Mahkamah Internasional Mahkamah Internasional merupakan badan hukum utama Perserikatan Bangsa-Bangsa. Statuta Mahkamah Internasional merupakan bagian integral dari Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa. Mahkamah terbuka untuk yang menjadi pihak dari Statutanya. Anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa secara otomatis menjadi pihak dari Statuta. Mahkamah Internasional terdiri dari 15 hakim yang dipilih oleh Majelis Umum dan Dewan Keamanan, yang memberikan suara secara independen.41 Dasar hukum keberadaan lembaga ini tertuang dalam Bab XIV Pasal 92 sampai Pasal 96 Piagam PBB. Yuridiksi Mahkamah Internasional dijelaskan dalam Pasal 38 Statuta yang menerapkan : b. Ketentuan-ketentuan dari konvensi-konvensi internasional yang sudah ada yang diakui Negara-Negara yang bertikai; c. Kebiasaan internasional yang telah diterima dalam praktek umum sebagai hukum; 40 41 Ibid., hlm. 9. Ibid., hlm. 22. d. Prinsip-prinsip umum dari hukum yang diakui oleh bangsabangsa; dan e. Ketentuan-ketentuan hukum dan pandangan-pandangan para ahli hukum internasional yang berkualifikasi tinggi dari berbagai negara, sebagai bahan tambahan dalam menegakan hukum 4. Sekretariat Perserikatan Bangsa-Bangsa Sekretariat, dikepalai Sekertaris Jenderal dan terdiri dari staf internasional yang bertugas di Markas Besar. bertugas melayani badan-badan lain Perserikatan Bangsa-Bangsa dan mengelola program dan kebijaksanaan yang telah mereka tentukan. Sekertariat dikepalai oleh Sekretaris Jenderal yang diangkat oleh Majelis Umum berdasarkan rekomendasi Dewan Keamanan dengan masa jabatan lima tahun. Dasar hukum keberadaan lembaga ini tertuang dalam Bab XV Pasal 97 sampai Pasal 101 Piagam PBB Selain itu Perserikatan Bangsa-Bangsa juga mempunyai badanbadan lain yang mendukung berjalannya tujuan PBB seperti yang tercantum dalam Piagam PBB, yaitu:42 1. Badan Subsider, adalah organ PBB yang bilamana perlu dapat dibentuk sesuai dengan ketentuan Piagam. Menurut Piagam PBB, Dewan Keamanan dapat membentuk organ subsider bila dipandang perlu, diantaranya: United Nations Interim Force in Libanon 42 F.Sugeng Istanto, Hukum Internasional, Universitas Atmajaya Yogjakarta, Yogyakarta, 1998, hlm. 138. (UNIFIL) Pasukan sementara PBB di Libanon, United Nations Iran Iraq Military Observer Group (UNIIMOG), United Nations Transitional Authority in Cambodia (UNTAC), United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East (UNRWA). 2. Badan Khusus, adalah organisasi internasional publik di bidang ekonomi, sosial, kesehatan, pendidikan, kebudayaan, dan yang berkaitan dengan bidang tersebut yang ditempatkan dalam suatu hubungan dengan PBB. Badan khusus tersebut antara lain : International Labour Organizations (ILO), Food and Agricultural Organizations (FAO), World Health Organization (WHO), International Monetary Fund (IMF), International Bank For Reconstruction and Development (IBRD), International Telecommunication Union (ITU) United Nations Educational Scientific and Cultura Organization (UNESCO), United Nations International Children’s Emergency Fund (UNICEF), Universal Postal Union (UPU), United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR). 5. Dewan Ekonomi dan Sosial Dewan Ekonomi dan Sosial dibentuk oleh Piagam sebagai organ utama untuk mengkoordinasikan kerja di bidang ekonomi dan sosial dari Perserikatan Bangsa-Bangsa dan badan-badan serta lembagalembaga khususnya – yang dikenal sebagai organisasi “Keluarga Perserikatan Bangsa-Bangsa”. Dewan memiliki 54 anggota yang bertugas untuk masa tiga tahun. Sebanyak 18 anggota dipilih setiap tahun untuk masa tugas tiga tahun guna menggantikan 18 anggota yang masa tugasnya selama tiga tahun telah habis. Pada tahun 1965, keanggotaan Dewan Ekonomi dan Sosial bertambah dari 18 menjadi 27 dan, pada tahun 1973, meningkat lagi menjadi 54 (Pasal 61).43 Dasar hukum keberadaan lembaga ini tertuang dalam Bab X Pasal 61 sampai Pasal 72 Piagam PBB. Dewan Ekonomi dan Sosial bekerja di bawah wewenang Majelis Umum, berkepentingan memajukan ekonomi dan sosial bagi kemakmuran masyarakat internasional. Dalam bidang hak asasi manusia, Dewan ini bertugas membuat rekomendasi dalam rangka menggalakkan penghormatan dan ketaatan terhadap HAM dan kebebasan asasi, di samping juga bertanggung jawab menerima laporan dan mengkoordinasikan kegiatan serta menandatangani persetujuan-persetujuan dengan badan-badan khusus hak asasi manusia seperti UNESCO, WHO dan LSM-LSM. Berdasarkan pasal 68 Deklarasi, Badan ini berkewajiban membentuk komisi-komisi untuk membantu menjalankan tugastugasnya. Otoritas kewenangannya berhubungan dengan hak asasi manusia ditangani oleh Komisi Hak Asasi Manusia (CHR), Subkomisi 43 Perserikatan Bangsa-Bangsa, Op. Cit., hlm. 10. Pencegahan Diskriminasi dan Perlindungan Minoritas serta Komisi mengenai Status Kaum Wanita. Tugas dan wewenang yang dibebankan pada anggota Dewan Ekonomi dan Sosial PBB adalah sebagai berikut : 1) membahas dan mencoba mencari penyelesaian dari masalah – masalah ekonomi, sosial budaya dan kesehatan yang terjadi pada anggota khususnya dan dunia umumnya 2) memberikan nasehat dalam rangka menjunjung tinggi hak – hak yang harus dimiliki oleh setiap warga dunia 3) menyelenggarakan konfrensi tingkat internasional serta menyusun naskah – naskah yang dibutuhkan dalam konfrensi tersebut untuk diserahkan pada Majelis Umum 4) menyelenggarakan konsultasi dengan organisasi non – pemerintah yang telah diatur oleh ECOSOC 5) mengkoordinasi fungsi – fungsi badan anak PBB yang sering kali tumpang tindih 6) membuat perjanjian atau kebijakan yang dibutuhkan guna menjalankan tugas dan wewenangnya 2. Tinjauan Mengenai United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR) UNHCR berada di bawah wewenang Majelis Umum PBB dan The Economic and Social Council (ECOSOC). Komite Eksekutif UNHCR terdiri atas 85 negara anggota, dan dipimpin oleh seorang High Commissioner (saat ini dipimpin oleh António Guterres, Perdana Menteri Portugal) yang dipilih oleh Majelis Umum PBB. Setiap tahun High Commissioner harus melaporkan kinerja UNHCR kepada ECOSOC dan Majelis Umum PBB. UNHCR diatur oleh Sidang Umum PBB dan The Economic and Social Council (ECOSOC). Komisioner Tinggi melaporkan kinjerja UNHCR kepada ECOSOC dan Sidang Umum PBB. Sejak diputuskan untuk didirikan Kantor Komisi Tinggi untuk Pengungsi PBB pada 1 Januari 1951 sejak itu pula mandat dari UNHCR secara berkala diperpanjang dalam waktu 5 tahun berturut-turut, dan periode sekarang ini berakhir pada 31 Desember 1993. UNHCR saat ini menangani lebih dari 17 juta pengungsi di seluruh dunia. Kantor Komisi Tinggi bertempat di Jenewa, Swiss, dan mempunyai perwakilan di lebih dari 100 Negara. Menurut pasal 1 Statuta Kantor Komisi Tinggi, tugas utama mereka adalah memberikan perlindungan internasional pada pengungsi, dan mencari jalan keluar yang tahan lama bagi pengungsi dengan membantu Pemerintah dalam memfasilitasi pemulangan pengungsi dengan sukarela, atau integrasi mereka ke dalam masyarakat berkewarganegaraan baru.44 Dalam memenuhi fungsi perlindungan, tugas Komisi Tinggi seperti disebutkan dalam Statuta tersebut termasuk: a) Memajukan penyelesaian dan ratifikasi konvensi internasional untuk perlindungan pengungsi; mengawasi pelaksanaannya, dan mengusulkan amandemen; 44 unhcr.or.id, 21 Februari 2010, “Struktur UNHCR”, http://unhcr.or.id/id/tentang-unhcr/strukturunhcr, diakses pada tanggal 6 November 2012. b) Memajukan upaya-upaya untuk memperbaiki situasi pengungsi dan mengurangi jumlah orang yang memerlukan perlindungan; c) Membantu usaha-usaha meningkatkan pemulangan sukarela, atau berasimilasi dengan masyarakat negara baru; d) Meningkatkan penerimaan pengungsi ke dalam wilayah Negara-negara; e) Memfasilitasi transfer aset para pengungsi; memperoleh informasi dari Pemerintah mengenai jumlah dan kondisi pengungsi di dalam wilayahnya, serta hukum dan peraturanperaturan yang berlaku; f) Memelihara hubungan erat dengan organisasi pemerintah dan non-pemerintah; g) Menggalang hubungan dengan organisasi swasta yang menangani persoalan pengungsi; h) Memfasilitasi koordinasi usaha-usaha swasta. 3. Tinjauan Mengenai United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugees in the Near East (UNRWA) Badan Bantuan dan Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat (UNRWA) dibentuk berdasarkan resolusi 302 (IV) Majelis Umum tanggal 8 Desember 1949 dan mulai beroperasi tanggal 1 Mei 1950.45 UNRWA merupakan badan subsider PBB yang telah diberi mandat secara luas mengenai fungsinya secara langsung.46 Badan ini bertanggung jawab langsung atas lebih dari 750.000 pengungsi Palestina di lima wilayah operasi (Tepi Barat, Gaza, Jordania, Lebanon, dan Syria). Mereka yang berada di luar wilayah operasi UNRWA itu atau mereka yang memang tidak memenuhi definisi “pengungsi Palestina” tak terdaftar di bawah badan ini. UNRWA melakukan perubahan atas ketentuan Resolusi PBB No. 194 dengan memberikan pelayanan pendidikan, kesehatan, sosial, dan pertolongan 45 46 Perserikatan Bangsa-Bangsa, op. cit., hlm. 88. Sumaryo Suryokusumo, 2007, op. cit., hlm. 25. pertama bagi para pengungsi yang terdaftar di badan ini. Staf UNRWA berdasarkan data terakhir berjumlah 22.000 orang dan mayoritas bekerja di bidang pendidikan. Pembentukan UNRWA ini karena adanya anggapan tanggung jawab komunitas internasional atas masalah pengungsi Palestina dengan diadopsi namun tetapi tak dijalankannya Resolusi Majelis Umum PBB No. 181 yang dikeluarkan pada tanggal 11 November 1947.47 D. Tinjauan Terhadap Hukum Pengungsi Internasional Masalah pengungsi dan pemindahan orang di dalam negeri merupakan persoalan yang paling pelik yang dihadapi masyarakat dunia saat ini. Banyak diskusi tengah dilakukan di PBB yang terus berusaha mencari cara-cara lebih efektif untuk melindungi dan membantu kelompok yang sangat rentan ini. Masyarakat internasional menyerukan ditingkatkannya kerjasama dan koordinasi antara lembaga pemberi bantuan, sebagian lain menunjuk pada celah-celah dalam peraturan internasional dan menghimbau disusunnya standar-standar dalam bidang ini lebih jauh lagi. Bagaimanapun, setiap orang setuju bahwa persoalan ini merupakan masalah multi-dimensional dan global. Oleh karenanya setiap pendekatan dan jalan keluar harus dilakukan secara komprehensif dan menjelaskan semua aspek permasalahan, dari penyebab eksodus massal sampai penjabaran respon yang perlu untuk menanggulangi rentang 47 SeputarIndonesia.com , 15 Juni 2011, “PBB dan Bantuan Badan Pengungsi Palestina (UNRWA)” http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/405986/ , diakses pada tanggal 20 September 2012. permasalahan pengungsi, dari keadaan darurat sampai pemulangan mereka.48 1. Definisi Hukum Pengungsi Internasional Hukum Pengungsi internasional adalah turunan dan salah satu pengaturan hukum internasional. Hukum pengungsi internasional lahir demi menjamin keamanan dan keselamatan pengungsi internasional di negara tujuan mengungsi. Selain memberikan perlindungan di negara tujuan, pengungsi intemasional juga dilindungi oleh negara- negara yang dilewatinya dalam perjalanan ke negara tujuan mengungsi. Dalam dunia intemasional yang mengalami perkembangan baik dari segi informasi, teknologi serta juga dalam bidang hukum internasional. Sejumlah instrumen internasional menetapkan dan menjelaskan standar-standar pokok tentang perlakuan terhadap pengungsi. Instrumen yang paling penting adalah Konvensi PBB tentang Kedudukan Pengungsi (1951) dan Protokol tentang Kedudukan Pengungsi (1967).49 Hukum pengungsi didefinisikan sebagai serangkaian aturan yang objeknya adalah pengungsi. Untuk hak tersebut, hukum pengungsi memerlukan batasan atau pengertian dari ‘pengungsi’. Pengertian tersebut merupakan suatu istilah yuridis yang dibedakan dengan tegas dari pengerian atau istilah lainnya. Batasan hukum pengungsi internasional yang pernah dibahas dalam Seminar tentang 48 49 Pusham UII, Loc. cit. Pusham UII, Hak Asasi Manusia dan Pengungsi Lembar fakta Nomor 20, Kampanye Dunia Untuk Hak Asasi Manusia, diakses pada tanggal 5 November 2012. Pengungsi dan Prinsip-Prinsip Perlindungan Internasional disebutkan bahwa hukum pengungsi internasional merupakan sekumpulan peraturan yang diwujudkan dalam beberapa instrumen-instrumen internasional dan regional yang mengatur tentang standar baku perlakuan terhadap pengungsi. Disebutkan pula bahwa Hukum Pengungsi Internasional merupakan cabang dari Hukum Hak Asasi Manusia. Namun terdapat pandangan lain sebagaimana disampaikan Pemimpin Umum Jurnal Hukum ( Indonesian Journal of International Law).50 2. Terminologi Suaka dan Pengungsi Terdapat tiga istilah yang perlu dijelaskan untuk menempatkan istilah ‘pengungsi’ pada tempatnya. ketiga istilah tersebut yaitu suaka, pencari suaka, dan pengungsi itu sendiri. 1) Suaka Suaka adalah penganugerahan perlindungan dalam wilayah suatu negara kepada orang-orang dari negara lain yang datang ke negara bersangkutan kerana menghindari pengejaran atau bahaya besar. Suaka berasal dari bahasa Yunani yaitu “Asylon” atau “Asylum” dalam bahasa latin, yang artinya tempat yang tidak dapat dilanggar di mana seseorang yang dikejar-kejar mencari tempat berlindung. Masalah permintaan suaka ini dan pemberian suaka bukanlah muncul pada beberapa tahun ini saja, di zaman primitif pun suaka ini sudah dikenal 50 Wagiman, S. Fil., Hukum Pengungsi Internasional, Jakarta, Sinar Grafika, 2012, hlm. 91-92. dimana-mana. Kadang-kadang dikalangan suku primitif ada seseorang yang meninggalkan sukunya atau kampung halamannya untuk memohon perlindungan pada suku yang lain.51 Dalam masa perkembangan sejarah kemudian mengenal kebiasaan dimana rumahrumah ibadat seperti gereja, merupakan tempat-tempat suaka. Demikian pula rumah sakit sering dipandang sebagai tempat suaka. Di masa-masa awal Masehi, suaka berarti suatu tempat pengungsian atau perlindungan terhadap orang yang peribadatannya dihina.52 Beberapa pendapat mengenai istilai suaka yaitu :53 a) Oppenheim Lauterpact mengatakan bahwa suaka adalah dalam hubungan dengan wewenang suatu negara mempunyai kedaulatan diatas teritorialnya untuk memperbolehkan seorang asing memasuki dan tinggal di dalam wilayahnya dan atas perlindungannya. b) Gracia Mora dalam bukunya “International Law and Asylum As Human Right” mengatakan suaka adalah suatu perlindungan yang diberikan oleh sesuatu negara kepada orang asing yang melawan negara asalnya. Sumaryo Suryokusumo mengatakan bahwa suaka adalah tempat di mana seorang pengungsi/pelarian politik mencari perlindungan baik di wilayah sesuatu negara lain maupun di dalam lingkungan gedung Perwakilan Diplomatik dari sesuatu 51 Sulaiman Hamid, Op. Cit., hlm. 42. Ibid., hlm. 43. 53 Ibid., hlm. 45-46. 52 negara. Jika perlindungan yang dicari itu diberikan, pencari suaka itu dapat kebal dari proses hukum dari negara dimana ia berasal. Tiap-tiap manusia memiliki hak inheren untuk hidup yang harus dilindungi oleh hukum. Tidak seorang pun dapat dengan sewenang-wenang dirampas hak untuk hidupnya. Seringkali orang mensalahartikan Konvensi tahun 1951 sebagai Konsvensi Pencari Suaka. Padahal di dalam Konvensi tersebut tidak ada satu kata pun kata suaka. Perihal suaka sebenarnya terdapat dalam deklarasi Universal HAM pasal 14 ayat (1), kemudian pasal tersebut dijabarkan dalam deklarasi PBB yang diterima oleh Majelis Umum menjadi Deklarasi teritorial 1967 tentang Suaka.54 2) Pengungsi Masalah status pengungsi kaitannya dengan seseorang mendapatkan perlindungan internasional (sekaligus nasional bagi negara Pihak) atau tidak. Sebaliknya seorang pemohon untuk menjadi pengungsi apabila tidak bisa dibuktkan maka negara penerima dapat melakukan deportasi terhadap yang bersangkutan. Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi, menjabarkan definisi pengungsi sebagai : “seseorang yang dikarenakan oleh ketakutan yang beralasan akan penganiayaan, yang disebabkan oleh alasan an ras, agama, kebangsaan, keanggotaan kelompok sosial tertentu dan keanggotaan partai politik tertentu, berada diluar Negara 54 Wagiman, S. Fil., Op. Cit., hlm. 91. kebangsaannya dan tidak menginginkan perlindungan dari Negara teresebut." Sebelum diakui statusnya sebagai pengungsi, pertama-tama ia adalah seorang pencari suaka, seorang pesuaka belum tentu merupakan seorang pengungsi. Ia baru menjadi pengungsi setelah diakui statusnya demikian oleh instrumen internasional dan/atau nasional, sedangkan seorang pengungsi adalah sekaligus seorang pencari suaka. Seorang pencari suaka yang meminta perlindngan akan dievaluasi melalui prosedur penentuan status pengungsi, yang dimulai sejak tahap pendaftaran atau registrasi pencari suaka. Selanjutnya setelah registrasi, UNHCR dibantu dengan penerjemah yang kompeten melakukan interview terhadap pencari suaka tersebut. Proses interview tersebut akan melahirkan alasan-alasan yang melatarbelakangi keputusan apakah status pengungsi dapat diberikan atau ditolak.55 Secara umum terdapat dua jenis pengungsi yaitu 1) Pengungsi internal (Internal Displaced Person/IDP) Pengungsi internal adalah pengungsi yang keluar dari wilayah tertentu dan menempati wilayah lain tetapi masih dalam suatu daerah atau kekuasaan negara. 2) Pengungsi Lintas Batas (Refugee) Pengungsi lintas batas adalah mereka yang mengungsi ke negara lain. 55 unhcr.or.id, 21 Februari 2010, “Pencari Suaka”,http://unhcr.or.id/id/tentangunhcr/pencarisuaka, Diakses pada tanggal 6 November 2012. 3. Instrumen Hukum mengenai Pengungsi a. Konvensi PBB tentang Kedudukan Pengungsi Tahun 1951 Konvensi 1951, yang rancangannya dibuat sebagai hasil rekomendasi dari Komisi Hak Asasi Manusia PBB yang baru saja dibentuk, menjadi petunjuk dalam menyusun standar perlakuan terhadap pengungsi. Konvensi menyusun standar minimum bagi perlakuan terhadap pengungsi, termasuk hak dasar mereka. Konvensi juga menetapkan status hukum pengungsi, dan mencantumkan ketentuan-ketentuan tentang hak mereka untuk mendapatkan pekerjaan dan kesejahteraan, mengenai surat keterangan jati diri dan dokumen perjalanan, mengenai penerapan biaya fiskal, dan mengenai hak mereka untuk memindahkan aset miliknya ke Negara lain di mana mereka telah diterima dengan tujuan permukiman kembali. b. Protokol tentang Kedudukan Pengungsi Tahun 1967 Konvensi 1951 hanya dapat bermanfaat bagi orang yang menjadi pengungsi akibat peristiwa yang terjadi sebelum 1 Januari 1951. Namun tahun-tahun setelah 1951 membuktikan bahwa pergerakan pengungsi tidak hanya merupakan dampak sementara dari Perang Dunia Kedua dan keadaan pasca perang. Sepanjang tahun-tahun terakhir 1950an dan 1960an muncul kelompokkelompok pengungsi baru, terutama di Afrika. Para pengungsi ini membutuhkan perlindungan yang tidak dapat diberikan pada mereka karena batas waktu yang ditetapkan oleh Konvensi 1951. Protokol 1967 memperluas penerapan Konvensi dengan menambahkan situasi “pengungsi baru,” yakni orang-orang yang walaupun memenuhi definisi Konvensi mengenai pengungsi, akan tetapi mereka menjadi pengungsi akibat peristiwa yang terjadi setelah 1 Januari 1951. c. Instrumen Internasional Lainnya Konvensi dan deklarasi lain, yang beberapa di antaranya disebutkan di bawah, berisi ketentuan-ketentuan yang mungkin relevan dengan pengungsi. Konvensi Jenewa Keempat 1949 mengenai Perlindungan bagi Orang Sipil pada Waktu Perang: pasal 44 Konvensi ini, yang dimaksudkan untuk melindungi korbankorban sipil, berkenaan dengan pengungsi dan orang-orang yang dipindahkan di dalam negeri. Pasal 77 dari Protokol Tambahan 1977 menyatakan bahwa pengungsi dan orang-orang tanpa kewarganegaraan harus menjadi orang-orang yang dilindungi berdasarkan bagian I dan III dari Konvensi Jenewa Ke-4. Konvensi 1954 sehubungan dengan Orang-Orang Tanpa Kewarganegaraan: merumuskan istilah “orang-orang tanpa kewarganegaraan” sebagai orang yang tidak dianggap sebagai warganegara dari suatu Negara menurut hukum yang berlaku di wilayah tersebut. Lebih jauh hal ini menentukan standar-standar bagi perlakuan yang akan diberikan pada orang-orang tanpa kewarganegaraan. Konvensi 1961 tentang Pengurangan Keadaan Orang Tanpa Kewarganegaraan: Negara Pihak Konvensi ini setuju untuk menjamin kewarganegaraan seseorang yang lahir di dalam wilayahnya, karena jika tidak, orang itu tidak akan mempunyai kewarganegaraan. Negara tersebut juga setuju, dalam situasi seperti ini, untuk tidak mencabut kewarganegaraan seseorang apabila pencabutan itu menjadikannya tanpa kewarganegaraan. Konvensi menegaskan bahwa orang-orang atau kelompokkelompok tidak boleh dicabut kewarganegaraannya karena alasan ras, suku, agama atau politik. Deklarasi PBB tentang Wilayah Suaka Tahun 1967, Deklarasi Majelis Umum PBB ini mencantumkan sejumlah prinsip-prinsip dasar mengenai wilayah suaka. Dinyatakan bahwa sesungguhnya pemberian wilayah suaka “merupakan kegiatan damai dan manusiawi, dan karenanya ia tidak boleh dianggap sebagai suatu sikap yang tidak bersahabat oleh setiap Negara lainnya.” Deklarasi ini menjunjung tinggi prinsip-prinsip dasar kemanusiaan untuk tidak memulangkan kembali dan mengingatkan pasal 13 dan 14 DUHAM yang secara berturut-turut menyerukan, hak untuk meninggalkan setiap negara dan kembali ke negara seseorang dan hak untuk mencari dan menikmati suaka. Konvensi Jenewa Keempat 1949 mengenai Perlindungan bagi Orang Sipil pada Waktu Perang, Pasal 44 Konvensi ini, yang dimaksudkan untuk melindungi korban-korban sipil, berkenaan dengan pengungsi dan orang-orang yang dipindahkan di dalam negeri. Pasal 77 dari Protokol Tambahan 1977 menyatakan bahwa pengungsi dan orang-orang tanpa kewarganegaraan harus menjadi orang-orang yang dilindungi berdasarkan bagian I dan III dari Konvensi Jenewa Ke-4. Menurut hukum internasional pencari suaka dan pengungsi sebenarnya mempunyai perbedaaan. Pengungsi adalah status yang diakui oleh hukum internasional dan/atau nasional. Seseorang yang telah diakui statusnya sebagai pengungsi kewajiban-kewajiban yang ditetapkan serta akan menerima hak-hak dan perlindungan atas hak-haknya itu yang diakui oleh hukum internasional dan/atau nasional. E. Prinsip-Prinsip Hukum Tentang Pemberian Suaka Hak suaka telah diatur secara prinsipil, sebelum menjelaskan prinsip prinsip hukum tentang suaka, perlu kita tinjau faktor pembeda diantaranya dan tujuan dari pemberian suaka itu sendiri. a. Perbedaan antara tujuan dan prinsip yang mengatur pemberian suaka Tujuan akhir dari pemberian suaka ialah adanya jaminan keamanan dan perlindungan bagi pengungsi yang tinggal di wilayah negara pemberi suaka. Prinsip-prinsip hukum yang mengatur pemberian suaka merupakan hal yang wajib diperhatikan dan ditaati agar tujuan adanya suaka tersebut terwujud. Jadi, ia merupakan media atau alat yang mengantarkan kita kepada tujuan akhir dari pemberian suaka sehingga wajib diperhatikan. b. Prinsip - prinsip utama yang mengatur hak-hak suaka Patut diketahui bahwa prinsip utama yang mengatur hak-hak suaka terdiri dari 4 (empat) prinsip : 1. Prinsip larangan pemulangan (non-refoulement) Prinsip larangan pemulangan kembali (non-refoulement) mengandung makna bahwa pengungsi tidak boleh diusir atau dipulangkan kembali dengan cara apapun ke perbatasan wilayah dimana jiwa atau kebebasannya terancam, baik lantaran ras, agama, kebangsaan, keanggotaan pada organisasi sosial tertentu ataupun lantaran pandangan politiknya, terlepas dari apakah ia telah secara resmi diakui sebagai pengungsi ataupun belum (Pasal 33 ayat (1) Konvensi 1951). Hal ini berlaku juga bagi siapa saja yang memiliki alasan yang valid bahwa mereka akan mengalami tindakan penyiksaan/kekerasan. Dalam hal ini, Pasal 3 tentang Penentangan Penyiksaan dan Konvensi Kekejaman lain, Penghukuman atas Perlakuan yang Merendahkan atau Tidak Manusiawi 1984 menyatakan: "Tidak ada satu pun negara yang boleh mengusir, memulangkan kembali atau mengekstradisi seseorang ke negara lain di mana ada alasan kuat untuk mempercayai bahwa ia akan mengalami bahaya penyiksaan." Demikian juga Pasal 16 Konvensi Internasional tentang Perlindungan semua Orang dari Tindakan Penghilangan secara Paksa 2006 menyatakan: " Tidak ada satu pun negara yang boleh mengusir, mengembalikan memulangkan kembali, menyerahkan atau mengekstradisi seseorang ke negara lain, di mana terdapat alasan kuat untuk mempercayai bahwa ia akan mengalami bahaya dihilangkan secara paksa." Mengenai pengusiran pengungsi, secara khusus Pasal 32 Konvensi 1951 menetapkan: i. ii. iii. Negara pihak tidak akan mengusir pengungsi legal di wilayah mereka kecuali dengan alasan keamanan nasional atau ketertiban umum. Pengusiran pengungsi demikian hanya dapat dilakukan berdasarkan keputusan yang dicapai sesuai dengan proses hukum yang adil, yang ditetapkan undang-undang. Kecuali terdapat alasan keamanan nasional, pengungsi berhak mengajukan bukti-bukti untuk mengklarifikasi dirinya dan ia berhak mengajukan protes/banding, dan berhak pula menunjuk wakil yang akan melaksanakan hal ini (protes/banding) di hadapan otoritas kekuasaan yang berwenang atau pejabat yang secara khusus ditunjuk oleh otoritas kekuasaan yang kompeten. Negara pihak memberikan kepada pengungsi, jangka waktu yang wajar untuk memperoleh penerimaan dirinya secara legal di Negara lain. Negara pihak berwenang melakukan pengawasan internal dalam jangka waktu tersebut apabila dipandang perlu. Pelanggaran asas larangan pemulangan kembali (nonrefoulement) dapat tercermin dalam beberapa contoh kejadian, termasuk yang berikut ini: 1. Menolak pencari suaka di wilayah perbatasan, padahal mereka dapat mencarinya di wilayah lain. 2. Mengusir atau memulangkan kembali pengungsi ke wilayah dimana ia berpotensi mengalami penganiayaan, apakah itu adalah negara asalnya atau negara lain. 3. Tidak memberikan kesempatan kepada pengungsi untuk mencari tempat/wilayah lain yang aman dengan tidak memberikan durasi waktu yang wajar untuk melakukannya. Memberikan durasi waktu yang wajar untuk melakukannya. Pengecualian dari asas ini terbatas pada yang diatur dalam Pasal 33 ayat 2 Konvensi 1951, yaitu: 1. Jika pengungsi dianggap mengancam keamanan nasional bagi negara yang didatanginya atau mengancam upaya pengendalian penduduk seperti bermigrasinya sejumlah besar orang, atau jika Negara Pihak memutuskan pengecualianpengecualian terkait asas larangan pemulangan kembali (nonrefoulement), maka negara itu wajib memberikan kepada orang tersebut, kesempatan suaka sementara atau kesempatan memperoleh suaka di negara lain, menurut apa yang pantas dilakukan. 2. Jikapun pengungsi telah divonis terlibat kejahatan yang berat, dimana ia merupakan ancaman bahaya bagi masyarakat negara itu. Namun, ia tidak boleh diusir ke negara di mana ia mungkin menghadapi risiko penyiksaan, perlakuan, hukuman yang kejam, tidak manusiawi, atau yang merendahkan martabat kemanusiaan, atau hukuman lain yag melanggar hakhak asasinya. 2. Asas Larangan Menghukum yang Masuk atau Hadir secara Ilegal di Wilayah Suatu Negara Dalam Pasal 31 Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi dijelaskan bahwa: “Negara pihak tidak akan menjatuhkan hukuman atas alasanya masuknya atau beradanya pengungsi secara ilegal, kepada pengungsi yang datang secara langsung dari wilayah di mana ia hidup atau kebebasan mereka terancam, sesuai dengan pasal 1 yang menyatakan bahwa apabila mereka tanpa memiliki izin, asalkan mereka melaporkan keberadaan diri mereka tanpa menundanya kepada pihak berwenang dan menunjukan alasanya yang tepat bagi kedatangan mereka yang ilegal” Hal demikian mengandung makna bahwa tidak dijatuhkannya hukuman lantaran masuknya atau beradanya pengungsi dalam suatu wilayah negara secara ilegal diatur oleh 4 (empat) syarat :56 a. Masuknya atau beradanya pengungsi secara ilegal itu dikarenakan jiwa atau kemerdekaan terancam, sesuai dengan Pasal 1 dimana adanya rasa takut yang benar-benar terjadi lntaran menghadapi penganiayaan dengan alasan ras, agama, kebangsaan, keanggotaan pada kelomok sosial tertentu atau pandangan politik tertentu. b. Mereka harus melaporkan diri tanpa menunda kepada pihak berwenang. c. Mereka harus 56 menunjukkan alasan yang tepat atas Ahmad Abdul Al Wa-fa, Hak-Hak Pencari Suaka dalam Syaiat Islam dan Hukum Internasional, Jakarta, UNHCR, 2011, hlm. 56. masuknya atau beradanya mereka secara ilegal. d. Mereka harus datang langsung dari wilayah negara di mana hidup atau kebebasan mereka terancam mengalami penganiayaan. Ini berarti bahwa pencari suaka datang langsung dari negara asalnya, atau dari negara lain yang tidak memiliki jaminan perlindungan terhadapnya, atau dari negara transit, tempat di mana keberadaan dirinya hanya dalam waktu singkat tanpa permintaan memperoleh suaka 3. Asas Non-Diskriminasi Prinsip non-diskriminasi merupakan salah satu prinsip fundamental hukum internasional tentang hak asasi manusia pada umumnya, dan terkait hak suaka pada khususnya Pasal 3 Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi menjelaskan bahwa negara-negara pihak akan menerapkan ketentuan-ketentuan Konvensi 1951 terhadap pengungsi tanpa diskriminasi atas dasar ras, agama, atau negara asal. 4. Prinsip Karakter Manusiawi dalam Hak Suaka Hak suaka melahirkan jaminan perlindungan terhadap orang yang mengalami ancaman penganiayaan. Hak suaka memiliki karakter manusiawi yang intrinsik dan tidak mungkin tidak terlihat. Karakter tersebut terletak di dalam sumber dan asal dari hak-hak tersebut. BAB III METODE PENELITIAN B. Metode Pendekatan Metode pendekatan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode yuridis normatif, yaitu metode pendekatan yang menggunakan konsepsi legis positivis. Konsep ini memandang hukum identik dengan norma-norma tertulis yang dibuat dan diundangkan oleh lembaga atau pejabat yang berwenang dan meninjau hukum sebagai suatu sistem normatif yang mandiri, bersifat tertutup dan terlepas dari kehidupan masyarakat yang nyata serta menganggap norma-norma lain bukan sebagai hukum.57 C. Spesifikasi Penelitian Spesifikasi penelitian ini adalah deskriptif yaitu penelitian yang akan menggambarkan objek atau masalahnya tanpa bermaksud mengambil kesimplan yang berlaku umum. Penelitian menggambarkan peristiwa in concreto yang dikonsultasikan pada seperangkat peraturan hukum positif yang berlaku dan ada kaitannya dengan masalah yang menjadi objek penelitian.58 D. Lokasi Penelitian a) Penelitian ini akan dilakukan di Pusat Informasi Ilmiah Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman. 57 Ronny Hanitijo Soemitro,1990. Metode Penelitian dan Jurimetri, Jakarta:Ghalia Indonesia ,hlm. 13. 58 Ronny Hanitijo Soemitro, 1982, Metode Penelitian Hukum, Jakarta :Ghalia Indonesia, hlm. 11. b) UNIC - United Nations Information Center Jl.Ki Mangun Sarkoro No.21, Menteng, Jakarta Selatan. c) UNHCR - United Nations High Commissioner for Refugees Gedung Arya 14th Fl. Jl. Kebon Sirih Kav.75 Jakarta 10340 . E. Jenis dan Sumber Bahan Hukum Dalam penelitian ini, peneliti akan menggunakan data sekunder membangun penelitian ini dan untuk mendapatkan hasil yang obyektif dari penelitian ini. Dari data sekunder tersebut akan dibagi dan diuraikan ke dalam tiga bagian yaitu : 1) Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang bersifat mengikat berupa peraturan per-Undang-Undangan yang berlaku antara lain Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, Konvensi 1951 mengenai Status Pengungsi, Konvensi Jenewa keempat 1949 mengenai Perlindungan bagi Orang Sipil pada Waktu Perang, Konvensi 1933 mengenai Hak-Hak dan Kewajiban-Kewajiban Negara sebagai Subjek Hukum Internasional, Konvensi 1954 sehubungan dengan OrangOrang Tanpa Kewarganegaraan, Konvensi 1961 tentang Pengurangan Keadaan Orang Tanpa Kewarganegaraan, Deklarasi PBB 1967 tentang Wilayah Suaka, Protokol Tambahan 1977, dan instrumen hukum yang lainnya. 2) Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan terhadap bahan hukum primer, antara lain pustaka di bidang ilmu hukum, hasil penelitian di bidang hukum, jurnal hukum internasional, The Annual Report, artikel-arikel ilmiah, baik dari koran maupun internet, yearbook, circular, leaflet, journal, dan lain sebagainya. 3) Bahan hukum Tersier , yaitu bahan yang memberikan petunjuk terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, antara lain kamus hukum. F. Metode Pengumpulan Bahan Hukum Metode pengumpulan bahan hukum akan dilakukan dengan cara studi kepustakaan dengan menginventarisir peraturan Per-UndangUndangan, dokumen-dokumen resmi, hasil penelitian, makalah, dan bukubuku yang berkaitan dengan materi yang menjadi objek penelitian untuk selanjutnya dipelajari dan dikaji sebagai satu kesatuan yang utuh. G. Metode Penyajian Bahan Hukum Data yang merupakan bahan-bahan hukum yang diperoleh kemudian akan disajikan dalam bentuk display secara sistematis, logis dan rasional. Keseluruhan data yang diperoleh akan dihubungkan satu dengan yang lainnya disesuaikan dengan pokok permasalahan yang diteliti sehingga merupakan satu kesatuan yang utuh. H. Metode Analisis Bahan Hukum Sebagai cara untuk menarik kesimpulan dari hasil penelitian yang sudah terkumpul, akan dipergunakan metode analisis normatife kualitatif . Normatif karena penelitian ini bertitik tolak dari peraturan-peraturan yang telah ada sebagai norma hukum positif. Sedangkan kualitatif dimaksudkan analisis data yang bertitik tolak pada usaha-usaha penemuan asas-asas dan informasi-informasi maupun fakta-fakta hukum yang bersifat ungkapan monografis dan responden.59 59 Ibid., hlm. 98. BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN I. Peranan United Nations Relief and Works Agency for Palestine Refugee in The Near East dalam Penanganan Pengungsi Palestina menurut Hukum Internasional Pembahasan mengenai masalah pengungsi tidak terlepas dari aspek hak asasi manusia. Hak asasi manusia merupakan salah satu masalah global dalam isuisu nonkonvensional dalam hubungan internasional. Salah satu di antaranya adalah permasalahan pengungsi atau refugee. Pengungsi merupakan masalah bersama masyarakat internasional,60 terutama karena salah satu sifatnya yang melintasi batas teritorial suatu negara. Oleh karena itu, menempatkan isu pengungsi pada agenda internasional secara lebih tinggi akan menciptakan kesempatan baru untuk melakukan tindakan internasional. Kepedulian masyarakat internasional tergugah karena nasib para pengungsi berkaitan dengan HAM61. Nasib pengungsi tergantung pada kesediaan negara penerimanya (asylum country) dan penegakan HAM agar para pengungsi tetap dapat hidup layak secara kemanusiaan karena pengungsi sangat rentan rentan terhadap pelanggaran HAM62. Di sisi lain, dampak perpindahan pengungsi secara besar-besaran berkaitan dengan stabilitas nasional, baik itu di negara penerima maupun negara asal para pengungsi, serta mekanisme kerja sama regional. Dengan demikian, persoalan pengungsi pada mulanya merupakan masalah domestik suatu negara, namun kemudian meluas menjadi permasalahan negara-negara dalam suatu 60 Epstein Donal, The Palestine-Israel Conflict: A Basic Introduction, tersedia di e resources.pnri.go.id, diakses pada tanggal 27 Desember 2012. 61 Atik, Krustiyati, 2010, Penanganan Pengungsi Indonesia Tinjauan Aspek Hukum Internasional dan Nasional, Surabaya, Brilian Internasional, hal. 91. 62 Ibid., hlm. 93. kawasan, dan akhirnya menjadi permasalahan bersama umat manusia (global). Istilah dan definisi pengungsi pertama kali muncul pada masa Perang Dunia yang dianggap sebagai titik kulminasi dari proses pembangunan sebuah bangsa. Di Indonesia sendiri, istilah pengungsi sering dipahami dalam arti leksikal dan digunakan untuk merujuk orang-orang yang terpaksa meninggalkan tempat tinggalnya dan berpindah ke wilayah lain yang mereka anggap lebih aman. Oleh karena itu, persoalan pengungsi secara umum dipandang sebagai persoalan sosial saja, di mana kebutuhan para pengungsi hanya terdiri dari pelayanan kesehatan dan bantuan material. Sedangkan perlindungan kepada pengungsi hanya dipahami dan dilaksanakan mencakup perlindungan fisik saja, tidak termasuk perlindungan terhadap hak dan kebebasan dasar mereka. Di dalam Konvensi PBB Tahun 1951 mengenai Status Pengungsi, pengungsi adalah mereka yang: “Memiliki ketakutan yang beralasan akan persekusi atas alasan ras, agama, kebangsaan, keanggotaan pada kelompok sosial tertentu atau pendapat politik, berada di luar negara kebangsaannya dan tidak dapat atau, karena ketakutan tersebut, tidak mau memanfaatkan perlindungan diri dari negara itu, atau siapa saja yang tidak memiliki kewarganegaraan dan berada di luar negara tempat dia dulu tinggal sebagai akibat dari peristiwa tersebut, dan tidak mampu atau, karena ketakutan tersebut, tidak mau kembali ke sana.” Berdasarkan konvensi di atas, seseorang dikategorikan sebagai pengungsi jika memenuhi tiga ketentuan dasar, yaitu: 1. Mereka berada di luar negara asal mereka atau di luar negara tempat mereka dulu tinggal; 2. Mereka tidak mampu atau tidak mau memanfaatkan perlindungan diri dari negaranya itu karena adanya rasa takut yang beralasan akan persekusi atau penganiayaan; 3. Ketakutan akan persekusi tersebut didasarkan pada setidaknya satu dari lima alasan, yaitu ras, agama dan kepercayaan, kebangsaan, keanggotaan pada kelompok sosial tertentu, dan pandangan politik. Pengungsi Palestina merupakan salah satu pengungsi yang sangat rentan terhadap pelanggaran hak asasinya. Instrumen internasional telah memberikan pengaturan agar hak pengungsi mendapat perhatian, dalam rangka menjamin dan mewujudkan hak tersebut hak tersebut PBB telah membentuk UNRWA dengan program-program yang dilaksanakan UNRWA dalam perwujudan perlindungan hak pengungsi. UNRWA dalam melaksanakan peranannya didasarkan oleh instrumen-instrumen hukum internasional yang memuat pengaturan mengenai penguungsi. Dalam membahas peranan UNRWA tersebut haruslah diketahui hak dan kewajiban pengungsi secara umum yang telah dimuat dalam instrumen hukum internasional. Pencari suaka dan para pengungsi mempunyai hak atas semua hak manusia dan kebebasan dasar seperti disebutkan dalam instrumen hak asasi manusia internasional yaitu Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia 1948 dan Konvensi 1951 mengenai Status Pengungsi63, dengan demikian maka perlindungan bagi pengungsi harus dilihat dalam konteks perlindungan hak asasi manusia yang lebih luas. Tugas dari PBB dalam bidang hak asasi manusia dan tugas Komisi Tinggi untuk Pengungsi sangatlah berhubungan dengan erat, dalam 63 Ibid., hlm. viii. arti bahwa keduanya mempunyai tujuan yang sama yakni menjaga martabat manusia. Program hak asasi manusia PBB ditujukan untuk menangani masalah hak perorangan dalam suatu wilayah Negara. Organisasi pengungsi didirikan dalam rangka mengembalikan hak minimum kepada orang-orang yang telah meninggalkan Negara asalnya. Konsep perlindungan internasional yang sekarang telah berkembang secara bertahap, saat ini telah mengimplikasikan serangkaian tanggapan hukum dan kelembagaan. Pada pelaksanaannya, tugas dari perlindungan internasional adalah pencegahan pemulangan kembali, bantuan dalam memproses pencarian suaka, bantuan umum dan nasihat hukum, pemajuan penyelenggarakan keamanan fisik bagi pengungsi, pemajuan dan membantu pemulangan kembali secara sukarela, dan membantu para pengungsi untuk bermukim kembali. Dengan demikian, fungsi perlindungan internasional mempunyai landasan hukum, dan pelaksanaannya dikuasakan kepada Komisi Tinggi. Hak atas perlindungan, walaupun tidak dijelaskan sebagai hak yang terpisah, secara implisit terkandung dalam Konvensi 1951 dan ketentuan-ketentuan dasarnya, khususnya prinsip untuk tidak memulangkan kembali (non-refoulement). Di samping itu, sejumlah hak asasi manusia yang diakui secara universal dapat langsung diterapkan pada pengungsi. Hal ini termasuk hak untuk hidup, perlindungan dari penyiksaan dan perlakuan buruk, hak atas kewarganegaraan, hak untuk bebas bergerak, hak untuk meninggalkan setiap Negara, dan hak untuk tidak dipulangkan secara paksa. Hak ini dikuatkan di antara hak sipil, politik, sosial, ekonomi dan budaya lainnya, bagi semua orang, warga negara atau bukan warga negara, di dalam DUHAM 1948, Kovenan Internasional 1966 tentang Hak Sipil dan Politik, dan Kovenan Internasional 1966 tentang Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya yang bersama-sama membentuk Ketentuan Internasional tentang Hak Asasi Manusia, yaitu: a) “Tidak seorangpun dapat menjadi sasaran penangkapan yang sewenangwenang, penahanan atau pengasingan” (Pasal 9 DUHAM); b) “Setiap orang mempunyai hak untuk mencari dan menikmati suaka di negara lain akibat pengejaran” (Pasal 14 DUHAM); c) “Setiap orang mempunyai hak atas suatu kewarganegaraan” (Pasal 15 DUHAM); d) “Setiap orang mempunyai hak atas kebebasan bergerak, dan tinggal di dalam batas wilayah setiap Negara”. Setiap orang mempunyai hak untuk meninggalkan setiap Negara, termasuk Negaranya sendiri, dan untuk kembali ke Negaranya.” (Pasal 13 DUHAM dan pasal 12 Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik) PBB telah membentuk badan UNRWA yang merupakan perwakilannya untuk mengurusi pengungsi Palestina di Timur Dekat, UNRWA menjadi bagian integral dari maslah pengungsi dan hak bangsa Palestina.64 UNRWA didirikan pada tahun 1949 yang diamanatkan untuk memenuhi kebutuhan pengungsi Palestina hingga jangka waktu yang lama dan hingga solusi ada dalam isu-isu pengungsi Palestina. Pengungsi Palestina didefinisikan sebagai orang-orang yang normal tempat 64 Wagiman, S. Fil., Op. Cit., hlm. 152 tinggalnya adalah di Palestina selama periode 1 Juni 1946 sampai 15 Mei 1948, dan mereka kehilangan rumah dan mata pencaharian akibat konflik 1948. Pengungsi Palestina, dan keturunan laki-laki pengungsi Palestina, termasuk anakanak secara hukum yang diadopsi, berhak untuk mendaftar untuk layanan UNRWA.65 Badan ini menerima aplikasi baru dari orang-orang yang ingin terdaftar sebagai pengungsi Palestina. Orang yang terdaftar dengan UNRWA disebut sebagai pengungsi Palestina Terdaftar "Kelompok-kelompok tambahan berikut terdaftar untuk menerima layanan UNRWA namun tidak dihitung sebagai bagian dari populasi pengungsi resmi terdaftar dari Agensi Mandat UNRWA telah berkembang, sebagai penyedia utama layanan dasar bagi populasi pengungsi Palestina, UNRWA juga telah menjadi jalur kehidupan untuk dukungan selama konflik besar dan masa krisis. Kontribusi UNRWA terhadap pembangunan manusia dan kebutuhan kemanusiaan dari lebih dari empat generasi pengungsi Palestina dan memegang pengaruh yang menstabilkan antara komunitas pengungsi Palestina dengan negara-negara tuan rumah di mana mereka tinggal.66 Dengan tidak adanya solusi dapat bertahan tahan lama untuk masalah pengungsi Palestina, dalam menanggapi perkembangan situasi keseluruhan di wilayah, UNRWA terus memberikan pendidikan dasar, pelayanan kesehatan dasar, jaring pengaman sosial, perbaikan infrastruktur dan bantuan keuangan 65 66 UNRWA (2006) Department of Relief and Social Services. UN, 2006, State of World’s Refugees Human Displacement in The New Millenium, New York, OXFORD UNIVERSITY PRESS, hlm. 59. mikro dan darurat menjadi sekitar 4.822.000 pengungsi Palestina terdaftar di Badan di Yordania, Lebanon, Republik Arab Suriah, Tepi Barat dan Jalur Gaza.67 UNRWA dalam peranannya haruslah memenuhi semua hak-hak pengungsi, hak dan kewajiban pengungsi yang telah dinyatakan dalam Konvensi 1951 mengenai Status Pengungsi yaitu : 1. Negara-negara peserta Konvensi tidak boleh memperlakukan pengungsi berdasarkan politik diskriminasi baik yang berkenaan dengan ras, agama atau negara asal maupun warna kulit dan mereka mempunyai kebebasan untuk menjalankan agamanya sertya kebebasan bagi pendidikan anak-anak mereka ditempat mana mereka ditampung (Pasal 3 dan 4). Ini merupakan hak non diskriminasi. 2. Mengenai status pribadi para pengungsi diatur sesuai dengan hukum dimana mereka berdomisili. Jika mereka tidak mempunyai domisili, status pribadi mereka diatur oleh hukum dimana mereka ditempatkan (place of residence). Hak yang berkaitan dengan perkawinan juga harus diakui oleh negara peserta Konvensi dan Protokol (pasal 12). Ini merupakan hak status pribadi. 3. Seorang pengungsi mempunyai hak yang sama dalam hal untuk mempunyai atau memiliki hak milik baik bergerak maupun tidak bergerak dan menyimpannya seperti halnya orang lain dan juga dapat menstransfer assetnya ke negara dimana dia akan menetap (Pasal 13, 14 dan 30). Ini merupakan hak kesempatan atas hak milik. 67 UNRWA, 2009, Department of Relief and Social Services UNRWA, Amman, Tanpa halaman. 4. Negara peserta Konvensi harus mengakui kebebasan pengungsi untuk berserikat dengan mendirikan perkumpulan termasuk perkumpulan dagang sepanjang perkumpulan itu bersifat non-profit dan non- politis (Pasal 15 ) Ini merupakan hak berserikat. 5. Apabila ada suatu perkara yang dialami oleh para pengungsi dimana mereka ingin menyelesaikannya melalui badan peradilan, maka dalam hal ini mereka harus dianggap sama dengan warganegara lainnya jadi mereka mempunyai kebebasan untuk mengajukan gugatannya di sidang pengadilan dimana mereka ditempatkan bahkan bila diperlukan mereka harus diberikan bantuan hukum (Pasal 16 ) Ini merupakan hak berperkara di pengadilan. 6. Bagi para pengungsi yang telah ditempatkan secara tetap di suatu negara dan telah diakui menurut hukum, maka mereka mempunyai hak untuk mendapatkan pekerjaan serta mendirikan suatu perusahaan dagang dan pekerjaan bebas lainnya, dimana pekerjaan bebas ini harus sesuai dengan ketentuan yang telah diakui, seperti tanda sertifikat, gunanya adalah mengetahui keahlian untuk ditempatkan pada suatu pekerjaan yang cocok (Pasal 17, 18 dan 19). Ini merupakan hak atas pekerjaan yang menghasilkan. 7. Setiap pengungsi akan mendapat perlakuan yang sama dengan warganegara lainnya atas hak memperoleh pendidikan sekolah dasar. Karenanya, setiap pengungsi berhak pula atas pembebasan biaya pendidikan tertentu termasuk juga hak untuk memperoleh beasiswa (Pasal 22). Ini merupakan hak atas pendidikan dan pengajaran. 8. Setiap pengungsi diberikan kebebasan yang seluas-luasnya untuk memilih di daerah atau provinsi mana mereka akan menetap sepanjang pilihan itu masih berada dalam teritorial negara dimana ia ditempatkan (Pasal 26). Ini merupakan hak kebebasan bergerak. 9. Setiap pengungsi akan dapat menikmati hak-hak atas kesejahteraan sosial, seperti hak untuk bekerja, perumahan, mendapatkan upah dari pekerjaan yang mereka lakukan (Pasal 20 dan 22). Ini merupakan hak atas kesejahteraan sosial. 10. Setiap pengungsi berhak atas surat-surat identitas dan dokumen perjalananan ke luar dari teritorial negara dimana dia ditempatkan kecuali karena alasan keamanan dan kepentngan umum. Dokumen perjalanan yang dikeluarkan atas perjanjian internasional akan diakui oleh negara peserta Konvensi (Pasal 27 dan 28). Ini merupakan hak atas tanda pengenal dan dokumen perjalanan. 11. Dalam hal ini pengungsi telah ditempatkan secara tetap di suatu negara, tidak akan ada dilakukan tindakan pengusiran ke wilayah dimana kehidupannya akan terancam serta tidak akan ada penghukuman terhadap pengungsi yang masuk secara tidak syah, kecuali jika keamanan nasional menghendaki lain, seperti mereka melakukan kekacauan dimana mereka tinggal (Pasal 31, 32, dan 33). Ini merupakan hak untuk tidak diusir. Selain dari hak-hak pengungsi yang disebutkan di atas, Konvensi juga telah menggariskan kewajiban pengungsi sebagaimana tercantum dalam Pasal 2 Konvensi. ”Every refugee has duties to the country in which he finds himself, wihch require in particular that he conform to its laws and regulations as well as to measures taken for maintenance of public order.” Berdasarkan Pasal 2 di atas setiap pengungsi berkewajiban untuk mematuhi semua hukum dan peraturan atau ketentuan- ketentuan untuk menciptakan ketertiban umum di negara dimana dia ditempatkan. Gambar 1. Wilayah Operasi Kerja UNRWA Sumber : UNRWA Article 2010 Dalam mengakomodir hak-hak tersebut diatas UNRWA telah melaksanakan program-program dalam memberikan bantuan kepada pengungsi Palestina sebagai bentuk peran UNRWA untuk pengungsi Palestina di Timur Dekat. Program tersebut yaitu program pendidikan, program kesehatan, program peningkatan finansial, dan program bantuan umum. 1.1 Program Pendidikan Secara yuridis Konvensi 1951 mengenai Status Pengungsi menjamin bahwa setiap pengungsi akan mendapat perlakuan yang sama dengan warga negara lainnya atas hak memperoleh pendidikan sekolah dasar.68 Karenanya, setiap pengungsi berhak pula atas pembebasan biaya pendidikan tertentu termasuk juga hak untuk memperoleh beasiswa, hal ini merupakan hak atas pendidikan dan pengajaran bagi pengungsi internasional. Pada Pasal 22 Konvensi 1951 mengenai Status Pengungsi disebutkan bahwa 1. Para Negara Peserta akan memberikan kepada pengungsi perlakuan yang sama seperti yang diberikan kepada warga negara, berkenaan dengan pendidikan dasar. 2. Para Negara Peserta akan memberikan kepada pengungsi perlakuan sebaik mungkin, dan dalam kejadian apa pun, setidak-tidaknya sama dengan yang diberikan kepada orang-orang asing pada umumnya dalam keadaankeadaan yang sama, mengenai pendidikan selain pendidikan dasar, dan terutama, mengenai akses ke studi-studi, pengakuan sertifikat sekolah asing, ijazah dan kesarjanaan, pembebasan ongkos-ongkos dan biayabiaya, dan penerimaan beasiswa. Peranan UNRWA menunjukkan sebuah komitmen internasional untuk pembangunan manusia pengungsi Palestina, membantu mereka memperoleh pengetahuan dan keterampilan, menjalani kehidupan yang panjang dan sehat, 68 UNRWA, “Education” http://unrwa.org/etemplate.php?id=32 , diakses pada tanggal 10 Januari 2013. mencapai standarts kehidupan yang layak dan menikmati hak asasi manusia semaksimal mungkin. Dalam pencapaian agenda strategis pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan dan sejalan dengan deklarasi PBB yang mengatakan "Education is development. It creates choices and opportunities for people, reduces the twin burdens of poverty and diseases, and gives a stronger voice in society"69 UNRWA menyoroti Program Pendidikan sebagai pendorong utama perubahan dalam kehidupan pengungsi Palestina. Program pendidikan UNRWA memiliki sejarah yang membentang lebih dari enam dekade. Visi program pendidikan UNRWA adalah “Develops the full potential of Palestine Refugees to enable them to be confident, innovative, questioning, thoughtful, tolerant and open minded, upholding human values and religious tolerance, proud of their Palestine identity and contributing positively to the development of their society and the global community”.70 Dalam mencapai visinya, UNRWA menyediakan sembilan sampai sepuluh tahun pendidikan dasar gratis untuk semua pengungsi Palestina melalui sekolah-sekolah UNRWA dalam lima wilayah operasi yaitu Jordan, Suriah, Tepi Barat, Gaza dan Lebanon. Mengingat situasi sulit Pengungsi Palestina di Lebanon UNRWA juga menyediakan sekolah menengah di Lebanon. Tahun 2009 hingga 2010 Badan mengoperasikan 691 sekolah di lima wilayah operasi, menyediakan pendidikan dasar untuk sekitar 46% dari anak-anak pengungsi Palestina yang memenuhi syarat. UNRWA juga 69 United Nations, 2000, ” The UN Millennium Development http://www.un.org/millenniumgoals/ , diakses pada tanggal 10 Januari 2013. 70 UNRWA, 2010, Education in a Glance, hlm. 43. Goals memberikan dukungan melalui pendidikan jangka pendek secara teratur dan terus dengan program keterampilan pelatihan yang ditawarkan dalam sepuluh pusat pelatihan kejuruan. UNRWA telah melakukan yang terbaik untuk memberikan pelayanan pendidikan yang berkualitas bagi para pengungsi Palestina. Selain memberikan pengetahuan dan keterampilan, UNRWA juga menyediakan dukungan psikososial, terintegrasi keterampilan hidup dan dukungan memulihkan bermain aman dan bidang pelajaran.71 Sebagai penyedia utama pendidikan dasar bagi pengungsi Palestina, berbagai inisiatif dari departemen pendidikan menggarisbawahi komitmen mendasar UNRWA untuk memenuhi aspirasi pembangunan manusia pengungsi dengan penekanan khusus pada yang paling rentan. Dengan hampir setengah juta anak yang terdaftar di sekolah UNRWA dan sekitar 18.972 staff pengajar terlibat dalam operasionalisasi program pendidikan di lima wilayah operasi tersebut. “Sistem pendidikan UNRWA mengembangkan potensi penuh dari pengungsi Palestina memungkinkan mereka untuk menjadi percaya diri, inovatif, aktif, bijaksana, toleran dan berpikiran terbuka, menegakan nilai-nilai kemanusiaan, dan toleransi beragama, bangga dengan identitas Palestina mereka dan memberikan kontribusi positif bagi perkembangan masyarakat dan komunitas global.”72 Dalam mencapai visinya, UNRWA mengoperasikan 691 sekolah di lima wilayah operasi , menyediakan pendidikan dasar untuk sekitar 48% dari pengungsi anak berhak Palestina (24% lainnya menghadiri sekolah pemerintah dan swasta). UNRWA juga memberikan dukungan 71 UNRWA, 2010, UNRWA Education Reform Strategy, Hlm. 46. Ibid., hlm. IV. 72 terbatas kepada kaum muda, melalui pendidikan jangka pendek secara teratur dan berkelanjutan dan program pelatihan keterampilan yang ditawarkan dalam sepuluh Pusat Pelatihan Kejuruan. Sebagai Badan yang terus bekerja, ada kendala eksternal dan internal yang mungkin berdampak pada pelaksanaan yang efektif dari program Reformasi. Kendala ekternal termasuk ketidakpastian politik di wilayah tersebut, masalah perjalanan personil dan transportasi, khususnya antara Gaza dan Bidang lainnya, dan kemungkinan berkurangnya pendanaan donor. Kendala internal meliputi sumber daya terbatas dan tantangan pengembangan struktur yang tepat. Dalam lapangan, tantangan dalam konteks ini adalah perencanaan untuk penyediaan layanan yang efektif untuk basis klien meningkat, namun dengan sumber daya yang terbatas. Dalam hal ini, itu adalah kunci untuk memastikan bahwa Program Pendidikan yang strategis ditentukan dan tepat diprioritaskan, yang mencerminkan standar internasional dan praktik yang baik. Tantangan, bagaimanapun, juga akan memberikan kesempatan untuk bekerja bersama-sama sebagai sebuah Badan dalam meningkatkan standar pengiriman pendidikan dan prestasi. Sebagai awal dari reformasi UNRWA, tinjauan eksternal program pendidikan dilakukan selama tahun 2009. Kajian ini menyoroti bahwa sistem pendidikan saat ini harus berkualitas tinggi, efektivitas yang lebih besar, peningkatan efisiensi dan ekuitas ditingkatkan. Temuannya selaras dengan persepsi dari beragam pemangku kepentingan dimana Program Pendidikan UNRWA dipandang tidak melayani penerima manfaat utamanya, para pengungsi Palestina, padahal UNRWA telah mempersiapkan mereka, mengembangkan potensi penuh mereka untuk berkontribusi individu mereka, masyarakat, regional dan global yang pembangunan.73 Pendidikan adalah program UNRWA terbesar, terhitung lebih dari separuh anggaran tetap UNRWA digunakan untuk mendanai bidang pendidikan. UNRWA mengoperasikan salah satu sistem sekolah terbesar di Timur Dekat, dengan hampir 700 sekolah, dan telah menjadi penyedia utama pendidikan bebas biaya untuk pengungsi Palestina selama lebih dari enam puluh tahun sejak didirikannya. Salah satu tujuan utamanya adalah untuk menyediakan pendidikan yang layak dan keterampilan melalui pendidikan dasar secara universal kepada pengungsi Palestina. UNRWA berkomitmen untuk menyediakan pendidikan berkualitas tinggi sesuai dengan standar internasional dan praktik yang baik, diukur dengan hasil belajar yang sebenarnya bagi anak-anak. Anak-anak memiliki hak atas pendidikan, dan salah satu prioritas utama UNRWA adalah untuk menjamin akses universal terhadap pendidikan dasar. Semua anak-anak pengungsi Palestina yang terdaftar berhak untuk mendapatkan sembilan sampai sepuluh tahun pendidikan dasar gratis. Peran penting dari program pendidikan UNRWA muncul dari fakta bahwa hampir 45,99% dari pengungsi terdaftar diperkirakan berada di usia sekolah yang tersebar dalam lima wilayah operasi yaitu Yordania, Lebanon, Jalur Gaza, Republik Arab Suriah, Lebanon dan Tepi Barat. Pada tahun 2009 73 UNRWA, 2010, The Annual Report of Education Departement, Tanpa Halaman. hingga 2010 UNRWA telah menyediakan 691 sekolah yang tediri atas 285 Sekolah Dasar, 398 Sekolah Menengah Pertama dan Sekolah Menengah Atas dan 8 universitas yang tersebar dan beroperasi di lima wilayah operasi. Paska sekolah menengah tingkat atas pendidikan yang ditawarkan UNRWA yaitu melalui program Technical and Vocational Education and Training atau TVET74 yang diperuntukan bagi anak-anak pengungsi, UNRWA menyediakan universitas terutama untuk pendidikan guru. Namun, dalam rangka memfasilitasi penciptaan kepemimpinan akademik dan intelektual dalam komunitas pengungsi, UNRWA menyediakan beberapa proyek yang didanai beasiswa untuk pendidikan bidang ilmu lainnya.75 Beasiswa diberikan berdasarkan prestasi akademik dan diperbarui tiap tahun bagi mereka yang menunjukkan keberhasilan akademis dalam studi mereka. Adapun mandat UNRWA adalah agar semua pengungsi Palestina yang terdaftar berhak untuk memanfaatkan pendidikan dasar gratis yang disediakan oleh UNRWA. Dalam program pendidikan UNRWA menyekolahkan lebih dari setengah juta anak-anak pengungsi Palestina. UNRWA juga memberikan pengajaran kepada pengungsi anak-anak mengenai penghargaan hak asasi manusia dan anti kekerasam, keterampilan dalam berkomunikasi, dan toleransi. UNRWA juga menyediakan dukungan ekstra kepada siswa dengan ketidakmampuan belajar. 74 75 Ibid., Tanpa Halaman. Ibid. Akses pada lima wilayah yaitu Gaza, Suriah, Yordania, Lebanon dan Tepi Barat yang sering mengalami konflik bersenjata dan perang sering menimbulkan hambatan serius bagi berlangsungnya pendidikan yang baik untuk pengungsi anak-anak Di Gaza, konflik yang terus berlangsung merusak beberapa properti sekolah dan menimbulkan banyak gangguan bagi sekolah. Banyak siswa kehilangan waktu sekolah selama serangan Israel tahun 20082009, dan banyak juga dari mereka mengalami stres paska trauma. Situasi di Tepi Barat juga mengalami gangguan, meskipun dengan beberapa perbedaan dalam skala dan intensitas. Gencatan senjata, dan kondisi peperangan yang menghambat akses pendidikan dan mempengaruhi kualitas pendidikan anakanak. Namun UNRWA menyediakan kelas tambahan untuk mengkompensasi waktu yang hilang. UNRWA juga telah mempekerjakan tim konselor untuk pengungsi anak-anak yang telah terluka oleh pengalaman emosional mereka. UNRWA telah menjadi pemimpin dalam hal pendidikan bagi pengungsi Palestina di lima wilayah tersebut. UNRWA terus-menerus telah berusaha untuk memaksimalkan akses ke sekolah bagi anak-anak pengungsi Palestina. Jumlah sekolah meningkat dari 639 pada tahun 2000/2001 menjadi 691 pada tahun 2009/2010. Terbukti bahwa peran UNRWA dalam bidang pendidikan membuktikan ada peningkatan tajam pada sekolah yang telah dibangun khususnya di Gaza di mana jumlah sekolah meningkat 168-228 selama periode 10 tahun. A. Pendidikan Dasar UNRWA menyediakan pendidikan dasar selama enam tahun sekolah. Meskipun pelayanan pendidikan tersebut diutamakan untuk anak-anak pengungsi Palestina, anak-anak yang rentan dari dampak konflik Isreal-Palestina juga diperbolehkan untuk menikmati pelayanan pendidikan dari UNRWA. Lebih dari 70% dari pengungsi yang terdaftar memenuhi syarat untuk mendapatkan hak pendidikan yang tersebar di lima wilayah operasi. Tabel dibawah ini menjelaskan tingkat populasi pengungsi Palestina usia sekolah dan cukup umur yang terdaftar dan berhak atas hak pendidikan dari UNRWA.76 Tabel 1. Peranan UNRWA dalam Peyediaan hak pendidikan anak tahun 2009 hingga 2010 Jumlah Pengungsi Anak-anak Cukup Umur yang Terdaftar Mengenyam Pendidikan Dasar pada Wilayah Operasi Kerja UNRWA ( 2009/2010) No. Wilayah Operasi Kerja 1 Jalur Gaza 2 Libanon 45.00 3 Suriah 71.59 4 Yordania 26.02 5 Tepi Barat 30.28 Total 76 Prosentase Pengungsi Anak-anak yang Terdafar mendapatkan Pendidikan Dasar pada masingmasing Wilayah Operasi Kerja 76.02 45.70 Sumber : UNRWA 2010 Annual Report of Education Departement UNRWA, 2010, Review and Forward looking Assessment of the Organization and Management of UNRWA Education Universalia Report 2010, Tanpa halaman. Tabel di bawah ini menggambarkan jumlah sekolah dasar yang tersebar di lima wilayah operasi hingga tahun 2010. Setiap sekolah dasar menyediakanseperti ruang kelas, pencahayaan, ventilasi dan fasilitas seperti perpustakaan, taman bermain, Lapangan olahraga dan lain-lain. Tabel 2. Peranan UNRWA dalam Penyediaan Hak Pendidikan melalui Pembangunan Sekolah di Wilayah Operasi Kerja Jumlah Sekolah Dasar dalam Wilayah Operasi Kerja ( 2009/2010) No. Wilayah Operasi Kerja Jumlah Sekolah Dasar UNRWA 1 Jalur Gaza 133 2 Libanon 23 3 Suriah 64 4 Yordania 40 5 Tepi Barat 25 Total 285 . Sumber : UNRWA 2010 Annual Report of Education Departement Pada tahun ajaran 2010, yang 285 sekolah dasar yang tersebar di lima wilayah operasi telah menampung 17.454 murid. UNRWA telah menyediakan hak pendidikan pada seluruh anak-anak pengungsi dan membebaskan mereka dari semua biaya, berikut merupakan gambaran jumlah murid berdasarkan gender yang mendapatkan hak pendidikan dan telah terdaftar hingga tahun 2010. Tabel 3. Peranan UNRWA dalam Penyediaan Hak Pendidikan dengan Basis Kesetaraan Gender Wilayah Operasi Kerja Jalur Gaza 2008/2009 2009/2010 Laki-laki 71811 75941 Libanon Perempuan 664558 Total 136369 Laki-laki 10369 67264 143205 9905 Suriah Perempuan 10469 Total 20838 Laki-laki 23237 10191 20096 23383 Yordania Perempuan 21717 Total 44954 Laki-laki 36551 22015 45398 36033 Tepi Barat Perempuan 36815 Total 73366 Laki-laki 15773 36137 72170 15561 Total Perempuan 21146 Total 36919 Laki-laki 157741 21024 36585 160823 Perempuan 154705 156631 Total 312446 317454 Sumber : UNRWA 2010 Annual Report of Education Departement B. Pendidikan Keterampilan Kerja UNRWA juga menyediakan pendidikan keterampilan kerja untuk pengungsi Palestina, pendidikan keterampilan kerja ini juga tidak memungut biaya kepada siswanya. C. Pendidikan Menengah UNRWA menyediakan sekolah menengah bagi anak-anak pengungsi yang tersebar di lima wilayah operasi. Dalam rangka mengurangi tingkat kemiskinan di kalangan pengungsi UNRWA terus berupaya menyediakan pendidikan yang layak dan tetap mengakomodir anak-anak pengungsi yang hendak melajutkan sekolahnya. D. Pendidikan Tambahan UNRWA menyediakan pendidikan tambahan bagi siswa-siswa yang terdaftar dengan memfokuskan pada promosi hak asasi manusia, toleransi, anti kekerasan dan toleransi kepada anak-anak Pengungsi Palestina. Berbagai kegiatan telah dilakukan untuk mengintegrasikan isu-isu toleransi, hak asasi manusia, dan anti kekerasan ke dalam kegiatan sekolah. 1.2 Program Kesehatan Pada hakikatnya pengungsi memiliki hak asasi untuk memperoleh standar kesehatan setinggi mungkin dan akses pada layanan kesehatan. Layanan kesehatan yang diberikan kepada pengungsi harus merupakan layanan yang diberikan dengan sense of cricis yang tinggi.77 Layanan yang seadanya dan tidak mencukupi ataupun layanan yang mahal dan tidak bisa diakses akan melanggar hak pengungsi. Hak pengungsi atas pelayanan kesehatan secara jelas dinyatakan dalam Pasal 23 Konvensi 1951 mengenai Status Pengungsi, dikatakan bahwa “Para Negara Peserta akan memberikan kepada para pengungsi yang secara sah berdiam di dalam wilayah mereka perlakuan yang sama mengenai pertolongan dan bantuan umum seperti yang diberikan kepada warga negara mereka.” 77 UNRWA, “Health” http://unrwa.org/etemplate.php?id=28 , diakses pada tanggal 5 Januari 2013. UNRWA memberikan pelayanan kesehatan secara mendasar dan bertanggung jawab untuk menyediakan lingkungan hidup yang sehat bagi pengungsi Palestina menurut standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).78 Secara umum tujuan UNRWA adalah untuk memungkinkan pengungsi untuk berumur panjang dan sehat, dengan: 1) menjamin akses universal terhadap layanan kesehatan yang komprehensif dan berkualitas; 2) mencegah dan mengendalikan penyakit pada populasi pengungsi Palestina; dan 3) melindungi dan mempromosikan kesehatan keluarga. UNRWA memberikan fasilitas kesehatan primer dan klinik mobile serta memberikan dasar pelayanan kesehatan, mensosialisasikan pencegahan penyakit menular, pengobatan umum dan jasa perawatan spesialis. Meskipun UNRWA berfokus pada perawatan kesehatan primer, namun UNRWA juga membantu pengungsi Palestina mengakses layanan kesehatan sekunder dan tersier. Dalam setiap wilayah operasi, pengungsi memiliki beragam kebutuhan dan prioritas kesehatan, UNRWA berusaha untuk memenuhi pelayanan kesehatan yang paling tepat. Kerentanan terhadap penyakit berbahaya, kemiskinan dan pengangguran memperburuk keadaan ekonomi hampir seluruh pengungsi di Palestina 78 UNRWA, 2010, The Annual Report of Departement of Health 2010, Tanpa halaman. Tiap tahunnya UNRWA terus meningkatkan status kesehatan para pengungsi Palestina yang terdaftar, terutama para ibu dan anak. Status kesehatan pengungsi Palestina telah menunjukkan peningkatan yang cukup besar. Kematian ibu dan anak-anak telah jauh menurun. Salah satu program kesehatan UNRWA adalah untuk mengurangi kematian ibu dan anak. Tantangan paling besar dalam meningkatkan status kesehatan diantaranya karena banyaknya penyakit tidak menular yang merupakan akibat dari gaya hidup yang tidak sehat menjadi penyakit dominan diantara pengungsi. Bukti menunjukkan bahwa 70% hingga 80% dari jumlah kematian tiap tahuunnya diakibatkan oleh penyakit tidak menular tersebut. UNRWA berusaha untuk melakukan perubahan dalam gaya hidup pada pengungsi Palestina. Untuk itu UNRWA melakukan perbaikan layak yang mendasar dalam dengan memberikan informasi kesehatan melalui ehealth dan melakukan sosialisasi gaya hidup sehat kepada seluruh kalangan pengungsi secara berkala.79 Jumlah pengungsi yang terdaftar menunjukkan peningkatan tiap tahunnya, pada tahun 2009 tercatat terdapat 4.966.664 pengungsi yang terdaftar dan pada tahun tercatat 4.766.670 pengungsi yang terdaftar. Hampir dua juta dari para pengungsi tinggal di wilayah Palestina dan tersebar di Jalur Gaza dan di Tepi Barat. Sisanya tersebar di tiga negara tuan rumah yaitu Lebanon, Suriah dan Yordania. Dari seluruh wilayah operasi 79 Jalal al Husseini, UNRWA and Refugees: A Difficult but Lasting Marriage, tersedia di Eresources.pnri.go.id , diakses pada tanggal 14 Januari 2013. hampir 33,2% dari pengungsi adalah anak-anak dibawah 18 tahun, dan 45% dari pengungsi adalah lansia.80 Dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik, UNRWA melalui lima wilayah operasi telah memberikan beberapa bentuk pelayanan kesehatan kepada pengungsi palestina diantaranya:81 1. Upaya mengurangi penyakit tidak menular Penyakit tidak menular yang diakibatkan gaya hidup tidak sehat seperti penyakit diabetes, hipertensi asma, bronkial dan kanker di wilayah operasi pengungsi menjadi meningkat, terutama di kalangan kelompok populasi pengungsi yang lebih tua. Program ini diperkuat oleh koordinasi dan kerjasama dengan Departemen Kesehatan di negara tuan rumah, dengan WHO dan komitmen yang tinggi dari para staffnya. 2. Mempromosikan Kesehatan Ibu Kehamilan adalah keadaan yang sepantasnya secara normal dan sehat. Sayangnya proses normal disertai dengan risiko serius kematian pada wanita. Sebagian besar kematian dan penderitaan dapat dihindari jika langkah-langkah pencegahan yang diambil dan memadai perawatan yang tersedia melalui kualitas dan komprehensif perinatal, antenatal, intranatal, perawatan setelah melahirkan dan keluarga berencana. UNRWA dalam 80 81 UNRWA, Op. cit., tanpa halaman. Ibid., Tanpa halaman. rangka meningkatkan kesehatan ibu dan menurunkan angka kematian ibu kita fokus pada tiga tingkat strategi pencegahan.82 i. Strategi Pencegahan Primer Untuk mencegah terjadinya peningkatan jumlah kematian ibu UNRWA melakukannya melalui pendidikan umum, meningkatkan pendidikan kesehatan reproduksi, menyediakan layanan keluarga berencana, meningkatkan pra-konsepsi perawatan dan meningkatkan diagnosis dan pengobatan infeksi menular seksual. ii. Strategi Pencegahan Sekunder Yaitu untuk mendeteksi dan mengobati kondisi awal guna meminimalkan dampak dengan meningkatkan kesadaran masyarakat dan pengetahuan pasien tentang tanda-tanda dan gejala kemungkinan penyakit, meningkatkan kepatuhan pasien terhadap rekomendasi dari staf kesehatan dan meningkatkan antenatal, perawatan intra-partum dan postpartum. iii. Strategi Pencegahan Tersier Untuk mengobati kondisi yang diidentifikasi dalam kemungkinan yang makin membesar untuk mengurangi tingkat kematian dan morbiditas dengan meningkatkan perawatan obstetri dan medis komplikasi dan dengan meningkatkan praktik, fasilitas dan layanan rujukan. 82 Ibid., Tanpa halaman. 3. Promosi lingkungan yang aman dan sehat Kesehatan pengungsi secara signifikan dipengaruhi oleh lingkungan hidup mereka, sehingga UNRWA bekerja untuk menyediakan pengungsi dengan lingkungan yang sehat, aman, dan jaminan sosial. Program kesehatan badan telah bekerja sama dengan pendidikan, dan bantuan dan pelayanan sosial program untuk mengurangi kemiskinan, meningkatkan kesadaran kesehatan dan melawan kondisi lingkungan yang mendukung penyebaran penyakit. Program kesehatan lingkungan mengontrol kualitas air minum, menyediakan sanitasi, dan melaksanakan kontrol hewan pengerat di kamp-kamp pengungsi. 4. Kesehatan bayi dan anak Jumlah bayi dan anak-anak di bawah perawatan terus meningkat pada tahun 2010. Sebanyak 282.259 bayi dan anak-anak di bawah 36 bulan pada tahun 2009 menjadi 286.343 bayi dan anak-anak di bawah 36 bulan menerima perawatan pencegahan pada perawatan kesehatan primer bayi dan anak. UNRWA memberikan fasilitas termasuk pemeriksaan kesehatan menyeluruh, pemantauan pertumbuhan, imunisasi terhadap penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin dan skrining untuk pencegahan kemungkinan cacat. Kegiatan ini didukung oleh pendidikan kesehatan dan konseling untuk ibu. 5. Pengawasan bayi dan anak-anak dengan masalah pertumbuhan Upaya untuk memperkuat pengawasan gizi UNRWA berlanjut pada tahun 2010, dengan penekanan khusus pada pengelolaan bayi dan anak-anak yang menderita masalah pertumbuhan. Mempromosikan pemberian ASI dan penyuluhan dari ibu kepada bayi dan pemberian gizi anak, termasuk pemberian makanan tambahan dan suplemen mikronutrien. Selama tahun 2010, sistem pemantauan pertumbuhan yang baru menggunakan standar WHO yang dalam pemantauan untuk mengidentifikasi dan pencegahan dalam masalah pertumbuhan diantaranya mengenai kekurangan berat badan, pembuangn hajat, pertumbuhan badan yang tidak normal dan obesitas sampai dengan usia lima tahun. Sistem ini juga memonitor lingkar kepala bayi dan anak-anak sampai 3 tahun untuk mengidentifikasi kasus mikrosefali dan hidrosefalus. Angka kejadian keterbelakangan pertumbuhan terjadi sebanyak 3,6% dari bayi dan anakanak yang terdaftar pada tahun 2009, kemudian menurun menjadi 3,4% pada tahun 2010. Penurunan ini disebabkan oleh pelaksanaan dari standar WHO yang baru. Tingkat deteksi keterbelakangan pertumbuhan di beberapa wilayah operasi sangat sesuai dengan yang diharapkan. 6. Pelayanan Imunisasi Program vaksin UNRWA memberikan imunisasi untuk sepuluh penyakit yaitu tetanus, difteri, pertusis, tuberkulosis, campak, rubella, penyakit gondok, penyakit polio, Hib dan hepatitis. Saat ini jangkauan program hampir mendekati 100% dalam efektifitasnya. Hal ini merupakan pencapaian yang luar biasa telah mengakibatkan penurunan substansial dalam angka kesakitan dan kematian penyakit yang menular. Semua wilayah operasi mencapai tingkat jangkauan global dalam pemberian vaksin mendekati 100%. Alasan utama di balik prestasi ini adalah ketersediaan vaksin sepanjang tahun yang mendapatkan donasi yang besar dari WHO. 7. Anak-anak dengan kebutuhan kesehatan spesial Selama tahun ajaran 2009-2010 sebanyak 3.992 anak-anak sekolah yang diidentifikasi sebagai anak dengan kebutuhan kesehatan khusus. Mereka diberi perhatian medis khusus dan catatan sekolah mereka disimpan secara terpisah. Dari jumlah tersebut tercatat83 : 1) sebanyak 282 siswa mengalami diabetes mellitus; 2) sebanyak 1.057 siswa menderita asma bronkial; 3) sebanyak 257 siswa menderita keterbelakangan mental; 4) sebanyak 398 siswa menderita penyakit jantung; 5) sebanyak 754 siswa menderita epilepsi; dan 6) sebanyak 478 siswa menderita cacat fisik yang besar. UNRWA terus memperhatikan pelayanan kesehatan agar tetap mewujudkan hak-hak pengungsi sesuai yang terkandung dalam konvensi 1951 mengenai Status Pengungsi dan hak-hak pengungsi yang terkandung dalam Deklarasi HAM. Dengan bantuan donasi UNRWA memberikan bantuan dalam bentuk pemberian alat bantu pengelihatan, pengobatan, dan pemberian alat bantu dengar. 83 Ibid., Tanpa halaman. 8. Layanan Fisioterapi UNRWA menyadari berada dalam kondisi gencatan senjata antara dua negara sangat berpotensi menimbulkan penyakit psikis bagi para pengungsi Palestina, UNRWA memberikan pelayanan fisioterapi yang diberikan kepada 15.260 pasien melalui 17 unit fisioterapi (sepuluh unit di Jalur Gaza, enam di Tepi Barat dan satu di Yordania). Sebanyak 3.329 pasien yang baru dirawat di unit fisioterapi di Tepi Barat memperoleh manfaat dari 46.442 sesi layanan fisioterapi yang selama ini disediakan dan 11.237 pasien baru dirawat di unit fisioterapi dari wilayah operasi Gaza. Unit-unit ini disampaikan berbagai macam layanan fisioterapi dan rehabilitasi, termasuk perawatan manual, terapi psikis, terapi elektro, dan terapi senam untuk menstabilkan dan merehabilitasi segala gangguan psikis yang dialami oleh pengungsi. Tabel dibawah ini menggambarkan jumlah pasien yang mengalami gangguan psikis selama berada di wilayah operasi kerja UNRWA Tabel 4. Peranan UNRWA dalam Pemulihan Kesehatan sejak 2009-2010 Pengungsi yang ditangani Tahun 2009 Pengungsi yang ditangani Tahun 2010 Trauma Non-trauma Trauma Non-trauma Tepi Barat 625 3.266 593 2.736 Jalur Gaza 2.831 7.014 3.415 7.912 Yordania 0 566 0 604 Total 3.483 10.846 4.008 11.252 Sumber : UNRWA 2010 Annual Report of Health Departement Tabel 5. – Pemanfaat Pelayanan Kesehatan Pengungsi Pada Tahun 20092010 Indikator Yordania Libanon Suriah Jalur Gaza Tepi Barat Pasien yang ditangani pada 2010 19.859 25.763 8.543 4.575 21.080 Pasien yang ditangani pada 2009 24.114 21.912 9.963 4.590 20.241 Jumah Pasien perhari 37.619 62.618 11.820 13.848 41.090 Sumber : UNRWA 2010 Annual Report of Health Departement 1.3 Program Bantuan Sosial Pada dasarnya setiap pengungsi memiliki hak asasi untuk mendapatkan standar kehidupan yang layak, termasuk makanan, pakaian, dan perumahan yang layak. Penyediaan makanan, pakaian dan perumahan harus menjadi program standar setiap lembaga yang bertanggung jawab atas pengungsi. Dalam kasus ini UNRWA harus menjamin agar setiap pengungsi Palestina menerima secara penuh apa yang menjadi haknya. Korupsi yang terjadi atas bantuan kepada pengungsi dalam hal ini harus ditindak tegas. Dalam pasal 21 Konvensi 1951 mengenai Status Pengungsi dinyatakan secara jelas bahwa “Mengenai perumahan, para Negara Peserta, sejauh masalahnya diatur oleh undang-undang atau peraturan-peraturan, atau tunduk pada pengawasan para penguasa pemerintah, akan memberikan kepada pengungsi yang secara sah berdiam di dalam wilayah mereka perlakuan sebaik mungkin, dan dalam kejadian apa pun, setidak-tidaknya sama dengan yang pada umumnya diberikan kepada orang-orang asing dalam keadaan-keadaan yang sama.” Dalam pasal 23 Konvensi 1951 mengenai Status Pengungsi juga secara jelas mengatur mengenai hak untuk memperoleh bantuan, dikatakan bahwa “Para Negara Peserta akan memberikan kepada para pengungsi yang secara sah berdiam di dalam wilayah mereka perlakuan yang sama mengenai pertolongan dan bantuan umum seperti yang diberikan kepada warga negara mereka.” Program bantuan yang dan pelayanan sosial oleh UNRWA menyediakan berbagai perlindungan sosial langsung maupun tidak langsung dalam wilayah operasi pemukiman pengungsi. Dalam menyediakan bantuan dan pelayanan sosial tersebut UNRWA berfokus pada tiga tujuan utama84 : 1) Memberikan bantuan sosial kepada para pengungsi Palestina yang miskin setiap tiga bulan; 2) Mempromosikan pengembangan dan kemandirian kepada komunitas pengungsi yang kurang beruntung, terutama perempuan, anak-anak, orang muda, orang-orang cacat dan orang tua; dan 3) Memelihara, memperbarui dan mendokumentasiikan catatan dan dokumen pengungsi Palestina yang terdaftar, dalam rangka untuk menentukan kelayakan pemberian bantuan sosial UNRWA untuk pengungsi Palestina. 84 UNRWA, “Bantuan Sosial” http://unrwa.org/etemplate.php?id=90 , diakses pada tanggal 27 Januari 2013. Sejak didirikannya, UNRWA telah menyediakan berbagai bentuk bantuan umum kepada pengungsi Palestina yang tersebar di lima wilayah operasi. Beberapa bentuk bantuan umum yang telah dijalankan diantaranya85 : 1. Pemberian Subsidi Program bantuan UNRWA bekerja untuk mengentaskan kemiskinan di kalangan keluarga pengungsi Palestina, dengan prioritas pada pengungsi termiskin dari yang miskin. Program ini menyediakan bantuan sosial yang meliputi dukungan sembako, subsidi tunai dan penghasilan tambahan sebagai subsidi untuk pengungsi. UNRWA juga memberikan bantuan tunai selektif dan bantuan uang untuk kebutuhan dasar rumah tangga. Program ini juga menyediakan bantuan langsung dalam keadaan darurat yang disebabkan oleh kekerasan dan kerusuhan politik, dengan melakukan rehabilitasi penampungan yang berkoordinasi dengan departemen infrastruktur dan peningkatan kamp. 2. Penghijauan Lingkungan UNRWA memang memiliki kewajiban yang jelas dalam meningkatkan perbaikan kondisi disekitar wilayah kamp pengungsi dan pengungsi Palestina yang tinggal di dalamnya. Sebuah program baru diluncurkan pada tahun 2006 yang berfokus pada lingkungan kamp untuk menciptakan lingkungan yang sehat maka UNRWA rutin melaksanakan penghijauan lingkungan dimana pengungsi ikut berpartisipasi didalamnya. 85 UNRWA, Op. Cit., Tanpa halaman. 3. Program perbikan Infrastruktur Dari 4,7 juta pengungsi Palestina UNRWA terdaftar, sekitar sepertiga (1,3 juta) hidup di 58 kamp pengungsi di Yordania, Lebanon, Suriah, Tepi Barat dan Jalur Gaza. Selama bertahun-tahun, kamp-kamp telah berubah dari pemukiman sementara menjadi pemukiman masa panjang. Setiap tahunnya UNRWA melaksanakan program renovasi dan perbaikan kamp-kamp yang tersebar di lima wilayah operasi dan mendapatkan bantuan dana dari Perserikatan Bangsa-Bangsa dan para donatur. Program perbaikan infrastruktur dan kamp membahas kondisi hidup memburuknya pengungsi Palestina di kamp-kamp86. Badan ini mengembangkan rencana perbaikan camp yang komprehensif, dengan melaksanakan: a) Perbaikan kamp UNRWA melakukan rencana perbaikan kamp, perbaikan tempat penampungan, rencana untuk pemindahan sementara ke kamp lain dan proyek-proyek rekonstruksi setelah pembongkaran yang disebabkan oleh konflik bersenjata atau keadaan darurat lainnya. Upaya UNRWA dikoordinasikan dengan pemerintah setempat. 86 Laleh Khalili, “PALESTINE AND PALESTINIANS: Landscape of Hope and Despair: Palestinian Refugee Camps” , The Middle East Journal, 2006, hlm. 394. b) Fasilitas dan instalasi Melalui program ini UNRWA mengelola pembangunan dan pemeliharaan semua fasilitas dan instalasi UNRWA, untuk memastikan tetap memberikan kebutuhan dan pelayanan yang baik bagi semua pengungsi. Komunitas pengungsi yang terlibat dalam proses perencanaan memastikan bahwa fasilitas yang baru memenuhi kebutuhan pengungsi yang sebenarnya. Fasilitas UNRWA yang baru juga dibangun untuk memberikan akses universal bagi para penyandang cacat. Program ini juga mengatasi masalah aksesibilitas di fasilitas yang ada87. c) Penataan Lingkungan UNRWA mempromosikan lingkungan perkotaan yang aman dan sehat bagi pengungsi Palestina melalui penyediaan air terpelihara dengan baik, air limbah, dan drainase air hujan. Hal ini juga memelihara lingkungan yang layak untuk ditinggali oleh para pengungsi88. Dalam memberikan bantuan umum sebagai salah satu hak para pengungsi UNRWA juga melibatkan peran aktif masyarakat dan pengungsi. Anggota masyarakat dapat terlibat secara aktif dalam pengambilan keputusan tentang perbaikan lingkungan fisik dan sosial, sehingga perbaikan sesuai dengan kebutuhan dan prioritas mereka. Pengungsi dapat terlibat dalam 87 88 UNRWA, 2010, “ A Decent Standart of Living”, Tanpa halaman. Laleh Khalili, Op. Cit., hlm. 395. kelompok masyarakat dalam menilai dampak proyek pada kehidupan mereka agar tetap berjalannya program.89 Misalnya saja dalam pembuatan proyek percontohan yang telah menampung aspirasi masyarakat dan pengungsi. Beberapa proyek percontoan telah dilaksanakan sebagai bukti adanya turut serta aktif masyarakat dan pengungsi dalam pemberian bantuan, diantaranya : a. Di kamp Neirab di Suriah, UNRWA mengubah standar desain pemukiman yang dikerjakan oleh UNRWA dan warga kamp. b. Di kamp Fawwar di Tepi Barat, UNRWA mengubah lapangan publik bagi warga untuk digunakan sebagai taman bermain yang aman dan untuk perayaan pernikahan. Pendekatan ini sekarang juga sedang dilaksanakan di Dheisheh camp (Tepi Barat) dan Talbiyeh camp (Yordania), dan akan segera memperluas ke Lebanon dan Gaza. 1.4 Program Pemulihan Finansial Hukum Pengungsi Internasional telah menjamin agar setiap pengungsi akan dapat menikmati hak-hak atas kesejahteraan sosial, seperti hak untuk bekerja, perumahan, mendapatkan upah dari pekerjaan yang mereka lakukan, hak tersebut merupakan bentuk hak atas kesejahteraan sosial yang dijamin oleh instrumen hukum internasional. Pada Pasal 13 Konvensi 1951 mengenai Status Pengungsi Hukum Internasional juga menjamin bahwa pengungsi dapat memiliki hak kepemilikan atas harta kekayaan bergerak dan tidak bergerak yang ia peroleh, dinyatakan 89 UNRWA, Op. Cit., Tanpa halaman. bahwa “Para Negara Peserta akan memberikan kepada seorang pengungsi perlakuan sebaik mungkin dan, pada kejadian apa pun, setidak-tidaknya sama dengan yang pada umumnya diberikan kepada orang-orang asing dan lain keadaan-keadaan yang sama, mengenai perolehan harta kekayaan bergerak dan tidak bergerak, dan hak-hak lain yang menyinggung ke sana, dan pada sewa dan perikatan lainnya yang berkaitan dengan harta kekayaan bergerak dan tidak bergerak.” Dalam hal ini UNRWA berkewajiban memberikan hak tersebut dimana pengungsi akan diperlakukan sama dengan orang pada umumnya dan pengungsi berhak atas hak kekayaan. Pengungsi juga diberikan hak atas perhimpunan menurut hukum internasional, pengungsi berhak untuk berkumpul dan berserikat, pada pasal 15 Konvensi 1951 mengenai Status Pengungsi dikatakan bahwa mengenai pendirian perhimpunan non-politik dan non-profit dan serikat buruh, maka para Negara Peserta akan memberikan kepada pengungsi yang secara sah berdiam di dalam wilayah mereka perlakuan sebaik munngkin yang diberikan kepada warga negara suatu negara asing, dalam keadaan-keadaan yang sama. Departemen Mikro Keuangan UNRWA menyediakan peluang menghasilkan pendapatan bagi pengungsi Palestina, serta kelompok miskin atau marginal lainnya yang tinggal dan bekerja di dekat mereka. UNRWA memperluas pinjaman dan jasa keuangan pelengkap untuk pemilik usaha kecil, pengusaha mikro dan rumah tangga. Dengan pemberian pinjaman kepada pengungsi diharapkan dapat mempertahankan dan menciptakan lapangan kerja, mengurangi kemiskinan, dan memberdayakan pengungsi itu sendiri, terutama perempuan dan pemuda. Banyak pengguna pinjaman UNRWA mengunakannya dalam bentuk usaha kecil, usaha informal, dan usaha rumahan diantaranya pengungsi mempergunakanya untuk menjadi pedagang sayur, penjahit rumahan, pemilik bengkel dan nelayan.90 Dalam pemberian pinjamannya guna meningkatkan kesejahteraan pengungsi, UNRWA menyediakan pinjaman yang terjangkau bagi para pengungsi. Hal ini dikarenakan banyaknya pengungsi yang tidak dapat mendapatkan kredit yang terjangkau dari bank komersial. Pinjaman yang disediakan UNRWA ini memungkinkan pengusaha untuk menghasilkan pendapatan yang berkelanjutan bagi diri mereka sendiri, keluarga mereka dan pengungsi lainnya Departemen Mikro Keuangan UNRWA bekerja sesuai dengan standar global dan praktik terbaik dalam industri keuangan mikro. Pinjaman UNRWA didasarkan pada pemahaman bahwa kredit mikro dan jasa keuangan terkait harus berkelanjutan diberikan kepada pengungsi. UNRWA bertujuan agar para pengungsi tidak memiliki sifat ketergantungan dan menimbulkan semangat pada pengungsi untuk melakukan usaha guna meningkatkan kesejahteraan mereka. UNRWA berusaha untuk memberikan pinjaman yang paling terjangkau oleh para pengungsi, dengan memfokuskan pekerjaan kami pada daerah perkotaan yang miskin, yang merupakan pusat kegiatan komersial dan industri dan tuan rumah konsentrasi tinggi pengungsi Palestina. Departemen keuangan mikro telah mengembangkan berbagai pinjaman untuk mengatasi 90 UNRWA, 2010, The Annual Report of Microfinance Departement, Tanpa halaman. beragam kebutuhan pengungsi, misalnya pinjaman rumah tangga menargetkan produk serta usaha kecil dan usaha mikro untuk dilakukan oleh kalangan ibu rumah tangga, disamping itu juga UNRWA mendukung investasi keluarga dalam pendidikan, kesehatan, dan perumahan. UNRWA telah berhasil menyediakan berbagai jenis pinjaman yang terjangkau kepada pengungsi hingga tahun 2010, pinjaman-pinjaman tersebut diantaranya91 : 1. Mubadarati – Pinjaman Pemula untuk pemuda Pada 2009, UNRWA dengan Silatech meluncurkan sebuah produk pinjaman baru yang inovatif untuk pemuda yang disebut Mubadarati. Pinjaman ini tersedia untuk pria dan wanita muda berusia 18-30 untuk memulai bisnis baru yang menciptakan wirausaha dan lapangan kerja bagi orang lain. Awalnya Mubadarati diluncurkan di wilayah operasi kerja Tepi Barat dan Gaza, tahun 2010 produk ini juga mulai tersedia di Yordania dan Suriah. Mubadarati adalah pinjaman pemula untuk pemuda untuk menjiptakan jiwa kepemimpinan dan jiwa kewirausahaan bagi pengungsi muda. 2. Pinjaman Usaha Kecil Pinjaman usaha kecil merupakan produk departemen keuangan mikro yang telah dijalankan sejak didirikannya UNRWA. Pinjaman ini ditujukan langsung untuk memajukan pembangunan ekonomi dan menciptakan lapangan kerja. Pinjaman ini merupakan pinjaman yang 91 Ibid., Tanpa halaman. relatif besar, mulai dari USD 3.000 hingga USD 75.000. Para pengungsi biasanya menggunakannya untuk investasi modal, modernisasi bentuk usaha, dan perluasan pasar. Departemen kini semakin berfokus pada produk pinjaman ini. 3. Pinjaman Kelompok Usaha Produk pinjaman ini dirancang untuk kelompok pengusaha perempuan yang secara kolektif bertanggung jawab untuk pembayaran kembali. Pinjaman diberikan mulai dari sebesar USD 400 hingga USD 5.000. Pinajam Kelompok Usaha selama ini telah ikut menopang perekonomian pengungsi, serta meminimalisir pengeluaran rumah tangga, dan telah terbukti ikut membantu dalam pemenuhan pendidikan, kesehatan, dan kebutuhan dasar. 4. Pinjaman untuk Ibu Rumah Tangga Produk pinjaman ini adaptasi dari produk pinjaman usaha kelompok yang akan mengakomodasi usaha rumahan oleh perempuan, sehingga memungkinkan ibu rumah tangga yang berstatus pengungsi untuk membangun usaha rumah tangga untuk ikut melakukan bisnis. Produk pinjaman ini pertama kali diujicobakan di Suriah. Berbeda dengan pinjaman usaha kelompok, pinjaman untuk ibu rumah tangga bukanlah pinjaman yang ditanggung oleh sebuah kelompok. Pada tahun 2009 hingga 2010, rata-rata pinjaman unutk ibu rumah tangga berkisar antara USD 500 hingga USD 800. 5. Kredit Usaha Mikro Produk kredit usaha mikro menargetkan mayoritas bisnis regional yang mempekerjakan kurang dari lima pekerja, sebagian besar di antaranya tidak memiliki akses ke kredit formal dan rentan terhadap resiko ekonomi. Kredit usaha mikro diberikan berkisar dari USD 300 sampai USD 8.500. Kredit ini membantu bisnis para pengungsi seperti membangun dan memelihara cadangan jangka pendek untuk modal kerja. 6. Kredit Usaha Mikro plus Dengan meningkatnya usaha mikro maka pengungsi yang menjalankannya sering membutuhkan pinjaman yang lebih besar dengan jangka waktu pembayaran diperpanjang untuk terus memperluas modal mereka dan meningkatkan kerja mereka. Untuk memenuhi permintaan ini, kami UNRWA menyediakan pinjaman Kredit Usaha Mikro Plus kepada debitur yang telah menunjukkan kemampuan membayar lebih dari tiga siklus pinjaman, dan perusahaan-perusahaan yang juga telah terbukti kemampuan membayar pinjaman. Produk ini merupakan salah satu elemen penting dalam pertumbuhan perekonomian pengungsi di Tepi Barat dan Yordania, dan juga di Gaza. 7. Kredit Produk Konsumen Kredit ini adalah pinjaman pribadi untuk keluarga kelas pekerja yang tidak memiliki akses terhadap kredit di bank. Hal ini dimaksudkan untuk membantu mereka memulihkan aset rumah tangga yang dijual untuk mengatasi pengangguran, kesehatan yang buruk, atau pengeluaran sosial, seperti pernikahan dan pemakaman. 8. Kredit Perumahan Kredit ini merupakan sebuah pinjaman untuk membantu keluarga pengungsi yang tidak memiliki akses untuk mendapatkan kredit perumahan dari bank komersial untuk memperbaiki atau mendapatkan perumahan. Pengungsi berhak mendapatkan kredit perumahan berkisar dari USD 3.000 hingga USD 15.000. Kredit perumahan ini telah berhasil diujicobakan di Gaza pada tahun 2006, dan diperluas ke Tepi Barat, Yordania, Suriah, dan Libanon sejak tahun 2009. 9. Pelatihan Usaha Kecil dan Menengah UNRWA menjalankan program pelatihan bagi pemilik usaha kecil di Gaza. Pengungsi akan disesuaikan dengan pelatihan usaha kecil dan menengah misalnya mengenai ilmu pembukuan usaha, perpajakan, komputerisasi, dan e-commerce. Biaya langsung setiap pelatihan dibayar oleh peserta. Sejak tahun 1995, 12.600 pengusaha telah berpartisipasi dalam 581 kursus yang disediakan oleh UNRWA. Selama 2009 hingga 2010 UNRWA telah menyediakan pinjaman kepada pengungsi secara adil untuk memuhi hak pengungsi yang telah diatur dalam Konvensi 1951 mengenai Status Pengungsi. Peranan UNRWA secara jelas telah dapat dirasakan oleh pengungsi palestina secara menyeluruh. Tabel berikut menjelaskan pemberian kredit yang telah diberikan oleh UNRWA kepada pengungsi Palestina dalam periode 2009 hingga 2010. Tabel 6. Peranan UNRWA dalam Pemulihan Finansial Pengungsi Palestina Tahun 2009-2010 Periode 2010 Periode 2009 USD % USD % Jalur Gaza 4.992.616 22% 3.038.308 16% Tepi Barat 8.487.578 37% 8.164.677 42% Yordania 4.910.781 21% 4.990.030 26% Suriah 4.707.674 20% 3.059.862 16% Total 23.098.649 100% 19.252.877 100% Sumber : UNRWA 2010 Annual Report of Microfinancial Departement II. Perbedaan antara UNRWA dan UNHCR terkait Urusan Pengungsi Palestina Masalah pengungsi dan pemindahan orang di dalam negeri merupakan persoalan yang paling pelik yang dihadapi masyarakat dunia saat ini. Banyak diskusi tengah dilakukan di PBB yang terus berusaha mencari cara-cara lebih efektif untuk melindungi dan membantu kelompok yang sangat rentan ini. Masyarakat Internasional menyerukan ditingkatkannya kerja sama dan koordinasi antara lembaga pemberi bantuan, sebagian lain menunjuk pada celah-celah dalam peraturan internasional dan menghimbau disusunnya standar-standar dalam bidang ini lebih jauh lagi. Bagaimanapun, setiap orang setuju bahwa persoalan ini merupakan masalah multi-dimensional dan global. Oleh karenanya setiap pendekatan dan jalan keluar harus dilakukan secara komprehensif dan menjelaskan semua aspek permasalahan, dari penyebab eksodus massal sampai penjabaran respon yang perlu untuk menanggulangi rentang permasalahan pengungsi, dari keadaan darurat sampai pemulangan mereka (repatriasi). Dalam perdebatan ini beberapa fakta tetap tidak dapat diingkari. Pertama, ketika sejumlah pemindahan massal masih mungkin untuk dicegah, tidak ada yang sukarela melakukannya. Tidak ada orang yang menyukai atau memilih menjadi pengungsi. Menjadi pengungsi berarti lebih buruk daripada menjadi orang asing. Pengungsi berarti hidup dalam pembuangan dan tergantung kepada orang lain untuk memperoleh kebutuhan pokok seperti makanan, pakaian dan perumahan.92 Gencatan senjata yang dilakukan oleh Israel terhadap Palestina telah menimbulkan banyak kerugian termasuk salah satunya yaitu persoalan mengenai pengungsi. Penduduk palestina mengalami kesulitan akibat agresi militer yang terus dilakukan oleh israel, diantaranya kesulitan untuk mengungsi dan menerima bantuan kemanusiaan karena adanya blokade di perbatasan Palestina dan Mesir. Serangan Israel juga telah mmenghancurkan rumah-rumah, masjid, dan infrastruktur lainnya.93 Pada Desember 1949, Majelis Umum PBB membentuk Badan Pekerja dan Bantuan PBB untuk Pengungsi Palestina di Timur Dekat (UNRWA) untuk memberikan bantuan kemanusiaan kepada lebih dari 700.000 pengungsi dan 92 93 Lembar Fakta, Tanpa tahun, Hak Asasi Manusia dan Pengungsi, Jakarta, Depkumham, hlm.1 Aryuni Yuliantiningsih, 2009, Agresi Israel terhadap PalestinaPrespektif Hukum Humaniter Internasional, Purwokerto, UNSOED, hlm. 136. orang terlantar yang telah dipaksa untuk meninggalkan rumah mereka di Palestina sebagai akibat dari perang Arab-Israel 1948. Pada 14 Desember 1950 Majelis Umum PBB mendirikan UNHCR berdasarkan Resolusi Majelis Umum PBB No. 428 (IV) tahun 195094 dan keberadaannya diakui sejak bulan Januari 1951 dengan tujuan utama yang berurusan dengan pengungsi di Eropa yang kehilangan tempat tinggal akibat Perang Dunia II . Namun demikian, sejak awal UNHCR memiliki mandat untuk menangani pengungsi di seluruh dunia, dan mulai melakukannya dengan sungguh-sungguh selama tahun 1960an. Terkait urusan pengungsi Palestina terdapat perbedaan antara UNRWA dan UNHCR. UNRWA diberi mandat untuk melaksanakan "bantuan dan program pekerjaan" untuk mendukung pengungsi Palestina, yaitu pengungsi dari wilayah yang berada di bawah Mandat Inggris untuk Palestina, terlepas dari kebangsaan mereka. Seiring waktu operasi, UNRWA telah berevolusi untuk memenuhi kebutuhan dan perubahan keadaan pengungsi Palestina.95 UNRWA saat ini menyediakan baik bantuan dasar kemanusiaan dan jasa pembangunan untuk pengungsi di daerah operasinya, yaitu Yordania, Lebanon, Republik Arab Suriah, Jalur Gaza, dan Tepi Barat. UNHCR memiliki mandat untuk melindungi, membantu, dan mencari solusi berkelanjutan bagi pengungsi serta bagi orang lain yang membutuhkan perlindungan internasional. Mandat UNHCR mencakup Palestina yang menjadi pengungsi yang dirumuskan dalam Konvensi mengenai Status Pengungsi tahun 94 95 Wagiman, S.Fil, Op. Cit., hlm. 189. Ibid., hlm. 150. 1951, yang bisa mencakup pengungsi Palestina seperti yang didefinisikan oleh UNRWA. UNHCR biasanya menangani kasus pengungsi Palestina hanya ketika mereka berada di luar daerah operasi UNRWA. Selama 55 tahun terakhir, UNRWA dan UNHCR telah bekerja sama, masing-masing sesuai mandatnya, dengan koordinasi yang erat dengan negaranegara tuan rumah, untuk mendukung dan melindungi pengungsi Palestina. Dalam beberapa tahun terakhir, kemitraan antara kedua lembaga telah menjadi lebih dekat, sehingga meningkatkan kerjasama di berbagai bidang, termasuk dalam pertukaran informasi dan upaya bersama untuk menyelesaikan masalah yang dihadapi oleh para pengungsi Palestina. 1. Berdasarkan Mandat UNRWA didirikan oleh Majelis Umum PBB dengan Resolusi 302 (IV) tanggal 8 Desember 1949. Badan ini mulai beroperasi sejak Mei 1950. Dengan tidak adanya solusi yang komprehensif untuk masalah pengungsi Palestina, Majelis Umum telah berulang kali memperbaharui mandat UNRWA, baru-baru ini memperluas mandatnya sampai 30 Juni 2008. Saat ini, UNRWA memberikan pendidikan, perawatan kesehatan, pelayanan sosial, penampungan, kredit pinjaman dan bantuan darurat untuk pengungsi Palestina di lima wilayah operasi kerja yaitu : Yordania, Libanon, Suriah, Jalur Gaza, dan Tepi Barat.96 UNRWA mempekerjakan lebih dari 28.000 staf, sebagian besar 96 adalah Ibid., hlm. 151. pengungsi Palestina sendiri, termasuk 20.000 tenaga kependidikan dan tenaga kesehatan. Markas Badan berada di kota Gaza dan Amman. UNHCR merupakan lembaga internasional yang diberi mandat untuk memimpin dan mengoordinasikan tindakan internasional97 untuk melindungi hak-hak pengungsi dan mencarikan jalan keluar bagi permasalahan mereka di seluruh dunia.98 UNHCR berdiri berdasarkan Resolusi Majelis Umum PBB No. 428 (IV) tahun 1950 dan keberadaannya diakui sejak bulan Januari 1951. Tujuan pendiriannya adalah untuk menyediakan perlindungan internasional dan mencarikan solusi jangka panjang bagi para pengungsi. UNHCR awalnya diberi mandat dalam tiga tahun terbatas dengan tujuan utama membantu 1,2 juta pengungsi Eropa yang kehilangan tempat tinggal akibat Perang Dunia II. Tetapi dengan peningkatan dan perluasan krisis pengungsi, mandat UNHCR diperpanjang setiap lima tahun sampai dengan tahun 2004. Dalam resolusi yang diadopsi oleh Majelis Umum dan Dewan Ekonomi dan Sosial, lingkup mandat UNHCR juga telah berkembang selama dekade terakhir untuk mengurusi pengungsi, pencari suaka, orang tanpa kewarganegaraan, pengungsi internal. Dalam lima dekade, UNHCR telah membantu lebih dari 50 juta pengungsi dan orang lain yang menjadi perhatian untuk memulai kembali kehidupan mereka. Landasan kerja UNHCR adalah perlindungan internasional sebagaimana diatur dalam Statutanya yang diadopsi oleh Majelis Umum pada Desember 1950. Dalam prakteknya, perlindungan berarti 97 Brill Walter, “Reconceiving International Refugee Law”, The American Journal of International Law, Oktober 1998, hlm. 788. 98 UNHCR, “UNHCR Mandate”, http://www.unhcr.org.mt/index.php/aboutus/unhcrmandate , diakses tanggal 13 Januari 2013. menjaga hak-hak dan kesejahteraan pengungsi dan memastikan bahwa tidak ada orang yang akan kembali ke negara dimana ia merasa takut mendapatkan penganiayaan, dan larangan untuk pemulangan kembali pengungsi tersebut. UNHCR juga mencari cara untuk membantu pengungsi untuk memulai kembali kehidupan mereka dalam lingkungan yang normal. Ada tiga solusi jangka panjang yang diberikan oleh UNHCR: 1) Pemulangan kembali dan penyatuan kembali ke pada tanah air mereka demi keselamatan dan martabatnya. 2) Pengintegrasian di negara suaka mereka. 3) Pemukiman kembali di negara-negara ketiga. Pada dasarnya dua opsi yang terakhir tidak mencegah pengungsi untuk kembali ke negara asal mereka apabila mereka menginginkannya dan kondisi juga memungkinkan. Secara global, UNHCR memberikan bantuan bagi jutaan orang di dunia yang meninggalkan negara asal mereka karena melarikan diri dari penganiayaan dan atau konflik oleh manusia yang membahayakan hidup dan kebebasan mereka. Orang – orang ini adalah mereka yang disebut sebagai pencari suaka, pengungsi, atau pengungsi dalam negeri sendiri atau IDPs. Orang – orang yang menjadi perhatian UNHCR selanjutnya juga mencakup orang – orang yang tidak memiliki kewarganegaraan dan orang – orang yang pulang atau kembali ke negara asalnya (bekas pengungsi, pencari suaka, dan atau IDPs yang sudah merasa aman untuk kembali). Diantara orang – orang yang menjadi perhatian UNHCR, perhatian besar diberikan kepada individu – individu yang tergolong rentan, yaitu para wanita, ibu yang tidak didampingi suaminya, anak – anak dibawah 18 tahun, orang tua atau manula dan orang cacat.99 Untuk itu UNHCR bekerjasama dengan beberapa intansi pemerintah maupun non-pemerintah dalam pendanaan untuk melakukan tugasnya. Dalam memenuhi fungsi perlindungan, tugas Komisi Tinggi seperti disebutkan dalam Statuta tersebut termasuk: a. Memajukan penyelesaian dan ratifikasi konvensi internasional untuk perlindungan pengungsi, mengawasi pelaksanaannya, dan mengusulkan amandemen; b. Memajukan upaya-upaya untuk memperbaiki situasi pengungsi dan mengurangi jumlah orang yang memerlukan perlindungan; c. Membantu usaha-usaha meningkatkan pemulangan sukarela, atau berasimilasi dengan masyarakat negara baru; d. Meningkatkan penerimaan pengungsi ke dalam wilayah Negaranegara; e. Memfasilitasi transfer aset para pengungsi; memperoleh informasi dari Pemerintah mengenai jumlah dan kondisi pengungsi di dalam wilayahnya, serta hukum dan peraturan-peraturan yang berlaku; f. memelihara hubungan erat dengan organisasi pemerintah dan nonpemerintah; g. Menggalang hubungan dengan organisasi swasta yang menangani persoalan pengungsi; 99 UNHCR. “Orang-orang yang menjadi Perhatian UNHCR” http://unhcr.or.id/id/siapa-yangkami-bantu , diakses pada 13 Januari 2013. h. Memfasilitasi koordinasi usaha-usaha swasta. Upaya perlindungan kemudian didiversifikasikan lebih lanjut dalam tahun-tahun setelah perancangan Statuta tersebut. 2. Berdasarkan Lingkup Pekerjaan UNRWA menyediakan layanan secara total dengan mengoprasikan 663 sekolah, 8 pusat pelatihan kejuruan, 125 fasilitas kesehatan primer, 65 pusta pemberdayaan wanita dan 39 pusat rehabilitasi yang berbasis masyarakat. UNRWA menyediakan bantuan sosial, seperti bantuan pangan kepada hampir 250.000 pengungsi, dan sejak tahun 1991 telah mengeluarkan lebih dari 100.000 pinjaman kredit mikro senilai lebih dari 100 juta USD.100 Dalam menanggapi konflik yang berlangsung di wilayah Palestina, UNRWA telah memberikan bantuan darurat tambahan untuk pengungsi yang terdaftar dan orang lain yang membutuhkan. Program UNRWA juga menyediakan kebutuhan khusus perempuan, anak-anak dan orang tua. UNRWA dibiayai oleh kontribusi sukarela,dan dari pemerintah. UNRWA juga telah mulai membuat kemajuan dengan penggalangan dana dari sumber non-pemerintah meskipun masih relatif terbelakang. Hampir semua kontribusi yang dilakukan secara tunai, tetapi ada beberapa kontribusi dalam bentuk lain seperti makanan, sembako dan obat-obatan. Dalam program UNRWA difokuskan pada pemberian bantuan pangan, penciptaan lapangan kerja sementara dan pinjaman kredit. 100 The Global Review, “80% Pengungsi Dunia Ada di Negara-Negara Miskin” http://www.theglobalreview.com/content_detail.php?lang=id&id=5392&type=9#.UPqToCf55sB , diakses pada tanggal 15 Januari 2013. Melalui program intinya yaitu bantuan dan pembangunan manusia, UNRWA memberikan perlindungan kepada pengungsi Palestina di wilayah operasinya. Tugas dalam mencari solusi yang komprehensif untuk konflik Israel-Palestina dan masalah pengungsi Palestina bagaimanapun bukanlah bagian dari mandat UNRWA tetapi lebih kepada tanggung jawab para pihak dalam konflik dan aktor-aktor politik lainnya. Peran UNRWA adalah untuk mengatasi kebutuhan pembangunan manusia dan kemanusiaan bagi pengungsi Palestina untuk sementara. Dalam beberapa kasus, UNRWA juga berkewenangan mengintervensi dengan otoritas yang relevan atas nama individu maupun kelompok pengungsi Palestina dalam memberikan perlindungan karena banyak dari mereka hidup dalam keadaan sulit dan sering tidak aman. Di Tepi Barat dan Jalur Gaza pada khususnya, para pengungsi sering bergulat dengan dampak dari konflik bersenjata, pembatasan kebebasan bergerak, penyitaan tanah dan penghancuran rumah. Sebagian besar pengungsi Palestina berada di bawah mandat UNRWA, namun masih ada sejumlah besar hidup di daerah negara-negara lain, seperti negara-negara Teluk, Mesir, Irak atau Yaman, atau lebih jauh di Australia, Eropa dan Amerika. UNHCR menghimbauan mengenai bagaimana memperlakukan pengungsi Palestina, untuk memperhatikan pengungsi dengan memfasilitasi pembaharuan perjalanan dokumen dan pencegahan terhadap penahanan, diskriminasi101 sesuai dengan ketentuan dari Konvensi 1951, hak asasi manusia internasional dan hukum kebiasaan internasional. Di berbagai 101 Soibhan McInerney, 2008, “Complementary Protection in International Refugee Law, Book Reviews, hlm. 103. negara UNHCR juga memberikan bantuan material kepada pengungsi orang yang membutuhkan. Mandat perlindungan internasional UNHCR tidak terbatas pada pengungsi di Negara-negara Pihak dalam Konvensi 1951 dan Protokol 1967 tetapi berlaku di seluruh dunia atas dasar Statuta dan Resolusi Majelis Umum dan resolusi ECOSOC selanjutnya. Baru-baru ini, UNHCR telah memberikan bantuan kepada pengungsi Palestina di Irak serta, dalam koordinasi dengan UNRWA, kepada mereka yang melarikan diri ke Yordania dan Suriah, dan secara aktif mencari solusi untuk penderitaan mereka. Hal ini juga memberikan bantuan individu untuk beberapa orang Palestina miskin di Mesir dan Libya. 3. Berdasarkan Keterkaitan terhadap Pengungsi Palestina Pengungsi Palestina adalah siapapun mereka yang bertempat tinggal di Palestina selama periode 1 Juni 1946 sampai 15 Mei 1948 dan mereka yang kehilangan rumah dan mata pencaharian sebagai akibat dari perang ArabIsrael 1948, serta memenuhi syarat sebagai pengungsi Palestina, seperti yang didefinisikan oleh UNRWA, dan memenuhi syarat dalam pendaftaran UNRWA. Keturunan dari para pengungsi Palestina asli juga memenuhi syarat untuk pendaftaran, tetapi hanya pengungsi yang tinggal di salah satu dari lima wilayah operasi UNRWA yang berhak menerima pelayanan dari UNRWA. Jumlah pengungsi Palestina UNRWA yang terdaftar sekarang lebih dari 4,3 juta. UNRWA juga diberi mandat oleh Majelis Umum untuk memberikan bantuan kemanusiaan secara darurat kepada orang-orang di daerah yang tidak memenuhi kategori UNRWA sebagai pengungsi Palestina, tetapi yang telah mengungsi sebagai akibat dari perang pada Juni 1967 dan peperangan yang terjadi berikutnya. Hanya satu sepertiga dari pengungsi terdaftar yang masih tinggal di kamp-kamp pengungsi. Sebagian besar lainnya tinggal di kota-kota dan desa di seluruh wilayah operasi kerja UNRWA, dan beberapa telah pindah ke luar daerah dan tinggal di negara lain. Layanan UNRWA tersedia untuk semua pengungsi terdaftar yang hadir di daerah operasinya. Instrumen hukum utama yang mengatur status hukum pengungsi dalam hukum internasional adalah Konvensi 1951 mengenai Status Pengungsi (Konvensi 1951) dan Protokol 1967. Meskipun Konvensi 1951 dan Protokol 1967 berlaku untuk Amerika, orang-orang yang memenuhi kriteria persyaratan yang ditetapkan dalam instrumen internasional tersebut adalah pengungsi yang menjadi perhatian UNHCR. UNHCR mendorong negaranegara untuk meratifikasi Konvensi 1951 dan Protokol 1967 dan mengawasi pelaksanaannya. Pada September 2006, 146 negara telah meratifikasi Konvensi 1951 dan Protokol. Konvensi 1951 dalam Pasal 1A (2) mendefinisikan pengungsi sebagai orang yang berada di luar negara mereka karena dari ketakutan yang beralasan, penganiayaan berdasarkan ras, agama, kebangsaan, pandangan politik ataupun keanggotaan dalam kelompok sosial tertentu, dan yang dikarenakan alasan penganiayaan terkait, mereka tidak mampu atau tidak ingin pulang. Pasal 1D Konvensi 1951 menyatakan bahwa Konvensi ini tidak dapat berlaku bagi orang-orang yang pada waktu sekarang sedang menerima perlindungan atau bantuan dari organorgan atau badan- badan Perserikatan Bangsa-Bangsa selain Komisi Tingkat Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Pengungsi. Ketika perlindungan atau bantuan tersebut telah berhenti karena alasan apa pun, tanpa posisi orang-orang tersebut secara pasti sedang diselesaikan sesuai dengan resolusi-resolusi yang relevan, yang disetujui oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa, orang-orang ini ipsofacto, harus berhak atas kemanfaatan-kemanfaatan dalam Konvensi ini. UNHCR menganggap bahwa terdapat tiga kelompok pengungsi Palestina dalam ruang lingkup 1D Pasal Konvensi 1951 mengenai Status Pengungsi: 1) Warga Palestina yang merupakan "pengungsi Palestina "dalam pengertian di dalam Resolusi Majelis Umum PBB 194 (III) pada 11 Desember 1948 dan Resolusi Majelis Umum PBB lainnya, mereka yang mengungsi dari bagian wilayah Palestina yang telah menjadi bagian wilayah Israel, dan yang tidak mampu untuk kembali ke sana. Dalam pengelompokan ini UNHCR memandang bahwa pengungsi Palestina merupakan mereka warga palestina yang dahulu berdomisili di wilayah palestina yang karena konflik Israel-Palestina wilayah yang mereka duduki tersebut telah menjadi wilayah Israel dimana mereka tidak dapat kembali ke wilayah tersebut kembali. 2) Warga Palestina yang didefinisikan sebagai "Orang Terlantar" dalam Resolusi Majelis Umum PBB 2.252 (ES-V) 4 Juni 1967 dan Resolusi Majelis Umum PBB selanjutnya, dan tidak mampu untuk kembali ke wilayah Palestina yang telah diduduki Israel sejak 1967. 3) Kelompok pengungsi Palestina ketiga terdiri dari individu-individu yang bukan "pengungsi Palestina" atau "orang terlantar" tapi mereka yang karena ketakutan yang beralasan dianiaya dan tidak mampu atau, karena ketakutan tersebut, tidak mau kembali ke sana. Pengungsi Palestina tersebut dapat dikualifikasikan sebagai pengungsi seperti yang ditentukan dalam Pasal 1A (2) Konvensi 1951. BAB V PENUTUP A. Simpulan 1. Melalui program intinya yaitu bantuan dan pembangunan manusia, UNRWA memberikan perlindungan kepada pengungsi Palestina di wilayah operasinya yaitu Jalur Gaza, Suriah, Libanon, Yordania, dan Tepi Barat. UNRWA dalam memberikan perlindungan kepada pengungsi Palestina telah berdasarkan pada lima prinsip umum yang berkaitan dengan Hukum Pengungsi Internasional yaitu prinsip pemberian suaka (asylum), non-ekstradisi, non-refoulment, hak dan kewajiban negara terhadap para pengungsi, dan kemudahan-kemudahan (facilities) yang diberikan oleh negara-negara yang bersangkutan terhadap pengungsi. Peranan UNRWA kepada pengungsi Palestina telah menjamin hak-hak asasi manusia dan hak pengungsi seperti yang telah ditentukan oleh instrumen-instrumen hukum internasional, diantaranya : hak kesempatan atas hak milik, hak berserikat, hak berperkara di pengadilan, hak atas pekerjaan yang menghasilkan, hak atas pendidikan dan pengajaran, hak kebebasan bergerak, hak atas kesejahteraan sosial, hak atas tanda pengenal dan dokumen perjalanan, dan hak untuk tidak diusir. Hampir seluruh hak pengungsi telah diakomodir oleh UNRWA, hak-hak tersebut diwujudkan melalui program-program yang telah dilaksanakan diantaranya Program Pendidikan, Program Kesehatan, Program Bantuan Sosial, dan Program Pemulihan Finansial, diantaranya dengan memberikan pendidikan gratis, pembangunan fasilitas pendidikan, pelatihan kerja, pelayanan kesehatan, penyedian lapangan kerja, pemberian kredit usaha, dan lain sebagainya. 2. Perbedaan antara UNHCR dan UNRWA terkait urusan pengungsi Palestina Sebelum membentuk UNHCR, PBB memang telah membentuk Badan Tambahan PBB yang diberi mandat untuk mengurusi pengungsi Palestina di Timur Dekat yaitu UNRWA. Dalam keterkaitan terhadap pengungsi Palestina UNRWA dan UNHCR memiliki perbedaan. Secara kelembagaan UNHCR merupakan Badan Khusus sedangkan UNRWA merupakan Badan Tambahan. Perbedaan antara UNHCR dan UNRWA terkait urusan pengungsi Palestina dapat ditinjau dari tiga aspek yaitu mengenai mandat, lingkup kerja, dan keterkaitan kedua Badan tersebut terhadap pengungsi Palestina. Pada aspek mandat yang telah diberikan PBB, PBB memberikan mandat kepada UNHCR untuk melindungi, membantu, dan mencari solusi berkelanjutan bagi pengungsi serta bagi orang lain yang membutuhkan perlindungan internasional. Mandat UNHCR mencakup Palestina yang menjadi pengungsi yang dirumuskan dalam Konvensi mengenai Status Pengungsi tahun 1951, juga bisa mencakup pengungsi Palestina seperti yang didefinisikan oleh UNRWA. UNHCR biasanya menangani kasus pengungsi Palestina hanya ketika mereka berada di luar wilayah operasi kerja UNRWA, sedangkan PBB memberikan mandat kepada UNRWA untuk memberikan perlindungan dan penanganan kepada pengungsi Palestina di Timur Dekat. Pada aspek lingkup kerja, sebagian besar pengungsi Palestina berada di bawah mandat UNRWA yaitu mereka yang terdaftar sebagai pengungsi Palestina bertempat di wilayah operasi kerja yaitu Jalur Gaza, Libanon, Suriah, Yordania, dan Tepi Barat, namun masih ada sejumlah besar hidup di daerah negara-negara lain, seperti negara-negara Teluk, Mesir, Irak atau Yaman, atau lebih jauh di Australia, Eropa dan Amerika, pengungsi Palestina inilah yang menjadi lingkup kerja UNHCR, Baru-baru ini, UNHCR telah memberikan bantuan kepada pengungsi Palestina di Irak serta, dalam koordinasi dengan UNRWA. Pada aspek keterkaitan terhadap pengungsi Palestina, UNRWA mengurusi pengungsi Palestina yang terdaftar pada lima wilayah operasi kerja, dan juga mereka yang telah didefinisikan sebagai pengungsi Palestina oleh, Sedangkan UNHCR mengurusi semua pengungsi di dunia termasuk pengungsi Palestina yang mengungsi dari bagian wilayah Palestina yang telah menjadi bagian wilayah Israel, dan yang tidak mampu untuk kembali ke sana. B. Saran 1. Ditujukan kepada UNRWA, dalam peranannya UNRWA sebaiknya juga menyediakan bangunan tahan gempuran bom sebaagai sarana pengevakuasian apabila terjadi gencatan senjata antara Israel-Palestina yang mengenai wilayah operasi kerja UNRWA yang merupakan tempat pengungsian pengungsi Palestina demi menjamin keselamatan pengungsi. 2. Ditujukan kepada UNRWA, penjaminan atas hak pendidikan harus lebih dioptimalkan karena masih sedikitnya universitas yang disediakan untuk pengungsi yang ingin melanjutkan pendidikannya, sangat berbanding terbalik dengan banyaknya pengungsi Palestina yang membutuhkan Sekolah Tinggi demi peningkatan kesejahteraan kesejahteraan pengungsi Palestina. DAFTAR PUSTAKA BUKU Adolf, Haula, 2004, Hukum Penyelesaian Sengketa Internasional, Jakarta : Sinar Grafika. Al Wa-fa, Ahmad Abdul, 2011, Hak-Hak Pencari Suaka dalam Syaiat Islam dan Hukum Internasional, Jakarta : UNHCR. Ambarwati dkk, 2010, Hukum Humaniter Internasional dalam Studi Hubungan Internasional, Jakarta : Rajawali Pers. Anonim, tanpa tahun, Perserikatan Bangsa-Bangsa, Pengetahuan Dasar Mengenai Perserikatan Bangsa-Bangsa, Jakarta: Kantor Penerangan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Anwar, Chairul, 1989, Hukum Internasional Pengantar Hukum Bangsa-Bangsa, Jakarta : Djambatan. Hamid, Sulaiman, 2002, Lembaga Suaka dalam Hukum Internasional, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Iskandar, Pranoto dan Jawahir Tantowi, Hukum Internasional Kontemporer, Bandung, PT. RefikaAditama, hlm. 224. Istanto, F.S., 1998, Hukum Internasional, Yogyakarta : Universitas Atmajaya Yogjakarta. I Wayan, 1990, Pengantar Hukum Internasional, Bandung : Mandar Maju. Krustiyati, Atik, 2010, Penanganan Pengungsi Indonesia Tinjauan Aspek Hukum Internasional dan Nasional, Surabaya, Brilian Internasional. Lembar Fakta, Tanpa tahun, Hak Asasi Manusia dan Pengungsi, Jakarta, Depkumham, hlm.1 Mauna, Boer , 2003, Hukum Internasional Pengertian Peranan dan Fungsi Dalam Era Dinamika Global, Bandung: PT Alumni. S. Fil, Wagiman, 2012, Hukum Pengungsi Internasional, Jakarta : Sinar Grafika. Soemitro, Hanitijo, 1982. Metode Penelitian Hukum, Jakarta : Ghalia Indonesia. ----------------------, 1990, Metode Penelitian dan Jurimetri, Jakarta: Ghalia Indonesia. Starke. J.G., 1992, Pengantar Hukum Internasional, Jakarta : Sinar Grafika. Suherman,A. M., 2003, Organisasi Internasional & Integrasi Ekonomi Regional Dalam Perspektif Hukum dan Globalisasi, Jakarta : PT Ghalia Indonesia. Suryokusumo, Sumaryo, 1990, Hukum Organisasi Internasional, Jakarta: UIPress. ----------------------------, 2007, Pengantar Hukum Organisasi Internasional, Jakarta : PT. Tatanusa. UN, 2006, State of World’s Refugees Human Displacement in The New Millenium, New York, OXFORD UNIVERSITY PRESS. UNRWA, 2009, Department of Relief and Social Services UNRWA, Amman, UNRWA. Yuliantiningsih, Aryuni, 2009, Agresi Israel terhadap PalestinaPrespektif Hukum Humaniter Internasional, Purwokerto, UNSOED, hlm. 136. SUMBER LAINNYA Deklarasi PBB 1967 tentang Wilayah Suaka Konvensi 1951 mengenai Status Pengungsi Konvensi Jenewa Keempat 1949 mengenai Perlindungan bagi Orang Sipil pada Waktu Perang Konvensi Montevidio 1933 mengenai Hak-hak dan Kewajiban-kewajiban Negara sebagai Subjek Hukum Internasional Konvensi 1954 sehubungan dengan Orang-Orang Tanpa Kewarganegaraan Konvensi 1961 tentang Pengurangan Keadaan Orang Tanpa Kewarganegaraan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa 1945 Protokol Tambahan I Tahun 1977 tentang Sengketa Bersenjata yang Bersifat Internasional UNRWA 2010 A Decent Standart of Living UNRWA 2010 The Annual Report of Education Departement UNRWA 2010 Education in a Glance UNRWA 2010 UNRWA Education Reform Strategy UNRWA 2010 The Annual Report of Health Departement UNRWA 2010 The Annual Report of Microfinance Departement UNRWA 2010 The Annual Report of Relief and Social Service Departement UNRWA REPORT 2006 Department of Relief and Social Services Epstein Donal, The Palestine-Israel Conflict: A Basic Introduction, tersedia di eresources.pnri.go.id , diakses pada tanggal 27 Desember 2012. Jalal al Husseini, UNRWA and Refugees: A Difficult but Lasting Marriage, tersedia di E-resources.pnri.go.id , diakses pada tanggal 14 Januari 2013. Khalili, Laleh, 2006, PALESTINE AND PALESTINIANS: Landscape of Hope and Despair: Palestinian Refugee Camps” , The Middle East Journal. Pusham UII, Hak Asasi Manusia dan Pengungsi Lembar fakta Nomor 20, Kampanye Dunia Untuk Hak Asasi Manusia, diakses pada tanggal 5 November 2012. Soibhan McInerney, 2008, Complementary Protection in International Refugee Law, Book Reviews. The American Journal of International Law. The Global Review, “80% Pengungsi Dunia Ada di Negara-Negara Miskin” http://www.theglobalreview.com/content_detail.php?lang=id&id=5392& type=9#.UPqToCf55sB , diakses pada tanggal 15 Januari 2013. United Nations, 2000, ” The UN Millennium Development Goals http://www.un.org/millenniumgoals/ , diakses pada tanggal 10 Januari 2013. UNHCR, “UNHCR http://www.unhcr.org.mt/index.php/aboutus/unhcrmandate tanggal 13 Januari 2013. Mandate”, , diakses UNHCR. “Orang-orang yang menjadi Perhatian UNHCR” http://unhcr.or.id/id/siapa-yang-kami-bantu , diakses pada 13 Januari 2013. UNHCR.or.id, 21 Februari 2010, “Siapa yang Kami Bantu” http://www.unhcr.or.id/id/siapa-yang-kami-bantu , diakses pada tanggal 19 September 2012. UNRWA.org, “Overview UNRWA” http://www.unrwa.org/etemplate.php?id=85 , diakses pada tanggal 19 September 2012. UNRWA, “Education” http://unrwa.org/etemplate.php?id=32 , diakses pada tanggal 10 Januari 2013. UNRWA, “Social Service” http://unrwa.org/etemplate.php?id=90 , diakses pada tanggal 27 Januari 2013. UNRWA, “Health” http://unrwa.org/etemplate.php?id=28 , diakses pada tanggal 5 Januari 2013 Walter, Brill, 1998, “Reconceiving International Refugee Law”, The American Journal of International Law. Wikipedia, 25 Agustus 2012, “Pengungsi” http://id.wikipedia.org/wiki/Pengungsi , diakses pada tanggal 20 Sepetember 2012. BBC News, 8 May 2012, “The Israeli and Palestinian Conflict ( 1948 - to the Present Day)” http://www.bbc.co.uk/news/world-middle-east-14628835 , diakses pada tanggal 15 September 2012. Seputar Indonesia.com , 15 Juni 2011, “PBB dan Bantuan Badan Pengungsi Palestina (UNRWA)” http://www.seputarindonesia.com/edisicetak/content/view/405986/ , diakses pada tanggal 20 September 2012. Kompasiana, “Resolusi PBB untuk Palestina dan Israel” http://lifestyle.kompasiana.com/catatan/2011/09/22/66-resolusi-pbbuntuk-palestina-yang-diveto-amerika-serikat-1972-2006/ , diakses pada tanggal 13 Desember 2012.